Sie sind auf Seite 1von 36

BAB I

Identitas Pasien
1. IDENTITAS PASIEN
No Rekam Medis
: 72-93-62
Nama
: Tn. M
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 39 tahun
Agama
: Islam
Status Marital
: Menikah
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Alamat
: Rawa Badung RT 06-13 Jatinegara Jakarta Timur
Tanggal Masuk RS : 04 November 2014
Tanggal Pemeriksaan : 05 November 2014
Ruang Perawatan
: Ruang Mahoni I Kelas III
2. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis (istri pasien) pada tanggal 04
November 2014
A. KELUHAN UTAMA
Kelemahan dan baal sebelah kiri tiba-tiba sejak sehari yang lalu.
B. KELUHAN TAMBAHAN
Lemas pada lengan dan tungkai kiri secara tiba-tiba
Penglihatan berbayang
Berubah suara pasien
Pusing (-), mual (-), muntah (-), pingsan (-) dan nyeri kepala (-)
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke RS Polri mengeluh kelemahan, kesemutan dan baal sebelah kiri
pasien secara tiba-tiba sejak sehari yang lalu, yaitu saat bangun tidur pukul 6 pagi
Setelah itu, dia dibawa ke RS Polri IGD dan dirawat. Kelumpuhan, terasa seperti
kejang, pandangan berbayang dan sulit untuk berbicara dirasakan saat masih di IGD,
tapi sekarang sudah menghilang, Rasa pusing, nyeri kepala, pingsan, mual dan
muntah pada pasien disangkal. Pasien bisa menggerakan lengan dan tungkai kiri
tetapi tidak sekuat lengan dan tungkai kiri dan pasien tidak bisa jalan.
Penglihatan menjadi seperti ada tahanan saat melihat sisi kanan menghilang saat
pasien melihat sisi kiri. Suara pasien juga sempat terganggu.
Riwayat hipertensi
Riwayat batu ginjal tiga kali
1

Riwayat gastritis
Riwayat hernia scrotalis
Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat trauma disangkal.
Riwayat sakit jantung disangkal.
D. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga pasien ada yang memiliki keluhan serupa, yaitu bapak pasien.
Riwayat hipertensi dalam keluarga ada, yaitu bapak pasien.
Riwayat sakit jantung dalam keluarga ada, yaitu bapak dan nenek pasien.
Riwayat penyakit diabetes mellitus dalam keluarga pasien tidak diketahui.
Riwayat sakit ginjal dalam keluarga ada, yaitu ibu pasien.

E. RIWAYAT PENGOBATAN DAN ALERGI


Asma (-)
F. RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien sehari merokok tiga bungkus setiap harinya
Tidak minum minuman keras
Pasien jarang berolahraga
Pasien sering makan makanan berminyak seperti gorengan, jeroan, makanan
asin dan makanan yang mengandung santan.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
E4 M 6 V 5
Tanda-tanda vital
: GCS =
Tekanan darah
: 160/100 mmHg
Pernapasan
: 20x/menit
Nadi
: 93x/menit
Suhu
: 36C
A. STATUS GENERALIS
Kepala
:
Normocephal, distribusi rambut merata, tidak ada tanda trauma.
2

Mata
:
Mata simetris, pupil: 3mm/3mm, isokor. Sklera ikterik -/-. Konjungtiva
anemis -/Hidung
:
Bentuk hidung normal, tidak ada deviasi septum, sekret -/Mulut
:
Tidak terdapat deviasi pada mulut, mukosa rongga mulut merah tanpa
massa, leukoplakia atau lesi lain. Arcus faring terlihat arcus faring deviasi
ke arah kiri. Hygiene baik, tidak terdapat fasikulasi, deviasi dan tremor

pada lidah, tetapi terdapat atrofi.


Telinga:
Bentuk simetris, aurikula normal, membrane tipani intak, serumen -/-,

hiperemis -/Leher
:
Trakea di tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), tidak teraba adanya

pembesaran kelenjar getah bening.


Thoraks
:
Inspeksi
; simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi
: fremitus normal kanan-kiri
Perkusi
: sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
:
- Cor
: Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
- Pulmo
: Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen
:
Inspeksi
: supel, datar, caput medusa (-)
Auskultasi
: bising usus (+), 5x/menit
Perkusi
: timpani di 9 regio abdomen
Palpasi
: nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tidak teraba massa, hepar
dan spleen tidak teraba
Ekskremitas :
Akral hangat dan bentuk normal. Tidak terdapat deformitas, sianosis,
bekas luka maupun benjolan. CRT < 2 detik.

B. STATUS NEUROLOGIS
Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Kaku kuduk
: (-)
Brudzinski I
: (-)
Brudzinski II
: (-)
Kernig sign
: (-)
Laseque sign
: (-)
Nervus Cranialis
3

N. I (N. Olfaktorius)
o N.D
: baik, dapat mencium bau teh
o N.S
: baik, dapat mencium bau teh
N.II (N. Optikus)
o O.D
: Visus normal 1/60
Lapang pandang normal
Refleks cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
o O.S
: Visus normal 1/60
Lapang pandang normal
Refleks cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
N.III (N. Okulomotor) / N.IV (N. Trochlear) / N.VI (N. Abducens):
Pupil : 3mm/3mm, isokor
Refleks cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
Gerakan bola mata kanan normal ke segala arah.
Gerakan bola mata kanan normal ke segala arah kecuali ke lateral;
gerakan ke lateral berkurang, seperti ada tahanan (N. VI dextra).
Ptosis -/Strabismus (-)
Nistagmus (-)
N.V (N. Trigeminal)
Sensorik
V1, V2, V3 dextra
: normal
VI, V2, V3 sinistra
: normal
Motorik
Mengigit
: baik, tidak ditemukan parese pada otot
pengunyah
Membuka rahang : baik, mulut tidak deviasi, arcus faring

deviasi ke kiri
N.VII (N. Fasialis)
Sensorik : Pengecapan 2/3 anterior lidah tidak dilakukan
Motorik :
o Mengernyitkan dahi : normal
o Mengernyitkan alis : tidak bisa dilakukan dengan baik
o Memejamkan mata : normal
o Meringis
: normal
o Menggembungkan pipi : tidak bisa dilakukan dengan baik
o Mencucu
: normal
o Plika nasolabialis
: dextra dan sinistra simetris
N.VIII (N. Vestibulokoklear)
Gesekan jari:
4

