Sie sind auf Seite 1von 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Malaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh
Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan hepatosplenomegali.
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang
termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles spp.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki endemisitas tinggi. Di Indonesia
berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria
dengan 38.000 kematian tiap tahunnya. Diperkiraan 35 % penduduk Indonesia tinggal
didaerah yang beresiko tertular malaria. Dari 293 kabupaten / kota, 167 diantaranya
merupakan daerah endemis. Daerah dengan kasus malaria tertinggi adalah Papua, Nusa
Tenggara Timur, Maluku dan Sulawesi Tenggara.
Terdapat 4 jenis spesies parasit yang berbeda, yaitu Plasmodium falsiparum, P.Vivax, P.
Ovale dan P. Malariae. Malaria Tropika yang disebabkan oleh P. falsiparum, merupakan
penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Plasmodium falsiparum sering dapat
menyebabkan malaria berat. Plasmodium ini membunuh > 1 juta orang tiap tahunnya.
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis maupun subtropis
dan nenyerang negara dengan penduduk padat. Malaria di daerah endemi terdapat secara
autokton (indigenous malaria) karena siklus hidup parasit malaria terdapat pada manusia,
nyamuk dan parasit.
Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat dunia yang utama. Malaria menyebar di berbagai negara, terutama di kawasan
Asia, Afrika,dan Amerika Latin. Di berbagai negara, malaria bukan hanya permasalahan
kesehatan semata. Malaria telah menjadi masalah sosial-ekonomi, seperti kerugian ekonomi,
kemiskinan dan keterbelakangan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa defenisi dari malaria?
b. Apa penyebab dari malaria?
c. Bagaimana patofisiologi malaria?
d. Bagaimana gambaran klinis malaria?
e. Baga

imana cara mendiagnosa malaria?

f. Apa penatalaksanaan malaria?


g. Bagaimana prognosa malaria?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui apa itu malaria
b. Untuk mengetahui apa penyebab dan bagaimana proses terjadinya malaria
c. Untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosa malaria
d. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan malaria
e. Untuk mengetahui bagaimana prognosa malaria

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Malaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh
Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan hepatosplenomegali.
2.2 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia plasmodium
terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale. Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi berat
bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies plasmodium yang terdapat di
Indonesia yaitu Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika, Plasmodium
vivax yang menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria
kuartana dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale.
Seseorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis plasmodium, dikenal sebagai infeksi
campuran/majemuk (mixed infection). Pada umumnya dua jenis plasmodium yang paling
banyak dijumpai adalah campuran antara plasmodium falciparum dan plasmodium vivax atau
plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis plasmodium sekaligus, meskipun
hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka
penularan tinggi. Akhir-akhir ini di beberapa daerah dilaporkan kasus malaria yang telah
resisten terhadap klorokuin, bahkan juga resisten terhadap pirimetamin-sulfadoksin.
Penyakit ini jarang ditemui pada bulan-bulan pertama kehidupan, tetapi pada anak-anak
yang berumur beberapa tahun dapat terjadi serangan malaria tropika yang berat, bahkan
tertiana dan kuartana dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak dengan
gangguan gizi.

2.3 Daur Hidup Plasmodium


Dalam tubuh manusia parasit berkembang biak secara aseksual (skizogoni). Sporozoit
yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia oleh nyamuk, masuk kedalam peredaran darah

dan setelah jam bersarang di hati dan membentuk siklus pra-eritrosit yaitu trofozoitskizon-merozoit. Siklus ini berlangsung beberapa hari dan tidak menimbulkan gejala.
Merozoit sebagian masuk ke dalam hati meneruskan siklus ekso-eritrosit dan sebagian lagi
masuk ke dalam darah (eritrosit), yaitu merozoit-trofozoit muda(bentuk cincin)-trofozoit tuaskizon-skizon pecah-merozoit memasuki eritrosit baru. Sebagian merozoit memulai dengan
gametogoni membentuk mikro dan makrogametosit. Siklus tersebut disebut masa tunas
instrinsik.
Dalam tubuh nyamuk parasit berkembang secara seksual (sporogoni). Dalam lambung
nyamuk, makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogametosit yang
akan membentuk zygote yang disebut ookinet. Selanjutnya ookinet akan menembus dinding
lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian
sporozoit akan dilepaskan
2.4 Transmisi
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara alamiah dan bukan alamiah.
Penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan nyamuk Anopheles. Penularan
bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularannya, yaitu:
a. Malaria bawaan (congenital), disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga
tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya. Selain melalui
plasenta penularan dari ibu kepada bayi melalui tali pusat.
b. Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik. Penularan
melalui jarum suntik banyak terjadi pada pecandu obat bius yang menggunakan jarum
suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui transfusi hanya menghasilkan siklus
eritrositer karena tidak melalui sporozoit yang memerlukan siklus hati sehingga dapat
diobati dengan mudah.
c. Penularan secara oral, pernah dibuktikan pada ayam ( Plasmodium gallinasium), burung
dara ( Plasmodium relection) dan monyet ( Plasmodium Knowles).
2.5 Patogenesis dan Patologi
Selama skizogoni, sirkulasi perifer menerima pigmen malaria dan produk samping
parasit, seperti membrane dan isi sel-sel eritrosit. Pigmen malaria tidak toksik, tetapi

menyebabkan tubuh mengeluarkan produk-produk asing dan respon fagosit yang intensif.
Makrofag dalam system retikuloendotelial dan dalam sirkulasi menangkap pigemen dan
menyebabkan warna agak kelabu pada sebagian besar jaringan dan organ tubuh. Pirogen dan
racun lain yang masuk ke sirkulasi saat skizogoni, diduga bertanggung jawab mengaktifkan
kinin vasoaktif dan kaskade pembekuan darah.
Mengenai pathogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravascular. Oleh karena skizogoni
menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia yang tidak
sebanding

