Sie sind auf Seite 1von 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Infertilitas adalah salah satu masalah yang mempengaruhi semua

lapisan masyarakat di seluruh dunia meskipun penyebab dan angka


kejadiannya

bervariasi

sesuai

dengan

geografis

dan

tingkat

sosial

ekonominya. Menurut WHO, satu dari empat pasangan di seluruh dunia


merupakan pasangan infertil. Pada tahun 2010, estimasi dari 190 negara di
dunia didapatkan 1,9% wanita usia 20-44 tahun mengalami infertilitas primer
selama 5 tahun dan 10,5% mengalami

infertilitas sekunder.1 Sekarang

diperkirakan bahwa 60-80 juta pasangan menderita infertilitas setiap


tahunnya secara global. Di India dilaporkan telah mencapai 15-20 juta
pasangan infertil. Sedangkan di Inggris, 1 dari 7 pasangan mengalami
infertilitas dimana 25% disebabkan oleh faktor pria dan 25% disebabkan oleh
faktor unexplained.2
Infertilitas, baik pria maupun wanita didefinisikan sebagai kegagalan
untuk mendapatkan kahamilan dalam kurun waktu satu tahun atau lebih
tanpa penggunaan alat pengaman sewaktu masa reproduksi. Infertilitas
dikatakan primer ketika pasangan suami istri tidak pernah sekalipun
mendapatkan keturunan, sedangkan infertilitas sekunder dimana pasangan
tersebut pernah mendapatkan keturunan setidaknya sekali, namun tidak
dapat hamil lagi lebih dari satu tahun atau lebih melakukan usaha untuk hamil
secara alami. Ada dua pengobatan yang sering digunakan untuk infertilitas
yaitu stimulasi ovarium dan inseminasi intrauteri. Stimulasi ovarium dan

Universitas Sumatera Utara

inseminasi intrauteri (IIU) dapat digunakan tersendiri atau sebagai kombinasi


untuk mengobati kasus-kasus infertilitas.3
Tehnik seperti IIU atau Inseminasi Artifisial (IA), telah menjadi terapi
andalan untuk pasangan yang menderita berbagai bentuk infertilitas. Bahkan
saat ini, walaupun In Vitro Fertilization (IVF) dan Intra Cytoplasmic Sperm
Injection (ICSI) mempunyai angka keberhasilan yang baik namun IIU lebih
sering digunakan di seluruh dunia dan terapi lini pertama karena biayanya
lebih murah dan prosedurnya lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan
IVF/ICSI. Inseminasi intrauteri adalah terapi dengan menempatkan sperma
yang sudah dicuci melalui transervikal ke dalam kavum uteri dengan
menggunakan kateter inseminasi, dengan pemikiran bahwa semakin banyak
spermatozoa motil yang mendekati atau mencapai sel telur.4 Tehnik IIU barubaru ini menjadi salah satu prosedur yang mendapatkan lisensi dari Human
Infertilization and Embriology Authority di Inggris dan tehnik ini merupakan
tehnik FERT (Fertility Treatment Other Than ART) yang paling banyak
digunakan dalam teknologi reproduksi diseluruh dunia.5
Penelitian Cochrane lebih merekomendasikan penggunaan IIU pada
pasien yang infertilitasnya tidak diketahui penyebabnya, dimana rata-rata
keberhasilan kehamilannya sama jika dibandingkan dengan IVF/ICSI pada
populasi.6 Penelitian yang dilakukan oleh Steures tahun 2006 di Belanda
melaporkan tidak ada perbedaan tingkat keberhasilan kehamilan yang
signifikan pada IIU dibandingkan dengan IVF. Steures menjabarkan dari 91
rumah sakit, terdapat 58 rumah sakit yang telah manjalankan prosedur IIU
bahkan 15 rumah sakit sudah melaporkan banyaknya siklus IIU yang sudah
dilakukan, yaitu terdapat 19.846 siklus IIU yang dimulai pada tahun 2001.

Universitas Sumatera Utara

Tingkat keberhasilan IIU rata-rata adalah 9% per siklus dengan distribusi 2,820,1% per rumah sakit. Dan 35 rumah sakit juga melaporkan tingkat
kehamilan setiap pasiennya. Rata-rata tingkat kehamilan yang sedang
berlangsung adalah berkisar 7,3% per siklusnya dengan distribusi 2,5-14,4%
per siklusnya.7
Selain itu, banyak literatur dan uji klinis tentang infertilitas selama
beberapa tahun terakhir mengenai jenis kateter dalam program IVF untuk
memindahkan embrio ke dalam kavum uteri saat prosedur transfer embrio
dan penggunaan kateter ini juga diterapkan dalam IIU untuk menempatkan
sperma motil ke kavum uteri. Pengaruh dari penggunaan kateter sudah
banyak dilakukan pada prosedur transfer embrio. Lavie menyatakan bahwa
hampir separuh wanita (50%) yang menggunakan kateter kaku pada proses
inseminasi intrauteri, mengalami kerusakan lapisan endometrium yang
teridentifikasi pada saat dilakukannya induksi ovulasi. Dan sebaliknya,
gambaran kerusakan endometrium pada penggunaan kateter fleksibel sangat
jarang, yaitu hanya sebanyak 12,5%. Kateter inseminasi dibedakan
berdasarkan diameter, ujung bagian distal dan konsistensi. Kateter fleksibel
memiliki keunggulan dibandingkan kateter kaku. Berdasarkan teori bahwa
kateter fleksibel memiliki kontruksi lebih lembut dan lebih lentur dari kateter
kaku

