Sie sind auf Seite 1von 20

TAX PLANNING DENGAN PEMILIHAN BENTUK BADAN USAHA

PADA PERUSAHAAN PERSEORANGAN


Sri Andriani
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Jl. Gajayana No. 50, Tlp 0341-558881, Fax. 0341-558881

e-mail:sriandrianiuin@gmail.com

ABSTRACT
Tax Planning is one of the ways to minimize the tax burden within the company
including in the selection of the proper form of business to run the company's business,
namely with the mepertimbangkan of tariff revenue, a reduction in taxable income
(PKP), the liability of income recognition, bookkeeping, tax collection obligations, and
accountability of tax debt. Minimization of tax burden can be done in various ways,
ranging from a still frame of the taxation to which break the rules of taxation.
Tax planning that has made the company especially with elections to form a
business entity. This type of research is qualitative, descriptive. The results of this
research indicate that cigarette companies do business entity forms of election to save
taxes by choosing the form of individual business entities. The magnitude of the rate of
income tax that will be payable every year between Individual Taxpayers with the tax
payers the Agency is different, i.e. Individual Taxpayers using Taxpayer tariff progersif
while the Agency using the fixed fee. Individual companies have had some keuntunngan
among other things a faster decision making does not take into account the interests of
many parties.
Keywords: Tax Planning, Form Of Business Entity

ABSTRAKSI
Tax Planning merupakan salah satu cara untuk meminimalisasi beban pajak dalam
perusahaan termasuk dalam pemilihan bentuk usaha yang tepat untuk menjalankan
bisnis perusahaan, yaitu dengan mepertimbangkan dari tarif penghasilan, pengurangan
Penghasilan Kena Pajak (PKP), kewajiban pembukuan, pengakuan penghasilan,
kewajiban pemungutan pajak, dan pertanggungjawaban utang pajak.Minimalisasi beban
pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang masih berada dalam
bingkai peraturan perpajakan sampai dengan yang melanggar peraturan perpajakan.
Tax planning yang telah dilakukan perusahaan terutama dengan pemilihan bentuk badan
usaha. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa perusahaan rokok melakukan pemilihan bentuk badan usaha untuk menghemat
pajak dengan memilih bentuk badan usaha perseorangan. Besarnya tarif PPh yang akan
terutang setiap tahun antara Wajib Pajak Perseorangan dengan Wajib Pajak Badan
adalah berbeda, yaitu Wajib Pajak Perseorangan menggunakan tarif progersif sedangkan
Wajib Pajak Badan menggunakan tarif tetap. Perusahaan perseorangan mempunyai
beberapa keuntunngan antara lain pengambilan keputusan yang lebih cepat tidak
mempertimbangkan kepentingan banyak pihak.
Kata Kunci: Tax Planning, Bentuk Badan Usaha

PENDAHULUAN
Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari pengertian
ini dapat disimpulkan bahwa yang berhak memungut pajak adalah negara dengan
berdasarkan kekuatan undang-undang dan peraturan perpajakan, serta untuk membiayai
rumah tangga negara seperti pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat
luas. Sehingga bagi negara pajak merupakan sumber penerimaan yang penting untuk
membiayai pengeluaran negara. Sebaliknya, pajak bagi perusahaan merupakan beban
yang akan mengurangi laba perusahaan. (Mardiasmo, 2011:1). Sisi lain system
pemungutan pajak di Indonesia adalah self assessment. Dengan kondisi semacam itu
maka wajib pajak akan relative berusaha miminimalkan beban pajaknya.
Minimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang
masih berada dalam bingkai peraturan perpajakan sampai dengan yang melanggar
peraturan perpajakan. Upaya meminimalkan pajak secara eufimisme sering disebut
dengan perencanaan pajak (tax planning atau tax sheltering). (Suandy,2008:2)
Umumnya perencanaan pajak merujuk pada proses merekayasa usaha dan
transaksi Wajib Pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah yang minimal tetapi
masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun perencanaan pajak juga dapat
berkonotasi positif sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara
lengkap, benar dan tepat waktu sehingga dapat dihindari pemborosan sumber daya.
(Suandy, 2008:2)
Tax Planning merupakan salah satu cara untuk meminimalisasi beban pajak dalam
perusahaan termasuk dalam pemilihan bentuk usaha yang tepat untuk menjalankan

