Sie sind auf Seite 1von 11

PERKEMBANGAN TEKTONIK PAPUA BARAT DAN DAERAH SEKITARNYA

Edy Sutriyono
Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya
Jalan Raya Palembang-Prabumulih Km 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI)
edy_sutriyono@yahoo.com

ABSTRAK
Papua barat yang sebelumnya dikenal sebagai Kepala Burung merupakan mikrokontinen yang
diinterpretasikan sebagai bagian paling utara dari pinggiran paparan baratlaut (North West Shelf)
Australia. Interpretasi itu pada prinsipnya didasarkan atas kesamaan sikuen batuan Permo-Carboniferous
yang melandasi kedua wilayah tersebut. Daerah ini dikelilingi oleh lempeng-lempeng litosfer yang terdiri
dari Indo-Australia, Laut Banda, Philippine, Karolin, dan Teluk Cenderawasih. Secara tektonik, Papua
barat berada pada rezim tektonik ekstensional dan kompresional. Rezim ekstensional diinterpretasikan
telah menghasilkan singkapan batuan metamorfik regional yang membentuk jalur pegunungan di
Semenanjung Wandamen, sedang episode kompresional direpresentasikan oleh jalur pegunungan lipatan
Lengguru. Tatanan tektonik daerah Papua barat yang terlihat saat ini terbentuk pada Mio-Pliosen atau
sekitar 12-4 Ma sebagai akibat dari konvergensi antara busur kepulauan volkanik Paleogen dan pinggiran
utara kontinen Australia. Busur kepulauan ini pada awalnya berada di sepanjang batas selatan lempeng
Karolin di samudera Pasifik, bergerak mengikuti sistem sesar geser mengiri, dan bertumburan dengan
mikrokontinen Papua barat pada Neogen Akhir. Pada saat sekarang, komponen Pasifik tersebut
membentuk Tosem Blok dan Arfak Blok di bagian paling utara Papua barat.
Kata kunci: mikrokontinen, Papua barat, tektonik.

ABSTRACT
Western Papua, previously known as Birds Head, is microcontinent which is interpreted as the northern
part of North West Shelf Australia. This interpretation is principally based on the Permo-Carboniferous
sequence underlying these areas. The region is bounded by lithospheric plates consisting of IndoAustralian, Banda Sea, Philippine, Caroline, and Cenderawasih plates. Tectonically, the western Papua
region is under extensional and compressional regimes. Extensional tectonics is interpreted to have
resulted in regional metamorphic rocks constituting the Wandamen Peninsula mountain range, whereas a
compressional episode is represented by Lengguru fold belt. The present tectonic setting of western
Papua was formed in Mio-Pliocene at 12-4 Ma, as a result of collision between Paleogene volcanic arc
and the northern margin of Australian continent. The island arc previously formed the southern part of
Caroline plate in SW Pacific, which moved along a sinistral fault system, and eventually collided with
the western Papua microcontinent in late Neogene. Presently, this Pacific component forms the Tosem
and Arfak blocks in the northern extremity of western Papua.
Keywords: microcontinent, western Papua, tectonics.

1. PENDAHULUAN
Studi ini mempresentasikan hasil
kajian terhadap evolusi tektonik pulau New
Guinea, termasuk daerah Papua barat atau
Kepala Burung. Adapun tujuan utama dari
studi ini adalah untuk memahami secara
komprehensif perkembangan model tektonik
di wilayah tersebut, dengan demikian proses
geologi yang bertanggungjawab terhadap
tatanan tektonik daerah Papua barat di masa
sekarang dapat dipelajari secara lebih baik.
Upaya itu sangat penting untuk dilakukan
mengingat pulau tersebut merupakan daerah

yang sangat kompleks secara tektonik, dan


sebagai konsekuensinya skenario mengenai
perkembangan tektonik dari waktu ke waktu
terlihat beragam. Kompleksitas daerah ini
secara umum terkait dengan rezim tektonik
yang berbeda, yaitu berkisar dari kompresi
karena kolisi antara busur kepulauan dan
kontinen (Hamilton, 1979; Dow and
Sukamto, 1984; Henage, 1993b; Simanjuntak
and Barber, 1996) sampai ke ekstensi yang
menyebabkan pembentukan kompleks batuan
metamorf regional (Hill dkk., 1993;
Crowhurst dkk., 1996).

