Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Peradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang pada umumnya sering
didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, seperti misal sinusitis, rhinitis,
infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya.
Tonsilis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang
tonsil tampak sehat. Tapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan membesar
disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan bila tonsil ditekan
keluar detritus.
Etiologi
Hemofilus influensa
Streptokokus pneumonia
Faktor Predisposisi
Patologi
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses radang
berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan
mengerut sehingga kripta akan melebar.
Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati,
sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripta berupa eksudat berwarna
kekuning kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak, proses ini akan
disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.
Manifestasi Klinis
T0
T1
T2
T3
T4
Diagnosis
Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting, karena hampir 50 % diagnosa
dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa
sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk,
malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.
Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian
kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kriptakripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti
keju/dempul amat banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering
adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap
sebagai kuburan dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang
tipis terlihat pada kripta.
Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan swab
sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah,
seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, Pneumokokus.
Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah:
Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran yang
menutupi tonsil (tonsilitis membranosa)
Tonsilitis difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang
terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin
dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3 golongan besar, umum,
lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain,
yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat
dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak
ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk
pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi dan kepala,
sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada
pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan
prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore)
dan kelenjar submandibula membesar.
Mononukleosis Infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang menutup
ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe
leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit
mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum
pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).
Faringitis tuberkulosa
Faringitis luetika
Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau tersier. Pada
penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh disertai pembentukan
jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi palatum mole dan
pilar tonsil.
Lepra
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian
menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan timbulnya
jaringan ikat.
Aktinomikosis faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa mengalami
ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan ulserasi faring yang
ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi yang lunak.
Komplikasi
Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.
Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal
dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan
penjalaran dari infeksi gigi.
Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening/pembuluh
darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar
limfe faringeal, mastoid dan os petrosus.
a. Abses retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak
usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
Krista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini
menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih/berupa cekungan,
biasanya kecil dan multipel.
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil
membentuk bahan keras seperti kapur.
Glomerulonefritis
Penatalaksanaan
drainase.
Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi
anatomi.
b. Indikasi Relatif
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat.
Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan
Kontraindikasi :
a. Gangguan perdarahan
leukemia
purpura
anemia aplastik
hemofilia
blood dyskrasia
b. Penyakit sistemik yg belum terkontrol
Penyakit jantung
DM
c. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat.
d. Infeksi akut yang berat.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, G.L. 1997. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring,dalam Harjanto, E.
dkk (ed) Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi ke6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Anonim. 2003. The Oral Cavity, Pharynx & Esophagus dalam Lee, K.J. (eds)
Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery, McGraw Hill Medical Publishing
Division, USA.
Brodsky, L & Poje, C . 2001. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. Dalam :
Bailey, BJ. Head & Neck Surgery Otolaryngology, Vol 1, third ed. Lippincott
Milliams & Wilkins.
Pracy, R. et al. 1974.Pelajaran Ringkas THT, penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Rusmarjono & Soepardi, E.A. 2001. Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil,
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI,
Jakarta.
Rusmarjono & Kartosoediro, S. 2001. Odinofagi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta.
Snell, R.S. 1991. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, bagian 3, edisi 3,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.