Sie sind auf Seite 1von 39

RINGKASAN BUKU PDPI

BY WIENDO AND
EFRIADI

KUMPULAN MAKALAH KULIAH


ILMU PENYAKIT PARU
SISTIM PERNAPASAN DAN FUN GSI PARU
Respirasi : usaha tubuh untuk memenuhi kebutuhan O 2
utk proses metabolisme dan mengeluarkan CO 2 sebagai
hasil proses katabolisme dgn perantara organ paru -paru
dan saluran napas bersama- sama dengan sistim
kardiovaskuler sehingga dihasilkan darah yang kaya akan
oksigen .
Respirasi memiliki 3 tahap : ventilasi , difusi dan
perfusi
Ketiga komponen itu bersamaan dan bila ada gangguan
pada salah satu atau lebih komponen tersebut akan
terjadi gangguan pertukaran gas.
Ventilasi : peristiwa masuk dan keluarnya udara
kedalam paru
Difusi : perpindahan oksigen dari alveoli kedalam darah
dan pengeluaran Co 2 dari darah kealveoli
Perfusi : distribusi darah kedalam paru
Zona konduksi / ruang rugi anatomis : bagian dari
saluran pernapasan yang berfungsi sebagai tempat aliran
udara mulai dari luar kedalam paru , mulai dari trakea
sampai kebronkiolus terminalis
Zona respirasi : bagian saluran napas yang berfungsi
utk proses pertukaran gas ( difusi) mulai dari bronkus
respiratori sampai kealveoli
Kelainan respirasi :
Kelainan ventilasi : gangguan lumen bronkus
Kelainan difusi :Utk terjadinya difusi maka
oksigen harus melewati :dinding alveolus ,
jaringan intersisial , endotel kapiler, plasma d an
dinding eritrosit
Kelainan pada salah satu atau lebih sekat pemisah
proses difusi terhambat
Kelainan pd dinding alveoli pada :
Pneumonia : alveoli terisi infiltrate
Edema paru : alveoli terisi cairan
Atelektasis : dinding alveoli menyempit
Fibrosis paru : dinding alveoli kaku / menebal
Kelainan pd jar. Interstitial
Normal jar. Interstistial paru berisi udara, bila ada
benda maka aliran udara akan terhambat misal :
pneumonia dan edema paru
Kelainan pd endotel kapiler
Missal : arteritis nodosa
Kelainan pd plasma
Mis : plasma yg lebih kental akan lebih banyak
terjadi penurunan kapasitas difusi
Kelainan pada dinding eritrosit
Mis: sickle cell anemia
Kelainan perfusi : aliran darah terganggu bila
ada sumbatan aliran darah missal pada emboli
paru atau perlambatan aliran darah pada
decompensatio cordis
Gangguan faal paru : restriksi dan obstruksi
Restriksi : gangguan pengembangan paru oleh sebab
apapun
Semua volume statis paru mengecil yaitu
kapasiti vital (KV) , kapasiti paru total (KPT)
, volume residu (VR) , volume cadangan
ekspirasi (VCE) , kapasiti residu fungsional
(KRF)

VEP 1 / KVP masih diatas 75 % (VEP


1:volume ekspirasi paksa detik pertama )
Gambaran flow volume loop sama dengan
normal hanya dengan ukurannnya lebih kecil
Pada kelaian restriksi paru menjadi kaku shg
daya tarik kedalam lebih besar maka dinding
dada mengecil , iga menyempit dan volume
paru mengecil . Sevbagai parameter pada
poemeriksaan spirometri diukur kapaisiti vital
(KV)
KV 80 120 % : normal
KV < 80 % restriksi

KV > 120 % over/ hiperinflasi

Kelainan restriksi paru dijumpai pada :


Kelainan parenkim paru : tumor paru ,
pneumonia , abses paru , edema paru ,
atelektasis , kelaian fibrosis ( tb paru ,
asbestosi,
silikosis,
arthritis
rheumatoid,
scleroderma , LE, sarkoidosis, ILD)
Kelainan pleura : efusi pleura, pneumotoraks,
pleuritis sicca/ schwarte, tumor pleura
Kelaian dinding dada / tulang : fraktur iga,
obesitas, pektus ekskavatus, skoliosis, kiphosis
, gibbus
Kelainan neuromuscular : miastenia gravis
Kelainan mediastinum : kardiomegali, tumor
mediastinum , efusi perkardial
Kelainan diafragma : hernia diafragma , parese
diafragma , asites, kehamilan
Obstruksi : gangguan saluran nafas baik struktural
(anatomis)
maupun
fungsional
yg
menimbulkan
perlambatan arus ekspirasi .Kelainan ini dpt diketahui
dgn :
fisis
(
auskultasi
ekspirasi
pemeriksaan
memanjang / > 3 detik)
spirometri (VEP1 < 75 %)
pemeriksaan dgn peak flow meter (PFR)
rendah
gambaran flow volume curve (kurva melandai
dan memanjang)
pengukuran volume static paru (VR, KPT, KRF
semuanya meninggi)
Kelainan obstruksi dapat dijumpai pada :
Kelainan intra luminer ( lumen bronki normal
tapi dapat dijumpai massa dlm lumen tsb mis :
tumor , benda asing , secret)
Lumen bronki menebal (mis asma , bronchitis
kronik, perokok)
Pada emfisema. Sebenarnya disini tidak ada
obstruksi tp jaringan penyangga berkurang .

SPIROMETRI
Spirometri : salah satu pemeriksaan uji fungsi
paru
Spirometri : metode yang dapat mengukur
pergerakan udara kedalam dan keluar paru pada
berbagai perasat pernapasan
Rutin digunakan pada pasien dengan kelaian
jantung dan paru
Tujuan untuk penapisan (penyaringan) ,
diagnosis dan evaluasi
Faktor
yang
meningkatkan
kualiti
hasil
pemeriksaan : pemeriksaan yang akurat ,

prosedur pemeriksaan yg baik , program


pengendalian mutu yg berkelanjutan , nilai
acuan yg tepat dan algoritme interpretasi yang
baik
Fungsi Paru

Fungsi paru yg utama : proses respirasi

Empat volume paru yg utama dan emapt kapasiti paru


utama yg merupakan penjumlahan dua atau lebih
volume paru
Volume Paru
Volume Tidal (VT) : jumlah udara yg masuk
kedalam dan keluar dari paru pada pernapasan
biasa. Pada oprang normal dgn bbb 70 kg dlm
keadaan istirahat biasa mempunyai VT sebesar
500 ml
Volume cadanagn inspirasi (VCI) : jumlah
udara yg masih dapat masuk kedlaam paru
paru pada inspirasi maksimal setelah ekspirasi
biasa . Pada orang dewasa dg bb 70 kg
besarnya 3 liter
Volume cadangan ekspirasi (VCE) : jumlah
udara yg dikeluarkan secara aktif dari dalam
paru setelah ekspirasi biasa . Pada orang
dewasa dgn bb 70 kg sekitar 1,5 liter
Volume Residu (VR) : jumlah udara yg tersisa
dalam paru setelah ekspirasi maksimal . Pada
orang dewasa dgn bb 70 kg besarnya sekitar 1
liter
Kapasiti paru
Kapasiti paru total (KPT) : jumlah total udara
dalam paru setelah inspirasi maksimal atau
merupakan penjumlahan keempat volume utama
paru . Pada orang dewasa normal dgn bb 70
kg besarnya sekitar 6 liter
Kapasiti vital (KV) : jumlah udara yg dapat
dikespirasikan
maksimal
setelah
inspirasi
maksimal atau merupakan penjumlahan VT, VCI
dan VCE. Pada orang dewasa normal dgn bb
70 kg besarnya sekitar 5 liter
Kapasiti inspirasi (KI) : jumlah udara maksimal
yang dapat masuk kedalam paru setelah akhir
ekspirasi biasaatau menggunakan penjumlahan
VT dan VCI. Pada orang dewasa normal dgn
bb 70 kg besarnya sekitar 4 liter
Kapasiti residu fungsional 9KRF) : jumlah
udara dalam paru pada akhir ekspirasi biasa
atau merupakan penjumlahan VCEdan VR. Pada
orang dewasa normal dgn bb 7- kg besarnya
2,5 ltr
Nilai normal utk setiap volume dan kapasiti paru
sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh usia,
tinggi badan , jenis kelamin, suku , berat
badan dan bentuk tubuh
BUKU AJAR PULMONOLOGI KLINIK FKUI
DIAGNOSTIK TBC PARU
Penyakit tuberculosis ialah suatu penyakit infeksi
yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma
dan menimbulkan nekrosis pada jaringan. Infeksi ini
dapat mengenai berbagai organ didalam tubuh tetapi
yang paling sering terkena ialah jaringan paru . Sebelum

PD II penyakit ini dianggap berbahaya karena dianggap


tidak bisa disembuhkan walaupun bisa disembuhkan
akan menimbulkan kecacatan. Penemuan OAT yang
bersifat bakterisid bisa menyembuhkan kesembuhan.
Tingginya angka kesakitan dan kematian karena penyakit
tbc karena rendahnya penghasilan
masyarakat,
kepadatan
penduduk,
rendahnya
pendidikan
dan
pengetahuan kesehatan masyarakat.
MASALAH DALAM MENEGAKAN DIAGNOSIS TBC PARU
Kuman tbc paru tidak selalu ditemukan dalam
dahak penderita
Tidak semua penderita tbc paru menunjukan
gejala dan kalaupun memiliki gejala sebagian
akan sembuh secara spontan dengan atau
tanpa
kelainan
yang bisa
dilihat
secara
radiologis
Fasilitas laboratorium dan radiologi yang tidak
tersedia
Beberapa penyakit yang menunujukan gejala
yang sama seperti tumor paru , bronkiektasi
Keluhan batuk, sesak nafas, nyeri dada

bahkan batuk darah masih ada walaupun


penderita telah meminum OAT secara teratur
dan adekuat
dan dinyatakan sembuh. Hal ini
bukankarena penyakit tbc terus berlangsung tapi
karena kerusakan jaringan
paru yang
terjadi
cukup luas dan menetap
Beberapa penyakit dapat memberikan gambaran
radiologis yang memyerupai tbc paru
tbc aktif
Gambaran radiologis menunjukan
walaupun penderita telah meminum obat secara
teratur dan adekuat.
Biakan kuman dari dahak untuk memastikan
diagnostik tbc paru tidak bisa dikerjakan
DASAR DASAR DIAGNOSIS TBC
Gambaran klinik
Gejala sistemik :
a.
Demam merupakan gejala pertama dari
tbc paru biasanya timbul pada sore dan malam hari
disertai keringat mirip influenza yang segera mereda.
Serangan demam setiap 3 bulan (setelah 3 bulan, 6
bulan, 9 bulan). Demam seperti influenza bersifat
hilang timbul, makin lama makin panjang serangannya,
makin pendek masa bebas serangannya. Demam dapat
mencapai 40 - 41derajat celcius.
b.
Malaise
Karena tbc bersifat radang menahun maka rasa
tidak enak badan, pegal pegal, nafsu makan
berkurang, badan makin kurus , sakit kepala , mudah
lelah dan gangguan siklus haid.
Gejala respiratorik :
a.
Batuk baru timbul apabila proses
penyakit telah melibatkan bronkus. Awalnya batuk
karena iritasi bronkus lalu batuk disebabkan oleh
peradangan bronkus lalu timbul batuk yang produktif.
Batuk produktif ini untuk membuang produk ekskresi
peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau purulen
b.
Batuk
berdarah
karena
pecahnya
pembuluh
darah.
Berat
ringannya
batuk
darah
tergantung pada besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah . Batuk darah dapat timbul karena pecahnya
aneurisma aorta dan ulserasi mukosa bronkus.

c.
lanjut. Terjadi
d.
terkena. Nyeri

Sesak nafas biasanya pada stadium


karena kerusakan paru yang cukup luas.
Nyeri dada bila sistem persarafan pleura
dada dapat bersifat lokal atau pleuritik.

Pemeriksaan Fisik
Pada stadium awal pemeriksaan fisik tidak
banyak membantu. Pada stadium ini ronkhi basah
halus waktu inspirasi
dalam yang diikuti ekspirasi
dalam .

Gambaran Radiologik
Gambaran karakteristik tbc paru :
Lesi terdapat dilapangan atas paru

Bayangan berawan atau berbercak

Terdapat kavitas tunggal atau multipel

Terdapat kalsifikasi

Terdapat
lesi
bilateral
terutama

dilapangan atas paru

Terdapat
bayangan
abnormal
yang
menetap pada foto toraks setelah foto ulang beberapa
minggu kemudian
Lesi pada orang dewasa mempunyai predileksi
disegmen apikal dan posterior lobus atas serta se gmen
apikal lobus bawah. Lesi tbc bersifat multiformis yaitu
terdapat gambaran beberapa stadium pada saat yang
bersamaan yaitu infiltrat , fibrosis dan kalsifikasi
bersamaan. Gambaran yang tampak pada foto toraks
tergantung pada stadium penyakit.
Pada lesi baru di paru yang berupa sarang
pneumonia terdapat gambaran bercak seperti awan
dengan
batas yang
tidak
jelas.
Fase
berikut
bayangannya lebih padat dengan batas yang lebih
jelas. Bila lesi diliputi oleh jaringan ikat
maka akan
terlihat bayangan bulat dengan batas tegas seperti
tuberkuloma. Bila lesi tbc meluas maka akan terjadi
perkijuan yang bila dibatukan akan menimbulkan
kavitas. Kavitas bentuknya multiloculated, dinding tebal
dan sklerotik. Gambaran fibrosis seperti garis- garis
padat sedangkan kalsifikasi seperti bercak - bercak
dengan densitas tinggi.
Gambaran milier terlihat seperti bercak bercak
halus yang tersebar dikedua paru. Gambaran efusi
pleura dan pneumotoraks sering menyertai tbc paru .
Foto toraks PA dan lateral cukup memberikan
gambaran.

Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis pasti dengan biakan kuman dari
dahak penderita. Tidak menemukan kuman dalam
dahak penderita tidak menyingkirkan diagnosis tbc paru.
Kuman bisa tidak ditemukan dalam dahak
penderita karena :
1. Proses
penyakit
belum
melibatkan
bronkus
2. Jumlah kuman yg sangat sedikit karena
teknik mengumpulkan sputum yg kurang
baik
3. Cara pemeriksaan bahan yang kurang
adekuat

4. Pengaruh OAT
Pemeriksaan yang lain seperti
LED,
hitung
jenis leukosit dan jumlah leukosit . Pada saat aktif
atau eksaserbasi LED meningkat , leukosit meningkat
dengan pergesran kekanan dan limfosit lebih rendah .

Pemeriksaan Uji Tuberkulin

Bermakna untuk deteksi infeksi tbc terutama


pada daerah dengan prevalensi tbc yang rendah pada
orang dewasa. Uji ini bermakna bila didapatkan
konversi atau didapatkan kepositifan yang besar.
KLASIFIKASI TBC PARU
Diagnosis pasti tbc paru bila ditemukan kuman
tbc pada dahak atau jaringan paru penderita. Fakta
lebih dari separuh penderita tbc paru aktif tidak pernah
dibuktikan secara bakteriologik.
Klasifikasi tbc paru di RS Persahabatan :
1. Hasil pemeriksaan bakteriologik
Pemeriksaan mikroskopik langsung (M)
Hasil biakan (B)
2. Gambaran radiologik
Radiologik (Ro) + : dianggap relevan dengan
tbc paru
Radiologik (Ro) - : dianggap tidak relevan
dengan tbc paru
3. Keadaan klinis penderita
Klinis (+) : klinis yang dianggap relevan

dengan tbc paru


Klinis (-) : klinis yang dianggap tidak

relevan dengan tbc paru


4. Riwayat pengobatan penderita
Sedang mendapat pengobatan
Selesai mendapat pengobatan
Pengobatan adekuat atau tidak
Belum mendapat pengobatan
Klasifikasi diagnostik tbc paru :
1. Tb paru
mencakup semua kasus tb aktif dimana

semua prosedur diagnostik sudah lengkap


semua kasus yang sedang menyelesaikan

pengobatan walaupun pemeriksaan bakteriologik


negatif
semua kasus yang pernah mempunyai riwayat

pengobatan
tbc
paru
dan
mengalami
kekambuhan
semua kasus dengan pemeriksaan bakteriologik

negative tapi ada perbaikan secara klinis dan


radiologis setelah pemberian OAT.
2. Bekas tbc paru
Baktriologik (- ) M/B
Radiologik : Ro (-) atau Ro (+) yang
stabil
Klinis (-) mungkin ada riwayat pengobatan
dimasa lalu
Pengobatan : tidak ada, adekuat , tidak
adekuat , tidak teratur
3.
Tb
paru
tersangka
>>
tidak
dapat
diklasifikasikan kedalam tbc paru atau
bekas
tbc paru
belum ada hasilnya atau tidak
M (-) tapi
dilakukan
Ro (+) dengan atau tanpa kavitas
Klinis (+)
Riwayat pengobatan dapat ada atau tidak
Diagnostik
tbc
paru
tersangka
bersifat
sementara. Paling lambat dalam waktu 3 bulan
sudah harus diputuskan apakah termasuk tbc paru
atau bekas tbc paru dan dipikirkan pula
kemungkinan penyakit selain tbc paru.
Selama
melaksanakan
usaha
diagnostik,
penderita dibagi dalam 2 golongan :

1.

Golongan yang diobati :


Pasien yang memiliki gambaran radiologis dan
klinis sangat berat yang menjurus tbc paru ,
usia muda dan belum pernah mendapatkan
OAT
Penderita dengan efusi pleura ( dianggap efusi
pleura yang tidak jelas penyebabnya harus
dobati sebagai penderita paru )
Penderita DM karena DM sering diikuti oleh
tbc paru
2. Golongan yang tidak diobati :
Penderita dengan gambaran radiologis dan
klinis yang tidak kuat mengarah pada tbc paru
usia
tua
(perlu
dipikirkan
Penderita
keganasan)
Penderita yang pernah mendapatkan OAT
secara adekuat

PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI K DAN PERANANNYA


DALAM PENGOBATAN TBC PARU
Tujuan pemeriksaan bakteriologik
Diagnostik dan penemuan kasus
Penderita yang perlu diperiksa bakteriologik :
a. Memiliki 4 gejala cardinal WHO (batuk
batuk lebih dari 4 minggu , batuk darah ,
nyeri dada dan demam)
b. Penderita dengan kelainan
radiologik yang
diduga tbc paru
Evaluasi pengobatan
Urutan ketepatan evaluasi pengobatan >>
bakteriologik, radiologis dan klinis.
Di klinik dengan pengobatan selama 6 bulan
penilaian radiologis sering tidak lagi dipakai
sebagai
kriteria
sembuh.
Evaluasi
klinis
menemapati urutan skunder karena penderita tbc
telah dinyatakan sembuh secara bakteriologis
tapi kadang kadang masih menunjukan gejala
seperti tbc paru yang tidak sesuai dengan
status penyakit yang sebenarnya. Jadi evaluasi
pengobatan
diutamakan
hasil
pemeriksaan
bakteriologik .
Macam macam pemeriksaan bakteriologik :
1.
Bahan pemeriksaan bisa diambil dari
sputum, bilasan bronkus, jaringan paru, darah, urin,
cairan serebrospinal dan lain lain .
2.
Cara pemeriksaan bakteriologik
Mikroskopik biasa
Mikroskopik fluoresensi
Pemeriksaan resistensi
-

Identifikasi

Pemeriksaan
mikroskopik
lazim
digunakan
diIndonesia karena :
Penderita tbc dgn sputum positif yang paling
berbahaya buat dirinya sendiri maupun buat
masyarakat
Penderita tbc dengan sputum negatif resiko
penularan kecil dan mungkin sembuh secara
spontan
Cara sederhana dan murah sehingga dana bisa
dioptimalkan untuk pengobatan
Pengobatan penderita dengan OAT yang
ternyata bukan tb akan menyulitkan untuk
penemuan penderita berikutnya.

Tidak semua penderita tb dapat ditegakan


dengan sputum yang positif karena untuk mendapatkan
sputum yang positif dibutuhkan sekurang kurang
5.000 batang kuman tb /ml . Sedangkan dengan
dahak dibutuhkan sekitar 50 -100 batnag kuman tb
/ml.
Yang perlu diperhatikan dalam membuat sediaan
dan pemeriksaan mikroskopik :
Waktu pewarnaan
Pengambilan bagian sputum yang representatif
Waktu pemeriksaan mikroskopik (15 menit)
Sediaan yang positif harus dibuang
Biakan dapat memastikan kuman tbc hampir
100 % . BTA positif maka masih ada kemungkinan
artefak pada kaca objek, nocardia, M. atypic,
diphteroid / fusiform .
Rasional Kemoterapi Jangka pendek
Pada kemoterapi jangka pendek penilaian hasil
pengobatan
penderita
tergantung
pada
status
bakteriologik
sputum
penderita
sedangkan
status
radiologik penderita menjadi kurang berperan. OAT baik
yang bersifat baktrisid ataupun bakteriostatik bertujuan
membunuh kuman didalam tubuh penderita, tidak
secara langsung memperbaiki kerusakan jaringan . OAT
membunuh kuman sterilisasi jaringan
kesembuhan jaringan. Pada kemoterapi jangka panjang
(18 -24 bln ) tanpa rifampisin pemusnahan kuman
tidak banyak berbeda dengan pemulihan jaringan
sehingga status radiologis dapat dipakai sebagai
pedoman proses patologik diparu . Tapi pada
pengobatan jangka pendek proses pemusnahan kuman
lebih cepat daripada pemulihan jaringan sehingga
gambaran radiologis tidak dipakai sebagai pedoman
untuk melihat proses patologis yang terjadi di paru.
Bakteriologik tbc dalam sputum
Sputum sebagai proses produk sitologi paru
merupakan slah satu indikator perkembangan proses itu
sendiri.
Efek sterilisasi kemoterapi jangka pendek
menimbulkan efek samping yaitu fenomena basil mati
yang bisa disalahartikan sebagai gagal pengobatan.
Kriteria sembuh, gagal pengobatan dan kambuh hanya
berdasarkan pemeriksaan bakteriologik saja.
TERAPI MUTAKHIR TBC Y ANG RASIONAL
Pengobatan jangka pendek ialah penggunaan
OAT yang mengandung rifampisin dan pirazinamid
sebagai panduan pengobatan pada terapi awal. Kriteria
keberhasilan pengobatan terlihat dari konversi BTA
negatif setelah 2 bulan pengobatan dan pada akhir
pengobatan, kekambuhan penderita setelah penghentian
pengobatan dan pola sensitifitas dari penderita yang
sembuh.
Karakteristik Kuman Tbc
Karakteristik kuman tbc bila dilihat dari
penggunaan OAT :
Tergantung kepada oksigen
Pertumbuhan kuman yang lambat

segi

Mutan resisten timbul cepat

Kuman tbc tergolong kuman aerob tidak akan


tumbuh dalam lingkungan anaerob tetapi dapat tumbuh
seimbang dengan tekanan oksigen disekitarnya. Pada
kavitas kuman tbc akan tumbuh optimal karena kavitas
kaya akan oksigen sedangkan pada lesi perkijuan

kuman tumbuh sangat lambat karena tekanan oksigen


tidak menguntungkan buat pertumbuhan.
Waktu pertumbuhan kuman tbc lebih kurang 20
jam sehingga dosis tunggal OAT sudah cukup untuk
menghentikan pertumbuhan kuman. Pertumbuhan kuman
yang lambat mengakibatkan perlu waktu pengobatan
yang lama. Mutan resisten yang timbul cepat berarti
telah ada kuman tbc yang resisten didalam populasi
kuman sehingga diperlukan kombinasi OAT.
Mitchison membagi kuman tbc dalam 4
kelompok :
(kelompok kuman yang tumbuh
Kelompok A
aktif dan cepat). Kelompok ini dapat dibunuh
oleh INH (efek yang paling kuat), rifampisin
dan streptomisin.

Kelompok B (kuman yang semi dormant berada


dalam suasana asam biasanya berada dalam
makrofag atau dinding kavitas). Kelompok ini
dapat dibunuh oleh pirazinamid.
Kelompok C (kuman yang semi dormant
metabolismenya sangat cepat dan singkat dalam
beberapa jam saja). Kelompok ini dapat
dibunuh oleh rifampicin .
Kelompok D (kuman yang dormant). Kelompok
ini tidak dapat dibunuh oleh obat obatan apa
pun.

Cara Kerja OAT


Bersifat bakterisid artinya
membunuh kuman
yang metabolismenya secara aktif dan cepat.
Bekerja sebagai sterilisator artinya membunuh
kuman yang tumbuh secara lambat atau semi
dormant yang metabolismenya secara aktif dan
cepat.
Berkemampuan
untuk
mencegah
timbulnya
resistensi primer dengan menekan timbulnya
mutan yang resisten pada populasi yang besar.
Dapat diberikan intermiten.

EFEK BAKTERISID
Semua obat OAT bekerja bersifat bakterisid
kecuali PAS dan tiasetazone yang bekerja sebagai
bakteriostatik. INH merupakan bakterisid yang paling
kuat .INH dapat membunuh hamper 90 % populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pemberian OAT.
EFEK STERILISASI
Rifampisin dan pirazinamid merupakan obat
terpenting dalam memberikan efek sterilisasi karena
dapat membunuh kuman tbc semidormant yang masih
bertahan hidup terhadap efek bakterisid INH.
Untuk
mencapai efek sterilisasi yang optimal dibutuhkan waktu
6 bulan, pirazinamid hanya membutuhkan waktu 2
bulan sedangkan rifampisin sampai dengan 6 bulan .
MENCEGAH TERJADINYA RESISTENSI PRIMER
INH dan rifampisin sangat efektif dalam
mencegah terjadinya resistensi primer terhadap obat
lain.
Lama pemberian paduan pengobatan saat ini 6
bulan
merupakan
standar
yang
dipakai
untuk
pengobatan tbc paru dan ekstra paru pada orang
dewasa dan anak anak. Hal ini disebabkan karena
Dapat menyembuhkan dengan cepat, terlihat
perbaikan setelah 2 3 bulan setelah
pengobatan

Dapat menyembuhkan sebagian penderita yang


terinfeksi oleh strain kuman yang resisten
terhadap INH dan streptomisin
Dapat mencegah kegagalan pengobatan yang
disebabkan oleh terjadinya resisrtensi primer

BERBAGAI PERMASALAHAN DALAM TBC PARU


MASALAH MEDIS
Berasal dari penyakit dan penyebab penyakit
Berasal dari OAT
Berasal dari penyakit dan penyebab penyakit
merupakan
penyakit
menahun
dan
Tbc
berkembang secara kronik. Dalam perjalanan
ada masa tenang dan ada masa eksaserbasi.
Dalam masa eksaserbasi akan muncul sarang
sarang
radang (pneumonia), dalam masa
tenang sarang sarang radang (pneumonia)
akan membentuk sarang fibrotis / proliferatif.
Makin lambat diagnosis, makin terbentuk sarang
fibrosis .OAT akan berhasil baik pada sarang
pneumonia sehingga sarang pneumonia akan
direabsorpsi sedangkan pada sarang fibrotik tidak
akan mengembalikan sarang fibrotik menjadi
jaringan parenkim . Secara radiologis akan
mempersulit diagnosis tbc paru.
Pemakaian OAT yang tidak teratur akan
menimbulkan resistensi. Resistensi diketahui
setelah
2 bulan .Imunoseupresi dan DM
menyebabkan OAT tidak efektif.
2 . OAT

Masalah resistensi, kepatuhan dan efek samping


OAT.

