Sie sind auf Seite 1von 61

Towards

a Better
City Design
for Asia-Afrika
Bandung
Indonesia
Program Analysis and Urban Design Strategies
Mastersʼ Degree Program
Architecture Department
Institut Teknologi Bandung

Volume 2
PROGRAMMING ANALYSIS
Highest and Best Use Model for Program Insertion for Asia-Afrika, Bandung

1. Physically Possible – will the new programs respond to the site effectively
with respect to the surrounding physical context?

2. Legally Permissible – will the new programs permitted by the rules and
regulations enforced by the city council and the national law?

3. Financially Feasible – will the new programs create interest for investors and
potential prospects to participate?

4. Maximal Productivity – will the new programs produce highest net return to
the investors and the society at large?

Direct Urbanism = CREATING A COMPETITIVELY INTERACTIVE SPATIAL PROGRAMMING


PROGRAMMING ANALYSIS
Facilitating a Self-Organized Urbanism Strategy for Asia-Afrika, Bandung

1. Commercial – stimulating and generating income for the local and city-scale
economy, as well as supporting and encouraging the development of
communal-based economic system

2. Institutional – integrating public interest with local government’s policies


through the allocation of institutional-based programs

3. Hotel and Tourism – positioning Bandung potential as a tourism destination


by manipulating its unique characteristic of historical, creative-based and
manufacturing background

4. Housing – integrating land use distribution with housing programs to create a


self-sustaining compact city

5. Educational – creating a viable neighborhood with the provision of related


educational services within the proximity of the new development

6. Recreational – providing public spaces to define the city value by providing


social spaces for civic and cultural cohesion for the whole city
COMMERCIAL
Highest and Best Use Model for Commercial Programming

12/20

14/20
Highest and Best Use Model for Commercial Programming

16/20

18/20
Highest and Best Use Model for Commercial Programming

20/20

18/20
INSTITUTIONAL
Highest and Best Use Model for Institutional Programming

PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL


COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

7/20
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

• Museum belum menjadi • Peruntukan Lahan • Daya tarik Investor • intensitas penggunaan Keseluruhan
Museum tujuan yang menarik untuk sesuai RTRW sangat minim fasilitas rendah indikator
dikunjungi • masih mengharapkan • Financial Productivity memperlihatkan
• bukan merupakan fasilitas peran pemerintah rendah kehadiran museum
yang bisa menghidupkan dalam dalam site kurang
site mewujudkannya potensial

Jumat, 05/03/2010 DENPASAR--MI: Sekitar 90%


14:19 WIB dari 500 museum di Indonesia
Pradipta Nugrahanto - tidak layak dikunjungi karena
detikBandung tidak terurus. Akibatnya, tingkat
kunjungan ke museum sangat
Bandung - Untuk rendah.
meningkatkan minat Hal tersebut dikatakan Menteri
kunjungan masyarakat Kebudayaan dan Pariwisata
terhadap museum (Menbudpar) Jero Wacik saat
Departemen meluncurkan program Tahun
Kebudayaan dan Kunjungan Museum 2010 untuk
Pariwisata Provinsi Bali di Museum Nyoman
(Depbudpar) Gunarsa, Sabtu (27/2).
mencanangkan Visit
Museum Year 2010. Menurutnya, peluncuran Tahun
Untuk itu, hingga Kunjungan Museum 2010 untuk
tahun 2014 akan Indonesia dan untuk Provinsi
dilakukan revitalisasi Bali tersebut merupakan
sejumlah museum di pekerjaan yang cukup
seluruh Indonesia. menantang bagi Kementerian
Kebudyaan dan Pariwisata.
"Dikatakan pekerjaan yang berat
dan menantang karena selama
ini museum menjadi tempat
pajangan barang-barang antik
dan kuno yang tidak terurus
dengan baik," ujarnya .
Highest and Best Use Model for Institutional Programming

PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL


COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 17/20
Exhibition Keseluruhan
Hall & • Dapat mendukung Site • Peruntukan Lahan • Punyai daya tarik • intensitas penggunaan indikator
sebagai kawasan wisata sesuai RTRW Investasi fasilitas tinggi memperlihatkan
Information Exhibition Hall &
Center • Sebagai sarana promosi • Financial Productivity Information Center
komersial prospektif punya potensi
dimasukan ke
dalam site
Highest and Best Use Model for Institutional Programming

PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL


COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 8/20

Government • bukan merupakan fasilitas • Peruntukan Lahan • sumber dana APBN • penggunaan Keseluruhan
yang menarik untuk sesuai RTRW dalam mewujudkannya fasilitas untuk birokrasi indikator
Institution dikunjungi memperlihatkan
• bukan merupakan fasilitas • bukan merupakan kehadiran institusi
yang bisa menghidupkan Financial Productivity pemerintah dalam
site site tidak potensial
HOTEL AND TOURISM
Hotel Programming: Issues

Stop Atau Tambah Hotel Baru di Bandung?


Andrian Fauzi - detikBandung

Bandung - Selama musim liburan, pengusaha hotel di Bandung boleh sumringah karena kamar mereka penuh. Namun jika hari-hari biasa,
rata-rata okupansi kamar hotel terhitung kecil. Salah satunya penyebabnya karena banyak bermunculan hotel baru.Tercatat, hingga
2010 akan muncul 20 hotel baru di Kota Bandung.

Berdasarkan catatan detikbandung, rata-rata okupansi hotel di weekend hanya berkisar 60-80 persen.
Sedangkan weekday jauh lebih kecil, dibawah 40 persen.

Dikatakan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bandung Priana Wirasaputra detikbandung, masalah okupansi jangan hanya
dilihat dari sisi banyaknya hotel semata. Faktor persaingan harga dan lokasi juga mempengaruhi.
"Ada banyak faktor. Jangan hanya dilihat pada banyaknya hotel baru semata," ungkapnya usai acara Grand Launching Hotel Golden Flower
di Jalan Asia Afrika No 15-17, Rabu (1/7/2009) malam.

Ditanya soal pernyataan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik mengenai Kota Bandung akan terus
kekurangan hotel, pria yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Satpol PP Kota Bandung ini mengaku sepakat dengan usulan
dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), beberapa waktu lalu yang menginginkan adanya kajian tentang jumlah hotel dan
kamar di Bandung.

"Bagi saya soal kurang atau lebih, saya sepakat dengan usulan kawan-kawan PHRI. Yakni perlu adanya kajian tentang jumlah hotel dan
kamar yang sebaiknya ada saat ini. Perlu tambah hotel atau stop pembangunan hotel," paparnya.

Sampai saat ini, imbuhnya, dirinya sudah memberikan usulan untuk melakukan kajian tersebut kepada Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kota
Bandung. Dalam hal ini melalui Dewan Pertimbangan Ekonomi (DPE) Kota Bandung. Namun sejauh mana tindak lanjut dari usulan tersebut,
Priana mengaku tidak mengetahui.

"Yang jelas sudah saya usulkan. Dan oleh mereka (DPE - red) bilang akan ditampung. Kalau saya sih inginnya langsung ditindaklanjuti.
Bukan ditampung," tegasnya.

Priana mengaku, saat ini hingga tahun 2010 ada sekitar 20 hotel baru yang akan dibangun atau sedang dibangun di Kota Bandung.
Hotel Programming: Issues

Jumlah Kamar Hotel di Bandung 2010 Bertambah


kompas.com

12,700 unit pada tahun 2010 akan bertambah


Bandung - Jumlah kamar hotel di Bandung yang saat ini berjumlah
menjadi 14,000 unit. Dampaknya, persaingan diperkirakan menjadi tak sehat karena terjadi perang tarif hotel.
Menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, Herman Muchtar di Bandung, Rabu (18/11), jumlah kamar di
Bandung terus meningkat dibandingkan tahun 2008 sekitar 11.500 unit. Peningkatan disebabkan investor yang
masih menganggap bisnis hotel sebagai peluang.

jumlah kamar hotel pada tahun 2010 sekitar 10 persen itu dinilai
Herman mengatakan, peningkatan
timpang dengan kenaikan jumlah wisatawan ke Kota Bandung yang hanya enam persen.
Akan tetapi, jumlah kamar hotel belum dapat dianggap berlebihan.
"Soalnya, harus ada survei dulu , sudah jenuh atau tidak. Kalau hari kerja memang tidak penuh tapi kalau akhir pekan, Bandung kekurangan
kamar hotel," katanya. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bandung perlu melakukan survei itu.

