Sie sind auf Seite 1von 16

KARYA TULIS ILMIAH

AKUNTANSI HIJAU : BERORIENTASI PADA LABA TANPA


MENGORBANKAN LINGKUNGAN

Dalam Rangka Mengikuti Accounting Student Conferences 2015


Himpunan Mahasiswa Program Studi Akuntansi
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Disusun oleh:
Po, Renny Purnomo
dan
Dewi Saraswati

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA


SEMARANG
2015

ABSTRACT

AKUNTANSI HIJAU : BERORIENTASI PADA LABA TANPA


MENGORBANKAN LINGKUNGAN

Lately, environmental issues become the subject that draw so much attention.
Accounting practices also take part to highlight the environmental issues with the
advent of green accounting Green accounting appear as a form of concern for
conventional financial accounting that more emphasis on achieving the highest
possible profit. Unfortunately, many companies are trying to obtain profit by any
means and tend to sacrifice the surrounding environment both social and
ecological. Many companies still think that the social activities of the company
requires substantial costs and will be a burden for companies that should be
avoided. Yet according to the view of green accounting, the sacrifices made by
these companies is an investment which will bring benefits to companies both
economic and noneconomic. The investments result can not be felt immediately
by the company because it is included in long-term investments. Therefore, if
companies implement green accounting, the main purpose to obtain profits can be
achieved without compromising the environment.

Keyword : Green Economy, Green Accounting, Profit Orientation, Environment

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pada tanggal 20-22 Juni 2012 PBB mengadakan KTT Rio+20 yang
diadakan di Ibukota Negara Brazil, Rio de Janeiro. KTT Rio+20 diselenggarakan
PBB dalam rangka memperingati 20 tahun KTT Bumi sebagai Konferensi PBB
tentang Pembangunan Berkelanjutan. Acara ini dihadiri oleh para kepala negara,
pebisnis, akademisi LSM dan sejumlah tokoh berpengaruh di seluruh dunia.
KTT Bumi yang diadakan 20 tahun yang lalu di tempat yang sama
menyepakati konsep Pembangunan Berkelanjutan sebagai pandangan baru dalam
pembangunan. Artinya, pembangunan memadupadankan kepentingan ekonomi,
sosial dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengorbankan kebutuhan generasi masa depan.
Dalam KTT Rio+20 ada dua agenda utama yang dibahas. Pertama, green
economy dalam konteks penghapusan kemiskinan. Kedua, rerangka instutional
dalam melakukan pembangunan berkelanjutan. Melalui KTT Rio+20 diharapkan
akan menghasilkan kesepakatan bersama seluruh negara mengenai solusi dan
agenda melakukan aksi global dalam mengurangi kemiskinan, meningkatkan
keadilan sosial, dan menjamin kelestarian lingkungan dalam menyelamatkan
bumi.
Bagaimana penerapan agenda KTT Rio+20 di Indonesia? Indonesia
sebagai salah satu negara berkembang mempunyai cukup banyak perusahaan
raksasa dengan laba puluhan trilyun per tahunnya. Menurut Bloomberg, Indonesia
masuk 5 besar dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia dengan
pertumbuhan ekonomi 5,2% per tahunnya. Namun, hal ini berbanding terbalik
dengan krisis sosial dan krisis lingkungan yang terjadi di Indonesia. Menurut
BPS, jumlah kemiskinan yang menjadi krisis sosial di Indonesia masih berada di
angka 11,25% dari seluruh penduduk Indonesia. Sedangkan, laju deforestasi di

