Sie sind auf Seite 1von 3

BAB IV

ANALISIS MASALAH
Seorang pria usia 42 tahun datang dengan keluhan utama muntah darah dan BAB
hitam sejak 1 hari SMRS. Pasien mengaku muntah darah segar 1 kali, tiba-tiba,
banyaknya sekitar setengah gelas belimbing, nyeri ulu hati (-), demam (-), mual (-),
muntah (+), batuk (-), rasa tenggorokan gatal (-). Pasien juga mengaku bahwa buang air
besarnya berwarna hitam seperti aspal dengan konsistensi sedikit lunak dengan frekuensi
1 kali dan volume kira-kira gelas belimbing buang air kecil tidak ada keluhan, mimisan
(-), gusi berdarah (-), memar pada kulit (-), nyeri belakang bola mata (-), badan lemas (+).
Pasien mengeluh sempoyongan (+), pusing berputar (-), penglihatan berkunang-kunang
(-), telinga berdenging (-). Pasien lalu dibawa ke RSUD dr. Sobirin Lubuk Linggau.
Dalam ilmu kedokteran, muntah darah dapat disebut sebagai hematemesis dan
BAB berwarna hitam disebut sebagai melena. Keduanya merupakan pertanda
kemungkinan adanya perdarahan saluran cerna bagian atas. Beberapa jenis penyakit yang
dapat menyebabkan hematemesis melena seperti ulkus duodenum, pecahnya varises
esofagus, dan gastritis erosif. Pada pasien ini muntah darah terjadi secara tiba-tiba tanpa
sebab yang jelas menandakan bahwa hematemesis melena kemungkinan tidak disebabkan
oleh ulkus duodenum dan gastritis erosif yang biasanya gejala dipengaruhi oleh waktu
makan pasien, sehingga kemungkinan yang tersisa adalah karena pecahnya varises
esofagus. Sekitar 70% perdarahan varises esofagus terjadi akibat komplikasi hipertensi
porta pada kasus sirosis hati. Disebut akut apabila episode terjadi dalam 48 jam tanpa
bukti perdarahan yang bermakna antara waktu ke 24 dan ke 48. Sementara disebut
perdarahan ulang apabila terjadi muntah darah baru setelah periode 48 jam atau lebih.
Varises esofagus bersifat asimptomatis hingga akhirnya pecah dan menimbulkan
hematemesis dengan atau tanpa melena.
Sirosis hepatis sendiri merupakan penyakit hati kronis yang ditandai dengan
hilangnya arsitektur lobulus normal oleh fibrosis dengan destruksi sel parenkim disertai
dengan regenerasi yang membentuk nodulus. Berdasarkan gejalanya sirosis hepatis
dibagi menjadi kompensata (gejala awal) dan dekompensata (gejala lanjut). Gejala
kompensata berupa perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan menurun, perasaan
perut kembung, mual, berat badan menurun. Sedangkan gejala dekompensata merupakan
tanda adanya kegagalan hati dan hipertensi portal. Kumpulan gejala yang biasanya
digunakan untuk mendiagnosis adanya sirosis hepatis adalah splenomegali, eritema

palmar, kolateral vena, asites, spider naevi, inverted albumin globulin, dan hematemesis
melena. Namun pada pasien ini tidak ditemukan adanya gejala khas yang menunjukkan
sirosis hepatis selain hematemesis melena tiba-tiba.
Dari riwayat pengobatan, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit dalam
keluarga didapatkan bahwa pasien telah mengalami hematemesis melena sejak 5 bulan
SMRS dan telah dilakukan endoskopi di RSMH yang menunjukkan adanya varises
esofagus, pasien menderita kencing manis yang juga baru diketahui dalam 5 bulan
terakhir dan diobati dengan insulin, namun baru sebulan, pengobatan dihentikan. Baik
pasien dan kakak pasien memiliki riwayat pernah menderita penyakit kuning. Dari
riwayat kebiasaan, pasien pernah merokok sebanyak 6 batang/hari selama 7 tahun dan
minum jamu-jamuan. Pasien tidak pernah meminum alkohol. Beberapa riwayat penyakit
pasien dapat mendukung tegaknya diagnosis sirosis hepatis. Beberapa penyebab
terjadinya sirosis hepatis adalah riwayat mengkonsumsi alkohol dalam waktu lama dan
adanya penyakit hepatitis virus kronik, dapat berupa hepatitis B dan hepatitis C. Pasien
memiliki riwayat penyakit kuning didukung oleh saudara pasien dengan riwayat penyakit
yang sama dapat menjadi suatu faktor risiko adanya hepatitis virus kronik dan hepatitis
kronik dalam waktu yang lama dapat mengubah struktur hepar sehingga berakhir menjadi
sirosis hepatis.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis pasien tampak sakit sedang, kesadaran
komposmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 78 x/menit isi dan tegangan cukup,
menandakan hemodinamik pasien baik. IMT 22,7 kg/m2 tergolong normoweight. Dari
keadaan spesifik didapatkan adanya konjungtiva anemis, pemeriksaan leher dalam batas
normal, pemeriksaan paru jantung dalam batas normal, namun tidak ditemukan adanya
peranjakan hati. Pada pemeriksaan abdomen juga dalam batas normal, tidak ditemukan
ciri-ciri khas sirosis hepatis seperti spider naevi, caput medusae, splenomegali, dan
ascites. Edema pretibia dan eritem palmar tidak ditemukan, namun palmar pucat (+).
Konjungtiva anemis dan palmar pucat menandakan bahwa pasien mengalami anemia.
Sedangkan pada pemeriksaan peranjakan hepar, normalnya hepar turun 2 sela iga dari
batas paru hepar ketika pasien diminta untuk menahan napas. Pada pasien ini
kemungkinan hepar telah mengecil sehingga tidak terjadi peranjakan ketika pasien
diminta untuk menahan napas.
Dari pemeriksaan lab didapatkan nilai Hb, MCV, dan MCH pasien berada di
bawah normal baik pada pemeriksaan tanggal 15 dan 19 Januari 2016, menggambarkan
anemia hipokrom mikrositer. Bilirubin direk dan indirek meningkat menandakan adanya

kelainan hepatik. BSS 195 mg/dl pada tanggal 15 Januari 2016. Hasil HbSAg (+)
menggambarkan adanya hepatitis B. Hasil endoskopi dari RSMH menunjukkan varises
esofagus. Sehingga dari

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

disimpulkan bahwa pasien didiagnosis dengan hematemesis melena e.c. pecahnya varises
esofagus e.c. sirosis hepatis kompensata.
Terapi yang diberikan berupa terapi non-farmakologis dan farmakologis. Nonfarmakologis yaitu istirahat, edukasi dan diet. Sedangkan terapi farmakologis adalah
IVFD RL gtt xx/menit, ondansetron 2 x 4 mg, asam traneksamat 3 x 1, sucralfat syrup 4 x
CI, lansoprazol tab 1 x 1, kanamisin 3 x 500 mg, laxadyn syrup 3 x CI, dulcolax
supposse, transfusi PRC .

Das könnte Ihnen auch gefallen