Sie sind auf Seite 1von 20

GISELA TITANIA K.

3212100071

PUTRI INDIARTRI N.

3212100073

KADEK ARY WICAKSANA

3212100083

ANINDYA D.L.

3212100097

INTRODUCTION : WHAT IS ARCHITECTURAL THEORY ?


Sejarah merupakan aspek yang selalu berhubungan
dengan teori arsitektur. Penafsiran secara historis dirasa
dibutuhkan untuk mendapatkan definisi yang obyektif. Namun,
hal ini membuat penafsiran dilakukan secara periode demi
periode, dan menciptakan klise bahwa teori arsitektur selalu
membutuhkan sejarah sebagai alat ukur. Hal ini kemudian
dapat dihindari dan pengerucutan dapat dilakukan jika sejarah
teori arsitektur dilihat dari sudut pandang bagaimana ia pada
awalnya dirumuskan. Namun, pada beberapa kasus terdapat keadaan dimana sebuah
teori dipahami dalam suatu era, namun tidak terdapat tulisan mengenainya, padahal telah
terdapat bukti berupa arsitektur yang telah terbangun berdasarkan teori tersebut.
Terkecuali Vitruvius, kasus seperti ini banyak terjadi pada masa kuno.
Karena keadaan tersebut, terdapat pertanyaan mengenai seberapa jauh sebuah
teori dapat diekstrapolasikan dari bukti arsitektur yang ada. Tak terdapat sebuah
kesepakatan dalam hal ini, dan penginterpretasian sering kali bersifat subyektif. Analisis
arsitektur secara historis kemudian seringkali bersifat ambigu dan tidak sesuai dengan
teori-teori yang ada di baliknya. Bukti tertulis dari teori-teori kemudian menjadi sebuah
keharusan, yang lalu membuat teori arsitektur selalu berhubungan erat dengan tulisan.
Namun dengan batasan inipun, teori arsitektur tetap melibatkan pengamat sebagai
bagian dalam prosesnya, sehingga subyektivisme masih terjadi walau mungkin dengan
derajat yang lebih kecil. Sistem historis kemudian perlu dimengerti untuk mengatasi
keadaan ini, dalam artian dasar pemikiran dan tujuan mereka. Penilaian setiap sistem
teoretis harus dilihat berdasarkan tujuan mereka masing-masing, dan kepada siapa
mereka ditujukan.
Dalam teori arsitektur, menurut penulis, konsep perkembangan yang umumnya
digunakan tidak dapat digunakan sebagai alat pendefinisi, karena kata perkembangan
seakan mengasumsi bahwa kualitas dalam teori arsitektur meningkat seiring berjalannya
waktu. Padahal, stagnasi atau bahkan kemunduran seringkali terjadi. Maka dari itu,

perkembangan teori arsitektur tidak dapat direduksi menjadi rumusan-rumusan seperti


halnya pendekatan seni sejarah populer.
Konteks teoretis arsitektur juga banyak ditemui di berbagai bidang lain, seperti
dalam teori seni, atau dalam konteks sastra. Hal ini membuat teori arsitektur bersifat
polivalen; ruang lingkupnya tidak dibatasi. Sisi lain dalam hal ini menyangkut tentang
sikap yang harus diambil terhadap isu-isu praktis, seperti konstruksi, material, efisiensi, dan
lain sebagainya, mengenai sejauh apa mereka dibawa ke dalam rangka kerja buku seperti
ini, dan seberapa penting aspek-aspek ini bagi teori-teori yang bersangkutan.
Mayoritas program-program yang berisi teori arsitektur mengombinasikan aspekaspek estetika, sosial, dan praktis sebagai satu kesatuan. Penekanan pada salah satunya
akan kemudian mengembangkan hal lain. Contohnya jika penekanan terjadi pada aspek
teoretis akan lebih condong ke bidang kritik, atau jika lebih banyak menyingkap masalah
teknis, format luaran akan lebih seperti handbook yang biasanya dipenuhi oleh kompilasi
ilustrasi teknis berbagai macam bangunan.
Aspek praktis ini juga memungkinkan adanya topik-topik individual. Contohnya
bagian-bagian individu sebuah vila, untuk didiskusikan secara terpisah. Namun, hal ini
rawan akan terjadinya pengabaian konteks teoretis. Selain itu, seseorang juga rentan
untuk salah menginterpretasikan pendiskusian parsial ini sebagai sebuah keseluruhan.
Teori arsitektur, menurut penulis, terdiri dari sistem tertulis arsitektur apapun, baik
secara keseluruhan ataupun parsial, yang berdasarkan pada kategori estetika. Definisi ini
masih berlaku bahkan jika aspek estetika ini direduksi menjadi aspek fungsional. Definisi ini
juga dapat bersifat lebih terbuka, dengan tidak memberi batasan yang terlalu tegas
antara teori estetik dan teori artistik di satu sisi, serta aspek teknologi di sisi lain. Selain itu,
terdapat pula hubungan yang erat antara teori arsitektur dan bidang sejarah lainnya,
khususnya arkeologi, sejarah arsitektur, dan sejarah seni. Menariknya, hal ini juga terjadi
pada area yang bertumpuk antara dunia utopia politik dan sosial, dimana pemikiranpemikiran mengenai masyarakat dapat diekspresikan dalam bentuk pemikiran tentang
arsitektur.