sehingga

mengurangi

menimbulkan kontraksi

pada

efek

trauma

pada

endometrium

yang

uterus sehingga berpengaruh terhadap

keberhasilan transfer embrio. Hal ini yang menjadi dasar klinisi menggunakan
kateter fleksibel dibandingkan kateter kaku pada prosedur IVF di seluruh
dunia karena dapat menghindari terjadinya trauma endometrium sehingga
penggunaannya dapat meningkatkan angka keberhasilan inseminasi.8,9

Universitas Sumatera Utara

Hanya beberapa penelitian yang dilakukan untuk menilai pengaruh dari


trauma endometrium dan hubungannya dengan keberhasilan IIU. Rata-rata
kehamilan dengan terapi IIU dilaporkan sekitar 10-20 kehamilan berdasarkan
etiologi infertilitas dan angka tertinggi yang dilaporkan ketika IIU digunakan
pada pasien yang sedang menjalani induksi ovulasi.10 Penelitian yang
dilakukan Karen dkk tahun 2002 melaporkan dari 180 siklus IIU pada
kelompok yang menggunakan kateter fleksibel angka keberhasilan IIU 16,4%
dibandingkan dengan 184 siklus IIU pada kelompok yang menggunakan
kateter fleksibel dimana angka keberhasilannya sekitar 18,1%. Begitu pula
dengan penelitian Teraporn dkk tahun 2003 di Thailand yang melaporkan 77
orang wanita yang menggunakan kateter fleksibel angka keberhasilan
kehamilannya sekitar 11,4% sedangkan yang menggunakan kateter kaku
sekitar 12,9% dari 89 orang wanita yang diteliti dan dihasilkan nilai p = 0,714
yang menyimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua
kateter tersebut.8 Penelitian oleh Ahmed dkk pada tahun 2006 mendapatkan
hasil dimana perbedaan antara penggunaan kateter fleksibel dengan kateter
kaku tidak bermakna. Penelitian oleh Ahmed ini mendukung penelitian
sebelumnya.2
Namun, tidak didapatkan data yang jelas mengenai keberhasilan
inseminasi dengan penggunaan kateter fleksibel maupun kateter kaku di
Indonesia dan hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
ini.

Universitas Sumatera Utara

1.2

Rumusan Masalah
Salah satu aspek pada FERT yang mendapatkan perhatian beberapa

tahun belakangan ini adalah masalah penggunaan kateter pada proses


inseminasi. Beberapa penelitian sebelumnya mengenai kateter lunak untuk
transfer embrio dapat meningkatkan keberhasilan prosedur transfer embrio.
Penjelasan mengenai hal ini belum begitu jelas, namun secara teoritis
dihubungkan dengan kejadian trauma pada lapisan endometrium, dimana
penggunaan kateter fleksibel dapat mengurangi trauma pada saat masuknya
embrio ke kavum uteri dibandingkan dengan kateter kaku.
Namun, pemilihan IIU sebagai salah satu terapi untuk pasangan infertil
masih kurang diteliti dan data mengenai perbandingan jenis kateter fleksibel
maupun kateter kaku pada inseminasi intrauteri masih terbatas.
Sehingga yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
Adakah perbedaan tingkat keberhasilan inseminasi yang menggunakan
kateter fleksibel dengan yang menggunakan kateter kaku?

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk menganalisa perbedaan tingkat keberhasilan inseminasi yang
menggunakan kateter fleksibel dengan yang menggunakan kateter kaku

1.3.2 Tujuan Khusus


1.

Untuk mengetahui karakteristik pasangan wanita yang melakukan


Inseminasi Intrauteri berdasarkan usia, durasi, jenis infertilitas, dan
indikasi dilakukannya inseminasi intrauteri pada pasangan infertil

Universitas Sumatera Utara

2.

Untuk mengetahui jumlah folikel yang berdiameter lebih atau sama


dengan 17 mm, tebal endometrium dan banyak sperma yang motil
yang digunakan saat inseminasi intrauteri.

3.

Untuk mengetahui kegagalan memasukkan kateter, ketidaknyamanan


selama proses inseminasi intrauteri, refluks sperma setelah inseminasi
dan darah yang ditemukan di kateter setelah proses inseminasi
intrauteri.

4.

Untuk menganalisa perbedaan keberhasilan inseminasi berdasarkan


penggunaan kateter fleksibel dan kateter kaku; ada tidaknya darah
pada kateter dan adanya refluks pada proses IIU.

1.4

Manfaat Penelitian

1.

Dengan adanya penelitian ini, pemilihan kateter pada IIU dapat


dijadikan salah satu faktor yang dipertimbangkan untuk memberikan
tingkat keberhasilan IIU yang lebih tinggi.

2.

Karena penelitian ini merupakan penelitian pertama kali di senter USU


dan juga di Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
dan dorongan bagi peneliti lain untuk penelitian tentang kateter IIU
selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Das könnte Ihnen auch gefallen