Sie sind auf Seite 1von 8

Inventarisasi dan Struktur Vegetasi Tumbuhan Bawah di Kawasan Utara

Danau Limboto
Stocktaking And Structure Vegetasi Plant Stocktaking Under in Area North Lake Limboto
Agus Djakaria, Dr. Novri Y. Kandowangko M.P, Dr. Dewi W.K Baderan S.Pd, M.Si
Jurusan Biologi, Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Gorontalo
Diterima: 30 Agustus 2013. Disetujui: 14 Agustus 2013

Abstrak
Agus Djakaria. 2013. Inventarisasi dan Struktur Vegetasi Tumbuhan Bawah di Kawasan Utara
Danau Limboto.Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan IPA. Universitas Negeri Gorontalo.
Dibimbing oleh Dr. Novri Y. Kandowangko M.P sebagai pembimbing I dan Dr. Dewi W.K
Baderan S.Pd, M.Si sebagai pembimbing II.
Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui spesies dan struktur tumbuhan bawah yang terdapat di
kawasan utara Danau Limboto. Penelitian dilakukan selama tiga bulan yakni dimulai dari bulan
April sampai dengan bulan Juni 2013. Metode penelitian menggunakan metode survey. Data
penelitian diperoleh dengan cara membuat plot bersarang, ukuran plot merupakan luas area
minimal, yaitu suatu luasan plot yang diperoleh berdasarkan kurva spesies area. Data dianalisis
menggunakan rumus Dombois dan Ellembeng untuk mengetahui Kerapatan, Kerapatan Relatif,
Frekuensi, Frekuensi Relatif, serta Indeks Nilai Penting. Hasil penelitian yang ditemukan adalah 20
spesies tumbuhan bawah yakni Aeschynomene indica, Cyperus eskulentus, Echinochloa colona,
Cynodon dactylon, Cyperus elatus, Eclipta prostrata, Ludwigia hyssopifolia, Panicum repens,
Alternanthera sessilis, Stachytarpheta jamaicensis, Catharantus roseus, Ipomoea fistulosa,
Ageratum conyzoides, Sphenoclea zeylanica, Acalypha indica, Justicia procumbens, Hyptis
capitata, Amarathus sp, dan Euphorbia hirtai. Struktue Vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat
adalah frekuensi jenis pada stasiun penelitian diperoleh sama yaitu 0.84 dan 1 Individu/m2,
kerapatan yang tertinggi terdapat pada spesies, Ipomoea fistulosa yaitu 0.29 Individu/m2 yang
terdapat pada stasiun I dan stasiun II sedangkan kerapatan yang terendah terdapat pada stasiun II
pada spesies Hyptis capitata yaitu 0.06 Individu/m2, dan memiliki indeks nilai penting (INP) yang
lebih tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu spesies, Ipomoea fistulosa dengan (INP) 0,25.
Kata Kunci: Inventarisasi, Tumbuhan Bawah, Danau Limboto
PENDAHULUAN

Indonesia memiliki danau besar yang jumlahnya


500 danau. Danau ini tersebar di setiap pulau
besar seperti, Sumatra, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Papua, kecuali Pulau Bali. Di Pulau
Jawa selain memiliki danau besar juga
memiliki danau kecil yang jumlahnya ribuan
terdapat di Propinsi Jawa Barat sekitar 354
buah danau kecil dan di Propinsi Jawa Timur
438 buah danau kecil (Bemmelen, 1949 dalam
Lehmusloto et al., 1995). Pulau Sulawesi
memiliki beberapa danau yakni 11 buah
Alamat korespondensi
Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo
Hp. +6285286418336
email: Djakria.Laskar@yahoo.com

sedangkan untuk di Propinsi Gorontalo hanya


terdapat 2 danau yaitu Danau Limboto dan
Danau Perintis.
Danau Limboto merupakan danau terbesar
yang terletak di Provinsi Gorontalo. Danau
Limboto merupakan muara dari empat sungai
besar yaitu Sungai Alo, Sungai Pohu, Sungai
Biyonga, dan Sungai
Molalahu. Danau
Limboto juga merupakan muara dari 23 sungai
kecil serta saluran air drainase sawah di sebelah
Timur dan Utara (Suryono, dkk., 2010). Danau

