Sie sind auf Seite 1von 45

BAB I

PENDAHULUAN

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu
keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis
penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah
disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia,
kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard
yang paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark
miokard yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun,
disusul hipertensi dan diabetes.
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada
usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di
Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per
tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal
jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien
berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. 3 Meskipun terapi
gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10
tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 510% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan.
Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak
dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal
dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat
lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama..
Berikut di bawah ini dilaporkan suatu kasus pada pasien laki-laki berusia 61
tahun yang datang dengan sesak hebat yang dirawat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang di bangsal Aster F Penyakit Dalam.

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. IDENTIFIKASI

Nama

: Ibu ZD

Umur

: 30 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat

: LR. Prajurit Nangyu. 3-4 ULU. Seberang ULU I, Palembang

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Pedagang

Agama

: Islam

MRS

: 17 Januari 2016, pukul 22.20 WIB

2.2. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan Alloanamnesis Tanggal 21 Januari 2016)


Keluhan utama
Muntah hebat + 3 hari SMRS
Keluhan tambahan
Sembab pada wajah
Riwayat perjalanan penyakit
Sejak 2 tahun SMRS os mengeluh nyeri sendi di seluruh badan terutama di
daerah lutut, nyeri berpindah (-). Nyeri yang dirasakan terus-menerus. Rasa panas
pada daerah sendi (-) merah (-) demam (-). Keluhan lain seperti batuk, pilek, sakit
tenggorok, trauma sebelumnya disangkal. Kelianan kulit (+) os mengaku adanya
bintik-bintik merah di sekitar hidung yang mana akan bertambah merah dan
menghitam apabila os terkena sinar matahari. Os mengaku juga adanya koreng seperti
gambaran koin di sekitar siku, lutut, dan lengan atas. Os juga mengeluhkan adanya
rambut rontok. Kejang (-) penurunan kesadaran (-) rasa sesak (-), mual (-) muntah (-).
BAB hitam (-) cair (-), BAK kuning bening , busa (-) darah (-) os berobat ke RS
Swasta os dirawat jalan dan diberi obat tetapi os tidak tau obat apa keluhan
tidak berkurang, os kembali lagi ke RS Swasta lainnya dan dicurigai suatu SLE dan

disarankan berkunjung ke dokter spesialis penyakit dalam. Os doperiksa dan


didiagnosis dengan SLE os diberi obat metilprednisolon, os teratur meminum
obat keluhan berkurang.
1 tahun SMRS os mengeluh timbulnya kejang , kejang berlangsung 10
menit hilang dengan meminum obat os sadar. Selain itu juga os juga kadang tibatiba terjadi penurunan kesadaran, kepala sering sakit (+). Demam (-) batuk (-) pilek
(-) os berobat ke dokter yang sama
1 bulan SMRS os mengaku timbul sembab pada kelopak mata, mual (+)
muntah (-) demam (-) batuk (-) pilek (-) BAK os berbuih (+) kuning bening (-) darah
(-) BAB hitam (-) cair (-). Penurunan napsu makan (+)
3 hari SMRS os mengeluh mual bertambah disertai muntah-muntah dengan
frekuensi 4-5 x/ hari dengan jumlah 1/2 gelas belimbing/kali muntah isi apa yang
dmakan dan diminum. Rasa panas di dada (-) nyeri pada ulu hati (+) os mengaku
lemas, letih, kaki tangan dingin. Setiap makan os muntah. Os juga mengeluh seembab
muncul di seluruh wajah meningkat pada pagi hari dan berkurang pada siang hari.
BAB hitam (-) BAK berbuih (+) darah (-) warna kuning keruh (+) nyeri pada saat
BAK (-) os dibawa ke IGD RSMH
Riwayat penyakit dahulu
-

Riwayat darah tinggi disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


-

Riwayat penyakit yang sama (SLE) disangkal.

Riwayat Kebiasaan
Riwayat Sosioekonomi
Kesan: Status ekonomi kurang

2.3. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 150/100 mmHg

Nadi

: 88x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan

: 18x/menit, thoracoabdominal, reguler

Suhu

: 36,5 C

Berat badan

: kg

Tinggi badan

: cm

Keadaan spesifik
Kulit
Kepala
Rambut
Mata

: warna sawo matang, pucat (+), ikterik (-)


: normosefali, ekspresi sakit sedang
: rambut hitam, terdistribusi rata, mudah dicabut
: konjungtiva palpebra pucat (+) sklera ikterik (-), edem
palpebra (+/+), eksopthalmus (-), endopthalmus (-), pupil

Telinga
Hidung
Tenggorokan
Gigi dan Mulut

isokor, reflek cahaya normal, pergerakan mata segala arah


: pendengaran baik, sekret (-/-) nyeri tekan (-)
: sekret (-/-) deviasi septum (-) pernafasan cuping hidung (-)
: hiperemi faring (-), tonsil T1//T1
: gigi lengkap, stomatitis (-), pucat pada lidah (-), atrofi papil

Leher

(-), hipertrofi ginggiva (-), gusi berdarah (-)


: JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening dan

Dada
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

tiroid (-)
: simetris, spider nevi (-), barrel chest (-)
: statis : simetris ; dinamis : pergerakan dada kanan = kiri
: fremitus taktil kanan = kiri
: sonor pada seluruh lapang paru
: vesikuler (+) normal, ronkhi() basah halus di basal paru,
wheezing (-)

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: iktus kordis tidak tampak


: iktus kordis tidak teraba
: batas kanan: linea sternalis dextra
batas kiri: SIC VI, 2 jari lateral linea midclavicula sinistra
batas atas: SIC II linea sternalis sinistra
: bunyi jantung I dan II, reguler, murmur (-), gallop (-)

: perut datar, simetris, venektasi (-), tidak ada lesi


: lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (+)
: timpani (+) shifting dullness (+)
: BU (+) normal

Alat Kelamin & Anus: tidak diperiksa


Ekstremitas superior

: eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan otot +5 (kanan)/+5


(kiri), nyeri sendi (-), edema (+), jaringan parut (-), palmar
pucat (+), clubbing finger (-), eritem palmar (-).

Ekstremitas inferior

: eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan otot +5 (kanan)/+5


(kiri), nyeri sendi (-), jaringan parut (-), edema pretibial (+).