MASALAH NON MEDIS


Pendidikan / pengetahuan kebersihan yang
kurang terutama dalam mencegah infeksi .
Tidak peduli terhadap penyakit yang diderita
Sosial budaya meludah sembarangan ,
menganggap tbc sebagai penyakit kutukan atau
mistik , perumahan yang padat dengan ventilasi
yang kurang dan tidak mendapatkan cahaya
matahari yang memadai dan
kurang menjaga
keberishan lingkungan
tidak
mampu
memenuhi
Kemiskinan

kebutuhan gizi , tidak mampu membeli obat


dan harus bekerja keras sehingga mempersulit
penyembuhan
Keterlambatan deteksi penyakit dan pengobatan
Dedikasi petugas dan PMO
Penyakit HIV/AIDS
PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN TBC
DIINDONESIA PDPI 2006
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi tbc dan Asia
Tenggara menyumbang 33 % dari seluruh penderita tbc
didunia. Diperkirakan angka kematian akibat tb sekitar
8000 orang setiap hari atau sekitar 2- 3 juta setiap
tahun. Angka mortaliti diAsia Tenggara sebesar 39 per
100.000 penduduk. Indonesia menempati urutan ketiga
didunia setelah Cina dan India. Setiap tahun ditemukan
250.000 kasus baru tb dan 140.000 kematian karena
tb. Tb merupakan
pembunuh nomor satu diantara
penyakit infeksi dan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan infeksi saluran nafas akut
pada seluruh kalangan usia.

Defenisi
Tbc
adalah
penyakit
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium tuberculosis complex.
Morfologi dan Struktrur Bakteri
M.tbc berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung ,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini
berukuran lebar 0,3 0,6 mikron dan panjang 1 -4
mikron. Dinding M.tbc sangat kompleks terdiri dari
lapisan lemak yang cukup tinggi (60 %).
Struktur dinding M.tbc yang kompleks menyebabkan
M.tbc tahan terhadap asam artinya sekali diwarnai
maka akan tahan terhadap upaya menghilangkan zat
warna tersebut oleh asam dengan larutan asam dan
alkohol.
Patogenesis
A.TBC primer
Kuman tbc saluran nafas jaringan paru sarang
pneumonia (sarang primer atau afek primer). Sarang
primer ini mungkin timbul dimana saja didalam jaringan
paru yang berbeda dengan sarang reaktivasi .Dari
sarang primer akan terlihat peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limgangitis lokal). Peradangan
saluran getah bening akan diikuti pembesaran kelenjar
getah bening dihilus (limfadenitis regional). Afek
primer bersama sama dengan limfangitis regional
disebut kompleks primer. Kompleks primer akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1.
Sembuh dengan
tidak meninggalkan cacat
sama sekali (restitution ad integrum)
2.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas
(sarang Ghon, sarang fibrotik dan sarang perkapuran
dihilus)
3.
Menyebar denagn cara :
a.
Perkontinuitatum , menyebar kesekitarnya
Contohnya epituberkulosis yaitu kejadian penekanan
bronkus biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi
pada saluran nafas sehingga menimbulkan atelektasis.
Kuman tbc akan berjalan sepanjang bronkus yang
tertekan kelobus yang atelektasis sehingga timbul
peradangan pada lobus yang atelektasis.
b.Penyebaran secara bronkogen baik diparu yang
bersangkutan atau paru sebelahnya atau tertelan.
c.Penyebaran
secara
hematogen
dan
limfogen.
Penyebaran ini berkaitan dengan jumlah kuman, virulensi
kuman dan daya tahan tubuh. Sarang yang ditimbulkan
dapat sembuh secara spontan tetapi bila tidak sembuh
akan menimbulkan tbc milier, meningitis tbc dan
typhhobacillosis landouzy. Penyebaran dapat mengenai
organ tubuh yang lain seperti ginjal, anak ginjal, tulang.
Komplikasi dan penyebaran berakhir dengan kesembuhan
dengan sekuele atau kematian. Semua perjalanan diatas
termasuk perjalanan tbc primer.
B.TBC POST PRIMER
Tbc post primer muncul bertahun tahun setelah infeksi
tbc primer biasanya pada usia 15 -40 tahun. Tbc post
primer memiliki nama yang berbeda seperti tbc
menahun, tbc bentuk dewasa, localized tbc.
Bentuk
tbc ini yang menjadi sumber masalah karena menjadi
sumber penularan .Tbc post primer dimulai dengan
sarang dini yang umumnya terletak disegmen apikal
lobus superior dan lobus inferior. Sarang dini awalnya
berbentuk sarang pneumonia kecil.
Sarang pneumonia ini akan mengikuti salah satu jalan
sebagai berikut :

Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa cacat.


Sarang tersebut akan meluas dan terjadi
penyembuhan dengan pembentukan
jaringan
fibrosis .Selanjutnya terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang akan
menjadi aktif dengan membentuk jaringan keju
dan menjadi kavitas bila sarang keju dibatukan.
Sarang pneumonia meluas membentuk jaringan
keju (jaringan kaseosa). Kavitas akan muncul
bila jaringan keju dibatukan keluar. Kavitas
awalnya berdinding tipis kemudian dindingnya
menjadi tebal (sklerotik). Kavitas tersebut akan
menjadi :
Meluas
kembali
dan
menimbulkan
sarang
pneumonia baru.
Memadat dan membungkus diri membentuk
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan
menyembuh tetapi dapat aktif kembali, mencair
lagi dan kavitas lagi.
Bersih dan menyembuh yang disebut open
healed cavity atau kavitas membungkus diri dan
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kavitas
yang terbungkus dan menciut sehingga terlihat
seperti bintang (stellate shaped).

KLASIFIKASI TBC
Tbc paru tbc yang menyerang jaringan paru tidak
termasuk pleura .
1.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
a.Tb paru BTA (+)
Sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukan BTA (+)
pemeriksaan
satu
spesimen
dahak
Hasil
menunjukan BTA (+) dan gambaran radiologis
menunjukan gambaran tbc paru yang aktif
Hasil pemeriksaan satu
spesimen
dahak
menunjukan BTA (+) dan hasil biakan positif.

b.Tb paru BTA ( -)


Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukan
BTA (-) tetapi gejala klinis dan gambaran
radiologis menunjukan gambaran tbc aktif.

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukan


BTA (-) tapi hasil biakan M. tbc memberikan
hasil yang positif.
2.Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien tergantung kepada riwayat pengobatan
pasien.
Kasus Baru pasien yang belum pernah
mendapatkan pengobatan OAT atau pernah
minum OAT tetapi kurang dari satu bulan.
Kasus kambuh (relaps) pasien tbc yang
pernah mendapatkan OAT dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap kemudian
datang lagi dan didapatkan hasil pemeriksaan
BTA postif atau biakan positif.
Tetapi bila didapatkan BTA (-) atau biakan
negatif tetapi ada perburukan
klinis dan
radiologis maka dipikirkan lesi non tuberculosis
(jamur, keganasan, pneumonia, bronkiektasis)
dan tbc paru kambuh yang ditentukan oleh
dokter spesialis yang berkompeten dibidang tbc.
Kasus defaulted atau drop out pasien yang
telah minum OAT > 1 bulan dan tidak
mengambil obat selama 2 bulan berturut turut
sebelum masa pengobatannya habis.

Kasus gagal pasien BTA positif yang masih


tetap positif atau menjadi positif pada bulan
kelima ( satu bulan sebelum masa pengobatan
selesai ) atau pada akhir pengobatan
Kasus kronik pasien yang masih menunjukan
BTA (+) setelah selesai pengobatan ulang
kategori 2 dengan pengawasan yang baik
Kasus bekas tb :
BTA negatif dan bila ada biakan negatif,
radiologi paru menunjukan gambaran tbc paru
yang tidak aktif atau serial foto menunjukan
gamabaran yang tidak berubah. Ada riwayat
pengobatan dengan OAT akan lebih mendukung.
Telah minum OAT 2 bualn atau lebih dan
radiologi menetap

B. Tbc Ekstra Paru


tbc yang menyerang organ tubuh selain paru
misalnya kelenjar getah bening , selapu otak, saluran
kencing, ginjal , usus . Diagnosis sebaiknya
berdasarkan PA.
DIAGNOSIS
Gejala tbc terdiri atas gejala lokal dan sistemik
1.
Gejala Respiratori batuk > 2 minggu, batuk
darah, sesak nafas dan nyeri dada.
2.
Gejala Sistemik demam ,malaise, keringat
malam, anoreksia dan penurunan berat badan
Pada tbc paru kelainan yang didapatkan tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan
penyakit tidak ditemukan kelainan. Kelainan paru pada
umumnya terletak didaerah lobus superior terutama
apeks dan segmen posterior ( S 1 dan S 2 ) serta
daerah apeks lobus inferior ( S 6).
Pada pemeriksaan jasmani ditemukan suara nafas
bronchial, amforik, suara nafas melemah, ronkhi basah,
tandatanda
penarikan
paru,
diafragma
dan
mediatinum.
Pada pleuritis tbc pemeriksaan fisis perkusi pekak,
auskulatsi suara nafas melemah sampai tidak terdengar
pada sisi yang sakit.

Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan
pemeriksaan
berasal
dari
dahak,
cairan
serebrospinal,cairan
pleura,bilasan
bronkus,bilasan
lambung, kurasan bronco-alveolar, urine, feses dan
jaringan biopsi .
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS) :
Sewaktu / spot ( dahak sewaktu kunjungan )
Pagi ( keesokan harinya )

Sewaktu / spot ( dahak pada waktu


mengantar dahak pagi )
Atau setiap pagi 3 hari berturut turut.
Pemeriksaan mikroskopis
Mikroskopis biasa
: pewarnaan Ziehl Nielsen
Mikroskopis fluoresens
: pewarnaan auramin rhodamin (khususnya penapisan )
Interpretasi
hasil
pemeriksaan
dahakdari
3
kali
pemeriksaan :
3 x (+) atau 2 x (+) , 1 x (-) BTA (+)
1 x (+) , 2 (-) ulang BTA 3 kali kemudian
bila 1 x (+) , 2 x (-) BTA (+) atau 3X (-)
BTA (-)

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala


IUALTD (International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease)
:
Tidak
ditemukan
kuman BTA dalam 100 lapang

pandang disebut negatif


Ditemukan jumlah kuman BTA 1- 9 dalam 100
lapang pandang ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
Ditemukan jumlah kuman BTA 10 - 99 dalam
100 lapang pandang disebut + (1+)
Ditemukan jumlah kuman BTA 1- 10 dalam 1
lapang pandang disebut ++ (2+)
Ditemukan jumlah kuman BTA
> 10 dalam 1
lapang pandang disebut +++ (3+)
Pemeriksaan biakan kuman dengan metode konvensional
dengan cara :
Egg base media : Lowenstein Jensen
(dianjurkan ) , Ogawa, Kudih
Agar Base Media : Middle Brook
Biakan untuk mendapatkan diagnosis pasti
Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium
Other Than Tuberculosis (MOTT).
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Standar posisi PA.
Pemeriksaan lain atas indikasi
seperti lateral, top lordotik, oblik dan CT Scan
.Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif
:
Bayangan berawan atau nodular disegmen apikal
dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
Kavitas terutama lebih dari satu yang dkelilingi
oleh bayangan opak berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya ) atau
bilateral (jarang )
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi
TB inaktif :
Fibrotik
Kalsifikasi
Scwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed lung)
Gambaran
radiologis
yang
menunjukan
kerusakan
jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut
dengan luluh. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari
atelektasis, multikavitas dan fibrosis parenkim paru.
Sulit untuk menilai aktivitas lesi hanya berdasarkan
gambaran
radiologi.
Perlu
dilakukan
pemeriksaan
bakteriologis
untuk
memastikan
aktivitas
penyakit
tersebut.
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk
kepentingan pengobatan (terutama pada kasus
BTA negatif ) dibagi atas :
Lesi Minimal : bila lesi mengenai sebagian satu
atau dua paru tapi tidak melebihi sela iga 2
depan dan tidak ada kavitas .
Lesi Luas : bila proses lebih dari lesi minimal
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN
Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan tes
rivalta
perlu
dilakukan
untuk
menegakan
diagnosis . Analisis cairan pleura sel limfosit
dominan dan glukosa yang rendah . Tes rivalta
tes rivalta postif dan kesan eksudat

Pemeriksaan Histopatologis Jaringan

Biopsi pleura, biopsi jaringan paru, biopsi atau


aspirasi lesi organ diluar paru yang dicurigai TB
dan otopsi.
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan
indikator yang spesifik untuk tbc. LED yang
normal tidak menyingkirkan
diagnosis tbc.
Limfosit pun kurang spesifik. LED dapat
meningkat pada saat proses aktif. LED pada
jam pertama dan kedua dapat dipakai sebagai
indikator proses penyembuhan.
Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif infeksi tbc. Uji ini
bernakna bila didapatkan konversi, bula atau
nilai kepositifan yang besar. Uji tuberkulin ini
menjadi negatif pada penderita malnutrisi dan
penderita HIV.

PENGOBAT AN TBC
Pengobatan tbc fase intensif (2 3 bulan ) dan
fase lanjutan ( 4 bulan atau 7 bulan) .
Panduan obat obat utama dan obat tambahan .
Obat Anti Tuberculosis (OAT) :
1.
Jenis obat utama (lini 1) INH, Rifampisin
, Pirazinamid , Streptomisin dan Ethambutol
2.
Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin ,
Amikasin , Kuinolon , Obat lain dala m
penelitian makrolid dan amoksisilin + asam klavulanat
Kemasan
1.
Obat Tunggal yang disajikan secara terpisah
2.
Obat kombinasi dosis tetap ( FDC = Fixed
Dose Combination )

Tabel Jenis dan Dosis OAT


Obat Dosis Dosis
Yang Dosis
Dosis
Menurut
(mg Dianjurkan
Maksimal Berat Badan (kg)
/kg
< 40 40- >60
BB/ Harian Intermite
n
60
Hari
)
R

8
12

- 10

10

600

300

450

600

4-6

10

300

150

300

450

20
30

-25

35

750

1000 1500

15 - 15
20

30

750

1000 1500

15
18

15

- 15

1000

Sesuai 750
BB

1000

Keuntungan FDC :
Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan
pembuatan resep yang minimal
Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien
dengan penurunan kesalahan pengobatan yang
tidak disengaja
kepatuhan
tenaga
kesehatan
Peningkatan
terhadap penatalaksanaan yang standar dan
benar

Perbaikan manajemen obat karena obat yang


digunakan lebih sedikit
Mengurangi resiko penyalahgunaan obat tunggal
dan MDR
Dosis OAT FDC
FASE

FASE INTENSIF

LANJUTAN
BB

HARIAN

HARIAN

3X/MG

HARIAN 3X/MG

(R/H/Z/E) (R/H/Z) (R/H/Z) (R/H) (R/H)


150/75/400/ 150/75/40 150/150/5
275
0
00
30- 2
2
2
37
38 -3
3
3
54
55- 4
4
4
70
>71 5
5
5

150/75 150/150
2

Penentuan dosis terapi FDC berdasarkan rentang dosis


yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang
efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi
atau non toksik .
PANDUAN OAT

Tb paru kasus baru BTA positif atau pada foto


toraks lesi yang luas
2 RHZE/ 4 RH atau 2RHZE 4 R3H3 atau 2RHZE 6
HE
Panduan ini dianjurkan tb paru BTA (+) kasus baru
atau tb paru BTA (-) dengan kelainan lesi toraks
yang luas termasuk luluh paru. Bila ada fasilitas biakan
dan uji resitensi pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resitensi.

Tb paru (kasus baru ) BTA (-) pada foto


toraks lesi minimal
2 RHZE/ 4 RH atau 2RHZE 4 R3H3 atau 6 RHE

Tb paru kasus kambuh


Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2
RHZES / 1 RHZE. Bila tidak terdapat hasil uji
resistensi diberikan 5 RHE. Bila ada hasil uji resistensi
diberikan obat sesuai dengan uji resistensi.

Tb paru kasus gagal dalam pengobatan


Pengobatan sesuai dengan tb paru kasus kambuh
Tb paru kasus putus berobat

a.
Berobat > 4 bulan Cek BTA
>> BTA negatif, klinis dan radiologis tidak aktif atau
ada perbaikan secara radiologis maka pengobatan bisa
dihentikan.
Bila radiologis aktif lakukan anaqlisis untuk memastikan
TB dan kemungkian penyakit lain. Bila terbukti Tb maka
pengobatna dimulai dari awal dengan panduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu yang lebih lama
>> BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan
panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu yang
lebih lama.

b.

Berobat < 4 bulan Cek BTA

>> BTA positif , pengobatan dimulai dari awal dengan


panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu yang
lebih lama
>> BTA negatif, gambaran foto toraks positif maka
pengobatan
OAT
diteruskan.
Jika
memungkinkan
diperiksa resitesni terhadap OAT

Tb paru kasus kronik


Jika belum ada hasil uji resistensi diberikan RHZES.
Jika telah ada hasil uji resistensi disesuaikan dnegan
hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT
yang masih sensitif) ditambah dengan obat golongan
kedua
(kuinolon, makrolid,betalaktam). Pengobatan
minimal 18 bulan.
Jika tidak mampu diberikan INH
seumur hidup atau rujuk.
Tabel Ringkasan Panduan Obat
KATEGORI KASUS
PANDUAN OBAT YANG
DIANJURKAN
I

II

Tb
paru
kasus2RHZE/
4RH
atau
baru BTA (+) 2RHZE/
6HE
atau
Tb
paru
kasus2RHZE / 4R3H3
baru BTA (-) ,
lesi toraks yang
luas
Tb paru kambuh 2RHZES/ 1 RHZE /
sesuai hasil uji resistensi
atau
5 RHE (fase intensif)
Gagal
Dalam Sebelum
ada
uji
Pengobatan
resistensi
diberikan
2
RHZES
/
1
RHZE
atau diberikan obat lini
kedua 3 - 6 bulan
(kanamisin,
ofloksasin,
etionamid,
sikloserin)
dilanjutkan
1518
bulan
(ofloksasin,
etionamid,
sikloserin)
atau pada fase lanjutan
obat disesuaikan dengan
hasil uji resistensi .

II

Tb
paru
yang Sesuai
dengan
lama
putus berobat
pengobatan sebelumnya,
lama
berhenti,
BTA,
gejala klinis , radiologis
atau 2RHZES/
1 RHZE/ 5RHE

III

Tb paru BTA (-2RHZE/ 4RH atau


) lesi minimal
RHE atau 2RHZE

6
/

4R3H3
IV

Kronik

1 RHZES/ sesuai hasil


uji resistensi (minimal 4
macam OAT yang masih
sensitif) + obat lini 2
(lama
pengobatan
minimal 18 bulan )

MDR Tb

Sesuai hasil uji resistensi


+ OAT lini 2 atau INH
seumur hidup

Bila alergi streptomisin dapat diganti dengan kanamisin.


2 RHZE/ 4 R3H3 disediakan oleh Program Nasional
TB Depkes
EFEK SAMPING OBAT
Efek samping ringan dan dapat diatasi dengan
simptomatis maka OAT dapat diteruskan.
1.
INH

Efek samping yang ringan >> tanda- tanda keracunan


pada syaraf tepi, kesemutan,rasa terbakar disendi d an
otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian
piridoksin 100 mg perhari atau vitamin B kompleks.
Obat dapat diteruskan. Kelainan lain menyerupai
defisiensi piridoksin (sindroma pellagra). Efek samping
yang berat ialah hepatitis imbas obat yang dapt timbul
pada 0,5 %. Bial terjadi hepatitis imbas obat, stop
OAT dan pengobatan disesuaikan dengan pedoman tb
pada keadaan khusus. Rifampicin
Efek samping yang ringan dan dapat diatasi dengan
pemberian obat simptomatis
:
Sindroma Flu demam, menggigil, nyeri tulang.
Sindroma Perut mual, muntah , diare, tidak nafsu
makan
Sindroma Kulit kuit gatal gatal dan kemerahan.
Efek samping yang berat tapi jarang terjadi :
Hepatitis imbas obat atau ikterik. Bila terjadi OAT harus
distop dulu dan penatalaksanaan disesuaikan dengan
pedoman khusus.
Purpura, anemia hemolitik, gagal ginjal akut. Bila terjadi
slah satu gejala diatas maka rifampicin haru sdirop dan
jangan diberikan walaupun gejala menghilang.
Sindroma respirasi yang ditandai dengan sesak nafas.
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air
seni, keringat, air mata dan air liur. Warna merah
terjadi
karena proses metabolism obat dan tidak
berbahaya.
Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat. Nyeri
sendi diatasi dengan aspirin dan kadang menimbulkan
atritis
gout
akaut
karena
mungkin
disebabkan
berkurangnya ekskresi asam urat dan penimbunan asam
urat.
Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna
untuk merah dan hijau. Gangguan penglihatan akan
kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat
dihentikan. Etambutol jangan diberikan pada anak- anak
karena kerusakan okuler sulit dideteksi.
Streptomisin
Efek samping yang utama ialah kerusakan N.VII yang
mengurus keseimbangan dan pendengaran. Resiko efek
samping meningkat sesuai dengan dosis obat dan umur
pasien. Efek samping ringan ialah tinnitus, pusing dan
kehilangan
keseimbangan.
Jika
obat
diteruskan
kehilangan keseimbangan dan tuli yang menetap.
Streptomisin dapat menembus sawar darah plasenta dan
dapat merusak syaraf pendengaran janin sehingga tidak
boleh diberikan pada ibu hamil.
Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya
EFEK SAMPING KEMUNGKIN TATALAKSANA
AN
PENYEBAB
MINOR
OAT diteruskan
Tidak ada nafsu Rifampisin
makan,
mual,
nyeri perut
Nyeri sendi
Pirazinamid

Obat

diminum

malam

Kesemutan s/d INH


rasa
terbakar

Beri vitamin B6 100 mg

sebelum tidur
Beri aspirin / allopurinol

dikaki

1x sehari

Warna
merah Rifampicin
pada air seni

Beri

MAYOR

Hentikan Obat

Gatal
dan Semua
kemerahan pada OAT
kulit
Tuli

penjelasan

, tidak

perlu diberi apa - apa

jenis Beri
antihistamin
dievaluasi ketat

Streptomisin

Streptomisin distop

Gangguan
Streptomisin
Keseimbangan
(Vertigo
dan
Nistagmus)
Ikterik/ Hepatitis Sebagian
Imbas Obat
besar OAT

Streptomisin distop

dan

Hentikan OAT dan boleh


diberikan hepatoprotektor

EFEK SAMPING KEMUNGKIN TATALAKSANA


AN
PENYEBAB
MAYOR
Hentikan Obat
Muntah
dan Sebagian
confusion
besar OAT
(suspected
drug
induced
pre
icteric
hepatitis)
Gangguan
Etambutol
penglihatan
Gangguan
Rifampicin
sistemik
syok
dan purpura

Hentikan

semua

OAT

dan tes faal hati

Hentikan etambutol
Hentikan rifampicin

PENGOBAT AN SUPORTIF / SIMPTOMATIS


Pasien rawat jalan :
Makan makanan yang bergizi, vitamin ( tidak ada
pantangan makanan untuk penyakit tbc kecuali untuk
penyakit komorbid)
Obat simtomatik untuk panas, batuk, sesak nafas dan
keluhan lain .
Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap tb paru bila disertai dengan batuk
darah yang massif, keadaan umum yang buruk,
pneumotoraks, efusi pleura, empiema, sesak nafas berat
(bukan karena efusi pleura)
Tb diluar paru yang mengancam jiwa tb milier dan
meningitis tb.
TERAPI PEMBEDAHAN
Indikasi Operasi
Indikasi Absolut :
Pasien tb yang telah mendapat OAT adekuat
tapi BTA (+)
Pasien batuk darah yang masif yang tidak
dapat diatasi dengan cara konservatif
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema
yang tidak bisa diatasi dengan cara konservatif.
Indikasi Relatif
Pasien dengan dahak negarif yang bauk
berulang
Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
Sisa kavitas yang menetap

Tindakan
invasif
pemasangan WSD.

bronkoskopi,

punksi

pleura,

EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi
pengobatan
meliputi
evaluasi
klinis,
bakteriologis, radiologis, efek samping
obat dan
keteraturan berobat.
Evaluasi Klinis
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan
pertama dan setiap bulan pada bulan berikutnya
Evaluasi : respons pengobatan ,
efek samping obat
dan komplikasi penyakit
Evalusai klinis : keluhan , berat badan, pemeriksaan
fisis
Evaluasi Bakteriologis (0 -2- 6/9 bulan )
Tujuan mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
Pemeriksaan dan evaluasi pemerikdsaan mikroskopis
pada awal pengobatan , setelah 2 bulan (setelah fase
intensif ) dan akhir pengobatan
Bila ada fasilitas biakan dilakukan pemeriksaan biakan
dan uji resistensi
Evaluasi Radiologis ( 0 -2- 6/9 bulan )
Pemeriksan dan evaluasi radiologis
Pada awal pengobatan
Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang
kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan )
Pada akhir pengobatan
Evaluasi efek samping Bila bisa diperiksa fungsi ginjal,
hati dan darah lengkap
Fungsi hati : SGOT, SGPT dan bilirubin. Fungsi ginjal
: ureum dan kreatinin, gula darah dan asam urat
Asam urat diperiksa bila memakai pirazinamid
Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila memakai
etambutol
Pemeriksaan audiometri dan keseimbangan bila memakai
streptomisin
Pada anak dan dewasa muda tidak perlu dilakukan
pemeriksaan awal tapi evaluasi secara klinis.
Evaluasi Keteraturan Obat
Pentingnya penyuluhan keteraturan obat

pada

pasien,

keluarga dan lingkungan


Kriteria Sembuh
BTA mikroskopis negatif dua kali pada akhir fase
intensif dan pada akhir pengobatan
dan
telah
mendapatkan pengobatan yang adekuat
Pada foto toraks , gambaran radiologis seria l tetap atau
berkurang
Bila ada fasilitas uji biakan , hasil biakan negatif
Evaluasi Pasien Yang Telah Sembuh
Sebaiknya tetap dievaluasi minimal 2 tahun pertama
setelah sembuh untuk mengetahui kekambuhan
Pemeriksaan BTA bulan 3, 6 , 12 dan 24 bulan
setelah dinyatakan sembuh
Pemeriksaan radiologis
bualn 6 , 12 dan 24 bulan
setelah dinyatakan sembuh
RESISTEN GANDA (MULTI DRUG RESIST ANCE /MDR )
MDR M. tuberculosis resisten terhadap INH dan
Rifampisin dan atau terhadap OAT yang lain.
Resistensi terhadap OAT dibagi menjadi :
Resistensi Primer bila pasien belum pernah
mendapatkan OAT

Resistensi Inisial bila kita tidak tahu pasti


apakah pasien pernah mendapatkan pengobatan
OAT sebelumnya
Resistensi Skunder bila pasien pernah
mendapatkan pengobatan OAT sebelumnya
Laporan pertama tentang MDR datang dari kasus TB
dengan HIV/AIDS 70 -79 % dalam kurun waktu 4
6 minggu . Laporan WHO tentang tb (2004 )
melaporkan 50 juta orang telah terinfeksi kuman tb
yang telah resisten terhadap OAT . Kasus tb paru
kronik juga sering disebabkan oleh MDR- TB.

