Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. (Doengoes, 1999; 338)
Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
426)
Trauma spinal cord adalah cedera yang mengakibatkan fungsi konduksi saraf
terganggu, reflex dan fungsi motorik berkurang, terjadi perubahan sensasi, dan syok
neurogenik. (Campbell, 2004 ; 130)
Gambar 1. Cedera pata tulang belakang menyebabkan kerusakan fungsi dan nyeri
akut
2. PENYEBAB
Adapun penyebab dari trauma servikal dan spinal antara lain :
Seseorang yang terpeleset di lantai,
Menyelam di air yang dangkal.
Terlempar dari kuda atau motor
Jatuh dari ketinggian dalam posisi berdiri
Kecelakaan motor.
Terjatuh.Anak-anak yang memakai sabuk bahu yang tidak sesuai di sekitar
leher.Leher tergantung.(Campbell, 2004 ; 131)
Berikut ini adalah mekanisme cedera tumpul spinal menurut Campbell (2004 ; 131) :
Hiperektensi
Kepala dan leher bergerak ke belakang / hiperektensi secara berlebihan.
Hiperfleksi
Ke
pala di atas dada bergerak ke depan / heperfleksi dengan berlebihan.
Kompresi
Bobot tubuh dari kepala hingga pelvis mengakibatkan penekanan pada leher atau
batang tubuh.
Rotasi
Rotasi yang berlebih dari batang tubuh atau kepala dan leher sehingga terjadi
spinalis.
Distraksi
Peregangan yang berlebihan dan kolumna spinalis dan spinal cord.
Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggian dalam
posisi berdiri menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medulla spinalis
yang dapat menyebabkan gangguan pada beberapa system, diantaranya :
1) Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkan terputusnya jaringan
saraf medulla spinalis, karena jaringan saraf ini terputus maka akan menimbulkan
paralisis dan paraplegi pada ekstremitas.
2)
menurunkan
tingkat
kesadaran.
Reaksi
peradangan
tersebut
juga
5. KLASIFIKASI
Holdsworth membuat klasifikasi cedera spinal sebagai berikut :
Cedera fleksi
Cedera fleksi menyebabkan beban regangan pada ligamentum posterior, dan
selanjutnya dapat menimbulkan kompresi pada bagian anterior korpus vertebra dan
mengakibatkan
wedge
fracture
(teardrop
fracture).
Cedera
semacam
ini
vertebra dalam posisi fleksi, maka cedera ini masih tergolong stabil.
Cedera kompresi vertikal (vertical compression)
Cedera kompresi vertical mengakibatkan pembebanan pada korpus vertebra dan
Fleksi
Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal umum
ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan. Cedera ini
menimbulkan rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah
sakit selama beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi terhadap
paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik. Jika baji lebih besar
daripada 50 persen, brace atau gips dalam ekstensi dianjurkan. Jika tidak, analgetik,
korset, dan ambulasi dini diperlukan. Ketidaknyamanan yang berkepanjangan tidak
lazim ditemukan.
Fleksi ke Lateral dan Ekstensi
Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil, dan defisit
neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien (analgetik dan korset) adalah
dekompresi.
b. Cedera Tidak Stabil
Cedera Rotasi Fleksi
Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura dislokasi dengan
vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini sangat tidak stabil, pasien harus
ditangani dengan hati-hati untuk melindungi medula spinalis dan radiks. Fraktura
dislokasi ini paling sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1 dan
berhubungan dengan insiden yang tinggi dari gangguan neurologik. Setelah
radiografik yang akurat didapatkan (terutama CT-Scan), dekompresi dengan
memindahkan unsur yang tergeser dan stabilisasi spinal menggunakan berbagai alat
metalik diindikasikan.
Fraktura Potong
Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat trauma parah.
Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah. Jika cedera terjadi pada daerah
toraks, mengakibatkan paraplegia lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak stabil
pada daerah lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas yang
luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani seperti pada cedera fleksi
rotasi.
Cedera Fleksi-Rotasi
Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera sabuk
pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak stabil.
Stabilisasi bedah direkomendasikan.
6.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas
MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal
Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
Sinar X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (Fraktur/Dislokasi)
Tomogram
Mielogram
Odontoid View Films
Spinal Films (lateral and oblique)
(ENA, 2000 ; 427)
7. KOMPLIKASI
Efek dari cedera kord spinal akut mungkin mengaburkan penilaian atas cedera
lain dan mungkin juga merubah respon terhadap terapi. 60% lebih pasien dengan
cedera kord spinal bersamaan dengan cedera major: kepala atau otak, toraks,
abdominal, atau vaskuler. Berat serta jangkauan cedera penyerta yang berpotensi
didapat dari penilaian primer yang sangat teliti dan penilaian ulang yang sistematik
terhadap pasien setelah cedera kord spinal. Dua penyebab kematian utama
setelah cedera kord spinal adalah aspirasi dan syok. (Wikipedia, Maret, 2009)
8. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN DAN TERAPI PENGOBATANNYA
a. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
b. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw
thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.
c. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
d. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan
menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan
e.
f.
g.
h.
i.
a.
b.
c.
j.
a.
b.
k.
bradikardi.
l. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
m. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
n. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord :
steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8
jam setelah kejadian.
o. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.
p. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika
q.
r.
s.
t.
ada indikasi.
memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara konsisten
Data Subyektif
1.
a)
b)
c)
d)
2.
a)
b)
1. Airway
adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal sehingga
mengganggu jalan napas
2. Breathing
- Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding dada
3. Circulation
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba hangat
dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu
tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
4. Disability
Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak, kehilangan
sensasi, kelemahan otot
a)
b)
-
PENGKAJIAN SEKUNDER
Exposure
Adanya deformitas tulang belakang
Five Intervensi
Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas
MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal
Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
Sinar X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera
tulang
(Fraktur/Dislokasi)
c) Give Comfort
- Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
d) Head to Toe
Leher : Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
Dada :
Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan
dinding dada, bradikardi, adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat
cedera spinal
Pelvis dan Perineum : Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,
terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)
Ekstrimitas
:
terjadi
paralisis,
paraparesis,
quadriparesis/quadriplegia
paraplegia
atau
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan aliran darah
ditandai dengan bradikardi, nadi teraba lemah, terdapat sianosis, akral teraba dingin,
CRT > 2 detik, turgor tidak elastis, kelemahan, AGD abnormal
3) Nyeri akut berhubungan dengan gangguan neurologis
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular ditandai
dengan paralisis dan paraplegia pada ekstremitas.
5) Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori motorik ditandai
dengan kehilangan kontrol dalam eliminasi urine.
6) Risiko decera berhubungan dengan penurunan kesaradaran.
3. RENCANA TINDAKAN
1.
DAFTAR PUSTAKA
ENA. 2000. Emergency Nursing Core Curriculum. 5 thED. USA: WB.Saunders Company
Campbell, Jhon Pe. 2004. Basic Trauma Life Support. New Jersy : Person Prentice Hall.
Arif.
2007.
Pengantar
Asuhan
Keperawatan
Sistem
Persyarafan.
Jakarta:Salemba
Smeltzer,C.S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.Edisi
8. Jakarta: EGC
Wikipedia, the free encyclopedia, 2009, Spinal cord injury, (Online), (http://en.wikipedia.
org/wiki/Triage, Diakses pada tgl 21 Maret 2010).