Sie sind auf Seite 1von 14

Tujuan

1. Menjelaskan dan mengetahui definisi dan klasifikasi dari Dengue Hemorragic Fever
(DHF)
2. Menjelaskan dan mengetahui etiologi dan faktor resiko dari Dengue Hemorragic
Fever (DHF)
3. Menjelaskan dan mengetahui patofisiologi dari Dengue Hemorragic Fever (DHF)
Dengue Hemorragic Fever (DHF)
4. Menjelaskan dan mengetahui manifestasi klinis dari Dengue Hemorragic Fever
(DHF)
Dengue Hemorragic Fever (DHF)
5. Menjelaskan dan mengetahui pemeriksaan diagnostik Dengue Hemorragic Fever
(DHF)
6. Menjelaskan dan mengetahui

penatalaksanaan medis Dengue Hemorragic Fever

(DHF)
7. Menjelaskan dan mengetahui komplikasi dari Dengue Hemorragic Fever (DHF)
8. Menjelaskan dan mengetahui pencegahan terjadinya Partus Prematurus Imine Dengue
Hemorragic Fever (DHF)ns

PEMBAHASAN

1. DEFINISI DAN KLASIFIKASI DHF


Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995). Dengue
haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa
ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990). Demam
berdarah dengue dikarenakan virus dengue dari famili flaviviridae dan genus
flavivirus. Virus ini mempunyai 4 serotipe yang dikenal dengan DEN- 1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe ini menimbulkan gejala yang berbeda- beda
jika menyerang manusia. DHF tidak menular melalui kontak manusia dengan
manusia. Virus dengue penyebab demam menular melalui nyamuk. Oleh karena itu,
penyakit ini termasuk dalam arthropod borne disesase. Virus dengue berukuran 35- 45
nm. Nyamuk yang sering menimbulkan wabah dhf yaitu Aedes Aegypti, Ae.
Albopictus, Ae, polynesiensis. Nyamuk ini senang berada di tempat gelap dan
lembab. Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang berpotensial mengakibatkan syok yang
dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
Klasifikasi DBD menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010)
yaitu:
a. Dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya (dengue
without warning signs). Kriteria dengue tanpa tanda bahaya dan dengue
dengan tanda bahaya:
1) Bertempat tinggal di atau bepergian ke daerah endemik dengue.
2) Demam disertai 2 dari hal beri kut : Mual, muntah, ruam, sakit dan
nyeri, uji torniket positif, lekopenia, adanya tanda bahaya.
3) Tanda bahaya adalah Nyeri perut atau kelembutannya, muntah
berkepanjangan, terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa, letargis,

lemah, pembesaran hati > 2 cm, kenaikan hematokrit seiring

dengan

penurunan jumlah trombosit yang cepat.


4) Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran
plasma tidak jelas)
b.

Dengue berat (severe dengue). Kriteria dengue berat : Kebocoran plasma


berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan
distress pernafasan. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi
gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT 1000, gangguan kesadaran,
gangguan

jantung

dan

organ

lain).

Untuk

mengetahui

adanya

kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji tourniquet.

2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO DHF


Menurut Dinkes Jateng (2005), Penyebab penyakit DBD ada 4 tipe (Tipe 1, 2,
3, dan 4), termasuk dalam group B Antropod Borne Virus (Arbovirus). Dengue tipe -3
merupakan serotip virus yang dominan yang menyebabkan kasus yang berat. Masa
inkubasi penyakit demam berdarah dengue diperkirakan < 7 hari. Penularan penyakit

