Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Oleh
Ferry Wijanarko, dr, Sp BS
DR Agus Turchan, dr, Sp BS
www.bedahsarafsolo.com
ABSTRACT
I. PENDAHULUAN
Kerentanan terhadap suatu kejadian infeksi pada susunan saraf pusat
diperankan oleh berbagai faktor metabolik dan seluler seperti fungsi fagositosis,
aktivitas antibakterial dari senyawa-senyawa seperti lisozim, fagistin, dan enzimenzim lisosom lainnya, perubahan kualitas dan kuantitas protein serum, gangguan
metabolism pada tingkat seluler, ada tidaknya produk jejas pada jaringan yang
mempengaruhi permeabilitas vaskuler, efek tekanan jaringan dan lain sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian eksperimental kejadian infeksi tersebut juga dipengaruhi
oleh berbagai faktor lainnya seperti jenis kelamin, usia, jenis bakteri penyebab, rute
infeksi, adanya antibodi yang spesifik atau penyakit lainnya, keadaan gizi, radiasi
ionisasi, suhu lingkungan yang tinggi, dan pemberian obat-obatan. Dalam peristiwa
klinis sehari-hari ada faktor-faktor tambahan yang dapat menurunkan resistensi
terhadap infeksi seperti alkoholisme, diabetes melitus, uremia, dan sirosis, defisiensi
atau tidak adanya imunitas seluler, dan malnutrisi (1).
Abses otak adalah proses supurasi yang menyebabkan tekanan di sekitarnya.
Untuk menegakkan diagnosis abses otak, diperlukan adanya gambaran klinis yang
sesuai serta diperlukan pemeriksaan penunjang, yaitu: EEG (Electroencephalogram),
LCS, darah dan CT (Computerised Tomography) scan. Sedangkan untuk penyakit
jantung bawaan, dilakukan pemeriksaan: foto, toraks, EKG (Electrokardiogram) dan
ekokardiografi. Walaupun fasilitas diagnosis dan pengobatan abses otak telah
mengalami banyak kemajuan, mortalitas tetap tinggi. Sebagian besar penyakit
jantung bawaan yang menyebabkan komplikasi di dalam otak termasuk di dalam
golongan penyakit jantung bawaan sianotik, yang terbanyak adalah tetralogi Fallot
dan transposisi arteri besar. Pada pemeriksaan otopsi anak, yang meninggal dengan
penyakit jantung bawaan ternyata 10-25% memperlihatkan kelainan serebro vaskular.
Abses otak dapat berasal dari beberapa sumber infeksi, yaitu fokus infeksi dekat,
misalnya otitis media, mastoiditis, sinusitis paranasal dan fokus infeksi jauh,
misalnya dari paru-paru dan jantung, luka penetrasi, operasi dan akibat komplikasi
meningitis bakterialis. Keberhasilan mengetahui penyebab abses sangat dipengaruhi
cara pembiakan(3).
1
Dalam pemeriksaan fisik didapatkan tanda tanda vital stabil, tekanan darah
120/70 mmHg, nadi 92 kali permenit, pernafasan 20 kali permenit, dan suhu 37
derajat celcius. Dalam pemeriksaan kepala & leher tidak didapatkan tanda tanda
asfiksia, iskemia, sianosis, maupun dyspneu. Tidak didapatkan juga pembesaran
kelenjar getah bening di daerah leher. Pada pemeriksaan dada (thorax) didapatkan
suara nafas vesikuler di kedua lapangan paru, tidak didapatkan suara ronkhi maupun
wheezing. Suara I dan II jantung dalam batas normal, tidak didapatkan murmur
maupun suara gallop. Pada pemeriksaan perut (abdomen) didapatkan suara bising
usus dalam batas normal. Tidak didapatkan darm contour dan darm steifung. Perut
dalam kondisi soeple, dan tidak dalam kondisi distensi. Pada pemeriksaan urogenital
didapatkan dalam batas normal. Punggung juga dalam kondisi normal. Pada
pemeriksaan ekstremitas didapatkan keadaan hangat, kering, dan merah. Pada jari
jari tangan didapatkan gambaran clubbing finger.