dengan parasitemia menunjukan adanya kelainan eritrosit selain yang

mengandung parasit. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi
eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Faktor lain
yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibody terhadap
eritrosit. Suatu bentuk khusus anemia hemolitik pada malaria adalah black water fever, yaitu
bentuk malaria berat yang disebabkan oleh plasmodium falsiparum, ditandai oleh hemolisis
intravascular berat, hemoglobinuria, kegagalan ginjal akut akibat nekrosis tubulus, disertai
angka kematian yang tinggi.
Pada infeksi malaria, limpa akan membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi
sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dan eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria
kronis terjadi hyperplasia dari reticulum disertai peningkatan makrofag. Pada sindroma
pembesaran limpa di daerah tropis atau penyakit pembesaran limpa pada malaria kronis
biasanya dijumpai bersama dengan peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibody terhadapa
malaria ini mungkin menimbulkan respons imunologis yang tidak lazim pada malaria kronis.
Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel kupffer terlibat dalam respon
fagositosis. Sebagai akibatnya hati menjadi berwarna agak kecoklatan agak kelabu atau
kehitaman. Pada malaria kronis terjadi infiltrasi difus oleh sel mononukleus pada periportal
yang meningkat sejalan dengan berulangnya serangan malaria. Hepatomegali dengan
infiltrasi sel mononukleus merupakan bagian dari sindrom pembesaran hati di daerah tropis.
Nekrosis sentrilobulus terjadi pada syok.

Organ lain yang sering diserang oleh malaria adalah otak dan ginjal. Pada malaria
serebral, otak bewarna kelabu akibat pigmen malaria, sering disertai edema dan hiperemis.
Perdarahan berbentuk petekia tersebar pada substansi putih otak dan dapat menyebar sampai
ke sumsum tulang belakang. Pada pemeriksaan mikroskopik, sebagian besar dari pembuluh
darah kecil dan menengah dapat terisi oleh eritrosit yang telah mengandung parasit dan dapat
dijumpai bekuan fibrin, dan terdapat reaksi selular pada ruang perivaskular yang luas.
Terserangnya pembuluh darah oleh malaria tidak saja terbatas pada otak tetapi dapat juga
dijumpai pada jantung atau saluran cerna atau di tempat lain dari tubuh.
2.6 Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang
paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu TNF
dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh
bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya
peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktivasinya system retikuloendotelial
untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga
terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neuttrofil. Terjadinya kongesti pada organ
lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa.
Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh system
retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis plasmodium dan status imunitas
pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada
eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoeisis. Pada hemolisis
berat

dapat

terjadi

hemoglobinuria

dan

hemoglobinemia.

Hiperkalemia

dan

hiperbilirubinemia juga sering ditemukan.


Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan karena sel
darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, sehingga perjalanannya dalam kapiler
terganggu dan mudah melekat pada endotel kapiler karena adanya penonjolan membrane
eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran kapiler
terhambat dan timbul hipoksi jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat
terjadi perembesan cairan bahkan perdarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian kelainan

patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral, edema paru,
gagal ginjal dan malabsorbsi usus.
Pertahanan tubuh individu terhadapa malaria dapat berupa factor yang diturunkan
maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria yang diturunkan terutama penting untuk
melindungi anak kecil/bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatf resisten terhadap masuk
dan berkembangnya parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada interaksi antara
organel spesifik pada merozoit dan struktur khusus pada permukaan eritrosit. Sebagai contoh
eritrosit yang mengandung glikoprotein A penting untuk masuknya plasmodium falciparum.
Individu yang tidak mempunyai determinan golongan darah duffy mempunyai resistensi
alamiah terhadap Plasmodium Vivax, spesies ini mungkin memerlukan protein pada
permukaan sel yang spesifik untuk dapat masuk ke dalam eritrosit. Resistensi relative yang
diturunkan pada individu dengan HbS terhadap malaria telah lama diketahui dan pada
kenyataannya terbatas pada daerah endemis malaria.
Imunitas humoral dan seluler terhadap malaria didapat sejalan dengan infeksi ulangan.
Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinis infeksi ataupun dapat
menyebabkan asimtomati dalam periode panjang. Pada individu dengan malaria dapat
dijumpai hiperhemaglobulinemia poliklonal, yang merupakan suatu antibody spesifik yang di
produksi untuk melengkapi beberapa aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi,
tetapi produksi inin tidak lengkap dan hanya bersifat sementara bilamana tanpa disertai
infeksi ulangan.
2.7 Manifestasi Klinis
2.7.1 Demam
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri atas beberapa
serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh suatu periode
(periode laten) bebas demam. Sebelum demam pasien biasanya merasa lemah, nyeri kepala,
tidak ada nafsu makan, mual atau muntah. Pada pasien dengan infeksi majemuk/campuran
(lebih dari satu jenis plasmodium atau satu jenis plasmodium tetapi infeksi berulang dalam
waktu berbeda), maka serangan demam terus menerus (tanpa interval), sedangkan pada
pejamu yang imun gejala klinisnya minimal.

Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan yakni stadium
dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium berkeringat (sweating stage).
Paroksisme ini biasanya jelas terlihat pada orang dewasa namun jarang dijumpai pada usia
muda. Pada anak di bawah umur lima tahun, stadium dingin sering sekali bermanifestasi
sebagai kejang. Serangan demam yang pertama di dahului oleh masa inkubasi (intrinsic).
Masa inkubasi bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada spesies parasit, paling pendek pada
plasmodium falciparum dan paling panjang pada plasmodium malariae. Masa inkubasi ini
juga tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah di dapat sebelumnya dan
derajat imunitas pejamu. Pada malaria akibat transfuse darah, masa inkubasi plasmodium
falciparum adalah 10 hari, plasmodium vivax 16 hari dan plasmodium malariae 40 hari atau
lebih setelah transfuse. Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing
spesies parasit, untuk plasmodium falciparum 12 hari, plasmodium vivax dan plasmodium
ovale 13-17 hari dan plasmodium malariae 28-30 hari. Setelah lewat masa inkubasi, pada
anak besar dan orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium yaitu:
a. Stadium dingin
Stadium ini diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat dingin.
Gigi gemeretak dan pasien biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian
dan selimut yang tersedia. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis,
kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah dan pada anak sering terjadi kejang.
Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
b. Stadium demam
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka
merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, sering kali
terjadi mual dan muntah , nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi sangat haus
dan suhu badan dapat meningkat sampai 41oc atau lebih. Stadium ini berlangsung antara
2-12 jam. Demam disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel darah merah yang
telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada plasmodium
vivax dan plasmodium ovale, skizon dari tiap generasi menjadi matang seperti 48 jam
sekali, sehingga timbul demam setiap hari ketiga terhitung dari serangan demam
sebelumnya. Pada plasmodium malariae, demam terjadi pada 72 jam (setiap hari
keempat), sehingga disebut malaria kuartana. Pada plasmodium falciparum, setiap 24-48
jam.