Tingkat okupansi rata-rata hotel di Bandung saat ini sekitar 60 persen. Menurut Herman, angka yang cukup baik sebesar 70 persen. "Malah,
ada hotel yang okupansinya hanya 20-30 persen. Tingkat okupansi hotel di Jabar pun hanya sekitar 45-50 persen," katanya.

Pemerintah kabupaten/kota perlu lebih sering mengadakan acara pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran terutama di daerah-daerah
seperti Purwakarta, Kuningan, dan Karawang dengan okupansi cukup rendah. Herman mengatakan, pemerintah daerah juga harus
membenahi infrastruktur di berbagai kawasan wisata di Jabar agar tingkat okupansi hotel naik.

"Kalau di Bandung, masalah kemacetan dan kualitas jalan harus diatasi seiring dengan
penambahan kamar hotel," ujarnya.
Hotel Programming: Issues

Bandung Mayor Told to Limit New Hotels


Yuli Tri Suwarni - The Jakarta Post, Bandung

Bandung - The Bandung chapter of the Indonesian Hotel and Restaurant Association (PHRI) has called on the mayor to limit
permits for new hotels to create a more competitive climate. Currently hotel operators have to struggle with
1,500 empty rooms on weekdays on average.

10 new hotels with at least 2,410 additional rooms have


According to data from Bandung's tourism agency,
sprung up and the Bandung Spatial Planning and Housing Agency has issued licenses for
another 22. Bandung has currently 252 registered hotels, both unstarred and rated, with 10,442
rooms.
"Right now we are all competing on quality and service. But we're afraid if no limits are set, hotels in Bandung will start waging a price war," Edi
said. "We hope it won't come to that. If it does, it means hotel operators are facing unhealthy competition."
Bandung Mayor Dada Rosada, Vice Mayor Ayi Vivananda and Aston International president and CEO Charles Brookfield were also present at the
ceremony.

the city still needed investors to construct new hotels because


Responding to the issue, Dada said
occupancy was down to between only 35 and 50 percent during weekdays. However, he added, during
weekends Bandung hotels enjoyed high occupancy rates of generally 85 percent and often enough
100 percent.
"We will examine why some hotels suffer from low occupancy. It could be they are failing to draw in customers to stay there."

The hotel business had contributed significantly to Bandung's revenue. He estimated the city revenue this
year increased to Rp 60.2 billion (US5.73 million) up from Rp 51.85 billion last year. Tourism data records that 38,406 foreign and 457,901
Indonesian guests visited Bandung this year.
Bandung Hotel Market: an Overview

Hotel Category Distribution Hotel Location Distribution

Bojonagara Cibeunying

Karees Tegallega

Occupancy Rate Analysis ARR Comparison Analysis

Average Room Rate


Occupancy Rate
Source: Collier International Indonesia
Bandung Hotel Market: Occupancy Rates

Competition Mapping Between Hotels

Compared to 4-star hotels, 5-


star hotels achieved better
performance. With higher
average room rate (ARR), 5-
star hotels enjoyed higher
occupancy rates.
With the almost similar ARR,
most of the 3-star hotels also
enjoyed higher occupancy
rates than those 4-star hotels.

Occupancy Rates

Santika Panghegar Malya

Kedaton Jayakarta Suite Sheraton

Topas Galeria Horison Grand Aquila

Permata International Savoy Homann Hyatt Regency

Holiday Inn Papandayan Grand Preanger

Source: Collier International Indonesia


Bandung Hotel Market: Occupancy Rates

Hotels Occupancy Rates

Occupancy Rates (%) Room Rates (Rp.)

1. There were 147 additional rooms, forming three, four and five-star hotel in Bandung

2. Current total rooms: 1420 rooms

3. Occupancy rate due to increasing room numbers: from 68.35% to 66.35%

4. Average room rate: Rp. 437,440 per night

Source: Commercial Property Survey, Government of Indonesia


Bandung Hotel Market: List of Popular Hotels

5-Star Hotels 3-Star Hotels Others


1. Aston Pasteur Hotel 1. Anggrek Hotel 1. Hotel Batu
2. G.H. Universal Hotel 2. Bali World Hotel 2. Hotel Cemerlang
3. Grand Aquila Hotel 3. Grand Hotel Lembang 3. Hotel Rorompok
4. Grand Hotel Preanger 4. Hotel Endah Parahyangan 4. Hotel Sawunggaling
5. Hilton Hotel Bandung 5. Hotel Geulis
6. Hyatt Regency Hotel 6. Hotel Gumilangsari
7. Royal Panghegar Hotel 7. Hotel Imperium
8. Sheraton Hotel Bandung 8. Hotel Istana
9. Hotel Karang Setra
10. Hotel Kedaton
4-Star Hotels
11. Hotel Lembang Asri
1. Aston Tropicana Hotel
12. Hotel Lingga
2. Aston Bandung Hotel
13. Hotel Malya
3. Holiday Inn Hotel
14. Hotel Mutiara
4. Garden Permata Hotel
15. Hotel Nyland
5. Grand Pasundan Hotel
16. Hotel Santika
6. Hotel Horison Bandung
17. Hotel Sukajadi
7. Hotel Jayakarta
18. Hotel Talagasari
8. Hotel Papandayan
19. Hotel Topas Galeria
9. Marbella Dago Pakar
20. The Luxton Hotel
10. Novotel Hotel Bandung
11. Puteri Gunung Hotel

Source: www.bandungtourism.com
Highest and Best Use Model for Hotel Programming

PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL


COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 17/20

Districts and Districts and Districts and Districts and


Development Neighborhoods: Neighborhoods: Neighborhoods: Neighborhoods: Good potential for
Opportunities City Center City Land Use Investors Occupancy Rate hotel/ touristic
development
Old and New Heritage Rate and Location Sustainability
programs
Urban Fabric Tourism Industry Competitiveness Economic Support

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 17/20

Built Form: Contribution to Cross-programming Cross-programming


Potentials: Potentials: Good potential to
Development Heritage and Cultural the City:
improve the character
Character and Accessibility Supporting Industry Creating New
Extension of the City and contribution to
Impact on Site Traffic External and Internal Potentials for
Hybrid Hotel Typology the positive impact of
Revenues Synergized Programs
Plot Ratio the area
Highest and Best Use Model for Hotel Programming

PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL


COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 18/20

Districts and Districts and Program and Districts and


Hotel Type: Neighborhoods: Neighborhoods: Characteristics: Neighborhoods: Most suitable for
Heritage Hotel Scale Scale Thematic Approach Specific Choice Heritage-type hotel
development
Fine Grain Conservation Uniqueness Supporting Local
Development Market

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 11/20

Districts and Districts and Program and Districts and


Neighborhoods: Characteristics: Neighborhoods: Business-type hotel
Neighborhoods: must be re-examine
Hotel Type: Scale Investment Potentials Specific Choice
Scale to suit the context of
Business Hotel Conservation Destination Supporting Local
Transit and the area
Connectivity Congestion Market
Highest and Best Use Model for Hotel Programming

PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL


COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 13/20

Districts and Districts and Program and Districts and


Hotel Type: Neighborhoods: Neighborhoods: Characteristics: Neighborhoods: Boutique hotels need
Boutique Hotel Scale Scale Thematic Approach Specific Choice special characteristic/
strategic approach to
Fine Grain Conservation Uniqueness Supporting Local
be feasibly developed
Development Market

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 13/20

Districts and Districts and Program and Districts and


Neighborhoods: Characteristics: Neighborhoods: Budget hotels can
Neighborhoods: only be developed if
Hotel Type: Scale Investment Potentials Specific Choice
Scale there are potential
Budget Hotel Conservation Demands Supporting Local
Volume supporting programs
Target Groups Market to be synergized with
Appearance
Highest and Best Use Model for Hotel Programming

PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL


COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 18/20

Districts and Land Use: Necessities and Districts and A diversity of


Supporting transport
Neighborhoods: Scale Diversions: Neighborhoods:
Programs: infrastructure is
Scale Conservation Capacity Capacity
Transit Hub essential to support
Fine Grain Coverage Coverage the main program of
Development the site