(kaku kuduk, Brudzinsky 1-4, tanda kernig) tidak kami dapatkan. Pemeriksaaan
tulang belakang dan sistem saraf otonom menunjukkan hasil dalam batas normal.
Refleks fisiologis dan patologis serta tanda serebelar menunjukkan hasil dalam batas
normal.
Pemeriksaan penunjang yang kami lakukan adalah pemeriksaan CT scan
kepala dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksan CT scan kepala potongan
axial menunjukkan adanya multipel abses di hemisfer sebelah kiri dengan garis
tengah yang bergeser ke kontralateral sebelah kanan sejauh 2,1 sentimeter. Pasien
pernah menjalani pemeriksaan echocardiography pada tanggal 26 April 2009 dengan
hasil Tetralogy of Fallot. Pemeriksaan mata menunjukkan tidak ada tanda
papiledema.
Pemeriksaan
ronsen
dada
menunjukkan
adanya
gambaran
III. DISKUSI
Jaringan otak merupakan suatu organ yang mempunyai pertahanan proteksi
yang unik. Kerentanan jaringan otak terhadap keberadaan bakteri lebih bermakna bila
dibandingkan dengan kulit kepalanya sendiri. Kejadian infeksi pada kulit
membutuhkan sedikitnya 105 organisme, sedangkan infeksi pada otak dapat terjadi
hanya dengan 100 organisme. Bila salah satu atau lebih sistem pertahanan ini tidak
adekuat, resiko infeksi susunan saraf pusat akan meningkat. Namun sebaliknya dalam
keadaan fungsi pertahanan yang normal, tetap memungkinkan terjadinya infeksi(2).
DORV adalah salah satu bentuk penyakit jantung kongenital dimana kedua
arteri besar bermuara pada ventrikel kanan. DORV muncul pada berbagai bentuk,
dengan variabilitas pada posisi dan ukuran dari arteri besar, seperti pada lokasi
ventricular septal defect (VSD). Hal tersebut dapat muncul dengan atau tanpa
transposisi dari arteri arteri besar. Manisfestasi klinik yang terjadi sangat bervariasi,
tergantung pada bagaimana defek anatomi mempengaruhi fisiologi dari jantung,
contohnya dengan mengubah aliran normal darah dari right ventricle dan left
ventricle ke aorta dan arteri pulmonaris(10,19,24).
Abses otak tetap merupakan topik permasalahan yang aktual dalam wawasan
bedah saraf dari masa ke masa sehubungan dengan labilnya angka morbiditas dan
mortalitas di era antibiotika yang modern ini. Negara yang sedang berkembang
mempunyai insidensi yang lebih besar dibandingkan dengan negara maju. Frekuensi
insidensi abses otak adalah 3-4,3 per satu juta penduduk. Penelitian di Amerika
(Minnesota 1950-1981) menetapkan insidensi abses otak adalah 1,1 per 100.000
penduduk per tahun dengan case fatality ratio 37%. Di Amerika insidensi kasus abses
otak tampak cenderung makin meningkat, yang sering dikaitkan dengan
bertambahnya pasien-pasien yang mengalami gangguan imunologi akibat infeksiinfeksi oportunistik seperti AIDS. Abses otak dikategorikan tipe yang multipel bila
dijumpai dua atau lebih abses, yang satu sama lain dipisahkan secara jelas oleh
parenkim otak. Insidensi abses multipel berkisar antara 1-15% total kasus abses
dalam penelitian-penelitian terdahulu. sejak diterapkan CT scan sebagai sarana
investigasi diagnostik jumlah kasus yang ditemukan bertambah banyak(16).
6
HISTOPATOLOGIS
Proses dimulai dengan serebritis lokal dengan perlunakan, peradangan dan
hiperemi. Perubahan nekrotik dimulai di tengah diikuti pencairan dan pembentukan
nanah. Fibroblast dan gliosis yang melingkari serebritis membentuk kapsul.
