Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Skripsi Mario Fix PDF
Skripsi Mario Fix PDF
Oleh:
MARIO MARTINUS KARVIN
F1F1 10 086
Skripsi
Oleh:
MARIO MARTINUS KARVIN
F1F1 10 086
Skripsi
Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Beberapa Tanaman Obat di
Sulawesi Tenggara
Oleh:
Mario Martinus Karvin
F1F1 10 086
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal 16 April 2015
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Pembimbing II
Pembimbing I
Penguji II
Penguji III
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir dengan judul Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan
Beberapa Tanaman Obat Tradisional di Sulawesi Tenggara. tepat pada
waktunya. Selama proses penyusunan tugas akhir ini, penulis menghadapi berbagai
masalah. Namun, berkat bimbingan, arahan dan motivasi serta bantuan dari kedua
pembimbing, penulis mampu mengatasi dan menemukan jalan keluar dari tiap
permasalahaan yang dihadapi, sehingga tugas akhir ini terselesaikan dengan baik.
Untuk itu, dengan sangat tulus penulis ucapkan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Prof. Dr. I. Sahidin, S.Pd., M.Si. sebagai pembimbing I dan
Bapak Yamin, S.Pd, M.Sc. sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran dalam mengarahkan dan membimbing penulis selama mengikuti
perkuliahan maupun dalam proses penyelesaian hasil penelitian ini.
Tak ada rangkaian kata yang mampu mewakili rasa terima kasih kepada kedua
orang tua penulis, Ayahanda Vincentius La Basi, S.Pd. Ibunda Kartini, A.Ma. yang
telah memberikan segalanya dan telah merawat penulis dengan cara terhebat dan
terbaik.
iv
9. Buat seniorku yang baik hati Kak Agung, Kak Hajrul, Kak Nina, Kak Sarip, Kak
Sarlan, Kak Uba terima kasih untuk bantuan dan arahannya selama ini. Semoga
rahmat Tuhan selalu menyertai keluarga kanda.
10. Sahabat-sahabatku angakatan 2010 Fakultas Farmasi Halu Oleo tanpa terkecuali
semoga kita semua dapat menjadi orang yang sukses dan dapat bermanfaat bagi
orang banyak.
11. Kepada adik-adikku Mahasiswa Fakultas Farmasi angkatan 2011, 2012, dan
2013 yang turut memberi dukungan kepada penulis selama ini semoga kalian
selalu diberi petunjuk dan kemudahan oleh-Nya.
Akhirnya penulis memohon maaf atas hal-hal yang tidak berkenan dari diri
penulis, semoga Tuhan memberikan imbalan pahala terhadap doa dan motovasinya.
Semoga tugas akhir ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
xi
ABSTRAK
xii
ABSTRACT
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
15
1. Ekstraksi
15
2. Skrining Fitokimia
17
21
C. Radikal bebas
24
D. Antioksidan
25
29
F. Kerangka Konsep
31
vii
32
A.
32
B.
Jenis Penelitian
32
C.
Bahan
32
D.
Alat
33
E.
Definisi operasional
33
F.
Prosedur Penelitian
34
39
A.
Determinasi
39
B.
Tahap maserasi
40
1. Penyiapan Sampel
40
2. Maserasi
41
C.
D.
Skrining fitokimia
42
1. Alkaloid
45
2. Flavonoid
47
3. Tanin
48
4. Saponin
49
5. Triterpenoid
50
BAB V PENUTUP
51
60
A.
Kesimpulan
60
B.
Saran
61
DAFTAR PUSTAKA
62
LAMPIRAN
67
viii
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1.
42
2.
44
3.
54
4.
58
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1.
2.
3.
10
4.
12
14
Kerangka Konsep
31
43
46
47
48
49
50
52
53
59
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Lambang/Singkatan
Gram
mL
Mili liter
KLT
ppm
p.a
Pro analis
DPPH
1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
IC50
xi
xii
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Potensi alam
yang dimiliki Indonesia sangat melimpah pada sektor pertanian, peternakan,
perikanan, perkebunan, kehutanan dan kelautan serta pariwisata. Pemanfaatan
kekayaan alam yang terintegrasi akan memaksimalkan potensi alam yang ada,
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Salah satu kekayaan
alam yang dimiliki Indonesia adalah dari sektor kehutanan dalam hal ini
melimpahnya tanaman dan tumbuh-tumbuhan. Tanaman memiliki peranan yang
penting dalam memberikan manfaat bagi kehidupan manusia maupun hewan,
mengingat tanaman memiliki kandungan senyawa alam yang berkhasiat (Supriatna,
2008).
Tradisi dan pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari telah berlangsung sejak lama. Pengetahuan ini
dimulai dengan dicobanya berbagai tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Tradisi pemanfaatan tumbuhan sebagian telah dibuktikan kebenarannya secara
ilmiah, namun masih banyak yang belum tercatat secara ilmiah dan disebarluaskan
melalui publikasi-publikasi (Windadri dkk, 2006). Masyarakat di Sulawesi Tenggara
telah banyak memanfaatkan pengobatan secara tradisional dengan menggunakan
1
tanaman yang telah dilakukan secara turun temurun. Pengobatan secara tradisional
tidak didukung adanya data ilmiah dan hanya berdasarkan data empiris, untuk
membuktikan khasiat obat yang digunakan secara tradisional maka diperlukan
penelitian ilmiah untuk menentukan kandungan kimia dan efek farmakologi tanaman
obat tradisional.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dimana
masyarakat Indonesia telah memiliki gaya hidup yang tidak lagi dapat dikategorikan
sebagai gaya hidup yang sehat. Banyaknya asap-asap kendaraan dan pabrik,
banyaknya tempat yang menyediakan makanan cepat saji yang mengandung banyak
lemak. Tanpa disadari kebiasaan-kebiasaan seperti ini akan menimbulkan adanya
penyakit-penyakit degeneratif yang disebababkan oleh radikal bebas yang dihasilkan
oleh gaya hidup modern yang tidak lagi sehat. Radikal bebas adalah suatu senyawa
yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada kulit terluarnya.
Radikal bebas sangat reaktif dalam mencapai kestabilan, radikal bebas sangat
berbahaya apabila telah menyerang tubuh dan terakumulasi banyak di dalam tubuh
akan menimbulkan penyakit-penyakit degeneratif. Untuk dapat mencegah efek dari
radikal bebas dapat digunakan antioksidan, antioksidan adalah senyawa kimia yang
dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga
radikal bebas tersebut dapat diredam (Juniarti dkk, 2009).
Penelitian ini memanfaatkan kekayaan alam yang ada di Indonesia untuk
mencegah adanya penyakit-penyakit degeneratif yang disebabkan oleh radikal bebas
maka dilakukan pengujian aktivitas antioksidan ekstrak metanol 5 tanaman yang
2
terdapat dan mudah dijumpai oleh masyarakat di Sulawesi Tenggara dimana kelima
jenis tanaman ini biasa digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Kelima
tanaman tersebut terdiri dari mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl),
kirinyuh (Chromolaena odorata L.), kersen (Muntingia calabura L.), katuk
(Sauropus androgynus L. Merr.) dan bayam merah (Alternanthera amoena Voss).
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH. DPPH
adalah singkatan dari 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil yang merupakan salah satu radikal
bebas yang mengandung nitrogen tidak stabil. Pemeriksaan aktivitas anti radikal
bebas DPPH secara spektrofotometri dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan
larutan DPPH pada panjang gelombang 515 nm. Metode DPPH digunakan dalam
penelitian ini karena pendeteksian adanya aktivitas dapat diketahui pada absorbansi
dengan menggunakan spektrofotometer, selain itu waktu dalam menganalisis sampel
lebih cepat serta penggunaan DPPH sebagai radikal lebih peka dan dapat
menggunakan sedikit sampel (Zuhra dkk, 2008).
B. Rumusan Masalah
Senyawa
2.
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
2.
Menjadi bahan rujukan untuk penelitian oleh peneliti lainnya, sehingga dapat
dibuat suatu sediaan.
3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mahkota dewa berasal dari tanah Papua, Irian Jaya, namun dewasa ini tanaman
mahkota dewa bisa dijumpai di berbagai daerah. Sebagian ahli botani menamai
mahkota dewa berdasarkan tempat asalnya, yaitu Phaleria papuana Warb. var.
