Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
MODUL 04
PENYUSUNAN RENCANA INDUK,
STUDI KELAYAKAN, DAN PTMP
SISTEM PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN
K E M E N T E R I A N
D I R E K T O R A T
P E K E R J A A N
J E N D E R A L
C I P T A
U M U M
K A R Y A
LINGKUNGAN PERMUKIMAN
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. i
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ iii
1. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 175
2. PENYUSUNAN RENCANA INDUK PERSAMPAHAN ........................................... 176
2.1. Tahap Penyusunan Perencanaan Sistem Pengelolaan Persampahan ..................... 177
2.2. Pengumpulan Data ................................................................................................ 178
2.3. Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan .................................. 188
2.4. Rencana Pengembangan Pengelolaan Persampahan ............................................. 191
2.5. Tahap Pelaksanaan ................................................................................................ 198
3. PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
202
3.1. Pendahuluan .......................................................................................................... 202
3.2. Kriteria Kelayakan Teknis..................................................................................... 204
3.3. Norma, Kriteria Teknis Kelayakan Ekonomi dan Keuangan ................................ 204
3.4. Norma dan Standar Teknis Kelayakan Lingkungan .............................................. 205
3.5. Perencanaan Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial ......................................... 206
3.6. Proyeksi Pendapatan Tarif Retribusi Persampahan............................................... 212
3.7. Perhitungan Kelayakan Ekonomi dan Keuangan .................................................. 213
4. PENYUSUNAN PERENCANAAN TEKNIS DAN MANAJEMEN PERSAMPAHAN
214
4.1. Kriteria Umum ...................................................................................................... 214
4.2. Persyaratan Teknis ................................................................................................ 214
4.3. Tenaga Ahli Penyusunan Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan ..... 215
4.4. Tata Cara Penyusunan Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan ......... 215
5. PEMILIHAN LOKASI TPA/TPST .............................................................................. 219
6. PEMILIHAN PRASARANA SARANA BIDANG PERSAMPAHAN ....................... 241
7. PERENCANAAN RUTE PENGANGKUTAN............................................................ 255
7.1. Desain Rute Makro................................................................................................ 258
7.2. Desain Rute Mikro (MetodeHeuristic) .................................................................. 258
7.3. Keseimbangan Rute dan Pembagian Wilayah....................................................... 260
7.4. Rute Pengangkutan Sampah .................................................................................. 262
7.5. Pendekatan Perhitungan Jumlah Trip (Rit) ........................................................... 267
7.6. Pemilihan Alat Berat di TPA................................................................................. 269
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
iii
iv
175
176
5. Standar pelayanan ditentukan sejak awal, seperti tingkat pelayanan dan cakupan pelayanan
yang diinginkan.
6. Rencana alokasi lahan TPA
Untuk merencanakan penanganan sampah dari sumber sampai dengan TPA diperlukan
ketetapan alokasi lahan.
7. Rencana keterpaduan dengan air minum, air limbah, dan drainasi, yang meliputi:
a. Identifikasi sumber air baku air minum
b. Identifikasi potensi pencemar badan air yang digunakan sebagai air baku air minum
c. Identifikasi lokasi IPAL/IPLT.
d. Identifikasi saluran drainase di sekitar TPA/TPST.
8. Rencana pembiayaan dan pola investasi, berupa indikasi besar biaya tingkat awal, sumber,
dan pola pembiayaan. Perhitungan biaya tingkat awal mencakup seluruh komponen
pekerjaan perencanaan, pekerjaan konstruksi, pajak, pembebasan tahan, dan perizinanan.
9. Rencana pengembangan kelembagaan
Kelembagaan penyelenggara meliputi, struktur organisasi dan penempatan tenaga ahli
sesuai dengan latar belakang pendiudikan yang mengacu pada peraturan perundangan yang
berlaku.
2.1. Tahap Penyusunan Perencanaan Sistem Pengelolaan Persampahan
Peningkatan pelayanan pengelolaan sampah membutuhkan perhatian yang serius agar dapat
meningkatkan kinerja untuk meningkatkan cakupan pelayanan. Konsep pengelolaan sampah
dengan paradigma baru menerapkan pengelolaan sampah terpadu yang tidak hanya mengolah
sampah, tetapi di dalamnya sudah mencakup pengurangan sampah yang pada akhirnya dapat
membantu mengurangi kerja Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah. Di samping itu
pengurangan sampah juga akan mengurangi kebutuhan peralatan pengumpulan dan
pengangkutan yang pada akhirnya juga dapat menghemat biaya operasional.
Master Plan atau rencana induk adalah rencana pengelolaan sampah secara keseluruhan mulai
dari pengumpulan, pengurangan, dan pemrosesan akhir. Selain itu juga berisikan rencana
aspek manajemen termasuk rencana garis besar tentang kelembagaan.
2.1.1. Jangka Waktu Perencanaan
Rencana induk pengembangan prasarana dan sarana persampahan harus direncanakan untuk
periode perencanaan 10 tahun. Rencana induk ini secara teknis dapat mengacu pada
ketentuan yang terdapat pada SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Operasional Teknik
Pengelolaan Sampah Perkotaan dan pedoman pembangunan TPA SNI 03-3241-1994.
177
178
bertumpu pada tingkat keakuratan data. Metode pengumpulan data dapat dilakukan secara
primer (dengan melakukan penelitian atau analisa langsung di lapangan) atau sekunder
(dengan menggunakan data atau hasil penelitian yang sudah ada).
Data yang diperlukan dalam penyusunan Rencana Induk bidang Persampahan adalah sebagai
berikut:
a. Data kondisi Kota dan Rencana Pengembangan Kota
b. Data Pengelolaan Persampahan yang ada
c. Permasalahan yang berkaitan dengan Sistem Pengelolaan Persampahan
2.2.1. Data Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan Kota
A.
Gambaran Umum Wilayah Studi
Gambaran umum wilayah studi dapat menjelaskan posisi kota atau kabupaten secara umum,
seperti yang akan diperlihatkan Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2. 1 Data gambaran umum wilayah studi
No
1
2
3
4
KEBUTUHAN DATA
Batas Wilayah
Koordinat
Cuaca dan iklim
Trademark Kota bila ada (kota pelajar, kota
hujan dll)
KETERANGAN
Dilengkapi Peta
B.
Kondisi Fisik Kota
Data fisik kota, meliputi luas wilayah administrasi kota atau kabupaten, luas wilayah urban,
topografi wilayah, tata guna lahan, jaringan jalan, perumahan, daerah komersial (pasar,
pertokoan, hotel, bioskop, restoran, dll), fasilitas umum (perkantoran, sekolah, taman, dll),
fasilitas sosial (tempat ibadah, panti asuhan, dll). Data tersebut dilengkapi peta kota, tata guna
lahan, topografi dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya, data yang dibutuhkan untuk mengetahui
kondisi fisik kota dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2. 2 Data kondisi fisik kota
No
1
2
3
KEBUTUHAN DATA
Topografi ( kemiringan Lahan)
Geologi ( Kondisi tanah dan batuan)
Hidrologi (kondisi air tanah dan sungai yang
melintasi kota/Kabupaten bersangkutan baik
kuantitas maupun kualitas
KETERANGAN
Dilengkapi Peta
179
C.
Prasarana Kota
Prasanaran kota diidentifikasi untuk mengenali sumber sampah sebagai target daerah pelayanan
dan dapat digambarkan dengan data seperti yang terlihat pada Tabel 2.3 di bawah ini.
No.
1
2
5
6
D.
Kependudukan
Data kependudukan diperlukan untuk mengidentifikasi daerah pelayanan serta menghitung
tingkat pelayanan serta memproyeksikan jumlah penduduk di masa yang akan datang. Data
kependudukan, meliputi jumlah penduduk per kelurahan, kepadatan penduduk administrasi,
kepadatan penduduk urban, mata pencaharian, budaya masyarakat dan lain-lain. Dilengkapi peta
kepadatan penduduk. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai data yang dibutuhkan untuk
menunjukkan kependudukan, dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut.
No
1
2
3
4
180
No
KEBUTUHAN DATA
KETERANGAN
penduduk yang
dibedakan dengan kepadatan
> 100 jiwa/ha,
50-100 jiwa/ha dan
< 50 jiwa/ha
E.
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Data kondisi sosial masyarakat diperlukan untuk menentukan kualitas pengelolaan sampah dan
perhitungan tarif retribusi dkaitkan dengan kemampuan membayar masyarakat. Data kondisi
sosial ekonomi masyarakat meliputi alokasi dana APBD dan anggaran kebersihan (3 tahun
terakhir), data PDRB atau pendapatan penduduk (Rp/kk/bulan) dan lain-lain. Untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai data yang dibutuhkan untuk menunjukkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat, dapat dilihat pada Tabel 2.5 di bawah ini.
Tabel 2. 5 Data sosial ekonomi masyarakat
No
KEBUTUHAN DATA
KETERANGAN
Income/KK/Bulan
F.
Tingkat Kesehatan Masyarakat
Data penyakit yang diperlukan pada umumnya yang berkaitan dengan buruknya kondisi
sanitasi lingkungan dan air bersih seperti diare, tipus, desentri dan ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan) akibat proses pembakaran sampah secara terbuka. Data tersebut diperlukan untuk
melihat lokasi yang memiliki tingkat kesehatan rendah yang pada umumnya di kawasan rawan
sanitasi, sehingga data ini berguna untuk merencanakan upaya peningkatan kualitas pelayanan
persampahan.
G.
Rencana Pembangunan Kota
Data rencana pembangunan kota untuk memberikan gambaran pengembangan kota dalam kurun
waktu perencanaan yang akan digunakan sebagai acuan untuk analisa pengembangan
kebutuhan pelayanan persampahan jangka panjang.
181
Rencana pengembangan wilayah, meliputi rencana tata guna lahan, rencana pengembangan
jaringan jalan, rencana pengembangan perumahan/permukiman baru, rencana pengembangan
daerah komersial, kawasan industri, rencana pengembangan fasilitas umum (perkantoran,
sekolah, rumah sakit, taman, dll) dan rencana pengembangan fasilitas sosial. Selain itu juga
rencana alokasi lahan untuk TPA dilengkapi dengan peta rencana pengembangan wilayah,
rencana tata guna lahan dll.
Tabel 2. 6 Data rencana pembangunan kota
No
1
2
KEBUTUHAN DATA
Rencana Pengembangan wilayah
Rencana Pengembangan Jaringan Jalan
3
4
KETERANGAN
Dilengkapi Peta
182
B.1
Aspek Peraturan
Aspek Peraturan, meliputi jenis perda yang ada, kelengkapan materi Perda, penerapan Perda
yang terkait dengan sangsi, dan lain-lain.
No
1
B.2
Aspek Institusi
Aspek Institusi, meliputi bentuk institusi pengelola sampah, struktur organisasi, tata laksana
kerja, jumlah personil baik ditingkat staf maupun operasional, pendidikan formal maupun
training yang pernah diikuti di dalam dan luar negeri. Data yang dibutuhkan aspek institusi
ditunjukkan pada tabel berikut.
No
1
2
3
183
B.3
Aspek Teknis Operasional
Aspek Teknis Operasional, meliputi daerah pelayanan, tingkat pelayanan, sumber sampah,
komposisi dan karakterirstik sampah, pola operasi penanganan sampah dari sumber sampai
TPA, sarana/prasarana persampahan yang ada termasuk fasilitas bengkel, kondisi pengumpulan
(frekuensi pengumpulan, ritasi, jumlah petugas dll), pengangkutan (frekuensi, ritasi, daerah
pelayanan, jumlah petugas dll), pengolahan (jenis pengolahan, kapasitas atau volume, daerah
pelayanan, jumlah petugas dll), pembuangan akhir (luas, kondisi lokasi, fasilitas TPA, kondisi
operasi, penutupan tanah, kondisi alat berat dll). Selain itu juga data mengenai penanganan
sampai medis (insinerator, kapasitas, vol sampah medis dll) dan sampah industri/ B3 (jenis
sampah, volume, metode pembuangan dll). Dilengkapi peta daerah pelayanan dan aliran volume
sampah dari sumber sampai TPA yang ada saat ini.
