Sie sind auf Seite 1von 83

Koleksi BPAD Prov SU

JURNAL TEKNIK

SIMETRIKA
SIPIL-MESIN-ELEKTRO-INDUSTRI-KIMIA-ARSITEKTUR

VOLUME : 3

No. 3 DESEMBER 2004

ISSN : 1412 - 7806

DAFTAR ISI
Hlm.

01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12

Studi Kasus: Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima terhadap Jumlah Pengunjung
Taman Kota di Medan
Salmina W. Ginting
Arsitek dan Pilihan Bentuk Tanpa Batas
N. Vinky Rahman
Pengembangan Kereta Api sebagai Angkutan Penumpang di Sumatera Utara
Novrial/N. Vinky Rahman/Yusbar
Peran Sosioteknologi dalam Perpindahan Teknologi
Zaid Perdana Nasution
Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pelarut dalam Reduksi Ekses Lumpur Aktif
Maya Sarah
Penggunaan Las Tahanan Listrik pada Proses Perakitan Shadow Mask pada Industri
Tabung Televisi
Melvin Emil Simanjuntak
Developing Knowledge-Based System for Noise Source Identification of Steam Power
Plant
Ikhwansyah Isranuri/Suwandi
Kaji Eksperimental Performansi Motor Diesel dengan Bahan Bakar Biodiesel dari
Minyak Goreng Bekas
Tulus Burhanuddin Sitorus
Perbandingan Pemanas Air Surya Konvensional dengan Pemanas Air Surya Komersil
Zulkifli Lubis
Rancang Bangun Alat Pengering Ikan Teri Kapasitas 12 kg/jam
Muhamad Daud Pinem
Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol Ruang Parkir Otomatis
Amran Rozan
Implementasi Debugger DT51D dalam Pemahaman Instruksi Aritmatika Mikrokontroler
MCS-51
Henry Hasian Lumban Toruan/M. Jusup Purba

203 - 210
211 - 215
216 - 222
223 - 225
226 - 230
231 - 236
237 - 242
243 - 248
249 - 253
254 - 258
259 - 265
266 - 270

Koleksi BPAD Prov SU

JURNAL TEKNIK

SIMETRIKA
SIPIL-MESIN-ELEKTRO-INDUSTRI-KIMIA-ARSITEKTUR
VOLUME : 3

No. 3 DESEMBER 2004

ISSN : 1412 - 7806

Infrastruktur, Perencanaan dan Lingkungan

Studi Kasus: Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima terhadap Jumlah


Pengunjung Taman Kota di Medan

Arsitek dan Pilihan Bentuk Tanpa Batas

Pengembangan Kereta Api sebagai Angkutan Penumpang di Sumatera Utara

Peran Sosioteknologi dalam Perpindahan Teknologi

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pelarut dalam Reduksi Ekses Lumpur Aktif

Jurnal Teknik SIMETRIKA

Vol. 3

No. 3

Hlm. 203 - 230

Medan
Desember
2004

ISSN
1412 - 7806

Koleksi BPAD Prov SU

Koleksi BPAD Prov SU

STUDI KASUS : PENGARUH KEBERADAAN PEDAGANG KAKI


LIMA TERHADAP JUMLAH PENGUNJUNG TAMAN KOTA
DI MEDAN
*)

Salmina W. Ginting*)
Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik USU

Abstrak
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah kehadiran pedagang kaki lima merupakan salah satu
faktor yang menentukan dalam meningkatkan jumlah pengunjung di taman kota. Penelitian ini dilatarbelakangi
oleh banyaknya pedagang kaki lima di sekitar taman sehingga dianggap mengganggu nilai estetika taman
padahal pada kenyataannya kehadiran pedagang kaki lima telah membuat taman kota menjadi hidup dan
disukai. Penelitian dilakukan pada tiga taman di kota Medan yaitu Taman Ahmad Yani, Taman Gajah Mada,
dan Taman Sri Deli. Ketiga taman terletak di pusat kota Medan. Tiga elemen yang akan diteliti adalah posisi
dan lokasi pedagang, jenis mata dagangan, dan desain gerobak atau tenda pedagang kaki lima. Jenis mata
dagangan dan desain gerobak atau tenda pedagang relatif sama satu dengan lainnya di ketiga taman yang
disurvai. Yang agak berbeda adalah lokasi berjualan pedagang. Di Taman Ahmad Yani dan Taman Gajah
Mada tidak satu pun pedagang kaki lima berjualan di dalam taman. Semua pedgang mengambil lokasi di sisi
luar taman dekat jalan raya yang melingkupinya. Di Taman Sri Deli, sebagian besar pedagang berjualan di
dalam taman dan sisanya di luar taman. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kehadiran pedagang kaki lima di
Taman Ahmad Yani dan Taman Gajah Mada tidak secara signifikan meningkatkan minat warga mengunjungi
taman kota. Taman Ahmad Yani dan Taman Gajah Mada tetap ramai meskipun pada hari-hari dan jam tertentu
jumlah pedagang kaki lima yang berjualan sangat sedikit. Tetapi di Taman Sri Deli pedagang kaki lima menjadi
faktor yang signifikan dalam meningkatkan jumlah pengunjung. Hal ini terjadi karena pedagang rujak yang
berjualan di dalam taman sudah sangat terkenal dan hanya terdapat di taman tersebut sehingga selalu dicari
oleh warga kota.
Kata-kata kunci: Taman kota, Pedagang kaki lima, Lokasi, Jenis mata dagangan, Gerobak
Abstract
The aim of the research was to identify the influence of vendors in order increase or decrease people in town
parks. Some argued that vendors always disturb people in parks, make noises, and dirty; but some else argued
that vendors could enliven the environment of the park. Research was done in 3 parks in down town Medan.
They were Ahmad Yani Park, Gajah Mada Park, and Sri Deli Park. Three elements were surveyed: position and
location of vendors, type of goods, and design of stalls or wagons. Research found that type of goods and design
of stalls or wagons from all vendors in the 3 parks was quite same. Whats different was the location of vendors.
There were no vendors inside Ahmad Yani Park and Gajah Mada Park. All vendors took location outside parks
at the street around park. In Sri Deli Park, many vendors took location inside park and just a little vendor
located outside park. From the 3 elements surveyed, it could be concluded that vendors in Ahmad Yani Park and
Gajah Mada Park were not the significant factor increasing the amount of people in parks. The two parks still
crowded full of people eventhough in workday just a little vendor in parks. In Sri Deli Park, vendors absolutely
increased people in park. The rujak vendors truly enliven park because people came to buy rujak they
spent their time.
Keywords: Town park, Vendor, Location, Type of goods, Stalls and wagon

1. Pendahuluan
Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui apakah kehadiran pedagang kaki
lima merupakan salah satu faktor yang
menentukan dalam meningkatkan jumlah
pengunjung di taman kota. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh banyaknya PKL di
sekitar
taman
sehingga
dianggap

mengganggu nilai estetika taman padahal pada


kenyataannya kehadiran PKL telah membuat taman
kota menjadi hidup dan disukai.
Penelitian pendahuluan oleh Ginting (2000)
terhadap
taman-taman
kota
di
Surabaya
membuktikan bahwa kehadiran PKL (di samping
keteduhannya, keamanannya, dan faktor lainnya)

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 203 210

203

secara signifikan mempengaruhi kualitas


taman kota tersebut.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi
informasi tentang jenis dagangan yang
biasanya muncul di sekitar taman, posisi dan
lokasinya terhadap taman (pada pintu
masuk, pada pintu keluar, di dalam taman,
dsb),
desain warung/tenda makanan,
bagaimana dagangan tersebut disajikan
(lesehan, dengan kursi/bangku, diantar ke
taman, dsb), serta konsumen terbesarnya
(anak-anak, orang tua, remaja, dsb).
Penelitian akan berujung pada panduan
(guideline) desain taman yang akomodatif
terhadap keberadaan pedagang kaki lima.
Masalah-masalah yang akan diteliti
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah keberadaan PKL mendorong
orang untuk mengunjungi taman kota?
2. Faktor apa saja yang mendorong PKL
muncul di taman kota?
3. Bagaimana hubungan PKL dengan
perancangan elemen fisik taman kota?

2. Tinjauan Pustaka
Sektor informal adalah usaha ekonomi
yang yang pembentukan dan operasionalnya
tidak
melalui
bentuk-bentuk
perizinan/peraturan tertentu. Wujud kegiatan
dan fisik serta profesi dari sektor ini
beraneka ragam mulai dari usaha
transportasi (misalnya tukang ojek, tukang
sampan, dan lain-lain), usaha jasa (kuli
bangunan, pembantu rumah tangga), usaha
dagang
(pedagang
asongan),
dan
sebagainya.
Devas dan Rakodi (1992) menulis
sektor informal muncul akibat persaingan
pasar yang tidak fair dan merata bahkan
bersifat kaptalistik. Sektor informal pertama
kali didokumentasikan tahun 1970-an dan
segera menjadi program di ILO. Awalnya
sektor informal dianggap ilegal, berbahaya
bagi persaingan bisnis legal, tidak baik
bagi kesehatan, dsb. Kemudian diyakini
bahwa sektor informal memberi sumbangan
besar bagi ekonomi kota dan melarangnya
adalah ibarat killing the goose that laying the
golden eggs.
2.1 Pengertian Istilah Pedagang Kaki
Lima (PKL)
Istilah pedagang kaki lima pertama kali
dikenal pada zaman Hindia Belanda,
tepatnya pada saat Gubernur Jenderal
Stanford Raffles berkuasa. Ia mengeluarkan
peraturan yang mengharuskan pedagang

204

informal membuat jarak sejauh 5 kaki atau sekitar


1,2 meter dari bangunan formal di pusat kota
(Danisworo, 2000). Peraturan ini diberlakukan
untuk melancarkan jalur pejalan kaki sambil tetap
memberikan kesempatan kepada pedagang informal
untuk berdagang. Tempat pedagang informal yang
berada 5 kaki dari bangunan formal di pusat kota
inilah yang kelak dikenal dengan dengan kaki
lima dan pedagang yang berjualan pada tempat
tersebut dikenal dengan sebutan pedagang kaki
lima atau PKL.
Pada saat ini istilah PKL bukan lagi ditujukan
kepada pedagang informal yang berada 5 kaki dari
suatu bangunan formal tetapi telah meluas
pengertiannya menjadi istilah untuk menyatakan
seluruh pedagang yang berjualan secara informal.
Dinas Tata Kota Kodya Bandung (2000) mencatat
beberapa ciri umum yang dapat digunakan untuk
mendefinisikan keberadaan pedagang kaki lima
yaitu:
Dilakukan dengan modal kecil oleh masyarakat
ekonomi lemah.
Biasanya dilakukan perseorangan atau keluarga
tanpa suatu kongsi dagang.
Selalu berada dekat dengan jalur sirkulasi atau
lokasi yang paling sibuk.
Menggunakan fasilitas publik sebagai lokasi
berjualan seperti trotoar, badan jalan, dan lainlain.
Menggunakan gerobak atau tenda sederhana
yang cukup fleksibel untuk dipindah-pindahkan.
2.2 Pedagang Kaki Lima di Taman Kota
Pada awalnya pedagang kaki lima dianggap
merusak keberadaan taman kota karena dianggap
kotor, ilegal, dan memicu timbulnya kriminalitas.
Marcus (1992) menulis pada tahun 1960-an di AS
muncul pandangan baru terhadap keberadaan
pedagang kaki lima. Mulai tahun tersebut pedagang
kaki lima disinyalir dapat meningkatkan
pengunjung taman, membuat sebuah kawasan
menjadi lebih hidup, dan karena menambah ramai
bahkan membuat sebuah tempat menjadi lebih
aman.
Marcus juga mencatat bahwa pedagang kaki
lima yang berhasil menghidupkan kawasan
umumnya dikendalikan dengan berbagai peraturan
misalnya tentang lokasi, ukuran dan desain
gerobak/tenda, jenis mata dagangan yang dijual,
dan uang perijinan (permit fees). Desain
gerobak/tenda hendaknya:
Menambah warna dan vitalitas taman.
Menyediakan shelter dan peneduh.
Memberi kontras terhadap skala ruang di
sekitarnya.
Menambah visibility pada pintu masuk.
Membuat taman atau plaza tetap sibuk pada jam
sepi.

Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Salmina W. Ginting)

Koleksi BPAD Prov SU

2.3 Pengendalian dan Pengaturan


Pedagang Kaki Lima
Keberadaan PKL dapat memberikan
keuntungan kepada semua pihak yang
bersangkutan
jika
PKL
tersebut
dikendalikan. Daripada berusaha untuk
menghapuskan PKL, lebih baik membuat
suatu peraturan sebagai kepastian bagi PKL
sehingga dapat menjadi potensi yang baik.
Keuntungan dari PKL yang telah
dikendalikan adalah:
- Keramahtamahan PKL, keunikan dari
gerobak dan aktivitas yang ditimbulkan,
seperti duduk-duduk sambil belajar,
membaca, berbicara dengan teman,
berdiskusi
dan
lain-lain
dapat
menciptakan suatu suasana dengan
karakter yang hidup.
- Dengan pengembangan desain yang
tidak mahal, gerobak PKL dapat menjadi
warna-warna yang menarik pada areal
ruang basis kegiatan dan ruang kegiatan
umum.
- PKL juga menarik karena menawarkan
pelayanan yang tidak diberikan pada
toko-toko atau restoran besar, seperti
harga yang lebih murah dan suasana
yang lebih terbuka.
- PKL dapat memelihara kawasan di
sekitar tempatnya berjualan, memungut
sampah, dan melaporkan kerusakan
fasilitas-fasilitas umum.
- Mereka memberikan petunjuk jalan bagi
orang baru pertama kali datang dan
mengawasi keamanan di areal ia
berjualan.
- Keberadaan dapat menambah rasa aman
bagi pejalan kaki hingga malam hari.
- PKL sering kali dapat membangkitkan
aktivitas positif pada suatu daerah yang
tidak terpakai dengan baik di mana
sering terdapat aktivitas atau kegiatan
ilegal.
- PKL juga dapat memberikan kontribusi
berupa
kutipan
sebagai
uang
pemeliharaan dan berbagai program
manajemen
lainnya
untuk
kesinambungan program penataan PKL.

SUTT, jalur hijau sepanjang sungai, dan areal


pemakaman atau pekuburan.
Data dari Dinas Pertamanan Kota Medan (1999)
menunjukkan terdapat taman kota dan taman
segitiga seluas 30,2 hektar yang tersebar di 21
kecamatan. Taman kota dan taman segitiga
dilengkapi dengan satu atau banyak elemen
pelengkap taman seperti lampu, bangku, patung,
tugu, pagar, dan sebagainya. Luas taman sendiri
yang hanya 30 hektar berarti baru 0,01% dari luas
lahan terbangun (built up area) Medan yang
mencapai 30 ribu hektar.
Taman Ahmad Yani
Taman Ahmad Yani terletak di kecamatan
Medan Baru di pusat kota Medan berada di antara
Jl. Sudirman, Jl. Slamet Ryadi, Jl. Imam Bonjol,
dan Jl. Misbah serta RS Elizabeth.
Fungsi-fungsi di sekitar taman adalah
permukiman menengah atas, sarana pendidikan,
dan fasilitas umum seperti kantor pos, rumah sakit,
gereja, dan lain-lain.
Secara umum dapat dikatakan bahwa taman ini
cukup teduh. Ini terbukti dengan banyaknya pohon
angsana yang rindang dan melingkupi taman, selain
pohon jenis cemara, mahoni, felicium, dan lain-lain.
Sayangnya di beberapa tempat misalnya di Jl.
Sudirman fungsi trotoar/pedestrian karena akar
pohon yang besar dan rindang tersebut berada
persis di tengah-tengah trotoar.
Di dalam taman terdapat cukup banyak pohon
dari jenis palem yang berfungsi sebagai pengarah.
Terdapat pula bangku taman yang terbuat dari
beton, mainan anak-anak sepeti ayunan, perosotan,
jumpat-jampit, gazebo, dan sclupture berbentuk
pahlawan revolusi Jenderal Ahmad Yani berwarna
putih.
Selain menampung kegiatan rutin olahraga dan
rekreasi, taman ini digunakan pula oleh muridmurid yang bersekolah di yayasan pendidikan di
sekitar taman untuk melakukan olahraga atau
kegiatan ekstrakurikuler. Selain itu, pengunjung
dan keluarga pasien RS Elizabeth juga
menggunakan taman untuk duduk atau mengobrol.

3. Taman Kota di Medan


Taman kota merupakan bagian dari ruang
terbuka hijau. Jenis ruang terbuka hijau
lainnya adalah jalur hijau di tengah jalan,
taman segitiga pengarah jalan (taman
rotonde), jalur hijau pada tegangan tinggi

Gambar 1: PKL di Taman Ahmad Yani


Di luar kegiatan rutin tersebut, Taman Ahmad
Yani secara berkala menyelenggarakan kegiatan

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 203 210

205

lain. Salah satu yang cukup berhasil adalah


penjualan tanaman hias dan hewan
peliharaan. Kegiatan ini berlangsung cukup
lama sekitar 1-2 bulan dan berlangsung
setiap hari. Beberapa klub fotografi juga
memanfaatkan taman untuk tempat bertemu
atau berlatih.
Taman Gajah Mada
Taman Gajah Mada terletak di pusat kota
dilingkupi Jl. Gajah Mada, Jl. Sei Bekala, Jl.
D.I. Panjaitan, dan Jl. Sei Batang Serangan.
Kegiatan utama di taman adalah olahraga
pagi dan rekreasi terutama untuk anak-anak.
Olahraga pagi yang banyak dilakukan di
taman ini adalah jogging mengitari taman,
basket, badminton, dan aerobik oleh
sekelompok ibu-ibu.
Kegiatan olehraga yang cukup menarik
adalah pada bulan Ramadan. Usai
melaksanakan shalat subuh di Mesjid
Muslimun yang terletak persis di sebelah
barat taman, jamaah langsung melakukan
kegiatan olahraga atau sekedar duduk-duduk
di taman tersebut.
Kegiatan ini pada umumnya dilakukan
pada hari Minggu pagi dan secara perlahan
menyurut menjelang siang. Sore hari,
meskipun tidak seramai Minggu pagi, taman
ini digunakan pula untuk olahraga dan
rekreasi. Kegiatan di luar hari Minggu
hanyalah kegiatan duduk-duduk oleh
segelintir remaja yang menggunakan taman
sebagai tempat berkencan/berpacaran.

Gambar 2: PKL di Taman Gajah Mada


Elemen fiktif taman umumnya relatif
tertata dengan baik. Terdapat cukup banyak
pohon peneduh dari jenis angsana, juga
palem di dalam taman yang berfungsi
sebagai pengarah. Bangku taman terbuat
dari beton dan tersebar merata di seluruh
taman. Pot tanaman dirancang cukup rendah
sehingga sesekali dapat digunakan untuk
duduk. Beragam lapangan olahraga: voli,
badminton, basket, dan jogging track
disediakan di taman ini.

206

Taman Sri Deli


Taman Sri Deli pada awalnya dinamai dengan
nama Taman Tengku Chadijah sesuai dengan nama
istri Sultan Amaluddin Seni Perkasa Alamsyah
yang menjadi Sultan Deli antara 1924 hingga 1945.
Taman ini kemudian mulai terbengkalai dan tidak
terawat seiring memudarnya dinasti sultan setelah
revolusi sosial tahun 1946. Fokus utama taman ini
adalah kolam yang terdapat di tengah-tengah
taman. Pergola di sepanjang sisi kolam dirancang
sebagai tempat beristirahat keluarga sultan pada
sore hari sambil menunggu waktu shalat magrib
yang dilakukan di Mesjid Raya di depan taman.
Tahun 90-an taman ini digunakan sebagai pusat
jajan dengan restoran-restoran kecil yang
ditempatkan di sekeliling kolam. Tiap kios
menempati ruang sekitar 12 m2 sedangkan kursi
dan meja untuk pelanggan disebar merata di
sekeliling kolam dan taman.
Sekitar tahun 1995 taman ini dikosongkan
kembali karena seorang pengusaha keturunan dari
Medan merencanakan membangun hotel di tapak
tersebut. Belakangan, karena dianggap tidak
menghargai warisan keluarga sultan, kegiatan
pembangunan hotel tertunda pelaksanaannya.
Taman Sri Deli dibatasi oleh Jl. Mesjid Raya, Jl.
Sisingamangaraja, Jl. Semarang dan Jl. Mahkamah.
Terdapat tiga entrance menuju taman yaitu melalui
Jl. Sisingamangaraja, Jl. Mesjid Raya, dan pojok
(pertemuan antara Jl. Mesjid Raya dan Jl.
Mahkamah. Kondisi saat ini menunjukkan hanya
satu entrance dari pojok Jl. Mahkamah dan Jl.
Mesjid Raya dengan lebar jalan sekitar 6,5 meter.
Dominasi penggunaan lahan di sekitar taman
umumnya adalah kegiatan perdagangan. Di sebelah
tenggara taman terdapat pusat perbelanjaan yaitu
Yuki Simpang Raya Plaza. Di sebelah selatan
taman terdapat Mesjid Raya yang menjadi
kebanggaan warga Medan. Mesjid ini merupakan
mesjid tertua di kota Medan dan bersama Istana
Maimun dan Taman Sri Deli menjadi tiga serangkai
monumen kebanggan warga Melayu di Medan.
Di sebelah utara taman yaitu Jl. Semarang
merupakan ruas jalan yang ramai sepanjang hari
selama hampir 24 jam. Kegiatan di kawsan ini
adalah pertokoan, perawatan mobil, dan pada
malam hari merupakan pusat jajan dan makanan
yang hidup sampai pagi.
Di sebelah timur yaitu Jl. Sisingamangaraja
terdapat banyak hotel dan biro jasa travel.

Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Salmina W. Ginting)

Koleksi BPAD Prov SU

Gambar 3: PKL di Taman Sri Deli

4. Lokasi, Mata Dagangan, dan


Desain Gerobak Pedagang
Kaki Lima
Taman Ahmad Yani
Lokasi pedagang kaki lima di Taman
Ahmad Yani hanya terkonsentrasi pada satu
tempat yaitu pada sisi taman yang
berseberangan dengan RS Elizabeth. Hal ini
disebabkan karena terdapat cukup banyak
orang pada lokasi tersebut yang potensial
menjadi konsumen pedagang. Lokasi
berjualan di luar taman agak jauh dari pintu
masuk.
Khusus penjual bunga hidup yang tidak
secara rutin berjualan di taman Ahmad Yani,
mengambil lokasi di dalam taman.
Meskipun tidak setiap hari diadakan bazaar
penjual bunga, penampilan Taman Ahmad
Yani sangat berubah menjadi jauh lebih baik
dengan kehadiran penjual bunga tersebut.
Lokasi berjualan yang juga diminati
pedagang adalah lokasi di depan sekolah
Harapan. Pada saat jam masuk dan pulang
sekolah, lokasi ini menjadi tempat menjual
mainan dan makanan untuk anak-anak
termasuk
menarik
minat
penjemput/orangtua. Tetapi lokasi ini tidak
digunakan lagi selepas anak-anak sekolah
Harapan pulang.
Konsumen terbesar pedagang kaki lima
di Taman Ahmad Yani adalah pengunjung
RS Elizabeth dan anak sekolah serta
orangtua/ penjemput sekolah Harapan yang
terdapat di seberang taman.
Desain gerobak atau warung di Taman
Ahmad
Yani
tidak
menampakkan
kekhususan dibanding gerobak atau warung
di tempat lain. Gerobak biasanya merupakan
wadah bagi barang dagangan sedangkan
untuk kursi dan meja pembeli dibawa
terpisah. Gerobak makanan biasanya terbuat
dari kayu beroda dua atau tiga yang dapat
dipindah-pindahkan.
Cara penyajian makanan dilakukan
dengan dua cara yaitu:

1. Pedagang menyediakan meja dan kursi untuk


pembeli dan pembeli dapat memesan makanan
di tempat itu dan menikmatinya.
2. Pedagang yang tidak menyediakan tempat
duduk sehingga pembeli harus makan di taman
atau membawanya pulang.
Yang cukup menarik adalah bahwa pengunjung
taman Ahmad Yani dapat memesan makanan
(misalnya nasi soto) untuk dinikmati di dalam
taman sambil mengawasi anak-anak atau sambil
ngobrol dengan teman atau kerabat. Pedagang akan
membawa pesanan ke dalam taman dan setelah
selesai akan membawa kembali piring dan
mangkuk bekas makanan tersebut ke warungnya.
Jenis dagangan yang disediakan adalah:
1. Kios kecil non-makanan yaitu kios atau warung
kecil atau kereta dorong yang menjual rokok,
korek, permen, pulpen, koran, dan lain-lain.
2. Warung minum yang menyajikan segala jenis
minuman panas atau dingin.
3. Warung mi sop atau mi ayam.
4. Penjual bakpao, yaitu makanan roti khas cina
yang dalamnya diisi dengan kacang atau daging.
Banyak dibeli oleh pengunjung dan keluarga
pasien RS Elizabeth.
5. Penjual rujak dan es.
6. Warung.

Gambar 4: Lokasi PKL di Taman Ahmad Yani


Taman Gajah Mada
Lokasi pedagang kaki lima di Taman Gajah
Mada:
1. Pada pintu masuk: warung kopi, warung nasi,
penjual duku manis, dan warung makanan.
2. Pada pintu keluar: warung minuman.
3. Di dalam taman: tidak terdapat pedagang kaki
lima.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 203 210

207

4. Pada sisi samping/di seberang taman:


kios pisang bakar dan burger, warung mi
sop, warung mi ayam, warung bakso,
kios kecil, penjual es buah/es teng-teng
Jenis dagangan yang terdapat di Taman
Gajah Mada antara lain:
1. Penjual duku, biasanya menggunakan
gerobak sorong dengan cara penjualan
per kilogram. Kadang-kadang selain
duku dijual pula buah-buahan lain
misalnya rambutan. Sebagian pedagang
melengkapi dagangannya dengan air
mineral kemasan botol.
2. Penjual pisang bakar dan burger. Selain
kedua jenis makanan tersebut dijual pula
roti bakar. Umumnya pedagang tidak
menyediakan minuman.
3. Warung kopi. Warung ini menjual
minuman panas dan dingin dengan bahan
dasar teh dan kopi. Makanan pelengkap
yang disediakan adalah mie instant
rebus/goreng atau nasi gurih.
4. Warung nasi yang menjual nasi soto,
nasi campur, nasi sop, dan nasi kari.
Warung
nasi
umumnya
tidak
menyediakan minuman khusus kecuali
air putih.
5. Warung mi sop dan mi ayam.
6. Warung minuman, tidak menjual
makanan apapun melainkan hanya
menjual aneka minuman dari buahbuahan atau juice dan sirup.
7. Warung bakso.
8. Warung jajanan, menjual aneka makanan
di luar yang dijual oleh warung nasi
misalnya mi (bihun, kwetiaw, dll.)
goreng, nasi goreng, pecel, rujak, dll.
9. Penjual es buah/es teng-teng
Lokasi pedagang kaki lima di Taman
Gajah Mada tersebar merata di keempat sisi
luar taman. Di sisi utara terdapat pedagang
kaki lima yang menjual warung makan,
warung kopi, dan warung nasi. Pada sisi
selatan terdapat pedagang duku dan penjual
es kelapa. Pada sisi timur terdapat kios kecil,
warung kopi, dan warung nasi. Pada sisi
barat terdapat pedagang burger, warung nasi,
warung kopi, dan pedagang es. Pada sisi
barat inilah paling bayak terdapat pedagang
kaki lima. Begitu banyaknya pedagang kaki
lima di taman ini sehingga pintu masuk dan
keluar taman tidak terlihat dengan jelas.
Tidak satu pun pedagang kaki lima berjualan
di dalam taman.
Desain gerobak atau tenda pedagang kaki
lima di Taman Gajah Mada tidak memiliki
kekhususan dibanding gerobak atau tenda di
tempat lain. Meskipun demikian, dari segi

208

penempatannya deretan warung dan gerobak di


taman ini reelatif teratur, rapi, dan tertata.
Cara penyajian dagangan, seperti yang terjadi
di Taman Ahmad Yani, adalah dengan kursi dan
meja pembeli dan tanpa kursi dan meja. Seperti
yang terjadi di Taman Ahmad Yani, pengunjung
Taman Gajah Mada juga dapat memesan makanan
agar diantar oleh pedagang kaki lima ke dalam
taman.
Konsumen pedagang kaki lima di Taman
Gajah Mada adalah pengunjung taman, tukang beca
yang mangkal di sekitar taman, pekerja kantoran di
sekitar Jl. Gajah Mada, dan pengendara yang lewat
di jalan dekat taman.

Gambar 5: Lokasi PKL di Taman Gajah Mada


Taman Sri Deli
Jenis mata dagangan yang biasa dijual pedagang
kaki lima di Taman Sri Deli adalah:
1. Rujak aceh, yaitu campuran berbagai jenis buah
dengan bumbu rujak dari bahan kacang tanah
dan sedikit pisang mentah yang dihaluskan.
Rujak aceh Taman Sri Deli merupakan salah
satu rujak khas Medan yang cukup dikenal.
2. Warung minuman: kopi, teh, jus, dan lain-lain.
3. Warung sate padang.
4. Warung kerang rebus.
5. Warung bakso dan soto, termasuk mi sop dan
mi ayam.
Posisi dan lokasi pedagang kaki lima menyebar
tidak merata. Ada yang terdapat di pintu masuk
taman, ada pada sisi timur (belakang) taman, dan
sebagian pedagang mengambil lokasi di dalam
taman.
Warung rujak hanya terkonsentrasi di belakang
pintu keluar (arah timur). Warung kerang rebus dan
sate padang berada di pintu masuk. Warung sate
padang juga terdapat pada pintu belakang di dekat
deretan rujak uleg dan rujak aceh. Warung jus,
bakso, soto berada di dalam taman.

Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Salmina W. Ginting)

Koleksi BPAD Prov SU


Taman ini sekarang terlihat kurang
diperhatikan, karena itu pedagang bebas
memilih lokasi berjualan di dalam atau di
luar taman tanpa pengawasan dari pemilik
taman.
Desain warung atau tenda di taman ini
bermacam-macam tanpa keseragaman dan
tidak teratur. Tetapi yang paling banyak
adalah gerobak sorong rujak uleg/aceh
dengan kombinasi kaca dan kayu yang
tingginya biasanya lebih rendah dari gerobak
pedagang soto atau warung juice.
Cara penyajian dagangan, seperti yang
terjadi di Taman Ahmad Yani dan Taman
Gajah Mada, adalah dengan kursi dan meja
pembeli atau tanpa kursi dan meja. Seperti
yang terjadi di Taman Ahmad Yani dan
Taman Gajah Mada, pengunjung Taman Sri
Deli juga dapat memesan makanan agar
diantar oleh pedagang kaki lima ke dalam
taman.