Untuk mengapresiasi bagaimana para arsitek memandang tugas mereka, penting


bagi kita untuk mengerti fondasi teoretis yang berlaku pada masa tersebut dan
evolusinya. Teori arsitektur merupakan konteks historis yang kausatif. Sistem-sistem baru
selalu bermunculan dari sistem-sistem lama; tak ada yang namanya sistem baru. Maka
dari itu, teori arsitektur selalu berkaitan dengan sejarah. Hal-hal yang ada pada masa kini
selalu merupakan perwakilan dari sebuah fase dalam proses sejarah.
Untuk memahami prinsip-prinsip arsitektur, pengetahuan akan teori-teori yang
berkaitan dengan subjek yang akan dikerjakan menjadi hal yang sangat diperlukan, atau
bisa disebut sebagai prasyarat dalam berarsitektur. Teori-teori tersebut akan sangat
membantu arsitek dalam arsitekturnya sebagai referensi atau untuk mempelajari
bagaimana arsitek terdahulu menghadapi permasalahan yang serupa, sebab arsitektur
yang tidak berdasar pada suatu teori tertentu akan bersifat klise dan sewenang-wenang.
Lantas bagaimanakah hubungan antara teori arsitektur dengan arsitektur? Apakah
teori ex post facto merupakan pembenaran / melengkapi / memperkuat apa yang sudah
terbangun? Ataukah teori tersebut menghasilkan suatu program / syarat apa yang harus
ada dalam sebuah arsitektur? Kedua hal tersebut menimbulkan kemelut dan
menimbulkan tafsir yang berbeda. Bisa saja teori tersebut menggambarkan kondisi
arsitektur yang ada sebenarnya, dan bisa saja menggambarkan kondisi yang diinginkan
dari relasi antara teori arsitektur dengan arsitektur.
Muncul berbagai kritik yang bersifat menolak gagasan teori arsitektur yang
mempengaruhi praktik. Salah satu kritik berasal dari Emil Kauffman (1924) dimana ia
mengatakan bahwa teori ataupun kritik yang menginterverensi kreasi artistik seakan tidak
dapat dipertahankan. Kreasi di masa depan akan berhutang banyak terhadap terhadap
karya asalnya, seperti emosi yang ditimbulkan, pola asumsi intelektual yang dihadirkan
pada suatu jaman tertentu, dan masih banyak lagi faktor yang lain. Kreasi seni yang
terikat pada teori arsitektur seakan-akan terkesan tidak bebas, sehingga menimbulkan
kesan teori arsitektur tidak lebih dari ekspresi zaman dan hanya akan menjadi sebuah
monument akan ide-ide masa lampau.

Namun tidak lama setelah kritik Emil Kauffman muncul, Paul Valerie dalam
dialognya (Eupalinos tahun 1923) mempertimbangankan hubungan naik turun antara
teori dan praktik
Dewasa ini, tidak dapat dipungkiri bahwa arsitektur mulai jaman Renaisans sampai
Neo-Klasik terlihat sangat berbeda dari pengaruh teori Vitruvius. Studi mengenai
arsitektur klasik dan studi mengenai Vitruvius sebenarnya saling melengkapi, namun
kedua hal tersebut memiliki jalur yang berbeda.
Namun pengaruh teori arsitektur dengan arsitektur terbangun pada akhirnya
muncul keambiguan. Dibalik teori tersebut terdapat norma, dimana pada akhirnya sebuah
estetika muncul dari norma-norma yang telah disetujui. Hal ini pada akhirnya akan
menghambat kreativitas. Teori arsitektur dapat membuat ketentuan yang mengarahkan
dasar pemikiran yang klise, sehingga menurunkan arsitektur menjadi fungsi.
Hanya di dalam sebuah dialog bahwa sebuah arsitektur dan teori arsitektur dapat
berjalan dengan baik. Sebuah teori terdahulu dapat menjadi sebuah pernyataan,
penyusunan dari praktik maupun program. Arsitektur yang kemudian merespon teori
tersebut akan menjadi tolak ukur kegunaan sebuah teori arsitektur. Namun apakah
sebuah arsitektur yang baik adalah arsitektur yang sesuai dengan teori arsitektur? Palladio
dan Frank Lloyd Wright misalnya. Mereka tidak akan pernah dapat memahami
arsitekturnya apabila mereka tidak kenal dengan teori arsitektur. Namun memang tidak
ada penjelasan sederhana mengenai hubungan teori arsitektur dengan arsitektur itu
sendiri.
Teori arsitektur dalam sejarahnya diwarnai oleh berbagai ideologi politik, bahkan
sudah menjadi ideologi itu sendiri. Kedudukan teori arsitektur dalam tiap jaman, negara,
budaya selalu berbeda-beda. Contohnya di Prancis pada masa Colbert, teori arsitektur
mememenuhi kaidah norma dan fungsi, namun menahan kebebasan intelektual.
Sementara pada masa totalitarian, hal tersebut menurun dikarenakan karena adanya
keseragaman.
Teori arsitektur harus dilihat sebagai sebuah prinsip di dalam konteks sejarah.
Apabila sebuah bentuk dalam arsitektur mengadaptasi bentuk dari bentuk sejarah dan

