Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Identitas Pasien
1. IDENTITAS PASIEN
No Rekam Medis
: 72-93-62
Nama
: Tn. M
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 39 tahun
Agama
: Islam
Status Marital
: Menikah
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Alamat
: Rawa Badung RT 06-13 Jatinegara Jakarta Timur
Tanggal Masuk RS : 04 November 2014
Tanggal Pemeriksaan : 05 November 2014
Ruang Perawatan
: Ruang Mahoni I Kelas III
2. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis (istri pasien) pada tanggal 04
November 2014
A. KELUHAN UTAMA
Kelemahan dan baal sebelah kiri tiba-tiba sejak sehari yang lalu.
B. KELUHAN TAMBAHAN
Lemas pada lengan dan tungkai kiri secara tiba-tiba
Penglihatan berbayang
Berubah suara pasien
Pusing (-), mual (-), muntah (-), pingsan (-) dan nyeri kepala (-)
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke RS Polri mengeluh kelemahan, kesemutan dan baal sebelah kiri
pasien secara tiba-tiba sejak sehari yang lalu, yaitu saat bangun tidur pukul 6 pagi
Setelah itu, dia dibawa ke RS Polri IGD dan dirawat. Kelumpuhan, terasa seperti
kejang, pandangan berbayang dan sulit untuk berbicara dirasakan saat masih di IGD,
tapi sekarang sudah menghilang, Rasa pusing, nyeri kepala, pingsan, mual dan
muntah pada pasien disangkal. Pasien bisa menggerakan lengan dan tungkai kiri
tetapi tidak sekuat lengan dan tungkai kiri dan pasien tidak bisa jalan.
Penglihatan menjadi seperti ada tahanan saat melihat sisi kanan menghilang saat
pasien melihat sisi kiri. Suara pasien juga sempat terganggu.
Riwayat hipertensi
Riwayat batu ginjal tiga kali
1
Riwayat gastritis
Riwayat hernia scrotalis
Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat trauma disangkal.
Riwayat sakit jantung disangkal.
D. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga pasien ada yang memiliki keluhan serupa, yaitu bapak pasien.
Riwayat hipertensi dalam keluarga ada, yaitu bapak pasien.
Riwayat sakit jantung dalam keluarga ada, yaitu bapak dan nenek pasien.
Riwayat penyakit diabetes mellitus dalam keluarga pasien tidak diketahui.
Riwayat sakit ginjal dalam keluarga ada, yaitu ibu pasien.
Mata
:
Mata simetris, pupil: 3mm/3mm, isokor. Sklera ikterik -/-. Konjungtiva
anemis -/Hidung
:
Bentuk hidung normal, tidak ada deviasi septum, sekret -/Mulut
:
Tidak terdapat deviasi pada mulut, mukosa rongga mulut merah tanpa
massa, leukoplakia atau lesi lain. Arcus faring terlihat arcus faring deviasi
ke arah kiri. Hygiene baik, tidak terdapat fasikulasi, deviasi dan tremor
hiperemis -/Leher
:
Trakea di tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), tidak teraba adanya
B. STATUS NEUROLOGIS
Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Kaku kuduk
: (-)
Brudzinski I
: (-)
Brudzinski II
: (-)
Kernig sign
: (-)
Laseque sign
: (-)
Nervus Cranialis
3
N. I (N. Olfaktorius)
o N.D
: baik, dapat mencium bau teh
o N.S
: baik, dapat mencium bau teh
N.II (N. Optikus)
o O.D
: Visus normal 1/60
Lapang pandang normal
Refleks cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
o O.S
: Visus normal 1/60
Lapang pandang normal
Refleks cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
N.III (N. Okulomotor) / N.IV (N. Trochlear) / N.VI (N. Abducens):
Pupil : 3mm/3mm, isokor
Refleks cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
Gerakan bola mata kanan normal ke segala arah.
Gerakan bola mata kanan normal ke segala arah kecuali ke lateral;
gerakan ke lateral berkurang, seperti ada tahanan (N. VI dextra).
