Sie sind auf Seite 1von 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KRITIS

Disusun untuk memenuhi tugas mata ajar kebutuhan keperawatan Holistik

Disusun oleh:
Kelompok 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Wiwik Sumbogo
Elias johan
Yaser woretma
Caslina
Indah ayu
Navy.

22020115183006
22020115183007
22020115183008
22020115183009
22020115183010
22020115183011

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2015

DAFTAR ISI

BAB I

: PENDAHULUAN
A.
B.

BAB II

: KONSEP DASAR
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.

BAB III
A.

Latar Belakang
Tujuan

Pengertian Keperawatan Kritis


Respon klien terhadap penyakit kritis
Klasifikasi pasien yang membutuhkan perawatan kritis
Psikodinamika penyakit kritis
Pengkajian
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien kritis
Intervensi keperawatan
Contoh Kasus
Pemeriksaan Penunjang Dan Diagnostik
ASKEP

: PENUTUP

Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dirawat di unit perawatan kritis (CCU) dapat menandakan adanya ancaman terhadap
kehidupan dan kesejahteraan pasien yang dirawat di unit tersebut. Perawat perawatan
kritis menganggap unit perawatan kritis sebagai tempat kehidupan yang rapuh, diawasi
dengan cermat, dirawat dan dipelihara. Akan tetapi pasien dan keluarganya seringkali
menganggap perawatan di CCU adalah suatu tanda kematian yang akan terjadi.
Berdasarkan pada pengalaman mereka atau pengalaman orang lain. Pemahaman terhadap
makna perawatan kritis bagi pasien dapat membantu perawat dalam merawat pasien
mereka. Akan tetapi komunikasi yang efektif dengan pasien yang sakit kritis sering kali
menimbulkan tantangan dan rasa frustasi. Hambatan komunikasi dapat berhubungan
dengan status fisiologis pasien ; terpasangnya slang endotrakheal, yang menghambat
komunikasi verbal ; obat-obatan atau kondiei lain yang menganggu fungsi kognitif.
Beberapa penulis telah mencoba menulis meneliti dan menjelaskan pengalaman
pasien terkait dengan masa rawat pasien di ICU. Dalam sebuah tinjauan dari 26 studi,
Stein-Parbury and McKinkley mencatat bahwa antara 30 % -- 100% pasien yang diteliti
dapat mengingat semua atau sebagian masa rawat mereka di ICU. Meskipun banyak
pasien dapat mengingat perasaan yang negatif, mereka juga dapat mengingat pengalaman
yang netral dan positif. Pengalaman negatif dihubungkan dengan rasa takut, kecemasan
dan gangguan tidur, kerusakan kognitif, dan nyeri atau ketidaknyamanan. Pengalaman
positif dihubungkan dengan perasaaan aman dan keamanan. Seringkali, perasaan positif
ini dihubungkan dengan perawatan yang diberikan oleh perawat. Kebutuhan untuk
merasa aman dan kebutuhan akan informasi adalah judul utama dalam studi Kompetensi
teknis perawat dan keterampilan interpersonal yang efektif disebutkan oleh pasien sebagai
peningkat rasa aman dan percaya mereka. (Patricia Gonce Morton, et al. 2011,
Keperawatan Kritis Vol. 1)

B. TUJUAN
1. Menjelaskan tentang perawatan pasien kritis.
2. Menyususn intervensi keperawatan untuk membantu pasien dalam adaptasi mereka
terhadap sakit kritis.
3. Agar mengetahui teknik yang dapat dipelajari pasien dan keluarga dalam upaya
mengelola stress dan kecemasan pada pasien kritis.
4. Menjelaskan dampak sakit kritis dan lingkungan perawatan pada keluarga.
5. Menjelaskan perilaku keperawatan yang membantu mengatasi pasien kritis
6. Menjelaskan peran perawat dalam mengendalikan lingkungan untuk meningkatkan
kesembuhan.

BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN KEPERAWATAN KRITIS
Keperawatan kritikal adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien yang
berkualitas tinggi dan komprehensif. (Laura A. Talbot, RN,C,PhD. 1997)
Pasien kritis menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 1778, tahun 2010 adalah :
Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care.
Pesien yang memerlukan pengelolaan fungsi system organ tubuh secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang
konstan dan metode terapi titrasi.

Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan segera
untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.

Intensive care unit atau unit perawatan intensif adalah salah satu bagian dari unit
ruang perawatan pasien yang ada di Rumah Sakit yang khusus merawat pasien dengan
kondisi kritis. Hal ini sesuai dengan konsep definisi dari University of California
Davis Health System (2009) bahwa ICU merupakan unit yang merawat pasien dengan
penyakit kritis yang mengalami kegagalan akut satu atau lebih organ vital yang dapat
mengancam jiwa dalam waktu dekat dan pasien dengan post operasi mayor yang
memerlukan propilaksis monitoring ketat, sehingga memerlukan staff khusus dan
peralatan khusus. Penggunaan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang
di tujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien kritis yang mengancam
nyawa

atau

potensial

mengancam

nyawa

juga

tertera

dalam

Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah Sakit Kep.Menkes RI nomor


1778/MENKES/SK/XII/2010.
Menurut Hyzy (2010) karakteristik pelayanan keperawatan kritis di unit
perawatan intensif adalah kecepatan respon pelayanan terhadap pasien dengan kondisi
kritis dan ketenagaan yang terdiri dari interdisiplin keilmuan kesehatan dengan
kualifikasi dan pelatihan khusus perawatan intensif.

B. RESPON KLIEN TERHADAP PENYAKIT KRITIS


1. Kehilangan Kesehatan
Klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistis, aktifitasnya terbatas.
2. Kehilangan Kemandirian
Ditunjukkan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan.
3. Kehilangan Situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga /
kelompoknya.
4. Kehilangan Rasa Nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti :
panas, nyeri, dll.
5. Kehilangan Fungsi Fisik
Contoh : klien gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa.
6. Kehilangan Fungsi Mental
Klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berfikir
efisiek sehingga klien tidak dapat berfikir secara rasional.
7. Kehilangan Konsep Diri

Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan
fungsi tubuh sehingga klien tidak dapat berfikir secara rasional (body image)
peran serta identitasnya. Hal ini akan mempengaruhi idealisme diri dan harga diri
menjadi rendah.
8. kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
C. KLASIFIKASI PASIEN YANG MEMBUTUHKAN PERAWATAN KRITIS
Departemen Kesehatan Inggris (2000) dalam Comprehensive Critical Care yang
dikutip oleh Jevon & Ewens (2009). Hal ini juga sesuai dengan pengklasifikasian
yang ditetapkan oleh Kemp et al (2011) dalam Intensive Care Society.
Pengklasifikasiannya tersebut antara lain:
1.

