Sie sind auf Seite 1von 8

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SEMBOYAN


NEGARA INDONESIA

Disusun Oleh:
KSATRIO PINAYUNG RIZQI

21010112130162

JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015

BHINNEKA TUNGGAL IKA


Sejarah
Mpu Tantular yang hidup pada abad ke-14 di Majapahit adalah seorang pujangga ternama
Sastra Jawa. Ia hidup pada pemerintahan Raja Rajasanagara. Ia masih saudara sang raja yaitu
keponakannya (bhratratmaja dalam bahasa Kawi atau bahasa Sansekerta) dan menantu adik
wanita sang raja.
Nama Tantular terdiri dari dua kata: Tan (tidak) dan Tular (tular atau terpengaruhi).
Artinya ia orangnya ialah teguh. Sedangkan kata Mpu merupakan gelar dan artinya adalah
seorang pandai atau tukang.
Tantular adalah seorang penganut agama Buddha, namun ia orangnya terbuka terhadap
agama lainnya, terutama agama Hindu-Siwa. Hal ini bisa terlihat pada dua kakimpoi atau
syairnya yang ternama yaitu kakimpoi Arjunawijaya dan terutama kakimpoi Sutasoma.
Bahkan salah satu bait dari kakimpoi Sutasoma ini diambil menjadi motto atau semboyan
Republik Indonesia: Bhinneka Tunggal Ika atau berbeda-beda namun satu jua.
Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini:
Rwneka dhtu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan iwatatwa tunggal,
Bhinnka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terjemahan:
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Perumusan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa oleh Mpu Tantular pada
dasarnya pernyataan daya kreatif dalam upaya mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan
keagamaan, sehubungan dengan usaha bina negara kerajaan Majapahit kala itu. Telah
memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap sistem pemerintahan pada masa kemerdekaan,
telah sepenuhnya menyadari bahwa menumbuhkan rasa dan semangat persatuan itulah
Bhinneka Tunggal Ika - Kakimpoi Sutasoma (Purudasanta) diangkat menjadi semboyan yang
diabadikan lambang NKRI Garuda Pancasila.
Dalam Kakimpoi Sutasoma (Purudasanta), pengertian Bhinneka Tunggal Ika lebih ditekankan
pada perbedaan bidang kepercayaan juga anekaragam agama dan kepercayaan di kalangan
masyarakat Majhapahit.
Dalam lambang NKRI, Garuda Pancasila, pengertiannya diperluas, menjadi tidak
terbatas dan diterapkan tidak hanya pada perbedaan kepercayaan dan keagamaan,
melainkan juga terhadap perbedaan suku, bahasa, adat istiadat (budaya) dan beda
kepulauan (antara nusa) dalam kesatuan nusaantara raya.

