Sie sind auf Seite 1von 125

DAFTAR ISI

HALAMAN
BAB I PENDAHULUAN

BAB II DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA).

BAB III PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA

13

BAB IV PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA...........

34

BAB V PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI


NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP..................
BAB VI PENGELOLAAN BELANJA BANTUAN SOSIAL PADA KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA
LAMPIRAN

63
78

91

BAB I
PENDAHULUAN

A. GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN APBN

Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari siklus anggaran yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Siklus anggaran dimulai dari tahap
penyusunan dan penetapan APBN. Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal
dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR selambat-lambatnya
pertengahan bulan Mei. Kemudian pemerintah pusat dan DPR membahas kerangka ekonomi makro
dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh pemerintah pusat dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya. Berdasarkan kerangka ekonomi makro
dan pokok-pokok kebijakan fiskal, pemerintah pusat bersama DPR membahas kebijaksanaan umum
dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam
penyusunan usulan anggaran.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
(RKA-KL) tahun berikutnya. RKA-KL disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, disertai
dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
RKA-KL tersebut disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan
rancangan APBN. Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai
bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
Pemerintah pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang APBN, disertai dengan
nota keuangan dan dokumendokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus tahun
sebelumnya. Pembahasan rancangan undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan
undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR. Dalam Pembahasan ini DPR dapat
mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam
rancangan undang-undang tentang APBN. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai rancangan
undang-undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran
yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, sub fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui
rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan pemerintah pusat, maka pemerintah pusat
dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, rincian pelaksanaannya dituangkan lebih
lanjut

dengan

Peraturan

Presiden

tentang

memberitahukan kepada menteri/pimpinan

rincian

APBN.

Kemudian

Menteri

Keuangan

lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan

anggaran untuk masing-masing kementerian negara/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga menyusun


dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berdasarkan

-1-

alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tentang rincian APBN. Dalam dokumen
pelaksanaan anggaran diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program, dan rincian kegiatan
anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap
satuan kerja, serta pendapatan yang diperkirakan. Pada dokumen pelaksanaan anggaran juga
dilampirkan rencana kerja dan anggaran badan layanan umum dalam lingkungan kementerian
negara/lembaga. Terhadap dokumen anggaran yang telah disahkan

oleh Menteri

Keuangan

disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga, BPK, Gubernur, Direktur Jenderal Anggaran,


Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan terkait, Kuasa
Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa Pengguna Anggaran.
Pengajuan dana dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar oleh masing-masing
penanggungjawab kegiatan kepada Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum
Negara, yang kemudian melaksanakan fungsi pembebanan kepada masing-masing bagian anggaran
serta fungsi pembayaran kepada yang berhak melalui jalur penyaluran dana yang ditetapkan dengan
mekanisme giralisasi. Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan APBN adalah Surat
Keputusan Otorisasi/Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, Surat Permintaan Pembayaran (SPP),
Surat Perintah Membayar (SPM), dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Dalam Pelaksanaan APBN tahun anggaran berjalan, pemerintah pusat menyusun laporan
realisasi semester pertama APBN dan prognosis untuk enam bulan berikutnya, kemudian
disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan,
untuk dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah pusat. Mengenai penyesuaian APBN dengan
perkembangan dan atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan pemerintah pusat
dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan,
apabila terjadi :
a. Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
b. Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
c. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar
kegiatan, dan antar jenis belanja;
d. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk
pembiayaan anggaran yang berjalan.

Berdasarkan perubahan-perubahan tersebut, pemerintah pusat mengajukan rancangan undangundang tentang perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan, untuk mendapatkan
persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Demikian

juga, dalam

keadaan darurat pemerintah pusat dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya,
yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan atau disampaikan dalam laporan
realisasi anggaran.
Tahap pengawasan pelaksanaan APBN ini memang tidak diungkap secara nyata dalam UU
17/2003, namun dalam Keputusan Presiden nomor 42/2002 jo Keppres 72/2004 tentang Pedoman
Pelaksanaan APBN terdapat di Bab IX yang mengatur pengawasan pelaksanaan APBN. Pada tahap

-2-

ini pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh atasan kepala kantor/satuan kerja
kementerian negara/lembaga menyelenggarakan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN yang
dilakukan kepala kantor/satuan kerja dalam lingkungannya. Atasan langsung bendahara melakukan
pemeriksaan kas bendahara sekurang-kurangnya tiga bulan sekali.
Inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga melakukan
pengawasan atas pelaksanaan APBN yang dilakukan kantor/satuan kerja dalam lingkungan
departemen/lembaga bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku. Mengenai hasil pemeriksaan
inspektur jenderal

departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga tersebut disampaikan

kepada menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan. Inspektur jenderal kementerian/pimpinan unit


pengawasan lembaga wajib menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai pelaksanaan APBN.
Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksekutif, terdapat pula pengawasan yang
dilakukan oleh DPR atau legislatif baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengawasan secara
langsung dilakukan melalui mekanisme monitoring berupa penyampaian laporan semester I kepada
DPR selambat-lambatnya satu bulan setelah berakhirnya semester I

tahun anggaran yang

bersangkutan atau sekitar bulan Juli. Laporan tersebut harus pula mencantumkan prognosa untuk
semester kedua dengan maksud agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan ada tidaknya APBN
perubahan untuk tahun anggaran bersangkutan. Laporan semester I dan prognosa semester II
tersebut dibahas dalam rapat kerja antara panitia anggaran dan Menteri Keuangan sebagai wakil
pemerintah. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penyampaian hasil pemeriksaan BPK
atas pelaksanaan APBN kepada DPR. Pemeriksaan yang dilakukan BPK menyangkut tanggung
jawab pemerintah dalam melaksanakan APBN.

Pada

tahap

pertanggungjawaban,

menteri/pimpinan

lembaga

selaku

pengguna

anggaran/pengguna barang menyusun pertanggungjawaban pelaksanaan APBN di lingkungan


kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berupa laporan keuangan yang meliputi laporan
realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan yang dilampiri laporan keuangan
badan layanan umum pada kementerian negara/lembaga masing-masing.
Laporan

keuangan

disampaikan kepada Menteri

kementerian

negara/lembaga

oleh

menteri/pimpinan

lembaga

Keuangan selambat-lambatnya dua bulan setelah tahun anggaran

berakhir. Kemudian Menteri Keuangan menyusun rekapitulasi laporan keuangan seluruh instansi
kementerian negara. Selain itu, Menteri Keuangan

selaku bendahara umum negara menyusun

laporan arus kas, dan Menteri Keuangan sebagai wakil pemerintah pusat dalam kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara.
Semua laporan keuangan tersebut disusun oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal
sebagai wujud laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan kepada Presiden dalam memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Presiden menyampaikan laporan keuangan pemerintah
pusat kepada BPK paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Audit atas laporan
keuangan pemerintah harus diselesaikan selambat-lambatnya dua bulan setelah laporan keuangan
tersebut diterima oleh BPK dari pemerintah.

-3-

Presiden
pelaksanaan

menyampaikan

rancangan

undang-undang

tentang

pertanggung-jawaban

APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan

Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan
Keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas,
dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara
dan badan lainnya. Mengenai bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
B. LANDASAN HUKUM PELAKSANAAN ANGGARAN
Dengan berlakunya ketentuan peraturan Undang-Undang di bidang keuangan negara, yaitu
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, maka pengelolaan keuangan di
Indonesia mengacu pada ketiga undang-undang tersebut di atas.

Selanjutnya dalam pelaksanaannya diikuti dengan berbagai peraturan, baik berupa Peraturan
Pemerintah, Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan maupun Peraturan/Keputusan Direktur
Jenderal Perbendaharaan, yang antara lain terdiri dari :
1.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

3.

Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum.

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

5.

Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
Nomor 72 tahun 2004.

6.

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang
terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

7.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar.

8.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.05/2007 tentang Petunjuk Penyusunan dan


Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan,
Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA Tahun 2008.

9.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam
Rangka Pelaksanaan APBN.

10.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada
Kementerian Negara/Lembaga.

-4-

11.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri
bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak Tetap.

12.

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-80/PB/2011 tentang Penambahan


dan Perubahan Akun Pendapatan, Belanja dan Transfer pada Bagan Akun Standar.

Hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan anggaran dengan diberlakukannya UndangUndang Bidang Keuangan Negara di atas adalah adanya pemisahan kewenangan administratif
(ordonatur) yang berada pada Menteri/pimpinan lembaga dan kewenangan perbendaharaan
(comptable) yang berada pada Menteri Keuangan.
Kewenangan administratif meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang
mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan
pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan
realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang
timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.
Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dan pejabat lainnya
yang ditunjuk sebagai BUN bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan
penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran
tersebut. Menteri Keuangan selaku BUN adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu
berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan
disini terbatas pada aspek rechmategheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat
terjadinya penerimaaan dan pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan
oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional.
Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakikatnya
adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap
menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah Chief Operasional Officer untuk suatu bidang
tertentu pemerintahan. Sesuai dengan prinsip tersebut Kementerian Keuangan berwenang dan
bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sementara
kementerian negara/lembaga berwenang dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan pemerintah
sesuai dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing. Konsekuensi pembagian tugas antara
Menteri Keuangan dan para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran tersebut di atas.
Kemudian pembagian kewenangan antara menteri/pimpinan lembaga dinyatakan dalam pasal
4 Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri/pimpinan lembaga
selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian/lembaga yang dipimpinnya berwenang :
1.

menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

2.

menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;

3.

menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara;

4.

menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang;

5.

melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;

6.

menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran;

-5-

7.

menggunakan barang milik negara;

8.

menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara;

9.

mengawasi pelaksanaan anggaran;

10.

dan menyusun dan menyampaikan laporan keuangan.


Sedangkan sesuai pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun 2004, Menteri Keuangan selaku BUN

berwenang :
1.

menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;

2.

mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;

3.

melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran;

4.

menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;

5.

menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan
dan pengeluaran anggaran negara;

6.

mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara;

7.

menyimpan uang negara;

8.

menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi;

9.

melakukan pembayaran berdasarkan permintaaan Pejabat Pengguna Anggaran atas beban


rekening kas umum negara;

10.

melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah;

11.

memberikan pinjaman atas nama pemerintah;

12.

melakukan pengelolaan utang dan piutang negara;

13.

mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintah;

14.

melakukan penagihan piutang negara;

15.

menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara;

16.

menyajikan informasi keuangan negara;

17.

menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik negara;

18.

menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka pembayaran pajak;

19.

menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara.

-6-

Bagan 1. Pendelegasian Kewenangan

Presiden

Menteri (COO)

Menteri Keuangan (CFO)

Pengguna Anggaran

Satker

Satker

Kuasa Pengguna
Anggaran

Kuasa Pengguna
Anggaran

Bendahara Umum Negara

KPPN

KPPN

Kuasa Bendahara
Umum Negara

Kuasa Bendahara
Umum Negara

Bagan 2. Pemisahan Kewenangan

Menteri Teknis

Menteri Keuangan

Selaku Pengguna Anggaran


PPK
PPK

Selaku Bendahara Umum Negara


KPPN

PPSPM

Pembuatan
Komitmen

Pengujian &
Pembebanan

Perintah
Pembayaran

Pengujian &
Pembebanan

Perintah
Pencairan Dana

Pengurusan Komtabel
Comptabel beheer

Pengurusan Administrasi
Administrasi beheer

-7-

BAB II
DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA)

A. PENGERTIAN DIPA
Pada Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara di pasal 4 ayat 2
huruf a disebutkan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya berwenang menyusun dokumen pelaksanaan
anggaran. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), maka Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab atas penyusunan dokumen
pelaksanaan

anggaran

Kementerian

Negara/Lembaga

yang

dipimpinnya.

Kewenangan

Menteri/Pimpinan Lembaga tersebut dilimpahkan kepada kepala satuan kerja (satker) pusat/unit
pelaksana teknis/satker khusus/satker non vertikal tertentu/satker sementara.
Wujud dokumen pelaksanaan anggaran yang berlaku mulai tahun anggaran 2005 berupa
daftar isian yang memuat uraian sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan,
rencana penarikan dana tiap-tiap bulan dalam satu tahun serta pendapatan yang diperkirakan oleh
kementerian negara/lembaga, sehingga dokumen pelaksanaan anggaran tersebut disebut Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran atau disingkat DIPA. DIPA tersebut disusun atas dasar peraturan
presiden tentang rincian APBN.
DIPA berisi sebagai berikut :
1.

DIPA halaman I (Umum), terdiri dari halaman IA dan halaman IB. Halaman IA memuat
informasi yang bersifat umum dari setiap satuan kerja. Halaman IB memuat informasi umum
tentang rincian fungsi, program dan sasarannya serta indikator keluaran untuk masing-masing
kegiatan.

2.

DIPA halaman II, berisi informasi setiap satuan kerja, uraian kegiatan / sub kegiatan beserta
volume keluaran yang hendak dicapai serta alokasi dana pada masing-masing belanja yang
dicerminkan dalam mata anggaran keluaran. Rincian halaman II untuk masing-masing DIPA
adalah sebagai berikut :
a. DIPA kementerian negara/lembaga, meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja
modal, belanja bantuan sosial dan belanja lain-lain.
b. DIPA perimbangan keuangan negara, meliputi belanja daerah dana alokasi umum, belanja
daerah dana alokasi khusus, belanja daerah dana bagi hasil, belanja daerah dana
penyesuaian, dan belanja daerah dana otonomi khusus.
c. DIPA pembayaran bunga utang dan hibah, meliputi belanja bunga utang dalam negeri,
belanja bunga utang luar negeri, Penerusan pinjaman dan belanja hibah.
d. DIPA subsidi dan transfer berisi belanja subsidi.
e. DIPA pembiayaan, meliputi pembiayaan dalam negeri, pembiayaan luar negeri, penerusan
pinjaman dan penyertaan modal pemerintah.

-8-

3.

DIPA halaman III, berisi informasi tentang rencana penarikan dana dan penerimaan negara
bukan pajak yang menjadi tanggungjawab setiap satuan kerja. Dalam hal pencantuman angka
rencana penarikan pengeluaran pada halaman III DIPA berdasarkan rencana kerja, satuan
kerja perlu memperhatikan hal - hal sebagai berikut :
a. Untuk belanja pegawai, rencana penarikan pengeluaran per bulan adalah seperdua belas
dari pagu gaji satu tahun;
b. Untuk belanja barang dan modal, agar memperhatikan kebutuhan berdasarkan rencana
penarikan/pembayaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang meliputi rencana
penarikan uang persediaan dan rencana penarikan langsung untuk setiap bulan.

4.

DIPA halaman IV, berisi catatan-catatan yaitu hal-hal yang perlu menjadi perhatian oleh
pelaksana kegiatan.

B. JENIS-JENIS DIPA
DIPA disusun untuk masing-masing Satuan Kerja dan pada prinsipnya satu DIPA untuk satu
satker. Khusus untuk Departemen Agama, Kejaksaan Agung, Departemen Hukum dan Hak Asasi
manusia, Departemen Keuangan, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Kepolisian Indonesia,
Badan Pertanahan Nasional, dan Badan Pusat Statistik, satu DIPA dapat meliputi beberapa satker
pada masing-masing provinsi/Kantor Wilayah.
Berdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, jenis DIPA dapat dikelompokkan atas DIPA
Kemeterian Negara/Lembaga dan DIPA Pembiayaan dan Perhitungan (DIPA APP).
1. DIPA Kementerian Negara/Lembaga
DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran dari
Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang dikategorikan menjadi :
a. DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat
DIPA Satker Pusat/kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga, yang pelaksanaannya dilakukan oleh satuan kerja yang
merupakan satuan kerja pusat atau satuan kerja Kantor Pusat suatu kementrian
negara/lembaga, termasuk di dalamnya untuk DIPA Badan Layanan Umum (BLU), dan
Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT).
Satuan Kerja Pusat dapat terdiri dari satuan kerjasatuan kerja yang dibentuk oleh
kementerian nagara/ lembaga secara fungsional

dan bukan merupakan instansi vertikal.

Sedangkan Satuan Kerja Kantor Pusat adalah satuan kerja dalam lingkup Kantor Pusat suatu
kementerian negara /lembaga. Konsep DIPA Satker Pusat/kantor Pusat disusun dan
ditetapkan oleh Satuan Kerja masing-masing kementerian negara/lembaga.
b. DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah
DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggaran kementerian negara/lembaga, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor/Instansi
Vertikal Kementerian Negara/Lembaga di daerah.

-9-

Konsep DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah disusun dan ditetapkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Vertikal yang ditunjuk dan ditetapkan
oleh Menteri/ Ketua Lembaga.
c. DIPA Dana Dekonsentrasi
DIPA Dana dekonsentrasi adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga dalam rangka pelaksanaan dana dekonsentrasi, serta
pelaksanaannya dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD) Provinsi yang

ditunjuk oleh Gubernur.


Konsep DIPA Dana Dekonsentrasi disusun dan ditetapkan oleh Kepala SKPD yang ditunjuk
oleh Gubernur berdasarkan pendelegasian wewenang dari Menteri/Ketua Lembaga.
d. DIPA Tugas Pembantuan
DIPA Tugas Pembantuan adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan, serta
pelaksanaannya

dilakukan

oleh

Satuan

Kerja

Perangkat

Daerah

(SKPD)

Provinsi/Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh Gubernur/ Bupati/Walikota.


Konsep DIPA Tugas Pembantuan disusun dan ditetapkan oleh Kepala Satker Pusat yang
ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga.

2. DIPA Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (DIPA APP)


DIPA APP adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran dari Bagian Anggaran
Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP). BAPP merupakan Bagian Anggaran yang dikelola oleh
menteri Keuangan dan penggunaan anggaran tersebut bersifat khusus serta tidak termasuk
dalam anggaran kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah. Dalam Pelaksanaannya
Menteri Keuangan menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran untuk menyusun dan menetapkan
konsep DIPA. BAPP meliputi :
a. Cicilan Bunga Utang (BA 061)
b. Subsidi dan Transfer (BA 062)
c. Belanja Lain-Lain (BA 069)
d. Dana Perimbangan (BA 070)
e. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (BA 071)
f.

Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negari (BA 096)

g. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Dalam Negeri (BA 097)


h. Penerusan Pinjaman sebagai Pinjaman (BA 098)
i.

Penyertaan Modal Negara (BA 099)

j.

Penerusan Pinjaman sebagai Hibah (BA 101)

k. Penerusan Hibah sebagai Hibah (BA 102)


DIPA APP dapat terdiri dari :
1) DIPA Belanja Pemerintah Pusat.

- 10 -

DIPA Belanja Pemerintah Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran
Bagian Anggaran Cicilan Bunga Utang (BA 061), Bagian Anggaran Subsidi dan Transfer (BA
062), Bagian Anggaran Belanja Lain-Lain (BA 069), dan Bagian Anggaran Penerusan
Pinjaman sebagai Hibah (BA 101). Pelaksanaan anggaran dilakukan oleh satuan kerja
kementerian negara/lembaga atau satuan kerja yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
2) DIPA Belanja Daerah
DIPA Belanja Daerah adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan anggaran

Bagian

Anggaran Bagian Anggaran Dana Perimbangan (BA 070) dan Bagian Anggaran Bagian
Anggaran Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (BA 071), pelaksanaannya dilakukan oleh
pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.
Konsep DIPA Dana Perimbangan disusun dan ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran
yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan
3) DIPA Pembiayaan
DIPA Pembiayaan adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan anggaran BAPP sebagai
berikut :
i.

Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negari (BA 096)

ii. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Dalam Negeri (BA 097)


iii. Penerusan Pinjaman sebagai Pinjaman (BA 098)
iv. Penyertaan Modal Negara (BA 099)
v. Penerusan Hibah sebagai Hibah (BA 102)
4) DIPA Khusus
DIPA Khusus adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran yang berasal dari
BAPP dimana karena sifat dan keperluannya sehingga Konsep DIPA dan Surat Pengesahan
DIPA disatukan dalam satu lembar DIPA yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur
Jenderal Perbendaharaan.
Sifat

dan

keperluan

penerbitan

DIPA

Khusus

ditetapkan

oleh

Direktur

Jenderal

Perbendaharaan dengan kriteria penanganan kejadian luar biasa yang mempunyai tingkat
urgensi sangat tinggi dan bersifat mendesak, seperti :
a) penanganan yang bersifat darurat,
b) kegiatan yang bersifat politis dalam rangka menjaga kredibilitas Pemerintah
C. PRINSIP PEMBAYARAN KEGIATAN ATAS BEBAN DIPA
Prinsip-prinsip pembayaran kegiatan yang menjadi beban DIPA adalah:
1. DIPA berlaku sebagai dasar pelaksanaan pengeluaran negara setelah mendapat
pengesahan dari Menteri Keuangan selaku BUN.
2. Alokasi dana yang tertuang dalam DIPA merupakan batas tertinggi pengeluaran negara,
dengan demikian suatu kegiatan tidak dapat dibiayai dari APBN jika alokasi dananya tidak
tersedia atau tidak cukup tersedia dalam DIPA.

- 11 -

3. Khusus pelaksanaan pengeluaran negara untuk pembayaran gaji dan tunjangan yang
melekat pada gaji seharusnya tidak dapat melampaui alokasi dana gaji dan tunjangan
yang melekat pada gaji dalam DIPA, namun dalam pelaksanaan apabila alokasinya tidak
mencukupi, pembayaran gaji dapat dilaksanakan sebelum dilakukan perubahan/revisi
DIPA.

- 12 -

BAB III
PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA

A. PENGGUNA ANGGARAN (PA)


Pengguna Anggaran (PA) adalah pejabat yang menurut undang-undang merupakan
pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Dalam pasal 4
ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, disebutkan
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi Kementerian
Negara/Lembaga

yang

dipimpinnya.

Negara/Lembaga

dilaksanakan

oleh

Dalam
satuan

pelaksanaannya,
kerja-satuan

anggaran

kerja

pada

Kementerian
kementerian

Negara/Lembaga yang bersangkutan. Untuk mengelola anggaran belanja pada satuan kerja,
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran (PA) menetapkan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) yang berasal dari satuan kerja yang bersangkutan dengan surat keputusan.
Agar pengelolaan anggaran belanja negara pada satuan kerja dapat dilaksanakan secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,

ekonomis, efektif, transparan, dan

bertanggung jawab, maka yang diangkat sebagai KPA pada satuan kerja adalah kepala satuan
kerja yang berstatus Pegawai Negeri Sipil.
Satuan kerja yang menurut sifat, tugas, dan fungsinya bersifat khusus, PA dapat menunjuk
pejabat lain yang berstatus PNS selain kepala satuan kerja sebagai KPA. Satuan kerja tersebut
yaitu:
1.

Satker dipimpin oleh pejabat yang bersifat komisioner;

2.

Satker dipimpin oleh pejabat Eselon I atau setingkat Eselon I;

3.

Satker sementara;

4.

Satker yang pimpinannya mempunyai tugas fungsional; atau

5.

Satker Lembaga Negara.


Pengangkatan KPA diutamakan Pegawai Negeri dengan mempertimbangkan efektivitas

dalam pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran, pelaksanaan kegiatan, dan pencapaian


output/kinerja yang ditetapkan dalam DIPA, PA dapat menunjuk KPA yang bukan PNS, setelah
mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kepala Satuan Kerja (Satker) secara ex-officio yang ditunjuk sebagai KPA tidak terikat
periode tahun anggaran, dan setiap terjadi pergantian jabatan kepala Satker, setelah serah terima
jabatan pejabat kepala Satker yang baru langsung menjabat sebagai KPA. Dalam hal terdapat
kekosongan jabatan kepala Satker atau pejabat lain yang ditunjuk sebagai KPA, PA segera
menunjuk seorang pejabat baru sebagai pelaksana tugas KPA.
Selain menetapkan KPA, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA juga menetapkan pejabat
perbendaharaan lainnya guna membantu tugas dan fungsi dari KPA. Dalam penetapan pejabat
perbendaharaan lainnya tersebut, PA dapat mendelegasikan kewenangannya kepada KPA.

- 13 -

Penunjukan KPA atas pelaksanaan dana Dekonsentrasi, Urusan Bersama, dan Tugas
Pembantuan diatur sebagai berikut:
1.

Dana Dekonsentrasi dilakukan oleh Gubernur selaku pihak yang diberikan pelimpahan
sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kementerian Negara/Lembaga;

2.

Dana

Urusan

Bersama,

dilakukan

oleh

Menteri/Pimpinan

Lembaga

atas

usul

Lembaga

atas

usul

Gubernur/Bupati/Walikota.
3.

Dana

Tugas

Pembantuan

dilakukan

oleh

Menteri/Pimpinan

Gubernur/Bupati/Walikota.
4.

Dalam rangka percepatan pelaksanaan anggaran, Menteri/Pimpinan Lembaga dapat


mendelegasikan penunjukan KPA atas pelaksanaan Urusan Bersama

dan Tugas

Pembantuan kepada Gubernur/Bupati/Walikota.


Menteri Keuangan, selain sebagai PA atas Bagian Anggaran untuk kementerian yang
dipimpinnya, juga bertindak selaku PA atas Bagian Anggaran yang menurut sifatnya tidak bisa
dikelompokkan dalam Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga tertentu, yang meliputi:
1. Pengelolaan Utang;
2. Pengelolaan Hibah;
3. Pengelolaan Investasi Pemerintah;
4. Pengelolaan Penerusan Pinjaman;
5. Pengelolaan Transfer ke Daerah;
6. Pengelolaan Subsidi;
7. Pengelolaan Transaksi Khusus; dan
8. Pengelolaan Anggaran lainnya.
Dalam mengelola Bagian Anggaran tertentu tersebut, Menteri Keuangan menunjuk pejabat
setingkat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan untuk menjalankan fungsi PA.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan tanggung jawab PA, dan tata cara pembayaran
atas Bagian Anggaran yang menurut sifatnya tidak bisa dikelompokkan dalam Bagian Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga tertentu tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
tersendiri.
B. KUASA PENGGUNA ANGGARAN (KPA)
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk
melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian
Negara/Lembaga yang bersangkutan. KPA melaksanakan penggunaan anggaran berdasarkan DIPA
Satker.
Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling uji (check and
balance) dalam proses pelaksanaan anggaran belanja negara, perlu dilakukan pemisahan secara
tegas antara pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja
(PPK) dengan pejabat yang melakukan pengujian atas tagihan kepada negara dan perintah
pembayaran (PPSPM). Oleh karena itu, dalam pelaksanaan anggaran belanja negara KPA

- 14 -

menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara lainnya. Pejabat Perbendaharaan Negara dimaksud


yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penguji dan Penandatangan Surat Perintah
Membayar (PPSPM).
Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah pejabat/pegawai yang memenuhi syarat untuk
ditetapkan sebagai Pejabat Perbendaharaan Negara, dimungkinkan perangkapan fungsi Pejabat
Perbendaharaan Negara dengan memperhatikan pelaksanaan prinsip saling uji (check and balance).
Perangkapan jabatan dapat dilaksanakan melalui perangkapan jabatan KPA sebagai PPK atau
PPSPM. Artinya KPA hanya dapat merangkap salah satu dari PPK dan PPSPM.
Dalam pengelolaan anggaran belanja negara pada satuan kerja, fungsi KPA lebih berperan
dalam segi manajerial untuk mencapai kinerja yang telah ditetapkan dalam DIPA. Fungsi manajerial
tersebut meliputi antara lain fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran.
Dalam prakteknya fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan oleh KPA dalam bentuk tugas dan wewenang,
sebagai berikut:
1.

Menyusun DIPA;
KPA menyusun DIPA berdasarkan Keppres tentang rincian APBN. Setelah DIPA disahkan oleh
Menteri Keuangan, KPA memiliki keharusan untuk melakukan penelitian kembali terhadap DIPA
tersebut, dan segera melakukan perbaikan atau revisi seperlunya jika terdapat kesalahankesalahan sehingga diharapkan dapat lebih mempercepat penyerapan anggaran sejak awal
tahun.

2.

Menetapkan PPK untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran


belanja negara dan menjalankan program dan kegiatan.
PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan KPA untuk mengambil keputusan
dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN. Kewenangan ini
dikenal sebagai kewenangan otorisator.

Sesuai yang dimanatkan dalam Perpres Nomor 70

tahun 2012 tentang Perubahan kedua Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, PPK yang ditetapkan oleh KPA harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki integritas;
b. memiliki disiplin tinggi;
c. memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;
d. mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap
perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;
e. menandatangani Pakta Integritas;
f. tidak menjabat sebagai Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau
Bendahara; dan
g. memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa
KPA dapat menetapkan PPK lebih dari 1 (satu) orang pada satuan kerja dengan
mempertimbangkan antara lain kompleksitas/volume pekerjaan, rentang kendali dalam struktur
organisasi, lokasi kegiatan, dan efektivitas pencapaian output. Namun dalam menetapkan PPK

- 15 -

lebih dari 1 (satu) orang tersebut harus memperhatikan efisiensi penggunaan anggaran dan
ketersediaan anggaran (honor), misalnya untuk DIPA yang memiliki lebih dari 1 (satu) kegiatan
dapat ditetapkan lebih dari 1 (satu) PPK.
3.

Menetapkan PPSPM untuk melakukan pengujian tagihan dan menerbitkan SPM atas
beban anggaran belanja negara;
PPSPM mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pengujian tagihan kepada
negara dan menandatangani SPM. Dalam hal ini PPSPM bertindak sebagai ordonator
berwenang untuk melakukan pengujian atas tindakan yang dilakukan oleh otorisator (PPK) dan
selanjutnya memerintahkan pembayaran melalui penerbitan SPM. Oleh karena itu dalam rangka
melaksanakan prinsip check and balance, PPSPM tidak boleh merangkap sebagai PPK dan
sebaliknya. Seorang PPSPM (ordonator) harus memastikan bahwa suatu tagihan yang diajukan
kepadanya sudah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum diterbitkan
perintah pembayaran.

4.

Menetapkan panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan pengelola


anggaran/keuangan
Proses pengadaan barang/jasa pemerintah dilaksanakan oleh pejabat/unit layanan pengadaan
barang/jasa. Unit Layanan Pengadaan barang/jasa ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Sedangkan yang ditetapkan oleh KPA adalah:
a.

Pejabat pengadaan ditunjuk oleh KPA untuk melaksanakan pengadaan langsung;

b.

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan yang merupakan panitia/pejabat yang bertugas


memeriksa dan menerima hasil pekerjaan; dan

c.

Staf pengelola keuangan satuan kerja.

Dalam menetapkan panitia/pejabat dan staf pengelola keuangan, KPA harus memperhatikan
ketentuan yang mengatur mengenai standar biaya. Dalam PMK dimaksud sudah diatur
mengenai besarnya honorarium, jumlah staf pengelola keuangan. Sebagai contoh untuk tahun
2013, KPA dapat dibantu oleh 1 atau beberapa PPK, jumlah staf pengelola keuangan paling
banyak 3 (tiga) orang termasuk Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP), dan
jumlah staf untuk setiap PPK paling banyak 2 (dua) orang. Sedangkan, KPA yang merangkap
sebagai PPK dapat dibantu oleh staf pengelola keuangan paling banyak 6 (enam) orang,
termasuk PPABP. Kewenangan pembagian staf pengelola keuangan tentunya adalah otoritas
dari seorang KPA. Staf pengelola keuangan yang ditunjuk dapat distribusikan sesuai rentang
kendali tugas masing-masing pejabat perbendaharaan. Hal ini dimungkinkan PPSPM memiliki
staf pengelola keuangan yang melaksanakan tugas membantu proses pengujian terhadap
tagihan yang diajukan oleh seorang otorisator (KPA/PPK). Seorang PPK dapat juga dibantu oleh
staf pengelola keuangan, demikian juga dengan bendahara, yang tentunya besaran honorarium
yang diberikan mengacu kepada besaran yang diatur dalam standar biaya dalam PMK tersebut
di atas.

- 16 -

5.

Menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana


Untuk mendorong percepatan penyerapan anggaran dan meningkatkan efektivitas belanja
pemerintah, KPA perlu menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan
dana. Rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana tersebut disusun oleh PPK.
Atas usulan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana dari PPK tersebut, KPA
berkewajiban menelaah dan menganalisa rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan
dana yang disampaikan oleh PPK. Jika KPA setuju dengan rencana pelaksanaan kegiatan dan
rencana penarikan dana yang diajukan PPK tersebut, maka selanjutnya KPA menetapkan
rencana tersebut.

6.

Memberikan supervisi dan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan dan penarikan dana;
Menurut kamus besar bahasa Indonesia supervisi adalah kegiatan pengawasan utama,
pengontrolan tertinggi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang
disupervisi. KPA diwajibkan memberikan supervisi dan konsultasi dalam proses pelaksanaan
kegiatan dan rencana penarikan dana, sehingga kegiatan yang telah dituangkan dalam DIPA
dapat dilaksanakan sesuai rencana dan target yang telah ditetapkan. Pelaksanaan supervisi dan
konsultasi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk bimbingan dan arahan terkait proses
pelaksanaan kegiatan, baik untuk kegiatan yang bersifat swakelola maupun terkait pengadaan
barang/jasa yang dilaksanakan oleh pihak ketiga atau penyediaan barang/jasa.

7.

Mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan pelaksanaan


kegiatan dan anggaran;
Dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan dan anggaran

yang

disimpan oleh PPK dan semua bukti-bukti pendukung telah diuji dan dinyatakan memenuhi
persyaratan untuk dilakukan pembayaran yang disimpan dan ditatausahakan oleh PPSPM. KPA
mengawasi penatausahaan dokumen tersebut apakah telah disimpan dan ditatausahakan
dengan baik dan benar, sehingga memudahkan dalam hal dibutuhkan sewaktu-waktu oleh
aparat pemeriksa internal pemerintah maupun aparat pengawas eksternal pemerintah.
8.

Menyusun laporan keuangan dan kinerja atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
UU

17/2003

tentang

Keuangan

Negara

mensyaratkan

penyampaian

laporan

pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang disusun dengan mengikuti standar akuntansi


pemerintahan. Penyampaian laporan keuangan tersebut dalam rangka mewujudkan transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Laporan keuangan tersebut setidak-tidaknya
meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 (PP 24/2005) tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, selain empat jenis laporan keuangan tersebut (yang disebut dengan laporan
keuangan pokok), entitas pelaporan dapat menyajikan Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan
Perubahan Ekuitas. Laporan keuangan tersebut tentunya dimulai dari keuangan satuan kerja

- 17 -

yang selanjutnya secara berjenjang dilaporkan menjadi laporan keuangan Kementerian


Negara/Lembaga.

