Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
HALAMAN
BAB I PENDAHULUAN
13
34
63
78
91
BAB I
PENDAHULUAN
Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari siklus anggaran yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Siklus anggaran dimulai dari tahap
penyusunan dan penetapan APBN. Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal
dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR selambat-lambatnya
pertengahan bulan Mei. Kemudian pemerintah pusat dan DPR membahas kerangka ekonomi makro
dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh pemerintah pusat dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya. Berdasarkan kerangka ekonomi makro
dan pokok-pokok kebijakan fiskal, pemerintah pusat bersama DPR membahas kebijaksanaan umum
dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam
penyusunan usulan anggaran.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
(RKA-KL) tahun berikutnya. RKA-KL disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, disertai
dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
RKA-KL tersebut disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan
rancangan APBN. Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai
bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
Pemerintah pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang APBN, disertai dengan
nota keuangan dan dokumendokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus tahun
sebelumnya. Pembahasan rancangan undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan
undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR. Dalam Pembahasan ini DPR dapat
mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam
rancangan undang-undang tentang APBN. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai rancangan
undang-undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran
yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, sub fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui
rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan pemerintah pusat, maka pemerintah pusat
dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, rincian pelaksanaannya dituangkan lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Presiden
tentang
rincian
APBN.
Kemudian
Menteri
Keuangan
-1-
alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tentang rincian APBN. Dalam dokumen
pelaksanaan anggaran diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program, dan rincian kegiatan
anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap
satuan kerja, serta pendapatan yang diperkirakan. Pada dokumen pelaksanaan anggaran juga
dilampirkan rencana kerja dan anggaran badan layanan umum dalam lingkungan kementerian
negara/lembaga. Terhadap dokumen anggaran yang telah disahkan
oleh Menteri
Keuangan
Berdasarkan perubahan-perubahan tersebut, pemerintah pusat mengajukan rancangan undangundang tentang perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan, untuk mendapatkan
persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Demikian
juga, dalam
keadaan darurat pemerintah pusat dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya,
yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan atau disampaikan dalam laporan
realisasi anggaran.
Tahap pengawasan pelaksanaan APBN ini memang tidak diungkap secara nyata dalam UU
17/2003, namun dalam Keputusan Presiden nomor 42/2002 jo Keppres 72/2004 tentang Pedoman
Pelaksanaan APBN terdapat di Bab IX yang mengatur pengawasan pelaksanaan APBN. Pada tahap
-2-
ini pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh atasan kepala kantor/satuan kerja
kementerian negara/lembaga menyelenggarakan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN yang
dilakukan kepala kantor/satuan kerja dalam lingkungannya. Atasan langsung bendahara melakukan
pemeriksaan kas bendahara sekurang-kurangnya tiga bulan sekali.
Inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga melakukan
pengawasan atas pelaksanaan APBN yang dilakukan kantor/satuan kerja dalam lingkungan
departemen/lembaga bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku. Mengenai hasil pemeriksaan
inspektur jenderal
bersangkutan atau sekitar bulan Juli. Laporan tersebut harus pula mencantumkan prognosa untuk
semester kedua dengan maksud agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan ada tidaknya APBN
perubahan untuk tahun anggaran bersangkutan. Laporan semester I dan prognosa semester II
tersebut dibahas dalam rapat kerja antara panitia anggaran dan Menteri Keuangan sebagai wakil
pemerintah. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penyampaian hasil pemeriksaan BPK
atas pelaksanaan APBN kepada DPR. Pemeriksaan yang dilakukan BPK menyangkut tanggung
jawab pemerintah dalam melaksanakan APBN.
Pada
tahap
pertanggungjawaban,
menteri/pimpinan
lembaga
selaku
pengguna
keuangan
kementerian
negara/lembaga
oleh
menteri/pimpinan
lembaga
berakhir. Kemudian Menteri Keuangan menyusun rekapitulasi laporan keuangan seluruh instansi
kementerian negara. Selain itu, Menteri Keuangan
laporan arus kas, dan Menteri Keuangan sebagai wakil pemerintah pusat dalam kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara.
Semua laporan keuangan tersebut disusun oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal
sebagai wujud laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan kepada Presiden dalam memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Presiden menyampaikan laporan keuangan pemerintah
pusat kepada BPK paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Audit atas laporan
keuangan pemerintah harus diselesaikan selambat-lambatnya dua bulan setelah laporan keuangan
tersebut diterima oleh BPK dari pemerintah.
-3-
Presiden
pelaksanaan
menyampaikan
rancangan
undang-undang
tentang
pertanggung-jawaban
APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan
Keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas,
dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara
dan badan lainnya. Mengenai bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
B. LANDASAN HUKUM PELAKSANAAN ANGGARAN
Dengan berlakunya ketentuan peraturan Undang-Undang di bidang keuangan negara, yaitu
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, maka pengelolaan keuangan di
Indonesia mengacu pada ketiga undang-undang tersebut di atas.
Selanjutnya dalam pelaksanaannya diikuti dengan berbagai peraturan, baik berupa Peraturan
Pemerintah, Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan maupun Peraturan/Keputusan Direktur
Jenderal Perbendaharaan, yang antara lain terdiri dari :
1.
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum.
4.
5.
6.
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang
terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
7.
8.
9.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam
Rangka Pelaksanaan APBN.
10.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada
Kementerian Negara/Lembaga.
-4-
11.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri
bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak Tetap.
12.
Hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan anggaran dengan diberlakukannya UndangUndang Bidang Keuangan Negara di atas adalah adanya pemisahan kewenangan administratif
(ordonatur) yang berada pada Menteri/pimpinan lembaga dan kewenangan perbendaharaan
(comptable) yang berada pada Menteri Keuangan.
Kewenangan administratif meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang
mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan
pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan
realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang
timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.
Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dan pejabat lainnya
yang ditunjuk sebagai BUN bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan
penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran
tersebut. Menteri Keuangan selaku BUN adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu
berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan
disini terbatas pada aspek rechmategheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat
terjadinya penerimaaan dan pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan
oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional.
Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakikatnya
adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap
menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah Chief Operasional Officer untuk suatu bidang
tertentu pemerintahan. Sesuai dengan prinsip tersebut Kementerian Keuangan berwenang dan
bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sementara
kementerian negara/lembaga berwenang dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan pemerintah
sesuai dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing. Konsekuensi pembagian tugas antara
Menteri Keuangan dan para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran tersebut di atas.
Kemudian pembagian kewenangan antara menteri/pimpinan lembaga dinyatakan dalam pasal
4 Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri/pimpinan lembaga
selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian/lembaga yang dipimpinnya berwenang :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
-5-
7.
8.
9.
10.
berwenang :
1.
2.
3.
4.
5.
menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan
dan pengeluaran anggaran negara;
6.
mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara;
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik negara;
18.
menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka pembayaran pajak;
19.
-6-
Presiden
Menteri (COO)
Pengguna Anggaran
Satker
Satker
Kuasa Pengguna
Anggaran
Kuasa Pengguna
Anggaran
KPPN
KPPN
Kuasa Bendahara
Umum Negara
Kuasa Bendahara
Umum Negara
Menteri Teknis
Menteri Keuangan
PPSPM
Pembuatan
Komitmen
Pengujian &
Pembebanan
Perintah
Pembayaran
Pengujian &
Pembebanan
Perintah
Pencairan Dana
Pengurusan Komtabel
Comptabel beheer
Pengurusan Administrasi
Administrasi beheer
-7-
BAB II
DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA)
A. PENGERTIAN DIPA
Pada Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara di pasal 4 ayat 2
huruf a disebutkan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya berwenang menyusun dokumen pelaksanaan
anggaran. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), maka Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab atas penyusunan dokumen
pelaksanaan
anggaran
Kementerian
Negara/Lembaga
yang
dipimpinnya.
Kewenangan
Menteri/Pimpinan Lembaga tersebut dilimpahkan kepada kepala satuan kerja (satker) pusat/unit
pelaksana teknis/satker khusus/satker non vertikal tertentu/satker sementara.
Wujud dokumen pelaksanaan anggaran yang berlaku mulai tahun anggaran 2005 berupa
daftar isian yang memuat uraian sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan,
rencana penarikan dana tiap-tiap bulan dalam satu tahun serta pendapatan yang diperkirakan oleh
kementerian negara/lembaga, sehingga dokumen pelaksanaan anggaran tersebut disebut Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran atau disingkat DIPA. DIPA tersebut disusun atas dasar peraturan
presiden tentang rincian APBN.
DIPA berisi sebagai berikut :
1.
DIPA halaman I (Umum), terdiri dari halaman IA dan halaman IB. Halaman IA memuat
informasi yang bersifat umum dari setiap satuan kerja. Halaman IB memuat informasi umum
tentang rincian fungsi, program dan sasarannya serta indikator keluaran untuk masing-masing
kegiatan.
2.
DIPA halaman II, berisi informasi setiap satuan kerja, uraian kegiatan / sub kegiatan beserta
volume keluaran yang hendak dicapai serta alokasi dana pada masing-masing belanja yang
dicerminkan dalam mata anggaran keluaran. Rincian halaman II untuk masing-masing DIPA
adalah sebagai berikut :
a. DIPA kementerian negara/lembaga, meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja
modal, belanja bantuan sosial dan belanja lain-lain.
b. DIPA perimbangan keuangan negara, meliputi belanja daerah dana alokasi umum, belanja
daerah dana alokasi khusus, belanja daerah dana bagi hasil, belanja daerah dana
penyesuaian, dan belanja daerah dana otonomi khusus.
c. DIPA pembayaran bunga utang dan hibah, meliputi belanja bunga utang dalam negeri,
belanja bunga utang luar negeri, Penerusan pinjaman dan belanja hibah.
d. DIPA subsidi dan transfer berisi belanja subsidi.
e. DIPA pembiayaan, meliputi pembiayaan dalam negeri, pembiayaan luar negeri, penerusan
pinjaman dan penyertaan modal pemerintah.
-8-
3.
DIPA halaman III, berisi informasi tentang rencana penarikan dana dan penerimaan negara
bukan pajak yang menjadi tanggungjawab setiap satuan kerja. Dalam hal pencantuman angka
rencana penarikan pengeluaran pada halaman III DIPA berdasarkan rencana kerja, satuan
kerja perlu memperhatikan hal - hal sebagai berikut :
a. Untuk belanja pegawai, rencana penarikan pengeluaran per bulan adalah seperdua belas
dari pagu gaji satu tahun;
b. Untuk belanja barang dan modal, agar memperhatikan kebutuhan berdasarkan rencana
penarikan/pembayaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang meliputi rencana
penarikan uang persediaan dan rencana penarikan langsung untuk setiap bulan.
4.
DIPA halaman IV, berisi catatan-catatan yaitu hal-hal yang perlu menjadi perhatian oleh
pelaksana kegiatan.
B. JENIS-JENIS DIPA
DIPA disusun untuk masing-masing Satuan Kerja dan pada prinsipnya satu DIPA untuk satu
satker. Khusus untuk Departemen Agama, Kejaksaan Agung, Departemen Hukum dan Hak Asasi
manusia, Departemen Keuangan, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Kepolisian Indonesia,
Badan Pertanahan Nasional, dan Badan Pusat Statistik, satu DIPA dapat meliputi beberapa satker
pada masing-masing provinsi/Kantor Wilayah.
Berdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, jenis DIPA dapat dikelompokkan atas DIPA
Kemeterian Negara/Lembaga dan DIPA Pembiayaan dan Perhitungan (DIPA APP).
1. DIPA Kementerian Negara/Lembaga
DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran dari
Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang dikategorikan menjadi :
a. DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat
DIPA Satker Pusat/kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga, yang pelaksanaannya dilakukan oleh satuan kerja yang
merupakan satuan kerja pusat atau satuan kerja Kantor Pusat suatu kementrian
negara/lembaga, termasuk di dalamnya untuk DIPA Badan Layanan Umum (BLU), dan
Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT).
Satuan Kerja Pusat dapat terdiri dari satuan kerjasatuan kerja yang dibentuk oleh
kementerian nagara/ lembaga secara fungsional
Sedangkan Satuan Kerja Kantor Pusat adalah satuan kerja dalam lingkup Kantor Pusat suatu
kementerian negara /lembaga. Konsep DIPA Satker Pusat/kantor Pusat disusun dan
ditetapkan oleh Satuan Kerja masing-masing kementerian negara/lembaga.
b. DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah
DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggaran kementerian negara/lembaga, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor/Instansi
Vertikal Kementerian Negara/Lembaga di daerah.
-9-
Konsep DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah disusun dan ditetapkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Vertikal yang ditunjuk dan ditetapkan
oleh Menteri/ Ketua Lembaga.
c. DIPA Dana Dekonsentrasi
DIPA Dana dekonsentrasi adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga dalam rangka pelaksanaan dana dekonsentrasi, serta
pelaksanaannya dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah
dilakukan
oleh
Satuan
Kerja
Perangkat
Daerah
(SKPD)
j.
- 10 -
DIPA Belanja Pemerintah Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran
Bagian Anggaran Cicilan Bunga Utang (BA 061), Bagian Anggaran Subsidi dan Transfer (BA
062), Bagian Anggaran Belanja Lain-Lain (BA 069), dan Bagian Anggaran Penerusan
Pinjaman sebagai Hibah (BA 101). Pelaksanaan anggaran dilakukan oleh satuan kerja
kementerian negara/lembaga atau satuan kerja yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
2) DIPA Belanja Daerah
DIPA Belanja Daerah adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan anggaran
Bagian
Anggaran Bagian Anggaran Dana Perimbangan (BA 070) dan Bagian Anggaran Bagian
Anggaran Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (BA 071), pelaksanaannya dilakukan oleh
pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.
Konsep DIPA Dana Perimbangan disusun dan ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran
yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan
3) DIPA Pembiayaan
DIPA Pembiayaan adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan anggaran BAPP sebagai
berikut :
i.
dan
keperluan
penerbitan
DIPA
Khusus
ditetapkan
oleh
Direktur
Jenderal
Perbendaharaan dengan kriteria penanganan kejadian luar biasa yang mempunyai tingkat
urgensi sangat tinggi dan bersifat mendesak, seperti :
a) penanganan yang bersifat darurat,
b) kegiatan yang bersifat politis dalam rangka menjaga kredibilitas Pemerintah
C. PRINSIP PEMBAYARAN KEGIATAN ATAS BEBAN DIPA
Prinsip-prinsip pembayaran kegiatan yang menjadi beban DIPA adalah:
1. DIPA berlaku sebagai dasar pelaksanaan pengeluaran negara setelah mendapat
pengesahan dari Menteri Keuangan selaku BUN.
2. Alokasi dana yang tertuang dalam DIPA merupakan batas tertinggi pengeluaran negara,
dengan demikian suatu kegiatan tidak dapat dibiayai dari APBN jika alokasi dananya tidak
tersedia atau tidak cukup tersedia dalam DIPA.
- 11 -
3. Khusus pelaksanaan pengeluaran negara untuk pembayaran gaji dan tunjangan yang
melekat pada gaji seharusnya tidak dapat melampaui alokasi dana gaji dan tunjangan
yang melekat pada gaji dalam DIPA, namun dalam pelaksanaan apabila alokasinya tidak
mencukupi, pembayaran gaji dapat dilaksanakan sebelum dilakukan perubahan/revisi
DIPA.
- 12 -
BAB III
PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA
yang
dipimpinnya.
Negara/Lembaga
dilaksanakan
oleh
Dalam
satuan
pelaksanaannya,
kerja-satuan
anggaran
kerja
pada
Kementerian
kementerian
Negara/Lembaga yang bersangkutan. Untuk mengelola anggaran belanja pada satuan kerja,
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran (PA) menetapkan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) yang berasal dari satuan kerja yang bersangkutan dengan surat keputusan.
Agar pengelolaan anggaran belanja negara pada satuan kerja dapat dilaksanakan secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
bertanggung jawab, maka yang diangkat sebagai KPA pada satuan kerja adalah kepala satuan
kerja yang berstatus Pegawai Negeri Sipil.
Satuan kerja yang menurut sifat, tugas, dan fungsinya bersifat khusus, PA dapat menunjuk
pejabat lain yang berstatus PNS selain kepala satuan kerja sebagai KPA. Satuan kerja tersebut
yaitu:
1.
2.
3.
Satker sementara;
4.
5.
- 13 -
Penunjukan KPA atas pelaksanaan dana Dekonsentrasi, Urusan Bersama, dan Tugas
Pembantuan diatur sebagai berikut:
1.
Dana Dekonsentrasi dilakukan oleh Gubernur selaku pihak yang diberikan pelimpahan
sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kementerian Negara/Lembaga;
2.
Dana
Urusan
Bersama,
dilakukan
oleh
Menteri/Pimpinan
Lembaga
atas
usul
Lembaga
atas
usul
Gubernur/Bupati/Walikota.
3.
Dana
Tugas
Pembantuan
dilakukan
oleh
Menteri/Pimpinan
Gubernur/Bupati/Walikota.
4.
dan Tugas
- 14 -
Menyusun DIPA;
KPA menyusun DIPA berdasarkan Keppres tentang rincian APBN. Setelah DIPA disahkan oleh
Menteri Keuangan, KPA memiliki keharusan untuk melakukan penelitian kembali terhadap DIPA
tersebut, dan segera melakukan perbaikan atau revisi seperlunya jika terdapat kesalahankesalahan sehingga diharapkan dapat lebih mempercepat penyerapan anggaran sejak awal
tahun.
2.
tahun 2012 tentang Perubahan kedua Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, PPK yang ditetapkan oleh KPA harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki integritas;
b. memiliki disiplin tinggi;
c. memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;
d. mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap
perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;
e. menandatangani Pakta Integritas;
f. tidak menjabat sebagai Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau
Bendahara; dan
g. memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa
KPA dapat menetapkan PPK lebih dari 1 (satu) orang pada satuan kerja dengan
mempertimbangkan antara lain kompleksitas/volume pekerjaan, rentang kendali dalam struktur
organisasi, lokasi kegiatan, dan efektivitas pencapaian output. Namun dalam menetapkan PPK
- 15 -
lebih dari 1 (satu) orang tersebut harus memperhatikan efisiensi penggunaan anggaran dan
ketersediaan anggaran (honor), misalnya untuk DIPA yang memiliki lebih dari 1 (satu) kegiatan
dapat ditetapkan lebih dari 1 (satu) PPK.
3.