Tingkat nol, dimana kebutuhan pasien dapat terpenuhi dengan perawatan dalam
ruang perawatan normal di Rumah Sakit yang menangani kondisi akut.

2.

Tingkat pertama, untuk pasien beresiko memburuk kondisinya atau yang baru
dipindahkan dari tingkat perawatan level diatasnya yang kebutuhannya dapat
dipenuhi di ruang perawatan akut dengan bantuan perawat kritis.

3.

Tingkat kedua, untuk pasien yang membutuhkan monitoring dan intervensi yang
lebih kompleks seperti halnya pasien dengan kegagalan salah satu sistem organ
atau lebih atau pascaoperasi.

4.

Tingkat ketiga untuk pasien dengan kegagalan multi organ dengan bantuan
kompleks termasuk bantuan pernapasan.

Sedangkan menurut Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Indonesia


Nomor: HK.02.04/I/1966/11 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan
Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit bahwa kriteria pasien yang bisa masuk
untuk dirawat di ruang intensif adalah:
1. Golongan pasien prioritas satu
Golongan ini merupakan pasien kritis yang tidak stabil memerlukan terapi intensif
dan tertitrasi seperti alat bantu ventilasi, alat penunjang fungsi organ atau sistem
lain, infuse obat-obat vasoaktif/inotropik serta pengobatan lainnya secara kontinyu
tertitrasi.

2. Golongan pasien prioritas dua


Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan peralatan canggih di ICU, sebab
sangat beresiko jika tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter.
3. Golongan pasien prioritas tiga
Pasien golongan ini adalah pasien kritis yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya atau penyakit
akutnya secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuhnya kecil

D.

PSIKODINAMIKA PENYAKIT KRITIS


1. DINAMIKA INDIVIDU
a. Protes dan pengingkaran
Pada fase ini klien mengekspresikan rasa tidak percaya pada kenyataan.
mengapa kejadian ini menimpa saya?
Pada fase ini terjadi proses perubahan konsep diri, ini terjadi selama kondisi klien
dalam keadaan stress tetapi Setelah keadaan ini berlalu klien mulai masuk
kedalam fase berikutnya.
b. Depresi cemas dan marah
Pada fase ini emosi klien mulai meningkat. Depresi, cemas dan marah muncul
ketika klien tidak mampu mengatasi masalahnya dan merasa tidak berdaya.
bagaimana mengatasi masalah ini?
Manifestasi depresi ; sedih, kadang-kadang menangis, bingung ketergantungan,
tidak dapat mengambil keputusan, tidak punya harapan.
Kecemasan yang dialami pasien dialihkan menjadi kemarahan yang diproyeksikan
pada diri sendiri, keluarga dan petugas.
c. pelepasan dan reinvestasi
Klien mulai mengidentifikasi peningkatan keadaan cemas, depresi dan perasaan
marahnya. Klien mulai mengumpulkan kekuatan yang dimiliki untuk mengurangi
respon yang memperberat keadaan stress, apabila penyakit ini terjadi progressif
fase ini akan berlangsung siklik. Disini klien mulai ada kerja sama. Klien mulai

melepaskan dari obyek yang hilang, mulai membina hubungan dan penyesuaian
diri terhadap realita.
2. DINAMIKA KELUARGA
Respon keluarga bersama dengan respon emosi klien ; pengingkaran, marah,
cemas dan depresi.
3. DINAMIKA LINGKUNGAN
Dengan kesadaran bervariasi menimbulkan dinamika bagi klien STIGMA
SOSIAL ketidakmampuan melakukan aktivitas sosial perubahan peran dalam
kelompok sosial merupakan hambatan dalam melaksanakan fungsi sosial secara
normal.

RESPON PERAWAT
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus menunjukkan sikap
professional dan tulus dengan pendekatan yang baik pada saat pasien mengalami fase
pengingkaran perawat harus dapat menghadirkan fakta.
ANALISA DIRI PERAWAT
Kesadaran diri yang kuat dan perilaku yang ideal diperlukan perawat dalam terapi.
Contoh : Bagaimana perasaan saya pada saat melihat orang mengalami kesulitan.
Bagaimana perasaan saya tentang penyakit klien dalam keadaan kritis.
Apakah keyakinan saya tentang penyakit kronik sama/berbeda dengan klien/keluarga.
E. PENGKAJIAN
1.
PENGKAJIAN BUDAYA
Meskipun pasien yang sakit kritis dapat dirawat di unit perawatan kritis dengan
memprioritaskan

kebutuhan

fisiologis

untuk

mempertahankan

kehidupan,

pertimbangan harus dilakukan untuk merencanakan dan mengimplementasikan


perawatan yang sensitif secara budaya. Pedoman ini dapat menyediakan pengkajia
awal kepada perawat tentang pengaruh budaya pasien terhadap kesehatan dan
praktik kesehatan. Pedoman ini bukan dimaksudkan sebagai instrumen pengkajian
budaya yang komprehensif. Informasi didalamnya dapat digunakan untuk memulai
rencana perawatan yang sensitif terhadap kebutuhan pasien dan keluarga dari
berbagai populasi budaya.
Perawat dapat mempertimbangkan

pertanyaan

pengkajian

berikut

dalam

merencanakan perawatan yang kompeten secara budaya untuk pasien yang sakit
kritis dan keluarga, contoh :
Anda lebih suka dipanggil apa ?
Apa yang boleh kami ketahui tentang anda :

2.

Tradisi dan keyakinan anda tentang kesehatan dan praktik perawatan

kesehatan
Sanksi atau larangan budaya yang ingin anda lakukan ?
Pilihan atau larangan untuk menyentuh, melakukan kontak mata, atau

perilaku lain ketika berkomunikasi?


Benda spesifik yang ingin anda pakai atau berada di dekat anda ?
Praktik penyembuhan yang ingin anda lakukan?
Bagaimana anda mengekspresikan nyeri atau rasa tidak nyaman?
Praktik penyembuhan yang ingin anda lakukan?
Bagaimana anda mengekspresikan nyeri atau rasa tidak nyaman?
Cara menghormati atau tidak hormat yang ada pada budaya anda?