Beberapa penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT :


Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tb
Panduan OAT yang tidak adekuat
Pemakaian OATyang tidak teratur
Fenomena Addition Syndrome yaitu suatu obat
yang
ditambahkan
dalam
satu
panduan
pengobatan yang tidak berhasil. Penambahan
satu obat akan menambah daftar obat yang
resisten
Penggunaan obat kombinasi yang pencampuran
tidak dilakukan secara baik
Ketidakteraturan dalam ketersediaan obat
Lama waktu pengobatan yang membosankan
pasien
Pengetahuan pasien yang kurang
Klasifikasi OAT untuk MDR
dengan
aktivitas
bakterisid
:
Obat
aminoglikosida, tionamid dan pirazinamid yang
bekerja pada pH asam
Obat dengan aktiviitas bakterisid yang rendah :
fluorokinolon
Obat dengan aktivitas bakteriostatik : etambutol,
PAS dan cycloserin
Fluorokinolon
Moksifloksasin, levofloksasin, ofloksasin dan ciprofloksasin
kuman tb yang resisten terhadap OAT lini 1
Aminoglikosida
terhadap
streptomisin
gunakan
Resisten
kanamisin atau amikasin
Resisten terhadap kanamisin atau amikasin
gunakan kapreomisin
Paduan
yang dianjurkan ialah OAT
yang
masih sensitive minimal 2- 3 OAT lini 1
ditambah dengan lini 2 ciprofloksasin 1000
1500 mg atau ofloksasin 600 - 800 mg
(obat dapat diberikan single dose atau 2 kali
sehari) . Lama pengobatan minimal 18 bulan.

Hati hati pemberian kortikosteroid pada pasien DM dan


tb paru dengan lesi yang luas
Evakuasi cairan dapat ulang dilakukan bila diperlukan
Tb paru dengan DM
Panduan OAT sama dengan Tb tanpa DM dengan
syarat gula darah terkontrol
Bila gula darah tidak terkontrol maka lama pengobatan
dilanjutkan sampai 9 bulan
Hati hati dengan penggunaan etambutol karena pasien
DM sering mengalami komplikasi pada mata
Rifampisin mengurangi efektifitas obat oral diabetes
(sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes
ditingkatkan dosisnya
Perlu kontrol sesudah pengobatan
Tb paru dengan HIV/AIDS
Tidak semua pasien tb perlu diuji HIV. Hanya pasien tb
tertentu saja misalnya :
Riwayat resiko tinggi tertular HIV/AIDS
Hasil pengobatan OAT tidak memuaskan
MDR-TB dan Tb kronik
Pemeriksaan minimal untuk memastikan tb paru ialah
pemeriksaan
fisik,
radiologis
toraks
dan
jika
memungkinkan pemeriksaan CD 4
Pengobatan OAT pada Tb - HIV
Pada dasarnya OAT sama dengan tb tanpa HIV-AIDS
Kombinasi obat
,
dosis obat dan lama pengobatan
yang tepat
Pemberian tiasetazon pada Tb- HIV akan menyebabkan
toksik berat pada kulit
Injeksi streptomisin hanya diberikan bila ada spuit steril
satu kali pakai
Desensitisasi INH dan streptomisin tidak boleh dilakukan
karena menyebabkan toksisk yang serius pada hati
Bila tidak respos
dengan
pengobatan pikirkan
malabsorpsi obat
Pemberian OAT disesuaikan dengan jumlah limfosit CD4
dan rekomendasi yang ada
Gambaran Tb HIV infeksi dini dan infeksi lanjut
Gambaran
Infeksi Dini
Infeksi Lanjut
3
3
(CD > 200/mm )
(CD < 200/mm )
Sputum
mikroskopis

Positif

Negatif

Uji Tuberkulin

Positif

Negatif

Tbc
ekstrapulmonal

Jarang

Sering

Mikrobakteremia Tidak ada


PENGOBAT AN TB PADA KEADAAN KHUSUS
Tb Milier
Rawat inap , panduan obat 2 RHZE/ 4RH
Pada keadaan khusus tergantung klinis, radiologis dan
evaluasi
pengobatan
maka
pengobatan
dapat
diperpanjang.
Pemberian kortikosteroid tidak rutin diberikan hanya
diberikan pada keadaan gejala meningitis, toksik, demam
tinggi dan sesak nafas .
Pleuritis Eksudativa Tb (Efusi Pleura Tb)
Evakuasi cairan dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai
dengan keadaan pasien dan diberikan kortikosteroid

Radiologis

Reaktivasi
tb
kavitas diapeks

Ada
,Tipikal primer tb
milier/ interstitial

Adenopati hilus Tidak ada


/ mediastinum

Ada

Efusi Pleura

Ada

Tidak ada

Tb paru pada kehamilan dan menyusui


OAT harus tetap diberikan kecuali streptomisin karena
streptomisin menyebabkan gangguan pendengaran pada
janin
Pasien tb yang menyusui maka OAT dan ASI dapat
diberikan walaupun OAT
dapat masuk kedalam ASI

tetapi dalam dosis yang kecil dan tidak berbahaya bagi


bayi .
Perempuan usia reproduksi aktif yang mendapatkan
rifampicin dianjurkan untuk tidak memakai kontrasepsi
hormonal
karena
rifampicin
mengurangi
efektifitas
kontrasepsi hormonal tersebut .
Tidak ada indikasi aborsi karena tb dalam kehamilan
Tb paru pada gagal ginjal
Jangan menggunakan streptomisin , kanamisn dan
kapreomisin
Hindari etambutol karena waktu paruhnya panjang dapat
terjadi akumulasi etambutol
Sesuaikan dosis dengan fungsi ginjal
Rujuk keahli paru
Tb paru dengan kelainan hati
Sebaiknya diperiksa fungsi hati bila dicurigai ada
kelainan hati
Jangan berikan pirazinamid
Rekomendasi WHO : 2 SHRE / 6RH atau 2 SHE/
10 HE
Pada pasien hepatitis akut atau klinis ikterik tunda
OAT sampai ikterik sembuh. Bila sangat memaksa
dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai
hepatitis menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH
Hepatitis Imbas Obat
Kelainan fungsi hati akibat penggunaan hepatotoksik (
drug induced hepatitis)
Klinis (+)
Ikterik (+) , gejala mual (+),
muntah (+) stop OAT
Klinis (+), SGOT, SGPT > 3 x stop OAT
Klinis (-) , SGOT, SGPT > 5 x stop OAT
Klinis (-) , bilirubin > 2 stop OAT
Klinis (-), SGOT, SGPT >
3 x OAT
diteruskan dengan pengawasan
Panduan Obat Yang Dianjurkan
Stop obat RHZ
Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi
Tb pada organ lain
Tb tulang , tb sendi dan tb kelenjar selama 9 -12
bulan. Panduan pengobatan 2 RHZE / 7-10 RH.
Pemberian kortikosteroid pada perikarditis tb untuk
menurunkan intervensi operasi dan kematian. Pada
meningitis tb untuk menurunkan gejala sisa neurologis.
Dosis yang dianjurkan 0,5 mg /kg BB /hari selama 3
6 minggu.
Komplikasi
Pada pasien tb dapat terjadi komplikasi sebelum
pengobatan,
selama
pengobatan
maupun
setelah
pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi
batuk darah, pneumotoraks, luluh paru, gagal nafas,
gagal jantung dan efusi pleura.
DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT C OURSE
(DOTS)
WHO DOTS kunci keberhasilan penanggulangan tb.
5 komponen DOTS :
Komitmen
politik
pemerintah
untuk

menjalankan program tb nasional


Penemuan
kasus
tb
dengan

pemeirksaan mikroskopis
Pemberian obat jangka pendek denagn

diawasi secara langsung

Ketersediaan
kesinambungan

OAT

Monitoring
dan
pencatatan
pelaporan yang baku / standar

secara
dan

Tujuan DOTS :
Mencapai tingkat kesembuhan yang tinggi

Mencegah putus berobat

Mengatasi efek samping jika timbul


Mencegah resistensi
Pengawasan terhadap pasien tb dapat dilakukan oleh :
Pasien berobat jalan :
Bila pasien dapat datang teratur setiap minggu maka
petugas medis atau petugas social dapat berfngsi
sebagai PMO. Bila apsien tidak mampu datang teratur
maka perlu berkoordinasi dengan puskesmas setempat.
Rumah PMO harus dekat denga pasien tb. PMO bisa
petugas
kesehatan,
orang
lain
(kader,
tokoh
masyarakat), keluarga/ orang serumah.
Pasien rawat inap
Petugas medis menjadi PMO sampai pasien selesai
perawatan selanjutnya sesuai dengan pasien rawat jalan.
Langkah Pelaksanaan DOTS
Sebelum pengobatan pertama kali dimulai, pasien harus
diberikan penjelasan tentang pentingnya PMO dan PMO
perlu hadir untuk mendengarkan penjelasan tentang
DOTS.
Persyaratan PMO
PMO bersedia bekerja secara sukarela dengan
membantu pasien tb sampai sembuh dan
menjaga kerahasiaan pasien tb- HIV/AIDS
PMO diutamakan kader PPTI, PKK atau
anggota keluarga yang disegani pasien
Tugas PMO
Bersedia mendapatkan penjelasan diklinik
Mengawasi pasien dalam hal minum OAT
Mengingatkan pasien untuk memeriksakan dahak
sesuai jadwal
Memotivasi pasien untuk tetap minum obat
Mengenali efek samping obat
Merujuk pasien yang mengalami gejala efek
samping obat
Melakukan kunjungan rumah
Mendorong
anggota
keluarga
untuk
memeriksakan dahak bila ada gejala tb
Bila pasien tb paru memiliki penyakit tb diluar organ
paru maka untuk kepentingan pencatatan maka dicatat
sebagai pasien tb paru. Bila seorang pasien ekstra paru
pada beberapa organ maka dicatat tb ekstra paru yang
paling berat.

PEDOMAN NASIONAL PENAN GGULANGAN TBC DEPKES RI


2006
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia terinfeksi
oleh M. tbc. Diperkirakan 95% kasus tb dan 98%
kematian karena tb terjadi dinegara-negara berkembang.
Kematian wanita karena tb lebih banyak dibandingkan
daripada kematian karena kehamilan, persalinan dan
nifas.
Penyebab utama meningkatnya masalah tb :
1.
Kemiskinan dinegara berkembang
2.
Kegagalan pelaksanaan program tb. Hal ini
diakibatkan oleh :
a.
Tidak
memadainya
komitmen
politik
dan
pendanaan

b.
Tidak memadainya organisasi pelayanan tb
(akses masyarakat yang kurang,diagnosis yang tidak
standar ,obat yang tidak terjamin ketersediaannya,
pencatatan, pelaporan,evaluasi)
c.
Tidak memadainya tatalaksana kasus yang
standar
d.
Salah
persepsi
dan
meragukan
efektifitas
imunisasi BCG
e.
Infrakstruktur kesehatan yang buruk pada mrgara
yang mengalami
krisis ekonomi dan pergolakan
masyarakat
3.
Meningkatnya jumlah penduduk dan perubahan
struktur kependudukan
4.
Meningkatnya pandemik HIV
Di
Indonesi
Tb
merupakan
masalah
kesehatan
masyarakat. Jumlah pasien tb diIndonesia ketiga di
dunia. Tahun 2004 ada kasus 539.000 kasus baru
dan 101.000 kematian. Insidens tb BTA (+) 110 per
110.000 penduduk.
Penularan Tb
Tb penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman tb. Sebagian besar kuman tb menyerang paru
tapi dapat juga menyerang organ lain.
Cara Penularan
Sumber penularan pasien tb BTA (+)
Pada waktu batuk atau bersin pasien menyebarkan
kuman keudara dalam bentuk percikan dahak. Sekali
batuk dapat menyebarkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana
percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Ventilasi dapat mengurangi percikan dahak sementara
sinar matahasi dapat membunuh kuman. Percikan dahak
dapat bertahan beberapa jam dalam keadaan yang
gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien
tergantung kepada jumlah kuman dalam percikan dahak.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman tb
ialah jumlah kuman dalam percikan dahak dan lama
menghirup percikan dahak.
Resiko penularan ditunjukan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk
yang beresiko terinfeksi tb dalam 1 tahun. ARTI
Indonesia 1- 3 %. Infeksi tb dibuktikan dengan
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Hanya sekitar 10 % penduduk yang terinfeksi tb a kan
menjadi sakit tb.Denagn ARTI 1 % berarti diperkirakan
dari 100.000 penduduk diperkirakan rata- rata 1000
orang akan
terinfeksi tb dan 10 % atau 100 orang
akan sakit tb. Sekitar 50 orang dari 100 yang sakit tb
adalah tb BTA positif.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang
menjadi pasien tb ialah daya yahan tubuh yang rendah
misalnya pada kasus HIV /AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk) karena merusak imunitas selular. Riwayat
alamiah pasien tb yang tidak diobati. Pasien yang tidak
diobati setelah 5 tahun (50 % akan meninggal, 25 %
akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang
tinggi dan 25 % akan menjadi kasus kronik yang
tetap menular).
Fokus utama DOTS penemuan dan penyembuhan
pasien terutama tb BTA (+). Studi WHO di Indonesia
1 dollar yang digunakan untuk membiayai DOTS akan
menghemat 55 dollar dalam waktu 20 tahun.
Strategi DOTS :
Komitmen politik dan pendanaan
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis

Pengobatan jangka pendek yang standar bagi


semua kasus tb dengan tatalaksana kasus yang
tepat termasuk pengawasan langsung pengobatan
Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu
Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu
memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan
dan kinerja program secara keseluruhan

Stop tb partnership memakai strategi :


Mencapai, mempertahankan dan mengoptimalkan
DOTS
Merspon masalah tb- HIV , MDR-tb dan
masalah yang lain
Memperkuat sistem kesehatan
Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan
termasuk swasta dan pemerintah
Memberdayakan pasien dan masyarakat
Melaksanakan dan mengembangkan penelitian
PRINSIP DASAR TATALAKSANA TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan
suspek, diagnosis, penentuan penyakit dan tipe penyakit
. Prioritas penemuan dan pengobatan tbparu yang
menular.
Strategi Penemuan
Penemuan pasien tb dilakukan secara pasif dengan
promosif aktif.
Pemeriksaan terhadap masyrakat yang memiliki kontak
dengan pasien TB paru BTA (+) yang menunjukan
gejala yang sama harus diperiksa dahaknya.
Penemuan secra aktif dari rumah kerumah dianggap
tidak cost efektif.
Gejala klinis pasien tb
Gejala utama pasien tb paru adalah batuk berdahak
selam 2- 3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti
gejala sistemik. Gejala gejala tersebut dapat dijumpai
pada penyakit bronkiektasi, bronchitis kronis, asma dan
kanker paru. Mengingat prevalensi tb di Indonesi saat
ini masih tinggi maka setiap orang yang datang ke
UPK dengan gejala tersebut maka setiap apsein suspek
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis berfungsi untk
menegakan diagnosis, menentukan potensi penularan dan
mengevaluasi keberhasilan pengobatan. . Pemeriksaan
dahak dilakaukan 2 hari berurutan.
S (sewaktu ) dahak dikumpulkan pada waktu pasien
suspek datang pertama kali pada UPK
P (pagi ) dahak dikumpulkan dirumah pada pagi
hari setelah bangun tidur. Dahak ini dikumpulkan
kedalam pot lalu diantarkan pada petugas kesehatan
S (sewaktu ) dahak dikumpulkan pada waktu
pasien mengantarkan dahak pagi hari di UPK.
Diagnosis tb
Semua pasien suspek tb diperiksa 3 spesimen dahak
dalam 2 hari berurutan yaitu S-P-S
Diagnosis tb paru pada orang dewasa ditegakan dengan
ditemukan kuman tb dalam dahak. Pada program tb
nasional, penemuan kuman BTA melalui pemeriksaan
dahak merupakan diagnostik yang utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan
dilakukan atas indikasi .
Tidak dibenarkan mendiagnosis tb paru berdasarkan
rongten paru saja. Foto toraks tidak bisa memberikan
gambaran yang khas pada tb paru sehingga sering
terjadi overdiagnosis.

Indikasi Pemeriksaan FotoToraks


Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya positif.
Pada kasus ini rongten toraks diperlukan untuk
menegakan diagnosis tb paru BTA positif
Ketiga spesimen dahak SPS hasilnya negatif setelah 3
spesimen dahak SPS negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
Pasien mengalami komplikasi sesak nafas yang berat
sehingga
memerlukan
penanganan
segera
(pneumotoraks, efusi pleura, efusi pericarditis, pleuritis
eksudativa) dan pasien
mengalami hemoptoe (
bronkiektasis dan aspergiloma ) .
Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien
Lokasi organ tubuh yang terkena,
bakteriologi, tingkat
keparahan penyakit dan riwayat pengobatan sebelumnya
.
Kasus tb pasien tb yang telah dibuktikan secara
mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter .
Kasus tb pasti (definitif)
pasien dengan biakan
positif untuk M. Tbc atau pemeriksaan dajak SPS
memnunjukan sekurang 0kurangnya 2 dari 3 spesimen
dahak menunjukan hasil yang positif.
Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh Yang Terkena
Tb paru tbc yang menyerang jaringa parenkim paru
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar hilus.
Tb Ekstra Paru tbc yang menyerang organ selain
paru seperti pleura, selaput otak, selaput jantung,
kelanjar limfe, tulang , persendian, tulang belakang,
usus, ginjal, alat kelamin, saluran kencing dan- lainlain.
Klasifikasi
berdasarkan
hasil
pemeriksaan
dahak
mikroskopis
Tb paru BTA positif
Sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak

SPS menunjukan hasil yang positif


1 spesimen dahak SPS positif ditambah rongten

dada positif tb paru yang aktif


1 spesimen dahak SPS positif ditambah hasil

biakan dahak positif

1
atau lebih spesimen dahak SPS positif
setelah pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS sebelumnya
memberikan hasil yang negatif dan tidak ada perbaikan
dengan pemberian antibiotika non OAT
Tb paru BTA negatif
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS menunjukan

hasil yang negatif


Foto toraks menunjukan gambaran tbc

Tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT

Ditentukan oleh dokter


Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
Tb paru BTA negatif foto toraks positif dibagi

berdasarkan tingakt keparahan penyakit yaitu ringan dan


berat. Bentuk berat bila
gambaran
foto
toraks
menunjukan kerusakan paru yang luas (far advance)
atau keadaan umum yang buruk .
Tb ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat

keparahahn penyakit :
a.
Tb ekstra paru ringan tb kelenjar limfe, tb
tulang (kecuali tulang belakang), tb
sendi , tb
kelenjar adrenal , pleuritis eksudativa unilateral .

Tb ekstra paru berat meningitis, tb Milier, tb


tulang belakang, pericarditis, tb usus, tb ginjal,
peritonitis tb, tb saluran kemih dan tb alat kelamin .
Tipe pasien tergantung pada riwayat pengobatan
sebelumnya
Kasus baru pasien yang belum pernah mendapatkan
OAT atau pernah mendapatkan OAT tetapi berobat
kurang dari 1 bulan ( 4 minggu ) .
Kasus kambuh (relaps) pasien tb yang pernah
mendapatkan OAT yang adekuat dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap , didiagnosis kembali
dengan BTA positif .
Kasus setelah gagal (failure) pasien tb yang hasil
pemeriksaan dahaknya menunjukan hasil yang positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan .
Kasus setelah putus berobat (default) pasien yang
telah berobat dan putus berobat selama 2 bualn atau
lebih dengan BTA yang positif.
Kasus pindah (Transfer In) pasien tb yang
dipindahkan dari UPK untuk melanjutkan pengobatannya.
Kasus kronik penderita yang menunjukan hasil
spesimen dahak SPS tetap positif setelah selesai
menjalani pengobatan ulang.
Tb paru BTA negatif dan tb ekstra paru dapat juga

b.

kambuh, gagal, default dan menjadi kasus yang kronik.


Pengobatan
tb
bertujuan
menyembuhkan
pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutus
rantai penularan dan mencegah resistensi kuman tb
terhadap OAT .
Prinsip Pengobatan
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi bebrapa
jenis obat dalam jumlah yang cukup dan tepat sesuai
dengan kategoei pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal. Pemakaian OAT KDT lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat,
dilakukan pengawasan langsung minum obat oleh
seorang PMO .
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat
setiap hari dan perlu diawasi secara langsung oleh
PMO.
Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar tb BTA (+) menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pasien akan mendapatkan jenis obat yang lebih sedikit
tapi dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk mencegah kuman persisten
agar tidak terjadi kekambuhan.
Panduan OAT yang digunakan
Kategori 1 : 2 (RHZE) / 4 (RH) 3
Kategori 2 : 2 (RHZE) S / (RHZE) / 5 (RH) 3
E 3
Ada panduan obat sisipan (RHZE) .
Kategori anak 2 RHZ/ 4 RH
Panduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan
dalam bentuk OAT- KDT edangkan kategori anak
disediakan
dalam bentuk OAT
kombipak.
Paket
kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam
satu paket yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan
etambutol.

Keuntungan KDT :
obat disesuaikan dengan berat badan
Dosis
sehingga efektifitas tercapai dan menghindari
efek samping obat .
Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga
mengurangi resiko terjadinya resistensi obat dan
kesalahan penulisan resep obat .
Jumlah obat yang ditelan lebih sedikit sehingga
pemberian obat menjadi lebih sederhana dan
meningkatkan kepatuhan pasien .
Panduan OAT dan peruntukannnya
Kategori 1 ( 2RHZE/ 4RH )
Pasien baru tb paru BTA positif
tb paru
BTA negatif rongten toraks
Pasien
positif
Tb ekstra paru
Dosis untuk Panduan OAT KDT untuk Kategori 1
Berat badan Tahap Intensif tiap Tahap Lanjutan 3x
hari
seminggu
selama 56 hari selama 16 minggu RH
RHZE
(150/150)
(150/75/400/275)
30
- 37 2 tablet 4 KDT
2 tablet 2 KDT
kg
38 - 54 kg 3 tablet 4 KDT
3 tablet 2 KDT
55 70 4 tablet 4 KDT
4 tablet 2 KDT
kg
>71 kg

5 tablet 4 KDT

5 tablet 2 KDT

Kategori 2 (2RHZES/ RHZE/ 5 R3 H3 E3)


Pasien OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang
telah diobati sebelumnya :
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien yang putus berobat (default )
Dosis Untuk Panduan OAT KDT Kategori 2
Berat
Badan

Tahap Intensif Setiap Hari Tahap Lanjutan 3


RHZE (150/75/400/275) +x seminggu
S
RH (150/150) dan
E (275)
Selama
hari

56 Selama
hari

28Selama

20

Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram dengan


menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga
menjadi 4 ml.
Tata Laksana Tb Anak
Pasien dengan jumlah skor atau lebih 6 harus
ditatalaksana sebagai apsien tb. Bila skor tb kurang dari
6 tetapi secara klinis dicurigai kuat kearah tb maka
dilakukan pemeriksaan penunjang yang spesifik.
Diagnosis dengan sistem scoring ditegakan oleh dokter.
Batuk dimasukan kedalampenyebab setelah diagnosis
asma, sinusitis disingkirkan
Jika dijumpai skrofuloderma (tbc kelenjar dan kulit )
ditemukan diagnsosi tb bisa ditegakan
Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada anak .
Anak didiagnosis tb jika jumlah skor > 6
Perlu diperhatikan keadaan berikut :
1.
Tanda bahaya kejang , kaku kuduk,
kesadaran menurun, sesak nafas
2.
Foto toraks kavitas, miliar, efusi pleura
3.
Koksitis, gibbus
Pada sebagian besar kasus tb anak pengobatan
selama 6 bulan cukup adekuat. Evaluasi klinis pada tb
anak parameter yang terbaik untuk menilai
keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis
yang nyata walaupun gambaran
radiologic tidak
menunjukan perubahan yang berarti, OAT tetap
dihentikan .
Kategori Anak (2 RHZ/ 4RH)
Prinsip dasar pengobatan tb pada anak minimal 3
macam obat dan diberikan selama 6 bulan.
OAT
pada anak diberikan setiap hari pada fase intensif
maupun pada fase lanjutan dan disesuaikan dengan
berat badan anak.
Dosis OAT KDT Pada Anak
Berat Badan 2 bulan tiap hari
4 bulan tiap hari
(Kg)
RHZ (75/50/150)
RH (150/150 )
5-9

1 tablet

1 tablet

10- 19

2 tablet

2 tablet

20-32

4 tablet

4 tablet

minggu

30
2
tab
42
tab
37 kg KDT+
KDT
Streptomisin
500 mg
38
-3
tab
43
tab
54 kg KDT+
KDT
Streptomisin
750 mg

42 tab 2 KDT +

55
4
tab
44
tab
70 kg KDT+
KDT
Streptomisin
1000 mg
71 kg
5
tab
45
tab
KDT+
KDT
Streptomisin
1000 mg

44 tab 2 KDT +
4 tab Etambutol

2 tab Etambutol

43 tab 2 KDT +
3 tab Etambutol

45 tab 2 KDT +
5 tab Etambutol

Catatan :
Untuk pasien yang berumur 60 tahun keatas dosis
maksimal untuk streptomisin adalah 500 mg tanpa
memeprhatikan berta badan .

