Sie sind auf Seite 1von 7

Busri dkk.

: Rancang bangun mikrokontroler AT89S51 sebagai alat ukur kekuatan gigi


Jurnal PDGI 59 (2) Hal. 75-79 2010
24

24

Vol. 62, No. 1, Januari-April 2013, Hal. 24-30 | ISSN 0024-9548

Kontrol infeksi dan keselamatan kerja dalam praktek


kedokteran gigi
(Infection control and occupational safety in dental practice)

Manuel DH Lugito
Departemen Oral Medicine
Fakultas Kedokteran Gigi Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
Jakarta - Indonesia
Korespondensi (correspondence): Manuel D H Lugito, Departemen Oral Medicine, Fakultas Kedokteran Gigi Prof. Dr. Moestopo (Beragama). Jl. Bintaro
Permai Raya 3 Jakarta 12330, Indonesia. E-mail: mdhlcc@yahoo.com

ABSTRACT
Background: Dental infection control and occupational safety in dental practices are needed to control infectious disease
transmission between patients, dentists, dental assistants, dental nurses, dental technicians, students and volunteers. Many
patients were infected with human immunodeficiency virus (HIV), hepatitis B virus (HBV) and others infectious disease without
being known by himself, therefore all patients be treated as potentially infectious. Purpose: In order to minimize and prevent of
iatrogenic, nosocomial infections or occupational exposures to blood and other potentially infectious material, Standard Precautions
for Dentistry must be obeyed. Review: The principles of standard precautions include handwashing, use protective barriers,
management of healthcare waste, correct handling and disposal of needles and sharps, effective cleaning, decontamination and
sterilisation of equipment, instruments and environment and use appropriate disinfectants. All dental health care workers are
also advised to have vaccination against HBV. Conclusion: The Dental health care provider must responsibly provide care to
patients without being infected or infecting patients.
Key words: Dental infection control, occupational safety, standard precautions

PENDAHULUAN
Dokter gigi sebagai tenaga kesehatan berperan
dalam pencegahan, penatalaksanaan dan perawatan
gigi mulut bagi masyarakat yang hidup dengan
berbagai penyakit. Dokter gigi dinilai tidak etis bila
tidak memberikan pelayanan bagi individu karena
semata-mata individu tersebut menderita AIDS atau
HIV, HBV, HCV seropositif. Penolakan ini juga dinilai
tidak logis semenjak pasien lain yang membawa
penyakit yang tidak terdeteksi telah menerima
perawatan di praktek atau klinik setiap hari.1 Resiko
pekerjaan seperti tertular penyakit menular HIV,
HBV, tuberculosis dan lain-lain, kurangnya kesadaran
tenaga kesehatan dan rendahnya mutu pelaksanaan

sterilisasi juga mengakibatkan tingginya prevalensi


penyebaran penyakit infeksi.1-4 Penelitian menunjukkan
sekitar 17-64% dokter gigi merasa bahwa semua pasien
tidak dianggap berpotensi menular, 50-86% merasa
bahwa riwayat medis dan tampilan pasien menentukan
tingkat kontrol infeksi yang diterapkan, 18-65% merasa
tindakan benar ketika menolak merawat pasien yang
telah diketahui status infeksinya.5
Untuk mengatasi hal ini, International Labour
Organization (ILO), Center for Disease Control and
Prevention (CDC), Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) World Health Organization
(WHO) dan United Nations and Acquired
Immunodeficiency Syndrome (UNAIDS) menghasilkan