Wichannii (Val.) Back. Namun, sebagian yang lain menamainya berdasarkan ukuran
buahnya yang besar-besar (makro), yaitu Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.
a. Klasifikasi (Artayanti, 2014)
Regnum
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Thymelaeaceae
Famili
: Thymelaeceae
Genus
: Phaleria
Spesies
b. Morfologi tanaman
Mahkota dewa bisa ditemukan ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias
atau dikebun-kebun sebagai tanaman peneduh. Perdu menahun ini tumbuh tegak
dengan tinggi 1-2,5 m. Batangnya bulat, permukannya kasar, warnanya cokelat,
berkayu dan bergetah, percabangan simpodial. Daun tunggal, letaknya berhadapan,
bertangkai pendek, bentuknya lanset atau lonjong, ujung dan pangkalnya runcing, tepi
rata (Manganti, 2011). Mahkota dewa di daerah melayu, Depok, dan Jawa Barat
dikenal dengan nama buah simalakama, sedangkan di daerah Jawa Tengah mahkota
dewa memiliki nama lain makutadewa, makuto mewo, makuto ratu, atau makuto rojo.
c. Kandungan Kimia
Telah diketahui bahwa biji mahkota dewa bersifat toksik sedangkan buahnya
tidak, dengan potensi penghambatan yang lebih besar dibandingkan daunnya. Buah
mahkota dewa terdiri dari golongan saponin, alkaloid, tanin, flavonoid, fenol, lignan,
minyak atsiri. Pada kulitnya mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid (Beatrice,
2010).
d. Khasiat
Ekstrak daging buah mahkota dewa berkhasiat sebagai antihistamin,
antialergi, bersifat sitotosik terhadap sel kanker rahim, juga menurunkan kadar gula
darah, antioksidan, menurunkan kadar asam urat (Wijoyo, 2012).
Tanaman kirinyuh berasal dari Hindia Timur, Amerika Tengah dan Amerika
Selatan. Tanaman ini biasa di anggap sebagai gulma pengganggu tanaman budidaya
ataupun mengganggu padang rumput yang menjadi tempat makan hewan ternak.
Tanaman ini biasa digunakan sebagai penghambat darah yang keluar pada luka.
a. Klasifikasi (Sagala, 2009)
Regnum
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Chromolaena
Spesies
: Chromolaena odorata L.
b. Morfologi tanaman
Chromolaena odorata L. dikenal dengan nama Kirinyuh. Tumbuhan ini
termasuk dalam famili Asteraceae, daun berbentuk segitiga dan bergerigi pada bagian
tepi, mempunyai tulang daun yang nyata dan bila diremas akan terasa bau yang khas,
percabangan berhadapan. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada ketinggian 1.000 - 2.800
m dari permukaan laut, tetapi di Indonesia banyak ditemukan di dataran rendah (0500 m dari permukaan laut) seperti di perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa, dan
8
jambu mete serta padang penggembalaan. Sifatnya yang tidak tahan naungan,
membuat tumbuhan ini tumbuh subur dengan adanya sinar matahari yang cukup
(Nasution, 1986). Nama lain kirinyuh adalah pokok selaput tunggul (Eupatorium
odoratum) atau juga dikenali sebagai pokok kapalterbang dan pokok jerman dalam
bahasa melayu atau pokok jepun. Nama-nama lain tumbuhan ini selain yang telah
disebutkan adalah Osmia odorata L., rumpai siam, Christmas Bush, Bitter Bush dan
Baby Tea.
c. Khasiat
Ekstrak daun kirinyuh diketahui mengandung senyawa flavonoid yang
diketahui dapat berfungsi sebagai antivirus dan antibakteri. Daun tersebut telah
diaplikasikan pada manusia untuk membantu pembekuan darah akibat luka bisul
atau borok. Sedangkan pemakaian daun kirinyuh pada ikan budidaya khususnya
gurame masih dilakukan secara tradisional oleh para petani (Hadiroseyani, 2005).
d. Kandungan kimia
Pengujian kualitatif fitokimia ekstrak etanol daun kirinyuh terhadap beberapa
senyawa kimia mendapatkan hasil bahwa ekstrak daun
kirinyuh
diketahui
Buah kersen disukai terutama oleh anak-anak, burung dan kelelawar. Buah ini
juga dapat dijadikan selai. Di Meksiko, buah kersen dijual di pasar. Pohon kersen di
9
Indonesia mudah dijumpai, biasanya pohon ini dijadikan tempat teduh bagi tukang
becak di Indonesia. Burung-burung pemakan buah sering mengunjungi pohon ini di
waktu siang untuk memakan buah atau sari buahnya yang manis. Di waktu hari gelap,
berganti aneka jenis kelelawar pemakan buah yang datang dengan tujuan yang sama.
a. Klasifikasi (Puspitaning, 2012)
Regnum
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Malvales
Famili
: Muntingiaceae
Genus
: Muntingia
Spesies
: Muningia calabura L.
b. Morfologi tanaman
Tumbuhan kersen berasal dari Amerika tropis dan banyak ditanam di
kebun sebagai pohon peneduh. Kersen memiliki pohon yang kecil dengan tinggi
2-10 m. Rantingnya diselimuti rapat oleh rambut biasa yang halus dan oleh rambut
kelenjar. Daunnya berseling, helaian daun tidak sama sisi, bulat telur bentuk
lanset dengan ujung runcing bergerigi, berambut rapat terutama di bawah daun,
lebarnya 4,5 - 14 kali 1,5 - 4 cm, tangkai daun pendek dan berambut seperti wol.
Bunga berjumlah 1-3 menjadi satu di ketiak daun, berbilangan 5 dan berkelamin
2. Mahkota bunganya berbentuk bulat telur terbalik dan berwarna putih.
Buahnya buni berwarna merah (Steenis, 2006). Nama lain dari kersen di Jakarta
10
biasa di sebut ceri, biasa juga disebut talok di Pulau Jawa dan dalam bahasa Madura
buah ini desebut baleci. Nama-nama lainnya di beberapa negara adalah datiles,
aratiles, manzanitas (Filipina); mt sm (Vietnam); khoom smz, takhb (Laos);
takhop farang (Thailand); krkhb barang (Kamboja); dan kerukup siam (Malaysia).
c. Khasiat
Bunga kersen dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk meringankan sakit
kepala dan gejala awal flu,
memiliki efek
antipiretik dan anti inflamasi. Diketahui bahwa ekstrak aqueous daun Muntingia
calabura L. memiliki aktivitas antinociceptif,
anti-inflamasi
dan antipiretiki
11
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Malpighiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Sauropus
Spesies
b. Morfologi tanaman
Katuk adalah perdu menahun yang sering dijumpai di Asia Tenggara.
Sayuran ini dikonsumsi secara luas di Indonesia, khususnya di Kalimantan, dan
seluruh wilayah India. Semak tahunan ini memiliki adaptasi tropika dan
subtropika serta produktif sepanjang tahun, walaupun tanaman cenderung agak
dorman
pada
cuaca
tajuk
tunggal
seperti
daun
majemuk,
bunga
(roset), stomata anisositik (Filina, 2012). Di Indonesia katuk dikenal dengan berbagai
nama yaitu daun kartu dan daun barbing. Nama lain dari katuk di berbagai daerah
adalah memata (Melayu), simani (Minangkabau), kebing dan katukan (Jawa),
Kerakur (Madura).
12
c. Khasiat
Daun katuk digunakan sebagai obat demam dan pelancar air susu ibu (ASI)
karena mengandung beberapa senyawa seskuiterna, sedangkan akar katuk digunakan
sebagai obat luar (lepra) dan demam (Filina, 2012).
d. Kandungan kimia
Hasil penelitian Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia
menunjukkan bahwa tanaman katuk mengandung beberapa senyawa kimia, antara
lain alkaloid papaverin, protein, lemak, vitamin, mineral, saponin, flavonid dan tanin.
(Zuhra dkk, 2008).
5. Bayam Merah (Alternanthera amoena Voss)
Tanaman bayam berasal dari Amerika tropik dan mudah tubuh dan tersebar di
daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Tanaman bayam semula dikenal sebagai
tumbuhan hias. Dalam perkembangan selanjutnya, tanaman bayam dipromosikan
sebagai bahan pangan sumber protein, terutama untuk negara-negara berkembang.
Bayam merah biasa dimanfaatkan sebagai sayuran pelengkap gizi dan bayam merah
dapat digunakan dalam pengobatan penyakit tertentu seperti batang bayam digunakan
sebagai obat disentri dan akar bayam merah dapat digunakan sebagai obat anti
malaria dan demam berdarah.