bisnis perusahaan. Bentuk usaha terdiri dari bentuk usaha perorangan dan bentuk usaha
badan, di mana bentuk usaha perorangan adalah bentuk badan usaha yang didirikan oleh
seseorang tanpa melibatkan partner dalam merealisasikan kegiatan usahanya. Bentuk
organisasi perseorangan relatif lebih sederhana dibanding bentuk lainnya. Demikian
pula dalam hal perizinan, yang lebih mudah dibanding bentuk usaha lainnya.
Sedangkan, bentuk usaha badan adalah bentuk badan usaha yang didirikan oleh lebih
dari satu orang yang mempunyai tujuan sama, dengan disaksikan oleh notaris atau
lembaga terkait. (Muljono, 2009:3)
Badan usaha dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas
(PT), firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), organisasi masa,
organisasi politik, dan bentuk-bentuk organisasi lain, baik yang bermotif profit maupun
yang tidak. Dalam perlakuan pembukuannya juga berbeda, pada bentuk usaha badan
adalah kewajiban karena untuk dapat menghitung penghasilan neto yang berkaitan
dengan perhitungan PPh terutang atas kegiatan usahanya. Dan pada bentuk usaha
perorangan juga merupakan kewajiban, tetapi bentuk usaha perorangan diberi pilihan
untuk menghitung besarnya penghasilan neto, yaitu dapat menggunakan pembukuan
atau mempergunakan norma perhitungan penghasilan.(Muljono, 2009:3)
Perusahaan dalam pemilihan bentuk badan usaha harus mempertimbangkan
beberapa faktor pajak seperti bagaimana hubungannya tarif

pajak penghasilannya,

pengenaan pajak penghasilan berganda baik atas laba bruto usaha maupun penghasilan
dari pembagian devidennya, kesempatan untuk dapat menunda pengenaan pajak pada
tarif pajak penghasilan, adanya ketentuan-ketentuan mengenai kerugian hasil usaha,
kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, dan
liberalisasi ketentuan-ketentuan yang mengatur fringe benefit.(Zain, 2007:99)
Pertimbangan

bentuk

usaha

oleh

pengusaha

dapat

dilakukan

dengan

mempertimbangkan besarnya tarif pajak penghasilan (PPh) yang akan terutang.


Besarnya tarif PPh yang akan terutang setiap tahun antara Wajib Pajak Perseorangan
dengan Wajib Pajak Badan adalah berbeda, yaitu Wajib Pajak Perseorangan
menggunakan tarif progersif sedangkan Wajib Pajak Badan menggunakan tarif
tetap.(Muljono,2009:5). Perusahaan perseorangan mempunyai beberapa keuntunngan
antara lain pengambilan keputusan yang lebih cepat tidak mempertimbangkan

kepentingan banyak pihak. Dari factor inilah maka tulisan ini berusaha mengungkapkan
dan menganalisa bagaimana tax planning pada perusahaan perseorangan dengan
pemilihan bentuk badan usaha.

LANDASAN TEORI

Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Rachmat Soemitroyang dikutip olehMardiasmo
(20011:1)adalah sebagai berikut:Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (20011:1)ada dua fungsi pajak yaitu: (1) Fungsi budgetair,
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya, (2) Fungsi Mengatur (regulerend), Pajak sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka
pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: (1) Pemungutan pajak harus
adil (Syarat Keadilan), (2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat
Yuridis), (3) Tidak menggangu perekonomian (Syarat Ekonomis), (4) Pemungutan
pajak efisien (Syarat Finansiil), (5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem Pemungutan Pajak


Sistem Pemungutan Pajak terdiri dari: (1) Official Assessment System, adalah
suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiscus)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.(2) Self Assessment
System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.(3) With Holding
System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada

pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Hambatan Pemungutan Pajak


Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi: (1)
Perlawanan pasif, yaitu masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat
disebabkan antara lain:Perkembangan intelektual dan moral masyarakat, Sistem
perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat, Sistem control tidak dapat
dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.(2) Perlawanan aktif, yaitu meliputi semua
usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiscus dengan tujuan untuk
menghidari pajak. Bentuknya antara lain:Tax avoidance, yaitu usaha meringankan
beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang, Tax evasion, yaitu meringankan
beban pajak dengan cara melanggar undang-undang ( menggelapkan pajak).
Subjek Pajak
Menurut Undang-Undang No 36 Tahun 2008 pasal 2 subjek pajak adalah: Orang
Pribadi, Badan; dan Bentuk Usaha Tetap. Subjek pajak dibedakan menjadi dua, yaitu:
(1) Subjek Pajak Dalam Negeri: Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun
pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia,Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, Warisan yang
belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. (2) Subjek Pajak
Luar Negeri. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia; danOrang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Bentuk Badan Usaha