Menetapkan PPSPM untuk melakukan pengujian tagihan dan menerbitkan SPM atas
beban anggaran belanja negara;
PPSPM mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pengujian tagihan kepada
negara dan menandatangani SPM. Dalam hal ini PPSPM bertindak sebagai ordonator
berwenang untuk melakukan pengujian atas tindakan yang dilakukan oleh otorisator (PPK) dan
selanjutnya memerintahkan pembayaran melalui penerbitan SPM. Oleh karena itu dalam rangka
melaksanakan prinsip check and balance, PPSPM tidak boleh merangkap sebagai PPK dan
sebaliknya. Seorang PPSPM (ordonator) harus memastikan bahwa suatu tagihan yang diajukan
kepadanya sudah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum diterbitkan
perintah pembayaran.
4.
b.
c.
Dalam menetapkan panitia/pejabat dan staf pengelola keuangan, KPA harus memperhatikan
ketentuan yang mengatur mengenai standar biaya. Dalam PMK dimaksud sudah diatur
mengenai besarnya honorarium, jumlah staf pengelola keuangan. Sebagai contoh untuk tahun
2013, KPA dapat dibantu oleh 1 atau beberapa PPK, jumlah staf pengelola keuangan paling
banyak 3 (tiga) orang termasuk Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP), dan
jumlah staf untuk setiap PPK paling banyak 2 (dua) orang. Sedangkan, KPA yang merangkap
sebagai PPK dapat dibantu oleh staf pengelola keuangan paling banyak 6 (enam) orang,
termasuk PPABP. Kewenangan pembagian staf pengelola keuangan tentunya adalah otoritas
dari seorang KPA. Staf pengelola keuangan yang ditunjuk dapat distribusikan sesuai rentang
kendali tugas masing-masing pejabat perbendaharaan. Hal ini dimungkinkan PPSPM memiliki
staf pengelola keuangan yang melaksanakan tugas membantu proses pengujian terhadap
tagihan yang diajukan oleh seorang otorisator (KPA/PPK). Seorang PPK dapat juga dibantu oleh
staf pengelola keuangan, demikian juga dengan bendahara, yang tentunya besaran honorarium
yang diberikan mengacu kepada besaran yang diatur dalam standar biaya dalam PMK tersebut
di atas.
- 16 -
5.
6.
Memberikan supervisi dan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan dan penarikan dana;
Menurut kamus besar bahasa Indonesia supervisi adalah kegiatan pengawasan utama,
pengontrolan tertinggi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang
disupervisi. KPA diwajibkan memberikan supervisi dan konsultasi dalam proses pelaksanaan
kegiatan dan rencana penarikan dana, sehingga kegiatan yang telah dituangkan dalam DIPA
dapat dilaksanakan sesuai rencana dan target yang telah ditetapkan. Pelaksanaan supervisi dan
konsultasi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk bimbingan dan arahan terkait proses
pelaksanaan kegiatan, baik untuk kegiatan yang bersifat swakelola maupun terkait pengadaan
barang/jasa yang dilaksanakan oleh pihak ketiga atau penyediaan barang/jasa.
7.
yang
disimpan oleh PPK dan semua bukti-bukti pendukung telah diuji dan dinyatakan memenuhi
persyaratan untuk dilakukan pembayaran yang disimpan dan ditatausahakan oleh PPSPM. KPA
mengawasi penatausahaan dokumen tersebut apakah telah disimpan dan ditatausahakan
dengan baik dan benar, sehingga memudahkan dalam hal dibutuhkan sewaktu-waktu oleh
aparat pemeriksa internal pemerintah maupun aparat pengawas eksternal pemerintah.
8.
Menyusun laporan keuangan dan kinerja atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
UU
17/2003
tentang
Keuangan
Negara
mensyaratkan
penyampaian
laporan
- 17 -
2.
3.
menyusun sistem pengawasan dan pengendalian agar proses penyelesaian tagihan atas beban
APBN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
4.
melakukan pengawasan agar pelaksanaan kegiatan dan pengadaan barang/jasa sesuai dengan
keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA;
5.
6.
merumuskan kebijakan agar pembayaran atas beban APBN sesuai dengan keluaran (output)
yang ditetapkan dalam DIPA; dan
7.
periode tahun anggaran. Sehingga jika tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai
PPK dan/atau PPSPM pada saat pergantian periode tahun anggaran, penetapan tahun yang lalu
masih tetap berlaku.
Dalam
hal
PPK
atau
PPSPM
dipindahtugaskan/pensiun/diberhentikan
dari
jabatannya/berhalangan sementara, KPA menetapkan PPK atau PPSPM pengganti dengan surat
keputusan. Penetapan PPK atau PPSPM tersebut berlaku sejak serah terima jabatan.
Selanjutnya penunjukan KPA berakhir apabila tidak teralokasi anggaran untuk program yang
sama pada tahun anggaran berikutnya. Implikasi dari hal tersebut adalah penetapan PPK dan
PPSPM secara otomatis berakhir. KPA, PPK, dan PPSPM yang penunjukannya berakhir,
bertanggungjawab untuk menyelesaikan seluruh administrasi dan pelaporan keuangan yang menjadi
tanggung jawabnya pada saat menjabat.
KPA menyampaikan surat keputusan penetapan PPK dan PPSPM kepada:
- 18 -
a. Kepala KPPN selaku Kuasa BUN beserta spesimen tanda tangan PPSPM dan cap/stempel
Satker;
b. PPSPM disertai dengan spesimen tanda tangan PPK; dan
c. PPK.
Pada awal tahun anggaran dalam hal tidak terdapat penggantian PPK dan/atau PPSPM, KPA tetap
menyampaikan surat pemberitahuan kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c
di atas.
Bagan 3. tugas, wewenang dan tanggungjawab KPA
T
U
G
A
S
M
A
N
A
J
E
R
I
A
L
Penetapan
Pengelolaan
DIPA
menyusun DIPA
Pelaksanaan
Kegiatan
Tanggungjawab atas
pelaksanaan tugas dan
wewenang, dituangkan
dalam bentuk :
1. Mengesahkan RPD
2. Merumuskan SOP
3. Menyusun sistem
pengendalian dan
pengawasan
4. Melakukan pengawasan
atas pelaksanaan
kegiatan
5. Melakukan monev
6. Merumuskan kebijakan
7. Melakukan pengawasan,
monev atas
pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran
menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana berdasarkan DIPA;
2.
- 19 -
3.
membuat,
menandatangani
dan
melaksanakan
perjanjian/kontrak
dengan
Penyedia
Barang/Jasa;
4.
5.
6.
7.
menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada Negara;
8.
9.
10. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA dengan Berita Acara
Penyerahan;
11. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
12. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan
yang
melakukan pencatatan data kepegawaian secara elektronik dan/atau manual yang berhubungan
dengan belanja pegawai secara tertib, teratur, dan berkesinambungan;
2.
3.
memproses pembuatan Daftar Gaji induk, Gaji Susulan, Kekurangan Gaji, Uang Duka
Wafat/Tewas, Terusan Penghasilan/Gaji, Uang Muka Gaji, Uang Lembur, Uang Makan,
Honorarium, Vakasi, dan pembuatan Daftar Permintaan Perhitungan Belanja Pegawai lainnya;
4.
5.
memproses perubahan data yang tercantum pada Surat Keterangan Untuk Mendapatkan
Tunjangan Keluarga setiap awal tahun anggaran atau setiap terjadi perubahan susunan
keluarga;
6.
menyampaikan Daftar Permintaan Belanja Pegawai, ADK Perubahan Data Pegawai, ADK
Belanja Pegawai, Daftar Perubahan Data Pegawai, dan dokumen pendukungnya kepada PPK;
7.
mencetak Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan setiap awal tahun dan/atau apabila
diperlukan; dan
8.
- 20 -
lelang/seleksi apabila tidak ada sanggahan, atau setelah sanggahan dijawab dalam hal tidak ada
sanggahan banding.
Jika terjadi sanggahan banding, SPPBJ diterbitkan paling
proses
pengadaan
barang/jasa,
terlebih
dahulu
PPK
menyusun
rancangan
- 21 -
dan/atau memanfaatkan
kemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai dengan tugas pokok kementerian
negara/lembaga/satuan kerja yang bersangkutan;
b. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat
setempat;
c. pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh
Penyedia Barang/Jasa;
d. pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga
apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan
risiko yang besar;
e. penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;
f.
pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk
pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh Penyedia
Barang/Jasa;
j.
k. pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista, dan industri almatsus dalam
negeri.
Ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai kegiatan yang dilaksanakan secara swakelola
diatur dalam ketentuan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
5. Memberitahukan Kepada Kuasa BUN Atas Perjanjian/ Kontrak Yang Dilakukannya
Terdapat 2 (dua) mekanisme pembayaran kepada penyedia barang/jasa yang dapat dilakukan
oleh PPK, yaitu dengan mekanisme pembayaran langsung dengan menerbitkan SPP-LS dan
melalui Uang Persediaan (UP). Pembayaran dengan UP hanya dapat dilakukan untuk pengadaan
barang/jasa dengan nilai tidak lebih dari Rp.50.000.000,-. Terhadap perjanjian/kontrak yang
pembayarannya akan dilakukan secara langsung kepada penyedia barang/jasa, PPK
mencatatkan perjanjian/kontrak tersebut ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh Direktorat
Jenderal Perbendaharaan yang terdapat pada satuan kerja yang bersangkutan. Data-data
tersebut meliputi:
- 22 -
a. nama dan kode Satker serta uraian fungsi/subfungsi, program, kegiatan, output, dan akun
yang digunakan;
b. nomor Surat Pengesahan dan tanggal DIPA;
c. nomor, tanggal, dan nilai perjanjian/kontrak yang telah dibuat oleh Satker;
d. uraian pekerjaan yang diperjanjikan;
e. data penyedia barang/jasa yang tercantum dalam perjanjian/kontrak antara lain nama
rekanan, alamat rekanan, NPWP, nama bank, nama, dan nomor rekening penerima
pembayaran;
f.
jangka waktu dan tanggal penyelesaian pekerjaan serta masa pemeliharaan apabila
dipersyaratkan;
Setelah dicatat pada sistem tersebut, selanjutnya data perjanjian/kontrak beserta ADK-nya
disampaikan ke KPPN secara langsung atau melalui e-mail paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah ditandatanganinya perjanjian/kontrak. KPPN akan mencatatkan data tersebut ke dalam
Kartu Pengawasan Kontrak KPPN. Aplikasi pada KPPN akan memblokir dana tersebut dan
hanya dapat dicairkan untuk pembayaran atas perjanjian/kontrak tersebut.
Untuk keperluan belanja pegawai pada Satker, dalam hal terdapat perubahan data pegawai
berupa penetapan keputusan yang mengakibatkan pengeluaran negara untuk pelaksanaan
belanja pegawai, PPABP mencatat perubahan data pegawai tersebut ke dalam suatu sistem
yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Perubahan data pegawai dimaksud
terkait dengan:
a. Pengangkatan/pemberhentian sebagai calon pegawai negeri;
b. Pengangkatan/pemberhentian sebagai pegawai negeri;
c. Kenaikan/penurunan pangkat;
d. Kenaikan/penurunan gaji berkala;
e. Pengangkatan/pemberhentian dalam jabatan;
f.
j.
Setelah dilakukan pencatatan perubahan data pegawai, Satker menyampaikan Daftar Perubahan
Data Pegawai yang telah disahkan PPSPM beserta ADK-nya kepada KPPN paling lambat
- 23 -
bersamaan dengan pengajuan SPM Belanja Pegawai. Daftar perubahan data pegawai dimaksud
digunakan dalam rangka pemutakhiran (updating) data antara KPPN dengan Satker untuk
pembayaran belanja pegawai dan untuk menguji kesesuaian dengan tagihan.
6. Menguji Dan Menandatangani Surat Bukti Mengenai Hak Tagih Kepada Negara
Setelah kegiatan atas dasar komitmen selesai dilaksanakan, penerima hak (pihak ketiga atau
Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya) mengajukan tagihan kepada negara berdasarkan buktibukti yang sah untuk memperoleh pembayaran. Bukti-bukti yang sah tersebut berupa:
a. Bukti perjanjian/kontrak;
b. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan;
c. Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang;
d. Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan;
e. Berita Acara Pembayaran;
f.
Sedangkan bukti-bukti yang sah lainnya untuk keperluan belanja pegawai non gaji induk,
pembayaran honorarium, dan perjalanan dinas berupa:
a. Surat Keputusan;
b. Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas;
c. Daftar penerima pembayaran; dan/atau
d. Dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan.
Selanjutnya PPK melakukan pengujian atas bukti-bukti tersebut. Pengujian tersebut yaitu:
a.
menguji kebenaran materiil dan keabsahan surat-surat bukti mengenai hak tagih kepada
negara; dan/atau
b.
menguji
kebenaran
dan
keabsahan
dokumen/surat
keputusan
yang
menjadi
- 24 -
kebenaran, keabsahan serta akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti mengenai hak
tagih kepada negara; dan
proses
pengadaan
barang/jasa
selesai
dilaksanakan
dan
barang/jasa
telah
diserahterimakan kepada KPA, maka PPK berkewajiban menjaga seluruh dokumen pengadaan
- 25 -
barang/jasa tersebut. Dokumen pengadaan barang/jasa menjadi dokumen satuan kerja yang
nantinya juga menjadi dasar bagi aparat pemeriksa internal pemerintah dalam melakukan
pengawasan dan pemeriksaan atas pengadaan barang/jasa yang telah dilaksanakan.
11. Melaksanakan Tugas Dan Wewenang Lainnya yang Berkaitan Dengan Tindakan yang
Mengakibatkan Pengeluaran Anggaran Belanja Negara.
Dalam proses pelaksanaan kegiatan dan pengadaan barang/jasa pemerintah, PPK juga
mempunyai tugas-tugas lainnya yaitu:
1) menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
2) memastikan telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang
mempunyai hak tagih kepada negara;
3) mengajukan permintaan pembayaran atas tagihan berdasarkan prestasi kegiatan; dan
4) memastikan ketepatan jangka waktu penyelesaian tagihan kepada negara.
Bagan 4. tugas dan wewenang PPK
Pelaksanaan
Kegiatan
Pengadaan
Barang/Jasa
membuat, menandatangani,
melaksanakan, mengendalikan
perjanjian/kontrak.
menguji dan menandatangani surat
bukti mengenai hak tagih.
Laporan pelaksanaan/
penyelesaian kegiatan
kepada KPA berupa
laporan atas:
pelaksanaan kegiatan;
penyelesaian
kegiatan; dan
penyelesaian tagihan
kepada negara.
- 26 -
Dalam melakukan pengujian tagihan dan menerbitkan SPM, PPSPM memiliki tugas dan
wewenang sebagai berikut:
1.
2.
menolak dan mengembalikan SPP, apabila SPP tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan;
3.
4.
menerbitkan SPM;
5.
6.
7.
melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengujian dan
perintah pembayaran.
b.
c.
d.
kesesuaian kode BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran Satker
termasuk menguji kesesuaian antara pembebanan kode mata anggaran pengeluaran (akun
6 digit) dengan uraiannya;
e.
ketersediaan pagu sesuai BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran
Satker;
f.
g.
h.
kebenaran pihak yang berhak menerima pembayaran pada SPP sehubungan dengan
perjanjian/kontrak/surat keputusan;
i.
kebenaran perhitungan tagihan serta kewajiban di bidang perpajakan dari pihak yang
mempunyai hak tagih.
j.
kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang
mempunyai hak tagih kepada negara; dan
k.
2. Menolak dan Mengembalikan SPP, apabila SPP Tidak Memenuhi Persyaratan Untuk
Dibayarkan
PPSPM harus menolak SPP yang diajukan PPK apabila belum memenuhi persyaratan sesuai
pengujian yang telah dilakukan. Dalam hal PPSPM menolak/mengembalikan SPP, maka PPSPM
harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua)
hari kerja setelah diterimanya SPP.
- 27 -
mencatat pagu, realisasi belanja, sisa pagu, dana UP/TUP, dan sisa dana UP/TUP pada kartu
pengawasan DIPA;
b.
c.
memasukkan Personal Identification Number (PIN) PPSPM sebagai tanda tangan elektronik
pada ADK SPM. Tata cara pelaksanaan tanda tangan elektronik dalam bentuk PIN PPSPM
pada ADK SPM diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaaan.
Setelah SPM diterbitkan dan ditandatangani PPSPM, PPSPM bertanggung jawab atas:
a.
b.
b.
c.
- 28 -
2.
pencairan dana atas SPM yang diterbitkan oleh PPSPM. SPM merupakan perintah pembayaran
yang memuat uang yang akan keluar dari kas negara kepada pihak ketiga dan setoran/potongan
pajak yang akan masuk ke kas negara.
Dalam pelaksanaan pencairan dana, KPPN memiliki tugas dan wewenang untuk menguji dan
meneliti kelengkapan SPM yang diterbitkan oleh PPSPM.
SPM yang diajukan ke KPPN digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D. Dalam pencairan
anggaran belanja negara, KPPN melakukan penelitian dan pengujian atas SPM yang disampaikan
oleh PPSPM.
KPPN melakukan penelitian SPM meliputi:
1.
2.
menguji kebenaran perhitungan angka atas beban APBN yang tercantum dalam SPM berupa
pengujian
kebenaran
jumlah
belanja/pengeluaran
dikurangi
dengan
jumlah
menguji ketersediaan dana pada kegiatan/output/jenis belanja dalam DIPA dengan yang
dicantumkan pada SPM;
3.
menguji kesesuaian tagihan dengan data perjanjian/kontrak atau perubahan data pegawai yang
telah disampaikan kepada KPPN.
- 29 -
4.
Menguji SPM LS Belanja Pegawai sesuai dengan prosedur standar operasional yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
g. menguji kesesuaian nilai potongan pajak yang tercantum dalam SPM dengan nilai pada
SSP.
Pelaksanaan tugas dan wewenang KPPN selaku Kuasa BUN diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
F. BENDAHARA PENGELUARAN
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja
Negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga.
Menteri/Pimpinan Lembaga mengangkat Bendahara Pengeluaran di setiap Satker untuk
melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja. Kewenangan
pengangkatan Bendahara Pengeluaran dapat didelegasikan kepada kepala Satker. Pengangkatan
Bendahara Pengeluaran dan pendelegasian kewenangan pengangkatan Bendahara Pengeluaran
ditetapkan dengan surat keputusan.
- 30 -
Bendahara
Pengeluaran
dipindahtugaskan/pensiun/diberhentikan
dari
pengganti
sebagai
Bendahara
Pengeluaran.
Bendahara
Pengeluaran
yang
mengelola lebih dari 1 (satu) DIPA/1 (satu) Satker. Jika dalam pengelolaan DIPA/Satker tidak
memerlukan Bendahara Pengeluaran, maka tidak perlu ditetapkan Bendahara Pengeluaran.