Semula tidak rata, lama - kelamaan lebih tegas. Biasanya jaringan di sekitarnya
memperlihatkan tanda edema dan jaringan tersebut dimasuki sel oleh lekosit
polimorfonuklear dan sel plasma, tidak perlu terdapat sel limfosit. Jaringan
nekrosis tersebut membentuk
kapsul.
waktu
yang
diperlukan
membentuk
Kurang lebih sepertiga dari seluruh abses otak merupakan infeksi metastatik melalui
penyebaran bakteri melalui hematogen, terutama sistem vertebrobasiler dari fokusfokus infeksi yang letaknya jauh dari kepala, dan biasanya abses ini merupakan jenis
yang multipel dengan lokasi yang khas, yaitu di antara perbatasan antara substansia
putih dan kelabu, lokasi dimana aliran darah kapiler adalah yang paling lambat.
Fokus sistemik sering menjadi sumber infeksi antara lain fokus septik di paru-paru
atau pleura (bronkhiektasis, empiema, abses paru, fistula bronkhopleura),
abnormalitas jantung berupa infeksi atau defek kongenital (seperti Tertralogi Fallot)
yang memungkinkan emboli yang terinfeksi masuk ke dalam lintas pendek sirkulasi
paru dan mencapai otak, pustula-pustula kulit, abses gigi dan tonsil, bakterialis,
divertikulitis, dan osteomielitis tulang-tulang nonkranial. Sejumlah 10-37% dari
kasus abses otak tidak diketahui sumber infeksinya. Dalam hal ini tidak dapat
dipastikan apakah infeksi sebelumnya sangat minimal sehingga tidak menunjukkan
bukti-bukti klinis atau telah sembuh jauh sebelum abses di otak menjadi manifes(17).
BAKTERI PENYEBAB
Abses otak dapat disebabkan oleh beraneka ragam bakteri. Organisme
penyebab yang sering dijumpai adalah golongan streptokokus aerobik (S. viridans, S.
beta hemolythik), stafilokokus (S. aureus, S. epidermidis), hemofilus (H. influenza, H.
parainfluenza) dan golongan enterobakteria (E. coli, spesies klebsiela, spesies
enterobakteria, sitrobakteria, proteus) dan pneumokokus. Sering kali kita menjumpai
hasil biakan yang steril. Organisme anaerob juga menunjukkan perannya dalam
kejadian infeksi manusia dan yang sering menjadi penyebab abses otak adalah antara
lain : spesies bakteroides (B. fragylis, B. melaninogenicus), strep. anaerobik
(peptostreptokokus), peptokokus, fusobakteria, veillomella, eikenella, propioni
bakteria, klostridia, dan spesies aktinomises (A. israelii) (5).
STADIUM ABSES
Dinamika perkembangan suatu abses otak dipelajari oleh Britt dan Enzmann
untuk pertama kali. Berdasar penelitian eksperimental klasik dan studi klinisnya
mereka mengidentifikasi empat stadium proses patologi abses otak yaitu (14):
1. Stadium serebritis dini / Early cerebritis (1-3 hari)
Pada saat ini lesi tidak dapat dibedakan dari jaringan otak sehat.
Pus membentuk pembesaran dari pusat nekrotik yang dikelilingi oleh zona sel
inflamasi dan makrofag.
Formasi kapsul berkembang lebih lambat pada daerah medial / ventrikel karena
vaskularisasi yang lebih sedikit pada substansia alba yang lebih dalam.
sedikit meninggi. Pada stadium awal jumlah sel polimorfonuklear lebih banyak,
namun bila sudah terbentuk kapsul, maka jumlah limfosit akan lebih banyak(25).
Pengukuran kadar C-reaktif Protein (CRP) diterapkan untuk membedakan
abses otak piogenik dengan tumor otak atau lesi massa lainnya berkaitan dengan
peningkatan kadarnya di dalam plasma sewaktu ada proses infeksi akut dan kronis.
Pengukuran kadar CRP ini bermakna dan sangat membantu pada kasus-kasus dalam
stadium dini (26).