Lugito : Kontrol infeksi dan keselamatan kerja dalam praktek kedokteran gigi
Jurnal PDGI 62 (1) Hal. 24-30 2013

garis pedoman internasional baru yang penting bagi


tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, bidan staf
teknik seperti apoteker dan laborat, manajer kesehatan,
petugas kebersihan, dan tenaga kerja lainnya.1,2,6
American Dental Association (ADA) dan CDC
merekomendasikan bahwa setiap pasien harus
dianggap berpotensi menular dan standard precautions
harus diterapkan bagi semua pasien. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi dan mencegah infeksi iatrogenik,
nosokomial atau paparan darah, materi menular
lainnya. Kontrol infeksi melalui proses sterilisasi
merupakan komponen penting dalam proses kontrol
infeksi dan keselamatan pasien. Proses sterilisasi dan
pengaturan area yang tepat dapat menghasilkan
proses sterilisasi lebih efisien, meminimalisasi
kontaminasi lingkungan, mengurangi kesalahan,
menjaga alat tetap steril dan keselamatan pasien dan
staf. Dokter gigi dan staf harus melindungi diri dengan
mengikuti program imunisasi yang rutin dan penyakit
infeksi lainnya.1-3 Dalam makalah ini dijelaskan
tentang cara pencegahan infeksi silang, kontaminasi
silang dan keselamatan kerja dalam praktek
kedokteran gigi baik dalam praktek di pelayanan
kesehatan gigi umum, pribadi dan bakti sosial.

Kontrol infeksi dalam kedokteran gigi


Perawatan dokter gigi dapat menimbulkan
trauma jaringan lunak yang memungkinkan darah
bercampur dengan saliva.3 Pada tahun 2003, Center
for Disease Control and Prevention (CDC) dan
Hospital Infection Control Practise Advisory
Committee (HICPAC) memperkenalkan standar
tindakan pencegahan. 1,7 Pada tahun 2003, CDC
menerbitkan garis pedoman tentang pelatihan
perlindungan diri tenaga kedokteran gigi,
pencegahan transmisi patogen bloodborne (termasuk
penatalaksanaan bila terpapar), kebersihan tangan,
dermatitis kontak dan hipersensitif lateks, sterilisasi
dan disinfeksi alat, kontrol infeksi lingkungan, jalur
air dental unit, biofilm, kualitas air, radiologi, teknik
asepsis, perangkat sekali pakai, prosedur bedah
mulut, penanganan spesimen biopsi, kontrol infeksi
lab dental, tuberkulosis dan program evaluasi.8
Standard precaution terdiri dari dua yaitu standar
tindakan pencegahan dan transmission based precautions.
yaitu standar tindakan pencegahan yang diaplikasikan
terhadap semua pasien dirancang untuk mereduksi
resiko transmisi mikroorganisme dari sumber infeksi
yang diketahui dan tidak diketahui (darah, cairan
tubuh, ekskresi dan sekresi). Pencegahan ini diterapkan
terhadap semua pasien tanpa mempedulikan
diagnosis atau status infeksi yang pasti.1,5,8