Menurut Muljono (2009:3) Bentuk usaha lazim di bagi menjadi tiga, yaitu:
bentuk perseorangan, bentuk badan usaha dan bentuk usaha tetap. Masing-masing
bentuk badan usaha tersebut mengalami perlakukan pajak yang berbeda.pertama
Perseorangan: Bentuk badan usaha didirikan oleh seseorang tanpa melibatkan partner
dalam merealisasikan kegiatan usahanya. Bentuk organisasi perseorangan relatif lebih
sederhana dibanding bentuk lainnya. Demikian pula dalam hal perizinan, yang lebih
mudah dibanding dua bentuk usaha lainnya.Kedua, Badan Usaha: Bentuk badan usaha
didirikan oleh lebih dari satu orang yang mempunyai tujuan sama, dengan disaksikan
oleh notaris atau lembaga terkait. Badan usaha dapat berbentuk Perseroan Komanditer
(CV), Perseroan Terbatas (PT), firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), organisasi masa, organisasi politik, dan bentuk-bentuk organisasi lain,
baik yang bermotif profit maupun yang tidak.Ketiga, Usaha Tetap:Bentuk usaha tetap
didirikan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau bertempat
tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan, atau badan usaha yang tidak
didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia.
Ketiga bentuk badan usaha tersebut dalam ketentuan perpajakan dapat
mengalami perlakuan tidak sama. Dari sudut pandang tertentu memungkinkan bentuk
yang satu lebih diuntungkan dibandingkan bentuk yang lain, walau dari sudut pandang
lain mungkin berlawanan.
Bentuk usaha yang dipilih pengusaha tentu berkaitan dengan ketentuan
perpajakkan. Ada banyak alasan yang mempengaruhi mengapa suatu bentuk usaha
dipilih, seperti berkaitan dengan peraturan pemerintah. Kepemilikan dan banyak hal
lain. Peraturan perpajakan juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan mengapa
suatu bentuk usaha dipilih untuk merealisasikan kegiatan usaha.Pertimbangan bentuk
usaha diantaranya yaitu:Pertama, Perseorangan atau Badan Usaha, Suatu bentuk usaha
dipilih oleh pengusaha, selain mempertimbangkan penguasaan perusahaan, pembagian
keuntungan dan tanggungjawab, juga berkaitan dengan ketentuan persyaratan dari
pemerintah, seperti harus berbentuk badan usaha dan persyaratan lainnya.

Pilihan bentuk badan usaha perseorangan mempunyai berbagai keuntungan


yaitu: (1) Mudah dan murah dalam proses pembentukannya, (2) Pemilik perusahaan
mengendalikan secara langsung perusahaannya, yang dengan demikian memungkinkan
pengusaha untuk bertindak lebih cepat, (3) Tidak terlalu dipengaruhi oleh peraturan
pemerintah, (4) Pemilik menerima semua keuntungan dan menanggung semua kerugian
usaha, (5) Beban dari pajak penghasilan apabila penghasilannya masih dibawah
PTKP.Selain berbagai keuntungan apabila memilih bentuk usaha perseorangan, dapat
juga berbagai kelemahan, misalnya keterbatasan dalam mendapat modal. Demikian juga
halnya dengan pilihan bentuk usaha yang berupa badan usaha, yang juga mempunyai
keuntungan dan kelemahan.
Di kaitkan dengan ketentuan perpajakan, pilihan bentuk usaha perseorangan,
badan usaha, atau bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
berbagai ketentuan perpajakan, seperti yang terkait dengan hal-hal berikut ini: (1) Tarif
pajak penghasilan, (2) Pengurangan penghasilan kena pajak, (3) Kewajiban pembukuan,
(4) Pengakuan penghasilan, (5) Kewajiban pemungutan pajak, (6) Pertanggungjawaban.
Kedua, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. Bentuk usaha tetap pada
prinsipnya tidak mempunyai bentuk kegiatan usaha yang dibuat di Indonesia, tetapi
melakukan kegiatan usaha di Indonesia dengan mempergunakan bentuk usaha yang ada
di luar negeri dan hanya mempergunakan tempat tertentu di Indonesia yang dapat
dijadikan sebagai gudang atau lainnya.Pemilihan kegiatan bentuk usaha berupa bentuk
usaha tetap atau badan usaha yang di kaitkan dengan ketentuan perpajakan, utamanya
berkaitan dengan: (1) Pertimbangan pengakuan penghasilan, (2) Pertimbangan besarnya
PPh terutang. Bentuk badan usaha ada bermacam-macam. Ada yang semata-mata
memang bertujuan mencari keuntungan, ada juga tidak, dan ada yang tidak keduanya.
Badan usaha ada yang dimiliki banyak orang, seperti pada koperasi, yayasan, organisasi
publik, dan ada pula yang dimiliki oleh beberapa orang saja seperti pada CV, firma dan
PT. pemilik badan usaha tersebut juga dapat dibatasi pada orang-orang tertentu, atau
dibatasi dengan batasan modal tertentu, atau dibatasi dengan wewenang tertentu.
Sangat banyak badan usaha yang dapat dibentuk oleh beberapa orang, termasuk
bila orang-orang tersebut masih memiliki status sebagai saudara. Ada banyak alasan
mengapa beberapa orang memilih bentuk badan usaha tertentu guna merealisasikan
tujuannya. Banyak pertimbangan dari sudut pandang perpajakan yang dapat digunakan