Tabel 2. 9 Data yang dibutuhkan aspek teknis
No
KEBUTUHAN DATA
KETERANGAN
1. Daerah pelayanan :
Dilengkapi Peta Daerah
Menggambarkan cakupan pelayanan (wilayah Pelayanan
pelayanan, luas wilayah dan jumlah penduduk
terlayani)
2.
Sumber Sampah
Jumlah sumber-sumber penghasil sampah yang
berasal dari:
Domestik (perumahan teratur, tidak teratur dan
kumuh)
Non domestik yang berasal dari:
Fasilitas komersil
Fasilitas umum dan
Fasilitas Sosial
3.
4.
5.
184
No
KEBUTUHAN DATA
KETERANGAN
6. Pengumpulan :
Dilengkapi Peta daerah pelayanan
Metode pengumpulan Sarana yang digunakan
Jumlah sarana
7. Pemindahan (Metode, Jumlah sarana & Lokasi) Dilengkapi Peta Lokasi Sarana
Skala kawasan (TPS, Container, Transfer
untuk masing- masing daerah
Depo)
pelayanan
Skala Kota (transfer station /SPA)
8 Pengurangan Sampah (3R)
Dilengkapi Peta Lokasi
Data Metode, Jumlah sarana & Lokasi, kondisi Sarana untuk masing- masing daerah
operasi dan jumlha pengurangan sampah
pelayanan
Skala kawasan
Skala Kota
9
Pengangkutan
Dilengkapi Peta Rute
Jenis alat angkut, jumlah, frekwensi dan ritasi
serta rute angkutan
10. Tempat Pemrosesan Akhir
Dilengkapi Peta Lokasi
Data Lokasi TPA, luas, Fasilitas TPA, Kondisi Dilengkapi dengan gambar teknis
operasi.
Catatan :
Data Kondisi Operasi TPA yang perlu diidentifikasi :
Sistem Pencatatan jumlah sampah yang masuk ke TPA secara harian
(m3/hari atau ton/hari)
Sistem Sel Penimbunan
Tinggi timbunan
Penutupan tanah yang dilakukan
Pemadatan sampah
Operasional alat berat
Lama waktu penutupan sampah
Kepadatan lalat
Ada tidaknya lebakaran/ asap di TPA
Hasil proses pengolahan leachate ( data kualitas influen dan effluent ) Kegiatan
pemulung (jumlah pemulung, jumlah sampah yang dapat dikurangi dari aktivitas
pemulung dll)
185
No
KEBUTUHAN DATA
Disamping itu diperlukan pula data tambahan :
Jarak dari daerah pelayanan,
Permukiman terdekat,
Airport,
Badan air,
Jenis tanah dan porositas tanah,
Topografi lahan,
Muka air tanah,
Elevasi muka air tanah,
Daya dukung tanah dll.
KETERANGAN
B.4
Aspek Pembiayaan
Aspek Pembiayaan, meliputi biaya investasi dan biaya operasi/pemeliharaan (3 tahun terakhir),
tarif retribusi, realisasi penerimaan retribusi termasuk iuran masyarakat untuk pengumpulan
sampah (3 tahun terakhir) dan mekanisme penarikan retribusi.
Tabel 2. 10 Data yang dibutuhkan aspek pembiayaan
No
KEBUTUHAN DATA
1 Data APBD total dalam 3 tahun terakhir
2
3
4
5
KETERANGAN
B.5
Aspek Peran Serta Masyarakat dan Swasta
Aspek peran serta masyarakat dan swasta, meliputi program penyuluhan yang telah dilakukan
oleh pemerintah kota / kab.
186
Tabel 2. 11 Data yang dibutuhkan aspek peran serta masyarakat dan swasta
No
KEBUTUHAN DATA
Tingkat Kesadaran Masyarakat dalam pola Penanganan
1 sampah baik secara umum maupun dalam kegiatan 3R pada
skala sumber dan kawasan
Program Penyuluhan dan edukasi yang ada serta
2
pelaksanaannya
3 Peran swasta dalam penangann sampah yang ada
KETERANGAN
187
Masalah lemahnya koordinasi antar instansi yang berkaitan dengan masalah persampahan
serta sulitnya melaksanakan kerjasama antar kota untuk melaksanakan pola TPA regional.
Masalah keterbatasan biaya investasimaupun biaya operasi dan pemeliharaan yang
seringkali mengakibatkan timbulnya masalah teknis yang akan berdampak pada
kecenderungan pencemaran lingkungan.
Masalah rendahnya retribusi dan tingginya subsidi APBD yang dikhawatirkan dapat
menghambat keberlanjutan pengelolaan persampahan.
Masalah sulitnya menerapkan perda terutama sanksi atas pelanggaran yang terkait
dengan pembuangan sampah
Masalah rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam pola penanganan sampah yang
baik dan benar terutama dalam program 3R
Masalah terbatasnya program kampanye dan edukasi bidang persampahan bagi upaya
peningkatan kesadaran masyarakat.
Masalah belum kondusifnya iklim investasi pihak swasta sebagai operator pengelola
sampah
C.
Masalah Utama
Dari berbagai kemungkinan permasalahan tersebut di atas baik teknis maupun non teknis, maka
perlu ditarik suatu garis permasalahan utama untuk mendapatkan gambaran masalah mana yang
perlu mendapatkan prioritas untuk solusi penanganannya. Identifikasi masalah utama ini dapat
dilakukan dengan menilai tingkat urgensi, serta frekuensi kejadian dan dampakyang akan
ditimbulkannya
D.
Target Penanganan
Perencanaan penanganan sampah jangka panjang, perlu ditetapkan suatu target yang realistis
dan aplikatif dengan mengacu pada target nasional, kesepakatan MDGs, (lihat Modul 1.1
Kebijakandan Strategi Bidang Persampahan) serta target propinsi dan kota/kabupaten.
Secara umum target persampahan Nasional adalah sebagai berikut:
Cakupan pelayanan 70% pada tahun 2015
Pengurangan volume sampah melalui program 3R sebesar 20% pada tahun 2010
Peningkatan Kualitas TPA menjadi minimal controlled landfill (kota sedang dan kota
kecil) dan sanitary landfill (Kota besar dan Kota Metropolitan) pada tahun 2013.
2.3. Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan
2.3.1. Umum
Perencanaan pengembangan sistem pengelolaan persampahan memerlukan strategi yang
terstruktur dan tepat sasaran. Startegi pengembangan persampahan dan untuk jangka panjang
188
perlu mengacu pada strategi nasional (Permen PU No. 21/PRT/M/2006) dan strategi daerah
dan rencana tata ruang yang berlaku. Secara garis besar, strategi tersebut meliputi:
a. Strategi Teknis
Peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan berdasarkan kriteria kebutuhan
pengembangan.
Peningkatan kegiatan 3R untuk skala sumber dan kawasan pada lokasi- lokasi
prioritas dan memenuhi kriteria.
Peningkatan kegiatan penyuluhan atau pendidikan kepada masyarakat sekitar.
Proyeksi kebutuhan prasarana saran persampahan.
Rehabilitasi TPA menjadi minimal controlled landfill.
Mengembangkan pola pelayanan regional 2 (dua) atau lebih kota kabupaten yang
berdekatan.
b. Strategi Peningkatan Kelembagaan
Peningkatan organisasi sesuai dengan peraturan yang berlaku, di antaranya sebagai
berikut:
- PP38/2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah Daerah
Provinsi Dan Pemerintah Daerah Kabupatenm/Kota
- PP 5-/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah
- PP 23/2005 tentng Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Pemisahaan fungsi regulator dan operator
Peningkatan kualitas SDM bidang persampahan melalui training
Rekruitmen SDM untuk jangka panjang sesuai dengan kualifikasi bidang keahlian
persampahan/manajemen
c. Strategi Peningkatan Pembiayaan
Peningkatan prioritas alokasi dana untuk investasi maupun biaya pengelolaan
persampahan
Pola pembiayan mengarah pada Badan Layanan Umum
Peningkatan sistem tarif yang mengarah pada pola Cost Recovery
Penerapan pola insentif dan disinsentif
d. Strategi Peningkatan Pengaturan
Penyempurnaan berbagai produk hukum yang realistis dan aplikatif
Sosialisasi produk hukum kepada para stakeholder terutama mayarakat
Penerapan ketentuan hyukum terutama penerapan sanksi atas pelanggaran secara
bertahap
e. Strategi Peningkatan Peran Serta Masyarakat
Sosialisasi
Edukasi
189
190
Kota
Kec. A
- Kel. 1
- Kel. 2
- Kel. 3
Kec. A
- Kel. 1
- Kel. 2
- Kel. 3
Kec. A
- Kel. 1
- Kel. 2
- Kel. 3
Total
Jml
Pddk
Kepadatan Pddk
(Jiwa/ha), %
> 100 50 - 100 > 50
Catatan :
Prosentase kepadatan penduduk(> 100 jiwa/ha, 50 100 jiwa/ha dan < 50 jiwa/ha)
harus dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk pada tahun dimaksud untuk
setiap kelurahan
Proyeksi fasilitas kota harus dihitung sesuai dengan rencana pengembangan kota pada
tahun dimaksud (jangka pendek)
192
Kota
Jml
Pddk
Kepadatan Pddk
(Jiwa/ha), %
> 100 50 - 100 > 50
Hotel
Kantor Toko
Bioskop
Pasar
Kec. A
- Kel. 1
- Kel. 2
- Kel. 3
2
Kec. A
- Kel. 1
- Kel. 2
- Kel. 3
3
Kec. A
- Kel. 1
- Kel. 2
- Kel. 3
Total
Catatan :
- Prosentase kepadatan penduduk(> 100 jiwa/ha, 50 100 jiwa/ha dan < 50 jiwa/ha)
harus dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk pada tahun dimaksud untuk
setiap kelurahan
- Proyeksi fasilitas kota harus dihitung sesuai dengan rencana pengembangan kota pada
tahun dimaksud (jangka menengah)
193
Kota
Jml
Pddk
Kepadatan Pddk
(Jiwa/ha), %
> 100
50 - 100 > 50
Hotel
Kantor
Toko
Bioskop
Kec. A
- Kel. 1
- Kel. 2
- Kel. 3
2
Kec. A
- Kel. 1
- Kel. 2
- Kel. 3
3
Kec. A
- Kel. 1
- Kel. 2
Total
Catatan :
- Prosentase kepadatan penduduk(> 100 jiwa/ha, 50 100 jiwa/ha dan < 50 jiwa/ha)
harus dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk pada tahun dimaksud untuk
setiap kelurahan
Proyeksi fasilitas kota harus dihitung sesuai dengan rencana pengembangan kota pada tahun
dimaksud (jangka panjang)
2.4.3. Rencana Teknis Pengembangan Pelayanan Persampahan (Studi Kasus)
Rencana pengembangan pelayanan persampahan jangka panjang di samping harus
memperhatikan kondisi kota, kemampuan daerah dan masyarakat serta NSPK yang ada, maka
beberapa alternatif yang perlu dikaji berkaitan dengan beberapa kemungkinan skenario
pengembangan pelayanan adalah sebagai berikut:
a. Skenario alokasi lahan TPA
b. Skenario SPA
c. Skenario pengurangan sampah melalui kegiatan 3R
d. Skenario lain sesuai kondisi dan kebijakan local
A.
Alternatif I
Rencana pengembangan pelayanan penanganan sampah jangka panjang berdasarkan skenario:
194
Pasar
Berdasarkan skenario tersebut, maka rencana teknis yang di perlu disiapkan adalah sebagai
berikut:
a. Pengembangan daerah pelayanan sesuai dengan kebijakan dan kriteria yang berlaku
b. Perencanaan kebutuhan prasarana dan sarana persampahan sesuai dengan tingkat pelayanan
yang direncanakan
c. Perencanaan pola penanganan sampah dari sumber ke TPA
d. Perencanaan rute pengangkutan sampah
e. Revitalisasi TPA
f. Pemilihan lokasi TPA baru berdasarkan rencana tata ruang kota/kabupaten
g. Pembangunan TPA Baru dengan metode urug saniter
B.
