Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Robekan retina
b.
c.
3. Gejala
Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah :
a. Floaters (terlihatnya benda melayang-layang) yang terjadi karena adanya kekeruhan di
vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.
b. Photopsia atau light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya,
yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam
keadaan gelap.
c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti
tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat
terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.
4. Patofisiologi
Ablatio retina
MRS
Prosedur operasi
Ansietas
Prosedur invasif
Ditemukan peninggian retina umumnya mulai dari perifer dan dapat mencapai
posterior pole dengan cairan di bawah retina.
2)
3)
4)
5)
Pada yang kronis sering ditemukan pigmen epitel retina berbentuk garis lurus
(demarcation line) membatasi antara daerah retina yang lepas dengan yang masih
melekat, atau pada yang berat ditemukan fibrosis vitreus berat (proliferative vitreoretinophaty) hingga perlekatan retina hebat (star fold, napkins ring, fixed folds,
subretinal bands).
b. Retina lepas akibat cairan serous di bawah retina tanpa robekan (exudatif)
Tanda klinisnya :
1)
Ditemukan retina lepas dengan benuk permukaan relatif mulus disertai cairan di
bawah retina.
2)
3)
Cairan subretina biasanya bullous dengan bentuk retina lepas sesuai dengan posture
atau posisi tubuh, prinsipnya adalah cairan mencari tempat yang paling rendah.
4)
c. Retina lepas karena tarikan akibat fibrosis vitreus seperti pada proliferative diabetic
retinopathy (PDR), retinopathy of prematurity (tractional detachment), disebut juga
tractional
Tanda klinisnya :
1)
Ditemukan retina lepas, umumnya tidak terlalu tinggi kecuali pada riwayat neonatus
prematur.
2)
Retina yang lepas berhubungan dengan traksi atau fibrosis yang terjadi di dalam
vitreus, dengan detachment yang paling tinggi di tempat perlekatan traksi/fibrosis.
3)
4)
Tanda lainnya dapat ditemukan sesuai dengan penyakit penyerta atau yang
mendasari.
6. Faktor Resiko
a.
Myopia
2)
Trauma
3)
Vitreus prolaps
b.
Hipertensi
2)
3)
Neoplasma
4)
c.
7. Penatalaksanaan
Operasi
Teknik operasinya bermacam-macam, tergantung pada luasnya lapisan retina yang lepas dan
kerusakan yang terjadi, tetapi semuanya dirancang untuk mendekatkan dinding mata ke lubang
retina, menahan agar kedua jaringan itu tetap menempel sampai jaringan parut terbentuk dan
melekatkan lagi robekan. Kadang-kadang cairan harus dikeluarkan dari bawah retina untuk
memungkinkan retina menempel kembali ke dinding belakang mata. Seringkali sebuah pita
silikon atau bantalan penekan diletakkan di dinding luar mata untuk dengan lembut menekan
dinding belakang mata ke retina. Dalam operasi ini dilakukan pula tindakan untuk menciptakan
jaringan parut yang akan merekatkan robekan retina, misalnya dengan pembekuan, dengan laser
atau dengan panas diatermi (aliran listrik dimasukkan dengan sebuah jarum). Pada ablasio retina
yang lbih rumit mungkin diperlukan teknik yang disebut virektomi. Dalam operasi ini korpus
vitreum dan jaringan ikat di dalam retina yang mengkerut dikeluarkan dari mata. Pada beberapa
kasus bila retina itu sendiri sangat berkerut dan menciut maka retina mungkin harus didorong ke
dinding mata untuk sementara waktu dengan mengisi rongga yang tadinya berisi korpus vitreum
dengan udara, gas atau minyak silikon. Labih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali
dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang-kadang diperlukan lebih dan satu
kali operasi.
Adapun beberapa pilihan terapi operatif :
a. Silicone buckle+cryocauterhy
b. Silicone encircling band+cryocauterhy
c. Virektomi+encircling band+endolaser+internal tamponade.
8. Diagnosa
Untuk menentukan apakah ada ablatio retina maka dokter spesialis mata akan melakukan
pemeriksaan mata menyeluruh terutama bagian dalam mata. Beberapa pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina :
a.
b.
Ketajaman penglihatan
c.
Tes refraksi
d.
e.
f.
g.
Tekanan intraokuler
h.
USG mata
i.
Angiografi fluoresensi
j.
Elektroretinogram
9. Prognosis
Bila retina berhasil direkatkan kembali mata akan mendapatkan kembali sebagian fungsi
penglihatan dan kebutaan total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan dapat dipulihkan
dalam jangka enam bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada sejumlah faktor. Pada
umumnya fungsi penglihatan akan lebih sedikit pulih bila ablasio retina telah terjadi cukup lama
atau muncul pertumbuhan jaringan di permukaan retina.
Korpus vitreum yang terus menyusut dan munculnya pertumbuhan jaringan di permukaan
retina menyebabkan tidak semua retina yang lepas dapat direkatkan kembali. Bila retina tidak
dapat direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun penglihatannya dan akhirnya menjadi
buta.
Identitas
b.
Riwayat kesehatan
1)
2)
Riwayat penyakit sekarang : ablasio retina sangat peka terhadap pasien yang
menderita diabetes melitus.
3)
4)
Riwayat kesehatan keluarga : adakah riwayat kelainan mata pada keluarga misal
miopia dan penyakit vaskuler.
5)
6)
c.
d.
Pemeriksaan penunjang
1) Kartu snellen : visus menurun
2) Funduskopi : retina terlihat berwarna abu-abu, permukaan retina tidak rata dan
terlihat seperti bergelombang, ada robekan pada retina.
3) Pemeriksaan TIO : rendah (<10), tergantung pada lama proses dan luasnya ablasio
retina.