orang yang akan memilih bentuk usaha yang cocok dan lebih menguntungkan.Pilihan
bentuk badan usaha dari sudut perpajakan dapat dibandingkan dengan pertimbangan
tertentu, yaitu: (1) Memilih bentuk Perseroan komanditer atau Perseroan Terbatas, (2)
Memilih Perseroan Terbatas atau Perseroan terbuka, (3) Memilih bentuk Koperasi, (4)
Memilih bentuk Yayasan, (5) Memilih bentuk Kerja Sama operasi, (6) Memilih bentuk
Join Operation, (7) Memilih bentuk Usaha Bangun Guna Serah, (8) Memilih bentuk
Usaha Waralaba.
Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Palnning)
Menurut Zain (2007:66) Perencanaan adalah:Salah satu unsur manajemen yang
secara tidak langsung menyatakan bahwa manajer harus terlebih dahulu memikirkan
segala sesuatunya dengan matang berkenaan dengan tujuan dan tindakannya. Tindakan
manajer seharusnya didasarkan atas suatu metode, rencana, atau logika tertentu dan
bukan atas dasar suatu firasatPerencanaan pajak adalah: Tindakan penstrukturan yang
terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanaannya kepada pengendalian
setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya.
Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan
jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai
penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang
merupakan tindakan pidana fiskal yang tidak akan ditoleransi. Walaupun kedua cara
tersebut kedengarannya mempunyai konotasi yang sama sebagai tindakan kriminal,
namun suatu hal yang jelas berbeda di sini, bahwa penghindaran pajak adalah perbuatan
legal yang masih dalam ruang lingkup perpajakan dan tidak melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Sementara itu, penyelundupan pajak jelasjelas merupakan perbuatan ilegal yang melanggar ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Pemilihan bentuk usaha yang tepat guna menjalankan bisnisnya merupakan
faktor yang penting dalam rangka meminimalkan beban pajak. Hendaknya diperhatikan
bahwa sebelum keputusan mengenai bentuk usaha apa yang akan diambil, haruslah
terlebih dalulu diadakan studi perbandingan mengenai julmah pajak yang harus dipikul
pada setiap bentuk usaha tersebut, termasuk pula pertimbangan berbagai faktor non tax.
Walaupun pertimbangan faktor pajak sudah memenuhi, namun pertimbangan non tax
seperti terbatasnya kredit yang akan diperoleh, kesinambungan usaha dan dapat

ditranfernya bunga, merupakan hal-hal yang pentik untuk dibahas, selanjutnya apabila
diperkirakan bahwa sejumah besar penanam modal (investor) akan menjadi pemegang
saham/pemilik dari usaha tersebut, maka bentuk perseroan terbatas merupakan bentuk
usaha yang lebih baik dari pada bentuk firma, kongsi, dan persekutuan.

Pemilihan Bentuk Usaha Yang Tepat


Menurut Zain (2007:99) Beberapa faktor pajak yang secara prinsipil harus
dipertimbangkan dalam melakukan pemilihan bentuk usaha, adalah: (1) Bagaimana
hubungan antara tarif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dan tarif pajak
penghasilan wajib pajak badan termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu. (2)
Pengenaan pajak penghasilan berganda, baik atas laba bruto maupun penghasilan dari
pembagian keuntungan (deviden) kepada para pemegang saham. (3) Kesempatan untuk
dapat menunda pengenaan pajak pada tarif pajak penghasilan lebih kecil/besar apabila
dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak penghasilan dan
akumulasi penghasilan perusahaan. (4) Adanya ketentuan-ketentuan mengenai kerugian
hasil usaha neto (kompensasi kerugian) dan kredit investasi yang berlaku bagi bentu
usaha tertentu. (5) Kemungkinan pengujian perlakuan khusus terhadap pajak atas
akumulasi laba, pajak atas penghasilan personal holding company dan seterusnya. (6)
Liberalisasi ketentuan-ketentuan yang mengatur fringe benefit dan/atau payment in kind.

Penggunaan Metode Akunting dan Periode Akunting dalam Perencanaan Pajak

Umum
Pada umumnya semua laporan keuangan dipersiapkan untuk memenuhi tujuan
tertentu, dan tujuan ini akhirnya akan memengaruhi bentuk dan isi dari laporan
keuangan tersebut dengan segala keterbatasannya.misalnya, laporan keuangan yang
dipersiapkan untuk digunakan oleh para manajer akan sangat berbeda sekali dengan
laporan keuangan yang dipersiapkan untuk keperluan pasar modal atau keperluan
instansi lainnya seperti bank dan lembaga keuangan lainnya. Hal ini mencakup pada
laporan keuangan yang dipergunakan untuk pengisian Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan, tentunya akan berbeda dengan laporan keuangan yang dipersiapkan untuk
keperluan para penanam modal atau pihak ketiga lainnya.

Sesunggunya, perbedaan tersebut tidak saja disebabkan oleh siapa pemakainya,


tetapi juga tergantung kepada metode apa yang digunakannya, apakah metode akunting
yang bersifat umum atau metode akunting yang bersifat spesifik untuk setiap keadaan.
Metode Akunting
Pada dasarnya ada dua metode akunting yang prinsipil, yang disebut: (1) Prinsip
penerimaan dan pengeluaran kas (the cash receipt and disbursement method) atau
disebut metode cash basis. (2) Prinsip atau metode akrual (the actual method) atau
disebut metode akrual basis.
Cara pembukuan dengan menggunakan metode cash basis adalah cara
membukukan

penghasilan

pada

saat

diterimanya

penghasilan

tersebut

dan

mengurangkan pengeluarannya pada saat pengeluaran tersebut dibayar. Yang dimaksud