Alternatif II
Rencana pengembangan pelayanan penanganan sampah jangka panjang berdasarkan skenario:
- Optimalisasi pemanfaatan sarana prasarana yang ada
- Penyiapan lokasi TPA baru (regional) pengurangan sampah minimal 20%
- Pengurugan sampah minimal 20%
Berdasarkan skenario tersebut, maka rencana teknis yang perlu disiapkan adalah sebagai
berikut:
a. Pengembangan daerah pelayanan sesuai dengan kebijakan dan kriteria yang berlaku
b. Perencanaan kebutuhan prasarana dan sarana persampahan sesuai dengan tingkat pelayanan
yang direncanakan
c. Perencanaa pola penanganan sampah dari sumber ke TPA
d. Revitalisasi TPA untuk jangka pendek
e. Pemilihan lokasi TPA baru (regional) berdasarkan rencana tata ruang provinsi
f. Perencanaan pola transfer (transfer station) untuk jarak angkutan ke TPA > 20km
g. Pembangunan TPA baru dengan metode urug saniter
h. Penyiapan program 3R dengan target minimal 20% dan secara bertahap ditingkatkan sesuai
dengan kesiapan masyarakat
i. Penyiapan program pendampingan kepada masyarakat untuk 3R berbasis masyarakat
C.
Evaluasi Alternatif Sistem
Berdasarkan alternatif tersebut di atas, perlu evaluasi pilihan sistem penanganan sampah yang
paling sesuai dengan kondisi wilayah perencanaan. Evaluasi dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
195
196
197
198
Sesuai dengan amanat UU Nomor 18/2008 tentang pengelolaan sampah, maka masalah
penutupan TPA dengan penimbunan terbuka dan penyediaan fasilitas pemilahan sampah di
kawasan permukiman, fasilitas komersil, fasilitas umum dll perlu dilakukan pada tahap awal.
2.5.1. Rencana Jangka Pendek
Rencana peningkatan penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan jangka pendek (1-2)
tahun merupakan tahap pelaksanaan yang bersifat mendesak dan dapat dijadikan pondasi untuk
pentahapan selanjutnya. Sebagai contoh adalah sebagai berikut:
- Menyiapkan kebijakan pengelolaan sampah kota/kabupaten yang mengacu pada kebijakan
nasional, propinsi dan NSPK yang berlaku.
- Peningkatan kelembagaan terutama SDM sebagai dasar untuk peningkatan kinerja
operasional penanganan sampah.
- Penyiapan dan penyempurnaan Perda yang sesuai dengan NSPK dan UU Nomor
18/2008
- Perencanaan detail penanganan persampahan (penutupan TPA dengan penimbunan
terbuka atau rehabilitasi TPA, kegiatan 3R)
- Penyusunan AMDAL atau UKL dan UPL atau kajian lingkungan sesuai kebutuhan
- Kampanye dan edukasi sebagai dasar untuk menyiapkan masyarakat berpartisipasi kegiatan
3R
- Penyediaan prasarana sarana untuk mengatasi masalah persampahan yang bersifat
mendesak (bin pemilahan sampah, peningkatan TPA dll)
- Penyiapan peningkatan iuran tarif (iuran dan retribusi)
2.5.2. Rencana Jangka Menengah
Rencana peningkatan penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan jangka menengah 5
tahun merupakan tahap pelaksanaan 5 tahun yang didasarkan pada hasil kajian sebelumnya
dengan mempertimbangkan tahap mendesak yang telah dilakukan. Contoh:
- Melanjutkan peningkatan kelembagaan (pemisahan operator dan regulator) dan pelatihan
SDM yang menerus disesuaikan dengan kebijakan nasional, propinsi dan NSPK yang
baru
- Pelaksanaan penegakan peraturan yang didahului dengan sosialisasi dan uji coba selama 1
tahun.
- Peningakatan cakupan pelayanan sesuai perencanaan
- Peningkatan penyediaan prasarana dan sarana persampahan sesuai perencanaan
- Pelaksanaan revitalisasi TPA sesuai perencanaan
- Pelaksanaan pemantauan kualitas lingkungan TPA
199
200
Aspek
Pengelolaan
Kelembagaan
Teknis
Pembiayaan
Peraturan
PSM
Swasta
Jangka
Pendek
Jangka
Menengah
Jangka
Panjang
Rencana Pembiayaan
Tabel 2. 16 Rencana pembiayaan pengelolaan persampahan
No
Komponen
Kegiatan
Biaya
(Jangka Pendek)
Investasi
O&P
Biaya
(Jangka Pendek)
Investasi
O&P
Biaya
(Jangka Pendek)
Investasi
O&P
Perhitungan retribusi perlu dibuat berdasarkan perkiraan biaya investasi dan O dan P untuk
jangka menengah dan jangka panjang.
Diperlukan estimasi biaya satuan penanganan persampahan berdasarkan kebutuhan biaya
investasi dan pengoperasian serta pemeliharaan, yang meliputi:
a. Rp./kapita/tahun
b. Rp./m3 atau Rp./ton
c. Biaya pengumpulan/ton
d. Biaya pengangkutan/ton
e. Biaya pengolahan/ton
f. Biaya TPA/ton
2.5.6. Sosialisasi
Dokumen perencanaan penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan harus
disosialisasikan secara lebih memadai baik kepada pihak eksekutif, legislatif maupun
masyarakat umum, yang bertujuan agar dapat mendapat dukungan dari semua pihak agar
proses pelaksanaannya dapat berjalan seperti yang diharapkan.
201
3.
PENYUSUNAN
STUDI
KELAYAKAN
SISTEM
PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN
3.1. Pendahuluan
Dokumen studi kelayakan bidang persampahan, merupakan suatu dokumen kelayakan
ekonomi, keuangan dan lingkungan dari program-program pengembangan prasarana dan
sarana persampahan yang terdapat dalam suatu rencana induk. Studi kelayakan proyek
persampahan ini terdiri atas 3 dokumen kelayakan proyek yaitu:
a. Dokumen kelayakan ekonomi
b. Dokumen kelayakan keuangan
c. Dokumen kelayakan lingkungan
Dengan demikian keputusan prioritas pembangunan atau investasi dari suatu program
pengembangan prasarana dan sarana pengelolaan sampah ditetapkan berdasarkan hasil kajian
ketiga jenis kelayakan proyek tersebut. Hasil studi kelayakan ekonomi akan memberi
gambaran mengenai manfaat/benefit baik yang bersifat tangible maupun intangible. Dari suatu
investasi prasarana persampahan yang direncanakan.
Hasil studi kelayakan keuangan (financial) akan memberi gambaran mengenai besaran
tarif/retribusi yang akan dibebankan kepada pelanggan yang mendapat pelayanan. Besaran
perhitungan tarif/retribusi tersebut dapat dianalisis lebih lanjut apakah tarif tersebut cukup
wajar dibanding pendapatan (income) para pelanggannya. Sementara dari sisi pengelola, hasil
studi kelayakan keuangan tersebut, akan memberi gambaran apakah pendapatan operasional
dari retribusi pelayanan Persampahan tersebut dapat menutup biaya O/M (OpEx) dan biaya
pengembalian modal (CapEx) serta apakah menghasilkan laba. Selanjutnya informasi studi
kelayakan keuangan ini merupakan suatu informasi penting tentang bagaimana bentuk
kelembagaan pengelola yang sesuai, baik yang berbasis lembaga maupun yang berbasis
masyarakat untuk mengelola sarana dan prasarana terbangun tersebut. Sedangkan hasil studi
kelayakan lingkungan akan memberi gambaran mengenai bagaimana mengendalikan dampak
negatif dari suatu rencana pembangunan sarana prasarana persampahan termasuk konsekuensi
biaya yang ditimbulkan dari upaya pengendalian dampak tersebut.
Studi kelayakan penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan wajib disusun berdasarkan:
a. Rencana induk penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan yang telah ditetapkan
b. Kelayakan teknis, ekonomi, dan keuangan
c. Kajian lingkungan, sosial, hukum, dan kelembagaan.
Studi kelayakan memuat data atau informasi, berupa:
a. Perencanaan prasarana dan sarana persampahan yang ada
202
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Penyelenggaraan prasaran dan sarana persampahan mengikuti rencana induk yang ada.
Sasaran pelayanan yang akan dikaji ditunjukan pada daerah yang memiliki potensi ekonomi
dan secara teknis dapat dilakukan. Setelah itu prioritas pelayanan diarahkan pada daerah
pengembangan sesuai dengan arahan dalam perencanaan induk kota.
Perkiraan timbulan sampah
Perkiraan laju timbulan sampah ditentukan berdasarkan:
Proyeksi penduduk dan perkiraan pengembangan aktivitas non domestik dilakukan
sesuai dengan besaran rencana pengembangan.
Besaran timbulan sampah berdasarkan sumber sampah dan karakteristik kota.
Kondisi sosial dan ekonomi (berdasarkan survey kebutuhan nyata)
Kondisi-kondisi yang harus diperhatikan dalam penetapan wilayah survey adalah sebagai
berikut:
Fungsi dan nilai daerah;
Kepadatan penduduk;
Daerah pelayanan;
Kondisi lingkungan;
Tingkat pendapatan penduduk.
Kelembagaan
Pembentukan kelembagaan disesuaikan dengan besaran kegiatan dan peraturan terkait
kelembagaan.
Data seumber sampah
Data timbulan sampah yang dapat diperoleh dari rencana induk penyelenggaraan prasarana
dan sarana persampahan.
Program pengembangan dan strategi pelaksanaan
Analisis mengenai dampak lingkungan atau UKL/UPL
Aktivitas penyelenggaran prasarana dan sarana persampahan memperhatikan kelayakan
lingkungan, yang meliputi:
Identifikasi kegiatan yang akan dilakukan dan berpotensi dapat mempengaruhi rona
lingkungan
Identifikasi dampak besar dan dampak penting dari kegiatan
Perkiraan perubahan rona lingkungan sebaga dampak aktivitas penyelenggaraan
prasarana dan sarana persampahan
Merencanakan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Rencana pengoperasian dan pemeliharaan
Rencana pengoperasian dan pemeliharaan, meliput rencana operasi/pengelolaan, rencana
pemeliharaan, pemantauan lingkungan dari kegiatan pengoperasian.
Perkiraan biaya proyek dan pemeliharaan
Perkiraan biaya proyek dan pemeliharaan, terdiri dari:
203
j.
Biaya investasi
Biaya operasional
- Biaya O&P
- Biaya umum dan adminstrasi
Perkiraan pendapatan
Perkiraan pendapatan berasal dari retribusi yang dibayarkan oleh masyarakat dan dana
pemerintah
Kajian sumber pembiayaan
Kajian sumber dan sistem pembiayaan meliput alternatif sumber pembiayaan dan sisten
pendanaan yang disepakati oleh masing-masing pihak terkait.
204
- Studi Kelayakan
- Perencanaan Teknis Terperinci
b. Studi Kelayakan Ekonomi dan Keuangan Pengembangan Prasarana dan sarana
Persampahan disusun berdasarkan:
- Rencana induk yang telah ditetapkan
- Hasil kajian kelayakan teknis
- Hasil kajian kelayakan lingkungan
- Kajian sumber pembiayaan investasi
c. Studi Kelayakan Pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) disusun oleh
penyelenggara TPA
3.3.2. Standar Perhitungan Ekonomi dan Keuangan
d. Perhitungan kelayakan ekonomi dan keuangan TPA menggunakan metode:
- Internal Rate of Return (IRR)
- Net Present Value (NPV)
e. Perubahan nilai uang terhadap waktu (Time value of money) dihitung berdasarkan Discout
Factor (DF)
f. Discout Factor (%) dihitung berdasarkan rata-rata tingkat inflasi selama tahun proyeksi
ditambah perkiraan faktor resiko investasi.