Keterangan ;
Bayi dengan berat badan < 5 kg dirujuk kerumah sakit
Balita dengan berat badan 15 -19 kg boleh diberikan 3
tablet
Anak- anak dengan BB > 33 kg dirujuk kerumah sakit
Obat KDT harus diberikan secara utuh , tidak boleh
ditelan
Obat KDT dapat diberikan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum minum obat .
Pencegahan Profilaks Untuk Anak
Pada semua anak yang tinggal serumah
atau
mempunyai riwayat konyak dengan penderita BTA (+)
perlu dilakukan pemeriksaan dengan sistem scoring.
Pemantauan kemajuan hasil pengobataN pada orang
dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih
baik dalam memantau hasil pengobatan dibandingkan
dengan pemeriksaan radiologis. LED tidak digunakan
untuk memantau hasil pengobatan karena tidak spesifik
terhadap tb. Untuk memantua hasil pengobayan

dilakukan pemeriksaan dahak dua kali (sewaktu dan


pagi) .
Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila
kedua spesimen negatif. Bila salah satu atau kedua
spesimen
positif
maka
hasil pemeriksaan
dahak
dinyatakan positif.
Hasil pengobatan
Sembuh
pasien
yang
telah
menyelesaikan

pengobatan secara lengkap dan pemriksaan ulang dahak


(follow Up) memberikan hasil yang negatif pada satu
bulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir
pengobatan.
Pengobatan
Lengkap
pasien
yang
telah

menyelesaikan pengobatan secara lengkap tapi tidak


memenuhi kriteria sembuh atau gagal
Meninggal pasien yang meninggal dalam masa
pengobatan karena sebab apapun.
Pindah pasien yang pindah berobat keunit register
TB 03 yang lain dahsil pengobatan tidak diketahui .
Default (putus berobat) pasien yang tidak berobat
selam 2 bualn berturut-turut sebelum amsa pengobatan
selesai.
Gagal pasien yang pada hasil pemeriksaan dahaknya
menunjukan hasil yang tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau pada akhir
pengobatan.
Pasien tb yang perlu mendapatkan kortikosteroid :
Meningitis tb
Tbc milier dengan atau tanpa meningitis tb
Tbc dengan pleuritis eksudativa
Tbc denagn perikarditis konstriktiva
Selama fase akut diberikan prednisone 30 -40 mg
setiap gari kemudian diturunkan.
Indikasi Operasi
Pasien tb paru :
Tb paru dengan hemoptisis yang tidak dapat
diatasi secara konservatif
Tb paru dengan fistula bronkopleura dan
empiema yang tidak dapat diatasi dnegan cara
konservatif
MDR tb paru dengan kelainan yang terlokalisir.

Lampiran 1
STANDAR
INTERNATIONAL
PENANGANAN
TUBERCULOSIS
(INTERNATIONAL STANDARD OF TB CARE)
Standar international penanganan tb menjelaskan tingkata
penatalaksaan yang telah diterima secara luas oleh
pemerintah maupun pihak swasta dalam menangani
tersangka atau penderita tb. . Standar ini pelayanan
yang bermutu bagi penderita tb paru BTA (+), tb
paru BTA (-), tb ekstra paru , tb dengan MDR dan
tb dengan koinfeksi HIV. Terdiri dari 17 standar 6
standar diagnosis , 9 standar pengobatan dan 2
standar untuk tanggung jawab kesehatan masyarakat .
Standar Diagnosis
Setiap individu dengan batuk produktif selama 2

-3 minggu atau lebih yang tidak dapat dipastikan


penyebabnya harus dievaluasi untuk tb.
Semua pasien yang diduga menderita tb paru

(dewasa, remaja dan anak- anak yang dapat


mengeluarkan sputum) harus menjalani pemeriksaan
sputum secara mikroskopik sekurang-kurangnya 2 x dan

sebaiknya 3 x. Sebaiknya minimal 1 x pemeriksaan


sputum berasal dari sputum pagi hari .
Semua pasien yang diduga menderita tb ekstra

paru (dewasa, reamja dan anak) harus menjalani


pemeriksaan bahan dari kelainan yang dicurigai. Bila
tersedia fasilitas dan sumber daya dilakukan pemeriksa an
biakan dan histopatologi.
Semua individu dengan foto toraks yang

mencurigakan kerah tb harus menjalani pemeriksaan


sputrum secara mikrobiologi.

Diagnosis tb paru BTA (-) harus berdasarkan


kriteria berikut : negatif pada 3 x pemeriksaan sputum
(termasuk minimal 1 x sputum pada pagi hari),
rongten torak menunjukan kelainan tb,
tidak ada
perbaikan dengan pemberian antibiotika spektrum luas
tidak
menunjukan
perbaikan
(hindari
pemakaian
fluorokuinolon karena mempunyai efek melawan M.Tbc
sehingga dapat menimbulkanperbaikan sesaat)

Pada
kasus
tersebut
harus
dilakukan
pemeriksaan biakan. Pada pasien dengan atau diduga
HIV, evaluasi diagnostik harus disegerakan.
Diagnosis tb intratoraks (paru, pleura, kelenjar getah
bening hilus/mediastinal) pada anak dengan BTA
negatif berdasarkan rongten toraks yang sesuai dengan
tb dan terdapat riwayat kontak dan
uji tuberkulin .
Pada pasien demikian bila ada fasilitas harus dilakukan
pemeriksaan biakan bahan yang berasal dari batuk,
bilasan lambung atau induksi sputum.
Standar Pengobatan
Setiap petugas yang mengobati pasien tb

dianggap menjalankan fungsi kesehatan masyarakat yang


tidak saja memberikan panduan pengobatan yang sesuai
tetapi
memantau
kepatuhan
berobat
sekaligus
ketidakpatuhan berobat. Dengan demikian hal tersebut
akan menjamin kepatuhan berobat hingga pengobatan
selesai
Semua pasien (termasuk pasien HIV) yang

belum pernah diobati harus diberikan obat lini pertama


yang telah disepakati secara internasional dan terjamin
bioavibilitasnya. Fase awal terdiri dari R, H, Z, E yang
diberikan selama 2 bulan. Fase lanjuta yang dianjurkan
adalah R dan H selama 4 bulan.
Pemberian H dan E selama 6 bulan merupakan

panduan alternatif untuk fase lanjutan pada kasus yang


ketidakteraturannya tidak dapat dinilai tetapi terdapat
angka
kegagalan
dan
kekambuhan
yang
tinggi
dihubungkan
dengan
pemberian
alternatif
tersebut
khususnya pada pasien HIV. Dosis OAT ini harus
mengikuti rekomendasi internasional. FDC yang terdiri
dari 2 obat yaitu R dan H , yang terdiri dari 3 obat
yatiu R, H, Z dan yang terdiri dari 4 obat yaitu
R,H,Z, E sangat dianjurkan khususnya bila tidak
dilakukan pengawasan minum obat secara langsung.

Untuk menjaga dan menilai kepatuhan terhadap


pengobatan perlu dikembangkan suatu pendekatan yang
terpusat pada pasien berdasarkan kebutuhan pasien dan
hubungan yang saling menghargai antara pasien dan
pemberi pelayanan kesehatan. Supervisi dan dukungan
harus memperhatikan kesensitifan gender dan kelompok
usia tertentu dan sesuai dengan intervensi yang
dianjurkan dan pelayanan dukungan yang tersedia
termasuk edukasi dan konseling pasien.
Elemen utama pada strategi yang terpusat pada

pasien adalah penggunaan pengukuran untuk menilai

dan meningkatkan kepatuhan berobat dan menemukan


ketidakpatuhan terhadap pengobatan. Pengukuran ini
dibuat khusus untuk masing masing individu dan
dapat diterima oleh pasien dan pemberi pelayanan
kesehatan. Pengawasan tersebut salah satunya ialah
pengawasan minum obat oleh PMO9 yang dapat
diterima oleh pasien dan sistem kesehatan serta
bertanggungjawab pada pasien dan sistem kesehatan.
Respon terapi semua pasien harus dimonitor.

Pada pasien tb paru BTA penilaian terbaik adalah


pemeriksaan sputum ulang (minimal 2x) paling kurang
pada saat menyelesaikan fase awal (2 bulan), pada
akhir bulan kelima dan pada akhir pengobatan. Pada
pasien dengan BTA (+) pada akhir bulan kelima atau
akgir pengobatan maka dianggap sebagai pasien gagal
dan diberikan obat dengan modifikasi yang tepat.
Penilaian respon terapi pada pasien ekstra paru dan
anakanak
paling
baik
dinilai
secara
klinis.
Pemeriksaan foto toraks untuk evaluasi tidak diperlukan
dan sering menyesatkan (misleading).
Pencatatan tertulis semua pegobatan yang

diberikan, evaluasi bakteriologis dan efek samping harus


ada untuk semua pasien.
Pada daerah denagn angka prevalensi HIV

snagat tinggi dipopulasi co infeksi tb- HIV maka


konseling dan testing HIV untuk seluruh pasien
tbsebagai bagian dari penatalaksaan rutin. Pada daerah
dengan prevalensi HIV rendah konseling dan testing HIV
dilakukan pada pasien tb yang menunjukan gejala HIV
atau mempunyai resiko tinggi untuk tertular HIV.

Semua pasien tb- HIV harus dievaluasi untuk


menetukan apakah mempunyai indikasi untuk diberi
antiretroviral dalam masa pengobatan OAT. Perencanaan
yang sesuai untuk memperoleh obat anti retroviral harus
dibuat bagi pasien yang memenuhi indikasi.
Mengingat terdapat kompleksitas pada pemberian OAT
dan antiretroviral maka sebaiknya dikonsultasikan dulu
dengan pakarnya. Pemberian OAT jangan ditunda
tanpa mempertimbangkan penyakit apa yang muncul
dahulu dan semua pasien tb- HIV harus mendapatkan
kotrimoksazol sebagai profilaksis untuk penyakit infeksi
yang lain.
Penilaian kemungkinan resistensi harus dilakukan

pada pasien yang beresiko tinggi berdasarkan riwayat


pengobatan sebelumnya, terpapar dengan kuman yang
mungkin sudah resisten dan prevalensi resistensi obat
didalam masyarakat. Pada pasien dengan kemungkinan
MDR perlu dilakukan
pemeriksaan kultus dan uji
sensitifitas terhadapa INH , Rifampisin dan Etambutol .

Pasien tb dengan MDR harus diberikan terapi


dengan obat-obatan khusus lini kedua. Paling kurang
diberikan 4 macam obat lini kedua yang masih sensitive
dan lama pengobatan minimal 18 bulan. Untuk
memastikan kepatuhan diperlukan pengukuran yang
berorientasui pada pasien. Konsultasi pada pakar
dibidang MDR harus dilakukan.
Standar Tanggung Jawab Kesehatan Mayarakat
Semua petugas yang melayana pasien tb harus

memastikan individu yang mempunyai riwayat kontak


dengan pasien tb harus dievaluasi (terutama anak
dibawah 5 tahun dan penderita HIV) dan dilakukan
penanganan
yang
sesuai
dengan
rekomendasi
internasional. Anak dibawah usia 5 tahun dan
penyandang HIV yang mempunyai riwayat kontak dengan
kasus infeksius harus dieavaluasi baik untuk pemeriksaan
Tb laten maupun tb aktif.

Semua petugas harus melaporkan semua kasus


penemuan tb (baik kasus baru maupun pengobatan
ulang) dan juga hasil pengobatan kepada dinas
kesehatan setempat sesuai dengan hukum dan kebijakan
yang berlaku.
RINGKASAN BUKU AJAR PARU F KUI
Asma penyakit yang didasari oleh hipereaktifitas
bronkus yaitu kepekaan saluran nafas yang berlebihan
terhadap rangsangan baik yang berasal dari dalam
maupun luar tubuh dengan manifestasi penyempitan
saluran nafas yang menyeluruh dengan derajat yang
berubah
ubah secara
spontan atau
dengan
pengobatan.
Komponen penyempitan saluran nafas :
Konstriksi otot polos bronkus bronkospasme
peningkatan tahanan jalan nafas
Inflamasi sektesi mucus meningkat dan edema
lapisan membrane mukosa saluran nafas
obstruksi saluran nafas.
Bronkokonstriksi yang timbul setelah terpapar alergen
reaksi hipersensitifitas tipe cepat. Sel mast akan
mengeluarkan beberapa mediator (histamine, leukotrien,
prostaglandin dan PAF).
Mediator ini menimbulkan bronkokonstriksi dan mediator
peradangan yang poten. Perangsangan non imunologik
(beban kerja, pendinginan saluran nafas, asap rokok,
debu) baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung pelepasan mediator (histamin)
bronkokonstriksi. Secara tidak langsung aktifitas saraf
eferen parasimpatis substansi bronkokonstriktor
otot polos yang mengandung reseptor muskarinik.
Diagnosis
Serangan sesak nafas yang berulang ulang dan
kadang menghilang secara spontan
Ekspirasi yang memanjang dan adanya mengi
Penurunan volume ekspirasi paksa 1 detik pertama dan
volume arus puncak ekspirasi
Pada serangan berat hiperinflasi paru yaitu
peningkatan volume residu dan kapasitas residu
fungsional
Foto toraks tanda tanda hiperinflasi
Uji Provokasi Bronkus menilai hiperaktifitas bronkus.
PC 20 dosis zat provokasi yang menyebabakan VEP
1 mengalami penurunan 20 % dibandingkan denga nilai
awal dan Rrs 150 % peningkatan tahanan saluran
nafas menjadi 150 % dibandingkan dengan tahanan
awal .
Asma :
Asma atopi (asma alergi / asma extrinsic) muncul
pada masa anak anak atau permulaan dewasa, riwayat
atopi dalam keluarga.
Asma non atopi (asma intrinsic) muncul pada usia
dewasa.
Petunjuk untuk diagnosis asma :
Gejala batuk dan wheezing memburuk pada malam hari,
pada bronkitis kronis tidak ada perburukan gejala
dimalam hari.
Perburukan gejala atau mengalami eksaserbasi karena
merokok atau asap rokok.
Antara masa serangan terdapat masa tanpa gejala
Pada asma kronik gejala berfluktuasi tapi selalu ada
Sering dijumpai exercise induced asthma
Terdapat faktor presipitasi seperti infeksi virus, bakteri,
zat yang mengiritasi saluran nafas seperti asap rokok,

debu, obat-obatan, makanan, tepung sari, udara dingin


dan emosi.
Obat- obatan
Bronkodilator obat utama untuk mengatasi obstruksi
saluran nafas.
3 golongan utama bronkodilator xantin, simpatomimetik
dan antikolinergik.
Teofilin derivat xantin yang paling kuat efek
bronkodilatornya, mencegah pelepasan mediator dan
memperbaiki kontraktilitas diafragma.
Golongan
simpatomimetik
fenoterol,
terbutaline

(Bricasma), metaproterenol (Alupent), salbutamol


(Ventolin, Salbuven).
Obat simpatomimetik paling baik diberikan secara
inhalasi karena efek terapeutik yang cepat dan efek
samping yang minimal seperti tremor dan palpitasi.
Obat antikolinergik ipratropium bromide (Atrovent)
memeiliki efek bronkodilator yang lemah, lebih sering
digunakan untuk PPOM dan bronchitis kronik.
Kortikosteroid hanya kortikosteroid yang mempunyai
efek secara langsung terhadap inflamasi saluran nafas
melalui penekanan inflamasi dan menghambat pelepasan
mediator inflamasi. Kortikosteroid harus diberikan pada
asma yang kronik dan asma yang berat karena
memberikan efek terapi yang jelas dan menurunkan
angka kematian. Antibiotika, ekspektoran dan mukolitik
diberikan atas indikasi. Antihistamin diberikan bila ada
alergi dan hati-hati karena dapat mengentalkan sekret.
perhatikan kutrisi. Berikan cairan agar dahak menjadi
encer.
Pemberian bronkodilator menyebabkan mula sehingga
memberikan makanan dalam porsi kecil. Olahraga yang
dianjurkan pada penderita asma senam asma dan
berenang.

CARA SEDERHANA UNTUK MENILAI BERAT


SERANGAN SEBAGAI DASAR INDIKASI RAWAT PADA
ASMA
Patofisiologi Serangan Asma
Serangan asma kontraksi otot otot polos bronkus ,
hipersekresi saluran nafas dan edema mukosa bronkus
bronkokonstriksi bising mengi (wheezing ),
ronkhi
kering
pada
ekspirasi
yang
memanjang,
hiperinflasi paru , hipoksemia kompensasi
kontraksi otot otot bantu nafas dan takikardi .
Silent chest dan pulsus paradoksus berhubungan dengan
beratnya serangan asma.
Silent chest suara pernafasan yang terdengar sangat
lemah, bising mengi atau wheezing yang terdengar
sangat lemah atau tidak terdengar sama sekali akibat
sempitnya jalan nafas.
Pulsus paradoksus terjadi karena hiperinflasi dan
fluktuasi tekanan intrapulmoner yang besar. Pulsus
paradoksus diukur dengan tensimeter yang diukur pada
waktu inspirasi dan ekspiras. Besar pulsus paradoksus
> 20 mm Hg
obstruksi saluran nafas
yang
hebat. Serangan asma berat tidak diatasi kelelahan
umum, hipoksia berat penurunan kesadaran.
ASMA PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENAT ALAKSANAAN
DIINDONESIA PDPI 2004
Asma gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang
banyak melibatkan sel dan elemennya. Inflamasi kronik
menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi,

sesak nafa, batuk batuk dan dada terasa berat


terutama dimalam hari atau dini hari. Episodik
berhubungan denagn obstruksi jalan nafas yang luas,
bervariasi dan sering kali bersifat reversible dangan atau
tanap pengobatan. Berbagai sel inflamasi berperan
terutama sel mast, monosit, neutrofil, limfosit T dan sel
epitel. Inflamasi dapat terjadi pada berbagai derajat
asma (asma intermiten, asma persisten) dan berbagai
bentuk asma (asma alergik, asma non alergik, asma
yang dicetuskan aspirin , asma kerja).
Resiko berkembangnya asma interaksi antara faktor
host dan faktor lingkungan.
Faktor
host
genetika
asma,
riwayat atopi,

hipereaktifitas bronkus, jenis kelamin dan ras.


Faktor lingkungan sensitisasi lingkungan kerja, asap
rokok, polusi udara, diet, infeksi saluran nafas, satus
sosioekonomi dan besarnya keluarga.
Diagnosis & Klasifikasi
Riwayat Penyakit & Gejala :
Bersifat episodik seringkali reversibel dengan atau tanpa
pengobatan
Gejala berupa batuk, sesak nafas, terasa berat didada
dan berdahak
Gejala terutama timbul dimalam atau dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respon dengan pemberian bronkodilator
Hal hal yang perlu dipertimbangkan
penyakit :
Riwayat keluarga (atopi )
Riwayat atopi
Penyakit lain yang
Perkembangan penyakit dan pengobatan

dalam

riwayat

Pemeriksaan Jasmani
Gejala asma dapat bervariasi sepanjang hari sehingga
pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan mengi
pada auskultasi. Auskultasi dapat terdengar normal
walaupun pengukuran objektif menunjukan penyempitan
jalan nafas. Pada keadaan serangan kontraksi otot polos
saluran nafas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat
saluran nafas kompensasi penderita sesak nafas,
mengi dan hiperinflasi. Mengi dapat tidak terdengar
(silent chest) pada saat serangan yang berat
namunpenderita terlihat sianopsis, gelisah, sukar bicara,
takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu nafas.
Faal Paru
Menilai obstruksi saluran nafas, reversibilitas kelainan
paru dan variabilitas faal paru sebagai penilaian tidak
langsung hiperensponsif jalan nafas. Parameter untuk
menilai faal paru pemeriksaan spirometri dan
pengukuran arus puncak ekspirasi.
Spirometri
Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama 9VEP 1) dan
Kapasitias Vital Paksa 9KVP) . Nilai yang akurat
diambil 2- 3 yang reproducible dan acceptable.
Obstruksi jalan nafas dari nilai rasio VEP1/KVP < 75
% atau VEP < 80 % nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
Obstruksi jalan nafas yang diketahui
dari nilai rasio
VEP1 /KVP < 75 % atau VEP 1 < 80 % dari nilai
prediksi
Reversibilitas yaitu perbaikan VEP 1 > 15 % secara
spontan atau dengan inhalasi
bronkodilator atau
kortikosteroid oral 2 minggu atau bronkodilator selama

10 -14 hari . Reversibilitas ini dapat membantu


diagnosis asma.
Menilai derajat berat asma
Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Diperoleh
dengan pemer8ksaan spirometri dan peak
expiratory flow meter.
Manfaat APE dalam diagnosis asma
Reversibilitas yaitu perbaikan VEP 1 > 15 % secara
spontan
atau
dengan
inhalasi bronkodilator atau
kortikosteroid oral 2 minggu atau bronkodilator selama
10 -14 hari. Reversibilitas ini dapat membantu diagnosis
asma.
Variabilitas menilai variasu diurnal APE yang dikenal
dengan variabilitas APE harian selama 1- 2 minggu .
Variabilitas ini dapat menilai derajat penyakit.
Cara Pemeriksaan Variabilitas APE Harian
Diukur pada pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah
dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi. Rata
rata harian APE dapat diperoleh lewat 2 cara :
Bila
sedang
menggunakan
bronkodilator
diambil
variasi/perbedaan nilai APE pada pagi hari sesudah
bronkodilator dan malam hari sebelumnya sesudah
minum bronkodilator. Nilai
> 20 % dipertimbangkan
sebagai asma.
Variabilitas Harian =
APE malam APE pagi
x 100 %
(APE malam + APE pagi)
Diambil nilai terendah APE pagi sebelum bronkodilator
selama 2 minggu dan nilai tertinggi APE malam hari
sebelumnya sesudah bronkodilator selama 2 minggu.
Lalu dibuat persentasenya.

Uji Provokasi Bronkus


Dilakukan pada penderita asma yang memiliki gejala
asma tapi uji faal paru normal. Memiliki sensitifitas yang
tinggi tetapi spesifisitas yang rendah. Hasil negatif
menyingkirkan diagnosis asma persisten tapi diagnosis
positif tidak selalu berarti asma.
Hasil positif pada
rhinitis alergika, penyempitan saluran nafas seperti
PPOK, bronkiektasi dan fibrosis kistik.
Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi pada asma diketahui dari pemeriksaan
kulit atau pemeriksaan Ig E spesifik serum.
Uji ini memiliki nilai kecil untk diagnostik asma tapi bisa
mengidentifikasi faktor pencetus sehingga bisa dikontrol
faktor lingkungan dalam pelaksanaannya.
Uji kulit
cara utama untuk diagnostik atopi Prick Test.
pemeriksaan Ig E total tidak mempunyai nilai dalam
diagnostik alergi /atopi .
Diagnosis banding Asma
Pada dewasa PPOK, broknkitis kronik, gagal jantung
kongestif, batuk kronik akibat lain-lain, disfungsi laring,
obstruksi mekanis (tumor), emboli paru.
Pada
anak
benda
asing
disaluran
nafas,

laringotrakeomalasia, bronkiolitis, tumor, pembesaran


kelenjar limfe,stenosis trakea.
Tujuan : asma yang terkontrol
Meminimalkan /menghilangkan
Meminimalkan / menghilankan gejala serangan
Meminimalkan kunjungan keunit gawat darurat karena
serangan asma
Meminimlakan penggunaaan bronkodilator

Aktifitas fisik sehari hari normal termasuk olahraga


Meminimalkan efek samping obat
Faal paru mendekati normal
APE mendekati normal
Variasi harian diurnal APE < 20 %
Tujuan mencapai kondisi sebaik mungkin :
Gejala seminimal mungkin
Membutuhkan bronkodilator yang minimal
Keterbatasan aktifitas fisik yang minimal
Efek samping obat yang minimal
Faal paru yang terbaik
Variasi harian diurnal APE mnimal
APE sebaik mungkin
Perencanaan Pengobatan Jangka Panjang
Penatalaksanaan asma asma terkontrol. Asma
terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu
bulan . Dalam menetapkan pengobatan jangka panjang
ada 3 faktor yang perlu dipertimbangkan medikasi (obat
obatan ), tahapan pengobatan dan penanganan asma
mandiri ( pelangi asma ) .
Medikasi asma obatan obatan untuk mengatasi dan
mencegah obstruksi jalan nafas terdir dari pengontrol
dan pelega.
Pengontrol (Controller)
Pengontrol medikasi asma jangka panjang untuk
mengontrol asma yang diberikan setiap hari untk
mencapai dan mempertahankan asma yang terkontrol
pada asma persisten. pengontrol atau pencegah yang
termasuk obat pengontrol kortikosteroid inhalasi
,kortikosteroid sistemik, sodium kromoglikat, metilsantin,
leukotriens, anti histamine generasi 1, agonis beta 2
kerja lama oral dan agonis beta 2 kerja lama inhalasi .
Pelega (Reliever )
Prinsipnya adalah melegakan saluran nafas.
Dilatasi
saluran nafas melalui relaksasi otot otot polos bronkus
dan memperbaiki obstruksi bronkus yang berkaitan
dengan mengi, raa berat didada dan batuk. Tapi tidak
mengatasi inflamasi jalan nafas atau hiperensponsif jalan
nafas.
Termasuk pelega agonis beta 2 kerja
singkat , kortikosteroid sitemik , aminofilin, adren alin,
antikolinergik .
Rute Pemberian Medikasi
Inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuscular
dan intravena ) .
Kelebihan pemberian medikasi secara langsung pada
jalan nafas :
Bronkodilator akan bekerja lebih cepat
Lebih efektif untuk mencapai konsentrasi yang
tinggi disaluran nafas
Efek samping minimal
Beberapa obat hanya dapat diberikan secara
inhalasi karena tidak terabsorpsi secara oral
(antikolinergik dan kromolin)
Pengontrol
Glukokortikosteroid Inhalasi medikasi jangka panjang
yang paling efektif untuk mengontrol asma . Steroid
inhalasi pilihan pengobatan bagi asma persisten (ringan
sampai berat). Steroid inhalasi ditoleransi dengan baik
dan aman pada dosis yang direkomendasikan. Steroid
inhalasi
memperbaiki
faal paru,
menurunkan

hiperensponsif saluran nafas, mengurangi frekuensi dan


berat serangan dan memperbaiki kualitas hidup .Efek
samping candidiasis orofaring, disfonia dan batuk

