Sie sind auf Seite 1von 19

1.

ADRENALIN (EPINEFRIN)
Adrenalin adalah prototip (wakil) dari semua obat-obat adrenergik karena obat
ini memiliki sifat hampir semua obat-obat adrenergik. Adrenalin merupakan obat
penting di ICCU, ICU, atau Bagian Gawat Darurat, atau di kamar praktek dokter
untuk mengatasi syok anafilaktik. Henti jantung dan kondisi kegawatan lainnya.1,2

Gambar 1. Struktur epinefrin2


a. Farmakodinamik
Adrenalin merupakan neurotransmitter utama saraf simpatis (adrenergik),
maka farmakodinamik adrenalin adalah sama persis apabila saraf simpatis
dirangsang. Adrenalin meningkatkan kontraktilitas (inotropik positif) dan laju jantung
(konotropik positif), serta menimbulkan vasokontriksi. Dengan demikian adrenalin
meningkatkan tekanan darah. Pada paru-paru adrenalin menimbulkan bronkorelaksasi
dan pada usus menurunkan peristaltik. Efek metabolik adrenalin dalah meningkatkan
gula darah dan asam lemak bebas. 1,2
Efek yang ditimbulkan oleh adrenalin (epinefrin):
-

Efek vaskular. Epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler,
tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa,
dan ginjal mengalami konstriksi akibat aktivasi reseptor oleh epinefrin.

Pembuluh darah otot rangmka mengalami dilatasi oleh epinefrin dosis rendah,
akibat aktivasi reseptor 2 yang mempunyai afinitas lebih besar pada
epinefrin dibandingan dengan reseptor . Dominasi reseptor menyebabkan
peningkatan resistensi perifer yang berakibat peningkatan tekanan darah. 1,3
Efek kardiovaskuler untuk norepinefrin, epinefrin, dan isoprotenolol
dapat dilihat pada tabel 1 dan 2. Perbedaan aksi dari ketiga katekolamin
dikarenakan karena perbedaan afinitas dari reseptor dan serta
penyebarannya pada pembuluh darah. 1,3

Tabel 1. Pengaruh Ketiga Katekolamin terhadap Kardiovaskular3

Tabel 2. Respon Ketiga Katekolamin terhadap Pembuluh darah Besar3

Pada Jantung. Epinefrin mengaktivasi reseptor 1 pada otot jantung, sel pacu
jantung, dan jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan
kronotropik positif epinefrin pada jantung, dan karena vasokonstriksi

pembuluh darah koroner akibat efek reseptor .2,3


Otot Polos. Efek epinefrin pada otot polos berbagai organ bergantung pada

jenis reseptor adrenergik pada otot polos yang bersangkutan. 2,3


Sistem Saraf Pusat. Epinefrin pada dosis terapi tidak mempunyai efek
stimulasi SSP yang kuat, karena obat inirelatif polar sehingga sukar masuk

SSP. 2,3
Metabolik. Epinefrin menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka
melalui reseptor 2; glikogen diubah menjadi glukosa 1-fosfat dan kemudian
glukosa 6-fosfat. 2,3

b. Farmakokinetik
Adrenalin dirusak oleh COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding
usus sehingga obat ini hanya diberikan perinjeksi (sub kutan atau intra venous). Pada
penyuntukan subkutan, absorbsi yang lambat terjadi karena vasokonstriksi lokal.
Absorbsi yang lebih cepat terjadi melalui penyuntukan IM. Adrenalin dimetabolisme
di hati yang kemudian hasil metaboliknya dikeluarkan melalui urine. 1,3

c. Indikasi dan Posologi

Henti jantung (Cardiac arrest): Dosis pada resusitasi jantung adalah 0,5-1 mg

(I.V) diberikan berkali-kali sampai kegawat daruratan teratasi.1


Syok anafilaktik dan reaksi-reaksi hipersensitivitas akut lainnya: Adrenalin

diberikan berkisar 0.25-0.5 mg secara subkutan. 1


Bronkospasme: diberikan secara subkutan 0.25-0.5 mg, atau inhaalsi (Larutan

steril yang berisi 1 atau 2 % adrenalin dalam air). 1


Pemberian lokal sebagai epinefrin spray, dengan kapas atau kain gas untuk
menghentikan perdarahan superfisial. 1

d. Kontraindikasi dan Efek samping


Adrenalin kontraindikasi diberikan pada pasien hipertensi, atau pada pasien
penyakit jantung koroner, juga pada pasien yang sedang menggunakan B-blocker non
selektif karena dapat mempresipitasi suatu hipertensi berat. Efek samping yang
dilaporkan antara lain gelisah, palpitasi, tremor, sakit kepala, aritmia sampai strok
hemoragik. 1

