Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERAT BESAR
SEPTEMBER 2015
DISUSUN OLEH :
Johannes Hendrik Lesbatta
Felmi Violita Ingrad de Lima
Amsal Amson Kdise
(2009-83-015)
(2009-83-018)
(2009-83-044)
PEMBIMBING :
dr.Rahmawati Anwar
SUPERVISOR :
Dr. Siti Nur Rahma, Sp.KK
I.
PENDAHULUAN
Nekrolisis epidermal toksik (NET) umumnya merupakan penyakit yang
berat, lebih berat daripada sindrom Stevens Johnson (SSJ), sehingga jika
pengobatannya tidak cepat dan tepat sering menyebabkan kematian yang
dihubungkan denan penggunaan obat. Nekrolisis epidermal toksik (NET)
merupakan reaksi mukokutaneous khas onset akut dan berpotensi mematikan
yang ditandai dengan nekrosis yang luas dan terlepasnya epidermis. Baik NET dan
SSJ memiliki karakteristik yang sama, karena kesamaannya akan gejala,
pemeriksaan histopatologi, faktor risiko, patomekanisme maka dapat digunakan
istilah Nekrolisis Epidermal (NE) untuk sebutan keduanya. Etiologi NET sama
dengan Sindrom Steven Johnson. Penyebab utama juga alergi obat yang
berjumlah 80 - 95% dari semua pasien. Secara definisi diagnosis net merupakan
adanya kerusakan kulit lebih dari 30% dari luas permukaan tubuh.(1,2,3,4)
Walaupun patomekanisme penyakit belum diketahui secara terperinci
mengenai tahapan reaksi imunitas seluler dan humoralnya, namun beberapa
penelitian oleh para ahli telah memberikan petunjuk yang baik mengenai proses
reaksi imunitasnya. Pola reaksi imun pada lesi awal menunjukkan adanya reaksi
imun sitotoksik terhadap keratinosit, yang menyebabkan apoptosis yang masif.
Studi imunopatologi menunjukkan terdapatnya Natural Killer Cell (NK-Cell), dan
CD8 T Lymphocyte yang spesifik terhadap suatu obat, serta makrofag, dan
granulosit. Selain sel radang, terdapat pula peningkatan sitokin sel proinflamatorik
yang dikeluarkan oleh sel imun berupa TNF-, Fas-L, IL-5, granulysin, granzyme,
dan perforin. Kombinasi dua komponen ini mendestruksikan keratinosit di
epidermis.(2)
Penyakit mulai secara akut dengan gejala prodromal. Pasien tampak sakit
berat dengan demam tinggi, kesadaran menurun (soporokomatosa). Kelainan kulit
mulai dengan eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan bula,
dapat pula disertai purpura. Lesi pada kulit dapat disertai lesi pada bibir dan
selaput lendir mulut berupa erosi, ekskoriasi dan perdarahan sehingga terbentuk
krusta berwarna merah hitam pada bibir. Kelainan semacam itu dapat pula terjadi
di orifisium genitalia eksterna. Juga dapat disertai kelainan pada mata seperti pada
SSJ. (1)
NET mirip SSJ, perbedaannya adalah pada SSJ tidak terdapat epidermolisis
seperti pada NET. Keadaan umum pada NET lebih buruk pada SSJ. (1) Diagnosis
banding lain dari NET adalah eritema multiforme. (2) Harus pula dibedakan dengan
penyakit staphylococcus scalded skin syndrome (SSSS). Gambaran klinis sangat
mirip karena pada SSSS juga terdapat epidermolisis, tetapi selaput lendir jarang
dikenai. (1,5)
Penatalaksanaan dari NET yaitu penghentian segera obat yang tersangka
menyebabkan alergi. Pengobatan lainnya dengan kortikosteroid, dan adapula
dengan hanya mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.(1)
Komplikasi dari NET pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat
terjadinya ketidakseimbangan cairan bersama-sama dengan glomerulonefritis.
Komplikasi yang lain seperti pada SSJ. (1)
II. EPIDEMIOLOGI
NET merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Ten lebih banyak
ditemukan pada wanita dari pada pria dengan rasio 1,5:1, dapat terjadi pada semua
Lamotrigine
Phenobarbital
Phenytoin
Phenylbutazone
Nevirapine
Oxicam NSAIDs
IV.
Macrolides
aspirin)
Sertraline
ACE inhibitors
Angiotensin II
reseptorantagonists
Statins
Hormon
Vitamin
PATOFISIOLOGI
Beberapa kajian memberikan petunjuk penting pada patogenesis NET yang
dari Fas dan Fas Ligand TNF mungkin juga penting, molekul ini ada pada lesi
epidermis, di cairan pada lepuhan dan sel mononuklear perifer serta makrofag.