c. Stadium berkeringat
Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, tempat tidurnya basah,
kemudian suhu badan menurun dengan cepat,kadang-kadang sampai di bawah normal.
Gejala tersebut di atas tidak selalu sama pada setiap pasien, tergantung pada
spesies parasit, berat infeksi dan usia pasien. Gejala klinis yang berat biasanya terjadi
pada malaria tropika yang disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk
tropozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh tertentu seperti
otak, hati dan ginjal, sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah organ-organ
tubuh tersebut. Gejala mungkin berupa koma, kejang sampai gangguan fungsi ginjal.
Kematian paling banyak disebabkan oleh malaria jenis ini. Black water fever yang
merupakan komplikasi berat, adalah munculnya hemoglobin pada urin sehingga
menyebabkan warna urin bewarna tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever
adalah ikterus dan muntah bewarna seperti empedu. Black water fever biasanya dijumpai
pada mereka yang menderita infeksi plasmodium falciparum berulang dengan infeksi
yang cukup berat.
Di daerah yang tinggi tingkat endemisitasnya (hiper atau holoendemik), pada
orang dewasa seringkali tidak dijumpai gejala klinis walaupun darahnya mengandung
parasit malaria. Hal ini disebabkan imunitas yang telah timbul pada mereka karena
infeksi berulang. Limpa biasanya membesar pada serangan pertama yang berat atau
setelah beberapa serangan dalam periode yang cukup lama. Dengan pengobatan yang
baik, limpa secara berangsur-angsur akan mengecil kembali.
2.7.2 Anemia
Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergntung pada spesies parasit yang
menyebabkannya. Anemia tampak jelas pada malaria falciparum dengan penghancuran
eritrosit yang cepat dan hebat yaitu malaria akut yang berat. Pada serangan akut kadar
hemoglobin turun secara mendadak. Anemia disebabkan oleh berbagai factor:
1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasitdan yang tidak mengandung parasit
terjadi di limpa. Dalam hal ini factor autoimun memegang peranan.
2. Reduced survival time (eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat
hidup lama)

10

3. Diseritropoeisis (gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoeisis


dalam sumsum tulang,retikulosit tidak dilepaskan dalam perdarahan perifer.
Jenis anemia pada malaria adalah hemolitik, normokrom dan normositik atau
hipokrom. Dapat juga mikrositik bila terdapat kekurangan asam folat. Pada darah tepi
selain parasit malaria, dapat ditemukan polikromasi, anisositosis, poikilositosis, sel target,
basophilic stippling pada sel darah merah. Pada anemia berat dapat terlihat cabots ring,
Howel Jolly bodies dan sel darah merah yang berinti.
Dapat terjadi trombositopenia baik pada infeksi P.falciparum maupun P.vivax.
Leukopenia ditemukan pada penderita malaria tanpa komplikasi dan leukositosis pada
penderita malaria berat. Pigmen malaria (hemozoin) dapat ditemukan dalam sel monosit
atau sel PMN.
2.7.3 Splenomegali
Limpa merupakan organ retikuloendotelial, dimana parasit malaria dieliminasi
oleh system kekebalan tubuh hospes. Pada keadaan akut limpa membesar dan tegang,
penderita merasa nyeri di perut kwadran kiri atas. Pada perabaan konsistensinya lunak.
Bila sediaan limpa diwarnai terlihat stadium parasit lanjut dan pigmen hemozoin yang
tersebar bebas atau dapat juga ditemukan dalam monosit. Perubahan pada limpa biasanya
disebabkan oleh kongesti. Kemudian limpa berubah bewarna hitam karena pigmen yang
ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam kapiler dan sinusoid. Eritrosit
yang tampaknya normal mengandung parasit dan butir hemozoin tampak dalam histiosit
di pulpa dan sel epitel sinusoid. Hiperplasia, sinus melebar dan kadang-kadang thrombus
dalam kapiler dan fokus nekrosis tampak dalam pulpa limpa.
Dengan meningkatnya imunitas, limpa yang mula-mula kehitaman karena
banyaknya pigmen menjadi keabuan karena pigmen dan parasit menghilang perlahanlahan. Hal ini diikuti dengan berkurangnya kongesti limpa, sehingga ukuran limpa
mengecil dan dapat menjadi fibrosis. Pada malaria menahun kongesti limpa menjadi
keras.
2.8 Gambaran Laboratorium

