Sie sind auf Seite 1von 3

Setelah dilakukan pengukuran intensi sangat mungkin ditemui hal-hal atau kejadian yang

dapat mencampuri atau mengubah intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku
sehingga tingkah laku awal yang ditampilkan tidak sesuai dengan intensi awal. Semakin
panjang interval waktunya maka semakin besar kemungkinan intensi akan berubah
(Nursalam, 2012). Hal ini juga terjadi terhadap perilaku dalam pemberian ASI eksklusif.
Durasi pemberian ASI eksklusif berlangsung selama enam bulan. Selama periode pemberian
ASI eksklusif tersebut ibu akan menemui beberapa hambatan dalam pemberian ASI eksklusif.
Hambatan tersebut dapat membuat ibu ragu, takut, sedih dan merasa tidak mampu dalam
memberikan ASI eksklusif. Hal ini dapat menyebabkan ibu akan memberikan makanan
tambahan yang seharusnya tidak diberikan pada bayi berusia kurang dari enam bulan atau
memberikan susu formula kepada bayi. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan pendidikan
kesehatan tentang hambatan-hambatan dalam pemberian ASI eksklusif dan cara
mengatasinya. Apabila ibu sudah mengetahui tentang hal-hal tersebut maka pemberian ASI
eksklusif dapat dilanjutkan.
Setelah dilakukan pengukuran intensi sangat mungkin ditemui hal-hal atau kejadian yang
dapat mencampuri atau mengubah intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku
sehingga tingkah laku awal yang ditampilkan tidak sesuai dengan intensi awal. Ini
disebabkan karena individu tidak konsisten dalam mengaplikasikan perilaku sesuai dengan
intensi yang sudah dinyatakan sebelumnya (Nursalam, 2012). Ini berlaku terhadap intensi
pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia enam bulan. Ketika ibu sudah meniatkan untuk
memberikan ASI eksklusif akan tetapi niat itu
Meskipun hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki intensi yang kuat
untuk menjadikan ASI sebagai satu-satunya sumber makanan sampai bayi berusia enam
bulan, akan tetapi cakupan ASI eksklusif di daerah binaan UPT Puskesmas Ujung Berung
Indah masih rendah. Hal ini dapat disebabkan karena keakuratan intensi dalam memprediksi
perilaku memiliki beberapa syarat dan ditemukan beberapa studi bahwa intensi tidak selalu
menghasilkan tingkah laku yang dimaksud. Salah satu faktor yang memengaruhi intensi
dalam memprediksi tingkah laku adalah stabilitas intensi (Nursalam, 2013).
Setelah dilakukan pengukuran intensi sangat mungkin ditemui hal-hal atau kejadian yang
dapat mencampuri atau mengubah intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku
sehingga tingkah laku awal yang ditampilkan tidak sesuai dengan intensi awal. Semakin
panjang interval waktunya maka semakin besar kemungkinan intensi akan berubah