2. SULFAT ATROPIN
Sulfat atropin merupakan anti-kolinergik yang sangat sering digunakan untuk
meningkatkan laju jantung. Atropin pertama diidolasi dari tumbuh-tumbuhan Atropa
belladonapada tahun 1831. Bezol & Bloebaum (1867) menunjukkan bahwa atropin
menghambat aktivitas saraf vagus (parasimpatis) pada jantung sehingga atropin
memiliki efek meningkatkan laju jantung. 1

a. Farmakodinamik
4

Saat ini diketahui bahwa atropin memblokade reseptor muskarinik pada otot
jantung, otot polos organ viseral dan sel kelenjar. Dosis kecil atropin menghambat
sekresi air liur, bronchus dan keringat, menurunkan sekresi lambung, menurunkan
motilitas otot polos visceral termasuk saluran cerna, saluran urogenital, dan empedu.
Pada orang tua di mana tonus vagus lemah, maka efek atropin biasanya tidak nyata.1,3
-

SSP. Atropine merangsang medula oblongata dan pusat lain di otak. Dalam
dosis kecil, atropin merangsang n.vagus sehingga frekuensi jantung
berkurang. Dalam dosis besar menyebabkan depresi napas, eksitasi,

disorientasi, delirium, halusinasi. 1,3


Mata. Menghambat M.constrictor papillae dan M. Ciliaris lensa mata,

sehingga menyebabkan midriasis dan siklopegia. 1,3


Saluran cerna. Menghambat peristaltik lambung dan usus. 1,3
Saluran napas. Mengurangi sekret hidung, mulut, pharynx, dan bronkus. 1,3
Jantung. Pengaruh terhadap jantung bersifat bifasik. Dengan dosis rendah,
frekuensi jantung berkurang/ bradikardi yang disebabkan perangsangan
n.vagus. Takikardi timbul bila diberikan dosis besar

karena terjadi

penghambatan n.vagus. 1,3

b. Farmakokinetik
-

Absorbsi: kebanyakan obat-obat antimuskarinik diserap baik oleh usus dan


dapat menembus membran konjungtiva. Reabsorbsi di usus cepat dan

lengkap. 2,3
Distribusi: atropin didistribusikan meluas ke dalam tubuh setelah penyerapan
kadar tertentu dalam SSP dicapai dalam 30 menit 1 jam. 2,3

Metabolisme dan Eksresi: Atropin cepat menghilang dari darah setelah


diberikan dengan massa paruh sekitar 2 jam kira-kira 60% dari dosis,
dieksresikan ke dalam urine dalam bentuk utuh. 2,3

c. Indikasi dan Posologi


Atropin (0,25 mg/vial dan 2 mg/vial) diberikan hanya secara parenteral (I.M
atau I.V). Dosis 0,25 mg (I.M) digunakan sebagai antispasmodik seperti kolik batu
ginjal, kolik batu empedu, dan memperlambat peristaltik pada penderita diare. Dosis
0.5 mg (I.V) digunakan untuk meningkatkan laju jantung pada penderita bradikardi
(sinus bradikardi maupun AV blok). Pada pasien tertentu kadang-kadang dosis 0.5 mg
(I.V) belum menimbulkan efek kronotropik positif, dosis dapat dinaikkan menjadi 1-2
mg. Dosis 2 mg (I.V) diberikan berkali-kali (atropinasi) untuk intoksikasi insektisida
organo-fosfat yang biasanya terjadi pada pasien bunuh diri. 1,3