5. Kesimpulan dan Saran


Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa jumlah pengunjung Taman Ahmad Yani
yang meningkat pada waktu-waktu tertentu tidak
disebabkan oleh kehadiran pedagang kaki lima di
taman tersebut. Kenaikan jumlah pengunjung
taman lebih disebabkan oleh fungsi-fungsi di
sekitar taman yaitu RS Elizabeth dan sekolah
Harapan. Pengunjung taman sebagian besar adalah
orang-orang yang berkepentingan dengan RS
Elizabeth dan sekolah Harapan dan datang ke
taman bukan karena magnet pedagang kaki lima di
taman tersebut.
Tetapi sebuah catatan perlu digarisbawahi yaitu
pada saat digelar bazaar pedagang bunga hias di
Taman Ahmad Yani. Pada event ini dapat
disimpulkan bahwa jumlah pengunjung taman
meningkat tajam karena terdapat pedagang bunga
hias di taman tersebut.
Taman Gajah Mada dapat dikatakan sukses
sebagai ruang publik. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya kegiatan dilakukan di taman ini
terutama pada hari libur. Pedagang kaki lima tidak
memberi pengaruh yang signifikan karena kegiatan
di taman tetap hidup meskipun pada hari-hari
Senin-Jumat hanya terdapat sedikit pedagang kaki
lima di taman. Dengan kata lain, pedagang kaki
lima, sebaliknya, menjadi lebih banyak pada hari
Sabtu-Minggu karena kehadiran pengunjung taman
yang datang untuk berolahraga atau rekreasi ringan
bersama keluarga.
Kasus yang berbeda terdapat di Taman Sri Deli.
Tanpa kehadiran pedagang rujak di taman tersebut,
hampir tidak ada pengunjung datang ke taman.
Penjual rujak memberi pengaruh yang signifikan
terhadap meningkatnya jumlah pengunjung taman.
Yang penting untuk dicermati adalah karena
pengunjung yang datang ke taman hanyalah datang
untuk membeli rujak dan belum menghabiskan
waktu di taman tersebut. Hampir tidak ada
pengunjung di taman tersebut pada saat pedagang
rujak belum datang ke taman. Jadi untuk Taman Sri
Deli dapat disimpulkan bahwa pedagang kaki lima
menjadi faktor yang signifikan terhadap
peningkatan jumlah pengunjung taman.

Gambar 6: Lokasi PKL di Taman Sri Deli


Konsumen terbesar pedagang kaki lima
di Taman Sri Deli adalah konsumen rujak
uleg atau rujak aceh. Mereka biasanya bukan
pengunjung taman melainkan konsumen
yang lewat dengan kendaraan roda dua atau
empat yang khusus datang untuk membeli
rujak yang khas ini.

Daftar Pustaka
Ashihara, Yoshinobu. 1981. The Basic Concept of
Exterior Space. VanNostrand Reinhold, New
York.
Bentley, Ian; Alcock, Alan; Murrain, Paul;
McGlynn, Sue; Smith, Graham. 1985.
Responsive Environment, The Architectural
Press, London.
Danisworo, Mohammad. 2000. Keberadaan
Pedagang Kaki Lima pada Proses Perencanaan

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 203 210

209

Tata Ruang Kota, Makalah pada


Diskusi Panel Pedagang Kaki Lima,
ITB, Bandung.
Devas, Nick dan Carole Rakodi. 1992.
Managing Fast Growing Cities.
Oxford, Pergamon.
Dinas Tata Kota Kodya Bandung. 2000.
Penanganan Sektor Informal (PKL)
dalam Kebijaksanaan Tata Ruang,
Makalah
pada
Diskusi
Panel
Pedagang Kaki Lima, ITB, Bandung.
Ginting, Salmina W. 2000. Taman Kota di
Surabaya: Tempat di Tengah Kota
yang Berfungsi sebagai Ruang Publik,
Tesis S-2. ITS. Surabaya.
Marcus, Claire Cooper and Francis, Carolyn.
1998. People Places, Van Nostrand,
New York.
Gehl, Jan. 1987. Life Between Buildings,
Van Nostrand Reinhold, New York
Project for Public Spaces, Inc. 1984.
Managing Downtown Public Spaces,
Planners Press, Chicago.
Sudradjat, Iwan. 1999. Metodologi Riset
Arsitektur, Hand out ke-7 kuliah AR501, ITB, Bandung.
Whyte, William H. 1980. The Social Life of
Small Urban Space, The Conservation
Foundation, Washington D.C.

210

Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Salmina W. Ginting)

Koleksi BPAD Prov SU

ARSITEK DAN PILIHAN BENTUK TANPA BATAS


*)

N. Vinky Rahman*)
Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik USU

Abstrak
Kesulitan yang lazim dihadapi oleh seorang arsitek praktisi dalam dunia kerjanya adalah apakah dasar yang
dapat digunakan untuk dapat memilih elemen-elemen bentuk dalam proses penstrukturan desain arsitektur yang
baik? Etika yang bagaimanakah yang dianggap dapat bertanggung jawab, absah dan tepat bagi profesi arsitek?
Predikat arsitek yang lahir dari lingkungan akademis telah menempatkan arsitek sebagai seorang ahli yang
mempunyai kekuasaan yang besar untuk menafsirkan dasar-dasar analisis yang tidak secara langsung
dirasakan di dalam masyarakatnya. Arsitek dihadapkan pada pertarungan makna-makna komunal yang tumbuh
dan berkembang di dalam masyarakat dengan nilai-nilai individu yang melekat pada sifat kemanusiaannya.
Tulisan ini ingin sedikit menyoroti bagaimana kesulitan seorang arsitek ketika dihadapkan pada pertanyaan
dasar praktek desainnya. Bagaimanakah pilihan-pilihan bentuk dapat diputuskan dari keragamannya. Apakah
bentuk, dan bagaimana kaitan dan kontribusinya terhadap sebuah karya arsitektur, selanjutnya bagaimana
penstrukturan itu dapat dijelaskan.
Kata-kata kunci: Arsitek, Arsitektur, Desain, Bentuk

1. Pendahuluan
Philip Bess dalam Communiterianism &
Emotism: Two Rival Views of Ethics and
Architecture,
menyandingkan
komunitas
masyarakat
perkotaan
dan
individualistis
masyarakat perkotaan yang emotif. Dalam sistem
comunitarian ditegaskan bahwa manusia tidak
mungkin memisahkan diri dari hak dan
kewajibannya
sebagai
anggota
kelompok
masyarakatnya dalam kesatuan ragam dan tujuan
yang sama, sebaliknya tradisi intelektual
indvidualis mempunyai kecendrungan menonjolkan
dan mengambil nilai-nilai etika yang bersifat
individual. Arsitek seakan-akan dipaksa untuk
menerangkan arti manusia dan kehidupannya secara
parsial
dan
memiliki
kesempatan
untuk
menyederhanakan
permasalahan
kehidupan
menjadi simulasi-simulasi pemaknaan, pembenaran
dan keabadian. Peter Eisenman menyebut arsitektur
adalah sebagai sebuah fiksi (Peter Eisenman, The
End of The Glance, The End of Beginning, The End
of The End).
Komponen utama teori estetika arsitektur adalah
bentuk. Karena ia adalah merupakan elemen khas
yang memungkinkan arsitektur untuk dapat
dikatakan sebagai sebuah pekerjaan desain (yaitu
melakukan klasifikasi dan pembedaan kemudian
menentukan pilihan terhadap sesuatu untuk
diputuskan). Bentuk yang baik cenderung
digunakan secara sinonim dengan arsitektur yang
baik. Banyak bahasan klasik yang memperkenalkan
perhatian utama pada bentuk ketika mendiskusikan
apa yang disebut arsitektur yang baik. Bentuk yang
jelek sebanding dengan arsitektur yang jelek dan
arsitektur yang baik mengharuskan bentuk yang
baik. Pertanyaannya adalah apakah bentuk itu?

Dalam sejarah teori ini telah dikenakan secara


deskriptif yang sering mencampuradukkan bentuk
dan arsitektur. Bentuk dimunculkan untuk tujuan
penyusunan atau pengorganisasian. Bentuk
digunakan untuk dapat mengabstraksikan suatu
objek melalui pengorganisasian elemen-elemen
bidang, warna, dan tekstur (Ralf Weber, l995, On
The Aethetic of Architecture, Avebury, USA).
Bentuk dalam hal ini digunakan karena dapat
memunculkan penerimaan yang baik dalam sistem
estetika. Tetapi bentuk digunakan juga untuk
menerangkan sesuatu yang dapat mencerminkan
sebuah nilai rasa yang dalam kenyataannya, ini
merupakan konsep berbeda yang kita kenal sebagai
form dan content. Dalam pandangan Kantian,
bentuk bukan bentuk estetis itu sendiri. Bentuk
adalah wujud tertentu yang terkait dengan
karakteristik individu dari kondisi tertentu. Bentuk
dengan demikian adalah satu konstruksi pemikiran
manusia yang ditentukan oleh batasan-batasan
tertentu di mana unsur-unsur pemikiran telah
melandasinya. Dalam hal ini bentuk kemudian
dapat didefinisikan sebagai elemen struktural dan
sebagai imajinasi dari suatu persepsi.

2. Arsitek dan Fungsi Bangunan


Arsitektur memiliki doktrin utama yaitu
berfungsi sebagai kriteria pokok dalam penilaian
estetik. Instrumen yang paling menyolok adalah
bahwa
nilai
estetika
bangunan
dapat
diidentifikasikan dari kelayakan bentuk terhadap
fungsinya. (Estetika dalam arsitektur
adalah
pengalaman terhadap keindahan dan makna dalam
arsitektur
yang dapat diterima oleh rasa).

JurnalTeknik
TeknikSIMETRIKA
SIMETRIKAVol.
Vol.33No.
No.33Desember
Desember2004
2004: :211
203215
210
Jurnal

211

Arsitektur bagaimanapun indahnya tidak bermakna


apa-apa ketika tidak dapat menjalankan fungsinya
sebagaimana mestinya. Dan ketika fungsi dianggap
sebagai fungsi utama dalam penerimaan estetik
yang baik maka pengalaman fungsi merupakan
pengalaman utama dan yang terpenting dalam
arsitektur. Tetapi dapatkah pengalaman terhadap
fungsi benar-benar mencukupi untuk dapat
menjelaskan pengalaman dalam arsitektur? Hal ini
tentu membutuhkan satu pemahaman fungsi gedung
sebelum dapat mengalaminya secara estetik. Nilai
fungsi bangunan belum dapat secara jelas dan tegas
untuk dapat dialami ketika fungsi yang dituju
belum dapat dikenali. Doktrin fungsi menuntut
bahwa pengalaman bangunan berbeda di dalam
karya seni dan di dalam alam (seni dalam arsitektur
dimaknai sebagai wujud pengolahan secara sengaja
terhadap lingkungan alamiah untuk tujuan tinggal
dalam lingkungan baru (lingkungan binaan) yang
dipandang lebih baik). Sebagai karya seni ia
dilakukan secara sadar dan disengaja untuk tujuan
tertentu. Pengalaman terhadap bentuk dalam objek
arsitektur berkait dengan berfungsi dan tidak
berfungsinya sesuatu. Objek harus ditempatkan
dalam satu kategori lain sebelum mereka dapat
dialami. Tetapi sebaliknya bagaimanakah objek
dapat dikategorikan sebelum ia dialami?
Konsep tipologi arsitektur selama ini selalu
hanya bersandar pada kenyataan bahwa ada tipetipe bangunan yang dianggap baik pada fakta akhir.
Bentuk dan fungsi dalam arsitektur dengan
demikian adalah preseden yang tumbuh dari
kesepakatan pengalaman dan proses historis yang
dijustifikasi dan mengakumulasi menjadi sebuah
tradisi. Dalam hal ini kesulitan instrumen fungsi
adalah bagaimana untuk dapat menjelaskan
pengalaman arsitektur dalam dua kategori yaitu
yang menekankan pada pengalaman fungsi dan
ekspresi fungsi melalui arsitektur. Bagaimana
bangunan dapat memberikan fungsinya apabila
fungsinya tidak jelas atau jika maknanya berfungsi
ganda? Dapatkah bangunan digantikan dari fungsi
yang satu ke fungsi yang lainnya? Ataukah ia hanya
dimililki oleh bangunan secara spesifik?
Determinasi fungsi sangat penting pada produksi
arsitektur. Fungsi dalam hal ini semata-mata lebih
dititikberatkan pada iklim atau metode membangun
yang kemudian dapat berpengaruh pada gaya
bentukan arsitekturnya dalam konteks budaya
tertentu dan respon tertentu pula. Sementara fungsi
dalam bentukan arsitektur bukan sebagai batasan
tunggal. Dalam fungsi perlu pemisahan antara
mode produksi dan persepsi dalam arsitektur.

3. Arsitek dan Proporsi (Keteraturan)


Proporsi telah menyerapi teori estetik yang
didasarkan pada sistem-sistem metafisika. Teori
yang mendasari bentuk-bentuk arsitektur secara

212

keseluruhan melalui hubungan matematis. Melalui


pendekatan matematis dalam teori proporsi depat
ditemukan suatu bentuk keteraturan yang dapat
digunakan dalam menyusun relasi antara setiap
unsur, baik dalam satu bagian konfigurasi atau
secara keseluruhan. Arsitektur proporsi erat
kaitannya dengan penyusunan ragam-ragam bagian
untuk analogi rasio. Sistem proporsi berdampak
pada konstruksi geometri yang mendukung secara
tepat dalam penyusunan rencana dan fasade bentuk
bangunan. Bentuk yang baik dan indah muncul
karena
hubungan
proporsi-proporsi
secara
universal. Artinya proporsi telah menjadi semacam
hukum alam yang secara metafisis bekerja tanpa
disadari pada setiap manusia baik sebagai individu
maupun komunal. Ini menunjukkan bahwa
keteraturan matematis mempunyal relasi yang
sangat penting dengan kreativitas. Wujud dunia
telah tercipta dan tersusun dengan proporsi.
Analogi matematis dalam ajaran agarma-agama
samawi juga menjelaskan bahwa alam tercipta
secara utuh dengan hukum-hukum keteraturannya.
Tuhan adalah arsitek yang Maha Indah dan
geometer Yang Maha Agung. Suatu objek
dikatakan indah bila bagian-bagiannya disusun
secara proporsional sesuai dengan hukum-hukum
yang tercermin dari bentuk-bentuk alam (Ralf
Weber, On The Aethetic of Architecture).
Sampai saat ini, orientasi estetik objek masih
mencoba mencari nilai-nilai bentuk dalam
terminologi matematis. Namun pada saat ini
muncul penolakan pemikiran dalam seni yang
mendasarkan
pada
prinsip-prinsip
yang
menganggap bahwa keindahan bersifat subjektif
dan semata-mata persoalan pikiran atau rasa
individu yang tidak memiliki hubungan dengan
perhitungan matematis atau geometri. Sebab
individu punya cara dan analisis sendiri untuk dapat
menjelaskan kode keteraturannya sekalipun samasama menggunakan terminologi matematis dan
geometris. Persepsi individu sangat memungkinkan
memiliki karakteristik psikologis yang berbeda
dengan individu lainnya dalam tingkat komunal.
Alam pada dasarnya dilihat sebagai susunan
dengan prinsip-phnsip yang bersifat tetap
karenanya keteraturan terletak di dalam alam.
Keragaman individual semestinya tidak dipandang
sebagai buah pikiran yang juga individual.
Parsialitas bukanlah sudut pandang yang memiliki
keunikannya sendiri yang terbebas dari wujud
universalitasnya. Keragaman gaya yang dapat
dicapai melalui sistem proporsi memperlihatkan
bahwa segala sesuatunya muncul dari harmoni yang
bersifat universal. Ini memungkinkan untuk dapat
mengatakan bahwa prinsip umum bentuk yang baik
dalam konteks budaya, teknik dan gaya terpancar
dari sesuatu yang bersifat transenden, ilahi. Oleh
karenanya,
sistem
proporsi
mestinya

Arsitek dan Pilihan Bentuk Tanpa Batas (N. Vinky Rahman)

Koleksi BPAD Prov SU


memungkinkan untuk menjadi alat analisis yang
jelas dan pasti dalam sebuah konfigurasi bangunan.
Harmoni matematis dengan demikian dapat
memperkirakan harmoni visual. Inilah suatu wujud
fisik objek metafisik. Pernyataan ini tidak dapat
dikenai dengan pertanyaan-pertanyaan logika (akal
jasmani). Ilmu pengetahuan khususnya dalam hal
ini estetika menyediakan ruang untuk melihat objek
dari
sudut
yang
lain
yang
bersifat
intuitif/ilham atau akal rohani. Manusia hanyalah
hamba Tuhan yang dilengkapi dengan setetes dari
lautan ilmu Tuhan.
Objek kedua pada bentuk metafisik adalah yang
didasarkan pada dasar-dasar psikologis. Hal ini
untuk dapat menjelaskan bagaimana perhitunganperhitungan proporsional bentuk arsitektur dapat
berkaitan dengan pengalaman nyata. Keteraturan
secara umum dapat dipandang inheren (melekat)
dalam persepsi manusia. Kebutuhan keteraturan
dalam bentuk arsitektur menentukan fungsifungsinya pada tingkat fisikal dan psikologikal.
Pengalaman aktual dalam bangunan dalam ruang
tiga dimensi membawa banyak kesulitan pandangan
matematis dalam estetika. Makna dalam arsitektur
tidak semata-mata bersifat diam tetapi dapat
meliputi pengalaman dalam setiap susunan
ruangnya. Proporsi dalam arsitektur mempunyai
nilai dan desain bangunan meninggalkan persoalan
dalam pengorganisasian setiap elemennya dalam
keutuhan konfigurasi. Sistem proporsi diharapkan
dalam hal ini dapat menjadi alat penilai dalam tugas
yang kompleks ini.

4. Arsitek dan Makna


Pengalaman pada setiap objek terletak pada
imajinasi mentalnya. Oleh karenanya, bentuk tidak
dapat
dialami
secara
netral,
ia
selalu
mengekspresikan atau menandakan sesuatu. Bentuk
dengan demikian dapat diterima dalam keadaan
selalu memiliki makna. Makna dan ekspresi ini
sengaja diberikan pada satu objek untuk tujuan
tertentu.
Makna bermukim dalam proses asosiasi melalui
intuisi, sensasi dan persepsi (Benedetto Croce,
1960, Aesthetics as Science of Expression and
General Linguistic, The Noonday Press, New
York). Dalam hal ini makna menjadi elemen
fenomenal pada sebuah objek hanya apabila objek
telah diterima dan dikategorikan. Dalam variasi
pemaknaan dalam teori arsitektur dikenal tiga
kategori konsep makna yaitu: ekspresif, simbolik,
dan semantik. Konsep ini berasal dari seni bentuk
dan visual, di mana biasanya berkenaan dengen
perwujudan emosional yang kemudian membentuk
karakter. Ekspresi adalah bentuk perwujudan
subjek dengan satu karakter tertentu. Ekspresi
adalah wujud memetik yang hanya muncul ketika

dirinya terepresentasikan melalui satu objek.


Ekspresi dengan demikian dapat dijelaskan sebagai
elemen yang terkandung dalam stimuli penerimaan
setiap subjek dan karenanya ia sangat bergantung
pada perilaku psikomotorik dan pengalaman
psikologis setiap orang. Kesulitannya adalah tidak
ada seorangpun yang terbebas dari sebuah kondisi
sosiologis, kultural, dan politis di dalam
lingkungannya. Perbedaan ekspresi mungkin hanya
terletak pada bagian-bagian di mana ia mampu
menggunakan intuisinya di dalam mempersepsikan
sesuatu. Ekspresi sangat erat kaitannya dengen
kualitas individu dalam tingkat keilmuan,
kekuasaan, ideologi dan legitimasi di tengah-tengah
masyarakatnya.
Penjelasan yang sama dapat dinyatakan dalam
pemikiran bahwa arsitektur merupakan simbolisasi
dari keadaan sosio-kultural tertentu. Bangunan
dalam hal ini dapat disebut sebagai saksi
percakapan dari zeitgeist. Kesamaan bentuk
bangunan di dalam budaya dan periode zaman
tertentu harus meliputi konsep gaya dan
pengklasifikasian perangkat sejarah keseniannya.
Bangunan tidak sekedar melalui bentuknya yang
merepresentasikan sosio-kultural secara spesifik,
tetapi terapan pengetehuan yang dapat dilihat yang
membawa konsep sosio-kultural kepada bangunan
dan berkait dengan itu juga bentuknya. Simbolsimbol telah sering didesain secara sengaja ke
dalam bangunan. Ada kalanya penggunaan sistem
proporsi tidak dapat memunculkan simbolisasi ini
secara langsung melalui penglihatan ia harus digali
melalui pola-pola geometrik yang terpancar dalam
gambar rencana atau penampilannya.
Bentuk dapat memperoleh fungsi denotatif
hanya melalui representasi langsung atau melalui
konvensi semantik di mana batasan makna bentuk
individu jelas. Arsitektur dapat dikatakan sebagai
sebuah bahasa jika seseorang dapat memahami
bangunan dan mengontrol maknanya melalui
desain. Untuk ini harus terdapat kejelasan delam
makna
semantiknya
pada
elemen-elemen
arsitekturnya dan sistem aturannya, dalam makna
secara keseluruhan.
Konsep makna tidak memiliki hakekat sebagai
perangkat bentuk ia sangat tergantung pada
pengamat atas dasar-dasar konsep yang diangkat
dan konvensi budaya, pengalaman individu dan
proses pembelajaran. Kondisi ini menunjukkan
bahwa makna dapat dipandang dari sudut individu
dan keterkaitannya antarsubjek bahkan antarobjek
serta subjek dan objek. Dengan kata lain makna
harus dipandang sebagai suatu relasi antara
berbagai subjek pencipta, pengguna dan pengamat
dalam suatu kerangka sosio-kultural tertentu di
mana di dalamnya terdapat objek-objek yang saling
mempengaruhi. Dan desain astetik bentuk-bentuk
arsitektur tidak semata terpersepsikan dari elemen-

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 216 222

213

elemen desain tetapi juga elemen-elemen nondesain yang bergerak tanpa batas di dalam ruang
kehidupan. la adalah makna-makna kultural, sosial,
ekonomi, politik dan tentu saja agama. Dan justru
inilah perpaduan yang paling tangguh yang
memunculkan suatu ketentuan-ketentuan spesifik.

5. Arsitek dan Tuntutan Representasi


Praktek arsitek pada dasarnya adalah memaknai
objek arsitektur sebagai penjelas dan tujuan
fungsinya yang memiliki batasannya sendiri. Dan
arsitek dengan jabatan dan legitimasi keilmuannya
dituntut untuk merepresentasikan wujud makna
arsitektur dan sebuah kode-kode tertentu dalam
sejarah dan lingkungannya.
Sebelum Renaissance (Gothic dan Rumania),
bangunan merepresentasikan dirinya sendiri dan
selanjutnya
bangunan
merepresentasikan
representasi
dari
bangunan
sebelumnya
(simulacrum). Setelah abad kelimabelas, arsitektur
hanyalah berwujud kepura-puraan karena pesan
masa lalu masih digunakan untuk menemukan dan
menjelaskan makna-makna selanjutnya. Arsitektur
masa Renaissance adalah simulasi arsitektur yang
pertama, sebuah fiksi bawah sadar tentang objek
(Peter Eisenman).
Pada akhir abad ke-18, pandangan sejarah yang
berkembang ditandai dengan pencarian akan
kepastian untuk kebenaran dan pembuktian serta
tujuan-tujuannya. Kebenaran tidak lagi dipandang
berada dalam representasi, tetapi berada di luarnya
dalam proses sejarah. Perubahan ini dapat dilihat
pada penggeseran status "order sebelumnya.
Pemikiran muncul akibat kepentingan sejarah yang
mengantarkan mereka sampai pada kesimpulan
bahwa objek ternyata bukanlah representasi makna
melainkan pesan dari masa lalu.
Arsitektur modern menobatkan diri sebagai yang
terbebas dari fiksi tentang interpretasi dengan
penegasan
bahwa
arsitektur
tidak
perlu
merepresentasikan arsitektur yang lain. Arsitektur
mutlak menyatu dengan fungsinya. Bentuk
mengikuti fungsi. Melihat posisi arsitektur modern
dengan representasi tradisionalnya, dapat dikatakan
bahwa arsitektur modern melepaskan diri dari
atribut klasik. Mereduksi arsitektur dalam bentuk
dipandang dapat mempertegas kaitan bangunan
dengan fungsinya.
Reduksi dimaksudkan untuk memurnikan
fungsionalitas sebagai representasi realitasnya
sendiri. Fungsionalitas menggantikan komposisi
klasik dengan pakem-pakemnya sebagai titik tolak
desain. Namun para modernis kemudian terjebak
dalam fiksi yang lain. Realitas kehidupan dalam
arsitektur direpresentasikan sebagai sesuatu yang
tanpa dekorasi, simplistik dan jujur. Para modernis
kembali meletakkan makna dalam objek dan gagal

214

melihat bahwa yang direpresentasikan oleh objek


adalah pesan dan makna-makna lain sebelumnya.
Fungsionalism berubah menjadi style, sekedar
menyederhanakan pendekatan klasik dalam
bangunan atau menampilkan efisiensi yang ternyata
cenderung hanya simulasi belaka.
Para arsitek Post Modernis juga terlibat dalam
fiksi yang sama karena kegagalannya dalam
memisahkan realitas dan representasi. Upaya
mengambil contoh kearifan masa lalu lewat kajian
atas nilai-nilai tertentu gagal menyertakan
pertimbangan berubahnya sistem nilai masa lalu
dan masa kini. Representasi makna muncul dari
sesuatu yang berharga di masa lalu yang belum
tentu berharga untuk masa kini. Penghadiran masa
lalu sebagai upaya menangkap pesan pada saat itu,
berubah menjadi representasi masa lalu belaka.
Ketika tidak ada lagi perbedaan antara realitas dan
representasi maka realitas adalah simulasi dan
representasi yang kehilangan jiwanya juga sebuah
simulasi.
Namun adakah representasi yang sepenuhnya
mencerminkan makna-makna realitas? Sejak
arsitektur muncul dari paham pemikiran yang
meletakkan pada kemampuan eksistensial manusia
secara individu dan terpisahkan dari intuisi yang
bersifat metafisik maka representasi tidak
terelakkan untuk tereduksi secara parsial. Dan
keunikannya akan makin menjauhkan dari realitas
yang sebenamya. Representasi arsitektur hanyalah
simulasi-simulasi makna yang sifatnya memang
sangat relatif.

6. Arsitek dan Tuntutan Alasan


Dalam proses desain tidak ada seorang arsitek
pun yang dapat semena-mena secara arbitrer begitu
saja dapat memutuskan pilihannya dalam
penstrukturan bentuk-bentuk arsitekturya. Dalam
setiap keputusannya selalu dikenakan pertanyaanpertanyaan yang dianggap logis dan memadai untuk
dapat
menjelaskan
alasan-alasan
sebagai
argumentasi pembenarannya.
Alasan adalah simulasi kebenaran yang
diturunkan dari rasionalitass keilmuan. Sebelum
masa Renaissance, ide tentang awal dibuktikan oleh
dirinya sendiri. Arti dan realitas sesuatu dibuat
tanpa perlu pembuktian-pembuktian teoritik. Sejak
Renaissance, dengan hilangnya kemungkinan itu,
awal dijelaskan lewat alam, sumber-sumber tentang
ke-Tuhanan,
kosmologi
atau
pendekatan
antropometri dan geometri. Idealisasi akhir adalah
awal untuk menemukan langkah atau dengan kata
lain perspektif tentang akhir adalah strategi awal
(Peter Eisenman). Hal ini menjelaskan mengapa
arsitektur klasik yang menjadi acuan pada masa
renaissance sangat peduli pada hirarki, order dan

Arsitek dan Pilihan Bentuk Tanpa Batas (N. Vinky Rahman)

Koleksi BPAD Prov SU


pendekatan-pendekatan yang mengarah pada
terciptanya harmoni yang bersifat universal.
Arsitektur yang diilhami oleh pendekatan
rasional dalam desain yang sekuler lahir sebagai
reaksi terhadap tujuan kosmologi dari arsitektur.
Pandangan Renaissance tentang harmoni sebagai
wujud kebutuhan akan alasan (perlunya landasan
yang rasional untuk bertindak), yang merupakan
tuntutan logika dari bentuk-bentuk lama, telah
menguasai setiap tindakan desain.
Fungsi dan teknologi pada akhir abad ke-19
menggantikan skema-skema order tersebut dan
dipercaya lebih mumpuni untuk menjawab dan
menampilkan kebenaran dari objek arsitektur.
Kesuksesan rasionalitas dalam berbagai disiplin
ilmu juga dianut oleh bidang arsitektur. Jika
arsitektur terlihat rasional, maka dipercaya akan
merepresentasikan kebenaran. Rasionalitas menjadi
dasar estetika dan moral dalam arsitektur modern
(machine aesthetics).
Sekalipun dalam perwujudannya rasionalitas
bersifat imperatif (wajib ada), menyebabkan sisi
metodologisnya tidak terukur dan tidak pasti.
Rasionalitas akan selalu dipertanyakan kembali,
dianalisis dan melahirkan rasionalitas baru yang
kembali sekali lagi dapat dipertanyakan, betapapun
ketatnya, analisis yang dilakukan. Analisis hanya
melahirkan pembuktian yang sifatnya ilusi, yang
merupakan sekedar tiruan kebenaran dalam sebuah
proses yang berlanjut terus menerus. Setiap kali
analisis dan alasan mencoba menggantikan
pembuktian diri sendiri sebagai makna di mana
kebenaran
diungkapkan,
maka
semakin
meyakinkan kita akan akhir kebenaran mutlak yang
digambarkan oleh arsitektur klasik.
Setiap alasan dan bukti tentang kebenaran hanya
akan menjadi sebuah cerita fiksi. Intuisi dengan
akal rohani dan akal budinya makin meneguhkan
tentang posisi kebenarannya. Keputusan-keputusan
desain arsitektur lebih mendekati kebenaran ketika
ia diarahkan kepada sifat-sifat keuniversalannya
yang penting dalam willayah metafisik: para tokoh,
pendeta, kiai, atau undagi.

dalam arsitektur modern dimunculkan dengan


menambahkan nilai selain alamiah dan ke-Tuhanan.
Jiwa jaman dilihat sebagai kesatuan dalam
kekinian.
Dalam setiap momen sejarah selalu saja ditemui
hubungan antara representasi fungsi arsitektur dan
bentuknya. Ironisnya, representasi arsitektur
modern dengan jiwa jamannya berubah menjadi
lebih berpikir orisinal dan kembali ke sifat
individual. Mereka terjebak secara ideologis dalam
ilusi tentang kekekalan.
Jika
memang
tidak
mungkin
untuk
menggambarkan masalah arsitektur dalam batasan
jaman dalam kaitannya dengan fungsi arsitektur
maka harus ditemukan struktur lainnya. Untuk
melepaskan diri dari ketergantungan terhadap jiwa
jaman, perlu untuk mengajukan alternatif ide di
mana arsitektur bukan lagi yang hanya
bersinggungan dengan kegunaan dalam arsitektur
akan tetapi lebih kepada mewakili jamannya.
Memandang classicism dan modernism sebagai
bagian dari kelanjutan sejarah, akan membawa kita
pada kenyataan bahwa sudah tidak dimungkinkan
lagi pembuktian sendiri dalam representasi alasan
ataupun sejarah yang dapat digunakan untuk
melegitimasi
objek.
Hilangnya
nilai
ini
memungkinkan untuk sesuatu yang kekal dan
terbebas dari makna dan kebenaran. Tidak ada satu
kebenaran ataupun satu makna selain hanya
kekekalan. Dalam pengertian lain, tidak penting
lagi apakah asal itu datang dari mana, apakah dari
alam, fungsional atau ke-Tuhanan. Karenanya
arsitek dengan pilihan-pilihannya hanya dapat
bekerja dengan dasar keyakinannya dalam
keindividualannya. Arsitektur mungkin memang
belum dapat menjamin keberhasilannya, tetapi
paling tidak arsitek memiliki niat dan itikad untuk
dapat
menunjukkan
integritasnya
sebagai
representasi masyarakat dengan segala landasan
predikat keilmuannya.

7. Arsitek dan Tuntutan Historis

Benedetto Croce. 1960. Aesthetics as Science of


Expression and General Linguistic. The
Noonday Press, New York.
Peter Eisenman. The End of The Glance, The End
of Beginning, The End of The End.
Ralf, Weber. l995. On The Aesthetic of
Architecture, Avebury, USA.