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa KPA memperoleh pendelegasian kewenangan dalam


pengelolaan anggaran dari PA. KPA bertanggungjawab terhadap pencapaian kinerja dan realisasi
anggaran satuan kerja sebagaimana yang tercantum dalam RKAKL/DIPA. Untuk mencapai
pencapaian kinerja dalam DIPA tersebut pelaksanaan dilakukan oleh PPK, sehingga PPK
bertanggungjawab secara fisik atas pencapaian target kinerja dan realisasi anggaran dalam
kewenangannya. Sebagai wujud pertanggungjawaban atas pendelegasian kewenangan tersebut,
KPA melakukan tindakan-tindakan pelaksanaan kegiatan dan anggaran yang berada dalam
kewenangannya, yang dilakukan dalam bentuk:
1.

mengesahkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana;

2.

merumuskan standar operasional agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa sesuai dengan


ketentuan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;

3.

menyusun sistem pengawasan dan pengendalian agar proses penyelesaian tagihan atas beban
APBN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

4.

melakukan pengawasan agar pelaksanaan kegiatan dan pengadaan barang/jasa sesuai dengan
keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA;

5.

melakukan monitoring dan evaluasi agar pembuatan perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa


dan pembayaran atas beban APBN sesuai dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam
DIPA serta rencana yang telah ditetapkan;

6.

merumuskan kebijakan agar pembayaran atas beban APBN sesuai dengan keluaran (output)
yang ditetapkan dalam DIPA; dan

7.

melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi atas pertanggungjawaban pelaksanaan


anggaran dalam rangka penyusunan laporan keuangan.
KPA menetapkan PPK dan PPSPM dengan surat keputusan. Penetapan tersebut tidak terikat

periode tahun anggaran. Sehingga jika tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai
PPK dan/atau PPSPM pada saat pergantian periode tahun anggaran, penetapan tahun yang lalu
masih tetap berlaku.
Dalam

hal

PPK

atau

PPSPM

dipindahtugaskan/pensiun/diberhentikan

dari

jabatannya/berhalangan sementara, KPA menetapkan PPK atau PPSPM pengganti dengan surat
keputusan. Penetapan PPK atau PPSPM tersebut berlaku sejak serah terima jabatan.
Selanjutnya penunjukan KPA berakhir apabila tidak teralokasi anggaran untuk program yang
sama pada tahun anggaran berikutnya. Implikasi dari hal tersebut adalah penetapan PPK dan
PPSPM secara otomatis berakhir. KPA, PPK, dan PPSPM yang penunjukannya berakhir,
bertanggungjawab untuk menyelesaikan seluruh administrasi dan pelaporan keuangan yang menjadi
tanggung jawabnya pada saat menjabat.
KPA menyampaikan surat keputusan penetapan PPK dan PPSPM kepada:

- 18 -

a. Kepala KPPN selaku Kuasa BUN beserta spesimen tanda tangan PPSPM dan cap/stempel
Satker;
b. PPSPM disertai dengan spesimen tanda tangan PPK; dan
c. PPK.
Pada awal tahun anggaran dalam hal tidak terdapat penggantian PPK dan/atau PPSPM, KPA tetap
menyampaikan surat pemberitahuan kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c
di atas.
Bagan 3. tugas, wewenang dan tanggungjawab KPA

T
U
G
A
S
M
A
N
A
J
E
R
I
A
L

Penetapan
Pengelolaan
DIPA

Menetapkan PPK, PPSPM dan


panitia/pejabat yang terlibat dalam
pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan
anggaran/keuangan.

menyusun DIPA

Pelaksanaan
Kegiatan

memberikan supervisi dan konsultasi


dalam pelaksanaan kegiatan dan
penarikan dana;
mengawasi penatausahaan dokumen dan
transaksi yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan dan anggaran; dan
menyusun laporan keuangan dan kinerja
atas pelaksanaan anggaran sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Tanggungjawab atas
pelaksanaan tugas dan
wewenang, dituangkan
dalam bentuk :
1. Mengesahkan RPD
2. Merumuskan SOP
3. Menyusun sistem
pengendalian dan
pengawasan
4. Melakukan pengawasan
atas pelaksanaan
kegiatan
5. Melakukan monev
6. Merumuskan kebijakan
7. Melakukan pengawasan,
monev atas
pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran

C. PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN


Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA
untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban
APBN kewenangan ini dikenal sebagai kewenangan otorisator. Dalam melaksanakan kewenangan
tersebut, PPK mempedomani rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana, standar
operasional, sistem pengawasan dan pengendalian, dan monitoring dan evaluasi yang telah
ditetapkan oleh KPA. Dalam rangka check and balance PPK tidak dapat merangkap sebagai
PPSPM, dan jabatan PPSPM sebaiknya minimal setingkat dengan PPK.
Dalam melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja
Negara sebagaimana diuraikan di atas, PPK memiliki tugas dan wewenang:
1.

menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana berdasarkan DIPA;

2.

menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;

- 19 -

3.

membuat,

menandatangani

dan

melaksanakan

perjanjian/kontrak

dengan

Penyedia

Barang/Jasa;
4.

melaksanakan kegiatan swakelola;

5.

memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian/ kontrak yang dilakukannya;

6.

mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;

7.

menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada Negara;

8.

membuat dan menandatangani Surat Permintaan Pembayaran (SPP);

9.

melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan kepada KPA;

10. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA dengan Berita Acara
Penyerahan;
11. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
12. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan

yang

mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara, yang meliputi:


a. menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
b. memastikan telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang
mempunyai hak tagih kepada negara;
c. mengajukan permintaan pembayaran atas tagihan berdasarkan prestasi kegiatan; dan
d. memastikan ketepatan jangka waktu penyelesaian tagihan kepada negara.
Untuk melaksanakan kewenangan di bidang belanja pegawai, KPA mengangkat Petugas
Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) untuk membantu PPK dalam mengelola
administrasi belanja pegawai. Dalam pengelolaan administrasi belanja pegawai tersebut, PPABP
bertanggung jawab kepada KPA. Adapun tugas PPABP meliputi:
1.

melakukan pencatatan data kepegawaian secara elektronik dan/atau manual yang berhubungan
dengan belanja pegawai secara tertib, teratur, dan berkesinambungan;

2.

melakukan penatausahaan dokumen terkait keputusan kepegawaian dan dokumen pendukung


lainnya dalam dosir setiap pegawai pada Satker yang bersangkutan secara tertib dan teratur;

3.

memproses pembuatan Daftar Gaji induk, Gaji Susulan, Kekurangan Gaji, Uang Duka
Wafat/Tewas, Terusan Penghasilan/Gaji, Uang Muka Gaji, Uang Lembur, Uang Makan,
Honorarium, Vakasi, dan pembuatan Daftar Permintaan Perhitungan Belanja Pegawai lainnya;

4.

memproses pembuatan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP);

5.

memproses perubahan data yang tercantum pada Surat Keterangan Untuk Mendapatkan
Tunjangan Keluarga setiap awal tahun anggaran atau setiap terjadi perubahan susunan
keluarga;

6.

menyampaikan Daftar Permintaan Belanja Pegawai, ADK Perubahan Data Pegawai, ADK
Belanja Pegawai, Daftar Perubahan Data Pegawai, dan dokumen pendukungnya kepada PPK;

7.

mencetak Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan setiap awal tahun dan/atau apabila
diperlukan; dan

8.

melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan penggunaan anggaran belanja


pegawai.

- 20 -

1. Menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan dan Rencana Penarikan Dana Berdasarkan


DIPA
Dalam menyusun rencana pelaksanaan kegiatan, PPK membuat time-scedule pelaksanaan
kegiatan perbulan yang dilengkapi rencana penarikan dananya. Artinya dalam melaksanakan
suatu kegiatan harus ditentukan kapan kegiatan tersebut dilaksanakan dan kapan penarikan
dana atas kegiatan tersebut dilakukan. Tentunya hal ini juga mempedomani norma waktu
penyelesaian tagihan pada satuan kerja yang ada.
Disamping itu, PPK juga harus menyusun kebutuhan Uang Persediaan/Tambahan Uang
Persedian yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat swakelola yang dilaksanakan
langsung oleh PPK. Dalam hal diperlukan penyesuaian-penyesuaian kegiatan yang mengikuti
perkembangan kondisi di lapangan, PPK dapat mengusulkan dilakukan revisi/perubahan
terhadap Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) ataupun DIPA kepada KPA.
2. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa
Dalam menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) harus mengacu pada
kententuan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. Sesuai ketentuan tersebut SPPBJ
diterbitkan paling lambat 6

(enam) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang

lelang/seleksi apabila tidak ada sanggahan, atau setelah sanggahan dijawab dalam hal tidak ada
sanggahan banding.
Jika terjadi sanggahan banding, SPPBJ diterbitkan paling

lambat 2 (dua) hari kerja setelah

adanya jawaban sanggahan banding dari Menteri/Pimpinan Lembaga dimana sanggahan


banding tersebut tidak diterima. Dalam hal proses pengadaan barang/jasa dilaksanakan
sebelum/mendahului tahun anggaran, SPPBJ hanya diterbitkan setelah DIPA disahkan dan
berlaku efektif.
3. Membuat, Menandatangani dan Melaksanakan Perjanjian/Kontrak Dengan Penyedia
Barang/Jasa
Dalam

proses

pengadaan

barang/jasa,

terlebih

dahulu

PPK

menyusun

rancangan

perjanjian/kontrak. Rancangan perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa tersebut disusun


dengan berpedoman pada standar kontrak pengadaan barang/jasa. Standar perjanjian/kontrak
pengadaan barang atau jasa ini diatur lebih lanjut dalam ketentuan mengenai pengadaan
barang/jasa pemerintah.
Pelaksanaan penandatangan perjanjian/kontrak dilaksanakan paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja setelah diterbitkannya SPPBJ.
Setelah perjanjian/kontrak ditandatangani, PPK mengawasi pelaksanaan perjanjian/kontrak.
Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan, dengan gambar
dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan

dalam dokumen perjanjian/kontrak, PPK bersama

Penyedia Barang/Jasa dapat melakukan perubahan perjanjian/kontrak yang meliputi:


a. menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam Kontrak;
b. menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan;
c. mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan kebutuhan lapangan; atau

- 21 -

d. mengubah jadwal pelaksanaan.


4. Melaksanakan Kegiatan Swakelola
Kegiatan swakelola adalah pengadaan barang/jasa dimana pekerjaannya direncanakan,
dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh satuan kerja sebagai penanggung jawab anggaran,
instansi pemerintah lain, dan/atau kelompok masyarakat.
Pekerjaan yang dapat dilaksanakan secara swakelola adalah:
a. pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

dan/atau memanfaatkan

kemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai dengan tugas pokok kementerian
negara/lembaga/satuan kerja yang bersangkutan;
b. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat
setempat;
c. pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh
Penyedia Barang/Jasa;
d. pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga
apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan
risiko yang besar;
e. penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;
f.

pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk
pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh Penyedia
Barang/Jasa;

g. pekerjaan survei, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di


laboratorium dan pengembangan sistem tertentu;
h. pekerjaan yang bersifat rahasia bagi kementerian negara/lembaga/satuan kerja yang
bersangkutan;
i.

pekerjaan industri kreatif, inovatif, dan budaya dalam negeri;

j.

penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan/atau

k. pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista, dan industri almatsus dalam
negeri.
Ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai kegiatan yang dilaksanakan secara swakelola
diatur dalam ketentuan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
5. Memberitahukan Kepada Kuasa BUN Atas Perjanjian/ Kontrak Yang Dilakukannya
Terdapat 2 (dua) mekanisme pembayaran kepada penyedia barang/jasa yang dapat dilakukan
oleh PPK, yaitu dengan mekanisme pembayaran langsung dengan menerbitkan SPP-LS dan
melalui Uang Persediaan (UP). Pembayaran dengan UP hanya dapat dilakukan untuk pengadaan
barang/jasa dengan nilai tidak lebih dari Rp.50.000.000,-. Terhadap perjanjian/kontrak yang
pembayarannya akan dilakukan secara langsung kepada penyedia barang/jasa, PPK
mencatatkan perjanjian/kontrak tersebut ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh Direktorat
Jenderal Perbendaharaan yang terdapat pada satuan kerja yang bersangkutan. Data-data
tersebut meliputi:

- 22 -

a. nama dan kode Satker serta uraian fungsi/subfungsi, program, kegiatan, output, dan akun
yang digunakan;
b. nomor Surat Pengesahan dan tanggal DIPA;
c. nomor, tanggal, dan nilai perjanjian/kontrak yang telah dibuat oleh Satker;
d. uraian pekerjaan yang diperjanjikan;
e. data penyedia barang/jasa yang tercantum dalam perjanjian/kontrak antara lain nama
rekanan, alamat rekanan, NPWP, nama bank, nama, dan nomor rekening penerima
pembayaran;
f.

jangka waktu dan tanggal penyelesaian pekerjaan serta masa pemeliharaan apabila
dipersyaratkan;

g. ketentuan sanksi apabila terjadi wanprestasi;


h. addendum perjanjian/kontrak apabila terdapat perubahan data pada perjanjian/kontrak
tersebut; dan
i.

cara pembayaran dan rencana pelaksanaan pembayaran:


1) sekaligus (nilai ............ rencana bulan ......); atau
2) secara bertahap (nilai ............ rencana bulan ......).

Setelah dicatat pada sistem tersebut, selanjutnya data perjanjian/kontrak beserta ADK-nya
disampaikan ke KPPN secara langsung atau melalui e-mail paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah ditandatanganinya perjanjian/kontrak. KPPN akan mencatatkan data tersebut ke dalam
Kartu Pengawasan Kontrak KPPN. Aplikasi pada KPPN akan memblokir dana tersebut dan
hanya dapat dicairkan untuk pembayaran atas perjanjian/kontrak tersebut.
Untuk keperluan belanja pegawai pada Satker, dalam hal terdapat perubahan data pegawai
berupa penetapan keputusan yang mengakibatkan pengeluaran negara untuk pelaksanaan
belanja pegawai, PPABP mencatat perubahan data pegawai tersebut ke dalam suatu sistem
yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Perubahan data pegawai dimaksud
terkait dengan:
a. Pengangkatan/pemberhentian sebagai calon pegawai negeri;
b. Pengangkatan/pemberhentian sebagai pegawai negeri;
c. Kenaikan/penurunan pangkat;
d. Kenaikan/penurunan gaji berkala;
e. Pengangkatan/pemberhentian dalam jabatan;
f.

Mutasi Pindah ke Satker lain;

g. Pegawai baru karena mutasi pindah;


h. Perubahan data keluarga;
i.

Data utang kepada negara; dan/atau

j.

Pengenaan sanksi kepegawaian.

Setelah dilakukan pencatatan perubahan data pegawai, Satker menyampaikan Daftar Perubahan
Data Pegawai yang telah disahkan PPSPM beserta ADK-nya kepada KPPN paling lambat

- 23 -

bersamaan dengan pengajuan SPM Belanja Pegawai. Daftar perubahan data pegawai dimaksud
digunakan dalam rangka pemutakhiran (updating) data antara KPPN dengan Satker untuk
pembayaran belanja pegawai dan untuk menguji kesesuaian dengan tagihan.
6. Menguji Dan Menandatangani Surat Bukti Mengenai Hak Tagih Kepada Negara
Setelah kegiatan atas dasar komitmen selesai dilaksanakan, penerima hak (pihak ketiga atau
Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya) mengajukan tagihan kepada negara berdasarkan buktibukti yang sah untuk memperoleh pembayaran. Bukti-bukti yang sah tersebut berupa:
a. Bukti perjanjian/kontrak;
b. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan;
c. Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang;
d. Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan;
e. Berita Acara Pembayaran;
f.

Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa;

g. Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP);


h. Jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya sebagaimana
dipersyaratkan dalam peraturan perundangan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
dan/atau
i.

Dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk perjanjian/kontrak yang dananya


sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri
sebagaimana dipersyaratkan dalam naskah perjanjian pinjaman atau hibah dalam/luar negeri
bersangkutan.

Sedangkan bukti-bukti yang sah lainnya untuk keperluan belanja pegawai non gaji induk,
pembayaran honorarium, dan perjalanan dinas berupa:
a. Surat Keputusan;
b. Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas;
c. Daftar penerima pembayaran; dan/atau
d. Dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan.
Selanjutnya PPK melakukan pengujian atas bukti-bukti tersebut. Pengujian tersebut yaitu:
a.

menguji kebenaran materiil dan keabsahan surat-surat bukti mengenai hak tagih kepada
negara; dan/atau

b.

menguji

kebenaran

dan

keabsahan

dokumen/surat

keputusan

yang

menjadi

persyaratan/kelengkapan pembayaran belanja pegawai.


Sedangkan untuk pengujian surat jaminan uang muka, dilakukan dengan:
a. menguji syarat-syarat kebenaran dan keabsahan jaminan uang muka; dan
b. menguji tagihan uang muka berupa besaran uang muka yang dapat dibayarkan
sesuai ketentuan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
Uang muka dapat diberikan kepada penyedia barang/jasa untuk:
a. mobilisasi alat dan tenaga kerja;
b. pembayaran uang tanda jadi kepada pemasok barang/material; dan/atau

- 24 -

c. persiapan teknis lain yang diperlukan bagi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.


7. Membuat dan Menandatangani SPP
Untuk melaksanakan tugas dan wewenang dalam membuat dan menandatangani Surat
Permintaan Pembayaran (SPP), terlebih dahulu PPK melakukan pengujian atas tagihan yang
disampaikan penyedia barang dan jasa. Pengujian tersebut meliputi:
a. kelengkapan dokumen tagihan;
b. kebenaran perhitungan tagihan;
c. kebenaran data pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN;
d. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang tercantum dalam
perjanjian/kontrak dengan barang/jasa yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa;
e. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang tercantum pada
dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak;
f.

kebenaran, keabsahan serta akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti mengenai hak
tagih kepada negara; dan

g. ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sebagaimana yang tercantum pada


dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak
Setelah pengujian tersebut dilakukan dan telah sesuai/benar, maka selanjutnya PPK membuat
dan menandatangani SPP. SPP ini nantinya disampaikan kepada Pejabat Pengunji dan
Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM).
8. Melaporkan Pelaksanaan/Penyelesaian Kegiatan kepada KPA
PPK harus menyampaikan laporan berkala terkait pelaksanaan tugas dan wewenang kepada
KPA, penyampaian laporan berkala tersebut berdasarkan kebijakan dan pertimbangan kebutuhan
KPA pada masing-masing satker. Laporan yang akan disampaikan kepada KPA tersebut berupa
laporan atas pelaksanaan kegiatan, laporan atas penyelesaian kegiatan, dan laporan atas
penyelesaian tagihan kepada Negara. Dalam laporan tersebut paling kurang memuat:
a. perjanjian/kontrak dengan penyedia barang/jasa yang telah ditandatangani;
b. tagihan yang belum dan telah disampaikan penyedia barang/jasa;
c. tagihan yang belum dan telah diterbitkan SPPnya; dan
d. jangka waktu penyelesaian tagihan.
9. Menyerahkan Hasil Pekerjaan Pelaksanaan Kegiatan kepada KPA dengan Berita Acara
Penyerahan
Setelah proses pengadaan barang/jasa selesai dilaksanakan, dan barang/jasa tersebut siap
digunakan sesuai peruntukannya, maka PPK menyerahkan hasil pengadaan barang/jasa tersebut
kepada KPA. Penyerahan pengadaan barang/jasa tersebut dilakukan melalui Berita Acara
Penyerahan antara PPK dan KPA.
10. Menyimpan dan Menjaga Keutuhan Seluruh Dokumen Pelaksanaan Kegiatan
Setelah

proses

pengadaan

barang/jasa

selesai

dilaksanakan

dan

barang/jasa

telah

diserahterimakan kepada KPA, maka PPK berkewajiban menjaga seluruh dokumen pengadaan

- 25 -

barang/jasa tersebut. Dokumen pengadaan barang/jasa menjadi dokumen satuan kerja yang
nantinya juga menjadi dasar bagi aparat pemeriksa internal pemerintah dalam melakukan
pengawasan dan pemeriksaan atas pengadaan barang/jasa yang telah dilaksanakan.
11. Melaksanakan Tugas Dan Wewenang Lainnya yang Berkaitan Dengan Tindakan yang
Mengakibatkan Pengeluaran Anggaran Belanja Negara.
Dalam proses pelaksanaan kegiatan dan pengadaan barang/jasa pemerintah, PPK juga
mempunyai tugas-tugas lainnya yaitu:
1) menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
2) memastikan telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang
mempunyai hak tagih kepada negara;
3) mengajukan permintaan pembayaran atas tagihan berdasarkan prestasi kegiatan; dan
4) memastikan ketepatan jangka waktu penyelesaian tagihan kepada negara.
Bagan 4. tugas dan wewenang PPK

Pelaksanaan
Kegiatan

menyusun rencana pelaksanaan kegiatan


dan RPD.
memberitahukan kepada Kuasa BUN atas
perjanjian/ kontrak yang dilakukannya.
membuat dan menandatangani SPP.
melaporkan dan menyerahkan hasil

pelaksanaan kegiatan kepada KPA .

menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia


Barang/Jasa.
melaksanakan kegiatan swakelola.

Pengadaan
Barang/Jasa

membuat, menandatangani,
melaksanakan, mengendalikan
perjanjian/kontrak.
menguji dan menandatangani surat
bukti mengenai hak tagih.

Laporan pelaksanaan/
penyelesaian kegiatan
kepada KPA berupa
laporan atas:
pelaksanaan kegiatan;
penyelesaian
kegiatan; dan
penyelesaian tagihan
kepada negara.

Pengujian PPK Meliputi:


kelengkapan dokumen tagihan
kebenaran perhitungan
tagihan dan data pihak yang
berhak menerima pembayaran
kesesuaian spesifikasi teknis,
volume barang/jasa dan
jangka waktu sebagaimana
yang tercantum pada
dokumen serah terima
barang/jasa dengan dokumen
perjanjian/kontrak

D. PEJABAT PENANDATANGAN SURAT PERINTAH MEMBAYAR (PPSPM)


Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) adalah pejabat yang diberi
kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan
menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM).

- 26 -

Dalam melakukan pengujian tagihan dan menerbitkan SPM, PPSPM memiliki tugas dan
wewenang sebagai berikut:
1.

menguji kebenaran SPP beserta dokumen pendukung;

2.

menolak dan mengembalikan SPP, apabila SPP tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan;

3.

membebankan tagihan pada mata anggaran yang telah disediakan;

4.

menerbitkan SPM;

5.

menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih;

6.

melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran kepada KPA; dan

7.

melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengujian dan
perintah pembayaran.

1. Menguji Kebenaran SPP beserta Dokumen Pendukungnya


Pengujian terhadap SPP beserta dokumen pendukung yang dilakukan oleh PPSPM meliputi:
a.

kelengkapan dokumen pendukung SPP berupa lampiran yang dipersyaratkan sesuai


ketentuan (PMK 190/PMK.05/2012);

b.

kesesuaian penanda tangan SPP dengan spesimen tanda tangan PPK;

c.

kebenaran pengisian format SPP;

d.

kesesuaian kode BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran Satker
termasuk menguji kesesuaian antara pembebanan kode mata anggaran pengeluaran (akun
6 digit) dengan uraiannya;

e.

ketersediaan pagu sesuai BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran
Satker;

f.

kebenaran formal dokumen/surat keputusan yang menjadi persyaratan/kelengkapan


pembayaran belanja pegawai;

g.

kebenaran formal dokumen/surat bukti yang menjadi persyaratan/kelengkapan sehubungan


dengan pengadaan barang/jasa;

h.

kebenaran pihak yang berhak menerima pembayaran pada SPP sehubungan dengan
perjanjian/kontrak/surat keputusan;

i.

kebenaran perhitungan tagihan serta kewajiban di bidang perpajakan dari pihak yang
mempunyai hak tagih.

j.

kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang
mempunyai hak tagih kepada negara; dan

k.

kesesuaian prestasi pekerjaan dengan ketentuan pembayaran dalam perjanjian/kontrak.

2. Menolak dan Mengembalikan SPP, apabila SPP Tidak Memenuhi Persyaratan Untuk
Dibayarkan
PPSPM harus menolak SPP yang diajukan PPK apabila belum memenuhi persyaratan sesuai
pengujian yang telah dilakukan. Dalam hal PPSPM menolak/mengembalikan SPP, maka PPSPM
harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua)
hari kerja setelah diterimanya SPP.

- 27 -

3. Membebankan Tagihan Pada Mata Anggaran Yang Telah Disediakan


Kebenaran penggunaan kode mata anggaran yang dituangkan dalam tagihan menjadi tanggung
jawab PPSPM. Sehingga PPSPM harus memperhatikan kesesuaian kode-kode mata anggaran
pada tagihan dengan mata anggaran yang telah ditetapkan dalam DIPA/POK/Rencana Kerja
Anggaran Satker.
4. Menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM)
Dalam menerbitkan SPM, PPSPM juga memiliki tugas untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.

mencatat pagu, realisasi belanja, sisa pagu, dana UP/TUP, dan sisa dana UP/TUP pada kartu
pengawasan DIPA;

b.

menandatangani SPM; dan

c.

memasukkan Personal Identification Number (PIN) PPSPM sebagai tanda tangan elektronik
pada ADK SPM. Tata cara pelaksanaan tanda tangan elektronik dalam bentuk PIN PPSPM
pada ADK SPM diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaaan.

Setelah SPM diterbitkan dan ditandatangani PPSPM, PPSPM bertanggung jawab atas:
a.

kebenaran, kelengkapan, dan keabsahan administrasi terhadap dokumen hak tagih


pembayaran yang menjadi dasar penerbitan SPM dan akibat yang timbul dari pengujian yang
dilakukannya; dan

b.

ketepatan jangka waktu penerbitan dan penyampaian SPM kepada KPPN.

5. Menyimpan dan Menjaga Keutuhan Seluruh Dokumen Hak Tagih


SPM yang menjadi pertinggal pada PPSPM berserta dokumen yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan dan anggaran yang merupakan bukti-bukti pendukung SPP yang
disampaikan PPK disimpan dan ditatausahakan oleh PPSPM. PPSPM harus menatausahakan
dan menjaga keutuhan seluruh dokumen tersebut sehingga memudahkan dalam hal dibutuhkan
sewaktu-waktu oleh aparat pemeriksa internal pemerintah maupun aparat pengawas eksternal
pemerintah.
6. Melaporkan Pelaksanaan Pengujian Dan Perintah Pembayaran Kepada KPA
PPSPM harus menyampaikan laporan bulanan kepada KPA terkait pelaksanaan tugasnya terkait
pengujian terhadap SPP dan penerbitan SPM. Laporan bulanan dimaksud paling sedikit memuat
hal-hal sebagai berikut:
a.

jumlah SPP yang diterima;

b.

jumlah SPM yang diterbitkan; dan

c.

jumlah SPP yang tidak dapat diterbitkan SPM.

7. Melaksanakan Tugas Dan Wewenang Lainnya Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan


Pengujian Dan Perintah Pembayaran.
Tugas dan kewenangan lainnya dari PPSPM terkait pelaksanaan pengujian dan perintah
pembayaran sesuai dengan yang ditetapkan oleh KPA. Sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

- 28 -

E. KUASA BENDAHARA UMUM NEGARA (KPPN)


Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) mengangkat Kepala KPPN
menjadi Kuasa BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan
anggaran belanja negara dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan. Tugas kebendaharaan dari
Kuasa BUN tersebut meliputi kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan,
menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan uang dan surat berharga yang berada dalam
pengelolaannya.
KPPN dalam melaksanakan tugas kebendaharaan paling sedikit:
1.

melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas Negara dalam rangka pengendalian


pelaksanaan anggaran negara; dan

2.

melakukan pembayaran tagihan kepada penerima hak sebagai pengeluaran anggaran.


Pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran kas negara tersebut antara lain melaksanakan

pencairan dana atas SPM yang diterbitkan oleh PPSPM. SPM merupakan perintah pembayaran
yang memuat uang yang akan keluar dari kas negara kepada pihak ketiga dan setoran/potongan
pajak yang akan masuk ke kas negara.
Dalam pelaksanaan pencairan dana, KPPN memiliki tugas dan wewenang untuk menguji dan
meneliti kelengkapan SPM yang diterbitkan oleh PPSPM.
SPM yang diajukan ke KPPN digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D. Dalam pencairan
anggaran belanja negara, KPPN melakukan penelitian dan pengujian atas SPM yang disampaikan
oleh PPSPM.
KPPN melakukan penelitian SPM meliputi:
1.

meneliti kelengkapan dokumen pendukung SPM yang dipersyaratkan.

2.

meneliti kebenaran SPM.


dalam meneliti kebenaran SPM yang dilakukan meliputi:
a. meneliti kesesuaian tanda tangan PPSPM pada SPM dengan spesimen tanda tangan
PPSPM pada KPPN;
b. memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah angka dan huruf pada SPM; dan
c. memeriksa kebenaran penulisan dalam SPM, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam
penulisan.

KPPN melakukan pengujian SPM yang meliputi:


1.

menguji kebenaran perhitungan angka atas beban APBN yang tercantum dalam SPM berupa
pengujian

kebenaran

jumlah

belanja/pengeluaran

dikurangi

dengan

jumlah

potongan/penerimaan dengan jumlah bersih dalam SPM.


2.

menguji ketersediaan dana pada kegiatan/output/jenis belanja dalam DIPA dengan yang
dicantumkan pada SPM;

3.

menguji kesesuaian tagihan dengan data perjanjian/kontrak atau perubahan data pegawai yang
telah disampaikan kepada KPPN.

- 29 -

4.

menguji persyaratan pencairan dana yang meliputi:


a. Menguji SPM UP berupa besaran UP yang dapat diberikan.
Dalam pengujian SPM UP, jika terdapat UP tahun anggaran sebelumnya belum
dipertanggungjawabkan, juga dilakukan pengujian yang meliputi:
(1) kesesuaian jumlah uang dan keabsahan bukti setor pengembalian sisa UP tahun
anggaran yang sebelumnya; atau
(2) kesesuaian jumlah potongan UP pada SPM UP dengan sisa UP tahun anggaran yang
sebelumnya;
b. Menguji SPM TUP meliputi kesesuaian jumlah uang yang diajukan pada SPM TUP dengan
jumlah uang yang disetujui Kepala KPPN;
Dalam pengujian SPM-PTUP, jika jumlah uang yang harus dipertanggungjawabkan dari
jumlah TUP yang diberikan, harus disertai dengan bukti setor pengembalian TUP yang telah
dilakukan konfirmasi KPPN. Ketentuan ini tidak diperlukan dalam hal penyampaian SPMPTUP yang dilakukan secara bertahap sebelum batas akhir pertanggungjawaban.
c. Menguji SPM PTUP meliputi jumlah TUP yang diberikan dengan jumlah uang yang
dipertanggungjawabkan dan kepatuhan jangka waktu pertanggungjawaban;
d. Menguji SPM GUP meliputi batas minimal revolving dari UP yang dikelola dan ketentuan
terkait penggunaan dan pertanggungjawaban UP.
e. Menguji SPM LS Non Belanja Pegawai berupa kesesuaian data perjanjian/kontrak pada
SPM LS dengan data perjanjian/kontrak yang tercantum dalam Kartu Pengawasan Kontrak
KPPN; dan
f.

Menguji SPM LS Belanja Pegawai sesuai dengan prosedur standar operasional yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

g. menguji kesesuaian nilai potongan pajak yang tercantum dalam SPM dengan nilai pada
SSP.
Pelaksanaan tugas dan wewenang KPPN selaku Kuasa BUN diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

F. BENDAHARA PENGELUARAN
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja
Negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga.
Menteri/Pimpinan Lembaga mengangkat Bendahara Pengeluaran di setiap Satker untuk
melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja. Kewenangan
pengangkatan Bendahara Pengeluaran dapat didelegasikan kepada kepala Satker. Pengangkatan
Bendahara Pengeluaran dan pendelegasian kewenangan pengangkatan Bendahara Pengeluaran
ditetapkan dengan surat keputusan.

- 30 -

Pengangkatan Bendahara Pengeluaran tidak terikat periode tahun anggaran. Bendahara


Pengeluaran tidak dapat dirangkap oleh KPA, PPK atau PPSPM. Dalam hal tidak terdapat pergantian
Bendahara Pengeluaran, penetapan Bendahara Pengeluaran tahun anggaran yang lalu masih tetap
berlaku.
Apabila

Bendahara

Pengeluaran

dipindahtugaskan/pensiun/diberhentikan

dari

jabatannya/berhalangan sementara, Menteri/Pimpinan Lembaga atau kepala Satker menetapkan


pejabat

pengganti

sebagai

Bendahara

Pengeluaran.

Bendahara

Pengeluaran

yang

dipindahtugaskan/pensiun/ diberhentikan dari jabatannya/berhalangan sementara tersebut, harus


menyelesaikan seluruh administrasi keuangan yang menjadi tanggung jawabnya pada saat menjadi
Bendahara Pengeluaran.
Kepala Satker menyampaikan surat keputusan pengangkatan dan spesimen tanda tangan
Bendahara Pengeluaran kepada PPSPM dan PPK. Kepala Satker juga menyampaikan surat
keputusan pengangkatan dan spesimen tanda tangan Bendahara Pengeluaran kepada Kepala KPPN
dalam rangka penyampaian Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara Pengeluaran.
Menteri/Pimpinan Lembaga atau kepala Satker menetapkan 1 (satu) Bendahara Pengeluaran
untuk 1 (satu) DIPA/1 (satu) Satker. Jika terdapat keterbatasan pegawai/pejabat yang akan ditunjuk
sebagai Bendahara Pengeluaran,

dapat ditetapkan 1 (satu) Bendahara Pengeluaran untuk

mengelola lebih dari 1 (satu) DIPA/1 (satu) Satker. Jika dalam pengelolaan DIPA/Satker tidak
memerlukan Bendahara Pengeluaran, maka tidak perlu ditetapkan Bendahara Pengeluaran.
Bendahara Pengeluaran melaksanakan tugas kebendaharaan atas uang/surat berharga yang
berada dalam pengelolaannya, yang meliputi:

1. Uang/surat berharga yang berasal dari UP dan Pembayaran LS melalui Bendahara


Pengeluaran; dan

2. Uang/surat berharga yang bukan berasal dari UP, dan bukan berasal dari Pembayaran LS yang
bersumber dari APBN, misalnya simpanan koperasi atau cicilan hutang pegawai kepada pihak
ketiga.
Pelaksanaan tugas kebendaharaan Bendahara Pengeluaran atas uang/surat berharga meliputi:

1. menerima, menyimpan, menatausahakan, dan membukukan uang/surat berharga dalam


pengelolaannya;

2. melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan perintah PPK;


3. menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan;
4. melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang dilakukannya;
5. menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara;
6. mengelola rekening tempat penyimpanan UP; dan
7. menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kepada Kepala KPPN selaku kuasa BUN.
Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran setelah terlebih dahulu dilakukan pengujian
atas perintah pembayaran yang disampaikan PPK yang meliputi:
1.

meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK;

- 31 -

2.

pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi:


a. pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran;
b. nilai tagihan yang harus dibayar;
c. jadwal waktu pembayaran; dan
d. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.

