Sie sind auf Seite 1von 27

GAGAL GINJAL AKUT

II.1. Definisi
Gagal ginjal akut adalah sindrom yang terdiri dari penurunan kemampuan filtrasi ginjal
(jam sampai hari), retensi produk buangan dari nitrogen, gangguan elektrolit dan asam basa.
Komplikasi gagal ginjal akut menyebabkan 5% pasien masuk RS dan 30% masuk di ICU.
Terjadi oliguri (pengeluaran urin < 400mL/d) namun jarang terjadi sebagai manifestasi klinis.
Gagal ginjal akut sering asimtomatik dan sering didapat dengan tanda peningkatan konsentrasi
ureum dan kreatinin. Diagnosis dan penatalaksanaan gagal ginjal terbagi 3 yaitu 1. Gangguan
pada prerenal tanpa gangguan renal (55%); 2. Penyakit yang mengakibatkan gangguan pada
parenkim renal (40%) dan; 3. Penyakit dengan obstruksi saluran kemih (5%). Kebanyakan gagal
ginjal reversible karena dapat kembali ke fungsi normal setelah penyakit mendasar diterapi 2,3.
Gagal ginjal akut berat yang memerlukan dialisis, mempunyai mortalitas tinggi melebihi
50%. Nilai ini akan meningkat apabila disertai kegagalan multi organ. Walaupun terdapat
perbaikan yang nyata pada terapi penunjang, angka mortalitas belum berkurang karena usia
pasien dan pasien dengan penyakit kronik lainnya3,4,5
Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila terjadi
peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan kadar kreatinin awal
<2,5 mg% atau meningkat >20% bila kreatinin awal >2,5 mg%. The Acute Dialysis Quality
Initiations Group membuat RIFLE system yang mengklasifikasikan GGA ke dalam tiga kategori
menurut beratnya ( Risk Injury Failure ) serta dua kategori akibat klinik ( Loss and End-stage
renal disease). Pada beberapa penyakit GGA tertentu diperlukan alat diagnostik yang canggih
misalnya immunohistochemistry(IHC) dan electronmicroscopic examination(EM) pada scrup
thypus di parenkim renal 3,4.
II.1.2 Etiologi dan Klasifikasi Gagal Ginjal
Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-renal
(gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal (uropati obstruksi akut).
Penyebab pre-renal adalah hipoperfusi ginjal, ini disebabkan oleh:1,7,8

1. Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka bakar, diare, asupan
kurang, pemakaian diuretik yang berlebihan. Kurang lebih sekitar 3% neonatus masuk di
ICU akibat gagal ginjal prerenal.
2. Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark miokardium, tamponade
jantung, dan emboli paru.
3. Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septic, anafilaksis dan cedera, dan pemberian obat
antihipertensi.
4. Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses pembedahan, penggunaan
obat anestesi, obat penghambat prostaglandin, sindrom hepato-renal, obstruksi pembuluh
darah ginjal, disebabkan karena adanya stenosis arteri ginjal,embolisme, trombosis, dan
vaskulitis.
5. Pada wanita hamil disebabkan oleh sindrom HELLP, perlengketan plasenta dan
perdarahan postpartum yang biasanya terjadi pada trimester 3.
Penyebab gagal ginjal pada renal (gagal ginjal intrinsik) dibagi antara lain:1
1. Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna, emboli kolesterol,
vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik, sindrom uremia hemolitik, krisis ginjal,
scleroderma, dan toksemia kehamilan.
2. Penyakit pada glomerolus, terjadi pada pascainfeksi akut, glomerulonefritis, proliferatif
difus dan progresif, lupus eritematosus sistemik, endokarditis infektif, sindrom
Goodpasture, dan vaskulitis.
3. Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotksik (aminoglikosida, sefalosporin,
siklosporin, amfoterisin B, aziklovir, pentamidin, obat kemoterapi, zat warna kontras
radiografik, logam berat, hidrokarbon, anaestetik), rabdomiolisis dengan mioglobulinuria,
hemolisis dengan hemoglobulinuria, hiperkalsemia, protein mieloma, nefropati rantai
ringan,
4. Penyakit interstisial pada nefritis interstisial alergi (antibiotika, diuretic, allopurinol,
rifampin, fenitoin, simetidin, NSAID), infeksi (stafilokokus, bakteri gram negatif,
leptospirosis, bruselosis, virus, jamur, basil tahan asam) dan penyakit infiltratif
(leukemia, limfoma, sarkoidosis).

Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu terjadinya :


1. Sumbatan ureter yang terjadi pada fibrosis atau tumor retroperitoneal, striktura bilateral
pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral, nekrosis papiler lateral, dan bola jamur
bilateral.
2. Sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura ureter, kanker
kandung kemih, kanker serviks, dan kandung kemih neurogenik.
Tabel 1. Klasifikasi GGA menurut The Acute Dialysis Quality Initiations Group
Risk

Kriteria laju filtrasi glomerulus


Peningkatan serum kreatinin 1,5 kali

Injury

Peningkatan serum kreatinin 2 kali

Failure

Peningkatan serum kreatinin 3 kali atau

< 0,5 ml/kg/jam selama 12

kreatinin 355 mol/l

jam

Gagal ginjal akut persisten, kerusakan total

< 0,5 ml/kg/jam selama 24

fungsi ginjal selama lebih dari 4 minggu

jam

Gagal ginjal terminal lebih dari 3 bulan

atau anuria selama 12 jam

Loss
ESRD

Kriteria jumlah urine


< 0,5 ml/kg/jam selama 6 jam

II.1.3 Patofisiolgi
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula
Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan
tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul1
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif konstan
yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan
dalam autoregulasi ini adalah:9

Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen

Timbal balik tubuloglomerular


Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi

autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada
keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor
kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin
serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme

tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada
keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek
miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang
terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1.9,10
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu
dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan
reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana
belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal.9
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal menjadi
normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat seperti ACEI,
NSAID terutama pada pasien pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2
mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi
hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa
pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal
seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal polikistik,
dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut
prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis.9,11
Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis
tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular Pada kelainan vaskuler
terjadi:9,11
1) peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan sensitifitas
terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi.
2) terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel vaskular ginjal,
yang mngakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan
nitric oxide yang bearasal dari endotelial NO-sintase.
3) peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18, yang
selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari
sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan

menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara bersamasama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.

Gambar 1. Patofisiologi gagal ginjal akut di renal.


Pada kelainan tubular terjadi :
1) Peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain sitosolik phospholipase A2 serta
kerusakan actin, yang akan menyebabkan kerusakan sitoskeleton. Keadaan ini akan
mengakibatkan penurunan basolateral Na+/K+-ATP ase yang selanjutnya menyebabkan
penurunan reabsorbsi natrium di tubulus proximalis serta terjadi pelepasan NaCl ke
maculadensa. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomeruler.
2) Peningkatan NO yang berasal dari inducible NO syntase, caspases dan metalloproteinase serta
defisiensi heat shock protein akan menyebabkan nekrosis dan apoptosis sel.
3) obstruksi tubulus, mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler akan
membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalam hal ini pada thick assending limb
diproduksi Tamm-Horsfall protein (THP) yang disekresikan ke dalam tubulus dalam bentuk
monomer yang kemudian berubah menjadi polimer yang akan membentuk materi berupa gel
dengan adanya natrium yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel polimerik THP
bersama sel epitel tubulus yang terlepas baik sel yang sehat, nekrotik maupun yang apoptopik,
mikrofili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan membentuk silinder-silinder yang
menyebabkan obstruksi tubulus ginjal.

4) kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan intratubuler masuk ke
dalam sirkulasi peritubuler. Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama yang akan
menyebabkan penurunan GFR.
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA
post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi
karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin, hemoglobin).
Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu,
nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada
kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA postrenal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli buli dan ureter bilateral, atau obstruksi
pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.12
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah ginjal
dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada
fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat
pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam
mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan
penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah
24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini
mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan
fibrosis interstisial ginjal.12,13