dengan penghasilan disini adalah semua penghasilan bruto yang diterima dalam tahun
tersebut, baik yang kas maupun yang setara kas, sedangkan pengeluaran yang boleh
dikurangkan adalah semua pengeluaran dalam tahun yang sama, baik kas maupun setara
dengan kas sepanjang pengeluaran tersebut secara fiskal dapat dikurangkan sebagai
pengurangan.
Sementara itu, yang dimaksud dengan setara kas (cash equivalent), pada dasarnya
merupakan konsep tentang transaksi non-cash asset yang menghendaki agar non-cash
asset pada saat terjadinya transaksi terseebut, atau dengan perkataan lain, atas transaksi
pertukaran jasa yang bersifat non-cash asset, pada saat transaksi itu terjadi, sudah
dianggap sebagai penerimaan yang telah direalisir.
Dengan demikian, komponen-komponen penghasilan dan pengeluaran yagn
merupakan elemen-elemen yang menggambarkan penghasilan kena pajak, tidak berarti
bahwa selalu dalam bentuk uang kas, akan tetapi dalam menghitung penghasilan kena
pajak menurut metode ini dapat menggunakan tahun pajak yang sama dengan tahun
takwim, yaitu tahun buku yang meliputi 12 bulan. Apabila pembukuan wajib pajak
meliputi periode, yang kurang atau lebih dari 12 bulan, maka penghitungan pajak
didasarkan pada tahun takwim yang bersangkutan dengan memerhatikan bulan-bulan
takwim dari tahun tersebut. Apabila wajib pajak menggunakan tahun buku, maka hal ini
harus diberitahukan pada waktu menyampaikan Surat Pmberitahuan Tahunan kepada
Direktur Jenderal Pajak.
Periode Akunting/Tahun Pajak

Pada saat

pertama kali memilih periode akunting tersebut Wajib Pajak

dihadapkan kepada dua pilihan antara tahun pajak yang sama dengan tahun takwim atau
tahun pajak dengan tahun buku, dengan beberapa petunjuk sebagai berikut: (1) Apabila
suatu usaha memperoleh penghasilan puncaknya dalam beberapa bulan saja dan beban
yang berat di bulan-bulan lainnya, maka hendaknya tahun pajak pertama dari
perusahaan semacam ini mencakup bulan-bulan penghasilan puncaknya dengan semua
pengurangan-pengurangan yang dimungkinkan. (2) Apabila terdapat perbandingan
antara penghasilan dan pengurangannya yang sudah agak seimbang, maka ada baiknya
kalau tahun pajak pertama ditetapkan sebelum periode memperoleh keuntungan yang
lebih besar, dan sementara itu, uang pajak yang dapat ditunda tersebut dapat digunakan
lebih dulu dalam usaha perusahaan.
Namun, hendaknya dipertimbangkan bahwa penundaan penghasilan yang akan
dikenakan pajak dalam suatu tahun, jangan sampai mengakibatkan penempatan
penghasilan tersebut dalam tahun berikutnya termasuk dalam kelas penghasilan yang
tarifnya tinggi. Hendaknya selalu dipertimbangkan pengaruh pengambilan keputusan
tahun pertama tersebut terhadap tahun-tahun berikutnya.
Natural Business Year
Basis yang dikenal dalam rangka periode akunting ini ialah apa yang disebut
natural business year, yaitu suatu periode yang terdiri dari 12 bulan yang berakhir
pada saat aktivitas-aktivitas perusahaan berada pada titik rendahnya dalam suatu siklus
tahunan. Pada umumnya pada saat itulah persediaan berada dalam basis paling kecil,
puncak kesibukan penjualan telah berlalu dan piutang pun lebih berkurang, dan dengan
demikian penjualan dan utang piutang berada dalam titik terndah pula.
Setiap perusahaan biasanya mempunyai suatu natural business year tersendiri
yang pada umumnya tidak sama dengan tahun takwim. Ditinjau dari segi akuntansi
dianjurkan untuk menggunakan natural business year karena beberapa keunggulankeunggulan sebagai berikut: (1) Keunggulan penggunaan natural business year:
Investarisasi fisik persediaan, Laporan keuangan wajib pajak akan lebih akurat,
Penyiapan laporan yang lebih informatif untuk tujuan-tujuan perencanaan pengendalian
dalam memperoleh kredit. (2) Kerugian penggunaan natural busness year: Di tahuntahun pertama setelah perubahan periode akunting, akan terdapat kesulitan dalam
angka-angka untuk keperluan studi perbandingan, Apabila anggota industri jenis lainnya