3.

pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang disebutkan dalam
penerimaan

barang/jasa

dan

spesifikasi

teknis

yang

disebutkan

dalam

dokumen

perjanjian/kontrak; dan
4.

pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata anggaran pengeluaran (akun 6
digit).
Dalam melaksanakan tugas kebendaharaan, Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab

secara pribadi atas uang/surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.


G. BENDAHARA PENGELUARAN PEMBANTU (BPP)
Guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan anggaran, kepala Satker dapat
menunjuk 1 (satu) atau beberapa BPP untuk membantu Bendahara Pengeluaran dalam
melaksanakan tugas kebendaharaan. BPP harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban
kepada Bendahara Pengeluaran. Pelaksanaan tugas kebendaharaan atas uang yang dikelola oleh
BPP meliputi:
1.

menerima dan menyimpan UP;

2.

melakukan pengujian dan pembayaran atas tagihan yang dananya bersumber dari UP;

3.

melakukan pembayaran yang dananya bersumber dari UP berdasarkan perintah PPK;

4.

menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan;

5.

melakukan pemotongan/pemungutan dari pembayaran yang dilakukannya atas kewajiban


kepada negara;

6.

menyetorkan

pemotongan/pemungutan

kewajiban

kepada

negara

ke

kas

negara;

menatausahakan transaksi UP;


7.

menyelenggarakan pembukuan transaksi UP; dan

8.

mengelola rekening tempat penyimpanan UP.


Dalam melaksanakan tugas kebendaharaan, BPP bertanggung jawab secara pribadi atas

uang yang berada dalam pengelolaannya.

Rekening Pengeluaran atas nama Bendahara Pengeluaran/BPP


Dalam pelaksanaan pembayaran atas beban APBN, KPA membuka rekening pengeluaran
atas nama Bendahara Pengeluaran/BPP setelah mendapat persetujuan Kuasa BUN. Kepala KPPN
selaku Kuasa BUN memberikan persetujuan pembukaan rekening Bendahara Pengeluaran/BPP
yang diajukan KPA.

- 32 -

Tata cara dan prosedur pembukaan rekening pengeluaran atas nama Bendahara
Pengeluaran/BPP, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan rekening
pemerintah pada kementerian negara/lembaga/satuan kerja.

- 33 -

BAB IV
PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA

A. BELANJA NEGARA
Anggaran belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan
untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah. Belanja pemerinah
pusat dikelompokkan atas belanja pemerintah pusat menurut organisasi/bagian anggaran,
belanja pemerintah pusat menurut fungsi, dan belanja pemerintah pusat menurut jenis
belanja. Belanja untuk daerah adalah semua pengeluaran untuk membiayai dana
perimbangan serta dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dana perimbangan adalah
semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi
hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah semua pengeluaran negara
yang dialokasikan kepada kementrian negara/lembaga, sesuai dengan program-program
yang akan dijalankan.
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah semua pengeluaran Negara yang
digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi
ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan
dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungs pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi
pendidikkan, dan fungsi perlindungan sosial.
Belanja pemerintah menurut jenis belanja adalah semua pengeluaran negara yang
digunakan untuk mebiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran
bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Semua pengeluaran negara dilakukan secara giral atas beban rekening kas
Negara/kas umum negara harus melalui transfer dana atau pemindahbukuan dana antar
rekening bank, termasuk membayar tagihan pihak ketiga yang dilakukan oleh
kantor/satuan kerja kementrian Negara/lembaga. Dengan demikian, penyaluran dana
APBN kepada yang berhak dilakukan transfer dana atau pemindahbukuan dana langsung
dari rekening kas negara/kas umum negara ke rekening yang berhak pada bank.
Pengecualian diberikan untuk pembelian atau pengadaan barang/jasa keperluan
kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga yang nilainya kecil-kecil sampai dengan
Rp 50.000.000,- dapat dibayar melalui uang persediaan yang dikelola Bendahara
Pengeluaran/BPP.

- 34 -

B. PENYELESAIAN TAGIHAN NEGARA


1. PEMBUATAN KOMITMEN
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran pada DIPA yang
mengakibatkan pengeluaran negara, dilaksanakan melalui pembuatan komitmen. Pembuatan
komitmen tersebut dalam bentuk:
a.

Perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa; dan/atau

b.

Penetapan keputusan

a. Pembuatan Komitmen dalam Bentuk Perjanjian/Kontrak untuk Pengadaan Barang/Jasa


Satker di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga dapat memulai proses pelelangan
dalam rangka perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa untuk tahun anggaran berikutnya,
setelah rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. Biaya proses pelelangan dalam rangka pengadaan barang/jasa pemerintah
yang membebani belanja modal dialokasikan dalam belanja modal tahun anggaran berjalan.
Sedangkan biaya proses pelelangan dalam rangka pengadaan barang/jasa tahun anggaran
berikutnya yang membebani belanja barang/bantuan sosial dialokasikan dalam belanja barang
tahun anggaran berjalan.
Realisasi belanja atas alokasi anggaran biaya proses pelelangan yang berasal dari
belanja modal pada tahun anggaran berjalan, dicatat dalam neraca sebagai Konstruksi Dalam
Pengerjaan (KDP).
Proses lelang pengadaan barang/jasa yang dibiayai melalui dana tahun anggaran berjalan
dilaksanakan oleh panitia pengadaan yang dibentuk pada tahun anggaran berjalan.
Penandatanganan perjanjian/kontrak atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa sebagai tindak
lanjut atas pelaksanaan lelang dilakukan setelah DIPA tahun anggaran berikutnya disahkan dan
berlaku efektif.
Dalam hal biaya proses pelelangan dalam rangka pengadaan barang/jasa) tidak
dialokasikan pada tahun anggaran berjalan, biaya proses pelelangan dimaksud dapat
dialokasikan pada DIPA tahun anggaran berjalan dengan melakukan revisi DIPA sesuai
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai revisi DIPA.
Bentuk perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa sampai dengan batas nilai
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat berupa bukti-bukti
pembelian/pembayaran. Ketentuan mengenai batas nilai tertentu tersebut mengikuti ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. Sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2012 tanggal 1 Agustus 2012 tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
menyatakan bahwa tanda bukti perjanjian terdiri atas:
1)

Bukti pembelian, digunakan untuk pengadaan barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp
10.000.000,-

- 35 -

2)

Kuitansi, digunakan untuk pengadaan barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp


50.000.000,-

3)

Surat Perintah Kerja (SPK) digunakan untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa


lainnya dengan nilai sampai dengan Rp 200.000.000,- dan dan jasa konsultasi dengan nilai
sampai dengan Rp 50.000.000,-

4)

Surat Perjanjian/Kontrak, digunakan untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa


lainnya dengan nilai di atas Rp 200.000.000,- dan jasa konsultasi dengan nilai di atas Rp
50.000.000,Pada dasarnya perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa dibebankan pada DIPA tahun

anggaran berkenaan. Namun juga dapat membebani lebih dari 1 (satu) tahun anggaran.
Perjanjian/kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya membebani DIPA lebih dari 1 (satu) tahun
anggaran tersebut dilakukan setelah mendapat persetujuan pejabat yang berwenang.
Persetujuan atas perjanjian/kontrak yang membebani lebih dari 1 (satu) tahun anggaran tersebut
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
Perjanjian/kontrak atas pengadaan barang/jasa dapat dibiayai sebagian atau seluruhnya
dengan

rupiah

murni

dan/atau

pinjaman

dan/atau

hibah.

Perjanjian/kontrak

tersebut,

dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan


barang/jasa pemerintah.

b. Pembuatan Komitmen dalam bentuk Penetapan Keputusan


Pembuatan komitmen melalui penetapan keputusan yang mengakibatkan pengeluaran
negara antara lain dilakukan untuk:
1) pelaksanaan belanja pegawai;
2) pelaksanaan perjalanan dinas yang dilaksanakan secara swakelola;
3) pelaksanaan kegiatan swakelola, termasuk pembayaran honorarium kegiatan; atau
4) belanja bantuan sosial yang disalurkan dalam bentuk uang kepada penerima bantuan sosial.
Penetapan keputusan tersebut dilakukan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang.
2. PENCATATAN KOMITMEN OLEH PPK DAN KPPN

a. Data Perjanjian/Kontrak
Untuk perjanjian/kontrak yang pembayarannya akan dilakukan secara langsung melalui SPMLS, PPK mencatatkan perjanjian/kontrak tersebut ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh
Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang paling kurang meliputi data sebagai berikut:
1) nama dan kode Satker serta uraian fungsi/subfungsi, program, kegiatan, output, dan akun yang
digunakan;
2) nomor Surat Pengesahan dan tanggal DIPA;
3) nomor, tanggal, dan nilai perjanjian/kontrak yang telah dibuat oleh Satker;

- 36 -

4) uraian pekerjaan yang diperjanjikan;


5) data penyedia barang/jasa yang tercantum dalam perjanjian/kontrak antara lain nama rekanan,
alamat rekanan, NPWP, nama bank, nama, dan nomor rekening penerima pembayaran;
6) jangka waktu dan tanggal penyelesaian pekerjaan serta masa pemeliharaan apabila
dipersyaratkan;
7) ketentuan sanksi apabila terjadi wanprestasi;
8) addendum perjanjian/kontrak apabila terdapat perubahan data pada perjanjian/kontrak tersebut;
dan
9) cara pembayaran dan rencana pelaksanaan pembayaran:
a) sekaligus (nilai ............ rencana bulan ......); atau
b) secara bertahap (nilai ............ rencana bulan ......).

selanjutnya data perjanjian/kontrak beserta ADK-nya tersebut disampaikan ke KPPN secara


langsung atau melalui e-mail. Alokasi dana yang sudah tercatat dan terikat dengan perjanjian/kontrak
tersebut tidak dapat digunakan lagi untuk kebutuhan lain.
Data atas perjanjian/kontrak yang memuat informasi sebagaimana dimaksud di atas,
disampaikan kepada KPPN paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah ditandatanganinya
perjanjian/kontrak untuk selanjutnya dicatatkan ke dalam Kartu Pengawasan Kontrak KPPN. Data
perjanjian/kontrak dalam Kartu Pengawasan Kontrak KPPN digunakan untuk menguji kesesuaian
tagihan yang tercantum pada SPM meliputi:
a) pihak yang berhak menerima pembayaran;
b) nilai pembayaran; dan
c) jadwal pembayaran.

b. Perubahan Data Pegawai


Untuk keperluan belanja pegawai pada Satker, dalam hal terdapat perubahan data pegawai
berupa penetapan keputusan yang mengakibatkan pengeluaran negara untuk pelaksanaan belanja
pegawai, PPABP mencatat perubahan data pegawai tersebut ke dalam suatu sistem yang disediakan
oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Perubahan data pegawai dimaksud terkait dengan:
1) Pengangkatan/pemberhentian sebagai calon pegawai negeri;
2) Pengangkatan/pemberhentian sebagai pegawai negeri;
3) Kenaikan/penurunan pangkat;
4) Kenaikan/penurunan gaji berkala;
5) Pengangkatan/pemberhentian dalam jabatan;
6) Mutasi Pindah ke Satker lain;
7) Pegawai baru karena mutasi pindah;
8) Perubahan data keluarga;
9) Data utang kepada negara; dan/atau
10) Pengenaan sanksi kepegawaian.

- 37 -

Setelah dilakukan pencatatan perubahan data pegawai, Satker menyampaikan Daftar


Perubahan Data Pegawai yang telah disahkan PPSPM beserta ADK-nya kepada KPPN paling
lambat bersamaan dengan pengajuan SPM Belanja Pegawai. Daftar perubahan data pegawai
dimaksud bukan merupakan lampiran dari SPM Belanja Pegawai dan digunakan dalam rangka
pemutakhiran (updating) data antara KPPN dengan Satker untuk pembayaran belanja pegawai dan
untuk menguji kesesuaian dengan tagihan.
3. MEKANISME PENYELESAIAN TAGIHAN DAN PENERBITAN SPP

a. Pengajuan Tagihan
Setelah kegiatan atas dasar komitmen selesai dilaksanakan, penerima hak (pihak ketiga atau
Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya) mengajukan tagihan kepada negara berdasarkan bukti-bukti
yang sah untuk memperoleh pembayaran. Selanjutnya PPK melakukan pengujian atas bukti-bukti
tersebut.
Pelaksanaan pembayaran tagihan kepada penerima hak dilakukan dengan pembayaran
langsung (LS) kepada pihak ketiga atas dasar perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa atau
Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya untuk keperluan belanja pegawai non gaji induk, pembayaran
honorarium, dan perjalanan dinas atas dasar surat keputusan. Dalam hal pembayaran LS tidak dapat
dilakukan, pembayaran tagihan kepada penerima hak dilakukan dengan menggunakan Uang
Persediaan (UP).
Khusus untuk pembayaran komitmen berupa perjanjian/kontrak dalam rangka pengadaan
barang/jasa berlaku ketentuan sebagai berikut:
1)

Pembayaran tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima;

2)

Dalam hal pengadaan barang/jasa yang karena sifatnya harus dilakukan pembayaran terlebih
dahulu, pembayaran atas beban APBN dapat dilakukan sebelum barang/jasa diterima setelah
terlebih dahulu penyedia barang/jasa menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan
dilakukan. Nilai jaminan tersebut minimal sama dengan nilai pembayaran atas beban APBN
tersebut.
Pembayaran tagihan kepada pihak ketiga/penyedia barang/jasa, dilaksanakan berdasarkan

bukti-bukti yang sah yang meliputi:


1)

Bukti perjanjian/kontrak;

2)

Referensi Bank yang menunjukkan nama dan nomor rekening penyedia barang/jasa;

3)

Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan;

4)

Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang;

5)

Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan;

6)

Berita Acara Pembayaran;

7)

Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa dan PPK, yang dibuat sesuai
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini;

- 38 -

8)

Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah ditandatangani oleh Wajib
Pajak/Bendahara Pengeluaran;

9)

Jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya sebagaimana
dipersyaratkan dalam peraturan perundangan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
dan/atau

10) Dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk perjanjian/kontrak yang dananya sebagian
atau seluruhnya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri sebagaimana
dipersyaratkan dalam naskah perjanjian pinjaman atau hibah dalam/luar negeri bersangkutan.

Sedangkan bukti-bukti yang sah untuk pembayaran tagihan kepada Bendahara Pengeluaran/pihak
lainnya untuk keperluan belanja pegawai non gaji induk, pembayaran honorarium, dan perjalanan
dinas atas dasar:
1) Surat Keputusan;
2) Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas;
3) Daftar penerima pembayaran; dan/atau
4) Dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan.
b. Norma Waktu Pengajuan Tagihan
Tagihan atas pengadaan barang/jasa dan/atau pelaksanaan kegiatan yang membebani
APBN diajukan dengan surat tagihan oleh penerima hak kepada PPK paling lambat 5 (lima) hari
kerja setelah timbulnya hak tagih kepada negara.
Dalam hal 5 (lima) hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada negara penerima hak belum
mengajukan surat tagihan, PPK harus segera memberitahukan secara tertulis kepada penerima hak
untuk mengajukan tagihan. Apabila belum mengajukan tagihan, penerima hak pada saat mengajukan
tagihan harus memberikan penjelasan secara tertulis kepada PPK atas keterlambatan pengajuan
tagihan tersebut.
Dalam hal PPK menolak/mengembalikan tagihan karena dokumen pendukung tagihan tidak
lengkap dan benar, PPK harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut
paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya surat tagihan.
c. Mekanisme Penerbitan SPP-LS
Setelah pengujian yang dilakukan memenuhi persyaratan, PPK mengesahkan dokumen
tagihan dan menerbitkan SPP. Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran belanja pegawai diatur
sebagai berikut:
1)

Untuk pembayaran Gaji Induk dilengkapi dengan:


a) Daftar Gaji, Rekapitulasi Daftar Gaji, dan Halaman Luar Daftar Gaji yang ditandatangani oleh
PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK;
b) Daftar Perubahan data pegawai yang ditandatangani PPABP;
c) Daftar Perubahan Potongan;

- 39 -

d) Daftar Penerimaan Gaji Bersih pegawai untuk pembayaran gaji yang dilaksanakan secara
langsung pada rekening masing-masing pegawai;
e) Copy dokumen pendukung perubahan data pegawai yang telah dilegalisasi oleh Kepala
Satker/pejabat yang berwenang meliputi Surat Keputusan (SK) terkait dengan pengangkatan
Calon Pegawai Negeri, SK Pegawai Negeri, SK Kenaikan Pangkat, Surat Pemberitahuan
Kenaikan Gaji Berkala, SK Mutasi Pegawai, SK Menduduki Jabatan, Surat Pernyataan
Melaksanakan Tugas, Surat atau Akta terkait dengan anggota keluarga yang mendapat
tunjangan, Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP), dan surat keputusan yang
mengakibatkan penurunan gaji, serta SK Pemberian Uang Tunggu sesuai peruntukannya;
f)

ADK terkait dengan perubahan data pegawai;

g) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai; dan
h) Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP PPh) Pasal 21.
2)

Untuk Pembayaran Gaji Susulan:


a) Gaji Susulan yang dibayarkan sebelum gaji pegawai yang bersangkutan masuk dalam Gaji
induk, dilengkapi dengan:
(1) Daftar Gaji Susulan, Rekapitulasi Daftar Gaji Susulan, dan halaman luar Daftar Gaji
Susulan yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK;
(2) Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP;
(3) Copy dokumen pendukung perubahan data pegawai yang telah dilegalisasi oleh Kepala
Satker/pejabat yang berwenang meliputi SK terkait dengan pengangkatan sebagai Calon
Pegawai Negeri/Pegawai Negeri, SK Mutasi Pegawai, SK terkait Jabatan, Surat
Pernyataan Pelantikan, Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas, Surat Keterangan Untuk
Mendapatkan Tunjangan Keluarga, Surat atau Akta terkait dengan anggota keluarga yang
mendapat tunjangan, dan SKPP sesuai peruntukannya;
(4) ADK terkait dengan perubahan data pegawai;
(5) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai; dan
(6) SSP PPh Pasal 21.
b) Gaji Susulan yang dibayarkan setelah gaji pegawai yang bersangkutan masuk dalam Gaji
induk, dilengkapi dengan:
(1) Daftar Gaji Susulan, Rekapitulasi Daftar Gaji Susulan, dan halaman luar Daftar Gaji
Susulan yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK;
(2) Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP;
(3) ADK terkait dengan perubahan data pegawai;
(4) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai; dan
(5) SSP PPh Pasal 21.

3)

Untuk pembayaran Kekurangan Gaji dilengkapi dengan:


a) Daftar Kekurangan Gaji, Rekapitulasi Daftar Kekurangan Gaji, dan halaman luar Daftar
Kekurangan Gaji yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK;
b) Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP;

- 40 -

c) Copy

dokumen pendukung perubahan data pegawai yang telah dilegalisasi oleh Kepala

Satker/pejabat yang berwenang meliputi SK terkait dengan pengangkatan sebagai Calon


Pegawai Negeri/Pegawai Negeri, SK Kenaikan Pangkat, Surat Keputusan/Pemberitahuan
Kenaikan Gaji Berkala, SK Mutasi Pegawai, SK terkait dengan jabatan, Surat Pernyataan
Melaksanakan Tugas;
d) ADK terkait dengan perubahan data pegawai;
e) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai; dan
f)
4)

SSP PPh Pasal 21.

Untuk pembayaran Uang Duka Wafat/Tewas, dilengkapi dengan:


a) Daftar Perhitungan Uang Duka Wafat/Tewas, Rekapitulasi Daftar Uang Duka Wafat/Tewas,
dan halaman luar Daftar Uang Duka Wafat/Tewas

yang ditandatangani oleh PPABP,

Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK;


b) Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP;
c) SK Pemberian Uang Duka Wafat/Tewas dari pejabat yang berwenang;
d) Surat Keterangan dan Permintaan Tunjangan Kematian/Uang Duka Wafat/Tewas;
e) Surat Keterangan Kematian/Visum dari Camat atau Rumah Sakit;
f)

ADK terkait dengan perubahan data pegawai; dan

g) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai.

5)

Untuk pembayaran Terusan Penghasilan Gaji dilengkapi dengan:


a) Daftar Perhitungan Terusan Penghasilan Gaji, Rekapitulasi Daftar Terusan Penghasilan Gaji,
dan halaman luar Daftar Terusan Penghasilan Gaji

yang ditandatangani oleh PPABP,

Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK;


b) Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP;
c) Copy dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh Kepala Satker/pejabat yang
berwenang berupa Surat Keterangan Kematian dari Camat atau Visum Rumah Sakit untuk
pembayaran pertama kali;
d) ADK terkait dengan perubahan data pegawai;
e) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai; dan
f)
6)

SSP PPh Pasal 21.

Untuk pembayaran Uang Muka Gaji dilengkapi dengan:


a) Daftar Perhitungan Uang Muka Gaji, Rekapitulasi Daftar Uang Muka Gaji, dan halaman luar
Daftar Uang Muka Gaji

yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan

KPA/PPK;
b) Copy dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh Kepala Satker/pejabat yang
berwenang berupa SK Mutasi Pindah, Surat Permintaan Uang Muka Gaji, dan Surat
Keterangan Untuk Mendapatkan Tunjangan Keluarga;
c) ADK terkait dengan perubahan data pegawai; dan
d) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai.

- 41 -

7)

Untuk pembayaran Uang Lembur dilengkapi dengan:


a) Daftar Pembayaran Perhitungan Lembur dan Rekapitulasi Daftar Perhitungan Lembur yang
ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK;
b) Surat Perintah Kerja Lembur;
c) Daftar Hadir Kerja selama 1 (satu) bulan;
d) Daftar Hadir Lembur; dan
e) SSP PPh Pasal 21.

8)

Untuk pembayaran Uang Makan dilengkapi dengan:


a) Daftar Perhitungan Uang Makan yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran,
dan KPA/PPK; dan
b) SSP PPh Pasal 21.

9)

Untuk pembayaran Honorarium Tetap/Vakasi dilengkapi dengan:


a) Daftar Perhitungan Honorarium/Vakasi yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara
Pengeluaran, dan KPA/PPK;
b) SK dari Pejabat yang berwenang; dan
c) SSP PPh Pasal 21.

10) Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran non belanja pegawai diatur sebagai berikut:
a) Untuk Pembayaran Honorarium dilengkapi dengan dokumen pendukung, meliputi:
(1) Surat Keputusan yang terdapat pernyataan bahwa biaya yang timbul akibat penerbitan
surat keputusan dimaksud dibebankan pada DIPA;
(2) Daftar nominatif penerima honorarium yang memuat paling sedikit nama orang, besaran
honorarium,

dan

nomor

rekening

masing-masing

penerima

honorarium

yang

ditandatangani oleh KPA/PPK dan Bendahara Pengeluaran;


(3) SSP PPh Pasal 21 yang ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran; dan
(4) Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada

angka (1) dilampirkan pada awal

pembayaran dan pada saat terjadi perubahan surat keputusan.


b) Untuk pembayaran langganan daya dan jasa
Langganan daya dan jasa yang terdiri dari listrik, telepon, gas, dan air. Dalam pembayaran
dengan mekanisme pembayarang langsung dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa
surat tagihan penggunaan daya dan jasa yang sah.
c) Untuk pembayaran perjalanan dinas diatur sebagai berikut:
(1) Perjalanan dinas jabatan yang sudah dilaksanakan, dilampiri:
(a) Daftar nominatif perjalanan dinas; dan
(b) Dokumen pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas jabatan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai perjalanan dinas dalam negeri bagi
pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap.
(2) Perjalanan dinas jabatan yang belum dilaksanakan, dilampiri daftar nominatif perjalanan
dinas.

- 42 -

(3) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 ditandatangani oleh
PPK yang memuat paling kurang informasi

mengenai

pihak yang melaksanakan

perjalanan dinas (nama, pangkat/golongan), tujuan, tanggal keberangkatan, lama


perjalanan dinas, dan biaya yang diperlukan untuk masing-masing pejabat.
(4) Untuk perjalanan dinas pindah, dilampiri dengan Dokumen pertanggungjawaban biaya
perjalanan dinas pindah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
mengenai perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan
pegawai tidak tetap.
d) Untuk pembayaran pembayaran pengadaan tanah, dilampiri:
(1) Daftar Nominatif Penerima Pembayaran Uang Ganti Rugi Tanah yang memuat paling
sedikit nama masing-masing penerima, besaran uang dan nomor rekening masing-masing
penerima;
(2) Persetujuan Panitia Pengadaan Tanah untuk tanah yang luasnya lebih dari 1 (satu) hektar
di kabupaten/kota;
(3) foto copy bukti kepemilikan tanah;
(4) Kuitansi;
(5) SPPT PBB tahun transaksi;
(6) Surat persetujuan harga;
(7) Pernyataan dari penjual bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa dan tidak sedang
dalam agunan;
(8) Pernyataan dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang
disengketakan bahwa Pengadilan Negeri tersebut dapat menerima uang titipan ganti rugi,
dalam hal tanah sengketa;
(9) Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan atau pejabat yang ditunjuk yang menyatakan
bahwa rekening Pengadilan Negeri yang menampung uang titipan tersebut merupakan
Rekening Pemerintah Lainnya, dalam hal tanah sengketa;
(10) Pelepasan/penyerahan

hak

atas

tanah/akta

jual

beli

dihadapan

PPAT

(dapat

ditandatangani pada saat pembayaran ganti rugi tanah);


(11) SSP PPh final atas pelepasan hak;
(12) Surat pelepasan hak adat (bila diperlukan); dan
(13) Dokumen-dokumen lainnya sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan perundanganundangan mengenai pengalihan hak atas tanah.
e) Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran pengadaan barang/jasa atas beban belanja
barang, belanja modal, belanja bantuan sosial, dan belanja lain-lain
Pembayaran tagihan kepada pihak ketiga/penyedia barang/jasa, dilaksanakan berdasarkan
dokumen/bukti-bukti pengeluaran yang sah sebagaimana dijelaskan dalam pengajuan
tagihan.

- 43 -

f) Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran belanja bantuan sosial


Dilengkapi dokumen sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
81/PMK.05/2012 tanggal 1 Juni 2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian
Negara/Lembaga.
g) Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran belanja pembayaran kewajiban utang, belanja
subsidi, belanja hibah
Ketentuan penerbitan SPP-LS untuk belanja tersebut masing-masing diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan tersendiri.

Norma waktu penyelesaian SPP-LS diatur sebagai berikut:


a.

SPP-LS untuk pembayaran belanja pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan
kepada PPSPM paling lambat 4 (empat) hari kerja setelah dokumen pendukung diterima
secara lengkap dan benar.

b.

SPP-LS untuk pembayaran gaji induk/bulanan diterbitkan oleh PPK dan disampaikan
kepada PPSPM paling lambat tanggal 5 sebelum bulan pembayaran. Dalam hal tanggal 5
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan hari libur atau hari yang dinyatakan
libur, penyampaian SPP-LS kepada PPSPM dilakukan paling lambat pada hari kerja
sebelum tanggal 5.

c.

SPP-LS untuk pembayaran non belanja pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan
kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah dokumen pendukung diterima
secara lengkap dan benar dari penerima hak.

h) Mekanisme Pembayaran dengan Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan


Uang Persediaan (UP)
Uang Persediaan (UP) digunakan untuk keperluan membiayai kegiatan operasional
sehari-hari Satker dan membiayai pengeluaran yang tidak dapat dilakukan melalui
mekanisme pembayaran LS. UP merupakan uang muka kerja dari Kuasa BUN kepada
Bendahara Pengeluaran yang dapat dimintakan penggantiannya (revolving).
Pembayaran dengan UP yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP
kepada 1 (satu) penerima/ penyedia barang/jasa paling banyak sebesar Rp.50.000.000,(lima puluh juta rupiah) kecuali untuk pembayaran honorarium dan perjalanan dinas.
Pembayaran

dengan

UP

oleh

Bendahara

Pengeluaran/BPP

kepada

(satu)

penerima/penyedia barang/jasa dapat melebihi Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)


setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pada setiap akhir hari kerja, uang tunai yang berasal dari UP yang ada pada Kas Bendahara
Pengeluaran/BPP paling banyak sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). UP dapat
diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran:
1)

Belanja Barang;

2)

Belanja Modal; dan

3)

Belanja lain-lain.

- 44 -

Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan penggantian (revolving) UP yang telah


digunakan sepanjang dana yang dapat dibayarkan dengan UP masih tersedia dalam DIPA.
Penggantian UP tersebut dilakukan apabila UP telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima
puluh persen). Untuk Bendahara Pengeluaran yang dibantu oleh beberapa BPP, dalam
pengajuan UP ke KPPN harus melampirkan daftar rincian yang menyatakan jumlah uang
yang dikelola oleh masing-masing BPP.
Dengan (revolving) UP paling sedikit 50% (lima puluh persen) tersebut, diharapkan
dapat mengatasi kesulitan satuan kerja dalam hal bukti-bukti pengeluaran belum dapat
dikumpulkan seluruhnya untuk dipertanggungjawabkan. Hal lain bertujuan untuk percepatan
pencatatan realisasi belanja satker. Oleh karena itu, apabila pada akhir bulan realisasi UP
telah melebihi 50% (lima puluh persen), sebaiknya segera dimintakan revolvingnya sehingga
dapat tercatat sebagai realisasi belanja.
Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA, dalam hal 2 (dua)
bulan sejak SP2D-UP/SP2D-GUP diterbitkan belum dilakukan pengajuan penggantian UP.
Apabila dalam 1 (satu) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan belum dilakukan
pengajuan penggantian UP, Kepala KPPN memotong UP sebesar 25% (dua puluh lima
persen). Pemotongan dana UP dilakukan dengan cara Kepala KPPN menyampaikan surat
pemberitahuan kepada KPA untuk memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau
menyetorkan ke Kas Negara. Ketentuan ini berlaku SP2D-GUP selanjutnya.
Dalam hal 1 (satu) bulan setelah surat pemberitahuan untuk melakukan pemotongan
UP sebesar 25% (dua puluh lima persen), KPA tidak memperhitungkan potongan UP dalam
SPM dan/atau menyetorkan ke kas negara, selanjutnya Kepala KPPN memotong UP sebesar
50% (lima puluh persen) dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA
untuk memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke kas negara.
KPA mengajukan UP kepada KPPN sebesar kebutuhan operasional Satker dalam 1
(satu) bulan yang direncanakan dibayarkan melalui UP. Pemberian UP diberikan paling
banyak:
1) Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan
melalui UP sampai dengan Rp900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah);
2) Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan
melalui UP di atas Rp900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah);
3) Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan
melalui UP di atas Rp2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp6.000.000.000 (enam miliar rupiah); atau
4) Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan
melalui UP di atas Rp6.000.000.000 (enam miliar rupiah).

- 45 -

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas permintaan KPA,


dapat memberikan persetujuan UP melampaui besaran sebagaimana dimaksud di atas
dengan mempertimbangkan:
1) frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
bulan selama 1 (satu) tahun; dan
2) perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan melampaui besaran UP.

Bagan 5. Contoh Pengawasan UP oleh KPPN

Contoh
2 (dua)
bulan sejak SP2D-UP diterbitkan belum
Contoh
dilakukan penggantian UP.
Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan
kepada KPA

UP: 100 Juta


10 Januari

1 (satu) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan


belum dilakukan penggantian UP,
Kepala KPPN memotong UP sebesar 25% dengan cara
menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA untuk
memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau
menyetorkan ke Kas Negara.

2 (dua) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan


belum dilakukan penggantian UP, Kepala KPPN
memotong UP sebesar 50%

Setelah dilakukan pemotongan dan/atau penyetoran


UP, Kepala KPPN melakukan pengawasan UP.

Dalam melakukan pengawasan UP, ketentuan


penyampaian surat pemberitahuan, dan pemotongan
UP berikutnya mengikuti diatas

S.D 10 Maret
belum ajukan
GUP
Kepala KPPN
menyampaikan
Surat
Pemberitahuan

S.D 10 April
belum ajukan
GUP UP
dipotong 25%

S.D 10 Mei
belum ajukan
GUP UP
dipotong 50%

Pemotongan
pada SPM GUP
atau disetor
Setelah
dipotong/disetor
UP, pengajuan
GUP berikutnya
diawasi

Tambahan Uang Persediaan (TUP)


KPA dapat mengajukan TUP kepada Kepala KPPN dalam hal sisa UP pada Bendahara
Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai kegiatan yang sifatnya mendesak/tidak dapat
ditunda, dengan ketentuan:
a) digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D
diterbitkan; dan
b)

tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan pembayaran LS.

- 46 -

KPA mengajukan permintaan TUP kepada Kepala KPPN selaku Kuasa BUN disertai
dengan:
a) rincian rencana penggunaan TUP; dan
b) surat yang memuat syarat penggunaan TUP yaitu digunakan dan dipertanggungjawabkan
paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan dan tidak digunakan untuk
kegiatan yang harus dilaksanakan dengan pembayaran LS.
Sebelum memberikan persetujuan permintaan TUP, Kepala KPPN terlebih dahulu
melakukan penilaian terhadap:
a) pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP bukan merupakan pengeluaran yang
harus dilakukan dengan pembayaran LS;
b) pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP masih/cukup tersedia dananya dalam
DIPA;
c) TUP sebelumnya sudah dipertanggungjawabkan seluruhnya; dan
d) TUP sebelumnya yang tidak digunakan telah disetor ke Kas Negara.
Dalam hal TUP sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya dan/atau belum disetor,
KPPN dapat menyetujui permintaan TUP berikutnya setelah mendapat persetujuan Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam hal diperlukan, KPA dapat mengajukan permintaan TUP untuk kebutuhan melebihi
waktu 1 (satu) bulan. Kepala KPPN dapat memberi persetujuan permintaan TUP melebihi 1
(satu) bulan dengan pertimbangan kegiatan yang akan dilaksanakan memerlukan waktu
melebihi 1 (satu) bulan.
Kepala KPPN dapat memberikan persetujuan sebagian atau seluruh permintaan TUP
melalui surat persetujuan pemberian TUP. Kepala KPPN menolak permintaan TUP dalam hal
pengajuan permintaan TUP tidak memenuhi ketentuan. Persetujuan atau penolakan tersebut
disampaikan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah surat pengajuan permintaan TUP diterima
KPPN.
TUP harus dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan (sesuai jangka waktu
yang disetujui) dan dapat dilakukan secara bertahap. Dalam hal selama 1 (satu) bulan (sesuai
jangka waktu yang disetujui) sejak SP2D TUP diterbitkan belum dilakukan pengesahan dan
pertanggungjawaban TUP, Kepala KPPN menyampaikan surat teguran kepada KPA. Sisa TUP
yang tidak habis digunakan harus disetor ke Kas Negara paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah
batas waktu pertanggungjawaban TUP.
Pertanggungjawaban TUP dapat dilakukan secara bertahap tersebut bertujuan agar
memudahkan satker dalam menyampaikan pertanggungjawaban TUP, mempercepat pencatatan
realisasi belanja, dan mengurangi resiko terjadinya keterlambatan pengajuan GUP Nihil pada
akhir tahun anggaran.
Untuk perpanjangan pertanggungjawaban TUP melampaui 1 (satu) bulan, KPA
mengajukan permohonan persetujuan kepada Kepala KPPN. Kepala KPPN memberikan
persetujuan perpanjangan pertanggungjawaban TUP dengan pertimbangan:

- 47 -

a.