Sesuai makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dapat diuraikan bhinna-ika- tunggal ika berarti berbeda-beda tetapi pada hakekatnya satu. Sebab meskipun secara keseluruhannya
memiliki perbedaan tetapi pada hakekatnya SATU, satu bangsa dan negara Republik
Indonesia.
Lambang NKRI Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan
Peraturan Pemerintah nomor 66 Tahun 1951, pada tanggal 17 Oktober diundangkan pada
tanggal 28 Oktober 1951 tentang Lambang Negara. Bahwa usaha bina negara baik pada masa
pemerintahan Majhapahit maupun pemerintahan NKRI berlandaskan pada pandangan sama
yaitu semangat rasa persatuan, kesatuan dan kebersamaan sebagai modal dasar dalam
menegakkan negara.
Bhinneka tunggal ika tan hana dharmma mangrwa adalah ungkapan yang memaknai
keberadaan aneka unsur kepercayaan pada masa Majhapahit. Tidak hanya Siwa dan Buddha
tetapi juga sejumlah aliran (sekte) yang sejak awal telah dikenal lebih dahulu sebagian besar
anggota masyarakat Majhapahit yang bersifat majemuk.
Sehubungan bahwa semboyan tersebut embrio dari Singhasari yakni pada masa
Wisnuwarddhana sang dhinarmmeng ring Jajaghu (Candi Jago), maka baik semboyan
bhinneka tunggal ika maupun bangunan Candi Jago kemudian disempurnakan pada masa
Majhapahit. Oleh sebab itu kedua simbol (wijaksara maupun dan bangunan) tersebut lebih
dikenal sebagai hasil peradaban era Majhapahit. Padahal sesungguhnya merupakan hasil
proses perjalanan sejarah sejak awal.
Dari segi agama dan kepercayaan Majhapahit merupakan masyarakat majemuk. Di samping
mengesankan adanya beberapa aliran agama dan kepercayaan yang berdiri sendiri, juga
gejala sinkretisme yang sangat menonjol antara Siwa-Budha dan pemujaan roh nenek
moyang, namun kepercayaan Pribumi asli tetap bertahan, bahkan mengambil peranan
tertinggi dan terbanyak di kalangan mayoritas masyarakat. Ketika itu masyarakat Majhapahit
terbagi :
1. Golongan pertama, orang-orang yang beragama Islam yang datang dari barat dan tinggal di
Majhapahit.
2. Golongan kedua, orang-orang Cina kebanyakan dari Canton, Chang-chou dan Chuanchou (terletak di Fukien) yang menyingkir dan bermukim di sini. Banyak dari mereka yang
masuk agama Islam dan bahkan menyiarkan agama tersebut.
3. Golongan ketiga, penduduk pribumi yang bila berjalan tanpa alas kaki, rambutnya
disanggul di atas kepala. Mereka percaya sepenuh-nya kepada roh-roh leluhur.
Frase Bhinneka Tunggal Ika telah sama-sama diakui dan dirasakanmempunyai "kekuatan"
untuk menyatukan, mengutuhkan dan meneguhkan bangsa Indonesia yang majemuk atau
disebut sebagai salah satu sarana pengintegrasi bangsa Indonesia atau sebagai jatidiri bangsa
Indonesia.
Berhasilnya pemimpin bangsa kita untuk menggali dan menetapkan sebagai semboyan di
dalam bagian lambang negara adalah karya besar yang tak ternilai, tetapi ada pertanyaan yang
perlu diajukan,

Siapakah yang menempatkan semboyan tersebut pada bagian lambang negara dan apa
latar belakang pemikirannya?
Merujuk kepada keterangan Mohammad Hatta dalam bukunya Bung Hatta Menjawab,
1979, disebutkan bahwa semboyan "Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno,
setelah merdeka semboyan itu diperkuat dengan lambang yang dibuat Sultan Abdul Hamid
Pontianak dan diresmikan pemakaiannya oleh Kabinet RIS tanggal 11 Pebruari 1950"
Istilah "ciptaan Bung Karno" dalam pernyataan Mohammad Hatta di atas dirasa kurang tepat,
karena dengan pernyataan itu memberikan pengertian, bahwa semboyan Bhinneka Tunggal
Ika adalah ciptaan Bung Karno. Pernyataan ini juga akan bertentangan dengan pidato
Presiden Soekarno sendiri pada tanggal 22 Juli 1958 di Istana Negara yang menyatakan
bahwa "di bawahnya tertulis seloka buatan Empu Tantular "Bhinneka Tunggal Ika, Bhina ika
tunggal ika berjenis-jenis tetapi tunggal".
Berdasarkan isi pidato Presiden Soekarno di atas, semboyan itu adalah buatan Empu Tantular.
Pernyataan ini sejalan dengan hasil penyelidikan Mohammad Yamin, seperti yang
dikemukakan dalam buku 6000 Tahun Sang Merah Putih, 1954 yang menyatakan, bahwa
semboyan itu dinamai seloka Tantular karena kalimat yang tertulis dengan huruf yang jumlah
aksaranya 17 itu berasal dari pujangga Tantular yang mengarang kitab Sutasoma pada masa
Madjapahit pada abad XIV. Adapun arti seloka Jawa lama itu adalah walaupun berbeda-beda
ataupun berlainan agama, keyakinan dan tinjauan tetapi tinggal bersatu atau dalam, bahasa
latin: e pluribus unum ("Dari banyak menjadi satu").
Bagaimana seloka itu menjadi bagian dari lambang negara yang dibuat Sultan Hamid
II ?
Semboyan itu menjadi bagian dari lambang negara adalah merupakan kesepakatan
antara Sultan Hamid II dengan Mohammad Hatta, Soekarno yaitu atas usul Presiden
Soekarno untuk mengganti pita yang dicengkram Garuda, yang semula direncanakan
berwarna merah putih kemudian diganti menjadi warna putih dan Presiden Soekarno
mengusulkan supaya di atas pita warna putih tersebut dimasukan seloka Bhinneka Tunggal
Ika. Sebab warna merah putih dianggap sudah terwakili dalam warna dasar perisai Pancasila.
Dengan demikian yang dimaksudkan oleh Mohammad Hatta dengan pernyataan bahwa
"Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno". Dalam buku Bung Hatta
Menjawab tahun 1978 itu maksudnya semboyan itu adalah usulan Presiden Soekarno.
Apakah arti yang sebenarnya dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam kitab
Sutasoma dan bagaimana semboyan itu disebutkan ?
Arti Bhinneka Tunggal Ika dalam kitab Sutasoma itu artinya berbeda itu tetapi satulah
itu atau menurut terjemahan Muhammad Yamin:
berbedalah itu, tetapi satulah itu. Seloka ini falsafah awalnya berasal dari tinjauan hidup
untuk memperkuat persatuan dalam kerajaan Keprabuan Majapahit, karena pada waktu itu
aliran agama sangat banyak dan aliran fikiran demikian juga. Untuk maksud itu seloka itu
disusun oleh Empu Tantular dengan tujuan untuk menyatukan segala aliran dengan
mengemukakan persamaan. Persamaan inilah yang mengikat segalanya, yaitu Bhinneka
Tunggal Ika