(Nursalam, 2013). Hal ini juga terjadi terhadap perilaku dalam pemberian ASI eksklusif.
Durasi pemberian ASI eksklusif berlangsung selama enam bulan. Selama periode pemberian
ASI eksklusif tersebut ibu akan menemui beberapa hambatan dalam pemberian ASI eksklusif
(Riksani,2012) . Hambatan tersebut dapat membuat ibu ragu, takut, sedih dan merasa tidak
mampu dalam memberikan ASI eksklusif. Hal ini dapat menyebabkan ibu akan memberikan
makanan tambahan yang seharusnya tidak diberikan pada bayi berusia kurang dari enam
bulan atau memberikan susu formula kepada bayi. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan
pendidikan kesehatan tentang hambatan-hambatan dalam pemberian ASI eksklusif dan cara
mengatasinya. Apabila ibu sudah mengetahui tentang hal-hal tersebut maka pemberian ASI
eksklusif dapat dilanjutkan.
Faktor lain yang memengaruhi kemampuan intensi dalam memprediksi perilaku yaitu base
rate. (Nursalam, 2013). Base rate merupakan tingkat kemungkinan suatu perilaku akan
dilakukan individu. Perilaku dengan base rate yang tinggi adalah tingkah laku yang
dilakukan oleh hampir semua orang. Cakupan pemberian ASI ekskkusif yang rendah di
daerah binaan UPT Puskesmas Ujung Berung Indah dapat menunjukkan base rate perilaku
pemberian ASI eksklusif juga rendah. Hal ini dapat menurunkan self-efficacy (keyakinan) ibu
dalam memberikan ASI eksklusif karena banyaknya orang-orang disekitar ibu yang tidak
memberikan ASI eksklusif. Ini disebabkankan karena self-efficacy ibu dalam menyusui
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman orang lain disekitarnya yang disebut vicarious
experience ( Dennis, 2002).
Frekuensi self-efficacy yang tinggi cenderung untuk menggambarkan seberapa besar ibu
memiliki keyakinan terhadap pelaksanaan ASI eksklusif. Pada dasarnya banyak ibu yang
memiliki keyakinan kuat dalam pemberian ASI eksklusif akan tetapi sejauh mana keyakinan
tersebut dapat merubah perilaku ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada kenyataannya
tidak menjadi jaminan yang mutlak (Lucya,2014). Pada rentang bayi berusia 0-6 bulan
banyak hal yang dialami ibu. Peran baru sebagai ibu dan proses adaptasi akan memengaruhi
keberhasilan pelaksanaan ASI ekslusif.
Menurut Wardani (2012) pengalaman keberhasilan menyusui, pengetahuan dan pemahaman
mengenai teknik menyusui merupakan faktor penting dalam self-efficacy pada ibu selama
proses pemberian ASI eksklusif.
Self-efficacy merupakan salah satu penentu besarnya usaha dan daya tahan dalam mengatasi
hambatan dan situasi yang menyenangkan untuk memberikan ASI eksklusif

Self-efficacy yang rendah menyebabkan keberhasilan menyusui yang rendah. Salah satu hal
yang sering dikeluhkan ibu dalam pelaksanaan pemberian ASI eksklusif adalah produksi ASI
yang berkurang atau tidak ada sama sekali.Data penelitian ini menunjukkan hampir seluruh
responden berada pada usia subur. Hal ini menunjukkan kecendrungan pemberian ASI
eksklusif terjadi pada rentang usia >25 tahun. Menurut Ebrahim (1978 dalam Yamin (2007))
tidak semua wanita memiliki kemampuan sama untuk memberikan ASI eksklusif. Penelitian
di Amerika dan Kanada emunjukkan ibu yang berusia lebih tua (>25 tahun) memiliki
kemungkinan lebih besar untuk berhasil dalam memberikan ASI eksklusif.
The benefit of giving exclusive breastfeeding (EBF) has not been able to raise EBF rate. To
help the mothers who would like to breastfeed their baby, we must improve our ability to
identify mothers at risk of early cessation and the support to prevent it. Psychosocial factors
are likely to play a significant role in the maintenance of exclusive breastfeeding. The
purpose of this research is to identify mothers psychosocial factors in giving EBF in work
area of Puskesmas Ujung Berung Indah Bandung. Psychosocial factors of this research are
intention, self-efficacy, family support and knowledge. This study was a descriptive
quantitative with cross sectional design. Sampling used was consecutive sampling technique
to 86 mothers having baby at age 0-6 months. This research was univariat analysis. The result
show that mothers having strong intention were 70,9%, high self-efficacy breastfeeding were
51,2%, favorable family support were 53,5% and moderate knowledge were 41,9%. These
Psychosocial factors were mofifiable factors in giving EBF, thus its important for health workers to improve them to get EBF
successful until 6 months age of babies.
Keywords: exclusive breastfeeding, Psychosocial factors, intention, self-efficacy, family support, knowledge

Das könnte Ihnen auch gefallen