Limboto dikategorikan sebagai danau kritis


yaitu danau yang mengalami penurunan luas
dan kedalaman. Danau ini terjadi secara
alamiah, menurut data yang dilaporkan
Balihristi (2010), bahwa luas Danau Limboto
pada tahun 1932 yaitu 7.000 ha dengan
kedalaman 30 m, pada tahun 1962 berkurang
menjadi 4.250 ha dengan kedalaman 10 m.
Luas danau saat ini diperkirakan 3.000 ha
dengan kedalaman 2 m.
Danau Limboto telah menjadi sumber
kehidupan bagi masyarakat sekitar, diantaranya
sebagai tempat pemeliharaan ikan, daerah
pemukiman penduduk dan dijadikan sebagai
daerah pertanian. Kondisi danau Limboto yang
menurun pada saat ini
disebabkan oleh
masyarakat sekitar. Berkurangnya kedalaman
dan terjadi pendangkalan Danau Limboto
disebabkan oleh sedimentasi dari sungai dan
limbah penduduk yang menguasai lahan sekitar
danau, baik untuk kegiatan pertanian maupun
permukiman. Akibatnya terjadi kerusakan
lingkungan yang ditandai adanya erosi, banjir
pada musim hujan, dan kekeringan pada musim
kemarau di wilayah Gorontalo.
Danau Limboto memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi. Menurut Rade (2011),
bahwa keanekaragaman hayati (Biodiversity)
sering diartikan dengan kekayaan jenis spesies
mahluk
hidup
pada
suatu
daerah.
Keanekaragaman mahluk hidup di Danau
Limboto terdiri dari tumbuh-tumbuhan dan
ikan, banyak tumbuhan yang tumbuh liar
disekitar Danau Limboto. Manfaat tumbuhan ini
dibagi menjadi dua sisi yaitu sisi positif sebagai
sumber makanan bagi ikan-ikan.
Sisi negatif yaitu dapat mempercepat
proses pendangkalan dari Danau Limboto, hal
ini disebabkan apabila semakin banyak
tumbuhan di Danau Limboto maka akan
mempercepat pendangkalan. Danau Limboto
lama-kelamaan akan menjadi lebih sempit atau
mungkin akan hilang, dengan keadaan Danau
Limboto yang ditumbuhi tumbuhan yang
berlebihan berdampak pada kerusakan terhadap
Danau Limboto. faktor lingkungan
yang
mempengaruhi keruakan Danau Limboto,
misalnya sediman dari Danau Limboto sangat
subur sehingga tumbuhan dapat tumbuh dengan
baik, serta suhu, air, dan cahaya matahari
adalah faktor penting munculnya tumbuhan
baru.
Alamat korespondensi
Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo
Hp. +6285286418336
email: Djakria.Laskar@yahoo.com

Berdasarkan hasil observasi, di kawasan


utara Danau Limboto tepatnya di Kelurahan
Hutuo Kecamatan Limboto, sudah mulai
mengalami pendangkalan. Hal ini disebabkan
oleh semakin banyak tumbuhan yang terdapat di
kawasan danau dan mulai dibukanya sebagai
areal persawahan penduduk sekitar. Curah
hujannya tinggi sehinga dapat mengakibatkan
banjir di daerah sekitarnya. Selain itu juga di
kawasan Danau Limboto sebelah Utara
dibangun jalan yang menghubungkan antara
Danau Limboto bagian Utara dan bagian
Selatan yaitu Jalan Ha. Asri Rahman dan
terdapat juga sungai, yang kadang-kadang ada
airnya dan juga tidak ada airnya, oleh sebab itu
masyarakat menamanya dutula monduhu atau
sungai monduhu.
Kawasan Utara Danau Limboto terdapat
enam kelurahan, dimana empat kelurahan
diantaranya masuk di Kecamatan Limboto dan
dua kelurahan masuk di Kecamatan Telaga.
Empat kelurahan yang masuk di Kecamatan
Limboto tersebut yaitu Kelurahan Kayu Bulan,
Kelurahan Hepulawa, Kelurahan Dutulanaa dan
Kelurahan Hutuo. Kelurahan Hutuo ini, terbagi
tujuh lingkungan yaitu lingkungan satu Rumah
Jaba, lingkungan dua Pade Daa, lingkungan tiga
Wangun, lingkungan empat Ali Daa,
lingkungan lima Butu Hungalo, lingkungan
enam Oliduta, dan lingkungan yang ketujuh
Dehualolo.
Tujuh lingkungan yang terdapat di sebelah
Danau Limboto yaitu lingkungan yang keenam
dan ketujuh di Kelurahan Hutuo, Sebahagian
masyarakatnya di Kelurahan Hutuo belum
mengetahui beberapa tumbuhan yang tumbuh di
kawasan utara Danau Limboto. Masyarakat
hanya mengetahui beberapa tumbuhan saja
yaitu eceng gondok, tombili, kangkung dan
bunga trompet, tapi kenyataannya di kawsan
utara dari Danau Limboto tempatnya di
Kelurahan Hutuo, di lingkungan Oliduta dan
lingkungan
Dehualolo
terdapat
banyak
tumbuhan.
Minimnya penelitian inventarisasi vegetasi
tumbuhan bawah yang terdapat di kawasan
Danau Limboto,
untuk itu perlu adanya
inventarisasi vegetasi pada tumbuhan yang
tumbuh di sebelah utara Danau Limboto, agar
dapat diketahui jenis tumbuhan tersebut.
Berdasarkan uraian ini maka penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian dengan judul