Ptosis -/Strabismus (-)
Nistagmus (-)
N.V (N. Trigeminal)
Sensorik
V1, V2, V3 dextra
: normal
VI, V2, V3 sinistra
: normal
Motorik
Mengigit
: baik, tidak ditemukan parese pada otot
pengunyah
Membuka rahang : baik, mulut tidak deviasi, arcus faring
deviasi ke kiri
N.VII (N. Fasialis)
Sensorik : Pengecapan 2/3 anterior lidah tidak dilakukan
Motorik :
o Mengernyitkan dahi : normal
o Mengernyitkan alis : tidak bisa dilakukan dengan baik
o Memejamkan mata : normal
o Meringis
: normal
o Menggembungkan pipi : tidak bisa dilakukan dengan baik
o Mencucu
: normal
o Plika nasolabialis
: dextra dan sinistra simetris
N.VIII (N. Vestibulokoklear)
Gesekan jari:
4
Pemeriksaan Motorik
Kekuatan otot
Eks. Atas
: 5555
4444
Eks. Bawah
: 5555
4444
Tonus
:
Eks. Atas
: normotonus/normotonus
Eks. Bawah
: normotonus/normotonus
Klonus
:
Patella
: TAK
Achilles
: TAK
5
Trofi
:
Eks. Atas
: eutrophy/eutrophy
Eks. Bawah
: eutrophy/eutrophy
Refleks fisiologis :
Biceps
: +2
Triceps
: +2
Patella
: +2
Achilles
: +2
Refleks patologis :
Hoffman-Tromner : (-)
Babinski
: (-)
Chaddok
: (-)
Schaefer
: (-)
Gordon
: (-)
Oppenheim
: (-)
Pemeriksaan Sensorik
Ekskremitas atas
Rangsang Raba
: Simetris kanan-kiri
Rangsang Nyeri
: Simetris kanan-kiri
Rangsang Suhu
: Tidak dilakukan
Rangsang Getar
: Tidak dilakukan
Proprioseptif
: Normal
Ekskremitas Bawah
Rangsang Raba
: Simetris kanan-kiri
Rangsang Nyeri
: Simetris kanan-kiri
Rangsang Suhu
: Tidak dilakukan
Rangsang Getar
: Tidak dilakukan
Proprioseptif
: Normal
: Normal
BAK
: Normal
Berkeringat
: Normal
: Baik
: Baik
: Baik
Pemeriksaan Koordinasi
Disdiakokinesia
: Normal
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
04 November 2014
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
15,6 gr/dL
12.100/uL
46%
13-16 gr/Dl
5000-10.000/uL
40-48%
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
228.000/uL
150.000-400.000/uL
KIMIA KLINIK
Glukosa Glukometer
91
05 November 2014
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
170 mg/dL
25 mg/dL
114 mg/dL
156 mg/dL
<200 mg/dL
35-55 mg/dL
<160 mg/dL
<200 mg/dL
111 mg/dL
<200 mg/Dl
LEMAK LENGKAP
Kolesterol total
Kolesterol HDL-Direct
Kolesterol LDL-Indirect
Trigliserida
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu
06 November 2014
Pemeriksaan
D-Dimer
Hasil
100 ng/ml
Nilai Normal
<300 ng/ml
b. CT Scan
06 November 2014
5. RESUME
Pasien laki-laki usia 39 tahun datang dengan keluhan hemiparesis sinistra sejak
satu hari yang lalu, pasien merasa lemas pada bagian sebelah kiri badan. Pasien juga
mengeluh gangguan pandangan dan suara yang berubah. Pasien ada riwayat hipertensi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi grade II, hemiparesis sebelah kiri
badan pasien, motorik atas 5555/4444; motorik bawah 5555/4444;
Pemeriksaan Lab: leukosit 12.100 u/L dan kolesterol HDL-Direk 25 mg/dL.
Hasil CT Scan 6 November 2014: Sub akut lakunar infark basal ganglia kanan.