25

Dasar-dasar tindakan pencegahan termasuk cuci


tangan, pemakaian alat pelindung diri (APD),
manajemen health care waste, penanganan dan
pembuangan secara tepat jarum dan benda tajam.
Cuci tangan adalah tindakan pencegahan penyakit
utama bagi tenaga kesehatan. Tangan harus dicuci
secara cermat dengan sabun cair disinfektan,
dikeringkan dengan lap kertas 1 kali pakai sebelum
memakai dan setelah melepaskan sarung tangan.1,3,9
Alat pelindung diri (APD) terdiri dari pakaian
pelindung, sarung tangan, masker bedah, kacamata
pelindung. Dokter gigi dan perawat gigi harus
menggunakan APD untuk melindungi diri terhadap
benda asing, percikan dan aerosol yang berasal dari
tindakan perawatan terutama saat scalling (manual dan
ultrasonik) penggunaan instrumen berputar, syringe,
pemotongan atau penyesuaian kawat ortodonsi dan
pembersihan alat dan perlengkapannya.1,3,10 Staf harus
menggunakan masker filter pernafasan bila merawat
pasien dengan infeksi TB.1,3,4
Manajemen health care waste termasuk garis
pedoman pemisahan, pemaketan dan penyimpanan
untuk health care risk waste. Penanganan dan
pembuangan secara tepat jarum dan benda tajam.
Bahan yang 1 kali pakai seperti harus dibuang setelah
1 kali dipakai dan jangan dipakai ulang. Ampul
anestesi lokal 1 kali pakai dapat mengandung darah
atau cairan yang dapat teraspirasi dari pasien dan
tidak boleh digunakan kembali untuk pasien
berikutnya.1,3 Kategori sampah ini yaitu sampah
medis yang tidak beresiko (tidak terkontaminasi
cairan tubuh) dimasukkan ke kantung hitam dan
sampah medis yang beresiko dimasukkan ke
kantung kuning (terkontaminasi cairan tubuh dan
berbahaya bagi orang lain). Contoh sampah medis
yang beresiko yaitu jaringan tubuh, bahan 1 kali
pakai (scalpel, aspirator dan saliva ejector), dan materi
yang telah digunakan pada pasien dan bahan yang
dapat terkontaminasi dengan cairan tubuh
(pakaian, swabs,wipes, sarung tangan dan tissue).1
Selain itu tenaga medis harus melakukan
pembersihan, dekontaminasi dan strerilisasi yang
efektif alat, perlengkapan dan lingkungan (termasuk
ceceran darah) dan penggunaan serta waktu
penggunaan disinfektan yang tepat terhadap
permukaan kontak dan instrumen serta perlengkapan
yang tidak dapat disterilkan. 1,9
Transmission based precaution ditujukan bagi
grup pasien yang beresiko baik yang telah diketahui
atau suspect terinfeksi atau terkolonisasi dengan
transmisi penularan yang tinggi sehingga membutuhkan
tambahan tindakan pencegahan atas tindakan

26

pencegahan standar atau ketika pemberantasan agen


infeksi dengan sterilisasi tidak memungkinkan.
Transmission based precaution terdiri dari 4 tipe yaitu
tindakan pencegahan pertama melalui udara: TB
aktif, influenza, varicella dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang telah diimunisasi di dalam ruangan
tekanan negatif; tindakan pencegahan kedua melalui
percikan saliva: penyakit meningococcal atau batuk
rejan. Tindakan pencegahan ini harus membutuhkan
masker bedah dan kacamata pelindung yang dipakai
oleh tenaga kesehatan. Tindakan pencegahan yang
ketiga melalui kontak untuk impetigo, Shingles,
MRSA. Tindakan ini membutuhkan sarung tangan
dan apron plastik yang dipakai tenaga kesehatan
ketika melakukan prosedur klinis dan tindakan
pencegahan keempat dengan sterilisasi untuk
encephalopathies, spongiform yang dapat bertransmisi.
Hal ini melibatkan pembakaran, bahkan instrumen
non disposable, diikuti perawatan pasien yang
diketahui memliki enchepalopaty spongiform.1,2
Pengumpulan riwayat medis yang teliti mutlak
dilakukan dan bisa membantu identifikasi pasien
dengan daya tahan tubuh rendah yang membutuhkan
perawatan khusus. Penggunaan lembar riwayat
medis dan kuesioner harus didukung dengan
pertanyaan dan diskusi langsung antara pasien dan
dokter gigi. Riwayat medis harus direvisi pada
kunjungan berikutnya.1,8
Aspek kontrol infeksi termasuk penilaian resiko
transmisi infeksi, pengaturan area proses sterilisasi
instrumen, proses sterilisasi instrumen yang
terkontaminasi1,6 Staf harus dilatih untuk dapat
menilai tingkat resiko dan kemungkinan akibatnya,
mengenali situasi ketika terjadi paparan dan
mengetahui cara mencegah atau meminimalisasi
resiko terhadap pasien, staf dan orang lain.1
Pengaturan area proses sterilisasi terletak di
tengah ruangan, diatur sedemikian rupa, terpisah
dari ruang kerja namun mudah diakses oleh para
staf. Untuk mengurangi potensi terjadinya kontaminasi
pada ruangan steril, area ini harus memiliki jalur yang
membatasi hanya petugas yang dapat memasuki
ruangan ini.1 Proses dekontaminasi peralatan adalah
rangkaian proses yang terdiri dari 5 tahap yaitu
transportasi, pembersihan melalui dekontaminasi,
persiapan pengepakan, sterilisasi instrumen dan
penyimpanan instrumen steril.1
Instrumen dibawa dalam wadah tertutup dan
diletakkan di tempat yang terpisah sehingga tidak
ada kontak antara instrumen yang steril dan tidak
steril.6 Semua instrumen harus dibersihkan secara
teliti untuk menghilangkan kotoran yang terlihat/