KPA harus mempertanggungjawabkan TUP yang telah dipergunakan; dan

b. KPA menyampaikan pernyataan kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan sisa TUP


tidak lebih dari 1 (satu) bulan berikutnya.
i)

Mekanisme Penerbitan SPP-UP/GUP/GUP NIHIL


Berdasarkan rencana kegiatan yang telah disusun, termasuk rencana kebutuhan
Bendahara Pengeluaran Pembantu, Bendahara Pengeluaran menyampaikan kebutuhan UP
kepada PPK. Atas dasar kebutuhan UP dari Bendahara Pengeluaran tersebut, PPK
selanjutnya menerbitkan SPP-UP untuk pengisian UP yang dilengkapi dengan perhitungan
besaran UP sesuai pengajuan dari Bendahara Pengeluaran. SPP-UP diterbitkan oleh PPK
dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya
permintaan UP dari Bendahara Pengeluaran.
Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pembayaran dengan UP kepada yang
berhak berdasarkan Surat Perintah Bayar (SPBy) yang disetujui dan ditandatangani oleh PPK
atas nama KPA.
Pembayaran yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP atas dasar SPBy
tersebut dapat dilakukan berdasarkan:
1) Kuitansi/bukti pembelian; atau
2) Rencana Pengeluaran yang diajukan oleh pelaksana kegiatan sebagai uang muka.

Kuitansi/bukti pembelian yang menjadi dasar pembayaran oleh Bendahara Pengeluaran/BP


dapat terjadi pada saat pembelian barang/jasa menggunakan uang pribadi. Sebagai contoh
kasus: pada saat pemakaian mobil dinas, ditengah jalan bensinnya hampir habis, maka dapat
saja yang pemakai mobil dinas tersebut mengisi bensin dengan menggunakan uang pribadi
terlebih dahulu, untuk nantinya dimintakan penggantian. Pada saat meminta penggantian
kepada Bendahara Pengeluaran/BPP pemakai mobil dinas tersebut mengajukan bukti
pembelian bensin kepada PPK dengan disertai SPBy. Setelah PPK melakukan pengujian dan
memenuhi syarat, maka PPK menyetujui dan menandatangani SPBy dan Bukti Pembelian
Bensin. Dan selanjutnya Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pengujian kembali
mengenai keabsahan SPBy dan Bukti Pengeluaran, serta ketersediaan dana. Apabila telah
memenuhi syarat, maka Bendahara Pengeluaran melalukan pembayaran. Permasalahan
siapa yang akan mengisi/membuat SPBy diserahkan kepada kebijakan PPK, yang terpenting
adalah formatnya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan 190/PMK.05/2012 dan
disahkan serta ditandatangani oleh PPK.. Oleh karena itu, untuk contoh kasus ini SPBy
dilampiri dengan:
1) Kuitansi/bukti pembelian yang telah disahkan PPK beserta faktur pajak dan SSP; dan
2) Nota/bukti penerimaan barang/jasa atau dokumen pendukung lainnya yang diperlukan
yang telah disahkan PPK.
Dalam hal penyedia barang/jasa tidak mempunyai kuitansi/bukti pembelian (misalnya untuk
pembelian makanan di kaki lima atau tambal ban), Bendahara Pengeluaran/BPP membuat

- 48 -

kuitansi yang dibuat sesuai format (Lampiran XI). Berdasarkan SPBy tersebut dan sebelum
dilakukan pembayaran, Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pengujian yang meliputi:
1) meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK;
2) pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi:
a)

pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran;

b)

nilai tagihan yang harus dibayar;

c)

jadwal waktu pembayaran; dan

d)

menguji ketersediaan dana yang bersangkutan

3) pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang disebutkan


dalam penerimaan barang/jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam dokumen
perjanjian/kontrak;
4) pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata anggaran pengeluaran
(akun 6 digit); dan
5) pemungutan/pemotongan pajak/bukan pajak atas tagihan dalam SPBy yang diajukan dan
menyetorkan ke kas Negara.

Pembayaran yang dilakukan Bendahara Pengeluaran/BPP dapat juga atas dasar SPBy yang
dilampiri dengan Rencana Pengeluaran yang diajukan oleh pelaksana kegiatan sebagai uang
muka. Contoh kasus: pada saat terdapat penugasan untuk melakukan perjalanan dinas,
Pelaksana Surat Perjalanan Dinas (Pelaksana SPD) membutuhkan uang untuk membeli tiket
dan lainnya. Atas kebutuhan tersebut, pemegang uang muka membuat rencana pelaksanaan
kegiatan/pembayaran, rincian kebutuhan dana dan batas waktu pertanggungjawaban
penggunaan uang muka kerja, sebagai dasar pembuatan SPBy yang selanjutnya disahkan
serta ditandatangani oleh PPK.
Setelah PPK melakukan pengujian dan memenuhi syarat, maka PPK menyetujui dan
menandatangani SPBy dan selanjutnya disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran/BPP.
Atas dasar SPBy tersebut, Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pengujian kembali
mengenai keabsahan SPBy, serta ketersediaan dana. Apabila telah memenuhi syarat, maka
Bendahara

Pengeluaran

melalukan

pembayaran.

Permasalahan

siapa

yang

akan

mengisi/membuat SPBy diserahkan kepada kebijakan PPK, yang terpenting adalah formatnya
sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan 190/PMK.05/2012 dan disahkan serta
ditandatangani oleh PPK.
Dalam hal sampai batas waktu tersebut di atas, penerima uang muka keja belum
menyampaikan bukti-bukti pengeluaran dalam rangka perjalanan dinas tersebut, Bendahara
Pengeluaran/BPP menyampaikan permintaan tertulis agar penerima uang muka kerja segera
mempertanggungjawabkan uang muka kerja tersebut yang tembusannya disampaikan
kepada PPK.

- 49 -

Pertanggungjawaban uang muka dan tata cara pengujian bukti-bukti pengeluaran mengikuti
sebagaimana diuraikan di atas.

Bagan 6. Mekanisme Penerbitan SPP-UP/GUP/GUP NIHIL

Berdasarkan rencana
kegiatan yang telah disusun,
Bendahara Pengeluaran
menyampaikan kebutuhan
UP kepada PPK.

Atas dasar kebutuhan UP, PPK


menerbitkan SPP-UP untuk
pengisian UP yang dilengkapi
dengan perhitungan besaran UP
sesuai pengajuan dari
Bendahara Pengeluaran.

SPP-UP diterbitkan oleh PPK


dan disampaikan kepada
PPSPM paling lambat 2 (dua)
hari kerja setelah
diterimanya permintaan UP
dari Bendahara Pengeluaran.

Untuk pertanggungjawaban UP, BPP menyampaikan SPBy beserta bukti pengeluaran


kepada Bendahara Pengeluaran. Bendahara Pengeluaran selanjutnya menyampaikan bukti
pengeluaran kepada PPK untuk penyusunan SPP GUP/GUP Nihil. Atas dasar bukti-bukti
pengeluaran yang disampaikan oleh Bendahara Pengeluaran, PPK menerbitkan SPP-GUP untuk
pengisian

kembali

UP,

atau

penerbitan

SPP

GUP

Nihil

yang

merupakan

pengesahan/pertanggungjawaban UP. Penerbitan SPP-GUP/GUP Nihil dilengkapi dengan dokumen


pendukung sebagai berikut:
a.

Daftar Rincian Permintaan Pembayaran;

b.

Bukti pengeluaran yang merupakan lampiran SPBy;

c.

SSP yang telah dikonfirmasi KPPN; dan

d.

Bukti perjanjian/kontrak beserta faktur pajaknya untuk nilai transaksi yang harus menggunakan
perjanjian/kontrak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai
pengadaan barang/jasa pemerintah.

Dalam

rangka

pembayaran

dengan

UP

yang

dilaksanakan

oleh

Bendahara

Pengeluaran/BPP, sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP minimal
sama dengan nilai UP yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Dalam hal pengisian kembali UP
akan mengakibatkan sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP lebih kecil
dari UP yang dikelola Bendahara Pengeluaran, maka:
1.

pengisian kembali UP dilaksanakan maksimal sebesar sisa dana dalam DIPA yang dapat
dibayarkan dengan UP; dan

- 50 -

2.

selisih antara sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP dan UP yang
dikelola Bendahara Pengeluaran dibukukan/diperhitungkan sebagai potongan Penerimaan
Pengembalian UP.

Penerbitan SPP-GUP Nihil dilakukan dalam hal:


a.

sisa dana pada DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP minimal sama dengan besaran UP
yang diberikan;

b.

sebagai pertanggungjawaban UP yang dilakukan pada akhir tahun anggaran; atau

c.

UP tidak diperlukan lagi.


Bagan 7. Mekanisme Pembayaran oleh BP/BPP

Bendahara
Pengeluaran/BPP
melakukan pembayaran
atas UP berdasarkan
surat perintah bayar
(SPBy) yang disetujui
dan ditandatangani
oleh PPK atas nama
KPA.

j)

SPP-UP diterbitkan
oleh PPK dan
disampaikan kepada
PPSPM paling lambat
2 (dua) hari kerja
setelah diterimanya
permintaan UP dari
Bendahara
Pengeluaran.

SPBy dilampiri dengan bukti


pengeluaran:
kuitansi/bukti pembelian yang
telah disahkan PPK beserta
faktur pajak dan SSP; dan
nota/bukti penerimaan

barang/jasa atau dokumen


pendukung lainnya yang
diperlukan yang telah
disahkan PPK.

SPP-UP diterbitkan
oleh PPK dan
disampaikan
kepada PPSPM
paling lambat 2
(dua) hari kerja
setelah diterimanya
permintaan UP dari
Bendahara
Pengeluaran.

Mekanisme Penerbitan SPP-TUP/PTUP


PPK menerbitkan SPP-TUP dan dilengkapi dengan dokumen meliputi:
1)

rincian penggunaan dana yang ditandatangani oleh KPA/PPK dan Bendahara


Pengeluaran;

2)

Surat pernyataan dari KPA/PPK; dan

3)

Surat permohonan TUP yang telah memperoleh persetujuan TUP dari Kepala KPPN.

SPP-TUP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 2 (dua) hari
kerja setelah diterimanya persetujuan TUP dari Kepala KPPN.
Untuk mengesahkan/mempertanggungjawabkan TUP, PPK menerbitkan SPP-PTUP.
SPP-PTUP disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum batas
akhir pertanggungjawaban TUP. Penerbitan SPP-PTUP dilengkapi dokumen pendukung
sebagaimana penerbitan SPP-GUP/GUP Nihil.

- 51 -

4. MEKANISME PENGUJIAN SPP DAN PENERBITAN SPM


a. Pengujian SPP
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pemeriksaan dan pengujian SPP beserta
dokumen pendukung yang disampaikan oleh PPK. Pemeriksaan dan pengujian SPP beserta
dokumen pendukung SPP meliputi:
1) kelengkapan dokumen pendukung SPP;
2) kesesuaian penanda tangan SPP dengan spesimen tanda tangan PPK; kebenaran pengisian
format SPP;
3) kesesuaian kode BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran Satker termasuk
menguji kesesuaian antara pembebanan kode mata anggaran pengeluaran (akun 6 digit) dengan
uraiannya;
4) ketersediaan pagu sesuai BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran Satker;
5) kebenaran formal dokumen/surat keputusan yang menjadi persyaratan/kelengkapan pembayaran
belanja pegawai;
6) kebenaran formal dokumen/surat bukti yang menjadi persyaratan/kelengkapan sehubungan
dengan pengadaan barang/jasa;
7) kebenaran pihak yang berhak menerima pembayaran pada SPP sehubungan dengan
perjanjian/kontrak/surat keputusan;
8) kebenaran perhitungan tagihan serta kewajiban di bidang perpajakan dari pihak yang mempunyai
hak tagih;
9) kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang mempunyai
hak tagih kepada negara; dan
10) kesesuaian prestasi pekerjaan dengan ketentuan pembayaran dalam perjanjian/kontrak.
11) Keabsahan dokumen pendukung yang dipersyaratkan sesuai jenis SPP yaitu:
a) Bukti perjanjian/kontrak;
b) Referensi Bank yang menunjukkan nama dan nomor rekening penyedia barang/jasa;
c) Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan;
d) Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang;
e) Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan;
f)

Berita Acara Pembayaran;

g) Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa dan PPK, yang dibuat sesuai
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini;
h) Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah ditandatangani oleh Wajib
Pajak/Bendahara Pengeluaran;
i)

Jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya sebagaimana
dipersyaratkan dalam peraturan perundangan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;

- 52 -

j)

Dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk perjanjian/kontrak yang dananya


sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri
sebagaimana dipersyaratkan dalam naskah perjanjian pinjaman atau hibah dalam/luar negeri
bersangkutan.

k) Surat Keputusan;
l)

Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas;

m) Daftar penerima pembayaran; dan/atau


n) Dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan.
b. Penerbitan dan Penandatanganan SPM
Dalam hal pemeriksaan dan pengujian SPP beserta dokumen pendukungnya telah memenuhi
ketentuan, PPSPM menerbitkan/ menandatangani SPM. Penerbitan SPM dilakukan melalui sistem
aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
SPM yang diterbitkan memuat Personal Identification Number (PIN) PPSPM sebagai tanda
tangan elektronik pada ADK SPM dari penerbit SPM yang sah. Dalam penerbitan SPM melalui
sistem, PPSPM bertanggung jawab atas:
1)

keamanan data pada aplikasi SPM;

2)

kebenaran SPM dan kesesuaian antara data pada SPM dengan data pada ADK SPM; dan

3)

penggunaan Personal Identification Number (PIN) pada ADK SPM.

Jangka waktu pengujian SPP sampai dengan penerbitan SPM-UP/TUP/GUP/PTUP/LS oleh PPSPM
diatur sebagai berikut:
1)

SPP-UP/TUP diselesaikan paling lambat 2 (dua) hari kerja;

2)

SPP-GUP diselesaikan paling lambat 4 (empat) hari kerja;

3)

SPP-PTUP diselesaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja; dan

4)

SPP-LS diselesaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja.


Dalam hal PPSPM menolak/mengembalikan SPP karena dokumen pendukung tagihan tidak

lengkap dan benar, maka PPSPM harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian
tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya SPP.
Seluruh bukti pengeluaran sebagai dasar pengujian dan penerbitan SPM disimpan oleh
PPSPM. Bukti pengeluaran tersebut menjadi bahan pemeriksaan bagi aparat pemeriksa internal dan
eksternal.
c. Penyampaian SPM ke KPPN
PPSPM menyampaikan SPM-UP/TUP/GUP/GUP Nihil/PTUP/LS dalam rangkap 2 (dua)
beserta ADK SPM kepada KPPN. Penyampaian diatur sebagai berikut:
1)

SPM-UP dilampiri surat pernyataan dari KPA yang dibuat sesuai format sebagaimana yang
tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012;

2)

SPM-TUP dilampiri surat persetujuan pemberian TUP dari Kepala KPPN; atau

3)

SPM-LS dilampiri Surat Setoran Pajak (SSP) dan/atau bukti setor lainnya, dan/atau daftar
nominatif untuk yang lebih dari 1 (satu) penerima.

- 53 -

4)

Untuk penyampaian SPM atas beban pinjaman/hibah luar negeri, disamping dilampiri dokumen
sebagaimana tersebut di atas, juga disertai dengan Faktur Pajak.

5)

Sedangkan SPM-GUP/GUP Nihil dan SPM-PTUP tidak memerlukan lampiran.

6)

Khusus untuk penyampaian SPM-LS dalam rangka pembayaran jaminan uang muka atas
perjanjian/kontrak, juga dilampiri dengan:
a) Asli surat jaminan uang muka;
b) Asli surat kuasa bematerai cukup dari PPK kepada Kepala KPPN untuk mencairkan jaminan
uang muka; dan
c) Asli konfirmasi tertulis dari penerbit jaminan uang muka

Penyampaian SPM ke KPPN diatur sebagai berikut:


a) PPSPM menyampaikan SPM kepada KPPN paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah SPM
diterbitkan.
b) Khusus untuk SPM-LS pembayaran gaji induk disampaikan kepada KPPN paling lambat
tanggal 15 sebelum bulan pembayaran. Dalam hal tanggal 15 merupakan hari libur atau hari
yang dinyatakan libur, penyampaian SPM-LS untuk pembayaran gaji induk kepada KPPN
dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal 15, dikecualikan untuk Satker
yang kondisi geografis dan transportasinya sulit, dengan memperhitungkan waktu yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Penyampaian SPM kepada KPPN dilakukan oleh Petugas Pengantar SPM yang sah dan ditetapkan
oleh KPA dengan ketentuan sebagai berikut:
1)

Petugas Pengantar SPM menyampaikan SPM beserta dokumen pendukung dan ADK SPM
melalui front office Penerimaan SPM pada KPPN;

2)

Petugas Pengantar SPM harus menunjukkan Kartu Identitas Petugas Satker (KIPS) pada saat
menyampaikan SPM kepada Petugas Front Office; dan

3)

Dalam hal SPM tidak dapat disampaikan secara langsung ke KPPN, penyampaian SPM beserta
dokumen pendukung dan ADK SPM dapat melalui Kantor Pos/Jasa Pengiriman resmi dan
terlebih dahulu KPA menyampaikan konfirmasi/pemberitahuan kepada Kepala KPPN.

5. MEKANISME PENERBITAN SP2D


a. Pengujian SPM oleh KPPN
SPM yang diajukan ke KPPN digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D. Dalam pencairan
anggaran belanja negara, KPPN melakukan penelitian dan pengujian atas SPM yang disampaikan
oleh PPSPM.
1) Penelitian SPM
KPPN melakukan penelitian SPM meliputi:
a)

meneliti kelengkapan dokumen pendukung SPM dan

b)

meneliti kebenaran SPM.

Dalam meneliti kebenaran SPM dilakukan meliputi:

- 54 -

a) meneliti kesesuaian tanda tangan PPSPM pada SPM dengan spesimen tanda tangan PPSPM
pada KPPN;
b) memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah angka dan huruf pada SPM; dan
c) memeriksa kebenaran penulisan dalam SPM, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam
penulisan.
2) Pengujian SPM
KPPN melakukan pengujian SPM meliputi:
a) menguji kebenaran perhitungan angka atas beban APBN yang tercantum dalam SPM berupa
pengujian

kebenaran

jumlah

belanja/pengeluaran

dikurangi

dengan

jumlah

potongan/penerimaan dengan jumlah bersih dalam SPM.


b) menguji ketersediaan dana pada kegiatan/output/jenis belanja dalam DIPA dengan yang
dicantumkan pada SPM;
c) menguji kesesuaian tagihan dengan data perjanjian/kontrak atau perubahan data pegawai
yang telah disampaikan kepada KPPN.
d) menguji persyaratan pencairan dana yang meliputi:
(1) Menguji SPM UP berupa besaran UP yang dapat diberikan.
(2) Menguji SPM TUP meliputi kesesuaian jumlah uang yang diajukan pada SPM TUP
dengan jumlah uang yang disetujui Kepala KPPN.
e) Menguji SPM PTUP meliputi jumlah TUP yang diberikan dengan jumlah uang yang
dipertanggungjawabkan dan kepatuhan jangka waktu pertanggungjawaban;
f)

Menguji SPM GUP meliputi batas minimal revolving dari UP yang dikelola dan ketentuan
terkait penggunaan dan pertanggungjawaban UP.

g) Menguji SPM LS Non Belanja Pegawai berupa kesesuaian data perjanjian/kontrak pada SPM
LS dengan data perjanjian/kontrak yang tercantum dalam Kartu Pengawasan Kontrak KPPN;
dan
h) Menguji SPM LS Belanja Pegawai sesuai dengan prosedur standar operasional yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
i)

menguji kesesuaian nilai potongan pajak yang tercantum dalam SPM dengan nilai pada SSP.

Dalam pengujian SPM-UP, jika terdapat UP tahun anggaran sebelumnya belum


dipertanggungjawabkan, juga dilakukan pengujian yang meliputi:
a.

kesesuaian jumlah uang dan keabsahan bukti setor pengembalian sisa UP tahun anggaran yang
sebelumnya; atau

b. kesesuaian jumlah potongan UP pada SPM UP dengan sisa UP tahun anggaran yang
sebelumnya;
Dalam pengujian SPM-PTUP, jika jumlah uang yang harus dipertanggungjawabkan dari
jumlah TUP yang diberikan, harus disertai dengan bukti setor pengembalian TUP yang telah
dilakukan konfirmasi KPPN. Ketentuan ini tidak diperlukan dalam hal penyampaian SPM-PTUP yang
dilakukan secara bertahap sebelum batas akhir pertanggungjawaban.

- 55 -

3) Penerbitan SP2D
KPPN menerbitkan SP2D jika penelitian dan pengujian telah memenuhi syarat. Dalam hal
hasil penelitian dan pengujian tidak memenuhi syarat, Kepala KPPN mengembalikan SPM beserta
dokumen pendukung secara tertulis. KPPN tidak dapat menerbitkan SP2D apabila Satker belum
mengirimkan:
a. Data perjanjian/kontrak beserta ADK untuk pembayaran melalui SPM-LS kepada pihak ketiga;
atau
b. Daftar perubahan data pegawai beserta ADK yang disampaikan kepada KPPN untuk
pembayaran belanja pegawai.
Penyelesaian SP2D dilakukan oleh KPPN sesuai prosedur standar operasional (SOP) dan
norma waktu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pencairan dana berdasarkan SP2D dilakukan melalui transfer dana dari Kas Negara pada
bank operasional kepada Rekening Pihak Penerima yang ditunjuk pada SP2D.
Bank operasional menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPPN dalam hal terjadinya
kegagalan transfer (retur) dana. Pemberitahuan kegagalan transfer dana memuat data SP2D dan
alasan kegagalan transfer ke rekening yang ditunjuk. Atas dasar pemberitahuan tersebut, Kepala
KPPN memberitahukan KPA atas terjadinya kegagalan transfer dana ke rekening yang ditunjuk pada
SPM dan alasannya. KPA melakukan penelitian atas kegagalan transfer dana yang tercantum pada
SPM dan selanjutnya menyampaikan perbaikan atau ralat SPM.
Atas dasar perbaikan atau ralat SPM dimaksud, Kepala KPPN menyampaikan ralat SP2D
kepada bank operasional. Tata cara penyelesaian pencairan dana dengan mekanisme retur SP2D
diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Bagan 8. Alur Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN

Kuasa Pengguna
Anggaran

SPP

Kuasa Bendahara
Umum Negara

Pengujian
SPM

Rekening
Bendahara

Pengujian

BANK
SP2D
Rekening
Pihak ke-3

SPM

- 56 -

6. PEMBAYARAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN


Setiap keterlanjuran setoran ke Kas Negara dan/atau kelebihan penerimaan negara dapat
dimintakan pengembaliannya. Permintaan pengembalian dapat dilakukan berdasarkan surat-surat
bukti setoran yang sah.
Pembayaran pengembalian keterlanjuran setoran dan/atau kelebihan penerimaan negara
harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pada negara. Pembayaran pengembalian
dilaksanakan berdasarkan mekanisme yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
7. PEMBAYARAN TAGIHAN YANG BERSUMBER DARI PENGGUNAAN PNBP
Pada prinsipnya seluruh PNBP yang menjadi hak negara tidak boleh digunakan langsung
oleh Satker untuk membiayai kegiatan (belanja negara), harus disetor langsung secepatnya ke Kas
Negara. Namun Satker atas persetujuan Menteri Keuangan dapat menggunakan PNBP yang
dipungut untuk membiayai kegiatan-kegiatan tertentu yang tercantum dalam DIPA. Adapun kegiatan
(belanja negara) yang tercantum dalam DIPA hanya dapat dibiayai dari PNBP Tahun Anggaran yang
bersangkutan yang merupakan batas tertinggi yang dapat digunakan, atau disebut Maksimal
Pencairan (MP). Satker yang langsung menggunakan PNBP tersebut disebut Satker Pengguna
PNBP. Satker Pengguna PNBP tersebut terdiri dari:
a. PNBP yang penyetorannya dilakukan secara terpusat; atau
b. PNBP yang penyetorannya dilakukan pada masing-masing satker pengguna PNBP.
Perhitungan MP diperoleh sesuai formula sebagai berikut:
MP

(PPP x JS) JPS

MP

Maksimum Pencairan

PPP

proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesuai


dengan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

JS

jumlah setoran

JPS

jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM


terakhir yang diterbitkan

Dalam prakteknya Satker Pengguna PNBP pada awal tahun anggaran belum mempunyai
setoran PNBP, namun realisasi penerimaan PNBP tahun anggaran sebelumnya dapat melampaui
target PNBP yang telah ditetapkan. Akibatnya Satker Pengguna PNBP cenderung untuk
menunda/memindahkan setoran PNBP pada akhir tahun anggaran menjadi penerimaan PNBP awal
tahun anggaran berikutnya, sementara itu Bendahara Umum Negara sangat memerlukan dana untuk
menutupi pengeluaran pada akhir tahun anggaran. Untuk mengatasi hal tersebut diambil kebijakan
Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya dari satker pengguna,
dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tahun anggaran berjalan setelah DIPA
disahkan dan berlaku efektif.

- 57 -

Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya dari Satker
pengguna meliputi:
a. Kelebihan jumlah setoran yang melampaui target penerimaan PNBP satker pengguna sesuai
dengan proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesuai dengan yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan; dan/atau
b. Sisa pagu DIPA yang dibiayai dari dana PNBP.

Dengan demikian, Penggunaan Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran
sebelumnya dapat digunakan dalam hal Satker pengguna PNBP:
a. memerlukan pembiayaan atas kegiatan yang harus segera dilaksanakan, namun belum
memperoleh Maksimum Pencairan (MP); atau
b. sudah diperoleh Maksimum Pencairan (MP) namun belum mencukupi untuk melaksanakan
kegiatan yang harus segera dilaksanakan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan Sisa Maksimum
Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya tersebut merupakan talangan sementara
yang harus dibayar/diperhitungkan kembali dengan PNBP yang diterima pada tahun anggaran
berjalan.
Dengan demikian maka PNBP tahun anggaran berjalan dapat digunakan dalam hal
penggunaan Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya sudah lunas
diperhitungkan dari PNBP tahun anggaran berjalan.
Namun apabila penggunaan Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran
sebelumnya belum lunas diperhitungkan, sedangkan Satker pengguna PNBP memerlukan PNBP
tahun anggaran berjalan untuk membiayai kegiatan yang segera dilaksanakan, harus terlebih dahulu
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan. Satker pengguna PNBP dalam
mengajukan permohonan persetujuan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan tersebut, disertai
dengan surat pernyataan dari KPA bahwa Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun
anggaran sebelumnya akan dapat dilunasi dari PNBP tahun anggaran berjalan.
Untuk satker pengguna PNBP yang penyetoran PNBP dilakukan secara terpusat, penetapan
Maksimum Pencairan (MP) setelah dilakukan rekonsiliasi jumlah setoran/SSBP antara Satker
Pengguna PNBP dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Penetapan MP tersebut dilakukan
dengan Surat Edaran/Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan, yang menjadi dasar penggunaan
dana PNBP oleh Satker Penggunaan PNBP di seluruh Indonesia.
Sedangkan untuk Satker pengguna PNBP yang penyetoran PNBP-nya melalui masingmasing Satker pengguna PNBP, maka penetapan Maksimum Pencairan (MP) dilakukan setelah
Satker Pengguna PNBP melakukan konfirmasi SSBP kepada KPPN.
Satker pengguna PNBP dapat diberikan UP sebesar 20% (dua puluh persen) dari realisasi
PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu PNBP dalam DIPA maksimum sebesar Rp500.000.000,(lima ratus juta rupiah). Realisasi PNBP yang dapat digunakan tersebut sebesar pagu PNBP dalam

- 58 -

DIPA. Pemberian UP tersebut termasuk di dalam penggunaan Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana
PNBP tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar kebutuhan riil 1 (satu) bulan
dengan memperhatikan batas Maksimum Pencairan (MP). Pembayaran UP/TUP untuk Satker
Pengguna PNBP dilakukan terpisah dari UP/TUP yang berasal dari Rupiah Murni.
Bagi Satker pengguna PNBP yang belum memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana
PNBP dapat diberikan UP sebesar maksimal 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada
DIPA, maksimal sebesar Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Hal ini dapat dilakukan untuk
pengguna PNBP:
a.

yang telah memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP namun belum mencapai 1/12
(satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA; atau

b.

yang belum memperoleh Pagu Pencairan.

Penyesuaian besaran UP menjadi sebesar 20% (dua puluh persen) dari realisasi PNBP yang dapat
digunakan sesuai pagu PNBP dalam DIPA maksimum sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) dapat dilakukan setelah Satker pengguna PNBP memperoleh Maksimum Pencairan (MP)
dana PNBP melebihi UP yang telah diberikan yaitu 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP
pada DIPA.
Selanjutnya tata cara penerbitan dan pengujian SPP dan SPM-UP/ TUP/PTUP/GUP/GUP
Nihil/LS dari dana yang bersumber dari PNBP mengacu pada mekanisme dalam Peraturan Menteri
Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN.
PPSPM menyampaikan SPM-UP/TUP/PTUP/GUP/GUP Nihil/LS beserta ADK SPM kepada
KPPN dengan dilampiri dokumen sebagaimana dana rupiah murni serta:
a.

bukti setor PNBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN; dan

b.

Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP) dibuat sesuai format.

Petunjuk perhitungan jumlah maksimal Pencairan Dana (MP) Satker Pengguna PNBP sebagaimana
terlampir.

8. PEMBAYARAN TAGIHAN UNTUK KEGIATAN YANG BERSUMBER DARI PINJAMAN


DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
Penerbitan SPP, SPM dan SP2D untuk kegiatan yang sebagian/seluruhnya bersumber dari
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, mengikuti ketentuan mengenai kategori, porsi pembiayaan,
tanggal closing date dan persetujuan pembayaran dari pemberi pinjaman dan/atau hibah luar negeri
sesuai dengan petunjuk pelaksanaan pencairan dana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
berkenaan.
Penerbitan SPP-LS, SPM-LS, dan SP2D-LS atas tagihan berdasarkan perjanjian/kontrak
dalam valuta asing (valas) dan/atau pembayaran ke luar negeri mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a.

Perjanjian/kontrak dalam valas tidak dapat dikonversi ke dalam rupiah; dan

b.

Pengajuan SPM disampaikan kepada KPPN Khusus Jakarta VI.

c.

Penerbitan SPP-UP/TUP, SPM-UP/TUP, dan SP2D-UP/TUP menjadi beban dana Rupiah Murni.

- 59 -

Pertanggungjawaban dan penggantian dana Rupiah Murni atas SP2D-UP/TU, dilakukan


dengan penerbitan SPP-GUP/GUP Nihil/PTUP, SPM-GUP/GUP Nihil/PTUP, dan SP2D-GUP/GUP
Nihil/PTUP yang menjadi beban Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri berkenaan.
Dalam hal terjadi penguatan nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap valas yang menyebabkan
alokasi dana Rupiah pada DIPA melampaui sisa Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, sebelum
dilakukan penerbitan SPP, Satker harus melakukan perhitungan dan/atau konfirmasi kepada
Executing Agency agar tidak terjadi pembayaran yang melampaui sisa Pinjaman dan/atau Hibah
Luar Negeri berkenaan.
Pengeluaran atas SP2D dengan sumber dana dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam dokumen Perjanjian Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri, atau pengeluaran setelah Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
dinyatakan closing date dikategorikan sebagai pengeluaran ineligible.
Atas pengeluaran yang dikategorikan ineligible tersebut), Direktur Jenderal Perbendaharaan
menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan Kementerian Negara/Lembaga dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal Anggaran. Penggantian atas pengeluaran yang dikategorikan
ineligible menjadi tanggung jawab Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dan harus
diperhitungkan dalam revisi DIPA tahun anggaran berjalan atau dibebankan dalam DIPA tahun
anggaran berikutnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk pelaksanaan pencairan dana Pinjaman dan/atau
Hibah Luar Negeri diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

9. KOREKSI/RALAT, PEMBATALAN SPP, SPM DAN SP2D


Koreksi/ralat SPP, SPM, dan SP2D hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan:
a.

Perubahan jumlah uang pada SPP, SPM dan SP2D;

b.

Sisa pagu anggaran pada DIPA/POK menjadi minus; atau

c.

perubahan kode Bagian Anggaran, eselon I, dan Satker.

Dalam hal diperlukan perubahan kode Bagian Anggaran, eselon I, dan Satker tersebut, dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Koreksi/ralat SPP, SPM, dan SP2D dapat dilakukan untuk:
a.

Memperbaiki uraian pengeluaran dan kode BAS selain perubahan kode Bagian Anggaran,
eselon I, dan Satker;

b.

pencantuman kode pada SPM yang meliputi kode jenis SPM, cara bayar, tahun anggaran, jenis
pembayaran, sifat pembayaran, sumber dana, cara penarikan, nomor register; atau

c.

koreksi/ralat penulisan nomor dan nama rekening, nama bank yang tercantum pada SPP, SPM
dan SP2D beserta dokumen pendukungnya yang disebabkan terjadinya kegagalan transfer dana
(retur).
Koreksi/ralat SPM dan ADK SPM hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan

koreksi/ralat SPM dan ADK SPM secara tertulis dari PPK. Koreksi/ralat kode mata anggaran

- 60 -

pengeluaran (akun 6 digit) pada ADK SPM dapat dilakukan berdasarkan permintaan koreksi/ralat
ADK SPM secara tertulis dari PPK sepanjang tidak mengubah SPM. Koreksi/ralat SP2D hanya dapat
dilakukan berdasarkan permintaan koreksi SP2D secara tertulis dari PPSPM dengan disertai SPM
dan ADK yang telah diperbaiki.
Pembatalan SPP hanya dapat dilakukan oleh PPK sepanjang SP2D belum diterbitkan.
Pembatalan SPM hanya dapat dilakukan oleh PPSPM secara tertulis sepanjang SP2D belum
diterbitkan. Dalam hal SP2D telah diterbitkan dan belum mendebet kas negara, pembatalan SPM
dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Perbendaharaan atau pejabat yang
ditunjuk.
Koreksi SP2D atau daftar nominatif untuk penerima lebih dari satu rekening hanya dapat
dilakukan oleh Kepala KPPN berdasarkan permintaan KPA. Pembatalan SP2D tidak dapat dilakukan
dalam hal SP2D telah mendebet Kas Negara.