11

Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronis; pada keadaan akut
penurunan hemoglobin terjadi dengan cepat. Anemia pada malaria disebabkan kerusakan
eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan terjadinya hemolisis oleh proses
imunologis. Pada malaria akut juga akan terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum
tulang, tetapi bila parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hiperemik,
pigmentasi aktif dengan hyperplasia dan normoblast. Pada darah tepi dapat dijumpai
poikilositosis, anisositosis, polikromatosis dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai
anemia pernisiosa. Dijumpai pula trombositopenia sehingga dapat mengganggu proses
koagulasi. Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun
disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravascular.
Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek dan tes fungi hati yang
abnormal seperti meningkatnya transaminase, kadar glukosa dan fosfatase alkali
menurun.
Plasma protein menurun terutama albumin, walaupun globulin meningkat.
Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena
meningkatnya fungsi hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa
penting untuk respirasi plasmodia, yang berakibat penurunan glukosa darah dijumpai
pada malaria tropika dan tertiana; hal ini mungkin berhubungan dengan kelenjar
suprarenalis. Kalium dalam plasma meningkat pada saat demam, mungkin karena
destruksi dari sel-sel darah merah. Laju endap darah meningkat pada malaria namun
kembali normal setelah diberi pengobatan.
Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit
sampai eritrosit yang telah matang. Pada pemeriksaan darah tepi baik hapusan maupun
tetes tebal terutama dijumpai parasit muda berbentuk cincin (ring form). Juga dijumpai
gametosit dan pada kasus berat yang biasanya disertai komplikasi, dapat dijumpai bentuk
skizon. Pada kasus berat parasit dapat menyerang sampai 20% eritrosit. Bentuk
seksual/gametosit muncul dalam waktu satu minggu dan dapat bertahan sampai beberapa
bulan setelah sembuh. Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan tipis,
gametositnya berbentuk pisang dan terdapat bintik maurrer pada sel darah merah. Pada
sediaan darah tebal dapat dijumpai gametosit berbentuk pisang , banyak sekali bentuk
cincin tanpa bentuk lain yang dewasa (stars in the sky), terdapat balon merah di sisi luar
gametosit.

12

Plasmodium vivax terutama menyerang retikulosit. Pada pemeriksaan darah tepi


baik hapusan tipis maupun tetes tebal biasanya dijumpai semua bentuk parasit aseksual
dari bentuk ringan sampai skizon. Biasanya menyerang kurang dari 2% eritrosit. Tandatanda parasit malaria yang khas pada sediaan darah tipis, dijumpai sel darah merah
membesar, terdapat titik schuffner pada sel darah merah dan sitoplasma amuboid. Pada
sediaan darah tebal dijumpai sitoplasma amuboid (terutama pada tropozoit yang sedang
berkembang) dan bayangan merah di sisi luar gametosit.
Plasmodium malariae terutama menyerang eritrosit yang telah matang. Pada
sediaan hapus darah tepi tipis maupun tetes tebal dapat dijumpai semua bentuk parasit
aseksual. Biasanya parasit menyerang kurang dari 1% dari jumlah eritrosit. Parasit pada
sediaan darah tepi tipis berbentuk khas seperti pita (band form), skizon berbentuk bunga
ros (rosette form), tropozoit kecil bulat dan kompak berisi pigmen yang menumpuk,
kadang-kadang menutupi sitoplasma/inti atau keduanya.
2.9 Diagnosis
Diagnosis pasti infeksi malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah
yang diperiksa dengan mikroskop. Diagnosis laboratorium dilakukan dengan berbagai
cara:
1. Diagnosis dengan mikroskop cahaya
Sediaan darah dengan pulasan giemsa merupakan dasar untuk pemeriksaan dengan
mikroskop dan sampai sekarang masih digunakan sebagai baku emas untuk diagnosis
rutin. Sediaan darah malaria dapat digunakan untuk identifikasi spesies maupun
menghitung jumlah parasit.
Pemeriksaan sediaan darah tebal dilakukan dengan memeriksa 100 lapang pandang
mikroskop dengan pembesaran 500-600/1000 yang setara dengan 0,20 l darah. Jumlah
parasit dapat dihitung per lapang pandang mikroskop. Metode semi-kuantitatif untuk
hitung parasit (parasite count) pada sediaan darah tebal adalah sebagai berikut:
+
: 1-10 parasit per 100 lapangan
++
: 11-100 parasit per 100 lapangan
+++ : 1-10 parasit per 1 lapangan
++++ : >10 parasit per 1 lapangan

13

Hitung parasit secara kuantitatif dapat dilakukan dengan menghitung jumlah parasit per
200 leukosit dalam sediaan darah tebal dan jumlah leukosit rata-rata 8000/l darah,
sehingga jumlah parasit dapat di hitung sebagai berikut:
Parasit/l darah = Jumlah parasit dalam 20 leukosit x 40
Pada sediaan darah tipis dihitung dahulu jumlah eritrosit perlapang pandang
mikroskop. Selain itu perlu diketahui jumlah total eritrosit, misalnya 4.500.000 eritrosit/
l darah (perempuan) atau 5.000.000 eritrosit/l darah pada laki-laki. Kemudian jumlah
parasit stadium aseksual dihitung paling sedikit dalam 25 lapang pandang mikroskop dan
total parasit dihitung sebagai berikut :
Parasit/l darah =
Jumlah parasit yang dihitung
x jumlah eritrosit/l
Jumlah eritrosit dalam 25 lapang pandang mikroskop
2. Teknik mikroskopis lain
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan sensitivitas teknik mikroskopis
yang konvensional:
a. Teknik quantitative buffy coat (QBC) berdasarkan kemampuan jingga akridin
(acridine orange) memulas asam nukleat yang berada dalam sel. Darah dari ujung jari
penderita dikumpulkan dalam tabung mikrohematokrit yang berisi zat warna akridin
dan antikoagulan. Kemudian tabung tersebut disentrifugasi pada 12.000 x g selama 5
menit. Parasit yang berfluoresensi dengan pemeriksaan mikroskop fluoresen
merupakan salah satu hasil usaha ini, tetapi cara ini tidak dapat digunakan secara luas
seperti pemeriksaan sediaan darah tebal dengan pulasan Giemsa.
b. Teknik kawamoto merupakan modifikasi teknik QBC yang memulas sediaan darah
dengan jingga akridin dan diperiksa dengan mikroskop cahaya dengan lampu
halogen.
3. Metode lain tanpa menggunakan mikroskop
Beberapa metode untuk mendeteksi parasit malaria tanpa menggunakan mikroskop
telah dikembangkan dengan maksud untuk mendeteksi parasit lebih mudah daripada
dengan mikroskop cahaya. Metode ini mendeteksi protein atau asam nukleat yang berasal
dari parasit.
a. Rapid Antigen Detection Test (RDT), dasarnya adalah immunochomatography pada
kertas nitrocellulose. Dengan cara ini berbagai protein parasit yang spesifik dapat
dideteksi dalam darah dari ujung jari penderita. Protein kaya histidin II (histidin rich
protein II) yang spesifik P.Falciparum digunakan sebagai marker adanya infeksi