melepas latar belakang nilai historikalnya, maka nilai sejarahnya pun akan hilang. Ide
estetika sebenarnya bukanlah hal yang paling penting; yang terpenting adalah ketika
dibawah suatu keadaan dan mengandung berberapa konteks.
Sistem teori arsitektural harus dipahami sebagai kesatuan dan bagian dari sekuens
historis. Pertama kita harus paham sistem itu sendiri, baru kita dapat melakukan penilaian
kritis. Untuk berlaku adil pada sebuah sistem, perlu dilakukan pengukuran yang melawan
klaim dari sebuah sistem sebelum akhirnya membuat sebuat putusan kritis atas sistem
tersebut.
Buku karangan Hanno-Walter Kruft ini berusaha ditulis dengan tidak berpihak
dengan sistem manapun dengan hasil penilaian berdasarkan perbandingan sejarah,
bukan berdasar dari ideologi pribadi. Organisasi buku ini didasarkan pada kriteria
kronologi, nasionalitas, linguistik, dan ketersediaan dokumen tertulis dan pengetahuan
penulis atas dokumen dokumen tersebut. Pengaruh dan akibat yang ditimbulkan adalah
fokus utama dari sejarah teori arsitektur.
Pembahasan dimulai langsung dari Vitruvius karena merupakan teks tertua, meski
sebenarnya Vitruvius sendiri merujuk pada teori-teori yang telah dikembangkan
sebelumnya. Meski teori arsitektur umumnya ditulis untuk keperluan jamannya, namun
pengaruhnya seringkali baru dirasakan kemudian. Contoh: Teori Vitruvius tidak
mempengaruhi Roma Klasik, tetapi arsitektur sejak abad 15
Buku ini memiliki tujuan untuk menjaga kerangka sejarah, namun debat debat
pasca Perang Dunia II yang muncul dirasa terlalu dini untuk dinilai dalam konteks sejarah.
Hanno menilai dirinya sebagai partisipan yang terlibat dalam pengembangan sejarah teori
arsitektur dan sebagai observan kritis.
KESIMPULAN
Teori arsitektur terdiri dari sistem tertulis arsitektur apapun, baik secara
keseluruhan ataupun parsial, yang berdasarkan pada kategori estetika dan merupakan
sejarah kausatif. Ambiguitas dan subyektivitas dalam bidang yang polivalen ini dapat

dihindari dengan selalu mengevaluasi sudut pandang pada masa teori-teori tersebut
muncul, dan dengan melihat konteks kepada siapa mereka diperuntukkan.
Teori arsitektur memiliki hubungan yang sulit dipahami dengan praktiknya. Namun
yang sudah pasti teori arsitektur dipengaruhi oleh jaman dan budaya yang berlaku
disuatu tempat. Sehingga memungkinkan akan ada teori-teori arsitektur yang akan
bermunculan di waktu depan.
Teori arsitektur dapat digunakan sebagai pernyataan ataupun program dalam
suatu praktik dalam arsitektur sehingga dapat digunakan untuk memperkuat arsitektur itu
sendiri, sebab teori arsitektur mengandung makna yang dalam dari beberapa
permasalahan yang dulu sudah pernah terselesaikan.