10. PELAKSANAAN PEMBAYARAN PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN


Dalam kondisi akhir tahun anggaran, batas terakhir pembayaran atas beban APBN dapat
dilakukan sebelum tanggal terakhir pada akhir tahun. Penetapan batas terakhir pembayaran
dilakukan

dengan

mempertimbangkan

kebutuhan

BUN

untuk

menyelesaikan

administrasi

pengelolaan kas negara.


Dalam pertanggungjawaban UP/TUP pada akhir tahun anggaran, pengajuan SPM dan SP2D
GUP Nihil/PTUP dapat dilakukan melampaui tahun anggaran. Batas akhir penerbitan SPM GUP
Nihil/PTUP ditetapkan dengan mempertimbangkan kelancaran penyusunan Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat.
Pelaksanaan pembayaran pada akhir tahun anggaran lebih lanjut mempedomani Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur mengenai langkah-langkah dalam menghadapi akhir tahun
anggaran.

11. PELAPORAN REALISASI ANGGARAN


Dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN diperlukan data
realisasi APBN, arus kas, neraca, dan catatan atas laporan keuangan.Untuk keperluan tersebut:
a.

Kepala kantor/Satker selaku Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) setiap bulan
harus melakukan rekonsiliasi data realisasi anggaran dengan Kepala KPPN selaku Kuasa BUN;

b.

Rekonsiliasi data realisasi anggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi:


1)

Data bagian anggaran;

2)

Eselon I;

3)

Satker;

4)

Sumber dana;

5)

Cara penarikan;

6)

Program;

- 61 -

c.

7)

Kegiatan;

8)

Output;

9)

Akun 6 digit;

10)

Tanggal dan nomor SPM/SP2D; dan

11)

Jumlah rupiah.

Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud huruf a dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi
(BAR), selanjutnya setiap awal bulan:
1)

Kepala kantor/Satker menyampaikan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Neraca


beserta ADK kepada Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran tingkat wilayah
(UAPPAW); atau

2)

Kepala KPPN selaku Kuasa BUN membuat laporan realisasi anggaran, arus kas, dan
neraca kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk diproses
dan selanjutnya diteruskan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p Direktur
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.

d.

Untuk laporan keuangan semester dan tahunan, LRA, Neraca dan ADK disertai dengan Catatan
atas Laporan Keuangan (CaLK).
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan laporan pertanggung jawaban pelaksanaan

APBN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

12. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN INTERNAL


Menteri/Pimpinan Lembaga menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian internal
terhadap pelaksanaan anggaran Satker di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga masingmasing.
Pengawasan dan pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

13. MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN ANGGARAN


Dalam rangka memastikan seluruh proses pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran
telah dilakukan sesuai dengan rencana kegiatan dan anggaran, PA/KPA dan BUN/Kuasa BUN harus
menyelenggarakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran.
Mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan tersendiri.

- 62 -

BAB V
PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN
PEGAWAI TIDAK TETAP

A. Pendahuluan
Perjalanan Dinas Dalam Negeri adalah perjalanan ke luar Tempat Kedudukan yang dilakukan
dalam wilayah Republik Indonesia untuk kepentingan negara. Pelaksanaan Perjalanan Dinas bagi
Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap yang dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, meliputi:
1. Perjalanan Dinas Jabatan; dan
2. Perjalanan Dinas Pindah.
Perjalanan Dinas Jabatan adalah Perjalanan Dinas melewati batas Kota dan/atau dalam Kota dari
tempat kedudukan ke tempat yang dituju, melaksanakan tugas, dan kembali ke tempat kedudukan
semula di dalam negeri. Sedangkan Perjalanan Dinas Pindah adalah Perjalanan Dinas dari tempat
kedudukan yang lama ke tempat kedudukan yang baru berdasarkan surat keputusan pindah.
Perjalanan dinas dilakukan setelah atasan pelaksana SPD menerbitkan Surat Tugas, atas
dasar surat tugas PPK menerbitkan SPD.
1. Perjalanan Dinas Jabatan
Perjalanan Dinas Jabatan digolongkan menjadi:
a. Perjalanan Dinas Jabatan yang melewati batas Kota; dan
b. Perjalanan Dinas Jabatan yang dilaksanakan di dalam Kota.
Batas Kota adalah batas Kota/Kabupaten pembagian wilayah administratif di Indonesia di
bawah Provinsi, namun khusus untuk Provinsi DKI Jakarta meliputi kesatuan wilayah Jakarta
Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan. Dan Perjalanan Dinas
Jabatan yang dilaksanakan di dalam Kota, terdiri atas:
a. Perjalanan Dinas Jabatan yang dilaksanakan lebih dari 8 (delapan) jam; dan
b. Perjalanan Dinas Jabatan yang dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam.
Penugasan Pelakasana SPD untuk melaksanakan Perjalanan Dinas Jabatan dapat dilakukan
dalam rangka:
a. pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatan;
b. mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya;
c. pengumandahan (detasering);
d. menempuh ujian dinas/ujian jabatan;
e. menghadap Majelis Penguji Kesehatan Pegawai Negeri atau menghadap seorang dokter
penguji kesehatan yang ditunjuk, untuk mendapatkan surat keterangan dokter tentang
kesehatannya guna kepentingan jabatan;
f.

memperoleh pengobatan berdasarkan surat keterangan dokter karena mendapat cedera


pada waktu/karena melakukan tugas;

- 63 -

g. mendapatkan pengobatan berdasarkan keputusan Majelis Penguji Kesehatan Pegawai


Negeri;
h. mengikuti pendidikan setara Diploma/S1/S2/S3;
i.

mengikuti pendidikan dan pelatihan;

j.

menjemput/mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah Pejabat Negara/Pegawai Negeri


yang meninggal dunia dalam melakukan Perjalanan Dinas;

k. menjemput/mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah Pejabat Negara/Pegawai Negeri


yang meninggal dunia dari Tempat Kedudukan yang terakhir ke Kota tempat pemakaman.
2. Perjalanan Dinas Pindah
Perjalanan Dinas Pindah dapat dilaksanakan oleh Pelaksana SPD beserta keluarga yang sah
yang terdiri dari:
a. isteri/suami yang sah sesuai ketentuan Undang-Undang Perkawinan yang berlaku;
b. anak kandung, anak tiri, dan anak angkat yang sah menurut hukum yang berumur paling
tinggi 25 (dua puluh lima) tahun pada waktu berangkat, belum pernah menikah, dan tidak
mempunyai penghasilan sendiri;
c. anak kandung, anak tiri, dan anak angkat yang sah menurut hukum yang berumur lebih dari
25 (dua puluh lima) tahun, yang menurut surat keterangan dokter mempunyai cacat yang
menjadi sebab ia tidak dapat mempunyai penghasilan sendiri;
d. anak kandung perempuan, anak tiri perempuan, dan anak angkat perempuan yang sah
menurut hukum yang berumur lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun yang tidak bersuami dan
tidak mempunyai penghasilan sendiri.
Di samping keluarga yang sah, bagi Pegawai Negeri paling rendah golongan IV atau pejabat
eselon III diperkenankan pula untuk membawa pembantu rumah tangga sebanyak 1 (satu) orang
atas biaya negara.
Perjalanan Dinas Pindah dilakukan dalam rangka:
a. pindah tugas dari Tempat Kedudukan yang lama ke Tempat Tujuan Pindah;
b. pemulangan Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang diberhentikan dengan hormat dengan hak
pensiun atau mendapat uang tunggu dari Tempat Kedudukan ke Tempat Tujuan menetap;
c. pemulangan keluarga yang sah dari Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang meninggal dunia
dari tempat tugas terakhir ke Tempat Tujuan menetap;
d. pemulangan Pegawai Tidak Tetap yang diberhentikan karena telah berakhir masa kerjanya
dari Tempat Kedudukan ke tempat tujuan menetap, sepanjang diatur dalam perjanjian kerja;
e. pemulangan keluarga yang sah dari Pegawai Tidak Tetap yang meninggal dunia dari tempat
tugas yang terakhir ke tempat tujuan menetap, sepanjang diatur dalam perjanjian kerja; atau
f.

pengembalian Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang mendapat uang tunggu dari Tempat
Kedudukan ke Tempat Tujuan yang ditentukan untuk dipekerjakan kembali.

B. Prinsip-prinsip Perjalanan Dinas


Perjalanan Dinas tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip sebagai berikut:

- 64 -

1. selektif, yaitu hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi dan prioritas yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan;
2. ketersediaan

anggaran

dan

kesesuaian

dengan

pencapaian

kinerja

Kementerian

Negara/Lembaga;
3. efisiensi penggunaan belanja negara; dan
4. akuntabilitas pemberian perintah pelaksanaan Perjalanan Dinas dan pembebanan biaya
Perjalanan Dinas.
Untuk menjaga agar pelaksanaan perjalanan dinas sesuai dengan prinsip-prinsip perjalanan
dinas tersebut, maka pejabat yang menerbitkan surat tugas dan SPD harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1.

kepastian tidak terdapat pelaksanaan Perjalanan Dinas yang tumpang tindih atau rangkap;

2.

tidak terdapat pelaksanaan Perjalanan Dinas yang dipecah-pecah apabila suatu kegiatan dapat
dilaksanakan secara sekaligus dengan sasaran peserta, tempat tujuan, dan kinerja yang
dihasilkan sama;

3.

Perjalanan Dinas hanya dilaksanakan oleh Pelaksana SPD yang memang benar-benar
diharapkan memberikan kontribusi nyata dalam hasil yang akan dicapai;

4.

tidak terdapat Perjalanan Dinas keluar kantor untuk kegiatan yang seharusnya dapat dilakukan di
kantor;

5.

mengutamakan pencapaian kinerja dengan pagu anggaran yang telah tersedia.


Prinsip akuntabilitas bukan saja diwujudkan dalam hal terpenuhinya bukti-bukti yang

mendukung pembayaran biaya perjalanan dinas, tetapi juga pertanggungjawaban atas penerbitan
surat tugas. Pertanggungjawaban atas penerbitan surat tugas, misalnya jumlah orang/pelaksana
SPD, jumlah hari/jam, dan kepentingannya.
Prinsip-prinsip perjalanan dinas tersebut wajib dilaksanakan oleh atasan Pelaksana SPD
dalam menerbitkan dan mengawasi pelaksanaan Surat Tugas. PPK dalam melakukan pembebanan
biaya Perjalanan Dinas dan Pelaksana SPD dalam melaksanakan Perjalanan Dinas.
Dalam rangka menjaga terpenuhinya pelaksanaan prinsip-prinsip dimaksud maka atasan
pelaksana SPD harus melakukan monitoring penerbitan Surat Tugas di lingkup wilayah kerjanya dan
sedapat mungkin membatasi pelaksanaan Perjalanan Dinas dalam Kota hanya sampai dengan 8
jam, kecuali pelaksanaan Perjalanan Dinas dimaksud memang sangat diperlukan penyelesaiannya
lebih dari 8 jam. Dalam menerbitkan SPD, PPK melakukan:
1)

pengujian kesesuaian pelaksanaan Perjalanan Dinas dengan pencapaian kinerja;

2)

pembebanan biaya Perjalanan Dinas dengan memperhatikan ketersediaan anggaran dan tetap
memprioritaskan pencapaian kinerja;

3)

biaya Perjalanan Dinas tidak dapat dibebankan apabila terdapat:


a)

bukti-bukti pengeluaran/dokumen yang palsu;

b)

melebihi tarif tiket/biaya penginapan resmi (mark up); dan/atau

c)

pelaksanaan Perjalanan Dinas rangkap pada waktu yang sama.

- 65 -

4)

pembebanan biaya Perjalanan Dinas dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Standar Biaya.

Pelaksana Surat Perjalanan Dinas (Pelaksana SPD) dalam melaksanakan penugasan dalam rangka
perjalanan dinas harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)

melaksanakan Perjalanan Dinas sesuai tugas yang diberikan;

2)

segera kembali ke tempat kedudukan semula apabila kinerja telah tercapai; dan

3)

segera mempertanggungjawabkan pelaksanaan Perjalanan Dinas setelah Perjalanan Dinas


dilaksanakan.

C. Penerbitan Surat Tugas dan Surat Keputusan Pindah


Perjalanan Dinas Jabatan oleh Pelaksana SPD dilakukan atas dasar perintah atasan
Pelaksana SPD yang tertuang dalam Surat Tugas.
Sedangkan untuk Perjalanan Dinas Pindah dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Pindah
yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pejabat penerbit surat tugas dapat memerintahkan pihak lain di luar Pejabat Negara/Pegawai
Negeri/Pegawai Tidak Tetap untuk melakukan perjalanan dinas, misalnya tokoh masyarakat, maka
Surat Tugas diterbitkan oleh KPA. Dan untuk Pegawai Negeri Sipil Golongan I dapat melakukan
Perjalanan Dinas dalam hal mendesak/khusus, atau dalam hal tenaga teknis tidak diperoleh di
tempat bersangkutan.
Adapun Pejabat yang berwenang menerbitkan surat tugas, yaitu:
1. kepala satuan kerja untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh Pelaksana SPD pada
satuan kerja berkenaan;
2. atasan langsung kepala satuan kerja untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh kepala
satuan kerja;
3. Pejabat Eselon II untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh Pelaksana SPD dalam
lingkup unit eselon II/setingkat unit eselon II berkenaan; atau
4. Menteri/Pimpinan Lembaga/Pejabat Eselon I untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan
oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Pejabat Eselon I/Pejabat Eselon II.
Kewenangan penerbitan Surat Tugas dapat didelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk.
Dalam menerbitkan Surat Tugas, Penerbit surat tugas paling sedikit harus mencantumkan hal-hal
sebagai berikut:
1.

Pemberi tugas;

2.

Pelaksana tugas;

3.

Waktu pelaksanaan tugas; dan

4.

Tempat pelaksanaan tugas


Dalam rangka menjaga terpenuhinya pelaksanaan prinsip-prinsip perjalanan dinas dimaksud

penerbit surat tugas melakukan monitoring penerbitan Surat Tugas di lingkup wilayah kerjanya.
Monitoring perjalanan dinas tersebut bertujuan agar dapat dijaga tidak terdapat pelaksanaan

- 66 -

Perjalanan Dinas yang tumpang tindih atau rangkap. Format monitoring penerbitan surat tugas
sebagaimana lampiran modul ini.
D.

Penerbitan Surat Perjalanan Dinas (SPD)


Atas dasar Surat Tugas dan Surat Keputusan Pindah, PPK menerbitkan SPD, kecuali untuk

Perjalanan Dinas Jabatan di dalam kota yang dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam,
pelaksanaan perjalanan dinasnya tanpa diterbitkan Surat Perjalanan Dinas. Untuk Pembebanan
biaya Perjalanan Dinas Jabatan di dalam Kota yang dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam
yang dilakukan tanpa penerbitan SPD dicantumkan pada Surat Tugas.
Surat Perjalanan Dinas (SPD) adalah surat dari Pejabat Pembuat Komitmen kepada Pejabat
Negara, Pegawai Negeri, Pegawai Tidak Tetap, dan Pihak Lain untuk pelaksanaan Perjalanan Dinas.
Dalam menerbitkan Surat Perjalanan Dinas (SPD), PPK melakukan:
1.

Pengujian ketersediaan dana dalam DIPA untuk melaksanakan perjalanan dinas;

2.

Menetapkan tingkat biaya perjalanan dinas dan alat transportasi yang digunakan untuk
melaksanakan perjalanan dinas yang bersangkutan dengan memperhatikan kepentingan serta
tujuan perjalanan dinas.

3.

Pengujian kesesuaian pelaksanaan Perjalanan Dinas dengan pencapaian kinerja


SPD dibuat sesuai dengan format dan petunjuk pengisian sebagaimana lampiran modul ini.

Dalam hal pelaksanaan Perjalanan Dinas diselenggarakan dalam rangka rapat, seminar, dan
sejenisnya dengan beban biaya oleh satker penyelenggara, penerbitan SPD dapat dibuat secara
kolektif dengan melampirkan daftar peserta yang telah disahkan oleh PPK pada satker
penyelenggara. Daftar peserta dimaksud, paling kurang memuat nama, pangkat/golongan, kantor
asal/tempat kedudukan asal, tanggal keberangkatan, dan tanggal tiba di tempat kedudukan asal.

E. Biaya Perjalanan Dinas Jabatan dan Perjalanan Dinas Pindah


1. Biaya Perjalanan Dinas Jabatan
Biaya Perjalanan Dinas Jabatan terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut:
a. Uang Harian, dibayarkan secara lumpsum dan merupakan batas tertinggi berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya, yang meliputi:
1) uang makan;
2)

uang transport lokal; dan

3)

uang saku.

b. Biaya Transpor, dibayarkan sesuai biaya riil berdasarkan fasilitas transport sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Perjalanan Dinas, yang meliputi
biaya:
1) perjalanan dinas dari tempat kedudukan sampai tempat tujuan keberangkatan dan
kepulangan termasuk biaya ke terminal bus/ stasiun/ bandara/ pelabuhan
keberangkatan;

- 67 -

2) retribusi yang dipungut di terminal bus/stasiun/bandara/ pelabuhan keberangkatan


dan kepulangan.
c. Biaya Penginapan, dibayarkan sesuai biaya riil dan berpedomanan pada Peraturan
Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya, yang meliput biaya penginapan:
1) di hotel; atau
2) di tempat menginap lainnya.
Pelaksana SPD yang tidak menggunakan biaya penginapan, maka diberikan biaya
penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif hotel di Kota Tempat Tujuan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya,
dengan ketentuan:
a) tidak terdapat hotel atau tempat menginap lainnya, sehingga Pelaksana SPD
menginap di tempat menginap yang tidak menyediakan kuitansi/bukti biaya
penginapan; atau
b) tidak terdapat kuitansi/bukti riil biaya penginapan.
Biaya penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen), tidak diberikan untuk:
a) Perjalanan Dinas Jabatan dalam Kota lebih dari 8 (delapan) jam yang dilaksanakan
pergi dan pulang dalam hari yang sama;
b) Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya yang
dilaksanakan dengan paket meeting fullboard; dan
c) Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
d) Uang Representasi, yaitu dapat diberikan kepada Pejabat Negara, Pejabat Eselon I,
dan Pejabat Eselon II selama melakukan perjalanan dinas, uang representasi
diberikan karena kedudukannya sebagai pimpinan.
d. sewa kendaraan dalam Kota, dibayarkan sesuai biaya riil dan berpedoman pada
Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya. Sewa kendaraan dalam Kota
dapat diberikan kepada Pejabat Negara untuk keperluan pelaksanaan tugas ditempat
tujuan meliputi, biaya untuk pengemudi, bahan bakar minyak, dan pajak.
e. Biaya menjemput/mengantar jenazah yang dibayarkan sesuai dengan biaya riil, yang
meliputi biaya bagi penjemput/pengantar jenasah, biaya pemetian jenasah dan biaya
angkut jenasah.
Biaya Perjalanan Dinas Jabatan dalam rangka kegiatan rapat, seminar dan sejenisnya.
Kegiatan

rapat,

seminar,

dan

sejenisnya

konsinyering/sosialisasi/bimtek/desiminasi/workshop/Focus

termasuk
Group

kegiatan
Discussion

(FGD)/pertemuan/rakor/rapim yang dilaksanakan di dalam atau di luar kantor penyelenggara


kegiatan.

- 68 -

Kegiatan

rapat,

seminar,

dan

sejenisnya

termasuk

konsinyering/sosialisasi/bimtek/desiminasi/workshop/FGD/pertemuan/rakor/rapim

kegiatan
dapat

dilaksanakan di luar kantor hanya dalam hal fasilitas di kantor tidak mencukupi, yang
dibuktikan dengan surat pernyataan oleh penanggung jawab kegiatan pada pihak
penyelenggara dan merupakan bagian dari prosedur pertanggungjawaban internal.
Kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya harus dilaksanakan di dalam Kota satker
penyelenggara. Namun tidak menutup kemungkinan Kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya
akan dilaksanakan di luar Kota satker penyelenggara. Kegiatan rapat, seminar, dan
sejenisnya dapat dilaksanakan di luar Kota satker penyelenggara sepanjang kegiatan
dimaksud:
a. melibatkan kantor vertikal; dan/atau
b. berskala regional/nasional/internasional.
Dalam hal kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya dimaksud tidak melibatkan kantor
vertikal dan/atau tidak berskala regional/nasional/internasional, dapat dilaksanakan di luar
Kota

satker

penyelenggara

setelah

mendapat

persetujuan

dari

KPA,

dengan

mempertimbangan:
a. tidak terdapat tempat penyelenggaraan kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya, atau
terdapat tempat penyelenggaraan kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya namun
fasilitas tidak memadai;
b. lokasi terdekat dengan Kota satker penyelenggara; dan
c. dari sisi teknis harus dilaksanakan di luar Kota satker penyelenggara.
Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya
dilaksanakan dengan biaya perjalanan dinas yang ditanggung oleh panitia penyelenggara,
namun apabila biaya perjalanan dinas tidak ditanggung oleh panitia penyelenggara maka
biaya perjalanan dinas dapat dibebankan pada DIPA satker Pelaksana SPD. Untuk itu, di
dalam

surat/undangan

Panitia

Penyelenggara

harus

menyampaikan

pemberitahuan

mengenai pembebanan biaya perjalanan dinas dalam rangka kegiatan rapat, seminar, dan
sejenisnya.
Pihak penyelenggara dapat membentuk panitia untuk kegiatan rapat, seminar, dan
sejenisnya. Jumlah panitia dimaksud harus mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya.
Jumlah narasumber untuk setiap materi pada kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya
dapat membawa pendamping, adalah sebagai berikut:
a. Narasumber setingkat pejabat eselon I dan pejabat eselon II dapat membawa maksimal 2
(dua) orang pendamping sebagai narasumber;
b. Narasumber setingkat pejabat eselon III dapat membawa maksimal 1(satu) orang
pendamping sebagai narasumber; atau

- 69 -

c. Narasumber setingkat pejabat eselon IV kebawah tanpa pendamping.


Dalam hal kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya memerlukan instruktur, jumlah
instruktur disesuaikan dengan kebutuhan materi yang disampaikan narasumber.
Apabila perjalanan dinas dalam rangka kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya
tersebut dilakukan secara bersama-sama, maka seluruh Pelaksan SPD dalam rangka
kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya tersebut dapat diberikan penginapan/hotel yang
sama. Untuk biaya penginapan pada hotel/penginapan lebih tinggi dari satuan biaya
hotel/penginapan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar
Biaya, maka Pelaksana SPD mendapatkan fasilitas hotel/penginapan dengan biaya terendah
pada hotel/penginapan tersebut.
Rincian biaya perjalan dinas untuk mengikuti kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya
sebagaimana tercantum dalam lampiran modul ini.
Apabila kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya dilaksanakan di dalam kantor, maka
peserta rapat, seminar, dan sejenisnya dapat diberikan uang saku sesuai Peraturan Menteri
Keuangan mengenai Standar Biaya.
Pembayaran uang saku rapat dapat dilakukan sepanjang memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. melibatkan eselon I lain;
b. dilaksanakan minimal 4 (empat) jam di luar jam kerja;
c. tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur;
d. dilengkapi dengan surat undangan yang ditandatangani oleh serendah-rendahnya
pejabat setingkat eselon II/kepala satuan kerja;
e. disertai dengan Surat Tugas bagi peserta dari unit penyelenggara;
f.

surat pernyataan pelaksanaan kegiatan yang ditandatangani oleh penanggung jawab


kegiatan;

g. dilengkapi daftar hadir rapat (absensi) mulai dan selesai rapat; dan
h. dilengkapi notulensi rapat yang sekurang-kurangnya ditandatangani oleh pimpinan rapat
dan paling kurang 1 (satu) orang peserta masing-masing perwakilan eselon II atau 50%
(lima puluh persen) dari jumlah peserta rapat.
Satu orang peserta rapat hanya berhak mendapatkan uang saku rapat satu kali dalam
satu hari, dan Uang saku rapat hanya dapat dibayarkan untuk rapat yang diselenggarakan di
luar jam kerja pada hari kerja satuan kerja bersangkutan.
Pembayaran uang saku rapat tersebut tidak berlaku apabila dilaksanakan pada hari
libur atau hari yang diliburkan kantor yang bersangkutan.
2. Biaya Perjalanan Dinas Pindah
Biaya Perjalanan Dinas Pindah terdiri atas komponen sebagai berikut:

- 70 -

a.

biaya transpor pegawai;

b.

biaya transpor keluarga;

c.

biaya pengepakan dan angkutan barang; dan/atau

d.

uang harian.

Biaya Perjalanan Dinas Pindah dimaksud dibayarkan secara lumpsum dan merupakan batas
tertinggi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya.
Dan komponen biaya Perjalanan Dinas Pindah dicantumkan pada Rincian Biaya Perjalanan
Dinas.
Untuk Perjalanan Dinas Pindah diberikan biaya-biaya sebagai berikut:
a.

biaya transpor pegawai dan transpor keluarga, uang harian, serta biaya pengepakan
dan angkutan barang-barang untuk Perjalanan Dinas Pindah dalam rangka :
1)

pindah tugas dari tempat kedudukan yang lama ke Tempat Tujuan Pindah;

2)

pemulangan Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang diberhentikan dengan hormat


dengan hak pensiun atau mendapat uang tunggu dari Tempat Kedudukan ke
Tempat Tujuan menetap;

3)

pemulangan Pegawai Tidak Tetap yang diberhentikan karena telah berakhir masa
kerjanya dari Tempat Kedudukan ke tempat tujuan menetap, sepanjang diatur
dalam perjanjian kerja;

4)

pengembalian Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang mendapat uang tunggu dari


Tempat Kedudukan ke Tempat Tujuan yang ditentukan untuk dipekerjakan
kembali.

b.

biaya transpor keluarga, uang harian, serta biaya pengepakan dan angkutan barang
untuk Perjalanan Dinas Pindah dalam rangka :
1)

pemulangan keluarga yang sah dari Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang


meninggal dunia dari tempat tugas terakhir ke Tempat Tujuan menetap;

2)

pemulangan keluarga yang sah dari Pegawai Tidak Tetap yang meninggal dunia
dari tempat tugas yang terakhir ke tempat tujuan menetap, sepanjang diatur dalam
perjanjian kerja.
Untuk biaya Perjalanan Dinas Pindah perlu kiranya disesuaikan dengan ketersediaan

dana DIPA satker yang bersangkutan, terkhusus lagi perjalanan dinas dalam rangka:
a.

pemulangan Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang diberhentikan dengan hormat


dengan hak pensiun atau mendapat uang tunggu dari Tempat Kedudukan ke Tempat
Tujuan menetap;

b.

pemulangan keluarga yang sah dari Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang meninggal
dunia dari tempat tugas terakhir ke Tempat Tujuan menetap;

c.

pemulangan Pegawai Tidak Tetap yang diberhentikan karena telah berakhir masa
kerjanya dari Tempat Kedudukan ke Tempat Tujuan menetap, sepanjang diatur dalam
perjanjian kerja;

- 71 -

d.

pemulangan keluarga yang sah dari Pegawai Tidak Tetap yang meninggal dunia
dari tempat tugas yang terakhir ke tempat tujuan menetap, sepanjang diatur dalam
perjanjian kerja; atau

e.

pengembalian Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang mendapat

uang tunggu dari

Tempat Kedudukan ke Tempat Tujuan yang ditentukan untuk dipekerjakan kembali


f.

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e disesuaikan
dengan ketersediaan dana pada DIPA satker bersangkutan.

Tempat tujuan menetap adalah:


a.

Kota tempat pengangkatan pertama sebagai Pegawai Negeri/ Pegawai Tidak Tetap;
atau

b.

Kota tempat kelahiran Pegawai Negeri/Pegawai Tidak Tetap yang dibuktikan dengan
akta kelahiran.
Biaya Perjalanan Dinas Pindah dibebankan pada DIPA satuan kerja yang menerbitkan

surat keputusan pindah/mutasi. Dan untuk Perjalanan Dinas Pindah atas permintaan sendiri
tidak diberikan biaya Perjalanan Dinas.
Dalam hal surat keputusan pindah/mutasi diterbitkan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga
sebagai otorisator yang menerbitkan surat keputusan pindah/mutasi untuk satker yang ada di
lingkup Kementerian/Lembaga berkenaan, biaya Perjalanan Dinas Pindah dapat dibebankan
pada DIPA satuan kerja Pelaksana SPD yang dipindah/dimutasi atau ditetapkan lain oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga.
Perhitungan Biaya Pindah
Perhitungan biaya pengepakan dan angkutan barang didasarkan pada:
a.

satuan biaya yang berlaku sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Standar Biaya;

b.

volume barang; dan

c.

jarak antara tempat kedudukan dengan tempat tujuan.

Satuan Volume dan biaya untuk pengepakan serta angkutan barang yang digunakan sebagai
dasar perhitungan, mengikuti ketentuan sebagaimana Lampiran Modul ini.
Dalam biaya pengepakan dan angkutan barang termasuk untuk bongkar muat dan
penggudangan. Biaya pengepakan dan angkutan barang diberikan dalam hal Perjalanan
Dinas Pindah dilakukan dalam jarak:
a.

kurang dari 100 (seratus) kilometer di Pulau Jawa/Madura; atau

b.

kurang dari 50 (lima puluh) kilometer di luar Pulau Jawa/ Madura.

Jarak antara tempat kedudukan dengan tempat tujuan tersebut ditetapkan menurut daftar
jarak resmi atau menurut keterangan resmi dari instansi yang berwenang.

- 72 -

Biaya pengepakan dan angkutan barang dengan menggunakan kendaraan angkutan darat
diberikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari satuan biaya sesuai Peraturan Menteri
Keuangan mengenai Standar Biaya.

F. Pembatalan Pelaksanaan Perjalanan Dinas Jabatan


Pembatalan perjalanan dinas pada prakteknya dapat terjadi, hal ini disebabkan karena
adanya penugasan dalam rangka dinas lain yang sangat penting, sedangkan pelaksana SPD
telah membayar tiket dan/atau hotel/penginapan. Akibat dari pembatalan tersebut, uang tiket
dan/atau hotel/penginapan tidak dapat dikembalikan sebagian atau seluruhnya. Karena
pembatalan perjalanan dinas disebabkan oleh adanya tugas dinas yang lain yang lebih penting,
pelaksanaan perjalanan dinas tidak dapat ditunda , dan pelaksana perjalanan dinas tidak dapat
digantikan orang lain, maka biaya tiket dan/atau hotel/penginapan dapat dibebankan pada DIPA
satuan kerja berkenaan. Biaya pembatalan yang dapat dibebankan pada DIPA satuan kerja
berkenaan meliputi:
1. Biaya pembatalan tiket transportasi atau biaya penginapan;atau
2. Sebagian atau seluruh biaya tiket transportasi atau biaya penginepan
Dokumen pendukung yang harus dilampirkan dalam rangka pembebanan biaya
pembatalan perjalan dinas meliputi:
1. Surat Pernyataan Pembatalan Tugas Perjalanan Dinas Jabatan dari atasan Pelaksana SPD,
atau paling rendah Pejabat Eselon II bagi Pelaksana SPD di bawah Pejabat Eselon III ke
bawah;
2. Surat Pernyataan Pembebanan Biaya Pembatalan Perjalanan Dinas Jabatan;
3.

Pernyataan/Tanda Bukti Besaran Pengembalian Biaya Transpor dan/atau biaya penginapan


dari perusahaan jasa transportasi dan/atau perusahaan jasa penginapan/hotel yang disahkan
oleh PPK.

G. Pelaksanaan dan Prosedur Pembayaran Biaya Perjalanan Dinas


Pembayaran biaya Perjalanan Dinas diberikan dalam batas pagu anggaran yang tersedia
dalam DIPA satuan kerja berkenaan. Pembayaran biaya perjalanan dinas kepada Pelaksana
SPD paling cepat 5 (lima) hari kerja sebelum Perjalanan Dinas dilaksanakan, kecuali pada akhir
tahun anggaran mengikuti ketentuan mengenai langkah-langkah akhir tahun.
Pembayaran biaya perjalanan dinas dilakuan dengan mekanisme uang persediaan (UP)
dan/atau mekanisme pembayaran Langsung (LS).
dilakukan melalui:
1. Perikatan dengan penyedia jasa;
2. Bendahara Pengeluaran; atau
3. Pelaksana SPD.

- 73 -

Mekanisme pembayaran Langsung (LS)

Pembayaran biaya perjalanan dinas yang melalui perikatan dengan penyedia jasa meliputi
perjalanan dinas jabatan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada
jabatan, mengikuti rapat, seminar dan sejenisnya. Penyedia jasa untuk pelaksanaan perjalanan
dinas jabatan tersebut dapat berupa event organizer, biro perjalanan, perusahaan jasa
transportasi, dan perusahaan jasa perhotelan/penginapan. Penetapan penyedia jasa dimaksud
dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur pengadaan barang/jasa pemerintah. Komponen
biaya perjalanan dinas yang dapat dilaksanakan dengan perikatan meliputi biaya transport
termasuk pembelian/pengadaan tiket dan/atau biaya penginapan.
Kontrak/perjanjian dengan penyedia jasa dapat dilakukan untuk 1 (satu) paket kegiatan
atau untuk ketentuan perode tertentu. Nilai satuan harga dalam kontrak/perjanjian tidak
diperkenankan melebihi tarif tiket resmi yang dikeluarkan oleh perusahaan jasa transportasi atau
tarif penginapan/hotel resmi yang dikeluarkan oleh penyedia jasa penginapan/hotel.
Pembayaran biaya perjalanan dinas kepada penyedia jasa didasarkan pada prestasi kerja
yang telah diselesaikan sebagaimana diatur dalam kontrak/perjanjian, yang pemintaan
pembayarannya diajukan oleh penyedia jasa kepada PPK.
Pembayaran biaya Perjalanan Dinas Jabatan dengan mekanisme LS dilakukan melalui
transfer dari Kas Negara ke rekening Bendahara Pengeluaran, pihak ketiga atau Pelaksana
SPD. Apabila dalam pembayaran tersebut terdapat kelebihan biaya perjalanan dinas, maka
kelebihan tersebut harus di setor ke Kas Negara melalui PPK, namun apabila terdapat
kekurangan dalam pembayaran perjalanan dinas tersebut maka Pelaksana SPD dapat meminta
kekurangan tersebut. Pembayaran kekurangan biaya perjalanan dinas tersebut dapat
menggunakan mekanisme LS ataupun UP.
Pembayaran biaya perjalanan dinas dengan mekanisme UP dilakukan dengan
memberikan uang muka kepada Pelaksana SPD oleh Bendahara Pengeluaran. Pemberian uang
muka tersebut harus dengan persetujuan PPK. Pengajuan permohonan untuk mendapatkan
uang muka kepada PPK harus menyertakan:
1. Surat Tugas atau surat keputusan pindah;
2. Fotocopi SPD;
3. Kuitansi tanda terima uang muka; dan
4. Rincian perkiraan biaya Perjalan Dinas
Pertanggungjawaban Biaya Perjalanan Dinas
Pelaksana SPD paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah melakukan perjalanan dinas harus
memperanggungjawabakan pelaksanaan perjalanan dinasnya kepada atasan langsung maupun
PPK. Laporan kepada atasan langsung berupa laporan kegiatan hasil kegiatan selama
melaksanakan perjalanan dinas beserta biaya perjalanan dinasnya. Pertanggungjawab kepada
PPK terkait dengan pertanggungjawaban biaya perjalanan dinasnya.