PENGKAJIAN KELUARGA
Memahami keluarga pasien yang sakit kritis dan memenuhi kebutuhan mereka
sangat penting untuk perawatan holistik pasien. Meskipun kebutuhan keluarga
dapat mengubah pengalaman perawatan kritis secara keseluruhan, perawat dapat
mempertimbangkan pertanyaan pengkajian berikut untuk memahami penyakit
pasien, mekanisme koping, dan sistem pendukung :
Berapa jumlah anggota keluarga anda?
Siapa yang membuat keputusan dalam keluarga anda?
Siapa juru bicara yang ditunjuk dalam keluarga anda?
Apakah anda anggota keluarga anda yang pernah dirawat di unit

3.

perawatan kritis?
Apa yang anda pahami tentang penyakit saudara anda?
Bagaimana anda melakukan koping terhadap situasi

menimbulkan stres di masa lalu?


Apakah memiliki masalah keuangan, transportasi, maupun tempat

yang

tinggal?
PEMERIKSAAN FISIK
Ketika pasien yang sakit kritis masuk ke unit perawatan kritis, pengkajian rutin
harus dilakukan dan diulangi minimal setiap 4 jam berikutnya. Pengkajian yang
lebih sering dan lebih selektif atau terperinci mungkin diperlukan, bergantung pada
gangguan klinis pasien atau perubahan kondisi pasien atau keduanya. Perubahan
fisiologis yang biasanya terjadi sesuai dengan perubahan usia (Urden LD,Stacy
KM, Lough ME: Thelans critical care nursing: diagnosis and management, ed 4,
St. Louis, 2002, Mosby)
Otak : penurunan ukuran otak dan jumlah neuron, perubahan pergantian
neurotransmiter.
Mata : penurunan ketajaman
Telinga : penurunan pendengaran

Arkus aorta dan arteri : penurunan sensitivitas baroreseptor, penurunan komplian


arteri
Jantung : penurunan komplians ventrikel, kecepatan relaksasi memanjang.
Paru-paru : penurunan komplians dinding dada, peningkatan komplians paru,
penurunan bersihan mukosiliari.
Hati : penurunan aktivitas MEOS, Penurunan aliran hati darah total.
Ginjal : penurunan GFR, penurunan aliran darah ginjal.
Sistem saraf perifer : peningkatan tremor, penurunan ketrampilan motorik halus.
GI : kelambatan pengosongan cairan, penurunan waktu defekasi, penurunan sekresi
asam pepsin.
Integumen : penurunan jaringan subkutan, penurunan jumlah kelenjar dan jaringan
penyambung, penurunan turgor.
Muskuloskeletal : penurunan massa tubuh bebas lemak, penurunan mobilitas sendi
rangka, penipisan kartilago vertebra, demineralisasi tulang.
4.

PENGKAJIAN NEUROLOGIS
TINGKAT KESADARAN
Perhatikan status kewaspadaan dan kesadaran pasien. Pertama, amati aktivitas
spontan pasien; jika tidak ada aktivitas spontan, lakukan stimulus verbal pada
pasien, jika pasien tidak responsif terhadap stimulus verbal, gunakan stimulus yang
lebih keras seperti menekan dasar kuku, mencubit otot trapezius, atau mencubit
bagian dalam lengan/paha. Hindarkan menggosok sternum dengan buku jari
tangan, menekan supraorbital, dan mencubit puting atau testis.
Stupor: membuka mata terhadap stimulus nyeri ; respon verbal tidak tepat.
Semikoma: gerakan mata yang tidak bertujuan atau refleksif terhadap stimulus
verbal ataustimulus yang lebih keras; tidak ada respon terhadap perintah verbal.
Koma: tidak ada respon terhadap stimulus
Skala Koma Glasgow (GCS) adalah instrumen untuk mengkaji kesadaran.
REAKSI PUPIL DAN REFLEKS
Periksa posisi, ukuran, bentuk dan respon pupil. Fotofobia dapat dikaitkan dengan
peningkatan tekanan intrakranial atau iritasi meningeal. Respon pupil lansung tidak
terjadi pada m.ata yang buta ; akan tetapi respon konsensual dapat terjadi pada
mata yang buta ketika cahaya diarahkan ke mata yang normal. Pupil pinpoint dapat
terjadi akibat obat-obatan miotik, obat-obtan opiat, atau hemoragi pontin. Dilatasi
pupil dapat terjadi karena penggunaan obat-obatan cycloplegic (atropin) atau
tekanan pada saraf kranial III (misal ; akibat tumor atau bekuan darah). Yang harus
diperhatikan adalah posisi pupil, ukuran, bentuk, refleks cahaya langsung, refleks
cahaya konsensual, akomodasi, refleks kornea (tidak ada kedipan atau penutupan
kelopak mata).

PENGKAJIAN SARAF KRANIAL


Saraf
Olfaktorius (I)
Optikus (II)
Okulomotorius (III)
Troklearis (IV) dan
abdusens (VI)
Trigeminus (V)
Fasialis (VII)
Akustik (VIII)
Glosofaringeus(IX) dan
Vagus (X)
Aksesorius spinal (XI)
Hipoglosus (XII)

Evaluasi
Indra pencium
Penglihatan ; lapang pandang dan ketajaman.
Reaksi pupil, gerakan ekstraokular.
III mengevaluasi gerakan mata keatas dan keluar, kebawah dan keluar,
keatas dam kedalam;
IV mengevaluasi gerakan mata kebawah dan kedalam,
VI mengevaluasi gerakan mata keluar.
Sensasi pada kedua sisi wajah, membuka dan menutup rahang, refleks
kornea.
Gerakan otot wajah; alis, senyum, mengerutkan dahi, menutup kelopak
mata, sensasi pengecapan.
Pendengaran,
Refleks muntah, menelan, elevasi palatum mole.
Mengangkat bahu dan menggerakan kepala.
Posisi, gerakan, dan kekuatan lidah.

FUNGSI MOTORIK
Observasi postur istirahat pasien dan catat setiap gerakan spontan atau gerakan
involunter; juga catat setiap rigiditas, spastisitas, dan flaksiditas. Periksa
kekuatan otot kasar dengan mengkaji genggaman tangan dan memeriksa
dorsofleksi serta plantar fleksi ekstremitas bawah. Bandingkan antara kedua sisi
tubuh.
FUNGSI SENSORIK
Evaluasi fungsi sensorik secara kasar meliputi sentuhan ringan pada dahi, pipi,
tangan, lengan bawah, abdomen, tungkai bawah dan kaki. Tipe sensasi lain dapat
digunakan (misal; nyeri, panas, dan dingin, getaran, perubahan posisi, nteri tekan
dalam) . bandingkan antara kedua sisi tubuh.
PENGKAJIAN MEDULA SPINALIS
Kekuatan motorik pada setiap kelompok otot harus dievaluasi pada pasien yang
mengalami disfungsi medula spinalis. Sistem 5 angka dapat digunakan untuk
mengkaji keseluruhan kekuatan otot ekstremitas (sistem yang kurang komplek
dapat digunakan seperti 0 = tidak ada, 1 = lemah, 2 =kuat). Area dermatom harus di
evaluasi pada pasien yang mengalami disfungsi medula spinalis. Ada beberapa
istilah yang digunakan untukmenggambarkan disfungsi sensori.
Analgesia : hilangnya rasa nyeri
Anestesia : hilangnya sensasi sama sekali.
Disestesia : gangguan sensasi
Hiperestesia : peningkatan sensasi.
Hipestesia : penurunan sensasi
Parestesia : sensasi terbakar, kesemutan.