Bendahara Pengeluaran melaksanakan tugas kebendaharaan atas uang/surat berharga yang
berada dalam pengelolaannya, yang meliputi:
2. Uang/surat berharga yang bukan berasal dari UP, dan bukan berasal dari Pembayaran LS yang
bersumber dari APBN, misalnya simpanan koperasi atau cicilan hutang pegawai kepada pihak
ketiga.
Pelaksanaan tugas kebendaharaan Bendahara Pengeluaran atas uang/surat berharga meliputi:
- 31 -
2.
3.
pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang disebutkan dalam
penerimaan
barang/jasa
dan
spesifikasi
teknis
yang
disebutkan
dalam
dokumen
perjanjian/kontrak; dan
4.
pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata anggaran pengeluaran (akun 6
digit).
Dalam melaksanakan tugas kebendaharaan, Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab
2.
melakukan pengujian dan pembayaran atas tagihan yang dananya bersumber dari UP;
3.
4.
5.
6.
menyetorkan
pemotongan/pemungutan
kewajiban
kepada
negara
ke
kas
negara;
8.
- 32 -
Tata cara dan prosedur pembukaan rekening pengeluaran atas nama Bendahara
Pengeluaran/BPP, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan rekening
pemerintah pada kementerian negara/lembaga/satuan kerja.
- 33 -
BAB IV
PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA
A. BELANJA NEGARA
Anggaran belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan
untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah. Belanja pemerinah
pusat dikelompokkan atas belanja pemerintah pusat menurut organisasi/bagian anggaran,
belanja pemerintah pusat menurut fungsi, dan belanja pemerintah pusat menurut jenis
belanja. Belanja untuk daerah adalah semua pengeluaran untuk membiayai dana
perimbangan serta dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dana perimbangan adalah
semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi
hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah semua pengeluaran negara
yang dialokasikan kepada kementrian negara/lembaga, sesuai dengan program-program
yang akan dijalankan.
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah semua pengeluaran Negara yang
digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi
ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan
dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungs pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi
pendidikkan, dan fungsi perlindungan sosial.
Belanja pemerintah menurut jenis belanja adalah semua pengeluaran negara yang
digunakan untuk mebiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran
bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Semua pengeluaran negara dilakukan secara giral atas beban rekening kas
Negara/kas umum negara harus melalui transfer dana atau pemindahbukuan dana antar
rekening bank, termasuk membayar tagihan pihak ketiga yang dilakukan oleh
kantor/satuan kerja kementrian Negara/lembaga. Dengan demikian, penyaluran dana
APBN kepada yang berhak dilakukan transfer dana atau pemindahbukuan dana langsung
dari rekening kas negara/kas umum negara ke rekening yang berhak pada bank.
Pengecualian diberikan untuk pembelian atau pengadaan barang/jasa keperluan
kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga yang nilainya kecil-kecil sampai dengan
Rp 50.000.000,- dapat dibayar melalui uang persediaan yang dikelola Bendahara
Pengeluaran/BPP.
- 34 -
b.
Penetapan keputusan
Bukti pembelian, digunakan untuk pengadaan barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp
10.000.000,-
- 35 -
2)
3)
4)
anggaran berkenaan. Namun juga dapat membebani lebih dari 1 (satu) tahun anggaran.
Perjanjian/kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya membebani DIPA lebih dari 1 (satu) tahun
anggaran tersebut dilakukan setelah mendapat persetujuan pejabat yang berwenang.
Persetujuan atas perjanjian/kontrak yang membebani lebih dari 1 (satu) tahun anggaran tersebut
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
Perjanjian/kontrak atas pengadaan barang/jasa dapat dibiayai sebagian atau seluruhnya
dengan
rupiah
murni
dan/atau
pinjaman
dan/atau
hibah.
Perjanjian/kontrak
tersebut,
a. Data Perjanjian/Kontrak
Untuk perjanjian/kontrak yang pembayarannya akan dilakukan secara langsung melalui SPMLS, PPK mencatatkan perjanjian/kontrak tersebut ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh
Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang paling kurang meliputi data sebagai berikut:
1) nama dan kode Satker serta uraian fungsi/subfungsi, program, kegiatan, output, dan akun yang
digunakan;
2) nomor Surat Pengesahan dan tanggal DIPA;
3) nomor, tanggal, dan nilai perjanjian/kontrak yang telah dibuat oleh Satker;
- 36 -
- 37 -
a. Pengajuan Tagihan
Setelah kegiatan atas dasar komitmen selesai dilaksanakan, penerima hak (pihak ketiga atau
Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya) mengajukan tagihan kepada negara berdasarkan bukti-bukti
yang sah untuk memperoleh pembayaran. Selanjutnya PPK melakukan pengujian atas bukti-bukti
tersebut.
Pelaksanaan pembayaran tagihan kepada penerima hak dilakukan dengan pembayaran
langsung (LS) kepada pihak ketiga atas dasar perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa atau
Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya untuk keperluan belanja pegawai non gaji induk, pembayaran
honorarium, dan perjalanan dinas atas dasar surat keputusan. Dalam hal pembayaran LS tidak dapat
dilakukan, pembayaran tagihan kepada penerima hak dilakukan dengan menggunakan Uang
Persediaan (UP).
Khusus untuk pembayaran komitmen berupa perjanjian/kontrak dalam rangka pengadaan
barang/jasa berlaku ketentuan sebagai berikut:
1)
2)
Dalam hal pengadaan barang/jasa yang karena sifatnya harus dilakukan pembayaran terlebih
dahulu, pembayaran atas beban APBN dapat dilakukan sebelum barang/jasa diterima setelah
terlebih dahulu penyedia barang/jasa menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan
dilakukan. Nilai jaminan tersebut minimal sama dengan nilai pembayaran atas beban APBN
tersebut.
Pembayaran tagihan kepada pihak ketiga/penyedia barang/jasa, dilaksanakan berdasarkan
Bukti perjanjian/kontrak;
2)
Referensi Bank yang menunjukkan nama dan nomor rekening penyedia barang/jasa;
3)
4)
5)
6)
7)
Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa dan PPK, yang dibuat sesuai
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini;
- 38 -
8)
Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah ditandatangani oleh Wajib
Pajak/Bendahara Pengeluaran;
9)
Jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya sebagaimana
dipersyaratkan dalam peraturan perundangan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
dan/atau
10) Dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk perjanjian/kontrak yang dananya sebagian
atau seluruhnya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri sebagaimana
dipersyaratkan dalam naskah perjanjian pinjaman atau hibah dalam/luar negeri bersangkutan.
Sedangkan bukti-bukti yang sah untuk pembayaran tagihan kepada Bendahara Pengeluaran/pihak
lainnya untuk keperluan belanja pegawai non gaji induk, pembayaran honorarium, dan perjalanan
dinas atas dasar:
1) Surat Keputusan;
2) Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas;
3) Daftar penerima pembayaran; dan/atau
4) Dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan.
b. Norma Waktu Pengajuan Tagihan
Tagihan atas pengadaan barang/jasa dan/atau pelaksanaan kegiatan yang membebani
APBN diajukan dengan surat tagihan oleh penerima hak kepada PPK paling lambat 5 (lima) hari
kerja setelah timbulnya hak tagih kepada negara.
Dalam hal 5 (lima) hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada negara penerima hak belum
mengajukan surat tagihan, PPK harus segera memberitahukan secara tertulis kepada penerima hak
untuk mengajukan tagihan. Apabila belum mengajukan tagihan, penerima hak pada saat mengajukan
tagihan harus memberikan penjelasan secara tertulis kepada PPK atas keterlambatan pengajuan
tagihan tersebut.
Dalam hal PPK menolak/mengembalikan tagihan karena dokumen pendukung tagihan tidak
lengkap dan benar, PPK harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut
paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya surat tagihan.
c. Mekanisme Penerbitan SPP-LS
Setelah pengujian yang dilakukan memenuhi persyaratan, PPK mengesahkan dokumen
tagihan dan menerbitkan SPP. Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran belanja pegawai diatur
sebagai berikut:
1)
- 39 -
d) Daftar Penerimaan Gaji Bersih pegawai untuk pembayaran gaji yang dilaksanakan secara
langsung pada rekening masing-masing pegawai;
e) Copy dokumen pendukung perubahan data pegawai yang telah dilegalisasi oleh Kepala
Satker/pejabat yang berwenang meliputi Surat Keputusan (SK) terkait dengan pengangkatan
Calon Pegawai Negeri, SK Pegawai Negeri, SK Kenaikan Pangkat, Surat Pemberitahuan
Kenaikan Gaji Berkala, SK Mutasi Pegawai, SK Menduduki Jabatan, Surat Pernyataan
Melaksanakan Tugas, Surat atau Akta terkait dengan anggota keluarga yang mendapat
tunjangan, Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP), dan surat keputusan yang
mengakibatkan penurunan gaji, serta SK Pemberian Uang Tunggu sesuai peruntukannya;
f)
g) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai; dan
h) Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP PPh) Pasal 21.
2)
3)
- 40 -
c) Copy
dokumen pendukung perubahan data pegawai yang telah dilegalisasi oleh Kepala
5)
KPA/PPK;
b) Copy dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh Kepala Satker/pejabat yang
berwenang berupa SK Mutasi Pindah, Surat Permintaan Uang Muka Gaji, dan Surat
Keterangan Untuk Mendapatkan Tunjangan Keluarga;
c) ADK terkait dengan perubahan data pegawai; dan
d) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai.
- 41 -
7)
8)
9)
10) Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran non belanja pegawai diatur sebagai berikut:
a) Untuk Pembayaran Honorarium dilengkapi dengan dokumen pendukung, meliputi:
(1) Surat Keputusan yang terdapat pernyataan bahwa biaya yang timbul akibat penerbitan
surat keputusan dimaksud dibebankan pada DIPA;
(2) Daftar nominatif penerima honorarium yang memuat paling sedikit nama orang, besaran
honorarium,
dan
nomor
rekening
masing-masing
penerima
honorarium
yang
- 42 -
(3) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 ditandatangani oleh
PPK yang memuat paling kurang informasi
mengenai
hak
atas
tanah/akta
jual
beli
dihadapan
PPAT
(dapat
- 43 -
SPP-LS untuk pembayaran belanja pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan
kepada PPSPM paling lambat 4 (empat) hari kerja setelah dokumen pendukung diterima
secara lengkap dan benar.
b.
SPP-LS untuk pembayaran gaji induk/bulanan diterbitkan oleh PPK dan disampaikan
kepada PPSPM paling lambat tanggal 5 sebelum bulan pembayaran. Dalam hal tanggal 5
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan hari libur atau hari yang dinyatakan
libur, penyampaian SPP-LS kepada PPSPM dilakukan paling lambat pada hari kerja
sebelum tanggal 5.
c.
SPP-LS untuk pembayaran non belanja pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan
kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah dokumen pendukung diterima
secara lengkap dan benar dari penerima hak.
dengan
UP
oleh
Bendahara
Pengeluaran/BPP
kepada
(satu)
Belanja Barang;
2)
3)
Belanja lain-lain.
- 44 -
- 45 -
Contoh
2 (dua)
bulan sejak SP2D-UP diterbitkan belum
Contoh
dilakukan penggantian UP.
Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan
kepada KPA
S.D 10 Maret
belum ajukan
GUP
Kepala KPPN
menyampaikan
Surat
Pemberitahuan
S.D 10 April
belum ajukan
GUP UP
dipotong 25%
S.D 10 Mei
belum ajukan
GUP UP
dipotong 50%
Pemotongan
pada SPM GUP
atau disetor
Setelah
dipotong/disetor
UP, pengajuan
GUP berikutnya
diawasi
tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan pembayaran LS.
- 46 -
KPA mengajukan permintaan TUP kepada Kepala KPPN selaku Kuasa BUN disertai
dengan:
a) rincian rencana penggunaan TUP; dan
b) surat yang memuat syarat penggunaan TUP yaitu digunakan dan dipertanggungjawabkan
paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan dan tidak digunakan untuk
kegiatan yang harus dilaksanakan dengan pembayaran LS.
Sebelum memberikan persetujuan permintaan TUP, Kepala KPPN terlebih dahulu
melakukan penilaian terhadap:
a) pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP bukan merupakan pengeluaran yang
harus dilakukan dengan pembayaran LS;
b) pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP masih/cukup tersedia dananya dalam
DIPA;
c) TUP sebelumnya sudah dipertanggungjawabkan seluruhnya; dan
d) TUP sebelumnya yang tidak digunakan telah disetor ke Kas Negara.
Dalam hal TUP sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya dan/atau belum disetor,
KPPN dapat menyetujui permintaan TUP berikutnya setelah mendapat persetujuan Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam hal diperlukan, KPA dapat mengajukan permintaan TUP untuk kebutuhan melebihi
waktu 1 (satu) bulan. Kepala KPPN dapat memberi persetujuan permintaan TUP melebihi 1
(satu) bulan dengan pertimbangan kegiatan yang akan dilaksanakan memerlukan waktu
melebihi 1 (satu) bulan.
Kepala KPPN dapat memberikan persetujuan sebagian atau seluruh permintaan TUP
melalui surat persetujuan pemberian TUP. Kepala KPPN menolak permintaan TUP dalam hal
pengajuan permintaan TUP tidak memenuhi ketentuan. Persetujuan atau penolakan tersebut
disampaikan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah surat pengajuan permintaan TUP diterima
KPPN.
TUP harus dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan (sesuai jangka waktu
yang disetujui) dan dapat dilakukan secara bertahap. Dalam hal selama 1 (satu) bulan (sesuai
jangka waktu yang disetujui) sejak SP2D TUP diterbitkan belum dilakukan pengesahan dan
pertanggungjawaban TUP, Kepala KPPN menyampaikan surat teguran kepada KPA. Sisa TUP
yang tidak habis digunakan harus disetor ke Kas Negara paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah
batas waktu pertanggungjawaban TUP.
Pertanggungjawaban TUP dapat dilakukan secara bertahap tersebut bertujuan agar
memudahkan satker dalam menyampaikan pertanggungjawaban TUP, mempercepat pencatatan
realisasi belanja, dan mengurangi resiko terjadinya keterlambatan pengajuan GUP Nihil pada
akhir tahun anggaran.
Untuk perpanjangan pertanggungjawaban TUP melampaui 1 (satu) bulan, KPA
mengajukan permohonan persetujuan kepada Kepala KPPN. Kepala KPPN memberikan
persetujuan perpanjangan pertanggungjawaban TUP dengan pertimbangan:
- 47 -
a.
- 48 -
kuitansi yang dibuat sesuai format (Lampiran XI). Berdasarkan SPBy tersebut dan sebelum
dilakukan pembayaran, Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pengujian yang meliputi:
1) meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK;
2) pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi:
a)
b)
c)
d)
Pembayaran yang dilakukan Bendahara Pengeluaran/BPP dapat juga atas dasar SPBy yang
dilampiri dengan Rencana Pengeluaran yang diajukan oleh pelaksana kegiatan sebagai uang
muka. Contoh kasus: pada saat terdapat penugasan untuk melakukan perjalanan dinas,
Pelaksana Surat Perjalanan Dinas (Pelaksana SPD) membutuhkan uang untuk membeli tiket
dan lainnya. Atas kebutuhan tersebut, pemegang uang muka membuat rencana pelaksanaan
kegiatan/pembayaran, rincian kebutuhan dana dan batas waktu pertanggungjawaban
penggunaan uang muka kerja, sebagai dasar pembuatan SPBy yang selanjutnya disahkan
serta ditandatangani oleh PPK.
Setelah PPK melakukan pengujian dan memenuhi syarat, maka PPK menyetujui dan
menandatangani SPBy dan selanjutnya disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran/BPP.
Atas dasar SPBy tersebut, Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pengujian kembali
mengenai keabsahan SPBy, serta ketersediaan dana. Apabila telah memenuhi syarat, maka
Bendahara
Pengeluaran
melalukan
pembayaran.
Permasalahan
siapa
yang
akan
mengisi/membuat SPBy diserahkan kepada kebijakan PPK, yang terpenting adalah formatnya
sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan 190/PMK.05/2012 dan disahkan serta
ditandatangani oleh PPK.
Dalam hal sampai batas waktu tersebut di atas, penerima uang muka keja belum
menyampaikan bukti-bukti pengeluaran dalam rangka perjalanan dinas tersebut, Bendahara
Pengeluaran/BPP menyampaikan permintaan tertulis agar penerima uang muka kerja segera
mempertanggungjawabkan uang muka kerja tersebut yang tembusannya disampaikan
kepada PPK.
- 49 -
Pertanggungjawaban uang muka dan tata cara pengujian bukti-bukti pengeluaran mengikuti
sebagaimana diuraikan di atas.
Berdasarkan rencana
kegiatan yang telah disusun,
Bendahara Pengeluaran
menyampaikan kebutuhan
UP kepada PPK.
kembali
UP,
atau
penerbitan
SPP
GUP
Nihil
yang
merupakan
b.
c.
d.
Bukti perjanjian/kontrak beserta faktur pajaknya untuk nilai transaksi yang harus menggunakan
perjanjian/kontrak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai
pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dalam
rangka
pembayaran
dengan
UP
yang
dilaksanakan
oleh
Bendahara
Pengeluaran/BPP, sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP minimal
sama dengan nilai UP yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Dalam hal pengisian kembali UP
akan mengakibatkan sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP lebih kecil
dari UP yang dikelola Bendahara Pengeluaran, maka:
1.
pengisian kembali UP dilaksanakan maksimal sebesar sisa dana dalam DIPA yang dapat
dibayarkan dengan UP; dan
- 50 -
2.
selisih antara sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP dan UP yang
dikelola Bendahara Pengeluaran dibukukan/diperhitungkan sebagai potongan Penerimaan
Pengembalian UP.
sisa dana pada DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP minimal sama dengan besaran UP
yang diberikan;
b.
c.
Bendahara
Pengeluaran/BPP
melakukan pembayaran
atas UP berdasarkan
surat perintah bayar
(SPBy) yang disetujui
dan ditandatangani
oleh PPK atas nama
KPA.
j)
SPP-UP diterbitkan
oleh PPK dan
disampaikan kepada
PPSPM paling lambat
2 (dua) hari kerja
setelah diterimanya
permintaan UP dari
Bendahara
Pengeluaran.
SPP-UP diterbitkan
oleh PPK dan
disampaikan
kepada PPSPM
paling lambat 2
(dua) hari kerja
setelah diterimanya
permintaan UP dari
Bendahara
Pengeluaran.
2)
3)
Surat permohonan TUP yang telah memperoleh persetujuan TUP dari Kepala KPPN.
SPP-TUP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 2 (dua) hari
kerja setelah diterimanya persetujuan TUP dari Kepala KPPN.
Untuk mengesahkan/mempertanggungjawabkan TUP, PPK menerbitkan SPP-PTUP.