14

tersebut. Enzyme laktat dehidrogenase yang dihasilkan berbagai spesies plasmodium


dapat digunakan untuk menyatakan infeksi non-falciparumseperti P.vivax. Saat ini
sedang dikembangkan marker untuk P.malariae dari enzyme yang sama. Enzim lain
yang dipelajari adalah aldolase. Rapid test malaria ini telah di coba berbagai daerah
endemis malaria di dunia, termasuk di Indonesia. Tes ini sederhana dan cepat karena
hasilnya dapat di baca dalam waktu 15 menit. Selain itu tes ini dapat dilakukan oleh
petugas yang tidak terampil dan memerlukan sedikit latihan. Alatnya sederhana, kecil
dan tidak memerlukan aliran listrik. Secara umum rapid test mempunyai nilai
sensitivitas dan spesifitas lebih dari 90%.
Kelemahan rapid test adalah :
1. Kuranf sensitive bila jumlah parasit dalam darah rendah (kurang dari 100 parasit/
l darah)
2. Tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif)
3. Antigen yang masih beredar beberapa hari-minggu setelah parasit hilang
memberikan reaksi positive palsu
4. Gametosit muda (immature), bukan yang matang (mature) mungkin masih dapat
dideteksi
5. Biaya tes ini masih cukup mahal
6. Tidak stabil pada suhu ruang diatas 30oc
Hasil positive palsu (false positive) yang disebabkan antigen residual yang
beredar dan gametosit muda dalam darah biasanya ditemukan pada penderita
tanpa gejala. Selain itu juga pada orang yang mengandung factor rheumatoid.
Seharusnya tidak mengakibatkan over treatment bila tes ini digunakan untuk
menunjang diagnosis klinis penderita.
b. Metode yang berdasarkan deteksi asam nukleat dapat dibagi dalam dua golongan,
yaitu: hibridisasi DNA atau RNA berlabel yang sensitivitasnya dapat ditingkatkan
dengan PCR. Beberapa pelacak (probe) DNA dan RNA yang spesifik telah
dikembangkan untuk mengidentifikasi keempat spesies plasmodium, tetapi terutama
untuk p.falciparum dan ternyata tes ini sangat speifik (mendekati 100%) dan sensitive
(lebih dari 90%), dapat mendeteksi minimal 2 parasit,bahkan 1 parasit/ l darah.
Penggunaan pelacak tanpa label radioaktif (non-radiolabelled) walaupun kurang
sensitive dibandingkan dengan yang radioaktif, mempunyai self life lebih panjang
serta lebih mudah disimpan dan diolah.
Kelemahan tes ini adalah:
1. Penyediaan primer DNA dan RNA sangat rumit

15

2. Alat yang diperlukan untuk hibridisasi rumit


3. Alat untuk amplifikasi PCR dan deteksi hasil amplifikasi sangat canggih dan
mahal.
4. Membutuhkan waktu lama (24 jam)
2.10 Pengobatan
2.10.1 Malaria ringan (Tanpa komplikasi)
Malaria ringan tanpa komplikasi dapat dilakukan pengobatan secara rawat jalan atau
rawat inap sebagai berikut:
1. Klorokuin basa diberikan total 25 mg/kgbb selama 3 hari, dengan perincian sebagai
berikut : hari pertama 10 mg/kgbb (maksimal 600 mg basa), 6 jam kemudian dilanjutkan
10 mg/kgbb (maksimal 600 mg basa) dan 5 mg/kgbb pada 24 jam (maksimal 300 mg
basa). Atau hari I dan II masing-masing 10 mg/kgbb dan hari III 5 mg/kgbb. Pada malaria
tropika ditambahkan primakuin 0,75 mg/kgbb selama1 hari. Pada malaria tersiana
ditambahkan primakuin 0,25 mg/kgbb/hari selama 14 hari.
2. Bila dengan pengobatan butir 1 ternyata pada hari IV masih demam atau hari VIII masih
dijumpai parasit dalam darah maka diberikan :
a. Kina sulfat 30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis, selama 7 hari atau
b. Fansidar atau suldox dengan dasar primetamin 1-1,5 mg/kgbb atau sulfadoksin 20-30
mg/kgbb single dose (usia diatas 6 bulan). Obat ini tidak digunakan pada malaria
tersiana.
3. Bila dengan pengobatan butir 2 pada hari IV masih demam atau pada hari VIII masih
dijumpai parasit maka diberikan:
a. Tetrasiklin HCL 50 mg/kgbb/kali, sehari 4 kali selama 7 hari + fansidar/suldox bila
sebelumnya telah mendapat pengobatan butir 2a, atau:
b. Tetrasilklin HCL + kina sulfat bila sebelumnya telah mendapat pengobatan butir 2b.
Dosis kina dan fansidar/suldox sesuai butir 2a dan 2b (tetrasiklin hanya diberikan
pada usia 8 tahun atau lebih)
Obat anti malaria yang masih sangat terbatas di Indonesia
1

Meflokuin

16

Tablet 274 mg meflokuin hidroklorida mengandung 250 mg meflokuin basa.


Dosis untuk anak 15 mg meflokuin basa/kgbb, dosis tunggal, sebaiknya sesudah
2

makan.
Halofantrin
Tablet 250 mg halofantrin hidroklorida mengandung 233 mg basa, sedangkan
sirup tiap ml mengandung 100 mg halofantrin hidroklorida setara 93,2 mg basa.
Dosis 24 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 3 dosis, yaitu 8 mg/kgbb tiap 8 jam dan
diulangi dengan dosis yang sama 1 minggu kemudian. Absorbsinya baik bila

dimakan bersama makanan berlemak.


Artemisinin
Tablet/kapsul 250 mg. Dosis 10 mg/kgbb, sekali sehari selama 5 hari untuk hari
pertama diberikan dua dosis.

