Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
JURNAL TEKNIK
SIMETRIKA
SIPIL-MESIN-ELEKTRO-INDUSTRI-KIMIA-ARSITEKTUR
VOLUME : 3
DAFTAR ISI
Hlm.
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
Studi Kasus: Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima terhadap Jumlah Pengunjung
Taman Kota di Medan
Salmina W. Ginting
Arsitek dan Pilihan Bentuk Tanpa Batas
N. Vinky Rahman
Pengembangan Kereta Api sebagai Angkutan Penumpang di Sumatera Utara
Novrial/N. Vinky Rahman/Yusbar
Peran Sosioteknologi dalam Perpindahan Teknologi
Zaid Perdana Nasution
Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pelarut dalam Reduksi Ekses Lumpur Aktif
Maya Sarah
Penggunaan Las Tahanan Listrik pada Proses Perakitan Shadow Mask pada Industri
Tabung Televisi
Melvin Emil Simanjuntak
Developing Knowledge-Based System for Noise Source Identification of Steam Power
Plant
Ikhwansyah Isranuri/Suwandi
Kaji Eksperimental Performansi Motor Diesel dengan Bahan Bakar Biodiesel dari
Minyak Goreng Bekas
Tulus Burhanuddin Sitorus
Perbandingan Pemanas Air Surya Konvensional dengan Pemanas Air Surya Komersil
Zulkifli Lubis
Rancang Bangun Alat Pengering Ikan Teri Kapasitas 12 kg/jam
Muhamad Daud Pinem
Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol Ruang Parkir Otomatis
Amran Rozan
Implementasi Debugger DT51D dalam Pemahaman Instruksi Aritmatika Mikrokontroler
MCS-51
Henry Hasian Lumban Toruan/M. Jusup Purba
203 - 210
211 - 215
216 - 222
223 - 225
226 - 230
231 - 236
237 - 242
243 - 248
249 - 253
254 - 258
259 - 265
266 - 270
JURNAL TEKNIK
SIMETRIKA
SIPIL-MESIN-ELEKTRO-INDUSTRI-KIMIA-ARSITEKTUR
VOLUME : 3
Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pelarut dalam Reduksi Ekses Lumpur Aktif
Vol. 3
No. 3
Medan
Desember
2004
ISSN
1412 - 7806
Salmina W. Ginting*)
Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik USU
Abstrak
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah kehadiran pedagang kaki lima merupakan salah satu
faktor yang menentukan dalam meningkatkan jumlah pengunjung di taman kota. Penelitian ini dilatarbelakangi
oleh banyaknya pedagang kaki lima di sekitar taman sehingga dianggap mengganggu nilai estetika taman
padahal pada kenyataannya kehadiran pedagang kaki lima telah membuat taman kota menjadi hidup dan
disukai. Penelitian dilakukan pada tiga taman di kota Medan yaitu Taman Ahmad Yani, Taman Gajah Mada,
dan Taman Sri Deli. Ketiga taman terletak di pusat kota Medan. Tiga elemen yang akan diteliti adalah posisi
dan lokasi pedagang, jenis mata dagangan, dan desain gerobak atau tenda pedagang kaki lima. Jenis mata
dagangan dan desain gerobak atau tenda pedagang relatif sama satu dengan lainnya di ketiga taman yang
disurvai. Yang agak berbeda adalah lokasi berjualan pedagang. Di Taman Ahmad Yani dan Taman Gajah
Mada tidak satu pun pedagang kaki lima berjualan di dalam taman. Semua pedgang mengambil lokasi di sisi
luar taman dekat jalan raya yang melingkupinya. Di Taman Sri Deli, sebagian besar pedagang berjualan di
dalam taman dan sisanya di luar taman. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kehadiran pedagang kaki lima di
Taman Ahmad Yani dan Taman Gajah Mada tidak secara signifikan meningkatkan minat warga mengunjungi
taman kota. Taman Ahmad Yani dan Taman Gajah Mada tetap ramai meskipun pada hari-hari dan jam tertentu
jumlah pedagang kaki lima yang berjualan sangat sedikit. Tetapi di Taman Sri Deli pedagang kaki lima menjadi
faktor yang signifikan dalam meningkatkan jumlah pengunjung. Hal ini terjadi karena pedagang rujak yang
berjualan di dalam taman sudah sangat terkenal dan hanya terdapat di taman tersebut sehingga selalu dicari
oleh warga kota.
Kata-kata kunci: Taman kota, Pedagang kaki lima, Lokasi, Jenis mata dagangan, Gerobak
Abstract
The aim of the research was to identify the influence of vendors in order increase or decrease people in town
parks. Some argued that vendors always disturb people in parks, make noises, and dirty; but some else argued
that vendors could enliven the environment of the park. Research was done in 3 parks in down town Medan.
They were Ahmad Yani Park, Gajah Mada Park, and Sri Deli Park. Three elements were surveyed: position and
location of vendors, type of goods, and design of stalls or wagons. Research found that type of goods and design
of stalls or wagons from all vendors in the 3 parks was quite same. Whats different was the location of vendors.
There were no vendors inside Ahmad Yani Park and Gajah Mada Park. All vendors took location outside parks
at the street around park. In Sri Deli Park, many vendors took location inside park and just a little vendor
located outside park. From the 3 elements surveyed, it could be concluded that vendors in Ahmad Yani Park and
Gajah Mada Park were not the significant factor increasing the amount of people in parks. The two parks still
crowded full of people eventhough in workday just a little vendor in parks. In Sri Deli Park, vendors absolutely
increased people in park. The rujak vendors truly enliven park because people came to buy rujak they
spent their time.
Keywords: Town park, Vendor, Location, Type of goods, Stalls and wagon
1. Pendahuluan
Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui apakah kehadiran pedagang kaki
lima merupakan salah satu faktor yang
menentukan dalam meningkatkan jumlah
pengunjung di taman kota. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh banyaknya PKL di
sekitar
taman
sehingga
dianggap
203
2. Tinjauan Pustaka
Sektor informal adalah usaha ekonomi
yang yang pembentukan dan operasionalnya
tidak
melalui
bentuk-bentuk
perizinan/peraturan tertentu. Wujud kegiatan
dan fisik serta profesi dari sektor ini
beraneka ragam mulai dari usaha
transportasi (misalnya tukang ojek, tukang
sampan, dan lain-lain), usaha jasa (kuli
bangunan, pembantu rumah tangga), usaha
dagang
(pedagang
asongan),
dan
sebagainya.
Devas dan Rakodi (1992) menulis
sektor informal muncul akibat persaingan
pasar yang tidak fair dan merata bahkan
bersifat kaptalistik. Sektor informal pertama
kali didokumentasikan tahun 1970-an dan
segera menjadi program di ILO. Awalnya
sektor informal dianggap ilegal, berbahaya
bagi persaingan bisnis legal, tidak baik
bagi kesehatan, dsb. Kemudian diyakini
bahwa sektor informal memberi sumbangan
besar bagi ekonomi kota dan melarangnya
adalah ibarat killing the goose that laying the
golden eggs.
2.1 Pengertian Istilah Pedagang Kaki
Lima (PKL)
Istilah pedagang kaki lima pertama kali
dikenal pada zaman Hindia Belanda,
tepatnya pada saat Gubernur Jenderal
Stanford Raffles berkuasa. Ia mengeluarkan
peraturan yang mengharuskan pedagang
204
205
206
207
208
Daftar Pustaka
Ashihara, Yoshinobu. 1981. The Basic Concept of
Exterior Space. VanNostrand Reinhold, New
York.
Bentley, Ian; Alcock, Alan; Murrain, Paul;
McGlynn, Sue; Smith, Graham. 1985.
Responsive Environment, The Architectural
Press, London.
Danisworo, Mohammad. 2000. Keberadaan
Pedagang Kaki Lima pada Proses Perencanaan
209
210
N. Vinky Rahman*)
Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik USU
Abstrak
Kesulitan yang lazim dihadapi oleh seorang arsitek praktisi dalam dunia kerjanya adalah apakah dasar yang
dapat digunakan untuk dapat memilih elemen-elemen bentuk dalam proses penstrukturan desain arsitektur yang
baik? Etika yang bagaimanakah yang dianggap dapat bertanggung jawab, absah dan tepat bagi profesi arsitek?
Predikat arsitek yang lahir dari lingkungan akademis telah menempatkan arsitek sebagai seorang ahli yang
mempunyai kekuasaan yang besar untuk menafsirkan dasar-dasar analisis yang tidak secara langsung
dirasakan di dalam masyarakatnya. Arsitek dihadapkan pada pertarungan makna-makna komunal yang tumbuh
dan berkembang di dalam masyarakat dengan nilai-nilai individu yang melekat pada sifat kemanusiaannya.
Tulisan ini ingin sedikit menyoroti bagaimana kesulitan seorang arsitek ketika dihadapkan pada pertanyaan
dasar praktek desainnya. Bagaimanakah pilihan-pilihan bentuk dapat diputuskan dari keragamannya. Apakah
bentuk, dan bagaimana kaitan dan kontribusinya terhadap sebuah karya arsitektur, selanjutnya bagaimana
penstrukturan itu dapat dijelaskan.
Kata-kata kunci: Arsitek, Arsitektur, Desain, Bentuk
1. Pendahuluan
Philip Bess dalam Communiterianism &
Emotism: Two Rival Views of Ethics and
Architecture,
menyandingkan
komunitas
masyarakat
perkotaan
dan
individualistis
masyarakat perkotaan yang emotif. Dalam sistem
comunitarian ditegaskan bahwa manusia tidak
mungkin memisahkan diri dari hak dan
kewajibannya
sebagai
anggota
kelompok
masyarakatnya dalam kesatuan ragam dan tujuan
yang sama, sebaliknya tradisi intelektual
indvidualis mempunyai kecendrungan menonjolkan
dan mengambil nilai-nilai etika yang bersifat
individual. Arsitek seakan-akan dipaksa untuk
menerangkan arti manusia dan kehidupannya secara
parsial
dan
memiliki
kesempatan
untuk
menyederhanakan
permasalahan
kehidupan
menjadi simulasi-simulasi pemaknaan, pembenaran
dan keabadian. Peter Eisenman menyebut arsitektur
adalah sebagai sebuah fiksi (Peter Eisenman, The
End of The Glance, The End of Beginning, The End
of The End).
Komponen utama teori estetika arsitektur adalah
bentuk. Karena ia adalah merupakan elemen khas
yang memungkinkan arsitektur untuk dapat
dikatakan sebagai sebuah pekerjaan desain (yaitu
melakukan klasifikasi dan pembedaan kemudian
menentukan pilihan terhadap sesuatu untuk
diputuskan). Bentuk yang baik cenderung
digunakan secara sinonim dengan arsitektur yang
baik. Banyak bahasan klasik yang memperkenalkan
perhatian utama pada bentuk ketika mendiskusikan
apa yang disebut arsitektur yang baik. Bentuk yang
jelek sebanding dengan arsitektur yang jelek dan
arsitektur yang baik mengharuskan bentuk yang
baik. Pertanyaannya adalah apakah bentuk itu?
JurnalTeknik
TeknikSIMETRIKA
SIMETRIKAVol.
Vol.33No.
No.33Desember
Desember2004
2004: :211
203215
210
Jurnal
211
212
213
elemen desain tetapi juga elemen-elemen nondesain yang bergerak tanpa batas di dalam ruang
kehidupan. la adalah makna-makna kultural, sosial,
ekonomi, politik dan tentu saja agama. Dan justru
inilah perpaduan yang paling tangguh yang
memunculkan suatu ketentuan-ketentuan spesifik.
214
Daftar Pustaka
215
Abstrak
Pengembangan kereta api ditujukan agar tersedianya transportasi yang handal, aman berkemampuan tinggi,
murah, tertib, lancar, cepat, nyaman dan efisien serta mendukung konsepsi pembangunan sosial dan ekonomi
wilayah. Angkutan kereta api penumpang merupakan salah satu sarana transportasi darat yang
menghubungkan antardaerah di Sumatera Utara. Penduduk sebagai konsumen pengguna jasa transportasi
merupakan salah satu faktor penentu di dalam perencanaan sistem transportasi. Tulisan ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar permintaan akan jasa angkutan kereta api penumpang pada masa yang akan
datang. Dengan ratarata pertumbuhan penumpang sebesar 7,28% per tahun, maka pada masa yang akan
datang jumlah penumpang meningkat. Bila ditinjau dari pertumbuhan penumpang maka diperlukan
pengembangan dan rehabilitasi dari lokomotif dan gerbong serta sarana dan prasarana penunjang lainnya agar
dapat mengoptimalkan kapasitas dan inovasi pelayanan penumpang.