d. Kontraindikasi dan Efek samping


Kontraindikasi: Atropin dapat menimbulkan suatu serangan pada individu
yang menderita glaukoma sudut tertutup. Perhatian khusus diberikan pada pasien
dengan glaukoma sudut terbuka yang belum terobati, penyakit jantung hipertiroid
atau hipertropi prostat. 2,3
Efek samping: tergantung pada dosis, atropin dapat menyebabkan mulut
kering, penglihatan mengabur, mata rasa berpasir, takikardia, dan konstipasi. Efek

terhadap SSP rasa capek, bingung, halusinasi, delirium, yang mungkin berlanjut
menjadi depresi, kolaps sirkulasi dan pernapasan serta kematian. Pada individu yang
lebih tua, dapat menimbulkan midriasis dan siklopegia dan keadaan ini cukup gawat
karena dapat menyebabkan serangan glaukoma. 2,3

3. LIDOCAIN
Lidocain termasuk antiaritmia kelas IB yang menghambat penanjakan
potensial aksi namun memperpendek durasi potensial aksi. Obat antiaritmia golongan
ini sedikit sekali mengubah depolarisasi fase 0 dan kecepatan konduksi di serabut
Purkinje. Lidocain menurunkan kecepatan konduksi dan mempercepat repolarisasi
membrane pada keadaan iskemik.1,4

a. Farmakodinamik
Efek Elektrofisiologis Jantung
Automatisitas
Dalam kadar terapi, obat kelas IB sangat jarang menekan nodus SA, tetapi
penekanan dapat terjadi pada pasien yang mengidap gangguan sinus. Dalam kadar
terapi, obat ini mengurangi kemiringan depolarisasi fase 4 pada serabut Purkinje.
Efek ini disebabkan oleh penurunan arus pacu dan peningkatan arus ion K+ keluar
sel. Lidocain dapat menekan automatisitas pada serabut Purkinje yang

terdepolarisasi dan teregang, dan sangat efektif dalam meniadakan triggered


activity pada delayed afterdepolariation yang disebabkan oleh digitalis.4,5
Eksitabilitas, Kesigapan, dan Konduksi
Obat kelas IB menyebabkan peningkatan ambang arus listrik diastolik pada
serabut Purkinje dengan cara meningkatkan konduktansi K+ tanpa mengubah nilai
Vm atau potensial ambang. Efek lidocain terhadap kesigapan membrane adalah
kompleks, tergantung pada kadar K+ dalam sel, bila kadar ini rendah maka
pengaruh lidocain hanya sedikit. Efek lidocain terhadap kesigapan membrane
tergantung penggunaan dan meningkat bila denyut jantung menjadi cepat.
Lidocain tidak mempengaruhi kecepatan konduksi dalam system His-Purkinje
atau otot ventrikel yang normal. Dalam kondisi abnormal, lidocain dapat
meningkatkan atau menurunkan kecepatan konduksi pada kedua jaringan tersebut.
Lidocain jauh kurang efektif disbanding obat golongan IA dalam memperlambat
frekuensi denyut atrium pada flutter dan fibrilasi atrium, atau dalam mengubah
aritmia ini menjadi irama sinus. Hal ini disebabkan oleh efek terhadap
refractoriness dan kesigapan atrium sangat kecil.4,5
b. Farmakokinetik
Absorbsi, Distribusi, dan Eliminasi
Walaupun lidocain diserap dengan baik setelah pemberian peroral, obat ini
mengalami metabolisme yang ekstensif sewaktu melewati hati dan hanya
sepertiga yang dapat mencapai organ sistemik. Banyak pasien yang mengalami
mual, muntah, dan gangguan perut setelah pemberian peroral, sehingga cara ini
tidak digunakan. Obat ini diserap hampir sempurna setelah pemberian
intramuscular.4

Sekitar 70% lidocain dalam plasma terikat protein. Distribusi berlangsung


cepat, volume distribusi adalah 1 liter per kg, volume ini menurun pada pasien
gagal jantung. Tidak ada lidocain yang diekskresi secara utuh melalui urin.
Penyakit hati yang berat atau penurunan perfusi ke hati menurunkan kecepatan
metabolisme. Waktu paruh eliminasi adalah sekitar 100 menit.4
Sediaan, Dosis, dan Cara Pemberian
Lidocain hidroklorida tersedia untuk pemberian intravena dalam larutan untuk
infus.

