Sie sind auf Seite 1von 429

Prosiding

Seminar Nasional Mesin


Dan Teknologi Kejuruan (SNMTK)

Editor :
Prof. Dr. Hj. Zulfiati Syahrial, M.Pd.
Prof. Dr. Basuki Wibawa
Prof. Dr. Hartati, M.Pd.
Prof. Dr. G. Margono, M.Ed.
Dr. C. Rudy Prihantoro, M.Pd.
Dr. Priyono, M.Pd.
Dr. Eng. Agung Premono, M.T.
Riza Wirawan, M.T., Ph.D.
Dr. Darwin Rio Budi Syaka, M.T.
Dr. Agus Dudung, M.Pd.

Lay Out:
Ragil Sukarno, S.T., M.T.
I Wayan Sugita, S.T., M.T.

Diterbitkan Oleh :
Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta
i

Seminar Nasional Teknik Dan Kejuruan (SNMTK)


Editor : Prof. Dr. Hj. Zulfiati Syahrial, M.Pd., Prof. Dr. Basuki Wibawa, Prof. Dr. Hartati, M.Pd., Prof.
Dr. G. Margono, M.Ed., Dr. C. Rudy Prihantoro, M.Pd., Dr. Priyono, M.Pd., Riza Wirawan,
M.T., Ph.D., Dr. Darwin Rio Budi Syaka, M.T., Dr. Agus Dudung, M.Pd.
ISBN : 978-602-14000-2-9

Disclaimer
This book proceeding represents information obtained from authentic and highly regarded sources.
Reprinted material is quoted with permission, and sources are indicated. A wide variety of references
are listed. Every reasonable effort has been made to give reliable data and information, but the
author(s) and the publisher can not assume responsibility for the validity of all materials or for the
consequences of their use.

All rights reserved. No part of this publication may be translated, produced, stored in a retrieval
system or transmitted in any form by other any means, electronic, mechanical, photocopying,
recording or otherwise, without written consent from the publisher.
Direct all inquiries to Department of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering State University
of Jakarta, B Building, Kampus A, Jl. Rawamangun Muka, Jakarta 13220, Indonesia
@2015 by Department of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering State University of
Jakarta

ii

SEMINAR NASIONAL
MESIN DAN TEKNOLOGI KEJURUAN (SNMTK) 2015
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
Penanggung Jawab :
Dekan Fakultas Teknik
Ketua Jurusan
Ketua Program Studi

Pengarah

Panitia Pelaksana
Ketua
Sekretaris

: Drs. Ir. Riyadi Joyokusumo, M.T.


: Agung Premono, M.T., Ph.D.
: Ahmad Kholil, S.T., M.T.
Drs. Sugeng Priyanto, M.Si.

: Drs. Supria Wiganda, M.Pd.

: Dr. Catur Setyawan K., S.T, M.T.


: Ir. Yunita, M.T., M.Si.
Ferry Budhi Susetyo, S.T., M.T.
Ragil Sukarno, S.T., M.T.
I Wayan Sugita, S.T., M.T.

Reviewer :
Prof. Dr. Hj. Zulfiati Syahrial, M.Pd.
Prof. Dr. Basuki Wibawa
Prof. Dr. Hartati, M.Pd.
Prof. Dr. G. Margono, M.Ed.
Dr. C. Rudy Prihantoro, M.Pd.
Dr. Priyono, M.Pd.
Agung Premono, M.T., Ph.D.
Riza Wirawan, M.T., Ph.D.
Dr. Darwin Rio Budi Syaka, M.T.
Dr. Agus Dudung, M.Pd.
Anggota :
Drs. H. Supria Wiganda, M.Pd.
Drs. Adi Tri Tyassmadi, M.Pd.
Dra. Ratu Amilia Avianti, M.Pd.
Drs. Tri Bambang AK., M.Pd.
Drs. H. Sirojuddin, M.T.
Drs. Enday Hidayat, S.T., M.Pd.
Drs. H. Syamsuir, M.T.
Drs. Sopiyan
Drs. Syaripudin, M.Pd.
Ja'Far Amiruddin, S.T., M.T.
Lukman Arhami, S.Pd., M.T.

Siska Titik Dwiyati, S.Si., M.T.


Nugroho Gama Yoga, S.T., M.T.
Pratomo Setyadi, S.T., M.T.
Dyah Arum Wulandari, S.T., M.T.
H. Wardoyo, S.T., M.T.
Aam Aminingsih Jumhur, S.T., M.T.
Eko Arif Syaefudin, S.T., M.T.
Himawan Hadi Sutrisno, S.T., M.T.
Imam Basori, S.T., M.T.
Imam Mahir, S.Pd., M.Pd.
Triyono, S.T., M.Eng.

iii

Sekretariat
Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta
Kampus A UNJ, Gedung B Teknik Mesin,
Jl. Rawamangun Muka 1, Jakarta Timur
Telp : (021) 4700918
Email : snmtk@unj.co.id
snmtkunj@gmail.com

iv

Kata Pengantar
Seminar Nasional Mesin Dan Teknologi Kejuruan (SNMTK) bertempat di Jakarta, Indonesia
pada tanggal 27 mei 2015 dengan Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Jakarta sebagai tuan
rumah. Seminar ini diadakan sebagai ajang bertemunya para peneliti dan praktisi kejuruan dan teknik
mesin diseluruh Indonesia untuk menyajikan, berdiskusi dan mempromosikan perkembangan teknik
mesin di Indonesia.
Seminar melingkupi para ilmuwan dan insinyur mesin dalam tema Kompetensi Pendiddikan Teknik
Mesin : Tantangan dan Harapan
Buku elektronik prosiding ini adalah kompilasi dari semua paper yang dipresentasikan dalam SNMTK
dengan topik :
1. Pendidikan Vokasi Kejuruan
2. Otomotif
3. Manufaktur
4. Konversi Energi
5. Manajemen Industri
6. Material
7. Perancangan
Panitia SNMTK mengucapkan terima kasih kepada pembicara kunci, para pemakalah yang
berkontribusi dalam buku ini dan semua partisan yang menghadiri seminar ini.

Panitia

DAFTAR ISI
PROSIDING
DISCLAIMER
SUSUNAN PANITIA
SEKRETARIAT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

i
ii
iii
iv
v
vi

KELOMPOK PENDIDIKAN VOKASI KEJURUAN (PEND)


PEND-01

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013


SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
DALAM UPAYA
MENINGKATKAN
KUALITAS
KOMPETENSI
KEAHLIAN
BIDANG TEKNOLOGI DAN REKAYASA
Tuti Suartini dan Aan Sukandar

PEND-02

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI


PRAKTIKUM ENGINE OTOMOTIF SISWA SMK PROGRAM
KEAHLIAN TEKNIK OTOMOTIF
Agus Suratno, Gaguk Margono

PEND-03

PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH


DAN SELF-LEARNING GURU TERHADAP KINERJA GURU SMK
DI KOTA PALANGKA RAYA KALIMANTAN TENGAH
Debora
MODEL PEMBELAJARAN REFLEKTIF DALAM MENGASAH
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA BARU
FAKULTAS TEKNIK UNM
Muh. Rais

16

PEND-06

EVALUASI PELAKSANAAN BIMBINGAN DALAM PRAKTIK


KETERAMPILAN
MENGAJAR
MAHASISWA
FAKULTAS
TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
Daryati

28

PEND-07

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PDTSm DALAM


MENINGKATKAN KOMPETENSI SISWA SMK
Asep Hadian Sasmita

37

PEND-08

MODEL PEMBELAJARAN COMPETENCE BASED TRAINING


(CBT) BERBASIS KARAKTER PADA PEMBELAJARAN PRAKTIK
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN VOKASI
Dwi Rahdiyanta, Sunarso, Paryanto

41

PEND-09

MODEL BENTUK PEMBELAJARAN PROGRAM STUDI


PENDIDIKAN VOKASI TEKNIK MESIN DALAM MEMENUHI
HARAPAN DUNIA USAHA
Parabelem Tinno Dolf Rompas

47

PEND-10

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI


DAN DAMPAKNYA DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Syamsuir

52

PEND-05

vi

22

PEND-11

PENINGKATAN
LEMBAGA
PENDIDIKAN
TENAGA
KEPENDIDIKAN SEBAGAI PUSAT INOVASI CALON GURU
VOKASI
Theodorus Wiyanto

55

PEND-12

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TUTOR


SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR TIK SISWA SMA NEGERI
7 MANADO
Christine T.M. Manoppo

61

PEND-13

MODEL
KERJASAMA
UNIVERSITAS
NEGERI
USAHA/INDUSTRI
Selamat Riadi

JURUSAN
MEDAN

TEKNIK
DENGAN

MESIN
DUNIA

64

PEND-14

PENGEMBANGAN ROADMAP PENELITIAN PENDIDIKAN


TEKNOLOGI DAN KEJURUAN SECARA HOLISTIK
Wagiran

70

PEND-15

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN TEKNIK


LISTRIK DASAR OTOMOTIF ANTARA SISWA YANG DIBELAJARKAN
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS
GAMES
TOURNAMENTS)
DAN
STAD
(STUDENT
TEAMS
ACHIEVEMENT DIVISION)

78

Supria, Priyono, Bayu


PEN-16

PENDIDIKAN NASIONAL
SOLUSI
C. Rudy Prihantoro

TANTANGAN,

HARAPAN

DAN

83

KELOMPOK MANUFAKTUR (MAN)


MAN-02

PENCEGAHAN TERJADINYA DIE SOLDERING PADA PROSES


DIE CASTING
Niger Azali, M. Irsyad Afif ,Woro. W.A, Fadhlan R, dan Rio Kurniawan

87

MAN-04

PROSES PERMESINAN DRILLING PADA KACA Rusnaldy, Rupi


Ajie S. Atmaja

90

MAN-05

PENGARUH KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP GETARAN


DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES MILING
PUTARAN RENDAH
Jhonni Rahman

94

MAN-06

ANALISIS TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN HASIL PROSES


MILL SLOT PADA BAJA PERMESINAN SCM 440
Yohanes Tri Joko Wibowo

100

MAN-07

PENGARUH
POLARITAS
TERHADAP
KEKERASAN MATERIAL ASTM A36
Ferry Budhi Susetyo

106

vii

KARAKTERISTIK

MAN-08

MESIN PENGHANCUR GELAS PLASTIK BAGI KETAHANAN


EKONOMI MASYARAKAT DI KEPULAUAN SERIBU
Darwin R.B Syaka, Imam Basori, Ahmad Kholil

111

MAN-09

PENGARUH
BESARNYA
ARUS
DAN
TEMPERATUR
PENGELASAN TERHADAP KEDALAMAN PENETRASI PADA
BAJA LUNAK ST37
Hidir Efendi

115

KELOMPOK OTOMOTIF (OTO)


OTO-01

STUDI KOPARASI EFEKTIVITAS PENGGUNAAAN AIR


PENDINGIN KOMERSIAL PADA MOTOR BENSIN 4 SILINDER
2000cc
Agung Sudrajad, Ipick Setaiwan, Hasrul Wijaya

119

OTO-02

UJI Coba KONSUMSI BAHAN BAKAR ANTARA BAN TIPE


RADIAL DAN TIPE BIAS
Hadi Pranoto

124

OTO-03

ANALISIS TRANSIENT TERMAL PADA PERMUKAAN ROTOR


DISK BRAKE KENDARAAN RODA EMPAT FRONT WHEEL
STEERING
Rolan Siregar, Mohammad Adhitya, Danardono A. Sumarsono

129

OTO-04

PENGARUH PENAMBAHAN ZAT ADITIF OZONIDA ASAM


OLEAT
TERHADAP UJI PRESTASI MESIN MOTOR DIESEL
PADA BAHAN BAKAR SOLAR
Yos Nofendri, A. Deacy Capeberg

135

OTO-05

KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH


PENGGUNAAN
VARIASI BAHAN BAKAR TERHADAP EMISI DAN FUEL
ECONOMY MOBIL SISTEM INJEKSI DENGAN MESIN SI (SPARK
IGNITION)
Agus Mustiko, Darwin Rio Budi Syaka, Hari Septiapraja

140

OTO-06

PENGARUH JUMLAH PLAT DAN JENIS MATERIAL


ELEKTRODA PADA ELEKTROLISER TIPE DRY CELL
TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR
Sehat Abdi Saragih

147

OTO-07

RANCANG BANGUN SISTEM PENGISIAN BATERAI MOBIL


MENGGUNAKAN PANEL SURYA
Nugroho Gama Yoga, Ragil Sukarno, M. Purnomo

153

OTO-08

Pengaruh TEKANAN UDARA SPRAY GUN TERHADAP


KUALITAS PENGECATAN PLASTIK COVER BODI KENDARAAN
Siska Titik Dwiyati

158

viii

KELOMPOK KONVERSI ENERGI (KE)


KE-01

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI VISKOMETER (JENIS BOLA


JATUH)
Ridwan, Ridha Iskandar , Nizar

163

KE-02

ANALISA PERBANDINGAN POMPA AKSIAL DENGAN GEARBOX


dan TANPA GEARBOX SEBAGAI PENGGANTI ELECTRO MOTOR
PADA STASIUN POMPA PLUIT JAKARTA UTARA Sorimuda
Harahap, La Oe M. Firman, Dodi Sri Mulyanto

167

KE-03

PENGEMBANGAN LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM (PJU)


BERTENAGA ANGIN SETARA 50 WATT
Maria F. Soetanto, Sugianto, Radi S. Kartanegara

172

KE-04

SIMULASI NUMERIK AERODINAMIKA KENDARAAN TRUCK


SAAT OVERTAKING
Radi S Kartanegara, Sugianto, Maria F Soetanto

178

KE-05

SIMULASI NUMERIK TEST-BENCH CAKRAM REM KENDARAAN


MPV PADA KECEPATAN 80 KM/JAM
Sugianto, Maria F Soetanto, Radi S Kartanegara

184

KE-06

ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0012


DENGAN ANSYS FLUENT
M. Fajri Hidayat, Andi Saidah

190

KE-08

ANALISA PENGARUH LAJU ALIRAN MAIN STEAM


TERHADAP EFISIENSI HIGH PRESSURE TURBINE PADA
PERUBAHAN BEBAN
M Denny Surindra

198

KE-10

PENGARUH PENAMPANG SUDU DAN VARIASI BEBAN


TERHADAP PERFORMA TURBIN PELTON Eddy Elfiano, Natsir
Darin, Hendry Cahyadi, Sukarno Putro

204

KE-12

STUDI OPTIMASI - DAYA YANG AKAN DIBANGKITKAN PADA


SUATU PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINI HIDRO (PLTM)
Sirojuddin

209

KE-13

MODIFIKASI DAN UJI COBA RANCANGAN SEBUAH


REAKTOR FLUIDIZED BED TIPE SIRKULASI INTERNAL
UNTUK MENGAKOMODASI PROSES AUTOTHERMAL PADA
REAKTOR GASIFIKASI BIOMASSA

213

Janter Pangaduan Simanjuntak


KE-14

PENGARUH
KEMIRINGAN
MINI-TUBE
TERHADAP
PERPINDAHAN KALOR DUA FASA ALIRAN GELEMBUNG
Dyah Arum Wulandari, Wardoyo, dan M. Lutfi

ix

218

KE-15

ANALISA PERBANDINGAN LAJU PERPINDAHAN PANAS


PIPA KALOR DENGAN SUMBU (WICK) DAN TANPA SUMBU

223

I Wayan Sugita
KE-16

PEMANFAATAN ENERGI MATAHARI UNTUK PROSES


DESTILASI
DENGAN
MENGGUNAKAN
METODE
PEMANTULAN PANAS

228

Ragil Sukarno, Nugroho Gama Yoga, Firdaus

KELOMPOK PRC (PERANCANGAN)


PRC-01

IMPLEMENTASI
MSWT-01
(MOBILE
SURFACE
WATER
TREATMENT) DI DAERAH BENCANA BANJIR, BAGIAN DARI
UNIT KEGIATAN MAHASISWA POLITEKNIK MANUFAKTUR
BANDUNG
Gamawan Ananto dan Albertus B. Setiawan

233

PRC-02

ANALISIS DESAIN PORTABELTELESKOPIK TOWER DENGAN


METHODA PENDEKATAN VDI 2222 DAN DFMA
Djoko W. Karmiadji

240

PRC-04

MODELING PROSESDEEP DRAWING DENGAN PERANGKAT


LUNAK BERBASIS METODE ELEMEN HINGGA
Didik Sugiyanto, Harini

246

PRC-05

PERANCANGAN ALAT UJI KEOLENGAN GEARBOX RODA


KERETA REL LISTRIK PADA SERI 203 JAPAN RAILWAYS DAN
SERI 7000 METRO
Yani Kurniawan, Eko Prasetyo, Anang Kurniawan

255

PRC-06

IDENTIFIKASI AWAL KERUSAKAN DRIVE SHAFT


KEMPA ULIR PADA PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT
Purwo Subekti, Legisnal Hakim

262

PRC-07

PERANCANGAN MESIN PELIPAT DAN PEMOTONG KERTAS


KORAN KAPASITAS 17,2 KG/JAM
Saiful Anwar, Arif Rahman Saleh

267

PRC-08

REKAYASA MESIN PENGURAI SERAT TANDAN KOSONG SAWIT


(TKS) UNTUK MENGHASILKAN SERAT MEKANIS SEBAGAI
BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL
Junaidi, Anwar Kasim, Uyung Gatot, Aidil Zamri

272

PRC-11

PERANCANGAN ALAT BANTU COLD PRESS UNTUK PROSES


PEMASANGAN LCD PANEL UNTUK MODEL RF-ABC
Aip Pahrudin, Megara m, Eddy Djatmiko

279

PRC-13

PERANCANGAN MESIN WEIGH CHECKER OTOMATIS DENGAN


SISTEM ELEKTRO-PNEUMATIK BERBASIS PLC
Adi Purwanto, Yasir Ismail

283

PRC-14

APLIKASI TURUNAN NUMERIK DALAM PENGENALAN POLA


CITRA
Agus Dudung, Diana Suzana Mandar, Yuliani Genesis

288

PRC-15

UJI STREAMLINES PROFIL LENGKUNG 2-D BADAN IKAN HIU


PADA KENDARAAN MOBIL SEDAN X DENGAN SOFTWARE
CFD
Sirojuddin, Geri Sugiat

292

KELOMPOK MATERIAL (MATERIAL)


MAT-01

PENGARUH PENGGUNAAN INHIBITOR KOROSI EKSTRAK


POLAR KULIT BUAH KAKAO TERHADAP SIFAT MEKANIK
BAJA LUNAK
Yuli Yetri, Emriadi, Novesar Jamarun , Gunawarman

296

MAT-02

PENGARUH ALUMINIZING PADA KETANGGUHAN BAJA


Dody Prayitno, Ammar Abyan Abdunnaafi

304

MAT-03

STUDI KOROSI RETAK TEGANG BAJA API 5L X52 DALAM


LINGKUNGAN
KLORIDAYANG
MENGANDUNG
GAS
KARBONDIOKSIDA
Agus Solehudin, Ega Taqwali B, Solihudin, Christine Gumulya

307

MAT-04

ANALISA PENGARUH PERLAKUAN PANAS DAN VARIASI


MEDIA PENDINGIN UNTUK ALUMINIUM CORAN TERHADAP
SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISIK
Irwan Anwar, Syawaldi, Gatot Joko Aryanto

311

MAT-05

PENGARUH UKURAN SERBUK KATALISATOR CANGKANG


KEPITING
(PORTUNUS
PELAGICUS)
PADA
PROSES
KARBURASI TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA St 42
Johannes Leonard

317

MAT-06

ANALISA PENGARUH VARIASI MODEL KOMPOSIT ANYAMAN


SERAT DAUN NENAS TERHADAP SIFAT MEKANIK BEMPER
MOBIL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AIR GUN
COMPRESSOR
Dody Yulianto, Syawaldi, Sarimadoni

322

MAT-07

ANALISA PENGARUH PERLAKUAN PANAS DENGAN VARIASI


TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK WORM
SCREW PRESS PENGOLAHAN SAWIT
Syawaldi, Dedek Hertanto

328

MAT-09

PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA STRUKTUR MIKRO


DAN SIFAT MEKANIK Ti-50.7at.% Ni SHAPE MEMORY ALLOY
Kurnia Hastuti

332

MAT-10

EFEK TEKANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOSIT


MATRIKS Al9Zn6Mg3Si BERPENGUAT ALUMINA HASIL
PROSES SQUEEZE CASTING
Dwi Rahmalina, Nana Sukmana, I Gede E. Lesmana, Hendri Sukma,
Fajar H.

338

xi

MAT-11

ANALISIS STRUKTUR MIKRO AUSTEMPERED DUCTILE IRON


Yunita Sari

342

MAT-12

STUDI PEMBUATAN FILM TIPIS TIN PADA BAJA AISI-D2


DENGAN PROSES PVD
Yunita Sari

346

MAT-13

DEFORMATION ANALYSIS ON THE CARTRIDGE CASE OF


SMALL CALIBER
Imam basori , Bondan T. Sofyan

351

MAT-14

PENGARUH
PENAMBAHAN
NB2O5TERHADAP
KARAKTERISTIK KOMPOSIT KERAMIK AL2O3-SIC-ZRO2
Bondan T. Sofyan*, Qurratul A. Nasution, David Jendra, Hafsah I.
Pratiwi

357

MAT-15

ANALISIS UJI KEKUATAN IMPAK DINAMIK AA2024-T3


SEBAGAI DATA INPUT PADA SIMULASI MSC-NASTRAN
UNTUK PEMODELAN PELEK MOBIL YANG TANGGUH
Batumahadi Siregar dan Erma Yulia

362

MAT-16

MENELISIK PERBEDAAN BATERE HANDPHONE KONDISI FIT


DAN BATERE HANDPHONE KONDISI RUSAK PADA SALAH
SATU JENIS HANDPHONE YANG ADA DI INDONESIA
Himawan Hadi Sutrisno, Triyono, A. Saufan

369

KELOMPOK MANAJEMEN INDUSTRI (MI)


MI-01

ANALISA TINGKAT KELELAHAN CLEANING SERVICE DI


UNIVERSITAS XYZ DENGAN METODE THE SUBJECTIVE
SYMPTOM TEST (SST)
Nabila Ramadhany Barley, Imron Baskara, Budi Aribowo

374

MI-02

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP) IMPLEMENTATION


AT FOOD FRANCHISE IN YOGYAKARTA
Ignatius Alvin Krisnugraha, Ririn Diar A., The Jin Ai

377

MI-03

ANALISIS PRODUK FIRE EXTINGUISHER TERHADAP BEBAN


KERJA FISIK
Adri Fajar Jenie, Alfa Suryadibrata, Budi Aribowo

386

MI-04

ANALISIS PEMINDAHAN OHP DENGAN MENGGUNAKAN


METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA)
Yusuf Caraka P.R, Kharisma Y, Budi Aribowo

389

MI-05

PERANCANGAN SISTIM KERJA


PADA PROSES PEMBUATAN TEPUNG KELAPA
Jenly D.I. Manongko

394

MI-06

KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE


BOBOT POSISI PADA PT. XYZ
Lukman Arhami

398

xii

MI-07

PENENTUAN LOKASI USAHA JASA PERBAIKAN KENDARAAN


SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE AHP
(STUDI KASUS DI JAKARTA TIMUR)
Ja'far Amiruddin, Isnaini Choirul Miftahuddin, Riza Wirawan

404

MI-08

STRUKTUR
INDUSTRI
DAN
FAKTOR
LINGKUNGAN
PENGARUHNYA TERHADAP KEUNGGULAN BERSAING
INDUSTRI KECIL BATIK TRUSMI CIREBON
Aam Amaningsih Jumhur, Nik Hasnaa Nik Mahmood, M. Muchdie,
Dahmir Dahlan

410

xiii

PEND-01

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013


SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DALAM UPAYA
MENINGKATKAN KUALITAS KOMPETENSI KEAHLIAN BIDANG
TEKNOLOGI DAN REKAYASA
Tuti Suartini dan Aan Sukandar
Fakultas Pendidikan Teknologi Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia
tutisuartini@yahoo.co.id dan aan.sukandar@yahoo.co.id

ABSTRAK
Penerapan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi di SMK sudah berjalan hampir dua puluh tahun, namun sampai
saat ini kualitas lulusan SMK masih belum menunjukkan perkembangan yang diharapkan dunia kerja. Perkembangan
Teknologi dan Rekayasa di masyarakat saat ini, menuntut adanya pengembangan model pembelajaran yang tidak cukup
hanya mengembangkan kemampuan aspek kognitif dan aspek psikomotor peserta didik. Dalam pendidikan sekolah
menengah kejuruan saat ini kompetensi kelulusan mencapai 100 % tingkat kelulusan dari seluruh peserta didik yang
mengikuti ujian sekolah, dan mencapai tingkat 100 % dari peserta didik yang mengikuti uji kompetensi,untuk aspek
psikomotor yang masih menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan aspek afektif ? Hal ini masih belum nampak jelas.
Sejalan dengan implementasi kurikulum 2013 yang memberikan pedoman implementasi pembelajaran berbasis pendekatan
student center berpotensi adanya penyimpangan interprestasi dalam implementasi proses pembelajaran yang harus
diterapkan oleh para guru. Hal ini seiring dengan pesatnya teknologi informasi tentunya tidak mengherankan, dalam aspek
kognitif dan psikomotor peserta didik berhasil dengan baik.. Jenis informasi pengetahuan maupun keterampilan dapat
dengan mudah peserta didik belajar secara mandiri. Sedangkan aspek afektif yang merupakan aspek karakteritik peserta
didik sebagai manusia yang harus memiliki etika, norma, mengerti dan memahami hak dan kewajiban tanggungjawab
sebagai manusia, tidak dapat diputuskan oleh dirinya sendiri. Dari hasil observasi dan wawancara pada peserta Program
Pelatihan Profesi Guru (PLPG) dan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) pemahaman terhadap hakekat mengajar
masih menganut prinsip bahwa mengajar hanya merupakan transfer pengetahuan dan keterampilan kepada siswa, dan
hakekat belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku dari tidak bisa menjadi bisa dan tidak tahu menjadi tahu.
Penghayatan terhadap tugas dan peranannya dalam pembelajaran masih sebagai pembimbing, hal ini ditunjukkan oleh
sikap guru dalam penampilan peer teaching yang belum nampak adanya interprestasi student center learning.
Kata kunci : Pembelajaran, student center learning, Teknologi dan Rekayasa

1.

PENDAHULUAN

Pengembangan model pembelajaran pada


Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam
mengembangkan kemampuan aspek kognitif dan
aspek psikomotor peserta didik masih dianggap
belum memenuhi kompetensi yang diharapkan.
Seyogyanya tidak perlu terjdi karena program link
and match sudah diterapkan dari mulai tahun 1999
pada saat kementerian pendidikan dipimpin oleh
Wardiman Djoyonegoro. Akan tetapi kondisi
kualifikasi di SMK hingga saat ini : (1) teori yang
diperoleh belum bisa digunakan secara langsung di
tempat kerja; (2) belum bisa melakukan pekerjaan
yang memerlukan skill khusus; (3) belum mampu
mengoperasikan
mesin-mesin
khusus
dan
berteknologi mutakhir dan (4) Performa karakter soft

skill yang masih rendah. Peranan industri bukan


berarti tidak ada, seperti salah satu peran Djarum
Foundation telah banyak berkontribusi dari tahun
1963di dunia pendidikan Indonesia. Dalam berita
Kompas (2015) Djarum Foundation menggandeng
Cisco Systems sebuah perusahaan global pada bidang
telekomunikasi, Politeknik ATMI Surakarta dan
beberapa industri terkemuka diantaranya KorberStiffung dan Focke & Co mengembangkan
kurikulum metoda PBET (Production base
Education Trainning) dan membantu penyediaan
peralatan canggih untuk praktikum siswa pada
Jurusan Teknik Permesinan Di SMK Wisuda Karya
dan SMK NU Maarif Kudus.
Peran Djarum
Foundation yang berupaya mengembangkan model
pembelajaran tersebut sejalan dengan penerapan
kurikulum 2013 yang diharapkan dapat menjawab

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

PEND-01

hal tersebut. Sayangnya hal itu tidak dapat


menyentuh semua SMK, seiring dengan hakekatnya
pembelajaran pendidikan kejuruan sebagai
suatu proses akumulasi pengalaman kerja yang
semestinya diperoleh oleh semua peserta didik
di SMK agar lulusannya dapat memenuhi
kualifikasi yang diharapkan oleh dunia industri dan
dunia usaha sesuai perkembangan teknologi dan
rekayasa. Kurikulum 2013 yang mengembangkan
model pembelajaran yang berbasis student center
tersebut apakah dapat menjawab permasalahan itu ?
Upaya dalam pendidikan adalah menghasilkan
manusia yang
dapat menggunakan ilmu
pengetahuannya yang dikuasainya untuk membuat
berbagai keputusan dan pilihan penting agar dapat
menjamin kesejahteran hidupnya dan memecahakan
berbagai permasalahan dalam kehidupan manusia.
2. IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
Pembelajaran tentang teknologi dan rekayasa yang
ada di masyarakat harus merupakan pembelajaran
untuk dapat membekali peserta didik memiliki
kehidupan yang layak. Sehingga pengetahuan
teknologi dan rekayasa seyogyanya menjadi suatu
kompetensi life skill.
Dalam orientasi implementasi kurikulum 2013
memberikan pedoman implementasi pembelajaran
berbasis kompetensi inti dalam aspek afektif,
kognitif, dan psikomotor melalui strategi
pembelajaran student center, pendekatan scientific,
model pembelajaran problem base learning, project
base learning, discovery learning menjadi
penekanan pada pengembangan kurikulum 2013.
Pesatnya teknologi dan rekayasa, terutama dalam
bidang komunikasi dan informasi menjadi sangat
penting menerapkan model aktivitas pembelajaran
yang menyenangkan bagi peserta didik. Dalam
Seminar Nasional IKA UNY pada 25 April 2015
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies
Baswedan mengatakan pentingnya pembelajaran
yang
menyenangkan.
Tentunya
dengan
pembelajaran
yang
menyenangkan
maka
peningkatkan aspek kognitif dan psikomotor peserta
didik saat ini harus sejalan dengan teknologi
komunikasi dan informasi yang sudah menjadi
bagian dari kehidupan para peserta didik.
Keberhasilan pembelajaran berbasis teknologi dan
informasi tidak perlu diragukan lagi memiliki dan
dapat dikatakan berhasil dengan baik berfungsi
sebagai media pembeljaran, sumber belajar yang
jauh meninggalkan kemampuan guru. Berbagai
jenis informasi pengetahuan maupun keterampilan
dapat dengan mudah peserta didik belajar secara
mandiri belajar melalui media komunikasi dan
informasi tersebut. Keadaan ini menjadi pertanyaan
penting : Bagaimana peranan guru ? Apakah aspek

afektif dapat dipahami tanpa adanya guru atau


apakah hak dan kewajiban tanggungjawab sebagai
manusia dapat diputuskan oleh dirinya sendiri ?
Kurikulum 2013 merupakan upaya untuk
mengatasi peningkatan aspek afektif selain
meningkatkan kualitas kompetensi keahlian dalam
bidang teknologi dan rekayasa di SMK. Akan tetapi
pada pelaksnaannya masih menyisakan beberapa isu
publik. Hal ini diungkapkan pada penyegaran nara
sumber pelatihan guru untuk implementasi
kurikulum 2013 antara lain :

Terkesan mendadak, tanpa evaluasi kurikulum


yang sedang berjalan.
Tidak melibatkan guru atau asosiasi profesi
pendidik.
Kurang sosialisasi.
Menghapus mata pelajaran yang mendukung di
persaingan global (Bahasa Inggris dan TIK).
Mengabaikan kemampuan guru di.dalam
membuat RPP dan silabus.
Tidak menjawab apa yang dibutuhkan peserta
didik.
Berkembangnya stigma negatif terhadap guru.
Mestinya metodologi yang diperbaiki bukan
kurikulum.
Anggaran sangat besar, khawatir seperti kasus
hambalang.
Tarik-ulur anggaran antara Kemdikbud dan
DPR.
Implementasi bakal terhambat karena anggaran
belum disetujui.

Dari sekian masalah di atas terdapat kalimat


Mestinya metodologi yang diperbaiki bukan
kurikulum. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut.
Pentingnya kurikulum menurut fungsinya
terdapat tiga hal yaitu : (1) Kurikulum sebagai
produk, (2) kurikulum sebagai proses dan (3)
kurikulum sebagai praksis kontektual.
Peranan
kurikulum pada dasarnya harus dapat menjawab
tantangan kebutuhan peserta didik yang harus
memiliki kompetensi keahlian terutama dalam
menghadapi perkembangan teknologi dan rekayasa.
Kajian dalam penelitian ini adalah bagaimana
guru dalam mengembangkan model pembelajaran
kurikulum 2013 yang dideskripksan dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan dalam
kegiatan
pelaksanaan pembelajaran di kelas.
Apakah model pembelajaran sebagai salah satu
metodologi yang merupakan hal yang menjadi
menjadi kendala dalam upaya meningkatkan
keahlian dalam bidang teknologi dan rekayasa ?
2.1 MODEL PEMBELAJARAN
Model pembelajaran merupakan pola yang
diterapkan oleh guru untuk dapat mengoptimalkan
hasil belajar peserta didik. Menurut Bruce & Weil

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

PEND-01

(2009:30) mengatakan bahwa:"Model pengajaran


merupakan
gambaran
suatu
lingkungan
pembelajaran, yang juga meliputi perilaku kita
sebagai guru saat model tersebut diterapkan."
Pernyataan tersebut, menggambarkan bahwa model
pembelajaran merupakan segala bentuk atau pola
dalam pendidikan mulai dari perencanaan materi
pembelajaran,
strategi
pembelajaran,
alat
bantu/media/sumber
belajar/sarana/prasarana
pembelajaran, dan penilaian untuk evaluasi yang
akan digunakan dalam suatu kegiatan pembelajaran.
Penerapan model pembelajaran menjadi
penting, karena pembelajaran seperti yang
dikemukan oleh Asarid an Anggari (2013) dalam
kurikulum 2013 adalah:
Menyediakan sumber belajar.
Mendorong siswa berinteraksi dengan sumber
belajar (Menugaskan).
Mengajukan pertanyaan agar siswa memikirkan
hasil interaksinya.
Memantau persepsi dan proses berpikir siswa
serta memberikan scaffolding.
Mendorong siswa berdialog/berbagi hasil
pemikirannya.
Mengkonfirmasi pemahaman yang diperoleh
Mendorong
siswa
untuk
merefleksikan
pengalaman belajarnya.
Pembelajaran
adalah
terjemahan
dari
instruction yang banyak dipakai di Amerika
Serikat, Sanjaya (2008:102). Istilah ini menjadi
penting dalam konteks model pembelajaran di yang
dapat menempatkan peserta didik sebagai sumber
dari kegiatan pembelajaran. Kegiatan interaksi
antara peserta didik dengan pendidik dalam aktivitas
pembelajaran mempermudah peserta didik dalam
memverifikasi sumber belajar sesuai perkembangan
teknologi melalui berbagai macam media untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu dengan caracara belajar yang mendorong guru dapat berperan
sebagai fasilitator. Kegiatan pembelajaran dapat
mengembangkan proses pembelajaran sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
proses pembelajaran bisa terjadi dimana saja baik di
tempat yang didesain untuk berlangsungnya proses
pembelajaran, maupun tempat yang tidak didesain
secara khusus untuk proses pembelajaran.
(Dirjentendit,
2008:33).
Sehingga
model
pembelajaran
sebagai
bentuk
implementasi
kurikulum sebagai produk yang dikemukan pada
implementasi kurikulum 2013 mampu mewujudkan
adanya : Result oriented, mewakili pandangan
produktif, kebutuhan pasar atas kompetensi yang
harus dikuasai oleh lulusan (produk) program
pendidikan,
kebebasan
dalam penyampaian
pembelajaran, yang dapat mencapai hasil akhir
sesuai standar, yaitu memiliki kompetensi
sebagaimana dirumuskan, melalui
penilaian
terstandar (harus ketat) yang sejalan dengan konsep
produk dimana pengecekan adalah pada hasil akhir

yang sesuai standar. Dengan uraian di atas maka


upaya pengembangan model pembelajaran untuk
meningkatkan kualitas implementasi kurikulum
menjadi hal sangat penting.
Dalam
teori
yang melandasi implementasi suatu model
Pembelajaran menurut Sinaga (2013) dalam
kurikulum 2013 digambarkan :

Gambar. 1

2.2 PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013


Pembelajaran pada kurikulum 2006 pada
Sekolah Menengah Kejuruan dalam aktivitas
pembelajaran cenderung didominasi domain
pengetahuan yang tertinggal oleh perkembangan
teknologi dan rekayasa saat ini dan domain
psikomotor yang tidak dapat mendukung life skill
yang dibutuhkan untuk bidang keahlian yang
berkembang pada dunia industri dan dunia usaha.
Hal ini nampaknya menjadi bahan implementasi
dalam kurikulum 2013 yang dideskripsikan melalui
aktivitas pembelajaran yang didesain pada 3 ranah
sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terpadu.
Dalam langkah-langkah pembelajaran pada
salah satu model yang disarankan untuk pendekatan
ilmiah dalam pembelajaran pada implementasi
kurikulum
2013, Sinaga (kurikulum 2013)
mengggambarkan :

Gambar 2.

Dalam pembelajaran menggunakan pendekatan


ilmiah seperti pada Gambar 2. di atas untuk
diterapkan dalam pembelajaran di SMK bidang
keahlian berbasis teknologi dan rekayasa tidak
mudah diterapkan. Model yang pembelajaran pada
tingkat SMK yang menerapkan pendekatan ilmiah
langkah pengamatan perlu diawali dengan
pemahaman konsep. Pemahaman konsep menjadi
sangat penting untuk menjadi katalisator dalam
meningkatan kemampuan aspek psikomotor yang
dapat mengembangkan kemampuan kecakapan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

PEND-01

motorik untuk beradaptasi dengan teknologi dan


rekayasa yang sangat cepat.
Pendekatan konsep dalam teori belajar David
Ausabel dalam Dahar, R. W. (1989) pembelajaran
yang memiliki makna dapat meningkatkan
kemampuan mengembangkan teknologi dan
rekayasa.
Implemetasi pembelajaran dengan
pendekatan ilmiah perlu didukung sistem sarana
prasarana yang memadai. Kompetensi lulusan SMK
pada bidang keahlian teknologi dan rekayasa bukan
hanya sekedar menguasai materi melalui langkah
pendekatan seperti pada Gambar 2, tetapi harus
dapat mengembangkan implementasi teknologi dan
rekayasa yang terkait produk yang telah digunakan
dan inovasi-inovasi implementasi teknologi
mempermudah manusia beraktivitas.
2.3 PROGRAM PENDIDIKAN DI SMK
Pendidikan SMK adalah salah satau program
pendidikan kejuruan yang berprinsip pada Charless
Prosser (1916), ada 3 hal yang sangat penting dari
16 prinsip yang harus menjadi acuan pengembangan
model pembelajaran yaitu : (1) Mempersiapkan
peserta didik memasuki lapangan kerja, (2)
Didasarkan kebutuhan dunia kerja DemandMarket-Driven, (3) Penguasaan kompetensi yang
dibutuhkan oleh dunia kerja, prinsip yang lainnya
untuk menunjang keberhasilan pendidikan kejuruan.
Gambaran program pada Pendidikan kejuruan
di SMK menurut kurikulum 2013 terdiri dari muatan
peminatan kejuruan SMK/MAK. Pada Permen No.
70Tahun 2013 keahlian teknologi dan rekayasa
merupakan salah satu bidang mengembangkan
Program Studi Teknik Elektronika memiliki Paket
Keahlian: Teknik Audio Video (057), Teknik
Elektronika Industri (058), Teknik Elektronika
Komunikasi (059), Teknik Mekatronik (060),
Teknik Ototronik (061). Program tersebut
merupakan Paket keahlian
bidang kejuruan
kompleks yang menurut Nolker (1985) kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan harus memiliki
perbandingan 1 :1=Teori : Praktek.
3 METODA PENELITIAN
Penelitian dalam pengembangan model
pembelajaran kurikulum 2013 didasarkan pada teori
pendidikan berdasarkan standar (standard-based
education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi
(competency-based curriculum). Penelitian ini
merupakan kajian evaluasi. Evaluasi adalah suatu
proses meyakinkan keputusan, memilih informasi
yang tepat, mengumpulkan, dan menganalisa
informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data
yang berguna bagi pembuat keputusan dalam
memilih beberapa alternative Alkin (1969). Data
penelitian ini diperoleh melalui kajian pustaka,
dokumentasi, observasi dan wawancara selama 2
tahun yang dilakukan pada SMK Negeri di kota

Bandung dan peserta Program Pelatihan Profesi


Guru (PLPG) dan Pendidikan Profesi Guru (PPG).
4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menurut hasil penilaian pada akhir tahun ajaran
2012/2013 yang dilakukan di SMK Negeri yang ada
di Kota Bandung penilaian kompetensi kelulusan
mencapai tingkat kelulusan 100% dari seluruh
peserta didik yang mengikuti ujian sekolah, dan
aspek psikomotor hasil uji kompetensi mencapai
tingkat 100 % peserta didik dari seluruh peserta
didik yang mengikuti uji kompetensi. Yang masih
menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan aspek
afektif ? Gambaran untuk penilaian afektif tidak
dideskripsikan secara jelas. Hal inilah yang
merupakan salah satu berbeda dalam implementasi
kurikulum 2013 yang memberikan pedoman
implementasi pembelajaran berbasis pendekatan
student center melalui adanya penilaian autentik.
Hal ini sangat menyulitkan para guru dan berpotensi
adanya
penyimpangan
interprestasi
dalam
melakukan penilaian terhadap siswa, karena guru
akan dituntut melakukan penilaian dalam proses
pembelajaran harus diterapkan selama kegiatan
pembelajaran berlangsung, demikianlah salah satu
hal dikemukan oleh para guru pada PLPG dan PPG.
4.1. Pengembangan model pembelajaran di SMK
Kegiatan pembelajaran di SMK pada tahun
2013 secara riil yang diterapkan oleh para guru di
SMK mengembangkan pendekatan berbasis
pelatihan. Ada 3 (tiga) model pelatihan yaitu :
Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Based
Training). Pelatihan Berbasis Produksi (Production
Based Training), Pelatihan Berbasis Industri
(Pembelajaran di Dunia Kerja). Pembelajaran di
dunia kerja adalah suatu strategi di mana setiap
peserta mengalami proses belajar melalui bekerja
langsung (learning by doing) pada pekerjaan yang
sesungguhnya melalui adanya Prakerin (Praktek
Kerja Industri).
Deskripsi kegiatan pembelajaran yang disusun
oleh para guru dari 5 SMK yang ada di kota
Bandung disusun berdasarkan Permen No. 41 Th
2007 (2007: 8-9), baik dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran maupun dalam implementasi di dalam
kelas.
Langkah
kegiatan
pembelajaran
yang
dikembangkan guru dari salah satu SMK yang
mengikuti Permen No. 41 Tahun 2007 pada standar
kompetensi memperbaiki penerima radio yang
mensdeskripsikan kegiatan pendahuluan, inti, dan
penutup seperti berikut ini :

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

PEND-01
KEGIATAN AWAL ( 15 Menit ) : Berdoa,
Absensi siswa, Persiapan buku,Apersepsi,
Memotivasi.
2. KEGIATAN INTI ( 240 Menit ) :
a. Eksplorasi : Siswa menjawab segala
pertanyaan guru tentang radio dan modulasi,
Menggali informasi dari berbagai macam
literatur tentang macam-macam radio
penerima dan modulasi.
b. Elaborasi : Siswa mampu memberikan
contoh yang termasuk radio penerima, Siswa
mampu membedakan amplitudo modulasi,
frekuensi modulasi dan phasa modulasi.
c. Konfirmasi
:
Siswa
mampu
menyimpulkan perbedaan radio penerima
dan modulasi, Siswa bisa membedakan
prinsip kerja radio penerima dan
mengukur macam-macam modulasi.
3. KEGIATAN AKHIR ( 15 Menit ) :
a. Refleksi : Siswa bisa menyimpulkan
informasi tentang radio penerima,Siswa bisa
menyebutkan perbedaan Amplitudo Modulsi
(AM), rekuensi Modulasi (AM) dan Phasa
Modulasi (PM) Siswa mampu mengerti
tentang
karakteristik
macam-macam
modulasi.
b. Penutupan.
Kegiatan
praktek
dilakukan
setelah
mengimplementasikan kegiatan RPP di atas dengan
melaksanakan kegiatan pembelajaran antara lain :
a. Diselesaikan berdasrkan Siswa menelusuri,
mengukur tingkat kerusakan pada
radio
penerima.
b. Siswa
menganalisa dan memperbaiki
kerusakan pada radio penerima.
c. Siswa mengoperasikan radio penerima sesuai
dengan prosedur.
d. Siswa memahami cara merawat dan
menyimpan radio penerima dengan baik dan
benar.
RPP tersebut diatas menurut guru di SMK
dikatakannya lebih mudah untuk dideskripsikan dan
diterapkan baik pada tahap perencanaan maupun
tahap pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Walaupun
demikian para guru tetap siap dan berusaha
menyesesuikan pembelajaran berbasis kurikulum
2013, bahkan pada awal tahun 2013 pada SMKSMK yang diobservasi yaitu SMKN, 4,6, dan 12
menyatakan telah merintis implementasi kurikulum
2013.
Dari uraian kegiatan pembelajaran tersebut
diatas kurikulum 2013 dapat dikatakan bukan hal
yang baru. Pengembangan pendekatan ilmiah
(scieintifik) telah diterapkan oleh para guru terutama
pada peserta didik kelas 10 yang diharuskan belajar
1.

di laboratorium, untuk dapat memahami konsep teori


elektronika/dasar listrik, pada kelas 11 diterapkan
pembelajaran problem base learning, dan Praktek
Kerja di industri sebagai bentuk training (Pelatihan
kerja).
Dengan gambaran tersebut diatas kemampuan
guru dalam mengembangkan model pembelajaran
kurikulum 2013 pada dasarnya tidak mengalami
kesulitan. Hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara
bahwa permasalahan yang menjadi keberatan dalam
pengembangan kurikulum 2013 bukan model
pembelajaran,
tetapi
kesulitan
dalam
mendeskripsikan yang dimaksud kompetensi inti dan
pendekatan student center kedalam tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, dan skenario
pembelajaran. Pendekatan student center melalui
pendekatan scientifk 5 M diinterprestasikan bahwa
peserta didik mencari sumber belajar mandiri, guru
lebih memposisikan dirinya hanya sebagai
pembimbing. Hal tersebut tentunya tidak sesuai
dengan prinsip dan hakekat pendidikan kejuruan.
Pada pendidikan kejuruan Standar lulusan
Pendidikan kejuruan peserta didiknya harus
memiliki pengalaman pembelajaran sesuai dunia
kerja.
Berdasarkan gambaran model pembelajaran
Pendekatan student center yang dikembangkan guru
berdasarkan kurikulum 2013 menjadi kegiatan
pembelajaran digambarkannya seperti berikut :
1. KEGIATAN PENDAHULUAN :
Apersepsi : mengucapkan salam, membaca Al
Quan minimal 2 surat pendek, ketua kelas
memberi komando untuk kesiapan belajar dan
membri salam.
2. KEGIATAN INTI (60menit):
a. Fase 1 orientasi : Guru bertanya tentang
mengapa kita belajar mengenai peralatan
gambar teknik khususnya dalam jurusan listrik,
Bila siswa belum mampu menjawabnya, guru
memberi scalfolding dengan mengingatkan
siswa dengan pekerjaan-pekerjaan yang harus
dilakukan tanpa adanya gambar maka
pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak akan
terlaksana, selanjutnya, guru membuka
cakrawala penerapan fungsi yang diperluas itu
untuk penerapan penggunaan macam-macam
peralatan gambar teknik. Dengan bantuan
presentasi computer, guru mengingatkan
fungsi-fungsi peralatan gambar teknik.
b. Fase 2 Mengorganisasikan peserta didik :
Guru membagi siswa ke dalam beberapa
kelompok, tiap kelompok mendapat tugas
untuk mendefinisikan fungsi-fungsi peralatan
gambar teknik, serta menentukan hubungannya

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

PEND-01

dengan cara-cara penggunaan peralatanperalatan gambar teknik, Tugas diselesaikan


berdasarkan worksheet atau lembar kerja yang
dibagikan.
c. Fase 3 Membimbing penyelidikan individu
dan kelompok : Selama siswa bekerja di
dalam kelompok, guru memperhatikan dan
mendorong semua siswa untuk terlibat diskusi,
dan mengarahkan bila ada kelompok yang
melenceng jauh pekerjaannya.
d. Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya : Guru mengumpulkan semua
hasil diskusi tiap kelompok, salah satu
kelompok diskusi (tidak harus yang terbaik)
diminta untuk mempresentasikan hasil
diskusinya ke depan kelas, sememtara
kelompok
lain,
menanggapi
dan
menyempurnakan apa yang dipresentasikan.
3. PENUTUP (20 menit)
Fase 5 Menganalisa dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah : Dengan tanya jawab
diarahkan
bahwa
dalam
melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan di bengkel perlu adanya
perencanaan dalam suatu pekerjaan, siswa
diyakinkan bahwa gambar adalah syarat mutlak
yang harus dipenuhi dalam melaksanakan suatu
pekerjaan yang ada di bengkel, guru
menganalisa serta mengarahkan semua siswa
pada kesimpulan mengenai fungsi macammacam peralatan gambar teknik serta cara-cara
penggunaannya, berdasarkan hasil reviu
terhadap presentasi salah satu kelompok, guru
memberikan soal terkait dengan fungsi dan
prosedur penggunaan macam-macam peralatan
gambar teknik, siswa dan guru menyelesaikan
soal yang diberikan dengan strategi yang tepat.
Gambaran RPP tersebut dapat dilaksanakan
dengan baik oleh guru dan peran guru lebih
berorientasi guru sebagai pembimbing. Namun
demikian hal tersebut diperoleh dari hasil
wawancara yang dilakukan oleh peer observer dan
peneliti kepada peserta didiknya di SMK tetap
memberikan penilain baik terhadap guru tersebut.
Untuk mata pelajaran lainya juga hampir seluruh
peserta didik menyatakan bahwa para gurunya dapat
melakukan aktivitas pembelajaran dengan baik.
4.2. Pengembangan Model Pembelajaran
Kurikulum 2013 pada Program PLPG dan
PPG.
Pada kenyataannya, Kemampuan guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan

pengamatan yang dilakukan oleh peneliti ketika


sedang melaksanakan Program Latihan Pendidikan
Guru(PLPG) dan Pendidikan Profesi Guru (PPG)
yang dlakukan peneliti tahun ajaran 2013/2014
ditemukan bahwa rata-rata kemampuan guru PLPG
dalam performa implementasi model pembelajaran
cenderung berpusat pada guru (teacher centered),
sedangkan pada peserta PPG mereka tampak lebih
mudah untuk menerapkan startegi student center.
Konsep yang diajarkan oleh guru pada peserta PLPG
papan tulis/white bord lebih dan ceramah secara
lisan lebih dominan. Sedangkan para peserta PPG
penggunaan power point untuk bahan ajar semua
peserta dapat mengembangkannya. Disini guru
berperan mentranfer materi kurang dapat melibatkan
keaktifan siswa, hal tersebut kemungkin yang
akhirnya akan hanya memberikan materi secara
verbalisme. Dari hasil penilaian kemampuan
menyampaikan materi dalam simulasi peer teaching
guru masih kurang dapat mengembangkan materi
ajar ke dalam penguasaan konsep dasar pendekatan
scientific menguasai mata pelajaran ini.
Tabel 1.
Kemampuan Guru dalam RPP dan Pelakasanaan
Pembelajaran Program PLPG dan PPG Tahun
Ajaran 2013/2014
No

Keterangan

Merumuskan/kemampua
n/ membuka Pelajaran
Penjabaran
Indikator(kinerja
guru)/Sikap guru dalam
proses pembelajaran
Penguasaaan materi
pembelajran
pembelajaran
Implementasi langkahlangkah pembelajaran
Pengguanan Media
Pembelajaran
Evaluasi
Kemampuan menutup
pelajaran

4
5
6
7

RPP

Penilaian
Penampilan

90

90

85

85

80

80

90

90

90

90

80

80

90

90

Penilaian pada tabel 1. tersebut diberikan


merupakan nilai rata-rata yang diberikan oleh dua
orang instruktur. Penilaian dilakukan setelah para
peserta diberikan saran dan masukan pada program
latihan sebelum dilakukan ujian pelaksanaan
pembelajaran. Dari hasil wawancara pada peserta
Program Latihan Profesi Guru (PLPG) dan
Pendidikan Profesi Guru (PPG) pemahaman
terhadap hakekat mengajar masih menganut prinsip
bahwa mengajar hanya merupakan transfer
pengetahuan dan keterampilan kepada siswa, dan
hakekat belajar diartikan sebagai perubahan tingkah
laku dari tidak bisa menjadi bisa dan tidak tahu

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

PEND-01

menjadi tahu para guru telah mengerti benar dan


mereka mendukung perubahan kurikulum tetapi
harus disertai dengan peningkatan pelatihan materi
yang terkait dengan teknologi yang sedang
berkembang di dunia industri dan dunia usaha. Hal
ini ditunjukkan oleh sikap guru dalam penampilan
peer teaching yang belum nampak adanya
interprestasi perfoma aktivitas strategi student
center sesuai dalam pendekatan constructivism,
dimana pembelajaran hakekat student center adalah
pembelajaran yang berbasis pola pikir peserta didik.
Sehingga agar kurikulum 2013 dapat
menghasilkan lululsan yang berkualitas maka
adanya model pengembangan pembelajaran
kurikulum 2013 di sekolah
adalah model
pembelajaran di laboratorium berbasis manajemen
ISO/IEC yang terintegrasi dengan training center
berbasis produk menjadi sangat penting. Pada
pembelajaran di laboratorium peserta didik harus
mampu belajar sesuai Prosedur Operasional
laboratorium, guru bukan sekedar pembimbing dan
fasilitator, tetapi harus mampu menjadi instruktur
sesuai dunia kerja dan hal ini sudah sangat dipahami
oleh para guru SMK. Dengan demikian maka yang
diperlukan oleh para guru SMK adalah pemenuhan
kebutuahn sarana prasarana laboratorium dan
pelatihan manajemen laboratorium yang memadai
sesuai dunia kerja.
5.

KESIMPULAN DAN SARAN


Penghayatan guru terhadap tugas dan
peranannya dalam pembelajaran sebagai pengajar
sudah dapat memenuhi harapan peserta didik di
SMK dan dapat memberikan penampilan terbaik
dalam mengikuti program PLPG dan PPG.
Penguatan pengembangan model pembelajaran
sebagai upaya meningkatkan kemampuan bidang
keahlian teknologi dan rekayasa dengan strategi
pendekatan
student
center,
pendekatan
pembelajaran scieintifik, model pembelajaran
project base learning, problem base learning, atau
inovasi pembelajaran lainnya sesungguhnya bukan
permasalahan utama, karena para guru pada
dasarnya
mampu
mengembangkan
model
pembelajaran sesuai dengan karakteristik kelasnya,
hal ini ditujukkan oleh para guru baik dari hasil
wawancara terhadap guru, siswa, observasi oleh

peer observer, maupun hasil evaluasi peneliti


terhadap dapat dikatakan dikatakan telah mampu
melakukan inovasi pembelajaran. Hal yang
sesungguhnya yang dibutuhkan para guru pada
pendidikan kejuruan adalah service training atau
inservice trainning terhadap guru dalam teknologi
yang berkembang di dunia industri/usaha. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah membangun
kembali Pusat training center yang melibatkan
pihak industry/usaha, sekolah, dan LPTK
(Perguruan Tinggi).
REFERENSI
[1]. Calhoun, C.C. dan Finch, A.V. Vocational
Education : Concept and Operations.
California : Wads Worth Publishing Company.
(1982).
[2]. Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar.
Jakarta : Erlangga.
[3]. Departemen
Pendidikan
Nasional
RI.
Dokumen Standar Kompetesi Nasional
Bidang Keahlian Telekomunikasi , (2003).
[4]. Hofstein, A. L. The laboratory in science
education: Foundations for the twenty-first
century. Science Education ,November 2010,
pp. 28-54, (2010).
[5]. Joice, Bruce and Well, M. Model of Teaching
. New Jersey USA: Allyn and Bacon. (2009).
[6]. Kompas, Advertorial : SMK Siapkan SDM
Unggul untuk Turut Membangun Bangsa,
hal 36, Kamis 30 April 2015.
[7]. Kurikulum 2013, Pelatihan guru untuk
implementasi kurikulum 2013, Jakarta, 26-28
juni 2013, (2013).
[8]. Nolker, Helmut, E. S. Pendidikan Kejuruan.
Jakarta: Gramedia, (1983).
[9]. Hasan, B. Perencanaan Bidang Studi.
Bandung: Pustaka Ramadhan, (2010).
[10]. Maleong, L. J. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosda,
(2001).
[11]. Sanjaya,
W.
Strategi
Pembelajaran:
Berorientasi
Standar Proses, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group Karya. (2008).
[12]. Seminar Nasional IKA UNY 2015, Guru
Dalam Dinamika Implementasi Kurikulum
25 April 2015, Yogyakarta, ( 2015).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

PEND-02

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI


PRAKTIKUM ENGINE OTOMOTIF SISWA SMK PROGRAM
KEAHLIAN TEKNIK OTOMOTIF
Agus Suratno1, Gaguk Margono2
1
SMK Negeri 1 Cikarang
2
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
2
gmargono@unj.ac.id, 2g_margono@yahoo.com, 1masagoes82@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan instrumen penilaian kompetensi praktikum engine otomotif siswa
SMK Program Keahlian Teknik Otomotif. Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan metode proportional stratified
random sampling. Secara konseptual konstruk kompetensi praktikum engine otomotif terdiri dari 3 dimensi, yakni: kognitif
(pengetahuan), psikomotor (keterampilan), dan afektif (sikap). Pengembangan butir pernyataan komponen penilaian
berdasarkan telaah pakar dan panelis.Melalui telaah pakar dan validasi panelis terpilih 51 butir dan nilai koefisien
reliabilitas interrater cukup tinggi di atas 0,7. Instrumen diuji cobakan kepada siswa SMK kelas XI, tahap pertama sebanyak
275 siswa dan tahap kedua sebanyak 325 siswa. Secara empiris, melalui pengujian analisis faktor konfirmatori didapatkan
nilai loading factor di atas 0,5 pada uji coba pertama dan kedua. Dari perhitungan nilai koefisien reliabilitas multidimensi
pada uji coba pertama dan kedua menunjukkan bahwa nilai koefisien reliabilitas lebih dari 0,9 dan nilai Average Variance
Extracted (AVE) lebih besar dari 0,5 yang berarti tingkat validitas dan reliabilitas instrumen penilaian kompetensi
praktikum engine otomotif siswa SMK Program Keahlian Otomotif tergolong sangat tinggi. Jadi dapat disimpulkan bahwa
instrumen penilaian kompetensi praktikum engine otomotif ini telah memiliki validitas dan reliabilitas konstruk yang baik.
Keywords: Pengembangan Instrumen, Penilaian Kompetensi Praktikum Engine Otomotif, Reliabilitas Multidimensi,
Validitas Konstruk

1.

PENDAHULUAN
Perkembangan dunia pendidikan pada era
globalisasi seperti sekarang
menuntut adanya
penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan
tuntutan perkembangan teknologi dan dunia kerja,
karena muara dari suatu proses pendidikan
khususnya pada penyelenggaraan pendidikan
kejuruan adalah dunia kerja. Sistem pendidikan yang
dilaksanakan pada pendidikan kejuruan seperti SMK
mengharuskan peserta didik untuk diberi
kesempatan membelajarkan diri mengaktualisasikan
semua potensi yang dimiliki menjadi kemampuan
profesional yang dapat dimanfaatkan dalam dunia
kerja. Pendidikan kejuruan sebagai pendidikan
khusus, direncanakan untuk menyiapkan peserta
didik yang mampu memasuki dunia kerja dan
mengembangkan sikap profesional di bidang
kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan, diharapkan
menjadi individu produktif yang mampu bekerja
menjadi tenaga kerja menengah dan memiliki
kesiapan untuk menghadapi persaingan kerja sesuai
dengan bidang keahlian secara kompetitif dan
profesional
Siswa dianggap memiliki kompetensi jika
ia telah mampu mengerjakan tugas-tugas dalam
kompetensi tersebut. Unsur-unsur pembentuk
kompetensi, yakni: skills yang mencakup
keterampilan psikomotor, keterampilan kognitif
(menalar) dan keterampilan sosial (afektif), attitudes
(sikap), value (tata nilai) dan appreciation
(penghargaan terhadap pekerjaan). Oleh karena itu

pengembangan kompetensi merupakan katakunci


dari proses pendidikan terutama untuk sekolah
kejuruan.
Pendidikan
kejuruan
sangat
erat
hubungannya
dengan
konsep
kompetensi.
kompetensi dipandang sebagai sesuatu yang minimal
yang telah ditetapkan. Dengan demikian instrumen
penilaian
yang digunakan hendaknya berupa
penilaian yang tidak hanya mengukur sejauh mana
materi pembelajaran terkuasai, tetapi harus sampai
kepada penilaian sejauh mana siswa mampu
mendemontrasikan
kompetensi
yang
telah
ditetapkan. Dalam artian di akhir pembelajaran suatu
tes harus mampu mengukur suatu tugas(task) yang
dilakukan siswa yang menunjukkan bahwa ia telah
mencapai kompetensi tertentu
Aspek atau ranah yang terkandung dalam
konsep kompetensi meliputi: (1) Pengetahuan
(knowledge) yaitu kesadaran dalam bidang kognitif,
(2) Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman
kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu, (3)
Kemampuan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki
oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan
yang dibebankan kepadanya, (4) Nilai (value) adalah
suatu standar prilaku yang telah diyakini dan secara
psikologis telah menyatu dalam diri seseorang, (5)
Sikap (attitude), dan (6) Minat (interest)
kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan (Mulyasa, 2010: 38-39).[1]
Definisi kompetensi memiliki implikasi
penting bagi pendekatan dalam menilai kemampuan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

PEND-02

seseorang, karena dapat mempengaruhi jenis


informasi yang dicari untuk pendekatan dalam
proses penilaian berdasakan pengumpulan bukti
yang tepat dan sesuai untuk mendasari penilaian
bahwa seseorang merupakan individu yang memiliki
kemampuan (Jubaedah, 2010: 2).[2] Penilaian
merupakan proses pengumpulan bukti dan membuat
pertimbangan yang asli dan tingkat kemajuan
terhadap seperangkat standar perilaku atau hasil
belajar serta nilai berupa angka dalam membuat
pertimbangan apakah kompetensi telah tercapai
(Worsnop, 1993: 39).[3] Cara yang paling logis
untuk menilai kompetensi yang terkait dengan
keterampilan adalah meminta siswa untuk
mengerjakan
serangkaian
kegiatan
atau
mendemonstrasikan kemampuan yang dimilikinya
melalui simulasi dan praktik, dan dilakukan
pengamatan untuk menilai sejauhmana tingkat
keterampilannya. Instrumen yang dipergunakan
adalah tes perbuatan atau tes unjuk kerja.
Dalam pembelajaran berbasis kompetensi,
muatan mata pelajaran bukan persoalan utama,
melainkan kegiatan penilaian dan pemantauan
tentang apa yang telah dipelajari dan dikuasai
relevan dengan kesuksesan unjuk kerja. Oleh karena
itu menghubungkan penilaian dengan pembelajaran
yang berfokus pada unjuk kerja yang sesuai dengan
tuntutan dunia kerja merupakan persoalan yang
penting (Tillema, Kessels, dan Meijers, 2000: 266).
[4]
Proses pembelajaran praktikum mencakup
tiga tahap, yaitu: (a) penyajian dari pendidik, (b)
kegiatan praktik peserta didik, dan (c) penilaian hasil
kerja peserta didik (Muslich, 2011: 148). Uji
kegiatan praktikum digunakan untuk mengukur
kemampuan kognitif tingkat tinggi atau menguji
tujuan proses dari suatu program dengan
menggunakan format penilaian tes praktikum
(format station) atau pengamatan kegiatan terhadap
kelompok atau individu (Lewy, 1997: 288).[5]
Umumnya pengujian praktikum menggunakan
kombinasi antara hasil pengamatan dan catatan
tertulis atau laporan (report).
Kompetensi pemeliharaan/servis engine
dan komponen-komponenya melalui praktikum
enginetune up membekali siswa pengetahuan dan
ketrampilan serta sikap yang benar yang terkait
dengan setiap pekerjaan perawatan/servis engine
secara berkala, sehingga siswa memiliki kemampuan
yang dapat diterapkan di dunia industri otomotif.
Kompetensi siswa dalam praktikum engine tune up
adalah kecakapan siswa yang ditunjukkan dalam
pekerjaan perbaikan/servisengine tune up sebuah
kendaraan.
Kompetensi praktikum engine otomotif
meliputi kompetensi ranah kognitif yaitu
pengetahuan dan pemahaman siswa tentang engine
seperti: 1) pengetahuan prinsip kerja engine, 2)
pengetahuan prosedur kerja engine tune up.

Kompetensi ranah psikomotor, yaitu kompetensi


yang berhubungan dengan keterampilan motorik
(skills) siswa pada saat praktikum meliputi: (a)
persiapan kerja, (b) proses kerja (sistematika dan
cara kerja), (c) hasil kerja, dan (d) waktu.
Kompetensi ranah afektif, kompetensi ini
berhubungan dengan sikap (attitudes) yang
ditunjukkan oleh siswa ketika praktikum sedang
berlangsung yang meliputi: (a) Sikap kerja, (b)
inisiatif, (c) ketelitian, (d) tanggung jawab, (d)
kejujuran, dan (e) disiplin.
Pelaksanaan penilaian praktikum berbasis
kompetensi (Competency Based Assessment)
diarahkan untuk mengukur dan menilai performansi
peserta didik dalam kemampuan kognitif,
psikomotor dan afektif baik secara langsung pada
saat melakukan aktivitas belajar maupun secara
tidak langsung, melalui bukti hasil belajar (evidence
of learning) sesuai dengan kriteria kinerja
(performance
criteria).Pelaksanaan
penilaian
praktikum kejuruan untuk menilai ketercapaian
kompetensi peserta didik sebagai hasil belajar di
SMK, pada umumnya belum menggunakan model
penilaian yang mengakomodasi alat penilaian yang
mengacu pada tuntutan dunia kerja. Alat penilaian
yang dirancang dan digunakan oleh guru untuk
menilai capaian kompetensi peserta didik masih
heterogen pada setiap SMK dan belum ada
instrumen yang baku.
Instrumen penilaian yang mampu mengukur
tingkat kompetensi seseorang dalam praktikum
ternyata tidak bisa terpenuhi oleh bentuk penilaian
obyektif (model paper and pencil tests), seperti
pilihan ganda, benar-salah, jawaban singkat dan
menjodohkan. Hal ini
disebabkan
alat-alat
penilaian
ini yang sering disebut penilaian
konvensional lebih cocok untuk mengukur
kemampuan pada ranah koginitif. Pada sisi lain
pembelajaran berbasis kompetensi terutama dalam
hal praktikum kejuruan membutuhkan instrumen
penilaian
yang
mampu
mengukur
secara
komprehensif ketiga ranah tujuan pembelajaran,
sehingga diperlukan instrumen penilaian yang
mampu untuk mengukur kompetensi sikap (afektif),
keterampilan (psikomotor) dan pengetahuan
(kognitif) yang mencakup: persiapan, proses dan
hasil (product) pada saat praktikum. Mengingat
pentingnya penilaian kompetensi dalam praktikum
maka diperlukan alat ukur atau instrumen untuk
mengukur sejauh mana kompetensi dapat tercapai
oleh siswa. Penelitian ini berupaya untuk
mengembangkan instrumen penilaian kompetensi
praktikum engine otomotif siswa SMK Program
Keahlian Teknik Otomotif yang memenuhi standar
keshahihan (valid) dan keterandalan (reliabel).
2.

METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini menggunakan instrumen
penilaian kompetensi praktikum engine otomotif

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

PEND-02

siswa SMK Program Keahlian Teknik Otomotif


disusun dalam tiga perangkat, yaitu: Pedoman
Umum, Lembar Kerja, dan Pedoman Penilaian.
Skala penilaian yang dipergunakan dalam penilaian
kompetensi praktikum engine otomotif adalah
dengan menggunakan rating scale baik untuk
kompetensi ranah kognitif, kompetensi ranah
psikomotor dan kompetensi ranah afektif. Penentuan
skor pengukuran kompetensi menggunakan daftar
skala empat (1-4). Penilaian kompetensi praktikum
menggunakan pedoman penilaian acuan kriteria.
Kriteria skor untuk setiap butir komponen penilaian
sebagai berikut; skor 4 berarti sangat baik; skor 3
baik; skor 2 berarti kurang, dan skor 1 berarti sangat
kurang.

Data skor yang diperoleh dari hasil ujicoba


dianalisis untuk melihat validasi konstruk serta
koefisien reliabilitasnya dengan menggunakan
analisis faktor konfirmatori dengan menggunakan
metode ML(Maximum Likelihood).Kompetensi
praktikum engine otomotif adalah capaian
kecakapan siswa yang ditunjukkan dalam seluruh
rangkaian kegiatan proses belajar mengajar selama
praktikum yang diukur dari 3 dimensi yakni: (1)
kognitif, (2) afektif dan (3) psikomotor.Dimensi dan
indikator dari konstruk kompetensi praktikum
engine otomotifdapat dilihat pada tabel 1 di bawah
ini.

Tabel 1. Dimensi dan Indikator Instrumen Penilaian kompetensi Praktikum Engine

No
1

3.

Dimensi
Kognitif

Psikomotor

Afektif

Indikator
Pengetahuan prinsip kerja mesin (engine), Pengetahuan
prosedur kerja pemeriksaan dan penanganan kerusakan mesin
Persiapan praktikum, proses pemeriksaan baterai, proses
pemeriksaan sistem pendingin, proses pemeriksaan mekanik
mesin, proses pemeriksaan sistem pengapian, hasil kerja
praktikum dan waktu.
Sikap kerja, disiplin kerja, inisiatif kerja, ketelitian, tanggung
jawab dan kejujuran

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan telaah dari para pakar, mereka
memberikan penilaian yang relatif sama mengenai
konstruk dari kompetensi praktikum engine
otomotif. Secara umum indikator yang disusun
dinilai sudah mewakili dimensi dari konstruk
kompetensi praktikum engine otomotif siswa
SMK.Indikator-indikator yang disusun merupakan
representasi dari penjabaran dimensi dari konstruk
yang telah didefinisikan. Dengan kata lain
konstruksi butir sudah sesuai dengan indikatornya.
Para pakar memberi beberapa masukan
terhadap butir-butir komponen penilaian yang
disusun berdasarkan indikatornya.Ada beberapa
butir pernyataan komponen penilaian yang saling
tumpang tindih (overlap) serta mirip dalam satu sub
kompetensi sehingga butir tersebut harus direduksi.
Hasil penelaahan dari pakar terhadap perangkat tes,
yaitu pedoman penilaian menunjukkan bahwa secara
umum perangkat tes tersebut cukup memadai jika
dilihat dari sisi penggunaan tata bahasa dan
penulisannya. Bahasa yang digunakan dalam
penyusunan perangkat tes dinilai para pakar cukup
komunikatif dan mudah dimengerti. Namun
demikian, terdapat beberapa kalimat yang ada pada
lembar kerja dan pedoman penilaian yang
menggunakan istilah dalam bahasa asing (Inggris)
maupun bahasa teknik disarankan untuk diperbaiki
dengan merubah ke dalam bahasa Indonesia untuk
mengurangi terjadinya salah interpretasi.
Di samping itu, para pakar memberikan
beberapa masukan guna penyempurnaan, antara lain

agar melengkapi indikator dan kriteria penilaian


supaya lebih jelas, lebih operasional, mudah
dipahami serta tidak membingungkan. Berdasarkan
validitas konstruk dan keterbacaan butir pernyataan,
penggunaan tata bahasa, dan penulisannya di atas.
Maka sesuai masukan para pakar ada 4 butir dari 55
butir yang telah disusun agar dianulir dan dibuang.
Dengan demikian terdapat 51 butir yang memenuhi
syarat yang selanjutnya akan digunakan untuk
keperluan analisis uji validitas dan reliabilitas.
Hasil perbaikan dan penyempurnaan pada
perangkat tes kemudian diperiksa kembali oleh 20
panelis dalam pengujian secara rasional.Dalam
kegiatan validasi teoritis ini, butir pernyataan dalam
instrumen dinilai berdasarkan 2 aspek penilaian
yaitu: (1) ketepatan butir dalam mengukur indikator
dan (2) ketepatan penggunaan bahasa. Sedangkan
jumlah butir pernyataan divalidasi sebanyak 51
butir. Pengujian tingkat validitas butir instrumen
menggunakan koefisien validitas Aiken (V Aiken).
Dari hasil analisa koefisien validitas butir
Aiken, maka didapatkan bahwa semua butir yang
berjumlah 51 butir tersebut valid karena semua butir
memiliki nilai positif melebihi dari nilai kritis tabel
pada tingkat signifikansi 5% dan jumlah rater 20
yaitu 0,42. Nilai positif pada analisis validitas butir
dengan
menggunakan
validitas
Aiken
mengindikasikan bahwa butir tersebut valid, yang
berarti bahwa semua butir tersebut sudah sesuai atau
tepat untuk mengukur masing-masing indikator
yang menyusun konstruk kompetensi praktikum
engine otomotif. Perhitungan reliabilitas konstruk

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

10

PEND-02

penilaian dari panelis terhadap instrumen tes


kompetensi praktikum engine dengan menggunakan
rumus Hoyt. Hasil perhitungan koefisien reliabilitas
interrater menunjukkan nilai yang cukup tinggi,
yaitu lebih dari 0,70. Masing-masing dimensi yang
menyusun konstruk kompetensi praktikum engine
otomotif memiliki nilai koefisien reliabilitas yang
tinggi baik untuk ketepatan butir dengan indikator

maupun ketepatan dengan penggunaan bahasa.


Koefisien reliabilitas interrater menunjukkan bahwa
berdasarkan penilaian yang diberikan oleh panelis
terhadap instrumen yang telah disusun tersebut
sudah reliabel, sehingga dapat dikatakan bahwa
instrumen ini sebagai alat ukur dapat dipercaya.

Tabel 2. Koefisien Reliabilitas Hoyt Instrumen Penilaian Kompetensi Praktikum EngineOtomotif Siswa SMK

Ketepatan Butir dengan


Indikator
0,711

Ketepatan Penggunaan
Bahasa
0,825

Psikomotor

0,713

0,732

Afektif

0,782

0,771

No

Dimensi

1.

Kognitif

2.
5.

Dari hasil perhitungan ujicoba empiris,


pengujian validitas terhadap 51 butir menghasilkan
48 butir valid dan 3 tidak valid karena mempunyai
nilai rhitunglebih kecil dari 0,2. Sedangkan uji
reliabilitas dengan menggunakan formula koefisien
reliabilitas Alpha Cronbach pada masing-masing
dimensi didapatkan nilai koefisien reliabilitas untuk
masing-masing dimensi mempunyai nilai alpha
Cronbach yang bernilai lebih besar dari 0,7.
Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Naga
(2012: 241)[6], dapat dikatakan bahwa alat ukur
yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai
reliabilitas yang dapat diterima dan baik. Nilai
koefisien reliabilitas tersebut dikatakan tinggi,
sehingga instrumen penilaian kompetensi praktikum
engine ini digunakan sebagai alat ukur yang handal.
Tabel 3. Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach Uji
Coba I

No

Dimensi

Koefisien
Reliabilitas

1.

Kognitif

0,736

2.

Psikomotor

0,882

3.

Afektif

0,864

Skor
komposit
didapatkan
dari
penjumlahan tiap-tiap butir yang sesuai dengan
indikatornya. Selanjutnya dengan menggunakan
analisis faktor konfirmatori, indikator-indikator
tersebut dikonfirmasi apakah sudah sesuai dengan
dimensi dari kompetensi praktikum engine yang
mendasarinya. Penilaian derajat kecocokan suatu
model persamaan struktural (Structural Equation
Modeling) secara menyeluruh tidak dapat dijalankan
secara langsung sebagaimana pada teknik
multivariat yang lain. SEM tidak mempunyai uji
statistik terbaik yang dapat menjelaskan kekuatan
prediksi model. Untuk itu telah dikembangkan
beberapa ukuran derajat kecocokan yang dapat
digunakan secara saling mendukung.

Uji ini dilakukan untuk mengevaluasi


derajat kecocokan/goodness of fit (GOF) antara data
dengan model. Uji kecocokan untuk keseluruhan
model (overall model) melibatkan model struktural
dan model pengukuran secara terintegrasi yang
dibagi menjadi tiga kelompok pengujian, yaitu:
ukuran kecocokan absolut (absolute fit measures),
ukuran kecocokan model inkremental (incremental
fit measures), dan ukuran kecocokan parsimoni
(parsimonious fit measures) (Latan, 2013:
49).[7]Sebagian besar ukuran GOF menunjukkan
kecocokan yang baik sehingga dapat disimpulkan
bahwa kecocokan keseluruhan model adalah baik
(model fit).
Evaluasi kecocokan model pengukuran
dilakukan terhadap setiap konstruk dengan melihat
validitas dan evaluasi terhadap reliabilitas
konstruknya.Pengujian model pengukuran dilakukan
dengan menguji validitas konvergen dan reliabilitas.
Validitas konvergen menunjukkan bahwa indikatorindikator pengukur (variabel manifes) dari sebuah
konstruk laten seharusnya berkorelasi cukup tinggi.
Uji reliabilitas diperlukan untuk mengetahui akurasi,
konsistensi, dan ketepatan instrumen dalam
mengukur konstruk.
Model
pengukuran
menunjukkan
bagaimana variabel manifes atau observed variable
merepresentasikan konstruk laten untuk diukur yaitu
dengan menguji validitas dan reliabilitas konstruk
laten tersebut. Evaluasi model pengukuran ini
dilakukan terhadap setiap konstruk dengan melihat
validitas dan evaluasi terhadap reliabilitas
konstruknya dengan metode estimasi Maximum
Likelihood (ML) menggunakan program Lisrel.
Validitas konvergen dapat dilihat nilai
loading factor tiap-tiap item dari masing-masing
dimensi dan nilai average variance extracted (AVE)
dengan kriteria dan nilai average variance extracted
(AVE) masing-masing konstruk minimal 0,5 dapat
diterima
(Fornell
dan
Larcker,
1981:
46).[8]Selanjutnya untuk mengevaluasi model
pengukuran secara keseluruhan dengan menghitung

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

11

PEND-02

nilai reliabilitas konstruk (CR) untuk tiap konstruk


atau dimensi.Rule of thumb dari koefisien reliabilitas
konstruk adalah 0,7 (Hair, 2010: 710). [9] Nilai nilai
AVE dan CR tidak dikeluarkan dalam output Lisrel,
sehingga harus dihitung secara manual. Untuk
menghitung AVE dan CR dilakukan
secara

bertahap, pertama untuk first order konstruk dan


kedua untuk second order konstruk.
Nilai loading factor masing-masing
indikator pada tiap-tiap dimensi instrumen penilian
kompetensi praktikum engine otomotif siswa SMK
program keahlian Teknkik Otomotif pada Uji coba I
dapat
dilihat
pada
gambar
berikut.

Gambar 1. Nilai Loading Factor Masing-masing Indikator untuk Tiap-tiap Dimensi pada Model Ujicoba I

Dari gambar 1 dapat diketahui bahwa


seluruh indikator signifikan karena memiliki nilai
loading factor > 0,5. Hal ini bisa dikatakan bahwa
indikator penyusun masing-masing dimensinya
dapat menjelaskan konstruk latennya dengan baik.

Hasil uji validitas dengan memperhatikan loading


factor juga relevan dengan uji t yang menunjukkan
nilai thitung > tkritis. Nilai tkritis pada taraf signifikansi
95% adalah 1,96. Nilai thitung bisa dilihat pada
gambar
2
di
bawah
ini.

Gambar 2. Nilai thitung Masing-masing Indikator untuk Tiap-tiap Dimensi pada Model Ujicoba I

Dari gambar 2, semua nilai thitung pada masingmasing indikator lebih dari 1,96 sehingga seluruh
indikator signifikan. Hal ini memberikan makna
bahwa seluruh indikator memberikan informasi yang
signifikan terhadap variabel latennya.Nilai nilai
average variance extracted (AVE) dan reliabilitas
konstruk (Construct Reliability) tidak dikeluarkan
dalam output Lisrel, sehingga harus dihitung secara
manual. Untuk menghitung AVE dan CRdilakukan

secara bertahap, pertama untuk first order konstruk


dan kedua untuk second order konstruk. Berikut
hasil perhitungan nilai AVEdan CR untuk setiap
konstruk ditunjukkan oleh tabel 4.Nilai koefisien
reliabilitas konstruk ini dikategorikan tinggi,
sehingga bisa dikatakan bahwa model yang
didapatkan ini reliabel.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

12

PEND-02

Tabel 4. Nilai AVE dan Reliabilitas Konstrukpada


Model Uji Coba I

No

1.
2.

Indikator
Reliabilitas
Average
Variance
Extracted (AVE)
Construct
Reliability (CR)

Nilai

0,557

Pada uji coba kedua, Nilai loading factor


masing-masing indikator pada tiap-tiap dimensi
instrumen penilian kompetensi praktikum engine
otomotif siswa SMK program keahlian Teknkik
Otomotif
dapat dilihat pada gambar 3.

0,925

Gambar 3. Nilai Loading Factor Masing-masing Indikator untuk Tiap-tiap Dimensi pada Model Ujicoba II

Dari gambar 3 dapat diketahui bahwa


seluruh indikator signifikan karena memiliki nilai
loading factor > 0,5. Hal ini bisa dikatakan bahwa
indikator penyusun masing-masing dimensinya
dapat menjelaskan konstruk latennya dengan baik.

Hasil uji validitas dengan memperhatikan loading


factor juga relevan dengan uji t yang menunjukkan
nilai thitung > tkritis. Nilai tkritis pada taraf signifikansi
95% adalah 1,96. Nilai thitung bisa dilihat pada
gambar 4 di bawah ini.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

13

PEND-02

Gambar 4. Nilai thitung Masing-masing Indikator untuk Tiap-tiap Dimensi pada Model Ujicoba II

Dari gambar 4 di atas, semua nilai thitung pada


masing-masing indikator lebih dari 1,96 sehingga
seluruh indikator signifikan. Hal ini memberikan
makna bahwa seluruh indikator memberikan
informasi yang signifikan terhadap variabel
latennya. Perhitungan nilai AVEdan CR untuk setiap
konstruk ditunjukkan oleh tabel 5.Nilai koefisien
reliabilitas konstruk ini dikategorikan tinggi,
sehingga bisa dikatakan bahwa model yang
didapatkan ini reliabel.
Tabel 5. Nilai AVEdan Reliabilitas Konstruk
pada Model Uji Coba II
No
Indikator
Nilai
Reliabilitas
Average Variance
1.
0,516
Extracted (AVE)
Construct Reliability
2.
0,940
(CR)
Karena model fit secara keseluruhan, nilai
loading factor masing-masing indikator pada setiap
dimensi lebih dari 0,5; semua nilai thitung > 1,96; dan
nilai reliabilitas konstruk yang tinggi maka bisa
dikatakan bahwa model ini sudah baik.
4.

PEMBAHASAN
Dari hasil analisis secara kuantitatif dan
kualitatif, secara umum dapat dikatakan bahwa
perangkat tes performansi atau instrumen penilaian
kompetensi praktikum engine otomotif siswa SMK
program
keahlian
teknik
otomotif
yang
dikembangkan berdasarkan kajian teoretik dan
telaah para pakar dan panelis serta diujicoba secara
empiris di beberapa SMK yang memiliki program
keahlian teknik otomotif sudah sesuai dan dapat
diaplikasikan pada penilaian kompetensi praktikum
engine otomotif baik kompetensi: ranah kognitif
psikomotor dan afektif. Jika dibandingkan konsep
dan draft awal instrumen, terdapat beberapa
perbaikan/revisi dan pengembangan sebagai hasil
dari ujicoba rasional oleh pakar dan panelis serta
ujicoba empiris kepada responden di lapangan baik
tahap pertama dan tahap kedua. Pengembangan
tersebut mencakup kesesuaian antara butir dengan
indikator, indikator dengan dimensi pada konstruk
latennya, serta penggunaan bahasa yang lebih
komunikatif dan mudah dipahami
Validitas berkaitan dengan sejauh mana
suatu tes mampu mengukur apa yang seharusnya
diukur. Instrumen tes performansi praktikum engine
otomotif yang dikembangkan ini memiliki validitas
yang memadai, baik validitas konstruk hasil
penilaian pakar dan panelis, validitas butir dan
validitas konstruk hasil ujicoba empiris. Validitas
konstruk dilihat pada kesesuaian antara butir dengan
indikatornya, indikator dengan dimensi pembentuk
konstruk latennya. Instrumen tes ini dikembangkan

berdasarkan pada perangkat penilaian kompetensi


dan kajian teoritik yang mendukung. Hasil penilaian
para pakar menunjukkanbahwa instrumen tes ini
memiliki validitas konstruk yang memadai sehingga
dapat digunakan untuk SMK program keahlian
teknik otomotif, baik negeri maupun swasta.
Reliabilitas instrumen tergolong cukup
tinggi, baik dari hasil penilaian panelis, ujicoba
empiris pertama maupun ujicoba empiris kedua.
Adapun koefisien reliabilitas konstruk ujicoba
empiris pertama dan kedua lebih dari 0,9. Koefisien
reliabilitas ini bisa dikatakan sangat tinggi bahkan
mendekati sempurna. Reliabilitas suatu alat ukur
merupakan konsistensi atau keajegan alat ukur
tersebut dalam mengukur apa yang diukur. Makin
tinggi koefisien reliabilitas, makin dekat nilai sekor
amatan ke nilai komponen sekor yang
sesungguhnya, sehingga nilai sekor amatan dapat
digunakan sebagai pengganti komponen sekor yang
sesungguhnya. Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa hasil pengukuran dengan menggunakan
perangkat tes ini menunjukkan kemampuan
kompetensi
siswa
SMK
yang
mendekati
sesungguhnya.
Tes
performansi
dilakukan
untuk
mengukur kompetensi siswa dalam mengerjakan
tugas (task) yang diberikan sesuai dengan cakupan
materi kompetensi. Namun demikian, sumber
kesalahan yang perlu diestimasi: pertama, yang
mengukur atau melakukan pengamatan adalah
Penilai dalam hal ini guru atau instruktur
praktik.Kondisi
psikologis
dan
ketahanan
(endurance) penilai selama praktikum berlangsung
akan mempengaruhi reliabilitas instrumen. Kedua
kondisi fisik siswa ketika mengikuti praktikum perlu
diperhatikan apakah dalam kondisi prima atau
kelelahan. Oleh karena itu, untuk menjamin
diperolehnya reliabilitas yang tinggi, maka
penggunaan instrumen tes ini di sekolah harus
memperhatikan situasi dan kondisi siswa. Dalam hal
ini, guru yang menguji praktik harus melihat
kesiapan siswa secara baik untuk mengikuti tes
kompetensi praktikum.
5.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji empiris yang telah
dilakukan sebanyak dua kali uji coba, maka dapat
disimpulkan bahwa pertama, instrumen penilaian
kompetensi praktikum engine otomotif pada siswa
SMK program keahlian Teknik Otomotif ini ada tiga
dimensi yang membangun konstruk teori kompetensi
praktikum engine otomotif, yaitu dimensi: (1)
Kognitif, (2) Psikomotor dan (3) Afektif. Dimensidimensi ini sudah sesuai dengan teori yang
membangun konstruk kompetensi praktikum engine.
Kedua, pengujian validitas konstruk dari 3
dimensi dengan 15 indikator dilakukan dengan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

14

PEND-02

analisis faktor konfirmatori (CFA) menggunakan


metode ML (Maximum Likelihood). Pada uji coba
pertama didapatkan nilai loading factor untuk
masing-masing indikator sudah melebihi 0,5,
sehingga dapat dikatakan bahwa indikator-indikator
penyusun dimensi dari konstruk kompetensi
praktikum engine otomotif tersebut valid.
Berdasarkan uji kecocokan model dengan
menggunakan model pengukuran second order
confirmatory factor analysis maka model akhir yang
didapat sudah tepat (fit) atau cocok untuk mengukur
kompetensi praktikum engine otomotif siswa SMK
yang dilihat dari nilai goodness of fityang memenuhi
kriteria nilai cut off yang dipersyaratkan.
Ketiga, diperolehnya instrumen penilaian
kompetensi praktikum engine otomotif siswa SMK
program keahlian Teknik Otomotif yang terdiri dari
3 dimensi, 15 indikator dan 46 butir yang memiliki
reliabilitas sangat tinggi. Instrumen ini sudah reliabel
dengan nilai CR dan AVE diatas nilai cut off.
Instrumen penilaian kompetensi praktikum engine
otomotif siswa SMK program keahlian Teknik
Otomotif ini sudah valid dan reliabel dan dapat
digunakan sebagai alat ukur. Namun demikian
hendaknya juga dapat dikembangkan instrumen
penilaian kompetensi praktikum mata diklatlainnya
sehubungan dengan kompetensi yang ada di SMK
program keahlian Teknik Otomotif sangat banyak
dan beragam sehingga diperoleh instrumen penilaian
yang valid dan reliabel lebih banyak.

[8]. C. Fornell and David F. Larcker, Evaluating


Structural
Equation
Models
with
Unoservable Variable and Measurement
Error,J. of Marketing Research, Vol. 18, 3950, (1981).
[9]. J. F. Hair, R. E. Anderson, Barry J. Babin, and
William C. Black,Multivariate Data Analysis,
Pearson Prentice Hall, Inc., (2010).

REFERENSI
[1]. E.
Mulyasa,
Kurikulum
Berbasis
Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan
Implementasi, Remaja Rosdakarya, (2010).
[2]. Yoyoh
Jubaedah,Competency
Based
Assessment Sebagai Model Pengujian
Kompetensi di SMK, Makalah Seminar
Internasional
Peran
LPTK
Dalam
Pengembangan
Pendidikan
Vokasi
di
Indonesia, 1-8, (2010).
[3]. Percy J. Worsnop, Competency Based
Training: How To Do itFor Trainers,
VEETAC, (1993).
[4]. H. H. Tillema, J. W. M. Kessels, and F.
Meijers. Competencies As Building Blocks
For
Integrating
Assessment
With
Instruction In Vocational Education: A Case
From The Netherlands, J. Assessment &
Evaluation in Higher Education, Vol. 3 (3), pp.
265-278, (2000).
[5]. Arieh Lewy,Handbook of Curriculum
Evaluation. New York: Longman, (1997).
[6]. Dali S. Naga, Teori Sekor pada Pengukuran
Mental, PT. Nagarani Citrayasa, (2012).
[7]. Hengky Latan,Model Persamaan Struktural
Teori dan Implementasi AMOS 21.0,Alfabeta,
(2013).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

15

PEND-03

PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN


SELF-LEARNING GURU TERHADAP KINERJA GURU SMK DI KOTA
PALANGKA RAYA KALIMANTAN TENGAH
Debora
Prodi Pendidikan Teknik Mesin, Jurusan Pendidikan Teknologi Kejuruan, FKIP,
Universitas Palangka Raya
dugau@yahoo.com
ABSTRACT
The preparation of students expertise in the Vocational High School in a particular field will improve the quality of life and
developed into productive workforce in accordance with the manpower in business and industry. Fulfillment of the functions
of the vocational education can not be separated from the role of vocational schools as human resource output that closely
related to the process. The Principals of teachers as one of the important in the process that forms a reliable human
resources in accordance with the function of vocational education. The purpose of this study to see whether or not: (1) the
influence of the Principal Leadership Behaviors on teacher performance, (2) the influence of Self-Learning on teacher
performance, and (3) the effect of the principal Leadership Behavior on teachers Self-Learning. The method used was
quantitative research with survey method. Mechanical analysis using path analysis. Data collection was carried out based on
the number of variables studied used questionnaire technique. The population are 276 Vocational teachers in Palangkaraya
by using "proportional random sampling" and the calculation using the "Solvin" formula, the obtained samples are 74
teachers of vocational high school in Palangkaraya. Instrument performance of teachers are 38 grain items, instruments
principal leadership behaviors are 40 grains of items, and the instrument of self-learning teachers are 25 grains of items that
everything tested for validity and the reliability.All variables, good performance, the behavior of school leadership, and selflearning is measured using a scale 1 5 by Likert models.The results of the research indicated directly and positively affect
of: (1) behavior leadership on teacher performance, and (2) Self-Learning teacher on performance teacher, but (3) there was
not indicated directly and positively affect to the behavior of school leadership on teachers self-learning.
Keywords: Leadership behavior, Self-Learning, Performance
Penyiapan siswa Sekolah Menengah Kejuruan yang mampu memiliki keahlian dalam bidang tertentu akan meningkatkan
kualitas hidup serta mengembangkan diri menjadi tenaga kerja yang produktif untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja
dunia usaha dan industri. Pemenuhan fungsi dari pendidikan kejuruan tersebut tidak lepas dari peran sekolah menengah
kejuruan membentuk sumber daya manusia sebagai keluaran yang erat kaitannya dengan proses. Kepala sekolah dan guru
adalah salah satu bagian penting dari proses yang membentuk sumber daya manusia handal sesuai dengan fungsi
pendidikan kejuruan. Tujuan penelitian ini untuk melihat ada tidaknya: (1) pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala
Sekolah terhadap Kinerja guru, (2) pengaruh Self-Learning terhadap Kinerja guru, dan (3) pengaruh Perilaku
Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Self-Learning guru. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian
kuantitatif dengan metode survey. Teknik analisis menggunakan metode analisis jalur. Pengumpulan data dilakukan
berdasarkan banyaknya variabel yang diteliti dengan menggunakan teknik kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah
guru SMK Negeri di Kota Palangka Raya sebanyak 276 orang dengan teknik penarikan sampel menggunakan proportional
random sampling serta perhitungan menggunakan rumus Solvin, maka diperoleh sampel penelitian sebanyak 74 orang
guru SMK di kota Palangka Raya. Instrumen kinerja guru 38 butir item, instrumen perilaku kepemimpinan kepala sekolah 40
butir item, dan instrumen self-learning guru 25 butir item yang semuanya sudah diuji validitas dan reliabilitasnya.Semua
variabel, baik kinerja, perilaku kepemimpinan kepala sekolah, dan self-learning diukur dengan menggunakan instrumen
angket model skala Likert 1 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh : (1) perilaku kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kinerja guru, dan (2) Self-Learning guru terhadap kinerjanya, tetapi (3) tidak ada pengaruh perilaku
kepemimpinan kepala sekolah terhadap self-learning guru.
Keywords: Perilaku Kepemimpinan, Self-Learning, Kinerja

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

16

PEND-03

1. PENDAHULUAN
Performance atau kinerja berarti tindakan
menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan, dan
juga sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing (Gibson, dkk, 2002:
Stolovitch
dalam
Jason,
2003:
Suyadi
Prawirosentono dalam Husaini Usman 2009).
Sedangkan Campbell, J.P dalam Colquitt, et.al
(2011), menekankan kinerja secara formal sebagai
seperangkat nilai yang disumbangkan dari perilaku
pegawai, baik positif maupun negatif terhadap
pencapaian tujuan organisasi, demikian pula halnya
seperti yang diungkapkan Prawirosentono (2009),
yang mengkaitkan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing, dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar aturan sesuai dengan moral maupun
etika. Sedangkan, Devies (1987:35-36), khusus
dalam kaitannya dengan kinerja menentukan empat
fungsi umum ciri pekerja guru, seperti, 1)
Merencanakan,
2)
Mengorganisasikan,
3)
Memimpin, dan 4) Mengawasi.
Berdasarkan konsep kinerja di atas dapat
didefinisikan, bahwa
kinerja guru adalah
seperangkat penampilan atau unjuk kerja guru dalam
melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya
pada pembelajaran yang diekspresikan dari suatu
kemampuan maupun ketrampilan dalam suatu
kegiatan pembelajaran yang dapat bernilai positif
maupun negatif.
Rendahnya
kemampuan
guru
dalam
pelaksanaan tugas
pekerjaannya
merupakan
gambaran kinerja guru yang rendah. Seperti data
yang diperoleh dari lembaga pelatihan P4TK/VEDC
Malang pada tahun 2009, tentang pelatihan uji
kompetensi dari 12 peserta, yang lulus uji
kompetensi hanya 6 peserta. Demikian pula halnya
pada tahun-tahun sebelumnya seperti, pada tahun
2006, dengan jumlah peserta 12 guru, yang lulus uji
kompetensi hanya 5 peserta. Sedangkan pada tahun
2007, dengan jumlah peserta 12, yang lulus uji
kompetensi hanya 6 peserta.
Pembelajaran merupakan salah satu hal yang
utama yang dapat mempengaruhi kinerja yang
terpadu dalam perilaku organisasi, dan juga
berdasarkan hasil riset bahwa pembelajaran
memberikan pengaruh pada kinerja atau job
performance seperti apa yang dinyatakan Colcuitt (
2011:280), learning has a moderate positive effect
on performance. Employees who gain more
knowledge and skill tend to higher levels of Task
Performance.
Dengan
demikian
pembelajaran dalam organisasi merupakan faktor
penting yang mempengaruhi kinerja pegawai
(merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kinerja selain faktor-faktor seperti, job satisfaction,


stress, motivation, trust, justice,& ethics).
Kinerja guru menunjukan suatu penampilan
kerja guru dalam menjalankan peran dan fungsinya.
Gibson et al (1995:56), memberikan gambaran lebih
rinci dan komprehensif tentang faktorfaktor yang
berpengaruh terhadap kinerja, yaitu faktor: a)
individu, b) faktor organisasi, dan c) faktor
psikologis
yang
meliputi
persepsi,
sikap,
kepribadian, belajar dan motivasi. Suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan guru yang
berlangsung sepanjang hayat yang menjadi prinsip
umum dalam peningkatan kompetensi dan karir
guru.
Kepala sekolah, sebagai salah satu bagian dari
organisasi termasuk yang juga berperan penting
untuk mewujudkan efektivitas sekolahnya, serta
memajukan kualitas pembelajaran. Bahkan beberapa
ahli pendidikan mengatakan, bahwa kualitas sekolah
tidak lepas dari kualitas kepemimpinan kepala
sekolahnya.
Dengan demikian menarik untuk dikaji lebih
lanjut pengaruh positif secara langsung perilaku
kepemimpinan kepala sekolah, dan self-learning
guru terhadap kinerja, demikian pula pengaruh
langsung perilaku kepemimpinan kepala sekolah
terhadap self-learning guru.
Berdasarkan pada latar belakang masalah di
atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1. Apakah perilaku kepemimpinan kepala sekolah
berpengaruh positif secara langsung terhadap
kinerja guru?
2. Apakah self-learning guru berpengaruh positif
secara langsung terhadap kinerja guru?
3. Apakah perilaku kepemimpinan kepala sekolah
berpengaruh positif secara langsung terhadap
self-learning guru?
2. METODE PENELITIAN
Proses penelitian yang dilakukan adalah
penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode
survey dengan pendekatan kausal yaitu sistem aliran
ke satu arah, sehingga tidak ada arah yang terbalik.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik
analisis jalur.
Populasi penelitian ini adalah seluruh guru
SMK-Negeri Palangka Raya, berjumlah 276 orang.
Sampel penelitian ini berjumlah 74 orang dengan
cara random sampling. Penelitian ini dilaksanakan
pada 7 (tujuh) Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
Kota Palangka Raya Instrumen pengumpulan data
adalah kuisioner. Kuesioner yang digunakan untuk
pengumpulan data menyangkut variabel yang diteliti
disediakan, masing-masing kuesioner: 1) untuk
variabel Perilaku Kepemimpinan; 2) variabel SelfLearning; dan 3) variabel Kinerja guru.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

17

PEND-03

Data yang terkumpul dari ketiga instrumen


penelitian, masing-masing dianalisis menggunakan
analisis statistika deskriptif dan statistika inferensial.
analisis statistika deskriptif digunakan untuk
penyajian data, ukuran sentral dan ukuran
penyebaran masing-masing variable secara tunggal.
Penyajian data berupa distribusi frekwensi dan
histogram. Ukuran sentral berupa mean, median,
modus, skor maksimal dan skor minimum. Statistik
Inferensial digunakan untuk menguji hipotesis
penelitian dan pengujian analisis jalur yang terlebih
dahulu melakukan pengujian persyaratan analisis,
yakni dengan uji normalitas dan uji linearitas dan
signifikansi data.
3. HASIL
A. Kinerja Guru
Diperoleh data empirik sebagai berikut: mean
(160,041), modus (160,625), simpangan baku
(20.02699), skor maksimal (190) dan skor minimum
(101) untuk subyek penelitian 74 guru SMK kota
Palangka Raya , sehingga dapat disimpulkan bahwa
rata-rata kinerja guru SMK kota Palangka Raya
dalam kategori baik.
B.

Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah


Diperoleh data empirik sebagai berikut: skor
terendah (minimum) 90; dan skor tertinggi
(maksimum) 181; skor total 10515, modus (Mode)
146.00; simpangan baku (Standard Deviation)
21.3022.
disimpulkan
bahwa
rata-rata
Perilaku
Kepemimpinan Kepala Sekolah kota Palangka Raya
dalam kategori baik.
Self-Learning Guru
Diperoleh data empirik sebagai berikut: skor
terendah (minimum) 69; dan skor tertinggi
(maksimum) 125; skor total 7125, modus (Mode)
91.; simpangan baku (Standard Deviation) 11.9983,
sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata SelfLearning Guru guru SMK kota Palangka Raya
dalam kategori baik.

atas X2), diperoleh Ftabel = 2,06. Karena Fhitung = 1,396 Ftabel , maka regresi berbentuk linear
4.
Uji Signifikansi dan Linearitas Koefisien
Regresi dan korelasi Self-Learning atas Perilaku
Kepemimpinan (X2), diperoleh Ftabel = 2,06. Karena
Fhitung atas X1), hasil perhitungan memperoleh Fhitung
sebesar-0,248. Sedangkan pada taraf nyata =0,05
diperoleh Ftabel = 1,88, dan pada taraf nyata =0,01,
diperoleh Ftabel = 2,47. Karena Fhitung = -0,248Ftabel ,
maka regresi berbentuk linear.
E.
Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis untuk membuktikan


bahwa Perilaku Kepemimpinan (X1) berpengaruh
langsung positif terhadap Kinerja (Y). Hipotesis
yang diuji sebagai berikut:
Ho
H1

:
:

y1 0
y1 > 0

Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai koefisien jalur


(y1) sebesar 0,231, dengan thitung = 2,012, pada =
0,05, diperoleh ttabel = 1,67. Karena nilai thitung =
2,012 ttabel, maka Ho ditolak, terima H1, yang
berarti koefisien jalur signifikan. Dari temuan ini
ditafsirkan
bahwa
Perilaku
Kepemimpinan
berpengaruh langsung positif terhadap kinerja.

Pengujian hipotesis untuk membuktikan


bahwa Pembelajaran Diri (Self-Learning) (X2)
berpengaruh langsung positif terhadap Kinerja (Y).
Hipotesis yang diuji sebagai berikut
Ho
H1

:
:

y2 0
y2 > 0

C.

D.
Pengujian Persyaratan Analisis Data
1.
Uji normalitas data skor galat Kinerja atas
Perilaku Kepemimpinan (Y atas X1), kinerja atas self
- learning ( Y atas X3), dan Self-Learning atas
Perilaku Kepemimpinan(X3 atas X1) berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.
2.
Uji Signifikansi dan Linearitas Koefisien
Regresi dan korelasi kinerja atas perilaku
kepemimpinan (Y atas X1), diperoleh Ftabel = 8,02.
Karena Fhitung = -0,2488 Ftabel , maka regresi
berbentuk linear.
3.
Uji Signifikansi dan Linearitas Koefisien
Regresi dan korelasi kinerja atas self - learning ( Y

Dari hasil perhitungan, diperoleh, nilai koefisien


jalur (y2)sebesar 0,253, dengan thitung = 2,217, pada
= 0,05, diperoleh ttabel = 1,67. Karena nilai thitung =
= 2,217 ttabel, maka Ho ditolak, terima H1, yang
berarti dari temuan ini ditafsirkan terdapat pengaruh
langsung positif Self-Learning terhadap Kinerja.

Pengujian hipotesis untuk membuktikan


bahwa Perilaku Kepemimpinan (X1) berpengaruh
langsung positif terhadap Pembelajaran Diri (SelfLearning) (X2).
Hipotesis yang diuji sebagai berikut
Ho
H1

:
:

31
31 >

0
0

Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai koefisien


21 = 0,062, thitung = 0,569, pada = 0,05, diperoleh
ttabel = 1,67, karena nilai 0,569 1,671; berarti dari
temuan ini ditafsirkan tidak terdapat pengaruh
langsung Perilaku positif Kepemimpinan terhadap
Self-Learning.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

18

PEND-03

4. PEMBAHASAN PENELITIAN
A.
Pengaruh Langsung Positif Perilaku
Kepemimpinan Terhadap Kinerja
Hasil penelitian ini relevan dengan studi yang
dilakukan Gilberg Austin terhadap kepala sekolah di
bagian Maryland Amerika Serikat, yang menyatakan
bahwa, ada perbedaan antara sekolah yang
berprestasi tinggi dan yang rendah yang merupakan
hasil dari pengaruh kepemimpinan kepala
sekolahnya. Cushway (1996:42), menekankan
kinerja yang dilihat dari perbandingan antara
persyaratan pekerjaan dengan sudut pemenuhan
kerja berdasarkan persyaratan pekerjaan tersebut dan
hal ini erat kaitannya dengan apa yang diungkapkan
Soeprihanto (1998), yang mengemukakan bahwa
kinerja dapat dilihat` dari apakah seseorang telah
melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan,
bukan hanya berarti dilihat atau dinilai hasil fisiknya
saja, tetapi meliputi berbagai hal, seperti
kemampuan kerja, disiplin, hubungan kerja,
prakarsa, kepemimpinan, dan hal-hal khusus sesuai
dengan bidang dan tingkat pekerjaan yang
dijabatnya. Dengan kata lain, kinerja seseorang
dapat dinilai baik atau tidak baik berhubungan
dengan dipenuhi atau tidaknya standar yang telah
ditentukan dalam pekerjaan tersebut. Oleh sebab itu,
pekerja membutuhkan umpan balik pada kinerja
mereka, sebagai penuntun perilaku ke depan
(Werther, Jr, William B. Keith Davis,1996 :341).
Beberapa penelitian menunjukkan, kebiasaan
seorang pemimpin akan berpengaruh langsung
terhadap efektivitas kerja kelompok (Yulk, G,
1999:52). Penelitian dari Hanson (1995) yang juga
diperkuat oleh Halpin (1971) yang menyatakan
bahwa perilaku kepemimpinan merupakan inti dari
terbentuknya kinerja guru di sekolah.
Demikian
pula halnya dari beberapa riset dari Walcon (1993)
yang menguatkan bahwa kepala sekolah memainkan
peranan yang penting terhadap efektivitas sekolah
(Austin,Gilberg dalam M. Asrori Ardiansyah,
http://www.majalah
pendidikan.com/2011/04/pengaruh-perilaku
kepemimpinan-terhadap.html diakses 12 September
2012).
Menurut Sahertian (2000:157), setiap guru
menginginkan bahwa mereka diakui mampu
berprestasi, yaitu pemimpin mengakui bahwa
mereka mampu dalam melakukan tugasnya,
pemimpin mengakui bahwa guru-guru mampu
memberi sumbangan dalam kerja dan kegiatan yang
mereka lakukan. Ungkapan kinerja ini merupakan
unjuk kerja atau kinerja guru dalam melaksanakan
tugas-tugasnya, sehingga keberhasilan siuatu proses
belajar di sekolah tidak saja ditentukan oleh kinerja
guru
melainkan
ada
pengaruh
perilaku
kepemimpinan kepala sekolah terhadaf stafnya.
Kepemimpinan kepala sekolah harus merujuk pada
upaya-upaya kepala sekolah untuk meningkatkan
kinerja sekolah pada umumnya.

B.
Pengaruh Langsung Positif Self-Learning
Terhadap Kinerja
How important is Learning? Pembelajaran
merupakan salah satu hal yang utama yang dapat
mempengaruhi kinerja yang terpadu dalam perilaku
organisasi, dan juga berdasarkan hasil riset bahwa
pembelajaran memberikan pengaruh pada kinerja
atau job performance seperti apa yang dinyatakan
Colcuitt ( 2011:280), learning has a moderate
positive effect on performance. Employees who gain
more knowledge and skill tend to higher levels of
Task Performance. Dengan demikian
pembelajaran dalam organisasi merupakan faktor
penting yang mempengaruhi kinerja pegawai
(merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kinerja selain faktor-faktor seperti, job satisfaction,
stress, motivation, trust, justice,& ethics).
Dari konsep yang dikemukakan Colcuitt tersebut,
jelas tergambar, bahwa dari beberapa faktor yang
mempengaruhi
kinerja, faktor pembelajaran
(learning) merupakan faktor yang berperan dalam
menentukan kinerja positif maupun negatif. Seperti
halnya tentang konsep kinerja yang dikemukakan
Campbell, J.P dkk (2009), menekankan kinerja
secara formal sebagai seperangkat nilai yang
disumbangkan dari perilaku pegawai, baik positif
maupun negatif terhadap pencapaian tujuan
organisasi. Demikian pula halnya seperti yang
diungkapkan
Prawirosentono
(2009),
yang
mengkaitkan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing, dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar aturan sesuai dengan moral maupun
etika.
Hasil penelitian ini juga menguatkan hasil
penelitian Eli Ginzberg (dalam Gunawan, diakses 12
Pebruari 2013) di Amerika yang menunjukkan,
bahwa konsep diri (sebagai salah satu teori yang
melandasi konsep self-learning), adalah variabel
yang menentukan keberhasilan hidup, yakni konsep
diri yang positif. Hasil penelitian itu juga
menunjukkan, bahwa prestasi akademik tidak ada
hubungan langsung dengan keberhasilan hidup,
berarti ada variabel lain yang secara tidak langsung
mempengaruhi keberhasilan hidup, salah satunya
adalah self-learning. Hasil penelitian ini juga
menguatkan teori Colcuitt (2011 : 279), bahwa
pembelajaran mempengaruhi kinerja.
C.
Pengaruh Langsung Positif Perilaku
Kepemimpinan Terhadap Self-Learning
Dengan tidak terujinya hipotesis perilaku
kepemimpinan yang berpengaruh langsung positif
terhadap Self-Learning menguatkan teori yang
mendasari konsep Self-Learning, yakni teori SelfConcept, teori pembelajaran kognitivisme, SelfRegulation, dan teori motivasi instrintik. Konsep
Diri (Self-Concept) seseorang dinyatakan melalui

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

19

PEND-03

sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang


tersebut. Kenyataan ini juga menguatkan konsep
Quantum Learning yang mengarahkan individu
untuk menjadi manusia pembelajar.
Pembelajaran diri (Self-Learning) dapat terjadi
pada pembelajaran orang dewasa yang dikenal
dengan istilah Andragogi. Pengertian dari Andragogi
adalah ilmu untuk membantu bagaimana orang
dewasa mau belajar. Adapun ciri-ciri Andragogi
adalah sebagai berikut: (1) memiliki konsep diri,
artinya memiliki suatu kepribadian yangv tidak
tergantung pada orang lain, (2) memiliki
pengalaman-pengalaman yang banyak yang dapat
dijadikan sumber belajar, (3) telah memiliki
kesiapan untuk belajar yang bermanfaat untuk
perkembangan sosialnya, dan (4) telah memilki
prospektif waktu dalam arti dapat segera
mengaplikasikan apa yang dia pelajari (Strategi
Pembelajaran
Orang
Dewasa,
http://file.upi.edu/Direktori/SPS/Prodi.Penddidikan
Luar Sekolah , diakses tanggal 24 Maret 2013)

5. SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan
1.
Perilaku kepemimpinan berpengaruh positif
secara langsung terhadap Kinerja guru. Artinya,
orientasi perilaku kepemimpinan di SMK-Negeri
Palangka Raya sebagai unsur yang perlu
dipertimbangkan oleh setiap pemimpin yang
menuntut kinerja yang baik dari pegawainya.
2.
Self-Learning berpengaruh langsung positif
terhadap kinerja guru. Kenyataan ini dapat
memprediksi bahwa peningkatan kinerja guru
dipengaruhi dari 4 (empat) kompetensi guru yang
menyatakan bahwa seorang guru layak disebut
sebagai guru profesional.
3.
Tidak terdapat pengaruh positif secara
langsung perilaku kepemimpinan terhadap selflearning. Artinya, konsep diri guru yang benar
mendorong dirinya untuk menjadi manusia
pembelajar. Hal ini berarti guru sudah memiliki ciriciri andragogi, pembelajaran orang dewasa.
B.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas,
maka dapat disarankan beberapa hal seperti berikut:
1. Kepala sekolah sebaiknya adalah seseorang
yang memiliki kemampuan dan kapasitas
sebagai
pemimpin,
implikasinya
dalam
pengangkatan kepala sekolah memperhatikan
latar belakang pendidikan, pengalaman dalam
bidang pendidikan.
2. Pada era global guru berusaha memperkaya diri
dengan ilmu yang tidak dapat dibatasi oleh
ruang dan waktu. Belajar menjadi falsafah

3.

hidup dan menjadi semboyan bahwa


dimanapun, kapanpun dan dalam setiap situasi
apapun tidak menjadi halangan untuk selalu
belajar dan inilah makna sebenarnya dari
konsep belajar sepanjang hayat.
Peneliti dapat mengkaji dengan lebih mendalam
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja
guru baik secara langsung maupun tidak
langsung.

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Austin, Gilberg dalam M. Asrori Ardiansyah.
Pengaruh
Perilaku
Kepemimpinan
Terhadap
Kinerja
Guru,
http://www.majalah
pendidikan.com/2011/04/pengaruh-perilaku
kepemimpinan-terhadap.html
(diakses
12
September 2012)
[2]. Campbell.http://en.wikipedia.org/wiki/Job_perf
ormance, (diakses 18 Maret 2013)
[3]. Colquitt, A. Jason ,Jeffery A. LaPine &
Micahel J. Wesson. Organizational Behavior
Improving Performance and Commitment
in the workplace, New York: McGraw Hill,
(2009)
[4]. Cushway,
B;
Human
Resources
Management, Tract MBA Series, Terjemahan,
Jakarta, Gramedia Group,(1996)
[5]. Devies,
Ivor K,
Pengelolaan Belajar,
Jakarta: PT. Rawali Pers, (1987).
[6]. Gibson, James L, John M. Ivancevich, James
H, Donnelly, JR. Organisasi Jilid 1, Perilaku,
Struktur, Proses, terjemahan Bahasa
Indonesia. Tenggerang: Bina rupa Aksara
Publisher, (2002).
[7]. Gunawan,W. Adi. Konsep diri, Jurnal
Leadership dan Manajemen, http://leadershipid.blogspot.com/2005/12/konsep-diri-positifsumber.html (diakses 4 Pebruari 2012)
[8]. Prawirosentono, S. Kebijakan Kinerja
Karyawan, edisi Pertama, Yogyakarta: BPFE,
(1999).
[9]. Rivai, Veithzal, Murni, Sylviana. Education
Management Analisis Teori dan Praktik,
Jakarta: Rajawali Pers, (2009)
[10]. Richard, M. Hodgetts dan Donald Kuratko F.
Management 2nd , New York: Willey E.Text,
(1988).
[11]. Sahertian, Piet A Konsep Dasar dan Teknik
Supervisi Pendidikan, Jakarta, PT. Rineka
Cipta , 2000
[12]. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa,
http://file.upi.edu/Direktori/SPS/Prodi.Penddidi
kan Luar Sekolah (diakses tanggal 24 Maret
2013)
[13]. Usman, H. Manajemen, Teori, Praktek, dan
Riset Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara,
(2009).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

20

PEND-03

[14]. Werther, William B. Jr, Keith Davis, Human


Resources And Personnel Management,
Fifth Edition, New York: McHraw-Hill,
Inc.1996,
[15]. Yulk A. Gary. Kepemimpinan Dalam
Organisasi (edisi Indonesia), Jakarta:
Prentice-Hall, 1999
[16]. Sahertian , Piet A., Konsep Dasar dan Teknik
Supervisi Pendidikan, Jakarta, PT. Rineka
Cipta ,2000

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

21

PEND-05

MODEL PEMBELAJARAN REFLEKTIF DALAM MENGASAH


KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA BARU
FAKULTAS TEKNIK UNM
Muh. Rais
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin & Pendidikan Teknologi Pertanian,
Fakultas Teknik, Universitas Negeri Makassar
e-mail : raismisi@gmail.com

ABSTRAK
Esesnsi mengajar dan belajar adalah terjadinya proses alih pengetahuan sikap, dan keterampilan oleh pendidik dan
diperolehnya sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang bermakna melalui proses berpikir yang melibatkan
seluruh mental, jiwa dan fisik individu pendidik dan peserta didik. Untuk mencapai interaksi mendalam diantara pendidik
dan peserta didik, dibutuhkan model belajar reflektif yang dapat mengekstrak kedua unsur belajar tersebut. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengungkap pengaruh pembelajaran reflektif terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa
Fakultas Teknik UNM. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pre-eksperimen dengan desain penelitian one
group pre test post-test design. Subjek penelitian adalah mahasiswa baru angkatan 2014 semester II Jurusan pendidikan
Teknologi Pertanian sebanyak 32 orang yang dipilih secara acak. Instrumen penelitian menggunakan tes kemampuan
berpikir kritis terhadap matakuliah pengantar pendidikan kejuruan. Kemampuan yang diidentifikasi meliputi kemampuan
berpikir konsep, kemampuan mengaplikasikan konsep, kemampuan menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi materi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki kecenderungan yang sangat baik dalam mengkonsepsi dan
mengaplikasikan permasalahan, namun masih membutuhkan peningkatan dalam mensitesis masalah Hal yang masih perlu
ditingkatkan daya kritis mahasiswa adalah kemampuannya dalam mengevaluasi permasalahan yang masih kurang.
Kata Kunci: Pembelajaran Reflektif, Kemampuan Berpikir Kritis

1.

PENDAHULUAN

Aktivitas belajar bagi mahasiswa baru ditandai


oleh
tingginya
animo
dalam
mendalami
pengetahuan yang dipelajarinya. Aktivitas ini
berlangsung dan mengalir secara alami, dirasakan
nyaman dan mendorong rasa ingin tahu. Impian
dalam belajar yang sering didambakan adalah
belajar dapat berlangsung dalam suasana yang tidak
membosankan dikarenakan mahasiswa terlibat
secara penuh membagi pengalaman belajar,
memetakan masalah-masalah secara bersama
terhadap materi yang dipelajarinya hingga dapat
saling menilai hakekat belajar masing-masing.
Pada tahun awal perkuliahan, mahasiswa
khususnya
mahasiswa
baru
membutuhkan
penyesuaian diri dalam belajar. Penyesuaian diri
dapat berupa sistem pembelajaran di perguruan
tinggi, upaya mengenal kepribadian satu dengan
yang lain antar mahasiswa, termasuk bagaimana
mahasiswa mengenal dunia kampus dan dunia
kemahasiswaan secara utuh dan menyeluruh.
Mahasiswa baru membutuhkan petunjuk semacam
guide secara sistematis, dan terintegrasi tentang cara
belajar yang akomodatif mengasah kemampuan
berpikirnya.
Kemampuan berpikir menjadi penting untuk
dikedepankan bagi mahasiswa sebagai bekal awal

dalam memasuki gaya belajar di perguruan tinggi.


Kemampuan berpikir mahasiswa baru perlu sejak
awal diasah dengan membiasakan menyajikan
strategi perkuliahan yang mendorong proses berpikir
mengapa dan bagaimana, dan bukan sekedar
berpikir apa. Maknanya adalah pada proses
berpikir
mengapa
dan
bagaimana
mengkondisikan mahasiswa belajar berpikir kritis,
mengkaji pengetahuan secara bermakna, tidak hanya
mengetahui
konsepnya,
namun
dapat
mengaplikasikan,
menganalisis,
mensintesis,
pengetahuan kedalam dunia nyata, hingga setiap
saat dapat saling mengevaluasi hal yang sudah
dipahami dan yang belum dipahami dari apa yang
dipelajari. Paling penting adalah mahasiswa dapat
menginternalisasikan apa yang dipelajari kedalam
praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk memfasilitasi impian belajar yang
demikian, dibutuhkan model pembelajaran yang
dapat mengkonstruksi skenario pembelajaran yang
melibatkan refleksi dan aktivitas belajar. Salah satu
model belajar yang dimaksud adalah model belajar
reflektif. Model pembelajaran reflektif
adalah
model belajar yang mengedepankan proses berpikir
berdasarkan refleksi diri, pengalaman masa lalu, dan
harapan masa depannya Morrow (2009). Model
belajar ini mengutamakan imajinasi akademis
terhadap hal yang diamati dan diukur, Getz et al

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

22

PEND-05

(2008), sehingga melahirkan peserta didik yang


memiliki kepekaan terhadap fenomena atau kejadian
di sekitar lingkungan belajar.
Belajar reflektif menurut Bain et al. (2002)
dicirikan dari berbagai tingkat berpikir refleksi yang
dikenal dengan kerangka 5Rs yaitu: (1) Reporting
(Pelaporan), (2) Responding (Menanggapi), (3)
Relating (Terkait), (4) Reasoning (Penalaran), dan
(5)
Reconstructing
(Rekonstruksi).
Tingkat
reporting
berkaitan
dengan
kemampuan
menggambarkan situasi, fenomena, gejalah atau
masalah,
tingkat responding berkaitan dengan
kemampuan mengembangkan respon emosional
terhadap masalah, tingkat relating berkaitan dengan
kemampuan menghubungkan antara berbagai
fenomena dengan teori yang menjadi dasar
terjadinya fenomena atau gejala, tingkat reasoning
berkaitan dengan kemampuan menjelaskan peristiwa
berdasar pada fakta peristiwa, analogis, dan
sistematis sesuai dengan konsep metodologis
pemecehan masalah, dan tingkat reconstructing
berkaitan dengan kemampuan mengembangan
perencanaan tindakan dalam menyelesaikan suatu
masalah berdasarkan perspektif teori dan
pengalaman masa lalu.
Belajar reflektif menempatkan peserta didik
sebagai subjek belajar yang selalu aktif berpikir,
bekerja menggunakan domain kognitif, domain
afektif, maupun domain psikomotorik. Berpikir
dalam kerangka mengasah kemampuan penalaran
merupakan cakupan dari domain kognitif. Aspek ini
sekaligus menjadi kajian dalam penelitian ini yaitu
bagaimana mengidentifikasi potensi kemampuan
berpikir konsep yang dicirikan dengan kemampuan
menjelaskan ulang permasalahan, kemampuan
menerapkan konsep yang dicirikan dengan
kemampuan mendemonstrasikan dan memainkan
peran-peran baik dan positif di kelas seperti
mengelolah kelas dan diskusi sesuai dengan
petunjuk yang diberikan tanpa kehadiran dosen
secara langsung di kelas. Kemampuan berikutnya
adalah kemampuan menganalisis konsep yang
dicirikan
dengan
kemampuan
melakukan
argumentasi asosiatif terhadap permasalahan yang
berkembang, kemampuan berpikir sintesis yang
dicirikan dengan kemampuan menyimpulkan secara
rekonstruktif terhadap seluruh peristiwa jalannya
diskusi, dan kemampuan mengevaluasi yang
dicirikan dengan kemampuan membuat penilaian
baik terhadap kualitas proses belajar yang sudah
berlangsung, termasuk kemampuan merumuskan
rekomendasi tindak lanjut untuk perbaikan
pembelajaran berikutnya (Anderson & Krathwohl,
2010).
Model belajar reflektif dilaksanakan dengan
skenario yang mengacu pada sejumlah keterampilan
belajar yang dikemukan oleh Anderson &
Krathwohl, (2010) dan Drost (2001), yang meliputi:

(1) pengenalan konteks, (2) penyajian pengalaman,


(3) refleksi, (4) aksi, dan (5) evaluasi.
Belajar pada tahapan mengenal konteks,
mahasiswa dikondisikan mengenal dirinya saat ini
dengan memadukan alur konteks pertanyaan: who
am i, who we are, what our problem, how
to solve, dan let's discuss together. Ini
merupakan kunci mensugesti diri dalam belajar.
Pada tahapan penyajian pengalaman, mahasiswa
diberi ruang untuk berbicara menyampaikan
pengalaman belajarnya masing-masing, kesulitan,
hambatan, kesuksesan dan peluang menjadi satu
kesatuan yang dibahas hingga ditemukan titik temu
dan cara pandang bersama bahwa belajar yang baik
adalah lahir dari dorongan kuat dari dalam dengan
mempertimbangkan pengalaman belajar masa lalu,
sambil mengkaji pengalaman orang lain yang lebih
sukses atau jatuh bangun hingga sukses dalam
belajar. Pada tahap refleksi, disinilah mahasiswa
dikondisikan untuk memahami secara mendalam
hakekat belajar yang sesungguhnya.
Inti dari belajar adalah terjadinya perubahan
perilaku baik pada aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotorik.
Pada
tahap
ini
mahasiswa
dikondisikan dapat memanfaatkan kemampuan
berpikir kritis. Pikket & Foster (1996) menjelaskan
berpikir
kritis
merupakan
kemampuan
menggunakan nalar dalam mengkonstruksi berbagai
materi dalam berbagai situasi, tidak sekedar
menghafal, atau mengingat, melainkan melakukan
proses meta masalah,
mengasimilasi dan
mengasosiasi berbagai strategi dalam menghasilkan
solusi. Dantas & Whitney (2002) mendefinisikan
berpikir kritis sebagai proses belajar yang
melibatkan pikiran aktif- reflektif. Senada dengan
Dewey dalam (Fisher, 2001), berpikir kritis berarti
aktif berpikir, gigih dan hati-hati memilih dan
memilah argumentasi dan menyusun kesimpulan.
Biasanya konstruksi pertanyaan yang mendorong
rasa ingin tahu dari ciri berpikir kritis menurut Syah
(2009) diawali dengan pertanyaan mengapa?,
apa yang terjadi?, bagaimana jika?, dan bukan
dengan awalan apa? atau di mana?. Pada tahap
aksi dan evaluasi, adalah suatu kondisi dimana
mahasiswa akan banyak melakukan praktek
pembelajaran
reflektif,
belajar
berdiskusi,
mengutarakan
gagasan,
ide-ide
cemerlang
membahas masalah hingga merumuskan suatu
kesimpulan strategis dan konstruktif.
Menurut Bassham et.al (2010), seringkali ketika
menggunakan kata kritis yang ada dalam pikiran
bermakna "negatif dan mencari-cari kesalahan.",
padahal istilah kritis dapat berarti " melibatkan atau
melakukan penilaian terampil atau observasi."
Dalam pengertian ini berpikir kritis berarti berpikir
jernih
dan
cerdas,
lebih
tepatnya, berpikir kritis adalah istilah umum yang
diberikan untuk berbagai keterampilan kognitif dan
disposisi intelektual yang dibutuhkan untuk

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

23

PEND-05

mengidentifikasi secara efektif, menganalisis,


dan mengevaluasi argumentasi, menemukan
hipotesis dan berbagai masalah, termasuk
merumuskan dan menyajikan alasan yang dapat
meyakinkan dan mendukung kesimpulan secara
reflektif.
Model pembelajaran reflektif diharapkan dapat
meningkatkan
kemampuan
berpikir
kritis
mahasiswa meliputi kemampuan berpikir konsep,
mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi. Dengan demikian, tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
model pembelajaran reflektif terhadap kemampuan
berpikir kritis mahasiswa.
2.

METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan kuasi


eksperimen. Penelitian pre eksperimen dengan versi
desain one group pre test post-test design
nonequivalent control group design (Tuckman,
1999). Subjek penelitian adalah mahasiswa angkatan
2014 Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian
yang sedang mengambil matakuliah Pengantar
Pendidikan semester genap tahun ajaran 2014/2015.
Sebanyak 32 orang mahasiswa yang dipilih tidak
secara acak dijadikan sebagai kelompok eksperimen
dengan kata lain subjek sudah terbentuk berdasarkan
kelas yang sudah ada (Salkind, 2006). Berdasar ciri
tersebut, maka subjek yang sudah terbentuk dapat
langsung digunakan sebagai kelas eksperimen.
Pembelajaran model reflektif dilaksanakan
selama delapan kali pertemuan dengan rincian
pertemuan pertama dilaksanakan dengan pemberian
pre
test
dilanjutkan
dengan
pelaksanaan
pembelajaran reflektif selama enam kali pertemuan
dan terakhir di pertemuan kedelapan pemberian
post-test. Pelaksanaan pembelajaran reflektif diawali
dengan pembentukan kelompok diskusi sebanyak
enam kelompok. Masing-masing kelompok diberi
topik diskusi yang berbeda untuk dibahas secara
reflektif. Kelompok reflektif I tema: pendidik
sebagai faktor kesuksesan pendidikan, kelompok
reflektif II tema: peserta didik sebagai faktor
kesuksesan pendidikan, kelompok reflektif III tema:
materi sebagai komponen kesuksesan pendidikan,
kelompok reflektif IV tema: lingkungan belajar
sebagai faktor kesuksesan pendidikan, kelompok
reflektif V tema: keluarga sebagai faktor kesuksesan
pendidikan, dan kelompok reflektif VI tema: dasar
pelaksanaan pendidikan.
Skenario diskusi reflektif dilaksanakan dengan
memberikan peran masing-masing anggota tim.
Setiap kelompok penyaji menunjuk moderator yang
akan
menjelaskan
aturan
main
diskusi,
memperkenalkan
bagaimana
tim
bekerja
menyelesaikan
tugas
makalah
kelompok,
menugaskan satu atau dua anggota tim sebagai
presenter isi makalah yang akan mengantarkan

bahasan materi diskusi, termasuk menyampaikan


yel-yel kelompok sebagai bentuk intervensi ice
breaking dikusi. Pada Proses diskusi kemudian
dianjutkan
dengan
debat
ilmiah
dengan
mempersilahkan kelompok audiens mengajukan
argumentasi-argumentasi bersifat pertanyaan atau
pernyataan.
Penelitian ini memiliki instrumenn kemampuan
pendalaman materi berupa pre test dan post-test
materi diskusi mata kuliah pengantar pendidikan.
Jenis instrumennya adalah berupa tes uraian essai.
Instrumen ini memiliki rubrik penilaian pre test dan
post-test dengan skala 1-5. Bobot skor dari yang
kecil sampai besar menunjukkan indikasi kualitas
kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang
bervariasi. Jumlah item instrumen pre test dan posttest sebanyak delapan item. Setiap item instrumen
diberi rubrik penilaian berupa: 1) pemahaman dalam
berpikir konteks, 2) pemahaman dalam membuat
asosiasi
masalah,
3)
pemahaman
dalam
mengembangkan dan mengidentifikasi masalah, 4)
pemahaman dalam menganalisis masalah, 5)
pemahaman dalam mensintesis masalah, 6)
pemahaman
mengaplikasikan
teori
dalam
memecahkan masalah, 7) pemahaman dalam
membuat penilaian proses dan hasil diskusi, dan 8)
pemahaman dalam merumuskan rekomendasi saran
untuk perbaikan dan rencana tindak lanjut
berikutnya.
Hasil analisis deskripsi menunjukkan bahwa
umumnya subjek penelitian menunjukkan skor rata
rata pre test untuk kemampuan berpikir kritis
sebesar 30,97 dan mean skor post testnya adalah
sebesar 36,06, sehingga terdapat perbedaan nilai
skor antara pre test dan post test sebesar 5,09 atau
secara relatif peningkatan tersebut sebesar 16.44 %.
Perbedaan nilai skor ini menunjukkan peningkatan
yang cukup signifikan yaitu dari kemampuan
berpikir kritis sedang bahkan kurang menjadi
menjadi
lebih tinggi. Ini berarti
bahwa
pembelajaran reflektif yang diberikan baik untuk
diterapkan dalam menyiapkan mahasiswa yang
berpikir reflektif dan kritis dalam memandang
permasalahan sekitar.
Uji normalitas data menggunakan uji statistik
Kolmogorov-Smirnov, dan uji homogenitas (Tes of
Homogeneity of Variances) menggunakan uji
statistik Levene (Levene Statistic). Hasil pengujian
normalitas data kemampuan berpikir kritis dengan
pendekatan Kolmogorov-Smirnov adalah 0.615.
Nilai p-value yang lebih besar dari = 0.05, atau
0.615 > 0.05, menunjukkan bahwa data kemampuan
berpikir kritis mahasiswa memiliki sebaran normal.
Hasil pengujian homogenitas varians menunjukkan
harga p-value diperoleh sebesar 5.980 signifikan
pada 0.006 dengan derajat kebebasan df1 = 1 dan
df2 = 31 adalah lebih besar dari F tabel sebesar 4.15.
Hasil ini menunjukkan bahwa varians kelompok
mahasiswa yang mengikuti pembelajaran reflektif

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

24

PEND-05

adalah homogen. Dengan kata lain seluruh subyek


memiliki varians yang homogen.
Hasil uji t untuk kemampuan berpikir kritis
sebelum perlakuan sebesar (t hitung = 30,97, p=
0,000 < 0,05) pada df 32 (n-1, 32-1) dan setelah
perlakuan sebesar (t hitung = 35,15. p= 0,000 <
0,05) pada df 32(n-1, 32-1). Dengan demikian, t
hitung sebelum perlakuan = 30,97 dan setelah
perlakuan = 35,15 > dari t tabel = 2,04. Dengan kata
lain dapat dinyatakan bahwa terdapat perubahan
kemampuan berpikir kritis mahasiswa setelah
diberikan pembelajaran reflektif . Nilai uji t hitung
ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara
sebelum dan sesudah belajar dengan pendekatan
berpikir reflektif.
3.

Pembahasan

Pelaksanaan
pembelajaran
reflektif
dilaksanakan selama delapan kali pertemuan
berlangsung sesuai dengan jadwal perkuliahan mata
kuliah Pengantar Pendidikan. Pertemuan pertama
dilakukan dengan pemberian pre test kemampuan
memahami materi mata kuliah Pengantar
Pendidikan. Pada pertemuan ke-1 setelah pemberian
pre test dilanjutkan dengan pemberian informasi
tentang maksud dan tujuan perkuliahan berikutnya.
Disampaikan bahwa kelas yang akan dilaksanakan
adalah
kelas
eskperimen
menggunakan
pembelajaran reflektif. Dibutuhkan peran dan
partisipasi mahasiswa untuk mengikuti tahapantahapan atau skenario pembelajaran reflektif,
partisipasi aktif mahasiswa untuk berpikir kritis
sangat diperlukan.
Untuk itu menyeragamkan
pemahaman
substansi
penelitian,
sebelum
eksperimen
dilakukan,
mahasiswa
diberi
pemahaman terkait konsep pembelajaran reflektif
dan konsep berpikir tingkat tinggi. Pertemuan ini
juga diberikan overview singkat materi perkuliahan
yang terdiri dari enam pokok bahasan. Setiap pokok
bahasan akan didiskusikan secara reflektif. Untuk
itu, maka dibentuk kelompok pembelajaran reflektif
sebanyak enam kelompok. Semua kelompok
diberikan orientasi singkat terkait tugas dan peran
yang akan dilakukan dalam mengembangkan
makalah kelompok, mendalamai materi, dan
kontribusi saat berdiskusi.
Pertemuan ke-2 hingga pertemuan ke-7
dilaksanakan perkuliahan dengan pendekatan
pembelajaran reflektif. Setiap kelompok setiap
minggunya masing-masing berdiskusi secara
reflektif, membuat jurnal diskusi secara reflektif
dengan mengaitkan konteks permasalahan di
lapangan. Semua bahasan diskusi dikaitkan dengan
kondisi permasalahan yang terjadi di lapangan
terkait praktek pendidikan yang terjadi saat ini.
Pertemuan ke-8 dilakukan post-test dan refleksi
bersama terhadap pengalaman belajar yang sudah
dilalui. Semua mahasiswa dipersilahkan berbicara

mengeluarkan pendapat secara reflektif. Kunci


argumentasi yang disampaikan adalah apakah
seluruh materi diskusi sudah dipahami secara
substansi dan sudah dapat dikaitkan dengan kondisi
luar dalam penerapannya. Sejauhmana mahasiswa
dapat melakukan pemetaan masalah mendasar
terkait masalah yang muncul dalam diskusi.
Diskusi sesi pertama dari kelompok I bertema
pendidik sebagai faktor pendidikan cukup
mengundang daya kritis mahasiswa. Perdebatan
berlangsung seru dan kritis ketika mahasiswa
membahas kualitas mengajar guru. Dalam diskusi,
mahasiswa mengkritisi kompetensi mengajar guru
yang minim strategi dan media pembelajaran,
senderung guru membosankan di kelas karena
terlalu
banyak
mendominasi
pembelajaran.
Mahasiswa mencontohkan perilaku mendikte, dan
menulis di papan tulis menjadi kegiatan yang rutin
dilakukan oleh guru. Diskusi yang sama juga
berlangsung kritis ketika tema diskusi disajikan oleh
kelompok II dengan tema peserta didik sebagai
komponen pendidikan. Peserta didik yang masih
sering menjadi permasalahan utama dalam
pembelajaran, seperti rendahnya motivasi belajar,
kekerasan antara peserta didik, tawuran antara
sekolah, hingga yang mencuat adalah masalah
perilaku peserta didik tiap akhir masa studi
dicontohkan pesta bikini yang menghebohkan.
Semuanya tidak luput dari diskusi pada pembahasan
peserta didik. Disamping itu prestasi yang baik yang
ditunjukkan
oleh
beberapa
siswa
yang
mengharumkan nama bangsa menjadi kajian diskusi
kelompok II.
Diskusi pada kelompok III membahas masalah
materi sebagai faktor pendidikan. Kelompok
pembahas diskusi memandang secara reflektif
berdasarkan pengalaman belajar saat SMA, banyak
guru yang materinya ketinggalan dan kurang
diperbaharui. Materi guru umumnya diperoleh dari
satu sumber saja dan cenderung materinya
dibacakan atau dikte. Sangat sedikit guru dalam
temuan diskusi yang menggunakan media PPT
dalam mengajarkan materi. Meski sedikit
menyimpang dari kajian diskusi, namun argumentasi
mahasiswa dalam berpikir asosiatif cukup kritis.
Menghadirkan fakta masa lalu sebagai belajar
konteks dan mencarikan solusi untuk perbaikan
dengan meekomendasikan perlunya guru mengikuti
pelatihan-pelatihan yang berorientasi peningkatan
pemahaman materi dan inovasi media pembelajaran.
Sebuah rancangan berpikir yang kritis bagi
mahasiswa semester II di tahun awal perkuliahan.
Bahasan pada diskusi kelompok IV bertema
lingkungan sebagai faktor pendidikan juga tidak
kalah seru. Peserta diskusi dengan kritis menyoroti
bagaimana lingkungan belajar menjadi urgen untuk
diperhatikan. Dalam pandangan peserta diskusi,
masih banyak sekolah yang lingkungan belajarnya
belum mendukung untuk belajar. Sekolah berada di

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

25

PEND-05

tengah keramaian rawan tawuran dengan warga.


Secara kritis peserta diskusi memandang bahwa
lingkungan belajar sebagai komponen pendidikan
berpengaruh terhadap proses pembelajaran.
Diskusi yang mengundang reaksi kritis peserta
adalah ketika materi kelompok V bertema
lingkungan keluarga sebagai salah satu faktor
pendukung pendidikan. Rekaman diskusi kelompok
V menunjukkan sikap kritis mahasiswa ketika
menanggapi potret keluarga yang jauh dari profil
yang selayaknya dalam mendukung pelaksanaan
proses pendidikan. Banyaknya anak yang
terlantarkan menjadi potret buram keluarga yang
gagal dalam menjalankan pola pengasuhan anak.
Pemerintah dinilai gagal oleh mahasiswa peserta
diskusi dalam membangun keluarga sederhana,
sejahtera, dan harmonis.
Setelah diskusi kelompok VI membahas tema
landasan
pelaksanaan
pendidikan
berakhir,
dilanjutkan dengan refleksi akhir pembelajaran.
Mahasiswa menyatakan kepuasan atas proses
pelaksanaan pembelajaran yang aktif, reflektif, dan
penuh motivasi. Pendapat mahasiswa umumnya
menghendaki pendekatan belajar dengan melibatkan
mahasiswa sepenuhnya dalam mengkonsepsi
pengetahuan,
mengolah,
menalar,
hingga
menyimpulkan secara bersama adalah hal yang
diinginkan.
Selanjutnya pada pertemuan ke-8 dilakukan
pemberian pre test dengan menyebarkan instrument
pengetahuan materi pengantar pendidikan. Bentuk
instrumen tes adalah essai yang membutuhkan
penalaran dari setiap soal. Hasil tes pengetahuan
materi
pengantar
pendidikan
menunjukkan
ringkasan tes kemampuan berpikir kritis dengan
rerata skor awal tes adalah 30.97 dan rerata skor
akhir tes adalah 36.06. Rerata skor tes akhir yang
lebih tinggi dari rerata skor tes awal menunjukkan
bahwa pembelajaran reflektif yang diterapkan pada
mahasiswa baru program studi Pendidikan
Teknologi Pertanian mata kuliah pengantar
pendidikan memiliki pengaruh terhadap kemampuan
berpikir reflektif.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian
Naber (2011) yang menemukan pernyataan 70 siswa
Sekolah Tinggi Keperawatan/American Association
of Colleges of Nursing (AACN), yang menunjukkan
bahwa umumnya siswa merasakan kesenangannya
dalam belajar setelah intervensi belajar reflektif
diterapkan, kemampuan berpikir kritis dan berpikir
analisis menjadi meningkat, berpikir lepas dan jauh
dari stres belajar; penelitian Choy (2012) terhadap
60 partisipan mahasiswa calon guru menyimpulkan
bahwa penggunaan berpikir reflektif dapat menjadi
pelopor untuk merangsang pemikiran kritis guru;
penelitian Colley (2012) terhadap 74 mahasiswa
baru kelas Aljabar di Worcester State University,
menunjukkan bahwa setelah dosen menerapkan
pembelajaran reflektif, mahasiswa mengalamai

perubahan belajar yakni "bisa melakukan aljabar"


dan bisa berhasil dalam matematika.
Hal ini
dirasakan mahasiswa setelah melakukan proses
refleksi lebih awal awal tentang siapa mereka
sebagai anggota kelompok. Mahasiswa diminta
merenungkan sifat-sifat tertentu dari anggota
kelompok dan menetapkan tujuan masing-masing
dalam belajar kelompok. Refleksi yang dilakukan
mahasiswa baru di tahun awal perkuliahan telah
mampu mencapai rasa percaya diri dan kemampuan
metakognitif mahasiswa.
Temuan-temuan penelitian ini memberikan
keyakinan secara akademik bahwa pembelajaran
reflektif dapat membantu mahasiswa mencapai titik
kesadaran diri untuk berpikir reflektif, berpikir
berdasarkan pengalaman yang akan direfleksikan
kedalam rencana aksi untuk melakukan tindakan
perbaikan perilaku belajar. Seperti dijelaskan oleh
Kolb (2000) bahwa individu belajar melalui
pengamatan, penekanannya mengamati sebelum
menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai
perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal
yang diamati. Dalam proses belajar, individu akan
menggunakan pikiran dan perasaannya untuk
membentuk pendapat, selanjutnya melakukan
singkronisasi atas apa yang dipikirkan dan dikatakan
dengan apa yang dilakukan Baldacchino (2014).
Pembahasan pada hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pembelajaran reflektif dapat
menjadi alternatif pendekatan dalam melatih
kreativitas
berpikir
mahasiswa,
khususnya
mahasiswa baru pada semester awal perkuliahan.
Mahasiswa tahun awal perkuliahan membutuhkan
adaptasi belajar dari gaya belajar sekolah dengan
gaya belajar di perguruan tinggi. Model belajar di
perguruan tinggi menuntut mahasiswa memiliki
modalitas belajar yang reflektif, agar mahasiswa
dapat melatih daya nalar yang inovatif, kritis dan
konstruktif dalam mengkaji dan mengembangkan
ilmu pengetahuan.
4.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di


atas, maka disimpulkan bahwa model pembelajaran
reflektif dapat memberikan pengaruh yang cukup
signifikan bagi pemahaman mahasiswa dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang
meliputi kemampuan berpikir konsep, kemampuan
mengaplikasikan konsep, kemampuan menganalisis,
mensintesis dan mengevaluasi materi. Hasil
pengukuran terhadap kemampuan berpikir kritis,
diperoleh skor sebagai berikut: terdapat perbedaan
skor ratarata
pre test dan post test untuk
kemampuan berpikir kritis. Skor mean pre test yaitu
sebesar 30,97 dan mean skor post testnya adalah
sebesar 36,06.
Perbedaan nilai skor ini
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan
yaitu dari kemampuan berpikir kritis yang sedang

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

26

PEND-05

bahkan kurang menjadi lebih tinggi. Ini berarti


bahwa pembelajaran reflektif yang dilaksanakan
pada mahasiswa, sangat memungkinkan untuk
diterapkan dalam praktek pembelajaran.
Hasil penelitian ini, paling tidak dapat
dijadikan referensi untuk diterapkan dalam
matakuliah lainnya sebagai salah satu alternatif
dalam rangka memfasilitasi kemampuan mahasiswa
terutama mahasiswa pada tahun-tahun awal
perkuliahan yang membutuhkan penyesuaian diri
dalam belajar di Perguruan Tinggi. Pembelajaran
reflektif dapat menjadi salah satu pendekatan belajar
yang dipersilahkan bagi setiap dosen khususnya di
lingkungan program studi Pendidikan Teknologi
Pertanian. Pada akhirnya mahasiswa yang terbiasa
belajar dengan nuansa reflektif, dapat menjadi
tambahan pengalaman untuk kelak ketika menjadi
guru.
Daftar Pustaka
[1]. Anderson W.L & Krathwohl R.D. A
Taxonomy for Learning, teaching, and
Assessing, a Revision
of Blooms
Taxsonomy of Educational Objectives. pp.
66-84, 1th Edition, Longman, New York,
(2001).
[2]. Baldacchino, John. John Dewey Liberty and
the Pedagogy of Disposition. Springer
Dordrecht Heidelberg New York London. pp
31. (2014).
[3]. Bain, J. D., Ballantyne, R., Mills, C., & Lester,
N. Reflecting on Practice: Student teachers
perspectives. Flaxton, Australia: Post Pressed.
(2002).
[4]. Bassham, G. Irwin, W. Nardone, H. Wallace,
M. J. Critical Thingking A Students
Introduction. pp 1-2. 4th Edition. New York.
Mc Graw Hill. (2010).
[5]. Colley B.M, Bilics A.R, Lerch C.R.
Reflection: A Key Component to Thinking
Critically The Canadian Journal for the
Scholarship of Teaching and Learning. Vol 3
(1) pp. 1-19. (2012)
[6]. Choy & Oo. Reflective Thinking and
Teaching Practices: A Precursor for

Incorporating Critical Thinking Into the


Classroom?.
International
Journal
of
Instruction, Vol.5(1), pp.167-182. (2012).
[7]. Dantas-Whitney, M. Critical Reflection in the
Second Language Classroom Through.
Audiotaped Journals System, Vol. 30(4), 543555. (2002).
[8]. Drost, J. Ignatian Pedagogy: A Practical
Approach. Jakarta. (2001)
[9]. Fisher A, Scriven M. Critical Thinking: Its
Definition and Assessment. Point Reyes
(CA): Edgepress. (2001).
[10]. Getz, L. Kirkengen, A. & Hetlevik I.. Too
much doing and too little thinking in
medical science Editorial, Scandinavian
Journal of Primary Health Care, Vol. 26, pp.
65-66, (2008)
[11]. Kolb,
D.A.
Experiential
Learning:
Experience as The Source of Learning
and Development. New Jersey: Prentice Hall,
Inc. pp. 2000.
[12]. Morrow, Elizabeth. Teaching Critical
Reflection in Healthcare Professional
Education. Higher Education Research
Network Journal Prizewinning Essays. Kings
Learning Institute. Kings College London.
(2009).
[13]. Naber L. Jessica. The Effect of Reflective W
riting Inter ventions on Critical Thinking
Skills. A Dissertation Presented for The Doctor
of Philosophy Degree The University of
Tennessee, Knoxville pp 94. (2011).
[14]. Pikkert, J. J., & Foster, L. Critical thinking
skills among third year Indonesian English
Students. RELC. Journal, 27, 56-64. (1996).
[15]. Salkind, J. N. Exploring Research: Sixth
Edition. New Jersey: Prentice Hall. (2006).
[16]. Syah, Muhibbin. Pembelajaran Aktif,
Inovatif,
Kreatif,
Efektif,
dan
Menyenangkan (PAIKEM). Bahan Pelatihan
PLPG UIN Sunan Gunung Djati. Bandung.
(2009).
[17]. Tuckman, W. B. Conducting Educational
Research: Second Edition. USA: Harcourt
Brace Jovanovich, Publisher. (1999).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

27

PEND-06

EVALUASI PELAKSANAAN BIMBINGAN DALAM PRAKTIK


KETERAMPILAN MENGAJAR MAHASISWA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
Daryati
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
Email : daryati_sr@ymail.com
Tujuan penelitian adalah mengevaluasi pelaksanaan bimbingan dari dosen pembimbing dan guru pamong
dalam pelaksanaan praktik keterampilan mengajar terhadap mahasiswa Praktik Keterampilan Mengajar
FakultasTeknik UNJ. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran angket kepada guru pamong, dosen pembimbing. Angket juga
diberikan kepada mahasiswa PKM sebagai verifikasi. Populasi dalam penelitian ini adalah pembimbing PKM
pada semester genap tahun akademik 2011/2012. Sampel dalam penelitian ini adalah 21 dari total 41 dosen
pembimbing PKM, sedangkan guru pamong 47 dari total 148 guru pamong. Sedangkan sampel mahasiswa
sebanyak 69 dari total 239 mahasiswa peserta PKM. Untuk mengetahui pelaksanaan bimbingan PKM oleh
dosen pembimbing maupun guru pamong dilakukan analisis dengan prosentase. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dosen pembimbing sebagian besar sudah melaksanakan bimbingan secara baik tetapi kehadirannya ke
sekolah masih sangat kurang dari yang seharusnya. Sedangkan guru pamong sudah membimbing secara baik
dan benar sehingga dapat mengetahui tahapan perkembangan kemampuan mahasiswa PKM dalam mengajar.
Kata Kunci : Evaluasi, Bimbingan, Mahasiswa PKM.

PENDAHULUAN
Pembangunan nasional dalam bidang
pendidikan merupakan upaya mencerdaskan
bangsa dan meningkatkan kualitas manusia
Indonesia yang beriman, bertaqwa dan
berakhlak mulia menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi hingga dapat terwujud masyarakat
yang maju, adil, makmur dan beradab
berazaskan Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945.
Program Praktik Keterampilan Mengajar
selanjutnya disingkat PKM wajib diikuti oleh
setiap mahasiswa yang mengambil program
kependidikan. Latihan keprofesional ini
merupakan salah satu komponen kegiatan
kurikuler yang memerlukan keterpaduan antara
penguasaan materi teori dengan penguasaan
materi praktik. Dengan kata lain bahwa PKM
merupakan muara dari penguasaan segala
komponen kurikulum yang diberlakukan.
Seperti dijelaskan dalam buku Pedoman
Akademik Universitas Negeri Jakarta bahwa
sebagai tenaga kependidikan yang profesional,
lulusan Universitas Negeri Jakarta bidang
kependidikan harus memiliki seperangkat
kompetensi yang diperlukan oleh seorang guru
yang profesional serta dapat menerapkan dalam
penyelenggaraan
berbagai
program
kependidikan baik di sekolah maupun di luar

sekolah. Adapun menurut Undang-Undang


No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen
bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru meliputi: kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa kegiatan PKM perlu mendapat perhatian
yang sungguh-sungguh secara terpadu, terarah
dan terbimbing dari berbagai unsur yang terkait.
Usaha untuk memberikan bimbingan
kepada mahasiswa calon guru dalam kegiatan
PKM merupakan sesuatu yang mutlak yang
harus dilakukan oleh pembimbing dalam hal ini
adalah dosen pembimbing dan guru pamong.
Salah satu komponen penting dalam proses
bimbingan tersebut adalah Supervisi Klinis. Hal
ini sangat penting dilakukan mengingat
mahasiswa sebagai calon guru merupakan
orang yang harus dipersiapkan untuk menjadi
guru, dimana guru harus menguasai empat
kopetensi guru seperti tersebut diatas.
Dalam pelaksanaannya supervisi klinis
pembimbing memberikan bantuan bimbingan
kepada mahasiswa sebagai calon guru sesuai
dengan kebutuhan sehingga pada akhirnya
mahasiswa calon guru mampu menemukan
sendiri kelemahan yang ada pada dirinya dan
akhirnya mampu untuk meningkatkan dirinya

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

28

PEND-06

melalui analisis
supervisi klinis.

bersama

dalam

kegiatan

PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas,
maka
selanjutnya
dapat
dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut: Sejauh
manakah pelaksanaan bimbingan atau supervisi
klinis dari guru pamong dan dosen pembimbing
pada mahasiswa peserta PKM ?
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif. Data
didapat dari penyebaran angket kepada
pembimbing PKM yang terdiri dari dosen
Fakultas Teknik yang bertugas menjadi dosen
pembimbing PKM dan guru SMK yang
bertugas menjadi
guru pamong PKM di
semester 096 tahun akademik 2011/2012.
Sampel dalam penelitian ini adalah 21 dari
total 41 dosen pembimbing PKM/PKM,
sedangkan guru pamong 47 dari total 148 guru
pamong. Semua sampel diambil secara acak
(random sampling). Untuk verifikasi data
penulis mengambil data sebanyak 69
mahasiswa dari mahasiswa peserta PKM yang
berjumlah 239 mahasiswa.
KAJIAN TEORI
1.Praktik Ketrampilan Mengajar (PKM)
Menurut buku Pedoman PKM bahwa
kegiatan PKM diselenggarakan secara bertahap,
terpadu dan dalam bentuk orientasi lapangan,
pelatihan terbatas, pelatihan terbimbing dan
pelatihan mandiri dibawah bimbingan seorang
dosen pembimbing dan seorang guru pamong
yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditentukan dalam buku
Pedoman PKM.
Pada pelaksanaan PKM, kegiatan yang
dilaksanakan selama di lapangan adalah (1)
kegiatan observasi (2) kegiatan pelatihan
keterampilan mengajar dan tugas keguruan
lainnya secara terbimbing dan (3) kegiatan
pelatihan mengajar dan tugas keguruan lainnya
secara mandiri dan (4) ujian praktik mengajar.
Pada kegiatan orientasi dan observasi
dimaksudkan agar mahasiswa sebagai peserta
PKM mengenal lingkungan sekolah yang
digunakan untuk tempat praktik. Pengenalan
lingkungan ini meliputi observasi pengenalan

lapangan dan observasi ketrampilan dasar


mengajar dan tugas non mengajar.
Kegiatan selanjutnya adalah pelatihan
keterampilan mengajar secara terbimbing
dengan kegiatan berlatih membuat atau
menyusun: (1) program tahunan, program
semesteran
dan
program
harian;
(2)
pengembangan materi, media dan sumber
belajar; (3) menyusun rencana pembelajaran;
(4) melaksanakan kegiatan belajar mengajar
dan melaksanakan penilaian hasil belajar.
Kegiatan pokok selanjutnya adalah
pelatihan keterampilan mengajar dan tugastugas lain secara mandiri. Mandiri disini dapat
diartikan tugas ditetapkan oleh pembimbing
sedangkan cara pelaksanaannya diserahkan
sepenuhnya kepada mahasiswa.
Peran
supervisor adalah melakukan
supervisi klinis terhadap mahasiswa calon guru
dalam meningkatkan kemampuan mengajarnya
dengan mengobservasi, merefleksi, dan
menganalisis tingkah laku mengajarnya.
Supervisi Klinis bertujuan membimbing
mahasiswa calon guru membentuk berbagai
keterampilan mengajar, menyempurnakan
berbagai kekurangan, serta mengembangkan
keterampilan mengajarnya.
Menurut AR. Effendi (1993) mengatakan
bahwa prosedur dalam supervisi klinis meliputi
perencanaan, observasi mengajar, diskusi
balikan dan tindak lanjut.
Taufik Sabirin (2009) mengatakan bahwa
instrumen supervisi klinis terdiri dari beberapa
bagian. Pertama lembaran kesepakatan yang
terdiri dari empat aspek yakni: aspek
kependidikan, akademik, pengelolaan kelas dan
interaksi dengan siswa dalam proses
pembelajaran. Dalam lembaran ini disepakati,
apa fokus persoalan yang akan disupervisi.
Kedua lembaran perangkat dan media
pembelajaran yang menjadi pilihan. Ketiga
lembaran observasi, refleksi dan kesimpulan
diskusi sebagai balikan. Keempat lembaran
penutup, yang berisi saran pembinaan dan
legalitas kegiatan.
Sealanjutnya Taufik Sabirin menjelaskan
bahwa tahapan pelaksanaan supervisi klinis
adalah sebagai berikut:
a. Supervisi awal diberikan kepada mahasiswa
PKM untuk menentukan isi materi pelajaran,
model dan/atau metode pembelajaran, teknikteknik khusus pembelajaran yang akan
dilatihkan. Supervisi awal juga diberikan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

29

PEND-06

kepada mahasiswa PKM dalam rangka


penyusunan rencana program pembelajaran
(silabus
dan
rencana
pelaksanaan
pembelajaran).
b. Pengamatan latihan praktik mengajar oleh
pembimbing untuk mencatat data mengenai
keadaan atau perkembangan keterampilan
mengajar mahasiswa PKM yang dikontrakkan
pada supervisi awal.
c. Supervisi pasca latihan praktik mengajar,
yaitu supervisi untuk memberikan balikan
mengenai data hasil pengamatan perkembangan
kemampuan atau keterampilan mahasiswa pada
saat latihan. Supervisi ini dilanjutkan dengan
diskusi mengenai kelebihan dan kekurangannya
dalam latihan praktik mengajar yang telah
dilaksanakan.
2. Pembimbing PKM
Dalam Buku Pedoman PKM FT-UNJ
dijelaskan bahwa yang menjadi pembimbing
PKM adalah guru pamong dan dosen
pembimbing. Guru pamong adalah staf
pengajar di sekolah tempat praktik PKM yang
ditunjuk oleh Kepala Sekolah untuk
membimbing mahasiswa selama mengikuti
PKM. Selanjutnya dijelaskan bahwa tugastugas Guru Pamong adalah: (a) memberikan
bimbingan
kepada
mahasiswa
yang
dibimbingnya dalam hal: mengenalkan situasi
dan kondisi sekolah; membantu mencari
data/informasi mengenai struktur organisasi
sekolah, kurikulum, administrasi sekolah,
kesiswaan, perpustakaan dan Bimbingan
Penyuluhan hal-hal yang diperlukan di tempat
PKM selama tahap observasi/orientasi maupun
praktik pengalaman lapangan; memperkenalkan
mahasiswa PKM dengan semua staf dan
karyawan; mengajak mahasiswa berpartsipasi
dalam rapat, upacara bendera, piket, kegiatan
administrasi,
membantu
kegiatan
kewalikelasan,
kurikulum,
kesiswaan,
perpustakaan sekolah, kegiatan ekstra kurikuler
dan kegiatan-kegiatan lain di tempat PKM;
melatih atau melihat melihat tampilan
mahasiswa mengajar sehari sebelum masuk
kelas. (b) memperkenalkan calon guru kepada
anak didik yang akan diajarkannya. (c)
memberikan tugas pada mahasiswa untuk
menyusun Rencana Program Pembelajaran
sesuai dengan format di tempat PKM. (d)
memeriksa, mengomentari dan menilai setiap
persiapan mengajar harian atau rencana kerja

yang
disusun
oleh
mahasiswa.
(e)
mendiskusikan masalah yang ditemukan dalam
proses pembimbingan dengan kepala sekolah
dan dosen pembimbing. (f) mengamati dan
menilai setiap penampilan mahasiswa PKM
serta membuat catatan setiap penampilan
mahasiswa untuk selanjutnya mencantumkan
nilai
tersebut
pada
formatnya.
(g)
menginformasikan hasil penilaian kepada
mahasiswa setiap kali setelah penampilan dan
memberikan umpan balik. (h) menilai kemajuan
semua kegiatan mahasiswa dan (i) bersamasama dosen pembimbing menentukan kelulusan
mahasiswa.
Dosen pembimbing adalah dosen Fakultas
Teknik Universitas Negeri Jakarta yang diberi
tugas untuk membimbing mahasiswa PKM di
SMK selama kegiatan PKM. Dalam Buku
Pedoman PKM-FT-UNJ dijelaskan bahwa
persyaratan dosen pembimbing adalah: (1)
Berijazah minimal S1 Pendidikan atau dosen
yang telah mengikuti pelatihan membimbing
PKM yang diadakan oleh lembaga yang
berkepentingan. Telah bertugas minimal 4
tahun atau telah memiliki pangkat/golongan
minimal
III-b dan memahami materi
kependidikan; (2) Bagi Dosen yang berijazah S2 atau S-3 pendidikan dan telah bertugas
minimal 3 tahun atau telah memiliki jabatan
asisten ahli; (3) Diutamakan bagi dosen yang
berpengalaman
mengasuh
kelompok
matakuliah
kependidikan.
Selanjutnya
dijelaskan
bahwa
tugas-tugas
Dosen
Pembimbing adalah sebagai berikut : (1) Dosen
pembimbing wajib mengantarkan mahasiswa
PKM ke sekolah tempat praktik yang telah
ditetapkan ; (2) Mengikuti kegiatan penyusunan
program kerja PKM dan pembagian tugas
mahasiswa selama PKM di sekolah; (3)
Bersama guru pamong membimbing mahasiswa
dalam
menyusun
Rencana
Program
Pembelajaran (RPP) sesuai dengan pedoman
yang berlaku di sekolah; (4) Memonitor dan
mengobservasi kegiatan mahasiswa selama
PKM; (5) Secara berkala memberi saran,
motivasi dan membimbing mahasiswa yang
melaksanakan PKM bersama dengan guru
pamong dan kepala sekolah tempat PKM; (6)
Melaksanakan supervisi minimal 3 kali untuk
setiap mahasiswa bimbingannya; (7) Menilai
kemajuan mahasiswa dan bersama-sama
dengan guru pamong untuk menentukan
kelulusan mahasiswa; (8) Mengikuti perpisahan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

30

PEND-06

dan menerima kembali mahasiswa PKM dari


pihak sekolah; (9) Menyerahkan laporan hasil
PKM mahasiswa yang dibimbing ke UPT PKM
sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.

PEMBAHASAN
Dari
angket
tentang
pelaksanaan
pembimbingan PKM oleh guru pamong
terhadap mahasiswa peserta PKM yang telah
dilakukan, hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Instrumen Monitoring dengan Responden Guru Pamong


Frekuensi
No
Jawaban
Pertanyaan
Ya Tidak
1.
PNS (Pegawai Negeri Sipil)
31
16
2.
Berijasah minimal S1
46
1
3.
Sudah mengampu mata pelajaran ini minimal 5 tahun
45
2
4.
Membimbing dalam masa observasi
47
0
5.
Memperkenalkan mhs PKM ke staf dan karyawan sekolah 43
4
6.
Mengajak mhs PKM mengikuti rapat jurusan
30
17
7.
Mengajak mhs PKM mengikuti upacara bendera
43
4
8.
Mengajak mhs PKM mengikuti terlibat dalam kegiatan
32
15
administrasi
9.
Mengajak mhs PKM mengikuti membantu kegiatan
34
13
kewalikelasan
10. Membimbing mhs PKM dalam mengembangkan materi
47
0
pembelajaran
11. Mengajak mhs PKM dalam menangani siswa
44
3
12. Menugaskan mhs PKM untuk mencari materi
46
1
pembelajaran di perpustakaan sekolah
13. Menugaskan mhs PKM untuk membimbing kegiatan
21
26
ekstrakurikuler
14. Memperkenalkan mhs PKM kepada siswa yg akan diajar
47
0
15. Mengharuskan mhs PKM membuat RPP
47
0
16. Memeriksa RPP
47
0
17. Mengomentari RPP
45
2
18. Menilai RPP yang dibuat mhs PKM
47
0
19. Setelah RPP dibuat selanjutnya mengharuskan mhs PKM
47
0
membuat Media pembelajaran
20. Memeriksa Media Pembelajaran
47
0
21. Pada saat mhs mengajar, guru pamong berada didalam
43
4
kelas
22. Mengijinkan mhs mengobservasi kegiatan mengajarnya
46
1
23. Mengamati dan menilai tampilan mengajar mhs PKM
47
0
24. Menginformasikan hasil penilaian kepada mhs PKM
47
0
25. Memberikan umpan balik hasil penilaian kpd mhs PKM
47
0
26. Bersama dosen pembimbing menentukan waktu ujian
41
6

(%)Frekuensi
Jawaban
Tidak
Ya
64,0% 34,0%
97,9%
2,1%
95,7%
4,3%
100%
0%
91,5%
8,5%
63,8% 36,2%
91,5%
8,5%
68,1% 31,9%
91,9%

8,1%

100%

0%

93,6%
97,9%

6,4%
2,1%

44,7%

55,3%

100%
100%
100%
95,7%
100%
100%

0%
0%
0%
4,3%
0%
0%

100%
91,5%

0%
8,5%

97,5%
100%
100%
100%
87,2%

2,1%
0%
0%
0%
12,8%

PKM

27.

Jumlah kehadiran dosen pembimbing

Selanjutnya
hasil
angket
tentang
pelaksanaan pembimbingan PKM oleh dosen
pembimbing terhadap mahasiswa peserta PKM

........ kali
yang telah dilakukan, hasilnya adalah sebagai
berikut:

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

31

PEND-06

Tabel 2. Instrumen Monitoring dengan Responden Dosen Pembimbing


No.
Jawaban
Pertanyaan
Ya Tidak
1.
Mulai membimbing pada saat kegiatan pembekalan PKM
14
7
khususnya Micro teaching
2.
Datang pada saat pelepasan PKM
15
6
3.
Mengantarkan mhs PKM ke sekolah tempat PKM
21
0
4.
Mengikuti kegiatan penyusunan program kegiatan PKM
18
3
di sekolah
5.
Membimbing penyusunan RPP
14
7
6.
Memonitor kedalam kelas pada saat mhs PKM mengajar
16
5
7.
Memberi motivasi kepada mhs PKM
18
3
8.
Memonitor RPP yang sudah ditampilkan
10
11
9.
Memberikan informasi tentang hasil pengamatan pada
16
5
saat mhs PKM mengajar
10. Memberikan umpan balik saat memonitor mhs
15
6
11. Turut menyelesaikan masalah yang terjadi antara sekolah
14
7
dan mahasiswa
12. Bersama guru pamong menentukan waktu ujian
18
3
13. Jumlah kehadiran di tempat PKM
Untuk memverifikasi data, penulis juga
membuat angket untuk mahasiswa mengenai
bimbingan yang dilakukan oleh guru pamong
dan dosen pembimbing.
HASIL PEMBAHASAN
Dari hasil pengisian angket tentang
pelaksanaan pembimbingan guru pamong
terhadap mahasiswa yang telah dilakukan,
hasilnya adalah sebagai berikut:
Pada masa observasi hampir semua guru
pamong telah melakukan pembimbingan mulai
dari awal kegiatan PKM di sekolah (94,2%) dan
tidak sebesar 5,8 %. Hal ini sangat membantu
mahasiswa dalam memperoleh data-data
tentang keadaan fisik sekolah, keadaan
lingkungan
sekolah,
fasilitas
sekolah,
penggunaan sekolah serta interaksi dengan
guru-guru dan karyawan di sekolah.
Guru pamong memperkenalkan mahasiswa
PKM ke staf dan karyawan sekolah. Responden
yang menjawab ya sebesar 85,5% dan tidak
sebesar 15,5%. Hal ini dapat diartikan bahwa
sebagian besar guru pamong telah melakukan
pembimbingan mulai dari awal kegiatan PKM
di sekolah terutama saat kegiatan observasi non
mengajarnya. Dengan diperkenalankannya
mahasiswa PKM kepada staf dan karyawan,
diharapkan mahasiswa dapat berinteraksi secara
baik dan dapat menanyakan data-data sekolah
dengan lengkap seperti: jumlah guru, jumlah

(%)Jawaban
Ya
Tidak
66,7% 33,3 %
71,4%
100%
85,7%

28,6%
0%
14, 3%

66,7%
76,2%
85,7%
47,6%
76,2%

33,3%
23,8%
14,3%
53,4%
23,8%

71,4%
66,7%

28,6%
33,3%

85,7% 14,3%
........ kali

agar mahasiswa mengetahui bagaimana


menerapkan kedelapan kompetensi dasar
mengajar secara riil.

siswa, jumlah siswa secara keseluruhan dan halhal lain yang diperlukan oleh mahasiswa.
Mahasiswa mengobservasi di kelas saat
guru pamong mengajar. Responden yang
menjawab ya sebesar 92,8% dan tidak sebesar
7,2%. Hal ini dapat diartikan bahwa hampir
semua guru pamong telah diobservasi oleh
mahasiswa PKM pada saat mengajar. Pada saat
observasi mengajar memang seorang guru
pamong harus siap diobservasi oleh mahasiswa
bimbingannya dengan maksud Guru pamong
mengharuskan mahasiswa PKM menyusun RPP
sebelum mengajar. Responden yang menjawab
ya sebesar 100% dan tidak sebesar 0%. Hal ini
dapat diartikan bahwa semua guru pamong
sudah
mengharuskan
mahasiswa
PKM
membuat RPP sebelum mengajar. Hal ini agar
apa yang akan diajarkan oleh mahasiswa PKM
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
di sekolah tersebut.
Semua guru pamong memeriksa RPP. Hal
ini dapat diartikan bahwa semua guru pamong
sudah membimbing mahasiswa pada saat
penyusunan RPP. Meskipun mahasiswa PKM
sudah pernah latihan membuat RPP baik pada
saat mengikuti mata kuliah Kompetensi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

32

PEND-06

Pembelajaran maupun pada saat kegiatan


Pembekalan PKM, tetapi mahasiswa tetap harus
dibimbing karena ada kemungkinan bentuk
RPPnya berbeda dengan apa yang mereka telah
dapatkan sebelumnya. Bimbingan yang
dilakukan bisa dengan memberikan contoh RPP
yang berasal dari sekolah tersebut atau
memperlihatkan RPP yang telah dibuat
sebelumnya oleh guru pamong. RPP yang
dibuat oleh mahasiswa memang harus diperiksa
karena dalam hal membuat RPP mahasiswa
belum berpengalaman dan baru taraf latihan.
Selanjutnya dalam hal Guru pamong
mengomentari RPP, responden yang menjawab
ya sebesar 97,1% dan tidak sebesar 2,9%. Hal
ini dapat diartikan bahwa sebagian besar guru
pamong mengkoreksi RPP yang dibuat oleh
mahasiswa PKM. Dalam pelaksanan PKM
mahasiswa sedang dalam taraf latihan
mengajar, juga dalam menyusun RPP. Oleh
karena itu RPP yang dibuat sangat perlu untuk
diperiksa selanjutnya diberi komentar sebagai
masukan mahasiswa PKM memperbaikinya.
Selanjutnya dalam hal guru pamong
menilai setiap RPP yang dibuat oleh
mahasiswa. Responden yang menjawab ya
sebesar 95,7% dan tidak sebesar 4,3%. Hal ini
dapat diartikan bahwa sebagian besar guru
pamong sudah memeriksa dan selanjutnya
memberikan nilai terhadap RPP yang sudah
dibuat oleh mahasiswa. Guru pamong harus
melakukan tahapan ini agar mengetahui
bagaimana kemajuan atau peningkatan prestasi
mahasiswa yang menjadi bimbingannya.
Lebih lanjut semua guru pamong
menugaskan mahasiswa untuk mencari materi
pembelajaran. Hal ini dapat diartikan bahwa
semua guru pamong sepertinya mengharapkan
agar materi yang akan diberikan oleh
mahasiswa PKM dapat lebih lengkap dan lebih
up to date sehingga semua guru pamong
menugaskan mahasiswa untuk mencari materi
pembelajaran. Tindakan ini sudah cukup tepat
agar materi yang diperoleh oleh siswa-siswanya
tidak ketinggalan jaman.
Selanjutnya
semua
mahasiswa
mengkonsultasikan uraian materi ke guru
pamong sebelum ditampilkan. Hal ini dapat
diartikan bahwa semua mahasiswa PKM
mengkonsultasikan uraian materi yang telah
dibuat kepada dosen pembimbing. Setelah
mahasiswa membuat RPP maka selanjutnya
membuat kelengkapannya khususnya uraian

materinya. Hal ini tentu harus dikonsultasikan


kepada guru pamong sehingga materi yang
akan diajarkan sesuai dengan yang seharusnya
dan tidak ada yang tertinggal. Dengan
disetujuinya uraian materi oleh guru pamong,
maka diharapkan tidak ada materi yang
tertinggal dan selanjutnya akan menjadikan
mahasiswa lebih mantap dalam mengajar atau
dengan kata lain lebih percaya diri.
Guru pamong berada di dalam kelas saat
mahasiswa PKM pertamakali mengajar.
Responden yang menjawab ya sebesar 91,3%
dan tidak sebesar 8,7%. Hal ini dapat diartikan
bahwa sebagian besar guru pamong berada di
dalam kelas saat mahasiswa PKM pertamakali
mengajar. Hal ini menandakan bahwa guru
pamong sebagian besar sudah melakukan tugas
terbimbingnya pada mahasiswa. Kegiatan ini
juga berada dalam kegiatan supervisi klinis
yang dilakukan oleh guru pamong.
Guru pamong mengajak mahasiswa
mengikuti rapat jurusan. Responden yang
menjawab ya sebesar 43,5% dan tidak sebesar
56,5%. Hal tersebut dapat diartikan bahwa
sebagian besar guru pamong tidak melibatkan
mahasiswa dalam rapat jurusan. Hal ini
dikarenakan guru pamong tidak mempunyai
wewenang untuk menentukan peserta rapat
atau kemungkinan lain karena permasalahan
yang akan dibahas dalam rapat bersifat rahasia.
Guru pamong mengajak mahasiswa
terlibat dalam kegiatan administrasi sekolah.
Responden yang menjawab ya sebesar 65,2%
dan tidak sebesar 34,8%. Hal tersebut dapat
diartikan bahwa sebagian
guru pamong
mengajak mahasiswa terlibat dalam kegiatan
administrasi sekolah. Hal ini sangat baik agar
mahasiswa
berpengalaman
dalam
menyelesaikan administrasi guru seperti:
membuat soal UTS dan UAS, mengolah nilai,
memasukkan nilai dalam buku dan lain
sebagainya.
Guru pamong mengajak membantu
kegiatan kewalikelasan. Responden yang
menjawab ya sebesar 55,0% dan tidak sebesar
45,0%. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian
guru pamong yang mengajak mahasiswa untuk
membantu kegiatan kewalikelasan dan sebagian
lagi tidak mengajak mahasiswa PKM
membantu kegiatan kewalikelasan. Kegiatan
kewalikelasan bukan tugas utama yang harus
dikerjakan oleh mahasiswa PKM, akan tetapi
kalau memang mahasiswa PKM sudah

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

33

PEND-06

dilibatkan dalam kegiatan kewalikelasan


memasukkan nilai kedalam raport akan
merupakan pengalaman yang dapat dijadikan
pembelajaran untuk mahasiswa sebagai calon
guru.
Guru Pamong mengajak mahasiswa PKM
dalam menangani siswa. Responden yang
menjawab ya sebesar 92,8% dan tidak sebesar
7,2%. Hal ini dapat diartikan bahwa hampir
semua guru pamong mengajak mahasiswa PKM
ikut menangani siswa. Penanganan siswa
menjadi salah satu tindakan dalam rangka
pengelolaan kelas. Jadi dengan diajaknya
mahasiswa PKM menangani siswa maka
diharapkan mahasiswa dapat mengelola kelas
secara tepat dan baik.
Guru pamong menugaskan mahasiswa
PKM
untuk
membimbing
kegiatan
ekstrakurikuler.Responden yang menjawab ya
sebesar 30,4% dan tidak sebesar 69,6%. Hal ini
dapat diartikan bahwa sebagian besar guru
pamong tidak menugaskan mahasiswa PKM
untuk membimbing kegiatan ekstrakurikuler.
Biasanya ekstrakurikuler di sekolah ditangani
oleh wakil kepala sekolah bidang kesiswaan,
jadi bukan wewenang guru pamong.
Guru pamong memperkenalkan mahasiswa
PKM kepada siswa yang akan diajar.
Responden yang menjawab ya sebesar 92,8%
dan tidak sebesar 7,2%. Hampir semua guru
pamong memperkenalkan mahasiswa PKM
kepada siswa yang akan diajar. Tindakan ini
sudah tepat karena hal ini merupakan salah satu
tugas guru dalam membimbing mahasiswa
PKM. Diharapkan dengan diperkenalkannya
mahasiswa PKM kepada siswa diharapkan
dapat terjadi interaksi positif antara mahasiswa
PKM dan siswa.
Pada saat mahasiswa mengajar guru
pamong berada didalam kelas. Responden yang
menjawab ya sebesar 69,6% dan tidak sebesar
30,4%. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian
besar guru pamong berada di dalam kelas saat
mahasiswa mengajar. Hal ini menandakan
bahwa sebagian besar guru pamong sudah
melakukan tugas mandiri pada mahasiswa nya.
Kegiatan ini juga berada dalam kegiatan
supervisi klinis yang dilakukan oleh guru
pamong.
Guru pamong mengamati tampilan
mengajar
mahasiswa.
Responden
yang
menjawab ya sebesar 98,6% dan tidak sebesar
1,4%. Hal ini dapat diartikan bahwa hampir

semua guru pamong mengamati tampilan


mengajar mahasiswa. Kegiatan ini juga
merupakan salah satu tugas terbimbing dari
guru pamong utamanya dalam pengamatan
latihan praktik mengajar. Dalam kegiatan ini
guru
pamong
juga
harus
mencatat
perkembangan
keterampilan
mengajar
mahasiswa.
Guru pamong menilai tampilan mahasiswa
mengajar. Responden yang menjawab ya
sebesar 97,1% dan tidak sebesar 2,9%. Hal ini
dapat diartikan bahwa hampir semua guru
pamong melakukan penilaian tentang tampilan
mahasiswa dalam mengajar. Penilaian ini
dilakukan setiap guru pamong mengamati
tampilan mengajar mahasiswa sehingga
mengetahui
perkembangan
keterampilan
mengajar mahasiswa PKM yang dibimbingnya.
Guru pamong menginformasikan hasil
penilaian kepada mahasiswa. Responden yang
menjawab ya sebesar 84,1% dan tidak sebesar
15,9%. sebagian besar guru pamong
menginformasikan hasil penilaian mengajar
mahasiswa bimbingannya. Supervisi ini
dimaksudkan agar mahasiswa mengetahui
kemampuan mengajarnya.
Guru pamong memberikan umpan balik
hasil penilaian kepada mahasiswa PKM.
Responden yang menjawab ya sebesar 94,2%
dan tidak sebesar 5,8%. Hal ini dapat diartikan
bahwa hampir semua guru pamong memberikan
umpan balik terhadap hasil penilaian mengajar
kepada
mahasiswa
bimbingannya.
Dimaksudkan agar kemampuan mengajarnya
dapat diperbaiki sehingga menjadi semakin
baik.
Setelah RPP dibuat selanjutnya semua
guru pamong mengharuskan mahasiswa PKM
membuat media pembelajaran. Hal ini dapat
diartikan bahwa semua guru pamong
mengharuskan mahasiswa PKM membuat
media pembelajaran setelah RPPnya dibuat.
Kegiatan ini merupakan kegiatan latihan
terbimbing dari tahapan pelaksanaan PKM.
Disamping membuat medianya, mahasiswa
juga perlu latihan bagaimana menggunakannya
sebelum tampil mengajar. Selanjutnya semua
guru pamong memeriksa media pembelajaran
yang dibuat oleh mahasiswa. Kegiatan ini
merupakan kegiatan latihan terbimbing dengan
maksud agar mahasiswa memperbaiki atau
melengkapi medianya apabila belum lengkap
sampai layak untuk ditampilkan.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

34

PEND-06

Guru pamong bersama dosen pembimbing


menentukan waktu ujian. Hal ini dapat diartikan
bahwa semua guru pamong dalam menetukan
waktu ujian menunggu persetujuan dari dosen
pembimbing aatau sebaliknya. Disamping itu
tugas guru pamong selanjutnya adalah
menentukan
kelulusan
mahasiswa
bimbingannya bersama dosen pembimbing.
Dari hasil penelitian yang didapat dari
sejumlah angket yang telah diisi oleh dosen
pembimbing, selanjutnya akan dibahas sebagai
berikut:
Mulai membimbing pada saat kegiatan
pembekalan PKM khususnya Micro teaching.
Responden yang menjawab ya sebesar 66,7%
dan tidak sebesar 33,3%. Hal ini dapat diartikan
bahwa sebagian besar dosen pembimbing sudah
mulai membimbing pada saat pembekalan
PKM. Hal ini juga diperkuat dengan angket
mahasiswa PKM sebagai data verifikasi, bahwa
hampir keseluruhan dosen pembimbing sudah
membimbing dari kegiatan microteaching saat
pembekalan. Hal ini diharapkan pada saat
pelaksanaan
PKM
berikutnya
dosen
pembimbing sudah mengetahui kemampuan
mahasiswa bimbingannya. Disamping itu
sebagai supervisor seorang dosen pembimbing
harus bisa menunjukkan kemampuan dan
kemauan dalam membimbing mahasiswa yang
merupakan potensi yang harus ada dalam
proses supervisi. Dengan dilibatkannya dosen
pembimbing pada saat pembekalan PKM
diharapkan dapat lebih termotivasi dalam
melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai
supervisor. Untuk dosen pembimbing yang
tidak membimbing dari saat pembekalan
diharapkan
dapat
menambah
frekuensi
bimbingannya pada saat pelaksanaan PKM
tahapan berikutnya.
Datang pada saat pelepasan PKM.
Responden yang menjawab ya sebesar 71,4%
dan tidak sebesar 28,6%. Hal ini dapat diartikan
bahwa sebagian besar dosen pembimbing hadir
saat pelepasan PKM. Hal ini diperkuat dengan
angket mahasiswa PKM sebagai data verifikasi,
bahwa hampir keseluruhan dosen pembimbing
hadir pada saat pelepasan PKM. Dengan
hadirnya dosen pembimbing pada saat
pelepasan PKM diharapkan penyerahan
mahasiswa ke sekolah tempat PKM dapat
segera dilaksanakan. Bagi dosen pembimbing
yang tidak hadir pada saat pelepasan
diharapkan segera menghubungi mahasiswa

bimbingannya dan segera diantar ke sekolah


tempat PKM.
Selanjutnya semua dosen pembimbing
mengantarkan mhs PKM ke sekolah tempat
PKM Dari angket yang diberikan kepada
mahasiswa PKM sebagai data verifikasi, bahwa
masih ada dosen pembimbing yang tidak
mengantarkan mahasiswanya pada saat pertama
kali datang ke sekolah. Bagi dosen pembimbing
yang tidak mengantarkan mahasiswanya ke
sekolah tempat PKM, diharapkan segera datang
ke sekolah agar pihak sekolah dapat segera
menugaskan guru-guru sebagai guru pamong
sehingga dapat segera dimulai kegiatan PKM
berikutnya seperti observasi dan seterusnya.
Dalam hal mengikuti kegiatan penyusunan
program kegiatan PKM di sekolah, responden
yang menjawab ya sebesar 85,7% dan tidak
sebesar 14,3%.Hal ini dapat diartikan bahwa
sebagian besar dosen pembimbing mengikuti
kegiatan penyusunan program kegiatan PKM di
sekolah. Hal ini sangat baik karena dengan
dosen pembimbing yang mengikuti kegiatan
penyusunan program kegiatan PKM, maka
program kegiatan yang disusun dapat
disesuaikan dengan program kegiatan yang
telah digariskan dalam Buku Pedoman PKMFT-UNJ.
Dalam hal membimbing penyusunan RPP,
responden yang menjawab ya sebesar 66,7%
dan tidak sebesar 33,3%. Hal ini dapat diartikan
bahwa lebih saparoh dari dosen pembimbing
telah membimbing mahasiswa PKM dalam
menysun RPP. Dari angket yang diberikan
kepada mahasiswa PKM sebagai data
verifikasi, bahwa masih ada dosen pembimbing
yang tidak membimbing pada saat mahasiswa
menyusun atau membuat RPP. Dengan dosen
pembimbing yang sudah membimbing saat
mahasiswa menyusun RPP, maka dosen
pembimbing tersebut akan mengetahui RPP
yang diberlakukan di sekolah tersebut, karena
dengan Kurikulum yang diberlalukan saat ini
memungkinkan bentuk RPP dapat bervariasi
antara sekolah satu dengan sekolah yang lain.
Memonitor ke dalam kelas pada saat
mahasiswa
mengajar.
Responden
yang
menjawab ya sebesar 76,2% dan tidak sebesar
23,8%. Hal ini dapat diartikan bahwa lebih
separuh dosen pembimbing telah melakukan
monitoring ke dalam kelas pada saat mahasiswa
mengajar. Sama dengan angket yang diberikan
kepada mahasiswa PKM sebagai data

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

35

PEND-06

verifikasi, bahwa masih ada dosen pembimbing


yang tidak memonitor ke dalam kelas pada saat
mahasiswa mengajar. Supervisi dalam latihan
praktik mengajar sangat membantu mahasiswa
dalam meningkatkan kemampuan mengajarnya
dengan membantu mengobservasi, merefleksi
dan menganalisis tingkah laku mengajarrnya.
Betapa pentingnya fungsi dari supervisi
tersebut, sehingga sangat disayangkan dosen
pembimbing yang tidak melaksanakan supervisi
klinisnya.
Dalam hal memberi motivasi kepada
mahasiswa PKM, responden yang menjawab ya
sebesar 85,7% dan tidak sebesar 14,3%. Hal ini
dapat diartikan bahwa sebagian besar dosen
pembimbing telah memberikan motivasi kepada
mahasiswa PKM.
Data tentang kehadiran dosen, setelah
diolah didapat sebagai berikut :
Interval
Kehadiran
03
47
811
1215

Frekuensi
Kehadiran
31
25
6
7

Persentase
Kehadiran
44,9
36,2
8,7
10,2

Data ini menunjukkan bahwa kehadiran dosen


pembimbing ke sekolah tempat PKM masih
sangat kurang dari yang seharusnya yaitu enam
belas kali. Oleh karena itu mohon agar
mendapat perhatian yang lebih kepada pihak
pemberi tugas dalam hal ini adalah Dekan FTUNJ.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat
ditarik kesimpulan sebgai berikut:
1. Guru pamong dan dosen pembimbing
sudah membimbing secara benar, baik pada saat
mahasiswa observasi maupun pada saat
mempersiapkan
perangkat
pembelajaran
seperti: membuat RPP, menyusun materi
pembelajaran
sampai
membuat
media
pembelajarannya.
2. Pada saat mahasiswa mengajar, guru
pamong dan dosen pembimbingpun tetap
melaksanakan supervisi klinisnya sehingga
mengetahui betul tahapan perkembangan
kemampuan mahasiswa PKM dalam mengajar.
3. Pada saat akan menentukan waktu
ujian, semua guru pamong minta persetujuan
dari dosen pembimbing PKM

4. Kehadiran dosen pembimbing ke


sekolah tempat PKM masih sangat kurang dari
yang seharusnya yaitu enam belas kali.
SARAN-SARAN
1. Pada saat observasi dimohon guru
pamong untuk bersedia diobservasi
2. Agar guru pamong mengharuskan
kepada mahasiswa PKM untuk membuat
perangkat pembelajarannya sebelum mahasiswa
mengajar.
3. Sebelum menentukan waktu ujian, guru
pamong dan dosen pembimbing agar dapat
melihat secara jeli kemampuan mahasiswa
dalam mengajar sehingga diharapkan pada saat
ujian mahasiswa betul-betul sudah siap dan
agar dapat memperoleh hasil yang maksimum.
4. Mohon agar mendapat perhatian yang
lebih kepada pihak pemberi tugas dalam hal ini
adalah Dekan FT-UNJ tentang kehadiran dosen
pembimbing yang masih sangat kurang.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Fakultas
Teknik
UNJ,
Pedoman
Pelaksanaan
Praktik
Keterampilan
Mengajar, Jakarta: Fakultas Teknik UNJ
2009.
[2]. Lembaga Akta Mengajar, Pedoman
Pelaksanaan
Program
Pengalaman
Lapangan, Jakarta : Universitas Negeri
Jakarta, 2004
[3]. Moh.Rivai, Administrasi dan Supervisi
Pendidikan, Bandung : Jembars, 1997.
[4]. Ngalim Purwanto, Administrasi dan
Supervisi Pendidikan, Bandung : P.T.
Remaja Rosdakarya, 1993.
[5]. Solo Lipo La Sulo,dkk, Supervisi Klinis,
Departemen Pendidikan dan Kebudayan
Dirjen. Pendidikan Tinggi, Jakarta, 1995.
[6]. Sugeng Paranto, Pengajaran Makro,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan, Jakarta,
1985
[7]. Unit Pelayanan Teknis PPL UNJ,
Pedoman
Pelaksanaan
Program
Pengalaman
Lapangan,
Jakarta
:
Universitas Negeri Jakarta, 2004
[8]. ----------, Pedoman Kegiatan Akademik,
Jakarta : Universitas Negeri Jakarta, 2006
[9]. ---------, Undang Undang Republik
Indonesia No.14 Tentang Guru dan
Dosen, Jakarta : CV : Eka Jaya, 2006

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

36

PEND-07

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PDTSm DALAM


MENINGKATKAN KOMPETENSI SISWA SMK

Asep Hadian Sasmita


Departemen PendidikanTeknik Mesin, FPTK, Universitas Pendidikan Indonesia
e-mail :ah_mita@yahoo.com

ABSTRACT
Competence as a result of learning is the set of knowledge ( cognitive ) , skills ( psychomotor ) and attitudes ( affective ),
underlying students to work professionally. Competence gained from learning activities. The exact model of learning
practicum required to helping students achieve competence effectively and efficiently . The purpose of this study was to
produce effective practical learning model in delivering vocational students achieving Machining competence. The method
used in this study is methods of research and development. research result are PDTSm models developed as a practical
teaching model can improve machining competence of vocational students. This model has advantages in effectiveness, but
has a weakness in time efficiency especially at the stage of a structured practice that demands mastery learning. The next
stage semi- independent practice time efficiency can be achieved.The implication is that teachers should be able to manage
time and improve practice.
Keywords : learning , PDTSm , competence
ABSTRAK
Kompetensi sebagai hasil belajar adalah seperangkat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) dan perilaku
(afektif), mendasari siswa untuk bekerja secara profesional. Kompetensi didapatkan dari kegiatan pembelajaran. Model
pembelajaran praktikum yang tepat diperlukan untuk membantu siswa mencapai kompetensinya secara efektif dan efisien.
Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan model pembelajaran praktikum yang efektif dalam mengantarkan siswa SMK
mencapai Kompetensi Pemesinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dan
pengembangan atau yang dikenal dengan research and development (R&D). Tahap-tahap penelitian pada tahap satu
dilakukan sampai pada tahap studi pengembangan, sementara uji validasi direncanakan dilakukan pada tahap dua (tahun
kedua). Hasil penelitian menunjukan bahwa model PDTSm yang dikembangkan sebagai model pembelajaran praktikum
dapat meningkatkan kompetensi pemesinan siswa SMK. Model ini memiliki kelebihan dalam efektifitas, tetapi memiliki
kelemahan dalam efisiensi waktu terutama pada tahap praktek terstruktur yang menuntut ketuntasan pembelajaran,
selanjutnya pada tahap praktik semi mandiri efisiensi waktu dapat dicapai. Implikasinya adalah guru harus dapat
memanajemen waktu praktikum dengan baik
Kata kunci: pembelajaran, PDTSm, kompetensi

1.

PENDAHULUAN

Pencapaian kompetensi siswa melalui proses


pembelajaran praktikum dipengaruhi banyak faktor
diantaranya sarana praktikum (workshop), guru
(Instruktur), waktu praktikum, metode pengajaran,
kemandirian siswa dan yang lainnya. Faktor-faktor
tersebut terkadang menjadi hambatan untuk siswa
dalam mencapai kompetensi yang diinginkannya.
Selain sarana praktikum yang harus sesuai standar
sarana prasarana, pemilihan model pembelajaran
oleh guru juga menentukan dalam pencapaian
kompetensi siswa. Model pembelajaran apa yang
seharusnya
digunakan
untuk
pencapaian
pengetahuan yang bersifat deklaratif dan model
pembelajaran apa yang digunakan untuk pencapaian
pengetahuan
yang
bersifat
prosedural.