Kata-kata kunci: Kereta api, Transportasi, Lokomotif, Gerbong, Angkutan, Penumpang
1. Pendahuluan
Kereta api yang pertama sekali dioperasikan di
Inggris pada tahun 1803, ditemukan oleh
Trecithick.
Pada
tahun
1829
lokomotif
diperkenalkan oleh Stevenson dengan daya angkut
lebih besar yang diberi nama Rocket. Dengan
kemajuan dalam bidang teknologi, lokomotif
digerakan dengan tenaga diesel dan listrik.
Lokomotif dirangkai dengan gerbong/kereta yang
digunakan sebagai alat dalam pemenuhan
kebutuhan transportasi penumpang dan barang.
Negara-negara maju di bidang industri seperti
Perancis, Jerman, Kanada, Jepang dan Rusia
merupakan negara yang banyak memberikan
sumbangan
pada
kemajuan
di
bidang
perkeretaapian. Di Sumatera Utara jalan kereta api
untuk pertama kali dibangun oleh perusahaan
swasta pada tahun 1883 yang menghubungkan
Medan ke Labuhan (menuju Belawan) sepanjang
17 km. Pembangunan lintasan dilakukan secara
bertahap dan dioperasikan pertama sekali pada
tanggal 25 juli 1886. Kemudian menyusul
pembangunan jaringan-jaringan jalur kereta api
lainnya dan terakhir dioperasikan sampai ke Rantau
Prapat pada tanggal 19 Agustus 1937, sehingga
terciptalah suatu jaringan jalan kereta api di
Sumatera Utara sepanjang 553,54 km. Jaringan
kereta api ini dimiliki dan dioperasikan oleh NV.
DSM (NV. Deli Spoorweg Maatchappij), suatu
perusahaan Belanda dan baru dinasionalisasikan
pada tahun 1958 menjadi Perusahaan Negara
Kereta Api (PNKA). Tujuan utama pembangunan
jaringan kereta api di wilayah Sumatera Utara pada
216
Pij
qp
2. Masalah
Dalam rangka memacu pertumbuhan dan
pengembangan perkeretaapian di wilayah Sumatera
Utara terdapat beberapa masalah yang dijumpai.
Pada penelitian ini hanya dibahas hal-hal yang
menyangkut:
1. Prospek angkutan kereta api terhadap arus
penumpang pada masa yang akan datang.
2. Program pengembangan PT. KAI Eksploitasi
Sumatera Utara.
3. Tinjauan Pustaka
Jasa angkutan kereta api yang bersifat Public
Utility/Public Service adalah usaha yang
menghasilkan komoditi dan jasa untuk kepentingan
masyarakat banyak dan sangat diperlukan bagi
kesejahteraan rakyat. Angkutan kereta api adalah
usaha yang berskala besar (large scale inventment),
terlihat pada besarnya investasi, pemakaian tenaga
kerja, organisasi perusahaan, pengeluaran biaya
operasi dan pemeliharaan. Jasa angkutan kereta api
memerlukan modal besar, baik untuk investasi
dasar pada permulaan maupun penyediaan dana
modal kerjanya.
Penduduk sebagai konsumen pengguna jasa
transportasi adalah merupakan salah satu faktor
utama dalam perencanaan sistem transportasi.
Persentase penduduk dan jumlah penduduk
sekarang dan untuk masa yang akan datang perlu
mendapat perhatian dikarenakan hal ini merupakan
salah satu karakteristik dalam memprediksi jumlah
penumpang kereta api. Memprediksi pertumbuhan
dan jumlah penduduk masa mendatang dapat
dilakukan dengan menggunakan formula:
Pt = Po ( 1 + r )n
(1)
di mana:
Pt = Jumlah penduduk pada tahun ke n
Po = Jumlah penduduk pada tahun 0
n = Lama waktu (tahun)
r = Persentase pertumbuhan penduduk (%)
Untuk memprediksi jumlah permintaan akan jasa
angkutan kereta api dalam era globalisasi sekarang
ini, penentuan jumlah penumpang serta prediksi
untuk masa akan datang cukup rumit. Terdapat
beberapa faktor yang kian berkembang di
P q mp Tq pij.t qmp yi
ymp
aj amp
(2)
di mana:
Dijmp = Jumlah perjalanan dari kota i ke kota j
yang menggunakan moda angkutan rel
untuk maksud P
ekmp
=Sebuah
konstanta
untuk
model
permukaan moda angkutan rel untuk
maksud
P
sehubungan
dengan
perjalanan pribadi
Ni
= Populasi penduduk i
Nj
= Populasi penduduk j
Nm
=Elastisitas permintaan untuk perjalanan
yang menggunakan moda angkutan rel
sehubungan dengan populasi penduduk
Pijqp
= Biaya perjalanan satu arah antara kota i
dan j menggunkan moda angkutan rel
dan bus untuk maksud P
Pqmp =Elastisitas permintaan untuk perjalanan
yang menggunakan moda angkutan rel
untuk maksud P sehubungan dengan
harga perjalanan yang menggunakan
satu moda untuk maksud P
Tqpij
= Waktu perjalanan satu arah kota i dan j
yang menggunakan moda angkutan rel,
bus dan udara untuk maksud P
Tqmp =Elastisitas permintaan untuk perjalanan
yang menggunakan moda angkutan rel,
bus dan udara sehubungan dengan
waktu perjalanan yang menggunakan
suatu moda untu maksud P
yi
= Pendapatan perkapita di kota i
ymp
=Elastisitas permintaan untuk perjalanan
yang menggunakan moda angkutan rel
untuk maksud P sehubungan dengan
pendapatan perkapita
Aj
=Daya tarik kota j, konstanta (12,2)
Amp
=Elastisitas permintaan untuk perjalanan
yang menggunakan moda angkutan rel
untuk maksud P sehubungan dengan
daya tarik kota yang dituju
Untuk menghitung kapasitas arus penumpang
digunakan persamaan:
qc =
Q
ht b
(3)
qc =
Q
tb
(4)
atau
217
di mana:
qc
= Kapasitas arus penumpang
Q
= Kapasitas setiap kendaraan,
penumpang
htb
= Head way waktu kendaraan
(untuk satu arah )
tb
= Waktu siklus kendaraan (bolakbalik)
Untuk menghitung kebutuhan kereta api
digunakan persamaan compound interest. Karena
pada dasarnya formula compound interest
mempunyai teori perkembangan permintaan
penumpang pada masa yang akan datang. Formula
compound interest adalah:
qc.t bm
b
k .Q
qc.t bm
Cb = k b b
k .Q
nb =
(6)
(7)
di mana:
nb = jumlah kereta api yang dibutuhkan
Cb = Jumlah gerbong yang dibutuhkan
kb = Jumlah gerbong per kereta api
tbm = waktu siklus kereta api
Vn = Vo ( 1 + r )n
(5)
di mana:
Vn
= Volume penumpang pada tahun yang
diperkirakan
= Volume penumpang pada tahun dasar
Vo
N
= Jumlah tahun
No
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Kabupaten/Kotamadya
Nias
Tapanuli Selatan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
Dairi
Kabupaten/
Kotamadya
Karo
Deli Serdang
Langkat
Sibolga
Tanjung Balai
Pematang Siantar
Tebing Tinggi
Medan
Binjai
2002
710.471
1.164.247
265.345
735.074
947.462
963.562
890.438
302.161
2003
719.352
1.185.786
270.280
736.250
943.285
972.812
896.315
304.035
2004
728.344
1.207.722
275.307
737.428
979.372
982.151
902.230
305.920
2005
737.448
1.230.065
280.428
738.608
996.727
991.580
908.185
307.816
2006
746.666
1.252.822
285.644
739.790
1.012.356
1.001.099
914.179
309.725
2002
2003
2004
2005
2006
290.475
1.994.823
907.52
82.209
118.572
236.529
143.053
2.092.776
230.566
293.587
2.029.334
925.488
82.924
119.247
237.665
145.757
2.121.028
234.808
296.724
2.064.441
943.813
83.645
119.927
238.806
148.512
2.149.662
239.128
299.899
2.100.156
962.501
84.373
120.611
239.952
151.318
2.178.680
243.528
303.108
2.136.489
981.558
85.107
121.298
241.104
154.178
2.208.095
248.009
218
Lintasan
Medan - R. Prapat
R. Prapat - Medan
Medan - Tj. Balai
Tj. Balai - Medan
Medan - P. Siantar
P.Siantar - Medan
Binjai - R.Prapat
Binjai - Tj. Balai
2002
-9.61
-10.25
19.56
29.25
2.94
7.63
-55.56
-55.8
2003
-8.99
-10.16
-1.18
-1.35
-10.56
-12.92
-8.14
52.78
2004
11.69
15.05
-2.32
8.86
-29.64
-36.48
190.63
1.59
2005
7.08
3.65
17.84
11.27
72.62
53.67
-27.17
54.71
2006
19.51
14.08
10.58
14.61
11.20
3.43
99.30
99.71
Kabupaten/Kotamadya
Laju
Pertumbuhan
2002
2003
2004
2005
2006
Nias
4.1
1.842.504,58
1.918.047,27
1.996.687,21
2.078.551,38 2.163.771,99
Tapanuli Selatan
5.24
2.553.973,99
2.687.802,23
2.828.643,07
2.976.863,97 3.132.851,64
Tapanuli Tengah
5.73
2.291.336,28
2.422.629,85
2.561.446,54
2.708.217,42 2.863.398,28
Tapanuli Utara
6.73
2.287.486,67
2.441.434,52
2.605.743,06
2.781.109,57 2.968.278,24
Labuhan Batu
9.95
5.435.812,30
5.976.675,62
6.571.354,84
7.225.204,65 7.944.112,51
Asahan
8.81
4.459.063,56
4.851.907,06
5.279.360,08
5.744.471,70 6.250.559,66
Simalungun
7.86
3.014.097,51
3.251.005,58
3.566.534,61
3.782.148,23 4.079.425,09
Dairi
6.61
2.746.004,34
2.927.514,91
3.121.023,64
3.327.323,30 3.547.259,37
Karo
8.89
3.548.021,76
3.863.440,90
4.206.900,79
4.580.894,27 4.988.135,77
10
Deli Serdang
8.18
2.211.024,60
2.391.886,42
2.587.542,73
2.799.203,72 3.028.178,58
11
Langkat
4.75
2.576.917,22
2.699.320,79
2.827.538,53
2.961.846,61 3.102.534,32
12
Sibolga
5.14
3.931.784,54
4.133.878,26
4.346.359,61
4.569.762,49 4.804.648,28
13
Tanjung Balai
7.45
4.413.020,71
4.741.790,76
5.059.054,17
5.474.635,70 5.882.496,06
14
Pematang Siantar
6.15
4.406.676,89
4.677.687,52
4.965.365,30
5.270.735,27 5.594.885,49
15
Tebing Tinggi
3.76
3.417.887,81
3.546.400,39
3.679.745,04
3.818.103,46 3.961.664,15
16
Medan
7.73
4.146.505,21
4.467.030,06
4.812.331,48
5.184.324,71 5.585.073,01
17
Binjai
2.58
1.944.937,80
1.995.117,20
2.046.591,22
2.099.393,27 2.153.557,62
htb
612
612
400
400
300
300