- 74 -

Pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas baik kepada atasan langsung maupun


kepada PPK harus melampirkan dokumen-dokumen meliputi:
1.

Surat Tugas yang sah dari atasan Pelaksana SPD

2.

SPD yang telah ditandatangani oleh PPK dan pejabat di tempat pelaksanaan Perjalanan
Dinas atau pihak terkait yang menjadi Tempat Tujuan Perjalanan Dinas;

3.

Tiket pesawat, boarding pass, airport tax, retribusi, dan bukti pembayaran moda transportasi
lainnya;

4.

Daftar Pengeluaran Riil;

5.

Bukti pembayaran yang sah untuk sewa kendaraan dalam Kota berupa kuitansi atau bukti
pembayaran lainnya yang dikeluarkan oleh badan usaha yang bergerak di bidang jasa
penyewaan kendaraan; dan

6.

Bukti pembayaran hotel atau tempat menginap lainnya.


Apabila bukti pengeluaran transportasi dan/atau penginapan tidak diperoleh. Maka

pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas dapat hanya menggunakan daftar pengeluaran riil.
Sedangkan pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas pindah melampirkan dokumendokumen yang meliputi:
1. Fotokopi surat keputusan pindah;
2.

SPD yang telah ditandatangani pihak yang berwenang;

3.

kuitansi/bukti penerimaan untuk uang harian;

4.

kuitansi/bukti penerimaan untuk biaya transpor; dan

5.

kuitansi/bukti penerimaan untuk biaya pengepakan dan angkutan barang.


PPK melakukan perhitungan rampung seluruh bukti pengeluaran biaya perjalanan dinas

dan disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran. PPK berwenang menilai kesesuaian dan
kewajaran atas biaya-biaya yang tercantum dalam daftar pengeluaran Pelaksana SPD.
PPK

mengesahkan

bukti

pengeluaran

dan

menyampaikan

kepada

Bendahara

Pengeluaran sebagai pertanggungjawaban UP atau bukti pengesahan SPM/SP2D LS


Perjalanan Dinas.
Tata cara permohonan uang muka dan tata cara pengajuan tagihan kepada PPK,
pengujian surat permintaan pembayaran, dan penerbitan surat perintah membayar oleh Pejabat
Penanda Tangan SPM, dan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) mengikuti Peraturan Menteri Keuangan yang
mengatur tentang tata cara pembayaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pihak-pihak yang melakukan pemalsuan dokumen, menaikkan dari harga sebenarnya
(mark up), dan/atau Perjalanan Dinas rangkap (dua kali atau lebih) dalam pertanggungjawaban
Perjalanan Dinas yang berakibat kerugian yang diderita oleh negara, bertanggung jawab
sepenuhnya atas seluruh tindakan yang dilakukan.

- 75 -

H. Pengendalian Internal
Dalam rangka menerapkan prinsip-prinsip Perjalanan Dinas, Menteri/ Pimpinan Lembaga
menyelenggarakan pengendalian internal terhadap pelaksanaan Perjalanan Dinas, yang paling
kurang meliputi:
1. penyusunan Standard Operating Procedure (SOP);
2. penyusunan Rencana Kerja/Proposal/Term of Reference (ToR) dan Rincian Anggaran
Belanja (RAB);
3. pengawasan penerbitan Surat Tugas; dan
4. pengawasan pertanggungjawaban pelaksanaan Perjalanan Dinas.
Penyusunan Rencana Kerja/Proposal/Term of Reference (ToR) dan Rincian Anggaran
Belanja (RAB) disusun oleh penanggungjawab kegiatan, yang paling kurang memuat:
1. latar belakang;
2. tujuan;
3. kinerja yang akan dihasilkan;
4. bentuk pertanggungjawaban kinerja;
5. personel yang melakukan Perjalanan Dinas;
6. jumlah hari pelaksanaan; dan
7. RAB.
I.

Contoh Kasus
1.

Dalam Surat Tugas disebutkan pelaksanaan tugas dalam Kota dimulai tanggal 1 sampai
dengan tanggal 10, waktu perjalanan dinas jabatan adalah pukul 09.00 s.d 17.00 WIB (8
jam) setiap hari. Atas pelaksanaan tugas tersebut diberikan biaya perjalanan dinas berupa
transpor dalam Kota.

2.

Pelaksana SPD diundang untuk mengikuti rapat koordinasi selama 3 hari (tanggal 5, 6 dan
7) di Jakarta. Atasan Pelaksana SPD menerbitkan Surat Tugas selama 5 hari, dari tanggal 4
sampai dengan tanggal 8 karena Pelaksana SPD dimaksud memerlukan waktu 1 (satu) hari
untuk tiba ke tempat tujuan dan 1 (satu) hari untuk kembali ke tempat kedudukan semula.
Dalam hal ini kepada Pelaksana SPD dimaksud dibayarkan uang harian untuk tanggal 4 dan
tanggal 8, yang dibebankan pada DIPA satker penyelenggara. Selama rapat koordinasi
(tanggal 5, 6, dan 7) diberikan uang harian sebesar uang saku paket meeting. Untuk itu agar
tercapai efisiensi belanja negara, penerbit Surat Tugas harus memperhitungkan apakah
keberangkatan 1 (satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu) hari sesudah pelaksanaan rapat
koordinasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Apabila dalam surat tugas disebutkan Pelaksana SPD dimaksud berangkat pada tanggal 5
dan kembali pada tanggal 7, maka kepada Pelaksana SPD dimaksud tidak dibayarkan uang

- 76 -

harian untuk tanggal 5 dan tanggal 7, namun hanya dibayarkan uang harian berupa uang
saku paket fullboard (tanggal 5, 6, dan 7) sesuai diatur Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Standar Biaya.
3.

Dalam hal contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ternyata Pelaksana SPD dimaksud
kembali ke tempat tugas (kantor) sebelum berakhirnya masa tugas, maka Pelaksana SPD
dimaksud harus mengembalikan uang harian. Sedangkan penambahan uang harian dapat
diberikan mengikuti ketentuan dalam Pasal 14 PMK No.113/ PMK.05/2012.

4.

Dalam satu surat tugas disebutkan bahwa Pelaksana SPD melaksanakan kegiatan
pembinaan kepada kantor di Kecamatan A, B, dan C yang masih dalam satu
Kabupaten/Kota. Kepada Pelaksana SPD tersebut hanya diberikan 1 (satu) kali biaya
transpor dalam Kota secara lumpsum sesuai standar biaya.

5.

Pelaksana SPD melakukan perjalanan dinas dalam Kota lebih dari 8 jam menggunakan
moda transportasi pesawat udara sehingga biaya yang diperlukan lebih dari biaya transpor
dalam Kota sesuai standar biaya. Kepada Pelaksana SPD diberikan biaya transpor sesuai
bukti riil transportasi pesawat udara.

6.

Petugas instansi A melakukan pengukuran tanah selama 3 hari di wilayah yang masih dalam
satu kabupaten. Dalam melakukan tugasnya, Petugas instansi A tersebut memerlukan
menginap. Pada wilayah pengukuran tersebut tidak tersedia hotel atau tempat menginap
lainnya, sehingga Petugas instansi A menginap di rumah penduduk. Kepada Petugas
instansi A diberikan biaya penginapan sebesar 30% secara lumpsum selama 2 malam.

7.

Pelaksana SPD sesuai penugasan melaksanakan perjalanan dinas dalam Kota dari Jakarta
Timur ke Jakarta Barat selama 20 hari. Selama melaksanakan perjalanan dinas, Pelaksana
SPD dimaksud tidak memerlukan penginapan (pulang ke rumah). Atas pelaksanaan
perjalanan dinas dimaksud kepada Pelaksana SPD tidak diberikan biaya penginapan
sebesar 30%.

- 77 -

BAB VI
PENGELOLAAN BELANJA BANTUAN SOSIAL PADA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tanggal 1 Juni 2012 tentang
Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga, maka diperlukan pedoman dalam
pengelolaan belanja bantuan sosial dari awal perencanaan, pengalokasian anggaran, pelaksanaan
sampai dengan pertanggungjawaban belanja bantuan sosial.
A.

Pengalokasian Anggaran Belanja Bantuan Sosial


Kementerian Negara/Lembaga meneliti dan menelaah atas tugas dan fungsi yang diemban
organisasi dalam rangka menyusun dan mengalokasikan anggaran belanja bantuan sosial.
Belanja bantuan sosial hanya dapat dianggarkan oleh Kementerian Negara/Lembaga yang
memiliki tugas dan fungsi

melaksanakan program perlindungan sosial, rehabilitasi sosial,

jaminan sosial, pemberdayaan sosial, penanggulangan kemiskinan, program pelayanan dasar


dan penanggulangan bencana, meningkatkan kemampuan ekonomi, dan/atau kesejahteraan
masyarakat, contohnya Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan lain-lain.
Berdasarkan Buletin Teknis Standar Akuntasi Pemerintahan No 10 tentang Akuntansi Belanja
Bantuan Sosial yang dikeluarkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, tujuan
penggunaan anggaran bantuan sosial meliputi:
1. Rehabilitasi sosial, yang bertujuan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan
seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar;
2. Perlindungan sosial, yang bertujuan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan
kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan
hidupnya dapat dipenuhi sesuai kebutuhan dasar minimal;
3. Pemberdayaan sosial, yang merupakan semua upaya yang diarahkan untuk menjadi warga
negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya;
4. Jaminan sosial, yang merupakan skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak;
5. Penanggulangan kemiskinan, yang merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang
dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang tidak mempunyai
atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang
layak bagi kemanusiaan; dan

- 78 -

6. Penanggulangan bencana, yang merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan


kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Pengalokasian Belanja Bantuan Sosial dipisahkan dari unsur biaya operasional satuan kerja
penyelenggara bantuan sosial, biaya pencairan dan penyaluran bantuan sosial serta biaya yang
timbul dalam rangka pengadaan barang dan jasa. Belanja bantuan sosial pada dasarnya adalah
dana yang disalurkan oleh Pemerintah kepada penerima belanja bantuan sosial secara utuh dan
tidak dikenakan potongan/pajak.
Apabila dalam pelaksanaan penyaluran bantuan sosial tersebut dibutuhkan pengeluaranpengeluaran lain maka dialokasikan pada belanja barang. Pengeluaran-pengeluaran tersebut
antara lain:
1. Biaya administrasi

pengelolaan belanja bantuan sosial, seperti biaya seleksi, biaya

pembuatan kerjasama/kontrak, biaya pengiriman bantuan, biaya jasa penyaluran melalui


bank/pos penyalur.
2. Biaya-biaya yang timbul dalam rangka pengadaan barang dan/atau jasa apabila bantuan
sosial akan diserahkan dalam bentuk barang dan/atau jasa.
B.

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pelaksanaan Belanja Bantuan Sosial


Penerima Bantuan Sosial terdiri dari perorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat
yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat dari situasi krisis sosial,
ekonomi, politik, bencana, dan fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup
minimum. Termasuk juga lembaga di bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan bidang
lain

yang

kemungkinan

berperan

untuk melindungi

terjadinya

Risiko

Sosial,

individu,

kelompok dan/atau masyarakat dari

meningkatkan

kemampuan

ekonomi,

dan/atau

kesejahteraan masyarakat.
Bantuan sosial yang diberikan oleh pemberi bantuan sosial melalui lembaga di bidang
pendidikan, kesehatan, keagamaan dan bidang lain adalah bantuan kepada lembaga yang
langsung memberikan pelayanan secara langsung kepada masyarakat yang terkena risiko
sosial, ekonomi, politik dan keamanan. Contoh bantuan sosial melalui lembaga di bidang
pendidikan, kesehatan, keagamaan dan bidang lain antara lain:
1. Bantuan sosial kepada siswa dalam rangka pelaksanaan wajib belajar 9 tahun melalui
sekolah-sekolah agar siswa tidak dikenakan biaya sekolah;
2. Bantuan sosial kepada masyarakat miskin melalui rumah sakit dan puskesmas agar
masyarakat miskin memperoleh pelayanan kesehatan secara gratis;
3. Bantuan sosial kepada kelompok pemuda melalui organisasi/lembaga kepemudaan dan
olahraga dalam rangka meningkatkan prestasi, perilaku hidup sehat dan menjauhkan dari
pengaruh narkoba.

- 79 -

4. Bantuan sosial kepada kelompok agama/tempat peribadatan dalam rangka meningkatkan


keimanan dan ketakwaan serta menjauhkan diri dari kejahatan/perbuatan terlarang.
Selain itu, bantuan yang diberikan dengan tujuan untuk dikembalikan kepada pemberi bantuan
atau diambil hasilnya oleh pemberi bantuan tidak termasuk dalam jenis bantuan sosial. Contoh
belanja yang tidak termasuk bantuan sosial tersebut antara lain:
1. Pemberian dana kepada lembaga dalam rangka melakukan survey kepuasan pelanggan
yang hasilnya diserahkan kepada pemberi dana;
2. Pemberian dana sebagai modal kepada koperasi yang setelah jangka waktu tertentu dana
tersebut harus dikembalikan kepada pemberi dana.

Belanja Bantuan Sosial yang disalurkan dalam bentuk uang yang digunakan oleh penerima
bantuan sosial untuk pengadaan barang dan/atau jasa, dikerjakan/dihasilkan sendiri oleh
penerima bantuan sosial secara swakelola. Contohnya:
1. bantuan sosial berupa uang kepada kelompok tani untuk membangun gudang pupuk dan
jalan usaha tani. Pembangunan tersebut dilakukan dengan cara swakelola oleh kelompok
tani penerima bantuan dan tidak dikontrakkan kepada rekanan/fihak ketiga penyedia barang
dan jasa.
2. bantuan sosial berupa uang kepada sekolah untuk memperbaiki gedung sekolah. kegiatan
tersebut dilakukan secara swakelola dengan cara kerjasama fihak sekolah dengan komite
sekolah

dalam

rangka

meningkatkan

partisipasi

masyarakat

dan

menggerakkan

perekonomian di daerah tersebut. Kegiatan perbaikan gedung sekolah tersebut tidak


dikontrakkan kepada rekanan/fihak ketiga penyedia barang dan jasa.

Dalam hal bantuan yang diberikan dalam bentuk uang kepada penerima bantuan yang
selanjutnya oleh penerima bantuan digunakan untuk membiayai kontrak kepada rekanan/fihak
ketiga penyedia barang dan jasa, maka bantuan tersebut tidak termasuk jenis belanja bantuan
sosial yang diberikan dalam bentuk uang. Bantuan tersebut lebih tepat dialokasikan pada jenis
belanja barang yang diserahkan kepada masyarakat/pemerintah daerah dalam bentuk barang
dan/atau jasa. Apabila penerima bantuan memenuhi kriteria risiko sosial maka bantuan tersebut
dialokasikan dalam jenis belanja bantuan sosial dalam bentuk barang dan/atau jasa. Hal
tersebut akan membantu KPA dan PPK dalam mempertanggungjawabkan penyaluran bantuan
berupa barang daripada berupa uang, mengingat prestasinya lebih terukur dan diperoleh melalui
prosedur dan ketentuan pengadaan barang dan jasa. Contohnya:
1. bantuan berupa uang kepada komite olahraga yang digunakan untuk membiayai kontrak
pembangunan gedung olahraga tidak termasuk jenis belanja bantuan sosial. Bantuan
tersebut hendaknya dialokasikan pada jenis belanja barang yang diserahkan kepada
masyarakat/pemerintah daerah

dalam

bentuk

barang

dan/atau jasa.

Pelaksanaan

pembayaran dari kas negara dilakukan berdasarkan kontrak antara PPK dengan
rekanan/fihak ketiga penyedia barang dan jasa.

- 80 -

2. bantuan berupa uang kepada kelompok masyarakat untuk memperbaiki jalan di daerahnya.
Kelompok masyarakat tersebut kemudian menyerahkan pekerjaan tersebut kepada
rekanan/fihak ketiga penyedia barang dan jasa untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Bantuan tersebut tidak termasuk jenis belanja bantuan sosial dalam bentuk uang. Bantuan
tersebut hendaknya dialokasikan pada jenis belanja bantuan sosial yang diserahkan kepada
masyarakat/pemerintah daerah dalam bentuk barang dan/atau jasa.
C.

Pedoman Umum Pengelolaan Bantuan Sosial

Menteri/Ketua Lembaga selaku Pengguna Anggaran (PA) memiliki kewenangan untuk


menetapkan Pedoman Umum pengelolaan dan pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang disesuaikan dengan tugas dan fungsi
Kementerian Negara/Lembaga berkenaan. Pedoman umum tersebut secara umum memuat
tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga berkenaan yang dijabarkan ke dalam program
dan kegiatan sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran
yang dialokasikan pada bantuan sosial. Pedoman umum tersebut memuat garis besar
pelaksanaan program dan kegiatan serta target kinerja yang akan dicapai berkaitan dengan visi
dan misi pada Kementerian Negara/Lembaga.
Pedoman umum tersebut memuat antara lain program dan kegiatan yang akan dibiayai dari
belanja bantuan sosial sehingga pencapaian output atas hal tersebut dapat berhubungan secara
langsung dengan pencapaian outcome Kementerian Negara/Lembaga berkenaan dan kebijakan
Pemerintah lainnya.
Contohnya:
1. Bantuan sosial kepada siswa miskin dalam rangka pencapaian program wajib belajar.
2. Bantuan sosial kepada masyarakat miskin yang berobat pada rumah sakit dan puskesmas
dalam rangka pencapaian program peningkatan upaya kesehatan masyarakat.
3. Bantuan sosial kepada rumah tangga sangat miskin dalam rangka pencapaian program
jaminan sosial.
D.

Petunjuk Teknis Pengelolaan Belanja Bantuan Sosial


Berdasarkan Pedoman Umum Pengelolaan Bantuan Sosial yang ditetapkan oleh Menteri/Ketua
Lembaga, Kuasa PA selanjutnya menyusun dan menetapkan petunjuk teknis pengelolaan
Belanja Bantuan Sosial. Petunjuk teknis pengelolaan Belanja Bantuan Sosial yang ditetapkan
oleh Kuasa PA paling sedikit memuat:
1. tujuan penggunaan Belanja Bantuan Sosial;
2. pemberi bantuan sosial;
3. penerima bantuan sosial;
4. alokasi anggaran;

- 81 -

5. persyaratan penerima bantuan sosial;


6. tata kelola pencairan dana Belanja Bantuan Sosial;
7. pelaksanaan penyaluran Belanja Bantuan Sosial; dan
8. pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial.

Petunjuk teknis tersebut merupakan kerangka acuan pelaksanaan kegiatan bantuan sosial untuk
menjaga kesesuaian program dan kegiatan belanja bantuan sosial dengan pelaksanaan dan
sasaran yang hendak dicapai. Petunjuk teknis bersifat operasional sebagai pedoman dalam
melakukan identifikasi dan seleksi penerima bantuan sosial yang sesuai dengan kriteria tertentu
yang telah ditetapkan, cara menyalurkan bantuan, besarnya bantuan, monitoring dan evaluasi
serta penyusunan laporan pertanggungjawabannya. Hal-hal yang dapat diuraikan dalam
petunjuk teknis antara lain:
1. Penetapan kriteria penerima bantuan sosial, misalnya:
-

disusun berdasarkan data penduduk miskin yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik;

berdasarkan jumlah siswa yang memenuhi usia wajib belajar 9 tahun;

berdasarkan kondisi di daerah yang terkena bencana alam;

berdasarkan proposal permintaan bantuan dari perorangan/kelompok/masyarakat yang


diseleksi dan sesuai dengan kriteria risiko sosial;

berdasarkan peraturan perundang-undangan/peraturan pemerintah sehingga kepada


fihak-fihak tertentu dapat diberikan bantuan sosial.

2. besaran/nilai bantuan sosial dan pelaksanaan penyaluran bantuan (sekaligus atau melalui
tahapan)
3. Tata

cara

penetapan

penerima

bantuan

sosial

dan

penyaluran

bantuan

sosial

(kontrak/perjanjian), baik secara langsung maupun melalui kelompok/lembaga penyalur yang


berhubungan dan terkait langsung dengan sasaran akhir penerima bantuan sosial.
4. bentuk bantuan sosial yaitu berupa uang, barang dan/atau jasa.
5. tata cara pengadaan apabila bantuan tersebut akan disalurkan dalam bentuk barang/jasa.
6. bentuk pertanggungjawaban yang harus disampaikan oleh penerima bantuan sosial sebagai
bahan laporan, monitoring dan evaluasi bagi pemberi bantuan sosial (PPK dan KPA) serta
aparat pemeriksa.
7. hal-hal lain dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas penyaluran bantuan
sosial agar tidak terjadi penyalahgunaan penyaluran bantuan sosial dan mampu menjamin
bantuan tersebut diterima penerima bantuan yang berhak secara tepat.
E.

Penetapan dan Pengesahan Penerima Belanja Bantuan Sosial


Berdasarkan Petunjuk Teknis Pengelolaan Belanja Bantuan Sosial yang ditetapkan oleh Kuasa
PA, Pejabat Pembuat Komitmen melakukan identifikasi dan seleksi penerima bantuan yang
memenuhi persyaratan sesuai kriteria yang telah ditentukan pada petunjuk teknis. Beberapa
contoh identifikasi dan seleksi penerima bantuan antara lain:

- 82 -

1. sasaran bantuan sosial adalah penduduk miskin berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS);
2. bantuan sosial diberikan berdasarkan proposal permintaan bantuan yang harus diseleksi
sesuai kriteria dan persyaratan yang ditentukan;
3. penerima bantuan adalah korban bencana alam;
4. penerima bantuan adalah seseorang yang mempunyai prestasi atau jasa sesuai kriteria dan
persyaratan yang ditentukan;
Nilai bantuan yang akan disampaikan kepada penerima bantuan besarnya ditentukan
berdasarkan besaran yang telah ditetapkan sesuai petunjuk teknis atau berdasarkan
perhitungan tertentu. Nilai bantuan berdasarkan besaran tertentu yang ditetapkan merupakan
nilai tertentu yang menjadi indeks, contohnya:
1. indeks bantuan yang diterima setiap siswa miskin sekolah dasar dikalikan jumlah siswa
miskin sekolah dasar suatu daerah;
2. indeks tunjangan

perintis kemerdekaan dikalikan dengan penerima tunjangan perintis

kemerdekaan.
Sedangkan bantuan yang disampaikan kepada penerima bantuan berdasarkan perhitungan
tertentu antara lain dilakukan berdasarkan kelayakan permintaan bantuan dengan hasil yang
diharapkan, besarnya masalah dengan usulan proposal, besarnya kerugian karena bencana
alam, besarnya biaya pengobatan penduduk miskin, besarnya tunjangan, dan sebagainya.
Dalam rangka menentukan penerima bantuan sosial, PPK melakukan seleksi penerima bantuan
sosial sesuai kriteria/persyaratan yang

ditentukan dalam pedoman umum pengelolaan dan

pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial yang ditetapkan oleh PA dan petunjuk teknis
pengelolaan Belanja Bantuan Sosial yang ditetapkan oleh Kuasa PA.
Berdasarkan hasil seleksi, PPK menetapkan surat keputusan penerima bantuan sosial.
Dalam rangka penyaluran Belanja Bantuan Sosial dalam bentuk uang, surat keputusan
penerima bantuan sosial paling sedikit memuat:
1. identitas penerima bantuan sosial;
2. nilai uang bantuan sosial; dan
3. nomor rekening penerima bantuan sosial.
Dalam hal penerima bantuan sosial tidak mempunyai nomor rekening, nomor rekening yang
dicantumkan dalam surat keputusan penerima bantuan sosial adalah nomor rekening Bank/Pos
Penyalur.
Dalam rangka penyaluran Belanja Bantuan Sosial dalam bentuk barang dan/atau jasa, surat
keputusan penerima bantuan sosial paling sedikit memuat:
1. identitas penerima bantuan sosial;
2. nilai barang bantuan sosial; dan
3. bentuk barang dan/atau jasa yang akan diberikan.

- 83 -

Surat keputusan penerima bantuan sosial selanjutnya disahkan oleh Kuasa PA dalam rangka
check and balance guna menjamin penerima bantuan telah ditetapkan oleh PPK sesuai kriteria
yang ditetapkan dalam petunjuk teknis dan menjadi dasar pembayaran

bantuan sosial kepada

penerima bantuan sosial.


Dalam rangka percepatan penyaluran bantuan sosial, penetapan surat keputusan dan
pengesahan surat keputusan penerima bantuan sosial dapat dilakukan secara bertahap bagi
penerima yang telah memenuhi persyaratan. Misalnya dalam suatu daerah terdapat 1000 orang
yang menjadi sasaran penerima bantuan tetapi baru 200 orang yang berhasil diverifikasi, maka
atas 200 orang tersebut dapat diterbitkan Surat Keputusan penerima bantuan dan dananya
dapat segera dicairkan pembayarannya.
F.

Pelaksanaaan Kegiatan Penyaluran Bantuan Sosial


Pencairan dana Belanja Bantuan Sosial yang disalurkan dalam bentuk uang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS). Mekanisme tersebut dapat dilakukan dengan cara:
1. Penyaluran secara langsung kepada penerima bantuan sosial dari Rekening Kas Umum
Negara ke rekening penerima bantuan sosial pada bank/pos. Jumlah penerima bantuan
yang dananya disalurkan secara langsung tidak dibatasi. Pada prinsipnya, sepanjang
penerima bantuan sosial sudah dapat dipastikan dan besarnya (nilai bantuan) telah diketahui
serta penerima bantuan mempunyai rekening pada bank/pos yang akan digunakan untuk
menampung dana bantuan sosial maka pencairan bantuan sosial dapat langsung ditujukan
kepada rekening penerima bantuan sosial. Mekanisme ini memerlukan waktu yang lebih
cepat, proses yang lebih pendek dan menjamin transparansi dan akuntabilitas penyaluran
dana, sebab dana bantuan yang disalurkan akan langsung disampaikan ke penerima
bantuan secara utuh (tanpa potongan). Apabila semua penerima bantuan sosial dapat
membuka/mempunyai rekening sendiri serta telah dapat dipastikan kebenaran atas rekening
tersebut (tidak salah dan masih aktif) maka hendaknya penyaluran dana bantuan sosial
dilakukan dengan mekanisme ini. Untuk menjamin kebenaran atas rekening tersebut (tidak
salah dan masih aktif) maka setiap penerima bantuan hendaknya menyampaikan
salinan/fotocopy nomor rekeningnya.
2. Penyaluran bantuan sosial kepada penerima bantuan sosial melalui bank/pos penyalur.
Dalam hal penerima bantuan memiliki keterbatasan dalam menampung dana bantuan sosial
yang akan diterima atau untuk menjamin PPK agar bantuan sosial dapat disampaikan
kepada penerima bantuan yang berhak, maka penyaluran bantuan dapat dilakukan melalui
bank/pos penyalur. Persyaratan penyaluran bantuan sosial yang dilakukan melalui rekening
Bank/Pos Penyalur yaitu:
a. penerima bantuan sosial dalam bentuk uang tidak memungkinkan untuk membuka
rekening pada bank/pos. Contohnya:

- 84 -

bantuan sosial kepada siswa miskin Sekolah Dasar, mengingat penerima bantuan
tidak memungkinkan membuka rekening sendiri maka penyaluran bantuan dilakukan
melalui bank/pos penyalur;

bantuan sosial kepada anak jalanan, janda perintis kemerdekaan dan lain-lain yang
karena keterbatasannya tidak memungkinkan membuka rekening pada bank/pos
atau tidak memungkinkan mengambi uang ke bank/pos sehingga dana bantuan
sosial diberikan secara tunai melalui petugas pengantar pada bank/pos penyalur.

b. dana Belanja Bantuan Sosial yang disalurkan merupakan Program Nasional yang
menurut peraturan perundang-undangan harus disalurkan melalui lembaga penyalur.
Contohnya: program bantuan langsung masyarakat sebagai kompensasi atas kenaikan
harga minyak yang diberikan dalam bentuk kupon dan dapat ditukarkan dengan uang
tunai.
c. jumlah penerima bantuan sosial dalam bentuk uang pada satu jenis Belanja Bantuan
Sosial dan satu DIPA lebih dari 100 (seratus) penerima bantuan sosial. Apabila dalam
pelaksanaan penyaluran bantuan sosial banyak ditemukan rekening penerima bantuan
yang salah/tidak aktif yang mengakibatkan terjadinya retur/pengembalian maka bantuan
sosial tersebut dapat disalurkan melalui bank/pos penyalur dengan ketentuan penerima
bantuan sosial berjumlah lebih dari 100 (seratus). Perlu disampaikan bahwa untuk
bantuan sosial yang disalurkan kepada lebih dari 100 (seratus) penerima, sepanjang
penerima bantuan sosial sudah dapat dipastikan dan besarnya (nilai bantuan) telah
diketahui serta penerima bantuan mempunyai rekening pada bank/pos yang akan
digunakan untuk menampung dana bantuan sosial sehingga dapat dipastikan bantuan
tersebut sampai kepada penerima dan tidak terjadi pengembalian (retur), maka
pencairan bantuan sosial dapat langsung ditujukan kepada rekening penerima bantuan
sosial.

Penyaluran bantuan sosial melalui bank/pos penyalur mempunyai keuntungan yaitu:


a. Pemberi bantuan (PPK) mendapatkan laporan atas penyaluran bantuan dari bank/pos
penyalur, baik yang sudah sampai kepada penerima maupun yang tidak sampai
sehingga harus dikembalikan;
b. mengurangi jumlah retur/pengembalian SP2D di KPPN;
c. PPK dapat segera mengalihkan atau membuat kebijakan dalam hal terdapat
pengembalian bantuan agar penyalurannya dana bantuan sosial lebih efektif;
d. Bank/pos penyalur dapat membantu PPK dalam menyalurkan bantuan berupa
penyampaian laporan penyaluran dana dan pengumpulan bukti setoran/penerimaan
dana dari penerima bantuan;

- 85 -

Penyaluran bantuan sosial melalui bank/pos penyalur harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Ijin pembukaan rekening pada bank/pos penyalur
Dalam rangka pencairan dana Belanja Bantuan Sosial dari Rekening Kas Umum Negara
ke rekening Bank/Pos Penyalur, Kuasa PA membuka rekening pada Bank/Pos Penyalur.
Pembukaan rekening pada Bank/Pos Penyalur oleh Kuasa PA dilaksanakan berdasarkan
ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan rekening milik
Kementerian Negara/Lembaga/ Kantor/Satuan Kerja.
2. Pemilihan bank/pos penyalur
a. Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 menyatakan bahwa
pengalokasian belanja bantuan sosial dipisahkan dari unsur biaya operasional satuan
kerja penyelenggara bantuan sosial, biaya pencairan dan penyaluran bantuan sosial
serta biaya yang timbul dalam rangka pengadaan barang dan jasa. Biaya-biaya
dimaksud termasuk biaya untuk lelang pemilihan bank/pos penyalur dapat
dialokasikan pada Belanja Barang dalam DIPA. Sedangkan belanja bantuan sosial
adalah alokasi dana bantuan yang akan disalurkan secara utuh kepada penerima
bantuan sosial. Hal ini untuk menjaga akuntabilitas alokasi belanja bantuan sosial
yang disalurkan sama dengan pertanggungjawaban penyaluran dana yang diterima
oleh penerima bantuan sosial.
b. Dalam hal pelaksanaan penyaluran dana belanja bantuan sosial dalam bentuk uang
melalui bank/pos penyalur, pemilihan bank/pos penyalur dilakukan sesuai ketentuan
peraturan mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah.
3. Bank/pos yang terpilih menjadi Bank/Pos Penyalur dana Belanja Bantuan Sosial
menandatangani kontrak/perjanjian kerja sama dengan PPK.
Kontrak/perjanjian kerja sama paling sedikit memuat:
a. hak dan kewajiban kedua belah pihak;
b. tata cara dan syarat penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial dalam bentuk uang
kepada penerima Belanja Bantuan Sosial;
c. pernyataan kesanggupan Bank/Pos Penyalur untuk menyalurkan dana Belanja
Bantuan Sosial dalam bentuk uang kepada penerima bantuan sosial paling lama 30
(tiga puluh) hari kalender sejak dana Belanja Bantuan Sosial ditransfer dari Rekening
Kas Umum Negara ke rekening Bank/Pos Penyalur;
d. pernyataan kesanggupan Bank/Pos Penyalur bahwa sisa Belanja Bantuan Sosial
dalam bentuk uang pada Bank/Pos Penyalur yang tidak tersalurkan dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari kalender harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara
pada hari kerja berikutnya;

- 86 -

e. kewajiban Bank/Pos Penyalur untuk menyampaikan laporan penyaluran dana Belanja


Bantuan Sosial secara berkala kepada PPK;
f.

pernyataan kesanggupan Bank/Pos Penyalur untuk menyetorkan bunga dan jasa giro
pada Bank/Pos Penyalur yang timbul dalam rangka kegiatan penyaluran dana
Belanja Bantuan Sosial ke Rekening Kas Umum Negara;

g. pernyataan kesanggupan Bank/Pos Penyalur untuk menyetorkan sisa dana Belanja


Bantuan Sosial yang tidak tersalurkan sampai dengan akhir tahun anggaran ke
Rekening Kas Umum Negara; dan
h. ketentuan mengenai sanksi yang dikenakan terhadap salah satu pihak yang
melanggar kontrak/perjanjian kerja sama.
i.

Dalam kontrak/perjanjian kerja sama tidak diperkenankan mencantumkan klausul


potongan atau pungutan terhadap penerima dana Belanja Bantuan Sosial.

j.