karena iritasi saluran nafas atas. Hal ini dapat diatasi


dengan spacer, mencuci mulut dengan berkumu r kumur
dan membuang keluar setelah inhalasi.
Glukokortikosteroid sistemik pemberian secara oral
dan sistemik. Di Indonesia steroid oral jangka panjang
diberikan pada penderita asma persisten sedang berat
yang tidak mampu membeli glukokortikosteroid inhalasi.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam
pemebrian kortikosteroid seperti :
Gunakan prednison, prednisolon atau metilprednisolon
karena efek samping mineralokortikoid yang minimal,
waktu paruh yang pendek dan efek striae yang minimal.
Bentuk oral , bukan parenteral
Penggunaan selang atau sekali sehari pada pagi hari.
Efek samping glukokortikosteroid oral / parenteral jangka
panjang uluks peptikum, katarak, glukoma, diabetes,
hipertensi, osteoporosis, supresi aksis adrenal pituitary,
penipisan kulit, striae dan kelmahan otot.
Glukokortikoid harus dihentikan pada infeksi virus herpes
atau varisela. Perlu kontrol ketat pada pasien infeksi
parasait, tbc paru, diabetes, hipertensi, ulkus peptikum,
depresi berat, glaukoma.
Kromolin
menghambat
antiinflamasi nonsteroid,
pelepasan mediator dari sel mast.
Digunakan sebagai
pengontrol
pada
asma
persisten
ringan,
dapat
memperbaiki faal paru dan menurunkan hiperensponsif
jalan nafas. Dibutuhkan waktu 4- 6 minggu untuk
menilai manfaat kromolin ini. Efek samping
umumnya
minimal seperti batuk atau rasa obat yang tidak enak
pada saat inhalasi .
Metilsantin
Teofilin bronkodilator yang memiliki efek antiinflamasi
.Sebagai pelega teofilin atau aminofilin dapat dikombinasi
dengan agonis beta 2 kerja singkat sebagai alternative
bronkodilator bila dibutuhkan.
Leukotriens modifiers
Kelebihannya dalam bentuk oral sehingga lebih mudah
diterima. Indikasi pada pasien spirin induced asthma .
Pelega
Agonis beta 2 kerja singkat salbutamol, terbutaline,
fenoterol dan prokaterol. Mekanisme kerja relaksasi otot
polos saluran bafas, meningkatkan mukosilier clearance,
menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan modulasi
mediator dari sel mast . Pilihan pada asma serangan
akut dan praterapi pada exercise induced asthma. Efek
samping rangsangan kardiovaskuler, tremor otot
rangka dan hipokalemia.
Antikolinergik
Mekanisme kerja menghambat pelepasan asteil kolin dari
saraf
kolinergik
pada
jalan
nafas.
Menimbulkan
bronkodilatasi .Contoh ipratropium bromida dan tiotropium
bromide. Tidak bermanfaat pada pemberian jangka
panjang tapi dianjurkan sebagai alternative pada pasien
yang mengalami efek samping dengan agonis beta 2
kerja singkat.
Adrenaline
Indikasi pada asma eksaserbasi sedang sampai berat
bila tidak tersedia atau tidak respon dengan
agonis
beta 2 kerja singkat .Hati hati apda usia lanjut atau
pasien kardiovaskuler .
Metilsantin
Contoh teofilin , aminofilin.
Tahapan Penanganan Asma
PDPI menyarankan stepdown theraphy untuk penanganan
asma memulai pengobatan dengan mengatasi

inflamasi saluran nafas dan mencapai asma terkontrol


sesegera mungkin dan menurunkan terapi sampai
seminimal mungkin dengan tetap mengontrol asma. Bila
terdapat keadaan asma yang tetap tidak terkontrol
dengan terapi awal / maksimal misalnya setelah satu
bulan terapi maka evalusia kembali diagnosis dan tetap
berikan terapi sesuai dengan berat gejala .
Indikator asma yang tidak terkontrol :
1.
Asma malam, terbangun malam hari karena
gejala asma
2.
Kunjungan keunit gawat darurat karena se rangan
asma
3.
Kebutuhan obat obat pelega meningkat bukan
karena infeksi saluran nafas atau exercised induced
asthma.
Kemungkinan asma tidak terkontrol :
Teknik inhalasi evaluasi teknik inhalasi penderita
Kepatuhan tanyakan kapan dan berapa banyak obat
asma diminum
Lingkungan tanyakan pada penderita apakah ada
perubahan disekoitar lingkungan atau lingkungan yang
tidak etrkontrol
Konkomitan saluran nafas yang memeperberat
sinusitis dan bronchitis
Bila semua baik pertimbangkan lalternatif diagnosis lain.
Penanganan Asma Mandiri
Hubungan dokter pasien yang baik kunci kepatuhan
dan penatalaksanaan asma yang efektif. Komunikasi
yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan
pasien kunci keberhasilan pengobatan
Pelangi Asma monitoring asma secara mandiri
Hijau kondisi baik, asma terkontrol, tidak ada gejala,
gejala minimal, APE 80 -100 % dari nilai terbaik .
Pengobatan tergantung pada berat asma, prinsipnya
pengobatan dilanjutkan. Bila tetap berada dalam warna
hijau minimal dalam 3 bulan maka pertimbangkan untuk
turunkan terapi.
Kuning berarti hati hati karena asma tidak terkontrol
dapat terjadi serangan / eksaserbasi
Dengan gejala
asma (asma malam , aktifitas fisik terhambat, batuk,
mengi, dada terasa berat pada saat istirahat atau
aktifitas) . APE 60 -80 % nilai prediksi / terbaik.
Membutuhkan
peningkatan
dosis
atau
perubahan
medikasi.
Merah berbahaya, gejala asma terus- menerus dan
menbatasi aktifitas fisik sehari - hari, nilai APE < 60
% dari nilai dugaan /terbaik. Penderita membutuhkan
penanganan segera sebagai rencana pengobatan yang
disepakati dokter - pasien secara tertulis. Bila tetap
tidak ada respon segera hubungi dokter atau rumah
sakit.
Sistem penanganan asma mandiri membantu pasien
untuk memahami kondisi kronik asma dan variasi
penyakit asma. Mengajak penderita untuk memantau
asma, identifikasi gejala perburukan asma, mengontrol
gejala dan mengetahui kapan penderita membutuhkan
bantuan dokter. Penderita diperkenalkan kepada 3
daerah (zona) yaitu merah, kuning dan hijau
yang
dianalogkan dengan KMS balita atau lampu lalu lintas
untuk memudahkan dan diingat oleh penderita. Zona
merah berarti berbahaya, kuning berarti hati hati dan
hijau berarti aman, tidak ada masalah. Pembagian zona
berdasarkan gejala dan pemeriksaan faal paru (APE).
Agar penderita merasa nyaman dan tidak takut dengan

pencatatan maka disebut dengan [elangi asma . Setiap


penderita mendapatkan nasehat dan pengobatan sesuai
dengan kondisi asma.
Penatalaksanaan Serangan Akut
Seringnya serangan asma penanganan asma yang
kurang tepat .
Serangan akut :
Penilaian berat serangan
Pengobatan yang tepat
Menilai respon pengobatan
Menentukan tindakan untuk penderita
Klasifikasi Berat Serangan Asma Akut
Gejala
Tanda

dan Berat Serangan Akut

Keadaan
Mengancam Jiwa

Ringan
Sedang
Sesak Nafas Berja lan
Berbicara
Posisi
Dapat
tidurDuduk
tertelentang
Cara
Satu Kalimat Beberapa
berbicara
kata
Kesadaran
Mungkib
Gelisah
gelisah
Nafas
Nadi

Pulsus
Paradoksus

<
20
menit
<100
menit
10 mmHg

Otot
bantu nafas
dan
retraksi
suprasternal
Mengi
Akhir
ekspirasi
paksa
APE
> 80 %
P O2
PaCO2
Sa O2

80 mm Hg

Berat
Istirahat
Duduk
membungkuk
Kata
demi
kata
Gelisah
Mengantuk
,gelisah, kesadaran
menurun
x/ 20 x -30>
30
x
x/ menit /menit
x/ 100 x - >120
xBradikardi
120
x /menit
/menit
+
+
+
10
-20 > 25
mm Hg
Hg
+
+

Akhir
ekspirasi

mm
Pulsus paradoksus
abdominal

Inspirasi dan Silent Chest


ekspirasi

60 -80 % < 60 %

60
mmHg
< 45 mmHg <45
mmHg
> 95 %
91 %
95 %

80<60 mmHg
>45 mmHg
- < 90 %

Analisis gas darah arteri (AGDA) sebaiknya dilakukan


pada :
Serangan asma akut yang beratv
Tidak respon dengan pengobatan yang adekuat
Membutuhkan perawatan rumah sakit
Ada komplikasi seperti pneumonia, pneumotoraks, dll
Bila tidak ada fsalitas maka AGDA tidak perlu dilakukan
AGDA wajib dilakukan pada :
Serangan asma yang mengancam jiwa
Tidak respon dengan pengobatan yang adekuat
Gagal nafas
Sianosis, kesdaran menurun, gelisah
Penatalaksanaan Serangan Asma Dirumah
Serangan Ringan agonis beta 2 kerja singkat
inhalasi atau agonis beta 2 kerja singkat secara oral
kombinasi dengan teofilin. Dosis agonis beta 2 kerja
singkat inhalasi 2 - 4 semprot setiap 3 - 4 jam
atau oral 6 8 jam . Terapi tambahan tidak
dibutuhkan jika pengobatan diatas memberikan hasil
yang komplet (APE > 80 % nilai terbaik / prediksi)
dan nilai tersebut bertahan 3 - 4 jam lalu dilanjutkan

24 - 48 jam. Pada penderita dengan inhalasi steroid


selain terapi agonis beta 2 kerja singkat, dosis inhalasi
steroid ditingkatkan 2 x lipat. Pertahankan terapi
tersebut selama 5 - 7 hari bebas serangan.
Pada
asma serangan sedang barat bronkodilator saja tidak
cukup karena ada proses inflamasi jalan nafas sehingga
mutlak diperlukan kortikosteroid. Dianjurkan
minum
glukokortikosteroid oral dosis 0,5 -1 mg/ kg BB dalam
24 jam pertama dan segera ke dokter .
Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Prinsipnya tidak dibolehkan pemeriksaan faal paru dan
laboratorium menjadi keterlambatan dalam menangani
kasus serangan asma .
Riwayat singkat serangan meliputi gejala, pengobatan
yang telah digunakan, respon pengobatan , wktu mulai
terjadinya serangan dan faktor pencetus serangan.
Pemeriksaan Fisik dan Penilaian Fungsi Paru
Fasilitas yang sederhana posisi penderita, cara
bicara, frekuensi nadi, ada tidaknya mengi dan a njuran
pemeriksaan APE. Pada serangan asma APE atau VEP
1 sebaiknya diperiksa sebelum pengobatan tanpa
menunda pengobatan. Pemeriksaan saturasi oksigen
sebaiknya diperiksa pada anak karena pada anak sukit
untuk memeriksa APE atau VEP1 dan saturasi oksigen
< 92 % merupakan indicator yang baik untuk menilai
kebutuhan perawatan dirumah sakit. AGD tidak rutin
dilakukan kecuali pada APE 30 -50 % dari nilai
prediksi terbaik, tidak respon dengan pengobatan dan
kebutuhan untuk perawatan. Foto toraks tidak rutin
dilakukan kecuali pada pasien komplikasi kardiopulmoner
pneumonia, pneumotoraks, pneumomediastinum, gagal
jantung, pasien yang tidak respon dengan pengobatan
atau kebutuhan perawatan.
Pengobatan diberikan bersamaan untuk mempercepat
resolusi serangan akut.
Okisgen untuk mencapai saturasi oksigen > 90 % dan
dipantau melalui oksimetri.
Agonis Beta 2
Dianjurkan diberikan secara inhalasi atau dengan IDT
dan spacer untuk menhasilkan efek yang sama dengan
nebulisasi, onset kerja cepat, efek samping yang
minimal, mebutuhkan waktu yang lebih singkat dan lebih
mudah diunit gawat darurat. Alternatif agonis beta 2
kerja singkat yang lain adrenalin (epinefrin) subkutan
atau intra muskular.
Bila dibutuhkan
diberikan
bronkodilator aminofilin intra vena 5 6 mg /Kg BB /
bolus yang diberikan dengan NA cl atau D 5 %
dengan perbandingan 1 : 1. Pada penderita yang sedang
menggunakan aminofilin dalam 6 jam sebelumnya
diberikan dalam dosis setengahnya untuk mempertahankan
dosis aminofilin didalam darah, selanjutnya drip aminofilin
0,5 -0,9 mg /Kg BB /jam .
Glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid sistemik diberikan untuk mempercepat
resolusi serangan asma kecuali asma serangan ringan
terutama jika tidak respon dengan pemberian agonis
beta 2, penderita sedang dalam pengobatan atau
serangan asma berat . Glukokortikosteroid sistemik
diberikan oral atau intra vena. Pemberian oral lebih
disukai
karena
tidak
invasif
dan
tidak
mahal.
Glukokortikosteroid sistemik butuh waktu 4 jam untuk
mencapai perbaikan klinis. Pemberian metilprednisolon

60 -80 mg atau hidrokortison 300 -400 mg cukup


adekuat . Prednosin selama 10 -14 hari.
Antibiotika
Tidak rutin diberikan kecuali pada kasus infeksi bakteri
yang ditandai dengan demam dan sputum purulen
misalnya demam, bronchitis akut, sinusitis.
Infeksi bakteri yang sering menyertai serangan asma
bakteri gram positif atau bakteri apikal kecuali infeksi
saluran nafas kronik yang terinfeksi bakteri gram negatif
dan bahkan anaerob seperti sinusitis, bronkiektasi dan
PPOK. Antibiotika untuk bakteri gram positif atau atipik
makrolid, kuinolon , amoksisilin / asam klavulanat
atau amoksisilin .
Lain lain
Mukolitik tidak menunjukan manfaat yang berarti pada
serangan
asma
bahkan
memperburuk batuk dan
obstruksi saluran nafas pada saat serangan asma.
Sedasi sebaiknya dihindari karena menimbulkan depresi
nafas. Antihistamin dan fisioterap
tidak bermanfaat
pada saat serangan asma.
Kriteria untuk melanjutkan observasi :
1. Respon terapi tidak adekuat dalam 1 2 jam
2. Obstruksi jalan nafas yang menetap (APE <
30 % dari nilai prediksi)
3. Riwayat serangan asma berat sebelumnya,
perawatan di RS, ICU.
4. Dengan resiko tinggi
5. Gejala
yang
memburuk
berkepanjangan
sebelum ditolong
6. Riwayat pengobatan yang tidak adekuat
7. Kondisi rumah yang sulit / tidak menolong
8. Kesulitan transportasi
Kriteria Pulang atau Rawat Inap
1. Penderita rawat inap bila APE / VEP1
sebelum pengobatan < 25
% atau APE /
VEP 1 < 40 % setelah pengobatan
2. Penderita berpotensi dipulangkan bila APE /
VEP1 40 -60 % setelah pengobatan awal
dengan diyakini tindak lanjut adekuat dan
kepatuhan berobat
3. Penderita dengan respon pengobatan awal APE
/ VEP1 > 60 % pada umumnya dapat
dipulangkan
Kriteria perawatan intensif / ICU :
1. Penurunan kesadaran , gelisah
2. Serangan berat dan tidak ada respon setelah
pemberian terapi yang adekuat
3. Gagal nafas yang ditunjukan dengan P O2 <
60 mm Hg, P CO2 > 45 mm Hg atau pada
anak saturasi oksigen < 90 %.
Gagal nafas
dapat terjadi pada tekanan oksigen yang rendah
atau tinggi.
Intubasi dan Ventilasi Mekanis
Tidak ada indikasi absolute untuk intubasi. Penanganan
pasien dengan ventilasi mekanis sama dengan penderita
tanpa ventilasi mekanis yaitu oksigenasi , bronkodilator,
antiinflamasi.
Kontrol Teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang ada
2 hal
penting yang diperhatikan oleh dokter yaitu tindak lanjut
yang benar dan rujukan kedokter paru bila diperlukan .
Rujukan kedokter paru diperlukan bila :
1. Tidak respon dengan pengobatan
2. Keadaan yang mengancam jiwa

3. Tanda dan gejala yang atipik (tidak jelas) atau


masalah diagnosis banding seperti polip hidung,
sinusitis, rhinitis, aspergilosis, disfungsi pita
suara, refluks gastroesofagus dan PPOK.
4. Diperlukan pemeriksaan khusus seperti uji kulit
(uji alergi) , uji faal paru lengkap, uji
provokasi bronkus , (kardiopulmonary exercise
test ), bronkoskopi .
Pola Hidup sehat
Walaupun ada exercise induced asthma bukan berarti
penderita asma tidak boleh berolahraga. Dianjurkan
agonis beta 2 sebelum berolahraga. Senam asma
Indonesia melatih dan menguatkan otot otot pernafasan
. Butuh waktu 3 6 bulan untuk mengukur manfaat
senam asma.
Berhenti merokok dan lingkungan kerja bebas asap
rokok dam bahan yang bisa mencetuskan asma.
Obat asma secara prinsip ada 2 yaitu :
1. Antiinflamasi
mengontrol
penyakit

mengontrol serangan disebut pengontrol


2. Bronkodilator pengobatan
pada
serangan disebut juga pelega .

dan
saat

ASMA DALAM KONDISI KHUSUS


Kehamilan
Prognosis bayi yang lahir dari Ibu hamil dengan asma
yang terkontrol akan sama dengan bayi dari ibu tanpa
asma. Resiko asma terhadap ibu 1/3 kasus asma
akan mengalami perbaikan/ 1/3 kasus asma mengalai
perburukan dan 1/3 tidak mengalami perubahan. Resiko
asma pada bayi kematian janin, pertumbuhan janin
yang terhambat, kelahiran prematuritas, berat badan lahir
rendah, meningkatnya insidens bedah caesar dan
perdarahan post partum. semua obat asma dapat
dipakai kecuali alfa adrenergik, bromfeniramin dan
einefrin . Kortikosteroid inhalasi efektif untuk mengontrol
asma dan mengatasi serangan .Bila terjadi serangan
harus segera ditanggulangi secara agresif yaitu inhalasi
beta 2 agonis, oksigenasi dan kortikosteroid sistemik.
Pemakaian obat asma dalam kehamilan dianjurkan
secara inhalasi dan memakai obat asma pada kehamilan
sebelumnya yang terdokumentasi secara aman.
Pembedahan
VEP 1 < 80 % indikasi pemberian kortikosteroid
Pernah mendapatkan kortikosteroid dalam 6 bulan
terakhir berikan Hidrokortison 100 mg iv atau
ekuivalennya dan diturunkan dalam waktu 24 jam.
Pada penderita asma yang stabil infus aminofilin 4
jam sebelum operasi dan kortikosteroid 2 jam sebelum
operasi untuk mencegah bronkospasme.
Steroid Dependent Asthma (Asma yang Tergantung
Steroid)
Kondisi yang menyebabkan penderita menggunakan
steroid oral jangka panjang
asma kronik berat ,
terpapar alergen yang terus- menerus, merokok,
panduan penatalaksaan
yang
tidak optimal,
menggunakan steroid oral untuk mengontrol bukan
steroid inhalasi sebagaimana mestinya .
Pada kondisi penderita yang menggunakan steroid oral
jangka
panjang
diupayakan
kebutuhan
penderita
seminimal
mungkin dan
bila
mungkin
dihentikan
kebutuhannya dengan cara :
Berhenti merokok
Meminimalkan terpapar alergen

Optimalkan steroid inhalasi sesuai dengan berat asma


Mulai kombinasi steroid dengan agonis beta 2 kerja
lama
Yakinkan penderita untuk mematuhi pengobatan yang
benar
Evaluasi dengan hati- hati
Turunkan dosis steroid oral secara bertahap
Bila setelah melalui tahapan tersebut upaya menurunkan
dosis steroid tidak berhasil maka diberikan pengobatan
inhalasi steroid maksimal kombinas agonis beta 2 kerja
lama dan kombinasi dengan kombinasii dengan anti
inflamasi yang lain. Bila telah dilakukan upaya yang
maksimal tapi tetap membutughkan steroi oral maka
disebut asma yang tergantung dengan steroid. Pada
keadaan tergantung steroid dan telah terjadi efek
samping sistemik maka dilakukan steroid sparing agent
untuk mengurangi dosis steroid dan tetap mengontrol
asma .Steroid sparing agents metotreksat (MTX),
silkosporin (CSA), gold (auranofin), immunoglobulin
intravena (IVIG) , troleandomisin (TAO), Mg SO 4,
dapson , furosemid inhalasi, hidroksiklorin .
Bila sulit secara sosial ekonomis untuk mendapatkan
steroid sparing agent maka diupayakan pemberian
steroid oral dengan dosis serendah mungkin dan
seefektif mungkin dengan efek samping seminimal
mungkin maka kondisi tersebut tidak disebut steroid
dependent asthma.
Steroid resistance asthma
Asma resisten steroid asma yang menunjukan gagal
respon pengobatan dengan pemberian steroid oral
sekalipun. Yang perlu diperhatikan sebelum diagnosis
asma resisten steroid apakah benar memiliki asma,
bagaimana kepatuhan pengobatan dan masalah absorpsi
obat steroid secara oral. Lihat respon penderita setelah
pemberian steroid oral > 20 mg / hari selama 10 -14
hari. Diukur VEP 1 sebelum pemberian bronkodilator
pada pagi hari. Bila gagal menunjukan perbaikan VEP
1 > 15 % dari nilai awal asma resisten steroid .
Penatalaksanaan asma resisten steroid sama dengan
asma
tergantung
steroid
yaitu
mengupayakan
penatalaksanaan seoptimal mungkin dan menggunakan
obat imunosupresif untuk menggantikan antiinflamasi.
Asma Kerja asma yang disebabkan karena terpapar
alergen ditempat kerja . Resiko tinggi disektor pertanian
, perkebunan, pengecatan , kebersihan dan industri
plastik .
2 jenis asma kerja :
1 Asma yang diperantarai mekanisme imunologis
terjadi lebih sering dan memiliki periode laten beberapa
bulan
samapi
beberapa
tahun
setelah
terpapar.
Mekanisme yang apsti belum diketahui diduga melalui Ig
E dan sel inflamasi yang lain.
2. Asma yang tidak diperantarai oleh mekanisme
imunologis asma yang diinduksi oleh iritan yang
tidak mempunyai periode laten . Contoh reactive asthma
dysfunction syndrome (RADS). Gejala yang khas
berhubungan dengan obstruksi dan hiperesponsif jalan
nafas
dalam 24 jam setelah terpapar
konsentrasi
tinggi zat iritan, gas, uap atau bahan kimia pada
individu yang sebelumnya sehat selama paling lama 3
bulan .
Pemeriksaan untuk asma kerja mengukur
APE paling kurang 4 kali selama 2 minggu pada saat
penderita bekerja dan 2 minggu pada saat penderita

tidak bekerja .
Penatalaksaan yang ideal
menghindari terpapar alergen secara total.
Rinitis, Sinusitis dan Polip Hidung
Rinitis sering bersamaan dengan asma. Sinusitis
komplikasi ISPA, rinitis, polip hidung dan obstruksi
hidung yang lain. Sinusitis akut dan kronik
mencetuskan asma .Antibiotika pada sinusitis minimal 10
hari disertai pemberian dekongestan dan steroid topical.
Polip dihubungkan dengan rinitis, asma dan alergi
etrhadap aspirin .
Refluks Esofagus
Penderita asma memiliki riwayat refluks esophagus 3 x
lipat dibandinfgkan dengan non asma. Ini masih
diperdebatkan.
PENCEGAHAN
Pencegahan primer mencegah tersensitisasi dengan
alergen penyebab asma. Belum ada pencegahan primer
yang direkomendasikan. Anjurkan menghindari asap
rokok untuk mencegah penyakit dengan mengi.
Pencegahan
skunder
mencegah
yang
sudah
tersensitisasi untuk tidak berkembang menajdi asma .
Pada asma kerja perlu menghindari pajanan alergen
secara total.
Pencegahan skunder mencegah terjadinya serangan
yang dapat ditimbulkan oleh berbagai jenis pencetus.
Faktor pencetus asma debu rumah, serpihan kulit,
kecoa, jamur, tepung sari bunga dan jamur diluar
ruangan, polusi udara, asap rokok,spray ruangan,obat
nyamuk, gas kendaraan bermotor, pajanan lin gkungan
kerja, obat - obatan (beta bloker, aspirin, AINS),
refluk sesophagus, infeksi pernafasan

KANKER PARU
Kanker paru dalam arti luas ialah semua proses
keganasan diparu baik yang berasal dari jaringan paru
maupun metasatasi tumor diparu . Dalam pedoman ini
yang dmaksud kanker paru iala kanker paru primer
yaitu tumor ganas yang berasal dari sel epitel bronkus
atau bronchogenic carcinoma . Konsep terkini kanker
merupakan penyakit gen . Sebuah sel dapat menjadi
sel kanker bila terjadi ketidakseimbangan antara fungsi
onkogen dengan gen tumor suppressor dalam proses
tumbuh kembangnya
sebuah sel . Perubahan atau
mutasi gen menyebabkan hipersekresi onkogen dan atau
hilangnya fungsi gen tumor supresor menyebabkan sel
tumbuh dan berkembang secara tidak terkendali .
Proses ini terjadi dalam beberapa tahap yang disebut
multi step carcinogenesis . Perubahan pada kromosom
yaitu hilangnya heterogenitas kromososm
yang disebut
LOH diduga menyebabkan ketidaknormalan pertumbuhan
sel pada sel kanker . Onkogen yang berperan pada
kanker paru yaitu gen myc, gen k- ras . Gen yang
berperan sebagai gen tumor supresor ialah gen p 53
dan gen rb . Sedangkan perubahan pada kromosom
pada lokasi 1p, 3p dan 9p .
Rokok mengandung lebih dari 63 bahan yang
bersifat karsinogen . Penelitian menunjukan rokok
berkaitan erat dengan kanker paru
. Perempuan
perokok pasif
akan terkena kanker paru yang lebih
tinggi daripada perempuan yang tidak terpapar asap
rokok . Pencegahan primer kanker paru ialah tidak
merokok . Pencegahan skunder ialah perokokberhenti
merokok .

Tujuan pemeriksaan diagnosis ialah menentukan


jenis histopatologi , lokasi dan derajat tumor . Sasaran
deteksi dini kanker paru :
Laki-laki yang berusia 40 tahun ,
perokok
Terpapar industri tertentu dengan gejala
satu atau lebih gejala : batuk kronik,
batuk darah , sesak nafas, nyeri dada,
penurunan berat badan
perokok
pasif
dengan
Perempuan
dengan gejala satu atau lebih gejala :
batuk kronik, batuk darah , sesak
nafas, nyeri dada, penurunan berat
badan
Penderita dengan gejala satu atau lebih
gejala : batuk kronik, batuk darah ,
sesak nafas, nyeri dada, penurunan
berat badan yang tidak bisa djelaskan
penyebabnya .