SPP-PTUP disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum batas
akhir pertanggungjawaban TUP. Penerbitan SPP-PTUP dilengkapi dokumen pendukung
sebagaimana penerbitan SPP-GUP/GUP Nihil.
- 51 -
g) Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa dan PPK, yang dibuat sesuai
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini;
h) Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah ditandatangani oleh Wajib
Pajak/Bendahara Pengeluaran;
i)
Jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya sebagaimana
dipersyaratkan dalam peraturan perundangan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
- 52 -
j)
k) Surat Keputusan;
l)
2)
kebenaran SPM dan kesesuaian antara data pada SPM dengan data pada ADK SPM; dan
3)
Jangka waktu pengujian SPP sampai dengan penerbitan SPM-UP/TUP/GUP/PTUP/LS oleh PPSPM
diatur sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
lengkap dan benar, maka PPSPM harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian
tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya SPP.
Seluruh bukti pengeluaran sebagai dasar pengujian dan penerbitan SPM disimpan oleh
PPSPM. Bukti pengeluaran tersebut menjadi bahan pemeriksaan bagi aparat pemeriksa internal dan
eksternal.
c. Penyampaian SPM ke KPPN
PPSPM menyampaikan SPM-UP/TUP/GUP/GUP Nihil/PTUP/LS dalam rangkap 2 (dua)
beserta ADK SPM kepada KPPN. Penyampaian diatur sebagai berikut:
1)
SPM-UP dilampiri surat pernyataan dari KPA yang dibuat sesuai format sebagaimana yang
tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012;
2)
SPM-TUP dilampiri surat persetujuan pemberian TUP dari Kepala KPPN; atau
3)
SPM-LS dilampiri Surat Setoran Pajak (SSP) dan/atau bukti setor lainnya, dan/atau daftar
nominatif untuk yang lebih dari 1 (satu) penerima.
- 53 -
4)
Untuk penyampaian SPM atas beban pinjaman/hibah luar negeri, disamping dilampiri dokumen
sebagaimana tersebut di atas, juga disertai dengan Faktur Pajak.
5)
6)
Khusus untuk penyampaian SPM-LS dalam rangka pembayaran jaminan uang muka atas
perjanjian/kontrak, juga dilampiri dengan:
a) Asli surat jaminan uang muka;
b) Asli surat kuasa bematerai cukup dari PPK kepada Kepala KPPN untuk mencairkan jaminan
uang muka; dan
c) Asli konfirmasi tertulis dari penerbit jaminan uang muka
Petugas Pengantar SPM menyampaikan SPM beserta dokumen pendukung dan ADK SPM
melalui front office Penerimaan SPM pada KPPN;
2)
Petugas Pengantar SPM harus menunjukkan Kartu Identitas Petugas Satker (KIPS) pada saat
menyampaikan SPM kepada Petugas Front Office; dan
3)
Dalam hal SPM tidak dapat disampaikan secara langsung ke KPPN, penyampaian SPM beserta
dokumen pendukung dan ADK SPM dapat melalui Kantor Pos/Jasa Pengiriman resmi dan
terlebih dahulu KPA menyampaikan konfirmasi/pemberitahuan kepada Kepala KPPN.
b)
- 54 -
a) meneliti kesesuaian tanda tangan PPSPM pada SPM dengan spesimen tanda tangan PPSPM
pada KPPN;
b) memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah angka dan huruf pada SPM; dan
c) memeriksa kebenaran penulisan dalam SPM, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam
penulisan.
2) Pengujian SPM
KPPN melakukan pengujian SPM meliputi:
a) menguji kebenaran perhitungan angka atas beban APBN yang tercantum dalam SPM berupa
pengujian
kebenaran
jumlah
belanja/pengeluaran
dikurangi
dengan
jumlah
Menguji SPM GUP meliputi batas minimal revolving dari UP yang dikelola dan ketentuan
terkait penggunaan dan pertanggungjawaban UP.
g) Menguji SPM LS Non Belanja Pegawai berupa kesesuaian data perjanjian/kontrak pada SPM
LS dengan data perjanjian/kontrak yang tercantum dalam Kartu Pengawasan Kontrak KPPN;
dan
h) Menguji SPM LS Belanja Pegawai sesuai dengan prosedur standar operasional yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
i)
menguji kesesuaian nilai potongan pajak yang tercantum dalam SPM dengan nilai pada SSP.
kesesuaian jumlah uang dan keabsahan bukti setor pengembalian sisa UP tahun anggaran yang
sebelumnya; atau
b. kesesuaian jumlah potongan UP pada SPM UP dengan sisa UP tahun anggaran yang
sebelumnya;
Dalam pengujian SPM-PTUP, jika jumlah uang yang harus dipertanggungjawabkan dari
jumlah TUP yang diberikan, harus disertai dengan bukti setor pengembalian TUP yang telah
dilakukan konfirmasi KPPN. Ketentuan ini tidak diperlukan dalam hal penyampaian SPM-PTUP yang
dilakukan secara bertahap sebelum batas akhir pertanggungjawaban.
- 55 -
3) Penerbitan SP2D
KPPN menerbitkan SP2D jika penelitian dan pengujian telah memenuhi syarat. Dalam hal
hasil penelitian dan pengujian tidak memenuhi syarat, Kepala KPPN mengembalikan SPM beserta
dokumen pendukung secara tertulis. KPPN tidak dapat menerbitkan SP2D apabila Satker belum
mengirimkan:
a. Data perjanjian/kontrak beserta ADK untuk pembayaran melalui SPM-LS kepada pihak ketiga;
atau
b. Daftar perubahan data pegawai beserta ADK yang disampaikan kepada KPPN untuk
pembayaran belanja pegawai.
Penyelesaian SP2D dilakukan oleh KPPN sesuai prosedur standar operasional (SOP) dan
norma waktu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pencairan dana berdasarkan SP2D dilakukan melalui transfer dana dari Kas Negara pada
bank operasional kepada Rekening Pihak Penerima yang ditunjuk pada SP2D.
Bank operasional menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPPN dalam hal terjadinya
kegagalan transfer (retur) dana. Pemberitahuan kegagalan transfer dana memuat data SP2D dan
alasan kegagalan transfer ke rekening yang ditunjuk. Atas dasar pemberitahuan tersebut, Kepala
KPPN memberitahukan KPA atas terjadinya kegagalan transfer dana ke rekening yang ditunjuk pada
SPM dan alasannya. KPA melakukan penelitian atas kegagalan transfer dana yang tercantum pada
SPM dan selanjutnya menyampaikan perbaikan atau ralat SPM.
Atas dasar perbaikan atau ralat SPM dimaksud, Kepala KPPN menyampaikan ralat SP2D
kepada bank operasional. Tata cara penyelesaian pencairan dana dengan mekanisme retur SP2D
diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kuasa Pengguna
Anggaran
SPP
Kuasa Bendahara
Umum Negara
Pengujian
SPM
Rekening
Bendahara
Pengujian
BANK
SP2D
Rekening
Pihak ke-3
SPM
- 56 -
MP
Maksimum Pencairan
PPP
JS
jumlah setoran
JPS
Dalam prakteknya Satker Pengguna PNBP pada awal tahun anggaran belum mempunyai
setoran PNBP, namun realisasi penerimaan PNBP tahun anggaran sebelumnya dapat melampaui
target PNBP yang telah ditetapkan. Akibatnya Satker Pengguna PNBP cenderung untuk
menunda/memindahkan setoran PNBP pada akhir tahun anggaran menjadi penerimaan PNBP awal
tahun anggaran berikutnya, sementara itu Bendahara Umum Negara sangat memerlukan dana untuk
menutupi pengeluaran pada akhir tahun anggaran. Untuk mengatasi hal tersebut diambil kebijakan
Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya dari satker pengguna,
dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tahun anggaran berjalan setelah DIPA
disahkan dan berlaku efektif.
- 57 -
Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya dari Satker
pengguna meliputi:
a. Kelebihan jumlah setoran yang melampaui target penerimaan PNBP satker pengguna sesuai
dengan proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesuai dengan yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan; dan/atau
b. Sisa pagu DIPA yang dibiayai dari dana PNBP.
Dengan demikian, Penggunaan Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran
sebelumnya dapat digunakan dalam hal Satker pengguna PNBP:
a. memerlukan pembiayaan atas kegiatan yang harus segera dilaksanakan, namun belum
memperoleh Maksimum Pencairan (MP); atau
b. sudah diperoleh Maksimum Pencairan (MP) namun belum mencukupi untuk melaksanakan
kegiatan yang harus segera dilaksanakan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan Sisa Maksimum
Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya tersebut merupakan talangan sementara
yang harus dibayar/diperhitungkan kembali dengan PNBP yang diterima pada tahun anggaran
berjalan.
Dengan demikian maka PNBP tahun anggaran berjalan dapat digunakan dalam hal
penggunaan Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya sudah lunas
diperhitungkan dari PNBP tahun anggaran berjalan.
Namun apabila penggunaan Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran
sebelumnya belum lunas diperhitungkan, sedangkan Satker pengguna PNBP memerlukan PNBP
tahun anggaran berjalan untuk membiayai kegiatan yang segera dilaksanakan, harus terlebih dahulu
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan. Satker pengguna PNBP dalam
mengajukan permohonan persetujuan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan tersebut, disertai
dengan surat pernyataan dari KPA bahwa Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun
anggaran sebelumnya akan dapat dilunasi dari PNBP tahun anggaran berjalan.
Untuk satker pengguna PNBP yang penyetoran PNBP dilakukan secara terpusat, penetapan
Maksimum Pencairan (MP) setelah dilakukan rekonsiliasi jumlah setoran/SSBP antara Satker
Pengguna PNBP dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Penetapan MP tersebut dilakukan
dengan Surat Edaran/Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan, yang menjadi dasar penggunaan
dana PNBP oleh Satker Penggunaan PNBP di seluruh Indonesia.
Sedangkan untuk Satker pengguna PNBP yang penyetoran PNBP-nya melalui masingmasing Satker pengguna PNBP, maka penetapan Maksimum Pencairan (MP) dilakukan setelah
Satker Pengguna PNBP melakukan konfirmasi SSBP kepada KPPN.
Satker pengguna PNBP dapat diberikan UP sebesar 20% (dua puluh persen) dari realisasi
PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu PNBP dalam DIPA maksimum sebesar Rp500.000.000,(lima ratus juta rupiah). Realisasi PNBP yang dapat digunakan tersebut sebesar pagu PNBP dalam
- 58 -
DIPA. Pemberian UP tersebut termasuk di dalam penggunaan Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana
PNBP tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar kebutuhan riil 1 (satu) bulan
dengan memperhatikan batas Maksimum Pencairan (MP). Pembayaran UP/TUP untuk Satker
Pengguna PNBP dilakukan terpisah dari UP/TUP yang berasal dari Rupiah Murni.
Bagi Satker pengguna PNBP yang belum memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana
PNBP dapat diberikan UP sebesar maksimal 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada
DIPA, maksimal sebesar Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Hal ini dapat dilakukan untuk
pengguna PNBP:
a.
yang telah memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP namun belum mencapai 1/12
(satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA; atau
b.
Penyesuaian besaran UP menjadi sebesar 20% (dua puluh persen) dari realisasi PNBP yang dapat
digunakan sesuai pagu PNBP dalam DIPA maksimum sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) dapat dilakukan setelah Satker pengguna PNBP memperoleh Maksimum Pencairan (MP)
dana PNBP melebihi UP yang telah diberikan yaitu 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP
pada DIPA.
Selanjutnya tata cara penerbitan dan pengujian SPP dan SPM-UP/ TUP/PTUP/GUP/GUP
Nihil/LS dari dana yang bersumber dari PNBP mengacu pada mekanisme dalam Peraturan Menteri
Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN.
PPSPM menyampaikan SPM-UP/TUP/PTUP/GUP/GUP Nihil/LS beserta ADK SPM kepada
KPPN dengan dilampiri dokumen sebagaimana dana rupiah murni serta:
a.
b.
Petunjuk perhitungan jumlah maksimal Pencairan Dana (MP) Satker Pengguna PNBP sebagaimana
terlampir.
b.
c.
Penerbitan SPP-UP/TUP, SPM-UP/TUP, dan SP2D-UP/TUP menjadi beban dana Rupiah Murni.
- 59 -
b.
c.
Dalam hal diperlukan perubahan kode Bagian Anggaran, eselon I, dan Satker tersebut, dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Koreksi/ralat SPP, SPM, dan SP2D dapat dilakukan untuk:
a.
Memperbaiki uraian pengeluaran dan kode BAS selain perubahan kode Bagian Anggaran,
eselon I, dan Satker;
b.
pencantuman kode pada SPM yang meliputi kode jenis SPM, cara bayar, tahun anggaran, jenis
pembayaran, sifat pembayaran, sumber dana, cara penarikan, nomor register; atau
c.
koreksi/ralat penulisan nomor dan nama rekening, nama bank yang tercantum pada SPP, SPM
dan SP2D beserta dokumen pendukungnya yang disebabkan terjadinya kegagalan transfer dana
(retur).
Koreksi/ralat SPM dan ADK SPM hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan
koreksi/ralat SPM dan ADK SPM secara tertulis dari PPK. Koreksi/ralat kode mata anggaran
- 60 -
pengeluaran (akun 6 digit) pada ADK SPM dapat dilakukan berdasarkan permintaan koreksi/ralat
ADK SPM secara tertulis dari PPK sepanjang tidak mengubah SPM. Koreksi/ralat SP2D hanya dapat
dilakukan berdasarkan permintaan koreksi SP2D secara tertulis dari PPSPM dengan disertai SPM
dan ADK yang telah diperbaiki.
Pembatalan SPP hanya dapat dilakukan oleh PPK sepanjang SP2D belum diterbitkan.
Pembatalan SPM hanya dapat dilakukan oleh PPSPM secara tertulis sepanjang SP2D belum
diterbitkan. Dalam hal SP2D telah diterbitkan dan belum mendebet kas negara, pembatalan SPM
dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Perbendaharaan atau pejabat yang
ditunjuk.
Koreksi SP2D atau daftar nominatif untuk penerima lebih dari satu rekening hanya dapat
dilakukan oleh Kepala KPPN berdasarkan permintaan KPA. Pembatalan SP2D tidak dapat dilakukan
dalam hal SP2D telah mendebet Kas Negara.
dengan
mempertimbangkan
kebutuhan
BUN
untuk
menyelesaikan
administrasi
Kepala kantor/Satker selaku Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) setiap bulan
harus melakukan rekonsiliasi data realisasi anggaran dengan Kepala KPPN selaku Kuasa BUN;
b.
2)
Eselon I;
3)
Satker;
4)
Sumber dana;
5)
Cara penarikan;
6)
Program;
- 61 -
c.
7)
Kegiatan;
8)
Output;
9)
Akun 6 digit;
10)
11)
Jumlah rupiah.
Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud huruf a dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi
(BAR), selanjutnya setiap awal bulan:
1)
2)
Kepala KPPN selaku Kuasa BUN membuat laporan realisasi anggaran, arus kas, dan
neraca kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk diproses
dan selanjutnya diteruskan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p Direktur
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
d.
Untuk laporan keuangan semester dan tahunan, LRA, Neraca dan ADK disertai dengan Catatan
atas Laporan Keuangan (CaLK).
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan laporan pertanggung jawaban pelaksanaan
- 62 -
BAB V
PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN
PEGAWAI TIDAK TETAP
A. Pendahuluan
Perjalanan Dinas Dalam Negeri adalah perjalanan ke luar Tempat Kedudukan yang dilakukan
dalam wilayah Republik Indonesia untuk kepentingan negara. Pelaksanaan Perjalanan Dinas bagi
Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap yang dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, meliputi:
1. Perjalanan Dinas Jabatan; dan
2. Perjalanan Dinas Pindah.
Perjalanan Dinas Jabatan adalah Perjalanan Dinas melewati batas Kota dan/atau dalam Kota dari
tempat kedudukan ke tempat yang dituju, melaksanakan tugas, dan kembali ke tempat kedudukan
semula di dalam negeri. Sedangkan Perjalanan Dinas Pindah adalah Perjalanan Dinas dari tempat
kedudukan yang lama ke tempat kedudukan yang baru berdasarkan surat keputusan pindah.
Perjalanan dinas dilakukan setelah atasan pelaksana SPD menerbitkan Surat Tugas, atas
dasar surat tugas PPK menerbitkan SPD.
1. Perjalanan Dinas Jabatan
Perjalanan Dinas Jabatan digolongkan menjadi:
a. Perjalanan Dinas Jabatan yang melewati batas Kota; dan
b. Perjalanan Dinas Jabatan yang dilaksanakan di dalam Kota.
Batas Kota adalah batas Kota/Kabupaten pembagian wilayah administratif di Indonesia di
bawah Provinsi, namun khusus untuk Provinsi DKI Jakarta meliputi kesatuan wilayah Jakarta
Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan. Dan Perjalanan Dinas
Jabatan yang dilaksanakan di dalam Kota, terdiri atas:
a. Perjalanan Dinas Jabatan yang dilaksanakan lebih dari 8 (delapan) jam; dan
b. Perjalanan Dinas Jabatan yang dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam.
Penugasan Pelakasana SPD untuk melaksanakan Perjalanan Dinas Jabatan dapat dilakukan
dalam rangka:
a. pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatan;
b. mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya;
c. pengumandahan (detasering);
d. menempuh ujian dinas/ujian jabatan;
e. menghadap Majelis Penguji Kesehatan Pegawai Negeri atau menghadap seorang dokter
penguji kesehatan yang ditunjuk, untuk mendapatkan surat keterangan dokter tentang
kesehatannya guna kepentingan jabatan;
f.
- 63 -
j.
pengembalian Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang mendapat uang tunggu dari Tempat
Kedudukan ke Tempat Tujuan yang ditentukan untuk dipekerjakan kembali.
- 64 -
1. selektif, yaitu hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi dan prioritas yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan;
2. ketersediaan
anggaran
dan
kesesuaian
dengan
pencapaian
kinerja
Kementerian
Negara/Lembaga;
3. efisiensi penggunaan belanja negara; dan
4. akuntabilitas pemberian perintah pelaksanaan Perjalanan Dinas dan pembebanan biaya
Perjalanan Dinas.
Untuk menjaga agar pelaksanaan perjalanan dinas sesuai dengan prinsip-prinsip perjalanan
dinas tersebut, maka pejabat yang menerbitkan surat tugas dan SPD harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1.
kepastian tidak terdapat pelaksanaan Perjalanan Dinas yang tumpang tindih atau rangkap;
2.
tidak terdapat pelaksanaan Perjalanan Dinas yang dipecah-pecah apabila suatu kegiatan dapat
dilaksanakan secara sekaligus dengan sasaran peserta, tempat tujuan, dan kinerja yang
dihasilkan sama;
3.