Lugito : Kontrol infeksi dan keselamatan kerja dalam praktek kedokteran gigi
Jurnal PDGI 62 (1) Hal. 24-30 2013

kasat mata dengan menggunakan mesin pencuci/


alat disinfeksi yang lebih efisien dibanding alat
pembersih ultrasonik pada saat sebelum proses
sterilisasi. Alat pembersih ultrasonik efektif untuk
menghilangkan debris. Alat pembersih ultrasonik
harus dites berkala untuk menjamin alat berfungsi
baik. Instrumen harus dikeringkan dan diperiksa
telah bersih dari kotoran, fungi dan kerusakan
sebelum pengepakan. Instrumen yang telah bersih
diletakkan dalam kantong sterilisasi yang
memenuhi standar ADA. Pengepakan ini bertujuan
untuk mencegah kontaminasi setelah proses
sterilisasi.6
Instrumen yang terkontaminasi disterilkan
setelah digunakan. Prosedur sterilisasi harus efektif
melawan semua jenis mikroorganisme patogen.
Pilihan metode sterilisasi kebanyakan instrumen
adalah autoclave dengan menggunakan salah satu
kombinasi suhu dan waktu.6 Suhu tertinggi harus
digunakan untuk alat yang cocok disterilisasi
dengan suhu tersebut. Pak harus kering sebelum
dipindahkan dari autoclave (Tabel 1).3
Desinfektan mengeliminasi sebagian besar
mikroorganisme tapi tidak semua bentuk mikroorganisme.
Sterilisasi penting dilakukan untuk semua
instrumen yang berkontak dengan jaringan mulut baik
yang berpenetrasi maupun tidak bepenetrasi
jaringan lunak atau tulang. Instrumen yang hanya
berkontak dengan kulit utuh hanya didisinfeksi
setiap pergantian pasien.1,6 Instrumen yang telah
steril dan terbungkus disimpan pada tempat
tertutup, jangan di bawah tempat pembuangan
untuk mencegah instrumen basah. Instrumen ini
disimpan pada rak penyimpanan yang steril.
Instrumen yang disimpan harus dibungkus. 3,6
Tabel 1. Kombinasi suhu dan waktu pada autoclave
Pilihan

Suhu (0 C)

A.

134-138

Waktu Min
uman
Minuman
(menit)
3

B.

126-129

10

C.

121-124

15

Desinfeksi perlengkapan alat kedokteran gigi


Peralatan harus dibersihkan dan didisinfeksi
(lihat instruksi dan pernyataan efektivitas pabrik).
Oven udara panas, larutan kimia, air mendidih,
sinar UV, butiran panas dan sterilisator tidak
adekuat untuk proses sterilisasi dalam praktek

Lugito : Kontrol infeksi dan keselamatan kerja dalam praktek kedokteran gigi
Jurnal PDGI 62 (1) Hal. 24-30 2013