Hipotesis mengenai evolusi tektonik


wilayah Papua barat hingga saat ini terlihat
beragam. Namun beberapa diantaranya
terdapat kesamaan pandangan, terutama
dalam hal: (1) pulau New Guinea merupakan
bagian utara pinggiran benua Australia, (2)
sedimentasi di area pemekaran selama
Mesozoikum berkembang hingga ke daerah
Kepala Burung, (3) kolisi atau tumburan
antara Busur Banda dan Kepala Burung
terjadi sekitar 10-5 Ma (juta tahun yang lalu),
(4) busur kepulauan yang awalnya berada di
samudera Pasifik menyatu dengan Kepala
Burung melalui sesar geser mengiri pada 5
Ma.
Studi ini memfokuskan bahasan pada
elemen-elemen tektonik utama yang terdapat
di daerah sekitar Papua barat, dan juga
evolusinya. Dalam rangka memahami dan
menginterpretasikan geologi daerah ini,
beberapa konsep mengenai tatanan tektonik
dan struktur regional wilayah kepulauan New
Guinea dan sekitarnya perlu dikaji secara
lebih komprehensif. Oleh karena itu, tulisan
ini mendiskusikan pula tatanan tektonik dari
Paparan Australia bagian baratlaut, busur
Sunda, New Guinea, dan Laut Karolin
(Caroline Sea).
2. TATANAN TEKTONIK REGIONAL
Pulau New Guinea secara tektonik
berada di sepanjang tepian benua Australia.
Berdasarkan pada struktur regionalnya, pulau
ini terdiri dari empat segmen besar, yaitu dari
utara ke selatan berturut-turut Busur Volkanik
Paleogen, Jalur Mobil Miosen, Jalur
Pegunungan Lipatan Mio-Pliosen, dan Stable
Platform yang memperlihatkan struktur
Mesozoik atau yang berumur lebih tua
(Gambar 1). Komponen-komponen tersebut
secara ragional dihasilkan dari orogenesa
Neogen yang disebabkan oleh konvergensi
menyerong antara lempeng Indo-Australia
dan lempeng Philippine.
Konvergensi
selama
Neogen
mengakibatkan tiga tumburan yang terkait
dengan perubahan pergerakan lempeng bumi.
Di timur New Guinea, kolisi antara kerak
samudera Ontong-Java dengan busur
Solomon terjadi pada Oligosen-Miosen

(Kroenke, 1984). Di utara New Guinea,


pertemuan antara tepian benua Indo-Australia
dan busur kepulauan volkanik di sepanjang
pinggiran lempeng Philippine-Karolin terjadi
pada Oligosen (Hamilton, 1979). Di
baratdaya New Guinea, tumburan antara
Pulau Timor dan Busur Banda terjadi di akhir
Miosen atau pada ~5-2 Ma, dan telah
menghasilkan cekungan muka busur (Bowin
dkk., 1980; Richardson dan Blundell, 1996;
Lorenzo dkk., 1998). Di daerah ini tepian
baratlaut Australia menurun di bawah Busur
Banda (Hamilton, 1979). Selain itu,
pertemuan antara pinggiran timurlaut New
Guinea dan Busur Finisterre di timurlaut New
Guinea masih berlangsung hingga sekarang
(Cullen, 1996). Walaupun orogenesa akibat
regim kompresi terjadi di pulau ini, daerah
Peninsula New Guinea dan Jalur Pegunungan
Lipatan Lengguru tampaknya mengalami
peregangan atau extensi (Hall, 1997 dan
2002).
Papua barat merupakan daerah yang
secara tektonik sangat kompleks. Wilayah ini
terdiri dari fragmen kerak kontinen yang
berafiliasi dengan Australia bagian timur
ataupun Papua New Guinea (Struckmeyer
dkk., 1993), dan dikelilingi oleh batas-batas
lempeng besar dan kecil. Di timurlaut Papua
barat dijumpai lempeng Karolin, yang
kemungkinan berupa cekungan belakang
busur berumur Oligosen (Hegarty dan
Weissel, 1988). Di timur mikrokontinen ini
terdapat Teluk Cenderawasih dengan
kedalaman lebih dari 1.000 m, dan
kemungkinan didasari oleh kerak samudera.
Sedangkan busur orogen New Guinea
meliputi batuan-batuan yang berumur Kapur,
Paleogen, busur volkanik Miosen Awal,
kompleks melange, dan ophiolit (Davies dan
Jaques, 1984; Hamilton, 1979), serta Jalur
Pegunungan Lipatan Neogen. Di timurlaut
Papua barat dijumpai lempeng Philippine
yang dipisahkan oleh sesar geser mengiri
Sorong (Gambar 1). Di baratdaya, daerah
Papua barat dipisahkan dari Laut Banda
(kedalaman ~5.000 m) oleh Palung Seram
dan dari Australia oleh Palung Timor.
Sedangkan di selatan Papua barat merupakan
wilayah benua Australia yang relatif stabil.

Gambar 1. Tatanan tektonik daerah New Guinea saat sekarang (dimodifikasi dari Hall, 1997 dan
2002). Ilustrasi Jalur Pegunungan New Guinea mengikuti Dow (1977), dan konfigurasi lempeng
Karolin mendasarkan pada Hegarty dan Weissel (1988).
2.1. Lempeng Karolin (Caroline Plate)
Lempeng Karolin terletak antara
lempeng Pasifik dan Philippine, dan pecahan
kerak bumi ini memperlihatkan bentuk
poligon bersisi enam dengan batas lempeng
yang kompleks (Gambar 1). Keberadaan
lempeng ini telah diinvestigasi dengan
menggunakan data seismologi, magnetik, dan
graviti (Bracey, 1975; Weissel dan Anderson,
1978; Hegarty dan Wissel, 1988), dan
dinyatakan sebagai daerah triple junction
antara lempeng-lempeng Pasifik, Philippine,
dan Karolin terutama yang dekat dengan
daerah pertemuan antara Palung Sorol dan
Palung Yap.
Di utara Papua barat, batas barat
Karolin adalah Palung Ayu yang merupakan
pemekaran lantai samudera (Hegarty dan
Weissel, 1988; Hall, 1997 dan 2002).
Sedangkan batas selatan Karolin ditunjukkan