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium (19 Januari 2016)
Pemeriksaan
Hematologi
Hb
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Diff Count
Retikulosit
Faal Hemostasis
PT Kontrol
PT Pasien
INR
APTT Kontrol
APTT Pasien
Fibrinogen Pasien
D-dimer
Kimia Klinik
Protein Total
Albumin
Globumin
Kolesterol Total
HDL
LDL
Trigliseride
Kreatinin

Hasil

Nilai Normal

8.6 gr/dl
3.13 juta/mm3
4500/mm3
25 %
320.000 /mm3
78.9 fL
28 pg
35 g/dL
0/17/70/16/7%
1.1%

L 14-18 gr/dl P 12-16


4.20-4.87 juta/mm3
5000-10000/mm3
43-49 %
200-500 ribu/mm3
85-95 fL
28-32 pg
33-35 g/dL
0-1/1-3/50-70/20-40/2-8
0.5-1.5%

14.8
12.8
0.98
35.6
33.0
599.0 mg/dL
3.47

detik
12-18 detik
27-42 detik
200-400 mg/dL
< 0.5

3.7 g/dL
1.4 g/dL
2.3
366 mg/dL
37 mg/dL
256 mg/dL
215 mg/dL
5.75 mg/dL

6.4-8.3 g/dL
3.5-5.0 g/dL
2.6-3.6 g/dL
<200 mg/dL
>65 mg/dL
<100 mg/dL
<150 mg/dL
0.5-0.9 mg/dL

Pemeriksaan Laboratorium 18 Januari 2016


Pemeriksaan
Urinalisis
Warna
Kejernihan
Berat Jenis
pH
Protein
Glukosa
Keton
Darah
Bilirubin
Urobilinogen
Nitrit
Leukosit Esterase
Sedimen Urine :
Epitel
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
Bakteri
Mukus
Jamur

Hasil

Nilai Normal

Kuning
Keruh
1.025
6.0
Positif +++
Negatif
Negatif
Positif +
Negatif
1 EU/dL
Negatif
Negatif

Kuning
Jernih
1.003-1.030
5-9
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0.1-1.8 EU/dL
Negatif
Negatif

Positif
7-9/LBP
0-1/LBP
Granular ++
Negatif
Positif +++
Negatif
Negatif

Negatif
0-5/LBP
0-1/LBP
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Pemeriksaan Immunoserologi 14 Juli 2014


ANA Test Positif
Anti ds-DNA
Pemeriksaan Gastroskopi 26 Januari 2015

Esophagus : Mukosa normal, vaskularisasi kurang, LES baik


Gaster :Mukosa antrum tamoak hioeremis ringan. Erosi (-) ulserasi (-)vaskulitis(-)
Duodenum : duodenum normal
Kesan : Gastritis ringan.
Pemeriksaan Biopsi 27 Januari 2015
Sediaan tidak representative untuk dievaluasi, tidak dijumpai parenkim ginjal
saran biopsy ulang.
Pemeriksaan Imunoserologi 21 Mei 2015

Anti Ds DNA 30 IU/mL Normal <20 IU/mL


Pemeriksaan EKG

Deskripsi : Sinus Ritme, aksis normal, HR: 100x/menit, gelombang P normal, PR


interval 0,12 detik, kompleks QRS 0,06 detik, R/S di V1 < 1, Gel S di V1 + R di
V5/V6 <35, Q patologis V2-V4, segmen ST dan gelombang T normal.
Kesan : Left Ventricular Hypertrophy,

Pemeriksaan Rontgen Thorax

Kondisi foto baik


Simetris kanan dan kiri
Trakea di tengah
Tulang-tulang baik
Sudut costophrenicus tajam
CTR >50%
Mediastinum superior tidak melebar
Corakan bronkovaskuler meningkat
Tak tampak infiltrat dan nodul
Diafragma licin

Kesan : Kardiomegali

2.5. RESUME
Sejak 2 tahun SMRS os mengeluh nyeri sendi di seluruh badan terutama di
daerah lutut. Nyeri yang dirasakan terus-menerus. Kelianan kulit (+) os mengaku
adanya bintik-bintik merah di sekitar hidung yang mana akan bertambah merah dan
menghitam apabila os terkena sinar matahari. Os mengaku juga adanya koreng seperti
gambaran koin di sekitar siku, lutut, dan lengan atas. Os juga mengeluhkan adanya
rambut rontok os berobat ke RS Swasta os dirawat jalan dan diberi obat tetapi
os tidak tau obat apa keluhan tidak berkurang, os kembali lagi ke RS Swasta
lainnya dan dicurigai suatu SLE dan disarankan berkunjung ke dokter spesialis
penyakit dalam. Os diperiksa dan didiagnosis dengan SLE os diberi obat
metilprednisolon, os teratur meminum obat keluhan berkurang.
1 tahun SMRS os mengeluh timbulnya kejang , kejang berlangsung 10
menit hilang dengan meminum obat os sadar. Selain itu juga os juga kadang tibatiba terjadi penurunan kesadaran, kepala sering sakit (+). os berobat ke dokter yang
sama
1 bulan SMRS os mengaku timbul sembab pada kelopak mata, mual (+)
BAK os berbuih (+) putih keruh. Penurunan napsu makan (+)
3 hari SMRS os mengeluh mual bertambah disertai muntah-muntah dengan
frekuensi 4-5 x/ hari dengan jumlah 1/2 gelas belimbing/kali muntah isi apa yang
dimakan dan diminum. Nyeri pada ulu hati (+) os mengaku lemas, letih, kaki tangan
dingin. Setiap makan os muntah. Os juga mengeluh seembab muncul di seluruh wajah
meningkat pada pagi hari dan berkurang pada siang hari. BAK berbuih (+) warna
kuning keruh os dibawa ke IGD RSMH
DIAGNOSIS
DIAGNOSA BANDING
PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis
-

Istirahat

Farmakologis
RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN

PROGNOSIS
-

Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

FOLLOW UP
22 Januari 2016
S :
O : Keadaan Umum

Sesak
Sakit sedang

Sensorium

Compos Mentis

Tekanan Darah

140/80 mmHg

Nadi

98x/m reguler

Frekuensi Pernapasan

26x/m

Temperatur

36,7 C

Keadaan Spesifik
Kepala

Konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (-)

Leher

JVP (5+2) cm H2O, Pembesaran KGB (-)

Thorax

Cor :
HR : 98x/m, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
Vesikuler (+) normal, Ronkhi (+), Wheezing (-)

Abdomen

datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan


epigastrium (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas

deformitas (-), nyeri sendi (-), akral pucat (+),

10

edema pretibial (+) dan ulkus digiti I dextra.