kodokteran gigi. Metode sterilisasi dapat dilakukan


dengan tekanan uap, pemanasan, dan zat kimia
kering. Pita indikator kimia dan biologi digunakan
untuk mengecek fungsi sterilisasi dan diletakkan
dalam pak pada setiap proses. Perubahan warna
pita mengindikasikan terjadinya proses sterilisasi.
Kalibrasi monitor biologi dilakukan untuk
menjamin sterilisasi berlangsung baik. Bukti
penghancuran spora dengan kultur setelah
dilakukan siklus sterilisasi menilai bahwa semua
mikroorganisme yang disterilisasi telah dihancurkan.6
Antiseptik adalah zat kimia yang digunakan untuk
mencegah
pertumbuhan
atau
aktivitas
mikroorganisme dengan cara menghambat atau
membunuh yang dipakai terhadap jaringan hidup.
Disinfektan adalah zat kimia untuk membunuh
organisme patogen (kecuali spora kuman) dengan
cara fisik atau kimia; dilakukan terhadap benda mati.1,3
Antiseptik biasanya digunakan dan dibiarkan
menguap seperti halnya alkohol. Umumnya isopropil
alkohol 70-90% adalah yang termurah namun
merupakan antiseptik yang sangat efektif. Penambahan
Iodium pada alkohol akan meningkatkan daya
disinfeksi. Dengan atau tanpa Iodium, isopropil alkohol
tidak efektif terhadap spora.11
Solusi Iodium baik dalam air maupun dalam
alkohol bersifat sangat antiseptik dan telah dipakai
sejak lama sebagai antiseptik kulit sebelum proses
pembedahan. Iodium juga efektif terhadap berbagai
protozoa seperti amuba yang menyebabkan
disentri. Solusi Hipoklorit paling banyak dipakai
untuk maksud disinfeksi dan menghilangkan bau
karena bersifat relatif tidak membahayakan jaringan
manusia, mudah ditangani, tidak berwarna dan
mewarnai, meskipun memudarkan warna. Di
rumah sakit dipakai untuk mendisinfeksi ruangan,
permukaan serta alat non bedah.11
Peroksida hidrogen (H2O2) merupakan antiseptik
yang efektif dan non toksik. Molekulnya tidak stabil
dan apabila dipanaskan akan terurai menjadi air dan
oksigen. Pada konsentrasi 0,3-6%, H2O2 dipakai untuk
disinfeksi dan pada konsentrasi 6-25% untuk
sterilisasi. H2O2 10% bersifat virusid dan sporosid.
Larutan 3% biasa dipakai untuk mencuci dan
mendisinfeksi luka.11
Deterjen merupakan senyawa organik yang
karena strukturnya dapat berikatan dengan air dan
dengan molekul-molekul organik non polar. dan
jamur. Deterjen yang bersifat ionik, bila bermuatan
negatif bersifat bakterisid lemah, sedangkan muatan
positif kuat terhadap Staphilococcus dan beberapa
virus, meskipun tidak efektif terhadap spora.11

27

Aldehida dapat membunuh Staphilococcus dan


lain-lain sel vegetatif dalam waktu 5 menit,
Mycobacterium tuberculosis dan virus dalam waktu
10 menit, sedangkan untuk membunuh spora
diperlukan waktu 3-12 jam dengan mendenaturasi
protein. Larutan formaldehid 20% dalam 65-70%
alkohol merupakan cairan pensteril yang sangat baik
apabila alat-alat direndam selama 18 jam. Akan tetapi
karena meninggalkan residu, maka alat tersebut
harus dibilas terlebih dahulu sebelum dipakai.12
Teknik sterilisasi yang paling pasti adalah
penggunaan uap air disertai dengan tekanan, yang
dilakukan dalam alat yang disebut autoclave. Autoclave
memiliki suatu ruangan yang mampu menahan
tekanan di atas 1 atm. Alat-alat atau bahan (Tabel 2)
yang akan disterilkan,dimasukkan ke dalam ruangan
ini. Setelah udara dalam ruangan ini digantikan oleh
uap air, maka ruangan ini ditutup rapat sehingga
tekanannya akan meningkat yang juga akan diikuti
oleh kenaikan suhunya. Dengan cara ini akan dicapai
tekanan 1,5 atm dan suhu 1210 C. Dengan tekanan
dan suhu seperti ini, dalam waktu 10-12 menit, semua
bentuk hidup berikut spora akan dimatikan.2,11
Teknik sterilisasi lainnya adalah pemanasan
kering dan radiasi. Pembakaran merupakan cara
sterilisasi yang 100% efektif tetapi terbatas
penggunaannya.2 Alat-alat yang berupa gelas tahan
panas seperti piring petri, pipet, tabung reaksi, labu
dapat disterilkan dengan cara sterilisasi dengan
udara panas ditempatkan di dalam oven dengan
suhu mencapai 160-180 0 C. Oleh karena daya
penetrasi panas kering tidak sebaik panas basah,
maka waktu yang diperlukan lebih lama yaitu 1-2
jam.2,11 Selain itu, Mikroorganisme di udara dapat
dibunuh dengan penyinaran memakai sinar UV
dengan panjang gelombang antara 220-290 nm,
radiasi yang paling efektif adalah 253,7 nm. Faktor
penghambat dari sinar UV adalah daya penetrasinya
yang lemah.12