13
: Plantae (Tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Caryophyllales
Famili
: Amaranthaceae
Genus
: Alternanthera
Spesies
d. Kandungan kimia
Bagian daun, batang dan bunga bayam merah diduga terdapat
betasianin. Bayam merah telah
tinggi
satu
sayuran
pigmen
bergizi
mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Bayam merah merupakan salah satu
spesies dari Genus Amaranthus, yang termasuk dalam famili Amaranthaceae
(Yuliza, 2012).
B. Metode Analisis Senyawa Bahan Alam
1. Ekstraksi
banyak mengandung diluen disebut fase rafinat sedangkan fase yang banyak
mengandung solven dinamakan ekstrak (Maulida dan Naufal, 2010).
Ekstraksi yang biasa digunakan ada dua jenis yaitu ekstraksi dingin dan
ekstraksi panas. Contoh ekstraksi dingin adalah maserasi dan perkolasi, sedangkan
ekstraksi secara panas adalah dengan refluks, digesti, infus, dekok dan sokletasi
(Simanjuntak, 2008).
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan serat pertama, dan seterusnya. Metode ekstraksi yang dipilih adalah
maserasi karena pelaksanaannya sederhana serta untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya penguraian zat aktif yang terkandung dalam tanaman oleh pengaruh suhu,
karena dalam maserasi tidak ada proses pemanasan. Tujuan maserasi adalah untuk
memberi kesempatan pada simplisia berdifusi ke dalam pelarut (Beatrice, 2010).
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur
kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk kedalam sel tanaman melewati
dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di
dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar
dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut
16
akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan di dalam sel dan larutan di
luar sel (Ansel, 1989).
2. Skrining Fitokimia
17
tidak mempunyai tata nama sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloid dinyatakan
dengan nama trivial yang berakhiran -in. Fungsi alkaloid dalam tumbuhan belum
diketahui secara pasti. Namun alkaloid berfungsi sebagai pengatur tumbuh atau
penghalau dan penarik serangga (Harborne, 1987).
b) Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar yang senyawa yang terdiri dari
C6-C3-C6 dan sering ditemukan diberbagai macam tumbuhan dalam bentuk
glikosida atau gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik.
Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder yang disintesis dari asam piruvat
melalui metabolisme asam amino. Flavonoid adalah senyawa fenol, sehingga
warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak. Terdapat sekitar 10 jenis
flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil,
khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon (Harborne, 1987).
Penamaan flavonoid berasal dari bahasa latin yang mengacu pada warna
kuning dan sebagian besar flavonoid adalah berwarna kuning. Flavonoid sering
ditemukan dalam bentuk pigmen dan co-pigmen. Flavonoid adalah golongan pigmen
organik yang tidak mengandung molekul nitrogen. Kombinasi dari berbagai macam
pigmen ini membentuk pigmentasi pada daun, bunga, buah dan biji tanaman. Pigmen
ini merupakan antraktan bagi serangga dan merupakan agen polinasi. Pigmen juga
bermanfaat bagi manusia dan salah satu manfaat yang penting adalah sebagai
antioksidan. Bagi manusia, flavon dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulan pada
18
jantung dan pembuluh darah kapiler, sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak
(Bhat dkk, 2009).
c) Tanin
Tanin disebut juga zat samak yang memiliki sifat dapat menciutkan dan
mengendapkan protein dari larutan dengan membentuk senyawa yang tidak
larut (Sirait, 2007). Tanin merupakan polimer polifenolik yang dapat larut
dalam air dengan berat molekuler yang relatif tinggi dan memiliki kemampuan
untuk membentuk senyawa kompleks dengan protein membentuk kelompok
fenolik hidroksil yang besar. Tanin banyak terdapat pada hijauan pohon yang
memiliki nutrisi baik, semak belukar, dan kacang-kacangan, buah-buahan serta
biji-bijian.
Tanin dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tanin terhidrolisa dan
tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisa merupakan molekul kompleks dengan
polyol sebagai intinya seperti glukosa, glusitol, asam quinic, quersitol, dan asam
shikimic yang sebagian atau seluruhnya teresterifikasi dengan kelompok fenolik.
Tanin terkondensasi
merupakan sebagian
flavan-3-ol unit
19
d) Saponin
Saponin tersebar luas diantara tanaman tinggi. Keberadaan saponin sangat
mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila
dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin merupakan senyawa berasa pahit
menusuk, menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput
lendir (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam
lebih dari 90 genus pada tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula
pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Banyak saponin yang mempunyai
satuan gula sampai 5 dan komponen yang umum ialah asam glukuronat. Adanya
saponin dalam tumbuhan ditunjukkan dengan pembentukan busa yang mantap
sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak (Harborne, 1987).
e) Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan
isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu
skualena. Triterpenoid merupakan senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering kali
mempunyai titik leleh tinggi dan aktif optik yang umumnya sukar dicirikan karena
tak ada kereaktifan kimianya (Harborne, 1987).
20
21
murah untuk pemakaian rutin, serta ketersediaan prosedur untuk pemurnian dan
isolasi (Nugroho, 2009).
a. Fase diam
Fase diam adalah lapisan tipis penyerapan yang seragam atau media terpilih
digunakan sebagai media pembawa. Penjerap dilekatkan pada penyangga sebagai
pelapis untuk mendapatkan lapisan yang stabil dengan ukuran yang sesuai.
Penyangga yang sering digunakan adalah lempeng gelas juga lembaran plastik dan
alumuniun, sedangkan penjerap yang sering digunakan antara lain silica gel, alumina,
kieselguhr dan selulose (Tounchstone dan Dobbins, 1983).
Penjerap pada umumnya adalah silica gel, alumina, kieselguhr, selulosa dan
turunannya, poliamid. Panjang lapisan tipis fase diam tersebut adalah 200 mm,
dengan lebar 200 mm atau 100 mm. Lempeng yang banyak digunakan adalah
lempeng dengan fase diam silica gel GF254 dimana pada sinar UV 254 nm lempeng
dapat berfluorosensi dan bercaknya gelap, sedangkan dengan sinar UV 366 nm
lempeng akan gelap dan bercaknya befluorosensi (Nugroho, 2009).
Lapis tipis dapat mengandung indikator fluorosensi yang ditambahkan untuk
membantu penampakan bercak tak berwarna setelah proses pengembangan. Lapisan
yang mengandung indikator fluorosensi akan berpendar jika disinari pada panjang
gelombang yang tepat. Jika senyawa pada bercak yang akan ditampakkan
mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau mengandung cincin aromatik, maka
sinar UV yang mengeksitasi tidak akan mencapai indikator fluorosensi dan ada
22
cahaya yang dipancarkan. Hasilnya berupa bercak gelap dengan latar belakang yang
berfluorosensi (Gritter, 1991).
b. Fase gerak
Fase gerak adalah media angkut yang terdiri dari satu atau beberapa pelarut,
bergerak di dalam fase diam yaitu lapisan berpori, karena adanya gaya kapiler.
(Nugroho, 2009). Sifat dan komposisi kimia fase gerak ditentukan oleh jenis zat yang
dipisahkan dan jenis penjerap yang digunakan untuk pemisahan. Komposisi fase
gerak dapat berupa pelarut murni maupun campuran kompleks dari beberapa pelarut
(Tounchstone dan Dobbins, 1983).
c. Penotolan sampel
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh
hanya
jika
Sebagaimana
menotolkan
dalam
sampel
prosedur
dengan
kromatografi
ukuran
yang
bercak
lain,
sekecil mungkin.
jika sampel
yang
dengan jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak
yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. HargaRf
didefinisikan sebagai berikut (Sinaga, 2012):
Harga Rf =
D. Antioksidan
Antioksidan merupakan substansi penting yang mampu melindungi tubuh dari
serangan radikal bebas dan meredamnya. Konsumsi antioksidan dalam jumlah
memadai mampu menurunkan resiko terkena penyakit
degeneratif seperti
mengandung
antioksidan dapat
meningkatkan status
imunologi dan
25
untuk mencegah penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh darah, penuaan
dini, dan lain-lain (Tamat dkk, 2007). Konsumsi antioksidan dalam jumlah memadai
mampu menurunkan resiko terkena penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler,
kanker, aterosklerosis, osteoporosis dan lain-lain. Konsumsi makanan yang
mengandung antioksidan dapat meningkatkan status imunologi dan menghambat
timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan. Kecukupan antioksidan secara
optimal dibutuhkan oleh semua kelompok umur (Winarsi, 2007).