Ketidaktepatan dalam memilih model pembelajaran


bisa menyebabkan waktu pencapaian kompetensi
menjadi lebih lama, bahkan tidak
tercapainya kompetensi yang diinginkan karena
terbatas oleh kalender pendidikan sekolah.
Hambatan seperti ini yang biasanya muncul dalam
pembelajaran praktikum di SMK-SMK.
Hasil observasi awal dan wawancara dengan
para guru dari SMK di Kota Bandung, didapatkan
fakta bahwa siswa yang belum mencapai standar
kompetensi minimal tersebut disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya: penguasaan pengetahuan
deklaratif yang kurang, pengetahuan prosedural
yang kurang, prosedur kerja yang tidak ditaati
(afektif), motivasi kurang, tidak percaya diri dan
tercapainya kompetensi yang diinginkan karena

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

37

PEND-07

terbatas oleh kalender pendidikan sekolah.


Hambatan seperti ini yang biasanya muncul dalam
pembelajaran praktikum di SMK-SMK.
Hasil observasi awal dan wawancara dengan
para guru dari SMK di Kota Bandung, didapatkan
fakta bahwa siswa yang belum mencapai standar
kompetensi minimal tersebut disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya: penguasaan pengetahuan
deklaratif yang kurang, pengetahuan prosedural
yang kurang, prosedur kerja yang tidak ditaati
(afektif), motivasi kurang, tidak percaya diri dan
faktor lainnya. Sebagian besar permasalahan siswa
dikarenakan kurang mengetahui pengetahuan akan
prosedur kerja dan tidak mengikuti prosedur kerja di
mesin bubut. Contohnya adalah pada saat sebelum
membubut rata, pahat bubut rata harus disesuaikan
ketinggiannya dengan senter sehingga hasil
membubut sesuai standar. Adanya kegagalankegagalan
tersebut,
mengharuskan
siswa
mengulang-ulang proses praktikum sehingga tidak
semua kompetensi dapat tercapai dengan baik
dikarenakan waktu pembelajaran yang habis dipakai
mengulang-ulang proses praktikum. Hal ini menjadi
permasalahan tersendiri yang perlu untuk
diselesaikan.
Model pembelajaran praktikum yang tepat,
yang
bisa
meningkatkan
pencapaian
kompetensidengan waktu pembelajaran yang efektif
sangat dibutuhkan sehingga bisa mengatasi
permasalahan yang ada. Diantara banyak model
pembelajaran,
terdapat
salah
satu
model
pembelajaran yang menekankan pada praktik yang
prosedural untuk mencapai kompetensi, model
tersebut adalah Direct Instruction. Model
pembelajaran tersebut, dijadikan model hipotetik
pada penelitian ini. Pada penelitian sebelumnya
(Sasmita, 2012:30) model direct instruction terbukti
dapat meningkatkan procedural knowledge siswa,
dimana prosedural knowledge siswa merupakan
salah satu faktor penentu hasil belajar siswa berupa
kompetensi.
Model pembelajaran Direct Instruction
merupakan salah satu model pembelajaran kelompok
sistem prilaku (behavior). Direct instruction
dikembangkan oleh Tom Good, Jere Grophy, Carl
Bereiter, Ziggy Engleman dan Wes Becker.
Beberapa keunggulan terpenting dari Direct
Instructionmenurut Joyce Bruce (2009:421), adalah:
adanya fokus akademik, arahan dan kontrol guru,
harapan yang tinggi terhadap perkembangan siswa,
sistem manajemen waktu, dan atmosfer akademik yang
cukup netral. Model Direct Instruction dirancang
khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang
berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan
pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik,
yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang
bertahap, selangkah demi selangkah. Dengan lima
tahap aktivitas; yakni orientasi, presentasi, praktek

yang terstruktur, praktik di bawah bimbingan dan


praktik mandiri.
Bertolak dari permasalahan yang ada dan dari
penelitian-penelitian terdahulu, maka peneliti
bermaksud untuk meneliti apakah pengembangan
model direct instruction dapat meningkatkan
kompetensi siswa, dibandingkan dengan model
pembelajaran
yang
selama
ini
dilakukan
(konvensional). Penelitian ini dirasa perlu dilakukan
karena selain belum ada penelitian sejenis terutama
untuk mata pelajaran praktikum, penelitian ini juga
akan bermanfaat bagi guru di SMK dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di
kelasnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
gambaran model pembelajaran praktikum faktual
yang dilakukan guru selama ini dalam
meningkatkan kompetensi siswa di SMK, untuk
memperoleh desain model pembelajaran praktikum
alternatif yang dapat meningkatkan kompetensi
siswa di SMK, dan untuk mengetahui sejauh mana
peningkatan hasil belajar siswa yang menggunakan
model pembelajaran alternatif hasil pengembangan.
2.

METODE PENELITIAN

Model hipotetik (Gambar 1) didapatkan dari


hasil studi pendahuluan. Model pembelajaran
alternatif yang dikembangkan adalah model
pembelajaran direct instruction Joyce.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian dan pengembangan atau
yang dikenal dengan research and development
(R&D), yaitu metode penelitian proses yang meneliti
dan mengembangkan serta menghasilkan produk
penelitian. Menurut Sugiyono (2011:407) metode
penelitian dan pengembangan adalah metode
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu, dan menguji keefektifan produk
tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Borg and Hall (2003), yaitu a
process used to develop and validate educational
products, yaitu proses yang digunakan untuk
mengembangkan
dan
memvalidasi
produk
pendidikan.
Pada tahun pertama dilakukan studi
pendahuluan berupa studi literature untuk mengatasi
permasalahan yang ada dan pencarian data mengenai
model faktual yang sedang digunakan. Kemudian
dilakukan studi pengembangan yaitu mendesain
model pembelajaran alternatif direct instruction
yang
menghasilkan
model
PDTSm
(Pendahuluan/orientasi,
Demonstrasi,
praktek
Terstruktur, praktek Semi mandiri) proses validasi
ahli dan uji coba terbatas untuk mengetahui
pelaksanaan pembelajaran model alternatif dari segi
proses. Setelah dilakukan perbaikan maka dilakukan
uji coba lebih luas melalui one shot design untuk
mengetahui sejauh mana peningkatan hasil

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

38

PEND-07

pembelajaran menggunakan model pembelajaran


alternatif.
Pada tahun kedua setelah melalui tahap perbaikan
direncanakan dilakukan uji validasi dengan
menggunakan sampel yang lebih banyak dan
dikontrol oleh kelas kontrol.
3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil uji coba menggunakan one shoot


design menunjukan bahwa model pembelajaran
praktikum hasil pengembangan (PDTSm) dapat
meningkatkan kompetensi siswa. Taha puji coba
model pengembangan melibatkan 34 siswa SMK.
Hasil uji coba menunjukan bahwa rata-rata n-gain
kompetensi siswa SMK pada Kompetensi Bekerja
dengan Mesin Bubut (LOG.OO07.006.00) mencapai
0,78 (tinggi) dengan skor n-gain tertinggi 0,92
(tinggi) dan terendah 0,68 (sedang).

Peningkatan kompetensi siswa setelah melalui


tahapan pembelajaran model pengembangan
termasuk pada kategori tinggi yaitu di atas 0,70 poin
(Richard R Hake, 1998:64-66). Walaupun demikian
masih terdapat beberapa siswa yang nilainya di
bawah 70. Hal ini menjadi perhatian serius karena
prinsip ketuntasan dalam pembelajaran di SMK
harus dipenuhi,
sehingga siswa-siswa yang
mendapatkan nilai di bawah patokan harus
mendapatkan remedial.
Dari beberapa aspek yang dilihat pada uji
performa meliputi aspek persiapan, sikap kerja,
proses kerja, hasil kerja dan waktu, aspek sikap kerja
dan proses diberikan bobot nilai lebih. Hal ini
dikarenakan pada kompetensi melakukan pekerjaan
dengan mesin bubut, sub kompetensi yang diajarkan
merupakan dasar untuk pencapaian kompetensi
lanjutan. Dan hasil penelitian menunjukan pada
aspek sikap kerja dan proses terjadi peningkatan
yang signifikan.

Model PembelajaranPraktikum
(Model Direct Instruction)

Komponen

Isi

Luaran

Perencanaan

RENCANA
ISI
1. Tujuan
2. Materi
3. Metode
4. Alat
5. Evaluasi

Implementasi

IMPLEMENTASI MODEL
PrinsipInstruksiLangsung
1. SesuaiKompetensi
2. Step-by-step Learning
3. Individual Learning
4. Mastery Learning.
LangkahPembelajaran
1. Pendahuluan/Orientasi
2. PresentasiDemonstrasi
3. PraktikTerstruktur
4. PraktekSemi mandiri

Evaluasi

EVALUASI
1. Pendekatan
PAP
2. UjiKompete
nsi(integrasi
test
tertulisdanki
nerja)

SiswakompetenpadaKomp
etensiMelakukanPekerjaan
denganMesinBubut

Gambar 1. Model PembelajaranHipotetik

Pembelajaran bertahap dan pembiasaan


menjadi kata kunci dari peningkatan sikap kerja dan
aspek proses pada model pembelajaran praktikum
hasil pengembangan ini, mulai dari praktek
terstruktur, praktek terbimbing sampai praktek

mandiri. Relevan dengan penelitian yang dilakukan


oleh Hiro(2006:89) yang menggunakan model direct
learninguntuk meningkatkan hasil belajar siswa,
dimana hasil belajar siswa meningkat setelah
menggunakan
model
direct
learning.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

39

PEND-07

Jugamenggunakanmetodepembelajaranbertahap. Hal
inirelevanjugadengan penelitian Rachanah (2010:90)
yang mengembangkan model pengembangan
kontruktivistik yang salah satunya model direct
intruction menghasilkan kesimpulan bahwa model
direct instruction mampu meningkatkan pemahaman
siswa terhadap materi dikarenakan kejelasan
skenario pembelajaran dan tahapan pembelajaran.
Pada penelitian ini kejelasan tahapan pembelajaran
terutama untuk pembelajaran praktik diterapkan
dalam bentuk lembar kerja (LK1 dan LK2). Dengan
adanya lembar panduan tersebut terutama LK1 yang
sangat terstruktur setiap langkah siswa menjadi
terstruktur dan diharapkan terus melekat (mewatak)
pada diri siswa sehingga menjadi suatu mekanisme
apabila siswa menemukan job dengan kompetensi
serupa. Hasilnya setelah melalui dua tahapan praktik
yang memakai panduan, siswa mampu praktik
secara mandiri pada tahap yang terakhir.
Keunggulan dari model pembelajaran hasil
pengembangan adalah efektif dalam meningkatkan
kompetensi siswa dan memudahkan siswa dalam
mencapai
kompetensi
lanjutan.
Sedangkan
kekurangan yang harus diperbaiki adalah masalah
efesiensi waktu pembelajaran pada sub kompetensi
dasar yang melebihi alokasi waktu pada
pembelajaran yang selama ini biasa dilakukan guru.
Namun waktu pencapaian untuk sub kompetensi
selanjutnya menjadi lebih cepat dari waktu yang
dialokasikan dikarenakan para siswa telah memiliki
dasar kompetensi yang baik sehingga pada sub
kompetensi berikutnya lebih cepat dalam
pencapaiannya.
Sehingga diharapkan pada
pelaksanaannya guru dapat membagi porsi waktu
pembelajaran lebih pada sub kompetensi awal
4.

SIMPULAN DAN SARAN

Model pembelajaran alternatif hasil pengembangan


dari model direct instruction yaitu model PDTSm
terbukti dapat meningkatkan kompetensisiswa SMK
pada Kompetensi Bekerja dengan Mesin Bubut
secara signifikan. Model ini memiliki kelemahan
dalam efisiensi waktu terutama pada tahap praktek
terstruktur yang menuntut ketuntasan pembelajaran,

selanjutnya pada tahap praktik semi mandiri


efisiensi waktu dapat dicapai. Implikasinya adalah
guru harus dapat memanajemen waktu praktikum
dengan baik. Untuk penelitian selanjutnya
diharapkan dilakukan tahapan validasi untuk
menguatkan hasil penelitian ini.
5.

REFERENSI

[1]. Gall D. Meredith, Gall P. Joyce, dan Borg R.


Walter.
Educational
Research
an
Introduction (7thed.). Boston: Allyn and
Bacon.(2003)
[2]. Hake, R. R. Analyzing Change/Gain
Scores.[online]
Tersedia:
http://lists.asu.edu/cgibin/wa?A2=ind9903&L=aera-d&P=R6855.[10
oktober 2010].(1999).
[3]. Hiro, S. Studi Perbandingan Hasil Belajar
Siswa
yang
Diajar
dengan
Model
Pembelajaran Langsung dengan Model
Pembelajaran Konvensional pada Pokok
Bahasan Sistem Pencernaan pada Manusia
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Bau-Bau.
[Online].http://www.unidayan.ac.id/print.php?i
d=20080506141706424&tipe=journal
[26
Maret 2011) (2008).
[4]. Joice, B. dan Weil, M. Models of Teaching
(Model-model Pembelajaran). Yogyakarta:
Pustaka Karya.(2009).
[5]. Rachanah,
N.
Pengembangan
Model
Pembelajaran Berorientasi Kontrustivistik
untuk
Meningkatkan
Kualitas
Pembelajaran Akutansi di SMA [Online].
Tersedia:
http://jurnal.upi.edu/file/Nanih_Rachanah.pdf
[25 Maret 2011] (2010).
[6]. Sasmita.
Peningkatkan
Penguasaan
Pengetahuan Prosedural Siswa SMK
melaluin
Penerapan
Model
Direct
Instruction, Yogyakarta: Prosiding SemNas
JPTM UNY (2012).
[7]. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
(2011).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

40

PEND-08

Model Pembelajaran Competence Based Training (CBT) Berbasis


Karakterpada Pembelajaran Praktik Sebagai Upaya Peningkatan Mutu
Pendidikan Vokasi
Dwi Rahdiyanta, Sunarso, Paryanto
UniversitasNegeri Yogyakarta,
dwi_rahdi@yahoo.com, dwi_rahdiyan@uny.ac.id
Hp: 0818273996
Abstrak
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk meningkatkan kualitas lulusan pendidikan vokasi di tingkat
Perguruan Tinggi, agar selain menguasai kompetensi akademis juga memiliki karakter yang baik. Sedangkan tujuan khusus
dari penelitian ini adalah: 1)untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran Competence Based
training(CBT) berbasis karakter terhadap sikap dan tingkah laku mahasiswa, dan 2) untuk mengetahui pengaruh
penggunaan model pembelajaran Competence Based training (CBT) berbasis karakter terhadap prestasi belajar mahasiswa.
Secara global penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan Research and Development. Untuk mengetahui
pengaruh penerapan model pembelajaran Competence Based training(CBT) berbasis karakter pada mata kuliah praktik
pemesinan terhadap sikap atau tingkah laku dan prestasi hasil belajar mahasiswa, digunakan metode quasi-eksperimen.
Lokasi kegiatan penelitian ini adalah industri manufaktur di bidang pemesinan dan Jurusan Pendidikan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi, dokumentasi, evaluasi
hasil belajar dan wawancara. Pada penelitian ini data dianalisis dengan cara kualitatif dan kuantitatif, kemudian
dipaparkan secara deskriptif. Untuk mengetahui pengaruh dari penggunaan model pembelajaran Competence Based
Training(CBT) berbasis karakter pada mata kuliah praktik pemesinan digunakan teknik uji-t.
Hasil penelitian yang telah dilaksanakan adalah: 1) ada perbedaan antara sikap dan tingkah laku mahasiswa antara
kelas yang diajar dengan model pembelajaran pembelajaran Competence Based Training (CBT) berbasis karakter,
dibandingkan dengan kelas yang tidak menerapkan model pembelajaran Competence Based Training (CBT) berbasis
karakter (t= 7,211; p= 0,000); 2) ada perbedaan prestasi belajar mahasiswa antara kelas yang diajar dengan model
pembelajaran Competence Based Training (CBT) berbasis karakter dengan kelas yang tidak menggunakan model
pembelajaran Competence Based Training(CBT) berbasis karakter (t=10,573; p= 0,000).
Kata kunci: Model Pembelajaran CBT, BerbasisKarakter.

A. Pendahuluan
Pendidikan vokasi sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional memainkan peran yang sangat
strategis bagi terwujudnya tenaga kerja yang
terampil, siap kerja dan berkarak termulia. Dari
berbagai kajian bahwa peluang untuk memiliki
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan
dari suatu negara di era global ini akan semakin
besar jika didukung oleh SDM yang memiliki: (1)
pengetahuan dan kemampuan dasar untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan dan dinamika
perkembangan yang tengah berlangsung; (2)
karakter yang unggul, beriman dan bertakwa, (3)
jenjang pendidikan yang semakin tinggi; (4)
keterampilan keahlian yang berlatar belakang ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek); dan (5)
kemampuan untuk menghasilkan produk-produk
baik dari kualitas maupun harga, mampu bersaing
dengan produk-produk lainnya di pasar global1.
Pendidikan vokasi sebagai pranata utama
untuk penyiapan tenaga kerja yang siap pakai
memiliki tugas yang sangat berat. Hal ini sangat
beralasan karena fenomena dunia kerja dalam era

global selalu ditandai oleh ketidakpastian, semakin


cepat dan sering berubah, dan menuntut fleksibilitas
yang lebih besar. Perubahan ini secara mendasar
tidak saja menuntut angkatan kerja yang mempunyai
kemampuan bekerja dalam bidangnya (hard
competencies) namun juga sangat penting untuk
menguasai kemampuan menghadapi perubahan serta
memanfaatkan perubahan itu sendiri (soft
competence). Oleh karena itu menjadi tantangan
pendidikan vokasi untuk mampu mengintegrasikan
kedua macam komponen kompetensi tersebut secara
terpadu dalam menyiapkan peserta didik untuk
memiliki kemampuan bekerja dan berkembang di
masa depan.
Berdasarkan kenyataan tersebut, menjadi
tanggung jawab dunia pendidikan khususnya
pendidikan vokasi untuk dapat menghasilkan
lulusan yang memiliki kompeten akademik juga
berkarakter unggul. Oleh karena itu menjadi
keharusan untuk mengimplementasikan nilai-nilai
karakter dalam proses pembelajaran, tidak terkecuali
dalam pembelajaran praktik berbasis kompetensi.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

41

PEND-08

Salah satu upaya untuk mengimplementasikan nilainilai karakter dalam pembelajaran berbasis
kompetensi adalah dengan mengembangkan model
pembelajaran Competence Based Training (CBT)
berbasis karakter untuk pembelajaran praktik di
perguruan tinggi, khususnya pada pendidikan
vokasi.
Permasalahan yang akan dibahas adalah:
1)untuk mengetahui pengaruh penggunaan model
pembelajaran Competence Based training (CBT)
berbasis karakter terhadap sikap dan tingkah laku
mahasiswa, dan 2) untuk mengetahui pengaruh
penggunaan model pembelajaran Competence Based
training (CBT) berbasis karakter terhadap prestasi
belajar mahasiswa.
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah
pembelajaran yang dilakukan dengan orientasi
pencapaian kompetensi peserta didik. Sehingga
muara
akhir
hasil
pembelajaran
adalah
meningkatnya kompetensi peserta didik yang dapat
diukur dalam pola sikap, pengetahuan, dan
keterampilannya2.Konsep pembelajaran berbasis
kompetensi mensyaratkan dirumuskannya secara
jelas kompetensi yang harus dimiliki atau
ditampilkan peserta didik setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran. Dengan tolok ukur pencapaian
kompetensi maka dalam kegiatan pembelajaran
peserta didik akan terhindar dari mempelajari materi
yang tidak perlu yaitu materi yang tidak menunjang
tercapainya penguasaan kompetensi.
Pencapaian setiap kompetensi tersebut terkait erat
dengan sistem pembelajaran.Dengan demikian
komponen minimal pembelajaran berbasis kompetensi
adalah:
a. pemilihan dan perumusan kompetensi yang tepat.
b. spesifikasi indikator penilaian untuk menentukan
pencapaian kompetensi.
c. pengembangan sistem penyampaian yang
fungsional dan relevan dengan kompetensi dan
sistem penilaian.
Pembelajaran berbasis kompetensi memiliki
lima karakteristik sebagai berikut: (1) Menekankan
pada ketercapaian kompetensi peserta didik baik
secara individu maupun klasikal, (2) Berorientasi
pada hasil belajar dan keragaman, (3) Penyampaian
dalam pembelajar-an menggunakan pendekatan dan
metode yang bervariasi, (4) Sumber belajar bukan
hanya dosen tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif, dan
(5) Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam
upaya penguasaan atau pencapaian kompetensi3.
Lebih lanjut menurut Badan Nasional
Sertifikasi Profesi (BNSP), yang dalam hal ini
Lembaga Sertifikasi Profesi Logam dan Mesin
Indonesia (LSPLMI), dinyatakan bahwa terdapat 4
(empat) dimensi kompetensi yang harus diperhatikan
yaitu: (1) Task Skill yaitu kemampuan untuk
melaksanakan tugas utama dari suatu pekerjaan, (2)
Task Management yaitu kemampuan untuk

mengelola berbagai jenis tugas untuk mendukung


suatu pekerjaan, (3) Contingency Management Skill
yaitu kemampuan untuk merespon dan mengelola
kejadian yang irregular atau masalah dari suatu
pekerjaan, dan (4)
Job/Roll Environment
Managemen Skill yaitu kemampuan untuk
menyesuaikan dengan tanggung jawab lingkungan
kerja.
Karakteristik
pembelajaran
berbasis
kompetensi tersebut menuntut dosen untuk selalu
berinovasi dan berimprovisasi dalam menentukan
metode dan strategi pembelajaran yang sesuai.
Dalam proses pembelajaran yang banyak mengalami
kendala, dosen dituntut untuk mencari dan
menemukan pendekatan baru yang efektif dan
efisien. Namun pada saat ini guru/dosen dinilai
masih kurang memilki bekal pengetahuan didaktik,
metodik,
materi
dan
kreativitas
dalam
pembelajaran4. Dalam kondisi seperti ini maka
pemilihan model pembelajaran harus disesuaikan
dengan kemampuan dosen, dan tidak memberatkan
pekerjaan dosen.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi
pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan
tindakan (action), tanpa ketiga aspek ini maka
pendidikan karakter tidak efektif. Dengan demikian
pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan
untuk membantu anak didik supaya mengerti,
mempedulikan, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai
etika5.
Berdasarkan penelitian di Harvard University
Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang
tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih
ditentukan oleh kemampuan mengelola diri dan
orang
lain
(soft
skill).
Penelitian
ini
mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan
sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80
persen oleh soft skill6. Bahkan orang-orang sukses di
dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak
didukung kemampuan soft skill daripada hard skill.
Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan
karakter peserta didik sangat penting untuk
ditingkatkan.
Ada enam aspek karakter atau nilai yang
dapat diintegrasikan dalam proses perkuliahan,
yaitu: 1) ketaatan beribadah, 2) kejujuran, 3)
tanggungjawab, 4) kepedulian, 5) kerjasama, dan 6)
hormat pada orang/pihak lain7. Lebih lanjut
disebutkan terdapat sembilan pilar karakter yang
berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: 1)
karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; 2)
kemandirian
dan
tanggung
jawab;
3)
kejujuran/amanah, diplomatis; 4) hormat dan santun;
5) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong
royong/kerjasama; 6) percaya diri dan pekerja keras;
7) kepemimpinan dan keadilan; 8) baik dan rendah
hati; dan 9) karakter toleransi, kedamaian dan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

42

PEND-08
kesatuan8.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan
Penelitian
Pengembangan
(Research
and
Development).Pada penelitian tahap pertama
dilakukan kegiatan eksplorasi, yang terdiri dari studi
pendahuluan, penyusunan model konseptual,
validasi dan revisi, serta ujicoba model.Sedangkan
penelitian pada tahap kedua ini dilakukan kegiatan
implementasi dan diseminasi.
Kegiatan implementasi
model
materi
pembelajaran (konseptual) dilakukan dengan
menggunakan desain ekperimen semu atau Quasi
Experimental Design dua kelompok dengan pre-test
dan post-test8. Tujuan penggunaan desain ini untuk
menguji keefektifan model dan validasi model
konseptual yang telah dihasilkan secara empirik.
Pengujian keefektifan model dilakukan terhadap
model konseptual yang dikembangkan sehingga
dapat menjadi model empirik atau layak terap.
Karena proses implementasi dilakukan pada
pembelajaran praktik, sehingga desain penelitian
yang digunakan adalah desain posttest-only control
design. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik
pembelajaran praktik dimana untuk penilaian
prestasi mahasiswa dilihat dari benda kerja hasil
praktik, sehingga tidak diperlukan pretest. Adapun
desain penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar
di bawah ini:
R X O2
R
O4
Gambar 1. Posttest-Only Control Design
Keterangan :
R = kelas kontrol dan kelas uji coba diambil
secara random
O2 = posttest kelas uji coba
O4 = posttest kelas control
Lokasi untuk kegiatan penelitian ini adalah di
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Negeri Yogyakarta, dan industri
manufakturing bidangpemesinanyang ada di
Yogyakarta.
Metode dan teknik pengumpulan data pada
penelitian adalah: (1) lembar observasi, (2)
dokumentasi, (3) wawancara untuk menggali
tanggapan baik dari mahasiswa maupun dosen
pengajar, dan (4) lembar penilaian benda kerja
secara self assessment.
Data hasilpenelitian dianalisis dengan cara
kualitatif dan kuantitatif. Untuk menguji keefektifan
model yang dikembangkan dibandingkan dengan
model yang lama, dianalisis dengan menggunakan
metode t-test.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan


1. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada mata kuliah
Proses Pemesinan kompleks yang diajarkan pada
mahasiswa semester 4 Jurusan Pendidikan Teknik
Mesin FT-UNY. Proses penelitian dilaksanakan
selama 8 pertemuan. Pertemuan ke-1 sampai dengan
ke-3 digunakan untuk penjelasan dan persiapan
kegiatan pembelajaran, sedangkan pertemuan ke-4
sampai dengan ke-8 merupakan inti dari kegiatan
penelitian, sehingga
setiap pertemuan diamati
perkembangan aktivitas mahasiswa terkait dengan
penerapan aspek karakter maupun yang terkait
dengan prestasi belajar atau kemampuan mahasiswa
pada mata kuliah Proses Pemesinan Kompleks.
Sesuai dengan karakteristik mata kuliah praktik,
maka aspek karakter yang diterapkan adalah jujur,
disiplin, tekun, teliti, mandiri, kerja keras dan peduli.
Sedangkan aspek prestasi belajar mahasiswa
tercermin dalam pengerjaan jobsheet pada mata
kuliah Proses Pemesinan Kompleks yang telah
ditetapkan.
Data hasil observasi terhadap tingkah laku
atau aktivitas mahasiswa terkait dengan penerapan
aspek sikap pada kelas eksperimen, dapat dilihat
dalam tabel 1,dan data hasil observasi terhadap sikap
atau aktivitas mahasiswa pada kelas kontrol, dapat
dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 1. Aktivitas mahasiswa kelas eksperimen

Aspek
Sikap /
perilak
u

Jujur

12

12

14

16

16

Disiplin

13

15

15

15

16

16

Tekun

11

12

12

14

16

Teliti

11

12

11

14

15

Mandiri

12

13

14

14

16

Kerjake
ras

10

12

15

14

14

Peduli

12

13

14

15

14

15

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Jumlah Mahasiswa
padaper temuan ke

Rata-rata

Rat
arat
a
13.
0
15.
0
12.
0
11.
7
12.
5
11.
7
13.
8
12.
8

%
0.8
1
0.9
4
0.7
5
0.7
3
0.7
8
0.7
3
0.8
6
0.8
0

43

PEND-08

Tabel2.Aktivitas mahasiswa kelas control

Aspek
Sikap /
perilak
u

Jumlah Mahasiswa pada


pertemuan ke

Tabel 4. Prestasi belajar mahasiswa kelas control

Rat
arat
a

Jujur

12

12

8.8

Disiplin

10

12

10

12

10.
0

Tekun

10

6.5

Teliti

6.2

Mandiri

6.5

Kerja
keras

5.8

Peduli

11

12

7.8

Rata-rata Keseluruhan

7.4

Mhs
%
0.7
4
0.8
3
0.5
4
0.5
1
0.5
4
0.4
9
0.6
5
0.6
2

Adapun data tentang prestasi belajar mahasiswa


diambil dari penilaian benda kerja hasil praktik
sebanyak tiga (3) job praktik. Secara lengkap, data
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Prestasi belajar mahasiswa kelas eksperimen

Mhs
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Job Praktik
I
II
III
75
78
82
78
78
75
77
73
78
75
77
82
78
76
77
80
75
78
82
68
76
77
80
80
78
80
78
80
77
82
76
76
80
75
78
80
73
68
78
65
70
77
65
70
75
72
68
75
Nilai rata-rata
prestasi Total

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
12

Ratarata
78,33
77,00
76,00
78,00
77,00
77,67
75,33
79,00
78,67
79,67
77,33
77,67
73,00
70,67
70,00
71,67
76,06

Sedangkan prestasi belajar mahasiswa untuk kelas


control dapat dilihat pada table 4 berikut ini.

Job Praktik
I
II
III
65
66
70
60
65
65
70
68
68
72
70
70
68
70
66
72
60
60
68
62
65
70
65
62
70
60
66
65
65
72
60
72
68
70
66
60
65
70
65
60
65
65
60
65
65
72
70
70
72
60
60
Nilai rata-rata
prestasi Total

Ratarata
67,00
63,33
68,67
70,67
68,00
64,00
65,00
65,33
67,33
67,33
66,67
65,33
66,67
63,33
63,33
70,67
64,00
66,33

Prestasi Belajar Mahasiswa


Dari hasil penelitian didapatkan nilai rata-rata
prestasi belajar kelas eksperimen adalah 76,06.
Sedangkan nilai rata-rata prestasi belajar kelas
control adalah 66,33. Berdasarkan hasil uji beda,
diketahui nilai t-hitung = 10,573 dengan p= 0,000.
Dengan demikian terbukti bahwa terdapat
perbedaaan yang signifikan antara prestasi belajar
mahasiswa kelas eksperimen dengan kelas control.
Dalam hal ini prestasi belajar kelas eksperimen lebih
baik dari pada kelas kontrol.
Aktivitas Belajar Mahasiswa
Dari hasil penelitian mengenai aktivitas belajar
mahasiswa, didapatkan bahwa 80 % dari mahasiswa
kelas eksperimen aktif, sedangkan untuk kelas
control hanya 62 % dari mahasiswa yang aktif.
Berdasarkan hasil uji beda, diketahui nilai t-hitung =
7,211 dengan p = 0,000. Dengan demikian terbukti
bahwa terdapat perbedaaan aktivitas belajar antara
mahasiswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Dalam hal ini aktivitas belajar mahasiswa kelas
eksperimen lebih baik dibandingkan dengan
aktivitas belajar mahasiswa pada kelas control.
2. Pembahasan
Berdasarkan hasil implementasi yang telah
dilaksanakan, secara kuantitatif terbukti bahwa
dengan menerapkan model pembelajaran ini, mampu
mengintegrasikan aspek sikap atau perilaku
(karakter) sehingga terbentuk karakter peserta didik
yang tercermin dari aktivitas atau tingkah laku
peserta didik selama proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

44

PEND-08

implementasi, terlihat bahwa tahapan pembelajaran


model pembelajaran competence based training
(CBT) berbasis karakter yang efektif dalam
menggali kesadaran peserta didik adalah tahapan
eksplorasi aspek sikap kerja. Dalam tahapan ini
peserta didik dituntut untuk menyampaikan
pendapatnya terkait dengan aspek sikap kerja yang
mestinya dimiliki oleh seseorang khususnya dalam
melaksanakan proses pembelajaran praktik. Maksud
dari pelaksanaan tahapan ini adalah apabila
seseorang telah memiliki kesadaran secara teoritis
terkait dengan aspek karakter (yang dilihat dari
proses diskusi penyampaian pendapat oleh peserta
didik terkait dengan aspek karakter), maka secara
logis
seseorang
tersebut
tentunya
akan
melaksanakan aspek karakter tersebut khususnya
dalam proses pembelajaran praktik.
Hal tersebut terbukti dari hasil observasi
terhadap aktivitas peserta didik selama proses
pembelajaran berlangsung, peserta didik yang
mampu atau aktif menyampaikan pendapatnya
selama proses eksplorasi aspek sikap, ternyata
selama proses pembelajaran berlangsung, peserta
didik tersebut dengan tekun melaksanakan aspekaspek sikap terkait dengan karakter kerja dengan
baik. Sehingga tahapan eksplorasi aspek karakter ini
memang efektif dalam mengintegrasikan aspek
karakter dalam proses pembelajaran.
Tahapan selanjutnya dalam pembelajaran
competence based training (CBT) berbasis karakter
adalah diskusi dalam menyusun Work Preparation
Sheet. Dalam tahapan ini peserta didik dituntut
untuk dapat bekerjasama dan menghargai dengan
teman sekelompoknya maupun kelompok lain.
Sehingga dengan melewati tahapan ini mampu
membiasakan peerta didik untuk memiliki aspek
karakter berani berpendapat, menghargai pendapat
orang lain, dan kerjasama.
Tahapan lain dalam rangka proses integrasi
aspek karakter adalah pada saat proses penilaian
benda kerja hasil praktik, dimana sebelum dinilai
oleh pengajar maka terlebih dahulu dilakukan self
assessment oleh peserta didik. Dalam proses ini,
peserta didik wajib melakukan pengukuran secara
mandiri terhadap benda kerja mereka masing-masing
kemudian diisikan dalam lembar yang sudah
disediakan. Tentunya kemudian dilakukan crosscheck oleh pengajar. Dari kegiatan ini dapat dilihat
tingkat kejujuran peserta didik terutama dalam
mereka melaksanakan self assessment.
Berdasarkan hasil implementasi yang telah
dilaksanakan, maka secara global tentang integrasi
aspek karakter yang dijalankan, ada perbedaan
antara kelas uji coba/eksperimen dengan kelas
kontrol. Hal ini ditunjukkan dari perbedaan aktivitas
peserta didik pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Pada kelas yang diujicobakan jauh
lebih aktif atau lebih baik bila dibandingkan dengan
kelas control.

Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan


prestasi belajar peserta didik, maka hasil
pengamatan pada aktivitas belajar berbanding lurus
dengan prestasi belajar peserta didik. Berdasarkan
data yang didapatkan, pada kelas eksperimen dimana
tingkat aktivitasnya lebih baik maka capaian prestasi
belajarnya juga jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan kelas kontrol. Beberapa fakta di atas, sesuai
dengan penelitian yang dilakukan di University of
Missouri-St. Louis, menunjukan adanya peningkatan
motivasi peserta didik dalam meraih prestasi
akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan
pendidikan karakter9.
Setelah
proses
implementasi
selesai
dilaksanakan, maka sesuai dengan tahapan
penelitian,
selanjutnya
dilaksanakan
proses
diseminasi. Proses ini dilaksanakan dengan tujuan
untuk mensosialisasikan model yang telah
dikembangkan dan telah terbukti efektivitasnya
secara empiris. Kegiatan diseminasi dilaksanakan
dengan mengundang beberapa pihak terkait untuk
melakukan diskusi secara mendalam (FGD), yaitu
dari unsur Perguruan Tinggi (dosen), dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi DIY, LPMP,
dan pihak Industri manufaktur.
Hasil dari kegiatan diseminasi pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Peserta diskusi (FGD) dapat menerima dan
memahami model pembelajaran competence
based training (CBT)berbasis karakter sebagai
model pembelajaran alternatif dalam rangka
membentuk karakter peserta didik.
b. Perlu dibuat panduan aplikatif sehingga mudah
dalam penerapannya dalam pembelajaran,
khususnya pembelajaran praktik.
c. Perlu dibuat rambu-rambu penerapan apabila
akan diterapkan dalam matakuliah praktik yang
lain.
d. Penentuan aspek sikap/perilaku siswa yang akan
diintegrasikan, disesuaikan dengan karakter kerja
dari matakuliah yang akan memakai model
pembelajaran ini.
Model pembelajaran competence based
training (CBT) berbasis karakter merupakan
pengembangan
dimana
dalam
proses
pembelajarannya sekaligus mengintegrasikan aspekaspek sikap atau perilaku. Model ini lebih
dikhususkan untuk pembelajaran praktik, dimana
dalam pembelajaran ini menonjolkan aspek
kompetensi praktik atau keterampilan peserta didik.
Aspek sikap/tingkah laku yang diintegrasikan
tentunya dapat disesuaikan dengan karakter kerja
mata kuliah yang akan diterapkan.
D. Kesimpulan Dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
sebagai berikut ini:
a. Terdapat perbedaan sikap (aktivitas/perilaku)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

45

PEND-08

belajar antara mahasiswa yang diajar dengan


menerapkan model pembelajaran competence
based training (CBT) berbasis karakter,
dibandingkan dengan kelas yang tidak
menerapkan model pembelajaran competence
based training (CBT) berbasis karakter (t =
7,211; p= 0,000). Aktivitas mahasiswa setelah
diterapkan model pembelajaran competence
based training (CBT) berbasis karakter
mengalami peningkatan sebesar 50%.
b. Ada perbedaan antara prestasi belajar mahasiswa
dengan menerapkan model pembelajaran
competence based training (CBT) berbasis
karakter, dibandingkan dengan kelas yang tidak
menerapkan model pembelajaran competence
based training (CBT) berbasis karakter
(t=10,573; p= 0,000). Dalam hal ini rata-rata
prestasi belajar mahasiswa yang diajar dengan
menerapkan model pembelajaran competence
based training (CBT) berbasis karakter lebih
tinggi dibandingkan dengan prestasi belajar
mahasiswa yang diajar tidak menggunakan
model pembelajaran competence based training
(CBT)
berbasis
karakter
(Xeksperimen
=
76,06>Xkonrol = 66,33).
2. Saran
Berdasarkan
kesimpulan
yang
telah
dirumuskan, maka ada beberapa hal yang dapat
dijadikan sebagai saran, yaitu:
a. Model pembelajaran yang telah dikembangkan
ini telah terbukti keefektivitasnya dalam
meningkatkan sikap kerja, khususnya dalam
pembelajaran berbasis kompetensi, sehingga
untuk waktu kedepan dapat diuji cobakan untuk
mata
kuliah
praktik
selain
Proses
Pemesinan/manufaktur.
b. Penerapan model pembelajaran competence
based training (CBT) berbasis karakter ini lebih
banyak porsi penekanan pada aktivitas peserta
didik pada saat proses pembelajaran berlangsung,
sehingga perandosen / pengajar hendaknya lebih
focus dalam proses pembimbingan dan
pendampingan kepada peserta didik.

[4].

[5].

[6].

[7].

[8].

[9].

Kelas
(Broad
Base
EducationBBE).Jakarta: Depdiknas. (2003).
Dedi
Supriyadi,
dkk.
Reformasi
Pendidikan Dalam Konteks Otonomi
Daerah.,Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
(2001).
Lickona, T. Educating for character, How
Our Schools Can Teach Respect and
responsibility. NewYork: Bantam Books.
(1992).
Bambang
Nurokhim.
Membangun
Karakter dan Watak Bangsa Melalui
Pendidikan Mutlak Diperlukan. Diambil
dari: http://www.tnial.mil.id/Majalah /Cakrawala, padatanggal 20 Januari 2010.
.(2007).
Darmiyati Zuchdi, KomarudinHidayat, dkk.
Grand Designd anNilai-nilai Target
Pendidikan Karakter. Yogyakarta: UNY
Press. (2009).
Borg, W.R., & Gall, M. D. Educational
Research, an intro-duction. New York:
Longman. (1998).
Berkowitz, M.W. The Education of
Complete Moral Person. Dalam bulletin,
Character Education, yang diterbitkan oleh
Character Education Partnership. (2000).

Daftar Pustaka
[1]. Suyanto. Urgensi Pendidikan Karakter.
Diambildari:
http://waskitamandiribk.
wordpress.com, pada tanggal 20 Januari
2010. (2010).
[2]. Sidik Purnomo. Prinsip Pembelajaran
Berbasis Kompetensi . Diambil pada
tanggal 22 April 2012, dari http://kidispur.
blogspot.com/prinsip-pembelajaranberbasis. html. .(2009)
[3]. Depdiknas.
Konsep
Pendidikan
Berorientasi Kecakapan Hidup (Life skill)
Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

46

PEND-09

MODEL BENTUK PEMBELAJARAN PROGRAM STUDI


PENDIDIKAN VOKASI TEKNIK MESIN DALAM
MEMENUHI HARAPAN DUNIA USAHA
Parabelem Tinno Dolf Rompas
Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Manado
Parabelem_rompas@yahoo.com

ABSTRACT
Learning form model of vocational education study program in mechanical engineering to meet the expectations of the
company has been investigated. The company is very demanding labor should be ready in its work in accordance with their
competence and no longer need to obtain job training, but it is currently not the case for any labor that is currently accepted
as workers must be trained since its competence is still lacking and yet meet the standards of jobs in the company. The
objective of research is to get a learning form model concept of vocational education study program in mechanical
engineering that is right and appropriate to meet the expectations of the company. The method used is a literature review,
survey, observation in the education institution and the company, data analysis of survey and observation, construction of
learning form model of vocational education study program in mechanical engineering to accomplishment hope of the
company, and the preparation of implementation plans learning form model of vocational education study program in
mechanical engineering Polytechnic Manado in the academic year 2015-2016. Its found that the learning form model that
varies depending on the characteristics of the subject material to be achieved and in the learning application of attitude
formulation according to attachment Permendikbud No. 49 2014 translated into measures of learning activities.
Keywords: Learning Form Model, Attitude, Company, Vocational Education
ABSTRAK
Model bentuk pembelajaran program studi pendidikan vokasi teknik mesin dalam memenuhi harapan dunia usaha telah
diteliti. Dunia usaha sangat menuntut tenaga kerja harus siap dalam pekerjaannya sesuai dengan kompetensinya dan tidak
perlu lagi mendapatkan pelatihan kerja, tetapi saat ini tidak demikian karena setiap tenaga kerja yang saat diterima sebagai
pekerja harus mendapatkan pelatihan berhubung kompetensi kerjanya masih kurang dan belum memenuhi standar pekerjaan
di dunia usaha tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan konsep model bentuk pembelajaran program studi
pendidikan vokasi teknik mesin yang tepat dan sesuai dalam memenuhi harapan dunia usaha. Metode yang digunakan
adalah kajian pustaka, survey, observasi di dunia pendidikan dan dunia usaha, analisis data survey dan observasi,
pembuatan model bentuk pembelajaran program studi pendidikan vokasi teknik mesin dalam memenuhi harapan dunia
usaha, dan penyusunan rencana implementasi model bentuk pembelajaran pada program studi pendidikan vokasi teknik
mesin Politeknik Negeri Manado pada tahun akademik 2015-2016. Hasil temuan menunjukkan bahwa model bentuk
pembelajaran bervariasi tergantung pada karakteristik materi mata kuliah yang ingin dicapai dan dalam penerapan
pembelajaran rumusan sikap menurut lampiran Permendikbud No. 49 Tahun 2014 dijabarkan ke dalam langkah-langkah
kegiatan pembelajaran.
Kata Kunci: Model Bentuk Pembelajaran, Sikap, Dunia Usaha, Pendidikan Vokasi

1.

PENDAHULUAN

Pendidikan vokasi merupakan pendidikan


tinggi program diploma yang menyiapkan
mahasiswa untuk pekerjaan dengan keahlian terapan
tertentu sampai program sarjana terapan[8]. Dalam
penjelasan pasal 16 ayat 1 UU No. 12 tahun 2012
bahwa pendidikan vokasi adalah pendidikan yang
menyiapkan mahasiswa menjadi professional
dengan ketrampilan/kemampuan kerja tinggi[8].
Pendidikan vokasi diidentifikasi secara historis
dengan adanya magang di tempat kerja yang proses

pembelajarannya dilakukan dengan observasi,


imitasi dan koreksi personal, bukan dengan cara
penerapan preposisi umum di ruang kelas dan
melalui buku teks[4]. Titik berat pendidikan vokasi
adalah pada pengembangan kemampuan praktik,
pengetahuan praktis, dan pemahaman atas
pekerjaan-pekerjaan tertentu[9]. Program studi
pendidikan vokasi teknik mesin adalah kesatuan
kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang
memiliki kurikulum dan metode pembelajaran

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

47

PEND-09

tertentu dalam satu jenis pendidikan vokasi dalam


rumpun ilmu teknik mesin[5].
Keterpaduan
dan
relevansi
antara
ketrampilan/kemampuan kerja hasil dari proses
pendidikan vokasi teknik mesin dengan dunia usaha
merupakan
faktor utama
dari bernilainya
sumberdaya manusia bagi masyarakatnya sehingga
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat[10]. Hasil observasi melalui
wawancara langsung kepada direktur di beberapa
dunia usaha yang bergerak di bidang bengkel mesin
otomotif adalah adanya kesenjangan antara
kompetensi lulusan mahasiswa (baik saat
praktek/magang industri maupun sudah lulus dan
bekerja) dan kemampuan kerjanya khususnya dalam
hal sikap. Sikap yang ditunjukkan oleh beberapa
mahasiswa praktek kerja lapangan (PKL)/magang
industri dan lulusan/tenaga kerja masih kurang
begitu baik sehingga hasil kerja yang diperolehnya
jauh dari harapan dunia usaha (harapan dunia usaha
adalah hasil kerja dari mahasiswa dan tenaga kerja
harus profesional dan bisa menguntungkan
usahanya). Menurut Perpres No. 8 Tahun 2012
tentang KKNI bahwa capaian pembelajaran adalah
kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi
pengetahuan, sikap, ketrampilan, kompetensi, dan
akumulasi pengalaman kerja[6]. Tidak ada gunanya
bagi dunia usaha jika seseorang (mahasiswa
PKL/magang industri atau lulusan/tenaga kerja)
mempunyai kemampuan internalisasi pengetahuan,
ketrampilan, kompetensi, pengalaman kerja yang
tinggi dan baik tetapi kemampuan sikapnya sangat
rendah[1]. Begitu juga hasil wawancara langsung
kepada ketua program studi pendidikan vokasi (D3)
teknik mesin Politeknik Negeri Manado bahwa
unsur sikap sudah termasuk dalam penyusunan
capaian pembelajaran pada kurikulum yang disusun
berdasarkan kepmendiknas No. 045/U/2002
(penyusunan tahun 2003)[3], UU PT No. 12 tahun
2012[8], Perpres No. 8 Tahun 2012[6], dan rancangan
permendikbud tentang SNPT 2013 (penyusunan
tahun 2013 revisi kurikulum berbasis KKNI)[2], dan
para dosen sudah menerapkannya.
Standar kompetensi lulusan merupakan kriteria
minimal tentang kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan
yang dinyatakan
dalam
rumusan capaian
pembelajaran lulusan[5] (pasal 5 ayat 1). Sikap
merupakan perilaku benar dan berbudaya sebagai
hasil dari internalisasi dan aktualisasi nilai dan
norma yang tercermin dalam kehidupan spiritual dan
sosial melalui proses pembelajaran, pengalaman
kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian
kepada masyarakat yang terkait pembelajaran[5]
(pasal 6 ayat 1). Rumusan sikap dapat ditambah oleh
perguruan tinggi, diusulkan kepada Direktur
Jenderal untuk ditetapkan menjadi capaian
pembelajaran lulusan, dikaji dan ditetapkan oleh
Direktur Jenderal sebagai program studi sejenis.

Pemenuhan capaian pembelajaran lulusan


untuk setiap proses pembelajaran mata kuliah harus
diwadahi oleh bentuk pembelajaran seperti kuliah,
responsi dan tutorial, seminar, praktikum, praktik
studio, praktik bengkel, atau praktik lapangan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat[5]
(pasal 14 ayat 5-9). Unsur sikap dalam capaian
pembelajaran lulusan harus menjadi unsur yang
sangat penting dalam proses pembelajaran melalui
wadah bentuk pembelajaran, tetapi permasalahannya
adalah bagaimanakah model bentuk pembelajaran
dengan unsur sikap menjadi unsur utama dalam
proses pembelajaran setiap mata kuliah pada
program studi pendidikan vokasi teknik mesin? dan
bagaimanakah implementasinya?
Permasalahan itu sangat penting mengingat
badan usaha/perusahaan sangat membutuhkan
mahasiswa
praktek/magang
industri
dan
lulusan/tenaga kerja mempunyai sikap yang
mempunyai standar minimal adalah baik ketika
mereka sedang melakukan suatu pekerjaannya.
2.

METODE PENELITIAN

Mula-mula melakukan studi pustaka, kemudian


mengadakan survey dan pengamatan melalui
wawancara langsung kepada direktur di beberapa
badan usaha bidang bengkel mesin otomotif yang
berada di kota Manado provinsi Sulawesi Utara
seperti perusahan CV. Kombos Manado (bengkel
resmi Toyota), PT. Bosowa Berlian Motor (bengkel
resmi Mitsubishi), UD. Remaja Jaya Manado
(bengkel resmi Honda), Sinar Galesong Prima
(bengkel resmi Suzuki), Kars Inti Amanah (bengkel
resmi KIA), dan Nismo Manado (bengkel service
center Nissan-Datsun). Selanjutnya mengadakan
survey dan pengamatan melalui wawancara
langsung kepada ketua Program Studi Pendidkan
Vokasi Teknik Mesin Politeknik Negeri Manado.
Data-data itu kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis kualitatif. Hasil analsis
dibahas, dilakukan pengambilan keputusan, dan
dibuat penyelesaian melalui pembuatan model untuk
bentuk pembelajaran pada semua mata kuliah.
Terakhir, menyusun rencana implementasi model
bentuk pembelajaran mata kuliah PKL/magang
industri pada Program Studi Pendidikan Vokasi
Teknik Mesin Politeknik Negeri Manado Tahun
Akademik 2015-2016.
3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis kualitatif dari data wawancara


langsung kepada direktur di beberapa badan usaha
bidang bengkel mesin otomotif yang berada di kota
Manado provinsi Sulawesi Utara menunjukkan
bahwa semua direktur badan usaha itu mempunyai
permasalahan dalam hal unsur sikap sebagai unsur
utama
yang
dimiliki
oleh
mahasiswa
praktek/magang industri dan lulusan/tenaga kerja
(klasifikasi mahasiswa dan tenaga kerja sebagian

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

48

PEND-09

besar berasal dari mahasiswa dan lulusan Politeknik


Negeri Manado program studi D3 teknik mesin dan
perguruan tinggi lain) yang sedang bekerja dan
secara langsung mengakibatkan kinerja kurang baik
sehingga mengganggu dalam pencapaian tujuan
perusahaan dalam menghasilkan laba.
Mulai

Bentuk Pembelajaran:
kuliah, responsi dan tutorial, seminar,
praktikum, praktik studio, praktik
bengkel, atau praktik lapangan,
penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat

Proses Pembelajaran Mata Kuliah:


penggunaan satu atau lebih bentuk
pembelajaran dalam RPS

Penerapan Rumusan Sikap Ke Dalam


Bentuk Pembelajaran Dalam RPS dan
Pelaksanaan RPS:
pemasukkan dalam RPS, penerapan
RPS, evaluasi, refleksi

Hasil Sikap

Kurang

Baik
Selesai
Gambar 1. Skenario proses pembelajaran satu kali
pertemuan pada sebuah mata kuliah

Sikap yang dimaksud seperti perilaku tidak


benar dalam melakukan suatu pekerjaan yang
diperintahkan kepadanya sebagai contoh konkrit
adalah pekerja sering melanggar tata tertib
perusahaan (masuk dan keluar jam kerja tidak tepat
waktu, merusak dan tidak menjaga sarana dan
prasarana perusahaan, bekerja sesuka hati, kadang
mengikuti kemauannya sendiri, kadang tidak jujur,
kurang menghormati antara teman sekerja, sekalikali tidak mau mengikuti perintah atasan). Dari segi
pengetahuan,
ketrampilan,
kompetensi,
dan
akumulasi pengalaman kerja adalah rata-rata baik.
Berdasarkan temuan itu, maka dibuatlah model
bentuk pembelajaran. Bentuk pembelajaran menurut
Permendikbud No. 49 Tahun 2014 pasal 14 ayat 5-9
adalah kuliah, responsi dan tutorial, seminar,
praktikum, praktik studio, praktik bengkel, atau
praktik lapangan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat[5].
Dalam
proses
pembelajaran,
pemilihan bentuk pembelajaran tergantung pada
karakteristik materi pembelajaran setiap mata kuliah.

Hasil penyusunan model itu dapat dilihat pada


Gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan skenario proses
pembelajaran satu kali pertemuan pada sebuah mata
kuliah yang mana penekanan pada proses
internalisasi dan aktualisasi nilai dan norma yang
tercermin dalam kehidupan spiritual dan sosial
terutama di lingkungan kerja di badan usaha. Itu
terkandung rumusan sikap menurut lampiran
Permendikbud No. 49 Tahun 2014 seperti[8]: (1)
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mampu menunjukkan sikap religius; (2) Menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas
berdasarkan
agama,moral,
dan
etika;
(3)
Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan kemajuan
peradaban berdasarkan pancasila; (4) Berperan
sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah
air, memiliki nasionalisme serta rasa tanggungjawab
pada negara dan bangsa; (5) Menghargai
keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan
kepercayaan, serta pendapat atau temuan orisinal
orang lain; (6) Bekerja sama dan memiliki kepekaan
sosial serta kepedulian terhadap masyarakat dan
lingkungan; (7) Taat hukum dan disiplin dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara; (8)
Menginternalisasinilai, norma, dan etikaakademik;
(9) Menunjukkan sikap bertanggung jawab atas
pekerjaan di bidang otomotif secara mandiri; dan
(10) Menginternalisasi semangat kemandirian,
kejuangan, dan kewirausahaan.
Dalam penyusunan rencana pembelajaran
semester (RPS) rumusan sikap (penerapannya)
dijabarkan ke dalam langkah-langkah kegiatan
pembelajaran (kegiatan pendahuluan, kegiatan inti,
dan kegiatan penutup). Proses penyusunan RPS
mengacu pada pasal 12 ayat 3 Permendikbud No. 49
Tahun 2014 dan Perpres No. 8 Tahun 2012. Selama
proses kegiatan pembelajaran dilakukan observasi
(monitoring) kepada mahasiswa dan dosen untuk
mengukur pencapaian unsur sikap. Diakhir kegiatan
inti dilakukan evaluasi sikap dengan menggunakan
angket skala sikap. Setelah proses pembelajaran satu
kali pertemuan, maka dilakukan evaluasi dan
refleksi sebagai dasar dalam penyusunan rencana
pembelajaran pertemuan berikut.
Standar minimal sikap yang diharapkan dari
hasil proses pembelajaran adalah sikap yang
dikembangkan pada saat seseorang bekerja pada
badan usaha yang berisi evaluasi positif yang
dimiliki seseorang tentang aspek-aspek lingkungan
kerja mereka[7]. Dalam pekerjaan di dunia usaha,
sikap yang terpenting yang harus juga
dikembangkan adalah kepuasan kerja, komitmen
organisasi/badan usaha, dan keterlibatan kerja,
sehingga apa yang diharapkan dari badan usaha
terhadap permasalahan sikap seseorang ketika
melakukan pekerjaan dapat terpecahkan dan
terselesaikan.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

49

PEND-09

4.

IMPLEMENTASI PENELITIAN

Implementasi model bentuk pembelajaran pada


program studi pendidikan vokasi teknik mesin
Politeknik Negeri Manado akan dilaksanakan pada
tahun akademik 2015-2016. Kegiatan yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan:
- Penyusunan rencana implementasi
- Menjalin kerjasama dengan pimpinan
Politeknik Negeri Manado
- Penyusunan RPS salah satu mata kuliah
(mata kuliah PKL/magang industri dan
termasuk didalamnya penentuan bentuk
pembelajaran)
- Persiapan alat dan bahan pembelajaran
- Sosialisasi dan penjadwalan kegiatan satu
mata kuliah selama satu semester
2. Pelaksanaan/proses pembelajaran:
- Kegiatan pendahuluan (point 1-2 dalam
rumusan sikap diterapkan)
- Kegiatan inti (point 3-10 dalam rumusan
sikap diterapkan)
- Kegiatan penutup (point 1-2 diterapkan)
3. Monitoring dan Evaluasi:
- Selama proses pembelajaran akan dilakukan
observasi melalui lembar observasi dosen dan
mahasiswa
- Evaluasi sikap menggunakan angket sikap
yang diisi oleh mahasiswa
4. Refleksi dan Tindak Lanjut:
- Perbaikan hasil kegiatan pelaksanaan
- Penyusunan rencana kegiatan pertemuan
berikut.
Implementasi bentuk pembelajaran yang
melibatkan dunia usaha harus didukung yang kuat
oleh pimpinan dunia pendidikan dan dunia usaha
dalam mencapai suatu tujuan dan keuntungan
masing-masing, sehingga harapan dunia usaha dapat
terpenuhi yaitu pelaku PKL dan pekerja dapat
bersikap baik dalam pekerjaannya.
5.

KESIMPULAN

Model bentuk pembelajaran program studi


pendidikan vokasi teknik mesin dalam memenuhi
harapan dunia kerja dapat disimpulkan yaitu model
bentuk
pembelajaran
bervariasi
tergantung
karakteristik materi mata kuliah yang ingin dicapai
dan rumusan sikap menurut lampiran Permendikbud
No. 49 Tahun 2014 dalam penerapan pembelajaran
dijabarkan ke dalam langkah-langkah kegiatan
pembelajaran.
Hasil implementasi model bentuk pembelajaran
dengan
menitikberatkan
pada
penerapan

pembelajaran sikap pada setiap mata kuliah


diharapkan dapat memenuhi harapan dunia usaha
ketika mahasiswa sedang PKL dan lulusan/tenaga
kerja sedang bekerja.

REFERENSI
[1]. A.Rifandi,
Mutu
Pembelajaran
dan
Kompetensi Lulusan Diploma III Politeknik.
Cakrawala, Th. XXXII, No. 1, (2013).
[2]. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan
Badan
Standar
Nasional
Pendidikan,
Rancangan Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia
Tentang Standar Nasional Pendidikan
Tinggi (SNPT), (2013).
[3]. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 045/U/2002
Tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.
[4]. Moodies, G., 2008, From Vocational to
Higher
Education:
an
International
Perspective,
London:
McGraw-Hill
International (UK) Limited.
[5]. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014
Tentang Standar Nasional Pendidikan
Tinggi.
[6]. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia.
[7]. Robbins dan Judge, Perilaku Organisasi,
Salemba Empat, (2007).
[8]. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.
[9]. UNESCO INSTITUT for SATISTICS,
International Standard Clasification of
Education (ISCED) 2011-Draft, For Global
Consultation June-October, p. 6, United
Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization, (2010).
[10]. Zainal N. Arifin, Model Teaching Industri
Politeknik Negeri Jakarta (Industry Based
Vocational Education System / IVE-PNJ
System),
http://dikti.go.id/blog/2014/02/10/modelteaching-industri-politeknik-negeri-jakartaindustry-based-vocational-education-systemive-pnj-system/, Diakses Tanggal 10 Desember
2014.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

50

PEND-09

RIWAYAT PENULIS
1.
2.
3.
4.

Nama Lengkap
Tempat dan Tanggal Lahir
Organisasi/Institusi Asal
Alamat Korespondensi

5. Grup Penelitian

: Dr.-Ing. Drs. Parabelem Tinno Dolf Rompas, MT.


: Rumoong Atas dan 17 Desember 1965
: Universitas Negeri Manado
: Kampus Fatek Unima di Tondano Sulawesi Utara,
Telp.dan Fax 0431322543, Hp. 082188281099,
e-mail: parabelem_rompas@yahoo.com
: Tidak ada

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

51

PEND-10

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DAN


DAMPAKNYA DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Syamsuir
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta
syam_tjg@yahoo.com
Abstrak
Teknologi informasi dan komunikasi saat ini tampa dapat di bendung sudah masuk kedalam segala segi
kehidupan. Internet adalah salah satu bagian dari teknologi informasi dan komunikasi. Dengan internet dalam
satu ketukan jari saja informasi sudah terhampar dihadapan kita. Banyak mamfaat yang dapat diperoleh
melalui hubungan internet, seperti dalam dunia pendidikan kita, baru-baru ini ujian akhir nasional (UAN)
tingkat SLA sebagian sudah dilaksanakan dengan cara online. Namun tidak sedikit pula dampak negative yang
dapat dihasilkan, baik secara langsung karena penyalah gunaannya maupun sebagai korban dari orang-orang
yang tidak bertanggung jawab yang menyebarkan informasi yang dapat merusak moral anak-anak kita.
Disinilah perlunya peranan orang tua dan guru dalam membimbing dan mengawasi serta mengarahkan anakanak kita agar dapat memamfaakan teknologi informasi dan komunikasi kearah yang sebenarnya, tidak
terjerumus kedalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang negative oleh anak didik.
Keyword: TIK dalam bidang pendidikan
1.

Pendahuluan
Perkembangan Teknologi Informasi
dan Komunikasi di Indonesia berjalan dari masa
ke masa. Indonesia sebagai negara yang sedang
berkembang, selalu mengadopsi berbagai
Teknologi Informasi dan Komunikasi .
Teknologi
informasi
dan
komunikasi
merupakan elemen penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Teknologi Informasi
dan Komunikasi yang perkembangannya begitu
cepat secara tidak langsung mengharuskan
manusia untuk menggunakannya dalam segala
aktivitasnya. Peranan teknologi informasi pada
aktivitas manusia pada saat ini memang begitu
besar.
Dalam bidang pendidikan, Teknologi
Informasi dan Komunikas (TIK) mempunyai
peranan yang luarbiasa. Berbagai perangkat
lunak seperti microsof office atau open Office
memudahkan para pelajar dan mahasiswa dalam
mengerjakan tugas, seperti laporan pratikum
dan artikel, juga ketika mempresentasikan tugas
di kelas.
Kehadiran TIK dalam pendidikan bisa
dimaknai dalam tiga paradigma, yaitu (1) TIK
sebagai alat atau berupa produk teknologi yang
bisa digunakan dalam pendidikan, (2) TIK
sebagai konten atau sebagai bagian dari materi
yang bisa dijadikan isi dalam pendidikan, dan
(3) TIK sebagai program aplikasi atau alat bantu
untuk manajemen pendidikan yang efektif dan
efisien. Ketiga paradigma tersebut disinergikan
dalam sebuah kerangka sumberdaya TIK yang

secara khusus diposisikan dan diarahkan untuk


mencapai visi dan misi pendidikan di Indonesia.
Di era globalisasi pendidikan, disadari
ataupun tidak, tantangan dunia pendidikan ke
depan akan lebih berat. Oleh karena itu,
optimalisasi TIK menjadi salah satu alternatif
solusi dalam menopang dan menggerakkan
dunia pendidikan di kancah persaingan global.
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, ada
beberapa
alasan
problematik
yang
melatarbelakangi pentingnya pemanfaatan TIK,
terutama dalam (1) meningkatkan mutu
pendidikan di semua jenjang, (2) mengatasi
kesenjangan layanan pendidikan akibat kondisi
geografis yang mana jika diabaikan akan
menimbulkan disparitas mutu layanan, dan (3)
perubahan sosio-budaya masyarakat yang
bergerak dinamis, dan (4) memupuk rasa
nasionalisme untuk menjaga kesatuan dan
persatuan bangsa.
2.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Peranan
teknologi
Informasi
dan
komunikasi dalam Bidang Pendidikan
Teknologi
pembelajaran
terus
mengalami
perkembangan
seiring
perkembangan zaman. Dalam pembelajaran
sehari-hari masalah Teknologi Informasi dan
Komunikasi sering dijumpai, yaitu mengenai
kombinasi teknologi audio-data, video-data,
audito video dan internet. Internet merupakan
alat komunikasi yang memungkinkan terjadinya
interaksi antara dua orang atau lebih.
Kemampuan
dan
karakteristik
internet
memungkinkan terjadinya proses belajar

52

PEND-10

mengajar jarak jauh (e-learning) menjadi lebih


efektif dan efisien sehingga dapat diperoleh
hasil yang baik. Hal yang paling mutakhir
adalah berkembangnya apa yang disebut cyber
teaching atau pengajaran maya, yaitu proses
pengajaran
yang
dilakukan
dengan
menggunakan internet.
Istilah lain yang makin populer saat ini
ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran
dengan
menggunakan
media
teknologi
komunikasi dan informasi khususnya internet.
Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning
merupakan satu penggunaan teknologi internet
dalam penyampaian pembelajaran dalam
jangkauan luas yang berlandaskan 3 (tiga)
kriteria yaitu: (1) e-learning merupakan jaringan
dengan kemampuan untuk memperbaharui,
menyimpan, mendistribusi dan membagi materi
ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke
pengguna terakhir melalui komputer dengan
menggunakan teknologi internet yang standar,
(3) memfokuskan pada pandangan yang paling
luas tentang pembelajaran di balik paradigma
pembelajaran tradisional.
Saat ini e-learning telah berkembang
dalam berbagai model pembelajaran yang
berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based
Training), CBI (Computer Based Instruction),
Distance Learning, Distance Education, CLE
(Cybernetic Learning Environment), Desktop
Videoconferencing, ILS (Integrated Learning
Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom),
Teleconferencing, WBT (Web-Based Training),
dan lain sebagainya.
Kita harus tahu bahwa untuk
memanfaatkan TIK dalam hal pembelajaran
tidak semudah yang dibayangkan. Perlu
beberapa syarat yang harus dipenuhi demi
terwujudnya
pemanfaatan
TIK
dalam
pembelajaran diantaranya :
Adanya akses teknologi internet
untuk Tenaga Pendidik maupun Peserta Didik,
baik di dalam kelas, sekolah maupun lembaga
pendidikan guru.
Adanya materi yang bermutu bagi
Tenaga Pendidikan dan Pelajar
Tenaga Pendidik harus produktif
terhadap pengembangan TIK
Untuk
menghindari
pemanfaatan
teknologi yang kurang bermanfaat apalagi
dalam hal negative oleh peserta didik, karena
pembelajaran TIK antar peserta didik dengan
cepat, maka mengarahkan pemanfaatan TIK
dalam pembelajaran menjadi sangat penting
sehingga peserta didik disibukkan dengan
eksplorasi subjek positif dalam penggunaan
TIK. Bentuk nyatanya dapat berupa penugasan
pencarian artikel, sumber bacaan atau
pengiriman tugas (PR) lewat email. Selain itu

juga harus`tercipta kemudahan akses internet


dilngkungan yang terkontrol seperti di sekolah
atau rumah yang melebihi kemudahan akses`di
tempat umum seperti warnet, agar aktivitas
online peserta didik lebih terkontrol. Adapun
berbagai bentuk peranan TIK dalam bidang
pendidikan adalah berbagai hasil penelitian,
konsultasi
dengan
pakar,
perpustakaan
online,diskusi online dan kelas online.
3.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Dampak
negative
dari
penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi
Selain membawa manfaat yang besar,
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) juga
mempunyai pengaruh buruk yang besar pula
pada perkembangan generasi anak bangsa. Saat
ini perangkat yang paling mempengaruhi anak
pelajar Indonesia antara lain:
Komputer
Handphone
Mp4 player
Game console dan
Media tontonan seperti televisi dan
film
Namun kali ini kita akan membahas
salah satu diantaranya yaitu pengaruh buruk
Teknologi Komputer. Pengaruh positif atau
negatif yang bisa muncul dari alat ini tentu saja
lebih banyak tergantung dari pemanfaatannya.
Bila anak-anak dibiarkan menggunakan
komputer secara sembarangan, pengaruhnya
bisa jadi negatif. Sebaliknya, komputer akan
memberikan pengaruh positif bila digunakan
dengan
bijaksana,
yaitu
membantu
pengembangan intelektual dan motorik anak.
Pengaruh buruk lewat internet
Mampu
mengakses
internet
sesungguhnya merupakan suatu awal yang baik
bagi pengembangan wawasan anak. Sayangnya,
anak juga terancam dengan banyaknya
informasi buruk yang membanjiri internet.
Melalui internetlah berbagai materi bermuatan
seks, kekerasan, dan lain-lain dijajakan secara
terbuka dan tanpa penghalang. Sebuah studi
yang menunjukkan bahwa satu dari 12 anak di
Canada sering menerima pesan yang berisi
muatan seks, tawaran seks, saat tengah
berselancar di internet. Bagaimana dengan di
Indonesia? Hal serupa tentu saja juga sering
terjadi.
Pengaruh Buruk Terlalu Sering Bermain
Komputer
Kecanduan
bermain
komputer
ditengarai memicu anak menjadi malas menulis,
menggambar atau pun melakukan aktivitas
sosial. Kecanduan bermain komputer bisa
terjadi terutama karena sejak awal orangtua

53

PEND-10

tidak membuat aturan bermain komputer.


Seharusnya, menurut Rizal, orangtua perlu
membuat kesepakatan dengan anak soal waktu
bermain komputer. Misalnya, anak boleh
bermain komputer sepulang sekolah setelah
selesai mengerjakan PR hanya selama satu jam.
Waktu yang lebih longgar dapat diberikan pada
hari libur.
Pengaturan waktu ini perlu dilakukan
agar anak tidak berpikir bahwa bermain
komputer adalah satu-satunya kegiatan yang
menarik bagi anak. Pengaturan ini perlu
diperhatikan secara ketat oleh orangtua,
setidaknya sampai anak berusia 12 tahun. Pada
usia yang lebih besar, diharapkan anak sudah
dapat lebih mampu mengatur waktu dengan
baik.
Menimbang
untung
ruginya
mengenalkan komputer pada anak, pada
akhirnya memang amat tergantung pada
kesiapan orangtua dalam mengenalkan dan
mengawasi anak saat bermain komputer.
Selain itu juga pihak sekolah harus ikut
andil dalam memberikan pengarahan terbaik
agar siswa/siswi dapat mempergunakan
Teknologi Informasi dan Komunikasi ke arah
yang positif.
Pemerintah sebagai pengendali semua
sistem penyedia Informasi harusnya lebih aktif
dalam mengontrol penggunaan Teknologi
Informasi dan Komunikasi untuk Generasi
Anak Bangsa.
Sadar atau tidak sadar Teknologi
Informasi dan Komunikasi telah membawa
perubahan besar terhadap Generasi Penerus
Bangsa, hanya tinggal kita yang bisa atau tidak
membawa perubahan itu ke arah yang positif
atau negatif.
4.

Kesimpulan
Ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang terus, bahkan dewasa ini
berlangsung dengan pesat. Perkembangan itu
bukan hanya dalam hitungan tahun, bulan, atau
hari, melainkan jam, bahkan menit atau detik,

terutama berkaitan dengan teknologi informasi


dan komunikasi yang ditunjang dengan
teknologi elektronika. Pengaruhnya meluas ke
berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang
pendidikan.
Pengaruh
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat ini
memberikan dampak positif dan dampak
negatif. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi berdampak positif dengan semakin
terbuka dan tersebarnya informasi dan
pengetahuan dari dan ke seluruh dunia
menembus batas ruang dan waktu. Dampak
negatifnya yaitu terjadinya perubahan nilai,
norma, aturan, atau moral kehidupan yang
bertentangan dengan nilai, norma, aturan, dan
moral kehidupan yang dianut masyarakat.
Menyikapi keadaan ini, maka peran
pendidikan
sangat
penting
untuk
mengembangkan
dampak
positif
dan
memperbaiki dampak negatifnya. Pendidikan
tidak antipati atau alergi dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, namun
sebaliknya menjadi subyek atau pelopor dalam
pengembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Gairola,
C.
M.
Information
and
Communiacations
Teknology
for
Development. New Delhi: Elsevier, 2004.
[2]. Miarso, Yusufhadi.
Menyemai Benih:
Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pustekom
Diknas bersama Pranada Media, 2004.
[3]. Munir. Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis
Teknologo Informasi dan Komunikasi.
Bandung : Alfabeta, 2009.
[4]. S. P., Hariningsih. Teknologi Informasi.
Jakarta: Graha Ilmu, 2005.
[5]. http://fatmamaireza.blogspot.com/2013/01/dam
pak-teknologi-informasi-dan.html/.
[6]. http://tmp.ittelkom.ac.id/peran-tik-dalamdunia-pendidikan/

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

54

PEND-11

PENINGKATAN LEMBAGA PENDIDIKAN TENAGA KEPENDIDIKAN


SEBAGAI PUSAT INOVASI CALON GURU VOKASI
Theodorus Wiyanto
Jurusan Pendidikan Vokasi Teknik Mesin Universitas Negeri Surabaya
t_wiyanto@yahoo.com
ABSTRAK
Dosen LPTK harus benar-benar memahami tugasnya sebagai agen pencetak guru dan bukan sekedar berteori
soal guru.Peningkatan mutu calon guru di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan salah satu
prioritas kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia lima tahun ke depan. Penguatan LPTK tersebut bertujuan untuk
memberikan garansi atas ketersediaan calon-calon guru yang kompeten di semua jenjang pendidikan termasuk pendidikan
vokasioal/kejuruan (SMK) sesuai Standar Nasional Pendidikan yang telah ditetapkan. Kajian Bank Dunia menyebutkan
bahwa kondisi guru di Indonesia belum memuaskan sehingga Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM)
2015-2019, menyatakan bahwa penguatan LPTK menjadi salah satu strategi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
Nasional.
Tujuan dari penelitian ini mendapatkan model inovasi yang efektif dalam pelaksanaansimulasi peer-teaching dan
microteaching sebagai kulminasi dari proses pendidikan calon guru yang telah dijalani selama ini.
Penelitian ini mengadopsi model penelitian Research and Develpomen (R & D)(Borg and Gall) yang dibagi dalam
dua tahapan. Tahap pertama yakni penelitian dan pengumpulan informasi tentang pelaksanaan simulasipeer-teaching dan
microteachingdi beberapa LPTK dan membuat model simulasi peer-teaching dan microteaching.Tahap kedua yakni
melakukan ujicoba terbatas dan diperluas terhadap model inovatif yang telah dibuat. Tahap pertama dilakukan dengan
teknik yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman sementara tahap kedua dilakukan dengan teknik eksperimen. Hasil
penelitian ini menghasilkan model inovasi simulasi peer-teaching dan microteaching pendidikan vokasi teknik mesin dengan
tiga domain, yakni: kemitraan, kemandirian, dan kependampingan. Domain kemitraaan, dinyatakan oleh 97 % responden
perlu dilakukan oleh LPTK dalam kegiatan simulasi peer-teaching dan microteaching. Domain kemandirian dinyatakan oleh
98 % harus dilakukan oleh calon guru dalam kegiatan simulasi peer-teaching dan microteaching. Domain kependampingan
dinyatakan oleh 95 % responden perlu dilakukan oleh LPTK dalam kegiatan simulasi peer-teaching dan microteaching.
Kata kunci: LPTK, pusat inovasi, calon guru kejuruan

.PENDAHULUAN

Kajian Bank Dunia menyebutkan bahwa


kondisi kualitas guru di Indonesia masih belum
memuaskan (Kompas, 28 Maret 2015). Saat ini
Indonesia akan segera masuk pada area global dalam
masyarakat Ekonomi Asean 2015 (MEA-2015).
Salah satu cara m enjawab kondisi tersebut,
Pemerintah melalui .Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJM) 2015-2019 telah
memberi pesan bahwa penguatan LPTK merupakan
salah satu strategi meningkatkan kualitas
pendidikan. Penguatan LPTK tersebut bertujuan
untuk memberikan garansi atas ketersediaan caloncalon guru yang kompeten di semua jenjang
pendidikan termasuk pendidikan kejuruan (SMK)
sesuai standar pendidikan yang telah ditetapkan.
Mustaghfirin Amin (2015),
berpendapat
bahwa SMK yang berjumlah 12.696 sangat
kekurangan tenaga guru yang profesional. Beeby
(1969) mengatakan bahwa kualitas suatu sistem
pendidikan secara keseluruhan sangat tergantung
dengan kualitas gurunya. Rendahnya mutu
pendidikan di Indonesia dipengaruhi oleh mutu guru.
Hal ini disebabkan antara lain banyak guru yang
tidak kompeten di bidangnya. (Suparlan, 2008; p.14)
Menjawab
permasalahan
tersebut,
Muhamad Nuh (2010), menyatakan bahwa untuk

meningkatkan profesionalisme guru dilakukan


dengan langkah antara lain:memperbaiki LPTK
sebaik-baiknya.
Program Pengelolaan Pembelajaran (PPP)
adalah metamorfosis dari mata kuliah Program
Pengalaman Lapangan (PPL) pada kurikulum
jurusan
Pendidikan Teknik Mesin
Unesa
sebelumnya dan telah diselenggarakan selama 2
(dua) tahun ajaran. PPP merupakan kulminasi dari
pengalaman belajar teoritis dan praktis dalam rangka
mengembangkan kompetensi mahasiswa agar siap
menjadi tenaga guru yang kompeten. Begitu
pentingnya mata kuliah ini namun hasil observasi
peneliti sampai saat ini, perencanaan dan
pelaksanaan mata kuliah PPP ini masih mencari
bentuk sehingga belum berjalan optimal.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas,
maka rumusan masalahnya adalah: Bagaimanakah
LPTK dapat menjadi pusat inovasi calon guru vokasi
Teknik Mesin melalui model PPP yang optimal ?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka
tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan model

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

55

PEND-11

PPP yang optimal bagi mahasiswa program studi


studi S-1 Pendidikan Vokasi Teknik Mesin Unesa,
sehingga LPTK dapat menjadi pusat inovasi calon
guru vokasi.

Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini secara khusus
bermanfaat
untuk
meningkatkan
kualitas
pembelajaran mata kuliah PPP bagi jurusan
Pendidiklan Vokasi Teknik Mesin Unesa sehingga
LPTK tetap dan selanjutnya mampu meningkatkan
kompetensi mahasiswa lulusannya.
KAJIAN PUSTAKA
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK)
Tugas utama LPTK adalah mendidik dan
mengajar serta mengembangkan ilmu terutama ilmu
pendidikan dan ilmu yang terkait dangan program
pendidikan tenaga kependidikan. Tugas utama
tersebut diarahkan untuk menghasilkan guru dan
tenaga kependidikan yang berkualitas baik dalam
wawasan, sikap, keterampilan profesi maupun
kepribadian sebagai pendidik serta anggota warga
negara teladan. (Depdiknas, 2002)
Sarna
(2007:
442),
menyatakan
pengalamannya selama mendidik mahasiswa calon
guru mulai tahun 1964, bahwa: Mendidik calon
guru
yang
profesional
tidaklah
mudah,
membutuhkan strategi pembelajaran yang tepat dan
dilakukan dengan terprogram, bertahap dan
berlanjut.
Pada era sentralisasi pendidikan, kewenangan
dalam pembinaan guru diatur secara terpusat oleh
pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Upaya peningkatan mutu guru
menjadi penting mengingat latar belakang sejarah
penyiapan calon guru yang dilakukan sesuai dengan
kondisi dan permasalahan yang terjadi di masanya.
Untuk menyiapkan guru sekolah rakyat (SR) atau
sekolah dasar (SD) dilaksanakan melalui lembaga
sekolah guru B (SGB) yang selanjutnya berubah
menjadi sekolah pendidikan guru A (SGA) yang
kemudian berubah menjadi sekolah pendidikan guru
(SPG), sekolah guru olahraga (SGO), sekolah guru
pendidikan luar biasa (SGPLB). Perkembangan
selanjutnya lembaga penghasil calon guru SD, SMP
SMA dan SMK dihapus dan kewenangan mencetak
calon guru diberikan kepada lembaga yang diberi
kewenangan untuk itu yakni Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK) yang berada di
jajaran Direktorat Pendidikan Tinggi.
Selanjutnya pada era tahun 70-an dan 80-an
terdapat 10 (sepuluh) institution preservice
education and training (Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan) negeri, yakni IKIP Jakarta, IKIP
Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Malang, IKIP
Surabaya, IKIP Makasar, IKIP Manado, IKIP

Padang, IKIP Semarang


dan IKIP Medan.
Kesepuluh
Lembaga
Pendidikan
Tenaga
Kependidikan tersebut diberikan kewenangan penuh
untuk mencetak calon guru pada tingkat pra
pendidikan dasar (TK), pendidikan dasar (SD) dan
pendidikan menengah (SMP, SMA, SMEA, STM).
Seiring dengan bergulirnya reformasi,
desentralisasi dan globalisasi pada tahun 1995
Pemerintah menawarkan perluasan mandat kepada
IKIP untuk mengembangkan program non
kependidikan. Tawaran itu sebenarnya dilatar
belakangi oleh program Pemerintah untuk
menambah daya tampung perguruan tinggi, terutama
untuk meningkatkan jumlah mahasiswa bidang ilmu
eksakta dan teknik di luar bidang pendidikan.
Peningkatan daya tampung mahasiswa dengan
mendirikan perguruan tinggi baru memerlukan biaya
yang mahal dan waktu yang lama, sementara itu
kapasitas IKIP belum dimanfaatkan secara maksimal
sehingga
mengembangkan IKIP menjadi
universitas jauh lebih efisien dibandingkan
mendirikan universitas baru.
Akhirnya kesepuluh IKIP negeri tersebut di
atas mengkonversi diri menjadi Universitas dengan
mendapatkan tambahan
kewenangan (wider
mandate)
membuka
program
studi
non
kependidikan. Kesepuluh IKIP tersebut berubah
menjadi Universitas Negeri Jakarta (UNJ),
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas
Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Negeri
Semarang (Unnes), Universitas Negeri Malang
(UM), Universitas Negeri Surabaya (Unesa),
Universitas Negeri Makasar (UNM), Universitas
Negeri Manado (Unima), Universitas Negeri Padang
(UNP) dan Universitas Negeri Medan (Unimed).
Berdasarkan Menurut UU nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 (14)
disebutkan bahwa Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan adalah perguruan tinggi yang
diberikan
tugas
oleh
Pemerintah
untuk
menyelenggarakan program pengadaan Guru pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah,
serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan
ilmu kependidikan dan non kependidikan.
Pengertian Pendidikan Vokasi
Terdapat
banyak
pengertian
tentang
pendidikan kejuruan/vokasi. Dalam nomenklatur
internasional yang ada adalahVET(Vocational
Education
and
Training). Dalam nomenklatur
internasional VET mewadahi dua hal yaitu
pendidikan dan pelatihan vokasi. VET tidak
menunjukkan pengelompokan jenjang pendidikan.
Di Indonesia nomenklatur yang digunakan
adalah pendidikan kejuruan untuk jenjang
pendidikan menengah dan pendidikan vokasi
untuk jenjang pendidikan tinggi. Jadi perbedaan
penggunaan nomenklatur pendidikan kejuruan dan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

56

PEND-11

pendidikan vokasi berkaitan dengan jenjang


pendidikan.
Maka
dalam
pendefinisian
pendidikan kejuruan dan vokasi untuk konteks
Indonesia perlu penyesuaian.
Pendidikan vokasi mengalami puncak
popularitas
pada saat Smith-Hughes (1917)
mendefinisikan vocational education was training
less than college grade to fit for useful employment
(Thompson, 1973:107). Smith-Hughes mengartikan
pendidikan vokasi adalah training atau pelatihan
yang dilaksanakan pada tingkat menengah dibawah
tingkatan college untuk menyesuaikan
dengan
kebutuhan pekerjaan. Pengertian ini maknanya
rancu
antara
pendidikan
(education)
dan
pelatihan (training). Pendidikan vokasi dan training
vokasi adalah dua hal yang berbeda. Selanjutnya
pada tahun 1963 Amerika Serikat mengartikan
pendidikan vokasi sebagai berikut:
Vocational or technical training or retraining
which given in schools or classes under
public
supervision
and
control
or
undercontract with a State Boardorlocal
educationagency, and isconducted as
partofprogram designed to fit individuals for
gainful employment as semi-skilled or skilled
worker
or
technicians
inrecognized
occupations(Thompson, 1973:109).
Filosifi Pendidikan Kejuruan
Filosofi pendidikan kejuruan berlandaskan
pada 16 teori pendidikan kejuruan Prosser (1949:
25) sebagai berikut:
(1) Pendidikan kejuruan akan efisien apabila
disediakan lingkungan yang sesuai dengan
kondisi nyata dimana lulusan akan bekerja.
(2) Latihan kejuruan akan efektif apabila
diberikan tugas atau program sesuai dengan
yang akan dikerjakan kelak. Demikian pula
fasilitas atau peralatan beserta proses kerja
dan operasionalnya dibuat sama dengan
kondisi nyata nantinya.
(3) Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana
latihan dan tugas yang diberikan secara
langsung dan spesifik (dalam arti
mengerjakan
benda
kerja
yang
sesungguhnya, bukan sekedar tiruan).
(4) Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana
dalam latihan kerja atau dalam pengerjaan
tugas sudah dibiasakan pada kondisi nyata
nantinya.
(5) Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana
program-program yang disediakan adalah
banyak dan bervariasi meliputi semua
profesi serta mampu dimanfaatkan atau
ditempuh oleh peserta didik.
(6) Latihan kejuruan akan efektif apabila
diberikan secara berulang kali hingga
diperoleh penguasaan yang memadai bagi
peserta didik.

(7) Pendidikan kejuruan akan efektif apabila


para guru dan instrukturnya berpengalaman
dan mampu mentransfer kepada peserta
didik.
(8) Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana
mampu memberikan bekal kemampuan
minimal yang dibutuhkan dunia kerja
(sebagai standar minimal profesi), sehingga
bersifat adaptif dan mudah dalam
pengembangannya.
(9) Pendidikan kejuruan akan efektif apabila
memperhatikan kondisi dan pasar kerja.
(10) Proses pemantapan belajar dan latihan
peserta didik dalam pendidikan kejuruan
akan efektif jika diberikan secara
proporsional.
(11) Sumber data yang dipergunakan untuk
menentukan program pendidikan kejuruan
seharusnya didasarkan atas pengalaman
nyata dari pekerjaan di lapangan.
(12) Pendidikan kejuruan akan efisien jika
memiliki
peran
sebagai
lembaga
pendidikan yang menyiapkan SDM untuk
memenuhi kebutuhan dunia kerja tertentu
dan dalam waktu tertentu
Pengertian Guru
Banyak definisi atau pendekatan yang dapat
dipakai untuk mengartikan istilah Guru.
Pendekatan secara etismologi, istilah Guru berasal
dari bahasa India yang artinya orang yang
mengajarkan tentang kelepasan dari sengsara
(Suparlan, 2008;p.11). Sementara dalam bahasa
Sansekerta Guru berarti seseorang yang dihormati,
figur yang tidak memiliki cela dan tidak boleh
memiliki kesalahan. Guru bukan hanya sebagai
pendidik dan pengajar, melainkan juga mengemban
misi seorang begawan, yang bijaksana dan
menguasai ilmu pengetahuan, mengemban nilai
moral dan agama ( Sambas Soerjadi, 2001; p. 1).
Berdasarkan pendekatan yuridis, UndangUndang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional memandang Guru menjadi
bagian dari istilah pendidik yang dinyatakan dalam
pasal 39 (2), bahwa
Pendidik adalah tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi. Sementara Undang-Undang nomor
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen lebih tegas
menyebutkan dalam pasal 1 (1) bahwa: Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

57

PEND-11

Berdasarkan
beberapa
pendapat
dan
pendekatan tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa profesi guru adalah mulia, ideal, berat dan
kompleks, karena bertugas meneruskan ilmu
pengetahuan, teknologi, aturan, tata nilai kepada
generasi penerus yang dapat berdampak langsung
atau tidak langsung terhadap perkembangan manusia
dan kemanusiaan dalam lingkup individu ataupun
dalam lingkup sosial bangsa atau negara dan dunia.
Menurut Westby-Gybon (1965) dan Sambas
Soerjadi (2001: p 1-2), suatu pekerjaan dapat
dikatakan sebuah profesi jika: (a) mendapat
pengakuan masyarakat dan pemerintah mengenai
bidang layan tertentu yang dapat dilakukan karena
keahlian dan kualifikasi tertentu yang berbeda
dengan profesi lain; (b) menmiliki landasan teknik
dan prosedur kerja yang unik; (c) memerlukan
persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum
menegerjakannya; (d) memiliki mekanisme yang
diperlukan untuk melakukan seleksi secara efektif
sehingga hanya yang dianggap kompetitiflah yang
diperbolehkan melaksnakan bidang pekerjaan; (e)
memiliki organisasi profesi untuk melindungi
kepentingan anggotanya dan menjamin anggot untuk
menyelenggarakan layanan keahlian yang terbaik.
Penelitian Relevan
1. Yuanto, 2005 dalam penelitian berjudul:
Analisis
Pelaksanaan
Program
Praktek
Pengalaman Lapangan Mahasiswa Program
Studi Pendidikan Akuntansi Jurusan Ekonomi
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang. Hasil penelitian menyebutkan ada
pengaruh
signifikan
peranan
dosen
pembimbing (14,21 %) dan Guru Pamong (24,
30 %) terhadap nilai PPL mahasiswa.
Penelitian ini memberikan saran untuk lebih
meningkatkan kualitas bimbingan dosen
pembimbing dan guru pamong berdasarkan
perencanaan yang telah disusun oleh Unit PPL.
2. Mardiyono, 2006 dalam penelitian berjudul:
Praktek PPL Terpadu Dalam Meningkatkan
Kualitas Calon Guru. Penelitian ini bertujuan
mengkaji pelaksanaan model KKN-PPL terpadu
Universitas Negeri Yogyakarta. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah: (a) program ini terjadi
karena ada kerjasama yang baik antara
pengelola LPTK, Dinas Pendidikan, Kepala
Sekolah, Pemerintah Daerah untuk mewujudkan
Guru profesional; (b) terdapat kesesuaian antara
model KKN-PPL terpadu dengan tuntutan 4
kompetensi Guru; (c) terdapat kelayakan beban
6 SKS model KKN-PPL terpadu dibandingkan
antara waktu yang digunakan dengan kenyataan
pelaksanaannya; (d) perlu antisipasi munculnya
faktor penghambat dalam program ini.

3. Kusrahmadi, 2008 dalam penelitian berjudul:


Paradoks Praktik Pengalaman Lapangan (PPL)
Mahasiswa D-II PGSD di Sekolah Dasar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan
memberikan solusi dalam mengatasi stagnasi
pelaksanaan PPL mahasiswa D-II PGSD FIP
UNY. Hasil kesimpulan dari penelitian ini
adalah: (a) Pendidikan SD akan berhasil jika
melalui proses PPL yang menguasai manajemen
kelas; (b) Pendidikan SD akan berhasil jika
calon-calon gurunya memiliki komitmen kuat
menguasai ilmu pendidikan; (c) Pendidikan SD
akan berhasil jika dibimbing oleh dosen
pembimbing yang memiliki kompetensi serta
integritas dan dedikasi yang tinggi; (d)
Stakeholder (sekolah, masyarakat pengguna
tenaga pendidik) berperan dalam meningkatkan
kualitas mahasiswa dalam melaksanakan praktik
mengajar.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan dalam
mendapatkan model Program Pengembangan
Pembelajaran dalam upaya meningkatkan kualitas
kompetensi calon Guru Pendidikan Teknik Mesin
menggunakan
pendekatan
Research
and
Develpomen (R & D)(Borg and Gall) yang dibagi
dalam dua tahapan, yakni: (a) tahap penelitian dan
pengembangan informasi di beberapa LPTK; (b)
tahap ujicoba produk secara terbatas dan secara
diperluas.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan observasi di beberapa LPTK seJawa: Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Negeri
Semarang (UNNES), Universitas Negeri Yogyakarta
(UNY) dan Universitas Negeri Malang (UM)
tentang pelaksanaan mata kuliah praktek mengajar
yang terdiri dari simulasi peer-teaching, simulasi
microteaching dan magang di sekolah latihan bagi
mahasiswa kependidikan, maka pada tahap pertama
penelitian ini dihasilkan sebuah model Program
Pengembangan Pembelajaran dengan 3 (tiga)
domain, yakni: Kemitraan, Kemandirian, dan
Kependampingan, seperti tampak dalam gambar 1
berikut:

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

58

PEND-11

Kemitraaan

Kemandirian

Kependampingan

Gambar 1.
Model Program Pengelolaan Pembelajaran

Tahap kedua penelitian yakni melaksanakan


ujicoba terhadap model PPP. Ujicoba terbatas
dilakukan di jurusan Pendidikan Vokasi Teknik
Mesin dan 3 SMK yakni SMKN 5 Surabaya,
SMKN 2 Surabaya dan SMKN 1 Sidoarjo.
Sedangkan ujicoba diperluas model PPP dilakukan
jurusan PTM Unesa dan 6 SMK yakni SMKN 5
Surabaya, SMKN 2, SMKN 3 Surabaya, SMKN 7
Surabaya, SMKN I Sidoarjo dan SMKN 3 Sidoarjo.
Setelah ujicoba, dilakukan wawancara bebas
dengan para stake holder PPP secara purposive
yakni: Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/
Kabupaten/Kota, Ketua Asosisasi Profesi Guru,
(PGRI Jawa Timur), dosen pendamping PPP, guru
pamong PPP, dan mahasiswa program PPP. 97 %
responden
menyatakan
bahwa
PPP
perlu
direncanakan, dilakukan, dan dievaluasi bersama
oleh LPTK, Dinas Pendidikan, SMK dan asosiasi
profesi dalam kedudukan setara sebagai mitra.
98
% responden menyatakan bahwa PPP harus
dilakukan secara mandiri mulai dari simulasi peerteaching, simulasi microteaching, dan magang di
sekolah latihan.
Selanjutnya 95 % responden
menyatakan bahwa mahasiswa PPP harus
didampingi oleh dosen pembimbing dan guru
pamong yang profesional.
PEMBAHASAN
Mata kuliah Program Pengembangan
Pembelajaran sebagai kulminasi belajar mahasiswa
program kependidikan harus dijalankan dengan
memperhatikan 3 (tiga) domain, yakni: kemitraan,
kemandirian dan
kependampingan.
Domain
kemitraan bermakna bahwa program mata kuliah ini
idealnya direncanakan, dilaksanakan dan dieavaluasi
bersama antara LPTK sebagai penyelenggara
program pendidikan dengan stakeholdernya, yakni
Kepala
Dinas
Pendidikan
tingkat

Propinsi/Kabupaten/Kota, Kepala Sekolah tempat


mahasiswa melaksanakan magang, dan Asosiasi
Profesi Guru Pendidikan Kejuruan secara periodik,
berkesinambungan dan konsisten. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Prosser (1949:25) dalam
filosofi dasar pendidikan kejuruan yang menyatakan
bahwa pendidikan kejuruan akan efektif bilamana:
(1) dalam latihan kerja atau dalam pengerjaan tugas
sudah dibiasakan pada kondisi nyata nantinya; (2)
diberikan tugas atau program sesuai dengan yang
akan dikerjakan kelak. Demikian pula fasilitas atau
peralatan beserta proses kerja dan operasionalnya
dibuat sama dengan kondisi nyata nantinya; (3)
efisien apabila disediakan lingkungan yang sesuai
dengan kondisi nyata dimana lulusan akan bekerja.
Domain kemandirian bermakna bahwa
program mata kuliah ini akan optimal apabila
mahasiswa mengikuti dan menjalani semua kegiatan
pembelajarannya secara langsung secara individu,
mulai dari latihan simulasi peer-teaching di kelas
dan di laboratorium/bengkel, simulasi microteaching
di laboratorium microeaching dan magang mengajar
di sekolah latihan (SMK atau sekolah laboratorium).
Hal in juga sesuai dengan dengan pendapat Prosser
(1949: 25) dalam filosofi dasar pendidikan kejuruan
yang menyatakan bahwa proses pemantapan belajar
dan latihan peserta didik dalam pendidikan kejuruan
akan efektif jika diberikan secara proporsional
berdasarkan fasilitas atau peralatan beserta proses
kerja dan operasionalnya dibuat sama dengan
kondisi nyata nantinya.
Domain kependampingan bermakna bahwa
program mata kuliah ini akan optimal apabila
mahasiswa dibimbing dan didampingi oleh dosen
pendamping/instruktur/guru pamong
yang
professional pada bidangnya, baik selama simulasi,
microteaching di kampus serta magang mengajar di
sekolah latihan. Hal in juga sesuai dengan dengan
pendapat Prosser (1949: 25) dalam filosofi dasar
pendidikan kejuruan yang menyatakan bahwa
pendidikan kejuruan akan efektif apabila para guru
dan instrukturnya berpengalaman dan mampu
mentransfer kepada peserta didik, dimana proses
pemantapan belajar dan latihan peserta didik dalam
pendidikan kejuruan akan efektif jika diberikan
secara proporsional.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang
telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan mata kuliah PPP yang merupakan
kulminasi mahasiswa program studi Pendidikan
Vokasi Teknik Mesin kependidikan sebagai calon
guru pendidikan kejuruan (SMK) yang idealnya
memiliki 3 (tiga) domain, yakni (1) Kemitraaan
antara LPTK dengan Kepala Dinas Pendidkan
Propinsi, Kabupaten dan Kota, Kepala Sekolah
latihan, serta Asosiasi Profesi Guru Pendidikan
Kejuruan secara periodik, bekersinambungan dan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

59

PEND-11

konsisten; (2) Kemandirian setiap mahasiswa


program mata kuliah PPP secara langsung sehingga
mereka mendapatkan pengalaman mulai dari saat
simulasi, microteaching dan magang di sekolah
latihan;
(3)
Kependampingan oleh
dosen
professional yang memiliki latar belakang
pendidikan sesuai dengan mahasiswa serta
didampingi oleh guru pamong professional di
sekolah latihan yang juga sesuai dengan latar
belakang pendidikan peserta magang mengajar.
Hampir 100 % responden berpendapat bahwa
kegiatan PPP dapat berjalan dengan optimal
sehingga LPTK tetap mampu melaksanakan
tugasnya sebagai pusat inovasi calon guru vokasi.
SARAN
Mengingat pentingnya program mata kuliah
PPP untuk menghasilkan calon guru yang kompeten
bagi LPTK, maka disarankan agar segenap
pengambil kebijakan di setiap LPTK benar-benar
memperhatikan perencanaan,
pelaksanaan dan
monitoring evaluasi mata kuliah Program
Pengembangan Pembelajaran seusia dengan 3 (tiga)
domain PPP, yakni: kemitraan, kemandirian dan
kependampingan. Sementara dukungan sarana dan
prasarana yang memadai, seperti ruang simulasi
peer-teaching, laboratorium microteaching, media
pembelajaran yang mencukupi secara kuantitas dan
kualitas sudah merupakan kebutuhan yang harus
tersedia.

[8]. Mardiyono, S. (2006). Praktik pengalaman


lapangan terpadu dalam peningkatan kualitas
calon guru. Yogyakarta: Jurnal Cakrawala
Pendidikan edisi tahun XXV nomor 1.
[9]. Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1992).
Analisis data kualitatif. (Terjemahan Tjetjep
Rohendi
Rohidi).
Jakarta:
Universitas
Indonesia.
[10]. Prosser, C.A., & Quegley, T.H. (1949).
Vocational education in democracy. Chicago:
American Technical Society.
[11]. Pendidikan Calon Guru Jadi Fokus. (2015,
Januari26). Kompas, p. 6
[12]. Samani, M. (2006). Menggagas pendidikan
bermakna integrasi life skill-KBK-CTL-MBS.
Surabaya: SIC.
[13]. Wiyanto.T.
(2011).
Analisa
program
pengalaman lapangan mahasiswa di beberapa
LPTK dalam upaya meningkatkan kualitas
kompetensi calon guru pendidikan teknik
mesin. Penelitian tidak dipublikasikan.
Surabaya: LPPM Unesa.
[14]. Yuanto, S.R. (2005). Analisis pelaksanaan
program praktek pengalaman lapangan
mahasiswa
program
studi
pendidikan
akuntansi jurusan ekonomi fakultas ilmu sosial
Universitas Negeri Semarang. Skripsi:
Universitas Negeri Semarang.

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Amin, Mustghfirin. (2015, Mei). Optimalisasi
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Dalam
Menghadapi Tantangan Global. Makalah
disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan,
di Universitas negeri Surabaya.
[2]. Borg,W.R.,& Gall. (1983). Educational
Research: An Introduction (Fourth Edition).
New York: Longman.
[3]. Creswell, J.W. (2009).Research design:
qualitative, quantitative and mixed methods
approaches (3rd ed.). London: SEGE
Publication.
[4]. Cruickshank, D.R., Jenkins, D.B., & Metcalf,
K.K. (2005). The act of teaching (4th edition).
New York: McGraw-Hill.
[5]. Depdiknas. (2003). Undang-Undang RI Nomor
20, Tahun 2003, tentangSistem Pendidikan
Nasional.
[6]. Direktorat Akademik UPI (2011). Panduan
program latihan profesi. Bandung: Direktorat
Akademik UPI.
[7]. Kusrahmadi, S.D. (2008). Paradoks praktik
pengelaman lapangan (PPL) mahasiswa D-II
PGSD FIP UNY. Skripsi tidak dipublikasikan,
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

60

PEND-12

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TUTOR


SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR TIK SISWA
SMA NEGERI 7 MANADO
Christine T.M. Manoppo, Program Studi Pendidikan Teknologi Informasi dan
Komunikasi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Manado,
meisy_manoppo@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran tutor
sebaya dengan metode ceramah pada mata pelajaran TIK kelas X di SMA Negeri 7 Manado. Metode yang digunakan
eksperimen, yakni Pre test - Post test Con-trol Group Design Data berasal dari siswa kelas XC sebagai kelompok
eksperimen yang berjumlah 34 orang dan kelas XD sebagai kelompok kontrol yang berjumlah 34 orang, yang diambil
secara non-probability Sampling, yakni teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang / kesempatan sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel, dengan menggunakan purposive sampling. Hasil pengujian
hipotesis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode tutor
sebaya dengan metode ceramah pada mata pelajaran TIK kelas X di SMA Negeri 7 Manado.
Kata Kunci : Tutor sebaya, Ceramah

1.

PENDAHULUAN
Sebagai upaya peningkatan kualitas
pendidikan
melalui
peningkatan
proses
pembelajaran di sekolah menengah atas, setiap guru
dituntut melakukan inovasi pembelajaran, seperti
dalam menggunakan pendekatan pembelajaran yang
tepat sebagai upaya meningkatkan penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran, seperti dalam pelajaran
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Belajar
dalam kelompok tentu akan lebih efektif dalam
meningkatkan kemampuan belajar TIK siswa jika
didukung oleh keinginan yang kuat dari masingmasing anggota kelompok untuk belajar. Salah satu
tipe pembelajaran dalam pendekatan pembelajaran
kooperatif adalah tutor sebaya (peer tutoring). Tipe
ini dianggap jenis pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana se-hingga mudah diterapkan di
sekolah, seperti dalam pembelajaran TIK, karena
siswa hanya dibagi dalam kelompok-kelompok kecil
dan kemudian bekerjasama dalam mempraktekkan
materi pelajaran yang diberikan sesama anggota
kelompok yang berhubungan dengan bahan ajar.
Penggunaan pendekatan pembelajaran
kooperatif dilakukan dengan harapan agar siswa
lebih belajar, seperti aktif bekerjasama dalam
praktek dengan teman-temannya, dan aktif
melakukan tanya jawab dengan kelompok lain. Jadi,
pendekatan pembelajaran kooperatif dipandang
relevan agar siswa dapat belajar bersama dalam
menyelesaikan soal-soal latihan atau praktikum
suatu materi dalam pelajaran TIK.
Nana Sudjana (2000:7), hasil Belajar
merupakan suatu kompetensi atau ke-cakapan yang
dapat dicapai oleh siswa setelah melalui kegiatan
pembelaja-ran yang dirancang dan dilaksanakan oleh
guru di suatu sekolah dan kelas tertentu.
Hasil
belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam

mempelajari suatu materi pelajaran di sekolah yang


dinyatakan dalam bentuk skor/nilai yang diperoleh
dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran
tertentu. Dengan demikiaan dapat di simpulkan
bahwa hasil belajar adalah keberhasilan yang dicapai
oleh siswa terhadap suatu materi pelajaran tertentu
dalam waktu tertentu berupa perubahan tingkah laku
yang dapat diukur melalui evaluasi atau tes dalam
bentuk skor/nilai setelah mengikuti serangkaian
proses belajar mengejar.
Nasution dalam Abi Masiku (2003:9)
bahwa tutor adalah orang yang membantu murid
secara individual. Tutor adalah orang yang memberi
pelajaran (membimbing) kepada seseorang atau
sejumlah kecil siswa (di rumah, bukan di sekolah);
dosen yg membimbing sejumlah mahasiswa dalam
pelajarannya; (Dedy Sugono, 2008:1022). Tutor
adalah orang yang membelajarkan atau orang yang
memfasilitasi proses pembelajaran di kelompok
belajar ;(Chairudin Samosir, 2006:15). Pengajaran
tutoring merupakan pengajaran melalui kelompok
yang terdiri atas satu siswa dan satu pengajar (tutor,
mentor) atau boleh jadi seorang siswa mampu
memegang tugas sebagai mentor, bahkan sampai
taraf tertentu dapat menjadi tutor (Winkel,
1996:401). Pembelajaran teman/tutor sebaya adalah
pembelajaran yang terpusat pada siswa, dalam hal
ini siswa belajar dari siswa lain yang memiliki status
umur, kematangan/harga diri yang tidak jauh
berbeda dari dirinya sendiri. Sehingga anak tidak
merasa begitu terpaksa untuk menerima ide-ide dan
sikap dari gurunya yang tidak lain adalah teman
sebayanya itu sendiri.
Sedangkan Metode pembelajaran ceramah
adalah penerangan secara lisan atas bahan
pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

61

PEND-12

yang relatif besar.


Pengertian ceramah
menjelaskan bahwa ceramah adalah penuturan lisan
dari guru kepada pe-serta didik, ceramah juga
sebagai kegiatan memberikan informasi dengan
kata-kata sering mengaburkan dan kadang-kadang
ditafsirkan salah.
A.Tabroni Rusyan (1989:78) menyebutkan
hasil belajar yang dicapai individu merupakan
interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi, yang
menurut Muhibbin Syah (2003:34) bahwa faktor
yang mempengaruhi belajar siswa adalah faktor
pendekatan belajar (approach), yakni jenis upaya
belajar yang meliputi strategi dan metode yang
digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran. Untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran yang dimaksud, diantaranya: ceramah;
demonstrasi; diskusi; simulasi; laboratorium;
pengalaman lapangan; brainstorming; debat,
simposium, termasuk didalamnya tutor sebaya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran tutor sebaya
dengan metode ceramah pada mata pelajaran TIK
kelas X di SMA Negeri 7 Manado.
Berdasarkan kajian teoretis dirumuskan
hipotesis terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang
diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
tutor sebaya dengan metode ceramah pada mata
pelajaran TIK kelas X di SMA Negeri 7 Manado.
2. METODE
Metode yang digunakan eksperimen, yakni Pre
test - Post test Con-trol Group Design, (Sugiyono,
2011). Rancangan tersebut berbentuk seperti berikut:
Kelompok

Prest test
(RO1-O3)

Post test
(RO2O4)

Tutor
Sebaya

Eksperimen
Tutor
Sebaya
Kontrol
Ceramah

Perlakuan
(X)

O1
O3

O2
Ceramah

sebesar 2,031. Oleh karena itu dapat dikatakan


bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang
signifikan antara siswa yang menggunakan model
pembelajaran
tutor
sebaya
dengan
yang
menggunakan metode ceramah. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran tutor
sebaya berpengaruh secara signifikan terhadap hasil
belajar siswa kelas X SMA Negeri 7 Manado.
4.

PEMBAHASAN
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang
diajarkan dengan menggunakan metode tutor sebaya
dengan metode ceramah pada mata pelajaran TIK
kelas X di SMA Negeri 7 Manado. Ini berarti bahwa
proses pengajaran dengan menggunakan model
pembelajaran tutor sebaya dapat memberikan hasil
belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan
metode pembelajaran konvensional seperti ceramah.
Ditinjau dari sisi efektifitasnya dapat dikatakan
pengajaran
dengan
menggunakan
model
pembelajaran tuitor sebaya akan lebih efektif
dibandingkan
dengan
pengajaran
yang
menggunakan metode ceramah.
5.
KESIMPULAN
Pertama,
Proses
pengunaan
model
pembelajaran tutor sebaya di SMA Negeri 7 Manado
dikategorikan
baik
artinya
siswa
dapat
menumbuhkan hubungan antar pribadi diantara
siswa yang mempunyai latar belakang yang berbeda
sehingga dalam proses belajar berlangsung mereka
dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang
muncul.
Kedua, Berdasarkan analisis dan hasil pengujian
hipotesis serta hasil pembahasan yang telah yang
telah di uraikan dalam bab-bab sebelumnya maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan
model pembelajaran tutor sebaya dan yang
menggunakan metode ceramah dan secara signifikan
berpengaruh positif terhadap hasil belajar TIK siswa
SMA Negeri 7 Manado.

O4

3. HASIL UJI HIPOTESIS


Pengujian hipotesis menggunakan rumus Dr.
Suharsimi Arikunto,

diperoleh t hitung sebesar 2.17. Nilai ini lebih besar


sama dengan nilai t table (pada alfa 0,05) yakni

6.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Akrom, Penerapan Metode Tutor Sebaya


dalam
upaya
mengoptimalkan
pemebelajaran mata pelajaran TIK, Artikel
Guru TIK smk swadaya , (2007).
[2]. Anas Sudijono. Evaluasi Pendidikan, Jakarta:
Raja Grafindo (1996).
[3]. Aria Djalil, dkk, Pembelajaran Kelas
Rangkap, Jakarta: Universitas Terbuka (2011).
[4]. Asep Jihad & Abdul Haris, Evaluasi
Pembelajaran. Jakarta: Multi Pressindo,
(2009).
[5]. Dimyati
&
Mudjiono.
Belajar
dan
Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, (1998).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

62

PEND-12

[6]. Djamarah, Bahri, Syaiful. Guru dan anak


Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT
Rineka Cipta, (2000).
[7]. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT.
Gramedia Widia Sarana Indonesia, (2002).
[8]. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang
Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press (2007).
[9]. Kurikulum SMK Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan Buku IIa., Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. (2004).
[10]. Muhibbin Syah. Psikologi belajar Jakarta:
Grafindo Persada , (2002),
[11]. -------------------.Psikologi
Pendidikan,
Bandung: IAIN SGD, (2003).
[12]. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media
Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo
,(2000).
[13]. Ruseno Arjanggi dan Titin Suprihatin. Metode
Pembelajaran
Tutor
Teman
sebaya
meningkatkan hasil belajar berdasarkan
regulasi
diri,
Makara,
Sosial
Humaniora,Vol.14,No.2, Desember,(2010).
[14]. Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada.,
(2006).

[15]. Sarmawati. Penelitian Tindakan Kelas


Kooperatif
Tutor
Sebaya
dalam
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar
Matematika Siswa www.Wahana Pendidikan
Indonesia.Blogspot.com, Selasa, 30 Maret
2010.
[16]. Slameto, Belajar dan Faktor yang
Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta,
(1995).
[17]. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
Suatu Praktek. Jakarta: Rineka Cipta , (2006).
[18]. _____.
Penelitian
Tindakan
Kelas
(Classroom Action Research CAR).
Jakarta: Bumi Aksara. (2007).
[19]. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,
Bandung: Alfabeta. (2008).
[20]. ------------, Statiska untuk Penelitian,
Bandung: Alfabeta, (2011).
[21]. Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, (1998).
[22]. Silowati, dkk. Pembelajaran Kelas Rangkap.
Direktorat
Jendral
Pendidikan
Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional, (2009).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

63

PEND-13

MODEL KERJASAMA JURUSAN TEKNIK MESIN


ail
kepekaan
terhadap USAHA/INDUSTRI
perkembangan masyarakat,
UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN DENGAN
DUNIA
(6) perbekalan logistiknya, dan (7)

Selamat Riadi
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Medan
e-mail : selamatriadi.unimed@gmail.com
ABSTRAK

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia usaha dan industri yang selalu lebih
cepat dibanding dengan lembaga pendidikan (teknologi dan kejuruan) mengharuskan lembaga pendidikan
melakukan kerjasama dengan dunia usaha/industri untuk mencapai target pendidikannya juga guna mereduksi
mahalnya biaya pendidikan itu sendiri. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat model kerjasama yang
memungkinkan dikembangkan jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Medan dengan dunia
usaha/industri di kawasan Medan, Binjai dan Deli Serdang.
Populasi penelitian ini adalah perusahaan/industri yang berada di kawasan Medan, Binjai dan Deli
Serdang yang terkait dengan Jurusan Teknik Mesin FT. Unimed dengan jumlah sampel 26 perusahaan/industri.
Metode yang dikembangkan adalah survey dan eksprimen model kerjasama yang dikembangkan. Data-data
yang dikumpulkan berupa dokumentasi, data deskriptif, data kuantitatif dan kualitatif melalui pengamatan
proses.
Hasil penelitian ini menyimpulkan: 1) Tingkat kesediaan industri bekerjasama dengan Jurusan Teknik
Mesin FT Unimed adalah baik (88,5%), namun tidak dan kurang bersedia memberi rekomendasi pada
mahasiswa untuk bekerja di Industri tempat PKLI, 2) Potensi dan kerjasama Jurusan Teknik Mesin dan Pihak
DUDI yang dapat dikembangkan adalah pengembangan unit usaha dan produksi (53,8%) dan bidang
kepelatihan industri (termasuk PKLI dan magang) adalah 88,5%, 3) Kompetensi yang harus dimiliki
mahasiswa Jurusan Teknik Mesin FT. Unimed dalam melaksanakan kerjasama dengan DUDI adalah disiplin,
bertanggung jawab, mampu membaca gambar, bersedia bekerja di lapangan, dan dapat bekerja sesuai
bidangnya, 4) Bentuk/Model kerjasama Jurusan Teknik Mesin dengan Pihak DUDI yang dapat dikembangkan
adalah PKLI, Magang, dan Pengembangan Program Unit Jasa dan Produksi, 5) Tanggapan pihak DUDI
terhadap mahasiswa atau dosen yang melak-sanakan praktek lapangan industri (PKLI), survey, penelitian,
atau magang di DUDI adalah baik.
Kata Kunci : Model Kerjasama, Jurusan Teknik Mesin, Dunia Usaha/Industri

A. PENDAHULUAN

Sebagai salah satu bentuk pendidikan teknologi


yang berorientasi mempersiapkan tenaga
profesional dan akademis dengan kompetensi
sebagai tenaga kependidikan yang mampu
mengajar dengan kualifikasi kemam-puan
tekniknya setingkat ahli madya. Sebagai
lembaga pendidikan, Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Negeri Medan
mempunyai
karakteristik
tertentu
yang
membedakan dengan sistem pendidikan
lainnya. Menurut Sukamto (1998), perbedaan
ini tidak hanya menyangkut definisi, struktur
organisasi dan tujuan pendidikannya saja, tetapi
tercermin dalam aspek-aspek lain yang erat
kaitannya dengan perencanaan kurikulum, yaitu
(1) aspek orientasi pendidikannya, (2)
justifikasi untuk eksistensinya, (3) fokus
kurikulum, (4) kriteria keberhasilannya, (5)

kepekaan terhadap perkembangan masya-rakat,


(6) perbekalan logistiknya, dan (7) hubu-ngan
dengan masyarakat dunia usaha
Ketujuh karakteristik tersebut mempunyai implikasi dan konsekwensi, khususnya
terhadap kurikulum dan kerjasama yang
dikembangkan sehingga proses pendidikan
memiliki keterkaitan dan kesepadanan (link and
match) antara lembaga pendidikan dengan
Dunia usaha dan Industri (DUDI). Menurut
Supriyoko (2003) ada tiga kendala yang
menghambat kerjasama demi terlaksananya
proses pendidikan yang terkait dan sepadan,
yaitu mentalitas pengelola industri yang masih
rendah, teknologi yang dipelajari di dunia
pendidikan acap kali berbeda jauh dengan di
industri, dan belum adanya perencanaan jangka
panjang oleh pihak dunia pendidikan secara
bersama-sama
dengan
dunia
industri.
Selanjutnya dinyatakan juga bahwa dari ketiga
kendala tersebut yang terpenting adalah

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

64

PEND-13

mentalitas kalangan pengelola industri yang


belum menghargai pentingnya link and match
antara dunia pendidikan dengan dunia industri.
Untuk itu, DUDI dituntut untuk lebih
membuka diri terhadap pendidikan, baik dalam
arti sikap maupun tindakan nyata termasuk
menjadi tempat magang dan praktek lapangan
bagi para peserta didik. Di pihak lain, dunia
pendidikan dituntut untuk melakukan konsolidasi mulai tahap perencanaan sampai impelementasi dan evaluasinya sehingga kebijakan
link and match mencapai sasaran. Sebab bila
terjadi mislink and mismatch antara dunia
pendidikan dan DUDI akan mengakibatkan
kerugian di kedua pihak. Di satu pihak
pendidikan hanya akan menambah angka
pengangguran dan di pihak lain DUDI selalu
kesulitan untuk memperoleh tenaga kerja yang
berkualitas dan akhirnya bermuara pada
rendahnya daya saing bangsa di tatanan regional dan global.
Menyimpulkan pendapat Muslichatun
(1999) dan Aljufri (2008) dapat dinyatakan
bahwa sistem pendidikan teknologi dan
kejuruan adalah suatu rangkaian komponen
yang melakukan proses kegiatan belajar
mengajar di bidang teknologi untuk menghasilkan tenaga yang terampil dalam mendukung
industri dan perdagangan demi meningkatkan
kesejahteraan hidup. Dengan demikian, hubungan pendidikan kejuruan dengan industri
menjadi sangat erat pada saat industrialisasi
yang berkembang pesat karena menuntut
adanya tempat kerja dan pendidikan sebagai
fungsi utama (Nolker (1998). Ilustrasi tentang
hubungan industri dan lembaga pendidikan
(Teknik) itu dapat dilihat pada gambar 1:
Selanjutnya dari illustrasi hubungan
antara Industri dengan lembaga pendidikan
teknik di atas, maka Evan dan Herr (1978)
menyatakan bahwa hubungan tersebut dapat
diwujudkan dalam bentuk program kerjasama
model Cooperative Work Education (CWE).
Model ini hampir sama dengan model Dual
system education di Jerman dimana secara
block system peserta didik berada di sekolah
kemudian berada di industri dalam siklus waktu
tertentu. Model ini mempunyai bebe-rapa
keuntungan, yaitu: (1) peserta didik mempunyai daya adaptasi yang cepat terhadap
tuntutan pasar kerja, (2) memerlukan modal
investasi dan peralatan yang lebih sedikit dari
pada di laboratorium sekolah, (3) merangsang
sikap positif terhadap pekerjaan, dan (4) me-

Gambar 1: Hubungan antara lembaga Industri dan


Pendidikan Teknik

mungkinkan peserta didik diangkat menjadi


pekerja tetap di industri tersebut.
Selanjutnya
Suparman
(2008)
menyatakan setidaknya ada lima model
kerjasama yang dapat dikembangkan sebagai
alternatif antara lembega pendidikan dan
industri, yaitu:1) Praktek Industri (Survey), 2)
Pola Magang (Block Release), 3) Tukar
menukar Tenaga Ahli/Pengajar 4) Dudi sebagai
Tempat Penelitian, dan 5) Kerjasama Program.
Dari lima kemungkinan tersebut, maka model
kerjasama yang dikembangkan pada pinsipnya
sangat tergantung dari respon yang diberikan
oleh lembaga usaha/industri.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Industri Medan, Kawasan Industri Deli
Serdang dan beberapa industri di Kotamadya
Binjai yang pada prinsipnya representatif di
Kawasan Mebidang (Medan, Binjai dan Deli
Serdang). Metode yang digunakan adalah
survey dan eksprimen model kerjasama, oleh
sebab itu alat penelitian yang digunakan adalah
angket
penelitian
dilanjutkan
dengan
pelaksanaan prototype kerjasama (Memory of
Action = MoA) dengan pengamatan proses
(Context Input Process). Secara skematik,
metode survey dan eksprimen tersebut
dirancang dengan tahapan sebagai berikut:

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

65

PEND-13

3.
4.
5.

6.

2.

Gambar 2: Desain Penelitian Kerjasama Industri

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


a) Hasil Penelitian
1.

Kesediaan DUDI berkaitan dengan Praktek


Kerja Lapangan Industri (PKLI)

Dari 26 responden yang diberi angket


penelitian ada dua persahaan yang menolak
untuk bekerjasama dengan Jurusan Teknik
Mesin FT. Unimed, sehingga semua item
dijawab dengan tidak bersedia. Alasan yang
diberikan adalah PKLI hak manajemen belum
pernah menerima praktek kerja lapangan
industri.
Dari perusahaan/industri yang bersedia/pernah menerima PKLI umumnya ber-sedia
mempelajari pelaksanaan PKLI Jurusan Teknik
Mesin FT. Unimed, memberikan bim-bingan,
dan informasi kepada mahasiswa prak-tikan
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
perusahaan/industri.
Sedangkan
merekomendasi untuk bekerja kepada mahasiswa praktikan umumnya tidak bersedia karena
sistem rekruitmen punya aturan sendiri. Secara
rinci, bentuk kesediaan industri dengan Jurusan
Teknik Mesin FT. Unimed dalam rangka
pelaksanaan PKLI dapat disajikan bentuk tabel
berikut:
Tabel 1. Jenis Kesediaan Kerjasama PKLI

No.

Jenis Kesediaan

1.

Menjadi mitra tempat


PKLI
Merencanakan PKLI
secara bersama-sama

2.

Sedia
(%)
88,5

Tidak
(%)
11,5

73,1

26,9

Memberi informasi
pelaksanaan PKLI
Ikut membimbing
mahasiswa PKLI
Mengevaluasi/menilai
keberhasilan mahasiswa PKLI
Memberi rekomendasi pada mahasiswa
untuk bekerja di
Industri tempat PKLI
Kesediaan
Kurikulum

DUDI

88,5

11,5

65,4

34,6

80,8

19,2

100

Dalam

Penyusunan

Secara umum pihak DUDI bersedia


membantu memberikan informsi sebagai bahan
masukan dalam menyusun kurikulum, namun
tidak bersedia membahsanya secara langsung
dalam perumusan secara bersama. Alasan
utamanya adalah disebabkan mereka merasa
bukan bidangnya untuk membahas kurikulum
pendidikan,
sedangkan
keengganan
memberikan informasi tentang sistem produk
dan teknologi yang digunakan alasannya adalah
rahasia perusahaan. (lihat Tabel 2)
Tabel 2. Kesediaan DUDI Dalam Penyusunan
Kurikulum

No.

Jenis Kesediaan

1. Memberi informasi produk


yang dihasilkan DUDI
2. Memberi informasi tentang
kompetensi yang dibutuhkan
DUDI
3. Menyusun kurikulum bersama Jurusan Teknik Mesin
FT. Unimed dan (DUDI)
4. Memberi data kebutuhan
tenaga kerja yang setara
Ahli Madya Teknik Mesin
(D3) dan/atau Otomotif
5. Memberikan info teknologi
yang digunakan DUDI

Sedia
(%)

Tidak
(%)

61,5

38,5

69,2

30,8

46,2

53,8

69,2

30,8

38,5

61,5

3. Kesediaan DUDI dalam Penyediaan


Sarana dan Prasarana Praktek
Kalau diamati secara cermat, sesungguhnya pihak DUDI hanya bersedia memberikan sarana/prasarana sebagai tempat PKLI
kepada Jurusan Teknik Mesin FT. Unimed,
sedangkan hal-hal yang bersifat materi lainnya
tidak bersedia. Secara rinci tentang informasi
ini dapat dilihat dalam tabel berikut:

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

66

PEND-13

Tabel 3: Kesediaan DUDI dalam Penyediaan Sarpras


Praktek

No.

Jenis Kesediaan

1. Datang jika diundang untuk


membahas sarana/prasarana
praktek mahasiswa
2. Bekerjasama dalam penye
diaan sarana dan prasarana
praktek mahasiswa PKLI
3. Memberi imbalan (gaji) kepada mahasiswa PKLI

Sedia
(%)

Tidak
(%)

84,61

15,39

96,15

3,85

100

4. Kerjasama yang Diinginkan DUDI


dengan Jurusan Teknik Mesin FT.
Unimed
Bentuk kerjasama yang diinginkan oleh
pihak DUDI terhadap jurusan Teknik Mesin
FT. Unimed pada umumnya adalah bidang
pengembangan unit usaha dan produksi
(53,8%) sedangkan yang bersedia kerjasama
dalam kepelatihan industri (termasuk PKLI dan
magang) adalah 88,5%.
5. Kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa Jurusan Teknik Mesin FT. Unimed
Selanjutnya tentang informasi kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa Jurusan
Teknik Mesin FT. Unimed di DUDI secara
umum adalah disiplin, bertanggung jawab,
mampu membaca gambar, bersedia bekerja di
lapangan, dan dapat bekerja sesuai bidangnya.
6. Pelaksanaan Model Kerjasama Jurusan
Teknik Mesin FT. Unimed dengan DUDI
Dari hasil survey yang dilakukan,
model kerjasama yang dapat dikembangkan
sesuai potensi yang dimiliki dan kondisi
objektif yang melekat pada kedua lembaga
adalah PKLI, Magang, dan Pengembangan
Program. Kondisi objektif tersebut didasari
pada alasan bahwa model kerjasama yang
pertama dan kedua dipilih karena mampu
meningkatkan daya saing lulusan sedangkan
model kerjasama ketiga mengarah pada
penguatan kapasitas lembaga Jurusan Teknik
Mesin. Adapun perusahaan yang dipilih adalah
PT. Cakra Compact Aluminium Industries
untuk PKLI, PT. Toyota International TSO
Auto 2000 Cabang Gatot Subroto untuk Ma-

gang, dan PT.Karya Mulia Utama Medan untuk


Pengembangan Program (Unit Pro-duksi).
a) Pelaksanaan PKLI
Beberapa temuan yang diperoleh dari
hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan
terhadap pelaksanaan PKLI mahasiswa jurusan
Teknik Mesin ini adalah: 1) Mahasiswa perlu
persiapan awal yang lebih terhadap pemahaman gambar dan istilah teknik di lapangan, 2)
Pelaksanaan PKLI yang berlangsung sela-ma
ini umumnya masih bersifat survey, jika ingin
praktek langsung di lapangan setidaknya
membutuhkan waktu minimal 3 bulan (setara 3
sks), 3) Isi laporan PKLI belum yang terbarukan, 4) Perlu regulasi yang jelas dan lugas
dalam kerjasama PKLI antara Jurusan Pendidikan Teknik Mesin dan pihak DUDI, 5)
Perlu penajaman tujuan/target dalam proposal
PKLI mahasiswa karena selama ini masih
bersifat umum, 6) Keterbatasan dana dosen
pembimbing dalam melakukan kunjungan
lapangan dalam rangka monitoring dan evaluasi
terhadap pelaksanaan PKLI maha-siswa.
b) Pelaksanaan Kerjasama Magang
Pelaksanaan kerjasama magang di
perusahaan ini dapat dikategorikan terhadap
mahasiswa dan staf pengajar (dosen) Jurusan
Teknik Mesin FT. Unimed. Desain yang
dilakukan pada mahasiswa sistemnya tidak jauh
berbeda dengan pelaksanaan PKLI yaitu dengan
mengajukan proposal, sedangkan untuk dosen
dengan mengajukan Term of Reference (TOR)
kegiatan (Contoh Proposal dan TOR terlampir).
Hasil temuan yang diperoleh pada pelaksanaan
magang ini diantaranya sebagai berikut: Waktu
Circle Process yang dibutuhkan minimal 3
bulan, sedangkan jenis pekerjaan yang dapat
dikembangkan meliputi Rate Time Sparepart
and repair, Indeks kepuasan Pelanggan, Man
Power/HRD, Training, dan lain sebagainya.
Sedangkan materi yang perlu difahami
sebelumnya adalah pembekalan Metodologi
analisis dari suatu Circle Process (Kaizen
Metodology) dari suatu permasalahan.
Secara umum, tanggapan pihak DUDI
terhadap mahasiswa atau dosen yang melaksanakan PKLI, survey, peneitian, atau magang di
DUDI adalah baik. Artinya, pelaksanaan program yang dilakukan masih berada pada koridor
yang disepakati dan memenuhi ketentuan
perusahaan. Namun dari sisi produktivitas dan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

67

PEND-13

kualitas temuan masih memerlukan peningkatan yang lebih intensif dari berbagai perspektif
c) Pelaksanaan Kerjasama Pengembangan
Program
Pelaksanaan kerjasama pengembangan
program dilakukan dengan cara membuat
kontrak kerja dalam melaksanakan suatu
pekerjaan. Model kerjasama ini melibatkan Unit
Jasa dan Produksi yang dibentuk di Laboratorium/Workshop Jurusan Teknik Mesin FT.
Unimed. Alur kerja sistem kontrak ini dapat
dijelaskan dalam skema sebagai berikut:

Gambar 3: Alur Proses Unit Produksi JTM FT. Unimed

Kerjasama ini dalam pelaksanaannya


secara praktis mengalami keterbatasan di
bidang dana, tenaga kerja, dan alat pendukung
teknis. Semua ini akhirnya bermuara pada
waktu penyelesaian kerja yang kurang tepat.
Sedangkan secara teknis, umumnya jenis
pekerjaannya dapat dikerjakan dengan baik,
karena tidak terjadi Reject dalam kontrak
kerja.
b) Pembahasan
Prinsip Pendidikan kejuruan yang melekat pada misi Jurusan Teknik Mesin FT.
Unimed pada dasarnya menetapkan ukuran
keberhasilan pendidikan yang bersifat ganda,
yaitu: (1) ukuran keberhasilan di lembaga
pendidikan (in-school success standards) yang
meliputi aspek keberhasilan peserta didik
memenuhi persyaratan kurikulum. (2) Ukuran
keberhasilan di masyarakat (out-school suc-cess
standards) yang ditentukan oleh kesuk-sesan
setelah bekerja di lapangan kerja sebenarnya.
Konsepsi seperti di atas menggiring
sistem pendidikan juga menjadi sistem ganda
yang memerlukan kerjasama antara dunia
Pendidikan dan Dunia Usaha/industri secara

mendasar pada fungsi, proses, organisasi, dan


perilaku-perilakunya. Secara rinci, kerjasama
pendidikan dan DUDI di atas menuntut konsekuensi tentang adanya (1) Kemitraan dengan
Pihak DUDI yang kuat, (2) Program bersama
lembaga pendidikan-industri; (3)
Evaluasi
pengalaman belajar yang konkret dan asli (tidak
abstrak dan tiruan) dengan pengalaman
keilmuan di perguruan tinggi; (4) Personal dari
lembaga pendidikan dan industri; (5) pembiayaan bersama oleh lembaga pendidikan dan
industri.
Hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa 88,5% industri bersedia merencanakan
PKLI mahasiswa Jurusan Teknik Mesin
FT.Unimed. Hal ini merupakan lampu hijau
bagi pengelola pendidikan untuk menindaklanjuti sistem pengelolaan pendidikan yang
berorientasi tunggal menjadi pengelolaan
pendidikan ganda (Jurusan Teknik Mesin dan
DUDI). Demikian pula keengganan industri
terlibat dalam penyusunan kurikulum (46,2%)
memberikan gambaran agar pihak Jurusan
Teknik Mesin dapat proaktif mengejar inforYa
masi di dunia usaha/industri dalam merancang
kurikulumnya, sebab pada dasarnya pihak
industri tidak keberatan untuk memberikan
informasi teknologinya sepanjang tidak
menyangkut hal-hal yang sifatnya rahasia
perusahaan. Sedangkan untuk kerjasama dalam
penyediaan fasilitas/sarana dan prasarana
pendidikan, pihak industri umumnya tidak
bersedia memberikan sumbangan atau konstribusi secara material. Keadaan ini memang
berat untuk dijembatani, karena bedanya
orientasi kedua lembaga tersebut dimana pendidikan non-profit oriented sedang industri
profit oriented. Untuk hal inilah yang perlu
dicarikan model kerja-samanya sehingga
bertemu titik singgung kebutuhan kedua
lembaga yang pada dasarnya berbeda orientasi.
Pada pelaksanaan model kerjasama
yang dikembangkan dalam penelitian ini,
ternyata titik singgung kerjasama lembaga
pendidikan (Jurusan Teknik Mesin FT.
Unimed) dan industri dapat ditemukan. Pelaksanaan PKLI mahasiswa dan magang di industri
pada dasarnya dapat dilakukan apabila
dirancang waktu dan sumber dayanya secara
periodik. Dalam hal ini industri akan mencarikan jenis pekerjaan yang layak untuk mahasiswa/dosen, sembari mempelajari dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa/dosen
untuk mencapai perolehan yang diajukannya

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

68

PEND-13

dalam proposal kegiatan. Demikian pula model


kerjasama dalam pengembangan prog-ram
khususnya pada pengerjaan job/order yang
dilaksanakan antara industri dan pihak jurusan
teknik mesin, ternyata tinggal mengem bangkan
dan menata-ulang sumber daya yang dimiliki
serta manajemen kelembagaan dalam bidang
kerjasama dengan industri atau stake-holder
lainnya. Artinya, titik singgung kerja-sama
antara lembaga pendidikan tinggi dengan dunia
usaha/industri pada prinsipnya dapat dilakukan
dengan baik.

1. Memberikan pembekalan atau persiapan


kepada mahasiswa yang akan berangkat
PKLI atau magang terhadap materi yang
sesuai dengan jenis perusahaan atau industri
terkait.
2. Membina komunitas mahasiswa dan dosen
yang sesuai dengan minat dan bidang
keahlian untuk mendukung pola kerjasama
yang saling menguntungkan antara Pihak
Jurusan Teknik Mesin dengan Pihak DUDI
(stakeholder).
DAFTAR PUSTAKA

D. KESIMPULAN DAN SARAN


1) K e s i m p u l a n
Didasari uraian hasil penelitian yang
telah dipaparkan pada bagian sebelumnya,
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pada umumnya pihak industri (DUDI)
bersedia bekerjasama dengan Jurusan
Teknik Mesin FT. Unimed dalam rangka
penyelenggaraan Program PKLI dan
Magang
2. Jenis potensi dan kerjasama Jurusan Teknik
Mesin dan Pihak DUDI yang dapat
dikembangkan adalah pengembangan unit
usaha dan produksi (53,8%) dan bidang
kepelatihan industri (termasuk PKLI dan
magang) adalah 88,5%.
3. Secara umum, sikap dan tanggapan pihak
DUDI terhadap mahasiswa atau dosen yang
melaksanakan praktek lapangan industri
(PKLI), survey, penelitian, atau magang di
perusahaan/industri adalah baik.
4. Bentuk Kompetensi yang harus dimiliki
mahasiswa Jurusan Teknik Mesin FT.
Unimed dalam melaksanakan kerjasama
dengan DUDI adalah disiplin, bertanggung
jawab, mampu membaca gambar, bersedia
bekerja di lapangan, dan dapat bekerja
sesuai bidangnya.
5. Bentuk/Model kerjasama Jurusan Teknik
Mesin dengan Pihak DUDI yang dikembangkan (PKLI, Magang, dan Pengembangan Program Unit Jasa dan Produksi)
dapat dilaksanakan dengan baik.
2)

Saran

[1]. Aljufri, 2008. Kurikulum Pendidikan


Tekno-logi dan Kejuruan. Universitas
Negeri Padang: Makalah Seminar APTEKINDO
[2]. Disperindag. (2005). Sumatera Utara
Dalam Angka. Medan : Biro Statistik
Sumatera Utara.
[3]. Evans, Rupet R. dan Her, Edwin L.
(1978).
Foundation
of vocational
education part 4: organization of
vocational edu-cation.
Columbus :
Charles E. Merril Publishing Company.
[4]. Jurusan Teknik Mesin. (2008), Evaluasi
Diri Jurusan Teknik Mesin. Universitas
Ne-geri Medan. Laporan 2008.
[5]. Kanwil
Deprind Sumut. (2003).
Pembinaan
ketenagakerjaan
secara
komprehensif
di
Sumatera
Utara.
Universitas Negeri Medan. Makalah:
Workshop Kerjasama Industri TPSDP
Teknik Mesin.
[6]. Moedjiarto.
(2003). Perspektif dan
Tantangan
Kejuruan
dalam
Mempersiapkan Tena-ga Kerja. Malang:
Seminar Nasional Sistem Pemagangan
dalam Pendidikan Kejuruan dan Penyiapan
Tenaga Kerja.
[7]. Nolker,
Helmut (1998). Pendidikan
Kejuruan. Jakarta: Ghalia Indonesia
[8]. Supriyoko. (2003). Penerapan Sistem
Ganda Di Indonesia. Republika. 30 Juli
2003.
[9]. Suparman, (2008). Kompetensi Tenaga
Kerja Teknik Otomotif di Era Global
(Persfek-tif Toyota). Universitas Negeri
Medan. Makalah Stadium General

Beberapa rekomendasi yang disarakan


dari hasil penelitian ini adalah:

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

69

PEND-14

Pengembangan Roadmap Penelitian Pendidikan Teknologi dan Kejuruan


secara Holistik
Wagiran
Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT UNY
maswagiran@yahoo.com; wagiran@uny.ac.id
Abstrak
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yang berperan dalam
menyiapkan lulusannya memasuki dunia kerja, memiliki peran sentral dalam menyiapkan sumberdaya manusia Indonesia
menuju kejayaan di era global. Oleh karenanya pengembangan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan dengan berbagai
komponen yang melekat didalamnya perlu dilakukan secara sinergis dan komprehensif. Demikian halnya dengan penelitian
dan pengkajian di bidang Pendidikan Teknologi dan Kejuruan perlu dilakukan secara komprehensif agar dapat berkembang
dan berperan optimal. Namun demikian pengalaman empiris menunjukkan bahwa penelitian dan pengkajian Pendidkan
Teknologi dan Kejuruan hingga saat ini cenderung terfokus kepada Pendidikan Teknologi dan Kejuruan dalam lingkup
formal. Masih sedikit penelitian maupun kajian Pendidikan Teknologi dan Kejuruan dalam lingkup non formal maupun
informal di masyarakat.
Keberadaan roadmap penelitian dan pengkajiann menjadi urgen untuk menjamin pengembangan pendidikan
Teknologi dan Kejuruan secara utuh. Dalam upaya merumuskan roadmap penelitian dan kajian Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan secara holistik perlu diperhatikan perimbangan penelitian dan pengkajian Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
baik dalam lingkup pendidikan formal, non formal, maupun informal. Melalui rodmap tersebut diharapkan seluruh aspek
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan dapat dikembangkan secara komprehensif dan selaras.
Kata kunci: Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Roadmap Penelitian, Holistik

Pendahuluan
Fakultas
Teknik
ataupun
Fakultas
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan dalam lingkup
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) memiliki peran sentral dalam upaya
menghasilkan calon-calon pendidik kejuruan yang
nantinya mampu menghasilkan sumberdaya
manusia berkualitas yang siap memasuki dunia
kerja. Melalui interaksi pengajaran, penelitian, dan
pengabdian
pada
masyarakat
diharapkan
berkembang sistem pendidikan yang mampu
mengembangkan potesi peserta didik secara
optimal. Keselarasan tiga unsur tridharma
perguruan tinggi tersebut merupakan kunci utama
sksesnya penyelenggaraan pendidikan tinggi
termasuk LPTK.
Penelitian dengan berbagai macam ragamnya
memiliki peran strategis dalam upaya mewujudkan
visi pendidikan teknologi dan kejuruan. Urgensi
penelitian dalam lingkup pendidikan teknologi dan
kejuruan dikemukakan oleh Rauner dan Maclean
(2008:9):
vocational education and training is
important for the global economy
because it serves the qualifi cation of
skilled workers for the intermediary
sector of the employment system,
TVET research is still largely shaped
by national traditions of vocational
education

Data menunjukkan bahwa tiap tahun terdapat


ratusan bahkan ribuan penelitian yang dilakukan
oleh mahasiswa dan dosen dengan berbagai sumber
pembiayaan. Akan sangat bermakna bila penelitianpenelitian tersebut selaras dengan isu-isu strategis
khususnya bidang pendidikan teknologi dan
kejuruan sehingga memiliki daya dukung optimal
dalam mempercepat perwujudan visi pendidikan
teknologi dan kejuruan. Oleh karena itu menjadi
pertanyaan, seberapa besar penelitian-penelitian
yang telah dilakukan selama ini selaras dan
berperan optimal dalam mewujudkan visi
pendidikan teknologi dan kejuruan? Pertanyaan
berikutnya adalah bagaimanakah bentuk roadmap
penelitian sebagai upaya menjamin relevansi dan
daya dukung penelitian dalam mendukung
perwujudan visi pendidikan teknologi dan
kejuruan? Belum pernah ada kajian mendalam
tentang relevansi penelitian dalam mendukung
perwujudan visi pendidikan teknologi dan kejuruan
sekaligus bentuk roadmap penelitian yang sesuai.
Ketiadaan roadmap mengakibatkan peneitian yang
dilakukan selama ini tidak berorientasi pada
perwujudan visi pendidikan teknologi dan kejuruan
secara komprehensif.
Sebagai upaya untuk lebih memantapkan
peran berbagai penelitian yang dilakukan, maka
diperlukan
kajian bagaimanakah gambaran
relevansi penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa
dan dosen selaras dengan visi pendidikan teknologi
dan kejuruan. Lebih lanjut diperlukan kajian
mendalam
bagaimanakah
bentuk
roadmap
penelitian yang sesuai dan berperan optimal dalam

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

70

PEND-14

mendukung terwujudnya visi pendidikan teknologi


dan kejuruan. Dengan disusunnya roadmap tersebut
diharapkan seluruh penelitian yang dilakukan
mempunyai daya dukung optimal terhadap
perwujudan visi pendidikan teknologi dan kejuruan.
Hakekat dan Konsep Dasar Penelitian
Apakah sebenarnya penelitian itu ? Masih
banyak yang mempersamakan penelitian dengan
metode ilmiah. Hal ini dimungkinkan dari
banyaknya elemen-elemen yang relatif sama
diantara keduanya. Best (1982: 28) memberikan
analisis perbedaan antara penelitian dengan metode
ilmiah. Suatu penelitian menuntut obyektifitas baik
dalam
proses/pengukuran
maupun
penganalisaan/penyimpulan
hasil-hasilnya.
Penelitian juga memerlukan proses yang intensif,
sistematik, terfokus dan lebih formal. Disamping itu
penelitian dilakukan dalam rangka penemuan dan
pengembangan
bangunan
pengetahuan
(pengembangan generalisasi, prinsip-prinsip, teoriteori) yang memiliki kekuatan deskripsi dan atau
prediktif
Sedangkan dalam metode ilmiah aspek
yang dipentingkan adalah aplikasi berpikir
deduktif-induktif di dalam pemecahan masalah.
Dalam hubungan ini, bisa terjadi metode ilmiah
mengikuti
proses
identifikasi
masalah,
pengembangan hipotesis, melakukan observasi,
menganalisis kemudian menyimpulkannya. Prosesproses dimaksud dapat digunakan secara informal
dalam kehidupan sehari-hari dan belum tentu bisa
disebut sebagai suatu penelitian.
Beberapa definisi berikut akan membantu
memperjelas
pengertian
tentang
penelitian
(Wagiran, 2013):
a. Research is a systematic attempt to provide
answers to questions (Tuckman, 1972: 1).
Jawaban tersebut dapat berupa jawaban yang
masih abstrak dan bersifat umum yang
biasanya disebut dengan penelitian dasar
(basic research) maupun jawaban yang
sifatnya kongkrit dan spesifik yang disebut
penelitian terapan (applied research). Dalam
kedua penelitian tersebut selalu dimulai dari
pengumpulan
data
kemudian
memformulasikan
untuk
disimpulkan
berdasarkan analisis data tersebut.
b. Metode penelitian merupakan cara ilmiah
yang digunakan untuk mendapatkan data
dengan tujuan tertentu. Cara ilmiah berarti
kegiatan itu dilandasi dengan metode
keilmuan yang merupakan gabungan atara
pendekatan
rasional
dan
empiris
(Suriasumantri, 1978). Pendekatan rasional
memberikan kerangka berpikir yang kohern
dan logis. Sedangkan pendekatan empiris
memberikan kerangka pengujian dalam
memastikan suatu kebenaran.

c.

d.

e.

f.

Penelitian dapat diartikan sebagai pencarian


teori, pengujian teori, atau pemecahan
masalah (Sevilla, 1993: 2). Hal ini berarti
masalah tersebut telah ada dan telah
diketahui bahwa pemecahan masalah
tersebut sangat diperlukan. Masalah tersebut
bukanlah sesuatu yang biasa dalam artian
pemecahannya bisa didapatkan secara
langsung.
Penelitian ilmiah terdiri atas usaha
memperoleh informasi melalui pengamatanpengamatan empiris yang dapat digunakan
untuk pengembangan secara sistematis dan
menetapkan dalil-dalil yang berkaitan secara
logis untuk menetapkan hubungan sebabakibat diantara variabel-variabel.
Penelitian dapat dirumuskan sebagai
penerapan
pendekatan
ilmiah
pada
pengkajian suatu masalah (Champion, 2001:
3). Ini adalah cara untuk memperolah
informasi yang berguna dan dapat
dipertanggungjawabkan. Tujuannya adalah
untuk menemukan jawaban terhadap
persoalan yang berarti melalui penerapan
prosedur ilmiah.
Penelitian ilmiah merupakan
penelitian
yang sistematis, terkontrol, empiris, dan
penyelidikan kritis dari proposisi-proposisi
hipotesis
tentang
hubungan
yang
diperkirakan antara gejala alam (Kerlinger
(1973). Penelitian sistematis bila mengikuti
langkah-langkah atau tahapan yang dimulai
dengan
mengidentifikasi
masalah,
menghubungkan masalah tersebut dengan
teori-teori yang ada, mengumpulkan data,
menganalisis dan menginterpretasi data,
menarik kesimpulan, dan menggabungkan
kesimpulan-kesimpulan tersebut ke dalam
jajaran khasanah pengetahuan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas


maka penelitian dapat dirumuskan sebagai cara
ilmiah yang sistematis, terkontrol, dan empiris
untuk mendapatkan data yang obyektif, valid,
reliabel dengan tujuan dapat menemukan
(mendeskripsikan), memprediksi, menguji, dan
mengontrol fenomena-fenomena sosial dengan
harapan dapat memahami, mengantisipasi dan
memecahkan masalah-masalah dalam bidang
yang diteliti.

Rumusan Roadmap Penelitian Pendidikan


Teknologi dan Kejuruan
Terdapat berbagai faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam penyusunan roadmap
penelitian pendidkan teknologi dan kejruuan.
Berdasarkan kajian, analisis dan pengalaman
penulis, beberapa faktor penting yang perlu

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

71

PEND-14

diperimbangkan dalam merumuskan roadmap


penelitian pendidikan teknologi dan kejuruan antara
lain:
a. Berorentasi tuntutan perkembangan global
terutama tuntutan pembelajaran abad 21.
Paradigma
pengembangan
pendidikan ke depan tentu tidak terlepas dari
karakteristik dunia kerja dan tenaga kerja yang
dibutuhkan dalam era mendatang. Dalam
kacamata pendidikan vokasional, pertanyaan
mendasar yang perlu dijawab adalah seberapa
relevan learning outcome yang dihasilkan
dunia pendidikan dengan karakteristik tenaga
kerja yang dibutuhkan di masa mendatang.
The Partnership for 21st Century Skills
(www.21centuryskills.org; Wagiran, 2012)
merumuskan 21st century student outcomes
and support system
yang tampak pada
Gambar 1.

masing memerlukan kompetensi tertentu


dan menjadi tugas pendidikan untuk
mempersiapkan warga negara di abad 21.
Kelima kondisi tersebut adalah: (1) kondisi
kompetisi global (perlu kesadaran global
dan kemandirian), (2) kondisi kerjasama
global (perlu kesadaran global, kemampuan
bekerjasama, penguasaan ITC),
(3)
pertumbuhan
informasi
(perlu
melek
teknologi, critical thinking & pemecahan
masalah), (4) perkembangan kerja dan karier
(perlu critical thinking & pemecahan masalah,
innovasi & penyempurnaan, dan, fleksibel &
adaptable), (5) perkembangan ekonomi
berbasis pelayanan jasa,
knowledge
economy (perlu melek informasi, critical
thinking dan pemecahan masalah). Dengan
kondisi tersebut, lembaga pendidikan harus
mempersiapkan
peserta
didik
dengan
kemampuan: (1) kesadaran global, (2) watak
kemandirian, (3) kemampuan bekerjasama
secara global, (4) kemampuan menguasai
ITC, (5) kemampuan melek teknologi, (6)
kemampuan intelektual yang ditekankan
pada critical thinking dan kemampuan
memecahkan masalah, (7 ) kemampuan
untuk
melakukan
innovasi
&
menyempurnakan,
dan,
(8)
memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang bersifat
fleksibel & adaptabel.
Kompetensi tenaga kerja yang
dibutuhkan di masa mendatang pada dasarnya
merupakan gabungan secara komprehensif
aspek-aspek hard skills maupun soft skills
yang dapat diperoleh dari berbagai sumber
dan situasi pembelajaran di berbagai jalur
pendidikan, pelatihan, maupun di masyarakat
luas. Menjadi tugas lembaga pendidikan
untuk memformulasikan kedua aspek tersebut
sehingga nantinya tercermin dalam kualitas
lulusan yang dihasilkan. Lembaga pendidikan
dituntut menghasilkan learning outcome
selaras dengan tuntutan tersebut.

Gambar 1. 21st Century Student Outcomes and


Support System
Pemikiran yang tertuang pada
Gambar 1 tersebut menunjukkan cara pandang
holistik tentang pembelajaran yang diperlukan
guna mewujudkan lulusan yang memiliki
kompetensi
komprehensif.
Kompetensi
tersebut meliputi aspek kemampuan dasar
(bahasa, seni, matematik, ekonomi, sain,
geograf, sejaran, dan kewarganegaraan);
kemampuan belajar dan inovasi (kreatifitas
dan inovasi, berpikir kritis, komunikasi, dan
kolaborasi); kemampuan mengelola informasi,
media, dan teknologi informasi; serta
kemampuan hidup dan karir (life and career
skills). Apabila dilihat dari dimensi-dimensi
yang tertuang dalam kompetensi yang
diharapkan tersebut, tampak jelas bahwa
penanaman karakter merupakan tuntutan bagi
lulusan agar mampu berjaya di era mendatang.
Bernie & Charles (Djoko Suyanto,
2012) merumuskan 21st Century Essential
Skills meliputi: learning & Innovation, digital
literacy, career & life, digital age literacy,
inventive thinking, dan high order thinking.
Sedangkan Kay yang dikutip Zamroni (2009)
merumuskan 5 kondisi atau konteks baru
dalam kehidupan berbangsa, yang masing-

b.

Berorientasi kepada kebijakan nasional


dan paradigma desentralisasi penelitian.
Perumusan
roadmap
penelitian
pendidikan teknologi dan kejuruan perlu
disusun dengan mempertimbangkan beberapa
kebijakan terkait. Dalam era pemerintahan
yang lalu beberapa kebijakan yang diacu
dalam perumusan roadmap tersebut misalnya:
(1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005-2025, (2) Master Plan
dan Visi Inovasi Indonesia 2025, (3)
Masterplan Percepatan dan Pertumbuan
Eknomi Indonesia (MP3EI), (4) Renstra
Kemdiknas 2010-2014, (5) Agenda Riset
Nasional (ARN) 2010-2014, dan (6)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

72

PEND-14

kebijakan-kebijakan terkait termasuk keijakan


daerah.
Dalam era pemerintahan baru tentu
muncl pula kebijakan-kebijakan baru. Oleh
karenanya perumusan roadmap penelitian
pendidikan teknologi dan kejruuan juga perlu
merujuk kepada kebiakan-kebijakan maupun
isu-isu terbaru misalnya: (1) kesepakatan
Asean Economic Community (AEC) dengan
berbagai kebijakan ikutan seperti Mutual
Recognition Agreement (MRA) dan Asian
Regional Qualification Framework (ARQF),
(2) nawacita sebagai visi dan misi
pemerintahan, (3) kebijakan yang digulirkan
kemeterian Ristek dan Pendidikan Tinggi, (4)
dirumuskannya
Indonesia
Qualification
Framework (IQF), dan sebagainya
Kebijakan lain yang menjadi dasar bagi
perumusan roadmap penelitian FT UNY
adalah paradigma desentralisasi peneitian
yang digulirkan Direktorat Jenderal Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Secara
rinci tujuan desentralisasi tersebut adalah: (1)
Mewujudkan keunggulan penelitian di
perguruan tinggi, (2) Meningkatkan daya
saing perguruan tinggi di bidang penelitian,
(3) Meningkatkan angka partisipasi dosen
dalam melaksanakan penelitian, dan (5)
Meningkatkan
kapasitas
pengelolaan
penelitian di perguruan tinggi
Sebagai
konsekuensi
penerapan
desentralisasi penelitian tersebut, perguruan
tinggi memiliki kewajiban:
1. Menyusun Rencana Induk Penelitian (RIP)
2. Menetapkan indikator kinerja penelitian
mengacu pada Indikator Kinerja Utaa
Penelitian (IKUP) yang ditetapkan oleh
Direktorat Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat
3. Menyusun pedoman pengembangan dan
pengelolaan penelitian dengan mengacu
pada
Standar
Penjaminan
Mutu
Pendidikan Tinggi (SPMPPT)
4. Mengembangkan secara bertahap skema
penelitian sesuai RIP
5. Mendorong
terbentuknya
kelompok
peneliti handal
6. Memanfaatkan sistem database penelitian
7. Melaporkan hasil kegiatan desentralisasi
penelitian kepada Dit. Litabmas
c.

teknologi dan kejuruan dalam lingkup


Fakultas Teknik ataupun Fakultas Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan di LPTK tentu harus
memperhatikan keselarasan dengan visi dan
misi perguruan tinggi bersangkutan. Hal ini
agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan
selaras, sinkron, dan terfokus.
d.

Berorientasi kepada visi-misi perguruan


tinggi
Searas dengan kebijakan desentralisasi
penelitian. masing-masing perguruan tinggi
telah menentapkan kebijakan penelitian yang
tentu mengacu kepada visi dan misi perguruan
tinggi
bersangkutan.
Oleh
karenanya
pengembangan roadmap penelitian pendidikan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Berorientasi pengembangan pendidikan


teknologi dan kejuruan secara holistik.
Paadigma pengembangan pendidikan
teknologi dan kejuruan secara holistik
dimaksudkan untuk menempatkan pendidikan
teknologi dan kejuruan secara utuh dalam
seluruh aspek yang meliputinya. Pada
dasarnya awal
munculnya pendidikan
teknologi dan kejuruan adalah pendidikan
yang diarahkan untuk menyiapkan lulusannya
siap memasuki dunia kerja. Oleh karenanya
kondisi dan situasi dunia kerja merupakan
faktor pendorong dan acuan dalam
penyelenggaraan pendidikan teknologi dan
kejuruan. Perkembangan dunia kerja yang
tidak lagi berlangsung linier, cenderung cepat
berubah dengan amat cepat menuntut
pendidikan teknologi dan kejuruan mampu
menyesuaikan dengan perubahan tersebut.
Cara berpikir parsial dan linier tidak
mencukupi lagi dan saatnya menuju ke arah
pola
berpikir
holistik.
Butir-butir
penyelenggaraan pendidikan teknologi dan
kejuruan secara holistik meliputi aspek-aspek
berikut (Wagiran, 2008):
1. Keluarga sadar PTK
Keluarga sebagai bagian dari masyarakat
merupakan merupakan wahana efektif
dalam upaya meningkatkan kesadaran
masyarakat
tentang
pentingnya
pendidikan teknologi dan kejuruan.
Perwujudan keluarga yang sadar
pendidikan teknologi dan kejuruan
merupakan potensi luar biasa bagi
tumbuh dan berkembangnya pendidikan
teknologi dan kejuruan secara luas.
Berbagai upaya mulai dari sosialisasi,
komunikasi, informasi, edukasi maupun
advokasi
perlu
dilakukan
secara
tersistem dan terencana.
2.

Pendidikan teknologi dan kejuruan sejak


dini
Karir seseorang tidaklah didapat secara
tiba-tiba, namun memerlukan proses
panjang dan berkelanjutan. Perencanaan
dan penyiapan karir yang matang sejak
dini diharapkan membantu seseorang
dalam memilih karir secara tepat,
mengurangi
keterlambatan
atau
kekeliruan dalam
memilih
karir.

73

PEND-14

Pendidikan vokasi sebagai upaya


menjamin perkembangan vokasional
secara optimal diperlukan sepanjang
hayat mulai usia dini hingga usia lanjut.
3.

Pendidikan vokasi dalam lingkup jalur


pendidikan
(formal,
non
formal,
informal), pelatihan, dan pengalaman
kerja.
Kajian-kajian
tentang
pendidikan
teknologi dan kejuruan hingga saat ini
masih dominan bergerak dalam sektor
formal Kurikulum pendidikan teknlogi
dan kejuruan dalam berbagai jenjang
pendidikan yang ada saat ini bisa
dikatakan
tidak
mewadahi
dan
menyiapkan lulusannya untuk bekerja di
sektor non formal maupun informal.
Lembaga
Pendidikan
Tenaga
Kependidikan bidang teknologi dan
kejuruan-pun
tampak
dominan
menyiapkan calon guru SMK dan belum
terpikirkan untuk menyiapkan caloncalon tutor, instruktur, maupun pamong
pendidikan masyarakat yang siap bekerja
di lembaga-lembaga kursus, lembaga
pelatihan kerja, pusat-pusat kegiatan
belajar masyarakat, dan sejenisnya.
Sudah saatnya apabila pendidikan
teknologi dan kejuruan tidak sekedar
diorientasikan dalam lingkup formal.
Pendidikan vokasi perlu diorientasikan
secara sinergis untuk menyiapkan
lulusan yang siap bekerja baik dalam
sektor formal, non formal, maupun
informal.

4.

Pendidikan vokasi yang ramah dan


layak bagi kaum difable (Vocational
Education for Difable)
Pada dasarnya karir dan pekerjaan
merupakan hak setiap warga negara
termasuk penduduk dengan kebutuhan
khusus (difabel). Ketunaan bukanlah
halangan bagi seseorang untuk memilih
dan menjalankan karir sesuai dengan
potensinya. Telah banyak contoh dan
bukti yang menunjukkan bahwa kaum
difable mampu meraih sukses sesuai
dengan pilihan karir yang ditempuhnya.
Oleh karenanya pendidikan teknologi
dan
kejuruan
dituntut
mampu
menciptakan desain pendidikan dan
pelatihan yang ramah dan layak bagi
kaum difable.

5.

Pendidikan vokasi responsif gender


Pendidikan vokasi hingga saat ini masih
diwarnai adanya kesenjangan maupun

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

bias
gender.
Stereotype
yang
berkembang di masyarakat menyebabkan
terhalanginya akses, kontrol dan manfaat
yang sama bagi laki-laki maupun
perempuan untuk mendapatkan layanan
pendidikan yang setara. Menjadi
tantangan untuk mewujudkan pendidikan
teknologi dan kejuruan yang responsif
gender, atau dengan kata lain diperlukan
desain pendidikan vokasi yang layak
baik untuk laki-laki maupun perempuan.
6.

Pendidikan vokasi sebagai pemandu


pertumbuhan ekonomi dan daya saing
bangsa.
Paradigma yang menyatakan bahwa
pendidikan vokasi harus sesuai dengan
kebutuhan lapangan kerja sebagai akibat
pertumbuhan
ekonomi
seyogyanya
diubah menjadi pendidikan semestinya
mampu menjadi pemandu pertumbuhan
ekonomi bangsa. Hal ini berarti bahwa
pendidikanlah yang menentukan laju
pertumbuhan
ekonomi.
Pendidikan
semestinya menjadi institusi pusat
pembaharuan baik pada tingkat mikro
maupun pada tingkat makro. Pada
tingkat mikro pendidikan harus mampu
menciptakan
iklim
berkembangnya
kreativitas dan kemandirian sedangkan
pada pada tingkat mikro menuntut sistem
majemen yang unggul.

7.

Pendidikan vokasi yang dinamis,


adaptif, prediktif,
dan fleksibel
terhadap perubahan, dinamika sosial dan
perkembangan IPTEKS
Dalam era knowledge based economy ke
depan pendidikan vokasi dituntut
semakin dinamis, adaptif, prediktif, dan
fleksibel terhadap perubahan, dinamika
sosial dan perkembangan IPTEKS.
Dalam hal ini kurikulum memiliki peran
strategis dalam upaya mewujudkan
lulusan pendidikan vokasi yang selaras
dengan tuntutan dunia kerja.
Beberapa karakteristik minimal yang
perlu
dipertimbangkan
dalam
pengembangan kurikulum pendidikan
vokasi masa depan antara lain:
a. Berorientasi pada Kebutuhan SDM
Era Global
b. Berorientasi
pada
Filosofi
Pengembangan Pendidikan
c. Berorientasi pada Tujuan dan
Kondisi Pendidikan Nasional
d. Berorientasi pada Perkembangan
Iptek

74

PEND-14

e.
f.
g.
h.

Berorientasi pada Kebutuhan dan


Perkembangan Masyarakat
Berorientasi pada Karakteristik
Daerah Setempat
Berorientasi pada Karakteristik
Peserta Didik
Orientasi Hasil Evaluasi dan
Perbaikan Berkelanjutan

Berikut merupakan salahsatu rumusan


roadmap penelitian pendidikan teknologi dan
kejuruan secara holistik yang dapat dijadikan
sebagai alternatif pengembangan penelitian bidang
pendidikan teknologi dan kejuruan dalam lingkup
fakultas ataupun program studi dengan berbagai
pilihan prioritas program (Gambar 2).

Selain aspek tersebut pendidikan vokasi


dituntut mampu mengembangkan potensi
peserta didik secara utuh/holistik.
Pendidikan
merupakan
proses
humanisasi yaitu proses memanusiakan
manusia muda menjadi pribadi yang
utuh, yaitu manusia yang mampu
mengembangkan unsur rasionalitas,
kesadaran, akal budinya (pengetahuan),
mengembangkan
segi
spiritualitas,
moralitas,
sosialitas,
karakter,
keselarasan dengan alam, serta rasa dan
emosinya.
8.

Pendidikan vokasi berbasis mutu


Penyelenggaraan pendidikan vokasi
berbasis mutu merupakan syarat mutlak
bila diinginkan pendidikan vokasi yang
unggul,
berdaya,
dan
akuntabel.
Pengendalian dan penjaminan mutu
harus dilakukan mulai dari input, proses,
output maupun outcome. Aspek mutu
yang perlu diperhatikan diantaranya
adalah:
fokus
pada
pelanggan,
keterlibatan total, pengukuran komitmen,
dan perbaikan berkelanjutan. Melalui
perpaduan
lima
aspek
tersebut
diharapkan tercipta pendidikan vokasi
yang bermutu.

9.

Kolaborasi
terpadu
dan
saling
menguntungkan antara siswa (lulusan),
dunia usaha/dunia industri (Du/Di),
pemerintah, dan masyarakat
Upaya mewujudkan learning outcome
yang selaras dengan tuntutan dunia kerja
diyakini tidak dapat terwujud bila tidak
disertai dengan kerjasama sinergis antara
lembaga pendidikan dengan berbagai
stakeholders termasuk dunia kerja.
Bahkan dapat dinyatakan bahwa
kerjasama sinergis merupakan syarat
mutlak bagi terwujudnya pendidikan
vokasi yang kuat dan efektif. Oleh
karenanya menjadi tantangan untuk
mewujudkan kerjasama sinergis yang
saling menguntungkan antar berbagai
pihak dalam pelaksanaan pendidikan
vokasi.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

75

PEND-14
1.
2.
3.

1.

2.

Pengembangan Sistem Pendidikan


Profesi guru vokasi rujukan nasional dan
regional
Pengembangan Sistem Pendidikan
Profesi non-guru rujukan nasional dan
regional

PENGEMBANGAN PROFESI GURU


KEJURUAN

Pengembangan Pendidikan Karakter bidang Kejuruan


Peningkatan Kualitas Input
Standar Kompetensi Lulusan (hard skills dan soft skills) calon guru
dan Ahli Madya Teknik
4. Pengembangan Kurikulum S1, D3, D4, S2, S2 Terapan, S3 Terapan
5. Pembelajaran Inovatif berbasis TIK, research, Lab/Bengkel
6. Mewujudkan Lab/Bengkel sebagai Basis Keunggulan
7. Standar Biaya dan Fasilitas Penyelenggaraan Pendidikan
8. Asesment Komprehensif
9. Kewirausahaan
10. Pengembangan pedagogycal content knowledge dan sumber belajar
berbasis research
LULUSAN
UNGGUL, PROFESIONAL BERKARAKTER,
11. Analisis Output dan Outcome
BERDAYA SAING, BERWAWASAN GLOBAL
12. Pengembangan Manajemen dan kualitas/penjaminan mutu Institusi
(Pengembangan Institusi)
13. Model Kerjasama Sinergis

PENGEMBANGAN INOVASI TEKNOLOGI TERAPAN


DAN VOCATIONAL EDUCATION

PUSAT PENGEMBANGAN
INOVASI TEKNOLOGI TERAPAN

1. Teknologi Tepat Guna


2. Energi Baru dan
Terbarukan
3. Material Maju dan
Fungsional berbasis lokal
4. Teknologi dasar dan masa
depan

PUSAT PENGEMBANGAN VOCATIONAL


EDUCATION

PENGEMBANGAN MODEL VOC.


EDUCATION KOMPREHENSIF
1.
2.
3.
4.
5.

Keluarga Sadar Vokasi


Pre-vocational Education
Vocational Education for
Difable
Vocational Education
Responsif Gender
Vocational Education for Non
formal and Informal
Education

1.
2.

Skilled work
Pengembangan Kurikulum dan Standar
(Curriculumand standards)
3. Pengembangan Teaching and Learning- processes
based research
4. Pendidikan Guru dan Calon Guru Kejuruan
5. Sistem Pendidikan Vokasi
6. Pengembangan Manajemen dan Peningkatan Kualitas
Pendidikan Vokasi
7. Peningkatan Kerjasama dan Pemberdayaan

PUSAT RUJUKAN MUTU


PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN
TEKNOLOGI DAN
KEJURUAN
1. Pusat Pengembngan
Inovasi Teknologi dan
Vocational Education
2. Pusat Rujukan
Pengembangan Guru
Kejuruan
3. Menghasilkan Lulusan
Unggul, Profesional
Berkarakter, Berdaya
Saing, Berwawasan
Global

Gambar 2. Roadmap Penelitian


Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan

Masyarakat
8. Analisis Kebijakan Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

76

PEND-14

Roadmap tersebut dikembangkan secara


komprehensif dengan paradigma Vocational
Education for All (VoEfA) dengan harapan bahwa
pengembangan pendidikan teknologi dan kejuruan
perlu dilakukan secara komprehensif dan holistik
sehingga mengembalikan fungsi pendidikan
teknologi dan kejuruan sebagai bagian dari
pendidikan yang menyiapkan lulusannya memasuki
dunia kerja baik dalam libgkup formal, non formal,
maupun informal.
Penutup
Paradigma penelitian dalam bidang
pendidikan teknologi dan kejuruan secara holistik
menghendaki dilakukannya upaya diversifikasi
penelitian selaras dengan bidang garapan penelitian.
Pengembangan
roadmap
penelitian
perlu
memperhatikan berbagai faktor diantaranya: (1)
berorentasi tuntutan perkembangan global terutama
tuntutan pembelajaran abad 21, (2) berorientasi
kepada Kebijakan Nasional dan paradigma
desentralisasi penelitian, (3) berorientasi kepada
visi-misi perguruan tinggi, dan (4) berorientasi
pengembangan pendidikan teknologi dan kejuruan
secara holistik.
Berdasarkan
pertimbangan
tersebut
roadmap penelitian pendidikan teknologi dan
kejuruan paling tidak meliputi tiga sasaran yaitu: (1)
pusat pengembngan inovasi teknologi dan vocational
education; (2) pusat rujukan pengembangan guru
kejuruan; dan (3) menghasilkan lulusan unggul,
profesional berkarakter, berdaya saing, dan
berwawasan global. Melalui ketiga komponen
tersebut diharapkan penelitian-penelitian yang
dilakukan dalam selaras dengan visi pendidikan
teknologi dan kejuruan yang sesungguhnya.

[7]. Tuckman (1972). Conducting Educational


Research. New York: HBJ, Inc
[8]. Wagiran (2008). Butir-butir Pemikiran
Pengembangan Pendidikan Vokasi Secara
Holistik. Makalah. Disampaikan dalam
Seminar Internasional
Revitalisi Pendidikan
Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional.
Diselenggarakan oleh Aptekindo di Universitas
Negeri Padang, 2008.
[9]. Wagiran. (2013). Metodologi penelitian
pendidikan. Yogyakarta: Deepublish
[10]. Zamroni. (2009). Kebijakan peningkatan mutu
sekolah di Indonesia. Makalah. Disajikan
dalam Seminar Nasional dalam Rangka Dies
Natalis Ke-45 Universitas Negeri Yogyakarta
di Auditorium Universitas Negeri Yogyakarta
25 April 2009

Daftar Pustaka
[1]. 21st Century Student Outcome and Support
System.
Diambil
dari
www.21stcenturyskills.org., pada tanggal 23
April 2011
[2]. Champion Dean, J. (1981) Basic Statistic for
Social Research. New York: Mc Millan
Publishing. Co
[3]. Djoko Santoso. (2012). Pengembangan
Pendidikan Tinggi Dalam Skala Nasional dan
Internasional. Makalah. Disampaikan dalam
Pelatihan Manajemen bagi Pejabat di
Lingkungan UNY, tanggal 13 Februari 2012.
[4]. Kerlinger, Fred, N (1973) Foundation of
Behavioral Research. New York: Holt
Rinehard
[5]. Rauner, F & Maclean, R. (2008). Handbook of
technical and vocational education and
training research. New York: Springer
[6]. Sevilla, C. Et all. (1993). Pengantar metode
penelitian. Jakarta: UI Press

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

77

PEND-15

Perbandingan Hasil Belajar Mata Pelajaran Teknik Listrik Dasar Otomotif


Antara Siswa Yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TGT (Teams Games Tournaments) dan STAD (Student Teams
Achievement Division)
Supria, Priyono, Bayu
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik - Universitas Negeri Jakarta
Jl. Pemuda 10 Rawamangun Jakarta 13220 Indonesia
Telp/ fax, +62.21.4894909 ext.21
Bayu_tri.atmojo@yahoo.co.id
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui. perbandingan hasil belajar mata pelajaran Teknik Listrik Dasar
Otomotif antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournaments) dan STAD (Student Teams Achievement Division). Penelitian ini dilakukan di SMK 39 Jakarta
pada bulan Januari Februari 2015. Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas X TKR 3 sebagai kelas TGT
dan kelas X TKR 2 sebagai kelas STAD yang masing-masing terdiri dari 30 siswa yang diperoleh berdasarkan
nilai pretest. Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperimen. Hasil perhitungan rata-rata hasil
belajar pretest dan postest pada kelas TGT sebesar 51,87 dan 79,30. Rata-rata hasil belajar pretest dan postest
pada kelas STAD adalah sebesar 50,5 dan 74,57.Hasil pengujian normalitas data dengan uji Chi-Kuadrat
diperoleh data kedua kelompok terdistribusi normal. Hasil pengujian homogenitas dengan uji F diperoleh data
bahwa kedua kelompok adalah homogen. Uji hipotesis dengan uji-t dengan taraf signifikan = 0,05. Dari
hasil pengujian diperoleh nilai thitung= 1,9499 dan ttabel= 1,67155. Dapat dilihat bahwa thitung > ttabel, maka
diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar Teknik Listrik Dasar Otomotif siswa yang dibelajarkan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) lebih tinggi dibanding dengan hasil
belajar siswa yang dibelajarkan menggunakan STAD (Student Teams Achievement Division).
Kata kunci: model pembelajaran, kooperatif TGT dan STAD, hasil belajar.

1.

Pendahuluan
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan
mempunyai peranan yang sangat penting untuk
menjamin
pertumbuhan
dan
kelangsungan
kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan proses
untuk membantu pembangunan manusia dalam
pengembangan dirinya agar dapat menghadapi
segala tantangan dan permasalahan yang terjadi.
Proses belajar mengajar di sekolah merupakan
salah satu kegiatan pendidikan yang sangat
menentukan kualitas pendidikan dan juga hasil
belajar siswa, bila proses belajar mengajar kurang
baik akan mengakibatkan ketidakberhasilan siswa
dalam mencapai kualitas serta hasil yang diharapkan.
Hasil belajar siswa merupakan suatu indikasi dari
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa
setelah mengalami proses belajar mengajar. Dari
hasil inilah dapat dilihat keberhasilan siswa dalam
memahami suatu materi pelajaran. Oleh karena itu
untuk mencapai hasil belajar yang baik dibutuhkan
strategi pembelajaran yang tepat, karena strategi
pembelajaran merupakan sarana interaksi antara
guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Strategi pembelajaran yang tepat sangat diperlukan
demi meningkatkan kemampuan siswa terkhusus
dalam penerapannya pada kompetensi dasar
menggunakan dan merawat baterai.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di


SMK Negeri 39 Jakarta jurusan Teknik Kendaraan
Ringan dan wawancara dengan guru mata pelajaran
tersebut diperoleh informasi, bahwa strategi
pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar
masih berpusat pada guru, seperti ceramah,
pertanyaan terarah, diskusi kelas dan pemberian
tugas, sehingga aktivitas siswa masih terlihat kurang.
Melihat kemampuan siswa yang heterogen, pola
pembelajaran seperti itu menyebabkan respon,
aktivitas dan motivasi siswa untuk belajar
Kelistrikan Otomotif masih rendah. Kondisi tersebut
berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa.
Berbagai metode pembelajaran dari tahun ke
tahun telah dikembangkan untuk meningkatkan
mutu pendidikan. Penelitian-penelitian dilakukan
untuk mengetahui seberapa efektif suatu metode
pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar
siswa. Pengembangan pembelajaran yang diperlukan
saat ini adalah pembelajaran yang inovatif dan
kreatif yang memberikan iklim kondusif dalam
pengembangan daya nalar dan kreatifitas siswa.
Usaha guru untuk mencapai tujuan pembelajaran
antara lain memilih metode yang tepat, sesuai
materinya dan menunjang terciptanya kegiatan
belajar mengajar yang kondusif. Salah satunya
adalah dengan menggunakan metode pembelajaran

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

78

PEND-15

kooperatif yaitu belajar mengajar dengan jalan


menempatkan beberapa siswa dalam kelompok kecil
dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada
siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk
saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas
bersama dan melalui penggunaan struktur
penghargaan kooperatif siswa dapat belajar untuk
menghargai satu sama lain. Pada pembelajaran
kooperatif siswa percaya bahwa keberhasilan
mereka akan tercapai jika setiap anggota
kelompoknya berhasil. Tujuan kelompok tidak
hanya menyelesaikan tugas yang diberikan, tetapi
juga memastikan bahwa setiap kelompok menguasai
tugas yang diterimanya.
Ada berbagai jenis model pembelajaran
kooperatif, diantaranya adalah model pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement
Division) dan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournaments). Model
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah
satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana dan sebuah cara yang bagus untuk
digunakan dalam pembelajaran. Metode STAD
merupakan suatu strategi belajar yang menghendaki
siswa belajar dalam kelompok yang beranggotakan
4-5
siswa yang kemampuan akademisnya tinggi, sedang
dan rendah. Tiap siswa dalam kelompok memiliki
tugas berbeda. Model pembelajaran kooperatif tipe
TGT merupakan salah satu model pembelajaran
kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok
kecil dalam kelas yang terdiri 4-5 siswa yang
heterogen, baik prestasi akademik, jenis kelamin, ras
ataupun etnis. Dalam TGT digunakan turnamen
akademik dimana siswa berkompetisi sebagai wakil
dari timnya melawan anggota tim yang lain yang
mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu lalu.
Kedua metode ini mempunyai persamaan yaitu
membagi kelas dalam kelompok-kelompok yang
terdiri dari 4-5 orang siswa yang heterogen.
Masing-masing anggota kelompok dituntut untuk
menguasai materi dan mampu menyelesaikan soal
yang diberikan oleh guru. Perbedaannya, dalam
STAD
digunakan
kuis
untuk
mengukur
perkembangan belajar siswa, sedangkan dalam TGT
digunakan game dan turnamen dimana siswa
berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan
anggota tim yang lain. Dalam berbagai kajian,
metode STAD dan TGT memberikan pengaruh yang
positif terhadap pencapaian hasil belajar siswa. Tapi
permasalahannya tidak ada yang dapat menjamin
bahwa suatu metode atau model pembelajaran yang
ada akan selalu berhasil dan efektif untuk diterapkan
pada semua peserta didik dan pada setiap pokok
bahasan. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik
untuk mengadakan penelitian dengan judul
Perbandingan Hasil Belajar Mata Pelajaran Teknik
Listrik Dasar Otomotif Antara Siswa Yang

Dibelajarkan
dengan
Model
Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournaments)
dan STAD (Student Teams Achievement Division)
II.

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan
adalah
metode
Eksperimen
Semu (Quasi
Ekperiment). Menurut Ruseffendi dalam Sugiyono,
quasi eksperiment atau penelitian semu adalah
metode penelitian yang tidak memungkinkan
peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap
variabel dan kondisi yang mempengaruhi jalannya
eksperimen. Dalam hal ini desain penelitian yang
digunakan adalah pretest-posttest non-equivalent
group design (pretes-postes kelompok yang tak
ekuivalen), yakni sebagai berikut:
Tabel 2.1 Design Penelitian
Kelompok

Pretes

Perlakuan

Postes

Kelas STAD

O1

X1

O2

X2

O2

Kelas TGT

O1

Keterangan:
X1
: Pembelajaran kooperatif tipe STAD
X2
: Pembelajaran kooperatif tipe TGT
O1
: Tes awal
O2
: Tes akhir
III. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1.
Deskripsi Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah
data hasil belajar teknik listrik dasar otomotif yang
diperoleh dari 60 siswa yang terdiri dari 30 siswa
kelas X TKR 3 yaitu siswa yang belajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif Teams
Games Tournament (TGT) dan 30 siswa kelas X
TKR 2 yaitu siswa yang belajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif
Student Teams Achievement Division (STAD). Data
yang diperoleh berupa data pretest sebelum
perlakuan dan data postest setelah perlakuan, dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Statistik Deskriptif data hasil Pretest siswa
Data statistik
Jumlah sampel
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Rentang
Jumlah nilai
Rata-rata
Simpangan baku
Varians

Kelas TGT
30
95
30
65
1556
51,87
15,21
231,43

Kelas STAD
30
95
25
70
1515
50,5
19,51
380,69

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa


kondisi awal kedua kelas sebelum perlakuan adalah
sama, terlihat bahwa kedua rata-rata pretest sampel
memiliki nilai yang hampir sama yaitu kelas TGT
51,87 dan kelas kontrol 50,5 hanya berbeda 1,37

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

79

PEND-15

Tabel 3.2 Statistik Deskriptif data hasil Postest siswa


Data statistik
Jumlah sampel
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Rentang
Jumlah nilai
Rata-rata
Simpangan baku
Varians

Kelas TGT
30
95
60
35
2379
79,3
9,51
90,44

Kelas STAD
30
95
55
40
2237
74,57
10,95
119,91

Berdasarkan tabel dan grafik diatas, dapat


dilihat bahwa setelah perlakuan kelas TGT memiliki
rentang nilai sebesar 35 dengan nilai minimum 60
dan nilai maksimum 95, rata-rata hasil belajar siswa
bernilai 79,3. Siswa yang memperoleh nilai hasil
belajar diatas rata-rata sebanyak 55%. Sedangkan
kelas STAD memiliki rentang nilai sebesar 40
dengan nilai terendah 55 dan nilai tertinggi 95,
rata-rata hasil belajar siswa bernilai 74,57. Siswa
yang memperoleh nilai hasil belajar diatas rata-rata
sebanyak 50%.
Simpangan baku tes hasil belajar siswa kelas
TGT bernilai 9,51 dan kelas STAD bernilai 10,95,
hal ini menyatakan bahwa tes hasil belajar teknik
listrik dasar otomotif siswa kelas TGT lebih
beragam daripada
kelas
STAD.Berdasarkan
distribusi frekuensi dapat dibuat histogram sebagai
berikut:

(postes) siswa kelas TGT dan kelas STAD. Hasil


pengujian kelas TGT diperoleh data dari soal postest,
nilai X2= 4,45 sedangkan pada kelas STAD
diperoleh nilai X2= 4,71 dengan nilai X2tabel=
11,07 pada taraf signifikan a= 0,05 dan dk= n-1=
6-1= 5. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui nilai
Chi Kuadrat (X2) pada kelas TGT dan STAD lebih
kecil dari nilai X2tabel. Kesimpulannya adalah
distribusi data tersebut berasal dari data yang
berdistribusi Normal.
Tabel 3.3 Hasil pengujian normalitas data
Kelas
Kelas
TGT
Kelas
STAD

Banyak
sampel
30

X2hitung

X2tabel

Kesimpulan

4,45

11,07

30

4,71

11,07

Berdistribusi
Normal
Berdistribusi
Normal

2. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas ragam atau uji kesamaan
variansi bertujuan untuk mengetahui sampel hasil
belajar siswa berasal dari populasi yang homogen
atau heterogen. Uji homogenitas menggunakan uji F
dengan taraf signifikan a= 0,05 dan dk pembilang=
n-1= 30-1= 29, dk penyebut= n-1= 30-1= 29.
Hasil Pengujian diperoleh dari Fhitung= 1,33
dan Ftabel= 1,86. Dari data tersebut dapat dilihat
bahwa Fhitung< Ftabel, maka data yang diperoleh
dari tes hasil belajar siswa dari kelas TGT dan kelas
STAD memiliki variansi yang sama. Dengan
demikian, kedua kelas berasal dari data populasi
yang Homogen.
Tabel 3.4 Hasil pengujian homogenitas data
Kelas
Kelas TGT
Kelas STAD

Varian
231,43

Fhitung
1,64

Ftabel
1,86

380,69

Gambar 3.1 Histogram Hasil Belajar Siswa Kelas STAD

Gambar 3.2 Histogram Hasil Belajar Siswa Kelas TGT

C. Pengujian Persyaratan Analisis


1. Uji Normalitas Data
Pengujian
normalitas
dilakukan
untuk
mengetahui kenormalan distribusi data. Pengujian
normalitas data dengan menggunakan Chi-kuadrat
dengan data yang digunakan adalah tes hasil belajar

3. Pengujian Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang akan
diuji nilai kebenarannya. Untuk dapat diuji, suatu
hipotesis harus dinyatakan secara kuantitatif.
Dari pengujian homogenitas dan normalitas
didapat bahwa kedua kelas berasal dari populasi
yang homogen dan normal. Uji perbedaan dengan
taraf signifikan a= 0,05 dan derajat kebebasan dk=
n1+n2 -2= 30 +30 -2= 58.
Dalam perhitungan didapatkan harga thitung =
1,9499 selanjutnya dibandingkan dengan harga
ttabel dengan ketentuan dk = (n1 + n2) - 2 = 58 , dan
kesalahan yang ditetapkan sebesar 5% maka harga
ttabel adalah 1,67155. Karena harga thitung
(1,94994) lebih besar dibandingkan harga ttabel
(1,67155), maka Ho ditolak Ha diterima. Dengan
demikian Ada perbedaan rata-rata hasil belajar
mata pelajaran Teknik Listrik Dasar Otomotif siswa
yang
dibelajarkan
menggunakan
model

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

80

PEND-15

pembelajaran kooperatif tipe Teams Games


Tournament (TGT) dengan siswa yang dibelajarkan
menggunakan model pembelajaran Student Teams
Achievement Division (STAD). Kesimpulannya
adalah hasil belajar Teknik Listrik Dasar Otomotif
siswa yang dibelajarkan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (79,3) lebih tinggi dibanding dengan
hasil belajar siswa yang dibelajarkan menggunakan
Student Teams Achievement Division (74,57).
Tabel 3.5 Tabel pengujian Hipotesis
Kelas

Sampel

Mean

Varian

Sgab

thitung

ttabel

Kelas
TGT
Kelas
STAD

30

79,3

90,44

10,26

1,9499

1,6715

30

74,57

119,91

D. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di
SMKN 39 Jakarta diperoleh data bahwa
pembelajaran kooperatif TGT pada kelas X TKR 3
memberikan hasil belajar yang lebih tinggi daripada
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas
STAD. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata tes hasil
belajar kognitif siswa pada TGT lebih tinggi
daripada kelas STAD. Berdasarkan hasil pengujian
hipotesis diperoleh thitung= 1,94994 dan ttabel,
yaitu 1,67155. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games Tournament (TGT) lebih tinggi dari
pada model pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Acheivement Division (STAD).
Kedua model pembelajaran ini mempunyai
persamaan
yaitu
membagi
kelas
dalam
kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-5 orang
siswa yang heterogen. Masing-masing anggota
kelompok dituntut untuk menguasai materi dan
mampu menyelesaikan soal yang diberikan oleh
guru. Perbedaannya, dalam STAD digunakan kuis
untuk mengukur perkembangan belajar siswa,
sedangkan dalam TGT Peningkatan hasil belajar
siswa terjadi karena dalam proses pembelajarannya
digunakan game dan turnamen dimana siswa
berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan
anggota tim yang lain. Dengan demikian pemberian
latihan soal yang tidak sedikit dan disajikan dalam
bentuk permainan kompetisi juga sangat mendorong
siswa untuk mengerjakannya. Sehingga dengan
memberikan banyak latihan soal ini akan menambah
pengetahuan siswa dan membantu siswa untuk
menguasai materi pelajaran.
Pada pertemuan pertama kelas eksperimen 1,
kelompok sudah dibentuk dalam kelas. Terdapat
beberapa siswa yang menolak dibentuknya
kelompok
karena
dalam
pembentukkan
kelompoknya tidak sesuai keinginan sendiri dari
siswa, namun siswa tersebut tetap mengikuti KBM.
Di dalam kelompok, masing-masing siswa
memperhatikan presentasi yang dilakukan oleh guru.

Pada waktu mengerjakan tugas diskusi dalam


kelompok, terdapat beberapa kelompok yang hanya
beberapa anggotanya terlihat semangat dalam
menyelesaikan soal. Namun, kelompok lainnya
berusaha untuk menyelesaikan soal yang ada. Lalu
siswa diberikan sebuah permainan, permainan terdiri
dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk
menguji pengetahuan yang didapat siswa dari
penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan
permaianan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor
dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai
dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar
pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor itu yang
nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen di
pertemuan terakhir.
Pada akhir pembelajaran, guru memberikan
motivasi kepada semua siswa agar pada pertemuan
selanjutnya bisa lebih aktif lagi untuk menyelesaikan
proses tersebut, terutama bagi kelompok yang belum
menjawab soal.
Pada pertemuan selanjutnya, siswa sudah
memahami akan pentingnya peran individu dalam
kemajuan
kelompok.
Setelah
guru
mempresentasikan materi pembelajaran, siswa
terlihat tidak seperti pada pertemuan sebelumnya.
Semua siswa dalam kelompok sangat semangat,
sehingga semua kelompok mengerjakan tugas
kelompoknya masing-masing. Lalu siswa kembali
diberikan permaianan yang sama seperti pada
pertemuan pertama. Siswa yang menjawab benar
pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor itu yang
nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen
terakhir.
Lalu pada pertemuan terakhir, setelah
guru mempresentasikan materi pembelajaran dan
siswa mengerjakan tugas kelompok tiba saatnya
untuk kita mengadakan turnamen/ Turnamen
pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa
meja turnamen. Pada meja 1 ditempatkan wakil
siswa akademik tinggi, pada meja 2, 3 dan 4
ditempatkan siswa berkemampuan rata-rata,
sedangkan pada meja 5 ditempati oleh siswa yang
berkemampuan rendah.
Siswa akan mengalami perpindahan posisi dari
meja satu kemeja yang lain. Pemenang pertama pada
suatu meja bisa berpindah kemeja yang
berkualifikasi lebih tinggi, pemenang kedua, ketiga
dan keempat tetap tinggal di meja semula sedangkan
siswa yang memperoleh skor terendah akan bergerak
kemeja yang ditempati oleh siswa yang
berkualifikasi lebih rendah.
Sehingga pada akhirnya didapatkanlah satu
kelompok yang perwakilannya paling banyak
menempati meja dengan kualifikasi tertinggi dan
berhak mendapatkan penghargaan dari guru.
Tahapan Kooperatif TGT yang dilakukan dalam
pembelajaran, sangatlah membantu untuk menguasai

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

81

PEND-15

materi
pembelajaran.
Karena
dalam
pembelajarannya, siswa yang kurang mampu dalam
menyelesaikan masalah akan dibantu teman
sekelompoknya untuk kemajuan skor kelompok.
Dalam permainan juga akan mengadu cepat
kemampuan siswa untuk menjawab tiap nomor soal.
Dengan demikian model pembelajaran ini sangat
membantu guru untuk menambah variasi dalam
mengajar dan terbukti hasil belajar siswa juga
menjadi lebih baik.

Nana Sudjana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar


Mengajar. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.

IV. Kesimpulan dan Saran


A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian,
dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar Teknik Listrik
Dasar
Otomotif
siswa
yang
dibelajarkan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games Tournament (TGT) lebih tinggi dari
pada yang dibelajarkan menggunakan model
pembelajaran Student Teams Achievement Division
(STAD). Karena dengan menggunakan model
pembelajaran Kooperatif TGT, siswa termotivasi
untuk mengerjakan latihan dari permainan yang
disajikan dan saling membantu dalam kelompok,
sehingga siswa mampu menyelesaikan masalah yang
ada dan menguasai materi.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti
menyampaikan beberapa saran:
1. Siswa harus berperan aktif dalam
pembelajaran, sehingga mereka dapat termotivasi
untuk belajar. Salah satu caranya adalah dengan
memberikan kuis, namun berupa kompetisi
permainan, seperti model pembelajaran kooperatif
tipe Teams Games Tournament (TGT) .
2. Dalam
setiap
pembelajaran,
guru
hendaknya menggunakan model pembelajaran yang
tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
dapat mempermudah dan diterima dengan baik oleh
siswa dalam memahami materi pembelajaran.
3. Perlu persiapan dan pemahaman yang
matang bagi para guru atau calon guru dalam
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games Tournament (TGT) agar hasil belajar
siswa meningkat secara optimal.

Robert E. Slavin. 2005. Cooperative Learning Teori,


Riset dan Praktik. London : Allymand
Bacon.

Nana Sudjana. 2006. Penelitian Belajar Mengajar.


Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nana Sudjana. 1991. Teori-Teori Belajar Untuk


Pengajaran. Jakarta : Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi UI.

Rusmono. 2012 Srategi Pembelajaran dengan


Problem Based Learning Itu Perlu. Bogor :
Ghalia Indonesia.
Sugiyono. 2011. Statistika
Bandung: Alfabeta

untuk

Penelitian.

Suharsimi Arikunto. 1984. Dasar-Dasar Evaluasi


Pendidikan. Jakarta : Bina Aksara.
Wina

Sanjaya. 2009. Strategi Pembelajaran


Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta : Kencana.

Yatim Riyanto. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran.


Jakarta : Prenada Media Group.

V.

Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada
setiap pihak yang tidak mungkin disebutkan satu
persatu yang telah membantu dalam penyelesaian
penelitian ini.
VI. Daftar Pustaka
Agus Suprijono. 2012. Cooperative Learning Teori
& Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
H.

Isjoni. 2010. Pembelajaran


Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Kooperatif,

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

82

PEND-16

PENDIDIKAN NASIONAL
TANTANGAAN, HARAPAN DAN SOLUSI
C. Rudy Prihantoroi
crudy@unj.ac.id

Abstrak

Sumber daya manusia yang mumpuni, tidak hanya dalam konteks kuantitas tetapi juga aspek kualitas. Kualitaa sumber daya
manusia yang dapat memajukan negara, tentu tidak terlepas dari grand design human resources yang menjadi kebijakannya.
Pendidikan menjadi sentral dalam konteks sumber daya manusia untuk mencapai tujuan grand design human resources.
Tantangan untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dapat tercapai jika semua unsur pendidikan terlibat dalam peran tugas
dan fungsinya.
Indonesia telah meratifikasi GATS (General Agreement on Trade in Sevices) dan AFTA (ASEAN Free Trade Area) untuk
perdagangan bebas antar negara. Tantangan globalisasi tidak akan dapat lagi mencegah masuknya arus barang dan jasa;
arus investasi; dan arus sumber daya manusia yang kompeten. Jika Bangsa Indonesia tidak menyiapkan secara sungguhsungguh dalam meningkatkan sumber daya manusia yang kompeten, maka bisa jadi akan masuk tenaga kerja asing yang
memiliki daya saing lebih tinggi dan dipekerjakan di berbagai sektor industri dan jasa.
Pendidikan nasional untuk menghadapi tantangan tersebut harus mampu menghasilkan lulusan-lulusan yang harus
mencerminkan karakter keprofesionalannya.
Inovasi pendidikan sebagai perspektif baru dalam dunia kependidikan menjadi alternatif untuk memecahkan masalahmasalah pendidikan. Salah satu peran yang diharapkan dari insan pendidikan dalam inovasi pendidikan ini adalah
kreativitas dan dinamika yang tiada henti dengan mensinkronkan diri terhadap perkembangan yang terjadi di
lingkungannya.
Kata kunci: pendidikan, sumber daya manusia, inovasi pendidikan.

