Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai dengan keluhan gatal
dan bermacam-macam ruam seperti eritema, edema, papul, vesikel, skuama dan
likenifikasi. Menurut Coca (1923), Atopi merupakan sekelompok penyakit yang
terjadi pada individu yang mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya, salah
satunya dermatitis atopik (Djuanda,2010).
Dermatitis atopik adalah suatu peradangan pada kulit yang bersifat kronis
dan cenderung berulang, ditandai dengan adanya keluhan gatal yang hilang
timbul. Keadaan ini akan menyebabkan penderita menggaruk bagian kulit yang
gatal
sehingga
dapat
timbul
bermacam-macam
ruam. Dermatitis
atopik
dipengaruhi oleh faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen adalah
faktor yang berasal dari dalam tubuh penderita dan lebih berperan sebagai
faktor predisposisi, seperti faktor genetik, hipersensitivitas, disfungsi sawar kulit
dan gangguan psikis. Faktor eksogen adalah faktor yang berasal dari luar tubuh
penderita dan lebih berperan sebagai faktor pencetus, seperti trauma fisik-kimiapanas, bahan iritan, allergen, infeksi
hygiene
lingkungan (Djuanda,2010).
Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi dermatitis atopik makin
meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat,
Eropa, Jepang, Australia, dan negara industri lain, prevalensi dermatitis atopik
pada anak mencapai 10 - 20 %, sedangkan pada dewasa kira-kira 1 3 %
(Djuanda,2010). Pada penelitian Yuin Chew Chan dkk, di Asia Tenggara
didapatkan prevalensi dermatitis atopik pada orang dewasa adalah sebesar
kurang lebih 20 %. Data mengenai dermatitis atopik di Indonesia belum
kulit
yang
umum
di
temukan
pada
anak-anak Di
klinik
tahun
2007
sebanyak
148
tahun
2008
dermatitis
atopik
terdiri
dari
pengobatan
topikal
dan
imunomodulator
topikal. Pengobatan
dermatitis
atopik
dengan
kortikosteroid topikal adalah yang paling sering digunakan sebagai antiinflamasi lesi kulit dan sebagai immunosupresan yang kuat. (Djuanda,2010).
Kortikosteroid
merupakan
dihasikan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada
tubuh termasuk mengontrol respon inflamasi. Kortikosteroid terbagi menjadi dua
kelomp
adalah
mineralokortikoid
terhadap
adalah
keseimbangan
air
kortikosteroid
dan
yang
efek
elektrolit, sedangan
pengaruhnya terhadap glikogen hepar sangat kecil. Prototipe untuk golongan ini
adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai efek antiinflamasi yang berarti (J.Mycek Mary.,dkk., 2001).
Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan dikulit pada tempat
tertentu. Terapi kortikosteroid topikal untuk dermatitis atopik bersifat paliatif
dan supresif terhadap penyakit kulit dan merupakan pengobatan kausal, selain
itu kortikosteroid topikal juga bersifat efektif, relatif cepat, ditoleransi dengan
baik, mudah digunakan, dan harganya lebih murah dari terapi alternatif lainnya.
Pada sebuah penelitian dengan randomized controlled trials pada 83 kasus
dermatitis atopik, 80 % dilaporkan penyembuhan total (Agustin,2011)
Kortikosteroid topikal dapat diklasifiksikan berdasarkan potensinya. Ada
potensi yang sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah. Contoh kortikosteroid
topikal potensi sangat tinggi adalah 0,05 % halobetasol propionat, 0,05 %
klobetasol propionat, 0,05 % betametason dipropionat. Kortikosteroid topikal
sangat tinggi hanya direkomendasikan untuk dipakai selama 1-2 minggu (Paling
lama
minggu). Kortikosteroid
topikal
potensi
tinggi
seperti
0,25
didapatkan rumusan
penggunaan
kortikosteroid
topikal
pada
pasien
digunakan
pada
anak-anak
pada
pasien
dermatitis atopik
3. Mengetahui jenis kortikosteroid topikal yang paling
sering digunakan pada remaja pada pasien dermatitis
atopik
4. Mengetahui jenis kortikosteroid topikal yang paling
sering digunakan pada orang dewasa
dermatitis atopik
pada
pasien
ini
diharapkan
menambah
mampu
wawasan
meningkatkan
ini
diharapkan
mampu
meningkatkan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
gepeng tidak mempunyai inti yang mati atau hampir mati dengan
ketebalan empat sampai tujuh lapisan sel.