Indonesia menurut nationalgeographic.co.id mencapai 840.000 hektar tahun 2012


lalu. Krisis sosial dan lingkungan ini berbanding terbalik dengan pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang kian meningkat tiap tahunnya.
Dari sisi akuntansi, dapat dilihat bahwa tujuan utama dari suatu
perusahaan adalah maksimalisasi laba. Akuntansi lebih mengacu pada
pertumbuhan laba yang dilihat dari angka semata. Dalam prakteknya, banyak
perusahaan di Indonesia berusaha memaksimalisasi keuntungan, namun
sayangnya hal terseubut dilakukan dengan menghalalkan segala cara dan
cenderung mengabaikan lingkungan di sekitarnya baik ekologi maupun sosial.
Misalnya dalam pembangunan perusahaan, perusahaan memangkas lahan hijau
untuk membangun pabrik, perusahaan kurang memperhatikan pengolahan
limbah,dll.
Kesadaran dalam Akuntansi untuk lebih peduli pada sosial dan
lingkungan. CSR (Corporate Social Responsibility) masih dinilai sangat terbatas
dan sering dianggap sebagai beban oleh perusahaan karena mengurangi laba atau
keuntungan. Ilmu akuntansi konvensional juga memasukkan CSR sebagai beban
dan bukan sebagai investasi. Namun sekarang ini dengan melihat berbagai fakta
empiris, banyak perusahaan memandang CSR sebagai investasi. Mengapa CSR
dapat disebut sebagai pengeluaran investasi?
Perusahaan dalam melakukan CSR sama saja dengan menginvestasikan
laba ke hal lain. Keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut memang bukan
keuntungan jangka pendek namun lebih ke keuntungan jangka panjang. Ada 2 hal
yang menjadi perhatian dalam CSR yaitu masalah sosial dan lingkungan, namun
yang selama ini banyak dilakukan oleh perusahaan adalah pada sisi sosial
sedangkan sisi lingkungannya masih jarang disentuh. Oleh karena beberapa alasan
di atas penulis ingin membahas masalah akuntansi hijau dalam karya ilmiah ini,
yang diberi judul

Akuntansi Hijau : Berorientasi pada Laba Tanpa

Mengorbankan Lingkungan

Perumusan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis akan membahas permasalahan
yaitu :
1.
2.
3.
4.

Apa itu akuntansi hijau?


Bagaimana implementasi akuntansi hijau dalam pelaporan keuangan?
Mengapa akuntansi hijau perlu diterapkan di Indonesia?
Apa manfaat dari penerapan akuntansi hijau bagi perusahaan?

Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah memberikan penjelasan
mengenai implementasi akuntansi hijau, alasan pentingnya penerapan akuntansi
hijau dan manfaatnya bagi korporasi.
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah pemaparan penulis tentang
akuntansi hijau dapat memberikan pemahaman bagi para pembaca tentang
pentingnya praktik akuntansi hijau dan dapat digunakan sebagai masukan bagi
korporasi dalam pengambilan kebijakan atau keputusan yang terkait dengan
praktik akuntansi hijau.

LANDASAN TEORI

Akuntansi Konvensional
Konsep akuntansi pada awalnya berasal dari pencatatan perdagangan kuno
yang dilakukan secara sederhana yaitu dicatat pada batu, kulit binatang, maupun
kayu. Kemudian pada tahun 1494 di Romawi Lucas Paciolo {Lukas dari Burgos)
menerbitkan buku ilmu pasti yang berjudul Suma de Arilhmalica, Proportioni et
Proportionaiita. Dalam buku itu terdapat satu bab, berjudul Tractatus de
Computis et Scriptorio yang berisi cara-cara pembukuan menurut catatan
berpasangan (double entry book keeping). Pembukuan berpasangan mencatat
kedua aspek transaksi sedemikian rupa yang membentuk suatu pemikiran yang
berimbang.
Pada akhir abad XV, sejalan dengan menurunnya pengaruh Romawi, pusat
perdagangan bergeser ke Spanyol, Portugis, dan Belanda. Akibatnya, sistem
akuntansi yang telah dikembangkan di Romawi ikut berpindah dan digunakan di
negara-negara tersebut. Sejak saat itulah sistem akuntansi tersebar dan
perhitungan rugi laba mulai dibuat secara tahunan.
Dalam ABP Statement No.4, akuntansi didefinisikan sebagai suatu
aktivitas jasa. Fungsinya adalah menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang
bersifat dalam pengambilan keputusan ekonomis, dalam menetapkan pilihanpilihan yang logis diantara berbagai tindakan alternatif. Dalam Akuntansi, untuk
memberi penjelasan dan argumentasi terhadap data dan informasi transaksi
keuangan dibutuhkan analisis. Sementara itu American Acounting Association
(AAA), mendefinisikan akuntasi sebagai proses mengindentifikasi (identify),
mengukur (measure), dan melaporkan (report) informasi ekonomi yang berguna
untuk penilaian dan pengambilan keputusan yang jelas bagi pihak-pihak yang
memanfaatkan informasi tersebut.
Menurut Littleton (Muhammad, 2002:10) tujuan utama dari akuntansi
adalah untuk melaksanakan perhitungan periodik antara biaya (usaha) dan hasil