AD: bisa dilakukan


AS: bisa dilakukan
Garpu tala:
Rinne
: tidak dilakukan
Weber
: tidak dilakukan
Schawabah
: tidak dilakukan
Romberg
: tidak dapat dilakukan
N.IX (N. Glossopharingeal)
Sensorik
: tidak dilakukan
Pengecapan 1/3 posterior: tidak dilakukan
Motorik
: refleks menelan baik
N.X (N. Vagus)
Arcus faring
: deviasi ke kiri
Letak uvula
: normal
N.XI (N. Accesorius)
Mengangkat bahu
: normal
Memalingkan kepala
: normal
Kekuatan otot aksesorius : normal
N.XII (N. Hippoglossal)
Deviasi lidah
: tidak terdapat deviasi
Atrofi/fasikulasi/tremor lidah
: (+)/(-)/(-)
Artikulasi
: baik

Pemeriksaan Motorik
Kekuatan otot

Eks. Atas

: 5555

4444

Eks. Bawah

: 5555

4444

Tonus

:
Eks. Atas

: normotonus/normotonus

Eks. Bawah

: normotonus/normotonus

Klonus

:
Patella

: TAK

Achilles

: TAK
5

Trofi

:
Eks. Atas

: eutrophy/eutrophy

Eks. Bawah

: eutrophy/eutrophy

Refleks fisiologis :
Biceps

: +2

Triceps

: +2

Patella

: +2

Achilles

: +2

Refleks patologis :
Hoffman-Tromner : (-)
Babinski

: (-)

Chaddok

: (-)

Schaefer

: (-)

Gordon

: (-)

Oppenheim

: (-)

Pemeriksaan Sensorik
Ekskremitas atas
Rangsang Raba

: Simetris kanan-kiri

Rangsang Nyeri

: Simetris kanan-kiri

Rangsang Suhu

: Tidak dilakukan

Rangsang Getar

: Tidak dilakukan

Proprioseptif

: Normal

Ekskremitas Bawah
Rangsang Raba

: Simetris kanan-kiri

Rangsang Nyeri

: Simetris kanan-kiri

Rangsang Suhu

: Tidak dilakukan

Rangsang Getar

: Tidak dilakukan

Proprioseptif

: Normal

Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom


BAB

: Normal

BAK

: Normal

Berkeringat

: Normal

Pemeriksaan Fungsi Luhur


Memori
Kognitif
Visuospatial

: Baik
: Baik
: Baik

Pemeriksaan Koordinasi
Disdiakokinesia

: Normal

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
04 November 2014
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

15,6 gr/dL
12.100/uL
46%

13-16 gr/Dl
5000-10.000/uL
40-48%

HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit

Trombosit

228.000/uL

150.000-400.000/uL

KIMIA KLINIK
Glukosa Glukometer

91

05 November 2014
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

170 mg/dL
25 mg/dL
114 mg/dL
156 mg/dL

<200 mg/dL
35-55 mg/dL
<160 mg/dL
<200 mg/dL

111 mg/dL

<200 mg/Dl

LEMAK LENGKAP
Kolesterol total
Kolesterol HDL-Direct
Kolesterol LDL-Indirect
Trigliserida
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu
06 November 2014
Pemeriksaan
D-Dimer

Hasil
100 ng/ml

Nilai Normal
<300 ng/ml

b. CT Scan
06 November 2014

5. RESUME
Pasien laki-laki usia 39 tahun datang dengan keluhan hemiparesis sinistra sejak
satu hari yang lalu, pasien merasa lemas pada bagian sebelah kiri badan. Pasien juga
mengeluh gangguan pandangan dan suara yang berubah. Pasien ada riwayat hipertensi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi grade II, hemiparesis sebelah kiri
badan pasien, motorik atas 5555/4444; motorik bawah 5555/4444;
Pemeriksaan Lab: leukosit 12.100 u/L dan kolesterol HDL-Direk 25 mg/dL.
Hasil CT Scan 6 November 2014: Sub akut lakunar infark basal ganglia kanan.
6. DIAGNOSIS
Neurologi
- Dx. Klinis

: hemiparesis sinistra, parese N. VIII sinistra, N. VI dextra, N. X

sinistra dan N. XII


- Dx. Topis
: tipe sentral hemisfer cerebri dextra
- Dx. Etiologi : stroke non hemoragik ad causa hipertensi
Siriraj Stroke Score (SSS)
Kesadaran
:0
Muntah
:0
Nyeri kepala : 0
Tekanan darah : 0,1 x 100 = 10
Atheroma
:0
Konstanta
: 12
Kesimpulan : 0+0+0+10-0-12= -2
7. DIAGNOSIS BANDING
Transient Ischemic Attack (TIA)
CVD Hemoragik
8. TERAPI
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Rantin 2x1
- Inj. Citicolin 2x500 mg
- As. Folat tab
- Vip Albumin 2x1
- Vlavix 1x75 mg
- Aspilet
- IUFD RL 20 tpm
9. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

10

1. FOLLOW UP HARIAN
06 November 2014
S:
Lemah masih terasa di tubuh sebelah kiri
Tubuh terasa berat
Penglihatan terkadang berbayang
Kepala pusing (-), mual (-)
O:

KU
KS

GCS

TTV

: tampak sakit sedang


: compos mentis
E4 M 6 V 5
:

: TD : 180/100 mmHg
S
: 36,6C
RR : 20x/menit
N
: 82x/menit
Status Generalis
: Dalam batas normal
N. Cranialis
:
N. VIII sinistra membaik
N. VI dextra membaik
N. X sinistra membaik
N. XII membaik
Arcus faring
: simetris
Letak uvula
: berada di tengah
R. Meningeal
: (-)
Motorik
: Kekuatan otot
: Eks. Atas 5555 | 4444
Eks. Bawah 5555 | 4444
Tonus
: Eks. Atas (N)
Eks. Bawah (N)
Klonus
: TAK
R. Fisiologis
: Eks. Atas
+2 | +2
Eks. Bawah +2 | +2
R. Patologis :
Hoffman-Tromner
: -/ Babinski
: -/ Chaddok
: -/ Schaefer
: -/ Gordon
: -/ Oppenheim
: -/Sensorik

: Eks. Atas

: normoestesi/normoestesi
11

Eks. Bawah : normoestesi/normoestesi


A:
-

Dx. Klinis

: hemiparesis sinistra, parese N. VIII sinistra, N. VI dextra, N. X sinistra

dan N. XII
Dx. Topis
Dx. Etiologi

: tipe sentral hemisfer cerebri dextra


: stroke non hemoragik ad causa hipertensi

P:
Medikamentosa
-

Captopril 12,5 mg
Amlodipine 1x5 mg

12

07 November 2014
S:
Lemah di tubuh sebelah kiri terasa membaik
Tidak ada baal dan kesemutan
Penglihatan sudah tidak terasa berbayang
O:

KU
KS

GCS

TTV

: tampak baik
: compos mentis
E4 M 6 V 5
:

: TD : 165/100 mmHg
S
: 36C
RR : 20x/menit
N
: 80x/menit
Status Generalis
: Dalam batas normal
N. Cranialis
:
N. VIII sinistra membaik
N. VI dextra membaik
N. X sinistra membaik
N. XII membaik
Arcus faring
: simetris
Letak uvula
: ada di tengah
R. Meningeal
: (-)
Motorik
: Kekuatan otot
: Eks. Atas 5555 | 4444
Eks. Bawah 5555 | 4444
Tonus
: Eks. Atas (N)
Eks. Bawah (N)
Klonus
: TAK
R. Fisiologis
: Eks. Atas +2
Eks. Bawah +2
R. Patologis :
Hoffman-Tromner
: -/ Babinski
: -/ Chaddok
: -/ Schaefer
: -/ Gordon
: -/ Oppenheim
: -/Sensorik

: Eks. Atas

: normoestesi/normoestesi

Eks. Bawah : normoestesi/normoestesi


13

A:
-

Dx. Klinis

: hemiparesis sinistra, parese N. VIII sinistra, N. VI dextra, N. X sinistra

dan N. XII
Dx. Topis
Dx. Etiologi

: tipe sentral hemisfer cerebri dextra


: stroke non hemoragik ad causa hipertensi

P:
Medikamentosa
-

Captopril 12,5 mg
Amlodipine 1x5 mg

14

08 November 2014
S:
Lemah di tubuh sebelah kiri semakin membaik
Badan terasa demam
Merasa sulit untuk tidur
Terkadang terasa kesemutan di kaki kiri
Mengeluh urin berwarna keruh usai minum obat
Perut terasa kembung
Dada terasa sesak
O:

KU
KS

GCS

TTV

: tampak baik
: compos mentis
E4 M 6 V 5
:

: TD : 150/90 mmHg
S
: 36,6C
RR : 20x/menit
N
: 96x/menit
Status Generalis
: Dalam batas normal
N. Cranialis
:
N. VIII sinistra membaik
N. VI dextra membaik
N. X sinistra membaik
N. XII membaik
Arcus faring
: simetris
Letak uvula
: ada di tengah
R. Meningeal
: (-)
Motorik
: Kekuatan otot
: Eks. Atas 5555 | 4444
Eks. Bawah 5555 | 4444
Tonus
: Eks. Atas (N)
Eks. Bawah (N)
Klonus
: TAK
R. Fisiologis
: Eks. Atas +2
Eks. Bawah +2
R. Patologis :
Hoffman-Tromner
: -/ Babinski
: -/ Chaddok
: -/ Schaefer
: -/ Gordon
: -/ Oppenheim
: -/15

Sensorik

: Eks. Atas

: normoestesi/normoestesi

Eks. Bawah : normoestesi/normoestesi


A:
-

Dx. Klinis

: hemiparesis sinistra, parese N. VIII sinistra, N. VI dextra, N. X sinistra

dan N. XII
Dx. Topis
Dx. Etiologi

: tipe sentral hemisfer cerebri dextra


: stroke non hemoragik ad causa hipertensi

P:
Medikamentosa
-

Captopril 12,5 mg
Amlodipine 1x5 mg

16

09 November 2014
S:
Lemah di tubuh sebelah kiri semakin membaik
Sudah bisa memulai latihan berjalan
Merasa sulit untuk tidur
Terkadang terasa kesemutan di kaki kiri
Mengeluh urin berwarna keruh usai minum obat
O:

KU
KS

GCS

TTV

: tampak baik
: compos mentis
E4 M 6 V 5
:

: TD : 135/65 mmHg
S
: 36C
RR : 20x/menit
N
: 88x/menit
Status Generalis
: Dalam batas normal
N. Cranialis
:
N. VIII sinistra membaik
N. VI dextra membaik
N. X sinistra membaik
N. XII membaik
Arcus faring
: simetris
Letak uvula
: ada di tengah
R. Meningeal
: (-)
Motorik
: Kekuatan otot
: Eks. Atas 5555/4444
Eks. Bawah 5555/4444
Tonus
: Eks. Atas (N)
Eks. Bawah (N)
Klonus
: TAK
R. Fisiologis
: Eks. Atas
+2 | +2
Eks. Bawah +2 | +2
R. Patologis :
Hoffman-Tromner
: -/ Babinski
: -/ Chaddok
: -/ Schaefer
: -/ Gordon
: -/ Oppenheim
: -/Sensorik

: Eks. Atas

: normoestesi/normoestesi
17

Eks. Bawah : normoestesi/normoestesi


A:
-

Dx. Klinis

: hemiparesis sinistra, parese N. VIII sinistra, N. VI dextra, N. X sinistra

dan N. XII
Dx. Topis
Dx. Etiologi

: tipe sentral hemisfer cerebri dextra


: stroke non hemoragik ad causa hipertensi

P:
Medikamentosa
-

Captopril 12,5 mg
Amlodipine 1x5 mg

18

10 November 2014
S:
Lemah di tubuh sebelah kiri semakin membaik
Sudah bisa berlatih berjalan lebih lancar dari kemarin
Masih merasa sulit untuk tidur
O:

KU
KS

GCS

TTV

: tampak baik
: compos mentis
E4 M 6 V 5
:

: TD : 130/65 mmHg
S
: 36C
RR : 20x/menit
N
: 96x/menit
Status Generalis
: Dalam batas normal
N. Cranialis
:
N. VIII sinistra membaik
N. VI dextra membaik
N. X sinistra membaik
N. XII membaik
Arcus faring
: simetris
Letak uvula
: ada di tengah
R. Meningeal
: (-)
Motorik
: Kekuatan otot
: Eks. Atas 5555/4444
Eks. Bawah 5555/4444
Tonus
: Eks. Atas (N)
Eks. Bawah (N)
Klonus
: TAK
R. Fisiologis
: Eks. Atas
+2 | +2
Eks. Bawah +2 | +2
R. Patologis :
Hoffman-Tromner
: -/ Babinski
: -/ Chaddok
: -/ Schaefer
: -/ Gordon
: -/ Oppenheim
: -/Sensorik

: Eks. Atas

: normoestesi/normoestesi

Eks. Bawah : normoestesi/normoestesi


19

A:
-

Dx. Klinis

: hemiparesis sinistra, parese N. VIII sinistra, N. VI dextra, N. X sinistra

dan N. XII
Dx. Topis
Dx. Etiologi

: tipe sentral hemisfer cerebri dextra


: stroke non hemoragik ad causa hipertensi

P:
Medikamentosa
-

Captopril 12,5 mg
Amlodipine 1x5 mg

20

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stroke Non Hemoragik (Iskemik)
1. Pendahuluan
Stroke adalah salah satu penyakit yang menyebabkan kematian, kecacatan fisik dan
mental. Mempelajari tentang distribudi stroke meliputi insiden, prevalensi, dan hal-hal yang
menjadi perhatian khusus seperti tingkat kematian atau kecacatan yang tinggi dan
mempelajari juga tentang determinan stroke meliputi kondisi predisposisi dan faktor-faktor
risiko.
Stroke merupakan salah satu sindrom neurologi yang merupakan ancaman terbesar
menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Di Amerika stroke menempati urutan ketiga
penyebab kematian setelah peny makit jantung dan kanker. Sedangkan di Indonesiadata nasional
stroke menunjukkan angka kematian tertinggi, yaitu 15,4%.
Dari data studi Framingham yang dilakukan setiap 2 tahun selama 36 tahun pada 5070
pria dan wanita yang tidak berpenyakit cardiovaskuler, berusia 30-62 tahun didapatkan kasus
stroke dan transient ischemic attack (TIA) sebanyak 693 orang.
Dua karakteristik demografik yang dikemukakan adalah usia dan gender. Usia rata-rata
stroke adalah 58,8 tahun kurang lebih 13,3 tahun, dengan kisaran 18-95 tahun. Usia rata-rata
wanita lebih tua dari pada pria 60,4 versus 57,5. Usia dari 45 tahun sebanyak 12,5% dan lebih
dari 65 tahun sebanyak 35,8%. Dari data ini terlihat peningkatan kejadian stroke yang
berkorelasi dengan bertambahnya usia.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, stroke masih merupakan masalah
utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial
ini diperlukan strategi penangulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi,
dan promotif. Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah
menjadi keharusan, terlebih bila melihat angka penderita stroke yang terus meningkat dari tahun
ketahun di Indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat, tepat dan akurat akan
meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun presentasi kasus
mengenai stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi
diIndonesia. Dalam tugas ini penulis akan membahas lebih dalam mengenai stroke iskemik.
2. Definisi
21

Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Sjahrir, 2003)
Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang
disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan
oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).
3. Etiologi dan Faktor Risiko
Faktor risiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan
pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable)
dan bukti yang kuat (well documented or less well documented) (Goldstein, 2006)
1. Non modifiable risk factors:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Berat badan lahir rendah
4. Ras/etnik
5. Genetik
2. Modifiable risk factors:
a. Well-documented and modifiable risk factor
1. Hipertensi
2. Terpapar asap rokok
3. Diabetes
4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition
5. Dislipidemia
6. Stenosis arteri karotis
7. Terapi hormon postmenopouse
8. Poor diet
9. Physical inactivity
10. Obesitas dan distribusi lemak tubuh
b. Less well-documented and modifiable risk factor
1. Sindroma metabolik
2. Alcohol abuse
3. Penggunaan kontrasepsi oral
4. Sleep disordered-breathing
5. Nyeri kepala migren
6. Hiperhomosisteinemia
7. Peningkatan lipoprotein (a)
8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase
9. Hypercoagulability
10. Inflamasi
22