Pada saat ini sudah lebih dari 25% provinsi di Indonesia telah terjadi multiresistensi
terhadap obat standart yang cukup tinggi. Oleh karena itu Komisi Ahli Malaria (KOMLI)
menganjurkan strategi baru pengobatan malaria pada daerah-daerah tersebut dan sesuai
dengan rekomendasi WHO untuk secara global menggunakan obat artemisinin yang
dikombinasi dengan obat lain. Pengobatan tersebut dikenal sebagai Artemisinin Based
Combination Therapy (ACT).
Derivat artemisinin:
1 Artesunat
- Tablet/kapsul 50 mg/200 mg. Dosis 2 mg/kgbb sekali sehari selama 5 hari;
2

selama 5 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis.


Artemeter
- Tablet/kapsul 40 mg/50 mg. Dosis 2 mg/kgbb sekali sehari selama 6 hari;
-

untuk hari pertama diberi 2 dosis.


Suntikan im/iv: ampul 60 mg/ampul. Dosis 1,2 mg/kgbb sekali sehari

untuk hari pertama diberi 2 dosis.


Suntikan: ampul 80 mg/ampul. Dosis 1,6 mg/kgbb sekali sehari selama 5

hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis.


Dehidroartemisinin
Tablet/kapsul 20 mg/60 mg/80 mg. Dosis 2 mg/kgbb sekali sehari selama 4
hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis.
Artheeter
Suntikan 150 mg/ampul, dalam bentuk -artheeter (artenotil). Dosis pertama
4,8 mg/kgbb, 6 jam kemudian 1,6 mg/kgbb, selanjutya 1,6 mg/kgbb tiap hari
selama 4 hari.

17

Obat malaria kombinasi (ACT) yang tidak tetap saat ini misalnya:
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Artesunat + meflokuin
Artesunat + amodiakuin
Artesunat + Klorokuin
Artesunat + Sulfodoksin-Pirimetamin
Artesunat + Pironoridin
Artesunat + Klorguanil-Dapson (CDA/Lapdap plus)
Dihidroartemisinin + Piperakuin + Trimetropim (Artecom)
Artecom + Primakuin (CVB)
Dihidroartemisinin + Naphtrokuin

Dari kombinasi tersebut diatas, yang tersedia di Indonesia saat ini adalah kombinasi
artesunat + amodiakuin dengan nama dagang artesdiaquine artesumoon. Obat ini tersedia
untuk program dan telah diedarkan di 10 provinsi yang terdapat resistensi tinggi (>25%)
terhadap obat klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin. Dosis artesdiaquin merupakan
gabungan artesunat 2 mg/kgbb sekali sehari selama 3 hari, untuk hari pertama diberi 2 dosis
dan amodiakuin hari I dan II 10 mg/kgbb dan hari ke III 5 mg/kgbb.
Untuk pemakaiaan obat golongan artemisinin harus dibuktikan malaria positif,
sedangkan bila hanya klinis malaria digunakan obat non-ACT.
2.10.2 Pemantauan Respon Pengobatan
Pemantauan respon pengobatan sangat penting untuk dapat mendeteksi
pengobatan malaria secara dini berdasarkan respon klinis dan pemeriksaan parasitologis.
Dikatakan gagal pengobatan bila dijumpai salah satu dari criteria berikut:
1

Kegagalan pengobatan dini, bila:


a. Parasitemia dengan komplikasi malaria berat pada hari 1,2,3.
b. Parasitemia hari ke 2 > hari 0.
c. Parasitemia hari ke 3 (>25 % dari hari 0)
d. Parasitemia hari ke 3 dengan suhu aksila > 37,5 oC
Kegagalan pengobatan kasep, bila antara hari ke 4-28 dijumpai 1 atau

lebih keadaan berikut:


a. Secara klinis dan parasitlogis:
- Adanya malaria berat setelah hari ke tiga dan parasitemia, atau
- Parasitemia dan suhu aksila > 37,5 oC pada hari ke 4 28 tanpa ada
criteria kegagalan pengobatan dini

18

b.
i.

Secara patologis
Adanya parasitemia pada hari ke 7, 14, 21, 28.
Suhu aksila > 37,5 oC tanpa ada criteria kegagalan pengobatan dini
Respon klinik dan parasitologis memadai, apabila pasien sebelumnya
tidak berkembang menjadi kegagalan butir no.1 atau 2 dan tidak ada
parasitemia.

2.10.3 Pemberian obat anti-malaria pada malaria berat


Pemberian obat anti malaria pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa
karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan bertahan
cukup lama di dalam darah untuk segera menurunkan derajat parasitemia. Oleh
karenanya dipilih pemakaian obat secara suntikan (intravena/perinfus, intramuscular yang
berefek cepat dan masih sensitive untuk membunuh parasit malaria).
1

Kina
Kina merupakan obat anti malaria yang sangat efektif untuk semua jenis
plasmodium dan efektif sebagai skizontozid maupun gametosid. Dipilih sebagai
obat utama untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap plasmodium
falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan dapat diberikan cepat per infuse

atau intramuscular dan cukup aman.


Kinidin
Kinidin diberikan bila tidak tersedia kina, dengan cara pemberian yang sama

dengan kina tetapi dosisnya adalah 7,5 mg basa/kgbb/kal.


Derivat Artemisinin
Derivat Artemisinin merupakan obat baru dengan efektivitas tinggi terhadap strain
malaria yang multiresisten terhadap obat antimalaria.