Gerakan modern menggantikan ide relevan yang


universal sebagai sebuah ide universal tentang
sejarah, analisis program sebagai analisis sejarah.
Mereka menganut pemahaman bahwa dirinya dapat
menjadi bebas nilai lewat bentuk kolektifnya dan
dapat mengintervensi individualisme. Relevansi

Daftar Pustaka

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 216 222

215

PENGEMBANGAN KERETA API SEBAGAI ANGKUTAN


PENUMPANG DI SUMATERA UTARA
*)

Novrial*), N. Vinky Rahman**), Yusbar***)

Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik USU


Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik USU
***)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan ITM
**)

Abstrak
Pengembangan kereta api ditujukan agar tersedianya transportasi yang handal, aman berkemampuan tinggi,
murah, tertib, lancar, cepat, nyaman dan efisien serta mendukung konsepsi pembangunan sosial dan ekonomi
wilayah. Angkutan kereta api penumpang merupakan salah satu sarana transportasi darat yang
menghubungkan antardaerah di Sumatera Utara. Penduduk sebagai konsumen pengguna jasa transportasi
merupakan salah satu faktor penentu di dalam perencanaan sistem transportasi. Tulisan ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar permintaan akan jasa angkutan kereta api penumpang pada masa yang akan
datang. Dengan ratarata pertumbuhan penumpang sebesar 7,28% per tahun, maka pada masa yang akan
datang jumlah penumpang meningkat. Bila ditinjau dari pertumbuhan penumpang maka diperlukan
pengembangan dan rehabilitasi dari lokomotif dan gerbong serta sarana dan prasarana penunjang lainnya agar
dapat mengoptimalkan kapasitas dan inovasi pelayanan penumpang.
Kata-kata kunci: Kereta api, Transportasi, Lokomotif, Gerbong, Angkutan, Penumpang

1. Pendahuluan
Kereta api yang pertama sekali dioperasikan di
Inggris pada tahun 1803, ditemukan oleh
Trecithick.
Pada
tahun
1829
lokomotif
diperkenalkan oleh Stevenson dengan daya angkut
lebih besar yang diberi nama Rocket. Dengan
kemajuan dalam bidang teknologi, lokomotif
digerakan dengan tenaga diesel dan listrik.
Lokomotif dirangkai dengan gerbong/kereta yang
digunakan sebagai alat dalam pemenuhan
kebutuhan transportasi penumpang dan barang.
Negara-negara maju di bidang industri seperti
Perancis, Jerman, Kanada, Jepang dan Rusia
merupakan negara yang banyak memberikan
sumbangan
pada
kemajuan
di
bidang
perkeretaapian. Di Sumatera Utara jalan kereta api
untuk pertama kali dibangun oleh perusahaan
swasta pada tahun 1883 yang menghubungkan
Medan ke Labuhan (menuju Belawan) sepanjang
17 km. Pembangunan lintasan dilakukan secara
bertahap dan dioperasikan pertama sekali pada
tanggal 25 juli 1886. Kemudian menyusul
pembangunan jaringan-jaringan jalur kereta api
lainnya dan terakhir dioperasikan sampai ke Rantau
Prapat pada tanggal 19 Agustus 1937, sehingga
terciptalah suatu jaringan jalan kereta api di
Sumatera Utara sepanjang 553,54 km. Jaringan
kereta api ini dimiliki dan dioperasikan oleh NV.
DSM (NV. Deli Spoorweg Maatchappij), suatu
perusahaan Belanda dan baru dinasionalisasikan
pada tahun 1958 menjadi Perusahaan Negara
Kereta Api (PNKA). Tujuan utama pembangunan
jaringan kereta api di wilayah Sumatera Utara pada

216

mulanya adalah untuk mengangkut hasil


perkebunan di daerah sepanjang pantai Timur
Sumatera menuju Pelabuhan Belawan sehingga
mempunyai ciri ciri sebagai berikut
- Desain jalan rel sederhana karena kecepatan
operasinya hanya 45 km/jam
- Stasiunstasiun umumnya melayani kereta api
barang sehingga fasilitasfasilitas untuk
angkutan penumpang yang harus memenuhi
syarat tidak terpenuhi.
Pada tanggal 1 Oktober 1990 Pemerintah
mengukuhkan status PJKA menjadi Perumka
dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.
57/1990, yakni dari perusahaan jawatan menjadi
Perusahahaan Umum Kereta Api (Perumka)
sehingga pengelolaan perusahaan tidak lagi
dilakukan secara birokrasi jawatan melainkan
diarahkan
untuk
meningkatkan
perolehan
pendapatan.
Dari era Perumka sampai pada tahun 1996,
Perumka semakin berkembang di berbagai aspek,
antara lain pertumbuhan jumlah lokomotif ratarata
5% per tahun, sedang aspek pertumbuhan produksi
dalam satuan KA/Km, baik untuk angkutan
penumpang maupun angkutan barang adalah cukup
positif, di mana mengalami pertumbuhan rata-rata
sebesar 5% per tahun yaitu untuk angkutan
penumpang 7% per tahun dan produksi barang
sebesar 2% per tahun. Sejak tahun 1998 sampai saat
ini Perumka statusnya berubah lagi menjadi PT.
KAI (PT. Kereta Api Indonesia).
Pengembangan perkeretaapian ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan angkutan umum yang

Arsitek dan Pilihan Bentuk Tanpa Batas (N. Vinky Rahman)


Pengembangan Kereta Api sebagai Angkutan (Novrial/N. Vinky Rahman/Yusbar)

Koleksi BPAD Prov SU


handal, berkemampuan tinggi, lancar, nyaman,
efisien, murah, tertib, cepat dan aman. Untuk itu
akan
diusahakan
peningkatan
efisiensi
pengelolaannya, sehingga kereta api sebagai
angkutan umum penumpang dapat dinikmati oleh
masyarakat.

masyarakat yaitu bukan hanya teori teknik saja


yang harus diperhatikan tetapi telah berkembang ke
arah lain yaitu bidang sosial, psikologi dan
pemasaran. Hal ini dapat diasumsikan dengan
menggunakan formula KraftSarch yakni:
Dijmp
=
ekmp
(Ni.Nj)nm

Pij

qp

2. Masalah
Dalam rangka memacu pertumbuhan dan
pengembangan perkeretaapian di wilayah Sumatera
Utara terdapat beberapa masalah yang dijumpai.
Pada penelitian ini hanya dibahas hal-hal yang
menyangkut:
1. Prospek angkutan kereta api terhadap arus
penumpang pada masa yang akan datang.
2. Program pengembangan PT. KAI Eksploitasi
Sumatera Utara.

3. Tinjauan Pustaka
Jasa angkutan kereta api yang bersifat Public
Utility/Public Service adalah usaha yang
menghasilkan komoditi dan jasa untuk kepentingan
masyarakat banyak dan sangat diperlukan bagi
kesejahteraan rakyat. Angkutan kereta api adalah
usaha yang berskala besar (large scale inventment),
terlihat pada besarnya investasi, pemakaian tenaga
kerja, organisasi perusahaan, pengeluaran biaya
operasi dan pemeliharaan. Jasa angkutan kereta api
memerlukan modal besar, baik untuk investasi
dasar pada permulaan maupun penyediaan dana
modal kerjanya.
Penduduk sebagai konsumen pengguna jasa
transportasi adalah merupakan salah satu faktor
utama dalam perencanaan sistem transportasi.
Persentase penduduk dan jumlah penduduk
sekarang dan untuk masa yang akan datang perlu
mendapat perhatian dikarenakan hal ini merupakan
salah satu karakteristik dalam memprediksi jumlah
penumpang kereta api. Memprediksi pertumbuhan
dan jumlah penduduk masa mendatang dapat
dilakukan dengan menggunakan formula:
Pt = Po ( 1 + r )n

(1)

di mana:
Pt = Jumlah penduduk pada tahun ke n
Po = Jumlah penduduk pada tahun 0
n = Lama waktu (tahun)
r = Persentase pertumbuhan penduduk (%)
Untuk memprediksi jumlah permintaan akan jasa
angkutan kereta api dalam era globalisasi sekarang
ini, penentuan jumlah penumpang serta prediksi
untuk masa akan datang cukup rumit. Terdapat
beberapa faktor yang kian berkembang di

P q mp Tq pij.t qmp yi

ymp

aj amp

(2)
di mana:
Dijmp = Jumlah perjalanan dari kota i ke kota j
yang menggunakan moda angkutan rel
untuk maksud P
ekmp
=Sebuah
konstanta
untuk
model
permukaan moda angkutan rel untuk
maksud
P
sehubungan
dengan
perjalanan pribadi
Ni
= Populasi penduduk i
Nj
= Populasi penduduk j
Nm
=Elastisitas permintaan untuk perjalanan
yang menggunakan moda angkutan rel
sehubungan dengan populasi penduduk
Pijqp
= Biaya perjalanan satu arah antara kota i
dan j menggunkan moda angkutan rel
dan bus untuk maksud P
Pqmp =Elastisitas permintaan untuk perjalanan
yang menggunakan moda angkutan rel
untuk maksud P sehubungan dengan
harga perjalanan yang menggunakan
satu moda untuk maksud P
Tqpij
= Waktu perjalanan satu arah kota i dan j
yang menggunakan moda angkutan rel,
bus dan udara untuk maksud P
Tqmp =Elastisitas permintaan untuk perjalanan
yang menggunakan moda angkutan rel,
bus dan udara sehubungan dengan
waktu perjalanan yang menggunakan
suatu moda untu maksud P
yi
= Pendapatan perkapita di kota i
ymp
=Elastisitas permintaan untuk perjalanan
yang menggunakan moda angkutan rel
untuk maksud P sehubungan dengan
pendapatan perkapita
Aj
=Daya tarik kota j, konstanta (12,2)
Amp
=Elastisitas permintaan untuk perjalanan
yang menggunakan moda angkutan rel
untuk maksud P sehubungan dengan
daya tarik kota yang dituju
Untuk menghitung kapasitas arus penumpang
digunakan persamaan:
qc =

Q
ht b

(3)

qc =

Q
tb

(4)

atau

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 216 222

217

di mana:
qc
= Kapasitas arus penumpang
Q
= Kapasitas setiap kendaraan,
penumpang
htb
= Head way waktu kendaraan
(untuk satu arah )
tb
= Waktu siklus kendaraan (bolakbalik)
Untuk menghitung kebutuhan kereta api
digunakan persamaan compound interest. Karena
pada dasarnya formula compound interest
mempunyai teori perkembangan permintaan
penumpang pada masa yang akan datang. Formula
compound interest adalah:

= % pertumbuhan jumlah penumpang ratarata setiap tahun di atas tahun


sebelumnya

qc.t bm
b
k .Q
qc.t bm
Cb = k b b

k .Q
nb =

(6)

(7)

di mana:
nb = jumlah kereta api yang dibutuhkan
Cb = Jumlah gerbong yang dibutuhkan
kb = Jumlah gerbong per kereta api
tbm = waktu siklus kereta api

Vn = Vo ( 1 + r )n

(5)
di mana:
Vn
= Volume penumpang pada tahun yang
diperkirakan
= Volume penumpang pada tahun dasar
Vo
N
= Jumlah tahun

4. Hasil Analisa Data


Setelah dilakukan analisa data didapat
prediksi-prediksi pertumbuhan yang ditabulasi di
Tabel 1 sampai dengan Tabel 18.

Tabel 1: Prediksi jumlah penduduk Sumatera Utara menurut kabupaten/kotamadya


tahun 2002 - 2006
No
1
2
3
4
5
6
7
8

No
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Kabupaten/Kotamadya
Nias
Tapanuli Selatan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
Dairi
Kabupaten/
Kotamadya
Karo
Deli Serdang
Langkat
Sibolga
Tanjung Balai
Pematang Siantar
Tebing Tinggi
Medan
Binjai

2002
710.471
1.164.247
265.345
735.074
947.462
963.562
890.438
302.161

2003
719.352
1.185.786
270.280
736.250
943.285
972.812
896.315
304.035

2004
728.344
1.207.722
275.307
737.428
979.372
982.151
902.230
305.920

2005
737.448
1.230.065
280.428
738.608
996.727
991.580
908.185
307.816

2006
746.666
1.252.822
285.644
739.790
1.012.356
1.001.099
914.179
309.725

2002

2003

2004

2005

2006

290.475
1.994.823
907.52
82.209
118.572
236.529
143.053
2.092.776
230.566

293.587
2.029.334
925.488
82.924
119.247
237.665
145.757
2.121.028
234.808

296.724
2.064.441
943.813
83.645
119.927
238.806
148.512
2.149.662
239.128

299.899
2.100.156
962.501
84.373
120.611
239.952
151.318
2.178.680
243.528

303.108
2.136.489
981.558
85.107
121.298
241.104
154.178
2.208.095
248.009

Tabel 2: Laju pertumbuhan angkutan penumpang menurut lintasan 2002 - 2006


No
1
2
3
4
5
6
7
8

218

Lintasan
Medan - R. Prapat
R. Prapat - Medan
Medan - Tj. Balai
Tj. Balai - Medan
Medan - P. Siantar
P.Siantar - Medan
Binjai - R.Prapat
Binjai - Tj. Balai

2002
-9.61
-10.25
19.56
29.25
2.94
7.63
-55.56
-55.8

2003
-8.99
-10.16
-1.18
-1.35
-10.56
-12.92
-8.14
52.78

2004
11.69
15.05
-2.32
8.86
-29.64
-36.48
190.63
1.59

2005
7.08
3.65
17.84
11.27
72.62
53.67
-27.17
54.71

Pengembangan Kereta Api sebagai Angkutan (Novrial/N. Vinky Rahman/Yusbar)

2006
19.51
14.08
10.58
14.61
11.20
3.43
99.30
99.71

Koleksi BPAD Prov SU


Tabel 3: Prediksi pendapatan perkapita penduduk menurut kabupaten/kotamadya
tahun 2002 2006
No

Kabupaten/Kotamadya

Laju
Pertumbuhan

2002

2003

2004

2005

2006

Nias

4.1

1.842.504,58

1.918.047,27

1.996.687,21

2.078.551,38 2.163.771,99

Tapanuli Selatan

5.24

2.553.973,99

2.687.802,23

2.828.643,07

2.976.863,97 3.132.851,64

Tapanuli Tengah

5.73

2.291.336,28

2.422.629,85

2.561.446,54

2.708.217,42 2.863.398,28

Tapanuli Utara

6.73

2.287.486,67

2.441.434,52

2.605.743,06

2.781.109,57 2.968.278,24

Labuhan Batu

9.95

5.435.812,30

5.976.675,62

6.571.354,84

7.225.204,65 7.944.112,51

Asahan

8.81

4.459.063,56

4.851.907,06

5.279.360,08

5.744.471,70 6.250.559,66

Simalungun

7.86

3.014.097,51

3.251.005,58

3.566.534,61

3.782.148,23 4.079.425,09

Dairi

6.61

2.746.004,34

2.927.514,91

3.121.023,64

3.327.323,30 3.547.259,37

Karo

8.89

3.548.021,76

3.863.440,90

4.206.900,79

4.580.894,27 4.988.135,77

10

Deli Serdang

8.18

2.211.024,60

2.391.886,42

2.587.542,73

2.799.203,72 3.028.178,58

11

Langkat

4.75

2.576.917,22

2.699.320,79

2.827.538,53

2.961.846,61 3.102.534,32

12

Sibolga

5.14

3.931.784,54

4.133.878,26

4.346.359,61

4.569.762,49 4.804.648,28

13

Tanjung Balai

7.45

4.413.020,71

4.741.790,76

5.059.054,17

5.474.635,70 5.882.496,06

14

Pematang Siantar

6.15

4.406.676,89

4.677.687,52

4.965.365,30

5.270.735,27 5.594.885,49

15

Tebing Tinggi

3.76

3.417.887,81

3.546.400,39

3.679.745,04

3.818.103,46 3.961.664,15

16

Medan

7.73

4.146.505,21

4.467.030,06

4.812.331,48

5.184.324,71 5.585.073,01

17

Binjai

2.58

1.944.937,80

1.995.117,20

2.046.591,22

2.099.393,27 2.153.557,62

Tabel 4: Kapasitas arus penumpang tahun 2002 2006


Lintasan

htb
612
612
400
400
300
300
735
820

Medan R.Prapat
R. Prapat Medan
Medan Tj. Balai
Tj. Balai - Medan
Medan P. Siantar
P. Siantar Medan
Binjai R. Prapat
Binjai Tj. Balai

2002
Q
qc
797
130
777
127
950
238
856
214
302
101
354
118
194
27
190
24

2003
Q
721
698
1136
1107
311
381
86
84

2004
Q
656
627
1122
1092
278
332
79
129

qc
118
114
284
277
104
127
12
11

qc
108
103
281
273
93
111
11
16

2005
Q
733
721
1096
1189
196
211
229
131

qc
120
118
274
298
66
71
32
16

2006
Q
784
747
1292
1323
338
324
167
202

qc
128
122
323
331
113
108
23
25

Tabel 5: Kapasitas arus penumpang tahun 2002 2006


Lintasan
Medan R.Prapat
R. Prapat Medan
Medan Tj. Balai
Tj. Balai - Medan
Medan P. Siantar
P. Siantar Medan
Binjai R. Prapat
Binjai Tj. Balai

tb
1345
1345
1105
1105
650
510
1006
1552

2002
Q
qc
797
60
777
58
950
86
856
78
302
47
354
70
194
20
190
13

2003
Q
721
698
1136
1107
311
381
86
84

qc
54
52
103
101
48
75
9
6

2004
Q
656
627
1122
1092
278
332
79
129

qc
49
47
102
99
43
65
8
9

2005
Q
qc
733
55
721
54
1096
100
1189
108
196
31
211
40
229
23
131
9

2006
Q
784
747
1292
1323
338
324
167
202

qc
59
56
117
120
52
64
17
13

Tabel 6: Prediksi tarif bus untuk umum tahun 2002 - 2006


Jurusan
Medan R. Prapat
Medan Tj. Balai
Binjai R. Prapat
Binjai Tj. Balai
Medan P. Siantar

Po
2002
(Rp)
21000
10000
25000
16000
5000

Pt ( $ )
n

(1+r)

2002

2003

2004

2005

2006

(1 + 0.08)
(1 + 0.08)
(1 + 0.03)
(1 + 0.03)
(1 + 0.06)

3.8
1.8
3.9
2.5
0.9

4.1
1.9
4.0
2.6
1

4.4
2.1
4.1
2.7
1.1

4.8
2.3
4.3
2.8
1.2

5.1
2.4
4.4
2.9
1.3

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 216 222

219

Tabel 7: Prediksi tarif kereta api untuk umum tahun 2002 - 2006
Po
2002 (Rp)
16000
6000
16500
6500
8000

Jurusan
Medan R. Prapat
Medan Tj. Balai
Binjai R. Prapat
Binjai Tj. Balai
Medan P. Siantar

( 1 + r )n
(1 + 0.08)
(1 + 0.08)
(1 + 0.03)
(1 + 0.03)
(1 + 0.06)

2002
2.9
1.1
2.6
1.0
1.4

2003
3.1
1.2
2.7
1.0
1.4

Pt ( $ )
2004
3.4
1.3
2.7
1.1
1.5

2005
3.6
1.4
2.8
1.1
1.6

2006
3.9
1.5
2.9
1.1
1.7

Tabel 8: Prediksi jumlah penumpang untuk Medan Rantau Prapat


Tahun

KMP

0,854

NiNj

4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5

2002
2003
2004
2005
2006

0,465

1,60

Y($)

Aj

638.15
687.48
740.62
797.87
859.54

12.2
12.2
12.2
12.2
12.2

1.982x1012
2.043x1012
2.105x1012
2.169x1012
2.235x1012

Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
2.9
3.8
3.1
4.1
3.4
4.4
3.6
4.8
3.9
5.1

- 2.636
Rel
330
330
330
330
330

Tqpij (menit)
0.05
Bus
367
367
367
367
367

0.05
Air
72
72
72
72
72

Dij
penumpang
1635
1807
1817
2137
2161

Tabel 9: Prediksi jumlah penumpang untuk Rantau Prapat - Medan


Tahun

KMP

4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5

2002
2003
2004
2005
2006

0,854

0,465

NiNj

1.982x1012
2.043x1012
2.105x1012
2.169x1012
2.235x1012

1,60

Y($)

Aj

693.13
754.19
820.64
892.94
868.75

12.2
12.2
12.2
12.2
12.2

Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
2.9
3.8
3.1
4.1
3.4
4.4
3.6
4.8
3.9
5.1

- 2.636
Rel
330
330
330
330
330

Tqpij (menit)
0.05
Bus
367
367
367
367
367

0.05
Air
72
72
72
72
72

Dij
penumpang
1700
1887
1905
2252
2171

0.05
Air
47
47
47
47
47

Dij
penumpang
1031
992
1124
1261
1234

Tabel 10: Prediksi jumlah penumpang untuk Medan Tj.Balai


Tahun

EKMP

NiNj0,854

Y($)0,465

Aj1,60

2002
2003
2004
2005
2006

4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5

2.481x1011
2.529x1011
2.578x1011
2.627x1011
2.678x1011

638.15
687.48
740.62
797.87
859.54

12.2
12.2
12.2
12.2
12.2

Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
1.1
1.8
1.2
1.9
1.3
2.1
1.4
2.3
1.5
2.4

- 2.636
Rel
244
244
244
244
244

Tqpij (menit)
0.05
Bus
258
258
258
258
258

Tabel 11: Prediksi jumlah penumpang untuk Tj.Balai - Medan


Tahun

EKMP

NiNj0,854

Y($)0,465

Aj1,60

2002
2003
2004
2005
2006

4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5

2.481x1011
2.529x1011
2.578x1011
2.627x1011
2.678x1011

677.40
727.86
792.09
840.36
902.96

12.2
12.2
12.2
12.2
12.2

Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
1.1
1.8
1.2
1.9
1.3
2.1
1.4
2.3
1.5
2.4

- 2.636
Rel
244
244
244
244
244

Tqpij (menit)
0.05
0.05
Bus
Air
258
47
258
47
258
47
258
47
258
47

Dij
penumpang
1061
1018
1161
1292
1263

Tabel 12: Prediksi jumlah penumpang untuk Medan P. Siantar


Tahun

EKMP

NiNj0,854

Y($)0,465

Aj1,60

2002
2003
2004
2005
2006

4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5

4.950x1011
5.040x1011
5.133x1011
5.227x1011
5.323x1011

668.24
709.34
752.96
799.27
848.42

12.2
12.2
12.2
12.2
12.2

Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
1.4
0.9
1.4
1.0
1.5
1.1
1.6
1.2
1.7
1.3

Tqpij (menit)
- 2.636
0.05
Rel
Bus
180
180
180
180
180
180
180
180
180
180

0.05
Air
27
27
27
27
27

Dij
penumpang
216
317
365
416
468

0.05
Air
27

Dij
penumpang
221

Tabel 13: Prediksi jumlah penumpang untuk P. Siantar - Medan


Tahun

EKMP

NiNj0,854

Y($)0,465

Aj1,60

2002

4.27x10-5

4.950x1011

668.24

12.2

220

Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
1.4
0.9

- 2.636
Rel
180

Tqpij (menit)
0.05
Bus
180

Pengembangan Kereta Api sebagai Angkutan (Novrial/N. Vinky Rahman/Yusbar)

Koleksi BPAD Prov SU


4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5

2003
2004
2005
2006

5.040x1011
5.133x1011
5.227x1011
5.323x1011

709.34
752.96
799.27
848.42

12.2
12.2
12.2
12.2

1.4
1.5
1.6
1.7

1.0
1.1
1.2
1.3

180
180
180
180

180
180
180
180

27
27
27
27

321
368
416
466

Tabel 14: Prediksi jumlah penumpang untuk Binjai Rantau Prapat


Tahun

EKMP

NiNj0,854

Y($)0,465

Aj1,60

2002
2003
2004
2005
2006

4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5

2.184x1011
2.261x1011
2.341x1011
2.424x1011
2.510x1011

285.02
292.37
299.37
307.65
315.59

12.2
12.2
12.2
12.2
12.2

Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
2.7
3.9
2.7
4.0
2.7
4.1
2.8
4.3
2.9
4.4

Tqpij (menit)
- 2.636
0.05
Rel
Bus
347
378
347
378
347
378
347
378
347
378

0.05
Air
78
78
78
78
78

Dij
penumpang
123
124
140
152
153

Tabel 15: Prediksi jumlah penumpang untuk Binjai Tanjung Balai


Tahun

KMP

0,854

NiNj

4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5
4.27x10-5

2002
2003
2004
2005
2006

0,465

4.950x1011
5.040x1011
5.133x1011
5.227x1011
5.323x1011

Pqpij ($)
- 3.00
3.150
Rel
Bus
1.0
2.5
1.0
2.6
1.1
2.6
1.1
2.7
1.1
2.8

1,60

Y($)

Aj

285.02
292.37
299.37
307.65
315.59

12.2
12.2
12.2
12.2
12.2

- 2.636
Rel
230
230
230
230
230

Tqpij (menit)
0.05
Bus
258
258
258
258
258

0.05
Air
53
53
53
53
53

Dij
penumpang
65
76
59
69
80

Tabel 16: Prediksi jumlah penumpang menurut lintasan


Lintasan

Vo

R (%)

(1+r)n

MnRP
RP-Mn
Mn-TB
TB-Mn
Mn-PS
PS-Mn
Bj-RP
Bj-TB

342.124
311.257
521.405
553.248
137.142
122.307
121.463
147.225

3.95
2.476
8.91
12.527
9.309
3.44
39.676
30.612

1.04
1.02
1.09
1.13
1.09
1.03
1.40
1.31

2002

Vn
2004

2003

2005

2006

/ thn

/ hari

/ thn

/ hari

/ thn

/ hari

/ thn

/ hari

/ thn

/ hari

355.808
317.482
568.331
625.170
149.485
125.976
170.048
192.865

975
870
1557
1713
410
345
466
528

370.041
323.832
619.481
706.442
162.938
129.755
238.067
252.653

1014
887
1697
1935
446
355
652
692

384.843
303.308
675.235
798.280
177.603
133.648
333.294
330.975

1054
831
1850
2162
487
366
913
907

400.237
336.915
736.006
902.056
193.587
137.658
466.612
433.578

1097
923
2016
2471
530
377
1278
1188

416.246
343.653
802.246
1.019.324
211.010
141.787
653.257
567.987

1140
942
2198
2793
578
388
1790
1556

Tabel 17: Kapasitas arus penumpang hasil prediksi untuk tahun 2002 - 2006
tb

Lintasan

(jam)

MnRP
RP-Mn
Mn-TB
TB-Mn
Mn-PS
PS-Mn
Bj-RP
Bj-TB

1345
1345
1105
1115
0650
0510
1006
1500

2002
Vol
975
870
1557
1713
410
345
466
528

2003
qc
72
65
116
127
30
26
35
39

Vol
1053
887
1697
1935
446
355
652
692

2004
qc
78
66
126
144
33
26
48
51

Vol
1116
831
1850
2162
487
366
913
907

2005
qc
83
62
138
161
36
27
68
67

Vol
1183
923
2016
2471
530
377
1278
1188

2006
qc
88
69
150
184
39
28
95
88

Vol
1254
942
2198
2793
578
388
1790
1556

qc
93
70
163
208
43
29
133
116

Tabel 18: Perhitungan kebutuhan lokomotif dan kereta menurut lintasan pada tahun 2002 - 2006
Lintasan
MnRP
RP-Mn
Mn-TB
TB-Mn
Mn-PS
PS-Mn
Bj-RP
Bj-TB
Total

tbm
(jam)
1345
1345
1105
1115
0650
0510
1006
1500

2002
Q
975
870
1557
1713
410
345
466
528
6883

qc
72
65
116
127
30
26
35
39

nb
2
2
3
3
1
1
1
1
14

cb
12
11
15
17
3
2
4
7
71

2003
Q
1053
887
1697
1935
446
355
652
692
7117

qc
78
66
126
144
33
26
48
51

nb
2

2
3
4
1
1
1
2
16

cb
13
11
17
19
3
2
6
10
81

2004
Q
1116
831
1850
2162
487
366
913
907
8632

qc
83
62
138
161
36
27
68
67

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 216 222

nb
3
2
4
4
1
1
2
2
19

cb
13
10
18
21
3
2
8
12
87

221

Sambungan
Lintasan
MnRP
RP-Mn
Mn-TB
TB-Mn
Mn-PS
PS-Mn
Bj-RP
Bj-TB
Total

222

tbm
(jam)
1345
1345
1105
1115
0650
0510
1006
1500

Q
1183
923
2016
2471
530
377
1278
1188
9966

qc
88
69
150
184
39
28
95
88

2005
nb
3
2
4
5
1
1
2
3
22

cb
14
11
20
24
3
2
12
16
102

Q
1294
942
2198
2793
578
388
1790
1556
11499

qc
93
70
163
208
43
29
133
116

2006
nb
3
2
4
5
1
1
3
4
23

cb
15
11
21
27
4
2
16
21
117

Pengembangan Kereta Api sebagai Angkutan (Novrial/N. Vinky Rahman/Yusbar)

Koleksi BPAD Prov SU


5. Kesimpulan
Dari hasil analisa data yang dilakukan
dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah
lokomotif dan gerbong yang ada sekarang
tidak akan dapat melayani jumlah
penumpang pada masa yang akan datang.
Penambahan kereta/gerbong dan lokomotif
baru untuk angkutan penumpang dan
rehabilitasi sebahagian sarana yang ada
merupakan satu keharusan.
Perlu dilakukan peningkatan inovasi
pelayanan bagi pengguna jasa seperti: lokasi
tunggu yang nyaman, penyediaan jasa
pelayanan
perbankan,
jasa
telekomunikasi/pos
&
giro.
Untuk
mempermudah pelayanan perlu diadakan
jasa bantuan bagi penumpang kereta api
dengan taxi.

Daftar Pustaka
Kadariah. 1998. Evaluasi Proyek & Analisa
Ekonomi, Lembaga Penerbit FE-UI,
Jakarta.
Morlok, E.K. 1989. Pengantar Teknik dan
Perencanaan Transportasi, Erlangga,
Jakarta.
Siregar, Muchtarudin.
1990. Beberapa
Masalah Ekonomi dan Menejemen
Pengangkutan, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.
Rustian, Kamaluddin. 1987. Ekonomi
Ghalia Indonesia,
Transportasi,
Jakarta.
Winarno, Surakhman. 1987. Dasar dan
Teknik Riset, Tarsito, Bandung.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 216 222

223

PERAN SOSIOTEKNOLOGI
DALAM PERPINDAHAN TEKNOLOGI
*)

Zaid Perdana Nasution*)


Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik USU (mas_zaid@yahoo.com)

Abstrak
Teknologi merupakan produk manusia dalam suatu sistem yang kompleks, berada di mana-mana seperti unsurunsur kultural dan spiritual, sosial dan politikal, moral dan intelektual, bukan hanya sebatas mesin-mesin.
Teknologi memiliki karakterisitik yang sangat khas/unik sebagaimana kebudayaan di mana ia dilahirkan, dan ia
mewakili nilai-nilai serta keyakinan daerah asalnya. Oleh karenanya, ia tidak dapat sembarangan dipindahkan.
Jika teknologi ingin dipindahkan maka dibutuhkan proses saling memahami di antara teknologi dengan
sosiokultural masyarakat sehingga teknologi menjadi bermakna. Maka dari itu diperlukan suatu pendekatan
yang mampu mensinergikan teknologi dan aspek-aspek kemasyarakatan. Pendekatan yang dimaksud adalah
pendekatan sosioteknologi yang berusaha mencari pola interaksi antara manusia (individu maupun komunitas)
dengan teknologi.
Kata-kata kunci: Teknologi, Sosioteknologi, Perpindahan Teknologi

Pendahuluan
Sosioteknologi
merupakan sebuah
keilmuan yang tergolong baru di Indonesia
yang mencoba mencari keterkaitan yang ada
antara teknologi dengan society. Di
Indonesia, perguruan tinggi ITB merupakan
perguruan tinggi pertama yang berusaha
mengkaji dan mengembangkan pengetahuan
tentang relasi-relasi antara teknologi dengan
society ini secara komprehensif dalam
sebuah lembaga akademis. Hal ini ditandai
dengan
akan
dibukanya
jurusan
sosioteknologi di perguruan tinggi ini.
Di luar negeri, Eropa dan Amerika,
keilmuan seperti ini berkembang pesat di
akhir tahun 80-an (Warta Sosioteknologi,
September 2001) dan dikenal dengan
keilmuan Science, Technology and Society
Studies, biasanya lebih familiar dengan
istilah STSS.