Perjalanan Dinas hanya dilaksanakan oleh Pelaksana SPD yang memang benar-benar
diharapkan memberikan kontribusi nyata dalam hasil yang akan dicapai;
4.
tidak terdapat Perjalanan Dinas keluar kantor untuk kegiatan yang seharusnya dapat dilakukan di
kantor;
5.
mendukung pembayaran biaya perjalanan dinas, tetapi juga pertanggungjawaban atas penerbitan
surat tugas. Pertanggungjawaban atas penerbitan surat tugas, misalnya jumlah orang/pelaksana
SPD, jumlah hari/jam, dan kepentingannya.
Prinsip-prinsip perjalanan dinas tersebut wajib dilaksanakan oleh atasan Pelaksana SPD
dalam menerbitkan dan mengawasi pelaksanaan Surat Tugas. PPK dalam melakukan pembebanan
biaya Perjalanan Dinas dan Pelaksana SPD dalam melaksanakan Perjalanan Dinas.
Dalam rangka menjaga terpenuhinya pelaksanaan prinsip-prinsip dimaksud maka atasan
pelaksana SPD harus melakukan monitoring penerbitan Surat Tugas di lingkup wilayah kerjanya dan
sedapat mungkin membatasi pelaksanaan Perjalanan Dinas dalam Kota hanya sampai dengan 8
jam, kecuali pelaksanaan Perjalanan Dinas dimaksud memang sangat diperlukan penyelesaiannya
lebih dari 8 jam. Dalam menerbitkan SPD, PPK melakukan:
1)
2)
pembebanan biaya Perjalanan Dinas dengan memperhatikan ketersediaan anggaran dan tetap
memprioritaskan pencapaian kinerja;
3)
b)
c)
- 65 -
4)
pembebanan biaya Perjalanan Dinas dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Standar Biaya.
Pelaksana Surat Perjalanan Dinas (Pelaksana SPD) dalam melaksanakan penugasan dalam rangka
perjalanan dinas harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)
2)
segera kembali ke tempat kedudukan semula apabila kinerja telah tercapai; dan
3)
Pemberi tugas;
2.
Pelaksana tugas;
3.
4.
penerbit surat tugas melakukan monitoring penerbitan Surat Tugas di lingkup wilayah kerjanya.
Monitoring perjalanan dinas tersebut bertujuan agar dapat dijaga tidak terdapat pelaksanaan
- 66 -
Perjalanan Dinas yang tumpang tindih atau rangkap. Format monitoring penerbitan surat tugas
sebagaimana lampiran modul ini.
D.
Perjalanan Dinas Jabatan di dalam kota yang dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam,
pelaksanaan perjalanan dinasnya tanpa diterbitkan Surat Perjalanan Dinas. Untuk Pembebanan
biaya Perjalanan Dinas Jabatan di dalam Kota yang dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam
yang dilakukan tanpa penerbitan SPD dicantumkan pada Surat Tugas.
Surat Perjalanan Dinas (SPD) adalah surat dari Pejabat Pembuat Komitmen kepada Pejabat
Negara, Pegawai Negeri, Pegawai Tidak Tetap, dan Pihak Lain untuk pelaksanaan Perjalanan Dinas.
Dalam menerbitkan Surat Perjalanan Dinas (SPD), PPK melakukan:
1.
2.
Menetapkan tingkat biaya perjalanan dinas dan alat transportasi yang digunakan untuk
melaksanakan perjalanan dinas yang bersangkutan dengan memperhatikan kepentingan serta
tujuan perjalanan dinas.
3.
Dalam hal pelaksanaan Perjalanan Dinas diselenggarakan dalam rangka rapat, seminar, dan
sejenisnya dengan beban biaya oleh satker penyelenggara, penerbitan SPD dapat dibuat secara
kolektif dengan melampirkan daftar peserta yang telah disahkan oleh PPK pada satker
penyelenggara. Daftar peserta dimaksud, paling kurang memuat nama, pangkat/golongan, kantor
asal/tempat kedudukan asal, tanggal keberangkatan, dan tanggal tiba di tempat kedudukan asal.
3)
uang saku.
b. Biaya Transpor, dibayarkan sesuai biaya riil berdasarkan fasilitas transport sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Perjalanan Dinas, yang meliputi
biaya:
1) perjalanan dinas dari tempat kedudukan sampai tempat tujuan keberangkatan dan
kepulangan termasuk biaya ke terminal bus/ stasiun/ bandara/ pelabuhan
keberangkatan;
- 67 -
rapat,
seminar,
dan
sejenisnya
konsinyering/sosialisasi/bimtek/desiminasi/workshop/Focus
termasuk
Group
kegiatan
Discussion
- 68 -
Kegiatan
rapat,
seminar,
dan
sejenisnya
termasuk
konsinyering/sosialisasi/bimtek/desiminasi/workshop/FGD/pertemuan/rakor/rapim
kegiatan
dapat
dilaksanakan di luar kantor hanya dalam hal fasilitas di kantor tidak mencukupi, yang
dibuktikan dengan surat pernyataan oleh penanggung jawab kegiatan pada pihak
penyelenggara dan merupakan bagian dari prosedur pertanggungjawaban internal.
Kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya harus dilaksanakan di dalam Kota satker
penyelenggara. Namun tidak menutup kemungkinan Kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya
akan dilaksanakan di luar Kota satker penyelenggara. Kegiatan rapat, seminar, dan
sejenisnya dapat dilaksanakan di luar Kota satker penyelenggara sepanjang kegiatan
dimaksud:
a. melibatkan kantor vertikal; dan/atau
b. berskala regional/nasional/internasional.
Dalam hal kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya dimaksud tidak melibatkan kantor
vertikal dan/atau tidak berskala regional/nasional/internasional, dapat dilaksanakan di luar
Kota
satker
penyelenggara
setelah
mendapat
persetujuan
dari
KPA,
dengan
mempertimbangan:
a. tidak terdapat tempat penyelenggaraan kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya, atau
terdapat tempat penyelenggaraan kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya namun
fasilitas tidak memadai;
b. lokasi terdekat dengan Kota satker penyelenggara; dan
c. dari sisi teknis harus dilaksanakan di luar Kota satker penyelenggara.
Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya
dilaksanakan dengan biaya perjalanan dinas yang ditanggung oleh panitia penyelenggara,
namun apabila biaya perjalanan dinas tidak ditanggung oleh panitia penyelenggara maka
biaya perjalanan dinas dapat dibebankan pada DIPA satker Pelaksana SPD. Untuk itu, di
dalam
surat/undangan
Panitia
Penyelenggara
harus
menyampaikan
pemberitahuan
mengenai pembebanan biaya perjalanan dinas dalam rangka kegiatan rapat, seminar, dan
sejenisnya.
Pihak penyelenggara dapat membentuk panitia untuk kegiatan rapat, seminar, dan
sejenisnya. Jumlah panitia dimaksud harus mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya.
Jumlah narasumber untuk setiap materi pada kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya
dapat membawa pendamping, adalah sebagai berikut:
a. Narasumber setingkat pejabat eselon I dan pejabat eselon II dapat membawa maksimal 2
(dua) orang pendamping sebagai narasumber;
b. Narasumber setingkat pejabat eselon III dapat membawa maksimal 1(satu) orang
pendamping sebagai narasumber; atau
- 69 -
g. dilengkapi daftar hadir rapat (absensi) mulai dan selesai rapat; dan
h. dilengkapi notulensi rapat yang sekurang-kurangnya ditandatangani oleh pimpinan rapat
dan paling kurang 1 (satu) orang peserta masing-masing perwakilan eselon II atau 50%
(lima puluh persen) dari jumlah peserta rapat.
Satu orang peserta rapat hanya berhak mendapatkan uang saku rapat satu kali dalam
satu hari, dan Uang saku rapat hanya dapat dibayarkan untuk rapat yang diselenggarakan di
luar jam kerja pada hari kerja satuan kerja bersangkutan.
Pembayaran uang saku rapat tersebut tidak berlaku apabila dilaksanakan pada hari
libur atau hari yang diliburkan kantor yang bersangkutan.
2. Biaya Perjalanan Dinas Pindah
Biaya Perjalanan Dinas Pindah terdiri atas komponen sebagai berikut:
- 70 -
a.
b.
c.
d.
uang harian.
Biaya Perjalanan Dinas Pindah dimaksud dibayarkan secara lumpsum dan merupakan batas
tertinggi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya.
Dan komponen biaya Perjalanan Dinas Pindah dicantumkan pada Rincian Biaya Perjalanan
Dinas.
Untuk Perjalanan Dinas Pindah diberikan biaya-biaya sebagai berikut:
a.
biaya transpor pegawai dan transpor keluarga, uang harian, serta biaya pengepakan
dan angkutan barang-barang untuk Perjalanan Dinas Pindah dalam rangka :
1)
pindah tugas dari tempat kedudukan yang lama ke Tempat Tujuan Pindah;
2)
3)
pemulangan Pegawai Tidak Tetap yang diberhentikan karena telah berakhir masa
kerjanya dari Tempat Kedudukan ke tempat tujuan menetap, sepanjang diatur
dalam perjanjian kerja;
4)
b.
biaya transpor keluarga, uang harian, serta biaya pengepakan dan angkutan barang
untuk Perjalanan Dinas Pindah dalam rangka :
1)
2)
pemulangan keluarga yang sah dari Pegawai Tidak Tetap yang meninggal dunia
dari tempat tugas yang terakhir ke tempat tujuan menetap, sepanjang diatur dalam
perjanjian kerja.
Untuk biaya Perjalanan Dinas Pindah perlu kiranya disesuaikan dengan ketersediaan
dana DIPA satker yang bersangkutan, terkhusus lagi perjalanan dinas dalam rangka:
a.
b.
pemulangan keluarga yang sah dari Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang meninggal
dunia dari tempat tugas terakhir ke Tempat Tujuan menetap;
c.
pemulangan Pegawai Tidak Tetap yang diberhentikan karena telah berakhir masa
kerjanya dari Tempat Kedudukan ke Tempat Tujuan menetap, sepanjang diatur dalam
perjanjian kerja;
- 71 -
d.
pemulangan keluarga yang sah dari Pegawai Tidak Tetap yang meninggal dunia
dari tempat tugas yang terakhir ke tempat tujuan menetap, sepanjang diatur dalam
perjanjian kerja; atau
e.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e disesuaikan
dengan ketersediaan dana pada DIPA satker bersangkutan.
Kota tempat pengangkatan pertama sebagai Pegawai Negeri/ Pegawai Tidak Tetap;
atau
b.
Kota tempat kelahiran Pegawai Negeri/Pegawai Tidak Tetap yang dibuktikan dengan
akta kelahiran.
Biaya Perjalanan Dinas Pindah dibebankan pada DIPA satuan kerja yang menerbitkan
surat keputusan pindah/mutasi. Dan untuk Perjalanan Dinas Pindah atas permintaan sendiri
tidak diberikan biaya Perjalanan Dinas.
Dalam hal surat keputusan pindah/mutasi diterbitkan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga
sebagai otorisator yang menerbitkan surat keputusan pindah/mutasi untuk satker yang ada di
lingkup Kementerian/Lembaga berkenaan, biaya Perjalanan Dinas Pindah dapat dibebankan
pada DIPA satuan kerja Pelaksana SPD yang dipindah/dimutasi atau ditetapkan lain oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga.
Perhitungan Biaya Pindah
Perhitungan biaya pengepakan dan angkutan barang didasarkan pada:
a.
satuan biaya yang berlaku sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Standar Biaya;
b.
c.
Satuan Volume dan biaya untuk pengepakan serta angkutan barang yang digunakan sebagai
dasar perhitungan, mengikuti ketentuan sebagaimana Lampiran Modul ini.
Dalam biaya pengepakan dan angkutan barang termasuk untuk bongkar muat dan
penggudangan. Biaya pengepakan dan angkutan barang diberikan dalam hal Perjalanan
Dinas Pindah dilakukan dalam jarak:
a.
b.
Jarak antara tempat kedudukan dengan tempat tujuan tersebut ditetapkan menurut daftar
jarak resmi atau menurut keterangan resmi dari instansi yang berwenang.
- 72 -
Biaya pengepakan dan angkutan barang dengan menggunakan kendaraan angkutan darat
diberikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari satuan biaya sesuai Peraturan Menteri
Keuangan mengenai Standar Biaya.
- 73 -
Pembayaran biaya perjalanan dinas yang melalui perikatan dengan penyedia jasa meliputi
perjalanan dinas jabatan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada
jabatan, mengikuti rapat, seminar dan sejenisnya. Penyedia jasa untuk pelaksanaan perjalanan
dinas jabatan tersebut dapat berupa event organizer, biro perjalanan, perusahaan jasa
transportasi, dan perusahaan jasa perhotelan/penginapan. Penetapan penyedia jasa dimaksud
dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur pengadaan barang/jasa pemerintah. Komponen
biaya perjalanan dinas yang dapat dilaksanakan dengan perikatan meliputi biaya transport
termasuk pembelian/pengadaan tiket dan/atau biaya penginapan.
Kontrak/perjanjian dengan penyedia jasa dapat dilakukan untuk 1 (satu) paket kegiatan
atau untuk ketentuan perode tertentu. Nilai satuan harga dalam kontrak/perjanjian tidak
diperkenankan melebihi tarif tiket resmi yang dikeluarkan oleh perusahaan jasa transportasi atau
tarif penginapan/hotel resmi yang dikeluarkan oleh penyedia jasa penginapan/hotel.
Pembayaran biaya perjalanan dinas kepada penyedia jasa didasarkan pada prestasi kerja
yang telah diselesaikan sebagaimana diatur dalam kontrak/perjanjian, yang pemintaan
pembayarannya diajukan oleh penyedia jasa kepada PPK.
Pembayaran biaya Perjalanan Dinas Jabatan dengan mekanisme LS dilakukan melalui
transfer dari Kas Negara ke rekening Bendahara Pengeluaran, pihak ketiga atau Pelaksana
SPD. Apabila dalam pembayaran tersebut terdapat kelebihan biaya perjalanan dinas, maka
kelebihan tersebut harus di setor ke Kas Negara melalui PPK, namun apabila terdapat
kekurangan dalam pembayaran perjalanan dinas tersebut maka Pelaksana SPD dapat meminta
kekurangan tersebut. Pembayaran kekurangan biaya perjalanan dinas tersebut dapat
menggunakan mekanisme LS ataupun UP.
Pembayaran biaya perjalanan dinas dengan mekanisme UP dilakukan dengan
memberikan uang muka kepada Pelaksana SPD oleh Bendahara Pengeluaran. Pemberian uang
muka tersebut harus dengan persetujuan PPK. Pengajuan permohonan untuk mendapatkan
uang muka kepada PPK harus menyertakan:
1. Surat Tugas atau surat keputusan pindah;
2. Fotocopi SPD;
3. Kuitansi tanda terima uang muka; dan
4. Rincian perkiraan biaya Perjalan Dinas
Pertanggungjawaban Biaya Perjalanan Dinas
Pelaksana SPD paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah melakukan perjalanan dinas harus
memperanggungjawabakan pelaksanaan perjalanan dinasnya kepada atasan langsung maupun
PPK. Laporan kepada atasan langsung berupa laporan kegiatan hasil kegiatan selama
melaksanakan perjalanan dinas beserta biaya perjalanan dinasnya. Pertanggungjawab kepada
PPK terkait dengan pertanggungjawaban biaya perjalanan dinasnya.
- 74 -
2.
SPD yang telah ditandatangani oleh PPK dan pejabat di tempat pelaksanaan Perjalanan
Dinas atau pihak terkait yang menjadi Tempat Tujuan Perjalanan Dinas;
3.
Tiket pesawat, boarding pass, airport tax, retribusi, dan bukti pembayaran moda transportasi
lainnya;
4.
5.
Bukti pembayaran yang sah untuk sewa kendaraan dalam Kota berupa kuitansi atau bukti
pembayaran lainnya yang dikeluarkan oleh badan usaha yang bergerak di bidang jasa
penyewaan kendaraan; dan
6.
pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas dapat hanya menggunakan daftar pengeluaran riil.
Sedangkan pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas pindah melampirkan dokumendokumen yang meliputi:
1. Fotokopi surat keputusan pindah;
2.
3.
4.
5.
dan disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran. PPK berwenang menilai kesesuaian dan
kewajaran atas biaya-biaya yang tercantum dalam daftar pengeluaran Pelaksana SPD.
PPK
mengesahkan
bukti
pengeluaran
dan
menyampaikan
kepada
Bendahara
- 75 -
H. Pengendalian Internal
Dalam rangka menerapkan prinsip-prinsip Perjalanan Dinas, Menteri/ Pimpinan Lembaga
menyelenggarakan pengendalian internal terhadap pelaksanaan Perjalanan Dinas, yang paling
kurang meliputi:
1. penyusunan Standard Operating Procedure (SOP);
2. penyusunan Rencana Kerja/Proposal/Term of Reference (ToR) dan Rincian Anggaran
Belanja (RAB);
3. pengawasan penerbitan Surat Tugas; dan
4. pengawasan pertanggungjawaban pelaksanaan Perjalanan Dinas.
Penyusunan Rencana Kerja/Proposal/Term of Reference (ToR) dan Rincian Anggaran
Belanja (RAB) disusun oleh penanggungjawab kegiatan, yang paling kurang memuat:
1. latar belakang;
2. tujuan;
3. kinerja yang akan dihasilkan;
4. bentuk pertanggungjawaban kinerja;
5. personel yang melakukan Perjalanan Dinas;
6. jumlah hari pelaksanaan; dan
7. RAB.
I.
Contoh Kasus
1.
Dalam Surat Tugas disebutkan pelaksanaan tugas dalam Kota dimulai tanggal 1 sampai
dengan tanggal 10, waktu perjalanan dinas jabatan adalah pukul 09.00 s.d 17.00 WIB (8
jam) setiap hari. Atas pelaksanaan tugas tersebut diberikan biaya perjalanan dinas berupa
transpor dalam Kota.
2.
Pelaksana SPD diundang untuk mengikuti rapat koordinasi selama 3 hari (tanggal 5, 6 dan
7) di Jakarta. Atasan Pelaksana SPD menerbitkan Surat Tugas selama 5 hari, dari tanggal 4
sampai dengan tanggal 8 karena Pelaksana SPD dimaksud memerlukan waktu 1 (satu) hari
untuk tiba ke tempat tujuan dan 1 (satu) hari untuk kembali ke tempat kedudukan semula.