735
820
Medan R.Prapat
R. Prapat Medan
Medan Tj. Balai
Tj. Balai - Medan
Medan P. Siantar
P. Siantar Medan
Binjai R. Prapat
Binjai Tj. Balai
2002
Q
qc
797
130
777
127
950
238
856
214
302
101
354
118
194
27
190
24
2003
Q
721
698
1136
1107
311
381
86
84
2004
Q
656
627
1122
1092
278
332
79
129
qc
118
114
284
277
104
127
12
11
qc
108
103
281
273
93
111
11
16
2005
Q
733
721
1096
1189
196
211
229
131
qc
120
118
274
298
66
71
32
16
2006
Q
784
747
1292
1323
338
324
167
202
qc
128
122
323
331
113
108
23
25
tb
1345
1345
1105
1105
650
510
1006
1552
2002
Q
qc
797
60
777
58
950
86
856
78
302
47
354
70
194
20
190
13
2003
Q
721
698
1136
1107
311
381
86
84
qc
54
52
103
101
48
75
9
6
2004
Q
656
627
1122
1092
278
332
79
129
qc
49
47
102
99
43
65
8
9
2005
Q
qc
733
55
721
54
1096
100
1189
108
196
31
211
40
229
23
131
9
2006
Q
784
747
1292
1323
338
324
167
202
qc
59
56
117
120
52
64
17
13
Po
2002
(Rp)
21000
10000
25000
16000
5000
Pt ( $ )
n
(1+r)
2002
2003
2004
2005
2006
(1 + 0.08)
(1 + 0.08)
(1 + 0.03)
(1 + 0.03)
(1 + 0.06)
3.8
1.8
3.9
2.5
0.9
4.1
1.9
4.0
2.6
1
4.4
2.1
4.1
2.7
1.1
4.8
2.3
4.3
2.8
1.2
5.1
2.4
4.4
2.9
1.3
219
Tabel 7: Prediksi tarif kereta api untuk umum tahun 2002 - 2006
Po
2002 (Rp)
16000
6000
16500
6500
8000
Jurusan
Medan R. Prapat
Medan Tj. Balai
Binjai R. Prapat
Binjai Tj. Balai
Medan P. Siantar
( 1 + r )n
(1 + 0.08)
(1 + 0.08)
(1 + 0.03)
(1 + 0.03)
(1 + 0.06)
2002
2.9
1.1
2.6
1.0
1.4
2003
3.1
1.2
2.7
1.0
1.4
Pt ( $ )
2004
3.4
1.3
2.7
1.1
1.5
2005
3.6
1.4
2.8
1.1
1.6
2006
3.9
1.5
2.9
1.1
1.7
KMP
0,854
NiNj
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
2002
2003
2004
2005
2006
0,465
1,60
Y($)
Aj
638.15
687.48
740.62
797.87
859.54
12.2
12.2
12.2
12.2
12.2
1.982x1012
2.043x1012
2.105x1012
2.169x1012
2.235x1012
Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
2.9
3.8
3.1
4.1
3.4
4.4
3.6
4.8
3.9
5.1
- 2.636
Rel
330
330
330
330
330
Tqpij (menit)
0.05
Bus
367
367
367
367
367
0.05
Air
72
72
72
72
72
Dij
penumpang
1635
1807
1817
2137
2161
KMP
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
2002
2003
2004
2005
2006
0,854
0,465
NiNj
1.982x1012
2.043x1012
2.105x1012
2.169x1012
2.235x1012
1,60
Y($)
Aj
693.13
754.19
820.64
892.94
868.75
12.2
12.2
12.2
12.2
12.2
Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
2.9
3.8
3.1
4.1
3.4
4.4
3.6
4.8
3.9
5.1
- 2.636
Rel
330
330
330
330
330
Tqpij (menit)
0.05
Bus
367
367
367
367
367
0.05
Air
72
72
72
72
72
Dij
penumpang
1700
1887
1905
2252
2171
0.05
Air
47
47
47
47
47
Dij
penumpang
1031
992
1124
1261
1234
EKMP
NiNj0,854
Y($)0,465
Aj1,60
2002
2003
2004
2005
2006
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
2.481x1011
2.529x1011
2.578x1011
2.627x1011
2.678x1011
638.15
687.48
740.62
797.87
859.54
12.2
12.2
12.2
12.2
12.2
Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
1.1
1.8
1.2
1.9
1.3
2.1
1.4
2.3
1.5
2.4
- 2.636
Rel
244
244
244
244
244
Tqpij (menit)
0.05
Bus
258
258
258
258
258
EKMP
NiNj0,854
Y($)0,465
Aj1,60
2002
2003
2004
2005
2006
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
2.481x1011
2.529x1011
2.578x1011
2.627x1011
2.678x1011
677.40
727.86
792.09
840.36
902.96
12.2
12.2
12.2
12.2
12.2
Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
1.1
1.8
1.2
1.9
1.3
2.1
1.4
2.3
1.5
2.4
- 2.636
Rel
244
244
244
244
244
Tqpij (menit)
0.05
0.05
Bus
Air
258
47
258
47
258
47
258
47
258
47
Dij
penumpang
1061
1018
1161
1292
1263
EKMP
NiNj0,854
Y($)0,465
Aj1,60
2002
2003
2004
2005
2006
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.950x1011
5.040x1011
5.133x1011
5.227x1011
5.323x1011
668.24
709.34
752.96
799.27
848.42
12.2
12.2
12.2
12.2
12.2
Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
1.4
0.9
1.4
1.0
1.5
1.1
1.6
1.2
1.7
1.3
Tqpij (menit)
- 2.636
0.05
Rel
Bus
180
180
180
180
180
180
180
180
180
180
0.05
Air
27
27
27
27
27
Dij
penumpang
216
317
365
416
468
0.05
Air
27
Dij
penumpang
221
EKMP
NiNj0,854
Y($)0,465
Aj1,60
2002
4.27x10-5
4.950x1011
668.24
12.2
220
Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
1.4
0.9
- 2.636
Rel
180
Tqpij (menit)
0.05
Bus
180
2003
2004
2005
2006
5.040x1011
5.133x1011
5.227x1011
5.323x1011
709.34
752.96
799.27
848.42
12.2
12.2
12.2
12.2
1.4
1.5
1.6
1.7
1.0
1.1
1.2
1.3
180
180
180
180
180
180
180
180
27
27
27
27
321
368
416
466
EKMP
NiNj0,854
Y($)0,465
Aj1,60
2002
2003
2004
2005
2006
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
2.184x1011
2.261x1011
2.341x1011
2.424x1011
2.510x1011
285.02
292.37
299.37
307.65
315.59
12.2
12.2
12.2
12.2
12.2
Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
2.7
3.9
2.7
4.0
2.7
4.1
2.8
4.3
2.9
4.4
Tqpij (menit)
- 2.636
0.05
Rel
Bus
347
378
347
378
347
378
347
378
347
378
0.05
Air
78
78
78
78
78
Dij
penumpang
123
124
140
152
153
KMP
0,854
NiNj
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
2002
2003
2004
2005
2006
0,465
4.950x1011
5.040x1011
5.133x1011
5.227x1011
5.323x1011
Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
1.0
2.5
1.0
2.6
1.1
2.6
1.1
2.7
1.1
2.8
1,60
Y($)
Aj
285.02
292.37
299.37
307.65
315.59
12.2
12.2
12.2
12.2
12.2
- 2.636
Rel
230
230
230
230
230
Tqpij (menit)
0.05
Bus
258
258
258
258
258
0.05
Air
53
53
53
53
53
Dij
penumpang
65
76
59
69
80
Vo
R (%)
(1+r)n
MnRP
RP-Mn
Mn-TB
TB-Mn
Mn-PS
PS-Mn
Bj-RP
Bj-TB
342.124
311.257
521.405
553.248
137.142
122.307
121.463
147.225
3.95
2.476
8.91
12.527
9.309
3.44
39.676
30.612
1.04
1.02
1.09
1.13
1.09
1.03
1.40
1.31
2002
Vn
2004
2003
2005
2006
/ thn
/ hari
/ thn
/ hari
/ thn
/ hari
/ thn
/ hari
/ thn
/ hari
355.808
317.482
568.331
625.170
149.485
125.976
170.048
192.865
975
870
1557
1713
410
345
466
528
370.041
323.832
619.481
706.442
162.938
129.755
238.067
252.653
1014
887
1697
1935
446
355
652
692
384.843
303.308
675.235
798.280
177.603
133.648
333.294
330.975
1054
831
1850
2162
487
366
913
907
400.237
336.915
736.006
902.056
193.587
137.658
466.612
433.578
1097
923
2016
2471
530
377
1278
1188
416.246
343.653
802.246
1.019.324
211.010
141.787
653.257
567.987
1140
942
2198
2793
578
388
1790
1556
Tabel 17: Kapasitas arus penumpang hasil prediksi untuk tahun 2002 - 2006
tb
Lintasan
(jam)
MnRP
RP-Mn
Mn-TB
TB-Mn
Mn-PS
PS-Mn
Bj-RP
Bj-TB
1345
1345
1105
1115
0650
0510
1006
1500
2002
Vol
975
870
1557
1713
410
345
466
528
2003
qc
72
65
116
127
30
26
35
39
Vol
1053
887
1697
1935
446
355
652
692
2004
qc
78
66
126
144
33
26
48
51
Vol
1116
831
1850
2162
487
366
913
907
2005
qc
83
62
138
161
36
27
68
67
Vol
1183
923
2016
2471
530
377
1278
1188
2006
qc
88
69
150
184
39
28
95
88
Vol
1254
942
2198
2793
578
388
1790
1556
qc
93
70
163
208
43
29
133
116
Tabel 18: Perhitungan kebutuhan lokomotif dan kereta menurut lintasan pada tahun 2002 - 2006
Lintasan
MnRP
RP-Mn
Mn-TB
TB-Mn
Mn-PS
PS-Mn
Bj-RP
Bj-TB
Total
tbm
(jam)
1345
1345
1105
1115
0650
0510
1006
1500
2002
Q
975
870
1557
1713
410
345
466
528
6883
qc
72
65
116
127
30
26
35
39
nb
2
2
3
3
1
1
1
1
14
cb
12
11
15
17
3
2
4
7
71
2003
Q
1053
887
1697
1935
446
355
652
692
7117
qc
78
66
126
144
33
26
48
51
nb
2
2
3
4
1
1
1
2
16
cb
13
11
17
19
3
2
6
10
81
2004
Q
1116
831
1850
2162
487
366
913
907
8632
qc
83
62
138
161
36
27
68
67
nb
3
2
4
4
1
1
2
2
19
cb
13
10
18
21
3
2
8
12
87
221
Sambungan
Lintasan
MnRP
RP-Mn
Mn-TB
TB-Mn
Mn-PS
PS-Mn
Bj-RP
Bj-TB
Total
222
tbm
(jam)
1345
1345
1105
1115
0650
0510
1006
1500
Q
1183
923
2016
2471
530
377
1278
1188
9966
qc
88
69
150
184
39
28
95
88
2005
nb
3
2
4
5
1
1
2
3
22
cb
14
11
20
24
3
2
12
16
102
Q
1294
942
2198
2793
578
388
1790
1556
11499
qc
93
70
163
208
43
29
133
116
2006
nb
3
2
4
5
1
1
3
4
23
cb
15
11
21
27
4
2
16
21
117
Daftar Pustaka
Kadariah. 1998. Evaluasi Proyek & Analisa
Ekonomi, Lembaga Penerbit FE-UI,
Jakarta.
Morlok, E.K. 1989. Pengantar Teknik dan
Perencanaan Transportasi, Erlangga,
Jakarta.
Siregar, Muchtarudin.
1990. Beberapa
Masalah Ekonomi dan Menejemen
Pengangkutan, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.
Rustian, Kamaluddin. 1987. Ekonomi
Ghalia Indonesia,
Transportasi,
Jakarta.
Winarno, Surakhman. 1987. Dasar dan
Teknik Riset, Tarsito, Bandung.
223
PERAN SOSIOTEKNOLOGI
DALAM PERPINDAHAN TEKNOLOGI
*)
Abstrak
Teknologi merupakan produk manusia dalam suatu sistem yang kompleks, berada di mana-mana seperti unsurunsur kultural dan spiritual, sosial dan politikal, moral dan intelektual, bukan hanya sebatas mesin-mesin.
Teknologi memiliki karakterisitik yang sangat khas/unik sebagaimana kebudayaan di mana ia dilahirkan, dan ia
mewakili nilai-nilai serta keyakinan daerah asalnya. Oleh karenanya, ia tidak dapat sembarangan dipindahkan.