menggunakan perode akunting yang berbeda-beda, maka akan terdapat kesulitan


membandingkan hasilnya dengn industri sejenis tersebut.
Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak
MenurutSuandy (2008:11) motivasi yang mendasari dilakukannya suatu
perencanaan pajak umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu:
Kebijakan Perpajakan (tax policy)
Kebijakan perpajakan (tax policy) merupakan alternatif dari berbagai sasaran
yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak,
terdapat faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak,
diantaranya: jenis pajak yang akan dipungut, subjek pajak, objek pajak, tarif pajak,
prosedur pembayaran pajak.
Undang-undang Perpajakan (tax law)
Kenyataan menunjukan bahwa dimana pun tidak ada undang-undang yang
mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam pelaksanaanya
selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain (Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri Keuangan, danKeputusan Direktur Jenderal Pajak). Tidak jarang
ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan undang-undang itu sendiri karena
disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang
ingin dicapainya. Akibatnya terbuka celah (loopholes) bagi wajib pajak untuk
menganalisis kesempatan tersebut dengan cermat untuk perencanaan pajak yang baik.
Administrasi Perpajakan (tax administration)
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk
memaksimalkan laba setelah pajak (after tax return) karena pajak ikut mempengaruhi
pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan
investasi melalui analisis yang cermat dan pemanfaatan peluang atau kesempatan yang
ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan
perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama (karena
pemerintah mempunyai tujuan lain tertentu) dengan memanfaatkan:Perbedaan tarif
pajak (tax rates), Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak
(tax base), Loopholes,shelters, dan havens
Tahapan dalam Membuat Perencanaan Pajak

Ada beberapa tahapan dalam membuat perencanaan pajak (tax planning) menurut
Suandy (2008:13) yaitu:
Menganalisis Informaasi (Basis Data) yang ada
Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah menganalisis
komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung
seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung.
Buat Satu Model atau Lebih Rencana Besarnya Pajak
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih atas tindakantindakan berikut:Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubngan inertnasional,
Pemilihan Negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi residen dari
Negara tersebut, Penggunaan satu atau lebih Negara tambahan.
Evaluasi atas Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan yang merupakan bagian kecil dari
seluruh perencanaan strategis perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi
untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan terhadap beban pajak,
perbedaan laba kotor, dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan.
Variabel-variabel tersebut akan dihitung seakurat mungkin dengan hipotesis sebagai
berikut:Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan, Bagaimana jika rencana
tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik, Bagaimana jika rencana tersebut
dilaksanakan tetapi gagal.
Mencari Kelemahan dan Kemudian Memperbaiki Kembali Rencana Pajak.
Hasil suatu perencanaan pajak baik atau tidak, tentu harus dievaluasi melalui
berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian, keputusan yang terbaik atas suatu
perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi.
Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentuk
perencanaan pajak yang diinginkan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat
adanya perubahan peraturan/perundang-undangan. Tindakan perubahan (up to date
planning) harus tetap dijalankan walaupun diperlukan penambahan biaya atau
kemungkinan keberhasilannya sangat kecil sepanjang penghematan pajak masih besar,
rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena bagaimanapun juga kerugian yang
ditanggung merupakan kerugian minimal.
Memutahirkan Rencana Pajak

Pemutahiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan


sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian
terhadap perkembangan yang akan dating maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang
manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan dari adanya perubahan, dan
pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat
yang potensial.

PEMBAHASAN PERENCANAAN PAJAK


Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk badan usaha
adalah:(1) Pertimbangan Tarif Pajak Penghasilan. Pertimbangan Tarif Pajak
Penghasilan, yaitu dengan memperhatikan besarnya tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang
akan terutang. Besarnya tarif PPh yang akan terutang setiap tahun antara wajib pajak
perorangan dengan wajib pajak badan adalah berbeda. Dengan melihat tarif pajak
tersebut dapat dibandingkan mana yang lebih menguntungkan apakah perorangan atau
badan usaha.(2) Pertimbangan Pengurangan Penghasilan Kena Pajak,Pertimbangan
Pengurangan Penghasilan Kena Pajak, yaitu pengurangan penghasilan kena pajak hanya
diberikan kepada wajib pajak perorangan. Wajib pajak perorangan diberikan
pengurangan penghasilan kena pajak berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Dengan adanya PTKP maka besarnya penghasilan neto yang menjadi dasar
perbandingan PPh terutang antara Wajib Pajak perorangan dengan Wajib Pajak badan
menjadi berubah, mengikuti Wajib Pajak perorangan tersebut. Semakin tinggi
tanggungan orang pribadi tersebut, besarnya batas PPh terutang yang sama antara Wajib
Pajak badan dan Wajib Pajak perorangan juga akan semakin tinggi. (3) Pertimbangan
Kewajiban Pembukuan,Pertimbangan Kewajiban Pembukuan, yaitu salah satu cara
yang digunakan oleh wajib pajak untuk dapat menghitung penghasilan neto yang
berkaitan dengan perhitungan besarnya PPh terutang atas kegiatan usahanya. Bagi wajib
pajak badan, pembukuan merupakan kewajiba. Untuk wajib pajak orang pribadi dengan
peredaran usaha sampai Rp 4.800.000.000,00 diberi pilihan untuk menghitung besarnya
penghasilan neto, dapat mempergunakan pembukuan atau mempergunakan norma
penghitungan penghasilan.(4) Pertimbangan Pengakuan Penghasilan, Pertimbangan
Pengakuan Penghasilan, yaitu bagi wajib pajak perorangan, berkaitan dengan pajak
tidak dikenal istilah PPh atau dividen, tetapi pengakuan penghasilan pada perorangan