A :

CHF ec HHD + CVD Non Hemoragik + Hipertensi


Stage I + DM tipe II + AKI stage I + ulkus
diabetikum digiti 1 pedis dextra

P :

Non Farmakologis
-

Tirah baring

Diet jantung III

O2 3 L/m

Edukasi

Farmakologis
-

IVFD RL gtt XX/menit

Inj. Furosemide 2x20 mg

Valsartan 1x80mg

Clopidogrel 1x75mg

Inj. Novorapid 3x6 IU (sc)

Inj. Levemir 1x10 IU (sc)

Inj. Omeprazole 1x40 mg (iv)

Inj. Ceftriaxone 2x1gr (iv)

Laxadin syr 3x1C

23 Januari 2016
S :
O : Keadaan Umum

Sesak berkurang
Sakit sedang

Sensorium

Compos Mentis

Tekanan Darah

140/80 mmHg

Nadi

78x/m reguler

Frekuensi Pernapasan

24x/m

Temperatur

36,5 C

Keadaan Spesifik
Kepala

Konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (-)

Leher

JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-)

11

Thorax

Cor :
HR : 78x/m, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
Vesikuler (+) normal, Ronkhi (+), Wheezing (-)

Abdomen

datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan


epigastrium (+), bising usus (+) normal

Ekstremitas

deformitas (-), nyeri sendi (-), akral pucat (+),


edema pretibial (-)

A :

- CHF ec HHD + CVD Non Hemoragik +

Hipertensi Stage I + DM tipe II + AKI Stage I +


P :

ulkus diabetikum digiti 1 pedis dextra


Non Farmakologis
-

Tirah baring

Diet jantung III

O2 3 L/m

Edukasi

Farmakologis

24 Januari 2016

IVFD RL gtt XX/menit

Inj. Furosemide 2x20 mg

Valsartan 1x80mg

Clopidogrel 1x75mg

Inj. Novorapid 3x6 IU (sc)

Inj. Levemir 1x10 IU (sc)

Inj. Omeprazole 1x40 mg (iv)

Inj. Ceftriaxone 2x1gr (iv)

Laxadin syr 3x1C

: Pasien meninggal

12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1
3.1.1

ASPEK KESEHATAN LANJUT USIA (GERIATRI)1,2


Teori Proses Menua
Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki/ mengganti diri dan mempertahankan


struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Populasi lansia (usia
60 tahun) semakin meningkat. Diperkirakan 600 juta di tahun 2000 dan
diramalkan menjadi 2 milyar di tahun 2050. Dengan semakin berkembangnya
teknologi kesehatan, populasi lansia akan semakin meningkat dan demikian
berpengaruh pada angka ketergantungan. Demikian juga problem kesehatan yang
ditemui pada populasi lansia semakin banyak.
Ada beberapa teori proses menua, antara lain:
1. Teori genetic clock
Setiap spesies memiliki jam genetik yang akan berhenti sesuai waktunya.
2.

Usia harapan hidup dipengaruhi pula oleh jenis kelamin.


Mutasi somatik (error catastrophe)
Faktor lingkungan (radiasi, zat kimia) yang toksik atau karsinogenik
menyebabkan kesalahan transkripsi dan translasi DNA sehingga timbul

3.

kesalahan yang menyebabkan metabolit berbahaya (mutasi)


Rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi berulang menyebabkan kemampuan sistem tubuh mengenal diri
sendiri sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang mengenai berbagai
macam jaringan.
13

4.

Teori menua akibat metabolisme


Semakin banyak metabolisme, akan semakin cepat timbul proses

degenerasi
5. Kerusakan akibat radikal bebas
Radikal bebas sebagai produk sampingan respirasi aerob dihasilkan
menumpuk melebihi kapasitas anti radikal bebas tubuh (SOD, katalase,
glutation peroksidase) sehingga menimbulkan kerusakan sel.
Menua atau menjadi tua merupakan proses yang dialami oleh semua orang
dan tidak dapat dihindari. Yang dapat diusahakan adalah tetap sehat ada saat
menua Healthy Aging. Proses menua dipengaruhi oleh faktor eksogen dan
endogen yang dapat menjadi faktor risiko penyakit degeneratif.
3.1.2 Perubahan dalam Proses Penuaan
Perubahan dalam penuaan terdiri dari perubahan anatomi, patologi, dan
psikososial akibat proses menua.

Pada panca indra didapatkan perubahan

degeneratif otot akomodasi, jaringan ikat periorbita, fungsi kelenjar lakrimalis,


perubahan elastisitas lensa, degenerasi neuron kortikal sehingga visus dapat
terganggu. Fungsi telinga juga menurun akibat hilangnya sel rambut pada organ
corti. Dalam sistem pencernaan terjadi atrofi mukosa, penurunan aliran darah,
turunnya elastisitas otot dan tulang rawan laring sehingga timbul gangguan
pengecapan, turunnya refleks batuk dan menelan, kesulitan mencerna makanan,
perubahan nafsu makan, malabsorbsi makanan. Dengan ini lansia akan mudah
tersedak dan mengalami kekurangan gizi. Sistem kardiovaskuler berubah di mana
terjadi penebalan dan kekakuan dinding pembuluh darah, degenerasi katup
jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung dan mempengaruhi aliran darah
otak. Sistem respirasi berubah di mana elastisitas alveolus menurun, terjadi
degenerasi epitel, dan kelemahan otot pernapasan sehingga kapasitas vital
menurun dan refleks batuk menurun. Dengan ini lansia peka terhadap pneumonia
dan mudah mengalami gagal respirasi.
Perubahan T4 menjadi T3 menurun sehingga metabolisme menurun pada
lansia. Hormon seksual menurunkan fertilitas, estrogen yang menurun
mempengaruhi metabolisme tulang sehingga mudah timbul osteoporosis.
Transmisi asetilkolin, dopamin, dan noradrenalin terganggu sehingga lansia
mudah mengalami hipotensi postural dan kesulitan regulasi suhu. Fungsi ginjal
menurun dengan bertambahnya usia akibat perubahan degeneratif.

14

Kulit menjadi atrofi dan mengalami penipisan lemak subkutan sehingga


elastisitasnya menurun. Hal ini menyebabkan lansia mudah terkena abrasi dan
infeksi kulit. Degenerasi tulang rawan, ligamen, dan jaringan sendi membuat
penurunan elastisitas dan mobilitas sendi yang menimbulkan kekakuan pada
lansia. Sistem imunologi menurun dengan hasil timbulnya penyakit autoimun dan
kanker. Secara umum postur tubuh lansia juga akan menjadi bungkuk sehingga
mudah terjadi nyeri punggung.
3.1.3 Asesmen Kesehatan dan Penyakit Pada Usia Lanjut
Konsep kesehatan usia lanjut meliputi status fungsional individu yang
bermanifestasi pada aktivitas hidup sehari-hari (fisik, sosial, psikis), sindroma
geriatrik, serta penyakit pada usia lanjut. Penanganan geriatrik dipusatkan pada
strategi pencegahan meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier lewat
modifikasi perilaku dan gaya hidup.
Sifat penyakit pada lansia memiliki perbedaan mendasar dengan penyakit
pada dewasa umumnya menyangkut beberapa hal berikut:
Parameter
Etiologi

