Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Malaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh
Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan hepatosplenomegali.
2.2 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia plasmodium
terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale. Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi berat
bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies plasmodium yang terdapat di
Indonesia yaitu Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika, Plasmodium
vivax yang menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria
kuartana dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale.
Seseorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis plasmodium, dikenal sebagai infeksi
campuran/majemuk (mixed infection). Pada umumnya dua jenis plasmodium yang paling
banyak dijumpai adalah campuran antara plasmodium falciparum dan plasmodium vivax atau
plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis plasmodium sekaligus, meskipun
hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka
penularan tinggi. Akhir-akhir ini di beberapa daerah dilaporkan kasus malaria yang telah
resisten terhadap klorokuin, bahkan juga resisten terhadap pirimetamin-sulfadoksin.
Penyakit ini jarang ditemui pada bulan-bulan pertama kehidupan, tetapi pada anak-anak
yang berumur beberapa tahun dapat terjadi serangan malaria tropika yang berat, bahkan
tertiana dan kuartana dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak dengan
gangguan gizi.
dan setelah jam bersarang di hati dan membentuk siklus pra-eritrosit yaitu trofozoitskizon-merozoit. Siklus ini berlangsung beberapa hari dan tidak menimbulkan gejala.
Merozoit sebagian masuk ke dalam hati meneruskan siklus ekso-eritrosit dan sebagian lagi
masuk ke dalam darah (eritrosit), yaitu merozoit-trofozoit muda(bentuk cincin)-trofozoit tuaskizon-skizon pecah-merozoit memasuki eritrosit baru. Sebagian merozoit memulai dengan
gametogoni membentuk mikro dan makrogametosit. Siklus tersebut disebut masa tunas
instrinsik.
Dalam tubuh nyamuk parasit berkembang secara seksual (sporogoni). Dalam lambung
nyamuk, makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogametosit yang
akan membentuk zygote yang disebut ookinet. Selanjutnya ookinet akan menembus dinding
lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian
sporozoit akan dilepaskan
2.4 Transmisi
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara alamiah dan bukan alamiah.
Penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan nyamuk Anopheles. Penularan
bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularannya, yaitu:
a. Malaria bawaan (congenital), disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga
tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya. Selain melalui
plasenta penularan dari ibu kepada bayi melalui tali pusat.
b. Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik. Penularan
melalui jarum suntik banyak terjadi pada pecandu obat bius yang menggunakan jarum
suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui transfusi hanya menghasilkan siklus
eritrositer karena tidak melalui sporozoit yang memerlukan siklus hati sehingga dapat
diobati dengan mudah.
c. Penularan secara oral, pernah dibuktikan pada ayam ( Plasmodium gallinasium), burung
dara ( Plasmodium relection) dan monyet ( Plasmodium Knowles).
2.5 Patogenesis dan Patologi
Selama skizogoni, sirkulasi perifer menerima pigmen malaria dan produk samping
parasit, seperti membrane dan isi sel-sel eritrosit. Pigmen malaria tidak toksik, tetapi
menyebabkan tubuh mengeluarkan produk-produk asing dan respon fagosit yang intensif.
Makrofag dalam system retikuloendotelial dan dalam sirkulasi menangkap pigemen dan
menyebabkan warna agak kelabu pada sebagian besar jaringan dan organ tubuh. Pirogen dan
racun lain yang masuk ke sirkulasi saat skizogoni, diduga bertanggung jawab mengaktifkan
kinin vasoaktif dan kaskade pembekuan darah.
Mengenai pathogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravascular. Oleh karena skizogoni
menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia yang tidak
sebanding
mengandung parasit. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi
eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Faktor lain
yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibody terhadap
eritrosit. Suatu bentuk khusus anemia hemolitik pada malaria adalah black water fever, yaitu
bentuk malaria berat yang disebabkan oleh plasmodium falsiparum, ditandai oleh hemolisis
intravascular berat, hemoglobinuria, kegagalan ginjal akut akibat nekrosis tubulus, disertai
angka kematian yang tinggi.