Foto kepala tidak banyak menolong kecuali bila terdapat
kenaikan
terdapat gambaran berupa kue donat (doughnut sign). Pemeriksaan CT SCAN otak
amat bermakna dalam meningkatkan kemampuan investigasi diagnosa dan
melokalisir abses-abses otak piogenik. Pemeriksaan tersebut menampilkan stadium
evolusi perkembangan abses. Gambaran scanogram tanpa zat kontras abses
ditampilkan sebagai bagian yang isodens atau bahkan mempunyai densitas yang lebih
padat daripada jaringan otak normal, sedangkan pada scanogram dengan
menggunakan zat kontras, abses tampak sebagai suatu lesi dengan dinding yang rata,
tipis dan reguler. Edema tampak sebagai penurunan densitas gambar di tengah lesi
(materi-materi piogenik) dan substansia putih di sekitarnya. Penampilan tambahan
lain yang memberikan kesan lebih meyakinkan akan diagnosa abses otak adalah
adanya gas dalam lesi (fistula dura) dan juga enhancement ventrikuler atau meningeal
terutama bila dihubungkan dengan gejala-gejala meningitis (14).
Pemeriksaan MRI cenderung unggul dalam menegakkan diagnosa lebih dini
dan akurat serta lebih definitif untuk menentukan penyebaran dan tampilan kompleks
proses inflamasi, khususnya dengan penggunaan zat kontras. Di samping itu
pemeriksaan MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang bermanfaat untuk
investigasi diagnostik lesi-lesi intraserebral lainnya. MRI dapat membedakan antara
bekuan darah dan free flowing blood seperti malformasi arterio-venosus, tumor, atau
lesi-lesi nonvaskuler. Pemeriksaan CT scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) hanya sebatas sebagai alat bantu. Diagnosis abses otak terutama
didasarkan atas gambaran klinis. Pada abses otak yang disebabkan oleh penyakit
jantung bawaan sianotik harus ada gambaran tentang penyakit jantung tersebut (12).
Gambaran CT scan dan MRI pada abses otak menunjukkan daerah dengan
densitas rendah yang dikelilingi oleh kapsul. Pada tumor otak gambaran CT Scan
menunjukkan masa dengan densitas yang tinggi tanpa kapsul. MRI berguna untuk
menentukan kepastian lokasi abses pada otak. Untuk mengetahui adanya penyakit
jantung bawaan, dilakukan pemeriksaan foto toraks, EKG (Electrocardiography),
dan ekokardiografi (14).
12
13
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik abses otak bervariasi tergantung pada virulensi organisme,
status imun penderita, lokasi abses, jumlah lesi, adanya meningitis, atau ruptur
ventrikel. Yang sering dirasakan penderita adalah demam, nyeri kepala, dan defisit
neurologis fokal. Nyeri kepala biasanya general, kemungkinan karena peningkatan
tekanan intrakranial, demikan juga dengan mual dan muntah. Kejang biasanya
general dan lebih sering pada lesi lobus frontalis. Papiledema tidak berkorelasi
dengan ukuran dari abses tapi lebih kepada munculnya nyeri kepala dan muntah.
Defisit neurologis fokal tergantung pada lokasi, ukuran lesi dan edema sekitarnya.
Hemianopsia biasanya merupakan manifestasi lesi pada supratentorial (11).
Trias yang terdiri dari tanda infeksi, tanda peninggian tekanan intrakranial
dan gejala neurologis fokal. Stadium serebritis terdapat sakit kepala, demam,
letargi, dan kejang. Tapi sering pula tidak terlihat manifestasi klinis sehingga
proses penyakitnya terlihat akibat adanya lesi desak ruang. Gejala dapat menjadi
progresif, terlihat dengan adanya kelainan saraf lokal dan tekanan intrakranial
yang meningkat. Sakit kepala, muntah, dan kesadaran mulai menurun dan disertai
dengan hemiparesis, hemianopia atau kelainan neurologi lainnya. Gejala klinis
sering terlihat tetapi adakalanya tidak terdapat gejala selama beberapa waktu.
Keluhan hanya berupa demam yang hilang timbul dan serangan sakit kepala. Dalam
perkembangannya, abses otak dapat melalui tiga fase walaupun secara klinis sulit
dibedakan. Tiga fase tersebut, yaitu: fase pertama adalah fase ensefalitis atau
serebritis, dengan gejala demam, mengantuk, sakit kepala, kaku dan kejang. Fase
kedua adalah fase pembentukan kapsul, di mana terjadi pada saat fase pertama
mulai menurun atau bertambah, yang terjadi beberapa hari sampai beberapa
minggu, namun abses tetap bertambah secara perlahan-lahan. Fase yang ketiga
adalah fase dekompresi serebral, dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
kelainan fokal dan herniasi unkus dengan penekanan batang otak, edema papil,
hemiparesis, hemianopia, yang lama-kelamaan masuk dalam keadaan stupor dan
gangguan vital (7).