Inventarisasi dan Struktur Vegetasi Tumbuhan


Bawah di Kawasan Utara Danau Limboto.
METODE
Penelitian difokuskan di Kelurahan Hutuo
yang merupakan salah satu Kelurahan yang
terletak di bagian utara kawasan Danau Limboto
Kecamatan Limboto. Waktu penelitian selama 3
bulan, dimulai dari bulan April sampai dengan
bulan Juni 2013.
Metode Pengambilan sampel
Untuk memperoleh data yang diperlukan
dalam penelitian ini diawali dengan observasi
langsung, baik lokasi, situasi dan kondisi dari
subjek yang diteliti yaitu jamur. Hal ini
nantinya akan mempermudah dalam proses
pengumpulan data. Untuk pengambilan data
dilakukan dengan melakukan penjelajahan pada
seluruh bagian Cagar Alam Tangale, dan
selanjutnya mengambil sampel jamur yang di
temukan pada saat penjelajahan.
Analisis Data
Struktur vegetasi yang dianalisis adalah
struktur vegetasi tingkat semak. Data vegetasi
yang tumbuh di lokasi penelitian dianalisis
untuk mengetahui Kerapatan(K), Kerapatan
Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif
(FR), serta Indeks Nilai Penting (INP)
menggunakan rumus Dombois dan Ellembeng
(1974), sebagai berikut:
Kerapatan =

Jumlah Individu Suatu Jenis


JumlahTotal Luas Areal

KR =

Kerapatan IndividuSuatuJenis
x 100 %
Kerapatan TotalSeluruhJenis

Jumlah Satuan Petak


Frekuensi =

Jumlah Banyaknya petak

Frekuensi Suatu Jenis


FK = Frekuensi Total Suatu Jenis x 100 %

Indeks nilai penting = FR + KR


Dimana : FR
= Frekuensi relatif
KR
= Kerapatan relatif
Indeks nilai penting suatu jenis berkisar
antara 0-300, nilai penting ini memberikan
Alamat korespondensi
Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo
Hp. +6285286418336
email: Djakria.Laskar@yahoo.com

gambaran
tentang peranan suatu jenis
tumbuhan dalam ekosistem dan dapat juga di
gunakan untuk mengetahui dominansi suatu
spesies dalam komunitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan pada dua
lokasi yaitu Lingkungan Oliduta dan
Lingkungan Dehualolo, di kawasan utara Danau
Limboto, tepatnya di Kelurahan Hutuo.
Ditemukan 20 spesies tumbuhan bawah.
Dimana pada stasiun I terdapat 16 spesies dan
pada stasiun II terdapat 12 spesies tetapi dari 12
tersebut terdapat 5 spesies baru. Dapat dilihat
pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4
Tabel 4.3 Sruktur vegetasi tumbuhan bawah dan
Nama Spesies