Berkaitan dengan fungsinya, senyawa antioksidan di klasifikasikan dalam
lima tipe antioksida yaitu primary antioxidants merupakan senyawa-senyawa fenol
yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak. Dalam
hal ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksi senyawa fenol
sehingga terbentuk senyawa yang stabil. Senyawa antioksidan yang termasuk
kelompok ini, misalnya BHA, BHT, PG, TBHQ, dan tokoferol. Tipe antioksidan
kedua yaitu oxygen scavengers merupakan senyawa-senyawa yang berperan sebagai
pengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Dalam hal ini, senyawa
tersebut akan mengadakan reaksi dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga
jumlah oksigen akan berkurang. Contoh dari senyawa-senyawa kelompok ini adalah
vitamin C (asam askorbat), askorbilpalminat, asam eritorbat, dan sulfit. Tipe
antioksidan ketiga yaitu secondary antioxidants merupakan senyawa-senyawa yang
mempunyai kemampuan untuk berdekomposisi hidroperoksida menjadi prodak akhir
yang stabil. Tipe antioksidan ini pada umumnya digunakan untuk menstabilkan
poliolefinresin. Contohnya, asam tiodipropionat dan dilauriltiopropionat. Tipe
27
antioksidan yang diproduksi secara alami dan kontinyu oleh tubuh. Antioksidan
primer merupakan jenis antioksidan enzimatis, yaitu mampu memberikan atom
hidrogen kepada radikal bebas sehingga radikal bebas ini menjadi lebih stabil.
Mekanisme kerja antioksidan primer adalah dengan cara mencegah pembentukan
senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk
menjadi lebih stabil dan kurang reaktif dengan cara memutus reaksi berantai
(polimerisasi) atau dikenal dengan istilah juga chain- breaking-antioxidant. Contoh
antioksidan primer adalah enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan
glutation peroksidase (GSH) (Tamat dkk, 2007).
Antioksidan sekunder disebut juga sebagai antioksidan eksogenus atau
antioksidan non-enzimatis, yaitu antioksidan yang tidak diproduksi secara alami oleh
tubuh dan didapatkan dari asupan makanan maupun minuman. Mekanisme kerja
28
antioksidan sekunder adalah dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari
radikal bebas atau dengan cara menangkap radikal bebas (free radicalscavenger).
Sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler. Antioksidan
sekunder terdiri dari antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami
banyak ditemukan dalam sayuran dan buah-buahan. Komponen yang terkandung di
dalamnya adalah vitamin C, vitamin E, -karoten, flavonoid, isoflavon, flavon,
antosianin, katekin, isokatekin, asam lipoat, bilirubin dan albumin, likopen dan
klorofil. Antioksidan sintetik dibuat dari bahan-bahan kimia antara lain butyl
atedhydroxyanisol (BHA), butylated hydroxy toluene (BHT), tert- butylhydroquinone
(TBHQ) dan propyl gallate (PG) (Heo dkk, 2005).
Antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan metionin
sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang
rusak akibat aktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA akibat radikal bebas dapat
dicirikan oleh rusaknya single atau double strand pada gugus basa dan non- basa
(Winarsi, 2007).
E. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)
Pada metode ini, larutan DPPH berperan sebagai radikal bebas yang akan
bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga DPPH akan berubah menjadi 1,1diphenyl-2-picrylhydrazin yang bersifat non-radikal. Peningkatan jumlah 1,1diphenyl-2-picrylhydrazin akan ditandai dengan berubahnya warna ungu tua menjadi
warna merah muda atau kuning pucat dan dapat diamati menggunakan
29
gelombang
sinar
tampak
sekitar
515-517
nm.
Parameter
untuk
30
F. Kerangka Konsep
Untuk memahami alur dari penelitian ini maka dibuat dalam kerangka konsep.
Kerangka konsep dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar 6.
Penyakit
Radikal Bebas
degeneratif
Antioksidan
Sintesis
Alami
Tanaman obat
Phaleria
macrocarpa
(Akar, batang, dan
daun)
Kirinyuh
(Chromolaena
odorata) (Akar,
batang, dan daun)
Skrining
Alkaloid
Flavonoid
Tanin
Saponin
Triterpenoid
Kersen (M.
calabura) (Akar,
batang, dan daun)
Katuk
(Sauropusandrogy
nus)(Akar,
batang, dan daun)
Bayam merah
(Alternanthera
amoena)(Akar,
batang, dan daun)
Ekstrak
Uji antioksidan
IC50
Gambar 6. Kerangka Konsep Penelitian
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini berupa penelitian eksperimental yaitu berupa penentuan
aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun, batang, dan akar dari beberapa tanaman
terhadap radikal bebas DPPH.
C. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun, kulit batang, dan
akar tanaman mahkota dewa (P. macrocarpa (Scheff.) Boerl) yang di ambil di daerah
Mandonga Kendari. Daun, kulit batang, dan akar kirinyuh (C. odorata L.) yang
diambil dari arboretum Universitas Halu Oleo daerah Anduonohu. Daun, kulit
batang, dan akar kersen (M. calabura L.) yang diambil dari arboretum Universitas
Halu Oleo daerah Anduonuhu. Daun, kulit batang, dan akar katuk (S. androgynus L.
Merr.) yang diambil di daerah Mandonga Kendari. Daun, kulit batang, dan akar
bayam merah (A. amoena Voss) dari darerah Konawe Selatan. Metanol, kloroform,
32
asam asetat, air, asam klorida, FeCl3, asam sulfat, n-heksan, etil asetat, reagen
Dragendrof, reagen Lieberman-Burchard, amoniak, plat KLT, radikal DPPH, vitamin
C, kertas saring (Whatmann).
D. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, blender (philips),
erlenmeyer (pyrex), corong (pyrex), rotary vacum evaporator (Buchi Rotavapor R210), gelas ukur (pyrex), waterbath, botol / toples kaca, oven, timbangan analitik,
botol vial, chamber, pipa kapiler, pinset, oven, lampu UV, cutter, kuvet, dan
spektronik 20D.
E. Definisi operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Ekstrak metanol Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah maserat metanol Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl
(daun, kulit batang dan akar).
2. Ekstrak metanol Chromolaena odorata L. yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah maserat metanol Chromolaena odorata L. (daun, kulit batang dan akar).
3. Ekstrak metanol Muntingia calabura L. yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah maserat metanol Muntingia calabura L. (daun, kulit batang dan akar).
33
Determinasi Tanaman
Tanaman
yang
diperoleh
dilakukan
determinasi
di
Laboratorium
Tahap maserasi
a.
Penyiapan Sampel
Penelitian menggunakan 5 tanaman yang terdiri dari mahkota dewa (Phaleria
3.
lalu ditambahkan 2,0 mL metanol dikocok hingga homogen dan diinkubasi pada suhu
37oC selama 30 menit.
c. Pengujian larutan pembanding asam askorbat
Sebanyak 5 mg asam askorbat ditimbang kemudian dilarutkan dalam 5 mL
metanol sehingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm. Dilakukan pengenceran untuk
membuat larutan konsentrasi 10, 20, 40, 80, dan 160 ppm. Setelah itu 1 mL larutan
masing-masing konsentrasi dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1
mL larutan DPPH 100 ppm dan ditambahkan 2 mL metanol. Dikocok hingga
homogen kemudian tabung yang berisi larutan tersebut diinkubasi pada suhu 370C
selama 30 menit. Serapan diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 515-517 nm.
d. Pengukuran serapan sampel
1) Pembuatan larutan sampel/ekstrak 1.000 ppm
Cara membuatnya adalah menimbang 1.000 mg ekstrak dilarutkan dalam
metanol hingga larut, selanjutnya dimasukkan ke dalam labu takar 1.000 mL dan
diencerkan hingga tanda tera.