PENDAHULUAN
Perkembangan sumber daya dunia saat ini sudah
sulit diprediksi dengan pola linier yang menjadi pola
prediksi yang dikembangkan untuk tingkat kemajuan
suatu komunitas manusia, katakanlah suatu daerah
atau negara. Negara yang memiliki sumber daya
alam bukanlah menjadi suatu jaminan menjadi
negara yang hebat tanpa dimilikinya sumber daya
manusia yang mumpuni. Tetapi suatu negara yang
memiliki sumber daya manusia yang mumpuni,
dapat mengembangkan negaranya menjadi negara
yang maju. Sumber daya manusia yang mumpuni,
tidak hanya dalam konteks kuantitas tetapi juga
aspek kualitas. Kualitaa sumber daya manusia yang
dapat memajukan negara, tentu tidak terlepas dari
grand design human resources yang menjadi
kebijakannya.
Pendidikan menjadi sentral dalam konteks sumber
daya manusia. Bagaimana dapat mencapai tujuan
grand design human resources? Apa tantangan
untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam
grand design human resources? Kapan dapat
tercapai harapan yang dicita-citakan? Hal inilah
yang selalu menjadi substansi pendidikan nasional
masa depan yang hangat dibahas setiap saat.
PARADIGMA PENDIDIKAN
Dapatlah dipahami bahwa haruslah ada cara-cara
baru atau pola baru dalam mengkaji pendidikan

nasional yang selama ini telah diimplementasikan.


Dengan kata lain bahwa kesalahan-kesalahan konsep
pendidikan pada masa lalu perlu diadakan kajian
secara komprehensif dan merekonstruksi kembali
dalam konteks pembaharuan yang sesuai dengan
perkembangan saat ini dan yang akan datang.
Menurut Cheng (2000:156-174)1 menyatakan bahwa
proses pembaharuan itu berwujud perubahan
(change), perubahan yang akan membawa manusia
kepada era baru dimana akan berlipat perannya
sebagai manusia teknologi, manusia ekonomi,
manusia sosial, manusia politik, dan manusia
pembelajar dalam suatu kampung global berisikan
informasi, berteknologi tinggi, dan multibudaya.
Pembaruan pendidikan tidak mungkin terjadi tanpa
adanya pembaharuan paradigma. Pembaharuan
paradigma pendidikan nasional harus dapat
mengembangkan tingkah laku yang menjawab
tantangan internal dan global. Paradigma tersebut
haruslah mengarah kepada lahirnya generasi bangsa
Indonesia yang bersatu dan demokratis. Oleh karena
itu, penyelenggaraan pendidikan dan penyusunan
kurikulum yang sentralistik harus diubah dan
disesuaikan dengan tuntutan pendidikan yang
demokratis. Demikian pula dalam menghadapi
1

Cheng, Y.C. 2000. A CMI-Triplization Paradigm


for reforming education in the new millennium.
International Journal of Educational Management.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

83

PEND-16

gelobalisasi, maka proses pendidikan haruslah dapat


meningkatkan kemampuan berkompetisi di dalam
kerja sama, inovatif, dan meningkatkan kualitas.
Oleh sebab itu, paradigma baru pendidikan nasional
dapat mengembangkan kebhinekaan menuju satu
masyarakat Indonesia yang bersatu dan demokratis.
Paradigma baru pendidikan nasional haruslah
dituangkan dalam bentuk kebijakan pemerintah yang
dijabarkan dalam berbagai program pengembangan
pendidikan
nasional
secara
bertahap
dan
berkelanjutan.Kebijakan dan peran pendidikan yang
berorientasi kemajuan ke masa depan itu adalah
dapat melahirkan manusia Indonesia yang
berkualitas. Manusia yang berkualitas adalah
manusia yang memiliki moral yang tinggi dan
intelektual yang memadai untuk mengenal atau
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

PERSPEKTIF PENDIDIKAN NASIONAL


Kemajuan teknologi informasi dan transportasi
menjadikan lokasi di dunia ini tanpa batas
(borderless-state) yang dapat berdampak pada nilainilai budaya suatu negara (culture shock) dan
kerekatan komunitas yang selama ini terbentuk
karena nilai-nilai budaya sebagai ketunggalan
identitasnya. Globalisasi di kalangan generasi muda
dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya yang selama
ini menjadi kekhasan komunitas dengan adanya
informasi yang dapat mereka akses melalui
teknologi informasi dan kemudahan untuk berpindah
lokasi yang berbeda. Hal ini mendoroang pencarian
identitas primordial sebagai representasi simbolik
yang menjadi pembeda.
Indonesia dihadapkan pada arus kebudayaan yang
diakibatkan oleh kekuatan pasar yang menjadikan
manusia sebagai sarana komoditas. Selain itu, arus
kebudayaan dengan identitas primordial menjadikan
dua arus kebudayaan yang menjadi ancaman bagi
terbentuknya karakter bangsa.
Konsep-konsep pendidikan pada masa lampau masih
memiliki berbagai kelemahan dalam melahirkan
manusia-manusia yang berkualitas, karena kebijakan
pendidikan masih bertumpu pada kepentingan
politik penguasa. Oleh karena itu, pada masa kini
diperlukan konsep-konsep baru atau paradigma baru
pendidikan untuk menghadapi tantangan-tantangan
masa depan yang semakin kompleks.
TANTANGAN PENDIDIKAN
Di sisi lain, Indonesia telah meratifikasi GATS
(General Agreement on Trade in Sevices) dan AFTA
(ASEAN Free Trade Area) untuk perdagangan bebas
antar negara. Globalisasi tidak akan dapat lagi
mencegah masuknya (1) arus barang dan jasa; (2)
arus investasi; dan (3) arus sumber daya manusia
yang kompeten. Jika Bangsa Indonesia tidak
menyiapkan secara sungguh-sungguh dalam
meningkatkan sumber daya manusia yang kompeten,

maka bisa jadi akan masuk tenaga kerja asing yang


memiliki daya saing lebih tinggi dan dipekerjakan di
berbagai sektor industri dan jasa.
Krisis tersebut telah menyebar ke semua aspek
kehidupan, baik politik, ekonomi, hukum, moral,
maupun kebudayaan dan bahkan bidang pendidikan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai peran
dan konsep pendidikan dalam menghadapi keadaan
tersebut.
Karena itulah diperlukan pengakuan kualifikasi
sumberdaya manusia Indonesia melalui upaya
peningkatan pengakuan dan penyetaraan kualifikasi
baik di dalam dan di luar negeri. Melalui pengakuan
kualifikasi sumber daya manusia Indonesia,
kompetensi individu akan diketahui dan dapat
disandingkan pada ranah pekerjaan atau bidang
tugasnya. Pengakuan itu dilakukan melalui pedoman
yang disebut dengan Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI).
KKNI merupakan sistem yang berdiri sendiri dan
merupakan jembatan antara sektor pendidikan dan
pelatihan untuk membentuk sumber daya manusia
nasional berkualifikasi (qualified person) dan
bersertifikasi (certified person) melalui skema
pendidikan formal, non formal, informal, pelatihan
kerja atau pengalaman kerja.
Terbitnya Perpres No. 08 Tahun 2012 dan UU
Perguruan Tinggi No. 12 Tahun 2012 telah
berdampak pada perkembangan kurikulum dan
pengelolaannya di setiap program. Kurikulum yang
pada awalnya mengacu pada pencapaian kompetensi
menjadi mengacu pada capaian pembelajaran
(learning outcomes). Dengan adanya KKNI ini
diharapkan akan mengubah cara melihat kompetensi
seseorang, tidak lagi semata ijazah tapi dengan
melihat kepada kerangka kualifikasi yang disepakati
secara nasional sebagai dasar pengakuan terhadap
hasil pendidikan seseorang secara luas (formal, non
formal, atau in formal atau otodidak) yang
akuntanbel dan transparan.
Code of conduct keprofesionalan sesuai bidang
keahlian/keilmuan, harus mencerminkan karakter
keprofesional
annya.
Peraturan
pemerintah
memberikan otoriias kepada asosiasi keahlian
menjadi regulatornya, yang mempunyai makna
bahwa asosiasi profesi juga berperan dalam
menyiapkan bangsa Indonesia ini, tentu saja sesuai
dengan kewenangan dan keprofesiaannya.
HARAPAN PENDIDIKAN
Inovasi atau pembaruan pendidikan sebagai
perspektif baru dalam dunia kependidikan menjadi
alternatif untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan yang belum dapat diatasi dengan cara
konvensional. Tujuan Inovasi pendidikan dilakukan
untuk memecahkan masalah pendidikan dan
menyongsong
arah
perkembangan
dunia
kependidikan yang lebih memberikan harapan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

84

PEND-16
kemajuan lebih pesat.2 Hal ini disebabkan karena
tingkat kemajuan suatu bangsa juga dapat ditinjau
dari tingkat pendidikan rakyatnya. Semakin baik
tingkat pendidikan masyarakat, semakin maju pula
bangsanya. Sebaliknya semakin terpuruk dan
rendahnya pendidikan rakyatnya, jangan diharapkan
bangsanya akan maju.
Implikasi hasil pendidikan yang diharapkan yang
dapat diidentifikasi sebagai berikut : (a) peserta
didik menunjukan penguasaan yang tinggi terhadap
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan, (b)
sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, (c) sesuai
dengan kebutuhan peserta didik, untuk keperluan
hidupnya di masyarakat, (d) tidak mengakibatkan
adanya pemborosan ekonomi maupun pemborosan
sosial, (e) menghasilkan sesuatu yang produktif, (f)
dapat dipertanggungjawabkan, (g) memberikan
sesuatu yang memenuhi spesifikasi dan bernialai
tinggi, (h) dapat merespon tuntutan kebutuhan
masyarakat, (i) dapat dimanfaatkan dalam jangka
panjang yang relatif lama.

INOVASI PENDIDIDIKAN SEBAGAI SOLUSI


Terjadinya inovasi pendidikan dapat ditinjau dari
tiga pandangan; Pertama, bottom-up innovation,
pandangan ini merupakan pandangan yang
diciptakan berdasarkan ide, pikiran, kreasi, dan
inisiatif dari pihak-pihak yang terlibat dalam dunia
pendidikan, misalnya guru, kepala sekolah, siswa,
lingkungan masyarakat dan lain sebagainya. Kedua,
top-down innovation, pandangan ini mengarah pada
sebab penemuan dan perubahan karena kebijakan
pemerintahan pusat maupun daerah, hal ini sebagai
usaha untuk meningkatkan mutu, pemerataan
memperoleh pendidikan, atau usaha untuk
meningkatkan efisiensi, dan lain sebagainya. Ketiga,
kontinuitas, proses perubahan itu berlangsung secara
sedikit demi sedikit, aspek demi aspek, tetapi
berlangsung secara terus menerus dari waktu ke
waktu sesuai dengan dinamika kehidupan dan tidak
melihat dari jenis top-down innovation ataupun
bottom-up innovation, yang terpenting adalah sifat
kontinuitasnya perubahan tersebut.
Inovasi ditinjau dari obyeknya terdiri dari tiga jenis,
yaitu (a) Inovasi jenis hubungan antar SDM, terkait
dengan peran pendidik, tenaga kependidikan. (b)
Inovasi jenis software, terkait dengan kurikulum,
dokumen-dokumen pembelajaran. (c) Inovasi jenis
hardware, terkait dengan sarana dan prasarana.
Inovasi berdasarkan tingkatannya dapat dilihat dari
empat jenis, yaitu (a) inovasi nilai pendidikan, yang
berkaitan dengan adanya perubahan yang mendasar
tentang orientasi, wawasan, asas, dan filosofis,
kebijaksanaan dan perkembangan politik, ekonomi,
sosial, dan kebudayaan. (b) Inovasi tata laksana

pengelolaan, meliputi perencanaan, pelaksanaan,


pengendalian, penilaian dan pengawasan. (c) inovasi
tugas dan fungsi, yang terkait dengan kelembagaan
dan SDM didalamnya. (d) Inovasi keahlian khusus
yang karena adanya perubahan dalam sistem
pengajaran.
Inovasi pendidikan dapat pula dilihat dari sifatnya
yang dikelompokkan kedalam enam kelompok, yaitu
(a) Penggantian, misalnya bentuk-bentuk perabot,
alat-alat, guru, atau sistem-sistem baru. (b)
Perubahan, misalnya tugas mengajar dan bertugas
sebagai struktural. (c) Penambahan, yang berkaitan
dengan hardware maupun software. (d) Penyusunan
kembali, misalnya perancangan ulang atau
peninjauan kembali ketidak sesuaian implementasi
program. (e) Penghapusan, upaya pembaharuan
dengan cara menghilangkan aspek-aspek tertentu
dalam
pendidikan. (f) Penguatan, yaitu upaya
peningkatan untuk memperkokoh kemampuan atau
pola yang sebelumnya.
Proses inovasi pendidikan mempunyai empat
tahapan, yaitu (a) Invention (penemuan), meliputi
penemuan-penemuan tentang sesuatu hal yang baru,
yang menggambarkan suatu hasil yang sangat
berbeda dengan yang terjadi sebelumnya. (b)
Development (pengembangan), sering sekali
bergandengan dengan riset yang biasanya digunakan
dalam pendidikan. (c) Duffution (penyebaran),
adalah suatu persebaran suatu ide baru dari sumber
inventionnya kepada pemakai yang terakhir. (d)
Adoption (penyerapan).
Pendidikan merupakan proses belajar untuk
mengubah manusia yang dalam kehidupannya yang
dinamis baik dari sisi ruang atau pun waktu yang
dialaminya. Belajar sendiri merupakan tempat yang
mengalir,
dimanis,
penuh
resiko
dan
menggairahkan.3 Dengan demikian inovasi yang
terjadi dalam dunia pendidikan tidak hanya
mangubah sistem dan subjek serta objek pendidikan
itu sendiri. Inovasi sistem yang dibuat tidak serta
merta bisa diterima begitu saja oleh subjek dan
objek pendidikan, sebagai manusia yang selalu
dinamis dalam menerima informasi untuk dikonstruk
menjadi
konsepsinya inovasi disikapi dengan
beragam persepsi.
Kategori individu atau kelompok yang harus
diperhatikan ketika terjadi inovasi yaitu (a)
innovators, merupakan kelompok orang yang berani
dan siap untuk mencoba hal-hal baru. Hubungan
sosial mereka cenderung lebih cepat dibanding
kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini
lebih dapat membentuk komunikasi yang baik
meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orangorang ini memiliki gaya hidup dinamis di perkotaan
yang memiliki banyak teman atau relasi. (b) Early
adopters, kelompok ini lebih lokal dibanding

Hasbullah. Kebijakan Pendidikan (Jakarta: Raja


Grafindo Persada, 2015), h. 249.

Bobby de Porter dkk, Quantum


Teaching(Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2000) h.29

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

85

PEND-16

kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini


menghasilkan lebih banyak opini serta selalu
mencari informasi tentang inovasi. (c) Early
mayority, merupakan mereka yang tidak mau
menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah
inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan
berkompromi secara hati-hati sebelum membuat
keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa
dalam kurun waktu yang lama. (d) Late mayority,
kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai
fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga
kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi
inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. (e)
Loggard, merupakan orang yang terakhir melakukan
adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan
segan untuk mencoba hal hal baru. Sekalinya
sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru,
kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi
inovasi lainnya.
Hambatan inovasi pendidikan bisa dari dalam
maupun dari luar, dapat berupa hambatan dari
komunikator
kepada
komunikan,
hambatan
teknologi informasi dan komunikasi dalam adopsi
inovasi sebagai sebuah pesan, sererti yang berasal
dari komunikan yaitu:4 (a) Mental block barriers,
yaitu hambatan yang lebih disebabkan oleh sikap
mental seperti salah persepsi atau asumsi, cenderung
berfikir negaif, kecemasan akan kegagalan, Tidak
mau mengambil resiko, malas, resistensi karena
sudah didaerah nyaman dan aman, serta cenderung
menolak perubahan. (b) Culture block (hambatan
budaya). Hambatan ini berasal dari adat yang sudah
mengakar dan mentradisi, ketaatan pada tradisi
setempat, ada perasaan berdosa ketika mengubah
warisan leluhur. (c) social block (hambatan sosial).
Hambatan ini merupakan hambatan yang disebabkan
oleh faktor sosial dan pranata masyarakat setempat,
misalnya perbedaan suku agama atau ras, perbedaan
sosial ekonomi, nasionalisme yang sempit, arogansi
primordial, fanatisme daerah yang kurang terkontrol.
Inovasi dalam pendidikan ini dapat merupakan
alternatif solusi yang paling fleksibel dalam
menjawab permasalahan pendidikan saat ini yang
sangat dinamis. Peran SDM yang terlibat dalam
pendidikan dapat mengembangkan dirinya sesuai
dengan tugas dan fungsi yang dijalankan tanpa harus
terbelenggu paradigma berpikir lama yang selalu
menunggu. Kreativitas diri dapat menyesuaikan
dengan kebutuhan yang diperlukan dan dapat
dikembangkan saat yang dianggp tepat. Konsep
inovasi, tidak menekankan pada besar atau kecilnya
karya, tetapi kebermanfaatan yang berakibat pada
perubahan sesuai yang diharapkan.

PENUTUP
Pendidikan tidak terlepas dari pengaruh kehidupan
manusia yang berkembang saat ini dan prediksi
masa depan. Rancangan pendidikan saat ini tidak
dapat dinikmati saat ini, tetapi hasil pendidikan
dapat dituai setelah kurun waktu berjalan sekian
lama kedepan. Kekeliruan dalam mengambil
keputusan saat ini tentang kebijakan pendidikan
nasional, akan berakibat pada kegagalan bangsa
dimasa depan.
Peran SDM dalam pendidikan nasional memiliki
dampak yang besar untuk bangsa ini. Sekecil apapun
peran yang disumbangkan dalam komunitas lembaga
pendidikan dapat mempengaruhi keberhasilan
bangsa ini. Salah satu peran yang diharapkan dari
insan pendidikan adalah kreativitas dan dinamika
yang tiada henti dengan mensinkronkan diri
terhadap
perkembangan
yang
terjadi
di
lingkungannya.

REFERENSI
[1] Cheng, Y.C. 2000. A CMI-Triplization
Paradigm for reforming education in the new
millennium.
International
Journal
of
Educational Management. 14(4).
[2] Hasbullah. Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2015.
[3] Bobby
de
Porter
dkk,
Quantum
Teaching(Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2000)
h.29
[4] http://strategikomunikasi.blogspot.com/2011/12
/difusi-inovasi.html diakses tgl 3 Mei 2015
i

Dosen Program Studi Teknik Mesin FT UNJ

http://strategikomunikasi.blogspot.com/2011/12/dif
usi-inovasi.html

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

86

MAN-02

PENCEGAHAN TERJADINYA DIE SOLDERING PADA PROSES DIE


CASTING
Niger Azali, M. Irsyad Afif ,Woro. W.A, Fadhlan R, dan Rio Kurniawan
Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Mesin
Kampus A, Jalan Kyai Tapa No. 1, Jakarta 11440
E-mail : niger_azali@yahoo.com ; fadhlanrh@gmail.com ; riokurniawan59@gmail.com
; irsyadafif29@yahoo.co.id
ABSTRAK
Industri die casting (pengecoran) terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah produksi kendaraan
bermotor. Pada saat melakukan die casting sering sekali terjadinya die soldering. Die soldering adalah hasil dari cairan
logam yang menempel pada permukaan cetakan logam dan menyisa/tertinggal setelah dilepaskan dari cetakan, hal ini
menyebabkan kerugian ekonomi dan produksi yang cukup besar dalam industri pengecoran, dan merupakan penyebab
utama penurunan kualitas hasil cetakan.Cacat ini mengurangi jumlah produksi karena cetakan logam harus dilepas dan
diperbaiki dahulu sebelum dapat digunakan kembali. Paper ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai metode
untuk menghindari die soldering.Ada beberapa metode yang dapat dilakukan pada saat melakukan casting untuk
menghindari terjadinya die soldering, diantaranya adalah : Yang pertama adalah Coating, pada Praktiknya, sebelum
digunakan cetakan logam akan disemprot / spray untuk melapisi permukaan sehingga cetakan logam tidak akan bersentuhan
dengan logam cair pada saat proses casting.Cara yang kedua dapat dilakukan dengan cara mengatur temperatur logam
cair, bedarasarkan hasil penelitian, semakin tinggi temperature logam cair, kemungkinan untuk terjadinya die soldering
meningkat. Oleh karena itu, temperature logam cair harus disesuaikan atau dengan kata lain tidak terlalu tinggi dan tidak
terlalu rendah. Cara yang ketiga adalah dengan cara mengondisikan cetakan sebelum dilakukan proses penuangan logam
cair, cetakan sebaik nya sudah dipanaskan antara 570F dan 625F. Jika temperature terlalu tinggi, akibatnya adalah cetakan
tidak dapat diberikan pelumas. Jika temperature terlalu rendah, maka akan mengakibatkan terjadinya formasi cold solder.
Kata kunci : die soldering, die casting, metode pencegahan.

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laju pertumbuhan industri otomotif di
Indonesia, sebagai penghasil komponen maupun
kendaraan bermotor, telah berkembang dengan
cukup pesat. Metode pengecoran yang banyak
diaplikasikan di industri otomotif salah satunya
adalah proses pengecoran cetak (die casting) yang
menggunakan material paduan aluminium-silikon
(Al-Si). Proses ini memiliki banyak keuntungan
ekonomis karena dapat memproduksi komponen
dengan toleransi ukuran yang sangat kecil dan
permukaan yang halus. Meskipun keuntungan
tersebut terkendala oleh mahalnya biaya material
dan pembuatan cetakan (dies). Biasanya biaya
cetakan akan mempengaruhi paling sedikit 20%
biaya produksi total pada industri die casting.
Karenanya semakin banyak komponen yang dapat
diproduksi dengan menggunakan sebuah cetakan,
maka biaya produksi akan semakin rendah. Umur
pakai sebuah cetakan merupakan faktor penting
dalam proses diecasting, umumnya umur cetakan
alumunium bervariasi mulai dari 20,000 sampai
dengan 250,000 kali pakai cetak. Selain itu, proses

die casting pada industri die casting merupakan


proses dengan siklus yang berkelanjutan, suatu
tantangan untuk menurunkan waktu siklus proses
pengecoran
sehingga
dapat
meningkatkan
produktivitas dan sekaligus menurunkan biaya
produksi. Kerusakan pada cetakan dapat merupakan
penghambat untuk hal ini, sebab mengakibatkan
perlu dilaksanakanya perbaikan atau bahkan
penggantian
cetakan
sehingga
menurunkan
produktivitas.
Pada umumnya kerusakan yang sering
terjadi pada cetakan adalah retak termal, washout,
dan die soldering yang terjadi pada permukaan
bagian dalam cetakan yang mengalami kontak
langsung dengan logam cair.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan paper ini adalah
untuk memberikan informasi tentang bagaimana kita
dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya
kerusakan die soldering ini agar dapat meningkatkan
produksi, mengurangi biaya dan sekaligus
meningkatkan mutu industri die casting dalam negri
yang tentunya akan berguna bagi semua yang
bergerak didalam industri ini.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

87

MAN-02

1.3 Batasan Penulisan


Pada penulisan paper ini akan dibahas
tentang cacat die soldring serta pencegahannya.
Adapun cara pencegahannya antara lain :
1. Coating
2. Mengatur tempratur logam cair
3. Mengkondisikan temprature cetakan
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Die Casting
Prosese die casting adalah proses
dimasukannya logam cair kedalam cetakan dengan
tekanan serta suhu tinggi. Material dicairkan dahulu
kemudain dimasukan atau diinjeksikan dalam
cetakan dengan tekanan dan kecepatan tinggi,
sehingga perlu peralatan dengan material khusus
seperti alat untuk mengkompresi cetakan yang harus
terbuat dari tool steel yang dikeraskan. Proses die
casting ini tidak bisa menggunakan cetakan yang
terbuat dari pasir, karena cetakan pasir tersebut akan
rontok ketika menerima tekanan dan aliran material
yang cepat.
2.2 Die Soldering
Die soldering didefinisikan sebagai
fenomena adhesi dari logam ke permukaan cetakan
atau inti. Hal ini akan menyebabkan masalah pada
proses die casting yaitu melekatnya logam cair pada
cetakan dan meningkatkan keausan adhesif ketika
hasil die soldering dilepaskan dari cetakan.
Melekatnya logam cair ke permukaan cetakan
biasanya terjadi pada saat proses pembekuan.

3. PENCEGAHAN DIE SOLDERING PADA


PROSES DIE CASTING
Die Soldering merupakan salah satu kerugian pada
proses pengecoran logam, oleh karena itu ada
beberapa cara pencegahan die soldering antara lain.

Lapisan haruslah stabil secara kimiawi pada


aluminum cair dan juga pada temperatur
pengecoran.
Lapisan harus cukup tebal untuk mencegah
difusi langsung dari aluminium ke cetakan
baja [atau besi ke dalam aluminium cor].
lapisan harus memiliki ketahanan oksidasi
yang tinggi dan harus dapat menjagaKeadhesian-nya dan propertinya di suhu die
casting.
lapisan harus memiliki sesedikit porositas
dan cacat seminimal mungkin.
Lapisan harusnya tidak dapat menyebabkan
basahnya cor aluminum
Lapisan harus tahan terhadap oxidasi
Lapisan harus dapat mengakomodasi residu
tegangan termalyang disebabkan oleh shot
cycling (suhu dan tekanan) selama proses
tekanan die casting.
Lapisan harus dapat menyokong material
cetakan (die)
Lapisan harus dapat menunda timbulnya
kelelahan retak termal
Banyak penelitian telah menganalisis nilai
ke-efektivitasan coating untuk cetakan, karena dapat
mengurangi terjadinya die soldering dengan sangat
baik mereka. Metode umum untuk menerapkan
lapisan kepermukaan adalah PVD, CVD, PCVD,
TRD dan Thermal Spray.
Pada pengerjaannya, proses coating tidak
dapat selalu berhasil dilakukan dan akan
menyebabkan logam cair tetap bersentuhan dengan
permukaan cetakan, memungkinkan untuk terjadinya
die soldering. Jika kecacatan yang di tampilkan pada
gambar 1.1 terjadi pada pengerjaan coating maka
logam cair yang dituangkan akan berkontak
langsung dengan cetakannya dan menyebabkan die
soldering terjadi dibawah coating dan akhirnya
menyebabkan pecahnya coating yang dapat dilihat
pada gambar 1.2

3.1 Coating
Metode yang pertama adalah coating atau
pelapisan cetakan, karena fenomena die soldering
adalah hasil dari reaksi dari logam cair yang di
tuangkan kedalam cetakan dan berkontak langsung
dengan permukaan, maka die coating atau surface
treatment adalah salah satu metode yang menjajikan
untuk mengurangi terjadinya kemungkinan die
soldering terjadi. Die coatings, pada dasarnya
dilakukan untuk memisahkan logam cair dengan
permukaan cetakan agar tidak terjadi kontak
langsung yang nantinya dapat menyebabkan die
soldering. Untuk dapat melakukan pelapisan yang
baik dan benar ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi agar coating dapat menahan soldering,
persyaratan tersebut adalah :
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Gambar 1.1

88

MAN-02

REFERENSI

Gambar 1.2
3.2 Mengatur Temperatur Logam Cair
Temperatur pada logam cair mempengaruhi
kecepatan aliran logam cair. Semakin tinggi
temperatur logam cair kemungkinan terjadinya die
soldring semakin besar, oleh karena itu suhu logam
cair harus di sesuaikan agar tidak terlalu tinggi atau
terlalu rendah.
3.3 Mengkondisikan Temperatur Cetakan
Peristiwa die soldering umumnya lebih
sering terjadi di sekitar saluran (gate) yang
disebabkan tingginya temperatur dan kecepatan
logam cair masuk ke dalam cetakan. Temperatur
logam cair dan permukaan cetakan memegang
peranan penting dalam menyebabkan die soldering.
Tingginya temperatur cetakan dan logam cair akan
menurunkan kekerasan dan ketahanan aus sehingga
cetakan akan mudah tererosi. Temperatur yang
tinggi, baik untuk pertumbuhan fasa intermetalik
karena laju difusi atom-atom besi (Fe) dan Al
meningkat. Itulah sebabnya tingginya temperatur
logam cair mempermudahkan terjadinya die
soldering. Tingginya temperatur juga salah satu
faktor yang dapat merusak lapisan pelumas sehingga
menurunkan kemampuannya untuk mencegah
terjadinya die soldering. Sebaiknya dihindari
temperatur logam cair dan permukaan cetakan yang
tinggi, sebab dapat menyebabkan terjadinya
soldering. Hot spot juga harus dihindari pada
permukaan cetakan atau dalam inti. Menurut
Shankar[1] menjaga temperatur logam cair konstan
pada ~ 663C dapat meminimalisir kemungkinan
terjadinya hot spot pada logam cair. Temperatur
logam dan cetakan juga jangan terlalu rendah karena
dapat menyebabkan pengisian buruk dan terjadi cold
solder [1]. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan
untuk mempelajari pengaruh temperatur logam cair
(melt) dan kadar silikon dalam cairan logam Al
terhadap pembentukan, morfologi serta karakteristik
lapisan intermetalik yang terjadi selama proses die
soldering ditinjau dari ketebalan dan kekerasan
lapisan intermetalik yang terbentuk antara
permukaan cetakan dan logam cair.

[1]. Suharno, Bambang et al. Morfologi dan


Karakteristik Lapisan Intermetalik Akibat
Die Soldering pada Permukaan Baja
Cetakan (Dies) dalam Proses Pengecoran
Tekan Paduan Aluminium Silikon. Depok:
Universitas Indonesia. (2007)
[2]. Wahyuni, Ika et al. Tanpa tahun. Uji
Kekerasan Material Dengan Metode
Rockwell. Surabaya: Universitas Airlangga
[3]. Dahar, Rosfian Arsyah. Teknologi Nitridasi
dan Sementasi. Jakarta: Universitas Trisakti.
(1990)
[4]. Dahar, Rosfian Arsyah. Tanpa Tahun. Uji
logam. Jakarta: Universitas Trisakti
[5]. Irawan, Yudi Surya. Tanpa tahun. Material
Teknik
[6]. [4] Prayitno, Dody. Teknologi Rekayasa
Material. Jakarta: Universitas Trisakti. (2010)
[7]. https://helmidadang.wordpress.com/2012/1

2/30/surface-roughnessmeasurement/12/04/2015
[8]. https://ndidista.wordpress.com/2013/07/23
/pengujian-metalografi/12/04/2015
[9]. (http://www.sridianti.com/manfaatpenggunaan-aluminium-dalamkehidupan.html/29/03/2015)
[10].(http://mochamadnurman.blogspot.com/2013/0
3/pengecoran-cetakan-tekan-diecasting.html/29/03/2015)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

89

MAN-04

PROSES PERMESINAN DRILLING PADA KACA


Rusnaldy1, Rupi Ajie S. Atmaja
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang 50275
rusnaldy@undip.ac.id
1

Abstrak
Proses drilling pada kaca belum banyak dilakukan oleh orang karena sifat kaca yang getas. Pada umumnya
proses permesinan pada kaca dilakukan secara kimiawi yaitu dengan menggunakan reaksi kimia antara suatu
larutan kimia dengan kaca. Namun dengan berkembangnya teknologi untuk kondisi permesinan yang ulet pada
material yang getas dimungkinkan menghasilkan kondisi permukaan hasil permesinan yang bebas retak dan
pecah pada material getas. Untuk proses permesinan pada kaca dengan menggunakan mesin perkakas, pahat
potong yang digunakan biasanya terbuat dari tungsten carbide atau intan. Potensi penggunaan mesin perkakas
sangatlah besar dalam proses permesinan kaca. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat
kemungkinan penggunaan mesin perkakas dalam melakukan proses permesinan pada kaca, khususnya proses
drilling untuk melubangi kaca tanpa retak atau pecah. Tujuan penelitian ini salah satunya adalah untuk mencari
paramater proses drilling yang dapat menghasilkan kualitas lubang yang baik dilihat dari kehalusan lubang,
diameter dan kebulatan lubang. Material benda kerja pada percobaan proses drilling pada studi ini adalah
kaca soda lime glass dan kaca riben dengan tebal 3 dan 8 mm dimana sebagi media pendingin digunakan air.
Pahat yang digunakan adalah diamond drill bit dan pahat tungsten carbide dengan diameter5 mm. Kecepatan
putar mesin drill yang digunakan adalah 365, 825, 1710 dan 3750 rpm. Dari percobaan yang dilakukan terlihat
bahwa proses drilling pada kaca dapat dilakukan untuk menghasilkan lubang yang bebas retak dimana
penggunaan air sebagai pendingin membuat kualitas lubang yang dihasilkan menjadi lebih baik. Putaran
spindle juga mempengaruhi kualitas lubang yang dihasilkan dimana makin tinggi putaran spindle semakin baik
kualitas lubang pada kaca yang dihasilkan.
Kata kunci: Permesinan, kaca, drilling, pendinginan, putaran spindle dan kualitas lubang

1. PENDAHULUAN
Kaca banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Proses fabrikasi kaca sangat terbatas,
terutama untuk proses-proses manufakturing seperti
proses permesinan, Sifat kaca yang getas yang
menjadi penyebabnya. Mengingat kebutuhan akan
kaca semakin meningkat terutama untuk peralatan
optik dan biochips [1], maka adalah hal yang penting
untuk mencari tahu proses manufakturing apa yang
dapat dipakai untuk kaca. Selama ini proses
manufaktur kaca umumnya menggunakan proses
chemical etching, namun prosesnya berlangsung
cukup lama dan zat kimia yang digunakan perlu
penanganan yang khusus agar tidak mencemari
lingkungan ketika dibuang.
Sebagai material yang getas, sifat mampu
mesin (machinability) kaca sangat rendah karena
nilai fracture toughness-nya yang rendah. Kekuatan
fracture (fracture strength) kaca lebih rendah dari
kekuatan luluhnya (yield strength). Ketika kaca
diberi beban tarik atau tekuk pada suhu kamar, maka
kaca akan hancur sebelum terjadi deformasi plastis.
Itu sebabnya maka proses permesinan jarang
diterapkan pada kaca.
Namun sesungguhnya penelitian tentang proses
permesinan pada material getas telah banyak

dilakukan orang melalui teknik ductile cutting mode,


seperti pada silikon dan germanium. Karena untuk
mendapatkan permukaan yang halus dan bebas
cacat, sangatlah penting jika proses permesinan
dilakukan dalam keadaan ulet (ductile cutting
mode). Rusnaldy dkk pernah mendapatkan kondisi
ductile cutting mode untuk proses micro end milling
pada material getas single crystal silicon [2-4].
Namun sayangnya ductile cutting mode untuk
material getas diperoleh pada uncut chip thickness
yang sangat kecil, yakni jauh di bawah 1 mm. Upaya
melakukan proses permesinan pada kaca juga telah
dilakukan dimana permukaan yang baik akan
diperoleh jika kondisi pemotongannya adalah ductile
cutting mode [5-7]
Halangan secara teknologi yang mesti diatasi
pada proses permesinan material getas adalah
terjadinya kerusakan pada permukaan dan juga
sedikit di bawah permukaan (subsurface). Tentu saja
hasil proses permesinan yang menimbulkan
kerusakan pada permukaannya tidak dapat
digunakan, apalagi jika untuk aplikasi peralatan
optik misalnya. Untuk itu pemahaman akan
mekanisme pembentukan geram pada proses
permesinan kaca menjadi sangat penting agar
nantinya dapat diterapkan pada industri permesinan
dan manufaktur kaca.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

90

MAN-04

2. METODOLOGI
Material Benda Kerja dan Pahat
Material benda kerja yang digunakan adalah
kaca soda lime glass dan kaca riben dengan ukuran 3
mm x 50 mm x 50 mm. Sementara itu pahat yang
digunakan adalah dari jenis diamond drill bit dengan
diameter 5 mm
Set up Percobaan dan Kondisi Permesinan
Kaca ditempatkan pada pemegang benda kerja
yang terbuat dari wadah aluminium berukuran 24 cm
x 18 cm x 10 cm. Sebuah lembaran kayu setebal 2
cm diletakkan di dasar wadah tersebut. Permukaan
kayu dilapisi dengan karpet tipis dan di atasnya
dipasang dudukan untuk meletakkan benda kerja
yang dapat dikunci dan dilepaskan. Pemasangan
pemegang benda kerja pada mesin drilling dapat
dilihat pada gambar 1.

gerak maju pahat ke dalam kaca maka ketebalan


sisa kaca yang akan dilubangi semakin tipis dan
kemungkinan retak terjadi akan semakin besar;
(c) diameter antara permukaan bagian depan dan
belakang tidak sejajar, yang kemungkinan
disebabkan juga karena putaran spindel yang
rendah (825 rpm).

Gb. 2. Lubang dengan kategori kurang bagus;


proses drilling pada kaca riben dengan tebal
3mm pada putaran spindel 825 rpm

Gb. 1. Set up Percobaan

2. Lubang dengan kategori cukup bagus


Untuk kategori lubang yang cukup bagus, pada
umumnya di bagian tepi lubang sudah baik
walau masih ada beberapa bagian yang terlihat
tidak rata dan kasar (lihat gambar 3)

Kondisi permesinan yang digunakan pada studi


ini adalah sebagai berikut:
1. Kecepatan putara spindel: 365 rpm, 850 rpm,
1710 rpm dan 3650 rpm.
2. Tebal benda kerja: 3 mm dan 8 mm.
3. Beban Penekanan: 1 kg, 1,2 kg dan 1,5 kg
4. Kondisi permesinan: pendingan air dan kering

3. HASIL DAN ANALISA


Dari percobaan yang telah dilakukan, lubang
dari hasil proses drilling dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Lubang dengan kategori kurang bagus
Salah satu contoh lubang hasil proses drilling
dengan kategori kurang bagus ditunjukkan pada
gambar 2.
Dari gambar tersebut terdapat tiga kerusakan
atau cacat yang umum terjadi pada lubang dari
hasil proses drilling pada kaca, yaitu (a) tepi
permukaan lubang tidak rata, yang disebabkan
karena kecepatan potong yang rendah; (b) pecah
sebagian pada daerah sekitar lubang, yang
umumnya disebabkan oleh beban tekan ke bawah
pahat ke kaca yang terlalu besar (1,5 kg) ketika
proses drilling dilakukan dimana semakin dalam

Gb. 3. Lubang dengan kategori cukup bagus:


proses drilling pada kaca riben dengan tebal
3mm pada putaran spindel 3750 rpm
3. Lubang dengan kategori bagus
Dari semua hasil proses drilling yang diperoleh,
lubang dengan kategori bagus umumnya didapat
pada putaran spindel yang paling tinggi (3750 rpm).
Salah satu contohnya dapat dilihat pada gambar 4.
Umumnya pada bagian tepi lubang sudah halus
walau masih ada sedikit retakan. Kemudian diamater
pada permukaan bagian depan dan belakang terlihat
sudah sejajar.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

91

MAN-04

Pengukuran Diameter dan Kebulatan


Pengukuran diameter lubang dan kebulatan
dilakukan dengan menggunakan mesin CMM
(coordinate measuring machine). Lubang yang
diukur hanya lubang yang masuk kategori bagus,
seperti yang terlihat pada gambar 4. Hasil
dinyatakan baik jika diameter lubang mendekati
nilai diameter pahat yang digunakan yaitu 5 mm.

(A)
(B)
(C)
(D)
Gb. 4. Lubang hasil proses drilling pada putaran
spindel 3750 rpm: (A) kaca riben 3 mm; (B) soda
lime glass 3 mm; (C) soda lime glass 8 mm dan
(D) kaca riben 8 mm

Gb. 5. Hasil Pengukuran Kebulatan Lubang


Pengaruh Kondisi Permesinan
Proses permesinan yang telah disebutkan
sebelumnya dilakukan dengan cara merendam kaca
dengan air. Untuk melihat apakah jika kaca tidak
direndam dengan air akan menghasilkan lubang
yang baik, maka kondisi permesinan kering juga
dilakukan pada studi ini, serta pahat tungsten
carbide juga digunakan pada studi ini. Hasilnya
dapat dilihat pada gambar 6.
Dari gambar terlihat bahwa kedua pahat yang
digunakan menyebabkan terjadinya pecah pada kaca
yang membelah lubang yang dihasilkan. Temperatur
tinggi yang dihasilkan pada proses permesinan pada
kondisi kering diduga menjadi penyebab pecahnya
kaca.

Grafik hasil pengukuran diameter dapat dilihat


pada gambar 5. Dari grafik terlihat bahwa lubang
yang baik adalah lubang yang dibuat pada kaca soda
lime glass dengan tebal 8 mm, sementara yang
terburuk adalah pada kaca riben dengan tebal 8 mm.
Gb. 6. Hasil Proses Drilling pada Kondisi Kering:
(a) menggunakan pahat tungsten carbide; (b)
menggunakan pahat diamond drill bit.

Gb. 5. Hasil Pengukuran Diameter Lubang


Sementara itu hasil pengukuran kebulatan
tersaji pada gambar 6. Lubang yang memiliki bentuk
kebulatan sempurna memiliki angka nol, sehingga
lubang dengan nilai kebulatan yang mendekati
angka nol adalah lubang yang terbaik. Dari grafik
terlihat bahwa lubang yang terbaik adalah pada kaca
soda lime glass dengan ketebalan 8 mm dan yang
terburuk adalah pada kaca riben dengan ketebalan
3mm.

4. KESIMPULAN
Dari studi yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses drilling pada kaca dapat dilakukan
dengan hasil yang cukup baik.
2. Pendinginan dengan menggunakan air pada
proses drilling pada kaca menghasilkan lubang
yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi
kering.
3. Lubang yang memiliki kualitas yang baik
dihasilkan pada putaran spindel yang tinggi dan
tebal kaca yang besar.
4. Proses drilling yang memiliki diameter dan
kebulatan yang baik diperoleh pada kaca soda
lime glass dengan tebal 8 mm pada kecepatan
3750 rpm.
5. REFERENSI
[1]. Behera, K.B., Parametric optimization of
microdrilling in aerospace material Thesis ,
Department of Mechanical Engineering,
National Institute of Technology, Rourkel,
(1990).
[2]. Rusnaldy, Ko, T.J., Kim, H.S., Investigation
of chip formation in micro end milling of
single crystal silicon wafer, Prosiding
Nanoengineering Symposium, Daejon, Korea,
(2005).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

92

MAN-04
[3]. Rusnaldy, Ko, T.J., Kim , H.S., , Micro-endmilling of single-crystal International Journal
of Machine Tool and Manufacture, Vol. 47
Issue 1, pp. 2111-2119, (2007).
[4]. Rusnaldy, Ko, T.J., Kim, H.S., An
experimental study on microcutting of
silicon using a micromilling machine,
International
Journal
of
Advanced
Manufacturing Technology, 39, pp. 85-91,
(2008).
[5]. Boccacini, A.R., Machinability and
brittleness of glass ceramics Journal of

Materials Processing Technology 65, pp. 302304, (1997).


[6]. Fang, F.Z.. Zhang, G.X., An experimental
study
of
optical
glass
machining
International
Journal
of
Advanced
Manufacturing Technology 23, pp. 155-160,
(2004).
[7]. Matsumura, T., Hiramatsu, T., Shirakashi, T.,
A study on cutting force in the milling
process of glass, Journal of Manufacturing
Processes Vol. 7 No. 2, pp. 102-108, (2005).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

93

MAN-05

PENGARUH KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP GETARAN


DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES MILING PUTARAN
RENDAH
Jhonni Rahman
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau
e-mail: jhonni_rahman@eng.uir.ac.id
Abstract
One parameter that been used in order to determines the quality of material product in manufacturing industry is surface
roughness. An accurate prediction of parameter processes in milling processes is an important thing in controlling the
dimensional accuracy of surface roughness. There are various parameter processes that affect the surface quality of
workpiece, one of those is depth of cut. So, the purpose of this research is to identify the effect of depth of cut on formed
surface roughness and vibration. This research done by using low speed milling process (80 rpm) with 1 mm, 3 mm, 5 mm,
7mm, 9 mm variation of depth of cuts. In order to avoid the heat caused by spindle on the material, this research used Mesran
oil SAE 20 as lubricant which is flooded on the surface material during milling processes. As work piece this research used
pure aluminum material A(1050) JIS that has been shaped as desired. The result of this research showed that the finest
surface roughness product is decrease as the increasing of depth of cuts. In vibration showed that the amplitude and
frequency of vibration is increase as the increasing of depth of cuts.
Keywords: depth of cut, surface roughness, vibration, milling.

Abstrak
Salah satu parameter yang dijadikan dasar dalam menentukan kualitas produk dalam industry manufaktur adalah kekasaran
permukaan. Ketelitian dalam memprediksi parameter proses dalam proses miling merupakan hal penting yang diperlukan
dalam mengatur tingkat kekasaran permukaan benda kerja. Ada beberapa parameter proses yang dapat mempengaruhi
kualitas permukaan dari benda kerja, salah satu diantaranya adalah kedalaman pemakanan. Sehingga penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi bagaimana pengaruh kedalaman pemakanan spindle pada material terhadap
getaran dan kekasaran permukaan yang terbentuk. Penelitian ini dilakukan pada spindle putaran rendah yaitu sebesar 80
rpm dengan variasi kedalaman pemakanan yaitu 1 mm, 3 mm, 5 mm, 7 mm dan 9 mm. Untuk mencegah terjadinya
pemanasan setempat akibat gesekan antara spindle dan material digunakan mesran oil SAE 20 sebagai pelumas yang
dituangkan pada permukaan material selama proses miling berlangsung. Sebagai workpiece digunakan material alumunium
murni 1050 yang telah dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Hasil dari pengujian kekasaran permukaan setelah
proses miling menunjukkan bahwa kekasaran permukaan rata-rata semakin menurun seiring dengan peningkatan kedalaman
pemakanan. Hasil pengujian getaran menunjukkan bahwa semakin dalam pemakanan yang diberikan pada proses miling
semakin besar pula nilai amplitude dan frekuensi getaran yang terjadi.
Keywords: kedalaman pemakanan, kekasaran permukaan, getaran, miling

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Page - 94 -

MAN-05
1.

dan

PENDAHULUAN

memperbaiki/menyempurnakan permukaan benda

Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan

kerja adalah teknik pemesinan. Salah satu contoh

teknologi

sangat

berbagai

proses pemesinan yang sering digunakan secara luas

permintaan yang sangat bervariasi dan beragam.

diberbagai kalangan adalah proses miling. Beberapa

Salah satu hal penting yang dapat diangkat sebagai

faktor

upaya untuk memenuhi keragaman tersebut adalah

mempengaruhi kondisi kekasaran permukaan benda

teknologi

industry

kerja dan sering dijadikan pertimbangan untuk

manufaktur untuk meningkatkan kualitas produk

mendapatkan kekasaran permukaan yang diinginkan

yang dihasilkan. Dalam proses manufaktur banyak

diantaranya adalah kedalaman pemakanan, putaran

hal yang harus dijadikan pertimbangan untuk

spindle dan laju pemakanan [1].

dan

pesat

inovasi

baru

dengan

dalam

dari

parameter

proses

yang

dapat

mendapatkan kualitas produk yang diinginkan dan

Sehingga untuk mengidentifikasi bagaimana

sesuai dengan kebutuhan, mulai dari teknologi

pengaruh kedalaman pemakanan terhadap kekasaran

proses hingga parameter proses. Salah satu tolak

permukaan dan getaran yang dihasilkan pada proses

ukur mutu/kualitas produk yang sering menjadi

miling, maka penelitian ini menggunakan beberapa

prioritas adalah kekasaran permukaan. Indikator

variasi kedalaman pemakanan sebagai parameter

kekasaran

nilai

proses. Sementara parameter proses lainnya seperti

kekasaran rata-rata yang rendah sering menjadi

laju pemakanan dan putaran spindle dikondisikan

prioritas dalam pemilihan bahan. Terutama untuk

dalam keadaan tetap/sama. Untuk menghindari

material yang digunakan pada system kerja yang

terjadinya pemanasan setempat yang dikhawatirkan

sering menimbulkan gesekan antara satu dengan lain.

mempengaruhi produk hasil miling, maka digunakan

Sehingga

juga

pelumas dengan nilai SAE 20 yang dituangkan

material/benda yang memiliki tingkat kekasaran

langsung pada material selama proses miling

permukaan

berlangsung dengan putaran rendah dan laju

mengurangi keausan dan panas yang terjadi akibat

pemakanan yang tetap sama untuk setiap percobaan.

permukaan

selain

yang

yang

kekerasan

rendah

halus

atau

dibutuhkan

untuk

mencegah

gesekan.
Aluminium adalah salah satu diantara material
yang sangat banyak digunakan dalam dunia industri

2. EKSPERIMEN
2.1 Instrument Penelitian

seperti otomotif, kontruksi, perkapalan dan lain

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

sebagainya. Hal ini dikarenakan keunggulan sifat

proses milling untuk mengidentifikasi pengaruh

yang dimiliki oleh aluminium, misalnya material

kedalaman

yang ringan, mudah didapat dan sifat-sifat lainnya

permukaan dan getaran yang ditimbulkan. Oleh

yang hanya dimiliki oleh aluminium. Dan telah

karena itu penelitian ini hanya memberikan variasi

diketahui bahwa salah satu cara yang dapat

pada kedalaman pemakanan yaitu 1 mm, 3mm, 5

dilakukan untuk memperkecil gesekan yang terjadi

mm, 7 mm dan 9 mm, sedangkan parameter lainnya

adalah

seperti putaran spindle dan kecepatan pemakanan

dengan

cara

memperhalus

kekasaran

permukaan benda kerja.

sebagai

terhadap

kekasaran

dikondisikan dalam keadaan sama. Berikut ini

Sejauh ini teknik manufaktur yang sering


digunakan

pemakanan

finishing

untuk

adalah gambar operasi miling yang dilakukan pada


mesin milling yang diproduksi oleh EMCO.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Page - 95 -

MAN-05
c.

Memposisikan alat pengukur getaran pada


material yang akan diproses dengan posisi
tegak lurus.

d.

Melakukan

proses

miling

mengalirkan

pelumas

dan

getaran.

Pengambilan

seraya
mengukur

data

getaran

dilakukan dalam kondisi stabil.


e.

Selanjutnya

melakukan

pengujian

kekasaran permukaan dari material yang


telah diproses dengan proses miling.
Gambar 1. Milling operation

[1]

f.

Melakukan analisa dan pembahasan serta


membuat kesimpulan.

Penelitian

ini

menggunakan

material

Aluminium murni 1050. Sebagai pelumas untuk

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

mencegah timbulnya panas yang menimbulkan

3.1 Pengujian Getaran

pengaruh pada permukaan benda kerja, penelitian ini

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan

menggunakan SAE 20. Berikut ini adalah kondisi

hasil pengujian getaran yang terjadi pada proses

eksperiment yang dilakukan pada pengujian.

miling dalam bentuk kecepatan dan percepatan


getaran serta amplitude dan frekuensi getaran yang

Tabel 2.1 Kondisi eksperiment


No

Depth of

Spindle

Feed

cut

speed

rates

Field

telah dilakukan perhitungan.


Tabel 3.1 Hasil pengujian getaran

1 mm

Vibration
Depth

No

3 mm

Acceleration

Velocity

Amplitude

Frequenc

(m/s2)

(mm/s)

(mm)

y (Hz)

of Cut

5 mm

80 rpm

0,5 mm/s

Wet

7 mm

1 mm

2,2

28

0,36

12,51

9 mm

3 mm

2,9

36

0,45

12,83

5 mm

3,6

44

0,54

13,03

2.2 Prosedur Penelitian

7 mm

3,9

47,5

0,60

13,07

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan mesin

9 mm

4,7

57

0,69

13,13

miling EMCO, dengan prosedur sebagai berikut.


a.

b.

Memposisikan material yang telah dipotong

Gambar 3.1 adalah gambar yang menunjukkan

sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan

grafik hubungan antara kedalaman pemakanan

pada meja mesin miling.

terhadap amplitude getaran. Dari grafik dapat ditarik

Menentukan

berupa

kesimpulan bahwa semakin besar kedalaman yang

putaran spindle dan kecepatan pemakanan

diberikan pada proses miling maka semakin besar

sebagai parameter tetap, dan kedalaman

pula nilai amplitude getaran yang terjadi.

pemakanan
divariasikan.

parameter

sebagai

proses

parameter

yang

Sedangkan gambar 3.2 adalah gambar yang


menunjukkan grafik hubungan antara kedalam

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Page - 96 -

MAN-05
pemakanan terhadap frekuensi getaran yang terjadi.
Dari

gambar

tersebut

diketahui

bahwa

3.2 Pengujian Kekasaran Permukaan

nilai

Menurut

ISO

1302-1978

yang

dimaksud

frekuensi getaran juga meningkat seiring dengan

dengan kekasaran permukaan adalah penyimpangan

bertambahnya kedalaman pemakanan pada benda

rata-rata aritmetik dari garis rata-rata profil. Definisi

kerja. Namun, pada gambar tersebut terlihat bahwa

ini digunakan untuk menentukan harga dari rata-rata

adanya

jika

kekasaran permukaan. Tabel 3.2 dan 3.3 adalah tabel

dibandingkan dengan peningkatan yang terjadi pada

yang menunjukkan data hasil pengujian kekasaran

amplitude. Pada kedalaman pemakanan 1 mm

permukaan benda kerja. Selanjutnya gambar 3.3

sampai 5 mm menunjukkan terjadi peningkatan

adalah gambar grafik nilai kekasaran permukaan

frekuensi yang siknifikan (curam), sementara pada

rata-rata (Ra) dan kekasaran permukaan total (Rt)

kedalaman pemakanan 5 mm sampai 9 mm

benda kerja terhadap kedalaman pemakanan.

perbedaan

peningkatan

frekuensi

peningkatan lebih landai.

Dari tabel dan grafik tersebut dapatkan bahwa


kekasaran permukaan rata-rata (Ra) benda kerja
menunjukkan semakin menurun seiring dengan
pertambahan kedalaman pemakanan. Sedangkan
kekasaran permukaan total (Rt) menunjukkan bahwa
kekasaran permukaan total semakin menurun sampai
pada kedalaman pemakanan 7 mm. Tetapi nilai
kekasaran
pemakanan

permukaan
9

mm

total

pada

kedalaman

menunjukkan

terjadinya

peningkatan.
Gambar 3.1 Grafik hubungan kedalaman
pemakaan terhadap amplitudo

Gambar 3.2 Grafik hubungan kedalaman


pemakaan terhadap frekuensi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Page - 97 -

MAN-05

Tabel 3.2 Surface integrity


No

Depth of cut

Surface Texture

1
1 mm

2
3 mm

3
5 mm
4
7 mm
5
9 mm

Tabel 3.3 Surface Roughness


Depth of Cut

Surface Roughness

No

4. KESIMPULAN

(mm)

Ra (m)

Rt (m)

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian

13,71

40

tentang efek kedalaman pemakanan pada putaran

8,86

28

rendah pada material aluminium terhadap kekasaran

8,43

24

permukaan dan getaran yang terjadi adalah sebagai

6,29

22

berikut:

5,14

25

a)

Nilai amplitudo dan frekuensi getaran


mengalami peningkatan seiring dengan
peningkatan kedalaman pemakanan.

b) Semakin dalam pemakanan benda kerja,


maka nilai kekasaran permukaan rata-rata
(Ra) benda kerja semakin menurun.
c)

Nilai kekasaran total (Rt) benda kerja


mengalami

penurunan

sampai

pada

kedalaman pemakanan 7 mm sebagai nilai


kekasaran total terendah, namun setelah itu
Gambar 3.3 Grafik hubungan kedalaman
pemakanan terhadap kekasaran permukaan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

nilai kekasaran permukaan total mengalami


peningkatan.

Page - 98 -

MAN-05
meters.html, 04 Mei 2015

5. REFERENCES
[1]. Muhammed T. Hayajneh, Montasser S. Tahat
and Joachim Bluhm, A Study of the Effects of
Machining Parameters on the Surface
Roughness in the End-Milling Process,
Jordan Journal of Mechanical and Industrial
Engineering,

Int. J. Heat Mass Transfer,

Vol.1, No.1, pp.1-5, (2007).


[2]. Amelia Sugondo, Ian H. Siahaan, dan Bobby
Kristanto,
Pemakanan

Studi

Pengaruh

Terhadap

Kedalaman

Getaran

dengan

Menggunakan Mesin Bubut Chien Yeh CY


800 Gf, Seminar Nasional VII Rekayasa dan
Aplikasi Teknik Mesin di Industri, pp. TMM
1-5, 28-29 Oktober 2008.
[3]. PR. Periyanan, U. Natarajan, and S.H. Yang, A
Study

on

the

Machining

Parameters

Optimization of Micro End Milling Process,


International Journal of Engineering, Science
and Technology, Vol. 3, No. 6, pp. 237-246,
2011.
[4]. S.A. Adam, N.A. Shuaib, M.R.M Hafiezal and
S.N. Suhaili, Study on Surface Roughness
and

Chip

Formation

During

Milling

Operation of Mild Steel Using Vegetable


Based Oil as a Lubricant, International
Journal of Engineering & Technology, Vol. 13,
No. 01, pp. 19 23, 2013
[5]. Thomas Childs, Katsuhiro Maekawa, Toshiyuki
Obikawa,

and

Yasuo

Yamane,

Metal

Machining Theory and Applications, John


Wiley & Sons, (2000)
[6]. Ronald A. Walsh, Handbook Machining and
Metal Working, pp. 522 538, McGraw-Hill
(2001)
[7]. Surface Roughness Measurement, Bulletin
No. 1984, Mitutoyo America (2009)
[8]. http://www.digitalsurf.com/en/guideprofilepara
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Page - 99 -

MAN-06

ANALISIS TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN


HASIL PROSES MILL SLOT PADA BAJA PERMESINAN SCM 440
Yohanes Tri Joko Wibowo
Pembuatan Peralatan Perkakas Produksi, Politeknik Manufaktur Astra Jakarta
e-mail : yohanes.trijoko@polman.astra.ac.id
ABSTRAK
Dalam industri otomotif, produk yang berkualitas dibentuk tidak hanya pada produk yang dinikmati konsumen saja, tetapi
kualitas dibangun sejak awal proses produksi. Dunia otomotif sangat dekat dengan dunia cetak injeksi yang sangat
berpengaruh terhadap kualitas akhir produk otomotif. Untuk mendapatkan produk akhir yang berkualitas, industri manufaktur
terus berusaha melakukan pengembangan dalam setiap proses produksinya. Ada banyak faktor yang memiliki pengaruh kuat
dalam pembentukan kualitas, dimana salah satunya adalah aspek tingkat kekasaran permukaan, terlebih pada benda rakitan
yang bergerak seperti slider dalam sebuah cetakan. Tingkat kekasaran permukaan merupakan target proses produksi yang
dipengaruhi oleh alat potong, tetapi sampai saat ini belum ada produsen alat potong yang memberikan jaminan tingkat
kekasaran yang pasti dalam suatu proses pemotongan dengan seting parameter tertentu. Karena itu, perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui tingkat kekasaran permukaan hasil proses mill slot dalam kaitannya dengan variasi putaran spindle,
kecepatan potong, dan kedalaman pemotongan (axial depth of cut). Penelitian ini dilakukan dengan membuat spesimen benda
uji menggunakan baja permesinan (machinery steel) SCM 440 dan menggunakan alat potong (cutter) jenis end mill finishing
dengan mata potong 2 buah yang dikhususkan untuk proses slotting dan proses pemotongan dilakukan pada mesin milling.
Kata Kunci : Kekasaran permukaan, spindle speed, feed rate, axial depth of cut

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

mempunyai tiga gerakan utama yaitu gerakan


(putaran) alat Prosiding makalah Seminar

Dalam dunia manufaktur, dikenal kelompok


mesin-mesin utama dan kelompok mesin
pendukung. Demikian juga dunia mesin perkakas
sebagai bagian dari dunia manufaktur, mengenal
juga kelompok mesin utama dan mesin pendukung.
Untuk kelompok mesin utama dikenal mesin milling
dan mesin bubut, sedangkan untuk kelompok mesin
pendukung kita mengenal mesin gerinda dan mesin
las. Mesin milling sebagai salah satu mesin utama,
merupakan mesin yang diandalkan dalam dunia
manufaktur untuk membuat bentukan atau produk.
Dengan mesin milling, banyak bentukan-bentukan
sederhana sampai kompleks dapat diselesaikan
seperti mold, dies, serta jig dan fixture. Selain
tuntutan geometri dalam hal ketelitian ukuran,
terdapat juga tuntutan lain yang harus dipenuhi
seperti tingkat kekasaran permukaan hasil proses.
Tingkat kekasaran permukaan hasil proses
suatu produk memilliki kontribusi yang penting
dalam sebuah benda terkhusus pada benda-benda
yang akan banyak bergerak. Hal tersebut terkait
dengan masalah gesekan, pelumasan, keausan dan
kemampuan material tersebut menangani kelelahan
material. Selain hal tersebut, kekasaran permukaan
hasil proses akan mempengaruhi besar gaya yang
dibutuhkan untuk menggerakkan komponen dari
sebuah rakitan, dimana efisiensi gaya juga harus
dipertimbangkan.
Mesin milling sebagai alat bantu pembuatan
bentukan-bentukan, dalam proses pemotongan

berputarnya alat potong (spindle/main motion),


kecepatan potong (feed motion) dan kedalaman
pemotongan (axial depth of cut). Dengan
memadukan ketiga gerakan tersebut secara
terstruktur, kualitas permukaan hasil proses
permukaan yang diharapkan dapat dicapai atau
dengan kata lain kekasaran permukaan hasil proses
dapat dicapai dengan memadukan ketiga parameter
tersebut secara terstruktur.
Namun, optimasi ketiga parameter tersebut
masih merupakan suatu hal yang masih terus diteliti
karena produsen alat potong pun belum berani
memberikan parameter tertentu yang diyakini dapat
memberikan hasil dengan kualitas yang diinginkan.
Parameter yang berani diberikan oleh produsen pada
umumnya hanya memuat spindle speed, feed rate
dan juga axial depth of cut tanpa memuat nilai
tingkat kekasaran permukaan hasil proses
pemotongan.
Hal tersebut mendorong perlunya penelitian
untuk mengetahui tingkat kekasaran permukaan
hasil proses milling slot terhadap variasi kecepatan
spindle (spindle speed), kecepatan potong (feed
rate), dan kedalaman pemotongan (axial depth of
cut). Melalui penelitian ini diharapkan dapat
diketahui pengaruh ketiga parameter tersebut
terhadap tingkat kekasaran permukaan hasil proses
milling slot, supaya dapat menjadi referensi untuk
mencapai standar kualitas yang dituntut.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

100

MAN-06

1.2. Pokok Masalah


Permasalahan yang dibahas dalam peneilitan ini
adalah sebagai berikut :
Apa pengaruh variasi putaran spindle (spindle
speed), kecepatan potong (feed rate) dan kedalaman
pemotongan (axial depth of cut) terhadap tingkat
kekasaran permukaan baja permesinan (machinery
steel) SCM 440 pada proses milling slot yang
menggunakan alat potong jenis End Mill Cutter 2
Flute HSS Finishing?

3. PROSES DAN HASIL PENGUJIAN


3.1. Proses Pengujian
Tahapan proses pengujian pada penelitian ini
dijelaskan pada gambar 1.

1.3. Maksud dan Tujuan


Maksud penelitian penelitian adalah untuk
mengetahui tingkat kekasaran permukaan hasil
proses milling slot dari baja permesinan SCM 440
berdasarkan pengaruh dari variasi kecepatan putaran
spindle (spindle speed), kecepatan potong (feed
rate), dan kedalaman pemotongan (axial depth of
cut) dengan menggunakan alat potong (cutter) End
Mill Cutter 2 Flute HSS Finishing.
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Memberikan
informasi
parameter
kecepatan putaran spindle (spindle speed),
kecepatan potong (feed rate), dan
kedalaman pemotongan (axial depth of cut)
pada proses milling slot yang memberikan
hasil dengan tingkat kekasaran permukaan
yang tertentu.
2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian
sejenis dalam rangka mengembangkan
pengetahuan yang lebih luas.

2.

METODOLOGI

Metodologi yang digunakan dalam penulisan


ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu :
a. Observasi Lapangan
merupakan tahapan awal penelitian yang
dilakukan untuk mendapatkan informasi
terkait dengan objek penelitian.
b. Studi Literatur
Merupakan tahapan berikutnya dimana
dilakukan penelusuran dan kajian terhadap
buku-buku referensi, untuk mendapatkan
wawasan dan sudut pandang secara lebih
luas dalam hal teoritis.
c. Pengambilan Data
Dilakukan sebagai dasar pengujian
penelitian dan mengambil tempat di Unit
Pelaksanana Teknis Manufaktur 2 di
Politeknik Manufaktur Astra Jakarta.

Gambar 1. Diagram Alur Proses Pengujian


Penjelasan dari masing-masing tahapan proses
pengujian dijelaskan sebagai berikut :
1. Pada tahapan persiapan instrumen
pengujian,
kelengkapan
peralatan
eksperimen yang disiapkan adalah mesin
milling, alat potong (cutter) end mill cutter
dan data parameter yang akan diujikan.
2. Pada tahapan persiapan spesimen benda
uji disiapkan material SCM 440 yang
sudah
dicek
kekerasannya
untuk
memastikan tingkat kekerasan material
spesimen benda uji sesuai dengan
karakteristiknya. Pengujian kekerasan
dilakukan dengan mesin uji kekerasan.
3. Proses milling slot. Pada tahapan ini,
dilakukan proses milling slot dengan
menggunakan cutter end mill finishing 2
flute untuk proses slot dan menggunakan
cairan pendingin untuk menjaga ketajaman
mata potong dari alat potong. Pada proses
ini dilakukan proses milling slot dengan
menerapkan beberapa parameter putaran
spindle, kecepatan potong dan kedalaman
pemotongan.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

101

MAN-06

4.

5.

6.

Tahapan pengukuran kekerasan adalah


tahap dimana permukaan spesimen benda
uji diuji tingkat kekasarannya dengan alat
pengukur kekasaran Rugosurf 10. Hasil
pengujian tersebut dicatat.
Analisis dan pembahasan. Tahapan ini
adalah tahap analisis terhadap data hasil
pengujian
dengan
menggunakan
perhitungan statistik dan tabel. Hasil
tersebut menjadi dasar pembahasan
penelitian ini.
Kesimpulan yaitu melakukan penyimpulan
hasil-hasil penelitian yang mengacu pada
pokok masalah.

Kontroler

: Makino Pro 3 (Fanuc)

c.

Alat Potong (Cutter)


Alat potong yang digunakan adalah jenis End
Mill Cutter 2 Flute Finishing 20mm merk YG-1
Tank Power dengan geometri mata potong
karakteristiknya sesuai dengan standar produk No.
EP931200. Alat potong tersebut merupakan alat
potong umum yang digunakan untuk proses milling
slot.
Tabel 1. End Mill Cutter 2 Flute Finishing

3.2. Data Instrumen Pengujian


a.

Material dan Desain Spesimen Benda Uji


Material yang digunakan sebagai spesimen
benda uji adalah jenis material SCM 440, yang biasa
digunakan dalam pembuatan mold untuk injeksi
plastik. Material tersebut biasa digunakan untuk
bahan pembuatan slider atau lifter yang banyak
bergerak dalam proses injeksi plastik. SCM 440
termasuk dalam jenis baja permesinan (machinery
steel).
Ukuran panjang x lebar x tebal spesimen benda
uji adalah 60mm x 30mm x 30mm.
b.

Mesin Milling
Dalam pengujian ini digunakan mesin milling
jenis CNC dengan merk Makino S33. Dengan
kemampuan mesin tersebut, diharapkan keakuratan
penerapan parameter dapat dijaga sehingga data
hasil pengujian yang dihasilkan akan terjamin.

(Sumber:www.qyg1.com/cctrl/news/file/ENDMILL
_TANK-POWER.pdf)
d.

Alat Uji Kekasaran Permukaan


Alat uji kekasaran permukaan digunakan untuk
menguji tingkat kekasaran permukaan pada
spesimen benda uji setelah melewati proses milling
slot. Alat yang digunakan adalah Tesa Rugosurf 10
seperti terlihat pada gambar 3. Spesimen diuji secara
langsung dengan menggunakan jarum peraba
(stylus) sebagai sensor pembaca dan angka hasil uji
langsung dapat dibaca pada layar display.

Gambar 3. Tesa Rugosurf 10

Gambar 2. Mesin CNC Makino S33


Data spesifikasi mesin milling yang digunakan :
- Merk/Model
: Makino S33
- Buatan
: Singapura
- Tahun
: 2000
- Spindle Speed : 45 13.000 rpm
- Feed Rate
: 40.000 mm/min

Spesifikasi Tesa Rugosurf 10 :


- Merk/Model
: Tesa Rugosurf 10
- Buatan
: Swiss
- No. Seri
: 06930010
- Display
: LCD, 16 x 2 karakter
- Jarak Ukur
: X axis 16mm
: Z axis 160 m
- Stylus Tip
: Diamond Tip
Tip Radius
: 5 m, 90

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

102

MAN-06

3.3. Data Hasil Pengujian


a. Data Pengujian Kekerasan Spesimen Benda Uji
Pengujian kekerasan terhadap spesimen benda
uji dilakukan untuk memastikan kekerasan material
SCM 440 homogen dan sesuai dengan spesifikasi
yang tertulis sehingga pemilihan parameter dapat
dilakukan secara akurat. Pengujian dilakukan pada 4
bidang dengan 2 titik pengujian pada masingmasing bidang.
Tabel 2. Data Hasil Uji Kekerasan

= 2 x 0.09 x 330 = 59
Sedangkan kecepatan potong maksimum adalah :
Feed (mm/min) = N x CPT x n
= 2 x 0.14 x 330 = 92
Kecepatan potong minimum 59 mm/min
dibulatkan menjadi 60 mm/min, sedangkan
kecepatan potong maksimum 92 mm/min dibulatkan
menjadi 90 mm/min dan kecepatan potong
menengah adalah (60 + 90) / 2 = 75mm/min.
3. Kedalaman Pemotongan (Axial Depth of Cut)
Kedalaman pemotongan untuk cutter end mill
finishing ditentukan maksimal setengah dari
diameter cutter tetapi dalam proses permesinan pada
umumnya, cutter finishing digunakan dengan
kedalaman potong yang berkisar antara 0.5 1 mm.
Dalam penelitian ini dipilih kedalaman potong
untuk pengujian adalah 0.5mm, 1mm, dan 1.5mm.
Berikut adalah tabel variasi parameter yang akan
diujikan dan banyaknya spesimen benda uji.
Tabel 3. Variasi Parameter Seting

Dari data pada Tabel 2 terlihat kekerasan


material. Nilai kekerasan yang paling sering muncul
adalah 33 HRc. Hal tersebut berarti bahwa tingkat
kekerasan spesimen uji sesuai dengan karakteristik
material SCM 440 yang mempunyai tingkat
kekerasan 30-35 HRc.
b.

Data Tingkat Kekasaran Permukaan


Langkah awal pengujian yang harus dilakukan
adalah melakukan perhitungan parameter seting
sesuai dengan spesifikasi spesimen dan alat potong.
Putaran spindle adalah sebagai berikut :
- End Mill Cutter 2 Flute Finishing 20mm
- Material spesimen SCM 440 yang memiliki
cutting speed 21-27 m/min untuk alat potong
berbahan HSS.
1. Perhitungan Putaran Spindle
Dengan menggunakan cutting speed 21 m/min,
diperoleh putaran spindle sebesar :
= ( 21 320 ) 20 = 336
Sedangkan untuk cutting speed 27 m/min,
diperoleh putaran spindle sebesar :
= ( 27 320 ) 20 = 432
Putaran spindle minimum 336 /menit menjadi
330/menit, sedangkan putaran spindle maksimum
432/menit menjadi 430/menit, dan putaran spindle
menengah adalah (330 + 430 ) / 2 = 380/menit.
2. Perhitungan Kecepatan Potong (Feed Rate)
Chip Load Per Tooth (CPT) = 0.09 0.14 untuk
End Mill Cutter pada material SCM 440.
Dengan persamaan berikut, diperoleh kecepatan
potong minimun yaitu :
Feed (mm/min) = N x CPT x n

.
Berikut adalah tabel tingkat kekasaran
permukaan hasil proses mermesinan milling slot
pada spesimen benda uji.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

103

MAN-06

Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Tingkat


Kekasaran Permukaan

yang diperoleh dari hasi perhitungan adalah


1.24.
8. Jumlah kuadrat dari putaran spindle (A),
kecepatan potong (B) dan kedalaman
pemotongan (C) (Sum of Square ABC) yang
diperoleh dari hasil perhitungan adalah 2.66.
9. Jumlah kuadrat subtotal yang diperoleh dari
perhitungan adalah 6.27.
10. Jumlah kuadrat error yang diperleh dari
perhitungan adalah 1.67
4.2. Pembahasan Hasil Analisis Data
Hasil perhitungan data nilai tingkat kekasaran
permukaan yang sudah dirangkum dapat dilihat
pada tabel 5 sebagai berikut.
Tabel 5. Tabel Analisis
Variasi Tingkat Kekasaran Permukaan

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Data Hasil Pengujian


Dengan menggunakan data-data hasil pengujian
dan juga seting parameter yang sudah ditentukan di
awal, kita lakukan analisis dengan menggunakan
perhitungan-perhitungan berikut:
1. Jumlah kuadrat total (Sum of Square Total)
Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh nilai
jumlah kuadrat total = 7.94.
2. Jumlah kuadrat putaran spindle (Sum of Square
Spindle Speed) yang diperoleh dari hasil
perhitungan adalah 0.32.
3. Jumlah kuadrat kecepatan potong (Sum of
Square Feed Rate) yang diperoleh dari hasil
perhitungan adalah 0.82.
4. Jumlah kuadrat kedalaman pemotongan (Sum of
Square Axial Depth of Cut) yang diperoleh dari
hasil perhitungan adalah 0.61.
5. Jumlah kuadrat dari putaran spindle (A) dan
kecepatan potong (B) (Sum of Square AB) yang
diperoleh dari hasil perhitungan adalah 0.36.
6. Jumlah kuadrat dari putaran spinde (A) dan
kedalaman pemotongan (C) (Sum of Square AC)
yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah
0.26.
7. Jumlah kuadrat dari kedalaman pemotongan (C)
dan kecepatan potong (B) (Sum of Square BC)

Catatan : F(nilai kritis) berdasarkan tabel tingkat


kepentingan

Analisis variasi yang dilakukan terhadap data


hasil pengukuran tingkat kekasaran permukaan dapat
dilihat pada tabel 5. Nilai Fo (Fobservasi)
dibandingkan dengan nilai F (Ftabel) dimana jika
Fo > Fmaka faktor mempunyai pengaruh terhadap
variabel yang diuji, tetapi jika Fo < Fmaka faktor
tidak mempunyai atau mempunyai sedikit pengaruh
terhadap variabel yang diuji dengan memperhatikan
nilai yang sudah ditentukan.
Dari tabel 5, dapat diambil simpulan pengaruh
dari masing-masing faktor terhadap tingkat
kekasaran permukaan spesimen benda uji.
a. Berdasarkan variasi putaran spindle atau faktor
A, Fo = 5,24 > F = 3.35. Karena itu, H1
diterima bahwa putaran spindle mempunyai
pengaruh terhadap tingkat kekasaran permukaan.
b. Berdasarkan variasi kecepatan potong atau
faktor B, Fo = 13,16 > F = 3.35. Karena itu, H1
diterima bahwa kecepatan potong mempunyai
pengaruh terhadap tingkat kekasaran permukaan.
c. Berdasarkan variasi kedalaman pemotongan atau
faktor C, Fo = 9,78 > F = 3.35. Karena itu, H1
diterima
bahwa
kedalaman
pemotongan
mempunyai pengaruh terhadap tingkat kekasaran
permukaan.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

104

MAN-06

d. Berdasarkan interaksi antara putaran spindle dan


kecepatan potong atau faktor AB, Fo = 2,93 >
F = 2.73. Karena itu, H1 diterima bahwa
interaksi antara putaran spindle dan kecepatan
potong mempunyai pengaruh terhadap tingkat
kekasaran permukaan.
e. Berdasarkan interaksi antara putaran spindle dan
kedalaman pemotongan atau faktor AC, Fo =
2,07 < F = 2.73. Karena itu, H1 ditolak bahwa
interaksi antara putaran spindle dan kedalaman
pemotongan mempunyai sedikit pengaruh
terhadap tingkat kekasaran permukaan.
f. Berdasarkan interaksi antara kecepatan potong
dan kedalaman pemotongan atau faktor BC, Fo =
10,02 > F = 2.73. Karena itu, H1 diterima
bahwa interaksi antara kecepatan potong dan
kedalaman pemotongan mempunyai pengaruh
terhadap tingkat kekasaran permukaan.
g. Berdasarkan interaksi antara putaran spindle,
kecepatan potong dan kedalaman pemotongan
atau faktor ABC, Fo = 10,73 > F = 2.31.
Karena itu, H1 diterima bahwa interaksi antara
Putaran spindle, kecepatan potong dan
kedalaman pemotongan mempunyai pengaruh
terhadap tingkat kekasaran permukaan.
Berdasarkan interaksi ketiga faktor tersebut,
dapat dilihat juga tingkat kekasaran permukaan
terkecil dan tingkat kekasaran permukaan terbesar
pada tabel 6 berikut. Tingkat kekasaran permukaan
paling kecil terjadi pada interaksi putaran spindle
380 rpm, kecepatan potong 60 mm/menit dan
kedalaman pemotongan sebesar 0,5 mm dengan
hasil Ra sebesar 1.22 m atau setara dengan tingkat
kekasaran N7. Tingkat kekasaran permukaan paling
besar terjadi pada interaksi putaran spindle 330 rpm,
kecepatan potong 75 mm/menit dan kedalaman
pemotongan sebesar 1,5 mm dengan hasil Ra
sebesar 2.17 m atau setara dengan tingkat
kekasaran N8.

Tabel 6. Tabel Rata-rata Tingkat Kekasaran


Permukaan

5. KESIMPULAN
Dari penelitian tersebut, dapat diambil beberapa
simpulan sebagai berikut :
a. Faktor yang mempengaruhi tingkat kekasaran
permukaan material baja permesinan SCM 440
pada proses milling slot dengan menggunakan
End Mill Cutter 2 Flute HSS Finishing adalah
putaran spindle, kecepatan pemotongan dan
kedalaman pemotongan
b. Untuk mendapatkan hasil proses permesinan
dengan tingkat kekasaran sekitar 1.22 m,
seting parameter yang sesuai adalah kecepatan
spindle sebesar 380 rpm, kecepatan potong
sebesar 60 mm/menit dan kedalaman potong
sebesar 0.5 mm sedangkan untuk mendapatkan
hasil permukaan yang kasar dengan Ra sebesar
2.17 m , dapat digunakan setting parameter
putaran spindle 330 rpm, kecepatan potong 75
mm/menit dan kedalaman pemotongan sebesar
1,5 mm.
REFERENSI
[1]. Yunus Yakub dan Herry Syaifullah, Analisis
Tingkat Kekasaran Permukaan Hasil Proses
Mill Pada Baja Karbon S45C, Prosiding
SNTM 7 UK Petra, pp. M21-M28, (2012).
[2]. Degarmo, E. Paul Black, JT. Kohser, Ronald
A,
Materials
and
Processes
in
Manufacturing, Wiley, (2003).
[3]. Groover Mikell. P, Fundamentals of Modern
Manufacturing, 4th Edition, Wiley, (2010).
[4]. Montgomery Douglas C., Design and Analysis
of Experiments, 8th Edition, Wiley, (2013).
[5]. Rochim Taufiq, Teori dan Teknologi Proses
Permesinan, Institut Teknologi Bandung,
(1982).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

105

MAN-07

PENGARUH POLARITAS TERHADAP KARAKTERISTIK


KEKERASAN MATERIAL ASTM A36
Ferry Budhi Susetyo
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
e-mail : fbudhi@ymail.com

ABSTRAK
Pengelasan MIG pada umumnya dilakukan secara manual, yaitu proses pengelasan yang dilakukan tanpa dibantu
oleh alat bantu pengelasan. Permasalahan yang sering terjadi pada pengelasan ini antara lain pada kecepatan pengelasan
yang tidak konstan, dikarenakan masih memakai tenaga manusia untuk menggerakan Torch atau Welding Gun. Dengan
kecepatan pengelasan yang tidak konstan tentunya akan menghasilkan hasil pengelasan yang tidak konstan pula. Maka
dengan permasalahan yang terjadi diatas, peneliti akan mengelas material ASTM A36 dengan melakukan variasi polaritas.
Proses pengelasan menggunakan alat bantu dengan menetapkan kecepatan 350 mm/menit serta kecepatan wire feeder 9
m/menit. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui karakteristik kekerasan hasil pengelasan material ASTM A36
dengan melakukan variasi polaritas.
Penelitian ini menggunakan material pelat 8 mm yang dibentuk kampuh V tunggal. Material tersebut kemudian di
las dengan menggunakan polaritas DC- dan DC+. Filler metal menggunakan filler rod AWS ER70S-6 berdiameter 1 mm.
Setelah sampel selesai dilas kemudian sampel dibawa ke Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) Puspiptek,
Serpong untuk dilakukan uji kekerasan serta foto makro.
Pada pengelasan dengan polaritas DC+ didapatkan hasil rata-rata kekerasan pada daerah base metal 186,5, HAZ
203, weld metal 167. Pengelasan dengan polaritas DC- didapatkan hasil rata-rata kekerasan pada daerah base metal
189,33, HAZ 228,18, weld metal 176,5.
Kata Kunci : MIG, Polaritas, Kekerasan, Fotomakro

1.

PENDAHULUAN

Las berdasarkan definisi DIN (Deutche Industrie


Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan
logam atau logam panduan yang dilakukan dalam
keadaan lumer atau cair [Harsono,1994]. Secara
umum
pengelasan
adalah
suatu
proses
penyambungan logam menjadi satu akibat panas
dengan atau tanpa pengaruh tekanan atau dapat juga
didefinisikan sebagai ikatan metalurgi yang
ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antar atom.
Sebagai contoh penggunaan pengelasan yang
dapat kita temui yaitu pengelasan Metal Inert Gas
(MIG). Pengelasan MIG yaitu merupakan proses
penyambungan dua material logam atau lebih
menjadi satu melalui proses pencairan setempat,
dengan menggunakan elektroda gulungan (rod filler
metal) yang sama dengan logam dasarnya (base
metal) dan menggunakan gas pelindung.
Pengelasan MIG pada umumnya dilakukan
secara manual, yaitu proses pengelasan yang
dilakukan tanpa dibantu oleh alat bantu pengelasan.
Permasalahan yang sering terjadi pada pengelasan
ini antara lain pada kecepatan pengelasan yang tidak
konstan, dikarenakan masih memakai tenaga
manusia untuk menggerakan Torch atau Welding
Gun.

Dengan kecepatan pengelasan yang tidak


konstan tentunya akan menghasilkan hasil
pengelasan yang tidak konstan pula. Maka dengan
permasalahan yang terjadi diatas, peneliti akan
mengelas material ASTM A36 dengan melakukan
variasi polaritas. Proses pengelasan menggunakan
alat bantu dengan menetapkan kecepatan 350
mm/menit serta kecepatan wire feeder 9 m/menit.
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
karakteristik kekerasan hasil pengelasan material
ASTM A36 dengan melakukan variasi polaritas.
2. TEORI DASAR
a. Polaritas
Pada polaritas lurus (DC-) panas yang
diterima oleh elektroda yaitu sebesar 30% dan
pada benda kerjanya 70%. Sehingga pada
proses pengelasan ini akan menghasilkan
penembusan yang dangkal. Sedangkan untuk
mesin las polaritas terbalik (DC+) panas yang
diterima oleh elektroda yaitu 70% dan pada
benda kerjanya 30%, sehingga pada proses
pengelasan ini akan menghasilkan penembusan
yang dalam. Ketika menggunakan mesin las
tergantung pada pilihan elektroda yang
digunakan, beberapa elektroda SMAW di disain
khusus digunakan untuk mesin las polaritas

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

106

MAN-07

terbalik (DC+) dan polaritas lurus (DC-).


Adapula elektroda yang didisain untuk dapat
digunakan pada polaritas lurus (DC-) dan
polaritas terbalik (DC+) [Daryanto, 2010].

mikro dari logam tergantung dari kecepatan


pendinginannya dari temperatur terbentuknya
fasa awal sampai ke temperature kamar.
Karena perubahan struktur ini dengan
sendirinya sifat-sifat mekanik yang dimiliki
juga berubah. Pada dasarnya daerah
pengelasan terdiri dari 3 bagian yaitu logam
lasan, daerah pengaruh panas (HAZ) dan
logam induk tidak terpengaruh panas. Logam
las adalah bagian dari logam yang pada waktu
pengelasan mencair kemudian membeku.
Daerah pengaruh panas atau daerah HAZ
adalah logam dasar yang bersebelahan dengan
logam las yang selama proses pengelasan
mengalami siklus termal pemanasan dan
pendinginan cepat. Logam induk tak
terpengaruhi panas adalah logam yang selama
proses pengelasan tidak terjadinya struktur
dan sifat [Harsono Wiryosumarto dan Toshie
Okumura,1996].

Tabel Pembagian masukan panas [Daryanto,


2010]
Panas yang
diterima

Jenis polaritas
DC +

DC -

Benda kerja

1/3

2/3

Elektroda

2/3

1/3

b. Kampuh Las
Alur pengelasan dinyatakan oleh sepasang
sisi ujung dari dua logam yang akan disambung
dengan pengelasan. Persiapan kampuh las
meliputi persiapan ujung-ujung permukaan.
Sebuah kampuh las harus dirancang untuk
pengelasan yang efisien secara ekonomis dan
mudah
pelaksanaannya
dan
untuk
meminimalkan
jumlah
endapan
tanpa
menyebabkan cacat las. Ubah bentuk geometri
kampuh, sesuaikan dengan ketebalan logam
yang akan disambung : kampuh I, V, X, U atau
H harus dipilih sesuai penambahan ketebalan.

Gambar Bentuk Geometri Kampuh [Hery


Sunaryo,2008]

GambarDaerah Pengaruh Panas [Hery


Sunaryo, 2008]
d. Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan merupakan suatu
pengujian yang digunakan untuk mengetahui
harga kekerasan dari suatu material, dimana
kekerasan dapat didefinisikan sebagai ketahanan
suatu material terhadap deformasi permanen
oleh penekanan.

Kampuh las dapat dipersiapkan dengan


pemesinan atau pemotongan panas lainnya.
Metode pemotongan panas yang dapat dipakai
meliputi : pemotongan gas, pemotongan busur
plasma, pemotongan busur udara, pemotongan
laser, dsb. Yang paling umum dilakukan adalah
metode pemotongan gas. Jika kampuh
dipersiapkan dengan menggunakan pemotongan
gas atau pemotongan busur plasma, serpihan
serpihan kotoran pada permukaan harus
dibuang. Karena permukaan yang dipotong
secara kasar pada permukaan kampuh dapat
menyebabkan cacat las, maka hal-hal tersebut
harus diperbaiki dengan penggerindaan atau
dengan metode-metode lain yang tepat.
c. Daerah Terpengaruh Panas (HAZ)
Proses pengelasan melibatkan pemanasan
dan pendinginan, pada umumnya struktur

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Tabel 2.5 Berbagai Metode Uji Kekerasan


[Hery Sunaryo, 2008]
Penggolongan
Uji Brinell
(JIS Z 2213)
Uji Rockwell
Skala B
Skala C
(JIS X
2245)
Uji Vickers
(JIS Z 2244)
Uji Shore
(JIS Z 2246)

Lambang

Identor

HR
HRB

Bola baja yang


dikeraskan
Bola baja yang
dikeraskan

HRC

Mata intan

HV

Mata intan

HS

Palu dengan
intan di
ujungnya

HB

Kekerasan dapat diukur dengan cara


pengujian, dimana dalam penelitian ini
pengujian
kekerasan
dilakukan
dengan

107

MAN-07

menggunakan alat kekerasan Vickers (Vickers


Hardness Tester).
Uji kekerasan Vickers menggunakan
penumbuk piramida intan yang dasarnya
berbentuk bujur sangkar. Besarnya sudut antara
permukaan-permukaan piramida yang saling
berhadapan adalah 136. sudut ini dipilih karena
nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai
perbandingan yang diinginkan antara diameter
kekakuan dan diameter bola penumbuk pada uji
kekerasan brinell.
Agar diperoleh nilai kekerasan yang
cermat, sebaiknya harus diambil nilai rata-rata
dari pengujian sekurang-kurangnya tiga kali
penekanan yang berdekatan. Uji Vickers sama
halnya dengan pengujian lain, harus dilakukan
pada suhu antara 18o sampai 28o, dan
permukaan benda yang akan diuji juga harus
diamplas sampai licin atau mengkilap dan juga
harus dijaga supaya tidak terjadi perubahan
struktur oleh pengerjaan tersebut. Selain itu,
bidang penopang harus rata. Sehingga terletak
rapat pada benda uji dan garis kerja penekanan
juga harus tegak lurus dengan bidang uji.
Setelah penekanan pada alat Vickers
selesai, maka spesimen dapat dilihat hasil
penekanan
dengan
mikroskop.
Dengan
pembesaran yang dikehendaki, baik 50x, 100x,
200x, 500x dan akan didapat diagonal atau
diameter penekakan dari penetrator yang berupa
bujur sangkar.

polaritas DC- dan DC+. Filler metal menggunakan


filler rod AWS ER70S-6 berdiameter 1 mm. Setelah
sampel selesai dilas kemudian sampel dibawa ke
Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS)
Puspiptek, Serpong untuk dilakukan uji kekerasan
serta foto makro.
Lebih jelas untuk metodologi penelitian ini
dapat dilihat pada diagram alur penelitian dibawah.

Mulai

Studi Literatur

Persiapan Alat
dan Bahan

Proses pengelasan dengan polaritas DC + dan DC-,


kecepatan alat bantu las sebesar 350 mm/menit dan
kecepatan wire feeder sebesar 9 m/menit

Preparasi Sampel
pengujian

Uji Kekerasan dan Foto Makro

e. Alat Bantu Pengelasan [Rahmat Saleh, 2013]


Seperti yang dikutip dari sebuah penelitian
karya Rahmat Saleh yang berjudul Rancang
Bangun Alat Bantu Las Mig Straight Line Semi
Otomatis yang diharapkan berguna sebagai alat
bantu operator las MIG dalam melakukan
proses pengelasan, karena sistim kerja alat ini
adalah mengelas lurus pada benda kerja dengan
laju kecepatan mesin yang stabil sehingga akan
diperoleh hasil lasan yang baik secara otomatis.

Hasil & Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar Diagram Alur Penelitian


Gambar Alat Bantu Pengelasan
4.
3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan material pelat 8


mm yang dibentuk kampuh V tunggal. Material
tersebut kemudian dilas dengan menggunakan

Polaritas Terbalik (DC+)


Setelah dilakukan pengelasan dengan polaritas
terbalik kemudian spesimen dipotong, grinding, etsa,

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

108

MAN-07

dan fotomakro maka didapatkan gambar sebagai


berikut.

Pada gambar di atas terlihat adanya tanda X1,


X2 dan X3 pada base metal, HAZ serta weld metal
yang menandakan titik uji kekerasan dengan metode
vickers. Berdasarkan hasil uji menggunakan mesin
uji kekerasan Frank Finotest dengan metode Vickers
dengan beban 5 kgf pada daerah base metal, HAZ
serta weld metal di dapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel hasil uji kekerasan polaritas lurus (DC-)

Gambar Spesimen uji kekerasan polaritas terbalik


(DC+)
Pada gambar di atas terlihat adanya tanda X1,
X2 dan X3 pada base metal, HAZ serta weld metal
yang menandakan titik uji kekerasan dengan metode
vickers. Berdasarkan hasil uji menggunakan mesin
uji kekerasan Frank Finotest dengan metode Vickers
dengan beban 5 kgf pada daerah base metal, HAZ
serta weld metal di dapatkan hasil sebagai berikut.

Base
Metal

RATA
RATA

HAZ

RATA
RATA

Weld
Metal

RATA
RATA

190
190
188

189,3
3

241
223
220,5

228,16

176,5
179,5
173,5

176,5

Dari tabel hasil uji kekerasan (DC-) dan tabel


hasil uji kekerasan (DC+) dapat dibuat grafik
sebagai berikut.
250
200
150
100
50
0

Tabel hasil uji kekerasan polaritas terbalik (DC+)


Base
Metal
185
186,5
188

RATA
RATA

HAZ

186,5

206
208
195

RATA
RATA

Weld
Metal

203

172
165
164

RATA
RATA

BaseMetal

Setelah dilakukan pengelasan dengan polaritas


lurus kemudian spesimen dipotong, grinding, etsa,
dan fotomakro maka didapatkan gambar sebagai
berikut.

Weld Metal

Polaritas lurus (DC-)

167

Polaritas Lurus (DC-)

HAZ

Polaritas terbalik (DC+)


Grafik hasil uji kekerasan polaritas lurus (DC-) dan
polaritas terbalik (DC+)
Berdasarkan grafik di atas dapat terlihat bahwa
hasil
pengelasan
dengan
polaritas
lurus
menghasilkan nilai kekerasan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan polaritas terbalik. Pada
pengelasan dengan polaritas DC+ didapatkan hasil
rata-rata kekerasan pada daerah base metal 186,5,
HAZ 203, weld metal 167. Pengelasan dengan
polaritas DC- didapatkan hasil rata-rata kekerasan
pada daerah base metal 189,33, HAZ 228,18, weld
metal 176,5.
5.

Gambar Spesimen uji kekerasan polaritas lurus (DC)

KESIMPULAN
Pada pengelasan dengan polaritas DC+
didapatkan hasil rata-rata kekerasan pada daerah
base metal 186,5, HAZ 203, weld metal 167.
Pengelasan dengan polaritas DC- didapatkan hasil
rata-rata kekerasan pada daerah base metal 189,33,
HAZ 228,18, weld metal 176,5.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

109

MAN-07

6.

REFERENSI

[1]. ASME Section IX. Qualification Standard For


Welding and Brazing Procedures, Welder,
Brazors, and Welding and Brazing Operators,
New York, 2004.
[2]. Daryanto, Proses Pengolahan Besi dan Baja
(Ilmu Metalurgi), Bandung :Saran Tutorial
Nurani Sejahtera. 2010.
[3]. Harsono Wiryosumarto dan Toshie Okumura,
Teknik Pengelasan Logam, (Jakarta : Pradnya
Paramita, 2000).
[4]. Saleh, Rahmat, Rancang Bangun Alat Bantu
Las MIG Straight Line Semi Otomatis.
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Negeri
Jakarta, 2013.
[5]. Sunaryo, Hery. Teknik Pengelasan Kapal jilid
2,Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Kejuruan. 2008.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

110

MAN-08

MESIN PENGHANCUR GELAS PLASTIK BAGI KETAHANAN EKONOMI


MASYARAKAT DI KEPULAUAN SERIBU
Darwin R.B Syaka*, Imam Basori, Ahmad Kholil
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
*e-mail : darwin_syaka@yahoo.com
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki persoalan sampah dan penanganan
kemiskinan di kepulauan kecil dan terpencil. Salah satunya dikepulauan seribu. Populasi sampah gelas
plastik meningkat menjadi daya untuk dijual kembali ke pengolah sampah namun, dengan tingginya biaya
transportasi dan volume yang terbatas serta harga yang rendah dari gelas plastik belum diolah
menyebabkan sampah plastik ini tidak menarik secara ekonomis. Oleh karena itu agar nilai sampah gelas
plastik ini dapat meningkat, maka diperlukan suaut upaya untuk meningkatkan nilai sampah ini secara
ekonomis salah satunya yaitu dengan mencacahnya menjadi ukuran kecil sehingga memiliki harga yang
lebih tinggi dan volume angkut yang besar, sehingga sudah siap untuk langsung diolah oleh industri daur
ulang. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah pengembangan mesin pemotong gelas plastik
untuk usaha mikro atau rumah tangga dalam rangka menjalankan usaha pengolahan limbah sampah
plastik. Proses pemotongan dibuat dengan mengacu pada penelitian yang sudah dilakukan yaitu bentuk
cutter memiliki dua tahapan pemotongan secara berurutan. Pertama, proses pemipihan gelas plastik oleh
upper roller. Kedua, proses pemotongan mamanjang dan menyilang oleh cutter roller. Pada tahapan ini
roller memotong lembaran gelas plastik menjadi kecil-kecil dimana untuk mengefektifkan proses
pemotongan maka rasio putaran antara poros pemipih dan poros pemotong dibuat rasio 27 : 37 rpm.
Ukuran potongan yang dihasilkan berukuran <10 x 40 mm yakni ukuran ini bisa diterima pasar. Hasil
pengujian mesin pemotong gelas plastik dapat memotong 8 kg dalam waktu 1,5 jam dengan kecepatan
potong rata-rata adalah 6,33 detik untuk setiap gelas plastik. Kualitas potongan rata-rata 83% hasil
potongan memiliki ukuran <10 x 40 mm dengan kebisingan maksimum hanya 78 db.

Kata Kunci: pengolahan sampah, gelas plastik, usahan mikro, mesin pemotong, .

1.

Pendahuluan

Sampah plastik adalah salah satu sampah


yang bersumber dari bahan bakar. Populasi sampah
plastik ini kian meningkat seiring dengan produksi
makanan siap saji yang diproduksi perusahaan.
Contoh yang paling sering kita lihat adalah sampah
gelas atau botol air mineral jumlahnya semakin
meningkat karena pola masyarakat yang serba
praktis atau karena tidak tersedianya air tawar
seperti di Kepulauan Seribu, banyak penduduk
mengandalkan air mineral dalam kemasan untuk
kebutuhan sehari-hari. Selain itu dikepulauan
tersebut juga menjadi tempat wisata menarik
sehingga menarik wisatawan untuk berkunjung dan
membawa sampah plastik air mineral. Penanganan
sampah gelas air kemasan tidak ada yang secara
langsung oleh konsumen rumahan. Sampah biasanya
dikumpulkan pemulung kemudian dilakukan
penghancuran di tempat pengolahan sekitar Tempat
Pembuangan Sampah (TPA). Jika dijual, gelas-gelas
bekas akan dihargai jauh lebih murah bila
dibandingkan dengan harga serpihan. Gelas-gelas
bekas air mineral jika djual langsung hanya dihargai

Rp. 4.000 - Rp. 6.000/kg. tergantung kebersihan


gelas. Jika gelas-gelas plastik sudah dihancurkan
menjadi serpihan kecil harganya bisa mencapai
Rp.12.000 - Rp. 14.000/kg. Nilai tambah ini menjadi
daya tarik industri pengolahan limbah plastik dengan
memanfaatkan pemulung dan pengepul sampah.
Pengolahan sampah gelas plastik yang ada
sekarang menggunakan mesin berkapasitas besar
karena mesin yang ada di pasar adalah skala industri
dan harganya mahal. Kapasitas besar tersebut tidak
memungkinkan untuk mengolah sampah gelas
plastik buangan dari rumah tangga. Satu rumah atau
kantor tidak memproduksi sampah gelas plastik
banyak kecuali ada acara atau kegiatan yang
mengundang banyak orang. Berdasarkan hal tersebut
perlu ada pengembangan mesin yang skala kecil dan
mudah dibawa (portable).
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini
adalah pengembangan mesin pemotong gelas plastik
untuk usaha mikro atau rumah tangga dalam rangka
menjalankan usaha pengolahan limbah sampah
plastik.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

111

MAN-08

2.

Metode Penelitian

3.

Bentuk desain cutter yang dikembangkan


adalah dengan beberapa tahapan tetapi dalam satu
arah pemotongan. Desain cutter baru dapat dilihat
pada gambar 1. Ada tiga tahapan proses, yaitu
proses pemipihan gelas plastik dengan upper roller,
proses pemotongan mamanjang oleh center roller,
dan proses pemotongan menyilang oleh lower roller.
Pada tahapan terakhir ini roller memotong lembaran
dari gelas plastik menjadi kecil-kecil. Tahapantahapan proses pemotongan dapat dilihat pada
gambar 1.
kemasan
gelas plastik
roller pemipih

pisau penghancur

Hasil dan Pembahasan

Kapasitas disain dan hasil pengujian kecepatan


potong mesin dengan menggunakan sampah gelas
kemasan air minum merk aqua dapat dilihat
hasilnya pada tabel I. waktu pemotongan dihitung
saat kemasan gelas plastik telah masuk ke hoper dan
akan terkait dengan poros pemipih hingga berakhir
kemasan gelas plastik tersebut masuk ke bak
penampungan serpihan plastik.
Desain pemotong gelas plastik ini awalnya
didisain dengan kapasitas 8 kg/jam, atau bila diubah
dalam bentuk gr/detik menjadi 2,2 gr/dt maka, bila 1
kemasan beratnya adalah 3 gr, maka diperlukan
waktu selama 6,7 detik. Namun demikian,
berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan ternyata
untuk memotong 1 kemasan seberat 3 gr
memerlukan waktu selama 7 detik, sehingga untuk
memotong gelas plastik seberat 8 kg pun
memerlukan waktu yang lebih lama dari pada waktu
yang direncanakan yaitu selama 1,5 jam.
Tabel I Kecepatan Potong
Aqua Gelas
1 kemasan ( 3 gr )
50 kemasan

Gambar 1 Proses pemotongan pada cutter

8 kg (2667 kemasan)
Mesin ini menggunakan daya motor listrik
yang digunakan = 0,18 HP / 135 watt, dengan
kecepatan putaran motor = 3000 rpm, dimana
Kecepatan potong pisau = 70 mm/s dan Kecepatan
putaran poros pisau = 37 rpm serta Kecepatan
putaran poros pemipih = 27 rpm. Pada tahapan ini
roller memotong lembaran gelas plastik menjadi
kecil-kecil dimana untuk mengefektifkan proses
pemotongan maka rasio putaran antara poros
pemipih dan poros pemotong dibuat rasio 27 : 37
rpm Dimensi Mesin = 31 cm x 36 cm x 45 cm dan
Berat keseluruhan mesin = 12 kg.
Poros pemipih berjumlah 2 buah yang saling
berhimpitan dengan celah 1 3 mm. Penghancuran
kemasan gelas plastik hanya dilakukan oleh 2 pisau
melingkar yang berpasangan. Jarak pisau melingkar
atau pisau cicin ini 3 mm setiap poros. Sehingga
total pisau cicin yang ada setiap pisau adalah 84
pisau.
Prinsip pemotongan pisau ini sama dengan
prinsip kerja pada saat memotong dengan gunting.
Jadi, benda akan terpotong tidak secara sekaligus
putus, namun dengan teknik pemotongan yang
menyudut. Beberapa peralatan ukur, seperti
stopwacth untuk menghitung waktu kecepatan
potong, decibel meter untuk mengukur kebisingan
mesin dan tachometer untuk mengukur rpm dan
kecepatan keliling digunakan untuk penghitung
kinerja dari mesin pemotong gelas plastik ini.

Hasil ( waktu )
disain
pengujian
6,7
7 detik
detik
5,5
6 menit
menit
1 jam
1,5 jam

Berdasarkan survey beberapa produk


kemasan gelas plastik yang beredar dipasaran,
ternyata setiap jenis produk kemasan gelas plastik
itu memilliki bentuk dan ketebalan yang berbedabeda, akibatnya kecepatan potong setiap kemasan
gelas plastik yang berbeda produk itu pun berbeda
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. Namun
demikian, perbedaan waktu kecepatan potong
tersebut tidak terlalu berarti (siknifikan), dimana
rata-rata waktu potong yang diperlukan adalah
sekitar 6,3 detik.

Gambar 2 kecepatan potong kemasan gelas plastik


berdasarkan merk produk kemasan

Hasil pemotongan (serpihan) 1 merk produk


kemasan air mineral (produk merk Aqua), dalam
bentuk persen berat hasil serpihan masing-masing
ukuran dibagi berat gelas plastik sebelum

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

112

MAN-08

dihancurkan, kemudian hasilnya dikalikan 100 %


ditunjukkan pada gambar 3.
Hasil potongan yang diinginkan adalah hasil
potongan dengan ukuran 10x40 mm namun
ternyata tidak semua hasil potongan seperti yang
diharapkan. Berdasarkan hasil seperti yang
ditunjukkan gambar 3 banyaknya jumlah kemasan
yang dipotong tidak banyak berpengaruh terhadap
ukuran hasil serpihan potongan, dimana hasil
potongan kemasan gelas plastik air mineral (produk
merk Aqua) rata-rata 87% memiliki ukuran
10x40 mm.

Gambar 3 Hasil Pemotongan (serpihan) dari satu


merk kemasan gelas plastik

Gambar 4 menunjukkan hasil pemotongan


beberapa produk kemasan gelas plastik yang beredar
dipasaran. Oleh karena setiap jenis produk kemasan
gelas plastik itu memilliki bentuk dan ketebalan
yang berbeda-beda, hal ini mengakibatkan
prosentase berat ukuran hasil pemotongan setiap
kemasan gelas plastik yang berbeda produk itu pun
berbeda, dimana untuk ukuran hasil potongan yang
diinginkan yakni ukuran 10x40 mm berkisar antara
72 93% dengan rata-ratanya yaitu 83%.

Gambar 4 Hasil Pemotongan (serpihan) dari


beberapa merk kemasan gelas plastik
Berkaitan dengan saaran mesin ini yang akan
ditujukan untuk usaha mikro atau usaha rumah
tangga, maka faktor kebisingan alat ini menjadi hal
yang penting agar tidak mengganggu lingkungan
saat mesin ini dioperasikan. Berdasarkan
standarisasi mesin, tingkat kebisingan dalam db
yang diperbolehkan adalah < 80 dengan jarak 1 m
dari alat uji atau operator (ristek, 2008), ini berarti
mesin ini harus dapat beroperasi dibawah tingkat
kebisingan itu.

Gambar 5 Suara kebisingan mesin saat beroperasi

Banyaknya kemasan gelas plastik yang dapat


sekaligus dihancurkan (dipotong) oleh mesin ini
adalah 2 buah. Oleh kerena itu pengujian kebisingan
dilakukan maksimal menghancurkan 2 buah
kemasan secara sekaligus. Semakin jauh dari mesin,
maka tingkat kebisingan mesin ini juga semakin
kecil, seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.
Untuk jarak 1 meter dari mesin (seperti yang
disyaratkan oleh standarisasi), tingkat kebisingan
mesin ini dibawah 70 db, bahkan untuk jarak yang
lebih dekat yaitu 0,5 m, tingkat kebisingan mesin ini
maksimum adalah 78 db dan masih dibawah 80 db.
Hal ini berarti mesin penghancur kemasan
gelas plastik ini layak untuk dioperasikan
dilingkungan usaha mikro atau rumah tangga tanpa
menggangu
atau
menimbulkan
kebisingan
dilingkungan tersebut.
4.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan


ini, dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain
asebagai berikut ;
1) Rata-rata waktu potong yang diperlukan pada
kemasan gelas plastik pada beberap merk produk
kemasan yang beredar dipasaran adalah sekitar
6,3 detik.
2) Prosentase berat ukuran hasil pemotongan setiap
kemasan gelas plastik yang berbeda produk
untuk ukuran hasil potongan yang diinginkan
yakni ukuran 10x40 mm berkisar antara 72
93% dengan rata-ratanya yaitu 83%.
3) Mesin penghancur kemasan gelas plastik ini
layak untuk dioperasikan dilingkungan usaha
mikro atau rumah tangga tanpa menggangu atau
menimbulkan kebisingan kelingkungan karena
tingkat kebisingan mesin ini masih dibawah
standar bisingan mesin industri.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dibiayai oleh Hibah Penelitian
Fundamental Tahun Anggaran 2015, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

113

MAN-08

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Ahmad Kholil, 2008, Aplikasi DFMA pada
perancangan mesin penghancur Gelas atau
Botol Plastik Air Mineral, Laporan Penelitian
Kompetisi Lemlit UNJ
[2]. Ahmad Kholil, 2009, Rancang bangun mesin
penghancur gelas plastik skala rumah tangga,
prosiding seminar SNTTM 8, Universitas
Diponegoro Semarang.
[3]. Boothroyd G Dewhurst P, Knight W, Product
design for Manufacture and Assembly, 2nd
edition, Marcel Dekker, Inc. New York.
[4]. Darmawan Harsokoesoemo H,
Pengantar
Perancangan Teknik (Perancangan Produk),
Edisi Kedua, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
[5]. Parthiban Delli, Ming Leu, Unigraphics-NX3
for Engineering Design, Departmen of
Mechanical and Aerospace Engineering
University of Missouri, Rolla.
[6]. Shigley JE, Mitchell L D, 2001, Mechanical
Engineering Design, Sixth edition, Mc Graw
Hill International Edition.
[7]. www.ristek.go.id/standarisasi mesin/ diakses
tgl 19 Desember 2008

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

114

MAN-09

PENGARUH BESARNYA ARUS DAN TEMPERATUR PENGELASAN


TERHADAP KEDALAMAN PENETRASI PADA BAJA LUNAK ST37
Hidir Efendi
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Medan
e-mail : hidirefendi23@gmail.com
ABSTRAK
Berbagai macam teknik pengelasan pada las busur (Arc Welding) dikenal dengan istilah posisi pengelasan,
dimana mempunyai besar penembusan (penetrasi) serta pengaturan jarak busur las dengan benda kerja (bahan)
berbeda. Akibat jarak nyala busur terhadap benda kerja yang berbeda maka temperatur (panas) dari
pengelasan akan berbeda. Penyebab lain yaitu faktor tebal pelat, arus las, bentuk pengerjaan (sambungansambungan) dan diameter elektroda. Faktor-faktor tersebut merupakan masalah yang perlu dipecahkan.
Paper ini memperkenalkan suatu metoda pengelasan di bawah tangan. Data temperatur, kecepatan
geser, dan penetrasi masing-masing di buat dalam bentuk tabulasi selanjutnya diolah dengan menggunakan
grafik perbandingan antar varibel. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa pada jenis sambungan I
semakin tinggi temperatur semakin dalam penetrasinya, pada jenis sambungan tumpang dan sambungan sudut
T terjadi variasi temperatur dan kedalaman penetrasi yang bergantung kepada tebal pelat dan diameter
elektroda yang digunakan, begitupula halnya semakin besar arus yang diberikan untuk masing-masing jenis
pengelasan, maka semakin cepat pula kecepatan geser pengelasan.
Kata kunci: teknik pengelasan, elektroda, arus dan temperatur pengelasan, penetrasi

PENDAHULUAN
Cara penyambungan logam dengan las ternyata
merupakan pekerjaan yang penting dalam pabrikasi
logam, terutama kalau mutu harus memenuhi suatu
standar tertentu. Dalam hal ini pemilihan proses las
busur, pemilihan bahan tambah, kwalifikasi,
prosedur pengelasan dan pelaksanaan pengujian
mutu harus dilakukan mengikuti aturan yang berlaku
dalam standard. Menurut Deutche Industri Normen
(DIN), pengelasan adalah penyambungan logam
dengan ikatan metalurgi yang dilaksanakan pada
waktu logam dalam keadaan mencair. Berdasarkan
definisi tersebut, pada pengelasan logam diperlukan
energi panas yang cukup untuk mencairkan sebagian
logam pada sambungan. Bila untuk menyambung
memerlukan bahan tambah, maka bahan tambah
juga harus mencair agar bersama-sama dengan
logam dasar membentuk endapan las. Energi panas
yang diperlukan untuk mencairkan sebagian bahan
dasar dan bahan tambah dapat diperoleh dari
berbagai macam cara antara lain melalui
pembakaran gas, busur listrik, resistansi listrik, dan
sebagainya.
Penggunaan proses pengelasan selain untuk
pekerjaan pembuatan produk baru, juga banyak
dipakai untuk pekerjaan perawatan dan reparasi.
Berbagai jenis logam dapat dilas antara lain Baja
Karbon, Baja Paduan Rendah, Baja Tahan Karat dan
paduan Non Ferro, misalnya: Nikel, Aluminium,
Tembaga, Titanium, dan lain sebagainya.
Berbagai macam teknik pengelasan dalam
pelaksanaannya pada las busur (Arc. Welding)
dikenal dengan istilah posisi pengelasan yaitu: Posisi

Bawah Tangan (Down Hand Position), Posisi


Mendatar (Horizontal Position), Posisi Tegak Naik
(Vertical Up Position), Posisi Atas Kepala
(Overhead Position), mempunyai besar penembusan
(penetrasi) serta pengaturan jarak busur las dengan
benda kerja (bahan) juga berbeda. Akibat jarak nyala
busur terhadap benda kerja yang berbeda maka
temperatur (panas) dari pengelasan juga akan
berbeda. Penyebab lain diantaranya, faktor tebal
plat, arus las, dan bentuk pengerjaan (sambungansambungan) dan diameter elektroda.
Faktor-faktor di atas merupakan masalahmasalah yang perlu dipecahkan, namun pada
penelitian ini yang menjadi pokok bahasan adalah
seberapa besar pengaruh panas yang tinggi terhadap
penetrasi dengan pengelasan pada las busur AC.
Dari uraian di atas, maka yang menjadi tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh tingginya temparatur pengelasan terhadap
penetrasi pada pengelasan posisi bawah tangan dan
untuk mengetahui dalamnya penembusan dengan
variasi diameter elektroda.
BAHAN DAN METODA
Bahan
Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini
berupa plat baja lunak ST37 yang dipotong
berbentuk strip-strip dengan ukuran: 22 6 100
mm, 22 8 180 mm, dan 22 10 100 mm.
Bentuk dan dimensi dari spesimen yang digunakan
untuk perlakuan pengelasan dengan metoda
sambungan I, sambungan tumpang, dan sambungan
sudut T, dengan panjang (p) = 100 mm, tebal (t) = 6,

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

115

MAN-09

8, dan 10 mm serta lebar (l) = 22 mm, seperti


Gambar 1.

Berikut ini arus pengelasan dalam ampere juga dapat


diambil berdasarkan rumus:

H = Panas yang timbul (J/in)


I = Arus las listrik yang dipakai (Ampere)
E = Tegangan tertutup pada saat pengelasan
(Volt)
V = Kecepatan geser pengelasan (in/menit)

I K D ................................................. (2)

l
Gambar 1. Geometrik dan dimensi spesimen ST37

Elektroda
Standarisasi elektroda, baik dalam JIS maupun
ASTM didasarkan pada jenis fluks, posisi
pengelasan dan arus las. Elektroda yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan spesifikasi
terbungkus dari baja lunak (JIS Z3211 1978).
Klasifikasi JIS D4313, dimana jenis fluks oksida
titan, dan posisi pengelasan mengelas posisi
mendatar, vertikal, di atas kepala, horizontal. Untuk
jenis listrik yang digunakan AC dan DC, dimana
elektrodanya Negatif sedangkan logam lasan positif.
Spesifikasi elektroda terbungkus dari baja lunak
(AWS A5.1-64T) klasifikasi AWS-ASTM E-60-13,
dimana kekuatan tarik terendah kelompok E-60
setelah dilas adalah 42.2 kg/mm2 untuk posisi bawah
tangan. Untuk posisi pengelasan mendatar,
horizontal, vertikal dan di atas kepala dengan
kekuatan tarik 47,1 kg/mm2, kekuatan luluh 38,7
kg/mm2
dan
perpanjangan
17%
(Wiryo
Sumarto,1979).

Arus Listrik Las


Mesin las arus bolak-balik (AC) mempunyai
beberapa keuntungan dibandingkan dengan mesin
las arus searah (DC), diantaranya adalah harganya
lebih murah, efisiensi kerja lebih tinggi dan
perawatan yang mudah. Mutu yang dihasilkan
mesin-mesin AC sama baiknya dengan mutu yang
dihasilkan mesin DC. Tegangan hubungan terbuka
(open circuit) dari sebuah mesin arus bolak-balik
(AC) sangat penting, karena beberapa kawat las
memerlukan tegangan cukup tinggi untuk mencegah
terjadinya pemotongan (busur mati) pada waktu
pengelasan busur dilaksanakan. Tegangan hubungan
terbuka tergantung dari perencanaan mesin tersebut.
Brick, Pense, dan Gordon (1977) memformulasikan
hubungan antara arus listrik yang dipakai, kecepatan
geser elektroda dan panas yang timbul akibat proses
pengelasan berlangsung secara matematis sebagai
berikut:
H

I E 60
V

dimana:

atau V

I E 60 ....... (1)
H

dimana:
I = Arus listrik ( Amper las ).
K = Koefisien perbandingan, dimana untuk
elektroda grafit, K = 18 22 A/mm,
dan elektroda karbon, K = 5 - 8 A/mm.
D = Diameter
daripada
elektroda
(mm),
(Arifin,1977)
Posisi Pengelasan
Adapun sikap dan posisi pengelasan terdiri dari
empat macam yaitu; Posisi bawah tangan (Under
hand), Posisi mendatar (Horizontal), Posisi tegak
naik/turun (Vertical up/down), dan Posisi di atas
kepala (Over head).
Pengelasan sebaiknya dilakukan pada posisi
bawah tangan. Menurut Althouse (1984): Secara
alami posisi bawah tangan adalah posisi yang
menguntungkan karena adanya percepatan gravitasi
bumi akan menentukan terbentuknya manik las
(jalur las) dan kondisi serta kesiapan tukang las itu
sendiri pada saat bekerja .
Pengelasan dapat dikatakan berhasil dan
berkualitas apabila memperhatikan dan mengikuti
prosedur pengelasan yang benar diantaranya:
Pemilihan elektroda las, Pengaturan amper-las
disesuaikan dengan tebal bahan dan sudut
pengelasan/sudut elektroda las serta kecepatan geser
elektroda (Wiryo sumarto, 1981).

HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian didasarkan atas hasil
pencatatan dan analis penelitian. Dalam pelaksanaan
pencatatan data ini dilakukan sebanyak 108 kali
percobaan pengelasan. Dari setiap pengelasan selalu
dicatat untuk pengambilan data/sampel dengan
mencatat temperatur benda kerja pada saat proses
pengelasan, kecepatan geser elektroda dan penetrasi
terhadap bahan. Pencatatan ini dilakukan pada
masing-masing perlakuan kelompok yang berbeda,
seperti tebal bahan diameter elektroda, amper-las
yang digunakan dan jenis pekerjaan pengelasan yang
dilakukan.
Untuk mengetahui hasil dari setiap pengelasan,
maka dilakukan dengan cara pemotongan benda
percobaan tersebut kemudian dikikir dan digosok
sampai halus bidang yang dipotong, lalu dicelupkan
kecairan etsa maka akan kelihatanlah penetrasi lasan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

116

MAN-09

terhadap bahan. Kemudian diukur dengan


menggunakan jangka sorong dan dilakukanlah
pencatatan kasus demi kasus.
Karena
banyaknya
data
yang
harus
ditampilkan, maka pada kesempatan ini metode
pentabulasian dan pengeplotan data didasarkan atas
ketebalan
spesimen
dan
variasi
diameter
elektrodanya.
Dari gambar grafik yang ditampilkan
memberikan informasi bahwa pada jenis sambungan
I, semakin tinggi tinggi temperatur semakin dalam
penetrasinya, tetapi tidak sama halnya dengan jenis
sambungan tumpang dan sambungan sudut T,
dimana pada kedua jenis sambungan ini terjadi
variasi temperatur dan kedalaman penetrasi yang
bergantung kepada tebal pelat dan diameter
elektroda yang digunakan.

(a) elektroda 2,6 mm

(b) elektroda 3,2 mm

(a) elektroda 2,6 mm


(c) elektroda 4,0 mm

(b) elektroda 3,2 mm

Gambar 3. Hubungan arus las, penetrasi dan


temperatur lasan untuk tebal pelat 8 mm

(c) elektroda 4,0 mm


(a) elektroda 2,6 mm

Gambar 2. Hubungan arus las, penetrasi dan


temperatur lasan untuk tebal pelat 6 mm

(b) elektroda 3,2 mm

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

117

MAN-09

dan penetrasi masing-masing di buat dalam bentuk


tabulasi selanjutnya diolah dengan menggunakan
grafik perbandingan antar varibel.

(c) elektroda 4,0 mm

Gambar 4. Hubungan arus las, penetrasi dan


temperatur lasan untuk tebal pelat 10 mm

PEMBAHASAN
Variabel yang diamati
Rancangan penelitian menggunakan rancangan
eksperimen dengan beberapa variabel yang akan
diteliti. Untuk penelitian ini, variabel yang telah
ditentukan adalah bahan, arus listrik, diameter
elektroda dan posisi pengelasan. Sedangkan variabel
dari hasil pengelasan adalah; Temperatur
pengelasan, Kecepatan geser pengelasan, dan
Penetrasi (Penembusan Lasan).
Obyek penelitian pengelasan las busur ini
adalah pengaruh panas yang tinggi terhadap
Penetrasi (Penembusan) dan kecepatan geser.
Variabel yang mempengaruhi hasil penelitian yaitu:
Bahan, Amperlas, Diameter Elektroda dan Jenis
Pengelasan.
Rangkaian penelitian pengelasan untuk
mendapatkan data pengelasan temperatur yang
tinggi di dalam pengelasan di kelompokkan
berdasarkan diameter elektroda yang kecil dan tebal
plat yang tipis serta besar amper yang digunakan
dimulai dari amper terkecil 75A sampai amper
terbesar 140A
Teknik pengumpulan dan pengolahan data
Pengumpulan data di lakukan untuk
mengidentifikasi seberapa besar temperatur panas
yang tinggi yang ditimbulkan dari pengelasan busur
dan untuk mengetahui kecepatan geser elektroda dan
penetrasinya dengan berbagai macam percobaan
pengelasan dengan amper-las yang berbeda dan
dengan ketebalan bahan yang berbeda pula.
Pengambilan data dilakukan secara visual
dilakukan dan dicatat untuk keseluruhan pengelasan.
Semua hasil (spesimen) yang telah diuji coba di
catat dan di kumpulkan untuk dijadikan data hasil
penelitian.
Data yang di dapatkan dari percobaan
penelitian berupa data temperatur, kecepatan geser

KESIMPULAN
Hasil dari pengelasan dengan penggunaan arus
las dan pengaruhnya terhadap penetrasi untuk jenis
pengelasan Sambungan I, Sambungan Tumpang,
Sambungan Sudut T dengan menggunakan arus
yang berbeda dan menggunakan elektroda 2,6
mm, 3,2 mm, dan 4,0 mm akan diperoleh
penetrasi, kekuatan sambungan lasan. Semakin
dalam penetrasinya, semakin kuat sambungannya.
Semakin tipis penetrasinya, semakin tipis
penyambungannya, maka kekuatan sambungannya
semakin berkurang.
Semakin besar arus yang diberikan untuk
masing-masing jenis pengelasan, maka semakin
cepat pula kecepatan geser pengelasan yang
dimungkinkan dengan semakin dalam penetrasinya.
Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan
beberapa hal penting bahwa dengan menggunakan
arus las yang
disesuaikan standar pengelasan dari industri akan
dapat ditentukan temperatur yang tepat untuk
penetrasi. Dengan demikian cara ini akan dapat pula
diketahui kecepatan geser minimal dan maksimal.
Pengelasan dengan mesin atau semi otomatis yaitu
tidak dengan cara manual, sehingga faktor-faktor
yang kurang terkontrol dapat di netralisir. Dalam
melakukan pengelasan terhadap konstruksi suatu
mesin, pemipaan, dek kapal, penggunaan pada ketelketel uap pada dunia industri/usaha perbengkelan
yang harus diidentifikasi cara pemilihan variabel
yang mempengaruhi pengelasan agar hasil
pengelasan dan kekuatan sambungannya baik dan
kuat.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Althoese, (1984), Modern Welding, Illionis The
Good Heart Will Co.Inc. Pub.
[2]. Arifin, S, (1977), Las Listrik Otogen, Jakarta ,
Ghalia Indonesia.
[3]. Brick, R. N. Pense, A.W, and Gordon, R. B.,
(1977), Structure and Properties Test of
Engineering Material. London. Mc. Graw-Hill
Kogakusha, Ltd.
[4]. Smith, FJM., (1981), Basic Fabrication and
Welding Engineering, Longman Group
Limited.
[5]. Wiryosumarto, H dan Okumura, T., (1979),
Teknologi Pengelasan Logam, Jakarta PT.
Pradiya Paramita

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

118

OTO-01

STUDI KOPARASI EFEKTIVITAS PENGGUNAAAN AIR


PENDINGIN KOMERSIAL PADA MOTOR BENSIN 4 SILINDER
2000cc
Agung Sudrajad, Ipick Setaiwan, Hasrul Wijaya
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,
Cilegon
Jl. Jend. Sudirman Km.3 Cilegon, 42435
agung@untirta.ac.id
Abstrak
Studi komparasi penggunaan air pendingin (coolant) komersial yang ada dipasaran pada pengujian motor bensin
2000cc telah dilaksanakan. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dan mengetahui efektifitas dari air pendingin
dengan beberapa variasi jenis coolant. Ekperimen penelitian dilakukan dengan pengujian dari beberapa jenis pendingin
pada alat uji mesin 2000cc pada variasi beberapa kondisi kerja mesin. Pengujian dilakukan di laboratorium prestasi
mesin Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Hasil pengujian menunjukkan , nilai efektifitas radiator
tertinggi pada pengujian coolant tipe I mencapai 57,6% dengan penurunan temperatur coolant mencapai 3,2C,
efektifitas radiator pada pengujian coolant tipe II yaitu 55,4%, dan efektifitas terendah mencapai 54,4% pada pengujian
air.
Kata kunci : Radiator, Air Pendingin (Coolant), Temperatur, Mesin 2000cc

1. Pendahuluan
Sistem pendinginan pada motor berfungsi
untuk menurunkan temperatur pada mesin yang
terjadi dari proses pembakaran. Proses pembakaran
selanjutnya akan menghasilkan tenaga mekanis
yang kemudian akan menggerakkan mesin. Akibat
lain dari proses pembakaran adalah adanya panas
yang apabila tidak didinginkan akan merusak
komponen dari mesin itu sendiri. Sistem
pendinginan (cooling system) adalah suatu
rangkaian untuk mengatasi terjadinya over
heating pada mesin agar mesin tetap bekerja secara
optimal.
Hasil pembakaran pada motor bakar yang
menjadi tenaga mekanis hanya sekitar 23%,
sebagian panas keluar menjadi gas bekas dan
sebagian lagi hilang melalui proses pendinginan.
Energi panas selebihnya akan dibuang melalui
emisi gas buang sebesar 36%, hilang akibat adanya
gesekan dan memanaskan minyak pelumas sebesar
7%, dan sisanya sekitar 33% hilang diserap oleh
pendinginan.

1.

2.

Menghitung dan menganalisa efektifitas


radiator, dengan melakukan perbandingan
beberapa varian jenis coolant dan air.
Menganalisa viskositas air pendingin pada
radiator.

2. Pelaksanaan Penelitian
Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian air
coolant pada mesin bensin 4 silinder 2000cc dengan
menggunakan 3 varian yaitu coolant tipe I, coolant
tipe II dan air serta 3 variabel putaran mesin yaitu
1500, 3000 dan 4500 rpm.
Selanjutnya, untuk mengetahui bagaimana
efek kinerja coolant tersebut dari mesin dengan
menggunakan alat bantu thermocople, yang berguna
untuk menentukan temperatur suhu yang dihasilkan
oleh motor bensin 4 silinder 2000cc. Dari hasil
pengujian ini akan didapatkan data yang dibutuhkan
untuk perbandingan. Secara umum, diagram alir
dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Saat ini banyak sekali air pendingin (coolant)


yang beredar di pasaran. Jenis dan spesifikasi
coolant yang ada sangat beragam. Untuk setiap
mesin mempunyai karakteristik sendiri dalam
system pendinginnya. Penelitian ini mengambil
beberapa coolant sebagai bahan penelitian dengan
tujuan sebagai berikut:

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

119

OTO-01

Gambar 2 Mesin bensin 4 silinder 2000 cc

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian

b. Radiator
Radiator berfungsi mendinginkan cairan
pendingin yang telah menjadi panas setelah melalui
saluran water jacket. Konstruksi radiator terdiri dari
upper tank (tangki atas), radiator core (inti radiator)
dan lower tank (tangki bawah).

Peralatan Pengujian :
a. Mesin Bensin 4 Silinder 2000cc
Penelitian ini menggunakan mesin bensin 4
silinder 2000cc merk Toyota Innova dengan
spesifikasi sesuai data table 1 sebagai berikut:
Tabel 1 Spesifikasi Mesin Bensin 4 silinder
2000cc

Gambar 3 Radiator dan Indikator Panel

c. Panel Indikator
Panel indikator selain sebagai alat ukur
kecepatan putaran mesin (rpm), dapat juga
berfungsi untuk :
1. Jika oli pada mesin sudah hampir habis
maka indikator yang berlambang seperti
tetesan oli akan berwarna merah.
2. Jika terdapat lambang plus dan minus di
dalam kotak berwarna merah pada
speedometer, itu menandakan ada masalah
dalam sistem kelistrikan mesin atau
kondisi accu tidak sempurna.
3. Jika terjadi suatu masalah pada mesin,
maka speedometer akan menunjukan
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

120

OTO-01

lambang seperti gambar kepala hidran


berwarna kuning.
4. Untuk melihat besaran dari kecepatan
putaran mesin.
5. Pada speedometer terdapat indikator suhu
mesin. Jika mesin terlalu panas (overheat)
maka jarum penunjuk akan begerak
menuju huruf H pada speedometer.
6. Adapula indikator bahan bakar untuk
mengetahui volume bahan bakar di dalam
tangki bahan bakar.
Sketsa Pengujian

7.

Atur kecepatan putaran


menekan pedal gas.

mesin

dengan

3. Hasil Penelitian dan Analisa


a. Perhitungan Perpindahan Panas Pada Cooling
System
Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui
efektivitas raditor, yang dilakukan dengan cara
mengambil data eksperimen alat uji dan hasilnya
diolah dengan menggunakan rumus perpindahan
kalor.
Efektifitas alat penukar kalor merupakan salah
satu hal yang sangat penting dalam mendesain
penukar kalor. Hal ini disebabkan karena parameter
efektifitas tersebut merupakan suatu gambaran
unjuk kerja sebuah penukar kalor .
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan
pada mesin bensin 4 silinder 2000 cc, diperoleh data
bahwa coolant I lebih tinggi menurunkan
temperatur mesin dimana pada putaran 4500 rpm
coolant mampu menurunkan suhu hingga 83 0 C.
Hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan coolant II
(820 C) dan menggunakan air murni (720 C).
Tabel 1 Data Hasil Percobaaan Coolant I

Gambar 4 Sketsa Pengujian

Keterangan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Aki
Radiator
Tangki Bahan bakar
Temperatur Keluar
Temperatur Masuk
Speedometer
Starter
Knalpot

Tabel 2 Data Hasil Percobaan Coolant II

Langkah Pengujian
Tahapan-tahapan yang dilakukan untuk
menjalankan mesin pada pengujian ini dilakukan
sebagai berikut :
1.

2.
3.
4.
5.
6.

Tabel 3 Data Hasil Percobaan Air

Cek seluruh peralatan uji apakah sudah


tersedia dan terpasang dengan benar serta
pastikan bahwa seluruh peralatan tersebut
dapat bekerja .
Cek bahan bakar pada tangki sudah terisi pada
level yang dibutuhkan.
Pastikan bahwa air radiator sudah terisi penuh.
Cek minyak pelumas sudah terisi pada level
yang diijinkan.
Menyalakan mesin dengan cara menekan
saklar ke posisi II.
Tunggu hingga jarum indikator bensin naik
lalu tekan tombol starter.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

121

OTO-01

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa


ketiga pengujian tersebut didapat nilai efektifitas
radiator pada pengujian 1 yaitu pada coolant I
sebesar 57,6%, pada pengujian 2 yaitu coolant II
sebesar 55,4%, dan pada pengujian 3 yaitu air
didapat hasil efektifitas radiator sebesar 54,4%.

Gambar 5. Temperatur Masuk Radiator dan


Keluar Radiator T1-T2 = Temperatur Total
Pada Ketiga Jenis Coolant
Grafik diatas menunjukan bahwa temperatur
terendah terdapat pada putaran mesin 1500 rpm
dengan menggunakan air, dengan kondisi yaitu
sebesar 670C, sementara menggunakan coolant II
menghasilkan sebesar 720C, dan dengan
penggunaan coolant I yaitu sebesar 720C.
Sedangkan kenaikan temperatur terjadi pada
putaran mesin 4500 rpm dengan menggunakan air
yaitu 720C, sementara menggunakan coolant II
yaitu 800C, dan menggunakan coolant I yaitu
sebesar 830C.

b. Nilai Efektifitas Air Pendingin


Efektifitas adalah suatu ukuran yang
menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas,
dan waktu) telah tercapai. Efektifitas mempunyai
beberapa
keuntungan
untuk
menganalisa
perbandingan berbagai jenis penukar kalor dalam
memilih jenis yang terbaik untuk melaksanakan
pemindahan kalor tertentu.

Dengan menggunakan coolant sebagai air


radiator maka akan membuat system radiator
menjadi lebih awet, karena didalam coolant
mengandung zat anti korosi sehingga dapat
melindungi bagian-bagian radiator agar tidak
mudah berkarat (korosi). Sistem pendinginan juga
akan lebih baik, karena coolant lebih bagus dalam
menghantarkan panas dari mesin sehingga mesin
akan tetap terjaga suhunya. Masa pakai dari coolant
lebih panjang, karena titik didihnya lebih tinggi dan
tidak mudah menguap seperti air biasa.
c. Pengujian Viskositas
Setiap fluida gas dan cairan memiliki suatu
sifat yang dikenal dengan viskositas. Viskositas
didefinisikan sebagai tahanan yang dilakukan oleh
lapisan fluida terhadap suatu lapisan yang lainnya.
Viskositas berhubungan dengan gaya tarik antar
molekul. Pada aliran laminar, fluida dalam pipa
dianggap terdiri dari lapisan molekul-molekul yang
bergerak satu diatas yang lainnya dengan kecepatan
yang berbeda-beda.
Perbedaan zat cair salah satunya adalah
adanya perbedaan terhadap tingkat kekentalan dari
zat cair tersebut. Kekentalan atau sering disebut
juga viskositas, merupakan besar kecilnya gesekan
didalam fluida. Besarnya nilai viskositas suatu
fluida juga dipengaruhi oleh besarnya nilai
temperatur.
Tabel 4 Hasil Uji Viskositas Coolant I

Tabel 5 Hasil Uji Viskositas Coolant II

Gambar 6. Efektifitas Coolant

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

122

OTO-01

Daftar Pustaka
Tabel 6 Hasil Uji Viskositas Air

Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas


yaitu suhu,konsentrasi larutan,berat molekul dan
tekanan. Viskositas berbanding terbalik dengan
suhu. Jika suhu naik maka viskositas akan turun,
dan begitu pula sebaliknya.
Dari hasil penelitian diatas diketahui bahwa
viskositas coolant berpengaruh terhadap efektifitas
suatu coolant. Coolant yang mengandung bahan
kimia antikorosif dan bahan aditif mempunyai
viskositas yang lebih tinggi dari pada air. Dengan
viskositas yang lebih tinggi menyebabkan laju
aliran panas yang diserap oleh fluida akan semakin
besar. Dengan kata lain viskositas tinggi akan lebih
efektif dalam penyerapan panas suatu system. Hal
ini ditunjukkan oleh hasil penelitian dimana coolant
I ternyata lebih efektif dalam menyerap panas
didalam radiator.

[1]. Agus Salim. Studi Eksperimen Varian


Coolant Pada Alat Uji Prototipe Cooling
Sistem. Cilegon. 2014
[2]. Arismunanadar, W. 1983 Penggerak Mula
Motor Torak. ITB Bandung.
[3]. Bayu
Yuliansyah.
Modifikasi
dan
Perhitungan Perpindahan Kalor. Semarang
2011.
[4]. J.P. Holman.1991. Perpindahan Kalor. Edisi
keenam. Erlangga : Jakarta
[5]. Incropera, Frank P dan David P. Dewit . 2007.
Fundamentals of Heat and Mass Transfer,
John Wiley & Sons.
[6]. Kern, D. Q. 1983. Process Heat Transfer,
Edition, Mc Graw Hill Book Company
Inc, Tokyo.
[7]. Robert W, Serth. Process Heat Transfer
Principles and Application, Department of
Chemical and Natural Gas Engineering Texas
A&M University Kingsville, USA
[8]. Shah, Ramesh K. 2003.Fundamentals of
Heat Exchanger Desaign, John Wiley &
Sons Inc.
[9]. Yudhi Prasetyo. Pengaruh Debit Aliran Air
Terhadap Efektivitas Radiator. Semarang.
2007.

4. Penutup
Dari hasil pengujian ini didapat beberapa
kesimpulan dari hasil pengujian radiator pada motor
bensin 4 silinder 2000cc yaitu :
1.

2.

3.

4.

Dari hasil pengujian yang diperoleh, nilai


efektifitas radiator tertinggi pada pengujian
coolant tipe 1 mencapai 57,6%, coolant tipe II
yaitu 55,4%, dan 54,4% pada pengujian air.
Penggunaan coolant tipe I lebih efektif karena
terdapat kandungan glycol untuk mencegah
gelembung-gelembung uap pada water jacket
dan over heating pada bagian mesin.
Hasil uji viskositas didapat pada coolant tipe I
adalah 1,72cSt, coolant tipe II 1,55cSt dan air
adalah 1,51cSt.
Viskositas coolant tipe I lebih tinggi karena
suhu yang berada didalam coolant lebih
rendah.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

123

OTO-02

Uji Coba Konsumsi Bahan Bakar


Antara Ban Tipe Radial dan Tipe Bias
Hadi Pranoto
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana
e-mail : hadi.pranoto@mercubuana.ac.id

ABSTRAK
Untuk mengetahui pengaruh pemakaian tipe ban terhadap konsumsi bahan bakar kendaraan bus perlu dilakukan pengujian
langsung di lapangan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa konsumsi bahan bakar kendaraan bus kategori III (bus besar)
yang menggunakan tipe ban radial lebih hemat dibandingkan dengan bus kategori III (bus besar) yang menggunakan tipe
ban bias. Dengan menempuh jarak 120 km rata-rata konsumsi bahan bakar bus kategori III (bus besar) yang memakai ban
bias sebesar 32,41 Kg setara dengan 38,47 liter. Sedangkan rata-rata konsumsi bahan bakar bus kategori III (bus besar)
yang memakai ban radial sebesar 29,58 Kg setara dengan 35,11 liter. Perbandingan konsumsi bahan bakar bus kategori III
(bus besar) yang memakai ban bias 1 : 3,125 artinya 1 liter bahan bakar bisa menempuh jarak sepanjang 3,125 Km.
Sedangkan perbandingan konsumsi bahan bakar bus kategori III (bus besar) yang memakai ban radial 1 : 3,367 artinya 1
liter bahan bakar bisa menempuh jarak sepanjang 3,367 Km.
Kata kunci : Konsumsi bahan bakar, Ban radial, Ban bias

PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang mempengaruhi biaya
operasional pengangkutan sektor transportasi bus
adalah biaya pemakaian bahan bakar kendaraan.
Besar kecilnya bahan bakar yang dihabiskan
tergantung banyak faktor, diantaranya adalah
kondisi jalan yang dilalui (faktor eksternal), kondisi
kendaraan (faktor internal), dan sebagainya. Faktor
eksternal yang timbul tidak bisa kita kendalikan,
tetapi faktor internal yang timbul bisa kita
kendalikan guna mencapai kondisi kendaraan yang
prima, salah satunya dengan pemakaian suku cadang
yang handal, seperti pemakaian tipe ban.
Seperti yang kita ketahui jenis ban bus dibagi
menjadi dua jenis yakni ban tipe radial dan ban tipe
bias. Ban radial adalah ban yang dibuat dari banyak
lembar cord yang digunakan sebagai rangka dari ban
yang ditenun membentuk sudut 90 derajat sudut
terhadap keliling lingkaran ban. Sedangkan ban bias
adalah ban yang dibuat dari banyak lembar cord
yang digunakan sebagai rangka dari ban yang
ditenun dengan cara zig-zag membentuk sudut 40
sampai 65 derajat terhadap keliling lingkaran ban.
Dari kedua tipe ban yang ada, tipe manakah yang
lebih efisien dalam pemakaian bahan bakar
kendaraan, apakah ban tipe radial ataukah ban tipe
bias. Pengujian dilakukan pada kendaraan bus
kategori III (bus besar) dengan menempuh jarak
tertentu dan kecepatan tertentu di jalanbebas
hambatan (jalan tol). Lokasi pengujian sengaja
dipilih di jalan bebas hambatan supaya mengurangi
hambatan-hambatan eksternal jalan seperti macet,
kondisi jalan yang berlubang dan sebagainya. Dari
pengujian tersebut akan diperoleh perbandingan

konsumsi bahan bakar kendaraan yangmemakai ban


tipe radial dengan ban tipe bias.
1.

Peralatan Pengujian

1.

Kendaraan
a. Tipe : bus kategori III (bus besar) 260 PS
(6x2)
b. Bus jumlahnya 2, masing-masing dalam
kondisi baru dengan spesifikasi sama
c.
Tipe ban :
Radial 10.00R20 Model A
Bias 10.00-20 Model B
d. Beban / Inflation Pressure :
Axle Weight

Steer Axle

Rear#1

Rear#2

GVW

Kendaraan#1
B 7840 PI

6000

10020

10040

26060

B 7834 PI

5900

10080

10100

26080

Kendaraan#2

2. Timbangan
Tipe : METTLER TOLEDO Wildcat WS150R

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

124

OTO-02

3. Kondisi Pengujian
Tempat : Jalan tol jagorawi mulai dari pintu tol
Cibubur sampai dengan pintu tol Ciawi = 60
km/putaran
Distance : 1 lap = 120 km (2 putaran)
Kecepatan rata-rata
: 80 km/jam
Inflation pressure
:
Ban radial 10.00R20
115 Psi for all
Ban bias 10.00-20
100 Psi for all

4.

Langkah-Langkah Pengujian
1. Persiapan pengujian dimana kendaraan bus
dibawa menuju lokasi pengujian yakni jalan
tol jagorawi serta peralatan pendukung
seperti timbangan, ban bias dan radial, alat
ukur tekanan ban, kompresor, alat buka
pasang ban dan bahan bakar solar
secukupnya.
2. Sampai lokasi pengujian kendaraan bus
dilakukan uji dispersi terlebih dahulu.
3. Jika hasil uji dispersi tidak sesuai dengan
yang dipersyaratkan maka mesin kendaraan
bus dilakukan servis dahulu, jika hasil uji
dispersi kedua bus sesuai dengan yang
dipersyaratkan maka proses pengujian
dilanjutkan.
4. Semua ban kendaraan bus 1 dipasang tipe
bias, sedangkan semua ban kendaraan bus 2
dipasang tipe radial.
5. Tangki bahan bakar bus di lepas terlebih
dahulu untuk diisi dengan bahan bakar dan
ditimbang beratnya.
6. Tangki bahan bakar dipasang kembali,
kendaraan bus dijalankan sampai pada titik
tertentu.
7. Sampai pada titik yang telah ditentukan
catat berapa jarak km yang telah ditempuh,
kemudian tangki bahan bakar di lepas lagi
untuk dilakukan penimbangan berat tangki.
8. Masukkan data yang diperoleh ke dalam
tabel data.
9. Tukar semua ban yang terpasang di
kendaraan bus 1 (ban tipe bias) ke
kendaraan bus 2, demikian sebaliknya.
10. Isi kembali tangki bahan bakar kedua bus
dan lakukan penimbangan.
11. Jalankan kendaraan bus untuk menempuh
jarak yang telah ditentukan dan ulangi
langkah-langkah pengujian di atas beberapa
kali (minimal 3 kali pengujian).
12. Masukkan data yang diperoleh ke dalam
tabel data pengujian.
13. Pengujian selesai dan kembali ke garasi bus

Secara garis besar metode penelitian dan pengujian


dapat digambarkan seperti di bawah ini

Mulai

Persiapan

Uji
Dispersi

NG

OK

Uji Ban Bus 1

Uji Ban Bus 2

Data Hasil Uji

Analisa

Kesimpulan

Gambar 1. Diagram Alur Pengujian

5.

Uji Dispersi

Pengujian dispersi harus dilakukan untuk


membuktikan bahwa konsumsi bahan bakar antara
kedua bus adalah relatif sama. Pengujian dipersi
dilakukan dengan membandingkan konsumsi bahan
bakar antara bus 1 dengan bus 2 dengan menempuh
jarak tertentu yang sama jauhnya. Pada saat mulai
pengujian dispersi tangki bahan bakar kedua bus
diisi dengan bahan bakar yang sama volumenya.
Setelah menempuh jarak tertentu yang sama dengan
kondisi jalan yang sama, kemudian ditimbang
volume bahan bakar yang masih tersisa di tangki
bahan bakar. Data hasil pengukuran dicatat ke dalam
tabel hasil uji dispersi kemudian dilakukan
perhitungan konsumsi bahan bakar kedua bus
sehingga akan diketahui dispersi konsumsi bahan
bakar kedua bus yang di uji.
Dari hasil pengujian dispersi konsumsi bahan bakar
truk diperoleh rata-rata sebesar 0.69% (Toleransi
2%) sehingga dapat disimpulkan konsumsi bahan
bakar kedua truk relatif sama

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

125

OTO-02

Tabel 1. Data hasil pengujian

Perbandingan Bus Uji

Lap
No.

6.

Bus 1 (Ban Radial)

Bus 2 (Ban Radial)

Berat bahan bakar

Berat bahan bakar

Berangkat

Datang

Konsumsi Berangkat

Datang

Konsumsi Dispersi

80.06

44.90

35.16

80.02

44.40

35.62

1.31%

80.06

46.88

33.18

80.04

46.92

33.12

0.18%

80.06

48.52

31.54

80.00

48.64

31.36

0.57%

Rata-Rata

0.69%

Hasil Pengujian
Tabel 2. Data hasil pengujian
Lap No.

Jarak (Km)

Konsumsi Bahan bakar (Kg)


Ban Bias

Ban Radial

Differential

% Saving

120

34.46

31.38

3.08

8.94%

120

33.44

30.26

3.18

9.51%

120

31.62

28.88

2.74

8.67%

120

31.68

29.20

2.48

7.83%

120

31.44

28.96

2.48

7.89%

120

31.80

28.82

2.98

9.37%

Jumlah

720

194.44

177.50

16.94

32.41

29.58

2.82

Rata-Rata

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

8.70%

126

OTO-02

Grafik 1. Grafik Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar Bus Ban Bias dan Bus Ban Radial

7.

Analisa Perhitungan
7.1 Konversi Berat Biosolar ke Liter
Bahan bakar bus yang dipakai adalah bahan bakar
biosolar dari PT. Pertamina (Persero). Sesuai
dengan MSDS (Material Safety Data Sheet) yang
dikeluarkan oleh PT. Pertamina (Persero) Juni 2007
revisi 0, dapat diketahui berat jenis biosolar ()
minimal 815 Kg/m3 dan maksimal 870 Kg/m3. Jika
diambil nilai tengahnya, maka berat jenis biosolar
() adalah :

=
= 842,5 Kg/m3
7.2 Bus Besar Memakai Ban Bias
Dari tabel 2. data hasil pengujian terlihat bahwa
konsumsi rata-rata bahan bakar bus kategori III
(bus besar) yang memakai ban bias dengan
menempuh jarak 120 Km sebesar 32,41 Kg.
Dengan memakai persamaan 4.4 konversi berat
biosolar ke liter bisa dihitung sebagai berikut :
v=
v=
= 0,03847 m3
= 38,47 dm3 38,47 liter
Sedangkan konsumsi total bahan bakar bus yang
memakai ban bias dengan menempuh jarak 720 Km
sebesar 194,44 Kg sehingga dapat diketahui
perbandingan konsumsi bahan bakar bus 1 (ban
bias) adalah sebesar :

Perbandingan konsumsi bahan bakar bus 1 (bias)


=
= 0,27 Kg/Km
Artinya bahan bakar sebesar 0,27 Kg bisa
menempuh jarak sepanjang 1 Km.
Dengan memakai persamaan 4.4 konversi berat
biosolar ke liter bisa dihitung sebagai berikut :
v=
v=
= 0,00032 m3
= 0,32 dm3 0,32 liter
Artinya bahan bakar sebesar 0,32 liter bisa
menempuh jarak sepanjang 1 Km, atau dengan kata
lain 1 liter bisa menempuh jarak 3,125 Km (1 :
3,125).
7.3 Bus Kategori III Memakai Ban Radial
Dari tabel 2. data hasil pengujian terlihat bahwa
konsumsi rata-rata bahan bakar bus kategori III
(bus besar) yang memakai ban radial dengan
menempuh jarak 120 Km sebesar 29,58 Kg.
Dengan memakai persamaan 4.4 konversi berat
biosolar ke liter bisa dihitung sebagai berikut :
v=
v=
= 0,03511 m3
= 35,11 dm3 35,11 liter
Sedangkan konsumsi total bahan bakar bus yang
memakai ban radial dengan menempuh jarak 720

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

127

OTO-02

Km sebesar 177,5 Kg sehingga dapat diketahui


perbandingan konsumsi bahan bakar bus 2 (ban
radial) adalah sebesar :
Perbandingan konsumsi bahan bakar bus 2 (radial)
=
= 0,25 Kg/Km
Artinya bahan bakar sebesar 0,25 Kg bisa
menempuh jarak sepanjang 1 Km.
Dengan memakai persamaan 4.4 konversi berat
biosolar ke liter bisa dihitung sebagai berikut :
v=
v=
= 0,000297 m3
= 0,297 dm3 0,297 liter
Artinya bahan bakar sebesar 0,297 liter bisa
menempuh jarak sepanjang 1 Km, atau dengan kata
lain 1 liter bisa menempuh jarak 3,367 Km (1 :
3,367).

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Eswandi, Yunial, Basic Tire Construction,
Jakarta: Technical Department Plan D PT.
Gajah Tunggal Tbk, (2010).
[2]. Sahrani, Hendra, Sayangi Mobil Anda,.
Jakarta: Restu Agung, (2008).
[3]. Salim,
H.A.
Abbas,
Manajemen
Transportasi, Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, (2012).
[4]. Tim Otomotif, Serba-Serbi Ban & Pelek,
Jakarta: PT. Gramedia, (2009).
[5]. Warsowiwoho B.M.E., dan Harahap, Gandhi,
Bahan Bakar Pelumas Pelumasan Servis,
Jakarta: Pradnya Paramita, (1982).

8. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan data pengujian yang telah
dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Bus yang memakai ban radial konsumsi
bahan bakarnya lebih hemat dibandingkan
bus yang memakai ban bias.
2. Dari 6 kali pengujian yang menempuh jarak
720 Km didapatkan penghematan konsumsi
bahan bakar bus yang memakai ban radial
sebesar 8,70%.
3. Konsumsi bus yang memakai ban bias
adalah 0,32 liter yang bisa menempuh jarak
sepanjang 1 Km, atau dengan kata lain 1
liter bisa menempuh jarak 3,125 Km (1 :
3,125).
4. Konsumsi bus yang memakai ban radial
adalah 0,297 liter yang bisa menempuh jarak
sepanjang 1 Km, atau dengan kata lain 1
liter bisa menempuh jarak 3,367 Km (1 :
3,367).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

128

OTO-03

ANALISIS TRANSIENT TERMAL PADA PERMUKAAN


ROTOR DISK BRAKE KENDARAAN RODA EMPATFRONT WHEEL
STEERING
Rolan Siregar*, Mohammad Adhitya, Danardono A. Sumarsono
Departemen Teknik Mesin, Universitas Indonesia, Kampus Depok-16424
*rolan.siregar.90@gmail.com

Abstrak
This research relates with thermal analysis vehicle braking system on specific the rotor disc brake. Braking process will
generate heat in the side of friction brakes, the high temperaturewill be released from surface of the brake rotor, pad and
caliper, and heat flow will occurs in other supporting elements. Heatcaused byfrictionwill impacts on the brake system
components such as excessive wear on the pad, reduced thickness of the rotor disk, and more crucial is the potential
source of excess heat that often causes the flame on rubber tires. Transient thermal simulation model was used to analyze
the distribution of temperature at any point of the surface of the disk as well as the main factors affecting the temperature
difference with the purposereducing the riskof accidents caused byineffectivebrakesas wellas the basisforthe investigation
of incidentsof firedue toan unbalancedbrakingability. The initial step inthisresearchincludedefining theformthe
loadingonthe brakesystemoverall, to be applied innumericalsimulation ofthe temperature distributionusinga model-based
software FEM(Finite ElementMethod). Thesimulation resultsshow that themaximum temperatureabout236.85 o
Cthatoccur onthe discbrakerotor onthe wheel 3, then the temperature of thediscbrakerotor wheel 4 is 185.19
Candtemperature of rotor diskbrake on wheel2is25.2 oC, this calculationperformedwhenthe vehicleis in critical
conditionshortlywillrolledwhen doingturning, assuming normal forceon the wheel1 is zerowiththe vehiclemovingatthe
maximum allowablespeedso as nottorolled. Results of this research are expected to be useful for the development of
transient thermal analysis model based on a braking which could potentially reduce the incidence as well as protecting
vehicle users through a rule of government regulation that requires the use of monitoring temperature fields for each unit
friction brake, especially for freight vehicles to support operations and maintenance..
Keywords : Transient Termal, Heat Flux, Rotor Disk Brake.

Abstrak
Penelitian ini berkaitan dengan analisis termal pada sistem pengereman kendaraan lebih spesifik pada rotor disk
brake.Proses pengereman akan selalu membangkitkan panas pada bidang gesek rem,dalam kasusjenis disk brake
pelepasan panas yang tinggi akan terjadi pada permukaanrotor brake, pad, dan kaliper, serta terjadi aliran panas pada
elemen pendukung lainnya. Panasakibat gesekan tersebut berdampak pada komponen sistem remsepertikeausan yang
berlebihan pada pad, berkurangnya ketebalan rotor disk, dan yang lebih krusial adalah adanya potensi sumber panas
berlebih yang sering menyebabkan terjadinya nyala api pada karet ban roda.Model simulasi termal transient digunakan
untuk menganalisis distribusi temperatur pada setiap titik permukaan disk serta faktor utama yang mempengaruhi
perbedaantemperatur dengan tujuan untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan akibat rem tidak efektif serta
sebagai dasar dalam penyidikan kasus insiden kebakaran akibat kemampuan rem yang tidak seimbang. Tahap awal
dalam riset ini antara lain mendefinisikan bentuk pembebanan pada suatu sistem rem secara menyeluruh, untuk
kemudian diterapkan dalam simulasi numerik distribusi temperatur menggunakan perangkat lunak berbasismodel FEM
(Finite Element Method).Adapun hasil simulasi menunjukkan bahwa temperatur maksimum adalah sekitar 236.85 oC
yang terjadi pada rotor disk brake yang terletak di roda 3, selanjutnya temperatur pada rotor disk brake roda 4 adalah
185.19 oC dan temeperatur rotor disk brake roda 2 adalah 25. 2oC, perhitungan ini dilakukan ketika kendaraan dalam
kondisi kritis sesaat mau terguling ketika melakukan pembelokan, dengan asumsi gaya normal pada roda 1 adalah nol
dengan kendaraan bergerak pada kecepatan maksimum yang diijinkan supaya tidak sampai terguling.Hasil riset ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan model analisis berbasis termal transient suatu pengereman yang
berpotensi mengurangi terjadinya insiden tersebut diatas serta melindungi pengguna kendaraan melalui kebijakan
Peraturan Pemerintah yang mewajibkan penggunaan monitoring temperatur bidang gesek untuk setiap unit rem
terutama bagi kendaraan angkutan dalam menunjang kegiatan operasional dan perawatannya.
Keywords : Transient Termal, Heat Flux, Rotor Disk Brake.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

129

OTO-03

1.

PENDAHULUAN

Sistem pengereman pada kendaraan merupakan


salah satu hal yang terpenting agar pengemudi dan
penumpang dapat berkendara secara aman. Secara
umum sistem pengereman akan bekerja semakin
berat pada kondisi kecepatan dan beban kendaraan
yang bertambah. Selanjutnya, distribusi beban
pengereman pada tiap roda kendaraan dapat
berubah-ubah tergantung pada monuver yang
sedang terjadi seperti saat berada di jalan menanjak,
menurun ataupun berbelok. Dengan mengetahui
kondisi monuver kritis kendaraan saat melakukan
pengereman, maka diharapkan dapat mencegah
terjadinya kecelakaan akibat kegagalan sistem
pengereman seperti yang beberapa kali terjadi dan
bahkan hingga menimbulkan kebakaran pada
kendaraan truk tangki pendistribusi BBM ke SPBU.

Gambar 1. Gaya yang bekerja pada kendaraan


berbelok dengan kondisi ideal

Sejumlahhasil riset sistempengereman yang


pernahdilakukanpada umumnya hanya terfokus
pada sistem rem sebagai unit ketimbang mengkaji
sistem rem sebagai kesatuan utuh dimana beban
pada masing-masing rem dianggap sama dan
kendaraan yang ditinjau adalah bergerak lurus,
sementara pada kendaraan yang sedang melakukan
pengereman dalam suatu kondisi monuver tertentu
khususnya
saat
berbelokakanmenghasilkanbebanpengeremandisetia
p unit rem sangatbervariasi. Perbedaan beban
tersebut akanmempengaruhi perbedaan temperatur
pada
setiaproda,halini
yang
menjadilatarbelakangpenelitianinidilakukan.

Berdasarkan gambar 1 dapat dijelaskan notasi


tanda yaituFgfdan Fgrmenunjukann gaya gesek dari
kekasaran permukaan jalan untuk roda depan dan
belakang, menunjukkan sudut side slip kendaraan
ketika berbelok, tr menunjukkan lebar wheel track
axle roda belakang, dan pada roda depan adalah tf .
notasi a dan b menunjukkan jarak antar poros roda
terhadap titik pusat di mana total a dan b disebut
sebagai wheel base, roda 1 dan 2 dikelompokkan
menjadi roda inside dan roda 3 dan
4
dikelompokkan menjadi roda outside. Tulisan ini
akan banyak mengacu pada Gambar 1.

2.

Analisa guling/rolling dilakukan untuk


memperoleh gaya normal pada masing-masing
roda. Roda akan terangkat apabila gaya normal
pada salah satu roda inside sama dengan nol.
Adapun gaya yang mempengaruhi rolling adalah
berat kendaraan, momen guling, dan momen
pitching[2].

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam sistem pengereman kendaraan roda


empatfront
wheel
steering
(FWS),beban
pengereman pada setiap roda akan berbedaketika
saat kendaraan berbelok dengan kecepatan kritis
yang akanmembuat kendaraandapat terguling akibat
body roll.Beban pada roda outside akan jauh lebih
besar dari pada beban pada satu roda inside. Ketika
keadaan seperti ini, untuk menghindari mobil
terguling,pengemudi dapat melakukan pengereman,
yang artinya distribusi beban pada masing-masing
rem di roda akan berbeda. Dalam kondisi inilah
dilakukan pendekatan perhitungan temperatur pada
masing-masing rem yang ada di roda kendaraan
roda empatfront wheel steertersebut. Sebagai tahap
awal dilakukan perhitungan pembebanan pada
masing-masing roda ketika berbelok. Pada Gambar
1 diperlihatkanpemodelangaya yang bekerja pada
kendaraan berbelok dalam kondisi ideal (kondisi
ackerman) di mana jalan diasumsikan datar[1].

2.1 Perhitungangaya normal pada masingmasing roda

Fzi Wi Fmgi Fmpi

(1)

di mana :
Fzi
adalah gaya normal pada masing-masing
roda (i = 1,2,3,4)
Wi
adalah gaya berat pada masing-masing
roda
Fmgi
adalah gaya normal pada masing-masing
roda akibat momen guling
Fmpi
adalah gaya normal pada masing-masing
roda akibat momen pitching
Persamaan gaya normal pada masing-masing roda
dapat ditampilkan pada persamaan (2),(3),(4),dan
(5) dengan asumsi pengaruh akibat angin sangat
kecil sehingga tidak diperhitungkan begitu juga
dengan pengaruh suspensi.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

130

OTO-03

a
a b Fc cos h F sin h
W a

FZ1
-
- c
2(a b)
tr
2(a b)

(2)

b
F cos h
F sin h
W b a b c
FZ 2
c
2(a b)
tf
2(a b)

Caliper

Pad (dalam
caliper)

(3)
b
a b Fc cos h F sin h
W b

FZ 3

c
2(a b)
tf
2(a b)

(4)

Penghubung
ke roda

Permukaan
Rotor

a
a b Fc cos h F sin h
W a

FZ 4

- c
2(a b)
tr
2(a b)

(5)
Keadaan kritis kendaraan akan terguling adalah
ketika salah satu gaya pada roda inside sama
dengan nol. Jika yang ditinjau adalah FZ1 = 0 maka
akan diperoleh kecepatan belok maksimum yang
diijinkan seperti pada persamaan (6) dengan asumsi
sudut side slip mendekati nol dan beban angin
sangat kecil sehingga tidak diperhitungkan[2].
vrg

R g tr
2h

(6)

Untuk memperoleh nilai gaya sentrifugal dapat


dilakukan dengan perhitungan menggunakan
persamaan (7).
Fc

m v2
R

Gambar 2. Elemen rem tipe disk brake

Dalam aplikasi rem cakram (disk brake)


terkini, tipe rotor yang dikembangkan adalah rotor
berventilasi, ventilasi didisain untuk pendinginan
panas yang terjadi pada rotor tersebut. Ada dua hal
yang mempengaruhi efesiensi pendinginan rem
cakram yaitu laju aliran massa fluida (efesiensi
memompa dari disk) dan koefisien perpindahan
panas pada permukaan disk[4]. Tulisan ini akan
menyajikan simulasi temperature pada rotor disk
ventilasi konvensional seperti pada Gambar 3.

(7)

Dan nilai R adalah radius belok yang didekati


dengan kondisi ideal seperti pada persamaan (8).
R

ab

57,29

(8)

Dari persamaan-persaman diatas dapat dijelaskan


notasi yaitu m adalah massa kendaraan (kg), g
adalah percepatan gravitasi (m/s2), h adalah tinggi
pusat massakeground.
2.2

Perhitungan dan input parameter dalam


simulasi temperatur

Ditinjau dari segi energi bahwa pengereman


adalah mengubah energi mekanik dari kendaraan
bergerak ke dalam beberapa bentuk lain, yang
menghasilkan penurunan kecepatan kendaraan.
Artinya energi kinetik diubah menjadi energi panas
akibat efek gesekan antara pad dan rotor , kemudian
panas tersebutakan terlepas ke lingkungan[3].Untuk
lebih jelasnya komponen rem tipe disk brake dapat
diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 3. Geometri rotor tipe ventilasi

Sebagai input simulasi transient termal yang


menjadi acuan adalah heat flux. Yang dimaksud
dengan heat flux adalah laju aliran panas pada
permukaan rotor disk sebagai fungsi waktu. Heat
flux dihitung dari kendaraan yang bergerak dengan
kondisi kritis, yaitu pada saat berbelok dengan
kecepatan yang diijinkan supaya tidak terguling.
Kendaraan yang memiliki massa dan bergerak
dengan
kecepatan
tertentu
maka
dapat
dikonversikan sebagai energi kinetik. Data
kendaraanyang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel
1.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

131

OTO-03

Tabel 1. Data parameter kendaraan


Item

Nilai

Satuan

Massa kendaraan

2500

kg

Wheel base (a+b)

2.3

Wheel track front tf

1.45

Wheel track rear tr

1.4

Jarak axle roda belakangke CG (b)

1.3

Diameter rotor

0.24

Persentasi EK yang diabsorbsi brake

90%

Koefisien gesek kontak kering

0.7

Percepatan gravitasi

9.8

m/s2

Tinggi CG

0.12

Jarak axle roda depanke CG (a)

Energi kinetik dapat didefenisikan


menggunakan persamaan (9).
1
EK mvi 2
2

(10)

Untuk mengkalkulasikan total waktu pengereman


dilakukan seperti pada persamaan (11).
ve vi at
(11)
Perlambatan pengeremana dapat diperoleh dengan
persamaan (12).
ve2 vi 2 2as
(12)
Daya pengereman dapat dihitung dengan persamaan
(13).
EK
t

(13)

Di mana t adalah lama pengereman. Dan untuk


menghitung heat flux dapat digunakan persamaan
(14).
Pb
A

Transienttermal pada umumnya dilakukan


untuk
mengetahui
besartemperatur
sesuai
denganperubahan waktu. Analisis temperature
dengan cara ini cocok untuk membantu
penyelidikan desain yang optimum pada rotor disk
brake terutama laju pelepasan panas dari rotor disk
dengan desain ventilasi rotor. Investigasidapat
dilakukan dengan menggunakansoftwareANSYS
12.0.Parameter yang dimasukkan kedalam transient
termal adalah besar heat fluxyang dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan 14. Berikut
tampilan pemodelan pembebanan transient termal
pada salah satu rotor disk brake di roda 3(Gambar
4).

(9)

v2
s i
2 g

2.3 Transient termal pada rotor disk brake

dengan

Di manam adalah massa kendaraan pada


masing-massing roda ketika berbelok. Massa
tersebut diasumsikan sebagai gaya normal pada
masing-masing roda ketika berbelok dibagi dengan
percepatan gravitasi. Inilah yang menjadi dasar dari
perbedaan beban temperature pada masing-masing
rem yang ada di roda.
Untuk menghitung jarak berhenti kendaraan dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan (10)[5].

Pb

kecil maka dapat diasumsikan pengendara dapat


melakukan pengereman pada kendaraan tersebut
sampai kendaraan berhenti tanpa terguling sesuai
dengan asumsi yang sudah dijelaskan.

(14)

di mana Aadalah luas permukaan sentuh pad dengan


permukaan rotor. Karena kasus yang dianalisa pada
tulisan ini adalah kasus kendaraan berbelok
sementara persamaan 10,11, dan 12 adalah gerak
lurus berubah beraturan maka kendaraan berbelok
dipilih pada sudut steer yang kecil = 5o sehingga
persamaan tersebut dapat diterima sebagai
pemodelan perhitungan. Dengan sudut steer yang

Gambar 4. Pemodelan pembebanan pada permukaan


rotor disk

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Distribusi massa pada setiap rem


Hasil perhitungan gaya normal pada masing-masing
roda dapat ditampilkan pada tabel 2 dimana sudut
steering = 5odan gaya normal (Fz) pada roda 1
adalah nol ketika bergerak dengan kecepatan ijin
supaya roda dua tidak terangkat. Sudut steer dipilih
kecil supaya pendekatan perhitungan jarak berhenti,
waktu pengereman, perlambatan bisa didekati
dengan rumus gerak lurus berubah beraturan seperti
pada persamaan (10),(11),dan (12).Dalam Tabel 2
dapat dilihatbahwa gaya normal padaroda
2relatifkecil dibandingkan dengan gaya normal
pada roda 3 dan 4, hal ini sangat disebabkankarena
roda 2 adalah roda bagian inside kendaraan yang
memungkinkan kendaraandapatterguling akibat
body roll ketikamelakukan manuverberbelok. Jika
gaya normal pada setiap roda dibagi dengan
percepatan gravitasi maka hasilnya adalah massa.
Massa tersebut digunakan sebagai parameter

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

132

OTO-03

perhitungan energi kinetik yang diserap oleh rem di


tiap roda.
Tabel 2. Gaya normal pada setiap roda
Sudut steer
(o )

Roda

Kecepatan
maks (m/s)

Roda 1

Fz (N)
0

Roda 2

38.81

238

Roda 3

12250

Roda 4

10652

3.2 Simulasi temperature pada permukaan rotor


disk brake

Gambar 5. Kontur temperaturrotor disk brake di


roda 2

Energi kinetik pada masing-masing roda adalah


berbeda, karena energi kinetic bergantung pada
distribusi massa kendaraan ke roda ketika berbelok.
Pada Tabel 3 diperlihatkan hasil perhitungan energi
kinetic, total waktu pengereman, dan heat flux.
Tabel 3. Hasil perhitungan energi
Roda

t rem
(s)

EK (J)

Daya rem
(W)

Heat Flux, Q
(W/m2)

267

47

912

703125

124270

2402656

531663

93966

1816753

5.6

Properties materialyang digunakan untuk simulasi


dapat dilihat pada Tabel 4.

Gambar 6. Kontur temperature rotor disk brake di


roda 3

Tabel 4 Material Properties

Properties

Nilai

Thermal conductivity, k (W/mC)

60.5

Density , (kg/m )

7850

Spesifik heat , cp (J/kg C)

434

Gambar 5memperlihatkan temperatur maksimum


pada disk terjadisekitar 25.2oC, perubahan
temperatur dari kondisi awal sangat kecil, hal ini
dikarenakan beban pada roda dua sangat kecil
dengan energi kinetik 267 J. Berbeda dengan beban
yang diterima oleh roda 3 dengan energi kinetik
703,125 J, sehingga temperatur pada disk brake di
roda ini lebih besar yaitu sekitar 236.8 oC. Adapun
kontur temperaturdiperlihatkan dalamGambar 6.
Selanjutnya
Gambar
7
memperlihatkankontursimulasitemperaturpada rotor
disk brake di roda 4.Temperatur maksimum yang
diterima rotor tersebut sekitar 185.2 oC.

Gambar 7. Kontur temperatur rotor disk brake di


roda 4.

4.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan beban dan


simulasi temperatur pada setiap rem di roda
kendaraan maka dapat disimpulkan bahwadistribusi
beban pada masing-masing rem sangatlah berbeda
ketika kendaraan melakukan berbelok dengan
kecepatan kritis yang membuat kendaraan hampir
terguling. Adapun temperatur paling rendah terjadi
pada rotor disk brake di roda 2 adalahsekitar

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

133

OTO-03
25.2oC. Pada rotor disk brake roda 3 terjadi
temperature sebesar 236. 8 oC sedangkan pada rotor
disk brake roda 4 adalah 185.17oC. Temperatur
sebesar 236.8 oC yang terjadipada rem
diperkirakandapatmengakibatkan
kegagalan
pengereman.Untuk mengurangi temperatur yang
direrima disk brake dapat dilakukan dengan
memodifikasi material rotor disk
serta
dimensibentuk ventilasi yang optimal.
Referensi
[1]. Jazar, Reza.N., Vehicle Dynamic Theory and
Application, pp. 379-382, Springer
[2]. Sutantra. I Nyoman dan Bambang Sampurno,
Teknologi Otomotif. pp.67-70. Edisi kedua,
Penerbit Guna Widya,(2010).
[3]. Ali Belhocine and Mostefa Bouchetara,
Thermomechanical Analysis of Vehicle Braking,
U.P.B. Sci. Bull., Series D, Vol. 76, Iss. 1, ( 2014).
[4]. E Palmer, R Mishra, and J Fieldhouse. A

computational fluid dynamic analysis on the


effect of front row pin geometry on the
aerothermodynamic properties of a pin-vented
brake disc.Department of Engineering and Technology,
University of Huddersfield, Queensgate, Huddersfield,
UK. DOI: 10.1243/09544070JAUTO755. (2008).

[5]. Manjunath T V and Dr. Suresh P M, Structural


and Thermal Analysis of Rotor Disc of Disc
Brake. Ijirset, Vol. 2, Issue 12, (2013)
[6]. A.A. Adebisi, M.A. Maleque, and Q.H. Shah.,
Surface temperature distribution in a composite
brake rotor.(IJMME), Vol.6 (2011), No.3, 356-361. (2011)
[7]. Gautam Pulugundla, CFD Design Analysis of
Ventilated Disc Brakes. School Engineering,
cranfield university.(2008)
[8]. Haripal Singh and Harshdeep Shergill.
Thermal Analysis of Disc Brake Using Comsol.
International Journal on Emerging Technologies
3(1): 84-88.(2012)
[9]. JIANG Lan, JIANG Yan-li, YU Liang, SU
Nan, DING You-dong, Thermal analysis for
brake disks of SiC/6061 Al alloy co-continuous
composite
for
CRH3
during
emergency
braking
considering airflow cooling, ScienceDirect.(2011)
[10] Jinghan, Tang, Hongsheng, Qi, FEM and
CFD co-simulation study of a ventilated disk
brake heat transfer. University of Bradford,
United Kingdom

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

134

OTO-04

PENGARUH PENAMBAHAN ZAT ADITIF OZONIDA ASAM OLEAT


TERHADAP UJI PRESTASI MESIN MOTOR DIESEL
PADA BAHAN BAKAR SOLAR
Yos Nofendri 1), A. Deacy Capeberg 2)
1), 2)
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas 17 Agustus 1945
Jakarta
yosnofendri@gmail.com, audrideacy@yahoo.com
Abstrak
Kemajuan teknologi dunia tentang motor bakar terus berkembang. Penggunaan bahan bakar solar yang lebih
berkualitas sangat dituntut untuk menghasilkan unjuk kerja mesin yang lebih efisien. Penggunaan Aditif pada bahan bakar
dapat meningkatkan kualitas dari sifat dasar bahan bakar tersebut. Pada saat sekarang ini, penelitian tentang aditif
terhadap bahan bakar telah banyak di lakukan oleh para peneliti.
Dalam penelitian ini, sebuah motor diesel silinder tunggal akan diuji prestasi nya dengan menggunakan bahan
bakar solar ditambahkan aditif dengan komposisi 1% sampai 5% dengan interval 1% dan akan dibandingkan dengan
prestasi bahan bakar solar murni. Pengujian ini dilakukan pada putaran mesin antara 900 rpm hingga 1.700 rpm pada
kondisi beban penuh.
Dari hasil pengujian didapatkan bahwa penambahan zat aditif ozonida asam oleat dapat menghemat konsumsi
bahan bakar spesifik dan meningkatkan efisiensi termal mesin pada setiap penambahan. Penambahan zat aditif sebanyak 1%
untuk bahan bakar solar yang terbaik adalah penambahan sebanyak 1% karena bisa menghemat pemakaian bahan bakar
sebanyak 12% dan meningkatkan efisiensi therma sebanyak 16% jika dibandingkan dengan bahan bakar solar murni.
Kata kunci : zat aditif, prestasi mesin, solar

1.

Pendahuluan

Pada saat sekarang ini, industi otomotif telah


berkembang sangat pesat. Konsumsi bahan bakar
yang sebagian besar menggunakan bahan bakar
fosil juga meningkat. Akibat penggunaan bahan
bakar fosil yang semakin besar, persediaan minyak
bumi semakin menipis. ini menyebakan para ahli
perlu memikirkan bagaimana cara mengurangi
konsumsi
bahan
bakar
fosil.
perjanjian
internasional
kyoto
protocol
menyebabkan
pemerintah perlu untuk membuat peratutan dan
undang-undang untuk menurunkan konsumsi bahan
bakar fosil dan pencemaran lingkungan. Produsen
kendaraan pun perlu merancang mesin yang lebih
baik yang dapat mengurangi konsumsi bahan bakar
dan mengurangi polusi. Begitu juga dengan
produsen bahan bakar dan aditif juga menciptakan
bahan bakar alternative atau aditif yang
dicampurkan untuk memberikan efek penghematan
dan mengurangi biaya operasinal kendaraan.
Aditif yang ditambahkan ke bahan bakar agar
bisa memberikan efek untuk meningkatkan
performa mesin. Beberapa efek diantaranya adalah
memberikan pembakaran yang lebih sempurna
sehingga bisa mengurangkan ketukan pada mesin
(engine knocking), juga memberikan penghematan
konsumsi bahan bakar dan mengurangi emisi gas
buang yang berbahaya (Ganesan, 2000). Beberapa
jenis aditif yang ditambahkan ke bahan bakar diesel

yang digunakan untuk meningkatkan kinerja dan


kualitas bahan bakar seperti amil nitrat, etil nitrat,
eter dan asam oleat. Aditif dalam diesel dapat
meningkatkan angka setana bahan bakar solar.
Penggunaan Aditif ini memiliki berbagai kegunaan
dan efek yang baik dan hal ini efektif untuk
meningkatkan kinerja mesin dan mengurangkan
emisi gas buang.
2. Karakteristik dan sifat aditif ozonida asam
oleat
Asam oleat ini juga disebut asam cis-9oktadekanoik yang umum ditemukan dalam minyak
hewan dan minyak nabati. Hal ini juga dikenal
sebagai asam lemak tak jenuh tunggal karena ada
satu ikatan ganda antara atom karbon.

CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH
Gambar 1 : Struktur sederhana asam oleat
Abdull ahyi (2005) telah melakukan percobaan
dengan melakukan ozonolisis pada asam oleat

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

135

OTO-04

dengan terus memberikan ozon ke dalam larutan


asam oleat dengan pemanasan pada suhu 125C.
Akibatnya, ozon akan mengalami penambahan
pada ikatan ganda dan membentuk ozonida.
Gambar 2 menunjukkan reaksi yang terjadi selama
ozonolysis asam oleat.

Gambar 2 : Struktur reaksi asam oleat yang


diozonkan
Pada penelitian ini zat aditif ozonida asam
oleat dicampurkan dengan bahan bakar solar.
Pencampuran dilakukan sebanyak 1% sampai
dengan 5% dengan inteval 1%. Bahan api
campuran akan diuji karakteristik dan sifat nya dan
akan dibandingkan dengan bahan bakar solar
murni.

dinamometer dengan nama Lenzing MGFQU 100200.


Tabel 1 Spesifikasi Mesin
model
TF 90
jenis

Horizontal, air-cooled, 4-Tak

sistem pembakaran

Direct Injection

jumlah silinder

Bore x stroke (mm)

85 x 87

Displacement (l)

0.493

nomor mesin

046694

Count output

6.3 kW (8.5 PS)/ 2400 Rpm

Max output

7.0 kW (9.5 PS)/2400 Rpm

sistem pendingin

Radiator

sistem permulaan

Manual

Bahan bakar yang digunakan dalam penelitian


ini adalah bahwa bahan bakar solar biasa. Aditif
asam oleat yang dibentuk melalui proses
pemanasan pada suhu 125 C dan diozonkan
memecah ikatan rangkap C = C dan meningkatkan
kandungan oksigen pada asam oleat supaya zat
aditif yang terbentuk kaya akan oksigen yang bisa
meningkatkan kualitas pembakaran pada bahan
bakar solar.. Metode pencampuran dilakukan secara
sederhana
Metode pengujian sifat dan karakteristik bahan
bakar diantara nya nilai kalori yang di uji
menggunakan sistem bom kalorimeter meter
dengan model C5000, Densitas bahan bakar yang
diukur dengan menggunakan piknometer EXELO
dengan 10 ml volume dan timbangan dengan merk
METTLER TOLEDO dengan akurasi hingga 10-4
gram. Sedangkan viskositas campuran diukur
dengan alat Rheometer jenis VT 550.
3.2 Metode pengujian prestasi mesin
Pada percobaan ini, Parameter kinerja yang akan
dilakukan adalah menghitung prestasi bahan bakar
murni, menghitung prestasi bahan bakar solar yang
telah dicampur sebanyak 1 %, 2%, 3 %, 4% dan 5
% zat aditif dengan kecepatan 900 Rpm sampai
dengan 1700 Rpm dengan jarak 200 Rpm dengan
beban penuh (full load). Mesin yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu mesin diesel dengan 1
silinder Yanmar jenis TF 90 yang tersambung pada

Gambar 3 : Komponen utama pengujian


3.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Ujian Sifat Bahan Api.


Hasil percobaan pada nilai kalori dari campuran
bahan bakar menunjukkan sedikit peningkatan
dibandingkan dengan bahan bakar diesel biasa,
meskipun tidak signifikan. Campuran aditif dari 1%
menunjukkan
kenaikan
tertinggi
0,74%
dibandingkan dengan campuran bahan bakar
lainnya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
densitas bahan bakar solar adalah 0,813 g / cm3 dan
densitas campuran dari 0,814 g / cm3. Ini
menunjukkan bahwa densitas aditif lebih besar dari
densitas bahan bakar solar biasa, semakin besar
persentase zat aditif pada campuran maka
peningkatan densitas campuran akan semakin

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

136

OTO-04

besar. Tabel 2 juga menunjukkan peningkatan


kepadatan tiap-tiap campuran.
Pencampuran antara bahan bakar solar dengan
aditif yang mana keduanya memiliki nilai
viskositas yang berbeda. Perbandingan viskositas
zat aditif lebih besar dari dari solar biasa, semakin
banyak kandungan zat aditif pada campuran,
semakin tinggi viskositas campuran tersebut. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada
reaksi kimia pada campuran antara zat aditif dan
bahan bakar solar, tetapi hanya proses fisik saja.
Viskositas memiliki dampak pada Penguapan
bahan bakar. Hal ini karena diameter partikel kabut,
ketika pengabutan yang dihasilkan baik akan terjadi
pembakaran yang lebih sempurna. Pencampuran
aditif pada penelitian ini (1-5%) terjadi sedikit
peningkatan viskositas campuran bahan bakar.
Tetapi masih memenuhi viskositas bahan bakar
mesin diesel.

Tabel 3 Peratus kenaikan tork dan kuasa enjin


bahan api disel bahan tambah berbanding bahan api
diesel biasa

Persentase
Aditif
(%)
1
2
3
4
5

Persentase
Kenaikan
Torsi
(%)
1.56
-0.92
1.40
2.56
1.84

Persentase
Kenaikan
Daya
(%)
1.33
-1.15
0.97
1.84
1.11

Brake Spesifik Fuel Cosumption (BFSC)

Tabel 2 Hasil percobaan Nilai kalori, Densitas dan


Viskositas pada campuran bahan bakar solar dan
aditif
Persentase
Nilai
Aditif
Kalori
Densitas
Viskositas
(%)
0
1
2
3
4
5
100

(MJ/g)
45.61
45.95
45.67
45.69
45.64
45.66
39.31

(g/cm3)
0.813
0.819
0.821
0.823
0.828
0.834
0.814

(mm2/s)
4.07
4.49
3.98
4.35
4.09
4.38
6.98

Unjuk Kerja Mesin Diesel


Torsi dan Daya Mesin
Penambahan zat aditif dan bahan bakar solar
menunjukkan sedikit peningkatan torsi dan daya
mesin pada berbagai jumlah campuran aditif untuk
setiap putaran mesin dibandingkan dengan bahan
bakar solar murni. Dengan mempertimbangkan
bahwa nilai kalori dari bahan bakar diesel
ditambahkan zat aditif sedikit lebih tinggi dari solar
biasa menyebabkan sedikit peningkatan torsi dan
daya pada setiap campuran bahan bakar mesin.
Torsi maksimum dan daya maksimum yang
diperoleh dalam percobaan ini pada campuran 1%
masing-masing dari 33,3 Nm dan 5925 kW pada
putaran mesin 1700rpm. Peningkatan dari 5% pada
semua campuran bahan bakar solar dari biasanya.

Gambar 4 Konsumsi bahan bakar spesifik terhadap


putaran mesin
Gambar 4 menunjukkan bahwa efek dari
penambahan aditif dapat mengurangi konsumsi
bahan bakar spesifik dibandingkan dengan bahan
bakar solar murni. Ini berarti bahwa penambahan
aditif ozonida asam oleat dapat meningkatkan
kualitas bahan bakar dan mengurangi penggunaan
bahan bakar diesel. Meningkatkan kualitas bahan
bakar dalam campuran karena dapat, dengan alasan
perubahan sifat bahan bakar diesel dicampur
dengan ozonida asam oleat. Setiap penambahan
aditif dari 1% - 5% tabungan dampak konsumsi
bahan bakar dibandingkan dengan bahan bakar
diesel normal. Hasil penghematan maksimum
terjadi pada campuran tambahan 1% lebih laju
penambahan asam oleat ozonida lainnya. Hasil
persentase penghematan maksimum bahan bakar
pada peningkatan 1% adalah 12% dibandingkan
dengan solar biasa.
Meningkatkan nilai kalori dan densitas campuran
bahan bakar dibandingkan dengan solar biasa juga
meningkatkan kualitas bahan bakar campuran.
Densitas dari campuran bahan bakar diesel
mempengaruhi massa bahan bakar diinjeksikan ke
dalam ruang bakar. Densitas rendah dari bahan
bakar memiliki energi kurang dari massa yang sama

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

137

OTO-04

dari bahan bakar dengan densitas yang lebih tinggi.


Ini berarti bahwa bahan bakar dengan densitas yang
lebih tinggi dapat menghasilkan tenaga lebih ketika
dibakar (Savers, 2007). Walaupun penambahan
ozonida asam oleat kepada bahan bakar solar bisa
meningkatkan kualitas campuran bahan bakar akan
tapi zat aditif bukan lah bahan bakar untuk mesin
diesel. Oleh karena itu, ada batas tertentu untuk
meningkatkan kualitas bahan bakar dalam
campuran.
Pada putaran mesin yang lebih tinggi, konsumsi
bahan bakar spesifik terus meningkat, yang dalam
penelitian ini yaitu pada putaran 1700 rpm nilainya
meningkat tajam. Walau bagaimanapun
pada
konsumsi bahan bakar solar murni, konsumsi bahan
bakar spesifik tetap lebih tinggi dari campuran
bahan bakar yang lain. Putaran mesin pada rpm
Enjin 1300 memberikan nilai terendah dalam
berbagai bahan bakar yang digunakan. Ini adalah
karakter dari mesin diesel single silinder yang
digunakan dalam penelitian ini. Efek putaran mesin
terhadap konsumsi bahan bakar spesifik untuk
putaran lebih dari 1300 rpm adalah meningkat.
Kondisi ini berlaku untuk campuran bahan bakar
dan bahan bakar murni. Ini berarti bahwa efek dari
putaran mesin dengan konsumsi bahan bakar
spesifik sejalan dengan mesin diesel dalam
penelitian ini. Penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa penambahan zat adirif untuk bahan bakar
solar dapat memberikan efek yang bermanfaat
(beneficial effect) terhadap bahan bakar solar
Efisiensi Terma Pada Mesin
Efisiensi termal pada campuran aditif dan
bahan bakar solar dalam efisiensi termal pada
setiap campuran bahan bakar dibandingkan dengan
solar biasa. Ozonida asam oleat aditif mengandung
lebih banyak oksigen, yang dapat menjadi katalis
untuk pembakaran lebih sempurna. Studi ini
menemukan bahwa peningkatan 1% memiliki
efisiensi yang lebih baik dari campuran bahan
bakar lainnya dibandingkan dengan bahan bakar
diesel biasa. Blending dari 1% dari aditif dapat
meningkatkan efisiensi konversi bahan bakar dari
16% dibandingkan dengan efisiensi bahan bakar
konversi dari bahan bakar diesel biasa.
Meningkatkan efisiensi termal dari aditif bahan
bakar diesel karena peningkatan kalori dan
menurunkan laju aliran massa bahan bakar tanpa
mengurangi tenaga mesin dibandingkan dengan
bahan bakar diesel biasa

Gambar 4 Efisiensi terma terhadap putaran mesin


pada setiap campuran

4.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian bahwa penggunaan


campuran aditif ozonida asam oleat sebanyak 1%
telah terbukti mempengaruhi penghematan bahan
bakar solar hingga 12% dan juga meningkatkan
efisiensi mesin hingga 16

REFERENSI
Ajav E.A., Bachchan, S., Bhattacharya T.K. 1999.
Experimental study of some performance
parameters of a constant speed stationary
diesel engine using ethanol diesel blends
as fuel. Biomass and Bioenergy 17: 357365
Anton. L Wartawan, 1997. Bahan Bakar Mesin
Otomotif. Jakarta : Penerbit Universitas
Trisakti.
Chevron Technical Bulletin. (tanpa tarikh). What
is/why
oxygenated
gasoline.
(atas
talian)http://www.chevron.com/products/p
rodserv/fuels/bulletin/oxyfuel/whwyoxy.shtml (20 Januari 2006).
Ganesan. 2002. Internal Combution
London. Mc Grawhill

Engine.

Hamdan, M.A. & Jubran ,B.A. 1986. The effect of


ethanol addition on the performance of
diesel and gasoline engines. Dirasat
13(10): 229244.
Irfan Wahyudi, 2007. Kesan bahan tammbah
oksigenat asid oleik dalam petrol terhadap

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

138

OTO-04

prestasi enjin dan emisi ekzos. Universiti


Kebangsaan Malaysia.
Heywood, J.B. 2002. Internal Combution
Fundamental. London. Mc Grawhill
Juliana Mohammad. 2002. Penghasilan antikarat
daripada hasil minyak kelapa sawit.
Latihan Ilmiah. Universiti Kebangsaan
Malaysia.
Kates, E.J. 1972. Diesel and high compressiongas
engines fundamentals. London. Mc
Grawhill

Staufen 1998. Operating instruction of system


calorimeter control C5000. Germany: Ika
Werke.
Stone,

R. 1985. Pengenalan kepada enjin


penbakaran dalam. Terj. Khalid Hasnan.
1997. Penerbit Universiti Teknologi
Malaysia.

Suriati Abdullahyi. 2005. Penghasilan sebatian diol


berasaskan asid lemak tak tepu minyak
sawit.
Latihan
Ilmiah.
Universiti
Kebangsaan Malaysia.

Lang, G.J. & Palmer, F.H. 1989. The use of


oxygenates in motor gasolines. Dlm.
Owen, K (pnyt.). Gasoline and Diesel
Fuel Additives jil. 25, hlm. 133-168. New
York: John Wiley & Sons.
Li Xiaohu, Chen Honghyan, Zhu Zhiyong, Huang
zhen, 2005. Study of combution and
emission characteristics of a diesel engine
operated with dimethyl carbonat. Energy
convertion and management
Murat K, Murat H. 2008. Performance and
emission characteristics of diesel engine
using isobutanol diesel fuel blends.
Renewable Energy 34(2009) 1554-1559.
Nwafor, O.M.I. 2004. Emission characteristic of
diesel engine operating on rapeseed
methyl
ester.
Renewable
Energy
29(1):119-129.
Raheman H, Phadatare A G, 2004 Diesel engine
emissions and performance from blends pf
karaja methyl ester and diesel. Biomass
and bioenergy 27 2004) 393 - 397
Ren, Yi, Zuohua Huang, Haiyan Miao, Yage Di,
Deming Jiang, Ke Zeng, Bing Liu, and
Xibin Wang. 2008. Combustion and
emissions of a DI diesel engine fuelled
with diesel-oxygenate blends. Fuel 87
(12):2691-2697.
Rosli Hussin. 1996. Enjin Kereta. Dewan Bahasa
dan
Pustaka.
Penerbit
Universiti
Teknologi Malaysia.
Shi, X., Y. Yu, H. He, S. Shuai, J. Wang, and R. Li.
2005. Emission characteristics using
methyl soyate-ethanol-diesel fuel blends
on a diesel engine. Fuel 84 (12-13):15431549.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

139

OTO-05

KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI


BAHAN BAKAR TERHADAP EMISI DAN FUEL ECONOMY MOBIL
SISTEM INJEKSI DENGAN MESIN SI (SPARK IGNITION)
Agus Mustiko1, Darwin Rio Budi Syaka1, Hari Septiapraja2
1)
Jurusan Teknik Mesin. Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun Muka,
Jakarta, 13220
2)
Laboratorium Balai Termodinamika Motor dan Propulsi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BTMP BPPT )
PUSPIPTEK Serpong
e-mail: mustikoagus05@gmail.com
ABSTRAK
The problems that occurred in the consumer, about the development vehicle innovation are the vehicle technology, fuel
and maintenance. The fuel used for transport and private vehicles as a crucial issue, and many serve as the object of
research. Currently fuel used cars in cities Indonesia, assortment. There are three types of gasoline, using fuel with
RON88, RON 92 and RON 95. However, based on research and its development, vehicle gas fuel cars using CNG
(Compressed Natural Gas), and LGV (Liquefied Gas for Vehicle), as transport vehicles and private car. In this research
study, researcher intend presents the results of a study on the effect of variations in fuel for emissions and fuel economy
car vehicle injection with experiments on cars with engines SI (Spark Ignition) manufacturing in 2015, through research
in the Laboratory BTMP-BPPT Serpong.Based on lab tests, the results of highest row emissions of CO, HC, NOx and
CO2: RON92, CNG, RON92, RON92. The results of consecutive lows emission CO, HC, NOx and CO2 : fuel by RON95,
RON95, RON95, CNG gas.The test results of fuel consumption, (km /L) with UN ECER101standard test, Highest (saving)
on 88 RON fuel, Low (wasteful) on CNG fuel. Conclusion, CNG is a fuel with low emissions mean very good for the
environment while demonstrating savings (km /l) Lowest /wasteful, but because the price is cheaper than other gasoline
fuel economy in its operations, the level is very good for the most economical fuel in the future and the government has a
role to control the price of CNG.
Permasalahan yang terjadi di konsumen, tentang perkembangan inovasi kendaraan yaitu teknologi kendaraan, bahan
bakar dan perawatannya. Bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan angkutan dan pribadi seakan menjadi isu
krusial dan banyak dijadikan sebagai objek penelitian. Saat ini bahan bakar mobil yang digunakan dikota-kota besar di
indonesia, bermacam-macam. Ada tiga jenis bahan bakar bensin, yakni menggunakan bahan bakar dengan RON88,
RON 92 danRON 95. Namun berdasarkan penelitian dan perkembanganya, kendaraan mobil juga menggunakan bahan
bakar gas CNG (Compressed Natural Gas) , dan LGV (Liquefied Gas for Vehicle), pada kendaraan angkutan dan mobil
pribadi. Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud memaparkan hasil kajian studi pengaruh variasi bahan bakar terhadap
emisi dan fuel economy kendaraan mobil injeksi. Berdasarkan eksperimen pada mobil dengan mesin SI (Spark Ignition)
manufaktur tahun 2015, melalui riset di Laboratorium BTMP-BPPT Serpong. Berdasarkantes laboratorium,
hasilemisibaristertinggiCO, HC, Nox dan CO2: RON92, CNG, RON92, RON92. Hasil berturut-turut emisi terendah CO,
HC, NOxdanCO2: bahan bakar RON95, RON95, RON95, gas CNG. Hasil pengujian konsumsi bahan bakar, (km /L)
dengan uji standar UNECER101, paling irit pada RON 88, paling boros pada gas CNG.Kesimpulannya, gas CNG
adalah bahan bakar dengan emisi rendah berarti sangat baik untuk lingkungan meskipun menunjukkan penghematan
(km/l) Terendah/boros, tetapi karena harganya lebih murah dari bahan bakar gasoline lainnya maka tingkat
keekonomisan dalam operasionalnya paling hemat sangat baik untuk bahan bakar di masa depan dan pemerintah yang
memiliki peran untuk mengontrol harga gas CNG.
Keyword : Injection , pollutant emissions, chassis dynamometer, CNG, fuel economy.