6. DIAGNOSIS
Neurologi
- Dx. Klinis
10
1. FOLLOW UP HARIAN
06 November 2014
S:
Lemah masih terasa di tubuh sebelah kiri
Tubuh terasa berat
Penglihatan terkadang berbayang
Kepala pusing (-), mual (-)
O:
KU
KS
GCS
TTV
: TD : 180/100 mmHg
S
: 36,6C
RR : 20x/menit
N
: 82x/menit
Status Generalis
: Dalam batas normal
N. Cranialis
:
N. VIII sinistra membaik
N. VI dextra membaik
N. X sinistra membaik
N. XII membaik
Arcus faring
: simetris
Letak uvula
: berada di tengah
R. Meningeal
: (-)
Motorik
: Kekuatan otot
: Eks. Atas 5555 | 4444
Eks. Bawah 5555 | 4444
Tonus
: Eks. Atas (N)
Eks. Bawah (N)
Klonus
: TAK
R. Fisiologis
: Eks. Atas
+2 | +2
Eks. Bawah +2 | +2
R. Patologis :
Hoffman-Tromner
: -/ Babinski
: -/ Chaddok
: -/ Schaefer
: -/ Gordon
: -/ Oppenheim
: -/Sensorik
: Eks. Atas
: normoestesi/normoestesi
11
Dx. Klinis
dan N. XII
Dx. Topis
Dx. Etiologi
P:
Medikamentosa
-
Captopril 12,5 mg
Amlodipine 1x5 mg
12
07 November 2014
S:
Lemah di tubuh sebelah kiri terasa membaik
Tidak ada baal dan kesemutan
Penglihatan sudah tidak terasa berbayang
O:
KU
KS
GCS
TTV
: tampak baik
: compos mentis
E4 M 6 V 5
:
: TD : 165/100 mmHg
S
: 36C
RR : 20x/menit
N
: 80x/menit
Status Generalis
: Dalam batas normal
N. Cranialis
:
N. VIII sinistra membaik
N. VI dextra membaik
N. X sinistra membaik
N. XII membaik
Arcus faring
: simetris
Letak uvula
: ada di tengah
R. Meningeal
: (-)
Motorik
: Kekuatan otot
: Eks. Atas 5555 | 4444
Eks. Bawah 5555 | 4444
Tonus
: Eks. Atas (N)
Eks. Bawah (N)
Klonus
: TAK
R. Fisiologis
: Eks. Atas +2
Eks. Bawah +2
R. Patologis :
Hoffman-Tromner
: -/ Babinski
: -/ Chaddok
: -/ Schaefer
: -/ Gordon
: -/ Oppenheim
: -/Sensorik
: Eks. Atas
: normoestesi/normoestesi
A:
-
Dx. Klinis
dan N. XII
Dx. Topis
Dx. Etiologi
P:
Medikamentosa
-
Captopril 12,5 mg
Amlodipine 1x5 mg
14
08 November 2014
S:
Lemah di tubuh sebelah kiri semakin membaik
Badan terasa demam
Merasa sulit untuk tidur
Terkadang terasa kesemutan di kaki kiri
Mengeluh urin berwarna keruh usai minum obat
Perut terasa kembung
Dada terasa sesak
O:
KU
KS
GCS
TTV
: tampak baik
: compos mentis
E4 M 6 V 5
:
: TD : 150/90 mmHg
S
: 36,6C
RR : 20x/menit
N
: 96x/menit
Status Generalis
: Dalam batas normal
N. Cranialis
:
N. VIII sinistra membaik
N. VI dextra membaik
N. X sinistra membaik
N. XII membaik
Arcus faring
: simetris
Letak uvula
: ada di tengah
R. Meningeal
: (-)
Motorik
: Kekuatan otot
: Eks. Atas 5555 | 4444
Eks. Bawah 5555 | 4444
Tonus
: Eks. Atas (N)
Eks. Bawah (N)
Klonus
: TAK
R. Fisiologis
: Eks. Atas +2
Eks. Bawah +2
R. Patologis :
Hoffman-Tromner
: -/ Babinski
: -/ Chaddok
: -/ Schaefer
: -/ Gordon
: -/ Oppenheim
: -/15
Sensorik
: Eks. Atas
: normoestesi/normoestesi
Dx. Klinis
dan N. XII
Dx. Topis
Dx. Etiologi
P:
Medikamentosa
-
Captopril 12,5 mg
Amlodipine 1x5 mg
16
09 November 2014
S:
Lemah di tubuh sebelah kiri semakin membaik
Sudah bisa memulai latihan berjalan
Merasa sulit untuk tidur
Terkadang terasa kesemutan di kaki kiri
Mengeluh urin berwarna keruh usai minum obat
O:
KU
KS
GCS
TTV
: tampak baik
: compos mentis
E4 M 6 V 5
:
: TD : 135/65 mmHg
S
: 36C
RR : 20x/menit
N
: 88x/menit
Status Generalis
: Dalam batas normal
N. Cranialis
:
N. VIII sinistra membaik
N. VI dextra membaik
N. X sinistra membaik
N. XII membaik
Arcus faring
: simetris
Letak uvula
: ada di tengah
R. Meningeal
: (-)
Motorik
: Kekuatan otot
: Eks. Atas 5555/4444
Eks. Bawah 5555/4444
Tonus