Jika teknologi ingin dipindahkan maka dibutuhkan proses saling memahami di antara teknologi dengan
sosiokultural masyarakat sehingga teknologi menjadi bermakna. Maka dari itu diperlukan suatu pendekatan
yang mampu mensinergikan teknologi dan aspek-aspek kemasyarakatan. Pendekatan yang dimaksud adalah
pendekatan sosioteknologi yang berusaha mencari pola interaksi antara manusia (individu maupun komunitas)
dengan teknologi.
Kata-kata kunci: Teknologi, Sosioteknologi, Perpindahan Teknologi
Pendahuluan
Sosioteknologi
merupakan sebuah
keilmuan yang tergolong baru di Indonesia
yang mencoba mencari keterkaitan yang ada
antara teknologi dengan society. Di
Indonesia, perguruan tinggi ITB merupakan
perguruan tinggi pertama yang berusaha
mengkaji dan mengembangkan pengetahuan
tentang relasi-relasi antara teknologi dengan
society ini secara komprehensif dalam
sebuah lembaga akademis. Hal ini ditandai
dengan
akan
dibukanya
jurusan
sosioteknologi di perguruan tinggi ini.
Di luar negeri, Eropa dan Amerika,
keilmuan seperti ini berkembang pesat di
akhir tahun 80-an (Warta Sosioteknologi,
September 2001) dan dikenal dengan
keilmuan Science, Technology and Society
Studies, biasanya lebih familiar dengan
istilah STSS.
Teknologi
Teknologi merupakan penerapan secara
sistematis dari pengetahuan-pengetahuan
ilmiah untuk keperluan-keperluan praktis
(Harahap, 1990). Pengetahuan-pengetahuan
tersebut terakumulasi dalam kemampuan
teknik dan intelektual yang diaplikasikan
secara praktis dalam menciptakan produk
(barang dan jasa) untuk keperluan umat
manusia (Berger, 1974). Produk-produk ini
terdapat dalam sistem yang kompleks dan
"merembes" hingga berada di mana-mana
(pervasive) seperti pada unsur-unsur
kultural, spiritual, sosial, politik, serta moral.
224
Sosioteknologi
Secara umum, definisi sosioteknologi adalah
sebuah epistemologi pengembangan sains dan
teknologi
dengan
sudut
pandang
aspek
kemasyarakatan dan kemanusiaan. Studi ini
memiliki
fungsi
dan
peran
untuk
mentransformasikan
masyarakat
menjadi
masyarakat pengetahuan yang kritis, kreatif, dan
inovatif (Pikiran Rakyat, 29 Agustus 2001).
Sosioteknologi sendiri mencoba menelaah
lebih jauh tentang keterkaitan ataupun relasi antara
manusia dengan teknologi. Penelaahan ini berkaitan
dengan implikasi yang ditimbulkan teknologi
terhadap segi-segi kehidupan dan penghidupan
masyarakat bagaimana seharusnya mengelola
dampak dan peran teknologi tersebut dalam
meningkatkan derajat kemasyarakatan di satu sisi,
serta bagaimana seharusnya sikap dan peran
masyarakat dalam menerima fungsi teknologi itu di
sisi lain (Sinaga, 2001).
Berikut ini akan dijelaskan tentang beberapa
hal-hal prinsip dalam hal hubungan antara manusia
dengan teknologi antara lain:
Watak teknologi.
Teknologi dan manusia.
Perpindahan teknologi (alih teknologi).
225
Perpindahan Teknologi
Perpindahan
teknologi
umum
dilakukan. Namun dengan mengingat
karakter teknologi dan juga karakter budaya
yang diwakilinya maka teknologi tidak bisa
dengan gampang begitu saja dipindahkan.
Jika teknologi diibaratkan sebagai sinar,
maka sinar kebudayaan yang terlepas
(ditransfer) bagaikan elektron yang terlepas
ataupun penyakit menular yang tersesat. Ia
dapat membawa maut apabila dipisahkan
dari susunan tempat sebelumnya ia
berfungsi, lalu lepas berdiri sendiri, keluar
mengembara di dalam lingkungan lain. Jika
bagi suatu konteks "susunan elektron"
tertentu
teknologi
tersebut
sangat
bermanfaat, belum tentu hal tersebut akan
bermanfaat juga bagi konteks lainnya.Bagi
yang satu roti, bagi yang lain mati
(Toynbee,
Teknologi
dan
Dampak
Kebudayaannya).
Bila teknologi dipindahkan begitu saja,
maka hal itu merupakan hal yang kurang
tepat. Namun hal ini sering dilakukan
terutama terhadap teknologi yang berasal
dari Barat. Dengan melakukan ini dapat
diartikan sebagai mengeluarkan teknologi
Barat dari lingkungan lokalnya dan konteks
sejarahnya. Secara tidak disadari hal ini juga
merupakan suatu bentuk anggapan bahwa
teknologi Barat adalah mazhab-mazhab
absolut dan kebudayaan universal yang tak
mengenal batas ruang. Selain itu hal ini juga
dapat diartikan sebagai memberikan
semacam keabsolutan dan keuniversalan
yang tidak semestinya kepada teknologi
Barat, dan menyebarkannya ke luar batasbatas geografisnya. Dengan demikian dapat
diartikan juga telah ikut serta dalam
merealisasikan
keinginan-keinginan
kebudayaan pusat (central) yang ingin
menjadikan dirinya sebagai kebudayaan
penguasa dan pengontrol dari kebudayaan
pinggiran (peripheral) (Hanafi, 2000).
Daftar Pustaka
Cross, Nigel and Co. 1974. Man-Made Future,
Reading in Society, Technology and Design,
Hutchinson Educational.
Hanafi, Hasan. 2000. Oksidentalisme, Sikap Kita
terhadap Tradisi Barat, Paramadina.
Ladriere, Jean. 1977. The Challanged Presented to
Culture by Science and Technology, Unesco.
Mangunwijaya, Y.B. (Editor). 1983. Teknologi dan
Dampak Kebudayaannya, Yayasan Obor
Indonesia.
Harahap, Filino. 1975. Pemindahan Teknologi.
Dalam Mangunwijaya, Y.B. 1983. Teknologi
dan Dampak Kebudayaannya, Yayasan Obor
Indonesia.
Baka, Jsef. 1976. Mesin-Mesin sebagai
Pasangan Manusia. Dalam Mangunwijaya,
Y.B.
1983.
Teknologi
dan
Dampak
Kebudayaannya, Yayasan Obor Indonesia.
Toynbee, Arnold. 1953. The World and The
West. Dalam Mangunwijaya, Y.B. 1983.
Teknologi dan Dampak Kebudayaannya,
Yayasan Obor Indonesia.
Ellul, Jecques. 1964. The Technological Society.
Dalam Mangunwijaya, Y.B. 1983. Teknologi
dan Dampak Kebudayaannya, Yayasan Obor
Indonesia.
Sains,
Teknologi
dan
Sardar,
Ziauddin.
Pembangunan di Dunia Islam, Penerbit
Pustaka.
Sinaga, Anggiat. Agustus 2001. Sains-Teknologi
dan Kemasyarakatan, Suatu Epistemologi
Pengembangan
Pengetahuan,
Warta
Sosioteknologi, ITB.
Adji A. Sutama, S.Th,
(www.bpkpenabur.or.id/index.htm )
Kesimpulan
Gagasan Sosioteknologi dipandang
perlu untuk dipertimbangkan, khususnya
bagi masyarakat dan negara seperti
Indonesia yang masih lebih banyak mengimpor teknologi dari kebudayaan luar
daripada memproduksi teknologi dari rahim
kebudayaannya
sendiri.
Dengan
memperhatikan
karakteristik
teknologi
seperti
yang dijabarkan sebelumnya
diharapkan
kepada
para
teknokrat
226
Maya Sarah*)
Staf Pengajar Teknik Kimia, Fakultas Teknik USU
Abstrak
Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan sistem lumpur aktif masih belum efektif karena biomassa yang terbentuk
terlalu banyak sehingga membutuhkan penanganan khusus. Salah satu upaya penanganan ekses biomassa
adalah dengan mereduksi volume biomassa pada kondisi anaerobik menggunakan pelarut NaOH dan HCl.
Dalam penelitian ini ekses lumpur aktif yang digunakan adalah ekses lumpur aktif yang dihasilkan industri
pembuatan kertas, dan yang menjadi indikator keberhasilan proses adalah kemampuan reduksi ekses lumpur
aktif dari bioreaktor anaerobik. Ditinjau dari jenis pelarut yang digunakan, proses reduksi dengan pelarut
NaOH jauh lebih efektif dibandingkan dengan reduksi menggunakan pelarut HCl dengan konsentrasi yang
sama. Sementara itu dari pengamatan terhadap pengaruh temperatur diketahui bahwa kemampuan reduksi dari
bioreaktor anaerobik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Peningkatan temperatur mengakibatkan
ketidakstabilan proses reduksi MLSS sistem untuk pengolahan dengan pelarut HCl.
Kata-kata kunci: Sistem lumpur aktif, Biomassa, Inokulum, Mixed culture
1. Pendahuluan
Limbah cair industri pulp dan kertas umumnya
diolah pada Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) dengan sistem lumpur aktif yang terdiri dari
bak aerasi dan bak sedimentasi untuk memisahkan
biomassa dengan limbah hasil olahan sebelum
limbah tersebut dibuang ke badan air. Proses
pengolahan limbah cair dengan sistem lumpur aktif
akan mengkonversi limbah organik ke dalam
bentuk gas CO2 yang dilepas ke atmosfer sebesar
50% dan 50% lagi akan terkonversi menjadi
biomassa. Biomassa yang terbentuk sebagian akan
dikembalikan ke dalam bak aerasi, sebagian lagi
sekitar 15-25% dikeluarkan dengan menggunakan
pompa lumpur dan dialirkan ke unit pengeringan
lumpur.
Proses pengolahan limbah cair ini masih belum
efektif karena biomassa yang terbentuk terlalu
banyak sehingga membutuhkan penanganan
khusus. Proses pengeringan lumpur sendiri
menghadapi
masalah
penyediaan
tempat
pengeringan, pemanfaatan lumpur aktif yang telah
dikeringkan dan sangat bergantung pada faktor
sinar matahari. Masalah yang dihadapi sistem
lumpur aktif ini mendorong berbagai penelitian
untuk mengatasi masalah pembuangan ekses
biomassa dari IPAL.
Salah satu upaya penanganan ekses biomassa
adalah dengan mereduksi volume biomassa pada
kondisi anaerobik. Saiki Yuko dkk., telah berhasil
mereduksi jumlah biomassa dari unit pengolahan
limbah industri bir hingga 40%. Biomassa tersebut
terkonversi secara anaerobik ke dalam bentuk gas
metana. Limbah industri kertas merupakan limbah
yang kaya akan kandungan bahan organik sehingga
Jurnaldan
Teknik
SIMETRIKA
Vol. 3Reduksi
No. 3 Ekses
Desember
2004Aktif
: 226(Maya
230 Sarah)
Pengaruh Jenis
Konsentrasi
Pelarut dalam
Lumpur
227
228
Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pelarut dalam Reduksi Ekses Lumpur Aktif (Maya Sarah)
229
Daftar Pustaka
Saiki,
Y.
Imabayashi,
S.
dkk.
1999.
Solubilization of Excess Activated Sludge
by Self Digestion, Water Resources, Vol
33, No 8, hal 1864-1870.
Speece, R.E. 1996. Anaerobic Biotechnology for
Industrial Wastewaters, Archae Press,
Nashville, Tennessee USA, hal 3-6.
4. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian untuk mereduksi
ekses lumpur aktif dari limbah industri pulp
dan kertas diperoleh tingkat reduksi ekses
lumpur aktif sebesar 8% saja. Tingkat
efisiensi proses reduksi ini amatlah rendah,
tetapi hal ini kemungkinan diakibatkan oleh
rendahnya konsentrasi awal mikroorganisme
anaerobik dan rendahnya konsentrasi pelarut
HCl dan/atau NaOH (maksimum 1 N).
Akibatnya proses hanya mampu mereduksi
sebagian kecil dari ekses lumpur aktif yang
ada dan mengkondisikan medium dalam
keadaan asam atau basa.