5. Stratum Korneum adalah lapisan kulit yang paling luar. Permukaan
terbuka dari stratum korneum mengalami proses pergantian ulang
yang konstan atau deskuamasi (Sloane,2003)
Dermis merupakan lapisan yang terletak dibawah epidermis yang
lebih
tebal
dari
epidermis. Terdiri
mengandung banyak
atas
jaringan
ikat
padat
yang
melanin
dan
pemecahan
pigmen
yang
lebih
melebar
menyebabkan
(Sloane,2003)
beberapa
perbedaan
pada
pewarnaan
kulit
atau
mekanis, misalnya
yang
terletak
di
epidermis. Sedangkan
terhadap
tekanan
serta
peningkatan
IgE. Keadaan
ini
akan
menyebabkan
penderita
2.3.2 Etiopatogenesis
Faktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas
akibat peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E total dan spesifik, kondisi kulit yang
relatif kering (disfungsi sawar kulit), dan gangguan psikis. Faktor eksogen pada
dermatitis atopik, antara lain adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan, allergen
debu, tungau debu rumah, makanan (susu sapi, telur), infeksi mikroba, perubahan
iklim (peningkatan suhu dan kelembaban), serta hygiene lingkungan. Faktor endogen
lebih berperan sebagai faktor predisposisi sedangkan faktor eksogen cenderung
menjadi faktor pencetus (Djuanda,2010).
2.3.2.1 Faktor Endogen
10
faktor
kulit,
farmakologik, dan
11
2.3.2.1.1 Genetik
Ekspresi gen IL-4 memainkan peranan penting dalam ekspresi
dermatitis atopik. Aktivitas transkripsi gen IL-4 menyebabkan perbedaan
genetik mempengaruhi predisposisi dermatitis atopik. Ada hubungan yang
erat antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mast dan dermatitis
atopik, tetapi tidak dengan asma bronkial atau rinitis alergik. Pendapat
tentang faktor genetik diperkuat dengan bukti, yaitu terdapat DA dalam
keluarga. Jumlah penderita dermatitis atopik di keluarga meningkat 50%
apabila salah satu orangtuanya dermatitis atopik, 75% bila kedua orangtuanya
menderita dermatitis atopik. Risiko terjadi dermatitis atopik pada kembar
monozigot
sebesar
77%
sedangkan
kembar
dizigot
sebesar
25%
(Djuanda,2010).
adalah
mediator
antigen
utama
respon
imun
terhadap
beragam jenis sel dalam darah termasuk sel-sel T helper tipe 1 dan 2. T
helper tipe 1 dianggap sebagai sitokin pro inflamasi yang menginduksi
immunitas dan Tipe 2 (IL-4, IL-5, IL-6, IL-10 dan IL-13) yang juga sitokin
antiinflamasi yang mengawali immunitas dan toleransi humoral. Sitokin
TH2 dan TH1 berperan dalam pathogenesis peradangan kulit dermatitis
atopik Jumlah TH2 lebih banyak pada penderita atopi, sebaliknya TH1
menurun. Pada
kulit
normal
dari
penderita
dermatitis
atopik
bila
12
meningkat.
Pelepasan histamin dari basofil meningkat.
Respons hipersensitivitas lambat terganggu.
Eosinofilia
Sekresi IL-4, IL-5, dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat.