: Eks. Atas (N)
Eks. Bawah (N)
Klonus
: TAK
R. Fisiologis
: Eks. Atas
+2 | +2
Eks. Bawah +2 | +2
R. Patologis :
Hoffman-Tromner
: -/ Babinski
: -/ Chaddok
: -/ Schaefer
: -/ Gordon
: -/ Oppenheim
: -/Sensorik
: Eks. Atas
: normoestesi/normoestesi
17
Dx. Klinis
dan N. XII
Dx. Topis
Dx. Etiologi
P:
Medikamentosa
-
Captopril 12,5 mg
Amlodipine 1x5 mg
18
10 November 2014
S:
Lemah di tubuh sebelah kiri semakin membaik
Sudah bisa berlatih berjalan lebih lancar dari kemarin
Masih merasa sulit untuk tidur
O:
KU
KS
GCS
TTV
: tampak baik
: compos mentis
E4 M 6 V 5
:
: TD : 130/65 mmHg
S
: 36C
RR : 20x/menit
N
: 96x/menit
Status Generalis
: Dalam batas normal
N. Cranialis
:
N. VIII sinistra membaik
N. VI dextra membaik
N. X sinistra membaik
N. XII membaik
Arcus faring
: simetris
Letak uvula
: ada di tengah
R. Meningeal
: (-)
Motorik
: Kekuatan otot
: Eks. Atas 5555/4444
Eks. Bawah 5555/4444
Tonus
: Eks. Atas (N)
Eks. Bawah (N)
Klonus
: TAK
R. Fisiologis
: Eks. Atas
+2 | +2
Eks. Bawah +2 | +2
R. Patologis :
Hoffman-Tromner
: -/ Babinski
: -/ Chaddok
: -/ Schaefer
: -/ Gordon
: -/ Oppenheim
: -/Sensorik
: Eks. Atas
: normoestesi/normoestesi
A:
-
Dx. Klinis
dan N. XII
Dx. Topis
Dx. Etiologi
P:
Medikamentosa
-
Captopril 12,5 mg
Amlodipine 1x5 mg
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stroke Non Hemoragik (Iskemik)
1. Pendahuluan
Stroke adalah salah satu penyakit yang menyebabkan kematian, kecacatan fisik dan
mental. Mempelajari tentang distribudi stroke meliputi insiden, prevalensi, dan hal-hal yang
menjadi perhatian khusus seperti tingkat kematian atau kecacatan yang tinggi dan
mempelajari juga tentang determinan stroke meliputi kondisi predisposisi dan faktor-faktor
risiko.
Stroke merupakan salah satu sindrom neurologi yang merupakan ancaman terbesar
menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Di Amerika stroke menempati urutan ketiga
penyebab kematian setelah peny makit jantung dan kanker. Sedangkan di Indonesiadata nasional
stroke menunjukkan angka kematian tertinggi, yaitu 15,4%.
Dari data studi Framingham yang dilakukan setiap 2 tahun selama 36 tahun pada 5070
pria dan wanita yang tidak berpenyakit cardiovaskuler, berusia 30-62 tahun didapatkan kasus
stroke dan transient ischemic attack (TIA) sebanyak 693 orang.
Dua karakteristik demografik yang dikemukakan adalah usia dan gender. Usia rata-rata
stroke adalah 58,8 tahun kurang lebih 13,3 tahun, dengan kisaran 18-95 tahun. Usia rata-rata
wanita lebih tua dari pada pria 60,4 versus 57,5. Usia dari 45 tahun sebanyak 12,5% dan lebih
dari 65 tahun sebanyak 35,8%. Dari data ini terlihat peningkatan kejadian stroke yang
berkorelasi dengan bertambahnya usia.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, stroke masih merupakan masalah
utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial
ini diperlukan strategi penangulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi,
dan promotif. Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah
menjadi keharusan, terlebih bila melihat angka penderita stroke yang terus meningkat dari tahun
ketahun di Indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat, tepat dan akurat akan
meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun presentasi kasus
mengenai stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi
diIndonesia. Dalam tugas ini penulis akan membahas lebih dalam mengenai stroke iskemik.