3.4. Norma dan Standar Teknis Kelayakan Lingkungan
Terdapat beberapa Norma, Kriteria Teknis dan Standard Teknis bidang Persampahan yang
terkait dengan studi kelayakan lingkungan atau AMDAL. Substansi Norma, Kriteria dan
Standar yang diacu dalam penyusunan kelayakan ekonomi atau studi AMDAL akan
dijelaskan lebih lanjut pada bagian ini.
3.4.1. Norma
a. Perencanaan Jangka Panjang Daerah adalah dokumen perencanaan periode 20 (dua puluh)
tahun (UU No. 25 Tahun 2004);
b. Kota Metropolitan atau kota-kota yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi
diwajibkan memiliki rencana induk Sistem Penyediaan Air Minum yang terpadu dengan
Sistem Persampahan;
c. Perlindungan air baku dilakukan melalui keterpaduan pengaturan pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) dengan Prasarana dan sarana Sanitasi (PP No. 16
Tahun 2005);
d. Pemilihan lokasi Tenpat Pemrosesan Akhir Sampah harus memperhatikan aspek teknis,
lingkungan, sosial budaya masyarakat setempat serta dilengkapi dengan zona penyangga
(PP No. 16 Tahun 2005).
205
206
diterima dalam pengertian melaksanakan proyek (Do Something) lebih baik dibanding tidak
melaksanakan proyek (Do Nothing). Tidak melaksanakan proyek berarti membiarkan
pencemaran persampahan tetap berlangsung dengan konsekuensi kerugian yang lebih besar
akibat penurunan kualitas sumber daya air dan penurunan derajat kesehatan;
d. Apabila hasil perhitungan EIRR proyek menghasilkan angka prosentase (%) lebih kecil dari
faktor diskon, maka proyek ditolak. Proyek ini perlu direvisi skala investasinya agar tidak
kelebihan investasi.
3.5.3. Kriteria Kelayakan Keuangan Proyek
a. Proyek dikatakan layak keuangan apabila pendapatan tarif/retribusi Persampahan lebih
besar dibanding dengan biaya yang ditimbulkan baik berupa biaya operasional maupun
biaya pengembalian modal.
b. Perhitungan kelayakan keuangan proyek dihitung dengan metode Finansial Economic
Internal Rate of Return (FIRR) dan Net Present Value (NPV);
c. Kelayakan keuangan diukur berdasarkan:
Pay back period
Financiual Net Present Value (FNPV)
Financial Internal Rate of Return (EIRR)
Apabila hasil perhitungan FIRR menghasilkan angka prosentase (%) lebih besar dari
faktor diskon, maka pendanaan investasi proyek dapat dibiayai dari pinjaman komersial
tanpa membebani Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk pengembalian
cicilan pokok dan bunganya. Bahkan proyek ini mendapat manfaat keuangan sebesar nilai
NPV-nya (NPV positif);
d. Kelayakan keuangan memperhitungkan hal-hal sebagai berikut:
Tingkat inflasi
Jangka waktu proyek
Biaya investasi
Biaya operasi dan pemeliharaan
Biaya umum dan adminstrasi
Biaya penyusutan
Tarif retribusi
Pendapatan retribusi
Apabila hasil perhitungan FIRR menghasilkan angka prosentase (%) sama dengan nol
yang berarti lebih kecil dari faktor diskon, maka pendanaan investasi proyek hanya layak
apabila dibiayai dari sumber pendanaan APBD atau sumber dana lain yang tidak
mengandung unsur bunga pinjaman dan pembayaran cicilan pokok.
207
e.
Apabila kelayakan keuangan proyek tidak dapat menutup biaya operasional, maka proyek
ditolak. Proyek ini perlu direvisi perencanaannya dan pilihan teknologinya agar biaya O/Pnya dapat menjadi lebih rendah.
208
209
Seluruh biaya umum dan administrasi yang diperlukan untuk membiayai operasi lembaga
pengelola harus diperkirakan dalam Rp/Thn serta diproyeksikan selama tahun proyeksi
dengan memperhitungkan perkiraan tingkat inflasi dan pengembangan kapasitas lembaga
pengelola.
C.
Perkiraan Manfaat Ekonomi
- Seluruh manfaat ekonomi yang timbul dari keberadaan proyek persampahan harus
diperkirakan baik berupa manfaat yang dapat diukur dengan uang (Tangible) maupun
manfaat yang tidak dapat diukur dengan uang (Intangible);
- Manfaat ekonomi proyek persampahan yang dapat diukur dengan nilai uang (Tangible) baik
berupa manfaat langsung (Direct) maupun manfaat tidak langsung (Indirect) harus
dikonversikan dengan standar konversi yang dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan
kaidah ekonomi yang dihitung dalam satuan Rp/Thn;
- Manfaat ekonomi proyek persampahan yang tidak dapat diukur dengan nilai uang
(Intangible) harus dijelaskan dengan menggunakan data-data statistik yang relevan.
D.
Perkiraan Manfaat Keuangan (Pendapatan Retribusi)
- Seluruh potensi retribusi yang dapat diterima oleh lembaga pengelola sebagai akibat dari
pelayanan Persampahan harus diperkirakan berdasarkan perkiraan jumlah pelanggan dan
perkiraan tarif retribusi rata-rata setiap tahun.
- Proyeksi kenaikan jumlah pelanggan persampahan harus dihitung berdasarkan skenario
peningkatan jumlah pelanggan hingga tercapainya kapasitas optimum (Full Capacity)
sesuai dengan rencana teknis proyek;
- Proyeksi kenaikan tarif persampahan yang diperhitungkan dalam proyeksi pendapatan tarif
tidak boleh melampaui tingkat inflasi.
E.
Komponen Biaya Investasi
- Komponen Biaya Engineering
Merupakan biaya-biaya survei, investigasi, Feasibility Study (FS), Detailed Design, studi
AMDAL, Public Campaign, Standard Operational Procedur (SOP) dan biaya supervisi
dan sebagainya. Besarnya komponen biaya Engineering ini berkisar antara 5-10% dari
total biaya investasi (capital cost);
- Komponen Biaya Pembebasan Lahan
Pembebasan lahan untuk TPA meliputi:
o Pembebasan lahan untuk TPA termasuk lahan untuk buffer zone
o Pembebasan lahan untuk jalan akses TPA
o Biaya pembebasan lahan tersebut meliputi biaya ganti rugi tanah, bangunan dan biaya
administrasi yang berkisar antara 20-30% dari total biaya investasi.
210
F.
Komponen Biaya Operasional Tahunan
Biaya operasional adalah biaya yang timbul untuk mengoperasikan prasarana terbangun agar
mampu memberi manfaat pelayanan sesuai kapasitasnya secara berkelanjutan dan berdaya guna
sesuai umur rencananya. Biaya operasi dan pemeliharaan dihitung dalam Rp/Thn.
G.
Komponen Biaya Operasi dan Pemeliharaan Alat Berat
- Biaya Operasi, terdiri dari:
o Biaya gaji tenaga operator dan perlengkapan kerja operator
o Biaya material habis pakai (BBM, dan sebagainya) biaya peralatan operasi
- Biaya Pemeliharaan, terdiri dari:
o Pemeliharaan rutin alat berat (ganti oli, dan sebagainya)
o Pemeliharaan berkala (ganti ban, kopling)
H.
Komponen Biaya Operasi dan Pemeliharaan TPA
- Biaya Operasi TPA, terdiri dari:
o Biaya gaji operator dan perlengkapan kerja operator
o Biaya material habis pakai, seperti tanah penutup, energi listrik, dan air
o Biaya peralatan operasional
- Biaya Pemeliharaan, terdiri dari:
o Pemeliharaan rutin TPA
o Pemeliharaan berkala instalasi pemeliharaan bangunan penunjang
I.
-
211
J.
Komponen Biaya Penyusutan
- Biaya penyusutan alat berat
- Biaya penyusutan TPA
- Biaya penyusutan kantor umumdan administrasi
K.
Komponen Manfaat Ekonomi Proyek
Manfaat ekonomi proyek pengembangan sarana dan prasarana persampahan adalah manfaat
proyek yang dapat dikonversi dalam satuan rupiah (Tangible) dan manfaat proyek yang tidak
dapat dikonversi dalam satuan rupiah (Intangible).
L.
Jenis Manfaat Ekonomi Proyek Persampahan
L.1
Manfaat yang dapat Diukur dengan Nilai Uang (Tangible)
Manfaat Tangible proyek dapat dibedakan sebagai manfaat langsung (direct) dan manfaat
tidak langsung (indirect). Secara umum manfaat Tangible proyek pengembangan prasarana
dan sarana persampahan adalah sebagai berikut:
- Manfaat langsung, terdiri dari:
o Pengurangan biaya pengolahan air baku
o Peningkatan nilai harga bangunan
o Pendapatan dari material yang dapat didaur ulang
- Manfaat tidak langsung, terdiri dari:
o Manfaat ekonomi berupa peningkatan produktifitas penduduk akibat peningkatan
derajat kesehatan
o Manfaat lingkungan berupa pengurangan derajat pencemaran dan terjaganya kelestarian
sumber daya air
o Manfaat sosial berupa penurunan derajat konflik yang disebabkan oleh pencemaran
persampahan
L.2 Jenis Manfaat Proyek yang tidak dapat Diukur dengan Nilai Uang (Intangible)
- Penurunan tingkat kematian bayi
- Penurunan rasio penyakit infeksi
- Penurunan Disability-Adjusted Life Year (DALY) akibat penyakit infeksi.
3.6. Proyeksi Pendapatan Tarif Retribusi Persampahan
Mengingat pelanggan persampahan berasal dari berbagai tingkat dan golongan masyarakat yang
berbeda kemampuan keuangan/daya belinya, maka perkiraan pendapatan tarif retribusi
persampahan harus memperhitungkan:
a. Perkiraan tarif per golongan pelanggan dan per jenis pelayanan;
212
b. Perkiraan jumlah pelanggan per golongan pelanggan dan per jenis pelayanan.
3.6.1. Perhitungan Perkiraan Tarif Pelayanan Persampahan
a. Perkiraan perhitungan tarif pelayanan persampahan harus memperhitungkan hal-hal
berikut:
- Biaya operasi dan pemeliharaan
- Biaya depresiasi atau amortisasi
- Biaya bunga pinjaman
- Biaya umum dan administrasi
b. Perkiraan tarif per golongan pelanggan harus direncanakan sebagai tarif terdeferensiasi
untuk penerapan subsidi silang kepada pelanggan yang berpenghasilan rendah.
c. Perkiraan tarif per golongan pelanggan untuk proyek yang bersifat rehabilitasi atau
peningkatan kapasitas harus memperhatikan tingkat tarif yang sudah berlaku.
d. Perkiraan perhitungan tarif per golongan pelanggan, struktur tarif dan penentuan satuan tarif
harus mengacu kepada pedoman penetapan tarif Persampahan yang berlaku.
3.6.2. Komponen Penerimaan Retribusi
Berdasarkan jenis golongan pelanggan dan golongan tarif retribusi persampahan, maka
komponen penerimaan retribusi harus dihitung berdasarkan perkiraan jumlah pelanggan per
masing-masing golongan sebagai berikut:
a. Komponen penerimaan retribusi dari pelanggan permukiman dalam Rp/Thn.
b. Komponen penerimaan retribusi dari pelanggan daerah komersial atau institusional dalam
Rp/Thn.
c. Komponen penerimaan retribusi dari pelanggan high rise building dalam Rp/Thn.