Patut pula untuk diketahui, bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika, pertama kali diselidiki
oleh Prof. H. Kern pada tahun 1888 Verspreide Geschriften 1916. IV, hal 172 dalam lontar
Purusadacanta atau lebih dikenal dengan Sutasoma (lembar 120) yang disimpan
diperpustakaan Kota Leiden, dan kemudian diselidiki kembali oleh Muhammad Yamin.
Kemudian semboyan itu menempuh proses kristalisasi mulai pergerakan nasional 1928
sampai berdirinya negara Republik Indonesia 1945 dan menjadi bagian yang tak terpisahkan
dalam lambang negara sejak 8 Februari 1950.
Latar belakang pemikiran Bhinneka Tunggal Ika dapat dijelaskan melalui keterangan
Mohammad Hatta dalam Bukunya Bung Hatta Menjawab, 1979 menyatakan, bahwa Ke Ikaan di dalam Bhinneka Tunggal Ika, adalah berujud unsur-unsur kesatuan dalam kehidupan
bangsa, dalam arti adanya segi-segi kehidupan politik, ekonomi, kebudayaan dan kejiwaan
yang bersatu dan dipegang bersama oleh segala unsur-unsur ke-Bhinneka-an itu. Unsur
keanekaragaman tetap ada pada daerah-daerah dari berbagai adat dan suku. Akan tetapi,
makin sempurna alat-alat perhubungan, semakin pesat pembauran putra putri bangsa dan
semakin bijak pegawai Pemerintah dan Pemimpin Rakyat melakukan pimpinan, bimbingan
dan pengayoman terhadap rakyat seluruhnya, maka akan pastilah pula bahwa unsur-unsur ke
Bhinneka itu lambat laun akan cenderung meleburkan diri dan semangatnya kepada unsur kelka-an. Bhinneka Tunggal Ika ini menegaskan pula, betapa pentingnya dihubungkan dengan
Pancasila sebagai tali pengikat untuk memperkuat unsur ke-lka-an dari adanya unsur-unsur
ke-Bhinneka-an itu, dengan kenyataan bahwa dalam lambang negara kita dimana jelas
tergambar Pancasila dengan Ketuhanan terletak dipusatnya, maka satu-satunya tulisan yang
dilekatkan jadi satu dengan lambang itu adalah perkataan Bhinneka Tunggal Ika itu.
Seloka Bhinneka Tunggal Ika yang tertera didalam lambang negara itu memberikan makna
tersirat dan tersurat, bahwa bangsa Indonesia menghargai akan kemajemukan, tetapi
kemajukan itu bukanlah ancaman tetapi dijadikan sarana mempersatukan dengan tetap
menghargai kemajemukan bangsa.
Akar sejarah dari falsafah Bhinneka Tunggal Ika adalah seloka dari Empu Tantular, 1350 M,
sebagaimana telah diteliti oleh Muhammad Yamin, hasil penelitian yang dibukukan dalam
buku: 6000 Tahun Sang Merah Putih, beliau menyatakan :
"Apabila kita pelajari buah fikiran ahli filsafah Indonesia sesudah abad ke-XIV sampai kini,
maka kagumlah kita kepada pertjikan otak ahli pemikir Empu Tantular, seperti dijelaskan
dalam kitab Sutasoma yang dikarangnya dalam jaman kentiana keperabuan Majapahit pada
pertengahan abad ke-XIV. Hal itu bukanlah suatu hal yang sudah mati.
Dari ahli filsafah Tantular yang ulung itu berasal kalimat Bhineka Tunggal Ika, dan Tanhana
dharma mangrwa. Artinya seluruh kalimat seloka Tantular itu : berbedalah itu, tetapi satulah
itu ; dan didalam peraturan undang-undang tidak adalah diskriminasi atau dualisme.
Seloka itu dapat menyatukan segala aliran dengan mengemukakan persamaan, dengan
pengertian bahwa diantara berbagai fikiran, perbedaan agama dan perbedaan filsafah ada
jugalah persamaan yang menyatukan. Dan persamaan inilah yang mengingkat segalanya,
yaitu Bhineka Tunggal Ika berjenis-jenis, tetapi tetap tinggal bersatu.Dan dalam perbedaan
pikiran dan pendapat ada persamaan yang dapat mengikat dalam pokok kesatuan.
Satu agama tidaklah lebih atau kurang daripada agama lain. Demikian pula dengan aliran
politik dan aliran kebudayaan. Itu ditegaskan oleh Empu Tantular. Janganlah segala aliran itu
dinilai berbagai-bagai, dan jangan diadakan diskriminasi dan dualisme, melainkan sungguh
sama nilai dan sama harganya. Rasa toleransi dapat menyatukan segala aliran.