1. Pendahuluan
Perkembangan inovasi kendaraan sangat pesat
terutama di Indonesia yang masyarakatnya
konsumtif. Kendaraan mobil yang semakin
meninggalkan sistem karburator dan beralih ke
sistem injeksi mengasilkan efisiensi kerja yang
signifikan,
Selainhomogenitascampuranbahanbakardanudara

yang bagusjugamenghasilkan air fuel ratio yang


baik,
selainitujugaemisi
gas
buangnyaramahterhadaplingkungansehinggapemak
aianbahanbakarnyamenjadimurah.
1.1. Polusi Emisi
Peraturan Lingkungan menyangkut perkembangan
kendaraan di dunia, sangat penting diaplikasikan
dalam kehidupan berbangsa. Karena gas hasil

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

140

OTO-05

pembakaran sebuah kendaraan akan menghasilkan


emisi gas buang yang berdampak terhadap efek
rumah kaca/GHG (Green House Gas).(Mr.
Futohashi, Mr. Nakata, Mr. Okura, , 2012)[1]

Gambar 1. Emisi gas buang berasal dari asap


Knalpot[1]
1.2. Peraturan emisi terhadap lingkungan di
Dunia
Posisi regulasi emisi di Indonesia dibandingkan
dengan negara-negara di dunia (tahun 2012),
menunjukkan perkembangan teknologi kendaraan
di Indonesia yang perlu mempertimbangkan
faktor-faktor : temperatur emisi rendah, emisi bak
mesin, penguapan emisi, daya tahan, OBD (on
board diagnostic) seperti pada tabel 1.Contoh isu
penguapan emisi/evaporative emission itu untuk
kendaraan baru yang beredar sudah tidak
bermasalah.
Tabel 1. Perkembangan teknologi kendaraan
dan emisi di Indonesia[1]

Sumber :Light-dutyExhaustEmission Regulations


<UNRegulationR83>, JASIC. halaman: 5/43

1.3. Sejarah Standar Emisi


Peta perkembangan emisi dunia, standard emisi
Asean, termasuk negara Indonesia di tingkat
Euro2 yakni pada tingkat CO dan HC+NOX
masing-masing adalah 2,2 dan 0,5 (mg/km).

Gambar 2. Perbandingan tingkat standar emisi


Indonesia dengan negara luar[1]

Saat ini bermacam-macam variasi bahan


bakarnya digunakan pada mobil. Ada dua jenis
bahan bakar untuk motor bakar torak jenis
spark ignition, yaitu : (1) Bahan bakar
cair/liquid, terdiri dari : Premium, Pertamax,
Pertamax Plus, (2) Bahan bakar gas, terdiri
dari : CNG (Compressed Natural Gas) , LGV
(Liquefied Gas for Vehicle).
Sejauh mana masing-masing bahan bakar
tersebut berpengaruh terhadap emisi dan fuel
economy diperlukan suatu penelitian.
Penelitian tentang solusi murah berdasarkan
strategi injeksi bahan bakar diteliti untuk
mengoptimalkan proses pembakaran bahan
bakar mesin injeksi di setiap intake
manifold/port pengapian busi, Port Fuel
Injection Spark Iignition (PFI SI). Hasil
Strategi injeksi bahan bakar yang berbeda
diusulkan sebagai solusi biaya murah untuk
mengoptimalkan mesin PFI SI pada konsumsi
bahan bakar dan emisi polutan(S. S. Merola,
P. Sementa, C. Tornatore* and B. M.
Vaclieco, 2009).[2]
Penelitian
juga
memaparkan
tentang
optimalisasi efisiensi pelepasan energi,
sekaligus mengurangi emisi polutan , yang
akan menjadi kunci bagi keberhasilan bahan
bakar masa depan(Paul Hellier, Nicos
Ladommatos., Robert Allan, John Rogerson,
2013).[3]
Pada tanggal 12 desember 2012, penelitian
tentang A Technical Review on Feasibility of
CNG and Gasoline Ethanol blends in SI
engine, meneliti tentang kelayakan campuran
gas CNG dan bensin etanol pada mesin
dengan pengapian busi, dan meyimpulkan
bahwa gas CNG merupakan bahan bakar
alternatif yang menjanjikan dalam mesin
Spark Ignition dengan biaya dan emisi gas
buang yang rendah dan ada peningkatan BSFC
(brake specific fuel Consumption) dan
BTE.(Ashok A. Mandal. Dr. R. S. Dalu,
2012).[4]
Penelitian berjudul : Compressed Natural
Gas as an Alternative Fuel for Spark Ignition
Engine: A Review, peneliti menyimpulkan
efisiensi termal mesin dan gas buang suhu
yang dihasilkan oleh pembakaran CNG selalu
lebih tinggi dibandingkan dengan yang dari
bensin / diesel : (1) CNG menghasilkan
kurang 8-16% dari pengurangan torsi & daya
dan BMEP dibandingkan dengan bahan bakar
bensin karena mengurangi efisiensi volumetrik
dan kecepatan api CNG, (2) Rata-rata
pengurangan CO, CO2 dan emisi HC masingmasing adalah 20-98%, 8-20% dan 40-87%,
(3) emisi NOx lebih tinggi untuk CNG sebagai

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

141

OTO-05

bahan bakar kendaraan bermotor yang dapat


dikurangi dengan meningkatkan kepadatan
bahan bakar dan pencampuran H2 dengan
jumlah kecil.(Ashok A. Mandal, Dr. R. S.
Dalu, 2012).[5]
Penelitiantentang Investigating the Impacts of
Retrofitted CNG Vehicles on Air Pollutant
Emissions in Tehran ,
peneliti
menyimpulkan : untuk mengetahui dampak
dari kendaraan CNG, Hasil yang diperoleh
menunjukkan peningkatan emisi polutan
udara, termasuk CO (setara dengan 1.030.770
ton), NO (setara dengan 1.030.770 ton), THC
(269.020 ton) dan CO2 x (sama dengan 38.430
ton) yang dihasilkan dari pemanfaatan
kendaraan CNG.(Hashemian, S. A, Mansouri
N, Morady M.A, 2013).[6]
Berdasarkan penelitian tersebut diatas,
peneliti hanya meneliti sebatas bahan
bakar. Namun belum ada yang meneliti
tentang pengaruhnya variasi bahan bakar
(RON88, RON92, RON95, gas CNG)
terhadap emisi dan fuel economyPada
chassis dynamometer di Indonesia.Oleh
karena itu penelitian ini tertarik untuk
menginvestigasi pengaruh penggunaan
variasi bahan bakar (RON88, RON92,
RON95, gas CNG) terhadap emisi dan fuel
economy mobil sistem bahan bakar injeksi
padaengine SI (Spark Ignition).
2. Metode
Eksperimen
pada
Chasis
Dynamometer
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai
Termodinamika Motor dan Propulsi Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BTMP BPPT
) PUSPIPTEK Serpong.

....... (1)
Dimana :
Mi=massa emisiipolutan
(gr/km),Vmix=volumegas
buangyangdiencerkandalamliterper
tesdandikoreksi kondisistandar(273.2K
dan101.33kPa), Qi=densitas d a r i
polutani(gr/liter), Ci=konsentrasi polutan i ,
D=jarakselama siklusoperasi(km).
Volumegas buangyangdiencerkandikoreksidengan
cararumus berikut:[8]
....... (2)
Dimana : Pp=tekanan absolutpadainletke

pompa(kPa), Tp=suhurata-rata
daridiencerkangas buangyang
masukpompa(K), K1=2,6961(K.kPa-1).
Perhitungankonsentrasi:[8]
.......

(3)

Dimana
:
Ci=konsentrasipolutanidalam
gasbuangdiencerkan,
dalamppmataupersenvolume
dandikoreksi
olehjumlahi
terkandung
dalamudarapengenceran,
Ce=konsentrasidiukurdaripolutanidalam
gasbuangdiencerkan,
dalamppmataupersenvolume,Cd=konsentrasidi
ukurdaripolutanidi
udarayang
digunakanuntukpengenceran,
dinyatakan
dalamppmataupersenvolume;
DF=faktor pengenceran.
Faktorpengencerandihitungsebagai
Untukbensin dandiesel:[8]

berikut:
....... (4a)

Untuk Gas CNG :[8]


....... (4c)

Gambar 3. Metode Penelitian


2.1. Metode
Metode yang digunakan untuk penelitian tertera
pada gambar 3. Emisipolutan gasdihitungdengan
carapersamaan berikut:[8]

Dimana
:
CCO2=konsentrasiCO2dalam
gasbuangdiencerkan,
CHC=konsentrasiHCdalam
gasbuangdiencerkan,
CCO=konsentrasiCOdalam
gasbuangdiencerkan.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

142

OTO-05

2.2. Chasis Dynamometer


Skema peralatan uji emisi melalui beban jalan
(road load) pada chasis dynamometer bisa
dilihat pada gambar 4. Batasan mobil yang
diuji adalah Honda City 1.5L yang telah lolos
Euro 4 manufaktur PT. Honda Prospect
MotorThailand. Pengujian dilakukan ditempat
pengujian kendaraan guna mengetahui emisi
CO, HC, CO2 dan NOXsecara menyeluruh.
Metode pengujian menggunakan standar Uji
UN ECE R101.

Gambar 4. Metode pengujian emisi mobil


dengan Chasis Dynamometer
Sumber : Gambar
Light-dutyExhaustEmission
Regulations <UNRegulationR83>, JASIC. halaman:
21/43, digambar ulang oleh Mustiko Spd. Tgl 10 April
2015 dengan AutoCad.

2.3. Prosedur Uji Emisi pada Chasis


Dynamometer
Sebelum uji tes, kendaraan dimasukkan ke dalam
ruangan dengan suhu yang relatif konstan 20 s.d
30 oC. Pengkondisian dilakukan selama 6 jam dan
sampai temperatur pendingin dan oli mesin
mencapai kira-kira 20oC.Setelah kendaraan siap
diuji, maka sopir mengendarai dan mengendalikan
mobil uji yang berada diatas dyno test bench
(Chasis Dynamometer) dengan melihat monitor,
sebagai patokan penyimpangan (toleransi) saat
berkendara
(dibutuhkan keahlian khusus
mengemudi).

putus) maka pengujian terjadi penyimpangan


sebesar + 2 km/jam dan pengujian dianggap
gagal. Setelah titik hijau berakhir melewati garis
yang telah ditentukan (perpindahan gear 1 s.d 5
gear ) dan kecepatan puncak mencapai 120
km/jam, maka pengujian sudah mulai berakhir
dengan berkurangnya perpindahan transmisi
berpindah ke gear terkecil (gear 1) hingga ke
netral.
AVL CRUISE adalah alat simulasi kendaraan dan
pemindah daya yang mendukung tugas sehari-hari
sistem kendaraan dan analisis penggerak pada
semua kendaraan dan pengembangan perpindahan
tingkat drive, mulai dari perencanaan konsep
sampai produksi dan seterusnya. Penerapannya
meliputi
berbagai
powertrains
kendaraan
konvensional termasuk sistem hybrid yang sangat
canggih dan kendaraan listrik murni.
Pemodelan CRUISE termasuk komponen
powertrain mekanik, komponen listrik Hybrid
seperti baterai dan E-Machine, Kendaraan, driver,
tes/uji trek dan didefinisikan sebagai penggunaan
simulasi seperti siklus tes. Fungsi kontrol dan
strategi operasional dapat dengan mudah
diimplementasikan menggunakan standar C-kode.
Sebagai simulasi kendaraan dan powertrain alat
ini sering digunakan. AVL CRUISE adalah
terbukti untuk menganalisis semua konfigurasi
peminda daya.(Arno HUSS (AVL),Heiko MAAS
(FORD), Heinz HASS (EUCAR/Ford), 2013)[7]
2.4. Uji siklus & lintasannya
Uji beban jalan kendaraan pada dinamometer
sasis memerlukan siklus dan lintasan. Maka dalam
uji beban jalan untuk urban dan extra urban atau
jalan dalam kota dan luar kota menggunakan
NEDC (New EuropeanDrivingCycle) seperti
ditunjukkan pada gambar 6.

Gambar 6. Profil Kecepatan dari New


EuropeanDrivingCycle(NEDC)[7][8]

Gambar 5. Toleransi kecapatan[1][8]


Tanda titik hijau pada monitor adalah sebagai
patokan
dan
menunjukkan
toleransi
penyimpangan yang sedang terjadi (bila titik hijau
itu keluar dari batas garis toleransi/garis putus-

2.5. Peralatan dan Langkah Uji Emisi


Peralatan yang digunakan saat uji emisi adalah :
(a) monitor kontrol speed untuk pengemudi, (b)
monitor kontrol emisi, (c) monitor kontrol
kecepatan dalam, (d) monitor kontrol chasis dyno
testbed,(e)
unit
dinamometer
sasis
(f)
exhaustanalyzer piping, (g) exhaust pipe, (h)
blower, dll.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

143

OTO-05

a.

c.

Torsi Maksimum

12,9 kg.m

Kapasitas
tangkiCNG

65LSP

Berat kosong

pada putaran
mesin 4800
rpm
Liter Setara
Premium

1.246 kg

3.1. Uji Emisi

b.

d.

Gambar 7. Peralatan Instrumentasi

Dari Observasi hasil pengujian emisi dan konsumsi


bahan bakar, maka didapatkan hasil uji sebagai
berikut :
Tabel 3. Rata-rata total emisi CO, HC, dan Nox
Hasil Pengujian Emisi Standar Uji UN ECE
R101
Bahan Bakar

Premium
e.

f.

Pertamax

Rata-rata
CO
(g/km)

Total Emissions
Rata-rata
Rata-rata
HC
N0x
(g/km)
(g/km)

0,09033

0,00667

0,004

0,093

0,00533

0,005

Pertamax Plus

0,05467

0,00333

0,003

CNG

0,07867

0,015

0,004

Hasil perbandingan emisi CO, HC, dan Nox


dengan Standar Uji UN ECE R101, ditunjukkan
pada diagram (gambar 9).
g.

h.

Gambar 8. Perlengkapan Running Test


3. Hasil dan Pembahasan
Karakteristik tekniskendaraan yang di uji adalah:
Tabel 2. Spesifikasi Kendaraan yang di uji
Nama
Total
kapasitassilinder

Tahunpembuatan

Jumlahsilinder

Honda City

A/T

1.5 LSOHC

18 Katup iVTEC

2015

PT. Honda
Prospect
Motor
Thailand

4 silinder

Perbandingan
Kompresi

10,4:1

Tenagamaksimum

120 PS

0.1
0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0

Total Emissions
Rata-rata CO
(g/km)
Total Emissions
Rata-rata HC
(g/km)
Total Emissions
Rata-rata N0x
(g/km)

Gambar 9. perbandingan emisi CO, HC, dan


Nox

Segaris

pada putaran
mesin 6600
rpm

Total emisi rata-rata CO (g/km) pada hasil


pengujian bahan bakar dengan standar Uji UN ECE
R101 Mobil Honda City 1,5 A/T :
Hasil Kadar CO tertinggi pada Pertamax dan kadar
CO terendah, bahan bakar Pertamax Plus. Emisi
rata-rata HC (g/km) kadar HC tertinggi pada bahan
bakar CNG dan kadar HC terendah, bahan bakar

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

144

OTO-05

Pertamax Plus. Emisi rata-rata NOx (g/km) kadar


NOx tertinggi pada bahan bakar Pertamax dan
kadar NOx terendah pada bahan bakar Pertamax
Plus. Dan emisi CO2 (seperti pada gambar 10)
adalah :
Tabel 4. Rata-rata total emisi CO2
Total Emissions
Bahan Bakar

Rata-rata CO2

Dari uji konsumsi bahan bakar tersebut, maka dapat


dijelaskan melalui grafik berikut:
16
14
12
10
8
6
4
2
0

(g/km)
Premium

168,011

Pertamax

182,0147

Pertamax Plus

173,1369

CNG

140,471

Total Emissions Rata-rata CO2 (g/km)


200
150
100
Total
Emissions
Rata-rata
CO2 (g/km)

50
0

Gambar 10. perbandingan emisi CO2


Total emisi rata-rata CO2 (g/km), emisi CO2
tertinggi, bahan bakar Pertamax dan emisi CO2
terendah, bahan bakar CNG.
3.2. Uji Konsumsi Bahan Bakar
Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar dengan
Standar Uji UN ECE R101
Tabel 5. Uji Konsumsi Bahan Bakar

Rata-rata (Liter
per 100 km
(LSP/100km))

Gambar 11. Perbandingan konsumsi bahan


bakar
Analisis konsumsi bahan bakar :
Hasil pengujian konsumsi bahan bakar (fuel
consumption) dengan standar Uji UN ECE R101
Mobil Honda City 1,5 A/T :Tertinggi (hemat), pada
bahan bakar premium dan terendah (boros), pada
bahan bakar gas CNG. Tetapi hasil pengujian
konsumsi bahan bakar (liter per 100km (LSP/100))
menunjukkan bahan bakar gas CNG tertinggi
(hemat) dan bahan bakar premium terendah
(boros).Bahan bakar CNG menunjukkan hasil fuel
economy yang lebih rendah (boros) dibandingkan
dengan bahan bakar lainnya, hal ini disebabkan
karena densitas dari CNG lebih kecil dari premium,
pertamax dan pertamax plus. Hasil pengujian juga
menunjukkan bahwa lebih tingginya nilai kalori dan
angka oktan CNG tidak dapat mengatasi rendahnya
densitas dari CNG.
3.3. Perhitungan biaya bahan bakar (fuel
economy).
Untuk perhitungan biaya bahan bakar dapat
dilihat pada tabel 5, berikut:

Bahan Bakar

Rata-rata
(km/L)

Premium

7,203333333

13,89

Pertamax

7,823333333

12,82

Pertamax
Plus

7,316666667

13,69

8,21

12,18

CNG

Hasil Pengujian
Konsumsi Bahan
Bakar dengan Standar
Uji UN ECE R101
Mobil Honda City
CNG 1.5 AT Fuel
Consumption Rata-rata
(km/L)

Tabel 6. Biaya per km bahan


bakar

Fuel Consumption
Bahan
Bakar

Hasil Pengujian
Konsumsi Bahan
Bakar dengan Standar
Uji UN ECE R101
Mobil Honda City
CNG 1.5 AT Fuel
Consumption Rata-rata
(Liter per 100 km
(LSP/100km))

(Rp)

premium

493,51

pertamax

645,43

pertamax plus

690,48

CNG

254,85

Dari tabel 6 tersebut, bisa digambarkan grafik sebagai


berikut :

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

145

OTO-05

Referensi :
800
700
600
500
400
300
200
100
0

Biaya per
km Bahan
Bakar
Biaya per
km (Rp)

Gambar 12. Perbandingan biaya bahan


bakar
Dari grafik menunjukkan biaya bahan bakar
tertinggi (mahal) adalah bahan bakar pertamax
plus dan terendahnya pada bahan bakar gas CNG.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian emisi, konsumsi
bahan bakar (fuel consumption) dan biaya bahan
bakar (fuel economy) pada pebahasan diatas,
bisa disimpulkan sbb:
5.1. Hasil emisi hasil emisi CO, HC, NOx dan
CO2 tertinggi berturut-turut : bahan bakar
dengan RON92, gas CNG, RON92,
RON92. Sedangkan hasil emisi CO, HC,
NOx dan CO2 terendah berturut-turut :
bahan bakar dengan RON95, RON95,
RON95, gas CNG.
5.2. Hasil pengujian konsumsi bahan bakar
(fuel consumption),(km/L) dengan standar
Uji UN ECE R101, Tertinggi (hemat) pada
bahan bakar RON 88, Terendah (boros)
pada bahan bakar CNG.Tetapi hasil
pengujian konsumsi bahan bakar (liter per
100km (LSP/100))menunjukkan bahan
bakar gas CNG tertinggi (hemat).
5.3. Bahan bakar gas CNG merupakan bahan
bakar dengan emisi rendah berarti sangat
baik
untuk
lingkungan,
walaupun
menunjukkan fuel economy (km/l)
terendah/boros, tetapi fuel consumption
(liter/100km (LSP/100)) menunjukkan
tertinggi/hemat,artinya dengan efisiensi
tinggi akan sangat baik untuk bahan bakar
di masa mendatang dan pemerintahlah
yang mempunyai peran mengendalikan
harga gas CNG.
5.4. Pengembangan
dan
sosialisasi
maintenance terhadapkendaraan berbahan
bakar gas CNG merupakan hal penting
yang
harus
difikirkan
dan
diimplementasikan
untuk
memenuhi
kebutuhan masyarakat akan kendaraan
berbahan bakar gas CNG.

[1]. Mr. Futohashi, Mr. Nakata, Mr. Okura, . 3Qth


Asia ExpertMeeting on Electric Power
Train (R100) and ExhaustEmission (R40,
R83). Minutes of Meeting 30th JASIC Asia
Expert Meeting in Malaysia, Selangor,
Malaysia: Jasic, pp. 45, (2012).
[2]. S. S. Merola, P. Sementa, C. Tornatore and B.
M. Vaclieco, Effect Of Fuel Injection
Strategies On The Combustion Process In A
PFI Boosted SI Engine,
International
Journal of Automotive Technology, Vol. 10,
No. 5, pp.545553, (2009).
[3]. Paul Hellier, Nicos Ladommatos., Robert
Allan, John Rogerson, Combustion and
emissions characteristics of toluene/nheptane and 1-octene/n-octane binary
mixtures in a direct injection compression
ignition engine. Combustion and Flame,
www.Elsevier.com, pp.2141-2158. (2013).
[4]. Ashok A. Mandal. Dr. R. S. Dalu, A
Technical Review on Feasibility of CNG
and Gasoline Ethanol blends in SI engine.
International Journal of Emerging Technology
and
Advanced
Engineering,
Website:
www.ijetae.com, pp.328-334, (2012).
[5]. Ashok A. Mandal, Dr. R. S. Dalu,
Compressed Natural Gas as an Alternative
Fuel for Spark Ignition Engine: A Review,
International Journal of Engineering and
Innovative Technology (IJEIT), pp.92-96,
(2012).
[6]. Hashemian, Investigating The Impact of
Retrofitted CNG Vehicles on Air Pollutant
Emission in Tehran, Tehran,Iran: Int. J.
Environ. Res., 7(3), pp.669-678, (2013).
[7]. Arno HUSS (AVL),Heiko Maas (Ford), Heinz
Hass (Eucar/Ford),Tank-To-Wheels Report
Version 4.0 Jec Well-To- Wheels Analysis,
Italy : Luxembourg: Publications Office of the
European Union, (2013).
[8]. JASIC, ECE No. 101 Emission Of Carbon
Dioxide And Fuel Consumption (Passenger
Car), PP.1-56, (2010).
[9]. Heywood,J.B,InternalCombustionEngineFu
ndamentals,McGraw-Hill.NewYork. (1988).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

146

OTO-06

PENGARUH JUMLAH PLAT DAN JENIS MATERIAL ELEKTRODA


PADA ELEKTROLISER TIPE DRY CELL TERHADAP UNJUK
KERJA MESIN SEPEDA MOTOR
Sehat Abdi Saragih
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau
abdi_saragih12@yahoo.com
ABSTRAK
Masyarakat dunia memiliki ketergantungan terhadap bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Namun bahan bakar fosil
memiliki keterbatasan cadangan dan berdampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini mendorong dilakukannya berbagai
upaya untuk mencari sumber energi alternatif sebagai pengganti energi fosil atau pengurangan konsumsi bahan bakar
fosil. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil adalah penggunaan
elektroliser tipe dry cell pada mesin sepeda motor. Elektroliser tipe dry cell adalah suatu alat yang dapat menghasilkan
hidrogen sebagai bahan bakar yang dapat dicampur dengan bahan bakar bensin pada mesin sepeda motor. Elektroliser
tipe dry cell memiliki komponen yang disebut dengan elektroda. Jumlah dan jenis material elektroda dapat
mempengaruhi unjuk kerja mesin sepeda motor. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh jumlah dan jenis
material plat elektroda pada elektroliser tipe dry cell terhadap unjuk kerja mesin sepeda motor. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh jumlah plat dan jenis material elektroda pada elektroliser tipe dry cell terhadap unjuk
kerja mesin sepeda motor Selain itu untuk mengetahui jumlah plat dan jenis material plat elektroda yang paling baik
unjuk kerja mesin sepeda motor. Penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan cara menguji unjuk kerja mesin
sepeda motor yang menggunakan elektroliser tipe dry cell dengan jumlah plat elektroda 5, 6, 7, 8 dan 9 buah dengan
jenis material stainless steel, besi ST 37 dan alumunium. Mesin sepeda motor dioperasikan pada putaran 5000 rpm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah plat dan jenis material plat elektroda pada elektroliser tipe dry cell
memiliki pengaruh terhadap unjuk kerja mesin sepeda motor. Unjuk kerja mesin sepeda motor yang paling baik terdapat
pada jumlah plat elektroda 9 buah dengan jenis material stainless steel. Dimana diperoleh torsi tertinggi sebesar 6 Nm,
daya efektif tertinggi sebesar 3,14, kW, tekanan efektif rata-rata tertinggi sebesar 776,38 kPa, efisiensi thermal tertinggi
sebesar 53,32 %. Sedangkan konsumsi bahan bakar terendah sebesar 0,48 kg/jam,konsumsi bahan bakar spesifik
terendah sebesar 0,15 kg/kW.jam dan perbandingan bahan bakar udara terendah sebesar 0,0204 .
Kata Kunci : elektroliser, elektroda, unjuk kerja, mesin sepeda motor

1.

PENDAHULUAN

Masyarakat dunia sampai saat ini masih memiliki


ketergantungan yang sangat besar terhadap bahan
bakar fosil. Pembakaran bahan bakar fosil
merupakan sumber penghasil energi utama pada
industri, transportasi dan juga rumah tangga.
Namun
sumber
energi
fosil
mempunyai
keterbatasan jumlah dan dapat merusak lingkungan.
Hal ini mendorong dilakukannya berbagai upaya
untuk mencari sumber energi alternatif sebagai
pengganti energi fosil atau pengurangan konsumsi
bahan bakar fosil. Salah satu teknologi yang dapat
digunakan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar
fosil adalah penggunaan elektroliser tipe dry cell
pada mesin sepeda motor. Elektroliser tipe dry cell
adalah suatu alat yang dapat menghasilkan hidrogen
sebagai bahan bakar yang dapat dicampur dengan
bahan bakar bensin pada mesin sepeda motor.
Elektroliser tipe dry cell memiliki komponen yang
disebut dengan elektroda. Menurut Nurbudi Cahyono,
2013, semakin luas elektroda yang bersentuhan dengan
air, maka air yang akan terelektrolisis juga semakin
banyak. Air yang terelektrolisis akan menjadi gas HHO.

Penggunaan gas HHO sebagai suplemen bahan


bakar dapat meningkatkan esiensi pembakaran.
Dengan demikian perlu di tinjau pengaruh jumlah
plat dan jenis material elektroda pada elektroliser
tipe dry cell terhadap unjuk kerja mesin sepeda

motor. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk


mengetahui pengaruh jumlah plat dan jenis material
elektroda pada elektroliser tipe dry cell terhadap
unjuk kerja mesin sepeda motor. Selain itu untuk
mengetahui jumlah plat dan jenis material elekroda
yang paling baik unjuk kerja mesinnya.
2.

TINJAUAN PUSTAKA

Elektrolisis adalah proses penguraian molekul


menjadi unsur-unsur asalnya dengan mengaliri arus
listrik. Alat untuk melakukan elektrolisis disebut
elektroliser. Elektroliser dapat diklasifikasikan
kedalam dua jenis yaitu wet cell dan dry cell.
Elektroliser tipe wet cell adalah elektroliser dimana
semua elektrodanya terendam cairan elektrolit
didalam sebuah bejana air. Sedangkan elektroliser
tipe dry cell adalah elektroliser dimana sebagian
elektrodanya tidak terendam elektrolit dan elektrolit
hanya mengisi celeh-celeh antara elektoda itu
sendiri. Kelebihan elektroliser tipe dry cell
diantaranya adalah air yang di elektrolisa hanya
seperlunya yaitu hanya air yang terjebak diantara
lempengan cell, panas yang di timbulkan relatif
kecil, karena selalu terjadi sirkulasi antara air panas
dan dingin di reservoir dan arus listrik yang

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

147

OTO-06

digunakan relatif lebih kecil, karena daya yang


terkonveksi manjadi panas semakin sedikit.
Elektroliser tipe dry cell memiliki komponen utama
yaitu Saluran masuk dan keluar, generator,
reservoir, bubbler dan elektroda
3.

menambah produksi gas Hidrogen Hidrogen


Oksigen (HHO) pada elektroliser. Gas HHO yang
bersumber dari elektroliser memiliki nilai oktan
yang lebih tinggi dibandingkan nilai oktan bahan
bakar bensin.

METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan


menggunakan alat uji mesin sepeda motor yang
menggunakan elektroliser tipe dry cell. Skema
pemasangan elektroliser pada mesin sepeda motor
dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.

Gambar 2. Hubungan jumlah dan jenis material


elektroda terhadap torsi

Gambar 1. pemasangan elektroliser


Elektroliser yang diuji menggunakan jumlah plat
elektroda 5, 6, 7, 8 dan 9 buah dengan jenis material
stainless steel, besi ST 37 dan alumunium. Gas
HHO yang dihasilkan dari elektroliser disalurkan ke
ruang filter udara, selanjutnya disalurkan ke
karburator bersama dengan udara untuk dicampur
dengan bahan bakar bensin. Campuran bahan bakar
bensin, gas HHO dan udara secara bersama
dialirkan kedalam ruang bakar. Pengujian dilakukan
pada mesin sepeda motor dengan putaran 5000 rpm
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Pengaruh Jumlah Plat Dan Jenis Material
Elektroda Terhadap Torsi
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa jumlah plat
dan jenis material elektroda pada elektroliser
memiliki pengaruh terhadap torsi. Torsi tertinggi
terdapat pada jumlah plat elektroda 9 buah dari
jenis material stainless steel yaitu sebesar 6 Nm.
Sedangkan torsi terendah terdapat pada jumlah plat
elektroda 5 buah dari jenis material alumunium
yaitu sebesar 4,34 Nm . Seperti terlihat pada
gambar 2, bahwa semakin banyak jumlah plat
elektroda maka nilai torsi semakin meningkat. Hal
ini disebabkan karena semakin banyak jumlah plat
elektroda maka luas penampang elektroda pada
elektroliser akan semakin besar sehingga semakin
mempermudah larutan elektrolit untuk mentransfer
proses penguraian molekul-molekul air menjadi
penyusun aslinya. Dengan demikian akan

Saat gas HHO tersebut dicampurkan dengan bensin


didalam karburator maka akan mengakibatkan nilai
oktan bahan bakar campuran HHO dengan bensin
tersebut menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan
nilai oktan bensin murni. Sehingga peningkatan
nilai oktan tersebut akan mengakibatkan proses
pembakaran didalam ruang bakar akan menjadi
lebih sempurna. Proses pembakaran yang terjadi
secara sempurna akan menghasilkan energi panas
yang lebih besar. Hal tersebut akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan torsi mesin. Sehingga torsi
akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
elektroda.Untuk jenis material elektroda dari
stainless steel memiliki torsi yang lebih tinggi
dibandingkan dari jenis elektroda besi ST 37.
Selanjutnya jenis elektroda besi ST 37 memiliki
torsi yang lebih tinggi dari jenis elektroda
alumunium. Hal ini disebabkan oleh sifat material
elektroda yang yang mempengaruhi produksi
hidrogen yang dihasilkan. Sehingga torsi mesin
akan berubah dengan jenis material elektroda yang
berbeda.
4.2 Pengaruh Jumlah Plat Dan Jenis Material
Elektroda Terhadap Daya Efektif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah plat
dan jenis material elektroda pada elektroliser
memiliki pengaruh terhadap daya mesin. Daya
tertinggi terdapat pada jumlah plat elektroda 9 buah
dengan jenis material stainless steel yaitu sebesar
3,14 kW. Sedangkan daya terendah terdapat pada
jumlah plat elektroda 5 buah dari jenis material
alumunium yaitu sebesar 2,27 kW . Seperti terlihat
pada gambar 3, bahwa semakin banyak jumlah
elektroda maka daya yang dihasilkan akan semakin
meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin
banyak jumlah plat elektroda maka luas penampang
elektroda pada elektroliser akan semakin besar
sehingga semakin mempermudah larutan elektrolit

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

148

OTO-06

untuk mentransfer proses penguraian molekulmolekul air menjadi penyusun aslinya. Dengan
demikian akan menambah produksi gas Hidrogen
Hidrogen Oksigen (HHO) pada elektroliser. Gas
HHO yang bersumber dari elektroliser memiliki
nilai oktan yang lebih tinggi dibandingkan nilai
oktan bahan bakar bensin. Ketika gas HHO
dicampurkan dengan bensin didalam karburator
maka nilai oktan bahan bakar campuran HHO
dengan Bensin tersebut menjadi lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai oktan bensin murni.
Sehingga peningkatan nilai oktan tersebut akan
mengakibatkan proses pembakaran didalam ruang
bakar akan menjadi lebih sempurna. Proses
pembakaran yang terjadi secara sempurna akan
menghasilkan energi panas yang lebih besar. Hal
tersebut
akan
mengakibatkan
terjadinya
peningkatan daya mesin. Sehingga daya akan
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
elektroda

tekanan efektif semakin meningkat. Hal ini


disebabkan karena semakin banyak jumlah plat
elektroda maka luas penampang elektroda pada
elektroliser akan semakin besar sehingga semakin
mempermudah larutan elektrolit untuk mentransfer
proses penguraian molekul-molekul air menjadi
penyusun aslinya. Dengan demikian akan
menambah produksi gas Hidrogen Hidrogen
Oksigen (HHO) pada elektroliser.

Gambar 4. hubungan jumlah plat dan jenis


material elektroda terhadap tekanan efektif

Gambar 3. hubungan jumlah plat dan jenis


material elektroda terhadap daya
Untuk jenis material elektroda dari stainless steel
memiliki daya yang lebih besar dibandingkan jenis
elektroda besi ST 37. Selanjutnya jenis elektroda
besi ST 37 memiliki daya yang lebih besar dari
jenis elektroda alumunium. Hal tersebut disebabkan
oleh sifat material elektroda yang mempengaruhi
produksi hidrogen yang dihasilkan. Sehingga daya
mesin akan berubah dengan jenis material elektroda
yang berbeda
4.3 Pengaruh Jumlah Plat Dan Jenis Material
Elektroda Terhadap Tekanan Efektif
Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah plat
dan jenis material elektroda pada elektroliser
memiliki pengaruh terhadap tekanan efektif.
Tekanan efektif tertinggi terdapat pada jumlah plat
elektroda 9 buah dari jenis material stainless steel
yaitu sebesar 776,38 kPa. Sedangkan tekanan
efektif terendah terdapat pada jumlah plat elektroda
5 buah dari jenis material alumunium yaitu sebesar
561,98 kPa .Seperti terlihat pada gambar 4, bahwa
semakin banyak jumlah plat elektroda maka

Gas HHO yang bersumber dari elektroliser


memiliki nilai oktan yang lebih tinggi dibandingkan
nilai oktan bahan bakar bensin. Pada saat gas HHO
tersebut
dicampurkan dengan bensin didalam
karburator maka akan mengakibatkan nilai oktan
bahan bakar campuran HHO dengan bensin tersebut
menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
oktan bensin murni. Sehingga peningkatan nilai
oktan tersebut akan mengakibatkan proses
pembakaran didalam ruang bakar akan menjadi
lebih sempurna. Proses pembakaran yang terjadi
secara sempurna akan menghasilkan energi panas
yang lebih besar. Hal tersebut akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan tekanan efektif mesin.
Sehingga tekanan efektif akan meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah elektroda.
Untuk jenis material elektroda dari stainless steel
memiliki daya yang lebih tinggi dibandingkan dari
jenis elektroda besi ST 37. Selanjutnya jenis
elektroda besi ST 37 memiliki daya yang lebih
tinggi dari jenis elektroda alumunium. Hal ini
disebabkan oleh sifat material elektroda yang yang
mempengaruhi produksi hidrogen yang dihasilkan.
Sehingga tekenan efektif mesin akan berubah
dengan jenis material elektroda yang berbeda
4.4 Pengaruh Jumlah Plat Dan Jenis Material
Elektroda Terhadap Konsumsi Bahan
Bakar
Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah plat
dan jenis material elektroda pada elektroliser tipe
dry cell memiliki pengaruh terhadap konsumsi
bahan bakar. Konsumsi bahan bakar tertinggi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

149

OTO-06

terdapat pada jumlah plat elektroda 5 buah dari


jenis material alumunium yaitu sebesar 0,668
kg/jam. Sedangkan konsumsi bahan bakar terendah
terdapat pada jumlah elektroda 9 buah dari jenis
material stainless steel yaitu sebesar 0,484 kg/jam.
Seperti terlihat pada gambar 5, bahwa semakin
banyak jumlah plat elektroda maka konsumsi bahan
bakar semakin menurun. Hal ini disebabkan karena
semakin banyak jumlah
elektroda maka luas
penampang elektroda pada elektroliser akan
semakin besar sehingga semakin mempermudah
larutan elektrolit untuk mentransfer proses
penguraian molekul-molekul air menjadi penyusun
aslinya. Dengan demikian akan menambah produksi
gas Hidrogen Hidrogen Oksigen (HHO) pada
elektroliser. Gas HHO yang dihasilkan oleh
elektroliser memiliki tekanan dan dialirkan kedalam
ruang filter udara sehingga bercampur dengan udara
didalam ruang filter udara dan masih tetap memiliki
tekanan.

Gambar 5. hubungan jumlah plat dan jenis


material elektroda terhadap konsumsi bahan
bakar
Campuran gas HHO dan udara akan mengalir
menuju ruang pencampuran bahan bakar dan udara
didalam karburator. Didalam ruang pencampuran
bahan bakar dan udara pada karburator, tekanan
campuran gas HHO dan udara akan menghambat
pengaliran bensin masuk kedalam ruang
pencampuran pada karburator. Sehingga jumlah
bensin yang masuk kedalam karburator akan
berkurang. Pengurangan jumlah bensin sebagai
mewakili bahan bakar untuk mendukung proses
pembakaran pada ruang bakar akan diganti oleh gas
HHO. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya
pengurangan konsumsi bahan bakar bensin pada
mesin sepeda motor. Volume gas HHO yang masuk
kedalam karburator akan mengurangi volume
bensin yang dimasukkan kedalam karburator.
Dengan demikian akan mengakibatkan terjadinya
penurunan konsumsi bahan bakar seiring dengan
peningkatan jumlah elektroda.
Untuk jenis material elektroda dari stainless steel
memiliki konsumsi bahan bakar yang lebih rendah
dibandingkan dari jenis elektroda besi ST 37.

Selanjutnya jenis elektroda besi ST 37 memiliki


konsumsi bahan bakar yang lebih rendah dari jenis
elektroda alumunium. Hal ini disebabkan oleh sifat
material elektroda yang yang mempengaruhi
produksi hidrogen yang dihasilkan. Sehingga
konsumsi bahan bakar bensin mesin akan berubah
dengan jenis material elektroda yang berbeda
4.5 Pengaruh Jumlah Plat Dan Jenis Material
Elektroda Terhadap Konsumsi Bahan
Bakar Spesifik
Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah plat
dan jenis material elektroda pada elektroliser
memiliki pengaruh terhadap konsumsi bahan bakar
spesifik. Konsumsi bahan bakar spesifik tertinggi
terdapat pada jumlah plat elektroda 5 buah dari
jenis material alumunium yaitu sebesar 0,29
kg/kW.jam. Sedangkan konsumsi bahan bakar
spesifik terendah terdapat pada jumlah elektroda 9
buah dari jenis material stainless steel yaitu sebesar
0,15 kg/kW.jam. Seperti terlihat pada gambar 6,
bahwa semakin banyak jumlah plat elektroda maka
konsumsi bahan bakar spesifik semakin menurun.
Hal ini disebabkan karena semakin banyak jumlah
plat elektroda maka luas penampang elektroda pada
elektroliser akan semakin besar sehingga semakin
mempermudah larutan elektrolit untuk mentransfer
proses penguraian molekul-molekul air menjadi
penyusun aslinya. Dengan demikian akan
menambah produksi gas HHO pada elektroliser.
Gas HHO yang dihasilkan oleh elektroliser
memiliki tekanan dan dialirkan ke dalam ruang
filter udara sehingga bercampur dengan udara
didalam ruang filter udara dan masih tetap memiliki
tekanan. Campuran gas HHO dan udara akan
mengalir menuju ruang pencampuran bahan bakar
dan udara didalam karburator. Didalam ruang
pencampuran bahan bakar dan udara pada
karburator, tekanan campuran gas HHO dan udara
akan menghambat pengaliran bensin masuk
kedalam ruang pencampuran pada karburator.
Sehingga jumlah bensin yang masuk kedalam
karburator akan berkurang. Pengurangan jumlah
bensin sebagai mewakili bahan bakar untuk
mendukung proses pembakaran pada ruang bakar
akan diganti oleh gas HHO. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya pengurangan konsumsi
bahan bakar spesifik bensin pada mesin sepeda
motor. Volume gas HHO yang masuk kedalam
karburator akan mengurangi volume bensin yang
dimasukkan kedalam karburator. Hal tersebut akan
mengakibatkan terjadinya penurunan konsumsi
bahan bakar spesifik. Sehingga konsumsi bahan
bakar spesifik akan menurun seiring dengan
peningkatan jumlah elektroda.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

150

OTO-06

Gambar 6. hubungan jumlah plat dan jenis


material elektroda terhadap konsumsi bahan
bakar spesifik

kedalam ruang pencampuran pada karburator.


Sehingga jumlah bensin yang masuk kedalam
karburator akan berkurang. Pengurangan jumlah
bensin sebagai mewakili bahan bakar untuk
mendukung proses pembakaran pada ruang bakar
kan diganti oleh gas HHO. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya pengurangan konsumsi
bahan bakar bensin pada mesin sepeda motor.
Volume gas HHO yang masuk kedalam karburator
akan mengurangi volume bensin yang dimasukkan
kedalam
karburator.
Hal
tersebut
akan
mengakibatkan terjadinya penurunan konsumsi
bahan bakar spesifik. Sehingga konsumsi bahan
bakar spesifik akan menurun seiring dengan
peningkatan jumlah elektroda.

Untuk jenis material elektroda dari stainless steel


memiliki konsumsi bahan bakar spesifik yang lebih
rendah dibandingkan dari jenis elektroda besi ST
37. Selanjutnya jenis elektroda besi ST 37 memiliki
konsumsi bahan bakar spesifik yang lebih rendah
dari jenis elektroda alumunium. Hal ini disebabkan
oleh sifat material elektroda yang yang
mempengaruhi produksi hidrogen yang dihasilkan.
Sehingga konsumsi bahan bakar spesifik akan
berubah dengan jenis material elektroda yang
berbeda
4.6 Pengaruh Jumlah Plat Dan Jenis Material
Elektroda Terhadap Perbandingan Bahan
Bakar Dan Udara

Gambar 7. hubungan jumlah plat dan jenis


material elektroda terhadap perbandingan
bahan bakar dan udara

Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah dan


jenis material elektroda pada elektroliser memiliki
pengaruh terhadap perbandingan bahan bakar dan
udara. Perbandingan bahan bakar dan udara
terendah terdapat pada jumlah plat elektroda 9 buah
dari jenis material stainless steel yaitu sebesar
0,0204. Sedangkan perbandingan bahan bakar dan
udara tertinggi terdapat pada jumlah plat elektroda
5 buah dari jenis material alumunium yaitu sebesar
0,0281. Seperti terlihat pada gambar 7, bahwa
semakin banyak jumlah plat elektroda maka
perbandingan bahan bakar dan udara akan semakin
menurun. Hal ini disebabkan karena semakin
banyak jumlah plat elektroda maka luas penampang
elektroda pada elektroliser akan semakin besar
sehingga semakin mempermudah larutan elektrolit
untuk mentransfer proses penguraian molekulmolekul air menjadi penyusun aslinya. Dengan
demikian akan menambah produksi gas HHO pada
elektroliser. Gas HHO yang dihasilkan oleh
elektroliser memiliki tekanan dan dialirkan kedalam
ruang filter udara sehingga bercampur dengan udara
di dalam ruang filter udara dan masih tetap
memiliki tekanan. Campuran gas HHO dan udara
akan mengalir menuju ruang pencampuran bahan
bakar dan udara di dalam karburator. Didalam
ruang pencampuran bahan bakar dan udara pada
karburator, tekanan campuran gas HHO dan udara
akan menghambat pengaliran bensin masuk

Untuk jenis material elektroda dari stainless steel


memiliki perbandingan bahan bakar dan udara yang
lebih rendah dibandingkan dari jenis elektroda besi
ST 37. Selanjutnya jenis elektroda besi ST 37
memiliki perbandingan bahan bakar dan udara yang
lebih rendah dari jenis elektroda alumunium. Hal ini
disebabkan oleh sifat material elektroda yang yang
mempengaruhi produksi hidrogen yang dihasilkan.
Sehingga perbandingan bahan bakar dan udara akan
berubah dengan jenis material elektroda yang
berbeda
4.7 Pengaruh Jumlah Plat Dan Jenis Material
Elektroda Terhadap Efisiensi Thermal
Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah plat
dan jenis material elektroda pada elektroliser
memiliki pengaruh terhadap efisiensi thermal.
Efisiensi thermal tertinggi terdapat pada jumlah plat
elektroda 9 buah dari jenis material stainless steel
yaitu sebesar 53,32%. Sedangkan efisiensi thermal
terendah terdapat pada jumlah plat elektroda 5 buah
dari jenis material alumunium yaitu sebesar 27,95%
. Seperti terlihat pada gambar 8, bahwa semakin
banyak jumlah plat elektroda maka efisiensi thermal
semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena
semakin banyak jumlah plat elektroda maka luas
penampang elektroda pada elektroliser akan
semakin besar sehingga semakin mempermudah

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

151

OTO-06

larutan elektrolit untuk mentransfer proses


penguraian molekul-molekul air menjadi penyusun
aslinya. Dengan demikian akan menambah produksi
gas Hidrogen Hidrogen Oksigen (HHO) pada
elektroliser. Gas HHO
yang bersumber dari
elektroliser memiliki nilai oktan yang lebih tinggi
dibandingkan nilai oktan bahan bakar bensin. Saat
gas HHO tersebut dicampurkan dengan bensin di
dalam karburator maka akan mengakibatkan nilai
oktan bahan bakar campuran HHO dengan bensin
tersebut menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan
nilai oktan bensin murni. Sehingga peningkatan
nilai oktan tersebut akan mengakibatkan proses
pembakaran didalam ruang bakar akan menjadi
lebih sempurna. Proses pembakaran yang terjadi
secara sempurna akan menghasilkan energi panas
yang lebih besar. Hal tersebut akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan efisiensi thermal. Sehingga
efisiensi thermal akan meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah plat elektroda.

plat elektroda 9 buah dengan jenis material


stainless steel. Dimana diperoleh torsi tertinggi
sebesar 6 Nm, daya efektif tertinggi sebesar 3,14
kW, tekanan efektif tertinggi sebesar 776,38 kPa
dan efisiensi thermal tertinggi sebesar 53,32%.
Sedangkan konsumsi bahan bakar terendah
sebesar 0,48 kg/jam, konsumsi bahan bakar
spesifik terendah sebesar 0,15 kg/kW.jam dan
perbandingan bahan bakar
udara terendah
sebesar 0,0204
REFFERENSI
[1] Arbie Marwan Putra, Analisa Produktifitas
Gas Hidrogen dan Gas Oksigen Pada
Elektrolisis Larutan KOH. 2012
[2] Hidayatullah Poempida & Mustari, Rahasia
Bahan Bakar Air, Ufuk Press Jakarta, (2008)
[3] Indrawan Fardiansyah, Pengaruh Penggunaan
Elektroliser Kawat Tembaga terhadap Emisi gas
BuaCO dan HC pada Sepeda Motor, (2012)
[4] M Asadi, Uji Pemasangan Brown Gas
terhadap Performa Motor Bensin Empat
langkah, Jurnal Ilmiah Bina Teknik 7, (2011)
[5] Nurbudi cahyono. Pengaruh variasi jumlah
plat stainless steel dan variasi pemasangan
brown gas pada elektroliser terhadap torsi dan
daya sepeda motor supra-X 125 R CW tahun
2010. Kampus UNS pabelan Surakarta. 2012

Gambar 8. hubungan jumlah plat dan jenis


material elektroda terhadap efisiensi thermal
Untuk jenis material elektroda dari stainless steel
memiliki efisiensi thermal yang lebih tinggi
dibandingkan dari jenis elektroda besi St 37.
Selanjutnya jenis elektroda besi St 37 memiliki
efisiensi thermal yang lebih tinggi dari jenis
elektroda alumunium. Hal ini disebabkan oleh sifat
material elektroda yang yang mempengaruhi
produksi hidrogen yang dhasilkan. Sehingga
efisensi thermal akan berubah dengan jenis material
elektroda yang berbeda
5.

[6] Putri Prahara kusuma Ningrum,Pengaruh


Variasi Jumlah Plat Stainless Steel dan Variasi
Pemasangan Saluran Brown Gas pada
Elektroliser terhadap Konsumsi Bahan Bakar
Sepeda Motor Supra X 125 R, (2012)
[7] Sudirman Urip, Hemat BBM dengan Air, PT
Kawan Pustaka Jakarta, (2008)
[8] Waluyo B, Kaji Eksperimen Pengaruh
Penambahan Elektroliser pada Sistem Bahan
Bakar Sepeda Motor Satu Silinder C100 (Versi
Elektronik), Jurnal Momentum 5, 30-40, (2009)

KESIMPULAN.

Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah


dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
:
1. Jumlah plat dan jenis material elektroda pada
elektroliser tipe dry cell memiliki pengaruh
terhadap unjuk kerja mesin sepeda motor
2. Jumlah plat dan jenis material elektroda yang
paling baik unjuk kerja mesinnya adalah jumlah

[9] Wiranto Arismunandar, Penggerak Mula


Motor BakarTorak, ITB Bandung, (1998)
[10] Yanur Arzaqa Ghiffari dan
Kawano., Studi Karakteristik
HHO Tipe Dry Cell dan Wet
80x80 Dengan Penambahan
(1kHz).ITS,2013

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Djoko Sungkono
Generator Gas
Cell Berdimensi
PWM E-3 FF

152

OTO-07

RANCANG BANGUN SISTEM PENGISIAN BATERAI MOBIL


MENGGUNAKAN PANEL SURYA
Nugroho Yoga, Ragil Sukarno, M. Purnomo
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur
Panel surya berkapasitas 100 dan 50 watt digunakan untuk membantu pengisian baterai mobil. Tujuan umum dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa penghematan yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan atap kendaraan yang
dipasangi panel surya. Pengujian awal dilakukan dengan mengekspose panel surya yang dilakukan dengan variabel sudut
datang sinar dan intensitas radiasi. Tujuannya untuk mengetahui spesifikasi panel, posisi panel yang paling optimal untuk
beberapa intensitas radiasi dan sudut datang, serta effisiensinya. Hasil yang diperoleh digunakan pada pengujian berikutnya
dengan instalasi pada atap kendaraan dan keluaran listrik dihubungkan ke baterai. Pengujian tahap ini bertujuan untuk
mengetahui kinerja panel surya untuk pengisian baterai mobil, yang bekerja paralel dengan alternator kendaraan.
Kata Kunci : Panel surya, Baterai Mobil

1.

PENDAHULUAN

Pada era globalisasi saat ini perkembangan


pasar begitu pesat, contohnya adalah pada industri
kendaraan, begitu banyak mobil-mobil canggih
diproduksi secara terus-menerus dan konsumsi
bahan bakar pun akan menjadi masalah. Pada
kebanyakan mobil, sistem pengisian baterai yang
menggunakan Alternator digerakan oleh tenaga
mesin hasil proses pembakaran didalam silinder.
Mesin ini secara terus menerus berputar sehinga
beban putaran mesin begitu berat dan konsumsi
bahan bakar akan menjadi tinggi.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi masalah tersebut adalah dengan
melakukan pengehematan penggunaan energi yang
telah ada. Banyak cara untuk melakukan
pengehematan energi contohnya menggunakan
energi matahari untuk pengisian baterai mobil.
Matahari merupakan sumber energi yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain
seperti kebutuhan listri dan digunakan untuk
pengisian baterai, menghidupkan elektronik, dan
lain-lain. Apalagi kita sadari bahwa negara
Indonesia terletak pada daerah khatulistiwa yang
kaya akan pancaran energi matahari, sehingga kita
dapat manfaatkan kondisi tertentu untuk berbagai
keperluan tersebut. Energi ini dipilih karena
ketersediaannya yang tak terbatas dan bisa
dimanfaatkan dengan biaya yang tidak terlalu
mahal.
Solar cell atau juga sering disebut fotovoltaik
adalah alat yang mampu mengkonversi langsung
cahaya matahari menjadi listrik. Solar cell bisa
disebut
sebagai
pemeran
utama
untuk
memaksimalkan potensi sangat besar energi cahaya
matahari yang sampai ke bumi, walaupun sering

digunakan untuk menghasilkan listrik, energi dari


matahari juga bisa dimaksimalkan energi cahaya
matahari melalui sistem solar cell.
Solar cell merupakan sistem yang digunakan
untuk mengumpulkan energi panas ataupun daya
matahari yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan, salah satunya untuk pengisian
baterai mobil. Dalam solar cell ini dapat dilakukan
pembuktian proses perambatan panas atau
konduksi.
Kemampuan kerja solar cell bergantung pada
banyak faktor, antara lain ketersediaan radiasi
matahari,
temperatur
udara
sekitar,
dan
karakteristik kebutuhan energi tersebut.
2.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui


daya yang dihasilkan oleh solar cell agar dapat
dijadikan bahan studi tentang sistem peingisian
baterai pada kendaraan mobil. Selain itu juga untuk
memberikan informasi tentang sistem pengisian
baterai dengan memanfaatkan solar cell.

3.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah solar cell


Solar cell atau biasa disebut juga sel
photovoltaic merupakan suatu P-N junction dari
silikon kristal tunggal. Solar cell adalah piranti
yang dapat mengubah energi matahari menjadi
energi listrik. Dengan menggunakan efek photoelectric dari bahan semikonduktor sehingga dapat
mengumpulkan radisai surya dan mengkonversinya

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

153

menjadi energi listrik. Energi listrik hasil dari sel


surya tersebut berupa arus DC dan bisa langsung
digunakan atau bisa juga menggunakan baterai
sebagai sistem penyimpan sementara. Sehingga
energi yang tersimpan dapat digunakan pada saat
dibutuhkan. Proses pengubahan energi cahaya
matahari menjadi energi listrik ditunjukkan dalam
Gambar 1.

OTO-07
sel fotovoltaik dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
P=VxI
dimana :
P = Daya (Watt),
V = Beda potensial (Volt)
I = Arus (Ampere)

B. Charger Controller

Gambar 2. Charger controller

Gambar 1. Proses pengubahan energi matahari


menjadi energi listrik pada sel surya
Bagian utama pengubah energi sinar matahari
menjadi listrik adalah penyerap (absorber),
meskipun demikian masing-masing lapisan juga
sangat berpengaruh terhadap efisiensi dari sel
surya. Sinar matahari terdiri dari bermacam-macam
jenis gelombang elektromagnetik, oleh karena itu
penyerap disini diharapkan dapat menyerap
sebanyak mungkin radiasi sinar yang berasal dari
cahaya matahari.
Setelah mendapatkan output dari solar cell yang
berupa arus listrik dapat langsung digunakan untuk
beban yang dimanfaatkan. Tetapi arus listrik
tersebut juga dapat digunakan sebagai pengisian
dengan cara disimpan ke dalam baterai agar dapat
dipergunakan pada saat yang diperlukan khususnya
pada malam hari karena tidak adanya sinar
matahari. Sebelum mengetahui daya sesaat yang
dihasilkan kita harus mengetahui energi yang
diterima, dimana energi tersebut adalah perkalian
intensitas radiasi yang diterima dengan luasan
dengan persamaan :
E = Ir x A
dimana :
Ir = Intensitas radiasi matahari ( W/m2)
A = Luas permukaan (m2)
Sedangkan untuk besarnya daya sesaat yaitu
perkalian tegangan dan arus yang dihasilkan oleh

Charger controller adalah peralatan elektronik


yang digunakan untuk mengatur arus searah yang
diisi ke baterai dan diambil dari baterai ke beban.
Pada waktu solar cell mendapatkan energi dari
cahaya matahari pada siang hari, rangkaian charger
controller akan otomatis bekerja dan mengisi
(charge) aki dan menjaga tegangan aki agar tetap
stabil.
C. Accumulator
Accumulator atau sering disebut baterai, adalah
salah satu komponen utama dalam kendaraan baik
mobil atau motor, semua memerlukan baterai untuk
dapat menghidupkan mesin kendaraan (mencatu
arus pada dinamo stater kendaraan), baterai mampu
mengubah tenaga kimia menjadi tenaga listrik.
Dikenal dua jenis elemen yang merupakan sumber
arus searah (DC) dari proses kimiawi, yaitu elemen
primer dan elemen sekunder.
Elemen primer terdiri dari elemen basah dan
elemen kering. Reaksi kimia pada elemen primer
yang menyebabkan elektron mengalir dari elektroda
negatif (katoda) ke elektroda positif (anoda) tidak
dapat dibalik arahnya. Maka jika muatannya habis,
maka elemen primer tidak dapat dimuati kembali
dan memerlukan penggantian bahan pereaksinya
(elemen kering). Sehingga dilihat dari sisi
ekonomis elemen primer dapat dikatakan cukup
boros. Contoh elemen primer adalah batu baterai
(dry cells). Elemen sekunder dalam pemakaiannya
harus diberi muatan terlebih dahulu sebelum
digunakan, yaitu dengan cara mengalirkan arus,

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

154

tidak seperti elemen primer, elemen sekunder dapat


dimuati kembali berulang kali.
Elemen sekunder ini lebih dikenal dengan
baterai. Dalam sebuah baterai berlangsung proses
elektrokimia yang reversibel (bolak-balik) dengan
efisiensi yang tinggi. Yang dimaksud dengan proses
elektrokimia reversibel yaitu di dalam aki saat
dipakai berlangsung proses pengubahan kimia
menjadi tenaga listrik(discharging). Sedangkan saat
diisi atau dimuati, terjadi proses tenaga listrik
menjadi tenaga kimia (charging). Pada aki
kendaraan bermotor arus yang terdapat di dalamnya
dinamakan dengan kapasitas baterai yang disebut
Ampere-Hour/AH (Ampere-jam).
4.

METODE PENELITIAN

A.

Diagram Alir Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian
eksperimen. Penggunaan metode eksperimen dalam
penelitian ini meliputi pengumpulan data dan
literatur, melakukan pengamatan pengambilan data
dan pengukuran pada panel surya.

MULAI

PENGUMPULAN DATA LITERATUR

PERANCANGAN PENGISIAN BATERAI MOBIL


MENGGUNAKAN PANEL SURYA

OTO-07
Pelaksanaan
penelitian
ini
dilakukan
di
Laboratorium Teknik Mesin Universitas Negeri
Jakarta.

B. Pengambilan Data/ Pengukuran


Pengambilan data dilakukan dengan cara
melakukan pengukuran pada terminal-terminal
keluaran panel surya.
Untuk mendapatkan
tegangan keluaran panel surya pengukuran nya
dengan menggunakan multimeter yang terhubug
secara paralel pada keluaran terminal positif ( + )
terhadap terminal negatifnya ( - ), sementara untuk
melakukan pengambilan arus keluaran dari panel
surya dengan cara langsung menghubungkan alat
ukur multimeter secara seri terhadap terminal
positif ( + ) keluaran panel surya. Untuk
pengukuran intensitas cahaya matahari pengukuran
dilakukan diluar rangkaian atau terpisah dari
rangkaian pengukuran yaitu dengan langsung
mengukur intensitas cahaya matahari dengan
menggunakan alat ukur lux meter atau soladimeter.
Peralatan yang digunakan untuk melakukan
pengumpulan data dalam pembuatan
Penelitian ini diantaranya :
1. Panel surya
2. Multimeter
3. Laptop
5. Terminal / kabel
6. Peralatan pendukung lainnya
Rangkaian pengukuran adalah seperti pada gambar
4 berikut ini.

PEMBUATAN RANGKAIAN

PENGAMBILAN
DATA

ANALISIS
Gambar 4. Rangkaian pengukuran panel
Surya.

KESIMPULAN
SELESAI
Gambar 3. Diagram alir metodologi penelitian

C. Metode Analisa Data


Data-data yang telah didapat dari observasi,
pengamatan dan pengukuran secara langsung
selanjutnya akan dianalisa. Adapun teknik
pengolahan datanya adalah sebagai berikut:

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

155

OTO-07
1. Data intensitas cahaya matahari diambil setelah
dilakukan beberapa kali pengukuran pada saat
hari cerah, dan berawan.
2. Data dari tegangan yang dihasilkan oleh panel
surya 50 WP dan 100 WP diambil setelah
dilakukan beberapa kali pengukuran, kemudian
diperoleh kesimpulan tentang jumlah tegangan
yang dihasilkan oleh panel surya.
3. Mempersentasikan jumlah data yang didapat
setelah melakukan penelitian dan analisa.
4. Memberi gambaran tentang hasil pengukuran
arus, tegangan dan intensitas cahaya matahari
dalam bentuk grafik.

5.

70
60
50
40
30
20
10
0

Day
a
Volt

16:00

15:00

14:00

13:00

12:00

11:00

10:00

9:00

Am
pere
Gambar 5. Grafik arus, volt dan daya
terhadap waktu

Gambar 5. Grafik Pengukuran Daya, arus


dan Voltase pada Panel surya 50 Watt

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran solar cell pada daya 50 Watt


yang dilakukan dengan rentang waktu tiap 30
menit mulai dari pukul 09.00 WIB sampai dengan
16.00 WIB. Daya tertinggi yang dihasilkan adalah
pada jam 12.00 WIB sebesar 57 Watt dan
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.

Pada pengukuran solar cell 100 Watt yang


dilakukan dengan rentang waktu tiap 30 menit
mulai dari pukul 09.00 WIB sampai dengan 16.00
WIB, daya tertinggi yang dihasilkan adalah pada
jam 13.30 WIB sebesar 109,44 Watt dan dapat
dilihat pada tabel 2 dibawah ini.

Tabel 1. Data panel surya 50 Watt tanggal 06


April 2015
Tabel 2. Data panel surya 100 Watt tanggal 06
April 2015

Jam

Daya
(Watt)

Volt

Ampere

9:00

39,08

20,57

1,9

9:30

40,64

20,42

10:00

42,74

10:30

Daya

Volt

Ampere

1,99

Jam
(Watt)
9:00

85,03

20,74

4,1

20,35

2,1

9:30

88,87

20,43

4,35

45,2

20,09

2,25

10:00

97,33

19,01

5,12

11:00

45,67

20,03

2,28

10:30

93,31

19,52

4,78

11:30

48,01

19,84

2,42

11:00

95,82

19,24

4,98

12:00

57

18,48

3,09

11:30

91,09

20,02

4,55

12:30

56,02

18,8

2,98

12:00

98,79

18,64

5,3

13:00

56,43

18,5

3,05

12:30

99,64

18,35

5,43

13:30

57,2

18,45

3,1

13:00

104,28

18,23

5,72

14:00

51,3

19

2,7

13:30

109,44

18

6,08

14:30

45,36

19,3

2,35

14:00

107,24

17,58

6,1

15:00

49,62

19,46

2,55

14:30

99,13

18,46

5,37

15:30

47,06

20,46

2,3

15:00

98,31

18,62

5,28

16:00

46,13

20,5

2,25

15:30

97

19,02

5,1

16:00

98,37

19,48

5,05

Dari tabel diatas maka dapat dibuat grafik yang


memperlihatkan bagaimana arus, daya, dan voltage
solar cell terhadap waktu bergerak dari titik
terendah, tertinggi disiang hari dan melemah pada
sore hari.

Dari tabel diatas maka dapat dibuat grafik yang


memperliahatkan bagaimana arus, daya, dan
voltage solar cell terhadap waktu bergerak dari titik
terendah, tertinggi disiang hari dan melemah pada
sore hari.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

156

OTO-07
DAFTAR PUSTAKA
120
100
80
60
40
20
0

1.

Green MA., Emery K, King DL, Hisikawa Y,


Warta W, 2006. Solar Cell Efficiency Tables
(Version 27), Progress Photovoltaics :
Research and Applications, 2006; 14:45-51

2.

Holladay, April. Solar Energi. Microsoft


Encarta 2006 [DVD]. Redmond, WA:
Microsoft Corporation, 2005.

3.

Jansen, Ted J. 1995. Teknologi Rekayasa


Surya.
Prof.
Wiranto
Arismunandar,
Penterjemah. Jakarta: PT. Pradny Paramita

4.

Hu, Chenming dan White, Richard M. 1983.


Solar Cells. University of California,
Berkeley.

5.

http://bagaimana-cara-kerja-solar-cell.html

6.

Lunde, Peter J..Solar Thermal Engineering :


Space Heating and Hot Water Systems. New
York: John Wiley & Sons, 1980.

7.

Eric M. Smith, Advances in Thermal Design


of Heat Exchangers, John Wiley & Sons Ltd.,
2005
Yunus A. Cengel, Michael A. Boles,
Thermodynamis : An Enginering Approach
Six Edition, Mcgraw Hill Higher Education,
2007

Daya
Volt

Ampere

Gambar 6. Grafik Pengukuran Daya, arus


dan Voltase pada Panel surya 50 Watt

6.

KESIMPULAN
Dari perancangan dan pengujian alat
pengisi baterai mobil dengan memanfaatkan panel
surya bisa diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Intensitas cahaya matahari yang masuk dan
terserap oleh panel surya setiap waktu selalu
berubah-ubah, dan umumnya intensitas cahaya
matahari pada pagi dan sore hari rendah.
2. Daya yang diserap oleh panel surya berkapasitas
50 watt untuk pagi hari dalam kondisi cerah
adalah 39,08 watt pada jam 09:00 sedangkan
disore hari jam 17:00 sebesar 46,13 watt, Dan
untuk panel surya 100 watt untuk pagi hari
dalam kondisi cerah adalah 85,03 watt pada
jam 09:00 sedangkan disore hari jam 17:00
sebesar 98,37 watt.
3. Daya tertinggi yang diserap oleh panel surya 50
WP adalah 57 Watt pada jam 12.00 WIB dan
daya tertinggi yang dihasilkan pada panel surya
100 WP adalah 109,44 Watt yang terjadi pada
jam 13.30 WIB.
4. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui potensi
daya yang diserap oleh panel surya dari radiasi
matahari, dan untuk selanjutnya akan
dikembankan untuk pengisian baterai pada
mobil.

8.

9.

Holman, J.P., Perpindahan Kalor, Edisi


Keenam,Penerbit Erlangga, Jakarta,1995

10. Yunus A. Cengel, , Heat Transfer : A


Practical Approach 2nd edition, Mcgraw Hill
Higher Education

11. Astu Pudjanarsa, Djati Nursuhud, Mesin


Konversi Energi, Edisi ke-3, Penerbit Andi,
2013

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

157

OTO-08

Pengaruh Tekanan Udara Spray Gun Terhadap Kualitas Pengecatan


Plastik Cover Bodi Kendaraan

Siska Titik Dwiyati, MT,


Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
e-mail : siska.td@gmail.com

ABSTRAK

Hampir seluruh pembuatan bodi kendaraan baik roda dua, empat, ataupun lebih terdapat proses pengecatan. Pengecatan
dilakukan sebagai bagian dari fungsi protektif dan estetika/dekoratif. Kedua fungsi tersebut didapat dengan mengontrol
aspek kualitas pengecatan seperti daya kilap, coating thickness, dan polishing resistance.Dalam penelitian ini dilpelajari
pengaruh tekanan udara pada spray gun terhadap ketiga faktor kualitas pengecatan tersebut. Pengujian dilakukan dengan
menvariasikan tekanan udara sebesar 2, 4 dan 6 bar. Hasil yang diperoleh bahwa daya kilap tertinggi pada interval
tersebut sebesar 84,67 GU dihasilkan pada pengecatan yang menggunakan tekanan udara spray gun 4 bar dan lapisan
yang paling tebal dihasilkan pada tekanan udara 2 bar.
Kata kunci: pengecatan plastik, tekanan spray gun

1.

PENDAHULUAN

Pengecatan adalah sebuah proses untuk


membuat lapisan cat tipis (cair atau bubuk) di atas
sebuah benda dan kemudian lapisan cat tersebut
akan mengeras dengan cara mengeringkannya.
Berbeda dengan proses pengecatan logam pada
bodi kendaraan yang berfungsi untuk melindungi
dari korosi, proses pengecatan pada cover bodi
kendaraan yang terbuat dari plastik, lebih banyak
berfungsi sebagai dekoratif. Fungsi dekoratif ini
menjadikan faktor kualitas lapisan cat menjadi
tujuan utama. Lapisan cat pada cover bodi
kendaraan, merupakan salah satu faktor yang
menjadi pertimbangan bagi konsumen ketika
memilih kendaraan yang akan dibelinya. Untuk
itu lapisan cat harus memiliki kualitas antara lain
daya kilap yang baik dan harus tahan terhadap
goresan dan cairan seperti bensin, oli dan lainnya.
Komponen dari cat terdiri dari resin,
pigmen, solvent dan additive. Kualitas lapisan cat
yang baik dihasilkan oleh komposisi yang tepat
dari material cat tersebut Kasus yang sering
dijumpai pada pengecatan adalah pudarnya warna
saat terkena cairan dan lembabnya permukaan cat
sehingga dapat mudah tergores. Kasus ini
disebabkan oleh kurang kerasnya lapisan lapisan
cat karena komposisi hardener yang kurang tepat.
Selain komposisi cat, metode yang
digunakan juga dapat mempengaruhi kualitas
lapisan cat. Pada pengecatan metoda spraying
dengan menggunakan spray gun faktor-faktor
yang mempengaruhi adalah tekanan udara, jarak

ke permukaan objek, sudut penyemprotan dan


lain-lain.
Pada penelitian ini dilakukan studi untuk
melihat pengaruh tekanan udara pada spray gun
terhadap kualitas lapisan cat pada cover bodi
kendaraan yang terbuat dari plastik.
Metode
pengujian kualitas yang dilakukan meliputi uji
polishing resistance, coating thickness dan daya
kilap.
1.1 Komponen Cat
Komponen dari suatu cat terdiri dari:
1. Resin
Resin adalah unsur utama cat yang berfungsi
untuk meningkatkan kekerasan dan mengurangi
waktu pengeringan dalam sistem curing oksidatif.
Kadar resin mempunyai pengaruh langsung pada
kekerasan, ketahanan pelarut serta ketahanan cuaca.
Resin juga berpengaruh terhadap kualitas akhir
seperti tekstur, kilap, serta daya rekat suatu cat.
Resin yang digunakan pada cat, terdiri dari
berbagai tipe-tipe sebagai berikut:
Berdasarkan asal material :
a. Resin netral, diekstrak terutama dari tumbuhtumbuhan, digunakan untuk membuat vernish
dan lacquer.
b. Resin sintetik, dibuat oleh manusia, dan
tersedia dalam jumlah yang banyak. Sebagian
besar cat dibuat dengan menggunakan resin
sintetik.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

158

OTO-08

Berdasarkan sifat lapisan, resin terdiri dari:


a. Resin Termoplastik
Pada resin jenis ini proses pengerasan yang
dilakukan melalui penguapan solvent, tanpa
melibatkan reaksi kimia. Apabila dipanaskan,
maka akan menjadi lunak dan akhirnya
mencair. Resin termoplastik sangat fleksibel
dan sangat mudah larut dalam pelarut.
Contoh
resin
termoplastik
adalah
nitrocellulose, cellulose acetat butylate,
thermoplastic acrylic dan nylon.
b. Resin termoset
Pada resin termoset, proses pengerasan
melalui reaksi kimia. Apabila resin telah
mengeras, maka tidak akan melunak kembali
oleh pemanasan. Resin termoset biasa
digunakan pada cat bakar, dimana cat ini
mempunyai daya tahan yang kuat terhadap
cuaca dan mempunyai kekerasan yang tinggi.
Proses pengeringan dilakukan di ruang oven.
Contoh resin termoset adalah amino alkyd,
polyurethane dua komponen, thermosetting
acrylic dan epoxy resin.
2.

3.

Pigmen
Pigmen adalah zat pewarna yang berfungsi
untuk mewarnai, daya tutup, dan dalam kasus
tertentu untuk meningkatkan ketahanan
permukaan pengecatan (misalnya, terhadap
korosi). Pigmen akan melekat pada
permukaan lain, apabila dicampur dengan
resin dan komponen lain dalam bentuk cat.
Pigmen dibagi menjadi beberapa tipe yaitu:
1. Pigmen warna, untuk menambah
warna pada cat dan meningkatkan
daya sembunyi cat.
2. Pigmen terang untuk menambah
warna-warni metalik pada cat.
3. Pigmen
extender,
menambah
kekuatan
cat
pada
bodi,
meningkatkan
viskositas
dan
mencegah pengendapan.
4. Pigmen pencegah karat, digunakan
pada cat dasar untuk mencegah karat
5. Pigmen flatting, digunakan untuk
mengurangi kilap pada cat, terutama
pada cat jenis doof.
Pelarut adalah suatu cairan yang mudah
menguap dan umumnya berwujud cair dalam
suhu kamar dan tekanan satu atmosfer.
Pelarut dan thinner sama-sama merupakan
zat pengencer, bedanya pelarut digunakan
pada proses pembuatan cat sedangkan thinner
digunakan untuk menentukan tingkat
kekentalan cat sebelum cat tersebut
diaplikasikan.

Jenis-jenis pelarut yang digunakan dalam


pengecatan antara lain:
Pengencer lambat kering, digunakan pada
pengecatan warna sistem akrilik pada kondisi
ruang bersuhu 650C ke atas.
Pengencer cepat kering, digunakan untuk
perbaikan cat acrylic lacquer yang asli.
Jika menggunakan pengencer yang lambat
kering akan terjadi keretakan.

1.

2.

4. Additive
Additive adalah suatu bahan yang ditambahkan
pada cat dalam jumlah kecil untuk
meningkatkan kemampuan cat sesuai tujuan atau
aplikasi cat tersebut.
Adapun jenis bahan aditif yang digunakan
antara lain:
Plasticier (bahan pelunak)
Bahan ini berguna untuk memberikan sifat
elastis pada lapisan cat sehingga bila sudah
mengering tidak mudah rapuh atau retak- retak.
Drier (bahan pengering)
Bahan yang berfungsi untuk membantu
mempercepat pengeringan cat.
Anti skinning agen
Bahan ini berfungsi untuk mencegah
pengelupasan pada permukaan cat sebelum
dipakai.
Emulsifier
Bahan ini berfungsi untuk mempercepat
terjadinya emulsi pada cat emulsi.
Extender (bahan pengisi)
Bahan tambahan dalam campuran cat yang
berfungsi memperbesar volume, sehingga dapat
menurunkan harga cat.
Hardener
Pada cat dua komponen maka ada hardener
yang harus ditambahkan. Hardener ditambahkan
pada komponen utama cat dua komponen,
Hardener bereaksi dengan molekul dari
komponen utama untuk membentuk molekul
yang lebih besar.
1.2 Cacat Pengecatan
Cacat pengecatan dapat timbul akibat persiapan
permukaan yang kurang baik, kebersihan, proses
pengecatan dan lain-lainnya. Berikut ini cacat
dalam proses pengecatan :
1.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Popping dan Pin Hole (lubang jarum)


Popping adalah benjolan-benjolan kecil
pada lapisan cat kering yang jika
diperhatikan lebih seksama akan kelihatan
seperti
lubang-lubang
kecil
di
puncaknya. Sedangkan
pin
hole

159

OTO-08

merupakan lubang-lubang kecil seperti


lubang jarum pada lapisan cat kering.
2. Kulit Jeruk (Orange Peel)
Orange Peel yaitu permukaan lapisan cat
tidak rata dan bergelombang seperti kulit
jeruk.
3. Daya Lekat Kurang Baik (mengelupas/peel
off)
Kerusakan cat ini ditunjukkan dengan
lapisan cat yang mudah terkelupas jika
ditarik dengan cellotape atau tape yang
lain.
4. Meleleh/meler (Sagging/running)
Cat meleleh sehingga cat tidak rata dan
pada bagian tertentu catnya sangat tebal.
Hal ini terdapat pada permukaan yang
tegak atau menyudut.

Gambar 1.1 Meler (Sagging)


5.

Warna Berbeda ( Unmatch Color)


Warna yang dihasilkan oleh cat
tidak sesuai dengan standar warna.

Gambar 1.2 Unmatching Color


6.

Goresan-Goresan
Amplas
(Said
Scrathces/Sanding Mark)
Lapisan cat kurang mengkilap dan
cacat-cacat cat dasar atau logam
membayang pada permukaan.lapisan
cat biasanya rata tanpa ada kulit jeruk.

7.

8.

Kurang Mengkilap
Permukaan
lapisan
cat
kurang
mengkilap dan kurang memantulkan
sinar.
Cat Lunak Lapisan
Cat mudah tergores dan tidak tahan
terhadap pelarut.

2. PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian
ini
menggunakan
metode
eksperimen dan pengamatan. Kualitas lapisan cat
tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan udara alat
spray gun saja tetapi juga oleh jarak spray gun,
kecepatan hanger dan lain-lain. Oleh karena itu
untuk mengendalikannya, faktor-faktor lain dibuat
tetap, yaitu :
1. Jarak spray gun
: 150 mm
2. Kecepatan hanger
: 1,5 m/menit
3. Temperatur oven
: 700 C
4. Waktu pemanasan
: 30 menit
Dengan variasi tekanan udara spray gun 2 bar, 4 bar
dan 6 bar. Untuk setiap tekanan, dibuat 3 spesimen.
Pengujian dilaksanakan di Line Painting PT. Astra
Komponen Indonesia.
2.1 Persiapan Bahan dan Alat
Bahan Penelitian :
1. Cat
: Nax Besta Ultra NH-1 Black
2. Thinner
: Thinner FMD
3. Hardener : Polyure Mightylac Hardener dengan
kadar 5%
4. Plastik
:Acrylonitrile Butadiene Styrene
(ABS)
Peralatan yang digunakan antara lain:
1) Spray gun
2) Kompresor
3) Oven painting
4) Timbangan digital
5) Thickness gauge
6) Fog chamber
7) SEM
8) Ultra Sonic Cleaner
2.2 Pengujian Kualitas Produk Pengecatan
1. Daya Kilap (glossy)
Merupakan metode pengujian untuk mengetahui
tingkat kilapan lapisan film cat. Dapat
menggunakan alat yang disebut glossmeter. Satuan
yang digunakan adalah GU (Gloss Unit).

Gambar 1.3 Sanding Mark

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

160

OTO-08

Gambar 2.1 Glossmeter


2. Ketebalan Lapisan (Coating Thickness)
Merupakan metode untuk mengetahui
ketebalan cat pada permukaan benda yang dicat.
Untuk material plastik dapat digunakan alat yang
disebut coating thickness meter. Satuan yang
digunakan adalah m.

dipantulkan akan semakin banyak. Sedangkan jika


permukaan lapisan cat tersebut kasar maka hanya
sebahagian kecil cahaya yang dipantulkan dan
sebagian besar cahaya lainnya akan dihamburkan.
Pada pengujian ini daya kilap paling tinggi
diperoleh pada lapisan cat yang diaplikasikan
dengan spray gun bertekanan udara 4 bar. Hal ini
mengindikasikan bahwa permukaan lapisan cat
tersebut paling halus dibandingkan dengan
spesimen lainnya.
Pada lapisan cat yang diaplikasikan dengan
spray gun bertekanan 6 bar, daya kilap berkurang
menjadi 78,26 GU. Hal ini menunjukan bahwa
permukaan lapisan lebih kasar karena tekanan yang
tinggi berkemungkinan merusak permukaan objek.
.
Tabel 3.1 Pengaruh tekanan udara terhadap daya
kilap
Tekanan udara
Daya Kilap (GU)
2 bar

82,33

4 bar

84,67

6 bar

78,26

2. Ketebalan Lapisan (Coating Thickness)

Gambar 2.2 Coating thickness-meter


3. Polishing Resistance
Polishing resistance adalah pengujian
untuk mengetahui daya tahan cat terhadap
bensin/premium. Pengujian ini menggunakan
metode mengoleskan kain yang sudah di lumuri
cairan xylene terhadap part yang akan diuji.
Cara pengujian polishing resistance :
1. Siapkan kain kasa
2. Celupkan kain kasa kedalam cairan xylene.
3. Simpan kain / kapas yang sudah dilumuri
cairan xylene di atas permukaan cat dengan
beban seberat 1 kg.
4. Lakukan pengolesan terhadap permukaan
cat sebanyak 8 kali dan satu arah.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Daya Kilap
Dari hasil pengujian daya kilap (glossy)
dengan menggunakan alat glossmeter dengan sudut
yang 200 diperoleh daya kilap lapisan cat yang
diaplikasikan dengan spray gun bertekanan udara 2
bar bernilai 82,33 GU, tekanan udara 4 bar bernilai
84,67 GU dan tekanan 6 bar bernilai 78,26 GU.
Daya kilap lapisan cat ditentukan dari
jumlah cahaya yang dipantulkan. Semakin halus
permukaan cat, maka jumlah cahaya yang

Pengaruh tekanan udara spray gun pada ketebalan


lapisan ditampilkan pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Pengaruh tekanan udara
ketebalan lapisan

terhadap

Tekanan udara

Ketebalan Lapisan (m)

2 bar

18,3

4 bar

18,0

6 bar

16,6

Hasil pengujian menunjukkan ketebalan


lapisan cat pada tekanan 2 bar adalah 18,3 m,
untuk tekanan udara 4 bar adalah 18,0 m dan
untuk tekanan udara 6 bar adalah 16,6 m. Lapisan
yang paling tebal dihasilkan pada tekanan 2 bar.
Tekanan udara pada spray gun yang tinggi
menyebabkan lapisan cat yang terdeposit pada
permukaan cover bodi menjadi lebih tipis.
3. Polishing Resistance
Pengujian polishing resistance dilakukan untuk
mengetahui ketahanan lapisan cat yang dihasilkan
oleh spray gun dengan menggunakan tekanan udara
2, 4 dan 6 bar terhadap cairan seperti solar, bensin
oli mesin dan lain-lain. Pada penelitian ini
pengujian pengujian menggunakan xylene, suatu

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

161

OTO-08

cairan organik. Hasil yang diperoleh terdapat pada


tabel 3.3. Ketiga lapisan cat yang tidak mengalami
perubahan warna. Hal ini mengindikasikan bahwa
lapisan cat tersebut memiliki ketahanan terhadap
xylene.

Degree of Blistering of Paints, ASTM Society,


(2000).

Tabel 3.3 Pengaruh tekanan udara


polishing resistance

[5] Noor,R.A.M. and Tarmedi, E., Pengaruh


Ketebalan Lapisan Terhadap Daya Lekat Cat,
Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan , UPI
(2007)

terhadap

Tekanan udara

Polishing Resistance

2 Bar

Tidak berubah

4 Bar

Tidak berubah

6 Bar

Tidak berubah

[4] Argana, S., Pengecatan Body Kendaraan,


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013)

[6] Tim Fakultas Teknik UNY, Pelaksanaan


Pengkilatan
dan
Pemolesan,
Departemen
Pendidikan Nasional (2004)

Ketiga lapisan tersebut memiliki ketahanan


terhadap xylene, walaupun dihasilkan dengan
menggunakan tekanan spray gun yang berbedabeda. Hal ini disebabkan pada komposisi cat yang
digunakan ada penambahan hardener sebanyak 5%.
Adanya penambahan hardener menyebabkan
lapisan cat yang terbentuk memiliki struktur ikatan
silang, yang sulit untuk tersolvasi, baik dengan
xylen maupun cairan lainnya.
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada
proses pengecatan dengan variasi tekanan spray
gun 2 bar, 4 bar dan 6 bar diperoleh hasil:
1. Pada pengujian daya kilap, daya kilap paling
tinggi dihasilkan pada tekanan udara 4 bar.
2. Pada uji coating thickness, didapat lapisan yang
paling tebal dihasilkan pada tekanan spray gun 2
bar dengan nilai 18,3 m dan hasil lapisan paling
tipis pada tekanan spray gun 6 bar dengan nilai 16
m.
3. Hasil pengujian polishing resistance dengan
menngunakan xylene untuk ketiga spesimen yang
dihasilkan oleh spray gun dengan menggunakan
tekanan udara 2 bar, 4 bar dan 6 bar, menunjukkan
tidak adanya perubahan warna yang berarti ketiga
lapisan tersebut memiliki ketahanan cairan yang
baik.
REFERENSI
[1] American Society For Testing and Materials D
3359, Standard Test Methods for Measuring
Adhesion by Tape Test, ASTM Society (1997).
[2] American Society For Testing and Materials D
3363 Standard Test Method for Film Hardness
by Pencil Test. ASTM Society,(2000).
[3] American Society For Testing and Materials D
714, Standard Test Method for Evaluating

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

162

KE-01

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI VISKOMETER


(JENIS BOLA JATUH)
Ridwan *, Ridha Iskandar **, Nizar.*
* Lab. Mekanika Fluida, Teknik Mesin, FTI Universitas Gunadarma
Email: ridwan@staff.gunadarma.ac.id
** Lab. Elektronika dan Komputer, FIKTI Universitas Gunadarma
Jalan Margonda Raya No. 100 Depok Jawa Barat 16424
Telp. 021-78881112 ext.102

Abstract
Viscometer, a tool for measuring viscosity is needed in terms of both quantity and quality. One type of viscometer
commonly used is the falling ball type, because of relatively simple and can be used to measure the viscosity of various
types of liquids if we compare it to the capillary. Viscometer of falling ball that exists, especially in Indonesia is still
manual so lack of accuracy or precision measurement. This research designs, builds and tries digital viscometer of the
falling ball type, the viscometer is designed for automatic system (real time). This viscometer uses steel balls (test balls)
of 16 mm in diameter, the ball was dropped on the test fluid in the acrylic tube transparent,the inner diameter of tube is
50 mm. Three variations of the test fluid i.e. wateroil, and mud. Additional components of these viscometer uses
microkontroller ATmega328 (arduino), and two light (photo diode) sensors with a distance of 500 mm between sensor 1
and sensor 2, both of the sensors connected to a timer (counter) to record the time taken by ball test from position 1 to
position 2. Velocity and density of the ball, density of the test fluid, are the main variables that determines viscosity of the
test fluid. The data obtained is processed and analyzed, then compared with standard data. Viscometer equipped with a
switch, keypad, and program modules. Viscosity measurement results displayed on mini display 16x2 LCD monitor. The
results showed that, all three variations from test fluids viscosity, consistent and very close to the standard (reference)
viscosity, with an 2.5% average deviation.
Keywords: Ball, liquid, tube, viscometer
Abstrak
Alat ukur kekentalan keberadaannya sangat dibutuhkan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Salah satu jenis
viskometer yang umum digunakan saat ini adalah viscometer jenis bola jatuh, karena bentuknya yang relatif sederhana
dan dapat digunakan untuk mengukur viskositas berbagai jenis cairan yang lebih beragam dibanding viskometer pipa
kapiler. Viskometer bola jatuh yang ada saat ini khususnya di Indonesia masih manual sehingga keakuratan pengukuran
yang dihasilkan kurang maksimal. Pada penelitian ini dirancang, dibuat dan diujicoba suatu viskometer digital yaitu
jenis bola jatuh, viskometer ini dirancang agar dapat bekerja secara otomatis (real time). Viskometer ini menggunakan
bola baja (sebagai bola uji) berdiameter 16 mm, bola dijatuhkan pada fluida uji yang berada didalam tabung acrilik
transparan yang dipasang vertical diameter 50 mm. Digunakantigavariasi fluida uji yakni : air, pelumas, dan lumpur.
Peralatan lain pada Viskometer ini digunakan microkontroller Atmega328 (arduino) dan dua buah sensor cahaya yang
dipasang dengan jarak 500 mm antara sensor 1 dan sensor 2, kedua sensor tersebut masing-masing dihubungkan dengan
timer (counter) untuk merekam waktu yang dibutuhkan oleh bola uji dari posisi 1 ke posisi 2. Waktu tempuh bola, massa
jenis bola, dan massa jenis fluida uji, adalah variable utama yang menentukan kekentalan fluida uji. Data yang
didapatkan diolah dan dianalisa, selanjutnya dibandingkan dengan data standard. Viskometer dilengkapi Sebuah saklar,
keypad, dan modul program. Hasil pengukuran viskositas berhasil ditampilkan pada mini display monitor LCD 16x2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa viskositas ketiga jenis fluida uji, bersesuaian dan sangat mendekati acuan
viskositas dengan simpangan rata-rata 2,5%
Kata kunci: Bola, cairan, tabung, viskometer

1.

PENDAHULUAN

Viskositas
merupakan
ukuran
ketahanan suatu fluida terhadap tegangan geser.
Ketahanan terhadap tegangan geser ini
dipengaruhi oleh kohesi dan laju perpindahan
momentum fluida tersebut. Viskositas gas
meningkat dengan suhu, tetapi viskositas cairan
berkurang dengan naiknya suhu [1].
Kekentalan (viskositas) suatu fluida/zat cair
sangat penting diketahui karena merupakan sifat
dasar dan mempengaruhi karakteristik dan
performa fluida tersebut saat digunakan. Alat

ukur
kekentalan
(viskometer)
sangat
dibutuhkanmisalnya untuk keperluan industri, dan
dunia pendidikan/laboratorium.
Kebutuhan
viskometer di dalam Negeri baik kuantitas maupun
kualitasnya sangat luas, misalnya pada industri
pertambangan, industri kimia, makanan, keperluan
laboratorium, dan lembaga penelitian/riset.
Viskometer yang ada saat ini khususnya
di Indonesia umumnya masih dioperasikan secara
manual sehingga kurang akurat, juga keterbatasan
variasi fluida/ cairan yang dapat diukur dengan baik
dan akurat, serta harganya yang relatif tinggi.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

163

KE-01

Rancang bangun Viskometer digital


metode bola jatuh ini dimaksudkan untuk dapat
menghasilkan suatu alat ukur viskositas yang
lebih akurat, produk dalam negeri yang dapat
digunakan untuk mengukur jumlah variasi
cairan/fluida yang lebih banyak/beragam,
dibanding viskometer yang ada saat ini
utamanya viskometer pipa kapiler yang banyak
memiliki keterbatasan.
Makin besar viskositas suatu fluida, makin
sulit suatu fluida mengalir dan makin sulit
suatu benda padat bergerak di dalam fluida
tersebut [2]. Dengan demikian viskositas suatu
fluida baik cair maupun gas adalah ukuran
ketahanan fluida tersebut terhadap tegangan
geser pada dinding dimana fluida tersebut
mengalir. Hukum viskositas pada fluida
Newtonian menyatakan bahwa laju aliran
dikalikan dengan viskositas berbanding lurus
terhadap tegangan geser. Untuk fluida non
Newtonian dan fluida yang mengandung zat
padat seperti lumpur viskometer jenis pipa
kapiler tidak bisa digunakan. Permasalahan
umum pada penggunaan viskometer adalah
akibat kesalahan pengambilan data dan alat
ukur, utamanya bila pengambilan data
dilakukan secara manual [3]. Untuk fluida non
Newtonian dan fluida yang mengandung zat
padat seperti lumpur viskometer jenis pipa
kapiler tidak bisa digunakan[4].
Viskositas fluidadipengaruhi oleh
beberapa
hal,
diantaranya
temperatur,
konsentrasi larutan, dll. Viskositas dinyatakan
dalam dua bentuk, yakni viskositas dinamik
dan viskositas kinematik :[8]. Viskositas
dinamik adalah perbandingan tegangan geser
dengan laju perubahannya, besar nilai
viskositas dinamik tergantung tegangan geser
dan laju geserannya. Viskositas dinamik sering
juga disebut viskositas mutlak. Dalam satuan
standar Internasional
satuan Viskositas
dinamik adalah Pascal.detik. Viskositas
kinematik adalah perbandingan viskositas
dinamik terhadap density (kerapatan) atau
massa jenis dari fluida tersebut. [8,9]
Viskositas ini terdapat dalam beberapa
penerapan antara lain dalam penentuan
bilangan Reynolds yang merupakan bilangan
tak berdimensi. Dalama satuan Internasional
viskositas
kinematik
adalah
(m2/det).
Kekentalan fluida dengan viscometer bola jatuh
merupakan hubungan matematik antara
diameter bola, diameter tabung, massa jenis
bola, dan massa jenis fluida [10].
Viskositas suatu fluida adalah sifat
yang menunjukkan besar dan kecilnya tahanan
dalam fluida terhadap gesekan. Fluida yang
mempunyai viscositas rendah, misalnya air
mempunyai tahanan dalam terhadap gesekan
yang lebih kecil dibandingkan dengan fluida

yang mempunyai viskositas yang lebih besar. [11]


Viskositas suatu cairan dipengaruhi oleh gaya tarik
menarik antar molekul di dalam cairan tersebut.
Semaik kuat gaya tarik menarik antara molekul
tersebut, maka semakin sulit suatu molekul
bergerak satu sama lainnya seningga viskositasnya
bertambah. Ukuran molekul yang besar memiliki
gaya tarik antar molekul yang kuat, sehingga
molekul ini akan memiliki nilai viskositas yang
semakin tinggi [1, 12].
Salah satu cara atau metode untuk
mengukur viskositas adalah dengan metode bola
jatuh. Metode ini menggunakan sebuah bola pejal
yang dijatuhkan pada sebuah tabung yang berisi
fluida yang akan diukur kekentalannya, waktu
tempuh bola dicatat dari satu titik ke titik yang lain.
Metode ini merupakan penerapan Hukum Stokes,
Hukum Archimedes serta prinsip gaya Gravitasi
benda pada pada fluida yang memiliki kekentalan
(viskos) [12].
2.

METODOLOGI

Penelitian dilaksanakan di Labotarium Fenomena


Dasar
Mesin,
Kelapa
Dua
Cimanggis
Depok,Fakultas Teknologi Industri Universitas
Gunadarma.
Proses perancangan, simulasi,
pembuatan dan perakitan alat berupa hardware dan
software meliputi: perakitan alat berupa tabung dari
bahan/material acrylic, pembuatan rangka, bola uji,
pemasangan sensor, timer, heater, keypad, display,
serta membangun algoritma /membuatmodul
pemrograman.
Pada penelitian ini digunakan tiga variasi fluida uji
yakni air biasa, pelumas Mesran SAE-30, dan
lumpur.
Pada gambar 1. Dapat dilihat viskometer yang telah
dirancang dan dibuat, serta diujicoba.

Gambar 1. Viskometer Rancangan


Bola uji berupa bola pejal (diameter 16 mm) yang
dijatuhkan pada cairan (fluida) uji. Pada saat bola

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

164

KE-01

uji dijatuhkan pada fluida uji maka pada bola


tersebut, terdapat tiga gaya yang bekerja secara
bersamaan yakni: gaya viskos (Fs), gaya apung
(Fa) dan gaya berat (Fw):[1,5]

Gambar 2. Tiga gaya pada bola dalam


cairan
Saat bola mencapai kecepatan akhir konstan,
maka terjadi keseimbangan gaya, secara
matematis dapat ditulis:
Fa + Fs = Fw ..........................(1)
Keseimbangan ketiga gaya tersebut dan jika
masing masing gaya diuraikan dan dilakukan
subtitusi, sehingga didapat persamaan/koefisien
viskositas sebagaimana dapat dilihat pada
persamaan (2) berikut:[6,7]

Gambar. 4. Arduino Uno R3


Berikut ini adalah Spesifikasi Mikrokontroller dan
komponen yang digunakan dalam penelitian ini,
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel.1.
Tabel.1 Spesifikasi Mikrokontroler yang
digunakan
Mikrokontroller
Operasi Voltage
Input Voltage

.. ()

(2)

Dengan : adalah viskositas dinamik fluida


(Pa. s), B adalah massa jenis bola (kg/m3),
F adalah massa jenis fluida/cairan yang diuji
(kg/m3),
g adalah konstanta percepatan
gravitasi (9,81 m/s2), r adalah jari-jari bola uji,
serta V merupakan kecepatan terminal bola uji
(m/s).

I (input) / O (output)
Arus
Flash memory
Bootloader
EEPROM
Kecepatan

3.
Gambar. 4 adalah Mikrokontroller Arduino Uno
(R3) yang digunakan.

Atmega 328
5V
7-12 V
6-20 V (limits)
14 pin (6 pin untuk
PWM)
50 mA
32KB
SRAM 2 KB
1 KB
16 Mhz

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengambilan data ketiga jenis fluida uji yakni: air,


pelumas SAE 30, dan lumpur. Pada tabung pipa
acrylic diameter 50 mm, dengan tinggi pipa 750
mm, jarak antara sensor satu dan sensor dua adalah
500 mm.
Tabel .1 Hasil pengujian dan Pengolahan Data
Jenis
Cairan

Simpan
gan
(%)
Air
0,897
0,882
1,67
SAE-30
100,30
98,18
2,11
lumpur
142,2
138,7
2,46
Pada tabel 1. Terlihat hasil pengujian dengan
sampel air pada suhu 25oC diperoleh nilai rata-rata
viskositas 0,882 Centi stokes (cSt) , berdasarkan
referensi 0,897 cSt, terdapat simpangan sebesar
1,67 % antara hasil pengujian pada viskometer
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Referensi
(cSt)

Hasil Disain
(cSt)

165

KE-01

yang dibuat (desain) dengan hasil Refrensi


(tabel), dari tiga fluida yang diuji, terjadi
simpangan yang terkecil pada pengujian dengan
fluida (air), hal ini disebabkan oleh karena
sensor dengan baik dapat mendeteksi posisi
bola uji, baik saat bola uji melewati sensor satu,
maupun saat melewati sensor dua, sehingga
didapatkan hasil pengukuran waktu tempuh
bola yang akurat, sehingga pengukuran
viskositas juga akurat.
Hasil pengujian dengan sampel pelumas Mesran
SAE 30 diperoleh nilai pengukuran rata-rata
viskositas 98,18 Centi stokes
(cSt) ,
berdasarkan referensi, viskositas pelumas SAE
30 adalah 100,30 cSt, sehingga terdapat
simpangan sebesar 2,11 % antara hasil
pengujian pada viskometer yang dibuat
(desain), dibanding dengan data (refrensi),
terlihat simpangan yang terjadi lebih besar
yakni 0,44 % dibanding simpangan yang terjadi
pada pengujian air. Pelumas sebagai suatu
fluida viskos dan relatif lebih keruh (gelap)
dibanding fluida air, salah satu faktor adanya
penambahan
simpangan
(error)
pada
viskometer. Sensor cahaya (photo diode) yang
digunakan belum bekerja secara sempurna
untuk mendeteksi posisi bola baik pada posisi
satu (atas), maupun saat bola berada pada posisi
dua pada bagian bawah tabung uji.
Hasil pengujian dengan sampel lumpur (mud),
dimana hasil pengukuran sebesar 138,7 Centi
stokes (cSt), sementara viskositas referensi
sebesar 142,2 Centi stokes (cSt), simpangan
(error) yang terjadi sebesar 2,46 %. Dibanding
dua data fluida yang diuji maka simpangan
yang terjadi pada fluida lumpur terlihat
simpangan yang terjadi paling tinggi.Hal ini
dapat diakibatkan oleh partikel padat dan
kekeruhan yang ada pada larutan lumpur,
mempengaruhi
kesempurnaan/keakuratan
sensor untuk mendeteksi posisi bola uji,
sehingga dapat mempengaruhi pembacaan
pengukuran kecepatan bola, dan viskositas
fluida yang diukur. Dari ketiga sampel yang
diuji simpangan semua berada dibawah 2,5 %,
yang juga berarti hasil pengukuran masih cukup
akurat.
4.

KESIMPULAN

masing fluidauji tersebut dengan nilai simpangan


(error) air 1,67, pelumas 2,11 % , dan lumpur 2,46
%.
REFERENSI
[1]. Abulnaga, B.E. Slurry Handbook, McGrawHill. New York, 2002.
[2]. Arif, S., dan Eko S, Aplikasi Sensor
Fotodiode pada Viskometer Metode bola
jatuh Berbantukan Komputer, Jurnal Sains
Mipa, Vol. 13 No. 3. Desember 2007. Hal.
251-256.
[3]. Mujiman. Simulasi pengukuran Nilai
Viskositas Oli. Telkomnika.Vol.6, No. 1 Hal,
49-56, (2008).
[4]. Briescoe, B.J. Luckhan P.F. An Assesment of
a Rolling Ball viscometer for NonNewtonian Fluids. Vol. 66, pp. 153-162,
(1992).
[5]. Ridwan, Ridha Iskandar. Rancang Bangun
Viskometer Digital. SNTM. Petra Surabaya,
(2014).
[6]. Warsito, Suciati, S.w. Isworo D, Desain dan
Analisis Pengukuran Viskositas Berbasis
Optocoupler... Jurnal Natur Indonesia. 2012.
Hal. 230-235, 2011.
[7]. Tri M,. Ardian SP, Neran, Desain
Viskometer tekomputerisasi, Jurnal sain
dan teknologi Kimia,. Vol. 4 No. 2, Oktober
2012, Hal 169-173
[8]. Munson, B.R, Donal F.Young. Fundamentals
of Fluids Mechanics. John Wiley and Son,
INC, (2003).
[9]. Teguh, F, Sukiswo, Rancang Bangun Alat
Uji
Kelayakan
Pelumas
Kendaraan
Bermotor. UPJ 2 Vol. 1 2013, Hal. 30-34
[10].
Leblanc.G.E and Secco,R.A.(1995)High
Pressure Stokes Viscometri Review of
Scientific Instrumens.Vol.66.pp.5015 5018
[11].
Petjo G dan Ridwan. Kajian Viskometer
Tabung. Final Report. FTI- Gunadarma,
(2009).
[12].
http://www.engineersedge.com/fluid_flow/
fluid_data.htm. (diakses 2 Maret 2015)
[13].
Plumlee, Geoffrey, et al, Prelimenary
Analytical Result for a Mud sample
collected from the LUSI Mud vulcano,
Sidoarjo, East Java, Indonesia. USGS. Science,
2008.
[14].
www. Arduino.cc

Telah didesain, dan berhasil dibuat serta


diujicba suatu viskometer digital metode bola
jatuh dengan menggunakan Mikrokontroller
Arduino, hasil pengukuran dapat ditampilan real
timepada display layar LCD 16 x 2. Viskometer
yang dibuat mampu mengukur viskositas ketiga
jenisfluida uji, yakni air, pelumas dan lumpur.
Tingkat keakuratan pengukuran denganbaik dan
hasilnya bersesuaian dengan referensi masingSeminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

166

KE-02

ANALISA PERBANDINGAN POMPA AKSIAL DENGAN GEARBOX dan


TANPA GEARBOX SEBAGAI PENGGANTI ELECTRO MOTOR PADA
STASIUN POMPA PLUIT
JAKARTA UTARA
Sorimuda Harahap 1) , La Oe M. Firman 2) Dodi Sri Mulyanto 3)
1.2)
Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Univ. Pancasila
3)
Alumni Teknik Mesin FTUP
Email : buttonisland@yahoo.com
ABSTRAK
Pompa Aksial adalah merupakan peralatan mekanik yang wajib ada di setiap system polder yang terdiri dari pompa dan
waduk sebagai pengendali banjir.
System polder ini untuk mengeringkan air hujan atau menanggulangi bahaya banjir di suatu daerah yaitu pada waduk pluit
yang luasnya 80 Ha, dan luas layanannya 2059 Ha, diperlukan pompa berdiameter besar guna menanggulangi jumlah air
yang benar.
Oleh karena itu diperlukan suatu pompa aksial menggunakan gearbox ataupun tanpa gearbox sebagai penggantinya adalah
elctro motor yang akan beroperasi. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan teknis untuk menganalisa pompa aksial
dengan impeller roda propeller. Adapun kapasitas/debit pompa aksial dengan menggunakan gearbox setelah direduksi roda
gigi 4 (m3/detik) head sebesar 4 (m), putaran sebesar 330 (rpm) dan efisiensi pompa 83%.
Tanpa menggunakan gearbox sebagai pengganti gearbox adalah electro motor kapasitas dan debit 6 (m3/detik) head 5 (m)
putaran pompa setelah direduksi dengan memberikan tahanan luar pada electro motor 400 (rpm) efisiensi pompa 82%
Kata Kunci: Debit, Head, Putaran, Efisiensi.

1.

PENDAHULUAN

Secara garis besar, masalah banjir di DKI


Jakarta disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alam
dimana 40% wilayah Jakarta berada di daerah
dataran rendah, terutama dibagian utara dan barat
bahkan sebagian kecik telah berada 1-2 m dibawah
permukaan laut, kemudian beberapa sungai besar
dan kecil mengalir dari hulu semuanya melalui kota
Jakarta, kemudian adanya penurunan tanah terutama
akibat penyedotan air tanah yang berlebihan.
Salah satu jenis pompa yang bisa dipakai pada
pengendalian banjir DKI Jakarta yaitu pada Stasiun
Pompa Pluit adalah Pompa Aksial, dimana luas
waduk pluit 80 ha dan luas layanan 2059 ha, maka
pompa aksial ini lebih cocok dipakai pada
pengendalian banjir karena mempunyai kapasitas
yang besar dan head mudah dibandingkan dengan
pompa sentryfugal. Oleh karena itu diperlukan suatu
pompa aksial menggunakan gear box ataupun tanpa
gear box sebagai pengganti adalah electro motor
yang beroperasi. Pada analisa penelitian ini
menggunakan pendekatan teknis untuk menganalisa
pompa aksial dengan impeller roda propeler.
2.

dengan roda berulir dimana fluida seperti digeser


dalam arah sumbu poros.
Impeller merupakan tempat terjadinya energy
mekanis berupa kerja poros menjadi energi aliran
fluida berupa head. Head ini timbul dikarenakan
adanya gaya angkat dan dorong oleh gerakan
impeller. Diffuser atau sudu diam digunakan untuk
mengarahkan aliran fluida sehingga fluida yang
keluar mempunyai arah aksial.
2.1. HEAD POMPA
Kolom air atau cairan lain di dalam pipa
vertical akan mengerjakan tekanan (gaya per satuan
luas,

F
.... (ref. 4 hal 8) pada permukaan
A

mendatar bagian bawah pipa. Tekanan ini dapat


dinyatakan dengan newton per meter persegi (

m2

=pascal) atau pound per inci persegi ( lb

m2

= psi) atau besar fit kolom cairan yang akan


memberikan tekanan yang sama pada permukaan.
Tinggi kolom yang menghasilkan tekanan ini
disebut head (tinggi tekan) pada permukaan tersebut.

LANDASAN TEORI
2.2. KAVITASI

Prinsip kerja pompa aksial, fluida tidak lagi


secara radial mengalir keluar dan selanjutnya
berputar di sekeliling impeller bagian luar,
melainkan seperti pada suatu sistem pengangkutan

Kavitasi adalah fenomena perubahan phase uap


dari zat cair yang sedang mengalir, karena
tekanannya berkurang hingga dibawah tekanan uap
jenuhnya pada temperatur 1000 C. Pada pompa

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

167

KE-02

bagian yang sering mengalami kavitasi adalah sisi


isap pompa.
Agar tidak terjadi kavitasi harus diusahakan
agar tidak ada satu bagianpun dari aliran di dalam
pompa yang mempunyai tekanan statis lebih rendah
dari tekanan upa jenuh cairan pada temperature yang
bersangkutan. Agar pompa dapat bekerja tanpa
mengalami kavitasi, maka harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut: NPSHyang tersedia >
NPSHyang diperlukan.
2.3.NET POSITIVE SUCTION HEAD (NPSH)
NPSH yang tersedia adalah head yang dimiliki
oleh zat cair pada sisi hisap pompa (ekivalen dengan
tekanan mutlak pada sisi hisap pompa) dikurangi
dengan tekanan uap jenuh zat cair di tempat tersebut.
Tekanan terendah di dalam pompa biasanya
terdapat di suatu titik dekat setelah sisi masuk sudu
impeller. Di tempat tersebut, tekanan lebih rendah
daripada tekanan pada lubang hisap pompa.
Jadi, agar tidak terjadi penguapan zat cair,
maka tekanan pada lubang masuk pompa, dikurangi
penurunan tekanan didalam pompa, harus lebih
tinggi daripada tekanan uap zat cair. Head tekanan
yang besarnya sama dengan penurunan tekanan ini
disebut NPSH yang diperlukan. Besarnya NPSH
yang diperlukan berbeda untuk setiap pompa. Untuk
pompa tertentu NPSH yang diperlukan berubah
menurut kapasitas dan putarannya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan pompa dengan roda gigi:
Putaran motor (n)
Daya motor (P)
Tegangan motor (V)
Putaran
pompa
setelah
direduksi roda gigi (n)
Head pompa (H)
Kapasitas pompa (Q)
Kecepatan spesifik pompa (ns)
Efisiensi pompa (n)
Daya pompa (P)
Torsi pompa (T)
Diameter poris (Dp)
Tegangan geser yang diijinkan
pada poros (a)
Tegangan geser yang terjadi
pada poros ()
Putaran kritis poros
Defleksi maksimum poros
Berat poros
Gaya
tangensial
pada
permukaan poros (Ft)
Diameter naf (DN)
Panjang naf (Lbh)
Diameter luar impeller (D5)
Diameter luar impeller (Dt)

: 1480 rpm
: 315 kW
: 3 380 volt
: 330 rpm
:4m
: 4 m3 / s
: 233,34 epm
: 83%
: 188.73 kW
: 557039,45 kgmm
: 5,46 x 106 Nmm
: 90 mm
: 7,475 kg/mm2
: 73,33 N/mm2
: 38,19 N/mm2
: 428,79 rpm
: 0,2003 mm
: 3066,25 N
: 12378,65 kg
: 1,22 x 105 N
: 117 mm
: 152,1 mm
: 1212 mm
: 647 mm

Berat impeller
Gaya aksial impeller (F)
Tegangan geser yang terjadi
pada pasak ((k)
Tegangan geser yang diijinkan
pada pasak ((ka)
Diameter luar kopling (dA)
Diameter baut (db)
Jumlah baut kopling
Berat kopling
Umur bantalan
Tegangan geser yang dialami
baut ((b)
Tegangan geser yang diijinkan
pada baut ((ba)
Tegangan geser yang dialami
flens ((F)
Tegangan geser yang diijinkan
pada flens ((Fa)
Berat total

: 1223,04 N
: 2090,02 kg
: 20,50 x 103 N
: 5,501 kg/mm2
: 53,96 N/mm2
: 5,84 kg/mm2
: 57,29 N/mm2
: 315 mm
: 25 mm
: 6 buah
: 340,98 N
: 557578,82 jam
: 3,207 kg/mm2
: 31,46 N/mm2
: 5,56 kg/mm2
: 54,54 N/mm2
: 0,39 kg/mm2
: 3,83 N/mm2
: 1,4 kg/mm2
: 13,734 N/mm2
: 4630,27 N

Hasil perhitungan pompa tanpa roda gigi:


Putaran motor (n)
Daya motor (P)
Tegangan motor (V)
Putaran
pompa
setelah
direduksi roda gigi (n)
Head pompa (H)
Kapasitas pompa (Q)
Kecepatan spesifik pompa (ns)
Efisiensi pompa (n)
Daya pompa (P)
Torsi pompa (T)
Diameter poris (Dp)
Tegangan geser yang diijinkan
pada poros (a)
Tegangan geser yang terjadi
pada poros ()
Putaran kritis poros
Defleksi maksimum poros
Berat poros
Gaya
tangensial
pada
permukaan poros (Ft)
Diameter naf (DN)
Panjang naf (Lbh)
Diameter luar impeller (D5)
Diameter luar impeller (Dt)
Berat impeller
Gaya aksial impeller (F)
Tegangan geser yang terjadi
pada pasak ((k)
Tegangan geser yang diijinkan
pada pasak ((ka)
Diameter luar kopling (dA)
Berat kopling
Umur bentalan
Diameter baut (db)
Jumlah baut koplin

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

: 1480 rpm
: 315 kW
: 3 380 volt
: 40 rpm
:5m
: 6 m3 / s
: 233,30 epm
: 82%
: 336,108 kW
: 818422,98 kgmm
: 8.028 x 106 Nmm
: 120 mm
: 7,475 kg/mm2
: 73,33 N/mm2
: 24,36 N/mm2
: 412,21 rpm
: 0,285 mm
: 5453,107 N
: 13640,383 kg
: 1,34 x 105 N
: 156 mm
: 202,8 mm
: 1844 mm
: 653,034 mm
: 5209,68 N
: 13556,03 kg
: 132,98 x 103 N
: 3,87 kg/mm2
: 37,96 N/mm2
: 5,84 kg/mm2
: 57,29 N/mm2
: 355 mm
: 362,36 N
: 5244,53 jam
: 25 mm
: 6 buah

168

KE-02

Tegangan geser yang dialami


baut ((b)
Tegangan geser yang diijinkan
pada baut ((ba)
Tegangan geser yang dialami
flens ((F)
Tegangan geser yang diijinkan
pada flens ((Fa)
Berat total

: 4,19 kg/mm2
: 41,10 N/mm2
: 5,56 kg/mm2
: 54,54 N/mm2
: 0,45 kg/mm2
: 4,41 N/mm2
: 1,4 kg/mm2
: 13,734 N/mm2
: 11025,147 N

Analisa perbandingan ini dengan menggunakan


motor yang sama, akan terlihat perbedaan-perbedaan
yang terjadi ketika putaran pompa dirubah :
Seperti terlihat di grafik di halaman berikut, jika
putaran pompa dinaikkan maka besarnya head,
kapasitas, dan daya pompa ikut naik juga.

Dari grafik di bawah ini, pada putaran 330 rpm


efisiensi yang terjadi 83% paku gear box,
sedangkan pada putaran 400 rpm terjadi
penurunan efisiensi sebesar 1%, tanpa gear box
pakai electro motor.

Pada putaran poros 330 rpm torsi yang terjadi


5,46 x 106 Nmm, sedangkan pada putaran poros
400 4 rpm torsi yang terjadi naik menjadi 8,028 x
106 Nmm, tapi jika putaran dinaikkan terus
sampai sama dengan putaran motor 1480 rpm
maka torsi terus turun menjadi 0,11 x 106 Nmm.

Semakin kencang putaran poros pompa, maka


semakin besar pula defleksi yang terjadi pada
poros pompa dan putaran poros semakin
mendekati putaran kritisnya.

Pada grafik di halaman berikut dapat terlihat


akibat bertambahnya putaran pompa, maka
dimensi utama dan berat pompa turut bertambah
pula.
Besarnya gaya-gaya yang terjadi pada poros
maupun impeller turut naik seiring dengan
bertambahnya putaran poros pompa.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

169

KE-02

Besarnya tegangan geser pada poros dan pasak


berbanding terbalik dengan putaran poros
pompa. Semakin besar putaran pompa, maka
semakin kecil tegangan geser yang terjadi. Hal
ini berbeda dengan tegangan geser pada baut dan
flens yang berbanding lurus dengan putaran
poros.

Umur bantalan semakin berkurang seiring


dengan bertambahnya kecepatan putaran poros
pompa.

4.KESIMPULAN
Dari uraian, perhitungan, dan analisis pada bab
terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :

Mesin penggerak pompa memungkinkan


pompa aksial dapat digerakkan dengan
kecepatan putar yang berbeda-beda, tetapi hal
ini tidak bisa dilanjutkan terus. Karena
kekuatan bahan material semua bagian pompa
aksial sudah ditetapkan dalam batasan-batasan
tertentu, contohnya terlihat dari umur bantalan
yang semakin berkurang dan defleksi poros
yang semakin besar seiring dengan kenaikan
kecepatan putaran.

Pada putaran 400 rpm dimensi utamanya lebih


besar daripada dimensi utama pada putaran 330
rpm.

Dilihat pada putaran kritisnya, ternyata pada


putaran poros 400 rpm hampir mendekati
putaran kritisnya sebesar 412,21 rpm. Hal ini
berbeda dengan putaran poros 330 rpm dimana
putaran kritisnya sebesar 428,79 rpm cukup
jauh dari putaran porosnya. Putaran kritis
adalah kecepatan tertentu dimana poros
bergetar dengan sangat kuat.

Selain menggunakan gear box dalam


mereduksi putaran motor, putaran motor dapat
pula direduksi tanpa menggunakan gear box
yaitu dengan cara memberikan tahanan luar
pada motor.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

170

KE-02

5.SARAN
1. Penggunaan jenis pompa aksial sangat cocok
untuk memindahkan air yang cukup besar bias
juga disebut pompa pengendalian banjir.
2. Kalau diteliti kembali penggunaan jenis pompa
aksial tanpa gearbox dengan menggunakan
electromotor untuk memompakan air secara
kontinyu dan lebih tepatnya dipergunakan di
pompa PDAM.

6.REFERENSI
[1].Cherkassky J.M, Pump Compressors Fan,
Energinya, Moscow, 1968.
[2].Church H. Austin, Harahap Zulkifli, Pompa dan
Blower Sentrifugal, Erlangga, Jakarta, 1993.
[3].Dietzel Pritz, Dakson Sriyono, Turbin Pompa
dan Kompresor, Erlangga, Jakarta, 1992.
[4].Hicks G. Tyler, Edwards T.W., Teknologi
Pemakaian Pompa, Erlangga, Jakarta, 1996.
[5].J.K. Gupta, Machine Design, Eurasia Publishing
House (Pvt) Ltd, New Delhi, 1980.
[6].Niemann, G., Budiman, Anton, Elemen Mesin
Desain dan Kalkulasi dari Sambungan, Bantalan,
dan Poros Jilid 1, Erlangga, Jakarta, 1999.
[7].Sularso &S uga Kyokatsu, Elemen Mesin,
Pradnya Paramita, Jakarta, 1978.
[8].Sularso, Tahara Haruo, Pompa dan Kompresor,
Pradnya Paramita, Jakarta, 2000.
[9].Stolk, Jac, Ir., Kros, C, Ir., Elemen Mesin,
Erlangga, Jakarta, 1986.
[10].
Triatmodjo Bambang, Mekanika Fluida,
Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik UGM,
Yogyakarta, 1962.
[11].
While M. Frank, Mekanika Fluida,
Erlangga, Jakarta, 1978.
[12].
Zuhal, Dasar Teknik Tenaga Listrik dan
Elektronika Daya, PT. Gramedia, Jakarta, 1988.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

171

KE-03

PENGEMBANGAN LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM (PJU)


BERTENAGA ANGIN SETARA 50 WATT
Maria F. Soetanto, Sugianto, Radi S. Kartanegara
Program Studi Teknik Aeronautika-Jurusan Teknik Mesin
Politeknik Negeri Bandung
e.mail: mariasoetanto@yahoo.com
ABSTRACT
This paper discusses the development of three blades of rotor savonius wind turbine that can produce the equivalent of 50
watts of electrical energy as an alternative lighting street lights (PJU) in the area of West Java. The study performed
numerically using Computational Fluid Dynamic (CFD) methods and experiments by testing the prototype of wind turbine
equipped with electrical system and light in Politeknik Negeri Bandung campus in an open area that shaped convergent
which has justified analytically numerical has the average wind speeds approaching the average speed of West Java
region[1]. Numerical study conducted to obtain the optimization of turbine blades, clearance ratio e/d, and the fineness ratio
h/d of the wind turbine used. Experimental method is applied after the prototype wind turbine was made with the whole
mechanical transmission system and its electrical system, in order to obtain the required performance of the wind turbine so
that it can be used as an alternative energy as lighting street lamp equivalent of 50 watt. The results obtained that the
number of three rotor blades, the ratio e/d of .18 and the fineness ratio, h/f of 1.8, the wind energy can be converted into
electrical energy by generating shaft rotation through transmission system with turbine gear and generator ratio 1:3. The
results of turbine no-load testing obtained the rotational speed =134.9 rpm with wind speed of 3.2 m/s produce a generator
output voltage of 15.7 volts, while the test with a load equivalent of 50 watts, the same rotation of turbine obtained output
voltage of 15.4 volts.
Key words: three blades wind turbine rotor, CFD, fineness ratio, output voltage
ABSTRAK
Makalah ini mengenai pengembangan turbin angin jenis savonius tiga bilah yang dapat menghasilkan energi listrik setara
50 Watt sebagai alternatif penerangan lampu jalan umum (PJU).di daerah Jawa Barat. Studi pengembangan turbin
dilakukan secara numerik dengan menggunakan metoda Computational Fluid Dynamics dan eksperimen dengan menguji
prototip turbin angin berserta lampu di lingkungan kampus Politeknik Negeri Bandung pada area terbuka berbentuk
konvergen yang telah dijustifikasi secara analitik numerik memiliki kecepatan angin rata-rata mendekati kecepatan rata-rata
kecepatan ruas jalan umum daerah Jawa Barat[1]. Studi numerik dilakukan guna mendapatkan optimasi bilah turbin, rasio
clearance e/d dan rasio kebagusan dari turbin savonius yang digunakan. Metode eksperimen diterapkan setelah terlebih
dahulu dibuat prototip turbin angin beserta keseluruhan sistem transmisi mekanik beserta sistem kelistrikannya, guna
mendapatkan kinerja turbin sehingga dapat digunakan sebagai alternatif penerangan lampu jalan setara 50 Watt. Dari hasil
studi ini diperoleh dengan jumlah rotor tiga bilah, rasio e/d sebesar 0.18, dan rasio kebagusan, h/d sebesar 1,8, energi angin
dapat dikonversikan menjadi energi listrik oleh putaran poros generator melalui sistem transmisi dengan perbandingan roda
gigi turbin dan generator sebesar 1:3. Aliran listrik dari generator dikendalikan oleh regulator sehingga menghasilkan
tegangan yang stabil untuk pengisian tegangan ke akumulator. Pada pengujian turbin tanpa beban, diperoleh kecepatan
putar yang diperoleh sebesar 134,9 rpm pada kecepatan angin terukur 3,2 m/s dapat menghasilkan voltase output generator
sebesar 15,7 volt. Sedangkan pada pengujian dengan beban lampu LED setara 50 Watt, dengan putaran turbin yang sama
diperoleh tegangan output sebesar 15,4 volt.
Kata kunci: Turbin angin 3 bilah, CFD, rasio kebagusan, output voltage

1. PENDAHULUAN
Data pemerintah menunjukkan penggunaan energi
terbarukan di Indonesia baru mencapai angka lima
persen sementara 95 persen lainnya, masih
digantungkan pada bahan bakar fosil seperti minyak
bumi, gas, dan batubara. Cadangannya menipis dan
tak begitu lama lagi akan segera habis, selain itu
juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang tak
bisa diperbaiki, mata pencaharian dan kesehatan

masyarakat Indonesia, sehingga pemanfaatan secara


kontinyu energi terbarukan harus dimulai saat ini
juga.[Pernyataan tertulis Kampanye Iklim dan
Energi Greenpeace Indonesia, Jakarta, Selasa
5/5/2015]
Selain itu pernyataan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Sudirman Said yang menegaskan
bahwa pembangunan energi baru terbarukan di

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

172

Indonesia merupakan suatu keharusan untuk


mencukupi kebutuhan energi secara berkelanjutan,
dan harus menjadi komitmen seluruh negara untuk
mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang
berdampak buruk bagi lingkungan.[pernyataan
World Economic Forum on East Asia 2015] .
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga menyatakan
demi meningkatkan minat investasi pembangkit
listrik energi baru terbarukan di Indonesia,
pemerintah tidak hanya menyiapkan paket insentif
fiskal tax holiday dan tax allowance. Namun, PT
PLN selaku perusahaan milik negara akan
diinstruksikan untuk membeli listrik dengan harga
lebih tinggi dari pembangkit yang digerakkan oleh
energi non fosil, yaitu jika batubara dihargai US$ 7
sen per jam, maka kalau energi hijau US$ 9 sen per
jam.[Pernyataan dalam Tropical Landscape Summit
Jakarta 27/4/2015]
Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung
menyebutkan hanya terdapat 16.924 titik
Penerangan jalan Umum (PJU) di kota Bandung.
Padahal, menurut Kepala Subdinas Dekorasi Kota
Dinas Petamanan Kota Bandung dibutuhkan paling
sedikit 21.000 buah
PJU [Sumber: Dinas
Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung, 2015].
Hal tersebut berakibat pada malam hari sejumlah
ruas jalan menjadi gelap gulita sehingga bisa saja
menjadi rawan kejahatan [Tribun Jabar, 2015] .
Bertolak dari kebijakan-kebijakan yang telah
digulirkan pemerintah di atas, serta kebutuhan akan
Lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) maka dalam
makalah ini disampaikan suatu pengembangan
Lampu PJU bertenaga angin setara 50 Watt
Energi angin yang merupakan energi terbarukan
(renewable energy) diterapkan guna menggerakan
suatu turbin angin yang akan memutar rotor yang
nantinya dapat digunakan sebagai pembangkit
energy listrik, memiliki berbagai keuntungan,
diantaranya selalu dapat diperbaharui, dalam
penerapannya tidak memerlukan transportasi, relatif
murah (4-6 cent $ per kWh) [2], serta benefit
ekonomi dalam rural area.
Teknologi turbin angin yang ada di pasaran
mengacu pada perhitungan optimasi kinerja turbin
angin dari luar negeri, dimana kondisinya sangat
berbeda dengan kondisi angin di Indonesia yang
dipengaruhi oleh iklim musoon. Turbin angin yang
digunakan dalam makalah ini adalah jenis poros
vertikal rotor Savonius, hal ini disesuaikan dengan
kemampuannya untuk beroperasi pada kecepatan
angin yang relatif rendah, yaitu sekitar 1 2 m/s,
sehingga sangat sesuai digunakan di Indonesia yang
termasuk daerah muson [Tedjasukmana, 1980.,
Soetanto, dkk., 2006].

Besarnya daya listrik yang dapat dihasilkan oleh


rotor savonius adalah
P C . . A.U 3 .......................................(1.1)
P
dimana :
P = Daya Rotor [Watt]
Cp = Koefisien Daya
= Massa Jenis Udara [kg/m3]
A =Luasan
U = Kecepatan Angin [m/s]
Daya tersebut sebanding dengan hasil kali momen
torsi rotor dengan kecepatan putar rotor yang
dihasilkannya, sedangkan momen torsi sendiri
adalah hasil perkalian gaya hambat yang terjadi (D)
dengan jarak rotor (d); adapun gaya hambat rotor
diperoleh dari:
D Cd . . A.U 2 ........................................(1.2)
dimana Cd adalah koefisien gaya hambat.
Dalam makalah ini disampaikan optimasi rasio
kebagusan h/d, optimasi rotor savonius 2 bilah dan
3 bilah, perancangan dan pembuatan rotor serta
proses assembling turbin angin. Optimasi dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak Fluent 6.3,
perancangan serta pembuatan bagian-bagian rotor
dilakukan di hanggar aeronautika Politeknik Negeri
Bandung.
2. METODOLOGI
Kegiatan penelitian dalam makalah ini diawali
dengan perhitungan numerik optimasi karakteristik
aerodinamika rasio kebagusan, h/d, yang optimal
pada konfigurasi rotor savonius. Konfigurasi rasio
kebagusan yang dianalisa adalah h/d =1, h/d =
1,3,dan h/d= 1,8. Selanjutnya optimasi karakteristik
aerodinamika juga dilakukan antara konfigurasi
rotor 2 bilah dan 3 bilah rotor. Keseluruhan
perhitungan tersebut dilakukan dengan metoda
Computational Fluid Dynamic (CFD) dengan
bantuan perangkat lunak Fluent 6.3, sedangkan
karakteristik aerodinamika yang dimaksud disini
adalah mendapatkan koefisien gaya hambat,
ditribusi tekanan, distribusi kecepatan dan pola
aliran yang lebih baik dalam desain dan tipe rotor.
Inisialisasi batasan dan kondisi-kondisi batas yang
diterapkan pada bilah-bilah rotor adalah dinding
berotasi (rotational moving wall), sehingga
perhitungan dilakukan menggunakan persamaan
dalam sistem koordinat rotasional (non inersia),
sebagaimana terlihat dalam Gambar 1 di bawah ini.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

173

G
ambar 2.1 Sistem Koordinat Rotasional

Sehingga kecepatan fluida berubah dari sistem


koordinat stasioner dengan menggunakan hubungan:
dan
(2.1)
dimana

adalahkecepatan relatif, sedangkan

adalah kecepatan absolut, dan


adalah
kecepatan whirl (kecepatan imbas frame rotasi)
Adapun persamaan pembentukan aliran fluida untuk
kerangka acuan rotasi stedi harus memenuhi
Hukum-hukum Kekekalan:
Kekekalan massa:

........(2.2)
Kekekalan Momentum:

Gambar2. 2. Penerapan lokasi kondisi batas outflow

Oleh karena itu perlu dibuat terlebih dahulu suatu


volume atur yang telah diperhitungkan sedemikian
rupa sehingga aliran yang terjadi setelah melewati
dinding rotor adalah aliran yang berkembang penuh.
Selanjutnya kondisi batas lain yang diterapkan
dalam volume atur tersebut adalah velocity inlet
dengan menentukan kecepatan dan sifat skalar aliran
pada bidang masukan.
Kondisi batas symmetry diberikan pada bidangbidang lainnya dalam volume atur, dengan
mengasumsikan fluks nol dari semua kuantiti yang
melewati batas tersebut, sehingga komponen
kecepatan normal bernilai nol pada bidang simetri.
Dengan mengasumsikan udara sebagai gas ideal,
maka persamaan untuk viskositas dinamik diperoleh
dengan mengaplikasikan persamaan Sutherland

.......(2.3)
dimana

.....(2.5)
merupakan percepatan coriolis

dan

merupakan percepatan sentripetal.

dan Kekekalan Energi:

......(2.4)
Model aliran keluar yang digunakan dalam makalah
ini
adalah
kondisi
batas
Outflow,yang
mengasumsikan gradient normal adalah nol untuk
semua variabel aliran kecuali tekanan, asumsi ini
digunakan karena detail kecepatan aliran dan
tekanan tidak diketahui sebelumnya. Kondisi batas
outflow tersebut mensyaratkan kondisi aliran keluar
sudah mendekati aliran berkembang penuh (fully
developed flow), seperti Gambar2 di bawah ini.

dengan Tref merupakan temperature referensi dan S


adalah temperature Sutherland, sehingga diperoleh
viskositas udara, sebesar 1,716 x 10-5 (kg/m.s)
pada Tref = 273,15 (K) dan temperature Sutherland,
S = 110,4 (K), adapun tekanan diasumsikan 101325
(Pa) sebagai tekanan operasi.
Model aliran viskos yang digunakan adalah model
spalart almaras untuk memecahkan model
persamaan transportasi viskositas kinematik arus
eddy (turbulen), karena tidak perlu menghitung skala
panjang terkait dengan ketebalan lapisan geser
lokal. Variable transport dalam model Spalart
Almaras , ,sama dengan viskositas kinematik
turbulen kecuali pada area di dekat dinding.
Persamaan transport untuk adalah

.(2.6)
dimana
adalah produksi viskositas turbulen,
adalah kerusakan viskositas turbulen yang muncul
pada area di dekat dinding akibat blocking dan
redaman viskos.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

174

dan
masing-masing adalah konstanta , dan
adalah viskositas kinematik, sedangkan
adalah source yang didefinisikan tersendiri [3].
Hubungan antara kecepatan dan tekanan koreksi
diperoleh dengan menegakkan hukum koservasi
massa dan mendapatkan bidang tekanan dengan
metoda pressure-velocity coupling menggunakan
algoritma
SIMPLE,
persamaan
momentum
diselesaikan dengan bidang tekanan yang dduga,
fluks permukaan yang dihitung dari persamaan:

..(2.7)
dengan
..(2.8)
Setelah solusi diperoleh, tekanan dan fluks dikoreksi
dengan menggunakan:
..(2.9)
.(2.10)
1
dengan
adalah factor under relaksasi untuk
tekanan.
Solusi komputasi numerik aliran berbasis tekanan
umumnya menggunakan persamaan under-relaksasi
untuk mengkontrol variasi parameter yang dihitung
pada setiap iterasi. Hal ini dilakukan guna
menstabilkan skema numerik yang melibatkan
prosedur iterasi, dan meningkatkan konvergensi
sehingga mempersingkat waktu yang dibutuhkan
untuk solusi dari akurasi yang diinginkan.

3. HASIL DISKUSI
Volume atur yang telah diperhitungkan adalah 2xd
untuk batas masukan dan 5xd untuk batas keluaran.
sehingga terjadi aliran fluida dapat berkembang
penuh (fully developed flow)[4], seperti tampak dalam
Gambar 3. Kondisi velocity inlet pada inlet (dalam
warna biru), kondisi outflow pada outlet (warna
merah), kondisi symmetry (warna hijau) pada
bagian-bagian yang lainnya, serta kondisi wall
(warna hitam) pada rotor.

Gambar 3.1. Volume atur dan kondisi-kondisi batas.

3.1. Kaji Numerik


Analisa
kaji
numerik
dilakukan
dengan
membandingkan koefisien gaya hambat yang
diperoleh dari masing-masing desain berdasarkan
berbagai variasi rasio sudut serang, . Dalam
Gambar 4 diperlihatkan perbedaan distribusi tekanan
antara konfigurasi rotor dua bilah dengan rotor tiga
bilah yang terjadi pada variasi sudut serang, = 1,2.
Penjelasan mengenai hal tersebut sebagai berikut,
Pada konfigurasi rotor dengan dua bilah, distribusi
tekanan sebesar 1,41x105 hingga 2,75x105 Pa (yang
ditandai dengan warna merah menuju jingga) terjadi
hampir merata pada bagian depan (sisi cekung) bilah
rotor sebelah atas dan distribusi tekanan sebesar
0,481x105Pa hingga 0,569 x105 Pa (dilambangkan
dengan warna biru tua menuju biru muda) terjadi
pada sisi cembung (bagian belakang) pada
keseluruhan area bilah rotor atas. Demikian pula
pada sisi cembung (bagian depan) bilah rotor bawah,
distribusi tekanan berkisar antara 1,85 x 10 5 Pa
hingga 2,75 x 105 Pa tetapi hanya pada puncak
kelengkungan dan distribusi tekananan sebesar
1,275 x 105 Pa hingga 1,7 x 105 Pa terjadi pada
seluruh permukaan area cekung bilah rotor bawah,
yang mana hal ini mengakibatkan adanya perbedaan
tekanan sebesar 10 x 105Pa hingga 20 x 105 Pa pada
bilah atas dan sebesar 6 x 105 -10 x 105 Pa pada
bilah bawah, yang mana berarti akibat makin
besarnya perbedaan tekanan tersebut, putaran bilah
rotor juga akan makin besar.

Gambar 3.2. Distribusi Tekanan pada rotor dua bilah


dan tiga bilah pada = 1,2.

Distribusi tekanan yang terjadi pada rotor tiga bilah,


diperoleh variasi tekanan sebesar 0,486 x 105 Pa
hingga 5,97 x 105 Pa pada hulu aliran dan variasi
tekanan sebesar 2,97 x 105 Pa hingga 9, 7 x 105 Pa
terjadi pada bagian hilir. Hasil ini memperlihatkan
perbedaan variasi tekanan yang diperoleh di bagian
hulu dan bagian hilir pada rotor tiga bilah lebih besar
dibandingkan hasil perhitungan distribusi tekanan
pada rotor dua bilah, yang mana berimbas pada gaya
hambat yang dapat dihasilkan oleh konfigurasi rotor
tersebut. Semakin besar perbedaan distribusi
tekanannya berarti semakin besar pula gaya hambat
yang dihasilkan untuk memutar turbin angin.
Perbandingan hasil proses komputasi koefisien gaya
hambat untuk masing-masing desain rotor dua bilah
maupun tiga bilah ditampilkan dalam Tabel 1.
berikut.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

175

dianggap aman.
Tabel 3.1. Koefisien gaya hambat, Cd, untuk desain
rotor dua bilah dan tiga bilah

Hasil perancangan komponen-komponen turbin


angin dapat dilihat dalam Gambar 6. di bawah ini:

Perhitungan numerik optimasi rasio kebagusan juga


dilakukan dengan memberikan konfigurasi antara
h/d=1, h/d=1,3 dan h/d =1,8. Dengan menggunakan
metode perhitungan dan kondisi batas maupun
inisilisasi
yang
sama
seperti
perhitungan
sebelumnya, hasil solusi ditribusi tekanan
ditampilkan dalam Gambar 5 di bawah ini.
Gambar 3.4. Hasil perancangan desain turbin angin
jenis rotor savonius rotor tiga bilah

(a)

(b)

Selanjutnya dibuat komponen-komponen prototipe


turbin angin yang dimaksud dan dilakukan proses
assembling. Hasil perakitan komponen-komponen
turbin angin ditampilkan dalam Gambar 7 di bawah
ini.

Gambar 3.3. Pola aliran di sekitar rotor dengan


h/d=1,3 (a) dan h/d=1,8 (b)

Analisa mengenai hal tersebut adalah rotor dengan


rasio h/d=1,8 memiliki pola aliran dengan ulakan
yang lebih kuat dibanding pada h/d=1,3, sehingga
gaya seret yang dihasilkan untuk memutar bilah
rotor juga akan lebih besar pula. Hal tersebut akan
berimbas kepada putaran rotor yang juga akan lebih
besar dan pada akhirnya akan menghasilkan daya
yang juga lebih besar. Dengan hasil analisa di atsa,
maka makalah ini menggunakan turbin angin dengan
tiga bilah rotor dan rasio kebagusan h/d=1,8 sebagai
pengkonversi energi angin menjadi energi listrik
untuk menyalakan lampu PJU.
3.2. Perancangan dan Pembuatan Turbin Angin
Perancangan bagian-bagian turbin dilakukan dengan
mempergunakan
perangkat
lunak
CATIA,
sedangkan proses pembuatan dilakukan di
Laboratorium Produksi Jurusan Teknik Mesin
Polban. Perhitungan poros juga dilakukan secara
teoritis guna mendapatkan dimensi poros yang
diijinkan berdasarkan tegangan bahan yang
diijinkan, untuk diameter poros berongga, do

Gambar 3.5. Proses perakitan turbin angin.

Selanjutnya turbin angin dilengkapi dengan sistem


transmisi mekanik dan sistem kelistrikan. Hasil
assembling keseluruhan turbin angin berikut
komponen kelistrikan, ditampilkan dalam Gambar 8
di bawah,dan langkah selanjutnya dilakukan
pengujian secara eksperimen.
Pengujian
dilaksanakan di lingkungan kampus Polban.

Sehingga pemilihan material dan dimensi poros

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

176

4. KESIMPULAN
Dari hasil eksperimen diperoleh bahwa konfigurasi
turbin angin beserta sistem transmisi mekanik dan
sistem kelistrikan telah berfungsi dengan baik
dengan kemampuannya menyalakan lampu setara 50
watt kontinyu selama dua minggu pengujian,
sehingga dapt dijadikan alternatif sumber energi
lampu PJU.
Catatan:
Konfigurasi turbin angin dalam makalah ini dengan
dilengkapi sistem pengaman dari badai telah
menerima hibah UBER HAKI tahun 2014, dan telah
diajukan permintaan paten dengan nomor:
S00201407214.

Gambar 3.6. Hasil asembling turbin angin

Parameter terukur yang dilakukan dalam studi


eksperimen ini adalah kecepatan angin rata-rata
setempat dan putaran turbin yang dihasilkan. Dari
hasil pengujian diperoleh daya turbin sebagai
berikut:
Tabel 3.2. Data Pengujian Model Turbin

Daya rata-rata pada pengujian turbin diperoleh


sebesar 40 Watt. Selanjutnya hasil pengujian dengan
beban ditampilkan dalam Tabel 3 di bawah ini.

5. DAFTAR PUSTAKA
[1].Maria F.Soetanto & A. Wismakumara, Study on
Implementation of Vertical Axis Wind
Turbine in Polban Building, International
Conference on Fluid and Thermal Energy
Conversion 2009, ISSN 0854-9346, TongyeongSouth Korea, 2009.
[2].The Value of Wind, Rep.Source Indonesia Vol.2
No. 3, Winrock International, Winter 1997.
[3].J. Dacles-Mariani, G. G. Zilliac, J. S. Chow, and
P. Bradshaw. Numerical/Experimental Study
of a Wingtip Vortex in the Near Field. AIAA
Journal, 33(9):1561-1568, 1995.
[4].Soetanto, Maria F., Kaji Numerik Optimasi
Kinerja Rotor Savonius Dua Bilah dan Tiga
Bilah, Industrial Research Workshop & Seminar
Nasional Sains Terapan 2010, Politeknik Negeri
Bandung, ISBN 978-979-3541-21-1.
[5].Maria F. Soetanto, Kaji Eksperimen Optimasi
Koefisien Daya Kombinasi Horizontal dan
Vertikal Wind Turbine, Seminar Nasional
Ketahanan
Lingkungan
Hidup
dengan
Penggunaan Energi Alternatif 2009, ISBN 978979-3541-20-4

Tabel 3.3. Hasil pengujian dengan beban lampu LED.

Putaranturbin
(rpm)
134,9
132
165,3
120,6
165,2
142,8
87,4
141,2
91,1
142,8
94,7
rata-rata

V out
gen
(Volt)
15.74
15.45
17.34
13.87
17.04
16.51
10.34
16.55
10.68
16.53
10.81

I out gen
(Ampere)
1.5
1.5
1.7
1.5
1.7
1.6
0.9
1.6
1
1.6
1

P elk
(Watt)
23.61
23.175
29.478
20.805
28.968
26.416
9.306
26.48
10.68
26.448
10.81
33.7394

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

177

KE-04

SIMULASI NUMERIK AERODINAMIKA KENDARAAN TRUCK SAAT


OVERTAKING
Radi S Kartanegara, Sugianto, Maria F Soetanto
radisuradik@gmail.com
Program Studi Teknik Aeronautika - Jurusan Teknik Mesin
Politeknik Negeri Bandung
Abstract
This study discusses the numerical simulation of airflow through the vehicle which the overtaking process one
vehicle to another vehicle that has the geometry (shape and size) of the same.
Two vehicles overtaking truck at the position modeled as beams with dimensions of length 300 mm, height 72 mm and
width 62 mm. Just do overtaking vehicle speed at a certain position has a speed of 20 m/s. Overtaking position refers to the
ratio of the distance the front surface of the two truck is X with the length of the vehicle, namely L. There are three variations
of overtaking position is X/L = 2; X/L = 1 and X/L = 0.
The process of numerical simulation using computational fluid dynamics (Computational Fluid Dynamics; CFD).
Turbulent flow model/viscous used is a model of viscous Spallart Allmaras (S-A). Simulating conditions in the position
momentarily overtaking is steady conditions (steady flow).
Variables that are discussed in this study is the value of the pressure coefficient Cp on each truck on overtaking
position or the value of X/L specific and line pattern flow (streamlines) that occurs as a result of the process of overtaking.
The simulation results in the form of curves along the line Cp to the x-axis direction at the center position of the body
of each trucks on X/L specific. Cp value tends to negative at all values Cp of X/L
Keywords: Numerical simulation, Fluent, Computational Fluid Dynamics (CFD), Truck, overtaking, vehicle.
Abstrak
Penelitian ini membahas simulasi numerik aliran udara yang melalui kendaraan yang melakukan proses mendahului
(overtaking) salah satu kendaraan terhadap kendaraan lain yang mempunyai geometri (bentuk dan ukuran) yang sama.
Dua buah kendaraan truck pada posisi overtaking dimodelkan sebagai balok dengan dimensi panjang 300 mm,
tinggi 72 mm dan lebar 62 mm. Kecepatan kendaraan sesaat melakukan overtaking pada posisi tertentu mempunyai
kecepatan 20 m/s. Posisi overtaking merujuk pada rasio jarak permukaan depan dua truck yaitu X dengan panjang
kendaraan yaitu L. Ada tiga variasi posisi overtaking yaitu X/L = 2; X/L= 1 dan X/L= 0.
Proses simulasi numerik menggunakan metode komputasi dinamika fluida (Computational Fluid Dynamics; CFD).
Model aliran turbulent/viscous yang digunakan adalah model viscous Spallart Allmaras (S-A). Kondisi simulasi pada posisi
sesaat overtaking adalah kondisi tunak (steady flow).
Variabel yang dibahas pada penelitian ini adalah nilai koefisien tekanan C p pada masing-masing truck pada posisi
overtaking atau nilai X/L tertentu serta pola garis aliran (streamlines) yang terjadi akibat dari proses overtaking.
Hasil simulasi berupa kurva Cp terhadap sepanjang garis arah sumbu x pada posisi tengah bodi truck truck masingmasing pada X/L tertentu. Nilai Cp cendrung negatif pada semua nilai X/L.
Kata kunci: Simulasi Numerik, Fluent, Computational Fluid Dynamics (CFD), Truck, Overtaking, Kendaraan.

1. PENDAHULUAN
1.1.Masalah Penelitian
Permasalahan dalam penelitian ini adalah
mendapatkan
koefisien
tekanan
(pressure
coefficient) body truck saat terjadi overtaking
melalui studi komputasi pada kecepatan 20 m/s.
1.2.Asumsi Penelitian
Asumsi yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

Massa jenis aliran udara konstan.

Aliran udara pada adalah tunak (steady) yaitu


tidak berubah terhadap waktu

1.3.Batasan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan penelitian di atas,
maka ada batasan-batasan pembahasan yang
digunakan untuk mendapatkan koefisien tekanan
body truck. Adapun batasan penelitian adalah
sebagai berikut:

Kondisi
simulasi
berdasarkan
kondisi
pengujian di dalam terowongan angin

Geometri truck dimodelkan sebagai sebuah


balok dengan dimensi panjang 300 mm, tinggi
72 mm dan lebar 62 mm

Kecepatan truck saat posisi overtaking tertentu


dimodelkan dengan kecepatan angin 20 m/s

Model turbulen yang digunakan adalah model


Spalart Allmaras.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

178

KE-04

1.4.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan gaya
aerodinamika yang bekerja pada body truck saat
proses overtaking.
2. DASAR TEORI
2.1. Model Aliran Udara
Hukum kekekalan massa atau kontinuitas dapat
dituliskan dalam bentuk integral sebagai berikut
[1,2,3,4]

dV U dA 0
t
V
A

(1)

Hukum kekekalan momentum dapat dituliskan


dalam bentuk integral sebagai berikut [1,2,3,4]

U dV U dA U
t
V
A

PdA f dV F
A

(2)

viscous

Hukum kekekalan energi dapat dituliskan dalam


bentuk integral sebagai berikut [1,2,3,4]

q dV Q

viscous

PU dA

f U dV W

viscous

e
A

U2
2

dV

(4)

G adalah kekentalan turbulen yang


dihasilkan, Y adalah destruksi kekentalan turbulen,
dan Cb2 adalah konstanta dan adalah
dimana

kekentalan kinematik molekul udara.


2.2.1. Model Kekentalan Turbulen
Kekentalan turbulen t dapat dituliskan sebagai

t f 1

U2

e
t
2

, yang dapat dituliskan sebagai berikut [4,5]



x j
D
1 x j

Y
2
Dt

Cb 2

x j

berikut [4,5]

S-A merupakan model turbulensi yang sederhana


kerena hanya mempunyai satu persamaan yang
dicari jawabnya yaitu dalam bentuk persamaan
gerak kekentalan kinematik Eddy (turbulent
kinematic viscosity).
Model S-A merupakan model untuk memecahkan
persamaan gerak (1 sampai 3) dalam bentuk
kuantitas modifikasi kekentalan kinematik turbulen

(3)

U dA

2.2. Model Turbulen Spallart-Allmaras


Aliran turbulen dicirikan adanya medan kecepatan
yang fluktuatif. Fluktuasi ini merupakan gabungan
kuantitas transport seperti momentum dan energi.
Fluktuasi ini mempunyai nilai yang relatif kecil dan
frekuensi tinggi.
Proses komputasi menjadi terlalu mahal untuk
mensimulasikan secara langsung semua parameter
teknik. Sehingga untuk mempermudah proses
komputasi dibutuhkan sekumpulan persamaan yang
terdiri dari variabel yang tidak diketahui yang telah
dimodifikasi. Untuk itu dibutuhkan model turbulensi
untuk menentukan variabel-variabel dalam bentuk
kuantitas yang tidak diketahui.
Model turbulensi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah model Spallart Allmaras (S-A) yang
dirancang khusus untuk bidang penerbangan. Model

f 1

(5)

dan
3
3

C 1

dimana

(6)

f1 adalah peredam kekentalan.

2.2.2. Model Produksi Turbulen


Model produksi turbulen dapat dituliskan sebagai
berikut [4,5]

G Cb1S

f 2
d2

1
1 f 1

S S
f 2

(7)
(8)

(9)

Cb1 dan adalah konstanta, d adalah


jarak dari dinding dan S adalah skalar berdasarkan
dimana

besar vortisity, yang dapat dituliskan sebagai berikut


[4,5]

S ijij 2 min 0, SijSij ijij (10)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

179

KE-04

1 U j U i
ij

2 x i x j
1 U j U j

Sij

2 x i x i

(12)

2.2.3. Model Destruksi Turbulen


Model destrucksi turbulen Y dapat dituliskan
sebagai berikut [4,5]


Y C w1f w
d

(13)
1

1 C 3 6
f w g 6 w 6
g Cw
g r Cw 2 r 6 r
r

(14)
(15)

S 2 d 2

(16)

2.2.4. Model Konstanta


Nilai konstanta yang ada didalam model turbulen
Spalart Allmaras adalah sebagai berikut [4,5]
Cb1 0.1335 ,
Cb 2 0.622 ,
2 3 ,

0.41

C1 7.1 ,

Cw1 Cb1 1 Cb 2 ,
2

adalah koefisien difusi dari variabel ,


adalah gradient dan S adalah sumber dari
persatuan volume. FLUENT menggunakan teknik

dimana
(11)

Cw 2 0.3

Cw 3 2.0 .

kendali volume (control volume) untuk mengubah


persamaan (17) kedalam bentuk persamaan aljabar
yang dapat dicari solusinya.
2.3.1. Persamaan Diskret
Untuk mendapatkan bentuk aljabar dari persamaan
(16), maka dilakukan-langkah sebagai berikut.
Langkah pertama adalah melakukan diskretisasi
persamaan 17 yang langkah selanjutnya adalah
mengubah persamaan diskret menjadi bentuk
aljabar.
Pada diskretisasi untuk mendapatkan solusi ,
maka domain kontinu diubah menjadi domain
diskret dalam bentuk cell 2D yaitu segiempat atau
segitiga (quadrilateral cell atau triangular cell),
sebagai contoh digunakan cell segitiga seperti
tampak pada Gambar 1.
Sehingga persamaan (17) dalam domain kontinu
diubah dalam bentuk domain diskret (diskontinu)
yang dapat dituliskan sebagai berikut [4,5]
N face

N face

U f f A f

S dV
V

S V

(18)

Nface adalah jumlah muka pada cell


tertutup, f nilai yang dikenveksikan melalui
f , Uf adalah fluks massa melalui muka,
n adalah besar gradien normal terhadap
muka f dan V adalah volume cell. [4,5]
muka

U dA dA
A

dimana

2.3. Diskretisasi
Untuk kondisi aliran tunak (steady), jika variabel tak
bebas adalah fungsi ruang f x, y, z yang
tidak diketahui adalah solusi dari persamaan model
gerak fluida (persamaan 1, 2 dan 3) serta persamaan
model turbulen Spalart Allmaras (persamaan 4) dan
merupakan kuantitas skalar (tekanan, densitas
dan sejenisnya) atau kuantitas kecepatan, maka
persamaan (1, 2 dan 3) dapat dituliskan dalam
bentuk persamaan yang mengadung sebagai
berikut [4,5]

(17)

Gambar 1 : Ilustrasi control volume


menggunakan cell segitiga utnuk
diskretisasi [Sumber Fluent]

2.3.2. Solusi Numerik


Nilai yang diperoleh dari komputasi disimpan
pada pusat cell grid yaitu titik

c0 , c1 ....c n di dalam

Gambar 1 dan nilai f dibutuhkan untuk


mengkonveksi bentuk persamaaan 18 dengan cara
interpolasi nilai-nilai pusat cell.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

180

KE-04
Untuk mendapatkan nilai f , maka dapat dilakukan
dengan menggunakan skema upwind. Skema upwind
yang digunakan adalah derajat dua untuk
mendapatkan tingkat akurasi yang lebih tinggi.
Berdasarkan pendekatan deret Taylor, maka nilai
f dapat dituliskan sebagai berikut [4,5]

Posisi overtaking truck 2 terhadap truck 1 ditunjukan


oleh rasio jarak permukaan truck X terhadap panjang
truck L dengan nilai rasio sebaga berikut

Posisi X/L = 0 (posisi truck sejajar)

Posisi X/L = 1

Posisi X/L = 2

f dr

3.2. Geometri Posisi Overtaking


Geometri masing-masing posisi overtaking seperti
tampak pada Gambar 4, 5 dan Gambar 6. Jarak
antara body truck yang bersisian adalah dari lebar
body truck. Sumbu pusat koordinat terletak di posisi
tengah antara truck 1 dan truck 2.

1 N face
f A
V f

(19)
(20)

dimana dan adalah nilai pada pusat cell


dan nilai gradien pada cell depan (upstream cell),

dr adalah vektor perpindahan dari pusat cell ke


pusat muka dan f adalah nilai rata-rata yang
dihitung dari dua cell yang dipisahkan oleh muka
cell yang sama.
Ilustrasi persamaan (21) untuk tipe cell segiempat
dengan pusat cell adalah W, P dan E dan muka
cell w dan e seperti tampak pada Gambar 2.

Gambar 4: Posisi overtaking X/L = 2

Gambar 2: Kontrol volume menggunakan


quadrilateral grid [Sumber Fluent]

Berdasarkan Gambar 2, maka dapat ditentukan nilai


pada muka e yaitu e yang dapat dituliskan
sebagai berikut [4,5]

Su 2Sc
Sc
P
W
Su Sc
Su Sc

(21)

3. SIMULASI ALIRAN MELALUI TRUCK


3.1. Sketsa permasalahan
Sketsa geometri posisi truck saat overtaking serta
kecepatan truck yang dimodelkan sebagai kecepatan
udara yang melalui body truck, seperti tampak pada
Gambar 3.

Gambar 5: Posisi overtaking X/L = 1

Gambar 6: Posisi overtaking X/L = 0


Gambar 3 : Sketsa permasalahan simulasi

Geometri atau domain komputasi masing-masing


posisi overtaking di meshing untuk proses
diskretisasi. Meshing yang dilakukan menggunakan
tipe meshing 3D hexagonal dengan jumlah cell

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

181

KE-04

masing-masing 2.8 juta, 2.5 juta dan 2.3 juta secara


berurutan untuk kondisi X/L = 2, X/L = 1 dan X/L =
0.
3.3. Hasil Simulasi
3.3.1. Distribusi Kecepatan
Hasil simulasi aliran udara yang melalui body truck
pada posisi overtaking tertentu dapat di visualisasi
dalam bentuk garis alir (streamlines) kecepatan
fluida seperti tampak pafa Gambar 7, Gambar 8 dan
Gambar 9.

Gambar 7: Streamline pada posisi X/L = 2

3.3.2. Kurva Koefisien Tekanan


Kurva koefisien tekanan yaitu rasio antara selisih
tekanan statik lokal (tekanan pada permukaan body
truck) dengan tekanan statik udara bebas dibagi
dengan tekanan dinamik udara bebas dapat di
tampilkan sepanjang garis arah sumbu x pada posisi
tengah body truck untuk setiap posisi overtaking
X/L = 2, 1 dan 0 secara berurutan seperti tampak
pada Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12.
Berdasarkan kurva 10, pada Kondisi X/L = 2
kecendrungan kurva Cp untuk truck 1 dan truck 2
adalah sama dengan nilai Cp mendekati -0.1. hal ini
menunjukan aliran downstream dari truck 1 terhadap
aerodinamika truck 2 cendrung mempunyai
pengaruh sama seperti aliran bebas (upstream) pada
truck 1.
Berdasarkan kurva 11, pada kondisi X/L =1 yaitu
kondisi truck 2 mendekati truck 1 nilai Cp pada
truck 1 dan truck 2 mengalami perubahan. Nilai
perubahan Cp pada truck 1 mendekati nilai 0.15 dn
pada truck 2 relatif sama dengan nilai -0.1.
Berdasarkan kurva 12, pada kondisi X/L = 0, yaitu
kondisi truck 1 sejajar dengan truck 2, maka kondisi
aliran yang melalui body truck 1 sama dengan aliran
yang melalui body truck 2, sehingga kurva Cp truck
2 akan identic dengan kurva Cp truck 1.
Kecendrungan nilai Cp adalah menurun menjadi
mendekati nilai 0.1

Gambar 8: Streamline pada posisi X/L = 1

Gambar 10: Kurva Cp pada posisi X/L = 2

Gambar 9: Streamline pada posisi X/L = 0

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

182

KE-04

[5].

Posisi overtaking X/L = 0: pengaruh aliran


udara downstream pada nilai Cp sisi kanan
truck 2 sama dengan sisi kiri truck 1 dan nilai
Cp sisi kiri truck 2 sama dengan sisi kanan
truck 1.
5. Daftar Pustaka
Anderson, John. D, Fundamentals Of
Aerodynamics,. Third Edition. New York:
McGraw-Hill, Inc., 2001.
Bertin, John. J, and Smith, Michael. L,
Aerodynamics For Engineers,. Third Edition.
New Jersey: Prentice Hall, 1998.
Clancy. J.L, F.I.M.A, Aerodynamics, Pitman
Publishing, 1985.
Radi, Tria, Sugianto, Simulasi Numerik
Pengaruh
Protuberance
pada
Koefisien
Aerodinamik Airfoil NACA 63412 pada
Kecepatan Subsonik, Jurnal Metrik- POLBAN,
Juli 2012.
User Guide Fluent, 2006

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

183

[1].

[2].

[3].
[4].

Gambar 11: Kurva Cp pada posisi X/L = 1

Gambar 12: Kurva Cp pada posisi X/L = 0

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil simulasi aliran udara yang melalui
truck yang mempunyai geometri yang sama pada
posisi overtaking tertentu dapat di simpulkan
sebagai berikut:

Posisi overtaking X/L = 2: pengaruh aliran


udara downstream pada truck 2 cendrung sama
seperti aliran udara bebas pada truck 1.

Posisi overtaking X/L = 1: pengaruh aliran


udara downstream pada truck 2 menurunkan
nilai Cp pada sisi kiri body dan relatif tidak
berpengaruh pada sisi kanan body.

KE-05

SIMULASI NUMERIK TEST-BENCH CAKRAM REM KENDARAAN


MPV PADA KECEPATAN 80 KM/JAM
Sugianto, Maria F Soetanto, Radi S Kartanegara
sugizaps@gmail.com
Program Studi Teknik Aeronautika - Jurusan Teknik Mesin
Politeknik Negeri Bandung
Abstract
This study discusses the numerical simulation of the braking process in the testing conditions the brake discs of
the vehicle family (Multi Purpose Vehicle; MPV) with the vehicle speed at the beginning of braking 80 km/h until
the vehicle stops.
The process of numerical simulation using computational fluid dynamics software (Computational Fluid
Dynamics; CFD) CFX. Turbulent flow model/viscous used is a model of viscous Kappa-Epsilon (-). The first
simulation condition is steady conditions (steady flow) to obtain initial braking condition then simulated
conditions followed by transient conditions, namely at the beginning of braking until the vehicle stops.
Variables that are discussed in this research is the temperature that occurs at braking the brake discs due to the
condition of the vehicle mass varies the passenger vehicle mass without mass of 1500 kg and with a passenger
vehicle (assuming passenger weight of 70 kg / person) with a passenger capacity of 6 people. At the time of the
braking process, given the load distribution on the front brakes and rear brakes 60% to 40% and the braking
device has a braking constant of 0.5.
Given boundary conditions on the brake discs (focus on front brake) is the initial temperature of 27 o C at the
start of braking and heat flux during braking until the vehicle stops. Heat flux values obtained based on the
value of the kinetic energy during braking unity of surface area contact with the brake pads and the brake disc
braking time duration unity.
The simulation results in the form of temperature distribution on the front brake disc during braking to certain
conditions vehicle mass is 1500 kg, 1570 kg, 1640 kg, 1710 kg, 1780 kg, 1850 kg and 1920 kg with a maximum
temperature values are respectively 58o C, 59o C, 61o C, 62o C, 64o C, 65o C, 67o C.
Keywords: Numerical Simulation, CFX, Computational Fluid Dynamics (CFD), disc brakes, Vehicle MPV
Abstrak
Penelitian ini membahas simulasi numerik proses pengereman pada kondisi pengujian cakram rem dari
kendaraan keluarga (Multi Purpose Vehicle; MPV) dengan kecepatan kendaraan pada awal pengereman 80
km/jam sampai kendaraan berhenti.
Proses simulasi numerik menggunakan perangkat lunak komputasi dinamika fluida (Computational Fluid
Dynamics; CFD) CFX. Model aliran turbulent/viscous yang digunakan adalah model viscous Kappa-Epsilon (). Kondisi simulasi pertama adalah kondisi tunak (steady flow) untuk mendapatkan kondisi awal pengereman
kemudian kondisi simulasi dilanjutkan dengan kondisi transient yaitu pada saat awal pengereman sampai
kendaraan berhenti.
Variabel yang dibahas pada penelitian adalah temperature yang terjadi pada cakram rem akibat pengereman
dengan kondisi massa kendaraan bervariasi yaitu massa kendaraan tanpa penumpang sebesar 1500 kg serta
massa kendaraan dengan penumpang (asumsi berat penumpang 70 kg/orang) dengan kapasitas penumpang 6
orang. Pada saat proses pengereman, distribusi beban yang diberikan pada rem depan 60% dan rem belakang
40% dan perangkat pengereman mempunyai konstanta pengereman 0.5.
Kondisi batas yang diberikan pada cakram rem (terfokus pada rem depan) adalah temperature awal 27o C pada
saat awal pengereman dan heat flux selama waktu pengereman sampai kendaraan berhenti. Nilai heat flux
diperoleh berdasarkan nilai energi kinetik selama pengereman persatuan luas permukaan kontak kanvas rem
dengan cakram rem serta persatuan durasi waktu pengereman.
Hasil simulasi berupa distribusi temperature pada cakram rem depan saat pengereman untuk kondisi massa
kendaraan tertentu yaitu 1500 kg, 1570 kg, 1640 kg, 1710 kg, 1780 kg, 1850 kg dan 1920 kg dengan nilai
temperature maksimum secara berurutan adalah 58o C, 59o C, 61o C, 62o C, 64o C, 65o C, 67o C.
Kata kunci: Simulasi Numerik, CFX, Computational Fluid Dynamics (CFD), Cakram Rem, Kendaraan MPV

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

184

KE-05

1. PENDAHULUAN
1.1.Masalah Penelitian
Permasalahan dalam penelitian ini adalah
mendapatkan distribusi temperature cakram rem saat
terjadi proses pengereman melalui studi komputasi
pada kecepatan 80 km/jam.
1.2.Asumsi Penelitian
Asumsi yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

Massa jenis aliran udara konstan.

Aliran udara dibawah pengaruh viskositas


udara, sehingga model viskos atau model
turbulen yang digunakan adalah model k-.
1.3.Batasan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan penelitian di atas,
maka ada batasan-batasan pembahasan yang
digunakan
untuk
mendapatkan
distribusi
temperature pada permukaan cakram rem. Adapun
batasan penelitian adalah sebagai berikut:

Kondisi
simulasi
berdasarkan
kondisi
pengujian di dalam ruangan (test bench)

Geometri rem dimodelkan sebagai cakram


logam yang mempunyai diameter 233 mm
tebal 18 mm.

Kecepatan gerak mobil dimodelkan sebagai


kecepatan aliran udara 80 km/jam serta putaran
cakram rem 691 rpm

Proses pengereman di simulasi dalam dua


tahap yaitu kondisi steady untuk proses
mendapatkan insialisasi (nilai awal) saat awal
pengereman kemudian dilanjutkan dengan
kondisi transient (unsteady) untuk proses saat
awal pengereman sampai kendaran berhenti
dengan durasi 3.83 detik.

Beban pengereman yang diberikan oleh kanvas


rem melalui tekanan piston dimodelkan sebagai
heat flux yang diberikan pada permukaan
cakram rem akibat perubahan energi kinetik
perdurasi pengereman dan perluas permukaaan
kontak kanvas rem dengan cakram rem

Aliran udara diasumsikan sebagai aliran


inkompresibel dan model aliran turbulen yang
digunakan adalah model Kappa-epsilon.
1.4.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan
distribusi temperature pada cakram rem akibat
proses pengereman.

2. DASAR TEORI
2.1. Model Aliran Udara
Model aliran udara inkompresibel yang sudah
disisipkan parameter model turbulen kappa-epsilon
(k-) yaitu energi kinetik turbulen (k) dan disipasi

energi turbulen () ke dalam bentuk persamaan


kekekalan massa atau kontinuitas dapat dituliskan
sebagai berikut [1]

U j

0
t
x j

(1)

Model k- disisipkan ke dalam bentuk persamaan


momentum dapat dituliskan sebagai berikut [1]

U i

U iU j
t
x j

p'

xi x j

U U j
S M
eff i
x j

(2)

Model k- disisipkan ke dalam bentuk persamaan


energi dapat dituliskan sebagai berikut [1]

k U j k
t
x j

x j

t
k

Pk
x j

U j
t
x j
x j

(3)

x j (4)

C 1Pk C 2

Dimana SM adalah jumlah gaya-gaya bodi, t adalah


viskositas turbulen, eff = + t adalah viskositas
efektif serta p adalah tekanan modifikasi. Viskositas
turbulen dapat ditulis sebagai berikut[4]

t C

k2

(5)

C1, C2 dan C adalah konstanta-konstanta simulasi


serta Pk adalah produksi turbulen yang dapat
dituliskan sebagai berikut[1]

U U j
Pk t i
x j
xi

2 U k

3 xk

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

U i

x j

U k
3t
k
xk

(6)

185

KE-05

2.2. Diskretisasi
Untuk kondisi aliran (unsteady), jika variabel tak
bebas adalah fungsi ruang f x, y, z, t yang
tidak diketahui adalah solusi dari persamaan model
gerak fluida (persamaan 1, 2 dan 3) serta persamaan
model energi turbulen k- (persamaan 4) dan
merupakan kuantitas skalar (tekanan, densitas dan
sejenisnya) atau kuantitas kecepatan, maka
persamaan (1, 2 dan 3) dapat dituliskan dalam
bentuk persamaan yang mengadung sebagai
berikut [1]

d
dt

dV U dn

eff

dn j
x j

adalah gradient dan

adalah sumber dari

persatuan volume. CFX menggunakan teknik


kendali volume (control volume) untuk mengubah
persamaan (7) kedalam bentuk persamaan aljabar
yang dapat dicari solusinya.
2.3. Persamaan Diskret
Untuk mendapatkan bentuk aljabar dari persamaan
(7), maka dilakukan-langkah sebagai berikut.
Langkah pertama adalah melakukan diskretisasi
persamaan 7 yang langkah selanjutnya adalah
mengubah persamaan diskret menjadi bentuk
aljabar.
Pada diskretisasi untuk mendapatkan solusi ,
maka domain kontinu diubah menjadi domain
diskret dalam bentuk cell yaitu segiempat atau
segitiga (quadrilateral cell atau triangular cell),
sebagai contoh digunakan cell segitiga seperti
tampak pada Gambar 1.
Sehingga persamaan (7) dalam domain kontinu
diubah dalam bentuk domain diskret (diskontinu)
yang dapat dituliskan sebagai berikut [1]

V o o

ip ip

V adalah

Gambar 1 : Ilustrasi control volume


menggunakan cell segitiga utnuk
diskretisasi [Sumber CFX]

(7)

S dV

dimana eff adalah koefisien difusi dari variabel ,

x j

gradien normal terhadap muka ip dan


volume cell.

3.2. Solusi Numerik


Nilai yang diperoleh dari komputasi disimpan
pada pusat cell grid yaitu titik ip1, ip2 dan ip3 di
dalam Gambar 1 dan nilai ip dibutuhkan untuk
mengkonveksi bentuk persamaaan 8 dengan cara
interpolasi nilai-nilai pusat cell.
Untuk mendapatkan nilai ip , maka dapat dilakukan
dengan menggunakan skema upwind. Skema upwind
yang digunakan adalah derajat dua untuk
mendapatkan tingkat akurasi yang lebih tinggi.
Berdasarkan pendekatan deret Taylor, maka nilai
ip dapat dituliskan sebagai berikut [2]

ip dr

1
V

(9)

ip A

(10)

ip

dimana dan adalah nilai pada pusat cell


dan nilai gradien pada cell depan (upstream cell),

dr adalah vektor perpindahan dari pusat cell ke


pusat muka dan ip adalah nilai rata-rata yang
dihitung dari dua cell yang dipisahkan oleh muka
cell yang sama.
Ilustrasi persamaan (11) untuk tipe cell segiempat
dengan pusat cell adalah W, P dan E dan muka
cell w dan e seperti tampak pada Gambar 2.

ip
n

ip

(8)

eff n j SV

x j

ip

dimana n adalah jumlah muka pada cell tertutup, ip

ip
nilai yang dikenveksikan melalui muka ip, m
adalah fluks massa melalui muka,

x j

Gambar 2: Kontrol volume menggunakan


quadrilateral grid [Sumber Fluent]

adalah besar

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

186

KE-05

Berdasarkan Gambar 2, maka dapat ditentukan nilai


pada muka e yaitu e yang dapat dituliskan
sebagai berikut [5]

Su 2Sc
Sc
P
W
Su Sc
Su Sc

(11)

3. SIMULASI ALIRAN MELALUI REM


3.1. Sketsa permasalahan
Sketsa geometri cakram rem (brake disc) beserta
kanvas rem (brake pads), seperti tampak pada
Gambar 3.

3.3. Hasil Simulasi


3.3.1. Distribusi Temperature
Hasil simulasi proses pengereman dalam bentuk
distribusi temperature pada permukaan cakram rem
aliran akibat dari pemberian heat flux oleh kanvas
rem dan proses udara konveksi oleh aliran udara
setelah kendaraan berhenti pada t = 3.83 detik
dengan massa (berat) kendaraan tertentu dapat
divisualisasi seperti tampak pada Gambar 5 sampai
Gambar 8.

Gambar 5: Temperature untuk massa 1500 kg


dan 1570 kg

Gambar 3: Geometri cakram dan kanvas rem

Berdasarkan Gambar 3, maka dilakukan proses


meshing pada domain komputasi yaitu ruang aliran
udara serta bodi cakram rem seperti tampak pada
Gambar 4.

Gambar 6: Temperature untuk massa 1640 kg


dan 1710 kg

Gambar 4: Meshing permukaan cakram rem

Proses meshing dilakukan untuk proses diskretisasi.


Meshing yang dilakukan menggunakan tipe meshing
3D hexagonal dengan jumlah cell 1.7 juta. Untuk
proses analisis, dapat diperlihatkan perubahan
temperature permukaan cakram waktu pengereman
dengan mengambil sampel pada 3 titik permukaan
cakram yaitu posisi pada radius sebagai berikut

Radius x = 70 mm (zona dalam pengereman)

Radius x = 93 mm (zona tengah pengereman)

Radius x = 116 mm (zona luar pengereman)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Gambar 7: Temperature untuk massa 1780 kg


dan 1850 kg

187

KE-05

Gambar 8: Temperature untuk massa 1850 kg


dan 1920 kg

3.3.2. KurvaTemperature
Perubahan temperature pada permukaan cakram
selama proses pengereman dapat divisualisasi
menggunakan kurva Temperature terhadap waktu
pada titik tertentu dengan nilai radius x = 70 mm, x
= 93 mm dan x = 116 mm pada massa kendaraan
tertentu, seperti tampak pada Gambar Gambar 9
sampai Gambar 15

Gambar 11: Kurva temperature untuk massa


1640 kg

Gambar 12: Kurva temperature untuk massa


1710 kg
Gambar 9: Kurva temperature untuk massa
1500 kg

Gambar 13: Kurva temperature untuk massa


1780 kg
Gambar 10: Kurva temperature untuk massa
1570 kg

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

188

KE-05

5. DAFTAR PUSTAKA
[1]. User guide ANSYS CFX, 2012
[2]. User Guide ANSYS Fluent, 2006

Gambar 14: Kurva temperature untuk massa


1850 kg

Gambar 15: Kurva temperature untuk


massa 1920 kg

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil simulasi aliran udara 20 km/jam
yang melalui cakram rem berputar 691 rpm dengan
beban pengereman (masaa kendaraan) bervariasi
dapat di simpulkan sebagai berikut:
Hasil simulasi berupa distribusi temperature pada
cakram rem depan saat pengereman untuk kondisi
massa kendaraan tertentu yaitu 1500 kg, 1570 kg,
1640 kg, 1710 kg, 1780 kg, 1850 kg dan 1920 kg
dengan nilai temperature maksimum secara
berurutan adalah 58o C, 59o C, 61o C, 62o C, 64o C,
65o C, 67o C

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

189

KE-06

ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0012


DENGAN ANSYS FLUENT
M. Fajri Hidayat, Andi Saidah
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
fajri17845@gmail.com

ABSTRAK
Analisa performa aerodinamika suatu penampang airfoil sangatlah diperlukan untuk menerntukan gaya angkat
maksimum yang terjadi serta gaya-gaya yang bekerja pada penampang airfoil seperti Gaya Drag dan Gaya Lift. Dalam
penelitian ini suatu desain penampang airfoil seri NACA 0012 suatu airfoil simetris di test dengan menggunakan
software ANSYS Fluent dengan input kecepatan, viskositas dan densitas fluida sehingga dapat diketahui sebaran
kecepatan dan sebaran tekanan di sepanjang airfoil. Untuk mendapatkan performa yang maksimal dari airfoil ini, diberi
variasi sudut serang yang berbeda-beda sehingga nantinya di dapatkan sudut serang maksimal untuk menghasilkan gaya
angkat yang maksimal juga. Dari kontur kecepatan dan kontur tekanan yang terbaca di ANSYS Fluent sepanjang
permukaan atas dan permukaan bawah airfoil diambil harga rata-ratanya dan kemudian di plot dalam grafik untuk
menunjukkan besarnya gaya lift dan gaya drag yang terjadi serta dari distribusi kecepatan dan distribusi temperatur
tersebut diperoleh harga koefisien drag dan koefisien lift. Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat di dunia
aerodinamika khususnya yang berhubungan dengan sayap pesawat sehingga permodelan ini bisa memaksimalkan
performa terbang suatu pesawat dan memungkinkan pengembangan desain sayap-sayap pesawat yang sesuai dengan
pemilihan desain totalnya dengan standar-standar NACA.
Keywords : Aerodinamika, Airfoil, Sudut Serang, Gaya angkat

1. PENDAHULUAN
Dalam dunia kedirgantaraan telah banyak
penelitian dan riset mengenai sayap pesawat
terbang baik itu dengan metode eksperimental
dengan menggunakan model di dalam wind tunnel,
metode perhitungan dan analisa dengan rumus dan
persamaan aerodinamika yang ada dan akhir-akhir
ini penelitian mengenai dunia aeromodeling
mengutup pada metode komputerisasi dengan CFD
(Computational Fluid Dynamics) baik itu
menggunakan software-software terpakai misalnya
CFDSof, Solid Work maupun dengan software yang
lebih khusus yaitu ANSYS Fluent.
Trend riset ke arah komputerisasi dengan
CFD ini dikarenakan pesatnya perkembangan
software-software program di bidang engineering
khususnya mengenail dinamika fluida dan
dikarenakan juga oleh para periset tidak mau
dipusingkan dengan metode-metode perhitungan
Pemilihan design pesawat terbang sangat
ditentukan oleh aplikasi di lapangan oleh karenanya
dalam pemilihan design ini telah banyak
standarisasi yang dilakukan salah satunya adalah
dengan airfoil seri NACA. Dalam riset kali ini
dipilih NACA seri 4 digit yaitu NACA 0012.
Adapun dalam riset ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perubahan sudut serang ()
airfoil terhadap distribusi kecepatan dan distribusi
tekanan begitu juga pengaruhnya terhadap koefisien

lift (CL) dan koefisien drag (CD). Pengambilan


variasi sudut serang yang dipakai yaitu 0o, 3o, 6o, 9o,
12o dan 15o
Dengan tujuan yang lebih khusus lagi yaitu
untuk mendapatkan gaya angkat maksimum (Lift)
yang terjadi pada sudut serang tertentu ().
2. TINJAUAN PUSTAKA
Mekanisme Pesawat Untuk Terbang
Ada beberapa macam gaya yang bekerja
pada benda-benda yang terbang di udara. Gayagaya aerodinamika ini meliputi gaya angkat (lift),
gaya dorong (thrust), gaya berat (weight), dan gaya
hambat udara (drag).

Gambar 1 Gaya-gaya yang bekerja pada


Pesawat

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

190

KE-06

Supaya bisa terbang, kita perlu gaya yang


bisa mengatasi gaya berat akibat tarikan gravitasi
bumi. Gaya ke atas (lift) ini harus bisa melawan
tarikan gravitasi bumi sehingga benda bisa
terangkat dan mempertahankan posisinya di
angkasa. Di sinilah tantangannya karena harus
melawan gravitasi. Maka fisikawan seperti Isaac
Newton, Bernoulli, dan Coanda. Ketiganya bekerja
sama menjawab tantangan ini.
Hukum Newton III
Isaac Newton yang terkenal dengan ketiga
persamaan geraknya menyumbangkan hukum III
Newton tentang Aksi-Reaksi. Benjamin Crowell
dalam bukunya Newtonian Physics mengatakan
bahwa ketika objek A memberikan sebuah gaya
kepada objek B, maka objek B juga harus
memberikan sebuah gaya kepada objek A. Dua
gaya tersebut besarnya sama dan dalam arah yang
berlawanan. Dan dapat dituliskan secara singkat
dengan rumus seperti berikut ini FA on B = - FB on
A . Hukum inilah yang kemudian diterapkan pada
kajian tentang aerodinamika pada airfoil sayap
pesawat terbang. Sayap pesawat merupakan bagian
terpenting dalam menghasilkan lift. Aliran udara
terjadi diatas dan dibawah sayap pesawat. Partikelpartikel udara menabrak bagian bawah sayap
pesawat. Partikel-partikel yang menabrak ini lalu
dipantulkan ke bawah (ke arah tanah). Udara yang
menghujani tanah ini merupakan gaya aksi. Dan
kemudian tanah yang menerima gaya aksi ini pasti
langsung memberikan gaya reaksi yang besarnya
sama dengan gaya aksi tetapi berlawanan arah.

Gambar 2 Arah aliran fluida pada Airfoil


Efek Coanda dan Hukum Bernoulli
Untuk bagian atas sayap, ada proses lain
yang juga menghasilkan aksi. Dalam hal ini terjadi
penerapan hukum Bernoulli dan efek Coanda.
Menurut Coanda, udara yang melewati permukaan
lengkung akan mengalir sepanjang permukaan itu
(dikenal sebagai Efek Coanda). Ini dibuktikan
ketika kita meletakkan lilin menyala di depan
sebuah botol. Ketika lilin ditiup dari belakang botol,
aneh ternyata lilin didepan botol itu akan mati.
Menurut Coanda hal ini disebabkan karena udara
yang kita tiup mengalir mengikuti permukaan
lengkung botol lalu meniup api lilin hingga mati.
Seperti inilah udara yang melewati bagian atas

sayap ini mirip udara yang bergerak sepanjang


botol. Udara ini akan mengalir sepanjang
permukaan atas sayap hingga mencapai ujung
bawah sayap. Di ujung bawah sayap itu partikelpartikel udara bergerombol dan bertambah terus
sampai akhirnya kelebihan berat dan berjatuhan
dimana peristiwa ini disebut downwash. Siraman
udara atau downwash
ini juga merupakan
komponen gaya aksi. Tanah yang menerima gaya
aksi ini pasti langsung memberikan gaya reaksi
yang besarnya sama dengan gaya aksi tetapi
berlawanan arah. Karena gaya aksinya menuju
tanah (ke arah bawah), berarti gaya reaksinya ke
arah atas. Gaya reaksi ini memberikan gaya angkat
(lift)
yang bisa mengangkat pesawat dan
mengalahkan gaya berat akibat tarikan gravitasi
bumi. Sumber gaya angkat (lift) yang lain adalah
perbedaan tekanan udara dipermukaan atas dan
dipermukaan bawah sayap, dimana terjadi
penerapan Hukum Bernoulli disini. Untuk aliran
inkompresibel, dimana = konstan, persamaan
yang terjadi adalah :
1
1
1 +
12 = 2 +
22
2
2
Airfoil
Airfoil atau aerofoil adalah suatu bentuk
geometri yang apabila ditempatkan di suatu aliran
fluida akan memproduksi gaya angkat (lift) lebih
besar dari gaya hambat (drag). Pada airfoil terdapat
bagian-bagian seperti berikut :
a) Leading Edge adalah bagian yang paling depan
dari sebuah airfoil.
b) Trailing Edge adalah bagian yang paling
belakang dari sebuah airfoil.
c) Chamber line adalah garis yang membagi sama
besar antara permukaan atas dan permukaan
bawah dari airfoil mean chamber line.
d) Chord line adalah garis lurus yang
menghubungkan leading edge dengan trailing
edge.
e) Chord (c) adalah jarak antara leading edge
dengan trailling edge.
f) Maksimum chamber adalah jarak maksimum
antara mean chamber line dan chord line.
Posisi maksimum chamber diukur dari leading
edge dalam bentuk persentase chord.
g) Maksimum thickness adalah jarak maksimum
antara permukaan atas dan permukaan bawah
airfoil yang juga diukur tegak lurus terhadap
chord line.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Gambar 3 Bagian-bagian airfoil


191

KE-06

Airfoil NACA
NACA airfoil adalah bentuk airfoil sayap
pesawat udara yang dikembangkan oleh National
Advisory Committee for Aeronautics (NACA).
Sampai sekitar Perang Dunia II, airfoil yang banyak
digunakan adalah hasilriset Gottingen. Selama
periode ini banyak pengujuan arifoil dilakukan
diberbagai negara, namun hasil riset NACA lah
yang paling terkemuka. Pengujian yang dilakukan
NACA lebih sistematik dengan membagi pengaruh
efek kelengkungan dan distribusi ketebalan atau
thickness serta pengujiannya dilakukan pada
bilangan Reynold yang lebih tinggi dibanding yang
lain.
Konstruksi Geometri Airfoil NACA
Airfoil yang saat ini umum digunakan
sangat dipengaruhi oleh hasil penelitian yang
dilakukan oleh NACA ini. Dan berikut adalah
klasifikasi jenis-jenis airfoil NACA :
NACA Seri 4 Digit
Pada airfoil NACA seri empat, digit
pertama menyatakan persen maksimum chamber
terhadap
chord. Digit kedua menyatakan
persepuluh posisi maksimum chamber pada chord
dari leading edge. Sedangkan dua digit terakhir
menyatakan persen ketebalan airfoil terhadap
chord. Contoh : airfoil NACA 2412 memiliki
maksimum chamber 0.02 terletak pada 0.4c dari
leading edge dan memiliki ketebalan maksimum
12% chord atau 0.12c.
NACA Seri 5 Digit
Jika dibandingkan ketebalan (thickness)
dan chamber, seri ini memiliki nilai CL maksimum
0.1 hingga 0.2 lebih tinggi dibanding seri empat
digit. Sistem penomoran seri lima digit ini berbeda
dengan seri empat digit. Pada seri ini, digit pertama
dikalikan 3/2 kemudian dibagi sepuluh memberikan
nilai desain koefisien lift. Setengah dari dua digit
berikutnya merupakan persen posisi maksimum
chamber terhadap chord. Dua digit terakhir
merupakan persen ketebalan/thickness terhadap
chord. Contohnya, airfoil 23012 memiliki C L desain
0.3, posisi maksimum chamber pada 15% chord
dari leading edge dan ketebalan atau thickness
sebesar 12% chord.
NACA Seri-1 (Seri 16)
Penamaan airfoil seri 1 ini menggunakan
lima angka. Misalnya NACA 16-212. Digit pertama
menunjukkan seri 1. Digit kedua menunjukkan
persepuluh posisi tekanan minimum terhadap
chord. Angka dibelakang tanda hubung : angka
pertama merupakan persepuluh desain CL dan dua
angka terakhir menunjukkan persen maksimum
thickness terhadap chord. Jadi NACA 16-212
artinya airfoil seri 1 dengan lokasi tekanan

minimum di 0.6 chord dari leading edge, dengan


desain CL 0.2 dan thickness maksimum 0.12.
NACA Seri 6.
Aturan penamaan seri 6 ini cukup
membingungkan dibanding seri lain, diantaranya
karena adanya banyak perbedaan variasi yang ada.
Contoh yang umum digunakan misalnya NACA
641-212, a = 0.6. Angka 6 di digit pertama
menunjukkan seri 6 dan menyataan famili ini
didesain untuk aliran laminer yang lebih besar
dibanding seri 4 digit maupun 5 digit. Angka 4
menunjukkan lokasi tekanan minimum dalam
persepuluh terhadap chord ( 0.4 c ). Subskrip 1
mengindikasikan bah range drag minimum dicapai
pada 0.1 diatas dan dibawah CL design yaitu 2
dilihat angka 2 setelah tanda hubung. Dua angka
terakhir merupakan persen thickness terhadap
chord, yaitu 12% atau 0.12. Sedangkan a= 0,6
mengindikasikan persen
chord airfoil dimana
distribusi tekanannya seragam, dalam contoh ini
adalah 60 % chord.
NACA Seri 7
Contohnya adalah NACA 747A315.
Angka 7 menunjukkan seri. Angka 4 menunjukkan
lokasi tekanan minimum di permukaan atas dalam
persepuluh (yaitu 0.4c) dan angka 7 pada digit
ketiga menunjukkan lokasi tekanan minimum di
permukaan bawah airfoil dalam persepuluh (0.7c).
A, sebuah huruf pada digit keempat, menunjukkan
suatu format distribusi ketebalan dan mean line
yang standardisasinya dari NACA seri awal. Angka
3 pada digit kelima menunjukkan CL desain dalam
persepuluh (yaitu 0.3) dan dua angka terakhir
menunjukkan persen ketebalan maksimum terhadap
chord, yaitu 15% atau 0.15.
NACA Seri 8
Airfiol NACA seri 8 didesain untuk
penerbangan dengan kecepatan supercritical. Sistem
penamaannya sama dengan seri 7, hanya saja digit
pertamanya adalah 8 yang menunjukkan serinya.
Contohnya adalah NACA 835A216 adalah airfoil
NACA seri 8 dengan lokasi tekanan minimum di
permukaan atas ada pada 0.3c, lokasi tekanan
minimum di permukaan bawah ada pada 0.5c,
memiliki CL desain 2 dan ketebalan atau thickness
maksimum 0.16c. 2.5 Sudut Serang (Angle of
Attack) Sudut serang adalah sudut yang dibentuk
oleh tali busur sebuah airfoil dan arah aliran udara
yang melewatinya (relative wind). Biasanya diberi
tanda (alpha). Untuk airfoil simetris, besar lift
yang dihasilkan akan nol bila sudut serang nol,
sedang pada airfoil tidak simetris sekalipun sudut
serang nol tetapi gaya angkat telah timbul. Gaya
angkat menjadi nol bila airfoil tidak simetis
membentuk sudut negatif terhadap aliran udara.
Sudut serang dimana gaya angkat sebesar nol ini
disebut zero angle lift.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

192

KE-06

Gambar 5 Penampang Airfoil NACA 0012


Spesifikasi Fluida
Spesifikasi fluida, dalam hal ini udara juga sangat
diperlukan untuk analisis simulasi dalam penelitian
ini, berikut ini adalah properties dari udara : - Suhu
aktivitas penerbangan (siang hari ) = 30,8 oC
(sumber : BPS SUMUT).
Tabel 1 Viskositas Udara

Gambar 4 Angle of attack sebuah Airfoil


3. METODOLOGI PENELITIAN
Studi Kasus
Identifikasi Masalah Riset yang mengacu pada
pengembangan teknologi airfoil sebagai salah satu
bagian yang penting dalam dunia aerodinamika
telah banyak dilakukan pada tahuntahun
belakangan ini. Hasil dari berbagai eksperimen
telah banyak digunakan untuk mendesain airfoil
dalam berbagai konfigurasi sayap yang sesuai
dengan penggunaannya. Karakteristik airfoil
tergantung banyak hal, sehingga dapat dikatakan
bah tap airfoil mempunyai penggunaan yang
spesifik. Namun halhal yang seperti diatas sering
diabaikan dalam dunia pesawat terbang model, hal
itu disebabkan oleh para penggemar pesawat
terbang model tidak ingin dipusingkan oleh
perhitungan dan analisa-analisa tentang pesawat.
Hal inilah yang mendasari penulis untuk
menekankan penelitian ini pada analisa karakteristik
aerodinamika airfoil NACA 0012 pada sayap
pesawat terbang dengan menggunakan software
berbasis Computional Fluid Dinamic (CFD).
Variabel terikat
Dalam penelitian ini di tetapkan variable terikat
yakni:
1. Dimensi dan geometri airfoil
2. Properties dari udara
3. Kecepatan pesawat

Viscositas (m2/s)

13,27 x 10-6

20

15,05 x 10-6

30,8

16,06 x 10-6

40

16,92 x 10-6

60

18,86 x 10-6

80

20,88 x 10-6

100

22,98 x 10-6

Tabel 2 Densitas udara

Variabel bebas
Variable bebas pada penelitian ini dibatasi pada
penentuan sudut serang (angel of attack) dari airfoil.
Spesifikasi Data Airfoil
Berikut ini adalah data dari airfoil NACA 0012
yang digunakan sebagai objek penelitian :

T (oC)

T (oC)

(Kg/m3)

-25

1,423

-20

1,395

-15

1,368

-10

1,342

-5

1,316

1,293

1,269

10

1,247

15

1,225

20

1,204

25

1,184

30

1,164

30,8

1,161

35

1,146

Urutan Proses Analisis


Pengumpulan data awal Pada tahap ini dilakukan
pengumpulan data tentang informasi yang berkaitan
dengan airfoil NACA 0012 serta spesifikasi data
yang dibutuhkan untuk dilakukan penelitian.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

193

KE-06

Studi literatur
Penelitian ini harus berlandaskan pada azas
azas teoritis yang diakui di dalam dunia keteknikan
secara ilmiah sehingga dapat dijadikan rujukan
penyelesaian penelitian ini. Studi literatur ini
dilakukan dengan cara memperolehnya dari buku
buku referensi, jurnal jurnal ilmiah, kumpulan
symposium, diskusi personal, atau bahkan lewat
media internet. Landasan teoritis ini menyangkut
masalah dasar dasar mekanika fluida, dasar-dasar
aerodinamika penerbangan, khususnya terhadap
pembahasan yang berkaitan dengan airfoil.
Komputasi data
Data data yang dibutuhkan selam proses
pengerjaan di input kedalam proses komputasi data
meliputi pemodelan bentuk geometri, simulasi awal
untuk memilih jenis airfoil dan sudut serang,
kemudian melakukan simulasi kedua dengan
memvariasiakan sudut serang untuk memperoleh
daftar tabel distribusi tekanan dan kecepatan
sehingga dapat dihubungkan antara angle of attack
dengan pengaruh tekanan dan kecepatan fluida yang
mengalir pada airfoil.
Pembahasan hasil komputasi data
Pada tahapan ini akan dilakukan
pembahasan terhadap masing-masing hasil simulasi
dengan berbagai input variabel bebasnya untuk
kemudian dibandingkan hasilnya sehingga didapat
performansi yang maksimal yang terjadi pada sudut
serang tertentu.