oleh (1) Palung New Guinea di barat, dimana


lempeng Karolin menunjam ke bawah
pinggiran benua Australia, dan (2) Palung
Manus, dimana lempeng Karolin sedang
mengalami penunjaman ke bawah lempeng
Bismarck. Di timur, lempeng Karolin
dipisahkan dari lempeng Pasifik bagian
baratdaya oleh Palung Mussau yang miring
ke timur, dimana lempeng Karolin menyusup
ke bawah Pasifik. Di utara, batas lempeng
lebih kompleks yang terdiri dari (1) Palung
Sorol yang memisahkan lempeng Karolin
dengan lempeng Pasifik, dan (2) Palung Palau
dan Yap yang membatasi lempeng Karolin
dengan lempeng Philippine (Gambar 1).
Hegarty
dan
Weissel
(1988)
menyatakan bahwa pemekaran Karolin terjadi
pada Oligosen dan berakhir pada ~28 Ma,
serta membentuk cekungan belakang busur.
Pemekaran lantai samudera ini bersamaan

dengan kegiatan volkanisme yang sekarang


berada pada busur sepanjang pinggiran utara
New Guinea. Model ini membuat Hill dkk.
(1993) beranggapan bahwa busur Oligosen
pada mulanya menyatu dengan lempeng
Karolin. Lempeng ini secara perlahan
menunjam ke bawah Papua, termasuk Kepala
Burung, di sepanjang Palung New Guinea.
2.2. Zona Kompresional New Guinea
Selama Kenozoikum Pulau New
Guinea berada pada dua rezim kompresional
yang
telah
bertanggungjawab
atas
pembentukan konfigurasi serupa burung
(Gambar 1). Peristiwa orogen yang lebih awal
terjadi pada Oligosen Akhir-Miosen Awal,
sedangkan kejadian yang lebih akhir muncul
pada Miosen Akhir-Pliosen. Visser dan
Hermes (1962) menyatakan bahwa orogen
pada Oligosen di New Guinea berbarengan
dengan absennya pengendapan di seluruh
Australia, dan bersamaan juga dengan
metamorfisme regional yang melibatkan
batuan pra-Oligosen di sepanjang pinggiran
utara Australia (Dow dkk., 1972). Jaques dan
Robinson (1977) menganggap bahwa
tektonik regional pada Neogen telah
diakibatkan oleh tumburan antara busur
kepulauan
dengan
kontinen
karena
konvergensi lempeng Australia dan lempeng
Pasifik. Sebaliknya, Hill dkk. (1993) dan
Crowhurst dkk. (1996) menginterpretasikan
bahwa peristiwa pembentukan batuan
metamorfik regional yang terjadi pada
Oligosen Akhir-Miosen Awal di New Guinea
bagian utara telah diakibatkan oleh ekstensi
yang diikuti oleh tumburan busur kepulauankontinen pada Miosen Akhir.
Deformasi
Oligosen
kurang
terdokumentasi secara baik, karena kejadian
ini telah terdeformasi kembali oleh orogen
Neogen Akhir (Dow dan Sukamto, 1984). Di
daerah Papua barat deformasi Paleogen Akhir
dianggap telah membentuk struktur tinggian
Sele yang terletak di bagian baratlaut
(Gambar 1), dimana Kelompok Kembelangan
berumur
Mesozoic
dan
Kelompok
Batugamping New Guinea berumur Eosen
telah tererosi (Dow dkk., 1988).
Peristiwa tektonik Neogen yang lebih
ekstensif dan dikenal sebagai orogen
Melanesia secara lokal telah diakomodasikan

oleh kompleks sesar geser (strike-slip fault)


yang mengarah timur-barat melalui Papua
barat bagian utara. Henage (1993b)
mengenali zona sesar ini sebagai daerah
pemekaran pinggiran utara, antara busur
kepulauan Eosen-Miosen di utara dan New
Guinea Mobile Belt (NGMB) di selatan. Di
NGMB peristiwa pemendekan kerak bumi
pada Neogen melibatkan pensesaran naik
batuan metamorfik dan ophiolit (Dow, 1977;
Hamilton, 1979). Unit batuan tersebut
kemungkinan merupakan kerak samudera
yang berada di pinggiran utara Australia dan
mengalami obduksi karena kolisi busur
kepulauan (Simanjuntak and Barber, 1996).
Punggungan New Guinea yang
ditunjukkan oleh jalur pegunungan lipatan
Papua terbentuk akibat kompresi yang terjadi
pada Neogen, memanjang barat-timur di
sebelah selatan jalur NGMB (Dow, 1977). Di
barat jalur pegunungan ini secara mendadak
berubah arah ke baratlaut-tenggara, dan
dikenal sebagai jalur pegunungan Lengguru
(Gambar 1). Henage (1993b) menyatakan
bahwa pegunungan Lengguru merupakan
daerah pertemuan antara North West
Australian Shelf rift yang membujur
baratlaut-baratdaya dengan northern rift
zone yang memanjang barat-timur.
2.3. Busur Banda (Banda Arc)
Busur Banda yang memperlihatkan
bentuk seperti tapal kuda dikelilingi oleh Laut
Banda, pinggiran cekungan yang terletak
antara tepi tenggara lempeng Philippine dan
tepi baratlaut benua Australia (Gambar 2).
Daerah Laut Banda dilandasi oleh kerak
samudera dengan ketebalan sekitar 11 km
(Bowin dkk., 1980), tetapi asal muasal dan
waktu pembentukan kerak tersebut telah
diinterpretasikan secara beragam. Hamilton
(1979) beranggapan bahwa Laut Banda
terbentuk karena peristiwa pemekaran
cekungan belakang busur (back arc basin)
pada pertengahan Tersier, sedangkan Bowin
dkk. (1980) menyatakan Laut Banda
merupakan serpihan kerak samudera Hindia
yang terjebak di wilayah tersebut pada
Neogen. Sclater dkk. (1981) mengidentifikasi
umur Laut Banda berkisar dari Kapur Akhir
sampai Tersier Awal.

