Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang
sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen.
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Akut
abdomen dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi
dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan
dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan
perforasi saluran cerna atau perdarahan (Evers, 2004).
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi
intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi intestinal
terjadi ketika lumen usus konstriksi atau terdapat sumbatan. Kondisi ini harus
dibedakan dengan ileus paralitik, dimana terjadi gerakan propulsif yang
menurun tanpa adanya sumbatan di lumen intestinal (Thompson, 2005).
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen
usus atau oleh adanya gangguan peristaltik. Obstruksi intestinal atau disebut
juga ileus obstruktif (obstruksi mekanik) dapat disebabkan oleh strangulasi,
invaginasi atau adanya sumbatan dalam lumen usus. Obstruksi usus merupakan
gangguan peristaltik baik di usus halus maupun di kolon. Obstruksi mekanik
dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus
maupun di dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial
atau total. Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat
adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru mengenai usus halus.
Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnosa
dini dan tindakan bedah darurat (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al,
ditemukan 60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata rata berumur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus
sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut
menyebabkan pasase lumen usus terganggu (Ullah et al., 2009).
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi
intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal
ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total
dari usus besar dan usus halus (Thompson, 2005).
B.
Anatomi
Usus halus berbentuk tubuler, dengan prakiraan panjang sekitar 6 meter
pada orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum,
dan ileum. Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal, terletak
retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus pankreas.
Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh
batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan
bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterikum. Tak ada batas anatomi yang
jelas untuk membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari
jejunoileal diyakini sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum
berbatasan dengan sekum di katup ileosekal (Whang et al., 2005)
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau
valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga
terlihat secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus
dan kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus
daripada bagian distal. Hal lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan
bagian proksimal dan distal usus halus ialah sirkumferensial yang lebih besar,
dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta
yang lebih panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan
adanya folikel limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai
Peyer Patches. (Whang et al., 2005)
Duodenum
yang
sebagian
atasnya
diperdarahi
oleh
A.
separuh
bawah
Duodenum
diperdarahi
oleh
A.
Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi
tak dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi.
Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga
mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik
dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik
dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi
intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari
seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari
satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi. (Thompson, 2005)
Massa
Inflamasi
- Anomali organ atau
- Divertikulitis
pembuluh darah
- Drug-induced
- Organomegali
- Infeksi
- Akumulasi Cairan
- Coli ulcer
- Neoplasma
Post Operatif
Volvulus
Neoplasma
- Tumor Jinak
- Karsinoma
- Karsinoid
- Limpoma
- Sarcoma
Trauma
- Intramural
Hematom
D.
Patofisiologi
Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster,
intestinal dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun
aliran cairan menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini
akan diabsorbsi di intestinal bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi
akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal daerah obstruksi disebabkan
karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal proksimal daerah
obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah distal dari obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam
beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang
terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah
intestinal segera setelah terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi,
yang akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk
menurunkan kepekaan vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator
vasoaktif. Pengguyuran cairan intravena juga meningkatkan volume cairan
intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme
absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif
vena, edema intralumen, dan iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.
Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme
bakteri. Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan
Karbon Dioksida (8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya
karbon dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari
lumen.
Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik
dengan cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut:
terjadinya hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat
akhir terjadi ileus. Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif.
Obstruksi mekanik yang berkepanjangan menyebabkan penurunan dari
10
intralumen
meningkat
sekitar
20
cmH 2O,
sehingga
11
12
kebocoran kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan serta thrombosis
dari arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa
jam setelah strangulasi. Hal ini menyebabkan produksi toksin intralumen dan
dapat merangsang pelepasan mediator vasoaktif seperti prostaglandin.
Mukosa dari intestinal lebih peka terhadap iskemia dan beberapa faktor
tampaknya memainkan peranan penting untuk mendukung terjadinya iskemia,
termasuk hipoksia, protease pankreas dan radikal bebas. Mukosa pada
intestinal lebih peka terhadap terjadinya iskemia dibandingkan mukosa pada
kolon. Saat terjadi nekrosis mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan segera
berpindah tempat dari dinding intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe
pada mesenterikum, dan sirkulasi sistemik. Hal ini menggiring pada
terjadinya iskemia, sepsis, perforasi frank yang dapat disertai dengan
peritonitis dan kematian akibat syok sepsis. Gut iskemia dan terjadinya
reperfusion juga mendukung terjadinya gagal organ, seperti paru.
13
14
Tabel 2.3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar
(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)
E.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga
kelompok (Yates, 2004) :
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat &
Jong, 2005) :
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya
penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang
disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua
tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif
dibagi dua (Ullah et al., 2009):
15
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
duodenum, jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.