(prestasi). Konsep ini merupakan inti dari teori akuntansi dan merupakan ukuran
yang dijadikan sebagai rujukan dalam mempelajari akuntansi.
Sedangkan berdasarkan Warren, akuntansi secara umum dapat diartikan
sebagai sistem informasi yang menghasikan laporan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan mengenai keadaan perusahaan dan aktivitas ekonomi perusahaan.
Pengertian akuntansi dari Warren hampir sama dengan AAA dan ABP, akan tetapi
dalam definisi akuntasi Warren, ditambahkan perihal kondisi perusahaan, yaitu
akuntasi juga berguna untuk mengetahui kesehatan perusahaan baik itu kerugian,
keuntungan, masa depan perusahaan, produktivitas perusahaan, dan lainnya. Oleh
karena itu perusahaan berlomba-lomba untuk menyajikan hasil yang baik pada
laporan keuangan. Perusahaan berusaha memperoleh laba sebanyak-banyaknya
(profit oriented) dengan menghalalkan berbagai cara tanpa memperdulikan
lingkungan ekologi dan sosial di sekitarnya.

Tanggung Jawab Sosial Peusahaan (Corporate social responsibility/ CSR)


Akuntansi Hijau adalah bagian dari Corporate Social Responsibility
(CSR) perusahaan. Corporate social responsibility (CSR) merupakan klaim agar
perusahaan tidak hanya beroperasi untuk kepentingan para pemegang saham
(shareholders), tetapi juga untuk para stakeholders dalam praktik bisnis, yaitu
para pekerja, pemerintah, LSM, konsumen, dan lingkungan. Global Compact
Initiative (2002) menyebut pemahaman ini dengan 3P (profit, people, planet),
yaitu tujuan bisnis tidak hanya mencari laba (profit), tetapi juga menyejahterakan
orang (people), dan menjamin keberlangsungan hidup planet ini (Nugroho, 2007).
Di Indonesia, kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan diatur
oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Pasal 74 tahun 2007. UU tersebut
perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang / berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Banyak literatur menegaskan bahwa aktivitas CSR yang tertuang dalam


pengungkapan sosial perusahaan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Dalam
penelitian empiris, beberapa peneliti mencoba untuk mengungkapkan hal tersebut,
antara lain adalah Balabanis, Phillips, dan Lyall (1998), Heal dan Garret (2004),
serta Siegel dan Paul (2006).
Penelitian Balabanis, Phillips, dan Lyall (1998), menunjukkan bahwa
pengungkapan CSR berhubungan positif dengan kinerja keuangan perusahaan
(gross profit to sales ratio/GPS), namun di lain sisi pengungkapan CSR
berhubungan negatif dengan return on capital employed (ROCE). Sedangkan
menurut penelitian Heal dan Garret (2004), mengungkapkan bahwa aktivitas CSR
dapat menjadi elemen yang menguntungkan sebagai strategi perusahaan,
memberikan kontribusi untuk manajemen risiko serta memelihara hubungan yang
dapat memberikan keuntungan jangka panjang kepadai perusahaan.
Menurut penelitian Siegel dan Paul (2006), menunjukkan bahwa aktivitas
CSR memiliki dampak produktif yang signifikan terhadap efisiensi, perubahan
teknikal, dan skala ekonomi

perusahaan. Selain itu, menurut McGuire dkk

(1998), dalam Balabanis, Phillips, dan Lyall (1998), aktivitas CSR yang dilakukan
oleh perusahaan terbukti dapat meningkatkan reputasi perusahaan sehingga
mampu memperbaiki hubungan dengan pihak luar seperti bank, investor, maupun
lembaga pemerintahan, dan hasil dari perbaikan hubungan tersebut akan tercermin
pada keuntungan ekonomi perusahaan.

