Sie sind auf Seite 1von 7

1

KAJIAN HAK ADAT MASYARAKAT DAYAK TERHADAP PENGELOAAN HUTAN


DI KABUPATEN KAPUAS PROVINSI KALIMANATAN TENGAH
Oleh:
Herwin Joni , Renhart Jemi ,Johansyah , Hendra Toni1), Yusuf Aguswan1), Antonius Triyadi1) ,
1)

2)

1)

1). Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Palangaka Raya.


2) Teknologi Hasil Hutan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya

Disampaikan pada Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XVII
Garuda Plaza Hotel, Medan Sumatera Utara, 11 November 2014.
Author coresponden: renhartjemi@yahoo.com
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hak-hak adat, dan kearifan lokal masyarakat Dayak
terhadap pengelolaan hutan. Wilayah yang dikaji masyarakat adat Dayak di desa Lahei dan Hubang Raya
Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimanatan Tengah. Metode pengumpulan data secara wawancara dengan
masyarkat adat, obeservasi kelapangan serta memetakanya. Hasil kajian menunjukan bahwa hak-hak adat
yang berhubungan dengan pengeloaan hutan yaitu Petak bahu, Tajahan, Sepan, Kaleka dan Tatas.
Instrumen adat berupa: Pasah patahu, Sapundu Sandung dan Kuburan tua. Keraifan lokal yang
berhubungan dengan pengelolaan hutan yaitu: Malan satiar, Mandum, Mengan, Manugal, Mebawau,
Mite patendu, Membagi eka malan, Sahelo bara mandirik, Maneweng, Manyangar dan Hinting Pali
yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Lokasi hak adat tersebut digambarkan dalam bentuk peta.
Masyarakat Dayak didesa tersebut sangat berinteraksi erat dengan hutanya, ditunjukan dengan keberdaan
hutan di kedua desa tersebut tersebut terjaga dan lestari serta dapat memenuhi kehiudpan masyarakat
desa.
Kata Kunci: Petak bahu, Pahewan, Sepan, Kaleka, Sandung
PENDAHULUAN
Pengelolaan hutan di Indonesia sampai saat ini belum menunjukan kejelasan tentang hak
kepemilikan (property right) atas lahan hutan. Hal ini telah menimbulkan implikasi yang kompleks. Di
berbagai tempat terjadi persoalan saling klaim terhadap lahan hutan yang sama; konflik antara masyarakat
dengan perusahaan, bahkan konflik antar etnis pun dapat dipicu oleh persoalan hak-hak atas hutan.
Property right merupakan persoalan yang sangat penting sehubungan dengan performansi (keadilan,
efisiensi, keberlanjutan) pengelolaan sumberdaya alam, termasuk sumberdaya hutan. Property rights
sebenarnya bukan hanya menunjuk pada hubungan orang dengan barang atau benda, melainkan lebih
menunjuk pada hubungan orang dengan orang lain. Hubungan tersebut ada aturan main yang disepakati
bersama, baik sebagai kebiasaan, konvensi atau undang-undang.
Fakta yang ada, membuktikan bahwa saling klaim terhadap lahan hutan antara pengusaha
HPH/IUPHHK/HTI sebagai mitra pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya hutan, perusahaan
pertambangan sebagai pemegang Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dalam penggunaan kawasan
hutan dengan masyarakat sudah berlangsung lama. Konflik kepemilikan lahan ini terjadi hampir di setiap
areal HPH/IUPHHK/HTI dan IPPKH di Indonesia termasuk di Desa Humbang Raya dan Lahei,
Kecamatan Mantangai Kabupaten Kapuas, Desa Jabiran Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten Pulang
Pisau, serta KelurahanPetuk Barunai Kecamatan Rakumpit, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan
Tengah. Kondisi seperti ini mengakibatkan ketidak pastian dalam mengusahakan sumber daya hutan dan
penggunaan kawasan hutan.