11. Infeksi
4. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan
meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang
diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/meningkatnya harapan hidup. Terdapat
beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara (Ali dkk, 2009;
Morris dkk, 2000).
Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada
perempuan dengan usia 18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan
2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia. (Ali dkk, 2009; carnethon dkk, 2009)
Di antara warga Amerika Indian yang berusia 65-74 tahun, insiden rata-rata/1000
populasi dengan kejadian stroke yang baru dan berulang pertahunnya adalah 6,1% pada laki-laki
dan 6,6% pada perempuan. Rata-rata mortalitas stroke mengalami perubahan dari tahun 1980
hingga 2005. Penurunan mortalitas stroke pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dengan
rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan menurun dari 1,11 menjadi 1,03. Juga dijumpai
penurunan mortalitas stroke pada usia 65 tahun pada laki-laki dibandingkan perempuan.
(National Center for Health Statistics, 2008)
5. Klasifikasi
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi),
stadium dan lokasi (sistem pumbuluh darah) (Misbach, 1999).
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis Serebri
c. Emboli Serebri
2. Stroke hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral
b. Perdarahan Subarakhnoid
II. Berdasarkan stadium
1. TIA
2. Stroke in evolution
3. Completed Stroke
III. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah)
23

1. Tipe Karotis
2. Tipe Vetebrobasiler
IV. Berdasarkan tipe infark (Sjahrir, 2003) :
1. Total Anterior Circulation Infarction
2. Partial Anterior Circulation Infarction
3. Posterior Circulation Infarction
4. Lacunar Infarction
V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti TOAST (Adams, dkk,
1993; Sjahrir, 2003)
1. Aterosklerosis arteri besar (Embolus/ Trombosis)
2. Kardioembolisme (Risiko Tinggi/ Risiko Sedang
3. Oklusi pembuluh darah kecil (Lakunar)
4. Stroke akibat dari penyebab lain yang menetukan
5. Stroke akibat dari penyebab lain yang tak dapat ditentukan:
a. Dua atau lebih penyebab teridentifikasi
b. Tidak ada evaluasi
c. Evaluasi tidak lengkap
6. Patofisiologi
Pada level makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh emboli dari
ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga disebabkan oleh berkurangnya
aliran darah otak. Pada level seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah ke otak dapat
mencetuskan suatu kaskade iskemik, yang akan mengakibatkan kematian sel-sel otak dan infark
otak (Becker, dkk, 2010).
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan
tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu
singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik.
Sel sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsifungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin
ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik
akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah
yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak
berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi,
daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach, 2007) .
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron secara bertahap (Sjahrir, 2003):

24

Tahap 1:
a) Penurunan aliran darah
O2
b) Pengurangan
c) Kegagalan energi
d) Termina; depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a) Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b) Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
7. Diagnosis
Klinis anamnesis dan pemeriksaan fisik-neurologis
System skor untuk membedakan jenis stroke

Skor stroke siriraj=


(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik)
(3x petanda atheroma) 12
Skor>1

: perdarahan supratentorial

Skor -1s/d 1

: perlu CT Scan

Skor 12

: infark serebri

Derajat kesadaran : 0= compos mentis; 1= somnolen; 2=sopor/koma


Vomitus

: 0= tidak ada; 1= ada

Nyeri kepala

: 0= tidak ada; 1= ada

Atheroma

: 0= tidak ada; 1= salah satu atau lebih: diabetes, angina, penyakit

pembuluh darah

CT Scan merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan infark dengan

perdarahan
Sken resonansi magnetic (MRI) lebih sensitive dari CT Scan dalam mendeteksi infark
serebri dini dan infark batang otak

8. Pengobatan
25

Prinsip Penatalaksanaan Stroke Iskemik


Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen activator). Pengobatan
ini hanya boleh diberikan pada stroke iskemik dengan waktu onset < 3 jam dan hasil CT Scan
normal. Obat ini sangat mahal dan hanya dapat dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang
lengkap.
Mencegah perburukan neurologis yang behubungan dengan stroke yang masih
berkembang (jendela terapi sampai dengan 72 jam).
Progresivitas stroke terjadi pada 20-40 % pasien stroke iskemik yang dirawat, dengan
risiko terbesar dalam 24 jam pertama sejak onset gejala. Perburukan klinis dapat disebabkan oleh
salah satu mekanisme berikut ini:
Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark :
Masalah ini umumnya terjadi pada infark luas. Edema otak umumnya mencapai puncaknya
pada hari ke-3 sampai hari ke-5 setelah onset stroke dan jarang menimbulkan masalah dalam
24 jam pertama. Terapi dengan manitol bermanfaat, hindari cairan hipotonik. Steroid tidak
efektif.
Ekstensi teritori infark :
Ini dapat disebabkan oleh trombosis yang progresif dalam sebuah pembuluh darah yang
tersumbat (misalnya infark batang otak yang progresif pada seorang pasien dengan trombosis
arteri basilaris) atau kegagalan difusi distal yang berhubungan dengan stenosis atau oklusi
yang lebih proksimal (misalnya : perluasan infark zona perbatasan internal pada seorang
pasien dengan oklusi arteri karotis interna). Heparin dapat mencegah trombosis yang
progresif dan optimalisasi status volume dan tekanan darah yang dapat menyerupai
kegagalan perfusi.
Konversi hemoragis :
Masalah ini diketahui dari hasil radiologis tetapi jarang menimbulkan gejala klinis. Tiga
faktor risiko utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut. Jangan
memberikan antikoagulan pada pasien dengan risiko tinggi selama 48-72 jam pertama setelah
onset stroke. Bila ada hipertensi berat obati pasien dengan obat antihipertensi.