Asetilasi yang lambat juga ditemukan pada pasien dengan NET yang dipicu oleh
sulfonamid, di mana diperkirakan terjadi peningkatan dari produksi metabolit
reaktif. (2,6)
V. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Nekrolisis epidermal klinis dimulai dalam waktu 8 minggu (biasanya 4
sampai 30 hari) setelah timbulnya paparan obat untuk pertama kali. Hanya dalam
kasus yang sangat jarang terjadi reaksi dengan obat yang sama terlihat lebih
cepat, dalam beberapa jam. Gejala tidak spesifik seperti demam, sakit kepala,
rhinitis, batuk, atau malaise mungkin mendahului lesi mukokutan oleh 1 sampai 3
hari. Nyeri saat menelan dan rasa terbakar atau rasa pedih mata semakin
meningkat menunjukkan keterlibatan membran mukosa. Sekitar sepertiga dari
kasus dimulai dengan gejala nonspesifik, sepertiga dengan gejala keterlibatan
membran mukosa, dan sepertiga dengan eksantema. (2)
2. Gejala Klinis
Diagnosis bergantung pada gejala klinis dan pada gambaran histologis.
Tanda-tanda klinis yang khas pada awalnya meliputi area eritematosa dan makula
pucat pada kulit. Gejala awal dari nekrolisis epidermal toksik (NET) dan Sindrom
Stevens Johnson (SSJ) mungkin tidak spesifik dan meliputi gejala seperti demam,
mata pedih dan ketidaknyamanan saat menelan. Biasanya,gejala ini mendahului
manifestasi pada kulit dalam beberapa hari. Awalnya daerah kulit yang terpapar
adalah wilayah presternal dari trunkus dan wajah, dan juga telapak tangan dan
kaki. Keterlibatan (eritema dan erosi) dari bukal, alat kelamin dan / atau mukosa
okular terjadi pada lebih dari 90% pasien, dan dalam beberapa kasus saluran
pernapasan dan traktus gastrointestinalis juga terlibat.(2,3)
Biasanya, bagian distal lengan serta kaki relatif terhindar, tetapi lesi dengan
cepat dapat meluas ke seluruh tubuh dalam beberapa hari dan bahkan dalam
beberapa jam. Lesi kulit awal ditandai dengan eritematosa, berwarna merah gelap,
makula purpura, berbentuk iregular, yang semakin lama semakin menyatu. Lesi
target atipikal dengan bagian tengah yang gelap sering diamati. Penyatuan lesi
nekrotik menyebabkan eritema meluas dan menyebar.(2)
Tanda Nikolsky, atau terlepasnya epidermis dengan tekanan lateral, positif
pada zona eritematosa. Pada tahap ini, lesi menjadi lembek, yang menyebar
dengan tekanan dan mudah pecah. Epidermis yang menjadi nekrosis mudah
terlepas pada titik tekanan atau pada trauma geseran menampakkan area terbuka
yang luas, merah, kadang-kadang menjalar ke dermis. Pada area yang lain, masih
terdapat epidermis.(1,2)
Gambar 1: Tanda Nikolsky pada kulit(2)
Pasien diklasifikasikan dalam satu dari tiga kelompok berdasarkan area total
di mana epidermis dapat terlepas (detachable). Nikolski positif:
1.
2.
3.
Gambar
2:
awal
erite
Erupsi
. Makula
matosa
merah
kehitaman (lesi target atipikal yang datar) yang semakin menyatu dan
menunjukkan perlepasan epidermal.(2)
Gambar 3: Erupsi pada fase lebih lanjut. Lepuhan dan pelepasan epidermal memicu erosi
luas yang menyatu(2)
Gambar 4: Nekrosis epidermal lengkap ditandai dengan area erosi yang luas
mengingatkan gambaran kulit yang tersiram air panas (2)
3. Gambaran histologi
Pengambilan
biopsi
kulit
untuk
pemeriksaan
histologis
dan
dengan gambaran fenotipik sel sitotoksik, yang terlihat seperti reaksi mediasi sel
imunologi. Gambaran eosinofil jarang ditemukan pada pasien dengan EN yang
berat. Gambaran imunofloresens tidak dapat ditemukan secara langsung. (2)
Gambar 5: Gambaran histologis NET. A. eosinofil yang mengalami nekrosis pada lapisan
epidermis pada tahap akhir, dengan respon inflamasi yang kecil di dermis. Perhatikan
adanya pembelahan di zona junction. B. epidermis yang nekrotik terlepas sepenuhnya
dari dermis dan terlihat seperti lembaran dilipat.(2)
VI.