Teknologi
Teknologi merupakan penerapan secara
sistematis dari pengetahuan-pengetahuan
ilmiah untuk keperluan-keperluan praktis
(Harahap, 1990). Pengetahuan-pengetahuan
tersebut terakumulasi dalam kemampuan
teknik dan intelektual yang diaplikasikan
secara praktis dalam menciptakan produk
(barang dan jasa) untuk keperluan umat
manusia (Berger, 1974). Produk-produk ini
terdapat dalam sistem yang kompleks dan
"merembes" hingga berada di mana-mana
(pervasive) seperti pada unsur-unsur
kultural, spiritual, sosial, politik, serta moral.

224

Ia bersifat fungsional, dan bukan hanya sebatas


mesin-mesin (Sinaga, 2001).
Karena teknologi berada di mana-mana
(pervasive), ia merupakan bagian dari kebudayaan,
namun ia hanyalah sebagian kecil dari kebudayaan,
yakni sebatas sub-komponen dari kebudayaan
(Ladriere, 1990).

Sosioteknologi
Secara umum, definisi sosioteknologi adalah
sebuah epistemologi pengembangan sains dan
teknologi
dengan
sudut
pandang
aspek
kemasyarakatan dan kemanusiaan. Studi ini
memiliki
fungsi
dan
peran
untuk
mentransformasikan
masyarakat
menjadi
masyarakat pengetahuan yang kritis, kreatif, dan
inovatif (Pikiran Rakyat, 29 Agustus 2001).
Sosioteknologi sendiri mencoba menelaah
lebih jauh tentang keterkaitan ataupun relasi antara
manusia dengan teknologi. Penelaahan ini berkaitan
dengan implikasi yang ditimbulkan teknologi
terhadap segi-segi kehidupan dan penghidupan
masyarakat bagaimana seharusnya mengelola
dampak dan peran teknologi tersebut dalam
meningkatkan derajat kemasyarakatan di satu sisi,
serta bagaimana seharusnya sikap dan peran
masyarakat dalam menerima fungsi teknologi itu di
sisi lain (Sinaga, 2001).
Berikut ini akan dijelaskan tentang beberapa
hal-hal prinsip dalam hal hubungan antara manusia
dengan teknologi antara lain:
Watak teknologi.
Teknologi dan manusia.
Perpindahan teknologi (alih teknologi).

Peran Sosioteknologi dalam Perpindahan Teknologi (Zaid Perdana Nasution)

Koleksi BPAD Prov SU


Watak Teknologi
Teknologi bukanlah "benda mati". Ia
"hidup". Ia memiliki mekanisme dan
dinamika kerjanya sendiri. Mekanisme itu
dapat mengubah manusia penggunanya
sehingga manusianya ikut menjadi alat.
Manusia yang hakekatnya adalah makhluk
yang mengekpresikan keunikan dirinya
lewat pekerjaannya (homo faber), akhirnya
bisa kehilangan kemanusiaannya dan
menjadi alat belaka atau salah satu
komponen saja dari sistem pekerjaan atau
produksinya (Marx). Dan karena merupakan
suatu kesatuan sistem, teknologi bukan
sekedar alat tak berjiwa melainkan ia
mampu
juga
menciptakan
dunianya
tersendiri dengan seperangkat sistem
nilainya (Sutama, www.bpkpenabur.or.id/
index.htm).
Selain itu teknologi yang umumnya
diyakini sebagai kebutuhan pokok untuk
maju dan membebaskan manusia dari
bencana-bencana alam pada akhirnya tidak
hanya
membebaskan,
ia
bahkan
memperbudak. Dan kebebasan yang
diberikannyapun bukanlah kebebasan dari
kebuasan alam, tetapi kebebasan dari semua
nilai-nilai transendental (Sardar, Sains
Teknologi dan Pembangunan di Dunia
Islam).
Perangai teknologi tersebut (dari
kodratnya) pada akhirnya akan menuju ke
arah sistem kemasyarakatan dan kontrol
kehidupan yang semakin otoriter, sentralistis
dan tak kenal ampun dalam memaksakan
dalil-dalil konsolidasi diri (Ellul, Teknologi
dan Dampak Kebudayaannya) Bahkan
pengaruh teknologi pada suatu saat akan
mengarah kepada penyeragaman budaya
yang universal, yang mana keseluruhannya
itu masuk ke dalam wilayah yang
terbentuk oleh teknologi (Ladriere, 1977).
Teknologi dan Manusia
Berbicara mengenai manusia yang akan
menjadi pengguna teknologi tidak kalah
penting dibandingkan dengan membicarakan
teknologi itu sendiri. Hal ini tidak dapat
dipisahkan. Maka penting juga kiranya
untuk mengetahui pola-pola interaksi yang
terjadi antara manusia dengan teknologi.
Manusia yang berinteraksi dengan
mesin (teknologi), jika ia tidak berhati-hati,
ia akan sangat kuat dipengaruhi oleh watak
dari teknologi. Ia dapat terkena bahaya
samping dari teknologi di mana manusia
tersebut akan mengalami konflik manusiawi
yang sangat khas. Di satu sisi ia sebagai

manusia membutuhkan komunikasi, simpati


spontan, keterbukaan tanpa curiga terhadap
manusia lain sedangkan di sisi lain terhadap reaksireaksi spontan dalam arti teknik otomatisasi
pengemudian. (Banka, Teknologi dan Dampak
Kebudayaannya). Selain itu manusia juga dapat
menjadi terasing (ter-alienasi). Ia menjadi asing
dengan dirinya dan juga terhadap pekerjaannya.
Bekerja tidak lagi berada dalam alam sukarela
melainkan menjadi deterministik dan serasa
dipaksakan oleh kekuatan luar yang asing yang
tidak diketahui. (Marx, Teknologi dan Dampak
Kebudayaannya).
Bahkan
teknologi
dapat
mengungkung pikiran manusia pada semua yang
bersifat teknis dan mekanis. Pandangan yang
teknokratis mekanistis dan reduktif ini dapat
berkembang subur sebagai sebuah sistem di mana
individu-individu hanya dapat berkembang asalkan
mereka tunduk tanpa syarat kepada organisasi
teknis (Sardar, Sains Teknologi dan Pembangunan
di Dunia Islam ).
Hubungan
antara
teknologi
dan
kemasyarakatan terjalin dengan sangat erat.
Teknologi bisa dikatakan sebagai representasi
mental dari masyarakat. Ia bahkan memasuki
wilayah sub-sistem dari kebudayaan seperti mitos,
sistem kepercayaan, teologi, serta karakter
metafisik (Ladriere, 1977).
Banyak
faktor
yang
mempengaruhi
perkembangan teknologi. Pada tingkatan yang
mendasar, faktor-faktor tersebut ditopang oleh
sesuatu yang tidak disadari yang dapat diasumsikan
sebagai kumpulan konsep ataupun paket
kepercayaan dan nilai yang terangkum bersama ke
dalam suatu "pandangan dunia" ataupun ideologi
(Roszak, The Man-Made Future). Jika diibaratkan
dengan ikatan rantai yang tertambat, dan
pengetahuan tertambat pada seribu rantai hak milik
orang-perorangan maka teknologi tidak hanya
sekedar itu, namun ia bahkan lebih dalam dari itu.
Ia terdapat pada akar dan watak kebudayaan.
Teknologi terikat ke dalam mental seluruh totalitas
kebudayaan (Mangunwijaya, Teknologi dan
Dampak Kebudayaannya).
Sebagai contoh, teknologi dari Barat. Pada
umumnya teknologi Barat konvensional telah
berkembang sejalan dengan kondisi dan lingkungan
Barat. Ia (teknologi) mewarisi nilai-nilai dan
norma-norma Barat. Ia adalah ungkapan
kebudayaan barat. Ia bercirikan padat modal, hemat
tenaga kerja dan berorientasi pada produksi.
Teknologi seperti itu sangat tidak cocok untuk
negeri Timur di mana; (1) tenaga kerja melimpah;
(2) modal langka; (3) seringkali kekurangan tenaga
kerja dan manajemen terampil (Sardar, Sains
Teknologi dan Pembangunan di Dunia Islam).
Karakter kebudayaan yang berbeda akan
menghasilkan karakter teknologi yang berbeda.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 226 230

225

Perpindahan Teknologi
Perpindahan
teknologi
umum
dilakukan. Namun dengan mengingat
karakter teknologi dan juga karakter budaya
yang diwakilinya maka teknologi tidak bisa
dengan gampang begitu saja dipindahkan.
Jika teknologi diibaratkan sebagai sinar,
maka sinar kebudayaan yang terlepas
(ditransfer) bagaikan elektron yang terlepas
ataupun penyakit menular yang tersesat. Ia
dapat membawa maut apabila dipisahkan
dari susunan tempat sebelumnya ia
berfungsi, lalu lepas berdiri sendiri, keluar
mengembara di dalam lingkungan lain. Jika
bagi suatu konteks "susunan elektron"
tertentu
teknologi
tersebut
sangat
bermanfaat, belum tentu hal tersebut akan
bermanfaat juga bagi konteks lainnya.Bagi
yang satu roti, bagi yang lain mati
(Toynbee,
Teknologi
dan
Dampak
Kebudayaannya).
Bila teknologi dipindahkan begitu saja,
maka hal itu merupakan hal yang kurang
tepat. Namun hal ini sering dilakukan
terutama terhadap teknologi yang berasal
dari Barat. Dengan melakukan ini dapat
diartikan sebagai mengeluarkan teknologi
Barat dari lingkungan lokalnya dan konteks
sejarahnya. Secara tidak disadari hal ini juga
merupakan suatu bentuk anggapan bahwa
teknologi Barat adalah mazhab-mazhab
absolut dan kebudayaan universal yang tak
mengenal batas ruang. Selain itu hal ini juga
dapat diartikan sebagai memberikan
semacam keabsolutan dan keuniversalan
yang tidak semestinya kepada teknologi
Barat, dan menyebarkannya ke luar batasbatas geografisnya. Dengan demikian dapat
diartikan juga telah ikut serta dalam
merealisasikan
keinginan-keinginan
kebudayaan pusat (central) yang ingin
menjadikan dirinya sebagai kebudayaan
penguasa dan pengontrol dari kebudayaan
pinggiran (peripheral) (Hanafi, 2000).

pembangunan untuk lebih mempertimbangkan


aspek-aspek kemasyarakatan dalam pemindahan
teknologi dari luar Indonesia ke dalam negeri.

Daftar Pustaka
Cross, Nigel and Co. 1974. Man-Made Future,
Reading in Society, Technology and Design,
Hutchinson Educational.
Hanafi, Hasan. 2000. Oksidentalisme, Sikap Kita
terhadap Tradisi Barat, Paramadina.
Ladriere, Jean. 1977. The Challanged Presented to
Culture by Science and Technology, Unesco.
Mangunwijaya, Y.B. (Editor). 1983. Teknologi dan
Dampak Kebudayaannya, Yayasan Obor
Indonesia.
Harahap, Filino. 1975. Pemindahan Teknologi.
Dalam Mangunwijaya, Y.B. 1983. Teknologi
dan Dampak Kebudayaannya, Yayasan Obor
Indonesia.
Baka, Jsef. 1976. Mesin-Mesin sebagai
Pasangan Manusia. Dalam Mangunwijaya,
Y.B.
1983.
Teknologi
dan
Dampak
Kebudayaannya, Yayasan Obor Indonesia.
Toynbee, Arnold. 1953. The World and The
West. Dalam Mangunwijaya, Y.B. 1983.
Teknologi dan Dampak Kebudayaannya,
Yayasan Obor Indonesia.
Ellul, Jecques. 1964. The Technological Society.
Dalam Mangunwijaya, Y.B. 1983. Teknologi
dan Dampak Kebudayaannya, Yayasan Obor
Indonesia.
Sains,
Teknologi
dan
Sardar,
Ziauddin.
Pembangunan di Dunia Islam, Penerbit
Pustaka.
Sinaga, Anggiat. Agustus 2001. Sains-Teknologi
dan Kemasyarakatan, Suatu Epistemologi
Pengembangan
Pengetahuan,
Warta
Sosioteknologi, ITB.
Adji A. Sutama, S.Th,
(www.bpkpenabur.or.id/index.htm )

Kesimpulan
Gagasan Sosioteknologi dipandang
perlu untuk dipertimbangkan, khususnya
bagi masyarakat dan negara seperti
Indonesia yang masih lebih banyak mengimpor teknologi dari kebudayaan luar
daripada memproduksi teknologi dari rahim
kebudayaannya
sendiri.
Dengan
memperhatikan
karakteristik
teknologi
seperti
yang dijabarkan sebelumnya
diharapkan
kepada
para
teknokrat

226

Peran Sosioteknologi dalam Perpindahan Teknologi (Zaid Perdana Nasution)

Koleksi BPAD Prov SU

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI PELARUT


DALAM REDUKSI EKSES LUMPUR AKTIF
*)

Maya Sarah*)
Staf Pengajar Teknik Kimia, Fakultas Teknik USU

Abstrak
Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan sistem lumpur aktif masih belum efektif karena biomassa yang terbentuk
terlalu banyak sehingga membutuhkan penanganan khusus. Salah satu upaya penanganan ekses biomassa
adalah dengan mereduksi volume biomassa pada kondisi anaerobik menggunakan pelarut NaOH dan HCl.
Dalam penelitian ini ekses lumpur aktif yang digunakan adalah ekses lumpur aktif yang dihasilkan industri
pembuatan kertas, dan yang menjadi indikator keberhasilan proses adalah kemampuan reduksi ekses lumpur
aktif dari bioreaktor anaerobik. Ditinjau dari jenis pelarut yang digunakan, proses reduksi dengan pelarut
NaOH jauh lebih efektif dibandingkan dengan reduksi menggunakan pelarut HCl dengan konsentrasi yang
sama. Sementara itu dari pengamatan terhadap pengaruh temperatur diketahui bahwa kemampuan reduksi dari
bioreaktor anaerobik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Peningkatan temperatur mengakibatkan
ketidakstabilan proses reduksi MLSS sistem untuk pengolahan dengan pelarut HCl.
Kata-kata kunci: Sistem lumpur aktif, Biomassa, Inokulum, Mixed culture

1. Pendahuluan
Limbah cair industri pulp dan kertas umumnya
diolah pada Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) dengan sistem lumpur aktif yang terdiri dari
bak aerasi dan bak sedimentasi untuk memisahkan
biomassa dengan limbah hasil olahan sebelum
limbah tersebut dibuang ke badan air. Proses
pengolahan limbah cair dengan sistem lumpur aktif
akan mengkonversi limbah organik ke dalam
bentuk gas CO2 yang dilepas ke atmosfer sebesar
50% dan 50% lagi akan terkonversi menjadi
biomassa. Biomassa yang terbentuk sebagian akan
dikembalikan ke dalam bak aerasi, sebagian lagi
sekitar 15-25% dikeluarkan dengan menggunakan
pompa lumpur dan dialirkan ke unit pengeringan
lumpur.
Proses pengolahan limbah cair ini masih belum
efektif karena biomassa yang terbentuk terlalu
banyak sehingga membutuhkan penanganan
khusus. Proses pengeringan lumpur sendiri
menghadapi
masalah
penyediaan
tempat
pengeringan, pemanfaatan lumpur aktif yang telah
dikeringkan dan sangat bergantung pada faktor
sinar matahari. Masalah yang dihadapi sistem
lumpur aktif ini mendorong berbagai penelitian
untuk mengatasi masalah pembuangan ekses
biomassa dari IPAL.
Salah satu upaya penanganan ekses biomassa
adalah dengan mereduksi volume biomassa pada
kondisi anaerobik. Saiki Yuko dkk., telah berhasil
mereduksi jumlah biomassa dari unit pengolahan
limbah industri bir hingga 40%. Biomassa tersebut
terkonversi secara anaerobik ke dalam bentuk gas
metana. Limbah industri kertas merupakan limbah
yang kaya akan kandungan bahan organik sehingga

pengolahan limbah industri ini dengan bioreaktor


lumpur aktif diperkirakan menghasilkan biomassa
yang cukup banyak sehingga perlu penanganan
secara serius.

2. Bahan dan Metode


2.1 Bahan
1. Limbah cair industri kertas.
2. Inokulum: mixed culture yang telah
diaklimatisasi dengan limbah cair industri
kertas dan dikondisikan aerobik dan anaerobic.
3. HCl (0,1 N dan 1N).
4. NaOH (0,1 N dan 1N).
2.2 Alat
1. Unit lumpur aktif yang dilengkapi dengan
tangki aerasi dan tangki sedimentasi.
2. Bioreaktor anaerobik.
2.3 Metode
Limbah cair industri kertas diumpankan ke
dalam
tangki
aerasi
yang
telah
berisi
mikroorganisme aerobik. Aerasi dilakukan untuk
mentransfer sejumlah oksigen ke dalam limbah
cair, dan tangki aerasi dioperasikan secara batch
selama 2 minggu hingga konsentrasi MLSS stabil.
Ke dalam bak aerasi kemudian diumpankan
limbah cair secara sinambung. Di dalam tangki
aerasi terjadi proses perombakan bahan organik
kompleks menjadi CO2 dan H2O secara aerobik.
Selama pengolahan dilakukan pengamatan terhadap
COD, pH dan MLSS sistem.

Jurnaldan
Teknik
SIMETRIKA
Vol. 3Reduksi
No. 3 Ekses
Desember
2004Aktif
: 226(Maya
230 Sarah)
Pengaruh Jenis
Konsentrasi
Pelarut dalam
Lumpur

227

Gambar 1: Rangkaian peralatan


Limbah hasil olahan akan mengalir
keluar dari tangki aerasi secara overflow ke
dalam tangki sedimentasi, di mana terjadi
pemisahan mikroorganisme dengan air
limbah yang telah diolah. Mikroorganisme
tersebut akan terkumpul satu sama lain dan
membentuk flok mikroorganisme yang
akibat gaya beratnya sendiri akan turun
secara gravitasi ke bagian bawah tangki
sedimentasi sebagai sludge atau lumpur
biomassa.
Lumpur biomassa ini akan dikeluarkan
dari tangki sedimentasi dan sebagian kecil
(20%) dikembalikan ke tangki aerasi.
Sisanya dialirkan ke bioreaktor anaerobik.
Ketika volume lumpur aktif di dalam
bioreactor anaerobic telah mencapai 2,5
liter, maka ke dalam bioreaktor anaerobik
tersebut dialirkan larutan HCl atau NaOH.
Kemudian dilakukan pengamatan terhadap
konsentrasi MLSS.

3. Hasil dan Pembahasan


Kinerja pengolahan limbah cair industri
pulp dan kertas dalam penelitian ini ditinjau
dari dua sisi, yaitu kemampuan penyisihan
bahan organik oleh proses aerobik dan
kemampuan mereduksi ekses lumpur aktif
pada proses anaerobik.
3.1 Kinerja Unit Lumpur Aktif
Limbah cair berkonsentrasi 2300 mg/l
diumpankan pada bak aerasi dan mengalami
degradasi biologis secara aerobik oleh
mikroorganisme berkonsentrasi rendah

228

sebesar 29 mg/l. Di awal pengolahan, terjadi


lonjakan konsentrasi bahan organik dalam bak
aerasi yang cukup tinggi akibat peningkatan jumlah
mikroorganisme yang mati, tetapi setelah
pengolahan berlangsung selama 2 hari tercapai
kestabilan jumlah mikroorganisme dalam bak aerasi
dan proses reduksi bahan organik berlangsung
hingga mencapai konsentrasi 1.400 mg/l dengan
tingkat efisiensi penyisihan bahan organik sebesar
36%. Kemampuan penyisihan bahan organik yang
rendah ini diakibatkan oleh konsentrasi awal
mikroorganisme yang sangat rendah.
Secara umum pH sistem relatif stabil pada
rentang pH 6,5 7,8 sehingga kontrol secara
khusus bagi pH sistem tidak diperlukan. Kestabilan
konsentrasi mikroorganisme dalam sistem yang
tercapai pada pH yang relatif rendah (< 7)
merupakan suatu indikasi terdapatnya spesies
bakteri pembentuk asam dalam sistem lumpur aktif.
Meskipun demikian pada pengolahan limbah ini,
jumlah mikroorganisme yang dapat ditumbuhkan
sangatlah rendah dan jauh dari kondisi ideal. Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh proses
aklimatisasi yang kurang baik dan konsentrasi
umpan biomassa yang sangat rendah.
3.2 Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Proses
Reduksi Lumpur Aktif
Jumlah mikroorganisme yang dikeluarkan
dalam sistem lumpur aktif hendak direduksi
jumlahnya dalam bioreaktor anaerobik dengan
pelarut HCl dan NaOH berkonsentrasi 0,1 N pada
suhu kamar. Pengaruh pengunaan kedua jenis
pelarut terhadap kemampuan sistem anaerobik
dalam mereduksi ekses lumpur aktif disajikan pada
Gambar 2.

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pelarut dalam Reduksi Ekses Lumpur Aktif (Maya Sarah)

Koleksi BPAD Prov SU

Gambar 2: Pengaruh jenis pelarut pada


proses reduksi ekses lumpur aktif
Waktu yang efektif untuk mereduksi
jumlah ekses lumpur aktif dengan proses
anaerobik mengunakan pelarut NaOH
dan/atau HCl adalah 100 jam. Reduksi yang
dilakukan dalam waktu lebih dari 100 jam
akan memicu pertumbuhan mikroorganisme
anaerobik, yang diperkirakan terdiri dari
bakteri pembentuk asam dan/atau bakteri
hidrolitik.
Proses reduksi dengan pelarut NaOH
jauh lebih efektif dibandingkan dengan
reduksi menggunakan pelarut HCl dengan
konsentrasi yang sama. Larutan HCl
berkonsentrasi
rendah
cenderung
mengkondisikan medium tempat hidup
bakteri anaerobik menjadi sedikit asam dan
memicu percepatan pertumbuhan bakteri
anaerobik setelah 100 jam. Untuk medium
yang sedikit basa akibat penambahan NaOH,
bakteri anaerobik cenderung bersifat netral
atau sedikit basa, yang meskipun baik untuk
pertumbuhan bakteri anaerobik seperti
bakteri
metanogen,
tetapi
tahapan
pengolahan dengan proses anaerobik harus
melalui tahap pengasaman terlebih dahulu,
yang tentu saja membutuhkan waktu yang
jauh lebih panjang.
3.3 Pengaruh Konsentrasi
Pelarut
terhadap Proses Reduksi Lumpur
Aktif
Peningkatan konsentrasi pelarut dari 0,1
N menjadi 1 N tidak memberikan perubahan
yang signifikan terhadap kemampuan
reduksi ekses lumpur aktif dari bioreaktor
anaerobik. Secara umum pengolahan dengan
HCl dan NaOH masing-masing untuk
konsentrasi 0,1 N dan 1 N memperlihatkan
kinerja yang hampir sama seperti yang
disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3: Pengaruh konsentrasi HCl terhadap


kemampuan reduksi ekses
lumpur aktif

Gambar 4: Pengaruh konsentrasi NaOH pada


kemampuan reduksi ekses lumpur aktif
reduksi MLSS sistem untuk pengolahan dengan
pelarut HCl karena dapat memicu percepatan
pertumbuhan bakteri anaerobik pembentuk asam
tipe thermophilic di satu sisi. Ketidakstabilan ini
mengakibatkan proses reduksi lumpur aktif
berlangsung lebih lama, karena kestabilan baru
terjadi setelah 120 jam untuk temperatur 50oC dan
100 oC. Fenomena ini diperlihatkan pada Gambar 5
dan Gambar 6.

Gambar 5: Pengaruh temperatur terhadap


proses reduksi ekses lumpur aktif untuk HCl

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 231 236

229

Daftar Pustaka
Saiki,

Y.
Imabayashi,
S.
dkk.
1999.
Solubilization of Excess Activated Sludge
by Self Digestion, Water Resources, Vol
33, No 8, hal 1864-1870.
Speece, R.E. 1996. Anaerobic Biotechnology for
Industrial Wastewaters, Archae Press,
Nashville, Tennessee USA, hal 3-6.

Gambar 6: Pengaruh temperatur


terhadap proses reduksi ekses lumpur
aktif untuk
pelarut NaOH
Penggunaan pelarut NaOH jauh lebih
efektif dibandingkan dengan pelarut HCl
bila dikaitkan dengan fungsi temperatur
karena MLSS sistem lebih stabil, dan
kalaupun ada fluktuasi jumlahnya sangat
kecil, kecuali di awal pengolahan untuk
temperatur
pengolahan
90oC
yang
diperkirakan terjadi akibat kesalahan
pengambilan data.

4. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian untuk mereduksi
ekses lumpur aktif dari limbah industri pulp
dan kertas diperoleh tingkat reduksi ekses
lumpur aktif sebesar 8% saja. Tingkat
efisiensi proses reduksi ini amatlah rendah,
tetapi hal ini kemungkinan diakibatkan oleh
rendahnya konsentrasi awal mikroorganisme
anaerobik dan rendahnya konsentrasi pelarut
HCl dan/atau NaOH (maksimum 1 N).
Akibatnya proses hanya mampu mereduksi
sebagian kecil dari ekses lumpur aktif yang
ada dan mengkondisikan medium dalam
keadaan asam atau basa.
Pengolahan dengan menggunakan pelarut
NaOH jauh lebih efektif dibandingkan
dengan pelarut HCl pada konsentrasi encer
(0,1 N dan 1 N). Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kondisi medium yang
cenderung bersifat sedikit basa akibat
penambahan NaOH, sedangkan pada
pengolahan dengan medium sedikit asam
akibat penambahan HCl terjadi percepatan
pertumbuhan bakteri pembentuk asam yang
mengakibatkan peningkatan jumlah MLSS
sistem ketika proses reduksi berlangsung,
dan sebagai akibatnya terjadi ketidakstabilan
sistem.

230

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pelarut dalam Reduksi Ekses Lumpur Aktif (Maya Sarah)

Koleksi BPAD Prov SU

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 231 236

231

JURNAL TEKNIK

SIMETRIKA
SIPIL-MESIN-ELEKTRO-INDUSTRI-KIMIA-ARSITEKTUR
VOLUME : 3

No. 3 DESEMBER 2004

ISSN : 1412 - 7806

Struktur dan Bahan

Penggunaan Las Tahanan Listrik pada Proses Perakitan Shadow Mask pada
Industri Tabung Televisi

Jurnal Teknik SIMETRIKA

232

Vol. 3

No. 3

Hlm. 231 - 236

Medan

ISSN

Koleksi BPAD Prov SU


Desember
2004

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 231 236

1412 - 7806

233

234

Koleksi BPAD Prov SU

PENGGUNAN LAS TAHANAN LISTRIK PADA PROSES PERAKITAN


SHADOW MASK PADA INDUSTRI TABUNG TELEVISI
*)

Melvin Emil Simanjuntak*)


Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan

Abstrak
Proses welding adalah salah satu proses penyambungan logam dengan logam dalam produksi. Pada proses
welding ini terjadinya persambungan antara dua logam adalah karena timbulnya panas yang mengakibatkan
perubahan struktur pada titik persambungan tersebut. Pada proses las resistensi listrik panas yang timbul
adalah karena adanya tahanan listrik dan ditambah dengan tekanan yang membuat kedua logam menjadi
menyatu. Pada proses pembuatan tabung televisi ataupun monitor komputer proses las tahanan listik
(resistance spot welding) dipakai pada penyambungan antara frame, spring dan shadow mask. Shadow mask
dan spring melekat pada frame, dan ketiga material ini melekat pada panel karena adanya lubang yang
menempel ketat pada stud pin panel. Shadow mask sangat berfungsi untuk menentukan berapa besar resolusi
dari gambar yang dapat dihasilkan pada televisi ataupun monitor komputer.
Abstract
Welding process is one of metal joining process between metal and metal in production. In welding process
joining metal occur because heat and structure of material will be change at joining point. In electric resistance
spot welding heat generated because there are electric resistance between two metal and adding pressure will
make the metals joining together. In cathode ray tube (CRT for) or electronic display tube (EDT) making
process, spot resistance welding use in joining of frame, spring and shadow mask. Shadow mask and spring
joined to frame and this third mterial is joined to panel glass caused by stud pin panel was inserted to spring
hole. Shadow mask function is determining how much resolution of drawing in television or monitor computer.
Kata-kata kunci: Las tahanan listrik,CRT, EDT, Arus listrik, Shadow mask assembly

1. Pendahuluan
Pada proses pembuatan tabung televisi atau
komputer yang dikenal dengan Cathode Ray Tube
(CRT) atau Cathode Display Tube (CDT), proses
perakitan Shadow mask merupakan proses awal
dari perakitan tabung hampa tersebut. Shadow mask
assembly berfungsi untuk menciptakan titik-titik
pada panel sekaligus juga untuk menentukan
resolusi gambar yang akan dikeluarkan tabung.
Proses perakitan shadow mask pada dasarnya
adalah proses pengelasan yang menggunakan las
resistensi atau las tahanan listrik. Material yang
akan dilas adalah frame sebagai tempat meletakkan
shadow mask, spring dan shadow mask. Setelah
perakitan ini selesai maka shadow mask assembly
dilekatkan pada panel glass (kaca depan dari
tabung).
Tulisan ini bertujuan untuk menyebarluaskan
informasi mengenai las tahanan listrik dan juga
penerapannya pada proses pembuatan tabung
televisi atau monitor komputer.

trafo atau generator listrik kepada penghantar yang


dirumuskan:

E
(1)
R
Nilai E juga boleh merupakan beda potensial
di kedua ujung penghantar. Nilai R adalah besar
hambatan pada penghantar. Nilai ini tetap untuk
bahan jenis konduktor sedang untuk tabung hampa,
fluida elektrolit, thermistor dan semikonduktor.
Sebagai ilustrasi dapat dilihat di gambar 1 sampai
dengan Gambar 5.
I
I

Gambar 1: Logam Murni

Eab

2. Tahanan Listrik
Besar arus (i) pada suatu kondukotor tergantung
dari tegangan listrik (E) yang dibangkitkan oleh

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 231 236

231

I
Elektroda

Tekanan
Transformator

Eab

Gambar 2:Tabung hampa

Lasan

Tekanan
Gambar 6: Spot resistance welding

Eab

Gambar 3: Fluida elektrolit


I

Parameter-parameter yang penting pada proses


pengelasan ini adalah:
1.Tegangan listrik dari welding transformer.
2. Kuat arus (power) dari generator.
3. Tekanan elektroda.
4. Waktu (lamanya) arus diberikan.
5. Luas daerah ujung elektroda yang kontak
langsung dengan benda kerja.
Las tahanan listrik dikelompokkan dalam 3
jenis yaitu:
1. Spot resistance welding (Gambar 6).
Hasil lasan merupakan titik di mana sering
disebut dengan nugget. Gambar spot resistance
welding ini dapat dilihat pada gambar 6 di atas.
2. Seam resistance welding (Gambar 7).
Seam welding ini menggunakan roda konduktif
sebagai pengganti elektroda.