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 16/20

Districts and Land Use: Necessities and Districts and


Diversions : Neighborhoods: Commercial area is
Supporting Neighborhoods: Scale
very important but
Programs: Scale Conservation Economic Demand Economic Demand
must be re-defined to
Commercial Volume Market Trend Market Trend protect public rights
Impact Contribution Contribution and to secure
politically-correct
development
Highest and Best Use Model for Hotel Programming

PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL


COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 17/20

Districts and Land Use: Necessities and Districts and Social spaces will be
Supporting Neighborhoods: Diversions: Neighborhoods: the most important
Political Agenda
Programs: program of all but
RTH Scale City Function and City Function and
Social Spaces must be developed in-
Civic Square Conservation Developers’ Patterns
hand with other cross
Responsibility
programmatic
development

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 17/20

Districts and Land Use: Necessities and Districts and


Diversions : Neighborhoods: Entertainment area
Supporting Neighborhoods: Scale
will turn the site into a
Programs: Scale Conservation Economic Demand Economic Demand
vibrant area for the
Entertainment Volume Market Trend Market Trend city but must be
Impact Contribution Contribution developed within a
controlled perimeter
Highest and Best Use Model for Hotel Programming:
Potential Programs Development

HYBRID TOURISM-BASED INDUSTRY

Main Program: Supporting Programs:

HOTELS TRANSIT HUB COMMERCIAL ENTERTAINMENT


Heritage Hotel Angkot Shopping Family
Business Hotel Inter-city Bus Service Adult
Boutique Hotel Taxi Hybridized-type Hybridized-type
Budget Hotel

SOCIAL SPACE
Public Park OTHER PROGRAMS
Civic Square Flexible allocation for
Library other potential
Institutional programs insertion
(museums, expo, etc)
Highest and Best Use Model for Hotel Programming:
Stimulating Creative Economy

CREATIVE ECONOMY SECTORS

Film Industry
Design Industry
Music Industry
Fashion Industry
Web Industry
Gaming Industry
Writing/ Publishing Industry
Creative Manufacturing Industry
Others

NEW SYNERGIZED PROGRAMMING

Tourism
Commercial
URBAN INTEGRATION SYSTEM Transportation
Entertainment
Creative Economy Sectors
Social Spaces
HOUSING
PROGRAMMING
ANALYSIS
Highest and Best Use
Model for Program
Insertion for Asia-Afrika,
Bandung
1. Physically possible –
will the new programs
respond to the site
effectively with respect to
the surrounding physical
context?

2. Legally permissible –
will the new programs
permitted by the rules and
regulations enforced by the
city council and the
A national law?

3. Financially feasible –
will the new programs
create interest for investors
and potential prospects to
participate?

B 4. Maximal productivity –
will the new programs
produce highest net return
to the investors and the
society at large?

A: Site
B: Housing
Housing Programming: RTRW Kota Bandung

Site terletak di
pusat inti kota
Bandung dengan
tata guna lahan
mayoritas sebagai
zona perdagangan
Highest and Best Use Model for Housing Programming

PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL


COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 5/20

Pemukiman di area Dalam RUTR Bandung Penambahan area di • Tidak secara langsung Tidak diusulkan ada di
sekitar tapak sudah 2013, daerah tapak sekitar tapak dinilai tidak memberikan kontribusi dalam tapak
Horisontal merupakan daerah menguntungkan karena pengembangan.
padat dan sesak ekonomi pada kawasan.
Development: pusat inti kota dan harga lahan di sekitar
dengan Landed House. direncanakan sebagai tapak tinggi. • Pengguna perumahan
Landed House Penambahan kembali bisa menjadi konsumen
daerah urban renewal
tidak akan membantu dan revitalisasi dengan area komersil di sekitar
penataan area KDB eksisting sebesar tapak.
pemukiman di sekitar 80-90%. Sehingga tidak
memungkinkan adanya
tapak. pemukiman tipe ini.

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 14/20
Dalam RUTR Bandung Menurut RUTR Bandung  Dengan adanya mix Penggabungan 2 Pengembangan tipe
2013, daerah tapak 2013: program, office dan program dapat SoHo ini bisa menjadi
Mixed Development: merupakan daerah Pemb angunan kemb ali memberikan pemasukan salah satu usulan yang
housing, makan
pusat inti kota dan kota (urb an kawasan. Office yang di- baik pada tapak.
Studio Office - direncanakan sebagai kemungkinan akan mix dengan hunian bisa
redevelopment ) adalah
Home Office daerah urban renewal pengaturan dan menguntungkan menggiatkan kegiatan
(SoHo) dan revitalisasi dengan pemb angunan kemb ali kawasan. ekonomi menengah.
KDB ksisting sebesar lahan kota untuk  Kawasan tapak Selain itu di Bandung juga
80-90%. Tipe meningkatkan manfaat pemanfaatan lahan
dikelilingi oleh area
perumahan seperti ini lahan b agi masyarakat rumah sebagai area
bisa menjadi salah satu perkantoran. kerja/kantor masih
maupun pemerintah
poin untuk kota.  Dalam RUTR Bandung dilegalkan.
memperbaharui tipe 2013 direncanakan
perumahan yang lebih sebagai urban renewal
baik.
dan revitaliasai.
Highest and Best Use Model for Housing Programming

PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL


COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 8/20
Pertimbangan dilihat Rumah sewa/rumah Tipe pemilikan rumah Tipe hunian ini sedikit Kehadiran bangunan
dari banyaknya area kontrakan masih sewa/ rumah kontrakan memberi pemasukan tipe hunian yang
Low-Rise: perkantoran di sekitar merupakan tipe hunian adalah kepemilikan pada kawasan secara dimiliki oleh sektor
tapak. Kemungkinan horisontal dengan swasta. Sehingga langsung. swasta akan sulit
Rented House rumah sewa akan kepemilikan swasta pembangunan dan ditata dan
ditempati oleh karyawan sehingga untuk kelangsungannya kemungkinan
di area perkantoran Asia- pengaturan lebih lanjut tergantung pada sektor menambah
Afrika. masih sulit. swasta. ketidakteraturan
kawasan karena tipe
hunian ini berkembang
secara organik.

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 15/20

Tipe perumahan Town Tipe perumahan Town Pengadaan tipe hunian ini Pembangunan tipe Town House bisa
Houses ini merupakan Houses bisa dijadikan bergantung pada hunian ini akan menjadi pilihan
perpaduan tipe hunian salah satu opsi untuk keberadaan para menambah nilai pada walaupun lebih
horisontal dan vertikal. mengatur tipe hunian pengembang hunian. kawasan sekitar site. diusulkan tipe hunian
Middle-Rise: Dengan ketinggian baru dengan konsep Dengan konsep baru, Penataan Town House vertikal dengan
Town Houses sampai 4 lantai, tipe urban renewal dan urban renewal, yang teratur dan ketinggian lebih dari 4
hunian ini sesuai revitalisasi yang diusung diharapkan para pemenuhan fasilitas lantai.
dengan kebutuhan pada RUTR Bandung pengembang tertarik hunian akan seiring
hunian di sekitar 2013. pada kawasan ini. dengan konsep urban
kawasan dan dengan renewal.
ketinggian sampai 4
lantai dapat
menampung lebih
dibanding dengan
hunian tipe horisonta.
Highest and Best Use Model for Housing Programming

PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL


COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 16/20

Kebutuhan akan hunian Pengadaan bangunan Tipe hunian ini di support Mengingat pengadaan Pengadaan Rusunawa
vertikal yang tinggi dan ini didukung penuh oleh secara finansial oleh Rusunawa dan dan Rusunami ini
Vertical kejenuhan akan hunian Pemkot Bandung pemerintahan. Rusunami ini lebih merupakan salah satu
Development: horisontal dengan kebijakan diarahkan pada pilihan untuk
memunculkan perumahan secara masyarakat menengah ke merealisasikan
Rusunawa and
rusunawa dan vertikal. bawah, maka program perbaikan
Rusunami rusunami. kemungkinan untuk dan penataan
memberi net return pada pemukiman di
kawasan kurang. Bandung.