3.7. Perhitungan Kelayakan Ekonomi dan Keuangan
a. Perhitungan kelayakan ekonomi dan keuangan sekurang-kurangnya disajikan dalam
perhitungan spread sheet, sehingga data-data perhitungan dan proyeksi perhitungan dapat
disajikan secara jelas.
b. Data-data yang harus disajikan untuk mendukung hasil perhitungan IRR dan NPV
sekurang-kurangnya meliputi:
- Jadwal konstruksi dan jadwal investasi
- Jadwal operasi dan proyeksi kapasitas operasi
- Asumsi-asumsi biaya O/M, umum dan administrasi
- Asumsi tarif retribusi
- Proyeksi Net Cash
- Analisis Sensitifitas
- Proyeksi rugi/laba
213
214
f.
Tersedianya konsep rancangan kebutuhan dana investasi dan operasional selama lima tahun
ke depan berikut konsep perhitungan tarif retribusi yang perlu dibayar masyarakat
g. Tersedianya konsep jenis, bentuk, dan pola peran serta masyarakat, berikut teknik, metode,
dan materi penyuluhan serta pendidikan masyarakat.
4.3. Tenaga Ahli Penyusunan Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan
Tenaga ahli yang diperlukan untuk penyusunan Perencanaan Teknis dan Manajemen
Persampahan antara lain adalah tenaga ahli bersertifikat dengan bidang keahlian, tetapi tidak
dibatasi pada keahlian sebagai berikut:
a. Ahli Teknik Penyehatan atau Teknik Lingkungan
b. Ahli Teknik Sipil
c. Ahli Geodesi
d. Ahli Geographic Information System (GIS)
e. Ahli Hidrologi atau Hidrogeologi
4.4. Tata Cara Penyusunan Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan
Tata cara ini mencakup ketentuan-ketentuan dan cara pengerjaan Penyusunan Perencanaan
Teknis dan Manajemen Persampahan. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai tata cara
penyusunan PTMP.
4.4.1. Ketentuan Umum
Ketentuan umum dalam penyusanan PTMP adalah sebagai berikut:
a. Tersedianya dokumen teknis penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan
b. Tersedianya perencanaan dan mekanisme peningkatan kapasitas kelembagaan
penyelenggara prasaran dan sarana persampahan
c. Analisis tingkat investasi dan manfaat dari penyelenggaraan prasarana dan sarana
persampahan
4.4.2. Ketentuan Teknis
Ketentuan teknis dalam penyusunan PTMP adalah sebagai berikut:
a. Periode perencanaan (minima 10 tahun)
b. Sasaran dan prioritas penanganan
Sasaran pelayanan pada tahap awal prioritas harus ditujukan pada daerah yang telah
mendapatkan pelayanan saat ini, daerah berkepadatan tinggi serta kawasan strategis. Setelah
itu prioritas pelayanan diarahkan pada daerah pengembangan sesuai dengan arahan dalam
PTMP.
c. Strategi penanganan
d. Kebutuhan pelayanan
Kebutuhan pelayanan penanganan sampah ditentukan berdasarkan:
215
Proykesi pelayanan
Proyeksi penduduk harus dilakukan untuk interval lima tahun selama periode
perencanaan.
Proyeksi timbualn sampah
Kebutuhan lahan TPA
Kebutuhan prasaran dan sarana persampahan (pemilahan, pengangkutan. TPS. TPS 3R,
SPA, FPSA, TPST, dan TPA)
e. Periode perencanaan (minimal 10 tahun)
f. Sasaran dan prioritas penanganan
Sasaran pelayanan pada tahap awal prioritas harus ditujukan pada daerah yang telah
mendapatkan pelayaan saat ini, daerah berkepadatan tinggi serta kawasan strategis. Setelah
itu prioritas pelayanan diarahkan pada daerah pengembangan.
g. Strategi penanganan
Untuk mendapatkan perencanaan yang optimum, perlu mempertimbangan beberapa hal
sebagai berikut:
Kondisi pelayanan eksisiting
Urgensi masalah penutupan dan rehabilitasi TPA eksisting serta pemilihan lokasi TPA
baru, baik untuk skal kota maupun lintas kabupaten/kota atau lintas provinsi (regional)
Komposisi dan karakterisitik sampah
Mengurangi jumlah sampah yang diangkut dan ditimbun di TPA secara bertahap (hanya
residu yang dibuang di TPA)
Potensi pemanfaatan sampah dengan kegaitan 3R yang melibatkan masyarakat dalam
penanganan sampah di sumber melaluli pemilahan sampah dan mengembangkan pola
insentif melalui Bank Sampah
Potensi pemanfaatna gas bio dari sampah di TPA
Pengembangan pelayanan penanganan sampah
Penegakan peraturan
Peningkatan manajemen pengoperasian dan pemeliharaan
h. Kebutuhan pelayanan
Kebutuhan pelayanan penanganan sampah ditentukan berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
Proyeksi penduduk
Proyeksi penduduk harus dilakukan untuk interval lima tahun periode perencanaan.
Proyeksi timbulan sampah
Timbulan sampah diproyeksikan setiap interval lima tahun.
Kebutuhan lahan TPA
Kebutuhan prasarana dan sarana persampahan (pemilahan, pengangkutan, TPS, TPS
3R, SPA, FPSA, TPST, dan TPA)
216
4.4.3.
217
218
Bangli kandungan Pb 7,1 ppm), produk kompos dari TPA dilarang untuk digunakan
pada tanaman pangan.
Menutup TPA lama untuk dikembangkan menjadi TPA baru dengan penutupan tanah
minimum (untuk lokasi TPA yang masih dapat diperluas)
Menutup TPA secara permanen dan memanfaatkan menjadi lahan baru (ruang terbuka
hijau)
Selain aspek teknis, dilengkapi juga dengan rencana pembiayaan yang meliputi perhitungan
biaya investasi, biaya operasi dan pemeliharaan, perhitungan tarif retribusi untuk beberapa kelas
wajib retribusi (kelas perumahan, fasilitas komersial, fasilitas umum dan fasilitas sosial) dan
adanya dukungan peraturan (Perda) baik berupa penyempurnaan perda maupun pembuatan
perda baru dan rencana law enforcement.
Untuk mendukung program 3R diperlukan rencana peningkatan peran serta masyarakat sejak
awal (dari perencanaan sampai pelaksanaan) terutama untuk pola penanganan sampah berbasis
masyarakat melalui berbagai cara seperti pembentuakan forum-forum lingkungan, konsultasi
publik, sosialisasi, pendampingan, training dan lain-lain. Upaya ini harus diterapkan secara
konsisten, terus menerus, terintegrasi dengan sektor lain yang sejenis dan masyarakat diberi
kepercayaan untuk mengambil keputusan.
Selain peran serta masyarakat, peningkatan aspek kemitraan juga merupakan hal penting yang
perlu direncanakan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah terutama yang
mempunyai nilai investasi tinggi dan membutuhkan penanganan yang lebih profesional meliputi
pemilihan kegiatan yang secara teknis dan ekonomis layak dilakukan oleh swasta dengan
metode atau pola kemitraan yang jelas dan terukur serta bersifat win-win solution.
5. PEMILIHAN LOKASI TPA/TPST
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah merupakan daerah operasional aktivitas
persampahan yang memiliki potensi sangat tinggi untuk menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan sekitarnya baik berupa pencemaran udara, air maupun tanah. Pengalaman selama ini
juga memberikan banyak contoh mengenai berbagai masalah sosial yang timbul sebagai akibat
kehadiran TPA pada lokasi yang tidak sesuai. Konsep pengelolaan TPA yang baik pada bagian
awal mensyaratkan bahwa TPA harus dipilih pada lokasi yang tepat baik secara teknis,
pembiayaan maupun sosial. Pemilihan lokasi yang tidak tepat dapat dipastikan akan
menimbulkan masalah lingkungan dikemudian hari, dan bila secara langsung bersentuhan
dengan kepentingan sosial masyarakat di sekitarnya maka tidak tertutup kemungkinan bahwa
kegiatan operasional akan mengalami gangguan.
219
Pada bagian ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai perancangan sanitary landfill. Pada tahap
awal perencanaannya yang harus diperhatikan adalah pemilihan lokasi dari sanitary landfill.
Beberapa parameter penyaring awal yang sering digunakan adalah (Damanhuri, 2008):
Kondisi geologi
Fasilitas landfilling tidak dibenarkan berlokasi di atas suatu daerah yang mempunyai sifat
geologi yang dapat merusak keutuhan sarana tersebut nanti. Daerah yang dianggap tidak
layak adalah daerah dengan formasi batu pasir, batu gamping atau dolomit berongga dan
batuan berkekar lainnya. Daerah geologi lainnya yang penting untuk dievaluasi adalah
potensi gempa, zone volkanik yang aktif serta daerah longsoran. Kondisi yang layak:
sedimen berbutir sangat halus, mis. batu liat, batuan beku, batuan malihan yang kedap (k <
10 7 cm/det).
Lokasi dengan kondisi lapisan tanah di atas batuan yang cukup keras sangat diinginkan.
Biasanya batu lempung atau batuan kompak lainnya dinilai layak untuk lokasi landfill.
Namun jika posisi lapisan batuan berada dekat dengan permukaan, operasi
pengurugan/penimbunan limbah akan terbatas dan akan mengurangi kapasitas lahan
tersedia. Disamping itu, jika ada batuan keras yang retak/patah atau permeabel, kondisi ini
akan meningkatkan potensi penyebaran lindi ke luar daerah tersebut. Lahan dengan lapisan
batuan keras yang jauh dari permukaan akan mempunyai nilai lebih tinggi.
Hidrogeologi
Hidrogeologi adalah parameter kritis dalam penilaian sebuah lahan dan merupakan
komponen penyaring yang paling penting, terutama untuk mengevaluasi potensi
pencemaran air tanah di bawah lokasi sarana, dan potensi pencemaran air pada akuifer di
sekitarnya. Sistem aliran air tanah akan menentukan berapa hal, seperti arah dan kecepatan
aliran lindi, lapisan air tanah yang akan dipengaruhi dan titik munculnya kembali air
tersebut di permukaan. Sistem aliran air tanah peluahan (discharge) lebih diinginkan
dibandingkan yang bersifat pengisian (recharge). Lokasi yang potensial untuk dipilih adalah
daerah yang dikontrol oleh sistem aliran air tanah lokal dengan kemiringan hidrolis kecil
dan kelulusan tanah yang rendah.
Lahan dengan akuitard, yaitu formasi geologi yang membatasi pergerakan air tanah, pada
umumnya dinilai lebih tinggi dari pada lokasi tanpa akuitard, karena formasi ini
menyediakan perlindungan alami guna mencegah tersebarnya lindi. Tanah dengan
konduktivitas hidrolis yang rendah (impermeabel) sangat diinginkan supaya pergerakan
lindi dibatasi. Pada umumnya lahan yang mempunyai dasar tanah debu (silt) dan liat (clay)
akan mempunyai nilai tinggi, sebab jenis tanah seperti ini memberikan perlindungan pada
air tanah. Lahan dengan tanah pasir dan krikil memerlukan masukan teknologi yang khusus
untuk dapat melindungi air tanah sehingga akan dinilai lebih rendah.
220
Hidrologi
Fasilitas pengurugan limbah tidak diinginkan berada pada suatu lokasi dengan jarak antara
dasar sampai lapisan air tanah tertinggi kurang dari 3 meter, kecuali jika ada pengontrolan
hidrolis dari air tanah tersebut. Permukaan air yang dangkal lebih mudah dicemari lindi.
Disamping itu, lokasi sarana tidak boleh terletak di daerah dengan sumur-sumur dangkal
yang mempunyai lapisan kedap air yang tipis atau pada batu gamping yang berongga.
Lahan yang berdekatan dengan badan air akan lebih berpotensi untuk mencemarinya, baik
melalui aliran permukaan maupun melalui air tanah. Lahan yang berlokasi jauh dari badan
air akan memperoleh nilai yang lebih tinggi dari pada lahan yang berdekatan dengan badan
air. Iklim setempat hendaknya mendapat perhatian juga. Makin banyak hujan, makin besar
pula kemungkinan lindi yang dihasilkan, disamping makin sulit pula pegoperasian lahan.