PENGKAJIAN NEURO VASKULER PERIFER


Saraf perifer dan sirkulasi harus dievaluasi pada pasien yang mengalami cedera
(misal; fraktur, luka bakar) pada ekstremitas atas atau bawah. Fungsi sensorik dan
motorik saraf ulnar, radial , median dan peroneal harus dikaji.
5 P : pain (nyeri), parestesia, paralisis, pulse (denyut nadi), dan pucat.
Sirkulasi : periksa adanya dan besarnya denyut nadi, pengisian kapiler dan suhu
kulit.
Gerakan : ekstremitas atas, minta pasien melakukan hiperekstensi ibu
jari/pergelangan tangan (radial), hadapkan ibu jari dengan jari kelingking (median)
dan abduksikan semua jari (ulnar). Ekstremitas bawah, minta pasien melakukan
dorsofleksi kaki (peroneal) dan plantar fleksi (tibia)
Sensasi : ekstremitas atas , gunakan peniti untuk menusuk sela jari antara ibu jari
dan jari telunjuk (radial), bantalan lemak distal jari kelingking (ulnar0. Bantalan
lemak distal jari telunjuk dan jari tengah (median). Ekstremitas bawah, gunakan
peniti untuk menusuk permukaan dorsal kaki dekat sela ibu jari dan jari kedua.
REFLEKS
Refleks abnormal merupakan tanda awal penyakit neuron motorik atas, penyakit
neuron motorik bawah, atau penyakit komponen sensorik aferen pada otot.
Refleks tendon dalam: refleks rahang, biseps, brakioradialis, triseps, patela dan
refleks achilles.
Refleks patologis: tanda babinski positif jari jempol kaki menghadap ke atas
(ekstensi) dan jari kaki lainnya terbuka seperti kipas. Refleks mengenggam ; pasien
tidak melepaskan benda yang diletakkan di tangannya. Refleks snout
mengerutkan bibir ketika mulut dibuka ke atas / ke bawah dari garis tengah.
FUNGSI BATANG OTAK
Perubahan fungsi batang otak dapat mempengaruhi status kesadaran ; aktivitas
pernapasan, sirkulasi dan vasomotor, dan beberapa refleks.
Mnemonik DERM : suatu alat yang digunakan untuk mengkaji fungsi batang otak;
D depth of come, Eeye assesment, R respiratory assesment, Mmotor
function.
Refleks Okulosefalikmanuver mata boneka ; diperiksa pada pasien koma untuk
mengkaji fungsi batang otak. Tanda mata boneka positif (kedua mata bergerak
berlawanan arah dengan rotasi kepala), adalah normal dan menunjukkan batang
otak yang utuh, jika respon ini tidak ada, jalan nafas pasien tidak dapat dilindungi
dari refleks batuk dan muntah

Refleks okulovestibularuji kalori: biasanya diperiksa pada pasie koma untuk


mengkaji fungsi batang otak. Pada batang otak yang utuh terjadi deviasi mata
dengan nistagmus ke arah telinga yang dimasukkan air dingin. Tidak adanya
refleks dapat menunjukkan kematian otak yang akan terjadi
PENENTUAN KEMATIAN OTAK
Pemeriksaan klinis sangat penting ; akan tetapi Doppler transkranial dan
somatosensory evoked potentials serta tes EEG dapat digunakan bersama untuk
menegaskan kematian otak. Hasil pemeriksaan berikut harus ada ( pasien dalam
kedaan koma, tidak ada reaksi pupil, pupil tidak reaktif, tidak ada reaksi muntah,
tidak ada refleks batuk, tidak ada refleks okulosefalik, tidak ada refleks
okulovestibular, tidak ada pernafasan spontan, setelah pemberian atropin, frekuensi
jantung tidak boleh meningkat)
Pemeriksaan apnea : diberikan oksigen 100% selama 10 20 menit dan
penggunaan ventilator dihentikan. Tidak ada pernafasan spontan selama ventilator
dihentikan. Tidak ada pernafasan spontan dengan stimulus karbondioksida yang
adekuat (Paco2 . 60 mmHg atau .20 mmHg dari batas normal asidosis respiratory)
menunjukkan batang otak tidak berfungsi.

INSISI, DRAINASE , DAN PERALATAN


Kaji kondisi area insisi, termasuk area ventrikulostomi, akibat pembedahan dan
prosedur sistem saraf. Kaji kebocoran cairan serebrospinal. Kaji apakah peralatan
dan perlengkapan berfungsi dengan tepat.
PENENTUAN INTRAKRANIAL
Ukur TIK dan hitung tekanan perfusi serebral
5.

PENGKAJIAN PULMONER
PENGKAJIAN
Tentukan frekuensi dan irama pernapasan. Kaji dada untuk mengetahui kedalaman
pernapasan, gerakan paradoksial dan kesimetrisan pernapasan. Catat penggunaan
otot bantu napas, pernapasan cuping hidung, dan batuk. Palpasi dada untuk
mengetahui krepitus atau nyeri.
SUARA PERNAPASAN
Suara bronkial :nada tinggi dan normalnta terdengar diatas trakea. Fase inspirasi
lebih singkat daripada fase ekspirasi.

Suara vesikular :nada rendah dan normalnya terdengar di perifer paru-paru. Fase
inspirasi lebih lama dari fase ekspirasi.
Suara bronkovesikular : nada sedang, kualitas suara yang kurang terdengar. Lama
fase inspirasi sama dengan fase ekspirasi.
SUARA TAMBAHAN
Kaji suara pernapsan dan suara ketika berbicara ; krekels, mengi, pleural friction
rub, bronkofoni, whispered pectoriloquy, egofoni
JALAN NAPAS BUATAN
Periksa letak dan kepatenan jalan napas buatan (misal; jalan napas oral atau nasal,
slang endotrakea, trakeostomi).
OKSIGENASI/VENTILASI
Periksa sistem pemberian oksigen, set ventilator, dan alarm. Dapatkan hasil
pemeriksaan saturasi dan karbondioksida.
DRAINASE DADA
Kaji apakah sistem berfungsi dengan tepat dan catat jumlah, warna, dan karakter
drainase dada.
PENGHITUNGAN OKSIGENASI
Pantau parameter yang relevan,
RADIOGRAF DADA
Radiograf dada digunakan untuk memberi informasi tentang proporsi anatomi
secara kasar dan letak struktur jantung, termasuk pembuluh darah besar ; untuk
mengevaluasi lapang paru dan untuk memeriksa letak jalan napas, kateter vena
sentral, kateter arteri pulmonalis, slang dada, dan transvenous pacemaker lead.
6.