2. Definisi
21
Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Sjahrir, 2003)
Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang
disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan
oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).
3. Etiologi dan Faktor Risiko
Faktor risiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan
pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable)
dan bukti yang kuat (well documented or less well documented) (Goldstein, 2006)
1. Non modifiable risk factors:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Berat badan lahir rendah
4. Ras/etnik
5. Genetik
2. Modifiable risk factors:
a. Well-documented and modifiable risk factor
1. Hipertensi
2. Terpapar asap rokok
3. Diabetes
4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition
5. Dislipidemia
6. Stenosis arteri karotis
7. Terapi hormon postmenopouse
8. Poor diet
9. Physical inactivity
10. Obesitas dan distribusi lemak tubuh
b. Less well-documented and modifiable risk factor
1. Sindroma metabolik
2. Alcohol abuse
3. Penggunaan kontrasepsi oral
4. Sleep disordered-breathing
5. Nyeri kepala migren
6. Hiperhomosisteinemia
7. Peningkatan lipoprotein (a)
8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase
9. Hypercoagulability
10. Inflamasi
22
11. Infeksi
4. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan
meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang
diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/meningkatnya harapan hidup. Terdapat
beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara (Ali dkk, 2009;
Morris dkk, 2000).
Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada
perempuan dengan usia 18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan
2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia. (Ali dkk, 2009; carnethon dkk, 2009)
Di antara warga Amerika Indian yang berusia 65-74 tahun, insiden rata-rata/1000
populasi dengan kejadian stroke yang baru dan berulang pertahunnya adalah 6,1% pada laki-laki
dan 6,6% pada perempuan. Rata-rata mortalitas stroke mengalami perubahan dari tahun 1980
hingga 2005. Penurunan mortalitas stroke pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dengan
rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan menurun dari 1,11 menjadi 1,03. Juga dijumpai
penurunan mortalitas stroke pada usia 65 tahun pada laki-laki dibandingkan perempuan.
(National Center for Health Statistics, 2008)
5. Klasifikasi
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi),
stadium dan lokasi (sistem pumbuluh darah) (Misbach, 1999).
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis Serebri
c. Emboli Serebri
2. Stroke hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral
b. Perdarahan Subarakhnoid
II. Berdasarkan stadium
1. TIA
2. Stroke in evolution
3. Completed Stroke
III. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah)
23
1. Tipe Karotis
2. Tipe Vetebrobasiler
IV. Berdasarkan tipe infark (Sjahrir, 2003) :
1. Total Anterior Circulation Infarction
2. Partial Anterior Circulation Infarction
3. Posterior Circulation Infarction
4. Lacunar Infarction
V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti TOAST (Adams, dkk,
1993; Sjahrir, 2003)
1. Aterosklerosis arteri besar (Embolus/ Trombosis)
2. Kardioembolisme (Risiko Tinggi/ Risiko Sedang
3. Oklusi pembuluh darah kecil (Lakunar)
4. Stroke akibat dari penyebab lain yang menetukan
5. Stroke akibat dari penyebab lain yang tak dapat ditentukan:
a. Dua atau lebih penyebab teridentifikasi
b. Tidak ada evaluasi
c. Evaluasi tidak lengkap
6. Patofisiologi
Pada level makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh emboli dari
ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga disebabkan oleh berkurangnya
aliran darah otak. Pada level seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah ke otak dapat
mencetuskan suatu kaskade iskemik, yang akan mengakibatkan kematian sel-sel otak dan infark
otak (Becker, dkk, 2010).
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan
tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu
singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik.
Sel sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsifungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin
ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik
akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah
yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak
berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi,
daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach, 2007) .