Pada infeksi malaria, limpa akan membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi
sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dan eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria
kronis terjadi hyperplasia dari reticulum disertai peningkatan makrofag. Pada sindroma
pembesaran limpa di daerah tropis atau penyakit pembesaran limpa pada malaria kronis
biasanya dijumpai bersama dengan peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibody terhadapa
malaria ini mungkin menimbulkan respons imunologis yang tidak lazim pada malaria kronis.
Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel kupffer terlibat dalam respon
fagositosis. Sebagai akibatnya hati menjadi berwarna agak kecoklatan agak kelabu atau
kehitaman. Pada malaria kronis terjadi infiltrasi difus oleh sel mononukleus pada periportal
yang meningkat sejalan dengan berulangnya serangan malaria. Hepatomegali dengan
infiltrasi sel mononukleus merupakan bagian dari sindrom pembesaran hati di daerah tropis.
Nekrosis sentrilobulus terjadi pada syok.
Organ lain yang sering diserang oleh malaria adalah otak dan ginjal. Pada malaria
serebral, otak bewarna kelabu akibat pigmen malaria, sering disertai edema dan hiperemis.
Perdarahan berbentuk petekia tersebar pada substansi putih otak dan dapat menyebar sampai
ke sumsum tulang belakang. Pada pemeriksaan mikroskopik, sebagian besar dari pembuluh
darah kecil dan menengah dapat terisi oleh eritrosit yang telah mengandung parasit dan dapat
dijumpai bekuan fibrin, dan terdapat reaksi selular pada ruang perivaskular yang luas.
Terserangnya pembuluh darah oleh malaria tidak saja terbatas pada otak tetapi dapat juga
dijumpai pada jantung atau saluran cerna atau di tempat lain dari tubuh.
2.6 Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang
paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu TNF
dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh
bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya
peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktivasinya system retikuloendotelial
untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga
terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neuttrofil. Terjadinya kongesti pada organ
lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa.
Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh system
retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis plasmodium dan status imunitas
pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada
eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoeisis. Pada hemolisis
berat
dapat
terjadi
hemoglobinuria
dan
hemoglobinemia.
Hiperkalemia
dan
patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral, edema paru,
gagal ginjal dan malabsorbsi usus.
Pertahanan tubuh individu terhadapa malaria dapat berupa factor yang diturunkan
maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria yang diturunkan terutama penting untuk
melindungi anak kecil/bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatf resisten terhadap masuk
dan berkembangnya parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada interaksi antara
organel spesifik pada merozoit dan struktur khusus pada permukaan eritrosit. Sebagai contoh
eritrosit yang mengandung glikoprotein A penting untuk masuknya plasmodium falciparum.
Individu yang tidak mempunyai determinan golongan darah duffy mempunyai resistensi
alamiah terhadap Plasmodium Vivax, spesies ini mungkin memerlukan protein pada
permukaan sel yang spesifik untuk dapat masuk ke dalam eritrosit. Resistensi relative yang
diturunkan pada individu dengan HbS terhadap malaria telah lama diketahui dan pada
kenyataannya terbatas pada daerah endemis malaria.
Imunitas humoral dan seluler terhadap malaria didapat sejalan dengan infeksi ulangan.
Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinis infeksi ataupun dapat
menyebabkan asimtomati dalam periode panjang. Pada individu dengan malaria dapat
dijumpai hiperhemaglobulinemia poliklonal, yang merupakan suatu antibody spesifik yang di
produksi untuk melengkapi beberapa aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi,
tetapi produksi inin tidak lengkap dan hanya bersifat sementara bilamana tanpa disertai
infeksi ulangan.
2.7 Manifestasi Klinis
2.7.1 Demam
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri atas beberapa
serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh suatu periode
(periode laten) bebas demam. Sebelum demam pasien biasanya merasa lemah, nyeri kepala,
tidak ada nafsu makan, mual atau muntah. Pada pasien dengan infeksi majemuk/campuran
(lebih dari satu jenis plasmodium atau satu jenis plasmodium tetapi infeksi berulang dalam
waktu berbeda), maka serangan demam terus menerus (tanpa interval), sedangkan pada
pejamu yang imun gejala klinisnya minimal.
Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan yakni stadium
dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium berkeringat (sweating stage).