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 16/20

Hunian tipe apartment di Menurut RUTR lahan di Kemungkinan Apartment such as Braga Kemungkinan
Vertical kawasan adalah Braga kawasan ini pembangunan apartment City Walk has a huge pembangunan
Development: City Walk Apartment dan diperuntukan untuk zona di tapak akan potential to return to a apartment diusulkan
pengadaan kembali tipe perdagangan, sehingga menguntungkan dari segi b usiness and karena memberi nilai
Apartment hunian ini masih kemungkinan tipe finansial dan kawasan entertainment center in tambah pada kawasan
memungkinkan karena hunian akan mengingat tingginya Bandung city, whose komersil.
masih tingginya digabungkan dengan kebutuhan akan hunian strategic location makes it
permintaan akan tipe program lain yang yang berkelas di kawasan easy to reach from any
hunian ini di pusat bersifat komersil, historis. Adanya directions. Sehingga
kawasan. misalnya hotel atau penambahan apartment penambahan tipe hunian
pedestrian mall. di tapak akan memberi ini sangat diusulkan pada
nilai tambah pada tapak.
kawasan.
Hunian Pola Vertikal Pilihan Jaga Kualitas Lingkungan BRAGA CITY WALK APARTMENT
Senin, 31 Agustus 2009
AND CONDOTEL
Padatnya penduduk disertai pesatnya pertumbuhan bangunan hunian konvensional berpola horizontal,
Celebration of a Cultural Heritage
berpotensi timbulkan kawasan pemukiman kumuh perkotaan, menekan berat sediaan lahan ruang terbuka
hijau (RTH), turunnya kualitas lingkungan beserta daya dukungnya.

"Bagi Kota Bandung, kehadiran bangunan hunian horizontal benar-benar sudah mencapai
titik jenuh. Jika ini terus dipaksakan dan tidak ada upaya menatanya, kota ini akan menjadi tempat hunian
kumuh tidak sehat," kata Wali Kota Bandung dalam kesempatan upacara bendera yang dirangkaikan dengan
peringatan hari perumahan nasional (Hapernas) Tahun 2009 tingkat Kota Bandung, di Plaza Balaikota, Jalan
Wastukancana 2, Senin (31/08/09).

Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung selama ini, dikatakan Dada, program perbaikan dan penataan
pemukiman secara perlahan telah merekonstruksi kawasan pemukiman yang lebih baik dan sehat. Namun Braga City Walk Is the first project built by Agung Podomoro
kebijakan rekonstruksi ini tidak cukup untuk menyelesaikan kesulitan masyarakat dalam pemenuhan Group at Jalan Braga No. 99–101 that belongs to CBD area
kebutuhan papan. in Bandung. Braga City Walk is a mix-used
development comprising 3-storey retail stores with the
Menurutnya, statistik komposisi hunian sangat tidak memadai, masih ada 5 kepala keluarga menghuni 1(satu)
net leaseble area of 14.528 m2 that provides foremost
unit rumah ukuran kecil. Warga memiliki sarana air bersih juga baru 74,21 %, punya jamban 60,61 %, punya
tenants currently in operation, such as, among others,
pembuangan sampah 50,66 %. "Ini menunjukkan gambaran, kebutuhan sarana kesehatan secara umum
Carrefour, Fun World, ’21’ theatre (Braga 21), Gold’s Gym,
belum meningkat,".
Herman Dexter, Food Court, Es Teller, Wendy’s, Kid X and
many others.
Dada menambahkan, Pemkot Bandung dalam lima tahun terakhir telah melaksanakan kebijakan perumahan
hunian secara vertical berupa rumah susun sederhana sewa Rrusunawa) dan rumah susun sederhana milik
There is an apartment tower and a Condotel
(rusunami). "Hanya saja karena keterbatasan kemampuan, penyediaannya masih terbatas. Sampai saat
(Condominium Hotel) tower under the management of
ini, jumlah hunian rusunawa dan rusunami yang telah dan sedang dibangun baru Aston Hotel. Braga CityWalk Apartment and Hotel Aston
mencapai 4.740 unit hunian". consist of 1 BR, 2 BR and 3 BR units. Braga has a huge
potential to return to a business and
Populasi penduduk Kota Bandung 2,3 juta jiwa dibanding jumlah bangunan rumah tinggal yang telah ada
425.608 unit ditambah 4.740 unit, dikatakannya, Kota Bandung kekurangan kebutuhan rusunawa
entertainment center in Bandung city, whose
dan rusunami 21.172 unit hunian atau 220 twin blok. "Meski kekurangan unit hunian cukup besar strategic location makes it easy to reach from
termasuk lahan dan nilai investasinya, saya optimis pemenuhan bangunan rusunawa dan rusunami dapat any directions.
terpenuhi,".
Meanwhile, its historically located environment opens the
Dada mengimbau, masyarakat menyikapinya dengan baik dalam arti yang telah memiliki rumah jangan lagi opportunity to become a beautiful, unique and interesting
ikut-ikutan. Berspekulasi mengajukan permohonan rusunawa atau rusunami sehingga memonopoli place to visit. As the only multi-function project in Jalan
kepentingan rakyat kecil. "Saya juga mengimbau BUMN, BUMD, Swasta, Koperasi dan real estate Indonesia Braga, it includes the construction of retail facility, apartment,
(REI), sungguh-sungguh membantu pekerjanya dan masyarakat dalam penyediaan hunian sehat dan hotel and public facilities. The character it wishes to provide
terjangkau,". is the shopping nuance like those in Europe, that is, the Art
Deco memorial.
Terhadap kawasan tertentu yang cenderung jenuh dan kumuh. Seluruh kawasan di Kota Bandung memiliki
fungsi dan keunggulan maksimal dalam berbagai aspek kehidupan. Kebijakan pembangunan perumahan
dikataknnya harus benar-benar realistis. Kebutuhan rumah hunian warga terpenuhi tapi juga tidak
mengganggu keseimbangan alam dan lingkungan hidup. "Bangunan hunian vertical merupakan pilihan jika
kualitas lingkungan hdup kota ini ingin tetap terjaga," pungkasnya.

Source: www.skyscrapercity.com
RTRW Bandung 2013
Termasuk Pusat Primer Inti Pusat Kota yang melayani Pusat sekunder Setrasari dengan kebijakan dasar pengembangan
adalah urban renewal.
Rancacili termasuk Wilayah Pengembangan Gedebage, kecamatan Margacinta, termasuk wilayah Bandung Timur yang relatif belum
terbangun dan merupakan wilayah perluasan kota. Termasuk Pusat Primer Gedebage yang melayani Pusat sekunder Margasari
dengan kebijakan dasar pengembangan urban development.
Keduanya merupakan titik kawasan kumuh di bandung
Tahapan pengembangan Prioritas I untuk permukiman kepadatan tinggi di Jalan Industri Dalam
Tahapan pengembangan Prioritas II untuk permukiman kepadatan sedang di Gede Bage

Peruntukan:
Pengembangan pemanfaatan ruang untuk WP Bojonegara adalah dengan mengendalikan perkembangan
Sedangkan pengembangan pemanfaatan ruang untuk WP Gedebage adalah dengan mengarahkan dan memprioritaskan
perkembangan
Arahan pengembangan kawasan perumahan termasuk fasilitas pendukung seperti fasum fasos adalah:
1.membatasi kawasan perumahan 60% dari luas lahan kota
2. mendorong perkembangan perumahan di wilayah bandung timur dengan pola kasiba dan lisiba yang berdiri sendiri
3. mengembangkan perumahan secara vertikal untuk kawasan yang padat penduduk dengan memperhatikan ketersediaan
prasarana yang ada yaitu jalan dan air bersih
4. meremajakan dan merehabilitasi lingkungan yang sudah mengalami penurunan kualitas dengan membangun rusunawa
5. melestarikan lingkungan perumahan lama yang mempunyai karakteristik khusus
6. membatasi luas lantai bangunan perumahan yang diperbolehkan untuk kegiatan usaha dengan menyediakan sarana parkir yang
memadai

Pusat Sekunder Bojonegara:


Fungsi : permukiman , industri teknologi tinggi, lindung, perdagangan dengan skala kota/ bagian kota
Pusat Sekunder Gedebage :
Fungsi : permukiman , industri , jasa dengan skala kota
Peruntukan untuk Industri Dalam dan Rancacili adalah perumahan