KR

FR

INP

Ipomoea fistulosa
Acalypha indica

0.29

0.09

0.07

0.16

0.24

0.08

0.07

0.15

Cynodon dactylon

0.24

0.08

0.84

0.06

0.14

Ludwigia hyssopifolia

0.22

0.07

0.07

0.14

Alternanthera sessilis

0.22

0.07

0.07

0.14

Echinochloa colonum

0.2

0.06

0.07

0.13

Eupatorium odoratum

0.2

0.06

0.07

0.13

Aeschynomene indica

0.19

0.06

0.07

0.13

Sphenoclea zeylanica

0.19

0.06

0.07

0.13

Eclipta prostrata sp

0.19

0.06

0.07

0.13

Catharantus roseus sp

0.18

0.06

0.07

0.13

Panicum repens sp

0.16

0.05

0.07

0.12

Cyperus odoratus sp

0.17

0.05

0.84

0.06

0.11

Stachytarpheta
jamaicensis

0.16

0.05

0.84

0.06

0.11

Phyllanthus niruri

0.15

0.05

0.84

0.06

0.11

Cyperus eskulentus

0.11

0.04

0.84

0.06

0.1

Indeks Nilai Penting pada


Lingkungan Oliduta

stasiun 1

Sumber: Data primer, 2013


Dilihat pada Tabel diatas ke 16 spesies yang
ditemukan pada lokasi penelitian di stasiun 1
Lingkungan Oliduta, Kerapatan yang tertinggi
pada stasiun I yaitu pada spesies Ipomea
vistulosa yaitu 0.29 Individu/m2 Sedangkan
kerapatan yang terendah terdapat pada stasiun I

yaitu spesies Cyperus eskulentus yaitu 0.11


Individu/m2. Frekuensinya mempunyai 2 nilai
yang berbeda yaitu 0.84 dan 1 Individu/m2 di
setiap spesies yang dikarenakan pada stasiun 1
ditemukan jumlah spesies yang sama. Untuk
perbandingan frekuensi adalah sama. Dan
Indeks Nilai Penting yang tertingi pada spesies
Ipomea vistulosa sp yaitu 0,16 Individu/m2 dan
yang terenda pada spesies Cyperus eskulentus
sp yaitu 0.1 Individu/m2.
Tabel 4.4 Sruktur vegetasi tumbuhan bawah dan
nilai Indeks Nilai Penting pada
stasiun 2 Lingkungan Dehualolo
Nama Spesies

KR

FR

INP

Ipomoea fistulosa

0.29

0.16

0.09

0.25

Alternanthera sessilis

0.18

0.1

0.09

0.19

Eupatorium odoratum

0.18

0.1

0.09

0.19

Echinochloa colonum
Aeschynomene indica

0.16

0.09

0.09

0.18

0.16

0.09

0.84

0.08

0.17

Cynodon dactylon
Amarathus sp

0.16

0.09

0.84

0.08

0.17

0.15

0.08

0.09

0.17

Eclipta prostrata
Acalypha indica

0.14

0.08

0.84

0.08

0.16

0.13

0.07

0.09

0.16

Euphorbia hirtai
Justicia procumbens

0.09

0.05

0.09

0.14

0.09

0.05

0.84

0.08

0.13

Hyptis capitata

0.06

0.03

0.84

0.08

0.11

Sumber: Data primer, 2013


Dilihat pada Tabel diatas ke 12 spesies
yang ditemukan pada lokasi penelitian di
stasiun 2 Lingkungan Dehualolo, Kerapatan
tertinggi pada stasiun 2 yaitu pada spesies
Ipomea vistulosa yaitu 0.29 Individu/m2
Sedangkan kerapatan yang terendah yaitu
spesies Hyptis capitata yaitu 0.06 Individu/m2.
Frekuensinya sama denagan stasiun 1
mempunyai 2 nilai yang berbeda yaitu 0.84 dan
1 Individu/m2 di setiap spesies ditemukan yang
dikarenakan pada stasiun 2 ditemukan jumlah
spesies yang sama juga. Untuk perbandingan
frekuensi adalah sama. Dan Indeks Nilai
Penting yang tertingi pada spesies Ipomea
vistulosa yaitu 0,25 Individu/m2 dan yang
terenda pada spesies Hyptis capitata yaitu 0.11
Individu/m2.