Pengolahan dengan menggunakan pelarut
NaOH jauh lebih efektif dibandingkan
dengan pelarut HCl pada konsentrasi encer
(0,1 N dan 1 N). Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kondisi medium yang
cenderung bersifat sedikit basa akibat
penambahan NaOH, sedangkan pada
pengolahan dengan medium sedikit asam
akibat penambahan HCl terjadi percepatan
pertumbuhan bakteri pembentuk asam yang
mengakibatkan peningkatan jumlah MLSS
sistem ketika proses reduksi berlangsung,
dan sebagai akibatnya terjadi ketidakstabilan
sistem.
230
Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pelarut dalam Reduksi Ekses Lumpur Aktif (Maya Sarah)
231
JURNAL TEKNIK
SIMETRIKA
SIPIL-MESIN-ELEKTRO-INDUSTRI-KIMIA-ARSITEKTUR
VOLUME : 3
Penggunaan Las Tahanan Listrik pada Proses Perakitan Shadow Mask pada
Industri Tabung Televisi
232
Vol. 3
No. 3
Medan
ISSN
1412 - 7806
233
234
Abstrak
Proses welding adalah salah satu proses penyambungan logam dengan logam dalam produksi. Pada proses
welding ini terjadinya persambungan antara dua logam adalah karena timbulnya panas yang mengakibatkan
perubahan struktur pada titik persambungan tersebut. Pada proses las resistensi listrik panas yang timbul
adalah karena adanya tahanan listrik dan ditambah dengan tekanan yang membuat kedua logam menjadi
menyatu. Pada proses pembuatan tabung televisi ataupun monitor komputer proses las tahanan listik
(resistance spot welding) dipakai pada penyambungan antara frame, spring dan shadow mask. Shadow mask
dan spring melekat pada frame, dan ketiga material ini melekat pada panel karena adanya lubang yang
menempel ketat pada stud pin panel. Shadow mask sangat berfungsi untuk menentukan berapa besar resolusi
dari gambar yang dapat dihasilkan pada televisi ataupun monitor komputer.
Abstract
Welding process is one of metal joining process between metal and metal in production. In welding process
joining metal occur because heat and structure of material will be change at joining point. In electric resistance
spot welding heat generated because there are electric resistance between two metal and adding pressure will
make the metals joining together. In cathode ray tube (CRT for) or electronic display tube (EDT) making
process, spot resistance welding use in joining of frame, spring and shadow mask. Shadow mask and spring
joined to frame and this third mterial is joined to panel glass caused by stud pin panel was inserted to spring
hole. Shadow mask function is determining how much resolution of drawing in television or monitor computer.
Kata-kata kunci: Las tahanan listrik,CRT, EDT, Arus listrik, Shadow mask assembly
1. Pendahuluan
Pada proses pembuatan tabung televisi atau
komputer yang dikenal dengan Cathode Ray Tube
(CRT) atau Cathode Display Tube (CDT), proses
perakitan Shadow mask merupakan proses awal
dari perakitan tabung hampa tersebut. Shadow mask
assembly berfungsi untuk menciptakan titik-titik
pada panel sekaligus juga untuk menentukan
resolusi gambar yang akan dikeluarkan tabung.
Proses perakitan shadow mask pada dasarnya
adalah proses pengelasan yang menggunakan las
resistensi atau las tahanan listrik. Material yang
akan dilas adalah frame sebagai tempat meletakkan
shadow mask, spring dan shadow mask. Setelah
perakitan ini selesai maka shadow mask assembly
dilekatkan pada panel glass (kaca depan dari
tabung).
Tulisan ini bertujuan untuk menyebarluaskan
informasi mengenai las tahanan listrik dan juga
penerapannya pada proses pembuatan tabung
televisi atau monitor komputer.
E
(1)
R
Nilai E juga boleh merupakan beda potensial
di kedua ujung penghantar. Nilai R adalah besar
hambatan pada penghantar. Nilai ini tetap untuk
bahan jenis konduktor sedang untuk tabung hampa,
fluida elektrolit, thermistor dan semikonduktor.
Sebagai ilustrasi dapat dilihat di gambar 1 sampai
dengan Gambar 5.
I
I
Eab
2. Tahanan Listrik
Besar arus (i) pada suatu kondukotor tergantung
dari tegangan listrik (E) yang dibangkitkan oleh
231
I
Elektroda
Tekanan
Transformator
Eab
Lasan
Tekanan
Gambar 6: Spot resistance welding
Eab
Eab
Gambar 4: Thermistor
Transformator
Benda kerja
232
Elektroda
Gambar 7: Seam resistance welding
3. Projection welding
Pada proses pengelasan dengan sistem projection
welding biasanya logam yang akan dilas
diberikan sedikit tonjolan yang sengaja akan
dicairkan sebelum ditekan hingga menyatu
(Gambar 8).
Penggunaan Las Tahanan Listrik pada Proses Perakitan (Melvin Emil Simanjuntak)
Tonjolan
Keterangan:
a : Squezze time
b : Weld time
c : Post heat
d : Hold time
e : Off time
Arus Pengelasan
Mandrel
Elektroda
Tekanan
Gambar 8: Projection resistance welding
4. Welding Cycle
Welding cycle atau siklus las pada proses las
tahanan listrik khususnya pada las titik dibagi
menjadi 4 (empat) tahapan waktu yaitu:
Squezze time: Waktu saat penekanan elektroda
dimulai dan sesaat akan dimulainya
pengaliran arus.
Weld time :
Waktu di mana arus listrik sedang
mengalir.
Hold time :
Waktu di mana penekanan masih
berjalan tetapi arus listrik tidak
mengalir.
Off time :
Waktu di mana elektroda lepas dari
benda kerja dalam hal ini tidak ada
arus ataupun penekanan.
Lihat Gambar 9 sampai 11 sebagai ilustrasi.
Arus pengelasan
5. Elektroda
Tekanan
pengelasan
Welding time
(detik)
Gambar 9: Welding cycle untuk arus bolak balik
Tekanan
pengelasan
Arus pengelasan
233
Posisi shadow
mask dalam bulb
Gambar 17 : Bulb CRT
Gambar 13: Spring-frame tip welding
b.
Gambar 18 : Spring
Gambar 18: Spring
6. Material Lasan
Material yang dipakai pada proses perakitan
shadow mask adalah (Gambar 15 dan Gambar 19):
a. Frame: merupakan rangka bagi melekatnya
shadow mask terbuat dari campuran besi yang
sedikit lunak berbentuk persegi empat di mana
panjang dan lebarnya telah mempunyai ukuran
standar untuk setiap tipe misalnya 14 atau 20
dan telah mengalami proses blackening
sebelumnya.
234
Penggunaan Las Tahanan Listrik pada Proses Perakitan (Melvin Emil Simanjuntak)
1,0
1,0
1,0
7. Kesimpulan
1.
2.
3.
Daftar Pustaka
Dokumendokumen dari PT LG Electronic
Display Devices Indonesia.
http://www. LG Micron.com
http://www. panasonic.com
Suharto. 1991. Teknologi Pengelasan Logam,
Rineka Cipta.
Wiryosumarto, H. 1996. Teknologi Pengelasan
Logam, PT Pradnya Paramita Journal of
Manufacturing Science and Engineering,
August 2001 vol 123.
235
JURNAL TEKNIK
SIMETRIKA
SIPIL-MESIN-ELEKTRO-INDUSTRI-KIMIA-ARSITEKTUR
VOLUME : 3
Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol Ruang Parkir
Otomatis
236
Vol. 3
No. 3
Medan
Desember
ISSN
1412 - 7806
Penggunaan Las Tahanan Listrik pada Proses Perakitan (Melvin Emil Simanjuntak)
237
**)
Abstract
This paper describes the design and development of knowledge-based system to assist thermodynamic
calculation process of Rankine cycles. With this application, user can enter their Rankine cycle flow-diagrams
and accompanying data into program. The knowledge-based system will then calculate various thermodynamic
parameters which indicates the operating performance of the Rankine cycle. As the central of the knowledgebased system is the information/knowledged-based itself. The knowledge-based is designed by following
Semantic Network model with frame-based representation. The knowledge-based system also features
thermodynamic property data based on the IAPWS Formulation for General and Scientific Use (IAPWS-95).
This formulation provides the most accurate representation of the thermodynamic properties of the fluid phases
of water substance over a wide range of conditions available at the time this project was prepared. Since the
noise source identification of steam power plant is started from the identification and calculation of the
thermodynamic properties of the fluid phases of water substance over a wide range of conditions, so the
knowledge-based system supported the user to identification and calculation of the noise source of the steam
power system.
Keywords: Knowledge-based system, Thermodynamic calculation, Noise source, Steam power Plant
1. Introduction
Power plants that use steam as their working
fluid work on the basis of Rankine cycle. These
include standing-alone steam power plants and
those which are parts of combined cycle power
plants. The first stage in designing these power
plants is the thermodynamic analysis process of the
Rankine cycle. In order to achieve optimal
performance, the process is done repeatedly with
various working conditions and modifications,
which makes it a tiring and time-consuming job
when done manually.
This paper describes the design and
development of a computer program application
which uses knowledge-based system principle to
assist thermodynamic calculation process of
Rankine cycles. With this application, users can
enter their Rankine cycle flow-diagrams and
accompanying data into program. The program will
then calculate various thermodynamic parameters
which indicates the operating performance of the
Rankine cycle. These parameters include thermal
efficiency, backwork ratio, mass flow rate, power
and work that are needed and produced by the
cycle, heat transfer and its rate which enter and
leave the system, and the working fluid states on
each point in the cycle.
Several Rankine cycle modifications supported
by the program include superheat, reheat,
regeneration, and supercritical Rankine cycle. The
system supports regeneration with open feedwater
2. Basic Theories
Thermodynamics
There are three basic principles of
thermodynamic which are used extensively in every
thermodynamic analysis. They are the conservation
of mass principle, the first law of thermodynamics,
and the second law of thermodynamics [1].
Conservation of mass for an open system
requires that
Increase of
mass within
the system
237
The Second Law of Thermodynamics is a farreaching principle of nature that has been stated in
many forms. Two well-known statements of the
Second Law of Thermodynamics are the Clausius
statement and the Kelvin-Planck statement.
Rankine Cycle
A simple Rankine cycle consists of steam
turbine, condenser, pump, and boiler (Figure 1).
But in modern steam power plants, various
modifications are usually incorporated to improve
overall performance. Four modifications are
presented in this project: superheat, reheat,
regeneration, and supercritical Rankine cycle.
Superheat and reheat permit advantageous
operating pressures in the boiler and condenser and
yet offset the problem of low quality of the turbine
exhaust.
Regeneration is the most commonly used
method for increasing the thermal efficiency of
steam power plants. Regeneration in Rankine cycle
is accomplished by the use of feedwater heaters.
Modern large steam power plants use between five
and eight feedwater heating stages, and none is
built without one. There are three types of
feedwater heaters in use: open or direct-contact
type, closed type with drains cascaded backward,
and closed type with drains pumped forward [3].
Only the first two types are implemented in the
program.
The supercritical Rankine cycle differs from
the simple one in its steam-generators pressure.
Feedwater that enters the steam-generator is
pressurized to a pressure beyond the critical
pressure of the vapor (22.1 MPa for steam), hence
there are no change in phase of the working fluid
during the heating process.
238
COpen
Data base
Power System
Numerical
Calculation
Noise Source
Identifidcation
4. Discussion
Consider a reheat-regenerative vapour power
cycle with two feedwater heaters, a closed
feedwater heater and an open feedwater heater
(Figure 6). Steam enters the first turbine at 8.0
MPa, 480C and expands to 0.7 MPa. The steam is
reheated to 440C before entering the second
turbine, where it expands to the condenser pressure
of 0.008 MPa. Steam is extracted from the first
turbine at 2 MPa and fed to the closed feedwater
heater. Feedwater leaves the closed heater at 205C
and 8.0 MPa, and the condensate exits as saturated
liquid at 2 MPa. The condensate is trapped into the
open feedwater heater. Steam extracted from the
second turbine at 0.3 MPa is also fed into the open
feedwater heater, which operates at 0.3 MPa. The
stream exiting the open feedwater heater is
saturated liquid at 0.3 MPa. The net power output
of the cycle is 100 MW. There is no stray heat
transfer from any component to its surroundings.