2.11 Prognosis
Prognosis malaria yang disebabkan oleh plasmodium vivax pada umumnya baik,
tidak menyebabkan kematian, walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata dapat
berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps, sedangkan
P.malariae dapat berlangsung sangat lama dan kecenderungan relaps, pernah dilaporkan
sampai 30-50 tahun. Infeksi P.Falciparum tanpa penyulit berlangsung sampai satu tahun.
Infeksi P.Falciparum dengan penyulit prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi

19

secara cepat dan tepat bahkan dapat meninggal terutama pada gizi buruk. WHO
mengemukakan indicator prognosis buruk apabila :
1. Umur 3 tahun atau kurang
2. Koma yang berat
3. Kejang berulang
4. Reflex kornea negative
5. Deserebrasi
6. Dijumpai disfungsi organ (gagal ginjal,edema paru)
7. Terdapat perdarahan retina
8. Indicator laboratorium
9. Hiperparasitemia (>250.000/ml atau >5%)
10. Skizontemia dalam darah perifer
11. Leukositosis
12. PCV (Packed cell volume) <15%
13. Hemoglobin <5 g/dl
14. Ureum >60 mg/dl
15. Glukosa liquor cerebrospinal rendah
16. Kreatinin >3,0 mg/dl
17. Laktat dalam liquor cerebrospinal meningkat
18. SGOT meningkat >3 kali normal
19. Antitrombin rendah
20. Peningkatan kadar plasma 5-nukleotidase

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

20

1. Malaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh Plasmodium,
ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan hepatosplenomegali.
2. Diagnosis pasti infeksi malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yang
diperiksa dengan mikroskop.

3.2 Saran
1. Pemakaian obat anti malaria
Semua anak dari daerah non-endemik apabila masuk ke daerah endemic malaria, maka 2
minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah endemic malaria, tiap
minggu diberikan obat antimalaria.
2. Menghindar dari gigitan nyamuk
3. Vaksin malaria

BAB IV
STATUS PASIEN

21

4.1 ANAMNESA PRIBADI OS :


Nama

: Muhammad Arifin

Umur

: 15 tahun

Jenis Kelamin

: Laki laki

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Pantai Labu, Desa regemuk dusun III

Tanggal Masuk

: 6 Sepetember 2014

Berat Badan Masuk

: 45 Kg

4.2 ANANMESA ORANG TUA OS :


Ayah
Ibu
Sataruddin
Hartati
44 tahun
40 tahun
SMA
SMA
Wiraswasta
IRT
Menikah
Menikah
Pantai Labu, Desa regemuk dusun III
-

Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Perkawinan
Alamat
Penyakit
4.3 RIWAYAT KELAHIRAN OS:
Tanggal Lahir

: 11 April 1999

Tempat Lahir

: Pantai Labu

Kelahiran

: Normal

Berat Badan Lahir

: 2900 gram

Panjang Badan Lahir : 50 cm


Ditolong Oleh

: Bidan

4.4 PERKEMBANGAN FISIK :


0 3 bulan

: Mengangkat kepala, mengoceh spontan, mengikuti objek dengan mata

4 6 bulan

: Duduk dengan dibantu

7 9 bulan

: Merangkak, duduk tanpa dibantu, tengkurap

22

10 12 bulan

: Berdiri sendiri tanpa dibantu, belajar berjalan

13 bulan 18 bulan

: Berjalan dan berbicara

4.5 ANAMNESA MAKANAN:


0 4 bulan

: ASI

5 6 bulan

: ASI

7 10 bulan

: ASI + susu formula + bubur tim

11 12 bulan

: ASI + susu formula + bubur tim + biskuit

4.6 RIWAYAT IMUNISASI :


BCG

: 1x

DPT

: 4x

Campak

: 1x

Polio

: 4x

Hepatitis B

: 3x

Kesan

: lengkap

4.7 RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU OS :


-

4.8 KETERANGAN MENGENAI SAUDARA OS :


Os merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Ketiga saudara os tidak mengidap
riwayat penyakit apapun.
4.9 ANAMNESA PENYAKIT OS :
Keluhan utama: Demam

23

Telaah

: Hal ini sudah dialami os 1 minggu. Demamnya turun naik, sebelum demam os

menggigil terlebih dahulu, setelah demam os mengeluarkan banyak keringat, batuk kering (+),
flu (-), os juga mengalami mencret 2 hari dengan frekuensi 3 x/hari, air > ampas, warna feses
agak coklat. BAK sedikit, rasa haus menurun, nafsu makan menurun.
4.10 PEMERIKSAAN FISIK :
1

Status present
KU/KP/KG

: baik/sedang/baik

Cyanosis

: (-)

Sensorium

: compos mentis

Anemia

: (-)

Heart Rate

: 100 x/i

Dyspnoe

: (-)

Respiratory Rate

Temperatur

: 38oC

Berat Badan

: 45 kg

: 44 x/i

Edema
Ikterus

: (-)
: (-)

Status lokalisata

a. Kepala
Wajah

: Normal

Rambut

: Hitam, lurus.

Mata

: Isokor ka=ki, RC (+)/(+), palpebra inferior pucat (-)

Hidung

: normal

Telinga

: dalam batas normal

Mulut

: dalam batas normal

b. Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-)

c. Thorax
Inspeksi

: simetris fusiformis, retraksi dinding dada (-),

Palpasi

: stem fremitus kiri = kanan

Perkusi

: sonor kedua lapang paru

24

Auskultasi

: vesikuler kedua lapang paru

d. Abdomen
Inspeksi

: edema (-)

Palpasi

: nyeri tekan abdomen sinistra (+) , spleenomegali (-), hepatomegali (-).

Perkusi

: shifting dullness (-)

Auskultasi

: peristaltik (+)

e. Ekstremitas
Superior

: Dalam Batas Normal

Inferior

: Dalam Batas Normal

f. Genitalia

: Dalam Batas Normal

4.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG :


Pemeriksaan Darah Rutin (6 september 2014)
-

WBC

: 3,3 x 10 /uL

Lymph

: 0,3 x 10 /uL

HGB

: 13,7 g/dL

RBC

: 4,75 x 106 /uL

HCT

: 37,9 %

MCV

: 79,9 fL

MCH

: 28,8 pg

MCHC

: 36,1 g/dl

PLT

: 57 x 10 /uL

LED

: 10 mm/jam

Serologi Widal Test


-

Titer H
Titer O

: 1/160
: 1/320

25

Titer AH
Titer AO
Titer BH
Titer BO
Titer CH
Titer CO

: 1/80
: 1/160
: 1/80
: 1/320
: 1/80
: 1/160

Ig G anti dengue (-)