Gambar 2. Batu pada ginjal

II.1.4 Gejala Klinis


Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah volume urine
berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi urine > 40 ml/hari, anuri bila produksi urin < 50
ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi kemampuan konsentrasi terganggu, dalam keadaan
ini disebut high output renal failure. Gejala lain yang timbul adalah uremia dimana BUN di atas
40 mmol/l, edema paru terjadi pada penderita yang mendapat terapi cairan, asidosis metabolik
dengan manifestasi takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari faktor penyebabnya.1,14
II.1.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan untuk dapat membedakan GGA pre-renal, renal, dan post-renal.
Diawali dengan menanyakan riwayat penyakit untuk mengetahui saat mulainya GGA serta
faktor-faktor pencetus yang terjadi, tanyakan pula riwayat penyakit dahulu. Pemeriksaan fisik
yang harus diperhatikan adalah status volume pasien, pemeriksaan kardiovaskuler, pelvis, dan
rectum, dan pemasangan kateter untuk memonitor jumlah urine yang keluar selama pemberian
terapi cairan. Pemeriksaan laboratorium harus mencakup elektrolit serum, BUN, kreatinin serum,
kalsium, fosfor, dan asam urat.1
Pemeriksaan penunjang lain yang penting adalah pemeriksan USG ginjal untuk
menentukan ukuran ginjal dan untuk mengenali batu dan hidronefrosis, bila perlu lakukan biopsy
ginjal sebelum terapi akut dilakukan pada pasien dengan GGA yang etiologinya tidak diketahui.
Angiografi (pemeriksaan rontgen pada arteri dan vena) dilakukan jika diduga penyebabnya
adalah penyumbatan pembuluh darah. Pemeriksaan lainnya yang bisa membantu adalah CT scan
dan MRI. Jika pemeriksaan tersebut tidak dapat menunjukkan penyebab dari gagal ginjal akut,
maka dilakukan biopsi (pengambilan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis) misalnya pada
nekrosis tubular akut. Perlu diingat pada Angiografi,dengan menggunakan medium kontras dapat
menimbulkan komplikasi klinis yang ditandai dengan peningkatan absolute konsentrasi kreatinin
serum setidaknya 0,5 mg/dl (44,2 mol/l) atau dengan peningkatan relative setidaknya 25 % dari
nilai dasar.1,16,17
II.1.6 Penatalaksanaan

Tujuan utama dari pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,
mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik dan infeksi,
serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan.
Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi, perbaikan faktor prerenal dan post renal, evaluasi
pengobatan yang telah doberikan pada pasien, mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah
ke ginjal, mengevaluasi jumlah urin, mengobati komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan nutrisi
yang kuat, atasi infeksi, perawatan menyeluruh yang baik, memulai terapi dialisis sebelum
timbul komplikasi, dan pemberian obat sesuai dengan GFR.
Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan pemantauan berat badan
pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada pasien dengan kelebihan volume,
keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan menggunakan diuretika Furosemid sampai
dengan 400 mg/hari. Dosis obat harus disesuaikan dengan tingkat fungsi ginjal, obat-obat yang
mengandung magnesium (laksatif dan anatasida) harus dihentikan. Antibiotik bisa diberikan
untuk mencegah atau mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada GGA,
penderita dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah protein,natrium dan kalium.
Terapi khusus GGA
Dialisis diindikasikan pada GGA untuk mengobati gejala uremia, kelebihan volume,
asidemia, hiperkalemia, perikarditis uremia, dan hiponatremia. Indikasi dilakukannya dialisa
adalah:2,15
1. Oligouria : produksi urine < 200 ml dalam 12 jam
2. Anuria : produksi urine < 50 ml dalam 12 jam
3. Hiperkalemia : kadar potassium >6,5 mmol/L
4. Asidemia : pH < 7,0
5. Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L
6. Ensefalopati uremikum
7. Neuropati/miopati uremikum
8. Perikarditis uremikum
9. Hipertermia
10. Keracunan obat
Kebutuhan gizi pada gagal ginjal akut:18
1. Energi 2030 kkal/kgBB/hari

2. Karbohidrat 35 (max. 7) g/kgBB/hari


3. Lemak 0.81.2 (max. 1.5) g/kgBB/hari
4. Protein (essential dan non-essential amino acids)
Terapi konservatif 0.60.8 (max. 1.0) g/kgBB/hari
Extracorporeal therapy 1.01.5 g/kgBB/hari
5. CCRT hypercatabolism maximum 1.7g/kgBB/hari
GGA post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli urologi misalnya
tindakan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan sumbatan yang dapat
disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran prostate.14
Tabel 2. Pengobatan suportif pada gagal ginjal akut
Komplikasi
Kelebihan volume intravaskuler

Pengobatan
Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari)
Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis

Hiponatremia

Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari infuse


larutan hipotonik.