The working fluid experiences no irreversibilities
as it passes through the turbines, pumps, steam
generator, reheater, and condenser.
Figure 7 shows the program user interface with
considered Rankine cycle diagram and data entered.
Scaled temperature-entropy (T-s) diagram of the
cycle produced by the program is shown in Figure
8. Several parameters calculated by the program
which indicate the operating performance of the
Rankine cycle are:
Thermal efficiency
: 43.048%
Backwork ratio
: 0.00654
Main mass flow rate
: 77.627 kg/s
Other parameters, including the operating
conditions of the devices and the working fluid
conditions at every point in the cycle, are calculated
by the program, too. All of them can be viewed
through the programs menus.
Hence, the sound power level of system can be
calculated through the calculation of each
component which has at least one noise generation
mechanism. All component which produce the
noise, should be identified as noise source of the
simulated steam power system.
239
240
Figure 7: Running program with the reheat-regenerative rankine cycle diagram entered
241
242
References
Jones, J.B., and R.E. Dugan. 1996.
Engineering Thermodynamics. PrenticeHall: Englewood Cliffs, New Jersey
Moran, Michael J., and Howard N. Shapiro.
1996. Fundamentals of Engineering
Thermodynamics, 3rd Edition. John
Wiley & Sons, New York
El-Wakil. M.M. 1984. Power Plant
Technology. McGraw-Hill: New York
Release on the IAPWS Formulation 1995 for
the Thermodynamic Properties of
Ordinary Water Substance for General
and Scientific Use. The International
Association for the Properties of Water
and Steam: Fredericia, Denmark,
September 1996.
Revised
Supplementary
Release
on
Saturation Properties of Ordinary
Water Substance. The International
Association for the Properties of Water
and Steam, St. Petersburg, Russia,
September 1992.
Irvine, Thomas F., Jr., and Peter E.
Liley.1984. Steam and Gas Tables with
Computer Equations. Academic Press,
London
243
Abstract
Used fried oil is an alternative fuel and an example product of agricultural engineering has potential to be
develoved to renewable energy called biodiesel. This paper describes comparison study performance from a
direct injection system diesel engine fueled with 10%, 20%, 50% ,60%, 80% and 100% biodiesel with diesel
engine fueled diesel oil (solar). The test result shown that the engine fueled with 100% biodiesel produce slightly
lower torgue and power than the same engine fueled with solar. And the emission gas exhaust test results have
shown that a lower particulate matter CO about 30,464 % and SOx 31,138% which comparison with diesel
engine fueled solar.
Keywords: Used fried oil, Performance diesel engine, Power, Emission
1. Pendahuluan
Saat ini bahan bakar motor diesel di Indonesia
khususnya untuk jenis kendaraan roda empat
didominasi oleh solar yang terbuat dari minyak
bumi di dalam negeri. Diperkirakan paling cepat
pada tahun 2007 dan paling lambat tahun 2015,
Indonesia akan menjadi salah satu negara importir
netto minyak bumi. Hal ini diprediksi dari produksi
dan selisih ekspor terhadap impor minyak mentah
Indonesia yang terus berkurang dari tahun ke tahun.
Tabel 1: Situasi pengadaan minyak mentah di
Indonesia
Solar
Tahun
1995
1996
1997
1998
1999
585,8
582,0
577,0
568,2
547,6
301,8
283,7
287,9
280,4
285,4
68,3
69,2
62,9
72,5
84,7
233,5
214,5
225,0
207,9
200,7
% dari Produksi
39,9
36,9
39,0
36,6
36,7
Bensin
244
Tahun
BBM
1995
1996
1997
1998
1999
Konsumsi
16,96
18,81
21,84
19,67
19,84
Produksi
11,96
14,21
13,72
14,55
14,58
Defisit
5,0
4,6
8,12
5,12
5,26
Konsumsi
9,19
10,08
10,83
10,97
11,52
Produksi
6,87
9,67
10,67
10,45
11,62
Defisit
2,32
0,41
016
0,52
0,10
2. Dasar Pemikiran
Biodisel merupakan bahan bakar minyak
diesel yang berasal dari minyak yang bisa
diperbarui yaitu minyak nabati atau hewani dan
dapat bekerja pada motor diesel konvensional
sekalipun tanpa perlu penambahan converter kit.
Tabel 3 menunjukkan perbandingan sifat fisika dan
kimia biodiesel dengan solar dan emisi dari bahan
bakar biodiesel.
Tabel 3: Perbandingan biodiesel dengan solar
Fisika Kimia
Komposisi
Modifikasi engine
Lubrikasi
Emisi
Lingkungan
Biodiesel
Metil ester atau
asam lemak
0,8624
5,55
172
62,4
0,1
Energi yang
dihasilkan
128.000 BTU
Tidak diperlukan
Lebih tinggi
CO rendah
Toxisitas rendah
Keberadaan
Terbarukan
Densitas, g/ml
Viskositas, cSt
Flash point, oC
Angka cetan
Kelembaban, %
Engine power
Petrodiesel
Hidrokarbon
0,8750
4,6
98
53
0,3
Energi yang
dihasilkan
130.000 BTU
Lebih rendah
CO tinggi
Toxisitas 10 kali
lebih tinggi
Tak terbarukan
Properti
Satuan
Biodiesel
Petrodiesel
SO2
CO
NO
NO2
O2
Total
partikulat
Benzen
Toluen
Ppm
Ppm
Ppm
Ppm
%-b
0
10
37
1
6
78
40
64
1
6.6
Mg/Nm3
0,25
5.6
-96
mg/Nm3
mg/Nm3
0,3
0,57
5.01
2.31
-99.9
-99.9
Xylene
Etilbenzen
mg/Nm3
mg/Nm3
0,73
0,3
1.57
0.73
-99.9
-59
PB
2. .N
.T
60
(1)
di mana:
PB = Daya keluaran, Brake Power (Watt)
N = Putaran mesin (rpm)
T = Torsi (Nm)
Pengukuran lain dari efisiensi sebuah mesin
adalah konsumsi bahan bakar spesifiknya, yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara laju
aliran massa bahan bakar terhadap daya brake (PB).
Bila daya brake dalam satuan kW dan laju aliran
massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka:
sfc
m f . 103
PB
(2)
di mana:
sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kWh)
Konsumsi bahan bakar spesifik berkaitan erat
dengan nilai ekonomis dari sebuah mesin karena
dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah
245
3. Metode Penelitian
3.1 Objek Pengujian
Objek pengujian merupakan bahan bakar
biodiesel (berbahan baku minyak goreng bekas dari
rumah tangga), solar serta campuran antara
biodiesel dan solar. Masing-masing adalah untuk:
a. Pengujian nilai kalor bahan bakar.
Sampel pengujian adalah bahan bakar biodiesel
dari minyak goreng bekas (=B100), solar serta
campuran antara biodiesel dan solar dengan
komposisi perbandingan (solar/biodiesel) 10%,
20%, 40%, 50%, 60%, 80% hingga biodiesel
murni 100% (=B100). Total bahan bakar yang
diuji ada sebanyak 8 jenis dengan volume uji
masing-masing sebanyak 0,2 ml.
b. Pengujian prestasi motor diesel.
Sampel pengujian dilakukan untuk pemakaian
bahan bakar B10, B20, B50, B60, B80, B100,
dan solar, dengan volume uji masing-masing
bahan bakar sebanyak 8 ml.
c. Pengujian emisi gas buang.
Pada pengujian emisi gas buang, pengujian
dilakukan untuk pemakaian bahan bakar B20,
B50, B80, dan B100 serta solar. Total bahan
bakar yang diuji ada sebanyak 5 jenis dengan
volume uji masing-masing sebanyak 8 ml.
3.2 Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan dalam pengujian ini
meliputi:
a. Data primer merupakan data yang diperoleh
langsung dari pengukuran dan pembacaan pada
unit instrumentasi dan alat ukur pada masingmasing pengujian.
b. Data sekunder merupakan data yang diperoleh
dari hasil penelitian karakteristik bahan bakar
biodiesel yang dilakukan oleh Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) Medan dan data
mengenai karakteristik bahan bakar dari
PERTAMINA.
3.3 Pengelolaan Data
Data yang diperoleh dari data primer dan data
sekunder diolah ke dalam rumus empiris,
kemudian data hasil perhitungan disajikan
dalam bentuk grafik.
3.4 Alat Uji
Uji pretasi motor diesel dilakukan dengan
menggunakan mesin uji TD110-TD 115 Test
Bed and Instrumentation for Small Engines
yang memiliki spesifikasi sebagai berikut:
246
Valve Position
Overhead
0,10 mm (cold)
Swept Volume
230 cm3
Bore
70 mm
Stroke
60 mm
Compression Ratio
21 : 1
Recommended maximum
speed
3600 revs/min
23O BTDC
Dry mass
26 kg
9.6
9.4
9.2
Torsi (Nm)
9
Solar
8.8
B10
8.6
B50
8.4
B80
B60
B100
8.2
B20
8
1500
HHV (MJ/kg)
44
2000
2500
3000
3500
Putaran (rpm)
42
40
38
36
34
B 100 B 90
B 80
B70
B 60
B 50
B 40
B 30
B 20
B 10
Solar
4.3 Daya
Pada bagian ini, daya terendah terjadi pada
pemakaian bahan bakar B100 yaitu sebesar 1,45
kW, 2,01 kW, 2,57 kW, 3,14 kW, dan 3,58 kW
untuk putaran 1500 rpm, 2000 rpm, 2500 rpm,
3000 rpm dan 3500 rpm. Daya tertinggi terjadi pada
pemakaian bahan bakar solar yaitu 4,21 kW untuk
putaran 3500 rpm. Daya yang dihasilkan mesin
dengan menggunakan bahan bakar B100 rata-rata
lebih rendah sekitar 9,9% dibandingkan bila
menggunakan bahan bakar solar. Penurunan daya
untuk berbagai komposisi biodiesel dibandingkan
pemakaian bahan bakar solar disebabkan karena
nilai kalor pembakaran biodiesel lebih kecil dari
bahan bakar solar murni, sehingga bila komposisi
biodiesel semakin besar di dalam campuran bahan
bakar tersebut maka nilai kalor pembakaran
semakin turun, hal ini juga dapat dilihat pada grafik
nilai kalor pembakaran sebelumnya. Faktor lain
yang memungkinkan terjadinya penurunan daya
keluaran yaitu kurang tepatnya pengesetan waktu
penginjeksian (timing injection). Hal ini karena
bilangan metana biodiesel lebih tinggi dari solar.
Oleh karena itu diperlukan ignition delay yang
lebih pendek dari pengesetan waktu penginjeksian
(timing injection), dan dibutuhkan upaya untuk
memajukan timing injection agar diperoleh daya
yang optimum.
247
248
20
Kadar CO (mg/m3)
15
B100
B80
10
B50
B20
Solar
0
1500
2500
3500
Putaran (rpm)
5. Kesimpulan
a.
b.
c.
Daftar Pustaka
Ambarita, Mery Tambaria Damanik. 2002.
Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas untuk
Produksi Metil Ester, Program Ilmu Pangan
PGSJ, IPB.
Elisabeth, Jenny dan Tri Haryati. 2001. Biodiesel
Sawit: Bahan Bakar Alternatif Ramah
Lingkungan, Warta Pengembangan dan
Penelitian Pertanian Vol. 23 No. 3.
Low Blends of Biodiesel: A Guide to Different
Blend Levels, www.biodiesel.org
Manual book of TD110 TD115 Test Bed and
Instrumentation for Small Engines. 2000. TQ
Education and Training Ltd Products
Division.
249
Zulkifli Lubis*)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik USU
Abstrak
Energi surya merupakan salah satu energi yang tak pernah habis. Selain itu energi surya merupakan salah satu
energi terbarukan yang dapat diandalkan sebagai sumber energi karena memiliki beberapa keunggulan yang
lebih dari sumber energi lain. Energi ini terutama untuk kebutuhan akan air panas dalam jumlah besar yang
sangat diperlukan untuk proses-proses industri atau kebutuhan rumah tangga. Dalam kehidupan kita seharihari kita masih banyak menjumpai pemanas air yang menggunakan energi listrik. Ada beberapa kelemahan
pemanas air yang menggunakan energi listrik dan juga beresiko terhadap manusia yang menggunakannya.