Larutan

ini

tidak

mengandung

pengawet,

simpatomimetik

atau

vasokonstriktor lain. Aritmia katatrofik dapat terjadi bila preparat berisi amin
simpatomimetik digunakan secara tak sengaja. Untuk memperoleh kadar efektif
dengan cepat, diberikan dosis 0,7-1,4 mgkgBB secara intravena.. Dosis
berikutnya mungkin diperlukan 5 menit kemudian, tetapi jumlahnya tidak lebih
dari 200-300 mg dalam waktu 1 jam. Dosis harus lebih kecil bila diberikan pada
psien gagal jantung. Untuk dosis muat obat dapat diberikan secara infuse cepat,
infuse intravena dengan kecepatan tetap digunakan untuk mempertahankan kadar
efektif. Infuse dalam rentang dosis 1-4 mg per menit menghasilkan kadar terapi
dalam plasma setinggi 1-5 gmL dalam waktu 7-10 jam. Pada pasien payah
jantung atau syok, kecepatan infuse yang sama menghasilkan kadar plasma
sedikitnya dua kali lebih tinggi, karena aliran darah ke hati berubah secara drastis.
Bila diberikan intramuscular sebesar 4-5 mgkg BB maka kadar lidocain efektif
tercapai dalam waktu 15 menit dan kadar terapi bertahan selama 90 menit.4,5
c. Indikasi

Lidocain hanya digunakan untuk aritmia ventrikel, terutama di ruang


perawatan intensif. Lidocain efektif terhadap aritmia ventrikel utamanya ventrikel
takikardi yang disebabkan oleh infark miokard akut, bedah jantung terbuka, dan
digitalis.1,4
d. Efek Samping
Efek samping lidocain terhadap jantung sangat sedikit. Efek samping
utamanya adalah terhadap sistem saraf pusat. Pada kadar plasma mendekati
5gmL, gejala SSP seperti disosiasi, parestesia perioral, mengantuk dan agitasi,
tidak terlihat jelas. Pada kadar yang lebih tinggi dapat menyebabkan pendengaran
berkurang, disorientasi, kedutan otot, kejang, dan henti napas. Bila terjadi gejala
di atas, kecepatan infuse harus diturunkan.4
e. Interaksi Obat
-blocker dapat mengurangi aliran darah hati pada pasien penyakit
jantung, dan akan menyebabkan penurunan kecepatan metabolism lidocain dan
meningkatkan kadarnya dalam plasma. Obat-obat yang bersifat basa dapat
menggantikan lidocain dari ikatannya. Kadar lidocain plasma meninggi pada
pasien yang menerima cimetidine. Mekanisme interaksi ini kompleks, dan selama
pemberian cimetidine perlu penyesuaian dosis lidocain. Lidocain dapat
memperkuat efek suksinilkolin.4,5

4. AMIODARON

10

Amiodaron adalah agen antiaritmia dengan efek elektrofisiologi multipel,


farmakokinetik yang tidak biasa, dan beberapa interaksi obat dan efek samping yang
berbahaya. Meskipun Food and drug Administration (FDA) di US telah melabeli
amiodaron hanya untuk terapi aritmia ventrikel yang mengancam nyawa, obat ini
juga digunakan untuk terapi atrial fibrilasi.4,6
Amiodaron tergolong antiaritmia golongan III yang mempunyai kemampuan
mamperpanjang lama potensial aksi dan refractoriness serabut Purkinje dan serabut
otot ventrikel. Obat-obat ini menghambat aktivitas sistem saraf otonom secara
nyata.1,6
a. Farmakodinamik
Efek Elektrofisiologi Jantung
Amiodaron dianggap obat kelas III (klasifikasi Vaughan Williams), yang
menunjukkan bahwa obat ini memperpanjang interval QT. Semua obat kelas III
memperpanjang lama potensial aksi dan masa refrakter efektif serabut Purkinje dan
otot ventrikel. Namun obat ini memiliki banyak efek lain, memperlambat denyut
jantung dan konduksi nodus atrioventrikular (melalui penghambatan kanal kalsium
dan betareseptor), memperpanjang masa refrakter (melalui penghambatan kanal
kalium

dan

natrium),

dan

memperlambat

konduksi

intrakardiak

(melalui

penghambatan kanal natrium). Hubungan antara konsentrasi amiodaron dalam plasma


dan efek, serta kontribusi metabolit DEA belum dapat dibuktikan dengan baik.
Pengawasan rutin level amiodaron dalam plasma tidak direkomendasikan.4,6