Oleh karenanya, daerah dengan intensitas hujan yang lebih tinggi akan mendapat penilaian
yang lebih rendah dari pada daerah dengan intensitas hujan yang lebih rendah.
Topografi
Suatu daerah dinilai lebih bila terletak di daerah landai agak tinggi. Sebaliknya, suatu
daerah dinilai tidak layak bila terletak pada daerah depresi yang berair, lembah-lembah yang
rendah dan tempat-tempat lain yang berdekatan dengan air permukaan dengan kemiringan
alami > 20 %. Topografi dapat menunjang secara positif maupun negatif pada
pembangunan saranan ini. Lokasi yang tersembunyi di belakang bukit atau di lembah
mempunyai dampak visual yang menguntungkan karena tersembunyi. Namun suatu lokasi
di tempat yang berbukit mungkin lebih sulit untuk dicapai karena adanya lereng-lereng yang
curam dan mahalnya pembangunan jalan pada daerah berbukit. Nilai tertinggi mungkin
dapat diberikan kepada lokasi dengan relief yang cukup untuk mengisolir atau menghalangi
pemandangan dan memberi perlindungan terhadap angin dan sekaligus mempunyai jalur
yang mudah untuk aktivitas operasional. Topografi dapat juga mempengaruhi biaya bila
dikaitkan dengan kapasitas tampung. Suatu lahan yang cekung dan dapat dimanfaatkan
secara langsung akan lebih disukai. Ini disebabkan volume lahan untuk pengurugan limbah
sudah tersedia tanpa harus mengeluarkan biaya operasi untuk penggalian yang mahal. Pada
dasarnya, masa layan 5 sampai 10 tahun atau lebih sangat diharapkan.
221
Ketersediaan Lahan
Tanah dibutuhkan baik dalam tahap pembangunan maupun dalam tahap operasi sebagai
lapisan dasar (liner), lapisan atas, penutup antara dan harian atau untuk tanggul-tanggul dan
jalan-jalan dengan jenis tanah yang berbeda. Beberapa kegiatan memerlukan tanah jenis silt
atau clay, misalnya untuk liner dan penutup final, sedangkan aktivitas lainnya memerlukan
tanah yang permeabel seperti pasir dan krikil, misalnya untuk ventilasi gas dan sistem
pengumpul lindi. Juga dibutuhkan tanah yang cocok untuk pembangunan jalan atau tanah
top soil untuk vegetasi.
Kondisi Banjir
Sarana yang terletak di daerah banjir harus tidak membatasi aliran banjir serta tidak
mengurangi kapasitas penyimpanan air sementara dari daerah banjir, atau menyebabkan
terbilasnya limbah tersebut sehingga menimbulkan bahaya terhadap kehidupan manusia,
satwa liar, tanah atau sumber air yang terletak berbatasan dengan lokasi tersebut. Suatu
sarana yang berlokasi pada daerah banjir memerlukan perlindungan yang lebih kuat dan
lebih baik. Diperlukan pemilihan periode ulang banjir yang sesuai dengan jenis limbah yang
akan diurug.
222
Kriteria dasar yang harus dipenuhi dan dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi landfill adalah :
a). Site harus kokoh secara struktur dan bebas dari problem potensial seperti longsor,
penurunan dan kebanjiran
b). Efek disekitar lingkungan padat, pergeseran lapisan bumi dan arus lalu-lintas yang
signifikan serta hubungannya dengan operasional site harus dapat diperkirakan, seperti
misalnya jalan masuk yang akan dibangun
c). Sampai sejauh mana sitelandfill mempengaruhi kualitas (dan mungkin kuantitas) air tanah
dan air permukaan di daerah sekitar site harus dapat diperkirakan (McBean, 1995).
Dalam pemilihan lokasi TPA, parameter lain yang juga menjadi pertimbangan adalah:
a. Status sertifikasi lahan
b. Perda persampahan pada daerah tersebut
c. RT RW yang ada untuk TPA
d. MOU dan perjanjian pengelolaan serta anggaran pengelolaan TPA
e. Serah terima asset
Proses pemilihan site harus dapat menentukan site yang paling baik dan tepat. Sasaran seleksi
site adalah :
a). Resiko bagi kesehatan masyarakat adalah minimal
b). Pengaruh terhadap lingkungan minimal
c). Dapat dipergunakan secara maksimal
d). Membutuhkan biaya yang minimal (McBean, 1995).
5.1. Pemilihan Lokasi TPA Berdasarkan SNI
Tahapan dalam proses pemilihan lokasi TPA adalah menentukan satu atau dua lokasi terbaik
dari daftar lokasi yang dianggap potensial. Guna memudahkan evaluasi pemilihan sebuah lahan
yang dianggap paling baik, digunakan sebuah tolak ukur untuk merangkum semua penilaian
dari parameter yang digunakan. Biasanya hal ini dilakukan dengan cara pembobotan. Tata cara
yang paling sederhana yang digunakan di Indonesia adalah melalui SNI 19-3241-1994
(sebelumnya: SNI T-11-1191-03, tidak ada perbedaan dengan versi 1994) yaitu tentang tata cara
pemilihan lokasi TPA. Cara ini ditujukan agar daerah (kota kecil/sedang) dapat memilih sitenya sendiri secara mudah tanpa melibatkan tenaga ahli dari luar seperti konsultan. Data yang
dibutuhkan hendaknya cukup akurat agar hasilnya dapat dipertanggung jawabkan.
Persyaratan umum lokasi pembuangan akhir berdasarkan SNI adalah sebagai berikut:
Sudah tercakup dalam perencanaan tata ruang kota dan daerah
Jenis tanah kedap air
Daerah yang tidak produktif untuk pertanian
223
224
d) Dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut diatas,maka
harus diadakan masukan teknologi
(3) Kemiringan zona harus kurang dari 20 %
(4) Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbo
jet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain
(5) Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25
tahun
2. Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik yaitu terdiri
dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut:
(1) Iklim
a) Hujan intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik
b) Angin arah angin dominan tidak menuju kepermukiman dinilai makin baik
(2) Utilitas tersedia lebih langkap dinilai makin baik
(3) Lingkungan biologis
a)
Habitat kurang bervariasi, dinilai makin baik
b)
Daya dukung kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik
(4) Kondisi tanah
a) Produktifitas tanah tidak produktif di nilai lebih tinggi
b) Kapasitas dari umur : dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama
dinilai lebih baik
c) Ketersediaan tanah penutup : mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih
baik
d) Status tanah : makin bervariasi dinilai tidak baik
(5) Demografi : kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin baik
(6) Batas administrasi: dalam batas administrasi dinilai semakin baik
(7) Kebisingan : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
(8) Bau : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
(9) Estetika : semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik
(10) Ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton) dinilai
semakin baik.
Pemilihan lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Regional dilakukan dengan
memperhatikan batasan-batasan kriteria teknis operasional, non teknis dan lingkungan yang
dipersyaratkan sebagaimana diatur dalam SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan
Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah.
Kriteria secara umum
a. Batasan administasi lokasi TPA Regional
Bobot penilaian terbesar akan diberikan bila TPA terletak di dalam batas
administrasi.
225
226
No.
I. Umum
1.
Batas Administrasi
- dalam batas administrasi
- di luar batas administrasi tetapi dalam satu sistem
pengelolaan TPA sampah terpadu
- di luar batas administrasi dan di luar sistem pengelolaan
TPA sampah terpadu
- di luar batas administrasi
2.
Pemilik hak atas tanah
- pemerintah daerah/pusat
- pribadi (satu)
- swasta/perusahaan (satu)
- lebih dari satu pemilik hak dan atau status kepemilikan
- organisasi sosial/agama
3.
Kapasitas lahan
- > 10 tahun
Bobot
Nilai
5
10
5
1
1
3
10
7
5
3
1
5
10
227
No.
Parameter
228
Bobot
Nilai
8
5
1
3
10
7
5
3
1
3
10
5
1
5
10
7
5
10
8
3
1
3
10
5
1
3
10
5
1
2
10
5
-
No.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Parameter
Tanah penutup
- tanah penutup cukup
- tanah penutup cukup sampai umur pakai
- tanah penutup tidak ada
Intensitas hujan
- di bawah 500 mm per tahun
- antara 500 mm sampai 1000 mm per tahun
- di atas 1000 mm per tahun
Jalan menuju lokasi
- datar dengan kondisi baik
- datar dengan kondisi buruk
- naik/turun
Transport sampah (satu jalan)
- kurang dari 15 menit dari centroid sampah
- antara 16 menit 30 menit dari centroid sampah
- antara 31 menit 60 menit dari centroid sampah
- lebih dari 60 menit dari centroid sampah
Jalan masuk
- truk sampah tidak melalui daerah pemukiman
- truk sampah melalui daerah pemukiman berkepadatan
sedang ( 300 jiwa/ha)
- truk sampah melalui daerah pemukiman berkepadatan
tinggi ( 300 jiwa/ha)
Lalu lintas
- terletak 500 m dari jalan umum
- terletak < 500 m pada lalu lintas rendah
- terletak < 500 m pada lalu lintas sedang
- terletak pada lalu lintas tinggi
Tata guna tanah
- mempunyai dampak sedikit terhadap tata guna tanah
sekitar
- Mempunyai dampak sedang terhadap tata guna tanah
sekitar
- Mempunyai dampak besar terhadap tata guna tanah sekitar
Pertanian
- berlokasi di lahan tidak produktif
- tidak ada dampak terhadap pertanian sekitar
Bobot
4
Nilai
10
5
1
3
10
5
1
5
10
5
1
5
10
8
3
1
4
10
5
1
3
10
8
3
1
5
10
5
1
3
10
5
229
No.
Parameter
- terdapat pengaruh negatif terhadap pertanian sekitar
- berlokasi di tanah pertanian produktif
14. Daerah lindung/cagar alam
- tidak ada daerah lindung/cagar alam di sekitarnya
- terdapat daerah lindung/cagar alam di sekitarnya yang
tidak terkena dampak negatif
- terdapat daerah lindung/cagar alam di sekitarnya terkena
dampak negatif
15. Biologis
- nilai habitat yang rendah
- nilai habitat yang tinggi
- habitat kritis
16. Kebisingan dan bau
- terdapat zona penyangga
- terdapat zona penyangga yang terbatas
- tidak terdapat penyangga
17. Estetika
- operasi penimbunan tidak terlihat dari luar
- operasi penimbunan sedikit terlihat dari luar
- operasi penimbunan terlihat dari luar
Catatan :
Bobot
Nilai
1
1
2
10
1
1
3
10
5
1
2
10
5
1
3
10
5
1
Lokasi dengan jumlah angka tertinggi dari perkalian antara bobot dan nilai merupakan pilihan
pertama, sedangkan lokasi dengan angka-angka yang lebih rendah merupakan alternatif yang
dipertimbangkan.
Contoh:
Tabel 5.1 merupakan hasil evaluasi 2 calon lokasi landfill menggunakan Tata Cara Pemilihan
Lokasi TPA SNI 19-3241-1994.
230
Nilai Calon A
Nilai Calon B
25
9
50
9
30
25
15
40
9
9
35
15
15
30
20
20
3
50
40
40
30
25
15
2
30
20
30
543
35
5
3
15
20
20
3
25
15
20
24
25
15
2
15
20
15
375
Informasi yang digunakan didasarkan atas data survey pengamatan lokasi, dan observasi
lapangan. Berdasarkan evaluasi tersebut, maka calon A (543) mempunyai nilai lebih tinggi
dibanding calon B (375), berarti calon A relatif baik dibandingkan calon lokasi B.
Nilai tertinggi dari sistem penilaian ini adalah 790, sedang nilai yang terendah adalah 117.
Dengan demikian, maka calon A berada pada posisi 63,3% (= 543-117/790-117) terhadap nilai
tertinggi, bilai nilai terendah diposisikan sebagai 0% dan nilai tertinggi sebagai 100%, sedang
calon B berada pada posisi 38,3%.