2) Pembuatan larutan seri bahan uji konsentrasi 10, 20, 40, 80, dan 160 ppm
Dilakukan pengenceran pada sampel 1.000 ppm untuk membuat konsentrasi
10, 20, 40, 80, dan 160 ppm. Setelah itu 1 mL larutan masing-masing konsentrasi
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 mL DPPH kemudian
ditambahkan lagi 2 mL metanol. Dikocok hingga homogen kemudian diinkubasi pada
36
suhu 370C selama 30 menit. Uji serapan dilakukan pada panjang gelombang 515-517
nm.
e. Penghitungan
Persentase hambatan (IC50) terhadap radikal DPPH dari masing-masing
konsentrasi larutan sampel dapat dihitung dengan rumus:
% Inhibisi =
x 100%
Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dengan KLT dilakukan dengan menggunakan plat silika
gel F254. Masing-masing plat dengan ukuran 1x10 cm2. Ekstrak dari masing-masing
tanaman ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa kapiler
kemudian dikeringkan dan dielusi dengan masing-masing fase gerak golongan
senyawanya. Setelah gerakan fase gerak sampai pada garis batas, elusi dihentikan.
Noda-noda pada permukaan plat diperiksa di bawah sinar UV pada panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm, kemudian diamati pada masing-masing hasil
37
(Harborne, 1996).
d. Golongan senyawa saponin digunakan pengembang campuran kloroform : metanol
(9:1)
ketika
ditambah
H2SO4
menimbulkan
warna
ungu-ungu
gelap
(Kristianingsih, 2005).
e. Golongan senyawa triterpenoid digunakan pengembang kloroform : metanol (9:1)
ditambah dengan pereaksi Lieberman-burchard menghasilkan warna merah ungu
(violet).
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi
Determinasi tanaman merupakan upaya membandingkan suatu tanaman
dengan tanaman lain yang telah dikenali sebelumnya. Tujuan dilakukan determinasi
tanaman adalah untuk mendapatkan suatu spesies yang spesifik dan tepat sasaran.
Proses determinasi akan menghasilkan kunci determinasi, kunci determinasi
merupakan suatu alat yang diciptakan khusus untuk memperlancar pelaksanaan
pedeterminasian tumbuhan. Kunci determinasi dibuat secara bertahap, ciri-ciri
tumbuhan dibuat sedemikian rupa sehingga dengan menggunakan kunci determinasi
dapat diperoleh identitas tumbuhan yang diinginkan. Determinasi tanaman penelitian
ini dilakukan di Laboratorium Pengembangan Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo. Kunci determinasi
yang di peroleh berdasarkan hasil determinasi tanaman adalah sebagai berikut.
1. 1a2a (Chromoilaena odorata L.)
2. 1a2b (Altenanthera amoena V)
3. 1b3a (Sauropus androgynus L. Merr.)
4. 1b3b4a (Muntingia calabura L.)
5. 1b3b4b (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl)
Data lengkap determinasi tanaman dapat dilihat pada lampiran.
39
B. Tahap maserasi
1. Penyiapan Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah bagian akar, batang, dan
daun dari tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl), kirinyuh
(Chromolaena odorata L.), kersen (Muntingia calabura L.), katuk (Sauropus
androgynus L. Merr.) dan bayam merah (Alternanthera amoena Voss). Tahap
pertama
sampel
diambil,
kemudian
terhindar dari kotoran dan pengganggu, digunakan air mengalir agar kotoran yang
hanyut pada saat dibersihkan tidak kembali mencemari sampel. Kemudian sampel
yang dicuci dipotong kecil-kecil untuk mempermudah proses pengeringan dan
penggilingan. Selanjutnya sampel dikeringkan, sampel dikeringkan pada suhu kamar
agar kandungan senyawa kimia yang terdapat pada tanaman tidak mengalami
kerusakan apabila dilakukan pengeringan dengan pemanasan. Pengeringan dilakukan
untuk mengurangi kadar air dan untuk menghentikan reaksi enzimatis sehingga dapat
disimpan lebih lama dan komposisi kimianya tidak mengalami perubahan.
Sampel yang telah melewati proses pengeringan kemudian disortir untuk
memilih sampel yang baik dan tidak tercemar. Kemdian sampel dihaluskan
menggunakan blender sampai berbentuk serbuk. Sampel dihaluskan agar mengubah
ukuran sampel menjadi lebih kecil, semakin kecil ukurannya semakin besar luas
permukaannya maka interaksi zat cairan ekstraksi akan semakin besar, sehingga
proses ekstraksi akan semakin efektif.
40
2. Maserasi
Serbuk sampel yang diperoleh sebanyak 500 g dimaserasi dalam wadah kaca
tertutup hingga pelarut yang digunakan berwarna bening agar maserasi yang
dilakukan menjadi lebih efektif karena tidak terdapat lagi senyawa yang dapat ditarik
oleh pelarut. Metode maserasi digunakan karena ekstraksi dengan cara maserasi dapat
mencegah terurainya metabolit yang tidak tahan terhadap pemanasan sedangkan
pelarut metanol digunakan karena senyawa flavonoid, saponin, tanin, triterpenoid,
minyak atsiri, serta glikosida dapat tertarik dalam pelarut metanol. Hal ini disebabka
karena metanol merupakan pelarut universal yang memiliki gugus polar (-OH) dan
gugus nonpolar (-CH3) sehingga dapat menarik analit-analit yang bersifat polar dan
nonpolar (Astarina dkk, 2013) selain itu metanol mudah diuapkan untuk dipisahkan
kembali dari ekstrak yang diperoleh selain itu metanol memiliki tingkat energi yang
besar sehingga mampu menarik senyawa yang ada pada sampel baik yang polar
maupun yang nonpolar.
Hasil maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan
penguap berputar vakum hingga diperoleh ekstrak kental. Penggunaan penguap
vakum memungkinkan pelarut yang digunakan menguap pada suhu yang rendah
sehingga senyawa yang terdapat pada ekstrak juga tidak mengalami kerusakan akibat
suhu penguapan. Ekstrak yang diperoleh kemudian dikeringkan di dalam oven pada
suhu 37oC. Masing-masing ekstrak yang telah dikeringakan pada oven kemudian
ditimbang dan dihitung persen rendemennya terhadap berat simplisia awal untuk
41
melihat jumlah ekstrak yang dihasilkan dari berat simplisia awal. Berat ekstrak kental
dan rendemennya dapat dilihat pada tabel 1:
Tabel 1: Berat ekstrak hasil maserasi
Serbuk
Sampel
sampel (g)
Akar
500
Mahkota dewa
500
(P.
Batang
macrocarpa )
500
Daun
Akar
500
Kirinyuh
500
Batang
(C. odorata L.)
500
Daun
Kersen
(M. calabura
L.)
Katuk
(S. androgynus
L. Merr.)
Bayam merah
(A. amoena)
Akar
Batang
Daun
Akar
Batang
Daun
Akar
Batang
Daun
500
500
500
500
500
500
500
500
500
Ekstrak
kental (g)
14,23
8,77
7,46
8,15
9,57
10,89
8,6
5,23
6,44
4,69
5,4
7,26
2,65
3,36
5,48
Rendemen
(%)
2,84
1,75
1,49
1,63
1,91
2,17
1,72
1,04
1,28
0,93
1,08
1,45
0,53
0,67
1,09
C. Skrining fitokimia
yang nonpolar dan methanol memiliki sifat polar sehingga diharapkan melalui
penggunaan eluen ini dapat menarik senyawa yang bersifat polar maupun nonpolar.
Profil KLT sebelum identifikasi senyawa dapat dilihat pada gambar 7.
2.
3.
Tanin diidentifikasi dengan pereaksi FeCl3 1%, jika hasil reaksi berwarna biru
kehitaman berarti positif mengandung tanin.
4.
5.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka diperoleh hasil skrining senyawa yang
terkandung dalam tanaman yang dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil skrining metabolit sekunder
Sampel
Mahkota dewa
(P.
macrocarpa)
Kirinyuh
(C. odorata L.)
Kersen
(M. Calabura
L.)
Katuk
(S. androgynus
L. Merr.)
Bayam merah
(A. amoena)
Alkaloid
M1
M2
M3
Kr1
Kr2
Kr3
G1
G2
G3
K1
K2
K3
B1
B2
B3
+
+++
+
+
+
+
Metabolit sekunder
Flavonoid Tanin Saponin
++
++
+
++
+
++
+
+
+
+
-
++
+++
+
+++++
+
+++
++
++
++
++
++
Triterpenoid
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Keterangan:
(+) : jumlah noda pada plat (-) : tidak mengandung senyawa/tidak terbentuk warna
M1 = Batang P. macrocarpa
M2 = Akar P. macrocarpa
M3 = Daun P. macrocarpa
K1 = Batang S. androgynus
K2 = Akar S. androgynus
K3 = Daun S. androgynus
S1 = Batang A. amoena
S2 = Akar A. amoena
B3= Daun A. amoena
G1 = Batang M. calabura
G2 = Akar M. calabura
G3 = Daun M. calabura
44
melarut
dalam
kalium
iodida
berlebih
membentuk
kalium
46
47
penelitian Puspitaning (2012) dan Prasetyo dan Sasongko (2014) yang mununjukkan
bahwa tanin terkandung dalam ekstrak daun M. calabura L. Pada tanaman M.
calabura L. mengandung tanin yang ditandai dengan penambahan FeCl3 yang dapat
bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil pada senyawa tanin. Penambahan FeCl3
menghasilkan warna hijau kehitaman yang menunjukkan adanya tanin terkondensasi.