Source: www.bandung.co.id
RTRW Bandung 2013
Transportasi:
Untuk melengkapi sistem jaringan jalan maka direncanakan pengembangan jalan-jalan alternatif dengan pembuatan jalan-jalan
tembus yang sudah direncanakan sesuai fungsinya. Diupayakan peningkatan akses melalui pembangunan jalan bebas hambatan
dalam kota dan rencana akses Utara Selatan di Bandung Timur.
Untuk sistem jaringan kereta api direncanakan pengembangan sistem jaringan kereta api yang berfungsi sebagai penghubung
kegiatan primer dan antar pusat primer dan rencana pemantapan stasiun kereta api kebon kawung dan stasiun Kiara condong
sebagai stasiun regional. Pembangunan terminal terpadu yang terdiri dari teminal peti kemas, terminal angkutan jalan raya dan
stasiun kereta api direncanakan di Gedebage.
Kecamatan Cicendo : dilewati oleh rencana Koridor Jalan Layang Pasteur- Cibiru dan Pasir Kaliki – Kopo
Kecamatan Margasari : dilewati oleh rencana Koridor Jalan Layang Pasir Koja-Sukarno Hatta – Cibiru dan Ujung Berung- Gede Bage

Intensitas:
Kebijakan pembangunan secara vertikal diterapkan pada kawasan perumahan di sekitar Inti Pusat kota yang merupakan
kawasan sangat padat dan daerah kumuh (slum area) dengan KDB eksisting sebesar 80-90%. Pada daerah kumuh ini akan
dilakukan urban renewal dan revitalisasi dengan cara pendekatan konsolidasi lahan atau sharing lahan.
Peremajaan kota (urban renewal) adalah kegiatan memperbaiki daerah kota agar dapat meningkatkan pemanfaatan daerah-daerah
yang dirasakan kurang menguntungkan bagi kehidupan sosial dan penghidupan ekonomi kota.
Pembangunan kembali kota (urban redevelopment ) adalah pengaturan dan pembangunan kembali lahan kota untuk
meningkatkan manfaat lahan bagi masyarakat maupun pemerintah kota.
Untuk perumahan Bangunan tinggi (lebih dari 8 lantai) :
Fungsi jalan arteri : KDB : 25% , KLB : 4,0
Fungsi jalan kolektor : KDB : 20%, KLB : 2,4
Fungsi jalan lokal : KDB : 15%, KLB : 1,5

Untuk Perumahan Bangunan Sedang ( 4-8 lantai ):


Fungsi jalan arteri : KDB : 25% , KLB : 1,25
Fungsi jalan kolektor : KDB : 25%, KLB : 1,25
Fungsi jalan lokal : KDB : 25%, KLB : 1,25

Source: www.bandung.co.id
Revitalisasi di Kawasan Konservasi Braga, Bandung
May 20, 2009 by redaksi.com

Braga menjadi keb anggaan masyarakat Bandung yang ramai di kunjungi dan menjadi daya tarik tersendiri seb agai tempat b elanja. Menurut kuncen Bandung, Almarhum
Haryoto Kunto, Braga b erasal dari b ahasa Sunda Ngab raga yang diartikan b ergaya, nampang, b isa juga mejeng. Braga waktu itu memang jadi the place to see and to b e
seen. Ruas jalan yang tidak terlalu panjang itu, tempo dulu, memang menjadi tempat rendezvous samb il jalan-jalan dan b elanja. Karena pada saat itu di Kota Bandung,
jalan Bragalah satu-satunya tempat shopping paling b ergengsi. Daya tarik lainnya adalah kenyamanan b agi pejalan k aki sehingga b ukan hanya pengunjung yang ingin
b erb elanja saja yang tertarik datang tetapi juga pengunjung yang hanya sekadar ingin b erjalan-jalan atau melakukan ‘window shopping”.

Orang-orang ondernoming (perke-bunan) di sekitar Bandung dengan para pribumi, m ojang geulis, dan jajaka kasep bercampur. Mereka biasa berakhir pekan di Braga,
yang sebelumnya bernama Jalan Pedati, penghubung Jalan Pos dengan “ Koffie Pakhuis” (Gedung Kopi Milik Tuan Andries de Wilde) .Nama Braga yang mulai dipakai
pada 1810 dan dipelopori pada 1887 oleh Tonil Braga. Nama Braga saat itu semakin terkenal, tidak saja di Indonesia tetapi juga di luar negeri sebagai satu-satunya
tempat untuk menunjukkan lifestyle (gaya hidup) sehingga muncullah istilah Paris Van Java. Model pembangunannya yang menganut paham Urban Revita-lisation akan
mengembangkan proyek dengan berpijak pada karakter memorialnya. Identitas Braga dengan Art Deco-nya akan dikembangkan menjadi tema arsitektural Braga City
Walk. Direncanakan Braga City Walk dapat menjadi tempat rendevouz berbagai tataran waga kota, yang akhirnya diharapkan dapat menjadi ciri baru (new landmark) tujuan
wisata khas kota Bandung. Fasilitas retail akan mengadopsi konsep lifestyle Center. Lifestyle shopping adalah trend terbaru cara masyarakat berbelanja setelah trend
shopping center (tahun 80-an) dan trend Malleisure s pace nya. Oleh karenanya Lifestyle Center bukan saja akan menjadi tempat belanja yang nyaman tapi juga menjadi
pusat akulturasi budaya lokal dan lokal budaya m etropolis. Luas lifestyle Center ini meliputi 20.000 m², yang tersebar di 3 lantai bangunan. Kekhasan Braga City Walk yang
akan menjadi daya tarik utama masyarakat adalah disediakannya plaza terbuka (open-air plaza) yang dapat digunakan untuk berbagai acara. Plaza terbuka ini
direncanakan seperti plaza terbuka kota-tua di Eropa.

Profil Kawasan Perbelanjaan Braga


Braga adalah salah satu jalan di pusat Kota Bandung. Pada masa kolonial jalan ini sangat prestisius. Seperti halnya Ochard Road di Singapura atau Ginza di Tokyo. Ketika
itu jalan Braga yang khas seperti kota kota tua di Eropa menjadi daya tarik tersendiri bagi pelancong yang berkunjung ke Bandung. Sejak jaman kolonial hingga akhir 70-an
Braga dikenal sebagai CBD-nya Bandung. Jalan Braga dikenal sebagai kawasan berbelanja paling elit di Bandung. Namun kini kepopulerannya mulai surut. Braga kalah
bersaing dengan pusat belanja baru lainnya. Seperti Bandung Super Mall, Bandung Indah Plaza, atau Istana Plaza.Namun sebenarnya Braga memiliki potensi yang sangat
besar untuk kembali menjadi CBD-nya Kota Bandung. Lokasinya yang strategis pada lingkungan historis memberikan peluang untuk menjadi bukan saja tempat yang
indah (Beautiful Place) tapi juga menjadi tempat yang m enarik (interesting place). Ruang Jalan Braga sebagai sebuah kawasan pertokoan elit. Dengan kondisi lingkungan
yang nyaman bagi pejalan kaki baik untuk tujuan belanja maupun sekadar jalan-jalan. Proporsi ruang yang terbentuk menurut Dibyo Hartono dkk, adalah sebuah proporsi
yang sangat baik dengan perbandingan ketinggian di dua sisi Jalan dan lebar jalannya proposional terhadap skala manusia.Sepanjang jalan ruang Braga terdapat
berbagai peninggalan karya arsitektur dalam bentuk bangunan dengan berbagai gaya (style). Tetapi mempunyai proporsi dan harmonisasi yang baik, sehingga
menimbulkan kesan sebagai satu kesatuan yang dinamis.
Memudarnya Surga Eropa di Kota Tropis
March 23rd, 2004

SEJARAH tua Kota Bandung dengan segala keindahan dan “keromantisannya” adalah sebuah masa yang amat menarik untuk ditelusuri kembali. GedungMerdeka di Jalan
Asia Afrika Bandung, tempat lahirnya sejumlah peristiwa penting dunia. Persoalannya, tidak semua pihak memandang semua m odal keindahan kota yang telah dimiliki itu
sebagai sebuah produk sosio-kultural yang harus dipelihara. Kapitalisme ekonomi dengan segenap “dogma” keuntungan finansial secepat mungkin, seringkali memang
tidak pernah seiring dengan gerakan humanisme kultural. Padahal, sejatinya di sana masih tersisa ruang yang tidak saling menegasikan satu sama lain.
Memang, dari teknis penulisan buku itu amat enak dibaca, m engalir dalam kebersahajaan tuturan bahasa. Namun, justru semakin menjadi daya pikat dua buku itu. Akan
tetapi, bobot kemenarikan itu senyatanya semakin mengental karena secara substansial apa yang disajikan buku itu sudah memberi daya pikat tersendiri. Romantisme
Bandung tempo doeloe adalah daya pikat sejati dari apapun tulisan yang menjadikannya sebagai objek. Apalagi, jika kemudian paparan sejarah (historiografi) Kota
Bandung lama itu dikomparasikan dengan situasi Bandung kontemporer. Sungguh, sebuah kerinduan bakal mengendap membayangkan imaji Bandung yang masih
terbebas dari hiruk-pikuk sosok Kota “m odern” dengan segudang persoalan sosial di dalamnya.