Dalam hal ini kepada Pelaksana SPD dimaksud dibayarkan uang harian untuk tanggal 4 dan
tanggal 8, yang dibebankan pada DIPA satker penyelenggara. Selama rapat koordinasi
(tanggal 5, 6, dan 7) diberikan uang harian sebesar uang saku paket meeting. Untuk itu agar
tercapai efisiensi belanja negara, penerbit Surat Tugas harus memperhitungkan apakah
keberangkatan 1 (satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu) hari sesudah pelaksanaan rapat
koordinasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Apabila dalam surat tugas disebutkan Pelaksana SPD dimaksud berangkat pada tanggal 5
dan kembali pada tanggal 7, maka kepada Pelaksana SPD dimaksud tidak dibayarkan uang
- 76 -
harian untuk tanggal 5 dan tanggal 7, namun hanya dibayarkan uang harian berupa uang
saku paket fullboard (tanggal 5, 6, dan 7) sesuai diatur Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Standar Biaya.
3.
Dalam hal contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ternyata Pelaksana SPD dimaksud
kembali ke tempat tugas (kantor) sebelum berakhirnya masa tugas, maka Pelaksana SPD
dimaksud harus mengembalikan uang harian. Sedangkan penambahan uang harian dapat
diberikan mengikuti ketentuan dalam Pasal 14 PMK No.113/ PMK.05/2012.
4.
Dalam satu surat tugas disebutkan bahwa Pelaksana SPD melaksanakan kegiatan
pembinaan kepada kantor di Kecamatan A, B, dan C yang masih dalam satu
Kabupaten/Kota. Kepada Pelaksana SPD tersebut hanya diberikan 1 (satu) kali biaya
transpor dalam Kota secara lumpsum sesuai standar biaya.
5.
Pelaksana SPD melakukan perjalanan dinas dalam Kota lebih dari 8 jam menggunakan
moda transportasi pesawat udara sehingga biaya yang diperlukan lebih dari biaya transpor
dalam Kota sesuai standar biaya. Kepada Pelaksana SPD diberikan biaya transpor sesuai
bukti riil transportasi pesawat udara.
6.
Petugas instansi A melakukan pengukuran tanah selama 3 hari di wilayah yang masih dalam
satu kabupaten. Dalam melakukan tugasnya, Petugas instansi A tersebut memerlukan
menginap. Pada wilayah pengukuran tersebut tidak tersedia hotel atau tempat menginap
lainnya, sehingga Petugas instansi A menginap di rumah penduduk. Kepada Petugas
instansi A diberikan biaya penginapan sebesar 30% secara lumpsum selama 2 malam.
7.
Pelaksana SPD sesuai penugasan melaksanakan perjalanan dinas dalam Kota dari Jakarta
Timur ke Jakarta Barat selama 20 hari. Selama melaksanakan perjalanan dinas, Pelaksana
SPD dimaksud tidak memerlukan penginapan (pulang ke rumah). Atas pelaksanaan
perjalanan dinas dimaksud kepada Pelaksana SPD tidak diberikan biaya penginapan
sebesar 30%.
- 77 -
BAB VI
PENGELOLAAN BELANJA BANTUAN SOSIAL PADA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tanggal 1 Juni 2012 tentang
Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga, maka diperlukan pedoman dalam
pengelolaan belanja bantuan sosial dari awal perencanaan, pengalokasian anggaran, pelaksanaan
sampai dengan pertanggungjawaban belanja bantuan sosial.
A.
- 78 -
yang
kemungkinan
berperan
untuk melindungi
terjadinya
Risiko
Sosial,
individu,
meningkatkan
kemampuan
ekonomi,
dan/atau
kesejahteraan masyarakat.
Bantuan sosial yang diberikan oleh pemberi bantuan sosial melalui lembaga di bidang
pendidikan, kesehatan, keagamaan dan bidang lain adalah bantuan kepada lembaga yang
langsung memberikan pelayanan secara langsung kepada masyarakat yang terkena risiko
sosial, ekonomi, politik dan keamanan. Contoh bantuan sosial melalui lembaga di bidang
pendidikan, kesehatan, keagamaan dan bidang lain antara lain:
1. Bantuan sosial kepada siswa dalam rangka pelaksanaan wajib belajar 9 tahun melalui
sekolah-sekolah agar siswa tidak dikenakan biaya sekolah;
2. Bantuan sosial kepada masyarakat miskin melalui rumah sakit dan puskesmas agar
masyarakat miskin memperoleh pelayanan kesehatan secara gratis;
3. Bantuan sosial kepada kelompok pemuda melalui organisasi/lembaga kepemudaan dan
olahraga dalam rangka meningkatkan prestasi, perilaku hidup sehat dan menjauhkan dari
pengaruh narkoba.
- 79 -
Belanja Bantuan Sosial yang disalurkan dalam bentuk uang yang digunakan oleh penerima
bantuan sosial untuk pengadaan barang dan/atau jasa, dikerjakan/dihasilkan sendiri oleh
penerima bantuan sosial secara swakelola. Contohnya:
1. bantuan sosial berupa uang kepada kelompok tani untuk membangun gudang pupuk dan
jalan usaha tani. Pembangunan tersebut dilakukan dengan cara swakelola oleh kelompok
tani penerima bantuan dan tidak dikontrakkan kepada rekanan/fihak ketiga penyedia barang
dan jasa.
2. bantuan sosial berupa uang kepada sekolah untuk memperbaiki gedung sekolah. kegiatan
tersebut dilakukan secara swakelola dengan cara kerjasama fihak sekolah dengan komite
sekolah
dalam
rangka
meningkatkan
partisipasi
masyarakat
dan
menggerakkan
Dalam hal bantuan yang diberikan dalam bentuk uang kepada penerima bantuan yang
selanjutnya oleh penerima bantuan digunakan untuk membiayai kontrak kepada rekanan/fihak
ketiga penyedia barang dan jasa, maka bantuan tersebut tidak termasuk jenis belanja bantuan
sosial yang diberikan dalam bentuk uang. Bantuan tersebut lebih tepat dialokasikan pada jenis
belanja barang yang diserahkan kepada masyarakat/pemerintah daerah dalam bentuk barang
dan/atau jasa. Apabila penerima bantuan memenuhi kriteria risiko sosial maka bantuan tersebut
dialokasikan dalam jenis belanja bantuan sosial dalam bentuk barang dan/atau jasa. Hal
tersebut akan membantu KPA dan PPK dalam mempertanggungjawabkan penyaluran bantuan
berupa barang daripada berupa uang, mengingat prestasinya lebih terukur dan diperoleh melalui
prosedur dan ketentuan pengadaan barang dan jasa. Contohnya:
1. bantuan berupa uang kepada komite olahraga yang digunakan untuk membiayai kontrak
pembangunan gedung olahraga tidak termasuk jenis belanja bantuan sosial. Bantuan
tersebut hendaknya dialokasikan pada jenis belanja barang yang diserahkan kepada
masyarakat/pemerintah daerah
dalam
bentuk
barang
dan/atau jasa.
Pelaksanaan
pembayaran dari kas negara dilakukan berdasarkan kontrak antara PPK dengan
rekanan/fihak ketiga penyedia barang dan jasa.
- 80 -
2. bantuan berupa uang kepada kelompok masyarakat untuk memperbaiki jalan di daerahnya.
Kelompok masyarakat tersebut kemudian menyerahkan pekerjaan tersebut kepada
rekanan/fihak ketiga penyedia barang dan jasa untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Bantuan tersebut tidak termasuk jenis belanja bantuan sosial dalam bentuk uang. Bantuan
tersebut hendaknya dialokasikan pada jenis belanja bantuan sosial yang diserahkan kepada
masyarakat/pemerintah daerah dalam bentuk barang dan/atau jasa.
C.
- 81 -
Petunjuk teknis tersebut merupakan kerangka acuan pelaksanaan kegiatan bantuan sosial untuk
menjaga kesesuaian program dan kegiatan belanja bantuan sosial dengan pelaksanaan dan
sasaran yang hendak dicapai. Petunjuk teknis bersifat operasional sebagai pedoman dalam
melakukan identifikasi dan seleksi penerima bantuan sosial yang sesuai dengan kriteria tertentu
yang telah ditetapkan, cara menyalurkan bantuan, besarnya bantuan, monitoring dan evaluasi
serta penyusunan laporan pertanggungjawabannya. Hal-hal yang dapat diuraikan dalam
petunjuk teknis antara lain:
1. Penetapan kriteria penerima bantuan sosial, misalnya:
-
disusun berdasarkan data penduduk miskin yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik;
2. besaran/nilai bantuan sosial dan pelaksanaan penyaluran bantuan (sekaligus atau melalui
tahapan)
3. Tata
cara
penetapan
penerima
bantuan
sosial
dan
penyaluran
bantuan
sosial
- 82 -
1. sasaran bantuan sosial adalah penduduk miskin berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS);
2. bantuan sosial diberikan berdasarkan proposal permintaan bantuan yang harus diseleksi
sesuai kriteria dan persyaratan yang ditentukan;
3. penerima bantuan adalah korban bencana alam;
4. penerima bantuan adalah seseorang yang mempunyai prestasi atau jasa sesuai kriteria dan
persyaratan yang ditentukan;
Nilai bantuan yang akan disampaikan kepada penerima bantuan besarnya ditentukan
berdasarkan besaran yang telah ditetapkan sesuai petunjuk teknis atau berdasarkan
perhitungan tertentu. Nilai bantuan berdasarkan besaran tertentu yang ditetapkan merupakan
nilai tertentu yang menjadi indeks, contohnya:
1. indeks bantuan yang diterima setiap siswa miskin sekolah dasar dikalikan jumlah siswa
miskin sekolah dasar suatu daerah;
2. indeks tunjangan
kemerdekaan.
Sedangkan bantuan yang disampaikan kepada penerima bantuan berdasarkan perhitungan
tertentu antara lain dilakukan berdasarkan kelayakan permintaan bantuan dengan hasil yang
diharapkan, besarnya masalah dengan usulan proposal, besarnya kerugian karena bencana
alam, besarnya biaya pengobatan penduduk miskin, besarnya tunjangan, dan sebagainya.
Dalam rangka menentukan penerima bantuan sosial, PPK melakukan seleksi penerima bantuan
sosial sesuai kriteria/persyaratan yang
pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial yang ditetapkan oleh PA dan petunjuk teknis
pengelolaan Belanja Bantuan Sosial yang ditetapkan oleh Kuasa PA.
Berdasarkan hasil seleksi, PPK menetapkan surat keputusan penerima bantuan sosial.
Dalam rangka penyaluran Belanja Bantuan Sosial dalam bentuk uang, surat keputusan
penerima bantuan sosial paling sedikit memuat:
1. identitas penerima bantuan sosial;
2. nilai uang bantuan sosial; dan
3. nomor rekening penerima bantuan sosial.
Dalam hal penerima bantuan sosial tidak mempunyai nomor rekening, nomor rekening yang
dicantumkan dalam surat keputusan penerima bantuan sosial adalah nomor rekening Bank/Pos
Penyalur.
Dalam rangka penyaluran Belanja Bantuan Sosial dalam bentuk barang dan/atau jasa, surat
keputusan penerima bantuan sosial paling sedikit memuat:
1. identitas penerima bantuan sosial;
2. nilai barang bantuan sosial; dan
3. bentuk barang dan/atau jasa yang akan diberikan.
- 83 -
Surat keputusan penerima bantuan sosial selanjutnya disahkan oleh Kuasa PA dalam rangka
check and balance guna menjamin penerima bantuan telah ditetapkan oleh PPK sesuai kriteria
yang ditetapkan dalam petunjuk teknis dan menjadi dasar pembayaran
- 84 -
bantuan sosial kepada siswa miskin Sekolah Dasar, mengingat penerima bantuan
tidak memungkinkan membuka rekening sendiri maka penyaluran bantuan dilakukan
melalui bank/pos penyalur;
bantuan sosial kepada anak jalanan, janda perintis kemerdekaan dan lain-lain yang
karena keterbatasannya tidak memungkinkan membuka rekening pada bank/pos
atau tidak memungkinkan mengambi uang ke bank/pos sehingga dana bantuan
sosial diberikan secara tunai melalui petugas pengantar pada bank/pos penyalur.
b. dana Belanja Bantuan Sosial yang disalurkan merupakan Program Nasional yang
menurut peraturan perundang-undangan harus disalurkan melalui lembaga penyalur.
Contohnya: program bantuan langsung masyarakat sebagai kompensasi atas kenaikan
harga minyak yang diberikan dalam bentuk kupon dan dapat ditukarkan dengan uang
tunai.
c. jumlah penerima bantuan sosial dalam bentuk uang pada satu jenis Belanja Bantuan
Sosial dan satu DIPA lebih dari 100 (seratus) penerima bantuan sosial. Apabila dalam
pelaksanaan penyaluran bantuan sosial banyak ditemukan rekening penerima bantuan
yang salah/tidak aktif yang mengakibatkan terjadinya retur/pengembalian maka bantuan
sosial tersebut dapat disalurkan melalui bank/pos penyalur dengan ketentuan penerima
bantuan sosial berjumlah lebih dari 100 (seratus). Perlu disampaikan bahwa untuk
bantuan sosial yang disalurkan kepada lebih dari 100 (seratus) penerima, sepanjang
penerima bantuan sosial sudah dapat dipastikan dan besarnya (nilai bantuan) telah
diketahui serta penerima bantuan mempunyai rekening pada bank/pos yang akan
digunakan untuk menampung dana bantuan sosial sehingga dapat dipastikan bantuan
tersebut sampai kepada penerima dan tidak terjadi pengembalian (retur), maka
pencairan bantuan sosial dapat langsung ditujukan kepada rekening penerima bantuan
sosial.
- 85 -
Penyaluran bantuan sosial melalui bank/pos penyalur harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Ijin pembukaan rekening pada bank/pos penyalur
Dalam rangka pencairan dana Belanja Bantuan Sosial dari Rekening Kas Umum Negara
ke rekening Bank/Pos Penyalur, Kuasa PA membuka rekening pada Bank/Pos Penyalur.
Pembukaan rekening pada Bank/Pos Penyalur oleh Kuasa PA dilaksanakan berdasarkan
ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan rekening milik
Kementerian Negara/Lembaga/ Kantor/Satuan Kerja.
2. Pemilihan bank/pos penyalur
a. Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 menyatakan bahwa
pengalokasian belanja bantuan sosial dipisahkan dari unsur biaya operasional satuan
kerja penyelenggara bantuan sosial, biaya pencairan dan penyaluran bantuan sosial
serta biaya yang timbul dalam rangka pengadaan barang dan jasa. Biaya-biaya
dimaksud termasuk biaya untuk lelang pemilihan bank/pos penyalur dapat
dialokasikan pada Belanja Barang dalam DIPA. Sedangkan belanja bantuan sosial
adalah alokasi dana bantuan yang akan disalurkan secara utuh kepada penerima
bantuan sosial. Hal ini untuk menjaga akuntabilitas alokasi belanja bantuan sosial
yang disalurkan sama dengan pertanggungjawaban penyaluran dana yang diterima
oleh penerima bantuan sosial.
b. Dalam hal pelaksanaan penyaluran dana belanja bantuan sosial dalam bentuk uang
melalui bank/pos penyalur, pemilihan bank/pos penyalur dilakukan sesuai ketentuan
peraturan mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah.
3. Bank/pos yang terpilih menjadi Bank/Pos Penyalur dana Belanja Bantuan Sosial
menandatangani kontrak/perjanjian kerja sama dengan PPK.
Kontrak/perjanjian kerja sama paling sedikit memuat:
a. hak dan kewajiban kedua belah pihak;
b. tata cara dan syarat penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial dalam bentuk uang
kepada penerima Belanja Bantuan Sosial;
c. pernyataan kesanggupan Bank/Pos Penyalur untuk menyalurkan dana Belanja
Bantuan Sosial dalam bentuk uang kepada penerima bantuan sosial paling lama 30
(tiga puluh) hari kalender sejak dana Belanja Bantuan Sosial ditransfer dari Rekening
Kas Umum Negara ke rekening Bank/Pos Penyalur;
d. pernyataan kesanggupan Bank/Pos Penyalur bahwa sisa Belanja Bantuan Sosial
dalam bentuk uang pada Bank/Pos Penyalur yang tidak tersalurkan dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari kalender harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara
pada hari kerja berikutnya;
- 86 -
pernyataan kesanggupan Bank/Pos Penyalur untuk menyetorkan bunga dan jasa giro
pada Bank/Pos Penyalur yang timbul dalam rangka kegiatan penyaluran dana
Belanja Bantuan Sosial ke Rekening Kas Umum Negara;
j.
Dalam hal ketentuan yang tercantum pada kontrak/perjanjian kerja sama melampaui
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender, harus terlebih dahulu mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan.
- 87 -
Penyaluran barang dan/atau jasa yang pengadaannya menggunakan dana Belanja Bantuan
Sosial kepada penerima bantuan sosial dilakukan oleh:
a. PPK; atau
b. Penyedia barang dan/atau jasa sesuai kontrak.
H.
- 88 -
Setoran dana Belanja Bantuan Sosial dibukukan sebagai pengembalian belanja sebesar nilai
setoran dana Belanja Bantuan Sosial pada fungsi, subfungsi, program, kegiatan, output, dan
jenis belanja yang sama sebagaimana yang tercantum dalam SSPB.
Dalam hal penyetoran dana Belanja Bantuan Sosial tidak dilaksanakan pada tahun anggaran
berjalan, penyetoran dana Belanja Bantuan Sosial dilaksanakan pada tahun anggaran
berikutnya menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) yang dilampiri dengan daftar nama
penerima bantuan sosial.
Penyetoran dana Belanja Bantuan Sosial dan bunga/jasa giro yang timbul dalam rangka
kegiatan penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial, surat setorannya dibuat secara terpisah.
I.
J.
- 89 -
- 90 -
LAMPIRAN MODUL
PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN
PEGAWAI TIDAK TETAP
- 91 -
SP2D-LS
37,000,000
55,000,000
Jumlah
3
Proporsi Pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesua yang ditetapkan Menkeu sebesar 90%
.......................................
.......................................
.......................................
Target Pendapatan
100,000,000
Pagu Pengeluaran
90,000,000
a.
150,000,000
b.
135,000,000
c.
Realisasi Pencairan Dana TA yang lalu (maks. sesuai pagu DIPA TA 2012)
80,000,000
d.
55,000,000
e.
f.
0
55,000,000
g.
55,000,000
a.
b.
0
55,000,000
1)
2)
90%
0
55,000,000
c.
Realisasi pencairan dana TA berjalan s.d SP2D lalu (termasuk jumlah SP2D yang telah dicairkan pada huruf 6.g):
1) SP2D-UP
18,000,000
d.