4. Saponin
Identifikasi golongan senyawa saponin untuk pereaksi penampak noda
digunakan H2SO4 0,1 M. Positif mengandung golongan senyawa saponin apabila
terbentuk bercak berwarna ungu gelap yang dapat dilihat pada gambar 11.
S. androgynus L. Merr. yang ditandai dengan timbulnya bercak berwarna ungu gelap
pada plat. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Prasetyo dan Sasongko (2014) dimana
ekstrak daun kersen mengandung saponin. Terbentuknya warna ungu gelap
disebabkan karena ketika penambahan H2SO4 akan memutuskan ikatan antara
glukosa dan sapogenin, SO4 yang terikat menjadi mengendap dan menimbulkan
warna ungu gelap.
5. Triterpenoid
Kandungan golongan senyawa triterpenoid dapat dideteksi dengan pemberian
pereaksi Lieberman-Buchart, positif mengandung golongan senyawa triterpenoid
apabila timbul bercak berwarna merah ungu yang dapat dilihat pada gambar 12.
Prinsip reaksi dalam mekanisme reaksi uji terpenoid adalah kondensasi atau
pelepasan H2O dan penggabungan dengan karbokation. Reaksi ini diawali dengan
proses asetilasi gugus hidroksil menggunakan asam asetat anhidrida. Gugus asetil
yang merupakan gugus pergi yang baik akan lepas, sehingga terbentuk ikatan
rangkap. Selanjutnya terjadi pelepasan gugus hidrogen beserta elektronnya,
mengakibatkan ikatan rangkap berpindah. Senyawa ini mengalami resonansi yang
bertindak sebagai elektrofil atau karbokation. Serangan karbokation menyebabkan
adisi elektrofilik, diikuti pelepasan hidrogen. Kemudian gugus hidrogen beserta
elektronnya dilepas, akibatnya senyawa mengalami perpanjangan konjugasi yang
memperlihatkan munculnya warna merah-ungu (Siadi, 2012).
D. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH
DPPH merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang
dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian aktivitas
antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak. Karena adanya elektron yang
tidak berpasangan, DPPH memberikan serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya
menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas, keberadaan senyawa
antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning selain itu
dengan metode yang digunakan ini pemudaran warna juga dapat terlihat pada
penurunan serapan pada panjang gelombang maksimum yang diukur menggunakan
spectrometer UV-Vis. Perubahan warna pada DPPH setelah direaksikan dapat dilihat
pada gambar 13.
51
52
NO2
O2N
NO2
+R-H
O2N
H
N
+R
NO2
NO2
1,1-Difenil-2-pikrilhidrazil
(radikal bebas)
1,1-Difenil-2-pikrilhidrazin
(nonradikal)
Gambar 14. Reaksi antioksidan dengan radikal DPPH (Sumber: Molineux, 2004)
Berdasarkan uji dengan metode DPPH aktivitas antioksidan dinyatakan
dalam persen penghambatannya terhadap DPPH. Penghambatan dapat diperoleh dari
perbedaan serapan antara absorban DPPH dalam metanol dengan absorban sampel
yang dibuat grafik kemudian diperoleh persamaan regresi yang digunakan untuk
memperoleh nilai IC50. Aktivitas antioksidan dapat diperoleh dengan adanya nilai
IC50 yaitu konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50%
radikal bebas DPPH.
beberapa konsentrasi, yaitu 10 ppm; 20 ppm 40 ppm; 80 ppm; dan 160 ppm untuk
mendapatkan persamaan regresi linear, sehingga diperoleh nilai IC50 dari ekstrak
metanol dan selanjutnya akan diperoleh gambaran mengenai aktivitas antioksidan
dari ekstrak metanol.
53
Sampel
Mahkota dewa
(P. macrocarpa)
Kirinyuh
(C. odorata L.)
Kersen
(M. calabura L.)
Katuk
(S. androgynus L. Merr.)
Bayam merah
(A. amoena Voss)
Vitamin C (pembanding)
Bagian
tanaman
Akar
Batang
Daun
Akar
Batang
Daun
Akar
Batang
Daun
Akar
Batang
Daun
Akar
Batang
Daun
IC50 (g/mL)
2.741,43
190,47
525,06
449,41
3.163,70
131,64
31,15
35,16
126,05
291,97
525,71
795,15
1.866,11
3.335,27
5.661,62
3,9018
Berdasarkan hasil analisis pengujian yang terdapat pada tabel ada beberapa
bagian tanaman yang memiliki nilai IC50 di bawah 200 g/mL yaitu akar, batang, dan
daun kersen, daun kirinyuh dan batang mahkota dewa. Daun mahkota dewa, akar
kirinyuh, dan akar, batang, dan daun katuk memiliki nilai IC50 antara 200-1000
g/mL. Sedangkan bagian akar mahkota dewa, batang kirinyuh, akar, batang, dan
daun bayam merah memiliki nilai IC50 di atas 200 g/mL. Suatu zat mempunyai sifat
antioksidan bila nilai IC50 kurang dari 200 g/mL, bila nilai IC50 yang diperoleh
54
berkisar antara 200-1000 g/mL, maka zat tersebut kurang aktif namun masih
berpotensi sebagai zat antioksidan. Jika nilai IC50 lebih dari 1000 g/mL maka
dapat dikatakan zat tersebut memiliki aktivitas
P.
tidak aktif menghambat radikal. Berdasarkan skrining fitokimia pada bagian daun
mengandung flavonoid yang diduga dapat menyebabkan pada bagian daun memilki
hambatan terhadap radikal. Sedangkan pada bagian batang tidak mengandung
flavonoid maupun tanin sehingga tidak aktif dalam mengahambat radikal. Flavonoid
merupakan suatu antioksidan alam dan mempunyai aktivitas biologis, antara lain
sebagai antioksidan yang dapat menghambat berbagai reaksi oksidasi, serta mampu
bertindak sebagai pereduksi radikal hidroksil, superoksida dan radikal peroksil
(Soeksmanto dkk, 2007).
Pada tanaman M. calabura L. ketiga bagian tanaman aktif mengnghambat
raadikal dengan nilai IC50 di bawah 200 g/mL, berdasarkan hasil skrining fitokimia
akar, batang dan daun M. calabura L. mengandung tanin dan flavonoid pada batang
dan daunnya, diduga hal inilah yang menyebabkan mengapa aktivitas antioksidan
akar, batang dan daun M. calabura L. aktif dalam menghambat radikal. Hal ini serupa
dengan penelitian Kuntorini dkk (2013), daun M. calabura L. baik yang tua maupun
yang muda memiliki aktivitas menghambat radikal dpph dengan nilai IC 50 dibawah
200 g/mL kerena mengandung tanin maupun flavonoid yang mengahambat radikal.
Radikal dapat dihambat karena memiliki gugus OH (hidroksi) yang terikat pada
karbon cincin aromatik yang menyumbangkan atom hidrogennya yang terdapat pada
gugus hidroksi sehingga dapat mereduksi radikal. Kemampuan senyawa fenol dalam
meredam radikal bebas dipengaruhi oleh posisi dan jumlah gugus OH dalam
molekulnya. Semakin banyak gugus hidroksi yang dimiliki maka semakin kuat pula
aktivitas antioksidannya.
56
57
Sampel
IC50 (g/mL)
31,15
35,16
126,05
131,64
190,47
291,97
449,41
525,06
525,71
795,15
1.866,11
2.741,43
3.163,70
3.335,27
5.661,62
58
CH2OH
HC
HC
OH
O
DPPH
CH2OH
OH
O
HC
O-
HO
OH
Asam askorbat
OH
DPPH
OH
O
O
+ 2 DPPH-H
Asam dehidroaskorbat
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ekstrak yang memiliki nilai IC50 kecil dapat dikembangkan untuk dibuat
dalam bentuk sediaan.