26

Mencegah stroke berulang dini (dalam 30 hari sejak onset gejala strok).
Sekitar 5 % pasien yang dirawat dengan stroke iskemik mengalami serangan stroke kedua
dalam 30 hari pertama. Resiko ini paling tinggi (lebih besar dari 10%) pada pasien dengan
stenosis karotis yang berat dan kardioemboli serta paling rendah (1 %) pada pasien dengan
infark lakuner. Terapi dini dengan heparin dapat mengurangi risiko stroke berulang dini pada
pasien dengan kardioemboli.

Protokol Penatalaksanaan Strok Iskemik Akut


Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB intravena (dosis maksimum 90 mg). 10%
diberikan bolus intravena dan sisanya diberikan per drips dalam waktu 1 jam jika onset gejala
stroke dapat dipastikan kurang dari 3 jam dan hasil CT Scan otak tidak memperlihatkan infark
dini yang luas.
Pertimbangkan pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau
iskemia miokard. Bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin
0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12
jam.
Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh terlalu cepat
diturunkan.Akibat penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke iskemik akut dapat
memperluas infark dan perburukan neurologis. Aliran darah yang meningkat akibat tekanan
perfusi otak yang meningkat bermanfaat bagi daerah otak yang mendapat perfusi marginal
(Penumbra iskemik). Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark
hemoragik dan memperhebat edema serebri. Oleh sebab itu, pedoman untuk penatalaksanaan
hipertensi pada stroke iskemik akut adalah bila terdapat salah satu hal berikut:
Hipertensi diobati jika terdapat kegawatdaruratan hipertensi non neurologis :
Iskemia miokard akut
Edema paru kardiogenik
Hipertensi maligna (retinopati)
Neuropati hipertensif
27

Diseksi aorta
Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada 3 kali pengukuran selang 15 menit :
Sistolik > 220 mmHg
Distolik > 120 mmHg
Tekanan arteri rata-rata > 140 mmHg
Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik >
180 mmHg dan diastolik > 110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi golongan penyekat alfa beta (labetolol), penghambat
ACE (kaptopril atau sejenisnya) atau antagonis kalsium yang bekerja perifer (nifedipin atau
sejenisnya) penurunan tekanan darah pada stroke iskemik akut hanya boleh maksimal 20 % dari
tekanan darah sebelumnya. Nifedipin sublingual harus diberikan dengan hati-hati dan dengan
pemantauan tekanan darah ketat setiap 15 menit atau dengan alat monitor kontinus sebab dapat
terjadi penurunan tekanan darah secara drastis. Oleh sebab itu, sebaiknya dimulai dengan dosis 5
mg sublingual dan dapat dinaikkan menjadi 10 mg tergantung respons sebelumnya.
Pada tekanan darah yang sulit diturunkan dengan obat diatas atau bila diastolik > 140
mmHg secara persisten maka harus diberikan natrium nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml
dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi
sampai tekanan darah yang diinginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drips 10-20
ug/menit.
Tekanan darah yang rendah pada stroke akut adalah tidak lazim. Bila dijumpai maka
tekanan darah harus dinaikkan dengan dopamine atau dobutamin drips serta mengobati penyebab
yang mendasarinya.
Pertimbangan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau
radiologis adanya infark hemisfer atau serebellum yang massif, kesadaran menurun, gangguan
pernafasan, atau stroke dalam evaluasi.
Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi pada pasien dengan infark
serebellum yang luas.
Pertimbangkan MRI (Magnetic Resonance Imaging) pada pasien dengan stroke
vertebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infark yang tidak nyata pada CT Scan.

28

Pertimbangkan pemberian heparin intravena dimulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit
dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial
mendekati 1,5 kontrol pada kondisi berikut ini :
Kemungkinan besar stroke kardioemboli
Iskemia otak sepintas (TIA) atau infark karena stenosis arteri karotis
Stroke dalam evolusi
Diseksi arteri
Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada pasien dengan infark luas yang berhubungan
dengan efek massa atau konversi/transformasi hemoragik.
Pasien stroke dengan infark miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau
trombus intrakardia harus diberi antikoagulan oral (warfarin) minimal 1 tahun dengan
mempertahankan masa protrombin 1,5-2,5 kali kontrol atau INR 2-3.

Pemeriksaan penunjang neurovaskular diutamakan dengan noninvasive. Pemeriksaan berikut ini


dianjurkan pada pasien infark serebri bila alat tersedia dan biaya terjangkau :
Ekokardiografi untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari jantung. Pada banyak pasien,
ekokardiografi transthorakal sudah memadai. Ekokardiografi transesofageal memberikan
hasil yang lebih mendetail terutama kondisi atrium kiri dan arkus aorta serta lebih sensitif
untuk mendeteksi trombus mural atau vegetasi katup.
Ultrasonografi Doppler karotis diperlukan untuk menyingkirkan stenosis karotis yang
simtomatis serta lebih dari 70 % merupakan indikasi untuk enerterektomi karotis.
Pemeriksaan berikut ini dilakukan selektif pada pasien tertentu :
Ultrasonografi Doppler transkranial dapat dipakai untuk mendiagnosis oklusi atau stenosis
arteri intrakranial besar. Gelombang intrakranial yang abnormal dan pola aliran kolateral
dapat juga dipakai untuk menentukan apakah suatu stenosis pada leher menimbulkan
gangguan hemodinamik yang bermakna.
Angiografi resonansi magnetik dapat dipakai untuk mendiagnosis stenosis atau oklusi arteri
ekstrakranial atau intrakranial.
Pemantauan Holter dapat dipakai untuk mendeteksi fibrilasi atrium intermitten.
29

Pertimbangkan pemeriksaan darah berikut ini pada kasus-kasus penyebab stroke yang tidak
lazim, terutama pada usia muda :

Kultur darah jika dicurigai endokarditis..