2)
SP2D-TUP
3)
SP2D-GUP
4)
SP2D-LS
37,000,000
5)
Jumlah
55,000,000
SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada pelunasan MP Tahun yang lalu (7.d 7.d.1)
- 92 -
0
0
0
3)
4)
SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada ada pelunasan MP Tahun yang lalu
dan/atau pemberian dispensasi 7.d.3)
5)
Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu yang masih harus diperhitungkan dengan MP TA berjalan (6.f 7.d.1))
55,000,000
Kesimpulan:
Maka Sisa MP TA yang lalu yang dipergunakan oleh Satker Pengguna PNBP untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan tahun anggaran
berjalan sebesar Rp 55.000.000,-
Sisa MP TA anggaran yang lalu sebesar Rp 55.000.000,Kegitan yang sudah dibiayai pada tahun anggaran berjalan (Realisasi pencairan dana TA berjalan s.d SP2D lalu, termasuk jumlah
SP2D yang telah dicairkan):
a.
SP2D-UP
b.
SP2D-LS
18,000,000
37,000,000
55,000,000
Proporsi Pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesua yang ditetapkan Menkeu sebesar 90%
MP TA berjalan
= (PPP x JS) - JPS
= (90% x 20.000.000) - 55.000.000
= 18,000,000 - 55,000,000
=
-37,000,000
Pelunasan terhadap MP TA yang lalu sebesar Rp 18.000.000,Jumlah
4
5
(setiap ada kelebihan sisa MP TA berjalan diperhitungkan dengan penggunaan sisa MP TA yang lalu)
7
20,000,000
DAFTAR PERHITUNGAN
JUMLAH MAKSIMAL PENCAIRAN DANA (MP) SATKER PENGGUNA PNBP
1
.......................................
.......................................
.......................................
Target Pendapatan
5
6
Pagu Pengeluaran
100,000,000
90,000,000
a.
150,000,000
b.
135,000,000
c.
Realisasi Pencairan Dana TA yang lalu (maks. sesuai pagu DIPA TA 2012)
80,000,000
d.
55,000,000
e.
f.
0
55,000,000
g.
55,000,000
- 93 -
20,000,000
b.
73,000,000
1)
2)
90%
18,000,000
55,000,000
c.
Realisasi pencairan dana TA berjalan s.d SP2D lalu (termasuk jumlah SP2D yang telah dicairkan pada huruf 6.g):
1) SP2D-UP
18,000,000
d.
2)
SP2D-TUP
3)
SP2D-GUP
4)
SP2D-LS
37,000,000
5)
Jumlah
55,000,000
SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada pelunasan MP Tahun yang lalu (7.d 7.d.1)
3)
4)
SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada ada pelunasan MP Tahun yang lalu
dan/ atau pemberian dispensasi 7.d.3)
5)
Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu yang masih harus diperhitungkan dengan MP TA berjalan (6.f 7.d.1))
18,000,000
18,000,000
0
0
0
37,000,000
Kesimpulan:
MP TA berjalan minus 37.000.000 berarti MP TA berjalan tidak boleh dipergunakan untuk membiayai kegiatan TA berjalan.
3. Contoh kasus III sesuai pengaturan pada Pasal 3 ayat (9), yaitu :
Kelanjutan dari kasus I, dalam hal Satker Pengguna PNBP sudah memperoleh PNBP TA berjalan sebesar Rp 60.000.000,-, selanjutnya
Satker Pengguna PNBP akan mengajukan TUP sebesar Rp. 50.000.000,- karena ada kegiatan yang mendesak harus segera
dilaksanakan. Sisa MP TA yang lalu sudah habis dipergunakan, seharusnya PNBP TA berjalan sebesar Rp 60.000.000,- harus
diperhitungkan dengan penggunaan Sisa MP TA yang lalu. Namun dengan adanya kebutuhan TUP, Satker Pengguna PNBP mengajukan
dispensasi penggunaan MP TA berjalan sebelum lunas diperhitungkan dengan Sisa MP TA yang lalu dan telah mendapat persetujuan
Dirjen Perbendaharaan. Maka perhitungan MP Satker Pengguna PNBP, sebagai berikut:
SP2D-LS
18,000,000
4
5
37,000,000
55,000,000
PNBP TA berjalan (Jumlah Setoran PNBP)
:
60,000,000
MP TA berjalan
= (PPP x JS) - JPS
= (90% x 50.000.000) - 55.000.000
= 54,000,000 - 55,000,000
=
-1,000,000
Kebutuhan TUP sebesar Rp 50.000.000,- dan mengajukan dispensasi sebesar Rp 50.000.000,Pelunasan terhadap MP TA yang lalu sebesar Rp 4.000.000 (MP TA berjalan dikurangi kebutuhan dana/dispensasi)
(Rp 54.000.000,- dikurangi Rp 50.000.000,- = Rp 4.000.000,-, setiap ada kelebihan sisa MP TA berjalan diperhitungkan dengan
penggunaan sisa MP TA yang lalu)
Diberikan dispensasi penggunaan MP TA berjalan sebesar Rp 50.000.000,-
Jumlah
- 94 -
Proporsi Pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesuai yang ditetapkan Menkeu sebesar 90%
DAFTAR PERHITUNGAN
JUMLAH MAKSIMAL PENCAIRAN DANA (MP) SATKER PENGGUNA PNBP
1
.......................................
.......................................
.......................................
Target Pendapatan
100,000,000
Pagu Pengeluaran
90,000,000
a.
150,000,000
b.
135,000,000
c.
Realisasi Pencairan Dana TA yang lalu (maks. sesuai pagu DIPA TA 2012)
80,000,000
d.
55,000,000
e.
f.
0
55,000,000
g.
55,000,000
a.
b.
60,000,000
109,000,000
1)
2)
90%
54,000,000
55,000,000
c.
Realisasi pencairan dana TA berjalan s.d SP2D lalu (termasuk jumlah SP2D yang telah dicairkan pada huruf 6.g):
1) SP2D-UP
18,000,000
d.
2)
SP2D-TUP
3)
SP2D-GUP
4)
SP2D-LS
37,000,000
5)
Jumlah
55,000,000
54,000,000
4,000,000
2)
SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada pelunasan MP Tahun yang lalu (7.d
- 7.d.1)
3)
4)
SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada ada pelunasan MP Tahun yang lalu
dan/atau pemberian dispensasi 7.d.3)
50,000,000
5)
Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu yang masih harus diperhitungkan dengan MP TA berjalan (6.f 7.d.1))
51,000,000
Kesimpulan:
Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu yang masih harus diperhitungkan dengan MP TA berjalan masih sebesar Rp
51.000.000,-, pelunasan terhadap penggunaan sisa MP TA yang lalu Rp 4.000.000,-
- 95 -
50,000,000
50,000,000
SP2D-LS
18,000,000
37,000,000
55,000,000
PNBP TA berjalan (Jumlah Setoran PNBP) :
:
100,000,000
MP TA berjalan
= (PPP x JS) - JPS
= (90% x 100.000.000) - 55.000.000
= 90,000,000 - 55,000,000
=
35,000,000
Pelunasan terhadap MP TA yang lalu sebesar Rp 55.000.000
Proporsi Pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesuai yang ditetapkan Menkeu sebesar 90%
Jumlah
DAFTAR PERHITUNGAN
JUMLAH MAKSIMAL PENCAIRAN DANA (MP) SATKER PENGGUNA PNBP
1
.......................................
.......................................
.......................................
Target Pendapatan
4
5
Pagu Pengeluaran
100,000,00
0
90,000,000
a.
b.
150,000,00
0
135,000,00
0
c.
Realisasi Pencairan Dana TA yang lalu (maks. sesuai pagu DIPA TA 2012)
80,000,000
d.
55,000,000
e.
f.
0
55,000,000
g.
55,000,000
b.
c.
100,000,00
0
145,000,00
0
a.
1)
2)
90%
90,000,000
55,000,000
Realisasi pencairan dana TA berjalan s.d SP2D lalu (termasuk jumlah SP2D yang telah dicairkan pada huruf
6.g):
1) SP2D-UP
18,000,000
- 96 -
d.
2)
SP2D-TUP
3)
SP2D-GUP
4)
SP2D-LS
37,000,000
5)
Jumlah
55,000,000
SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada pelunasan MP Tahun yang lalu
(7.d - 7.d.1)
3)
4)
SPM UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya setelah ada ada pelunasan MP Tahun yang
lalu dan pemberian dispensasi 7.d.3)
5)
90,000,000
55,000,000
35,000,000
0
Sisa Maksimum Pencairan Dana TA yang lalu yang masih harus diperhitungkan dengan MP TA berjalan
(6.f - 7.d.1))
Kesimpulan:
Maka MP TA berjalan yang dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan TA berjalan setelah diperhitungkan lunas
penggunaan MP TA yang lalu Rp 35.000.000,-.
Keterangan :
1. Pelaksanaan tugas ditandai dengan memberi tanda X pada baris Nama Pelaksana Surat Tugas dan kolom Tanggal Pelaksanaan
2. Tidak diperkenankan pemberian tanda X lebih dari 1 kali pada baris dan kolom yang sama
- 97 -
0
0
Monitoring Penerbitan Surat Tugas dalam Pelaksanaan PDJ untuk Bulan ____________Tahun
____________
No
(1)
Nama Pelaksana
SPD/NIP
(2)
Surat Tugas
Tanggal
Pelaksanaan PDJ
Nomor
Tanggal
Mulai
Selesai
(3)
(4)
(5)
(6)
Tuju
an
Keterangan *)
(7)
(8)
Keterangan *) :
1. Diisi dengan jenis kegiatan perjalanan dinas, misalnya dalam rangka narasumber/rapat/rapat pimpinan (rapim)/ rapim
terbatas/rakor/monev/survei, dsb.
2. Diisi dibatalkan, apabila terdapat pembatalan pelaksanaan perjalanan dinas.
3. Terdapat pelaksanaan tugas awal yang belum selesai tetapi dilanjutkan pelaksanaan tugas lain.
4. Dapat diisi dengan keterangan lainnya.
- 98 -
CONTOH:
PENGISIAN FORM MONITORING PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS JABATAN (PDJ) DAN FORM
MONITORING PENERBITAN SURAT TUGAS
1.
Berdasarkan disposisi, seorang pegawai bernama Agus ditugaskan melaksanakan perjalanan dinas
selama 3 hari (tanggal 4, 5, dan 6) dengan tujuan Kota Makassar sebagai Narasumber suatu
kegiatan bimtek pengelolaan keuangan.
Hal-hal yang dilakukan dalam monitoring penerbitan surat tugas:
a. Pegawai yang ditunjuk untuk melakukan monitoring penerbitan surat tugas terlebih dahulu
meneliti nama Pelaksana SPD Agus pada Form Monitoring Pelaksanaan Perjalanan Dinas
Jabatan (PDJ) bulan berkenaan. Apakah pada tanggal 4, 5, dan 6 sudah ada penugasan yang
ditandai dengan (x). Apabila belum, maka surat tugas atas nama Agus dapat diterbitkan.
b. Surat Tugas yang telah ditandatangani oleh atasan Pelaksana SPD dicatat dalam Form
Monitoring Penerbitan Surat Tugas. Selanjutnya tanggal pelaksanaan PDJ dicatat dalam Form
Monitoring Pelaksanaan PDJ dengan cara memberi tanda (x) kolom tanggal 4, 5, dan 6.
2.
Pada tanggal 10, 11, dan 12 Agus ditugaskan melaksanakan perjalanan dinas dengan tujuan Bogor
dalam rangka seminar dan workshop mengenai pengelolaan barang milik negara. Berdasarkan hasil
penelitian pada Form Monitoring PDJ, atas nama Agus pada tanggal 10, 11, dan 12 dimaksud tidak
terdapat tanda (x). Sehingga pejabat penerbit surat tugas menerbitkan Surat Tugas untuk Agus
dengan nomor ST-002/PA/2012 tanggal 4 November 2012 tujuan Bogor. Namun sebelum tanggal
pelaksanaan, Agus tidak dapat berangkat karena harus menyelesaikan tugas-tugas yang mendesak
di kantor.
Atas hal tersebut, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pada Form Monitoring PDJ agar dilakukan pembatalan pelaksanaan tugas Agus ke Bogor
tanggal 10, 11, dan 12 dengan cara mencoret tanda (x) sebagaimana pada contoh format.
b. Pada Form Monitoring Penerbitan Surat Tugas, di kolom keterangan agar mencantumkan alasan
pembatalan pelaksanaan tugas tersebut.
3.
Seorang pegawai kantor pusat bernama Hamid diberi penugasan melakukan pembinaan ke kantor
vertikal di Kota Bogor selama 3 hari (tanggal 4, 5, dan 6). Berdasarkan hasil penelitian pada form
monitoring PDJ, atas nama Hamid pada tanggal 4, 5, dan 6 dimaksud tidak terdapat tanda (x).
Sehingga pejabat penerbit surat tugas menerbitkan Surat Tugas untuk Hamid nomor ST003/PA/2012 tanggal 4 November 2012. Dalam pelaksanaannya, pada tanggal 4 dan 5 Hamid telah
menyelesaikan tugasnya dan output kinerja telah tercapai. Sehingga pada tanggal 6, Hamid dapat
kembali masuk kantor seperti biasa.
Atas hal tersebut, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pada form Monitoring PDJ, agar dilakukan pembatalan pelaksanaan tugas Hamid ke Bogor
tanggal 6 dengan cara mencoret tanda (x) sebagaimana pada contoh format.
b. Pada form Monitoring Penerbitan Surat Tugas, di kolom keterangan agar mencantumkan alasan
pembatalan pelaksanaan tugas pada tanggal 6 disertai keterangan bahwa pada tanggal 6
tersebut pegawai Hamid telah masuk kantor kembali.
4.
Pada tanggal 19, 20, dan 21 seorang pegawai bernama Sari ditugaskan melaksanakan perjalanan
dinas dengan tujuan Bandung. Atas penugasan tersebut pada form Monitoring PDJ telah dilakukan
penelitian bahwa Sari tidak ada penugasan pada tanggal 19, 20, dan 21 tersebut. Sehingga pejabat
penerbit surat tugas menerbitkan Surat Tugas untuk Sari nomor ST-004/PA/2012 tanggal 15
November 2012. Pada tanggal 18 November panitia penyelenggara kegiatan memberitahukan
bahwa kegiatan dimaksud diundur pelaksanaannya menjadi tanggal 21, 22, dan 23.
Atas hal tersebut, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pada form Monitoring PDJ, agar dilakukan pembatalan pelaksanaan tugas Sari ke Bandung
dengan cara mencoret tanda (x) tanggal 19 dan 20, selanjutnya mencantumkan tanda (x) pada
tanggal 22 dan 23 sebagaimana pada contoh format.
b. Pada form Monitoring Penerbitan Surat Tugas, di kolom keterangan agar mencantumkan hal
pembatalan pelaksanaan tugas Sari pada tanggal 19 dan 20, disertai keterangan bahwa kegiatan
dimaksud diundur menjadi tanggal 21, 22, dan 23.
c. Melakukan ralat/koreksi atas Surat Tugas Sari nomor ST-004/PA/2012 tanggal 15 November
2012. Ralat/koreksi cukup dilakukan dengan cara mencoret tanggal pelaksanaan semula tanggal
19, 20,dan 21 menjadi tanggal 21, 22, dan 23 (tidak perlu menerbitkan surat tugas yang baru).
- 99 -
Contoh Pengisian Form Monitoring Pelaksanaan Perjalanan Dinas Jabatan (PDJ) untuk Bulan
November Tahun 2012
- 100 -
Contoh Pengisian Form Monitoring Penerbitan Surat Tugas dalam Pelaksanaan PDJ untuk Bulan November Tahun 2012
No
Nama Pelaksana
SPD/NIP
(1)
(2)
1 Agus/060099754
2 Agus/060099754
3 Hamid/060091108
4 Sari/0600981202
Tanggal Pelaksanaan
PDJ
Surat Tugas
Tujuan
Keterangan
(7)
(8)
Nomor
Tanggal
Mulai
Selesai
(3)
ST001/PA/2012
ST002/PA/2012
ST003/PA/2012
ST004/PA/2012
(4)
(5)
(6)
2 Nov 2012
6 Nov 2012
12 Nov
2012
Makasar
Narasumber
4 Nov 2012
4 Nov 2012
10 Nov
2012
Bogor
4 Nov 2012
15 Nov
2012
4 Nov 2012
19 Nov
2012
6 Nov 2012
21 Nov
2012
Bogor
Dibatalkan
tgl 6 dibatalkan dan kembali tugas di
kantor
tgl penugasan diubah menjadi tgl
21-23
5
6 .....dst.
- 101 -
Bandung
Kementerian Negara/Lembaga:
............................................... (1)
Lembar Ke
Kode No
Nomor
:
:
:
. . (2)
.(3)
a.
.(4)
b.
Jabatan/Instansi
b.
. (5)
c.
c.
. (6)
. (7)
a.
Tempat berangkat
b.
Tempat Tujuan
. (8)
a.
. (9)
b.
.(10)
a.
a.
.(11)
b.
Tanggal berangkat
b.
.(12)
c.
c.
.(13)
tempat baru *)
8
Pengikut :
Nama
Tanggal Lahir
Keterangan
1.
2.
3.
........................................ (14)
.............................. (15)
........................ (16)
4.
5.
9
10
Pembebanan Anggaran
a.
Instansi
a.
.(17)
b.
Akun
b.
.(18)
.(19)
Keterangan lain-lain
Dikeluarkan di
Tanggal
........................ (20)
........................ (21)
(.... (22)
NIP .......................................................
- 102 -
I.
II.
Tiba di
Pada Tanggal
Kepala
: . (29)
: . (30)
: . (31)
Berangkat dari
(Tempat Kedudukan)
Ke
Pada Tanggal
Kepala
..... (23)
:
:
:
. (24)
. (25)
. (26)
III.
(. (32) ....)
NIP ..... (33)
Tiba di
: . (29)
Pada Tanggal
: . (30)
Kepala
: . (31)
(. (38) .....)
NIP ...... (39)
Berangkat dari
:
... (34)
Ke
:
... (35)
Pada Tanggal
:
... (36)
Kepala
... (37)
IV.
(. (32) ....)
NIP ..(33)
Tiba di
: . (29)
Pada Tanggal
: . (30)
Kepala
: . (31)
(. (38) .....)
NIP ...... (39)
Berangkat dari
:
... (34)
Ke
:
... (35)
Pada Tanggal
:
... (36)
Kepala
... (37)
V.
(. (32) ....)
NIP ..(33)
Tiba di
: . (29)
Pada Tanggal
: . (30)
Kepala
: . (31)
(. (38) .....)
NIP ...... (39)
Berangkat dari
:
... (34)
Ke
:
... (35)
Pada Tanggal
:
... (36)
Kepala
... (37)
VI.
(. (32) ....)
NIP ..(33)
Tiba di
: . (40)
(Tempat Kedudukan)
Pada Tanggal
: . (41)
(. (38) .....)