Alamat korespondensi
Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo
Hp. +6285286418336
email: Djakria.Laskar@yahoo.com

Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan terdapat 20 spesies yang ada di
kawasan utara Danau Limboto di Kelurahan
Hutu dengan 20 spesies ini, di temukan di
stasiun 1 yaitu 16 spesie yaitu Aeschynomene
indica, Cyperus eskulentus sp, Echinochloa
colona, Cynodon dactylon, Cyperus elatus,
Eclipta prostrata, Ludwigia hyssopifolia,
Panicum repens, Alternanthera sessilis,
Stachytarpheta,
Catharantus
roseus,
Phyllanthus
niruri,
Ipomoea
fistulosa,
Eupatorium odoratum, Sphenoclea zeylanica,
Acalypha indica, dan stasiun 2 yaitu 12 spesies
yaitu Aeschynomene indica, Echinochloa
colona , Cynodon dactylon, Eclipta prostrata,
Alternanthera sessilis, Ipomoea fistulosa,
Eupatorium odoratum, Acalypha indica,
Justicia
procumbens,
Hyptis
capitata,
Amarathus sp, dan Euphorbia hirta sp, dari 12
spesies 5 spesies diantaranya adalah spesies
baru
yaitu
Acalypha
indica,
Justicia
procumbens, Hyptis capitata, Amarathus sp,
dan Euphorbia hirtai. Tumbuhan bawah yang
lebih dominan ditemukan pada lokasi penelitian
adalah Plambungo (Ipomoea fistulosa). Spesies
ini banyak tumbuh, karena spesies ini bisa
tumbuh di mana saja, di air maupun di daratan,
hal ini dijelaskan oleh Haase, (1999) jenis
Ipomoea fistulosa paling banyak tumbuh atau
paling dominan yang ada pada kondisi substrat
yang berair.
Lingkungan Oliduta umumnya memiliki
tipe substrat yaitu tanah liat dan berair dan
Lingkungan Dehualolo adalah tanah berpasir
dan berlumpur. Tumbuhan bawah yang
ditemukan dilokasi penelitian umumnya
ditempat-tempat yang terbuka misalnya
kelurahan Oliduta yang terdapat persawahan
milik masyarakat setempat,
seperti yang
dijelaskan oleh Aththorick (2005), vegetasi
tumbuhan bawah banyak terdapat di tempattempat terbuka seperti di tepi jalan, tebing
sungai, lantai hutan, lahan pertanian dan
perkebunan selanjutnya Menurut Kusmana
(1995) tumbuhan bawah terdiri dari tumbuhan
selain permudaan pohon misalnya rumput,
herba dan semak belukar.
Pada lokasi penelitian mempunyai tingkat
frekuensi yang sama baik pada Lingkungan
Oliduta dan Lingkungan Dehualolo yang dapat
dilihat pada Gambar 1: Diagram perbandingan

Frekuensi antara stasiun I dan stasiun II .


Frekuensi yang didapatkan adalah sama baik
pada stasiun I dan stasiun II yaitu 0.84 dan 1
Individu/m2. Menurut Kordi (2011) frekuensi
jenis (F), yaitu peluang suatu jenis ditemukan
dalam titik sampel yang diamati. Berkaitan
dengan nilai Frekuensi menurut Kershaw dalam
Arrijani, dkk (2006) mengemukakan bahwa
frekuensi suatu jenis dalam vegetasi tertentu,
besarannya frekuensi tertinggi termasuk
kategori spesies yang memiliki kemampuan
adaptasinya terhadap kondisi lingkungan.
Menurut Greig-Smith dalam Arrijani,dkk
(2006), nilai frekuensi suatu jenis dipengaruhi
secara langsung oleh distribusi. Rendahnya
frekuensi pada stasiun I dan stasiun II di
akibatkan kemampuan adaptasi tumbuhan
bawah terhadap kondisi lingkungan kurang
maksimal serta banyaknya aktivitas masyarakat
yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan
tumbuhan bawah yang ada di Kelurahan Hutuo.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan
nilai kerapatan tumbuhan bawah relatif sangat
rendah. Ipomoea fistulosa memiliki nilai
kerapatan tertinggi yaitu 0.29 Individu/m2 yang
terdapat pada stasiun I dan stasiun II, sedangkan
kerapatan terendah pada stasiun II pada spesies
Hyptis capitata 0.06 Individu/m2 . Menurut
Arrijani,dkk (2006) perbedaan nilai kerapatan
masing-masing jenis disebabkan karena adanya
perbedaan kemampuan reproduksi, penyebaran
dan daya adaptasi terhadap lingkungan. Nilai
kerapatan suatu spesies menunjukkan jumlah
individu spesies bersangkutan pada satuan luas
tertentu, maka nilai kerapatan merupakan
gambaran mengenai jumlah spesies tersebut
pada lokasi penelitian.
Rendahnya kerapatan tumbuhan bawah
yang ada di Kelurahan Hutuo diakibatkan
disekitar lokasi penelitian
sebagian besar
tempat ini telah di jadikan tempat pembuangan
sampah oleh masyarakat sekitar danau Limboto.
Berdasarkan penelitian pada 2 stasiun
pengamatan yang berbeda ditemukan nilai
kerapatan yang berbeda-beda. Ipomoea fistulosa
memiliki nilai kerapatan yang tertinggi jika
dibandingkan dengan spesies yang lain hal ini
disebakan karena letaknya yang ideal (lebih
kearah darat) dan mudah tumbuh dan
pertumbuhannya lebih optimal mendapatkan
sinar matahari. Pernyataan tersebut lebih
dipertegas oleh Gusmalyna (1983) karena
Alamat korespondensi
Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo
Hp. +6285286418336
email: Djakria.Laskar@yahoo.com