Begitu pulalah ajaran PancaSila yang mengandung maksud untuk memberi dasar bagi
perjuangan negara Indonesia yang dilahirkan atas persatuan dan kemerdekaan yang berdaulat.
Dan sudah ternyata Panca Sila dapat mempersatukan Bangsa Indonesia sejak hari Proklamasi
sampai waktu kini. Jadi seperti filsafah Tantular, maka ajaran PancaSila ialah sistem filsafah
yang mengandung daya pengikat atau alat pemersatu dalamnya untuk memperkuat persatuan
Bangsa, yang menjadi sarat mutlak bagi kemerdekaan. Hal itu dapat difahamkan. Ajaran
Panca Sila sebagai alat mempersatu tidaklah saja menjadi faktor azasi dalam memperkuat
kemerdekaan yang bersemangat, tetapi juga sangatlah penting bagi pelaksanaan pembinaan
Bangsa Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1928 dan menjadi Nation Indonesia sejak
tahun Proklamasi 1945.
Jadi tegaslah, bahwa ajaran Panca Sila itu benar-benar suatu sistem falsafah untuk
mempersatukan berbagai aliran, dan diatasnya dibentuk Negara Indonesia yang meliputi
daerah Indonesia yang menjadi dukungan Bangsa Indonesia yang bersatu. Keterangan
Muhammad Yamin di atas semakin membuktikan, bahwa seloka Bhinneka Tunggal Ika yang
menurut keterangan Presiden Soekarno adalah masukan dari seorang ahli bahasa, maka bisa
dipastikan yang dimaksudkan adalah Muhammad Yamin, hal inipun dikuatkan ketika
terminologi Pancasila dinyatakan oleh Presiden Soekarno, juga atas usulan ahli bahasa,
"Namanya bukan Panca Darma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita
ahli bahasa, namanya ialah Panca Sila, Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar
itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi", maka yang dimaksudkan oleh
Soekarno dengan teman kita seorang ahli bahasa itu tidak lain adalah Muhammad Yamin.
Apa sebenarnya seloka Bhinneka Tunggal Ika dalam konsep lambang negara dan
apakah seperti yang dipahami saat ini, yaitu berbeda-beda tetapi satu jua?
Transkrip Sultan Hamid II , 15 April 1967 menjawab perspektif tentang Bhinneka
Tunggal Ika itu secara jelas
"ternjata masih ada keberatan dari beliau, jakni bentuk tjakar kaki jang mentjekram
seloka Bhinneka Tunggal Ika dari arah belakang sepertinja terbalik, saja mentjoba
mendjelaskan kepada Paduka Jang Mulia, memang begitu burung terbang membawa sesuatu
seperti keadaan alamiahnja, tetapi menurut Paduka Jang Mulia Seloka ini adalah hal jang
sangat prinsip, karena memang sedjak semula merupakan usulan beliau sebagai ganti rentjana
pita merah putih jang menurut beliau sudah terwakili pada warna perisai, selandjutnja
meminta saja untuk mengubah bagian tjakar kaki mendjadi mentjekram pita/mendjadi kearah
depan pita agar tidak "terbalik" dengan alasan ini berkaitan dengan prinsip "djatidiri" bangsa
Indonesia, karena merupakan perpaduan antara pandangan "federalis" dan pandangan
"kesatuan" dalam negara RIS, mengertilah saja pesan filosofis Paduka Jang Mulia itu, djadi
djika "bhinneka" jang ditondjolkan itu maknanja perbedaan jang menondjol dan djika
"keikaan" jang ditondjolkan itulah kesatuan republik jang menondjol, djadi keduanja harus
disatukan, karena ini lambang negara RIS jang didalamnja merupakan perpaduan antara
pandangan "federalis" dan pandangan "kesatuan" haruslah dipegang teguh sebagai "djatidiri"
dan prinsip berbeda-beda pandangan tapi satu djua, "e pluribus unum".
Berdasarkan transkrip Sultan Hamid II di atas, bahwa masuknya seloka Bhinneka Tunggal
Ika pada pita yang dicengkram cakar Elang Rajawali Garuda Pancasila adalah sebuah
sinergisitas atau perpaduan terhadap pandangan kenegaraan ketika itu, yaitu antara paham
federalis (kebhinnekaan) dengan paham kesatuan/Unitaris (Tunggal), sebagaimana kita