Eab

Gambar 4: Thermistor

Transformator

Benda kerja

Gambar 5: Semikonduktor Eab

3. Las Tahanan Listrik


Las tahanan listrik adalah suatu metode
pengelasan di mana panas diperoleh dari tahanan
listrik yang terdapat antara dua benda kerja yang
akan mencapai kondisi plastis karena pemanasan
dan ditambah dengan tekanan sebelum, ketika, dan
sesudah selesainya arus listrik mengalir.

232

Elektroda
Gambar 7: Seam resistance welding
3. Projection welding
Pada proses pengelasan dengan sistem projection
welding biasanya logam yang akan dilas
diberikan sedikit tonjolan yang sengaja akan
dicairkan sebelum ditekan hingga menyatu
(Gambar 8).

Penggunaan Las Tahanan Listrik pada Proses Perakitan (Melvin Emil Simanjuntak)

Koleksi BPAD Prov SU

Gambar 10: Welding cycle untuk arus searah


Elektroda

Tonjolan

Keterangan:
a : Squezze time
b : Weld time
c : Post heat
d : Hold time
e : Off time
Arus Pengelasan

Mandrel
Elektroda
Tekanan
Gambar 8: Projection resistance welding

4. Welding Cycle
Welding cycle atau siklus las pada proses las
tahanan listrik khususnya pada las titik dibagi
menjadi 4 (empat) tahapan waktu yaitu:
Squezze time: Waktu saat penekanan elektroda
dimulai dan sesaat akan dimulainya
pengaliran arus.
Weld time :
Waktu di mana arus listrik sedang
mengalir.
Hold time :
Waktu di mana penekanan masih
berjalan tetapi arus listrik tidak
mengalir.
Off time :
Waktu di mana elektroda lepas dari
benda kerja dalam hal ini tidak ada
arus ataupun penekanan.
Lihat Gambar 9 sampai 11 sebagai ilustrasi.
Arus pengelasan

Gambar 11: Welding cycle untuk stored energy


Keterangan:
a : Squezze time
b : Weld time
c : Hold time
d : Off time
Untuk las tahanan dengan power yang sama
maka penurunan tegangan harus diimbangi dengan
kenaikan arus i. Adapun kekuatan las tahanan
tergantung dari tebal pelat, diameter nugget,
susunan kristal logam las dan ukuran nugget.
Unsur unsur yang menentukan kekuatan dan
struktur logam las adalah:
1. Karakteristik arus.
2. Kecepatan pendinginan.
3. Bersih tidaknya celah antar-logam dari
kontaminator.
4. Tekanan pada elektroda.

5. Elektroda
Tekanan
pengelasan
Welding time
(detik)
Gambar 9: Welding cycle untuk arus bolak balik
Tekanan
pengelasan

Arus pengelasan

Pada elektroda bekerja tekanan dan kuat arus


yang besar untuk mengelas. Bahan yang digunakan
biasanya paduan antara tembaga dan aluminium.
Elektroda didesain supaya ujungnya bisa dilepas
untuk menghemat biaya karena setiap proses
pengelasan akan memperbesar ujung elektroda dan
akan mengurangi kualitas lasan. Ujung elektroda
yang bisa dilepas disebut tip welding. Untuk
mendapatkan hasil lasan yang baik maka diameter
tip harus selaras dengan tebal pelat yang akan dilas.
Ukuran diameter tip adalah:
d = 2t + 0.1 (mm)
(2)
di mana t = tebal pelat (mm)
Elektroda yang digunakan pada proses
pengelasan shadow mask assembly adalah elektroda
yang terpisah dengan tip welding (Gambar 12 dan
Gambar 13). Prinsip ini digunakan untuk
menghemat biaya karena tip welding harus diganti

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 231 236

233

setiap 8 jam operasi. Pada bagian dalam elektroda


terdapat air pendingin yang bertujuan untuk
mengurangi kelebihan panas yang timbul dari
tahanan listrik dan untuk mengurangi percikan
bunga api yang dapat merusak ukuran lubang pada
shadow mask.

Gambar 15: Frame mask

Gambar 16: Shadow mask

Gambar 12: Elektroda (pemegang tip


welding SR)

Posisi shadow
mask dalam bulb
Gambar 17 : Bulb CRT
Gambar 13: Spring-frame tip welding

Gambar 14: Mask - frame tip welding

b.

Spring: merupakan pelat yang sedikit lebih


tebal yang terbuat dari campuran besi
tahan karat.

Gambar 18 : Spring
Gambar 18: Spring

6. Material Lasan
Material yang dipakai pada proses perakitan
shadow mask adalah (Gambar 15 dan Gambar 19):
a. Frame: merupakan rangka bagi melekatnya
shadow mask terbuat dari campuran besi yang
sedikit lunak berbentuk persegi empat di mana
panjang dan lebarnya telah mempunyai ukuran
standar untuk setiap tipe misalnya 14 atau 20
dan telah mengalami proses blackening
sebelumnya.

Gambar 19: Bentuk CRT hasil perakitan


Standar yang digunakan pada proses
pengelasan ini:
Kuat arus listrik (kA) pengelasan spring dan frame
untuk 14 dan 20
No pengelasan
Min
Maks
Pertama
2,5
4,0
Kedua
2,5
4,0
Diameter nugget 2,0 mm
Kuat arus listrik (kA) pengelasan shadow mask dan
frame untuk 14 dan 20
No pengelasan
Min
Maks

234

Penggunaan Las Tahanan Listrik pada Proses Perakitan (Melvin Emil Simanjuntak)

Koleksi BPAD Prov SU


Pertama
0,4
Kedua
0,2
Ketiga
0,2
Diameter nugget 0,3 mm

1,0
1,0
1,0

7. Kesimpulan
1.

2.

3.

Proses pengelasan dengan jenis tahanan


merupakan bagian dari proses pembuatan
tabung televisi atau komputer dan juga pada
beberapa proses lain seperti industri mobil.
Pada proses pengelasan tahanan listrik sangat
penting diperhatikan hal-hal:
kontaminasi material misalnya debu atau
serbuk, tekanan udara, besar dan lamanya arus
listrik, air pendingin pada elektroda springframe.
Diameter nugget harus diawasi secara periodik
untuk menjamin bahwa mutu pengelasan
supaya tetap baik selama tabung CRT dipakai.

Daftar Pustaka
Dokumendokumen dari PT LG Electronic
Display Devices Indonesia.
http://www. LG Micron.com
http://www. panasonic.com
Suharto. 1991. Teknologi Pengelasan Logam,
Rineka Cipta.
Wiryosumarto, H. 1996. Teknologi Pengelasan
Logam, PT Pradnya Paramita Journal of
Manufacturing Science and Engineering,
August 2001 vol 123.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 231 236

235

JURNAL TEKNIK

SIMETRIKA
SIPIL-MESIN-ELEKTRO-INDUSTRI-KIMIA-ARSITEKTUR
VOLUME : 3

No. 3 DESEMBER 2004

ISSN : 1412 - 7806

Energi, Produksi dan Manajemen

Developing Knowledge-Based System for Noise Source Identification of Steam


Power Plant

Kaji Eksperimental Performansi Motor Diesel dengan Bahan Bakar Biodiesel


dari Minyak Goreng Bekas

Perbandingan Pemanas Air Surya

Rancang Bangun Alat Pengering Ikan Teri Kapasitas 12 kg/jam

Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol Ruang Parkir
Otomatis

Implementasi Debugger DT51D dalam Pemahaman Instruksi Aritmatika


Mikrokontroler MCS-51

Jurnal Teknik SIMETRIKA

236

Vol. 3

No. 3

Hlm. 237 - 270

Medan
Desember

ISSN
1412 - 7806

Penggunaan Las Tahanan Listrik pada Proses Perakitan (Melvin Emil Simanjuntak)

Koleksi BPAD Prov SU


2004

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 231 236

237

Koleksi BPAD Prov SU

DEVELOPING KNOWLEDGE-BASED SYSTEM FOR


NOISE SOURCE IDENTIFICATION OF STEAM POWER PLANT
*)

**)

Ikhwansyah Isranuri*), Suwandi**)

Departmen of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering


Former Student of Mechanical Engineering Department, Faculty of Engineering,

Abstract
This paper describes the design and development of knowledge-based system to assist thermodynamic
calculation process of Rankine cycles. With this application, user can enter their Rankine cycle flow-diagrams
and accompanying data into program. The knowledge-based system will then calculate various thermodynamic
parameters which indicates the operating performance of the Rankine cycle. As the central of the knowledgebased system is the information/knowledged-based itself. The knowledge-based is designed by following
Semantic Network model with frame-based representation. The knowledge-based system also features
thermodynamic property data based on the IAPWS Formulation for General and Scientific Use (IAPWS-95).
This formulation provides the most accurate representation of the thermodynamic properties of the fluid phases
of water substance over a wide range of conditions available at the time this project was prepared. Since the
noise source identification of steam power plant is started from the identification and calculation of the
thermodynamic properties of the fluid phases of water substance over a wide range of conditions, so the
knowledge-based system supported the user to identification and calculation of the noise source of the steam
power system.
Keywords: Knowledge-based system, Thermodynamic calculation, Noise source, Steam power Plant

1. Introduction
Power plants that use steam as their working
fluid work on the basis of Rankine cycle. These
include standing-alone steam power plants and
those which are parts of combined cycle power
plants. The first stage in designing these power
plants is the thermodynamic analysis process of the
Rankine cycle. In order to achieve optimal
performance, the process is done repeatedly with
various working conditions and modifications,
which makes it a tiring and time-consuming job
when done manually.
This paper describes the design and
development of a computer program application
which uses knowledge-based system principle to
assist thermodynamic calculation process of
Rankine cycles. With this application, users can
enter their Rankine cycle flow-diagrams and
accompanying data into program. The program will
then calculate various thermodynamic parameters
which indicates the operating performance of the
Rankine cycle. These parameters include thermal
efficiency, backwork ratio, mass flow rate, power
and work that are needed and produced by the
cycle, heat transfer and its rate which enter and
leave the system, and the working fluid states on
each point in the cycle.
Several Rankine cycle modifications supported
by the program include superheat, reheat,
regeneration, and supercritical Rankine cycle. The
system supports regeneration with open feedwater

heaters and closed ones with drains cascaded


backward. For other Rankine cycle modifications
that are not supported, the program provides steamproperty retrieval facility, which can help users to
retrieve thermodynamic properties of steam based
on two known property values.
Noise source identification of steam power
plant is started from the identification and
calculation of the thermodynamic properties of the
fluid phases of water substance over a wide range
of conditions. The knowledge-based system
supports the user to identify through black-box
modeler and then to get the result of calculation of
the steam power system noise source.

2. Basic Theories
Thermodynamics
There are three basic principles of
thermodynamic which are used extensively in every
thermodynamic analysis. They are the conservation
of mass principle, the first law of thermodynamics,
and the second law of thermodynamics [1].
Conservation of mass for an open system
requires that
Increase of

mass within
the system

Net amount of mass



crossing the boundary

into the system

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 237 242

237

The general statement of the First Law of


Thermodynamics is an energy balance,
Net Net amount of Stored Stored
increase energy added energy energy

in stored to system as of matter of matter


energy of heat and all entering leaving

system forms of work system system

The Second Law of Thermodynamics is a farreaching principle of nature that has been stated in
many forms. Two well-known statements of the
Second Law of Thermodynamics are the Clausius
statement and the Kelvin-Planck statement.
Rankine Cycle
A simple Rankine cycle consists of steam
turbine, condenser, pump, and boiler (Figure 1).
But in modern steam power plants, various
modifications are usually incorporated to improve
overall performance. Four modifications are
presented in this project: superheat, reheat,
regeneration, and supercritical Rankine cycle.
Superheat and reheat permit advantageous
operating pressures in the boiler and condenser and
yet offset the problem of low quality of the turbine
exhaust.
Regeneration is the most commonly used
method for increasing the thermal efficiency of
steam power plants. Regeneration in Rankine cycle
is accomplished by the use of feedwater heaters.
Modern large steam power plants use between five
and eight feedwater heating stages, and none is
built without one. There are three types of
feedwater heaters in use: open or direct-contact
type, closed type with drains cascaded backward,
and closed type with drains pumped forward [3].
Only the first two types are implemented in the
program.
The supercritical Rankine cycle differs from
the simple one in its steam-generators pressure.
Feedwater that enters the steam-generator is
pressurized to a pressure beyond the critical
pressure of the vapor (22.1 MPa for steam), hence
there are no change in phase of the working fluid
during the heating process.

238

Figure 1: Simple Rankine cycle


Source of Thermodynamic Properties of
Water and Steam
There are three sources, in the form of equation
of states, of thermodynamic properties of water and
steam used in this project. The first one is The
IAPWS Formulation for General and Scientific Use
(IAPWS-95) [4], which are used as the main
equation of state for water and steam. The other
two are used to support this equation of state. They
are: The IAPWS Revised Supplementary Release on
Saturation Properties of Ordinary Water Substance
[5] and the one formulated by Thomas F. Irvine, Jr.
and Peter E. Liley.
Numerical Methods for Solving System of
Nonlinear Equations
In these project, systems of nonlinear equations
are solved with Newton-Raphson method as
described in . This method is needed for reversing
the IAPWS-95 equation of state. In its
implementation, Newton-Raphson method requires
additional numerical methods to solve system of
linear equations and to calculate the first derivative
of functions. These are accomplished by the use of
Gauss Elimination and Centered Finite Divided
Difference methods, respectively. These two
methods are described in.
Knowledge-Based System
Knowledge-based systems are systems which
use knowledge and reasoning to arrive at
conclusions [9]. One of the main features of
knowledge-based systems is that the knowledge
used by them is represented explicitly, rather than
being implicit in the program code. In conventional
programs it is only the data that is represented
explicitly. In spite of this, however, knowledgebased systems are merely computer programs
which have been written in a different way, in a
deliberate attempt to isolate the various components
of human (expert) problem-solving.
A knowledge-based system usually consists of
three main components (Figure 2):
Dialog, i.e. the user interface through which
users interact with the knowledge-based system.
Tools, i.e. an inference mechanism capable of
transforming user requests into reasoned
information using data from the knowledgebase.
Information, i.e. the knowledge-base which
contains facts plus information on how to
reason with these facts.
The methods used to represent domain
knowledge are central to knowledge-based systems.
There are various methods available for this
purpose, and one of them which is used in this

Developing Knowledge-Based System for (Ikhwansyah Isranuri/Suwandi)

Koleksi BPAD Prov SU


project is Semantic Network model with framebased representation.

Figure 2: Main components of a knowledgebased system

3. Developing the Knowledge-Based


As the concept, the knowledge-based system
should be able to support the user by building
black-box what it called as modeler, calculating the
thermodynamic properties of the fluid phases of
water substance over a wide range of conditions,
then identifying and calculating the noise source of
the steam power system (refers to Figure 3 below).

COpen

Data base
Power System

Numerical
Calculation
Noise Source
Identifidcation

Figure 3: Concept of Knowledge-Based


System
The knowledge-based system is designed with
object oriented programming approach, and is
implemented with C++ programming language.
Main components of the system is given in Figure
4.

Figure 4: Design of the knowledge-based system


(KBS)

As the central of the knowledge-based system is


the knowledge-base itself, i.e. the Thermodynamics
Knowledge Base. The knowledge-based is designed
by following Semantic Network model with framebased representation, which results in an abstraction
or inheritance hierarchy, as shown in Figure 5. The
Numerical Analysis Library contains the three
numerical methods explained above to support the
knowledge base.

4. Discussion
Consider a reheat-regenerative vapour power
cycle with two feedwater heaters, a closed
feedwater heater and an open feedwater heater
(Figure 6). Steam enters the first turbine at 8.0
MPa, 480C and expands to 0.7 MPa. The steam is
reheated to 440C before entering the second
turbine, where it expands to the condenser pressure
of 0.008 MPa. Steam is extracted from the first
turbine at 2 MPa and fed to the closed feedwater
heater. Feedwater leaves the closed heater at 205C
and 8.0 MPa, and the condensate exits as saturated
liquid at 2 MPa. The condensate is trapped into the
open feedwater heater. Steam extracted from the
second turbine at 0.3 MPa is also fed into the open
feedwater heater, which operates at 0.3 MPa. The
stream exiting the open feedwater heater is
saturated liquid at 0.3 MPa. The net power output
of the cycle is 100 MW. There is no stray heat
transfer from any component to its surroundings.
The working fluid experiences no irreversibilities
as it passes through the turbines, pumps, steam
generator, reheater, and condenser.
Figure 7 shows the program user interface with
considered Rankine cycle diagram and data entered.
Scaled temperature-entropy (T-s) diagram of the
cycle produced by the program is shown in Figure
8. Several parameters calculated by the program
which indicate the operating performance of the
Rankine cycle are:
Thermal efficiency
: 43.048%
Backwork ratio
: 0.00654
Main mass flow rate
: 77.627 kg/s
Other parameters, including the operating
conditions of the devices and the working fluid
conditions at every point in the cycle, are calculated
by the program, too. All of them can be viewed
through the programs menus.
Hence, the sound power level of system can be
calculated through the calculation of each
component which has at least one noise generation
mechanism. All component which produce the
noise, should be identified as noise source of the
simulated steam power system.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 237 242

239

Figure 5: Abstraction hierarchy of the knowledge base

Figure 6: Reheat-regenerative rankine cycle

240

Developing Knowledge-Based System for (Ikhwansyah Isranuri/Suwandi)

Koleksi BPAD Prov SU

Figure 7: Running program with the reheat-regenerative rankine cycle diagram entered

Figure 8: Scaled T-s diagram produced by the program

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 237 242

241

242

Developing Knowledge-Based System for (Ikhwansyah Isranuri/Suwandi)

Koleksi BPAD Prov SU


5. Conclusion
This
project
concentrates
on
the
development of a knowledge-based system
for solving thermodynamic calculations of
Rankine cycles. With this computer program
in hand, engineers can save time while
designing Rankine cycles, which is usually
the first design step in steam power plant
design process.
Object oriented approach has been used
in developing the knowledge-based system,
which makes it quite easy to add, remove, or
change parts of the system in the future. This
capability will be very usefull when the
information component, i.e. the knowledge
base, need to be improved to be able to
handle larger range of problems or more
complex ones.
The knowledge-based system also
features thermodynamic property data based
on the IAPWS Formulation for General and
Scientific
Use
(IAPWS-95).
This
formulation provides the most accurate
representation of the thermodynamic
properties of the fluid phases of water
substance over a wide range of conditions
available at the time this project was
prepared.

Dennis, J.E., Jr., and Robert B. Schnabel. 1983.


Numerical Methods for Unconstrained
Optimization and Nonlinear Equations.
Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Canale, Raymond P., and Steven C. Chapra. 1998.
Numerical Methods for Engineers: With
Programming and Software Applications,
Third Edition. McGraw-Hill, Singapore.
Winstanley. 1991. Graham (Editor). Artificial
Intelligence in Engineering. John Wiley &
Sons, Chichester, England.

References
Jones, J.B., and R.E. Dugan. 1996.
Engineering Thermodynamics. PrenticeHall: Englewood Cliffs, New Jersey
Moran, Michael J., and Howard N. Shapiro.
1996. Fundamentals of Engineering
Thermodynamics, 3rd Edition. John
Wiley & Sons, New York
El-Wakil. M.M. 1984. Power Plant
Technology. McGraw-Hill: New York
Release on the IAPWS Formulation 1995 for
the Thermodynamic Properties of
Ordinary Water Substance for General
and Scientific Use. The International
Association for the Properties of Water
and Steam: Fredericia, Denmark,
September 1996.
Revised
Supplementary
Release
on
Saturation Properties of Ordinary
Water Substance. The International
Association for the Properties of Water
and Steam, St. Petersburg, Russia,
September 1992.
Irvine, Thomas F., Jr., and Peter E.
Liley.1984. Steam and Gas Tables with
Computer Equations. Academic Press,
London

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 237 242

243

KAJI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI MOTOR DIESEL


DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI MINYAK
GORENG BEKAS
*)

Tulus Burhanuddin Sitorus*)


Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU

Abstract
Used fried oil is an alternative fuel and an example product of agricultural engineering has potential to be
develoved to renewable energy called biodiesel. This paper describes comparison study performance from a
direct injection system diesel engine fueled with 10%, 20%, 50% ,60%, 80% and 100% biodiesel with diesel
engine fueled diesel oil (solar). The test result shown that the engine fueled with 100% biodiesel produce slightly
lower torgue and power than the same engine fueled with solar. And the emission gas exhaust test results have
shown that a lower particulate matter CO about 30,464 % and SOx 31,138% which comparison with diesel
engine fueled solar.
Keywords: Used fried oil, Performance diesel engine, Power, Emission

1. Pendahuluan
Saat ini bahan bakar motor diesel di Indonesia
khususnya untuk jenis kendaraan roda empat
didominasi oleh solar yang terbuat dari minyak
bumi di dalam negeri. Diperkirakan paling cepat
pada tahun 2007 dan paling lambat tahun 2015,
Indonesia akan menjadi salah satu negara importir
netto minyak bumi. Hal ini diprediksi dari produksi
dan selisih ekspor terhadap impor minyak mentah
Indonesia yang terus berkurang dari tahun ke tahun.
Tabel 1: Situasi pengadaan minyak mentah di
Indonesia

alternatif, khususnya untuk memenuhi kebutuhan


mesin-mesin yang mengkonsumsi solar sebagai
bahan bakar.
Tabel 2: Situasi pengadaan BBM di
Indonesia (109 liter)

Solar

Tahun

1995

1996

1997

1998

1999

Produksi (jt barel)

585,8

582,0

577,0

568,2

547,6

Ekspor (jt barel)

301,8

283,7

287,9

280,4

285,4

Impor (jt barel)

68,3

69,2

62,9

72,5

84,7

Ekspor netto (jt barel)

233,5

214,5

225,0

207,9

200,7

% dari Produksi

39,9

36,9

39,0

36,6

36,7

Bensin

Bahkan untuk bahan bakar solar sendiri, dalam


tahun 1999 saja netto impor Indonesia telah
mencapai 5,26 milyar liter, sekitar 25% dari total
konsumsi (Tabel 2) dan diperkirakan akan terus
bertambah dari tahun ke tahun. Oleh karena itu
perlu dilakukan pengembangan sumber bahan bakar

244

Tahun

BBM
1995

1996

1997

1998

1999

Konsumsi

16,96

18,81

21,84

19,67

19,84

Produksi

11,96

14,21

13,72

14,55

14,58

Defisit

5,0

4,6

8,12

5,12

5,26

Konsumsi

9,19

10,08

10,83

10,97

11,52

Produksi

6,87

9,67

10,67

10,45

11,62

Defisit

2,32

0,41

016

0,52

0,10

Mengingat hal tersebut di atas, maka saat ini


banyak peneliti baik di dalam maupun luar negeri
melakukan riset dengan menguji bahan bakar
alternatif yang nantinya diharapkan dapat
menggantikan minyak solar. Di sini penulis
melakukan penelitian dengan menguji bahan bakar
alternatif untuk solar yaitu biodiesel dari minyak
goreng bekas. Penelitian ini dimaksudkan untuk: 1)
memperoleh perbandingan nilai kalor pembakaran
dari bahan bakar biodiesel terhadap solar serta
campuran keduanya, 2) memperoleh perbandingan

Kaji Eksperimental Performansi Motor Diesel (Tulus Burhanuddin Sitorus)

Koleksi BPAD Prov SU


unjuk kerja motor bakar diesel yang menggunakan
bahan bakar biodiesel terhadap solar dan campuran
dari keduanya, dan 3) mengetahui sejauh mana
komposisi emisi gas buang yang ditimbulkan oleh
biodiesel dan solar.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat nantinya
bagi riset-riset selanjutnya dalam menemukan
bahan bakar alternatif pengganti solar baik di
perguruan tinggi maupun di industri.

2. Dasar Pemikiran
Biodisel merupakan bahan bakar minyak
diesel yang berasal dari minyak yang bisa
diperbarui yaitu minyak nabati atau hewani dan
dapat bekerja pada motor diesel konvensional
sekalipun tanpa perlu penambahan converter kit.
Tabel 3 menunjukkan perbandingan sifat fisika dan
kimia biodiesel dengan solar dan emisi dari bahan
bakar biodiesel.
Tabel 3: Perbandingan biodiesel dengan solar
Fisika Kimia
Komposisi

Modifikasi engine
Lubrikasi
Emisi
Lingkungan

Biodiesel
Metil ester atau
asam lemak
0,8624
5,55
172
62,4
0,1
Energi yang
dihasilkan
128.000 BTU
Tidak diperlukan
Lebih tinggi
CO rendah
Toxisitas rendah

Keberadaan

Terbarukan

Densitas, g/ml
Viskositas, cSt
Flash point, oC
Angka cetan
Kelembaban, %
Engine power

Petrodiesel
Hidrokarbon
0,8750
4,6
98
53
0,3
Energi yang
dihasilkan
130.000 BTU
Lebih rendah
CO tinggi
Toxisitas 10 kali
lebih tinggi
Tak terbarukan

Dari komposisi biodiesel secara umum maka


dapatlah dikatakan penggunaan biodiesel pada
motor diesel akan mengurangi hidrokarbon yang
tak terbakar, karbon monoksida dan partikulat kasar
seperti karbon dan debu. Hal in dapat pula
memperpanjang umur mesin (Tabel 4) karena lebih
berpelumas dibanding petrodiesel dengan relatif
tidak mempengaruhi konsumsi bahan bakar,
autoignition, daya keluaran dan torsi mesin secara
signifikan.
Tabel 4: Perbandingan emisi biodiesel dan
petrodiesel (solar)
Perbedaan
(%)
-100
-75
-42
0
-9

Properti

Satuan

Biodiesel

Petrodiesel

SO2
CO
NO
NO2
O2
Total
partikulat
Benzen
Toluen

Ppm
Ppm
Ppm
Ppm
%-b

0
10
37
1
6

78
40
64
1
6.6

Mg/Nm3

0,25

5.6

-96

mg/Nm3
mg/Nm3

0,3
0,57

5.01
2.31

-99.9
-99.9

Xylene
Etilbenzen

mg/Nm3
mg/Nm3

0,73
0,3

1.57
0.73

-99.9
-59

2.1 Prinsip Dasar


Karakteristik utama dari motor diesel yang
membedakannya dari motor bakar yang lain adalah
metode penyalaan bahan bakarnya. Pada motor
diesel, bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder
yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama proses
pengkompresian udara di dalam silinder, suhu
udara akan meningkat hingga mencapai bahkan
melebihi titik nyala bahan bakar, oleh karenanya
ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus
bersinggungan dengan udara panas ini maka bahan
bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa
bantuan alat penyalaan lain. Itulah sebabnya motor
diesel disebut juga mesin penyalaan kompresi
(Compression Ignition Engine).
Di bawah ini akan diuraikan parameter prestasi
motor bakar secara umum yang persamaannya
diambil dari buku Manual Book of TD110-TD115,
tahun 2000.
2.2 Torsi dan Daya
Besarnya torsi yang dihasilkan oleh suatu mesin
dapat diukur dengan menggunakan dinamometer
yang dikopel dengan proses output mesin.
Sedangkan daya keluaran yang dihasilkan mesin
dapat dihitung dari perkalian torsi dengan
kecepatan sudutnya dalam satuan radian per detik.
Oleh karena sifat dinamometer yang bertindak
seolah-olah seperti layaknya sebuah rem (brake)
terhadap mesin, maka daya yang dihasilkan poros
output ini sering disebut sebagai brake power
dengan persamaan:

PB

2. .N
.T
60

(1)

di mana:
PB = Daya keluaran, Brake Power (Watt)
N = Putaran mesin (rpm)
T = Torsi (Nm)
Pengukuran lain dari efisiensi sebuah mesin
adalah konsumsi bahan bakar spesifiknya, yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara laju
aliran massa bahan bakar terhadap daya brake (PB).
Bila daya brake dalam satuan kW dan laju aliran
massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka:

sfc

m f . 103
PB

(2)

di mana:
sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kWh)
Konsumsi bahan bakar spesifik berkaitan erat
dengan nilai ekonomis dari sebuah mesin karena
dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 243 248

245

bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan


sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.

Tabel 5: Data spesifikasi motor diesel


TD110 TD115

3. Metode Penelitian
3.1 Objek Pengujian
Objek pengujian merupakan bahan bakar
biodiesel (berbahan baku minyak goreng bekas dari
rumah tangga), solar serta campuran antara
biodiesel dan solar. Masing-masing adalah untuk:
a. Pengujian nilai kalor bahan bakar.
Sampel pengujian adalah bahan bakar biodiesel
dari minyak goreng bekas (=B100), solar serta
campuran antara biodiesel dan solar dengan
komposisi perbandingan (solar/biodiesel) 10%,
20%, 40%, 50%, 60%, 80% hingga biodiesel
murni 100% (=B100). Total bahan bakar yang
diuji ada sebanyak 8 jenis dengan volume uji
masing-masing sebanyak 0,2 ml.
b. Pengujian prestasi motor diesel.
Sampel pengujian dilakukan untuk pemakaian
bahan bakar B10, B20, B50, B60, B80, B100,
dan solar, dengan volume uji masing-masing
bahan bakar sebanyak 8 ml.
c. Pengujian emisi gas buang.
Pada pengujian emisi gas buang, pengujian
dilakukan untuk pemakaian bahan bakar B20,
B50, B80, dan B100 serta solar. Total bahan
bakar yang diuji ada sebanyak 5 jenis dengan
volume uji masing-masing sebanyak 8 ml.
3.2 Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan dalam pengujian ini
meliputi:
a. Data primer merupakan data yang diperoleh
langsung dari pengukuran dan pembacaan pada
unit instrumentasi dan alat ukur pada masingmasing pengujian.
b. Data sekunder merupakan data yang diperoleh
dari hasil penelitian karakteristik bahan bakar
biodiesel yang dilakukan oleh Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) Medan dan data
mengenai karakteristik bahan bakar dari
PERTAMINA.
3.3 Pengelolaan Data
Data yang diperoleh dari data primer dan data
sekunder diolah ke dalam rumus empiris,
kemudian data hasil perhitungan disajikan
dalam bentuk grafik.
3.4 Alat Uji
Uji pretasi motor diesel dilakukan dengan
menggunakan mesin uji TD110-TD 115 Test
Bed and Instrumentation for Small Engines
yang memiliki spesifikasi sebagai berikut:

246

TD111 4-Stroke Diesel Engine


Type

ROBIN FUJI DY23D

Valve Position

Overhead

Valve rocker clearance

0,10 mm (cold)

Swept Volume

230 cm3

Bore

70 mm

Stroke

60 mm

Compression Ratio

21 : 1

Recommended maximum
speed

3600 revs/min

Fuel injection timing

23O BTDC

Dry mass

26 kg

3.5 Pengujian Emisi Gas Buang


Uji emisi gas buang yang dilakukan meliputi
kadar CO dan SOx yang terdapat pada produk
pembakaran lima jenis bahan bakar yaitu B100
(100% biodiesel), B80 (80% biodiesel), B50 (50%
biodiesel), B20 (20% biodiesel) dan solar murni
pada putaran mesin 1500 rpm, 2500 rpm dan 3500
rpm. Pengujian ini dilakukan bersamaan dengan
pengujian unjuk kerja motor bakar diesel di mana
sampel gas buang yang dihasilkan oleh mesin uji
pada saat pengujian dimanfaatkan langsung sebagai
bahan untuk menguji kadar emisi dalam gas buang.
Adapun peralatan dan bahan yang digunakan
dalam pengujian ini antara lain:
- 2 buah impigner (pyrex) kapasitas 35 ml,
masing-masing untuk CO dan SOx.
- 2 jenis larutan absorbent, masing-masing:
KIO3 (Potasium Iodat) sebagai absorbent CO
dan Triclhor Mercurat (TCM) sebagai
absorbent SOx.
- Kompresor untuk menghisap gas buang dari
knalpot mesin uji. Kompresor yang digunakan
jenis Air Cone (stroke) Technic dengan daya
hisap 0 30 liter/menit.
- Spektrofotometri untuk menghitung kadar
absorbance (energi yang terserap) pada
masing-masing sampel larutan absorbent yang
telah mengabsorpsi emisi pada gas buang.
Spektrofotometri yang digunakan jenis
Spectronic 20, Bausch to Lomb dengan source
lamp: Hallow Cathode Lamp.
- 2 jenis larutan baku sebagai pembanding dan
untuk membuat kurva baku, masing-masing:
NaCO3 untuk CO dan Na2SO3 untuk SOx.
dengan variasi konsentrasi 2 mg/m3, 4 mg/m3,
6 mg/m3, , 18 mg/m3 untuk tiap larutan.