Sekresi IFN-y oleh sel TH1 menurun.
Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
Kadar CAMP-phosphodiesterase monosit meningkat, disertai peningkatan
IL-10 dan PGE2 (Djuanda,2010).
13
14
atopik.
(Boediardja,2006).
2.5 Gambaran Klinis
Gejala utama dermatitis atopik ialah gatal (pruritus), yang dapat terjadi
sepanjang hari dan hilang timbul. Gatal yang dirasakan biasanya lebih hebat
pada malam hari. Akibatnya penderita akan manggaruk sehingga timbul bermacammacam kelainan (ruam) di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi,
eksudasi, dan krusta(Djuanda,2010).
kehidupan, biasanya setelah usia 2 bulan. Lesi pertama kali terlihat di muka
di daerah dahi dan pipi berupa eritema dan papulo-vesikel yang halus.
Garukan pada daerah yang gatal akan menyebabkan papulo-vesikel
pecah sehingga timbul eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Selanjutnya,
lesi meluas ke tempat lain yaitu ke skalp, leher, pergelangan tangan, lengan
dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Biasanya
anak mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan. Pada
umumnya
anak
15
kulit)
dan
16
atopik remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi,
dan sekitar mata. Pada dermatitis
17
Diagnosis D.A. harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor.
Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu:
tiga kriteria mayor berupa:
-
Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris,
Aksentuasi perifokular,
Fisura belakang telinga,
Skuama di skalp kronis (Djuanda,2010).
Kriteria major dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka didasarkan
pengalaman klinis. Kriteria ini cocok untuk diagnosis penelitian berbasis rumah sakit
18
(hospital based) dan eksperimental, tetapi tidak dapat dipakai pada penelitian berbasis
populasi, karena kriteria minor umumnya ditemukan pula pada kelompok kontrol, di
samping juga belum divalidasi terhadap diagnosis dokter atau diuji untuk
pengulangan (repeatibility). Oleh karena itu kelompok kerja Inggris (UK working
party) yang dikoordinasi oleh William memperbaiki dan menyederhankan kriteria
Hanifin dan Rajka menjadi satu set kriteria untuk pedoman diagnosis dermatitis
atopik yangdapat diulang dan divalidasi. Pedoman ini sahih untuk orang dewasa,
anak, berbagai ras, dan sudah divalidasi dalam populasi, sehingga dapat membantu
dokter Puskesmas membuat diagnosis (Djuanda,2010).
Pedoman diagnosis D.A. yang diusulkan oleh kelompok tersebut yaitu:
-
Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang
sindrom hiper IgE. Diagnosis banding lainnya ialah dermatitis kontak, dermatitis
19
topikal
bersifat
paliatif
dan supresif
Konsentrasi
dan
Bentuk Dosis
Sediaan
Potensi Sangat Tinggi
Clobetasol Propionate
0,05
Halcinonide
2 3 x/hari
Potensi Tinggi
Amcinonide
Beclometasone Dipripionate
0,1 % krim
0,025 % krim
2 3 x/hari
2 x/hari
Betamethasone Dipripionate
0,05 % krim,salep,cair