Selain
itu,
Laut
Banda
diinterpretasikan juga sebagai kelanjutan dari
zona subduksi Sunda-Jawa yang membentuk
batas konvergensi antara lempeng Eurasia
dan lempeng Indo-Australia (Montecchi,
1976; Bowin dkk., 1977; Hamilton, 1979;
Hall, 1997 dan 2002). Dengan demikian,
skenario ini menyimpulkan bahwa di masa
lampau keseluruhan busur memiliki orientasi
barat-timur, kemudian di bagian timur busur
ini mengalami pembengkokan ke arah
berlawanan jarum jam dan membentuk
konfigurasi seperti tapal kuda. Pembelokan
busur Banda dianggap sebagai akibat dari
pergerakan lempeng Indo-Australia ke utara
dan lempeng Pasifik ke barat (Katili, 1991).

Berdasarkan
pada
arsitektur
morfologinya, Busur Banda telah dibagi dari
bagian luar sampai dalam menjadi palung,
lekukan lereng palung dari busur luar nonvolkanis, lereng atas cekungan sedimen,
busur dalam volkanis, dan tepian cekungan
sedimen (Cardwell and Isacks, 1978). Palung
di sekitar busur Banda diperlihatkan oleh
elemen-elemen laut dalam, termasuk parit
Timor, Seram, dan Buru (Gambar 2). Bagian
laut dalam tersebut lebih jauh dibagi lagi
menjadi elemen Timor-Aru di selatan dan
elemen Seram-Buru di utara (Cardwell dan
Isacks,
1978).
Kedua
segmen
ini
dihubungkan oleh sesar Tarera-Aiduna yang
mengarah barat-timur sepanjang daerah
Papua barat bagian selatan.

Gambar 2. Peta memperlihatkan kepulaun Indonesia Timur, lokasi Busur Banda dan Palung
bawah laut. Batimetri yang diperlihatkan pada peta dalam meter (dimodifikasi dari Cardwell dan
Isacks, 1978; Hamilton, 1979).
Busur luar non-volkanis di bagian
selatan dari busur Banda meliputi Pulau
Sumba dan Pulau Timor (Gambar 2),
sedangkan busur dalam di bagian utara
mencakup Pulau Seram dan Pulau Buru.
Studi geologi di daerah busur luar
memperlihatkan bahwa wilayah tersebut
mengandung material kontinen Australia
(Bowin dkk., 1980; Price dan AudleyCharles, 1987; Charlton dkk., 1991; Sawyer
dkk., 1993). Dengan demikian hasil studi ini
menunjukkan bahwa bagian luar busur Banda
merupakan tepian benua Australia yang

menyatu dengan busur ketika terjadi kolisi.


Namun demikian, faktor penyebab pemisahan
elemen kontinen Australia yang membentuk
busur luar Banda belum bisa dipastikan
hingga sekarang.
Sedangkan interpretasi mengenai
waktu terjadinya kolisi antara busur Banda
dengan pinggiran baratlaut benua Australia
tampaknya berbeda-beda. Daly dkk. (1991)
menyatakan bahwa kolisi terjadi pada ~8 Ma,
konsisten dengan episode metamorfose
regional di Timor yang dilaporkan oleh Berry
dan Grady (1981). Lain halnya dengan Bowin

dkk. (1980) yang telah menginterpretasikan


peristiwa tumburan busur Banda dengan
pinggiran Australia terjadi pada 3-5 juta
tahun terakhir. Interpretasi lebih akhir
diajukan oleh Richadson dan Blundell (1996)
yang menunjukkan bahwa kolisi terjadi pada
2,5 Ma. Sebaliknya, Reed dkk. (1996)
mempercayai pertemuan busur kepulauan
Banda dengan Australia dimulai pada
pertengahan Eosen.
Selain umur, determinasi komponen
geologi yang membatasi busur Banda
tampaknya masih problematik. Henage
(1993b) menegaskan bahwa busur ini dibatasi
oleh zona sesar naik di bagian selatan dan
timur, tetapi oleh sesar geser di sepanjang
tepi utara busur yang terletak di utara Pulau
Seram. Milsom dkk. (1996) memperlihatkan
sesar ekstensional yang memotong zona sesar
naik di bagian paling timur lekukan busur
Banda, sedangkan Keep dkk. (1998) menarik
zona sesar geser di bagian timur busur. Walau
demikian, kebanyakan peneliti mempercayai
bahwa busur Banda dipisahkan dari daerah
sekitarnya oleh sesar naik (Cardwell dan
Isacks, 1978; Daly dkk., 1991; McCaffrey
dan Abers, 1991; Richardson dan Blundell,
1996).
Hasil studi terhadap hiposentrum dan
bidang sesar di sekitar palung Seram-Buru
sebelah utara Banda memperlihatkan
penunjaman lempeng yang mengarah ke
selatan di bawah Laut Banda (Cardwell dan
Isacks, 1978; McCaffrey dan Abers, 1991).
Demikian juga hasil observasi profil seismik
refleksi di sepanjang busur Banda bagian
selatan memperlihatkan struktur penunjaman
ke utara yang dianggap sebagai batas
pertemuan antara busur kepulauan dengan
kontinen (Daly dkk., 1991; Richardson dan
Blundell, 1996). Di sisi lain, interpretasi batas
kolisi di bagian timur lengkungan busur
Banda masih kontroversial. Audley-Charles
dan Milsom (1974) menempatkan jalur
penunjaman pada cekungan Weber (Weber
basin),
sedangkan
beberapa
peneliti
menganggap palung Aru sebagai batas kolisi
(Fitch dan Hamilton, 1974; Cardwell dan
Isacks, 1978; Henage, 1993b; Milsom dkk.,
1996; Hall, 1997 dan 2002).
Struktur geologi yang mencirikan
batas interaksi antara busur Banda dan