Kaji Eksperimental Performansi Motor Diesel (Tulus Burhanuddin Sitorus)

Koleksi BPAD Prov SU


9.8

4. Hasil dan Pembahasan

9.6
9.4
9.2
Torsi (Nm)

4.1 Nilai Kalor Bahan Bakar


Dari pengujian nilai kalor diperoleh hasil
pengujian yang ditampilkan di dalam grafik nilai
kalor dari bahan bakar solar, biodiesel, dan
campurannya. Perbandingan nilai kalor atas
(HHV) masing-masing bahan bakar tersebut dapat
dilihat pada Gambar 1.

9
Solar

8.8

B10

8.6

B50

8.4

B80

B60
B100

8.2

B20

8
1500

HHV (MJ/kg)

44

2000

2500

3000

3500

Putaran (rpm)

42
40
38
36
34
B 100 B 90

B 80

B70

B 60

B 50

B 40

B 30

B 20

B 10

Solar

Gambar 2: Grafik torsi vs putaran

Jen i s Bah an Bakar

Gambar 1: Grafik nilai kalor vs jenis bahan


bakar
Dari grafik tampak bahwa solar memiliki HHV
tertinggi yaitu sekitar 42,3 MJ/kg dan terendah
dimiliki oleh B100 yaitu sekitar 37,76 MJ/kg
(10,73% lebih rendah dibanding HHV solar).
Perubahan nilai kalor bahan bakar ini dipengaruhi
oleh komposisi penyusun utama bahan bakar
tersebut. Semakin besar kandungan biodiesel pada
campuran bahan bakar maka nilai kalor bahan
bakar semakin menurun.
4.2 Torsi
Dari hasil pengujian 7 jenis komposisi bahan
bakar diperoleh bahwa torsi terendah dihasilkan
pada saat pemakaian bahan bakar biodiesel 100%
(B100) pada putaran 1500 rpm yaitu sebesar 8,52
Nm. Pada pengujian ini diperoleh torsi tertinggi
yang terjadi pada pemakaian bahan bakar solar
pada putaran 3500 rpm (Gambar 2 dan 3). Secara
umum, torsi mesin yang menggunakan bahan bakar
B100 lebih rendah rata-rata 9,79% dibanding torsi
motor diesel yang menggunakan bahan bakar solar.
Terjadinya sedikit penurunan torsi mesin ini
merupakan hal yang logis disebabkan daya
berbanding lurus terhadap torsi. Tampak bahwa
makin besar komposisi biodiesel dalam campuran
bahan bakar mengakibatkan penurunan torsi mesin
semakin besar.

4.3 Daya
Pada bagian ini, daya terendah terjadi pada
pemakaian bahan bakar B100 yaitu sebesar 1,45
kW, 2,01 kW, 2,57 kW, 3,14 kW, dan 3,58 kW
untuk putaran 1500 rpm, 2000 rpm, 2500 rpm,
3000 rpm dan 3500 rpm. Daya tertinggi terjadi pada
pemakaian bahan bakar solar yaitu 4,21 kW untuk
putaran 3500 rpm. Daya yang dihasilkan mesin
dengan menggunakan bahan bakar B100 rata-rata
lebih rendah sekitar 9,9% dibandingkan bila
menggunakan bahan bakar solar. Penurunan daya
untuk berbagai komposisi biodiesel dibandingkan
pemakaian bahan bakar solar disebabkan karena
nilai kalor pembakaran biodiesel lebih kecil dari
bahan bakar solar murni, sehingga bila komposisi
biodiesel semakin besar di dalam campuran bahan
bakar tersebut maka nilai kalor pembakaran
semakin turun, hal ini juga dapat dilihat pada grafik
nilai kalor pembakaran sebelumnya. Faktor lain
yang memungkinkan terjadinya penurunan daya
keluaran yaitu kurang tepatnya pengesetan waktu
penginjeksian (timing injection). Hal ini karena
bilangan metana biodiesel lebih tinggi dari solar.
Oleh karena itu diperlukan ignition delay yang
lebih pendek dari pengesetan waktu penginjeksian
(timing injection), dan dibutuhkan upaya untuk
memajukan timing injection agar diperoleh daya
yang optimum.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 243 248

247

4.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik


Pada pengujian ini, konsumsi bahan bakar
spesifik (SFC) terendah terjadi pada pemakaian
bahan bakar solar yaitu 95,04 g/kWH, 99,01 kWH,
100,03 kWH, 105,69 kWH, 116,13 kWH untuk
putaran masing-masing 1500 rpm, 2000 rpm, 2500
rpm, 3000 rpm, dan 3500 rpm. SFC tertinggi terjadi
pada pemakaian bahan bakar B100 yaitu sebesar
113,21g/kWH, 118,41 g/kWH, 116,18 g/kWH,
119,82 g/kWH, 130,05 g/kWH pada putaran 1500
rpm, 2000 rpm, 2500 rpm, 3000 rpm, dan 3500
rpm. Konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) untuk
pemakaian bahan bakar B100 lebih tinggi rata-rata
12,15% dibandingkan bila menggunakan bahan
bakar solar. Pada parameter ini dapat dicatat bahwa
besarnya pemakaian SFC sangat dipengaruhi oleh
nilai kalor bahan bakar di mana semakin besar nilai
kalor bahan bakar maka SFC semakin kecil dan
sebaliknya. Nilai kalor bahan bakar ini dipengaruhi
oleh komposisi penyusun bahan bakar tersebut.
Kecenderungan peningkatan SFC dengan kenaikan
putaran poros dan beban konstan disebabkan oleh
waktu periode persiapan pembakaran yang singkat.
Akibatnya pencampuran bahan bakar udara tidak
berlangsung dengan baik.

Gambar 4: Grafik SFC vs putaran


4.5 Emisi Gas Buang

248

20
Kadar CO (mg/m3)

Gambar 3: Grafik daya vs putaran

Pada pengujian ini, data yang diperoleh


merupakan hasil perbandingan absorbance (energi
yang terserap) masing-masing sampel absorbent
yang telah mengabsorpsi emisi dari gas buang
terhadap kurva baku masing-masing emisi (CO dan
SOX) sehingga besarnya kadar emisi yang
terkandung di dalam absorbent dapat ditentukan
(Gambar 5).
Jumlah kadar CO terendah terjadi pada
pemakaian bahan bakar B50 pada putaran 1500 rpm
yaitu sebesar 5,62 mg/m3. Sedangkan kadar CO
tertinggi terjadi untuk pemakaian bahan bakar solar
pada putaran 3500 rpm yaitu sebesar 16,67 mg/ m3.
Kadar CO dalam gas buang mesin berbahan bakar
B100 lebih rendah rata-rata sekitar 30,7%
dibanding solar. Pembakaran dari campuran akan
menghasilkan emisi CO dalam gas buang. Hal ini
diakibatkan oleh campuran lokal bahan bakar udara
yang kekurangan oksigen sehingga bahan bakar
tidak terbakar dengan baik. Emisi CO yang
dihasilkan dengan pemakaian bahan bakar biodiesel
dari minyak goreng bekas cenderung lebih kecil
dari emisi CO dengan menggunakan minyak solar.
Semakin besarnya kandungan oksigen di dalam
bahan bakar biodiesel menambah oksigen dalam
campuran lokal bahan bakar udara sehingga proses
pembakaran berlangsung lebih baik.

15

B100
B80

10

B50
B20

Solar

0
1500

2500

3500

Putaran (rpm)

Gambar 5: Grafik kadar CO dalam gas buang


vs putaran
Kadar SOx terendah dalam gas buang terjadi
pada pemakaian bahan bakar B100 pada putaran
3500 rpm yaitu sebesar 4,12 mg/m3 (Gambar 6).
Sedangkan kadar SOx tertinggi terjadi pada
pemakaian bahan bakar solar pada putaran 1500
rpm yaitu sebesar 8,17 mg/m3. Kadar SOx dalam
gas buang mesin berbahan bakar B100 lebih rendah
rata-rata sekitar 31,4% dibandingkan terhadap
mesin berbahan bakar solar. Namun secara
keseluruhan kadar SOx terendah terjadi pada
pemakaian bahan bakar B50, rata-rata lebih rendah
sekitar 2,025% dibanding pada pemakaian bahan
bakar B100 dan 32,825% bila mesin menggunakan
bahan bakar solar. Penurunan komposisi SOx pada
pemakaian biodiesel dapat ditinjau dari komposisi

Kaji Eksperimental Performansi Motor Diesel (Tulus Burhanuddin Sitorus)

Koleksi BPAD Prov SU


bahan bakar biodiesel itu sendiri seperti
ditampilkan pada tabel sebelumnya. Kandungan
SO2 pada bahan bakar solar jauh lebih besar
dibandingkan terhadap bahan bakar biodiesel.
Sehingga hal ini berpengaruh terhadap proses
pembakaran yang terjadi.

Obert, Edward F. 1968. Internal Combustion


Engines third edition, International Textbook
Company, Pennsylvania,.
Rangkuti, C. 1996. Panduan Praktikum Bom
Kalorimeter, Laboratorium Motor Bakar Jurusan Teknik Mesin USU, Medan,
Soerawidjaja, Tatang H. 2002. Mengapa Indonesia
Perlu Mengembangkan dan Menggunakan
Biodiesel, Pusat Penelitian Material dan
EnergiLembaga Penelitian dan Pemberdayaan
Masyarakat Institut Teknologi Bandung,
Oktober
www.creitb.or.id

Gambar 6: Grafik kadar SOX dalam gas buang


vs putaran

5. Kesimpulan
a.

b.

c.

Biodiesel berbahan baku minyak goreng bekas


dari rumah tangga (B100 atau biodiesel murni)
memiliki high heating value sekitar 37,76
MJ/kg, lebih rendah 10,73% dibandingkan
solar yang memiliki HHV sekitar 42,3 MJ/kg.
Semakin besar komposisi biodiesel pada
campuran bahan bakar maka nilai kalor bahan
bakar semakin menurun.
Dibandingkan terhadap pemakaian bahan bakar
solar, maka pemakaian bahan bakar B100 pada
motor diesel menghasilkan parameter sebagai
berikut :
Torsi mesin lebih rendah sekitar 9,79%
Daya keluaran mesin lebih rendah sekitar
9,9%
Konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) lebih
tinggi sekitar 12,15%
Emisi gas buang motor diesel yang
menggunakan bahan bakar B100 dibanding
solar mengandung kadar CO yang lebih rendah
sekitar 30,46% dan kadar SOx yang lebih
rendah sekitar 31,14%.

Daftar Pustaka
Ambarita, Mery Tambaria Damanik. 2002.
Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas untuk
Produksi Metil Ester, Program Ilmu Pangan
PGSJ, IPB.
Elisabeth, Jenny dan Tri Haryati. 2001. Biodiesel
Sawit: Bahan Bakar Alternatif Ramah
Lingkungan, Warta Pengembangan dan
Penelitian Pertanian Vol. 23 No. 3.
Low Blends of Biodiesel: A Guide to Different
Blend Levels, www.biodiesel.org
Manual book of TD110 TD115 Test Bed and
Instrumentation for Small Engines. 2000. TQ
Education and Training Ltd Products
Division.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 243 248

249

PERBANDINGAN PEMANAS AIR SURYA KONVENSIONAL DENGAN


PEMANAS AIR SURYA KOMERSIL
*)

Zulkifli Lubis*)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik USU

Abstrak
Energi surya merupakan salah satu energi yang tak pernah habis. Selain itu energi surya merupakan salah satu
energi terbarukan yang dapat diandalkan sebagai sumber energi karena memiliki beberapa keunggulan yang
lebih dari sumber energi lain. Energi ini terutama untuk kebutuhan akan air panas dalam jumlah besar yang
sangat diperlukan untuk proses-proses industri atau kebutuhan rumah tangga. Dalam kehidupan kita seharihari kita masih banyak menjumpai pemanas air yang menggunakan energi listrik. Ada beberapa kelemahan
pemanas air yang menggunakan energi listrik dan juga beresiko terhadap manusia yang menggunakannya.
Tulisan ini akan membahas pemanfaatan energi surya sebagai energi utama untuk pemanasan air guna
memenuhi kebutuhan rumah tangga khususnya air panas.
Kata-kata kunci: Pemanas air, Energi konvensional, Energi komersil

1. Pendahuluan
Energi surya merupakan salah satu energi
terbarukan yang dapat diandalkan sebagai sumber
energi karena memiliki beberapa keunggulan yang
lebih dari sumber energi lain. Selain energi surya
tidak pernah habis, tersedia secara gratis (sangat
ekonomis), sistem teknologinya tidak memerlukan
perawatan yang rumit dan energi surya juga tidak
polusif (ramah lingkungan). Seperti kita ketahui
bersama bahwa saat ini terjadi bencana internasional
dimana terjadinya efek ramah kaca (green house
effect) di bumi akibat dari penipisan lapisan ozon
yang salah satu akibat dari proses pembakaran bahan
bakar fosil yang menghasilkan gas CO2, di mana gas
tersebut juga mencemari udara yang dapat
mengganggu pernafasan makhluk hidup yang ada di
muka bumi ini.
Indonesia khususnya Sumatera Utara sebagai
daerah yang beriklim tropis, di mana matahari
bersinar cerah sepanjang tahun dan tidak ada musim
dingin sehingga intensitas energi surya disini cukup
potensial untuk dimanfatkan.
Kebutuhan akan air panas dalam jumlah yang
besar sangat diperlukan untuk proses-proses industri
atau untuk kebutuhan rumah tangga. Dalam
kehidupan kita sehari-hari, kita masih banyak
menjumpai pemanas air dengan menggunakan
energi listrik. Ada beberapa kelemahan pemanas air
yang menggunakan energi listrik selain beresiko
terhadap manusia yang disebabkan oleh sengatan
listrik. Pemanas air energi lislrik juga tidak
ekonomis lagi di mana saat ini biaya listrik semakin
melambung tinggi.
Makalah ini secara khusus akan membahas
pemanfaatan energi surya sebagai energi utama
untuk pemanasan air guna memenuhi kebutuhan

250

rumah tangga khususnya air panas yang akan


digunakan untuk mandi.

2. Ruang Lingkup Pembahasan


1.
2.

3.
4.

5.
6.

Model pemanas air surya konvensional


(hasil rancangan sendiri).
Perhitungan intensitas radiasi surya
(data dari Badan Meteorologi
dan
Geofisika) secara khusus untuk kotamadya
Medan.
Gambar, ukuran pemanas air surya
komersil
dan
pemanas
air
surya
konvensional (hasil rancangan sendiri).
Membandingkan pemanas air surya
komersil (Wika Solar Hot Water) dengan
pemanas air surya konvensional (hasil
rancangan) yang memiliki dimensi ukuran
yang
sama
namun
bahan
dalam
pembuatannya berbeda.
Analisa dan perhitungan pemanas surya
konvensional (hasil rancangan sendiri).
Efisiensi koleklor pemanas air surya
konvensional namun tidak termasuk
efisiensi tangki penyimpanan air panasnya
karena sulitnya data unluk mengetahui
harga konduktivitas (k) isolasi pada tangki
pemanas air surya konvensional.

3. Tujuan dan Metodologi Penulisan


3.1 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah;
a. Untuk mengetahui intensitas radiasi surya yang
dapat dimanfaatkan oleh pemanas air surya
secara khusus di Sumatera Utara.

Kaji Eksperimental Performansi Motor Diesel (Tulus Burhanuddin Sitorus)

Koleksi BPAD Prov SU


b.

c.
d.

Merencanakan suatu pemanas air surya (solar


hot water collector) yang akan dipergunakan
untuk keperluan rumah tangga khususnya untuk
mandi dengan model yang sesederhana
mungkin sehingga biaya yang dikeluarkan
dalam perancangan atau pembuatannya dapat
seminimal
mungkin
namun tidak terlalu
megurangi keefektifan energi surya yang
diserap oleh kolektor.
Untuk mengetahui efisiensi kolektor pemanas
air surya konvensional (hasil rancangan sendiri).
Untuk mengetahui data intensitas radiasi surya
yang diperoleh dari BMG (Badan Meteorologi
dan Geofisika) kotamadya Medan.

3.2 Metodologi Penulisan


Metodologi penulisan yang digunakan dalam
tulisan ini adalah:
a. Metode perbandingan.
Membandingkan dengan pemanas air surya
komersil merk Sun Heater produksi PT. WIKA
Intrade (PT. Wijaya Karya Intrade) dalam
perancangan pemanas air surya konvensional
(hasil rancangan) dengan dimensi yang sama
namun menggunakan bahan yang berbeda.
b. Studi pustaka.
Mempelajari buku maupun literatur yang
berhubungan dengan teori tenaga surya, sistem
kolektor, dan perpindahan panas dasar.
c. Metode konsultasi.
Berkonsultasi langsung dengan Teknisi Wika
Solar Hot Water Collector maupun kepada Dosen
Pembimbing sebagai masukan penulisan.

4. Jenis-Jenis Sistem Pemanas Air Surya


Pada kenyataannya pada kehidupan kita seharihari ada beberapa sistem pemanas air surya di
antaranya yaitu:
a. Pemanas air surya termosifon
Sistem konversi energi surya yang paling
sederhana tetapi paling efektif adalah pemanas air
termosifon. Seperti yang dilihat pada Gambar 2,
sistem ini hanya terdiri atas sebuah tangki
penyimpan yang ditempatkan lebih tinggi pada jarak
paling sedikit 25 cm di atas bagian atas dari deretan
kolektor. Oleh perbedaan massa jenis antara fluida
dalam kolom AB dan fluida dalam kolom AB.
Apabila fluida dalam kolektor (kolom AB) dipanasi
oleh matahari, maka massa jenisnya turun: segera
setelah perbedaan massa jenis antara AB dan A'B'
telah cukup untuk mengatasi tinggi gesekan dari
sistem, maka terjadilah suatu sirkulasi searah jarum
jam, air hangat dari kolektor dipindahkan ke tangki
penyimpan dan diganti oleh air yang lebih dingin
dari dasar tangki. Sirkulasi berlanjut sampai seluruh
sistem kira-kira mencapai temperatur yang uniform.

Gambar 1: Pemanas air termosifon


b. Sistem sirkulasi paksa glikol air
Apabila diperlukan perlindungan terhadap
pembekuan, maka suatu larutan anti beku dapat
disirkulasikan melalui kolektor-kolektor tersebut,
panas yang diserap dipindahkan ke air di dalam
tangki penyimpan dengan menggunakan sebuah
penukar panas (Gambar 1). Apabila larutan beku itu
beracun, maka diperlukan penukar panas yang
dibuat dengan dinding rangkap dua.

Gambar 2 : Sistem pemanas air dengan


larutan anti beku

Gambar 3: Sistem aliran balik (drainback)


dengan air lunak
c. Sistem aliran balik
Satu di antaranya disebut sistem aliran balik
(drainback system) yang menggunakan udara tekan
untuk mengembalikan air yang bersirkulasi melalui
koleklor ke tangki penyimpan, jika isolasinya tidak
cukup. Udara tekan dapat dipasok oleh sebuah
kompresor untuk penyemprotan cat yang kecil. Air
yang bersirkulasi itu adalah air minum biasa, dalam
hal ini tidak digunakan penukar panas. Air dipasok

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 249 253

251

dari tangki pemanas awal (preheated tank) ke


pemanas air panas biasa sesuai dengan yang
diperlukan. Dalam Gambar 2 diperlihatkan sebuah
sistem aliran balik di mana air lunak disirkulasikan
melalui kolektor untuk mencegah pengendapan pada
tabung
dan tangki polipropilen diberi lubang
ventilasi.
d. Pemanas air pelat rata
Pemanas air surya pelat rata terdiri dari selembar
bahan konduktif termal yang disebut pelat penyerap
yang menyambung pipa-pipa/pembawa air pembawa
panas. Radiasi surya ditransmisikan melalui penutup
yang transparan dan diubah menjadi panas pada
pelat penyerap tersebut. Bagian dasar dan sisisisinya diisolasi, seperti ditunjukkan pada Gambar
4.

Gambar 4: Penampang lintang suatu pemanas


air surya pelat rata

5. Perbandingan Dimensi dan Bahan


Antara Pemanas Air Surya Komersil
dengan Pemanas Air Surya
Konvensional
Yang menjadi perbedaan mendasar antara
pemanas air surya komersil merk Sun Heater dengan
pemanas air surya konvensional (hasil rancangan
sendiri) yaitu di mana pemanas air surya komersil
tersebut juga menggunakan pemanas air tenaga
listrik yang terdapat pada tangki penampungan air
panas guna membantu pemanasan air di dalam
tabung apabila suhu air di dalam tabung tidak
mencapai temperatur yang diinginkan apabila radiasi
matahari yang diserap kolektor guna mamanaskan
air sangat sedikit.
5.1 Perbandingan Bahan Antara Pemanas Air
Surya Komersil dengan Pemanas Air Surya
Konvensional
Pemanas air surya konvensional (hasil
rancangan sendiri) menggunakan bahan yang
berbeda pada pemanas air surya komersil.
Bahan yang dipergunakan pada pemanas air
surya komersil adalah:
a. Cover tangki terbuat dari plat Zincalume yang
di-finish dengan bahan pelapis yang tahan cuaca
yang berdiameter.

252

b.

Isolasi tangki terbuat dari bahan isolasi


Polyurethane dengan kerapatan tinggi guna
menjaga air tetap panas.
c. Tabung tangki mempergunakan bahan steinless
steel 304L dengan ketebalan 1,5 mm yang tahan
terhadap karat berdiameter dalam sebesar 190
mm.
d. Pipa penghubung tangki ke panel menggunakan
pipa karet (flexible hose), sehingga mudah
dalam pemasangannya.
e. Boks kolektor terbuat dari bahan Zincalume
yang tahan terhadap cuaca.
f. Tutup kaca menggunakan kaca dengan
ketebalan 3,5 mm, dengan daya serap yang baik
dan tidak mudah pecah.
g. Plat absorber terbuat dari plat aluminium yang
dilapisi black paint finish sehingga penyerapan
panas berlangsung maksimal.
h. Pipa/alur air terbuat dari pipa tembaga diameter
inchi serta pipa header berdiameter inchi.
i. Isolasi kolektor menggunakan glass wool yang
dilapisi dengan aluminium foil yang berfungsi
menjaga pelepasan panas plat absorber secara
minimal.
Bahan yang dipergunakan pada pemanas air
surya konvensional adalah:
a. Cover tangki dilapisi dengan kulit untuk bahan
pelapis jok mobil dan dilapisi cat dengan
ketebalan 0,5 mm agar isolasi tangki yang
terbuat dari karpet dan busa yang terdapat pada
bagian dalam tidak basah apabila terkena air
yang juga dapat sebagai isolasi sehinga
pelepasan panas menjadi seminimal mungkin.
b. Isolasi tangki terbuat dari bahan isolasi busa dan
kain karpet guna mencegah pelepasan panas
secara maksimal sehingga air di dalam tabung
tangki tetap panas.
c. Tabung tangki mempergunakan potongan pipa
baja dan ditutup dengan plat baja pada kedua
ujungnya serta dilapisi dengan cat pada bagian
dalamnya guna mencegah korosi dengan
ketebalan 4 mm dan berdiameter dalam sebesar
190 mm.
d. Pipa penghubung tangki ke kolektor (pipa
masuk dan keluar air dari tangki).
Menggunakan pipa PVC dengan ketebalan 2
mm dan berdiameter dalam sebesar 21,5 mm
dan dilapisi dengan kain karpet dengan
ketebalan 2 mm dan dibalut dengan isolasi,
guna mencegah pelepasan panas secara
maksimal ketika air masuk dan keluar dari
tabung tangki.
e. Boks kolektor. Kerangka boks kolektor terbuat
dari kayu dan dilapisi dengan plat seng pada
bagian luarnya sehingga tidak cepat terjadi
pembusukan pada kayu.
f. Tutup kaca menggunakan kaca dengan
ketebalan 3,5 mm.

Perbandingan Pemanas Air Surya Konvensional dengan (Zulkifli Lubis)

Koleksi BPAD Prov SU


g.

h.

i.

j.

Plat absorber terbuat dari plat seng dengan


ketebalan 0,6 mm yang dilapisi dengan cat
hitam sehingga penyerapan panas berlangsung
maksimal.
Pipa/alur air terbuat dari pipa tembaga yang
berdiameter dalam sebesar 11 mm dan
ketebalannya sebesar 1 mm serta pipa header
berdiameter dalam sebesar 21 mm dengan
ketebalan sebesar 1 mm.
Isolasi kolektor menggunakan lapisan kain
karpet yang mempunyai tebal sebesar 2 mm dan
juga menggunakan serbuk gergaji dengan
ketebalan sebesar 50 mm yang berfungsi
mencegah pelepasan panas plat absorber secara
maksimal.
Termometer memiliki 2 termometer guna
mengukur temperatur air yang masuk ke dalam
kolektor (inlet) serta untuk mengukur
temperatur air yang keluar dari kolektor menuju
ke tabung tangki.

5.2 Perbandingan Dimensi (Ukuran) Antara


Pemanas Air Surya Komersil dengan
Pemanas Air Surya Konvensional
Pemanas air surya konvensional (hasil rancangan
sendiri) pada dasarnya memiliki dimensi (ukuran)
yang sama dengan pemanas air surya komersil,
perbedaan dimensinya hanya terletak pada
perbedaan panjang pipa penghubung tangki ke
kolektor di mana pipa penghubung pada pemanas
surya konvensional lebih panjang yang disebabkan
oleh penambahan pipa sebagai tempat termometer.
1. Dimensi pada pemanas air surya komersil.

Gambar 5: Dimensi pemanas surya merk Sun


Heater (pandangan dari samping dan pandangan
dari atas)
2. Dimensi pada pemanas air surya konvensional
(hasil rancangan sendiri).

780mm

600 mm
685 mm

Gambar: Dimensi pemanas surya merk Sun


Heater (pandangan dari samping dan pandangan
dari atas

6. Kesimpulan dan Saran


a. Kesimpulan
Berdasarkan
studi
kajian
secara
teori,
perbandingan dengan produk Sun Heater, dan
percobaan terhadap pemanas air surya konvensional,
maka dapat diambil kesimpulan:
1. Energi surya di Indonesia khususnya di
Sumatera Utara cukup potensial sebagai energi
alternatif untuk dimanfaatkan dalam proses
pemanasan air untuk keperluan rumah tangga
khususnya untuk keperluan mandi, hal ini
ditinjau dari energi yang dihasilkan dan efek
yang tidak polusif serta gratis untuk
dimanfaatkan.
2. Pemanfaatan energi surya sangat memadai
mengingat Indonesia merupakan negara
beriklim tropis di mana matahari terus bersinar
sepanjang tahun.
b. Saran
Mengingat penghematan energi yang menjadi
issue dunia saat ini akibat semakin menipisnya
cadangan energi yang memanfaatkan bahan bakar
fosil yang kita manfaatkan selama ini, maka
pemanfaatan energi matahari yang merupakan energi
yang gratis digunakan dan tidak pernah habis serta
sangat ramah lingkungan perlu digalakkan,
didukung pula dengan iklim Indonesia yang beriklim
tropis di mana matahari bersinar sepanjang tahun
sehingga pemanfaatan energi surya sangat memadai
dan cukup potensial di negara kita ini. Oleh karena
itu ide, ilmu pengetahuan, dan penelitian mengenai
teknologi energi surya tersebut dapat dimanfaatkan
secara maksimal dan penerapannya lebih tepat guna
sehingga energi surya yang merupakan anugerah
Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak sia-sia.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 249 253

253

Daftar Pustaka
Mariam Jacobs Fisk & H. C. William Anderson.
Instruction to Solar Energy. 1982. Edition
Wesley Publishing Company, Inc. Canada.
Mariam Jacobs Fisk & H. C. Wlliam Anderson.
1982. Introduction to Solar Technology.
Marshall Henrics Courtesy of Acorn Structures
inc, Consord MA.
J.P. Holman, terjemahan Ir. E. Jasfi, M.Sc. 1984.
Perpindahan Kalor (Heat Transfer), Penerbit
Erlangga, Edisi kelima.
Merdang Sembiring. 1993. Penelitian dan
Perhitungan Energi Surya
yang Dapat
diabsorbsi oleh Alat Penyerap Kalor Absorber
(Lokasi Medan), USU, Medan.
Jhon A Duffie & William A Beckman 1980. Solar
Engineering of Thermal Processes. John Willey
& Sons Inc.
Harris, Norman, C, Cyndey. Emiller & Irving. E.
Thomas. 1985. Solar Energi System Design
Jhon Willey & Sons, USA.
Lunde J. Peter. 1980. Solar Thermal Engineer. Jhon
Willey and Sons, New York.
A. A. M. Syigh. 1977. Solar Energy Engineer.
Academica Press Inc, New York.
Donald Rapp. 1981. Solar Energy. Prentice Hall
Inc, Englewood Cliffs N. J.
Ted J. Jansen. 1995. Teknologi Rekayasa Surya
terjemahan Prof. Wiranto Arismunandar,
cetakan pertama Penerbit Pradnya Paramita
Jakarta.

254

Perbandingan Pemanas Air Surya Konvensional dengan (Zulkifli Lubis)

Koleksi BPAD Prov SU

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING IKAN TERI


KAPASITAS 12 KG/JAM
*)

Muhamad Daud Pinem*)


Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan

Abstrak
Proses pengeringan umumnya dilakukan dengan menjemur ikan dengan bantuan sinar matahari secara
langsung dan jika cuaca mendung akan mengakibatkan ikan menjadi busuk dan kebersihan ikan kurang
terjamin. Oleh karena itu maka penulis membuat suatu alat pengering ikan teri dengan resirkulasi udara.
Prinsip kerja dari alat pengering ikan teri ini ialah udara atmosfir dihisap oleh blower masuk ke dalam ruang
pengering dan dihembuskan ke dalam kotak pemanas (heater) dengan sumber energi panas berasal dari elemen
pemanas listrik. Temperatur udara yang melewati kotak pemanas merupakan udara panas dan selanjutnya
masuk ke ruang pengering untuk mengeringkan ikan pada rak ikan. Apabila temperatur ruang pengering
mencapai suhu yang ditetapkan, maka aliran listrik secara otomatis akan terputus dan sebaliknya apabila suhu
turun maka aliran listrik terhubung kembali ke heater. Proses pengeringan yang dilakukan ialah untuk
mengurangi persentase kadar air ikan teri dari 78% ikan teri basah menjadi 20% ikan teri kering. Kapasitas
percobaan yang dilakukan adalah 1 kg ikan teri basah, temperatur pengeringan 55oC (yang diset pada
thermostat) selama 35 menit dan berat akhir setelah ditimbang dengan neraca berat adalah 0,5 kg.
Kata-kata kunci: Pengering ikan teri, Udara panas, Konveksi paksa

1. Pendahuluan
Ikan teri merupakan salah satu kelompok ikan
pelagis yang menghuni perairan pesisir serta
memiliki sebaran yang sangat luas. Umumnya ikan
ini hidup secara bergerombolan yang terdiri dari
ratusan sampai ribuan ekor yang berukuran kecil
dengan panjang sekitar 6-9 cm, tetapi ada pula yang
mencapai 17,5 cm.
Ikan teri biasanya diolah dalam bentuk ikan teri
asin dan ikan teri tawar. Perbedaan antara keduanya
yaitu pada pengolahan ikan teri tawar tidak
menggunakan garam, sedangkan ikan teri asin
diolah dengan menggunakan garam dengan
perbandingan 6 kg garam untuk 30 kg ikan teri.
Penggaraman merupakan salah satu metode
pengawetan dengan prinsip penetrasi garam ke
dalam daging ikan, dan dipengaruhi berbagai faktor
fisik dan kimia, seperti difusi, osmosis, dan
perpaduan dari proses kimia dan biokimia
tergantung dari jenis ikan (Eko, 2003).
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar
air bahan sampai mencapai kadar air tertentu
sehingga dapat memperlambat laju kerusakan
produk akibat aktivitas biologi dan kimia.
Pengeringan pada dasarnya merupakan proses
pemindahan energi yang digunakan untuk
menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga
mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan
pangan dapat diperlambat. Kelembaban udara ruang
pengering harus memenuhi syarat kelembaban
udara yang diperlukan untuk pengeringan sebesar
55 - 60%.