Awitan gejala

Usia lanjut
Endogen (dari dalam)
Tersembunyi
Kumulatif/multipel
Lama terjadi
Insidious, kronik
Tidak khas

Usia muda
Eksogen (dari luar)
Jelas, nyata
Spesifik, tunggal
Recent
Florid (jelas sekali)
Khas,
memenuhi
hukum

Parsimoni

(gejala dan tanda khas


untuk masing-masing
Perjalanan penyakit

Kronik/menahun,
progresif,

penyakit)
Self-limiting
Memberi kekebalan

menyebabkan cacat
lama
Menjadi rentan
Variasi individual

penyakit lain
Beragam

kecil

15

Oleh karena itu penanganan penderita geriatri harus menyeluruh (holistik)


dengan model analisis multi disiplin (asesmen geriatri). Asesmen ini bertujuan
menegakkan diagnosis kelainan yang fisiologis maupun patologis, menemukan
adanya impairment, disabilitas, atau handicap yang perlu rehabilitasi, menilai
sumber daya ekonomi, sosial, dan lingkungan pasien.
3.1.4 Sindroma Geriatri
Dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan akibat
penuaan dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa problema klinik dari
penyakit pada lanjut usia yang sering dijumpai. Sindroma geriatri antara lain
adalah:

the O complex : fall, confusion, incontinence, iatrogenic disorders,

impaired homeostasis
the big three : intelectual failure, instability, incontinence
the 14 I: Imobility, Impaction, Instability, Iatrogenic,

Intelectual

Impairment,

Impotence,

Insomnia,

Incontinence,

Isolation,

Immunodefficiency, Infection, Inanition, Impairment of Vision, smelling,


hearing, Impecunity
Menurut Brocklehurst, Allen et al dikenal istilah geriatric giants sebagai
berikut:
1. Sindroma serebral
Pada lanjut usia terjadi penurunan aliran darah otak sekitar 30
mL/100gram jaringan otak/menit. Metabolisme otak juga menurun karena
terjadi atrofi neuron. Normal pada dewasa nilainya 50 mL/100 gram/menit.
Penurunan aliran darah otak hingga 23 mL/100 gram/menit dapat
menimbulkan sindroma serebral, yaitu perubahan patologik pembuluh darah
otak. Gejala yang timbul dapat berupa gejala umum (rigiditas, peningkatan
refleks, tendensi condong ke belakang, sulit berjalan) gejala klinis daerah
yang diperdarahi karotis (TIA, stroke, arteritis) dan vertebrobasiler (drop
attack, TIA).
Penurunan aliran darah otak pada lansia dapat disebabkan oleh sebab
mekanik maupun akibat perubahan autoregulasi aliran darah otak. Secara
mekanik didapatkan bahwa pada lansia terbentuk osteofit pada vertebra
sehingga menimbulkan jepitan pada arteri vertebralis yang menyuplai darah
16

ke otak lewat susunan vertebrobasiler. Selain itu degenerasi diskus


intervertebralis membuat arteri vertebralis menjadi berkelok-kelok dengan
akibat turunnya aliran darah menuju ke otak. Dengan demikian gerakan leher
dapat membuat lansia kekurangan sirkulasi darah otak dan tiba-tiba terjatuh.
Karena autoregulasi sebagai mekanisme proteksi otak mengalami penurunan,
sedikit perubahan tekanan darah atau diameter arteri otak akan mengurangi
aliran darah otak yang sulit dikompensasi oleh lansia. Kelainan vaskuler
arteriosklerosis mengurangi perfusi otak yang menimbulkan infark lakuner.
Hipoksemia akibat gangguan respirasi atau kardiovaskuler (gagal jantung,
bronkopneumonia, interaksi obat) juga menurunkan aliran darah otak.
Diabetes dan hipertensi menurunkan aliran darah otak dengan timbulnya
angiopati.
2. Konfusio Akut dan Dementia
Konfusio akut adalah gangguan menyeluruh fungsi kognitif yang
ditandai oleh memburuknya secara mendadak derajat kesadarah dan
kewaspadaan dan proses berpikir yang berakibat terjadinya disorientasi.
Penyebab konfusio dapat akibat penyebab intraserebral, penurunan nutrisi
serebral, penyebab toksik, kegagalan mekanisme homeostatik, dan lain-lain
seperti nyeri, depresi, perubahan lingkungan, obat-obatan.
Dementia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi
hidup sehari-hari. Perjalanannya bertahap dan tidak ada gangguan kesadaran.
Biasanya dementia tidak didiagnosis karena dianggap wajar oleh masyarakat.
Gangguan memori yang menurun tanpa perubahan fungsi kognitif dan ADL
dinamakan Mild Cognitive Impairment. Sebagian keadaan ini akan
berkembang menjadi dementia.
Diagnosis dementia ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan Mini
Mental State Examination dan penyebab pastinya dengan pemeriksaan
patologi. Dementia dibagi menjadi 4 golongan: dementia degeneratif
primer/Alzheimer (50-60%), dementia multi infark (10-20%), dementia
reversibel/sebagian reversibel (20-30%), dan gangguan lain (5-10%).
Penyebab dementia yang reversibel dapat dibuat matriks jembatan keledai
berikut:
D : drugs
E : emotional (emosi, depresi)
17

M
E
N
T
I
A

: metabolik/endokrin
: eye and ear (mata dan telinga)
: nutrisi
: tumor trauma
: infeksi
: arteriosklerosis
Prinsip tatalaksana dementia adalah optimalisasi fungsi pasien,

mengenali dan mengatasi komplikasi, rawat berkelanjutan, informasi pada


keluarga, dan nasihat pada keluarga.
3. Gangguan otonom
Pada lansia terjadi penurunan kolin-esterase dan aktivitas reseptor
kolin yang berakibat penurunan fungsi otonom. Beberapa gangguannya
adalah hipotensi ortostatik, gangguan pengaturan suhu, kandung kemih,
gerakan esofagus dan usus besar.
Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan sistolik/diastolik
sebanyak 20 mmHg pada saat berubah dari posisi tidur ke posisi tegak setelah
1-2 menit. Hal ini terjadi akibat penurunan isi sekuncup jantung dan
perpindahan darah ke posisi bawah tubuh. Biasanya tidak menimbulkan
gejala karena mekanisme kompensasi. Namun pada lansia dapat terjadi
adanya penurunan elastisitas pembuluh darah, gangguan barorefleks akibat
tirah baring lama, hipovolemia, hiponatremia, pemberian obat hipotensif, atau
penyakit SSP maupun neuropati lain (parkinson, CVD, diabetes mellitus).
Gejala bisa berupa penurunan kesadaran atau jatuh. Penatalaksanaannya
adalah meninggikan kepala waktu tidur. Terapi farmakologis dapat
menggunakan

hormon

mineralokortikoid,

simpatomimetik,

atau

vasokonstriktor lainnya seperti fluorokortison, kafein, pindolol.