yang meliputi seluruh penghasilan yang didapat dari apa saja, termasuk istri dan anak
yang belum dewasa. Sedangkan pada bedan usaha, laba yang didapatnya apabila
dibagikan kepada pemegang saham akan dikenai PPh atas dividen, hanya Wajib Pajak
badan tertentu saja yang tidak dikenakan. Demikian pula penghasilan wajib pajak badan
hanya berkaitan dengan badan usaha itu sendiri, tidak termasuk kegiatan usaha
pemegang saham.(5) Pertimbangan Kewajiban Pemungutan Pajak, Pertimbangan
Kewajiban Pemungutan Pajak, yaitu wajib pajak badan usaha yang bergerak dalam
bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri
otomotif ditunuk sebagai pemungut PPh pasal 22 atas penjualan produksinya.
Kewajiban pemungutan PPh pasal 22 tersebut tidak dikenakan kepada wajib pajak
perorangan

yang

mempunyai

kegiatan

industri

tersebut.

(6)

Pertimbangan

Pertanggung Jawaban Utang Pajak,Pertimbangan Pertanggung Jawaban Utang Pajak,


yaitu keuntungan yang didapat dari semua kegiatan usaha dalam bentuk perorangan itu
akan diakuinya sediri, demikian pula sebaliknya, seperti kerugian, musibah ataupun
kesulitan dalam kegiatan usaha dari bentuk perorangan sepenuhnya menjadi tanggung
jawab pribadi wajib pajak. Berlainan dengan bedan usaha yang harus memisahkan
aktiva yang dimiliki pemilik dengan aktiva yang dimiliki perusahaan berbentuk badan
usaha tersebut, baik keuntungan maupun kerugian akan diakui secara bersama-sama
sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, baik yang dimasukkan dalam anggaran
dasar maupun yang tidak. Lebih jelas tax planning dengan pemilihan bentuk badan
usaha tampak pada bagan berikut:
Bagan: Konsep Tax Planning dengan Pemilihan Badan Usaha

Bentuk Usaha

Badan Usaha

Perseorangan

Analisis
Keuntungan
Kelemahan

Kebijakan
Akuntansi

UU Pajak

Tax Planning

Tarif PPh

Kewajiban

Pengakuan

Kewajiban

Pertanggung

Analisis

Dengan

Ilustrasi

Kasus

Perencanaan

Pajak

Pada

Perusahaan

Perseorangan

Tarif Pajak Penghasilan


Tarif pajak penghasilan menurut Udang-Undang No 36 tahun 2008 Pasal 17,
menyebutkan bahwa:
Tabel: Tarif Pajak Untuk Wajib Pajak Perseorangan
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
-

sampai dengan Rp50.000.000,00


di atas Rp50.000.000,00 s/d Rp250.000.000,00
di atas Rp250.000.000,00 s/d Rp500.000.000,00
di atas Rp500.000.000,00

Tarif Pajak
5%
15%
25%
30%

Wajib Pajak Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28 %, dan
kemudian dapat diturunkan paling rendah sebesar 25 % sesuai dengan peraturan
pemerintah.
Ilustrasi: PT XYZ

adalah perusahaan Perseorangan oleh karena itu dalam

penghitungan pajaknya menggunakan tarif pajak progresif. Perhitungan pajak adalah


sebagai berikut:
Tabel : Penghitungan Pajak PT XYZ
Laba (Fiskal)
Penghasilan Tidak Kena Pajak(PTKP) setahun
- WP Pribadi
Rp. 24.300.000
- Kawin
Rp. 2.025.000
- Tanggungan 1
Rp. 2.025.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun dibulatkan
PPh Pasal 21 Setahun
- 5 % x Rp.50.000.000 = Rp. 2.500.000
- 15% x Rp.196.650.000
= Rp.29.497.500 +
PPh Pasal 21 Setahun

Rp. 275.000.000

(Rp. 28.350.000)
Rp. 246.650.000
Rp. 246.650.000

Rp. 31.997.500

Bila dihutung dengan menggunakan tarif Wajib Pajak badan maka


penghitungannya adalah :
Tabel : Penghitungan Tarif Pajak Wajib Pajak Badan
PPh Pasal 21 setahun =Laba Bersih (Fiskal) x Tarif Pajak Wajib Pajak badan
PPh Pasal 21 setahun= Rp.275.000.000 X 25%
= Rp. 68.750.000

Dari perhitungan diatas akan didapatkan selisih sebesar = (Rp. 68.750.000


-Rp. 31.997.500 = Rp 36.752.500 yang berarti PT XYZ menghemat pajak
sebesar Rp. 36.752.500, karena PT XYZ merupakan bentuk usaha
perseorangan bukan bentuk usaha badan.