cahaya matahari bagi tumbuhan merupakan


salah satu factor yang penting dalam proses
perkembangan, pertumbuhan dan repruduksi.
Indeks nilai penting (INP) adalah untuk
melihat seberapa besar peranan suatu tumbuhan
dalam ekosistem. Berdasarkan hasil penelitian
terlihat bahwa tumbuhan bawah mempunyai
peranan sangat tinggi pada wilayah Danau
Limboto. Dari data penelitian semua spesies
mempunyai peranan secara homogen. Salah satu
peranan tumbuhan yang paling mendasar adalah
tumbuhan sebagai penutup tanah menjaga
kelembapan sehingga proses dekomposisi
berlangsung dengan cepat, sehingga dapat
menyediakan unsure hara untuk tanaman pokok.
Siklus hara akan berlangsung sempurna dan
guguran daun yang jatuh sebagai serasah akan
dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk
unsure hara yang sudah diuraikan oleh bakteri
(irwanto, 2007). Berdasarkan indeks nilai
penting pada gambar 3 diagram terlihat bahwa
Ipomoea fistulosa memiliki tingkat nilai penting
yang lebih tinggi terutama pada stasiun II yaitu
0.25 sehingga dapat dikatakan bahwa yang
mempunyai peranan penting dalam proses
menjaga keberlangsungan ekosistem yakni
spesies Ipomoea fistulosa. Nilai INP pada setiap
jenis tumbuhan bawah sangat tergantung pada
kondisi pertumbuhan itu sendiri. Tumbuhan
bawah untuk tumbuh dengan baik, memerlukan
sejumlah factor pendukung utama dalam
pertumbuhan adalah ketersediaan nutrient atau
bahan organik. Peryataan ini di pertegas dengan
hasil penilitian Risa (2007) bahwa nutrient
dibutukan oleh tumbuhan sebagai sumber
energy yang digunakan untk tumbuhan selama
proses pertumbuhan dan perkembangan.
Parameter lingkungan sangat berperan
dalam proses pertumbuhan tumbuhan bawah
adalah suhu yang merupakan salah satu faktor
lingkungan yang dapat digunakan sebagai
indikator untuk mementukan perubahan
ekologi. Suhu mempunyai peran yang penting
karena bersama-sama dengan salinitas dapat
mengontrol densitas air laut. Suhu yang berada
pada Lingkungan Oliduta adalah 39 OC dan
Lingkungan Dehualolo adalah 40OC berarti
suhu yang dimiliki oleh kawasan Danau
Limboto baik untuk pertumbuhan tumbuhan
bawah. Suhu yang diukur relatif tinggi karena
pengukuran suhu dilakukan pada siang hari saat
tumbuhan bawah sedang melakukan proses