PENGKAJIAN KARDIVASKULER
IRAMA DAN FREKUENSI JANTUNG
Catat pemasangan lead dan dapatkan setrip irama untuk menentukan irama dan
frekuensi jantung.
INTEGUMEN
Catat warna, suhu, dan kelembaban. Periksa dinding dada anterior untuk
mengetahui pengisian kapiler (> dari 3 detik menandakan perfusi jaringan,
evaluasi derajat edema (dengan memeberikan tekanan selama 10 detik dan catat
kedalaman jari)
TEKANAN VENA CENTRAL (CVP)
Periksa vena leher untuk mengukur CVP. Catat adanya kussmaul (peningkatan
patologis tekanan vena jugularis saat inspirasi), periksa refleks hepatojugular

(dengan memberikan tekanan kuat dengan telapak tangan dikuadran atas


abdomen selama 30-60 detik)
DENYUT NADI
Periksa denyut nadi secara bilateral kecuali arteri karotis. Catat frekuensi, irama,
kesamaan, dan amplitudo.
BUNYI JANTUNG
Auskultasi setiap area perikordium secara sistematis. Bel stetoskop menekankan
pada bunyi frekuensi rendah (misal S3, S4), pada bunyi nada tinggi (S1, S2)
MURMUR JANTUNG
Identifikasi murmur sesuai dengan lokasi (misal; jarak dari midsternal,
midklavicula, atau aksila)
TEKANAN DARAH
Periksa TD pada kedua lengan. Perbedaan tekanan kurang dari 10 mmHg tidak
signifikan kecuali intensitas atau kualitas denyut arteri radialis tidak sama. Jika
ada perbedaan gunakan lengan yang tekanan darahnya lebih tinggi.
GAP AUSKULTASI
Tentukan adanya gap auskultasi, suatu temuan umum pada pasien yang mengalami
hipertensi atau stenosis aorta.
PULSUS PARADOKSUS
Tentukan adanya pulsus paradoksus. Kempiskan manset TD secara perlahan
(1mmHg persiklus pernapasan) dan catat ketika bunyi pertama terdengar. Bunyi
terdengar secara intemiten bersamaan dengan ekspirasi. Pulsus paradoksus dapat
ditemukan pada efusi perikardium, tamponade jantung, embolus paru, dan
penyakit jalan napas obstruktif berat.
PEMANTAUAN HEMODINAMIK
Dapatkan hasil pemeriksaan dan hitung parameter kardiopulmoner.
ALAT PACU JANTUNG
Validasi peralatan. Kaji untuk mengetahui kegagalan menangkap dan mendeteksi.
Kaji beberapa persentase irama jantung pasien yang dipacu

7.

PENGKAJIAN GASTRO INTESTINAL


BISING USUS
Auskultasi seluruh kuadran abdomen. Bising usus normal 5 35 x/menit. Tidak
ada bising usus dapat dikaitkan dengan obstruksi usus, ileus paralitik, atau
peritonitis. Bising usus yang meningkat atau bunyi gelembung dapat dikaitkan
dengan obstruksi usus awal, peningkatan peristalsis, atau diare.
ABDOMEN
Catat ukuran, bentuk, dan kesimetrisan. Ukur lingkar perut yang sejajar dengan
umbilikus. Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau massa.
ELIMINASI USUS
Catat karateristik feces ; periksa feces untuk mengetahui adanya darah tersamar.
SLANG NASOGASTRIK (NG)
Periksa letak, kepatenan, drainase, dan jumlah penghisapan. Periksa pH sekresi
lambung dan periksa sekresi untuk mengetahui adanya darah tersamar. Jika slang
NG digunakan untuk pemberian makanan enteral, periksa letak dan sisa cairan.
Catat kondisi kulit pada tempat pemasangan slang.
DRAIN
Catat tipe dan lokasi drain. Periksa ketepatan fungsi sistem drainase dan
karakteristik serta jumlah drainase. Kaji kondisi kulit.
INSISI DAN STOMA
Kaji warna, aproksimasi, dan adanya pembengkakan atau drainase insisi. Kaji
warna dan kelembapan stoma dan catat jika stoma kemerahan, mengalami retraksi,
atau prolaps. Kaji kondisi kulit peristoma.

8.

PENGKAJIAN GENITOURINARI
GENITALIA
Periksa genitalia eksternal untuk mengetahui adanya drainase, inflamasi, atau lesi.
STATUS CAIRAN
Timbang BB setiap hari. Peningkatan 0,5 kg/hari menunjukkan retensi cairan. Ukur
asupan dan haluaran. 1 liter cairan kira-kira sama dengan 1 kg BB.
KANDUNG KEMIH
Lakukan perkusi abdomen untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
URINE
Identifikasi tipe slang drainase urine dan kaji ketepatan fungsinya, ukur haluaran
urine. Catat warna dan konsistensi.

Anuria: <100 ml/24 jam


Oliguria: 100 400 ml/24 jam
(Susan B. Stillwell, 2011, Pedoman Keperawatan Kritis Ed.3, Hal. 1 30)
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG DAPAT MUNCUL PADA PASIEN
KRITIS
( Patricis Gonce Morton, et al, 2011, Keperawatan Kritis Vol. I Hal.19)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Duka cita adaptif


Kecemasan
Gangguan citra tubuh
Hambatan komunikasi verbal
Takut
Keputus asaan
Gangguan harga diri
Distress spiritual ( Patricis Gonce Morton, et al, 2011, Keperawatan Kritis Vol. I
Hal.19)