2
Konflik lahan di kawasan hutan antara pengusaha HPH/IUPHHK dan IPPKH dengan masyarakat
terjadi karena disatu sisi, pemilikan/hak penguasaan kawasan hutan oleh masyarakat lokal mengacu pada
hukum adat yang didasarkan pada aspek historis-kultural dan fakta-fakta di lapangan, sedangkan pihak
perusahaan pemegang HPH/IUPHHK dan IPPKH mendasarkan hak penguasaan kawasan hutan yang
dikelolanya padaaturan hukum formal/legal. Kedua belah pihak bersikeras bahwa masing-masing dasar
hukumyang diacu memiliki legalitas yang paling kuat. Selain itu Konflik tersebut juga terjadi karena para
pihak dalam pengelolaan hutan dan pengguna kawasan hutan ingin memperoleh manfaat jangka pendek
berupa keuntungan yang maksimal tanpa memperhatikan aspek hukum dan kelestarian sumberdaya hutan
itu sendiri.
Masalah hak adat masyarakat adat saat ini merupakan suatu hal yang bukan saja menjadi
permasalahan internal negara, tetapi juga merupakan permasalahan dunia internasional. Ada beberapa hal
mendasar yang berkaitan dengan hak adat masyarakat adat sebagai isu global, diantaranya: a). Hak adat
masyarakat adat selalu berhubungan dengan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya akan menjadi
obyek dari suatu kegiatan investasi. b). Hal ulayat selalu berhubungan denganeksistensi kehidupan suatu
masyarakat adattertentu. c). Adanya perkembangan terhadap pengakuanhak asasi manusia yang semula
hanyaberorientasi kepada hak-hak individualkepada hak-hak yang bersifat kolektif,sehingga hak ulayat
masyarakat adatkemudian menjadi sasaran perlindungan dan penegakan hak asasi manusia.
Khusus bagi Indonesia, pengakuan negara atas perlindungan hak adat dari masyarakat adat akan
memberikan kesempatan kepada tumbuh dan berkembangnya hak adat yang secara nyata ada,
berkembangdan diakui hampir di sebagian besar masyarakat Indonesia yang terdiri dari kesatuankesatuan masyarakat adat, walaupun dengan nama yangberbeda-beda. Masyarakat di Desa Humbang
Raya dan Lahei, Kecamatan Mantangai Kabupaten Kapuas, serta Kelurahan Petuk Barunai Kecamatan
Rakumpit, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah memilik budaya dan adatisti adat sejak
dahulu kala dan masyarakat ini telah hidup dalam kesatuan masyarakat hukum adat yang mempunyai hakhak adat atas sumber daya alam terutama di kawasan hutan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 41Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya pasal 5
menyatakan bahwa hutan berdasarkan statusnya terdiri dari hutan negara dan hutan hak, sedangkan hutan
adat berada dalam yuridiksi hutan negara. Selanjutnya disebutkan bahwa pemanfaatan hutan adat hanya
dapat dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang menurut kenyataannya masih ada dan diakui
keberadaannya, yaitu masyarakat hukum adat yang memenuhi unsur/kriteria sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 41 Tahun1999 pasal 67 ayat 1 dan penjelasannya. Pada sisi lain, kenyataan
bahwa negara ini pernah dan masih mengakui tentang keberadaan masyarakat adat dapat dilihat dalam
pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dan beberapa dokumen negara lainnya. Tuntutan masyarakat adat
agar hak-hak mereka dan sistem pengelolaan sumber daya alam (hutan) yang telah mereka kembangkan
diakui, dihormati dan dikembangkan harus dipandang secara positif sebagai suatu alternatif
Selain itu dalam proses pembukaan lahan terkait perijinan Pinjam Pakai Penggunaan Kawasan
Hutan seringkali juga terjadi konflik dengan masyarakat yang ada di lokasi kegiatan terkait dengan hakhak masyakat adat terhadap lahan, yang berpotensi dapat menghambat pelaksanaan kegiatan. Sehubungan
dengan hal-hal tersebut di atas dan menyingkapi permasalahan konflik lahan yang sering terjadi maka
diperlukan Studi hak ulayat masyarakat adat Dayak terkait dengan penggunaan kawasan hutan di wilayah
kegiatan eksplorasi di Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hak-hak adat masyarakat Dayak di wilayah Desa
Humbang Raya dan Lahei, Kecamatan Mantangai Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
Manfaat penelitian ini untuk mendapatkan informasi terkait hak-hak adat dan hak ulayat masyarakat
METODE PENELITIAN
Lokasi kajian meliputi: Desa Humbang Raya dan Desa Lahei, Kecamatan Mantangai, Kabupaten
Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Data primer diperoleh dari wawancara dengan tokoh adat, tokoh
masyarakat. Data primera diperoleh dari sumber di lapangan secara langsung melalui penelitian. Teknik
pengumpulan data primer dilakukan dengan cara: a) observasi kelapangan langsung. b). Wawancara