= densitas udara (1,161 kg/m3)


V = kecepatan pesawat = 16 m/s
L = chord (lebar sayap) = 0,18 m
= viskositas = 16,06 x 10-6 m2/s
sehingga,
=
=

0,18

16,06 10 6 2 /

16

= 179327,52

Hasil Simulasi pada Sudut Serang 0o

Gambar 6 Kontur sebaran kecepatan pada


sudut serang 0o

Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan ini berdasarkan
korelasi terhadap tujuan penelitian yang telah
ditetapkan
sebelumnya.
Dengan
demikian
diharapkan tidak terjadi penyimpangan dari tujuan
penelitian.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari simulasi dalam penelitian ini
berupa kontur sebaran tekanan di sekeliling airfoil
dan kontur sebaran kecepatan fluida yang mengalir
di sekeliling airfoil. Dan juga dapat dilihat gayagaya yang terjadi pada airfoil sehingga dapat
dihitung nilai CL dan CD dari airfoil NACA 0012
yang diteliti tersebut.
Nilai Bilangan Reynold
=

Gambar 7 Kontur sebaran tekanan pada sudut


serang 0o
Hasil Simulasi pada Sudut Serang 3o

=
=

Gambar 8 Kontur sebaran kecepatan pada


sudut serang 3o

Dimana,
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

194

KE-06

Gambar 9 Kontur sebaran tekanan pada sudut


serang 3o
Hasil Simulasi pada Sudut Serang 6o

Gambar 13 Kontur sebaran tekanan pada sudut


serang 9o
Hasil Simulasi pada Sudut Serang 12o

Gambar 10 Kontur sebaran kecepatan pada


sudut serang 6o

Gambar 14 Kontur sebaran kecepatan pada


sudut serang 12o

Gambar 11 Kontur sebaran tekanan pada sudut


serang 6o

Gambar 15 Kontur sebaran tekanan pada sudut


serang 12o

Hasil Simulasi pada Sudut Serang 9o

Hasil Simulasi pada Sudut Serang 15o

Gambar 12 Kontur sebaran kecepatan pada


sudut serang 9o

Gambar 16 Kontur sebaran kecepatan pada


sudut serang 15o

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

195

Tekanan Rata-Rata (Pa)

KE-06

101450
101400
101350
101300
101250
101200
101150
101100

Atas
Bawah
0 3 6 9 1215
Sudut Serang

Gambar 17 Kontur sebaran tekanan pada sudut


serang 15o

Gambar 19 Grafik tekanan rata-rata terhadap


Sudut serang

Tabulasi Nilai-nilai Hasil Simulasi


Tabel 4 Nilai-Nilai Lift dan Drag
Tabel 3 Tabulasi nilai kecepatan dan tekanan
rata-rata
Sudut
Seran
g
0
3
6
9
12
15

Kecepatan RataRata
Atas
Bawah
(m/s)
(m/s)
10.472
13.964
11.861
13.123
12.865
10.073
12.570
12.410
12.109
12.073
11.464
12.381

Sudut
Serang

Lift (N)

Drag (N)

6.215

0.761

16.815

1.009

26.577

1.682

30.348

3.964

12

33.551

4.533

15

31.191

3.769

Tekanan Rata-Rata
Atas (Pa)
101352.5
101337.4
101262.2
101241
101252
101232.5

Bawah
(Pa)
101352.5
101401
101408.8
101380.2
101393
101386.5

Dari tabel diatas dapat dibuat menjadi


sebuah grafik kecepatan rata-rata vs sudut serang
seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini :
16.000
14.000
12.000
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0.000

Gaya (N)

Kecepatan Rata-Rata (m/s)

40
30
20
Lift

10

Drag

0
Atas

Bawah

9 12 15

Sudut Serang

0 3 6 9 12 15

Gambar 20 Grafik Lift dan Drag

Sudut Serang

Tabel 5 Tabulasi nilai CL dan CD

Gambar 18 Grafik kecepatan rata-rata terhadap


Sudut serang

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Sudut
Serang

CL

CD

0.095

0.012

0.256

0.015

0.405

0.026

0.463

0.06

12

0.512

0.069

15

0.476

0.057

196

KE-06

Dan berikut ini adalah grafik lift


coefficient (CL) vs sudut serang (Angle of Attack)
dan grafik drag coefficient (CD) terhadap sudut
serang.
0.6
Koefisien

0.5
0.4
0.3
0.2

Lift

0.1

Drag

0
0

2. Diharapkan untuk orang-orang yang


berkecimpung di dunia aeromodelling agar
lebih memperhatian kajian-kajian seperti
penelitian ini, agar kedepannya dalam hal
pembuatan pesawat model dapat lebih
efisien dan ekonomis.
3. Pemilihan design airfoil sesuai standar
NACA juga bisa sebagai kreatifitas dalam
variasi dan modifikasi airfoil sayap pesawat
terbang
sehingga
dimungkinkan
pengembangan model sayap pesawat yang
lebih maksimal dan tepat dalam pemilihan
designnya.

9 12 15

Sudut Serang
Gambar 21 Grafik CL dan CD terhadap sudut
serang
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil simulasi, untuk penggunaan
airfoil NACA 0012 pada sayap pesawat
terbang , untuk sudut serang 3o, 6o, 9o,12o,
dan 15o, maka rata-rata tekanan fluida
yang mengalir dipermukaan atas airfoil
lebih rendah bila dibandingkan dengan
rata-rata tekanan dipermukaan bawah
airfoil, dan untuk sudut serang 0o rata-rata
tekanan fluida yang mengalir dipermukaan
atas airfoil sama dengan rata-rata tekanan
dipermukaan bawah airfoil.
2. Dari hasil simulasi, untuk penggunaan
airfoil NACA 0012 pada sayap pesawat
terbang, untuk sudut serang 6o, 9o, dan 12o
, maka rata-rata kecepatan fluida yang
mengalir dipermukaan atas airfoil lebih
tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata
kecepatan dipermukaan bawah airfoil.
Tetapi untuk sudut serang 0o, 3o dan 15o
rata-rata kecepatan fluida yang mengalir
dipermukaan atas airfoil lebih rendah bila
dibandingkan dengan rata-rata kecepatan
dipermukaan bawah airfoil.
3. Dari hasil simulasi juga dapat dilihat
bahwa dengan variasi sudut serang 0o, 3o,
6o, 9o, 12o, dan 15o , maka semakin besar
sudut serang yang diberikan, maka gaya
angkat yang dihasilkan juga semakin besar
sampai maksimum pada sudut serang 12o.
Dan gaya angkat maksimum terjadi pada
sudut serang 12o yaitu sebesar 33,551 N.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Anderson, Jhon D., Jr., Fundamentals of
aerodinamics, McGraw-Hill Book Company,
Boston, 2001.
[2] Peube, J.L., Fundamentals of fluid Mechanics
and Transport Phenomena, British Library, 2008.
[3] Lennon, Andy, RC Model Aircraft Design, Air
Age Media Inc., United State of America, 2005.
[4] Munson, Bruce R., Mekanika Fluida, Edisi
Keempat, Erlangga, Jakarta, 2004.
[5] Katz, Joseph, Introductory Fluid Mechanics,
Cambridge University Press, United Stateof of
America, 2010.
[6] Bird, R. Byron, Transport phenomena, John
Wiley and Sons, Inc., United State of America,
2007.

5.2 Saran
1. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya
lebih bervariasi dalam hal parameterparameter aerodinamika yang akan dikaji,
dan lebih bervariasi juga dalam penentuan
variabel bebas dari penelitian.
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

197

KE-08

ANALISA PENGARUH LAJU ALIRAN MAIN STEAM TERHADAP


EFISIENSI HIGH PRESSURE TURBINE PADA PERUBAHAN
BEBAN
M Denny Surindra1
Jurusan Teknik Mesin, Program Studi, Politeknik Negeri Semarang1
Jl. Prof. H. Soedarto, S.H., Tembalang, Semarang 50275
dennysurindra@yahoo.com.sg
Abstrak
Uap jenuh atau uap basah dialirkan ke superheater untuk dipanaskan agar menghasilkan uap kering. Kemudian uap
kering dialirkan ke turbin tekanan tinggi atau high pressure turbine. Aliran uap kering tersebut diexpansikan melalui
Nozzles ke sudu-sudu high pressure turbine. Tenaga dari uap mendorong sudu-sudu high pressure turbin dan
membuat high pressure turbin berputar. Tujuan paper ini adalah untuk mengetahui besarnya energi input yang
menggerakan HP turbin sehingga efisiensi HP turbin mengalami perubahan dan pada saat itu terjadi peningkatan
beban pembangkitan. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan mengobservasi langsung di ruang CCR
untuk mendapatkan data dari layar monitor DCS. Efisiensi HP turbine dipengaruhi oleh laju aliran main steam yang
menjadi input energi untuk menggerakan HP turbine. Efisiensi turbin HP tertinggi sebesar 83,867% saat pembangkit
beroperasi pada beban 658,88 MW dengan main steam sebesar 2098,32 t/h. Efisiensi HP turbine terendah 64,78%
saat beban pembangkitan sebesar 249,62 MW dengan laju aliran main steam 896,21 t/h.
Kata Kunci: main steam turbine, high pressure turbine, performance turbine

1. Pendahuluan
Turbine uap adalah peralatan yang digunakan
untuk mengekstrak energi termal dari uap
bertekanan dan digunakan untuk kerja mekanik
berupa putaran poros. Turbine uap yang
digunakan untuk memutar generator listrik terdiri
dari high pressure (HP) turbine, intermediate
pressure (IP) turbine dan low pressure (LP)
turbine.

Gambar 1. Turbine Uap


Bagian turbin yang berputar dinamakan rotor
atau roda turbin, sedangkan bagian yang tidak
berputar dinamakan stator atau rumah turbin.
Roda turbin terletak pada stator dan roda turbin
memutar poros daya yang menggerakkan atau
memutar bebannya (generator). Umumnya PLTU
menggunakan turbin uap tipe multistage, yakni
turbin uap yang terdiri atas lebih dari 1 stage

turbin (HP, IP dan LP turbine). Uap air


superheater yang dihasilkan oleh boiler masuk ke
HP turbin, dan keluar pada sisi exhaust menuju
ke boiler lagi untuk proses reheater. Uap air
yang dipanaskan kembali ini dimasukkan
kembali ke turbin uap sisi IP turbine, dan uap
yang keluar dari IP turbine akan langsung masuk
ke LP turbine. Selanjutnya uap air yang keluar
dari LP turbine masuk ke dalam kondenser untuk
mengalami proses kondensasi.
Penelitian tentang pengaruh beban pada turbin
pernah dilakukan oleh Mustaq Bilal (2013) yang
menjelaskan tentang unjuk kerja turbin uap
PLTU Tanjung Jati B Unit 3 terhadap pelayanan
beban dimana setiap kenaikan beban konsumsi
uap spesifik meningkat, turbin heat rate turun,
dan efisiensi turbin meningkat. Pada penelitian
Denny (2014) yang dipresentasikan pada
Seminar Nasional PNES II 2014 memaparkan
tentang effisiensi turbin uap HP, IP dan LP
terhadap perubahan beban yang harus dijalankan
oleh pembangkit. Sisi penelitian yang berbeda
sudut pandang penelitian dilakukan oleh
Caturwati et al (2011) yang tertarik dengan
meneliti tentang temperatur lingkungan terhadap
unjuk kerja turbin pembangkit listrik tenaga
panas bumi. Penelitian dilakukan di Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) PT.
Pertamina Geothermal Energy (PT. PGE) Area
Kamojang, pada 2 Maret 2010 hingga 2 Mei
2010.
Pengambilan data dilakukan secara
berulang sepanjang hari dari jam 5.00 hingga jam
01.00 keesokan harinya dengan jeda waktu
pengamatan 2-3 jam, yaitu meliputi data

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

198

KE-08

Saat observasi lapangan didapatkan data-data


lapangan yang nantinya digunakan untuk
melakukan perhitungan. Adapun pada proses
perhitungan unjuk kerja turbin dalam melayani
perubahan beban diperlukan data energi masuk
turbin dan energi yang keluar turbin, dimana
enegi masuk sendiri diperoleh dari data main
steam dan hot reheat, sedangkan energi keluar
memerlukan data final feed water, cold reheat,
reheat spray water, dan superheat spray water.
Data diperoleh dari data operasi PLTU pada
tahun 2013 dikarenakan pada tahun 2014 PLTU
sedang mengalami masa FYI (First Year
Inspection) sehingga PLTU tersebut tidak
beroperasi. Data yang diperoleh untuk penelitian
ini didapat dari data pada DCS (Distribute
Control
System).
DCS
adalah
sistem
pengontrolan yang bekerja menggunakan
beberapa kontrol dan mengkoordinasikan kerja
semua kontrol dalam unit pembangkit.
533,145 0C

35,685 bar

1882462,445 kg/h
644,421 MW

535,046 0C 166,701 bar

2059350,377 kg/h

8,909 MVAR
0,989

HP

B
O
I
L
E
R
334,357 C

2-LP

37,906 bar

357,353 0C
8,253 bar

1789663,065 kg/h
1963596,05 kg/h

655,636 mm
MAKE UP
WATER

278,332 0C
HPH1

247,230 0C
HPH2

447,391 0C
18,636 bar

214,434 0C

175,894 0C

HPH3

198,779 bar

138,848 0C

327,987 0C
38,259 bar

206,467 0C

395,802 0C
62,564 bar

DEAERATOR

30,051 bar

49,469 0C
2049,189
mm

18,636 bar

184,392 bar

IP

-0,881 bar 49,225 0C

276,799 0C

temperatur lingkungan, debit uap air masuk


turbin serta temperatur dan tekanan uap air
masuk dan keluar turbin uap. Disamping itu
dilakukan pengamatan terhadap daya listrik yang
dihasilkan. Berdasarkan data pengukuran
tersebut dilakukan pengolahan data untuk
mengetahui hubungan antara kinerja turbin uap
terhadap temperatur lingkungan. Caturwati et al
(2011) melaporkan hasil penelitian menunjukkan
adanya penurunan kinerja turbin uap jika
temperatur
lingkungan
semakin
rendah.
Penurunan temperatur lingkungan hingga 40C
(dari 15,50C hingga 11,50C) membuat efisiensi
turbin rata-rata berkurang hingga 0,8 %.
Sedangkan Junaidi et al (2010) memvariasikan
jumlah feedwater heater dari satu sampai dengan
tujuh buah dengan menggunakan satu buah open
feedwater heater dan beberapa closed feedwater
heater. Hasil penelitiannya memperlihatkan
bahwa semakin banyak feedwater heater yang
digunakan efisiensi instalasi semakin naik.
Jumlah feedwater heater yang efektif berkisar
antara lima dan tujuh buah feedwater heater,
serta memperlihatkan kecendrungan bahwa
kenaikan efisiensi tidak terlalu signifikan antara
lima sampai dengan tujuh feedwater heater.
Semua perhitungan menggunakan parameter
input yang sama seperti tekanan uap dan
temperatur uap pada boiler tidak boleh melebihi
35 Mpa (350 bar) dan tidak melebihi 650 C,
tekanan uap dan temperatur uap pada reheater
adalah sekitar 70% 85% dari tekanan pada
boiler dan temperatur reheater diassumikan sama
dengan temperatur pada boiler. Deangan
demikian Junaidi et al (2010), menyimpulkan
bahwa penambahan feedwater heater lebih dari
tujuh tidak akan meningkatkan efisiensi instalasi
secara signifikan.
Denny (2014) menganalisa perubahan beban
pembangkitan terhadap efisiensi HP, IP dan LP
turbine dimana Denny (2014) menyatakan bahwa
efisiensi HP turbine akan meningkat sedangkan
efisiensi IP dan LP turbine terjadi penurunan.
HP turbine digerakan oleh uap kering yang
dihasilkan oleh superheater, dimana uap tersebut
diexpansikan melalui Nozzles ke sudu-sudu
turbine. Tenaga dari uap mendorong sudu-sudu
turbin dan membuat turbin berputar. Setelah
melalui HP Turbine, uap dikembalikan kedalam
Boiler untuk dipanaskan ulang di reheater.
Oleh sebab itu penulis tertarik untuk untuk
mengetahui besarnya energi input yang
menggerakan HP turbin sehingga efisiensi HP
turbin mengalami perubahan dan pada saat itu
terjadi peningkatan beban pembangkitan.

3,055 bar

0,562 bar

277,837 0C

209,925 0C

LPH5

-0,423 bar

-0,721 bar

90,614 0C

109,739 0C

LPH6

50,738 0C

LPH7

LPH8

Gambar 2. Tampilan data di layar monitor


DCS pada beban 644,42 MW
Data DCS dapat diperoleh di CCR (Center
Control Room). Center Control Room yaitu
suatu ruangan yang berfungsi sebagai pusat
pengontrolan unit pembangkit. Dari data tersebut
selanjutnya
akan
dilakukan
perhitungan
kemudian menganalisa data hasil perhitungan
sehingga akan mendapatkan kesimpulan dari
penelitian ini. Berdasarkan data operasi di DCS
didapatkan dokumentasi operasional data pada
beban pembangkitan 644,42 MW, 249,62 MW,
304,24 MW, 424,80 MW, dan 658,88 MW.
Fluktuasi beban atau perubahan beban sesuai
permintaan Unit Penyaluran dan Pusat Pengatur
Beban (UP3B) yang ditentukan sesuai kebutuhan
listrik konsumen.
Dari tampilan layar DCS yang didapatkan di
ruang CCR, seperti yang terlihat di Gambar 2,
data dapat ditabelkan sehingga tersaji seperti
dalam Tabel 1. Tabel 1 tersebut adalah contoh
tabel data pada beban 644,42 MW.

2. Metode Penelitian
Metode penelitiaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan obsevasi di salah
satu PLTU yang ada di bagian timur pulau Jawa.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

199

KE-08

Tabel 1: Tekanan dan Temperature pada beban


pembangkitan 644,42 MW

hFW

Tekanan
(bargauge)
184,392

Temperature
(oC)
276,799

Drain HPH1

h1HD

62,564

253,206

Inlet steam HPH1

h1HS

62,564

395,802

Outlet water HPH1

h1HW-O

198,779

278,332

Drain HPH2

h2HD

38,259

217,017

Inlet steam HPH2

h2HS

38,259

327,987

Outlet water HPH2

h2HW-O

198,779

247,230

Drain HPH3

h3HD

18,636

206,467

Inlet steam HPH3

h3HS

18,636

447,391

Outlet water HPH3

h3HW-O

198,779

214,434

Inlet water HPH3

h3HW-1

198,779

175,894

Inlet steam deaerator

hDea-S

8,253

357,353

Outlet water deaerator

hDea-O

9,825

166,569

Outlet water LPH5

h5HW-O

30,051

138,848

Inlet water LPH5

h5HW-1

30,051

109,739

Inlet steam LPH5

h5HS

3,055

277,837

Drain LPH5

h5HD

3,055

123,032

Hot Reheat

hRSO

35,685

533,145

Cold Reheat

hRSI

37,906

334,357

Reheater spray water


Superheater spray
water
Main steam

hRSW

121,000

173,887

hSW

198,779

175,685

hMS

166,701

535,046

Inlet Steam HP turbin


Exhaust Steam HP
turbin
Inlet Steam IP turbin

hiHP

166,701

535,046

hoHP

38,690

331,204

hiIP

35,456

534,761

hoIP

10,110

364,636

hiLP

10,110

364,636

hoLP

0,119

49,325

Item

Simbol

Final Feed Water

Exhaust Steam IP
turbin
Inlet Steam LP turbin
Exhaust Steam LP
turbin

3. Hasil dan Pembahasan


Data tekanan dan temperature yang didapatkan
pada Tabel 1, dipergunakan untuk perhitungan
laju aliran massa uap dan air.
Tabel 2: Laju Aliran Massa Uap dan Air pada
beban pembangkitan 644,42 MW.

Item
Load

Simbol

Satuan
MW

644,42

Main Steam Flow

ms

Kg/h

2059350,377

Main Condensate Flow

Kg/h

1749888,761

Final Feedwater Flow

fw

Kg/h

1963596,05

Superheater Spray Water Flow

sw

Kg/h

89172,753

Reheater Spray Water Flow

rsw

Kg/h

92799,38

Pada data di Tabel 1 dan data hasil perhitungan


pada Tabel 2 yang merupakan contoh data dan
contoh data tabel perhitungan, sedangkan untuk
data beban yang lain diperlakukan sama.
Perhitungan data berdasarkan buku performance
test procedure of steam turbine dan secara
termodinamika.
Tabel 3: Nilai Enthalpi
Item
Final Feed
Water
Drain HPH1
Inlet
steam
HPH1
Outlet
water
HPH1
Drain HPH2
Inlet
steam
HPH2
Outlet
water
HPH2
Drain HPH3
Inlet
steam
HPH3
Outlet
water
HPH3
Inlet water
HPH3
Inlet
steam
deaerator
Outlet
water
deaerator
Outlet
water LPH5
Inlet water
LPH5
Inlet
steam LPH5
Drain LPH5

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

LOAD MW
304,2
249,62
4

521,1
1

644,42

424,8
0

658,8
8

1161

1215

991

1035

1106

1217

1044

1101

880

920

992

1102

3181

3162

3179

3187

3183

3167

1167

1223

998

1041

1113

1224

884

930

748

785

843

933

3057

3040

3050

3059

3057

3045

1023

1073

870

909

976

1075

754

881

707

744

800

887

3366

3352

3319

3356

3353

3362

881

924

753

790

844

926

739

755

625

653

696

771

3181

3175,5

3143

3176

3167

3177

713

704

472

368

646

637

560

585

471

497

535

586

438

462

342

373

417

462

3030

3021

2997

3026

3020

3023

445

516

377

443

466

480

200

KE-08

Hot Reheat

3538

3523

3491

3528

3525

3531

Cold Reheat
Reheater
spray
water
Superheate
r spray
water
Main steam
Inlet Steam
HP turbin
Exhaust
Steam HP
turbin
HP turbine
isentropis
Inlet Steam
IP turbin
Exhaust
Steam IP
turbin
IP turbine
isentropis
Inlet Steam
LP turbin
Exhaust
Steam LP
turbin
LP turbine
isentropis

3074

3058

3064

3073

3071

3060

727

742

608

636

681

757

738

754

624,25

652

695

770

3410

3387
3387,8
4

3412

3419

3414

3392

3412

3419

3414

3392

3063

3047,9
5

3056,6
9

3065

3062

3051

2973

2981

2863

2906

2953

2985

3541

3527

3494

3531

3529

3535

3197

3187

3159

3191

3185

3191

3164

3147

3139

3163

3150

3149

3197

3187

3159

3191

3185

3191

2454

2455

2349

2351

2346

2348

2241

2224

2015

2004

1970

1942

3410

Dari hasil perhitungan untuk mendapatkan nilai


enthalpi yang ada di Tabel 3, dapat diperitungkan
untuk menghasilkan laju aliran massa seperti
dalam Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4: Hasil Perhitungan Laju Aliran Massa

Item

LOAD (MW)
521,11 644,42 249,62 304,24 424,80 658,88

Aliran Main Steam 1689260 2059350 896206 1052822 1381400 2098322


Aliran Main
Condensate
Aliran Final
Feedwater
Aliran Superheater
Spray Water
Aliran Reheater
Spray Water

1415523 1749888 743342 859024 1152655 1755125


1611180 1963596 905417 996603 1293833 2056190
86703

89172

26481

67234

119227

45370

39476

92799

1958

2174

6562

60138

Uap masuk HPH 1 108013 142253 50320

58110

80905

148970

Uap masuk HPH 2

97463

127484 42996

48749

71383

132727

Uap masuk HPH 3

77551

129001 43228

50482

72612

12379

Uap Keluar
Reheater
Uap Masuk LP
Turbin

1523259 1882411 804848 948135 1235673 1876762


1365173 1700900 773425 963794 1125559 1757428

Dalam makalah yang telah dipresentasikan oleh,


Denny (2014), mengungkapkan adanya pengaruh
beban terhadap efisiensi masing-masing turbin
HP, IP, dan LP. Pada saat pembangkit beroperasi
pada beban 249,62 MW efisiensi turbin HP
64,78%, saat beban dinaikkan menjadi 304,24
MW, efisiensi turbin HP naik menjadi 69,064%.
Saat beban 424,80 MW, efisiensi turbin HP naik
menjadi 76,391%. Kemudian beban dinaikkan
menjadi 521,11 MW efisiensi turbin HP
meningkat kembali, menjadi sebesar 79,328%.
Pada beban 644,42 MW efisiensi turbin HP naik
menjadi 83,637%, kemudian beban terus
dinaikkan hingga 658,88 MW dan efisiensi
turbin HP meningkat pula menjadi 83,867%.

Gambar 3. Perubahan beban (MW) terhadap


efisiensi turbin (%) Denny (2014)
Dengan demikian Denny (2014) mengatakan
bahwa efisiensi turbin HP terus meningkat
seiring bertambahnya beban karena setiap
kenaikan beban akan menyebabkan laju aliran
massa main steam bertambah, dengan enegi
input (hi) yang konstan akan dihasilkan keluaran
dengan tekanan yang tinggi sehingga efisiensi
turbin HP besar.
Pernyataan yang menjadi hipotesis tersebut
memerlukan analisa lebih mendalam untuk
peningkatan efisiensi high pressure turbine,
padahal keadaan beban pembangkitan semakin
meningkat. Untuk itu data perhitungan untuk
mendapatkan
korelasi
hubungan
yang
mempengaruhi antara laju aliran main steam
dengan effisiensi turbin tersaji dalam Tabel 5
berikut ini.

Air Buangan HPH3 283029 398739 136545 157343 224901 405497


Air Keluar
Deaerator
Uap Masuk
Deaerator
Uap Masuk
Reheater

1737360 2145568 933857 1066012 1419623 2161699


80534

52509

-11806 -66141

37501

44654

1483782 1789611 802890 945961 1229111 1816623

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

201

KE-08

Tabel 5: Main steam dengan efisiensi HP turbine


Item

Satuan

LOAD (MW)
249,62

304,24

424,80

521,11

644,42

658,88

Main
Steam

t/h

896,207

1052,822

1381,4

1689,26

2059,35 2098,322

Efisiensi
HP
Turbin

64,78

69,064

76,391

79,328

83,637

83,867

Sedangkan untuk penyajian Tabel 5 ke dalam


grafik dapat dilihat dalam grafik Gambar 4
sebagai berikut ini.

yang dari grafik diatas ditunjukkan dengan tren


yang meningkat.

4. Kesimpulan
Dari data dan perhitungan yang telah dianalisis
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a. Bertambah besar beban pembangkitan maka
efisiensi HP turbine akan semakin tinggi
karena laju aliran main steam semakin besar.
b. Efisiensi HP turbine dipengaruhi oleh laju
aliran main steam yang menjadi input energi
untuk menggerakan HP turbine.
c. Efisiensi turbin HP tertinggi sebesar 83,867%
saat pembangkit beroperasi pada beban
658,88 MW dengan main steam sebesar
2098,32 t/h.
d. Efisiensi HP turbine terendah 64,78% saat
beban pembangkitan sebesar 249,62 MW
dengan laju aliran main steam 896,21 t/h.

Daftar Pustaka

Gambar 4. Laju Aliran Main Steam Terhadap


Efisiensi Turbin HP
Dari grafik diatas dapat diketahui pengaruh laju
aliran main steam terhadap efisiensi turbin HP
dimana pada grafik menggambarkan garis yang
sebanding, saat beban naik efisiensi turbin HP
akan semakin besar dan laju aliran main steam
juga akan meningkat. Pada beban 249,62 MW
laju aliran main steam sebesar 896,21 t/h dengan
efisiensi turbin HP 64,78% kemudian beban
ditingkatkan menjadi 304,24 MW sehingga laju
aliran main steam meningkat menjadi 1052,82
t/h dan efisiensi turbin HP meningkat pula
menjadi 69,064 %. Saat laju aliran main steam
1381,40 t/h, pembangkit bekerja pada beban
424,80 MW dan menghasilkan efisiensi turbin
HP sebesar 76,391 %. Beban meningkat menjadi
521,11 sehingga laju aliran main steam
bertambah menjadi sebesar 1689,26 t/h dan
menghasilkan efisiensi turbin HP sebesar
79,328%, kemudian pembangkit bekerja pada
beban 644,42 MW yang menghasilkan laju aliran
main steam
sebesar 2059,35 t/h sehingga
efisiensi turbin HP meningkat menjadi 83,637%
dan saat pembangkit bekerja pada beban 658,88
MW laju aliran main steam meningkat menjadi
2098,32 t/h dengan efisiensi turbin HP sebesar
83,867%. Semakin besar laju aliran main steam
maka efisiensi turbin HP akan meningkat yang
menunjukkan kinerja turbin HP meningkat
sebaliknya dengan laju aliran main steam yang
rendah akan menghasilkan efisiensi turbin HP
yang rendah pula dikarenakan beban yang turun

[1].
Denny, S., Analisa Efisiensi HP
Turbin, IP Turbin dan LP Turbin Terhadap
Perubahan Beban, Prosiding Seminar Nasional
PNES II 2014 ISBN 978-979-3514-46-8, pp.
A.128-A137, (2014).
[2].
Junaidi, D., Suardjaja, I.M., Rohmat,
T.A., Kesetimbangan Massa Dan Kalor Serta
Efisiensi Pembankit Listrik Tenaga Uap Pada
Berbagai
Perubahan
Beban
Dengan
Menvariasikan Jumlah Feedwater Heater,
Prosiding Seminar Nasional VI SDM Teknologi
Nuklir ISSN 1978-0176, pp. 413-422, (2010)
[3].
Caturwati, N.K., Rosyadi, I., Irfani,
F.C., Pengaruh Temperatur Lingkungan
Terhadap Efisiensi Turbin Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Prosiding
Seminar Nasional AVoER ke-3 ISBN: 979-587395-4, pp. 16-22, (2011).
[4].
Boles, Michael A dan Yunus A Cengel,
Thermodynamics: An Engineering Approach,
Seventh Edition In SI Units. New York:
McGraw-Hill, (2011).
[5].
El-Wakil. Instalasi Pembangkit Daya.
Jakarta: Erlangga, 1992.
[6].
Harbin Power Engineering Company
Limited. Chapter II: Operation Manual of
Steam Turbine. Indonesia 1x660 MW Paiton
Coal Fired Thermal Power Plant Operating and
Maintenance Manual, 2012.
[7].
Harbin Power Engineering Co,Ltd dan
PT Mitra Selaras Energi. Performance Test
Procedure of Steam Turbine. TPRI, 2011.
[8].
Marsudi,
Djiteng.
Pembangkitan
Energi Listrik. Jakarta: Erlangga, 2011.
[9].
Mustaq Bilal. Unjuk Kerja Turbin
Uap PLTU Tanjung Jati B Unit 3 Terhadap
Pelayanan Beban. Jurnal Teknik Mesin
Politeknik Negeri Semarang, 2013.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

202

KE-08

[10].
Prasetyo, Fajar Bangkit. Skripsi:
Analisis Unjuk Kerja Dari KomponenKomponen Utama Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU) di Tambang Batu Bara, PT Kaltim
Prima Coal (KPC). Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada, 2013.
[11].
Yahya, S M. Turbines Compressors
and Fans, Fourth Edition. New Dehli: Tata
McGraw-Hill Education Private Limited, 2011.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

203

KE-10

PENGARUH PENAMPANG SUDU DAN VARIASI BEBAN TERHADAP


PERFORMA TURBIN PELTON
Eddy Elfiano, Natsir Darin, Hendry Cahyadi, Sukarno Putro
Prodi. Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Islam Riau, Pekanbaru
Email: eddy_elfiano@eng.uir.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh variasi penampang sudu turbin dan beban pada puli pada performa
turbin Pelton. Meskipun penelitian ini dibuat berdasarkan skala laboratorium tetapi hasilnya diharapkan dapat mendekati
kondisi nyata di lapangan. Penelitian ini menggunakan jenis bucket silinder belah dua yang terbuat dari pipa PVC dengan
ukuran diameter yang berbeda yaitu in, in dan 1in. Beban yang diberikan pada puli masing-masing adalah sebesar 0,2
kg, 0,4 kg, 0,6 kg, 0,8 kg dan 1 kg. Turbin yang diuji memakai dua buah nozel, memiliki diameter yang sama dengan tekanan
sebesar 3 bar. Jumlah bucket yang digunakan sebanyak 26 buah. Turbin pelton merupakan jenis turbin air yang
membutuhkan head yang tinggi, oleh karna itu pompa jenis jet pump dengan head 42 m dipilih dalam penelitian ini karena
dapat memberikan gaya pancaran air yang tinggi ke sudu turbin.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putaran poros yang
tertinggi, yaitu 871,4 rpm, didapat saat pemakaian bucket ukuran 1in, pembebanan 0,2 kg. Sementara putaran terendah,
yaitu 516,3 rpm diberikan oleh bucket dengan ukuran in, beban 1 kg. Daya maksimum sebesar 0,028 hp dihasilkan dari
turbin dengan ukuran bucket 1 in, beban 1 kg, sementara daya terndah sebesar 0,0063 hp diberikan oleh bucket dengan
ukuran in, beban 0,2 kg. Daya listrik terbesar dihasilkan dinamo dari penelitian ini adalah sebesar 6,7 Watt pada
penggunaan bucket ukuran 1in dan pembebanan pulley 0,2 kg. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa performa
turbin Pelton paling bagus, dalam hal ini putaran poros teringgi, daya tertingi dan daya listrik yang dihasilkan, diperoleh
pada penggunaan bucket dengan diameter 1 in.
Kata kunci : Turbin Pelton, Penampang Sudu, Beban, Performa

ABSTRACT
This research aims to determine the effect of the variations in blade turbine sectional area and load of the pulley on Pelton
turbine performance. Although the research was conducted in the laboratory scale but the results expected can approach the
real operational conditions of the turbine. This research used cylinders bucket halves type made from PVC pipe with varying
dimension in diameter, namely in, in dan 1in. The loads given to the pulley are 0.2 kg, 0.4 kg, 0.6 kg, 0.8 kg and 1 kg
respectively. The tested turbine used two nozzles, having same diameters with pressure of 3 bar. The amount of bucket used is
26 pieces. The Pelton turbine is a water turbine type that needed high head; therefore the jet pump with 42 m in head was
selected to be used due to this type results high force of water on the turbine blade. It was obtained that highest shaft
rotation, i.e. 871.4 rpm, was observed when turbine used bucket with dimension of 1in, loading at 0,2 kg. While the lowest,
i.e. 516.3 rpm, obtained for the bucket with diameter in, loading at 1 kg. The highest power of 0.028 hp was given by the
bucket with dimension of 1in,, loading at 1 kg; while the lowest power of 0.0063 hp was given by the bucket with dimension of
in, loading at 0.2 kg. The highest electric power generated by dynamo, i.e. 6.7 Watt, observed on the turbine used bucket
with diameter 1in, loading at 0.2 kg. Based on the result it is concluded that the best Pelton turbine performance in term of
shaft rotation, power and electric power generated, obtained on the turbine with bucket diameter is 1 in.
Kata kunci : Pelton Turbine, Sectional Area, Load, Performance.

1.

PENDAHULUAN

Turbin Pelton merupakan tipe turbin yang


sangat mudah dalam perakitannya, dari segi biaya
turbin Pelton tergolong ekonomis. Hal ini
memungkinkan kita untuk merancang dan merakit
turbin Pelton untuk keperluan pembangkit listrik
maupun keperluan penelitian ilmiah. Dalam
merancang turbin Pelton hal yang perlu diperhatikan
adalah head, karna turbin pelton termasuk jenis
turbin air yang membutuhkan head yang tinggi.

Turbin Pelton memiliki beberapa komponen


utama salah satunya adalah bucket, dimana bucket
dari turbin ini terdiri dari dua jenis yaitu bucket
berbentuk mangkuk dan bucket berbentuk selinder
belah dua. Dilihat dari konstruksinya, Bucket dengan
bentuk selinder belah dua lebih mudah dibuat dan
material pembuatannya juga mudah diperoleh serta
pengerjaannya pun tidak memerlukan waktu yang
lama dibandingkan dengan bucket berbentuk
mangkuk.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

204

KE-10

Turbin Pelton termasuk salah satu jenis turbin


air yang paling efisien untuk menghasilkan listrik.
Listrik yang dihasilkan turbin Pelton tergantung oleh
performa dari turbin Pelton itu sendiri. Performa
turbin Pelton dapat dilihat dari putaran yang
dihasilkan, semakin besar putaran yang dihasilkan
maka performa dari turbin akan semakin maksimal.
Turbin Pelton bekerja dengan prinsip merubah gaya
potensial air menjadi gaya mekanis. Air digunakan
untuk menggerakkan bucket atau sudu-sudu turbin
yang terhubung dengan poros turbin, sehingga poros
turbin menghasilkan putaran yang kontinyu. Pada
prinsipnya turbin Pelton terdiri bucket yang dipasang
secara seragam. Pancaran air yang keluar dari nosel
ditampung oleh bucket-bucket dan menghasilkan
suatu momen puntir pada poros yang menyebabkan
runner berputar.

Diameter lingkaran tusuk


Diameter lingkaran tusuk dapat dicari dengan
persamaan :

2.

Dimana :
V1 = Kecepatan pancaran nosel (m/s)
Cv = koefisien velocity (0,98 - 0,99)
g = Percepatan gravitasi (9,806 m/s2)
h = Tinggi jatuh efektif (m)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini diawali dengan membuat turbin


Pelton dengan sudu berbentuk silinder dibelah dua
yang dibuat dari pipa PVC dengan ukuran in, in
dan 1 in, serta nosel dengan penampang lubang
berbentuk lingkaran. Instalasi pengujian terdiri dari
komponen utama pompa air, turbin Pelton, nosel dan
beban pada lengan torsi. Beban yang diberikan pada
puli bervariasi yaitu 0,2 kg, 0,4 kg, 0,6 kg, 0,8 kg
dan 1 kg. Alat ukur yang digunakan dalam pengujian
meliputi manometer, tachometer dan timbangan
pegas pada lengan torsi. Pengujian yang dilakukan
meliputi uji karakteristik turbin Pelton, yaitu besar
laju aliran volume, tekanan pada nosel, putaran
turbin, beban pada lengan torsi. Putaran poros turbin
akan dihubungkan ke generator untuk mengetahui
berapa besar daya listrik yang bisa dibangkitkan.
Perencanaan turbin Pelton dimaksudkan untuk
mengetahui ukuran dari bucket , jumlah bucket,
diameter runner dan juga diameter nosel.
Perhitungan ini dilakukan berdasarkan parameter
yang telah ditentukan yaitu debit air (Q) = 30
liter/m (0,0005 m3/s) dan head pompa sebesar 42
meter.
Kecepatan keliling Piringan
Kecepatan keliling Piringan dapat dicari dengan
persamaan :
u = Ku
Dimana :
u = Kecepatan keliling piringan (m/s)
Ku = Koefisien kecepatan (0,43-0,48)
g = Percepatan gravitasi (9,806 m/s2)
h = Tinggi jatuh efektif (m)

D=
Dimana :
D = Diameter lingkaran tusuk (m)
n = Putaran poros (rpm)
u = Kecepatan keliling piringan (m/s)
Kecepatan pancaran nosel
Kecepatan mutlak jet dapat
persamaan:

dicari

dengan

V1 = Cv

Diameter Nosel
Diameter nosel dapat dicari dengan persamaan :

d=
Dimana :
d = Diameter nosel (mm)
Q = Debit (m3/s)
V1 = Kecepatan pancaran nosel (m/s)
Jumlah Bucket
Jumlah bucket dapat dicari dengan persamaan :
Z = 15 +
Dimana :
Z = Jumlah bucket
D = Diameter lingkaran tusuk (m)
d = diameter nosel (m)
Dimensi Bucket
Persamaan untuk menghitung dimensi dari bucket
dapat dilihat pada Gambar 1.
Persamaan yang digunakan untuk mencari dimensi
bucket adalah :
B = (2,8 ~ 3,4) x d
L = (2,4 ~ 3,2) x d
c = (0,8 ~ 1,0) x d
M = (1,1 ~ 1,3) x d
T = (0,7 ~ 0,9) x d

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

205

KE-10

Dimana :
d = Diameter nosel (mm)

Water horse power dapat dicari dengan persamaan :


WHP

Dimana :
WHP = Water Horse Power (hp)

= Densitas air (995,31 kg/m3)


g
= Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
Q
= Debit (m3/s)
Ht
= Head turbin (m)
Efisiensi Turbin ()
Efisiensi turbin dapat dicari dengan persamaan :

=
Gambar 1. Perhitungan Dimensi Bucket [3]

Kecepatan Aliran Fluida pada Pipa (v)


Kecepatan aliran
persamaan :

fluida

dapat

dicari

v=

dengan

x 100%

Dimana :

= Efesiensi turbin
BHP = Break Horse Power (hp)
WHP = Water Horse Power (hp)
Daya Listrik (P)
Daya listrik dapat dicari dengan persamaan :
P = V x I x cos .

Dimana :
v = Kecepatan aliran fluida (m/s)
Q = Debit (m3/s)
A = Luas penampang pipa (m2)

P
= Daya Listrik (W)
V
= Tegangan listrik (volt)
I
= Arus listrik (Ampere)
Cos = faktor daya (0,8)

Head Turbin (Ht)

Berikut gambar instalasi pengujian karakteristik


turbin Pelton.

Ht = z +

Dimana :
z = Elevasi (m)
v = Kecepatan aliran fluida (m/s)
P = Tekanan (Pa)
= Densitas air (kg/m3)
g = Percepatan gravitasi (9,806 m/s2)
Brake Horse Power (BHP)
BHP =
Dimana :
BHP = Break Horse Power (hp)
m = massa (kg)
l
= panjang lengan (m)
n
= putaran poros (rpm)

Gambar 2. Instalasi sistem pengujian turbin Pelton

Water Horse Power (WHP)


Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

206

KE-10

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

0,0072 hp sedangkan BHP tertinggi sebesar 0,028


hp.

3.1 Hubungan
Putaran
dengan
Beban
diperlihatkan pada gambar 3 dibawah ini.
Pengaruh penambahan beban pada putaran
untuk setiap ukuran bucket diperlihatkan pada
Gambar 3.

Gambar 4. Grafik hubungan Break Horse Power vs


Beban

Gambar 3. Grafik hubungan Putaran vs Beban

Dari grafik hubungan putaran vs beban dapat


dilihat bahwa pada bucket pipa in putaran
terendahnya sebesar 516,3 rpm sedangkan putaran
tertingginya sebesar 766,7 rpm. Untuk bucket pipa
in putaran terendah adalah 638,8 rpm dan putaran
tertingginya sebesar 801,1 rpm. Sementara itu pada
bucket 1 in putaran terendahnya sebesar 683 rpm
sedangkan putaran tertingginya adalah 871,4 rpm.
Dari data ini memperlihatkan bahwa gaya
dorong fluida yang keluar dari nozel semakin
meningkat dengan bertambahnya luasan bucket.
Tekanan fluida di nozel tetap konstan selama laju
aliran volume pada sistem perpipaan tidak berubah.
Dalam penelitian ini ada tiga variasi luasan bucket
yang digunakan dalam pengujian. Bucket dari pipa 1
in
menghasilkan putaran runner yang lebih
baik dari yang lainnya.
3.2 Hubungan Break Horse Power (BHP) dengan
Beban
Break horse power merupakan daya yang
terjadi pada saat runner bucket mengalami putaran
akibat gaya dan tekanan fluida yang keluar dari
nozel. Dari grafik hubungan break horse power vs
beban, seperti terlihat pada Gambar 4, dapat dilihat
bahwa grafik mengalami peningkatan pada setiap
pembebanan yang diberikan. Dimana dapat kita lihat
pada bucket pipa in nilai BHP tertinggi adalah
0,021 hp sedangkan nilai BHP terendah adalah
0,0063 hp. Pada bucket pipa in nilai BHP terbesar
adalah 0,026 hp dan terkecil 0,0066 hp. Sementara
itu pada bucket pipa 1 in nilai BHP terendah adalah

Dari gambar 4 menunjukkan bahwa nilai dari


BHP bucket pipa 1 in memiliki nilai BHP yang lebih
besar pada setiap variasi beban yang diberikan dari
pada bucket pipa dan in. Daya yang besar ini
diakibatkan gaya dorong fluida yang tetap dan
kecepatan keliling piringan runner turbin.
3.3 Hubungan Efisiensi vs Beban
Efisiensi turbin merupakan nisbah dari daya
kerja runner turbin pada saat berputar terhadap daya
yang terjadi akibat tekanan yang diberikan fluida
yang keluar dari nozel untuk memutar bucket turbin.
Pengaruh beban pada efisiensi turbin untuk setiap
ukuran bucket dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik hubungan Efisiensi turbin vs Beban

Dari grafik ini memperlihatkan pada bucket


pipa in efisiensi terendah adalah 5,25 %
sedangakan efisiensi tertinggi 17,5 %. Pada bucket
pipa in efisiensi terendah 5,5 % dan efisiensi
tertinggi 21,7 %. Sedangkan pada bucket pipa 1 in
nilai efisiensi terkecil adalah 6 % dan nilai efisiensi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

207

KE-10

yang terbesar adalah 23,3 %. Pada bucket pipa 1 in


memiliki efisiensi yang paling besar disebabkan
putaran yang terjadi lebih tinggi sehingga BHP
turbin menjadi besar.
3.4 Hubungan Daya listrik dengan Beban
Gambar 6 memperlihatkan hubungan daya
listrik yang dibangkitkan akibat putaran turbin
terhadap beban yang diberikan. Daya listrik terbesar
dihasilkan bucket dari pipa 1 in sebesar 6,7 W
dengan beban 0,2 kg.

[6].Robert L. Mott, 2000, Applied Fluid


Mechanics, Prentice-Hall, Inc., New Jersey
[7].Ryan Fasha, Pengaruh Ukuran Diameter
Nozzle 7 dan 9 mm terhadap Putaran Sudu dan
Daya Listrik pada Turbin Pelton , Universitas
Gunadarma.
[8].S.K.Agrawal, 2006, Fluid Mechanics and
Machinery, McGraw-Hill,New Delhi.

Gambar 6. Grafik hubungan Daya Listrik vs Beban

4.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk


bucket yang terbuat dari pipa 1 in memiliki prestasi
kerja yang lebih baik dari pada bucket dari pipa
dan in. Putaran turbin dipengaruhi oleh
penampang
pada
bucket
sehingga
dapat
memperbesar daya kerja dari runner turbin. Selama
laju aliran volume fluida dan tekanan yang keluar
dari nozel tetap maka efisiensi kerja turbin tidak
berubah.
DAFTAR PUSTAKA
[1].Agu andro gesa putra, Pembangkit listrik
tenaga mikrohidro menggunakan turbin ,
Teknik mesin fakultas sains dan teknologi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
[2].Anjar susatyo, lukman hakim, Perancangan
Turbin Pelton, Puslit Tenaga Listrik dan
Mekatronika-LIPI.
[3].D. Rama Durgaiah, Fluid Mechanics and
Machinery,New Age International Publishers,
New Delhi.
[4].Er.R.K.Rajput, A Textbook of Hydraulic
Machines in SI Units , S.Chand, New Delhi.
[5].Rahmat, Analisa Turbin Pelton Berskala Mikro
pada Pembuatan Instalasi Uji Laboratorium ,
Universitas Gunadarma.
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

208

KE-12

STUDI OPTIMASI - DAYA YANG AKAN DIBANGKITKAN PADA


Gambar 1. Lay Out PLTM
SUATU PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
MINI HIDRO (PLTM)
Sirojuddin
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
e-mail : sirojuddinabbas@yahoo.com
ABSTRACT
This study is to get optimum power to be generated in a Mini Hydro Power Plant (MHPP) so that the project will be
feasible to be constructed. The study will be executed based on the field data that cover : hidrology, topography, soil
investigation, geology, analysis of environment effects, lay out design of civil, mechanical, electrical and control,
economic feasibility. Object of study is MHPP Serayu 3, Wonosobo, Jateng. From the result of this study obtained that the
optimum power will be 3.5 MW with 2 turbines at dependable discharge of 7.6 m3/s, construction cost Rp. 3250 /kWh.
Keywords : Optimation Study, MHPP, Optimum Power, Costruction Cost.
ABSTRAK
Studi ini untuk memperoleh daya optimum yang akan dibangkitkan oleh suatu Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro
(PLTM) agar proyek layak dibangun. Studi dilakukan berdasarkan data lapangan yang meliputi : hidrologi, topograpi,
soil investigation, kegempaan, analisis dampak lingkungan, desain lay out sipil ,mekanikal dan elektrikal, kelayakan
ekonomi . Objek studi adalah PLTM Serayu 3- Wonosobo, Jateng. Dari hasil studi diperoleh daya optimum sebesar 3,5
MW dengan 2 turbin pada debit andalan 7,6 m3/detik , biaya konstruksi Rp 3250 / kWh.
Kata Kunci : Studi Optimasi, PLTM, Daya Optimum, Biaya Konstruksi

1. PENDAHULUAN
Perancangan
suatu
proyek
PLTM
(Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro)
memerlukan optimasi agar proyek tersebut layak
dibangun, artinya proyek tersebut nanti dibangun
dengan biaya dan waktu yang serendah mungkin
tetapi menghasilkan energi yang sebesar
mungkin. Dalam studi optimasi diperlukan datadata topografi, hidrologi, geologi, soil investigasi,
DED dan analisis mengenai dampak lingkunganl
[1]
.
1.1 . BAGIAN-BAGIAN UTAMA PLTM
Dalam mengoptimasi kita harus mengenal
dahulu bagian-bagian penting dari suatu PLTM .
3

1& 2

Bagian-bagian utama yang terdapat pada suatu


PLTM [1] :
1. Bendung atau Weir
2. Intake
3. Kolam Pengendap Sedimen
4. Saluran Pembawa
5. Kolam Penenang
6. Penstock (pipa pesat)
7. Rumah Pembangkit (Power House)
8. Turbin dan Generator
9. Tail Race
10. Jaringan Listrik
1.2.
OBJEK STUDI
Objek yang akan dijadikan bahan studi adalah
proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga
Mini Hidro (PLTM) Serayu 3 yang berlokasi di
sungai Serayu, Wonosobo, Jawa Tengah. Data-data
sudah tersedia.
2. LANDASAN TEORI

7
6

H
9
8

Optimasi adalah kegiatan untuk memperoleh


hasil terbaik yang dibatasi oleh beberapa keadaan
atau syarat-syarat. Dalam desain teknik, konstruksi,
dan perawatan beberapa sistem keteknikan, para
perancang harus mengambil beberapa teknologi dan
keputusan manajerial dalam beberapa tahap.
Sasaran akhir dari semua keputusan adalah untuk
meminimalisir usaha yang diperlukan sekaligus
memaksimalkan keuntungan yang diinginkan.
Karena usaha yang diperlukan untuk memperoleh
keuntungan yang diinginkan dalam situasi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

209

KE-12
prakteknya dapat diekspresikan sebagai fungsi
dari beberapa variabel keputusan tertentu,
optimisasi dapat didefinisikan sebagai proses
memperoleh kondisi yang memberikan nilai
maksimum dan minimum dari fungsi tersebut.
Pada gambar 2 ditunjukkan bahwa bila titik x*
berhubungan dengan nilai minimum f(x),
begitu juga akan berhubungan dengan nilai
negatip f(x) [2].
F(x)
f(x)

Maksimum f(x)

x*

-f(x)

Minimum -f(x)

Gambar 2. Minimum f(x) = Maksimum f(x)

2.1 MODEL MATEMATIK OPTIMASI


DESAIN
Standar
Model
Optimasi
Desain
permasalahan
PLTM dirumuskan secara
matematik sebagai berikut [2,3] :

2.3
Kendala
kendala
pertidaksamaan gi(X) [1,4,5,6]

- Data curah hujan 10 tahun


- Losses dalam penstock 4 %
- Tegangan dan stabilitas yang terjadi pada
bangunan sipil > izin , izin dan stabilitas izin.
- Tegangan kombinasi pada baja izin dan izin
- Tebal min pipa penstock ((D+508)/400) mm
- Tekanan desain pipa penstock P water hammer
- Stabilitas Turbin > 4 dan < 5
- Water Time Constant 2,5 detik
- Panjang Saluran penghantar < 2 km
- Head (tinggi jatuh air) > 2,5 % panjang saluran
penghantar.
- Effisiensi Turbin > 90 %
- Effisiensi Generator > 94 %
- IRR Proyek [7] > 15 % atau > suku bunga
pinjaman
- CF Pembangkit 70 %
2.4 Kendala - kendala
Matematis/Teknis :

(constraints)

Non

- Analisis Dampak Lingkungan


- Kondisi Sosial Ekonomi
- Keamanan
Kendala ini biasanya dilakukan dengan pendekatan
sosial ke masyarakat dan pemerintah.
3. METODE
Metode studi menggunakan bagan alir berikut :

x1
x
2
Akan dicari n-vektor desain X = ..
..

x n

MULAI

PENGUMPULAN
DATA

STUDI : HIDROLOGI, HIDROLIKA,


TOPOGRAFI DAN LAY OUT, DESAIN
BAGIAN-BAGIAN UTAMA PLTM
(SIPIL,MEKANIKAL,
ELEKTRIKAL/KONTROL) DAN
JARINGAN, KELAYAKAN EKONOMI

Untuk meminimasi dan maksimasi fungsi


objektif , debit, daya, energi, biaya,dan lainlain :
f (X) = f(x1, x2, ., xn)
(1)
dengan p adalah kendala-kendala persamaan :
hj(X) hj (x1, x2, ., xn) = 0 ; j = 1,2, ...p (2)
m adalah kendala-kendala pertidaksamaan :
gi(X) gi (x1, x2, .., xn) 0 ; i = 1,2,...m (3)
2.2 Kendala - kendala (constraints)
persamaan untuk hj(X) [1,5] :
- Debit banjir = 100 tahun
- Debit desain = Debit andalan
- Debit Intake = 120 % Debit andalan
- Kecepatan air di kolam pengendap pasir dan
Kolam Penenang :
Vx = 0,3 m/det
Vy = 0,1 m/det
- Kecepatan air di saluran penghantar
(pasangan batu) = 1,5 m/det

(constraints)

OPTIMASI
DESAIN

CEK KENDALA
(CONSTRAINTS)

TDK

YA
DAYA OPTIMUM ,
BIAYA KONST. MINIMUM

SELESAI

Gambar 3 : Bagan Aliran Metode Studi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

210

KE-12
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari pengolahan data curah hujan harian
selama 13 tahun mulai tahun 2001-2013 di 3
stasiun :Garung, Wanganaji dan Mojo Tengah
diperoleh data hidrologi sebagai berikut :

DEBIT RATA-RATA
8,21 M3/S
DEBIT ANDALAN 7,6 M3/S

Gambar 5. Grafik Probabilitas Ketersedian Air


Rata-rata Sepanjang Tahun

Periode Ulang Banjir Rancangan untuk mendesain


bending dapat dilihat pada table 2 dibawah ini.
Gambar 4 : Kurva Durasi Debit Harian
Selama 13 Tahun

Tabel 1 dan gambar 5 berikut adalah


probabilitas
ketersediaan air rata-rata
sepanjang tahun di sungai serayu :

Tabel 2.. Periode Ulang Banjir Rancangan Sampai


100 Tahun

DEBIT
OPTIMUM

Dari perhitungan optimasi semua fungsi


objektip (debit, daya, energi, biaya,dan lain-lain)
dan kendala-kendala yang diberikan didalam PLTM
akhirnya diperoleh hasil sebagai berikut :
-

Debit andalan = 7,6 m3/det

Daya yang dibangkitkan = 3,5 MW

Jumlah Turbin dan Generator = 2 Unit

Energi yang dihasilkan per tahun = 21,7


GWH

Tabel 1. Probabilitas Ketersedian Air


Sepanjang Tahun

Biaya Konstruksi = Rp. 3250/kWh

CF Pembangkit = 70,5 %

IRR Proyek = 15,7 %

Titik-titik optimum yang diperoleh sebagian


dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini :
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

211

KE-12

Gambar 4. Grafik Hasil Optimasi PLTM

5.

KESIMPULAN

5.1 Kelayakan suatu pembangunan proyek


sangat memerlukan proses optimasi.
5.2 Daya optimum yang dibangkitkan pada
PLTM Serayu-3 adalah 3,5 MW dengan 2 unit
turbin dan generator, biaya konstruksi sebesar
Rp. 3250 /kWh.
5.3 Debit Optimum pada daya optimum
sebesar 7,6 m3/det dengan tingkat probabilitas
58,25 %
5.4 Energi optimum per tahun sebesar 21,7
GWH dengan factor kapasitas CF=70,5 %.
5.5 Dalam optimasi suatu fungsi objektip,
nilai-nilai kendala mempengaruhi kejituan
hasil optimasi.
5.6. Optimasi suatu Pembangkit Listrik
Tenaga Mini Hidro (PLTM) memerlukan
berbagai macam data teknis dan non-teknis.
5.7. Kendala teknis dapat diselesaikan dengan
data dan pengolahan teknis dengan cara
penyelesaian model optimasi matematis.
5.8 Kendala non-teknis diselesaikan dengan
pendekatan non teknis ke masyarakat dan
pemerintah.

dan Teknologi Kejuruan (SNMTK) Universitas


Negeri Jakarta, pp. 282-288, (2013).
[2] S S Rao, Optimization Theory And
Applications, pp.1-36 , 2nd Edition, New Age
International (P) Limited Publishers, (1995).
[3] Jasbir S. Arora, Introduction to Optimum
Design, pp. 1-58, McGraw-Hill International
Editions, (1989).
[4] European Small Hydropower Association,
Laymans Handbook on How to Develop a Small
Hydro Site, Second Edition, (1998).
[5] Dirjen Pengairan Dep. PU, Standar
Perencanaan Irigasi KP-01 KP-06, Edisi
Bahasa Indonesia, (1986).
[6]
Robert
C.
Juvinall,
Engineering
Consideration of Stress, Strain And Strength,
McGraw-Hill Book Company, (1983).
[7] Kasmir dan Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis,
Edisi Kedua, Kencana Prenada Media Group,
[2007].
[8]
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia, Permen ESDM No : 05
Tahun 2009 Tentang Pedoman Harga Pembelian
Tenaga Listrik Oleh PT PLN (PESERO) dari
Koperasi atau Badan Usaha Lain, (2009).
[9] Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia, Permen ESDM No: 31
Tahun 2009 Tentang Harga Pembelian Tenaga
Listrik Oleh PT PLN (PERSERO) Dari
Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan
Energi Terbarukan Skala Kecil dan Menengah
atau Kelebihan Tenaga Listrik, (2009).
[10] Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia, Permen ESDM No: 4 Tahun
2012 Tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik
Oleh PT PLN (PERSERO) Dari Pembangkit
Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi
Terbarukan Skala Kecil dan Menengah atau
Kelebihan Tenaga Listrik, (2012).
[11] Pusdatin ESDM 2010, Handbook of Energy
& Economic Statistics of Indonesia, INDONESIA
Energy Outlook 2010, (2010).
[12] Pusdatin ESDM 2004, Statistik Ekonomi
Energi Indonesia 2004, pp. 2-3, (2004).
[13] PT Pesisir Hidro Energi Jakarta, Feasibility
Study PLTM Guntung (2 x 2 MW), Kab. Agam
Prop. Sumbar, (2010).
[14] US Dep. Of the Interior Bureau of
Reclamation, Welded Steel Penstock, pp.14-18,
(1986).

REFERENSI

[1] Sirojuddin, Pembangkit Listrik Tenaga


Mini Hidro (PLTM) : Peluang Bagi Para
Pengembang Bisnis Dan Tantangan Bagi
Para Perancang Teknologi Rekayasa Di
Indonesia, Prosiding Seminar Nasional Mesin
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

212

KE-13

Modifikasi dan Uji Coba Rancangan Sebuah Reaktor Fluidized Bed Tipe
Sirkulasi Internal untuk Mengakomodasi Proses Autothermal pada Reaktor
Gasifikasi Biomassa
Janter Pangaduan Simanjuntak
Fakultas Teknik Universitas Negeri Medan, Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan Estate
Medan 20221 Telp. (061) 6625971
E-mail: janterps@gmail.com
Abstrak
Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui pengaruh struktur draft tube dimana bed partikel keluar menuju
anulus pada sebuah reaktor fluidized bed tipe sirkulasi internal. Pada riset sebelumnya, sisi keluar bed partikel
dibuat dalam bentuk orifis, dimana pada dinding pipa draft tube bagian atas dibuat beberapa lobang (orifis).
Empat kondisi kelajuan udara fluidisasi kedalam draft tube (Qdt) diuji untuk mempelajari pengaruhnya terhadap
kelajuan sirkulasi bed partikel (Gs). Dibandingkan dengan model orifis, model menggunakan dipleg
menghasilkan sirkulasi bed partikel yang lebih tinggi. Secara teoritis bahwa kelajuan bed partikel yang semakin
tinggi akan meningkatkan temperatur reaktor gasifikasi. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa Gs juga sangat
dipengaruhi oleh Qdt, namun pada Qdt yang terlalu tinggi (Qdt > 400 LPM ) dalam penelitian ini mengakibatkan
Gs menurun.
Kata kunci: Bed partikel, Sirkulasi internal, Kelajuan sirkulasi bed partikel

1. Pendahuluan
Gasifikasi adalah suatu proses kimia yang
memerlukan panas (thermochemical) yang biasa
diterapkan untuk mengubah energi yang tersimpan
di dalam biomassa menjadi gas yang mudah terbakar
(producer gas) ataupun menjadi gas sintetis
(shyntetic gas) [1]. Selanjutnya gas ini dapat
digunakan untuk bahan bakar ketel uap (boiler)
ataupun motor pembakaran dalam, internal
combustion engine (ICE) untuk menggerakkan
pembangkit listrik/generator. Umumnya gasifikasi
adalah proses pembakaran menggunakan udara
terbatas sebagai gasification agent yang selanjutnya
disebut oksidator. Umumnya proses ini disebut
dengan proses pembakaran sebagian (partial
combustion). Artinya selain proses gasifikasi di
dalam reaktor juga terjadi proses pembakaran
(combustion) dalam waktu yang sama. Proses
pembakaran ini adalah sangat penting untuk
menghasilkan panas (heat) untuk menjaga
temperatur sistem selama proses gasifikasi
berlangsung. Proses ini tentunya akan menghasilkan
produk gas yang kurang baik dari segi nilai bakar
(heat value) dan komposisinya, juga akan bercampur
dengan sisa pembakaran biomassa. Selain itu,
produk gas akan ter-dilute oleh nitrogen yang
mendominasi komposisi udara yang digunakan
sebagai oksidator.
Gasifikasi dapat juga dilakukan dengan tanpa
menggunakan udara sebagai oksidator yang disebut

dengan gasifikasi tidak langsung (indirect


gasification) [1]. Dengan mengingat bahwa proses
gasifikasi adalah proses yang endothermal, artinya
sumber energi untuk proses adalah dari dalam sistem
itu sendiri, yaitu panas hasil pembakaran biomassa,
maka sebuah desain dan pengembangan reaktor
yang baru dapat mengakomodasi proses ini dengan
sumber energi untuk reaktor berasal dari luar sistem.
Dengan demikian uap, oksigen ataupun campuran
keduanya yang tidak mengandung nitrogen dapat
digunakan sebagai oksidator yang tentunya akan
meningkatkan kualitas dari produk gas. Proses
seperti ini disebut dengan proses autothermal [2].
Fluidized bed (FB) adalah suatu sistem yang
biasa digunakan untuk proses gasifikasi biomassa
[3]. Umumnya FB terdiri dari sebuah bejana yang
umumnya berbentuk tabung (vessel) berisi partikel
padat atau disebut dengan bed material dan
dilengkapi dengan sebuah distributor untuk
mendistribusikan fluidization agent atau selanjutnya
disebut dengan oksidator.
Dalam proses pembakaran (combustion)
ataupun proses gasifikasi (gasification) biomassa,
prilaku partikel padat ketika difluidisasi sudah
banyak dimanfaatkan dimana partikel padat dapat
bertindak sebagai media perpindahan panas (heat
carrier). Beberapa konfigurasi fluidized bed sudah
dikembangkan dan digunakan baik dalam
pembakaran maupun penggasan biomassa yaitu
bubbling fluidized bed (BFB) dan circulating

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

213

KE-13

fluidized bed (CFB) [4]. Konfigurasi yang sedang


dikembangkan yang merupakan kombinasi kedua
tipe tersebut yaitu internally circulating fluidized
bed gasifier (ICFBG) [5-9]. Sebuah proses gasifikasi

dimana energi yang diperlukan bersumber dari luar


sistem (external
source)
secara
skematik
ditunjukkan pada
pada Gbr. 1 berikut ini.

Gbr. 1. Skema sebuah proses autothermal [5]


Panas yang diperlukan untuk gasifikasi secara
autothermal dapat diperoleh dari (i) mengalirkan
arang (char) yang dihasilkan selama proses
gasifikasi dalam gasifier ke ruang bakar, (ii)
pembakaran dari arang yang dihasilkan di dalam
gasifier, kemudian (iii) menggunakan sebuah sistem
sirkulasi, baik secara eksternal maupun internal
untuk mentransfer panas yang dihasilkan di ruang
bakar untuk gasifier tersebut [2].
Dari Gbr. 1 dapat dilihat bahwa bahan
biomassa dimasukkan ke dalam reaktor yang
berfungsi sebagai gasifier. Selain udara, oksidator
yang digunakan adalah uap (steam), oksigen ataupun
campuran keduanya. Arang yang dihasilkan selama
proses gasifikasi beserta partikel padat mengalir ke
dalam reaktor pembakaran. Didalam reaktor
pembakaran arang terbakar sehingga menghasilkan
panas yang mengakibatkan temperatur partikel padat
meningkat. Partikel padat kemudian keluar dari
ruang bakar dan masuk ke ruang gasifikasi dan
energi yang terkandung pada partikel padat
digunakan untuk proses gasifikasi. Demikian proses
berlangsung secara terus menerus

(continuous) sehingga disebut internally circulating


process [3].
2. Metode
Beberapa metode untuk melakukan sebuah
proses autothermal adalah dengan menggunakan
lebih dari satu tabung dan dihubungkan oleh sebuah
sistem sirkulasi. Sistem dengan dua buah tabung
disusun secara paralel dan dihubungkan oleh sistem
sirkulasi adalah salah satu metode yang sudah
banyak digunakan. Sebuah tabung berfungsi sebagai
reaktor pembakaran untuk menghasilkan energi
panas dan tabung lainnya berfungsi sebagai reaktor
gasifikasi [5]. Dalam tulisan ini dibahas modifikasi
sebuah reaktor untuk mengakomodasi proses dimana
partikel padat pengisi reaktor atau bed partikel (BP)
dapat bersirkulasi dari satu tabung ke tabung lainnya
secara terus menerus tanpa menggunakan sistem
sirkulasi sehingga panas yang dihasilkan di ruang
bakar dapat dipindahkan ke ruang gasifikasi secara
terus menerus dan efektip seperti yang ditunjukkan
diagram pada Gbr. 2 berikut.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

214

KE-13

Gambar 2. Diagram fluidized bed rancangan (a) Model orifis, (b) Model dipleq

Reaktor yang dirancang terdiri dari dua buah


tabung utama berbeda ukuran dan diameter serta
disusun secara konsentris. Kedua tabung ini
memiliki fungsi yang berbeda, dimana satu tabung
untuk reaktor pembakaran atau disebut dengan draft
tube dan yang lainnya untuk reaktor gasifikasi atau
disebut dengan anulus. Dari Gbr. 2(a) ditunjukkan
bahwa bed partikel mengalir ke dalam annulus
melalui orifie atas, sedangkan Gbr. 2(b) dengan jelas
menunjukkan bahwa bed partikel mengalir ke
annulus berupa tumpahan partikel akibat fluidisasi di
dalam draft tube. Selanjutnya Gbr. 3 menunjukkan
diagram alir percobaan di laboratorium. Metode
yang digunakan untuk mengukur kelajuan sirkulasi
bed partikel (Gs) adalah metode pengukuran
langsung, dimana
bed partikel yang tumpah
kedalam anulus ditampung menggunakan metal
screen (15) dalam rentang waktu tertentu. Bed
partikel yang terkumpul di timbang untuk
mendapatkan
kelajuan
sirkulasi.
Percobaan
dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan berat
bed partikel rata-rata. Dalam eksperimen ini jumlah
atau berat bed partikel (9) dan udara aerasi (Qan) (8)
ke annulus dipertahankan konstan, sedangkan udara
fluidisasi ke draft tube (Qdt) (7) dibuat bervariasi.

Gambar 3. Diagram pengujian dengan komponen


sebagai berikut: (1) Annulus, (2) Draft tube, (3) Dipleg,
(4) Orifis bawah, (5) dan (6) Distributor, (7) Udara
fluidisasi ke draft tube, (8) Udara aerasi ke annulus,
(9) Bed partikel, (10) Blower, (11) dan (12) Valve, (13)
dan (14) Flow meter, (15) Metal screen

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

215

KE-13

3. Hasil dan Pembahasan


Dalam sebuah proses gasifikasi pada fluidized
bed khususnya yang menggunakan model sirkulasi
internal, bahwa kelajuan bed partikel dari dan ke
dalam draft tube/annulus sangat menentukan
performansi dari reaktor tersebut karena panas yang
diperlukan pada annulus adalah sangat tergantung
pada besarnya kelajuan sirkulasi bed material (Gs).
Semakin banyak sirkulasi per satuan waktu didalam
reaktor maka semakin efektip pula perpindahan
kalor dari ruang bakar ke dalam ruang gasifikasi.

Gbr. 4. Grafik sirkulasi bed material menggunakan


orifis dan dipleg
dengan Qan sebesar 100 LPM

Dari diagram pada Gbr. 4 dapat dilihat bahwa


sirkulasi bed material adalah lebih besar pada
reaktor yang menggunakan model dipleg
dibandingkan dengan model orifis. Ada dua cara bed
partikel mengalir ke dalam annulus ketika
difluidisasi. (1) bed partikel meluap dari draft tube
dan (2) bed partikel yang terlempar dan sebagian
jatuh ke dalam annulus dan sebagian lagi kembali ke
dalam draft tube. Kontribusi dari luapan bed partikel
jauh lebih besar dalam menyumbang laju sirkulasi
bed partikel. Dalam model orifis, kelajuan sirkulasi
sangat dipengaruhi oleh besar dan jumlah orifis.
Semakin besar orifis maka akan semakin besar pula
kelajuan sirkulasi. Senada dengan yang ditemukan
oleh Fang, dkk (2003) [6] bahwa semakin luas
penampang keluar bed partikel maka akan semakin
tinggi pula kelajuan dari sirkulasi bed partike di
dalam reaktor. Kecenderungan kelajuan sirkulasi
bed partikel dalam kajian ini adalah sama dengan
yang ditemukan oleh para peneliti lain [5-9]. Namun
secara keseluruhan tidak dapat dibandingkan karena
geometri yang berbeda-beda.

anulus. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa


perbedaan kelajuan udara fluidisasi sangat
mempengaruhi kelajuan sirkulasi bed partikel (Gs).
Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari
kajian ini:
1. Eksperimen menunjukkan bahwa kelajuan
sirkulasi bed material dapat dikontrol dengan
mengatur kelajuan udara fluidisasi ke draft tube.
2. Untuk mendapatkan kelajuan sirkulasi yang
maksimal, maka model orifis harus diganti
dengan model dipleg dan didesain sedemikian
rupa sehingga pencampuran gas produk
gasifikasi dan pembakaran tidak terabaikan.
3. Eksperimen menunjukkan bahwa kelajuan
maksimum yang dapat dicapai oleh reaktor uji
adalah kira-kira 65 kg/jam.
5. Daftar Pustaka
[1].Belgiorno, V., De Feo, G., Della Rocca, C., &
Napoli, R. M. A. (2003) Energy from
gasification of solid wastes. Waste Management.
23(1), 1-15.
2. Corella, J., J. Toledo, and G. Molina, A review
on dual fluidized-bed biomass gasifiers. Ind.
Eng. Chem. Res, 2007. 46(21): p. 6831-6839.
3. Yang, W., Fluidization, solids handling and
processing: industrial applications. 1999:
William Andrew Publishing.
4. Lim, M. and Z. Alimuddin, Bubbling fluidized
bed biomass gasification--Performance, process
findings and energy analysis. Renewable Energy,
2008. 33(10): p. 2339-2343.
5. Hofbauer, H., et al. Six years experience with the
FICFB-gasification process. 2002.
6. Fang, M., Yu, C., Shi, Z., Wang, Q., Luo, Z., &
Cen, K. (2003) Experimental research on solid
circulation in a twin fluidized bed system.
Chemical Engineering Journal. 94(3), 171-178.
7. J.H. Jeon, S.D. Kim, S.J. Kim, Y. Kang, Solid
circulation and gas bypassing characteristics in a
square internally circulating fluidized bed with
draft tube, Chemical Engineering and
Processing: Process Intensification 47 (12)
(2008) 23512360.
8. B.H. Song, Y.T. Kim, S.D. Kim, Circulation of
solids and gas bypassing in an internally
circulating fluidized bed with a draft tube,
Chemical Engineering Journal 68 (23) (1997)
115122.
9. T.D. Hadley, C. Doblin, J. Orellana, K.S. Lim,
Experimental quantification of the solids flux in
an internally circulating fluidized bed,
Fluidization XIII: New Paradigm in Fluidization
Engineering, May 1621, 2010, Korea.

4. Kesimpulan
Sebuah reaktor fluidised bed tipe tabung
konsentris dengan sistem sirkulasi internal dirancang
dan diuji dimana kedua tabung dioperasikan dengan
fluidisasi yang berbeda ke dalam draft tube dan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

216

KE-13

CURICULUM VITAE
Biodata Penulis
Nama : Janter P. Simanjuntak, ST., MT., Ph.D
NIP
: 19710410199903 1 002
NIDN : 0010047106
Unit
: FT. Unimed
Jabatan : Lektor
Pangkat : Penata Muda Tk.I/III/d
Bidang : Konversi Energi
Alamat : Jl. Bunga Ester No. 96 Padang Bulan,
Medan, Sumatera Utara
No. HP : 081264225177
E-mail : janterps@gmail.com
Pendidikan
S1
: Universitas Sumatera Utara (1997)
S2
: Universitas Gajah Mada (2004)
S3
: Universiti Sains Malaysia (2014)
Jurnal/Artikel
1. Pengujian pemanas air dengan memanfaatkan
energi bekas penata udara (2008). Saintika
Unimed.
2. Pengaruh jumlah ejektor terhadap kinerja alat
penggorengan
tekanan
rendah
(2008).
Profesional, Unnes, Semarang.
3. Analisis perpindahan kalor pada sirip
longitudinal menggunakan analogi perpindahan
kalor dan massa (2008). Saintika Unimed.
4. Pengaruh peletakan pompa sentrifugal terhadap
kinerjanya (2009). Buletin Utama Teknik, UISU.
5. Rancangan sebuah reaktor fluidized bed untuk
mengakomodasi proses autothermal pada reaktor
gasifikasi biomassa (2010). Semai Teknologi,
UMA.
6. Hydrodynamic simulation and experimental
studies of an internally circulating bubbling
fluidized bed with concentric cylinders (2014).
IJREB
7. Experimental study and characterization of a
two-compartment cylindrical
internally
circulating fluidized bed gasifier (2015).
Biomass and Bioenergy
Seminar/Confrence
1. International Engineering for Sustainability
conference (INESCO). 1820 April 2014,
Universiti Sains Malaysia, Engineering Campus,
Penang, Malaysia.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

217

KE-14

PENGARUH KEMIRINGAN MINI-TUBE TERHADAP PERPINDAHAN


KALOR DUA FASA ALIRAN GELEMBUNG
Dyah Arum Wulandari, Wardoyo, dan M. Lutfi
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
e-mail : dyah.arum.wulandari@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh kemiringan Mini-tube terhadap perpindahan
kalor dua fasa aliran gelembung. Penelitian ini dilakukan dengan mengalirkan campuran udara dan air kedalam pipa
dengan debit udara 50 cm/menit, 60 cm/menit, 70 cm/menit, 80 cm/menit dan debit air 5 LPH, 6 LPH, 7 LPH, dan 8 LPH
dimana pipa tersebut mempunyai kemiringan sudut 90 sampai 10 dengan perubahan sudut 10 dimulai dari vertikal.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Dimana peneliti merancang seksi uji yaitu pipa stainless steel panjang
1000 mm dengan diameter dalam 2 mm dan diameter luar 2,8 mm. Pipa tersebut dipanaskan dengan 4 heater berdiameter
0,3 mm yang dibuat memanjang sampai 800 mm dipasang didalam kaca yang membungkus seksi uji. Pada seksi uji tersebut
dipasang 4 termokopel untuk membaca suhu input air, output air, input dinding pipa dan output dinding pipa.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa semakin besar sudut kemiringan pipa maka semakin kecil koefisien
perpindahan kalor yang di dapat, sementara semakin kecil sudut kemiringan pipa maka koefisien perpindahan kalornya
semakin besar. Penambahan debit air berbanding lurus dengan peningkatan Re (Reynold number), sedangkan penambahan
debit angin berbanding lurus dengan penurunan Re (Reynold number). Koefisien perpindahan kalor terendah ada pada
sudut 90, debit air 5 LPH dan debit udara 80 cm/menit yaitu 20,3216 watt/m2C. Sedangkan Koefisien perpindahan kalor
yang paling tinggi terdapat pada sudut 10 debit udara 50 cm/menit dan debit air 8 LPH yakni sebesar 28,9702 Watt/m
C.Kemiringan pipa menghasilkan gelembung dengan posisi yang bervariasi. Semakin besar sudut kemiringan seksi uji
bentuk gelembung tidak lagi bulat namun semakin berbentuk agak pipih.

Kata kunci : koefisien perpindahan kalor, dua fasa, aliran gelembung


1.

PENDAHULUAN

Dewasa ini kemajuan teknologi memang


semakin merajai, kemajuan dibidang elektronik, saat
ini tidak bisa dipungkiri setiap aktivitas manusia
pasti menggunakan tenaga listrik, misalnya untuk
menonton televisi, menyalakan laptop, kulkas,
magic jar sampai kita tidurpun kita tetap meyalakan
AC agar tidak kepanasan, bahkan sekarang pemanas
air sudah banyak digunakan oleh masyarakat.
Betapa pentingnya tenaga listrik terkadang kita pun
bisa sampai mengeluarkan banyak uang untuk
membayar tagihan listrik.
Berbicara tentang pemanas listrik, cara
kerjanya adalah arus listrik dilewatkan pada material
dengan hambatan tertentu (besar), sehingga
menghasilkan panas yang sebanding dengan kuadrat
arus dikalikan hambatan tersebut. Panas yang
terbentuk pada material tersebut dipindahkan ke
lingkungan dengan cara konveksi menggunakan
dorongan udara dari kipas (fan). udara panas
menyebar dan menciptakan kesetimbangan thermal
ke seluruh ruangan.
Proses perpindahan panas yang terjadi karena
adanya perpindahan kalor dari suhu yang lebih
tinggi ke suhu yang lebih rendah sudah umum kita
jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Ada 3 cara
perpindahan kalor yaitu secara konduksi, konveksi
dan radiasi. Saat ini juga sudah ditemukan cara

untuk mendinginkan prosesor pada CPU dengan


cara mengganti blower dengan microtube.
Selain Microtube ada juga Minitube.
Perbedaanya adalah dari ukuran microtube mulai
dari 200 mikron sampai dengan 10 mikron,
sementara minitube berukuran 3 mm sampai dengan
200 mikron. Minitube
adalah teknologi yang
memanfaatkan saluran yang berukuran 3 mm untuk
menampung proses aliran dan meningkatkan
kinerja. penukar panas (heat exchanger) yang
mampu mendinginkan prosesor dan menggantikan
peran blower sehingga CPU dapat diproduksi
dengan ukuran yang jauh lebih kecil dari saat ini
sehingga meningkatkan daya tawar personal
computer (PC) di mata para konsumen. Teknologi
ini digunakan pada reaktor, mixer dan evaporator,
diameter saluran minitube bervariasi dari 3 mm
hingga puluhan mikrometer.
Berbagai fenomena perpindahan kalor dua
fasa banyak dijumpai di sekitar kehidupan kita
sehari-hari maupun di dalam industri seperti pada
ketel uap, kondensor, alat penukar kalor (heat
exchanger).Perpindahan
kalor
yang
terjadi
ditentukan oleh koefisien perpindahan kalor yang
dalam hal ini dipengaruhi oleh hubungan yang
sangat komplek antara properti fluida, dimensi,
kedudukan pipa, kondisi permukaan pipa serta aliran
Hipotesis pada penelitian ini adalah dengan
kemiringan sudut minitube dibuat lebih bervariasi (

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

218

KE-14

90-10 dengan perubahan sudut 10) . Untuk pola


aliran gelembung dengan sudut kemiringan minitube
90, 80, 70,...,10.
Jika pada aliran horizontal maka
gelembung akan berpusat dibagian atas akan
bergerak lebih lambat karna bergesekan langsung
dengan pipa bagian atas. Sementara pada saat
vertikal kemungkinan besar perpindahan kalornya
akan lebih rendah karena fluida yang mengalir
terlalu cepat.
2.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah


eksperimen laboratorium. Peneliti merancang desain
seksi pipa uji yang kemudian dibuat dalam bentuk
nyata yang akan digunakan dalam penelitian.

Gambar 1 Skema Seksi Uji

Setelah mendapatkan data dari berbagai


variabel yang dibutuhkan data tersebut dianalisis
dan selanjutnya dilakukan penghitungan koefisen
perpindahan kalor hingga mendapatkan kesimpulan
pengaruh perubahan debit air, debit udara dan
kemiringan pipa terhadap dinamika fluida dan
koefisien perpindahan kalor dua fasa pada pola
aliran gelembung.
Peneliti membuat skema seksi uji yang
merupakan rancangan alat yang akan digunakan
untuk penelitian. Udara dan air pada penelitian ini
dapat tercampur hingga menjadi beberapa pola
aliran sepenuhnya dihasilkan oleh jarum suntik yang
dipasang pada mixer, diharapkan udara yang
tercampur dengan air dapat menyebar merata dalam
aliran.
Untuk mengamati bentuk dan distribusi
udara dalam aliran, pada alat percobaan dipasang
pipa akrilik pada inlet danoutlet seksi uji. Pipa baja
yang digunakan sebagai seksi uji dipanaskan hanya
sampai temperatur jenuh fluida, agar tidak terjadi
pembentukan gelembung karena pemanasan yang
akan mengganggu aliran gelembung yang sedang
diteliti .
Temperatur aliran fluida diukur dengan dua
sensor suhu dipasang pada aliran inlet dan outlet

seksi uji dan dua sensor dipasang pada dinding luar


pipa seksi uji pada inlet dan outlet. Kapasitas aliran
tiap fasa dikontrol dengan kran dan regulator serta
diukur dengan airflowmeter. Keseluruhan peralatan
percobaan seperti terlihat pada gambar skema seksi
uji di atas.
Untuk memeriksa bahwa peralatan bekerja
dengan baik dan benar, terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaaan peralatan dengan percobaan aliran
satu fasa dengan menggunakan air untuk memeriksa
kebocoran peralatan. Air tersebut dialirkan
menggunakan pompa air melalui lubang inlet hingga
keluar di lubang outlet. Periksa apakah terdapat
kebocoran atau tidak. Jika tidak, penelitian dapat
dilanjutkan.
Percobaan
dilakukan
dengan
cara
mengalirkan air kedalam pipa percobaan dengan
menggunakan pompa air. Udara dari kompresor
dialirkan ke seksi uji melalui jarum suntik agar
menghasilkan gelembung. Kedua aliran tersebut
diatur menggunakan trottle valve dan regulator
sampai terjadi aliran gelembung yang tetap dan
konstan dalam pipa percobaan yang dapat di lihat
pada pipa transparan atas, setelah itu pemanas listrik
diaktifkan.
Bila telah tercapai kondisi yang stabil
secara keseluruhan, yang ditandai dengan
pembacaan temperatur termometer yang konstan.
Selanjutnya mulai dilakukan pencatatan data-data
kapasitas aliran fluida dan udara, temperatur udara
dan air masuk dan keluar pipa seksi uji, temperatur
fluida sepanjang seksi uji serta temperatur
permukaan pipa seksi uji, sebelum pengambilan data
juga dilakukan kalibrasi alat ukur terlebih dahulu.
Variabel yang diukur dalam penelitian ini
antara lain :
1. Debit air diukur meggunakan flowmeter
air.
2. Debit
udara
diukur
menggunakan
flowmeter udara
3. Suhu inlet dan outlet fluida diukur dengan
sensor suhu.
4. Suhu dinding luar pipa diukur dengan
sensor suhu.
Analisa
data
eksperimental
koefisien
perpindahan kalor dua fasa
Fluks kalor didefinisikan sebgai besarnya
kalor yang diserap oleh fluida pada saat mengalir di
sepanjang seksi uji persatuan luas penampang yang
dilaluinya, sehingga besarnya fluks kalor dapat
diperoleh dari persamaan sebagai berikut :

q"

Q
A

dengan :
Q = Kalor yang dapat diserap oleh fluida
A = Luas permukaan dalam pipa uji

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

219

KE-14

Besarnya luas permukaan dalam pipa uji diperoleh


dari persamaan :
A = 2. .r.t
dengan :
r = Jari-jari pipa uji (m)
t = Tinggi pipa uji (m)
Besarnya kalor yang dapat diserap oleh fluida
diperoleh dari persamaan berikut :

L = massa jenis air (kg/m3)


G = massa jenis udara (kg/m3)
.

Q m .cp tp .Tout Tin


.

m = Laju aliran massa total (Kg/s)


cptp = Kalor jenis dua fasa ( J/kgC )

Tin

cp tp a cp a l cp l

dengan :
a = fraksi massa udara
l = fraksi massa air
Fraksi massa udara diperoleh dari persamaan :

3.

HASIL PENELITIAN
Dari hasil data analisis diperoleh pengaruh
kemiringan minitube terhadap koefisien perpindahn
kalor.
Hubungan Re Terhadap Htp

udara
udara air

25
20
Htp watt/mC

udara

Fraksi massa udara diperoleh dari persamaan :

air

air

air udara

1000

1200

1300

1400

1500

1600

1700

Re eq

Peneliti

Peneliti

Peneliti

Peneliti

ghajar

ghajar

ghajar

ghajar

= kualitas udara dalam aliran

1 x G

1 K
x

K
K

1100

mG

Fraksi hampa () dalam penelitian ini


dipilih menggunakan korelasi Chisholm :

10

mG m L
x

15

= Massa jenis (kg/m3)


= Debit aliran air atau udara (m3/s)
Setelah
dilakukan
perhitungan
hingga
menghasilkan koefisien perpindahan kalor dua
fasa, selanjutnya dibuat grafik untuk
mengetahui pengaruh debit air, debit udara dan
kemiringan pipa terhadap koefisien perpindahan
kalor dua fasa.

= Temperatur fluida masuk seksi uji (C)


m
=.Q
= Massa jenis (kg/m3)
= Debit aliran (m3/s)

= kualitas udara dalam aliran


mG atau mL
=.Q

Tout = Temperatur fluida keluar seksi uji (C)

mG m L

dengan :

mG

Grafik 1. Perbandingan dengan peneliti sebelumnya


Koefisien perpindahan kalor terendah ada pada
sudut 90, debit air 5 Lph dan debit udara 80
cm/menit yaitu 20,3216 watt/m2C.

L
m

= Konduktivitas termal (Watt/mC)


= massa jenis campuran (kg/m)

1
1 x x


L G

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

220

KE-14

Tabel 1.Hasil Eksperimen Koefisien Perpindahan


Kalor Pada Sudut 900

Debit
Udara
(cm/menit)
50
50
50
50
60
60
60
60
70
70
70
70
80
80
80
80

Debit
air (
Lpm )
5
6
7
8
5
6
7
8
5
6
7
8
5
6
7
8

Htp
(watt/mC)
23,2260
24,0701
24,4482
24,3959
21,6781
22,5429
22,7236
22,7159
21,1547
21,8484
21,8598
22,3740
20,3216
20,8274
21,3136
22,0875

Sedangkan Koefisien perpindahan kalor yang


paling tinggi terdapat pada sudut 10 debit udara 50
cm/menit dan debit air 8 Lph yakni sebesar
28,9702Watt/m C.

900_7_50_OUT dan 900_7_50_IN


Gambar 2. Perubahan Bentuk
Gelembung Pada Spesimen Uji
Bagian Input Dan Output Pada Posisi
Sudut Seksi Uji 900, Debit Air 7 Lph
Dan Debit Udara 50 cm3/menit Yang
Tetap

4.

PENUTUP

Penelitian ini menghasilkan beberapa


kesimpulan diantaranya Semakin besar sudut
kemiringan pipa akan meninghasilkan koefisien
perpindahan kalor yang rendah dan semakin kecil
sudut kemiringan pipa akan menghasilkan
perpindahan kalor yang lebih besar.
Penambahan debit air berbanding lurus dengan
peningkatan Re (Reynold number), sedangkan
penambahan debit angin berbanding lurus dengan
penurunan Re (Reynold number).

Htp (Watt/mC)

30

udara 50

20

udara 60
udara 70

10

udara 80

0
4

Koefisien perpindahan kalor terendah ada pada


sudut 90, debit air 5 Lph dan debit udara 80
cm/menit yaitu 20,3216 watt/m2C. Sedangkan
Koefisien perpindahan kalor yang paling tinggi
terdapat pada sudut 10 debit udara 50 cm/menit
dan debit air 8 Lph yakni sebesar 28,9702Watt/m
C.

Debit Air ( Lph )

Sudut 10

Grafik 2. Pengaruh Debit Udara dan Debit


Air Terhadap Koefisien Perpindahan Kalor
Di Sudut 10

Perubahan bentuk gelembung pada seksi uji


input dan output terlihat jelas. Pada bagian input
gelembung terlihat jarang ditemui hanya pada
beberapa sudut saja, berukuran kecil dan berada di
atas sedangkan pada bagian output gelembung
berada ditengah kantung udara yang bergerak acak.
Dari hasil data

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

221

KE-14

REFERENSI
[1]. Cengel, Yunus. A.,Heat Transfer,
University of Nevada (2003)
[2]. Clement, C. Tang and A.J. Ghajar.
Validation of a General Heat Transfer
Correlation For Non-Boiling Two Phase
Flow With Different Flow Patterns and Pipe
Inclination Angles, Canada: ASME-JSME
Thermal Engineering Summer Heat Transfer
Conference,(2007)
[3]. Douglas, John F,Fluid
Mechanics,5thEdition,Edinburgh Gate: Pearson
Education Limited, (2005)
[4]. Frank P. Incropera, David P. De Witt,
Introduction of Heat Transfer, 6th Edition,
John Wiley & Sons, (2007)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

[5]. Kandlikar, Satish. G, and Michael R.


King,Heat Transfer and Fluid Flow in
Minichannels and Microchannels, Rochester:
University of Rochester, (2005)
[6]. Koestoer, Raldi Artono, Perpindahan
Kalor Pendidihan dan Aliran Dua
Fase.Depok : Universitas Indonesia, (2012)
[7]. Koestoer, R.A, Proborini, S,Aliran Dua
Fase Dan Fluks Kalor, Jakarta : Pradya
Paramita, (1994)
[8]. Kreith, Frank, Prinsip Prinsip
Perpindahan Panas, Erlangga, (1994)
[9]. Thome, John, R, Engineering Data Book
III, Lausanne: Wolverine Tube, Inc, (2010)

222

KE-15

ANALISA PERBANDINGAN LAJU PERPINDAHAN PANAS PIPA


KALOR DENGAN SUMBU (WICK) DAN TANPA SUMBU
I Wayan Sugita
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
e-mail : wayan_su@yahoo.com
ABSTRACT
Copper heat pipe outer diameter 9.525 mm, thickness 0.8 mm, length 300 mm with water working fluid and stainless steel
wick mesh 100 has been created and evaluated to be compared with copper heat pipe without wick which have same
dimension by experimental. In this study used forced convection cooling by water in the condenser with 14 W fixed loads at
evaporator. The position of the heat pipe varies from vertical (90 ) to horizontal (0 o).
The results showed that heat transfer of heat pipe with wick is larger than without wick. Heat pipe with vertical position
having the highest heat transfer and horizontal position has the lowest heat transfer.
Key word : Heat Pipe, Heat Transfer, Fluid
ABSTRAK
Pipa kalor tembaga diameter luar 9.525 mm, tebal 0.8 mm, panjang 300 mm dengan fluida kerja air dan wick stainless steel
mesh 100 dibuat dan dievaluasi secara ekperimental yang akan dibandingkan dengan pipa kalor tembaga tanpa sumbu
(wick). Pada penelitian ini digunakan pendinginan secara konveksi paksa dengan air pada kondensor dengan beban panas
evaporator tetap yaitu 14 W. Posisi pipa kalor bervariasi dari vertikal (90 o) sampai horizontal (0o).
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa laju perpindahan panas pipa kalor dengan sumbu lebih besar dibandingkan
perpindahan panas pipa kalor tanpa sumbu. Pipa kalor dengan posisi vertikal mempunyai perpindahan panas yang paling
tinggi dan posisi horizontal mempunyai perpindahan panas paling rendah.
Kata Kunci : Pipa Kalor, Perpindahan Panas, Fluida

1.

PENDAHULUAN
Pipa kalor berbeda dengan alat penghantar
panas yang lain. Pipa kalor adalah perangkat
yang dapat memindahkan panas dari suatu titik
ke titik yang lain dengan sangat cepat pada
beda temperatur kecil yang konstan dan dengan
laju perpindahan panas yang tinggi. Hal ini
disebabkan oleh adanya fluida murni yang
terdapat didalam pipa kalor yang berubah fasa
ketika
melakukan
perpindahan
panas.
Walaupun pipa kalor sudah ditemukan puluhan
tahun yang lalu, tetapi tidak banyak orang yang
mengetahui dan memanfaatkannya. Mengingat
proses perpindahan panas memegang peranan
penting dan potensi penggunaannya besar
dalam kehidupan sehari hari maka sangatlah
beralasan untuk melakukan kajian tentang pipa
kalor untuk mengetahui penomena dalam pipa
kalor dan memberikan tambahan informasi
yang terkait dengan perpindahan panas.

2.

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membandingkan kemampuan perpindahan
panas pipa kalor dengan sumbu (wick) dan
tanpa sumbu pada variasi sudut kemiringan
dari vertikal (90o) sampai horizontal (0o).

3.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

KAJIAN TEORI
3.1 Prinsip Kerja Pipa Kalor
Prinsip kerja dari pipa kalor adalah panas
masuk pipa kalor melalui bagian
evaporator, merambat melewati dinding
pipa secara radial kemudian memanasi dan
menyebabkan fluida kerja yang ada di
dalam pipa menguap. Uap yang terbentuk
mengalir ke ujung kondensor dari pipa
kalor melalui rongga uap yang berada di
dalam dengan kecepatan yang sangat
tinggi. Sampai di kondensor panas dari uap
ini diambil oleh pendingin melalui dinding
pipa sehingga uap ini terkondensasi,
kondensat yang terbentuk pada dinding
pipa dan permukaan struktur sumbu
mengalir kembali ke evaporator melalui
struktur sumbu dengan efek kapilaritas,
atau gaya gravitasi. Sirkulasi fluida kerja
terjadi secara kontinyu selama pipa kalor
beroperasi dengan normal. Proses ini akan
berlangsung
secara
terus
menerus
sepanjang adanya panas yang diterima
dibagian evaporator seperti ditunjukkan
oleh gambar 1 berikut ini.

223

KE-15

Panas Keluar
(Qout)

Daerah
Kondensor Kondensat
Uap
Daerah
Adiabatik

Daerah
Evaporator

Fluida
Kerja

Gambar 3 Pipa Tembaga

Panas Masuk
(Qin)

3.2 2 Struktur sumbu (wick)


Struktur sumbu berfungsi sebagai media yang
dilalui fluida kerja dalam fasa cair untuk
kembali ke evaporator dari kondensor dan
menjaga distribusi cairan merata pada dinding
pipa.

Gambar 1 Proses perpindahan panas pipa


kalor

3.2 Bagian Bagian Pipa Kalor


Bagian-bagian dari pipa kalor ditunjukkan oleh
gambar 2 di bawah ini :

Pada penelitian ini struktur sumbu yang


digunakan adalah struktur sumbu anyaman
(wire mesh screen) dengan bahan stainless stell
AISI 304 angka mesh sebesar 100, ditunjukkan
oleh gambar 4.

Daerah
Kondensor
Pot A-A
Pipa
Wick
Daerah
Adiabatik

Rongga

Daerah
Evaporator

Fluida
Kerja

Gambar 2 Bagian-bagian pipa kalor

3.2.1 Pipa
Pipa berfungsi sebagai wadah untuk
mengisolasi fluida kerja, tempat struktur sumbu
dan
tempat
untuk
terjadinya
proses
perpindahan panas.
Material yang umum dipakai sebagai pipa
adalah sebagai berikut :
- Aluminium
- Tembaga
- Stainless Steel
Pipa yang digunakan pada penelitian ini adalah
pipa dari tembaga dengan dimensi diameter
luar 9.525 mm, tebal 0.8 mm dan panjang 300
mm, sepeti ditunjukkan oleh gambar 3.

Gambar 4 Pipa Tembaga dengan Wick

3.2.3 Fluida Kerja


Fluida kerja berfungsi untuk memindahkan
panas dari evaporator ke kondensor. Untuk
itu harus dipilih fluida kerja yang yang
memiliki temperatur titik cair dibawah
temperatur operasi dan memiliki temperatur
kritis diatas temperatur operasi. Tabel 1
memperlihatkan batasan temperatur operasi
fluida kerja yang umum digunakan pada pipa
kalor.

Tabel 1 Range temperatur berbagai fluida kerja

Medium

Titik Leleh
(oC)

Titik Didih
(oC) pada
tekanan atm

Rentang
Penggunaan (oC)

Helium

-271

-269

-271 ~ -269

Nitrogen

-210

-196

-203 ~ -160

Amonia

-78

-33

-60 ~ 100

Pentane

-130

28

-20 ~ 120

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

224

KE-15

Acetone

-95

57

0 ~ 120

Metanol

-98

64

10 ~130

Etanol

-112

78

0 ~ 130

Heptana

-90

98

0 ~150

Air

100

30 ~200

Taulen

-95

110

50 ~ 200

Air raksa

-39

361

450 ~ 900

Cesium

29

670

450 ~ 900

Potassium

62

774

500 ~ 1000

Sodium

98

892

600 ~ 1200

Litium

179

1340

1000 ~ 1800

Perak

960

2212

1800 ~ 2300

Persyaratan utama dari fluida kerja adalah :


Kompatibilitas antara struktur sumbu
dan dinding material pipa, supaya
tidak terjadi reaksi kimia antara fluida
kerja dengan pipa kalor.
Stabilitas termal yang baik.
Panas
laten
yang
tinggi,
memungkinkan untuk memindahkan
panas dalam jumlah yang banyak
dengan aliran fluida yang minimum.
Konduktivitas termal yang tinggi,
untuk
meminimalisasi
gradient
temperatur kearah radial.
Viskositas uap dan cairan yang
rendah, untuk meminimalisasikan
tahanan terhadap aliran fluida.
Tegangan permukaan yang tinggi,
supaya dapat bekerja melawan gaya
gravitasi dan menghasilkan gaya
kapilaritas yang tinggi.
Mempunyai mampu basah yang baik
terhadap struktur sumbu dan pipa.

banyaknya panas yang dilepaskan oleh daerah


kondensor ke fluida pendingin. Untuk
melakukan
analisa
perbandingan
laju
perpindahan panas pada pipa kalor, maka pada
selubung pendingin diambil data laju aliran air
pendingin (mw ), temperatur masuk fluida
pendingin (Tin) dan temperatur keluar fluida
pendingin (Tout).
Laju perpindahan panas (Qout) yang terjadi
dalam pipa kalor di hitung dengan persamaan
sebagai berikut :
Q out = mw cpw Tout Tin
dimana :
mw laju aliran air pendingin (kg/s)
cpw kalor jenis air (J/kg K)
Tin : temperatur rata
rata air pendingin masuk (oC)
Tout : temperatur rata
rata air pendingin keluar (oC)

Pada penelitian ini fluida kerja yang digunakan


adalah air. Alasan penggunaan air sebagai
fluida kerja karena mudah didapat serta
memenuhi syarat utama sebagai fluida kerja,
yaitu tidak bereaksi dengan material pipa
maupun struktur sumbu (wick), mampu
beroperasi pada temperatur 30o - 200oC, sifat
termalnya stabil dan panas laten yang tinggi.

3.3 Laju Perpindahan Panas


Pada daerah kondensor pipa kalor diselubungi
dengan pipa pendingin untuk mengambil panas
yang dilepaskan oleh pipa kalor. Laju
perpindahan panas dihitung dengan mengetahui

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

225

KE-15

5.
4.

METODOLOGI PENELITIAN
Mulai

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari penelitian yang dilakukan temperatur ratarata
fluida yang masuk dan keluar dari
selubung pendingin diperoleh data seperti
ditunjukkan oleh table 2 berikut :
Tabel 2 Tempertur masuk ( ) dan temperature
keluar ( ) pipa pendingin

Persiapan
Alat Uji

Pengambilan data :
Pencatatan data temperatur dan laju
aliran fluida pendingin untuk berbagai
variasi sudut

Analisis
Data

Hasil
Analisis
Gambar 5 Alur pengujian dan pengolahan data

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan :


1. Mempersiapkan alat penelitian.
2. Pengambilan data
penelitian
yaitu
temperatur masuk dan keluar fluida
pendingin, laju aliran fluida pendingin
untuk berbagai variasi sudut dari posisi
vertikal sampai horizontal.
3. Melakukan analisa perhitungan data hasil
penelitian.
4. Menyajikan hasil penelitian.

Tanpa Wick

Dengan Wick

Sudut

Tin
(oC)

Tin
(oC)

90

25.22

28.2

25.16 29.03

60

25.21 27.95

25.18 28.94

45

25.23 27.86

25.2 28.79

30

25.24 27.63

25.21 28.69

25.24 26.45

25.22 27.58

Tout
(oC)

Tout
(oC)

Sebagai contoh perhitungan digunakan pipa


kalor dengan wick dengan sudut kemiringan
90o, perhitungan sudut yang lain dilanjutkan
menggunakan program excel 2007. Hasil
perhitungan ditunjukkan oleh table 3.
Data yang diketahui :
mw
6.00E 04 (kg/s)
cpw
4200 (J/kg K)
Tin
25.16 (oC)
Tout
29.03 (oC)
Laju Perpindahan panas (Qout):
=
= 6.00E 04

kg
s

4200

J
kg

29.0325.16 ( C)
= 9.75 W
o

Katup
Kondensor

Reservoar

Tin

Pompa

Tabel 3 Laju perpindahan panas (Qout)

Tc
Tout

Penampung
Adiabatik
air

Sudut
Ta

Akuisisi
data
Penyangga
Komputer

Evaporator

Te

Tlingk
Heater

Listrik

Gambar 6 Rancangan
pengujian pipa kalor

keseluruhan

sistem

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Tanpa
wick

Dengan
wick

90

7.51

9.75

60

6.90

9.48

45

6.63

9.05

30

6.02

8.77

3.05

5.95

226

KE-15

Perbandingan laju perpindahan panas (Qout )


12.00

Qout (W)

10.00
8.00
6.00
Wick 100
4.00

Tanpa wick

2.00
0.00
90

60

45

30

Sudut

Gambar 7 Laju perpindahan panas pipa kalor dengan wick dan tanpa wick

Gambar 7 menunjukkan perubahan sudut


kemiringan dari pipa kalor (semakin
dimiringkan terhadap sumbu vertikal) terjadi
penurunan perpindahan panas.
Pengaruh kemiringan terhadap kemampuan
memindahkan panas adalah pada sirkulasi
fluida kerja, semakin landai (horisontal) pipa
kalor maka semakin kecil pengaruh gaya
gravitasi terhadap cairan fluida. Kondensat
yang terbentuk di bagian kondenser akan
kembali bersirkulasi ke bagian evaporator
melalui struktur sumbu, kecepatan kembali
dipengaruhi oleh gaya kapilaritas dan gaya
gravitasi.
Nilai tertinggi di peroleh pada keadaan vertikal
(90o) dan yang paling rendah pada keadaan
horizontal (0o). Perpindahan panas yang terjadi
pada pipa kalor tanpa wick selalu lebih kecil
dibandingkan pipa kalor dengan wick mesh
100. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi fluida
didalam pipa kalor dengan wick dibantu oleh
adanya kapilaritas wick.
6.

KESIMPULAN
1. Pipa kalor dengan sumbu (wick)
mempunyai kemampuan memindahkan
panas lebih tinggi dibandingkan pipa kalor
tanpa sumbu.
2. Semakin besar sudut kemiringan pipa kalor,
kemampuan perpindahan panasnya semakin
tinggi baik untuk pipa kalor dengan sumbu
dan tanpa sumbu.

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Dunn, P., and Reay, D A, Heat Pipes,
Third Edition, Pergamon Press, Oxford
United Kingdom, (1982).
[2]. Reay, David., Kew, Peter, Heat Pipes
Theory, Design and Application, Fifth
Edition, Elservier, United Kingdom,
(1982).
[3]. Chi, S.W., Heat Pipe Theory and
Practice,
Hemispere
Publising
Corporation, Washington, (1976).
[4]. Sembiring, Tarlo, Kajian Peningkatan
Perpindahan Panas dengan Pipa
Kalor
yang
Beroperasi
pada
Temperatur
Menengah,
ITB,
Bandung, (2005)
[5]. Yoga,
Nugroho
Gama,
Kaji
Eksperimental Karateristik Pipa
Kalor
Untuk
Berbagai
Rasio
Pengisian,
Fluks
Panas
dan
Kemiringan, Thesis ITB, Bandung,
(2005).
[6]. Zulfikar, Kaji Eksperimental Pipa
kalor Dengan Berbagai Jenis Fluida
Kerja, ITB, Bandung, (2006).
[7]. Sutrisno, Kaji Eksperimental Pipa
kalor
Diaplikasikan
Sebagai
Pendingin CPU, ITB, Bandung, (2009).
[8]. Incropera, Frank P, and De Witt, David
P., Introduction to Heat Transfer,
Second Edition, John Wiley & Sons,
New York, (1990).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

227

KE-16

PEMANFAATAN ENERGI MATAHARI UNTUK PROSES DESTILASI


DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMANTULAN PANAS
Ragil Sukarno, Nugroho Gama Yoga, Firdaus
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik - Universitas Negeri Jakarta
Email : ragil-sukarno@unj.ac.id

ABSTRACT
Clean water is a basic requirement of everyone, but clean water availability is not same for each different location. Water
quality is not always suitable for consumption, such as dirty or salty, so require special treatment by distillation process to
get quality of water suitable for consumption. The general objective of this study was to produce a device of simple
distillation process by utilizing solar heat reflection to get clean water. The research method is use a solar thermal parabolic
reflector with surface layer of foil mirrors to heat dirty water at 09.00 am until 03.00 pm, and use a container to store
distilled water. From the experiment, generated at the highest sun's intensity 735.71 W / m2 and environmental suhue 34,7oC
resulting distilled water 200 ml from the total first water 500 ml. Results of this study are expected to provide a solution how
to utilize the solar energy to get clean water that suitable for consumption.
Keywords: Water , Distillation , Solar heat reflection

ABSTRAK
Air bersih merupakan kebutuhan pokok setiap orang, namun ketersediaan air bersih ini tidak sama untuk setiap lokasi yang
berbeda. Kualitas air yang tidak selalu layak untuk dikonsumsi, misalnya kotor atau asin, membutuhkan perlakuan khusus
melalui proses destilasi atau penyulingan untuk mendapatkan kualitas air yang layak untuk dikonsumsi. Tujuan umum dari
penelitian ini adalah untuk menghasilkan sebuah perangkat proses destilasi atau penyulingan sederhana dengan
memanfaatkan pemantulan panas matahari untuk mendapatkan air bersih. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan
memanfaatkan sebuah alat pemantul panas matahari berbentuk parabola dengan lapisan permukaan reflector foil mirror
untuk memanaskan air yang kotor pada jam 09.00 sampai 15.00, dan menggunakan sebuah wadah untuk menampung air
hasil penyulingan. Dari hasil pengujian dihasilkan pada saat intensitas matahari rata-rata tertinggi 735,71 W/m2 dan suhue
lingkungan 34,7oC dihasilkan air destilasi 200 ml dari total air mula-mula 500 ml. Hasil penelitian ini diharapkan bisa
memberikan solusi bagaimana memanfaatkan panas sinar matahari untuk mendapatkan air bersih yang layak konsumsi.
Kata Kunci : Air, Destilasi, Pemantulan panas matahari

1.

PENDAHULUAN

Air bersih dan sehat merupakan kebutuhan


pokok bagi setiap orang. Namun ketersediaan air
bersih dan sehat ini tidak sama untuk setiap lokasi
yang berbeda. Daerah disekitar pantai akan
mempunyai masalah dengan airnya yang asin, dan
bahkan kadang keruh. Dan banyak dibeberapa
daerah, karena faktor lingkungan dan pencemaran,
kualitas air menjadi kotor dan cenderung tidak
jernih sehingga air yang tersedia dari sumur-sumur
ini meskipun secara kuantitas sangat mencukupi,
namun secara kualitas tidak layak untuk
dikonsumsi. Air yang bersih dan sehat secara umum
adalah kualitas air yang jernih, tidak mengandung
zat-zat yang membahayakan manusia, tidak berbau
dan tidak kotor.
Untuk mendapatkan air bersih, bisa dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu melalui proses
penyaringan, memasak, destilasi atau penyulingan
dan lain-lain. Untuk kasus air didaerah pantai,
kualitas air cenderung asin, sehingga proses

memasak atau menyaring tidak akan cukup. Karena


hasil air yang dimasak cenderung untuk tetap asin
meskipun bakteri-bakteri akan mati. Proses
penyaringan hanya akan membuat air lebih bersih
namun belum tentu akan bebas dari bakteri-bakteri.
Dengan menggunakan proses destilasi, kualitas air
akan lebih terjamin. Karena pada proses ini kita
hanya akan mengambil air destilat saja yang
dihasilkan dari proses pemanasan air, sedangkan
bakteri akan mati dan kotoran akan mengendap
dibagian bawah sebuah penampung. Sehingga
selain bisa diterapkan untuk mendapatkan air tawar
dan bersih dari air asin, proses destilasi ini juga bisa
diterapkan untuk mendapatkan air yang layak
konsumsi dari air yang sebelumnya kotor atau
keruh.
Prinsip dasar dari proses destilasi adalah
memanaskan zat cair sampai ke suhu tertentu
sehingga akan terjadi penguapan dan menghasilkan
uap air atau uap kondensasi. Air inilah yang disebut
sebagai air kondensat yang layak untuk dikonsumsi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

228

KE-16
dan akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
dasar setiap orang.
Energi matahari atau energi surya merupakan
energi yang berasal dari sinar matahari. Di
Indonesia yang merupakan Negara tropis, Energi
ini merupakan energi yang murah dan sangat
melimpah, sehingga akan menjadi peluang besar
untuk perkembangan pengambangan energi
alternatif dan terbarukan. Atas latar belakang inilah
maka didalam penelitian ini akan dikembangkan
dan dilakukan pengujian sebuah alat destilasi air
yang memanfaatkan energi matahari atau energi
surya dengan menggunakan metode pemantulan
panas.
2.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang


sebuah alat destilasi sederhana dengan metode
pemantulan panas dan untuk mengetahui hubungan
antara intensitas matahari terhadap suhu
lingkungan, suhu air, suhu uap, suhu kaca dalam
proses destilasi, dan mengetahui berapa banyak
volume air bersih atau air destilat yang dihasilkan
berdasarkan kondisi tertentu.
TINJAUAN PUSTAKA
Destilasi atau penyulingan merupakan proses
untuk mendapatkan zat murni (air kondensat) dari
suatu zat cair campuran melalui proses pemanasan.
Misalnya mendapatkan air tawar dari air laut
dengan cara memanaskan air laut dalam sebuah bak
penampung. Atau mendapatkan air bersih dan sehat
dari air yang kotor. Gambar 1 dibawah ini
menjelaskan lebih lengkap tentang proses destilasi.
Pada bagian 1 air sumber (misal : asin atau kotor)
ditampung pada sebuah tangki untuk kemudian
dialirkan ke bak penjemur (2). Pada bak penjemur
ini air mendapatkan energi panas dari matahari
sehingga menyebabkan air menguap dan uap air
akan menempel pada atap-atap kaca bagian atas.
Pada desain ini dibuat miring bertujuan agar air
destilat ini bisa mengalir ke bawah atau penampung
air destilat (3) dan tidak jatuh lagi ke bak penjemur.

(Sumber: http://www.appropedia.org)

Energi dipancarkan oleh matahari dalam


bentuk radiasi elektromagnetik, dan hanya 50%
yang dapat diserap oleh bumi.
Perpindahan panas
Perpindahan
panas
didefinisikan
sebagai
perpindahan energi yang terjadi diantara material
atau benda karena adanya perbedaan suhu diantara
keduanya. Perpindahan panas ini berhubungan
dangan laju perpindahan panas yang terjadi pada
kondisi-kondisi tertentu dan penyebaran suhu
dalam sebuah sistem. Pada proses destilasi,
perpindahan panas berlangsung dengan cara radiasi,
konduksi dan konveksi:
Perpindahan Panas Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah proses dimana
panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi
ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda
itu terpisah di dalam ruang, dan bahkan bila
terdapat ruang hampa sekalipun.
Panas yang hilang dari bagian atas pelat
penyerap karena adanya radiasi dari bagian
dalam pelat kolektor ke permukaan kaca, dan
panas ini dikonduksikan melalui kaca ke
permukaan luarnya yang kemudian dipindahkan
ke atmosfer luar secara konveksi dan radiasi.

3.

Persamaan laju perpindahan panas radiasi


adalah :
Qrad = ..A.(T14- T24)
dimana :
Qrad = laju perpindahan panas radiasi (W)
= Konstanta Bolzmann 5,67 108 /

2 4

= emisivitas
T1 = suhu permukaan kaca luar (K)
T2= suhu langit (K)
A = Luas bidang (2 )
Perpindahan Panas Konduksi
Perpindahan panas konduksi adalah proses
perpindahan panas dari daerah yang bersuhu tinggi
ke daerah bersuhu rendah melalui kontak langsung
antara media-media yang bersinggungan . Besaran
perpindahan panas secara konduksi tergantung pada
nilai konduktivitas themal bahan. Pada pelat
kolektor, kerugian kalor secara konduksi biasanya
diabaikan sebab tebal tutup dan sirip plat absorber
sangat kecil sehingga perbedaan suhu tidak
berpengaruh secara signifikan.

Gambar 1 : PrinsipDasar Proses Destilasi


Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

229

KE-16
Persamaan laju perpindahan panas konduksi:
Qkond =

Dimana :
Qkond= laju perpindahan panas (W)
k = konduktifitas termal (W /m oC)
A = luas penampang (m2)
L = ketebalan (m)
T = perbedaaan suhu (oC)

Perpindahan Panas Konveksi


Perpindahan panas konveksi merupakan proses
perpindahan panas dengan kerja gabungan pada
permukaan padat terhadap cairan atau gas yang
bergerak . Disebut konveksi paksa, jika fluida
(cair atau gas) bergerak karena adanya gaya dari
luar , sedangkan bila gerakan fluida yang terjadi
disebabkan oleh perbedaan massa jenis maka
perpindahan panas ini disebut konveksi alami.
Persamaan laju perpindahan kalor konveksi pada
pelat dan kaca adalah :
Q = hA T
Dimana :
Q = laju perpindahan panas (W)
h = koefisien perpindahan panas konveksi
(W/ m2 oC)
A = luas penampang (m2)
T = perbedaan suhu uap dan kaca (oC)
Energy dalam bentuk radiasi matahari yang diserap
oleh air sebagai panas (QL), akan dipindahkan ke
tutup alat destilasi melalui proses perpindahan
panas konveksi (Qkonv), radiasi (Qrad) dan konduksi
(Qkond).
Laju perpindan kalor total pada proses destilasi,
dapat dituliskan sebagai berikut :
QL = Qkond + Qrad + Qkonv
Dimana :
QL = Laju perpindahan kalor total
Proses perpindahan panas inilah yang nanti akan
mempengaruhi hasil pengujian dari alat destilasi
yang dibuat.

4.

METODE PENELITIAN

Langkah-langkah yang dilakukan dalam


melaksanakan penelitian ini bisa ditunjukkan pada
gambar berikut ini.

Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian

Pada penelitian ini didesain dan dibuat sebuah


alat distilasi sederhana yang memanfaatkan energi
matahari dengan metode pemantulan panas.
Setelah alat selesai dibuat, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan pengujian kinerja
alat dengan melakukan pengukuran beberapa
variabel dalam pengujian. Variabel yang diukur
dalam penelitian ini antara lain adalah :
1. Debit air
2. Intensitas
cahaya
matahari
diukur
menggunakan solar power meter
3. Suhu air bak penjemur diukur menggunakan
termokopel
4. Suhu uap ruang evaporasi diukur
menggunakan termokopel
5. Suhu kaca pada atap penutup diukur
menggunakan termokopel
6. Suhu lingkungan diukur menggunakan
termokopel
Proses pengambilan data dilakukan dengan
cara menjemur 500ml air kotor. Selama proses
penjemuran tersebut dilakukan pengukuran suhu
lingkungan, kaca, uap dan air. Pengambilan data
suhu dan volume dilakukan dari pukul 09.00
sampai dengan pukul 15.00. karena pada waktu
tersebut intensitas matahari dan energi kalor berada
pada kondisi yang maksimal. Semua air destilasi
yang di tampung diukur setelah penjemuran
berakhir dengan timbangan. Suhu diukur

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

230

menggunakan
termokopel
pencatatan setiap 15 menit.

dengan

rentang

Alat distilasi yang dibuat adalah sebagai


berikut :

Gambar 3. Alat Destilasi Dengan Pemantul Panas


Parabola
1.
2.
3.

Pemantul panas energi matahari yang


berbentuk parabola
Kaca penutup yang dibagian pinggirnya
berfungsi untuk mengalirkan air destilat
Bak penjemuran air yang berwarna hitam.

KE-16
untuk menaikkan suhu bak penjemur air juga
semakin besar. Intensitas cahaya matahari ini juga
akan mempengaruhi suhu air dan suhu uap air.
Pengukuran intensitas matahari dilakukan dengan
rentang waktu setiap lima belas menit dari pukul
09.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB.
Dalam pengukuran intensitas radiasi matahari,
posisi solar power meter diletakkan tegak lurus
terhadap bidang pemantul panas ( reflector) yang
terkena sinar matahari agar mendapatkan hasil
intensitas radiasi matahari yang maksimal. Dari
hasil pengukuran, intensitas radiasi matahari
berubah setiap saat dan nilainya selalu berubahubah. Hal ini disebabkan pengaruh kondisi cuaca
yang berubah ,yang kadang cerah dan juga kadang
berawan sehingga menghalangi radiasi matahari ke
bumi.
Pada gambar 4 dibawah ini ditunjukkan
hasil pengukuran intensitas cahaya matahari pada
tanggal 11, 16, 18 dan 19 Desember 2014.
Intensitas matahari mengalami kenaikan dan
penurunan seiring dengan kondisi yang berbeda
pada masing-masing hari. Pada kondisi ini
intensitas matahari rata-rata pada tanggal 11
desember 2014 adalah 631,2 W/m2, 735,7 W/m2,
untuk tanggal 16 desember 2014, 630,7 W/m2 ,
untuk tanggal 18 desember 2014, dan 707,9 W/m2
dan pada tanggal 19 desember 2014.

Prinsip kerja dari alat destilasi yang dibuat dalam


penelitian ini adalah energi dari sinar matahari
diterima oleh alat pemantul yang berbentuk
parabola (1), untuk kemudian meneruskannya ke
bak penampung air (3). Sehingga air yang berada
dalam bak penampung ini suhunya akan naik dan
menyebabkan air akan menguap. Uap air ini akan
naik dan menempel di tutup kaca(2) yang untuk
selanjutnya air destilat ini akan mengalir ke bagian
pinggir dari tutup kaca ini. Dan selanjutnya air
destilat ini ditampung untuk diukur berapakah
volume air destilat yang dihasilkan.

5.

Grafik 4 Intensitas cahaya matahari tanggal


11, 16, 18 dan 19 Desember 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari alat destilasi yang telah dibuat, selanjutnya


dilakukan pengujian tentang kinerjanya. Langkah
pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan
pengukuran
intensitas
cahaya
matahari
menggunakan alat solar power meter. Suhu didalam
bak penjemur atau bak penampung air akan
tergantung dari besarnya intensitas matahari dan
kontinuitas penyinaran yang diterima oleh alat
pemantul panas parabola (reflector). Semakin
besar intensitas matahari yang menyinari alat
pemantul (reflector), maka energi yang diserap

Pada grafik di bawah ini menunjukkan salah satu


contoh grafik yang menunjukan hasil pengukuran
proses destilasi dengan sumber air kotor 500 ml
pada tanggal 16 desember 2014. Dari grafik
menujukkan kenaikan dan penurunan intensitas
cahaya matahari dan suhu air, uap, lingkungan dan
kaca, dimana pada kondisi ini suhu akhir rata-rata
52,25C untuk air, 55C untuk uap, 34,2 untuk
lingkungan dan 37,1C untuk kaca dengan
intensitas
rata-rata
sebesar
735,1
W/m2,
menghasilkan 225 ml air hasil destilasi.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

231

b.

Gambar 5. Grafik Suhu dengan volume 500 ml


pada pengujian tanggal 16 Desember 2014
Pada tanggal 24 desember dilakukan pengujian lagi
terhadap air kotor 500 ml. Dari pengukuran
didapatkan intensitas rata-rata sebesar 749,1 W/m2,
dengan suhu lingkungan 34,7 C , suhu akhir ratarata 57,6C untuk air, 66C untuk uap, dan 41,4C
untuk kaca. Pada kondisi ini dihasilkan 200ml air
hasil destilasi.
Temper
100
ature
80
(C)
60
40
20
0

1200
1000
800
600
400
200
0

DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Garni, A.; Kassem, A.; Saeed, F., Double
Action Solar Distiller, PatenNo. US
2008/0078670 A1, 2008
2. Howell, A.G.Jr.; Settle E.E., Solar
Distillation Apparatus, Paten No. 4,227,970,
1980
3. Mount, W.W., Solar Still With Floating
Wick, Paten No. 3,159,554, 1961
4. Simon, D., 2008, Concentrating Solar
Distillation Apparatus, Paten No. US2008/
0073198 A1
5. Stark, V., 1981, Solar Distillation
Apparatus, Paten No. 4,270,981
6. Hidayat R, Rizqi. 2011. Rancang Bangun
Alat Pemisah Garam dan Air Tawar Dengan
Menggunakan Energi Matahari.IPB. Bogor.
7.

8.

suhu air

Waktu
suhu uap

Gambar 6. Grafik Suhu dengan volume 500ml


pada pengujian tanggal 25 desember 2014

KE-16
Dari hasil pengukuran didapatkan pada
kondisi intensitas matahari rata-rata tertinggi
735.71 W/m yang terjadi padatanggal 16
Desember 2014 dimana suhu lingkungan
34.17 C didapatkan hasil destilasi atau air
bersih sebanyak 200ml dari total 500 ml air
kotor.

9.

Kreith, Frank. Prinsip-prinsip Perpindahan


Panas Terjemahan Arko Prijono.Jakarta:
PenerbitErlangga, 1997.
Duffie, John A. dan William A. Beckam.
Solar engineering of thermal processes.New
Jersey: John Wiley & Sons, 1980.
Lunde, Peter J..Solar Thermal Engineering :
Space Heating and Hot Water Systems. New
York: John Wiley & Sons, 1980.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa


proses untuk mendapatkan air bersih bisa dilakukan
dengan memanfaatkan energi dari sinar matahari.
Dan diharapkan metode yang sederhana ini bisa
menjadi informasi yang positif
yang bisa
diterapkan oleh masyarakat dan bahkan bisa
dikembangkan lebih lanjut untuk
mendukung
selalu semangat energi terbarukan.

10. Eric M. Smith, Advances in Thermal Design


of Heat Exchangers, John Wiley & Sons
Ltd., 2005
11. Yunus A. Cengel, Michael A. Boles,
Thermodynamis : An Enginering Approach
Six Edition, Mcgraw Hill Higher Education,
2007

6.

12. Holman, J.P., Perpindahan Kalor, Edisi


Keenam,Penerbit Erlangga, Jakarta,1995

KESIMPULAN
Dari perancangan dan pengujian alat
destilasi dengan menggunakan metode pemantulan
panas matahari bisa diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
a. Alat destilasi dengan memanfaatkan alat
pemantul panas yang berbentuk parabola
dapat berfungsi dengan baik dan bisa
menghasilkan air destilat sesuai yang
diinginkan

13. Yunus A. Cengel, , Heat Transfer : A


Practical Approach 2nd edition, Mcgraw Hill
Higher Education

14. Astu Pudjanarsa, Djati Nursuhud, Mesin


Konversi Energi, Edisi ke-3, Penerbit Andi,
2013

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

232

PRC-01

IMPLEMENTASI MSWT-01 (MOBILE SURFACE WATER


TREATMENT) DI DAERAH BENCANA BANJIR, BAGIAN DARI
UNIT KEGIATAN MAHASISWA POLITEKNIK MANUFAKTUR
BANDUNG
Gamawan Ananto dan Albertus B. Setiawan
Jurusan Teknik Manufaktur, Politeknik Manufaktur Bandung
e-mail: waloeyo_gamawan@yahoo.co.uk
ABSTRACT
As a vocational education institution, Bandung State Polytechnic for Manufacturing (POLMAN) organized several
student activity units with its purposes, e.g. aimed for experiencing the students in social interaction, included applying
their skill and knowledge for community around. Based on sense of concern to flood disaster that happened every year in
certain places,MSWT-01 (mobile surface water treatment)eksperimental study that had 1m3capacity is initiated. This
case is relevant with vocational field in make the idea into the real thing and implementative. Considering general
emergency situation in disaster area, filtration method with its necessary grades is choosen for MSWT-01, instead of
using additional chemical solution as previously designed. The results of several trials showed that using the
combination of CB (Carbon Block) or GAC (granulate actived carbon) cartridge, active carbon/ silica sand/ manganese
zeolit/ mineral granulate filtration media and MF (micro filtration) cartridge is capable to bring out the deserved clean
water. MSWT-01 is already implemented in one flood point area of South Bandung on December 2014 with good
acceptance from such rural community since the concept is come near to the isolated people, as their alternative aside
from coming to the emergency centre on the main road due to access constraints. From a number of suggestions in
evaluation, it would be more ideal to provide such clean water in a package that consists of MSWT-01 itself, minimum
1m3water storage tank, emergency cubicle with water shower and tent service that equipped with disinfection feature for
drinking water. With well coordinating and preparation, the student activity units will have more opportunity in social
activity contribution with real and tangible benefit.
Keywords : water treatment, vocational, flood disaster
ABSTRAK
Sebagai sebuah Institusi Pendidikan Vokasi (terapan), Politeknik Manufaktur Negeri Bandung (POLMAN) memiliki
sejumlah unit kegiatan mahasiswa. Salah satu tujuan dari hal tersebut adalah melatih para mahasiswa dalam interaksi
sosial, termasuk mengaplikasikan ketrampilan dan pengetahuan mereka untuk masyarakat. Berangkat dari kepedulian
terhadap bencana banjir yang terjadi setiap tahun di banyak daerah, digagas kaji eksperimental mesin pengolah air
MSWT-01 (mobile surface water treatment) yang memiliki kapasitas 1m3 per jam yang dirancang untuk penggunaan di
daerah bencana banjir. Hal ini relevan dengan bidang vokasional dalam merealisasi suatu ide menjadi sesuatu yang
nyata dan implementatif. Dengan pertimbangan situasi kedaruratan di daerah bencana, metoda pengolahan air pada
MSWT-01 tidak menggunakan bahan tambah kimia atau kemikal melainkan murni fisikal yaitu filtrasi dengan berbagai
tingkatan yang diperlukan. Dari serangkaian uji coba, penggunaan kombinasi kartrid CB (Carbon Block) atau GAC
(granulate actived carbon), media filtrasi karbon aktif/ pasir silika/ zeolit manganis/ granulat mineral dan kartrid MF
(micro filtration) mampu menghasilkan air bersih yang layak konsumsi. MSWT-01 juga telah diimplementasikan di salah
satu titik daerah banjir Bandung Selatan pada Desember 2014 dengan keberterimaan yang baik dari masyarakat, sebab
unit ini memiliki konsep mendekati mereka yang memerlukan air bersih di tempat yang lebih terpencil, sebagai alternatif
selainmereka mendatangi posko atau pusat bantuan yang umumnya berada di jalan utama/ jalan besar karena kendala
akses. Dari hasil evaluasi dan sejumlah masukan; lebih ideal apabila penyediaan air bersih ini dirancang dalam satu
paket yang terdiri atas MSWT-01 itu sendiri, tanki penampung minimal 1m3, bilik darurat untuk mandi/ penggunaan air
bersih dan tenda layanan air siap minum yang dilengkapi dengan fitur disinfeksi untuk air bersih hasil pengolahan
MSWT-01. Dengan kordinasi dan perencanaan yang baik, kegiatan unit mahasiswa memiliki kesempatan lebih banyak
untuk berkontribusi dalam kegiatan sosial yang memiliki manfaat nyata.
Kata Kunci : pengolah air, vokasional, bencana banjir

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

233

PRC-01

1.

PENDAHULUAN

Sebagai sebuah institusi pendidikan terapan


(vocational), proses pembelajaran di Politeknik
Manufaktur Bandung (POLMAN) memadukan
program praktik dan teori dengan perbandingan
sekira 60%:40%, dengan tujuan pencapaian
kompetensi mahasiswa peserta didik dalam
pengetahuan, analisis dan ketrampilan (skill) teknik.
Media produk yang digunakan adalah benda kerja
latihan terstruktur, produk kebutuhan industri serta
produk ataupun prototipe hasil penelitian institusi.
Benda kerja latihan terstruktur (structured job)
diterapkan sebagai media untuk pembelajaran
proses dasar permesinan pada semester 1 atau 2
yang menghasilkan komponen yang bermanfaat
(useable)
untuk
keperluan
internal,
atau
menghasilkan alat bantu mekanikal sederhana yang
bisa dijual (saleable). Media produk dari pelanggan
diterapkan pada semester atau tingkat berikutnya
dimana peserta didik mulai dilibatkan dalam produk
berdasarkan pesanan (ordered job) yang mengacu
pada kebutuhan atau permintaan dari industri
eksternal. Pada tingkat ini kesesuaian kualitas,
efisiensi biaya dan jadwal penyelesaian (QCD,
quality-cost-delivery) merupakan tuntutan yang
harus dipenuhi melalui pengendalian operasi yang
baik. Dengan demikian institusi pendidikan vokasi
seperti politeknik mampu membentuk kompetensi
peserta didik dengan media pembelajaran nyata,
dimana pada aktivitas semacam ini juga dengan
sendirinya terjadi validasi proses pendidikan untuk
selalu mengasilkan luaran yang relevan dengan
kebutuhan industri[1].
Media produk yang berupa pembuatan atau
realisasi hasil penelitian dari institusi, baik
eksperimental, prototipe maupun produk akhir,
bertujuan menjadikan konsep atau ide di atas kertas
menjadi
sesuatu
yang
nyata
dan
bisa
diimplementasikan, baik oleh industri ataupun
masyarakat pada tahap berikutnya.Berangkat dari
kepedulian terhadap bencana banjir yang terjadi
setiap tahun di banyak daerah, melalui penelitian
dan eksperimental telah dilaksanakan dan terus
dikembangkan suatu alat penjernih air yang diberi
nama MSWT-01 (mobile surface water treatment)
yang memiliki kapasitas 1m3 per jam, yang
dirancang untuk penggunaan di daerah bencana
banjir.Pelaksanaan proses pembuatan, ujicoba
maupun penyempurnaan alat ini diintegrasikan
dengan program praktik peserta didik yang

disesuaikan dengan
direncanakan.

tingkat

kompetensi

yang

Dalam implementasi mesin di daerah bencana


yang sesungguhnya, hal inidijadikan sarana untuk
kegiatan bermasyarakat bagi para mahasiswa
melalui program Unit Kegiatan Mahasiswa. Sebagai
adaptasi dari gagasan CSR (corporate social
responsibility) yang pertama kali digagas oleh
Bowen (1953) [2], kepedulian dan tanggung jawab
terhadap masyarakat dari institusi pendidikan tidak
berbeda dengan industri, ia menjadi salah satu
fungsi penting universitas dalam melayanai
masyarakat dan lingkungan [3]. Pengembangan
MSWT dan CSR mahasiswa selain akan
memperkaya variasi pekerjaan juga menjadi media
produk yang bisa diimplementasikan untuk kegiatan
sosial yang telah terdefinisi, dimana peserta didik
juga akan mengalami pembelajaran dan menggali
pengalaman berinteraksi dengan lebih banyak pihak
di lapangan.
2.

METODOLOGI

Secara umum, ilustrasi tahapan pembuatan


MSWT-01 seperti diperlihatan pada Gambar.1 di
bawah. Mengacu pada sejumlah referensi, pada
awalnya digunakan metoda pengolahan air dengan
proses kemikal yaitu dengan penggunaan bahan
tambah; baik untuk proses koagulasi, flokulasi,
maupun disinfeksi; yang dikombinasikan dengan
filtrasi fisikal. Pada perkembangannya, dari hasil
ujicoba serta evaluasi, mesin dimodifikasi menjadi
hanya proses fisikal; menggunakan kombinasi dari
berbagai tingkatan katrid membran sesuai
kebutuhan.
Setelah melalui rangkaian ujicoba di sungai
dan tempat lain yang mewakili kualitas air baku
yang memadai diikuti dengan perbaikan dan
peyempurnaan fungsi yag perlu, dilaksanakan
ujicoba di daerah bencana banjir sesungguhnya.
Hasil evaluasi dari tahap terakhir ini dijadikan
masukan untuk perencanaan program berikutnya.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

234

PRC-01

Gambar.1. Tahapan Umum Pembuatan MSWT-01

3.

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

3.1 Aspek Teknis


Pada awalnya MSWT-01 menggunakan
metoda pengolahan air dengan bahan tambah untuk
proses koagulasi, flokulasi, maupun disinfeksi.
Proses kemikal ini dikombinasikan dengan
hidrosiklon dan filtrasi fisikal menggunakan media
pasir, karbon dan zeolit. Diagram proses dari
MSWT-01 dengan kemikal ini [4] seperti
dijelaskan pada Gambar.2 yang merupakan adopsi
dan modifikasi dari sejumlah sumber, termasuk dari
konsep IWET a.s. dari Republik Czech [5] yang
digunakan pada mesin IWET dengan kode RWT05.

berkala dan harus dilakukan pengendalian dosis


yang disesuaikan dengan kondisi air baku. Selain
itu, dari sisi kedaruratan penggunaan terkait
kecepatan proses juga dipandang kurang
sesuaikarena secara teoritis untuk kapasitas yang
sesuai dengan spesifikasi MSWT-01 diperlukan
waktu proses dan waktu tahan (holding time) di
dalam tanki retensi sekira 30 menit [6]. Hal yang
lain dari metoda kemikal ini adalah secara fisik
diperlukan ruang lebih karena dimensi tanki retensi
yang relatif besar, sekira diameter 400 x panjang
900 dalam satuan mm, yang juga berkonsekwensi
pada bobot (weight). Metoda pengolahan
menggunakan bahan kemikal ini memerlukan ruang
yang relatif luas karena itu sesuai untuk
diimplementasikan pada sistem dengan kapasitas
besar. Bahkan pada kondisi tertentu selain proses
flokulasi, koagulasi dan filtrasi ditambahkan juga
proses aerasi (menambahkan oksigen), klorinasi
(membubuhkan klor) ataupun sedimentasi untuk
mengendapkan flok (gumpalan) yang terbentuk,
agar beban pada proses filtrasi lebih ringan. Sistem
seperti ini banyak digunakan di penyedia air minum
kapasitas besar misalnya untuk tingkat kota, dimana
dalam area instalasi sistem dibuat bak tersendiri
untuk masing-masing proses tersebut di atas [7].
Karena itu, dilakukan modifikasi MSWT-01
menjadi hanya proses fisikal, dengan tetap
menggunakan filtrasi media yang dikombinasikan
dengan teknologi katrid/membran beberapa
tingkatan sesuai kebutuhan. Dengan demikian
komponen hidrosiklon, mixer statis, tanki retensi
dan pompa dosing dihilangkan, dengan keuntungan
pengurangan bobot yang cukup signifikan. Hal ini
juga terinspirasi oleh sejumlah penemuan baru
dalam teknologi fisikal dengan menggunakan
membran dan bahan untuk filtrasi yang semakin
praktis dalam penggunaannya. Ilustrasi dari
tingkatan proses fisikal tersebut seperti ditunjukkan
pada Gambar.3 bahwa proses filtrasi dengan media
pasir mampu menahan partikel dengan dimensi
hingga 10 m sementara tingkatan berikutnya harus
menggunakan MF (micro filtration), UF (ultra
filtration), NF (nano filtration) atau RO (reverse
osmosis) [8].

Gambar.2. Diagram Proses MSWT-01 Kemikal

Setelah dilakukan evaluasi, meskipun ujicoba


menunjukkan hasil yang baik namun dirasakan
kendala pada beberapa hal yaitu upaya (effort) yang
harus dilakukan secara operasional terkait bahan
tambah karena diperlukan penambahan secara

Gambar.3. Tingkatan Teknologi Filtrasi [8]

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

235

PRC-01

Diagram proses MSWT-01 dengan proses


fisikal ditunjukkan pada Gambar.4. Dari pompa
umpan air baku mengalir melalui katrid CB
(Carbon Block) sebagai penyaring tahap awal,
dilanjutkan dengan proses filtrasi. Media yang
digunakan pada tabung filtrasi ini terdiri atas
karbon aktif, gravel (kerikil), pasir silika, pasir
manganis dan multiramp, suatu bahan mineral
berkemampuan tinggi dalam menyerap kandungan
unsur dalam air yang tidak diinginkan [4]. Setelah
itu, air melewati mikro filtrasi (MF) yang
berukuran pori 1m. Secara teoritis, hasil atau
luaran dari MF ini sudah layak digunakan sebagai
air siap olah untuk memasak atau minum dan air
bersih untuk keperluan sehari hari. Jika luaran yang
diperlukan untuk kebutuhan air siap minum, secara
opsional harus ditambahkan proses UF dan
disinfeksi. Namun demikian, semua ini tetap harus
mengacu pada hasil uji laboratorium dimana
kualitas air baku juga bisa menentukan
penambahan fitur tingkat tertentu. Misalnya, air
baku dengan kandungan bakteri e-koli yang tinggi,
meskipun luaran yang diperlukan hanya setingkat
air bersih dengan menggunakan MF, namun harus
ditambahkan proses disinfeksi.

Gambar.4. Diagram Proses MSWT-01 Fisikal

Dari serangkaian ujicoba dilakukan uji sampel


laboratorium kandungan hasil proses MSWT-01
seperti ditunjukkan pada Tabel.1 berikut ini. Proses
kemikal serta proses fisikal masing-masing
memiliki 2 sampel yang ditampilkan, dimana
masing masing sampel terdiri atas sub sampel air
baku dan air hasil olahan. Uji coba proses fisikal ini
menggunakan kombinasi kartrid CB (Carbon
Block) atau GAC (granulate actived carbon), media
filtrasi karbon aktif/ pasir silika/ zeolit manganis/
granulat mineral dan kartrid MF (micro filtration).
Bila dibandingkan dengan standar parameter sesuai
Peraturan
Menteri
Kesehatan
nomor
492/MENKES/PER/IV/2010, sampel-1 kemikal
belum menunjukkan hasil sesuai harapan pada
parameter kekeruhan dan kandungan organik,
namun sampel-2 -setelah proses lebih stabilmemiliki hasil yang sudah amat baik. Sementara itu,
pada MSWT-01 proses fisikal (katrid, membran)
digunakan air baku dengan parameter yang lebih
buruk; baik warna, kekeruhan, kandungan besi/ Fe,
dan -terutama- kandungan zat organik (pada
sampel-2).
Tampak bahwa secara signifikan
MSWT-01 mampu menurunkan kandungan yang
tidak dikehendaki, misalnya kadar zat organik pada
sampel-2 fisikal, dari 582.75 menjadi 11.08 dalam
satuan mg/l.

Tabel.1. Perbandingan hasil MWST-01 Kemikal dan Fisikal

Meskipun demikian, pada beberapa parameter


dengan tanda kuning dan diberi kotak masih lebih
tinggi dari standar yang ditentukan, karena itu harus
ditambahkan fitur UF pada unit ini bila memang
kualitas air baku ada pada tingkat yang parah.
3.2 Keterlibatan Mahasiswa
Dengan sekira 60% praktik pada proses
pembelajaran di Politeknik Manufaktur Bandung
(POLMAN), pelaksanaan pembuatan MSWT-01 ini
diintegrasikan dengan program praktik peserta
didik, dimana proses fabrikasi ataupun permesinan
yang diperlukan disesuaikan dengan tingkat

kompetensi
yang
direncanakan.
MSWT-01
merupakan salah satu jenis media produk yang
dilaksanakan di laboratorium, yaitu realisasi hasil
penelitian, eksperimental atau riset. Pada Gambar.5
disebutkan 3 jenis media produk yang dilaksanakan
dalam program praktik pendidikan yaitu (1)job shop
yang berupa produk sesuai permintaan atau
kebutuhan pelanggan atau pemesan; (2)batch shop
yang diprogramkan untuk semi massal namun
didahului dengan analisis kebutuhan pasar; serta
(3)research berupa inovasi hasil penelitian yang
mengacu
pada
pengembangan
teknologi,
permasalahan (issue) strategis, gagasan dasar

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

236

PRC-01

maupun rancangan peralatan tepat guna yang bisa

diaplikasikan di masyarakat [9].

Gambar.5. Prosedur Penanganan Pekerjaan di POLMAN

MSWT-01 dilaksanakan oleh tim yang terdiri


atas staf pengajar dan beberapa mahasiswa
pendukung sebagai anggota tim kontemporer.
Untuk melaksanakan proses permesinan atau
fabrikasi yang dibutuhkan pekerjaan bisa
didistribusikan kepada para peserta didik dengan
program yang relevan serta tingkat kompetensi
yang sesuai [10], dibawah pengendalian tim.
Ketika MSWT ini selesai dan siap doperasikan,
tim bertugas untuk menyiapkan semua hal yang
diperlukan untuk implementasi pada lokasi bencana
dengan melibatkan para peserta didik yang sesuai
dengan jadwal program. Preparasi meliputi hal
teknis seperti kesiapan cadangan bahan, suku
cadang, peralatan pendukung, kereta penarik
(anhanger), generator sumber listrik, maupun halhal yang terkait pengorganisasian menyangkut
pihak-pihak terkait dengan mitigasi bencana serta
penjadwalannya. Bila kebutuhan MSWT muncul
diluar jadwal program maka bisa dilakukan
penugasan secara kondisional melalui program
ekstra kurikular, sebagai bagian dari kewajiban
bermasyarakat dan adaptasi dari gagasan CSR
(corporate social responsibility) yang juga
merupakan salah satu fungsi lembaga pendidikan
dalam melayanai masyarakat dan lingkungan. Di
lapangan, para peserta didik juga akan mengalami
pembelajaran
dan
menggali
pengalaman
berinteraksi dengan banyak pihak di lapangan.
Hal lain yang menjadi prosedur tetap adalah
proses standar perawatan alat pasca operasi agar
performa dan kondisi alat atau mesin selalu terjaga
dengan baik dan siap untuk digunakan kembali.

Dalam pemanfaatan sehari hari MSWT-01 ini bisa


menjadi alat yang multi fungsi; selain untuk
pengadaan air bersih di daerah bencana, pusat
pengungsian atau dapur umum, juga bisa
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di lapangan
dan pelosok seperti program-program organisasi
kemahasiswaan, kegiatan sosial untuk masyarakat
dengan lokasi yang jauh dari sumber air bersih, dan
lain lain.

Gambar.6. MSWT-01 di Lokasi Banjir

3.3Uji Implementasi
Pada Desember 2014 telah dilakukan uji
implementasi MSWT-01 di daerah Dayeuh Kolot
Kabupaten Bandung ketika terjadi apa yang media
masa sebut sebagai banjir besar. Gambar.6 diatas
adalah dokumentasi ketika unit pengolah air yang
dihela oleh kendaraan serbaguna tiba di lokasi
bencana banjir saat tengah malam, dengan
kedalaman air sekira 60 cm.
Unit ini memang dirancang untuk kedalaman
banjir maksimum 60 cm, sehingga pada kondisi
terburuk ia hanya bisa ditempatkan di perbatasan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

237

PRC-01

kedalaman tersebut, seperti di tenda posko bantuan,


puskesmas ataupun dapur umum. Gambar.7 berikut
ini menunjukkan ketika masyarakat memanfaatkan
air bersih yang dihasilkan MSWT-01 untuk
kebutuhan sanitasi sehari hari. Uji coba ini telah
terlaksanan dengan keberterimaan yang baik dari
masyarakat, sebab MSWT-01 memiliki konsep
mendekati mereka yang memerlukan air bersih di
tempat yang lebih terpencil, sebagai alternatif
selainmereka mendatangi posko atau pusat bantuan
yang umumnya berada di jalan utama/ jalan besar
karena kendala akses.

Gambar.7. Pemanfaatan MSWT-01 di Lokasi Banjir

3.4Evaluasi dan Rencana ke Depan


Hasil
evaluasi
dansejumlah
masukan
menunjukkan bahwa akan lebih ideal apabila
penyediaan air bersih ini dirancang dalam satu
paket yang terdiri atas MSWT-01 itu sendiri, tanki
penampung minimal 1m3, bilik darurat untuk
mandi/ penggunaan air bersih dan tenda layanan air
siap minum yang dilengkapi dengan fitur disinfeksi
untuk air bersih hasil pengolahan MSWT-01,
seperti ilustrasi pada Gambar.8 di bawah. Dengan
kordinasi dan perencanaan yang baik, kegiatan unit
mahasiswa memiliki kesempatan lebih banyak
untuk berkontribusi dalam kegiatan sosial yang
memiliki manfaat nyata.

4.

KESIMPULAN

Sebagai sebuah Institusi Pendidikan Vokasi


(terapan), Politeknik Manufaktur Negeri Bandung
(POLMAN) memiliki sejumlah unit kegiatan
mahasiswa, dengan tujuan antara lain melatih para
mahasiswa dalam interaksi sosial, termasuk
mengaplikasikan ketrampilan dan pengetahuan
mereka untuk masyarakat. Berangkat dari
kepedulian terhadap bencana banjir yang sering
terjadi digagas kaji eksperimental mesin pengolah
air MSWT-01 (mobile surface water treatment)
dengan kapasitas 1m3 per jam yang dirancang untuk
penggunaan di daerah bencana banjir.
Dengan pertimbangan situasi kedaruratan di
daerah bencana, metoda pengolahan air pada
MSWT-01 tidak menggunakan bahan tambah kimia
atau kemikal melainkan murni fisikal yaitu filtrasi
dengan penggunaan kombinasi kartrid CB (Carbon
Block) atau GAC (granulate actived carbon), media
filtrasi karbon aktif/ pasir silika/ zeolit manganis/
granulat mineral dan kartrid MF (micro filtration),
yang telah mampu menghasilkan air bersih yang
layak konsumsi.
Unit ini juga telah diimplementasikan di daerah
banjir Bandung Selatan pada Desember 2014
dengan keberterimaan yang baik dari masyarakat,
sebab ia memiliki konsep mendekati mereka yang
memerlukan air bersih di tempat yang lebih
terpencil,
sebagai
alternatif
selainmereka
mendatangi posko atau pusat bantuan yang
umumnya berada di jalan utama/ jalan besar karena
kendala akses.
Dari hasil evaluasi dan sejumlah masukan;
lebih ideal apabila penyediaan air bersih ini
dirancang dalam satu paket yang terdiri atas
MSWT-01 itu sendiri, tanki penampung minimal
1m3, bilik darurat untuk mandi/ penggunaan air
bersih dan tenda layanan air siap minum yang
dilengkapi dengan fitur disinfeksi untuk air bersih
hasil pengolahan MSWT-01.
Dengan kordinasi dan perencanaan yang baik,
kegiatan unit mahasiswa memiliki kesempatan lebih
banyak untuk berkontribusi dalam kegiatan sosial
yang memiliki manfaat nyata. Peran institusi
menjadi amat penting dalam membina hubungan
baik dengan semua pemangku kepentingan
kebencanaan.

REFERENSI

Gambar.8. Rancangan Paket MSWT-01

[1]. Ilyas PI and Semiawan T, Production Based


Education (PBE): The Future Perspective
of Education on Manufacturing Excellent,
SciVerse ScienceDirect, Procedia-Social and
Behavioral Sciences 52,pp.5-14, (2012)
[2]. Poulton E and Barnes L, Corporate Social
Responsibility: an Examination of Business

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

238

PRC-01
Students Perceptions of Materialism,
Zenith,
International
Journal
of
Multidisciplinary Research Vol.2 Issue 6,
June, ISSN 2231 5780, 2012.
[3]. Burcea M and Marinescu P,Students
Perception on CSR at The Academic Level
case Study, The Faculty of Administration
and Business, University of Bucharest AE
(Amfiteatru Economic), Corporate Social
Responsibility Vol. XIII no 29, pp.207-220,
(2011) .
[4]. Ananto G, Setiawan AB and Darman MZ,
MSWT-01, an alternative in combining
Production Based Education (PBE) and
student CSR program in Polman, Material
Science & Engineering volume 58 (2014)
012005, doi:10.1088/1757899X/58/1/012005.
[5]. IWET Indonesia-pt, Well Water Treatment/
RWT-05 Manual Book, Tasikmalaya: IWET,
2007.

[6]. Lindu M, The Effects of Gradients Velocity


and Detention Time to CoagulationFloculation of Dyes and Organic
Compound in Deep Well Water, Indo. J.
Chem. 8 (2) p146-150, (2008).
[7]. Philadelphia Water Department, PWD, 2009,
General Information, Literature,
http://www.phila.gov/water/
[8]. Heijman S G J, CT4471, Nanofiltration and
Reverse Osmosis, (TU Delft) p2, (2007).
[9]. Ananto G, Project Lab Sebagai Alternatif
Penanganan Produk Inovatif Penelitian Di
Politeknik
Manufaktur
(POLMAN)
Bandung,
ISBN:
978-602-97961-1-7,
Prosiding Seminar Nasional SciETec 2012
Unibraw, (2012).
[10]. Ananto G, 321 Program In Polman For
Better Operations Management
Understanding, Advanced MaterialResearch
576, pp.685-689, (2012).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

239

PRC-02

ANALISIS DESAIN PORTABELTELESKOPIK TOWER DENGAN


METHODA PENDEKATAN VDI 2222 DAN DFMA
Djoko W. Karmiadji
B2TKS-BPPT, Kawasan PUSPIPTEK Setu-Serpong, Tangerang Selatan
dkarmiadji@rocketmail.com
Ketut Tejawibawa
IULI - Eco Campus, The Breeze, BSD City, Tangerang Selatan
ketut.teja@iuli.ac.id

Abstract
Portable Telescopic Tower is the Telecommunication Tower that can be moved as needed. This Tower is designed with a
height of 20 m and can expand to 20 m and summed to 3.5 m and is designed to be easily moved from one place to another.
The Tower is designed with a height of 20 m and can be lay aside then shrink up to 3.5 m, making it easy to move from one
place to another. Portable Telescopic Tower is designed with the aim of strengthening the existing radio communications.
The design follows the rules of the Telecommunications Tower with Code TIA / EIA-222-F which is the international
standard telecommunications tower and has also been adopted in this country
The design methodology is used through the study of VDI 2222 and DFMA design method, focusing on the design criteria
specified, then do technical analysis on all major components. The purpose of this study was to ascertain and ensure the
design of the Portable Telescopic Tower structure meets the above criteria.
This Portable Telescopic Tower Design takes into account in regard with all resources available, mainly human
resources, material resources and facilities to achieve a level of high domestic content.
Keywords: TIA/EIA-222-F, VDI 2222, DFMA, Risa Tower, SAP 2000
Abstrak
Portabel Teleskopik Tower adalah Tower Telekomunikasi yang dapat di pindah-pindah sesuai kebutuhan. Tower ini
dirancang dengan ketinggian 20 m dan dapat di bentangkan yang kemudian di ringkas menjadi 3,5 m, sehingga mudah
dipindah dari satu tempat ke tempat lain. Portable Teleskopik Tower ini dibuat dengan tujuan memperkuat komunikasi radio
yang telah ada. Rancang bangun mengikuti kaidah Telekomunikasi Tower dengan Code TIA/EIA-222-F yang merupakan
standar telekomunikasi tower internasional dan sudah juga diadopsi di negara ini.
Metodologi Rancang Bangun yang digunakan melalui studi perancangan dengan metode VDI 2222 dan DFMA,
memperhatikan disain kriteria yang ditentukan, kemudian dilakukan teknis analisis pada semua komponen utamanya.
Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk memastikan dan menjamin rancang bangun struktur Portabel Teleskopik Tower
memenuhi kriteria tersebut diatas.
Rancang Bangun Portabel Teleskopik Tower ini mengindahkan sumber-sumber daya yang tersedia baik sumber daya
manusia, sumber daya material dan fasilitas untuk mencapai tingkat kandungan dalam negeri yang tinggi.
Kata Kunci: TIA/EIA-222-F, VDI 2222, DFMA, Risa Tower, SAP 2000

PENDAHULUAN
Proses manufaktur adalah proses terpadu
pengembangan suatu produk mulai proses
perancangan hingga produk tersebut direalisasikan.
Proses manufaktur bisa berjalan dengan lancar
apabila terjadi keterpaduan yang baik antara
komponen-komponen pendukungnya, mulai dari
proses perancangan, proses pemesinan/fabrikasi dan
proses perakitan. Disamping itu, setiap industri
manufaktur dituntut pula untuk meningkatkan
ketepatan waktu produksi sehingga produk dapat
diselesaikan pada waktu yang telah ditetapkan.
Portabel Teleskopik Tower adalah salah satu
jenis peralatan yang memegang peranan penting
dalam telekomunikasi untuk memperkuat sinyal

komunikasi sehingga apabila terjadi lemahnya sinyal


tentu akan berpengaruh pada pelanggan, selanjutnya
yang akan mengakibatkan kerugian. Untuk
menghindari permasalahan ini perlu dicari
penyebabnya yang kemudian temukan solusinya
untuk menghasilkan alat yang bisa dibuat sendiri,
sederhana, tepat guna, ekonomis dan berkualitas.
Berdasarkan pengamatan, sering ditemui bahwa
sinyal telekomunikasi sangat lemah dan belum
sepadan dengan kebutuhan misalnya di Jabodetabek,
Jalan Tol Jakarta-Cikampek-Bandung, area pasar
dimana pengunjung selalu ramai seperti Pasar Tanah
Abang, Glodok, atau ketika Stadion Gelora Senayan
sedang ada acara sepakbola atau dipakai untuk
kegiatan akbar. Berdasarkan pengamatan lain, ketika
terjadinya waktu libur nasional seperti libur lebaran,

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

240

PRC-02
libur tahun baru, jaringan komunikasi menjadi hal
penting, namun karena jumlah pengguna meningkat
dan fasilitas yang tersedia tidak lagi memadai, maka
pelanggan dirugikan karena sinyal telekomunikasi
melemah akibat peningkatan penguna secara tiba
tiba naik. Hal lain yang bisa dijadikan pokok
masalah bilamana terjadi bencana alam, dimana
sebagian besar infrastruktur rusak, komunikasi
terputus, maka perlu diadakan pengganti alat
komunikasi yang portabel, praktis, cepat bisa
dioperasikan. Demikian juga di daerah perbatasan
yang rawan penyelundupan dan terpencil, maka
untuk membuat tower telekomunikasi pondasi tetap
membutuhkan waktu lama, dan tentu jumlahnya
banyak menyebar dari Sabang sampai Merauke.
Portable Teleskopik Tower mampu mengisi
kekosongan alat komunikasi yang mudah di pindah,
mampu
mengisi
area
kekosongan
sinyal
telekomunikasi, praktis, dengan biaya yang tidak
mahal dan mampu dibuat di dalam negeri. Oleh
sebab itu, riset ini mencoba mencari solusi
bagaimana
caranya
membuat
alat
untuk
mempercepat pengiriman dan mempermudah baik
proses perakitan dan penyetingan. Hal ini
dimungkinkan untuk di wujudkan dalam bentuk
perancangan
dan
pembuatan
dengan
mengaplikasikan metode VDI 2222 dan DFMA
(Design for Manufacture and Assembly) serta
kontrol analisis kekuatan konstruksi menggunakan

software Risa Tower untuk mengakselerasi proses


perancangan sehinga pembuatannya diharapkan bisa
lebih cepat, kuat dan akurat.
DESAIN TELESKOPIK
Teleskopik Tower adalah tiang berupa tower
yang bisa direntangkan keatas dengan ketinggian 20
meter dan bisa diturunkan menjadi kompak hingga 4
meter. Pada tower dipasang berbagai antena, seperti
antena sektoral, antena RRU, antena Omni, lampu
dan CCTV camera. Aktuator hydraulik berfungsi
untuk merebahkan dan mendirikan tegak tower pada
suatu selter yang dilengkapi roda dalam tujuan bisa
dipindah-pindah.
Teleskopik Antena terdiri 3 macam antena yaitu
untuk militer, sipil dan Supra Cis 42m seperti
ditunjukkan pada gambar 1(1). Gambar 1.c adalah
contoh Portabel Teleskopik Antena Supra Cis 42 m,
yang memiliki shelter dan dilengkapi penyejuk
udara, volume lebih besar, peralatan telekomunikasi
cukup
luas
dengan
area
pemasangannya
membutuhkan tempat seluas 40 m2. Teleskopik ini
menjadi fokus riset sebagai dasar pertimbangan
untuk pembuatan Portable Teleskopik
yang
fleksibel dan dapat memenuhi keinginan pelanggan
terutama provider telekomunikasi. Bagan teleskopik
ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 1. Contoh teleskopik antena, a) untuk keperluan militer, b) keperluan sipil, dan c) Supra Cis 42m

Gambar 2. Lay out komponen utama Supra CIS

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

241

PRC-02
Desain Telekomunikasi Tower
mengikuti
Standar TIA/EIA-222-F dimana standar ini pada
awalnya diberlakukan di Amerika dan sekarang
sudah diadopsi menjadi standar internasional. TIA
(Telecomunication Industry Assosiation) dan EIA
(Electronic Industry Alliance), mengeluarkan
standar mutu bagi manufaktur struktur tower dari
besi sebagai tiang penyangga dudukan antena(2).
Standar ini untuk memastikan bahwa manufaktur
tower memberikan pelayanan, pemeliharaan dan
revisi tower antena radio, microwave dan perangkat
telekomunikasi lainnya agar kondisi tower tersebut
selalu terjaga baik dan memenuhi faktor keamanan
lingkungannya. Masyarakat sebagai pengguna
memperoleh jaminan mutu terbaik .
Istilah DFMA (Design For Manufacture and
Assembly) berasal dari gabungan istilah DFA
(Design for Assembly) dan DFM (Design for
Manufacturing),
konsep
dasarnya
adalah
menerapkan paradigma DFMA untuk menganalisis
permasalahan-permasalahan
selama
proses
manufaktur dan perakitan (assembly) pada tahap
perancangan
awal.
Hal
ini
berarti
mempertimbangkan
semua
faktor
yang
mempengaruhi hasil akhir sedini mungkin dalam
siklus perancangan. Jumlah waktu yang dipakai
dalam analisis pada tahap perancangan awal lebih
sedikit daripada melakukan perancangan secara
berulang, sehingga dapat mengurangi pengeluaran
biaya.
DFMA mempertimbangkan proses manufaktur
dalam tahap perancangan awal, dimana seorang
perancang dapat melakukan pemilihan material yang
sesuai, teknologi yang tepat, mengestimasi waktu
proses manufaktur dengan jumlah produk yang
banyak dan proses yang cepat dengan skema
berbeda. Caranya adalah dengan membandingkan
tiga macam rencana perancangan dan rencana
teknologi, kemudian dilakukan perbaikan secepatnya
pada tahap perancangan awal berdasarkan masukan
informasi hingga didapatkan rencana perancangan
dan teknologi yang paling memuaskan(3).
Proses perancangan yang optimal memerlukan
tahapan kerja yang sistematik (Systematic
Approach). Pekerjaan yang ada dapat dirumuskan
dengan benar dan keterkaitan fungsi produk teknik
yang dirancang dapat dimengerti dengan mudah.
Metoda perancangan yang digunakan adalah metoda
VDI 2222 (Verein Deutsche Ingenieuer) yaitu
metoda dengan pendekatan sistematis mulai dari
pemilihan/analisis pekerjaan hasil penelitian,
pembuatan konsep berdasarkan daftar tuntutan yang
diurai menjadi fungsi keseluruhan dan fungsi bagian,
perancangan
berupa
draft
desain
hingga
penyelesaian yang menghasilkan gambar kerja
lengkap(4).

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Analisis dilakukan terhadap draft rancangan
yang sudah dibuat dengan fokus tentang kelayakan
konstruksi
dan
kebenaran
perhitungannya
berdasarkan kekuatan bahan, yang kemudian
dioptimasi mengunakan sofware Risa Tower, SAP
2000
sehingga
kekuatan
rancangan
bisa
dipertanggung jawabkan.
Konsep desain menggunakan penilaian yang
dilakukan dengan cara memberikan nilai- nilai
pragmatis mengikuti kaidah VDI 2222 dimana setiap
langkah
kegiatan
tidak
disarankan
untuk
ditinggalkan dan penilaian didasarkan pada tabel 1.
Tabel 1. Definisi penilaian

Sangat
baik
5

(5)

Baik

Cukup

Kurang

Sangat
kurang
1

Tabel 2. Alternatif Prototipe

Altenatif 1

Alternatif 2

Alternatif 3

Variasi prototipe konsep desain Teleskopik


Tower ditunjukkan pada tabel 2. Alternatif 1,
shelter berdiri sendiri dan seluruh komponen bisa
diangkat dengan mobil towing, tower menggunakan
rangka pipa disain harmonika, mempunyai rangka
kaki desain harmonika, ditambah dengan penguat
bracket ke semua rangka shelter.
Alternatif 2, shelter bersatu dengan tower,
seluruh komponen bisa ditarik dengan kendaraan
penarik, tidak perlu di angkat oleh mobil towing,
tower dibuat lebih sederhana dengan plat ditekuk
oktagonal dan tidak menggunakan rangka kaki
harmonika, namun jack penguat tanpa bracket ke
shelter.
Alternatif 3, shelter digunakan sesuai cabin
minibus, dan posisi penguat tower dibuatkan khusus
menjadi
satu
dengan
chasis
kendaraan,
menggunakan jack pada kedua chasis dengan empat
posisi yang bisa dilipat.
Penilaian dari segi teknis meliputi fungsi utama,
teknik pengoperasian dan teknik perakitan terhadap
tiga altenatif disain (tabel 2). Besarnya bobot tabel 3
ditentukan berdasarkan kepentingan dari setiap
fungsi. Faktor penilaian fungsi ditentukan
berdasarkan pencapaian fungsi dari setiap alternatif
fungsi keseluruhan alat. Nilai Fungsi didapat dari
pengalian bobot dikalikan faktor fungsi dan Nilai
Fungsi keseluruhan adalah penjumlahan dari nilai

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

242

PRC-02
fungsi, yang kemudian diprosentasikan terhadap
Nilai Ideal.
Hasil dari setiap langkah kegiatan ini dilakukan
bersama sama dalam kegiatan rancang bangun dan
semua bagian terlibat dalam pemberian nilai
sehingga perancangannya akan tidak lagi bisa bolak
balik, sehingga setelah diputuskan maka rancangan
dianggap valid dan sangat sulit untuk dirubah lagi.
Kekhususan dari masing-masing bagian sangat
dituntut sesuai VDI 2222 dimana langkah
pengambilan keputusan menjadi sangat penting.
Tabel 3. Penilaian Teknis

Tabel 4. Penilaian Ekonomis

Pada Tabel 4 menunjukkan penilaian dari tiga


kriteria ekonomis terhadap ketiga alternatif disain,
yaitu
jumlah
pekerjaan
permesinan
dan
kesulitannya, jumlah komponen serta harga
komponen standar yang ada dipasaran sebagi contoh
ban dan peleg kendaraan dan yang lainnya.
Keputusan Penilaian dibuat grafik dengan absis
adalah Penilaian Teknis dan ordinat adalah penilaian
ekonomis, dimana nilai nilai tersebut diatas
dimasukkan dalam grafik pengambilan keputusan,
pada diagram S. (gambar 3) yaitu dengan
memadukan penilaian ekonomis dan penilaian
teknis. Menurut diagram tersebut maka yang paling
ideal adalah ALT 2 (alternatif 2) dan sesuai dengan
VDI 2222, sehingga cara penilaian alternatif disain
bisa dijadikan optimasi rancang bangun Portabel
Teleskopik Tower.

Portabel Teleskopik Tower yang didesain,


kekuatan konstruksinya dianalisis menurut kaidahkaidah ilmu kekuatan bahan dengan
beban
maksimum yang dipersyaratkan, terutama pada
bagian-bagian kritis, seperti Tower, Shelter dan
Trailler, kemudian dioptimasi dengan menggunakan
software. Solusi problema desain disesuaikan
dengan persyaratan disain TIA/EIA-222-F yang
sudah dilakukan dengan membuat disain pemodelan,
dimana pada setiap sub bagian dicari dimensi dan
jenis material yang digunakan sampai tercapainya
persyaratan disain yang diminta. Hasil rancang
bangun yang telah diputuskan dilanjutkan dengan
analisa software yang dipersyaratkan.
Validasi desain Portabel Teleskopik Tower
dilakukan dengan bantuan software Risa Tower dan
dilakukan hanya pada bagian kritis, yaitu
menentukan distribusi tegangan dan karakteristik
pada daerah kritis. Fungsi bagian yang dianalisis
adalah beban diri tower, distribusi beban tower dan
antena yang berada pada elevasi yang telah
ditentukan dengan kecepatan angin operasional 100
km/jam.
Sebelum melakukan eksekusi software, maka
dilakukan validasi data terlebih dahulu, guna
memastikan bahwa parameter data tower sudah
sesuai. Software Risa Tower ini digunakan untuk
menganalisa struktur tower sesuai dengan disain
kriteria tersebut diatas dengan memasukkan
geometri disain, spesifikasi material serta gaya luar
yang menuju padanya.
Dari analisis perhitungan dan validasi dengan
software ternyata defleksi struktur tower memenuhi
syarat defleksi sesuai TIA/Eia-222-F, dimana
material struktur ASTM A36 grade SS 400 dengan
karakteristik modulus elastisity = 210 Gpa, modulus
rigidity = 76 GPa, yield strength = 250 MPa,
ultimate strength = 400 MPa.
Validasi desain Shelter dilakukan dengan
bantuan software SAP 2000, dimana analisis
dilakukan untuk mengetahui distribusi tegangan dan
karakteristik pada daerah kritis. Parameter yang
dianalisis adalah beban diri shelter, distribusi beban
shelter dan perangkat yang ada dalam shelter.
Gambar 4 adalah pemodelan analisis shelter dengan
program SAP 2000.

Gambar 3. Kombinasi Penilaian (diagram S)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Gambar 4. Analisis shelter

243

PRC-02
Hasil reaksi pembebanan pada model yang sudah
dibuat dan dieksekusi dengan software SAP 2000,
dimana Portable Teleskopik Tower sebagai model
dengan mempertimbangkan seluruh beban yang ada,
serta menghitung safety faktor dari rancang bangun
yang didisain, tidak ditemukan konsetrasi gaya pada
struktur shelter.

Kecepatan rata rata angin/operasional


70
km/jam atau 19,44 m/s
Twist = 10 , Sway = 10 , Displacement = H/100,
maximum Stress Ratio = 1,0
Beban Antena Tower :
TIPE
Sector Antena (1,5
m x 0,3 m)
MW diameter 0,6
m
RRU ( 0,48 m x
0,38 m x 0,17 m)
Lampu
Penerangan

Analisis desain yang didukung software dengan


metode VDI 2222 dan DFMA di bidang Tower
serta Konstruksi memberikan hasil yang optimum
yang mempunyai kelebihan untuk dijadikan acuan
dari aspek teknis dan ekonomis sebagai hasil
penelitian
rancang
bangun
sederhana
memungkinkan setiap detail part bisa diproduksi
(produceable design). Portabel Teleskopik Tower ini
memenuhi kriteria disain EIA/TIA-222-F untuk
struktur tower telekomunikasi.

JLM

Elevasi (m)

+16

+14

+12

+11

Hasil optimasi desain dengan metode analisis


VDI 2222 dan DFMA yang memenuhi kriteria
disain EIA/TIA-222-F ditunjukkan pada gambar 5,
6, 7, dan 8.

Gambar 7. Trailler

Gambar 5. Teleskopik Tower

Gambar 8. Portabel Teleskopik Tower

KESIMPULAN

Gambar 6. Shelter

Kriteria global desain Portabel Teleskopik


Tower antara lain:
Tinggi tower 20 m
Maksimum mampu menerima kecepatan angin
100 km/jam atau 27,78 m/s

Analisis desain yang didukung software Risa


Tower dan SAP 2000 dengan metode VDI 2222 dan
DFMA
terhadap Portabel Teleskopik Tower
memberikan hasil yang optimum yang mempunyai
kelebihan untuk dijadikan acuan dari aspek teknis
dan ekonomis sebagai hasil penelitian rancang
bangun sederhana yang memungkinkan setiap detail
part bisa diproduksi (produceable design).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

244

PRC-02
Hasil analisis perhitungan dan validasi dengan
software telah memenuhi syarat sesuai standar
TIA/Eia-222-F, dimana material struktur dyang
digunakan ASTM A36 grade SS 400 dengan
karakteristik modulus elastisity = 210 Gpa, modulus
rigidity = 76 GPa, yield strength = 250 MPa,
ultimate strength = 400 MPa.

[3]. Goeffrey Boothroyd. Peter Dewhurst &


Winston Knight, Product Design for
Manufacturing and Assembly, Marcel Dekker
Inc., (1994).

DAFTAR PUSTAKA

[5]. Roloff Matek, Mashinen elemente, Viewegs


Fachbueher der Technik. Braunsweig Germany,
(1999).

[1]. Supra Cis 42 m., PT. GITechnologi. Operation


Manual, (2013)

[4]. G. Pahl & W. Beitz., Engineering Design A


Systematic Approach, Spriner-Verlag London,
(1996).

[2]. TIA/EIA-222-(F,G), Catalog, (2006).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

245

PRC-04

MODELING PROSESDEEP DRAWING DENGAN PERANGKAT


LUNAK BERBASIS METODE ELEMEN HINGGA

1), 2)

Didik Sugiyanto1), Harini2)


Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas 17 Agustus 1945
Jakarta
didiksgy@gmail.com

ABSTRAK
Perusahaan yang bergerak didalam industri sheet metal forming membutuhkan suatu metode yang baik agar dalam
proses manufakturnya tidak terjadi banyak kesalahan. Banyak dari industri manufaktur masih menggunakan perhitungan
yang manual sehingga membuat hasil dari try-out sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan yang ingin
didapat dari simulasi ini yaitu mengetahui pengaruh besarnya gesekan, clearance, ketebalan blank terhadap drawing
force pada proses deep drawing dan mengetahui fenomena springback yang terjadi pada proses deep drawing sehingga
dapat dilakukan permodelan desain deep drawing untuk optimasi hasil draw piece agar springback bukan menjadi
masalah dalam proses deep drawing.
Metode penelitian dilakukan dengan simulasi komputer, model simulasi yang digunakan adalah square cup deep
drawing dengan dimensi mengacu pada eksperimen numisheet 1993, proses deep drawing menggunakan punch stroke
40 mm kemudian hasilnya divalidasi dengan data hasil rata-rata eksperimen numisheet 1993, disamping itu model
divariasikan dengan variabel ukuran clearance 1.2 mm, 1.5 mm, 2.0 mm, blank thickness 0.78 mm, 0.82 mm, 1.0 mm,
friction 0.125, 0.144, 0.2 selain itu untuk mengurangi springback yang terjadi pada proses forming dapat dilakukan
suatu metode yaitu transformasi nodal.
Hasil validasi dari simulasi ABAQUS CAE dengan data hasil rata-rata eksperimen Numisheet 93 didapatkan
selisih jarak deformasi kearah X (DX) dan kearah diagonal (DD) masing-masing 0.39 mm dan 0.23 mm, dan perbedaan
ukuran dari variable clearance, blank thickness, friction dapat mengakibatkan perbedaan punch force yang bekerja,
Semakin besar harga koefisien gesek, ketebalan blank maka gaya yang dibutuhkan untuk melakukan proses deep
drawing semakin besar dan semakin besar harga clearance maka gaya yang dibutuhkan untuk proses forming semakin
kecil, kemudian bagian yang mudah terjadi cacat yaitu bagian radius diantara sisi die, penipisan material yang paling
tinggi berada pada daerah radius bawah hal ini dapat mengakibatkan sobek (tore), besarnya tegangan yang terjadi
dapat divisualisasikan dengan perbedaan warna pada draw piece. Studi transformasi nodal adalah salah satu metode
untuk mengurangi springback, karena draw piece setelah terjadi springback dimensinya akan mendekati dari dimensi
forming yang diharapkan.
Kata Kunci : Sheet Metal Forming, Deep Drawing, Springback

1.

PENDAHULUAN

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan


teknologi mendorong terciptanya suatu produk
yang baru dan memiliki kualitas yang baik. Pada
industri manufacturing hal ini menjadi masalah
yang sangat penting karena dalam proses
manufakturnya banyak sekali kendala yang harus
dipecahkan agar tercipta suatu produk yang
bermutu tinggi.
Dalam industri manufakturing dikenal proses
Sheet metal forming adalah sebuah proses yang
bertujuan agar pelat atau material mengalami
deformasi plastis sehingga terbentuk komponen
dari desain yang diinginkan. Penggunaan sheet
metal forming merupakan teknik pembentukan
yang efektif karena dapat menggantikan proses
permesinan dan pengelasan. Komponen yang
dihasilkan dari proses sheet metal forming adalah
bentuk yang sangat sederhana sampai bentukbentuk yang rumit dan kecil seperti yang diperlukan

industri elektronik dan menghasilkan komponen


besar seperti bodi mobil pada industri otomotif.
Perusahaan yang bergerak didalam industri
sheet metal forming membutuhkan suatu metode
yang baik agar dalam proses manufakturnya tidak
terjadi banyak kesalahan. Banyak dari industri
manufaktur masih menggunakan perhitungan yang
manual sehingga membuat hasil dari try-out sering
kali tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Berkembangnya teknologi hardware dan
software padakomputer sangat membantu dalam
proses manufaktur karena dapat mensimulasikan
perhitungan numerik dan memvisualisasikan halhal yang mungkin terjadi pada proses
manufacturing
yang
selanjutnya
dapat
diaplikasikan dilapangan. Teknologi digital
pendukung proses rekayasa dan pengembangan
produk seperti halnya Computer Aided Design
(CAD), Computer Aided Manufacturing (CAM),
Computer Aided Engineering (CAE) sangat
membantu sekali untuk terciptanya produk yang
berkualitas tinggi. Diantaranya perangkat lunak

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

246

PRC-04

yang
dapat
digunakan
dalam
proses
manufacturingseperti, ABAQUS, CATIA, PRO
ENGINEER,
AUTOCAD,
INVENTOR,
SOLIDWORKS, NASTRAN, LS DYNA, MARC
dan lain sebagainya. Proses pembuatan dengan
proses deep drawing seperti halnya pada pada
pembuatan komponen autobody suatu jenis
kendaraan ini dapat analisis dengan salah satu
perangkat lunak (software) yaitu ABAQUS.
Pada proses deep drawing banyak kegagalan
terjadi dalam proses manufakturnyaseperti halnya
plat sobek, cacat kerut (wrinkling) , adanya gaya
springback yang dapat menjadikan draw piece
tidak sesuai dengan dimensi yang diinginkan. Hal
ini dapat di tanggulangi
dengan software
ABAQUS, karena didalam ABAQUS dapat
dianalisa hal-hal yang mungkin terjadi selama
proses drawing sehingga dapat menghasikan draw
piece yang memiliki kualitas yang baik.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini
adalah: Mengetahui pengaruh besarnya gesekan,
clearance, ketebalan blank terhadap drawing force
pada proses deep drawing, meminimalisir efek
springback yang terjadi pada proses deep drawing.
Shirani (2006) meneliti tentang deep drawing
dengan menggunakan blank dari komposit
menyatakan bahwa dalam proses deep drawing
penggunaan blank yang optimal tidak hanya
melindungi material tetapi dapat juga untuk
mengurangi cacat pada sheet metal forming seperti,
wrinkling dan tearing, akan tetapi tidak mudah
untuk menemukan material blank yang optimal
karena kompleknya sifat material seperti pada
kasus lembaran komposit. Pada simulasi deep
drawing ini digunakan ABAQUS/Explicit dan
bentuk blank digunakan untuk proses square cup
deep drawing. Dengan melakukan simulasi
komputer dengan metode yang sistematis desain
material blank yang optimal dapat ditemukan dan
sangat efektif pada desain dari composite deep
drawing process .
Chaparro (2002) meneliti tentang square cup
deep drawing dan menyatakan bahwa mudah untuk
mengamati secara global atau memerinci informasi
tentang evolusi parameter besarnya deformasi
menggunakan GID, ini meliputi parameter keadaan
pada node dan pengintegrasian titik. Hasil interaksi
antara pre dan post processor GID dengan solver
DD31MP dikembangkan di CEMUC dan telah di
uji. Perangkat lunak GID telah digunakan untuk
mensimulasikan geometri awal pada sheet metal
kemudian dilakukan seluruh tugas post-process
untuk menghasilkan bentuk yang diinginkan.
Program dapat digunakan untuk memecahkan suatu
permasalahan yang nyata pada industri sheet metal
forming.

2. TINJAUAN PUSTAKA
[1]. Deep Drawing
Deep drawing adalah operasi sheet metal
forming yang digunakan untuk membuat bentuk
cup, kotak, atau bentuk kurva yang komplek,
bentuk yang berlubang. Proses deep drawing
dilakukan dengan menempatkan sheet metal blank
diatas rongga die kemudian mendorong sheet metal
kedalam die dengan punch. Blank diatas die
seharusnya ditekan atau dijepit oleh blank holder.
Produk yang dibuat dengan proses deep drawing
seperti, bodi automobile, beverage cans,
perlengkapan dapur.
Proses deepdrawing dilakukan dengan
menekan material benda kerja yang berupa
lembaran logam yang disebut dengan blank
sehingga terjadi peregangan mengikuti bentuk die,
bentuk akhir ditentukan oleh punch sebagai
penekan dan die sebagai penahan benda kerja saat
di tekan oleh punch. Proses deep drawing seperti
ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Deep drawing


Teori
Sheet
Deformation
ProcessesElemendidalam uji tarik dengan uniaxial
deformasi akan diikuti proses perubahan bentuk
yang perlahan-lahan dari suatu elemen. Prinsip
regangan suatu elemen ditunjukkan dengan gambar
2.2.

Gambar 2.2. Prinsip regangan suatu elemen


2.1.1. Principal Strain Increment
Selama material dalam proses prinsip regangan
yang bertahap (increment) sepanjang axis dapat
diberikan persamaan sebagai berikut,
dl
d1 ; pertambahan panjang perpanjang mula
l

d 2

dw

; Pertambahan lebar per lebar mula-mula


w
dt
d 3 ; Pengurangan tebal per tebal mula-mula
t
[2]. Kondisi volume konstan (incompressibility)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

247

PRC-04

Telah disebutkan bahwa deformasi plastis


terjadi pada volume konstan dan kondisi regangan
pada material mulai terdeformasi mengalami
beberapa tahap (increment) disetiap bagian elemen
(pelat). Dengan volume yang tidak berubah,
perbedaan dari volume bentuk panjang sama
dengan nol.
dl dw dt

0
(1)
l
w
t
(2)
d1 d 2 d 3 0
2.2.1. Rasio tegangan dan regangan (material
isotropic)
Dalam analisis material isotropic dibatasi pada
kondisi dimana keadaan property yang sama maka
akan diukur disegala arah, ini dapat diasumsikan
bahwa tegangan dan regangan pada lebar dan arah
ketebalan akan sama maka besarnyaseragam dan
dirumuskan sebagai berikut.
dl
1
1
d1 ; d 2 d1 ; d 3 d1
l
2
2
(3)
Seperti halnya pada tegangan dapat
dirumuskan sebagai berikut :
F
1=
;2 = 0; 3 = 0
(4)
A
Dimana :
d1, d2, d3 = strain increment

= Tegangan (MPa)
F
= Gaya (N)
A
= Luas permukaan (mm2)
2.2.2. Perbandingan tegangan dan regangan
(Stress and strain ratio)
Stress and strain ratio yaitu perbandingan
tegangan dan regangan pada kondisi material
terdeformasi menggunakan konstanta perbandingan
dan (Marciniak, 2002)
Dimana :
= Strain ratio; uniaxial tension = -1/2 ;Plane
stress = 0
= Stress ratio;
uniaxial tension = 0 ;Plane
stress = 1/2
Prinsip yang digunakan untuk tegangan yang
bekerja pada suatu elemen pada saat pengujian
adalah 1 2 dan 3 0 , maka untuk kondisi
elemen suatu material yang terdeformasi adalah

1;

1;

2 1 ;

3 1 1

2 1 ; 3 0

batas di dalam rancang bangun teknik. (Hutton,


2004).
Metode elemen hingga adalah dasar dari
perhitungan numerik yang dilakukan oleh
bahasaprogram didalam perangkat lunak komputer.
Sebelum melakukan perhitungan benda dimodelkan
menjadi sebuah geometri kemudian dibagi menjadi
nodal dan elemen. Nodal berfungsi sebagai titik
untuk mengaplikasikan beban, sedangkan elemen
berfungsi untuk mendefinisikan surface dan tipe
dari elemen. Rumus dasar metode elemen hingga
sebagai berikut :
(6)
F K u
dimana :
F = Gaya luar yang diberikan pada struktur


K = Matrik kekakuan elemen
u = Perpindahan (displacement)

2.3.1. Tegangan bidang


Pada umumnya yang berpengaruh pada ilmu
mekanika benda padat dikenal sebagai tegangan
bidang, dapat didefinisikan sebagai berikut :
1. Benda yang berukuran kecil pada salah satu arah
(arah sumbu z) dibandingkan dengan sumbu
yang lain, sumbu z disebut ketebalan dan
simetris dengan xy plane.
2. Benda dibebani pada bidang xy
3. Material adalah benda yang elastis, isotropik
dan homogen.
Pada tegangan bidang yang bernilai tidak nol
terdiri dari komponen tegangan x, y, xy dan
tegangan yang tegak lurus dengan xy plane (z, xz,
yz) bernilai nol. Oleh karena itu persamaan
kesetimbangan untuk tegangan bidang adalah :
x xy

0
x
x
(7)
y xy

0
y
y
dimana xy = yx. Penggunaan hubungan
tegangan-regangan elastis pada persamaan (33)
dengan z = 0, xz = yz = 0 nilai komponen
tegangan yang tidak nol dinyatakan sebagai,
E
x
( v y )
2 x
1 v

y
(5)

[3]. Metode Elemen Hingga


Metode elemen hingga adalah adalah suatu
komputational teknik yang digunakan untuk
memperoleh pendekatan solusi permasalahan nilai

xy

E
1 v

( y v x )

(8)

xy G xy
2(1 v )
dimana E adalah modulus elastisitas dan
adalah poisson ratio untuk material. Dalam
hubungan tegangan-regangan geser modulus geser
G E / 2(1 v)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

248

PRC-04

2.3.2. Regangan Bidang


Pada sebuah benda padat dapat dikatakan pada
regangan bidang jika benda itu memenuhi
anggapan dari teori tegangan bidang kecuali pada
benda dengan ketebalan (arah sumbu z) yang besar
dibandingkan bidang xy. Regangan bidang
didefinisikan sebagai berikut :
w
z
0
z
u w
xz

0
(9)
z x
v w
yz

0
z y
jadi persamaan komponen tegangan yang nilainya
tidak nol menjadi
E
x
(1 v ) x v y
(1 v )(1 2v )

y
xy

E
(1 v )(1 2v )

(1 v) y v x (10)

xy G xy
2(1 v )
sementara nilainya tidak nol, tegangan normal pada
arah z dapat diabaikan dengan perbandingan
komponen tegangan yang lain.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Tempat penelitian adalah Laboratorium
Komputer Teknik dan Laboratorium Proses
Produksi Teknik Mesin Universitas 17 Agustus
1945 Jakarta. Selanjutnya tempat studi banding di
lapangan adalah Industri manufaktur yang berada di
Kota Jakarta Utara.
3.2. Komponen Utama Desain Alat
Dalam suatu unit die set terdapat komponenkomponen seperti ditunjukkan pada gambar 3.

Punch
Spring Plate
Spring
Blank Holder
Blank

tenaga sehingga blank tertekan kebawah, bentuk


punch disesuaikan dengan bentuk akhir dari proses
drawing, posisi dari punch sebenarnya tidak selalu
diatas tergantung dari jenis diedrawing yang
digunakan.
3.2.2. Blank holder
Blank holder berfungsi memegang blank atau
benda kerja berupa lembaran logam, walaupun
berfungsi memegang benda kerja, benda kerja harus
dapat tetap bergerak saat proses drawing dilakukan
sebab saat proses drawing berlangsung benda kerja
yang dijepit oleh blank holder akan bergerak kearah
pusat sesuai dengan bentuk die drawing. Sebagian
besar jenis blank holder diganti dengan nest berupa
lingkaran yang terdapat lubang didalamnya, lubang
tersebut sebagai tempat peletakan dari benda kerja
agar tidak bergeser kesamping.
3.2.3. Die
Die merupakan komponen utama yang
berperan dalam menentukan bentuk akhir dari
benda kerja drawing (draw piece), bentuk dan
ukuran die bervariasi sesuai dengan bentuk akhir
yang diinginkan, kontruksi die harus mampu
menahan gerakan, gaya geser serta gaya punch.
Pada die terdapat radius tertentu yang berfungsi
mempermudah reduksi benda saat proses
berlangsung, lebih jauh lagi dengan adanya jari-jari
diharapkan tidak terjadi sobek pada material yang
akan di drawing.
Data properti dari square cup deep drawing adalah
sebagai berikut :
1. Bahan
: Mild steel
2. Tebal
: 0.78 mm
3. Luas plat
: 150mm x 150 mm
4. Modulus Young E
: 206 Gpa
5. Poissons ratio ()
: 0.3
6. Koefisien gesek
: 0.144
7. Blank Holder Force : 19.6 kN (4.9 kN untuk
bagian)
8. = 565.32*(0.007117 + p)0.2589
3.3. Variabel Penelitian
Variabel simulasi penelitian adalah
variasi dari clearence antara punch dan die 1.2 mm,
1.5 mm, 2.0 mm , variasi friction 0.125, 0.144,
0.200 , variasi ketebalan (thickness)pada blank 0.78
mm, 0.82 mm, 1.0 mm. Pada simulasi square cup
deep drawing ini menggunakan punch stroke 40
mm, gaya blank holder yang diberikan 4900 N
untuk 1/4 model dan gaya punch diberikan dibagian
tengah blank sehingga blank tertarik mengikuti
bentuk dari die.

Die
Gambar 3.1. Bagian-bagian forming tool
Komponen die set yang utama yaitu:
3.2.1. Punch
Punchmerupakan bagian yang bergerak
kebawah untuk meneruskan gaya dari sumber

3.4. Diagram Alir


Dalam penelitian ini metodologi penelitian
yang digunakan dalam prosesnya dapat dilihat pada
gambar 3.2.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

249

PRC-04

dibaca menggunakan text editor atau word


processor.
Postprocessorakan membaca hasil dari
solver yang tertuang dalam database file sehingga
dapat menampilkan hasil perhitungan atau hasil
simulasi yang sudah dikerjakan oleh Solver.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
[1]. Visualisasi Proses deep drawing
Visualisasi proses deep drawing pada
modelingsquare cup deep drawing dengan
ABAQUS terlihat seperti pada gambar 4.1.

Gambar 3.2. Diagram Alir Penelitian


Pada simulasi deep drawing ini langkah
yang dilakukan yaitu mendesain model disesuaikan
dengan dimensi pada eksperimen numisheet 1993
tentang square cup deep drawing (gambar 3.2),
kemudian dilakukan simulasi dengan variasi dari
clearence antara punch dan die 1.2 mm, 1.5 mm,
2.0 mm , variasi friction 0.125, 0.144, 0.200 ,
variasi ketebalan (thickness)pada blank 0.78 mm,
0.82 mm, 1.0 mm. Pada simulasi square cup deep
drawing ini menggunakan punch stroke 40 mm,
gaya blank holder yang diberikan 4900 N untuk 1/4
model dan gaya punch diberikan dibagian tengah
blank sehingga blank tertarik mengikuti bentuk dari
die. Punch force didapatkan setelah proses analisis
menggunakan ABAQUS CAE (solver), selain
square cup deep drawing juga dilakukan studi
transformasi pada suatu model 2D planar.
Simulasi ABAQUS /CAE
Diagram Alir Proses Runningsebagai
berikut:
Preprocessor memerlukan informasi data
geometri, data properties, data kondisi pembebanan
dan data lain yang berhubungan dengan kondisi dan
proses. Hasil dari preprocessor berupa berkas
masukan (input file) untuk kemudian dibaca oleh
Solver.
Solver akan melakukan analisis berdasarkan
input file yang sudah ada dan hasil analisis direkam
dalam berbagai file dalam bentuk file database
(binary file) yang berisi berbagai informasi gambar
dan hasil perhitungan, serta file hasil angka-angka
dalam bentuk ASCII file perhitungan yang bisa

Gambar 4.1.(a) Model square cup deep drawing


kondisi awal
(b) Model square cup deep
drawing
saat
punchtelah
bergerak kebawah (forming).
[2]. Visualisasi Tegangan Pada Blank
Visualisasi tegangan pada square cup deep
drawing dengan jumlah elemen 400 elemen pada
step forming, frame ke 20, step time 4.00 x 10-3
second. Pada frame ini menunjukkan visualisasi
tegangan tertinggi pada proses forming. Visualisasi
distribusi tegangan dapat ditunjukkan pada gambar
4.2.

3.5.

Gambar 4.2. Visualisasi distribusi tegangan


Pada gambar 4.2. ditunjukkan tegangan
maksimum 4.674 x 108 Pa yang terjadi pada blank
dengan elemen nomor 381 nodal 422, sedangkan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

250

PRC-04

Tabel 4.1. Tegangan maksimal dan minimal


pada blank
Jumlah elemen
400
625
729
900
1444
2500

Tegangan
Minimal
(Pa)
2.342 x 107
5.470 x 106
4.251 x 106
1.765 x 106
8.872 x 105
1.100 x 107

Tegangan
Maksimal
(Pa)
4.674 x 108
4.740 x 108
4.740 x 108
4.740 x 108
4.740 x 108
4.740 x 108

Dari tabel 4.1 didapatkan suatu diagram


batang hubungan tegangan dan jumlah elemen
seperti ditunjukkan pada gambar 4.3.
Tegangan Minimal

Tegangan Maksimal

Pada gambar 4.4.ditunjukkan distribusi


tegangan pada step springback, frame ke 20, step
time 4.00E-03 second. Pada frame ini tegangan
maksimum yang terjadi sebesar 4.080 x 108 Pa yang
terjadi pada blank dengan elemen nomor 244 nodal
254, sedangkan tegangan minimum 5.888 x 10 6 Pa
terjadi pada blank dengan nomor elemen 625 nodal
676.
[4]. Hubungan Punch Load dan Displacement
Dari grafik hubungan punch Load dengan
punch displacement dengan variasi clearance,
friction, thickness data diambil dari data numerik
hubungan tegangan dan regangan pada blank
dengan jumlah 625 elemen.
25000
20000
Punch Load (N)

tegangan minimum 2.342 x 107 Pa terjadi pada


blank dengan nomor elemen 400, nodal 441.
Selanjutnya untuk elemen 625, 679, 900, 1444,
2500 disajikan dalam bentuk tabel berikut:

Thickness 0.78 mm

15000

Thickness 0.82 mm
10000

Thickness 1.0 mm

5000

5.00E+08

Tegangan (N/m 2)

4.50E+08

4.00E+08

3.50E+08
3.00E+08

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

Punch Displacement (m)

2.50E+08

Gambar 4.5. Grafik hubungan Punch Load dan


Punch Displacement dengan variasi ketebalan
blank 0.78 mm, 0.82 mm, 1.0 mm

2.00E+08
1.50E+08
1.00E+08
5.00E+07
0.00E+00
400

625

729

900

1444

2500

Jumlah Elemen

Gambar 4.3.
Grafik
diagram
batang
hubungan tegangan dan jumlah
elemen
Pada gambar 4.3.dapat disimpulkan bahwa
konvergensi elemen mulai terjadi pada jumlah
elemen 625 dan akan mulai stabil bila ditambah
jumlah elemennya.
[3]. Visualisasispringback pada blank saat
tegangan maksimum mulai stabil.
Pada gambar 4.4 ditunjukkan visualisasi
terjadinya springback setelah gaya punch pada
proses forming dihilangkan maka tegangan elastis
sisa pada draw piece memungkinkan terjadinya
springback.Blank dengan jumlah elemen 625
disimulasikan karena sudah konvergen.