1 3 x/hari
Betamethasone Valerate
0,064%krim,salep,solution
0,025 % krim
2 3 x/hari
krim,
salep, 1 - 2 x/hari
20
Dexosimetasone
solution
0,05 % gel, 0,025 % krim, 1 3 x/hari
Difluocortolone Valerate
salep
0,3 % salep berlemak
2 x/hari
salep
0,025 % krim
0,025 % krim,gel,salep
2 x/hari
1 3 x/hari
0,03 % salep
0,2 % krim
2 3 x/hari
0,005 % krim
1 3 x/hari
0,01 % krim,salep
Fluocinonide
Fluocortolone/Fluocortolone
0,0125 % krim
0,05% krim, salep
0,25 % krim
2 3 x/hari
1 3 x/hari
caproate
Fluocortolonepivalate/
0,25 % salep
1 3 x/hari
Fluocortolone caproate
Fluticasone propionate
0,05 % krim
1 2 x/hari
Hydrocortisone aceponate
Methylprednisolone
aceponate
Mometasone furoate
Prednicarbate
Potensi Sedang
Alclometasone
dipropionate
Clobetasone butyrate
Desonide
Fluprednidine Acetate
Triamcinolone Acetonide
0,005 % salep
0,127 % krim
1 2 x/hari
0,1 % krim, salep berlemak, 1 2 x/hari
salep
0,1 % krim, salep, lotion
0,25 % krim
1 x/hari
1 2 x/hari
2 3 x/hari
Sampai 4 x/hari
2 x/hari
2 x/hari
2 3x/hari
21
Hydrocortisone acetate
2,5 % krim
1 % krim, salep
2 3 x/hari
2,5 % krim
Pengaturan Sekresi
ACTH mempengaruhi sekresi dari korteks adrenal. Akibat pengaruh
ACTH, zona
fasikulata
korteks
adrenal
akan
mensekresi
kortisol
dan
22
besar
kortikosteroid
terikat
globulin. Kortikosteroid
berkompetisi
23
2.3.6.5.2
Terapi non-endokrin
fetus.
Artriris
24
kecuali amiloidosis.
Penyakit kolagen, pemberian dosis besar bermanfaat untuk eksaserbasi
akut, sedangkan terapi jangka panjang hasilnya bervariasi. Untuk
sistemik.
Penyakit hepar.
Keganasan.
Gangguan hematologik lain.
Syok.
Edema serebral.
Trauma sumsum tulang belakang (Suherman,2007).
jangka
lama
yang
dihentikan
tiba-tiba
dapat
menimbulkan
insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam, mialgia, atralgia, dan malaise
(Suherman,2007).
25
purpura
dan
ekimosis, steroid
rossea
dengan
eritema
menetap
(Katzung,1998).
2.3.6.7 Dexamethasone
Deksametason adalah kortikosteroid kuat dengan khasiat immunosupresan
dan antiinflamasi yang digunakan untuk mengobati berbagai kondisi peradangan
(Samtani, 2005).
2.3.6.7.1
Rumus Bangun
C22H29FO5
392,47
9-Fluoro-11,17,21-trihidroksi-16-
metilpregna-1,4-diena-3,20-dion
: Serbuk hablur, putih sampai praktis putih, tidak
berbau, stabil diudara. Melebur pada suhu lebih kurang
250 disertai peruraian
26
Kelarutan
2.3.6.8 Betametason
2.3.6.8.1 Rumus Bangun
2.3.6.8.2
Sifat Fisiokimia
Rumus molekul
:C22H29FO5
Berat molekul
:392,47
Nama kimia
:9-Fluoro-11,17,21-trihidroksi-16-metilpregna-1,4diena- 3,20-dion
Pemerian
Kelarutan
2.3.6.8.3 Indikasi
Alergi dan peradangan lokal
2.3.6.8.4 Kontra Indikasi
27
Infeksi bakteri, fungi, dan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus. Selain
itu penderita acne rosacea, dan perioral dermatitis.
2.3.6.8.5 Efek Samping
Atropi lokal, gatal-gatal, hipopigmentasi, perioral dan alergi dermatitis, serta
infeksi sekunder (Sartono,1996).