mikrokontinen Papua barat hingga kini belum


diketahui secara pasti. Henage (1993b)
beranggapan bahwa kolisi menempati sistem
sesar geser mengiri dengan arah barat-timur
hingga segmen pemekaran Australia bagian
utara, termasuk jalur pegunungan LengguruPapua. Dari perspektif yang lain, interaksi
busur-kontinen
dipercayai
telah
bertanggungjawab atas pembentukan struktur
tinggian Kumawa-Onin-Missol di baratdaya
Papua barat. Lebih jauh lagi, Henage (1993b)
mengemukakan pensesaran di utara orogen
Banda telah pula membentuk struktur
perlipatan Kumawa.
2.4. Paparan Baratlaut Australia
Paparan baratlaut Australia meluas ke
arah timurlaut-baratdaya sepanjang garis
pantai baratlaut Australia (Gambar 3). Daerah
ini dilandasi oleh kerak kontinen dengan
ketebalan berkisar dari 30 sampai 40 km
(Snyder dkk., 1996). Paparan ini menerus ke
timurlaut sepanjang tepian Kraton Australia
hingga daerah Papua barat. Wilayah paparan,
termasuk juga Papua barat bagian baratdaya,
didasari oleh sikuen batuan berumur PermoKarbon, dan runtunan batuan tersebut tidak
diketahui kehadirannya di daerah Australia
timur dan Papua New Guinea. Oleh karena
itu, paket informasi geologi Paleozoikum dan
Mesozoikum di daerah paparan merupakan
data yang sangat signifikan guna mendukung
interpretasi
evolusi
tektonik
daerah
mikrokontinen Papua barat.
Di bagian utara dari paparan, evolusi
benua Australia dimulai bersamaan dengan
terjadinya pemekaran (rifting) di sepanjang
tepian
megakontinen
Gondwana
(Gondwanaland) pada Akhir Trias. Peristiwa
ini kemudian berkembang menjadi fase
pemekaran dasar laut (sea floor spreading) di
wilayah samudera Tethyan pada Jura, dan
fase ini selanjutnya bertanggungjawab atas
pemisahan kontinen Australia dari kontinen
India. Veevers dkk. (1985) menyatakan
bahwa
peristiwa
pemekaran
yang
menghasilkan dataran Argo Abyssal (Argo
Abyssal Plain) terjadi pada Jura Tengah atau
~155 Ma, sedangkan Fullerton dkk. (1989)
dan Sager dkk. (1992) mempercayai bahwa
pemekaran dimulai sebelum 155 Ma.

Gambar 3. Peta yang menggambarkan struktur daerah paparan baratlaut Australia (dimodifikasi
dari AGSO North West Shelf Study Group, 1994; Shuster dkk., 1998; Keep dkk., 1998).
Setelah episode pemekaran, paparan
baratlaut Australia mengalami beberapa
peristiwa tektonik selama kurun waktu
Kapur-Tersier. Muller dkk. (1998) telah
mengidentifikasi
tiga
episode:
(1)
Pertengahan Kapur antara 100-90 Ma, (2)
Kapur Akhir-Paleogen antara 70-60 Ma, dan
(3) Miosen Akhir-Resen antara 10 and 0 Ma.
Peristiwa tektonik pasca pemisahan pada
pertengahan Kapur mengakibatkan penurunan
(subsidence) hingga mencapai kedalaman
beberapa ratus meter. Muller dkk. (1992)
mengenali kejadian tektonik ini secara khusus
di Terban Malita (Malita Graben) dan
cekungan Browse (Browse Basin), dimana
penurunan kulit bumi tidak melebihi 550 m
dan 200 m. Lebih jauh lagi mereka
menyimpulkan bahwa peristiwa tektonik
tersebut terkait dengan reposisi lempeng
Australia dan lempeng India.
Tektonik kala Paleogen di paparan
baratlaut Australia telah pula menyebabkan
penurunan struktur dataran (platforms) dan
pengangkatan cekungan. Peristiwa tersebut
mengindikasikan pergerakan kerak bumi
yang elastis akibat tekanan antar lempeng
(Muller dkk., 1998). Daerah yang mengalami
penurunan pada periode tersebut termasuk
dataran Sahul dan Ashmore, sedangkan yang
mengalami pengangkatan yaitu cekungan
Vulkan dan Terban Malita. Gambar 4
mengilustrasikan bentuk paparan sebelum
peristiwa tumburan antara paparan baratlaut
Australia dengan busur Banda pada Neogen