THEORY,CRITICISM,AND HISTORY OF ARCHITECTURE


TEORI
Dalam dunia Arsitektur sebuah teori diperlukan sebagai landasan dalam
berkonsep maupun sampai tahap rancangan. Teori arsitektur juga sebagai petunjuk untuk
menentukan sebuah keputusan. Banyak yang mengatakan bahwa proses desain adalah
sesuatu yang terus berkembang. Oleh karena itu, dengan adanya teori akan lebih paham
tentang batasan sejauh mana desain tersebut harus dirancang hingga dikatakan sebuah
arsitektur, bagaimana peran dan pengaruh desain arsitektur tersebut dengan lingkungan
sekitar, dan bagaimana mendesain yang sistematis supaya terarah mencapai tujuan
desain.
Teori dalam arsitektur sendiri bukanlah sesuatu yang terukur atau presisi. Teori
dalam arsitektur cenderung bersifat sintesis daripada analitis. Hal ini dikarenakan arsitektur
merupakan sesuatu yang kompleks dimana arsitektur juga berhubungan dengan manusia
sebagai pengguna. Teori dalam arsitektur diaplikasikan untuk memberi arahan dalam
merancang namun tidak dapat memprediksi bagaimana hasil dalam rancangan tersebut.
Teori arsitektur berbeda dengan teori sains dimana segala proyek sains yang
berlandaskan teori akan dapat diprediksi sedangkan arsitektur tidak. Sebagai contoh,

seorang arsitek merancang sebuah hotel. Rancangannya sudah memenuhi teori teori
arsitektur yang ada. Namun, karena faktor manusia, lingkungan, ternyata hotel tersebut
dihancurkan karena dapat meningkatkan kriminalitas lingkungan sekitar.
Teori dalam arsitektur dibedakan menjadi tiga, yaitu pengertian arsitektur, peran
arsitektur, dan bagaimana arsitektur dirancang. Penjelasan masing masing adalah
sebagai berikut :

WHAT ARCHITECTURE IS
Memandang arsitektur dengan sebuah pendekatan. Sehingga paham betul tentang
hirarki berpikir yang harus dilakukan ketika berkecimpung dalam dunia arsitektur.
1. Mathematical analogy
Arsitektur

adalah

sesuatu

yang

memiliki

proporsi. Pendekatan matematis ini sering


dikenal dengan golden section seperti pada
bangunan kuno yunani, dimana bangunan
memiliki sumbu simetris. Pendekatan ini melihat
The Golden Section of Notre Dame de

Paris
arsitektur sebagai bentuk utuh daripada bentuk geometri karena adanya proporsi

yang teratur antara panjang, lebar, dan tinggi.

2. Biological analogy
Pendekatan ini melihat arsitektur sebagai sebuah proses alam, bukanlah sebuah
proses estetis. Hal ini seperti konsep arsitektur organik yang diterapkan dalam

falling water house karya Frank llyod Wright. Arsitektur ini mengikuti alur alam,
seakan menghormati alam. Arsitektur dilihat sebagai pendatang baru di alam,
maka harus mengikuti alam. Sebagai contoh dalam penggunaan materialnya
digunakan

sesuai

dengan

karakternya,

misalnya

kayu

akan

digunakan

sebagaimana mestinya kayu, tentang kekuatannya, kekakuannyaa, dan lain lain.


Dapat dikatakan pula sebagai biomorphic atau mengikuti alam.

3. Romantic analogy
Pendekatan yang melihat arsitektur dapat
mempengaruhi

emosi

seseorang.

Analogi

romantika ini lebih memakai rasa yang terkesan


abstrak, lebih menyentuh psikis seseorang.
Alhasil dapat membuat orang merasa takut,
senang,
dilakukan

hangat,

dingin.

Permainan

oleh

arsitek

pada

yang

umumnya

Kantilever panjang cenderung berkesan


menekan atau mengintimidasi
seseorang

menggunakan skala yang monumental, kantilever yang sangat panjang, kontras


warna. Arsitektur ini lebih cenderung melebih-lebihkan dan menarik mata.
4. Linguistic analogy
Linguistik secara harfiah bahasa. Analogi linguistik
berarti analogi yang menggunakan bahasa
seakan berbicara. Arsitektur dengan analogi
mengindikasikan
bangunan

yang

bahwa
memiliki

arsitektur
informasi

adalah
untuk

disampaikan kepada pengamat. Ada tiga macam


linguistik yang disampaikan sebuah arsitektur.

Ekspresi arsitektur yang lengkung


sebagai respons lahan yang datar.

Pertama adalah arsitektur sebagai massa gramatik. Hal ini berarti arsitektur
memiliki batasan supaya arsitektur dapat dimengerti oleh banyak orang. Salah
satu contohnya adalah konstruksi. Konstruksi bangunan tentu sudah memiliki
standar supaya bangunan kokoh. Bahasa yang disampaikan misalnya kolom
untuk menopang balok lantai, balok lantai untuk
menopang plat lantai, dan seterusnya.
Kedua adalah arsitektur sebagai massa yang
ekspresif.

Dalamlingkungan

di

sekitarnya.

Misalkan pada lahan yang datar, maka dibuat


dengan ekspresi lengkung sebagai respons

Elemen arsitektur sebagai simbol

yang kontras dengan kondisi lahan.