2.3.6.9 Prednisone
2.3.6.9.1 Rumus Bangun
2.3.6.9.2
Sifat Fisiokimia
Nama kimia
:17,21-Dihidroksipregna-1,4-diena-3,11,20-trion
Sinonim
:Prednisonum
Rumus molekul:C21H26O5
Berat molekul :358,43
Pemerian
:Serbuk hablur putih atau praktis putih, tidak berbau;
melebur pada suhu 230C disertai peruraian
Kelarutan
:Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol,
dalam
kloroform,
(Suherman,2007).
dalam
dioksan
dan
dalam
methanol
28
Deksametason
e
Hidrokortisone
Dermatitis Atopik
Desoximethas
one
Triamcinolone
Betametasone
Fluocinolone
Prednisone
Infantil
Anak-anak
Remaja
Dewasa
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.1
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Kulit RSUD Dr. Pirngadi Medan
Waktu Peneltian
3.2.2
Subyek Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini, jumlah populasi data rekam medik pasien
Dermatitis Atopik selama periode 2011 di bagian poliklinik kulit RSUD Dr. Pirngadi
terdapat sebanyak 147 orang.
30
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian yang diambil dari keseluruhan objek yang yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005).
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua kasus dermatitis atopik yang
terjadi selama periode 2011.
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria Eksklusi pada penelitian ini adalah kasus dermatitis atopik yang terjadi
selama 2011 dengan adanya penyakit penyerta serta ketidak lengkapan rekam
medis.
3.4
Teknik Sampling
Sampel dalam penelitian ini adalah berdasarkan total sampling, dimana
seluruh populasi akan diambil sebagai sampel dan harus memenuhi kriteria inklusi
untuk dilanjutkan ke penelitian.
3.5
Definisi Operasional
31
b)
c)
d)
e)
f)
g)
Hidrokortisone
Desoximethasone
Triamcinolone
Betametasone
Fluocinolone
Prednisone
Skala : Ordinal
2. Usia adalah jumlah tahun hidup seseorang sejak lahir sampai terdiagnosa
menderita dermatitis atopik, yang dikatagorikan atas :
a.
b.
c.
d.
Skala : Ordinal
3.6
atopik di bagian poliklinik anak RSUD Dr. Pirngadi Medan periode 2011.
3.7
Etika Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan jika telah mendapat izin dari Komite Etik
3.8
Prosedur Penelitian
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN
33
Proses pengambilan data pada penelitian ini diambil pada bulan maret sampai
dengan bulan april 2014 di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Berdasarkan survei rekam
medis yang dijumpai di poliklinik kulit RSUD Dr. Pirngadi didapati 147 kasus namun
yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 90 kasus. Gambaran yang akan diamati
adalah umur dan jenis kortikosteroid topikal.
34
Dexamethasone
18
20,0
Hidrocortisone
33
36,7
Desoximethasone
16
17,8
Triamcinolone
1,1
Betamethasone
14
15,6
Fluocinolone
1,1
Prednisone
Total
90
7,8
100 %
35
35
30
25
20
15
10
5
Frekuensi
36
Kortikosteroid Topikal
Hidrocortisone
50,0
Fluocinolone
25,5
Prednisone
25.5
Total
100 %
1
0.5
0
Hidrokortisone
Fluocinolone
Prednisone
37
Hydrocortisone
24
82,8
Desoximethasone
10,3
Betamethasone
3,4
Prednisone
3,4
29
100 %
Total
38
30
25
20
15
10
Frekuensi
5
0
39
Kortikosteroid Topikal
Dexamethasone
14,3
Hydrocortisone
28,6
Desoximethasone
28,6
Triamcinolone
7,1
Betamethasone
Total
14
21,4
100 %
Frekuensi
40
Dexamethasone
16
37,2
Hydrocortisone
7,0
Desoximethasone
20,9
Betamethasone
10
23,3
Prednisone
Total
43
11,6
100 %
41
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Frekuensi
BAB V
42
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di bagian poliklinik kulit RSUD
Dr. Pirngadi medan pada bulan Maret sampai april 2014 diperoleh jumlah pasien
dermatitis atopik yang menggunakan kortikosteroid topikal adalah 90 sampel.