Hiperkalemia

Batasi asupan diit K (<40 mmol/hari), hindari


diuretic hemat kalium

Asidosis metabolic

Natrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat serum >


15 mmol/L, pH >7.2 )

Hiperfosfatemia

Batasi asupan diit fosfat (<800 mg/hari)


Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium
karbonat)

Hipokalsemia

Kalsium karbonat; kalsium glukonat ( 10-20 ml


larutan 10% )
Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari) jika

Nutrisi

tidak dalam kondisi katabolic


Karbohidrat 100 g/hari
Nutrisi enteral atau parenteral, jika perjalanan
klinik lama atau katabolik

Indikasi hemodialisa pada gagal ginjal akut:1


1. GGT ( klirens kreatinin < 5 ml/m)
2. GGA berkepanjangan ( > 5 hari)

3. GGA dengan : a. keadaan umum yang buruk


b. K serum > 6 mEq/L
c. BUN > 200 mg%
d. pH darah < 7,1
e. Fluid overload
4. Intoksikasi obat yg gagal dengan terapi konservatif
II.1.7 Komplikasi
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik,
hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada
oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat menimbulkan keadaan
gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi melalui ginjal terganggu,
perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi,
atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang berlebih, keadaan ini berbahaya karena
bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat
darah menurun akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion
gap. Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA.
Komplikasi sistemik seperti:19
1. Jantung
Edema paru, aritmia dan efusi pericardium.
2. Gangguan elektrolit
Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis
3. Neurologi:
Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma,
4. Gangguan kesadaran dan kejang.
5. Gastrointestinal:
Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum.
6. Perdarahan gastrointestinal
7. Hematologi
Anemia, dan diastesis hemoragik

8. Infeksi
Pneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial.
9. Hambatan penyembuhan luka
II. 1.8 Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu
diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang menyertai,
perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa. Penyebab
kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%),
jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi,
septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya
sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan:1,2

GAGAL GINJAL KRONIK


II 2. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada
tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m. Batasan penyakit ginjal kronik:20.21
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

Kelainan patologik

Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan


pencitraan radiologi

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju
filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus
yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan
ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan
penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi
ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:20
Derajat
1
2
3
4
5

Penjelasan

LFG

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau


Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
Gagal ginjal

(mL/menit/1,73m2)
90
60-89
30-59
15-29
<15 atau dialisis

Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi


glomerolus.20

GFR
(ml/min/1,73 m2)
> 90
60 89
30 59
15 29
< 15 (atau dialisis)

Dengan Kerusakan Ginjal


Dengan HT Tanpa HT

Tanpa Kerusakan Ginjal


Dengan HT
Tanpa HT

1
2

1
2

HT
HT dengan

Normal
Penurunan

3
4
5

penurunan GFR
3
4
5

GFR
3
4
5

3
4
5

Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik dengan atau tanpa kerusakan


ginjal dan atau dengan atau tanpa peningkatan tekanan darah /
hipertensi (HT).23

II.2.1 Etiologi20
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR)
pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis
(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di mana
mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler.
Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga
oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian mampu
menggambarkan perubahan pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli
berfokus pada pasien pasca-streptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai
serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah
merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal terganggu.
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis.
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi pada pasien
yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi hematurim
oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri
pinggang karena peregangan kapsul ginjal.20
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.20
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat
bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari

akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering
ataupun berat badan yang menurun.20
Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik yang
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan
mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan
munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit ginjal
diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada
akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria dan
komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein urin
mencerminkan gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ, termasuk mata,
jantung, dan sistem saraf .20,23
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90
mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi. Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang
tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi
renal.24,25
Tabel3.Klasifikasitekanandarahsistolik,diastolik,modifikasigayahidup,sertaterapiobat