Ig M anti dengue (+)
Ig M Tubex Salmonell (+6)
Pemeriksaan Darah Rutin (7 september 2014)
-

WBC

: 3,9 x 10 /uL

Lymph

: 1,2 x 10 /uL

HGB

: 14,1 g/dL

RBC

: 4,83 x 106 /uL

HCT

: 38,4 %

MCV

: 79,7 fL

MCH

: 29,3 pg

MCHC

: 36,7 g/dl

PLT

: 67 x 10 /uL

LED

: 10 mm/jam

Pemeriksaan Darah Rutin (8 september 2014)


-

WBC

: 3,5 x 10 /uL

Lymph

: 0,4 x 10 /uL

HGB

: 13,3 g/dL

RBC

: 4,65 x 106 /uL

HCT

: 37,3 %

MCV

: 90,3 fL

MCH

: 28,6 pg

MCHC

: 35,6 g/dl

26

PLT

: 65 x 10 /uL

LED

: 10 mm/jam

Pemeriksaan Darah Rutin (9 september 2014)


-

WBC

: 4,8 x 10 /uL

Lymph

: 1,7 x 10 /uL

HGB

: 12,3 g/dL

RBC

: 4,26 x 106 /uL

HCT

: 33,9 %

MCV

: 79,7 fL

MCH

: 28,8 pg

MCHC

: 36,2 g/dl

PLT

: 77 x 10 /uL

LED

: 20 mm/jam

Pemeriksaan darah tipis dijumpai plasmodium stadium trophozoid


4.12

RESUME :

Os datang ke RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dengan keluhan demam. Hal ini sudah dialami
os 1 minggu. Demamnya turun naik, sebelum demam os menggigil terlebih dahulu, setelah
demam os mengeluarkan banyak keringat, batuk kering (+), flu (-), os juga mengalami mencret
2 hari dengan frekuensi 3 x/hari, air > ampas, warna feses agak coklat. BAK sedikit, rasa haus
menurun, nafsu makan menurun.
PEMERIKSAAN FISIK :
1. Status present
KU/KP/KG

: baik/sedang/baik

Cyanosis

: (-)

Sensorium

: compos mentis

Anemia

: (-)

Heart Rate

: 100 x/i

Dyspnoe

: (-)

Respiratory Rate

: 44 x/i

Edema

: (-)

27

Temperatur

: 38oC

Berat Badan

: 45 kg

Ikterus

: (-)

2.
Status lokalisata
a. Kepala
Wajah

: Normal

Rambut

: Hitam, lurus.

Mata

: Isokor ka=ki, RC (+)/(+), palpebra inferior pucat (-)

Hidung

: normal

Telinga

: dalam batas normal

Mulut

: dalam batas normal

b. Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-)

c. Thorax
Inspeksi

: simetris fusiformis, retraksi dinding dada (-),

Palpasi

: stem fremitus kiri = kanan

Perkusi

: sonor kedua lapang paru

Auskultasi

: vesikuler kedua lapang paru

d. Abdomen
Inspeksi

: edema (-)

Palpasi

: nyeri tekan abdomen sinistra (+) , spleenomegali (-), hepatomegali (-).

Perkusi

: shifting dullness (-)

Auskultasi

: peristaltik (+)

e. Ekstremitas
Superior

: Dalam Batas Normal

Inferior

: Dalam Batas Normal

28

f. Genitalia

: Dalam Batas Normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Pemeriksaan Darah Rutin (6 september 2014)
-

WBC

: 3,3 x 10 /uL

Lymph

: 0,3 x 10 /uL

HGB

: 13,7 g/dL

RBC

: 4,75 x 106 /uL

HCT

: 37,9 %

MCV

: 79,9 fL

MCH

: 28,8 pg

MCHC

: 36,1 g/dl

PLT

: 57 x 10 /uL

LED

: 10 mm/jam

Serologi Widal Test


-

Titer H
Titer O
Titer AH
Titer AO
Titer BH
Titer BO
Titer CH
Titer CO

: 1/160
: 1/320
: 1/80
: 1/160
: 1/80
: 1/320
: 1/80
: 1/160

Ig G anti dengue (-)


Ig M anti dengue (+)
Ig M Tubex Salmonell (+6)
4.13 DIAGNOSA BANDING :
1

Malaria

Demam tifoid

29

DHF

4.14 DIAGNOSA KERJA :


Malaria
4.15 PENATALAKSANAAN :
1. Infus Ringer Laktat 50 gtt/i
2. Injeksi ceftriaxone 1 g/12 jam
3. Injeksi novalgin 500 mg/8 jam
4. Injeksi ranitidine 1 amp/8 jam
5. Metronidazole 3x1 tab
4.16 PROGNOSA :
Baik apabila ditangani dengan pengobatan yang tepat.

BAB V
ANALISA PASIEN

Pasien didiagnosis malaria berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


laboratorium.

30

Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa demam turun naik, dimana sebelum
demam didahului menggigil dan setelah demam pasien mengalami keringat yang banyak dan
setelah itu suhu badan pasien kembali normal. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa pada penderita malaria terdapat serangan demam yang khas yaitu menggigil,demam
tinggi dan berkeringat disertai suhu turun. Pada pemeriksaan fisik belum dijumpai adanya
splenomegali. Dari hasil laboratorium, pada pemeriksaan mikroskopis dijumpai adanya
plasmodium stadium trophozoid.
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang
telah dilakukan, disimpulkan bahwa diagnosa pasien bernama Muhammad Arifin ( 15 tahun )
adalah malaria.
Penatalaksanaan pada pasien adalah Infus Ringer Laktat 50 gtt/i, injeksi ceftriaxone 1
g/12 jam, injeksi novalgin 500 mg/8 jam, injeksi ranitidine 1 amp/8 jam , metronidazole 3x1 tab.
Hal ini belum sesuai dengan penanganan pada malaria, karena sebelum diberikan terapi pasien
pulang atas permintaan sendiri.

Das könnte Ihnen auch gefallen