Pencegahan kontaminasi sumber air, pembersihan


dan disinfeksi permukaan
Mikroorganisme, darah dan saliva dari mulut
dapat masuk ke dalam jalur air dental unit pada saat
dilakukan perawatan. Handpiece, skeler ultrasonik
dan syringe air/udara harus dioperasikan selama
minimum 20-30 detik setelah perawatan bagi setiap
pasien untuk menyiram keluar materi tersebut.
Bahkan alat yang telah dilengkapi katup anti retraksi,
penyiraman alat yang sesuai dilakukan selama
minimum 20-30 detik.1,3

Lugito : Kontrol infeksi dan keselamatan kerja dalam praktek kedokteran gigi
Jurnal PDGI 62 (1) Hal. 24-30 2013

28
Tabel 2. Metode sterilisasi instrument kedokteran gigi3
M ater
aterii
Instrumen tangan standar
Stainless steel
Carbon steel
Kaca mulut
Bur
Baja
Carbon steel
Tungsten-carbide
Stones
Diamond
Pemoles
Piringan dan roda pemoles
Karet
Garnet dan cuttle
Peralatan Rubber dam
Penjepit carbon/ carbide
Penjepit stainless steel
Punches
Kerangka logam
Sendok cetak
Aluminium, logam, krom
Sendok cetak TAF
Plastik tahan panas
Tang ortodonsi SS
Instrumen Endodontik
Reamer ,file, broaches,
Stainless metal handles
Plugger, condenser
Glass slab
Dappen dishes
Handpieces
Highspeed
Contra angle
Peralatan Radiograf
Plastic film holder
Ultrasonic scaling tips
Electrosurgical tips & handle
Nitrous Oxide(hose/nose piece)

Autocla
utoclavve Uap

Ov
en
Oven

Uap Kimia

Etilen Dioksida

1
3
2

1
1
1

1
1
1

1
2
2

2
3
2

1
1
1

1
1
2

1
1
2

2
1

1
2

1
1

2
1

2
4

3
3

3
3

1
1

1
1
3
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1
1

4
1

3
1

1
1

1
1
1
1
1

1
1
1
2
2

1
3
1
1
1

1
1
2
2
2

1
1

3
3

2
1

1
1

1
2
4
1

4
4
2
4

2
4
4
1

1
1
2
1

1
1

Permukaan unit dental dapat menjadi tempat


akumulasi materi infeksi. Semua permukaan yang
rentan terkontaminasi dengan cairan tubuh atau
materi infeksi lainnya termasuk tombol lampu dan
kontrol kursi harus dilapisi dengan lapisan pelindung
kedap air sekali pakai. Setiap pergantian pasien,
lapisan pelindung diganti dan permukaan dental unit
dibersihkan. 1,3,6 Lapisan lantai harus mudah
dibersihkan dan area ini harus memiliki ventilasi yang
baik. Cairan disinfektan yang efektif berupa iodofor
dilusi, klorin, fenolik sintetik.1

kontaminasi dan didisinfeksi sebelum dikirim ke


laboratorium dental (lihat rekomendasi pabrik).
Tekniker harus menggunakan sarung tangan ketika
memegang cetakan dan membuat model. 1,3,12
Pengambilan radiograf pasien harus menggunakan
plastik pelindung yang melapisi film intra oral, sarung
tangan dalam meletakkan film, pemegang film dan
tabung, dalam menseleksi dan pengambilan gambar.
Kepala tabung dan permukaannya harus didisinfeksi
dan Balok gigitan dan pemegang film harus
disterilkan.1,2,8