Beberapa parameter yang berpengaruh di


antaranya adalah suhu dan kelembaban udara
lingkungan, laju aliran udara pengering, besarnya
persentase kadar air bahan yang diinginkan, energi
pengeringan, efisiensi alat pengering, serta kapasitas
pengeringan (Eko, 2003). Sifat fisik ikan yang
berhubungan dengan proses pengeringan antara
lain: massa jenis ikan tergantung pada suhu,
kandungan air dan lemaknya, massa jenis akan
bertambah dengan pertambahan suhu dan kadar air,
tetapi akan menurun dengan bertambahnya lemak.
Hubungan linear antara kandungan air dengan
kandungan lemak ikan, adalah kandungan air ikan
menurun dengan bertambahnya kandungan lemak
ikan. Kandungan lemak mempengaruhi difusi air
dalam daging ikan kadar air kesetimbangan
berperan penting dalam menentukan kondisi
penyimpanan dan laju pengambilan uap air dari
lapisan air bahan pada proses pengeringan. Kadar
air kesetimbangan merupakan batas air terendah
yang dapat dicapai pada suhu dan kelembaban
tertentu.
Didasari permasalahan cuaca yang tidak
mendukung (produktivitas menurun), kebersihan
ikan yang kurang terjamin, maka penulis membuat
suatu alat pengering ikan teri dengan sirkulasi udara
basah yang bertujuan agar dapat membantu industri
menengah dan para nelayan untuk dapat
meningkatkan kualitas produk yang dihasilkannya
serta meningkatkan produktivitas dari industri ikan
teri. Pada gilirannya ini bermanfaat bagi pemerintah
untuk mendukung pengembangan teknologi bagi
para nelayan dan pengusaha untuk pembangunan
nasional.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 249 253

255

2. Hasil dan Pembahasan


Alat pengering ikan ini mempunyai kapasitas 12
kg/jam dan telah diuji coba dan komponenkomponen utama alat pengering ini adalah:
a. Ruang
pengering;
Dimensi
bangunan
pengering ini mempunyai panjang 140 cm,
lebar 57 cm dan tinggi 130 cm, sedangkan
rangka bangunan tersusun dari besi siku 4x4 cm
dan 3x3 cm, bangunan pengering ini mempunyai
2 unit rak bertingkat di dalamnya, rak tersebut
terbuat dari besi siku 2x2 cm berukuran tinggi
54 cm dan lebar 50 cm, 1 unit rak berisi 6 buah
rak kayu yang berukuran panjang 50 cm x lebar
50 cm, berat per unit rak 90 gram. Rak kayu
dengan jaring ikan sebagai alas ikan yang
dikeringkan. Pemilihan jaring kasa ini
dimaksudkan agar sirkulasi udara bisa maksimal
di atas dan di bawah produk. Jumlah rak total
yang dapat diisi sebanyak 12 rak kayu, jarak
antar-rak kayu 8 cm ini dimaksudkan untuk
mempermudah pemasukan dan pengeluaran
ikan.
b. Kipas udara (blower); Kipas udara berfungsi
untuk menghasilkan udara yang bertekanan
untuk mensirkulasikan udara panas dan kipas ini
memiliki putaran 1230 rpm dengan daya sebesar
65,5 watt dan hembusan udara yang dihasilkan
33,5 m3/menit dan memiliki berat 6,4 kg. Daun
kipas (fan blade) dibuat dari aluminium yang
diberi lapisan tahan korosi, terdiri dari beberapa
daun yang menyerupai baling-baling. Arah
aliran udara sejajar dengan poros motor. Udara
dapat dihisap dan ditiup dari fan motor, volume
udara yang mengalir besar, tetapi jarak tiupnya
(air throw) rendah.
c. Pemanas (heater); Pemanas elektrik digunakan
sebagai sumber panas untuk udara pengeringan,
yang panasnya dapat diatur sesuai kebutuhan.
Spesifikasi dari heater ini adalah 3000 watt, 220
volt. Panas yang dihasilkan oleh heater akan
dihembus oleh kipas dan disirkulasikan ke
seluruh ruang pengeringan. Heater ini dibuat
dari logam yang bersifat penghantar panas yang
baik yang dihasilkan dari energi listrik.
d. Thermostat (pengatur suhu); Thermostat
digunakan untuk mengatur batas-batas suhu di
dalam ruangan.
e. Dinding penutup; Dinding penutup bagian luar
alat pengering ikan teri ini terbuat dari
aluminium dengan tebal 0,5 mm dan triplek
dengan tebal 6 mm. Triplek ini dilapisi lilin dan
dilapisi lagi dengan aluminium luar dan dalam.
f. Rak aluminium; Rak ini mempunyai fungsi
utama sebagai tempat ikan teri ditebarkan. Rak
ini tersusun bertingkat dan dijepit dengan kayu
di sekelilingnya, ukuran rak 50 cm x 50 cm.
g. Pintu penutup; Alat pengering ini memiliki 2
buah pintu yang dapat dibuka dan ditutup, yang

256

terbuat dari baja profil siku, aluminium triplek,


kaca dan lem. Kaca yang dilem ke aluminium
diberi karet agar pada saat kaca memuai tidak
mudah pecah dan pintu ini juga dilengkapi
dengan engsel dan tarikan pintu yang
digabungkan dengan paku rivet.
h. Pengarah udara; Alat pengering ini
menggunakan pengarah udara sebagai haluan
udara panas agar bisa bersirkulasi dengan baik,
pengarah udara ini dibuat dari plat aluminium
yang dibentuk sesuai keperluan
i. Saklar On/Off; Komponen ini berfungsi sebagai
pemutus arus listrik yang digunakan pemanas,
kipas dan thermostat dalam memanaskan ruang
pengering, saklar ini bersifat menghidupkan dan
mematikan saja.
j. Kotak pemanas; Kotak pemanas ini adalah
tempat heater digantungkan sehingga panas
yang dihasilkan heater lebih terkonsentrasi di
kotak pemanas dan langsung dihembus oleh
kipas sehingga udara panas yang diterjadi lebih
cepat.

3. Prinsip Kerja Alat Pengering Ikan


Teri
Prinsip kerja alat pengering ini adalah dengan
menggunakan sistem sirkulasi udara panas yang
berasal dari pemanas dan dihembuskan oleh kipas
ke ruang pengeringan di mana ikan yang
dikeringkan ditebarkan di atas rak yang tersusun
rapi dan udara panas akan mengalir di atas rak
dengan bantuan pengarah udara. Udara panas akan
tetap bergerak secara turbulen sampai suhu udara
panas mencapai temperatur yang diinginkan dan alat
pengatur suhu akan terputus jika melewati
temperatur yang ditentukan. Ikan yang sudah
kering diambil dari rak dan ditempatkan ke suatu
wadah yang telah disediakan untuk dapat diproses
sesuai kebutuhan.

4. Perhitungan Performansi Teknis


Perfomansi alat pengering yang dihitung
meliputi: kadar air, laju pengeringan, panas yang
digunakan untuk menaikkan suhu produk, panas
yang diterima udara pengering, besarnya energi
untuk memanaskan dan menaikkan suhu produk dan
energi penguapan produk, energi listrik yang
digunakan, efisiensi total sistem, dan kebutuhan
energi pengeringan.
a. Kadar Air; Pengeringan ini untuk mengurangi
kadar air ikan dari 78% menjadi 20% sehingga
banyaknya air yang harus dikurangi dalam 12 kg
ikan teri basah adalah 78 % - 20 % = 58 %,
sedangkan banyak air yang terkandung dalam 12
kg ikan teri basah adalah 58 % x 12 kg = 6,96

Rancang Bangun Alat Pengering Ikan Teri Kapasitas 12 kg/jam (Muhamad Daud Pinem)

Koleksi BPAD Prov SU


kg. Maka banyaknya air yang harus dikurangi
dalam 12 kg ikan teri adalah 58 % x 6,96 kg =
4,04 kg. Penurunan kadar air produk selama
proses pengeringan:
Kadar air akhir (% basis kering)
= [(ma) / (ma + mp)] x100%
= [(6,96 kg) / (6,96 kg + 12 kg)] x 100%
= 36,7%
Kadar air awal (% basis basah)
= [(ma) / (mp)] x100%
= [(6,96 kg) / (12 kg)] x 100%
= 58%
di mana: ma = massa air (6,96 kg)
mp = massa padatan (12 kg)
b. Laju pengeringan
Perhitungan laju pengeringan membutuhkan
data hasil pengukuran kadar air awal, kadar air
akhir dan selang waktu di antarannya:
dW/dt = (Wo Wf) / t = (58% - 36,7%)/1jam =
21,3%/ jam atau 21,3% x 12 kg = 2,56 kg/jam
c. Panas yang digunakan untuk menaikkan suhu
produk
Q1 = mw . Cp.(Tw T1)
=12kg/jam.0,863 kJ/kgoC.(55 27)oC
= 289,97 kJ/jam
di mana:
mw = massa ikan teri yang dikeringkan 12 kg
Cp = panas jenis ikan teri
= 0,837 + 0,034 .(mw) ...........(Siebel, 1982)
Tw = temperatur setelah dipanaskan (55 0C
yang direncanakan)
T1 = temperatur ikan teri basah (27 0C)
d. Panas yang digunakan untuk menguapkan air
produk
Q2 = mu . Hfg
di mana:
mu = massa kadar air yang dikurangi
= 4,04 kg/jam
Hfg = panas laten penguapan (56 kJ/kg)
Q2 = 4,04 kg/jam. 56 kJ/kg
= 226,24 kJ/jam
e. Panas yang diterima udara pengering
Q3= Cp . . q . dT
di mana:
Cp = panas jenis plat Al (0,9204 kJ/kg 0C)
= massa jenis plat Al (2,78 kg/m3)
q = aliran udara direncanakan 33,5 m3/mnt
= 0,55 m3/s
dT = perbedaan temperatur (55 30)oC
Q3 = 0,9204 kJ/kgoC.2,78 kg/m3.0,55 m3/s.
(55 30)oC
= 35,18 kJ/s = 126.648 kJ/jam
f. Panas pada ruang pengering
Qu = Q1 + Q2 = (289,97 + 226,24) kJ/jam

= 485,14 kJ/jam
g. Besarnya tekanan di ruang pengering
P1.V1/T1 = P2.V2/T2 ......(Kulshrestha, 1989)

P1/T1 = P2/T2

di mana:
P1 = Tekanan udara atm (1 atm)
T1 = Temperatur ruang (30oC)
P2 = Tekanan di ruang pengering (atm)
T2 = Temperatur di ruang pengering (55oC)
Maka:
1 atm / 30oC = P2 / 55oC
P2 = 1,833 atm
h. Kalor yang diserap dinding plat luar
Bidang yang mengalami perubahan suhu
pada dinding luar sama dengan yang dialami
ikan teri.
Panas yang diserap dinding plat luar
Q4 = mpl . Cp . dt ..... ( Holman, 1981)
di mana:
mpl = massa plat luar = .(p.l.t)
p = panjang plat = 1,4 m
l = lebar plat = 0,57 m
t = tebal plat = 0,005 m
= massa jenis plat Al = 2700 kg.m3
Cp= panas jenis plat = 0,215 kkal/kg C
dt = perubahan suhu plat (oC)
Suhu tertinggi yang dialami plat adalah
70C dan terendah adalah 30C (suhu ruangan),
maka suhu rata-rata yang dialami dinding plat
adalah
(30o +70o)/2 = 50oC.
dt = 50oC 30oC = 20C
Sehingga panas yang diserap dinding plat
adalah:
Q4 = 2700 kg/m3.(1,4m.0,57m.0,005m).
0,215 kkal/kgoC.20oC = 463,24 kkal = 1945,6 Kj
i. Kalor sensibel heater
Kalor sensibel heater/kW = 0,860 kkal/kW
(Arismunandar, 1986) Untuk 3 kW yang
digunakan pada proses pengeringan = 3 kW.
0,860 kkal/kW = 2,58 kkal = 10,81 kJ

5. Analisis Biaya
Berikut adalah tinjauan dari segi ekonomi satu
alat pengering ikan teri. Biaya keseluruhan = biaya
material + biaya pembuatan + biaya listrik + biaya
operasional mesin perkakas.
a. Biaya material
Biaya material merupakan biaya bahan yang
digunakan untuk membuat alat pengering ikan
teri, baik bahan baku ataupun bahan jadi. Total
biaya material yang digunakan adalah sebesar
Rp 1.587.700.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 254 258

257

b. Biaya pembuatan
Biaya pembuatan berdasarkan jumlah jam kerja
untuk membuat alat pengering ikan teri. Jumlah
pekerja 5 orang, jumlah jam kerja @ 4 jam, lama
hari kerja 12 hari. Jadi jika dikerjakan oleh 5
orang, maka 5 x 4 = 20 jam/hari, sehingga
lamanya bekerja = 20 x 12 = 240 jam. Gaji
seorang pekerja yang bekerja 8 jam/hari
diasumsikan Rp. 25000. Maka biaya pembuatan
alat pengering ikan teri adalah:
Rp. 25000 x

240
= Rp 750000
8

c. Biaya listrik
Penulis mengasumsikan biaya listrik sebesar 15
% dari biaya
pembuatan. Biaya listrik =
15%.Rp750000 = Rp 112500,d. Biaya operasional
Biaya operasional mesin perkakas diasumsikan
10% dari biaya material, berarti = 10 % Rp
1.587.700 = Rp 158.700. Biaya total = Rp
1.587.700 +Rp 750000 + Rp 112500 + Rp
158.700 = Rp 2.608.900

6. Harga Jual Alat Pengering


Harga jual alat ikan teri, berdasarkan dengan
perhitungan biaya total produksi ditambah dengan
keuntungan yang diambil 30 %. Biaya total
produksi alat = Rp 2.608.900. Keuntungan yang
diambil 30%. Rp 2.608.900 = Rp 782.670. Dengan
demikian, keseluruhan biaya yang dikeluarkan
(biaya produksi alat + keuntungan) = Rp
3.391.570.Jadi harga jual alat pengering ikan teri
adalah = Rp 3.391.570.

7. Analisis Titik Impas


Analisis titik impas (break event point) adalah
analisis terhadap usaha dimana suatu titik
ditemukan, yaitu tidak memberi keuntungan
maupun kerugian (impas). Analisa ini sangat
berhubungan dengan: biaya tetap, biaya variabel,
dan volume produksi. Titik impas muncul apabila
suatu usaha disamping memiliki biaya variabel
(variable cost) juga memiliki biaya tetap (fix cost),
di mana biaya tetap tidak dipengaruhi volume
produksi sedangkan biaya variabel dipengaruhi oleh
volume produksi.
BEP = biaya tetap (Rp)/[(harga jual (Rp/kg biaya
variable (Rp/kg)]
a. Biaya tetap (Bt)
Biaya tetap adalah biaya pengguna alat untuk
membeli alat pengering ikan teri yaitu
Rp 3.391.570,-

258

b. Harga jual (Hj) Harga jual adalah harga


penjualan ikan teri yang sudah kering dan siap
untuk dipasarkan yaitu Rp 20.000,-/kg
c. Biaya variabel (Bv)
Biaya listrik alat pengering (Blp)
Alat bekerja efektif selama 6 jam/hari. Blp =
daya alat x tarif dasar listrik xwaktu kerja alat di
mana:
Daya alat = 3,075 kW, tarif dasar listrik PLN=
Rp 560,-/kWh .
Blp = 3,075 kW. Rp 560/kWh .6 jam/hari =
Rp. 10.332 /hari.
Biaya tenaga kerja (Btk).
Diperkirakan alat dapat beroperasi dengan
operator 1 orang. Maka Btk = Rp.600.000,/bulan = Rp. 20.000/hari.
Biaya bahan baku (Bbb).
Biaya bahan baku adalah biaya pembelian ikan
teri basah yaitu Rp 10.000/kg.
Bbb = kapasitas alat x waktu kerja alat x harga
bahan baku
Bbb = 12 kg.6 jam/hari. Rp10000/kg
Bbb = Rp. 720.000,-/hari
Sehingga
Bv = Blp + Btk + Bbb
= Rp10332/hari + Rp20000/hari +
Rp720.000
= Rp. 750332,-/hari
jika dalam Rp/kg:
Bv = (Blp + Btk + Bbb (Rp/hari)
(Kapasitas alat (kg/jam) x waktu kerja alat
(jam/hari) = Rp 750.332/hari / 72 kg/hari
Bv = Rp 10.421/kg
Dari data di atas titik impas:
BEP = Rp 3391570/[Rp 20000/kg Rp
10421/kg]
BEP = 354 kg
X= BEP = 354 kg dan Y = 354 kg x Rp.
20.000/kg
Y = Rp. 7.080.000,- (gambar 1)

Gambar 1: Diagram BEP

Rancang Bangun Alat Pengering Ikan Teri Kapasitas 12 kg/jam (Muhamad Daud Pinem)

Koleksi BPAD Prov SU


8. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pengeringan ikan
teri dengan alat pengering sirkulasi udara panas
dapat disimpulkan bahwa suhu rata-rata yang
dibutuhkan untuk pengeringan ikan teri adalah
sebesar 55C. Pada suhu ini kadar air ikan teri pada
awal pengeringan adalah 78% dan setelah
dikeringkan akan menjadi 20%. Pada percobaan ini
12 kg ikan teri basah yang mengandung berat air
6,96 kg setelah dikeringkan dengan suhu ruang
pengering sebesar 55C kandungan airnya menjadi
4,04 kg. Alat pengering ini dapat mengeringkan
ikan teri lebih bersih dan higienis dibanding cara
penjemuran di bawah terik matahari sehingga
meningkatkan mutu ikan teri. Alat pengering ini
dapat dioperasikan di dalam ruangan seperti rumah,
dan tidak perlu terlalu luas.
Alat pengering ikan teri ini masih perlu
dilakukan penyempurnaan terutama pengisolasian
bagian-bagian yang tidak tertutup rapat yang
mengakibatkan ada panas yang keluar. Kapasitas
ikan untuk pengeringan dapat diperbesar dengan
cara memperluas alat pengering dan atau menambah
heater. Agar temperatur di ruangan dapat dikontrol,
hendaknya dapat ditambahkan alat ukur suhu
(termometer) di dalam ruang pengering.

Penggaraman
dan
Moeljanto,
R.
1982.
Pengeringan Ikan Teri (Stolephorus sp). PT.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Mohsenin, N.N. 1980. Thermal Property of Food
and Agricultural Materials. Gordon and Breach,
Science Publisher, Inc.
Richard, C. Jordan. 1981. Refrigeration and Air
Conditioning, 2 end ed.
Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan
untuk Perguruan Tinggi, Teknologi Mesin,
Industri Pertanian, Perikanan, Peternakan dan
Pangan. Penerbit Reneka Cipta, Malang.

Daftar Pustaka
Arismunandar, Heizo Saito. 1986. Penyegaran
Udara. Pradnya Paramita, Jakarta.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, E.H. Fleets and
Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan
Purnomo. H dan Adiono. Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta
Eko, Rachman. 2003. Uji Kinerja Alat Pengering
Type Efek Rumah Kaca dan Tungku Biomassa
sebagai Sistem Pemanas Tambahan untuk
Proses Pengeringan. Skripsi Jurusan Teknik
Pertanian. IPB. Bogor.
Holman, J. P. 1981. Heat Transfer 6th ed.
Diterjemahkan
Jasjfi, E. 1997. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Jason, A. C. 1965. Drying and Dehidratio. Dalam
Fish and Food Vol. III. Diedit oleh Georg
Borgstrom. USA: Academic Press Inc, New
York.
Kulshrestha, SK. 1989. Termodinamika Terpakai,
Teknik Uap dan Panas. Universitas Indonesia,
Jakarta
Lolita, F.F. 2001. Uji Performansi Pengering Tipe
Efek Rumah Kaca Berenergi Surya untuk
Pengeringan Teri Nasi (Stolephorus sp). Skripsi
Jurusan Teknik Pertanian IPB, Bogor.
Moeljanto, R. 1992. Pengawetan dan Pengolahan
Hasil Perikanan. PT. Penebar Swadaya, Jakarta

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 254 258

259

APLIKASI PLC JENIS OMRON SYSTEM CPM1A PADA SISTEM


KONTROL RUANG PARKIR OTOMATIS
*)

Amran Rozan*)
Staf Pengajar Teknik Energi Politeknik Negeri Medan

Abstrak
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menuntut adanya sistem kerja yang tepat (akurat).
Sistem kontrol konvensional perlahan-lahan telah ditinggalkan dan diganti dengan sistem kontrol otomatis.
Dengan mengandalkan sebuah Controller yang berperan untuk mengatur operasional dari sistem yang
diperlukan. PLC (Programmable Logic Controller) merupakan salah satu jenis kontroler yang populer
digunakan dewasa ini terutama di dalam memudahkan kerja atau operasi industri. Sasaran utama makalah ini
adalah bagaimana memanfaatkan atau mengaplikasikan PLC jenis Omron Sysmac CPM1A untuk mengatur
keluar masuknya kenderaan dari ruang parkir secara otomatis. Sehingga dapat memudahkan pemilik kenderaan
memarkirkan kenderaannya, tanpa harus turun dari kenderaan, tanpa kehilangan waktu.
Kata-kata kunci: Programmable Logic Controller, Ruang parkir, Otomatis

1.Pendahuluan
Perkembangan industri dewasa ini, khususnya
dunia industri di negara kita, berjalan amat pesat
seiring dengan meluasnya jenis produk-produk
industri, mulai dari apa yang digolongkan sebagai
industri hulu sampai dengan industri hilir.
Kompleksitas pengolahan bahan mentah menjadi
bahan baku, yang berproses baik secara fisika
maupun secara kimia, telah memacu manusia untuk
selalu meningkatkan dan memperbaiki unjuk kerja
sistem yang mendukung proses tersebut, agar
semakin produktif dan efisien. Salah satu yang
menjadi perhatian utama dalam hal ini adalah
penggunaan sistem pengendalian proses industri
(sistem kontrol industri).
Dalam era industri modern, sistem kontrol
proses idustri biasanya merujuk pada otomatisasi
sistem kontrol yang digunakan. Sistem kontrol
industri di mana peranan manusia masih amat
dominan (misalnya dalam merespon besaranbesaran proses yang diukur oleh sistem kontrol
tersebut dengan serangkaian langkah berupa
pengaturan panel dan saklar-saklar yang relevan)
telah banyak digeser dan digantikan oleh sistem
kontrol otomatis. Sebabnya jelas mengacu pada
faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dan
produktivitas industri itu sendiri, misalnya faktor
human error dan tingkat keunggulan yang
ditawarkan sistem kontrol tersebut. Salah satu
sistem kontrol yang amat luas pemakaiannya ialah
Programmable
Logic
Controller
(PLC).
Penerapannya meliputi berbagai jenis industri mulai
dari industri rokok, otomotif, petrokimia, kertas,
bahkan sampai pada industri tambang, misalnya
pada pengendalian turbin gas dan unit industri
lanjutan hasil pertambangan. Kemudahan transisi
dari sistem kontrol sebelumnya (misalnya dari

260

sistem kontrol berbasis relay mekanis) dan


kemudahan trouble-shooting dalam konfigurasi
sistem merupakan dua faktor utama yang
mendorong populernya PLC ini.
NEMA (The National Electrical Manufacturers
Association) mendefinisikan PLC sebagai piranti
elektronika digital yang menggunakan memori yang
bisa diprogram sebagai penyimpan internal dari
sekumpulan instruksi dengan mengimplementasikan
fungsi-fungsi tertentu, seperti logika, sekuensial,
pewaktuan, perhitungan, dan aritmetika untuk
mengendalikan berbagai jenis mesin ataupun proses
melalui modul I/O digital dan/atau analog.
PLC
merupakan
sistem
yang
dapat
memanipulasi, mengeksekusi, dan atau memonitor
keadaan proses pada laju yang amat cepat, dengan
dasar data yang bisa diprogram dalam sistem
berbasis mikroprosesor integral. PLC menerima
masukan dan menghasilkan keluaran sinyal-sinyal
listrik untuk mengendalikan suatu sistem. Dengan
demikian besaran-besaran fisika dan kimia yang
dikendalikan, sebelum diolah oleh PLC, akan
diubah menjadi sinyal listrik baik analog maupun
digital, yang merupakan data dasarnya. Karakter
proses yang dikendalikan oleh PLC sendiri
merupakan proses yang sifatnya bertahap, yakni
proses itu berjalan urut untuk mencapai kondisi
akhir yang diharapkan. Dengan kata lain proses itu
terdiri beberapa subproses, di mana subproses
tertentu akan berjalan sesudah subproses
sebelumnya terjadi. Istilah umum yang digunakan
untuk proses yang berwatak demikian ialah proses
sekuensial
(sequential
process).
Sebagai
perbandingan, sistem kontrol yang populer selain
PLC, misalnya Distributed Control System (DCS),
mampu menangani proses-proses yang bersifat

Rancang Bangun Alat Pengering Ikan Teri Kapasitas 12 kg/jam (Muhamad Daud Pinem)

Koleksi BPAD Prov SU


sekuensial dan juga kontinu (continous process)
serta mencakup loop kendali yang relatif banyak.
1.1 Piranti Penyusunan PLC
PLC yang diproduksi oleh berbagai perusahaan
sistem kontrol terkemuka saat ini biasanya
mempunyai ciri-ciri sendiri yang menawarkan
keunggulan sistemnya, baik dari segi aplikasi
(perangkat tambahan) maupun modul utama
sistemnya. Meskipun demikian pada umumnya
setiap PLC (sebagaimana komputer pribadi anda
yang cenderung mengalami standarisasi dan
kompatibel satu sama lain) mengandung empat
bagian (piranti) berikut ini:
1. Modul Catu Daya
2. Modul CPU
3. Modul Perangkat Lunak
4. Modul I/O

Gambar 1: Blok diagram modul PLC


1.2 Modul Catu Daya (Power Supply/PS)
PS memberikan tegangan DC ke berbagai modul
PLC lainnya selain modul tambahan dengan
kemampuan arus total sekitar 20 A sampai 50 A,
yang sama dengan battery lithium integeral (yang
digunakan sebagai memory backup). Seandainya PS
ini gagal atau tegangan bolak-balik masukannya
turun dari nilai spesifiknya, isi memori akan tetap
terjaga. PLC buatan Triconex, USA, yakni Trisen
TS3000 bahkan mempunyai double power supply
yang berarti apabila satu PS-nya gagal, PS kedua
otomatis akan mengambil alih fungsi catu daya
sistem.
1.3 Modul CPU
Modul CPU yang disebut juga modul controller
atau prosesor terdiri dari dua bagian:
1. Prosesor
2. Memori
1.

Prosesor berfungsi:

- Mengoperasikan dan mengkomunikasi-kan

2.

modul-modul PLC melalui bus-bus serial


atau paralel yang ada.
- Mengeksekusi program kontrol.
Memori berfungsi:
- Menyimpan informasi digital yang bisa
diubah dan berbentuk tabel data, register

citra, atau RLL (Relay Ladder Logic), yang


merupakan program pengendali proses.
Pada PLC tertentu kadang kita jumpai pula
beberapa prosesor sekaligus dalam satu modul, yang
ditujukan untuk mendukung kehandalan sistem.
Beberapa prosesor tersebut bekerja sama dengan
satu prosedur tertentu untuk meningkatkan kinerja
pengendalian. Contoh PLC jenis ini ialah Trisen
TS3000 mempunyai tiga buah prosesor dengan
sistem yang disebut Tripple Redundancy Modular.
1.4 Modul Program Perangkat Lunak
PLC mengenal berbagai macam perangkat
lunak, termasuk State Language, SFC, dan bahkan
C. Yang paling populer digunakan ialah RLL (Relay
Ladder Logic). Semua bahasa pemrograman
tersebut dibuat berdasarkan proses sekuensial yang
terjadi dalam plant (sistem yang dikendalikan).
Semua instruksi dalam program akan dieksekusi
oleh modul CPU, dan penulisan program itu bisa
dilakukan pada keadaan on line maupun off line.
Jadi PLC dapat bisa ditulisi program kontrol pada
saat ia mengendalikan proses tanpa mengganggu
pengendalian yang sedang dilakukan. Eksekusi
perangkat lunak tidak akan mempengaruhi operasi
I/O yang tengah berlangsung.
Modul I/O
Modul I/O merupakan modul masukan dan modul
keluaran yang bertugas mengatur hubungan PLC
dengan piranti eksternal atau periferal yang bisa
berupa suatu komputer host, saklar-saklar, unit
penggerak motor, dan berbagai macam sumber
sinyal yang terdapat dalam plant.
1. Modul Masukan (I)
Modul masukan berfungsi untuk menerima sinyal
dari unit pengindera periferal, dan memberikan
pengaturan sinyal, terminasi, isolasi, maupun
indikator keadaan sinyal masukan. Sinyal-sinyal
dari piranti periferal akan di-scan dan keadaannya
akan dikomunikasikan melalui modul antarmuka
dalam PLC.
2. Modul Keluaran (O)
Modul keluaran mengaktivasi berbagai macam
piranti seperti aktuator hidrolik, pneumatik,
solenoid, starter motor, dan tampilan status titiktitik periferal yang terhubung dalam sistem.
Fungsi modul keluaran lainnya mencakup
conditioning, terminasi dan juga pengisolasian
sinyal-sinyal yang ada. Proses aktivasi itu tentu
saja dilakukan dengan pengiriman sinyal-sinyal
diskret dan analog yang relevan, berdasarkan
watak PLC yang merupakan piranti digital.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 259 265

261

2. Metode Penelitian
Dalam merancang suatu sistem kontrol
diperlukan pendekatan-pendekatan dan prosedur
sebagai berikut:
1. Rancangan protipe sistem kontrol ruang parkir
otomatis.
Pada tahap ini,terlebih dahulu menentukan
sistem apa yang dikendalikan dan bagaimana
prosesnya
2. Penentuan I/O.
Semua perangkat masukan (input) dan keluaran
(output) yang akan dihubungkan ke PLC harus
ditentukan.
3. Perancangan program.
Setelah ditrentukan pengalamatan (addressing)
dari input maupun
output, maka proses
merancang program dalam ladder diagram
dapat dibuat sesuai urutan operasi.
4. Pemrograman.
5. Menjalankan sistem.
Pada tahap ini perlu dilakukan pengujian
sistem, untuk memastikan bahwa sistem
dijalankan dengan aman.

3. Hasil dan Pembahasan

3.

4.

5.