Akuntansi Hijau
Akuntansi selalu tumbuh dan berkembang mengikuti masyarakat yang
juga terus berkembang. Metode pembukuan yang dikenalkan oleh Luca Pacioli
pada masa itu dipandang sudah mencukupi dan memadai karena mampu
memecahkan masalah pelaporan dan pembukuan yang diperlukan pada waktu
tersebut. Namun ketika kompleksitas bisnis semakin tinggi, diperlukan metode-

metode pengukuran, pengakuan dan pelaporan yang lebih advanced (Utomo,


2001). Oleh karena itu akuntansi terus berkembang sesuai dengan kebutuhan
zaman.
Ketika gerakan peduli lingkungan (green movement) melanda dunia,
akuntansi ikut menyesuai sehingga lahir istilah green accounting / akuntansi hijau.
Konsep green accounting sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970an khususnya di benua Eropa. Kemudian diikuti dengan berkembangnya
penelitian-penelitian yang terkait dengan isu green accounting tersebut, misalnya
Bebbington tahun 1997.
Cooper menjelaskan istilah green accounting dalam artikelnya sebagai
berikut; Theintroduction of green accounting, however well thoughtout, will,
under the present phallogocentric system of accounting, do nothing to avert
todays environmental crisis. In fact, it could make matters even worse (Cooper,
1992, p. 36). Istilah lain dari akuntansi hijau adalah akuntansi lingkungan.
Akuntansi lingkungan dapat didefinisikan sebagai proses pengidentifikasian,
pengukuran dan pengalokasian biaya lingkungan, kemudian selanjutnya
menintegrasikan biaya-biaya lingkungan tersebut ke dalam keputusan bisnis, dan
mengkomunikasikannya

kepada

para

pemangku

kepentingan

perusahaan

(AICPA).
Sedangkan dalam buku Green Economy karya Andreas Lako, dijelaskan
akuntansi hijau adalah peradigma baru dalam bidang akuntansi yang
menganjurkan bahwa fokus dari proses akuntansi tidak hanya tertuju pada
transaksi-transaksi keuangan untuk menghasilkan laporan keuangan agar bisa
diketahui laba / rugi (profit) entitas korporasi, tetapi juga transaksi-transaksi atau
peristiwa sosial (people) dan lingkungan (planet) sehingga diketahui juga
informasi akuntansi sosial dan lingkungan. Berdasarkan konsep akuntansi hijau,
pelaporan akuntansi ke publik tidak saja mencakup kinerja ekonomi tetapi juga
kinerja lingkungan dan sosialnya., yang sejalan dengan Triple- Bottom-Line
(TBL). Triple- Bottom-Line accounting is a wides preaconcept for firms wishing

to realisebroader societal and environmental objectivesin addition to increasing


shareholder value. (Wiedmann dan Manfred, 2006, page 2).
Di negara-negara maju, isu tentang lingkungan ini berkembang pesat, baik
secara teori maupun praktik, yang dapat dilihat dari banyaknya peraturan yang
terkait dengan lingkungan. Namun perkembangan akuntansi hijau di negara
berkembang dirasa masih kurang. Berbagai penelitian dilakukan di area social
accounting disclosure memperlihatkan banyak perusahaan masih melaporkan
kinerja lingkungannya dengan sangat terbatas. Lindrianasari (2007) menegaskan
bahwa salah satu faktor dari keterbatasan tersebut adalah lemahnya sangsi hukum
dan regulasi yang mengatur tentang isu lingkungan dalam suatu negara.
Penerapan akuntansi hijau di Indonesia, sampai saat ini juga masih belum
berkembang. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berbagai usaha
dilakukan yang terkadang mengesampingkan aspek lingkungan. Hal itulah yang
disadari atau tidak pada akhirnya akan menjadi penyebab utama terjadinya
permasalahan lingkungan. Untuk itu agar dapat mencapai keseimbangan profit,
people, dan planet (triple bottom line) diperlukan kerja sama dari banyak pihak
dalam menerapkan akuntansi hijau.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Kerusakan lingkungan dan krisis sosial-lingkungan di Indonesia sudah