11

Automatisitas

Efek langsung obat kelas III terhadap automatisitas nodus SA dan serat Purkinje
hanya sedikit. Amiodaron menurunkan secara nyata automatisitas nodus sinatrial dan
sistem His-Purkinje melalui mekanisme yang belum diketahui. Obat kelas III ini
mempunyai efek lemah terhadap ambang potensial diastolik, tetapi meningkatkan
secara nyata ambang fibrilasi ventrikel.1,4,6

Kesigapan dan Konduksi


Amiodaron berikatan dengan kanal natrium yang dalam keadaan inaktif, menurunkan
kesigapan membran dan konduksi di serabut Purkinje. Konduksi melalui nodus AV
ditekan secara nyata.4,6
Efek Elektrokardiografik
Pada kadar terapi, amiodaron menurunkan frekuensi denyut jantung. Pada pengobatan
jangka panjang terjadi sinus bradikardi simtomatik.

INDIKASI
Terapi jangka Panjang
Amiodaron dapat digunakan sebagai pencegahan sekunder aritmia ventrikel
yang mengancam nyawa. The North American Society for Pacing and

12

Electrophysiology

(NAPSE)

merekomendasikan

amiodarone

sebagai

terapi

antiaritmia pada pasien yang menderita takiaritmia ventrikuler, utamanya psien


dengan disfungsi ventrikel kiri. Penelitian tentang penggunaan amiodaron pada
pencegahan primer terhadap kematian tiba-tiba pada psien resiko tinggi memberikan
hasil yang bervariasi. Satu metaanalisis dari penelitian terhadap 13 pasien dengan
gagal jantung kongestif atau infark miokard memperlihatkan penurunan mortalitas,
dari 12,3% hingga 10,9%. Manfaat terapi amiodaron lebih nampak pada psien yang
menderita gagal jantung kongestif, di mana terapi ini menurunkan mortality rate dari
24,3% hingga 19,9%.
b. Farmakokinetik
Amiodaron adalah senyawa yang mengandung iodine dan terdapat beberapa
persamaan struktur dengan tiroksin. Obat dengan kandungan mirip iodine yang tinggi
adalah faktor yang mempengaruhi kelenjar tiroid. Bioavailabilitas amiodaron
bervariasi tetapi umumnya rendah, sekitar 22-95% dan berbeda antar individu.
Amiodaron diabsorbsi secara lambat, pada pemberian per oral kadar puncak tercapai
setelah -6 jam. Penyerapan meningkat bila obat dikonsumsi bersama makanan.
Amiodaron sangat larut dalam lemak dan disimpan dengan konsentrasi tinggi dalam
lemak dan otot, serta di hati, paru-paru, dan kuit. Amiodaron dapat melewati plasenta
dan mencapai tingkat yang dapat diukur dalam ASI. Metabolit utama dari amiodaron
adalah desethylamiodarone (DEA), yang dikenal memiliki sifat antiarritmia. Jus jeruk
dapat menghambat metabolisme amiodaron dan mendorong peningkatan drug level,