Setelah ditentukan lokasi atau lahan untuk TPA, maka dapat diprediksi luas areal yang
dibutuhkan untuk penimbunan sampah. Untuk memperkirakan kebutuhan lahan penimbunan
dapat dilakukan dengan cara contoh soal berikut ini:
231
Perkirakan kebutuhan area untuk landfill untuk kota dengan populasi 31.000 orang. Asumsi
yang digunakan sebagai berikut :
1. Sampah yang dihasilkan = 2,9 kg/kapita.hari
2. Massa jenis sampah terkompaksi di landfill = 474,6 kg/m3
3. Kedalaman sampah terkompaksi = 6 m
Penyelesaian :
1. Sampah yang dihasilkan dalam ton/hari
= (31000 orang) x (2,9 kg/kapita.hari)
1000 kg/ton
= 89,9 ton/hari
2. Luas area yang dibutuhkan
Jika area penimbunan digunakan untuk 10 tahun, maka akan ada proyeksi jumlah sampah yang
dilayani di TPA. Perlu diingat lahan ini hanya adalah lahan penimbunan tidak termasuk fasilitas
pengolahan. Selain itu area yang dibutuhkan ini belum termasuk perhitungan untuk volume
tanah penutup.
Berdasarkan petunjuk teknis operasi pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan maka
lahan di lokasi TPA yang direncanakan biasanya dibagi menjadi (Litbang Pemukiman, 2009):
Lahan Efektif : bagian lahan yang digunakan sebagai lokasi pengurugan atau penimbunan
sampah. Lahan efektif direncanakan sebesar 70% dari luas total keseluruhan TPA
Lahan Utilitas : bangunan atau sarana lain di TPA khususnya agar pengurugan dan kegiatan
lainnya dapat berlangsung, seperti jalan, jembatan timbang, bangunan kantor, hanggar 3R,
bangunan pengolah leachate, bangunan pencucian kendaraan, daerah buffer (pohonpohon) lingkungan, dan sebagainya. Lahan utilitas direncanakan luasnya mencapai sekitar
30% dari lahan yang tersedia. Lahan utilitas ini akan mengakomodasi berbagai sarana dan
prasarana penunjang yang diperlukan dalam pengelolaan site.
Produk yang dihasilkan dari evaluasi dan penilaian berdasarkan SNI 03-3241-1994, yaitu :
232
233
234
236
7
20-34
7
1.5-2.5
8
15-19
9
0-14
8
0.5-1
9
0
3
Gradien < 2
%
tapi
searah
dengan arah
aliran yang
menuju
water
supply
4
Gradien > 2
%
tapi
berlawanan
dengan arah
aliran yang
menuju
water
supply
5
Gradien >
2 % tapi
searah
dengan
arah aliran
ke water
supply
Lempung
Lempung
Pasir
dan Pasir
dan
Pasir
dan Pasir < Lempung 15 Lempung <
Halus
50 %
-30 %
15 %
Tebal
I
II
I
II
I
II
I
II
I
Tanah (m)
> 30
0
(2) 2
4
6
8
25 29
0
1
1
2
3
4
5
6
7
20 24
0
2
1
3
4
4
5
6
7
15 19
0
3
1
4
4
5
5
7
7
10 - 14
0
4
2
5
4
6
5
7
7
4-9
1
6
3
7
5
7
5
7
7
3
2
6
3
8
9
9
5
9
7
Batuan dasar muncul ke permukaan (tebal tanah = 0 meter) I = 5 dan II = 9
Pasir Kasar
/Gravel
II
II
9
9
9
9
9
9
0
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
237
S = jika yang akan tercemar adalah mata air (spring) atau sungai (stream)
B = jika yang akan tercemar adalah daerah lain (boundary)
Parameter 6.2: Informasi tambahan tentang calon lokasi
C : memerlukan kondisi khusus yang memerlukan komentar
D : terdapat kerucut depresi pemompaan
E : pengukuran jarak titik tercemar dilakukan dari pinggir calon lokasi
F : lokasi berada pada daerah banjir
K : batuan dasar calon lokasi adalah karst
M : terdapat tampungan air di bawah timbunan sampah
P : lokasi mempunyai angka perkolasi yang tinggi
Q : akuifer dibawah calon lokasi adalah penting dan sensitif
R : pola aliaran air tanah radial sampai sub radial
T : muka air tanah berada pada celah/retakan/rongga batuan dasar
Y : terdapat satu atau lebih akuifer tertekan
Langkah 7 Rekapitulasi deskriptif hidrogeologi
Langkah ini merupakan rekapitulasi nilai deskriptif hidrogeologi dari langkah-langkah
sebelumnya. Nilai yang dijumlahkan adalah nilai-nilai pada langkah 1-5, sedangkan langkah 6
merupakan keterangan tambahan. Setelah nilai diperoleh, nilai tersebut kemudian dibandingkan
dengan standar kondisi hidrogeologi seperti tercantum dalam Tabel 5.4.
Tabel 5. 4 Tabel rekapitulasi nilai deskriptif hidrogeologi
Jumlah Nilai
< 10
11-14
15-17
18-20
> 20
Nilai
A
B
C
D
E atau F
238
Keterangan
Istimewa
Sangat Baik
Baik
Cukup
Buruk/Sangat Buruk
239
mulai dari relatif rendah (A) sampai sangat tinggi (I). Derajat keseriusan tersebut terbagi ke
dalam 9 katagori.
Langkah 9
Tahap ini merupakan penggabungan langkah 1 sampai 4 dengan langkah 8. Posisi grafis
langkah 9 yang dapat dilihat pada Gambar x.x digunakan kembali. Dari posisi lokasi tersebut
dapat diketahui peringkat situasi standar yang dibutuhkan agar akuifer tidak tercemar. Peringkat
ini dinyatakan dalam PAR (Protection of Aquifer Rating). Hasil pengurangan PAR dari
deskripsi numerik lokasi, digunakan untuk menentukan tingkat kemungkinan pencemaran yang
akan terjadi. Nilai-nilai PAR dalam zona-zona isometrik diperoleh berdasarkan pengalaman
empiris yang menyatakan nilai permeabilitas serta sorpsi yang tidak boleh terlampaui agar
akuifer tidak tercemar.
Tabel 5. 5 Tabel situasi peringkat penilaian
Situasi
Peringkat
< -8
-4 s/d -7
+3 s/d -3
+4 s/d +7
> +8
Kemungkinan
Pencemaran
Sangat Kecil
Sulit Terkategori
Sulit Terkategori
Mungkin
Sangat Mungkin
Derajat Penerimaan
Nilai
Kemungkinan Terima
Cenderung Terima
Terima atau Tolak
Cenderung Tolak
Hampir Pasti: Tolak
A
B
C
D
E
240
Dari penggabungan diatas, diperoleh nilai -1. Berdasarkan tabel situasi peringkat penilaian,
diperoleh kesimpulan bahwa untuk contoh kasus diatas, peringkat nilai yang diperoleh adalah C
(kemungkinan pencemaran sulit dikategorikan).
Langkah 10
Langkah ini digunakan bila pada lokasi tersebut dilakukan masukan teknologi untuk
mengurangi dampak pencemaran yang mungkin terjadi, sehingga diharapkan terjadi pergeseran
nilai PAR. Perubahan dilakukan dengan memperbaiki kondisi pada langkah 8, sehingga PAR di
langkah 9 juga akan berubah. Masukan teknologi yang mungkin diterapkan pada lokasi ini
untuk mengurangi potensi bahaya pencemaran antara lain :
- Mendesain saluran drainase di sekitar lokasi dengan baik dimana air hujan yang akan
masuk ke area landfill dapat terminimalisasi.
- Pembuatan lapisan dasar (liner) yang dapat dilakukan dengan beberapa lapisan pelindung
seperti geomembran dengan tujuan agar lindi yang timbul tidak merembes ke dalam ailiran
air tanah
- Mendesain pipa lindi yang memungkinkan air lindi dapat terkumpul, serta adanya instalasi
pengolahan air lindi sebelum dibuang ke badan air penerima.
6. PEMILIHAN PRASARANA SARANA BIDANG PERSAMPAHAN
Komponen biaya terbesar dalam pengelolaan sampah adalah penyediaan dan pengoperasian
alat-alat berat dan alat-alat angkut persampahan mulai dari biaya pembelian, pengoperasian
(termasuk gaji operator, bahan bakar dan lain-lain), serta pemeliharaan (seperti mekanik, spare
parts dll). Ketidakcocokan pemilihan alat-alat angkut untuk persampahan, kurang baiknya
pemeliharaan, dan kurang terlatihnya operator dalam mengoperasikan alat angkut dapat
menimbulkan terjadinya kerusakan-kerusakan pada alat tersebut sehingga kesedian alat angkut
yang beroperasi menjadi sangat rendah dan menimbulkan biaya-biaya untuk perbaikan. Oleh
karena itu, penting untuk mengetahui pemilihan dan cara pengoperasian yang benar untuk alatalat angkut persampahan.
Faktor-faktor yang menentukan pemilihan alat angkut adalah sebagai berikut :
a. Banyaknya timbulan sampah yang akan ditangani dalam satuan ton timbulan sampah per
hari serta jenis sampah yang akan ditangani;
b. Pola pengumpulan, pemindahan, dan pengangkutan sampah (lihat Tabel 6.1);
c. Jenis, lebar, serta kondisi kualitas jalan yang akan dilalui;
d. Tipe dan ukuran dari fasilitas TPS;
e. Fasilitas yang dimiliki TPS, seperti :
Lokasi, dimensi, serta jenis TPS yang ada
Proses yang dilakukan di TPS
241
Penyapuan jalan
242
Kondisi Jalan
Lebar dan memadai
Alat Angkut
HP MIN
SPESIFIKASI
BJS
PERKIRAAN
HARGA
( Rp)**
2.500.000
4.000.000
15.000.000
17.000.000
90
(LIHAT DI GAMBAR TEKNIS ALAT)
ART-10
720.500.000
412.500.000
90
240.000.000
(LIHAT DI GAMBAR TEKNIS ALAT)
DT-10
357.500.000
676.500.000
COMPACTOR TRUCK
CT-1
CT-2
792.000.000
1.006.500.000
Keterangan Estimasi Harga : Kondisi harga alat : On-The Road-Jakarta (OTR Jkt), Desember
2010
Pada bagian ini akan ditampilan gambar teknis yang dilengkapi dengan rangkuman spesifikasi
serta kelebihan dan kekurangan alat pengumpul sampah pola pengangkutan langsung dan tidak
langsung yang dipakai dalam operasional pengelolaan persampahan.
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
1000 kk sedangkan dengan kapasitas 8m3 untuk 1500 KK 2000 kk (jumlah ritasi 23/hari)
Arm roll truck dengan kontainer 8 m3 juga dapat melayani 2000 KK-3000 kk (jumlah
ritasi 3-5/hari)
255
b. SNI 19-2454-2002, Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan. SNI ini
mengatur tentang pola pengangkutan dan operasional pengangkutan.
c. SNI 03-3243-2008, Pengelolaan sampah pemukiman. SNI mengatur tentang kebutuhan
sarana untuk pengangkutan sampah yang dipengaruhi oleh tipe rumah dan tingkat
pelayanan serta jenis alat angkut.
Dalam mendesain rute pengumpulan ada beberapa langkah, yaitu
Rute Mikro (Pengumpulan)
Keseimbangan Rute dan Pembagian Wilayan
Rute Makro
256
A. Rute Makro
Rute makro merupakan rute pengangkutan sampah dimana arah pengangkutan ditujukan ke satu
tempat pengangkutan tertentu atau mengoptimalkan semua fasilitas pengangkutan sampah guna
meminimasi total biaya yang harus dikeluarkan Rute makro merupakan langkah awal dari
penentuan rute pengangkutan.
257
258
Berikut ini dapat dilihat contoh pendekatan rute mikro yang sederhana dengan pendekatan
metoda heuristic.