Pemeriksaan prokoagulan : aktivitas protein C, aktivitas protein S, aktivitas antitrombin III,
antikoagulan lupus, antibody antikardiolipin.
Pemeriksaan untuk vaskulitis : antibody antinuklear (ANA), factor rheumatoid, regain
plasma cepat (RPR), serologi virus hepatitis, laju endap darah, elektroforesis protein serum,
krioglobulin, dan serologi virus herpes simpleks.
Profil koagulasi untuk menyingkirkan koagulasi intravaskular disseminata (DIC).
Beta gonadotropin khorionik manusia (b-HCG) untuk menyingkirkan kehamilan pada wanita
muda dengan stroke.

Terapi Medik Stroke Iskemik


Pada stroke iskemik didapatkan gangguan pemasokan darah ke sebagian jaringan otak.
Ini disebabkan karena aliran darah berkurang atau berhenti. Bila gangguan cukup berat, akan ada
sel saraf yang mati. Disamping sel yang mati didapatkan pula sel otak yang sekarat.
Sel yang sudah mati tidak dapat ditolong lagi. Yang kita lakukan ialah usaha agar sel
yang sekarat jangan sampai mati. Setelah terjadi iskemia, di otak terjadi berbagai macam reaksi
lanjutan, misalnya pembentukan edema (sembab) di sebagian otak, perubahan susunan
neurotransmitter, perubahan vaskularisasi regional, perubahan tingkat metabolisme.
Tujuan terapi ialah agar reaksi lanjutan ini jangan sampai merugikan penderita. Kita
berusaha agar sel otak yang belum mati tetap berada dalam keadaan gawat, jangan sampai
menjadi mati. Diupayakan agar aliran darah di daerah yang iskemik dapat dipulihkan kembali.
Demikian juga metabolismenya.
Banyak macam tindakan serta macam obat yang telah diselidiki, namun banyak yang
hasilnya belum meyakinkan, masih kontroversial. Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut.

30

Perlu disadari bahwa untuk meneliti khasiat terapi pada stroke bukanlah hal yang mudah.
Antara lain disebabkan karena perjalanan penyakit stroke beragam, penyebab dan faktor
resikonya juga bermacam-macam. Demikian juga daerah yang mengalami iskemia serta beratnya
iskemia berbeda-beda. Semua hal ini ikut mempengaruhi perjalanan penyakit. Hal ini
menyulitkan peneliti untuk memastikan apakah terapi yang diberikan ada manfaatnya.
Sekiranya terjadi perbaikan, sulit memastikan apakah perbaikan tersebut diakibatkan oleh
obat atau tindakan yang diberikan. Mungkin saja perbaikan tersebut akan terjadi tanpa terapi
yang diberikan. Untuk memastikan hal yang demikian dibutuhkan penelitian terhadap sangat
banyak jumlah pasien. Mencapai ratusan jumlahnya, hal yang sulit dilakukan dengan mengingat
fasilitas yang tersedia.
Berikut ini beberapa macam obat yang digunakan pada stroke iskemik :
Obat untuk sembab otak (edema otak)
Pada fase akut stroke dapat terjadi edema di otak. Bila edema ini berat akan mengganggu
sirkulasi darah di otak dan dapat juga mengakibatkan herniasi (peranjakan) jaringan otak.
Herniasi ini dapat mengakibatkan keadaan lebih buruk atau dapat juga menyebabkan
kematian.
Obat antiedema otak ialah cairan hiperosmolar (misalnya larutan Manitol 20%; larutan
gliserol 10%). Membatasi jumlah cairan yang diberikan juga membantu mencegah
bertambahnya edema di otak. Obat dexametasone, suatu kortikosteroid, dapat pula
digunakan.
Obat antiagregasi trombosit
Ada obat yang dapat mencegah menggumpalnya trombosit darah dan dengan demikian
mencegah terbentuknya thrombus (gumpalan darah) yang dapat menyumbat pembuluh darah.
Obat demikian dapat digunakan pada stroke iskemik, misalnya pada TIA. Obat yang banyak
digunakan ialah asetosal (Aspirin). Dosis asetosal berkisar dari 40 mg sehari sampai 1,3 gram
sehari. Akhir-akhir ini juga digunakan obat tiklopidin untuk maksud yang sama, dengan dosis
2 x 250 mg atau Klopidogrel dengan dosis 1 x 75 mg sehari. Pada TIA, untuk mencegah
kambuhnya, atau untuk mencegah terjadinya stroke yang lebih berat, lama pengobatan
dengan antiagregasi berlangsung 1 2 tahun atau lebih.

31

Antikoagulansia
Antikoagulansia mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi thrombus.
Antikoagulansia masih sering digunakan pada penderita stroke dengan kelainan jantung yang
dapat menimbulkan embolus. Obat yang digunakan ialah heparin, kumarin, sintrom.
Obat Trombolitik (obat yang dapat menghancurkan thrombus)
Terapi trombolitik pada stroke iskemik didasari anggapan bahwa bila sumbatan oleh
thrombus dapat segera dihilangkan atau dikurangi (rekanalisasi), maka sel-sel neuron yang
sekarat dapat ditolong.
Penelitian yang cukup besar, yang membuktikan efektivitas penggunaan rt-PA pada stroke
iskemik, ialah penelitian HINDS, yang melibatkan 624 penderita dan pengobatan dimulai
dalam kurun waktu 3 jam setelah mulainya stroke. Terjadinya perdarahan sebagai akibat
pengobatan ini cukup tinggi (6,4 % dibanding 0,6% pada kelompok tanpa trombolitik
(plasebo). Namun demikian, pasien yang dapat pergi pulang ke rumah lebih banyak pada
kelompok yang mendapat rt-PA, yaitu 48% dibanding 36% pada plasebo. Terapi trombolitik
pada stroke iskemik merupakan terapi yang poten, dan cukup berbahaya bila tidak dilakukan
dengan seksama.
Obat atau tindakan lain
Berbagai obat dan tindakan telah diteliti dan dilaporkan di kepustakaan dengan tujuan
memperbaiki atau mengoptimalisasi keadaan otak, metabolisme dan sirkulasinya. Hasilnya
masih kontroversial dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Obat-obat ini misalnya : kodergokrin mesilat (Hydergin), nimodipin (Nimotop), pentoksifilin
(Trental), sitikolin (Nicholin).