G. INTERVENSI KEPERAWATAN
( Patricis Gonce Morton, et al, 2011, Keperawatan Kritis Vol. I Hal.19)
1. Menciptkan lingkungan yang menyembuhkan
Lingkungan yang memungkinkan pasien terpenuhi kebutuhan fisiologis dan
psikologisnya. Memanipulasi lingkungan dapat meliputi intervensi yang tepat waktu
guna memungkinkan tidur dan istirahat yang adekuat, memberikan obat pereda nyeri,
memutar musik, atau mengajarkan latihan nafas dalam.
2. Menumbuhkan rasa percaya
Memeperlihatkan sikap yang caring dan percaya diri, menunjukkan kompetensi
teknis, dan mengembangkan tekhnik komunikasi yang efektif yang akan
meningkatkan terbinanya hubungan saling percaya.
3. Memberikan informasi
Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi, agar mereka
dapat mengorientasikan kembali, memilah rangkaian kejadian dan membantu mereka
membedakan kejadian yang sebenarnya dari mimpi atau halusinasi. Perawat harus
mendapatkan izin terlebih dahulu dari pasien sebelum menyampaikan pada anggota
keluarga lainnya. Informasi ini harus dicatat dalam rekam medis pasien.
4. Imajinasi terbimbing dan latihan relaksasi
Imajinasi terbimbing dapat membantu mengurangi perasaaan depresi, kecemasan, dan
permusuhan yang tidak menyenangkan.
5. Memberikan kendali
Membiarkan pengambilan keputusan yang kecil saat pasien ingin dan siap akan
meningkatkan rasa kendali pasien terhadap lingkungan, juga dapat membantu pasien
menerima kurangnya kendali selama prosedur yang melibatkan sedikit pilihan. Misal ;
pemberian posisi, pemasangan jalur intravena (kiri/kanan), dll.
6. Kepekaan budaya
Keperawatan transkultural merujuk pada area pembelajaran formal dan praktik yang
berfokus pada pemberian perawatan yang sesuai dengan budaya, nilai dan gaya hidup
individu.
7. Kehadiran dan penenangan
Kehadiran adalah pemakaian diri yang terpeutik dengan mengadopsi sikap caring, dan
memberikan perhatian pada kebutuhan pasien. Penenangan dimaksudkan untuk
mengurangi ketakutan dan kecemasan serta membangkitkan respon yang lebih pasif
dan tenang.
8. Teknik kognitif
Dapat mengurangi kecemasan dengan cara ; tidak menyelidiki kehidupan pribadi
pasien. Dapat juga diajarkan pada anggota keluarga, dan teman guna membantu
mereka dan pasien mengurangi ketegangan.

9. Mengajarkan tekhnik distraksi ;


Nafas dalam;
Ketika sangat cemas, pola pernafasan dapat berubah dan pasien dapat menahan
nafasnya. Perawat mengajarkan lalu membantu pasien dalam memperagakan.
Terapi musik .
Untuk mengurangi kecemasan, mengalihkan dan dan meningkatkan relaksasi, istirahat
dan tidur, biasanya sesi musik berlangsung 20 90 menit, 1 atau 2 x sehari , jenis
musik disesuaikan dengan keinginan pasien.
Humor
Tertawa dapat meningkatkan kadar endorfin, pereda nyeri alami tubuh yang
dilepaskan kedalam aliran darah. Untuk pasien kritis Tertawa juga dapat meredakan
ketegangan, kecemasan akibat prosedur atau memberikan distraksi. Disesuaikan
dengan konteks tempat dan perspektif budaya individu.
Masase dan sentuhan terapeutik
Masase telah efektif mengurangi kecemasan dan meningkatkan relaksasi. Sentuhan
terapeutik melibatkan beberapa teknik seluruh tubuh dan terlokalisasi untuk
menyeimbangkan medan energi dan meningkatkan penyembuhan.
Terapi meridian
Pengobatan komplementer dan alternatif (CAM) adalah frase yang digunakan untuk
menjelaskan serangkaian pendekatan penyembuhan nontradisional. Terapi meridian
merujuk pada terapi yang melibatkan akupoint ; akupresur, akupunktur, dan aktivasi
tempat spesifik dengan stimulasi listrik dan laser intensitas rendah. Berasal dari
pengobatan cina tradisional. Harus dilakukan oleh profesional dengan pelatihan
khusus.
Terapi dibantu hewan
Ikatan antara manusia dan hewan telah diketahui dengan baik. Terapi dengan hewan
peliharaan mempunyai keuntungan yang dapat diukur untuk anak sekolah dan
penghuni panti wreda. Baru-baru ini konsep ini telah diperkenalkan di tatanan
perawatan akut dan kritis dengan hasils positif.
10. Restrein di perawatan kritis
Restrein fisik
Restrein fisik telah digunakan pada pasien dalam perawatan kritis untuk mencegah
kemungkinan gangguan dalam perawatan pasien akibat tercabutnya slang endotrakeal
atau jalur IV, pembantu hidup atau terapi invasif lainnya. Restrein fisik dapat berupa
restrein ekstremitas, sarung tangan dengan tali, rompi, atau restrein pinggang, kursi
untuk lansia dan pagar tempat tidur.
Restrein kimia
Restrein kimia merujuk pada agens farmakologis yang diberikan pada pasien sebagai
disiplin atau membatasi perilaku pasien yang merusak. Obat-obatan yang telah

digunakan untuk mengendalikan perilaku meliputi, tetapi tidak terbatas pada obat
obtan psikotropika ;haloperidol, agens sedatif seperti benzodiazepin (lorazepam,
midazolam), atau antihistamin antikolinergik, difenhidramin
11. Memberikan caring dalam asuhan keperawatan mencakup kebutuhan spiritualitas.
Ketakutan, rawat inap yang tidak di rencanakan dan perpisahan pasien dengan
keluarga dan orang terdekat merupakan kemungkinan sumber stress selama sakit.
Tanpa memperhatikan ketakutan, kriteria hasil atau ketersediaan intervensi, seorang
perawat yang kompeten dan caring sangat diperlukan. Intervensi tersebut juga harus
membahas keterlibatan pasien dan keluarga dalam perawatan dan pengambilan
keputusan melalui advokasi, kolaborasi, dan pemikiran sistem.