Gangguan regulasi suhu juga ditemukan pada lansia sehingga mereka
rentan mengalami hipertermia maupun hipotermia. Hipertermia adalah suhu
inti tubuh > 40,6oC, disfungsi saraf pusat hebat (psikosis, delirium, koma).
Sementara itu hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh di bawah 35oC.
4. Inkontinensia
Inkontinensia adalah pengeluaran urin (atau feses) tanpa disadari,
dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah
gangguan kesehatan atau sosial. Ini bukan konsekuensi normal dari
pertambahan usia. Penyebab inkontinensia berasal dari kelainan urologik

18

(radang, batu, tumor), kelainan neurologik (stroke, trauma medula spinalis,


dementia), atau lainnya (imobilisasi, lingkungan). Inkontinensia dapat akut di
saat timbul penyakit atau yang kronik/lama.
Inkontinensia akut yang biasanya reversibel dapat diformulasi dengan
akronim DRIP yang merupakan Delirium, Restriksi mobilitas retensi, Infeksi
inflamasi

impaksi

DIAPPERS

feses,

Pharmasi

Delirium,

Infection,

poliuri.

Juga

Atrophic

dengan

akronim

vaginitis/uretheritis,

Pharmaceuticals, Physiologic factor, Excess urine output, Restricted


mobility, Stool impaction.
Inkontinensia menetap dapat terjadi akibat aktivitas detrusor berlebih
(over active bladder), aktivitas detrusor yang menurun (overflow), kegagalan
uretra (stress type), atau obstruksi uretra.
Tatalaksana inkontinensia urin meliputi behavioral training (bladder
training, pelvic floor exercise), farmakologis, pembedahan. Obat yang
digunakan dapat meliputi antikolinergik antispasmodik (imipramin) untuk
tipe urgensi/stres, -adrenergik agonis (pseudoefedrin, fenilpropanolamin)
untuk tipe stres atau urgensi, estrogen agonis(oral/topikal) untuk tipe stres
atau

urgensi, kolinergik

agonis

(betanekol),

-arendergik

antagonis

(terasozine) untuk tipe overflow atau urgensi karena pembesaran prostat.


Pembedahan meliputi juga kateterisasi sementara (2-4 kali sehari) atau
menetap.
5. Jatuh
Jatuh adalah kejadian tidak diharapkan dimana seorang jatuh dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah atau sama tingginya.
Sebanyak 30% lansia 65 tahun mengalami jatuh. Kondisi jatuh dipengaruhi
stabilitas badan yang ditunjang oleh sistem sensorik (penglihatan,
pendengaran, vestibuler, proprioseptif), susunan saraf pusat, kognisi, dan
fungsi muskuloskeletal. Ia juga dipengaruhi faktor ekstrinsik seperti pengaruh
obat dan kondisi lingkungan. Penyebab jatuh ada beragam, antara lain
kecelakaan, nyeri kepala dan atau vertigo, hipotensi ortostatik, obat-obatan
(diuretik,

antihipertensi,

antidepresan

trisiklik,

sedatif,

antipsikotik,

hipoglikemk, alkohol), proses penyakit (aritmia, TIA, stroke, parkinson),


idiopatik, dan sinkop (drop attack, penurunan CBF).

19

Jatuh menimbulkan komplikasi perlukaan jaringan lunak dan fraktur


(terutama pelvis, kolum femoris), imobilisasi, disabilitas, risiko meninggal.
Jatuh perlu dicegah dengan identifikasi semua faktor risiko intrinsik maupun
ekstrinsik, penilaian pola berjalan dan keseimbangan (tes romberg), dan
pemeriksaan rutin. Setiap lansia selalu harus ditanyakan riwayat jatuh dan
evaluasi status kesehatan. Tatalaksana jatuh adalah pencegahan sesuai dengan
etiologi yang dirasa memberi risiko terjadinya jatuh.
6. Kelainan tulang dan patah tulang
Setiap tahun 0,5-1% dari berat tulang wanita pasca menopause dan
pria > 80 tahun menurun. Penurunan ini timbul di bagian trabekula. Kelainan
tulang yang timbul dapat berupa osteoporosis, osteomalasia, osteomielitis,
dan keganasan tulang.
Patah tulang/fraktur pada usia lanjut terutama akibat osteoporosis, ada
3 jenis yang terutama, yaitu fraktur sendi koksa (collum femoris), fraktur
pergelangan tangan (colles), dan kolumna vertebralis (crush, multipel, atau
baji).
7. Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan kulit sampai jaringan di bawah kulit,
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu
area secara terus menerus sehingga timbul gangguan sirkulasi darah setempat.
Ulkus dekubitus terjadi terutama pada tonjolan tulang. Usia lanjut memiliki
potensi dekubitus karena jaringan lemak subkutan berkurang, jaringan
kolagen dan elastis berkurang, efisiensi kapiler pada kulit berkurang. Pada
penderita imobil, tekanan jaringan akan melebihi tekanan kapiler, sehingga
timbul iskemi dan nekrosis. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan, daya regang,
gesekan, dan kelembaban.
Semua pasien lansia yang imobil harus dinilai skala Norton untuk
risiko dekubitus. Skor di bawah 14 berkaitan dengan risiko tinggi timbulnya
ulkus. Pencegahan ulkus dapat dilakukan dengan membersihkan kulit,
mengurangi gesekan dan regangan dengan berpindah posisi, asupan gizi yang
cukup, menjaga kelembaban kulit. Perlu diingat komplikasi ulkus dekubitus
adalah sepsis. 3
3.1. GAGAL JANTUNG

20

3.1.1. Definisi

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa


tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri
yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap
kebutuhan metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi
pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik
pada fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal
jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan
mencegah perkembangan penyakit menjadi gagal jantung. 1
Beberapa istilah dalam gagal jantung : 4
1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan
dengan echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,
kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan
pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal
jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi
diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati
dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan
pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia,
kehamilan, fistula A V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis,
kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan
vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea.
Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel
kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli
paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan

21

edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena


perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel,
maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan
atau tahun tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba
akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang
menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa
disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat
menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure,
hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena
(backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa
darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume
darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir
di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung
kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh
rongga jantung. 5
3.1.2

Etiologi
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi

aorta dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan
dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium
dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang
dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang
mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli
paru. 1
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit
katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium
primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang
menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal
jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien

22

dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor polmunale) dan
pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid. 5
3.1.3