semakin ekstrim tiap tahunnya. Banyak pihak menuding bahwa krisis sosial dan
lingkungan yang terjadi di Indonesia disebabkan karena kebijakan dan strategi
pembangunan Indonesia yang tidak ramah lingkungan dan mendukung rakyat.
Strategi dan kebijakan yang berlaku di Indonesia lebih mengutamakan
pertumbuhan

ekonomi

daripada

lingkungannya.

Akibatnya,

meskipun

pertumbuhan ekonomi di Indonesia terus meningkat, namun krisis sosial dan


lingkungan juga ikut meningkat. Untuk menanggulangi krisis sosial dan
lingkungan yang semakin parah di Indonesia ini, Indonesia perlu berbenah dalam
hal strategi dan kebijakan yang pro-profit, pro-lingkungan dan pro-sosial. Dalam
hal ini, pemimpin Indonesia sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
melalui KTT Rio+20 di Rio De Janeiro tahun 2012 lalu, sudah mengajak
kolaborasi global korporasi korporasi dunia untuk beralih dari greed economy ke
green economy.
Akuntansi sebagai salah satu ilmu ekonomi yang paling vital dalam
pengambilan keputusan ekonomi suatu negara dan entitas juga perlu diperbaiki.
Selama ini, sistem akuntansi di Indonesia masih mengacu pada akuntansi
keuangan yang konvensional di mana sistem akuntansi terlalu berorientasi pada
laba sehingga cenderung mengabaikan informasi sosiallingkungan. Memang
dalam sistem pelaporan akuntansi tidak terdapat akun akun yang memuat
informasi sosial-lingkungan, yang ada lebih fokus pada pendapatan dan beban.
Oleh sebab itu, dalam menghadapi krisis lingkungan ini, akuntansi perlu
dihijaukan.
Penghijauan akuntansi adalah suatu proses untuk mendorong dan
menjadikan proses akuntansi serta outputnya lebih ramah lingkungan atau lebih
ramah terhadap transaksi transaksi atau peristiwa sosial dan lingkungan, di
samping transaksi atau peristiwa peristiwa akuntansi (Lako:2015). Akuntansi