NIP ...... (39)
Telah diperiksa dengan keterangan bahwa perjalanan
tersebut atas perintahnya dan semata-mata untuk
kepentingan jabatan dalam waktu yang sesingkatsingkatnya.
Pejabat Pembuat Komitmen
VII.
VIII.
( (42) ..)
(... (42) ....)
NIP ..(43)
NIP ... (43)
Catatan Lain-Lain
PERHATIAN :
PPK yang menerbitkan SPD, pegawai yang melakukan perjalanan dinas, para pejabat yang mengesahkan tanggal
berangkat/tiba, serta bendahara pengeluaran bertanggung jawab berdasarkan peraturan-peraturan Keuangan
Negara apabila negara menderita rugi akibat kesalahan, kelalaian, dan kealpaannya.
- 103 -
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
I.
PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PERJALANAN DINAS (SPD)
Diisi nama Kementerian Negara/Lembaga dari satuan kerja yang dibebani biaya perjalanan
dinasnya.
Diisi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) / jenis PPK kegiatan tertentu apabila dalam satker
terdapat lebih dari 1 (satu) PPK.
Diisi nama / NIP pegawai yang melaksanakan perjalanan dinas (Pelaksana SPD).
Diisi pangkat dan golongan Pelaksana SPD.
Diisi jabatan / instansi Pelaksana SPD.
Diisi tingkat biaya perjalanan dinas Pelaksana SPD.
Diisi maksud dari dilaksanakannya perjalanan dinas.
Diisi jenis alat angkutan/transpor yang digunakan.
Diisi kota tempat kedudukan asal/keberangkatan Pelaksana SPD.
Diisi kota tempat tujuan pelaksanaan perjalanan dinas.
Diisi lama waktu dilaksanakannya perjalanan dinas dengan satuan hari atau jam.
Diisi tanggal keberangkatan pelaksanaan perjalanan dinas.
Diisi tanggal harus kembali ke tempat kedudukan semula atau tiba di tempat tujuan baru
untuk perjalanan dinas pindah.
Diisi nama pengikut atau yang turut serta dengan pegawai yang melaksanakan perjalanan
dinas, khusus untuk perjalanan dinas pindah.
Untuk perjalanan dinas jabatan, isian ini dikosongkan.
Diisi dengan tanggal lahir pengikut/yang turut serta dengan pegawai yang melaksanakan
perjalanan dinas, khusus untuk perjalanan dinas pindah.
Untuk perjalanan dinas jabatan, isian ini dikosongkan.
Diisi hubungan pengikut dengan Pelaksana SPD.
Diisi nama satker yang dibebani biaya perjalanan dinas.
Diisi kegiatan, output dan akun dalam DIPA yang dibebani.
Diisi Nomor dan tanggal Surat Tugas Pelaksana SPD.
Diisi tempat penandatanganan SPD.
Diisi tanggal penandatanganan SPD.
Diisi nama dan NIP PPK yang menandatangani SPD.
Diisi dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Biaya Perjalanan Dinas dibebankan pada DIPA Pelaksana SPD
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
104
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
VI.
(40)
(41)
(42)
(43)
(40)
(41)
(42)
(43)
105
URAIAN/TUJUAN
IV
II
25 m
20 m
15 m
10 m
15 m
12 m
9 m
6 m
5 m
4 m
3 m
2 m
75.000
75.000
75.000
75.000
III
b. Truk
1. Pengepakan per m
60.000
60.000
60.000
60.000
400
400
400
400
75.000
75.000
75.000
75.000
400
400
400
400
c. Angkutan Laut/Sungai
1. Pengepakan per m
2. Angkutan darat dari dan ke rumah per m/km
3. Angkutan Laut/Sungai per m
Dalam biaya pengepakan dan angkutan barang termasuk untuk bongkar muat dan penggudangan.
106
Contoh:
Dalam Surat Tugas disebutkan pelaksanaan tugas dalam Kota dimulai tanggal
1 sampai dengan tanggal 10, waktu perjalanan dinas jabatan adalah pukul
09.00 s.d 17.00 WIB (8 jam) setiap hari. Atas pelaksanaan tugas tersebut
diberikan biaya perjalanan dinas berupa transpor dalam Kota.
2. Contoh kasus sesuai pengaturan pada Pasal 11 ayat (4), yaitu :
Pembayaran uang harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3) mengacu pada jumlah hari yang tercantum dalam Surat Tugas.
Contoh:
Pelaksana SPD diundang untuk mengikuti rapat koordinasi selama 3 hari (tanggal
5, 6 dan 7) di Jakarta. Atasan Pelaksana SPD menerbitkan Surat Tugas selama 5
hari, dari tanggal 4 sampai dengan tanggal 8 karena Pelaksana SPD dimaksud
memerlukan waktu 1 (satu) hari untuk tiba ke tempat tujuan dan 1 (satu) hari
untuk kembali ke tempat kedudukan semula. Dalam hal ini kepada Pelaksana
SPD dimaksud dibayarkan uang harian untuk tanggal 4 dan tanggal 8, yang
dibebankan pada DIPA satker penyelenggara. Selama rapat koordinasi (tanggal
5, 6, dan 7) diberikan uang harian sebesar uang saku paket meeting. Untuk itu
agar tercapai efisiensi belanja negara, penerbit Surat Tugas harus
memperhitungkan apakah keberangkatan 1 (satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu)
hari
sesudah
pelaksanaan
rapat
koordinasi
tersebut
dapat
dipertanggungjawabkan.
Apabila dalam surat tugas disebutkan Pelaksana SPD dimaksud berangkat pada
tanggal 5 dan kembali pada tanggal 7, maka kepada Pelaksana SPD dimaksud
tidak dibayarkan uang harian untuk tanggal 5 dan tanggal 7, namun hanya
dibayarkan uang harian berupa uang saku paket fullboard (tanggal 5, 6, dan 7)
sesuai diatur Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya.
3. Contoh kasus sesuai pengaturan pada Pasal 11 ayat (5), yaitu :
107
Contoh:
Dalam satu surat tugas disebutkan bahwa Pelaksana SPD melaksanakan
kegiatan pembinaan kepada kantor di Kecamatan A, B, dan C yang masih dalam
satu Kabupaten/Kota. Kepada Pelaksana SPD tersebut hanya diberikan 1 (satu)
kali biaya transpor dalam Kota secara lumpsum sesuai standar biaya.
5. Contoh kasus sesuai pengaturan pada Pasal 13 ayat (5), yaitu :
Dalam hal biaya transpor dalam Kota lebih dari 8 jam melebihi biaya transpor
dalam Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Pelaksana SPD
diberikan biaya transpor sesuai bukti riil moda transportasi yang digunakan.
Contoh:
Pelaksana SPD melakukan perjalanan dinas dalam Kota lebih dari 8 jam
menggunakan moda transportasi pesawat udara sehingga biaya yang diperlukan
lebih dari biaya transpor dalam Kota sesuai standar biaya. Kepada Pelaksana
SPD diberikan biaya transpor sesuai bukti riil transportasi pesawat udara.
6. Contoh kasus sesuai pengaturan pada Pasal 14 ayat (3), yaitu :
Biaya penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak diberikan untuk :
a. Perjalanan Dinas Jabatan dalam Kota lebih dari 8 (delapan) jam yang dilaksanakan pergi dan
pulang dalam hari yang sama.
b. Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan
dengan paket meeting fullboard.
Contoh:
Pelaksana SPD sesuai penugasan melaksanakan perjalanan dinas dalam Kota
dari Jakarta Timur ke Jakarta Barat selama 20 hari. Selama melaksanakan
perjalanan dinas, Pelaksana SPD dimaksud tidak memerlukan penginapan
(pulang ke rumah). Atas pelaksanaan perjalanan dinas dimaksud kepada
Pelaksana SPD tidak diberikan biaya penginapan sebesar 30%.
108
Tanggal
No.
PERINCIAN BIAYA
JUMLAH
KETERANGAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
JUMLAH :
Rp
Terbilang
Rp
Rp.......
Bendahara Pengeluaran
Yang Menerima
(....)
(...)
NIP
NIP
Ditetapkan sejumlah
: Rp .
: Rp .
Sisa kurang/lebih
: Rp .
(..)
NIP
109
a.
Uang
Biaya
Harian
Penginapan
Biaya
Transpor
Pegawai
c.
d.
dinas/ujian jabatan.
e.
Sesuai Lampiran V
Biaya Pemetian
dan Angkutan
Jenazah
Sesuai penugasan
Sesuai penugasan
1)
1)
1)
Maksimal 90 hari
2)
3)
2 hari
Sesuai penugasan
Sesuai penugasan
Sesuai penugasan
Maksimal 2 hari
4)
5)
Sesuai penugasan
Maksimal 3 hari
Maksimal 3 hari
g.
h.
i.
j.
k.
Keterangan :
1.
1) :
Rincian biaya Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti kegiatan rapat, seminar, dan
sejenisnya berdasarkan Lampiran tersendiri sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
110
2.
2) : Biaya penginapan diberikan pada saat kedatangan dan selama masa Pengumandahan
(Detasering) dalam hal tidak tersedia rumah dinas.
3.
3) : Biaya transpor pegawai diberikan untuk transpor pada saat kedatangan dan kepulangan.
4.
4) : Uang Harian diberikan berupa uang saku sesuai standar biaya selama mengikuti
kegiatan.
5.
5) : Biaya Penginapan diberikan 1 (satu) hari pada saat kedatangan dan 1 (satu) hari pada saat
kepulangan.
6.
Jenis Perjalanan Dinas Jabatan pada huruf j dan huruf k: uang harian, biaya transpor
pegawai/keluarga, dan biaya penginapan diberikan paling banyak untuk 4 (empat) orang.
111
II.
a.
b.
Uang
Biaya
Harian
Penginapan
d.
e.
Transpor
dibayarkan
Pegawai
Sesuai penugasan
Biaya Pemetian
dan Angkutan
Jenazah
-
Sesuai
Sesuai Lampiran V
Biaya
penugasan
1)
1)
1)
Maksimal 90 hari
2)
3)
2 hari
4)
5)
Maksimal 3 hari
Maksimal 3 hari
Sesuai
penugasan
Sesuai
penugasan
melakukan tugas.
g.
h.
i.
j.
Sesuai
penugasan
Maksimal 2 hari
Sesuai
penugasan
k.
Keterangan :
1.
1) : Rincian biaya Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti kegiatan rapat, seminar, dan
sejenisnya berdasarkan Lampiran tersendiri sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
112
2.
2) : Biaya Penginapan diberikan dalam hal selama masa Pengumandahan (Detasering) tidak
tersedia rumah dinas.
3)
: Biaya transpor pegawai diberikan untuk transpor pada saat kedatangan dan kepulangan.
4.
4)
: Uang Harian diberikan berupa uang saku sesuai standar biaya selama mengikuti kegiatan.
5.
3.
: Biaya Penginapan diberikan 1 (satu) hari pada saat kedatangan dan 1 (satu) hari pada saat
kepulangan.
6.
Biaya Transpor Pegawai diberikan sesuai Biaya Riil. Dalam hal tidak diperoleh bukti pengeluaran
riil, diberikan berupa biaya transpor kegiatan dalam kota yang dibayarkan secara lumpsum sesuai
standar biaya.
7.
Biaya Transpor Pegawai diberikan sepanjang tidak menggunakan kendaraan dinas, disertai
dengan surat tugas, dan tidak bersifat rutin.
8. Jenis Perjalanan Dinas Jabatan pada huruf j dan huruf k: uang harian, biaya transpor
pegawai/keluarga, dan biaya penginapan diberikan paling banyak untuk 4 (empat) orang.
9.
Lama pelaksanaan Perjalanan Dinas Jabatan pada huruf d dan huruf h adalah sesuai waktu
yang ditempuh menuju tempat pendidikan/ujian.
113
III.
Biaya Transpor
b.
c.
d.
dan Angkutan
Jenazah
Sesuai Penugasan
1)
Sesuai Penugasan
dinas/ujian jabatan.
Biaya Pemetian
Jumlah yang Dibayarkan
Keberangkatan
dan Kepulangan
Sesuai Penugasan
Sesuai Penugasan
Sesuai Penugasan
f.
g.
Keberangkatan
dan Kepulangan
Sesuai Penugasan
Dibayarkan
1 (satu) kali
Dibayarkan
1 (satu) kali
Keterangan :
1.
1) : Rincian biaya Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya berdasarkan Lampiran tersendiri
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
2.
Biaya Transpor Kegiatan Dalam Kota dibayarkan secara Lumpsum sesuai Standar Biaya dan tidak diberikan kepada Pelaksana SPD
114
3.
Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Kota dapat diberikan biaya sepanjang tidak menggunakan kendaraan dinas, disertai dengan Surat
Tugas, dan tidak bersifat rutin.
4.
Jenis Perjalanan Dinas Jabatan pada huruf i dan huruf j diberikan biaya transpor pegawai/keluarga paling banyak untuk 4 (empat)
orang.
5.
Lama pelaksanaan Perjalanan Dinas Jabatan pada huruf c dan huruf g adalah sesuai waktu yang ditempuh menuju tempat
pendidikan/ujian.
115
TINGKAT BIAYA
NO
PEJABAT NEGARA
PERJALANAN
PESAWAT
KAPAL
KERETA
UDARA
LAUT
API/BUS
Bisnis
VIP/
Spesial/
Sesuai
Kelas I A
Eksekutif
kenyataan
Kelas I B
Eksekutif
Sesuai
DINAS
1
1.
2
Ketua/Wakil Ketua dan
Anggota pada MPR, DPR,
LAINNYA
7
Ekonomi
kenyataan
Ekonomi
116
Kelas II A
Eksekutif
Sesuai
kenyataan
UANG TRANSPOR
BIAYA
PEGAWAI
PENGINAPAN
1)
2. Panitia / Moderator
3. Narasumber
1)
3)
2)
2. Panitia / Moderator
3. Narasumber
3)
2)
3)
4)
4)
2. Panitia / Moderator
3. Narasumber
3)
Keterangan:
1.1)
Biaya transpor kepulangan Pelaksana SPD dalam rangka mengikuti rapat, seminar,
dan sejenisnya dapat dibayarkan sebesar biaya transpor kedatangan tanpa menyertakan
bukti pengeluaran transpor kepulangan.
2. 2)
: Uang Saku Rapat diberikan untuk rapat di luar jam kerja sesuai ketentuan yang diatur dalam
Standar Biaya.
3. 3)
: Uang Transpor Pegawai diberikan sesuai Biaya Riil. Dalam hal tidak diperoleh bukti
pengeluaran riil, diberikan berupa biaya transpor kegiatan dalam kota yang dibayarkan
secara Lumpsum sesuai Standar Biaya.
4. 4)
5. Uang Transpor Pegawai diberikan sepanjang tidak menggunakan kendaraan dinas, disertai
dengan surat tugas, dan tidak bersifat rutin serta tidak diberikan kepada Pelaksana SPD yang
melakukan rapat dalam komplek perkantoran yang sama.
117
II.
UANG
PAKET FULLDAY/
TRANSPOR
HALFDAY
PEGAWAI
1)
2)
1)
2)
1)
2)
1. Peserta
3)
3)
4)
2. Panitia/ Moderator
3)
3)
4)
4)
KOMPONEN BIAYA
PERJALANAN DINAS
FULLBOARD
BIAYA
PENGINAPAN
UANG HARIAN
3. Narasumber
3)
2. Panitia/ Moderator
3)
3. Narasumber
Keterangan:
1)
1.
Biaya transpor kepulangan Pelaksana SPD dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya dapat dibayarkan sebesar
biaya transpor kedatangan tanpa menyertakan bukti pengeluaran transpor kepulangan.
2)
2.
Peserta diberikan Biaya Penginapan atas beban DIPA satker peserta, dalam hal panitia penyelenggara tidak menyediakan
penginapan
3.
3)
Uang Saku Fullboard/Fullday/Halfday diberikan sesuai dengan paket rapat, seminar, dan sejenisnya yang diatur dalam
Standar Biaya.
4)
4.
Biaya Penginapan diberikan apabila memerlukan waktu untuk menginap 1 (satu) hari pada saat kedatangan dan/atau 1 (satu)
hari pada saat kepulangan.
5.
Uang Harian diberikan 1 (satu) hari pada saat kedatangan dan 1 (satu) hari pada saat kepulangan.
6.
Uang Transpor Pegawai diberikan sepanjang tidak menggunakan kendaraan dinas, disertai dengan surat tugas, dan tidak bersifat rutin.
118
III
II
25 m
20 m
15 m
10 m
2.
15 m
12 m
9 m
6 m
3.
5 m
4 m
3 m
2 m
119
: (1)
NIP
: (2)
Jabatan
: (3)
Unit Organisasi
: (4)
Kementerian/Lembaga
: (5)
: (6)
NIP
: (7)
Jabatan
: (8)
Unit Organisasi
: (9)
Kementerian/Lembaga
: ..(10)
dibatalkan atau tidak dapat dilaksanakan disebabkan adanya keperluan dinas lainnya
yang sangat mendesak/penting dan tidak dapat ditunda
yaitu............................................................
......................................................(11)..............................................................................
Sehubungan dengan pembatalan tersebut, pelaksanaan perjalanan dinas tidak dapat
digantikan oleh pejabat/pegawai negeri lain.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari
ternyata surat pernyataan ini tidak benar, saya bertanggung jawab penuh dan
bersedia diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
...(12)
..(13
120
[1]
Pejabat Eselon II untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh Pejabat,
Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap dalam lingkup eselon II/setingkat eselon
II berkenaan; atau
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
121
: (1)
NIP
: (2)
Jabatan
: (3)
Satker
: (4)
Kementerian/Lembaga
: (5)
: (6)
NIP
: (7)
Jabatan
: (8)
Satker
: (9)
Kementerian/Lembaga
: ..(10)
..(15)
122
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
Diisi nama kementerian negara/lembaga dari satker yang dibebani biaya perjalanan
dinasnya
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
Diisi nama kementerian negara/lembaga dari satker yang dibebani biaya perjalanan
dinasnya
[11]
[12]
Diisi dengan jumlah rupiah biaya transpor dan penginapan yang tidak dapat
dikembalikan/refund sebagian/seluruhnya
[13]
Diisi nomor DIPA, tanggal dan nama satker yang dibebani biaya perjalanan dinasnya
[14]
[15]
Diisi tanda tangan dan nama jelas PPK satker yang dibebani biaya perjalanan dinasnya
123
: .....
NIP
: .....
Jabatan
: .....
Biaya transpor pegawai dan/atau biaya penginapan di bawah ini yang tidak dapat
diperoleh bukti-bukti pengeluarannya, meliputi:
No
Uraian
Jumlah
Jumlah
2.
Pelaksana SPD,
NIP
NIP
124