Patofisiologi
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti nfark miokard, maka

kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan


timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena
yang menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis. 5,6,7
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai
terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup
peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini
mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau
hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat.
Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak
saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi
semakin kurang efektif. 1,5,6,7
1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :
Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung
adalah peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari
saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan
menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan
peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri
perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya
rendah misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung
dan otak. Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi
kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai
dengan hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat
pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin
bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk
mempertahankan

kerja

ventrikel.namun

pada

akhirnya

respons

23

miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin


akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. 1, 4, 6

Gambar 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan parasimpatik pada gagal jantung. 8

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-AngiotensinAldosteron :


Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi
natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme
yang mengakibatkan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada
gagal jantung masih belum jelas. Namun apapun mekanisme pastinya,
penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut:
Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi
-

glomerulus
Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
Interaksi renin dan angiotensinogen dalam

darah

untuk

menghasilkan angiotensinI
Konversi angotensin I menjadi angiotensin II
Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.
Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang
meningkatkan tekanan darah. 1, 5, 6, 7

24

Gambar 2. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron 8

3. Hipertrofi ventrikel :
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau
bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan
peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel.
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang
menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat
menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk
derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti
vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban
akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban
akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja
jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi
miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan
kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen
tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan
miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini
adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal
jantung. 1, 4,6,7

25

Gambar 3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon terhadap hemodinamik berlebih. 8

3.1.4

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap

derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara
khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah
beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejalagejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. 1, 4
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu
sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat
penyakit.1, 4, 9

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun


kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi
gejala kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin
disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang

26

untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak


merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik
mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung


yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja
pernapasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan
paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea.
Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena
paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,
maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas
menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea
saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari
bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi
cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan
kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal
Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND
merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri
dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.

Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama
pada posisi berbaring.

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah


ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian
bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang


terjadi akibat distensi vena.

Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti
vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; venavena leher mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat
meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang
gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena
ke jantung selama inspirasi.

27

Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat


peregangan kapsula hati.

Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual
dapat disebabkan kongesti hati dan usus.

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang


interstisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang
tergantung, dan terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia
(diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia
disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu
berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu
istirahat.

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema


anasarka. Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran
vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan,
namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya
disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata.

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat


mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan.
Aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan
sietem saraf simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting
kematian mendadak dalam situasi ini.

3.1.5

Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala
yang ada dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang
antara lain foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium
rutin, dan pemeriksaan biomarker. 2, 10
Kriteria Diagnosis : 11
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif 1, 9
Kriteria Major :
1.
2.
3.
4.
5.

Paroksismal nokturnal dispnea


Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
28

6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Edema eksremitas
Batuk malam hari
Dispnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi(>120/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2


kriteria minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif
berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain: 1

NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam


kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila

melakukan kegiatan biasa.


NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri

dada.
NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih
banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu
istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa
sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang

tersebut di atas.
NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik
apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka
melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

b. Pemeriksaan Penunjang
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung,
pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan. 12
29

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin : 11, 12, 13


Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea
nitrogen (BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis.
Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari
EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel
hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q
wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan
adanya disfungsi diastolik pada LV. 11, 12
3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai
ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi
aorta, dan kadang-kadang efusi pleura.
vaskuler

pulmoner

dan

dapat

begitu pula keadaan

mengidentifikasi

penyebab

nonkardiak pada gejala pasien. . 11, 12, 13


4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,
mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling
berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat
memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi
LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada
katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI
sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV,
disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada
LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal
jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler
juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan
pulmoner,

dimana

sangat

penting

dalam

evaluasi

dan

30

penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis


komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang menjadi gold
standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling
berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi
dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan
pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini
diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki
beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF
dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload.
Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai
akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%),
fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara
bermakna (<30-40%). 11
3.1.6

Tatalaksana
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan

secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung


baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki
prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi
serta beratnya kondisi. 13
Terapi : 14
a. Non Farmakalogi :
Anjuran umum :
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan

pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat
dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan

profesi yang masih bisa dilakukan.


Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter
pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung
ringan.

31

Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari

pada yang lainnya.


Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama
20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit
dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal

jantung ringan dan sedang).


Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan

eksaserbasi akut.
b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin

II,

diuretik,

Antagonis

aldosteron,

-blocker,

vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan


anti-aritmia. 14, 15
a. Diuretik.

Kebanyakan

pasien

dengan

gagal

jantung

membutuhkan paling sedikit diuretik reguler dosis rendah.


Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila
respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan
diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan tiazid.
Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50
mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal
jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang
disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk

menekan

aktivitas

neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan


disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis
yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama
beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung.
Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal
jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang
digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa

32

digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan


diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada
intoleransi terhadap ACE ihibitor.
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal
jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang
dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE
inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi
atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu
diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus
intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang
asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia
klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam
nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk
terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah
kematian mendadak.
h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium
antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal
jantung.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 2
l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka
pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta
meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada
penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita
dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel. 13
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu,
takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan
hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria
serta cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi

33

syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya
timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun
ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun
defek septum ventrikel pasca infark. 13
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana
memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab,
perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi
jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan.
Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin
serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan
perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat
metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi
memperbaiki asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang
refrakter. 13
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan
venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop
diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini
dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid,
sehingga harus dihindari bila memungkinkan. 13
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan,
nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan
preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3
mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan. 13
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload
serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta
gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada
dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner.
Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan antara
dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya

34

adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga


pemberiannya hanya 16 24 jam. 13
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan
pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai
krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan
gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit. 13
Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator.
Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel.
Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat
menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin,
aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan
pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke
volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 g/kg
dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01 g/kg/menit. 13
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang
disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator
digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 100
mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor
merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat
meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi
jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg. 13
Pemberian dopamin 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt akan merangsang reseptor
adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada
pemberian 5 15 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta
yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin
akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya
tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis
umumnya 2 3 g/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis
2,5 15 g/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis
yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 20 g/kg/mnt. 13

35

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi


AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering
digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan
untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat
terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone
intravena 25 g/kg bolus 10 20 menit kemudian infus 0,375 075 g/kg/mnt.
Dosis enoximone 0,25 0,75 g/kg bolus kemudian 1,25 7,5 g/kg/mnt. 13
Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang
disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan
syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi
penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa
digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu
dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 1
g/kg/mnt. 13
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan
terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah
penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan
hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan
afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood
diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium
intravena(nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda
kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload,
meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan
disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi
sesuai penyakit dasar. Aritmia jantungharus diterapi. 13
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,
pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular
assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung
berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan,
disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu
jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan
sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan

36

bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable


cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia
ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan
sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang
tidak respon terhadap terapi terutama inotropik. 13
3.1.7

Prognosis
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat

berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas


setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 3050% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika
disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala
menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10
ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma
yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.
Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya
merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis.
Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya.
Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat menderita
dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat.