Tindakan yang perlu penelitian lebih lanjut ialah : hemodilusi (mengencerkan darah). Hal ini
dilakukan bila darah kental pada fase akut stroke. Bila darah kental, misalnya hematokrit lebih
dari 44 50 %, maka darah dikeluarkan sebanyak 250 cc, diganti dengan larutan dekstran 40
atau larutan lainnya. Bila masih kental juga, dapat dikeluarkan lagi 250 cc keesokan harinya.

32

Outcome Stroke
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairements,
disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan sebagai berikut (Caplan, 2000):
1. Impairments: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan anatomis yang
disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk
menetapkan kelainan ini.
2. Disabilitas: merupakan setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat sesuatu yang
seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat
3. Handicapas : merupakan halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke untuk
berperan sebagai manusia normal akibat impairment dan disabilitas.
Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel index dan Modified Rankin Scale umumnya
digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan. (Shulter dkk, 1999).
Dalam uji klinik Barthel index (BI) dan Modified Rankin Scale merupakan skala yang
sering digunakan untuk menilai outcome dan merupakan pengukuran yang dapat dipercaya yang
memeberikan penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah stroke (Shulter
dkk, 1999)
Barthel index telah dikembangkan sejak tahun 1965, dan kemudian dimodifikasi oleh
Grager dkk sebagai suatu teknik yang menilai pengukuran performasi pasien dalam 10 aktifitas
hidup sehari-hari yang dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu (Shulter dkk, 1999):
- Kategori yang berhubungan dengan self care antara lain:makan, membersihakan diri, mandi,
berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air kecil, penggunaan toilet.
- Kategori yang berhubungan dengan morbiditas antara lain : berjalan, berpindah dan menaiki
tangga.
Skor maksimum dari BI ini adalah 100, yang menunjukkan bahwa fungsi fisik pasien
benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0 yang menunujukkan ketergantungan total
(Masur dkk, 2003).
Skala mRS lebih mengukur performasi aktiifitas spesifik, dalam hal ini mental demikian
juga adaptasi fisik digabungkan dengan defisit neurologi. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu 0
yang berarti tidak ada gejala, 5 yang berarti cacat/ketidakmampuan yang berat dan 6 yang berarti

33

kematian. Skala ini lebih sensitif untuk penilaian pada penderita dengan disabilitas ringan dan
sedang (Masur dkk, 2003; Weimar dkk, 2002)
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) merupakan pengukuran kuantitatif
defisit neurologis berkaitan dengan stroke yang dapat memprediksi outcomestroke jangka
panjang, terdiri dari 12 item pertanyaan (tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon
terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia,
sensori, bahasa, disartria, dan ektensi/inattentian). Ada 3 rentang skor NIHSS yang secara
signifikan berhubungan dengan perawatan pasien stroke yaitu; skor 5 pasien berarti pasien
dapat keluar dari rumah sakit, skor 6-13; pasien memerlukan rehabilitasi dan > 13 memerlukan
fasilitas perawatan yang lama (meyer dkk, 2002; Schelegel dkk, 2003).

34

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Stroke Non Hemoragik
Teori

Kondisi Pasien

Anamnesis
Onset: terjadi perlahan (jam atau hari)
Onset: terjadi perlahan
Etiologi: seringkali akibat hipertensi
Etiologi: hipertensi
Faktor risiko:
Faktor risiko:
1. Hipertensi
1. Hipertensi
2. Terpapar asap rokok
2. Terpapar asap rokok
3. Diabetes
3. Kurang olahraga
4. Atrial fibrillation and certain other
cardiac condition
5. Dislipidemia
6. Stenosis arteri karotis
7. Terapi hormon postmenopouse
8. Poor diet
9. Physical inactivity
10. Obesitas dan distribusi lemak tubuh
Gejala klinis:
Penurunan kesadaran
Kaku kuduk (-)
Sering terjadi gangguan bicara
Hemiparesis sering dari awal
Kelumpuhan terjadi saat istirahat atau

Gejala klinis:
Kaku kuduk (-)
Sering terjadi gangguan bicara
Hemiparesis sering dari awal
Kelumpuhan terjadi saat istirahat atau

pasien tidak melakukan aktivitas


Nyeri kepala biasanya ringan/sangat

pasien tidak melakukan aktivitas


Nyeri kepala biasanya ringan/sangat

ringan
Tidak ditemukan adanya kejang atau

ringan
Tidak ditemukan adanya kejang atau
muntah saat serangan

muntah saat serangan


Penurunan Kekuatan Motorik

Penurunan Sensorik

Pemeriksaan Fisik
Hemiparesis sinistra ekstremitas atas dan
bawah
- Motorik atas 5555/4444
- Motorik bawah 5555/4444
Terkadang kesemutan.

35

DAFTAR PUSTAKA
1. Maharmarjuna, DR. Prof ; Neurologi Klinik Dasar.
2. Kapita Selekta Kedokteran Bagian llmu Penyakit Saraf : Media Aesculapius; Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 2000.
3. Prof. DR.dr. S.M. Lumbantobing : Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

36

Das könnte Ihnen auch gefallen