(Muller dkk., 1998). Pada pre-Neogen daerah


ini memiliki kenampakan ireguler yang
kemungkinan dibentuk oleh serangkaian
struktur sembul dan terban (horst dan
graben). Dalam konteks ini, mikrokontinen
Papua barat membentuk struktur tinggian di
bagian baratlaut paling ujung dari sistem.
Peristiwa tektonik selama 10 juta
tahun terakhir telah merubah secara dramatis
tatanan tektonik di sekitar paparan baratlaut
Australia. Walau demikian, perubahan paling
signifikan terjadi pada Miosen Akhir-Pliosen,
dan secara umum ditafsirkan sebagai akibat
tumburan antara pinggiran kontinen Australia
bagian baratlaut dengan busur Banda
(Lorenzo dkk., 1998). Selama interval ini,
banyak cekungan sedimen yang berada di
sepanjang paparan baratlaut Australia
mengalami percepatan penurunan, dan
struktur tua mengalami reaktivasi. Demikian
juga pembentukan sesar mendatar regional,
struktur inversi, dan cekungan muka daratan
(foreland basin) dimulai selama tumburan
busur Banda (Etheridge dkk., 1991; Lorenzo
dkk., 1998; Shuster dkk., 1998).
Kolisi Mio-Pliosen dianggap telah
terjadi bersamaan dengan pembentukan
palung Timor yang mengarah baratlauttenggara, dan telah pula membentuk orogen
Banda (Hamilton, 1979; Simanjuntak and
Barber, 1996), dimana tepian kontinen
menunjam ke bawah kerak samudera.
Johnston dan Bowin (1981) menyatakan
bahwa kehadiran pinggiran kontinen di

daerah tumburan berlangsung pada 2,4 Ma.


Hasil studi mengenai sejarah pengendapan
sikuen batuan di Timor (De Mets dkk., 1990)
telah mengenali setidaknya dua periode
pengangkatan cepat (rapid uplift) yang
berasosiasi dengan peristiwa tumburan busur.
Episode pertama terjadi pada 2 Ma, dan
disusul oleh episode kedua yang terjadi pada
100.000 tahun lalu.
Sebaliknya, Keep dkk. (1998)
menganggap batas interaksi tumburan
Neogen di tepi baratlaut Australia terdiri dari
(1) zona subduksi sepanjang palung SundaJava yang terbentuk akibat dari tumburan

ortogonal antara dataran Argo Abyssal dan


komponen Sundaland, dan (2) zona tanpa
subduksi sepanjang palung Timor di selatan
pulau ini (Gambar 5). Selanjutnya, Keep dkk.
(1998) mempercayai bahwa reaktifasi
struktur regional sepanjang paparan baratlaut
Australia selama Neogen pada dasarnya
terkait dengan pergerakan rotasi lempeng
Pasifik dan peningkatan penyerongan
konvergensi lempeng sekitar Timor akibat
bentuk ireguler batas antara kontinen dan
samudera (continental-ocean boundary atau
COB).

Gambar 4. Peta yang memperlihatkan konfigurasi paparan baratlaut Australia sebelum


terjadinya kolisi dengan busur Banda. Garis tebal yang digambarkan di sini mengikuti Muller
dkk. (1988), sedang garis putus-putus mengilustrasikan batas kontinen-samudera pada studi ini.

Gambar 5. Model ini memperlihatkan batas kontinen-osean (continent-ocean boundary atau


COB), jalur pegunungan tidak aktif, zona rekahan, dan pusat pemekaran yang diinterpretasikan
oleh Mihut and Muller (1998) dengan mengkombinasikan data gravity, magnetik, topografi, dan
seismic. Lokasi palung Sunda-Jawa dan Timor dimodifikasi dari Keep dkk. (1998).

3. KESIMPULAN
Berdasarkan pada pembahasan di atas
dapat disimpulkan sebagai berikut:
(1) Daerah Papua barat disusun oleh dua
komponen utama, yaitu kontinen
yang berafiliasi ke Australia dan
busur kepulauan (island-arc) yang
berasal
dari
kawasan
Pasifik
baratdaya.
(2) Peristiwa tektonika yang berpengaruh
terhadap evolusi geologi di wilayah
Papua barat dapat dikategorikan
menjadi dua rezim, yaitu ekstensional
dan kompresional.
(3) Perkembangan tektonik di daerah ini
tampaknya sangat dipengaruhi oleh
pergerakan lempeng-lempeng litosfer
di sekitarnya, termasuk lempeng
Indo-Australia, lempeng Laut Banda,
lempeng Philippine, lempeng Karolin,
dan
lempeng
Teluk
Teluk
Cenderawasih.
(4) Tatanan tektonik Papua barat saat ini
merupakan hasil dari kolisi busur
kepulauan berumur Paleogen dengan
pinggiran utara kontinen Australia
kala Mio-Pliosen.
DAFTAR PUSTAKA
AGSO North West Shelf Study Group, 1994.
Deep reflections on the North West
Shelf: changing perceptions of basin
formation.
Proceedings
Western
Australian Basins Symposium, Perth, hal.
63-67.
Audley-Charles, M.G. dan Milsom, J., 1974.
Comment on plate convergence,
trunscurrent
faults
and
internal
deformation adjacent to SE Asia by T.J.
Fitch. Journal of Geophysical Research,
79: hal. 4980-4981.
Berry, R.F. dan Grady, A.E., 1981. The age
of the major orogenisis in Timor. In. A.J.
Barber dan S. Wiryosujono (editor): the
geology and tectonics of eastern
Indonesia. GRDC Special Publication, 2:
hal. 171-181.
Bowin, C., Purdy, G.M., Johnston, C., Shor,
G., Lawver, L., Hartono, H.M.S., dan
Jezek, P., 1980. Arc-continent collision