Dekontaminasi cetakan, protesa dan radiologi


kedokteran gigi

Perlindungan tenaga kesehatan

Semua hasil cetakan dan protesa harus disiram


dengan air mengalir untuk membersihkan semua

Vaksinasi melawan virus hepatitis B (HBV) sangat


direkomendasikan bagi semua tenaga kedokteran gigi
termasuk dokter gigi, perawat gigi, asisten, ahli

Lugito : Kontrol infeksi dan keselamatan kerja dalam praktek kedokteran gigi
Jurnal PDGI 62 (1) Hal. 24-30 2013

kesehatan gigi, mahasiswa. Perlindungan juga


dilakukan untuk melawan penyakit seperti
Tuberculosis, Varicella, Poliomyelitis, Measles, Mumps,
difteri dan tetanus. Perempuan dalam usia subur yang
tidak hamil dan belum diimunisasi juga diimunisasi
melawan Rubella. Vaksinasi Rubella dilarang diberikan
saat menjelang kehamilan.1-5,8,10
Ventilasi yang baik diperlukan dalam menata
ruangan tak hanya untuk mengatur suhu ruangan
yang nyaman dan menghilangkan bau atau uap kimia.
Kipas angin tidak boleh digunakan dalam ruangan.1,6
Penggunaan filtrasi udara digunakan bagi ruangan
yang tidak memiliki sistem ventilasi. Selain itu, udara
yang telah disaring disirkulasikan ke area lain atau
disirkulasikan kembali pada ruangan tanpa sistem
ventilasi.1,3-6 Rubber dam sebaiknya dipakai untuk
mencegah percikan darah atau saliva dan aerosol jika
memungkinkan karena memiliki keuntungan. Tipe
rubber dam yang dipakai adalah tipe non lateks.1,3
Penutupan kembali jarum suntik harus dengan
teknik penutupan dengan 1 tangan (teknik Bayonet),
jangan memegang instrumen tajam pada ujung yang
tajam. Jarum tidak boleh dibengkokkan, dipotong,
ditutup dipindahkan dari jarum suntik 1 kali pakai
atau dimanipulasi dengan tangan sebelum
dibuang.1,2,13

PEMBAHASAN
Dokter gigi harus menerapkan standard
precautions terhadap setiap pasien dan kontrol
infeksi demi menjaga keselamatan kerja untuk
mencegah transmisi infeksi antara pasien, dokter
gigi, para staf dan lingkungan. Kementerian
Kesehatan RI pada tahun 2012 telah menerbitkan
standar pencegahan dan pengendalian infeksi
pelayanan kesehatan gigi dan mulut sebagai
pedoman tenaga kesehatan dalam pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang benar.
Hal bertujuan untuk mendukung milenium
developmen goals (MDGs) ke-6 dan 7 dan tercapainya
target WHO 2020 dalam meningkatkan jumlah
pelayanan kesehatan yang kompeten untuk
mengenali dan mengurangi risiko transmisi penyakit
menular di lingkungan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut.2
Tindakan kontrol infeksi harus berdasarkan
prosedur klinis yang akan dilakukan dan tidak
berdasarkan status penyakit infeksi pasien. Jenis APD
yang digunakan didasarkan atas antisipasi resiko
yang logis dan prosedur yang akan direncanakan.
Bila tidak terjadi kontaminasi aerosol/ percikan saat
perawatan, cukup dengan memakai sarung tangan