Paroksisme ini biasanya jelas terlihat pada orang dewasa namun jarang dijumpai pada usia
muda. Pada anak di bawah umur lima tahun, stadium dingin sering sekali bermanifestasi
sebagai kejang. Serangan demam yang pertama di dahului oleh masa inkubasi (intrinsic).
Masa inkubasi bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada spesies parasit, paling pendek pada
plasmodium falciparum dan paling panjang pada plasmodium malariae. Masa inkubasi ini
juga tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah di dapat sebelumnya dan
derajat imunitas pejamu. Pada malaria akibat transfuse darah, masa inkubasi plasmodium
falciparum adalah 10 hari, plasmodium vivax 16 hari dan plasmodium malariae 40 hari atau
lebih setelah transfuse. Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing
spesies parasit, untuk plasmodium falciparum 12 hari, plasmodium vivax dan plasmodium
ovale 13-17 hari dan plasmodium malariae 28-30 hari. Setelah lewat masa inkubasi, pada
anak besar dan orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium yaitu:
a. Stadium dingin
Stadium ini diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat dingin.
Gigi gemeretak dan pasien biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian
dan selimut yang tersedia. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis,
kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah dan pada anak sering terjadi kejang.
Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
b. Stadium demam
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka
merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, sering kali
terjadi mual dan muntah , nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi sangat haus
dan suhu badan dapat meningkat sampai 41oc atau lebih. Stadium ini berlangsung antara
2-12 jam. Demam disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel darah merah yang
telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada plasmodium
vivax dan plasmodium ovale, skizon dari tiap generasi menjadi matang seperti 48 jam
sekali, sehingga timbul demam setiap hari ketiga terhitung dari serangan demam
sebelumnya. Pada plasmodium malariae, demam terjadi pada 72 jam (setiap hari
keempat), sehingga disebut malaria kuartana. Pada plasmodium falciparum, setiap 24-48
jam.
c. Stadium berkeringat
Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, tempat tidurnya basah,
kemudian suhu badan menurun dengan cepat,kadang-kadang sampai di bawah normal.
Gejala tersebut di atas tidak selalu sama pada setiap pasien, tergantung pada
spesies parasit, berat infeksi dan usia pasien. Gejala klinis yang berat biasanya terjadi
pada malaria tropika yang disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk
tropozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh tertentu seperti
otak, hati dan ginjal, sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah organ-organ
tubuh tersebut. Gejala mungkin berupa koma, kejang sampai gangguan fungsi ginjal.
Kematian paling banyak disebabkan oleh malaria jenis ini. Black water fever yang
merupakan komplikasi berat, adalah munculnya hemoglobin pada urin sehingga
menyebabkan warna urin bewarna tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever
adalah ikterus dan muntah bewarna seperti empedu. Black water fever biasanya dijumpai
pada mereka yang menderita infeksi plasmodium falciparum berulang dengan infeksi
yang cukup berat.
Di daerah yang tinggi tingkat endemisitasnya (hiper atau holoendemik), pada
orang dewasa seringkali tidak dijumpai gejala klinis walaupun darahnya mengandung
parasit malaria. Hal ini disebabkan imunitas yang telah timbul pada mereka karena
infeksi berulang. Limpa biasanya membesar pada serangan pertama yang berat atau
setelah beberapa serangan dalam periode yang cukup lama. Dengan pengobatan yang
baik, limpa secara berangsur-angsur akan mengecil kembali.
2.7.2 Anemia
Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergntung pada spesies parasit yang
menyebabkannya. Anemia tampak jelas pada malaria falciparum dengan penghancuran
eritrosit yang cepat dan hebat yaitu malaria akut yang berat. Pada serangan akut kadar
hemoglobin turun secara mendadak. Anemia disebabkan oleh berbagai factor:
1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasitdan yang tidak mengandung parasit
terjadi di limpa. Dalam hal ini factor autoimun memegang peranan.