Dalam hal ketentuan yang tercantum pada kontrak/perjanjian kerja sama melampaui
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender, harus terlebih dahulu mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan.

4. Proses Penyaluran melalui bank/pos penyalur


Pencairan dana Belanja Bantuan Sosial melalui bank/pos penyalur disalurkan kepada
penerima bantuan sosial dengan cara:
a. pemindahbukuan dari rekening Bank/Pos Penyalur ke rekening penerima bantuan
sosial; atau
b. pemberian uang tunai dari rekening Bank/Pos Penyalur kepada penerima bantuan
sosial oleh petugas Bank/Pos Penyalur.

3. Penyaluran Bantuan Sosial Dalam Bentuk Barang/Jasa


Proses pengadaan barang dan jasa untuk bantuan sosial berupa barang dan/atau jasa
berpedoman

pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010

jo. Peraturan Presiden

Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam rangka


pengadaan barang dan/atau jasa untuk bantuan sosial yang akan disalurkan dalam bentuk
barang dan/atau jasa kepada penerima bantuan sosial, PPK menandatangani kontrak
pengadaan barang dan/atau jasa dengan penyedia barang dan/atau jasa.
Pengadaan barang dan/atau jasa yang akan disalurkan kepada penerima bantuan sosial
dapat juga termasuk pelaksanaan penyaluran barang dan/atau jasa sampai dengan diterima
oleh penerima bantuan sosial.
Pencairan dana Belanja Bantuan Sosial dalam rangka pengadaan barang dan/atau jasa
yang akan disalurkan untuk penerima bantuan sosial dilakukan dengan cara pembayaran
langsung (LS) dari Rekening Kas Umum Negara ke rekening penyedia barang dan/atau jasa.

- 87 -

Penyaluran barang dan/atau jasa yang pengadaannya menggunakan dana Belanja Bantuan
Sosial kepada penerima bantuan sosial dilakukan oleh:
a. PPK; atau
b. Penyedia barang dan/atau jasa sesuai kontrak.

G. Pencairan Dana Belanja Bantuan Sosial di KPPN


Dalam rangka pencairan dana Belanja Bantuan Sosial, PPK mengajukan SPP Belanja Bantuan
Sosial kepada PP-SPM yang dilampiri paling sedikit dengan:
1. Surat keputusan penerima bantuan sosial;
2. Daftar dan rekapitulasi penerima bantuan sosial;
3. Naskah kontrak/perjanjian kerjasama penyaluran Belanja Bantuan Sosial antara PPK dan
Bank/Pos Penyalur dalam hal penyaluran bantuan sosial dilakukan melalui Bank/Pos
Penyalur;
Dokumen kontrak pengadaan barang dan/atau jasa antara PPK dan penyedia barang dan/atau
jasa dalam hal dana Belanja Bantuan Sosial disalurkan dalam bentuk barang dan/atau jasa.
PP-SPM melakukan pengujian terhadap SPP dan lampiran yang diajukan oleh PPK.
Dalam hal berdasarkan hasil pengujian, SPP dinyatakan lengkap dan benar sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, PP-SPM menerbitkan SPM-LS.
Tata cara pengujian SPP, pengajuan SPM-LS oleh PP-SPM ke KPPN, dan penerbitan SP2D
oleh KPPN dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN.

H.

Penyetoran Dana Belanja Bantuan Sosial


PPK melakukan penelitian atas laporan penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial yang
disampaikan oleh Bank/Pos Penyalur.
Dalam hal hasil penelitian, terdapat dana Belanja Bantuan Sosial yang belum tersalurkan
sampai dengan batas waktu yang tercantum dalam kontrak/perjanjian kerja sama, PPK
menerbitkan surat perintah penyetoran dana Belanja Bantuan Sosial ke Rekening Kas Umum
Negara.
Penyetoran dana Belanja Bantuan Sosial yang dilakukan pada tahun anggaran berjalan
menggunakan Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB) dilampiri dengan daftar nama
penerima bantuan sosial yang tidak tersalurkan.

- 88 -

Setoran dana Belanja Bantuan Sosial dibukukan sebagai pengembalian belanja sebesar nilai
setoran dana Belanja Bantuan Sosial pada fungsi, subfungsi, program, kegiatan, output, dan
jenis belanja yang sama sebagaimana yang tercantum dalam SSPB.
Dalam hal penyetoran dana Belanja Bantuan Sosial tidak dilaksanakan pada tahun anggaran
berjalan, penyetoran dana Belanja Bantuan Sosial dilaksanakan pada tahun anggaran
berikutnya menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) yang dilampiri dengan daftar nama
penerima bantuan sosial.
Penyetoran dana Belanja Bantuan Sosial dan bunga/jasa giro yang timbul dalam rangka
kegiatan penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial, surat setorannya dibuat secara terpisah.
I.

Pembayaran Kembali atas Setoran Dana Belanja Bantuan Sosial


Pembayaran kembali atas setoran dana yang tidak tersalurkan hanya dapat dilakukan pada
tahun anggaran berjalan.
Mekanisme pembayaran kembali setoran dana Belanja Bantuan Sosial diatur oleh Direktur
Jenderal Perbendaharaan.

J.

Pertanggungjawaban penyaluran dana belanja bantuan sosial


Kuasa PA bertanggungjawab atas pencapaian target kinerja penyaluran dana Belanja Bantuan
Sosial kepada penerima bantuan sosial.
PPK bertanggungjawab atas pelaksanaan penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial kepada
penerima bantuan sosial untuk menjamin bantuan sosial telah sesuai dengan peruntukan dan
tepat sasaran dengan berpedoman pada petunjuk teknis yang ditetapkan oleh Kuasa PA.
Dalam rangka pengawasan penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial, Kuasa PA dapat
melakukan koordinasi dengan aparat pengawasan fungsional.
Untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial, Kuasa
PA harus menyusun laporan pertanggungjawaban.
Laporan pertanggungjawaban paling sedikit memuat jumlah pagu bantuan sosial yang
disalurkan, realisasi bantuan sosial yang telah disalurkan, dan sisa dana bantuan sosial yang
disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara.
Dalam hal masih terdapat dana Belanja Bantuan Sosial pada rekening Bank/Pos Penyalur yang
belum disetorkan sampai akhir tahun anggaran, dana tersebut disajikan sebagai Kas Lainnya di
Kementerian Negara/Lembaga pada Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL).
Laporan pertanggungjawaban dilampiri dengan:
1. data bukti transfer/tanda terima/konfirmasi dari Bank/Pos Penyalur/penerima bantuan sosial,
untuk penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial dalam bentuk uang; atau
2. berita acara serah terima, untuk penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial dalam bentuk
barang dan/atau jasa.

- 89 -

Laporan pertanggungjawaban dilampirkan sebagai suplemen pada Laporan Keuangan


Kementerian Negara/Lembaga.

- 90 -

LAMPIRAN MODUL

PERHITUNGAN MAKSIMUM PENCAIRAN PNBP

PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN
PEGAWAI TIDAK TETAP

- 91 -

CONTOH KASUS PNBP


1. Contoh kasus I sesuai pengaturan pada Pasal 3 ayat (6), yaitu :
Satker Pengguna PNBP belum memperoleh PNBP TA berjalan (Jumlah Setoran PNBP = 0 ), maka Satker Pengguna PNBP dapat
menggunakan Sisa MP TA yang lalu untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan tahun anggaran berjalan. Dana untuk pembiayaan kegiatankegiatan tahun anggaran berjalan yang dapat dipergunakan maksimal sebesar Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun
anggaran yan lalu
1

Sisa MP TA anggaran yang lalu sebesar Rp 55.000.000,-

Kegitan yang harus dibiayai pada tahun anggaran berjalan:


SP2D-UP
a.
:
18,000,000
b.

SP2D-LS

37,000,000
55,000,000

Jumlah
3

Proporsi Pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesua yang ditetapkan Menkeu sebesar 90%

PNBP TA berjalan (Jumlah Setoran PNBP) : Rp 0,DAFTAR PERHITUNGAN


JUMLAH MAKSIMAL PENCAIRAN DANA (MP) SATKER PENGGUNA PNBP

Nama dan kode Kantor/Satker

.......................................

Nama dan kode Kegiatan

.......................................

Nomor dan tanggal DIPA

.......................................

Target Pendapatan

100,000,000

Pagu Pengeluaran

90,000,000

Perhitungan Maksimum Pencairan Dana

a.

Jumlah Setoran PNBP TA yang lalu (TA 2012)

150,000,000

b.

Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu (90% x 6.a) TA 2012

135,000,000

c.

Realisasi Pencairan Dana TA yang lalu (maks. sesuai pagu DIPA TA 2012)

80,000,000

d.

Sisa Dana Tahun Anggaran yang lalu (b c) TA 2012

55,000,000

e.
f.

Sisa UP dan TUP TA yang lalu...............................


Sisa MP TA yang lalu yang dapat digunakan sebelum diperoleh realisasi PNBP TA berjalan (d e) ..

0
55,000,000

g.

SP2D TA berjalan yang dicairkan dari 6.f ......................................

55,000,000

Perhitungan Maksimum Pencairan Dana Berikutnya :


1

a.

Setoran PNBP TA berjalan ) .......................................................

b.

Dana PNBP yang dapat dibelanjakan ((7.b.1) + 7.b.2))

0
55,000,000

1)

Maksimum Pencairan Dana TA berjalan (90% x 7.a) ...

2)

Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu 6.f

90%

0
55,000,000

c.
Realisasi pencairan dana TA berjalan s.d SP2D lalu (termasuk jumlah SP2D yang telah dicairkan pada huruf 6.g):
1) SP2D-UP
18,000,000

d.

2)

SP2D-TUP

3)

SP2D-GUP

4)

SP2D-LS

37,000,000

5)

Jumlah

55,000,000

SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya (7.b 7.c.5)............................................


1) Pelunasan Terhadap MP Tahun yang lalu
2)

SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada pelunasan MP Tahun yang lalu (7.d 7.d.1)

- 92 -

0
0
0

3)

Dispensasi penggunaan MP TA berjalan belum diperhitungkan MP TA yang lalu (7.d - 7.d.1))

4)

SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada ada pelunasan MP Tahun yang lalu
dan/atau pemberian dispensasi 7.d.3)

5)

Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu yang masih harus diperhitungkan dengan MP TA berjalan (6.f 7.d.1))

55,000,000

Kesimpulan:
Maka Sisa MP TA yang lalu yang dipergunakan oleh Satker Pengguna PNBP untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan tahun anggaran
berjalan sebesar Rp 55.000.000,-

2. Contoh kasus II sesuai pengaturan pada Pasal 3 ayat (6), yaitu :


Kelanjutan dari kasus I, Satker Pengguna PNBP selanjutnya memperoleh PNBP TA berjalan sebesar Rp 20.000.000,-(MP TA berjalan tidak
boleh dipergunakan untuk membiayai kegiatan TA berjalan sebelum memperhitungkan penggunaan sisa MP TA yang lalu). Maka MP TA
berjalan yang diperhitungkan atas penggunaan sisa MP TA yang lalu, sebagai berikut:
1
2

Sisa MP TA anggaran yang lalu sebesar Rp 55.000.000,Kegitan yang sudah dibiayai pada tahun anggaran berjalan (Realisasi pencairan dana TA berjalan s.d SP2D lalu, termasuk jumlah
SP2D yang telah dicairkan):
a.

SP2D-UP

b.

SP2D-LS

18,000,000

37,000,000
55,000,000
Proporsi Pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesua yang ditetapkan Menkeu sebesar 90%
MP TA berjalan
= (PPP x JS) - JPS
= (90% x 20.000.000) - 55.000.000
= 18,000,000 - 55,000,000
=
-37,000,000
Pelunasan terhadap MP TA yang lalu sebesar Rp 18.000.000,Jumlah

4
5

(setiap ada kelebihan sisa MP TA berjalan diperhitungkan dengan penggunaan sisa MP TA yang lalu)
7

PNBP TA berjalan (Jumlah Setoran PNBP) :

20,000,000

DAFTAR PERHITUNGAN
JUMLAH MAKSIMAL PENCAIRAN DANA (MP) SATKER PENGGUNA PNBP
1

Nama dan kode Kantor/Satker

.......................................

Nama dan kode Kegiatan

.......................................

Nomor dan tanggal DIPA

.......................................

Target Pendapatan

5
6

Pagu Pengeluaran

100,000,000
90,000,000

Perhitungan Maksimum Pencairan Dana

a.

Jumlah Setoran PNBP TA yang lalu (TA 2012)

150,000,000

b.

Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu (90% x 6.a) TA 2012

135,000,000

c.

Realisasi Pencairan Dana TA yang lalu (maks. sesuai pagu DIPA TA 2012)

80,000,000

d.

Sisa Dana Tahun Anggaran yang lalu (b c) TA 2012

55,000,000

e.
f.

Sisa UP dan TUP TA yang lalu...............................


Sisa MP TA yang lalu yang dapat digunakan sebelum diperoleh realisasi PNBP berjalan (d e)..

0
55,000,000

g.

SP2D TA berjalan yang dicairkan dari 6.f ....................................

55,000,000

Perhitungan Maksimum Pencairan Dana Berikutnya :


a.

Setoran PNBP TA berjalan ) .......................................................

- 93 -

20,000,000

b.

Dana PNBP yang dapat dibelanjakan ((7.b.1) + 7.b.2))

73,000,000

1)

Maksimum Pencairan Dana TA berjalan (90% x 7.a) ..

2)

Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu 6.f

90%

18,000,000
55,000,000

c.
Realisasi pencairan dana TA berjalan s.d SP2D lalu (termasuk jumlah SP2D yang telah dicairkan pada huruf 6.g):
1) SP2D-UP
18,000,000

d.

2)

SP2D-TUP

3)

SP2D-GUP

4)

SP2D-LS

37,000,000

5)

Jumlah

55,000,000

SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya (7.b 7.c.5)............................................


1) Pelunasan Terhadap MP Tahun yang lalu
2)

SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada pelunasan MP Tahun yang lalu (7.d 7.d.1)

3)

Dispensasi penggunaan MP TA berjalan belum diperhitungkan MP TA yang lalu (7.d - 7.d.1)

4)

SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada ada pelunasan MP Tahun yang lalu
dan/ atau pemberian dispensasi 7.d.3)

5)

Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu yang masih harus diperhitungkan dengan MP TA berjalan (6.f 7.d.1))

18,000,000
18,000,000
0
0
0
37,000,000

Kesimpulan:
MP TA berjalan minus 37.000.000 berarti MP TA berjalan tidak boleh dipergunakan untuk membiayai kegiatan TA berjalan.

3. Contoh kasus III sesuai pengaturan pada Pasal 3 ayat (9), yaitu :
Kelanjutan dari kasus I, dalam hal Satker Pengguna PNBP sudah memperoleh PNBP TA berjalan sebesar Rp 60.000.000,-, selanjutnya
Satker Pengguna PNBP akan mengajukan TUP sebesar Rp. 50.000.000,- karena ada kegiatan yang mendesak harus segera
dilaksanakan. Sisa MP TA yang lalu sudah habis dipergunakan, seharusnya PNBP TA berjalan sebesar Rp 60.000.000,- harus
diperhitungkan dengan penggunaan Sisa MP TA yang lalu. Namun dengan adanya kebutuhan TUP, Satker Pengguna PNBP mengajukan
dispensasi penggunaan MP TA berjalan sebelum lunas diperhitungkan dengan Sisa MP TA yang lalu dan telah mendapat persetujuan
Dirjen Perbendaharaan. Maka perhitungan MP Satker Pengguna PNBP, sebagai berikut:

Sisa MP TA anggaran yang lalu sebesar Rp 55.000.000,-

Kegitan yang sudah dibiayai pada tahun anggaran berjalan:


:
a. SP2D-UP
b.

SP2D-LS

18,000,000

4
5

37,000,000
55,000,000
PNBP TA berjalan (Jumlah Setoran PNBP)
:
60,000,000
MP TA berjalan
= (PPP x JS) - JPS
= (90% x 50.000.000) - 55.000.000
= 54,000,000 - 55,000,000
=
-1,000,000
Kebutuhan TUP sebesar Rp 50.000.000,- dan mengajukan dispensasi sebesar Rp 50.000.000,Pelunasan terhadap MP TA yang lalu sebesar Rp 4.000.000 (MP TA berjalan dikurangi kebutuhan dana/dispensasi)

(Rp 54.000.000,- dikurangi Rp 50.000.000,- = Rp 4.000.000,-, setiap ada kelebihan sisa MP TA berjalan diperhitungkan dengan
penggunaan sisa MP TA yang lalu)
Diberikan dispensasi penggunaan MP TA berjalan sebesar Rp 50.000.000,-

Jumlah

- 94 -

Proporsi Pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesuai yang ditetapkan Menkeu sebesar 90%

DAFTAR PERHITUNGAN
JUMLAH MAKSIMAL PENCAIRAN DANA (MP) SATKER PENGGUNA PNBP
1

Nama dan kode Kantor/Satker

.......................................

Nama dan kode Kegiatan

.......................................

Nomor dan tanggal DIPA

.......................................

Target Pendapatan

100,000,000

Pagu Pengeluaran

90,000,000

Perhitungan Maksimum Pencairan Dana

a.

Jumlah Setoran PNBP TA yang lalu (TA 2012)

150,000,000

b.

Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu (90% x 6.a) TA 2012

135,000,000

c.

Realisasi Pencairan Dana TA yang lalu (maks. sesuai pagu DIPA TA 2012)

80,000,000

d.

Sisa Dana Tahun Anggaran yang lalu (b c) TA 2012

55,000,000

e.
f.

Sisa UP dan TUP TA yang lalu...............................


Sisa MP TA yang lalu yang dapat digunakan sebelum diperoleh realisasi PNBP TA berjalan (d e).

0
55,000,000

g.

SP2D TA berjalan yang dicairkan dari 6.f ....................................

55,000,000

Perhitungan Maksimum Pencairan Dana Berikutnya :


1

a.

Setoran PNBP TA berjalan ) .......................................................

b.

Dana PNBP yang dapat dibelanjakan ((7.b.1) + 7.b.2))

60,000,000
109,000,000

1)

Maksimum Pencairan Dana TA berjalan (90% x 7.a) ...

2)

Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu 6.f

90%

54,000,000
55,000,000

c.
Realisasi pencairan dana TA berjalan s.d SP2D lalu (termasuk jumlah SP2D yang telah dicairkan pada huruf 6.g):
1) SP2D-UP
18,000,000

d.

2)

SP2D-TUP

3)

SP2D-GUP

4)

SP2D-LS

37,000,000

5)

Jumlah

55,000,000

SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya (7.b 7.c.5)............................................


1) Pelunasan Terhadap MP Tahun yang lalu

54,000,000
4,000,000

2)

SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada pelunasan MP Tahun yang lalu (7.d
- 7.d.1)

3)

Dispensasi penggunaan MP TA berjalan belum diperhitungkan MP TA yang lalu (7.d - 7.d.1))

4)

SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada ada pelunasan MP Tahun yang lalu
dan/atau pemberian dispensasi 7.d.3)

50,000,000

5)

Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu yang masih harus diperhitungkan dengan MP TA berjalan (6.f 7.d.1))

51,000,000

Kesimpulan:
Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu yang masih harus diperhitungkan dengan MP TA berjalan masih sebesar Rp
51.000.000,-, pelunasan terhadap penggunaan sisa MP TA yang lalu Rp 4.000.000,-

- 95 -

50,000,000
50,000,000

4. Contoh kasus IV sesuai pengaturan pada Pasal 3 ayat (8), yaitu :


Kelanjutan dari kasus I, dalam hal Satker Pengguna PNBP sudah memperoleh PNBP TA berjalan sebesar Rp 100.000.000,- .
Pengguna PNBP dapat menggunakan MP TA berjalan untuk membiayai kegiatan TA berjalan setelah MP TA berjalan
diperhitungkan lunas dengan dengan penggunaan sisa MP TA sebelumnya. Maka perhitungan jumlah maksimal MP satker
pengguna PNBP, sebagai berikut:
1

Sisa MP TA anggaran yang lalu sebesar Rp 55.000.000,-

Kegitan yang harus dibiayai pada tahun anggaran berjalan:


SP2D-UP
a.
:
b.

SP2D-LS

18,000,000

37,000,000
55,000,000
PNBP TA berjalan (Jumlah Setoran PNBP) :
:
100,000,000
MP TA berjalan
= (PPP x JS) - JPS
= (90% x 100.000.000) - 55.000.000
= 90,000,000 - 55,000,000
=
35,000,000
Pelunasan terhadap MP TA yang lalu sebesar Rp 55.000.000

Proporsi Pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesuai yang ditetapkan Menkeu sebesar 90%

Jumlah

DAFTAR PERHITUNGAN
JUMLAH MAKSIMAL PENCAIRAN DANA (MP) SATKER PENGGUNA PNBP
1

Nama dan kode Kantor/Satker

.......................................

Nama dan kode Kegiatan

.......................................

Nomor dan tanggal DIPA

.......................................

Target Pendapatan
4
5

Pagu Pengeluaran

Perhitungan Maksimum Pencairan Dana

100,000,00
0
90,000,000

a.

Jumlah Setoran PNBP TA yang lalu (TA 2012)

b.

Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu (90% x 6.a) TA 2012

150,000,00
0
135,000,00
0

c.

Realisasi Pencairan Dana TA yang lalu (maks. sesuai pagu DIPA TA 2012)

80,000,000

d.

Sisa Dana Tahun Anggaran yang lalu (b c) TA 2012

55,000,000

e.
f.

Sisa UP dan TUP TA yang lalu...............................


Sisa MP TA yang lalu yang dapat digunakan sebelum diperoleh realisasi PNBP TA berjalan (d e) ........

0
55,000,000

g.

SP2D TA berjalan yang dicairkan dari 6.f ....................................

55,000,000

Perhitungan Maksimum Pencairan Dana Berikutnya :


Setoran PNBP TA berjalan ) .......................................................

b.

Dana PNBP yang dapat dibelanjakan ((7.b.2) + 7.b.3))

c.

100,000,00
0
145,000,00
0

a.

1)

Maksimum Pencairan Dana TA berjalan (90% x 7.a) ...

2)

Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu 6.f

90%

90,000,000
55,000,000

Realisasi pencairan dana TA berjalan s.d SP2D lalu (termasuk jumlah SP2D yang telah dicairkan pada huruf
6.g):
1) SP2D-UP
18,000,000

- 96 -

d.

2)

SP2D-TUP

3)

SP2D-GUP

4)

SP2D-LS

37,000,000

5)

Jumlah

55,000,000

SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya (7.b 7.c.5)............................................


1) Pelunasan Terhadap MP Tahun yang lalu
2)

SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada pelunasan MP Tahun yang lalu
(7.d - 7.d.1)

3)

Dispensasi penggunaan MP TA berjalan belum diperhitungkan MP TA yang lalu (7.d - 7.d.1))

4)

SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada ada pelunasan MP Tahun yang
lalu dan pemberian dispensasi 7.d.3)

5)

90,000,000
55,000,000
35,000,000
0

Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu yang masih harus diperhitungkan dengan MP TA berjalan
(6.f - 7.d.1))

Kesimpulan:
Maka MP TA berjalan yang dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan TA berjalan setelah diperhitungkan lunas
penggunaan MP TA yang lalu Rp 35.000.000,-.

Monitoring Pelaksanaan Perjalanan Dinas Jabatan (PDJ) untuk Bulan _____________


Tahun ___________

Keterangan :
1. Pelaksanaan tugas ditandai dengan memberi tanda X pada baris Nama Pelaksana Surat Tugas dan kolom Tanggal Pelaksanaan
2. Tidak diperkenankan pemberian tanda X lebih dari 1 kali pada baris dan kolom yang sama

- 97 -

0
0

Monitoring Penerbitan Surat Tugas dalam Pelaksanaan PDJ untuk Bulan ____________Tahun
____________

No
(1)

Nama Pelaksana
SPD/NIP
(2)

Surat Tugas

Tanggal
Pelaksanaan PDJ

Nomor

Tanggal

Mulai

Selesai

(3)

(4)

(5)

(6)

Tuju
an

Keterangan *)

(7)

(8)

Keterangan *) :
1. Diisi dengan jenis kegiatan perjalanan dinas, misalnya dalam rangka narasumber/rapat/rapat pimpinan (rapim)/ rapim
terbatas/rakor/monev/survei, dsb.
2. Diisi dibatalkan, apabila terdapat pembatalan pelaksanaan perjalanan dinas.
3. Terdapat pelaksanaan tugas awal yang belum selesai tetapi dilanjutkan pelaksanaan tugas lain.
4. Dapat diisi dengan keterangan lainnya.

- 98 -

CONTOH:
PENGISIAN FORM MONITORING PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS JABATAN (PDJ) DAN FORM
MONITORING PENERBITAN SURAT TUGAS
1.

Berdasarkan disposisi, seorang pegawai bernama Agus ditugaskan melaksanakan perjalanan dinas
selama 3 hari (tanggal 4, 5, dan 6) dengan tujuan Kota Makassar sebagai Narasumber suatu
kegiatan bimtek pengelolaan keuangan.
Hal-hal yang dilakukan dalam monitoring penerbitan surat tugas:
a. Pegawai yang ditunjuk untuk melakukan monitoring penerbitan surat tugas terlebih dahulu
meneliti nama Pelaksana SPD Agus pada Form Monitoring Pelaksanaan Perjalanan Dinas
Jabatan (PDJ) bulan berkenaan. Apakah pada tanggal 4, 5, dan 6 sudah ada penugasan yang
ditandai dengan (x). Apabila belum, maka surat tugas atas nama Agus dapat diterbitkan.
b. Surat Tugas yang telah ditandatangani oleh atasan Pelaksana SPD dicatat dalam Form
Monitoring Penerbitan Surat Tugas. Selanjutnya tanggal pelaksanaan PDJ dicatat dalam Form
Monitoring Pelaksanaan PDJ dengan cara memberi tanda (x) kolom tanggal 4, 5, dan 6.

2.

Pada tanggal 10, 11, dan 12 Agus ditugaskan melaksanakan perjalanan dinas dengan tujuan Bogor
dalam rangka seminar dan workshop mengenai pengelolaan barang milik negara. Berdasarkan hasil
penelitian pada Form Monitoring PDJ, atas nama Agus pada tanggal 10, 11, dan 12 dimaksud tidak
terdapat tanda (x). Sehingga pejabat penerbit surat tugas menerbitkan Surat Tugas untuk Agus
dengan nomor ST-002/PA/2012 tanggal 4 November 2012 tujuan Bogor. Namun sebelum tanggal
pelaksanaan, Agus tidak dapat berangkat karena harus menyelesaikan tugas-tugas yang mendesak
di kantor.
Atas hal tersebut, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pada Form Monitoring PDJ agar dilakukan pembatalan pelaksanaan tugas Agus ke Bogor
tanggal 10, 11, dan 12 dengan cara mencoret tanda (x) sebagaimana pada contoh format.
b. Pada Form Monitoring Penerbitan Surat Tugas, di kolom keterangan agar mencantumkan alasan
pembatalan pelaksanaan tugas tersebut.

3.

Seorang pegawai kantor pusat bernama Hamid diberi penugasan melakukan pembinaan ke kantor
vertikal di Kota Bogor selama 3 hari (tanggal 4, 5, dan 6). Berdasarkan hasil penelitian pada form
monitoring PDJ, atas nama Hamid pada tanggal 4, 5, dan 6 dimaksud tidak terdapat tanda (x).
Sehingga pejabat penerbit surat tugas menerbitkan Surat Tugas untuk Hamid nomor ST003/PA/2012 tanggal 4 November 2012. Dalam pelaksanaannya, pada tanggal 4 dan 5 Hamid telah
menyelesaikan tugasnya dan output kinerja telah tercapai. Sehingga pada tanggal 6, Hamid dapat
kembali masuk kantor seperti biasa.
Atas hal tersebut, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pada form Monitoring PDJ, agar dilakukan pembatalan pelaksanaan tugas Hamid ke Bogor
tanggal 6 dengan cara mencoret tanda (x) sebagaimana pada contoh format.
b. Pada form Monitoring Penerbitan Surat Tugas, di kolom keterangan agar mencantumkan alasan
pembatalan pelaksanaan tugas pada tanggal 6 disertai keterangan bahwa pada tanggal 6
tersebut pegawai Hamid telah masuk kantor kembali.

4.

Pada tanggal 19, 20, dan 21 seorang pegawai bernama Sari ditugaskan melaksanakan perjalanan
dinas dengan tujuan Bandung. Atas penugasan tersebut pada form Monitoring PDJ telah dilakukan
penelitian bahwa Sari tidak ada penugasan pada tanggal 19, 20, dan 21 tersebut. Sehingga pejabat
penerbit surat tugas menerbitkan Surat Tugas untuk Sari nomor ST-004/PA/2012 tanggal 15
November 2012. Pada tanggal 18 November panitia penyelenggara kegiatan memberitahukan
bahwa kegiatan dimaksud diundur pelaksanaannya menjadi tanggal 21, 22, dan 23.
Atas hal tersebut, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pada form Monitoring PDJ, agar dilakukan pembatalan pelaksanaan tugas Sari ke Bandung
dengan cara mencoret tanda (x) tanggal 19 dan 20, selanjutnya mencantumkan tanda (x) pada
tanggal 22 dan 23 sebagaimana pada contoh format.
b. Pada form Monitoring Penerbitan Surat Tugas, di kolom keterangan agar mencantumkan hal
pembatalan pelaksanaan tugas Sari pada tanggal 19 dan 20, disertai keterangan bahwa kegiatan
dimaksud diundur menjadi tanggal 21, 22, dan 23.
c. Melakukan ralat/koreksi atas Surat Tugas Sari nomor ST-004/PA/2012 tanggal 15 November
2012. Ralat/koreksi cukup dilakukan dengan cara mencoret tanggal pelaksanaan semula tanggal
19, 20,dan 21 menjadi tanggal 21, 22, dan 23 (tidak perlu menerbitkan surat tugas yang baru).

- 99 -

Contoh Pengisian Form Monitoring Pelaksanaan Perjalanan Dinas Jabatan (PDJ) untuk Bulan
November Tahun 2012

- 100 -

Contoh Pengisian Form Monitoring Penerbitan Surat Tugas dalam Pelaksanaan PDJ untuk Bulan November Tahun 2012

No

Nama Pelaksana
SPD/NIP

(1)

(2)

1 Agus/060099754
2 Agus/060099754
3 Hamid/060091108
4 Sari/0600981202

Tanggal Pelaksanaan
PDJ

Surat Tugas

Tujuan

Keterangan

(7)

(8)

Nomor

Tanggal

Mulai

Selesai

(3)
ST001/PA/2012
ST002/PA/2012
ST003/PA/2012
ST004/PA/2012

(4)

(5)

(6)

2 Nov 2012

6 Nov 2012
12 Nov
2012

Makasar

Narasumber

4 Nov 2012

4 Nov 2012
10 Nov
2012

Bogor

4 Nov 2012
15 Nov
2012

4 Nov 2012
19 Nov
2012

6 Nov 2012
21 Nov
2012

Bogor

Dibatalkan
tgl 6 dibatalkan dan kembali tugas di
kantor
tgl penugasan diubah menjadi tgl
21-23

5
6 .....dst.

- 101 -

Bandung

Kementerian Negara/Lembaga:
............................................... (1)

Lembar Ke
Kode No
Nomor

:
:
:

SURAT PERJALANAN DINAS (SPD)


1
2
3

Pejabat Pembuat Komitmen


Nama/NIP Pegawai yang melaksanakan
perjalanan dinas
a. Pangkat dan Golongan

. . (2)
.(3)
a.
.(4)

b.

Jabatan/Instansi

b.

. (5)

c.

Tingkat Biaya Perjalanan Dinas

c.

. (6)

Maksud Perjalanan Dinas

. (7)

Alat angkutan yang dipergunakan

a.

Tempat berangkat

b.

Tempat Tujuan

. (8)
a.
. (9)
b.
.(10)

a.

Lamanya Perjalanan Dinas

a.

.(11)

b.

Tanggal berangkat

b.

.(12)

c.

Tanggal harus kembali/tiba di

c.

.(13)

tempat baru *)
8

Pengikut :

Nama

Tanggal Lahir

Keterangan

1.
2.
3.

........................................ (14)

.............................. (15)

........................ (16)

4.
5.
9

10

Pembebanan Anggaran
a.

Instansi

a.

.(17)

b.

Akun

b.

.(18)
.(19)

Keterangan lain-lain

Dikeluarkan di

Tanggal

........................ (20)
........................ (21)

Pejabat Pembuat Komitmen

(.... (22)
NIP .......................................................

- 102 -

I.

II.

Tiba di
Pada Tanggal
Kepala

: . (29)
: . (30)
: . (31)

Berangkat dari
(Tempat Kedudukan)
Ke
Pada Tanggal
Kepala

..... (23)

:
:
:

. (24)
. (25)
. (26)

(... (27) .......................)


NIP (28)
Berangkat dari
:
... (34)
Ke
:
... (35)
Pada Tanggal
:
... (36)
Kepala
... (37)

III.

(. (32) ....)
NIP ..... (33)
Tiba di
: . (29)
Pada Tanggal
: . (30)
Kepala
: . (31)

(. (38) .....)
NIP ...... (39)
Berangkat dari
:
... (34)
Ke
:
... (35)
Pada Tanggal
:
... (36)
Kepala
... (37)

IV.

(. (32) ....)
NIP ..(33)
Tiba di
: . (29)
Pada Tanggal
: . (30)
Kepala
: . (31)

(. (38) .....)
NIP ...... (39)
Berangkat dari
:
... (34)
Ke
:
... (35)
Pada Tanggal
:
... (36)
Kepala
... (37)

V.

(. (32) ....)
NIP ..(33)
Tiba di
: . (29)
Pada Tanggal
: . (30)
Kepala
: . (31)

(. (38) .....)
NIP ...... (39)
Berangkat dari
:
... (34)
Ke
:
... (35)
Pada Tanggal
:
... (36)
Kepala
... (37)

VI.

(. (32) ....)
NIP ..(33)
Tiba di
: . (40)
(Tempat Kedudukan)
Pada Tanggal
: . (41)

(. (38) .....)
NIP ...... (39)
Telah diperiksa dengan keterangan bahwa perjalanan
tersebut atas perintahnya dan semata-mata untuk
kepentingan jabatan dalam waktu yang sesingkatsingkatnya.
Pejabat Pembuat Komitmen

Pejabat Pembuat Komitmen

VII.
VIII.

( (42) ..)
(... (42) ....)
NIP ..(43)
NIP ... (43)
Catatan Lain-Lain
PERHATIAN :
PPK yang menerbitkan SPD, pegawai yang melakukan perjalanan dinas, para pejabat yang mengesahkan tanggal
berangkat/tiba, serta bendahara pengeluaran bertanggung jawab berdasarkan peraturan-peraturan Keuangan
Negara apabila negara menderita rugi akibat kesalahan, kelalaian, dan kealpaannya.