4) Pemeriksaan angiografi fluoresin : terlihat kebocoran di daerah parapapilar dan
daerah yang berdekatan dengan tempatnya ruptur. Membedakan ablasio primer dan
sekunder. Pada pemeriksaan angiografi fluoresin dapat terlihat adanya tumor atau
peradangan yang merupakan penyebab ablasio sekunder.
Analisa Data
Problem
Etiologi
Symptom
Gangguan sensori persepsi : Degeneratif sel fotosensitif DO : penglihatan kurang
penglihatan
jelas/kabur, ada
Ketajaman penglihatan
Nyeri akut
Gg sensori persepsi :
penglihatan
Robekan pada retina
Prosedur invasif
Ansietas
MRS
Prosedur operasi
Ansietas
2. Diagnosa
a. Gangguan sensori persepsi : penglihatan berhubungan dengan sensori terganggu ditandai
dengan penglihatan kurang jelas/kabur, ada bayangan/tirai bergerak pada penglihatan,
melihat benda mengapung/ada asap, visus , robekan retina, warna abu-abu pada retina.
b. Nyeri akut berhubungan dengan degenerasi sel fotosensitif ditandai dengan rasa sakit
pada mata, ingin menyendiri, tonus otot (masker wajah tampak mengkerut), tingkah laku
protektif, fokus pada diri sendiri.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif ditandai dengan mata terasa
panas, gatal di sekitar mata, ada rasa sakit pada mata, kemerahan pada mata, kelopak
mata bengkak, ada cairan purulen, suhu tubuh meningkat.
d. Ansietas berhubungan dengan prosedur operasi ditandai dengan ketakutan, tidak bisa
tidur, tidak ingin melakukan aktivitas, ketegangan wajah, tremor tangan, gemetar,
menarik diri, kurang minat melakukan aktivitas.
3. Intervensi
Dx : gangguan sensori persepsi : penglihatan
Kriteria hasil :
a. Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
b. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan
c. Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
a.
b.
Intervensi
Pastikan derajat atau tipe kehilangana.
Rasional
Mempengaruhi harapan masa depan
penglihatan.
Dorong
mengekspresikan
perasaanb.
kebutaan,
kehilangan penglihatan.
kemungkinan
pasien
atau
pengalaman
kehilangan
menghadapi
mengalami
penglihatan
Tentukan
tajam
penglihatan,
catatc.
Kebutuhan
individu
dan
pilihan
terjadi
lambat
dan
progresif.
d.
Orientasikan
pasien
terhadapd.
e.
disorientasi.
bingung.
Dx : nyeri akut
Kriteria hasil :
a. Menyatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/hilang
b. Tampak santai
c. Dapat beristirahat atau tidur dengan nyenyak
d. Ikut serta dalam aktivitas sesuai kemampuan
a.
b.
Intervensi
Evaluasi rasa sakit secara reguler, catata.
Sediakan
Rasional
informasi
mengenai
dan
ketidaknyamanan.
Catatan
Berikan
informasi
mengenai
sifat
dihilangkan.
c.
Pahami
penyebab
Catatan
tubuh
ketidaknyamanan.
parestesia
dapat
bagian-bagian
menyebabkan
cedera
berjam-jam
berbulan-bulan
d.
dan
atau
bahkan
membutuhkan
evaluasi tambahan.
d.
e.
f.
mungkin
perasaan
dapat
kontrol
yang
meningkatkan
kemampuan koping.
f.
c.
Intervensi
Diskusikan pentingnya mencuci tangana.
Menurunkan
Tekankan
operasi.
pentingnya
tidak
Rasional
jumlah
bakteri
pada
operasi.
sisi operasi.
Kolaborasi
berikan
obat
sesuai
Sediaan
topikal
digunakan
secara
Dx : ansietas
Kriteria hasil :
a. Tampak rileks
b. Melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat yang dapat diatasi
c. Mendemonstrasikan kemampuan mengatasi masalah dan menggunakan sumber-sumber
secara efektif
a.
Intervensi
Tentukan sikap pasien atau orang a. Jika
terdekat
kearah
penerimaan
pada
hal
Rasional
ini diharapkan
sebagai
b.
penerimaan.
dapat
menghindari
diskusi
situasi
dengan pasien.
c. Identifikasi
c.
masalah
spesifik
kemampuan
akan
meningkatkan
individu
d.
mengakui
dan
berhadapan
dengan
keadaan penerima.
e. Memungkinkan
e.
membantu
ekspresi
dimulainya
perasaan
resolusi.
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah suatu tahap dimana rencana perawatan yang telah disusun, diberikan
kepada klien sesuai dengan kebutuhannya dan masalah yang dihadapi klien (Dongoes Marylin
E.1993).
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada tahap ini perawat benar-benar dituntut
untuk dapat menerapkan keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan ilmu dan kiat
keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, proses ini merupakan proses
yang penting untuk menjamin kualitas dan tindakan keperawatan diberikan dengan meninjau
respon klien untuk menetukan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien (Dongoes
Marilyn E.1993).
Meskipun sering dipandang sebagai penilaian kegagalan atau keberhasilan, evaluasi
secara aktual harus dilihat sebagai kesempatan yang konstruktif untuk memberikan umpan balik
positif baik pada klien maupun pada perawat terhadap upaya mereka, dan mendorong untuk
meningkatkan keadaan sehat yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Penyakit. Jakarta : EGC.
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ilyas, Sidarta. 1997. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth Volume 3. Jakarta : EGC.
http://www.kabarindonesia.com/Ditoanurogo/tips praktis mengenali ablasi retina 11-apr2008,21:40:06 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/ablatio04:03,31-mar-2008