2. Reduced survival time (eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat
hidup lama)
10
11
Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronis; pada keadaan akut
penurunan hemoglobin terjadi dengan cepat. Anemia pada malaria disebabkan kerusakan
eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan terjadinya hemolisis oleh proses
imunologis. Pada malaria akut juga akan terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum
tulang, tetapi bila parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hiperemik,
pigmentasi aktif dengan hyperplasia dan normoblast. Pada darah tepi dapat dijumpai
poikilositosis, anisositosis, polikromatosis dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai
anemia pernisiosa. Dijumpai pula trombositopenia sehingga dapat mengganggu proses
koagulasi. Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun
disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravascular.
Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek dan tes fungi hati yang
abnormal seperti meningkatnya transaminase, kadar glukosa dan fosfatase alkali
menurun.
Plasma protein menurun terutama albumin, walaupun globulin meningkat.
Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena
meningkatnya fungsi hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa
penting untuk respirasi plasmodia, yang berakibat penurunan glukosa darah dijumpai
pada malaria tropika dan tertiana; hal ini mungkin berhubungan dengan kelenjar
suprarenalis. Kalium dalam plasma meningkat pada saat demam, mungkin karena
destruksi dari sel-sel darah merah. Laju endap darah meningkat pada malaria namun
kembali normal setelah diberi pengobatan.
Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit
sampai eritrosit yang telah matang. Pada pemeriksaan darah tepi baik hapusan maupun
tetes tebal terutama dijumpai parasit muda berbentuk cincin (ring form). Juga dijumpai
gametosit dan pada kasus berat yang biasanya disertai komplikasi, dapat dijumpai bentuk
skizon. Pada kasus berat parasit dapat menyerang sampai 20% eritrosit. Bentuk
seksual/gametosit muncul dalam waktu satu minggu dan dapat bertahan sampai beberapa
bulan setelah sembuh. Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan tipis,
gametositnya berbentuk pisang dan terdapat bintik maurrer pada sel darah merah. Pada
sediaan darah tebal dapat dijumpai gametosit berbentuk pisang , banyak sekali bentuk
cincin tanpa bentuk lain yang dewasa (stars in the sky), terdapat balon merah di sisi luar
gametosit.
12
13
Hitung parasit secara kuantitatif dapat dilakukan dengan menghitung jumlah parasit per
200 leukosit dalam sediaan darah tebal dan jumlah leukosit rata-rata 8000/l darah,
sehingga jumlah parasit dapat di hitung sebagai berikut:
Parasit/l darah = Jumlah parasit dalam 20 leukosit x 40
Pada sediaan darah tipis dihitung dahulu jumlah eritrosit perlapang pandang
mikroskop. Selain itu perlu diketahui jumlah total eritrosit, misalnya 4.500.000 eritrosit/
l darah (perempuan) atau 5.000.000 eritrosit/l darah pada laki-laki. Kemudian jumlah
parasit stadium aseksual dihitung paling sedikit dalam 25 lapang pandang mikroskop dan
total parasit dihitung sebagai berikut :
Parasit/l darah =
Jumlah parasit yang dihitung
x jumlah eritrosit/l
Jumlah eritrosit dalam 25 lapang pandang mikroskop
2. Teknik mikroskopis lain
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan sensitivitas teknik mikroskopis
yang konvensional:
a. Teknik quantitative buffy coat (QBC) berdasarkan kemampuan jingga akridin
(acridine orange) memulas asam nukleat yang berada dalam sel. Darah dari ujung jari
penderita dikumpulkan dalam tabung mikrohematokrit yang berisi zat warna akridin
dan antikoagulan. Kemudian tabung tersebut disentrifugasi pada 12.000 x g selama 5
menit. Parasit yang berfluoresensi dengan pemeriksaan mikroskop fluoresen
merupakan salah satu hasil usaha ini, tetapi cara ini tidak dapat digunakan secara luas
seperti pemeriksaan sediaan darah tebal dengan pulasan Giemsa.
b. Teknik kawamoto merupakan modifikasi teknik QBC yang memulas sediaan darah
dengan jingga akridin dan diperiksa dengan mikroskop cahaya dengan lampu
halogen.