3
untuk mendapatkan informasi langsung. Respondennya tokoh adat, tokoh agama, tokoh agama, tokoh
masyarakat, tokoh pemuda dan pemerintah desa. Data sekunder berupa reprensi terkait yang berhubungan
dengan penelitian. Selanjutnya letak instrumen adat di petakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil wawancara dan obeservasi lapangan bahwa diperoleh instrumen dan hak-hak
adat masyarakat Dayak di Desa Humbang Raya dan Desa Lahei Kecamatan Mantangai Kabupaten
Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, sebagai berikut yang ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Instrumen adat dan hak adat yang berada di desa Lahei dan desa Hubang Raya
No. Instrumen adat
Hak adat
Terletak
1.
Pasah Patahu
Berhajat bagi penjaga desa.
Desa Hubang Raya
Desa Lahei
2
Sandung Munduk
Tempat meletakan tulang leluhur
Desa Lahei
3
Tajahan Darung Bawan
Tempat berahajat yang berada pada Tepi Sungai Mangkutup
Tajahan Bukit Bagantung hutan keramat, hutan sumber kehidupan Desa Lahei
Tajahan Tawa
Tajahan Kahui
4.
Sepan Pahewan Darung Telaga yang mengadunga air mineral
Tepi Sungai Mangkutup
Bawan
dan tempat minum satwa
Desa Lahei, dekat
Tajahan Darung Bawan
5.
Petak Bahu
Bekas ladang yang baru mengalami
Desa Lahei
suksesi
Desa Hubang Raya
6.
Kaleka Darung bawan
Bekas ladang tua dan menjadi hutan,
Desa Lahei
awal pemukiman
Kearifan lokal yang berhubgan dengan pengelolaan hutan oleh masyarakat Dayak di Desa Hubang Raya
dan Desa Lahei Kecamatan Mantangai Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, sebagai berikut
yang ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kearifan Lokal Dayak Ngaju di Kelurahan Petuk Barunai, Desa Lahei dan Desa Humbang Raya
Aktifitas
Tujuan

Pelaksana

Sebaran Kegiatan Ritual


Manyanggar
Hinting Pali
Mapas Lewu
Handep hapakat

Malan manana

Mandup
Mengan

Meminta ijin kepada Tuhan Yang Maha Esa


dalam membuka lahan dan hutan
Mencari jalan damai antara kedua belah
yang bersengketa
Berdamai dengan sang pencipta
Bekerjasama sejak menbas, membakar,
menanaman, hingga memanen merupakan
rangkaian kearifan yang ditoreh dalam
kebersamaan dan semangat cinta kasih.
Membuka hutan untuk lahan pertanian tidak
menetap. Dengan pola gilir balik. Para
peladang suka memanfaatkan Jekau (hutan
sekunder) dari pada empak (hutan primer)
Berburu binatang dihutan menggunakan
ajing pemburu
Berburu binatang dihutan menggunakan

Mantir Adat
Mantir Adat
Mantir Adat
Masyarakat

Masyarakat

Masyarakat
Masyarakat

Mamisi

Pati Pamali

alat berburu seperti senapan


Memancing ikan dengan alat pancing yang
sederhna
Hukum adat yang berupa denda adat berupa
pengatian kerugian dan lebih berat biasanya
sampai hukum sosial yaitu rasa malu yang
harus ditanggung oleh pelaku jika merusak
kebun atau ladang orang lain