in Banda sea region. American


Association of Petroleum Geologist
Bulletin, 64: hal. 868-915.
Bracey,
D.J.,
1975.
Reconnaissance
geophysical survey of the Caroline basin.
Geological Society of America Bulletin,
86: hal. 775.
Cardwell, R.K. dan Isacks, B.L., 1978.
Geometry of the subducted lithosphere
beneath the Banda sea in eastern
Indonesia from seismicity and fault plane
solutions. Journal of Geophysical
Research, 83: hal. 2825-2838.
Charlton, T.R., Hall, R., dan Partoyo, E.,
1991. The geology and tectonic evolution
of Waigeo island, NE Indonesia. Journal
of SE Asian Earth Sciences, 6: hal. 289298.
Crowhurst, P.V., Hill, K.C., Foster, D.A., dan
Bennet,
A.P.,
1996.
Thermochronological and geochemical
constraints on the tectonic evolution of
northern Papua New Guinea. In R. Hall
dan D.J. Blundell (editor): tectonic
evolution of SE Asia. The Geological
Society of London, Special Publication,
hal. 525-537.
Cullen, A.B., 1996. Ramu basin, Papua New
Guinea: a record of Late Miocene terrane
collision. American Association of
Petroleum Geologist Bulletin, 80: hal.
663-684.
Daly, M.C., Cooper, M.A., Wilson, I., Smith,
D.G., dan Hooper, B.G.D., 1991.
Cenozoic plate tectonics and basin
evolution in Indonesia. Marine and
Petroleum Geology, 8: hal. 2-21.
Davies, H.L dan Jaques, A.L, 1984.
Emplacement of ophiolith in Papua New
Guinea. The Geological Society of
London, Special Publication, 13: hal.
341-349.
De Mets, C., Gordon, R.G., Argus, D.F., dan
Stein, S., 1990. Current plate motion.
Geophysical Journal International, 101:
hal. 425-478.
Dow, M.C., 1977. A geological synthesis of
Papua New Guinea. BMR Bulletin, 201.
Dow, D.B. dan Sukamto, R., 1984.Western
Irian Jaya: the end product of oblique
plate convergence in the Late Tertiary.
Tectonophysics, 106: hal. 109-139.

Dow, D.B., Smith, J.A.J, Bain, J.H.C., dan


Ryburn, R.J., 1972. Geology of the south
Sepik region, New Guinea. BMR
Bulletin, 133.
Dow, D.B., Robinson, G.P, Hartono, U., dan
Ratman, N., 1988. Geology of Irian Jaya:
preliminary report. GRDC-BMR, 298
hal.
Etheridge, M., McQueen, H., dan Lambeck,
K., 1991. The role of intraplate stress in
Tertiary (and Mesozoic) deformation of
the Australian continent and its margin: a
key factor in petroleum trap formation.
Exploration Geophysics, 22: hal. 123128.
Fullerton, L. G., Sager, W.W., dan
Handschumacher, D.W., 1989. Late
Jurassic-Early Cretaceous evolution of
eastern Indian ocean adjacent to
northwest
Australia.
Journal
of
Geophysical Research, 94: hal. 29372958.
Hall, R., 1997. Cenozoic tectonics of SE Asia
and Australasia. In J.V.C. Howes dan
R.A. Nobel (editor): Petroleum system of
SE Asia and Australasia. Proceedings of
International Conference, IPA, hal. 4762.
Hall, R., 2002. Cenozoic geological and plate
tectonic evolution of SE Asia and the SW
Pacific: computer-based reconstructions,
model and animations. Journal of Asian
Earth Sciences, Special Issue, 20: hal.
353-431.
Hamilton, W., 1979. Tectonics of the
Indonesian region. U.S. Geological
Survey Professional Paper, 1078, 345
hal.
Hegarty, K.A. dan Weissel, J.K., 1988.
Complexities in the development of the
Caroline plate region, western equatorial
Pacific. In A.E.M. Nairn, F.G. Stehli, dan
Uyeda, S. (editor): the ocean basins and
margins 7B, the Pacific ocean. Plenum
Press, New York and London, hal. 277301.
Henage, L.F., 1993b. Mesozoic and Tertiary
tectonics of Irian Jaya: evidence for nonrotation of Kepala Burung. Proceedings
22nd Annual Convention, IPA, hal. 763792.