3. Metode lain tanpa menggunakan mikroskop
Beberapa metode untuk mendeteksi parasit malaria tanpa menggunakan mikroskop
telah dikembangkan dengan maksud untuk mendeteksi parasit lebih mudah daripada
dengan mikroskop cahaya. Metode ini mendeteksi protein atau asam nukleat yang berasal
dari parasit.
a. Rapid Antigen Detection Test (RDT), dasarnya adalah immunochomatography pada
kertas nitrocellulose. Dengan cara ini berbagai protein parasit yang spesifik dapat
dideteksi dalam darah dari ujung jari penderita. Protein kaya histidin II (histidin rich
protein II) yang spesifik P.Falciparum digunakan sebagai marker adanya infeksi
14
15
Meflokuin
16
makan.
Halofantrin
Tablet 250 mg halofantrin hidroklorida mengandung 233 mg basa, sedangkan
sirup tiap ml mengandung 100 mg halofantrin hidroklorida setara 93,2 mg basa.
Dosis 24 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 3 dosis, yaitu 8 mg/kgbb tiap 8 jam dan
diulangi dengan dosis yang sama 1 minggu kemudian. Absorbsinya baik bila
Pada saat ini sudah lebih dari 25% provinsi di Indonesia telah terjadi multiresistensi
terhadap obat standart yang cukup tinggi. Oleh karena itu Komisi Ahli Malaria (KOMLI)
menganjurkan strategi baru pengobatan malaria pada daerah-daerah tersebut dan sesuai
dengan rekomendasi WHO untuk secara global menggunakan obat artemisinin yang
dikombinasi dengan obat lain. Pengobatan tersebut dikenal sebagai Artemisinin Based
Combination Therapy (ACT).
Derivat artemisinin:
1 Artesunat
- Tablet/kapsul 50 mg/200 mg. Dosis 2 mg/kgbb sekali sehari selama 5 hari;
2
17
Obat malaria kombinasi (ACT) yang tidak tetap saat ini misalnya:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Artesunat + meflokuin
Artesunat + amodiakuin
Artesunat + Klorokuin
Artesunat + Sulfodoksin-Pirimetamin
Artesunat + Pironoridin
Artesunat + Klorguanil-Dapson (CDA/Lapdap plus)
Dihidroartemisinin + Piperakuin + Trimetropim (Artecom)
Artecom + Primakuin (CVB)
Dihidroartemisinin + Naphtrokuin
Dari kombinasi tersebut diatas, yang tersedia di Indonesia saat ini adalah kombinasi
artesunat + amodiakuin dengan nama dagang artesdiaquine artesumoon. Obat ini tersedia
untuk program dan telah diedarkan di 10 provinsi yang terdapat resistensi tinggi (>25%)
terhadap obat klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin. Dosis artesdiaquin merupakan
gabungan artesunat 2 mg/kgbb sekali sehari selama 3 hari, untuk hari pertama diberi 2 dosis
dan amodiakuin hari I dan II 10 mg/kgbb dan hari ke III 5 mg/kgbb.
Untuk pemakaiaan obat golongan artemisinin harus dibuktikan malaria positif,
sedangkan bila hanya klinis malaria digunakan obat non-ACT.
2.10.2 Pemantauan Respon Pengobatan
Pemantauan respon pengobatan sangat penting untuk dapat mendeteksi
pengobatan malaria secara dini berdasarkan respon klinis dan pemeriksaan parasitologis.
Dikatakan gagal pengobatan bila dijumpai salah satu dari criteria berikut:
1
18
b.
i.
Secara patologis
Adanya parasitemia pada hari ke 7, 14, 21, 28.
Suhu aksila > 37,5 oC tanpa ada criteria kegagalan pengobatan dini
Respon klinik dan parasitologis memadai, apabila pasien sebelumnya
tidak berkembang menjadi kegagalan butir no.1 atau 2 dan tidak ada
parasitemia.
Kina
Kina merupakan obat anti malaria yang sangat efektif untuk semua jenis
plasmodium dan efektif sebagai skizontozid maupun gametosid. Dipilih sebagai
obat utama untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap plasmodium
falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan dapat diberikan cepat per infuse
2.11 Prognosis
Prognosis malaria yang disebabkan oleh plasmodium vivax pada umumnya baik,
tidak menyebabkan kematian, walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata dapat
berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps, sedangkan
P.malariae dapat berlangsung sangat lama dan kecenderungan relaps, pernah dilaporkan
sampai 30-50 tahun. Infeksi P.Falciparum tanpa penyulit berlangsung sampai satu tahun.