Jenis kortikosteroid topikal yang digunakan adalah Hidrocortisone sebanyak
33 sampel (36,7%), Dexamethasone sebanyak 18 sampel (20%), Desoximethasone
sebanyak 16 sampel (17,8%), Betamethasone sebanyak 14 sampel (15,6%),
Prednisone sebanyak 7 sampel (7,8%), Triamcinolone sebanyak 1 sampel (1,1%), dan
Fluocinolone sebanyak 1 sampel (1,1%). Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa
hidrocortisone merupakan obat yang paling sering digunakan. Berbeda dengan yang
ditulis di buku farmakologi dasar dan klinik edisi ke enam (Katzung,1997), dalam
buku tersebut dikatakan bahwa karena sifat penahan garamnya hidrokortisone kurang
disukai walaupun untuk penggunaan topikal. Dalam buku tersebut juga dikatakan
triamcinolone dan fluocinolone yang merupakan turunan acetonide, lebih mempunyai
keuntungan pada terapi topikal. Selain itu juga dikatakan betamethasone yang
mengikat rantai 5-karbon valerat ke posisi 17-hidroksil menghasilkan suatu senyawa
300 x lebih aktif dibandingkan hidrokortisone pada penggunaan topikal. Adanya
perbedaan hasil penelitian ini dapat disebabkan karena jumlah sampel yang
digunakan tidak sama, selain itu ketidaklengkapan data rekam medik juga turut
mempengaruhi hasil penelitian.
Pada pasien dermatitis atopik infantil, jenis kortikosteroid topikal yang
digunakan adalah Hidrocortisone sebanyak 2
sebanyak 1 sampel (25%) dan Prednisone sebanyak 1 sampel (25%). Dari hasil
penelitian ini dapat dilihat bahwa jenis kortikosteroid topikal yang paling
banyak digunakan pada dermatitis atopik infantil adalah Hidrocortisone. Hasil
43
penelitian ini sesuai dengan yang ditulis oleh Djuanda (2010), yang mengatakan
bahwa pada
dipakai
kortikosteroid
berpotensi
menengah,
seperti
triamcinolon.
atopik
remaja
adalah
hidrocortisone
dan
Desoximethasone.
Pada pasien dermatitis atopik pada orang dewasa, jenis kortikosteroid topikal
yang adalah Dexamethasone sebanyak 16 sampel (37,2%), Betamethasone sebanyak
10 sampel (23,3%), Desoximethasone sebanyak 9 sampel (20,9%), Prednisone
sebanyak 5 sampel (11,6%) dan Hidrocortisone sebanyak 3 sampel (7,0%). Dari hasil
penelitian ini dapat dilihat bahwa jenis kortikosteroid topikal yang paling banyak
digunakan pada dermatitis atopik dewasa adalah dexamethasone.
BAB VI
44
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa:
1. Kortikosteroid topikal yang paling banyak digunakan pada pasien dermatitis
atopik adalah Hydrocortisone (36,7%).
2. Kortikosteroid topikal yang paling banyak digunakan pada pasien dermatitis
atopik infantil adalah Hydrocortisone (50 %)
3. Kortikosteroid topikal yang paling banyak digunakan pada pasien dermatitis
atopik anak-anak adalah Hydrocortisone (82,8%)
4. Kortikosteroid topikal yang paling banyak digunakan pada pasien dermatitis
atopik remaja adalah Hydrocortisone dan Dexosimethasone (28,6%)
5. Kortikosteroid topikal yang paling banyak digunakan pada pasien dermatitis
atopik dewasa adalah Hydrocortisone (37,2%)
6.2 Saran
1. Untuk peneliti
Diharapkan agar dalam praktek di masa yang akan datang dapat lebih
mengerti mengenai penggunaan kortikosteroid topikal. Dan untuk peneliti lain
dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kortikosteroid topikal lebih
luas lagi.
2. Untuk institusi terkait
Diharapkan agar kedepannya penulisan data rekam medis lebih lengkap
lagi,khusunya mengenai terapinya.
45
DAFTAR PUSTAKA
terkini
pada
46
dan
terapi.