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron secara bertahap (Sjahrir, 2003):
24
Tahap 1:
a) Penurunan aliran darah
O2
b) Pengurangan
c) Kegagalan energi
d) Termina; depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a) Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b) Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
7. Diagnosis
Klinis anamnesis dan pemeriksaan fisik-neurologis
System skor untuk membedakan jenis stroke
: perdarahan supratentorial
Skor -1s/d 1
: perlu CT Scan
Skor 12
: infark serebri
Nyeri kepala
Atheroma
pembuluh darah
perdarahan
Sken resonansi magnetic (MRI) lebih sensitive dari CT Scan dalam mendeteksi infark
serebri dini dan infark batang otak
8. Pengobatan
25
26
Mencegah stroke berulang dini (dalam 30 hari sejak onset gejala strok).
Sekitar 5 % pasien yang dirawat dengan stroke iskemik mengalami serangan stroke kedua
dalam 30 hari pertama. Resiko ini paling tinggi (lebih besar dari 10%) pada pasien dengan
stenosis karotis yang berat dan kardioemboli serta paling rendah (1 %) pada pasien dengan
infark lakuner. Terapi dini dengan heparin dapat mengurangi risiko stroke berulang dini pada
pasien dengan kardioemboli.
Diseksi aorta
Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada 3 kali pengukuran selang 15 menit :
Sistolik > 220 mmHg
Distolik > 120 mmHg
Tekanan arteri rata-rata > 140 mmHg
Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik >
180 mmHg dan diastolik > 110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi golongan penyekat alfa beta (labetolol), penghambat
ACE (kaptopril atau sejenisnya) atau antagonis kalsium yang bekerja perifer (nifedipin atau
sejenisnya) penurunan tekanan darah pada stroke iskemik akut hanya boleh maksimal 20 % dari
tekanan darah sebelumnya. Nifedipin sublingual harus diberikan dengan hati-hati dan dengan
pemantauan tekanan darah ketat setiap 15 menit atau dengan alat monitor kontinus sebab dapat
terjadi penurunan tekanan darah secara drastis. Oleh sebab itu, sebaiknya dimulai dengan dosis 5
mg sublingual dan dapat dinaikkan menjadi 10 mg tergantung respons sebelumnya.
Pada tekanan darah yang sulit diturunkan dengan obat diatas atau bila diastolik > 140
mmHg secara persisten maka harus diberikan natrium nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml
dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi
sampai tekanan darah yang diinginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drips 10-20
ug/menit.
Tekanan darah yang rendah pada stroke akut adalah tidak lazim. Bila dijumpai maka
tekanan darah harus dinaikkan dengan dopamine atau dobutamin drips serta mengobati penyebab
yang mendasarinya.
Pertimbangan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau
radiologis adanya infark hemisfer atau serebellum yang massif, kesadaran menurun, gangguan
pernafasan, atau stroke dalam evaluasi.
Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi pada pasien dengan infark
serebellum yang luas.
Pertimbangkan MRI (Magnetic Resonance Imaging) pada pasien dengan stroke
vertebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infark yang tidak nyata pada CT Scan.
28
Pertimbangkan pemberian heparin intravena dimulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit
dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial
mendekati 1,5 kontrol pada kondisi berikut ini :
Kemungkinan besar stroke kardioemboli
Iskemia otak sepintas (TIA) atau infark karena stenosis arteri karotis
Stroke dalam evolusi
Diseksi arteri
Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada pasien dengan infark luas yang berhubungan
dengan efek massa atau konversi/transformasi hemoragik.
Pasien stroke dengan infark miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau
trombus intrakardia harus diberi antikoagulan oral (warfarin) minimal 1 tahun dengan
mempertahankan masa protrombin 1,5-2,5 kali kontrol atau INR 2-3.
Pertimbangkan pemeriksaan darah berikut ini pada kasus-kasus penyebab stroke yang tidak
lazim, terutama pada usia muda :
30
Perlu disadari bahwa untuk meneliti khasiat terapi pada stroke bukanlah hal yang mudah.
Antara lain disebabkan karena perjalanan penyakit stroke beragam, penyebab dan faktor
resikonya juga bermacam-macam. Demikian juga daerah yang mengalami iskemia serta beratnya
iskemia berbeda-beda. Semua hal ini ikut mempengaruhi perjalanan penyakit. Hal ini
menyulitkan peneliti untuk memastikan apakah terapi yang diberikan ada manfaatnya.