3.1 Perancangan Protipe Ruang Parkir Otomatis


Gambar prototipe ruang parkir otomatis dapat
dilihat pada Gambar 2.
3.2

Rancangan Kerja Sistem Kontrol Ruang


Parkir Otomatis
Sistem Kontrol Ruang Parkir Otomatis, ini
dirancang dengan mengharapkan kemudahan bagi
pengendara (sopir) di dalam memarkirkan
kendaraannya di dalam ruang pakir, dengan
deskripsi kerja sistem sebagai berikut:
1. Apabila mobil memasuki ruang parkir maka
akan terdeteksi oleh sensor PH1. Pada saat itu
motor akan berputar ke arah kiri untuk
membuka lengan penghalang. Saat lengan
penghalang menyentuh LS1 maka motor akan
berhenti berputar dan pintu dalam keadaan
terbuka (mobil masuk). Tersentuhnya LS1 ini
akan dihitung comparison sebagai penambahan
jumlah mobil (ADD(30)) yang ada dalam
tempat parkir.
2. Setelah mobil melewati palang penghalang
maka akan terdeteksi lagi oleh sensor PH2, dan
saat itu M1 akan kembali berputar, yang
arahnya berlawanan dengan putaran pertama
yaitu ke arah kanan, dan menurunkan palang
penghalang.

262

6.

Apabila saat itu (ketika lengan penghalang


bergerak menutup) ada mobil yang akan masuk,
lengan penghalang akan membuka lagi. Ketika
palang penghalang bergerak menutup dan tidak
ada mobil yang masuk, maka akan menyentuh
limit switch 2 (LS2). Setelah itu motor akan
berhenti berputar dan lengan penghalang
tertutup.
Jika mobil akan keluar lapangan parkir akan
terdeteksi oleh sensor PH3, di mana dengan
terdeteksinya mobil ini akan dihitung
comparison sebagai pengurangan jumlah mobil
(SUB (31)) yang disimpan di lapangan parkir,
dengan terdeteksinya mobil ini, maka M2 akan
berputar menggerakkan C2 untuk membuka.
Kemudian lengan penghalang C2 akan
membuka hingga menyentuh saklar pembatas
LS3. C2 berhenti membuka, dan mobil keluar.
Setelah melewati palang penghalang C2, mobil
akan terus keluar hingga melewati sensor PH4,
sensor PH4 akan mendeteksi mobil yang lewat
tersebut, yang mengakibatkan M2 akan
berputar kembali untuk menurunkan palang
penghalang, kemudian palang ini akan
menyentuh LS4, sehingga motor akan berhenti
berputar, dan pintu telah tertutup.
Apabila comparison telah menghitung bahwa
jumlah mobil yang ada dalam lapangan parkir
sudah
mencapai
mencapai
kapasitas
maksimum, maka mobil yang ingin masuk
walaupun terdeteksi oleh sensor PH1, palang
tetap menutup.
Mobil bisa masuk lapangan parkir kembali, bila
ada mobil yang telah keluar dari tempat parkir,
demikian seterusnya.

Jenis PLC yang dipakai adalah jenis OMRON


SYSMAC CPM1A, seperti yang terlihat pada
Gambar 3.

Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol (Amran Rozan)

Koleksi BPAD Prov SU

Gambar 2: Protipe ruang parkir otomatis


Keterangan:
A
B
C
D
M1, M2
C2

LS1, LS2
= Lapangan parkir
= Lampu display
= Lengan penghalang
= Pos jaga
= Motor penggerak C1,

LS3, LS4
PH1, PH2
PH3, PH4

= Saklar pembatas gerakan C1


untuk pintu masuk
= Saklar pembatas gerakan C2
untuk pintu keluar
= Sensor untuk mendeteksi
mobil masuk
= Sensor untuk mendeteksi
mobil keluar.

Gambar 3: CPU PLC jenis OMRON SYSMAC CPM1A


7. Input Indicator
Keterangan:
8. Peripheral Port
1. Power Supply Input Terminal
2. Functional Graunding Terminal
3. Terminal Input (12 point)
4. PC Status Indicator
5. Terminal Output (8 point)
6. Output Indicator

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 259 265

263

3.3 Perancangan Program


Perancangan program dari PLC jenis Omron
Sysmac CPM1A ini mengunakan software khusus
dengan model relay ladder logic atau disebut juga
ladder diagram dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Diagram ladder memulai operasi.
Untuk memulai mengoperasikan rangkaian
kontrol lapangan parkir ini, maka tombol tekan
(ST) ditekan dengan nomor input 00001, akan
mengaktifkan rele R3 dengan nomor output
01000. rangkaian kontrol dapat di-off-kan
dengan menekan tombol off, dengan nomor
input 00000. Diagram ladder dan kode
mneumonic on-off rangkaian adalah seperti
pada gambar berikut:

Untuk menurunkan lengan penghalang


pada pintu masuk dapat dibuat ladder
diagram-nya sebagai berikut:

c.

b. Membuka dan penutup palang penghalang pada


pintu masuk.
Untuk memutar palang penghalang pada
pintu masuk, digunakan sebuah motor (M1)
dengan dua arah putaran. Untuk itu
dibutuhkan dua buah kontaktor yaitu K1M
dengan nomor output 01001 dan K2M dengan
nomor output 01002.
Pintu akan terbuka apabila kontak bantu
K1M dari sensor PH1 menutup dan K1M ON.
Pintu akan terbuka apabila kontak bantu K1M
dari sensor PH1 menutup dan K1M ON,
sehingga motor 1 akan bekerja membuka
palang penghalang, dan setelah palang
menyentuh LS1 maka motor akan berhenti
berputar sehingga palang membuka.
Pintu akan menutup apabila kontak bantu
dari kontaktor dari sensor PH2 menutup dan
K2M akan ON, sehingga motor 1 (M1) akan
bekerja
kembali
menurunkan
lengan
penghalang,
lengan
penghalang
akan
menyentuh LS2 maka motor akan berhenti
berputar, dan pintu tertutup. Diagram ladder
pembuka pintu masuk adalah sebagai berikut:

Diagram ladder untuk menaikkan lengan


penghalang pada pintu keluar adalah sebagai
berikut:

d.

264

Pembuka dan penutup lengan penghalang


pada pintu keluar.
Untuk menaikkan dan menurunkan
lengan penghalang pada pintu keluar
digunakan motor (M2) dengan dua arah, juga
digunakan dua buah kontaktor yaitu K3M
dengan nomor output 01003 dan K4M
dengan output 01004.
Diagram ladder untuk menaikkan lengan
penghalang pada pintu keluar adalah:

Penghitung dan pembanding jumlah mobil


yang masuk dan keluar
Mobil yang masuk dihitung dari sinyal
saklar pembatas (LS1) yang langsung
dihubungkan dengan comparison (ADD (30))
dan mobil yang keluar dihitung dari sinyal
kontak K3M, yang langsung dihubungkan
dengan comparison (SUB (31)). Kemudian
comparison akan membandingkan kedua sinyal

Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol (Amran Rozan)

Koleksi BPAD Prov SU


tersebut dan hasilnya merupakan jumlah mobil
yang sudah ada dalam lapangan parkir. Apabila
jumlah mobil yang ada sudah mencapai 100
mobil, maka mobil berikutnya tidak dapat
masuk, karena kapasitas maksimum lapangan
parkir telah tercapai.

Gambar 4: Diagram ladder untuk sistem


kontrol ruang parkir otomatis

4. Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan hasil rancangan protipe tersebut,
dapat disimpulkan bahwa penggunaan PLC jenis
Omron Sysmac CPM1A sangat cocok digunakan
untuk mengatur penghalang pintu masuk dan
penghalang pintu keluar ruang pakir secara
otomatis, karena sistem ini membutuhkan sedikit
input dan output dan hanya membutuhkan relatif
sedikit alur pemrogram dengan ladder diagram,
sehingga sistem yang dirancang ini memungkinkan
untuk dikembangkan lagi.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 259 265

265

Daftar Pustaka
Mandalo, Enrique. 1992. Programmable Logic
Divice and Logic Controller, Perentice Hall, New
York.
Frank D. Petozelah. 1999. Programmable Logic
Controller. New York Book SCM1/CPM1A,
Programming Manual.
Malvino Hanapi Gunawan, 1999, Prinsip-prinsip
elektronia, Edisi Kedua. Erlangga, Jakarta.
Ian G. Warnaock.
1988.
Programmable
Controllers, Operation and Application. The
University Press, Camridge.

266

Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol (Amran Rozan)

Koleksi BPAD Prov SU

IMPLEMENTASI DEBUGGER DT51D DALAM PEMAHAMAN


INSTRUKSI ARITMATIKA MIKROKONTROLER MCS-51
Henry Hasian Lumban Toruan*), M. Jusup Purba**)
*)

Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Medan


)Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Medan

**

Abstrak
Penggunaan program debugger (pelacak kesalahan) dalam mengembangkan program aplikasi digital adalah
sangat penting untuk tahap awal dalam mempelajari instruksi program suatu mikroprosesor atau
mikrokontroler. Dalam proses belajarmengajar metode penggunaan program debugger ini sangat baik
diterapkan untuk menghindari kebosanan akan teoriteori instruksi itu sendiri. Tulisan ini akan membahas
pengimplementasian suatu program debugger yaitu DT51 debugger dalam pemahaman instruksi aritmatika
mikrokontroler MCS-51 yang sekarang ini semakin berkembang penggunaannya. Untuk instruksiinstruksi
lainnya dapat dikembangkan lebih lanjut.
Kata-kata kunci : Debugger, Mikrokontroler MCS-51, Instruksi aritmatika

1. Pendahuluan
DT51 debugger adalah program debug/pelacak
kesalahan yang ada pada program yang diisikan pada
mikrokontroler 89C51 pada sistem minimum DT51.
Program ini dapat di-download secara bebas dari
www.innovativeelectronics.com.
Tulisan ini pertama sekali akan menjelaskan
sistem minimum DT51 yang merupakan perangkat
keras dari penggunaan program debugger ini.
Pada bagian berikutnya akan membahas
pengenalan tampilan dan fasilitas program DT51
debugger, tahapan pengimplementasian DT51D dan
pengimplementasiannya pada instruksi aritmatika
Add A,direct, Subb A,direct, Mul AB, DivAB, Dec
direct, Inc Rn, DA A.

2. Sistem Minimum DT51


Sistem
minimum
DT51
adalah
alat
pengembangan program mikrokontroler MCS-51
dengan komponen utama mikrokontroler AT89C51,
yaitu salah satu keluarga MCS-51. Dengan alat ini
kita dapat bereksperimen mengembangkan aplikasi
digital dengan mudah yaitu dengan menulis program
pada komputer, men-download-nya ke board DT51
dan menjalankannya. Kita dapat menghubungkan
sistem minimum ini dengan peralatan input dan
output yang dibutuhkan sesuai rancangan dan
langsung melihat hasil eksekusi program setelah
program itu di-download.
DT51 ini dapat bekerja sendiri (stand alone)
sehingga tidak tergantung lagi pada komputer
sesudah programnya di-download pada sistem yang
ada tanpa penggantian atau penambahan komponen.
Kita dapat memperbaiki suatu program yang
sudah di-download bila terjadi kesalahan saat

dijalankan ataupun bila kita menginginkan suatu


modifikasi program langsung sampai seribu kali
secara langsung.

3. Pengenalan DT51 Debugger


DT51 debugger (DT51D) adalah program
debugger/pencari kesalahan untuk board DT51.
Program debugger yang penulis gunakan ini adalah
versi 1.0 dari innovative electronics dengan
kapasitas 87.6 kB berupa file DT51D.exe yang
berjalan di bawah sistem DOS yang dapat kita
jalankan pada fasilitas MS-DOS promt Windows.
Dengan menggunakan DT51D kita dapat dengan
cepat dan mudah menemukan bug/kesalahan dalam
program kita.
Tampilan DT51D dapat kita lihat pada Gambar 1
di bawah ini.

Gambar 1: Tampilan program DT51D


Beberapa kemampuan yang ada pada DT51D,
adalah sebagai berikut:
1. Step, yaitu menjalankan program kita instruksi
demi instruksi di mana setiap kali selesai

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 259 265

267

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

menjalankan satu instruksi seluruh isi register,


flag dapat terlihat pada monitor PC. Untuk
menggunakan menu Step, kita dapat menekan
tombol Alt+R, S atau F8.
Trace, hampir sama dengan Step namun Trace
tidak masuk instruksi demi instruksi dalam
prosedur, sehingga kita dapat melakukan step
dengan lebih cepat. Untuk menggunakan menu
Trace kita dapat menekan tombol Alt+R , T atau
F7.
Goto Cursor, yaitu menjalankan program sampai
pada posisi kita meletakkan kursor. Untuk
menggunakan menu Goto Cursor kita dapat
menekan tombol Alt+R, G atau F4.
Run, yaitu menjalankan program secara
keseluruhan dari DT51D. Untuk menggunakan
menu Run kita dapat menekan tombol Alt+R, R
atau F9.
Memory Dump, di mana kita dapat memonitor isi
memori setiap kali satu intruksi dijalankan,
bahkan kita dapat menentukan sendiri range
memori yang akan dimonitor. Untuk menentukan
range memori yang akan dimonitor dapat
menekan tombol Alt+M, R. Adapun range
memori yang dipakai oleh DT51 adalah 0000h
- 007Fh atau 4000h - 5FFFh.
Watches, di mana kita dapat memonitor variabelvariabel penting pada program kita, di mana setiap
Watch akan ter-refresh isinya setiap kali
melaksanakan
satu
instruksi.
Untuk
menggunakan menu Watches kita dapat menekan
tombol Alt+W, A, kemudian tentukan alamat
memori yang akan di-watch.
Multiple Breakpoint, di mana kita dapat
menentukan breakpoint di mana saja pada
program. Untuk menggunakan menu Breakpoint
kita dapat menekan tombol Alt+B, A, kemudian
tentukan alamat memori yang akan di-breakpoint.
Modify, di mana kita dapat dengan mudah
memodifkasi isi register, flag, dan memori. Bila
kita ingin memodifikasi isi register kita dapat
menekan tombol Alt+D, R, tombol Alt+D, F,
ditekan bila kita ingin memodifikasi isi flag. Jika
kita hendak memodifikasi isi memori kita akan
menekan tombol Alt+M, M.
On-line Help, yang memudahkan kita dalam
menggunakan DT51D. Untuk menjalankan Online Help kita dapat menekan tombol Alt+H, M.

4. Tahapan Pengimplementasian DT51D


Tahapan pengimplementasian DT51D dapat kita
lihat pada Gambar 2 di bawah ini:
.asm

.hex

DT51D

Pertama sekali kita menuliskan list program


dengan pengolah kata. Penulis menggunakan
pengolah kata notepad. File tersebut kita simpan
dengan ekstensi asm. Kemudian dengan program
ASM51.exe kita mengubah file .asm tersebut menjadi
file hex yang akan dibuka oleh debugger DT51D.
File hex tersebut akan di-download ke sistem
minimum DT51 yang terhubung melalui serial port
ke komputer.

5. Pemahaman Instruksi Aritmatika


Instruksi aritmatika mencakup instruksi-instruksi
yang melakukan proses aritmatik, antara lain:
penjumlahan,
pengurangan,
perkalian
dan
pembagian. Umumnya instruksi ini menggunakan
akumulator sebagai salah satu operand-nya.
5.1 ADD A,direct
File asm yang digunakan untuk memahami
instruksi Aritmatika ADD A,direct dapat kita tuliskan
pada lembaran kerja notepad seperti berikut:
$MOD51
CSEG
ORG
4000H
MOV
A, #0C6H
ORG
4002H
ADD
A, 0FH
END
Mula-mula akumulator berisi 0C6H (11000110b).
Isikan data B7H ke alamat 0FH dengan
memodifikasi isi dari memori alamat 0FH. Sebelum
memodifikasi isi memori, kita menentukan range
memori yang akan dimodifikasi yaitu 0000H-0040H
kemudian tentukan alamat memori yang akan
dimodifikasi yaitu 000FH. Gunakan fasilitas
Memory-Modify. Setelah itu kita mengisikan data
B7H. Instruksi ADD A,0FH akan menghasilkan C6H
(11000110b) + B7H (10110111b) = 7DH
(01111010b) dalam akumulator, sedangkan CY=1,
AC=0, dan 0V=1.
Penulis mengamati hasil yang terjadi pada tiap
tahapan instruksi dengan fasilitas Run-Step Over.
Setiap hasil tahapan instruksi kita dapat mengamati
jendela tampilan 89C51 Register dan 89C51 Flagnya.
Hasil instruksi tersebut hingga selesai
seluruhnya dijalankan dapat dilihat pada Gambar 3 di
bawah ini:

DT51

Gambar 2: Tahapan pengimplementasian DT51D

268

Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol (Amran Rozan)

Koleksi BPAD Prov SU


3Dh. Instruksi SUBB A,3Dh akan menghasilkan
C2H (11100010b) pada akumulator, sedangkan
CY=1, AC=0, 0V=0. Hasil instruksi tersebut dapat
dilihat pada Gambar 5.

Gambar 3: Instruksi ADD A,direct pada DT51D


5.2 ADDC A,#data
File asm yang digunakan untuk memahami
instruksi aritmatika ADDC A,#data dapat kita
tuliskan pada lembaran kerja notepad seperti berikut:
$MOD51
CSEG
ORG
4000H
MOV
A, #42H
SETB
C
ORG
4003H
ADDC
A, #0B2H
END
Mula-mula akumulator berisi 42H (01000010b).
Instruksi ADDC A,#0B2H akan menghasilkan 42H
(01000010b) + 1h (00000001b) + B2h (10110010b)
= 0F5h (11110101b) dalam akumulator, sedangkan
CY=0, AC=0, 0V=0. Hasil instruksi tersebut dapat
dilihat pada Gambar 4.

Gambar 5: Instruksi SUBB A,direct pada DT51D


5.4 MUL AB
File asm yang digunakan untuk memahami
instruksi aritmatika MUL AB,direct dapat kita
tuliskan pada lembaran kerja notepad seperti berikut:
$MOD51
CSEG
ORG
MOV
MOV
ORG
MUL
END

4000H
A, #30H
B, #0A0H
4005H
AB

Gambar 6: Instruksi MUL AB pada DT51D


Gambar 4: Instruksi ADDC A,#data pada DT51D
5.3 SUBB A,direct
File asm yang digunakan untuk memahami
instruksi Aritmatika SUBB A,direct dapat kita
tuliskan pada lembaran kerja notepad seperti berikut:
$MOD51
CSEG
ORG
4000H
MOV
A, #0B6H
SETB
C
ORG
4003H
SUBB
A, 3DH
END

5.5 DIV AB
File asm yang digunakan untuk memahami
instruksi aritmatika DIV AB dapat kita tuliskan pada
lembaran kerja notepad seperti berikut:
$MOD51
CSEG
ORG
4000H
MOV
A, #0FCH
ORG
4002H
MOV
B,#12H
ORG
4005H
DIV
AB
END

Mula-mula akumulator berisi 0B6h (11010110b)


dan Carry Flag bernilai 1. Isikan data F3h ke alamat
3Dh dengan memodifikasi isi dari memori alamat

Mula-mula akumulator berisi bilangan 252


(0FCH atau 11111100b) dan Register B berisi 18
(12H atau 00010010b). Instruksi DIV AB akan

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 266 270

269

menghasilkan bilangan 13 dalam akumulator (0DH


atau 00001101b) dan 18 (12H atau 00010010b)
dalam B karena 252= (13x18) + 18. Baik Carry Flag
maupun OV di-clear menjadi 0. Hasil instruksi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7: Instruksi DIV AB pada DT51D


5.6 DEC direct
File asm yang digunakan untuk memahami
instruksi aritmatika DEC direct, direct dapat kita
tuliskan pada lembaran kerja notepad seperti berikut:
$MOD51
CSEG
ORG
DEC
END

4000H
50H

Mula-mula diisikan data B1H ke RAM internal


alamat 50H dengan memodifikasi isi dari memori
alamat 50H. Instruksi DEC 50H akan menyebabkan
RAM internal dari alamat 50H akan berisi B0H.
Untuk memonitor isi dari RAM internal alamat
50H digunakan fasilitas Watches dengan menentukan
alamat memori yang akan diamati, yaitu 0050H.
Hasil instruksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8: Instruksi DEC direct pada DT51D


5.7 INC Rn
File asm yang digunakan untuk memahami
instruksi Aritmatika INC Rn, direct dapat kita
tuliskan pada lembaran kerja notepad seperti berikut:
$MOD51
CSEG
ORG
4000H
MOV
R1, #0C5H
ORG
4002H
INC
R1
END

270

Register R1 berisi C5H (11000101b), kemudian


diberi instruksi INC R1 maka isi dari Register R1
adalah C5H (11000101b) + 1H (00000001b) = C6H
(11000110b). Hasil instruksi tersebut dapat dilihat
pada Gambar 9.

Gambar 9: Instruksi INC Rn pada DT51D


5.8 DA A
File asm yang digunakan untuk memahami
instruksi aritmatika DA A,direct dapat kita tuliskan
pada lembaran kerja notepad seperti berikut:
$MOD51

CSEG
ORG
MOV
ORG
MOV
ORG
SETB
ORG
ADDC
ORG
DA A
END

4000H
A, #56H
4002H
R3,#67H
4004H
C
4005H
A,R3
4006H

Mula-mula akumulator berisi 56H (01010110b)


yang dapat dibaca sebagai bilangan desimal 56 yang
ditulis dalam format BCD. Register R3 bernilai 67H
(01100111b) yang dapat dibaca sebagai bilangan
desimal 67 yang ditulis dalam format BCD. Carry
Flag mula-mula bernilai 1. Instruksi ADDC A,R3
kemudian DA A akan menjumlahkan A, R3, dan C
dan menghasilkan 0BEH (10111110b) dalam
akumulator, dengan CY = 0 dan AC = 0.
Selanjutnya DA A mengubah nilai akumulator
menjadi 24H (00100100b), yang menyatakan
bilangan desimal 24 yang ditulis dalam format BCD.
Selain itu DA A menset Carry Flag menjadi 1, yang
dapat diartikan bahwa penjumlahan ADDC
sebelumnya menghasilkan bilangan lebih dari 100,
sehingga hasil akhirnya sebagai 124. Jadi dapat
disimpulkan 56 + 67 + 1 = 124. Hasil instruksi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.

Aplikasi PLC Jenis Omron System CPM1A pada Sistem Kontrol (Amran Rozan)

Koleksi BPAD Prov SU

Gambar 10: Instruksi DA A pada DT51D

6. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat
disimpulkan:
1. Penggunaan komputer merupakan alat bantu
yang penting dalam pembelajaran pemahaman
instruksi mikrokontroler dalam hal ini adalah
mikrokontroler 89C51.
2. Dengan menggunakan debugger DT51D kita
dapat memodifikasi memori dan menjalankan
instruksi tahap demi tahap dengan langsung
melihat perubahan pada register dan flag-nya.
3. Penggunaan debugger DT51D harus didukung
oleh perangkat keras DT51 sebagai sistem
minimumnya di mana instruksi yang akan
dipahami tersebut di-download terlebih dahulu
ke dalam mikrokontroler 89C51 pada DT51
tersebut.
4. Penggunaan
debugger
DT51D
dapat
dikembangkan lebih jauh untuk pemahaman
instruksi lainnya yaitu instruksi Boolean,
transfer data, dan percabangan dalam program.

Daftar Pustaka
Christanto, D. Pusporini K. 2004. Panduan Dasar
Mikrokontroler Keluarga MCS-51. Innovative
Electronics, Surabaya, 74-122.
The
8051
I.
Scott
MacKenzie.
1999.
Microcontroller, Prentice Hall, New Jersey, 5761.
Manual Book 89C51 Development Tools DT-51
Version 3, Innovative Electronics, Surabaya.
Malvino, A.P. 1991. Elektronika Komputer Digital
Pengantar Mikrokomputer Edisi Kedua.
Erlangga, Jakarta, 1-19.
Nalwan, P. A. 2003. Panduan Praktis Teknik
Antarmuka dan Pemrograman Mikrokontroler
AT89C51. Elex Media Komputindo, Jakarta,
165-174.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 266 270

271

PEDOMAN PENULISAN NASKAH JURNAL TEKNIK SIMETRIKA


(Bold, 14 Times New Roman (TNR))
1)

Bauni Hamid*), Fahmi**), A. Perwira Mulia Tarigan***) (12 TNR Bold)


Staf Pengajar Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik USU (bauni@hotmail.com)
2)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik USU (fahmiusu@yahoo.com)
3)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik USU (perwira@hotmail.com)
(10 TNR)

Abstrak (Bold, 10 TNR)


Pedoman penulisan ini dipersiapkan sebagai contoh tulisan yang dapat dijadikan acuan bagi penulis yang ingin
memasukkan tulisannya ke Jurnal Teknik Simetrika. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan atau Bahasa
Inggris. Isi abstrak berisi tujuan, cakupan kajian dan kesimpulan terpenting. Isinya tidak lebih dari 200 kata
dan ditulis dengan huruf miring serta rata kanan kiri.
Kata-kata kunci: Pedoman penulisan, Contoh acuan (10 TNR)

1. Pendahuluan (Bold, 12 TNR)


Jurnal Teknik Simetrika terbuka untuk umum
sepanjang berkaitan dengan bidang teknik. Naskah
dapat berupa a) hasil penelitian, b) studi literatur,
atau c) komentar maupun kritik tentang naskah
yang pernah dimuat di Jurnal Teknik Simetrika,
Falkultas Teknik USU. Naskah tidak boleh pernah
dipublikasikan di jurnal ataupun di media
penerbitan lainnya.
Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau
Bahasa Inggris. Naskah dikirim berupa rekaman
dalam disket disertai 1 eksemplar cetakannya
dengan panjang maksimum 12 halaman dan ukuran
kertas A4. Pengetikan dilakukan satu spasi dan dua
kolom yang menggunakan jenis huruf Times New
Roman dengan ukuran 10 pt. Naskah diketik
dengan menggunakan pengolah kata dalam bentuk
MS Word untuk memudahkan penyuntingan.

2. Umum
Format penulisan secara ringkas dan umum
dicantumkan berikut ini:
Ukuran kertas
Jastifikasi
Spasi baris
Kolom

:
:
:
:

Batas

Jenis huruf
Nomor halaman

:
:

Panjang halaman

272

A4
rata kiri kanan
satu spasi
1 kolom untuk judul
dan abstrak, 2 kolom
untuk isi tulisan
atas 3 cm, bawah 2 cm
kiri 3 cm, kanan 2 cm
Times New Roman
Tidak
perlu,
tapi
ditulis halus dengan
pinsil di kanan bawah
Tidak lebih dari 12

Identasi

Sub judul utama

Ukuran teks

halaman
termasuk
gambar, dll.
0,7 cm untuk setiap
paragraf baru
diketik 12 pt, bold,
rata kiri dan diberi
nomor dengan huruf
besar kecil tanpa
diakhiri titik
10 TNR

3. Kerangka Tulisan
Kerangka tulisan terdiri dari judul tulisan,
abstrak dan isi paragraf:
3.1 Bagian Judul Tulisan (Bold, 10 TNR)
Judul tulisan harus sesingkat mungkin tapi jelas
menunjukkan dengan tepat masalah yang hendak
dikemukakan dan tidak memberi peluang
penafsiran yang beraneka ragam (Hamid, 2004).
Judul ditulis huruf besar dengan bold, 14 TNR.
Selanjutnya nama penulis dengan bold 12 TNR,
boleh
ditambahkan
alamat
e-mail
untuk
komunikasi. Gelar dan posisi penulis tidak perlu
dicantumkan.
3.2 Bagian Abstrak
Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan/atau
Bahasa Inggris yang memuat tidak lebih dari 200
kata dan ditulis dengan huruf miring. Isi abstrak
berisi tujuan, cakupan kajian dan kesimpulan
terpenting.
3.3 Isi Paragraf
Penulisan simbol matematik memakai simbol
yang umum dipakai dan sistem satuan yang

Koleksi BPAD Prov SU


digunakan adalah Sistem Internasional (SI).
Kecuali untuk naskah yang sudah terlanjur
memakai sistem lain, perlu dilampirkan tabel
konversinya ke SI.
Naskah Bahasa Indonesia diketik sesuai EYD
dan kata-kata yang digunakan merupakan bahasa
baku. Naskah Bahasa Inggris perlu diperiksa
menggunakan spell checker. Format penulisan
harus disesuaikan dengan yang sudah ditetapkan,
dengan tanpa ada pemenggalan kata pada akhir
baris.
Tabel dan gambar harus diberi keterangan yang
jelas. Gambar harus dapat dibaca dengan jelas jika
diperkecil sampai dengan 50%.
Sumber rujukan ditulis dalam uraian yang hanya
terdiri dari nama akhir penulis dan tahun
penerbitan. Namun nama akhir penulis tersebut
harus tepat sama dengan nama akhir yang tertulis
dalam daftar pustaka. Setiap sumber yang dirujuk
harus tercantum di dalam daftar pustaka, demikian
pula sebaliknya.

4. Nomor, Judul Gambar dan Tabel


serta Persamaan
Penulisan nomor gambar dan tabel ditulis
lengkap: Gambar 1: tidak ditulis dengan
Gb. 1: .. Penulisan nomor, judul gambar
diletakkan di bawah dan tengah gambar. Sedangkan
untuk tabel ditulis di atas dan tengah tabel.
Penulisan nomor dan judul gambar dan tabel
menggunakan huruf 10 TNR bold. Sebagai contoh,
lihat Persamaan 1, Tabel 1 dan Gambar 1 yang
menunjukkan hal-hal yang diperlukan untuk satu
naskah yang baik. Persamaan 1 misalnya adalah
10

y xi

dimana y adalah nilai total suatu naskah dan x


materi naskah.
Tabel 1: Contoh isi naskah yang baik
Materi naskah
Keterangan

1
2

Judul
Nama penulis

Abstrak

4
5
6
7
8
9
10

Pendahuluan
Metodologi penelitian
Hasil penelitian
Diskusi
Kesimpulan
Ucapan terima kasih
Daftar Pustaka

5. Penulisan Daftar Pustaka


Penulisan daftar pustaka mencantumkan hal-hal
berikut:
untuk buku: lihat contoh yang ada di daftar
pustaka untuk buku oleh Hernowo (2004).
untuk karangan dalam buku (suntingan): lihat
contoh yang dibuat di daftar pustaka (misal:
Wricke et al., 1996).
untuk karangan dalam pertemuan: lihat contoh
untuk tulisan prosiding di dalam daftar pustaka
oleh Hamid (2004).
untuk karangan dalam majalah/jurnal: lihat
contoh untuk tulisan jurnal di dalam daftar
pustaka (misal: Mathew dan Baba, 1996).

6. Kesimpulan
Naskah harus diakhiri dengan kesimpulan yang
berisi tentang implikasi-implikasi penting dari
informasi yang dipresentasikan pada badan tulisan
atau isi paragraf.

(1)

i 1

No.

Gambar 1: Skema isi tulisan yang baik


(sumber: Hernowo, 2004)

Singkat dan padat


Tanpa posisi dan
gelar
Tidak lebih dari
200 kata
Sub judul 1
Sub Judul 2
Sub Judul 3
Sub Judul 4
Sub Judul 5
(jika ada)
Mutakhir

Daftar Pustaka
Hamid, B. 2004. Pedoman Penulisan Jurnal.
Prosiding Seminar Penulisan Ilmiah, USU,
Medan, 10-15.
Hernowo, H. 2004. Main-main dengan Teks. Kaifa,
PT Mizan Pustaka, Bandung, 184p.
Mathew, J. dan Baba, M. 1995. Mudbanks of the
Southwest Coast of India II: Wave-mud
Interactions. Journal of Coastal Research,
11(1), 179-187.
Wricke, B.,
Petzoldt,
H., Heiser, H., dan
Bornmann, K. 1996. NOM-Removal by
Biofiltration after Ozonation-Results of a Pilot
Plan Test. In: Graham, N. dan Collins, R.,
editors. Advances in Slow Sand and
Alternative Biological Filtration, John Wiley
and Sons, New York, 100-110.

273

Das könnte Ihnen auch gefallen