14
Tipe II- Hipertensi Intrakranial. Keadaan ini menampilkan gejala-gejala dan tanda
gangguan neurologis yang berkaitan dengan peninggian tekanan intrakranial seperti :
15
nyeri kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran, gangguan daya ingat, dan
perubahan personalitas, serta papiledema.
Tipe III- Destruksi Difus. Keadaan yang termasuk kategori ini menampilkan gejalagejala yang mengandung komponen destruksi yang progresif seperti gangguan
neurologis yang tidak sesuai dengan estimasi klinis dari keadaan tekanan
intrakranialnya. Perburukan akan terus berlanjut secara progresif tanpa diikuti
terjadinya herniasi otak.
Tipe IV- Defisit Neurologis Fokal. Keadaan dimana gejala yang ada berkembang
sedemikian lambatnya sehingga seringkali diinterpretasi sebagai suatu neoplasma
yang tumbuh lambat.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan abses otak adalah mengurangi efek masa dan menghilangkan
kuman penyebab. Penatalaksanaan abses otak dapat dibagi menjadi terapi bedah dan
terapi konservatif. Untuk
menghilangkan
penyebab,
dilakukan
operasi
baik
(4)
berspektrum luas, seperti juga pada meningitis bakterialis. Kita sering menemui
kesulitan pada pemberian antibiotik karena antibiotik tersebut harus dapat
menembus sawar otak, mampu menembus kapsul bila abses telah berkapsul, dan
mempunyai spektrum yang luas karena adanya berbagai macam mikroorganisme
penyebab abses. Penyuntikan antibiotik langsung ke dalam abses otak tidak
dianjurkan, karena hal ini dapat menyebabkan fokus epileptogenesis (20).
Black (1973) melaporkan bahwa nafsilin tidak dapat masuk ke dalam abses,
sedang kloramfenikol, penisilin, dan metisilin dapat masuk ke dalam abses.
Sefalosporin dan aminoglikosida tidak dapat menembus kapsul, sedangkan
linkomisin dan asam fusidat dapat menembus kapsul. Harus diingat bahwa kuman
dapat tetap ada dalam abses walaupun tercapai konsentrasi antibiotik adekuat
dalam abses dan kuman tersebut sensitif terhadap antibiotik yang diberikan. Ukuran
16
abses penting dalam pengobatan dengan antibiotik. Abses dengan diameter antara
0,8-2,5 cm dilaporkan bisa sembuh dengan pemberian antibiotik. Abses yang
lebih besar memerlukan tindakan pembedahan. Tindakan tanpa operasi biasanya
dilakukan pada penderita dengan abses multipel atau bila lesinya kecil dan sulit
dicapai dengan operasi. Bila terdapat abses multipel, aspirasi abses yang besar
tetap dilakukan untuk menentukan jenis mikroorganisme dan uji resistensi. Kuman
anaerob memerlukan metronidasol sebagai pengobatannya (20).
Rosenblum (1980)
mengajukan
kriteria penderita
yang
merupakan
kandidat untuk pengobatan dengan antibiotika saja, yaitu bila diperkirakan operasi
akan memperburuk keadaan, terdapat abses multipel terutama yang jaraknya
berjauhan satu sama lain, abses disertai dengan meningitis, abses yang lokasinya
sulit dicapai dengan operasi atau operasi diperkirakan akan merusak fungsi vital,
serta abses yang disertai
Kematian disebabkan oleh karena ruptur abses ke dalam ventrikel atau ruang
subaraknoid,
herniasi
atau
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Yang SY. Brain abscess: a review of 400 cases. J Neurosurg 1981; 55:794-9
2. Brook I. Bacteriology of intracranial abcess in children. J Neurosurg 1981;
54:484-8
3. Bell W, Chun WM, Jabbour JT, et al. Brain abscess, bacterial infectious of the
nervous system. In: Sweiman, Wright, editor. The
Practica
of Pediatric
Kedokteran
Berkelanjutan
Ilmu
Kesehatan
Anak
XX.
19
20