Prosedur
Menyiapkan peta kota (skala 1: 5000)
Penyederhanaan blok pelayanan
Menyiapkan peta daerah kerja untuk masing-masing daerah, menggunakan tracing
paper serta teknik penyederhanaan jaringan rute pengumpulan.
Pengembangan rute dengan dasar trial dan eror
Membuat rute yang paling sesuai dengan cara trial and error, menggunakan tracing
paper diletakkan diatas peta daerah kerja dan menggunakan metode heuristic. Sebaiknya
membuat rute yang lebih menguntungkan.
Aturan dari metode heuristic
Metode heuristic merupakan metod yang sederhana, manual dan pendekatan yang masuk
akal dalam rute mikro yang didasari hal-hal berikut.
-
259
Aturan metode heuristic menunjukkan jenis looping berlawanan arah jarum jam dengan
maksud mengurangi belok kanan, karena lebih sulit memakan waktu dan berbahaya
dibandingkan belok kiri.
7.3.
Keseimbangan rute dan pembagian wilayah menentukan pekerjaan dan membagi area
pengumpulan menjadi pekerjaan yang merata sehingga setiap daerah akan memberikan beban
kerja yang sama untuk tiap kendaraan pengumpul. Merupakan langkah kedua dari rute
pengumpulan sampah. Pemerataan rute akan dicapai bila melakukan aksi-aksi sebagai berikut.
-
Menghitung nilai penduduk yang akan dilayani oleh setiap kendaraan per shift (Ritasi)
Dimana
260
L2= Beban kerja maksimum (ton/shift) yang ditentukan oleh kapasitas kendaraan
pengumpul (VxD)
=V x D x T
F = Frekuensi pengumpulan (1/minggu)
G = Timbulan sampah (ton/orang/hari)
C = Ukuran petugas (orang/petugas)
H = waktu kerja (menit/shift)
E = efisiensi pengumpulan diangkat dari perancangan (orang-menit/ton)
V= volume kendaraan pengumpul (m3)
D = densitas sampah dalam kendaraan (ton/m3)
T = jumlah trip per shift (1/shift)
-
Menghitung jumlah blok yang akan dilayani oleh tiap kendaraan per shift (B):
Dimana
B = rata-rata jumlah blok yang akan dilayani
N= jumlah penduduk yang akan dilayani oleh tiap kendaraan per shift
l =jumlah penduduk per blok
-
261
262
TPA
263
264
265
Rute pengangkutan dibuat agar pekerja dan peralatan dapat digunakan secara efektif. Pada
umumnya rute pengumpulan dicoba-coba, karena rute tidak dapat digunakan pada semua
kondisi. Pedoman yg dapat digunakan dalam membuat rute sangat tergantung dari beberapa
faktor yaitu:
a. Peraturan lalu lintas yang ada
b. Pekerja, ukuran dan tipe alat angkut
c. Jika memungkinkan, rute dibuat mulai dan berakhir di dekat jalan utama, gunakan
topografi dan kondisi fisik daerah sebagai batas rute
d. Pada daerah berbukit, usahakan rute dimulai dari atas dan berakhir di bawah
e. Rute dibuat agar kontainer/TPS terakhir yang akan diangkut yang terdekat ke TPA
f. Timbulan sampah pada daerah sibuk/lalu lintas padat diangkut sepagi mungkin
g. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah terbanyak, diangkut lebih dahulu
h. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah sedikit, diusahakan terangkut dalam hari
yang sama
Pada langkah awal pembuatan rute maka ada beberapa langkah yang harus diikuti agar rute
yang direncanakan menjadi lebih effisien, yaitu:
a. Penyiapan peta yang menunujukkan lokasi-lokasi dengan jumlah timbulan sampah
b. Analisis data diplot ke peta daerah pemukiman, perdagangan, industri dan untuk masingmasing area, diplot lokasi, frekuensi pengumpulan dan jumlah kontainer.
c. Layout rute awal
d. Evaluasi layout rute awal dan membuat rute lebih seimbang dengan cara dicoba-coba
Setelah langkah awal ini dilakukan maka langkah selanjutnya adalah pembuatan rute dan sangat
dipengaruhi oleh sistem pengangkutan yang digunakan yaitu sistem HSC atau SCS.
Untuk sistem HCS langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Langkah 2
Pada tabel buat kolom sebagai berikut: frekwensi pengumpulan, jumlah lokasi
pengumpulan/TPS, jumlah kontainer dan kolom untuk setiap hari pengumpulan.
Kemudian tandai lokasi yang memerlukan pengambilan beberapa kali dalam seminggu
(Senin-Jumat atau Senin, Selasa, Jumat). Pengangkutan dimulai dari frek 5x seminggu.
Distribusikan jumlah kontainer yang memerlukan pengangkutan 1x seminggu, sehingga
jumlah kontainer yang harus diangkut seimbang setiap hari.
266
b. Langkah 3
Mulai dari Garasi. Rute harus mengangkut semua kontainer yang harus dilayani.
Langkah selanjutnya, modifikasi rute untuk mengangkut kontainer tambahan. Rute dimulai
dari TPS terdekat dan berkahir pada TPS terdekat dengan garasi.
c. Langkah 4
Setelah rute awal digunakan, hitung jarak rata-rata antar kontainer. Jika rute tidak
seimbang (>15%), rute harus dirancang kembali. Beban kerja pekerja harus seimbang.
Untuk sistem SCS (with mechanically loaded collection vehicles) dilakukan sebagai berikut:
a. Langkah 2
Pada tabel buat kolom frekuensi pengumpulan, jumlah lokasi pengumpulan/TPS, jumlah
timbulan sampah dan kolom untuk setiap hari pengumpulan. Kemudian tandai lokasi yang
memerlukan pengambilan beberapa kali dalam seminggu (Senin-Jumat atau Senin, Selasa,
Jumat). Pengangkutan dimulai dari frekuensi 5x seminggu. Gunakan volume efektif alat
angkut (Vol. x faktor pemadatan), hitung berapa jumlah sampah yang dapat ditambah
dari lokasi yang frekuensinya sekali seminggu. Distribusikan jumlah sampah yang
memerlukan pengangkutan 1x seminggu, sehingga jumlah sampah yang harus diangkut
seimbang setiap hari.
b. Langkah 3
Buat rute pengumpulan sehari. Modifikasi dibuat jika ada tambahan sampah yang harus
diangkut.
c. Langkah 4
Setelah rute awal digunakan, hitung jarak rata-rata rute pengumpulan dan jumlah sampah
yang diangkut. Jika rute tidak balance (>15%), rute harus dirancang kembali. Beban
kerja pekerja harus seimbang. Setelah rute seimbang, cantumkan dalam peta rute
pengumpulan
7.5. Pendekatan Perhitungan Jumlah Trip (Rit)
Beberapa parameter pengangkutan sampah yang dapat didekati dengan persamaan matematis
adalah:
Waktu perjalanan.
Pick up time.
Jumlah perjalanan.
Jumlah waktu kerja dalam seminggu.
Jumlah trip perminggu.
Di bawah ini adalah contoh persamaan matematis untuk sistem kontainer (HCS).
267
a. Waktu Perjalanan
Waktu perjalanan yang dibutuhkan untuk setiap trip:
T HCS = ( P HCS + s + h ) / ( 1 W )
Dimana,
T HCS
P HCS
S
h
W
Dimana,
a : konstanta empiris, jam/trip
b : konstanta empiris, jam/km
c : jarak angkut per trip, km/trip
b. Pick Up Time
P HCS = pc + uc + dbc
Dimana,
pc
uc
dbc
c. Jumlah Perjalanan
Jumlah Perjalanan (trip) per kendaraan per hari:
Nd = ( 1 W ) . H / ( P CHS + s + a + bx )
Dimana,
Nd
H
: jumlah perjalanan
: waktu kerja/hari
268
: waktu pelayanan/minggu
: nilai pembulatan N w, trip/minggu
269
3. Alatalat pendukung termasuk di dalamnya motor grader, back hoe loader, hydroulic
excavators, mobil tangki air, air compressor, mobil service, pompa air, generating set dan
lain lainnya, perlu diadakan sebagai alat bantu di TPA.
1. Spesifikasi Alat Berat
Alat berat yang digunakan di tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah sangat berhubungan
dengan pola pengelolaan sampah yang diterapkan di suatu wilayah. Review terhadap spesifikasi
alat berat pada pemrosesan akhir (TPA) sampah dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis alat
berat, spesifikasi termasuk efektivitas pemanfaatannya serta umur pakai masing-masing alat.
Kebutuhan alat berat untuk sebuah TPA akan bervariasi sesuai dengan perhitungan desain dari
sarana landfill, alat berat yang digunakan untuk operasi pengurugan sampah hendaknya selalu
siap untuk dioperasikan setiap hari. Katalog dan tata-cara pemeliharaan harus tersedia di
lapangan dan diketahui secara baik oleh petugas yang diberi tugas. Alat-Alat berat yang harus
tersedia di TPA antara lain
Loader atau bulldozer (120 300 HP) atau landfill compactor (200400 HP) berfungsi
untuk mendorong, menyebarkan, menggilas/memadatkan lapisan sampah. Gunakan blade
sesuai spesifikasi pabrik guna memenuhi kebutuhan kapasitas aktivitas
Excavator untuk penggalian dan peletakan tanah penutup ataupun memindahkan sampah
dengan spesifikasi yang disyaratkan dengan bucket 0,5 - 1,5 m3.
Dump truck untuk mengangkut tanah penutup (bila diperlukan) dengan volume 812m3.
Penggunaan dan pemeliharaan alat-alat berat harus sesuai dengan spesifikasi teknis dan
rekomendasi pabrik. Karena alat-alat berat tersebut pada dasarnya digunakan untuk pekerjaanpekerjaan teknik sipil, maka penggunaan pada sampah akan mengakibatkan terjadinya korosi
yang berlebihan atau bantalan/sepatu wheel atau bulldozer macet karena terselip potongan jenis
sampah tertentu yang diurug. Untuk mengurangi resiko tersebut, beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain adalah :
Kedisiplinan pemanfaatan jalur track (traficability) pada lahan dan bidang kerja TPA yang
telah disiapkan, jalan operasional dan tanah penutup
Instruksi yang jelas dan training bagi operator untuk menggunakan dan memelihara alat-alat
berat
Secara ringkas penggunaan alat berat di TPA dapat dilihat pada tabel berikut.
270
Sampah
Meratakan
Memadatkan
Menggali
Tanah Penutup
Meratakan
Memadatkan
Memuat
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
P
G
E
E
E
F
P
NA
NA
P
E
NA
NA
Sumber : Sorg and Bendixen 1975; b Rating Key ; E: Excellent ; G: Good ; F: Fail; P: Poor ; NA: not applicable
Evaluasi berdasarkan; kemudahan pekerjaan tanah, dan jarak lokasi pengambilan tanah penutup lebih dari 1000 feet
Pada Tabel 7.2 dapat dilihat persyaratan peralatan yang diperlukan di sebuah TPA Landfill
berdasarkan populasi dan timbulan sampah yang dihasilkan.
Tabel 7. 2 Persyaratan peralatan di Sanitary Landfill
Populasi
(Jiwa)
Timbulan
Sampah harian
(Ton)
<40
Jumlah
Type
Ukuran (lb)
Alat Tambahan*
10.000-30.000
15.00050.000
40-130
30.000-60.000
50.000100.000
130-260
1-2
> 100.000
> 260
>2
Dozer
blade
Front-end loader
Trash blade
Dozer
blade
Front-end loader,
Bullclam
Trash blade
Dozer
blade
Front-end loader,
Bullclam
Trash blade
Dozer
blade
Front-end loader,
Bullclam
Trash blade
<15.000
Peralatan
> 30.000
> 45.000
271
Bulldozer (Crawler)
Fungsi : perataan, pengurugan, dan pemadatan
Wheel Loader
Fungsi : perataan dan pengurugan
Excavator
Fungsi : penggalian dan pengurugan
Landfill Compactor
Fungsi : pemadatan timbunan sampah pada lokasi datar
272