13

tetapi dampak interaksi ini terhadap manfaat jangka panjang dan toksisitas amiodaron
belum diketahui. Eliminasi waktu paruh amiodaron sangat bervariasi dan sangat
panjang, rata-rata 8 hari. Panjangnya waktu paruh dianggap sebagai akbat dari
lembatnya pelepasan obat dari jaringan yang kaya akan lemak.4,6
Sediaan, Dosis, Cara Pemberian
Amiodaron HCl tersedia dalam bentuk tablet 200 mg. Karena memerlukan
beberapa bulan untuk mencapai efek penuh, diperlukan dosis muat 600-800 mg/hari
(selama 4 minggu), sebelum dosis pemeliharaan dimulai dengan 400-800 mg/hari.
Pengobatan dinilai setelah 2-8 minggu; biasanya menggunakan stimulasi ventrikel
terprogram. Pengobatan dilanjutkan bila aritmia ventrikel tidak dapat dibangkitkan
lagi atau bila aritmia tidak lagi simtomatik. Kadar terapi efektif pada pengobatan
jangka lama adalah 1-2,5 g/mL.4,6
c. Efek Samping
Efek samping amiodaron sering terjadi dan meningkat secara nyata setelah 1
tahun pengobatan dan dapat mengenai beberapa organ. Lebih dari 75% pasien yang
diobati selama 1-2 tahun mengalami efek samping, dan sebanyak 25-33% pasien
menghentikan pengobatan karena efek samping.4,6
Amiodaron berhubungan dengan toksisitas pada paru, kelenjar tiroid, hati,
mata, kulit, dan saraf. Frekuensi efek samping amiodaron berhubungan dengan
jumlah pemaparan terhadap obat ini, misalnya dosis dan durasi terapi. Oleh karena
14

itu, dokter harus menggunakan dosis paling rendah yang memungkinkan dan, jika
memungkinkan, tidak melanjutkan terapi jika terdapat efek samping.6
Toksisitas paru
Efek samping yang paling serius adalah keracunan pada paru, yang terjadi
akibat drug-induced phospolipidosis atau hipersensitivitas. Gejala klinis yang sering
dirasakan adalah batuk dan sesak yang progresif, yang berhubungan dengan infiltrat
interstisial pada pemeriksaan radiologi thorax dan penurunan kapasitas pada tes
fungsi paru. Pengobatan primer untuk toksisitas paru adalah menghentikan amiodaron
dan memberikan terapi suportif, dan pada beberapa kasus dapat menggunakan
kotrikosteroid.6
Toksisitas Tiroid
Efek samping ini merupakan komplikasi yang membutuhkan penanganan.
Abnormalitas tiroid telah pada 10% pasien yang mendapat terapi amiodaron jangka
panjang. Hipertiroidisme merupakan akibat kelebihan iodine atau tiroiditis akut.
Hipotiroidisme

lebih

sering

terjadi

daripada

hipertiroidisme.

Pada

pasien

hipotiroidisme dengan indikasi kuat mendapat terapi amiodaron, obat ini dapat
dilanjutkan dengan suplementasi hormon tiroid. Terapi untuk hipertiroidisme meliputi
penghentian amiodaron (bila hal ini dapat dilakukan secara aman), penambahan terapi
antitiroid atau prednison, dan operasi tiroidektomi.6

15

d. Interaksi Obat
Amiodaron meningkatkan kadar dan efek digoksin, warfarin, kuinidin,
prokainamid, fenitoin, enkainid, flekainid, dan diltiazem. Amiodaron meningkatkan
kecenderungan bradikardia, henti sinus, dan penghambatan AV bila diberikan
bersamaan dengan -blocker atau penghambat kanal Kalsium. Karena eliminasinya
lambat, gejala interaksi dapat bertahan selama beberapa minggu setelah obat
dihentikan.4,6
5. ADENOSIN
a. Farmakodinamik
Adenosin adalah nukleosida endogen alamiah yang terdapat dalam tubuh,
dengan aktivitas antiaritmia. Efek adenosin diperantarai melalui interaksinya dengan
reseptor adenosin yang berpasangan dengan protein-G. Adenosin mengaktifkan aliran
ion kalium yang sensitif asetilkolin di atrium, sinus, dan nodus AV, yang
menghasilkan pemendekan lama aksi potensial, hiperpolarisasi dan perlambatan
automatisitas normal. Adenosin juga menghambat efek elektrofisiologi dari AMP
siklik yang meningkat karena stimulasi simpatis. Efek adenosin ini selanjutnya akan
menurunkan aliran ion kalsium, penurunan aliran ion kalsium ini akan
memperpanjang masa refrakter nodus AV dan menghambat timbulnya DAD akibat
perangsangan saraf simpatis, dan kedua efek adenosin ini merupakan dasar dari efek
antiaritmia adenosin.pemberian adenosin dalam bolus intravena menimbulkan