ketahui Sultan Hamid II adalah tokoh berpandangan federalisme yang mengutamakan prinsip
keragaman dalam persatuan, sedangkan Soekarno adalah tokoh berpandangan unitaris yang
mengutamakan prinsip persatuan dalam keragaman, hal ini memberikan makna secara
semiotika hukum, bahwa pembacaan Bhinneka Tunggal Ika yang tepat seharusnya adalah
keragaman dalam persatuan dan persatuan dalam keragaman, karena kata Bhinneka artinya
keragaman, sedangkan Tunggal artinya satu, dan Ika artinya itu, maknanya yang
beragam-ragam satu itu dan yang satu itu beragam-ragam, apakah yang satu itu, yaitu
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bukankah sebuah paham multikulturisme
modern dan itulah jati diri bangsa Indonesia serta salah satu pilar kebangsaan Indonesia yang
bernama Bhinneka Tunggal Ika.
Menelusuri sejarah terbentuknya RIS 1949 dalam kaitannya dengan lambang negara Elang
Rajawali Garuda Pancasila bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika yang ditetapkan menjadi
Lambang Negara RIS, pada tanggal 11 Februari 1950 memberikan penegasan, bahwa
Bhinneka Tunggal Ika adalah merupakan frase jati diri kebangsaan Indonesia yang
tepat untuk menyatukan dua paham kenegaraan ketika itu.

DAFTAR PUSTAKA
Anugrah,Dimas. 5 Mei 2011.Sejarah Munculnya Bhinneka Tunggal
Ika.http://dmosisboy.blogspot.co.id/2011/05/sejarah-munculnjabhineka-tunggal-ika.html. Diakses tanggal 2 oktober 2015.
Center,Qitri. Mei 2011.Asal Usul Frase Bhinneka Tunggal Ika Pada
Lambang Negara Rajawali Garuda Pancasila.
http://rajawaligarudapancasila.blogspot.co.id/2011/05/asal-usul-frasebhinneka-tunggal-ika.html. Diakses tanggal 2 oktober 2015.
Sejarah,Info. Januari 2014. Sejarah Bhinneka Tunggal Ika.
http://www.idsejarah.net/2014/01/sejarah-bhinneka-tunggal-ika.html.
Diakses tanggal 2 oktober 2015.
Wikipedia. 1 Februari 2015.Bhinneka Tunggal Ika.
https://id.wikipedia.org/wiki/Bhinneka_Tunggal_Ika. Diakses tanggal
2 oktober 2015.

Das könnte Ihnen auch gefallen