Ketiga adalah arsitektur sebagai sebuah semiotik. Elemen arsitektur digunakan
sebagai simbol. Sebagai contoh pada bangunan bank diberikan tiang dengan
skala monumental. Hal ini menunjukkan bahwa bank tersebut memiliki kekuatan
terhadap segala resiko.
5. Mechanical analogy
Pemikiran yang ada pada analogi adalah arsitektur
sebagai bangunan yang tampil adanya. Dalam arti
bahwa arsitektur tampil sesuai dengan peran dan
fungsinya berdiri sebagai arsitektur. Arsitektur
dengan

analogi

seperti

mesin

ini

dapat

menimbulkan ketidakharmonisan bentuk karena


tidak mementingkan

eksplorasi

estetika

Unsur lengkung dan garis tegas


yang berada dalam satu bangunan.
Contoh arsitektur itu mesin.

dari

sebuah bangunan.
6. Problem-solving analogy
Dalam hal ini arsitektur dikatakan sebagai penyelesaian sebuah masalah secara
sistematis, terarah,pemikiran logika. Arsitektur adalah sesuatu yang disengaja.
Arsitektur seperti dapat dipelajari oleh semua orang karena melalui proses yang
sistematis

seperti

melakukan

sebuah

penelitian.

Arsitektur

tidak

lagi

menggunakan rasa atau instuisi. Arsitektur menjadi sebuah proses yang rasional.
Dapat dikatakan pulan sebagai penelitian desain yang setidaknya memenuhi tiga
tahap, yaitu analitis, sintesis, dan evaluasi.
7. Adhocist analogy
Analogi ini melihat arsitektur sebagai sebuah bangunan yang responsif. Arsitektur
sebaiknya
kebutuhan

menyesuaikan
yang

ada

dengan
dan

memanfaatkan yang telah ada untuk


mewujudkan

arsitektur itu

sendiri.

The Charles Eames House

Sehingga dianggap tidak diperlukan sebuah inovasi bentuk atau inovasi desain
lainnya. Selain responsif terhadap kebutuhan pengguna, arsitektur juga terbatasi
oleh modul modul fabrikasi. Sebagai contoh, membuat luas ruangan sesuai
dengan ukuran ubin. Hasil dari arsitektur ini dapat dikatakan sebagai modular.
sebagai contoh adalah The Charles Eames House.
8. Pattern language analogy
Arsitektur diartikan sebagai bangunan yang efektif. Artinya, arsitektur harus
memenuhi kebutuhan pengguna, namun harus tepat guna pula. Dapat dikatakan
pula harus ada efisiensi dalam karya arsitektur. Hal ini disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing pengguna karena setiap individu memiliki tingkat
kebutuhan yang berbeda.
9. Dramaturgical analogy

Dramaturgical digunakan sebagai istilah saja, namun tidak berarti secara harfiah
bahwa arsitektue adalah sebuah drama. Disini ditekankan bahwa arsitektur dapat
mengatur perilaku manusia. Arsitektur dapat mengarahkan manusia. Arsitektur
dapat mengatur pergerakan manusia. Contoh yang paling sederhana adalah
sirkulasi. Seperti pada sebuah pusat perbelanjaan, eskalator naik dan turun
diletakkan pada posisi yang berseberangan sehingga pengunjung harus melewati
pertokoan supaya tergiur membeli barang dagangannya.

WHAT ARCHITECTURE SHOULD DO


Hal hal yang perlu dicapai pada sebuah arsitektur sehingga memenuhi hal hal
yang harus dilakukan supaya arsitektur tersebut sesuai dengan konsep tujuannya.
Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan dari arsitektur,
yaitu :
1. General goals
Banyak para ahli yang berpendapat tentang aspek aspek yang harus
dipenuhi pada sebuah arsitektur. Seperti menurut Vitruvius, arsitektur
tergantung pada order, arrangement, eurithmy, symmetry, propriety, and

economy. Namun kemudian seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan


pemikiran individu, aspek aspek yang harus dipenuhi pada arsitektur
berubah. Arsitektur dianggap sebagai sebuah organisasi atau saling
terhubung antara sosial, teknik, ekonomi, psikologi. Aspek aspek ini tentu
dapat berubah lagi seiring perubahan lingkungan yang diikuti oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini kemudian dapat
memunculkan isu isu baru pada arsitektur yang kemudian menimbulkan
pemikiran baru terhadap hal hal yang harus dipenuhi pada sebuah
arsitektur.
2. Relationship between the built environment and other phenomena
Arsitektur sebagai bangunan yang memiliki pengaruh terhadap lingkungan
sekitarnya tentu saja perlu memperhatikan kondisi dan fenomena pada
lingkungan tenpat arsitektur tersebut berdiri. Setiap lingkungan memiliki
karakter yang berbeda baik secara sosial maupun fenomena alamnya. Oleh
karena itu, setiap negara atau wilayah akan memiliki respons arsitektur yang
berbeda. Secara sosial, arsitektur memiliki peran untuk mewadahi aktivitas
dan pergerakan atau pergeseran kehidupan sosial manusia. Sebagai
tempat untuk mewadahi, arsitektur dituntut untuk dapat mengikuti
perkembangan kebutuhan manusia.