H. CONTOH KASUS :
Ada klien Tn. Albert Hindom, Umur 50 thn, dengan diagnosa medis STEMI, dirawat diruang
ICU RSUD Fakfak Klien sudah dirawat di ICU RSUD Fakfak selama tiga hari Klien
terpasang IVFD NaCL 0,9 % 20 tpm dan terpasang siringe pump heparin 1000 ui/ jam

cc/ jam, klien terpasang 02 nasal kanul 3 L/ Mnt Didapati klien dengan keluhan nyeri dada
kiri dan klien merasa cemas terhadap penyakitnya. keluarga yang menemani klien pun
tampak cemas dan khawatir tentang kondisi kesehatan klien.
Dari kasus diatas kelompok kami menyimpulkan klien TN. A termasuk kategori pasien
dengan penyakit kritis.
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Aspek Biologi
GCS : E : 4, V : 6, M : 5
Kesadaran Compos Mentis
Tanda- tanda vital :
TD : 150/90 mmHg
HR : 90 x/mnt
RR : 24 x/mnt
T
: 36 C
Pemeriksaan fisik
- Kepala : Bentuk mesochepal, rambut beruban sedikit, tidak rontok,
-

tidak mudah dicabut


Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik pupil
isokor, diameter kanan dan kiri 3, reflek cahaya mata kanan dan kiri

positif
Hidung : Simetris, tidak terdapat sekret, tidak epistaksis, tidak ada

luka
Telinga : Simetris, tidak ada serumen, tidak keluar darah, tidak ada

luka
Mulut

: Mukosa bibir lembab, gigi belum tanggal, klien bicara

artikulasi baik, tidak keluar darah, tidak keluar sekret, tidak ada
-

sariawan.
Leher : Tak ada pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak ada
peningkatan JVP, kaku kuduk ( - ), tidak ada luka
Paru- paru :
Inspeksi : bentuk dada simetris, gerakan dada simetris kiri dan
Palpasi
Perkusi

kanan, Nampak adanya retraksi pada dinding dada.


: getaran dada kanan kiri simetris
: sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler tidak ada ronchi, tidak ada


-

whesing.
jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis teraba di intercostal V, terdapat nyeri di
Perkusi
:
Auskultasi :
Abdomen
Ekstremitas
Genetalia

dada kiri
konfigurasi jantung dalam batas normal
Bunyi Jantung S3, S4 terdengar bunyi murmur.
: dbn
: dbn
: keadaan bersih, tidak keluar darah , tidak keluar

lender.
2. Pengkajian Aspek Psikologis
Pasien mengatakan cemas dengan penyakitnya, Ekspresi wajah klien Nampak
cemas
3. Pengkajian Aspek Sosial
Interasi klien sebelum sakit dan dirawat di RS klien hubungan sosialnya dengan
masyarakat sekitar baik dengan keluarga juga baik.
4. Pengkajian Aspek Kultural
Pasien adalah orang fakfak asli, tidak ada penolakan setiap kali petugas
melakukan tindakan baik medis maupun keperawatan. Yang menurut adat istiadat
setempat.
Pasien lebih suka dipanggil bapak albert. Pasien lebih suka ditemani oleh istrinya
saja dan anak- anaknya.

5. Pengkajian Aspek Spiritual


Pasien beragama islam, sebelum sakit pasien biasanya melakukan sholat 5 waktu.
Selama pasien di rawat di ruang HCU pasien hanya berdoa diatas tempat tidur.
6. Pengkajian Keluarga
Penanggung jawab pasien Tn. Albert Hindom adalah istrinya Ny. Wilma
Woretma, mereka berdua menikah dan dikaruniai 2 orang anak 1 putra berusia 23

tahun dan putri berusia 19 tahun, Ny woretma mengatakan sedih dan cemas
terhadap penyakit yang diderita oleh suaminya, Ny. Wilma merasa belum siap
jika harus kehilangan Tn. Albert. Dalam keluarga Tn. Albert tidak pernah ada
yang dirawat di HCU sebelumnya.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIGNOSTIK


EKG 12 LEAD : terdapat ST elevasi di Lead II, III, aVF
Laboratorium
- CK - MB : 40 g/ml
Normal :
Pria : 5 35 g/ml, 30 180 IU/l, 55 170 U/l pada suhu 37C ( satuan
SI )
Wanita : 5 25 g/ml, 25 150 IU/l, 30 135 U/l pada suhu 37C ( satuan
-

SI )
Troponin : 2 ng/mL
Normal :
Nilai antara 0,04 dan 0,1 ng/mL diinterpretasikan sebagai tak pasti
Nilai di atas 0,1 ng/mL diinterpretasikan sebagai nekrosis sebagian sel otot
jantung
Pada operasi jantung dan takikardia yang berlangsung lama, nilai dapat

sedikit lebih tinggi


Pada orang normal nilai kurang dari kurang dari 0,2 ng/mL
- Cholesterol : 230 g/dl
Normal : < 200 mg/dl
- Trigeliserida : 199 mg/dl
Normal : < 150
- HDL : 60 mg/dl
Normal : 60 mg/dl
- LDL : 200 mg/dl
Normal : < 100 mg/dl
- HB
: 12 gr%
- Leco
: 8.500 sel/mm3
- Thrombocit : 200.000 sel/mm3
- PPT
:
- PTTK
:
Radiologi
Terdapat adanya gambaran kardiomegali.
ECHO
Hasil dari kesimpulan : EF 55 %

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri Berhubungan Dengan Kurangnya Suplai Oksigen Kejaringan


2. Cemas Berhubungan Dengan Krisis situasional, ancaman kematian
3. Ansietas keluarga Berhubungan dengan Takut Kehilangan

J. INTERVENSI KEPERAWATAN KASUS


N
O
1

DIAGNOSA

TUJUAN/ KRITERIA
HASIL
Nyeri b/d kurangnya Setelah dilakukan tindakan
suplai oksigen
keperawatan selama 2 x 24
kejaringan
jam diharapkan Nyeri
Yang ditandai
teratasi.
dengan :
Dengan kriteria hasil :
DS :
- Nyeri berkurang
- Dari scala 7 menjadi 3
- Klien mengeluh
- Klien tidak mengalami
nyeri dada kiri
nyeri dada
DO :
- Ekspresi wajah
- TD : 150/ 90
Nampak rileks dan
mmHg
tenang
- HR : 90 x/ mnt
- Vital sigh dalam batas
- RR : 24 x/mnt
normal
- T : 36 C
Cemas b/d Krisis
Setelah dilakukan tindakan
Situasional, ancaman keperawatan selama 2 x 24
kematian
jam diharapkan Cemas
teratasi
Dengan kriteria hasil :
- Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala
cemas
- klien mampu
mengungkapkan, dan
menunjukkan teknik
untuk mengontrol
cemas
- Vital sign ( TD, nadi,
respirasi ) dalam batas
normal
- Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh,
dan tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.