37

BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang laki-laki 61 tahun dengan keluhan utama sesak hebat, lejak + 2 hari
SMRS. Dari keluhan tersebut, menyatakan bahwa pasien mengalami sesak yang dapat
terjadi akibat gangguan pada organ ginjal, jantung atau paru-paru.
Pada anamnesis sesak tidak dipengaruhi aktifitas, cuaca dan emosi. Sesak
tidak berkurang dengan istirahat. Sesak dirasakan terus menerus. Os lebih nyaman
tidur dengan 3-4 bantal bertumpuk. Terkadang os terbangun saat malam hari karena
sesak. Gejala-gejala ini menunjukkan bahwa sesak berasal dari jantung, dimana dapat
dilihat dari kriteria mayor framingham, adanya dispneu deffort dan paroksismal
nokturnal dispnea.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 88 x/menit reguler,
pernafasan 26 x/menit. Didapatkan konjuctiva palpebral pucat, pada leher didapatkan
JVP (5+2), pada dada didapatkan suara rhonki basah halus di basal paru. Dari
pemeriksaan ekstremitas ditemukan kekuatan ekstremitas superior-anteriod dextra
4/4, edema pretibial minimal dan ulkus di digiti I pedis dextra..
Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan, hemoglobin 11.8 gr/dl, eritrosit
4.08x106 mm3, hematokrit 36%, retikulosit 6,6%, GDS 308 mg/dl, ureum 89 mg/dl,
dan creatinin 1.66 mEq/dl.
Pada pemeriksaan status geriatric, dilakukan skoring mengenai status
fungsional

dengan

menggunakan

Indeks

Barthel,

status

kognitif

dengan

menggunakan skor mini mental status, status emosional dengan menggunakan indeks
barthel menunjukkan bahwa pasien membutuhkan bantuan orang lain dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.

38

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang,


kesadaran compos mentis, tekanan darah 140/70 mmHg, nadi 98 kali/menit reguler,
isi dan tegangan cukup, pernapasan 26 kali/menit, suhu badan 36,7 0C. Hasil
pemeriksaan

spesifik

didapatkan

konjungtiva

palpebra

dan

palmar

pucat.

Pemeriksaan paru terdapat rhonki basah halusl, dari pemeriksaan jantung didapatkan
pembesaran jantung kiri, dan dari ekstrimitas didapatkan edema pretibial dan ulkus
digiti I dextra.
Pemeriksaan penunjang hematologi didapatkan penurunan hemoglobin.
Kondisi ini menunjukan suatu tanda anemia sedang. Pada pemeriksaan ECG
didapatkan gelombang S di V1 + gelombang R di V5/V6 > 35 yang
menginterpretasikan terjadi hipertrofi pada ventrikel kiri. Hal ini dapat terjadi karena
pasien memiliki riwayat hipertensi. Pasien dengan tekanan darah yang tinggi
membutuhkan kekuatan kerja otot ventrikel yang lebih besar, terutama pada ventrikel
kiri karena bertugas memompakan darah ke seluruh tubuh. Untuk beradaptasi maka
otot-otot ventrikel akan mengalami penebalan atau hipertrofi. Selain itu, pada usia
lanjut, terjadinya hipertensi dipengaruhi oleh penurunan elastisitas pembuluh darah
kapiler akibat proses menua yang akan meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer yang pada akhirnya akan meningkatkan hipertensi sistolik saja. Kondisi ini
disebut sebagai hipertensi sistolik terisolasi, yaitu tekanan darah sistolik 140mmHg
dengan tekanan darah diastolic <90mmHg. Kekakuan aorta akan meningkatkan
tekanan darah sistolik dan pengurangan volume aorta, yang pada akhirnya
menurunkan tekanan darah diastolic. Semakin bersar perbedaan tekanan darah sistolik
dan diastolic atau tekanan nadi, semakin besar resiko komplikasi kardiovaskular.
Berdasarkan usianya, pasien tergolong dalam usia lanjut yakni lebih dari 60
tahun dan memiliki beberapa masalah geriatric (geriatric problems). Pada pasien ini
ditemukan beberapa kemunduran dan kelemahan, yaitu infortunity karena secara
ekonomi pasien tergolong dalam status ekonomi yang kurang, dan berdasarkan
anamnesis serta pemeriksaan fisik pasien memiliki gangguan pada motorik
ekstremitas kanan.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan pasien ini mengalami CHF ec HHD + CVD Non Hemoragik +
Hipertensi Stage I + DM tipe II + AKI Stage I + ulkus diabetikum digiti 1 pedis
dextra.

39

Penatalaksanaan yang diberikan adalah edukasi mengenai penyakit yang


dialami pasien, istirahat, pemasangan o2 3l/m untuk mengatasi sesak. Secara
farmakologis ialah pemberian IVFD RL gtt XX/menit untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi pada pasien, Inj. Furosemide 2x20 mg untuk mengurangi edema, valsartan
1x80mg dan Clopidogrel 1x75mg. Inj. Novorapid 3x6 IU (sc) dan Inj. Levemir 1x10
IU (sc) untuk menangani DM, Inj. Omeprazole 1x40 mg (iv)sebagai anti emetik dan
Inj. Ceftriaxone 2x1gr (iv) sebagai profilaksis dan Laxadin syr 3x1C. Sedangkan
penatalaksanaan untuk geriatric syndroms pada pasien ini terdiri dari terapi dari
penyakit yang mendasarinya dan terapi non farmakologi seperti Cognitive Behavior
Therapy (CBT). Terapi non farmakologi disini diutamakan untuk memodifikasi
kegiatan sehari-hari pasien agar lebih bervariasi dan memacu otak untuk terus
beraktifitas, seperti menggunakan waktu untuk membaca koran, menonton berita,
atau mengisi teka teki silang dan hal-hal yang bermanfaat lainnya, selain itu
diperlukan juga dukungan dari orang terdekat untuk membantu dari segi psikis
sebagai pemberi semangat dan memotivasi pasien.