Salah satu dari daya pikat utama Bandung di masa lalu, yang semestinya terus dihidupkan adalah bangunan-bangunan kuno yang m enjadi contoh karya masterpice para
arsitek terdepan dunia di masa itu. Dokumentasi yang disusun organisasi pelestarian bangunan-bangunan bersejarah di Kota ini, Bandung Heritage m enulis bahwa pada
mulanya, Kabupaten Bandung berada di bawah kekuasaan Mataram. Namun pada Oktober 1677, Kabupaten Bandung jatuh ke tangan VOC akibat Perjanjian I Mataram-
Kompeni. Seiring dengan berakhirnya kekuasaan VOC di Indonesia pada Desember 1799, kekuasaan diambil alih Pemerintah Hindia Belanda dengan Gubernur Jenderal
pertama Herman Willem Daendels (1808-1811). Tatkala Kabupaten Bandung dipimpin Bupati R.A.A. Wiranatakusumah II (1794-1829), terjadi pemindahan ibu kota
kabupaten dari Karapyak yang berada di bagian selatan daerah Bandung ke Kota Bandung yang terletak di bagian tengah wilayah tersebut. Saat itu, perubahan kondisi
sosial di Bandung termasuk lamban. Perubahan fisik Kota Bandung berawal dari peresmian berdirinya Kota yang dilakukan oleh Deandels dengan surat keputusan (besluit)
tanggal 25 September 1810.

Ada suatu cerita, ketika Deandels meresmikan pembangunan jembatan Cikapundung (jembatan di Jalan Asia Afrika dekat Gedung PLN sekarang), Bupati Bandung berada
disana. Deandels bersama Bupati melewati jembatan itu kemudian mereka berjalan ke arah timur sampai disuatu tempat (depan Kantor Dinas PU Jalan Asia Afrika
sekarang). Di tempat itu Deandels menancapkan tongkat seraya berkata, “Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!” (usahakan, bila aku datang kembali ke sini,
sebuah Kota telah dibangun!). Rupanya Deandels menghendaki pusat Kota Bandung dibangun di tempat itu. Tak heran jika di daerah tersebut cukup banyak dibangun pusat-
pusat perkantoran, perhotelan dan pertokoan yang sangat indah dan menarik. Daerah ini telah menjadi pendukung pariwisata yang sangat penting pada waktu itu. Kota
Bandung didirikan oleh dan atas kebijakan Bupati Bandung keenam, R.A.A. Wiranatakusumah II. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa Bupati R.A. Wiranatakusumah II
adalah pendiri (the founding father) Kota Bandung. Akan tetapi, m emang Daendelslah yang mempercepat proses tersebut.

Berkembangnya Kota Bandung dan letaknya yang strategis di bagian tengah Priangan, telah mendorong timbulnya gagasan Pemerintah Hindia Belanda untuk
memindahkan ibu kota Keresiden Priangan dari Cianjur ke Bandung pada tahun 1856. Gagasan tersebut karena berbagai hal baru direalisasikan pada tahun 1864. Dengan
adanya perpindahan Kota keresidenan ini, Bandung menjadi lebih ramai dan pertumbuhan Kotanya sangat hidup, apalagi setelah Bandung dijadikan sebagai pusat
transportasi kereta api Jalur Barat. Masa inilah yang menjadi era keemasan pembangunan fisik Kota Bandung. Gedung Pakuan yang kini merupakan kediaman resmi
Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Barat menjadi saksi bisu peristiwa kepindahan tersebut. Pembangunan gedung yang s ejak jaman kolonial telah menjadi tempat
persinggahan tamu-tamu penting dan tokoh dunia ini dibangun pada tahun 1864 dan berakhir pada 1867. Bentuk arsitekturnya yang anggun dan m onumental m enunjukkan
langgam Indische Empire Style yang juga diterapkan pada bangunan Sakola Raja yang kini menjadi Kantor Polwiltabes Bandung Jalan Merdeka (1866).

Hingga waktu itu, Kota Bandung dinilai masih gundul dan belum banyak ditumbuhi pepohonan. Hal inilah yang m edorong Asisten Wedana Bandung, Pieter Sijthof untuk
menggalakkan penghijauan di Bandung. Pada saat itu pula, Kota Bandung masih sering dilanda banjir sehingga Bupati R.A.A Martanegara (1893-1918) membangun
beberapa irigasi, bendungan air, jembatan dan juga taman seperti Taman Merdeka (Pieterspark), Taman Nusantara (Insulindepark), Taman Maluku (Molukenpark), Taman
Ganesha (Ijzermanpark) dan sebagainya. Kota Bandung menjadi jauh lebih berkembang sejak ada rencana pemindahan ibuKota dari Batavia ke Bandung.
Dengan adanya rencana ini, beberapa pembangunan baik untuk perkantoran maupun tempat tinggal mulai dilakukan. Pembangunan Gedung Sate yang kini berfungsi sebagai
Kantor Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Barat sangat erat kaitannya dengan rencana tersebut.
Sebenarnya, pembangunan Gedung Sate hanyalah merupakan bagian kecil atau sekitar 5% dari “Kompleks Pusat Perkantoran Instansi Pemerintah Sipil” Hindia Belanda yang
menempati lahan Bandung Utara seluas 27.000 meter persegi yang disediakan oleh Gemeente Van Bandoeng lewat Raadbesluit yang disahkan pada tanggal 18 Desember
1929. Sayangnya, akibat resesi ekonomi (malaise) tahun 1930an, rencana boyong ibuKota negara beserta bangunan-bangunan pemerintah pusat dari Batavia ke Bandung
tidak terlaksana.
Selain Gedung Sate, ada beberapa gedung yang s udah dirampungkan diantaranya, Hoofdbureau PTT (Kantor Pusat Pos dan Giro), Laboratorium dan Museum Geologi serta
bangunan Pensioen Fonds (Dana Pensiun) yang kini menjadi gedung Dwi Warna.

Sejak tahun 1920-an, Kota Bandung mengalami penataan yang lebih komprehensif. Beberapa kawasan perumahan dibangun dengan rancangan yang m enarik, misalnya di
daerah Cipaganti. Awalnya, daerah ini hanya sampai perempatan Jalan Pasteur namun terus berkembang ke arah utara hingga rumah villa Pangeran Siam yang pada waktu itu
disebut Bunderan Siam. Selain daerah Cipaganti, pembangunan perumahan juga dilakukan di daerah Jalan Arjuna, Jalan Riau (R.E Martadinata), di sekitar Gedung Sate, dan
lain-lain. Pada tahun ini juga, langgam gaya arsitektur art deco m encapai puncaknya sebagai ganti langgam arsitektur Indische Empire Style. Salah satu diantaranya adalah
Gedung Bumi Siliwangi yang kini menjadi Kantor Rektorat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Gedung yang dirancang oleh Prof Wolf P. Schoemaker, guru besar arsitektur di Technische Hogeschool, kini Institut Teknologi Bandung (ITB), memiliki bentuk yang menyerupai
kapal laut. Langgam arsitektur art deco lainnya bisa dijumpai di sepanjang jalan Braga, berbaur dengan langgam arsitektur lainnya. Beberapa bangunan peninggalan masa
kolonial lainnya antara lain Masjid Cipaganti di jalan Cipaganti, Gedung Merdeka di jalan Asia Afrika, Gedung Jaarbeurs yang pada jaman Belanda digunakan sebagai tempat
penyelenggaraan pasar malam (kini Markas Komando Pendidikan dan Latihan (Kodiklat) TNI J1. Aceh), Gereja Kathedral St. Petrus Jl. Merdeka, dan beberapa rumah tinggal di
kawasan Ciumbeuleuit yang dulunya diperuntukkan sebagai villa dengan sebutan bloemen. Selain itu, masih banyak rumah tinggal peninggalan jaman kolonial maupun rumah
tinggal bergaya etnik Cina dan Sunda yang tersebar di seluruh daerah Bandung.