Penderita dengan riwayat kanker paru


dalam keluarganya
Pemeriksaan untuk deteksi dini ialah klinis,
radiology toraks , sitologi sputum dan bronkoskopi
autofluoresensi . Bronkoskopi autofluoresensi bisa melhat
lesi karsinoma in situ yang tidak bisa terlihat dengan
bronkoskopi biasA.
Alur deteksi dini Kanker Paru
Gambaran Klinis
a. Anamnesis batuk batuk dengan atau
tanpa dahak ( dahak putih, purulen ) , batuk
berdarah, sesak nafas, nyeri dada
, suara serak ,
sulit menelan , sembab dimuka, benjolan dileher ,
sembab dileher dan kedua tangan disertai nyeri yang
hebat .
Gejala yang tidak khas seperti demam yang
hilang timbul , nafsu makan berkurang , penurunan
berat badan dan sindroma paraneoplastik ( trombosis
vena perifer , neuropatia dan hypertropic pulmonary
osteoartreopathy) . Keluhan karena gejala metastasis
seperti karena kompresi otak , pembesaran hepar dan
patah tulang .
b. Pemeriksaan
Tumor paru yang berukuran kecil diperifer dapat
memberikan hasil yang normal . Tumor dengan ukuran
besar bila disertai atelektasis akibat penekanan bronkus
, efusi pleura atau penekanan vena kava lebih
membrikan hasil yang informatif . Periksa funduskopi
untuk memeriksa tekanan intaorbita , perabaan hepar
dan patah tulang .
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan penunjang yang
mutlak untuk
penentuan lokasi tumor dan metastasis, derajat tumor
berdasarkan
TNM . Pemeriksaan foto toraks PA /
lateral , ct-scan toraks , ct otak , bone scan , bone
survey , usg abdomen , positron emission tomography
( PET) dan MRI .
Foto toraks PA / lateral kelainan dapat
dilihat bila ukuran tumor > 1 cm . Tanda yang
mendukung tepi yang ireguler , indentasi pleura, tumor
satelit . Pada foto toraks juga bisa ditemukan invasi
kedinding dada, efusi pleura dan efusi pericard,
metastasis intrapulmoner .
Hati hati pada pasien tb yang tidak
memberkan respon OAT setelah 1 bulan , pasien
pneumonia yang tidak respon dengan antibotika setelah

1 minggu atau efusi pleura yang luas dengan cairan


produktif , hemoragik atau serohemoragik .
CT- scan Toraks . mendeteksi tumor
dengan ukran < 1 cm secara lebih tepat , melihat
pembesaran kelenjar getah bening . Sebaiknya diperiksa
ct scan sampai supra renal supaya bisa melihat
metastasis samap kekelenjar adrenal .
Kekurangan foto toraks dan ct scan toraks
tidak bisa memebrikan informasi tentang metastasis jauh
sehingga perlu ct-scan otak , bone survey , bone scan
, dan usg abdomen .
PET belum menjadi prosedur diagnostik dan
tidak indikasi untuk mengevaluasi tumor kecuali nodul
soliter . Indikasi PET menentukan keganasan pada
KGM mediastinum bila pada ct scan toraks ditemukan
ukuran tumor < 1 cm dan mementukan down staging
, rekurensi dan evaluasi pengobatan .
Tumor ukuran > 1 cm indikasi operasi bila PET
(+) tapi bila PET (-) pasien cukup difollow up .
Sitologi sputum
kesulitan bila tumor
diperifer, penderita batuk kering dan teknik pengambi lan
dan penyimpanan sputum yang tidak memenuhi syarat .
Cara inhalasi NaCl 0,3 % dan Saccomano .
Petanda tumor CEA, Cyfra 21 -1 , NSE bukan
untuk diagnostic kanker paru tapi untuk evaluasi hasil
pengobatan .
Semua tindakan diagnostik kanker paru
untuk
menentukan jenis histologis , derajat dan tampilan
(performance status)
Jenis histologis kanker paru :
1. Karsinoma
skuamosa
(karsinoma
epidermoid)
2. Karsinoma
sel
kecil
(small
cell
carcinoma)
3. Karsinoma sel besar (large cell carcinoma)

4. Adenokarsinoma

(adenocarcinoma)
Berbagai keterbatasan yang dalami oleh dokter
patologi anatomi maka dibuat diagnosis karsinoma sel
kecil atau karsinoma bukan sel kecil untuk kepentingan
terapi .
Penderajatan Kanker Paru
Berdasarkan TNM .
T ialah tumor (Tx, T0
s/d T4 ). N ialah keterlibatan kelenjar getah bening (
Nx, N0 s/d N3 ) . M ialah metastasis ( Mx , M0,
M1) .
Tampilan berdasarkan keluhan subjektif dan
objektif . Yang dipakai Karnoffski scale .
Pengobatan
combined modality theraphy .
Pemilihan terapi disesuaikan dengan histologis,
derajat
,tampilan status, fasilitas rumah sakit dan kemampuan
ekonomis pasien .
Indikasi pembedahan
KPKBSK stadium 1 dan 2 , kegawatan
misalnya pada kasus kanker paru dengan sindroma
vena kava superior yang berat .
Pada kasus yang
inoperabel diberi radioterapi dan kemoterapi .
Prinsip
pembedahan ialah sedapat mungkin tumor direseksi
lengkap dengan KGB intra pulmoner dengan lobektomi
atau pneumonektomi . Hal yang perlu dilihat ialah
toleransi
penderita
terhadap pembedahan
yang
dilakukan . Toleransi penderita dapat dilihat dari uji faal
paru dan analisis gas daraH.

Syarat reseksi paru :


Resiko ringan untuk pneumonetomi bila
KVP paru kontra lateral baik dan VEP
1 > 60 % .

Resiko sedang untuk pneumonektomi


bila KVP paru konra lateral > 35 %
dan VEP 1 > 60 % .
Radioterapi dapat bersifat paliatif
dan kuratif .
Radioterapi tindakan darurat yang dilakukan untuk
mengatasi keluhan
nyeri tulang karena metastasis
tumor ke dinding dada, tulang dan otak , sindroma
vena kava superior . Penetapan kebijakan radiasi pada
KPKBSK tergantung derajat, performance status dan faal
paru . Bile radiasi dikerjakan setelah pembedahan maka
harus diketahui jenis pembedahan dan penilaian batas
sayatan oleh dokter PA. Dosis radiasi yang diberikan
sekitar 5000 6000c Gy dengan cara 200 cGy / x,
5 hari dalam seminggu .
Syarat penderita sebelum diradiasi :

Hb > 10 gr/dl, trombosit > 100.000 / dl,


leukosit > 3000/ dl .
Radiasi paliatif diberikan unfavourable group :

Tampilan < 70 , penurunan BB > 5 % dalam


2 bulan , fungsi paru yang buruk .
Efektifitas radioterapi meningkat bila dikombinasi dengan
kemoterapi .
Radioterapi sekuensial pemberian radioterapi sampai
dosis full (5000 -6000 cGy) sebelum pemberian
kemoterapi atau setelah kemoterapi selesai ( 4 - 6
siklus) .
Radioterapi alternating pemberian radioterapi diselang
selingi dengan kemoterapi .
Radioterapi konkuren pemberian radioterapi yang
bersamaan
dengan
kemoterapi
seperti gemsitabin,
dosetaksel, paklitaksel .
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus
kanker paru .
Syarat kemoterapi :

Histologis tumor, performance status > 60


menurut skala Karnofski atau 2 menurut WHO .
Prinsip pemilihan kemoterapi :
therapy ( sisplatin atau
Platinum based
karboplatin )
Respon obyektf satu obat anti kanker > 15 %
Toksisitas obat tidak melebihi grade 3 skala
WHO

Harus dihentikan atau diganti bila setelah


pemberian 3 x siklus terlihat progresifitas tumor

Syarat standar yang harus dpenuhi sebelum kemoterapi :


Tampilan > 70 80 . Bile tampilan < 70 atau
usia lanjut dapat diberikan obat dengan rejimen
tertentu atau jadual tertentu
Hb > 10 gr/ dl pada penderita anemia ringan
tanpa perdarahan aku meski Hb < 10 gr/dl
tidak perlu transfuse darah segera cukup diberi
terapi sesuai dengan anemianya
Granulosit > 1500 /dl
Trombosit > 100.000 /dl
Fungsi hati baik

Fungsi ginjal baik ( creatinin clearance > 70


ml / menit )

Evaluasi Hasil Pengobatan


Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 siklus bla
penderita menunjukan respon yang memadai . Evaluasi

respon pengobatan dilakukan setelah


dua kali
pemberian
kemoterapi
pada foto toraks PA untuk
melihat perubahan ukuran tumor dan setelah empat kali
pemberian kemoterapi pada CT scan toraks .
Evaluasi respon pengobatan dilakukan terhadap :
Respon subyektif penurunan keluhan klinik
Respon semisubyektif perbaikan performance,
pertambahan berat badan

Respon obyektif dan Efek samping obat


Respon obyektif dibagi dalam 4 ketentuan :
Respon komplit ( complete response , CR )
bila pada evaluasi tumor hilang 100 % dan
hal ini bertahan selama 4 minggu
Respon sebagian (partial response, PR)
bila tumor berkurang > 50 % tapi < 100 % .
Stabil /menetap ( stable disease, SD) bila
tumor tidak berubah atau berkurang >25% tapi
< 50%

Tumor progresif ( progressive disease, PD)


bila terjadi pertambahan tumor > 25 % atau
muncul tumor baru diparu atau ditempat yang
lain .

Targeted theraphy beberapa kemoterapi bekerja untuk


target kerja yang selektif untuk KP KBSK . Kelebihan
pemberian secara oral .. Obat ini bekerja pada sebagai
inhibitor pada
reseptor Epidermal Growth Factor
(EFGR) . Contoh obat ini gefitinib , erlotinib,
cetuximab .
Pengobatan Paliatif dan Rehabilitasi
Tujuan pengobatan paliatif meningkatkan kualitas
hidup pasien dengan meminimalkan gejala / keluhan .
Gejala dan tanda karsinoma bronkogenik meliputi
bronkogenik, intratorasik, ekstra torasik non metastasis
dan ekstra torasik metastasis . Keluhan yang sering
dijumpai batuk kronik, batuk darah, sesak nafas dan
nyeri dada . Pengobatan paliatif pada kanker paru
meliputi
radioterapi,
kemoterapi
,
medikamentosa,
fisioterapi dan psikososial .
Rehabilitasi medis pada
pasien kanker paru dengan
gejala metastasis ke tulang dan syaraf , pasien
prabedah dan pasca bedah dan pasien yang inoperable
. Pada pasien prabedah dan pasca bedah diperlukan
untuk mencegah komplikasi pasca bedah seperti retensi
sputum dan faal paru yang tidak mengembang . Pada
pasien
yang inoperable
untuk
memperbaiki
dan
mempertahankan fungsional penderita .
Evaluasi
Angka relaps terjadi pada 2 tahun pertama sehingga
pasien perlu dievaluasi setiap 3 bulan sekali . Evaluasi
secara klinis dan radiologis .
Tatalakasana Kanker Paru dengan Keadaan Khusus
Efusi Pleura Ganas (EPG)
Rongga pleura pada orang sehat berisi 20 ml cairan .
Cairan pleura normal jernih tidak berwarna, mengandung
protein < 1,5 gram / 100 ml dan 1500 sel /mikroliter
. Cairan pleura normal mengandung mesotel, monosit ,
limfosit dan granulosit . Efusi pleura dapat dideteksi
melalui foto toraks bila jumlah > 50 ml . Efusi pleura
dapat terjadi karena keganasan intra toraks, ekstra torak
dan keganasan sistemik yang lain .
Gejala klinis sesak nafas, nafas pendek , dada
terasa penuh, batuk , dan nyeri dada .
Pf gerakan diafragma berkurang , deviasi trakea dan
atau jantung terdorong kearah kontra lateral , fremitus

melemah , perkusi redup , suara nafas melemah pada


sisi toraks yang sakit .
Bile efusi pleura terjadi akibat metastasis maka
ditemukan sel tumor ganas pada cairan pleura .
Diagnosis EPG ditegakan bila ditemukan sel ganas p ada
pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura .
CT scan dilakukan setelah seluruh cairan pleura
dikeluarkan semaksimal mungkin .
Penatalaksanaan pengobatan
lokal dan pengobatan
kausal . Pengobatan lokal diperlukan untuk mengurangi
sesak nafas akibat produksi cairan yang berlebihan .
Tindakan punksi pleura , pemasangan WSD dan
pluerodesis untuk mengurangi produksi cairan . Zat
zat yang dipakai tetrasiklin dosiss 20 mg/ kg BB,
bleomisin 45 mg , adreamsin 45 mg
dan povidone
iodine 20 ml yang diencerkan dalam NaCl 0,9 % 30
ml .
Bila tumor primer berasal dari paru dan ditemukan sel
ganas pada cairan pleura maka EPG termasuk T 4
tapi bila ditemukan
sel ganas pada biopsi pleura
termasuk stadium 4 . Bila setelah pemeriksaan tidak
ditemukan tumor diparu dan diluar paru maka dianggap
EPG berasal dari paru .
Sindroma Vena Kava Superior
SVKS muncul karena gangguan aliran darah pd
kepala dan leher akibat tumor paru dan tumor
mediastinum.
Tumor paru menekan atau invasi massa pada
vena kava superior SVKS .
Gambaran klinis batuk, batuk darah, sakit
kepala , sesak nafas, sinkope. Pada kasus yang berat
timbul sesak nafas yang berat yang yang ditandai
dengan pembengkakan dileher dan lengan kanan ,
pelebaran vena subkutan dileher dan dada .
Penatalaksanaan
Bila keadaan umum baik ( PS > 50 ) maka
harus dilakukan radiodiagnostik untuk mendapatkan jenis
sel kanker . Radiocito bila sesak nafas yang berat.
Bila belum ada hasil PA radiasi 200 -300
cGy perfraksi dan steroid intravena dengan penila ian
klinis setiap hari . Tindakan bedah paliatif dipikirkan bla
hasil respon tidak memuaskan .
Bila hasil PA sudah ada utuk kepentingan
gawat darurat diberikan radiasi 300 cGy perfraksi .
Bila tidak gawat darurat maka radiasi diberikan
berdasarkan stadum penyakit . Utk stadium 4 diberikan
300 cGy/ fraksi sampai 10 kali atau
400 cGy /
fraksi sampai 5 kali .
Obstruksi Bronkus
Obstruksi
bronkus
terjadi
karena
tumor
intrabronial menyumbat langsung atau tumor diluar
bronkus menekan bronkus sehingga terjadi sumbatan .
Sumbatan
intrabronkial dapat parsial atau total .
Gejala klinis sesak nafas disertai nafas berbunyi bila
obstruksi yang hebat . Sesak nafas semakin bertambah
bila disertai mucus plug , Pf bunyi nafas yang
lemah pada sisi yang sakit , suara tambahan (
wheezing pada inspirasi dan ekspirasi ) , eksprasi
yang memanjang dan stridor . Pengobatan bronkoskopi
laser, pemasangan stent, radiasi endobronkial , radasi
dengan dosis 300 -400 c Gy / fraksi .
Batuk Darah
Invasi Dinding Toraks
Kompresi Esofagus

Depresi Sumsum Tulang akibat pemerian radiasi


atau kemoterapi . Leukopeni (neutropenia ) dan
trombositopenia .
Metastasis intrapulmoner dan ekstrapulmoner,
metastasis ketulang menimbulkan keluhan nyeri dan
patah tulang, metastasis keotak dan keorgan ya ng lain.
KPKBSK
terutama
adenokarsinoma
yang
sering
bermetastasis ke otak.
TUMOR MEDIASTINUM (TUMOR MEDIASTINUM NON
LIMFOMA )
Tumor mediastinum ialah tumor yang terdapat
dalam rongga mediastinum . Rongga mediastinum ialah
rongga yang terdapat diantara paru kiri dan paru kanan
. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri,
pembuluh darah vena , trakea, kelenjar timus , saraf ,
jaringan ikat , kelenjar getah benng dan salurannya .
Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat
diperluas sehingga pembesaran tumor dapat menekan
organ disekitarnya sehingga bisa mengancam jiwa .
Tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien
datang dalam stadium lanjut
dengan
keluhan
penekanan terhadap organ sekitarnya .
Mediastinum dibagi atas 4 bagian yang penting
:
Mediastinum superior , dimulai dari pintu atas
rongga dada sampai ke vertebrae torakal 5 dan
bagian bawah sternum .
anterior
,
dari
garis
batas
Mediatinum
mediastinum
superior
sampai
kediafragma
didepan jantung .
Mediastinum posterior , dari garis batas
mediastinum
superior sampai kediafragma
dibelakang jantung .

Mediastinum medial dari garis batas mediastinum


superior sampai kediafragma
yang terletak
antara mediastinum anterior dan mediastinum
posterior .
Jenis tumor dirongga mediastinum bisa tumor
jinak atau ganas . Jenis tumor yang sering ditemukan
limfoma , teratoma , germ cell tumor dan timoma .
Gambaran Klinis
Tumor mediastinum sering tidak memberikan
gejala dan terdeteksi pada foto toraks .
Tumor jinak keluhan bila tumor bertambah
besar sehingga menekan struktur mediastinum .
Tumor
ganas
gejala
timbul
karena

penekanan atau invasi pada struktur mediastinum .


Gejala dan tanda yang timbul :
Batuk , sesak atau stridor karena invasi
pada trakea dan atau bronkus utama
Disfagia karena invasi pada esophagus
SVKS lebih sering terjadi pada tumor
mediastinum yang ganas
Suara serak dan batuk kering karena n.
faringeal terlibat , paralisis diafragma
karena penekanan n. frenikus

Nyeri dinding dada


pada tumor
neurogenk atau penekanan pada sistem
syaraf .

Pemeriksaan Fisik
Miastenia gravis mungkin timoma

Limfadeopati mungkin limfoma

Prosedur Radiologi
Fototoraks PA/ lateral , tomografi , CT
scan dengan kontras,
Ekokardigrafi untuk deteksi pulsasi pada
tumor yang diduga aneurisma
deteksi aneurisma
Flouroskopi untuk
aorta
Angiografi untuk deteksi aneurisma aorta
yang lebih sensitive
untuk
deteksi
invasi
Esofagorafi
keesofagus

USG , MRI dan kedokteran nuklir

Prosedur Endoskopi
Bronkoskopi untuk deteksi invasi tumor
pada saluran nafas
dan membedakan
tumor medistinum dari
kanker paru
primer
untuk tumor medistinum
Medistinokopi
yang berlokasi dimediastinum superior
Esofagoskopi

Torakoskopi diagnostic
Prosedur PA
Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan Histologi
biopsi KGB yang teraba dileher atau
supraklavikula . Bila tidak teraba dapat
diangkat KGB yang mungkn ada disana
. Prosedur ini disebut biopsi Daniels .
- VATS ditumor posterior
Laboratorium
Labor rutin tidak memberkan informasi
yang berkaitan dengan tumor . LED
mungkin meningkat pada limfoma dan
TB mediastinum .
Uji tuberculin limfadenitis tb
T3 dan T4 tumor tiroid
-

Alfa fetoprotein dan beta HCG

tumor limfoma pada golongan non


seminoma
Pemeriksaan lain EMG untuk mencari miastenia
gravis atau myesthenie reaction .
Penatalaksanaan
Tumor mediastinum jinak pembedahan
Tumor mediastinum ganas tergantung jenis
sel kanker .
Syarat tindakan bedah elektif pengukuran
toleransi pasien berdasarkan faal paru yang diukur
dengan spirometri dan body
box . Bila terdapat
ketidaksesuaian anatar klinis dengan spirometri maka
diperiksa analisis gas darah . Tekanan oksigen arteri
dan saturasi oksigen arteri harus > 90 % .
Syarat untuk radioterapi dan kemoterapi

Hb > 10 gr/dl , leukosit > 4000 /dl , trombosit >


100.000/ dl, performance status > 70 skala Karnofsky
.Radiokemoterapi dapat diberikan secara bersamaan
(konkuren). Radiasi dapat diberikan secara alternating
( radiasi dapat diberikan diantara kemoterapi ) atau
sekuensial ( radioterapi diberikan stelah pemberian
kemoterapi > 2 kali atau sebaliknya ) .
Pada kasus timoma sebelum dibedah harus
dicari tanda miastenia gravis atau myestenic reaction .
Bila sebelum pembedahan ditemukan miastenia gravis
maka dilakukan plasmaferesis paling cepat seminggu
sebelum operasi untuk mencuci antibody pada plasma
penderita .

Seminoma
ialah
tumor
yang
sensitive
terhadap
radioterapi dan kemoterapi . Tidak ada indikasi
pembedahan pada seminoma . Bla ada kegawatan
nafas, radiasi diberikan secara cito dilanjutkan dengan
cisplatin based.
Tumor non seminoma termasuk radioresisten sehingga
tidak direkomendasikan untuk radioterapi. Pengobatan
kemoterapi 6 siklus. Evaluasi setelah 3 4 siklus
dengan penanda tumor alfa Feto Protein dan beta
HCG.
Tatalaksana
teratoma jinak ialah pembedahan
tanpa
adjuvant .
Tatalaksana
teratoma
ganas
ialah
multimodaliti
(pembedajan + radioterapi + kemoterapi ) .
Pada teratoma , hal yang penting :
1. Teratoma matur pada anak sudah pasti jinak .
2. Teratoma imatur pada orang tua sudah pasti
ganas.
3. Teratoma imatur pada
anak tidak selalu
berarti ganas .

4. Teratoma matur pada orang tua tidak selalu


berarti jinak .
Tatalaksana semua tumor neurogenik ialah pembedahan
kecuali neuroblastoma karena neuroblastoma bersifat
radiosensitif .
Evaluasi Pengobatan Tumor Mediastinum
Evaluasi efek samping kemoterapi dilakukan pada saat
akan memberikan kemoterapi siklus berikutnya dan atau
setiap 5 fraksi radiasi (1000 cGy) .
Evaluasi untuk respon terapi dilakukan setelah selesai 2
siklus kemoterapi yaitu pada hari pertama pada siklus
ketiga atau setelah 10 kali fraksi radiasi (2000 cGy)
dengan atau tanapa foto toraks .
Bile ada respon sebagian atau menetap, pengobatan
dilanjutkan . Pengobatan distop bila progressive disease
PNEUMONIA KOMUNITI
Definisi
Pneumonia peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme ( bakteri , virus, jamur dan parasit )
. Pneumonia yang disebabkan oleh M. tuberculosis tidak
termasuk . Peradangan paru yang disebabkan oleh non
mikroorganisme ( bahan kimia , radiasi , zat toksik ,
obat
obatan
)
tidak disebut
pneumonia
tapi
pneumonitis .
Etiologi
Penyebab pneumonia komuniti diluar negeri paling
banyak kuman gram positif .
Penyebab peneumonia dirumah sakit paling banyak
kuman gram negatif .
Penyebab pneumonia aspirasi paling banyak kuman
anaerob .
Cara Pengambilan Bahan
Cara non invasif (dibatukan ) atau invasif
(aspirasi transtorakal . aspirasi transbronkial , bilasan
bronkus dan BAL ) . Diagnosis pasti didapatkan
dengan cara yang steril dengan bahan dari darah ,
cairan pleura, aspirasi transtrakeal ataupun transtorakal
kecuali ditemukan bakteri yang bukan merupakan koloni
saluran nafas atas seperti M. tuberculosis, Legionella
dan P.Carinii .
Cara Pengambilan dan Pengiriman Dahak
Dahak diambil dipagi hari , pasien diminta
kumur-kumur dengan aquadest biasa . Inspirasi dan
dibatukan kedalam botol yang steril lalu segera dikirim

kelabor dalam waktu yang kurang dari 4 jam .


Jika
kesulitan mengeluarkan dahak maka dinebulisasi dengan
NaCl 3 % .
Kriteria
dahak
yang
memenuhi
syarat
untuk
pemeriksaan langsung dan biakan dahak :
ditemukan sel PMN > 25 /lpk dan sel epitel < 10
/lpk .
Patogenesis
Dalam
keadaan
sehat
tidak
terjadi
pertumbuhan mikroorganisme diparu . Hal ini disebabkan
oleh mekanisme pertahanan paru . Cara mikroorganisme
mencapai saluran nafas :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui darah
3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa


Cara yang paling banyak ialah kolonisasi
dipermukaan mukosa . Secara inhalasi pada infeksi
virus , jamur , mikroorganisme atipikal dan mikobakteria
. Kolonisasi bakteri disaluran nafas atas (hidung ,
orofaring ) aspirasi mikroorganisme disaluran nafas
bawah inokulasi mikroorganisme secara langsung .
Inilah awal dari infeksi dari sebagian besar infeksi paru
. Aspirasi sekret orofaring terjadi pada orang yang tidur,
penurunan
kesadaran
,
peminum
alcohol
dan
penyalahgunaan narkoba .
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk
melalui
inhalasi
atau
aspirasi
.
Biasanya
mikroorganisme disaluran nafas atas sama dengan
saluran nafas bawah .
Patologi
Basil yang masuk bersama sekret bronkus
kedalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa
edema alveoli , infiltrasi sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi fagositosis sebelum terbentuk
antibodi Ada 4 zona
yang terjadi ketika peperangan
antara host dan bakteri :
1. Zona luar : alveoli yang terisi dengan
bakteri dan cairan
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari
PMN dan beberapa eksudasi sel darah
merah
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat
terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah
PMN yang banyak

4. Zona resolusi

: daerah tempat terjadi


resolusi dengan banyak bakteri yang mati ,
leukosit dan alveolar makrofag .
Red hepatization ialah daerah perifer yang
terdapat edema dan perdarahan . Gray hepatization
ialah daerah konsolidasi yang luas .
Klaisifikasi Penumonia
1. Berdasarkan klinis dan epideimologis
a. Pneumonia komuniti (community acquired
pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital acquired
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada pasien immunocompromised
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Penumonia virus
b. Pneumona
jamur
pada
pasien
yang
imunocompromised
c. Pneumonia atipikal yang disebabkan oleh
Mycoplasma, Chlamydia dan Legionella

d. Pneumonia tipikal / bakteri yang dapat


terjadi pada semua usia. Klebsiella pada
pasien
alkoholik,
Staphylococcus
pada
pasien pasca influenza.
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumona lobaris. Sering pada pneumonia
bakterial . Jarang pada bayi dan orang tua
. Pneumonia pada satu lobus
atau
segmen . Sering disebabkan oleh obstruksi
bronkus karena aspirasi benda asing atau
keganasan .
b. Bronkopneumonia . Ditandai dengan bercak
bercak infiltrate pada kedua lapangan paru
. Dapat disebabkan oleh virus dan bakteri .
Sering pada bayi dan orang tua. Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus

c. Pneumonia intersisialis .
DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis demam menggigil , suhu tubuh
0
meningkat dapat melebihi 40
C , batuk
dengan dahak mukoid
atau purulen , kadang
kadang disertai darah , sesak nafas dan nyeri
dada .
b. Pemeriksaan Fisik tergantung luas lesi diparu
. Inspeksi terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu
bernafas,
palpasi
fremitus
dapat
meningkat / mengeras , perkusi redup ,
auskultasi suara nafas bronkovesikuler sampai
bronchial , disertai ronkhi basah halus nyaring
dan ronkhi basah kasar pada stadium resolusi .

2. Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks PA / lateral pemeriksaan
penunjang utama untuk menegakan diagnosis .
Gambaran radiologis infiltrat sampai konsolidasi
dengan
air
bronchogram
,
penyebaran
bronkogenik, interstitial serta gambaran kavitas .
Foto toraks tidak dapat menunjukan penyebab
bronkopneumonia tapi hanya petunjuk kearah
diagnosis etiologi .
Gambaran infiltrat bilateral
atau gambaran
bronkopneumonia
curiga
penyebab

Streptococcus
Pneumonia
,
Pseudomonas
Aeruginosa .
Gambaran konsolidasi lobus atas kanan
atau
beberapa lobus curiga Klebsiella Pneumoniae
.
Labor leukosit > 10.000/dl bisa mencapai
30.000/dl , hitung jenis leukosit bergeser kekiri
dan peningkatan LED . Untuk menegakan
diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan dahak ,
kultur darah dan serologi . Analisis gas darah
menunjukan hipoksemia dan hipokarbia , pada
stadium lanjut asidosis respiratorik .
PENGOBAT AN
Terdiri dari antibiotika dan pengobatan suportif .
Antibiotika segera diberikan karena :
1. penyakit yang berat mengancam jiwa
2. mikroorganisme pathogen yang diisolasi
belum
tentu
sebagai
penyebab
pneumonia

3. hasil biakan membutuhkan waktu


maka pada penderita pneumonia dapat diberikan
terapi secara empiris .