DIAGNOSIS BANDING
Beberapa diagnosis banding diantaranya Sindrom Stevens Johnson (SSJ)
10
eritema multiforme (EM). Pada SJS, keterlibatan epidermis lebih kecil dari 10%,
transisi SJS-TEN antara 10%-30%, sedangkan lesi dikatakan TEN jika >30%
kerusakan epidermis tubuh. (3,5)
2. Eritema Multiforme
Eritema Multiforme (EM) merupakan erupsi mendadak dan rekuren pada
kulit dan selaput lendir dengan efloresensi yang khas berbentuk iris. Pada kasus
yang berat disertai simtom konstitusi dan lesi viseral. Penyebab belum diketahui
pasti, namun dapat disebabkan oleh alergi obat seperti halnya pada NET. Gejala
khas yang membedakan dengan NET yaitu lesi bentuk iris (target lesion) yang
terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian tengah berupa vesikel atau eritema keunguan,
dikelilingi oleh lingkaran konsentris yang pucat, dan kemudian lingkaran yang
merah. (1)
11
VII. KOMPLIKASI
Komplikasi akut dari NET sama seperti pada luka bakar yang luas. Total
kekurangan cairan bahkan dapat mencapai 3-4 L perhari pada pasien dewasa
dengan NET yang mencapai 50% dari luas permukaan tubuh. Ini menyebabkan
penurunan volume intravaskular dan gagal ginjal secara fungsional. Jika tidak
dikoreksi, hipovolemia dapat menyebabkan perubahan hemodinamik dan gagal
ginjal organik. Pneumonia atau pneumonitis terjadi pada 30% pasien,
dikontribusikan oleh rusaknya cabang trakeobronkial. Sindrom gangguan
pernapasan akut (ARDS) merupakan salah satu komplikasi utama. Anemia atau
leukopenia, disebabkan oleh penipisan selektif CD4 + sel T helper, ini cukup
umum terjadi. Erosi esofagus dan usus, dengan gambaran endoskopi kolitis
ulseratif atau pseudomembran, dapat terjadi; bahkan dapat menyebabkan striktur.
Koagulasi intravaskular juga dapat terjadi.(1,2)
12
3.
Terapi Khusus :
1. Sistemik :
13
PROGNOSIS
Secara umum, jika diagnosis tepat dan penatalaksanaan tepat dan cepat,
maka prognosis cukup memuaskan. Namun, bila terdapat purpura yang luas dan
leukopenia prognosisnya lebih buruk. Pada keadaan umum yang buruk dan
terdapat bronkopneumonia, penyakit ini dapat mendatangkan kematian.(1) Adapun
14
Nilai
HR > 120x/mnt
Kanker/keganasan hematologi
SCORTEN
0-1
3,2
12,1
35,8
58,3
>5
90
IX.
KESIMPULAN
Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) merupakan penyakit berat yang
ditandai dengan gejala kulit epidermolisis generalisata yang disertai kelainan pada
selaput lendir di orifisium dan mata. 80-95% penyebab utama NET ialah alergi
obat, diantaranya penisilin, paracetamol, karbamazepin serta analgetik/antipiretik
dan kortikosteroid.
Pada lesi awal NET terdapat reaksi imun sitotoksik terhadap keratinosit
yang menyebabkan apoptosis yang masif, berupa Natural Killer Cell (NK-Cell),
15
dan CD8 T Lymphocyte yang spesifik terhadap suatu obat, serta makrofag, dan
granulosit. Sehingga, selain sel radang terdapat pula peningkatan sitokin sel
proinflamatorik yang dikeluarkan oleh sel imun berupa TNF-, Fas-L, IL-5,
granulysin, granzyme, dan perforin. Dimana kombinasi dua komponen ini
mendestruksikan keratinosit di epidermis. Awalnya kelainan kulit dimulai dari
eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan bula sampai memecah
menjadi erosi yang luas, dapat pula disertai purpura. Sedangkan lesi pada bibir
dan selaput lendir mulut berupa erosi, ekskoriasi dan perdarahan sehingga
terbentuk krusta berwarna merah hitam pada bibir.
Pada NET dengan menghentikan faktor pencetus atau pemberhentian obat
penyebab alergi dan ditangani dengan cepat dan tepat cukup baik dan memuaskan,
jika tidak disertai dengan kelainan kulit yang meluas juga tidak terdapat purpura
yang luas dan leukopenia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi,
16
17
18