demam berdarah dengue umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty,
meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes Albopictus yang hidup dikebun. Cara
penularan virus dengue yaitu virus masuk ketubuh manusia melalui gigitan nyamuk
selanjutnya beredar dalam sirkulasi darah selama periode sampai timbul gejala
demam. Periode ini dimana virus beredar didalam sirkulasi darah manusia disebut
fase viremia. Apabila nyamuk yang belum terinfeksi menghisap darah manusia dalam
fase viremia maka virus akan masuk kedalam tubuh nyamuk dan berkembang selama
periode 8-10 hari sebelum virus siap di transmisikan kepada manusia lain. Rentang
waktu yang diperlukan untuk inkubasi ekstrinsik tergantung pada kondisi lingkungan
terutama temperatur sekitar. Siklus penularan virus dengue dari manusia nyamuk
manusia dan seterusnya (ecological of dengue infection) (Djunaedi, 2006).
3. PATOFISIOLOGI DHF
(Terlampir)
4. MANIFESTASI KLINIS DHF
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue dapat terjadi
asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi menjadi :
a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)
Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan
dengan penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular,
timbul saat demam reda. Gejala dari
saluran pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.
b. Demam dengue (DD) sebagai infeksi dengue ringan
Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot &
sendi/tulang, nyeri retro (-), orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial
flushed, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan
depresi umum. Pemeriksaan fisik :
1. Demam: 39- 40C, berakhir 5- 7 hari
2. Pada hari sakit ke- 1 tampak flushing pada muka (muka kemerahan), leher,
dan dada
3. Pada hari sakit ke- 3 timbul ruam kulit makulopapular/ rubeolliform.
4. Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian
dorsal, lengan atas, dan tangan
5. Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada
kulit yg normal, dapat disertai rasa gatal
6. Manifestasi perdarahan
7. Uji bendung positif dan/atau petekie

8. Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna


(jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia
Sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam berdarah dengue
(DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated organopathy.
a. DBD
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam,
kritis, dan masa penyembuhan (convalescence, recovery).
1. Fase demam :
- Anamnesis : Demam tinggi, 2- 7 hari, dapat mencapai 40C, serta
terjadi kejang demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala,
nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis,
-

nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri perut.


Pemeriksaan fisik
Manifestasi perdarahan
a. Uji bendung positif (10 petekie/inch)

merupakan

manifestasi perdarahan yang paling banyak pada fase


demam awal.
b. Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur
c.
d.
e.
f.
g.
h.

vena.
Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.
Epistaksis, perdarahan gusi
Perdarahan saluran cerna
Hematuria (jarang)
Menorrhagi
Hepatomegali teraba 2- 4 cm di bawah arcus costae kanan
dan kelainan fungsi hati (transaminase) lebih sering
ditemukan pada DBD. Berbeda dengan DD, pada DBD
terdapat hemostasis yang tidak normal, perembesan plasma
(khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal),
hipovolemia,
permeabilitas

dan

syok,

kapiler.

karena

terjadi

Perembesan

peningkatan

plasma

yang

mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura


dan rongga peritoneal terjadi selama 24- 48 jam.

2. Fase kritis

Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal


pada masa transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut
fase time of fever defervescence) ditandai dengan, peningkatan
hematokrit 10%- 20% di atas nilai dasar, Tanda perembesan
plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding
kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral
decubitus = RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi
perembesan plasma tersebut, terjadi penurunan kadar albumin
>0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang merupakan bukti
tidak langsung dari tanda perembesan plasma
Tanda- tanda syok : anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis, nafas
cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba, Hipotensi, tekanan nadi 20 mmHg,
dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary refill time memanjang
(>3 detik), Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.
Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit,
kegagalan multipel organ,dan perdarahan hebat apabila syok tidak dapat segera diatasi
.
Fase penyembuhan ( convalescence, recovery)
Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan kembali
merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum dapat ditemukan
sinus bradikardia / aritmia dan karakteristik confluent petechial rash seperti pada DD.
Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan tanda patognomonik
DBD, sedangkan kelainan organ lain serta manifestasi yang tidak lazim dikelompokkan ke
dalam expanded dengue syndrome atau isolated organopathy. Secara klinis, DD dapat disertai
dengan perdarahan atau tidak; sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak

Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi dengue, yaitu:
1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi
2. .Fase kritis / perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma dengan
derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites
3. Fase recovery/ penyembuhan/ convalescence : perembesan plasma mendadak berhenti
disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma
9.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DHF


a. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis,
hematokrit, dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke- 1 setelah
demam dan akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5 -6.
Deteksi antigen virus ini dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan
adanya infeksi dengue, namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD
b. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue
c. Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas
indikasi, Distres pernafasan/ sesak
d. Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis terjadi apabilapada perembesan plasma telah mencapai 20%- 40%.
e. Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai
edema paru karena overload pemberian cairan
f. Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama
daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri,
kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura.
g. Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding
vesika felea, dan dinding buli- buli.

10. PENATALAKSANAAN MEDIS DHF

Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi dengue,
seperti berikiut :
1.

Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke fase

2.
3.
4.
5.

bebas demam / sejalan dengan proses penyakit


Muntah yg menetap, tidak mau minum
Nyeri perut hebat
Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak
Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang hebat,

6.
7.
8.

warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria


Giddiness : (pusing/perasaan ingin terjatuh)
Pucat, tangan- kaki dingin dan lembab
Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam

Monitor perjalanan penyakit DD/DBD


Parameter yang harus dimonitor mencakup :
- Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala lain
- Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok, serta mudah dan
cepat utk dilakukan
- Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap 2-4 jam pada
pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
- Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih sering pada pasien
tidak stabil/ tersangka perdarahan.
- Diuresis setiap 8- 12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien dengan syok
berkepanjangan / cairan yg berlebihan.
- Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal)

Indikasi pemberian cairan intravena


a.
b.
c.
d.

Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah
Hematokrit meningkat 10%- 20% meskipun dengan rehidrasi oral
Ancaman syok atau dalam keadaan syok
Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal)

Prinsip umum terapi cairan pada DBD


a. Kristaloid : isotonik harus digunakan selama masa kritis.
b. Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat, dan tidak ada
respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan.
c. Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga volume dan
cairan intravaskular yang adekuat.
d. Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk
menghitung volume cairan.

9.

KOMPLIKASI DHF
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
b. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
c. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading pemberian
cairan pada masa perembesan plasma
d. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan hebat
(DIC, kegagalan organ multipel)
e. Hipoglikemia / hiperglikemia,
berkepanjangan dan
f. terapi cairan yang tidak sesuai
10. PENCEGAHAN DHF

hiponatremia,

hipokalsemia

akibat

syok

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk
aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi
yaitu:
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak
berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan:
- Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya
seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur
agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.
- Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air lain
dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut.
- Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya seminggu
sekali.
- Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas terutama
yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk, seperti sampah
kaleng, botol pecah, dan ember plastik.
- Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dengan menggunakan
tanah.
- Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan salurannya
kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.
2. Biologis

Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya


dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam
atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta
jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain
dengan:
1.

Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang berguna


untuk mengurangi kemungkinan penularan Aides aegypti sampai batas tertentu.

2.

Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti


gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.

Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu
dengan menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air
sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sampah-sampah dan lubang-lubang
pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga
dapat dilakukan dengan melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan jentikjentik nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memasang kelabu,
menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk,
memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi
setempat.
Pemberantasan Sarang Nyamuk
PSN merupakan tindakan untuk memutus mata rantai perkembangan nyamuk. Tindakan PSN
terdiri atas beberapa kegiatan antara lain:
1. 3 M
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan menghindari
gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:

1. Menguras:
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas
bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
2. Menutup:
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan
lain-lain.
3. Mengubur:
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat
menampung air hujan.
2. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk
3. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
a. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit
air dengan menaburkan bubuk temephos (abate) atau altosoid 2-3 bulan sekali dengan
takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram altosoid untuk 100 liter air.
Abate dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di apotek.
b. Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
c. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
d. Memasang kawat kasa di jendela dan di ventilasi
e. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
f. Gunakan sarung kelambu waktu tidur.

Daftar pustaka
Bapenas. 2006. Laporan Kajian Kebijaksanaan Penanggulangan (wabah) Penyakit Menular
(Studi Kasus DBD). Jakarta: Direktorat Kesehatan&Gizi Masyarakat.

Depkes RI. 2010. Data Kasus DBD per Bulan di Indonesia Tahun 2010, 2009 dan 2008.
Jakarta: Depkes RI.

Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.

Suhardiono. 2005. Sebuah Analisis Faktor Risiko Perilaku Masyarakat terhadap Kejadian
Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Helvetia Tengah, Medan Tahun 2005. Jurnal
Mutiara Kesehatan Indonesia vol 1 no 2 Desember 2005: 48-65.
WHO. 2011. Situation of Dengue/Dengue Hammorrhagic fever in the South-East Asia
Region. http://www.searo.who.int/en/Section10/Section 332_1103.htm. diakses tanggal
18 September 2015.
Yudhastuti, R. dan Vidiyani, A. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan
Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah
Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 1 no 2
Januari 2005: 170-182.

Das könnte Ihnen auch gefallen