Tulisan ini akan membahas pemanfaatan energi surya sebagai energi utama untuk pemanasan air guna
memenuhi kebutuhan rumah tangga khususnya air panas.
Kata-kata kunci: Pemanas air, Energi konvensional, Energi komersil
1. Pendahuluan
Energi surya merupakan salah satu energi
terbarukan yang dapat diandalkan sebagai sumber
energi karena memiliki beberapa keunggulan yang
lebih dari sumber energi lain. Selain energi surya
tidak pernah habis, tersedia secara gratis (sangat
ekonomis), sistem teknologinya tidak memerlukan
perawatan yang rumit dan energi surya juga tidak
polusif (ramah lingkungan). Seperti kita ketahui
bersama bahwa saat ini terjadi bencana internasional
dimana terjadinya efek ramah kaca (green house
effect) di bumi akibat dari penipisan lapisan ozon
yang salah satu akibat dari proses pembakaran bahan
bakar fosil yang menghasilkan gas CO2, di mana gas
tersebut juga mencemari udara yang dapat
mengganggu pernafasan makhluk hidup yang ada di
muka bumi ini.
Indonesia khususnya Sumatera Utara sebagai
daerah yang beriklim tropis, di mana matahari
bersinar cerah sepanjang tahun dan tidak ada musim
dingin sehingga intensitas energi surya disini cukup
potensial untuk dimanfatkan.
Kebutuhan akan air panas dalam jumlah yang
besar sangat diperlukan untuk proses-proses industri
atau untuk kebutuhan rumah tangga. Dalam
kehidupan kita sehari-hari, kita masih banyak
menjumpai pemanas air dengan menggunakan
energi listrik. Ada beberapa kelemahan pemanas air
yang menggunakan energi listrik selain beresiko
terhadap manusia yang disebabkan oleh sengatan
listrik. Pemanas air energi lislrik juga tidak
ekonomis lagi di mana saat ini biaya listrik semakin
melambung tinggi.
Makalah ini secara khusus akan membahas
pemanfaatan energi surya sebagai energi utama
untuk pemanasan air guna memenuhi kebutuhan
250
3.
4.
5.
6.
c.
d.
251
252
b.
h.
i.
j.
780mm
600 mm
685 mm
253
Daftar Pustaka
Mariam Jacobs Fisk & H. C. William Anderson.
Instruction to Solar Energy. 1982. Edition
Wesley Publishing Company, Inc. Canada.
Mariam Jacobs Fisk & H. C. Wlliam Anderson.
1982. Introduction to Solar Technology.
Marshall Henrics Courtesy of Acorn Structures
inc, Consord MA.
J.P. Holman, terjemahan Ir. E. Jasfi, M.Sc. 1984.
Perpindahan Kalor (Heat Transfer), Penerbit
Erlangga, Edisi kelima.
Merdang Sembiring. 1993. Penelitian dan
Perhitungan Energi Surya
yang Dapat
diabsorbsi oleh Alat Penyerap Kalor Absorber
(Lokasi Medan), USU, Medan.
Jhon A Duffie & William A Beckman 1980. Solar
Engineering of Thermal Processes. John Willey
& Sons Inc.
Harris, Norman, C, Cyndey. Emiller & Irving. E.
Thomas. 1985. Solar Energi System Design
Jhon Willey & Sons, USA.
Lunde J. Peter. 1980. Solar Thermal Engineer. Jhon
Willey and Sons, New York.
A. A. M. Syigh. 1977. Solar Energy Engineer.
Academica Press Inc, New York.
Donald Rapp. 1981. Solar Energy. Prentice Hall
Inc, Englewood Cliffs N. J.
Ted J. Jansen. 1995. Teknologi Rekayasa Surya
terjemahan Prof. Wiranto Arismunandar,
cetakan pertama Penerbit Pradnya Paramita
Jakarta.
254
Abstrak
Proses pengeringan umumnya dilakukan dengan menjemur ikan dengan bantuan sinar matahari secara
langsung dan jika cuaca mendung akan mengakibatkan ikan menjadi busuk dan kebersihan ikan kurang
terjamin. Oleh karena itu maka penulis membuat suatu alat pengering ikan teri dengan resirkulasi udara.
Prinsip kerja dari alat pengering ikan teri ini ialah udara atmosfir dihisap oleh blower masuk ke dalam ruang
pengering dan dihembuskan ke dalam kotak pemanas (heater) dengan sumber energi panas berasal dari elemen
pemanas listrik. Temperatur udara yang melewati kotak pemanas merupakan udara panas dan selanjutnya
masuk ke ruang pengering untuk mengeringkan ikan pada rak ikan. Apabila temperatur ruang pengering
mencapai suhu yang ditetapkan, maka aliran listrik secara otomatis akan terputus dan sebaliknya apabila suhu
turun maka aliran listrik terhubung kembali ke heater. Proses pengeringan yang dilakukan ialah untuk
mengurangi persentase kadar air ikan teri dari 78% ikan teri basah menjadi 20% ikan teri kering. Kapasitas
percobaan yang dilakukan adalah 1 kg ikan teri basah, temperatur pengeringan 55oC (yang diset pada
thermostat) selama 35 menit dan berat akhir setelah ditimbang dengan neraca berat adalah 0,5 kg.
Kata-kata kunci: Pengering ikan teri, Udara panas, Konveksi paksa
1. Pendahuluan
Ikan teri merupakan salah satu kelompok ikan
pelagis yang menghuni perairan pesisir serta
memiliki sebaran yang sangat luas. Umumnya ikan
ini hidup secara bergerombolan yang terdiri dari
ratusan sampai ribuan ekor yang berukuran kecil
dengan panjang sekitar 6-9 cm, tetapi ada pula yang
mencapai 17,5 cm.
Ikan teri biasanya diolah dalam bentuk ikan teri
asin dan ikan teri tawar. Perbedaan antara keduanya
yaitu pada pengolahan ikan teri tawar tidak
menggunakan garam, sedangkan ikan teri asin
diolah dengan menggunakan garam dengan
perbandingan 6 kg garam untuk 30 kg ikan teri.
Penggaraman merupakan salah satu metode
pengawetan dengan prinsip penetrasi garam ke
dalam daging ikan, dan dipengaruhi berbagai faktor
fisik dan kimia, seperti difusi, osmosis, dan
perpaduan dari proses kimia dan biokimia
tergantung dari jenis ikan (Eko, 2003).
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar
air bahan sampai mencapai kadar air tertentu
sehingga dapat memperlambat laju kerusakan
produk akibat aktivitas biologi dan kimia.
Pengeringan pada dasarnya merupakan proses
pemindahan energi yang digunakan untuk
menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga
mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan
pangan dapat diperlambat. Kelembaban udara ruang
pengering harus memenuhi syarat kelembaban
udara yang diperlukan untuk pengeringan sebesar
55 - 60%.
255
256
Rancang Bangun Alat Pengering Ikan Teri Kapasitas 12 kg/jam (Muhamad Daud Pinem)
= 485,14 kJ/jam
g. Besarnya tekanan di ruang pengering
P1.V1/T1 = P2.V2/T2 ......(Kulshrestha, 1989)
P1/T1 = P2/T2
di mana:
P1 = Tekanan udara atm (1 atm)
T1 = Temperatur ruang (30oC)
P2 = Tekanan di ruang pengering (atm)
T2 = Temperatur di ruang pengering (55oC)
Maka:
1 atm / 30oC = P2 / 55oC
P2 = 1,833 atm
h. Kalor yang diserap dinding plat luar
Bidang yang mengalami perubahan suhu
pada dinding luar sama dengan yang dialami
ikan teri.
Panas yang diserap dinding plat luar
Q4 = mpl . Cp . dt ..... ( Holman, 1981)
di mana:
mpl = massa plat luar = .(p.l.t)
p = panjang plat = 1,4 m
l = lebar plat = 0,57 m
t = tebal plat = 0,005 m
= massa jenis plat Al = 2700 kg.m3
Cp= panas jenis plat = 0,215 kkal/kg C
dt = perubahan suhu plat (oC)
Suhu tertinggi yang dialami plat adalah
70C dan terendah adalah 30C (suhu ruangan),
maka suhu rata-rata yang dialami dinding plat
adalah
(30o +70o)/2 = 50oC.
dt = 50oC 30oC = 20C
Sehingga panas yang diserap dinding plat
adalah:
Q4 = 2700 kg/m3.(1,4m.0,57m.0,005m).
0,215 kkal/kgoC.20oC = 463,24 kkal = 1945,6 Kj
i. Kalor sensibel heater
Kalor sensibel heater/kW = 0,860 kkal/kW
(Arismunandar, 1986) Untuk 3 kW yang
digunakan pada proses pengeringan = 3 kW.
0,860 kkal/kW = 2,58 kkal = 10,81 kJ
5. Analisis Biaya
Berikut adalah tinjauan dari segi ekonomi satu
alat pengering ikan teri. Biaya keseluruhan = biaya
material + biaya pembuatan + biaya listrik + biaya
operasional mesin perkakas.
a. Biaya material
Biaya material merupakan biaya bahan yang
digunakan untuk membuat alat pengering ikan
teri, baik bahan baku ataupun bahan jadi. Total
biaya material yang digunakan adalah sebesar
Rp 1.587.700.
257
b. Biaya pembuatan
Biaya pembuatan berdasarkan jumlah jam kerja
untuk membuat alat pengering ikan teri. Jumlah
pekerja 5 orang, jumlah jam kerja @ 4 jam, lama
hari kerja 12 hari. Jadi jika dikerjakan oleh 5
orang, maka 5 x 4 = 20 jam/hari, sehingga
lamanya bekerja = 20 x 12 = 240 jam. Gaji
seorang pekerja yang bekerja 8 jam/hari
diasumsikan Rp. 25000. Maka biaya pembuatan
alat pengering ikan teri adalah:
Rp. 25000 x
240
= Rp 750000
8
c. Biaya listrik
Penulis mengasumsikan biaya listrik sebesar 15
% dari biaya
pembuatan. Biaya listrik =
15%.Rp750000 = Rp 112500,d. Biaya operasional
Biaya operasional mesin perkakas diasumsikan
10% dari biaya material, berarti = 10 % Rp
1.587.700 = Rp 158.700. Biaya total = Rp
1.587.700 +Rp 750000 + Rp 112500 + Rp
158.700 = Rp 2.608.900
258
Rancang Bangun Alat Pengering Ikan Teri Kapasitas 12 kg/jam (Muhamad Daud Pinem)
Penggaraman
dan
Moeljanto,
R.
1982.
Pengeringan Ikan Teri (Stolephorus sp). PT.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Mohsenin, N.N. 1980. Thermal Property of Food
and Agricultural Materials. Gordon and Breach,
Science Publisher, Inc.
Richard, C. Jordan. 1981. Refrigeration and Air
Conditioning, 2 end ed.
Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan
untuk Perguruan Tinggi, Teknologi Mesin,
Industri Pertanian, Perikanan, Peternakan dan
Pangan. Penerbit Reneka Cipta, Malang.
Daftar Pustaka
Arismunandar, Heizo Saito. 1986. Penyegaran
Udara. Pradnya Paramita, Jakarta.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, E.H. Fleets and
Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan
Purnomo. H dan Adiono. Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta
Eko, Rachman. 2003. Uji Kinerja Alat Pengering
Type Efek Rumah Kaca dan Tungku Biomassa
sebagai Sistem Pemanas Tambahan untuk
Proses Pengeringan. Skripsi Jurusan Teknik
Pertanian. IPB. Bogor.
Holman, J. P. 1981. Heat Transfer 6th ed.
Diterjemahkan
Jasjfi, E. 1997. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Jason, A. C. 1965. Drying and Dehidratio. Dalam
Fish and Food Vol. III. Diedit oleh Georg
Borgstrom. USA: Academic Press Inc, New
York.
Kulshrestha, SK. 1989. Termodinamika Terpakai,
Teknik Uap dan Panas. Universitas Indonesia,
Jakarta
Lolita, F.F. 2001. Uji Performansi Pengering Tipe
Efek Rumah Kaca Berenergi Surya untuk
Pengeringan Teri Nasi (Stolephorus sp). Skripsi
Jurusan Teknik Pertanian IPB, Bogor.