Hill, K.C., Grey, A., Foster, D., dan Barret,


R., 1993. An alternative model for the
Oligo-Miocene evolution of northern
PNG and the Sepik-Ramu basin. In G.J.
Carman dan Z. Carman (editor):
petroleum exploration in Papua New
Guinea. Proceedings 2nd PNG Petroleum
Convention, hal. 241-259.
Jaques, A.L. dan Robinson, G.P., 1977.
Continent-island arc collision in northern
Papua New Guinea. The BMR Bulletin
of Australia Geology and Geophysics, 2:
hal. 289-303.
Johnston, C.R. dan Bowin, C.O., 1981.
Crustal rections resulting from the midPliocene to Recent continent-island arc
collision in the Timor region. The BMR
Bulletin of Australia Geology and
Geophysics, 6: hal. 223-243.
Katili, J.A., 1991. Tectonic evolution of
eastern Indonesia and its bearing on the
occurrence of hydrocarbons. Marine and
Petroleum Geology, 8: hal. 70-83.
Keep, M., Powell, C. McA., dan Baillie,
P.W., 1998. Neogen deformation of the
North West Shelf, Australia. In P.G. dan
R.R. Purcell (editor): the sedimentary
basins of western Australia, 2: hal. 81-91.
Kroenke, L.W., 1984. Cenozoic tectonic
development of the southwest Pacific.
ESCAP,
CCOP/SOPAC
Tectonical
Bulletin, 6: 122 hal.
Lorenzo, J.M., Obrian, Stewart, J., dan
Tandon, K., 1998. Inelastic yielding and
forebulge shape across a modern foreland
basin: North West Shelf of Australia,
Timor sea. Geophysical Research Letters.
McCaffrey, R. dan Abers, G.A., 1991.
Orogeny in arc-continent collision: the
Banda arc and western New Guinea.
Geology, 19: hal. 563-566.
Mihut, D. dan Muller, R.D., 1998. Revised
sea-floor spreading history of the Argo
Abyssal Plain. In P.G. dan R.R. Purcell
(editor): the sedimentary basins of
western Australia, 2: hal. 73-80.
Milsom, J., Kaye, S., dan Sardjono, 1996.
Extension, collision, and curvature in the
eastern Banda arc. In R. Hall dan D.J.
Blundell (editor): tectonic evolution of
SE Asia. The Geological Society of
London, Special Publication, hal. 85-94.

Montecchi, P.A., 1976. Some shallow


tectonic consequences of subduction
and their meaning to the hydrocarbon
explorationist. In M.T. Halbouty, J.C.
Maher dan H.M Lian (editor): circum
Pacific energy and mineral resources.
American Association of Petroleum
Geologist Bulletin, Memoir 25.
Muller, R.D., Mihut, D., dan Baldwin, S.,
1998. A new kinematic model for the
formation and evolution of the west and
northwest Australian margin. In P.G. dan
R.R. Purcell (editor): the sedimentary
basins of western Australia, 2: hal. 55-72.
Reed, T.A., De Smet, M.E.M., Harahap,
B.H., dan Sjapawi, A., 1996. Structural
and depositional history of east Timor.
Proceedings 25th Annual Convention,
IPA, hal. 297-312.
Richardson, A.N. dan Blundell, D.J., 1996.
Continental collision in the Banda arc. In
R. Hall dan D.J. Blundell (editor):
tectonic evolution of SE Asia. The
Geological Society of London, Special
Publication, hal. 47-60.
Sager, W.W., Fullerton, L.G., Buffler, R.T.,
dan Handschumecher, D.W., 1992. Argo
Abyssal Plain magnetic lineations
revisited: implication for the onset pf
seafloor spreading and tectonic evolution
of the eastern Indian ocean. Proceedings
of the ODP, Scientific Results, ODP,
College Station, Texas.
Sawyer, R.K., Sani, K., dan Brown, S., 1993.
The stratigraphy and sedimentology of
west Timor, Indonesia. Proceedings 22nd
Annual Convention, IPA, hal. 533-574.
Sclater, J.G., Parsons, B., dan Jaupart, C.,
1981. Oceans and continents: similarities
and differences in the mechanism of heat
loss. Journal of Geophysical Research,
86: hal. 11535-11552.
Shuster, M.W., Eaton, S., Wakefield, L., dan
Kloosterman, H.J., 1998. Neogene
tectonics, greater Timor sea, offshore
Australia: implications for trap risk. The
APPEA Journal, 38: hal. 351-379.
Simanjuntak, T.O. dan Barber, A.J., 1996.
Contrasting tectonic styles in the
Neogene orogenic belts of Indonesia. In
R. Hall dan D.J. Blundell (editor):
tectonic evolution of SE Asia. The

Geological Society of London, Special


Publication, hal. 185-201.
Snyder, D.B., Milsom, B., dan Prasetyo, H.,
1996. Geophysical evidence for local
indentor tectonics in the Banda arc east
of Timor. In R. Hall dan D.J. Blundell
(editor): tectonic evolution of SE Asia.
The Geological Society of London,
Special Publication, hal. 61-74.
Struckmeyer, H.I.M., Yueng, M., dan Pigram,
C.J., 1993. Mesozoic to Cainozoic plate
tectonic evolution and paleogeography of
the New Guinea region. In. G.J. Carman
dan Z. Carman (editor): petroleum
exploration in Papua New Guinea. PNG
2nd Petroleum Convention, hal. 261-290.
Veevers, J.J., Tayton, J.W., Johnson, B.D.,
dan Hansen, L., 1985. Magnetic
expression of the continent-ocean
boundary between the western margin of
Australia and the eastern Indian ocean.
Journal of Geophysics, 56: hal. 106-120.
Visser, W.A. dan Hermes, J.J., 1962.
Geological results of the exploration for
oil in Netherlands New Guinea.
Koninklijk Nerderlands Geologisch
Mijnbouwkundig
Genootschap
Verhandelingen, Geologische series, 20:
265 hal.

Das könnte Ihnen auch gefallen