F.
Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan
obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri
khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta
yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi.
Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada
bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga
menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah
terjadi strangulasi dan infark. (Whang et al., 2005)
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang
akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi
bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan
peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume
intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin
didapatkan leukositosis ringan.
16
dan
asidosis. Level
serum dari
amylase,
lipase, lactate
17
G.
Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu
harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah
dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004).
Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus,
sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar
suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan
pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan darm
contour (gambaran kontur usus) maupun darm steifung (gambaran
gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat
serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus
obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.
18
19
pada bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai
ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan
perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat
ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita
juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif
usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada
sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab
ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus (Sjamsuhidajat & Jong,
2005).
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik
dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara
obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan
strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat
operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen
lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat
membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang
teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat
adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami
obstruksi intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea
Nitrogen, kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana
tidak akan menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan
ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi intestinal yang
sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat mendeteksi
adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks
20
21
Osbtruksi Mekanik
Present
proximal
to
obstruction
Gas in small intestine
Large bowel shape loops;
stepladder pattern
gas ini colon
Absent or diminished
Thickened bowel wall
Present if chronic or
strangulation
Intraabdominal fluid
Rare
Diapraghm
Slightly elevated; normal
motion
Gastrointestinal contrast Rapid progression to point
media
of obstruction
Ileus
Prominent throughout
Gas present diffusely;
moveable
Increase throughout
Present with inflamation
Often present
Elevated; decrease motion
Slow progression to colon
22
Gambar 2.7 Multipel air fluid level dan string of pearls sign (Nobie, 2009)
23
24
25
26
27
28
Diagnosis Banding
1.
2.
3.
4.
5.
29
Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian
cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus
di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus
ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit
serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai
kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas
dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal. (Evers, 2004)
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting
untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini
bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi
pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen.
Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan
resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif
dilaporkan sebesar 60 85% pada obstruksi parsial. (Evers, 2004)
Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan
terapi operatif. Pendekatan non operatif pada beberapa pasien dengan
obstruksi intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan
tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh
tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau leukositosis.
Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakulkan dengan berbagai
resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan
penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan
menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan
30
31
Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).
K.
Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan
operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan
atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan
mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan
tindakan dilakukan dengan cepat (Nobie, 2009).
32
BAB III
KESIMPULAN
Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Ileus obstruksi pada usus halus dapat disebabkan
oleh adhesi, hernia inkarserata, askariasis, invaginasi, volvulus, kelainan kongenital,
radang kronik, neoplasma, benda asing. Sedangkan ileus obstruksi pada kolon dapat
disebabkan oleh karsinoma, volvulus, divertikulum meckel, intsusuepsi, penyakit
Hirchsprung.
Gejala umum yang timbul ialah syok, oligouri, gangguan elektrolit.
Selanjutnya gejala dari ileus obstruksi ialah nyeri kolik abdomen, mual, muntah, tidak
dapat buang air besar, tidak dapat flatus, perut kembung (distensi). Pada pemeriksaan
fisik, terutama abdomen, terlihat distensi abdomen, terdapat darm contour, darmn
steifung, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik dengan nada tinggi (metalic
sound) yang jika obstruksi terus berlanjut, bising usus akan melemah dan
menghilang. Pada pemeriksaaa radiologi, yaitu foto polos abdomen 3 posisi,
didapatkan gambaran herring bone appearance, air fluid level yag membentuk
kaskade yang disebut juga step ladder pattern. Bila terjadi perforasi usus, dapat
ditemukan adanya free air sickle di bawah diafragma kanan.
Terapi pada ileus obstruksi meliputi tindakan konservatif yaitu resusitasi
cairan dengan cairan intravena dan monitoring melalui urin, dekompresi dengan
menggunakan NGT, pemberian antibiotik broadspectrum dan tindakan operatif yang
biasanya sering dilakukan.
33
DAFTAR PUSTAKA
Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs.
studentBMJ April 2002;10:102-3
Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th,
2011,
Available
at:
http://www.mr-tip.com/serv1.php?
type=img&img=Pregnancy%20and%20Small%20Bowel%20Obstruction
Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.).
(D. Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC
Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed.,
pp. 1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI
Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen. Retrieved
June
6th,
2011,
Available
at:
http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/msuc
meaa.html
Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th,
2011, Available at emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962overview
Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D,
Giannopoulos P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical
presentation, etiology, management and outcome. World Journal of
gastroenterology.
January
2007
21;13(3):432-437.
Available
from:URL:http://www.wjgnet.com
Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved July 16, 2010, Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th,
2011, from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140overview
Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price,
L. McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC
34
35