HOW TO DESIGN
1. Staffing
Arsitektur merupakan sebuah bangunan yang kompleks. Seorang arsitek
tentu saja tidak dapat berdiri sendiri untuk dapat menghasilkan sebuah
karya arsitektur. Disiplin ilmu lain juga diperlukan untuk menghasilkan
desain arsitektur yang terintegrasi, baik dalam sistem bangunan, struktur,
dan estetika bangunan tersebut.
Dalam merancangnya, yang perlu dilihat adalah mengelompokkan
pekerjaan. Seorang arsitek harus jeli dalam mengelompokkan mana

pekerjaan yang harus dengan tim atau pekerjaan yang harus dikerjakan
personal. Hal ini untuk mencapai efisiensi proses merancang.
2. Procedures
Langkah awal dalam merancang bermacam macam. Dalam hal ini
terdapat dua tipe merancang, yaitu deduktif dan induktif.
Induktif, yaitu merancang yang berawal dari detail detail. Detail detail ini
kemudian membentuk bangunan secara utuh. Sebagai contoh, sebuah
dapur tidak boleh dilewati tamu, maka dapur diletakkan di belakang. Untuk
efisiensi perpipaan, maka dapur diltekkan berdampingan dengan kamar
mandi. Kamar mandi dekat dengan area servis namun tidak berdekatan
dengan area ruang tamu dan ruang makan, dan seterusnya. Sehingga
pada akhirnya membentuk kesatuan bangunan yang dimulai dari detail
detail tersebut.
Deduktif, yaitu merancang yang diawali dengan sebuah konsep. Misalkan
memiliki sebuah konsep anak anak pada rancangannya, maka
menampilkan suasana ruang yang ceria,luas, dan sebagainya sebagai
detail-detail dari konsep yang diusulkan.
3. Priorities among various aspects of the problem
Menentukan prioritas dalam merancang diperlukan. Mengutamakan bentuk
dulu atau struktur dulu adalah pilihan. Namun, penentuan skala prioritas ini
membantu rancangan menjadi lebih fokus. Dapat pula menghasilkan
bentuk

karena

konsep.

Atau

sedemikian
tertentu

hasil

dari

sebuah

menggubah

bentuk

rupa

dengan

kemudian

aspek

konsep
lain

mengikuti. Atau justru mengutamakan


sistem

bangunan

seperti

utilitas,

The Pompidou Centre By Renzo Piano And


Richard Roger

transportasi vertikal dan mengesampingkan bentuk bangunan. Prioritas ini


akan menghasilkan rancangan arsitektur yang unik dan khas seperti pada

arsitektur karya Renzo Piano dan Richard Roger. Karya mereka unik,
tampilan luar terlihat seperti pabrik, namun fungsi bangunan tersebut
ternyata sebuah exhibition centre.

KRITIK
Kritik dalam arsitektur adalah rekaman dari tanggapan terhadap lingkungan
buatan. Tidak hanya yang bersifat negatif, pada hakikatnya kritik bermaksud untuk
menyaring dan memisahkan. Ciri pokok dari kritik adalah penilaian, bukan pembedaan.

Media
Media yang digunakan untuk merekam tanggapan tersebut sangatlah penting.
Media yang paling terkenal untuk kritik arsitektur yaitu berupa kata-kata yang tertulis,
sedangkan media lain yaitu seperti foto, sketsa kartun, atau ukuran-ukuran tertentu.
Beberapa jenis kritik tidak dapat disampaikan secara baik dalam bentuk tulisan yang
tercetak, contohnya reaksi penduduk pada rancangan perumahan umum biasanya dalam
bentuk lisan atau melalui perbuatan penduduk sendiri pada bangunan tersebutatau
bahkan kekerasan. Maka kita perlu mengetahui dan memanfaatkan metode-metode lain
untuk merekam tanggapan.

Metode
Kritik yang dikemukakan oleh kritikus yang tidak memahami sifat dan potensi
metode yang digunakan akan menjadi kurang efektif. Metode-metode konvensional yang
digunakan oleh para kritikus untuk memberikan kritik:
1. Normative Criticism
Dasarnya berupa doktrin, sistem, tipe, atau ukuran. Hal ini digunakan
sebagai pedoman uintuk menilai rancangan bangunan dan kota,
tergantung pada keyakinan masing-masing. Pedoman-pedoman tersebut
berbeda dalam kerumitan, keabstrakan, dan kekhususannya.