Sekiranya terjadi perbaikan, sulit memastikan apakah perbaikan tersebut diakibatkan oleh
obat atau tindakan yang diberikan. Mungkin saja perbaikan tersebut akan terjadi tanpa terapi
yang diberikan. Untuk memastikan hal yang demikian dibutuhkan penelitian terhadap sangat
banyak jumlah pasien. Mencapai ratusan jumlahnya, hal yang sulit dilakukan dengan mengingat
fasilitas yang tersedia.
Berikut ini beberapa macam obat yang digunakan pada stroke iskemik :
Obat untuk sembab otak (edema otak)
Pada fase akut stroke dapat terjadi edema di otak. Bila edema ini berat akan mengganggu
sirkulasi darah di otak dan dapat juga mengakibatkan herniasi (peranjakan) jaringan otak.
Herniasi ini dapat mengakibatkan keadaan lebih buruk atau dapat juga menyebabkan
kematian.
Obat antiedema otak ialah cairan hiperosmolar (misalnya larutan Manitol 20%; larutan
gliserol 10%). Membatasi jumlah cairan yang diberikan juga membantu mencegah
bertambahnya edema di otak. Obat dexametasone, suatu kortikosteroid, dapat pula
digunakan.
Obat antiagregasi trombosit
Ada obat yang dapat mencegah menggumpalnya trombosit darah dan dengan demikian
mencegah terbentuknya thrombus (gumpalan darah) yang dapat menyumbat pembuluh darah.
Obat demikian dapat digunakan pada stroke iskemik, misalnya pada TIA. Obat yang banyak
digunakan ialah asetosal (Aspirin). Dosis asetosal berkisar dari 40 mg sehari sampai 1,3 gram
sehari. Akhir-akhir ini juga digunakan obat tiklopidin untuk maksud yang sama, dengan dosis
2 x 250 mg atau Klopidogrel dengan dosis 1 x 75 mg sehari. Pada TIA, untuk mencegah
kambuhnya, atau untuk mencegah terjadinya stroke yang lebih berat, lama pengobatan
dengan antiagregasi berlangsung 1 2 tahun atau lebih.
31
Antikoagulansia
Antikoagulansia mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi thrombus.
Antikoagulansia masih sering digunakan pada penderita stroke dengan kelainan jantung yang
dapat menimbulkan embolus. Obat yang digunakan ialah heparin, kumarin, sintrom.
Obat Trombolitik (obat yang dapat menghancurkan thrombus)
Terapi trombolitik pada stroke iskemik didasari anggapan bahwa bila sumbatan oleh
thrombus dapat segera dihilangkan atau dikurangi (rekanalisasi), maka sel-sel neuron yang
sekarat dapat ditolong.
Penelitian yang cukup besar, yang membuktikan efektivitas penggunaan rt-PA pada stroke
iskemik, ialah penelitian HINDS, yang melibatkan 624 penderita dan pengobatan dimulai
dalam kurun waktu 3 jam setelah mulainya stroke. Terjadinya perdarahan sebagai akibat
pengobatan ini cukup tinggi (6,4 % dibanding 0,6% pada kelompok tanpa trombolitik
(plasebo). Namun demikian, pasien yang dapat pergi pulang ke rumah lebih banyak pada
kelompok yang mendapat rt-PA, yaitu 48% dibanding 36% pada plasebo. Terapi trombolitik
pada stroke iskemik merupakan terapi yang poten, dan cukup berbahaya bila tidak dilakukan
dengan seksama.
Obat atau tindakan lain
Berbagai obat dan tindakan telah diteliti dan dilaporkan di kepustakaan dengan tujuan
memperbaiki atau mengoptimalisasi keadaan otak, metabolisme dan sirkulasinya. Hasilnya
masih kontroversial dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Obat-obat ini misalnya : kodergokrin mesilat (Hydergin), nimodipin (Nimotop), pentoksifilin
(Trental), sitikolin (Nicholin).
Tindakan yang perlu penelitian lebih lanjut ialah : hemodilusi (mengencerkan darah). Hal ini
dilakukan bila darah kental pada fase akut stroke. Bila darah kental, misalnya hematokrit lebih
dari 44 50 %, maka darah dikeluarkan sebanyak 250 cc, diganti dengan larutan dekstran 40
atau larutan lainnya. Bila masih kental juga, dapat dikeluarkan lagi 250 cc keesokan harinya.