- 103 -

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

(15)

(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
I.

PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PERJALANAN DINAS (SPD)
Diisi nama Kementerian Negara/Lembaga dari satuan kerja yang dibebani biaya perjalanan
dinasnya.
Diisi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) / jenis PPK kegiatan tertentu apabila dalam satker
terdapat lebih dari 1 (satu) PPK.
Diisi nama / NIP pegawai yang melaksanakan perjalanan dinas (Pelaksana SPD).
Diisi pangkat dan golongan Pelaksana SPD.
Diisi jabatan / instansi Pelaksana SPD.
Diisi tingkat biaya perjalanan dinas Pelaksana SPD.
Diisi maksud dari dilaksanakannya perjalanan dinas.
Diisi jenis alat angkutan/transpor yang digunakan.
Diisi kota tempat kedudukan asal/keberangkatan Pelaksana SPD.
Diisi kota tempat tujuan pelaksanaan perjalanan dinas.
Diisi lama waktu dilaksanakannya perjalanan dinas dengan satuan hari atau jam.
Diisi tanggal keberangkatan pelaksanaan perjalanan dinas.
Diisi tanggal harus kembali ke tempat kedudukan semula atau tiba di tempat tujuan baru
untuk perjalanan dinas pindah.
Diisi nama pengikut atau yang turut serta dengan pegawai yang melaksanakan perjalanan
dinas, khusus untuk perjalanan dinas pindah.
Untuk perjalanan dinas jabatan, isian ini dikosongkan.
Diisi dengan tanggal lahir pengikut/yang turut serta dengan pegawai yang melaksanakan
perjalanan dinas, khusus untuk perjalanan dinas pindah.
Untuk perjalanan dinas jabatan, isian ini dikosongkan.
Diisi hubungan pengikut dengan Pelaksana SPD.
Diisi nama satker yang dibebani biaya perjalanan dinas.
Diisi kegiatan, output dan akun dalam DIPA yang dibebani.
Diisi Nomor dan tanggal Surat Tugas Pelaksana SPD.
Diisi tempat penandatanganan SPD.
Diisi tanggal penandatanganan SPD.
Diisi nama dan NIP PPK yang menandatangani SPD.
Diisi dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Biaya Perjalanan Dinas dibebankan pada DIPA Pelaksana SPD

(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)

Diisi kota tempat kedudukan asal/keberangkatan Pelaksana SPD.


Diisi nama tempat tujuan perjalanan dinas Pelaksana SPD.
Diisi tanggal keberangkatan perjalanan dinas.
Diisi nama jabatan penandatangan SPD di tempat kedudukan asal/keberangkatan.
Diisi tanda tangan dan nama Kepala Satker atau Pejabat yang ditunjuk pada instansi
Pelaksana SPD atau Atasan Pelaksana SPD
Diisi NIP Kepala Satker atau Pejabat yang ditunjuk pada instansi Pelaksana SPD.

104

2. Biaya Perjalanan Dinas dibebankan pada DIPA Satker Penyelenggara

(23)
(24)
(25)
(26)
(27)

(28)

Tidak perlu diisi/dikosongkan.


Tidak perlu diisi/dikosongkan.
Tidak perlu diisi/dikosongkan.
Tidak perlu diisi/dikosongkan.
Tidak perlu diisi/dikosongkan.
(Tidak perlu ditandatangani oleh Kepala Satker atau Pejabat yang ditunjuk pada instansi
Pelaksana SPD atau Atasan Pelaksana SPD).
Tidak perlu diisi/dikosongkan.

II, III, IV, V Diisi sebagai berikut:

(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
VI.

Diisi nama tempat tujuan perjalanan dinas Pelaksana SPD.


Diisi tanggal tiba di tempat tujuan perjalanan dinas.
Diisi nama jabatan penandatangan SPD di tempat tujuan.
Diisi tanda tangan dan nama penandatangan SPD di tempat tujuan.
Diisi NIP penandatangan SPD di tempat kedudukan tujuan.
Diisi nama tempat kedudukan untuk melanjutkan perjalanan dinas.
Diisi nama tempat tujuan perjalanan dinas lanjutan.
Diisi tanggal keberangkatan perjalanan dinas lanjutan.
Diisi nama jabatan penandatangan SPD di lokasi tempat keberangkatan lanjutan.
Diisi tanda tangan dan nama penandatangan SPD di tempat lanjutan keberangkatan.
Diisi NIP penandatangan SPD di tempat kedudukan untuk melanjutkan perjalanan dinas.
Diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Biaya Perjalanan Dinas dibebankan pada DIPA Pelaksana SPD

(40)
(41)
(42)
(43)

Diisi nama tempat kedudukan semula Pelaksana SPD.


Diisi tanggal tiba di tempat kedudukan semula Pelaksana SPD.
Diisi tanda tangan dan nama Pejabat Pembuat Komitmen.
Diisi NIP Pejabat Pembuat Komitmen.
2. Biaya Perjalanan Dinas dibebankan pada DIPA Satker Penyelenggara

(40)
(41)
(42)
(43)

Tidak perlu diisi/dikosongkan.


Tidak perlu diisi/dikosongkan.
Tidak perlu diisi/dikosongkan.
Tidak perlu diisi/dikosongkan.

105

SATUAN BIAYA PENGEPAKAN DAN ANGKUTAN BARANG


GOLONGAN PELAKSANA SPD
NO

URAIAN/TUJUAN
IV

II

Jumlah barang yang digunakan sebagai dasar perhitungan


a. Pegawai yang berkeluarga dengan anak

25 m

20 m

15 m

10 m

b. Pegawai yang berkeluarga tanpa anak

15 m

12 m

9 m

6 m

5 m

4 m

3 m

2 m

75.000

75.000

75.000

75.000

c. Pegawai yang tidak berkeluarga


2

III

Dasar perhitungan biaya (dalam Rupiah)


a. Kereta Api
1. Pengepakan per m
2. Angkutan per m/km

Sesuai tarif yang berlaku

b. Truk
1. Pengepakan per m

60.000

60.000

60.000

60.000

2. Angkutan per m/km

400

400

400

400

75.000

75.000

75.000

75.000

400

400

400

400

c. Angkutan Laut/Sungai
1. Pengepakan per m
2. Angkutan darat dari dan ke rumah per m/km
3. Angkutan Laut/Sungai per m

Sesuai tarif yang berlaku

d. Alat Angkut Lainnya

Sesuai tarif yang berlaku

Dalam biaya pengepakan dan angkutan barang termasuk untuk bongkar muat dan penggudangan.

106

CONTOH KASUS PERJALANAN DINAS


1. Contoh kasus sesuai pengaturan pada Pasal 2 ayat (4) huruf a, yaitu :

Dalam rangka menjaga terpenuhinya pelaksanaan prinsip-prinsip sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), atasan Pelaksana SPD:
a. melakukan monitoring penerbitan Surat Tugas di lingkup wilayah kerjanya;
b. dapat membatasi pelaksanaan perjalanan dinas dalam Kota hanya sampai dengan 8 jam,
kecuali pelaksanaan perjalanan dinas dimaksud memang sangat diperlukan penyelesaiannya
lebih dari 8 jam.

Contoh:
Dalam Surat Tugas disebutkan pelaksanaan tugas dalam Kota dimulai tanggal
1 sampai dengan tanggal 10, waktu perjalanan dinas jabatan adalah pukul
09.00 s.d 17.00 WIB (8 jam) setiap hari. Atas pelaksanaan tugas tersebut
diberikan biaya perjalanan dinas berupa transpor dalam Kota.
2. Contoh kasus sesuai pengaturan pada Pasal 11 ayat (4), yaitu :

Pembayaran uang harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3) mengacu pada jumlah hari yang tercantum dalam Surat Tugas.
Contoh:
Pelaksana SPD diundang untuk mengikuti rapat koordinasi selama 3 hari (tanggal
5, 6 dan 7) di Jakarta. Atasan Pelaksana SPD menerbitkan Surat Tugas selama 5
hari, dari tanggal 4 sampai dengan tanggal 8 karena Pelaksana SPD dimaksud
memerlukan waktu 1 (satu) hari untuk tiba ke tempat tujuan dan 1 (satu) hari
untuk kembali ke tempat kedudukan semula. Dalam hal ini kepada Pelaksana
SPD dimaksud dibayarkan uang harian untuk tanggal 4 dan tanggal 8, yang
dibebankan pada DIPA satker penyelenggara. Selama rapat koordinasi (tanggal
5, 6, dan 7) diberikan uang harian sebesar uang saku paket meeting. Untuk itu
agar tercapai efisiensi belanja negara, penerbit Surat Tugas harus
memperhitungkan apakah keberangkatan 1 (satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu)
hari
sesudah
pelaksanaan
rapat
koordinasi
tersebut
dapat
dipertanggungjawabkan.
Apabila dalam surat tugas disebutkan Pelaksana SPD dimaksud berangkat pada
tanggal 5 dan kembali pada tanggal 7, maka kepada Pelaksana SPD dimaksud
tidak dibayarkan uang harian untuk tanggal 5 dan tanggal 7, namun hanya
dibayarkan uang harian berupa uang saku paket fullboard (tanggal 5, 6, dan 7)
sesuai diatur Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya.
3. Contoh kasus sesuai pengaturan pada Pasal 11 ayat (5), yaitu :

Pertanggungjawaban uang harian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai


dengan jumlah hari riil pelaksanaan perjalanan dinas jabatan.
Contoh
Dalam hal contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ternyata Pelaksana SPD
dimaksud kembali ke tempat tugas (kantor) sebelum berakhirnya masa tugas,
maka Pelaksana SPD dimaksud harus mengembalikan uang harian. Sedangkan
penambahan uang harian dapat diberikan mengikuti ketentuan dalam Pasal 14
PMK No.113/ PMK.05/2012.
4. Contoh kasus sesuai pengaturan pada Pasal 13 ayat (3), yaitu :
Penugasan yang dilaksanakan lebih dari satu tujuan pelaksanaan perjalanan dinas jabatan dan
merupakan satu kesatuan penugasan hanya diberikan sebesar 1 (satu) kali biaya transpor dalam
Kota.

107

Contoh:
Dalam satu surat tugas disebutkan bahwa Pelaksana SPD melaksanakan
kegiatan pembinaan kepada kantor di Kecamatan A, B, dan C yang masih dalam
satu Kabupaten/Kota. Kepada Pelaksana SPD tersebut hanya diberikan 1 (satu)
kali biaya transpor dalam Kota secara lumpsum sesuai standar biaya.
5. Contoh kasus sesuai pengaturan pada Pasal 13 ayat (5), yaitu :

Dalam hal biaya transpor dalam Kota lebih dari 8 jam melebihi biaya transpor
dalam Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Pelaksana SPD
diberikan biaya transpor sesuai bukti riil moda transportasi yang digunakan.
Contoh:
Pelaksana SPD melakukan perjalanan dinas dalam Kota lebih dari 8 jam
menggunakan moda transportasi pesawat udara sehingga biaya yang diperlukan
lebih dari biaya transpor dalam Kota sesuai standar biaya. Kepada Pelaksana
SPD diberikan biaya transpor sesuai bukti riil transportasi pesawat udara.
6. Contoh kasus sesuai pengaturan pada Pasal 14 ayat (3), yaitu :

Tidak menggunakan biaya penginapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


termasuk dalam hal pada suatu daerah tidak terdapat hotel atau tempat menginap
lainnya, sehingga Pelaksana SPD menginap di tempat menginap yang tidak
menyediakan kuitansi/bukti biaya penginapan.
Contoh :
Petugas instansi A melakukan pengukuran tanah selama 3 hari di wilayah yang
masih dalam satu kabupaten. Dalam melakukan tugasnya, Petugas instansi A
tersebut memerlukan menginap. Pada wilayah pengukuran tersebut tidak tersedia
hotel atau tempat menginap lainnya, sehingga Petugas instansi A menginap di
rumah penduduk. Kepada Petugas instansi A diberikan biaya penginapan sebesar
30% secara lumpsum selama 2 malam.
7. Contoh kasus sesuai pengaturan pada Pasal 14 ayat (4), yaitu :

Biaya penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak diberikan untuk :
a. Perjalanan Dinas Jabatan dalam Kota lebih dari 8 (delapan) jam yang dilaksanakan pergi dan
pulang dalam hari yang sama.
b. Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan
dengan paket meeting fullboard.

Contoh:
Pelaksana SPD sesuai penugasan melaksanakan perjalanan dinas dalam Kota
dari Jakarta Timur ke Jakarta Barat selama 20 hari. Selama melaksanakan
perjalanan dinas, Pelaksana SPD dimaksud tidak memerlukan penginapan
(pulang ke rumah). Atas pelaksanaan perjalanan dinas dimaksud kepada
Pelaksana SPD tidak diberikan biaya penginapan sebesar 30%.

108

RINCIAN BIAYA PERJALANAN DINAS

Lampiran SPD Nomor

Tanggal

No.

PERINCIAN BIAYA

JUMLAH

KETERANGAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
JUMLAH :

Rp

Terbilang

., tanggal, bulan, tahun


Telah dibayar sejumlah

Telah menerima jumlah uang sebesar

Rp

Rp.......

Bendahara Pengeluaran

Yang Menerima

(....)

(...)

NIP

NIP

PERHITUNGAN SPD RAMPUNG

Ditetapkan sejumlah

: Rp .

Yang telah dibayar semula

: Rp .

Sisa kurang/lebih

: Rp .

Pejabat Pembuat Komitmen

(..)
NIP

109

I. KOMPONEN BIAYA PERJALANAN DINAS JABATAN MELEWATI BATAS KOTA

Jenis Perjalanan Dinas Jabatan

a.

Perjalanan Dinas Jabatan

Uang

Biaya

Harian

Penginapan

Biaya
Transpor
Pegawai

Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti rapat,


b.

seminar dan sejenisnya.

c.

Perjalanan Dinas Jabatan dalam rangka detasering.


Perjalanan Dinas Jabatan untuk menempuh ujian

d.

dinas/ujian jabatan.

e.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk menghadap Majelis

Sesuai Lampiran V

Jumlah Hari yang


dibayarkan

Biaya Pemetian
dan Angkutan
Jenazah

Sesuai penugasan

Sesuai penugasan

1)

1)

1)

Maksimal 90 hari

2)

3)

2 hari

Sesuai penugasan

Sesuai penugasan

Sesuai penugasan

Maksimal 2 hari

4)

5)

Sesuai penugasan

Maksimal 3 hari

Maksimal 3 hari

Penguji Kesehatan Pegawai Negeri atau


menghadap seorang dokter penguji kesehatan yang
ditunjuk, untuk mendapatkan surat keterangan
dokter tentang kesehatannya guna kepentingan
jabatan.
f.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk memperoleh


pengobatan berdasarkan surat keterangan dokter
karena mendapat cedera pada waktu/karena
melakukan tugas.

g.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk mendapatkan


pengobatan berdasarkan keputusan Majelis Penguji
Kesehatan Pegawai Negeri.

h.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti


pendidikan setara Diploma/S1/S2/S3.

i.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti


pendidikan dan pelatihan.

j.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk menjemput/


mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah
pejabat negara/pegawai negeri yang meninggal
dunia dalam melakukan perjalanan dinas.

k.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk menjemput/


mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah
pejabat negara/pegawai negeri yang meninggal
dunia dari Tempat Kedudukan yang terakhir ke kota
tempat pemakaman.

Keterangan :
1.

1) :

Rincian biaya Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti kegiatan rapat, seminar, dan
sejenisnya berdasarkan Lampiran tersendiri sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

110

2.

2) : Biaya penginapan diberikan pada saat kedatangan dan selama masa Pengumandahan
(Detasering) dalam hal tidak tersedia rumah dinas.

3.

3) : Biaya transpor pegawai diberikan untuk transpor pada saat kedatangan dan kepulangan.

4.

4) : Uang Harian diberikan berupa uang saku sesuai standar biaya selama mengikuti
kegiatan.

5.

5) : Biaya Penginapan diberikan 1 (satu) hari pada saat kedatangan dan 1 (satu) hari pada saat
kepulangan.

6.

Jenis Perjalanan Dinas Jabatan pada huruf j dan huruf k: uang harian, biaya transpor
pegawai/keluarga, dan biaya penginapan diberikan paling banyak untuk 4 (empat) orang.

111

II.

KOMPONEN BIAYA PERJALANAN DINAS JABATAN DI DALAM KOTA LEBIH


DARI 8 JAM

Jenis Perjalanan Dinas Jabatan

a.

Perjalanan Dinas Jabatan Biasa.

b.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti rapat,

Uang

Biaya

Harian

Penginapan

Perjalanan Dinas Jabatan dalam rangka detasering.

d.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk menempuh ujian


dinas/ujian jabatan.

e.

Jumlah Hari yang

Transpor

dibayarkan

Pegawai

Sesuai penugasan

Biaya Pemetian
dan Angkutan
Jenazah
-

Sesuai

Sesuai Lampiran V

seminar dan sejenisnya.


c.

Biaya

penugasan

1)

1)

1)

Maksimal 90 hari

2)

3)

2 hari

4)

5)

Maksimal 3 hari

Maksimal 3 hari

Perjalanan Dinas Jabatan untuk menghadap Majelis


Penguji Kesehatan Pegawai Negeri atau
menghadap seorang dokter penguji kesehatan yang
ditunjuk, untuk mendapatkan surat keterangan

Sesuai
penugasan

dokter tentang kesehatannya guna kepentingan


jabatan.
f.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk memperoleh


pengobatan berdasarkan surat keterangan dokter
karena mendapat cedera pada waktu/karena

Sesuai
penugasan

melakukan tugas.
g.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk mendapatkan


pengobatan berdasarkan keputusan Majelis Penguji
Kesehatan Pegawai Negeri.

h.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti


pendidikan setara Diploma/S1/S2/S3.

i.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti


pendidikan dan pelatihan.

j.

Sesuai
penugasan

Maksimal 2 hari

Sesuai
penugasan

Perjalanan Dinas Jabatan untuk menjemput/


mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah
pejabat negara/pegawai negeri yang meninggal
dunia dalam melakukan perjalanan dinas.

k.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk menjemput/


mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah
pejabat Negara/pegawai negeri yang meninggal
dunia dari Tempat Kedudukan yang terakhir ke kota
tempat pemakaman.

Keterangan :
1.

1) : Rincian biaya Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti kegiatan rapat, seminar, dan
sejenisnya berdasarkan Lampiran tersendiri sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

112

2.

2) : Biaya Penginapan diberikan dalam hal selama masa Pengumandahan (Detasering) tidak
tersedia rumah dinas.

3)

: Biaya transpor pegawai diberikan untuk transpor pada saat kedatangan dan kepulangan.

4.

4)

: Uang Harian diberikan berupa uang saku sesuai standar biaya selama mengikuti kegiatan.

5.

3.

: Biaya Penginapan diberikan 1 (satu) hari pada saat kedatangan dan 1 (satu) hari pada saat
kepulangan.

6.

Biaya Transpor Pegawai diberikan sesuai Biaya Riil. Dalam hal tidak diperoleh bukti pengeluaran
riil, diberikan berupa biaya transpor kegiatan dalam kota yang dibayarkan secara lumpsum sesuai
standar biaya.

7.

Biaya Transpor Pegawai diberikan sepanjang tidak menggunakan kendaraan dinas, disertai
dengan surat tugas, dan tidak bersifat rutin.

8. Jenis Perjalanan Dinas Jabatan pada huruf j dan huruf k: uang harian, biaya transpor

pegawai/keluarga, dan biaya penginapan diberikan paling banyak untuk 4 (empat) orang.
9.

Lama pelaksanaan Perjalanan Dinas Jabatan pada huruf d dan huruf h adalah sesuai waktu
yang ditempuh menuju tempat pendidikan/ujian.

113

III.

KOMPONEN BIAYA PERJALANAN DINAS JABATAN DI DALAM KOTA SAMPAI


DENGAN 8 JAM

Biaya Transpor

Jenis Perjalanan Dinas Jabatan

Kegiatan Dalam Kota


a.

Perjalanan Dinas Jabatan Biasa.

b.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti rapat,


seminar dan sejenisnya.

c.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk menempuh ujian

d.

dan Angkutan
Jenazah

Sesuai Penugasan

1)

Sesuai Penugasan

dinas/ujian jabatan.

Biaya Pemetian
Jumlah yang Dibayarkan

Keberangkatan
dan Kepulangan

Perjalanan Dinas Jabatan untuk menghadap


Majelis Penguji Kesehatan Pegawai Negeri atau
menghadap seorang dokter penguji kesehatan
yang ditunjuk, untuk mendapatkan surat

Sesuai Penugasan

Sesuai Penugasan

Sesuai Penugasan

keterangan dokter tentang kesehatannya guna


kepentingan jabatan.
e.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk memperoleh


pengobatan berdasarkan surat keterangan dokter
karena mendapat cedera pada waktu/karena
melakukan tugas.

f.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk mendapatkan


pengobatan berdasarkan keputusan Majelis
Penguji Kesehatan Pegawai Negeri.

g.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti

pendidikan setara Diploma/S1/S2/S3.


h.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti

pendidikan dan pelatihan.


i.

Keberangkatan
dan Kepulangan
Sesuai Penugasan

Perjalanan Dinas Jabatan untuk menjemput/


mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah

pejabat negara/pegawai negeri yang meninggal

Dibayarkan
1 (satu) kali

dunia dalam melakukan perjalanan dinas.


j.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk menjemput/


mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah

pejabat Negara/pegawai negeri yang meninggal


dunia dari Tempat Kedudukan yang terakhir ke

Dibayarkan
1 (satu) kali

kota tempat pemakaman.

Keterangan :

1.

1) : Rincian biaya Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya berdasarkan Lampiran tersendiri
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

2.

Biaya Transpor Kegiatan Dalam Kota dibayarkan secara Lumpsum sesuai Standar Biaya dan tidak diberikan kepada Pelaksana SPD

114

yang melakukan rapat dalam komplek perkantoran yang sama.

3.

Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Kota dapat diberikan biaya sepanjang tidak menggunakan kendaraan dinas, disertai dengan Surat
Tugas, dan tidak bersifat rutin.

4.

Jenis Perjalanan Dinas Jabatan pada huruf i dan huruf j diberikan biaya transpor pegawai/keluarga paling banyak untuk 4 (empat)
orang.

5.

Lama pelaksanaan Perjalanan Dinas Jabatan pada huruf c dan huruf g adalah sesuai waktu yang ditempuh menuju tempat
pendidikan/ujian.

115

FASILITAS TRANSPOR BAGI PELAKSANA SPD DAN KELUARGA


MODA TRANSPORTASI

TINGKAT BIAYA
NO

PEJABAT NEGARA

PERJALANAN

PESAWAT

KAPAL

KERETA

UDARA

LAUT

API/BUS

Bisnis

VIP/

Spesial/

Sesuai

Kelas I A

Eksekutif

kenyataan

Kelas I B

Eksekutif

Sesuai

DINAS
1
1.

2
Ketua/Wakil Ketua dan
Anggota pada MPR, DPR,

LAINNYA
7

DPD, BPK, MA, MK, dan


Menteri, Wakil Menteri, Pejabat
setingkat Menteri, Gubernur,
Wakil Gubernur, Bupati, Wakil
Bupati, Walikota, Wakil
Walikota, Ketua/Wakil Ketua/
Anggota Komisi, Pejabat
Eselon I, serta Pejabat lainnya
yang setara
2.

Pejabat Negara Lainnya,

Ekonomi

Pejabat Eselon II, dan Pejabat

kenyataan

Lainnya yang setara


3.

Pejabat Eselon III/PNS

Golongan IV, Pejabat Eselon

Ekonomi

IV/PNS Golongan III, PNS


Golongan II dan I

116

Kelas II A

Eksekutif

Sesuai
kenyataan

RINCIAN BIAYA PERJALANAN DINAS JABATAN


UNTUK MENGIKUTI KEGIATAN RAPAT, SEMINAR, DAN SEJENISNYA
I.

YANG DILAKSANAKAN DI DALAM KANTOR (RUANG RAPAT/AULA/SERBAGUNA


DAN SEJENISNYA)
KOMPONEN BIAYA PERJALANAN
DINAS

UANG SAKU RAPAT UANG HARIAN

UANG TRANSPOR

BIAYA

PEGAWAI

PENGINAPAN

1)

I. MELEWATI BATAS KOTA


1. Peserta

2. Panitia / Moderator

3. Narasumber

1)

3)

II. DALAM KOTA LEBIH DARI 8 JAM


1. Peserta

2)

2. Panitia / Moderator

3. Narasumber

3)

2)

3)

4)

4)

III. DALAM KOTA SAMPAI DENGAN 8 JAM


1. Peserta

2. Panitia / Moderator

3. Narasumber

3)

Keterangan:
1.1)

Biaya transpor kepulangan Pelaksana SPD dalam rangka mengikuti rapat, seminar,
dan sejenisnya dapat dibayarkan sebesar biaya transpor kedatangan tanpa menyertakan
bukti pengeluaran transpor kepulangan.

2. 2)

: Uang Saku Rapat diberikan untuk rapat di luar jam kerja sesuai ketentuan yang diatur dalam
Standar Biaya.

3. 3)

: Uang Transpor Pegawai diberikan sesuai Biaya Riil. Dalam hal tidak diperoleh bukti
pengeluaran riil, diberikan berupa biaya transpor kegiatan dalam kota yang dibayarkan
secara Lumpsum sesuai Standar Biaya.

4. 4)

: Biaya Penginapan diberikan apabila terdapat kesulitan transportasi sehingga memerlukan


waktu untuk menginap.

5. Uang Transpor Pegawai diberikan sepanjang tidak menggunakan kendaraan dinas, disertai
dengan surat tugas, dan tidak bersifat rutin serta tidak diberikan kepada Pelaksana SPD yang
melakukan rapat dalam komplek perkantoran yang sama.

117

II.

YANG DILAKSANAKAN DI LUAR KANTOR PENYELENGGARA (HOTEL/TEMPAT


LAIN)
UANG SAKU

UANG

PAKET FULLDAY/

TRANSPOR

HALFDAY

PEGAWAI

1)

2)

1)

2)

1)

2)

1. Peserta

3)

3)

4)

2. Panitia/ Moderator

3)

3)

4)

4)

KOMPONEN BIAYA

UANG SAKU PAKET

PERJALANAN DINAS

FULLBOARD

BIAYA
PENGINAPAN

UANG HARIAN

I. MELEWATI BATAS KOTA


1. Peserta
2. Panitia /
Moderator
3. Narasumber

II. DALAM KOTA LEBIH DARI 8 JAM

3. Narasumber

III. DALAM KOTA SAMPAI DENGAN 8 JAM


1. Peserta

3)

2. Panitia/ Moderator

3)

3. Narasumber

Keterangan:
1)
1.

Biaya transpor kepulangan Pelaksana SPD dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya dapat dibayarkan sebesar
biaya transpor kedatangan tanpa menyertakan bukti pengeluaran transpor kepulangan.

2)

2.

Peserta diberikan Biaya Penginapan atas beban DIPA satker peserta, dalam hal panitia penyelenggara tidak menyediakan
penginapan

3.

3)

Uang Saku Fullboard/Fullday/Halfday diberikan sesuai dengan paket rapat, seminar, dan sejenisnya yang diatur dalam
Standar Biaya.

4)
4.

Biaya Penginapan diberikan apabila memerlukan waktu untuk menginap 1 (satu) hari pada saat kedatangan dan/atau 1 (satu)
hari pada saat kepulangan.

5.

Uang Harian diberikan 1 (satu) hari pada saat kedatangan dan 1 (satu) hari pada saat kepulangan.

6.

Uang Transpor Pegawai diberikan sepanjang tidak menggunakan kendaraan dinas, disertai dengan surat tugas, dan tidak bersifat rutin.

118

SATUAN VOLUME PENGEPAKAN, PENGGUDANGAN DAN ANGKUTAN BARANG

GOLONGAN PELAKSANA SPD


URAIAN/TUJUAN

GOLONGAN GOLONGAN GOLONGAN GOLONGAN


IV

III

II

Jumlah barang yang digunakan sebagai dasar perhitungan


1.

Pegawai yang berkeluarga dengan anak

25 m

20 m

15 m

10 m

2.

Pegawai yang berkeluarga tanpa anak

15 m

12 m

9 m

6 m

3.

Pegawai yang tidak berkeluarga

5 m

4 m

3 m

2 m

119

SURAT PERNYATAAN PEMBATALAN TUGAS PERJALANAN DINAS JABATAN


NOMOR.........................

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama

: (1)

NIP

: (2)

Jabatan

: (3)

Unit Organisasi

: (4)

Kementerian/Lembaga

: (5)

menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tugas Perjalanan Dinas Jabatan atas


nama:
Nama

: (6)

NIP

: (7)

Jabatan

: (8)

Unit Organisasi

: (9)

Kementerian/Lembaga

: ..(10)

dibatalkan atau tidak dapat dilaksanakan disebabkan adanya keperluan dinas lainnya
yang sangat mendesak/penting dan tidak dapat ditunda
yaitu............................................................
......................................................(11)..............................................................................
Sehubungan dengan pembatalan tersebut, pelaksanaan perjalanan dinas tidak dapat
digantikan oleh pejabat/pegawai negeri lain.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari
ternyata surat pernyataan ini tidak benar, saya bertanggung jawab penuh dan
bersedia diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
...(12)

Yang Membuat Pernyataan

..(13

PETUNJUK PENGISIAN FORMAT


SURAT PERNYATAAN PEMBATALAN TUGAS PERJALANAN DINAS JABATAN

120

[1]

Diisi nama atasan Pelaksana SPD, yaitu:


a. Kepala satuan kerja untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh Pejabat,
Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap pada satuan kerja berkenaan;
b. Atasan langsung kepala satuan kerja;
c.

Pejabat Eselon II untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh Pejabat,
Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap dalam lingkup eselon II/setingkat eselon
II berkenaan; atau

d. Atasan langsung Menteri/Pimpinan Lembaga/Pejabat Eselon I/Eselon II.


[2]

Diisi NIP atasan Pelaksana SPD

[3]

Diisi jabatan atasan Pelaksana SPD

[4]

Diisi nama Unit Organisasi atasan Pelaksana SPD

[5]

Diisi nama kementerian negara/lembaga dari atasan Pelaksana SPD

[6]

Diisi nama Pelaksana SPD

[7]

Diisi NIP Pelaksana SPD

[8]

Diisi jabatan Pelaksana SPD

[9]

Diisi nama Unit Organisasi Pelaksana SPD

[10]

Diisi nama kementerian negara/lembaga dari Pelaksana SPD

[11]

Diisi alasan pembatalan pelaksanaan perjalanan dinas

[12]

Diisi tempat, tanggal, bulan, dan tahun ditandatangani surat penyataan

[13]

Diisi tanda tangan dan nama jelas atasan Pelaksana SPD

121

SURAT PERNYATAAN PEMBEBANAN


BIAYA PEMBATALAN PERJALANAN DINAS JABATAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama

: (1)

NIP

: (2)

Jabatan

: (3)

Satker

: (4)

Kementerian/Lembaga

: (5)

menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa Perjalanan Dinas Jabatan berdasarkan


Surat Tugas Nomor: ....... tanggal ........ dan SPD Nomor.......tanggal........atas nama:
Nama

: (6)

NIP

: (7)

Jabatan

: (8)

Satker

: (9)

Kementerian/Lembaga

: ..(10)

dibatalkan sesuai dengan surat Pernyataan Pembatalan Tugas Perjalanan Dinas


Jabatan Nomor ............. tanggal .........
Berkenaan dengan pembatalan tersebut, biaya transpor berupa .(11).. dan
biaya penginapan yang telah terlanjur dibayarkan atas beban DIPA tidak dapat
dikembalikan/refund (sebagian/seluruhnya) sebesar Rp......................(12) sehingga
dibebankan pada DIPA Nomor: ............ tanggal .............Satker ............................(13).
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari
ternyata surat pernyataan ini tidak benar dan menimbulkan kerugian negara, saya
bertanggung jawab penuh dan bersedia menyetorkan kerugian negara tersebut ke Kas
Negara.
...(14)
Y
Yang Membuat Pernyataan

..(15)

122

PETUNJUK PENGISIAN FORMAT


SURAT PERNYATAAN PEMBEBANAN
BIAYA PEMBATALAN PERJALANAN DINAS JABATAN

[1]

Diisi nama PPK satker yang dibebani biaya perjalanan dinasnya

[2]

Diisi NIP PPK satker yang dibebani biaya perjalanan dinasnya

[3]

Diisi jabatan PPK satker yang dibebani biaya perjalanan dinasnya

[4]

Diisi nama satker yang dibebani biaya perjalanan dinasnya

[5]

Diisi nama kementerian negara/lembaga dari satker yang dibebani biaya perjalanan
dinasnya

[6]

Diisi nama Pelaksana SPD

[7]

Diisi NIP Pelaksana SPD

[8]

Diisi jabatan Pelaksana SPD

[9]

Diisi nama satker yang dibebani biaya perjalanan dinasnya

[10]

Diisi nama kementerian negara/lembaga dari satker yang dibebani biaya perjalanan
dinasnya

[11]

Diisi transpor yang digunakan

[12]

Diisi dengan jumlah rupiah biaya transpor dan penginapan yang tidak dapat
dikembalikan/refund sebagian/seluruhnya

[13]

Diisi nomor DIPA, tanggal dan nama satker yang dibebani biaya perjalanan dinasnya

[14]

Diisi dengan tempat dan tanggal menandatangani surat penyataan

[15]

Diisi tanda tangan dan nama jelas PPK satker yang dibebani biaya perjalanan dinasnya

123

DAFTAR PENGELUARAN RIIL

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama

: .....

NIP

: .....

Jabatan

: .....

berdasarkan Surat Perjalanan Dinas (SPD) Nomor. tanggal , dengan ini


kami menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:
1.

Biaya transpor pegawai dan/atau biaya penginapan di bawah ini yang tidak dapat
diperoleh bukti-bukti pengeluarannya, meliputi:
No

Uraian

Jumlah

Jumlah
2.

Jumlah uang tersebut pada angka 1 di atas benar-benar dikeluarkan untuk


pelaksanaan Perjalanan Dinas dimaksud dan apabila di kemudian hari terdapat
kelebihan atas pembayaran, kami bersedia untuk menyetorkan kelebihan tersebut ke
Kas Negara.

Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya, untuk dipergunakan


sebagaimana mestinya.
Mengetahui/Menyetujui:

., tanggal, bulan, tahun

Pejabat Pembuat Komitmen,

Pelaksana SPD,

NIP

NIP

124

Das könnte Ihnen auch gefallen