Doktrin adalah suatu pernyataan prinsip yang abstrak, seperti form follow

function. Doktrin-doktrin lain yang belakangan ini digunakan sebagai dasar


bagi kritik adalah : function should follow form; less is more; less is a

bore; ornamentation is a crime; dll.

Ada Laouise Huxtable menegaskan bahwa bangunan-bangunan umum seharusnya


menghindari pemujaan terhadap masa lalu klasik, berdasarkan doktrin ini kritiknya
terhadap Boston City Hall merupakan pujian karena bangunan ini tidak bersifat Gotik.

Suatu sistem adalah prinsip yang saling bersangkut-paut, contohnya


prinsip Vitruvius. Kritik yang sistematis akan lebih luas liputannya
dibandingkan dengan kritik yang berdasarkan doktrin. Dalam sistem
Vitruvius versi abad kedua puluh menganggap bangunan sebagai
pengubah iklim, pengubah perilaku, pengubah budaya dan pengubah
sumber daya, ini merupakan dasar bagi suatu kritik yang teliti.
Suatu jenis merupakan model yang digeneralisasikan untuk suatu
golongan tertentu, seperti pada gereja-gereja Inggris pada abad kelimabelas oleh A.W.N Pugin dianggap sebagai arsitektur gereja yang
menjadi model bagi gereja-gereja akhir (abad kesembilanbelas). Kritik yang
menyangkut jenis dapat ditunjukkan pada tiga aspek bangunan yaitu
struktur, pengaturan fungsi, atau bentuknya.

Ukuran adalah penilaian tentang suatu lingkungan buatan yang biasanya


berupa angka numeral. Norma-norma yang dijadikan dasar untuk
mengukur kritik dinyatakan sebagai kondisi minimum, rata-rata, atau yang
lebih disukai dan mencerminkan keberagaman tujuan bangunanteknis,
fungsional, perilaku. Kritik yang sifatnya teknis akan terpusat pada daya
tahan bangunan. Kritik yang bersifat fungsional akan memandang
keberhasilan bangunan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan yang
telah ditetapkan. Kritik keperilakuan meneliti dampak banguna terhadap
sikapperilaku yang dapat diamati.

2. Interpretive Criticism
Kritik

penafsiran

sifatnya

pribadi,

kritikus

sebagai

penafsir

yang

pandangannya sendiri lebih penting dari pedoman baku yang ada. Tujuan
kritikus untuk membuat orang lain melihat lingkungan buatan seperti yang
dilihatnya. Biasanya dengan menggunakan kiasan atau analogi untuk
mengamati obyek bangunan.
Evocative Criticismkritikus ingin menimbulkan emosi dan perasaan yang
dialaminya kepada pembaca.
Impressionistic Criticismkritikus menggunakan objek kritik sebagai dasar
untuk menciptakan karya seni lain.
Photo

Criticismsecara

bersamaan

berkomentar

tentang

pokok

permasalahan dan berdiri sendiri sebagai suatu karya seni.

Montgomery Schuyler menegaskan bahwa rancangan Worlds Columbian Exposition di


Chicago tahun 1893 dianggap sebagai suatu perangkat pentas, bukan merupakan suatu
arsitektur kota atau arsitektur konvensional.

3. Descriptive Criticism
Kritik deskriptif sifatnya tidak menilai, juga tidak menafsirkan. Semata-mata
membantu orang melihat apa yang sesungguhnya ada. Kritik deskriptif
mengemukakan dari apa bangunan tersebut terbentuk dan bagaimana
bangunan ditata, juga bagaimana bangunan berlaku sebagai lingkungan
yang dinamis. Dapat pula menjelaskan proses rancangan bangunan dan
metode yang digunakan.
Biographical

Criticismmengidentifikasi

fakta-fakta

yang

berkaitan

mengenai kehidupan arsitek, klien, pembangunm dan dampak mereka


terhadap bentuk akhir bangunan.
Contextual Criticismberisi peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika proses
perancangan dan produksi.

Ada Louise Huxtable menggambarkan Ford


Foundation Building di New York City sebagai
kotak kaca yang digambar oleh pilar-pilar granit
dan sebagian dipeluk oleh dinding-dinding granit
yang memuat taman-taman besar, dua belas tingkat,
tinggi 160 kaki, jendela atap, dengan pengkondisian
udara taman seluas sepertiga acre.