2. Pemisahan senyawa-senyawa polar seperti tanin pada teknik KLT sebaiknya
menggunakan reversed phase silica, karena teknik tersebut sangat baik dalam
memisahkan senyawa yang bersifat polar, sehingga dapat menghasilkan
pemisahan yang baik. Perlu dilakukan isolasi untuk mengetahui senyawa aktif
dalam ekstrak yang bertanggung jawab pada aktivitas antioksidan.
61
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, 2010, Uji Daya Hambat Dan Analisis KltBioautografi Ekstrak Akar Dan
Buah Bakau (Rhizophorastylosa Griff.) Terhadap Vibrio harveyi, Skripsi,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Ansel, C. H., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV, UI Press, Jakarta.
Artayanti, P. R., 2014, Efektivitas Antibakteri Ekstrak Buah Mahkota Dewa
(Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) Sebagai Bahan Alternatif Sterilisasi
Saluran Akar Gigi Terhadap Bakteri Mix Saluran Akar Gigi, Skripsi,
Universitas Mahasaraswati, Denpasar.
Astarina, N., Astuti, K., Warditiani, N., 2013, Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol
Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.), Jurnal Farmasi Udayana,
Universitas Udayana, Bali.
Beatrice, L., 2010, Daya Antibakteri Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria
Macrocarpa Scheff ( Boerl.)) Terhadap Enterococcus Faecalis Sebagai
Bahan Medikamen Saluran Akar Secara In Vitro, Skripsi, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Bhat, S. V., B. A. Nagasampagi and S. Meenakshi., 2009, Natural Products :
Chemistry and Application. Narosa Publishing House, New Delhi, India.
Christi, V. E. I., 2014, Study Of Pharmacognostical, Anti-Inflammatory And
Antioxidant Activity Of Sauropus androgynus Plant, IJAPR, ISSN: 2230
7583.
Depkes. 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Depkes, Jakarta.
Fessenden, R. J. dan J. S. Fessenden., 1986, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Filina, N. M., 2012, Pengaruh Penambahan Bromelin, Tepung Limbah Udang, Daun
Katuk (Sauropus androgynus L. Merr.), Atau Bawang Putih Terhadap
Performa Dan Kualitas Telur Puyuh, Skripsi, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Gritter, R.J., 1991, Pengantar Kromatografi Edisi Kedua, Penerbit ITB, Bandung.
Gunawan, D., Mulyani, S., 2004, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi), Penebar
Swadaya, Jakarta.
62
Hadiroseyani, Y., Hafifuddin, Alifuddin M., Supriyadi H., 2005, Potensi Daun
Kirinyuh (Chromolaena odorata) Untuk Pengobatan Penyakit Cacar Pada
Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) Yang Disebabkan Aeromonas
hydrophilla S, Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(2): 139144.
Harborne, J. B., 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Harborne, J.B., 1996, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan, Edisi II, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Heo, S. J., S. H. Cha., K. W. Lee., S. K. Cho. And Y. J. Jeon., 2005, Antioxidant
Activities of Chlorophyta and Phaeophyta from Jeju Island, Algae, 20(3) :
251-260.
Hudaya, Adeng., 2010, Uji Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Air Bunga
Kecombrang (Etlingera elatior) Sebagai Pangan Fungsional Terhadap
Staphylococcus aureus dan Eschericia coli, Skripsi, Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Juniarti., Delvi, O., dan Yuhernita., 2009, Kandungan Senyawa Kimia, Uji Toksisitas
(Brine Shrimp Lethality Test) Dan Antioksidan (1,1-Diphenyl-2Pikrilhydrazyl) Dari Ekstrak Daun Saga (Abrus Precatorius L.)., MAKARA,
SAINS, 13(1).
Kikuzaki, H., Hisamoto, M., Hirose, K., Akiyama, K., and Taniguchi, H., 2002,
Antioxidants Properties of Ferulic Acid and Its Related Compound, J. Agric,
Food Chem, 50:2161-2168.
Kristianingsih, 2005, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Triterpenoid dari Akar
Tanaman Kedondong Laut (Polyscias fruticosa), Skripsi, Universitas
Brawijaya, Malang.
Kuntorini, E. M., Fitriana, S., Astuti, M. D., 2013, Struktur Anatomi dan Uji
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Kersen (Muntingia calabura),
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, Lampung.
Kusnaeni, V., 2008, Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Fraksi n-Heksana dari ekstrak
kulit batang Angsret (Spathoda campanulata Beauv), Skripsi, Universitas
Brawijaya, Malang.
63
Lutfillah, M., 2008, Karakterisasi Senyawa Alkaloid Hasil Isolasi dari Kulit Batang
Angsret (Spathoda campanulata Beauv) Serta Uji Aktivitasnya Sebagai
Antibakteri Secara In Vitro, Skripsi, Universitas Brawijaya, Malang.
Manganti, I., 2011, 37 Resep Ampuh Tanaman Obat Untuk Menurunkan Kolesterol
Dan Mengobati Asam Urat, Araska, Hal 110.
Maulida, D., Naufal, Z., 2010, Ekstraksi Antioksidan ( Likopen ) Dari Buah Tomat
dengan Menggunakan Solven Campuran, n Heksana, Aseton, Dan Etanol,
Skripsi, Universitas Dipenogoro, Semarang.
Molyneux, P., 2004, The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicryl-hydrazil
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity, Songklanakarin J. Science
Technology, 26(2) : 211-219.
Mua, C., 2012, Informasi Spesies, http://www.plantamor.com. 10 September 2014.
Nasution, U., 1986, Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatra Utara
dan Aceh, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung
Morawa (P4TM), Medan, Hal 155.
Noviyanti, L., 2010, Modifikasi Teknik Kromatografi Kolom Untuk Pemisahan
Trigliserida Dari Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.), Skripsi,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Nugroho, W. A., 2009, Penambahan Bahan Kimia Fenilbutazon Pada Jamu
Tradisional Rematik, skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Nugroho, D. S., 2011, Kajian Pupuk Organik Enceng Gondok Terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Bayam Putih dan Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.), Skripsi,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Patra, A. K., J. Saxena., 2010, A new perspective on the use of plant secondary
metabolites to inhibit methanogenesis in the rumen, J. Phytochemistry,
71: 1198-1222.
Prakash, A., 2001, Antioxidant Activity, Medallion Laboratories : Analithycal
Progres, 19(2) 1 4.
Prasetyo, A. D., Sasongko, H., 2014, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 70% Daun
Kersen (Muntingia calabura L.) Terhadap Bakteri Bacillus subtilis dan
Shigella dysenteriae Sebagai Materi Pembelajaran Biologi SMA Kelas X
untuk Mencapai Kd 3.4 pada Kurikulum 2013, JUPEMASI-PBIO, 1(1):
ISSN 2407-1269.
64
Steenis, J., 2006, Flora: Untuk Sekolah di Indonesia, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Sumaryanto, A., 2009, Isolasi Karakterisasi Senyawa Alkaloid Dari Kulit Batang
Tanaman Angsret (Spathoda campanulata Beauv) Serta Uji Aktivitas
Biologisnya Dengan Metode Uji Brine Shrimp, Skripsi, Universitas
Brawijaya, Malang.
Supriatna, J., 2008, Melestarikan Alam Indonesia,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Svehla, G., 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, PT
Kalman Media Pustaka, Jakarta.
Tamat, S. R., T. Wikanta dan L. S. Maulina., 2007, Aktivitas Antioksidan dan
Toksisitas Senyawa Bioaktif dari Ekstrak Rumput Laut Hijau Ulva
reticulata Forsskal, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 5(1) : 31-36.
Tounchstone, J.C., Dobbins, M.F., 1983, Practice of Thin Layer Chromatography,
John Wiley and Sons, Canada.
Wijoyo, M., 2012, Cara Tuntas Menyembuhkan Diabetes Dengan Herbal, Pustaka
Agro Indonesia, Jakarta.
Winarsi, H., 2007, Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius, Yogyakarta.
Windadri, F.I., Mulyati, R., Himmah R., 2006, Pemanfaatan Tumbuhan sebagai
Bahan Obat oleh Masyarakat Lokal Suku Muna di Kecamatan Wakarumba,
Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, Biodiversitas, 7(4).