KOMPLIKASI
Efusi
pleura
,
abses paru
,
empiema, pneumotoraks, gagal nafas dan sepsis
.
PNEUMONIA KOMUNITI
pneumonia yang didapat dimasyarakat .
Etiologi
Paling banyak disebabkan oleh kuman gram
positif dan kuman atipikal . Laporan terakhir
diIndonesia paling banyak penyebab pneumonia
kuman gram negatif .
Diagnosis
Anamnesis , pemeriksaan fisik , foto toraks dan
labor . Diagnosis pasti pneumonia komuniti
pada foto toraks ditemukan infiltrate baru atau
infiltrate progresif ditambah dengan 2 gejala
berikut atau lebih :
1. Batuk batuk bertambah
2. Perubahan karakteristik dahak/ purulen
0
3. Suhu tubuh > 38
C (aksila)/ lebih /
demam
4.
Pf: tanda-tanda konsolidasi , suara nafas
bronchial, ronkhi basah halus nyarng /
kasar .

5. Leukosit > 10.000 / dl atau < 4500 /dl


Menurut ATS
criteria pneumonia berat
dijumpai salah satu atau lebih criteria :

bila

Kriteria minor :
1. Frekuensi nafas > 30 x/menit
2. Pa O/ Fi O< 250 mm Hg
3. Foto toraks menunjukan kelainan bilateral
4. Foto toraks melibatkan > 2 lobus
5. Sistolik < 90 mm Hg

6. Diastolik < 60 mm Hg
Kriteria mayor :
1. Membutuhkan ventilasi mekanik
2. Infiltrat bertambah > 50 %
3. Kreatinn serum > 2 mg
/dl atau
peningkatan > 2 mg /dl pada pasien gagal
ginjal atau
pasien
gagal ginjal yang
membutuhkan dialisis

4. Membutuhkan vasopresor > 4 jam (syok


septik)
Kriteria rawat inap pasien pneumonia komuniti :
1. Skor PORT > 70
2. Skor PORT < 70 dengan salah satu atau
lebih kriteria minor

3. Pneumonia pada penderita NAPZA


Kriteria perawatan intensif
Minimal 1 dari 2 gejala mayor (membutuhkan ventilasi
mekanik atau membutuhkan vasopresor > 4 jam) atau
2 dari 3 gejala minor ( PaO / Fi O < 2590 mmHg,
infiltrate bilateral dan sistolik < 90 mmHg ) . Kritera
mayor dan minor yang lain bukan indikasi perawatan
intensif .
Pneumonia Atipikal
Bakteri atipikal yang sering dijumpai Mycoplasma
pneumoniae , Chlamydia pneumoniae , Legionella.
Penyebab lain Chlamydia psitassi , Coxiella burnetti,
virus influenza tipeA dan B, Adenovirus dan Respiratori
Syncitial Virus .

Perbedaan gambaran klinis pneumonia atipik


pneumonia tipikal
Tanda
dan P. Atipikal
P.Tipikal
Gejala
Onset
dan Gradual
Akut
Gejala
Suhu
Kurang Tinggi
Tinggi
Batuk
Dahak

Non produktif
Mukoid

Gejala lain

Cephalgia,
Lan
mialgia, odinofagia
,
Suara
otalgia

Gejala
paru

diluarSering

parau

dan

Produktif
Purulen

,
Jarang

Pewarnaan gram Flora normal atau Kokus gram (+)


spesifik
atau (-)
Radiologis
Patchy
atau Konsolidasi lobar
normal
Labor
Leukosit
normal Leukosit tinggi
atau rendah
Gangguan fungsi Sering
Jarang
hati
Penatalaksanaan
Dalam
hal
mengobati
pasien
pneumonia
perlu
diperhatikan keadaan klinis . Bila keadaan klinis baik
dan tidak ada indikasi rawat inap maka dapat diobati
dirumah . Juga diperhatikan ada /tidak adanya faktor
modifikasi
yaitu keadaan yang meningkatkan resiko
infeksi dengan mikroorganisme yang spesifik misalnya
S.pneumoniae yang resisten terhadap penicillin .
Yang termasuk dalam factor modifikasi :
1. Pneumokokus yang resisten terhadap penicillin
umur > 65 tahun , memakai obat golongan beta
laktam selama 3 bulan terakhir , pecandu alcohol ,
penyakit gangguan kekebalan , penyakit penyerta yang
multipel .
2. Bakteri enteric gram negatif
penghuni panti jompo , penderita dengan penyakit
kelainan jantung paru , kelainan penyakit yang multiple
dan riwayat pengobatan antibiotika .
3. Pseudomonas aeuroginosa
bronkiektasi , pengobatan kortikosteroid > 10 mg
/hari , pengobatan antibiotika broad spectrum > 7 hari
pada bulan terakhir, gizi kurang .
Penatalaksanaan pneumonia komuniti :
a. Penderita rawat jalan
-Pengobatan suportif / simtomatik istirahat
ditempat tidur , minum secukupnya untuk megatasi
dehidrasi , obat penurun
panas atau dikompres ,
mukolitik , ekspektoran
- Pengobatan antibiotika harus diberikan dalam
waktu < 8 jam
b. Penderita rawat inap diruang rawat inap biasa
-Pengobatan suportif
/ simtomatik oksigen ,
infus, antipiretik , mukolitik, ekspektoran
- Pengobatan antibiotika harus diberikan < 8 jam
c. Penderita rawat inap diruang intensif sama ditambah
dengan ventilasi mekanik .
Pengobatan pneumonia atipikal
Antibiotika tetap pilihan utama untuk pneumonia termasuk
pneumonia atipikal.AB
untuk pneumonia atipikal yang
disebabkan oleh M. pneumoniae , C. pneumoniae dan
Legionella ialah makrolid baru (azitromisin, klaritromisin

, roksitromisin ), fluorokuinolon respirasi dan doksisiklin


.
Terapi Sulih
Masa perawatan dirumah sakit sebaiknya dipersingkat
dengan mengubah rute pemberian obat dari suntik
keoral
untuk
menghemat
biaya
perawatan
dan
mengurangi resiko infeksi pneumonia nosokomial .
Pemberian antibiotika suntik 2 -3 hari , paling aman
3 hari lalu pada hari ke 4 diganti dengan obat oral
sehingga penderita berobat rawat jalan .
Kriteria pemberian obat oral :
1. Tidak ada indikasi pemberian obat suntik lagi
2. Tidak ada masalah dengan saluran pencernaan
3. Gejala klinis yang membaik
4.Penderita sudah tidak panas dalam waktu 8 jam
5. Leukosit menuju normal / normal
Perubahan
obat
suntik
keobat
oral
harus
memperhatikan ketersediaan obat antibiotika i.v dan
efektfitas antibiotika oral yang akan diberikan .
Perubahan dapat diberikan secara sekuensial ( obat
sama, efektifitas sama ) , switch over ( obat
berbeda, efektifitas sama ) dan step down ( obat
berbeda, potens lebih rendah )
1. Terap sekuensial : levofolksasin, moksifloksasin,
gatifloksasin.
2. Terapi switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin
3. Terapi step down : amoksisilin, sefuroksim,
sefotaksim iv ke cefiksim oral
Evaluasi Pengobatan
Setelah pengobatan empiris selama 24 -72 jam kita
harus evaluasi pasien pneumonia .
Penderita yang tidak respon :
1. Salah diagnosis ( gagal jantung , emboli ,
keganasan , sarkoidosis, reaksi obat , perdarahan )
.
2. Diagnosis sudah benar
a. Faktor penderita ( kelainan local, respon penderita
yang tidak adekuat , komplikasi super infeksi paru ,
empiema )
b. Faktor obat ( salah memilih obat ,
salah dosis
/pemberian, reaksi obat , komplikasi )
c. Faktor bakteri (kuman yang resisten , bakteri
pathogen yang lain , mikonakteria atau nokardia , virus,
jamur )
Pencegahan
a. Pola hidup sehat termasuk tidak merokok
b. Vaksinasi ( vaksin pneumokokus dan vaksin
influenza) . Vaksin ini dianjurkan pada pasien usia
lanjut , diabetes, penyakit kronik, jantung koroner,
PPOK dan HIV . Vaksin ulang > 2 tahun .
PNEUMONIA NOSOKOMIAL
Pneumonia
nosokomial
(Hospital
acquired
pneumonia) pneumonia yang terjadi setelah pasien
dirawat 48 jam dirumah sakit dan disingkirkan semua
penyakit infeksi yang inkubasinya terjadi sebelum masuk
rumah sakit .
Ventilator associated pneumonia pneumonia
yang terjadi lebih dari > 48 jam setelah pemasangan
intubasi endotrakeal.
Etiologi
Patogen penyebab pneumonia komuniti berbeda
dengan pneumonia nosokomial . Pneumonia nosokomial
yang disebabkan oleh jamur, kuman anerob dan virus

jarang terjadi . Pneumonia nosokomial dapat disebabkan


oleh kuman bukan MDR misalnya S.pneumoniae,
H.influenzae , Meticillin Sensitive Staphylococcus aureus
dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa ,
E.coli, Klebsiella pneumoniae , Meticillin Resistance
Staphylococcus aureus .
Patogenesis
Patogenesis pneumonia nosokomial dama dengan
pneumonia komuniti . Pneumonia terjadi bila kuman
masuk kedalam saluran nafas bawah .
4 cara kuman masuk kedalam saluran nafas
bawah :
Aspirasi (cara yang terbanyak ) pada kasus
neurologist dan usia lanjut
kontaminasi pada alat alat
Inhalasi misalnya
bantu nafas pasien
Hematogenik

Penyebaran langsung
Pasien yang mempunyai faktor predisposisi
memiliki resiko untuk menderita pneumonia nosokomial .
Bile sejumlah bakteri dalam jumlah yang besar berhasil
masuk kedalam
saluran nafas bawah yang steril ,
sistem imunologis saluran nafas bawah yang gagal
membersihkan inokulum dapat menimbulkan proliferasi
dan inflamasi sehingga timbul pneumonia.
Patogen penyebab pneumonia nosokomial ialah
kuman gram postif dan Staphylococcus aureus yang
merupakan flora normal sebanyak < 5 % . Kolonisasi
kuman
disaluran nafas
merupakan titik awal
yang
penting untuk pneumonia .
Faktor Resiko Pneumonia Nosokomial
1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik ( penyakit jantung , diabetes, PPOK,
alkoholisme , azotemia ) , perawatan dirumah sakit
yang lama , koma , pemakaian obat tidur , perokok,
intubasi endotrakeal, pemakaian kortikosteroid jangka
panjang , malnutrisi , umur lanjut , pemakaian
antibiotika , waktu operasi yang lama , sepsis , syok
hemoragik , infeksi berat diluar paru , cidera paru akut
dan bronkiektasis .
2. Faktor eksogen
a. Pembedahan . Besar resiko terjadi pneumonia
nosokomial tergantung pada jenis pembedahan yaitu
torakotomi , operasi abdomen atas dan operasi
abdomen bawah .
b. Penggunaan antibiotika. Antibiotika dpt meningkatkan
kolonisasi terutama antibiotika yang aktif terhadap
Streptococcus diorofaring dan bakteri anaerob disaluran
pencernaan. Streptococcus merupakan flora normal
diorofaring
melepaskan bacterocins yang menghambat
bakteri gram negatif. Pemberian antibiotika dosis tinggi
menghambat streptococcus dan meningkatkan kolonisasi
bakteri gram negatif diorofaring .
c. Kontaminasi alat bantu nafas oleh P.aeruginosa dan
kuman gram negatif.
d. Pemasangan pipa / selang nasogastrik , pemberian
antacid dan alimentasi enteral .
Pada individu sehat jarang ditemukan kuman gram
negatif dikuman karena pH lambung < 3
dapat
membunuh kuman yang tertelan . Pemberian antasida /
penyekat H2 yang mempertahanakan pH lambung > 4
menyebabkan kolonisasi kuman anaerob gram negatif
dilambung dan larutan enteral mempunyai Ph netral 6,4
7 .
e. Lingkungan rumah sakit

- Petugas rumah sakit yang tidak mencuci


sesuai dengan prosedur
- Tatalaksana pemasangan alat yang tidak
prosedur ( alat bantu nafas , selang infus ,
makanan, kateter)
- Pasien dengan infeksi kuman MDR yang tidak
diruang isolasi

tangan
sesuai
selang
dirawat

Faktor resiko kuman MDR penyebab HAP, VAP :


1. Pemakaian antibiotika selama 90 hari terakhir
2. Dirawat dirumah sakit > 5 hari
3. Tingginya resistensi kuman terhadap antibiotika
dimasyarakat atau rumah sakit
4. Penyakit imunosupresi
dan atau pemakaian
imunoterapi
5. Ada faktor resiko pneumonia nosokomial
6. Ada penyakit atau terapi yang bersifat imunosupresi
Diagnosis pneumonia nosokomial menurut CDC Atlanta ,
AS :
1. Onset pneumonia yang terjadi setelah dirawat > 2
hari dan disingkirkan semua penyakit yang masa
inkubasinya terjadi sebelum masuk rumah sakit
2. Foto toraks ditemukan infiltrat yang baru atau
progresif
3. Ditambah minimal dua kriteria berikut : suhu > 38
0
C , sekret yang purulen dan leukositosis .
Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS :
1. Dirawat diruang intensif
2. Gagal nafas yg membutuhkan alat bantu nafas atau
membutuhkan 0 2 > 35% utk mempertahankan saturasi
O 2 > 90%
3. Perubahan radiologik yang progresif dari infiltrate
paru menjadi pneumonia multilobar atau kavitas
4. Terdapat bukti ada gejala sepsis berat :
- Sistolik < 90 mm Hg atau diastolik < 60 mm Hg
- Memerlukan vasopresor > 4 jam
- Jumlah urin , 20 ml /jam atau < 80 ml / 4 jam
- Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
Pemeriksaan yang diperlukan :
1. Pewarnaan gram dan kultur dahak yang dibatukan ,
induksi sputum atau aspirasi sekret dari selang
endotrakeal atau trakeostomi . Kultur darah harus
dilakukan pada semua pasien pneumonia nosokomial.
Kultur darah dapat menyingirkan semua penyebab
penyakit lain . Kriteria dahak yang memenuhi syarat :
sel PMN > 25 /lpk dan sel epitel < 10 /lpk .
2. Analisis gas darah untuk menentukan berat penyakit
3. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respon
dengan pengobatan maka dilakukan pemeriksaan secara
invasif
.
Bahan
diambil
secara
bronkoskopi
,
bronchoalveolar lavage dan aspirasi transtorakal .
TERAPI ANTIBIOTIKA
Pedoman pengobatan pneumonia nosokomial :
1. Semua terapi awal antibiotika ialah empiris dengan
mempertimbangkan pola resistensi setempat dan mampu
mencakup sekurang-kurangnya 90 % patogen yang
mungkin sebagai penyebab .
2. Terapi awal antibiotika secara empiris pada kasus
yang berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang
adekuat untuk mencapai efektifitas yang maksimal .
Pemberian antibotika empiris secara intra vena dengan
sulih terapi pada pasien yang terseleksi , dengan fungsi
klinis yang baik dan fungsi saluran pencernaan yang
baik .

3. Pemberian antibiotika secara deekskalasi setelah ada


kultur dari saluran nafas bawah dan perbaikan respon
klinis
4. Pemberian antibiotika kombinasi pada pasien yang
mungkin terinfeksi kuman MDR .
5.Jangan mengganti antibiotika sebelum 72 jam kecuali
keadaan klinis yang memburuk .
6. Data mikroba dan sensitivitas dapat digunakan untuk
mengubah terapi empiris bila respon awal tidak
memuaskan .
LAMA TERAPI
Pasien yang mendapatkan
terapi antibiotika
secara empiris yang tepat , optimal dan adekuat bukan
P .aeruginosa dan respon kilinis baik maka lama
pengobatan 7 hari atau 3 hari bebas demam . Bila
penyebab P.aeruginosa dan Enterobactericeae maka
lama pengobatan 14 21 hari .
RESPON TERAPI
Respon terapi dapat didefinisikan secara klinis
dan mikrobiologis . Respon klinis terlihat setelah 48
72 jam pemberian antibiotika sehingga dianjurkan untuk
tidak mengubah terapi antibiotika dalam kurun waktu
tersebut kecuali ada perburukan yang nyata .
Setelah ada kultur darah atau kultur dari
saluran nafas yang bawah maka terapi empiris mungkin
perlu dimodifikasi . Bila terapi empiris telah memuaskan
maka penggantian antibotika tidak mengubah mortaliti
tapi bermanfaat bagi strategi deekskalasi . Bila hasil
pengobatan tidak memuaskan maka modifikasi mutlak
dilakukan setelah ada kultur darah atau kultur dari
saluran nafas bawah . Hasil kultur kultur kuantitaif yang
didapat dari saluran nafas bawah sebelum dan sesudah
terapi dapat dipakai untuk menilai resolusi secara
mikrobiologis . Hasil mikrobiologis dapat berupa eradikasi
bakterial , super infeksi , infeksi berulang dan infeksi
persisten .
Parameter klinis yang dipakai ialah suhu
tubuh , oksigenasi dan jumlah leukosit . Perbaikan
klinis biasanya terlihat setelah 1 minggu pemberian
antibiotika . Pada
pasien yang mengalami perbaikan
secara klinis , hasil foto toraks tidak selalu menunjukan
perbaikan . Tapi foto toraks yang memburuk
maka
keadaan klinis perlu diwaspadai .
PENYEBAB PERBURUKAN
Organisme yang salah
Patogen resisten obat (mikobakterium , virus ,
jamur )
-Pengobatan
antibotika
yang
tidak
adekuat
(antibiotika tunggal buat P.aeruginosa)
Salah diagnosis
Gagal jantung , emboli paru , perdarahan ,
neoplasma, ARDS, trauma paru akut , pneumonia
aspirasi zat kima , infark
Komplikasi
Empiema, abses paru , colitis, demam akibat obat
,sepsis , gagal organ multipel
EVALUASI KASUS Y ANG TIDAK RESPON
Jika dari kultur
ditemukan resistensi dan
mikroorganisme
yang
jarang
maka
terapi
harus
dimodifikasi .
Jika dari kultur tidak ditemukan resistensi
maka dilakukan USG ,CT-scan utnuk mencari proses
non infeksi dan infeksi diluar paru seperti sinusitis ,
emboli paru dengan infark .

PENCEGAHAN PNEUMONIA NOSOKOMIAL


1. Pencegahan pada orofaring dan koloni dilambung
Hindari pemakaian antibiotika yang tidak tepat
Pemilihan dekontaminan saluran cerna yang
tepat
Pemilihan sukralfat untuk melindungi tukak
lambung tanpa menggangu ph
Penggunaan obat-obatan untuk menggerakan
duodenum misalnya metoklopramid dan cisaprid
, dapat pula berguna untuk menurunkan bilirubin
dan kolonisasi dilambung
Anjuran untuk berhenti merokok

Vaksinasi S. pneumoniae dan H. Influenzae


2. Pencegahan aspirasi saluran nafas bagaian bawah
Letakan kepala pasien lebih tinggi (30 45
0
) untuk mencegah aspirasi lambung
Gunakan selang saluran nafas yanga ada
suction subglotis
Gunakan selang lambung yang kecil untuk
menurunkan refluks gastroesofageal
Hindari intubasi ulang

Pertimbangkan pemberian makanan dalam jumlah


yang kecil secara kontiniu melalui selang
makanan keusus halus
3. Pencegahan inokulasi eksogen
cuci
tangan
yang
baik
untuk
Prosedur
mencegah infeksi silang
Disinfeksi bronkoskopi
Pasien MDR harus diisolasi

Alat- alat yang dipakai pasien harus dipakai


secara berkala
4. Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien
Drainasse secret dengan fisioterapi
Penggunaan tempat tidur pasien yang dapat
diubah ubah posisinya

Memobilisasi pasien sedini mungkin


PROGNOSIS
Prognosis akan lebih buruk bila ditemui 1 kriteria berikut
atau lebih :

Umur > 60 tahun , koma waktu masuk


,
perawatan di IPI , syok , pemakaian alat bantu
nafas , pada foto toraks terlihat kelainan yang
abnormal , penyakit yang
mendasari berat ,
pengobatan awal yang tidak tepat , kreatinin
seum
> 1,5 mg /dl , infeksi oleh bakteri
yang resisten , infeksi onset lanjut dengan
kuman yang virulen , gagal mult oragn ,
penggunaan obat penyekat H 2 .

HEMOPTISIS
Hemoptisis (batuk darah ) ekspektorasi
darah atau mukus yang berdarah . Perdarahan yang
etrjadi haruslah berasal dari saluran nafas bagian bawah
( dari glottis kebawah ) bukan berasal dari saluran
nafas bagian atas atau slauran pencernaan . Etiologi
yang tersering tb paru baik yang aktif maupun yang
telah mengalami kesembuhan
dan non tb seperti
bronkiektasis , bronchitis kronis, tumor paru , abses
paru , tumor mediastinum, pneumonia , mitral stenosis,
tumor bronkus dan lain-lain .
Hemoptisis dapat terjadi pada pasien tb paru yang telah
sembuh (bekas tb paru ) tapi disertai dengan penyakit
yang lain seperti bronkiektasis dan infeksi jamur paru .
Pada tbc paru
perdarahan terjadi karena robekan /

rupture aneurisma arteri pulmoner , yang terdapat pada


dinding kavitas
( aneurisma Resmussen) ,
pecahnya anastomosis yang besar dan ulserasi mukosa
bronkus .Pada
non tbc paru hemoptisis karena
pecahnya pembuluh darah superficial dimukosa bronkus .
Perbedaan antara hemoptisis dan pseudohemoptisis
Tampilan Klinis
Asal darah
Batuk

Hemoptisis
Pseudohemoptisis
Saluran nafas Rongga
mulut
esophagus, lambung
Ada
Tidak ada

Gejala respirasi
Ada
Gejala esofagogaster Tidak ada
Penggunaan alkohol Tidak ada

Tidak ada
Ada
Ada

Penyakit hati
Mual, muntah

Ada
Ada

Tidak ada
Tidak ada

Hematemesis, melenaTidak ada


Ada
Warna
Merah ,terang Coklat ,hitam
Konsistensi lendir
Bekuan , encer
Coffee ground appearance
PH
Makrofag

Alkalis
Ada

Asam
Tidak ada

Partikel makanan

Tidak ada

Ada

Komplikasi yang dapat mengancam jiwa penderita iala h


asfiksia dan kegagalan kardiosirkulasi akibat kehilangan
darah dalam waktu yang singkat .
Komplikasi lain
yang mungkin terjadi ialah penyebaran kesisi paru yang
sehat . Setiap penderita batuk darah kecuali blood
streak
(sedikit
darah
dalam dahak)
sebaiknya
diobservasi dan dievaluasi .
Hal hal yang perlu dievaluasi :
1. Banyaknya jumlah darah yang dibatukan
Setiap darah yang dibatukan perlu dikumpulkan dalam
pot pengukur sehingga jumlah darah yang dibatukan
dapat diukur secara tepat dalam waktu 24 jam
.
Jumlah
darah
yang
dibatukan
tidak
selalu
menggambarkan jumlah perdarahan yang terjadi didalam
paru karena mungkin sebagian darah bisa tertinggal
didalam paru atau saluran nafas .
2. Timbulnya insufisiensi pernafasan atau sirkulasi
berupa hipotensi sistemik, syok , takikardi , takipnoe,
penurunan kesadaran , sianosis . Bila didapatkan ronki
basah yang merata dilapangan bawah paru perlu
dicurigai aspirasi yang mengganggu respirasi .
3. Pemeriksaan foto toraks .
Dapat membantu menentukan diagnosis penyakt yang
mendasari batuk darah , atau memperkirakan aspirasi
darah dan asal perdarahan ( kanan / kiri )
4. Pemerksaan laboratorium cito
Kadar haemoglobin dan hematokrit untuk memperkirakan
beratnya perdarahan dan perlu tidaknya transfusi darah .
Masa perdarahan dan masa pembekuan tidak rutin
dikerjakan .
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita hemoptoe tergantung kepada
beratnya perdarahan yang terjadi .
Perdarahan yang masif penanganan agresif invasif .
Perdarahan yang tidak masif penanganan konservatif
.
Kriteria batuk darah yang masif sehingga membutuhkan
pembedahan cito :
1. Batuk darah > 600 cc /24 jam dan dalam
pengamatan batuk darah tidak berhenti .

2. Batuk darah < 600 cc/ 24 jam tapi > 250 cc/
24 jam , kadar Hb < 10 gr % dan dalam pengama tan
batuk darah tidak berhenti .
3. Batuk darah < 600 cc /24 jam tapi > 250 cc/24
jam , kadar Hb > 10 gr % tapi dalam pengamatan
selama 48 jam batuk darah tidak berhenti
Untuk mengetahui segera sumber perdarahan dilakukan
bronkoskopi diatas meja operasi
dan
nilai toleransi
terhadap
operasi
diketahui
melalui
anamnesis,
pemeriksaan fisik , foto toraks , spirometri / analisis
gas darah
Penatalaksanaan konservatif menghentikan perdarahan
yang terjadi dan mengganti darah yang hilang dengan
transfusi darah atau cairan pengganti
1. Menenangkan penderita sehingga perdarahan lebih
mudah dihentikan . Memberitahukan penderita untuk
tidak takut membatukan darah yang ada disaluran
nafasnya .
2. Penderita diminta berbaring pada sisi paru yang sakit
dan sedikit tradelenberg terutama pada bila refleks
batuknya tidak adekuat .
3. Jaga jalan nafas agar tetap terbuka. Bila perlu
dilakukan pengisapan
jalan nafas .
Pengisapan
dengan bronkoskopi lebih baik tapi membutuhkan
ketrampilan khusus . Pemberian oksigen tidak selalu
diperlukan dan hanya bermanfaat bila
jalan nafas
terbuka .
4. Pemasangan IV line atau IVFD untuk pengganti
cairan atau pemberian obat parenteral .
5. Pemberian obat hemostatik belum jelas manfaatnya
pada penderita hemoptisis . Tapi dapat diberikan vitamin
C, vtamin K baik secara bolus atau drio, asam
traneksamat , karbazokrom .
6. Obat-obatan dengan sedasi ringan dapat diberikan
bila penderita gelisah . Dapat diberikan obat penekan
refleks
batuk
bila
batuk
yang
berlebihan
dan
merangsang
timbulnya
perdarahan
yang
hebat .
Dianjurkan pemberian kodein sulfat 10 -20 mg per oral
setiap 3 -4 jam .
7. Transfusi darah bial hematokrit turun dibawah nilai
25 30 %
atau Hb < 10 gr % sementara batuk
darah masih berlangsung .
Peranan bronkoskopi serat optik (BSO) pada batuk darah
1. Diagnostik penyakit yang menimbulkan batuk darah
2. Mengetahui sumber perdarahan
3. Membebaskan sumbatan jalan nafas akibat gumpalan
darah dan ini merupakan live saving .
PNEUMOT ORAKS
Pneumotoraks keadaan dimana terdapatnya udara
bebas didalam rongga pleura .
Jenis pnemuotoraks :
1. Pneumotoraks spontan primer pneumotoraks yang
dapat terjadi tanpa penyakit paru
sebelumnya ,
trauma atau kecelakaan sebelumnya , bahkan dapat
terjadi pada orang yang sehat .
2. Pneumotoraks spontan skunder pneumotoraks
yang terjadi pada orang yang memiliki riwayat penyakit
sebelumnya misalnya Tb, PPOK dll
3. Pneumotoraks traumatik pneumotoraks yang terjadi
oleh karena trauma didada kadang disertai dengan
hemopneumotoraks . Perdarahan yang timbul mungkin
berasal dari dinding dada atau paru .