perlu dihijaukan karena akuntansi merupakan elemen yang sangat mempengaruhi


ekonomi, berperan vital bagi perusahaan, serta merupakan sarana penyedia
informasi yang handal bagi para stakeholder. Selain itu, banyak pihak menuding
bahwa sistem akuntansi di Indonesia yang menyebabkan banyak terjadinya krisis
sosial dan lingkungan. Oleh sebab itu, sangat diperlukan penerapan konsep
akuntansi hijau di Indonesia. Akuntansi hijau adalah paradigma baru dalam
bidang akuntansi yang menganjurkan bahwa fokus dari proses akuntansi tidak
hanya tertuju pada transaksi transaksi untuk menghasilkan laporan keuangan
agar bisa diketahui laba / rugi (profit) entitas korporasi, tetapi juga pada transaksi
transaksi atau peristiwa sosial (people) dan lingkungan (planet) sehingga
diketahui juga informasi akuntansi sosial dan lingkungan.
Akuntansi konvensional yang lebih berorientasi pada laba, menganggap
transaksi yang berhubungan dengan sosial lingkungan adalah beban yang akan
mengurangi laba, contohnya program CSR (Corporate Social Resposibility)
perusahaan. Program CSR perusahaan dalam akuntansi konvensional dimasukkan
sebagai beban karena perusahaan tidak memperhitungkan manfaat tak langsung
dari program CSR tersebut. Sedangkan dalam akuntansi hijau, program CSR
dalam perusahaan dianggap sebagai pengeluaran untuk investasi. Hal ini
dikarenakan program CSR dapat membawa manfaat ekonomi maupun non
ekonomi dalam perusahaan baik dalam jangka pendek, panjang maupun
menengah. Manfaat ekonomi yang didapat perusahaan memang tidak secara
langsung dapat dirasakan perusahaan, namun itu dapat membawa dampak baik
bagi perusahaan di kemudian hari. Selain itu, dengan memasukkan CSR sebagai
investasi bukan beban, maka dalam pelaporan keuangan, CSR tidak akan
mempengaruhi laba perusahaan. Pengeluaran kas yang dilakukan untuk investasi
CSR akan dilaporkan di dalam laporan posisi keuangan berkedudukan sebagai
aset, dan tidak akan merubah jumlah akun-akun lainnya dalam laporan keuangan.
Indonesia perlu segera menerapkan prinsip akuntansi hijau karena
banyaknya isu isu lingkungan di Indonesia. Banyaknya perusahaan yang
mempeluas bisnis dengan mengorbankan lahan hijau, melakukan proses

operasional bisnis yang menyebabkan polusi dan merusak ekosistem, dll, agaknya
harus menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia. Hal inilah yang mendesak
Indonesia harus segera menerapkan prinsip Akuntansi Hijau. Selain itu, desakan
global yang mengharuskan informasi sosial dan lingkungan dalam pelaporan
perusahaan membuat standar akuntansi di Indonesia perlu dibenahi menuju
Akuntansi Hijau dengan memunculkan model Sustainability Reporting atau
Pelaporan Berkelanjutan.
Akuntansi Hijau selain dapat mengurangi krisis krisis lingkungan, juga
membawa banyak manfaat bagi perusahaan yang menerapkannya. Manfaat dari
penerapan Akuntansi Hijau bagi perusahaan sangat banyak, diantaranya,
Pertama, perusahaan dapat menarik perhatian stakeholder pada perusahaan.
Perusahaan yang menerapkan prinsip Akuntansi Hijau banyak menarik perhatian
stakeholder dengan membangun image perusahaan yang lebih peduli dengan
lingkungan. Selain itu, perusahaan yang menerapkan akuntansi hijau dinilai
mempunyai umur perusahaan yang pasti sebagai bisnis yang berkelanjutan.
Kedua, pangsa pasar dan laba perusahaan meningkat. Hal ini disebabkan
karena dengan menerapkan prinsip Akuntansi Hijau, perusahaan dapat menarik
perhatian stakeholder dan konsumen lewat program program perusahaan yang
berbasis lingkungan, serta biaya biaya operasional perusahaan dapat ditekan
dengan menggunakan produk produk ramah lingkungan. Ketiga, perusahaan
yang menerapkan prinsip Akuntansi Hijau memberikan reputasi yang baik bagi
brandnya kepada masyarakat luas. Sehingga penerapan sistem Akuntansi Hijau
dinilai dapat menjadi ajang promosi perusahaan secara tidak langsung. Keempat,
dengan penerapan prinsip Akuntansi Hijau, perusahaan menjadi trendleader di
kalangan industry yang sama, dan menjadi nilai lebih perusahaan di pasarnya.
Kelima, perusahaan yang menerapkan prinsip Akuntansi Hijau dapat
meningkatkan inovasi dalam penerapan program ramah lingkungan, misalnya
dengan membuat produk yang inovatif dan bersifat ramah lingkungan. Keenam,
perusahaan dapat menurunkan resiko bisnis, keuangan dan pasar. Ketujuh,
meyakinkan stakeholder akan kepastian keberlanjutan bisnis perusahaan.