Gambar 4.4. Visualisasi Springback

Gambar 4.5.menunjukkan bahwa semakin


besar ketebalan blank maka punch load yang
bekerja juga akan semakin besar, dan sebaliknya
bila ketebalan blank semakin kecil maka punch load
yang bekerja juga semakin kecil. Pada gambar 4.5,
terlihat adanya osilasi pada grafik hubungan punch
load dan punch displacement yang dipengaruhi
adanya variasi thickness adalah karena adanya gaya
reaksi pada blank yang disebabkan oleh gaya aksi
atau gaya tekan punch, dan dapat juga dipengaruhi
adanya sifat elastisitas bahan.
[5]. Hasil
validasi
dengan
eksperimen
numisheet 1993
Pada
gambar
4.6.ditunjukkan
posisi
displacement blank dengan meshing pada blank
dibagi menjadi 625 elemen.

Gambar 4.6. Posisi DisplacementBlank

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

251

PRC-04

Tabel 4.2. Perbandingan deformasi (draw-in)


antara hasil simulasi dengan hasil
eksperimen rata-rata numisheet93
Punch travel
40 mm
Displacement

DX
(mm)
27.96

DD
(mm)
15.36

Makhinouci, 1993
(eksperimen rata-rata)
Simulasi ABAQUS dengan
Jumlah elemen blank 625
28.35
15.59
Jumlah elemen blank 729
28.21
15.70
Jumlah elemen blank 900
28.22
15.76
Dari tabel 4.2. kemudian dibuat dalam bentuk
grafik seperti pada gambar 4.7.
40

Simulasi ABAQUS

Deformasi (mm)

35
30

Sedangkan penipisan elemen tampak terjadi pada


elemen 1, 235 dan elemen 401, hal ini disebabkan
adanya strain positif pada formed dimana
displacement cenderung keluar dari elemen ini.
Pada blankdeformable penebalan dan penipisan
material tidak selalu linier karena penipisan dan
penebalan dapat berubah-ubah sesuai dengan strain
yang dihasilkan dan permukaan dari die. Meskipun
terjadi penipisan elemen pada draw piece tetapi
tidak menunjukkan adanya sobek ataupun
mengkerut akibat adanya penebalan elemen.
Simulasi ini masih menghasilkan draw piece yang
baik. Dari gambar 4.9 dapat dibuat grafik hubungan
deformasi ketebalan elemen dan waktu seperti pada
gambar 4.9.

Hasil eksperimen rata-rata


28.35 27.96

25
20
15.59 15.36
15
10
5
0
DX

DD

Gambar 4.7.Diagram perbandingan deformasi


antara hasil simulasi ABAQUS dengan hasil
eksperimen rata-rata dari numisheet 1993.
Pada gambar 4.7, dapat tunjukkan bahwa
perbandingan antara hasil simulasi dengan
eksperimen dapat dikatakan baik karena hasil dari
simulasi sangat mendekati dari hasil eksperimen.
[6]. Deformasi Ketebalan Elemen
Deformasi ketebalan elemen pada masingmasing elemen berbeda-beda ada yang mengalami
penebalan
ada
juga
yang
mengalami
penipisan.Gambar 4.8. ditunjukkan visualisasi
ketebalan elemen pada blank dengan jumlah elemen
625 pada penekanan 40 mm.

Gambar 4.8. Elemen dengan variasi ketebalan


Pada deformasi elemen terjadi penebalan dan
penipisan elemen dengan diwakili kontur warna
yang berbeda, hal ini ditunjukkan pada gambar 4.8.
Penebalan terjadi pada elemen 526 terjadi karena
posisi elemen ini terletak pada alur melengkung,
penebalan ini terjadi karena adanya strain negatif
pada proses formed kearah sumbu Z, begitu juga
penebalan pada elemen 601 karena adanya strain
negatif pada proses formed kearah sumbu X dimana
terjadi konsentrasi displacement kearah ini.

Gambar 4.9. Diagram deformasi ketebalan


elemen
4.6. Studi Transformasi
Dalam sheet metal forming, springback
merupakan forming defect dari suatu proses
manufaktur, karena dimensi yang diinginkan dapat
tidak tercapai karena adanya sifat elastisitas pada
bahan yang dapat mengakibatkan springback, untuk
mengatasi springback dapat dilakukan suatu metode
yaitu transformasi nodal pada simulasi dengan FEA
(Finite Element Analysis), yaitu dengan cara
memperdalam ukuran dies atau punch sesuai
dengan selisih koordinat jaraknodal blank pada saat
forming dan setelah terjadi springback. Tujuan dari
transformasi yaitu untuk menghasilkan draw piece
sesuai dengan dimensi yang diinginkan setelah
draw piece mengalami springback. Permodelan
dilakukan dua kali yaitu permodelan I (awal) dan
permodelan II (akhir)
Dari hasil simulasi selisih koordinat nodal pada
blank ditunjukkan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Tabel
permodelan I
Blank

Nodal 87
Nodal 57
Nodal 102
Nodal 114
Nodal 129
Nodal 145
Nodal 187
Nodal 242
Nodal 286

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Forming
koordinat Y
(m)
-0.00933
-0.00484
-0.00991
-0.0099
-0.00587
-0.0099
-0.00996
-0.00615
-0.000108

koordinat
Springback
koordinat Y
(m)
-0.00904
-0.0046
-0.00964
-0.00965
-0.00564
-0.00969
-0.00973
-0.0061
-0.0000754

pada

blank

Selisih
koordinat
(m)
0.00028
0.00024
0.00027
0.00025
0.00023
0.00021
0.00023
0.000054
0.0000328

252

PRC-04

0
286

Displacement (m)

Selisih antara koordinat pada saat forming dan


koordinat pada saat springback digunakan sebagai
offset untuk memodifikasi ukuran die atau
memperdalam bentuk dari die. Nodal pada die yang
akan di offset dipilih nodal nomor 3, 4, 5, 6, 127,
13, 14, 15, 16. penentuan nodal tersebut didapatkan
dari nodal die yang berdekatan atau sejajar pada
arah Y dengan nodal blank pada saat step forming,
yang digunakan sebagai titik acuan untuk
memodifikasi dimensi die, kemudian bentuk punch
menyesuaikan bentuk die setelah dilakukan
modifikasi. Gambar 4.9 menunjukkan ilustrasi
koordinat blank.

-0.002
-0.004
57

-0.006

Forming I

129

242

Springback I

-0.008
-0.01

87

102

114

145

187

-0.012

Node

Gambar 4.12. Grafik perbandingan antara


forming dan springback pada permodelan I
0

Gambar 4.9. Menunjukkan Ilustrasi Koordinat


Blank
Ilustrasi koordinat die dengan nodal nomor 3, 4, 5,
6, 127, 13, 14, 15, 16 dapat ditunjukkan seperti
pada gambar 4.11.

Displacement (m)

286

-0.002
-0.004
57

-0.006

129

242

Forming II
Springback II

-0.008
-0.01

87

102

114

145

187

-0.012
Node

Gambar 4.13. Grafik perbandingan antara


forming dan springback pada permodelan II
5.

Gambar 4.11. Menunjukkan Ilustrasi Koordinat


Dies
Tabel 4.4. Koordinat blank setelah transformasi
nodal.
Deformasi Coord
Nodal
Y (m)
87
-0.00964
57
-0.00515
102
-0.0101
114
-0.01
129
-0.00602
145
-0.00987
187
-0.00991
242
-0.00616
286
-0.0000783
Pada tabel 4.4 koordinat sumbu Y pada saat terjadi
springback pada permodelan II hasilnya mendekati
dengan koordinat forming pada permodelan I (Tabel
4.3). Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa
metode transformasi dapat digunakan sebagai upaya
untuk meminimalisir springback pada sheet metal
forming danmetode transformasi nodal atau
mengubah bentuk dimensi dari punch dan die dapat
menjadi salah satu cara untuk menanggulangi
springback
Diagram batang perbandingan antara koordinat
forming dan springback pada permodelan I seperti
pada gambar 4.12.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari laporan
ini adalah sebagai berikut :
Semakin besar harga koefisien gesek, ketebalan
blank maka gaya yang dibutuhkan untuk melakukan
proses forming semakin besar dan semakin besar
harga clearance maka gaya yang dibutuhkan untuk
proses forming semakin kecil.
Springback dapat diminimalisir dengan metode
transformasi nodal pada die sesuai dengan selisih
besarnya springback pada blank atau memodifikasi
ukuran dari punch dan die.
REFERENSI
[1]. Chaparro, 2002., Numerical Simulation Of
Complex
LargeDeformation
Processes.,CEMUC, Portugal.
[2]. Hutton V. David., 2004. Fundamentals Of
Finite Element Analysis. New York.
[3]. Lee. S. w.,1997.A Stress Integration
Algorithm For Plane Stress Elastoplasttcity
And Its Applications To Explicit Finite
Element Analysis Of Sheet Metal Forming
Processes. Department of Mechanical
Engineering, KAIST, Taejon, Republic of
Korea.
[4]. Marciniak, Z.,et.al., 2002, Mechanics Of
Sheet Metal Forming, Butterworth
Heinemann, London.
[5]. Singer, F.L., dan Andrew Pytel, 1995, Ilmu
Kekuatan Bahan (Teori Kokoh-Strength of
material), alih bahasa Darwin Sebayang , edisi
II, Erlangga, Jakarta.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

253

PRC-04

[6]. Shirani. M., 2006. Initial Blank Design in


Thermoplastic Reinforced Sheet Drawing

Based On Sensitivity Analysis. Tehran, Iran.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

254

PRC-05

PERANCANGAN ALAT UJI KEOLENGAN GEARBOX RODA


KERETA REL LISTRIK PADA SERI 203 JAPAN RAILWAYS DAN
SERI 7000 METRO
Yani Kurniawan*), Eko Prasetyo*), Anang Kurniawan*)
*) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pancasila
yani.ftup@gmail.com, eko170424@gmail.com, anangkurniawan9012@yahoo.co.id
ABSTRACT
Electric train is effective and efficient and transportation-based railroad, because it has a greater carrying
capacity than other transport. Workshop electric trains in Manggarai check the gearbox rocking electric trains manually.
Repair manual has weaknesses can not determine the turn and the level of damage to the gearbox. Gearbox rocking
inspection process can use the sensor technology. The design concept of rocking gearbox test equipment, using the
method of designing Karl. T Ulrich and Steven D. Eppinger. Component testing tool rocking gearbox consists of three (3)
main components, namely the framework, electric motors, and sensors. Framework serves as a holder axlebox, wheels
and gearbox. The electric motor is used to rotate the gearbox and wheels while the sensor is used to detect rocking
gearbox. Designing test equipment rocking electric train wheel gearbox and seconded software pro-engineering with the
results 1994x1260x1454 mm dimensions, using the C channel steel frame that is capable of receiving loads 17167.5 N.
crooked load voltage of 9.2 N/mm2, the shear stress of 70, 17 N / mm2, and Von Misses maximum voltage is 74.92
N/mm2. The sensors use photoelectric type of and electric motor using models M40T-6 3 phase, has a strong current of
22.5 amperes specifications, rotation 1460 rpm, the voltage is 380 volts with power is 5,5 kW.
Keywords: design rocking test equipment, gearboxes, wheels, electric motors, sensors.

ABSTRAK
Kereta rel listrik adalah tranportasi darat efektif dan efisien berbasis jalan rel, karena memiliki daya angkut
lebih besar dari transportasi lainnya. Bengkel kereta listrik di Balai Yasa Manggarai memeriksa keolengan gearbox
kereta listrik secara manual. Perbaikan secara manual memiliki kelemahan tidak dapat menentukan masa pergantian
dan tingkat kerusakan pada gearbox. Proses pemeriksaan keolengan gearbox dapat menggunakan teknologi sensor.
Perancangan konsep alat uji keolengan gearbox, menggunakan metode perancangan Karl. T Ulrich dan Steven D.
Eppinger. Komponen alat uji keolengan gearbox terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu kerangka, motor listrik, dan
sensor. Kerangka berfungsi sebagai dudukan axlebox, roda dan gearbox. Motor listrik berfungsi untuk memutar gearbox
dan roda sedangkan sensor berfungsi untuk mendeteksi keolengan gearbox. Perancangan alat uji keolengan gearbox
roda kereta listrik dan diperbantukan software pro-engineering dengan hasil dimensi 1994x1260x1454 mm,
menggunakan kerangka besi kanal C yang mampu menerima beban 17167,5 N. Tegangan beban bengkok sebesar 9,2
N/mm2, tegangan geser sebesar 70,17 N/mm2, dan Von Misses tegangan maksimum adalah 74,92 N/mm2. Sensor
memakai jenis photoelectric dan motor listrik menggunakan model M40T-6 3 phase, mempunyai spesifikasi kuat arus
22,5 Ampere, putaran 1460 rpm, tegangan 380 Volt dengan daya 5,5 kW.
Kata kunci : perancangan alat uji keolengan, gearbox, roda kereta, motor listrik, sensor.

1.

PENDAHULUAN
Kereta Rel Listrik (KRL) merupakan angkutan
transportasi darat berbasis khusus jalan rel
yang efisien dan efektif. Transportasi darat
yang merupakan transportasi yang sekarang
digemari banyak penumpang, terutama dengan
timbulnya berbagai kemacetan di daerah
Jabodetabek
(Jakarta,
Bogor,
Depok,
Tangerang, Bekasi), maka penumpang paling
banyak khususnya penumpang Kereta Rel
Listrik (KRL). Maka diperlukannya armada

Kereta Rel Listrik (KRL) yang memadai dan


handal pada saat pengoperasiannya. Di
bengkel Balai Yasa Manggarai terdapat
perbaikan KRL khususnya Perbaikan Akhir
(PA) gearbox untuk semua jenis seri gearbox
KRL setiap 2 tahun sekali. Perbaikan gearbox
di Balai Yasa Manggarai masih menggunakan
alat kerja manual seperti gambar 1 , terutama
dalam hal pemeriksaan keolengan roda kereta
listrik seri 203 JR seperti pada gambar 2 dan
seri 7000 Metro seperti pada gambar 3.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

255

PRC-05

gandar penggerak roda 2 dalam satu bogi


kereta, gearbox terpasang berhadapan
menyilang antar gandar penggerak. Seperti
pada gambar 4 adalah dimana gearbox
terpasang pada bogie Kereta Rel Listrik
(KRL) [2].
Gambar 1. Pemeriksaan keolengan Gearbox pada
Roda Kereta

Gambar 4. Pemasangan gearbox pada


bogi kereta listrik

Gambar 2. Gambar gearbox roda kereta seri 203


JR
-

Gambar 3. Gambar gearbox roda kereta seri


7000 Metro
Untuk itu, supaya mempermudah pemeriksaan
keolengan gearbox terhadap roda maka
diperlukan alat uji keolengan gaerbox.Maka
dari itu perlu dilakukan penelitian dengan
judul Perancangan Alat Uji Keolengan
Gearbox Roda Kereta Rel Listrik Pada Seri
203 Japan Railways Dan Seri 7000 Metro
2.

Perancangan
Pada dasarnya dalam sebuah perancangan
dan pembuatan suatu alat diperlukan konsep
perancangan dan pengembangan produk agar
dalam
pembuatan
alat
tersebut
bisa
menghasilkan suatu produk sesuai dengan yang
diinginkan
dan
mempunyai
nilai
tambah.Pembuatan suatu alat tersebut bisa
menjadi lebih mudah bila kita mempunyai
konsep perancangan dan pengembangan produk
yang benar.Dalam pembuatan alat uji keolengan
gearbox yang saya kerjakan menggunakan
konsep perancangan dan pengembangan produk
menurut Karl.T Ulrich dan Steven D. Eppinger.
Tabel 1. Properties Material JIS G3101 SS400

LANDASAN TEORI
-

Gaerbox
Gearbox adalah komponen utama dari
Kereta Rel Listrik (KRL) yang terpasang di
bagian bogi kereta, yang fungsinya sebagai
komponen penerus penggerak (putar) roda
KRL karena yang sumber mekanik putarnya
berasal dari Traksi Motor. Gearbox
berhubungan langsung dengan sumber
penggeraknya (putar) yaitu traksi motor
yang terpasang satu sumbu poros kopling
untuk tipe seri gearbox seri 203 Japan
Railways (JR) dan gearbox seri 7000 Metro.
Setiap satu unit bogi kereta terdapat 2 unit
gearbox pada gandar penggerak roda 1 dan

Von Mises
Teori kegagalan yang diperkenalkan oleh
Huber pada tahun 1904 dan kemudian
disempurnakan melalui kontibusi Von mises dan
Hecky. Kegagalan diprediksi terjadi pada
keadaan tegangan multiaksial bila mana energi
distorsi per unit volume sama atau lebih besar
dari energi distorsi per unit volume pada saat
terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

256

PRC-05

uniaksial sederhana terhadap specimen dari


matrial yang sama. Metode Von Misses
memiliki keakuratan prediksi lebih tepat
dibandingkan dengan lain. Tegangan Von
Msises merupakan kriteria kegagalan untuk jenis
material yang ulet. Untuk dinyatakan aman atau
tidaknya suatu material ialah jika tegangan Von
Mises lebih kecil dari yield strength material
yang digunakan, maka kekuatan matrial struktur
tersebut dinyatakan aman untuk digunakan.
Keadaan tegangan yang dialami material
merupakan akibat dari gaya-gaya eksternal yang
diterima dan pada umumnya bersifat kompleks
atau lebih dari satu sumbu (multiaksial).
Berbagai cara dilakukan untuk untuk
mempermudah penggambaran keadaan tegangan
tersebut, salah satu metode yang paling banyak
digunakan untuk penggambaran keadaan
tegangan adalah menggunakan lingkaran Mohr,
yang dikembangkan oleh Otto Mohr [9].

Motor Listrik
Motor listrik adalah elemen mesin yang
berfungsi
sebagai
tenaga
penggerak.
Pengguanaan motor elektrik disesuaikan dengan
kebutuhan daya mesin. Motor elektrik pada
umumnya berbentuk silinder dan dibagian
bawah terdapat dudukan yang berfungsi sebagai
lubang baut supaya motor listrik dapat dirangkai
dengan rangka mesin atau konstruksi mesin
yang lain. Poros penggerak terdapat di salah satu
ujung motor listrik dan tepat di tengahtengahnya.
Jika n1 (rpm) adalah putaran dari poros
motor listrik dan T (kg.mm) adalah torsi pada
poros motor listrik, maka besarnya daya P (kW)
yang diperlukan untuk menggerakkan sistem
adalah :
P

(T / 1000)(2 n1 / 60)
102

(3)

maka,
P

T
n1
9,74 10 5

(4)

Dengan :
P = Daya motor listrik (kW)
T = Torsi (kg.mm)
Gambar 5. Lingkaran Mohr

Dari gambar 5 diatas dapat digunakan


untuk menggambarkan keadaan tegangan yang
terjadi. Maka dari gambar lingkaran Mohr ini dapat
mendapatkan tegangan Von misses maksimum dan
tegangan Von misses minimum. Persamaan
tegangan Von misses maksimum dan Von misses
minimum adalah [11] ;
Von Mises tegangan maksimum

max= +2 +

+ 2
2

(1)

Von Mises tegangan minimum

min = 2

2
2

Software Pro-Engineering
Pro Engineer Wildfire merupakan software
yang dibuat oleh PTC (Parametic Technology
Corporation ) tepatnya diciptakan oleh Dr.
Samuel P. Geisberg pada pertengahan tahun
1980, dan memiliki pendekatan desain yang
sangat kaya. Program ini menyediakan sistem
pengarahan desain, simulasi, dan analisa
toleransi. Biasanya, paket produk Pro Engineer
dibuat dalam beberapa modul yang berbeda, dan
dirangkai untuk kebutuhan konsumen yang
beragam dan spesifik. Pro Engineer tersedia
dalam paket yang menyediakan 3D, CAD, CAE,
Surfacing
Assembly,
Sheet
Metal,
Interoperability, Manajemen Data, dan beberapa
kemampuan yang lain dan masih berhubungan.

(2)

Dimana :

max = Tegangan normal maksimum yang bekerja


min = Tegangan normal minimum yang bekerja
x = Tegangan yang bekera sepanjang sumbu x
y = Tegangan yang bekerja sepanjang sumbu y
xy = Tegangan geser

Gambar 6. Contoh hasil analisa dengan CAE

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

257

PRC-05

3.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian dapat dilihat dari flowchart


dibawah ini :

keolengan dengan sensor photoelectric dan


memakai indicator alarm untuk menandai
terjadinya keolengan pada gearbox.

Gambar 8. Kombinasi konsep 1

Gambar 7. Diagram alir penelitian


4.

Konsep kombinasi 2 adalah alat pemeriksaan


keolengan gearbox menggunakan penggerak
motor listrik, kopling sebagai penerus daya
motor listrik, kerangka menggunakan besi
Kanal C, pendeteksi keolengan dengan
sensor photoelectric dan memakai indikator
alarm untuk menandai terjadinya keolengan
pada gearbox.

HASIL PENELITIAN
-

Identifikasi
Identifikasi Masalah dilakukan secara pasif
dengan mengumpulkan data dari internet dan
pengamatan langsung di bengkel kereta listrik.
Hasil dari pengumpulan data tersebut
menunjukan bahwa memeriksa keolengan
gearbox masih dilakukan dengan metodemetode tradisional. alat uji keolengan gearbox
belum ada di setiap bengkel kereta listrik di
Indonesia, sehingga memunculkan ide untuk
membuat alat uji keolengan gearbox terhadap
roda pada kereta listrik (KRL).
-

Konsep desain
Tabel 2. Kombinasi Konsep

Konsep kombinasi varian 1 adalah alat pemeriksaan


keolengan gearbox menggunakan penggerak motor
listrik, kopling sebagai penerus daya motor listrik,
kerangka menggunakan besi H-beam, pendeteksi
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Gambar 9. Kombinasi konsep 2


Konsep kombinasi 3 adalah alat pemeriksaan
keolengan gearbox menggunakan penggerak
motor listrik, kopling sebagai penerus daya
motor listrik, kerangka menggunakan besi
hollow ractangle, pendeteksi keolengan
dengan sensor photoelectric dan memakai
indicator layar dislapy
dengan tulisan
error
untuk
menandai
terjadinya
keolengan pada gearbox.

Gambar 10. Kombinasi konsep 3


258

PRC-05

Seleksi Konsep
Berdasarkan kombinasi konsep yang sudah
dibuat dapat disimpulkan sumber energy untuk
alat uji keolengan gearbox adalah Sumber
energi sepenuhnya berasal dari Motor listrik.
Selain itu penyaringan konsep dapat
dilakukan dengan cara mempertimbangkan hasil
dari identifikasi konsumen yang telah
diterjemaahkan ke dalam Tabel Peringkat
Kepentingan dan setelah diasumsikan maka
dipilih 7 (tujuh) kepentingan sebagai berikut:
a) Hasil pengujian keolengan yang akurat
b) Alat uji keolengan gearbox mudah
dirawat
c) Alat uji keolengan gearboxmudah
dioperasikan
d) Alat uji keolengan gearboxaman saat
dioperasikan
e) Umur pakai komponen tahan lebih dari 5
tahun
f) Kemudahan dalam manufakturing
g) Kemudahan dalam perakitan

T
n1
9,74 10 5
2500000
P
1400
9,74 10 5

= 3593,429 Watt
= 4,8 HP
Dari hasil penelitian yang dilakukan di
bengkel kereta listrik balaiyasa manggarai, serta
berdikusi dengan pegawai bagian gearbox
mengenai hasil perhitungan diatas, telah
disepakati motor yang akan dipakai adalah
motor listrik 3 phase dengan spesifikasi motor
listriknya sepertiberikut :
Tabel 4. Spesifikasi motor listrik

Maka berdasarkan alternatif dan ke-tujuh


kepentingan di atas, diperoleh beberapa
alternatif konsep produk sebagai berikut:
Tabel 3. Seleksi konsep

Von Mises
Hasil perhitungan kerangka struktur

x
y
xy

=0
= 9,2 MPa
=70,17 MPa

Von Mises tegangan maksimum

max= +2 +

+ 2
2

Von Mises tegangan minimum

min = 2
Sehingga dapat disimpulkan kombinasi
konsep 1 yang akan dirancang untuk lebih
lanjut.
-

Perancangan

= - 51,73

2
2

Mpa

Tabel 5. Hasil perhitunagn von Misses

Daya motor
Dari hasil penelitian yang dilakukan di
bengkel kereta balaiyasa manggarai motor listrik
yang akan digunaka untuk memutar gearbox
kereta listrik memerlukan torsi sebesar 25x105
kg.mm dan putaran roda 1400 rpm, dengan
maka dari data diatas dapat dihitung daya motor
yang menggunakan rumus persamaan 4 :

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

259

PRC-05

mises lebih kecil dari Yield strength yang


dimiliki oleh material tersebut.
Von Misses<Yield strength(rancangan aman)
74 N/mm2< 245 Mpa
74 Mpa < 245 Mpa (rancangan aman)

Pembuatan Gambar 3D

5.

Gambar 11. Bentuk 3D alat uji

Keterangan gambar :
1. Sensor
2. Kopling
3. Motor Listrik
4. Tempat Kunci
5. Gearbox
-

6. Roda kereta
7. Pengunci Axle Box
8. Axle Box
9. Kerangka Kanal C

Analisis
Analisis dilakukan untuk memeriksa
kekuatan kerangka keseluruhan aman atau
tidah jika digunakan menggunakan Software
Pro-Engineering

KESIMPULAN
Dari perancangan yang telah dibuat maka
dapat disimpulkan yaitu :
- Hasil perancangan alat uji keolengan
gearbox roda kereta listrik menggunakan
penggerak
motor
listrik,
kerangka
menggunakan besi kanal C JIS 3101 SS400
dengan dimensi 1994 mm x 1260 mm x
1454
mm,
pendeteksi
keolengan
menggunakan sensor photoelectric dan
memakai indikator alarm untuk menandai
terjadinya keolengan pada gearbox roda
kereta listrik.
- Hasil analisa kekuatan kerangka material
JIS G3101 SS400 menggunakan software
pro-engineering adalah nilai besaran stress
von misses maksimal sebesar 76 N/mm2
dengan perubahan displacement material
sebesar 0,70 mm dan besaran regangan
material sebesar 0,000086 N/mm2.
- Dengan hasil perancangan alat uji
keolengan gearbox roda kereta listrik, maka
alat uji tersebut dapat digunakan di Balai
Yasa Manggarai sebagai alat pengujian
keolengan gearbox roda kereta pada seri
203 JR dan seri 7000 Metro .

Gambar 12. Hasil analisa dengan Pro-E


REFERENSI
[1]. Yani Kurniawan. Perancangan Konsep Alat
Uji Gearbox Rocking Terhadap Roda Pada
Kereta Listrik Seri 8000/8500. Tesis.
Universitas Pancasila. .2014.
[2]. Masayuki Hayashi. Analisa kerusakan yang
terjadi pada seri gearbox roda kereta
GT9550 di Perusahaan Easth Japan
Railways. 2002.
Gambar 13. Grafik Hasil analisis
Dari analisa diatas dapat kita lihat bahwa von
mises maksimum yang diterima oleh kerangka
tersebut sebesar 76N/mm2, sedangkan dari
kekuatan bahan JIS G3101 SS400 sendiri
mempunyai Yield strength sebesar 245 Mpa, itu
artinya menyatakan bahwa rancangan kekuatan
material itu dianggap aman karena harga von

[3]. Ulrich dan Eppinger. Perancangan dan


Pengembangan Produk. Salemba Teknik.
Jakarta. 2001.
[4]. Jon S. Wilson. Motors
Handbook. Elsevier Inc. 2005.

Technology

[5]. http://eggys.inframerah.ac.id/2012/05/mengen
al-sensor-inframerah.html. Diakses hari rabu,

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

260

PRC-05

15-10-2014 jam 18.40 WIB.


[6]. http://industrial.omron.com.br/uploads/arquivo
s/E3F2-AC/2008/.pdf. Diakses hari kamis 1202-2015 jam 20.00 WIB.
[7]. Sularso,
Kiyokatsu Suga.
Dasar
Perancangan dan pemilihan Elemen
Mesin. Pradnya Paramita, Bandung. 2004.
[8]. https://www.efunda.com/materials/ss4
00aisitype36. Diakses hari minggu, 5-10-2014
jam 16.30 WIB.
[9]. Djoko W Karmiadji. Statika Struktur.
Universitas Pancasila (UP-PRESS). Jakarta.
[10]. Beer, Ferdinand P., E Russel Johnston, Jr.,
Mechanics of Materials, Mc Graw-Hill,
USA. 1985.
[11]. http://ft.unsada.ac.id/wp-content/
uploads/2010/09/mekanika_mtrl.pdf.
Diakses hari sabtu, 28-10-2014 jam 10.00
WIB.
[12]. Yani Kurniawan. Rancang Bangun Alat
Roll Plat. Tugas Akhir. Universitas
Pancasila. Hal 13-27. Jakarta. 2012.
[13]. Fukuzawa Yukichi , JIS G3101(2005)
carbon steel sheet and strip.pdf
[14]. Aldo Diego Putera. Pemilihan Profil
Rangka Penompang untuk Tangki Air
300 Liter berdasarkan Aspek Teknik dan
Ekonomis. Tugas Akhir. Universitas
Pancasila. Hal 17-35. Jakarta. 2013.
[15]. http://masmukti.files.wordpress.com/2011/1
0/bab-05-kriteria kegagalan statik2.pdf

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

261

PRC-06

IDENTIFIKASI AWAL KERUSAKAN DRIVE SHAFT


KEMPA ULIR PADA PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT
Purwo Subekti, Teknik Mesin Universitas Pasir Pengaraian
Legisnal Hakim, Teknik Mesin Universitas Muhammadiah Riau
Eddy Elfiano, Teknik Mesin Universitas Islam Riau
purwos73@gmail.com
ABSTRACT
This paper studied Screw Press in palm oil mills which was failed under its life time. The failure at the Drive Shaft of
Screw Press is very common and it causes disruption on production activity. In general, the research was conducted in
three steps, namely visual observation, interview with the operator and simulation. Visual observation was carried out by
direct investigation on the failed Drive Shaft component and also the rest component of the Screw Press. Interview with
the operator was conducted in order to get the information on the operating circumstance and the chronological
occurrence of fracture.
Visual observations on the surface fracture of Drive Shaft and other components shows that fracture was occurred due to
fatigue. The following stage in the research is drawing Drive Shaft in accordance with the existing dimensions, and
proceeds simulation to determine the cause of fatigue fracture. The simulation was performed using Nastran statistical
software. Based on simulation, it is known that the stress concentration occurs on the keyway of the tooth wheel holder.
It is proved by visual observation which shows the presence of smooth area due to friction between post and keyway that
occurs continuously in line with the rotation Drive Shaft.
This continuously friction results loosening of the keyway, hence the impulse of stake against the keyway was increased
which finally caused the crack at the keyway area. The initial crack propagates with the continuously operating Drive
Shaft. Several characteristic of fatigue fracture can be seen in the fracture surface, such as the presence of residual
fracture area, smooth surface and the presence of beach marks on the surface fracture.
Keywords: Screw Press, Drive Shaft, Stress Concentration, Beach Mark

ABSTRAK
Dalam operasinya Kempa Ulir pada pabrik pengolahan kelapa sawit sering mengalami gangguan kerusakan dibawah
umur pakai, yaitu terjadinya patah pada Drive Shaft Kempa Ulir, hal ini sangat mengganggu aktivitas produksi.
Tahapan penelitian yang dilakukan adalah dengan pengamatan langsung terhadap komponen Drive Shaft yang patah
dan seluruh komponen pada Kempa Ulir. Kemudian melakukan wawancara dengan pihak operator tentang kronologis
terjadinya kerusakan pada Drive Shaft. Dari hasil pengamatan visual permukaan patahan pada Drive Shaft dan
komponen lainnya terlihat bahwa indikasi terjadinya patah adalah disebabkan karean adanya faktor kelelahan pada
daerah yang mengalami patah.
Setelah tahapan observasi dilakukan maka selanjutnya adalah melakukan pembuatan gambar Drive Shaft sesuai dengan
dimensi yang ada, kemudian dilanjutkan mensimulasikan untuk mengetahui penyebab terjadinya patah akibat kelelahan.
Dari hasil simulasi menggunakan bantuan software Natsran maka terlihat bahwa terjadinya konsentrasi tegangan yang
terpusat pada bagian alur pasak pada dudukan toot weel. Hal tersebut dibuktikan bahwa daerah alur pasak terlihat
halus yang di sebabkan akibat gesekan antara pasak dengan alur pasak yang terjadi terus menerus seiring dengan
rotasinya Drive Shaft.
Terjadinya gesekan terus menerus menyebabkan longgarnya alur pasak yang menyebabkan dorongan pasak terhadap
alur pasak semakin kuat sehingga menyebabkan keretakan pada daerah alur pasak, secara terus-menerus Drive Shaft
beroperasi maka retak tersebut terus menjalar hingga terjadinya patah akhir. Patah akibat kelelahan bisa di lihat dari
ciri-cirinya yaitu adanya patahan sisa, permukaan halus dan kecendrungan adanya Beach Mark pada bagian permukaan
patahan.
Kata Kunci: Kempa Ulir, Drive Shaft, Konsentrasi Tegangan, Beach Mark

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

262

PRC-06

1. PENDAHULUAN
Pengolahan buah kelapa sawit merupakan
salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
usaha perkebunan kelapa sawit. Pada proses
pengolahan, keberadaan peralatan-peralatan pabrik
sangat diperlukan karena berfungsi sebagai unit
pengolahan kelapa sawit harus di pelihara
dengan baik, sehingga proses aktivitas produksi
tidak mengalami gangguan.
Terjadinya gangguan
kerusakan pada
komponen peralatan akan mengakibatkan proses
aktvitas pengolahan buah sawit menjadi crude
palm oil akan terganggu. Efek dari gangguan
tersebut antara lain adalah bahan baku (tandan
buah segar) menjadi rusak, target produksi tidak
tercapai, ongkos produksi menjadi naik dan
kesinambungan supply produk tidak terjamin.
Gangguan pada kelancaran proses produksi akan
menurunkan angka Indeks Produktivitas Pabrik
yang menggambarkan kinerja pabrik, dan hal ini
jelas sangat merugikan.
Selama tahun 20032005 terjadi stagnasi
CPO sebesar 2749,33 ton dan PK (Palm Kernel)
sebesar 555,70 ton akibat kegagalan peralatan
mesin. Pada penelitian tersebut juga ditemukan
bahwa mesin/peralatan yang mempunyai kontribusi
tingkat kegagalan dan penurunan produksi adalah
Screw Press yakni 34,24%[1].
Kinerja (performance) dari mesin/peralatan
menurut Barabady (2005) tergantung pada;
keandalan
(reliability)
dan
ketersediaan
(availability) peralatan yang digunakan, lingkungan
operasi, efisiensi pemeliharaan, proses operasi dan
keahlian operator, dan lain-lain. Jika reliability dan
availability suatu sistem rendah, maka usaha untuk

pengolahan tandan buah segar (TBS) sehingga


menghasilkan crude palm oil (CPO) sebagai hasil
utama dan inti sawit, cangkang, tandan kosong,
serabut serta limbah cair sebagai sisa hasilnya.
Untuk mendukung hasil yang optimal pada proses
pengolahan maka kondisi
peralatan pabrik
meningkatkannya
kembali
adalah
dengan
menurunkan laju kegagalan atau meningkatkan
efisiensi perbaikan terhadap tiap-tiap komponen
atau sistem. Untuk mengoptimumkan reliability dan
availability menurut diperlukan suatu strategi
pemeliharaan
yang
meliputi;
Design-out
Maintenance,
Preventive Maintenance
dan
Corrective Maintenance[2].
Rancangan Strategi Pemeliharaan hendaklah
dikembangkan
berdasarkan
analisis
karakteristik/kinerja dari mesin-mesin yang
digunakan. Dengan melakukan analisis terhadap
karakteristik mesin dan komponen-komponen yang
kritis, diharapkan rancangan strategi pemeliharaan
akan dapat menurunkan tingkat kerusakan system
dan menurunkan biaya operasional. Mesin dan
komponen kritis maksudnya adalah mesin dan
komponen yang paling sering mengalami kerusakan
sehingga dapat mengakibatkan berhentinya
produksi (downtime). Data kerusakan mesin di salah
satu Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PPKS di
Sumatera Utara diambil dari bulan Januari 2007
sampai bulan Agustus 2009. Dari catatan
pemeliharaan (maintenance record) diperoleh data
frekuensi kerusakan mesin pada PPKS, untuk
mengetahui urutan terbesar frekuensi kegagalan
mesin, digunakan diagram Pareto seperti pada
Gambar [3].:

Gambar 1. Frekuensi Kegagalan Mesin Proses di PKS[3].


Dari gambar 1 terlihat bahwa frekuensi
kegagalan yang paling besar adalah pada unit
Kempa Ulir (Screw Press), dengan seringnya

terjadi kegagalan drive shaft pada unit Kempa Ulir


maka akan menurunkan Produktivitas perusahaan,
dengan sendirinya biaya yang ditimbulkan akibat

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

263

PRC-06

berhentinya operasi unit di kempa ulir akan


meningkat dan membebani biaya operasi
perusahaan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Visualisasi Lapangan
Material drive shaft kempa ulir (screw
pres) yang sering mengalami patah, yaitu baja
ASSAB 709 (AISI/SAE 4140) dengan komposisi
kimia sebagai berikut:

Gambar 2. Kempa Ulir (Screw Press)


Sumber: Universal Steel dan PT.
Minamas

Tabel 1. Komposisi kimia standar baja ASSAB


709
Bahan
C
Si
Mn
Cr
Mo
% %
%
%
%
ASSAB 709
0.42 0.25
0.75
1.05 0.20
Sifat Mekanik
Kekuatan Luluh (yield strength)
600 N/mm2
800-950
Kekuatan Tarik (tensile strength)
N/mm2
Elongasi (elongation)
14 %
Pengurangan Area (reduction of area) min. 55 %
Kekuatan Tumbuk (impact strength)
25 Joule
Kekerasan (hardness)
245-290 HB
Sumber: (ASSAB Steel Indonesia)

Dari komponen screw press yang rusak,


dalam proses pemasangan drive shaft merupakan
salah satu komponen yang paling rumit dan waktu
yang di butuhkan paling lama., isamping itu
dengan tingkat kerusakan yang tinggi dalam 1
tahun. Hal ini akan meningkatkan downtime
sehingga akan membebani biaya suku cadang dan
operasional perusahaan.
2. METODE PENELITIAN
Prosedur penelitian di titik beratkan identifikasi
kerusakan drive shaft kempa ulir yang meliputi:
a. Visualisai Lapangan
Pada tahp ini dilakukan pemeriksaan seluruh
komponen di unit kempa ulir yang mengalami
kerusakan, melakukan wawancara dengan
operator dan rekam jejak operasional komponen
drive shaft.
b. Simulasi Analisa Tegangan
Dalam melakukan analisa terhadap kekuatan
struktur drive shaft kempa ulir (screw press)
menerima gaya yang bekerja adalah gaya
puntir, tekan
dan geser. Maka dilakukan
beberapa tahap pengolahan data yang juga
merupakan prosedur standar bagi pengolahan
suatu data yang menggunakan metode elemen
hingga, yaitu berturut-turut tahap preprocessing, processing dan post-processing.
c. Simpulan dan Saran
Analisa hasil dari tahapan diatas sehingga
didapatkan pembahasan yang sesuai dengan
kaedah ilmiah untuk mengetahui penyebab dan
pencegahan kerusakan pada komponen drive
shaft.

Gambar 3. Drive Shaft Kempa Ulir (Screw Pres)


Yang Patah

Gambar 4. Permukaan awal patah akibat

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

264

PRC-06

mengalami rotating bending

Gambar 5. Worm Screw yang mengalami


kerusakan
Pengamatan pada hasil pemotretan terhadap
permukaan patahan poros, daerah yang diperkirakan
sebagai awal retak (crack initiation), dan daerah
penjalaran retak (crak propagation) terus menjalar
ke dalam membentuk beach mark ditunjukan pada
gambar 4. Daerah patah akhir (final fracture) yang
terjadi pada akhir siklus tegangan, pada saat sisa
penampang poros tidak mampu lagi menahan
beban poros. Patah lelah dapat dikenali dari
permukaan patahannya, yaitu pada daerah yang
halus akibat efek gesekan (rubbing effect) ketika
retakan menjalar akibat siklus pembebanan,
sedangkan permukaan patahan akhir terlihat kasar
(gambar 4)
Simulasi Analisa Tegangan

Dari hasil simulasi tegangan dengan


menggnakan softwear MSC Nastran seperti terlihat
pada gambar diatas (gambar 6) menunjukan bahwa
tegangan maksimum (terhadap kekuatan poros)
yang terjadi
pada poros sebesar
4.387E+9
=4387000000 kpsi/ 6,895x 106 = 636, 26 N/mm2,
dari hasil simulasi menjelaskan bahwa tegangan
yang terjadi masih di batas aman Kekuatan Tarik
(tensile strength) 800-950 N/mm2 (tabel 1), namun
akibat terkonsentrasinya tegangan pada daerah alur
pasak, menyebabkan tidak meratanya distribusi
tegangan yang bekerja pada poros sehingga
menyebabkan pada daerah tersebut mengalami
kelelahan. Jika tegangan geser yang diijinkan yang
dikoreksi lebih besar dari tegangan geser yang
terjadi atas dasar poros tanpa alur pasak, maka
dimensi poros aman/baik. Tetapi jika hasilnya lebih
kecil harus dilakukan pemeriksaan (desain) ulang
agar hasilnya lebih besar[6].

4. SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Dari hasil pemeriksaan secara visual dan
simulasi tegangan yang dilakukan, dapat
diperkirakan indikasi terjadinya patah pada Drive
Shaft diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Pengaruh longgarnya pasak pada worm screw
dengan drive shaft, dan karena terjadinya
kosentrasi tegangan pada daerah alur pasak
(gambar 6), sehingga menyebabkan rotating
bending pada worm screw. Hal tersebut dapat di
kenali dengan adanya retakan/ kerusakan pada
daerah stopper worm screw (gambar 5).
Kejadian tersebut menyebabkan terjadinya
hentakan pada bantalan (bearing) secara terus
menerus, sehingga bantalan menjadi aus dan
poros mengalami rotating bending.
2. Dari pengaruh rotating bending mengakibatkan
longgarnya pasak pada daerah alur pasak
dudukan
tooth
whell
yang
kemudian
menyebabkan terjadinya hentakan/ benturan
antara kedua roda gigi (tooth whell), sehingga
mengakibatkan pada daerah fillet mengalami
dorongan balik dari roda gigi pemutar. Indikasi
tersebut dikuatkan dengan gambar 4 dan 6.
Kejadian tersebut terus berlangsung selama
beroperasinya Drive Shaft, hingga daerah alur
pasak longgar dan terus bergesek (gambar 3).
Gesekan antara pasak dan alur pasak
menyebakan benturan yang terus berlanjut
hingga terjadi keretakan dan terus menjalar
menjadi patah akhir (gamabr 4).

Gambar 6. Kontur Konsentrasi Tegangan


Pada Dive Shaft[5]
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

265

PRC-06

Saran
Untuk
memastikan
kerusakan
perlu
melakukan uji laboratorium yang bisa mendukung
penyebab dan pencegahan kerusakan drive shaft, uji
trsebut diantaranya:
1. Uji kekerasan material, komposisi kima, tarik,
metalografi dan SEM.
2. Perlu dilakukan analisis gesekan pada
komponen alur pasak pada drive shaft dan
stopper pada worm screw.
3. Perlu dilakukan analisis gesekan pada
komponen alur pasak pada drive shaft dan alur
pasak pada tooth wheel.
4. Perlu dilakukan analisis getaran pada komponen
worm screw.
5. Pengecekan uji tak rusak (penetrant test)
terhadap hub worm screw sebelum dioperasikan
dan pada saat pemeliharaan.
6. Untuk pencegahan awal diharapakan operator
mengontrol adonan di degester yang masuk ke
kempa ulir tidak kekurangan air, karena dapat
mengurangi beban tekanan pengepressan.

5. REFERENSI
[1] Sitorus, Holden. Pengebangan Sistem
Pemeliharaan Peralatan Industri (Studi Kasus
Pemeliharaan Peralatan Mesin Pabrik Kelapa
Sawit
PT.Tor
Ganda), Tesis: Universitas
Sumatera Utara, (2006).
[3] Barabady. J, Improvement of System
Availability
Using
Reliability
and
Maintainability Analysis, Thesis: Division of
Operation and Maintenance Engineering, Lulea
University of Technology, Sweden (2005)
[4] Yuhelson, Bustami.S, Sinullingga. S, Isranuri. I,
Analisis Reliability Dan Availability Mesin Pabrik
Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara 3,
Jurnal Dinamis, Vol. II, No. 6, Januari, (2010)
[5] Analysis Guide, MSC.Nastran for Windows
v4.5, Msc.Software Corp, (1999)
[6] W.O. Alexander, Dasar Metalurgi Untuk
Rekayasawan,
PT. Gramedia Pusaka Utama,
Jakarta, (1995)

[9] Bruzek B., Leidich E, Numerical Simulation


Of Stresses In Thin-Rimmed Spur Gears With
Keyway, Acta Polytechnica Journal of Advanced
Engineering, Vol. 43, No. 5, Scientific Journal of
the Czech Technical University in Prague (CTU),
(2003)
[10] Budiwantoro. B., Hermawan. A.T, Desain
Geometri Screw Press Dengan Metode Numerik
Elmen Hingga, Jurnal Teknik Mesin, Vol. 17, No.
1, ITB, Bandung, (2002)
[11] Devi. C, Kaji Eksperimen Peningkatan
Umur Lelah Poros Beralur Dengan Penambahan
Alur Bantu, Jurnal Teknika, No.3,2 Vol.1, Thn.
XVI,
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Andalas, Padang , (2009)
[12] Gujar. A , Bhaskar. SV, Shaft Design under
Fatigue Loading By Using Modified Goodman
Method , International Journal of Engineering
Research and Applications (IJERA) Vol . 3 , Issue
4, pp.1061 -1066, Juli - Agustus (2013)
[13] Kuncoro. D. Jamasri, Karakteristik Lelah
Poros Baja S45c Bertakik V Akibat Beban
Amplitude Konstan Dan Beban Tiba-Tiba,
Media Teknik, No.1 tahun XXIII, Fakultas teknik
Universitas Gadjah Mada, (2001)
[14] Owolarafe.O.K, Osunleke. A.S, and
Oyebamiji. B.E, Effect of hydraulic press
parameters on crude palm oil yield, Obafemi
Awolowo Univeristy, Ile-Ife, Nigeria, (2007)
[15] Pedersen. N.L, Optimization of Keyway
Design, 2nd
International Conference
on
Engineering Optimization, Lisbon, Portugal ,
(2010)
[16] Widyanto.S.A, Jamasri, Harga Faktor
Konsentrasi Tegangan Merupakan Faktor
Penting Terhadap Harga Ketahanan Lelah
Beban Puntir Material (Pengaruh Bentuk Takik
Spsesimen Baja Poros Terhadap Kekuatan Lelah
Pada Pembebanan Punter), Media Teknik, No.3,
tahun XXXIII, Fakultas Teknik UGM, (Agustus
2001)

[7] Alfian. H, Manajemen Pemeliharaan Pabrik,


e-USU Repository, Universitas Sumatera Utara,
(2004)
[8] Basil. O, Wear In Screw Press : A Major
Problem In Oil Palm Mills, Medwell Journals,
Depaetment of Mechanical Engineering, Fedral
University of Technology, Owerri-Imo State,
Nigeria, (2007)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

266

PRC-07

PERANCANGAN MESIN PELIPAT DAN PEMOTONG KERTAS


KORAN
KAPASITAS 17,2 KG/JAM
Saiful Anwar*), Arif Rahman Saleh*)
*) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pasir Pengaraian
Email:saifula160@gmail.com
ABSTRAK
Dalam dunia percetakan khususnya pada percetakan koran terdapat sisa dari kertas gulungan pada saat
proses percetakan yang tidak dapat dicetak melalui mesin pencetak koran, untuk itu diperlukan mesin untuk mengolah
kertas sisa tersebut agar bisa dimanfaatkan kembali.
Tujuan dari perancangan mesin pelipat kertas ini adalah merancang ulang mesin pelipat kertas koran yang
sudah ada, dengan mengetahui kekurangan diantaranya kertas mudah putus dan disambung kembali secara manual
hingga selesai proses pelipatan kertas koran, dan tidak dilengkapi alat pemotong setalah pelipatan kertas berakhir,
mesin yang saya rancang ini nantinya kertasnya tidak mudah putus dan dilengkapi alat pemotong kertas jika proses
pelipatan berakhir.
Perancangan awal menghasilkan tiga varian, varian pertama digerakkan secara manual menggunakan engkol
dan pemotong kertas, varian kedua menggunakan motor dan pemotong kertas, dan varian ketiga menggunakan reduser
untuk menurunkan putaran, dan pemotong kertas. Hasil perancangan varian yang memiliki rating tertinggi atau terbaik
adalah varian ke-tiga, dengan kapasitas pelipat kertas koran 17,2 Kg/Jam.
Kata kunci : Roll penegang kertas, roll penjepit, papan pelipat, reduser, Pemotong kertas.

1.

PENDAHULUAN
Pemerintah Indonesia sedang genjar-genjarnya
untuk menjadikan Indonesia sebagai Green
Indonesia, dengan mengeluarkan kebijakan tanam
sejuta pohon, karena pemerintah Indonesi telah
melihat bahwa hutan yang ada diseluruh wilayah
Indonesia sudah banyak yang gundul, baik itu
dikarenakan penebangan liar tanpa Hak Penguasaan
Hutan (HPH), maupun didunia industri kertas yang
tidak terkendali dalam pengexploitasian kayu untuk
bahan
pembuat
kertas
yang
mendukung
perkembangan informasi. oleh karna itu, timbul
pemikiran penulis, dalam skala kecil untuk
membuat suatu mesin yang dapat mengurangi
pemborosan kertas.
Kemajuan teknologi informasi saat ini
berkembang pesat salah satunya adalah dalam
bidang grafika khususnya dalam percetakan Koran.
PT. Riau Pos, di Pekanbaru merupakan percetakan
yang mencetak Koran dimana pada saat selesainya
proses pencetakan Koran terdapat sisa kertas yang
tidak dapat diproses dengan menggunakan mesin.
Oleh sebab itu, diupayakan untuk dapat mengolah
kertas sisa tersebut menjadi bermanfaat kembali
sehingga dapat meminimalisir pemborosan kertas
Koran tersebut.
PT. Riau Pos, telah berusaha memanfaatkan
limbah kertas dengan membuat mesin pelipat
kertas, tetapi masih banyak kekurangan, salah
satunya seperti: putarannya terlalu cepat sehingga
menyebabkan kertas mudah putus, untuk itu penulis
ingin merancang mesin pelipat kertas yang tidak
mudah putus.

2.

LANDASAN TEORI
A. Pengumpulan limbah kertas koran
Pemanfaatan
kertas
koran
dapat
dipergunakan lagi sesuai dengan keperluan
diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk membungkus nasi pada rumah
makan.
2. Untuk kertas buram.
3. Untuk kertas gambar.
4. Untuk membuat hiasan.

B. Pengumpulan limbah kertas koran


Pengumpulan limbah kertas
biasanya
didapat dari industri percetakan koran yang
biasanya tidak dipakai lagi dikarenakan pemiliknya
yang diwakili oleh pihak operator cetak tidak mau
dipusingkan dengan Setting ulang kertas yang
memasukkan ujung kertas kecelah-celah roll. Maka,
dari pihak operator langsung memutus kertas koran
tanpa menonaktifkan mesin terlebih dahaulu,
pencetak koran langsung menyambung kertas yang
baru(bahan cetak koran) dan cara menyambungnya
diberi perekat, mesin pun bekerja terus-menerus.

Gambar 1. Limbah kertas dari industri


percetakan.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

267

PRC-07

C.

Ukuran-ukuran kertas
Ukuran kertas secara internasional terdapat
seri A, B, dan C. Ukuran R dan F muncul sesuai
permintaan pasar. Berikut ukuran-ukuran dari setiap
seri dalam milimeter.

Gambar 2. Ukuran ukuran kertas


Website: [http://id.wikipedia.org/wiki/Kertas].

D.

Perancangan Konsep
Perancangan proses pembuatan mesin pelipat
kertas koran memerlukan proses yang cukup
panjang sehingga diperlukan perancangan mesin
yang baik, agar berfungsi seoptimal mungkin.
Urutan proses fase-fase perancangan mesin
pelipat kertas koran adalah sebagai berikut:

3.

PERANCANGAN KONSEP

Identifikasi kebutuhan
Setelah dilakukan survai lapangan dalam hal:
1. Interview langsung dengan operator mesin
pelipat kertas koran yang sudah ada.
2. Interview kepada pemilik perusahaan.
3. Melihat mesin pelipat kertas koran yang
sudah ada.
4. Mengetahui spesifikasi alat mesin pelipat
kertas koran yang sudah ada.
Dari hasil survei dilapangan maka didapat
beberapa kekurangan dari Mesin pelipat kertas
koran terdahulu seperti:
1. Mesin pelipat kertas yang sudah ada pada
proses pelipat kertas koran mudah putus.
2. Penjepit kertas yang sulit dibongkar
pasang.
3. Papan pelipat kertas koran yang tidak
seimbang.
4. Getaran sangat kuat.
5. Suaranya yang bising.
6. Proses pengoperasian mesin pelipat kertas
koran yang sulit.

Pada fase ini Penulis akan menyusun daftar


kebutuhan yang mencakup informasi apa yang
menjadi keinginan pengguna dari Mesin pelipat
kertas tingkat kepentingan menunjukkan seberapa
besar pemenuhan kebutuhan (10 menunjukan
tingkat kebutuhan yang paling penting, berturut
sampai 1 menunjukkan penurunan tinggkat
pemenuhan kebutuhan yang sangat rendah).
Tabel 1. Daftar kebutuhan pengguna
No.
Kebutuhan
Tingkat
pengguna
kepentingan
1.
Proses pelipatan yang
9
baik
2.
Menggunakan papan
10
yang seimbang
3.
Getaran tidak kuat
7
4.
Suara tidak bising
8
5.
Mudah dioperasikan
7
6.
Mudah dibersihkan
9
7.
Pembuatan spart part
8
yang mudah
8.
Control panel mudah
5
dijangkau
9.
Mudah
dirawat
6
berkala
10. Part mudah diganti
8
11.

12.
13.

Pelipatan tidak hanya


pada kertas koran
Tahan lama

Mesin
digunakan

nyaman

Tahap Perancangan
Diawali pada pengumpulan data dan semua
informasi yang berhubungan langsung dengan
perancangan dan diharapkan dapat memberikan
solusi akhir. Data dan semua informasi yang
diperoleh dapat dikembangkan menjadi suatu dasar
perancangan, karena dari data dan informasi
tersebut yang menjadi acuan dalam penyusunan
spesifikasi, tahap perancangan serta optimalisasi
solusi proses perancangan alat pelipat kertas. Yang
harus dilakukan dalam mempersiapkan daftar
spesifikasi adalah membedakan persyaratan sebagai
keharusan (demand) atau sebagai keinginan
(Wishes). Demand adalah segala persyaratan yang
harus dipenuhi dalam segala kondisi dengan kata
lain apabila tidak terpenuhi, maka solusi yang
tercapai tidak dapat terima. Wishes adalah
persyaratan yang diinginkan dan apabila
memungkinkan
dapat
dimasukkan
melalui
pertimbangan.

Gambar 3. Mesin pelipat kertas koran yang


sudah ada.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

268

PRC-07

Deskripsi Masalah
Deskripsi masalah adalah untuk menjelaskan
segala informasi yang berhubungan dengan alat
yang dirancang, sehingga dapat membantu dan
mendukung dalam tahap perancangan alat yang
dirancang. Informasi yang dibutuhkan untuk
merancang mesin pelipat kertas lain: Kerangka,
motor listrik, kedudukan kertas, papan pelipat,
tempat pemotongan kertas.
Berdasarkan data yang didapat dari hasil pengujian
B4T(Balai Besar Bahan dan Barang Teknik),
didapatkan dimensi dari kertas. Pengukuran
dilakukan terhadap tiga gulungan kertas yang
diambil secara acak. Dari hasil pengukuran, ratarata berat kertas satu gulung sebesar 7 kg. kapasitas
alat pelipat kertas melakukan pelipatan kertas
pemencapai 17,2 kg/jam. waktu yang diperlukan
untuk memasang lipatan kertas serta dudukan
pelipat 2 menit (120 detik).
Bagian utama dari perancangan alat ini
adalah proses pelipatan. Metode pelipatan yang
terjadi itu dikarena motor berputar akibat diberi
listrik setelah berputar putaran diteruskan ke puli
motor lalu ke belt lalu ke puli poros papan pelipat,
dan papan pelipat berputar, melipat kertas yang
terpasang
.

Gambar 4. House of quality (Hoq)


-

Kriteria Disain
Perancangan dalam pembuatan Mesin pelipat
kertas koran ini harus dilakukan melalui
perhitungan yang se-matang mungkin, karena
mempunyai pengaruh besar terhadap hasil produk
tersebut. Mesin pelipat kertas itu sendiri merupakan

suatu alat yang dipakai untuk melipat kertas dari


sebuah gulungan kertas.
Mesin pelipat kertas ini dirancang dengan
bentuk konstruksi rangka yang sederhana dan kuat
terhadap proses pengelasan dengan beberapa bagian
utama terbuat dari bahan-bahan yang sudah tersedia
di pasaran dan bahan yang digunakan merupakan
bahan baku pilihan yang tidak mudah menimbulkan
perubahan warna kertas khususnya pada alat pelipat
kertasnya. Mesin ini dirancang dan dibuat dengan
konstruksi yang dapat menahan beban melebihi
daya tampung maksimal dan juga dapat menahan
getaran yang ditimbulakan oleh mesin, sehingga
tidak mengakibatkan konstruksi cepat rusak.
-

Disain Fungsional
Proses pembuatan dan perancangan Mesin
pelipat kertas merupakan suatu tahap yang
memerlukan ketelitian dan perhitungan yang serius
Mesin pelipat kertas ini dirancang untuk mampu
melipat kertas secepat mungkin yaitu dengan
kapasitas 17,2 Kg/Jam, kemudian dipotong kedua
sisinya dengan menggunakan pisau lalu dipotongpotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan yang
tidak menjadi bagian batasan masalah penulis.
-

Disain Struktural
Mesin pelipat kertas yang dirancang terdiri dari
beberapa bagian yang utama yaitu:
1. Penggerak
2. Papan pelipat
3. Roll pengumpan
4. Pengarah kertas
5. Rangka.

Gambar 5. Sket mesin pelipat kertas yang akan


dirancang
- Cara Kerja Mesin Pelipat Kertas
Prinsip kerjanya adalah Apabila tombol ON
ditekan sekali maka arus listrik akan mengalir ke
Motor, dan Motor akan memutar reduser dan
putaran-nya akan diteruskan ke puli (reduser) lalu
putaran dari puli (reduser) diteruskan ke belt dan
memutar puli (poros papan pelipat) terus memutar
papan pelipat melipat kertas searah berlawanan arah
jarum Jam(ccw), dan apabila tombol OFF ditekan
sekali maka proses pelipatan juga akan berhenti.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

269

PRC-07

Dari data mesin pelipat kertas koran diatas yang


sudah ada maka Penulis mencoba untuk merancang
mesin pelipat kertas koran yang dapat mengatasi
kekurangan-kekurangan dari mesin tersebut.

4. PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN


ALAT

6.

DAFTAR PUSTAKA
1. Gupta, Khurmi., Machine Design, Eurasia
Publishing House (PVT) LTD; New
Delhi., 1982.
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Kertas,
Jam
17.53 WIB, 05 Mei 2015
3. http://www.fortunapaper.com, Jam17.55
WIB, 07 Mei 2015.
4. Manurung, Hilarius., Perancangan Mesin
Penggiling Kulit Padi Kapasitas 100
Kg/Jam, Universitas Pancasila; Jakarta.,
2011.
5. Nurhayani., Perancangan Mesin Pemecah
Biji Kemiri Kapasitas 50 Kg/Jam,
Universitas Pancasila; Jakarta., 2011.
6. Sato, G, Takeshi. H, Sugiarto, N.,
Menggambar Mesin Menurut Standar ISO,
Pradnya Paramita; Jakarta., 1999.
7. Sularso dan Kiyokatsu Suga., Dasar
Perencanaan Dan Pemilihan Elemen
Mesin., Pradiya paramita; Jakarta., 1997.
8. Ulrich, T. Karl., Perancangan Dan
Penggembangan
Produk.,
Salemba
Teknik; Jakarta., 2001.

RIWAYAT PENULIS

5,

KESIMPULAN
Dari hasil yang diperoleh selama melakukan
perancangan pada mesin pelipat kertas maka
didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Desain Mesin pelipat kertas didapat tiga
varian yaitu varian pertama sebagai
penggerak mesin menggunakan engkol
manual, varian kedua menggunakan motor,
dan varian ketiga menggunakan reduser
sebagai penurun putaran yang keluar dari
motor.
2. Dari varian terbaik dari ketiga tersebut
diatas varian yang dipilih adalah varian
ketiga, karena memiliki rating yang
tertinggi dengan nilai 0,0336.
3. Putaran motor 1400 rpm dapat diperlambat
dengan reduser dengan perbandingan 1 :
40 dan direduksi kembali dengan puli
dengan perbandingan 2 : 1 dan hasilnya
didapat putaran 70 rpm, sehingga kertas
koran tidak mudah putus.
4. Kinerja mesin telah diperbaiki dengan
menambahkan roller sebagai pengarah
kertas dan papan pelipat yang seimbang,
sehingga kertas menjadi rapi, dan papan
seimbang.
5. Mesin pelipat kertas dapat melipat kertas
dengan kapasitas= 17,2 kg/Jam atau 349,16
Putaran/Jam.
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

270

PRC-07

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

271

PRC-08

REKAYASA MESIN PENGURAI SERAT TANDAN KOSONG SAWIT


1. PENDAHULUAN
(10 pt)
(TKS) UNTUK MENGHASILKAN SERAT
MEKANIS SEBAGAI
BAHAN
BAKU PAPAN PARTIKEL
Prosiding makalah Seminar Nasional Mesin

ail

dan Teknologi Kejuruan akan dicetak dari makalah


3)
(4)
yangGatot
anda kirimkan.
harus sesuai
Junaidi 1), Anwar Kasim2), Uyung
, Aidil Format
Zamrimakalah
petunjuk
ini
untuk
tujuan
keseragaman.
Makalah
Staf Pengajar Teknik Mesin - Politeknik Negeri Padang
anda tidak akan mengalami perubahan apapun jika
Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian
- Universitas
PadangGunakan
mengikuti
format yangAndalas
telah ditentukan.
Staf Pengajar Fakultas Teknik - margin
Universitas
kiri danAndalas
kanan 25 Padang
mm, margin atas 25 mm
margin bawah
mm (isi paragraf ukuran
Staf Pengajar Teknik Mesin - dan
Politeknik
Negeri30Padang
huruf 10 pt, regular).
email : junaidistmp@yahoo.co.id

2. PEDOMAN UMUM
ABSTRACT
Makalah
dikirimkan
harus of orisinal
dan to
Demand for wood by humans continues to increase, on the other
handyang
diminishing
availability
wood. Need
pernah
dipublikasikan
dalamempty
seminar
atau
substitute the use of wood with non-wood materials, for example, isbelum
a composite
of fiber
board waste palm
fruit bunches
are fairly abundant availability of fiber in Indonesia. The purpose jurnal
of this study
was to engineer
shredded
fiber-degrading
manapun.
Makalah
dapatEFB
ditulis
dalam
machinery, conduct technical evaluation of the performance of theBahasa
engine, and
evaluation
of physical
Indonesia
atau
Bahasaproperties,
Inggris. mechanical,
Panjang
and chemical properties of fiber TKS. The prototype is expected to makalah
increase the
added value8ofhalaman
the EFB waste
that has
not been
maksimum
termasuk
gambar
utilized to the fullest. From the calculation results obtained engine
design
capacity
of
the
machine

200
kg
/
h,
power
dan table. Tidak perlu menulis nomor halaman padathe
motor 5 HP to 1450 RPM rotation. Engine performance test results obtained percentage of fiber and non-fiber of
makalah. Makalah yang melebihi batas jumlah
decomposition on lap 600 RPM and 900 RPM does not differ greatly, from 10 kg TKS described chopped fiber net obtained 7.6
dikenai
biaya
tambahan
100.000,kg (76%) and non-fiber 2,05 kg (20%) and the remaining 1.35 kghalaman
to dust. akan
Of 3 times
in the
second
round Rp.
of the
process of
/halaman.
mungkin
menggunakan
decomposition is obtained several levels of fiber and non-fiber. Levels
of fiber isSebisa
fiber length
(> 10 cm),
medium fiberkarakter
(5-10 cm)
dan(3-2cm)
gambar
putih2)atau
tua (dark)
dalam
and short fibers (2-4 cm), and non-fiber namely, 1) the fiber medium
+ petals,
short warna
fibers (<2cm)
+ petals,
3) fine
makalah
anda.
File
makalah
harus
dikirim
dalam
fiber + dirt. From the test results obtained engine 4 kinds of fiber composition of decomposition levels, namely, a) clean fiber
600 RPM, b) clean fiber 900 RPM, c) non-fiber (fiber 1-3 cm + petals),
d) wet
fiber.siap
The results
chemical
analysis,
to 4 levels
format
yang
cetak of(doc)
melalui
email
ke
of these fibers can be used as raw material particle board as fat, extractive
content, and
low ligninnya.
Thebiodata
fat content
of less
panitia seminar
dilengkapi
dengan
sesuai
than 3%, and holoselulosa levels and high cellulose. Chemical constituents
into five levels
the EFBdisediakan
fiber than wood
fiber
dengan formulir
yangof telah
panitia
needle leaf and broadleaf wood is almost the same or do not differ much.
meliputi : nama lengkap penulis (dengan gelar
Key Word: Thrasher EFB, EFB fiber, crusher system

akademik),
tempat
dan
tanggal
lahir,
organisasi/institusi asal, alamat korespondensi
(telepon, faksimil, handphone dan email).
Cantumkan grup penelitian yang relevan/sesuai
ABSTRAK
dengan isi makalah anda.

Kebutuhan kayu oleh manusia terus meningkat, disisi lain ketersediaan kayu semakin berkurang. Perlu menyubstitusi
penggunaan kayu dengan bahan non kayu, contohnya adalah papan komposit dari serat limbah tandan kosong sawit yang
ketersediaan serat tersebut cukup berlimpah di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah merekayasa mesin pengurai serat TKS
cacahan, melakukan evaluasi teknis terhadap kinerja mesin, dan evaluasi sifat fisis, mekanis, dan kimia dari serat TKS.
Prototype diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah terhadap limbah TKS yang selama ini belum termanfaatkan secara
maksimal. Dari hasil perhitungan rancangan mesin didapatkan kapasitas mesin 200 kg/jam, daya motor penggerak 5 HP
dengan putaran 1450 RPM. Hasil pengujian kinerja mesin didapatkan persentase jumlah serat dan non serat dari hasil
penguraian pada putaran 600 RPM dan 900 RPM tidak berbeda jauh, dari 10 kg TKS cacahan yang diuraikan didapatkan
serat bersih 7,6 kg (76%) dan non serat 2,05 kg (20%) dan sisanya 1,35 kg menjadi debu. Dari 3 kali proses penguraian pada
kedua putaran tersebut didapatkan beberapa tingkatan serat dan non serat. Tingkatan serat yaitu serat panjang (>10 cm),
serat menengah (5-10 cm) dan serat pendek (2-4 cm), dan non serat yaitu, 1) serat menengah (3-2cm) +kelopak, 2) serat
pendek (<2cm) + kelopak, 3) serat halus +kotoran. Dari hasil pengujian mesin didapatkan 4 macam komposisi tingkatan serat
hasil penguraian yaitu, a) serat bersih 600 RPM, b) serat bersih 900 RPM, c) non serat (serat 1-3 cm+kelopak), d) serat basah.
Hasil analisis kimia, ke 4 tingkatan serat tersebut bisa digunakan sebagai bahan baku papan partikel karena kadar lemak,
kadar ekstraktif, dan ligninnya yang rendah. Kadar lemaknya kecil dari 3 %, dan kadar holoselulosa dan selulosa yang tinggi.
Kandungan kimia ke lima tingkatan serat TKS tersebut dibandingkan dengan serat kayu daun jarum dan kayu daun lebar
hampir sama atau tidak berbeda jauh.
Kata Kunci : Mesin Pengurai, Tandan Kosong Sawit, Papan Partikel

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

272

PRC-08

PENDAHULUAN
Kebutuhan kayu oleh manusia terus meningkat
tetapi daya dukung hutan sebagai penghasil kayu sudah
mengkhawatirkan, sehingga terjadi kekurangan pasokan
kayu. Salah penganti kayu dengan produk komposit dari
limbah Tandan Kosong Sawit (TKS). ketersediaannya di
Indonesia 4.224.027,99 ton dengan kandungan serat
70% (Deptan, 2011).
Hasil dari beberapa penelitian, menyatakan serat
dari TKS dapat dijadikan sebagai penguat papan partikel
sebagaimana penggunaan kayu. Fajrianto (2005) dan
Subianto (2003). Selanjutnya Subianto (2005) juga telah
meneliti papan partikel ukuran komersial dari serat TKS
dilapisi serat kayu meranti dan sengon dengan perekat
urea formaldehid. Kasim (2002) juga telah meneliti
optimasi pembuatan papan partikel memanfaatkan serat
TKS dan polifenol dari gambir. Hasil penelitiannya
didapatkan kondisi optimum dengan kerapatan papan 0,8
g/cm3, dan sebahagian sifat papan telah memenuhi SNI.
Dari uraian diatas nampak bahwa serat TKS
sangat potensial sebagai bahan baku papan partikel dalam
bentuk skala industri karena bahan tersebut sangat banyak
tersedia. Walaupun begitu masih banyak kendala yang
ada, yaitu diantaranya dalam proses pengolahan serat.
Proses penguraian serat TKS merupakan salah satu proses
yang sangat menentukan kapasitas dan bentuk serat.
Tetapi proses ini belum dapat dilakukan karena mesin ini
belum ada dipasaran.
Serat TKS termasuk serat alam seperti serat
rami, serat sabut kelapa, serat sabut buah sawit dan lainlain. Walaupun begitu penggunaan mesin pengurai serat
sabut kelapa atau serat rami atau serat alam lainnya belum
tentu bisa digunakan untuk menguraikan serat TKS, Untuk
itu perlu kajian tentang rekayasa mesin pengurai serat
TKS untuk menghasilkan serat mekanis.
METODE PENELITIAN
Secara garis besar tahapan penelitian ini seperti
diagram pada Gambar 1:

1.

Perancangan Mesin Pengurai Serat TKS

Bentuk mesin pengurai TKS ini seperti pada


Gambar 2 berikut:
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Corong masuk
Cover atas
Handle pembuka mesin
Besi screw pendorong
Pisau /batang pengurai
Skor pisau
Bantalan
Skor pisau
Bantalan
Baut pengunci bantalan
Blade penahan
Corong keluar debu
Corong keluar serat

Gambar 2. Desain Mesin Pengurai Serat TKS


2. Pembuatan Mesin Pengurai Serat TKS
Bahan yang akan digunakan untuk pembuatan
mesin yakni plat siku, besi silinder, besi plat, besi balok,
baut, pully, sabuk, kopling, dan motor listrik. Sedangkan
alat/mesin yang digunakan untuk pembuatan prototipe
antara lain adalah mesin bubut, mesin milling, mesin
gerinda, mesin potong, CNC, mesin Scrap, dan mesin bor,
dan untuk pengujian kinerja prototipe digunakan
tachometer, stop wach, jangka sorong, dan mistar
3. Evaluasi teknis
Evaluasi terhadap kinerja mesin pada putaran 600
RPM dan 900 RPM, tiap putaran dilakukan dua sample
penguraian. Tiap sample dilakukan penguraian sebanyak 3
kali yang mana 1 sample sebanyak 10 kg serat TKS
cacahan. Hasil evaluasi teknis untuk mengetahui kapasitas
mesin, persentase serat dan non serat, persentase serat
berdasarkan panjang dan karakteristik kimia serat
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil Perhitungan Rancangan Mesin

Mulai
Rekayasa/Perancangan Mesin Pengurai Serat TKS
Pembuatan Prototype
Evaluasi Teknis dan Uji
Kinerja Mesin:
Tidak

Kapasitas mesin 200 kg/jam, daya mesin 4,5 HP,


maka diambil daya motor standar sebesar 5 HP. Beberapa
komponen mesin yang telah didesain seperti pada Gambar
3, 4, 5, 6 dan 7. Pada Gambar 3 dan 4 beberapa dimensi
ukuran komponen unit pengurai yaitu panjang poros
pengurai 115,3 cm, poros pengurai 5 cm, jarak antar
batang pengurai 13,7 cm, ukuran batang pengurai 2 cm x
2,5 cm. Jumlah batang pengurai satu lingkaran/unit 3
buah, dan sepanjang poros 5 unit.

Hasil
Baik

Besi penahan posisi


melingkar

Poros pengurai

Prototype Mesin
Pengurai Serat
TKS
Selesai

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Gambar 3. Unit Komponen Pengurai

273

PRC-08

Plat Strip Penahan

Batang pengurai

b. Hasil Pembuatan Prototipe Mesin Pengurai Serat


TKS Cacahan
Beberapa komponen yang telah dibuat dapat dilihat
pada Gambar 8 dibawah ini :

Gambar 4. Komponen Plat Sirip


Pada bagian tengah antara rumah pengurai dan tepi
rangka dipasang plat dengan sirip-sirip sebagai komponen
penahan bahan TKS cacahan pada saat batang pengurai
diputar oleh poros pengurai. Sehingga dengan adanya gaya
perlawanan dari sirip-sirip ini TKS cacahan lebih
teruraikan. Bentuk komponen plat strip seperti Gambar 4.
Dudukan Poros
Batang Pengurai
Dudukan Motor
Penggerak

Gambar 8. Pemotongan
komponen,
rangka dan assembling

pemasangan

Pada Gambar 8 dilakukan pemotongan dan


pembentukan terhadap komponen-komponen mesin,
diantaranya komponen batang pengurai, bagian-bagian
rangka, besi penahan batang pengurai, tutup bodi atas,
tutup bodi bawah, corong keluar, corong masuk dan poros
batang pengurai. Gambar 9 proses pendompolan dan
pengecatan serta pemasangan motor penggerak telah
selesai dilakukan dan pengujian kinerja mesin siap
dilakukan.

Gambar 5. Rangka Mesin Pengurai


Pada Gambar 5 bentuk rangka mesin pengurai
secara keseluruhan. Rangka ini menggunakan besi profil U
dengan ukuran 6 cm x 12 cm x 12 cm dengan tebal 4 cm.
Ukuran rangka mesin adalah 70 cm x 80 cm x 40 cm, dan
ukuran rangka dudukan motor adalah 50 cm x 50 cm x 50
cm. Rangka motor penggerak menggunakan plat siku
ukuran 6 cm x 6 cm dengan ketebalan 3 cm.

Gambar 9. Mesin Pengurai Serat TKS yang sudah


selesai dikerjakan.
c. Evaluasi Teknis
Hasil Pengujian Kinerja Mesin
Proses pengujian mesin dilakukan seperti pada
Gambar 10 dan 11 dan data hasil pengujian mesin pada
putaran 600 RPM dan 900 RPM dengan 10 kg TKS
cacahan disajikan seperti pada tabel 1, 2, 3, 4 dan 5.
Serat
Non serat

Gambar 6. Tutup Atas Mesin


Pada gambar 6 tutup atas dari mesin berdiameter
50 cm. Selanjutnya pada Gambar 7 bentuk tutup bawah,
yang mana pada komponen ini terdapat saringan dan
corong keluar.

TKS
cacahan

Gambar 10. Proses Pengujian Mesin untuk


Menghasilkan Serat Mekanis

Saringan tempat keluarnya debu,


gabus dan serat halus
Serat

Corong
keluar debu,
gabus dan
serat halus

Corong keluar serat hasil


penguraian

Gambar 7. Tutup Bawah Mesin

Gambar 11. Serat Mekanis


Tabel 1. Data Hasil Penguraian serat TKS Cacahan
600 RPM
Pengu- Pengujian
raian ke

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Hasil Penguraian serat Wkt


Kpsts
(kg)
(mnt) (Kg/jam)
Srt Non Sisa

Daya
(KW)

274

PRC-08

srt
I
II
III
I
II
III

II

msn

7,6 2,05 0,2

6,9

66

2,4

6,5 0,74 0,2


5,7 0,5 0,2
7,9 1,8 0,17
6,6 1 0,2
5,9 0,7 0,3

6,7
4,5
8,9
8,23
7,30

58,2
76
53
48
48,5

2,3
2,24
2,4
2,3
2,28

Tabel 2. Data Hasil Pemisahan Non serat pada 600


RPM

Serat
Menengah
(3-2 cm) +
Kolopak
1,1

II

1,15

Pengujian

Non serat (kg)


Serat
pendek
(< 2 cm) +
Kelopak
0,9

serat
halus +
kotoran
1,55

0,8

diuraikan didapatkan serat bersih 7,6 kg (76%) dan non


serat 2,05 kg (20%) dan sisanya 1,35 kg menjadi debu.
Pada penguraian ke 2 dan ke 3 serat yang dihasilkan
semakin bersih, jumlah non serat semakin sedikit. Begitu
juga pada pengujian 2 persentase serat dan non serat tiap
kali penguraian hampir sama, Persentase serat dan non
serat pada putaran 900 RPM pada pengujian 1 dan 2
(Tabel 3) juga tidak berbeda jauh dengan pengujian pada
putaran 600 RPM. Dari 3 kali proses penguraian pada
kedua putaran tersebut (Tabel 2 dan Tabel 4) didapatkan
beberapa tingkatan non serat yaitu, 1) serat menengah (32cm) +kelopak, 2) serat pendek (<2cm) + kelopak, 3) serat
halus +kotoran.
Bentuk serat dan non serat pada penguraian 600
RPM dan 900 RPM seperti pada Gambar 13, 14, 15, dan
16.

1,2

Tabel 3. Hasil Penguraian serat TKS Cacahan 900


RPM
Hasil PenguDaya
raian
(KW)
Pengu- PenguWaktu Kapasitas
Serat (kg)
jian
raian ke
(menit) (Kg/jam)
Non Sisa
Srt
Srt msn
12,34
2,43
I
7,2 1,2 0,5
35
12,8
2,3
II
5,82 0,65 0,6 27,30
I
10,3
2,16
III
5 0,61 0,6 29,14

II

7,6 1,4

0,53

34,12

13,36

II

6,0 0,4

0,3

32,32

11,13

1,9

34,40

8,72

1,97

III

0,43 0,35

a
b
c
Gambar 12. Serat bersih putaran 600 RPM

a
b
c
Gambar 13. Non serat putaran 600 RPM
Keterangan :
13a. Serat pada ulangan 1
13b. Serat pada ulangan 2
13c. Serat pada ulangan 3

14a. Non serat pada ulangan 1


14b. Non serat pada ulangan 2
14c. Non serat pada ulangan 3

Tabel 4. Hasil Pemisahan Non serat pada 900 RPM


Putaran
(RPM)

900

Pengujian
I
II

Serat
Menengah
(3-2 cm) +
Kolopak
1,25
1,22

Non serat (kg)


Serat
pendek
(< 2 cm) +
Kelopak
0,82
0,9

serat
halus +
kotoran
1,65
1,60

(1) Kapasitas dan Daya Pengolahan Mesin


Tabel 1 diatas kapasitas mesin putaran 600 RPM
pada pengujian 1 adalah 66,7 kg/jam dan pengujian 2
adalah 49,8 kg/jam. Sedangkan kapasitas mesin putaran
900 RPM pada pengujian 1 (Tabel 3) adalah 11,81
kg/jam, dan pengujian 2 adalah 11 kg/jam. Penurunan
kapasitas pada putaran 900 RPM diakibatkan beban kerja
mesin terlalu besar dengan putaran yang semakin cepat
dan TKS cacahan yang diuraikan dalam keadaan kering
dengan kadar air 10,3%,
akibatnya batang-batang
pengurai kurang mampu menahan tekanan gaya balik dari
plat penahan, sehingga jarak clearence antara ujung tepi
batang pengurai dengan tepi plat penahan menjadi besar.
Untuk mengatasi hal tersebut proses pemasukan bahan
diperlambat, akibatnya waktu menjadi lama dan sekaligus
kapasitas kecil. Tetapi daya mesin yang terjadi pada
penguraian 600 RPM dan 900 RPM hampir sama, berkisar
antara 1,9 2,4 KW.
(2) Jumlah Serat dan Non serat yang dihasilkan
Pada tabel 1 dengan putaran 600 RPM, pengujian
1 dan penguraian 1 dari 10 kg TKS cacahan yang seratnya

a
b
c
Gambar 14. Serat bersih putaran 900 RPM

a
b
c
Gambar 15. Non serat putaran 900 RPM
Keterangan :
15a. Serat pada ulangan 1
15b. Serat pada ulangan 2
15c. Serat pada ulangan 3

16a. Non serat pada ulangan 1


16b. Non serat pada ulangan 2
16c. Non serat pada ulangan 3

(3) Persentase hasil serat Berdasarkan panjang


Tabel 5. Persentase Hasil Serat Berdasarkan Panjang 3 x
Proses Penguraian

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

275

PRC-08

Putaran

600

900

PenguJumlah
PenguUkuran
jian
sample
raian
(cm)
ke
(g)
>10 cm
I
4,05 5-10 cm
2-4 cm
>10 cm
I
II
4,06 5-10 cm
2-4 cm
>10 cm
III
4,1 5-10 cm
2-4 cm
>10 cm
I
3,9 5-10 cm
2-4 cm
>10 cm
II
II
4,0 5-10 cm
2-4 cm
>10 cm
III
3,34 5-10 cm
2-4 cm
>10 cm
I
4,07 5-10 cm
2-4 cm
>10 cm
I
II
4,05 5-10cm
2-4 cm
>10 cm
III
4,01 5-10 cm
2-4 cm
>10 cm
I
4,0 5-10 cm
2-4 cm
>10 cm
II
II
3,87 5-10 cm
2-4 cm
>10 cm
III
3,82 5-10 cm
2-4 cm

Berat
(g)

Persentase
(%)

0,33
1,19
2,46
0,25
1,44
2,32
0,19
1,33
2,57
0,1
1,21
2,41
0,13
1,15
2,75
0,12
1,22
1,95
0
1,13
2,84
0
1,2
2,84
0
0,94
3,04
0
0,85
3,15
0
0,62
3,25
0
0,55
3,27

8,1
29,4
60
6,1
35,4
57
4,6
32,4
62,6
2,5
31
61,8
3,2
28,7
68,7
3,6
36,5
58,4
0
29,6
69,7
0
29,6
70,1
0
23,4
75,8
0
21,25
78,7
0
16
84
0
14,4
85,6

Pada tabel 5 hasil penguraian TKS cacahan


didapatkan serat bersih pada putaran 600 dan 900 RPM
dengan 3 ukuran serat yaitu, serat panjang >10 cm, serat
menengah 5-10 cm dan serat pendek 2-4 cm. Persentase
serat panjang, menengah dan pendek pada pengujian 1 dan
2 dengan putaran 600 RPM rata-rata 4,6%, 32,2% dan
61,4%, sedangkan pada putaran 900 RPM persentase serat
panjang 0%, serat menengah 22,37% dan serat pendek
77,3%.
Berdasarkan hasil pengujian mesin pengurai serat
TKS pada putaran 600 RPM dan 900 RPM maka
didapatkan 5 macam komposisi tingkatan serat hasil
penguraian yaitu, a) serat bersih 600 RPM, b) serat bersih
900 RPM, c) serat menengah (2-3 cm)+kelopak, d) serat
pendek (<2 cm) + kelopak, e) serat halus + kotoran.
Karakteristik Kimia Serat
Berdasarkan hasil analisis kimia terhadap 5
komposisi tingkatan serat TKS hasil penguraian mekanis
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil analisis kimia terhadap komposisi
tingkatan serat Hasil penguraian mekanis
Komposisi Tingkatan
serat
Analisis
a
b
c
d
e
Kadar air (%)
11,35 11,1 10,9 9,20 9,7
Kadar Ekstraktif (%)
6,51 6,49 5,53 4,63 5,07
Kadar lemak (%)
1,53 1,84 1,89 0,55 1,32

Kadar lignin (%)


Kadar holoselulosa (%)
Kadar selulosa (%)

36,49 24,8 34,9 33,3 36,1


46,18 57,03 60,57 65,27 62,62
29,81 37,63 39,39 44,62 44,52

Keterangan:
Serat
Serat
Serat
Serat
Serat

a = serat halus + kotoran


b = serat 1-2 cm + kelopak
(non serat)
c = serat 2-3 cm + kelopak,
d = serat bersih pengujian 900 Rpm
e = serat bersih pengujian 600 Rpm

Sebagai bahan perbandingan, pada tabel 7 dapat dilihat


kandungan kimia serat kayu daun jarum dan kayu daun
lebar.
Tabel 7. Kandungan kimia serat kayu daun jarum dan
kayu daun lebar
Komponen

Daun jarum

Meranti merah

Kadar Ekstraktif (%)


5,00
Kadar lignin (%)
27,90
33,00
Kadar holoselulosa (%)
53,59
62,86
Kadar selulosa (%)
42,59
50,70
Sumber: Atlas Kayu Indonesia (Martawijaya et al, 1989)

Pada tabel 6 dapat dilihat kadar air serat a, b, c, d, dan


e berturut-turut 11,35%, 11,1%, 10,9%, 9,20% dan 9,7%.
Nilai kadar air serat tersebut diperoleh untuk mengetahui
kualitas serat dimana kadar air sebaiknya kecil dari 10%.
Kadar air serat sebagai bahan baku papan partikel akan
mempengaruhi terhadap kadar air papan partikel.
Haygreen dan Bowyer (1993) menjelaskan apabila dalam
pembuatan papan serat menggunakan perekat cair, maka
partikel yang digunakan harus kering (2%-5%), karena
dengan ditambahnya perekat maka kadar air papan akan
bertambah sekitar 4-6% sehingga kandungan air akhir
mendekati 10%.
Pada tabel 6 diatas kadar zat ekstraktif bahan serat
khususnya bahan serat d dan e hampir sama dengan kadar
zat ekstraktif serat kayu daun jarum. Kadar zat ekstraktif
pada serat TKS sebagian besar adalah minyak/lemak.
Kadar minyak yang tinggi akan memberikan pengaruh
negatif terhadap proses perekatan. Keberadaan minyak
akan menghalangi perekat untuk bereaksi dengan
komponen dalam dinding sel serat seperti selulosa,
sehingga akan mengurangi keteguhan rekat (Sutigno,
1988). Pada tabel 6, kadar lemak dari kelima komposisi
tingkatan serat tersebut diatas berturut-turut adalah 1,53%,
1,84%, 1,89%, 0,55% dan 0,32%. Kadar lemak serat
tersebut sangat kecil sekali dibandingkan dengan standar
SNI yang mengizinkan kadar lemak serat sebagai bahan
baku papan partikel maximal 3% (Hidayati, 1989 cit
Propatria, 2000). Rendahnya kadar lemak serat karena
perlakuan mekanis bahan TKS mulai dari proses
pencincangan, pengepresan sampai proses penguraian
/pemisahan serat.
Kadar holoselulosa dan selulosa dari kelima bahan
serat tersebut sangat tinggi sekali khususnya pada bahan
serat c, d dan e, dan juga pada ketiga bahan tersebut kadar
holoselulosa dan selulosa hampir sama dengan bahan serat
daun jarum dan meranti merah pada tabel 7.
Selanjutnya kadar lignin bahan serat dari kelima
tingkatan serat pada tabel 6 hampir sama dengan kadar
lignin serat kayu meranti merah dan lebih besar sedikit
dari serat kayu daun jarum. Kadar lignin serat pada papan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

276

PRC-08

partikel sangat mempengaruhi terhadap kekuatan papan


partikel yang dihasilkan.

Pengujian Kinerja Mesin Selanjutnya


Dilakukan Pada TKS Cacahan Basah Untuk
Mendapatkan Serat Basah.
Analisis

Komposisi Tingkatan serat


a
b
c
d

Kadar air (%)

9,20

9,7

10,9

18,5

Kadar Ekstraktif (%)


4,63 5,07 5,53 16,8
Kadar lemak (%)
0,55 1,32 1,89 4,22
Kadar lignin (%)
33,3 36,1 34,9 24,67
Kadar holoselulosa (%) 65,27 62,62 60,57 80,12
Kadar selulosa (%)
44,62 44,52 39,39 49,3
Keterangan:
a
b
c
d

= Serat kering Penguraian, n = 900 RPM (Ka = 9,2%)


= Serat kering Penguraian, n = 600 RPM (Ka = 9.7%)
= Serat kering 1-3 cm + kelopak (non serat, Ka= 10,9%)

= Serat basah (Ka= 18,5% )

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Pada pengujian mesin pengurai yang dilakukan,
kapasitas mesin sangat ditentukan oleh kekuatan bahan
batang pengurai dan pelat penahan (counter blade),
kadar air TKS cacahan, putaran mesin dan kecepatan
pemasukan bahan TKS cacahan.
2. Persentase jumlah serat dan non serat dari hasil
penguraian TKS cacahan pada putaran 600 RPM dan
900 RPM tidak berbeda jauh, dari 10 kg TKS cacahan
yang seratnya diuraikan didapatkan serat serat bersih
7,6 kg (76%) dan non serat 2,05 kg (20%) dan sisanya
1,35 kg menjadi debu. Pada penguraian ke 2 dan ke 3
serat yang dihasilkan semakin bersih, jumlah non serat
semakin sedikit. Begitu juga pada pengujian 2
persentase serat dan non serat tiap kali penguraian
hampir sama.
3. Persentase serat berdasarkan panjang didapatkan pada
putaran 600 RPM rata-rata dari 2 kali pengujian dan
masing-masing pengujian 3 kali penguraian yaitu serat
panjang >10 cm (4,6%), serat menengah 5-10 cm
(32,2% ) dan serat pendek 2-4 cm (61,4%), sedangkan
pada putaran 900 RPM persentase serat panjang 0%,
serat menengah 22,37% dan serat pendek 77,3%.
4. Dari hasil pengujian mesin pengurai serat TKS pada
putaran 600 RPM dan 900 RPM maka didapatkan 5
macam komposisi tingkatan serat yaitu, a) serat bersih
600 RPM, b) serat bersih 900 RPM, c) serat menengah
(2-3 cm)+kelopak, d) serat pendek (<2 cm) + kelopak,
e) serat halus + kotoran.
5. Setelah dilakukan pengujian selanjutnya pada TKS
cacahan basah, didapatkan serat basah dengan kadar
air 18,5%. Maka tigkatan komposisi serat adalah, 1)
serat kering 900 RPM, 2) serat kering 600 RPM, 3)
non serat (serat 1-3 cm + kelopak), 4) serat basah.
Saran
1. Perlu adanya pengujian mesin pengurai dengan
beberapa jenis bahan batang pengurai dan pelat

penahan. Karena kekuatan batang pengurai dan pelat


penahan sangat menentukan kapasitas dan kemampuan
mesin untuk menguraikan serat.
2. Perlu dilakukan pengujian karakteristik mekanik serat
TKS seperti Bulk Density dan kekuatan tarik serat TKS
yang dihasilkan, agar dapat dibandingkan dengan
bahan serat alam lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Deden. 2009. Seribu manfaat serat sawit.
http://kafein4u.wordpress.com/2009/02/28/seribumanfaat-serat-sawit/ (6 February 2012)\
[2]. Dirjen Perkebunan. 2011. Statistik Perkebunan
kelapa sawit Indonesia 2009-2011.
[3]. Geonadi
DH, dan Y. Away. 1996. Aplikasi
Biopulping dalam Produksi Pulp dan kertas dari
Tandan Kosong Sawit. Warta Pusat Penelitian
Bioteknologi Perkebunan. No. 1-Th II halaman 2633. Bogor.
[4]. Hadi Suryanto, Adjar Pratoto, dan Anwar Kasim.
2000. Rekayasa Mesin Pengolah Limbah Tandan
Kosong Sawit untuk Menghasilkan Pulp Sebagai
Bahan baku Industri papan Serat dan Kertas.
Laporan Hibah Bersaing 1998-2000. Universitas
Andalas Padang.
[5]. Hadi Suryanto, Adjar Pratoto, dan Anwar Kasim.
2001. Pengembangan dan Optimasi Prototype Mesin
Pengolah Limbah tandan Kosong Sawit untuk
Menghasilkan Serat Mekanis. Laporan Kemajuan
RUK Tahun II.
[6]. Haygreen JG, and Bowyer JL. 1993. Forest Products
and Wood Science An Introduction. The Iowa State
University Press, Ames. IOWA
[7]. Kanaka P.R. dan K. Thiupal. 1991. Seedcane
Cutting Machine. Indian Sugar. 41(2):125-126
[8]. Kollman. F. F. P, E. W. Kuenzi and A. J. Stamm.
1975. Principle of Wood Science and Technology.
Wood Based Materials. Vol II. Springer-Verlag
Berlin Heidelberg-New York
[9]. McRandall, D.M. dan P.B. McNulty. 1980. Impact
Cutting Behaviour of Forage Crops. J. Agric.
Engng. Res. 313-328.
[10]. Muin, S. 1986. Perencanaan Mesin-mesin
[11]. Perkakas. CV. Rajawali Jakarta
[12]. Prasad, J. Dan C.P. Gupta. 1975. Mechanical
Properties of Maize Stalk as Related to Harvesting.
J. Agric. Engng. Res. 20:79-87.
[13]. Rao, KKP dan K. Thirupal. 1990. Sugarcane
Cutting Machine. SSISTA Sugar Journal. 16(3)2357.
[14]. Shigley, Joseph Edward, Mechanical Engineering
Design: First Metric Edition, Mc Graw-Hill Book
Company, Singapore, 1986
[15]. Sitkey G. 1986. Mechanics of Agricultural Material.
Elsevier. Amsterdam.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

277

PRC-08
[16]. Sularso, Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen
Mesin Edisi Ke-6,PT. Pradnya Paramita, Jakarta,
1987
[17]. Skeist, 1977. Hanbook of Adhesives. Van
Nostrang Reinhod Company. Ney York.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

278

PRC-11

PERANCANGAN ALAT BANTU COLD PRESS UNTUK PROSES


PEMASANGAN LCD PANEL UNTUK MODEL RF-ABC
Aip Pahrudin, Megara m, Eddy Djatmiko
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila, Jakarta, Indonesia
Munandar_gaara@yahoo.co.id
Abstrak
Proses pemasangan LCD Panel pada model RF-ABC yang masih secara manual memiliki beberapa kekurangan
diantaranya: (1)membutuhkan waktu lama untuk memasang, (2)banyak part LCD Panel yang terbuang karena kesalahan
pada pemasangan, (3)hasil pemasangan tidak stabil, dan (4) Defect ratio yang tinggi. Oleh karenanya alat bantu cold
press untuk optimasi proses pemasangan lcd panel untuk model RF-ABC dirancang dengan tujuan menghasilkan sebuah
alat bantu yang dapat memperbaiki proses produksi, mudah digunakan, dapat menghemat waktu produksi, menurunkan
defect ratio dan aman ketika di operasikan.
Kata kunci : LCD panel, Pneumatik, Alat Press

1. PENDAHULUAN
Persaingan dalam dunia industri menjadi semakin
ketat
dengan
adanya
teknologi-teknologi
manufaktur baru yang inovatif hingga hal ini
membuat perusahaan dapat terus mempertahankan
serta meningkatkan kualitas dan kapasitas
produksinya. Proses poduksi dalam perusahaan
perakitan sangat banyak macam dan jenisnya
kesemuanya bertujuan menghasilkan produk dengan
kualitas baik dalam waktu yang sehemat mungkin.
Untuk menghemat waktu produksi banyak cara
yang dapat dilakukan mulai dari mengefesiensikan
gerakan-gerakan operator seefisien mungkin,
mengatur layout agar optimal dan masih banyak
lagi. Membuat peralatan yang dapat mermbantu
mempermudah proses produksi tidak hanya dengan
membuatnya begitu saja. Perlu dilakukan beberapa
pertimbangan dan perhitungan sebelum memulai
membuatnya dan memperhatikan dengan baik
apakah alat tersebut akan membantu mempermudah
proses atau sebaliknya membuat operator kesulitan
ketika menggunakanya.

c)

Menurunkan biaya design dan manufaktur


d) Meningkatkan kualitas
e) Meningkatkan kepuasaan pelanggan
3. Layout dan Spesifikasi
Fungsi keseluruhan dinyatakan dalam cakupan
sempit, karena tahapan dari input-proses-output
masih dipaparkan secara umum. Fungsi ini
dinyatakan dalam aliran energi, material dan sinyal.
Diagram blok fungsi keseluruhan disebut juga
Black box.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum QFD merupakan suatu alat yang
digunakan sebagai pusat perhatian pada hal-hal
yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen
dalam penyusunan standar layanan. Menurut
Gasperz dan Aprillia Dita Irawatie (2005) Quality
Function Deployment (QFD) didefinisikan sebagai
suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk
menentukan
kebutuhan
pelanggan
dan
menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan itu ke dalam
kebutuhan teknis yang relevan, dimana masingmasing area fungsional dan level organisasi dapat
mengerti dan bertindak. Manfaat dari aplikasi QFD
menurut Aprillia Dita Irawatie (2005) adalah:
a) Mengurangi time to market
b) Mengurangi perubahan disain

Gambar 1 Diagram blok fungsi keseluruhan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Gambar 2 diagram sub fungsi

279

PRC-11

Tabel 1 kombinasi prinsip dengan sub fungsi dan solusi


No.
1.

Sub Fungsi
Penggerak

Solusi I
Tenaga Manusia

Solusi
Solusi II
Motor Listrik/bensin

Solusi III
Tenaga Listrik

2.
Suplai udara

Screw kompressor

Kompresor torak
berpidah

Fix Piston
kompressor

3.
Pengendali

Double Pole Double


throw.

Toggle
Push Botton
4.
Peredam

spring

Spons

5.
Timer

Timer

No Relay Timer

6.

Pengendali
aliran udara
Katup 5/2 selenoid

Katup 3/2

Katup 2/2
7.

Safety device

Sensor infrared

Photo electric
sensor

8.
Rangka
Penyangga
silinder
Square bar steel

Steel silinder

Hollow bar

9.

Alas penopang
produk
Acrylic
Plat Alumunium
10. Assembly
11.

Posisi alat

Las listrik

Baut

Plat Baja
Las listrik dan baut

Vertical

horizontal

diagonal

4. PEMBAHASAN HASIL
Untuk mendapatkan kombinasi dari tiap varian,
langkah selanjutnya adalah menetukan kombinasi
dengan mengurutkan tanda panah. Tanda panah

sebagai penanda solusi yang dipilih dan diberi


warna sesuai varian yang telah ditentukan untuk
mempermudah pembacaan.

Tabel 2 Kombinasi Fungsi Pemilihan Varian


No.

Sub Fungsi

Variasi Kombinasi Prinsip Solusi Sub Fungsi


Fitur
1
2

Penggerak

Tenaga Manusia

Suplai udara

Screw kompressor

Pengendali

Motor bensin

Listrik

Fix piston compressor

Kompresor torak berpidah

Push Botton

Toggle

Double Pole Double


throw.

Peredam

Spring

sponge

Timer

Timer

No Relay Timer

Pengendali aliran
udara
Safety device

Katup 5/2 selenoid

Katup 2/2

Sensor infrared

Photoelectric sensor

Rangka penyangga
silinder
Alas penopang
produk
Assembly

Square bar steel

Hollow bar

Acrylic

Plat Aluminium

Plat Baja

Las Asetelin

Baut

Las asetelin dan baut

Posisi alat press dec


ring lens

vertikal

horizontal

diagonal

Katup 3/2
Selenoid

8
9

Steel silinder

10

11

Varian 1

Varian 2

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Varian 3
280

PRC-11

Dari hasil penentuan kombinasi varian, maka


didapatkan varias-variasi sebagai berikut :
-

Tahapan terakhir untuk mendapatkan


varian sesuai dengan ranking tertinggi,
adalah menggunakan metode scoring test.
Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah
dikembangkan dalam metode pohon
keputusan, konsumen kembali dilibatkan
untuk menentukan penilaian terhadap
kriteria-kriteria tersebut. Nilai dari tiap
varian didapat dari nilai yang diberikan
oleh konsumen ditiap kriteria, dikalikan
dengan bobotnya (pembobotan didapat
pada proses pohon keputusan).

Varian 1 : 1.2 2.1 3.1 4.1 5.1 6.1


7.1 8.1 9.1 10.2 11.1
Varian 2 : 1.3 2.2 3.1 4.2 5.1 6.1
7.2 8.3 9.1 10.2 11.1
Varian 3 : 1.2 2.2 3.2 4.2 5.1 6.3
7.2 8.2 9.2 10.3 11.1

Tabel 3 scoring
Bobot
Kriteria evaluasi

No

Gambar 3 Varian 2
Keterangan Gambar :
1. Silinder
2. Push Button
3. Safety Device Button
4. Peredam
5. Dudukan Atas
6. Penyangga Silinder
7. Dudukan Bawah
Pohon keputusan
Dari kriteria-kriteria yang dipilih, langkah
selanjutnya adalah mengembangkan kriteria-kriteria
tersebut ke dalam kriteria yang lebih spesifik.
Metode yang digunakan adalah pohon keputusan.
Metode ini tidak hanya mengembang-kan kriteriakriteria menjadi spesifik, tetapi juga termasuk
penilaian bobot.

Varian I

Varian 3

Varian II

(b)

Nilai
(m1)

b x m1

Nilai
(m2)

b x m2

Nilai
(m3)

Aman untuk Operator

0.18

0.72

0.72

Safety device

0.12

0.36

0.6

Otomatis

0.0875

0.35

0.35

Tombol Kendali

0.1625

0.65

0.65

Desain Konstruksi

0.15

0.3

0.75

Konstruksi aman
(sharp edge)

0.1

0.2

0.4

Jumlah komponen

0.06

0.24

0.18

Desain sederhana

0.08

0.32

0.24

Mudah bongkarpasang

0.06

0.18

0.3

Total

3.23

4.19

Ranking 2

Ranking 1

1.0

b x m3
0.36
0.6
0.35
0.325
0.45
0.3
0.3
0.32
0.06

3.065
Ranking 3

Keterangan :

Nilai (m)
Kurang sekali
1
Kurang
2
Cukup
3
Baik
4
Baik sekali
5
Berdasarkan nilai yang didapat pada proses
scoring test, maka varian yang terbaik adalah
varian 2 (ranking 1). Varian inilah yang akan
dibuat menjadi alat bantu cold press dengan hasil
penilaian tertinggi yakni score mencapai 4,19.
5. Kesimpulan
1. Mendapatkan desain yang tepat untuk alat
bantu agar dapat mempercepat proses
produksi.
2. Setelah dilakukan perhitungan dengan
metode scoring maka didapatkan varian ke
2 dengan nilai tertinggi.
3. Kriteria produk berkualitas ialah aman,
mudah dioperasikan, tidak merusak
produk.

Gambar 4 Pohon Kebutuhan


Scoring test
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

281

PRC-11

6. Daftar Pustaka
[1]. Wawan Ichwan & Rochmad Febrianta,
Optimalisasi
proses
produksi,
Universitas Islam Indonesia, (2013).
[2]. Wikipedia, 2014.Machine press, (Online)
,http://en.wikipedia.org/wiki/Machine_pres
s Diakses 16 April 2014.
[3]. Andrew parr, Hidrolika dan pneumatika
pedoman untuk teknisi dan insinyur,
Jakarta,Erlangga, (2003).
[4]. Al Antoni Akhmad, Perancangan
Simulasi Sistem Pergerakan Dengan
Pengontrolan Pneumatik Untuk Mesin
pengamplas
Kayu
Otomatis.Jurnal

rekayasa Sriwijaya Vol 18. No.3


Palembang, 2009.
[5]. Kompas.com, 2013. Sistem pneumatik.
(Online), http://forum.kompas.com/sains/
306590-sistem-pneumatik.html, diakses 19
april 2014.
[6]. Forum Dunia Listrik, 2014. Dasar-dasar
pneumatik.
(Online),
http://dunialistrik.blogspot.com/2010/02/dasar-dasarpneumatik.html, diakses 19 april 2014.
[7]. usu.ac.id,
2014.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345
6789/18466/3/Chapter%20 II.pdf , diakses
19 april 2014.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

282

PRC-13

PERANCANGAN MESIN WEIGH CHECKER OTOMATIS DENGAN


SISTEM ELEKTRO-PNEUMATIK BERBASIS PLC
Adi Purwanto
Email: addidaiya47@gmail.com
Yasir Ismail Email: ismail.yasir315@gmail.com
Jurusan Teknik Mesin FTI, IST. AKPRIND Yogyakarta
Jl. Kalisahak 28, Komplek Balapan Yogyakarta 55222
ABSTRAK
Profesi teknik mesin menurut George E. Dieter adalah seperti; interwoven in the fabric of modern society sehingga teknik
mesin selalu terkait dengan spektrum aktifitas yang sangat luas. Bahkan berdasarkan program luaran ABET, pendidikan
tinggi teknik mesin dapat meliputi fungsi; litbang, produksi dan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, entrepreneur,
penjualan dan manajemen. Tetapi pada intinya, praktek keteknikan adalah proses perancangan; komponen, sistem dan
proses. Otomasi dengan sistem elektro-pneumatik telah banyak diterapkan dalam industri dan juga pada bidang yang lain
untuk pekerjaan mekanik sederhana, hingga sistem yang bekerja repetitif dan sangat kompleks sekalipun. Pada rancangan
mesin ini adalah penerapan komponen-komponen elektro pneumatik sebagai elemen kontrol pada mesin weigh checker
untuk menimbang berat cairan infuse (500ml) kemasan jenis soft bag, atau PET bottles pada industri farmasi pemasok
cairan infuse dan minuman isotonik. Mesin weigh checker merupakan aplikasi alat penimbang pada konveyor berjalan
menggunakan detector dari strain gauge dengan rangkaian wheatstone bridge. Mesin weigh checker otomatis ini dirakit
dari komponen custom dan komponen standard dengan seleksi dari produk-produk fabrikan berdasarkan spesifikasi teknik
sesuai dengan kebutuhan. Proses produksi pembotolan (bottling) jenis soft bag dengan mesin weigh checker ini bekerja
secara berurutan (sequential), dengan kendali yang digunakan berbasis Programmable Logical Controller (PLC). Metode
kontrol pada mesin produksi ini dengan kendali ON-OFF. Pelumaan pada unit pemasok udara (ASU) bertujuan untuk
mempertahankan umur pakai dari aktuator pneumatik menggunakan pelumas dengan klasifikasi layanan FDA. Kebocoran
pada silinder pneumatic tidak terlalu berpengaruh pada gerak linear silinder tetapi hanya akan menimbulkan kerugian pada
ASU dari sistem pneumatik. Dari hasil analisis dan perhitungan menunjukan bahwa sistem yang dibuat dapat bekerja
dengan baik dan memenuhi syarat batas yang diizinkan.
Kata kunci: elektro-pneumatik, weigh checker, cairan infus, PLC, kendali ON-OFF.

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Profesi teknik mesin menurut George E. Dieter
adalah seperti; interwoven in the fabric of modern
society sehingga teknik mesin selalu terkait dengan
spektrum aktifitas yang sangat luas. Bahkan
berdasarkan program luaran ABET, pendidikan
tinggi teknik mesin dapat meliputi fungsi; litbang,
produksi dan konstruksi, operasi dan pemeliharaan,
entre-preneur, penjualan dan manajemen. Tetapi
pada intinya, praktek keteknikan yang mampu
dilakukan profesi teknik mesin adalah proses
perancangan; komponen, sistem dan proses.
Sistem kendali berbasis PLC, dewasa berkembang sesuai tuntutan industri. Laju perkembangan industri yang terjadi pada saat ini,
adalah mesin produksi tidak lagi menggunakan
kendali sistem konvensional, tetapi sebagian besar
industri telah menggunakan PLC.
Alat penimbang dalam proses produksi adalah
salah satu elemen penunjang yang jamak digunakan.
Meskipun bukan merupakan peralatan vital dalam
proses produksi, akan tetapi mutlak diperlukan, oleh
karena tiap form laporan hasil produksi dapat
dipastikan mencantumkan berat barang dari hasil
produksi.
Perancangan mesin timbangan otomatis dengan
sistem pneumatik berbasis PLC ini menjadi salah

satu solusi untuk lebih me-minimalkan peran


operator.
Dengan optimasi peranan teknologi
otomasi dan mekanism akan membantu kerja dari
manusia yang pada ujungnya meningkatkan kinerja
pada proses produksi.
1.2 Rumusan Masalah
Pada perancangan mesin weigh checker dengan
sistem pneumatik berbasis PLC, hal-hal yang
mendasar dalam perancangan ini, antara lain :
a. Komponen pneumatic yang diperlukan untuk
membuat weigh checker sistem pneumatik
berbasis PLC.
b. Bagaimana rancangan mesin weigh checker
dengan kendali pneumatik berbasis PLC.
1.3 Tujuan Perancangan
Tujuan perancangan weigh checker oto-matis
dengan sistem pneumatik berbasis PLC adalah:
a. Mesin weigh checker otomatis dapat meningkatkan
ketelitian
penimbangan,
dan
mempermudah operator.
b. Mesin
weigh
checker
otomatis
akan
mempercepat proses produksi, dengan demikian
akan dapat meningkatkan kapasitas produksi.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

283

PRC-13

c. Dengan perancangan dan pengembangan mesin


weigh checker otomatis, proses produksi tidak
tergantung dengan teknologi import.
2. DASAR TEORI
2.1 . Weigh Checker
Sensor beban untuk menimbang adalah strain
wire gauge yang disusun dalam rang-kaian
wheatstone bridge, kemudian di-gunakan untuk
membangun sebuah load cell. Load cell bending
beam adalah tipe load cell yang paling sering
digunakan. Selama proses penimbangan, beban yang
diberikan akan mengakibatkan reaksi terhadap
elemen elastis load cell yang terbuat dari aluminium
yang mengakibatkan perubahan regangan. Gaya
yang ditimbulkan oleh regangan ini (positif dan
negatif) dikonversikan kedalam sinyal elektrik oleh
strain gauge yang terpasang pada spring element.
2.2 . Programmable Logic Controller (PLC)
PLC adalah prosesor pengendali, dalam
pengertian PLC dapat dijelaskan 3 hal berikut:
Programmable; menunjukan kemampuannya yang
dapat dengan mudah diubah-ubah sesuai program
yang dibuat dan kemampuannya dalam hal eksekusi
memori program yang telah dibuat.
Logicl;
menunjukan
kemampuannya
dalam
memproses input secara logik aritmatik (ALU),
yakni
melakukan
operasi
membandingkan,
menjumlahkan, mengalikan, membagi, me-ngurangi
dan negasi.
Controller; menunjukan kemampuan dalam
mengendalikan dan mengatur proses untuk
menghasilkan output yang sekuensial.
2.3 Pneumatik
Secara umum diagram blok kontrol pneumatik
adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Diagram blok kendali pneumatik

Pada perancangan mesin weigh checker, sistem


pneumatik digunakan sebagai penghasil gerakan
atau aktuasi. Sistem pneumatik yang digunakan
adalah sistem pneumatik dengan aktuasi elektrik
atau solenoid. Sistem elektrik digunakan sebagai
sensor dan penggerak katup, sistem pneumatik
digunakan untuk meng-hasilkan gerak pada lengan
atau gripper.
2.4 . Sensor
1). Saklar Magnet (Reed Switch)

Kontak saklar magnet (reed switch atau reed relay)


disusun dari dua plat kontak yang tertutup hermetis
pada tabung gelas yang diisi dengan gas pelindung.
Pada saat magnet mencapai reed relay, ujung-ujung
tab kontak yang saling bertemu menarik satu sama
lain dan menjadi kontak.
Pada rancangan weigh cheker ini, reed relay
digunakan sebagai detektor posisi silinder
pneumatik, jikalau magnet dalam piston silinder
menginduksi saklar magnet, maka saklar akan
kontak dan sinyal akan diteruskan menuju PLC.
2). Sensor Photoelectric
Pada perancangan mesin weigh checker ini
digunakan sensor fotolistrik jenis terdifusi reflektif.
Digunakan untuk mendeteksi benda kerja. Bila
terdapat benda kerja maka sensor ini akan
mengirimkan sinyal ke PLC.
2.5 . Aktuator
Unit ini berfungsi untuk menghasilkan transfer
daya dari tenaga fluida, berupak gerakan lurus atau
putar. Penggerak yang menghasilkan gerakan lurus
adalah aktuator
silinder,
sedangkan yang
menghasilkan gerakan putar adalah motor
pneumatik.

Gambar 2. Aktuator gripper SMC MHW2


(open condition)

Dalam perancangan dan pengembangan mesin


ini digunakan aktuator gripper dengan konfigurasi
silinder kerja ganda untuk me-megang benda kerja
dan sekaligus untuk menimbang secara mekanik.
3. DESAIN WEIGH CHECKER
3.1 . Rangka & Box Panel
Rangka untuk menopang perangkat weigh
checker dan system pneumatik dibuat dengan
menggunakan bahan baja nirkarat. Sedangkan box
panel berfungsi untuk rangkaian listrik dari weigh
checker.
3.2 . Sistem Pneumatik
1) Katup 5/2 Aktuasi Solenoida
Digunakan katup kontrol arah pneumatik 5/2
berpenggerak selenoid, katup ini digunakan sebagai
katup prosesor yang akan memberi masukan pada
silinder aktuator.
2) Kompresor 2 tingkat.
Udara mampat yang digunakan mesin weigh checker
ini dipasok oleh kompresor dua tingkat merk Atlas

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

284

PRC-13

Copco (ZR 75 VSD) untuk meng-hasilkan tekanan


udara mampat lebih besar dari tekanan operasional 6
7 bar.

3.6. Diagram alir algorithma Weigh Checker


Dasar penyusunan ladder diagram mesin weigh
checker adalah seperti diagram alir berikut:

3) Aktuator linear.
Aktuator dalam perancangan ini berfungsi untuk
mencekam infus jenis soft bag sekaligus alat untuk
proses menimbang.
4) Gripper atau Chuck
Gripper atau Chuck digunakan untuk menggengam dan menahan objek dengan mem-berikan
kontak pada objek.

Gambar 3. Gripper atau chuck

3.3. Weigh Checker


Perancangan mesin weigh checker ini
digunakan display merk A&D (AD-4401) weighing
indicator display.

Gambar 6. Diagram alir algorithma weigh


checker.

Gambar 4. Weigh checker AD-4401

3.4. Programmable Logic Controller


Prosesor pengendali mesin
weigh checker ini
menggunakan PLC; Mitsubishi Melseq-Q, pada
PLC ini terdapat 16 input dan 16 output, catu daya
110~220V AC dan memiliki tegangan keluaran
standar 24 Volt DC. Koneksi antara PC dan
komputer dilakukan secara serial.
3.5. Sensor Beban
Sensor beban yang digunakan adalah Beam
Load Cell dengan merk METLER TOLEDO model
MTB-100.

3.7. Cara Kerja Mesin Weigh Checker


Soft bag dicekam oleh konveyor, kemudian
konveyor berjalan sampai terdeteksi oleh sensor
photoelectric sehingga inputan dari sensor
merintahkan PLC untuk menghentikan konveyor.
Kemudian chuck/gripper dari weigh
dari weigh
checker menutup, lalu dilanjutkan chuck/gripper
dari konveyor membuka.
Load cell yang terpasang dirangkaian
pneumatik memberikan input kepada weigh checker,
dimana apabila inputan menunjukan 500ml atau
dengan toleransinya 5ml maka soft bag tersebut
dinyatakan OK sehingga PLC memerintahkan
kepada chuck/gripper konveyor untuk menutup
dengan dilanjutkan chuck/ gripper dari weigh
checker membuka, kemudian konveyor berjalan.
Namun apabila soft bag dinyatakan no good atau
tidak memenuhi syarat yang ditentukan weigh
checker yakni 500 ml dengan toleransi 5ml maka,
PLC akan memerintahkan kepada chuck/ gripper
dari weigh checker untuk membuka saat itu juga,
sehingga soft bag akan terjatuh kedalam box reject,
dengan dilanjutkan konveyor berjalan. Dan
seterusnya proses seperti itu berjalan.

Gambar 5. Beam load cell

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

285

PRC-13

4. PERHITUNGAN KOMPONEN UTAMA


PENUMATIK
Beberapa komponen utama sistem pneumatik
dilakukan perhitungan sebagai ber-ikut :
a. Gaya untuk mendorong gripper
F = x (m x g)
F = 1,1 x (0,4 kg x 9,81 m/s2)
F = 4,3164 N
Gambar 7-a. Chuck weigh konveyor close dan
chuck weigh checker open.

b. Menentukan diameter piston silinder


F+R
d2 =
d2 =

P 0,785
4,3164 N + 0,43164 N

500.000 N/m2 0,785

d = 3,47 mm 3,5 mm (diameter minimal)


c. Gaya piston teoritis
Fth = A x P

Fth = x (0,021mm)2 x 500.000 N/m2


4
Fth = 173,09 N
d. Pemilihan kompresor
Gambar 7-b. Chuck konveyor close dan chuck
weigh checker close.

Lad =
Lad =

.K
1

2 . 1,4
1,41

Ps Qb

6120

Pd K1

{( )m .K - 1}
Ps

1,01 19,431 lt/min


6120

{(

1,41

)2 . 1,4 - 1}

1,01

Lad = 0,111938 kw = 111,9328 Watt

DAFTAR PUSTAKA
Gambar 8. Proses penimbangan dengan weigh
checker.

3.8. Rangkaian Pneumatik mesin weigh checker


Rangkaian penumatik dari mesin weigh checker
tersusun dari komponen; 2 unit actuator linier, 1 unit
motor pneumatic, 2 unit katup kontrol arah (KKA)
5/2 - aktuasi solenoid, 1 unit KKA 5/3 - aktuasi
solenoid, 3 unit air supply unit.

[1]. Achmad Zainun, 2006, Elemen Mesin I, Refika


Aditama Bandung.
[2]. Bolton William, 2004, Pemrograman Logic
Controller, Erlangga: Jakarta.
[3]. Krist Thomas, 1993, Dasar-dasar Pneumatik,
Erlangga: Jakarta.
[4]. Sularso & Tahara Haruo, 2004, Pompa &
Kompresor, Pradnya Paramita : Jakarta.
[5]. Sularso & Suga Kiyokatsu, 1997, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin,
Pradnya Paramita : Jakarta.

Gambar : rangkaian pneumatik weigh checker

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

286

PRC-13

Biodata Penulis:
Nama
Tempat/Tgl. Lahir
Agama
Fakultas/Jurusan
Pangkat/Gol/NIP
Jenis Kelamin
Alamat Kantor

Alamat komunikasi

: Ir. Adi Purwanto, M.T


: Malang, 05 Nopember 1956
: Islam
: Teknologi Ind./Teknik Mesin
: Penata Tk I/IIIc/88.1156.360.E.
: Laki Laki
: BAU, IST. AKPRIND Yogyakarta
Jl. Kalisahak 28 Komp. Balapan
Yogyakarta 55222
: 0274-563029 ext 125,
[]08122715159
Tromol Pos 45 Yogyakarta
e-mail: batumuku16@yahoo.com
addidaiya47@gmail.com

I. Pendidikan & Latihan:


1. Lulus S-1 Tahun 1988, Jurusan Teknik Mesin,
ITN, Malang
2. Lulus S-2 Tahun 1999, Bidang Ilmu Teknik,
Manufaktur, FT-UI Depok
3. Kursus Akustik & Pengendalian Bising, UK.
Satya Wacana Texas Instrument, Salatiga 1991.
4. Kursus Peningkatan Dosen Teknik Mesin, ITB
Bandung, Tahun 1991
5. Lokakarya Orientasi Pengembangan
Pendamping Kemahasiswaan Direktorat
Kelembagaan, Dirjend Dikti, Tahun 1995.
6. Pendidikan dan Latihan Freeze Drying
Technology, PAU-IPB-Kyowa Vacuum
Engineering, Co., Bogor 1996.
7. Pelatihan Penyusunan Deskripsi Patent, Dirjen
Dikti, Tahun 2012
II.
Riwayat Pekerjaan
(A) PEMBIMBING KEMAHASISWAAN:
1. Pembina
Mahasiswa
Pecinta
Alam
(MAPALISTA) IST. AKPRIND, Tahun 1991
s.d. 1994, 2008 s.d. sekarang
2. Pembina Aeromodeling Club, Himpunan
Mahasiswa Mesin, IST. AKPRIND , Tahun 2000
s.d. 2004.
3. Pembina HMM AKPRIND Racing Development
(HARD), IST. AKPRIND Jogjakarta, Tahun
2002 s.d. 2004.
4. Pembina Robotic Club, Fakultas Teknologi
Industri, IST. AKPRIND Jogjakarta, Tahun 2002
s.d. 2004.
(c) RIWAYAT PEKERJAAN VOKASI:
5. Kepala Laboratorium CAD & Perancangan
Mesin, Tahun 1995 s.d. 1997.
6. Ketua Divisi Pengembangan Teknologi Tepat
Guna, Badan Afiliasi Teknik IST AKPRIND
Yogyakarta, Tahun 1999 s/d 2004
7. Kepala Lab Teknik Produksi & Pemesinan NC,
Tahun 2011 s.d. sekarang

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

287

PRC-14

APLIKASI TURUNAN NUMERIK DALAM PENGENALAN POLA


CITRA
Agus Dudung, Diana Suzana Mandar, Yuliani Genesis
DosenFakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta, Jakarta 13220
e-mail: agus.dudung@yahoo.com
2. DosenFakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta, Jakarta 13220
e-mail: suzanad23@yahoo.com
3. Alumni Universitas Krida Wacana, Jl. Tanjung Duren Raya Jakarta 11470
1.

ABSTRAK
Citra (image) merupakan istilah lain untuk gambar. Citra merupakan salah satu komponenmultimedia yang
memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citramempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh
data teks, yaitu citra kaya dengan informasi.Maksudnya adalah sebuah gambar dapat memberikan informasi yang lebih
banyak daripadainformasi tersebut disajikan dalam bentuk kata-kata. Meskipun sebuah citra kaya informasi,namun
seringkali citra yang dimiliki tidak sesuai dengan yang diinginkan atau mengalamipenurunan mutu, misalnya warnanya
terlalu kontras atau kurang terang (brightness). Supayacitra tersebut mudah diinterpretasi dan menghasilkan citra yang
diinginkan, maka diperlukansuatu pengolahan citra (image processing), antara lain: gray-scale, thresholding, inversi,
citrabiner, filter, noise dan deteksi tepi.
Keywords: kontras, brightness, gray-scale, thresholding, inversi, citra biner, filter, noise, deteksi tepi

Pendahuluan
Pada awalnya, untuk mengubah sebuah
citra yang diinginkan diperlukan waktu yang cukup
lama untuk dapat menghasilkan sebuah citra yang
bagus, namun terkadang yang dihasilkan tidak
memuaskan. Hal tersebut dikarenakan cara
konvensional yang dipakai adalah teknik visual,
karena umumnya data yang akan dianalisis dan
diolah berbentuk citra optik atau citra analog.
Sehingga menyebabkan pengolahan data secara
visual memerlukan waktu yang relatif cukup lama,
dan informasi yang dapat digali dari data yang
tersedia sangat dibatasi oleh kemampuan mata dan
daya ingat manusia dalam menginterpretasi data.
Adapun permasalahan lainnya adalah kurangnya
pemahaman dan pemanfaatan akan teknologi yang
ada. Kemajuan teknologi dalam perekaman data
telah memungkinkan penyediaan data dalam bentuk
citra digital; selain itu telah dapat dilakukan proses
konversi dari citra bentukoptik atau analog kebentuk
citra digital. Dengan memanfaatkan kemajuan
teknologi untukmengatasi permasalahan tersebut,
maka dibuat sebuah sistem aplikasi untuk
mengembangkanproses pengolahan citra secara
digital yang menawarkan waktu proses lebih cepat
danmemungkinkan pemanfaatan data seluasluasnya.
Sistem
aplikasi
ini
masih
dapatdikembangkan lagi, bersamaan dengan
pesatnya perkembangan teknologi komputer
yangdapat mencapai kemampuan proses dengan
kecepatan yang relatif tinggi dan daya simpandata
yang relatif cukup besar, sehingga dapat secara
praktis melakukan algoritma pengolahancitra yang
banyak menggunakan model matematika (seperti:
turunan numerik) dan menyimpan data citra yang
umumnya berukuran besar serta diperlukan dalam

proses penyiapan citra masukan dan penyajian


informasi keluarannya.
Metoda
Sebelum user menggunakan aplikasi ini,
user harus terlebih dahulu menginstalaplikasi ini.
Langkah-langkah dalam menginstal aplikasi ini
adalah:
1. Buka folder package yang terdapat
dalam aplikasi, kemudian klik setup.
2. Setelah mengklik setup, layar untuk
menginstal akan muncul.
3.Pada saat layar untuk menginstal muncul,
klik OK untuk menginstal, kemudian ikutiperintahperintah yang ada.
4. Jika proses menginstal telah selesai, klik
finish,
maka
aplikasi
sudah
dapat
dijalankan/digunakan.
Pada saat aplikasi ini dibuka, tampilan pada
layar komputer masih kosong (belum ada gambar),
maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
1. Masukkan gambar yang diinginkan
dengan mengklik File Open atau dapat langsung
dengan mengklik icon yang telah tersedia. Setelah
kotak open terbuka, pilih gambar yang diinginkan
menurut tipe/jenis gambar, kemudian klik OK. User
dapat memperbesar atau memperkecil ukuran
gambar dengan mengklik icon zoom in atau icon
zoom out atau dapat juga mengklik icon fit to
kanvas.
2. Untuk mengubah gambar, kita dapat
memilih menu-menu yang telah tersedia, seperti:
- Menu Image dengan sub menu: Grayscale, Thresholding, Konversi Citra Biner (Citra
Biner dan Citra Biner Rata-Rata), Inversi,
Brightness dan Kontras.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

288

PRC-14

- Filter dengan sub menu: LowPassFilter


dan HighPassFilter.
- Noise dengan sub menu: Noise Uniform,
NoiseGaussian, Noise Salt & Pepper dan Noise
Speckle.
Deteksi Tepi dengan sub menu: Deteksi Tepi
metode Robert, Deteksi Tepi metode Prewitt,
Deteksi Tepi metode Sobel, dan FilterLaplacian.
- Jika memilih sub menu Brightness dan
Kontras, akan muncul kotak kecil yang berisi scroll
bar, yang gunanya untuk mengatur brightness dan
menambah atau mengurangi nilai kontras.
- Jika memilih sub menu Uniform,
Gaussian, Salt & Pepper, dan Speckle, akan muncul
kotak kecil, yang gunanya untuk mengisi nilai
probabilitas noise yang diinginkan.
Pada tahap pengujian sistem aplikasi grayscale, gambar berwarna yang mempunyai tiga layer
matrik, yaitu R-Layer, G-Layer dan B-Layer di
konversi dengan mengambil rata-rata dari nilai R, G
dan B. Tetapi hal ini bukanlah suatu keharusan.
Meskipun hasilnya sudah cukup bagus, pemakaian
nilai rata-rata masih belum optimal untuk
menunjukkan citra gray-scale sehingga terkadang
harus dilakukan pengubahan komposisi, misalkan
dengan:
S = 0.42 r + 0.32 g + 0.28 b.
Secara sepintas kedua citra di atas sama,
tetapi bila diamati dengan teliti, terlihat cara optimal
menghasilkan komposisi gradiasi warna yang lebih
baik, karena dapat menyatakan warna lebih realistik.
Meskipun sebenarnya secara gray-scale, ini sangat
tergantung kebutuhan dalam pemrosesan citra itu
sendiri.
Pada tahap pengujian sistem aplikasi
thresholding, gambar berwarna kelihatannya secara
langsung di threshold, padahal sebenarnya tidak.
Gambar berwarna terlebih dahulu di ubah menjadi
gray-scale dengan menggunakan teknik rata-rata x =
(r+g+b)/3 baru kemudian di threshold. Hanya saja
proses RGB ke GRAY tidak ditampilkan. Pada
threshold yang tinggi, hampir tidak tampak
perbedaan karena keterbatasan mata, tetapi pada
nilai threshold yang kecil seperti 2, 4, 8 dan 16
tampak sekali perbedaannya. Untuk threshold 2, ini
sama artinya dengan mengubah citra menjadi citra
biner.
Pada tahap pengujian sistem aplikasi citra
biner, hasil gambar yang sudah lebih banyak objek
yang dihasilkan. Hal ini disebabkan distribusinya
dibuat simetri dengan pemakaian rata-rata. Gambar
hasil citra biner dapat terlihat kurang sempurna. Hal
ini disebabkan distribusi nilai derajat keabuan yang
tidak simetri antara yang di bawah 128 dan yang di
atas 128. Untuk itu diperlukan jaminan simetri
untuk dapat menghasilkan nilai biner yang baik,
untuk digunakan nilai rata-rata. Caranya adalah
dengan sebelumnya menghitung terlebih dahulu

nilai rata-rata derajat keabuan dan kemudian


ditentukan Thresholdingnya.
Pada tahap pengujian sistem aplikasi
inversi citra, gambar yang dihasilkan menjadicitra
negatif dengan menggunakan derajat keabuan 256.
Pada tahap pengujian sistem aplikasi
brightness, gambar akan terlihat menjadi lebih
terang apabila hscroll di geser ke sebelah kanan.
Apabila hscroll semakin di geser ke sebelah kanan
gambar akan menjadi semakin terang. Sebaliknya
apabila hscroll di geser ke sebelah kiri gambar akan
menjadi lebih gelap.
Pada tahap pengujian sistem kontras, secara
sepintas hampir menyerupai brightness. Pada sistem
kontras xk = bg * x, sedangkan pada brightness xb =
bg + x. Hasil dari pengaturan kontras, apabila
hscroll digeser ke sebelah kanan atau dengan
menambah nilai kontras, maka gambar akan terlihat
semakin kontras (terang). Sebaliknya apabila hscroll
di geser ke sebelah kiri atau dengan mengurangi
nilai kontras, maka gambar akan terlihat semakin
gelap (tidak kontras).
Hasil
pada
sistem
aplikasi
lowpassfilter
menyebabkan gambar menjadi lebih halus dan lebih
blur. Hasil pada sistem aplikasi highpassfilter
menyebabkan gambar hanya diambil atau
ditampilkan pada daerah-daerah yang berbeda
misalkan pada tepi-tepi gambar. Pada gambar
seperti: gambar hewan, atau pemandangan
perbedaan yang muncul tidak begitu jelas karena
gambarnya mempunyai gradiasi yang tinggi (halus),
sedangkan pada gambar seperti gambar benda
(komputer) atau kartun tepi-tepi gambar tampak
jelas karena perbedaannya tinggi.
Pada tahap pengujian sistem aplikasi noise,
fungsi randomizetimer pada eventload (ketika form
dipanggil) digunakan untuk memberikan nilai state
acak yang berdasarkan waktu, hal ini membuat
bilangan acak yang dihasilkan selalu berbeda karena
penunjukan waktu selalu berbeda setiap program
dijalankan, apalagi nilai waktu ini dalam satuan 1
milidetik.
Pada noise uniform, hasil gambar setelah di
noise menghasilkan titik-titik yangsemakin terang,
apabila nilai probabilitas noise mendekati nilai satu
atau lebih.Sebaliknya hasil gambar setelah di noise
menghasilkan titik - titik yang semakin
gelap,apabila nilai probabilitas noise di bawah nol
(bernilai negatif).
Pada
noiseGaussian,
untuk
membangkitkan bilangan acak berdistribusi
Gaussian,tidak dapat langsung menggunakan fungsi
rnd, tetapi diperlukan suatu metode yangdigunakan
untuk mengubah distribusi bilangan acak ke dalam
fungsi f tertentu. Dalamsistem ini menggunakan
metode rejection, yang merupakan metode
komputasi untukpembangkitan bilangan acak yang
tidak berdistribusi uniform. Metode ini merupakan
metode yang sangat sederhana meskipun secara

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

289

PRC-14

komputasi metode ini tidak terlalu efisien karena


membutuhkan komputasi yang lama. Metode
rejection dikembangkandengan cara (x,y) dan
ditolak bila y > f(x).
Pada noise salt & pepper, hasil gambar
setelah di noise menghasilkan titik-titik padanilai
probalilitas noise = 0,1 sampai dengan nilai
probabilitas noise = 0,9.
Pada noise speckle, hasil gambar setelah di
noise terdapat titik-titik seperti pasir. Noisespeckle
sama dengan noise salt & pepper, yaitu titik-titik
yang dihasilkan mempunyainilai probabilitas noise
= 0,1 sampai dengan nilai probabilitas noise = 0,9.
Pada tahap pengujian sistem aplikasi
pendeteksian tepi, hasil garis tepi yang terlihatpaling
tipis adalah deteksi tepi robert, garis tepi yang agak
tebal (jelas) adalah deteksitepi prewitt, kemudian
garis tepi yang lebih tebal (jelas) lagi adalah deteksi
tepi sobeldan garis tepi yang terlihat paling tebal
adalah deteksi tepi filterlaplacian.
Hasil
Perbandingan keuntungan menggunakan
teknik visual citra analog dengan sistem aplikasi
pengolahan citra digital antaralain:
1. Teknik visual citra analog: - Tidak
memerlukan software. - Tidak mempunyai
kemungkinan terserang oleh virus.
2. Sistem aplikasi pengolahan citra digital:
- Proses perubahan sebuah citra tidak memerlukan
waktu yang lama. - Lebih mudah digunakan. - Citra
dapat dibuat lebih menarik. - Proses dalam
mencetak lebih mudah dan cepat. - Tidak
memerlukan keahlian khusus dalam mengubah dan
mencetak sebuah citra. - Tidak memerlukan waktu
yang lama untuk mempelajari dan memahami
aplikasi sistem ini.- Aplikasi ini dapat
dikembangkan lagi sesuai dengan perkembangan
teknologi.
Perbandingan kerugian menggunakan
teknik visual citra analog dengan sistem aplikasi
pengolahan citra digital antaralain:
1. Teknik visual citra analog: - Proses
perubahan sebuah citra memerlukan waktu yang
relatif lama. - Hasil dari proses tersebut tidak selalu
sama dan baik. - Peralatan yang dibutuhkan lebih
banyak. - Memerlukan keahlian khusus dalam
mengubah dan mencetak sebuah citra. Memerlukan waktu yang lama untuk mempelajari
dan memahami teknik visual citra analog. Memerlukan
waktu
yang
lama
untuk
mengembangkan teknik visual citra analog.
2. Sistem aplikasi pengolahan citra digital:
- Memerlukan software yang mendukung. Mempunyai kemungkinan terserang oleh virus. Memerlukan hardware.

Pembahasan
Perancangan sistem aplikasi dalam
pengolahan citra digital ini terdiri atas prosedur
dalam persiapan sistem, pengoperasian/pemakaian
sistem aplikasi dan pengujian sistem aplikasi.
Sistem aplikasi sistem ini masih tergolong aplikasi
yang sederhana, namun dapat digunakan untuk
merubah sebuah citra yang diinginkan dengan tidak
menggunakan waktuyang cukup lama dibandingkan
dengan cara konvensional yang menggunakan
teknik visual. Sistem aplikasi dalam pengolahan
citra digital ini dapat digunakan untuk merubahcitra
seperti: gray-scale (merubah citra berwarna menjadi
hitam putih), thresholding, inversi citra (citra
negatif/klise), citra biner, brightness (mencerahkan
sebuah citra), kontras, low passfilter (blur), high
pass filter, noise (seperti kertas daur ulang), deteksi
tepi (seperti sketsa).
Aplikasi ini dibuat dengan tujuan:
1. Melalui aplikasi ini user dapat mengerti dan
mengetahui, bahwa dengan turunan numerik user
dapat mengaplikasikannya dalam pengolahan citra.
2. Dengan aplikasi ini user dapat mengubah image
berwarna menjadi hitam-putih atau dapat di ubah
menjadi citra biner (negatif).
3. Dengan aplikasi ini user dapat menampilkan
ataupun menghilangkan noise dalam sebuah image.
4. Dengan aplikasi ini user dapat mencerahkan atau
menggelapkan sebuah image serta mengkontraskan
sebuah gambar (image).
5. Dengan aplikasi ini user dapat memperoleh garis
tepi dari sebuah gambar (image).
6. Aplikasi ini dibuat untuk memudahkan user
dalam mengubah dan mencetak citra sesuai dengan
keinginan tanpa memerlukan waktu yang lama.
Kesimpulan
Melihat hasil perbandingan keuntungan
dan kerugian dari teknik visual citra analog dengan
sistem aplikasi citra digital, keuntungan yang
dihasilkan dengan menggunakan teknik visual citra
analog lebih sedikit dibandingkan dengan
menggunakan sistem aplikasi pengolahan citra
digital. Sedangkan kerugian yang dihasilkan dengan
menggunakan teknik visual citra analog lebih
banyak dibandingkan dengan menggunakan sistem
aplikasi pengolahan citra digital. Sehingga untuk
mengatasi permasalahan tersebut, maka dibuat
sistem aplikasi pengolahan citra digital dengan
menggunakan turunan numerik.
Saran
Pada saat membuka file gambar,
disarankan memilih gambar yang ukurannya
tidakbesar, karena dapat memperlambat proses
pengolahan citra. Untuk memahami aplikasi
ini,disarankan agar user terlebih dahulu mengerti
fungsi-fungsi dasar dalam pengolahan citra,seperti:

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

290

PRC-14

gray-scale, thresholding, citra biner, brightness,


filter, noise dan deteksi tepi.

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Basuki, Achmad., Paladi, F. Jozua., &
Fatchurrochman, Pengolahan Citra Digital
Menggunakan Visual Basic, edisi pertama,
Graha Ilmu, Yogyakarta, 2005.
[2]. Munir, Rinaldi., Pengolahan Citra Digital
dengan Pendekatan Algoritmik, edisi pertama,
Informatika, Bandung, 2004.
[3]. Murni,
Aniati.,&
Setiawan,
Suryana.,
Pengantar Pengolahan Citra, edisi pertama,
PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 1992.
[4]. Pal, K. Sankar, & Dutta Majumder, K.
Dwijesh, FUZZY Pendekatan Matematik
untuk
Pengenalan
Pola,
Universitas
Indonesia, Jakarta, 1989.
[5]. Seri Panduan Pemrograman: Microsoft Visual
Basic 6.0, Andi, Yogyakarta, LPKBM
MADCOMS, Madiun, 2002.
[6]. Tip & Trik Pemrograman Visual Basic 6.0,
Andi, Yogyakarta, Wahana Komputer,
Semarang, 2001.
[7]. http://members.xoom.com/tungfontsoft., Maret
2006
[8]. http://www.planetsourcecode.com.,
Maret
2006.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

291

PRC-15

UJI STREAMLINES PROFIL LENGKUNG 2-D BADAN IKAN HIU


PADA KENDARAAN MOBIL SEDAN X DENGAN SOFTWARE CFD
Sirojuddin, Geri Sugiat
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
e-mail : sirojuddinabbas@yahoo.com, gerisugiatz@yahoo.com
ABSTRACT
This research is to continue the previously research. The aim is to observe the streamlines 2-D mathemathics model of
aerodynamics profile of the upperside body of shark fish, then applied to sedan-x vehicle using CFD software . The equation is
Y = 9E-06X3-4.8E-3X2+0.6418X+66,385, 3rd order polynomial with determination coefficient R2 = 0.9952 or R=0,9976 . From
CFD software processing are obtained good streamlines flow till afterbody of the vehicle and boundary layer separation
point located at the end of spoiler so that can reduce the pressure drag.
Keywods : Streamlines, 2-D Curve Profile, Polynomial Equation, Pressure Drag

ABSTRAK
Riset ini melanjutkan riset sebelumnya. Tujuannya adalah untuk mengamati bentuk streamlines dari model matematis 2-D
profil lengkung aerodinamis badan ikan hiu bagian atas yang diterapkan pada kendaraan mobil sedan -x memakai software
aliran fuida .Persamaannya adalah polinomial orde 3, Y = 9E-06X3-4.8E-3X2+0.6418X+66,385 dengan nilai koefisien
determinasi R2=0,9952 atau R=0,9976 . Dari uji coba software diperoleh aliran streamlines yang bagus sampai bagian
belakang mobil (afterbody) dan letak titik lapis batas separasi berada di ujung spoiler belakang sehingga dapat mengurangi
nilai drag karena berkurangnya pressure drag.
Kata Kunci : Streamlines, Profil lengkung 2-D, Persamaan Polinomial, Pressure Drag

1. PENDAHULUAN
Bentuk lengkung badan ikan dapat dipakai untuk
membuat lengkung aerodinamis kendaraan mobil.
Salah satu bentuk lengkung ikan adalah bentuk
lengkung ikan hiu.
Dari hasil riset sebelumnya [1] secara matematis 2D diperoleh persamaan lengkung polinomial orde 3
sebagai berikut :
Y = 9E-06X3-4.8E-3X2+0.6418X+66,385

(1)

koefisien determinasi R2=0,9952.

Gambar 1. Profil Lengkung Badan Ikan Hiu


Polinomial Orde 3 [1]

Bentuk lengkung kendaraan akan menghasilkan


bentuk aliran udara pada badan mobil atau disebut
streamlines. Streamlines (fairing) bertujuan untuk
menghilangkan daerah aliran separasi dibelakang

mobil
sekaligus mengurangi gradien tekanan
(pressure gradient) yang merugikan. Penghilangan
daerah separasi akan mengurangi pressure drag tetapi
menambah friction drag. [2]
2. LANDASAN TEORI
2.1 LAPIS BATAS ALIRAN FLUIDA
Pada gambar dibawah ini ditunjukkan tebal
lapis batas aliran luar berikut jenis alirannya dan titik
separasi pada suatu airfoil.

Gambar 2. Tebal Lapis Batas Aliran Fluida Sekitar


Airfoil [2]

2.2 EKSPRESI DRAG DAN LIFT


Pada gambar di bawah ini diekspresikan gerakan
aliran fluida real pada benda yang diam.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

292

PRC-15

Gambar 3. Gaya Tekanan dan Gesekan pada Elemen


Permukaan Benda Yang Tercelup [3]

Gaya drag dan lift dirumuskankan sebagai berikut


[3]
:
(2)
Gambar 4. Gaya Aerodinamis Drag dan Lift
Berbagai Kendaraan[4]

(3)

2.4 PENGARUH INKLINASI BELAKANG


MOBIL TERHADAP DRAG

Dimana :

2.3 DRAG DAN LIFT PADA KENDARAAN


Efek dari kecepatan aliran udara yang melalui
kendaraan adalah gaya drag (FD) dan gaya lift (FL).
Karakteristik Drag dan Lift diberikan dalam bentuk
koefisien Drag dan Lift, Cd dan CL tanpa dimensi
seperti persamaan berikut [4]:
Gaya Drag, FD = V2 A
Gaya Lift,

FL = V2 A CL

(4)

Gambar 5. Pengaruh Inklinasi Belakang Mobil


Terhadap Drag[4]

2.5 STREAMLINES

(5)

= 1,225(Pr/101,325)(288,16/(273,16+Tr)) (6)
Dimana : = massa jenis udara kg/m3
V = kecepatan
... m/s
A = Luas Frontal/Plan . m2
FD Dan FL = Gaya Drag dan Lift N
Pr = Tekanan udara kPa
Tr = Suhu udara
..oC

Visualisasi kendaraan yang diam dan udara yang


bergerak dalam terowongan angin disebut
streamlines [4]. Alur asap dalam terowongan angin
dapat dilihat pada gambar berikut.

Gaya drag diakibatkan oleh (1) tahanan karena


gesekan kulit atau skin friction drag (Df), yang
diakibatkan oleh pengaruh kekentalan fluida dan
(2) pressure drag (Dp) :
Total Drag : FD = Df + Dp

(7)

Gaya lift diakibatkan oleh perbedaan tekanan atas


dan bawah benda atau kendaraan. Nilai koefisien
drag dan lift diperoleh melalui uji eksperimen
dalam terowongan angin.
Gambar berikut adalah ilustrasi drag dan lift pada
kendaraan :

Gambar 6. Streamlines Kendaraan Dalam


Terowongan Angin [5]

3. METODE
Metode riset mengikuti aliran bagan berikut :

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

293

PRC-15

PENGGAMBARAN LENGKUNG
PROFIL DENGAN SOFTWARE
INVENTOR
STREAMLINES
PADA LENGKUNG
PROFIL

ANALISA ALIRAN
DENGAN SOFTWARE
CFD SOLIDWOKS

CEK STREAMLINES DAN


SEPARATION POINT

SEPARATION
POINT

TIDAK
TEK. ANGIN
AWAL

VISCOUS
WAKE

YA

GAMBAR 9. Tekanan Angin (Pa) Pada Streamlines


Mobil Sedan-X Hasil Software SOLIDWORKS Arah
Sumbu-X

STREAMLINES AFTERBODY DAN


SEPARATION POINT BERADA PADA
UJUNG SPOILER

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

STREAMLINES
PADA LENGKUNG
PROFIL

4.1 Mobil yang akan diuji streamlinesnya dibuat


dalam Software Inventor [5].
LENGKUNG
PROFIL

SPOILER

KECEP. ANGIN
AWAL

VISCOUS WAKE

Gambar 10. Kecepatan Angin (m/s) Pada


Streamlines 3-D Mobil Sedan-X Hasil Software
SOLIDWORKS Arah Sumbu-X

Gambar 7. Tampak 2-D Mobil Sedan-X


Menggunakan Software Inventor

STREAMLINES

Gambar 8. Tampak 3-D Mobil Sedan-X


Mengggunakan Software Inventor

4.2 Input data untuk


Solidworks [6] :
. Suhu
:
. Tekanan Udara :
. Kecepatan Aliran
(27.77 m/s)

proses software CFD


0

28 C
1 atm (101396.16 Pa)
Fluida : 100 km/jam

Setelah data diproses akan


sebagai berikut :

diperoleh output

Gambar 11. Streamlines 3-D Mobil Sedan-X Hasil


Software SOLIDWORKS

Dari gambar 9, 10 dan 11 dapat diamati bahwa


hasil uji software solidworks aliran fluida pada
kecepatan 100 km/jam menunjukkan streamlines
yang bagus, artinya bentuk profil lengkung atas
badan ikan hiu sangat bagus untuk mendapatkan
streamlines pada kendaraan mobil sedan.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

294

PRC-15

Pada gambar 9 juga terlihat bahwa lapis batas


separation point (titik separasi/pemisahan) berada
di ujung spoiler belakang sehingga mengurangi
pressure
drag/pressure
gradient
sekaligus
mengurangi nilai Cd, karena pengaruh nilai Cd
terbesar akibat pressure drag.
Viscous wake terletak dibelakang tepat dibawah
spoiler pada gambar 9.
5.

KESIMPULAN

5.1 Bentuk lengkung model matematis 2-D profil


lengkung atas badan ikan hiu sangat bagus untuk
mendapatkan streamlines pada kendaraan mobil
sedan.

[12] Barnard R. H., Road Vehicle Aerodynamic Design,


Longman, (1996).
[13] Emmelmann H. J., Aerodynamic Development and
Conflicting Goals of Subcompacts-Outline on the
Opel Corsa, International Symposium on Vehicle
Aerodynamics, Wolfsburg, (1982).
[14] Hucho W. H., Aerodynamics of Road Vehicles :
From Fluid Mechanics to Vehicle Engineering, 4th
Edition, SAE, (1998).
[15] http : //en.wikipedia.org.//wiki/automobile-dragcoefficient.
[16] Richard Stone, Jeffrey K. Ball., Automotive
Engineering Fundamentals, SAE International, (2004).
[17]. Sudjana, Metoda Statistika, Tarsito, (1996).

5.2 Apabila digabungkan dengan bentuk spoiler


yang sesuai selain mendapatkan streamlines yang
bagus juga menghasilkan ttik separasi yang
mundur kebelakang pada ujung spoiler sehingga
akan menurunkan nilai pressure drag dan nilai
koefisien drag Cd.
5.3 Diharapkan dalam riset selanjutnya bentuk
mobil sedan-x ini dapat diuji model dalam
terowongan angin (Wind Tunnel) agar diperoleh
nilai koefisien Drag (Cd ) dan Koefisien Lift (C L)
nya.
5.4 Hasil pengujian diharapkan dapat diaplikasikan
ke dunia industri atau olah raga otomotif sehingga
bernilai ekonomis.

REFERENSI
[1] Sirojuddin, Model Matematis 2-D Profil Lengkung
Aerodinamis Badan Ikan Hiu , Prosiding Seminar
Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan (SNMTK)
Universitas Negeri Jakarta , PRC-07, p.191-195, (2014).
[2] W. Fox, Robert and Mc Donald , Alan T.,
Introduction to Fluid Mechanics, John Wiley & Sons,
pp. 425-469, (1985).
[3] R. K. Rajput, A Text Book of Hydraulics, pp.312314, S. Chand & Company Ltd, (1998).
[4] Gillespie, Thomas D., Fundamentals of Vehicle
Dynamics,pp.79-100, SAE Inc., Warrendale. (1992).
[5] Autodesk Inventor Professional, 2014.
[6] Solidworks Premium, 2012.
[7] http://www.germancar.com./community/threads/sportauto-drag-coefficient.
[8] Smith J. Happien , An Introduction to Modern
Vehicle Design, Butterworth-Heinemass, (2000).
[9]. Stephen B. Vardeman, Statistics for Engineering
Problem Solving, PWS Publishing Company, (1994).
[10] Abbott, M.B, Basco, D.R., Computational Fluid
Dynamics : An Introduction for Engineers, Longman.
(1989).
[11] Ahmed, S.R., Ramm, G and Faltin G., Some Salient
Features of the Time-Averaged Ground Vehicle Wake,
SAE International Congress and Exposition, Detroit,
Paper no. 840300, (1984).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

295

MAT-01

PENGARUH PENGGUNAAN INHIBITOR KOROSI EKSTRAK


POLAR KULIT BUAH KAKAO TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA
LUNAK
Yuli Yetri1, Emriadi2, Novesar Jamarun2 , Gunawarman3
1
Politeknik Negeri Padang
2
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unand
3
Jurusan Mesin Fakultas Teknik Unand
Kampus Limau Manis Padang, Indonesia
yuliyetriyetri @ yahoo.com
ABSTRACT
Corrosion inhibition effect and adsorption properties by polar extract of cocoa (Theobroma cacao) peels on
mild steel in HCl 1.5 M have been studied using conventional techniques method of weight loss, potentiodynamic
polarization (Tafel), with concentration of 0.5 to 2.5% with an interval extract 0.5% in the variation of time to
determine the efficiency inhibisinya. Electrochemical polarization evaluated to know the type of inhibitor. Infrared
spectra and GCMS were conducted to determine the extract compounds that play a role in the inhibition process. Sample
surface morphology was observed using scanning electron microscopy with energy dispersive X-ray spectroscopy (SEMEDX). Based on the survey results revealed that the corrosion rate decreases with the increase in the concentration of the
extract. Inhibition efficiency of 96.26% (weight loss) and 95.64% (Tafel) at a concentration of 2.5% extract. Polarization
curves show that this inhibitor behaves as a dominant inhibitor mixture in inhibition of cathodic. Corrosion rate is
reduced and efficiency increased with increase in concentration of the extract. Rising concentrations of the extracts was
also followed by increases surface hardness, higher strength and higher surface coverage and elongation decreased.
Chemical adsorption that occurs following the Langmuir adsorption isotherm is characterized by rising levels of carbon
in the surface of the mild steel. The addition of polar extract of Theobroma cacao peels into a solution of HCl 1.5 M is
very effective to reduce the attack surface corrosion on mild steel, and can be relied upon to maintain the mechanical
properties of mild steel.
Keywords: Hardness, Tensile strength, Polar extract, Corrosion Inhibitor, Adsorption, GCMS
ABSTRAK
Efek inhibisi korosi dan sifat adsorpsi oleh ekstrak polar kulit buah kakao (Theobroma cacao) pada baja
lunak dalam larutan HCl 1,5M telah dipelajari menggunakan teknik konvensional metode berat hilang (weight loss)
pada variasi waktu, dan konsentrasi, polarisasi potensiodinamik (Tafel), dengan konsentrasi ekstrak 0,5-2,5% dengan
selang 0,5% untuk menentukan effisiensi inhibisinya. Polarisasi elektrokimia dievaluasi untuk memastikan jenis
inhibitornya. Spektra infrared dan GCMS dilakukan untuk mengetahui senyawa ekstrak yang berperan dalam proses
inhibisi. Morfologi permukaan sampel diamati dengan menggunakan scanning electron microscopy dengan energy
dispersive X-ray spectroscopy (SEM-EDX). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa laju korosi berkurang dan
efisiensi inhibisi meningkat dengan kenaikan konsentrasi ekstrak. Efisiensi inhibisi terkorosi sebesar 96.26% (weight
loss) dan 95.64% (Tafel) pada konsentrasi ekstrak 2,5%. Kenaikan effisiensi inhibisi diikuti oleh kenaikan derajat
penutupan permukaan, akibat dari adsorpsi kimia yang terjadi di permukaan. Kurva polarisasi menunjukkan, inhibitor
ini berperilaku sebagai inhibitor campuran yang dominan pada inhibisi katodik. Penambahan inhibitor juga
mempengaruhi perubahan sifat mekanik baja lunak, dimana kenaikan konsentrasi inhibitor diikuti juga oleh kenaikan
kekerasan permukaan dan tegangan tariknya. Penambahan ekstrak polar kulit buah kakao ke dalam larutan HCl 1,5M
sangat efektif untuk mengurangi serangan korosi di permukaan baja lunak
Kata kunci: Kekerasan, Kuat tarik, Ekstrak polar, Inhibitor Korosi, , Adsorpsi, GCMS

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

296

MAT-01

PENDAHULUAN
Peristiwa korosi adalah proses spontan yang
terjadi pada logam yang ingin kembali kebentuk
semula. Salah satu material yang mudah terkorosi
adalah baja. Baja mempunyai popularitas tinggi
karena:
mempunyai
kemampuan
untuk
dipergunakan dalam berbagai macam kebutuhan,
mudah dilas, dan harganya relatif murah. Karena
kemampuannya inilah, maka baja banyak
dipergunakan sebagai komoditi komersial untuk
membuat konstruksi-konstruksi, industri otomotif,
permesinan, kendaraan bermotor, dan lainnya. Akan
tetapi baja merupakan salah satu jenis logam yang
dapat mengalami kerusakan akibat proses alam
yang disebut korosi. Oleh sebab itu sangat
diperlukan pemeliharaan untuk mengurangi laju
korosi baja karbon. Ada beberapa cara untuk
memperlambat laju korosi yaitu: dengan pelapisan,
proteksi katodik atau anodik dan dengan
penambahan inhibitor1-3. Penggunaan inhibitor
korosi merupakan salah satu penanganan korosi
yang paling efisien dan ekonomis, sebab senyawa
tersebut mampu melindungi permukaan baja dari
media korosif dengan cara membentuk lapisan pasif
atau protektif, non toksit serta bersifat
biodegradable1,4.
Inhibitor korosi adalah senyawa yang
ditambahkan dalam jumlah sedikit dapat
menurunkan laju korosi dalam media yang agresif
secara efisien. Umumnya senyawa inhibitor korosi
yang digunakan adalah senyawa yang mengandung
atom N, P, O, S, atau As5. Telah banyak ekstrak
bahan alam yang dicoba untuk mendapatkan
inhibitor korosi ramah lingkungan terutama yang
diambil dari ekstrak kulit buah4 dan daun6-8, serta
buah9. seperti ekstrak lausonia10, henna11,
phylanthus amarus12, daun kakao13 dan monomer
flavonoidnya14-16. Kulit buah kakao sebagai limbah
hasil perkebunan sangat berpotensi digunakan
sebagai inhibitor, tetapi sampai saat ini kulit buah
kakao belum dimanfaatkan secara optimal bahkan
sebagian besar masih merupakan limbah
perkebunan kakao karena hanya dikumpulkan pada
lubang tertutup atau dibuang disekitar tanaman
kakao, atau sebagai campuran makanan ternak.
Supaya pemanfaatan limbah buah kakao dapat
berdayaguna maka perlu dicari alternatif
pemanfaatan kulit buah kakao yang lebih efisien
dan memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi,
salah satunya adalah sebagai inhibitor korosi karena
kulit buah kakao memiliki senyawa tannin yang
cukup besar. Tanin merupakan komponen zat
organik derivat polimer glikosida yang terdapat
dalam bermacam-macam tumbuhan, terutama
tumbuhan berkeping dua (dikotil). Monomer tanin
adalah digallic acid dan D-glukosa dan memiliki
rumus molekul C76H52O46 yang kaya akan pasangan
elektron bebas16. Berdasarkan hal ini dilakukan
suatu penelitian untuk mengetahui daya inhibisi

ekstrak kulit buah kakao terhadap laju reaksi korosi


baja dalam larutan asam klorida.
METODE PENELITIAN

Persiapan Sampel Baja lunak


Baja yang digunakan untuk penelitian ini
adalah baja karbon rendah (baja lunak). Sebelum
digunakan dilakukan pengujian komposisi kimia
baja lunak dengan Foundry-Master Xpert
Spectrometre. Komposisi baja lunak yang diperoleh
seperti pada Tabel 1. Persiapan sampel dilakukan
dengan membentuk baja lunak berupa keping
lingkaran dengan diameter 25,20 mm dan tebal 2-3
mm sebanyak 60 keping. Setelah itu benda uji
tersebut dipoles dengan menggunakan kertas
amplas SiC dengan ukuran kehalusan no.120, 600,
800, 1000, dan 1500 m serta terakhir dipoler
dengan alumina compound. Permukaan yang telah
halus ini dicuci dengan deterjen, dan aquades,
Dilanjutkan pembilasan dengan alkohol agar sampel
bebas lemak, kemudian dikeringkan dalam oven
pada suhu 40 oC selama 10 menit. Penyimpanan
sampel siap pakai dilakukan di dalam desikator.
Sedangkan untuk spesimen uji tarik dibuat dengan
standar ASTM E 8 E.
Tabel 1. Komposis kimia dari sampel baja karbon
rendah

Proses Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Kakao


Kulit buah kakao dibersihkan dari kotorankotoran, kemudian dirajang kecil-kecil dan
dikeringkan di udara terbuka selama 14 hari. Kulit
yang telah kering digiling hingga menjadi serbuk.
Serbuk kulit buah kakao sebanyak 200 gr
dimasukkan ke dalam maserator, kemudian
dimasukkan metanol 70% sebanyak 1 L. Kemudian
campuran diaduk dan dibiarkan di dalam maserator
selama 5 hari, setelah 5 hari hasil maserasi disaring
dengan menggunakan kertas saring, kemudian
filtratnya dimasukkan ke dalam rotary vacuum
evaporator dengan Heidolph WB 2000 pada suhu
54-55oC selama 1 jam. Ekstrak pekat yang
diperoleh dimasukkan ke dalam botol yang akan
dipergunakan untuk inhibitor.
Pengujian GCMS (Gas Chromatography-Mass
Spectrometry)
Untuk mengindentifikasi senyawa apa yang
berperan dalam inhibisi korosi baja lunak ,
komposisi dari ekstrak dipelajari lebih dahulu
dengan menggunakan gas chromatography mass

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

297

MAT-01

spectrometry (GC-MS.)
Pengujian dilakukan
dengan GCMS-QP2010S SHIMADZU dengan
parameter kolom: AGILENTJ%W DB-1, Panjang :
30 meter, ID: 0,25 mm, gas pembawa: Helium,
Pengionan: EI 70 Ev, model injeksi: Split,
temperatur injeksi: 310 oC, temperature kolom:
70oC dan maksimum 324 oC selama 50 menit, aliran
kolom: 0,5 ml/min kecepatan linear: 25.9cm/sec.
Penentuan Laju Reaksi Korosi dan Efisiensi
Inhibisi
Sampel baja yang telah disiapkan masing-masing
ditimbang untuk menentukan massa awal,
kemudian direndam dalam media korosif HCl
1,5M selama 48 jam, 96 jam, 192 jam, 384 jam dan
768 jam, sedangkan variasi konsentrasi inhibitor
adalah 0,5%, 1,0%, 1,5%, 2,0% dan 2,5%. Setelah
proses korosi berjalan selama waktu yang telah
ditentukan, produk korosi diangkat dari media
korosi,
dicuci
dengan
hati-hati
dengan
menggunakan sikat yang halus, kemudian dicuci
dengan aquades dan terakhir dibilas dengan aseton.
Selanjutnya dikeringkan pada suhu kamar,
kemudian ditimbang sebagai berat akhir. Laju
korosi dan effisiensi inhibisi dihitung dengan
persamaan 1 dan 2 berikut :
Laju Korosi =

Effisiensi Inhibisi =

100%

(1)
(2)

dimana: Vko = laju reaksi korosi tanpa inhibitor dan


Vki = laju reaksi korosi dengan inhibitor
Pengujian Potentiostat
Pertama dilakukan persiapan instrumen
potensiostat
computer
controlled
EDAQ
Potentiostat 466-Advanced Electrochemical System
dan persiapan larutan, setelah itu sampel yang akan
dikorosikan diletakkan pada pemegang cuplikan.
Kemudian sampel dicelupkan ke dalam sel korosi
yang berisi larutan atau media pengkorosi sebanyak
10 ml. Di dalam sel korosi, sampel ini berperan
sebagai elektroda kerja. Setelah itu, dimasukkan
elektroda bantu dan elektroda pembanding (EKJ) ke
dalam sel korosi, untuk selanjutnya ketiga elektroda
tersebut
dihubungkan
dengan
instrumen
potensiostat. Selanjutnya dilakukan pengukuran
dengan kecepatan scan 0,1 mV/det,. Dari
pengukuran akan didapatkan kerapatan arus korosi
(Icorr), potensial korosi (Ecorr), tahanan polarisasi

terhadap oksidasi ketika diberi potensial luar.


Tahanan polarisasi merupakan metoda yang cepat
untuk menentukan laju korosi dan effisiensi inhibisi
tanpa merusak logam dan hasil pengukuran lebih
akurat dengan menggunakan rumus 4 berikut

=
x 100% (4)
2.303 ( + )
dimana, ba dan bc adalah konstanta anodik dan
katodik
Pengamatan struktur mikro
Setelah pengujian korosi, permukaan sampel
dianalisa dengan menggunakan S-3400N Scanning
Electron Microscopy untuk melihat bentuk-bentuk
korosi pada permukaan sampel sebelum dan
sesudah terjadi korosi.
Pengamatan Sifat Mekanik
Pengujian tarik dan pengujian kekerasan
dilakukan untuk melihat pengaruh penggunaan
inhibitor terhadap sifat mekanik baja lunak.
Pengujian kekerasan menggunakan Rockwell
Hardness Tester TH 550. Sedangkan untuk
pengujian tarik menggunakan Universal Testing
Machine type RAT-30P CAP 30tf.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa GCMS (Gas Chromatography-Mass
Spectrometry)
Hasil spektra GC-MS menunjukan bahwa
ekstrak kulit buah kakao secara keseluruhan
mengandung 42 senyawa (puncak spectra), namun
untuk keperluan analisis dipilih 6 senyawa yang
memiliki area puncak dominan sebagaimana dapat
dilihat pada Gambar 1 dan disarikan pada Tabel 2.

Gambar 1. Puncak-puncak dominan hasil GC-MS


ekstrak polar kulit buah kakao
Tabel 2. 6 Senyawa dominan dalam ekstrak kulit
buah kakao

(Rp). Dengan bantuan software alat diperoleh kurva


Tafel sedangkan laju korosi dan effisiensi inhibisi
menggunakan rumus (3) berikut:
=

( )

x100%

(3)

dimana , Icorr dan Icorr (inh) adalah kerapatan arus


korosi tanpa dan dengan adanya inhibitor
Pengujian korosi dengan menggunakan
teknik tahanan polarisasi (Polarisation Resistance),
dimaksudkan untuk melihat ketahanan sampel

Analisa Laju korosi metode kehilangan berat


(Weight loss)
Dari hasil uji korosi dengan metode weight
loss terlihat bahwa penambahan inhibitor akan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

298

MAT-01

Kehilangan massa
(g)

memperkecil kehilangan berat (Gambar 2),


memperlambat laju korosi dan menaikan efisiensi
inhibisi seperti pada Gambar 3. Hal ini disebabkan
karena semakin besar permukaan besi yang
berkontak dengan larutan inhibitor semakin banyak
permukaan baja lunak yang terlapisi oleh ekstrak
polar kulit buah kakao seperti disajikan pada
Gambar 7.
30.0
48 jam
20.0
96 jam
10.0
192 jam
0.0
384 jam
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
768 jam
Konsentrasi ekstrak (%)
Gambar 2: Kehilangan massa vs konsentrasi ekstrak
dengan variasi waktu perendaman

Gambar 3: Laju korosi dan efisiensi inhibisi vs


konsentrasi ekstrak dengan variasi waktu
perendaman

Derajat penutupan
permukaan ()

Terjadinya hal tersebut sesuai dengan


mekanisme proteksi, bahwa ekstrak bahan alam
merupakan senyawa yang mengandung atom yang
memiliki pasangan elektron bebas5. Atom ini
bersifat sebagai donor elektron sehingga akan
menghasilkan senyawa kompleks dengan besi.
Senyawa kompleks ini bersifat stabil, tidak mudah
dioksidasi dan akan menyelubungi permukaan
logam besi, dengan demikian korosi bisa dihambat.
Berarti dengan kenaikan konsentrasi inhibitor juga
akan memperbesar derajat penutupan permukaan1,
17
. Kemudian dari Gambar 3 terlihat tren penurunan
laju korosi dimana laju korosi terbesar terdapat
pada spesimen yang dicelupkan pada media tanpa
penambahan inhibitor yaitu 60,13 mgram/cm2hari
dan laju korosi terkecil 6,46 mgram/cm2hari
dimiliki oleh spesimen yang dicelupkan pada media
selama 32 hari dengan penambahan inhibitor 2,5%.
Sedangkan efisiensi terbesar dimiliki spesimen yang
dicelupkan pada media korosif selama 2 hari
dengan penambahan inhibitor 2,5% yaitu sebesar
96,26 %.
1.5
48 jam
1
96 jam
192 jam

0.5

384 jam

0.5 1 1.5 2 2.5 3


Konsentrasi ekstrak (%)

768 jam

Gambar 4. Derajat penutupan permukaan vs


konsentrasi ekstrak

Analisa Metode Polarisasi Potensiodinamik

Perhitungan laju korosi dari kurva Tafel


terlebih dahulu mencari nilai Icorr (densitas arus
korosi) dan Ecorr (potensial porosi). Icorr dan Ecorr
dari setiap sampel didapatkan dari ekstrapolasi
kurva Tafel . Ekstrapolasi dilakukan dengan
menarik garis singgung pada bagian cabang anodik
dan katodik yang memiliki kelurusan terbesar.
Kedua garis singgung ini kemudian diperpanjang
hingga bertemu pada suatu titik. Titik inilah yang
menunjukkan Icorr dan Ecorr dari spesimen pada
larutan tersebut. Pada Tabel 3 dapat dilihat dengan
bertambahnya konsentrasi inhibitor pada media,
semakin mengurangi harga Icorr. Harga Icorr
tertinggi terlihat pada specimen yang dicelupkan
pada media tanpa penambahan inhibitor. Sedangkan
nilai Icorr terendah dimiliki oleh spesimen yang
dicelupkan pada media dengan penambahan
inhibitor sebesar 2,5%. Jika dibandingkan dengan
hasil pengujian weight loss, tren yang terjadi pada
laju korosi yang dihasilkan pada pengujian
Polarisasi Potensodinamik menghasilkan respon
yang relatif sama. Penurunan laju korosi pada
material semakin besar dengan naiknya konsentrasi
inhibitor yang ditambahkan pada larutan. Pada
Gambar 5 dapat dilihat pengaruh inhibitor terhadap
kurva polarisasi potensiodinamik yang dihasilkan.
Tren yang terlihat yaitu dengan bertambah
konsentrasi inhibitor yang dilarutkan pada media
akan semakin menggeser kurva ke atas. Pergeseran
kurva ke harga yang lebih positif ini menunjukkan
inhibitor yang ditambahkan bersifat anodik. Artinya
kulit buah kakao mempunyai pengaruh yang
signifikan dalam menghambat anodic dissolution
pada baja lunak sekaligus menghambat reaksi
evolusi hidrogen pada katoda17, 19. Kenaikan kurva
ke atas terlihat pada kenaikan harga Ecorr (potensial
korosi). Nilai Ecorr terendah dimiliki oleh media
tanpa penambahan inhibitor yaitu -0.2800 V.
Sedangkan nilai Ecorr tertinggi terdapat pada media
dengan penambahan inhibitor 1,5% yaitu -0.2000
V. Kenaikan harga Ecorr akan menyebabkan
spesimen terlihat lebih katodik terhadap Elektroda
Reference. Hal ini terlihat perbedaan nilai potensial
korosi antara keduanya akan semakin mengecil.
Analisa Tahananan Polarisasi
Hasil percobaan dengan menggunakan
metode tahanan polarisasi adalah seperti terlihat
pada Tabel 3. Hasil memperlihatkan bahwa nilai
potensial korosi bebas (Ecorr), kerapatan arus
korosi (Icorr ), tahanan polarisasi (Rp) dan laju
korosi dari masing-masing logam sampel berbedabeda pada masing-masing jenis dan konsentrasi
inhibitor yang digunakan. Bila logam dimasukkan
ke dalam larutan maka akan terjadi reaksi-reaksi
elektrokimia pada antar muka antara logam dan
larutan. Reaksi tersebut menghasilkan suatu
potensial elektrokimia yang disebut potensial korosi
(Ecorr). Potensial yang dihasilkan ditentukan oleh

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

299

MAT-01

Tabel 3: Elektrokimia dan parameter korosi baja


lunak dengan dan tanpa adanyaekstrak kulit buah
kakao dalam HCl 1,5M

yang memiliki harga tahanan polarisasi kecil


memiliki laju korosi besar21.
I (mA/ cm2)

banyaknya muatan negatif yang terbentuk ketika


logam itu dimasukkan ke dalam larutan.

BLANKO

0
-2
-4
-6

0,5 ekstrak
1,0 ekstrak
1,5 ekstrak

-1

-0.5

0
E (V)

0.5

2,0 ekstrak
2.5 ekstrak

Gambar 5. Kurva polarisasi baja lunak tanpa


danadanya ekstrak kulit Theobroma cacao dalam
HCl 1.5 M

Besar
kecilnya
harga
potensial
korosi
mengindikasikan kecenderungan sampel untuk
mengalami oksidasi selama berada dalam media
pengkorosi. Tinggi rendahya harga harga potensial
korosi pada sampel yang menggunakan inhibitor
tergantung pada terbentuknya selaput pelindung
berupa lapisan oksida. Padatan Fe, Fe2O3, Fe3O4,
dan FeO(OH) yang merupakan produk korosi dan
berfungsi sebagai pelindung18-20.
Produk senyawa besi dan ekstrak kulit buah
kakao tersebut lebih sering disebut sebagai lapisan
selaput pelindung pasif sehingga sulit ditembus oleh
oksigen. Kestabilan senyawa Fe3O4 sangat
tergantung pada konsentrasi dan temperatur larutan.
Agar terjadi korosi dibutuhkan potensial yang lebih
tinggi untuk dapat merusak lapisan pelindung
tersebut. Terbentuknya lapisan pelindung inilah
yang menyebabkan pergeseran potensial korosi
logam sampel ke arah lebih positif. Secara teori
apabila penambahan unsur pemasif ditambahkan
dalam jumlah yang tidak cukup ke dalam suatu
media korosif maka akan terjadi peningkatan laju
korosi karena proses pasifasi atau penurunan laju
korosi hanya bisa dikurangi apabila inhibitor yang
ditambahkan sudah mencapai konsentrasi minimum
untuk memasifkan logam2). Apabila jumlah
konsentrasi minimum untuk pemasifan belum
tercapai maka lapisan pelindung yang terbentuk
tidak bisa melindungi seluruh permukaan sampel
sehingga bagian yang memiliki lapisan pelindung
oksida akan bersifat katodik dan bagian yang tidak
tertutupi selaput pelindung oksida akan bersifat
anodik sehingga akan meningkatkan proses korosi
pada sampel20,23.
Besar kecilnya laju korosi ditentukan oleh
besarnya nilai tahanan polarisasi sampel dan
kerapatan arus korosi, seperti terlihat pada Gambar
5. Sesuai dengan mekanisme korosi yang
menghasilkan arus, bila tahanan per satuan luas
besar maka arus persatuan luas yang terjadi kecil.
Peningkatan harga tahanan polarisasi pada
permukaan sampel menyebabkan difusi ion-ion dan
elektron yang terlepas dari permukaan logam akan
berkurang sehingga arus yang dihasilkan kecil dan
laju korosi akan berkurang sebaliknya pada sampel

Analisa Sifat Mekanik Material


Hasil pengujian awal kekerasan ST 37
adalah 98,04 1,25, sedangkan kekerasan
permukaan dari baja lunak dengan dan tanpa
adanya inhibitor menunjukan naiknya kekerasan di
permukaan baja lunak dengan naiknya konsentrasi
ekstrak yang ditambahkan seperti pada Tabel 4.
Naiknya kekerasan permukaan dari baja lunak
merupakan akibat dari adsorpsi karbon di
permukaan logam selama proses perendaman
dengan ekstrak polar kulit buah kakao. Berarti
semakin besar pula derajat penutupan permukaan
baja lunak oleh ekstrak yang ditunjukan pada
Gambar 4
dan hal ini ditunjang oleh hasil
pengujian SEM- EDX Tabel 5 yang menunjukan
peningkatan kandungan karbon pada baja lunak
setelah ditambahkan ekstrak.
Dari serangkaian pengujian sifat mekanik
yamng dilakukan terhadap baja lunak yang meliputi
kekerasan, kekuatan tarik dan elongasi, menunjukan
kenaikan dengan naiknya konsentrasi inhibitor yang
ditambahkan seperti pada Gambar 6. Hal ini
menunjukan bahwa adsorpsi yang terjadi di
permukaan baja manpu melindungi baja dari
serangan korosi juga berdampak positif terhadap
sifat mekanik material.
Tabel 4: Kekerasan baja lunak dalam HCl 1,5M
dengan variasi konsentrasi

Banyaknya ekstrak yang teradsorpsi di


permukaan diperjelas oleh hasil pengujian SEMEDX pada Tabel 5 dan derajat penutupan
permukaan pada Gambar 4. Kenaikan kadar karbon
di permukaan tersebut akan meningkatkan
kekerasan, ketahanan dan elongasi dari baja lunak
tersebut2.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

300

MAT-01

Gambar 6. Elongasi, Kekuatan tarik dan efisiensi


inhibisi vs konsentrasi ekstrak dalam HCl 1.5 M

Mekanisme Inhibitor
Adanya inhibitor pada permukaan baja
lunak akibat terjadinya adsorbsi. Adsorbsi timbul
dikarenakan adanya gaya adhesi antara inhibitor
dengan permukaa baja lunak. Adsorbsi molekul
inhibitor pada permukaan baja lunak akan
menghasilkan semacam lapisan tipis (film) yang
dapat menghambat laju korosi17. Pada kasus ini
inhibitor ekstrak polar kulit buah kakao akan
bertindak sebagai pembentuk lapisan tipis pada
permukaan yang berfungsi sebagai kontrol dari laju
korosi dengan cara membuat pemisah antara metal
dengan media8. Proses absorbsi ekstrak polar kulit
buah kakao pada permukaan baja lunak akan terjadi
pada gugus fungsional. Semakin tinggi konsentrasi
inhibitor, bagian logam yang tertutupi oleh
molekul-molekul
inhibitor
korosi
semakin
meningkat. Hal didukung oleh data derajat
penutupan permukaan pada Gambar 4 yang
menyatakan semakin besar inhibitor yang
ditambahkan semakin besar pula derajat penutupan
permukaannnya. Ikatan yang terjadi pada saat
adsorpsi inhibitor pada permukaan baja lunak
diduga sebagai ikatan kovalen koordinasi yang
melibatkan adsorpsi kimia (chemiadsorpsi) hal ini
terlihat pada susahnya lapisan tersebut dihilangkan.
Pengujian FTIR
Gambar 7 memperlihatkan perbedaan yang
cukup signifikan antara kedua spektrum. Ada
beberapa puncak di Gambar 7a dan 7b hilang, dan
ada pula muncul puncak baru di Gambar 7b dan 7c.
Namun, banyak juga puncak yang muncul pada
frekuensi yang sama atau berdekatan. Gugus fungsi
yang teridentifikasi dari ekstrak (Gambar 7a) adalah
fenol, cincin aromatic dan ether. Sebagian besar
gugus fungsi ini muncul pada produk korosi namun
dengan sedikit pergeseran frekuensi. Sebagai
contoh gugus fungsi C-O yang berada pada
frekuensi 1051cm-1 bergeser ke 1019 cm-1, C=O
bergeser dari 1603 cm-1 ke 1629 cm-1 , sedangkan
O-H bergeser dari 3422 cm-1 ke 3378 cm-1. Puncak
baru muncul pada frekuensi 620 cm-1 adalah ikatan
Fe-H. Puncak baru lain pada 835 cm-1 diduga kuat
merupakan akibat regangan ikatan Fe=O. Hasil ini
menunjukkan bahwa telah terjadi interaksi dan
ikatan kimia antara senyawa ekstrak dan logam
pada daerah permukaan.

Gambar 7. Spektra FTIR a) ekstrak kulit buah kakao


b) Produk korosi setelah direndam dalam HCl 1.5M
tanpa ekstrak selama 8 hari (196 h) c) Lapisan
adsoprsi dalam ekstrak selama 8 hari (196 h)

Analisa Morfologi Permukaan


Hasil pengamatan morfologi permukaan baja
lunak yang belum dilakukan perlakuan dan yang
sudah mendapat perlakuan diperoleh dengan
menggunakan
S-3400N
Scanning
Electron
Microscopy dengan perbesaran 2000 kali. Foto
morfologi permukaan dari spesimen awal dapat
dilihat pada Gambar 8a, pada gambar terlihat
adanya garis-garis halus berwarna putih yang sangat
halus dan relatif tipis yang merupakan pengaruh
penggerindaan dan pengamplasan pada permukaan
baja ST-37. Terlihat juga bahwa permukaannya
masih rata, bersih, tidak berpori dan belum ada
lubang-lubang.
Hal ini berarti baja tersebut belum
menunjukkan terjadinya reaksi korosi karena belum
ada pengaruh dari lingkungan seperti air, udara,
asam, garam, basa maupun dari zat korosifnya.
Morfologi permukaan dari baja setelah direndam
selama delapan hari dalam larutan korosif asam
klorida 1,5M dengan dan tanpa penambahan
ekstrak kulit buah kakao terlihat pada Gambar 8b
dan 8c. Dari kedua gambar tersebut terlihat adanya
perbedaan yang cukup signifikan yang terjadi pada
permukaan baja akibat reaksi yang terjadi pada
larutan korosif asam klorida. Dengan kenaikan
penambahan inhibitor yang diberikan terlihat
penurunan serangan laju korosi, dimana semakin
besar konsentrasi inhibitor yang ditambahkan ke
dalam medium korosif HCl laju korosi juga
semakin menurun.

Gambar 8. Foto SEM Baja lunak pada suhu ruang


(a) sebelum direndam (poles), b) dan c) direndam
dalam HCl 1.5M selama 8 hari tanpa dan dengan
adanya inhibitor.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

301

MAT-01

ANALISA SEM-EDX
Analisa permukaan baja lunak dan
pembentukan lapisan pasif pada permukaannya
dalam HCl 1,5M yang direndam selama 8 hari tanpa
dan adanya inhibitor kulit buah kakao dipelajari
menggunakan foto SEM dapat dilihat pada Gambar
8. Terlihat bahwa foto permukaan baja dalam HCl
tanpa adanya ekstrak polar kulit buah kakao
terbentuk produk korosi dan lubang lubang, tetapi
adanya ekstrak kulit buah kakao meminimalkan
produk korosi dan lubang-lubang pada permukaan
baja dan terbentuk lapisan pasif. Lapisan inilah
yang menghalangi serangan ion-ion korosif di
permukaan baja lunak sehingga reaksi elektrokimia
juga berkurang dan akhirnya laju korosi juga akan
berkurang.
Tabel 5. Rekapitulasi beberapa unsur-unsur
dan oksida yang teridentifikasi pada pengujian
SEM-EDX

Analisa unsur C dan Fe pada permukaan


baja dalam HCl 1,5M yang direndam selama 8 hari
dengan dan tanpa ekstrak polar kulit buah kakao
dipelajari dengan SEM-EDX dengan hasil seperti
yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5
memperlihatkan persentase atom unsur C
meningkat dengan adanya ekstrak polar kulit buah
kakao yaitu dari 0,3% menjadi 16,90%. Hal ini
membuktikan bahwa atom C dari molekul ekstrak
kulit buah kakao teradsorpsi pada permukaan baja
membentuk lapisan pasif. Naiknya kadar karbon
tersebut menyebabkan kekerasan dan kekuatan baja
lemah juga meningkat, yang hubungannya dapat
dilihat pada Gambar 9. Sedangkan persentase atom
unsur Fe menurun dengan adanya ekstrak kulit buah
kakao yaitu dari 98.79% menjadi 37.43 %. Hal ini
menunjukkan bahwa Fe membentuk senyawa
kompleks dengan molekul ekstrak kulit buah kakao
sehingga persentase atom Fe yang terdeteksi
menjadi lebih kecil1.

Gambar 9. Kekerasan dan Kekuatan tarik vs


Kandungan karbon di permukaan
KESIMPULAN
Hasil pengujian GCMS menunjukan
bahwa ekstrak polar kulit buah kakao mengandung
senyawa metabolit sekunder dimana gugus fungsi
senyawa tersebut dikonfirmasi oleh pengujian FTIR
mengandung gugus heteroatom yang berperan
dalam inhibisi korosi dengan melakukan ikatan
kovalen koordinasi pada permukaan baja lunak.
Kenaikan konsentrasi ekstrak polar kulit buah
kakao akan menaikan effisiensi inhibisi yang terjadi
di permukaan. Kenaikan effisiensi inhibisi akan
membesar derajat penutupan permukaan dari mild
steel. Luasnya derajat penutupan permukaan sangat
dipengaruhi oleh adsorpsi yang terjadi di
permukaan. Melalui pengukuran potensiodinamik
diketahui jenis inhibitor ekstrak kulit buah kakao
adalah tipe campuran (mixed type) dalam HCl 1,5M
dengan dominan inhibitor katodik. Mekanisme
inhibisi antara ekstrak kulit buah kakao dengan
permukaan baja lunak dipelajari melalui interaksi
antara pasangan elekron sunyi yang berfungsi
sebagai ion donor dengan permukaan baja lunak
yang berfungsi sebagai akseptor. Adsorpsi tersebut
terbentuk karena adanya interaksi antara atom
donor dari ekstrak dengan permukaan mild steel.
Adsorpsi tersebut mempengaruhi sifat mekanik
kekerasan dan kekuatan akibat dari kenaikan kadar
karbon di permukaan mild steel. Dengan demikian
ekstrak polar kulit buah kakao mampu memperbaiki
sifat mekanik mild steel yang sudah terserang
korosi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis pertama mengucapkan terimakasih
pada pemerintah Indonesia untuk beasiswa BPPS.
Dan penulis kedua mengucapkan terimakasih pada
pemerintah Indonesia yang telah melengkapi
peralatan SEM. Dan sebagian pekerjaan penelitian
ini dibantu oleh DP2M Dikti melalui Hibah Pasca
sarjana
Research
Grant
no.
DIPA

023.04.2.415061/2012.
REFERENCY
[1]. Yetri. Y, Emriadi, Novesar Jamarun and
Gunawarman, Corrosion Inhibitor of Mild
Steel by Polar Extract of Theobroma cacao
Peels in Hydrochloric Acid Solution, Asian
Journal of Chemistry, 27, 3, 875-881, (2015)
[2]. Gunawarman, Yetri. Y, Emriadi, Novesar
Jamarun, Ken-Cho, M. Nakai and M.Niinomi,
Effect of Polar Extract of Cocoa Peels
Inhibitor on Mechanical Properties and
microstructure of Mild Steel Exposed in
Hydrochloric Acid, Applied Mechanic and
Materials, vol.., No.., 2014 (accepted) Trans
Tech publications Ltd.
[3]. Priest, D., Measuring Corrosion Rates Fast,
J. Chemical Engineering, pp.169-172, (1987)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

302

MAT-01

[4]. Gunavathy, N. and Murugavel, S.C,


Corrosion Inhibition Studies of Mild Steel
in Acid Medium Using Musa Acuminata
Fruit
Peel
Extract,
E-Journal
of
Chemestry,Vol. 9, No. 1, pp. 487-495, (2012).
[5]. Murlidharan, S, Iyer, S. V, The influence of
N-heterocyclics on corrosion inhibition and
hydrogen permeation through mild steel in
acidic sol.utions, Anti-Corros. Methods
Mater. 44, 100-106, (1997)
[6]. Eddy, N. O, Awe, F., and Ebenso, E. E,
Adsorption and Inhibitive Properties of
Ethanol Extracts of Leaves of Solanum
Melongena for the Corrosion of Mild Steel
in 0,1 M HCl, Int. J. Electrochem. Sci.No. 5,
pp. 1996-2011, (2010).
[7]. Saratha R, Priya S.V. and Thilagavathy P,
Investigation of Citrus aurantiifolia Leaves
Extract as Corrosion Inhibitor for Mild
Steel in 1M HCl, E-Journal of Chemistry,
6(3), 785-795, (2009).
[8]. Loto, C. A, Loto, R.T., and Popoola, A.P.I,
Inhibition Effect of Extracts of Carica
Papaya and Camellia Sinensis Leaves on
the Corrosion of Duplex ( ) Brass in 1M
Nitric acid, Int.J. Electrochem. Sci, No. 6, pp.
4900-4914, (2011).
[9]. Matheswaran, P. and Ramasamy, A. K.,
Corrosion Inhibition of Mild Steel in Citric
Acid by Aqueous Extract of Piper Nigrum
L, E-Journal of Chemistry, Vol. 9, No. 1, pp.
75-78, (2012).
[10]. El-Etre A.Y., Abdallah M. & El-Tantawy Z.E,
Corrosion inhibition of some metals using
lawsonia extract. Corros. Sci., 47, 385-395,
(2005).
[11]. Chetouani A. and Hammouti B, Corrosion
inhibition of iron in hydrochloric acid
solutions by naturally henna. Bull
Electrochem, 19, 23-25, (2003).
[12]. Okafor, P.C, Ikpi, M.E., Uwah, I.E, Ebenso,
E.E, Ekpe, U.J. and Umoren, S.A, Inhibitory
action of phyllanthus amarus extract on the
corrosion of mild steel in acid media,
Corros. Sci. 50, 2310-2317, (2008).
[13]. Arts I. C. W, Hollman P. C. H, Kromhout D,
Chocolate as a Source of tea Flavonoids,
Lancet, 354, pp. 488-495, (1999).
[14]. El Ouariachi, E, Paolini, J, Bouklah, M.,
Elidrissi, A, Bouyanzer, A, Hammouti, B,
Desjobert, J-M. and Costa, J, Adsorption
properties of Rosmarinus officinalis oil as
green corrosion inhibitors on C38 steel in
0.5 M H2SO4, Acta Metall. Sin.(Engl. Lett.)
February, 23(1), 13-20, (2010).
[15]. Hahn H. P. S, Bummel M, Bowwy N. K.,
Becken K, Determination of Tannins and
Their Correlation with Chemical and
Protein Precipitation Method, Journal of

Science Food Agriculture, 61, pp. 161-185,


(1993)
[16]. Farina, C.A, Faita, G. and Olivani, F,
Electrochemical Behaviour of Iron in
Methanol and Dimethylformamide solution,
Corrosion Science, (18), 463-479, (2004)..
[17]. Peter C. Okafor, Eno E. Ebenso & Udofot J.
Ekpe, Azadirachta Indica Extracts as
Corrosion Inhibitor for Mild Steel in Acid
Medium, Int. J. Electrochem. Sci, 5, 978
993, (2010).
[18]. Quraishi, M. A.; Khan, M. A. W. & Ajmal, M,
Influence of some thiazole derivatives on
the corrosion of mild steel in hydrochloric
acid, Anti-Corros. Methods Mater, 43 (5), 5-8,
(1996).
[19]. Saratha, R., Priya, S.V.,and Thilagavathy P,
Investigation of Citrus aurantiifolia Leaves
Extract as Corrosion Inhibitor for Mild
Steel in 1 M HCl, E-Journal of Chemistry.
Vol. 6, No. 3, pp. 785-795, (2009).
[20]. Abdulrahman, A. S., Mohammad Ismail and
Mohammad Sakhawat Hussain, Inhibition of
Corrosion of Mild Steel in Hydrochloric
Acid
by
Bambusa
Arundinacea,
International
Review
of
Mechanical
Engineering, Vol. 5,No.1, pp. 59-63, (2011b)
[21]. Ashassi-Sorkhabi H, Ghalebsaz-Jeddi N,
Hashemzadeh F, Jahan, Corrosion Inhibition
of Carbon Steel in Hydrochloric Acid by
Some Polyethylene Glycols, Journal of
Electrochimica Acta, 51, pp. 3848-3854,
(2006),
[22]. PIERRE,
R.R,
Handbook
Corrosion
Engineering, New York, page. 69-121,
(1999).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

303

MAT-02

PENGARUH ALUMINIZING PADA KETANGGUHAN BAJA


Dody Prayitno, Ammar Abyan Abdunnaafi
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Trisakti
Email : dodytrisakti@gmail.com
ABSTRAK
Aluminizing adalah proses berdifusinya Aluminium pada permukaan logam seperti baja sehingga membentuk lapisan
intermetalik (seperti ferrous-aluminium). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh aluminizing dengan metode
hot dip terhadap ketangguhan baja karbon rendah. Metode penelitian diawali dengan pemotongan baja karbon rendah
dan pemesinan sehingga membentuk sampel uji impak (ASTM E23). Sampel baja kemudian dikelompokan. Satu
kelompok sampel (non preheating) langsung direndam kedalam logam aluminium cair (700 oC) selama lima atau
sepuluh menit. Grup ke dua (preheating) dipanaskan (700 oC ) selama 30 menit terlebih dahulu sebelum direndam
didalam logam cair aluminium (700 oC) selama 3 menit. Suhu uji impak adalah 0 0C dan 28 0C. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengaruh aluminizing terhadap ketangguhan baja tergantung pada suhu uji impak. Pada uji impak
dengan suhu 28 oC, aluminizing dapat meningkatkan ketangguhan baja karbon rendah, namum bila suhu uji impak
adalah 0 oC, aluminizing menurunkan nilai ketangguhan baja karbon rendah.
Kata kunci : aluminizing, ketangguhan, baja karbon

1.

PENDAHULUAN

Aluminizing adalah proses berdifusinya


aluminium pada permukaan logam seperti baja
sehingga membentuk lapisan intermetalik (seperti
ferrous-aluminium). Salah satu metode aluminizing
adalah hot dip, dimana sampel/produk baja
direndam beberapa menit pada logam aluminium
cair.
Proses aluminising yang mudah secara praktek
adalah hot dip. Proses diawali dengan pembersihan
permukaan sampel baja dari kotoran yang
dilanjutkan dengan perendaman didalam aluminium
cair selama beberapa saat. Majeed mengusulkan 310 menit (Majeed.2012). Kemudian sampel
dikeluarkan dari aluminium cair dan akhirnya
didinginkan di udara terbuka. Hot dip memiliki
waktu proses yang singkat dan relatif murah.Selain
dari itu hot dip juga memungkinkan pelapisan
terjadi pada seluruh permukaan sampel.
Aluminizing dapat meningkatkan ketahanan
terhadap korosi dan kekerasan pada baja [1,2]. Hot
dip aluminizing dengan waktu rendam 13 menit
(900 oC) meningkatkan ketahanan erosi (1.051
kg/tahun) dan temperatur tinggi (thermal) hingga
520 oC bagi material SA 106 grade B. ;[3]
2.

preheating) dan langsung direndam dalam logam


cair aluminium (hot dip aluminizing) pada suhu 700
o
C selama 5 menit (gambar 2). Grup III dan IV
adalah sampel baja yang mengalami pemanasan 700
o
C selama 30 menit (preheating) yang dilanjutkan
dengan aluminizing (700 oC ) dengan lama
rendaman masing masing 5 menit dan 10 menit.
Seluruh grup sampel kemudian di uji impak metode
charpy pada suhu 0 oC dan 28 oC.

METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 1 memperlihatkan diagram alir


penelitian. Penelitian diawali dengan memesin
sampel baja karbon rendah menjadi bentuk sampel
uji impak (ASTM E-23). Sampel kemudian dibagi
menjadi 4 grup. Grup (I) initial, merupakan grup
kontrol dimana sampel baja tidak mengalami
aluminizing. Grup (II), sampel baja tidak
mengalami pemanasan terlebih dulu (non
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Gambar 1. Diagram alir penelitian

304

toughness (joule/mm2)

MAT-02

0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
initial

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil uji impak pada suhu 28 oC diperlihatkan


pada gambar 3. Ketangguhan rata-rata baja karbon
rendah yang tidak mengalami aluminizing (grup I
initial) adalah 0.037 Joule/mm2. Proses aluminizing
meningkatkan nilai ketangguhan baja karbon secara
signifikan namun nilainya tergantung pada adanya
pemanasan (preheating) atau tidak adanya
pemanasan (non preheating) bagi baja karbon
rendah sebelum aluminizing. Hasil uji impak pada
grup II non preheating memperlihatkan bahwa
tanpa mengalami pemanasan ketangguhan baja
karbon yang dialuminizing mampu meningkat 35 %
yaitu dari 0.037 Joule/mm2 ke 0.05 Joule/mm2.
Hasil pengujian impak grup III memperlihatkan
bahwa baja karbon rendah bila dipanaskan terlebih
dahulu dengan 700 oC selama 30 menit sebelum
aluminizing akan meningkatkan ketangguhan secara
signifikan yaitu 212 % dari 0.037 ke 0.082
Joule/mm2.
Hasil uji impak pada suhu 0 oC diperlihatkan
pada gambar 4. Ketangguhan rata-rata baja karbon
rendah yang tidak mengalami aluminizing (grup I
initial) adalah 0.037 Joule/mm2. Proses aluminizing
menurunkan nilai ketangguhan baja secara landai
namun nilainya tetap tergantung pada adanya
pemanasan (preheating) atau tidak adanya
pemanasan (non preheating) bagi baja karbon
rendah sebelum aluminizing. Hasil uji impak pada
grup II non preheating memperlihatkan bahwa
ketangguhan baja karbon yang tidak mengalami
pemanasan terlebih dahulu sebelum aluminizing
akan menurun dari 0.053 Joule/mm2 ke 0.049
Joule/mm2. Hasil pengujian impak grup III
preheating memperlihatkan bahwa ketangguha baja
karbon rendah bila dipanaskan terlebih dahulu
dengan 700 oC selama 30 menit sebelum
aluminizing akan menurun drastis dari 0.053 ke
0.041 Joule/mm2.

Gambar 3 Pemanasan (preheating) sebelum


aluminizing menyebabkan peningkatan secara drastis
bagi ketangguhan baja karbon rendah pada suhu 28
oC

toughness (joules/mm2)

Gambar 2. Baja dikeluarkan dari aluminium cair

non
preheating
preheating

0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
initial

non
preheating

preheating

Gambar 4. Pada uji impak bersuhu 0 oC


memperlihatkan bahwa aluminizing menurunkan
ketangguhan baja karbon rendah

Gambar 5 memperlihatkan pengaruh waktu


pencelupan terhadap ketangguhan baja karbon
rendah yang telah mengalami pemanasan
(preheating) pada 700 oC selama 30 menit sebelum
aluminizing. Waktu pencelupan menunjukkan
lamanya sampel direndam didalam aluminium cair.
Pada penelitian ini, diketahui bahwa penambahan
waktu pencelupan dari lima menit menjadi sepuluh
menit hanya memiliki pengaruh yang kecil terhadap
kenaikan nilai ketangguhan. Pada suhu uji impak 0
o
C, dengan waktu rendaman 5 menit nilai
ketangguhannya adalah 0.041 Joule/mm2 dan
meningkat secara tidak signifikan ke 0.044
Joule/mm2 bila waktu rendaman meningkat menjadi
10 menit.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

305

MAT-02
[2]. Min Huang, et all, Aluminizing Mechanizm
And Corrosion Resistance Of Pipeline Steel X 80
By Combined Pack Cementation Process Under
Low Temperature, Advanced Material Research
Vols 194-196, Page 232-236, 2011

toughness (joule/mm2)

0.1
0.08
0.06
0.04

5 min

0.02

10 min

0
0

28

Temperature (oC)

[3]. Nurus syahadah, sungging pintowantoro, yuli


setiyorini, Pengaruh Variasi Waktu Celup Dan
Temperatur Difusi Hot Dip Aluminizing
Terhadap Ketahanan Erosi Dan Temperatur
Tinggi Material SA 106 Grade B, jurnal teknik
pomits, vol. 2 no 1, ISSN 2337-3639 (2301-9271
print), 2014

Gambar 5. Pengaruh waktu rendam (5 menit


dan 10 menit) terhadap nilai ketangguhan baja
karbon rendah.
Pada suhu uji impak 28 oC, dengan waktu
rendaman 5 menit nilai ketangguhannya adalah
0.082 Joule/mm2 dan meningkat secara tidak
signifikan ke 0.09 Joule/mm2 (9.7%) bila waktu
rendaman meningkat menjadi 10 menit.
Pada gambar 5 telihat penurunan suhu uji impak
berpengaruh pada nilai ketangguhan baja karbon
rendah. Pada suhu 0 oC beberapa penelitian
menyatakan bahwa jenis perpatahannya adalah
patah rapuh (brittle), sementara pada suhu 28 oC
jenis perpatahannya adalah patah ulet (ductile)
4. KESIMPULAN
1. Aluminizing
mampu
meningkatkan
ketangguhan baja karbon rendah pada uji impak
dengan suhu 28 oC yang nilai peningkatannya
tergantung pada ada tidaknya pemanasan bagi
baja karbon rendah sebelum aluminizing.
2. Aluminizing
berdampak
menurunkan
ketangguhan bila uji impak dilakukan pada suhu
0 oC.
3. Waktu perendaman sebagai parameter proses
aluminising tidak terlalu mempengaruhi nilai
ketangguhan.
4. Suhu pada uji impak sangat mempengaruhi
ketangguhan baja yang sudah atau belum
mengalami aluminizing. Pada suhu 0 C sampel
akan mudah patah, tetapi tidak mudah patah
suhu 28 C.

REFERENSI
[1]. Prayitno, Dody. Pembentukan Lapisan
Intermetalik Dengan Metode Powder Liquid
Coating Sebagai Upaya Alternatif Pengerasan
Permukaan Besi Tuang Nodular. Universitas
Trisakti, . 2010

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

306

MAT-03

Studi Korosi Retak Tegang Baja API 5L X52 dalam Lingkungan


Kloridayang Mengandung Gas Karbondioksida
Agus Solehudin1), Ega Taqwali B2), Solihudin3),Christine Gumulya4)
1),2)
Departemen Pendidikan Teknik Mesin, FPTK UPI, Jl. Dr. Setiabudi 229
Bandung.
3),4)
DepartemenKimia, FMIPA UNPAD, Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21,
Jatinangor
asolehudin@upi.edu

ABSTRACT
In the drilling operation and production of oil and gas, the main species that trigger the onset of corrosion are chlorides,
carbon dioxide (CO2), hydrogen sulfide (H2S). The purpose of this research is to study the stress corrosion cracking of
API 5LX52 steel in environments containing sodium chloride gas carbon dioxide (CO 2). Corrosion testing was carried
out in autoclave glass filled with a solution of sodium chloride 3.5% saturated with CO2 gas. The shape and dimensions
of the specimen consists of two types of plate and U-bend which refers to ASTM G-30. Corrosion test was conducted by
soaking in the test solution at a temperature of 30, 60, and 80 C with 336 hours of test time. Based on the experimental
results show that the corrosion rate increases with increasing temperature.Results of surface morphology examination by
Scanning electron microscope (SEM) shows the cracks occurred on the specimen, whereas the results of X-ray energy
dispersive spectroscopy (EDS) indicated there is a compound of iron oxide (FeO) on the surface of the specimen.
Keywords: steel, corrosion, carbon dioxide, chloride, crack
ABSTRAK
Dalam operasi pengeboran dan produksi minyak dan gas (MIGAS), spesi utama yang memicu terjadinya serangan
korosi adalah senyawa klorida, karbondioksida (CO2), hidrogensulfida (H2S). Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari korosi retak tegang baja API 5L X52 dalam lingkungan natrium klorida yang mengandung gas
karbondioksida (CO2).Pengujian korosi dilakukan dalam autoclave gelas yang diisi larutan natrium klorida 3,5% yang
dijenuhkan dengan gas CO2. Bentuk dan dimensi spesimen terdiri dari dua jenis yaitu bentuk plat dan U-bend yang
mengacu pada standar ASTM G-30. Percobaan uji korosi pada spesimen dilakukan dengan cara direndam dalam
larutan uji pada temperatur 30, 60, dan 80oC dengan waktu uji 336 jam. Berdasarkan hasil percobaan menunjukkan
bahwa laju korosi meningkat dengan meningkatnya temperatur. Hasil pemeriksaan morfologi permukaan dengan
Scanning electron microscope (SEM) menunjukaan terjadi retakan pada spesimen, sedangkan hasil energy dispersive Xray spectroscopy(EDS) terindikasi terdapat senyawa besi oksida (FeO) pada permukaan spesimen.
Kata kunci : baja, korosi, karbondioksida, klorida, retak

1. PENDAHULUAN
Saat ini, gas alam telah menjadi energi alternatif
yang banyak digunakan dalam pembangkit listrik di
Indonesia. Dalam beberapa tahun, penggunaan gas
alam meningkat. Hal ini didukung oleh potensi gas
alam Indonesiayang cukup berlimpah. Namun,
kehadiran gas alam di bumi selalu mengandungair
atau uap air. Karakteristik gas alam Indonesia,
dengan kandungan CO2 yang tinggi, sering
menyebabkan kerusakan material oleh proses korosi
CO2 dengan adanya air. Dari kajian industri,
kerusakan akibat korosi CO2 biasanya terjadi pada
bahan karbon dan baja alloy rendah. Penggunaan
baja sering menghadapi masalah yang berkaitan
dengan korosi, seperti kebocoran akibat pengaruh
CO2 terlarut dalam air yang menyebabkan
lingkungan korosif (asam). Padahal, fenomena ini
masih belum sepenuhnya dipahami sehingga

penelitian yang berkaitan dengan korosi CO2 masih


perlu dilakukan untuk menentukan mekanisme
korosi CO2 (Rustandidkk., 2012).
Pada industry dan pertambangan migas, system
perpipaan transportasi dan sumur produksi minyak
mentah (crude oil) sangat rentan terhadap korosi
akibat keberadaan garam-garam anorganik (garamk
lorida, sulfat, dan karbonat), asam-asam organic
dengan berat molekul rendah (asam format, asetat,
dan propanoat), serta adanya gas CO2 dan H2S
yang kadarnya bergantung pada lokasi sumur
(Wahyuningsihdkk., 2010).
Korosi CO2 mempengaruhi material yang
digunakan dalam produksi, transportasi, dan
pengolahan sistem. Umumnya, pipabaja terbuat dari
paduanbaja rendah yang rentan terhadap korosi di
lingkungan CO2. Kerentanan korosi tergantung
pada berbagai parameter seperti suhu, tekanan
parsial CO2, pH, oksigen terlarut, konsentrasi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

307

klorida, laju aliran dan karakteristik dari bahan.


Korosi baja karbon berhubungan dengan perilaku
pembentukan besi karbonat (FeCO3) yang
merupakan produk korosi yang dapatmenempel
pada permukaan logam(Isdiriayani, 1998). Ketika
produk ini meningkat pada permukaan logam
makamenurunkan korosi seragam (Das, 2014). Pada
tulisan ini akan dilaporkan hasil studi studi korosi
retaktegangbaja API 5L X52 dalamlingkungan
kloridayang mengandung gas karbondioksida.

2. PERCOBAAN
Baja API 5L X52 dipotong berbentu pelat
persegipanjang dengan ukuran 13 x 1,5 x 0,3 cm
untuk spesimen u-bend sesuai dengan ASTM G301999, dan pelat persegipanjang lainnya dengan
ukuran 2 x 1,5 x 0,8 cm untuk spesimen penentuan
laju korosi. Selanjutnya permukaan spesimen baja
tersebut dihaluskan dengan kertas ampelas grid 80,
240, 600, 800 dan 1000 di atas permukaan yang rata
dan dialiri air. Setelah baja halus, baja dibilas
dengan akuades dan etanol teknis lalu dikeringkan
dan disimpan dalam desikator. Selanjutnya untuk
spesimen baja dengan ukuran 13 x 1,5 x 0,3 cm
yang telah bersih dan kering, ditekuk membentuk
hurufU dengan jarak tekuk 3,2 cm (ASTM G30,
1999). Sedangkan spesimen baja dengan ukuran 2 x
1,5 x 0,8 cm ditimbang dengan neraca analitis dan
diukur dimensinya.Percobaan uji korosi pada
spesimen dilakukan dengan cara direndam dalam
larutan uji pada temperatur 30, 60, dan 80oC dengan
waktu uji 336 jam. Berdasarkan hasil percobaan
menunjukkan bahwa laju korosi meningkat dengan
meningkatnya temperatur. Pemeriksaan morfologi
permukaan spesimen dilakukan dengan Scanning
electron microscope (SEM) dan energy dispersive
X-ray spectroscopy(EDS).

MAT-03
peningkatan
suhu
menjadi
60
dan
80C,lajukorosibaja yang di gantung lebih besar
dibandingkan baja yang di rendam, hal ini
dipengaruhi oleh factor suhu yang menyebabkan
penguapan larutan uji meningkat sehingga uap
larutan uji terkondensasi di baja yang di gantung.
Sehingga kelarutan O2dan H2O semakin rendah
pada larutan uji dan semakin tinggi diatas
permukaan larutan uji (Jones, D.A. 1992). Hal ini
menyebabkan oksidasi permukaan baja gantung
lebih meningkat. Kemudian, laju korosi terbesar
terdapat pada suhu 80C. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi suhu maka laju korosi akan
semakin besar. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya difusivitas dan kelarutan O 2yang
meningkat (Fontana, 1987). Selain itu gas CO2
yang terlarut juga mempengaruhi percepatan korosi
pada spesimen. Hal ini karena korosi CO2 pada baja
karbon merupakan suatu fenomena yang kompleks.
Secara umum, jika gas CO2 terlarut di dalam air
maka gas CO2 akan bereaksi dan membentuk
senyawa asam karbonat(Isdiriayani & Syahri,
1998). Asam karbonat merupakan asam lemah, di
mana pada suhu ruang, asam karbonat yang
terbentuk akan terjadi disosiasi. Sehingga ketika
asam karbonat terbentuk maka asam karbonat ini
akan terdisosiasi menjadi bikarbonat dan ion
karbonat (Zulkifli. 2013). Dari proses disosiasi ini
menghasilkan suasana yang asam, dan ion hidrogen
akan menyerang permukaan baja dan membuat baja
mengalami oksidasi dan mengalami pengikisan.
Tabel1. Nilai laju korosi baja pada variasi suhu
KodeSpesi
men

Suhu/ C

Lajukorosi /mmpy
di Gantung

di Rendam

30

0,0329

0,0591

60

0,3531

80

0,4689

0,2505
0,2821

3. DATA DAN PEMBAHASAN


Pada penelitian ini mengamati korosi pada pipa, di
mana pada pipa terdapat bagian atas yang tidak
selalu terendam oleh minyak atau gas alam mentah
(crude oil). Sehingga baja pada bagian atas pipa
tidak berinteraksi secara langsung dengan larutan
korosif. Maka, pada penelitian ini diamati baja yang
digantung di atas larutan uji dan baja yang
direndam di dalam larutan uji. Laju korosi baja
terendam dipengaruhi oleh konsentrasi natrium
klorida dan gas karbon dioksida dilarutkan,
sedangkan baja tergantung dipengaruhi oleh uap
dari larutan uji.
Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa pada suhu
30Cmenunjukkan laju korosi baja yang di rendam
lebih besar, hal ini dikarenakan terjadinya interaksi
langsung antara baja dengan larutan korosif. Pada

Gambar1. Morfologi permukaan baja awal


dengan perbesaran 1000X

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

308

MAT-03
Pada Gambar 1. menunjukkan morfologi baja awal Jumlah
100,0
100,0
setelah dipreparai dan sebelum dikorosikan.
Morfologi baja awal ini digunakan untuk
membandingkan dengan morfologi permukaan baja
Analisis dengan menggunankan alat XRD bertujuan
yang
telah
dikorosikan.
Pada
untuk mengetahui jenis senyawa hasil korosi pada
Gambar2.menunjukkan
bahwa
morfologi
baja API 5L X52. Baja yang dianalisis dengan XRD
permukaan baja terkorosi pada suhu 80C hasil uji
merupakan baja yang telah dikorosikan dan
korosi retak tegang terlihat retakan-retakan pada
memiliki laju korosi terbesar pada 80oC tanpa
permukaan spesimen.Terjadinya SCC pada
penambahan inhibitor dan dengan penambahan
spesimen u-bend yang diakibatkan dari lingkungan
inhibitor tanin sebanyak 80 ppm. Gambar 3.
korosif, suhu dan tegangan tarik pada baja (Gu, B.
Menunjukkan
hasil analisis XRD pada baja
1999).
terkorosi hanya menunjukkan puncak Fe, dan dapat
disimpulkan bahwa produk korosi yang terbentuk
hanya berupa struktur amorf dari oksida baja.

Gambar2. Morfologi permukaan baja terkorosi


pada suhu 80C setelah uji korosi retak
tegangdengan pembesaran1000X
Pada Tabel 2 menunjukkanhasil EDSspesimenbaja
sebelum dikorosikan, spesimen baja yang terkorosi
teramati bahwa terjadi penurunan % berat dari
senyawa oksida FeO yang terdapat pada spesimen
awal sebelum terkorosi. Pada spesimen awal
terkandung sebanyak 93,89% berat FeO selanjutnya
setelah dikorosikan menurun menjadi 74,50%. Hal
ini menyatakan bahwa Fe mengalami reaksi dengan
lingkungannya yang korosif selama proses
percobaan dan berubah menjadi produk korosi.
Selainitu, dapatdilihat penurunan
kandungan
unsurC dari 4,14% menjadi 3,45%.
Tabel 2. Data hasil EDS pada permukaan
spesimenbaja

Senyawa

% Berat pada
spesimen awal

C
FeO
SiO2
N
P 2O 5
MnO
Nb2O5
Ti2O3
V2O5

4,14
93,89
0,57
0,11
0,95
0,20
0,13
-

Gambar3.1Difraktogram XRD baja API 5L X52


setelah dikorosikan pada suhu 80oC

4. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan diperoleh simpulan sebagai
berikut :
Semakin tinggi suhu maka semakin besar pula
laju korosi. Laju korosi terbesar didapat pada
suhu 80oC yaitu sebesar 0,4689 dan 0,2821
mmpy.
Berdasarkan hasil analisis SEM-EDS, morfologi
permukaan baja terkorosi pada suhu 80C hasil
uji korosi retak tegang terlihat retakan-retakan
pada permukaan spesimen.
Berdasarkan analisis XRD menunjukkan bahwa
produk korosi yang dihasilkan berupa struktur
amorf dari oksida baja.

%
BeratpadaspesimensetelahDAFTAR PUSTAKA
uji korosi
3,45
[1].
ASTM Standards. G30 Standard Practice
74,50
for
Making
and Using U-Bend Stress-Corrosion
1,01
Test
Spesimens.
1999.
15,24
[2].
Das, G.S. Characteristic of Corrosion
0,51
Scales
on
Pipeline Steel in CO2-Saturated NaCl
5,28
Brine
Solution.
International Journal of Emerging
0,01

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

309

Technology and Advanced Engineering.Vol4 : 471474. 2014.


[3].
Fontana, M. G. Corrosion Engineering.
Materials Science and Engineering. McGraw-Hill
International. Singapura. 1987.
[4].
Gu, B. Mechanistic Studies on Stress
CorrosionCracking of PipelineSteels in NearNeutral pH Environments, Departement of
Mechanical and Manufacturing Engineering.
Calgary. Alberta. 1999.
[5].
Isdiriayani, N & M. Syahri. Inhibisi
Korosi Baja Karbon di dalam Larutan Karbonat
Bikarbonat. Jurusan Teknik Kimia ITB. Bandung.
1998.
[6].
Jones, D.A. Principles and Prevention of
Corrosion. MacMillan Publishing Company.
Singapore. 1992.

MAT-03
[7].
Rustandi, A., M. Adyutatama., E. Fadly&
N. Subekti. Corrosion Rate of Carbon Steel for
Flowline and Pipeline as Transmission Pipe in
Natural Gas Production With CO2 Content.
Teknologi.Vol 16: 57-62. 2012.
[8].
Wahyuningsih, S., Sunarya, Y., dan
Aisyah, S. Metenamina sebagai Inhibitor Korosi
Baja Karbon dalam Lingkungan sesuai Kondisi
Pertambangan Minyak Bumi. Jurnal Sains dan
Teknologi. ISSN. Vol.1. 2010.
[9].
Zulkifli. Pengaruh Gas CO2 terhadap
Laju Korosi Pada Baja Karbon pada pipa
penyalur minyak. UI. Depok. 2013.

UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti
mengucapkan
terimakasih
kepada
Simlitabmas - DIKTI yang telah menyokong Dana
Program Hibah Fundamental tahun2015.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

310

MAT-04

ANALISA PENGARUH PERLAKUAN PANAS DAN VARIASI MEDIA


PENDINGIN UNTUK ALUMINIUM CORAN TERHADAP SIFAT
MEKANIK DAN SIFAT FISIK
Irwan Anwar,, Syawaldi, Gatot Joko Aryanto
Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Islam Riau
irwan_uir@yahoo.co.id
ABSTRAK
Perlakuan panas adalah kombinasi antara pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan terkontrolyang bertujuan untuk
memperoleh sifat-sifat mekanikaplikasi yang ideal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kekerasan dan
keuletan padamaterial aluminium. Penelitian menggunakan metode experimental yangdilakukan pada material aluminium
dengan kandungan Al 98%, proses perlakuan panas dilakukan pada temperatur 560 C dan didinginkan dengan 4 media
pendingin diantaranya air sumur, air T35C, oli dan udara. Hasil uji komposisi dengan prosentase unsur: Si: 0,49;Fe:
0,23;Cu: 0,19;Mn: 0.02;Mg:0,90;Zn: 0,03;Ti:0,01;Cr: 0,06; Ni:0,007; Pb: 0,002; Sn: 0,004; Na:0,00029; Sb: 0,005; Al:
98,017 dalam %. Hasil pengujian kekerasan dengan metode brinell sebesar: 72,73; 85,487; 58,17; 57,93; 52,207 BHN, dan
hasil pengujian tarik sebesar: 135,29; 134,56; 146,22; 151,35; 328,35 N/mm2.Dari hasil pengamatan metalografi
menunjukkan perbedaan srtuktur mikro yang terjadi akibat variasi media pendinginan. Pada media pendinginan air sumur
terlihat struktur yang dominan adalah Si yang bersifat keras sedangkan untuk media pendinginan udara struktur yang
dominan Al yang mengakibatkan material menjadi ulet.
Kata Kunci: perlakuan panas, aluminium, media pendingin
Heat treatment is a methodology to increase hardness, toughness, relieves stress, or a ductility of a material. In general ,
heat treatment is a process used to alter physical or sometimes chemical properties of a material . By combining,
hardenability of any metal alloy is its capability to be hardened by heat treatment procedures. This research is obtained to
increase hardness and toughness of Aluminium materials contained 98 % Al, heat treatment procedures at 5600 C
temperature then cooled by 4 cooling media, such as artesis water , water at 35 0 C, oil and air. The metallography
processing, tensile testing , hardness test also SEM (Scan Electroscopyc Microscopic) included in evaluating its mechanical
properties of each specimens above. The evaluating out put consist of material chemical composition Si: 0,49;Fe: 0,23;Cu:
0,19;Mn: 0.02;Mg:0,90;Zn: 0,03;Ti:0,01;Cr: 0,06; Ni:0,007; Pb: 0,002; Sn: 0,004; Na:0,00029; Sb: 0,005; Al: 98,017 in
%., its hardness in brinell scale being72,73; 85,487; 58,17; 57,93; 52,207 BHN,and 135,29; 134,56; 146,22; 151,35;
328,35 N/mm2 for the tensile testing out put. In metallography processing the analysis of metal structure and metal alloys
through the examination specimens with a metallurgical microscope, the structures observed in the microscope are often
recorded photographically contained Al, Si, Mg. and its chemical compound properties Si being dominant for specimen
with artesis water cooling, also has mechanical properties more hardness. For specimen with cooling by air, its mechanical
properties such as toughness being inreased and seen more dominant Al for chemical compound properties.
Key words : heat treatment, Aluminium, cooling media.

Pendahuluan
LatarBelakang
Besi, baja dan aluminium merupakan material
dasar utama yang dipakai pada kontruksi mesin.
Aluminium memiliki peranan penting dalam
kontruksi permesinan pada industri besar, menegah,
kecil dan rumah tangga maupun mesin-mesin alat
tranportasi.
Permasalahan yang terjadi pada komponen
mesin, sering dijumpai adalah berkaitan dengan sifat

mekanik dan sifat fisik material misalnya kekerasan


dan keuletan, contoh piston yang mengalami aus
akibat mengalami gesekan dengan dinding selinder,
velg sepeda motor yang mengalami bengkok atau
pecah karena melewati jalan yang berlubang dan
tidak rata.
Untuk memperbaiki sifat mekanik suatu
material perlu diberi proses perlakuan panas (heat
treatment) yaitu dengan cara kombinasi antara
pemanasan dan pendinginan pada temperatur (550650 0C preheating, dan 900- 1050 0C final heating)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

311

MAT-04

dan kecepatan pemanasan yang terkontrol dengan


tujuan bisa 1. Melunakan material (annealing) untuk
persiapan produk material jadi agar layak
diproses (machining process) nantinya, misalnya
mudah dibentuk (maleable). 2. Mengeraskan
material (thermal hardening fasenya; heating,
quenching dan tempering) untuk persiapan produk
material jadi dengan sifat mekanik yang optimum.
Media pendinginnya adalah air oli dan udara, air
merupakan media pendingin yang paling banyak
digunakan, karena memiliki kecepatan pendinginan
lebih cepat.
Laju peleburan yang terjadi pada alumunium
coran relatif singkat, karena densitas yang
dimilikinya relatif rendah, sehingga mempengaruhi
proses kecepatan peleburan dan bisa memberi
penyusutan pada coran yang cukup besar. Untuk
memperbaiki sifatnya, aluminium ini dipadukan
dengan unsur lain sehingga membentuk Al paduan.
Unsur tersebut adalah
seperti Tembaga,
Magnesium, Silikon, Mangan dan Seng. Aluminium
paduan ini biasa disebut aluminium alloy
(alumunium paduan)).
Unsur paduan yang menempati struktur logam
Aluminium berpengaruh terhadap sifat fisis dan
mekanis bahan sesuai dengan kadar unsur paduan
tersebut.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas
maka perlu diadakan penelitian (eksperimen).
Analisa Pengaruh Perlakuan Panas Dan Variasi
Media Pendinginan Untuk Aluminium Coran
Terhadap Sifat Mekanik Dan Sifat fisik .
1. Rumusan Masalah
Pada penelitian ini, jika material alumunium
coran diberi perlakuan panas diikuti dengan
pendinginan bervariasi bagaimanakah :
a. Perubahan nilai kekerasan dan keuletannya..
b. Perubahan struktur mikro (sifat fisik)nya..
2. Perbedaan
pertambahan
panjang
dan
perpatahan nya.

c.

d.

e.

f.

Dimensi spesimen uji tarik berdasarkan ASTM


E8 dengan gage lenght 62,5 mm dengan
diameter 12,5 mm.
Pengujian yang dilakukan adalah uji komposisi,
uji kekerasan dengan metode brinel, uji tarik
dan uji metalografy (struktur mikro).
Media pendinginan adalah air sumur didaerah
pekan baru, air sumur yang panaskan dengan
temperatur 35C, oli SAE 20 dan suhu ruangan
(udara).
Proses perlakuan panas dilakukan pada
temperatur 560C dan ditahan selama 15 menit
kemudia didinginkan dengan variasi media
pendingin seperti diatas

METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian ini bersifat eksperimental,
studi literatur dan jurnal yang relevan dengan
penelitian tersebut,yaitu dengan cara Analisa
Pengaruh Perlakuan Panas dan Variasi Media
Pendinginan untuk Bahan Aluminium Coran
Terhadap Sifat mekanik Dan Sifat Fisis.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu
aluminium coran berbentuk silindris, alat yang
digunakan dalam pembuatan spesimen adalah mesin
bubut, gergaji tangan, jangka sorong. Sedangkan alat
yang digunakan untuk pengujian spesimen
diantaranya ; mesin uji tarik, mesin uji kekerasan,
dapur pemanas (Heat Treatment Furnace merek
Naberthertm ), mesin uji komposisi kimia untuk
spesimen menggunakan peralatan yang disebut
dengan Optical Emission Spectrometer (OES), untuk
melihat struktur mikro spesimen dengan cara
metallografi dipakai mirkroskop dan mesin pemoles.
a. Dapur pemanasan

3.

Batasan Masalah
Untuk menyederhanakan
dan memberikan
arahan pemahaman secara mudah. Pada penulisan
ini ditentukan batasan masalah sebagai berikut :
a. Material dasar spesimen ujinya
adalah
aluminium coran berbentuk silindris.
b. Dimensi spesimen uji kekerasan berdasarkan
DIN 50103 dengan diameter 30 mm dan tinggi
30 mm.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Gambar : Heat-Treatment Furnance

312

MAT-04

b. MesinUji Kekerasan

atau material uji. Material yang di


spesimen tanpa perlakuan (standar).

uji meliputi

Gambar :Mesin uji kekerasan

c. AlatUji Mikrostruktur

Dari hasil uji komposisi maka specimen ini dapat di


masukan dalam jenis Al-Mg-Si.Yang banyak
diaplikasikan untuk konstruksi.

Gambar :mesin mikroskop

d.

Alat Uji Tarik (Tensile Test)

Hasil Pengujian Kekerasan


Pengujian kekerasan dalam penelitian ini
menggunakan metode brinell dengan indentor bola
baja 2,5 mm dan beban 62,5 kgf serta waktu
penekanan 15 sekon, setiap pengujian. spesimen
yang di uji diberi penekanan sebanyak 3 titik. Data
hasil pengujian kekerasan dalam satuan BHN. Setiap
proses dilakukan pengujian guna mendapatkan
perubahan
nilai
kekerasannya,
data
hasil
pengujiannya dapat dilihat pada tabel 4.2.

Gambar : Mesin Uji Tarik

TahapanPengujian
Tahapan-tahapan pengujian yang dilakukan pada
penelitian ini adalah
; pengujian komposisi,
pengujian metallografi, pengujian tarik, dan
pengujian kekerasan.
1.
Hasil Uji Komposisi
Pengujian komposisi berguna untuk memastikan
unsur-unsur paduan yang terdapat pada spesimen Al

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

313

MAT-04

Hasil pengujian dalam bentuk grafik dapat


dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.2 Bentuk struktur mikro aluminium coran


kondisi tanpa perlakuan (standar) pembesaran 100X.

Berdasarkan grafik pada gambar 4.1 terlihat


bahwa nilai kekerasan yang tertinggi terdapat pada
spesimen yang diberi perlakuan panas dengan
temperatur 560 oC kemudian ditahan (holding time)
dengan waktu 20 menit dan didinginkan dengan
media air sumur memiliki nilai kekerasan sebesar
85,48667 BHN, sedangkan nilai kekerasan yang
terendah pada spesimen yang diberi perlakuan yang
sama dan didinginkan dengan media pendingin suhu
ruangan memiliki nilai kekerasan sebesar 52,20667
BHN. Perbedaan nilai kekerasan antara spesimen
yang didinginkan dengan media air sumur dengan
spesimen yang didinginkan dengan media suhu
ruangan ini disebabkan oleh pengaruh laju
pendinginan. Karena viskositas air lebih tinggi
dibandingkan dengan udara sehingga untuk waktu
pendinginannya lebih cepat, namun untuk
keuletannya spesimen yang didinginkan dengan
media air sumur ini masih memiliki nilai yang tidak
berbeda jauh dengan specimen tanpa perlakuan,
karena pada saat pendinginannya spesimen yang
telah diberi perlakuan panas dicelupkan di media
pendingin air sumur hanya sebentar untuk
memperoleh kekerasan pada permukaan saja
sedangkan didalamnya masih memiliki keuletan.
4.3. Hasil Pengamatan Metalografi (Struktur
Mikro)

Pada struktur mikro dispesimen aluminium


coran standar (tanpa perlakuan) dengan pembesaran
100 x terlihat Al dengan ciri-ciri berwarna putih
terang, Si dengan ciri-ciri yang berwarna hitam
berukuran kasar (besar) dan Mg dengan ciri-ciri
berwarna hitam berukuran halus (kecil). Karena
pada specimen tanpa perlakuan ini struktur yang
dominan adalah unsur Al dan Si maka spesimen
tanpa perlakuan ini bersifat keras dan ulet.
b. Hasil pengamatan specimen dengan
pendinginan Air Sumur

media

Gambar 4.3 hasil pengamatan spesimen dengan media


pendingin air sumur

c. Hasil pengamatan spesimen yang didinginkan


dengan media air sumur yang dipanaskan dengan
temperature 35C

Dari beberapa variasi proses perlakuan


yang dilakukan didapatlah perubahan struktur
pada material uji, diantaranya sebagai berikut:

Gambar 4.4 Hasil pengamatan specimen yang


didinginkan dengan media air sumur yang dipanaskan
dengan temperature 35C

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

314

MAT-04

d. Hasil pengamatan spesimen dengan media


pendinginan oli SAE 20

Gambar 4.4 Hasil pengamatan specimen dengan media


pendinginan oli SAE 20

a. Hasil pengamatan specimen dengan media


pendinginan suhu ruangan

struktur mikro gambar 4.3 dapat dilihat unsur Si


lebih dominan sehingga kekerasannya pada table 4.2
meningkat atau tertinggi (85,487 BHN) dan pada
table 4.3 keuletannya maupun kekuatan tariknya
menurun (134,56) dengan pertambahan panjang
(elongation) 8,56 % terkecil diantara elongation
spesimen uji yang di heat treatment lainnya.
Berdasarkan pengamatan bentuk perpatahan
setelah dilakukan uji tarik, semua spesimen
pepatahannya masih tergolong patah ulet, dimana
sebelum spesimen patah terlebih dahulu terjadi
deformasi plastis pada penampang patahan material,
diiringi dengan pengecilan luas penampang sehingga
terjadi pertambahan panjang pada spesimen. Hal ini
disebabkan perbedaan butiran yang terbentuk pada
spesimen tersebut dan akibat pengaruh perlakuan
panas.

DAFTAR PUSTAKA
Gambar 4.5 Hasil pengamatan spesimen dengan media
pendinginan suhu ruangan

4.4 Hasil pengujian tarik


Spesimen yang di uji tarik meliputi specimen
standar dan spesimen yang telah diberi perlakuan
panas. Data hasil pengujiannya dapat dilihat pada
tabel 4.3 dibawah ini.

[1]. http://id.wikipedia.org/wiki/aluminium.
Diaksespada tanggal 9 september 2014 jam
23.59 wib
[2]. Sukadi. 2004. Pengetahuan dan Pengujian
Material. Tarsito Bandung
[3]. Ir. Sularso MSME, Kiyokatsu Suga. 2004.
Dasar Perencanaan dan Pemeliharaan
Elemen Mesin. PT Pradnya Paramita.
Jakarta
[4]. http://repository.usu.ac.idtstream12345678
93104444. Diakses pada tanggal 9
september 2014 jam 00.00

Pada tabel 4.3 Spesimen dengan perlakuan panas


dengan media pendinginan suhu ruangan memiliki
nilai kekuatan tarik yang tertinggi dengan nilai
sebesar 328,35 N/mm2 dan perpanjangan 17,39 %.
dimana dari bentuk perpatahannya tergolong paling
ulet, tetapi dengan meningkatnya keuletan maka
kekerasannya menurun. Sebabnya adalah karena
spesimen yang diheat treatment kemudian
didinginkan dengan media suhu ruangan memiliki
kandungan unsur Mg yang dominan dan karena
unsur Mg lebih dominan maka nilai kekuatan tarik
tertinggi jika dibandingkan dengan spesimen uji
yang lain. Untuk spesimen yang diberi perlakuan
panas dengan media pendingin air sumur pada uji

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

[5]. Lawrence H. Van Vlack. 2001. Elemenelemen Ilmu dan Rekayasa Material. Edisi
keenam. Penerbit Erlangga.
[6]. Panduan
Pratikum
Ilmu
Logam,
Laboratorium Jurusan Teknik Mesin
fakultas teknik Universitas Islam Riau 2011
[7]. http://core.kmi.openac.ukcbwnbad.pdf.117
24597.chapter%2011.pdf. Diakses pada
tanggal 9 september 2014 jam 00.00
[8]. Prof. Ir. Tata Surdia, M.S. Met.E dan Prof.
DR. Shinroku Saito. Pengetahuan Bahan
Teknik. PT Pradnya Paramita. Jakarta

315

MAT-04

[9]. Yuan Guang Yin, Liu Manping, Ding Wen


Jiang. Jurnal Mehanical Alloy Properties
Mg-Al-Zn- and Microstructure
0f Si-base.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

[10].
Myrna Ariati , Wahyuaji NP
myrna@metal.ui.ac.id
wahyuaji@metal.ui.ac.id Perlakuan Panas
Logam (TTT dan CCT diagram, Annealing
dan Hardening

316

MAT-05

Pengaruh Ukuran Serbuk Katalisator Cangkang Kepiting (Portunus


Pelagicus) pada Proses Karburasi Terhadap Sifat Mekanik Baja St 42
Johannes Leonard
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10, Makassar 90225, Indonesia
e-mail : johannesleonard55@yahoo.com
Abstract
Shell crab (Portunus pelagicus) containing calcium carbonate that can be used as an alternative catalyst in solid
carburizing process. This process is one process of surface hardening of carbon steel with a carbon atom diffusion method
into its surface. This study aims to determine the influence of grain size crab shell catalyst in the process solid carburizing
against violence and the wear rate of steel St 42 and comparing hardness, and the degree of wear of steel before and after
treatment of solid carburizing process. This research uses carbon steel St 42 with a heating temperature of 950 C, holding
time 1 hour with air cooling, as well as using coconut shell charcoal with particle size of 0.149 mm. The specimens used in
the study of 6 pieces, with grain size variations crab shell that is 0.149 mm, 0.210 mm, 1.19 mm, 1.68 mm and 2 mm. These
specimens tested by rockwell hardness testing of test B and wear rate.
The results of hardness and wear rate test showed the highest hardness value of 103.3 HRB on the grain size of 1.68
mm, and the lowest at 92.2 HRB on 0.149 mm grain size. The highest wear rate of 0.00000212 gram/mm2, the lowest
0.00000079 gram/mm2. An increase in the average hardness at any grain size but began to decline in size grain of 2 mm.
The average value of the wear St 42 before in carburizing is 0.00000270 gram/mm2.detik and decrease wear rate on each
grain size crab shell with a maximum reduction of 69.14%. Wear rate began to rise back on the size of the crabs 2 mm to
63.57%.
Keywords: Carburizing, crab shells, catalysts, hardness, wear rate.

Abstrak
Cangkang kepiting (Portunus pelagicus) mengandung kalsium karbonat yang dapat dijadikan sebagai katalisator
alternatif di dalam proses karburisasi padat. Proses ini merupakan salah satu proses pengerasan permukaan baja karbon
dengan metode difusi atom karbon ke dalam permukaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran
butir katalisator cangkang kepiting pada proses karburasi padat terhadap kekerasan dan tingkat keausan baja St 42 dan
membandingkan kekerasan, dan tingkat keausan baja sebelum dan sesudah mengalami proses karburasi padat. Penelitian ini
menggunakan bahan baja karbon St 42 dengan suhu pemanasan 950 C, waktu tahan 1 jam dengan pendinginan alami, serta
menggunakan arang tempurung kelapa dengan ukuran butir 0,149 mm. Adapun spesimen yang digunakan dalam penelitian
sebanyak 6 buah, dengan variasi ukuran butir cangkang kepiting yaitu 0,149 mm, 0,210 mm, 1,19 mm, 1,68 mm dan 2 mm.
Spesimen ini di uji dengan pengujian kekerasan rockwell B dan uji laju keausan.
Hasil pengujian kekerasan dan uji laju keausan menunjukkan nilai kekerasan tertinggi 103.3 HRB pada ukuran
butir 1,68 mm, dan terendah 92.2 HRB pada ukuran butir 0,149 mm. Laju keausan tertinggi 0.00000212 gram/mm2,
terendah 0.00000079 gram/mm2. Terjadi kenaikan rata-rata kekerasan pada setiap ukuran butir tapi mulai menurun pada
ukuran buitr 2 mm. Rata-rata nilai keausan St 42 sebelum di karburasi yaitu 0,00000270 gram/mm2.detik dan terjadi
penurunan laju keausan pada setiap ukuran butir cangkang kepiting dengan penurunan maksimum 69.14 %. Laju keausan
mulai nik kembali pada ukuran kepiting 2 mm menjadi 63.57 % .

Kata kunci : Karburasi, cangkang kepiting, katalisator, kekerasan, laju keausan.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

317

MAT-05

Pendahuluan
Pada suatu komponen mesin dari baja
adakalanya diperlukan sifat keras dan tahan aus pada
permukaannya saja, sedangkan pada inti atau bagian
dalam tetap dalam keadaan lunak dan ulet. Proses
karburasi adalah salah satu proses untuk
meningkatkan
nilai
kekerasan
baja
pada
permukaannya. Proses ini meliputi penambahan
karbon ke permukaan benda yang dilakukan dengan
memanaskan benda kerja dalam atmosfir karbon
aktif, sehingga karbon berdifusi masuk ke
permukaan baja. Baja karbon sedang dengan kadar
karbon 0,30 % hingga 0,60 % memungkinkan baja
untuk dikeraskan permukaannya dengan proses
karburasi yang sesuai. Baja karbon sedang
digunakan untuk sejumlah peralatan mesin seperti
roda gigi otomotif, poros bubungan, dan poros
engkol.
Pada proses karburasi padat biasanya
menggunakan karbon aktif tetapi arang tempurung
kelapa jugadapat digunakan sebagai pengganti
bubuk karbon aktif
(1). Untuk membantu
mempercepat
karburasi
biasanya
digunakan
katalisator BaCO3 tetapi karena penggunaannya
yang tidak ramah lingkungan dalam hal pembuangan
limbahnya maka katalisator BaCO3dapat diganti
dengan CaCO yang berasal dari cangkang kepiting.
Kepiting (Portunus pelagicus) adalah
sejenis kepiting yang biasa dimakan oleh warga Asia
Timur dan Asia Tenggara. Cangkangnya merupakan
limbah makanan laut yang dapat dimanfaatkan.
Cangkang kepiting mengandung kalsium karbonat
(CaCO3 ) dalam kadar yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan batu gamping, cangkang telur,
keramik, atau bahan lainnya. Hal ini terlihat dari
tingkat kekerasan cangkang kepiting. Semakin keras
cangkang, maka semakin tinggi kandungan kalsium
karbonat (CaCO3) nya (2).
Katalis yang diperoleh dari limbah
cangkang menunjukkan potensi yang baik sebagai
katalis murah untuk produksi. Pencarian sumber
alternatif untuk sntesis katalis rendah biaya menjadi
sangat atraktif untuk dilakukan. Bagian cangkang
yang mencakup sekitar 83 - 85 % dari bobot utuh
umumnya dibuang tanpa dimanfaatkan (Khalil,
2003). Pada penelitian ini cangkang kepiting
digunakan sebagai alternatif sumber katalis CaO
.
Cangkang kepiting mengalami dekomposisi termal
melalui kalsinasi pada suhu tinggi
. Variasi suhu
kalsinasi dilakukan pada atau diatas suhu
700 C

karena CaCO3akan terdekomposisi menjadi CaO


pada atau diatas suhu tersebut (Viriya dkk, 2010;
Boey dkk, 2009).

Metode Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium
Metalurgi Fisik Jurusan Mesin Universitas
Hasanuddin dan Laboratorium Mekanik Jurusan
Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang.
Spesimen benda uji St 42denganukuran
diameter 2 cm dan tebal 1 cm seperti tergambar,

Gambar 1. Spesimenbendauji

Arang tempurung kelapa lalu diayak


dengan mesh 100 dan cangkang kepiting laut
(CaCO) dengan mesh 100, 30, 16, 12 dan 10. Untuk
menghasilkan bubuk karbon arang tempurung
kelapadengan ukuran 0.149 mm dan bubuk
cangkang kepiting (CaCO) dengan ukuran 0.149,
0.210, 1.19, 1.68, dan 2 mm.
Proses Karburasi dilakukan dengan
mencampur bubuk arang tempurung kelapa70%
dengan bubuk cangkang kepiting 30% dari
komposisi 500 grm., dengan ukuran butir 0.149 mm
didalam kotak karburasi sampai merata dan
diletakkan kedalam kotak karburasi ditimbun dengan
karbon arang tempurung kelapadan bubuk cangkang
kepiting tadi hingga menutupi perrmukaan
seluruhnya.

Gambar 2.Kotak karburasi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

318

MAT-05

Hasil dan Pembahasan


Selanjutnya, memasukkan kotak karburasi
kedalam tungku pemanas, dan tungku ditutup,
nyalakan tungku pemanas lihat temperatur awal
oven 27 0C. Tunggu sampai temperatur akhir
pemanasan 950 0C, dengan penahanan waktu
pemanasan 1 jam dan didinginkan secara alami.

Hasil penelitian tentang perbedaan nilai


kekerasan dan ketahanan aus pada proses karburasi
padat pada baja st 42dengan variasi ukuran butir
katalisator cangkang kepiting (Portunus pelagicus)
dapat dilihat pada gambar 5 dalam bentuk grafik.

Gambar 3. Kotak karburasi dalam tungku

Pengujian keausan dilakukan dengan


maksud untuk mengetahui ketahanan benda terhadap
gesekan. Prinsipdari pengujian ini adalah dengan
jalan menggesekkan benda uji terhadap permukaan
lain yang lebih keras. Untuk mengetahui nilai
keausan yaitu dengan membandingkan berat benda
uji sebelum dilakukan penggesekan dengan berat
benda uji setelah penggesekan. Dalam pengujian
keausan ini menggunakan amplas 100, beban 750
gram, waktu 120 detikdanputaran 240 rpm.

Gambar 4. Pengujian keausan

Selanjutnya
dilakukan
pengujian
kekerasan dengan cara adalah nilai kekerasan
Rockwell B dengan pembebanan 100 kgf, dan laju
keausan sebelum dan setelah karburasi dengan
variasi ukuran butir katalisator.

Gambar 5. Nilai kekerasan (HRB)

Dari grafik diatas dapat dilihat nilai


kekerasan terendah pada spesimen 1 tanpa butir
katalisator cangkang kepiting dengan
nilai
kekerasan sebelum karburasi 70.5 HRB setelah
karburasi meningkat menjadi 89.6 HRB dengan
persentase kenaikan rata-rata kekerasan 27.09% dan
nilai kekerasan tertinggi pada spesimen 5 dengan
ukuran butir katalisator cangkang kepiting1.68 mm
diperoleh nilai kekerasan sebelum karburasi 70.4
HRB setelah karburasi meningkat menjadi 103.3 HRB
dengan persentase kanaikan rata-rata kekerasan
46.73 %. tetapi pada spesimen F nilai kekerasan
menurun dengan ukuran butir katalisator yang di
berikan 2 mm diperoleh nilai kekerasan sebelum
karburasi 70.4 HRB setelah karburasi meningkat
menjadi 97.8 HRB dengan persentase kanaikan ratarata kekerasan 63.57 % dan kekerasan menurun
16.84 % dari spesimen 5. Hal ini membuktikan
bahwa ukuran katalisator cangkang kepiting
(Portunus Peligicus) tidak berbanding lurus dengan
kekerasan dan hanya berbanding lurus sampai pada
ukuran 1.68 mm dan ketika ukuran katalisator
cangkang kepiting diatas 2 mm maka kekerasan
semakin berkurang. Kekerasan tertinggi diperoleh
karena ukuran butir 1,68 mm mempunyai nilai
kekerasan yang tinggi di sebabkan karena
banyaknya karbon yang masuk pada saat proses
karburasi dan disini terjadi titik tertinggi kekerasan
karena telah mencapai titik maksimum dan
kekerasan terendah pada ukuran butir 0,149 di sini
membuktikan bahwa tanpa adanya serbuk
katalalisator
cukup
mempengaruhi
naiknya
kekerasan karena karbon yang masuk kedalam
benda uji pada saat proses karburasi hanya sedikit

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

319

MAT-05

karena tidak adanya katalisator yang berfungsi


mengikat atau mempercepat masuknya karbon
kedalam benda uji,

Gambar 6. Laju Keausan

Nilai keausan tertinggi 0.00000212


gram/mm2.detik diperoleh pada material yang tidak
memakai serbuk katalisator cangkang kepiting hal
ini dapat di simpulkan bahwa katalisator cukup
berperan penting dalam proses karburasi terbukti
ketika mataerial yang tidak menggunakan serbuk
katalisator keausan tertinggi terjadi pada titik ini
dibanding dengan titik lainnya, dan terendah
0.00000079 gram/mm2.detik pada ukuran butir 1.68
mm pada titik ini terjadi keausan terendah
Rata-rata nilai kekerasan St 42 sebelum di karburasi
yaitu 70.5 HRB ini adalah nilai kekerasan sebelum
dilakukan proses karburasi atau nilai kekerasan
sebenarnya spesimen baja St 42 dan terjadi kenaikan
rata-rata kekerasan pada setiap ukuran butir
cangkang kepiting (Portunuspelagicus) pada ukuran
butir 0.149 mm kenaikan rata-rata kekerasan30.78
%, di titik ini kekerasan naik tetapi tidak terlalu
tinggi, pada ukuran butir 0.210 mm kenaikan
rata-rata kekerasan 36.36 % pada titik inij
ugakekerasanya naik sedikit lebih tinggi di banding
titik sebelumnya, pada ukuran butir 1.19 mm
kenaikan rata-rata kekerasan 37.02 %, pada titik ini
kekerasan juga naik sedikit lebih baik di banding
titik sebelumnyadan kekerasan tertinggi pada ukuran
butir1.68 mm kenaikan rata-rata kekerasan 46.73 %
pada titik ini kekerasan naik sangat signifikan
disinilah terjadi kekerasan tertingggi dan disini pula
ter jadi kekerasan maksimum atau titik luluh
kemudian menurun pada ukuran butir 2 mm dengan
rata-rata 38.92 %. Pada titik ini kekerasan
mememang naik namun tidak melebihi titik
sebelumnya yaitu titik 1,68 karena pada titik telah
terjadi titik maksimum atau titik luluh sehingga
kekerasan akan turun setelah melewati titik
maksimum karena pada titik ini karbon yang masuk

kedalam specimen sedikit sehingga mengakibatkan


kekerasanya tidak terlalu tinggi (3, 4).
Bahan yang memiliki kekerasan lebih tinggi
secara umum memiliki ketahanan aus lebih tinggi
atau dapat dikatakan laju keausannya rendah. Dari
hasil pengujian didapatkan laju keausan pada
material dengan perlakuan karburasi mempunyai
nilai yang paling tinggi yaitu 0.00000212
gram/mm2.detik, Jika di bandingkan dengan
material tanpa karburasi laju keausannya adalah
0.00000291 gram/mm2.detik, jauh lebih rendah dari
pada material dengan perlakuan. Hal ini di
karenakan pada material karburasi telah mengalami
peningkatan kekerasan.
Setelah
melakukan
pengujian
dan
pengolahan data dapat di lihat bahwa kekerasan naik
pada setiap titik, mulai dari titik 0,149mm yang
tidak menggunakan serbuk cangkang kepiting
,0,149mm, 0,210mm, 1,19mm, 1,68mm, tetapi
menurun setelah melewati titik 1,68mm turun pada
titik 2mm, di sini kekerasan turun karena, pada
ukuran butir 1,68mm Telah mencapai titik
maksimum atau titik jenuh sehingga setelah
melewati titik 1,68mm maka kekerasanya akan
menurun itulah yang terjadi pada ukuran butir 2 mm
apabila ukuran butir yang di berikan semakin besar
maka
kemampuan
untuk
mengikat
atau
mempercepat masuknya karbon ke dalam spesimen
semakin berkurang pula.sehingga mengakibatkan
kekerasan pada spesimen semakin berkurang. Hal ini
dapat di simpulkan bahwa kekerasan naik di setiap
titik sampai mencapai titik maksimum kemudian
kekerasannya akan menurun pula.
Kesimpulan
1. Dari penelitian yang dilakukan dihasilkan bahwa
variasi ukuran butir katalisator cangkang kepiting
(Portunuspelagicus) mempengaruhi nilai kekerasan
dan keausan pada baja St 42. Dengan nilai kekerasan
tertinggi 103.3 HRB diperoleh pada ukuran butir 1.68
mm dan terendah 92.2 HRB padaukuran butir 0.149
mm.
2. Rata-rata nilai keausan St 42 sebelum di karburasi
yaitu 0,00000270 gram/mm2.detik dan terjadi
penurunan laju keausan pada setiap ukuran butir
cangkangkepiting (Portunuspelagicus). pada ukuran
butir 0.149 mm penurunan keausan 36.43 %, pada
ukuran butir 0.210 mm penurunan laju keausan
40.00 %, pada ukuran butir 1.19 mm penurunan laju
keausan 54.64 % pada ukuran butir 1.68 mm
penurunan laju keausan 69.14 % dan tetapi naik
kembali pada ukuran butir 2 mm dengan persentase
63.57 %

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

320

MAT-05

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Rizal Yunika Pasarrin yang telah membantu dalam
memperoleh data-data pada proses penelitian ini.

Daftar Pustaka
[1]. Jusuf
Talaperu,
Analisa
Komperatif
Perubahan Nilai Kekerasan Baja St 42 Pada
Proses
Pack
Carburizing
Dengan
Menggunakan Media Alternatif Pengganti
Bubuk Karbon Aktif Sebagai Katalisator,
Jurnal Teknologi Volume 6 Nomor 2, 619 622 , (2009).
[2]. Nevada J. M. Nanulaitta, Alexander. A. Patty,
Analisa Nilai kekerasan Baja Karbon
Rendah (S35C) dengan Pengaruh Waktu
Penahanan
(Holding time) dengan
Pemanfaatan Cangkang Kerang Sebagai
Katalisator melalui Proses Pengarbonan
Padat
(Pack
Carburizing),
Jurnal
TEKNOLOGI, Volume 8 Nomor 2, 927 935,
2011.
[3]. Bambang kuswanto, Pengaruh perbedaan
ukuran butiran arang tempurung kelapabarium karbonat terhadap peningkatan
kekerasan permukaan material baja st 37
dengan proses pack carburizing, Undip,
(2010).
4. Muhammad Iqbal, Pengaruh
Temperatur Terhadap Sifat Mekanis Pada
Proses Pengkarbonan Padat Baja Karbon
Rendah, Jurnal SMARTEK, (2008).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

321

MAT-06

Analisa Pengaruh Variasi Model Komposit Anyaman Serat Daun


Nenas Terhadap Sifat Mekanik Bemper Mobil Dengan Menggunakan
Metode
Air Gun Compressor
Dody Yulianto, Syawaldi, Sarimadoni
E-mail: dody@putrariau.com
Program Studi Teknik Mesin Universitas Islam Riau
Jl. Kaharudin Nasution 113 Pekanbaru-28284
Abstrak
Anyaman serat daun nenas adalah lembaran kain berbahan dasar serat yang berasal daritumbuhan yang diperoleh dari
daun-daun tanaman nenas. Daun nenas merupakan bahan buangan (limbah buah nenas) yang cukup banyak jumlahnya
di wilayah Provinsi Riau, sehingga perlu adanya pemanfaatan limbah nenas tersebut menjadi produk yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi. Matrik yang digunakan pada penelitian ini menggunakan resin polister dan serat daun nenas
sebagai penguat. Komposit merupakan perpaduan dari dua material atau lebih yang memiliki fasa yang berbeda
sehingga menjadi suatu material baru yang memiliki propertis lebih baik dari keduanya. Penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan karakterisasi komposit yang dihasilkan melalui parameter uji tarik, uji impak metode air gun compressor
(AGC), dan analisa menggunakan sofware nastran 45. Pada penelitian ini resin polister sebagai matrik sedangkan
anyaman serat daun nenas sebagai filler, dengan menvariasikan arah anyaman pada fraksi serat terhadap matrik, 20 %
serat, 80 % matrik, variasi arah anyaman serat daun nenas = sudut 0 0 dengan 900 dan sudut 450 dengan 1350. Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai uji tarik dan uji impak terbaik adalah 22,29 MPa dan 6,703 MPa dengan
kecepatan pengimpekan 18 m/s, pada arah anyaman 0 0 dengan 900. Sedangkan nilai uji tarik dan uji impak terendah
adalah 9,62 MPa dan 5,601 MPa dengan kecepatan pengimpekan 17,1 m/s, pada arah anyaman 45 0 dengan 1350.
Kecepatan pengimpekan yang diperoleh dari kedua material diatas standar yang ditetapkan oleh ECE R 42 dan AIS 006
pada kecepatan 4 km/h atau 1,1 m/s.
Kata-katakunci: komposit, serat nenas, anyaman.

I.

PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu material khususnya
dibidang komposit terus mengalami peningkatan
seiring meningkatnya kebutuhan material terhadap
suatu produk, pemanfaatan material komposit
diharapkan mampu menjadi alternatif sebagai
pengganti material logam maupun non-logam,
penambahan serat alam pada komposit bertujuan
dapat meningkatkan sifat-sifat mekanik dari
komposit yang ramah lingkungan. Serat telah
banyak digunakan dalam sektor industri seperti
tekstil, produksi kertas dan automotif.
Bemper merupakan salah satu bagian dari
kendaraan yang mempunyai peranan yang sangat
penting, selain sebagai aerodinamis, estetika
sehingga mampu menarik konsumen, bemper juga
berfungsi sebagai peredam tabrakan ringan yang
terjadi pada kendaraan, fungsi bemper sebagai
peredam tabrakan ringan membuat bemper menjadi
material yang sering mengalami kerusakan pada
saat tabrakan, sehingga dibutuhkan material yang
bersifat lebih ekonomis, jumlah melimpah, dapat
diperbarui, ramah lingkungan, serta memiliki sifat
dan karakteristik pemenuhan standar yang
ditetapkan seperti kekuatan impak yang diterima
pada bemper.
Pentingnya analisis mekanis ini didasarkan
pada penentuan kekuatan desain struktur untuk

memberikan
keyakinan
atas
keselamatan
pemakaian. Uraian tersebut di atas menunjukkan
bahwa kekuatan impak menjadi penting untuk di
kaji. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat
mekanis (tarik dan impak) komposit berpenguat
anyaman serat daun nenas dengan matriks
polyester, untuk kelayakan komposit tersebut
sebagai solusi alternatif material pengganti pada
bemper kendaraan berkategori Multi Purpose
Vehicle ( MPV ) yang dalam aplikasinya berkaitan
erat dengan keselamatan pemakaian, khususnya
dibidang otomotif.
Serat Daun Nenas
Serat daun nenas (pineappleleaf fibres)
adalah salah satu jenis serat yang berasal dari
tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari
daun-daun tanaman nenas. Tanaman nenas yang
juga mempunyai nama lain, yaitu Ananas
Cosmosus, (termasuk dalam family Bromeliaceae),
pada umumnya termasuk jenis tanaman semusim.
Menurut sejarah, tanaman ini berasal dari Brazilia
dan dibawa ke Indonesia oleh para pelaut Spanyol
dan Portugis sekitar tahun 1599. Di Indonesia
tanaman tersebut sudah banyak dibudidayakan,
terutama di pulau Jawa dan Sumatera yang antara
lain terdapat di daerah Subang, Majalengka,
Purwakarta, Purbalingga, Bengkulu, Lampung,
Riau dan Palembang, yang merupakan salah satu

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

322

MAT-06
sumber daya alam yang cukup berpotensi [3]
Daun nenas mempunyai lapisan luar yang
terdiri dari lapisan atas dan bawah. Diantara lapisan
tersebut terdapat banyak ikatan atau helai-helai
serat (bundles of fibre) yang terikat satu dengan
yang lain oleh sejenis zat perekat (gummy
substances) yang terdapat dalam daun. Karena
daun nenas tidak mempunyai tulang daun, adanya
serat-serat dalam daun nenas tersebut akan
memperkuat daun nenas saat pertumbuhannya.
Dari berat daun nenas hijau yang masih segar akan
dihasilkan kurang lebih sebanyak 2,5 sampai 3,5%
serat serat daun nenas. Pengambilan serat daun
nenas pada umumnya dilakukan pada usia tanaman
berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Serat yang
berasal dari daun nenas yang masih muda pada
umumnya tidak panjang dan kurang kuat. Sedang
serat yang dihasilkan dari tanaman nenas yang
terlalu tua, terutama tanaman yang pertumbuhannya
di alam terbuka dengan intensitas matahari cukup
tinggi tanpa pelindung, akan menghasilkan serat
yang pendek kasar dan getas atau rapuh (short,
coarse and brittle fibre). Oleh sebab, itu untuk
mendapatkan serat yang kuat, halus dan lembut
perlu dilakukan pemilihan pada daun-daun nenas
yang cukup dewasa yang pertumbuhannya sebagian
terlindung dari sinar matahari [3].

Gambar 1.1. Serat daun nenas

Anyaman
Anyaman adalah serat yang dirangkaikan
hingga membentuk benda yang kaku, atau dapat
juga didefinisikan proses menyilangkan bahanbahan dari tumbuh-tumbuhan untuk dijadikan satu
rumpun yang kuat dan boleh digunakan. Bahanbahan tumbuhan yang boleh dianyam ialah lidi,
rotan, akar, buluh, pandan, mengkuang, jut dan
sebagainya. Bahan ini biasanya mudah dikeringkan
dan lembut.
Anyaman seringkali dibuat dari bahan
yang berasal dari serat tumbuhan dan serat plastik
seperti pada gambar 1.2. Bahan yang digunakan
bisa bagian apapun dari tanaman, misalnya inti
batang tebu atau rotan atau keseluruhan ketebalan
tanaman, seperti misalnya dedalu. Bahan lainnya
yang terkenal digunakan sebagai anyaman adalah
gelagah dan bambu. Biasanya rangkanya dibuat dari
bahan yang lebih kaku, setelah itu bahan yang lebih
lentur digunakan untuk mengisi rangka, anyaman

bersifat ringan tetapi sangat kuat.

Gambar 1.2. Anyaman Serat

Matriks
Matriks merupakan suatu bahan yang
digunakan untuk mengikat dan menyatukan serat
tanpa bereaksi secara kimia dengan serat tersebut.
Dalam penelitian ini matriks pengikat serat adalah
resin. Pembagian matriks menurut pola pengerjaan
pada polimer dikelompokkan yaitu termoset dan
termoplastik. Plastik, serat, film dan sebagainya
yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari
mempunyai berat molekul besar dan berikatan
kovalen sama sekali menunjukkan sifat-sifat yang
berbeda dari bahan organik yang mempunuyai berat
molekul rendah.
Bahan yang mempunyai berat molekul
rendah berubah menjadi cair dengan viskositas
rendah atau menguap. Bahan yang tidak dapat
berdifusi itu terurai karena panas menjadi korban,
pada tahap akhir tanpa penguapan. Sifat-sifat termik
dan mekanik dari polimer sangat berbeda
tergantung pada keadaan. Sebagai contoh
kebanyakan molekul rantai memberikan sifat
termoplastik dengan menaikkan temperatur, dapat
mencari dan mengalir. Bahan tersebut dinamakan
polimer termoplastik.
Polister
Poliester adalah resin thermoset yang
berbentuk cair dengan viskositas yang relatif
rendah, dengan penambahan katalis, poliester
mengeras pada suhu kamar. Resin poliester banyak
mengandung monomer stiren sehingga suhu
deformasi termal lebih rendah dari pada resin
thermoset lainnya dan ketahanan panas jangka
panjang adalah 110 1400 C, ketahanan dingin
resin ini relatif baik. Pada umumnya poliester tahan
terhadap asam kecuali asam pengoksida, tetapi
lemah terhadap alkali, bila dimasukkan ke dalam air
mendidih dalam waktu yang lama (300 jam), bahan
akan pecah dan retak-retak, bahan ini mudah
mengembang dalam pelarut, yang melarutkan
polimer stiren. Kemampuan terhadap cuaca sangat
baik. Tahan terhadap kelembaban dan sinar UV bila
dibiarkan di luar, tetapi sifat tembus cahaya rusak
dalam beberapa tahun. Bahan ini dapat diguakan
secara luas sebagai bahan komposit[4]. Spesifikasi
Unssaturated Polyester Resin seri Yucalac 157
BQTN-EX dapat dilihat pada tabel 1.1.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

323

MAT-06

Tabel 1.1 Spesifikasi Unssaturated Polyester Resin seri


Yucalac 157 BQTN-EX
Item

Satuan

Nilai
Tipikal

Catatan

Berat jenis
Kekerasan
Suhu distorsi panas
Penyerapan air
Suhu ruang
Kekuatan Fleksural
Modulus Fleksural
Daya rentang
Modulus rentang
Elongasi

g/cm3
0
C
%
%
Kg/mm2
Kg/mm2
Kg/mm2
Kg/mm2
%

1,215
40
70
0,188
0,466
9,4
300
5,5
300
2,1

250 C
Barcol/G
YZJ 9341
24 jam
7 hari
-

Sumber : Justus, 2001 dalam Nurmalita, 2010


Bemper
Economic
Commission
for
Europe,
Regulation 42 (ECE R.42) Mechanikal Testing.
mengeluarkan standar kekuatan impak bumper
untuk semua mobil penumpang yang diterapkan
pada setiap jenis kendaraan,impactor (striker)
tersebut harus konstruksi kaku, kontur impact baja.
Uji tumbukan memanjang (Longitudinal impact
test) terdiri dari dua impact pada permukaan depan
(bumper depan) dan dua impact pada permukaan
belakang kendaraan (bumper belakang) dengan
standar impak 4 km/h seperti pada tabel 2.2.
Tabel 1.2. Mechanical Testing

No

1.

Product /
Material
of Test

Vehicle
Testing

Specific
Test
Performe
d

- Bump
er
Impact
Test

Test
Method
Specificatio
n against
which tests
are
performed
-

AIS 006
2005

ECE R
42 2007

Range of
Testing / Limits
of Detection

Speed : 4 km/h
for center
impact and 2,5
km/h for corner
impact. Barrier
mass : depends
on Unladen
weight of
vehicle

Sumber : The Automotive Research AIS. No 102,


issue 2012.
II.

METODOLOGI PENELITIAN

Pada penelitian ini resin polister sebagai matrik


sedangkan anyaman serat daun nenas sebagai filler,
dengan menvariasikan arah anyaman pada fraksi
serat terhadap matrik, 20 % serat, 80 % matrik,
variasi arah anyaman serat daun nenas sudut 00
dengan 900 dan sudut 450 dengan 1350
Pengujian Tarik
- Pembuatan spesimen uji tarik
1. Menyiapkan material komposit yaitu resin
dan anyaman serat daun nenas.
2. Anyaman serat dipotong-potong sesuai
dengan volume yang diperlukan.

3. Mengukur volume resin dan anyaman serat


sesuai dengan rumus perbandingan fraksi
volume.
4. Menuangkan resin kedalam cetakan yang
berbentuk batang uji tarik setelah volume
resin dan serat dicampur.
5. Setelah material komposit dicetak, diamkan
hingga spesimen tersebut mengering dan
dikeluarkan dari cetakan.
6. Meratakan dan menghaluskan permukaan
spesimen.
7. Mengukur dimensi dari spesimen.
Spesimen pengujian dibuat sebanyak tiga
spesimen untuk mendapatkan hasil rata-rata dari
pengujian. Spesimen uji tarik berbantuk persegi
panjang seperti pada gambar 3.3.
50 mm

150mm

Gambar 2.1. Spesimen uji tarik ASTM D 3039

Prosedur pengujian tarik


1. Mengimput data Spesimen kedalam monitor.
2. Memasang
spesimen
pada
penjepit
spesimen, posisi penjepit dapat diukur
dengan menaikan dan menurunkan cross
head dan structure melalui monitor.
3. Melakukan pembebanan tarik pada spesimen
melalui monitor.
4. Tegangan dan regangan yang terjadi pada
spesimen dapat dilihat melalui grapik yang
di tampilkan pada monitor.
5. Setelah
specimen
patah
data
akansecaraotomatistersimpanpadaKomputer.
6. Data hasil pengujian dapat diprintkan
7. Lepaskan patahan spesimen dari alat
penjepit.

Pengujian Impak
- Pembuatan spesimen uji impak
Prosedur yang dilalukan dalam pembuat
spesimen yaitu :
1. Dipersiapkan semua bahanbahan campuran
dengan perbandingan massa. rancangan
penelitian dalam pembuatan spesimen antara
berat kering anyaman serat daun nenas
dengan resin.
2. Pada bagian terpisah resin dicampur dengan
katalis hingga homegen, tuangkan kedalam
cetakkan yang telah dibentangkan anyaman
serat daun nenas dan tutup, tuunggu hingga
spesimen kering.
3. Spesimen yang telah dicetak dipotongpotong dengan menggunakan gergaji dengan
ukuran panjang 60 mm dan lebar 60 mm.
4. Pembuatan lubang pengikat terhadap
dudukan disetiap sudut spesimen uji.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

324

MAT-06

60

mm

2,5
mm
mm

60

m
m

Gambar 2.2. Spesimen uji impak metode air


gun compressor

III.

Prosedur pengujian impak dengan metode air


gun compressor (AGC)
1. Pemasangan spesimen uji pada dudukan.
2. Mengatur jarak batang impak,dan batang
penerus.
3. Menghidupkan pengatur pelepas tekanan.
4. Udara bertekanan dialirkan dari compressor
melalui selang udara.
5. Atur tekanan udara yang tertera pada peser
gegt (tekanan yang digunakan pada
pengujian 3 bar).
6. Tekan tombol pelepas tekanan, dan batang
impak akan menumbuk batang penerus dan
tekanan diteruskan batang penerus ke
spesimen.
7. Lepaskan spesimen dari dudukan, satukan
spesimen kembali tampa merubah penomena
yang diterima spesimen.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Data Pengujian Tarik


Penelitian ini membandingkan pengaruh
tegangan-regangan yang mampu diterima komposit
serat daun nenas terhadap arah anyaman, dari data
pengujian tarik komposit anyaman serat daun nenas
sudut 00 dengan 900 dan sudut 450 dengan 1350
maka di dapat perbandingan nilai rata-rata seperti
pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Perbandingan nilai rata-rata komposit anyaman


serat daun nenas sudut00 dengan 900 dan sudut 450
dengan 1350

Spesime
n

Anyama
n
00
dengan
900
Anyama
n
450
dengan
1350

Are
a
(m
m2)

Max
Force
(N)

0.2
%
Y.
S.
(MP
a)

Yield
Stren
gth
(MPa
)

Tensil
e
Stren
gth
(MPa
)

Elongat
ion (%)

113
.33
3

2425.
97

7.15

7.15

22.29

4.99

98.
667

939.9

7.34

7.34

9.62

4.99

Dari data tabel diatas dapat ditampilkan


grafik perbandingan tegangan tarik terhadap arah
anyaman komposit serat daun nenas, seperti pada
gambar 3.1.
tegangan (MPa)

Untuk setiap pengujian dibuat tiga buah


spesimen dengan arah anyaman yang berbeda-beda
yaitu antara 00 dengan 900, 450 dengan 1350.
Bentuk spesimen yang dibuat sesuai standard alat
uji yang dipergunakan seperti pada gambar 2.2.

25
20
15
10
5
0

22.29
9.62

0 dengan 90 45 dengan 135


Arah anyaman serat
Gambar 3.1. Grafik tegangan tarik terhadap arah
anyaman.

Pada grafik diatas jelas terlihat bahwa


dengan arah serat yang tegak lurus terhadap gaya
tarik maka tegangan yang terjadi lebih kuat
dibanding serat yang mempunyai nilai kemiringan.
Dilihat pada grafik, arah anyaman 00 dengan 900
mendapat harga sebesar 22,29 MPa. Disebabkan
arah serat 900 yang tegak lurus terhadap gaya tarik
yang diberikan, sehingga serat yang mempunyai
kontribusi terhadap penahan beban yang diberikan.
Analisa Data Pengujian Impak
Deformasi yang terjadi pada spesimen dapat
diketahui melalui pengujian impak metode air gun
compressor (AGC) sedangkan untuk mengetahui
tegangan impak maksimum dapat diketahui
berdasarkan data hasil pengujian. Dari data
pengujian didapat perbandingan hasil perhitungan
uji impak AGC komposit anyaman serat daun nenas
sudut 00 dengan 900 dan sudut 450 dengan
1350dapat dilihat pada tabel 3.2.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

325

perbandi
ngan nilai
tegangan

MAT-06

0.0001

Spesim
en

Anyam
an
00
dengan
900
Anyam
an
450
dengan
1350

7,4
9

E
(MPa
)

2,98

k
(kg
/
m3)

131
0

C
(m/
s)

ts
(s)

impa
k
(MPa
)

6,70
47,7 0,0000524
3

waktu penjalaran
gelombang (m/s)

Tabel 3.2. Perbandingan hasil perhitungan uji impak


AGC komposit anyamanserat daun nenas sudut 00 dengan
900 dan sudut 450 dengan 1350
Ke
cep
ata
ni
mp
ak
(m/
s)

0.00008

7.99E-05

0.00006

5.24E-05

0.00004
0.00002
0
0 dengan 90 45 dengan
135
Arah anyaman serat

18

Gambar 3.3. Grafik waktu penjalaran gelombang


7,4
9

1,28

5,60
1310 31,3 0,0000799
1

17,
1

Keterangan :
C = Cepat rambat gelombang (m/s)
E = Modulus elastisitas (MPa)
k = Massa jenis komposit (kg/m3)
A = Luas penampang (mm2)
= Tegangan (MPa)
= Waktu penjalaran gelombang pada

Cepat rambat
gelombang (m/s)

spesimen ( s)
Dari tabel diatas dapat di tampilkan grafik
cepat rambat gelombang dan waktu penjalaran
gelombang terhadap sampel seperti pada gambar
3.2.
60
40

47.7

kekuatan impak (MPa)

ts

Pada gambar 3.3. diatas terlihat pada arah


anyaman 450 dengan 1350 memiliki waktu
penjalaran
gelombang
yang
lebih
lama
dibandingkan arah anyaman 00 dengan 900 ini di
disebabkan tinggi nya nilai modulus elastisitas pada
arah anyaman 00 dengan 900 sehingga
mengakibatkan cepat nya waktu penjalaran
gelombang pada arah anyaman ini. Kekuatan impak
yang mampu di diserap komposit dapat dilihat pada
grafik 3.4.
7
6.5

6.703

6
5.601

5.5
5

0 dengan 90 45 dengan 135

31.3

20

Arah anyaman serat


Gambar 3.4. Kekuatan impak komposit anyaman serat
daun nenas

0
0 dengan 45 dengan
90
135
Arah anyaman serat

Gambar 3.2. Grafik cepat rambat gelombang

Pada gambar 3.2. diatas terlihat pada arah


anyaman 00 dengan 900 memiliki cepat rambat
gelombang yang lebih tinggi dibandingkan arah
anyaman 450 dengan 1350 yang hanya 31,3 m/s hal
ini di pengaruhi oleh arah anyaman serat yang
saling berikatan sehingga mempengaruhi cepat
rambat gelombang yang terjadi padaspesimen.
Untuk grafik waktu penjalaran gelombang pada
setiap spesimen dapat dilihat pada gambar 3.3.

Pada grafik diatas terlihat arah anyaman 00


dengan 900 memiliki nilai kekuatan impak yang
lebih tinggi dibanding arah anyaman 450 dengan
1350 yang hanya 5,601 MPa, ini terjadi karena serat
berfungsi sebagai penahan tegangan impak, arah
anyaman 00 dengan 900 yang sejajar terhadap
sumbu x dan y sedangkan arah impak sejajar
terhadap sumbu z membuat besarnya tegangan yang
mampu diterima arah anyaman ini.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

326

MAT-06

kecepatan pengimpakan
m/s

18.5
18

18
4.

17.5
17.1

17

16.5
0 dengan 90

45 dengan 135

5.

Arah anyaman serat


Gambar 3.5.
Grafikkecepatanpengimpekankompositanyamanseratdaun
nenas

Sedangkan
kecepatan
pengimpakan
komposit anyaman serat daun nenas pada gambar
4.5, arah anyaman 00 dengan 900 yaitu 18 m/s dan
450 dengan 1350 yaitu 17,1 m/s, sama-sama
memenuhi
standar
ketetapan
Economic
Commission for Europe Regulation 42 (ECE R.42)
yaitu 4 km/h atau 1,1 m/s. hal ini dipengaruhi nilai
kekuatan impak yang diperoleh komposit arah
anyaman 00 dengan 900 lebih besar dibandingkan
komposit arah anyaman 450dengan 1350.
IV.
1.

2.

3.

KESIMPULAN
Arah serat yang sejajar terhadap gaya tarik
akan membuat tegangan tarik yang lebih
besar. Kekuatan tarik yang optimal pada
penelitian ini didapatkan komposit anyaman
serat daunnenaspada arah anyaman 00 dengan
900, Tensile Strength yang dicapai 22,29 MPa.
Cepat rambat gelombang dan waktu
penjalaran yang diteruskan oleh batang
penerus kespesimen pada tekanan 3 bar
terhadap
kompositanyamanseratdaunnenasarah
anyaman 00 dengan 900 yaitu C = 47,7 m/s dan
ts = 0,0000524 s, jauh lebih tinggi dan lebih
cepat dari arah anyaman 450 dengan 1350 yang
hanya C = 31,3 m/s dan ts = 0,0000799 s. ini di
pengaruhi oleh arah anyaman serat yang saling
berikatan sehingga mempengaruhi cepat
rambat gelombang dan waktu penjalaran
gelombang yang terjadi.
Tegangan
impak
maksimum
kompositanyamanseratdaunnenaspada
arah
anyaman 00 dengan 900 = 6,703 MPa,
dikarenakan arah anyaman 00 dengan 900 yang
sejajar terhadap sumbu x dan y sedangkan

V.

arah impak sejajar terhadap sumbu z membuat


besarnya tegangan yang mampu diterima arah
anyaman ini.
Kecepatan pengimpakan komposit anyaman
serat daun nenas arah anyaman 00 dengan 900
yaitu 18 m/s dan arah anyaman 450 dengan
1350 17,1 m/s memenuhi ketetapan standar
Economic Commission for Europe Regulation
42 (ECE R.42) yaitu 4 km/h atau 1,1 m/s.
Komposit anyaman serat daun nenas dapat
dijadikan sebagai material arternatif pada
bemper kendaraan roda empat kategori Multi
Purpose Vehicle (MPV).

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Bhattacharya, K. Swapan, 1987, Metal-Filled
Polymers, Properties and Aplication
[2]. Jones, robert, M (Robert Millard);1999,
MekanikaBahanRencam
(komposit),
diterjemaholehDaud, Abd. Rahman, (Unit
penerbitanAkademikUniversitasTeknologi
Malaysia)
[3]. Hidayat,
Pratikno.
2008.
Teknologi
Pemanfaatan Serat Daun Nanas sebagai
Alternatif Bahan Baku Tekstil. Teknoin, Vol.
13, 31 35
[4]. MsSurdia Tata, Ir. Met. Prof, Saito Shinroku,
DR. Prof,1992, Pengetahuan BahanTeknik,
Pradnya Paramita.
[5]. R. E. Smallman, R. J. Bishop (2000),
Metalurgi Fisik Modern &Rekayasa Material
Edisi keenam, Erlangga, Jakarta.
[6]. R. J. Crowford, Kejuruteraan plastik (Design
Plastict), 1998, Penerjemah JasmiHusin,
AniIdris
[7]. R. J. Young,1991, Pengantar Polimer;
penerjemah Kok Chong Meg, Penerbit
Universitas Sains Malaysia.
[8]. The automotive research association of India,
India;National accredition board for testing
and calibration laboratories Department of
Science
and
Technology
India.The
Automotive Research AIS. No 102, issue
2012.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

327

MAT-07

ANALISA PENGARUH PERLAKUAN PANAS DENGAN VARIASI


TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK
WORM SCREW PRESS PENGOLAHAN SAWIT
Syawaldi, Ir (UIR), M.Sc (UKM), Dedek Hertanto
Dosen Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Islam Riau
Jl. Kaharuddin Nasution Km 11 No. 113 Perhentian Marpoyan, Pekanbaru
Telp. 0761 674635 Fax. (0761) 674834
syawaldi_a.empat@yahoo.co.id
ABSTRAK
Tempering adalah proses pemanasan kembali pada temperatur dibawah temperatur kritis dan ditahan
selama waktu tertentu dan diakhiri proses pendinginan udara. Tempering bertujuan untuk menghilangkan
atau mengurangi tegangan sisa dan membalikkan sebagian keuletan dan ketangguhannya. Worm screw
press adalah komponen utama pada screw press yang berfungsi untuk mengepres buah kelapa sawit
sehingga minyak dan inti terpisah. Permasalah yang sering terjadi pada worm screw press adalah aus dan
patah. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dengan cara meningkatkan nilai
kekerasan dan kekuata pada worm screw press. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: tahap I adalah
proses perlakuan panas pada temperatur 900 C dengan holding time 20 menit dengan media pendingin air,
tahap II adalah proses tempering pada temperatur 250 C, 450 C dan 650 C. Kemudian pengujian yang
dilakukan meliputi: uji tekan, uji kekerasan dan uji struktur mikro. Hasil uji tekan yang meliputi spersimen
standar (raw material), pelakuan panas 900 C, tempering 250 C, 450 C dan 650 C sebesar 115,65;
60,15; 83,75; 96,25; 111,52 N/mm. Sedangkan hasil pengujian kekerasan dengan metode rockwell
mengalami perubahan nilai kekerasan yaitu: 42,1; 62,36; 59,6; 56,54; 50,02 HRc. Hasil pengamatan
metallografy menunjukkan pada setiap variasi perlakuan terjadi perubahan struktur mikro. Diantaranya
adalah struktur ferrite, pearlite dan martensite. Pada proses perlakuan panas pada worm screw press
terlihat struktur yang dominan adalah martensite yakni akibat proses pendinginan yang cepat, sehingga
material bersifat keras dan getas. Sedangkan untuk variasi proses tempering terlihat struktur yang dominan
adalah pearlite dikarenakan proses pemanasan ulang dan pendinginannya lambat, sehingga material
bersifat ulet.
Kata Kunci: screw press, mikrostruktur, kekutan, tempering

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dilingkungan masyarakat sekarang penggunaan
material tidak hanya sebatas penggunaan pada
rumah tangga saja. Tetapi perusahaan-perusahaan
besar juga menggunakan material untuk kegiatan
industri. Apalagi perusahaan yang bergerak di
bidang pengolahan hasil alam dan perkebunan.
Misalnya pada pabrik kelapa sawit dibutuhkan
material yang kuat untuk menunjang kelancaran
proses produksi.
Permasalahan yang sering terjadi pada
pabrik kelapa sawit adalah terjadi kerusakan pada
stasiun pengepressan buah kelapa sawit, terutama
pada material worm screw yang sering aus, rompel
bahkan sampai patah. Hal ini akan sangat
mempengaruhi hasil proses produksi. Jika proses

produksi terganggu maka akan menyebabkan


kerugian pada perusahaan tersebut.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas
maka diadakan penelitian(eksperimen) Analisa
Pengaruh Proses Perlakuan Panas Dengan Variasi
Temperatur Tempering Terhadap Sifat Mekanik
Worm Screw Press untuk buah sawit.
Perumusan Masalah
Sehubungan dengan judul penelitiaan perumusan
masalah adakah perubahan kekuatan, nilai
kekerasan dan struktur mikro dari material worm
screw press standard dengan material worm screw
press yang telah diberi proses perlakuan panas dan
ditempering.
Batasan Masalah
Agar didapat hasil yang baik maka di dalam
penulisan ini perlu adanya pembatasan masalah.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

328

MAT-07

Pembatasan
masalah
ini
adalah
untuk
menyederhanakan permasalahan agar dapat
memberikan arahan pemahaman secara mudah.
Dalam penulisan ini batasan permasalahan yang
diambil adalah :
1. Bahan yang digunakan :
a. Worm screw press
b. Diameter 0,30 m dan panjang 1 m
2. Pembuatan spesimen pengujian tekan (Bending
Test) sesuai standar ASTM E190 dengan
dimensi p x l x t (152 x 9,5 x 9,5) mm dan
spesimen pengujian kekerasan dibuat sesuai
standar DIN 50103 dengan dimensi panjang 30
mm dan diameter 30 mm.
3. Proses perlakuan panas dilakukan pada
temperatur 900C dengan waktu penahanan 20
menit dan di dinginkan cepat dengan media
pendingin air. Selanjutnya proses proses
tempering dilakukan pada temperatur 250 C,
450 C, 650 C dengan waktu penahanan
masing-masing 15 menit dan didinginkan
dengan media pendingin udara hingga mencapai
suhu ruang(kamar) yaitu 31 C.
4. Pengujian yang dilakukan meliputi: uji tekan
(bending test), uji kekerasan dan uji struktur
mikro(metalografi).
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk meningkatkan nilai kekerasan dari worm
screw press.
2. Untuk membandingkan nilai kekerasan,
kekuatan tekan dan struktur mikro pada material
worm screw press yang standar (Raw Material)
dengan material worm screw press yang telah
diberi proses perlakuan panas dan tempering
3. Untuk mendapatkan spesimen terbaik dan cocok
untuk kekuatan worm screw press setelah
dilakukan pengujian.
TINJAUAN PUSTAKA
Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai
unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan
utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar
antara 0.1% hingga 1.7% sesuai grade-nya. Fungsi
karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras
dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi
kristal (crystal lattice) atom besi. Unsur paduan lain
yang biasa ditambahkan selain karbon adalah
mangan (manganese), krom (chromium), vanadium,
dan tungsten. Dengan memvariasikan kandungan
karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis
kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan
kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan
kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile
strength), namun di sisi lain membuatnya menjadi
getas (brittle) serta menurunkan keuletannya
(ductility).
2.1.1
Jenis-Jenis Baja

Secara umum baja dapat digolongkan atas


beberapa macam, yaitu:
Berdasarkan struktur mikro baja digolongkan
atas : Baja Hypoeutectoid (< 0,8% C), Baja
Eutectoid (0,8% C),Baja Hypereutectoid (> 0,8% C)
Berdasarkan proses pembuatannya
Baja Bessemer, Baja Siemen-Martin, Baja Listrik
Berdasarkan Kadar kabonnya : Baja
karbon rendah (< 0,3% C), Baja karbon sedang, (0,3
0,6% C), Baja karbon tinggi ( 0,6 1,7% C).
a. Baja karbon rendah (low carbon steel).
Baja kabon rendah (low carbon steel) adalah
baja yang mengandung kurang dari 0,3% karbon
sehingga baja ini tidak termasuk baja yang keras.
Baja karbon rendah tidak dapat dikeraskan karena
kandungan karbonnya tidak cukup untuk
membentuk struktur martensit. Baja jenis ini
banyak beredar dalam bentuk batang, profil, pelat,
pipa, dan lain-lain. Sifat-sifat baja karbon rendah
diantaranya adalah:
a. Mudah dibentuk
b. Tak dapat dikeraskan
c. Baik untuk pengerasan dengan karburasi
Baja karbon rendah banyak aplikasinya dijumpai
pada: Industri mobil, Konstruksi pabrik, Industri
lemari es, Plat kapal, batang pipa dan lain-lain.
b. Baja karbon sedang (medium carbon steel)
Baja karbon ini memiliki sifat-sifat mekanik
yang lebih baik dari pada baja karbon rendah. Baja
ini dapat ditingkatkan kekuatannya melalui proses
heat treatment, baja karbon sedang mengandung
0,3 0,6 %C (sumber: Hari Amanto, 2010: 3). Baja
karbon sedang ini banyak diproduksi masal oleh
industri dalam bentuk batang, balok, pelat, pipa,
bahan poros, batang torak dan lain-lain. Baja karbon
sedang ini memiliki ciri khas sebagai berikut :
Lebih kuat dan keras dari pada baja karbon
rendah, Baik untuk dikeraskan, Kekuatan tinggi,
Tidak mudah di bentuk dengan mesin, Dapat
dikeraskan dengan baik. Ketahanan panas tinggi.
c. Baja karbon tinggi (high carbon steel)
Baja yang mengandung 0,6% 1,7% C dan
memiliki kekerasan tinggi namun keuletannya lebih
rendah, baja jenis ini tahan terhadap gesekan, baja
karbon tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Kuat sekali, Sangat keras dan getas/rapuh, Sulit
dibentuk mesin, Tahan terhadap panas yang tinggi,
Mengakibatkan kurang sifat ulet, Dapat dilakukan
proses Heat treatment
Baja karbon tinggi aplikasinya digunakan
untuk Pegas yang memerlukan kekuatan besar,
pengunaan alat-alat kontruksi yang berhubungan
dengan panas yang tinggi, Pembuatan gergaji, bor,
kikir, pahat, perkakas potong, Pembuatan tap, pisau
cukur perkakas transing dan lain-lain.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

329

MAT-07

METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah eksperimental,
yaitu analisa pengaruh perlakuan panas dengan
variasi temperatur tempering terhadap sifat mekanik
pada worm screw press. Tahapan penelitian ini
terdiri dari : Waktu dan Tempat Penelitian,
Peralatan dan Bahan Tahapan Proses Pemanasan
dan Tahapan Pengujian.

Tabel 2. Data Hasil Pengujiaan Kekerasan

Adapun tahapan pelaksanaannya adalah


sebagai berikut:
1. Proses pembuatan specimen.
2. Proses perlakuan panas
3. Pengujian kekerasan.
4. Pengujian tekan
5. Pengujian struktur mikro (metallografy)

Hasil
pengujian
kekerasan
rockwell
menggunakan indentor diamond dengan waktu
penekanan 5 sekon diperolehlah nilai kekerasan
pada masing-masing proses perlakuan. Dari hasil
pengujian didapat hubungan antara proses
perlakuan dengan nilai kekerasan seperti yang
terlihat pada tabel 4.2. terlihat bahwa nilai
kekerasan yang tertinggi terdapat pada proses
perlakuan
panas
(HeatTreatment)
dengan
temperatur 900 C
sebesar
62,36
HRc.
Sedangkan nilai kekerasan yang terendah terdapat
pada
spesimen standar yaitu sebesar 42,1 HRc.
Hasil Pengamatan Metallografi

HASIL PENGUJIAAN
Pengujian Tekan
Data hasil pengujian ini dikelompokkan ke
dalam beberapa kelompok pengujian yaitu spesimen
standar (raw material), spesimen perlakuan panas
900C, spesimen perlakuan panas 900C dengan
tempering 250 C, spesimen perlakuan panas 900
C dengan tempering 450C, spesimen perlakuan
panas 900C dengan tempering 650C. Data hasil
pengujian tekan dapat dilihat pada tabel 1 sebagai
berikut :
Tabel.1. Data Hasil Pengujian Tekan pada spesimen

No
1
2
3
4
5

Spe Temp
(oC)
Standar
900
250
450
650

Kekuatan Tekan (Nmm2)


116
60.15
83,75
96,25
112

Dari tabel 1 menunjukan perbedaan


kekuatan tekan dari material Worm screw press.
Dari tabel menunjukkan nilai kekuatan tekan
tertinggi terdapat pada spesimen standar yaitu
sebesar 115,65 N/mm dan kekuatan tekan terendah
terdapat pada spesimen yang diberi proses
perlakuan panas yaitu sebesar 60,15 N/mm.

Hasil Pengujian Kekerasan


Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui
tingkat kekerasan permukaan pada specimen benda
uji. Bahan yang digunakan adalah material worm
screw press. Pengujian kekerasan dalam penelitian
ini menggunakan metode rockwell tipe C dengan
beban 150 kgf dan waktu paenekanan 5 sekon
didapatlah data hasil pengujian kekerasan dengan
satuan HRc. Setiap proses dilakukan pengujian
guna mendapatkan perubahan nilai kekerasan pada
setiap spesimen pada setiap variasi perlakuannya.
data hasil pengujiannya adalah sebagai berikut:

No

Spe Temp
(oC)
Standar
900
250
450
650

1
2
3
4
5

Nilai Kekerasan (HRc)


42,1
62,4
59,6
56,5
50,62

Perlit
Ferrit

Gambar.1. Struktur Mikro Matarial standar,100x

Gambar.2. Struktur mikro temp 900oC dan Temp


250oC, 100x

Gambar 3 Struktur Mikro temp 450C Pembesaran


100x

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

330

MAT-07

berlebihan. Sehingga mengakibatkan worm


screw menjadi rusak dan umur pemakaian
material tersebut menjadi lebih cepat dan akan
mengganggu proses produksi.
DAFTAR PUSTAKA

Gambar 4. Struktur Mikro temp 650 C dengan


Pembesaran 100x

KESIMPULAN
Dari beberapa pengujian yang dilakukan
pada spesimen worm screw diperoleh kesimpulan :
1. Hasil pengujian tekan menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan nilai kekuatan tekan dari
spesimen yang diberi perlakuan panas dan di
quenching dengan spesimen yang diberi
perlakuan panas kemudian di tempering dan
didinginkan di udara sampai mencapai suhu
ruang (kamar) yaitu 31C. Dan kekuatan tekan
tertinggi adalah spesimen standar yaitu sebesar
115,65 N/mm.
2. Hasil pengujian kekerasan menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan nilai kekerasan dari
spesimen standar dengan spesimen yang telah
diberi proses perlakuan panas namun menurun
kembali pada spesimen yang diberi proses
perlakuan panas kemudian di tempering. Nilai
kekerasan tertinggi yaitu pada spesimen yang
diberi proses perlakuan panas dengan
temperatur 900 C sebesar 62,36 HRc dan nilai
kekerasan terendah pada spesimen standar
sebesar 42,1 HRc.
3. Hasil pengamatan metallografi (struktur mikro)
menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan
panas yang diberikan terjadi perubahan struktur.
Diantaranya struktur yang terkandung pada
spesimen standar (Raw Material) lebih dominan
pearlite dibandingkan struktur ferrite. Dan pada
proses perlakuan panas terlihat struktur yang
paling dominan adalah struktur martensite yang
lebih halus, sehingga terjadilah peningkatan
nilai kekerasan pada spesimen yang diberi
proses perlakuan panas. Untuk spesimen
tempering 250 C tampak struktur lebih
dominan ferrite dibandingkan pearlite ataupun
martensite. Sedangkan pada spesimen tempering
450 C dan 650 C terlihat bahwa ukuran butir
dari struktur ferrite dan pearlite semakin besar.
Hal tersebut mengakibatkan nilai ketangguhan
sedikit meningkat serta sifat rapuhnya berkurang
sehingga spesimen menjadi lebih ulet.
4. Salah satu faktor sering terjadinya kerusakan
pada worm screw adalah aus, rompel dan patah
hal itu disebabkan karena pengunaan alat yang
tidak sesuai standar operasioanal prosedur
(SOP) yakni diantaranya pemberian beban yag

[1]. Robert L. Mott P.E. 2004. Elemen-Elemen


Mesin Dalam Perancangan Mekanis. Edisi 1.
Penerbit Andi. Yogyakarta
[2]. Callister, Wiliam D. 2002. Material Science
and Engineering an Introduction. Jhon Wiley
& Sons. New York.
[3]. Ir. Sularso MSME, Kiyokatsu Suga. 2004.
Dasar Perencanaan dan Pemeliharaan Elemen
Mesin. PT Pradnya Paramita. Jakarta
[4]. John A. Schey. 2009. Proses Manufaktur. Edisi
ketiga. Yogyakarta.
[5]. Lawrence H. Van Vlack. 2001. Elemen-elemen
Ilmu dan Rekayasa Material. Edisi keenam.
Penerbit Erlangga

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

331

MAT - 09

PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA STRUKTUR MIKRO


DAN SIFAT MEKANIK Ti-50.7at.%Ni SHAPE MEMORY ALLOY
Kurnia Hastuti
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau, Pekanbaru
kurnia@eng.uir.ac.id

ABSTRACT
Ti-50.7at.%Ni alloy is one of shape memory alloys which is widely used in many industrial applications such as orthopaedic
implant, arch wires, coupling etc. This is due to their excellent combination properties, namely good corrosion resistance,
biocompatibility and shape memory behaviour. The objective of this research is to determine effect of solution treatment on
microstructures and mechanical properties, in term of strength and hardness. Besides B2 austenite and B19' martensite
phase, microstructures of as-received material also consist of Ti-rich and Ti2Ni precipitate. The presence of equi-axed grains
instead of elongated grains with preferential direction indicated that as-received material had undergone annealing
treatment after cold rolling. However, the peak broadening of B2 austenite in XRD spectrum, high tensile strength and
hardness and the absence of plateau region in the stress-strain curve of as-received material indicates that the dislocation
density in material is significantly high although annealing was performed. Solution treatment at 900oC for one hour changes
microstructures of material. B19' martensite observed in as-received material was disappeared substituted by single phase
B2 austenite. Strength of material significantly decrease from 1370 MPa in as-received material to 551 MPa in material
solution treated at 900oC. While hardness of material decreases from 316 Hv to 200Hv. Moreover, the plateau region
appears in stress-strain curve of solution treated material. Based on the results it is concluded that solution treatment at
900oC removed effect of cold working on the Ti-50.7at.%Ni.
Keyword : Shape Memory Alloy, Shape Memory Behaviour, Solution Treatment, Microstructures, Mechanical Properties

ABSTRAK
Ti-50.7at.%Ni alloy adalah paduan yang termasuk kepada shape memory alloy dan banyak digunakan dalam berbagai
aplikasi industri misalnya sebagai implant ortopedik, kawat gigi, kopling dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena paduan
ini memiliki kombinasi sifat yang baik, yaitu ketahanan korosi, biocompatibility, dan sifat shape memory. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh solution treatment pada mikrostruktur dan sifat mekanik dalam hal ini tegangan tarik
dan kekerasan material. Selain B2 austenit dan B19' martensit, struktur mikro material awal sebelum dilakukan perlakuan
panas juga mengandung presipitat kaya Ti dan Ti2Ni. Kehadiran butir equi-axed dan bukannya butir memanjang (elongated)
menurut arah tertentu menunjukkan bahwa material awal diterima dalam keadaan sudah mengalami perlakuan panas anil
setelah proses pengerolan. Tetapi, adanya pelebaran puncak fasa B2 austenit pada spectrum XRD, tingginya nilai kekuatan
tarik dan kekerasan, serta tidak terlihatnya daerah plateau (plateau region) pada kurva tegangan-regangan mengindikasikan
bahwa kerapatan dislokasi dalam material masih tinggi walaupun telah dilakukan anil. Solution treatment pada temperatur
900oC selama 1 jam menyebabkan struktur mikro material berubah. B19'Martensit yang terdapat pada material sebelum
mengalami perlakuan panas hilang digantikan oleh fasa tunggal B2 austenit. Kekuatan material turun drastis dari 1370
MPa pada material awal menjadi 551 MPa untuk material setelah solution treatment pada 900oC. Demikian juga nilai
kekerasan turun dari 316 Hv menjadi 200Hv. Selain itu, daerah plateau muncul pada kurva tegangan-regangan material
setelah mengalami solution treatment. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa solution treatment pada 900 oC
telah menghilangkan pengaruh pengerjaan dingin pada plat Ti-50.7at.%Ni alloy.
Kata Kunci : Shape Memory Alloy, Perilaku Shape Memory, Solution Treatment, Struktur Mikro, Sifat Mekanik

1.

PENDAHULUAN

Ti-Ni shape memory alloy telah dikenal luas


dan banyak digunakan dalam berbagai aplikasi
industri karena paduan ini memiliki kombinasi sifat
yang baik yaitu shape memory effect,
superelastisiti,
ketahanan
korosi
dan
biocompatibility[15]. Paduan ini dapat dideformasi
hingga regangan tinggi tanpa mengalami deformasi

permanen. Perpanjangan yang dapat dipulihkan ke


ukuran semula bisa mencapai hingga 8%. Jumlah
ini sangat besar bila dibandingkan material biasa
yang hanya mampu mengembalikan sekitar kurang
dari 1% regangan[68]. Shape memory alloy
memiliki dua sifat mekanik yang unik yaitu shape
memory effect dan superelastisiti. Shape memory
effect adalah fenomena dimana regangan sisa yang
besar akan dipulihkan sepenuhnya dengan
memanaskan material setelah beban dihilangkan.

Seminar Nasional Mesin Dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

332

MAT - 09

Superelastisiti dan shape memory effect dapat


ditingkatkan dengan cara pengerjaan dingin,
perlakuan panas atau kombinasi keduanya[12]. Salah
satu cara meningkatkan superlastisiti dan shape
memory effect adalah dengan melakukan penuaan
(ageing) pada material. Pembentukan presipitat
Ti3Ni4 yang kaya akan Ni pada saat proses penuaan
berlangsung akan berpengaruh pada transformasi
fasa B2 austenit dan B19' martensit dan tentunya
akan mempengaruhi perilaku shape memory.
Sebelum dilakukan penuaan, perlakukan panas
didahului dengan solution treatment pada
temperatur tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk melihat pengaruh solution treatment
pada mikrostruktur dan sifat mekanis Ti50.7at.%Ni shape memory alloy.

3.

hasil

lima

kali

penjejakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis XRD


Spektrum XRD untuk material awal sebelum
dilakukan perlakuan panas dapat dilihat pada
Gambar 1.

B2(110)

B19'(111)

B19' 110

B2(211)

2-Theta
Gambar 1. Difraktogram
diberikan perlakuan panas.

Ti-50.7at.%Ni

sebelum

Ada empat puncak yang terlihat pada


difraktogram. Setelah dilakukan analisis maka dua
puncak mewakili fasa B2 austenit dan dua yang
lain menunjukkan adanya fasa B19' martensit.
Sedangkan spektrum XRD untuk spesimen
setelah mengalami perlakuan panas solution
treatment pada 900oC dapat dilihat pada Gambar 2.

METODOLOGI PENELITIAN

Pada penelitian ini, paduan Ti-Ni dengan


komposisi Ti-50.7at.%Ni dalam bentuk plat dengan
tebal 2 mm dilakukan solution treatment pada
900oC selama satu jam kemudian didinginkan cepat
di dalam air hingga mencapai temperatur ruang.
Material dipotong dengan Electric-discharged
Machining (EDM) menjadi spesimen-spesimen
kecil dengan ukuran 10 mm x 10 mm dan juga
bentuk spesimen uji tarik sesuai dengan ukuran
yang ditetapkan pada ASTM E-8. Sebelum
dikarakterisasi, spesimen diamplas, poles dan etsa
menggunakan larutan campuran HF, HNO3 dan H20
dengan perbandingan 1:4:5. Untuk mengetahui
struktur mikro dan identifikasi fasa pada material
sebelum dan sesudah perlakuan panas, material
dikarakterisasi dengan mikroskop optik, Field
Emission Scanning Electron Microscope (FESEM),
dan X-ray Diffraction (XRD). Selain dengan uji
tarik, perubahan sifat mekanik juga diperoleh dari
uji kekerasan yang dilaksanakan dengan
menggunakan mesin uji kekerasan Vickers pada
pembebanan 30 kg. Nilai kekerasan didapat dari

B2(110)

7000
(a.u.).
(a.u.).
Intensitas
Intensitas

2.

nilai rata-rata
(indentation).

Intensitas (a.u.).

Sedangkan superelastisiti adalah kemampuan


material untuk mengembalikan sejumlah besar
regangan sesudah beban dihilangkan pada
temperatur konstan[8,9]. Sifat yang tidak biasa ini
dihubungkan dengan terjadinya transformasi fasa
tanpa proses difusi antara austenit dan martensit.
Transformasi martensitik pada paduan ini bersifat
termoelastik yang berbeda dengan transformasi
non-termoelastic
yang
biasa
dijumpai.
Transformasi non-termoelastik adalah transformasi
dimana terjadi akumulasi perpindahan setiap atom
yang
menyebabkan
distorsi
kisi
untuk
menghasilkan suatu deformasi mekanik yang
terbatas
pada
Kristal[3,5,10].
Transformasi
termoelastik martensitik adalah suatu proses
mekanikal dimana transformasi fasa terjadi karena
respon terhadap termal (panas) atau kondisi
mekanikal (pemberian beban)[11].

6000
5000
4000

B2(211)

3000
2000
1000
20

30

40

50

60

70

80

2-Theta
Gambar 2. Difraktogram Ti-50.7at.%Ni setelah
dilakukan perlakuan panas solution treatment pada
900oC.

Setelah mengalami solution treatment pada


900oC hanya dua puncak yang muncul pada
spektrum XRD. Posisi kedua puncak tersebut
adalah pada 2 42.451 and 77.662. Kedua puncak
tersebut mewakili fasa B2 austenit. Bila
dibandingkan intensitas puncak B2(110) dan
B2(211) pada spektrum material sebelum dan

Seminar Nasional Mesin Dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

333

MAT - 09
sesudah solution treatment, maka terlihat jelas
intensitas pada material setelah solution treatment
lebih tinggi. Dengan kata lain puncak B2(110) dan
B2(211) pada material awal (Gambar 1) lebih lebar
dibanding pada specimen setelah solution
treatment (Gambar 2). Menurut Cullity dan
Stock[13], pelebaran puncak (peak broadening)
dapat disebabkan oleh penghalusan kristal (crystal
refinement) dan pengaruh dari pengerjaan dingin.

juga ada di dalam struktur mikro material. Untuk


mengetahui presipitat yang terbentuk maka
komposisi presipitat dicek dengan menggunakan
Electron Dispersive Spectroscopy (EDS). Hasil
EDS analisis menunjukkan bahwa presipitat yang
terdapat dalam material awal terdiri dari dua jenis
yaitu presipitat kaya Ti dan Ti2Ni sebagaimana
yang diperlihatkan oleh hasil EDS pada Gambar 4.
2

3.2 Analisis Struktur Mikro


Paduan Ti-50.7at.%Ni dibeli dalam bentuk plat
sebagai hasil dari proses pengerjaan dingin.
Gambar 3 menunjukkan struktur mikro material
awal sebelum mengalami solution treatment yang
dieroleh melalui pengamatan dengan mikroskop
optik dan FESEM. Terlihat struktur mikro material
terdiri dari dua fasa yaitu B2 austenit dan B19'
martensit. Hasil ini sesuai dengan yang ditunjukkan
pada difraktogram pada Gambar 1. Kehadiran B2
austenit ditandai dengan daerah yang bersih
sedangkan B19' martensit membentuk plate like
structure didalam matrix austenit. Kenyataan
bahwa butir dalam material adalah equi-axed tanpa
kecenderungan pada arah tertentu menunjukkan
bahwa material telah mengalami anil. Sebagaimana
diketahui bahwa salah satu karakteristik material
hasil pengerjaan dingin adalah memiliki butir yang
memanjang (elongated) mengikuti arah proses
pengerolan.

Spektrum 1
Ti
Ni

At.%
92.49
7.51

Ti-rich

Spektrum 2
Ti
Ni

At%
67.04
32.96
Ti2Ni

Gambar 4. Hasil uji komposisi presipitat dengan


menggunakan EDS pada material awal sebelum
perlakuan panas.

a)
B19' martensit

Austenit

B2 Austenit

50 m
b)

B19' martensit

Austenit

B2 Austenit

10 m

Solution treatment pada 900oC selama satu jam


menghasilkan struktur mikro yang berbeda seperti
terlihat pada Gambar 5. Plate like structure yang
menandakan adanya B19' martensit tidak lagi
teramati digantikan oleh struktur yang seluruhnya
adalah B2 austenit. Ini menunjukkan bahwa B19'
martensit telah bertransformasi seluruhnya menjadi
B2 austenit akibat solution treatment pada
temperatur 900oC.
Walaupun demikian,
pengamatan pada perbesaran yang lebih tinggi
memperlihatkan bahwa presipitat masih ada di
dalam material.
Analisis dengan EDS menunjukkan bahwa
presipitat yang terdapat dalam struktur mikro
spesimen yang mengalami solution treatment pada
900oC sama dengan yang ditemukan dalam
material awal sebelum solution treatment, yatu
presipitat kaya Ti dan Ti2Ni. Hasil uji komposisi
pada beberapa presipitat yang terdapat dalam
specimen setelah mengalami solution treatment
pada 900oC dapat dilihat pada Gambar 6..

Gambar 3. Struktur mikro material sebelum dilakukan


solution treatment diamati dengan a) mikroskop optik
dan b) FESEM.

Pengamatan dengan FESEM menunjukkan


selain B2 austenit dan B19' martensit, presipitat

Seminar Nasional Mesin Dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

334

MAT - 09
a)

B2 Austenit

B2 Austenit

100 m

kemungkinan terbentuk pada proses pengecoran.


Pemanasan pada temperatur tinggi hingga 900 oC
tidak dapat melarutkan presipitat ini karena titik
cair keduanya lebih tinggi dari 900oC. Kenyataan
bahwa kehadiran kedua jenis presipitat ini tidak
ditunjukkan dalam difraktogram baik material awal
sebelum perlakuan panas maupun sesudah solution
treatment, kemungkinan disebabkan jumlahnya
yang sangat sedikit bila dibandingkan fasa B2
austenit sehingga XRD tidak dapat mendeteksi
kehadiran presipitat ini.
3.3 Sifat Mekanik Material

b)
B2 Austenit

B2 Austenit

10 m
Gambar 5. Struktur mikro material setelah dilakukan
solution treatment pada 900oC a) mikroskop optik b)
FESEM.

Gambar 7 memperlihatkan sifat deformasi


material awal sebelum perlakuan panas. Pada
umumnya kurva tegangan-regangan Ti-Ni shape
memory alloy akan terdiri dari empat bagian yang
menunjukkan empat tahap deformasi dalam
material selama diberi beban[14]. Pada bahagian
pertama terjadi deformasi elastis B2 austenite atau
mekanisme deformasi lain tergantung fasa awal
dalam material pada temperatur tes tersebut.
Bahagian ini diakhiri ketika transformasi B2
austenit menjadi B19' martensit mulai terjadi yang
ditandai dengan adanya critical stress to induce
martensite (SIM). Pada bahagian kedua atau biasa
juga disebut daerah plateau (plateau region) terjadi
deformasi inelastik. Pada ujung tahap ini struktur
mikro material adalah sepenuhnya stress induced
martensite. Dformasi elastis stress induced
martensite terjadi pada tahap selanjutnya yaitu pada
bahagian ketiga kurva stress-strain, karena itu
bahagian ini ditandai dengan adanya titik luluh
martensit ( ). Terakhir, bahagian ke-empat
menunjukkan terjadinya deformasi plastis stress
induced martensite.

2 m
At.%
Ti
86.60
Ni
13.40
Spektrum 1
Ti-rich

Ti
Ni

u=1370 MPa
Hardness = 316 Hv

At.%
69.47
30.53

Spektrum 2
Ti2Ni
Gambar 6. Hasil uji komposisi presipitat dengan
menggunakan EDS pada specimen setelah solution
treatment pada 900oC.

Hasil Ini menunjukkan bahwa presipitat kaya


Ti dan Ti2Ni bukan dihasilkan dari perlakuan panas
tetapi sudah ada di dalam material dan

Gambar 7. Kurva tegangan-regangan material awal


sebelum mengalami perlakuan panas.

Tetapi empat tahap tersebut tidak teramati


pada kurva tegangan-regangan material awal.
Kurva pada Gambar 7 dapat dibagi hanya atas dua
bagian saja yaitu deformasi elastis dan deformasi
plastis sebagaimana yang biasa dijumpai dalam
material biasa. Daerah plateau yang merupakan
ciri tahapan deformasi pada shape memory alloy

Seminar Nasional Mesin Dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

335

MAT - 09
karena menunjukkan terjadinya transformasi
austenit menjadi martensit selama deformasi, tidak
muncul pada kurva tegangan-regangan material
awal. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh
Mitwally & Farag[12] dan Lin & Wu[15]. Hilangnya
daerah plateau disebabkan karena proses
manufaktur yang dialami material yaitu proses
pengerjaan dingin. Menurut Lin & Wu[15], daerah
plateau akan sama sekali hilang dan tidak muncul
pada kurva tegangan-regangan material yang
mengalami lebih dari 10% pengerjaan dingin.
Sebagaimana diketahui bahwa pengerjaan
dingin menyebabkan kerapatan dislokasi dalam
material akan tinggi. Meskipun material telah
mengalami proses anil, tetapi dislokasi yang
dihasilkan dari proses pengerjaan dingin tidak dapat
sepenuhnya dihilangkan dari material. Dislokasi
akan membatasi pergerakan antar muka fasa
B2/B19' dan menghalangi terjadinya transformasi
austenit menjadi martensit selama deformasi. Itulah
sebabnya mengapa daerah plateau tidak muncul
pada kurva tegangan-regangan. Sebagai tambahan,
material
awal
sebelum
perlakuan
panas
memperlihatkan nilai kekuatan dan kekerasan yang
tinggi yaitu 1370 MPa dan 316 Hv. Ini
menunjukkan sifat mekanik material dipengaruhi
oleh adanya dislokasi.
Gambar 8 memperlihatkan kurva teganganregangan material yang telah mengalami solution
treatment pada 900oC.
IV
III
u=551 MPa
Hardness = 200 Hv
II
I

Gambar 8. Kurva tegangan-regangan material setelah


dilakukan solution treatment pada 900oC.

Dari Gambar 7 dan Gambar 8 diketahui bahwa


solution treatment menyebabkan kekuatan material
turun secara sigifikan dari 1370 MPa pada material
awal menjadi 551 MPa setelah dilakukan solution
treatment. Daerah plateau muncul pada kurva
tegangan-regangan
sehingga
empat
tahap
transformasi selama deformasi dapat terlihat jelas.
Seperti halnya kekuatan tarik, kekerasan material
setelah mengalami solution treatment juga turun
dari 316 Hv menjadi 200 Hv. Berdasarkan hasil ini
dapat disimpulkan bahwa turunnya kekuatan
material dan munculnya plateau region pada kurva
tegangan regangan disebabkan karena solution

treatment pada 900oC telah menghilangkan efek


proses pengerjaan dingin. Turunnya kerapatan
dislokasi mengakibatkan daerah antar muka B2
austenit/B19' martensit lebih mudah bergerak,
sehingga mengakibatkan transformasi fasa selama
deformasi juga lebih mudah terjadi.
5.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan


bahwa:
1. Pengaruh proses pengerjaan dingin pada
material awal Ti-50.7at.%Ni alloy belum
sepenuhnya hilang walapun sudah dilakukan
anil.
2. Solution treatment pada temperatur 900oC
merubah struktur mikro material sehingga
hanya terdiri dari satu fasa B2 austenit.
3. Solution
treatment
pada
900oC
menghasilkan material dengan kekuatan dan
kekerasan yang lebih rendah dibanding
material awal.
4. Turunnya kekuatan dan kekerasan, serta
munculnya daerah plateau pada kurva
tegangan regangan material setelah proses
solution treatment, menunjukkan kerapatan
dislokasi telah jauh berkurang dan pengaruh
pengerjaan dingin sudah hilang sepenuhnya
akibat pemanasan pada temperatur 900oC.
REFERENSI
[1] W. Tang, B. Sundman, R. Sandstrom, and C.
Qiu, New modelling of the B2 phase and its
associated martensitic transformation in
the ti ni system, Acta Mater., Vol. 47, No.
12, pp. 34573468, (1999).
[2] Y. Zhou, G. Fan, J. Zhang, X. Ding, X. Ren, J.
Sun, and K. Otsuka, Understanding of multistage R-phase transformation in aged Nirich TiNi shape memory alloys, Mater. Sci.
Eng. A, Vol. 438440, pp. 602607, (2006).
[3] T. Hu, C. S. Wen, J. Lu, S. L. Wu, Y. C. Xin,
W. J. Zhang, C. L. Chu, J. C. Y. Chung, K. W.
K. Yeung, D. T. K. Kwok, and P. K. Chu,
Surface mechanical attrition treatment
induced phase transformation behavior in
NiTi shape memory alloy, J. Alloys Compd.,
Vol. 482, pp. 298301, (2009).
[4] L. Zhang, C. Xie, and J. Wu, Martensitic
transformation and shape memory effect of
Ti49at.%Ni alloys, Mater. Sci. Eng. A, Vol.
438440, pp. 905910, (2006).
[5] K. Guda Vishnu and A. Strachan, Phase
stability and transformations in NiTi from
density functional theory calculations, Acta
Mater., Vol. 58, No. 3, pp. 745752, (2010).
[6] K. Gall, J. Tyber, V. Brice, C. P. Frick, H. J.
Maier, and N. Morgan, Tensile deformation

Seminar Nasional Mesin Dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

336

MAT - 09

[7]

[8]

[9]

[10]

[11]

[12]

[13]
[14]

[15]

of NiTi wires, J. Biomed. Mater. Res. A, Vol.


75, No. 4, pp. 81023, (2005).
J. Pfetzing-Micklich, R. Ghisleni, T. Simon,
C. Somsen, J. Michler, and G. Eggeler,
Orientation dependence of stress-induced
phase transformation and dislocation
plasticity in NiTi shape memory alloys on
the micro scale, Mater. Sci. Eng. A, Vol. 538,
pp. 265271, 2012.
A. Bekker and L. C. Brinson, Temperatureinduced phase transformation in a shape
memory alloy: Phase diagram based
kinetics approach, J. Mech. Phys. Solids,
Vol. 45, No. 6, pp. 949988, (1997).
L. Sun, W. M. Huang, and J. Y. Cheah, The
temperature memory effect and the
influence of thermo-mechanical cycling in
shape memory alloys, Smart Mater. Struct.,
Vol. 19, No. 5, p. 055005, (2010).
J. Zhang, C. Somsen, T. Simon, X. Ding, S.
Hou, S. Ren, X. Ren, G. Eggeler, K. Otsuka,
and
J.
Sun,
Leaf-like
dislocation
substructures and the decrease of
martensitic start temperatures: A new
explanation for functional fatigue during
thermally
induced
martensitic
transformations in coarse-grained Ni-rich
TiNi shape memory alloys, Acta Mater.,
Vol. 60, No. 5, pp. 19992006, (2012).
C. P. Frick, A. M. Ortega, J. Tyber, A. E. M.
Maksound, H. J. Maier, Y. Liu, and K. Gall,
Thermal processing of polycrystalline NiTi
shape memory alloys, Mater. Sci. Eng. A,
Vol. 405, No. 12, pp. 3449, (2005).
M. E. Mitwally and M. Farag, Effect of cold
work and annealing on the structure and
characteristics of NiTi alloy, Mater. Sci.
Eng. A, Vol. 519, pp. 155166, (2009).
B. . Cullity and S. . Stock, Elements of X-ray
Diffraction. Prentice-Hall Inc, (2001).
F. Jiang, Y. Liu, H. Yang, L. Li, and Y.
Zheng, Effect of ageing treatment on the
deformation behaviour of Ti 50 . 9 at .%
Ni, Acta Mater., Vol. 57, No. 16, pp. 4773
4781, (2009).
H. C. Lin and S. K. Wu, The tensile behavior
of a cold-rolled and reverse-transformed
equiatomic TiNi alloy, Acta Metall. Mater.,
Vol. 42, No. 5, pp. 16231630, (1994).

Seminar Nasional Mesin Dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

337

MAT-10

EFEK TEKANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOSIT


MATRIKS Al9Zn6Mg3Si BERPENGUAT ALUMINA
HASIL PROSES SQUEEZE CASTING
Dwi Rahmalina1), Nana Sukmana1), I Gede E. Lesmana2), Hendri Sukma2), Fajar H.2)
1)
Magister Teknik Mesin, Universitas Pancasila
2)
Prodi S1Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila
e-mail : drahmalina@univpancasila.ac.id

ABSTRAK
Berbagai pengembangan teknologi pengecoran telah dilakukan untuk memperoleh kualitas yang baik dari produk berbahan
komposit matriks aluminium, salah satunya adalah dengan proses squeeze casting. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
pengaruh dari tekanan terhadap karakteristik sifat mekanis berupa kekerasan dan ketangguhan serta kualitas coran berupa
shrinkage dan porositas dari komposit matriks Al9Zn6Mg3Si berpenguat Al2O3. Peleburan matriks aluminium dilakukan dalam
dapur krusibel pada temperatur 850C, kemudian dilakukan penambahan partikel penguat dengan proses stirring. Leburan
komposit selanjutnya dituang kedalam cetakan yang telah dipanaskan hingga temperatur 150C kemudian di squeeze dengan
variasi tekanan 0, 10 dan 20 MPa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tekanan pada pengecoran squeeze dapat
meminimalisir timbulnya cacat void atau porositas serta merubah struktur mikro aluminium komposit menjadi berbentuk
globular sehingga mampu meningkatkan nilai kekerasan komposit matriks aluminium dari 48 HRB menjadi 72 HRB.
Kata Kunci : Squeeze Casting, Komposit Matriks Aluminium, Alumina, Void, Porositas

1.

PENDAHULUAN

Komposit matriks logam atau dikenal dengan


MMC (Metal Matrix Composite) merupakan
gabungan dari dua material atau lebih dimana logam
sebagai matriks dan keramik sebagai penguat. Pada
umumnya logam aluminium banyak dipilih sebagai
matriks karena bersifat ringan dan mudah
difabrikasi. Komposit matriks aluminium saat ini
telah banyak dikembangkan untuk berbagai aplikasi
karena mempunyai sifat mekanis berupa kekerasan
dan ketangguhan yang unggul. Partikel penguat yang
diberikan berupa material keramik sehingga dapat
memperoleh sifat mekanis yang unggul seperti
kekerasan dan ketangguhan dengan berat yang lebih
rendah dibandingkan dengan baja.
Pengecoran squeeze (squeeze casting) adalah
pengeoran bertekanan dengan menggunakan cetakan
berbentuk die-punch di mana tekanan langsung
diberikan pada logam cair pada saat terjadi
pembekuan. Adanya kontak logam cair dengan
permukaan
die
memungkinkan
terjadinya
perpindahan panas yang cukup cepat, menghasilkan
struktur mikro yang homogen dengan sifat mekanik
yang baik serta produk mendekati ukuran yang
sebenarnya
[1].
Proses
squeeze
mampu
meningkatkan sifat fisis dan mekanis terutama
pada material dengan paduan dasar aluminium
dan magnesium [2]. Squeeze pada paduan dasar
aluminium mampu menghasilkan coran yang
mempunyai karakteristik seperti hasil

tempa [3,4]. Keunggulan squeeze casting adalah


dapat meminimalisasi cacat shrinkage, porositas dan
dapat menghasilkan struktur mikro yang globular
dimana dengan hasil seperti itu akan menghasilkan
sifat mekanis kekerasan dan ketangguhan yang
unggul [5,6].
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi
hasil produk cor adalah tekanan yang diberikan pada
saat proses squeeze casting [6]. Berdasarkan hal
ersebut, penelitian ini difokuskan untuk mengetahui
pengaruh tekanan pada proses squeeze casting
terhadap sifat mekanis serta cacat void dan porositas
dari komposit matriks Al berpenguat alumina
(Al2O3).

2.

METODOLOGI

Material matriks yang digunakan adalah ingot


Al-3Si yang ditambahkan unsur paduan 9 wt.% Zn
dan 6 wt.% Mg, sedangkan penguat yang dipakai
adalah partikel Al2O3 dengan fraksi volume
sebanyak 5 %. Proses pembuatan bahan baku
matriks dilakukan pada dapur lebur krusibel dengan
temperatur 850C, dengan proses degassing
menggunakan gas Argon. Alumina dipanaskan
terlebih dahulu dengan suhu 1000C selama satu
jam, kemudian dicampurkan ke dalam dapur lebur
dan dilakukan proses stirring dengan kecepatan
7500 rpm untuk mengoptimalkan pencampuran dari
matriks paduan aluminium dan penguat [7].

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

338

MAT-10
Proses squeeze casting pada komposit
dilakukan dengan variasi tekanan sebanyak tiga
variasi yakni 0, 10 dan 20 MPa. Pemberian tekanan
dilakukan di dalam cetakan pada kondisi semisolid
dari komposit. Cetakan sebelumnya dilakukan
preheating terlebih dahulu dengan temperatur 150
C. Komposit kemudian dilakukan karakterisasi sifat
mekanis berupa pengujian kekerasan dan impak
serta pengamatan struktur mikro dengan mikroskop
optik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kekerasan (HRB)

Gambar 1 merupakan hasil pengujian


kekerasan pada komposit matriks Al9Zn6Mg3Si
berpenguat 5 % alumina, yang menunjukkan bahwa
nilai kekerasan selaras dengan bertambahnya
tekanan yang diberikan pada saat proses squeeze.
Terlihat bahwa nilai rata-rata kekerasan aluminium
komposit dari komposit tanpa diberi penekanan
adalah 48 HRB. Komposit ini memiliki nilai
kekerasan yang terendah dibanding komposit yang
di squeeze dengan tekanan 10 MPa yaitu 63 HRB
dan komposit yang di squeeze dengan tekanan
20
MPa memiliki nilai kekerasan 72 HRB. Hal ini
disebabkan pemberian tekanan selama proses
solidifikasi dapat meminimalkan timbulnya cacat
shrinkage maupun porositas [8,9].

80
60

48.22

62.68

71.88

40
20
0
0

10

20
P (MPa)

Gambar 1. Hasil pengujian kekerasan komposit


matriks aluminium berpenguat alumina dengan
variasi tekanan proses squeeze casting.

Data hasil pengujian ketangguhan impak pada


komposit matriks Al9Zn6Mg3Si berpenguat alumina
dapat dilihat pada Gambar 2. Dari hasil pengujian
impak, didapatkan bahwa komposit dengan
pemberian variasi tekanan pada kondisi semisolid
yaitu sebesar 0, 10 dan 20 MPa memiliki nilai
ketangguhan yang beragam. Pada kenaikan tekanan
dari 0 menjadi 10 MPa terdapat peningkatan nilai
impak sebesar 8%. Hal ini selaras dengan hasil uji
kekerasan, dimana peningkatan nilai kekerasan juga
terjadi ketika pemberian tekanan yang sama yakni
dari 48 HRB menjadi 63 HRB. Hal ini disebabkan

Nilai Impak
(J/mm2)

3.

karena pemberian tekanan pada komposit pada saat


semisolid dapat memperbaiki struktur dengan
meminimalkan cacat cor berupa porositas sehingga
ketangguhan meningkat [8,10].
Kondisi ini tidak diikuti pada pemberian
tekanan sebesar 20 MPa dimana terjadi penurunan
nilai impak sebesar 15%, nilai impak dari komposit
menurun. Hal ini dimungkinkan terjadi karena
kekerasan dari aluminium komposit yang
meningkatnya nilai kekerasan sehingga kegetasan
menjadi faktor yang dominan.

0.03
0.028
0.026

0.028
0.026

0.024

0.024
0.022
0

10

20
P (MPa)

Gambar 2. Hasil pengujian impak komposit matriks


aluminium berpenguat alumina dengan variasi
tekanan proses squeeze casting.

Gambar 3 menunjukkan hasil pengujian


metalografi dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran struktur mikro permukaan dari komposit
matriks aluminium hasil pengecoran squeeze
casting. Pada Gambar 3(a) menunjukkan struktur
mikro dari aluminium komposit yang dibuat tanpa
penekanan, yang memperlihatkan masih terdapatnya
porositas dan juga struktur dendritik dari aluminium
komposit.
Terdapatnya cacat rongga pada logam ada dua
jenis, yaitu penyusutan ( shrinkage ) dengan bentuk
tidak teratur dan porositas gas berbentuk lingkaran.
Cacat penyusutan dengan bentuk tidak teratur ini
disebabkan
oleh
ketidakmampuan/kekurangan
silikon eutektik untuk menetralkan penyusutan dan
kontraksi panas (deformasi) selama proses
solidifikasi. Selama pembekuan terjadi proses
feeding dimana silikon eutektik yang terbentuk akan
melingkungi butir dendrit dan bersirkulasi ke semua
sistem struktur mikro [8].
Pada Gambar 3(b) memperlihatkan struktur
mikro dari aluminium komposit yang di cor dengan
tekanan sebesar 10 MPa. Hasil dari pengamatan
menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan
dikarenakan pengaruh tekanan yang terlihat dari
struktur dendrit aluminium komposit yang
mengalami perbaikan dengan memiliki ukuran yang
lebih pendek dibandingkan dengan sampel
sebelumnya serta berkurangnya cacat cor. Hal ini
selaras dengan nilai kekerasan yang mengalami
peningkatan yang cukup signifikan.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

339

MAT-10

terbukti mampu menghasilkan penurunan cacat cor


berupa shrinkage dan porositas yang signifikan.
Selain mengurangi cacat cor, pengaruh tekanan yang
diberikan pada proses pengecoran squeeze juga
mampu memperbaiki struktur dendrit dari
aluminium komposit sehingga mampu menghasilkan
struktur yang globular [6,8].

4.

Gambar 3. Hasil pengamatan struktur mikro


komposit matriks Al9Zn6Mg3Si berpenguat alumina
dengan variasi tekanan proses squeeze casting.
Tanda
menunjukkan cacat.

Dan pada Gambar 3 (c) memperlihatkan


struktur mikro dari matriks aluminium yang di
squeeze dengan tekanan 20 MPa. Terlihat adanya
perubahan struktur mikro dibandingkan aluminium
komposit yang di squeeze dengan tekanan sebesar 10
MPa. Hal ini didasari oleh perubahan struktur
dendritik komposit menjadi globular dan cacat cor
berupa shrinkage dan porositas pun juga berkurang.
Dari pengamatan metalografi terhadap
aluminium komposit yang diperoleh tersebut, bahwa
pemberian tekanan dalam proses squeeze casting

KESIMPULAN

Dari pengujian dan analisis pada aluminium


komposit Al9Zn6Mg3Si berpenguat 5 % alumina
dengan pengaruh variasi tekanan pada proses
squeeze casting, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pemberian tekanan pada proses pengecoran
squeeze mampu meminimalisir timbulnya cacat
shrinkage dan porositas sehingga sangat
berpengaruh pada produk coran, struktur
mikro, dan sifat mekanis dari aluminium
komposit .
2. Struktur mikro pada aluminium komposit
terlihat lebih memilki pola dan struktur yang
berbentuk globular seiring dengan semakin
tinggi dari tekanan yang diberikan dari tanpa
penekanan menjadi 20 MPa.
3. Nilai kekerasan berbanding lurus dengan
pengaruh peningkatan tekanan yang diberikan
terhadap aluminium komposit. Pada komposit
yang di squeeze tanpa penekanan memiliki
nilai terendah sebesar 48 HRB, kemudian
meningkat menjadi 63 HRB pada komposit
dengan tekanan 10 MPa, dan tekanan 20 MPa
memiliki nilai kekerasan tertinggi sebesar
72 HRB.
4. Nilai ketangguhan tertinggi dari aluminium
komposit
diperoleh
pada
komposit
Al9Zn6Mg3Si berpenguat 5 % alumina yang di
squeeze dengan tekanan 10 MPa yakni sebesar
0,028 J/mm2. Sedangkan pada pemberian
tekanan sebesar 20 MPa terjadi penurunan nilai
sebesar 15% dimana hal ini disebabkan oleh
kegetasan dari komposit yang meningkat.

Ucapan Terima Kasih


Penelitian ini dibiayai melalui skema Hibah Riset
MP3EI DIKTI 2014. Terima kasih kepada Sdr.
Ahmad Ashari, S.T.,M.T. yang telah membuat
desain cetakan dan peralatan untuk proses squeeze
casting.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

340

MAT-10

REFERENSI

[1] S. Tjitro dan Firdaus., Pengecoran


Squeeze, Jurnal Teknik Mesin, Vol. 2, No.
2, (2000).
[2] J. Campbell, Castings,
Heinemann, Oxford, 1995.

Butterworth

[3] T.M. Yue and G.A. Chadwick, Squeeze


Casting of Light Alloys and Their
Composites,
Journal
of
Material
Processing Technology, Vol. 58, pp. 302307, (1995).
[4] T.M. Yue, Squeeze Casting of HighStrength Alumunium Wrought Alloy
AA7010, Journal of Material Processing
Technology, Vol. 66, pp. 179-185, (1997).
[5] T.R.
Vijarayam
Vijarayam,
et.al.,
Fabrication of Fiber Reinforced Metal
Matrix Composite by Squeeze Casting
Technology,
Journal
of
Materials
Processing Technology, 178, pp. 34-38,
(2006).

[7] D. Rahmalina, B.T. Sofyan, B. Suharno,


E.S. Siradj, Development of Steel Wire
Rope
Reinforced
Aluminium
Composite for Armour Material Using
the Squeeze Casting Process, Advanced
Materials Research. Vol. 277, pp. 27-35,
(2011).
[8] Duskiardi, T. Soejono, Pengaruh Tekanan
dan Temperatur Die Proses Squeeze
Casting Terhadap Kekerasan dan
Struktur Mikro Pada Material Piston
Komersial Lokal., Jurnal Teknik Mesin,
Vol. 4, No.1, (2002).
[9]

, Composites, ASM International


Handbook Committee, ASM Handbook
Vo.21, (2001).

[10] Firdaus, Analisis Parameter Proses


Pengecoran Squeeze Terhadap Porositas
Produk Flens Motor Sungai, Jurnal
Teknik Mesin, Vol. 04, No. 1, pp. 6-12,
April (2002).

[6] M.R. Ghomashchi and A. Vikhrov,


Squeeze Casting : an overview, Journal of
Materials Prosessing Technology, Vol.
101, pp. 1-9, (1998).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

341

MAT-11

Analisis Struktur Mikro Austempered Ductile Iron


Yunita Sari
Jurusan Teknik Mesin - Fakultas Teknik - Universitas Negeri Jakarta
yunitasari@unj.ac.id & yunitasariunj@gmail.com
ABSTRAK
Besi tuang nodular (BTN) diberi perlakuan panas austemper untuk menghasilkan struktur matriks dan sifat mekanik
yang diinginkan yang tidak bisa diperoleh pada kondisi as-cast. Pada penelitian ini temperatur dan waktu austemper
dijadikan sebagai variabel untuk melihat pengaruhnya terhadap struktur mikro austempered ductile iron (ADI) yang
dihasilkan. Untuk memperoleh data mengenai perbedaan matriks dari ADI akibat perubahan temperatur dan waktu
austemper, maka dilakukan pengujian kekerasan makro dan mikro, penghitungan fraksi volume austenit sisa, dan
pengamatan struktur mikro dengan bantuan mikroskop. Kesimpulan yang didapat pada penelitian ini adalah peningkatan
temperatur dan waktu austemper menyebabkan struktur matriks ADI yang semakin menurun nilai kekerasannya. Hal ini
berkaitan erat dengan difusi karbon ke austenit selama pertumbuhan jarum-jarum ferit bainitik, sebab pada gilirannya
difusi karbon akan berpengaruh terhadap kestabilan austenit, kecepatan pertumbuhan ferit bainitik, kandungan karbon
dalam ferit bainitik, dan temperatur martensite start.
Kata kunci: Besi Tuang Nodular, Austemper, Struktur Mikro

I. Pendahuluan
Dalam struktur besi tuang biasanya
85% dari kandungan karbon berbentuk
sebagai grafit. Besi tuang nodular (BTN)
yang mempunyai grafit berbentuk bulat,
kekuatan tariknya lebih tinggi dibandingkan
dengan besi tuang yang bergrafit serpih. Hal
tersebut disebabkan serpih-serpih grafit
mengalami pemusatan tegangan pada ujungujungnya bila suatu gaya bekerja tegak lurus
pada arah serpih.1) Sifat mekanik BTN
terutama ditentukan oleh matriksnya, oleh
karena itu BTN dapat diberi perlakuan panas
austemper untuk mendapatkan matriks yang
mempunyai sifat mekanik lebih baik. Hasil
proses perlakuan panas austemper yang
dilakukan terhadap BTN ini dikenal sebagai
austempered ductile iron (ADI). Penelitian
ini bertujuan menganalisis perubahan struktur
mikro pada besi tuang nodular akibat proses
perlakuan panas austemper untuk berbagai
temperatur dan waktu tahan. Batasan
penelitian ini adalah menganalisis perubahan
struktur mikro matriks pada besi tuang
nodular hasil pengecoran PT. Barata
Indonesia, Gresik, Jawa Timur yang

termasuk tipe FCD 60 (menurut JIS G 5502)


dan grade 80-55-06 (menurut ASTM

A536-84) akibat proses perlakuan panas


austemper yang dilakukan di PT. Alpha
Austenite, Pulogadung, Jakarta dengan
kondisi sebagai berikut:
-

Preheating: 400oC, jam


Austenitizing: 900oC, 1 jam
Intermediate Quenching: 250oC, 1 jam
Austempering: 300 dan 350oC ; , 1, 1 ,
dan 2 jam

Analisis struktur mikro tersebut dilakukan


dengan melaksanakan pengujian kekerasan
makro dan mikro, penghitungan fraksi
volume, dan pengamatan foto struktur mikro.

II. Landasan Teori


Besi tuang nodular (BTN) atau besi
tuang ulet (ductile cast iron) biasanya
memiliki struktur mikro matriks ferit atau
perlit atau kombinasi keduanya, tergantung

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

342

MAT-11

pada
kecepatan
solidifikasi
komposisi kimianya.

dan/atau

dilakukan pendinginan. Waktu austemper


yang berlebihan menghasilkan dekomposisi
austenit menjadi ferit dan karbida.

Gambar 1 menunjukkan diagram


isothermal transformation (IT) untuk BTN,
bersama dengan urutan proses yang
menggambarkan penghasilan dari ADI. Pada
proses ini, austenisasi diikuti dengan
pendinginan cepat ke daerah intermediet
untuk waktu yang memungkinkan austenit
kaya karbon (H) yang metastabil untuk
bertransformasi menjadi ferit () atau ferit
plus sementit (Fe3C). Proses austemper
berlanjut sampai titik dimana seluruh matriks
bertransformasi menjadi produk metastabil
(tahap I) dan kemudian produk ini
didinginkan ke temperatur ruang sebelum
ferit bainitik yang sebenarnya plus fasa
karbida dapat muncul (tahap II).

Gambar 2. Diagram skematik yang menunjukkan


efek dari waktu austemper pada jumlah dan
kestabilan austenite dan kekerasan ADI. 3)

Gambar 1. Diagram IT dari urutan proses untuk


austemper dengan penurunan Ms dan Mf sesuai
dengan yang diperkaya dengan karbon selama
tahap I. 2)

Sifat mekanik dari ADI dapat dikaitkan


dengan faktor-faktor struktur mikro berikut
ini: morfologi bainit, jumlah austenit sisa
(retained austenite), ada tidaknya senyawa
karbida, dan jumlah martensit yang terbentuk
selama pendinginan setelah austemper.
Gambar 2 secara skematis mengilustrasikan
pengaruh dari waktu austemper pada
kestabilan austenit, dan menunjukkan
kekerasan dari matriks yang dihasilkan. Pada
waktu austemper yang singkat, difusi karbon
ke austenit tidak cukup untuk menstabilkan
austenit, dan martensit terbentuk ketika

Austemper adalah proses perlakuan


panas isotermal yang digambarkan secara
skematis pada Gambar 3 untuk BTN tanpa
paduan. Pada daerah temperatur austemper
(250-500oC), transformasi bermula dengan
dengan nukleasi ferit bainitik pada antar fasa
dan batas butir. Karena kandungan Si yang
tinggi dari BTN, presipitasi karbida tidak
terjadi dengan segera, seperti halnya yang
terjadi pada baja.

Gambar 3. Diagram transformasi isothermal


skematik untuk BTN tanpa paduan, superimpose
pada plot suhu-waktu untuk perlakuan panas
austemper. 4)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

343

MAT-11

Pada temperatur perlakuan isotermal di


bawah
kira-kita
330oC,
kecepatan
pertumbuhan jarum-jarum ferit tinggi, dan
kecepatan difusi karbon relatif rendah, ini
menyebabkan kandungan karbon tinggi
dalam ferit bainitik. Pada tahap awal dari
perlakuan panas austemper, karbon ditolak
dari ferit dan berpresipitasi sebagai karbida
(Fe2.4C) dalam jarum-jarum ferit, dan ini
sering ditunjuk sebagai karbida bainitik.
Selama karbon ditolak dari ferit bainitik ke
residual austenite, transformasi dapat
berlangsung kontinyu. Setelah perlakuan
austemper selama 0,5-3 jam, hanya sejumlah
kecil dari austenit sisa (retained austenite)
yang ada setelah pendinginan ke temperature
ruang. Struktur yang dihasilkan pada ADI ini
disebut sebagai bainit bawah (lower bainite),
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4a.

austemper dihentikan pada tahap yang lebih


awal, temperatur Ms akan tetap di atas
temperatur ruang dan residual austenite akan
bertransformasi paling tidak sebagian
menjadi martensit selama pendinginan.

III. Hasil dan Pembahasan


Hasil pengujian kekerasan:

Hasil foto struktur mikro:

Gambar 4. Mekanisme pembentukan dari a)bainit


bawah dan b)bainit atas. 4)

Pada temperatur perlakuan panas yang


lebih tinggi (di atas 330oC ) mekanisme
transformasi
yang
berbeda
terjadi,
menghasilkan pembentukan bainit atas
(upper bainite) seperti yang terlihat pada
Gambar 10b. Difusi karbon lebih cepat, jadi
sebagian besar karbon dapat berdifusi keluar
dari pelat-pelat ferit bainitik yang tumbuh,
memperkaya residual austenite. Jika proses
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

(300oC, 1 Jam, 500x)

344

MAT-11

austenit tidak cukup untuk menstabilkan


austenit atau dengan kata lain jika proses
austemper dihentikan pada tahap yang lebih
awal maka temperatur martensite start akan
tetap di atas temperatur ruang dan austenit
akan bertranformasi paling tidak sebagian
menjadi martensit selama pendinginan. Teori
mengatakan bahwa waktu tahan austemper
yang semakin lama akan meningkatkan difusi
karbon ke austenit selama proses isotermal
austemper berlangsung, sehingga kandungan
karbon dalam austenit meningkat dan jumlah
austenit sisa bertambah besar.
(350oC, 1 Jam, 500x)
Dari data hasil pengujian kekerasan,
terlihat bahwa kekerasan ADI menurun
dengan bertambah tingginya temperatur
austemper, begitu juga halnya dengan data
hasil pengujian kekerasan bainit. Hal tersebut
disebabkan transformasi pada temperatur
austemper yang lebih tinggi menghasilkan
struktur yang lebih kasar dan menghasilkan
austenit sisa yang lebih banyak. Pada
temperatur transformasi isotermal yang lebih
tinggi, kecepatan pertumbuhan jarum-jarum
ferit rendah sebab kecepatan difusi karbon ke
austenit relatif tinggi, ini menyebabkan
kandungan karbon rendah dalam ferit
bainitik.
Selain
itu
penyebab
lain
menurunnya kekerasan ADI pada temperatur
austemper yang lebih tinggi adalah
kemungkinan terbentuknya martensit lebih
kecil
dibandingkan
pada
temperatur
austemper yang lebih rendah. Umumnya
awal dan akhir dari transformasi lebih cepat
dengan meningkatnya temperatur austemper
akibat meningkatnya kecepatan difusi, ini
disertai dengan meningkatnya jarak ferit
bainitik-austenit karbon tinggi. Pada foto
struktur mikro, bainit yang dihasilkan ADI
dari temperatur austemper yang lebih tinggi
terlihat lebih terang, sebab terdiri dari jarumjarum ferit yang relatif kasar.
Dengan bertambah lamanya waktu
tahan austemper, data hasil pengujian
kekerasan menunjukkan bahwa kekerasan
ADI terlihat cenderung menurun. Penyebab
hal tersebut adalah adanya peningkatan difusi
karbon ke austenit selama waktu tahan
austemper yang semakin lama, sehingga
kandungan karbon pada jarum-jarum ferit
menurun. Selain itu, pada waktu tahan
austemper yang singkat difusi karbon ke

Daftar Pustaka
[1]. Surdia, Tata dan Kenji Chijiiwa. Teknik
Pengecoran Logam. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita, 1980.
[2]. ASM International (The Materials
Information Society). Heat Treating.
ASM Handbook, Vol. 4. USA, 1991.
[3]. QIT-Fer et Titane Inc. Ductile Iron Data
for Design Engineers. 1990.
[4]. Blackmore, P.A. & R.A. Harding. The
Effects
of
Metallurgical
Process
Variables on the Properties of
Austempered Ductile Iron. ASM Vol. 3,
No. 4. USA, 1984
[5]. Shea, M. M. & E. F. Ryntz.
Austempering Nodular Iron for Optimum
Toughness. AFS Transactions.
[6]. Moore, D. J., T. N. Rouns & K. B.
Rundman. Effect of Manganese on
Structure and Properties of Austempered
Ductile Iron: A Processing Window
Concept. AFS Transactions.
[7]. Tanaka, Yuichi & Hideko Kage.
Development and Application of
Austempered Spheroidal Graphite Cast
Iron. Materials Transactions Vol. 33, No.
6. 1992.
[8]. Darwish, N. & R. Elliott. Austempering
of Low Manganese Ductile Iron, Part 1
Processing Window. Materials Science
and Technology, July 1993.
[9]. Voort, George F. V. Metallography,
Principles, and Practice. USA: McGrawHill Book Company, 1984.
[10]. BCIRA (British Cast Iron Research
Association). Metallurgy and Production
of Grey and Ductile Iron. FOSECO.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

345

MAT-12

Studi Pembuatan Film Tipis TiN pada Baja AISI-D2 dengan Proses PVD
Yunita Sari
Jurusan Teknik Mesin - Fakultas Teknik - Universitas Negeri Jakarta
yunitasari@unj.ac.id & yunitasariunj@gmail.com
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menghasilkan pelapisan titanium nitrida (TiN) pada perkakas potong untuk
memperbaiki sifat tribologi dengan meningkatkan ketahanan aus permukaan melalui peningkatan kekerasan
dan penurunan koefisien friksi. Dibandingkan dengan metode lain, pelapisan dengan proses physical vapor
deposition (PVD) khususnya dengan teknik sputtering memiliki keunggulan, antara lain dapat menghasilkan
ikatan yang kuat dan material yang dapat dideposisikan bisa sangat bervariasi misalnya logam atau
keramik. Pada penelitian ini teknik PVD yang digunakan adalah reactive dc diode unbalanced magnetron
sputtering menggunakan target Ti dan TiN dengan substrat baja perkakas pengerjaan dingin. Proses
deposisi dilakukan dalam ruang vakum bertekanan 0,1 Torr, temperatur substrat 450 oC, jarak targetsubstrat 20 mm, daya listrik 300 watt, dalam lingkungan gas argon dan nitrogen. Hasil karakterisasi pada
film tipis dengan analisis XRD tidak mengindikasikan terbentuknya lapisan TiN, namun pengujian XRF
menunjukkan adanya logam titanium pada permukaan specimen. Argumentasi tersebut didukung oleh hasil
analisis EDAX yang juga menunjukkan adanya unsure titanium dan nitrogen pada permukaan substrat.
Pengamatan metalografi dengan SEM pada potongan melintang tidak memberikan hasil yang memuaskan
karena diduga film tipis TiN yang terdeposisi tebalnya hanya sekitar beberapa puluh nanometer. Demikian
juga dengan hasil pengujian kekerasan mikro yang tidak menunjukkan peningkatan nilai kekerasan yang
signifikan.
Kata kunci: Film Tipis, TiN, PVD

I. Pendahuluan
Pelapisan (coating) titanium nitride (TiN)
pada perkakas potong (Cutting tools)
menghasilkan kekerasan dan ketahanan abrasi
yang tinggi, koefisien friksi yang rendah, dan
stabilitas termal yang tinggi, serta dapat
mencegah terjadinya keausan adhesive yang
sering disebut fenomena galling. 1-4) Pelapisan
TiN untuk meningkatkan kinerja perkakas
potong telah banyak dilakukan, sebagai
contoh aplikasinya pada high-speed steel tools
oleh Bunshah dan Shabaik pada tahun 1975
menunjukkan peningkatan yang besar pada
umur perkakas potong tersebut.5)
Penelitian ini bersifat eksperimental,
menggunakan metode pelapisan reactive dc
diode unbalanced magnetron sputtering di
Laboratorium FISMATEL, Jurusan Fisika,
ITB, dengan menggunakan target senyawa
TiN dengan kemurnian 99% dari hasil proses

kompaksi dan sintering yang dilakukan di


Jurusan Metalurgi FTUI dan target logam Ti
dengan kemurnian 99% yang merupakan
commercially pure titanium sheet grade I.
Proses deposisi dilakukan pada temperature
substrat 450oC dan tekanan ruang vakum 0,1
Torr. Material substrat adalah baja AISI-D2
(ASSAB XW-42) yang merupakan baja
perkakas pengerjaan dingin (cold work tool
steel) yang banyak digunakan sebagai
perkasas potong. Proses deposisi yang
dilakukan diharapkan akan menghasilkan
lapisan 1-5 m dengan komposisi kimia
titanium nitrida (TiN). Karakteristik film tipis
yang diperoleh akan dianalisis dengan
bantuan XRD, XRF, SEM, dan EDAX, serta
dengan pengujian kekerasan superfisial
sehingga dapat diketahui komposisi kimia,
topography permukaan, morphology struktur,
internal stress, dan tebal film serta nilai
kekerasannya.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

346

MAT-12

II. Landasan Teori


Proses dasar dari PVD terbagi menjadi
dua
kategori,
yaitu
sputtering
dan
evaporation. Pembagian tersebut adalah
berdasarkan teknik pembentukan uapnya.
Sputtering merupakan teknik nontermal
sedangkan evaporasi adalah teknik termal.6)
Sputtering adalah fenomena dimana transfer
momentum terjadi dari partikel berenergi
(biasanya ion Ar+) terhadap material target
yang menyebabkan terlepasnya atom-atom
atau molekul-molekul pada permukaan target
tersebut.5) Argon yang merupakan gas inert
(noble) sering digunakan sebagai working gas
karena mudah terionisasi dan memiliki massa
yang besar sehingga memberikan sputtering
yield yang besar.7) Proses sputtering dimulai
ketika electric discharge menyebabkan gas
argon terionisasi. Electric discharge pada
tekanan yang rendah ini sering disebut sebagai
glow discharge dan gas yang terionisasi
disebut plasma.8) Pada proses deposisi
sputtering, target (katoda) yang dihubungkan
dengan suplai voltase negatif dan substrat
berada pada ruang vakum, kemudian glow
discharge diinisiasikan setelah gas inert
(biasanya argon) dimasukkan (Gambar 1).
Laju erosi targetnya adalah seperti yang
terlihat pada persamaan (1) sebagai berikut:5)

Jumlah material sputtering dalam satu satuan


waktu adalah seperti yang terlihat pada
persamaan (2) berikut ini:
Q = k.V.i./p.d. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2)
k = konstanta
V = tegangan listrik
i

= arus listrik

p = tekanan gas
d = jarak anoda-katoda
Dengan menggunakan medan magnet pada
proses diode sputtering efisiensi ionisasi dapat
ditingkatkan. Medan magnet diaplikasikan
paralel dengan permukaan katoda sehingga
membentuk electron traps yang akan
mengarahkan gerak elektron seperti yang
terlihat pada Gambar 2 berikut ini:6)

R = 62,3 J.S.MA/ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1)


J

ion current density (mA/cm2)

sputtering yield (atoms/ion)

MA =

atomic weight (g)

target density (g/cm3)

Gambar 2. Konfigurasi unbalanced magnetron


sputtering6)

Gambar 1. Sistem proses deposisi sputtering9)

Mekanisme kondensasi film secara prinsip


dibedakan menjadi tiga, tergantung pada
kekuatan dari interaksi antara atom-atom
lapisan dan antara atom-atom lapisan dengan
substrat,6) seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 3:

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

347

MAT-12

a. Pertumbuhan
lapisan
per
lapisan
(mekanisme Frank-Van der Merwe)
b. Nukleasi tiga dimensi, pembentukan,
pertumbuhan, dan penggabungan pulaupulau (mekanisme Volmer-Weber)
c. Adsorpsi lapisan tunggal dan nukleasi
selanjutnya pada bagian atas lapisan
(mekanisme Stranski-Krastanov)

(b)
Gambar 4. Pola difraksi hasil pelapisan:
(a) Target TiN, (b) Target Ti

Karakterisasi dengan XRF ditujukan


untuk mengkonfirmasi adanya unsur titanium
pada permukaan substrat sebab dibandingkan
dengan XRD, kedalaman penetrasinya jauh
lebih rendah.

Gambar 3. Model pertumbuhan film:


(a) Frank-Van der Merwe (layer), (b) Volmer-Weber
(island), dan (c) Stranski-Krastanov 8)

III. Hasil dan Pembahasan


Hasil karakterisasi dengan menggunakan
XRD tidak mengindikasikan terbentuknya
film TiN, baik pada hasil pelapisan dengan
target TiN maupun Ti. Pada pengamatan pola
difraksi yang diperoleh terlihat adanya fasafasa yang terdapat pada substrat, misalnya
elemen Fe (besi), senyawa CrC (kromium
karbida), VC (vanadium karbida), dan Fe2C
(besi karbida). Tidak teramatinya fasa TiN
pada analisis kualitatif dengan XRD ini
kemungkinan disebabkan oleh terlalu kecilnya
fraksi volume TiN yang terdapat pada
permukaan substrat dan/atau film TiN
berstruktur amorf.10)

Gambar 5. Hasil pengujian XRF

Hasil karakterisasi dengan EDAX mendukung


argumentasi
yang
disampaikan
pada
karakterisasi dengan XRF. Hasil pengujian
EDAX untuk pelapisan dengan target TiN
terlihat pada Gambar 6 yang menunjukkan
terdeteksinya unsur titanium dan nitrogen,
membentuk intensitas relatif yang cukup
tinggi.

(a)
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

348

MAT-12

Gambar 6. Hasil pengujian EDAX

Karena keterbatasan alat sputtering


yang digunakan, maka proses deposisi
dilakukan pada tingkat vakum yang sangat
rendah (tekanan pada chamber sangat tinggi)
yaitu sekitar 0,1 Torr dengan daya yang
sangat kecil yaitu kira-kira 300 watt. Hal ini
diperkirakan menjadi penyebab film yang
diperoleh jauh dari yang diharapkan. Selain
itu untuk target TiN seharusnya menggunakan
rf (radio frequency) sputtering sebab senyawa
TiN memiliki konduktivitas listrik yang
kurang baik karena merupakan merupakan
material semikonduktor tipe-n (metal-excess
semiconductor).7)
Hal lain yang diduga
menjadi penyebab laju sputtering sangat
lambat sehingga dihasilkan deposisi film yang
sangat tipis adalah digunakannya target Ti
dari lembaran hasil hot rolling dan bukan dari
serbuk yang dibentuk dengan hot pressing
sehingga dibutuhkan energi (dalam hal ini
daya listrik) yang lebih besar untuk dapat
melepaskan partikel-partikel dari permukaan
target.11)
Pada proses magnetron sputtering, tekanan
minimum
untuk
menunjang
dalam
menghasilkan deposisi film adalah 2,25x10-2
7,5x10-4 Torr agar sputtered particles
mempunyai energy kinetik yang cukup untuk
mencapai substrat dan laju deposisi meningkat
dengan menurunnya efek scattering dan
redeposisi.8) Plasma dapat menghasilkan
proses deposisi film bila reaksi free-radical
dan ion bombardment berlangsung efektif.
Selain itu bila tekanan chamber terlalu besar,
maka gas scattering juga akan mendominasi
gerakan elektron. Selain itu ada literatur lain
yang menguatkan pernyataan di atas: fraksi

sputtered deposit yang kembali ke katoda


meningkat dengan bertambah besarnya
tekanan dan impurity gases akan sangat
menurunkan laju deposisi.12) Membandingkan
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Rahmat13) yang menggunakan tekanan sebesar
7,5x10-3
Torr,
semakin
memperkuat
kesimpulan tersebut. Selanjutnya studi
literatur menyatakan bahwa laju deposisi bisa
mencapai 1 sampai 10 nm per detik untuk
proses magnetron sputtering pada range
3,75x10-3 sampai 7,5x10-4 Torr.4) Tekanan
yang tinggi pada ruang vakum menyebabkan
menyingkatnya mean free path dari partikel,
sehingga menurunkan jumlah particles
impinging pada substrat sebab lebih banyak
terjadi collisions dengan molekul-molekul
gas, selain itu tekanan yang besar juga
menimbulkan occlusions dari gas pada film.9)

Daftar Pustaka
[1]. R. M. Souto & H. Alanyali. 2000.
Electrochemical Characteristics of Steel
Coated with TiN and TiAlN. Corrosion
Science. 42: 2201-2211.
[2]. Cutting Tools Engineering Magazine.
Michael Weiner. Volume 51, Number 1.
Feb. 1999. 1-6. Coating Move Forward.
[3]. M. Sokovic & M. Bahor. 1998. On The
Inter-Relationships of Some Machinability
Parameters in Finish Machining with
Cermet TiN (PVD) Coated Tools. Journal
of Materials Processing Technology. 78:
163-170.
[4]. E. O. Ezugwu & C. I. Okeke. 2001. Tool
life and wear mechanisms of TiN coated
tools in an intermittent cutting operation.
Journal
of
Materials
Processing
Technology. 116(1): 10-15.
[5]. ASM Handbook Vol. 18. 1992. 840-849.
Friction,
Lubrication,
and
Wear
Technology. ASM International, USA.
[6]. ASM Handbook Vol. 5. 1994. 574-580.
Surface Engineering. ASM Int., USA.
[7]. ASM Metals Handbook Volume 13. 1987.
456-458. Corrosion. Ninth Edition. ASM
International, USA.
[8]. Smith , Donald L. 1995. 1-584. Thin-Film
Deposition. McGraw-Hill, Inc., USA.
[9]. Department of Trade and Industry. 110122. Wear Resistant Surfaces in

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

349

MAT-12

Engineering. London Her Majestys


Stationery Office.
[10]. Pembuatan Lapisan Tipis TiN
(Titanium Nitrida) dengan Metode RFSputtering
dan
Karakterisasinya.
Yofentina Iriani. Jurusan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Program
Pascasarjana UGM. 2000. 29-41.
[11]. Diskusi dengan Pakar: Dr. Cuk
Imawan. FMIPA-UI
[12]. Eckertova, Ludmila. 1986. 11-326.
Physics of Thin Film. Plenum Publishing
Corporation, New York.
[13]. Rahmat Widodo Adi, PhD. & Dr. Na
Peng Bo. Laporan Penelitian FMIPA-UI.
Struktur mikro dan sifat-sifat film titanium
nitrida yang dibuat dengan sputtering
magnetron reaktif. November 1995.
[14]. Wasa,
Kiyotaka&
Hayakawa,
Shigeru. 1992. Handbook of Sputter
Deposition Technology: Principles and
Applications. Park Ridge, N. J.: Noyes
Pub.
[15]. M.G. Hocking, V. Vasantasree, &
P.S. Sidky. 1989. 49-103. Metallic and
Ceramic Coatings. Longman Scientific
and Technical, New York.
[16]. Smallman & Bishop. 1995. 407-410.
Metals and Materials. ButterworthHeinemann Ltd., Oxford.
[17]. Engineered
Material
Handbook
Volume 4. 1991. 215-220. Ceramics and
Glasses. ASM International, USA.
[18]. Matthews, Dr. Allan. 1985. Surface
Engineering Designers guide: Titanium
Nitride PVD Technology. Surface
Engineering. Volume 1. Number 1.
[19]. Maissel, Leon I. & Glang. 8.1-8.42.
Handbook of Thin Film Technology.
[20]. Pulker, Hans K. 1989. 1-139. Wear
and Corrosion Resistant Coatings by
CVD & PVD. Expert Verlag.
[21]. Feldman, Leonard C. & Mayer, James
W. 1-140. Fundamentals of Surface and
Thin Film Analysis.
[22]. Sobe, Gerhard. 1995. Partially
reactive d.c. magnetron sputtering --- a
key to new understanding of reactive
plasma sputter deposition?. Surface and
Coatings Technology 74: 80-84.
[23]. Krauss, George. 1990. 331-337. Steel:
Heat
Treatment
and
processing
Principles. ASM International, Ohio.

[24]. A. M. Howatson. 1965. An


Introduction to Gas Discharges. Pergamon
Press LTD., Great Britain.
[25]. D. A. Porter, K. E. Easterling. 1981.
186-1197. Phase Transformations in
Metals and Alloys. Van Nostrand
Reinhold Co. Ltd., New York.
[26]. I. M. Hutchings. 1992. Trilogy
(Friction and Wear of Engineering
Materials). The Cambridge University
Press, Great Britain.
[27]. S. Dolinsek & M. Sokovic. 1998.
Influence of TiN (PVD) coating on the
tool on the identification parameters in
turning. Journal of Materials Processing
Technology. 78: 67-74.
[28]. Farag, Mahmoud M. 1989. Selection
of
Materials
and
Manufacturing
Processes for Engineering Design.
Prentice Hall International (UK) Ltd.,
Great Britain.
[29]. Advanced Materials and Process:
GEM (Guide to Engineered Materials)
2001. December 2000. 81-84. Volume
158. Number 6. ASM International, USA.
[30]. Lu, Jian. 1996. 71-84. Handbook of
Measurement of Residual Stresses. The
Fairmont Pres, Inc., USA.
[31]. Voort, Vander. 1984. 373-382.
Metallography: Principles and Practice.
McGraw-Hill, Inc., USA.
[32]. Friction and wear behavior of
titanium nitride coatings on AISI 310
stainless steel and AISI 01 tool steel. Tri
Endah Susiloningrum. University of
Manchester, Institute of Science and
Technology. May 1995. 7-12.
[33]. C. J. Tavares, L. Rebouta, M.
Andritschky, & S. Ramos. 1999.
Mechanical characterization of TiN/ZrN
multi-layered coatings. Journal of
Materials Processing Technology 92:
177-183.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

350

MAT-13

Initial Observation on the Characteristics of Small Caliber Cartridge Case


Before and After Firing
Imam Basori a,b, Bondan T. Sofyan b
a
Department of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering,
Universitas Negeri Jakarta
E-mail addres: unimam_r_one@yahoo.com
b
Department of Metallurgy and Materials Engineering, Faculty of Engineering,
Universitas Indonesia
E-mail addres: bondan@eng.ui.ac.id
Abstract
Cartridge case is one important component of ammunition of firearms, in which explosion of gunpowder to release
projectiles occurs here. Cartridge case has a specific bottle neck shape with various wall thickness. The maximum thickness
is on the head and decrease toward the neck section, whose thickness of between 0.5-1.0 mm. Differences in thickness on
each section shows different levels of deformation. This research observed the characteristics of cartridge cases with the
caliber of 9, 5.56, and 7.62 mm, including analysing the deformation mechanisms occurring in the material during
processing.
We studied cartridge cases in two conditions: before and after fired. Detailed characterisation was focused on the head
and body sections of the cases. Chemical composition analysis was conducted by using Optical Emission Spectroscopy, while
hardness testing was performed with Micro Vickers method. Optical microscope and Scanning Electron Microscopy (SEM)
was used to observe microstructure. The results showed that the chemical composition of the cartridge case material with the
caliber of 9, 5.56; and 7.62 mmwas in the range of 71-72.2% wt Cu; 27.1-28.7 wt% Zn; 0.17- 0.23 wt% Bi and 0.026 - 0.035
wt% Co. The microstructures of the head section of all of caliber consisted of large grain size with flat elongated
morphology, while those of the body section showed small and equiaxed grains. The flat-elongated grains in the head
section clearly showed twin boundary, which suggesting deformation by twinning. Microstructure and hardness of cartridge
case of all of caliber before and after fired did not show significant differences, indicating that the temperature caused by
gunpowder explosion did not reach the recrystallization temperature of the material.
Keywords: cartridge case, deformation mechanisms, twinning, twin boundary.

Observasi Karakteristik Selongsong Munisi Kaliber Kecil Sebelum dan


Sesudah Ditembakkan
Imam Basori a,b, Bondan T. Sofyan b
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
E-mail: unimam_r_one@yahoo.com
b
Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
E-mail: bondan@eng.ui.ac.id
a

Abstrak
Selongsong munisi merupakan salah satu komponen dari sebuah munisi untuk senjata api. Komponen ini memiliki
peranan yang sangat penting dalam sebuah konstruksi munisi, karena proses ledakan mesiu yang merupakan sumber energi
utama untuk laju proyektil terjadi didalamnya. Selongsong memiliki ketebalan dinding yang berbeda pada setiap bagiannya.
Ketebalan tertinggi ada pada bagian kepala (head) dan cenderung menipis sehingga pada bagian leher (neck) mencapai
ketebalan antara 0.5-1.0 mm. Ketebalan yang berbeda pada setiap bagian menunjukkan tingkat deformasi yang berbeda.
Pada penelitian ini dilakukan observasi karakteristik selongsong munisi kaliber 9, 5.56, dan 7.62 , termasuk analisis untuk
mengetahui mekanisme deformasi yang terjadi pada material.
Proses penelitian dilakukan dengan melakukan pengujian pada selongsong munisi sebelum dan sesudah ditembakkan.
Karakterisasi difokuskan pada bagian head dan body. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian komposisi kimia
menggunakan Optical Emission Spectroscopy, pengamatan struktur mikro menggunakan mikroskop optik dan Scanning
Electron Mikroskop (SEM) serta pengujian kekerasan menggunakan metode Vickers Mikro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi kimia material selongsong munisi kaliber 9, 5.56dan 7.62 mm berada
pada kisaran 71-72.2 %wt Cu; 27.1-28.7 %wt Zn; 0.17-0.23 %wt Bi dan 0.026-0.035 %wt Co. Struktur mikro bagian head
pada ketiga jenis kaliber memiliki ukuran butir yang lebih besar dengan bentuk butir yang pipih memanjang, jika
dibandingkan pada bagian body yang berbentuk equiaxed. Penampakan twin boundary pada struktur mikro bagian head

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

351

MAT-13

menandakan pada bagian ini terjadi mekanisme deformasi dengan twinning. Struktur mikro dan kekerasan selongsong
munisi pada ketiga jenis kaliber sebelum dan sesudah ditembakkan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, hal ini
menandakan bahwa temperatur yang ditimbulkan oleh ledakan mesiu tidak mencapai temperatur rekristalisasi material.
Kata Kunci : Selongsong munisi, mekanisme deformasi, twinning, twinn boundary.

1.

Pendahuluan

Selongsong merupakan salah satu komponen


dari sebuah munisi untuk senjata api. Komponen
ini memiliki peranan yang sangat penting karena
proses ledakan mesiu yang merupakan sumber
energi utama untuk laju proyektil terjadi
didalamnya. Anatomi selongsong munisi terdiri
dari 4 bagian utama, yaitu: head, body, shoulder
dan neck (Gambar 1). Primer yang merupakan
bagian dari munisi yang berfungsi sebagai pemicu
ledakan mesiu terletak pada bagian head,
sedangkan proyektil terletak pada bagian neck.
Selongsong memiliki ketebalan dinding yang
berbeda pada setiap bagiannya. Ketebalan tertinggi
ada pada bagian head dan cenderung menipis
sehingga pada bagian neck mencapai ketebalan
antara 0.5-1.0 mm (Feng et al., 1994).

Gambar 1. Skema anatomi selongsong munisi


(www.designboom.com).
Selongsong munisi terbuat dari logam paduan
kuningan cartridge brass, yaitu logam paduan
antara unsur tembaga dan seng dengan komposisi
70% tembaga dan 30 % seng (Feng et al., 1994).
Proses pembuatan paduan kuningan dilakukan
dengan proses pengecoran (Campbell, 1991), pada
tahapan selanjutnya dilakukan proses canai untuk
menghasilkan lembaran paduan kuningan. Proses
pencanaian memegang peranan penting dalam
pembentukan lembaran paduan kuningan dengan
tekstur tertentu. Proses pencanaian dingin yang
bertujuan untuk pengurangan ketebalan plat akan
menimbulkan proses strain hardening yang
meningkatkan kekerasan dan kekuatan logam, akan
tetapi mengurangi keuletan dan sifat mampu
bentuk, akan tetapi sifat mampu bentuk ini bisa
ditingkatkan kembali dengan proses anil (Hajizadeh
et al., 2014). Dari lembaran paduan kuningan,
diperoleh bentuk koin yang dilanjutkan dengan
beberapa tahapan proses pembentukan sehingga
didapatkan bentuk akhir berupa selongsong munisi
(Weaver, 1968). Proses pembentukan selongsong
munisi terdiri dari tiga tahapan proses, yaitu proses
pembentukan itu sendiri, proses pencucian dan
proses perlakuan panas (Nuetzman et al., 2013).

Tingkat deformasi yang cukup tinggi selama


proses pembentukan lembaran paduan kuningan
(dalam hal ini deep drawing) mengharuskan
material memiliki kemampubentukan (formability)
yang tinggi. Aliran material dalam proses deep
drawing sangat dipengaruhi oleh nilai Limiting
Drawing Ratio (Leu et al., 1999). Aliran material
dalam proses deep drawing akan terjadi dengan
baik apabila lembaran logam memiliki Limiting
Drawing Ratio (LDR) yang tinggi. Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
karakteristik material, desain dari penekan (punch)
dan cetakan (die) serta kondisi gesekan. Besarnya
gaya penekanan, diameter blank, kelonggaran dan
kecepatan drawing juga sangat berpengaruh
(Boljanovic, 2004).
Karakteristik material memegang peranan yang
cukup tinggi dalam menjamin keberhasilan proses
deep drawing, hal ini berhubungan dengan sifat
mampu bentuk material. Sifat mampu bentuk
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti struktur
kristal padatan, Stacking Fault Energi (SFE) ,
ukuran butir dan komposisi paduan. Paduan
kuningan cartridge brass memiliki struktur kristal
FCC dengan tingkat SFE yang rendah. SFE
merupakan sejumlah energi yang dibutuhkan untuk
terjadinya salah susun pada kristal. Salah susun
sendiri merupakan fenomena pada kristal dimana
antara dua kristal padat mempunyai urutan
tumpukan yang salah atau tidak seharusya. Logam
dengan tingkat SFE yang rendah memiliki
kecenderungan untuk mengalami deformasi
twinning disamping slip selama proses deformasi
yang cukup besar. Pada logam dengan tingkat SFE
rendah, mekanisme deformasi bisa mengalami
transisi dari mekanisme slip menjadi mekanisme
twinning. Transisi ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat deformasi yang terjadi (Yan et al., 2014).
Dewasa ini masih menjadi perdebatan perihal level
deformasi dimana mekanisme slip bertransisi
menjadi mekanisme twinning.
Yan et al. (2014) adalah salah satu peneliti
yang mempelajari fenomena ini. Penelitian
dilakukan pada logam paduan Cu-32%Zn yang
memiliki Stacking Fault Energy (SFE) yang
rendah dengan melakukan pengerolan dengan
pengurangan ketebalan sebesar 30% dilanjutkan
dengan perlakuan panas untuk mendapatkan ukuran
butir rata-rata 30 m. kemudian dilanjutkan
pengerolan dengan pengurangan ketebalan masingmasing 20%, 40%, 80% dan 98%. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa pada paduan kuningan
alpha dengan tingkat deformasi 20% ketebalan,

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

352

MAT-13

mekanisme deformasi masih didominasi dengan


dislokasi slip dan sedikit twinning yang ditandai
dengan munculnya twin boundary. Untuk
pengurangan ketebalan 40%, 80 % dan 98%,
mekanisme deformasi didominasi oleh mekanisme
shear banding.
Pada penelitian ini akan dilakukan observasi
terhadap karakteristik sampel selongsong munisi
kaliber kecil 9, 5.56, dan 7,62 mm serta pengaruh
temperatur ledakan mesiu didalam selongsong
terhadap kekerasan dan struktur mikro.
2.

Pada Gambar 3.1 ditunjukkan posisi


pengambilan sampel untuk munisi kaliber 9 mm
sebelum dan sesudah ditembakkan.
Head

Body

Gambar 3.1. Penampang munisi kaliber 9 mm

Metode penelitian

Sampel penelitian berupa selongsong munisi


kaliber 9 mm, 5.56 dan 7.62 mm. Karakterisasi
dilakukan terhadap selongsong sebelum dan
sesudah ditembakkan untuk mengetahui pengaruh
temperatur ledakan mesiu terhadap material
selongsong munisi. Selongsong dari munisi yang
belum ditembakkan dilepaskan secara manual.
Selongsong dibersihkan menggunakan alkohol dan
dipotong melintang menggunakan abrasive cutter
Struers. Pengujian yang dilakukan meliputi
pengujian komposisi kimia, pengamatan struktur
mikro, pengujian kekerasan dan juga pengamatan
menggunakan Scanning Electron Microscop
(SEM) pada bagian head dan body selongsong
munisi. Pengujian komposisi kimia material
selongsong munisi dilakukan dengan menggunakan
Optical
Emission
Spectroscopy
(OES).
Pengamatan
struktur
mikro
dilakukan
menggunakan mikroskop optik dan Scanning
Electron Microscope (SEM). Preparasi sampel
sesuai standar dengan zat etsa 10g FeCl3 + 100 ml
alkohol. Pengujian kekerasan dilakukan dengan
metode Vickers dengan beban 1 kg.
3.

3.2. Struktur mikro munisi kaliber 9 mm

Hasil dan pembahasan

3.1. Komposisi kimia


Hasil pengujian komposisi kimia ditampilkan
pada Tabel 3.1. Terlihat bahwa seluruh kaliber
memiliki kandungan Zn yang hampir sama pada
kisaran 28% berat. Keberadaan unsur yang lain
tidak begitu signifikan kecuali kandungan Co dan
Bi yang berada pada kisaran 0.3 % dan 0.2 %.
Tabel 3.1. Komposisi kimia material selongsong
munisi kaliber 9, 5.56 dan 7.62 mm.
Komposisi dalam % berat
Kaliber
Zn

Pb

Sn

Mn

Co

Bi

Cu

9 mm

28

0.005

0.005

0.003

0.002

0.033

0.18

71.7

5.56 mm

28.2

0.005

0.005

0.003

0.002

0.028

0.197

71.5

7.62 mm

28.7

0.005

0.005

0.003

0.002

0.035

0.173

71

Gambar 3.2. Struktur mikro selongsong munisi


kaliber 9 mm pada bagian (a,b) body, (c,d) head
dalam kondisi sebelum dan sesudah ditembakkan.
Nilai kekerasan pada bagian head sebelum dan
sesudah ditembakkan adalah 130 HV, begitu juga
pada bagian body masing-masing 139 HV dan 137
HV. Struktur mikro juga cenderung sama, dimana
pada bagian body memiliki ukuran butir yang lebih
kecil seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2 (a)
dan (b), sementara pada bagian head memiliki
ukuran butir lebih besar dan memiliki morfologi
pipih dan memanjang (Gambar 3.2 (c) dan (d)).
Morfologi pipih dan memanjang ini menunjukkan
bahwa pada bagian head mengalami
tingkat
deformasi yang lebih besar. Pada bagian head
tampak jelas adanya deformasi twinning yang
ditunjukkan dengan adanya twin boundaries.
Penelitian mengenai temperatur yang dihasilkan
oleh ledakan propelan pada munisi kaliber 9 mm
sudah dilakukan oleh Gashi et al. (2010). Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa temperatur pada
material cartridge brass pada munisi setelah
dilakukan penembakan sekitar 358 K atau 85 oC.
Temperatur ini masih jauh berada dibawah
temperatur rekristalisasi cartridge brass yang berada
pada kisaran 650 oC dan temperatur stress relieve
pada kisaran 200 oC (Omotoyinbo et al., 2009). Hal
ini sesuai dengan hasil pengamatan struktur mikro
dan nilai kekerasan, dimana tidak ada perbedaan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

353

MAT-13

yang signifikan antara selongsong munisi sebelum


ditembakkan
dengan
selongsong
setelah
ditembakkan.

selongsong peluru
ditembakkan.

sebelum

dan

sesudah

3.4. Struktur mikro munisi kaliber 7.62 mm


3.3. Struktur mikro munisi kaliber 5.56 mm
Head

Body

Pada Gambar 3.5. ditunjukkan penampang


bagian pengambilan sampel struktur mikro dan uji
kekerasan dari munisi kaliber 7.62 mm, sedangkan
pada gambar 3.6 ditunjukkan struktur mikro dan
nilai kekerasan hasil pengujian.
Head Body

Gambar 3.3. Penampang munisi kaliber 5.56 mm

Gambar 3.5. Penampang munisi kaliber 7.62 mm


Struktur mikro pada selongsong munisi kaliber
7.62 mm menunjukkan kecenderungan yang sama
dengan selongsong munisi kaliber 9 dan 5.56 mm,
dimana struktur mikro pada bagian head memiliki
ukuran butir yang lebih besar dengan dominasi
garis-garis hitam yang merupakan twin boundaries
seperti ditunjukkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.4. Struktur mikro selongsong munisi


kaliber 5.56 mm pada bagian (a,b) body, (c,d) head
dalam kondisi sebelum dan sesudah ditembakkan.
Pada Gambar 3.3. ditunjukkan penampang
bagian pengambilan sampel struktur mikro dari
munisi kaliber 5.56 mm yaitu pada bagian head dan
bagian body. Gambar 3.4 menampilkan struktur
mikro dari selongsong munisi kaliber 5.56 mm
pada bagian head dan bagian body sebelum dan
setelah dilakukan penembakan. Struktur mikro
pada bagian head dan bagian body menunjukan
bahwa pada bagian body mendapatkan derajat
deformasi yang lebih besar ditunjukkan dengan
ukuran butir yang lebih kecil jika dibandingkan
pada bagian head. Struktur mikro bagian head
menunjukkan butir yang lebih pipih memanjang
akibat beban uniaxial meskipun ukurannya lebih
besar jika dibandingkan bagian body. Profile pada
butiran
menunjukan mekanisme deformasi
twinning terjadi selama proses pembentukan
dengan deep drawing, hal ini ditunjukkan dengan
penampakan twin boundaries berupa garis-garis
hitam dalam butir. Hal ini senada dengan penelitian
Gashi et al. (2010), dimana tidak ada perbedaan
yang signifikan terhadap nilai kekerasan antara

Gambar 3.6. Struktur mikro selongsong munisi


kaliber 7.62 mm pada bagian (a,b) body, (c,d) head
dalam kondisi sebelum dan sesudah ditembakkan.
Fenomena yang berbeda ditunjukkan pada
struktur mikro bagian body setelah ditembakkan,
dimana ukuran butir cenderung lebih besar jika
dibandingkan dengan bagian head, meskipun
bentuk butir cenderung equiaxed, sedangkan pada
bagian head cenderung berbentuk memanjang
dengan garis twinning yang lebih dominan. Ukuran
butir juga tidak berpengaruh banyak terhadap nilai
kekerasan, dimana nilai kekerasan pada bagian
body dan bagian head selongsong peluru tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Twin
boundaries dan kepadatan dislokasi yang dominan
pada struktur mikro bagian head memberikan efek

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

354

MAT-13

yang positif terhadap nilai kekerasan dengan cara


menghambat laju deformasi, sedangkan nilai
kekerasan pada bagian body didukung oleh ukuran
utir yang lebih kecil sehingga memberikan efek
penguatan batas butir. Begitu juga dengan pengaruh
panas akibat proses ledakan dari munisi tidak
memberikan temperatur yang cukup untuk
terjadinya proses rekristalisasi atau perubahan
ukuran butir.
3.5. Data kekerasan selongsong munisi kaliber 9
mm, 5.56 dan 7.62 mm
Perbedaan ukuran butir tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap nilai kekerasan,
dimana nilai kekerasan pada bagian body dan
bagian head relatif sama. Keberadan twin
boundaries pada stuktur mikro bagian head
memberikan pengaruh yang cukup signifikan
terhadap nilai kekerasan meskipun memiliki ukuran
butir yang lebih besar jika dibandingkan pada
bagian body.

Nilai kekerasan (HV)

200

Hasil pengamatan struktur mikro menggunakan


Scanning Electron Microscop (SEM) dan analisis
komposisi mikro menggunakan Energy Dispersive
Spectroscopy (EDS) dilakukan untuk mengetahui
komposisi kimia dari material selongsong munisi
dan untuk mendeteksi keberadaan fasa kedua
apabila dimungkinkan. Gambar 3.8 menunjukkan
posisi pengambilan data EDS pada sampel uji. Pada
posisi 1 pengujian EDS dilakukan pengujian pada
luasan sempit, sedangkan pada posisi 2,3 dan 4
adalah posisi titik.

1
2

Bodi sebelum tembak

180

Bodi setelah tembak

160

Head sebelum tembak

140

3.6. Pengamatan struktur mikro menggunakan


SEM + EDS

Head setelah tembak

120
100
80

Gambar 3.8. Foto SEM hasil analisa EDS material


selongsong munisi kaliber 9 mm bagian body.

60
40
20
0
9

5,56

7,62

ukuran kaliber (mm)

Gambar 3.7. Distribusi nilai kekerasan selongsong


peluru kaliber 9, 5.56 dan 7.62 mm pada bagian
head dan body sebelum dan sesudah ditembakkan.
Perbandingan nilai kekerasan dari selongsong
munisi kaliber 9, 5.56 dan 7.62 mm sebelum dan
sesudah ditembakkan ditunjukkan pada Gambar
3.7. Gambar tersebut menunjukkan bahwa nilai
kekerasan selongsong munisi pada semua jenis
kaliber relatif sama baik pada kondisi sebelum
maupun setelah ditembakkan, hal ini senada dengan
hasil
pengamatan
struktur
mikro
yang
menunjukkan bahwa bentuk butir pada selongsong
munisis sebelum dan sesudah ditembakkan
cenderung sama. Nilai kekerasan pada bagian head
dan juga bagian body relatif sama, hal ini senada
dengan penelitian Weaver, (1968), meskipun dua
bagian ini memiliki bentuk dan ukuran butir yang
berbeda.

Dari diagram fasa diketahui bahwa pada


paduan kuningan dengan komposisi seng sekitar 28
% merupakan fasa tunggal brass. Fasa baru
muncul ketika kadar Zn mencapai sekitar 40%.
Data EDS dari hasil pengujian menunjukkan bahwa
komposisi kimia pada beberapa titik menunjukkan
kecenderungan yang sama (Tabel 3.2). Dari data ini
menunjukkan bahwa paduan kuningan pada
selongsong munisi kaliber 9 mm memiliki fasa
tunggal . Pengujian yang lebih akurat untuk
mendeteksi adanya fasa kedua bisa dilakukan
dengan menggunakan XRD.
Tabel 2. Rangkuman data EDS material selongsong
munisi kaliber 9 mm bagian body berdasarkan foto
SEM.
Komposisi kimia dalam % atom

Posisi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Zn

Pb

Sn

Mn

Co

Bi

Cu

Fasa

23.42

1.8

1.4

1.82

0.8

63.25

brass

22.15

1.59

0.96

1.41

0.49

0.47

62.14

brass

24.03

2.52

1.62

1.09

0.6

62.62

brass

25.31

0.77

0.63

0.62

0.59

0.76

0.29

64.34

brass

355

MAT-13

4.

Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan didapat


kesimpulan sebagai berikut:
1. Komposisi kimia material selongsong munisi
kaliber 9, 5.56 dan 7.62 mm berada pada
kisaran 71-72.2 %wt Cu; 27.1-28.7 %wt Zn;
0.17-0.23 %wt Bi dan 0.026-0.035 %wt Co.
2. Struktur mikro bagian head pada ketiga jenis
kaliber memiliki ukuran butir yang lebih besar
dengan bentuk butir yang pipih memanjang,
jika dibandingkan pada bagian body yang
berbentuk equiaxed. Penampakan twin
boundary pada struktur mikro bagian head
menandakan pada bagian ini terjadi
mekanisme deformasi dengan twinning.
3. Struktur mikro dan kekerasan selongsong
munisi pada ketiga jenis kaliber sebelum dan
sesudah ditembakkan tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan, hal ini menandakan
bahwa temperatur yang ditimbulkan oleh
ledakan mesiu tidak mencapai temperatur
rekristalisasi.
4. Material selongsong munisi pada keempat
jenis kaliber menunjukkan fasa tunggal , hal
ini ditunjukan oleh hasil foto SEM analisis
EDS yang memperlihatkan struktur yang
homogen dan komposisi yang relatif sama
pada beberapa titik.
5. Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini didanai melalui Hibah Penelitian
Unggulan Perguruan Tinggi Universitas Indonesia
tahun 2015. IB mengucapkan terima kasih untuk
Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri
(BPPDN) dari Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
RI.

and formability of cartridge brass sheets, J.


of Ally and Comp. 588, 2014, pp. 690-696.
http://www.designboom.com/art/cross-sections-ofammunition-photographed-by-sabinepearlman/, diunggah pada 26 April 2015.
Leu, D.K., The limiting drawing ratio for plastic
instability of the cup-drawing process, J. of
Mat. Proc. Tec. 86, 1999, pp. 168176.
Nuetzman, S., E., Carrol, J., D., Lundgreen., R., H.,
Morris, N., J., Sheffield., L., S., Westphal.,
W., L., Apparatus, System, and Method for
Manufacturing Ammunition Cartridge
Cases, US Patent No. 2013/0180392 A1, 18
Juli 2013.
Oishi, K., Sasaki, I., Otani, J., Effect of silicon
addition on grain refinement of copper
alloys, Mat. Lett. 57, 2003, pp. 2280 - 2286.
Omotoyinbo, J.A., Aribo, S., Effect Of Stress
Relief Annealing And Homogenizing
Annealing On The Microstructure And
Mechanical Properties Of Cast Brass, The
Pac. J. of Sci. & Tech., Vol 1o., 2009.
Weaver, L.W., Method Of
Manufacturing
Cartridge cases and Article of Manufacture,
Patent, 1968, USA.
Yan, H., Zhao, X., Jia, N., Zheng, Y., He, T.,
Influence of Shear Banding on the
Formation of Brass-type Textures in
Polycrystalline FCC Metals with Low
Stacking Fault Energy, J. Mater. Sci.
Technol., 2014, 30(4), pp. 408-416.

REFERENSI
Boljanovic, V., Sheet Metal Forming Processes and
Die Design, 2004, Industrial Press Inc., 200
Madison Avenue, New York.
Campbell, J., Casting, 1991, ButterworthHeinemann, Linacre House, Jordan Hill,
Oxford OX2 8DP.
Feng, C., Clark, S., Malfunction And Failure
Analysis Investigations Of C26000 (Cu30% Zn) Brass Cartridge Cases, Mat.
Characterization, 1994, pp. 15-23.
Gashi, B., Edwards, M.R., Sermon, P.A., Courtney,
L., Harrison, D., Xu. Y., Measurement of 9
mm Cartridge Case External Temperature
and Its Forensic Application, Forensic
Science International xxx (2010) xxx-xxx.
Hajizadeh, K., Tajally, M., Emadoddin, E.,
Borhani, E., Study of texture, anisotropy

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

356

MAT-14

EFFECT OF Nb2O5 ADDITION ON THE CHARACTERISTICS OF


Al2O3-SiC-ZrO2CERAMIC COMPOSITES
Bondan T. Sofyan*, Qurratul A. Nasution, David Jendra, Hafsah I. Pratiwi
Department of Metallurgy and Materials Engineering, Faculty of Engineering,
Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia
Corresponding author: bondan@eng.ui.ac.id
Abstract
Alumina is widely used for mechanical and electronic purposes due to its superior properties, including when it is mixed as
ceramic composites. A challenge in the processing of ceramic composite is the high temperature needed for sintering.
Therefore, additives are added to foster densification so that lower sintering temperature may be applied. The aim of this
research is to study the effect of addition of niobia as additive for 2, 4 and 6 wt. % on the density, microstructure and bending
strength of Al2O3-10SiC-5ZrO2ceramic composite. Fabrication was started by mixing of particles in a Planetary Ball Mill
(PBM), followed by compaction and sintering. Characterization includes density measurement, microstructural observation
by using Scanning Electron Microscope (SEM)/Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) and three-point bending test. The
results showed that samples with 4 wt. % niobia had the highest densification of 80.58 % and the lowest porosity. Secondary
phase of AlNbO4 was found in all samples. However, addition of niobia reduced the bending strength.
Keywords: alumina, ceramic composite, niobia, density, bending strength

PENGARUH PENAMBAHAN Nb2O5TERHADAP KARAKTERISTIK


KOMPOSIT KERAMIK Al2O3-SiC-ZrO2
Bondan T. Sofyan*, Bondan T. Sofyan*, Qurratul A. Nasution, David Jendra, Hafsah I.
Pratiwi
Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia,
Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia
Corresponding author: bondan@eng.ui.ac.id
Abstrak
Alumina merupakan keramik yang banyak digunakan untuk produk mekanik dan elektronik karena memiliki sifat mekanis
dan elektronik yang luar biasa, termasuk sebagai komposit keramik. Salah satu tantangan dalam fabrikasi komposit keramik
adalah tingginya temperatur yang dibutuhkan. Untuk itu, perlu ditambahkan aditif yang Alumina merupakan keramik yang
banyak digunakan untuk produk mekanik dan elektronik karena memiliki sifat mekanis dan elektronik yang luar biasa,
termasuk sebagai komposit keramik.Salah satu tantangan dalam fabrikasi komposit keramik adalah tingginya temperatur
yang dibutuhkan. Untuk itu, perlu ditambahkan aditif yang bertujuan mempercepat densifikasi sehingga dapat membuat
temperatur proses sintering menjadi lebih rendah. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh penambahan
aditif Nb2O5 (niobia) sebesarmengetahui pengaruh penambahan aditif Nb2O5 (niobia) sebesar 2, 4, dan 6 % berat terhadap
densitas, struktur mikro, dan kekuatan tekukkomposit keramik Al2O3-10SiC-5ZrO2komposit keramik Al2O3-10SiC-5ZrO2.
Proses fabrikasi dilakukan dengan menggunakan Planetary Ball Mill(PBM) untuk pencampuran serbuk, kemudian diikuti
dengan proses kompaksi dan sintering. Karakterisasi material yang dilakukan adalah pengukuran densitas, pengamatan fasa
dengan XRD, dan pengamatan struktur mikro dengan SEM/EDS, dan pengujian kekuatan tekuk (3-point bending). Hasil dari
pengujian menunjukkan bahwa.sampel dengan penambahan 4 % berat niobia memiliki densifikasi yang paling tinggi sebesar
80,58 % dan memiliki porositasnya paling rendah. Pada tiap sampel juga ditemukan secondary phase berupa AlNbO4.
.Namun, penambahan niobia yang semakin banyak dapat menyebabkan penurunan kekuatan tekuk.
Kata kunci : alumina, komposit keramik, niobia, densitas, kekuatan tekuk

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

357

MAT-14

I.

Pendahuluan
Alumina merupakan keramik yang banyak
digunakan untuk produk mekanik dan elektronik
karena memilki sifat mekanis dan elektronik yang
luar biasa.Saat ini, penggunaan alumina lebih
sering digabungkan dengan material lain untuk
mendapatkan nilai ketangguhan dan keandalan
yang lebih baik[1], yang dikenal sebagai ,yang
dikenalsebagaikomposit keramik. Proses fabrikasi
komposit keramik biasanya dilakukan dengan
menggunakan teknik pemrosesan serbuk. Namun,
jika dibandingkan dengan keramik monolitik,
temperatur sintering komposit keramik cenderung
lebih tinggi karena komposit keramik terdiri dari
berbagai material keramik. Oleh karena itu, perlu
ditambahkan sejumlah kecil material aditif untuk
membantu densifikasi lebih cepat sehingga
temperatur sintering dapat menjadi lebih rendah.
Pada penelitian-penelitian terdahulu, studi
mengenai pengaruh aditif terhadap sintering
menunjukkan bahwa kemampuan sintering, struktur
mikro, dan sifat mekanis alumina tergantung pada
material aditif yang digunakan, seperti MgO, TiO2,
Y2O3, dan Li2O3[2]. Material aditif MgO dan Y2O3
dapat menghambat pertumbuhan butir pada partikel
alumina yang kasar. Sedangkan material aditif TiO2
dan MnO dapat meningkatkan laju sintering dan
laju pertumbuhan butir alumina [3]. Meskipun
demikian, penelitian mengenai tentang pengaruh
pengaruh aditif terhadap komposit keramik masih
sangat sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini
berfokus untuk pengaruh jumlah kandungan
material aditif yang ditambahkan terhadap
komposit keramik.
Komposit keramik yang digunakan pada
penelitian ini ialah alumina dengan silikon karbida
(SiC) dan zirkonia (ZrO2). SiC dan ZrO2digunakan
sebagai material penguat, dimana keduanya dapat
mengurangi kegetasan alumina dan meningkatkan
ketangguhan patahnya. Sedangkan material aditif
yang digunakan adalah niobium pentoksida
(Nb2O5) atau niobia. Niobia dipilih karena dapat
nurunkanmenurunkantemperatur sintering sebesar
100-150 C dalam waktu yang relatif singkat (2-4
jam)[4]. Penambahan aditif tersebut diharapkan
dapat meningkatkan efisiensi pemrosesan komposit
keramik, dimana dengan penggunaan energi yang
sama akan dihasilkan sifat fisik dan mekanik
komposit keramik yang lebih baik.
II.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini digunakan material
Al2O3, SiC, ZrO2, dan Nb2O5 dalam bentuk serbuk

untuk memfabrikasi komposit keramik. Serbuk


alumina(white calcined alumina CAS #1344-28-1)
dari Zhengzhou Haixu Abrasives Co.,Ltd dengan
kemurnian minimum 99% dan rata-rata ukuran
partikel 1m. Serbuk silikon karbida (-SiC micron
grade), dengan kemurnian 99 % dari Xuzhou
Jiechuang New Material Technology Co., Ltddan
rata-rata ukuran partikel 1m. Serbuk zirkonia (SFExtra) dari Z-Tech LLC, dengan kemurnian
97,55% yang juga mengandung HfO2 1,95 % dan
rata-rata ukuran partikel 1m. Serbuk niobia dari
Anhui Herrman Impex Co., Ltd., dengan kemurnian
99,99% dan rata-rata ukuran partikel 1m.
Komposisi serbuk adalah Al2O3, 10 % berat SiC, 5
% berat ZrO2 dengan kandungan Nb2O5divariasikan
menjadi 2, 4 dan 6 % berat. Masing-masing serbuk
tersebut kemudian dicampur menggunakan
Planetary Ball Mill (PBM) NOAH seri NQM4selama 5 jam dengan kecepatan rotasi 85 rpm.
Proses milling menggunakan rasio massa
bola:serbuk adalah10:3 dengan metode wet milling
dengan media etanol sebanyak 6 ml. Serbuk yang
telah tercampur kemudian diayak hingga ukuran
100 mesh dengan menggunakan mesin ayak
Humboldt. Pengayakan bertujuan agar partikel
serbuk yang kasar atau menggumpal tidak masuk
ke dalam proses kompaksi. Dari hasil pengayakan,
campuran serbuk memiliki ukuran maksimum 150
m. Selanjutnya sampel dikompaksi dengan
tekanan 256,28 MPa (500 psi) dalam cetakan
berdiameter 8 mm dan panjang 45 mm yang terbuat
dari baja H13 dan dindingnya dilumasi dengan Zn
stearat. Pada bakalan dilakukan pemanasan awal di
temperatur 800oC selama 4 jam. Setelah itu, sampel
disintering pada temperatur 1350 oC selama 4
jammenggunakan Carbolite Furnace CTF dan
selanjutnya dinormalisasi pada temperatur di bawah
150 oC untuk menghindari thermal shock. Pada
seluruh sampel kemudian dilakukan uji densitas
sesuai standar ASTM B311, uji tekuk (3-point
bending) sesuai standar ASTM C1684 dengan jarak
antar penyangga sebesar 25 mm dan laju
regangan0,006/menit, pengujian XRD, serta
pengamatan struktur mikro menggunakan Scanning
Electron Microscope (SEM) yang dilengkapi
dengan Energy Dispersive Spectrosocpy (EDS).
Preparasi sampel dimulai dengan pengamplasan
hingga #1200, pemolesan menggunakan TiO2 3 m
serta thermal etching dalam larutan H3PO4 85 %
yang dididihkan pada 250 oC sambil diagitasi dan
sampel direndam selama 2-3 menit.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

358

MAT-14

Gambar 1. Pola difraksiXRD komposit keramik Al2O310SiC-5ZrO2 dengan penambahan niobia 2, 4 dan 6 %
berat.