fotosintesis. Menurut Risa (2007) menyatakan


bahwa tumbuhan memerlukan suhu yang sesuai
sehingga dapat tumbuh dan pada saat cahaya
jenuh dan tumbuhan memanfaatkan cahaya
matahari untuk proses fotosintesis.
Menurut Risa (2007) Derajat keasaman
(pH)
juga
menpengaruhi
pertumbuhan
tumbuhan bawah karena adanya pH tanah yang
dapat mengatur kelarutan nutrient dalam tanah.
Derajat keasaman (pH) pada stasiun I
Lingkungan Oliduta memiliki 6.7% pH
sedangkan di stasiun II Kelurahan Dehualolo
memiliki 6.9% pH.
Parameter lingkungan yang terdapat pada
lokasi penelitian Kelurahan Hutuo Kecamatan
Limboto Kabupaten Gorontalo disimpulkan
cukup baik untuk proses pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan bawah.
Kesimpulan
Tumbuhan bawah yang ditemukan di
kawasan utara Danau Limboto ternyata ada 20
spesies tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah
tersebut adalah Aeschynomene indica, Cyperus
eskulentus, Echinochloa colona, Cynodon
dactylon, Cyperus elatus, Eclipta prostrata,
Ludwigia hyssopifolia, Panicum repens,
Alternanthera
sessilis,
Stachytarpheta
jamaicensis, Catharantus roseus, Ipomoea
fistulosa, Ageratum conyzoides, Sphenoclea
zeylanica, Phyllanthus niruri, Acalypha indica,
Justicia
procumbens,
Hyptis
capitata,
Amarathus sp, dan Euphorbia hirtai.
Vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat
di kawasan Danau Limboto adalah frekuensi
jenis pada stasiun penelitian diperoleh sama
yaitu 0.84 dan 1 Individu/m2 , kerapatan yang
tertinggi terdapat pada pada spesies , Ipomoea
fistulosa yaitu 0.29 Individu/m2 yang terdapat
pada stasiun I dan stasiun II sedangkan
kerapatan yang terendah terdapat pada stasiun II
pada spesies Hyptis capitata yaitu 0.06
Individu/m2, dan memiliki indeks nilai penting
(INP) yang lebih tertinggi terdapat pada stasiun
II yaitu spesies , Ipomoea fistulosa dengan
(INP) 0,25.
Saran
Alamat korespondensi
Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo
Hp. +6285286418336
email: Djakria.Laskar@yahoo.com

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat


menjadi rujukan data dan informasi bagi
penelitian selanjutnya yang mengkaji
komposisi dan analisis vegetasi Tumbuhan
Bawah dari berbagai aspek lainnya.
2. Hasil peneitian ini diharapakan pula dapat
menjadi informasi terkait dengan materi
pada mata kuliah Ekologi, BTT dan
Pengetahuan Lingkungan dan sebagai
sumber data dan informasi untuk dinas dan
instansi yang terkait dengan penenelitian ini
khususnya keanekaragaman Tumbuhan
Bawah di kawasan Danau Limboto.
3. Tumbuhan Bawah yang ada di Kelurahan
Hutuo Kecamatan Limboto Kabupaten
Gorontalo perlu peremajaan kembali guna
meningkatkan potensi dan dapat menjamin
fungsinya sebagai penutup tanah sehingga
proses dekomposisi dapat berlangsung lebih
cepat.
Daftar Pustaka
Arrijani, Setiadi.D, Edi. G, dan Ibnul. Q. 2006,
Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur
Taman Nasional Gunung GedePangrango, Volume 7, Nomor 2, Jurnal
biodiversitas: Surakarta
Aththorick,T.A. 2005. Kemiripan Komunitas
Tumbuhan Bawah Pada Beberapa Tipe
Ekosistem Perkebunan di Labuhan Batu.
Jurnal Komunikasi Penelitian.
Anonim. 2007. Taksonoi Tumbuhan http://e cou
rse.Usu.ac,id/content/biologi/
taksonomi/textbook.pdf. (diaskes 27
maret 2013).
Ardaka, M. 1996. Inventarisasi Tanaman Obat
Keluarga
di
Desa
Pegadungan,
Kecamatan
Sukasada,
Kabupaten
Bulleng. Denpasar: Yayasan Ratini
Gorda.
Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya
Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip
Pengelolaannya. Bogor: IPB.
Cullen,

James. 2006. Practical Plant


Identification Cambredge University
Press.