29

dan masker. Bila perawatan memakai handpiece,


syringe, atau ultrasonic scaler, maka kita harus
memakai APD seperti pakaian pelindung, masker,
kacamata pelindung dan sarung tangan.8
Pelatihan kontrol infeksi dan keselamatan kerja
harus diberikan pada mahasiswa kedokteran gigi,
dokter gigi, tenaga kesehatan bidang kedokteran gigi.
Riwayat medis pasien diperlukan dalam memahami
komplikasi medis yang dapat terjadi saat perawatan,
adanya keperluan khusus dan rencana perawatan
yang teraman serta meningkatkan kepercayaan
pasien terhadap dokter gigi yang merawatnya.
Kebersihan diri, kerapian, kebersihan area klinik dan
tindakan yang terlatih dan profesional memegang
peranan dalam mempengaruhi persepsi pasien akan
perawatan yang akan diberikan oleh dokter gigi.
Berdasarkan hal-hal ini, dapat disimpulkan
bahwa tenaga kesehatan termasuk dokter gigi dan
staf bertanggung jawab memberikan pelayanan
kepada pasien tanpa tertular dan menularkan
penyakit kepada pasien dan lingkungan. Setiap
pasien harus dianggap berpotensi menular dan
standard precautions harus diterapkan. Kontrol infeksi
melalui proses sterilisasi merupakan komponen
penting dalam proses kontrol infeksi dan
keselamatan pasien. Proses sterilisasi dan pengaturan
tempat praktek yang tepat dapat menghasilkan
proses sterilisasi lebih efisien, meminimalisasi
kontaminasi lingkungan, mengurangi kesalahan,
menjaga alat tetap steril dan keselamatan pasien dan
staf.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih kepada Dr. Anastasia
Susetyo, drg, M.Kes. yang sudah mendukung
terlaksananya makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. The Dental Council. Code of practice relating to
infection control in dentistry. 57 Merrion Square,
Dublin 2, 2005. p. 2-29. Available from: URL:http//
www.dentalcouncil.ie/files/Infection_Control.pdf.
Accessed May 20, 2010.
2. Sardjono B, Sudono, Sari DK, Farida E, Nurindah Rr,
Adisetyani Y, Putri A. Standar pencegahan dan
pengendalian infeksi pelayanan kesehatan gigi dan
mulut di fasilitas pelayanan kesehatan. Kementerian
Kesehatan RI 2012.
3. James WL, Donald A. Dental management of the
medically compromised patient. 5th ed. St Louis:
Mosby; 1997. p. 617-23.

30

Lugito : Kontrol infeksi dan keselamatan kerja dalam praktek kedokteran gigi
Jurnal PDGI 62 (1) Hal. 24-30 2013

4. Jarvis M. Art and science infection control focus.


Tuberculosis: infection control in hospital and at home.
Nurs Stand 2010; 25(2): 41-7.

9. Bebermeyer RD, Dickinson SK, Thomas LP. Guidelines


for infection control in dental health care settings-a
review. Tex Dent J 2005; 122(10): 1022-6.

5. Kohli A, Puttaiah R. Dental infection control and


occupational safety for oral health professionals.1st ed.
New Delhi: Dental Council of India; 2007. p. 1-50.

10. Bebermeyer RD, Dickinson SK, Thomas LP. Personnel


health elements of infection control in the dental health
care setting-a review. Tex Dent J 2005; 122(10): 102835.

6. Infection Control in the Dental Practice through Proper


Sterilization, Midmark Corporation, 60 Vista Drive,
P.O. Box 286, Versailles, Ohio, midmark.com.2010.
Available from: URL: http://www.midmark.com/docs/
default-source/ architecdesignercenter/dental/
sterilization_packet.pdf. Accessed May 12, 2010.
7. John P. Infection control-a problem for patient safety
health policy report. The new England Journal of
Medicine Massachusetts Medical Society, 2003; 651-6.
8. Dickinson SK, Bebermeyer RD. Guidelines for infection
control in dental health care settings. Continuing
Education Units. Revised July 19, 2013. Available from:
URL://http//www.dentalcare.com/en-US/dentaleducation/continuing-education/ce90/ ce90.aspx.
Accessed February 12, 2014.

11. Geoffrey L. The extraction of teeth. 2nd ed. Bristol:


Butterwoth-Heinemenn Ltd; 1990. p. 18-22.
12. Staf Pengajar FKUI. Buku ajar mikrobiologi kedokteran.
Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara; 1993. h. 39-51.
13. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi
Revisi. Jakarta: EGC; 1997. h. 341.

Das könnte Ihnen auch gefallen