III. Hasil Penelitian dan Pembahasan


1. Pengaruh Nb2O5 terhadap struktur mikro
Gambar 1 menunjukkan hasil pengujian XRD
pada sampel komposit keramik Al2O3-10SiC-5ZrO2
dengan penambahan 2, 4, dan 6 % berat niobia,
setelah dilakukan kompaksi pada tekanan 256,28
MPa yang dilanjutkan sintering pada temperatur
1350 oC selama 4 jam.Pengujian kualitatif ini
memperlihatkan terbentuknya alumina, silikon
karbida, zirkonia, Al2SiO5 dan AlNbO4.Pada
gambar tersebut terlihat adanya puncak yang
dominan, yakni senyawa alumina pada semua
sampel. Senyawa SiC yang memiliki 10 % berat
pada tiap sampel memiliki puncak, namun kecil dan
tidak banyak. Begitupun dengan senyawa zirkonia
yang hanya memiliki 5 % berat pada tiap sampel
sehingga intensitas puncak yang dihasilkan pun
relatif rendah. Sedangkan senyawa niobia yang ada
diduga membentuk fasa kedua dengan alumina,
yaitu AlNbO4. Selain itu, terdapat pula senyawa
Al2SiO5 yang merupakan hasil reaksi Al2O3 dengan
SiO2, dimana SiO2 terbentuk karena SiC bereaksi
dengan gas oksigen dari atmosfer dapur ketika
sintering. Al2SiO5ini kemungkinan berupa lapisan
yang terbentuk di permukaan sampel.Hsu[4]
mengimplikasikan bahwa fasa kedua AlNbO 4
berfungsi sebagai pengendali batas butir untuk
menghilangkan porositas, sehingga desifikasi dapat
terjadi di temperatur yang lebih rendah. Munculnya
presipitat AlNbO4 dapat diprediksi melalui diagram
fasa keramik Al2O3 Nb2O5[5]. Terbentuknya
endapan AlNbO4 diakibatkan oleh kelarutan niobia
dalam alumina yang sangat kecil[5].
Pengaruh niobia terhadap struktur mikro
komposit keramik Al2O3-5SiC-10ZrO2yang telah
dikompaksi pada tekanan 256,28 MPa dan sintering
pada 1350 oC selama 4 jam,dapat dilihat pada
Gambar 2. Pada gambar tersebut terlihat sampel

dengan penambahan 2 % berat niobia memiliki


pori-pori yang lebih besar (kasar) dibandingkan
dengan sampel yang lainnya (ditunjukkan oleh
tanda panah berwarna merah). Morfologi porositas
sampel ini paling berbeda dengan yang lainnya,
yakni memanjang tidak beraturan dan lebih lebar.
Sedangkan sampel yang mengandung 4 % berat
niobia memiliki pori-pori yang lebih kecil dan
sedikit dibandingkan yang lain. Pori-porinya
terlihat tersebar tidak merata karena di bagian
tengah terdapat bagian yang padat (dense) yang
besar. Ukuran pori-porinya juga tidak seragam. Ada
yang besar, tetapi ada pula yang sangat kecil.
Morfologinya cenderung bulat tidak beraturan.
Kemudian penambahan 6 % berat

Gambar 2. Struktur mikro (SE-SEM) sampel


komposit keramik Al2O3-10SiC-5ZrO2 pada
perbesaran 1000x dengan penambahan (a) 2, (b) 4,
(c) 6 % berat Nb2O5

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

359

MAT-14

niobia menghasilkan pori-pori yang lebih banyak


daripada sampel yang mengandung 4 % berat
niobia, tetapi ukuran pori-porinya lebih kecil
dibandingkan dengan sampel yang ditambahkan 2
% berat niobia. Pori-porinya lebih tersebar secara
merata dan morfologinya menyerupai sampel yang
mengandung 4 % berat niobia, yakni bulat tidak
beraturan.
Untuk menganalisis fasa yang terbentuk,
sampel dengan kandungan 6 % berat niobia diamati
dengan perbesaran 5000x yang hasilnya
ditampilkan pada Gambar 3. Dari gambar tersebut
terlihat adanya fasa yang berwarna putih, abu-abu
terang, dan warna agak kehitaman (gelap). Gambar
tersebut ditandai oleh persegi merah untuk
diperiksa unsur-unsur yang terkandung di dalamnya
dan hasilnya dilampirkan pada Tabel 1.

Titik 1 yang berwarna putih mengandung atom Nb


yang sebesar 1,85 % atomik dan Zr sebesar 2,96 %
atomik. Dari perbandingan komposisi atomnya,
diperkirakan terdapat fasa ZrO2, Nb2O5, dan fasa
kedua AlNbO4. Sedangkan titik 2 yang berwarna
abu-abu terang menunjukkan atom Nb dan Zr yang
lebih banyak dibandingkan titik 1, sehingga fasa
ZrO2, Nb2O5 dan fasa kedua AlNbO4 nya relatif
banyak. Daerah berwarna putih pada sampel ini

relatif lebih banyak dibandingkan pada sampel


lainnya, karena kandungan Nb yang lebih besar.
Pada titik 3 dan 4 adalah matriks Al2O3 dan SiC
yang tidak mengandung Nb.

2. Pengaruh Nb2O5 terhadap densifikasi dan


kekuatan tekuk
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian
densitas, persentase densifikasi dan kekuatan tekuk
pada sampel dengan variasi kandungan niobia
setelah proses sintering. Densitas teoritis dihitung
menggunakan Rule of Mixture. Pada penambahan
niobia dari 2 menjadi 4 %, terjadi penurunan
porositas dari 25,39 menjadi 19, 42 %, sehingga
nilai densifikasi meningkat dari 74,62 menjadi
80,58 %. Hal ini diakibatkan pada penambahan 4 %
berat niobia, jumlah fasa AlNbO4 yang terbentuk
lebih banyak (sesuai hasil XRD) dan mensubstitusi
porositas di batas butir. Jumlah porositas yang lebih
sedikit pada sampel yang mengandung 4 % berat
niobia ini sesuai dengan pengamatan struktur mikro
pada Gambar 2 (b).Namun demikian, pada
penambahan 6 % berat niobia, porositas justru
meningkat dari 19,42 menjadi 21,69 % dan
densifikasi menurun dari 80,58 menjadi 78,31 %.
Hal ini diakibatkan oleh pembentukan fasa AlNbO 4
yang lebih sedikit dibandingkan pada penambahan
4 % berat niobia. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh temperatur sintering yang tidak cukup untuk
mereaksikan alumina dengan niobia yang
berjumlah relatif banyak.

Tabel 2. Pengaruh penambahan niobia terhadap densifikasi, porositas dan kekuatan tekuk komposit
keramik Al2O3-10SiC-5ZrO2

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

360

MAT-14

3.

turut, yakni dengan penambahan niobia 4


% berat, diikuti oleh 6 dan 2 % berat.
Peningkatan kadar niobia pada komposit
matrik keramik Al2O3-SiC-ZrO2 dapat
menyebabkan penurunan kekuatan tekuk.
Hal ini dikarenakan semakin banyak kadar
niobia yang ditambahkan, semakin banyak
pula retak pada permukaan sampel,
dimana retak-retak ini disebabkan oleh
adanya perbedaan koefisien ekspansi
termal yang relatif besar (mencapai
7,21x10-6 /oC) antara alumina dan niobia.

V. Ucapan Terima Kasih

Gambar 4. Kondisi sampel komposit keramik Al2O3-SiCZrO2 sebelum diuji tekuk dengan penambahan 2%, (b) 4
%,dan (c) 6 % berat niobia

Kekuatan tekuk juga mengalami penurunan seiring


dengan penambahan niobia. Penurunan ini
diakibatkan oleh jumlah retak yang meningkat pada
sampel
setelah
sintering
seiring
dengan
penambahan niobia sebagaimana diperlihatkan
pada Gambar 4.
Retak ini tidak ditemukan pada bakalan. Retak
yang terjadi setelah sintering kemungkinan
dikarenakan adanya perbedaan koefisien ekspansi
termal yang besar antara alumina (8,8x10-6 /C) dan
niobia (1,59x10-6/C). Perbedaan koefisien ini
menyebabkan kelengkungan dan retak pada
material akibat misfit strain. Misfit strain ini dapat
menyebabkan tegangan tarik sisa ataupun tekan
pada material, dan hal ini juga dipengaruhi oleh
modulus elastisitasnya, dimana semakin besar
modulus elastisitas, semakin tinggi juga tegangan
sisa yang dihasilkan[6].
IV. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh penambahan
kadar aditif Nb2O5 (niobia) terhadap sifat komposit
matrik keramik Al2O3-SiC-ZrO2, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil pengamatan XRD
didapatkan secondary phase berupa
AlNbO4 dimana secara kualitatif, fasa ini
terbanyak berada pada sampel dengan
kandungan 4, 6 dan 2 % berat niobia.
2. Nilai densifikasi tertinggi yang dicapai
oleh komposit keramik, secara berturut-

Penelitian ini bagian dari Klaster Riset Material


Ringan yang memperoleh pendanaan Hibah Klaster
Riset Universitas Indonesia 2015. Terima kasih
kepada BATAN atas penyediaan fasilitas Carbolite
Furnace CTF untuk proses sintering.
Referensi
[1]
Mukerji, J. (1993). Ceramic matrix
composite. Defence Science Journal, 43,
385-395.
[2]
Sathiyakumar, M., Gnanam, F.D. (2003).
Inuence of additives on density,
microstructure and mechanical properties of
alumina. Journal of Materials Processing
Technology, 133, 282-286
[3]
Sathiyakumar, M., Gnanam, F.D. (2002).
Inuence of MnO and TiO2 additives on
density, microstructure and mechanical
properties of Al2O3. Ceramics International,
28, 195200.
[4]
Yung-Fu Hsu. (2005). Inuence of Nb2O5
additive
on
the
densication
and
microstructural evolution of ne alumina
powders. Materials Science and Engineering
(series A), 399, 232237
[5]
R.S. Roth, T. Negas, L.P. Cook. (1981).
Phase diagrams for ceramists. American
Ceramic Society. Columbus, OH 4 117.
[6]
Ho, S, Suo, Z. (1992). Microcracks
tunneling in brittle matrix composites driven
by thermal expansion mismatch. Acta
Metallurgy Materials, 40, 1685-1690.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

361

MAT-15

ANALISIS UJI KEKUATAN IMPAK DINAMIK AA2024-T3


SEBAGAI DATA INPUT PADA SIMULASI MSC-NASTRAN
UNTUK PEMODELAN PELEK MOBIL YANG TANGGUH
Batumahadi Siregar dan Erma Yulia
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Unimed, Jl.Willem Iskandar Psr.V Medan,
20221
e-mail : batumahadi@gmail.com
Abstrack
Field problems often occur crack or even shatter the car rim especially local products, based on the results of the initial
survey the field and prove that cracks and fractures are common in the trunk area of the rim, but should also be known that
the properties and toughness rim local production is still necessary assessment deeper. Impact dynamic at high speed can
lead to failure on the rim, it is characterized by the solidification structure of the trunk area rim. Therefore it is necessary to
do a series of impact tests on AA2024-T3 material as one of the ingredients on the rim car has experienced fatigue in order
to determine how much reduction in impact strength occurred. The method used in this research is the method Split
Hopkinson Pressure Bar. From the test results of non-fatigeud impact tensile strength of 482.32 MPa fatigue and to prefatigued amounted to 312.61 MPa, so that can know the percentage decrease in tensile strength caused by fatigue impact
amounted to 35.19%. Endurance limit AA2024-T3 is the stress amplitude of 143 MPa, where its endurance limit is less than
or equal to a half times its Ultimate Tensile Strength (Se0.5 Sut). From the research results can be informed that stress
concentration occurs in the trunk area rim and damage / failure car rim is dominated by compressive stress but did not rule
out the possibility that the dynamic tensile stress affects the failure of structural components car rim. Redesign of the
geometric and dimensions car rims tailored to the mechanical properties of materials can reduce the effects of impact
dynamic loads experienced by structural component.
Keywords: Impact dynamic, AA2024-T3, MSC-Nastran-car rim

Abstrak
Permasalahan dilapangan sering sekali terjadi retak bahkan patah pada pelek mobil khususnya produk lokal, berdasarkan
hasil survai awal lapangan dan ini membuktikan bahwa retak maupun patah secara umum terjadi pada daerah batang pelek
tersebut, namun perlu juga diketahui bahwa properties dan ketangguhan pelek produksi lokal ini masih perlu pengkajian
yang lebih dalam lagi. Benturan-benturan yang keras dengan kecepatan yang tinggi dapat mengakibatkan kegagalan pada
pelek tersebut, hal ini ditandai dengan adanya pemadatan struktur pada daerah batang pelek. Oleh karena itu perlu
dilakukan serangkaian pengujian impak terhadap material AA2024-T3 sebagai salah satu bahan pada pelek mobil yang
telah mengalami fatik guna mengetahui seberapa besar penurunan kekuatan impak yang terjadi. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Metode Split Hopkinson Pressure Bar. Dari hasil uji kekuatan tarik impak non-fatigue sebesar
482,32 MPa dan untuk pre-fatigued sebesar 312,61 MPa, sehingga dapat diketahui persentase penurunan kekuatan tarik
impak yang terjadi akibat fatik adalah sebesar 35.19%. Batas ketangguhan fatik (endurance limit) AA2024-T3 berada pada
amplitudo tegangan sebesar 143 MPa, dimana endurance limit-nya lebih kecil atau sama dengan setengah kali Ultimate
Tensile Strength-nya (Se0.5 Sut). Dari hasil penelitian dapat diinformasikan bahwa konsentrasi tegangan terjadi pada
daerah batang pelek dan kerusakan/kegagalan pelek mobil lebih didominasi oleh tegangan tekan namun tidak menutup
kemungkinan bahwa tegangan tarik dinamik sangat berpengaruh terhadap kegagalan komponen struktur pelek mobil.
Redesain dimensi dan geometrik pelek mobil yang disesuaikan dengan sifat mekanik material dapat mengurangi dampak
beban impak (dinamik) yang dialami oleh komponen struktur.
Kata-kata kunci: Impak Dinamik, AA2024-T3, MSC-Nastran-Pelek mobil

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

362

MAT-15

1.

PENDAHULUAN
Salah satu komponen struktur yang sering
mengalami kegagalan adalah pelek mobil, pelek
mobil produk lokalan yang dijadikan objek
penelitian tidaklah seragam komposisinya satu
dengan yang alinnya (tidak standar). Salah satu
standar bahan pelek mobil ialah aluminium alloys
(A365 atau AA2024-T3). Ketika pelek mobil yang
telah mengalami fatik, kekuatan tariknya akan
menurun, selanjutnya muncul retak dan akhirnya
terjadi perpatahan. Retak yang timbul ini disebut
juga retak fatik. Sejauh ini, penelitian tentang
pertumbuhan retak fatik dengan beban impak telah
banyak dilakukan sejak 20 tahun yang lalu.
Pertumbuhan retak fatik akibat beban impak telah
menjadi aspek penting dalam kajian fatik pada
logam karena adanya kemungkinan terjadi
percepatan laju pertumbuhan retak (Tanaka, etl.,
1989).
Pembebanan yang berfluktuasi secara terus
menerus terhadap pelek mobil telah mengakibatkan
terjadinya fatik. Hal ini membawa dampak yang
buruk bagi material, yaitu terjadinya penurunan
sifat-sifat mekanis dan terjadinya retak fatik yang
tidak diinginkan. Sehingga bila komponen tersebut
menerima beban impak (laju regangan tinggi), maka
dikhawatirkan akan terjadi perpatahan pada daerah
retak fatik tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan
serangkaian pengujian impak terhadap material
pelek mobil yang telah mengalami fatik guna
mengetahui seberapa besar penurunan kekuatan
impak yang terjadi. Apakah penurunan kekuatan
impak yang terjadi cukup signifikan atau tidak dan
selanjutnya redesain dimensi dan geometrik pelek
yang tangguh terhadap beban impak dinamik.
Menjawab permasalahan tersebut di atas, maka
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Metode Split Hopkinson Pressure Bar. Sebuah
metode yang telah dibangun oleh Hopkinson sejak
tahun 1914 yang merupakan metode pertama yang
digunakan untuk mengukur tegangan impulsif
sesaat.
Pengujian ini menggunakan sebuah spesimen
silindris yang kecil ditempatkan di antara batang
input dan batang insiden. Sebuah gelombang tekan
dibangkitkan oleh pukulan impak dan menjalar
melalui batang input dan masuk ke dalam spesimen,
kemudian masuk ke batang insiden. Ketika
gelombang tekan mencapai daerah ujung bebas,
gelombang tersebut akan berbalik melewati batang
sebagai gelombang tarik. Sementara itu, untuk
mentransfer gelombang tarik melalui spesimen ke
dalam batang kedua, maka pada kedua ujung
spesimen dibuat sambungan ulir (mechanical joint).
Menggunakan
persamaan-persamaan
penjalaran gelombang elastik satu dimensi di dalam
batang dan perekam sinyal dari strain gage pada
kedua batang, maka dapat ditentukan waktu dari
kedua gaya dan regangan yang terjadi. Dengan

diperolehnya regangan, maka kekuatan tarik impak


material tersebut dapat ditentukan pula.
2. KAJIAN PUSTAKA
Tegangan pada pelek
Dari kasus yang telah diidentifikasikan pada
pokok permasalahan yaitu berupa terjadinya
kegagalan (patah) pada pelek mobil yang
diperkirakan akibat beban-beban yang diterima oleh
pelek tersebut, untuk itu perlu dilakukan analisa
tegangan internal pada pelek (Djaprie, S., 1993, dan
Sigley, J.E., 1989). Selain tegangan-tegangan
internal dapat pula dicari dari tegangan vonmisses
maksimum dan minimum selama pembebanan cycle
diberikan, dimana tegangan yang terjadi adalah m
dan tegangan amplitude adalah a, (Yeh-Liang Hsu,
2001).
Fatik
Kegagalan lelah adalah hal yang sangat
membahayakan, karena terjadi tanpa petunjuk awal.
Kelelahan mengakibatkan patah yang terlihat rapuh,
tanpa deformasi pada patahan tersebut.
Namun berbagai macam kriteria banyak
digunakan untuk menghitung dan mengkalkulasi
kegagalan lelah, misalnya kriteria Goodman dan
Gerbers (Yeh-Liang Hsu, 2001).
Fatik yang terjadi pada logam telah dipelajari
sejak lebih dari 150 tahun yang lalu. Salah seorang
peneliti awal tetapi bukan yang pertama yaitu
August Wohler (Bannantine, 1990), dalam kurun
waktu sejak tahun 1850 sampai dengan tahun 1875
berbagai percobaan telah dijalankan guna
mendapatkan sebuah tegangan alternatif yang aman
sehingga kegagalan tidak akan terjadi. Hampir
seratusan tahun para peneliti telah menampilkan
secara eksperimental efek dari beberapa variabel
yang mempengaruhi panjangnya usia kekuatan fatik
logam (Bannantine, 1990).
Metode S-N merupakan sebuah pendekatan
yang pertama sekali digunakan dalam upaya
memahami dan menghitung kelelahan pada logam.
Metode ini telah menjadi metode standar untuk
desain fatik selama kurun waktu hampir 100 tahun
(Bannantine, 1990). Pendekatan dengan metode S-N
masih banyak digunakan dalam aplikasi desain
dimana tegangan yang berlangsung menjadi faktor
utama dan berada dalam batas elastis material serta
resultan usia pakai sangat panjang.
Dasar dari metode stresslife ini adalah
diagram S-N atau disebut juga diagram Wohler yang
menggambarkan tegangantegangan alternatif (S)
terhadap jumlah putaran hingga patah (N). Prosedur
yang paling umum untuk mendapatkan data S-N
adalah melalui pengujian Rotating Bending dan
Axial Tension.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

363

MAT-15

Impak
Salah satu metode pengukuran kekuatan impak
yang paling populer saat ini yaitu metode Split
Hopkinson Pressure Bar, yang menggunakan batang
elastis panjang untuk mempelajari tegangan tekan
yang dihasilkan oleh impak sebuah peluru atau
letupan bahan peledak. Pada alat ini, Hopkinson
menyimpulkan bahwa selama batang tekan bersifat
elastis, perpindahan pada batang tekan berhubungan
secara langsung dengan tegangan, dan bahwa
panjang gelombang tegangan dalam batang
berhubungan dengan waktu impak.
Gelombang tegangan adalah gelombang
mekanis, yaitu gelombang yang memerlukan suatu
media untuk dapat mentransmisikannya. Kecepatan
rambat sebuah gelombang sangat ditentukan oleh
sifat-sifat media yang dilaluinya.
Dari teori propagasi gelombang elastis satu
dimensi diketahui (Lindholm, U.S., 1964):
t

u c0 dt '

(1)

Maka tegangan rata-rata yang masuk ke dalam


spesimen (s) adalah:
P P2 1 A
(7)
1
E
s

2 As

2 As

dimana E adalah modulus elastisitas batang tekan,


A/As adalah rasio luas penampang antara batang
tekan dengan spesimen. Sekali lagi, dengan
menggunakan persamaan (5), dapat disederhanakan
menjadi:
A
(8)
E
s

A
s

3.

METODE
Material yang digunakan pada penelitian ini
adalah AA2024-T3 yang berbentuk round bar.
Dimensi dan geometri spesimen uji fatik
diperlihatkan pada Gambar 1. Spesimen uji impak
Gambar 2.

dimana u adalah perpindahan (displacement) pada


waktu t, c0 adalah kecepatan gelombang elastis dan
adalah regangan. Perpindahan u1 pada permukaan
batang input merupakan hasil kedua pulsa regangan
insiden i yang melewati arah x positif dan pulsa
regangan balik r yang melewati arah x negatif.
Sehingga:
t
t
t
(2)
u c dt '(c ) dt ' c ( )dt '
1

Gambar 1. Dimensi dan geometrik spesimen uji fatik

Dengan cara yang sama, perpindahan u2 pada


permukaan batang insiden dapat diperoleh dari pulsa
regangan yang ditransmisikan t sebagai berikut:
t

u 2 c0 t dt '

(3)
Gambar 2. Dimensi dan geometrik spesimen uji impak

Dengan demikian, nominal regangan di dalam


spesimen adalah;
c t
u u
(4)
s 1 2 0 ( i r t )dt '
l0
l0 0
dimana l0 adalah panjang awal spesimen. Persamaan
di atas dapat lebih disederhanakan lagi jika kita
asumsikan bahwa tegangan yang melewati spesimen
adalah konstan. Dengan asumsi ini:
r t i
(5)
dan dengan mensubstitusi ke dalam persamaan (4),
maka diperoleh:

2c0 t
r dt '
l 0 0

(6)

Beban yang berlangsung P1 dan P2 pada masingmasing ujung spesimen adalah:


P1 = E A ( i + r ) dan P2 = E A t

Uji fatik
Sebagai bahan panduan dalam melaksanakan
uji fatik ini, digunakan standar ASTM E 46696.
Standar ini hanya untuk uji fatik beban aksial
dengan amplitudo konstan dan fungsi beban secara
periodik pada temperatur ruangan. Dalam ASTM
E466-96 ini telah diatur mengenai keutamaan dan
penggunaan uji fatik beban aksial, perencanaan
bentuk spesimen, persiapan spesimen, karakteristik
alat, prosedur pengujian, pelaksanaan pengujian dan
laporan hasil uji. Dalam pengujian fatik ini, alat
yang akan digunakan adalah Shimadzu Servopulser
Testing Machine.
Penyajian kekuatan fatik pada beban amplitido
konstan diberikan dalam kurva logaritmis S-N.
Dimana S adalah tegangan dan N adalah jumlah
siklus hingga sampai patah. Besaran-besaran
penting pada pembebanan amplitudo konstan adalah
Smax, Smin, Sa, dan Sm sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 3. Hubungan antar besaran-besaran tersebut

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

364

MAT-15

adalah sebagai berikut (Itabashi, M, and H. Fukuda,


1999):
(9)
So Sm Sa
So Su
2
So Su
Sa
2

Sm

Su
So

500

(10)

454,33

450
400

(11)

350
Tegangan (MPa)

Su S m S a

MPa dan tegangan luluhnya (yield stress) sebesar


322,68 MPa.

(12)
(13)

322,68

300
250
200
150
100

Spesimen ASTM E466


Spesimen Impak

50

Dimana So adalah tegangan atas, Su adalah tegangan


bawah, Sm adalah tegangan rata-rata, Sa adalah
amplitudo tegangan dan R adalah rasio tegangan.

0
0

0,5

1
Regangan (% )

1,5

Gambar 4. Grafik hasil uji verifikasi

Uji impak
Secara prinsip, peralatan ini terdiri dari sebuah
batang pemukul dan dua batang tekan Hopkinson
yang ditempatkan secara segaris di atas sebuah
balok kaku.
Spesimen diulirkan ke dalam batang input dan
batang insiden. Sebuah split shoulder atau collar
menyelubungi spesimen berulir hingga menjadikan
batang tekan mengikat ketat terhadap collar. Pulsa
gelombang tekan akan masuk melewati collar
meskipun tanpa spesimen, selanjutnya pulsa
gelombang tekan terus menjalar hingga mencapai
ujung bebas dari batang insiden. Di ujung ini,
gelombang tersebut direfleksikan dan menjalar balik
dalam bentuk pulsa tegangan tarik () dan melewati
strain gage. Pulsa gelombang tarik sebahagian
ditransmisikan melalui spesimen dan sebahagian
lagi dibalikkan ke batang insiden. Perlu dicatat
bahwa collar yang telah menyalurkan tegangan
tekan melewati sekeliling spesimen tidak mampu
menerima dan menyalurkan gelombang tarik karena
collar tersebut tidak memiliki ikatan kuat dengan
batang-batang tersebut.

4. HASIL
Uji verifikasi
Grafik hasil uji tarik statik terhadap spesimen
uji impak dan spesimen ASTM E466, ditampilkan
pada Gambar 4. Dari grafik ini dapat diperoleh
informasi bahwa utimate tensile stress dari
aluminium paduan memiliki harga sebesar 454,33

500
Sut=454,33

400

Amplitudo Tegangan (MPa)

Gambar 3. Terminologi amplitudo tegangan

Uji fatik
Dari hasil pengujian dapat ditarik sebuah kurva
S-N sebagaimana ditampilkan pada Gambar 5,
dimana endurance limit yang diperoleh berada pada
amplitudo tegangan 143 MPa. Pada titik ini
spesimen telah dibebani dengan siklus lebih dari 10 7
dan tidak mengalami perpatahan. Pada titik inilah
aluminium paduan bahan pelek mobil produk
lokalan memiliki usia pakai (life time) yang
maksimal.

300

200

Se=143

100

0
102

103

104

105

106

107

108

Siklus

Gambar 5. Kurva S-N AA2024-T3

Uji impak
Kurva incident stress yang ditampilkan pada
Gambar 6 merupakan bentuk suatu kurva dari
spesimen yang sudah mengalami perpatahan.
Spesimen ini adalah spesimen yang tidak diberikan
beban fatik. Dari kurva tersebut dapat dibaca bahwa
tegangan maksimum yang masuk ke dalam
spesimen adalah sebesar 482,32 MPa.
Untuk spesimen yang telah dibebani fatik,
bentuk kurva tegangan insiden yang dihasilkan
dapat dilihat pada Gambar 7. Pada tekanan 0.4 bar
dengan jarak impak yang lebih rendah spesimen
mengalami patah, yaitu pada jarak impak sebesar

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

365

MAT-15

100 mm. Dari kurvanya dapat dibaca tegangan


insiden maksimum yang masuk ke dalam spesimen
ini adalah sebesar 312,61 MPa.

600

Tegangan (MPa)

600

482,32

Tegangan Insiden (MPa)

500

482,32

500
400
300
200

400
100

300

0
0

200

0,5
1
Regangan (%)

1,5

100

0
1050

Gambar 8. Kurva tegangan-regangan untuk spesimen


non-fatigue
1100

1150

1200

1250

1300

Waktu (ms)

600
500

Tegangan (MPa)

Gambar 6. Grafik tegangan Insiden terhadap waktu


untuk spesimen non-fatigue

600

312,61

300
200
100

500
Tegangan Insiden (MPa)

400

400

312,61

0,5

1,5

Ragangan (%)

300

Gambar 9. Kurva tegangan-regangan untuk spesimen


pre-fatigued

200

100
0
1050

1100

1150

1200

1250

1300

Waktu (ms)

Gambar 7. Grafik tegangan Insiden terhadap waktu


untuk spesimen pre-fatigued

Dari spesimen yang tidak dibebani fatik dan berhasil


direkam hasil pengujiannya dibuat dalam bentuk
kurva tegangan-regangan, diperoleh nilai rata-rata
sebesar 482,32 Mpa (Gambar 8) dengan standard
deviasinya sebesar 5.25%. Lalu untuk spesimen
yang sudah dibebani fatik nilai rata-ratanya sebesar
312,61 MPa (Gambar 9) dengan standard deviasi
sebesar 7,83%.

Simulasi MSC-NASTRAN
Sebelum menganalisa konsentrasi tegangan
menggunakan simulasi MSC-NASTRAN, maka
pemodelan pelek mobil sesuai data dilapangan perlu
dilakukan menggunakan perangkat lunak Solidwork
(Gambar 10)

Gambar 10. Redesain model pelek mobil

5. DISKUSI
Hasil uji fatik
Kurva S-N yang ditampilkan pada Gambar 5
menginformasikan endurance limit sebesar 380
MPa. Bila kita bandingkan hasil uji fatik ini dengan
hasil uji tarik statik sebagaimana ditampilkan pada
Gambar 4, dapat diketahui suatu hubungan antara
ultimate tensile strength (Sut) dengan endurance
limit (Se) sesuai dengan pernyataan Chao, Y.J., etl.,
(2001). Sebagaimana menurut Bannantine, Julie A.,
(1990) bahwa Se ekivalen dengan setengah kali Sut.
Dengan kata lain endurance limit 143 MPa adalah

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

366

MAT-15

lebih kecil dari setengah kali ultimate tensile


strength-nya, yaitu sebesar 454,33 MPa.

Hasil uji impak


Dari hasil pengujian impak yang telah
diperoleh dapat dibandingkan dengan literatur yang
menjadi referensi penelitian ini. Yaitu penelitian
yang telah dilakukan oleh Yokoyama T., (1999).
Tipikal gelombang regangan yang ditampilkan oleh
Yokoyama dalam paper-nya tersebut hampir sama
dengan tipikal gelombang tegangan insiden dan
waktu yang ditampilkan dalam Gambar 6 dan
Gambar 7. Begitu juga bentuk kurva teganganregangan sebagaimana ditampilkan pada Gambar 8
dan Gambar 9 hampir menyerupai dengan kurva
tegangan-regangan
yang
dilaporkan
oleh
Yokoyama. Hal ini menandakan bahwa set-up alat
uji impak dalam penelitian ini telah benar.
Perhitungan dan kalibrasinya sudah sesuai dengan
apa yang telah dilaksanakan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya.
Menurut Nicholas, (1981), di dalam setiap
pengujian batang Hopkinson, perpatahan akan selalu
terjadi di tengah spesimen (gage section).
Minimimal jaraknya satu kali diameter spesimen
dari tengah spesimen itu sendiri. Dari serangkaian
pengujian impak yang telah dilaksanakan dapat
dilihat bahwa umumnya perpatahan yang terjadi
berada di daerah tengah spesimen. Hal ini
membuktikan bahwa set-up pengujian telah
memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
oleh Nicholas.
Gambar 11 menunjukkan bahwa spesimen
non-fatigue memiliki ultimate tensile strength yang
paling besar. Kemudian disusul oleh spesimen prefatigued dan yang paling rendah adalah ultimate
tensile strength hasil uji statik. Hal ini menandakan
bahwa selama terjadinya percepatan laju regangan
yang berlangsung pada uji impak, telah membawa
dampak berupa peningkatan ultimate tensile
strength.

483,9

Tegangan (MPa)

Gambar 11. Konfigurasi mesh

Gambar 12. Konfigurasi mesh

Pada Gambar 12. tersebut jelas memberikan


informasi bahwa konsentrasi tegangan pada daerah
batang pelek, dan besar kemungkinan kegagalan
pelek selalu pada daerah batang tersebut.

600

500

Hasil Simulasi MSC-NASTRAN


Menggunakan simulasi MSC-NASTRAN
dapat diperkirakan konsentrsi tegangan yang terjadi
pada pelek, untuk mendapatkan besaran tegangan
yang diterima masing-masing elemen pada mesh
hasil simulasi dapat dilakukan dengan menunjukkan
pada satu node atau elemen yang ingin ditampilkan.
Gambar 12. menunjukkan hasil simulasi pelek tanpa
beban, sedangkan Gambar 14. simulasi pelek telah
diberi beban sebesar 395 kg dan dengan
menggunakan persamaan (8) diketahui bahwa
tegangan maksimum pada daerah kritis sebesar
34,67 MPa.

482,32

400

312,61
300

6.

200

Non-Fatique
Pre-Fatique

100

Statik

0
0

0,5

1
Regangan (%)

1,5

Gambar 11. Kurva tegangan-regangan hasil uji statik


dan impak

KESIMPULAN
Dari hasil dan diskusi yang telah diuraikan di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penurunan
kekuatan tarik impak yang terjadi akibat fatik adalah
sebesar
35.19%,
menunjukkan
bahwasanya
kekuatan tarik impak sangat dipengaruhi oleh
homogenitas struktur, tegangan dalam (sisa) pada
komponen. Batas ketangguhan fatik (endurance
limit) AA2024-T3 berada pada amplitudo tegangan
sebesar 143 MPa, dimana endurance limit-nya lebih
kecil atau sama dengan setengah kali Ultimate

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

367

MAT-15

Tensile Strength-nya (Se0.5 Sut). Tegangan


fluktuasi yang terjadi pada komponen struktur pelek
mobil dari bahan AA2024-T3 sangat mempengaruhi
kekuatan impaknya, cenderung menurun melebihi
50% dari batas kekuatan tarik bahan tersebut. Untuk
hasil redesain model pelek menunjukkan bahwa
distribusi tegangan lebih baik dari model pelek
lokalan secara umum, sehingga penahanan tegangan
impak terjadi pada daerah lubang baut.

Yokoyama, Takashi, Toshihiko Isomoto, Impact


Tension Testing of Sheet Metals for
Automobile Structural Uses, Proceeding of
Asian Pacific Conference for Fracture and
Strength, pp. 795-799, 1996.
Yokoyama, T., Impact Tensile Strength of Friction
Welded Joints Between 6061 Al Alloy and AISI
1045 Steel, Impact Response of Materials &
Structures, pp. 325-330, Oxford University
Press, 1999.

7.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terimakasih kepada
Direktur DP2M Ditjen Dikti melalui Proyek Hibah
Penelitian Fundamental yang telah membiayai riset
ini dengan Surat Perjanjian Penelitian No.:
062/UN33.8/LL/2013, tanggal 01 April 2014.

8.

DAFTAR PUSTAKA

Bannantine, Julie A., Jess J. Commer, James L


Handbook, Fundamentals of Metal Fatigue
Analysis, Prentice Hall, 1990.
Chao, Y. J., Y.Wang, and K.W.Miller, Effect of
Friction Stir Welding on Dynamic Properties
of AA2024-T3 and AA7075-T7351, Welding
Research Supplement, 2001, pp. 196-200.
Djaprie, S., Metalurgi Mekanik, Jilid I & II, 1993
Jakarta.
Itabashi, M, H. Fukuda, Dynamic Tensile Properties
of Pre-fatigued Steel for New Seismic Proof
Structural Design Method, Impact Response of
Materials & Structures, pp.117-122, Oxford
University Press, 1999.
Lindholm, U.S., Some Experiments with The Split
Hopkinson Pressure Bar, J. Mech Phys. Solids,
vol.12, Pergamon Press Ltd, 1964.
Nicholas, Theodore, Tensile Testing of Materials at
High Rates Strain, Experimental Mechanics,
1981.
Sigley, J.E., Mechanical Engineering Design, 7th
Edition, MCGraw-Hill Book Company, 1989.
Yeh-Liang Hsu, Weight Reduction of Aluminium
Disc Wheels Under Fatigue Constrains Using
a Sequential Neural Network Approximation
Method, computer in Industry, Vol. 46/2,
October 2001, p. 61 - 73.,
http://designe.mech.yzu.edu.tw/

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

368

MAT-16

Menelisik perbedaan batere handphone kondisi fit dan batere handphone


kondisi rusak pada salah satu jenis handphone yang ada di Indonesia
Himawan Hadi Sutrisno1, Triyono2, A. Saufan3
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
himawansutrisno@yahoo.com
ABSTRAK
Dalam pola kehidupan dewasa ini, penggunaan telepon genggam (handphone) dapat dikatakan menjadi bagian kehidupan
yang vital khususnya dalam hal memudahkan berkomunikasi. Bahasan tentang handphone, tidak terlepas dari performa
handphone yang digunakan termasuk didalamnya adalah batu batere masih dalam keadaan bagus atau sudah dalam
keadaan yang kurang bagus. Mengingat batere handphone merupakan sumber daya handphone pada saat digunakan maka
dalam penelitian ini akan dicoba menguak perbedaan baterai handphone yang masih bagus dan baterai handphone yang
sudah tidak layak digunakan pada salah satu jenis handphone yang ada dipasaran.

Latar Belakang
Dengan semakin banyaknya pelanggan
yang menggunakan telefon genggam, maka
layanan purna jual menjadi lahan yang menarik.
Salah satunya adalah penyedia suku cadang
batere untuk telefon genggam yang saat ini
tersedia dengan beragam harga untuk satu
macam telefon genggam. Ragam harga tentu
memiliki konsekuensi pada ragam kualitas yang
berdampak pada kapasitas batere maupun umur
pakai batere. Batere yang paling mahal bisa di
pakai dengan jumlah jam pemakaian yang
paling panjang, begitu sebaliknya.Demikian
juga umur pakainya, yang paling mahal
memiliki umur pakai yang paling panjang, dan
sebaliknya.
Dalam hal pertimbangan terhadap daya
tahan batere menjadi salah satu kriterianya, soal
batere terdapat empat jenis batere berdasar
komposisi
maupun
sifat-sifatnya,berikut
rincianya:
1. NICD
Batere jenis ini merupakan generasi
pertama. Berkapasitas besar, batere ini cocok
untuk ponsel lama yang bertenaga besar. Sesuai
dengan ukuran dan kapasitasnya, proses
pengisian ulangnya pun cukup merepotkan.
Misalnya, pengisian ulang harus di lakukan
pada saat dayanya benar benar habis.
Karena batere NICD memiliki memori
effect, semakin lama kapasitasnya akan
menurun jika pengisian belum kosong benar.
2. NIMH (Nickel Metal Hydride)
Generasi selanjutnya adalah NIMH.
Batere isi ulang ini masih memiliki memory

effect namun hanya bersifat sementara. Jadi


lebih fleksible ketimbang jenis NICD.
Untuk pengisian ulang tak perlu
menunggu benar benar habis, namun dengan
konsekwensi akan terasa cepat habis. Namun
hal ini hanya berlangsung sementara, saat
habius isi kembali dan kemampuanya akan
normal lagi.
3. Li-Ion(Lithium Ion)
Ketimbang dua generasi sebelumnya,
type ini tak lagi memiliki memory effect. Jadi
anda bisa mengisi ulangnya tanpa menunggu
batere habis. Batere Li-Ion memiliki siklus
hidup(life cicle) yang lebih pendek. Bahkan
apabila di cas berlebihan batere lithium ion
akan menurunkan kemampuanya, ketimbang
NICD atau NIMH.
4. Li-Po(Lithium Polymer)
Ini adalah generasi paling baru batere
isi ulang. Selain ramah lingkungan ,
keunggulanya di atas batere Li-Po. Untuk
perawatan batere Lithium polymer, tak jauh
beda
dengan
lithium
ion.
Namun
penangananya harus extra hati-hati. Mengingat
sifatnya yangliquit dengan tekanan yang
cukup keras bisa menyebabkan bentuk batere
berubah.
Kelemahan Li-po justru mengharuskan
kita mengisis ulang batere jangan sampai
menunggu ponsel mati dengan sendirinya.
Atau sebisa mungkin ketika ponsel sudah
memberikan peringatan batere lemah. Jika
tidak, Ponsel akan susah untuk diaktifkan
karena batere belum pulih sepenuhnya.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

369

MAT-16

5. DMFC(Direct Methanol Fuel Cell)


Batere ini merupakan batere yang
materialnya menggunakan full cell berupa
cairan dimana komposisinya berupa full
Hydrogen dengan campuran oxygen untuk
memproduksi elektrik power, panas dan cair.
Hasil dari reaksi kimia yang terjadi
menghasilkan kepadsatan energy yang tinggi,
hal inilah yang menjadi keunggulan DMFC di
banding batere Lithium ion. DMFC memiliki
10x improvement dalam kepadatan volumetric
energy.
Pengambilan data
Penelitian
ini
menggunakan
metode
eksperimental dengan cara pengamatan visual
dari batere handphone dengan menggunakan
alat SEM.
Dengan alur penelitian sebagi berikut:

mengandung arti bahwa kehandalan berkaitan


dengan power pada baterai juga menjadi saalah
satu focus pengembangan disamping featurefeature yang berkembang seiring dengan
kemajuan technologi dan aplikasi pada jaman
sekarang ini.
Berikut merupakan siklus batera handphone
untuk pemakaian dan proses isi ulang dengan
menambah power listrik

Gambar 2.Skema pengisian batere handphone [3]

Sedangkan untuk kapasitas batere handphone


identik dengan penggunaan yang berbanding
lurus dengan kapasitas electrochemical yang
terkandung. Dalam hal ini kapasitas
electrochemical menjadi hal utama dalam
pengembangan.

Gambar 3. Skema electrochemical batere handphone


[3]

Gambar 1. Diagram alir penelitian


Proses identifikasi dua buah batere telepon
genggam dari tipe yang sama dengan kondisi
yang berbeda untuk dianalisa kandungannya.
Masing masing batere diambil dua sampel
gambar untuk diperbandingkan dan dianalisa
kandungan apa saja yang memiliki perbedaan.

Sedangkan untuk mengetahui keterkaitan


keawetan produk betere antara yang masih
dalam kondisi bagus dan produk betere yang
dalam kondisi tidak bagus. Masing maasing
baterai yang diujikan dibelah untuk mengetahui
apa saja unsur bahan yang terkandung. Berikut
adalah baterai yang diujikan:

PEMBAHASAN
Analisa Kadar Karbon.
Dalam pemakaian handphone, keawetan batere
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor
misalnya: konfigurasi produk handphone dan
feature featurenya, konfigurasi bahan pembuat
batere handphone, aplikasi dan beban
pemakaian batere, power management serta
intensitas penggunaan fature-feature handphone
disamping pemakaian percakapan memalui
telephone. Di lain pihak, dalam mencoba
memenuhi keinginan konsumen, Produsen
handphone juga menginginkan kualitas
handphone yang sesuai dengan harapan. Awet
pemakaian, awet kualitas serta bentuk tampilan
yang diminati oleh konsumen. Hal ini

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Gambar 4. Batere handphone kondisi bagus

370

MAT-16

Alat uji yang digunakan adalah Scanning


Elektron Microskop (SEM)
Instrument
: 6510 LA,
Volt
: 20.000kV
Magnification : 1000 x
Pixel
: 512x384
Menghasilkan data untuk ke 4 jenis sample
sebagi berikut:

Gambar 5. Batere handphone kondisi tidak bagus.

Secara umum, batere uji memiliki kandungan


berupa Li Ion. Kandungan ini umum digunakan
karena
memiliki
banyak
keunggulan
dibandingkan dengan bahan lain seperti Ni Cd
(Nickel Cadmium) seperti memiliki kapasitas
yang lebih besar. keunggulan yang dimiliki oleh
Lithium Ion dibandingkan baterai lainnya :
Karena tuntutan konsumen atas baterai yang
makin kecil dengan daya yang makin tinggi,
maka proses produksi Li Ion mengalami
penyesuaian sehingga kemampuan baterai Li
Ion pada saat ini meningkat 2 kali lipat
dibandingkan pada saat pertama kali
diperkenalkan oleh Sony pada tahun 1991.
Namun hal ini mengandung konsekuensi lain
dimana efisiensi ini dicapai dengan bahan
pembatas baterai yang makin tipis dimana
proses pembuatan baterai harus dilakukan
dengan sempurna dan jika terjadi intrusi oleh
debu metalik akan menyebabkan baterai
meledak. Selain itu, Li Ion juga rentan terhadap
thermal runaway, suatu proses peningkatan
suhu yang luarbiasa sampai mencapai titik leleh
Lithium jika suhu baterai mencapai satu suhu
tertentu (130 derajat Celcius). Thermal runaway
ini dapat terjadi karena penanganan baterai
yang tidak baik atau karena cacat pada proses
manufaktur.
Untuk mengetahui kualitas batere yang diujikan
khususnya untuk bahan yang sudah dipilih
kandungan material difokuskan pada kadar
karbon dan kandungan lain yang diketemukan.

Tabel 1. kadar karbon batere yang diuji


NO JENIS
MASSA
KADAR
BATERAI KARBON ATOM%
%
1
Baterai Xa 69.69
82.02
kondisi
bagus
2
Baterai X1 41.26
54.73
kondisi
tidak
bagus
3
Baterai Xb 65.92
75.35
kondisi
bagus
4
Baterai X2 52.75
62.14
kondisi
tidak
bagus

Keterangan

Sedangkan kandungan material dalam baterai


Tabel 2. kandungan bahan batere
diuji
NO Baterai Xa Baterai X1
kondisi
kondisi tidak
bagus
bagus
C (carbon)
C (carbon)
O (Oksigen)
O (Oksigen)
F (flour)
F (flour)
Al
Al
(almunium)
(almunium)
P
P
Mn
Mn
(Mangan)
(Mangan)
Co (Cobalt)
Co (Cobalt)
Ni (Natrium) Ni (Natrium)

tipe NMC

tipe NMC

handphone yang
Baterai Xb
kondisi
bagus
C (carbon)
O (Oksigen)
F (flour)
Al
(almunium)
P
Mn
(Mangan)
Co (Cobalt)
Ni (Natrium)

Baterai
X2
kondisi tidak
bagus
C (carbon)
O (Oksigen)
F (flour)
Al
(almunium)
P
Mn (Mangan)
Co (Cobalt)
Ni (Natrium)

tipe NMC

tipe NMC

Hasil foto SEM dengan pembesaran 1000x


sebagai berikut:

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

371

MAT-16

Gambar 5. Bentuk kandungan bahan pada batere kondisi tidak bagus

Gambar 14. Kandungan bahan batere handphone kondisi tidak bagus

Gambar 6. Bentuk kandungan bahan pada batere kondisi bagus

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

372

MAT-16

Gambar 16. Kandungan batere handphone kondisi bagus

[2]
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji SEM kandungan batere
untuk handphoe tipe XX merk YY dalam
kondisi bagus dan kondisi tidak bagus memiliki
beberapa perbedaan dalam hal kandungan
karbon (C), Oksigen (O), (F) serta massa
masing masing kandungan. Rata rata
kandungan elemen C, O, F batere yang
kondisinya tidak bagus lebih sedikit
dibandingkan dengan kondisi yang laik pakai
atau dalam kondisi yang bagus. Massa elemen
C, O, F antara batere dengan kondisi bagus
memiliki jumlah massa yang lebih besar
disbanding dengan kondisi batere yang tidak
bagus. Hal ini disebabkan adanya daur isi ulang
pemakaian batere dan timbulnya kalor setiap
penggunaan.

http://wahw33d.blogspot.com/2
012/04/indonesia-masuk-no4penggunahp.html.....diunduh21des2012
[3]
www.tnt.com/express/in_id/site/home/..
./lithium_cells_and.html .....12 juli
2013
[4]
http://id.wikipedia.org/wiki/Baterai_ion_litiu
....diunduh 23 junli 2013

Saran
Perlunya penelitian lanjutan untuk mengetahui
hubungan kadar karbon terhadap energy yang
mampu tersimpan dalam batere handphone.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
http://www.teknojurnal.com/20
12/01/18/jumlah-pelanggan-seluler-diindonesia-hampir-mendekati-jumlahpendudukindonesia/.....diunduh21des2012

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

373

MI-01

Analisa Tingkat Kelelahan Cleaning Service di Universitas XYZ Dengan


Metode The Subjective Symptom Test (SST)
Nabila Ramadhany Barley1*, Imron Baskara1, Budi Aribowo1
1
Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia
*Email: nabilabarley@gmail.com
Abstrak - Profesi cleaning service di Universitas XYZ memiliki waktu kerja yang cenderung cukup lama dan
jobdesk yang banyak. Waktu kerja cleaning service dimulai sebelum karyawan dan mahasiswa hadir dan hingga
selesainya kegiatan perkantoran dan perkuliahan, sehingga service yang dilakukan optimal. Gedung Universitas
XYZ memiliki 9 lantai dengan puluhan ruang kelas. Hal tersebut tentunya menjadi beban kerja pada cleaning
service dan dapat menimbulkan kelelahan akibat bekerja. Maka dari itu, penelitian ini akan dilakukan mengenai
tingkat kelelahan cleaning service di Universitas XYZ dengan menggunakan metode The Subjective Symptom
Test (SST). Metode The Subjective Symptom Test merupakan pengukuran kelelahan secara subjektif. Metode ini
pertama kali dikeluarkan oleh Industrial Fatigue Research Committee of Japanese Association of Indutsrial
Helath (IFRC Japan). Metode ini dilakukan dengan melakukan penyebaran kuesioner dan kemudian hasil
kuesioner tersebut akan dianalisis. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada seluruh cleaning service yaitu
sebanyak 21 orang cleaning service. Dengan metode ini maka akan diketahui tingkat kelelahan para pekerja.
Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa Kelelahan cleaning Service di Universitas XYZ
memiliki nilai 59.23. Nilai dari kelelahan cleaning service di Universitas XYZ termasuk dalam kelelahan ringan.
Kata Kunci: Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kelelahan, The Subjective Symptom Test (SST)

1.

PENDAHULUAN

Dalam bekerja serta melakukan aktifitas bekerja


yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
manusia seringkali manusia mengalami kelelahan.
Kelelahan kerja merupakan salah satu faktor dari
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Sistem tubuh
manusia juga memiliki batasan-batasan yang apabila
tidak dihiraukan maka tubuh dapat mengalami
gangguan, hal tersebut tentunya berhubungan
dengan kesehatan manusia itu sendiri. Dampak
pertama
yang timbul akibat bekerja adalah
kelelahan kerja. Kelelahan kerja adalah gejala yang
berhubungan dengan penurunan efisiensi kerja,
keterampilan,
kebosanan
serta
peningkatan
kecemasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kelelahan kerja, diantaranya adalah individu pekerja,
pekerjaan yang dijalankan, dan lingkungan kerja,
serta jam kerja.
Survei yang dilakukan negara maju melaporkan
bahwa10%-50% penduduk mengalami kelelahan,
prevalensi kelelahan sekitar 20% antara diantara
pasien yang datang membutuhkan pelayanan
kesehatan menurut Silaban (1998). ILO menyatakan
hampir setiap tahun sebanyak dua juta pekerja
meninggal dunia karena kecelakaan kerja yang
disebabkan faktor kelelahan. Berdasarkan data-data
tersebut permasalahan kelelahan kerja seharusnya
mendapatkan perhatian khusus dari perusahaan.
Apabila kelelahan pekera pada suatu perusahaan
tidak teratasi maka akan berdampak buruk bagi
produktivitas pekerja itu sendiri, dimana hal tersebut

juga tentunya memberikan dampak buruk bagi


kinerja perusahaan.
Universitas XYZ merupakan universitas swasta
yang berada di Jakarta. Gedung Universitas XYZ
terletak di daerah Jakarta Selatan, gedung tersebut
memiliki 7 lantai dan berpuluh-puluh ruang kelas.
Untuk menjaga kebersihannya, pihan universitas
menggunakan jasa cleaning service, dimana shift
kerja cleaning service dibagi menjadi 2 shift. Shift
pertama dimulai dari jam 06.00-14.00 dan shift
kedua dimulai dari jam 13.00-21.00. Berdasarkan
waktu kerja dan jobdesk cleaning service tentunya
para pekerja akan merasakan kelelahan kerja. Maka
dari itu, akan dilakukan penelitian mengenai tingkat
kelelahan kerja yang dialami cleaning service di
Universitas XYZ.

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Menurut Sumamur (1989) Keselamatan kerja
merupakan keselamatan yang bertalian dengan
mesin,
pesawat,
alat
kerja,
bahan
dan
pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
UndangUndang No. 1 Tahun 1970 dalam (Budiono,
2003) menerangkan bahwa keselamatan kerja yang
mempunyai ruang lingkup yang berhubungan
dengan mesin, landasan tempat kerja dan lingkungan
kerja, serta cara mencegah terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, memberikan perlindungan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

374

MI-01

sumber-sumber
produksi
sehingga
dapat
meningkatkan efisiensi dan produktifitas.
Menurut Sumamur (1996), keselamatan kerja
merupakan spesialisasi ilmu kesehatan beserta
prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial
dengan usaha preventif dan kuratif terhadap
penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap
penyakit umum.

IFRC itu dibagi menjadi 4 kategori, yaitu sangat


sering (SS) dengan diberi nilai 4, sering (S) dengan
diberi nilai 3, kadang-kadang (K) dengan diberi nilai
2, tidak pernah (TP) dengan diberi nilai 1. Dalam
menentukan tingkat jawaban, jawaban tiap
pertanyaan dijumlahkan, kemudian disesuaikan
dengan kategori peniliaian. Kategori penilaian
terbagi menjadi 3, yaitu nilai 31-60 termasuk dalam
kelelahan ringan, nilai 61-90 termasuk dalam
kelelahan menengah, dan 90-120 termasuk dalam
kelelahan berat.

2.2 Kelelahan
Menurut Sumamur (1991), kelelahan adalah
suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga
dengan demikian terjadilah pemulihan. Kelelahan
harus dibedakan dari kejemuan, sekalipun kejemuan
adalah suatu faktor dari kelelahan. Jemu adalah
suatu keadaan bahwa
lingkungan kurang
memberikan rangsangan kepada tenaga kerja.
Kejemuan
terjadi
bila
pekerjaan
kurang
mendatangkan perhatian, motivasi terlalu sedikit,
pekerjaan tidak mensyaratkan keterampilan, dan
lingkungan kerja monoton. Pada kejemuan,
kegairahaan dan kesigapan mental akan segera
dibangkitkan apabila keadaan seperti terdapat pada
pekerjaan-pekerjaan yang irama kerjanya tidak
bebas tetapi ditentukan oleh mesin dan sebagainya.
Klasifikasi kelahan tersebut diatas didasarkan
sebagaian pada penyebabnya dan sebagaian lagi oleh
keanekaan gejalanya. Banyak yang menganggap
bahwa gejala tertentu pasti bertalian dengan
penyebab kelelahan tertentu. Pendapat ini bisa
dibenarkan, akan tetapi ada pula yang berpendapat
bahwa perasaan lelah itu diatur oleh mekanisme
yang berada didalam otak.
2.3 The Subjective Symptom Test (SST)
Metode The Subjective Symptom Test (SST)
merupakan pengukuran kelelahan secara subjektif.
Pertama kali dikeluarkan oleh Industrial Fatigue
Research Committee of Japanese Association of
Industrial Health (IFRC Jepang). Pengukuran ini
disosialisasikan dan dimuat dalam Prosiding
Symposium on Methodology of Fatigue Assesment
yang diadakan di kota Kyoto, Jepang pada tahun
1969 (Susetyo, 2008). Menurut Tarwaka (2009)
melalui artikelnya yang berudul kuesioner pengujian
kelelahan umum, bahwa pengukuran kelelahan
secara subyektif yang diadopsi dari IFRC Jepang ini,
lebih menilai kelelahan secara umum, yang
mencakup 30 gejala kelelahan umum yang terbagu
atas 3 kelompok kelelahan yang dialami pekerja,
yaitu pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi, dan
pelemahan secara fisik.
Kuesioner SST terbagi menjadi 3 kategori, yaitu
pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi, dan
kelelahan fisik. Sedangkan jawaban untuk kuesioner

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

3.

METODOLOGI PENELITIAN
Mulai

Studi Literatur

Identifikasi
Maslalah

Perumusan
Masalah

Tujuan Penelitian

Penyebaran
Kuesioner The
Subjective
Symptom Test

Perhitungan Hasil
Kuesioner The
Subjective
Symptom Test

Pengumpulan
Data

Pengolahan
Data

Rekapitulasi Hasil
Kuesioner The
Subjective
Syymptom Test

375

MI-01

Kelelahan pada cleaning service ini juga dipicu


dengan jobdesk yang ada. Jobdesk cleaning service
pada setiap shift cenderung banyak sehingga
menyebabkan kelelahan.

Analisis

5.

Kelelahan Cleaning Service di Universitas XYZ


memiliki nilai 59.23. Nilai dari kelelahan cleaning
service tersebut di Universitas XYZ termasuk dalam
kelelahan ringan. Faktor kelelahan salah satunya
adalah jobdesk yang terlalu banyak dan kurangnya
tenaga kerja yang ada. Untuk mengatasi kelelahan
yang ada pada para pekerja maka perlu dilakukan
penambahan waktu stirahat atau menambahkan
frekuensi istirahat.

Kesimpulan

Selesai

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perhitungan dari kuesioner SST terhadap


22 cleaning service di Universitas XYZ adalah
sebagai berikut:
No.

Nama

Shift

KESIMPULAN

Pelemahan Pelemahan Kelelahan


Nilai
Kegiatan Motivasi
Fisik
21
29
21
71

1 Responden 1

2 Responden 2

19

20

21

60

3 Responden 3

17

23

18

58

4 Responden 4

23

19

22

64

5 Responden 5

22

20

24

66

6 Responden 6

18

19

27

64

7 Responden 7

21

20

20

61

8 Responden 8

19

15

15

49

9 Responden 9

16

20

22

58

10 Responden 10

14

12

10

36

11 Responden 11

20

20

21

61

12 Responden 12

21

21

16

58

13 Responden 13

19

20

20

59

14 Responden 14

14

14

13

41

15 Responden 15

21

28

22

71

16 Responden 16

22

21

23

66

17 Responden 17

23

20

21

64

18 Responden 18

22

22

20

64

19 Responden 19

20

21

22

63

20 Responden 20

15

17

15

47

21 Responden 21

21

19

21

61

22 Responden 22

19

21

21

6.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Rahman, Aidil. (2012). Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi kelelahan Pengendara Mobil
Pirbadi. Jurnal Teknik Industri, Universitas
Gunadarma.
[2]. Khasanah, Ulifatil. (2015). Analisis hubungan
Shift Kerja Terhadap Tingkat Kelelahan
Teknisi di Departemen Operasional PT. XYZ.
Jurnal Teknik Industri. Universitas Al Azhar
Indonesia.
[3]. Jamaludin, Jejen. (2012). Kelelahan Pada
Pekerja Bagian Pengepakan di PT. X
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Universitas Diponegoro.
[4]. Windyananti, Adila. (2010). Hubungan Antara
Kelelahan Kerja Dengan Stress Kerja di
Pengolahan Kayu Lapis Wreksa Rahayu,
Boyolali. Jurnal Kedokteran. Universitas
Sebelas Maret.

61

TOTAL

1303

RATA-RATA

59.23

Rekapitulasi keseluruhan dari hasil kuesioner


tersebut menunjukan bahwa cleaning service di
Universitas XYZ memiliki tingkat kelelahan ratarata dengan nilai 59.23. nilai 59.23 termasuk pada
range kelelahan ringan. Kelelahan ringan dapat
diatasi dengan istirahat. Pihak manajemen sendiri
dapat
membantu
mengatasinya
dengan
manambahkan waktu istirahat yang secukupnya atau
memberikan istirahat kedua pada pekerja di setiap
shift.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

376

MI-02

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP) IMPLEMENTATION


AT FOOD FRANCHISE IN YOGYAKARTA
Ignatius Alvin Krisnugraha[1], Ririn Diar A.[2], The Jin Ai[3]
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jalan Babarsari 43 Yogyakarta 55281
e-mail : alvinkrisnugraha@gmail.com, ririn@mail.uajy.ac.id, jinai@mail.uajy.ac.id
ABSTRACT
Enterprise Resource Planning (ERP) Implementation is a strategy which is used to increase the business process
efficiency in the company using an application that can integrate all departments and their functions. A successful ERP
implementation can be affected with the suitability between the business process in the company and the features that can
be accommodated from the ERP software.
Business world that develop rapidly and the intense competition force many entrepreneurs to determine a good strategy
in order to get survive. Franchise X as the object of this research is a local franchise in food and beverage sector which
is located at Yogyakarta. In 2015 Franchise X decides to do an ERP implementation to increase their business process
efficiency. The result from our preliminary research showed us that Franchise X decided to buy local ERP software
without analyzing the suitability between the software features. Therefore the software doesnt match and cannot be used
after purchased yet. The customization is needed.
In this research, the author did a business process mapping which afterwards compared with the business process of
ERP software which was bought before, so the software can be implemented and can accommodate the company
business process. The result of this research is adjusting between business process and ERP software with customizing
software, adding new features, or designing a new business process.
Kata Kunci : implementation, ERP, franchise, business process

IMPLEMENTASI ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP) PADA


WARALABA MAKANAN DI YOGYAKARTA
Ignatius Alvin Krisnugraha[1], Ririn Diar A.[2], The Jin Ai[3]
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jalan Babarsari 43 Yogyakarta 55281
e-mail : alvinkrisnugraha@gmail.com, ririn@mail.uajy.ac.id, jinai@mail.uajy.ac.id
ABSTRAK
Implementasi Enterprise Resource Planning (ERP) merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk meningkatkan
efisiensi proses bisnis yang berjalan menggunakan aplikasi yang dapat mengintegrasikan seluruh departemen beserta
fungsinya. Salah satu keberhasilan implementasi ERP dipengaruhi oleh kesesuaian antara proses bisnis yang berjalan di
perusahaan dengan fitur-fitur yang dapat diakomodir oleh software ERP.
Perkembangan dunia bisnis yang begitu cepat dan persaingan yang begitu ketat memaksa pengusaha untuk menentukan
strategi jitu agar mampu bersaing di dunia bisnis. Waralaba X sebagai objek penelitian merupakan sebuah waralaba
lokal pada sektor food and beverage yang berpusat di kota Yogyakarta. Pada tahun 2015 Waralaba X memutuskan untuk
melakukan implementasi ERP sebagai strategi jitu guna meningkatkan efisiensi proses bisnis yang sudah berjalan. Dari
hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, diketahui bahwa Waralaba X memutuskan untuk membeli sebuah
software ERP lokal tanpa melakukan analisa kesesuaian proses bisnis dengan fitur-fitur software, sehingga kemudian
software belum bisa digunakan secara langsung setelah dibeli.
Pada penelitian ini dilakukan mapping proses bisnis yang kemudian disesuaikan dengan proses bisnis software ERP
yang dibeli dengan tujuan agar software yang sudah dibeli mampu diimplementasikan dan dapat mengakomodir proses
bisnis yang berjalan. Hasil dari penelitian ini adalah penyesuaian proses bisnis dan software ERP dengan melakukan
kustomisasi software, penambahan fitur dengan melakukan pembelian tambahan, ataupun dengan membuat proses bisnis
baru
Kata Kunci : implementasi, ERP, franchise, proses bisnis

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

377

MI-02

1.

PENDAHULUAN

Memasuki jaman modern yang terus


berkembang, banyak hal yang memerlukan inovasi
agar mampu bersaing. Tak terkecuali bagi seorang
pelaku usaha dalam mendirikan usaha. Seorang
pelaku usaha dapat membangun sebuah bisnis baru
ataupun dengan membeli sistem bisnis yang telah
ada dan telah berjalan, yaitu dengan sistem bisnis
waralaba. Bagi masyarakat yang ingin menjadi
pengusaha tetapi belum memiliki pengetahuan dan
pengalaman dalam bisnis, waralaba/ franchise
merupakan bisnis yang cocok bagi mereka karena
tidak perlu membangun bisnis mulai dari nol,
sehingga potensi kegagalan dalam memulai usaha
sangat kecil, hal ini karena sistem tersebut telah
teruji dan siap dijalankan oleh pembeli sistem bisnis
tersebut (Hapsari, 2008), dalam Hasyim dan
Susilowati (2009).
Franchise dibedakan menjadi dua yaitu
franchise lokal dan franchise asing. Pilihan brand
pada franchise lokal dapat ditemukan pada lima
sektor industri, antara lain sektor food and
beverage, educational product and service, ritel,
real estate service, laundry and dry cleaning, dan
lain-lain
(Rachmadi,
2008)
dalam
(Oktawidya,2008). Sektor food and beverage
menjadi pilihan franchise yang paling banyak
dijalankan di Indonesia. Salah satu keunggulan
franchise pada sektor food and beverage di
Indonesia pada umumnya dan di Yogyakarta pada
khususnya, adalah karena pasar yang sudah tersedia
serta beberapa keuntungan dari bentuk franchise itu
sendiri, seperti bantuan manajerial dan operasional
yang diberikan oleh franchisor. Usaha franchise
makanan mempunyai ciri khusus pada produknya
sehingga dapat lebih bertahan dari ancaman pasar.
Kendala yang dihadapi kemudian adalah
penentuan strategi yang jitu agar waralaba dapat
bersaing pada derasnya arus persaingan waralaba
sektor food and beverage dan terus merespon minat
pasar dengan sigap. Dalam hal ini sistem informasi
dituntut untuk mendukung perusahaan dalam
menghadapi perubahan kondisi bisnis yang cepat,
termasuk meningkatnya angka permintaan pasar.
Hasil penelitian beberapa industri menyatakan
bahwa sebuah Enterprise Resource Planning (ERP)
dapat mengatasi permasalahan ini (Kranz, 2000)
dalam (Ernita, 2008).
Enterprise Resource Planning (ERP) adalah
sebuah konsep terintegrasi dalam merencanakan
dan mengelola sumber daya organisasi agar dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk menghasilkan
nilai tambah bagi
seluruh pihak yang
berkepentingan dalam organisasi tersebut. ERP
memungkinkan antar departemen di perusahaan
untuk berintegrasi serta memanfaatkan modulmodul penting bagi perusahaan seperti perencanaan
bahan baku, keuangan dan akuntansi, manajemen
sumberdaya manusia, dan lain-lain. ERP juga dapat

digunakan sebagai alat bantu manajemen yang


efektif dalam mengambil sebuah keputusan, dan
keputusan yang diperoleh dapat meningkatkan
fungsionalitas perusahaan, penghematan biaya
operasi, peningkatan jumlah penjualan, mengurangi
kompleksitas proses bisnis, dan menambah daya
saing perusahaan.
Ernita (2008) melakukan penelitian mengenai
Pengembangan Enterprise Resource Planning
untuk Perusahaan Ritel menggunakan Model-ViewControllerPattern.
Pada
penelitian
ini
dikembangkan sebuah sistem Enterprise Resource
Planning untuk perusahaan ritel dimana fungsifungsi dalam sistem ini disesuaikan dengan
kebutuhan e-commerce. ERP ini akan dibangun
dengan pendekatan berorientasi objek dan
memanfaatkan design pattern Model-ViewController (MVC) pattern. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengembangan ERP dengan
menggunakan MVC pattern membuat sistem ERP
ritel ini menjadi mudah dikelola. Ketika terjadi
perubahan pada proses bisnis, maka yang perlu
diubah hanya model dari sistem tanpa perlu
mengubah view atau antarmuka sistem dan
controller. Dengan demikian sistem yang
dikembangkan telah mengakomodasi kebutuhan
untuk pengembangan lebih lanjut.
Widiyanti (2013) melakukan penelitian
mengenai Kesuksesan dan Kegagalan Implementasi
Enterprise Resource Planning (ERP) pada
Perusahaan dan Contoh Studi Kasus. Menggunakan
studi pustaka untuk mendeskripsikan ERP dan
melakukan studi kasus untuk pembuktian teori yang
ada. Hasil dari penelitian ini adalah pengaruh
penerapan sistem ERP terhadap proses bisnis di PT.
Bentoel Prima dan menyimpulkannya sebagai
faktor-faktor kunci kesuksesan implementasi ERP.
Waralaba X merupakan salah satu waralaba
yang bergerak pada sektor food and beverage, yang
menjual leker sebagai produknya. Waralaba X
membeli sebuah aplikasi ERP lokal untuk
diimplementasikan pada proses bisnisnya dengan
harapan peningkatan efisiensi perusahaan. Software
yang dipilih adalah Software Z yang merupakan
software akuntansi untuk menunjang pencatatan
keuangan bisnis dengan mudah yang dikembangkan
sejak tahun 1996. Software Z mampu
mengakomodir beberapa aktivitas bisnis yang
umum dijalankan seperti penjualan, pembelian,
persediaan stok, pembukuan keuangan, hingga
laporan-laporan keuangan. Owner Waralaba X
menjelaskan bahwa versi software Z yang mereka
beli merupakan saran dari pihak pengembang
software Z, tanpa penyesuaian khusus dengan
proses bisnis yang sudah berjalan di Waralaba X.
Pemilihan software tanpa penyesuaian khusus
tersebut menyebabkan software ERP yang sudah
dibeli tidak dapat langsung digunakan karena
adanya beberapa ketidaksesuaian dengan proses
bisnis yang sudah berjalan, sehingga diperlukan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

378

MI-02

beberapa penyesuaian. Penyesuaian dilakukan


dengan melakukan analisis software dengan proses
bisnis sehingga dapat dilakukan kustomisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
aplikasi ERP yang sudah dibeli franchise Waralaba
X dengan proses bisnis yang sudah berjalan, untuk
menemukan proses yang belum terakomodir dalam
software dan menentukan penyesuaian yang paling
tepat sehingga dapat dilakukan kustomisasi.
2.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di kantor pusat


waralaba X pada bulan November 2014 sampai
bulan Februari 2015. Tahapan penelitian yang akan
ditempuh penulis untuk mencapai tujuan penelitian
ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Mulai

Pendahuluan
1. Observasi kondisi keseluruhan yang terjadi di
perusahaan
2. Brainstorming dengan owner perusahaan

Mapping Proses Bisnis


Memetakan proses bisnis yang berjalan untuk
merumuskan masalah dan tujuan

Matching Software dengan


Proses Bisnis
Menganalisis software dengan proses bisnis untuk
melihat perbedaan keduanya
Konfirmasi Manajemen
Melakukan konfirmasi dengan
manajemen untuk menentukan
kustomisasi yang paling sesuai
dengan kondisi bisnis

tidak

2.1

Pendahuluan
Tahap pendahuluan penelitian ini, penulis
menentukan tempat yang akan dijadikan objek
penelitian. Objek penelitian tersebut kemudian
diobservasi untuk mengetahui lebih jauh beberapa
masalah yang sekiranya dapat dijadikan topik
penelitian. Proses yang dilakukan adalah
brainstorming dengan pemilik objek penelitian.
Data dari observasi dan brainstorming dengan
owner kemudian diproses menggunakan diagram
keterkaitan untuk menentukan masalah yang dapat
diselesaikan dan memberi dampak bagi perusahaan.
Dari diagram keterkaitan, ditemukan bahwa kendala
yang dihadapi adalah software ERP yang sudah
dibeli dengan maksud untuk meningkatkan efisiensi
kerja, belum dapat langsung digunakan karena
terdapat beberapa ketidaksesuaian dengan proses
bisnis yang berjalan.
2.2 Mapping Proses Bisnis
Penulis
kemudian
mengidentifikasi
permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan
dengan memetakan proses bisnis yang berjalan.
Data yang dibutuhkan adalah alur kerja yang
berjalan di perusahaan dan aktivitas masing-masing
divisi yang diperoleh melalui observasi dan
interview langsung dengan karyawan perusahaan.
Data yang diperoleh kemudian dipetakan pada peta
proses bisnis, untuk melihat kondisi proses bisnis
yang sudah berjalan.

Sesuai?
ya

Pembahasan
Membahas keseluruhan data yang ada dan
merancang proses bisnis baru, atau strategi baru
yang sesuai

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Flowchart Tahapan Penelitian

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

379

MI-02
MAPPING PROSES BISNIS KANTOR
PUSAT FRANCHISE X
CUSTOMER

MARKETING

Mencari info franchise

Menawarkan
7 paket dan
menjelaskan
sistem
franchise
Mencatat
data
customer
(nama, kota,
paket yang
diminati)

ADMINIST.

PO Receivable

Mengupdate data
mitra di database
JOKER

Data Mitra
tidak
ya

Menjalin
komunikasi
secara rutin
(diprospek)

Membayar
DP (50%)
atau lunas
Bukti Pembayaran

GUDANG

Laporan Ketersediaan
Stok

SUPPLIER

MANAJER

PO Payable

Menawarkan
tepung dan
paperbag

Buku Kas Besar

Proses
pemenuhan
pesanan

Mengirim
pesanan
Update stok gudang

Mencatat
perputaran
uang

Mitra setuju?
Laporan Ketersediaan
Stok (2)

ya

Laporan Ketersediaan
Stok

Bukti Pelunasan

PO Receivable
Membuat MOU
sementara dan SOP

Membuat
PO

Mengupdate
data mitra
PO Receivable
Buku Mitra

MOU sementara dan


SOP
dikirim via email

MOU sementara dan


SOP

CUSTOMER SERVICE

Cek Kabar
Mitra

Buku Kontak Daftar PIN


& no. HP
Customer setuju?

ACCOUNTING

Membuat
Laporan
Keuangan
Bulanan

Membuat PO

PO Receivable (2)

Memproses
PO

ya

Tersedia?

Laporan Laba Rugi

PO Receivalble (3)

Neraca Keuangan

Menginforma
sikan kesiapan
barang +
meminta
pelunaasan

tidak
Membuat PO
Payable
(untuk
supplier)
Laporan Laba Rugi

Rasio Keuangan
PO Payable (2)

Neraca Keuangan
Melakukan
pelunasan
Bukti pelunasan

PO Payable
Menginforma
si gudang dan
admin

Rasio Keuangan
Membuat
MOU, cara
perawatan
loyang &
tepung,
kwitansi

Packing
Pesanan
mitra
Berkoordinasi
dengan
accounting
dan
marketing /
CS saat jasa
pengiriman
datang

MOU tetap
Cara perawatan
loyang & tepung
Kwitansi

Menginformasi

mitra,
barang /
pesanan
sudah dikirim
Menerima
barang /
pesanan

Mengeluhka
n masalah
yang dialami
selama
menjalani
franchise

Mengupdate
status order
Buku Update Order
Terkini

Membuat
gambar
untuk
promosi
JOKER

Melakukan
pembayaran
jasa
pengiriman /
Mencatat
hutang
Bukti pembayaran
pengiriman

Mengupload
gambar ke FB
dan twitter
JOKER

Buku Hutang

Menyimpan
arsip Tes
Lowongan
Masuk JOKER
Soal Tes Lowongan
Kerja + Data Pelamar

Bukti pembelian
perlengkapan
operasional

Menyiapkan
(membeli)
perlengkapan
operasional

Memberi
masukan
atau solusi

Bukti pembelian
perlengkapan
operasional

Menjaga
hubungan
terus hingga
masalah
teratasi

Mencatat di
buku kas
kecil

Membuat
Laporan
Harian

Buku Kas Kecil

Laporan Harian

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Laporan Harian

380

MI-02

2.3

Matching Software dengan Proses Bisnis


Penulis mengambil data proses bisnis
software yang dibeli melalui percobaan langsung
dan interview dengan pengembang software untuk
mengetahui fasilitas-fasilitas yang diakomodir
software lewat fitur-fiturnya. Data proses bisnis

No
1

Indikator
Data
customer

Data produk

software dan data proses bisnis perusahaan yang


sudah dipetakan kemudian dicocokkan untuk
melihat apakah software ERP yang telah dipilih
mampu mengakomodir seluruh proses bisnis
perusahaan yang sudah berjalan.

Tabel Matching Proses Bisnis Perusahaan dengan Software ERP


Proses Bisnis
Gap
Perusahaan
Software ERP
Dicatat oleh Marketing,
Dicatat oleh Marketing atau
Proses bisnis dengan software
diulang oleh Accounting
Accounting saja melalui menu
ERP lebih sederhana dengan
dan Administrasi. Data
Data Nama Alamat. Data
input data customer atau supplier
yang dibutuhkan:
yang dibutuhkan:
1 kali saja oleh Accounting
Nama
ID
Data yang sudah diinput melalui
Alamat
Nama
software ERP terintegrasi ke
seluruh proses transaksi
Alamat jual
Jenis (Company atau
Beberapa data yang dibutuhkan
Personal)
Email
pada software ERP belum
Tipe (Customer, Vendor,
Nomor HP
tersedia dari data customer
Employee, atau lain-lain)
Jumlah down payment
perusahaan yang sudah ada
Kontak Person (Nama,
(DP)
Terdapat 2 jenis customer,
untuk Company)
Total Harga yang
potential customer dan real
Jabatan
harus dibayarkan
customer. Software ERP belum
Telepon 1 dan 2
Paket yang dibeli
dapat mengakomodir potential
Fax
Tanggal bergabung
customer, sehingga data potential
Nomor HP
customer perlu dikeola secara
Email
manual
Website

Data mitra dari software ERP


Nomor NPWP
dapat mencatat secara otomatis
Batas kredit
rekaman transaksi seluruh
Alamat
customer, sehingga terlihat
Foto atau Gambar
keaktifan customer

Dilakukan oleh bagian


Gudang sebelum seluruh
transaksi dilakukan, tanpa
ada spesifikasi khusus,
dan harga menyesuaikan
supplier. Data yang
dibutuhkan berupa daftar
item-item yang dibutuhkan
pada satu paket
franchisee.

Dilakukan oleh bagian


Gudang menggunakan menu
Data Produk. Perubahan harga
pembelian barang terintegrasi
langsung dengan seluruh
proses keuangan. Data yang
dibutuhkan:
Kode Barang
Satuan Dasar
Deskripsi
Dalam Stok
Harga Beli Satuan + Pajak
Harga Jual Satuan + Pajak
Harga Pokok Satuan
Stok Minimal
Minimal Pemesanan
Supplier Utama
Sifat (disimpan, dibeli,
dijual)
Kode Akun
Dimensi (p x l x t, berat)
Keterangan
Gambar Produk

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Menggunakan proses bisnis


lama, data customer digabung
dengan transaksi yang
dilakukannya saat itu juga,
sementara dengan software ERP
customer harus terdaftar pada
Data Nama Alamat untuk
kemudian melakukan transaksi
pada menu Invoice Penjualan
Data yang sudah diinput melalui
software ERP dan perubahan
data sewaktu-waktu, terintegrasi
ke seluruh proses bisnis
perusahaan
Beberapa data inputan pada
software ERP belum tersedia
dari data produk perusahaan
yang sudah ada
Menggunakan software ERP,
stok dapat diurutkan secara
otomatis berdasarkan jumlah,
tingginya transaksi, maupun
lamanya berada di gudang

381

MI-02

Proses
penerimaan
transaksi
(penjualan)

Dilakukan oleh Marketing


untuk customer baru dan
oleh Customer Service
untuk pembelian tepung
dan paperbag pada lembar
Purchase Order (PO)
berjumlah 2 sampai 3
salinan.
Nama customer
Alamat
Nomor HP
Item yang dibeli
beserta jumlah dan
rincian biaya
Jasa pengiriman yang
digunakan

Dilakukan oleh Marketing


untuk customer baru dan oleh
Customer Service untuk
pembelian tepung dan
paperbag menggunakan menu
Invoice Penjualan. Data yang
dibutuhkan:
Nama Pelanggan
No. Faktur
No. SO
Tanggal Faktur
Keluar dari Gudang
Keterangan
Tabel Item yang dibeli
(Deskripsi barang, jumlah,
satuan, harga, diskon,
pajak, total harga)
Tanggal pengiriman
Salesman
Term Pembayaran (Hari
diskon, hari jatuh tempo,
diskon awal %, denda
keterlambatan %)
Kredit atau Debit memo

Proses
penerimaan
barang
masuk (stok)

Dilakukan oleh divisi


gudang unutk melakukan
pemesanan atau pembelian
kepada supplier dan
kemudian mengupdate
stok yang tersedia. Data
yang dibutuhkan:
Nama pemasok
Nomor Faktur
Tanggal Faktur
Tanggal Jatuh Tempo
Nomor PO
Tabel Item (Deskripsi
barang, harga,
kuantitas, total harga)

Pencatatan
Kas Keluar
dan Kas
Masuk

Dilakukan oleh bagian


Accounting setiap ada
transaksi keluar ataupun
masuk dari seluruh bagian
dengan disertai bukti
pembayaran.

Dilakukan oleh bagian


Gudang untuk melakukan
pemesanan kepada supplier
dan untuk mengupdate stok
yang masuk. Data yang
dibutuhkan meliputi:
Nama Pemasok
Nomor pembelian
Nomor PO
Tanggal Faktur
Masuk ke Gudang
Keterangan
Tabel Item (Deskripsi
barang, jumlah, satuan,
harga, diskon, total harga,
pajak)
Tanggal Pengiriman
Bagian Pembelian
(penanggungjawab)
Term Pembayaran (Hari
diskon, hari jatuh tempo,
diskon awal %, denda
keterlambatan %)
Kredit atau Debit memo
Dilakukan oleh bagian
Accounting dengan disertai
bukti pembayaran lewat menu
Kas Keluar dan Kas Masuk.
Data Inputan yang dibutuhkan
untuk Kas Keluar dan Kas
Masuk adalah:
Akun Kas
Penerima atau Pengirim
Transaksi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Menggunakan software ERP,


transaksi penjualan yang
dilakukan terintegrasi langsung
dengan seluruh data proses bisnis
perusahaan, sehingga Marketing
atau Customer Service tidak
perlu membuat 2 sampai 3
salinan PO.
Menggunakan proses bisnis
sebelumnya customer baru dapat
langsung dicatat data beserta
transaksi yang akan dilakukan,
sementara dengan menggunakan
software ERP customer harus
terdaftar dulu pada Data Nama
Alamat
Terdapat perbedaan proses bisnis
yang berjalan, menggunakan
proses bisnis lama customer
melakukan pembayaran tanpa
tagihan atau invoice, sementara
menggunakan software ERP
customer mendapat tagihan atau
invoice baru melakukan
pembayaran.
Data yang dibutuhkan pada
software ERP kurang sesuai
dengan kondisi perusahaan,
seperti data Keluar dari Gudang
yang lebih sesuai untuk
perusahaan dengan gudang yang
lebih dari satu
Beberapa data yang dibutuhkan
pada software ERP belum
tersedia dari data customer
perusahaan yang sudah ada
Menggunakan software ERP,
laporan ketersediaan barang
dapat secara otomatis dibuat,
sementara pada proses lama
perlu mengupdate stok dan
membuat laporan ketersediaan
(dua kali kerja)
Menggunakan software ERP,
stok yang tersedia dapat
dimonitor setiap waktu

Beberapa data yang dibutuhkan


untuk pencatatan Kas Keluar dan
Kas Masuk belum tersedia dari
data lama

382

MI-02

3.

Pembuatan
Laporan
Keuangan

Dilakukan oleh bagian


Accounting secara manual
tiap bulan, dilaporkan
kepada Owner. Laporan
yang dibuat adalah:

Laporan Laba Rugi

Neraca Keuangan

Rasio Keuangan

Kas Besar

Kas Kecil

Pembuatan
Laporan
Ketersediaan
Barang

Dilakukan oleh bagian


Gudang tiap bulan.
Laporan ini merupakan
kelanjutan dari aktivitas
update stok yang dijadikan
laporan berisi keterangan
item dan jumlah yang
tersedia, kemudian
dilaporkan kepada Owner.

Cek No.
Tanggal
Nominal Uang
Memo
Tabel Alokasi Dana (Kode,
Nama Akun, Nilai)
Dilakukan oleh bagian
Accounting untuk dilaporkan
kepada Owner lewat menu:
1. Laporan Keuangan yang
meliputi:
Laporan Laba Rugi
Neraca Keuangan
Rasio Keuangan
Buku Besar
Jurnal Umum
2. Laporan Penjualan dan
Piutang yang meliputi:
Jurnal Penjualan
Rangkuman dan
Rincian Penjualan
Penjualan per
Pelanggan
3. Laporan Pembelian dan
Hutang yang meliputi:
Jurnal Pembelian
Rangkuman dan
Rincian Pembelian
Dilakukan oleh bagian
Gudang tiap bulan
menggunakan fitur Laporan
Barang. Beberapa fitur dari
software yang dapat
mengakomodir pembuatan
laporan ketersediaan barang
ini adalah:

Daftar Harga Jual


Barang, berisi nama
barang yang tersedia,
jumlahnya, dan harga
jualnya

Formulir Stok Opname,


yang berisi nama barang
yang tersedia dan
jumlahnya.

PEMBAHASAN

Kondisi Perusahaan
Waralaba X sejak awal memang tidak
mempertimbangkan faktor-faktor penting yang
pengimplementasian ERP pada proses bisnis
mereka.Apa yang telah dilakukan oleh waralaba X
bertentangan dengan pendapat Parthasarathy (2007)
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan software ERP yaitu fungsi dari paket
software ERP, reputasi dari pengembang software,
kemampuan pengembang untuk menyediakan solusi
secara lengkap, biaya yang dibutuhkan, dan
pelayanan perawatan setelah pembelian dari pihak
pengembang software. Mengabaikan faktor-faktor
tersebut dapat menyebabkan kendala pada proses
pengimplementasian software ERP, lebih buruknya
lagi software yang sudah dibeli tidak digunakan

Laporan keuangan yang


disediakan software ERP bisa
mengakomodir proses bisnis
perusahaan, namun banyak pula
laporan keuangan yang
disediakan software namun tidak
digunakan perusahaan, sehingga
sia-sia
Menggunakan proses bisnis yang
lama, bagian Accounting akan
memakan waktu cukup banyak
untuk membuat seluruh laporan
keuangan. Menggunakan
software ERP, bagian
Accounting dapat lebih mudah
membuat seluruh laporan
keuangan dan yakin bahwa tidak
ada transaksi keluar ataupun
masuk yang terlewat

Beberapa fitur untuk pembuatan


laporan barang dari software
ERP tidak digunakan pada
proses bisnis perusahaan,
sehingga sia-sia
Data transaksi yang terintegrasi
dengan data ketersediaan dari
software ERP dapat membantu
bagian Gudang bila terdapat
ketidaksesuaian jumlah stok

yang artinya adalah pengeluaran perusahaan yang


sia-sia.
Setelah dianalisa pada proses matching
software dengan proses bisnis perusahaan
ditemukan beberapa gap atau ketidaksesuaian.
Parthasarathy (2007) menyebutkan bahwa terdapat
pula perbedaan penting dalam bagaimana
perusahaan mengelola gap antara sistem lama dan
proses bisnis pada ERP. Terlihat lebih mudah untuk
membentuk organisasi sesuai software ERP
daripada sebaliknya. Sejalan dengan yang
diungkapkan oleh Parthasarathy, penyesuaian yang
paling mungkin dilakukan adalah dengan
melakukan perancangan proses bisnis baru yang
sesuai dengan software, dimana organisasi yang
nantinya akan dituntut untuk menyesuaikan proses
bisnis pada software ERP. Terdapat pula
ketidaksesuaian yang menuntut penyesuaian dari

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

383

MI-02

software ERP, sehingga dapat dilakukan beberapa

kustomisasi software ERP juga.

Perancangan Proses Bisnis Baru


MAPPING PROSES BISNIS KANTOR PUSAT
FRANCHISE X DENGAN IMPLEMENTASI ERP
CUSTOMER

MARKETING

Mencari info franchise

Menawarkan 7
paket dan
menjelaskan
sistem franchise

Mencatat data
customer (nama,
kota, paket yang
diminati) dan
menawarkan
promo (jika ada)

ADMINIST.

ACCOUNTING

tidak

CUSTOMER SERVICE

Menerima Barang Masuk


(Penerimaan Barang)

Cek Kabar Mitra


(Grafik Data
Nama Alamat)

Mencetak
Laporan
Ketersediaan Stok
(Laporan Barang)

Laporan Ketersediaan Stok

Membuat MOU sementara dan


SOP

Mengirim
pesanan

Mitra setuju?
ya

Laporan Ketersediaan Stok

(Daftar Invoice Penjualan)

Membuat PO
(Invoice Penjualan)

Mencatat Uang Masuk dan


Keluar
(Kas Keluar dan Kas Masuk)
Input Data Customer
(Data Nama Alamat)

Membuat PO
(Invoice Penjualan)

Data Transaksi

Data Transaksi

(Daftar Invoice Penjualan)

(Daftar Invoice Penjualan)

MOU sementara dan SOP

dikirim via email


MOU sementara dan SOP

Menawarkan
tepung dan
paperbag

Bukti Pelunasan

Data Transaksi

ya

Bukti Pembayaran

MANAJER

Proses pemenuhan
pesanan
Konfirmasi jumlah stok riil
dengan software
(Stok Opname)

Data Transaksi
(Invoice Penjualan)

Menjalin
komunikasi secara
rutin (diprospek)

Membayar DP
(50%) atau lunas

SUPPLIER

PO Payable

Buku Kontak Daftar PIN & no. HP

Customer setuju?

GUDANG

Memproses
Pesanan

Membuat dan Mencetak


Laporan Keuangan Bulanan
(Laporan Keuangan)

Data Transaksi
(Daftar Invoice Penjualan)

ya
Tersedia?
Laporan Laba Rugi
(Laporan Laba Rugi)

Neraca Keuangan
(Neraca Keuangan)
Menginformasikan
kesiapan barang +
meminta
pelunasan

tidak
Membuat dan mencetak PO
Payable
(Pembelian, Penerimaan
Barang)
Laporan Laba Rugi

Rasio Keuangan
(Rasio Keuangan)
PO Payable

Neraca Keuangan
Melakukan
pelunasan
Rasio Keuangan
Bukti pelunasan

Menginformasi
gudang dan admin
Packing Pesanan
mitra

Membuat MOU, cara


perawatan loyang & tepung,
kwitansi
Bukti pelunasan

Update penggunaan barang


(Pemakaian/Penyesuaian
Barang)

MOU tetap

Cara perawatan loyang &


tepung

Update transaksi
(Pembayaran Piutang Usaha)
Berkoordinasi
dengan
accounting dan
marketing / CS
saat jasa
pengiriman
datang

Kwitansi

Menginformasi
mitra, barang /
pesanan sudah
dikirim

Menerima
barang /
pesanan

Pembayaran jasa
pengiriman lunas?
Membuat gambar
untuk promosi
JOKER

tidak
Mencatat hutang perusahaan
(Hutang Usaha)

Mengupload
gambar ke FB dan
twitter JOKER

Mengeluhkan
masalah yang
dialami selama
menjalani
franchise

Menyimpan arsip
Tes Lowongan
Masuk JOKER

Soal Tes Lowongan Kerja +


Data Pelamar

Membuat PO dan Membeli


perlengkapan operasional
(Pembelian, Penerimaan
Barang)

Bukti pembelian perlengkapan


operasional

Bukti pembelian perlengkapan


operasional

Mencatat Uang Keluar


(Kas Keluar)

Memberi
masukan atau
solusi

Menjaga
hubungan terus
hingga masalah
teratasi

Membuat
Laporan Harian

Laporan Harian

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Laporan Harian

384

MI-02

Kustomisasi Software ERP


Kustomisasi software adalah melakukan
perubahan pada software agar sesuai dengan
kondisi perusahaan. Alasan dilakukannya hal ini
adalah karena terdapat beberapa fitur pada software
yang tidak diperlukan pada proses bisnis, ataupun
terdapat beberapa informasi yang dibutuhkan oleh
software namun tidak diperlukan oleh proses bisnis
perusahaan.
Ketidaksesuaian antara proses bisnis
perusahaan
dengan
software
seperti
pengklasifikasian
dua
jenis
customer
(potentialcustomer
dan
real
customer)
membutuhkan
kustomisasi
software.
Potentialcustomer yang tidak terakomodir oleh
software ERP dan tidak termonitor keaktifannya
terpaksa dikelola secara manual. Dengan software
yang sudah disesuaikan, data potentialcustomer
dapat dikelola seperti realcustomer, sehingga
bagian Customer Service dapat memonitor potential
customer dengan lebih baik. Kustomisasi dapat
dilakukan dengan menambah satu jenis data nama
alamat yaitu potential customer, selain customer,
vendor, employee, dan lain-lain yang sudah ada.
Payable
Purchase
Order
yang
ditujukankepada
Supplier
untukpembelianolehperusahaanjugatidakterakomodi
rpada
software
Z
versi
yang
dibeliini.Penambahanfitur
yang
berujungpadapenambahanbiayauntukimplementasi
ERP akandihindari, sehingga Payable Purchase
Order
dapatdilakukansecara
manual,
sementarakedatanganbarangpembeliandapatdiakom
odiroleh menu PenerimaanBarang.
Ketidaksesuaian lainnya terdapat pada proses
penerimaan transaksi. Proses penerimaan transaksi
pada proses bisnis lama dimulai dengan persetujuan
customer untuk melakukan pemesanan dan
melakukan pembayaran, kemudian Purchase Order
(PO) akan diproses. Berbeda halnya bila
menggunakan
software,
proses penerimaan
transaksi dimulai dengan persetujuan customer
untuk melakukan pemesanan dan kemudian invoice
diproses. Invoice sampai ke tangan customer untuk
kemudian customer melakukan pembayaran, pada
saat yang sama ketika invoice jadi, pesanan juga
diproses.
Software
sesungguhnya
dapat
mengakomodir fitur pembuatan Purchase Order
(PO), namun dengan melakukan pembelian
software versi lain yang tentu tidak sesuai dengan
kondisi perusahaan.
Beberapa fitur software ERP untuk
pembuatan laporan juga tidak digunakan oleh
perusahaan, sehingga keberadaannya sia-sia,
dengan kata lain perusahaan membeli apa yang
tidak dibutuhkan. Hal ini merupakan salah satu
dampak dari tidak adanya perencanaan matang
implementasi software ERP.

4.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa


pemilihan software ERP untuk diimplementasikan
pada sebuah proses bisnis memerlukan analisa
kesesuaian.
Bila
terdapat
ketidaksesuaian
diperlukan adanya kustomisasi software ERP atau
perancangan proses bisnis baru menyesuaikan
software ERP.

REFERENSI
[1]. Ernita, Halida, Pengembangan Enterprise
Resource
Planning
untuk
Perusahaan
RitelMenggunakan
Model-View-Controller
Pattern,FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanA
lam, InstitutPertanian Bogor, (2008).
[2]. Hasyim, Arda Fatah dan Susilowati, Endah,
Implementasi Pencatatan Akuntansi pada
Franchise Bisnis Lokal, Diakses tanggal 4 Oktober
2014
dari
www.core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/11221827.
pdf, (2009).
[3]. Oktawidya K, Ratih, Analisis Kelayakan
Usaha Franchise Kebab Turki Baba Rafi,
(Skripsi), Program Studi Manajemen Agribisnis,
Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor, (2008)
[4]. Parthasarathy, S, Enterprise Resource
Planning (ERP)-A Managerial and Technical
Perspective, pp. 35-48, New Age International (P)
Limited, (2007).
[5].
Widiyanti,
Shandra,
KesuksesandanKegagalanImplementasiEnterpris
e Resource Planning (ERP) pada Perusahaan
danContohStudiKasus,
(Disertasi),
Program
StudiPascasarjanaManajemendanBisnis,
InstitutPertanian Bogor, (2013).

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

385

MI-03

Analisis Produk Fire Extinguisher Terhadap Beban Kerja Fisik


Adri Fajar Jenie, Alfa Suryadibrata, Budi Aribowo
Jurusan Teknik Industri Universitas Al-Azhar Indonesia
Jl. Sisingamangaraja, Komplek Masjid Agung Al-Azhar,
Kebayoran Baru
Jakarta Selatan, 12110
Email : Alfa.suryadibrata@gmail.com , adri.fajar@gmail.com
Abstract
This research aims to compare two fire extinguisher product in Cumulative Trauma Disorder risk ratio. The method used in
this research are CTD analysis with CTD risk index model. By comparing CTD risk from each type of fire extinguisher, we
can conclude which is safer to use. The fire extinguisher product that is being compared is the usual fire extinguisher which
can be seen in the market, with the redesigned fire extinguisher product, for the usual fire extinguisher product put its weight
to be bear by one hand, and the redesigned fire extinguisher will distribute the weight to both hand. The redesigned fire
extinguisher will have a lower CTD index ratio then the usual fire extinguisher, for the redesigned product doesnt put hand
unto ulnar deviation position. A fire extinguisher is a tool that everyone should be able to use in emergency situation, thereby
a tool that is easier and safer to use is needed. From this research we conclude that the CTD index of the redesigned fire
extinguisher is lower than the usual fire extinguisher by 0.12 point.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perbandingan dua produk fire extinguisher dalam Resiko Cumulative Trauma
Disorders (CTDs). Metodologi yang digunakan adalah pembahasan CTD analysis dengan model CTD risk index. Dengan
membandingkan CTD risk maka dapat diidentifikasi tipe fire extinguisher yang lebih aman dipakai. Produk fire extinguisher
yang dibandingkan adalah tabung pemadam dengan bentuk umum yang terdapat di pasaran, dimana beban terletak pada
satu lengan saja, dengan fire extinguisher hasil perancangan yang memiliki beban angkatan yang didistribusikan pada dua
lengan, fire extinguisher dapat membagi beban kerja pengguna dan mempersingkat waktu pembelajaran. Produk fire
extinguisher redesain memiliki CTD risk yang lebih rendah karena tidak menyebabkan postur ulnar deviation. Fire
extinguisher adalah suatu alat pemadam kebakaran dapat dipakai semua orang dalam keadaan darurat. Maka dibutuhkan
alat yang lebih mudah digunakan dan dipelajari. Dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini, nilai CTD index dari produk
fire extinguisher yang telah di redesain memiliki nilai index yang lebih kecil dari produk dengan desain lama sebesar 0.12
poin.
Kata Kunci: Biomekanika, Chaffin Anderson, kurva belajar, fire extinguisher

1.

PENDAHULUAN

Alat pemadam api ringan, merupakan alat


keamanan yang diharuskan keberadaannya di
berbagai macam tempat, terutama tempat umum.
Oleh karena itu, alat ini diharapkan berfungsi
sebagai alat yang mudah digunakan oleh semua
orang. Desain fire extinguisher pada umumnya
menyebabkan terjadinya ulnar deviation pada tangan
pengguna dan membebankan seluruh beban tabung
hanya pada satu tangan. Akibatnya, pengguna dapat
mengalami cumulative trauma disorder (CTD) yang
dalam jagka waktu tertentu dapat menyebabkan
cidera. Pada penelitian ini, akan diberikan usulan
desain fire extinguisher baru, dan diharapkan adanya
pengurangan faktor CTD pada alat tersebut.
2.

Penelitian ini akan menggunakan analisis postur


tangan dengan membandingkan penggunaan APAR
khususnya fire extinguisher dengan menggunakan
index CTD (cumulative Trauma Disorder)
2.2. Dasar Teori
2.2.1.Cumulative Trauma Disorders (CTDs)

DASAR TEORI DAN METODOLOGI

2.1. Metodologi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

CTDs adalah jenis musculoskeletal


disorder yang beruhubungan dengan beban
kerja karena penggunaan alat tangan. Kelainan
ini berkembang secara perlahan-lahan akibat
desain alat kerja yang tidak sesuai. Pada jangka
pendek kelainan ini sering diabaikan karena
dampak langsung pada pengguna tidak terasa.
Terdapat empat faktor utama beban kerja yang
memicu terjadinya CTDs antara lain gaya yang
terlalu besar, postur sendi yang ekstrem,
pengulangan, dan durasi pemakaian alat.

386

MI-03

Gejala yang biasanya terjadi karena CTDs


adalah rasa sakit pada otot, sendi kaku, dan
pembengkakan jaringan. Tangan adalah
struktur kompleks yang terdiri dari tulang,
arteri, saraf, ligament, dan tendon. Jari
dikontrol oleh otot ekstensor karpi dan fleksor
karpi di lengan bawah. Jenis-jenis deviasi
tangan ada pada gambar 1.

dan kondisi kerja. Berikut adalah rumus


dari setiap faktor dan CTD risk index
Faktor Frekuensi =
(1)

10000

Faktor Postur = jumlah poin 10


(2)
Faktor gaya grab or pinch =
Max grip

force used on task

(3)
Faktor kondisi kerja = jumlah poin/3
(4)
CTD Risk Index =
0.3
faktor frekuensi + faktor postur +
faktor gaya + 0.1 faktor kondisi
(5)
Jika nilai CTD risk index lebih dari 1 maka
resiko terpapar CTD cukup tinggi.
Gambar 1 Jenis-jenis deviasi tangan

Pada gambar 2 dijelaskan bahwa ulnar


deviation menyebabkan persentase gejala
kelainan. Dijelaskan bahwa ketika semakin
sering digunakan. Produk dengan ulnar
deviation memiliki peningkatan gejala
kelainan yang drastis.

Gambar 2 Comparison of two groups of


trainees using different plier (Tichauer, 1976)

2.2.2.

CTD risk analysis


CTD risk analysis adalah pendekatan
kuantitatif untuk menghitung resiko CTD
penggunaan
suatu
alat
tangan
menggunakan faktor-faktor penyebab CTD
(Seth, et al., 1999). CTD risk analysis dapat
digunakan dengan cara mengisi form CTD
risk index. Empat faktor tersebut adalah
faktor frekuensi, postur, gaya (grip/pinch),

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada fire extinguisher yang ada dipasaran


memiliki massa sekitar 7,5 kg. fire extinguisher
digunakan dengan Cara membawa fire extinguisher
pada tangan kanan. Sedangkan tangan kiri
digunakan untuk mengarahkan nozzle pada api.
tangan kanan memicu fire extinguisher dengan
menggunakan palm pinch. Kelemahan dalam desain
ini adalah tangan kanan mengalami ulnar deviation
yang beresiko Cumulative Trauma Disorders
(CTDs).
Pada desain baru fire extinguisher dengan massa
yang sama yaitu 7.5 kg. fire extinguisher digunakan
dengan cara dua tangan membawa beban dan trigger
menggunakan power grip. Desain trigger yang baru
dapat mengurangi resiko CTDs.
Dengan menggunakan analisis CTD didapatkan
hasil CTD risk index. Hasil CTD risk index dari
produk lama dan produk redesain selanjutnya
dibandingkan. berikut adalah perhitungan CTDs
pada produk fire extinguisher lama dapat dilihat
pada gambar 3 dimana pada produk APAR umum
didapatkan CTD index sebesar 1.128 dan produk
fire extinguisher redesain dapat dilihat pada gambar
4. Menghasilkan nilai CTD index yang lebih rendah
dengan selisih 0.12 poin, sehingga dapat
disimpulkan bahwa APAR yang telah di redesain
lebih aman digunakan oleh pengguna. Meskipun
kedua produk memiliki CTDs index mencapai angka
satu, Fire extinguisher yang menggunakan desain
baru memiliki CTDs index yang lebih rendah
dibandingkan dengan fire extinguisher yang ada

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

387

MI-03

dipasaran. Produk redesain tidak memiliki postur


tangan berupa ulnar deviation. Produk redesain juga
memiliki power grip yang mengurangi poin postur
dibandingkan produk lama yang menggunakan palm
pinch.

4.

KESIMPULAN

Desain Fire extinguisher baru dapat mengurangi


resiko CTD pada pengguna, sehingga lebih aman
digunakan. Hal ini dikarenakan produk redesain
memiliki desain yang memungkinkan tangan berada
dalam posisi netral, sehingga mengurangi faktor
CTD index sebesar 0.12 poin, lebih rendah dari
desain Fire Extinguisher yang umum berada
dipasaran.
5.

SARAN

Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut


mengenai kurva pembelajaran penggunaan fire
extinguisher dengan desain baru terhadap desain
lama. Diperlukan juga pengembangan lebih lanjut
mengenai mekanisme penggunaan fire extinguisher
dengan desain baru.
6.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Chaffin, D. B. and G. B. J. Anderson.


Occupational Biomechanics, John Wiley & Sons,
(1991).
[2] Seth, V., R Weston, and A. Freidvalds.
Development of a Cumukative Trauma Disorder
Risk Assessment Model. International Journal of
Industrial Ergonomic, 23, no 4 (march 1999).
[3] Tichauer, E. Biomechanics Sustain
Occupational Safety and Health. Industrial
Engineering, 8(2), p 46-56, (1976).
[4] Sanders, Mark S. and McCormick Ernest J.
Human Factors In Engineering and Design, 7th
Edition, McGraw-Hill, (1992)
[5] Freivalds, Andris, and Niebel, Benjamin.
Niebels Methods, Standards, & Work Design,
12th Edition, McGraw-Hill, (2008)

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

388

MI-04

Analisis Pemindahan OHP dengan Menggunakan Metode Rapid Entire


Body Assessment (REBA)
Yusuf Caraka P.R1, Kharisma Y1, Budi Aribowo1
Jurusan Teknik Industri Universitas Al-Azhar Indonesia
Jl, Sisingamangaraja, Komplek Masjid Agung Al- Azhar,
Kebayoran Baru
Jakarta Selatan, 12110
Email : yusuf.caraka@yahoo.com, kharis_yldrm@yahoo.com
Abstrak
Dalam proses manufaktur biasanya ada kegiatan yang digunakan secara otomasi atau digunakan dengan mesin dan juga
ada kegiatan yang dilakukan secara manual.Kegiatan pemindahan secara manual terkadang dibutuhkan ketika lantai kerja
terlalu sempit, ini menyebabkan kurangnya lahan kosong untuk menempatkan robot pemindah otomatis. Selain itu,kegiatan
ini dilakukan karena kurangnya biaya untuk modal pembelian mesin diperusahaan kecil atau menengah. Kegiatan
pemindahan material secara manual seperti mengangkut barang biasanya dilakukan dengan mengangkat, membawa, dan
menurunkan. Kegiatan ini menimbulkan beberapa keluhan dari para pekerja pengangkut barang tersebut. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui keluhan yang ditimbulkan dari aktivitas pemindahan barang secara manual, menganalisa
keluhan pekerja pengangkut barang secara manual dan mengetahui tingkat resiko cedera pekerja berdasarkan metode
Rapid Entire Body Assessment (REBA). Pengambilan data dilakukan dengan cara melihat posisi salah seorang pengangkut
barang. Beban yang digunakan dalam penelitian ini adalah OHP.OHP digunakan dalam penelitian ini agar hasil penelitian
dapat memperlihatkan pengaruh pemindahan secara manual. Hasil penelitian menunjukkan, bagian tubuh yang paling
banyak dikeluhkan adalah bagian punggung. Keluhan ini lebih cenderung disebabkan oleh sikap dan posisi tubuh pekerja
pada saat pengangkatan yang salah serta beban kerja yang besar.Hasil dari pengamatan menggunakan metode REBA
menunjukan bahwa level bahaya dari aktivitas tersebut adalah medium atau sedang. Sehingga kelanjutnya dari penelitian
ini diharapkan adanya perbaikan cara kerja, seperti memberikan alat bantu dan mengatur sikap dan posisi kerja.
Kata kunci : REBA, material, beban kerja

I.

PENDAHULUAN

Pada zaman sekarang ini, tidak dapat


dipungkiri lagi bahwa industri di Indonesia sudah
sangat berkembang pesat. Dilihat dari mulai
meningkatnya wiraswasta yang mulai menjalankan
bisnis. Dalam dunia industri, hal utama yang harus
diperhatikan adalah keselamatan dan kesehatan
kerja (K3). Seperti yang sudah diatur dalam
undangundang bahwa memang keselamatan dan
kesehatan pekerja harus dilindungi. Maka dari itu,
dalam penelitian kali ini praktikan membahas
tentang pemindahan beban secara manual dengan
analisis REBA. Dalam ilmu ini akan dibahas tentang
cara penghitungan agar saat melakukan pemindahan
secara manual, tidak ada cedera yang terjadi. Ilmu
ini dipelajari mengingat akan banyaknya keluhan
para pekerja tentang cedera pada bagian punggung,
leher, tangan.
II.

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Ergonomi

sistem kerja yang baru maupun merancang


perbaikan suatu sistem kerja yang telah ada.
Ergonomi yang merupakan ilmu perancangan
berbasis manusia (Human Centered Design)
dirasakan menjadi semakin penting hingga saat
ini. Hal tersebut disebabkan:
Manusia sebagai sumber daya utama dalam
sebuah sistem
Adanya
regulasi
nasional
maupun
internasional mengenai sistem kerja
dimana manusia
terlibat di dalamnya para pekerja adalah
human being
Dengan diterapkannya ergonomi, sistem
kerja dapat menjadi lebih produktif dan efisien.
Dilihat dari sisi rekayasa, informasi hasil
penelitian ergonomi dapat dikelompokkan
dalam lima bidang penelitian, yaitu:
1. Antropometri
2. Biomekanika
3. Fisiologi
4. Penginderaan
5. Lingkungan fisik kerja

Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang


sistematis untuk memanfaatkan informasiinformasi mengenai sifat, kemampuan serta
keterbatasan manusia untuk merancang suatu
Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

389

MI-04

yaitu epidemiologi, fisik, mental, lingkungan


dan faktor organisasi.

II.2 Pemindahan Material Secara Manual


Pemindahan bahan secara manual apabila
tidak dilakukan secara ergonomis akan
menimbulkan kecelakaan dalam industri.
Kecelakaan industri (industrial accident) yang
disebut sebagai over exertion lifting and
carrying yaitu kerusakan jaringan tubuh yang
diakibatkan oleh beban angkat yang berlebih.
Data mengenai insiden tersebut telah mencapai
nilai rata-rata 18% dari seluruh kecelakaan
selama tahun 1982-1985 menurut data statistik
tentang kompensasi para pekerja di negara
bagian New South Wales, Australia. Dari data
kecelakaan ini 93% diantaranya diakibatkan
oleh strain (rasa nyeri yang berlebihan)
sedangkan 5% lainnya pada hernia. Dari data
tentang strain 61% diantaranya berada pada
bagian punggung.

III.

PERMASALAHAN

Masalah yang akan kami bahas pada karya


ilmiah ini adalah resiko kerja yang ditimbulkan oleh
suatu pekerjaan atau kegiatan berdasarkan beban
kerja yang ada pada kegiatan tersebut. Pada karya
ilmiah ini kami melakukan penelitian pada
pekerjaan pengangkut barang. Umumnya para
pekerja sekarang melakukan suatu kegiatan tanpa
memperhatikan beban kerja yang ada kegiatan
tersebut, berdasarkan data yang ada banyak pekerja
mengalami cedera akibat pekerjaan dengan beban
kerja yang melebihi kapasitas. Masalah ini yang
melatarbelakangi karya ilmiah kami melakukan
anlisis pemindahan material secara manual pada
pekerja pengangkut sampah dengan metode Rapid
Entire Body Assisment (REBA).

II.3 Rapid Entire Body Assisment (REBA)


IV.
REBA merupakan suatu metode penelitian
untuk penilaian tubuh dengan cepat secara
keseluruhan. Metode ini tidak membutuhkan
peralatan spesial dalam penilaian postur
punggung, leher, kaki, dan lengan tangan dan
pergelangan tangan. Setiap pergerakan diberi
dengan skor yang telah ditetapkan. Sebuah
metode dalam bidang ergonomi yang digunakan
secara cepat untuk menilai postur leher,
punggung, lengan, pergelangan tangan dan kaki
seorang pekerja luka-luka yang dialami di
tempat kerja dikenal sebagai Musculos Keletal
Disorder (MSDS). MSDS juga didefinisikan
sebagai gangguan dan penyakit pada otot yang
telah terbukti atau dihipotesa yang disebabkan
dengan pekerjaan. REBA dikembangkan sebagai
suatu metode untuk menilai postur kerja yang
merupakan faktor resiko (risk factor). Metode
ini didesain untuk menilai pekerja dan
mengetahui Muscules
keletal yangg
kemungkinan dapat menimbulkan gangguan
pada anggota tubuh. Dalam usaha untuk
penilaian 4 (empat) faktor beban eksternal,
jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga/
kekuatan, dan postur, REBA dikembangkan
untuk:
1. Memberikan sebuah metode penyaringan
suatu populasi kerja yang beresiko
menyebabkan gangguan pada anggota tubuh.
2. Mengidentifikasi
usaha
otot
yang
berhubungan
dengan
postur
kerja,
penggunaan tenaga dan kerja yang berulangulang yang dapat menimbulkan kelelahan
(fatique) otot.
3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan
dengan sebuah metode penilaian ergonomi,

Hasil dan Analisis

Dalam penelitian ini berdasarkan table yang


telah terlampir, pada metode REBA pemberian skor
dikelompokan menjadi 2 yaitu skor pada tabel A
meliputi pergerakan pada punggung (batang tubuh),
pergerakan leher, dan pergerakan pada kaki.
sedangkan skor pada tabel B meliputi pergerakan
pada lengan atas, lengan bawah, dan pergerakan
pergelangan tangan. Hasil skor REBA pada tabel
pengamatan didapatkan skor 4, skor tersebut pada
tabel level resiko REBA menunjukan kategori
medium yang berarti bahwa pada pekerjaan pada
pengangkutan barang tersebut berbahaya pada level
yang cukup artinya memiliki resiko cedera yang
berbahaya meskipun pekerjaan tersebut dilakukan
dengan frekuensi rendah dengan berat barang 5-10
kg. Hasil atau skor pada tabel A didapatkan skor
sebesar 5 pada sedangkan tabel B didapatkan skor
sebesar 2 sehingga didapat kan skor 4 pada tabelC.
Jadi, skor akhir untuk penilaian REBA didapatkan
dari skor pada tabel C dan skor pada aktivitas dan
pada pekerjaan ini membahayakan punggung, leher,
lengan tangan atas, lengan tangan bawah, dan juga
kaki.
V.

Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan
yang telah
dilakukan terhadap pekerjaan mengangkut OHP,
didapatkan bahwa pekerjaan tersebut memiliki
resiko cidera yang cukup berbahaya terutama pada
bagian leher, pundak dan punggung. Oleh karena
itu, untuk meminimalisir resiko cidera atau
kecelakaan kerja dapat dilengkapi suatu alat bantu
angkut pada pekerjaan tersebut atau dapat juga
dengan menurunkan bobot barang bawaan.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

390

MI-04

REFERENSI
[1] Nurmianto, Eko. (2008).Konsep Dasar
Ergonomi dan Aplikasinya. Surabaya : Guna
Widya.
[2] Astuti, Rahmaniyah D. (2007).Analisis Postur
Kerja Manual Material Handling Menggunakan
Metode OWAS. Solo : Universitas Sebelas Maret.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

391

MI-04

Lampiran

Trunk

Table A

Legs
Neck=1

Legs
Neck=2

Legs
Neck=3

Upper Arm

Table B

Wrist
Lower Arm=1

Wrist
Lower Arm=2

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

392

MI-04

Score A

Table C

Score B

10

11

12

10

11

12

10

11

12

10

11

12

10

11

11

12

10

10

11

12

12

10

10

11

12

12

10

11

11

12

12

10

10

11

12

12

12

10

10

10

11

12

12

12

10

10

11

11

12

12

12

12

11

10

11

11

12

12

12

12

12

10

11

11

12

12

12

12

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

393

MI-05

Perancangan Sistim Kerja


Pada Proses Pembuatan Tepung Kelapa
a

Jenly D.I. Manongkoa,


Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Manado
Kampus Universitas Negeri Manado di Tondano
jenlymanongko@unima.ac.id

Abstrak
Proses produksi merupakan suatu bentuk kegiatan yang paling penting di dalam pelaksanaan proses
produksi dalam suatu perusahaan. Proses produksi yang berjalan dengan lancar dan baik akan memberikan keuntungan
yang diharapkan oleh perusahaan. Untuk menjaga agar proses produksi tersebut selalu dapat berjalan dengan baik
diperlukan metode pengendalian yang baik atas proses produksi tersebut. Salah satu cara peningkatan efisiensi fungsi
produksi adalah dengan melakukan penelitian kerja diantaranya dengan melakukan analisa metode kerja untuk
mendapatkan rancangan sistim kerja yang baik.
Metode penelitian ini mengghunakan metode survey dan metode komparatif, dengan disain penelitian analisa
keseimbangan lintasan. Metode dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian langsung dengan cara
pengukuran dan penyelidikan terhadap metode kerja sedangkan metode dan teknik pengolahan data adalah
menggunakan analisa keseimbangan lintasan produksi. Dan berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
keseimbangan lintasan produksi yang optimal adalah dengan menggelompokan 5(lima) kelompok stasiun kerja agar ada
peningkatan proses produksi.
Keywords: : Perancangan, Sistim kerja, proses produksi.

LATAR BELAKANG
Perusahaan pengolahan tepung kelapa dalam
upaya meningkatkan kualitas produk terhadap daya
saing produk, factor utamanya adalah pengendalian
produksi. Dengan tipe proses produksi yang terusmenerus, maka pengendalian produksi yang
digunakan adalah flow control, dimana dalam flow
control harus diperhatikan adanya line balancing
atau keseimbangan lintasan.
Proses produksi pembuatan tepung kelapa
yang berlangsung di PT Tri Mustika Coco Minaesa
Teep, di dapati bahwa ada ketidak seimbangan
kegiatan proses dan pekerja sehingga menyebabkan
waktu tunggu meningkat, dan adanya kuantitas
produk yang tidak menetap. Kuantitas produk ini
berhubungan dengan bahan baku kelapa. Bahan
baku kelapa ini diperoleh dari petani kelapa. Petani
kelapa menjual hasil produksi ada dua macam yaitu
kelapa olahan atau kopra dan kelapa buah.Kalau
harga kopra meningkat maka petanai menjual kopra
dan begitu sebaliknya.Sehingga mempengaruhi
aktivitas perusahaan yang khususnya memproduksi
tepung kelapa.
Perancangan sistim kerja adalah suatu sistim
dimana
komponen-komponen
kerja seperti
(operator), mesin atau fasilitas kerja yang lainnya,
material dan lingkungan kerja akan berintegrasi
bersama-sam untuk menghasilkan output kerja yang
maksimal (Wingnjosoebroto S., 2006, Pengantar
Teknik dan Manajemen Industri). Hal ini dapat
dilihat pada gambar 1.
Dari gambar 1 dapat dijelaskan bahwa di
dalam telaah/analisis metode maka ada 4 (empat)

macam komponen sistim kerja yang harus


dipelajari guna memperoleh kerja yang sebaikbaiknya meliputi
Makalah yang dikirimkan harus orisinal dan
belum pernah dipublikkatkanasikan dalam seminar
atau jurnal manapun. Makalah dapat ditulis dalam
Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Panjang
makalah maksimum 8 halaman termasuk gambar
dan table. Tidak perlu menulis nomor halaman pada
makalah. Makalah yang melebihi batas jumlah
halaman akan dikenai biaya tambahan Rp.
100.000,-/halaman. Sebisa mungkin menggunakan
karakter dan gambar putih atau warna tua (dark)
dalam makalah anda. File makalah harus dikirim
dalam format yang siap cetak (doc) melalui email
ke panitia seminar dilengkapi dengan biodata sesuai
dengan formulir yang telah disediakan panitia
meliputi : nama lengkap penulis (dengan gelar
akademik),
tempat
dan
tanggal
lahir,
organisasi/institusi asal, alamat korespondensi
Telaah Metode

Sistem Kerja
Pekerja:
- Material
- Mesin dan
Peralatan
- Lingkungan
Fisik Kerja

Beberapa
Alternatif
Sistim
Kerja

Pemilihan
Alternatif
Sistem
Kerja
Terbaik

- Efektif
- Efisien

Gambar 1. Langkah-Langkah Telaah Metode kerja

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

394

MI-05

\dipelajari guna memperoleh kerja yang sebaikbaiknya meliputi :


1. Komponen
material;
Bagaimana
cara
menempatkan material, jenis material yang
mudah diproses.
2. Komponen manusia; Bagaimana sebaiknya
posisi orang pada saat proses kerja berlangsung
agar mampu memberikan gerakan-gerakan kerja
yang efektif
dan efisien (duduk, berdiri,
jongkok dan merunduk).
3. Komponen mesin; Bagaimana disain dari
mesin/peralatan kerja.
4. Komponen lingkungan kerja fisik; Bagaimana
kondisi lingkungan kerja fisik tempat operasi
kerja tersebut dilaksanakan? Apakah dirasakan
cukup aman dan nyaman.

menghindarkan bertumpuknya material pada


tingkat tertentu sehingga proses produksi secara
keseluruhan dapat berjalan dengan lancar.

Menurut
Wingnjosoebroto
S.,
2008,
Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, mengatakan
bahwa kemajuan teknologi secara konkrit
membawa perubahan terhadap rancangan kerja (job
design) dari yang bersifat manual menjadi mekanis
(semi automatic) ataupun otomatis penuh (fullautomatic. Hal ini dilakukan dengan jalan dengan
mesin baik sebagi sumber energy maupun kendali
kerja.
Sekalipun
demikian,
baik
dalam
manufacturing maupun jasa pelayanan (service)
peran manusia masih juga lebih diandalkan sebagai
komponen kerja dalam proses produksi.
Dalam langkah perancangan suatu system
kerja produksi, maka salah satu tugas pokok yang
harus dilaksankan adalah menetapkan secara rinci
dan spesifik langkah-langkah operasi dalam proses
transformasi input menjadi finished goods output
yang dikehendaki. Masing-masing langkah operasi
yang diperlukan bias dilaksanakan oleh manusia
dan mesin yang lazim dikenal sebagai sitem
manusia mesin (man-machine system).
Perencanaan kerja (work design) bertujuan
untuk menentukan metode terbaik dalam
melaksanakan
operasi-operasi
kerja
yang
diperlukan dalam proses produksi. Langkah
perencanaan kerja pada hakikatnya merupakan
tahapan palingk kritis pada saat perancangan sistem
produksi yang baru.
Keseimbangan merupakan persoalan pokok
dalam perencanaan hasil produksi, baik sifat
produksi continuous maupun yang bersifat
assembly, jadi setiap perusahaan baik yang
berbentuk fabricating maupun assembly selalu akan
diperhadapkan pada masalah keseimbangan arus
produksi masing-masing tingkat proses (Harsono ,
1984, Manajemen Pabrik). Dan menurut
Reksohadiprojo (1995), Manajemen Produksi dan
Operasi mengatakan bahwa keseimbangan lintasan
produksi adalah pengalokasian kegiatan kerja yang
berurutan.Tujuan dari line balancing adalah
menghidarkan adanya idle time dari suatu proses ke
tingkat
proses
lainnya,
dengan
jalan
mengefektifkan mesin-mesin yang ada serta

START

METODOLOGI
Perancangan sistim kerja pada proses
pembuatan tepung kelapadilakukan dengan
menggunakan dua metode yaitu pertama, survey ke
lokasi yaitu PT Tri Mustika Coco Minaesa Teep,:
keduapengamatan langsung dilapangan melalui
pengukuran-pengukuran.Sedangkan
disain
penelitian
adalah
mengunakan
analisa
keseimbangan lintasan.
Metode penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut :

Survey

TART
Study Pustaka

Pengukuran :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pengupasan
Tempurung Kelapa
Pengupasan kulit ari
Pencucian
Penortiran
Sterilisasi
Penggilingan
Pengeringan tepung
kelapa
Pemisahan potongan
tepung
Penimbangan dan
pengepakan

Data

No

Yes

Analisis Data:
1. Analisis waktu baku
2. Analisis keseimbangan
lintasan produksi

Penerapan

STOP
Gambar 2. Skema Kegiatan Penelitian

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

395

MI-05

Survey
Survey dilakukan untuk melihat permasalahan
dilapangan. Dan dari survey ini maka ditetapkan
pengukuran waktu pada bagian-bagian proses
produksi pembuatan tepung kelapa. Karena ketika
diamati, didapati ada pekerja yang aktif bekerja da
nada pekerja yang nganggur disebabkab bahan baku
dalam proses tidak berjalan dengan semestinya.
Study Pustaka
Study pustaka dilakukan untuk mengumpulkan dan
mempelajari proses pembuatan arang aktir dari
berbagai sumber.
Pengukuran
Pengukuran dilakukan pada bagia-bagian produksi
sebagai berikut :
1. Pengupasan Tempurung Kelapa
2. Pengupasan kulit ari
3. Pencucian
4. Penortiran
5. Sterilisasi
6. Penggilingan
7. Pengeringan tepung kelapa
8. Pemisahan potongan tepung
Data
Data yang didapatkan adalah data waktu selama
para pekerja melaksanakan pekerjaan dan data
waktu mesin dalam proses.
Analisis Data
Data yang didapatkan dianalisis dengan :
1. Analisis waktu baku atau waktu standar.
2. Analisis keseimbangan lintasan produksi
Teknik pengumpulan datadan pengolahan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
mengukur waktu kerja manusia dan mesin pada
setiap bagian produksi yang menjadi permasalah
pada penelitian ini. Sedangkan teknik pengolahan
data dilakukan sebagai berikut:
1. Perhitungan waktu baku
Perhitungan
waktu
baku
mengunakan
persamaan sebagai berikut :
Wb=Wn+
(1)
Dimana :
Wn = Waktu norma
= Kelonggaran (allowance) yang diberikan
kepada pekerja disamping waktu normal
2. Analisis keseimbangan lintasan produksi
dilakukan sebagai berikut :
- Pengelompokan jumlah stasiun kerja
a. Waktu siklus
Waktu siklus dilakukan dengan persamaan
P
=
(2)

Dimana :
Tei = Waktu elemen kerja, dimana I = 1.2..m
Tc = Waktu siklus
- Penenutuan rangking posisi dari setiap stasiun
kerja
- Menilai
pengelompokan
stasiun
kerja
(balancing delay)
a. Balance delay pada suatu lintasan kerja
Tc Tei
(4)
b. Balance delay untuk lintasan
NxTc

1
L=
(5)

- Menilai keseimbangan lintasan produksi (line
balancing)
a. Menilai efisiensi line balancing

EK =
100%
(6)

b. Menilai efisiensi pengelompokan jumlah


stasiun kerja minimum
1. Waktu daur

WD =
(7)

2.

Hasil Maks. =

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat
pada tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Data Waktu Pengamatan

No

Unsur Pengamatan

1.

Pengeluaran
tempurung
kelapa
2.
Pengupasan kulit ari
3.
Pencucian
4.
Penyortiran
5.
Sterilisasi
6.
Penggilingan
7.
Penggeringan tepung kelapa
8.
Pengayakan tepung
9.
Penimbangan & pengepakan
Jumlah (Tei)

Waktu
(Jam)
0,0073
0,0055
2,75
0,15
2,66
4,50
2,40
0,26
0,16
12,89

Untuk penentuan banyaknya tempat kerja dan


waktu yang tersedia, setiap tempat kerja
digambarkan dalam sebuah model lintasan produksi
tunggal dalam bentuk precedence diagram, seperti
yang terlihat pada gambar 3 berikut ini
0,0073

0,0055

2,75

0,15

2,66

Dimana :
P = Periode waktu produksi
Q = Output
b. Jumlah minimum stasiun kerja
Jumlah minimum stasiun kerja dihitung
dedngan persamaan
=

=1

Tc

(3)

4,50 2,40
6

0,26
7

0,16
8

Gambar 3.Precedence Diagram Pembuatan


Tepung Kelapa

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

396

MI-05

Dalam diagram di atas lingkaran-lingkaran


bernomor menunjukan elemen-elemen kegiatan
dengan nilai waktu dicantumkan di luar lingkaran.
Precedence diagram ini berdasarkan urutan proses,
mulai dari bagian pengeluaran kelapa sampai
bagian pengepakan.
Hasil perhitungan waktu siklus produksi
menunjukan 2,82 menit/bags sedangkan minimum
jumlah stasiun kerja yang dapat memberikan
keseimbangan lintasan produksi yang optimal
adalah dengan mengelompokan aktivitas kerja ke
dalam 5( lima) stasiun kerja.
Berdasarkan precedence diagram pada gambar
3 di atas, maka bobot posisi dari setiap elemen
kegiatan tersebut dapat disusun berdasarkan
rangking sebagai berikut :
(1), (3), (4), (2), (5), (6), (7), (8) dan (9).
Dari
rangking
yang
diperoleh,
maka
pengelompokan elemen-elemen untuk membuat
stasiun kerja sudah dapat dibuat dengan
memperhatikan precedence yang tidak boleh
dilanggar serta waktu kerja dalam sebuah stasiun
kerja tidak boleh melebihi siklus waktu yang telah
ditentukan.
Sesuai dengan precedence tersebut, maka elemenelemen aktivitas kerja dikelompokan dalam stasiunstasiun kerja yang akan memberikan keseimbangan
seperti pada table 2 berikut ini:
Tabel 2. Pengelompokan Elemen Aktivitas Kerja

Stasiun
Kerja (j)
ElemenElemen
Aktivitas
Waktu
Stasiun
Tsj

II

III

IV

1, 2
&3

4 &
5

7, 8
&9

2,76

2,82

2,25

2,25

2,82

Hasil yang diperoleh dalam idle time dengan


cara waktu siklus dikurangi dengan waktu stasiun
kerja yang paling akhir sehingga menghasilkan 0
(nol), dengan demikian berdasarkan perhitungan
tersebut tidak adanya waktu menunggu pada stasiun
kerja.
Prosedur keseimbangan lintasan bertujuan untuk
meminimalkan harga L (balance delay dari
lintasan) untuk nilai Tc yang ditetapkan sehingga

menghasilkan 8,5%, dan untuk menilai efisiensi


keseimbangan lintasan dan efisiensi dari hasil
pengelompokan stasiun kerja digunakan formulasi
banyaknya stasiun kerja teoritis dibagi dengan
banyaknya stasiun kerja riil dan dikalikan dengan
100%, sehingga efisiensi keseimbangan lintasan
produksi yang dihasilkan adalah 91%. Sedangkan
efisiensi jumlah stasiun kerja minimum dihasilkan
2,57 jam/stasiun kerja dan hasil minimum adalah
300 bags/hari.
Stasiun kerja yang melebihi lima kelompok
kerja dapat mengakibatkan waktu mengganggur
bagi tenaga kerja, Sedangkan jumlah stasiun kerja
yang kurang dari lima kelompok kerja
mengakibatkan waktu menunggu yang besar bagi
material
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
penelitian
bahwa
keseimbangan lintasan produksi yang optimal
adalah dengan mengelompokan 5 (lima) kelompok
stasiun kerja sehingga hasil yang didapatkan dari
proses produksi tepung kelapa makin meningkat.

REFERENSI
[1]. Ahyari A. 1987, Manajemen Produksi,
Penerbit BPFE, UGM, Yogyakarta.
[2]. Buffa
E.S,
1983,
Modern
Production/Operation
Manajement,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
[3]. Handoko H.T, 1997, Dasar-Dasar
Manajemen Produksi dan Operasi,
Penerbit BPFE, Yogyakarta.
[4]. Harsono, 1984, Manajemen Produksi,
Penerbit Balai Aksara, Jakarta
[5]. Reksohadiprojo S., 1995, Manajemen
Produksi dan Operasi, Penerbit BPFE
UGM, Yogyakarta.
[6]. Sutalaksana I.Z., 1979, Teknik Tata Cara
Kerja, Penerbit Departemen Teknik
Industri, Bandung.
[7]. Wingjosoebroto S., 2006, Pengantar
Teknik dan Manajemen Industri, Penerbit
PT. Guna Widya, Jakarta.
[8]. --------2008, Ergonomi, Study Gerak dan
Waktu, Penerbit PT. Guna Widya, Jakarta.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

397

MI-06

Keseimbangan Lintasan Produksi dengan Metode Bobot Posisi Pada PT.


XYZ
Lukman Arhami
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka Gb.B Jakarta Timur
E-Mail: lukmanarhami@yahoo.com
Abstrak
Tujuan Penelitian menghitung keseimbangan lintasn produksi dengan bobot posisi. Berdasarkan target perusahaan satu
tahun dihasilkan 4000 produk, hari kerja dalam satu tahun 250 hari kerja maka kecepatan lintasan yang diinginkan adalah
(250 hari kerja x 8 jam x 60 menit)/4000 = 30 menit. Hasil perhitungan metode bobot posisi diperoleh rekomendasi antara
lain: (1) membuat 4 (empat) lintasan dengan waktu kerja 8 jam; atau 2 (dua) lintasan dengan dua shift kerja yang masingmasing bekerja 8 jam atau (2) Tetap mempertahankan satu lintasan tetapi operasi 1, 2, 6, dan 9 menggunakan dua operator
sementara operasi 8 menggunakan empat operator.
Kata Kunci: Keseimbangan Lintasan, Metode Bobot Posisi

A. Pendahuluan
Perusahaan manufacturing dengan produksi massal,
peranan perencanaan produksi sangat penting,
terutama dalam penugasan kerja pada lintas
perakitan
assembly
line.
Pengaturan
dan
perencanaan yang tidak tepat mengakibatkan setiap
stasiun kerja di lintas perakitan mempunyai
kecepatan produksi yang berbeda. Akibatnya terjadi
penumpukan barang di antara stasiun kerja yang
tidak berimbang kecepatan produksinya.
Penyeimbangan lintas perakitan berhubungan erat
dengan produksi massal. Sejumlah pekerjaan
perakitan dikelompokan kedalam beberapa pusat
pekerjaan yang untuk selanjutnya kita sebut sebagai
stasiun kerja. Waktu yang diizinkan untuk
menyelesaikan elemen pekerjaan itu ditentukan oleh
kecepatan lintas perakitan. Semua stasiun kerja
sedapat munkin memiliki kecepatan produksi yang
sama. Jika suatu stasiun bekerja dibawah kecepatan
lintasan maka stasiun tersebut akan memiliki waktu
menganggur. Tujuan akhir penyeimbangan lintas
adalah memaksimasi kecepatan di tiap stasiun kerja
sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi di tiap
stasiun kerja.
B. Kajian Teori
Metode heuristik yang paling awal ialah
metode bobot posisi. Metode ini diusulkan oleh
W.B. Helgeson dan D.P. Birnie. Metode bobot
posisi dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Hitung
kecepatan lintasan yang diinginkan. Kecepatan
lintasan aktual adalah kecepatan lintasan yang
diinginkan atau kecepatan operasi paling lambat jika

waktu operasi paling lambat itu lebih kecil dari


kecepatan lintasan yang diinginkan. (2) Buat matriks
keterdahuluan berdasarkan jaringan kerja perakitan.
(3) Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung
berdasarkan jumlah waktu operasi tersebut dan
operasi-operasi yang mengikutinya. (4) Urutkan
operasi-operasi mulai dari bobot operasi terbesar
sampai dengan bobot posisi terkecil. (5) Lakukan
pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari
operasi dengan bobot posisi terbesar sampai dengan
bobot posisi terkecil, dengan kriteria total waktu
operasi lebih kecil dari kecepatan lintasan yang
ditentukan. (6) Hitung effisiensi rata-rata stasiun
kerja yang terbentuk. (7) Gunakan prosedur trial and
error untuk mencari pembebanan yang akan
menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari
efisiensi dari rata-rata pada point f di atas. (8) Ulangi
langkah f dan g sampai tidak ditemukan lagi stasiun
kerja yang memiliki efisiensi rata-rata yang lebih
tinggi.
Berikut terminologi lintasan dalam setiap
proses yaitu : (1) Elemen Kerja adalah pekerjaan
yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan
perakitan. (2) Stasiun Kerja adalah lokasi-lokasi
tempat elemen kerja di kerjakan. (3) Waktu siklus /
Cycle Time adalah waktu yang diperlukan untuk
membuat satu unit produk pada satu stasiun kerja.
(4) Waktu Stasiun Kerja (WSK) adalah waktu
yang dibutuhkan oleh sebuah stasiun kerja untuk
mengerjakan semua elemen kerja yang di
distribusikan pada stasiun kerja tersebut. (5) Waktu
Operasi (TI) adalah waktu standar untuk
menyelesaikan suatu operasi. (6) Delay Time/Idle
Time adalah selisi antara CT dengan WSK, Delay
time adalah waktu menganggur yang terjadi setiap
stasiun kerja. Besarnya idle time dapat dihitung

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

398

MI-06

dengan cara mengurangi waktu yang tersedia dengan


waktu yang digunakan. (7) Balance Delay adalah
rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan
waktu yang tersedia. Rumus untuk menghitung
Balance delay lini perakitan adalah sebagai berikut :

C. Metode Penelitian
MULAI
IDENTIFIKASI MASALAH

BD

CTxN ti
i1

CTxN

x100% .

STUDI PUSTAKA

(8)

PENGUMPULAN DATA-DATA

Precedence diagram adalah diagram yang


menggambarkan urutan dan keterkaitan antar elemen
kerja perakitan sebuah produk.
Untuk mengukur kecepatan kerja sebelum dan
sesudah proses keseimbangan lintasan dilakukan
kriteria berikut ini. Efisiensi lini adalah rasio antara
waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia.
Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan
mencapai keseimbangan apabila setiap daerah pada
lini mempunyai waktu yang sama.
Pendistribusian elemen kerja disetiap
stasiun kerja dilakukan dengan berdasarkan waktu
siklus
(CT)
.Rumus
untuk
menghitung
keseimbangan lintasan sebagai berikut.

DATA PRIMER
Pengukuran
Waktu Beban
Kerja

Eff

i 1

CTxN

PENGUJIAN
DAN KECUKUPAN DATA

Tidak
Ya

ti

DATA SEKUNDER

100%

PERHITUNGAN

ANALISIS

Dengan :
n

= jumlah elemen kerja yang ada


CT = Cycle Time
N = jumlah stasiun kerja yang
terbentuk

KESIMPULAN

SELESAI

Keseimbangan lintasan kerja yang baik adalah jika


efisiensi setelah diseimbangkan lebih besar dari
efisiensi sebelum diseimbangkan

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

399

MI-06

D. Hasil
1. Deskripsi
a. Masukan Untuk Penyeimbangan Lintasan
Masukan
yang
diperlukan
untuk
merencanakan keseimbangan lintas perakitan
adalah:
1) Suatu jaringan kerja (terdiri atas rangkaian
simpul dan anak panah) yang menggambarkan
urutan perakitan. Urutan perakitan ini dimulai
dan berakhir pada suatu simpul. Tiap simpul
menggambarkan operasi yang dilakukan
sementara anak panah menunjukkan kelanjutan
operasi tersebut kesimpul lainnya.
2

Gambar 1 : Jaringan kerja yang menggambarkan


urutan perakitan

2)

3)

b.

1)

Data waktu baku pekerjaan tiap operasi, yang


diturunkan dari perhitungan waktu baku
pekerjaan operasi perakitan.
Kecepatan lintasan yang diinginkan. Kecepatan
lintasan yang diinginkan diturunkan dari
jumlah produk yang ingin dihasilkan dalam
satu periode. Jika misalnya ramalan
permintaan suatu produk ialah 1500 unit per
tahun, tersedia 250 hari kerja @ 8 jam kerja,
maka tiap unit produk harus selesai dalam
jangka waktu 8/6 jam atau 80 menit. lebih
rendah dari kecepatan lintasan yang
diinginkan. Misalnya jika terdapat suatu
operasi perakitan yang membutuhkan waktu
lebih dari 80 menit, misalnya 100 menit, maka
tidak mungkin menetapkan kecepatan lintasan
80 menit per produk.

Kecepatan Operasi Lintasan


Dalam kecepatan operasi lebih
rendah dari kecepatan lintas yang diinginkan,
terdapat dua alternatif yang dapat ditempuh,
yaitu:
Kecepatan lintasan yang diinginkan diturunkan
menjadi 100 menit per produk (yaitu waktu
operasi terbesar). Konsekuensi dari kecepatan
lintas aktual yang lebih besar dari kecepatan
lintas yang diinginkan ialah bahwa lintas
perakitan tidak akan
mungkin memenuhi
permintaan pada periode yang bersangkutan

sehingga mungkin diperlukan lembur atau


penambahan shift kerja.
2) Kecepatan operasi yang terlambat dinaikkan
sehingga menjadi lebih besar dari 80 menit per
produk. Caranya adalah dengan menambah
jumlah operator. Jika operasi tersebut memiliki
kecepatan 100 menit per produk jika dikerjakan
satu operator, maka dengan sendirinya operasi
dengan dua operator dalam kurun waktu yang
sama akan menghasilkan satu produk, atau
kecepatan operasi rat-ratanya naik menjadi 50
menit per unit.
Kedua alternatif itu memiliki dampak
terhadap ongkos produksi. Alternatif pertama
meningkatkan ongkos lembur, sementara alternatif
kedua menyebabkan ongkos rekrut dan penigkatan
ongkos reguler (karena operator bertambah). Lini
perakitan dapat di definisikan sebagai sekelompok
orang atau mesin yang melakukan tugas-tugas dalam
merakit suatu produk. Lini perakitan merupakan lini
produksi dimana material bergerak secara kontinyu
dengan rata-rata laju kedatangan material
berdistribusi uniform melewati stasiun kerja yang
mengerjakan perakitan.secara sederhana, lini
perakitan dapat digambarkan sebagai berikut.
SK1
Input
Material

SK3
Final
Assembly

Material Handling tool

SK2

SK4

Gambar 2 Lini Perakitan

Jaringan kerja di PT. XYZ terdapat 9 operasi.


Waktu baku setiap operasinya adalah sebagaimana
terlihat di tabel 1. Berdasarkan pada bagian PPIC
perusahaan tersebut kana menghasilkan produk 4000
unit pertahunnya.
Tabel 1 Data setiap operasi

Opera
si
Waktu
Baku
(Meni
t)

5
8

6
3

2
7

3
5

2
6

6
1

3
4

12
4

6
2

Langkah pertama yang harus dilakukan ialah


menghitung kecepatan lintasan yang diinginkan. Jika
diinginkan dalam satu tahun dihasilkan 4000 produk,
diketahui jumlah hari kerja dalam satu tahun 250
hari kerja maka kecepatan lintasan yang diinginkan
adalah (250 hari kerja x 8 jam x 60 menit)/4000 = 30
menit

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

400

MI-06

2.

a.

Pembahasan

Mengingat kecepatan operasi paling lambat adalah


124 menit (seperempat kecepatan lintasan yang
diinginkan) maka terdapat 2 (dua) alternatif untuk
memenuhi permintaan : (1) Menerima alternatif
kecepatan operasi terpanjang sebagai kecepatan
lintasan. Untuk itu produk yang akan dihasilkan
hanya akan mencapai 1000 unit per tahunnya. Oleh
sebab itu perusahaan disarankan untuk membuat 4
(empat) lintasan dengan waktu kerja 8 jam; atau 2
(dua) lintasan dengan dua shift kerja yang masingmasing bekerja 8 jam atau (2) Tetap
mempertahankan satu lintasan tetapi operasi 1, 2, 6,
dan 9 menggunakan dua operator sementara operasi
8 menggunakan empat operator.

Alternatif/Pendekatan Pertama

Langkah kedua metode bobot posisi adalah


memindahkan jaringan kerja (Gambar 3-1) ke
matriks keterdauluan (Tabel 3-2). Angka 1 dalam sel
berarti operasi di kolom harus mengikuti operasi
yang tertera di baris, sementara angka 0 berarti
kedua
operasi
tidak
memiliki
hubungan
keterdahuluan. Dengan demikian maka setengah
matriks bagian bawah seluruhnya akan terdiri atas
angka nol. Sebagai contoh, operasi 2, 4, 7, 8, dan 9
mengikuti operasi 1 (operasi 2, 4, 7, 8, 9 baru dapat
dikerjakan setelah operasi 1 selesai dikerjakan)
sehingga pada sel dengan baris 1 dan kolom 2, 4, 7,
8, 9 akan berisi angka 1.

Tabel 3 : Matriks Keterdahuluan

Operasi

Operasi Pengikut

Pendahulu

Selanjutnya, bobot posisi tiap operasi


dihitung. Bobot posisi didefinisikan sebagai total
waktu operasi itu dan waktu seluruh operasi
pengikutnya. Sebagai contoh, bobot operasi 1 adalah
376 (58 + 63 + 35 + 34 + 124 + 62). Perhitungan
bobot posisi untuk setiap operasi selengkapnya dapat
dilihat di Tabel 3-3.

Langkah berikutnya adalah mengurutkan operasioperasi ke dalam urutan, mulai dari bobot posisi
terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil (Tabel
3-3).

Tabel 2. Perhitungan Bobot Posisi untuk Tiap Operasi

Operasi
Pendahulu

1 (58)

63

27

35

26

61

2 (63)

35

3 (27)

4 (35)

5 (26)

6 (61)

7 (34)

8 (124)
9 (62)

Operasi Pengikut
4
5
6
7

34

124

62

34

124

62

26

61

34

124

62

34

124

62

34

124

62

124

62

124

62

62

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

401

MI-06

Tabel 4 Pengurutan Prioritas Operasi Berdasarkan Bobot Posisi

Prioritas

Operasi

490

334

318

255

247

Bobot
Posisi

Jumlah stasiun kerja diperkirakan dengan cara


membagi waktu pekerjaan keseluruhan dengan
kecepatan lintasan. Dalam kasus ini perkiraan

220
246 186

62

jumlah stasiun adalah empat (490 dibagi 124).


Pembebanan
operasi
dilakukan
dengan
menggunakan
prioritas
di
atas.

Tabel 5: Pembebanan Operasi ke Stasiun Kerja

Stasiun
Kerja

Operasi
1, 3,
4

1
2

Kecepatan
Stasiun
58+27+35=12
0'

2, 6
5, 7,

4 menit
63+61=124'
26+34+62=12

2'
8

Waktu
Menganggur

0 menit
2 menit

124 menit

0 menit

Total Waktu Menganggur

6 menit

Langkah yang terakhir ialah mempertukarkan


operasi antar stasiun kerja agar waktu menganggur
antar stasiun lebih berimbang. Jika operasi 3 dan 4

(stasiun 1) ditukar dengan operasi 2 (stasiun 2) maka


akan diperoleh waktu menganggur per stasiun yang
lebih berimbang.

Tabel 6 Pembebanan Operasi (Metode Trial and Error)

Stasiun
Kerja
1

1, 2
3, 4,

6
5, 7,

Kecepatan
Stasiun

Operasi

58+63=121'
27+35+61=1
23'
26+34+62=1
22'

3 menit

124 menit

0 menit

Total Waktu Menganggur

BAHAN
BAKU

Hasil penyeimbangan lintasan menggunakan metode


bobot posisi ini dapat dilihat pada Gambar 3.3
Hasilnya ialah satu lintas produksi dengan kecepatan
124 menit per produk.

123 Menit

STASIUN
KERJA 1
Operasi 1. 2

STASIUN
KERJA 2
Operasi 3/4/6

122 Menit

124 Menit

STASIUN
KERJA 3
Operasi 6/7/9

STASIUN
KERJA 4
Operasi 8

PRODUK
JADI

121 Menit

Waktu
Menganggur

Kecepatan Lintasan
124 Menit per Produk

1 menit
2 menit

6 menit
E. Kesimpulan
1. Satu tahun dihasilkan 4000 produk, hari
kerja dalam satu tahun 250 hari kerja maka
kecepatan lintasan yang diinginkan adalah
(250 hari kerja x 8 jam x 60 menit)/4000 =
30 menit.
2. Membuat 4 (empat) lintasan dengan waktu
kerja 8 jam; atau 2 (dua) lintasan dengan
dua shift kerja yang masing-masing bekerja
8 jam atau (2) Tetap mempertahankan satu
lintasan tetapi operasi 1, 2, 6, dan 9
menggunakan dua operator sementara
operasi 8 menggunakan empat operator.
3. Hasil satu lintas produksi dengan kecepatan
124 menit per produk

Gambar 2. Hasil Penyeimbangan Lintasan dengan


Menggunakan Metode Bobot Posisi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

402

MI-06

Daftar Pustaka
[1]. Barry Reizer & Jay Heinzer. ( 2001 ). Prinsip
Prinsip Manajemen Operasi. Edisi Pertama.
Salemba Empat, Jakarta.
[2]. Howard Giltrow, Alan Oppenheim, & Rosa
Oppenheim. ( 1999 ). Quality Management:
Tools and Methods for Improvement. Second
Edition. Irwin INC. Production, United States.

[3]. Gaspertz, Vincent , (1998)Production


Planning and Inventory Control, PT.
Gramedia Pustaka Utama.
[4]. Gasperz, Vinvent.(1998). Statistical Process
Control : Penerapan Teknik-Teknik Statistikal
Dalam Manajemen Bisnis Total. Edisi 1.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

403

MI-07

Penentuan Lokasi Usaha Jasa Perbaikan Kendaraan Sepeda Motor


dengan Menggunakan Metode AHP
(studi kasus di Jakarta Timur)
Ja'far Amiruddin, Isnaini Choirul Miftahuddin, Riza Wirawan
Jurusan Teknik Mesin FT Universitas Negeri Jakarta
p3iunj@yahoo.com
ABSTRAK
Penentuan lokasi usaha sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup suatu usaha. Penelitian mengenai penentuan
lokasi sudah banyak namun penelitian tersebut hanya terbatas pada skala besar seperti pabrik, gudang dll. Padahal pada
kenyataanya kelangsungan hidup dari usaha usaha kecil dan menengah, juga sangat tergantung juga oleh penentuan lokasi
usaha, terlebih lagi usaha dalam bidang jasa seperti usaha jasa perbaikan kendaraan sepeda motor.
Dalam penentuan lokasi usaha jasa perbaikan kendaraan sepeda motor banyak faktor yang dapat
mempengaruhinya. Diperlukan model pembuat keputusan yang bisa membuat keputusan menjadi kompeherensif, logis dan
terstruktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berpengaruh dalam penentuan lokasi usaha jasa perbaikan
kendaraan (Bengkel) yang dilanjutkan dengan menghitung presentase dari setiap faktor tersebut, selanjutnya menentukan
kandidat lokasi yang paling potensial untuk didirikan usaha jasa perbaikan kendaraan (bengkel) motor.
Analytical Hierrchy Process (AHP) adalah salah satu model dalam membuat keputusan yang dapat diaplikasikan
untuk membuat prioritas diantara pilihan. Dalam penelitian ini metode AHP diaplikasikan dalam pertimbangan penentuan
lokasi usaha jasa perbaikan sepeda motor di Jakarta Timur. Dalam penelitian, faktor-faktor yang berpengaruh dalam
penentuan lokasi usaha jasa perbaikan kendaraan (bengkel), yaitu : Akses, Visibilitas, Kondisi Lalulintas, Jumlah Pesaing,
Biaya sewa/beli, Keamanan & Kenyamanan, Kedekatan dengan Pusat Keramaian, Jumlah Populasi. Faktor-faktor tersebut
dan alternatif-alternatif pilihan lokasi kemudian disusun dalam diagram pohon.
Dari kuesioner AHP yang disebarkan ke para responden, diperoleh hasil alternatif lokasi yang terbaik dengan
mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu di Jalan Raya Condet, Kampung Gedong Jakarta Timur dengan nilai 32,20%.
Kata kunci : Penentuan Lokasi Usaha, AHP, Diagram Pohon.

I. Pendahuluan
Pertumbuhan penduduk di indonesia
semakin hari semakin meningkat, khususnya di
wilayah DKI Jakarta. Peningkatan jumlah penduduk
berbanding lurus dengan peningkatan jumlah
kendaraan bermotor. Berdasarkan data BPS rata rata
peningkatan jumlah kendaraan bermotor di wilayah
DKI Jakarta adalah 1.007.503 setiap tahunya, di
perkirakan sampai ahir tahun 2015 jumlah
kendaraan di wilayah DKI Jakarta berjumlah
17.035.025. Ketika jumlah kendaraan sepeda motor
tersebut meningkat kebutuhan akan jasa tersebut
semakin meningkat sehingga menyebabkan banyak
orang yang mendirikan usaha sejenis.
Dalam perancangan pembuatan usaha harus
mempertimbangkan berbagai faktor baik interal
maupun eksternal. Adapun faktor internal yang
sangat berpengaruh dalam usaha jasa adalah
penentuan lokasi usaha. Di wlilayah DKI Jakarta
khususnya Jakarta Timur Banyak lokasi jasa
perbaiakan kendaraan yang tidak memperhatikan
penentuan lokasi usaha yang mengakibatkan lokasi
kurang maksimal. Ketika sudah memilih lokasi
usaha yang tepat berarti telah menghindari sebanyak
mungkin efek-efek negatif yang timbul dan

mendapatkan lokasi yang paling banyak nilai positif.


Faktor faktor dalam pemilihan lokasi usaha masing
masing berbeda tergantung pada bidang usahanya.
Dalam penentuan lokasi usaha ini faktor faktor yang
harus diperhatikan adalah Akses, Visisbilitas,
Lalulintas, Jumlah Pesaing, Biaya sewa/beli, Aman
& Nyaman, Dkt Pusat Keramaian, Jumlah populasi.
Karena banyak faktor yang harus
diperhatikan maka di butuhkan suatu metode yang
dapat diperlukan suatu cara yang digunakan untuk
mendapatkan suatu keputusan yang efektif atas
persoalan
yang
kompleks
dengan
cara
menyederhanakan dan mempercepat pengambilan
keputusan suatu masalah. Salah satu metode yang
cocok adalah Analytical Hierrchy Process (AHP)
dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty pada
tahun 1970 han. AHP adalah suatu model yang
luwes yang memungkinkan kita mengambil
keputusan dengan mengkombinasikan pertimbangan
dan nilai-nilai pribadi secara logis. Prinsip kerja
AHP adalah menyederhanakan suatu persoalan
kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan
dinamik menjadi bagian-bagianya, serta menata
dalam suatu hierarki. Secara grafis, model AHP
dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat,

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

404

MI-07

yang dimulai dengan goal/ sasaran lalu kritria dan


ahirnya alternatif.
Untuk menentukan lokasi jasa perbaikan
kendaraan bermotor harus memperhatikan faktor
faktor penentuan lokasi, kemudian menetukan lokasi
paling optimal. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan Analytical Hierrchy Process (AHP)
dalam penentuan lokasi usaha jasa perbaikan
kendaraan bermotor.

c.

d.
I.1.Teori Lokasi
Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki
tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau
ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari
sumber- sumber yang potensial, serta hubungannya
dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan
berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi
maupun sosial (Tarigan, 2006).
Pemilihan tempat atau lokasi usaha jasa
memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap
beberapa faktor berikut ini : Akses, Visibilitas,
Lalulintas (traffic), Tempat parkir yang luas dan
aman, Ekspansi, Lingkungan, Persaingan, Peraturan
pemerintah (Fandi Tjiptomo, 2007)
I.2.Analytical Hierrchy Process (AHP)
AHP adalah suatu model yang luwes yang
memungkinkan kita mengambil keputusan dengan
mengkombinasikan pertimbangan dan nilai-nilai
pribadi secara logis.
Langkah langkah dalam penggunaan metode AHP
ini adalah sebagai berikut :
a. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi
yang diinginkan.
b. Membuat struktur hierarki yang dimulai pada
tujuan umum, yang dilanjutkan dengan hierarki
aspek dan selanjutnya kriteria yang ingin
dirangking.

N
RI

1
0,000

2
0,000
n
RI

3
0,580
10
1,490

4
0,900

11
1,510

e.

f.
g.

h.

i.

Membentuk matriks perbandingan berpasangan


(pair-wise) yang menggambarkan konstribusi
relatif atau pengaruh setiap hierarki terhadap
masing masing tujuan atau kriteria yang
setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan
berdasarkan pilihan atau judgement dari
pembuat keputusan dengan menilai tingkat
kepentingan suatu hirarki dibandingakan dengan
hirarki lainya.
Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai
dari setiap element didalam matriks yang
berpasangan dengan nilai total dari setiap
kolom.
Menghitung eigen vektor dan menguji
konsistensinya, jika tidak konsisten maka
pengambilan data (preferensi) harus diulangi.
Mengulangi langkah 3,4,dan 5 untuk semua
kriteria.
Menghitung eigen vektor dari setiap matriks
perbandingan berpasangan. Nilai eigen vektor
merupakan bobot dari setiap element. Langkah
ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan
prioritas dalam penentuan elemnt - element
pada tingkat hirarki terendah sampai dengan
mencapai tujuan.
Menguji konsistensi hirarki, jika tidak
memenuhi CR < 0,100, maka penilaian harus
diulang kembali.
Menghitung CL dengan rumus

=
j.

( )
(1)

Menghitung CR dengan rumus

II. Metodologi Penenlitian


Waktu dan lokasi penelitian ini adalah
adalah wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur .
Waktu penelitian pada akhir taun 2014-2015. Faktor
yang digunakan dalam penentuan lokasi usaha jasa
perbaikan sepedamotor adalah Akses, Visibilitas,
Kondisi Lalulintas, Jumlah Pesaing, Biaya
sewa/beli, Keamanan & Kenyamanan, Kedekatan
dengan Pusat Keramaian, Jumlah Populasi.
Pengambilan Data dilakukan dengan cara
wawancara dengan pemilik usaha jasa perbaikan
kendaraan, konsumen, dan ahli management terkait

....(2)

Dimana RI didapat dari

Tabel 1 Nilai RI
5
6
1,120
1,240

12
1,480

.......(1)

13
1,560

7
1,320

14
1,570

8
1,410

9
1,450

15
1,590

dengan penentuan lokasi usaha jasa perbaikan


kendaraan dilanjutkan dengan pemberian kuisioner
kepada 9 orang yang terdiri dari 3 ahli management,
3 orang ahli dibidang otomotif, dan 3 orang
konsumen dengan kriteria tertentu.
Berdasarkan data yang diperoleh maka
penentuan lokasi usaha jasa perbaikan kendaraan
dianalisis dengan menggunakan Analytical Hierrchy
Process (AHP), dimana prinsip dasarnya adalah
melakukan pembobotan setiap faktor yang kemudian
dimasukan kedalam kriteria pemilihan lokasi. Lokasi

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

405

MI-07

yang terpilih adalah lokasi yang mempunyai nilai


tertinggi.

yang dimasukan dalam kriteria pemilihan lokasi.


Langkah awal pada penelitian ini adalah dengan
membuat hierarki. Berikut ini adalah struktur
hierarki dalam penentuan lokasi perbaikan
kendaraan bermotor :

III. Hasil dan Pembahasan


Prinsip dasar dari metode ini adalah
melakukan pembobotan pada setiap faktor-faktor

Pemilihan Lokasi Usaha Bengkel Motor


Di Jakarta Timur

Alternatif

Alternatif

Alternatif

Alternatif

Lok 1

Lok 2

Lok 3

Lok 4

Keterangan :
Keterangan :
A
: Akses
B
: Visibilitas
C
: lalulintas
D
: Jumlah Pesaing
E
: Biaya Sewa / Beli
F
: Aman dan Nyaman
G
: Dekat Pusat Keramaian
H
: Jumlah Populasi
Alternatif Lokasi A : Jalan Raya Condet no 26
kampung gedong Jakarta Timur.
Alternatif Lokasi B : Jalan Raya Bekasi Timur no 6
Kelender Jakarta Timur

Alternatif Lokasi C : Jalan Kalisari Lapan no 19


Pasar Rebo Jakarta Timur
Alternatif Lokasi D : Jalan Lubang Buaya no 3
Cipayung Jakarta Timur

III.1.Pembobotan Setiap Kriteria


Langkah pertama dalam perhitungan AHP
ini adalah mensintesis pertimbangan yang peroleh
dengan cara membagi entri setiap kolom dengan
jumlah entri dari setiap kolom untuk dapat
memperoleh matriks yang dinormalisasi. Berikut ini
adalah
hasil
perbandingan
kriteria:

Perbandingan Kriteria
Penentuan
Lokasi

Akses

visibilita
s

lalulinta
s

Jumlah
pesaing

Biaya
Sewa &
Beli

Aman
&
Nyaman

Jumlah
Populas
i

0,607

Dkt
Pusat
keramaia
n
1,218

Akses

1,000

1,83

3,163

1,890

1,369

Visibilitas

0,543

1,000

3,218

3,465

1,410

1,327

1,435

0,969

Lalulintas

0,315

0,309

1,000

1,480

0,675

0,572

0,311

0,270

Jumlah

0,526

0,288

0,670

1,000

0,459

0,163

0,147

0,318

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

0,540

406

MI-07

pesaing
Biaya
sewa &
Beli
Aman dan
Nyaman
Dkt Pusat
keramaian
Jumlah
Populasi

0,724

0,474

1,477

1,860

1,000

0,365

0,382

0,461

1,037

0,752

1,733

7,830

2,730

1,000

3,507

1,679

1,114

1,134

3,200

6,760

2,610

0,284

1,000

1,190

1,930

1,630

3,690

3,130

2,760

0,594

1,070

1,000

7,189

7,417

18,151

27,415

III.2. Penentuan Prioritas


Matriks yang dinormalisasi ini digunakan
untuk mendapatkan vector prioritas dengan
menyeluruh. Adapun cara untuk mendapatkan vector
prioritas adalah dengan cara menjumlahkan nilai

13,013

4,912

9,07

6,427

setiap
baris
dari
matriks
yang
telah
dinormalisasimkemudian
membaginya
dengan
banyaknya entri dari setiap baris. Berikut ini adalah
tabel matriks yang dinormalisasi dan prioritasnya:

Setiap alternatif
Penentuan
Lokasi
Akses
Visibilitas
Lalulintas
Jumlah
pesaing
Biaya
sewa &
Beli
Aman dan
Nyaman
Dkt Pusat
keramaian
Jumlah
Populasi

AK

VI

LAL

J.Pes

A&
N
0,12

DPK

J.Pen

0,07

BS&
B
0,11

0,13

0,08

Jumlah
Baris
1,07

0,1
4
0,0
8
0,0
4
0,0
7
0,1
0

0,2
5
0,1
3
0,0
4
0,0
4
0,0
6

0,17

0,1
4
0,1
5
0,2
7

0,1
0
0,1
5
0,2
2

0,18

0,13

0,11

0,27

0,16

0,15

1,20

0,150

0,05

0,05

0,05

0,12

0,03

0,04

0,44

0,054

0,04

0,04

0,04

0,03

0,02

0,05

0,32

0,040

0,08

0,07

0,08

0,07

0,04

0,07

0,58

0,072

0,10

0,29

0,21

0,20

0,39

0,26

1,69

0,211

0,18

0,25

0,20

0,06

0,11

0,19

1,28

0,161

0,20

0,11

0,21

0,12

0,12

0,16

1,41

0,177

III.3. Uji Konsistensi


Untuk memastikan apakah jawaban para
responden logis dan konsisten maka semua matriks
perbandingan berpasangan yang dihasilkan haruslah
diuji konsistensinya. Langkah pertama dalam
mencari tingkat konsistensi adalah dengan cara
mencari entri setiap kolom terlebih dahulu. Langkah

Prioritas
0,134

selanjutnya adalah dalam dengan cara mencari


jumlah entri setiap kolom. Selanjutnya mencari rata
rata yaitu dengan cara menjumlahkan lamda
maks setiap baris kemudian dibagi dengan jumlah
kriteria. Setelah mendapatkan rata rata lamda
maksimum kita baru bisa mencari Cl. Berikut ini
adalah tabel uji konsistensi :

Uji Konsistensi
Kriteria
Akses
Visibilitas
Lalulintas
Jumlah pesaing

Uji Konsistensi Kriteria


Lamda Setiap Kriteria
8,76
8,79
8, 66
8,46

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Rata Rata Lamda Maksimum

8,67

407

MI-07

Biaya sewa & Beli


Aman dan Nyaman
Dkt Pusat keramaian
Jumlah Populasi

8,51
9,13
8,61
8,51

8,67 8
= 0,094
81

itu dapat disimpulkan bahwa semua jawaban


responden pada setiap matriks perbandingan adalah
konsisten.

0,094
= 0,066
1,41

Dari tabel uji konsistensi data diatas, maka


dapat dikatakan bahwa nilai CR untuk setiap matriks
perbandingan tidak melebihi 0.1 (10%). Oleh karena

Penilaian Pembobobtan Alternatif


Berdasarkan penilaian alternative maka, berikut ini
adalah hasil perhitungan rekapitulasi perhitungan
penentuan lokasi usaha jasa perbaikan kendaraan di
Kota Administrasi Jakarta timur :

Rekapitulasi Perhitungan Alternatif


Alternatif

Skor

Lokasi A

0,322

Lokai B

0,201

Lokasi C

0,231

Lokasi D

0,246

Kriteria
Akses
Visibilitas
Lalulintas
Jumlah pesaing
Biaya sewa & Beli
Aman dan Nyaman
Dkt Pusat keramaian
Jumlah Populasi
Akses
Visibilitas
Lalulintas
Jumlah pesaing
Biaya sewa & Beli
Aman dan Nyaman
Dkt Pusat keramaian
Jumlah Populasi
Akses
Visibilitas
Lalulintas
Jumlah pesaing
Biaya sewa & Beli
Aman dan Nyaman
Dkt Pusat keramaian
Jumlah Populasi
Akses
Visibilitas
Lalulintas
Jumlah pesaing
Biaya sewa & Beli
Aman dan Nyaman
Dkt Pusat keramaian
Jumlah Populasi

Berdasarkan data tersebut maka dapat


dilihat bahwa kkor alternative yang memiliki nilai
tertingi adalah alternatif lokasi A (Condet). Hal ini
berarti bahwa lokasi A yaitu Jalan Raya Condet no

Skor
0,29
0,3
0,3
0,19
0,35
0,36
0,37
0,3
0,18
0,13
0,21
0,12
0,19
0,19
0,16
0,35
0,28
0,18
0,17
0,18
0,24
0,25
0,24
0,23
0,24
0,38
0,33
0,51
0,22
0,21
0,24
0,11
26 kampung gedong Jakarta Timur memiliki
kemampuan paling baik guna didirikan lokasi usaha
jasa perbaikan sepeda motor.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

408

MI-07

IV. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang di dapat, maka
dalam penentuan lokasi usaha jasa perbaikan
kendaraan ada delapan faktor yang harus
diperhatikan yaitu keamanan dan kenyamanan
lokasi, jumlah populasi di wilayah tersebut,
kedekatan dengan pusat keramaian, visibilitas dari
lokasi, akses menuju lokasi, biaya sewa/beli lokasi,
lalulintas disekitar lokasi tersebut, jumlah pesaing.
Dari delapan faktor tersebut, faktor yang
berpengaruh paling besar adalah keamanan dan
kenyamanan lokasi. Pada penentuan lokasi bengkel
di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur lokasi
yang paling potensial untuk dijadikan lokasi usaha
jasa perbaikan kendaraan Alt Lok A di Jalan Raya
Condet no 26 Kampung gedong Jakarta Timur
dengan nolai 0,322 atau 32 %..
Berdasarkan kesimpulan diatas disarankan
kepeda calon pengusaha jasa perbaikan kendaraan
sepeda motor supaya dapat memperhatikan kriteria
yang berpengaruh terhadap penentuan suatu lokasi
sebelum memutuskan suatu lokasi.

Manulang. Dasar-Dasar Manajement. Yogyakarta:


Ghalia, 2000.
Marimin. Teknik dan Aplikasi Pengambilan
Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta:
Grasindo, 2006.
Prasetya, Hery dan Lukiastuti. Fitri, Manajement
Oprasi. Yogyakarta: Med Press, 2009.
Saaty, Thomas L. Pengambilan Kepitusan Bagi Para
Pemimpin. terjemahan Liana Setiono.
Jakarta: Pressindo, 1993.
Sjafrizal. Ekonomi Regional Teori Dan Aplikasi.
Jakarta: Niaga Swadaya, 2008.
Sudarma, Hartoto. Menjadi Kaya Dengan UKM
Otomotif Roda Dua. Jakarta: Kawan
Pustaka, 2006.
Sudaryono. Statistik Deskriptif Untuk Penelitian.
Banten: Dinas Pendidikan Provinsi Banten,
2010.

Daftar Pustaka

Supardi. aplikasi statistika dalam penelitian Konsep


Statistika Yang Lebih Komprehensif,
Jakarta: Cange Pulication, 2013.

Gulo, W. Metode Pengumpulan Data. Jakarta:


Grasindo, 2002.

Tjiptono . Fandi, Strategi Pemasaran. Yogyakarta:


Andi, 2007.

Harding, H.A, Manajemen Produksi. Jakarta: Balai


Aksara, 1978.

Yazid, Pemasaran Jasa Konsep dan Implementasi.


Yogyakarta: Ekonisia fakultas Ekonomi,
2001.

J, Lexy .Metodologi Penenlitian Kualitatif.


Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Lamb dan Daniel, Pemasaran. Jakarta: Salemba
Empat, 2002.

Zimmerer, Thomas W. Scarborough, Norman M.


Wilson, Doug, Kewirausahaan dan
Management Usaha Kecil, terjemahan
Deny Arnos, Jakarta: Salemba Empat,
2008.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

409

MI-08

STRUKTUR INDUSTRI DAN FAKTOR LINGKUNGAN PENGARUHNYA TERHADAP


KEUNGGULAN BERSAING INDUSTRI KECIL BATIK TRUSMI CIREBON
Aam Amaningsih Jumhura), Nik Hasnaa Nik Mahmooda), M. Muchdieb), Dahmir Dahlanb)
a

Razak School of Engineering and Advance Technology Universiti Teknologi Malaysia (UTM), Malaysia.
b
Graduate School of the National Institute of Science and Technology (ISTN), Indonesia

Industri kecil batik trusmi saat ini sedang mengalami perkembangan, untuk mencapai keunggulan bersaing yang
terus menerus, dibutuhkan perbaikan dari faktor faktor yang mempengaruhi. Berdasarkan kerangka berfikir dan
pembentukan model dalam penelitian ini dirumus 3 hipotesis diantaranya faktor lingkungan berpengaruh terhadap
struktur industri (hipotesis 1), struktur industri berpengaruh terhadap keunggulan bersaing (hipotesis 2), dan faktor
lingkungan berpengaruh terhadap keunggulan bersaing (hipotesis 3). Hasil penelitian diharapkan dapat menjawab
rumusan masalah dalam penelitian ini. Jumlah responden yang ditentukan dalam penelitian ini berjumlah 108
pembatik yang berada di desa trusmi. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik
Structural Equation Modelling (SEM) yang dioperasikan menggunakan program Lisrel 8.7. Berdasarkan hasil olah
data dari program Lisrel, pada hipotesis pertama faktor lingkungan memiliki nilai koefisien sebesar 0.09 dan Thitung yang < t-probability sig atau 0.78 < 1.96 terhadap struktur industri. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
lingkungan tidak berpengaruh terhadap struktur industri. Hipotesis kedua, struktur industri memiliki koefisien
sebesar 0.38 dan T-hitung yang > t-probability sig atau 2.55 > 1.96 terhadap keunggulan bersaing. Hal ini
menunjukkan bahwa struktrur industri berpengaruh terhadap keunggulan bersaing. Dan untuk hipotesis ketiga faktor
lingkungan memiliki koefisien sebesar 0.29 dan T-hitung yang > t-probability sig atau 2.38 > 1.96 terhadap
keunggulan bersaing. Hal ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan berpengaruh terhadap keunggulan bersaing.
Kata kunci: Struktur Industri, Faktor Lingkungan, keunggulan Bersaing, Batik Trusmi

1. Pendahuluan
Industri Batik di Cirebon merupakan kategori
usaha kecil, Batik Trusmi Cirebon merupakan batik
pesisiran yang yang berkembang dan dipengaruhi
oleh kebudayaan Islam dan Cina dengan motif
batik geometris ciri khasnya. Selain batik pesisiran,
ada juga batik keratonan yang dipengaruhi dasardasar falsafah jawa dan keratonan. Menghadapi
persaingan yang semakin ketat, karena semakin
terbukanya pasar di dalam negeri, merupakan
ancaman bagi usaha kecil dengan semakin
banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar
akibat dampak globalisasi terutama batik cina.
Oleh karena itu, pembinaan dan pengembangan
usaha kecil batik saat ini dirasakan semakin
mendesak dan sangat strategis untuk mengangkat
perekonomian rakyat, sehingga kemandirian usaha
kecil diharapkan dapat tercapai di masa mendatang.
Struktur Industri didefinisikan sebagai
relativitas kestabilan ekonomi dan teknikal dimensi
suatu industri yang memberikan konteks terjadinya
persaingan. Struktur industri menentukan perilaku
perusahaan, selanjutnya perilaku tersebut akan
menentukan kinerja perusahaan dalam penempatan
pasar (Bain,1986;mason,1953).

Elemen utama dalam struktur industri


adalah rintangan masuknya pemain baru dalam
industri (Bain,1956). Penelitian ini menekankan
pada aspek internal perusahaan, dimana dalam
menjalankan kegiatan produksi mengalami
berbagai kendala. Faktor Lingkungan berperan
sangat signifikan dalam menentukan produktivitas
pekerja yang nantinya akan berpengaruh terhadap
hasil pekerjaan atau output. Berkaitan dengan
faktor lingkungan, Wilkinson (2002) menyatakan
bahwa usaha kecil dan mikro akan tumbuh
bilamana lingkungan aturan/kebijakan mendukung.
Dalam proses pembuatan batik trusmi,
para pengrajin umumnya memiliki kendala dalam
keterbatasan SDM dan pada kondisi-kondisi
tertentu terdapat hari-hari yang tidak berproduksi
dikarenakan tradisi masyarakat setempat. Hal
tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap hasil
produksi atau output. Beberapa contoh fenomena
diatas, dapat menjadi sebuah sinyal tanda bahaya
untuk para pengrajin batik, khususnya batik trusmi.
Perlu adanya perbaikan pada struktur industri
pengrajin batik yang nantinya akan membangun
keunggulan bersaing. Selain itu faktor lingkungan
yang ada karena tradisi masyarakat setempat juga
akan berpengaruh pada keunggulan bersaing
pengrajin batik trusmi.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

410

MI-08

2. Pendekatan pemecahan masalah


Untuk mendapatkan hasil yang baik suatu
penelitian harus direncanakan sebaik-baiknya. Oleh
karena itu, metodologi yang menggambarkan
jalannya proses penelitian tersebut harus
merancang secermat mungkin. Proses penelitian ini
merupakan suatu proses yang terdiri dari tahap
yang saling terkait secara sistematik satu dengan
lainnya
Menururt Micheal E.Porter, kegiatan
membaca kondisi lingkungan pada dasarnya
dilakukan agar mengetahui seperti apa karakteristik
struktur industri, dan kemungkinana perubahan
yang mungkin bisa terjadi dalam struktur industri.
Untuk memahami kondisi lingkungan, pemahaman
terhadap corak struktur industri merupakan langkah
penting bagi sebuah perusahaan.
Pada pemodelan Struktural Equation
Modelling (SEM), variabel bebas disebut eksogen
dan variabel terikat itu disebut endogen. Variabel
eksogen adalah Faktor Lingkungan (X) dan
Struktur Indsutri (Y), sedangkan yang menjadi
variabel endogen adalah Keunggulan Bersaing (Z)
walaupun dalam tahap proses pengolahan datanya
masing-masing variabel dapat menjadi variabel
bebas maupun variabel terikat.

pengukuran model SEM ini sudah memenuhi syarat


reliabilitas.
Tabel.1. Reliabilitas Variabel
Variabel

DIF
Faktor
Lingkungan

Struktur
Industri
(Y)

Keunggulan
bersaing
(Z)

Gambar.1. Hubungan Antar Variabel


3. Pengumpulan Data
Berdasarkan hasil observasi kelapangan langsung
untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, peneliti
berhasil menemui beberapa narasumber dan
responden di desa Trusmi, terdapat 108 responden
yang ada, terdiri dari 80 orang laki-laki dan 28
orang perempuan. Dari 108 responden yang ada,
umumnya para responden telah lama menjadi
pengrajin dan berjualan batik. Bahkan hampir
kesemuanya merupakan usaha turun menurun dari
orang tua. Dari data responden yang didapat, yang
paling lama yaitu tahun 1951. Sedangkan yang
paling baru dalam memulai usaha yaitu tahun 2011.

SDM
BDY
PSR

Total

Struktur
Industri

Keunggulan
Bersaing

LF

LF2

0.69

0.48

0.74

0.55

R2

Error

0.41

0.21

0.64

0.41

0.16

2.71

1.84

0.63

0.26

0.22

0.32

0.14

PMSR

0.57

PSAI

0.57

PB

0.69

PG

0.82

0.32

VE

0.92

0.74

0.92

0.70

0.92

0.71

0.11

0.64

0.51

Reliable

0.15

7.34

PSOK

9.99

0.21

0.48

0.16

0.67

0.15

3.16

2.06

0.88

UNK

0.56

0.31

0.23

HRBRS

0.41

0.17

0.28

JDJ

0.45

0.20

TMDT

0.84

0.71

0.10

TMDG

0.91

0.83

0.05

3.17

2.22

0.88

Total

Total

Faktor
Lingkungan
(X)

Faktor

10.05

0.22

Sumber: data primer, diolah sendiri.

Setelah model dianalisis pada bab


sebelumnya melalui faktor konfirmatori maka
masing-masing indikator dalam model yang fit
tersebut dapat digunakan untuk mendefinisikan
konstrak laten, sehingga full model SEM dapat
dianalisis.
Hasil pengolahannya dapat dilihat pada
gambar 1, berdasarkan gambaran full model,
hampir seluruh indikator memiliki nilai loading
faktor dan T-hitung memenuhi standart minimal
yang dipersyaratkan. Hanya indikator harga
bersaing dan jarang dijumpai memiliki nilai loading
faktor lebih kecil dari 0.5, tetapi lebih besar dari 0.3
sehingga masih bisa diterima. Ukuran goodness of
fit yang menunjukkan kondisi yang tidak fit, dapat
dilihat dari angka Chi-square sebesar 137.32
demgam angka probability 0,00001 (> 0.05).
Ukuran goodness of fit lain dijelaskan sebagai
berikut:

4. Analisis
Hasil pengujian pada tabel.1.
di bawah ini
menunjukkan semua nilai reliability seluruh
konstruk berada di atas 0.70 dan nilai variance
extracted diatas 0.50.
Ini berarti bahwa

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

411

MI-08

Tabel.2.
Rekapitulasi Nilai Goodness-Of-Fit Full Model
Goodness-Of-Fit

Cut-off Value

Chi-Square

137.32, df =73
0.05

Probabilitas

Hasil Model

Kesimpulan

0.00001

Tidak fit

0.09

Tidak fit

0.85

Marjinal Fit

0.78

Tidak fit

0.78

Tidak fit

0.86

Marjinal Fit

0.87

Fit

0.08
RSMEA
0.90
GFI

Chi-Square

0.90
NFI

Hasil analisis pengolahan data dari tabel.2.


di atas terlihat bahwa indikator yang digunakan
untuk membentuk sebuah model penelitian, pada
proses analisis faktor konfirmatori belum
memenuhi sepenuhnya kriteria goodness of fit yang
telah ditetapkan. Oleh karena itu dilakukan
perbaikan berdasarkan usulan dari Program
LISREL sebagaimana tampilan berikut ini:
Tabel.3.
Saran Perbaikan Full Model

Kesimpulan

0.02

Tidak Fit

0.06

Fit

0.89

Marjinal fit

0.83

Marjinal fit

0.85

Marjinal Fit

0.94

Fit

0.94

Fit

0.08
0.90
GFI

Sumber: data primer, diolah sendiri

Hasil Model

95.82, df =69
0.05

RSMEA

0.90
IFI

Cut-off Value

Probabilitas

0.90
CFI

Tabel.4.
Rekapitulasi Nilai Goodness-Of-Fit Full Model
Setelah Perbaikan
Goodness-Of-Fit

0.90
AGFI

Berdasarkan gambar.2. Ukuran GoodneesOf-Fit lainnya sebagai berikut :

0.90
AGFI
0.90
NFI
0.90
CFI
0.90
IFI

Sumber: data primer, diolah sendiri.


Tabel.4. memperlihatkan terdapat satu
kriteria tidak fit dan terdapat tiga kriteria marjinal
fit. Pada program Lisrel juga tidak terdapat saran
lagi untuk melakukan perbaikan lagi. Secara
keseluruhan model, sebagian besar indikator
termasuk fit dan marginal fit sehingga model
tersebut dapat diterima.
5. Kesimpulan

Sumber : data lapangan, diolah dengan LISREL


8.70
Perbaikan dilakukan dengan memilih nilai
decrease in chi-square dari yang terbesar sampai
yang terkecil, sehingga nilai goodnees-of-fit
memenuhi strandar minimal kriteria yang ada.
Tampilan hasil perbaikan selanjutnya ditampilkan
pada gambar.2. :
Gambar.2.
Diagram Full Model Setelah Perbaikan.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai


berikut:
1. Indikator-indikator yang berpengaruh dari
Faktor lingkungan beserta besar presentasi
kemampuan menjelaskan variabel faktor
lingkungan dari yang terbesar sampai yang
terkecil yaitu sumber daya manusia (78%),
diferensiasi produk (47%), budaya (41%), dan
persaingan (37%).
2. Indikator-indikator yang berpengaruh dari
struktur industri beserta besar presentasi
kemampuan menjelaskan variabel struktur
industri dari yang terbesar sampai yang terkecil
yaitu produk pengganti (60%), pendatang baru
(47%), pesaing (36%), pemasaran (35%), dan
pemasok (26%)
3. Indikator-indikator yang berpengaruh dari
keunggulan bersaing beserta besar presentasi
kemampuan menjelaskan variabel keunggulan
bersaing dari yang terbesar sampai yang terkecil
yaitu tidak mudah diganti (60%), tidak mudah
ditiru (53%), unik (37%), harga bersaing (28%),
dan jarang dijumpai (27%) .
4. Variabel faktor lingkungan memiliki nilai
koefisien sebesar 0.09 dan T-hitung sebesar
0.78 terhadap struktur industri. Nilai T-hitung
<1.96. Hal ini berarti faktor lingkungan tidak
bepengaruh terhadap struktur industri. Menolak
H0 dan menerima H1.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

412

MI-08

5. Variabel struktur industri memiliki nilai


koefisien sebesar 0.38 dan T-hitung sebesar
2.55 terhadap keunggulan bersaing. Nilai Thitung > 1.96. Hal ini berarti struktur industri
berpengaruh terhadap keunggulan bersaing.
Menerima H0 dan menolak H1
6. Variabel faktor lingkungan memiliki nilai
koefisien sebesar 0.29 dan T-hitung sebesar
2.38 terhadap keunggulan bersaing. Hal ini
berarti faktor lingkungan berpengaruh terhadap
keunggulan bersaing. Menerima H0 dan
menolak H1.
Implikasi Teoritis
Implikasi teoritis merupakan sebuah cerminan bagi
setiap peneilitian, dimana implikasi teoritis
memberikan gambaran mengenai rujukan-rujukan
yangdipergunakan dalam penelitian ini, baik itu
rujukan permasalahan, permodelan, hasil-hasil dan
agenda penelitian terdahulu. Beberapa implikasi
teoritis yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor
lingkungan tidak berpengaruh terhadap struktur
industri. Sedangkan menurut Micheal E.Porter,
kegiatan membaca kondisi lingkungan pada
dasarnya dilakukan agar mengetahui seperti apa
karakteristik struktur industri. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penelitian ini tidak sejalan
dengan yang diungkapkan oleh Micheal E.
Porter. Meskipun hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan yang diungkapkan oleh Micheal
E. Porter, akan tetapi fakta dilapangan
menunjukkan bahwa faktor lingkungan tidak
berpengaruh terhadap struktur industri. Tidak
berpengaruhnya faktor lingkungan terhadap
struktur industri dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa secara empiris dalam
penelitian ini, indikator-indikator faktor
lingkungan tidak berpengaruh terhadap struktur
industri.
2. Penelitian ini menunjukkan bahwa struktur
industri berpengaruh terhadap keunggulan
bersaing. Hal ini sejalan dengan jurnal yang
ditulis oleh Roy R.Rondonuwu (Keunggulan
Kompetitif Perguruan Tinggi melalui Analisis
Struktur Industri Porter). Dalam jurnal tersebut
dijelaskan bahwa untuk mencapai keunggulan
kompetitif, semua peserta, apapun bentuk
organisasinya, tidak akan lepas dari lingkungan
struktur industri.
Pada penelitian ini pengaruh dari struktur
industri terhadap keunggulan bersaing terlihat
dari indikator-indikator struktur industri seperti
pemasok bahan baku di industri batik trusmi
sudah
tetap
sehingga
tidak
begitu
mempengaruhi produksi pengrajin. Pemasaran
pada industri batik trusmi juga sudah memiliki
pelangganpelanggan
sendiri
meskipun
pengrajin
kurang
gencar
memasarkan

produknya karena merasa sudah memiliki


pelanggan yang diantaranya adalah showroomshowroom yang berada didaerah trusmi sendiri.
Untuk indikator pesaing, para pengrajin batik di
trusmi tidak terlalu mengkhawatirkan masalah
pesaing karena tiap pengrajin di trusmi memiliki
corak batik masing-masing dan tidak khawatir
terhadap pesaing dari luar karena pengraji
percaya diri bahwa corak yang dibuat oleh
pengrajin memiliki ciri khas sendiri dan hanya
terdapat di daerah cirebon serta sulit ditiru oleh
pesaingnya.
Hal-hal
tersebut
semakin
memperkuat keunggulan bersaing yang
indikatornya diantaranya unik, jarang dijumpai,
tidak mudah ditiru dan tidak mudah diganti.
3. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor
lingkungan berpengaruh terhadap keunggulan
bersaing. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Hui-O Yang (2007)
dari hasil penelitiannya mengemukakan bahwa
keunggulan bersaing suatu perusahaan dalam
industri yang sama dengan perusahaan para
pesaingnya dapat dicapai dengan melihat
lingkungannya, baik lingkungan eksternal
maupun lingkungan internal.
Pada penelitian ini pengaruh dari
faktor
lingkungan terhadap keunggulan bersaing dapat
dilihat dari indikator faktor lingkungan yang
diantaranya adalah diferensiasi produk yaitu
suatu strategi perusahaan untuk membedakan
produk sendiri dan produk pesaingdimana pada
industri kecil batik trusmi, para pengrajin
memiliki corak batik serta ciri khas dan daya
tarik sendiri yang tidak dimiliki oleh batik lain
yang merupakan bagian dari lingkungan internal
perusahaan. Selain itu indikator sumber daya
manusia pada industri batik trusmi ialah
beberapa pengrajin batik trusmi mampu
membuat lebih dari satu desain batik. Pada
indikator persaingan dalam konteks pemasaran,
penjualan batik trusmi belakangan ini
menunjukkan peningkatan sehingga terlihat
bahwa batik trusmi dapat bersaing dengan batik
lainnya. Hal ini menunjukkan faktor lingkungan
dari industri kecil batik trusmi memperkuat
indikator dari keunggulan bersaing yaitu unik,
harga bersaing, tidak mudah ditiru dan tidak
mudah diganti. Sedangkan indikator budaya dari
faktor lingkungan ditunjukkan dari sering
terjadinya hari-hari tidak berproduksi saat ada
acara-acara adat di daerah trusmi, hal tersebut
sedikit mengganggu kegiatan produksi, namun
sampai saat ini para pengrajin masih dapat
mensiasati hal tersebut sehingga tidak sampai
membuat tertundanya batik yang siap
dipasarkan.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

413

MI-08

DAFTAR PUSTAKA
1. Ghozali, Imam. 2011. Model Persamaan
Struktural Konsep & Aplikasi Dengan
Program Amos 19.0. Semarang. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
2. Hari Wijanto, Setyo. 2008. Structural
Equation Modelling DenganLisrel 8.8.
Yogyakarta. GrahaI lmu.
3. Hasanudin. 2001. Batik Pesisiran.
Bandung. PT Kiblat
4. Kudiya,
Komarudin.
2011.
Batik
Eksistensi Untuk Tradisi. Jakarta. Penerbit
Dian Rakyat.
5. Kumar, K., Subramanian, R., and Yauger,
C.
1997.
Pure
Versus
Hybryd:
Performance Implication of Porters
Generic
Strategies,
Health
Care
Management Review.
6. Kuncoro, Mudrajad. Strategi Bagaimana
Meraih Keunggulan Kompetitif. Jakarta.
Erlangga.
7. Kusnendi. 2008. Model-Model Persamaan
Struktural. Bandung. Alfabeta
8. Latan, Hengky. 2012.
Structural
Equation Modelling Konsep dan Aplikasi
Menggunakan Program LISREL 8.8.
Bandung. Alfabeta.
9. Michel E. Porter. 1993. Keunggulan
BersaingMenciptakan
dan
Mempertahankan Kinerja Unggul. Jakarta.
Erlangga.
10. Anonymous, 2003, Batik Eksotik dari
Desa
Trusmi,
Sinar
Harapan,
www.sinarharapan.
co.id/
feature
/wisata/2003/1201/wis04.html
11. Gulo, W, 2002, Metodologi Penelitian,
Penerbit PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta.
12. Irawan, Gatot & Mardana, D, Bayu, 2002,
Batik Dari Titik Menjadi Abadi, Sinar
Harapan,
http://www.sinarharapan.
co.id/feature/hobi/2002/ 104/hob1.html
13. Riyanto, Didik, 1993, Proses Batik: Batik
Tulis Batik Cap Batik Printing; Dari
Awal Persiapan Bahan Dan Alat,
Mendesign Corak Sampai Finishing;
Penerbit CV Aneka Ilmu, Surakarta
14. Wolff, John U., Dede Oetomo, & Daniel
Fietkiewicz,
1992,
Batik,
http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/Bu
daya_Bangsa/batik/indo_version/leftindob
atik.htm
15. Solimun, 2002, Multivariate Analysis
Equation Modelling (SEM) Lisrel dan
Amos., Cetakan I, Fakultas MIPA
Universitas Brawijaya Malang.
16. Lasalewo, Trifandi, 2007, Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Keunggulan
Bersaing Industri di Provinsi Gorontalo.

Seminar Nasional Mesin dan Teknologi Kejuruan, 27 Mei 2015

Jurnal Teknik dan Manajemen Industri


Volume 7 No. 1 Juni 2012, Hal 29-34
17. Prasetya,
Imam,
Dicky,
2002,
Lingkungan Eksternal, Faktor Internal,
dan Orientasi Pasar,Serta Pengaruhnya
Terhadap Kinerja Pemasaran. Jurnal
Sains PemasaranIndonesia, Vol I, No 3
Program
Magister
Manajemen
.
Universitas Diponegoro.
18. Ingga,
Ibrahim,
2009,
Pengaruh
Lingkungan
Eksternal,
Lingkungan
Internal, Strategi Kepemimpinan Biaya,
Strategi Diferensiasi, terhadap Nilai
Pelanggan, dan Keunggulan Bersaing.
Jurnal Aplikasi Manajemen Vol 7, No. 2
Program
Pascasarjana
Universitas
Brawijaya Malang
19. Handriani, Eka, 2011, Pengaruh Faktor
Internal Eksternal, Entrepreneurial Skill,
Strategi dan Kinerja Terhadap Daya Saing
UKM di Kabupaten Semarang, Dinamika
Sosial Ekonomi Vol 7, No.1 edisi Mei
2011.

414

Das könnte Ihnen auch gefallen