Moeljanto, R. 1992. Pengawetan dan Pengolahan
Hasil Perikanan. PT. Penebar Swadaya, Jakarta
259
Amran Rozan*)
Staf Pengajar Teknik Energi Politeknik Negeri Medan
Abstrak
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menuntut adanya sistem kerja yang tepat (akurat).
Sistem kontrol konvensional perlahan-lahan telah ditinggalkan dan diganti dengan sistem kontrol otomatis.
Dengan mengandalkan sebuah Controller yang berperan untuk mengatur operasional dari sistem yang
diperlukan. PLC (Programmable Logic Controller) merupakan salah satu jenis kontroler yang populer
digunakan dewasa ini terutama di dalam memudahkan kerja atau operasi industri. Sasaran utama makalah ini
adalah bagaimana memanfaatkan atau mengaplikasikan PLC jenis Omron Sysmac CPM1A untuk mengatur
keluar masuknya kenderaan dari ruang parkir secara otomatis. Sehingga dapat memudahkan pemilik kenderaan
memarkirkan kenderaannya, tanpa harus turun dari kenderaan, tanpa kehilangan waktu.
Kata-kata kunci: Programmable Logic Controller, Ruang parkir, Otomatis
1.Pendahuluan
Perkembangan industri dewasa ini, khususnya
dunia industri di negara kita, berjalan amat pesat
seiring dengan meluasnya jenis produk-produk
industri, mulai dari apa yang digolongkan sebagai
industri hulu sampai dengan industri hilir.
Kompleksitas pengolahan bahan mentah menjadi
bahan baku, yang berproses baik secara fisika
maupun secara kimia, telah memacu manusia untuk
selalu meningkatkan dan memperbaiki unjuk kerja
sistem yang mendukung proses tersebut, agar
semakin produktif dan efisien. Salah satu yang
menjadi perhatian utama dalam hal ini adalah
penggunaan sistem pengendalian proses industri
(sistem kontrol industri).
Dalam era industri modern, sistem kontrol
proses idustri biasanya merujuk pada otomatisasi
sistem kontrol yang digunakan. Sistem kontrol
industri di mana peranan manusia masih amat
dominan (misalnya dalam merespon besaranbesaran proses yang diukur oleh sistem kontrol
tersebut dengan serangkaian langkah berupa
pengaturan panel dan saklar-saklar yang relevan)
telah banyak digeser dan digantikan oleh sistem
kontrol otomatis. Sebabnya jelas mengacu pada
faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dan
produktivitas industri itu sendiri, misalnya faktor
human error dan tingkat keunggulan yang
ditawarkan sistem kontrol tersebut. Salah satu
sistem kontrol yang amat luas pemakaiannya ialah
Programmable
Logic
Controller
(PLC).
Penerapannya meliputi berbagai jenis industri mulai
dari industri rokok, otomotif, petrokimia, kertas,
bahkan sampai pada industri tambang, misalnya
pada pengendalian turbin gas dan unit industri
lanjutan hasil pertambangan. Kemudahan transisi
dari sistem kontrol sebelumnya (misalnya dari
260
Rancang Bangun Alat Pengering Ikan Teri Kapasitas 12 kg/jam (Muhamad Daud Pinem)
Prosesor berfungsi:
2.
261
2. Metode Penelitian
Dalam merancang suatu sistem kontrol
diperlukan pendekatan-pendekatan dan prosedur
sebagai berikut:
1. Rancangan protipe sistem kontrol ruang parkir
otomatis.
Pada tahap ini,terlebih dahulu menentukan
sistem apa yang dikendalikan dan bagaimana
prosesnya
2. Penentuan I/O.
Semua perangkat masukan (input) dan keluaran
(output) yang akan dihubungkan ke PLC harus
ditentukan.
3. Perancangan program.
Setelah ditrentukan pengalamatan (addressing)
dari input maupun
output, maka proses
merancang program dalam ladder diagram
dapat dibuat sesuai urutan operasi.
4. Pemrograman.
5. Menjalankan sistem.
Pada tahap ini perlu dilakukan pengujian
sistem, untuk memastikan bahwa sistem
dijalankan dengan aman.
3.
4.
5.
262
6.
Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol (Amran Rozan)
LS1, LS2
= Lapangan parkir
= Lampu display
= Lengan penghalang
= Pos jaga
= Motor penggerak C1,
LS3, LS4
PH1, PH2
PH3, PH4
263
c.
d.
264
Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol (Amran Rozan)
265
Daftar Pustaka
Mandalo, Enrique. 1992. Programmable Logic
Divice and Logic Controller, Perentice Hall, New
York.
Frank D. Petozelah. 1999. Programmable Logic
Controller. New York Book SCM1/CPM1A,
Programming Manual.
Malvino Hanapi Gunawan, 1999, Prinsip-prinsip
elektronia, Edisi Kedua. Erlangga, Jakarta.
Ian G. Warnaock.
1988.
Programmable
Controllers, Operation and Application. The
University Press, Camridge.
266
Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol (Amran Rozan)
**
Abstrak
Penggunaan program debugger (pelacak kesalahan) dalam mengembangkan program aplikasi digital adalah
sangat penting untuk tahap awal dalam mempelajari instruksi program suatu mikroprosesor atau
mikrokontroler. Dalam proses belajarmengajar metode penggunaan program debugger ini sangat baik
diterapkan untuk menghindari kebosanan akan teoriteori instruksi itu sendiri. Tulisan ini akan membahas
pengimplementasian suatu program debugger yaitu DT51 debugger dalam pemahaman instruksi aritmatika
mikrokontroler MCS-51 yang sekarang ini semakin berkembang penggunaannya. Untuk instruksiinstruksi
lainnya dapat dikembangkan lebih lanjut.
Kata-kata kunci : Debugger, Mikrokontroler MCS-51, Instruksi aritmatika
1. Pendahuluan
DT51 debugger adalah program debug/pelacak
kesalahan yang ada pada program yang diisikan pada
mikrokontroler 89C51 pada sistem minimum DT51.
Program ini dapat di-download secara bebas dari
www.innovativeelectronics.com.
Tulisan ini pertama sekali akan menjelaskan
sistem minimum DT51 yang merupakan perangkat
keras dari penggunaan program debugger ini.
Pada bagian berikutnya akan membahas
pengenalan tampilan dan fasilitas program DT51
debugger, tahapan pengimplementasian DT51D dan
pengimplementasiannya pada instruksi aritmatika
Add A,direct, Subb A,direct, Mul AB, DivAB, Dec
direct, Inc Rn, DA A.
267
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
.hex
DT51D
DT51
268
Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol (Amran Rozan)
4000H
A, #30H
B, #0A0H
4005H
AB
5.5 DIV AB
File asm yang digunakan untuk memahami
instruksi aritmatika DIV AB dapat kita tuliskan pada
lembaran kerja notepad seperti berikut:
$MOD51
CSEG
ORG
4000H
MOV
A, #0FCH
ORG
4002H
MOV
B,#12H
ORG
4005H
DIV
AB
END
269
4000H
50H
270
CSEG
ORG
MOV
ORG
MOV
ORG
SETB
ORG
ADDC
ORG
DA A
END
4000H
A, #56H
4002H
R3,#67H
4004H
C
4005H
A,R3
4006H
Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol (Amran Rozan)
6. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat
disimpulkan:
1. Penggunaan komputer merupakan alat bantu
yang penting dalam pembelajaran pemahaman
instruksi mikrokontroler dalam hal ini adalah
mikrokontroler 89C51.
2. Dengan menggunakan debugger DT51D kita
dapat memodifikasi memori dan menjalankan
instruksi tahap demi tahap dengan langsung
melihat perubahan pada register dan flag-nya.
3. Penggunaan debugger DT51D harus didukung
oleh perangkat keras DT51 sebagai sistem
minimumnya di mana instruksi yang akan
dipahami tersebut di-download terlebih dahulu
ke dalam mikrokontroler 89C51 pada DT51
tersebut.
4. Penggunaan
debugger
DT51D
dapat
dikembangkan lebih jauh untuk pemahaman
instruksi lainnya yaitu instruksi Boolean,
transfer data, dan percabangan dalam program.
Daftar Pustaka
Christanto, D. Pusporini K. 2004. Panduan Dasar
Mikrokontroler Keluarga MCS-51. Innovative
Electronics, Surabaya, 74-122.
The
8051
I.
Scott
MacKenzie.
1999.
Microcontroller, Prentice Hall, New Jersey, 5761.
Manual Book 89C51 Development Tools DT-51
Version 3, Innovative Electronics, Surabaya.
Malvino, A.P. 1991. Elektronika Komputer Digital
Pengantar Mikrokomputer Edisi Kedua.
Erlangga, Jakarta, 1-19.
Nalwan, P. A. 2003. Panduan Praktis Teknik
Antarmuka dan Pemrograman Mikrokontroler
AT89C51. Elex Media Komputindo, Jakarta,
165-174.
271
2. Umum
Format penulisan secara ringkas dan umum
dicantumkan berikut ini:
Ukuran kertas
Jastifikasi
Spasi baris
Kolom
:
:
:
:
Batas
Jenis huruf
Nomor halaman
:
:
Panjang halaman
272
A4
rata kiri kanan
satu spasi
1 kolom untuk judul
dan abstrak, 2 kolom
untuk isi tulisan
atas 3 cm, bawah 2 cm
kiri 3 cm, kanan 2 cm
Times New Roman
Tidak
perlu,
tapi
ditulis halus dengan
pinsil di kanan bawah
Tidak lebih dari 12
Identasi
Ukuran teks
halaman
termasuk
gambar, dll.
0,7 cm untuk setiap
paragraf baru
diketik 12 pt, bold,
rata kiri dan diberi
nomor dengan huruf
besar kecil tanpa
diakhiri titik
10 TNR
3. Kerangka Tulisan
Kerangka tulisan terdiri dari judul tulisan,
abstrak dan isi paragraf:
3.1 Bagian Judul Tulisan (Bold, 10 TNR)
Judul tulisan harus sesingkat mungkin tapi jelas
menunjukkan dengan tepat masalah yang hendak
dikemukakan dan tidak memberi peluang
penafsiran yang beraneka ragam (Hamid, 2004).
Judul ditulis huruf besar dengan bold, 14 TNR.
Selanjutnya nama penulis dengan bold 12 TNR,
boleh
ditambahkan
alamat
e-mail
untuk
komunikasi. Gelar dan posisi penulis tidak perlu
dicantumkan.
3.2 Bagian Abstrak
Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan/atau
Bahasa Inggris yang memuat tidak lebih dari 200
kata dan ditulis dengan huruf miring. Isi abstrak
berisi tujuan, cakupan kajian dan kesimpulan
terpenting.
3.3 Isi Paragraf
Penulisan simbol matematik memakai simbol
yang umum dipakai dan sistem satuan yang
y xi
1
2
Judul
Nama penulis
Abstrak
4
5
6
7
8
9
10
Pendahuluan
Metodologi penelitian
Hasil penelitian
Diskusi
Kesimpulan
Ucapan terima kasih
Daftar Pustaka
6. Kesimpulan
Naskah harus diakhiri dengan kesimpulan yang
berisi tentang implikasi-implikasi penting dari
informasi yang dipresentasikan pada badan tulisan
atau isi paragraf.
(1)
i 1
No.
Daftar Pustaka
Hamid, B. 2004. Pedoman Penulisan Jurnal.
Prosiding Seminar Penulisan Ilmiah, USU,
Medan, 10-15.
Hernowo, H. 2004. Main-main dengan Teks. Kaifa,
PT Mizan Pustaka, Bandung, 184p.
Mathew, J. dan Baba, M. 1995. Mudbanks of the
Southwest Coast of India II: Wave-mud
Interactions. Journal of Coastal Research,
11(1), 179-187.
Wricke, B.,
Petzoldt,
H., Heiser, H., dan
Bornmann, K. 1996. NOM-Removal by
Biofiltration after Ozonation-Results of a Pilot
Plan Test. In: Graham, N. dan Collins, R.,
editors. Advances in Slow Sand and
Alternative Biological Filtration, John Wiley
and Sons, New York, 100-110.
273