Masyarakat

Mantir adat

Gambat 1. Istrumen adat dan hak adat di Desa Lahei


Letak istrumen hak-hak adat masyarakat Dayak di Dresa Lahei dan Desa Humbang Raya
dapat ditampilakn pada Gambar 1 dan 2. Pasah Patahu yang berada di Desa Lahei, posisinya
persis di di tengah Desa Lahei. Dimana fungsinya tempat memberikan persembahan kepada
penjaga desa. Dimana ukurnya 1,52 meter, berbentuk rumah kecil serta adanya hejan (tangga
manaiki rumah kecil. Didalamnya ada beberapa batu yang dikeramatkan. Setiap tahun
dilaksanakan acara mamapas lewu dan di Patahu diletakan berupa makan, minuman, rokok dan
sirih pinang. Keberadaan sandung yang menunjukan bahwa suatu keluarga besar telah melaksanakan
upacara besar yaitu Tiwah. Dari segi sosial, upacara Tiwah dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu
pertama, sistem kekerabatan yang terdiri dari gotong royong, kerjasama, partisipasi serta organisasi adat,
dan kedua sistem stratifikasi sosial, yang terdiri dari tingkatan kekayaan dan kekuatan ekonomi, tingkat
pendidikan, dan tingkat status sosial (Dey et al. 2012). Petak Bahu merupakan bekas ladang yang

berubah pola tanamnya menjadi agroforestry. Lahan tersebut ditanami dengan durian, cempedak,
karet dan rotan dan tumbuh bersama dengan hutan alam yang mengalmi proses suksesi. (Usop et
al. 2008). Dimana sistim pengolahanya sistim tebas, tebang, bakar dan baru kemudian ditanam.
Tajahan Tajahan merupakan suatu lokasi yang dikeramatkan oleh Suku Dayak
khususnya yang beragama Kaharingan. Dilokasi Tajahan didirikan rumah berukuran kecil

sebagai tempat untuk menaruh sesajen sebagai tanda persembahan kepada roh-roh halus yang
bersemayam di hutan. Rumah kecil tersebut biasanya disertai dengan beberapa patung kecil yang
merupakan simbol atau replika dari anggota keluarga yang sudah meninggal dan roh orang
meninggal tersebut diyakini berdiam dalam patung-patung kecil tersebut sehingga tidak
mengganggu anggota keluarga yang masih hidup. Lokasi Tajahan biasanya pada kawasan hutan yang
masih lebat dan terkesan angker dan sebab itu biasanya pada lokasi tempat tersebutdilarang melakukan
aktivitas manusia seperti menebang hutan, berburu dan lain-lainnya. Konsep Tajahan sangat relevan
dengan kegiatan upaya konservasi hutan karena didalamnya terdapat aspek perlindungan dan pengawetan
keanekaragaman hayati (Alue 2010). Disamping itu masyarakat dapat memanfaatkan hutan tersebut
sebagai sumber makanan seperti tersedianya sayuran umbut, pakis, jamur, madu dan hewan buruan

(babi hutan rusa, kijang ), sumber obat-obatan. Dimana pemanfatannya tidak secara habis, dan
dipergunakan seperlu untuk memenuhi kebutuhan sehari. Bila berlebihan atau merusak hutan
tersebut maka seseorang akan kena pali (tulah) menurut Mahing (65 tahun) merupakan Mantir
adat Desa Lahei

Gamba 2 Istrumen adat dan hak adat di Desa Hubang Raya


Kaleka Darung Bawan oleh masyarakat desa Lahei. Tanah kaleka,adalah merupakan area bekas
pemukiman yang disetujui secara bersama oleh para penghuninya untuk ditinggalkan pindah ketempat
lain yang lebih baik, aman dan subur. Atas tanah kaleka ini, tidak diperkenankan untuk digarap atau
dialihkan untuk penggunaan lainnya, karena area bekas permukiman adalah tempat yang sangat sakral,
karena disitulah tempat darah manusia tertumpah pada saat dilahirkan dan disitulah tempat mereka
dikuburkan dan di Tiwah yang dapat dilihat dari adanya bekas rumah betang, sandung dan berbagai
peninggalan peradaban manusia yang hidup dan menetap pada lokasi tersebut (Riwut 2003, Dohong
2010, Nasir 2012, Rahu et al. (2013; 2014)). Kaleka Darung Bawan banyak ditumbuhi vegetasi hutan
kerangas yang merupakan wilayah konservasi yang terjaga dengan adanya kerafian lokal ini. Wilayah
tersebut diakui keberadaannya oleh masyarakat adat karena keberdaanya sebagai tetap berhajat atau