4. Pneumotoraks iatrogenik pneumotoraks yang


timbul pada saat melakukan tindakan diagnostic seperti
punksi pleura dan biopsy transtorakal
5. Pneumotoraks katamenial (monthly pneumotoraks)
pneumotoraks yang terjad sehubungan dengan siklus
mentruasi .
Menurut jenis kebocorannya pneumotoraks dibagi atas :
1. Pneumotoraks terbuka
2. Pneumotoraks tertutup
3. Pneumotoraks ventil
Manifestasi Klinis
PSP biasanya tanpa didahului keluhan . PSP
dapat timbul dalam keadaan istirahat . Keluhan dapat
bertambah bila sedang melakukan aktifitas (exercise)
. Keluhan yang sering nyeri dada (dispneu) pada sisi
paru yang sakit .
Diagnosis
Anamnesis nyeri dada (dispneu) pada sisi paru
yang sakit, tidak memiliki
riwayat penyakit paru
sebelumnya dan muncul pada waktu istirahat dan
bertambah nyeri pada waktu aktifitas .
Pemeriksaan Fisik
Ditemukan keadaan penderita yang sesak
sekali. Sisi yang sakit lebih menonjol dan tertinggal
pada pernafasan. Palpasi fremtus berkurang pada sisi
yang sakit, perkusi hipersonor dan auskultasi suara
nafas melemah, kadang amforik.
Pemeriksaan Penunjang
Foto
toraks
merupakan
pemeriksaan
diagnostik. Umumnya didapatkan garis pengucupan yang
sangat halus (pleural line) . Bila disertai darah atau
cairan lainnya akan terlihat garis mendatar yang
merupakan batas antara udara dan air (air fluid level
) .
PSS (PNEUMOT ORAKS SPONTAN SKUNDER
Etilologi PPOK , tb paru, abses paru ,
fibrosis paru , tumor dan metastasis kanker ke paru.
Manifestasi Klinis
Pada penderita PPOK keluhan sesak nafas
akan bertambah , nafas terasa pendek , sianotik dan
nyeri dada pada sisi yang sakit .
Diagnosis
1.Anamnesis ada riwayat penyakit paru
2. Pemeriksaan fisik sama dengan PSP
3. Pemeriksaan foto toraks pada PPOK sulit
untuk melihat gars pleura
4.Pemeriksaam ct-scan dapat membantu
diagnosis
Pneumotoraks Katamenial
Pneumotoraks
yang
terjadi
sehubungan
dengan siklus menstruasi , timbul setelah 48 -72 jam
menstruasi .
Komplikasi Pneumtoraks
1.
Pneumotoraks
ventil
(tension
pneumotoraks)
Suatu keadaan dimana tekanan udara yang
terus meninggi didalam rongga pleura . Penderita
kelihatan sesak nafas yang hebat , keringat dingin dan
gelisah . Pada foto toraks terlihat paru yang kolaps
(garis pleura) , jantung dan medsatinum
terdorong
kesamping dan diafragma terdorong kebawah .
2. Pneumomediastinum

Biasanya terjadi karena ruptur bronkus atau


perforasi esophagus . Sering disertai emfisema sub kutis
.
3. Hemopneumotoraks
4. Hemopneumotoraks
5. Pneumotoraks bilateral
6. Pneumotoraks persisten
Penyebab paru yg tdk mengembang yaitu fistel,
penyumbatan bronkus, penebalan pleura dan selang
WSD yang tersumbat .
Penatalaksanaan Pneumotoraks :
1. Tindakan non bedah
a. Observasi pneumotoraks yang tanpa keluhan
dengan luas pneumotoraks < 20 % , udara akan
diabsorpsi 1,25 % volume udara dalam rongga pleura /
24 jam ( 50 70 ml / hari ) . Sebaiknya
penderita dirawat untuk observasi 24- 48 jam . Bile
setelah 7 hari pengamatan masih terdapat pneumotoraks
maka dilakukan aspirasi atau pemasangan WSD .
b. Aspirasi menggunakan abocath nomor 14 yang
dihubungkan dengan three way dengan menggunakan
semprit 50 cc dilakukan aspirasi .
c. Pemasangan WSD
Kontra indIkasi pemasangan WSD :
Belum berpengalaman memasang WSD
Gangguan
faktor
pembekuan
darah
(koagulopati)
Penderita dengan ventilator mekanik
-

Tidak
direkomendasikan
pada
pneumotoraks
minimal tanpa keluhan ( small asymptomatic
pneumotorax)

Komplikasi pemasangan WSD :


Nyeri , infeksi , perdarahan , malposisi WSD
mengenai organ yang berdekatan , pneumotoraks kontra
lateral , penumpukan cairan bila pemasangan WSD
yang terlalu lama , syok kardiogenik karena dekompresi
ventrikel kanan , kerusakan saraf pada nervus
interkostalis dan nervus frenikus, fistel bronkopleura .
Pneumotoraks
dapat
timbul
berulang
.
Pada
pneumotoraks yang berulang dapat dilakukan pleurodesis
( melekatkan pleura parietal dan pleura visceral)
dengan menggunakan tetrasiklin, talk steril , bleomisin
atau darah penderita yang dimasukan kedalam rongga
pleura . Tujuan membuat peradangan pada pleura
sehingga terjadi perlengketan pleura parietal dan pleura
visceral .
2. Tindakan bedah
a. Torakotomi pneumotoraks spontan > 3 hari ,
hemopneumotoraks , paru
gagal mengembang ,
pneumotoraks
spontan
primer
yang
berulang
,
pneumotoraks ventil , pneumotoraks bilateral atau
pekerjaan
penderita
memiliki
resiko
tinggi
untuk
terjadinya pneumotoraks .
b. Torakoskopi diagnostik dan terapi pneumotoraks
spontan . , terapi alternatif untuk pneumotoraks yang
berulang atau pneumotoraks > 5 hari .
BRONKIEKTASIS
Tingkat sosial ekonomis yang rendah, nutrisi
yang jelek, perumahan yang tidak sehat dan kesulitan
menjangkau fasilitas kesehatan karena alasan keuangan
atau keterjangkauan yang sulit maka mempermudah
menimbulkan penyakit bronkiektasis.

Definisi
Bronkiektasis penyakit saluran nafas kronik
(bronkus dan cabang-cabangnya/ bronkiolus) dengan
karakteristik dilatasi abnormal yang permanent disertai
rusaknya dinding bronkus . Keadaan yang sering
menginduks terjadinya bronkiektasis ialah infeksi saluran
nafas atas, kegagalan darnase secret , obstruksi saluran
nafas dan atau gangguan mekanisme pertahanan pada
indvidu .
Gambaran Patologi
1. Bentuk silindrik (tubular) dihubungkan
dengan kerusakan parenkim paru , terdapat penambahan
diameter bronkus yang bersifat regular , lumen distal
bronkus tidak begitu lebar
2.Bentuk varikosis (fusiform) gambaran
garis ireguler dan distal bronkus
3. Bentuk sakuler (kistik) didapatkan pada
bronkiektasis kongenital
Etiologi dan Faktor Predisposisi
1. Infeksi primer (bakteri, virus dan jamur )
Infeksi bakteri apical, virus respiratori syncytial
vrus, Mycobacterum Avan Complex pada pasien HIV
dan imunokompromis .
2. Obstruksi bronkus tumor endobronkial,
benda asing atau stenosis bronkus .
3. Merokok
4. Sindroma Young
Gambaran Klinis
Gambaran klinis karena bronkiektasis atau
penyakit yang mendasarinya
Gambaran klinis bronkiektasis saja batuk
kronik , sputum purulen , sesak nafas, lemah ,
penurunan berat badan , demam, hemoptisis . Batuk
dengan banyak dahak yang purulen terjadi setelah lama
tertelentang misalnya pada pagi hari . Dahak secara
makroskopis 3 lapis yaitu lapisan busa, lapisan purulen
(kuning , hijau) ,lapisan mucoid . Dapat pula dijumpai
penderita bronkiektasis yang batuk kering tanpa dahak .
Dengan menghitung jumlah dahak dalam 24 jam dapat
ditentukan berat ringannya bronkiektasis. Ellis dkk
memiliki indicator :
< 10 ml/ hari
: brokiektasis ringan
10 15 ml /hari
: bronkiektasis
sedang
> 15 ml /hari
:bronkiektasis berat
Batuk darah sering ditemukan pada bronkiektasis
yang kering . Gejala sesak nafas pada bronkiektasis
yang luas. Pemeriksaan fisik ditemukan wheezing, ronkhi
basah biasanya pada basal paru dan jari tabuh.
Metode gold standard dinegara maju untuk menegakan
diagnosis bronkiektasis ialah HRCT
(Hgh Resolution
CT )
Penatalaksanaan
1. Edukasi
Hindari asap rokok
Vaksin untuk influenza dan pneuococcus
pneumonia
Vaksin untuk measles, rubella dan
pertusis
- Nutrisi yang adekuat
2. Antibotika
Eksaserbasi
akut
dipakai
antibiotika
spectrum yang luas
Penderita dengan gejala ringan dan
sedang dipakai amoksisilin, tetrasiklin,

kotrimoksasol,
makrolid
jenis
baru
(azitromisin)
,
generasi
kedua
sefalosporin atau atau kuinolon. Lama
pengobatan 7 -10 hari .
Pada gejala sedang sampai berat ,
antibiotika
parenteral dipakai seperti
aminoglikosida (gentamisin) , golongan
fluorokuinolon, generasi sefalosporin.

Tobramisin untuk bronkiektasis


fibrosis krik
3. Higiene bronkus
4.
Bronkodilator
bronkiektasis

bronkospasme
5. Ekspektoran
6. Antiinflamasi
7. Pembedahan
8. Fisoterapi

dengan

dengan

PENGOBAT AN PNEUMONIA
Antibiotika pada penderita rawat jalan amoksisiln 4 x
500 mg atau ampisiln 4 x 500 mg . Bile alergi dpaka
eritromisin 4 x 500 mg atau kotrimoksazol 2-3 x
sehari . Lama pengobatan 7 hari .
Antibiotika pada pasien rawat inap penicillin
2 x 1,2 juta IM atau amoksisiln 4 x 500 mg
IV /hari. Lama pengobatan sekurang-kurangnya
7 hari . Bile tidak ada perbaikan dapat diganti
dengan antibiotika yang dapat menghambat
enzim beta laktamase atau kuinolon.
Antibiotika pada pneumonia nosokomial
gentamisin 1- 1,5 mg / kg BB diberikan 3 x
sehari (hati hati pada gangguan fungsi ginjal
) .
EFUSI PLEURA
Pleura terdiri dari 2 lapisan jaringan tipis yaitu
pleura visceral sebelah dalam yang membungkus
jaringan paru dan pleura parietal sebelah luar yang
melapisi bagian dalam dinding dada . Rongga pleura
dibentuk dari pleura visceral dan pleura paretal .
Rongga ini bukanlah rongga sejati tapi rongga potensial
yang terletak diantara paru dan rongga dada . Cairan
pleura dihasilkan oleh filtrasi kapiler pleura parietal dan
diserap kembali oleh
kapiler pleura visceral dan
kelenjar getah bening . Penumpukan cairan yang
berlebihan dirongga pleura baik berupa transudat
maupun eksudat disebut efusi pleura . Efusi pleura
banyak ditemukan pada penyakit paru dan pleu ra tapi
juga penyakit diluar paru seperti sindroma nefrotik ,
gagal jantung kongestif , sirosis hepatic dengan asites ,
pankretitis akiu dan lain-lain .
Bila jumlah efusi pleura
< 100 cc
: sulit ditentukan , belum
ada gejala , pada foto toraks
sinus
kostofrenikus menghilang bisa terlihat
dibagian posterior foto toraks lateral ,
foto
toraks
lateral
dekubitus
bisa
membedakan
cairan
bebas
atau
penebalan pleura
100 -500 cc:pengurangan volume paru terjadi
gangguan
restriksi
paru
.
Pada
fototoraks
terlihat
gambaran
perselubungan homogen dengan batas
atas konkaf dan lebih tinggi dilateral
yang disebut meniscus .

> 500 cc
: dapat ditentukan secara
klinis , terjadi pergeseran mediastinum
kearah yang berlawanan
Terlokalisir
: terjadi karena adhesi/
perlengketan .
Secara umum efusi pleura dibagi atas :
1. Efusi pleura transudat
2. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura jenis transudat
Terbentuk bila peningkatan tekanan kapiler sirkulasi
atau penurunan tekanan onkotik plasma . Jumlah
cairan efusi pleura akan terus bertambah tinggi sampai
tercapai keseimbangan yang baru dimana penyerapan
kembali cairan pleura = pembentukannya . Transudat
sering terbentuk bilateral . Penumpukan cairan dirongga
toraks disebut hidrotoraks . Kelainan ini sering dijumpai
pada penyakit ekstra pulmonal dimana selaput pleura
masih utuh dan kurang permeabel terhadap protein .
Efusi pleura jenis eksudat
Terbentuk karena peningkatan permeabilitas selaput
pleura terhadap protein dan pengurangan aliran getah
bening dari rongga pleura .Sering dijumpai pada
keganasan dan plueritis tb. Sering unilateral .
Etiologi Efusi Pleura
Neoplasma
neoplasma brokogenik dan
metastastik
gagal jantung
kongestif,
Kardiovaskuler
embolus pulmonary , pericarditis
Penyakit pada abdomen sirosis hepatic
dengan asites, pankreatitis, sindroma meigs,
abses
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri ,
virus , jamur dan mikobakterium
Trauma

Lain lan SLE , artrtis reumatod, sindroma


nefrotik dan uremia
1. Anamnesis nyeri dada dan dispneu
2. Pemerksaan fisik pada daerah efusi
inspeksi sisi dada tertinggal pada pernafasan , palpasi
fremitus menurun atau tidak ada, perkusi redup,
auskultasi suara nafas berkurang atau menghilang .
3. Laboratorium analisis cairan pleura
yang
diambil melalui torakosintesis
4. Pemeriksaan radiology
Terlihat
sudut
kostofrenikus
menghilang
,
perselubnungan homogen dan batas yang konkaf dan
lebih tinggi dilateral yang disebut meniscus. ,
pergeseran mediastinum
Komplikasi
Infeksi dan fibrosis paru
Perbedaan transudat dan eksudat
Perbedaan
Transudat
Eksudat
Tes Rivalta
Negatif
Posititf
Kadar protein dalam < 3 gr / dl > 3 gr / dl
efusi
Perbandingan
kadar < 0,5
>> 0,5
protein
dalam
efusi
dengan kadar protein
dalam serum
Perbandingan
LDH
dalam
dengan
kadar
dalam serum
BJ cairan efusi

kadar < 0,6


efusi
LDH
<1,0 16

> 0,6

> 1,0 16

/ > 1000 / m 3

Leukosit

< 1000
m3

Diif. Count

>
50
% >50 % limfosit
limfosit/MN
(tb , keganasan
)
> 50 % PMN
(radang akut)

Glukosa

= plasma

pada infeksi,
keganasan

Penatalaksanaan
1. Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan
keluhan subjektif seperti nyeri, dispnea . Cairan pleura
1 -1,5 liter perlu segera dikeluarkann untuk mencegah
edema paru . Jika jumlah cairan lebih banyak maka
pengeluaran cairan dikeluarkan 1 jam kemudian .
2. Antibotika jika terdapat empiema
3. Pleurodesis
4. Operatif

EFUSI PLEURA GANAS


EPG Efusi pleura karena proses keganasan.
Insidens efusi pleura ganas cukup tinggi karena hampir
40 % penyebab efusi pleura karena keganasan terutama
diatas usia 50 tahun. Penyebab terserng efusi pleura
ganas ialah kanker paru,kanker mamma dan limfoma.
Pada kanker paru jenis tersering ialah karsinoma adeno.
Pada EPG jenis cairan yang terbentuk ialah eksudat,
hemoragis, massif dan berulang sehingga jumlah cairan
yang banyak ini dapat menekan jaringan paru dan
organ dimediastinum. Akibat penekanan dan pendorongan
ini akan terjadi gangguan pernafasan dan fungsi organ
dimediastinum.
EPG efusi pleura yang secara histopatologis
ditemukan sel ganas didalam cairan pleura atau jaringan
pleura tapi bila tidak ditemukan sel ganas pada cairan
pleura atau jaringan pleura maka disebut efusi pleura
para malignan . Proses keganasan primer dipleura
berasal dari sel mesotel disebut mesotelioma malignan .
Penyebab efusi pleura ganas ialah kanker paru, kanker
mammae , limfoma, kanker lambung , kanker ovarium
dan tidak diketahui .
Patogenesis
Dalam keadaan normal cairan pleura diproduksi
oleh pleura viseralis dan diserap oleh pleura parietalis .
EPG disebabkan oleh 2 hal :
1. Langsung
a. Peningkatan permeabilitas pleura
b. Obstruksi cairan limfe/ obstruksi duktus
torasikus
c. Obstruksi bronchial
d. Efusi pericardial
2. Tidak langsung
a. Kurang nafsu makan hipoproteinemia
tekanan osmotic menurun perembesan cairan
kerongga pleura
Diagnsosis
A. Gejala Klinis nyeri dada , sesak nafas
B. Pemeriksaan penunjang
1. Makroskopis serohemoragis
3
2. Mikroskopis eritrosit > 100.000 / mm
curiga EPG

3. Biokimia. Efusi pleura yang disebabkan


langsung oleh tumor biasanya eksudat dan secara tidak
langsung oleh tumor biasanya transudat.
Penatalaksanaan
1. Aspirasi cairan pleura (torakosintesis)
2. Pleurodesis membuat peradangan steril
pada kedua pleura dengan zat slerosing untuk
melengketkan pleura parietal dan pleura visceral . Obat
yang dipakai tetrasiklin, doksisiklin, talk steril dan
bleomisin .
GAGAL NAFAS
Gagal nafas pasien kehilangan ventilasi secara
adekuat atau tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen
darah dan sistem organ . Gagal nafas hampir sela lu
berhubungan dengan kelainan diparu tetapi keterlibatan
organ laindalam gagal nafas tidak bisa diabaikan .
Diagnosis gagal nafas akut ;
1. Sesak nafas akut
2. PaO2 < 50 mm Hg dengan pernafasan udara
diruangan
3. PaCO2 > 50 mm Hg dengan pernafasan
udara diruangan
4. pH darah sesuai dengan asidosis respiratorik
5. Perubahan status mental pasien
TERAPI OKSIGEN
Indikasi terapi oksigen primer hipoksemia yang
telah dibuktikan dengan analisis gas darah .
Indikasi lain trauma berat , IMA, syok, sesak
nafas, keracunan gas CO , pasca anestesi dan
keadaan akut yang diduga menimbulkan hipoksemia .
Tujuan utama terapi oksigen mempertahankan
PaO2 > 60 mm Hg atau Sa O 2 > 90 % sehingga
dapat
a. mencegah terjadinya hipoksia sel dan jaringan
b. menurunkan kerja pernafasan
c. menurunkan kerja otot jantung
Hipoksemia penurunan tekanan parsial oksigen
didalam darah .
Pada orang dewasa, bayi dan anak dikatakan
hipoksemia bila PaO2 < 60 mmHg atau Sa O2 < 90
% .
Pada neonatus dikatakan hipoksemia bila PaO 2 <
50 mmHg atau SaO2 < 88 % .
Mekanisme terjadinya hipoksemia :
1. Gangguan ventilasi perfusi penyakit paru
obstruksi (asma bronchial, PPOK, emfisema, bronchitis
kronis ),
retensi sputum , penyakit kardiovaskuler ( gagal
jantung, IMA) . Hipoksemia karena gangguan ventilasi
perfusi biasanya memberikan respon dengan pemberian
oksigen dosis kecil .
2.Hipoventilasi alveolar . Pemberian
oksigen
memperbaiki hipoksemia tapi tidak memperbaiki ventilasi
.
3. Shunt pneumonia, ARDS, atelektasis,
edema paru dan emboli paru . Diperlukan pemberian
oksigen dosis tingg dan intervensi pembedahan untuk
mengatasi pembuluh darah yang kolaps .
4. Gangguan difusi fibrosis interstitial ,
sarkoidosis, asbestosis , penyakit kolagen vaskuler
(sindroma
good
pasture)
,
edema
interstitial
(hipoproteinemia , gagal jantung kongestif) .

5. Penurunan tekanan oksigen inspirasi


diketinggian , gangguan fungsi hemoglobin (anemia ,
perdarahan ) .
Deteksi Hipoksemia :
1. Gejala Klinik sianosis ( terlihat bila SaO2
< 85 %) , kelelahan , disorientasi , letargi ,koma ,
takipnu, dispnu , takikardi atau bradikardi , aritmia,
hipertensi atau hipotensi , polisitemia atau clubbing
finger .
2. Pemeriksaan Analisis Gas Darah
Gold standard untuk deteksi analisis gas darah .
Saturasi oksigen ialah jumlah oksigen yang berikatan
dengan hemoglobin .
3. Pulse oxymetry
4. Transcutaneus partial preesure of oxygen
Implikasi Oksigen Terapi
Oksigen sebagai suatu bahan farmakologik dapat
dipaki sebagai :
1. Suplemen pada suatu keadaan akut yang
membutuhkan oksigen < 30 hari : pneumonia, asma
akut
2. Terapi
short term oxygen therapy : bila
memerlukan oksigen selama 30 90 hari : gagal
jantung kongestif
long term oxygen therapy : bila memerlukan
oksigen > 90 hari : PPOK
Metode Pemberian Oksigen
Oksigen harus diberikan dengan cara yang
sederhana dan fraksi inspirasi oksigen (FiO 2) serendah
mungkin yang dapat mempertahankan PaO 2 > 60
mmHg atau SaO2 > 90 % . Peningkatan PaO 2 hanya
memberikan dampak kecil pada peningkatan oksigen tapi
akan meningkatkan resiko keracunan oksigen . Metode
pemberian oksigen dibagi atas high flow devices dan
low-flow devices .
Evaluasi dan Monitoring Terapi Oksigen
1. Pasien
a. Pemerksaan Fisik
Terapi oksigen akan memperbaiki fungsi
jantung
,
menurunkan
hipertensi
pulmonal
dan
meningkatkan perfusi organ vital . Hal ini ditandai
dengan tekanan darah dan denyut nadi yang stabil .
2. Pemeriksaan analisis gas darah dan pulse
oximetry
Pemeriksaan analisis gas darah pada umunya
dilakukan setelah 15 -20 menit setelah pemberian
oksigen
atau
segera dilakukan
setelah terjadi
perubahan klinis pasien . Evaluasi berikutnya adalah :
72 jam pada IMA
2 jam pada PPOK
-

- 1 jam pada neonatus


Semua alat untuk pemberan oksigen diperiksa
ulang minimal sekali sehari .
Efek samping Terapi Oksigen
Resiko terjadinya efek samping oksigen semakin
meningkat dengan fraksi inspirasi oksigen dan lamanya
oksigen diberikan . Efek samping oksigen tergantung
kepada toleransi pasien , dosis oksigen dan lama
pemberian oksigen .

Efek toksik pemberian oksigen dosis tinggi


Organ
Gejala Klinik
CNS
Twitching , kejang
Respirasi
Trakeobronkitis,
atelektasis,
kerusakan
jaringan paru akut dan kronik
Mata
Retinopati premature
Renal
Kerusakan sel tubular
Hematologik Hemolisis
Kardiovaskul Kematian sel miosit
er
Toksisitas oksigen terhadap sistem respirasi :
1. Trakeobronkitis batuk , nyeri tenggorokan
, rasa terbakar didaerah substernal
yang terjadi pada
orang sehat yang mendapatkan oksigen
dengan
konsentrasi 75 100 %
selama
24 jam .
Pemeriksaan bronkoskopi pada orang sehat yang
mendapatkan
oksigen
100
%
selama
6
jam
memperlihatkan inflamasi didaerah trakeobronkial .
Kelainan ini bersifat reversibel .
2. Absorption atelektasis
3. Kerusakan jaringan paru akut
4. Kerusakan jaringan paru kronik
Efek samping yang lain :
1. Hiperkarbia pada PPOK
2. Retino pada bayi premature
3. Resiko terjadinya kebakaran
4. Pada pasien yang memakai kanula hidung
dapat terjadi iritasi mukosa hidung , nasal congestion,
epistaksis, alergi terhadap bahan kulit , iritasi kulit .
Terapi Oksigen Jangka Panjang
Hipoksemia penurunan tekanan
parsial
oksigen (Pa O2)didalam darah .
Hipoksemia dibedakan atas :
1. Sementara / transient penyakit akut
(pneumonia , asma, ARDS, emboli paru , bronchitis ,
gagal jantung
kiri , gangguan kardiopulmoner akut
yang lain ) . Tata laksana suplemen oksigen dan
terapi oksigen jangka pendek 30 -90 hari .
2. Kronik . Hipoksemia kronik menyebabkan
hipoksia sel dan jaringan . (LTOT) > 90 hari pada
PPOK
Keuntungan LTOT pada pasien PPOK :
1. Meningkatkan daya tahan tubuh
2. Meningkatkan toleransi latihan
3. MemulIihkan neuropsikologis
4. Memperbaiki corak tidur
5. Memperbaiki fungsi seksual
6. Menurunkan kebutuhan rawat inap RS
Sistem penghantar oksigen :
1. Silinder oksigen bertekanan
Keuntungan memberi arus tinggi , bisa pada
berbagai kebutuhan dan silinder kecil untuk transport
Kendala mahal , berat , pengawasan
terhadap cedera, volume gas terbatas
2. Sitem oksigen likuid
Keuntungan memberi arus menengah ,
sistem portable, volume menengah
Kendala mahal , potensi membeku ,
potensial cedera termal , biaya rawat tinggi ,
kemampuan terbatas
3. Konsentrator oksigen
Keuntungan ekonomis , tidak butuh pengisian
ulang
Kendala baik hanya untuk low-flow oxygen ,
butuh listrik terus-menerus

Das könnte Ihnen auch gefallen