40

DAFTAR PUSTAKA
Alexander, J.A., 2008. Chapter 11: Nonvariceal Gastroinestinal Tract Bleeding.
Dalam: Hauser, S.C., et al. Mayo Clinic Gastroenterology and Hepatology
Board Review 3rd ed. Canada: Scientific Publication.
Anand, B.S., 2011. Peptic Ulcer Disease, Bayler College of Medicine. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/181753-overview#a0156
(Accesed 15 Agustus 2014)
Blazer, DG and Steffens, DC. 2009. The american psychiatric publishing textbook of
geriatric psychiatry. America : Psychiatric Pub.
Caestecker, J.d., 2011. Upper Gastrointestinal Bleeding Clinical Presentation,
Hahnemann University. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/187857-clinical#a0216 (Accesed 15
Agustus 2014)
Cigolle CT, Langa KM, Kabeto MU, Tian Z, Blaum CS. 2007. Geriatric conditions
and disability: the health and retirement study. American College of
Physicians.147(3):156-164.
Djojoningrat D. Dispepsia Fungsional. Dalam: Sudoyo AW (ed). Buku ajar Ilmu.
Penyakit Dalam. Jilid I edisi IV. BP FK UI. Jakarta. 2006. 354-6. 2
Dubey, S., 2008.Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I., et al.
Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 275.
Geddes J, Gelder MG, Mayou R. 2005. Psychiatry. Oxford [Oxfordshire]: Oxford
University Press.
Hirlan. 2006.Gastritis, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Suyono, S. (ed).
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB, Resnick B. 2008. Essentials of clinical geriatris.
6thed. New York, NY: McGraw-Hill.
Laine, L., 2008. Gastrointestinal Bleeding. Dalam: Fauci, A.S., et al. Harrisons
Principles of Internal Medicine: 17th ed. Vol 1. USA: McGraw-Hill Companies,
257 260.
Lindes, G..2006. Gangguan Lambung dan Duodenum, dalam Patofisiologi. Jakarta:
EGC
McGuigan, J..2000. Ulkus Peptikum dan Gastritis, dalam Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Jakata: EGC.
M. Syaifoellah Noer. Prof. dr, dkk.,Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta, 1996.

41

Rahayu, R.A dan Karjono, B.J., 2011. Geriatric Syndromes. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA: Merck
Research Laboratories.
Pranarka, Kris. 2011. Simposium geriatric syndromes: revisited. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Salonen, Jaakko. 2013. Hearing impairement and tinnitus in the elderly. Turku :
Universitas of Turku.
Savides, T.J., et al., 2010. Chapter 19: Gastrointestinal Bleeding. Dalam: Feldman,
M., et al. Sleisenger and Fordtrans Gastrointestinal and Liver Disease
Pathophysiology/ Diagnosis/ Management 9th ed Vol 1. USA: Saunders
Elsevier
Setiati S, Harimurti K, Roosheroe AG. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III.
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia. hlm. 1335-1340.
Sharon K, Stephanie S, Mary ET, George AK. 2007. Geriatri syndromes: clinical,
research, and policy implications of a core geriatri concept. Journal
compilation, The American Geriatris Society. 55(5): 794-796.
Soeprapto, P., et al., 2010. Kegawatdaruratan Gastrointestinal Dalam: Juffrie, M., et
al. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi: 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI, 27 50.
Tierney, L., dkk.2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Salemba Medika

42

Lampiran 1
Indeks Barthel
Tanggal : 21 Januari 2016
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

KETERANGAN
Makan
Transfer bed atau kursi
Grooming (personal toilet): cuci
muka, cuci rambut, bercukur, gosok
gigi.
Toileting
Mandi
Berjalan di tempat tidur
Naik dan turun tangga
Berpakaian
Kontrol BAB
Kontrol BAK

Nama Pasien : SbL


DENGAN
BANTUAN
5
5-10
0

MANDIRI

5
0
10
5
5
5
5

10
5
5
10
10
10
10

10
15
5

Keterangan
Skor 0-20

: Ketergantungan total

Skor 21-60

: Ketergantungan berat

Skor 62-90

: Ketergantungan sedang

Skor 91-99

: Ketergantungan ringan

Skor 100

: Mandiri, tetapi bila penderita dapat hidup sendiri, penderita


mungkin tidak dapat memasak, menjaga rumah atau tidak dapat
bermasyarakat.

Hasil:
Skor Indeks barthel pada pasien ini adalah 80, pasien bisa melakukan kesepuluh poit
tersebut dengan bantuan orang lain

43

Lampiran 2
Skor Mini Mental Status
Tanggal : 21 Januari 2016
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nama Pasien

DAFTAR PERTANYAAN
Tanggal berapakan hari ini? (Bulan/Tahun)
Hari apakah hari ini?
Apakah nama tempat ini?
Berapa no telp, bila tak ada telp, no
rumah/jalan?
Berapakah usia anda?
Kapan anda lahir (tgl/bulan/tahun)?
Siapa nama presiden sekarang?
Siapakah nama presiden sebelumnya
Siapa nama ibumu sebelum menikah
20 dikurangi 3 dan seterusnya

: SbL

BENAR
+
+
+
+

SALAH

+
+
+
+
+
+

Jumlah Kesalaha
0-2 kesalahan
: Baik
3-4 kesalahan
: Gangguan intelek ringan
5-7 kesalahan
: Gangguan intelek sedang
8-10 kesalahan : Gangguan intelek berat

Hasil:
Jumlah kesalahan pada pasien ini adalah 2, sehingga pada pasien ini tidak
mengalami gangguan intelek.

44

Lampiran 3
SKALA DEPRESI GERIATRIK
Tanggal : 13 Agustus 2014

Nama Pasien : Syukri Hanafi

Pilih jawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan perasaan anda dalam satu
minggu terakhir.
Apakah.......................
1. Anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda
2 Anda telah meninggalkan banyak kegiatan/minat/
kesenangan anda?
3 Anda merasa kehidupan anda kosong?
4 Anda sering merasa bosan?
5 Anda mempunyai semangat yang baik setiap saat?
6 Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri
anda
7 Anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup
anda?
8 Anda sering merasa tidak berdaya?
9 Anda lebih senang tinggal di rumah daripada keluar
dan mengerjakan sesuatu yang baru?
10 Anda merasa mempunyai banyak masalah dengan
daya ingat anda dibanding kebanyakan orang?
11 Anda pikir bahwa anda sekarang menyenangkan?
12 Anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda
saat ini?
13 Anda merasa anda penuh semangat?
14 Anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada
harapan?
15 Anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya
daripada anda?

Ya
YA

TIDAK
Tidak

YA
YA
Ya
YA

Tidak
Tidak
TIDAK
Tidak

Ya

TIDAK

YA
YA

Tidak
Tidak

YA

Tidak

Ya
YA

TIDAK
Tidak

Ya
YA

TIDAK
Tidak

YA

Tidak

Skor: hitung jumlah jawaban yang tercetak tebal dan huruf besar
- Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi
- Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi

Hasil:
Jumlah jawaban pasien yang tercetak tebal dan huruf besar adalah 3, menunjukkan
bahwa pasien tidak mengalami depresi

45

Das könnte Ihnen auch gefallen