Tren Eropa

Menurut staf pengajar Jurusan Arsitektur dari Unikom Bandung, Salmon Priaji Martana, S.T, M.T dalam artikelnya bertajuk Bandung, Sejarah dan Konsep “Urban Heritage
Tourism”, apa yang dilakukan para arsitek yang mengerjakan pembangunan gedung-gedung berbagai pusat kegiatan di awal perkembangan Kota Bandung adalah menjiplak
langgam yang sedang menjadi tren di Eropa, seperti Art Nouveau (dibawa oleh arsitek P.A.J. Moijen sekira tahun 1905) dan Art Deco yang lebih fungsional (dibawa oleh arsitek
generasi berikutnya setelah tahun 1920-an). “Akibatnya, wajah Kota Bandung kala itu benar-benar merupakan jiplakan wajah Eropa, seperti yang m asih dapat kita saksikan sisa-
sisanya di pertokoan Jalan Braga dan sekitarnya,” tulis Salmon.

Inilah salah satu daya tarik Bandung, yang s ering dingkapkan kerap membuat “kesengsem” para sinyo dan noni Belanda. Mereka rela untuk mengembuskan napas terakhir
mereka di tengah semilir angin tropis “cekungan Bandung”, namun juga mengandung sepenggal romantisme gothic Eropa di beberapa sudut wajah Kotanya.
Yang menarik, gedung-gedung itu tidak semata menyontek habis gagasan arsitektural Eropa. Pada perkembangan berikutnya terjadi semacam “akulturasi arsitektural” antara
langgam gedung Eropa dengan kultur bangunan setempat. Bukankah dalam khazanah budaya Sunda juga dikenal istilah-istilah julang ngapak, parahu kumereb, atau tagog
anjing? Ini menunjukkan kultur setempat juga memiliki kultur arsitektural yang tidak kalah.

Bangunan-bangunan seperti Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Gedung Asia Africa Cultural Centre (AACC/dulu Bioskop Majestic), Hotel Preanger, atau bahkan Gedung
Sate adalah bukti nyata akulturasi semacam itu. Sebuah proses praktik antarbudaya yang semakin memperkaya khazanah dinamika sosio-kultural Kota.
Persoalannya, tidak semua pihak memandang semua modal keindahan Kota yang telah dimiliki itu sebagai sebuah produk sosio-kultural yang harus dipelihara. Kapitalisme
ekonomi dengan segenap “dogma” keuntungan finansial secepat mungkin, seringkali memang tidak pernah seiring dengan gerakan humanisme kultural. Padahal, sejatinya di
sana masih tersisa ruang yang tidak saling menegasikan satu sama lain.

Keuntungan ekonomi sebetulnya bisa muncul dari kerja keras pemegang otoritas untuk mempertahankan keaslian wajah Kotanya. Kuncinya –m eminjam pernyataan Guru
Besar Antropologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Prof. Dr. Kusnaka Adimihardja– jangan melihat sesuatu dari keuntungan finansial jangka pendek (tangible).
Mempertimbangkan keuntungan intangible (tidak serta-merta/kasat mata) itulah pertanda kebijaksanaan (wisdom) pemegang otoritas sebuah Kota

Sumb er: Pikiran Rakyat, Selasa, 23 Maret 2004.


EDUCATIONAL
Educational Programming: Context
Educational Programming: RTRW Kota Bandung
Educational Programming : Issues

DPRD Jabar Belum Bersikap


02 Mar 2010 Nasional Pikiran Rakyat

DPRD Provinsi Jabar belum menentukan sikap atas penggunaan lahan Gedung Palaguna di kawasan Alun-alun Bandung. Selain menunggu kajian
mengenai peruntukan lahan, sikap DPRD Jabar juga masih menunggu proses hukum berkaitan dengan PD Jasa Pariwisata, sebagai pengelola
Gedung Palaguna. "Ketika keputusan hukum keluar atau ada celah hukum yang kita bisa melakukan sesuatu, akan kita lakukan. Artinya, kalau ada
wanprestasi, ada celah dalam kontrak, kita lakukan. Yang jelas apa yang kita lakukan untuk masyarakat banyak," kata Ketua DPRD Jabar Irfan
Suryanagara ditemui saat melakukan kunjungan ke Gedung Palaguna, Senin (i/3). Dia mengatakan, saat ini DPRD Jabar masih melakukan kajian
mengenai sejumlah gagasan yang mengemuka. Namun, kecenderungannya peruntukan lahan Palaguna ini akan digunakan sebagai
kawasan pendidikan sekaligus ruang terbuka hijau (RTH).

"Ada wacana pendidikan dengan konsep perpustakaan hijau, perpustakaan dan ada taman juga. Nanti mungkin tarafhya akan internasional," ujara
Irfan. Lebih lanjut dia mengatakan, guna menindaklanjuti gagasan ini, DPRD Jabar akan meminta pendapat sejumlah perguruan tinggi. Tak hanya
rektorat, kajian ini juga akan melibatkan dialog dengan kalangan mahasiswa.

Nasib pedagang Hanya gagasan tersebut masih harus mempertimbangkan nasib sedikitnya 30 pedagang yang saat ini masih bertahan di Palaguna.
Kompensasi akan diberikan kepada mereka jika pengalihan fungsi Palaguna direalisasikan sebelum kontrak berakhir. "Kontrak saya habis nanti, 2014.
Tapi setiap pedagang kontraknya berbeda, ada yang habis 2015 juga," ujar salah seorang pedagang, Nicko. Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Kota
Bandung bersikeras menjadikan Gedung Palaguna di kawasan Alun-alun Bandung sebagai RTH. Meskipun Gubernur Jawa Barat belum mengeluarkan
keputusan resmi, sempat mencuat usulan dari anggota DPRD Jabar yang menginginkan bekas pertokoan itu kembali dijadikan mal.

Sikap ini masih dipegang Pemkot Bandung. "Sesuai perintah undang-undang, ruang terbuka hijau harus 30 persen. Oleh
karena itu, kita berusaha mencapai angka 30 persen itu dengan meminta kepada pemerintah provinsi agar tanah ini (Palaguna) menjadi ruang terbuka
hijau," kata Wakil Wali Kota Bandung, Ayi Vivananda. Di sisi lain, dia mengemukakan, Pemkot Bandung selama ini kerap mendapat kritik mengenai
terlalu banyaknya pusat perbelanjaan di Kota Bandung. Terlepas dari proses hukum yang tengah berlangsung, Ayi merespons positif sikap politik
DPRD Jabar. Sementara itu, Ketua DPRD Kota Bandung Erwan Setiawan mengatakan, dirinya masih akan membahas bersama DPRD Jabar
mengenai kelanjutan Palaguna. Namun, dia mengharapkan, sedikitnya 70 persen lahan tersebut nantinya akan menjadi RTH.
Highest and Best Use Model for Educational Programming

PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL


COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 11/20

Sekolah Tingkat efektifitas Konsentrasi untuk ke Sumber dana datang Kawasan ini kurang
Terbatas untuk
bagi kawasan kurang arah pendidikan dari pemerintah berpotensi untuk
Pemerintah / promosi ke luar
apabila formal kurang ataupun yayasan yang sekolah skala lokal /
Swasta : daerah dan
diperuntukkan untuk memenuhi untuk sulit untuk daerah
SD/SMP/SMA meningkatkan
Sekolah Lokal/Daerah kawasan ini dikembangkan kualitas kawasan site

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 15/20
Hadirnya kampus Secara peruntukkan Adanya kampus Urban university
sebagai alternatif Kota Bandung dimungkinkan dapat sebagai program Potensial untuk
fasilitas pendidikan dipusatkan sebagai menumbuhkan fasilitas pendidikan mempromosikan
Kampus : memungkinkan untuk kawasan komersial ekonomi masyarakat yang dihadirkan di lokasi dan
Universitas / menumbuhkan sedangkan untuk sekitar kawasan kawasan site menjadikan Kampus
Institut kualitas kawasan kawasan pendidikan sebagai pusat
dipusatkan di pendidikan di tengah
Jatinangor kota
Highest and Best Use Model for Educational Programming

PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL


COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 16/20

Program fasilitas Peruntukan kawasan Perpustakaan yang Komponen Fasilitas Berpotensi baik
Perpustakaan sebagai program
untuk melengkapi memenuhi sebagai memungkinkan pendukung kawasan
Nasional / pendukung untuk
kawasan dari segi kawasan pendidikan diprogramkan berskala
Internasional pendidikan tinggi dengan fasilitas mempromosikan
digital dan pendekatan kawasan
hi-tech

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 19/20

Pendidikan
Pendekatan Program didesain suasana edukasi yang Alternatif program
Informal / Berpotensi tinggi
pendidikan informal untuk menumbuhkan bersifat permainan edukasi dengan
Edutainment: dengan adanya
dengan kembali area dapat dijadikan menghadirkan
Miniatur Kota program Edutainment
menghadirkan kawasan dengan alternatif program suasana permainan
Bandung, di dalam kawasan
suasana suasana edukasi kawasan sebagai daya tarik
Permainan
entertainment pengunjung ke
Keprofesian
kawasan
RECREATIONAL
Recreational Programming: Objectives
Tujuan
Menghidupkan kembali kawasan ex-Palaguna
Strategi
Kegiatan rekreasion sebagai strategi dalam menciptakan ruang publik (making places) yang diharapkan menjadi
‘trigger to start a chain reaction’ yang akan menghidupkan kawasan ex-Palaguna.
Rekreasi
Kegiatan rekreasi adalah pengalaman (jiwa dan raga) yang menyenangkan berupa hiburan, kegiatan olahraga,
tantangan atau pun hanya istirahat menikmati suasana.
Kemungkinan program rekreasi pada kawasan:
• Rekreasi bangunan bersejarah
• RTH
• Piazza & arcade
• Eateries
• River promenade
Kenapa Harus Rekreasi?
• Rekreasi sebagai daya tarik untuk mengundang orang datang yang akan mendukung kegiatan komersial.
• Beberapa program rekreasi mendukung kegiatan bisnis, (lunch break dll).
• Rekreasi juga bisa disisipi kegiatan edukatif.
• Karena rekreasi berkaitan dengan semua aktifitas yang ada di kawasan diharapkan dapat menjadi ‘trigger’.
Recreational Programming: Issues

Pusat Rekreasi Kota


Amaludin Wiartakusumah - Kompas Jawa Barat

Tempat rekreasi di luar ruang di Kota Bandung masih dapat dihitung dengan jari. Kenyataan ini ditambah dengan
masih sangat minimnya lahan berupa taman. Dengan begitu, kehadiran taman rekreasi luar ruang di dalam kota
Bandung masih potensial. Kawasan timur Alun-alun, bekas Miramar, Palaguna dan di lahan kosong sisi timur
sungai Cikapundung ideal untuk taman seperti itu.

Sepotong badan sungai Cikapundung di belakang gedung Palaguna, dapat diperluas ke lahan kosong di sisi
timur sehingga menciptakan situ kecil yang dapat dijadikan wahana rekreasi air semacam arung jeram, kano atau
perahu kecil. Untuk kenyamanan pengunjung yang memarkir mobil di bawah alun-alun, dapat dibuat terowongan
ke Gedung Palaguna.

Kehadiran taman rekreasi jenis itu selain akan menghidupkan kembali Gedung Palaguna dan memanfaatkan
lahan di sisi timur Cikapundung yang bertahun-tahuan terbengkalai, juga dimungkinkan tersedia ruang bagi
kawasan hijau dengan pohon peneduh.
Highest and Best Use Model for Recreational Programming
PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL
COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
15/20
Terhadap kawasan : Terhadap kawasan : Terhadap kawasan : Terhadap kawasan :
Memungkinkan dan
Memungkinkan untuk Tata ruang kawasan Penataan landscape Beberapa sarana rekreasi baik untuk tujuan
dibangun pada site dan diarahkan ke bisnis dan tidak menghasilkan making places, namun
Potensi
memperbaik keadaan komersial (publik space), namun dibutuhkan program
Pengembangan fisik kawasan menjadi potensi untuk lain untuk mendukung
mengundang masyarakat income
yang mana
menguntungkan pada
program komersial

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
15/20
Bentukan Bentukan Bentukan Bentukan:
Memungkinkan dan
Sarana rekreasi berupa Bentukan ke arah RTH Tidak membutuhkan Tidak mendapat timbal baik untuk tujuan
publik s pace mendukung tata ruang budget yang besar namun balik yang langsung tapi making places, namun
Development memungkinkan tapi mengorbankan lahan mendukung program lain dibutuhkan program
Character and tidak untuk sarana yang lain untuk income
berbentuk wahana
Impact on Site
Highest and Best Use Model for Recreational Programming
PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL
COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 17/20

Terhadap kawasan : Terhadap kawasan : Terhadap kawasan : Terhadap kawasan :


Memungkinkan dan
Rekreasi baik untuk tujuan
Bangunan bersejarah Tata ruang sebagai area Layak Tipe rekreasi ini tidak
Bangunan making places,
pada site hanya 20%, preservasi bangunan menghasilkan namun
Bersejarah namun mendukung bersejarah menjadi potensi namun dibutuhkan
bangunan bersejarah mengundang masyarakat program lain untuk
disekitarnya ke kawasan mendukung income

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 17/20

Terhadap kawasan : Terhadap kawasan : Terhadap kawasan : Terhadap kawasan :


Mendukung
kegiatan
Keseimbangan antara Masih sesuai dengan Layak Kegiatan komersial pada
placemaking juga
publik s pace dan tata ruang kota piazza diharapkan dapat
seimbang dengan
Piazza & Arcade komersial mensubsidi silang ruang
publik komersial
Highest and Best Use Model for Recreational Programming
PROGRAMS/ PHYSICALLY LEGALLY FINANCIALLY MAXIMAL OVERALL
COMPONENTS POSSIBLE PERMISSIBLE FEASIBLE PRODUCTIVITY POTENTIAL

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 18/20

Terhadap kawasan : Terhadap kawasan : Terhadap kawasan : Terhadap kawasan :


Memungkinkan dan
baik untuk tujuan
Penggunaan sebagian Masih sesuai dengan Layak Peruntukan sebagai food
Eateries making places,
dari publik s pace untuk tata ruang kota court dapat meraih
mendukung komersial income dari publik space namun dibutuhkan
program lain untuk
mendukung income

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 15/20

Terhadap kawasan : Terhadap kawasan : Terhadap kawasan : Terhadap kawasan :


Mendukung
kegiatan
Memungkinkan untuk Dapat disesuaikan Penataan landscape Beberapa sarana rekreasi
placemaking juga
dibangun pada s ite dan denga spadan sungai tidak menghasilkan
seimbang dengan
River Promenade memperbaik keadaan (publik space), namun
fisik kawasan menjadi potensi untuk komersial
mengundang masyarakat
yang mana
menguntungkan pada
program komersial
CONCEPT AND ZONING
Planning Concept: Open Source Fabric

To new planning proposal sees a potential for the site to be developed into a
self-generating micro city that would trigger chain reactions to revitalize
the site into a new kind of sustainable development for Bandung.

By approaching the area with strategic design and phasing plans, it


is hoped that the development would become a new prototype micro
city and set a new example for future urban development in Bandung.

The proposal will offer a permeable, flexible and reflexive micro-


city formation by mediating a spectacle mobilization of human flow,
resources, transportation and activities.

The generated programming and zoning promote permeable urban intervention that
reflects its condition as a new open source micro-city for Bandung.
Phasing Plans: Flexibility in Implementation Process

1. Allow Access/ Movement from Alun-alun

2. Recreational Zone

3. Commercial Zone

4. Convention Area and Offices

5. Hotel

6. Housing

7. Educational

8. Other Supporting Programs


Schematic Land Use Zoning
Towards a Better City Design for Asia-Afrika, program analysis and urban
design strategies compiled and published by Chichi Asda, Edy Subangkit, Enzeline Fransiska,
Grade Banirohim, Arie Manu and Hafiz Amirrol. Institut Teknologi Bandung, Indonesia, 2010.

Das könnte Ihnen auch gefallen