Klasifikasi

Sistolik

Diastolik

Modifikas

Tekanan

(mmHg)

(mmHg)

berdasarkanJointNationalCommittee(JNC)VII:24,25

Darah

Terapi

Gaya

Hidup

Normal
Prehipertensi

< 120
120 139

Dan < 80
Atau 80 89

edukasi
Ya

Stage 1 HT

140 159

Atau 90 99

Ya

tidak

perlu

obat

antihipertensi
Thiazid tipe diuretik
Dapat juga ACEI, ARB,

Stage 2 HT

> 160

Ya

BB, CCB, atau kombinasi


Kombinasi 2 jenis obat
(biasanya

thiazid

tipe

diuretik dan ACEI atau


ARB atau BB atau CCB)
Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes adah <130/80
mmHg.

d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista kista yang
tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik,
kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan
kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah
penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar
baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus,
bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah
penyakit ginjal polikistik dewasa.20
II.2.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkitakan 100 juta
kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di
Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara
berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per tahun.1
Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000:20
1. Glomerulonefritis

(46,39%)

2. Diabetes Mellitus

(18,65%)

3. Obstruksi dan infeksi (12,85%)


4. Hipertensi

(8,46%)

5. Sebab lain

(13,65%)

Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya
pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.20
II.2.4 Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,

berat badan lahir rendah, dan faktor social dan lingkungan seperti obesitas atau perokok,
berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi,
dan penyakit ginjal dalam keluarga, berpendidikan rendah, dan terekspos dengan bahan kimia
dan lingkungan tertentu.22
II.2.5 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi.20
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor (TGF-). Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan
fibrosis glomerolus maupun interstitial.
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium
ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar
BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan
kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti.
Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN
baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda,
tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai

meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita misalnya
mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal
ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai
timbul. Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau
minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini,
sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
teliti.
Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium akhir
atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah
hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari
keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada
keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai
respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis
dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligourik
(pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun proses
penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala
yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir
gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium, tetapi
dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.
II.2.6 Gambaran klinik
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata,
kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.20,21
a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada
pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan oleh
defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi
besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang
pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh
substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.20
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau hematokrit < 30
%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum / serum iron, kapasitas ikat besi
total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya.20
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab lain
bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian
tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat
dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan
kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin
menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga
mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia
inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhankeluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan
antibiotika.2
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal
ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal
ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan

atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi
dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal
kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah
tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan
kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.20,23
e. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak
jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan
atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari
dasar kepribadiannya (personalitas).
f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kegagalan faal jantung.
II.2.7. Pendekatan Diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) dilihat dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu gambaharan histopatologis.20
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan


yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan
penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk
semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan
banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
i) sesuai dengan penyakit yang mendasari;
ii) sindrom uremia yang terduru daru lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma;
iii) gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
chlorida).
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan rumus KockcroftGault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin, hiper atau
hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria, hematuri,
leukosuria, dan silinder.20
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:20
1. foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak

2. pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak bisa
melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
3. pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
4. ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi
5. pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
II.2.8. Penatalaksanaan20
1.

Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

a.

Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan
memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).

2.

Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium


(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila
pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
b. Anemia
Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50 u/kg
IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian menjadi
2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam
seminggu.
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai
anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obatobatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym Konverting
Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui berbagai studi
terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang
penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit

kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang


diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan
terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.
3.

Terapi pengganti ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK
yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi
dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah
persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat.
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting,
pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih
cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi nonmedik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri
(mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
c. Transplantasi ginjal
II.2.9. Prognosis

Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau stadium
V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan
juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka
kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani
transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian
terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak
(6%), dan keganasan (4%).21
II.2.10. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi
(makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula
darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian
berat badan.22