16

perlambatan irama sinus dan konduksi AV dan meningkatkan masa refrakter nodus
AV. Di samping itu bolus adenosin juga mengaktifkan saraf simpatis dengan cara
berinteraksi dengan sinus baroreseptor, tetapi bila diberikan dalam infus dapat
menyebabkan hipotensi.4,7
Asistole sementara yang berlangsung beberapa detik dianggap sebagai efek
samping adenosin, tetapi dapat pula dianggap sebagai tujuan pengobatan karena ini
merupakan pertanda bahwa oba t ini bekerja menghentikan aritmia. Dalam dosis
terapi (6-12 mg) pasien merasakan dadanya sesak,. Sesekali dilaporkan adanya
bronkospasme atau fibrilasi atrium bila terjadi pemendekan aksi potensial atrium
yang tidak homogen.7
b. Farmakokinetik
Adenosin dieliminasi dengan waktu paruh yang singkat, yaitu beberapa detik
saja. Adenosin menjalani transport aktif ke dalam semua sel, dan di dalam sel
dimetabolisir oleh enzim deaminase menjadi metabolit yang tidak aktif. Adenosin
merupakan satu obat yang harus diberikan secara bolus intravena secara cepat, dan
lebih disukai bila obat ini diberikan melalui vena sentral. Pemberian lambat
menyebabkan obat ini tak berefek karena dieliminasi dengan cepat sebelum mencapai
organ target. Dipiridamol menghambat ransportasi adenosin ke dalam sel, sehingga
menimbulkan potensiasi. Teofilin dan kafein menghambat reseptor adenosin sehingga
diperlukan dosis adenosin yang lebih beasr untuk menimbulkan efek antiaritmia pada

17

yang meminum kedua zat ini. Adenosin diindikasikan untuk pengobatan takikardi
ventrikel yang disangka terjadi karena delayed after depolarization (DAD).4,7
c. Indikasi, Dosis, Cara Pemberian
Adenosin harus dibedakan dengan adenosine fosfat, yang sering digunakan
sebagai terapi pada vena varikosa. Indikasi penggunaan adenosine adalah untuk terapi
Acute Paroxysmal Supraventricular Tachycardi. Dosis untuk dewasa bolus IV rapid
6-12 mg, bias diulang 1-2 menit jika perlu. Dosis tunggal >12 mg tidak dianjurkan.
Dosis yang lebih rendah dari 3 mg lebih efektif bila diberikan melalui vena sentral
atau atrium kanan. Dosis harus diikuti pemberian 20 ml larutan salin dengan cepat.
Untuk anak-anak, dosis yang dianjurkan 0,1 mgkgBB bolus intravena. Apabila
takikardi menetap dalam 1-2 menit, tingkatkan dosis dengan tambahan 0,05-0,1 mgkg
tiap 2 menit dengan dosis maksimum 0,35 mgkg IV. Dosis ini diikuti dengan
pemberian cairan salin 20 mL.7

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Kabo Peter. Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskuler Secara Rasional.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2011. P.10,154-74
2. Lullman H, Mohr K, et al. Color Atlas of Pharmacology. 2nd edition. New York:
Thieme Stutgard. 2000.
3. Craig C, Stitzel R. Modern Pharmacology With Clinical Applications.
Adrenoceptor Antagonists. Fifth Edition. P.101
4.

Gunawan, Sulistia, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.


5. Collinsworth Ken, Kalman Sumner, Harrison Donald. Clinical Pharmacology of
Lidocaine as an Antiarrhythmic Drug. Circulation, Vol 50. Cited on September 6 th
2015. Available from: http: / circ.ahajournals.org
6. Siddoway L. Amiodarone: Guidelines for Use and Monitoring. American Academy
of Family Physician. 2003 December 1; 68 (11): 2190-6
7. Uematsu T, Koawa Osamu, et all. Pharmacokinetics and Tolerability of Intavenous
Infusion of Adenosine in Healthu Volunteers. J Cln Pharmacol. 2000 April 24; 50:
1177-81.

19

Das könnte Ihnen auch gefallen