KESIMPULAN
Banyaknya isu isu lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini telah
menyedot perhatian banyak pihak. Pelaku bisnis juga terkena imbasnya dengan
dituding menjadi pihak yang ikut bertanggung jawab, karena sistem akuntansi
yang greedy, yang terlalu menekankan pada pencapaian laba dan cenderung
mengabaikan lingkungan. Sehingga akuntansi sebagai elemen vital dalam
ekonomi perlu berbenah ke arah yang lebih ramah lingkungan.
Akuntansi Hijau yang diterapkan bagi perusahaan, dapat banyak
membantu perusahaan dalam berbagai hal. Transaksi dan peristiwa perusahaan
yang berkaitan dengan lingkungan tidak lagi dianggap sebagai beban, namun
menjadi suatu aset investasi perusahaan yang manfaatnya dapat dinikmati
perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Dalam akuntansi hijau, transaksi bersifat
ramah lingkungan dapat membawa berkah dan keuntungan tersendiri bagi
perusahaan dalam menarik perhatian stakeholder. Manfaat manfaat yang dapat
dinikmati perusahaan dalam menerapkan Akuntansi Hijau, meliputi penurunan
resiko perusahaan, meningkatkan reputasi perusahaan di mata stakeholder,
meningkatkan laba perusahaan, dan lain lain.
Jadi, akuntan memiliki peran penting dalam membawa perusahaan
menerapkan prinsip Akuntansi Hijau. Perusahaan di Indonesia sangat dianjurkan
untuk segera beralih ke Akuntansi Hijau. Karena, dalam penerapan Akuntansi
Hijau, perusahaan dapat berorientasi pada laba tanpa mengorbankan lingkungan
dalam kegiatan bisnisnya.

DAFTAR PUSTAKA

Agaramadhan.2013.Pengeritan CSR, Manfaat Bagi Masyarakat dan Perusahaan.


http://ramadhanaga.blogspot.com/2013/10/pengertian-csr-manfaat-bagimasyarakat.html. diunduh pada 27 Mei 2015 pukul 19.00 WIB
Alfinaldi,

Wendra.

2013.

http://wendraalvinaldi.blogspot.com

Green

Accounting.

/2013/07/green-accounting.html.

diunduh pada 27 Mei 2015, pukul 19.00 WIB


Balabanis, George, Phillips, Hugh C., Lyall, Jonathan, "Corporate Social
Responsibility & Economic Performance in the Top British Companies :
Are They Linked ?", European Business Review, Vol. 98, No.1, 1998, pp.
25- 44.
Benn, S. dan D. Bolton.2011.Key Concepts in Corporate Social Responsibility.
First Edition. Sage Publication Ltd. London
Cooper, C. (1992). The non and nom of accounting for (m)other nature.
Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 5 No.3, pp. 16- 39.
Heal, Geoffrey, dan Garret, Paul, "Corporate Social Responsibility, an Economic
and Financial Framework", Columbia Business School, 2004.
Ivan, R.2009.Sustainability in Accounting-Basis: A Conceptual Framework.
Annales Universitatis Series Oeconomica.Vol.1.No.1.hlm 106-116
Lako.A.2011a.Dekontruksi CSR & Reformasi Paradigma Bisnis & Akuntansi.
Penerbit Erlangga.
Lako.A.2014.Green

Jakarta

Economy

Akuntansi.Penerbit

Menghijaukan

Erlangga. Jakarta

Ekonomi,

Bisnis

dan

Lindrianasari. (2007). Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kualitas


Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Ekonomi Perusahaan di
Indonesia JAAI. Vol 11. No2.
Nugroho, Yanuar, 10 Nopember 2007, "Dilema Tanggung Jawab Korporasi",
Kumpulan Tulisan, www.unisosdem.org.
Siegel, Donald S., dan Paul, Catherine J. M., "Corporate Social Responsibility
and Economic Performance", Springer Science + Business Media, LLC, (J
Prod Anal 26, p. 207 - 211), 2006.
Wiedmann, T. and Manfred, L. (2006).Third Annual International Sustainable
Development Conference Sustainability-Creating the Culture. 15-16
November 2006, Perth, Scotland

Das könnte Ihnen auch gefallen