INTERVENSI

Monitor vital sigh


Pantau EKG
Pantau masukkan oksigen yang
adekuat
Ajarkan tehnik relaksasi latihan
napas dalam
Ajarkan tehnik distraksi
Berikan terapi musik
Ajarkan tehnik Imajinasi terbimbing

Gunakan kehadiran, sentuhan


( dengan ijin ), pengungkapan untuk
mengingatkan klien bahwa mereka
tidak sendiri.
Berikan dorongan untuk
pengekspresikan atau
mengklarifikasi kebutuhan,
perhatian, ketidaktahuan, dan
pertanyaan
Terima koping defens pasien, jangan
menentang, mendebat atau
menyangkal
Bantu klien mengidentifikasi
penyebab kecemasan
Jika respon situasional rasional,
gunakan empati untuk mendukung
klien menginterpretasikan gejala
kecemasan sebagai sesuatu yang
normal
Dukung klien untuk menggunakan
tehnik bicara pada diri sendiri yang
positif seperti cemas tidak akan
membunuhku, aku dapat melakukan
hal ini dalam satu langkah, sekarang
aku butuh bernafas dan
peregangan.
Hindari menjanjikan sesuatu yang

Ansietas Keluarga
Setelah dilakukan tindakan

b/d takut kehilangan selama 2 x 24 jam,


Yang ditandai
diharapkan ansietas
dengan :
keluarga berkurang.
DS :
Dengan kriteria hasil :

- Keluarga
mengatakan sedih
dan cemas
terhadap penyakit
yang diderita oleh
suaminya

- Keluarga
mengatakan
belum siap
kehilangan
suaminya
DO :
- Ekspresi wajah
keluarga tampak
cemas

berlebihan, ini mungkin


menyebabkan kekuatiran.
Jelaskan semua kegiatan, prosedur,
dan masalah yang melibatkan klien,
gunakan istilah umum dan tenang,
bicara pelan
Gali ketrampilan koping sebelumnya
yang digunakan oleh untuk
mengatasi kecemasan, dukung
ketrampilan itu dan gali cara yang
lain
Lakukan pijat punggung untuk
mengurangi kecemasa, Lakukan
pemijatan sebelum prosedur
dijalankan untuk menurunkan
kecemasan
Berikan klien sarana untuk
mendengarkan musik pilihan
mereka. Berikan tempat yang tenang
dan anjurkan pasien untuk
mendengarkan selama 20 menit

Pandu keluarga dalam


menentukan masalah yang
dialami saat ini
Bant keluarga
mengidentifikasi kekuatan
yang dimilikinya dan sumber
dukungan.
Siapkan keluarga untuk
lingkungan perawatan kritis,
khususnya terkait dengan
peralatan dan tujuan
peralatan tersebut

Bicara terbuka dengan klien


dan keluarga tentang sakit
kritis.

Tunjukkan kekhawatiran
tentang crisis yang dialami

saat ini dan kemampuan


untuk membantu hubungan
awal

Bersikap realistis dan jujur


tentang situasi, berhatihatilah agar tidak
memberikan penenangan
palsu

Sampaikan perasaan,
harapan dan percaya
terhadap kemampuan
keluarga untuk mengatasi
situasi tersebut

Coba untuk memahami


perasaan yang dibangkitkan
oleh krisis dalam keluarga.

Berikan kesempatan pada


klien dan keluarga untuk
mengambil keputusan dan
menghindari ketidak
berdayaan dan
keputusasaan.

Bant keluarga menentukan


tujuan dan tindakan dalam
menghadapi krisis tersebut.

Bant keluarga menetapkan


tujuan jangka pendek,
sehingga kemajuan dan
perubahan yang positif dapat
dilihat

Kenali spiritualitas klien dan


keluarga dan anjurkan
bantuan penasehat
spiritualitas apabila

dibutuhkan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sistem pemberian perawatan kesehatan terus berkembang, demikian juga dengan
keperawatan dan perawatan kritis. Dewasa ini perawatan pasien yang sakit kritis
tidak hanya dilakukan dalam tatanan tradisional di unit perawatan intensif (ICU)
DI Rumah Sakit, tetapi juga dilakukan di unit perawatan progresif, di unit medis,
dan di unit bedah serta di fasilitas sub akut, komunitas, dan dirumah. Sejak unit
perawatan kritis ( critical care unit, ccu) pertama dibuka pada tahun 1960-an
terjadi kemajuan teknologi yang signifikan, disertai dengan ledakan pengetahuan
dalam bidang asuhan keperawatan kritis. Oleh sebab itu perawat di bidang
perawatan kritis pada abad ke -21 secara rutin merawat pasien yang sakit kritis
dan kompleks. Hal ini dicapai dengan memadukan teknologi yang canggih dengan
tantangan psikososial dan konflik etik yang terkait dengan sakit kritis, sementara
pada saat yang sama mengatasi kebutuhan dan kekhawatiran anggota keluarga dan
orang terdekat lain dalam kehidupan pasien.
B. SARAN
Sebagai respon terhadap sistem pemberian perawatan kesehatan yang selalu
berubah, perawat perawatan kritis memperjuangkan kebutuhan pasien dan
keluarga , atau orang terdekat, perawat perawatan kritis telah menjalani langsung
apa yang perawat telah tunjukkan secara konsisten, oleh sebab itu perawat harus
bisa mengaplikasikan dan memberikan perawatan pada pasien kritis yang tidak
hanya

pemenuhan

kebutuhan

fisiologis

tetapi

juga

proses

psikososial,

perkembangan dan spiritual. sakit kritis juga merupakan ancaman terhadap


individu dan kelompok keluarganya. Sejajar dengan peningkatan pemanfaatan
teknologi oleh perawat kesehatan, kebutuhan humabisasi perawatan kesehatan
selaras dengan kebutuhan untuk memberikan intervensi efektif berbasis bukti
daripada semakin tercebur dalam tradisi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Morton. G. Patricia, Fontaine Dorrie, Hudak.M.Carolyn, Gallo. M. Barbara,
Keperawatan Kritis Vol.1 Ed.8 ; Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta : EGC,2011

2. Stillwell, Susan B,MSN,RN, Pedoman Keperawatan Kritis, Ed. 3, Jakarta: EGC,2011


3. Brenda jones , jones janice, Perawatan Kritis ; seri panduan klinis. Erlangga. 2012
4. Laura A.Talbot, marry Meyers, Marquadt, Seri Pedoman Praktik ; pengkajian
keperawatankritis ,Ed.2, Jakarta : EGC, 1997,
5. Brockopp, dorothy young, Marie , dorothy, Hasting Tosma, Ed.2, Jakarta: EGC,
1999.
6. Jevon, P & Ewens, B. 2009. Pemantuan Pasien Kritis. Edisi Kedua. Alih Bahasa:
Vidhia Umami. Jakarta: Erlangga Medical series
7. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Nomor: HK.02.04/I/1966/11 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan
Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit. Jakarta
8. Kementrian Kesehatan RI. 2010. Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor:
1778/Menkes/SK/XII/2010, Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive
Care Unit (ICU) di Rumah Sakit. Jakarta
9. University of California Davis Health System. 2009. Critical Care Service. California.
Documentation Notice, CPT Codes 99291 99292.

Das könnte Ihnen auch gefallen