BAB III
KESIMPULAN
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi
ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang
menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (urea/creatinin) dan non nitrogen, dengan atau
tanpa disertai oligouri. Penyebab gagal ginjal akut yang dibagi menjadi 3 besar yaitu:
a) Pre-renal (gagal ginjal sirkulatorik) yang disebabkan utama oleh hipoperfusi ginjal dimana
terjadi hipovolemia.
b) Renal (gagal ginjal initrinsik) yang disebabkan oleh kelainan pembuluh darah ginjal.
c) Post-renal (uropati obstruksi akut) yang disebabkan oleh obstruksi ureter dan obstrtuksi uretra.
Gejala klinis dari gagal ginjal akut yang tampak adalah adanya oligouri, anuria, high
output renal failure BUN, dan kreatinin serum yang meningkat. Tujuan utama dari pengelolaan
GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan
resusitasi, mencegah komplikasi metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup
sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan.
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. glomerulus
kurang dari 60 ml/menit/1,73m. Batasan penyakit ginjal kronik adalah : Kerusakan ginjal > 3
bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus dan laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata,
kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.

DAFTAR PUSTAKA
1. Annonymous. Renal failure 2009 : (online), (http://wikipedia.com, diakses 23 agustus
2015).
2. Stein,Jay H. Kelainan ginjal dan elektrolit. panduan klinik ilmu penyakit dalam.edisi ke3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.
3. Dennis L. Kasper, Eugene Braunwald, Anthony Fauci. Harrison's Principles of Internal
Medicine 16th Edition. USA : McGraw-Hill, 2004.
4. Markum,M.H.S. Gagal Ginjal Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editors. Buku Ajar:
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.
5. Nissenson. Epidemiology and pathogenesis of acute renal failure in the ICU. Kidney
International 1998; 53; 7-10.
6. Dong-Min Kim, 1 Dae Woong Kang, 1 Jong O Kim. Acute Renal Failure due to Acute
Tubular Necrosis caused by Direct Invasion of Orientia tsutsugamushi. J. Clin. Microbiol
2007; 1128.
7. Stapleton FB, Jones DP, Green RS. Acute renal failure in neonates: Incidence, etiology
and outcome. Pediatr Nephrol 1987; 1; 314-320.
8. Altntepe, Gezgin, Tonbul. Etiology and prognosis in 36 acute renal failure cases
related to pregnancy in central anatolia. Eur J Gen Med 2005; 2(3): 110-113.
9. Boediwarsono.Gagal ginjal akut. segi praktis pengobatan penyakit dalam.Surabaya :
Penerbit PT Bina Indra Karya 1985.
10. Takaoka, Kuro, Matsumura. Role of endothelin in the pathogenesis of acute renal failure. Drug
News Perspect 2000, 13(3): 141.

11. Yagil, Myers, Jamison. Course and pathogenesis of postischemic acute renal failure in
the rat. Am J Physiol Renal Physiol 1988; 255.
12. Jacob. Acute renal failure. Indian J Anaesth 2003; 47(5):367-372.

13. Schrier, Wang, Poole, Amit Mitra. Acute renal failure: definitions, diagnosis,
pathogenesis, and therapy. The Journal of Clinical Investigation 2004;114.
14. Sukahatya. Gagal ginjal akut 2006 : (online), (http://www.medicastore.com, diakses 22
Agustus 2015.
15. Rahardjo, J.Pudji. Kegawatan pada Gagal Ginjal. Penatalaksanaan Kedaruratan di bidang
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat infomasi dan Penerbitan FKUI 2000.
16. Schlegel. Computed radionuclide urogram for assesing acute renal failure. AJR 1980;
134.
17. Esson, Robert W. Schrier. Diagnosis and treatment of acute tubular necrosis. Annals of
Internal Medicine 2002;137.
18. Cano, Fiaccadori E, P, Tesinsky. ESPEN guidelines on enteral nutrition: adult renal
failure. Clinical Nutrition 2006; 25:295310.
19. Aspelin P, Aubry P, Fransson sg. Efek nefrotoksik pada pasien risiko tinggi yang
menjalani angiografi. NEJM 2006; 348 (6): 491.
20. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007. hlm 570-3.
21. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine. medscape.com/article/238798overview, 23 agustus 2015.
22. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification,

and

Stratification.

Diunduh

dari:

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK, 23 Februari Agustus.


23. Editorial. Glomerulonefritis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape. com/article/777272overview, 20 Agustus 2015.

Das könnte Ihnen auch gefallen