Infeksi P.Falciparum dengan penyulit prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi
19
secara cepat dan tepat bahkan dapat meninggal terutama pada gizi buruk. WHO
mengemukakan indicator prognosis buruk apabila :
1. Umur 3 tahun atau kurang
2. Koma yang berat
3. Kejang berulang
4. Reflex kornea negative
5. Deserebrasi
6. Dijumpai disfungsi organ (gagal ginjal,edema paru)
7. Terdapat perdarahan retina
8. Indicator laboratorium
9. Hiperparasitemia (>250.000/ml atau >5%)
10. Skizontemia dalam darah perifer
11. Leukositosis
12. PCV (Packed cell volume) <15%
13. Hemoglobin <5 g/dl
14. Ureum >60 mg/dl
15. Glukosa liquor cerebrospinal rendah
16. Kreatinin >3,0 mg/dl
17. Laktat dalam liquor cerebrospinal meningkat
18. SGOT meningkat >3 kali normal
19. Antitrombin rendah
20. Peningkatan kadar plasma 5-nukleotidase
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
20
1. Malaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh Plasmodium,
ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan hepatosplenomegali.
2. Diagnosis pasti infeksi malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yang
diperiksa dengan mikroskop.
3.2 Saran
1. Pemakaian obat anti malaria
Semua anak dari daerah non-endemik apabila masuk ke daerah endemic malaria, maka 2
minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah endemic malaria, tiap
minggu diberikan obat antimalaria.
2. Menghindar dari gigitan nyamuk
3. Vaksin malaria
BAB IV
STATUS PASIEN
21
: Muhammad Arifin
Umur
: 15 tahun
Jenis Kelamin
: Laki laki
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
Tanggal Masuk
: 6 Sepetember 2014
: 45 Kg
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Perkawinan
Alamat
Penyakit
4.3 RIWAYAT KELAHIRAN OS:
Tanggal Lahir
: 11 April 1999
Tempat Lahir
: Pantai Labu
Kelahiran
: Normal
: 2900 gram
: Bidan
4 6 bulan
7 9 bulan
22
10 12 bulan
13 bulan 18 bulan
: ASI
5 6 bulan
: ASI
7 10 bulan
11 12 bulan
: 1x
DPT
: 4x
Campak
: 1x
Polio
: 4x
Hepatitis B
: 3x
Kesan
: lengkap
23
Telaah
: Hal ini sudah dialami os 1 minggu. Demamnya turun naik, sebelum demam os
menggigil terlebih dahulu, setelah demam os mengeluarkan banyak keringat, batuk kering (+),
flu (-), os juga mengalami mencret 2 hari dengan frekuensi 3 x/hari, air > ampas, warna feses
agak coklat. BAK sedikit, rasa haus menurun, nafsu makan menurun.
4.10 PEMERIKSAAN FISIK :
1
Status present
KU/KP/KG
: baik/sedang/baik
Cyanosis
: (-)
Sensorium
: compos mentis
Anemia
: (-)
Heart Rate
: 100 x/i
Dyspnoe
: (-)
Respiratory Rate
Temperatur
: 38oC
Berat Badan
: 45 kg
: 44 x/i
Edema
Ikterus
: (-)
: (-)
Status lokalisata
a. Kepala
Wajah
: Normal
Rambut
: Hitam, lurus.