Audience
Pada akhirnya media dan metode harus dipandang oleh pengamat tertentu.
Dalam kritik arsitektur pengamatnya beragam, ada pengamat yang menjadi arsitek dari
suatu bangunan. Maka yang akan terjadi adalah kritikus memberikan tanggapan sesudah
pembangunan selesai dan setelah bangunan ditempati. Ada juga arsitek secara umum,
kritikus akan ingin menyampaikan pandangan baru atau mengajarkan suatu prinsip
tertentu. Para klien, calon penghuni bangunan baru, dan ahli sejarah arsitektur juga

merupakan seorang pengamat. Para kritikus tidak hanya menulis kritik untuk kesenangan
pribadinya, namun juga seringkali untuk memberi informasi atau mengemukakan
pendapat.

SEJARAH
Dalam pendidikan arsitek, sejarah mempunyai peranan yang cukup banyak. Ada
tiga aspek sejarah arsitektur yang penting diperhatikan yaitu; isinya (bahan apa yang layak
dimasukkan), metode (bagaimana bahan dirumuskan dan disajikan), dan dampak apa
yang diciptakan pengetahuan sejarah terhadap pendidikan arsitektur.

Content of Historical Treatments


Isi penggarapan sejarah yang ditulis oleh para ahli sejarah mencakup hal-hal
mulai dari yang abstrak berbentuk teorisampai hal yang khusus seperti ukuran-ukuran
ruang yang disyaratkan.
1. Teoriharus diidentifikasi dan ditegaskan oleh para ahli sejarah, karena
memiliki peranan dalam menghasilkan bentuk bangunan.

Dampak teori ini terlihat pada bagian depan gereja Santa


Maria Novella di Florence oleh Alberti. Menurutnya
keindahan mencakup perpaduan rasional proporsiproporsi seluruh bagian sebuah bangunan sedemikian
rupa sehingga setiap bagian punya ukuran dan bentuk
yang benar-benar pas dan tak ada satupun yang dapat
ditambahkan atau dikurangi tanoa merusak keselarasan
keseluruhan. Kecocokan rasio-rasio dan persesuaian di
antara semua bagian ini, geometri organik ini
sesungguhnya diperhatikan dalam setiap bangunan,
terutama pada gereja-gereja.

2. Peristiwadampak peristiwa sosial, ekonomi, politik, teknologi dan yang lain


menjadi minat utama dalam pembuatan sejarah.

Toko serba ada Libertys di London. Perkembangannya dipengaruhi oleh perubahanperubahan, tekanan sosial, dan kebijakan pemerintah. Dipengaruhi pula oleh peperangan dan
kesulitan ekonomi, serta perubahan mode dan selera.

3. Metode Perancangantatacara yang digunakan arsitek dalam merancang


menjadi perhatian penting dari sejarah. Sistem modul, geometri, tipologi standar,
dan metode perancangan lain mempunyai akibat berbeda dalam bentuk dan ciri
bangunan.
4. Bangunan dan Dokumen-Dokumen yang Terkaitpada akhirnya bangunan itu
sendiri menjadi bagian dari sejarah, dimana rencana-rencana; penilaian; bahanbahan; sistem struktur dan mekanis; dokumen-dokumen pajak dan perizinan
merupakan bahan dari sejarah.

Methods of Historical Treatment


1. Depictive Treatmentpenggarapan sejarah yang tidak berisikan penafsiranpenafsiran, berupa fakta dari peristiwa-perisitwa yang dicatat seobjektif mungkin,
sehingga pembaca diharapkan untuk menarik kesimpulan sendiri.
2. Advocatory Treatmentpenggarapan sejaarah yang merupakan penonjolan suatu
segi pandangan tertentu untuk menafsirkan peristiwa-peristiwa.
3. Expressionist Treatmentserupa dengan kritik impresionistis yang mana bagi
penulis merupakan wahana untuk berkhayal dan keartistikan. Fakta-fakta historis

dituangkan dalam bentuk yang lebih mencerminkan perasaan penulis daripada


kehidupan subjek.

Impact in Education
Sejarah merupakan bagian dari pendidikan arsitek yang sangat penting, dimana
bukan hanya kita mempelajari sejarah namun juga kita harus belajar dari sejarah.

KESIMPULAN
Dalam arsitektur, teorikritiksejarah merupakan sesuatu yang saling berkaitan.
Dimana teori yang muncul dan berkembang tidak lepas dari sejarah masa lalu, dan kritik
yang diberikan oleh para kritikus juga berdasarkan teori-teori serta sejarah yang berupa
fakta-fakta.
Teori, kritik, dan sejarah arsitektur penting dalam masyarakat yang mengalami
perubahan.

Ditempat

teknologi-teknologi

baru

dikembangkan,

dan

dimana

ketidakpuasan akan masa lalu muncul atau disebarluaskan kedalam sistem sosial, teori
kritiksejarah menjadi relevan. Perubahan dapat terjadi secara produktif bila terdapat
kesadaran akan teori, kritik, dan sejarah.

Das könnte Ihnen auch gefallen