Djamhuri. 1981. Informasi tanaman kehutana


(jurnal).
Departemen
Kehutanan.
(diaskes 26 maret 2013).
Dombois, Dieter, Muller and Ellembeng Heinz.
1974. Aims and Methal Vegetation
Ekology, Joha Ciley and sons. Toronto.
Fachrul,M Ferianita. 2007. Metode Sampling
Bioekologi. Jakatra : Bumi Aksara
Gusmalyna. 1983. Analisis Vegetasi Dasar di
Hutan Setia Mulia Ladang Padi
Padang.
Skripsi Sarjana Biologi
FMIPA Universitas Andalas. (tidak
dipublikasi).
Haase. R. 1999. Seasonal Growth of Algodobravo(Ipomoea Carnea spp. Fistulosa)
Pesq. agropec. bras., Braslia, v.34, n.2,
p.159-163
Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi Untuk
Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung
Pulau Marsegu,
Kabupaten Seram
Bagian Barat, Provinsi Maluku:
Yogyakarta. Tesis.
Kementrian Pekerjaan Umum direktorat Jendral
SDA. 2010. Kegiatan Pengolahan
Danau.
Kordi, M, Ghufran H. 2011. Ekosistem Lamun
(Seagrass)
Fungsi,
Potensi
dan
Pengelolaan. Jakarta: Rineka Cipta

dengan
Sekolah
Tinggi
Lingkungan YLH. Yogyakarta.

eknik

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian, Jakarta:


Ghalia Indonesia.
Notohadikusumo T. 2005. Implikasi Etika
dalam
Kebijakan
Pembangunan
Kawasan. Jurnal Forum Perencanaan
Pembangunan.Edisi Khusus. Januari
2005.
Rade, Amram. 2011. Keanekaragaman Hayati
dan
Perubahan
Iklim.
Jurnal
Eukariotik. Vol 9(1).
Risa. 2007. Budidaya Anggrek Bulan.: BBPP
Lembang, http://www.bbpplembang.info pada 8 Juli 2013.
Ruthena, Yuli. 2010. Struktur Vegetasi
Tumbuhan Air di Danau Lutan
Palangka Raya. Journal of Tropical
Fisheries. Jurusan Perikanan Fakultas
Pertanian Universitas Palangka Raya.
Vol 5(1).
Sugiyono.
2007.
Memahami
Penelitian
Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Suryani, Erma dan Nurmansyah. 2009.
Inventarisasi
dan
Karakterisasi
Tanaman
Kauy
Umanis
Seilon
(Cinnamomum zeylanicum Blume) di
Kebun Percobaan Laing Solok. Buletin
Littro. Vol 20(2): 99-105.

Kusmana, C. 1995. Pengembangan Sistem


Silvikultur Hutan Mangrove dan
Alternatifnya. Rimba Indonesia XXX
No. 1-2 : 35-41.

Suryono, Tri, S. Sunanisari, E. Mulyana dan


Rosidah. 2010. Tingkat Kesuburan dan
Pencemaran Danau Limboto. Jurnal
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia.
Vol 36 (1):49-61.

Lehmusluoto, P. 1995. National Inventory of


the Major Lakes and Reservoirs in
Indonesia.
Expedition Indo-danau
Technical Report. Printed and Bound by
Painatuskeskus Oy. Helsinki.

Sunarto, B. dan Rugaya. (1992). Folora


Tanaman Nasional Gede Pangrango.
Herbarium
Bogoriense,
Pulitbang
Biologi LIPI, Bogor

Marsono Dj. 1989. Konservasi Sumberdaya


Alam dan Lingkungan Hidup, Penerbit
BIGRAF
Publishing
Bekerjasama

Soerianegara I dan A Indrawan. 2008.


Ekologi Hutan Indonesia. Bogor.
Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Alamat korespondensi
Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo
Hp. +6285286418336
email: Djakria.Laskar@yahoo.com

Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Umum.


(Dasar-dasar Taksonomi Tumbuhan).
Yogyakarta: Gadjah mada unipersity
Pees.
Whitten, R. O., W. L. Chandler, M. G. Thomas,
K. J. Clayson, and J. S. Fine 1988.
Survey ofAlpha-Amylase Activity and
Isoamylase in Autopsy Tissue. Clin.
Chem. 34:1552-1555.

Alamat korespondensi
Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo
Hp. +6285286418336
email: Djakria.Laskar@yahoo.com

Das könnte Ihnen auch gefallen