32
Outcome Stroke
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairements,
disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan sebagai berikut (Caplan, 2000):
1. Impairments: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan anatomis yang
disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk
menetapkan kelainan ini.
2. Disabilitas: merupakan setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat sesuatu yang
seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat
3. Handicapas : merupakan halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke untuk
berperan sebagai manusia normal akibat impairment dan disabilitas.
Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel index dan Modified Rankin Scale umumnya
digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan. (Shulter dkk, 1999).
Dalam uji klinik Barthel index (BI) dan Modified Rankin Scale merupakan skala yang
sering digunakan untuk menilai outcome dan merupakan pengukuran yang dapat dipercaya yang
memeberikan penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah stroke (Shulter
dkk, 1999)
Barthel index telah dikembangkan sejak tahun 1965, dan kemudian dimodifikasi oleh
Grager dkk sebagai suatu teknik yang menilai pengukuran performasi pasien dalam 10 aktifitas
hidup sehari-hari yang dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu (Shulter dkk, 1999):
- Kategori yang berhubungan dengan self care antara lain:makan, membersihakan diri, mandi,
berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air kecil, penggunaan toilet.
- Kategori yang berhubungan dengan morbiditas antara lain : berjalan, berpindah dan menaiki
tangga.
Skor maksimum dari BI ini adalah 100, yang menunjukkan bahwa fungsi fisik pasien
benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0 yang menunujukkan ketergantungan total
(Masur dkk, 2003).
Skala mRS lebih mengukur performasi aktiifitas spesifik, dalam hal ini mental demikian
juga adaptasi fisik digabungkan dengan defisit neurologi. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu 0
yang berarti tidak ada gejala, 5 yang berarti cacat/ketidakmampuan yang berat dan 6 yang berarti
33
kematian. Skala ini lebih sensitif untuk penilaian pada penderita dengan disabilitas ringan dan
sedang (Masur dkk, 2003; Weimar dkk, 2002)
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) merupakan pengukuran kuantitatif
defisit neurologis berkaitan dengan stroke yang dapat memprediksi outcomestroke jangka
panjang, terdiri dari 12 item pertanyaan (tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon
terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia,
sensori, bahasa, disartria, dan ektensi/inattentian). Ada 3 rentang skor NIHSS yang secara
signifikan berhubungan dengan perawatan pasien stroke yaitu; skor 5 pasien berarti pasien
dapat keluar dari rumah sakit, skor 6-13; pasien memerlukan rehabilitasi dan > 13 memerlukan
fasilitas perawatan yang lama (meyer dkk, 2002; Schelegel dkk, 2003).
34
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Stroke Non Hemoragik
Teori
Kondisi Pasien
Anamnesis
Onset: terjadi perlahan (jam atau hari)
Onset: terjadi perlahan
Etiologi: seringkali akibat hipertensi
Etiologi: hipertensi
Faktor risiko:
Faktor risiko:
1. Hipertensi
1. Hipertensi
2. Terpapar asap rokok
2. Terpapar asap rokok
3. Diabetes
3. Kurang olahraga
4. Atrial fibrillation and certain other
cardiac condition
5. Dislipidemia
6. Stenosis arteri karotis
7. Terapi hormon postmenopouse
8. Poor diet
9. Physical inactivity
10. Obesitas dan distribusi lemak tubuh
Gejala klinis:
Penurunan kesadaran
Kaku kuduk (-)
Sering terjadi gangguan bicara
Hemiparesis sering dari awal
Kelumpuhan terjadi saat istirahat atau
Gejala klinis:
Kaku kuduk (-)
Sering terjadi gangguan bicara
Hemiparesis sering dari awal
Kelumpuhan terjadi saat istirahat atau
ringan
Tidak ditemukan adanya kejang atau
ringan
Tidak ditemukan adanya kejang atau
muntah saat serangan
Penurunan Sensorik
Pemeriksaan Fisik
Hemiparesis sinistra ekstremitas atas dan
bawah
- Motorik atas 5555/4444
- Motorik bawah 5555/4444
Terkadang kesemutan.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Maharmarjuna, DR. Prof ; Neurologi Klinik Dasar.
2. Kapita Selekta Kedokteran Bagian llmu Penyakit Saraf : Media Aesculapius; Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 2000.
3. Prof. DR.dr. S.M. Lumbantobing : Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak : Fakultas
36