Pengurangan Penghasilan Kena Pajak


Pengurangan Penghasilan Kena Pajak ini hanya diberikan kepada Wajib Pajak
perseorangan saja dan tidak diberikan kepada Wajib Pajak badan. Pengurangan
Penghasilan Kena Pajak yang diberika kepada WP perseorangan adalah berupa
Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP). PT XYZ dapat menghemat pajak sebesar
pengurang PTKP yaitu sebesar Rp. 28.350.000
Kewajiban Pembukuan
Pembukuan adalah salah satu cara yang digunakan Wajib Pajak untuk dapat
menghitung penghasilan neto yang berkaitan dengan penghitungan besarnya PPh
terutang atas kegiatan usahanya. Selain menggunakan pembukuan untuk menghitung
penghasilan neto juga dapat menggunakan norma menghitungan penghasilan
neto.Menurut Undang-Undang No 36 tahun 2008 pasal 14 adalah Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya

dalam 1 tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000 boleh menghitung penghasilan neto
dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Ilustrasi: PT XYZ dalam menghitung penghasilan netonya yaitu menggunakan
pembukuan meskipun untuk perusahaan perseorangan bisa menggunakan norma untuk
menghitung penghasilan netonya. Dengan syarat peredaran usahanya melebih dari Rp.
4.800.000.000. sehingga PT XYZ wajib menggunkan pembukuan dalam menghitung
penghasilan netonya. Oleh Karena itu PT XYZ akan terhindar dari sanksi sebesar
50% dari PPh Kurang atau tidak dibayar. Jika PT XYZ

tidak menggunakan

pembukuan maka akan menanggung sanksi sebesar :


Sanksi = Pajak Terhutang x 50%
= Rp. 11.128.600 x 50%
= Rp 5.564.300
PT XYZ akan menghemat pajak sebesar RP 5.564.300 karena PT XYZ
menggunakan pembukuan.

Pengakuan Penghasilan
PT XYZ dalam pengakuan penghasilan yang telah didapatkan dari usahanya
akan dimiliki sendiri Karena PT XYZ adalah perusahaan perseorangan, sehingga
tidak ada pembagian akan penghasilan yang telah didapatkan. Penghasilan yang
didapatkan PT XYZ yaitu dari hasil penjualan produksinya saja tanpa ada tambahan
penghasilan dari usaha yang lain penghasilan PT XYZ yaitu berupa laba fiskal
sebesar Rp. 275.000.000 yang akan dimiliki sendiri oleh pemilik perusahaan
Kewajiban Pemungutan Pajak
Kewajiban pemungutan pajak akan dikenakan pada Wajib Pajak badan yang
bergerak dalam bidang usaha industri semen, industrirokok, industri kertas, industri
baja, dan industri otomotif, maka Wajib Pajak badan akan ditunjuk sebagai pemungut
PPh pasal 22 atas penjualan produknya. (Mardiasmo, 2011:222). Kewajiban
Pemungutan PPh pasal 22 tidak dikenakan kepada wajib pajak perseorangan yang
bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan
industri otomotif. (muljono :2009,11). Ilustrasi: PT XYZ adalah perusahaan kertas
tetapi dalam bentuk usaha perseorangan sehingga PT XYZ tidak dikenakan pungutan

PPh pasal 22 atas penjualan produknya. Tetapi PT XYZ sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP) yang mempunyai kewajiban pemungutan PPh 21 dan PPN.

Pertanggungjawaban Utang Pajak


Pada dasarnya aktiva yang dimiliki oleh WP perseorangan tidak terpisah dengan
aktiva dari kegiatan usahanya, walaupun mempunyai kegiatan usaha dan memisahkan
aktiva dari masing-masing kegiatan usahanya, tetapi dalam perhitungan perpajakan
seluruh aktiva yang dimilikinya harus digambung dan keuntungan yang akan didapatkan
dari semua usahanya akan dimiliki sendiri begitu juga bila terjadi kerugian sepenuhnya
akan ditanggung oleh pribadi wajib pajak.(Muljono, 2009:12).
PT XYZ merupakan perusahaan yang berbentuk perseorangan sehingga hutang
pajak akan ditanggung sendiri, dan jika terjadi kerugian atas usahaanya maka selain
aktiva dari usahanya juga aktiva yang dimiliki PT XYZ akan ikut menanggung
kerugian yang terjadi pada usahanya. Oleh karena itu hutang pajak dan kerugian
perusahaan akan ditanggung sepenuhnya oleh pemilik perseorangan. Hal tersebut akan
menjadi keutungan bagi perusahaan perseorangan karena perusahaan akan lebih
memperhatikan laporan keuangan untuk tidak terjadi kerugian.

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Irwansyah. 2010. Menggali pajak Perusahaan Dan Bisnis Dengan


Pelaksanaan Hukum. Kompas Gramedia, Jakarta
Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi 2012. ANDI, Yogyakarta
Muljono, Djoko. 2009. Tax Planning Menyiasati Pajak dengan Legal. ANDI,
Yogyakarta
Suandy, Erly. 2008. Perencanaan Pajak. Edisi 3. Salemba Empat, Jakarta
Supramono dan Theresia Woro Damayanti. 2010. Perpajakan Indonesia Mekanisme
dan Perhitungan. ANDI, Yogyakarta
Undang-undang Pajak Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
Zain, Muhammad. 2007. Manajemen Perpajakan. Edisi 3. Salemba Empat, Jakarta

Das könnte Ihnen auch gefallen