Mata
Hidung
: normal
Telinga
Mulut
b. Leher
c. Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
24
Auskultasi
d. Abdomen
Inspeksi
: edema (-)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: peristaltik (+)
e. Ekstremitas
Superior
Inferior
f. Genitalia
WBC
: 3,3 x 10 /uL
Lymph
: 0,3 x 10 /uL
HGB
: 13,7 g/dL
RBC
HCT
: 37,9 %
MCV
: 79,9 fL
MCH
: 28,8 pg
MCHC
: 36,1 g/dl
PLT
: 57 x 10 /uL
LED
: 10 mm/jam
Titer H
Titer O
: 1/160
: 1/320
25
Titer AH
Titer AO
Titer BH
Titer BO
Titer CH
Titer CO
: 1/80
: 1/160
: 1/80
: 1/320
: 1/80
: 1/160
WBC
: 3,9 x 10 /uL
Lymph
: 1,2 x 10 /uL
HGB
: 14,1 g/dL
RBC
HCT
: 38,4 %
MCV
: 79,7 fL
MCH
: 29,3 pg
MCHC
: 36,7 g/dl
PLT
: 67 x 10 /uL
LED
: 10 mm/jam
WBC
: 3,5 x 10 /uL
Lymph
: 0,4 x 10 /uL
HGB
: 13,3 g/dL
RBC
HCT
: 37,3 %
MCV
: 90,3 fL
MCH
: 28,6 pg
MCHC
: 35,6 g/dl
26
PLT
: 65 x 10 /uL
LED
: 10 mm/jam
WBC
: 4,8 x 10 /uL
Lymph
: 1,7 x 10 /uL
HGB
: 12,3 g/dL
RBC
HCT
: 33,9 %
MCV
: 79,7 fL
MCH
: 28,8 pg
MCHC
: 36,2 g/dl
PLT
: 77 x 10 /uL
LED
: 20 mm/jam
RESUME :
Os datang ke RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dengan keluhan demam. Hal ini sudah dialami
os 1 minggu. Demamnya turun naik, sebelum demam os menggigil terlebih dahulu, setelah
demam os mengeluarkan banyak keringat, batuk kering (+), flu (-), os juga mengalami mencret
2 hari dengan frekuensi 3 x/hari, air > ampas, warna feses agak coklat. BAK sedikit, rasa haus
menurun, nafsu makan menurun.
PEMERIKSAAN FISIK :
1. Status present
KU/KP/KG
: baik/sedang/baik
Cyanosis
: (-)
Sensorium
: compos mentis
Anemia
: (-)
Heart Rate
: 100 x/i
Dyspnoe
: (-)
Respiratory Rate
: 44 x/i
Edema
: (-)
27
Temperatur
: 38oC
Berat Badan
: 45 kg
Ikterus
: (-)
2.
Status lokalisata
a. Kepala
Wajah
: Normal
Rambut
: Hitam, lurus.
Mata
Hidung
: normal
Telinga
Mulut
b. Leher
c. Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
d. Abdomen
Inspeksi
: edema (-)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: peristaltik (+)
e. Ekstremitas
Superior
Inferior
28
f. Genitalia
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Pemeriksaan Darah Rutin (6 september 2014)
-
WBC
: 3,3 x 10 /uL
Lymph
: 0,3 x 10 /uL
HGB
: 13,7 g/dL
RBC
HCT
: 37,9 %
MCV
: 79,9 fL
MCH
: 28,8 pg
MCHC
: 36,1 g/dl
PLT
: 57 x 10 /uL
LED
: 10 mm/jam
Titer H
Titer O
Titer AH
Titer AO
Titer BH
Titer BO
Titer CH
Titer CO
: 1/160
: 1/320
: 1/80
: 1/160
: 1/80
: 1/320
: 1/80
: 1/160
Malaria
Demam tifoid
29
DHF
BAB V
ANALISA PASIEN
30
Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa demam turun naik, dimana sebelum
demam didahului menggigil dan setelah demam pasien mengalami keringat yang banyak dan
setelah itu suhu badan pasien kembali normal. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa pada penderita malaria terdapat serangan demam yang khas yaitu menggigil,demam
tinggi dan berkeringat disertai suhu turun. Pada pemeriksaan fisik belum dijumpai adanya
splenomegali. Dari hasil laboratorium, pada pemeriksaan mikroskopis dijumpai adanya
plasmodium stadium trophozoid.
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang
telah dilakukan, disimpulkan bahwa diagnosa pasien bernama Muhammad Arifin ( 15 tahun )
adalah malaria.
Penatalaksanaan pada pasien adalah Infus Ringer Laktat 50 gtt/i, injeksi ceftriaxone 1
g/12 jam, injeksi novalgin 500 mg/8 jam, injeksi ranitidine 1 amp/8 jam , metronidazole 3x1 tab.
Hal ini belum sesuai dengan penanganan pada malaria, karena sebelum diberikan terapi pasien
pulang atas permintaan sendiri.