6
mengucup syukur kepada Ranying Hatala Langing (Tuhan Maha Pencipta). Wilayah Darung Bawan
termasuk tife hutan kerangas, dimana tife hutan ini banyak didominasi oleh jenis pohon. Seperti Tumih
(Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser)), Belawan (Tristaniopsis merguensis Griff.). Tingkat
kerapatan pohon semakin berkurang dengan bertambahnya tinggi pohon, menunjukkan pohon tersebut
berebut unsur hara untuk pertumbuhanya. Tumbuhan tingkat bawah yang ada dilokasi tersebut yaitu:
kantong semar(Nepenthes spp), Karamunting(Rhodomyrtus tomentosa atau Ochthocharis bornensis Bl),
anggrek hutan dan lumut. Berdasarkan konsep konservasi hutan karangas termasuk wilayah Nilai
Konservasi Tinggi (NKT) 1,2, 3,4,5 dan 6 (Toolkit NKT 2012). Bila ekosistim terbuka maka keberadaan
Kaleka Darung Bawan dan sekitarnya anakan mengalami degerdasi dan deforestasi.
Sepan-Pahewan Darung Bawan berdekatan dengan Tajahan Darung Bawan dimana jaraknya 200
m, dengan luasnya 200 m2. Sepan-pahewan tersebut berfungsi sebagai sumber air minum bagi binatang
seperti rusa, kijang hutan, babi. Dimana ditunjukan adanya jejak kaki binatang babi menuju telaga
tersebut. Perlindungan lokasi sepan-pahewan sangat relevan dengan konsepsi perlindungan satwa pada
konservasi modern dan high conservation
Masyarakat Dayak yang ada di Desa Lahei dan Desa Hubang Raya mempunyai hak-hak adat
yang berhubungan dengan hutan disekitarnya. Mereka menghargai hutan dan mengelolanya untuk
mengharagai penciptanya. Sehingga keberadaan hutannya terjaga dan lestari. Ada beberapa aspek yang
terdapat hak-hak adat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan tersebut yaitu: aspek moral, aspek
dogmatis, aspek religius magic,aspek upaya konservasi sumber daya hutan dan bersifat global.

KESIMPULAN
1. Hak-hak adat yang berhubungan dengan pengeloaan hutan yaitu Petak bahu, Tajahan, Sepan, Kaleka
dan Tatas.
2. Instrumen adat berupa: Pasah patahu, Sandung dan Kuburan tua.
3. Keraifan lokal yang berhubungan dengan pengelolaan hutan yaitu: Malan satiar, Mandum, Mengan,
Manugal, Mebawau, Mite patendu, Membagi eka malan, Sahelo bara mandirik, Maneweng,
Manyangar dan Hinting Pali yang berhubungan dengan pengelolaan hutan
DAFTAR PUSTAKA
Dey. N. P., Suwartiningsih. S., Purnomo. D. 2012. Aspek Budaya Sosial Dan Ekonomi Dari Tiwah
(Upacara Masyarakat Dayak Tomun Lamandau) . KRITIS, Jurnal Studi Pembangunan
Interdisiplin Vol. XXI, No. 2, 2012: 174-191
Dohong, Alue. 2009. Kearifan Lokal Suku Dayak dalam Perlindungan Flora dan Fauna Endemik.
http://aluedohong.blogspot.com/2009/05/kearifan-lokal-dayak-dalam-perlindungan. 22 Nopember
2010.
Rahu A. A. , Hidayat. K, Ariyadi. M, Hakim. L., 2014. Management of Kaleka Traditional Gardens) in
Dayak community in Kapuas, Central Kalimantan. International ournal of Science and Research
(IJSR) ISSN (Online): 2319-7064. Volume 3 Issue 3, March 2014 www.ijsr.net
Rahu. A. A. , Hidayat. K, Ariyadi. M, Hakim. L., 2013. Ethnoecology of Kaleka: Dayaks Agroforestry
in Kapuas, Central Kalimantan Indonesia. Research Journal of Agriculture and Forestry Sciences
ISSN 2320-6063 Vol. 1(8), 5-12, September (2013) Res. J. Agriculture and Forestry Sci
Riwut C. 2003. Maneser Panatau Tatu Hiang. Penyunting Nila Riwut. Penerbit Pusakalima. Palangka
Raya.
Usop et al. 2008. Pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan di Kalimantan Tengah tahun 2008
[Sustainable management of oil palm plantations in Central Kalimantan 2008]. Bogor, Indonesia:
Sawit Watch. Draft.

Das könnte Ihnen auch gefallen