Yuliza, F. Y., 2012, Identifikasi Betasianin Dan Uji Antioksidan Dari Ekstrak Daun
Bayam Merah (Amaranthus tricolor L) Serta Aplikasinya Sebagai Zat
Warna, Tesis, Universitas Andalas, Padang.
Zakaria Z.A., Mat A.M., Mastura M., Mat S.H., Mohamed A.M., Moch Jamil
N.S., Rofiee M.S., Sulaiman M.R., 2007, In vitro Antistaphylococcal
Activity of the Extract of Several Neglected Plants in Malaysia,
International Journal of Pharmacology, 3(5): 428-431.
Zuhra, C.F., Juliati, B.T., dan Herlince, S., 2008, Aktivitas Antioksidan Senyawa
Flavonoid Dari Daun Katuk (Sauropus androgunus (L) Merr.), Jurnal
Biologi Sumatera, 3(1).
66
LAMPIRAN
1. Pembuatan ekstrak kental tanaman
Akar, batang dan daun
Tanaman Obat
Ekstrak Kental
67
Kandungan metbolit
sekunder tanaman obat
Ekstrak aktif
Dilakukan uji antioksidan
untuk mendapatkan nilai IC50
68
Kloroform:metanol
Flavonoid
(9:1)
Kloroform:metanol
Tanin
(9:1)
Kloroform:metanol
Saponin
(9:1)
Kloroform:metanol
Triterpenoid
(9:1)
Kloroform:metanol
(9:1)
Dragendorff
Diuapi
amonia
Warna noda
Coklat jingga
uap Biru kehijauan
FeCl3 1%
Hijau kehitaman
H2SO4 0,1 M
Ungu-ungu
gelap
LiebermanBurchard
Merah
(violet)
ungu
69
x100 %
1%
x100 %
gram = 1
Jadi, untuk membuat larutan FeCl3 1% diambil sebanyak 1 gram serbuk
FeCl3 dan dilarutkan dalam labu ukur 100 mL
c. Pembuatan H2SO4 0,1 M
Dik:
mol
70
mol =
= 18.4 mol
= 18.4 mol/L
Molar
Molar =
Pengenceran
M1 x V1
= M2 x V2
18.4x V1
= 0,1 x 50
V1
= 0,2717mL
10 ppm
1.000 ppm x V1
10 ppm x 10 mL
V1
0,1 mL
20 ppm
1.000 ppm x V1
20 ppm x 10 mL
V1
0,2 mL
40 ppm
1.000 ppm x V1
40 ppm x 10 mL
V1
0,4 mL
80 ppm
1.000 ppm x V1
80 ppm x 10 mL
V1
0,8 mL
160 ppm
1.000 ppm x V1
160 ppm x 10 mL
V1
1,6 mL
72
0.543
Absorbansi Konsentrasi
%
Inhibisi
0.540
10
0.552486
0.522
20
3.867403
0.515
40
5.156538
0.390
80
28.1768
0.331
160
39.04236
45
40
y = 0.270x - 1.427
% Inhibisi
35
30
25
20
15
10
5
0
0
50
100
150
200
73
% Inhibisi
= 0.270x - 1.427
50
= 0.270x - 1.427
x 100%
x 100% = 0.552486
x 100% = 3.867403
x 100% = 5.156538
x 100% = 28.1768
x 100% = 39.04236
= 190.47037 g/mL
0.654
Absorbansi Konsentrasi
%
Inhibisi
0.566
200
13.45566
0.537
400
17.88991
0.517
600
20.94801
0.503
800
23.08869
0.491
1000
24.92355
74
30
y = 0.014x + 11.62
% Inhibisi
25
20
15
10
200
400
600
800
1000
1200
0.882
Absorbansi Konsentrasi
%
Inhibisi
0.733
200
16.89342
0.512
400
41.95011
0.318
600
63.94558
0.228
800
74.14966
0.133
1000
84.92063
75
100
90
y = 0.084x + 5.895
80
% Inhibisi
70
60
50
40
30
20
10
0
0
200
400
600
800
1000
1200
%
Inhibisi
0.897
200
0.443951
0.882
400
2.108768
0.831
600
7.769145
0.829
800
7.991121
0.767
1000
14.87236
0.901
76
16
14
y = 0.017x - 3.784
12
% Inhibisi
10
8
6
4
2
0
-2
200
400
600
800
1000
1200
%
Inhibisi
0.255
200
32.36074
0.188
400
50.13263
0.132
600
64.98674
0.119
800
68.43501
0.094
1000
75.06631
0.377
77
90
80
y = 0.051x + 27.08
% Inhibisi
70
60
50
40
30
20
10
0
0
200
400
600
800
1000
1200
%
Inhibisi
0.485
10
4.901961
0.461
20
9.607843
0.411
40
19.41176
0.338
80
33.72549
0.21
160
58.82353
0.51
78
70
60
y = 0.355x + 3.268
% Inhibisi
50
40
30
20
10
0
0
50
100
150
200
%
Inhibisi
0.715
10
16.37427
0.556
20
34.97076
0.228
40
73.33333
0.05
80
94.15205
0.043
160
94.97076
0.855
79
120
y = 0.475x + 33.30
% Inhibisi
100
80
60
40
20
0
0
50
100
150
200
%
Inhibisi
0.735
10
14.93056
0.542
20
37.26852
0.168
40
80.55556
0.055
80
93.63426
0.046
160
94.67593
0.864
80
120
y = 0.460x + 35.67
% Inhibisi
100
80
60
40
20
0
0
50
100
150
200
.
3. Daun kersen (M.calabura L.)
Absorbansi
Absorbansi Konsentrasi
blanko
%
Inhibisi
0.862
10
7.112069
0.798
20
14.00862
0.715
40
22.95259
0.419
80
54.84914
0.344
160
62.93103
0.928
81
80
70
y = 0.382x + 8.656
% Inhibisi
60
50
40
30
20
10
0
0
50
100
150
200
%
Inhibisi
0.189
200
28.13688
0.148
400
43.72624
0.121
600
53.9924
0.08
800
69.58175
0.057
1000
78.327
0.263
82
90
80
y = 0.063x + 16.88
% Inhibisi
70
60
50
40
30
20
10
0
0
200
400
600
800
1000
1200
.
2. Akar katuk (S. androgynus L. Merr.)
Absorbansi
Absorbansi Konsentrasi
blanko
%
Inhibisi
0.2
200
42.19653
0.145
400
58.09249
0.109
600
68.49711
0.078
800
77.45665
0.055
1000
84.10405
0.346
83
100
90
y = 0.051x + 35.11
80
% Inhibisi
70
60
50
40
30
20
10
0
0
200
400
600
800
1000
1200
%
Inhibisi
0.415
200
17.82178
0.382
400
24.35644
0.3
600
40.59406
0.268
800
46.93069
0.177
1000
64.9505
0.505
84
70
y = 0.058x + 3.881
60
% Inhibisi
50
40
30
20
10
0
0
200
400
600
800
1000
1200
%
Inhibisi
0.324
200
2.994012
0.313
400
6.287425
0.305
600
8.682635
0.29
800
13.17365
0.284
1000
14.97006
0.334
85
18
16
y = 0.015x - 0.029
% Inhibisi
14
12
10
8
6
4
2
0
0
200
400
600
800
1000
1200
%
Inhibisi
0.481
200
20.62706
0.464
400
23.43234
0.448
600
26.07261
0.415
800
31.51815
0.396
1000
34.65347
0.606
86
40
35
y = 0.018x + 16.41
% Inhibisi
30
25
20
15
10
5
0
0
200
400
600
800
1000
1200
.
3. Daun bayam merah (A. amoena Voss)
Absorbansi
Absorbansi Konsentrasi
blanko
%
Inhibisi
0.481
200
20.62706
0.464
400
23.43234
0.448
600
26.07261
0.415
800
31.51815
0.396
1000
34.65347
0.606
87
40
35
y = 0.018x + 16.41
% Inhibisi
30
25
20
15
10
5
0
0
200
400
600
800
1000
1200
.
f. Vitamin C (pembanding)
Absorbansi blanko
1.086
Absorbansi
Konsentrasi
% Inhibisi
0.671
38.21363
0.637
2.5
41.34438
0.61
43.83057
0.572
3.5
47.32965
0.532
51.01289
88
60
y = 6.3168x + 25.396
% Inhibisi
50
40
30
20
10
0
0
89
Lampiran 4. Dokumentasi
Penghalusan Simplisia
Pengeringan Simplisia
Maserasi
Evaporasi sampel
Ekstrak kental
90