Sie sind auf Seite 1von 12

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) ISPA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan
masalah pendidikan, perekonomian dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak
merupakan usia yang rentan penyakit. Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak
diderita oleh masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) .
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.
Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari
kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim,2009)
Masalah kesehatan tidak sepenuhnya tanggung jawab pemerintah. Namun sistem yang
terkandung di dalamnya turut membantu mencari inovasi yang baru, termasuk masyarakat.
Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan juga menjadi pemicu penyebab
masalah kesehatan, khususnya ISPA. Penderita ISPA tiap tahun selalu mangalami
peningkatan. Hal ini dapat dikarenakan beberapa faktor misalnya, rendahnya tingkat
pendidikan sehingga pengetahuan mengenai kesehatan juga masih rendah atau faktor
ekonomi yang menyebabkan tingkat kesehatan kurang diperhitungkan.
Pemerintah bisa melakukan banyak strategi untuk mencegah peningkatan masalah
kesehatan khususnya ISPA. Upaya yang dapat dilakukan misalnya saja promosi kesehatan
mengenai nutrisi yang baik dan seimbang, istirahat yang cukup dan kebersihan.
1.2 Tujuan
Menjelaskan proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA).
1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA)?

1.4 Manfaat
1. Mengetahui proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan ISPA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi ISPA .
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud
dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta
organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan
tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita
pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian
Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu
pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit
yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis,
faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan
pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan
tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan
pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga
akut harus mendapat antibiotik (Rasmaliah, 2004)
2.2 Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis
tergolong bukan pneumonia
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

1.

Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada
bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2
bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.

2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding
dada bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus
dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit
atau lebih.
3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat(Rasmaliah, 2004).

2. 3 Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya
antara

lain

dari

genus Streptococcus,

Stafilococcus,

Pnemococcus,Hemofilus,

Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golonganMicsovirus,


Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.
2.4 Gejala ISPA
Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena
menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres.
Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang
kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam
dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih
lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat

komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi
adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga
bronkhitis dan pneumonia (radang paru).
2.5 Cara Penularan Penyakit ISPA
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit
penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini
termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara
penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi.
Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun
tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang
mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab
2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA
a.

Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut

atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis.
Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek,
merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah
virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.
b.

Manusia
1.

1.

Umur

Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun
mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih
tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan
lumen saluran nafasnya masih sempit.
1. 2.

Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak terdapat


perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.

1. 3.

Status Gizi

Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian
terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena
penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan.
Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat
berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.
1. 4.

Berat Badan Lahir

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir <2.500 gram.
Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian lebih tinggi dari
pada bayi dengan berat 2500 gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya.
Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.
1. 5.

Status ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan faktor
antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama selama minggu pertama
(4-6 hari) payudara akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan
(Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting
untuk melindungi bayi dari infeksi.
1. 6.

Status Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular tertentu
agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada
pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan
kesehatan anak.
c. Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004), dengan desaincross
sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada
balita. Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan
mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.

1. 2.

Suhu Ruangan

Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini
berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut
tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor
risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
1. 3.

Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara
di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
1. 4.

Kepadatan Hunian Rumah

Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses kejadian
pneumonia pada anak balita lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat
dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil
penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya
ISPA sebesar 9 kali.
1. 5.

Penggunaan Anti Nyamuk

Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat
menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap.
Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paruparu sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.
1. 6.

Bahan Bakar Untuk Memasak

Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas udara
menjadi rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar
nasional pada tahun 2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan
penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.
1. 7.

Keberadaan Perokok

Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari
4.000

bahan

kimia,

200

diantaranya

merupakan

racun

antara

lain Carbon

Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil
penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi perokok pasif pada
semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau 97.560.002 penduduk.
1. 8.

Status Ekonomi dan Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran
makanan dibagi pengeluaran total perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang
membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik
didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke
pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya rendah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Menurut Khaidir Muhaj (2008):
1. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Umur

:Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia

dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih
lanjut(Anggana Rafika, 2009).
Jenis kelamin :Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark
(Anggana Rafika, 2009).
Alamat

: Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan

masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003)
membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi
ISPA berat .Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan
lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara

biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku
di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya
ISPA anak (Anggana Rafika, 2009)
1. Riwayat Kesehatan
1)

Keluhan Utama:

Klien mengeluh demam


2)

Riwayat penyakit sekarang:

Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri
otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
3)

Riwayat penyakit dahulu:

Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang


4)

Riwayat penyakit keluarga:


Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien

tersebut.
5)

Riwayat

sosial:

Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya
1. c.
B1 (Breath)

Pemeriksaan Persistem
:

1)
Membran
Tonsil

Inspeksi:
mucosa
tanpak

Tampak
Tidak

hidung

faring
kemerahan

batuk
ada

tampak

jaringna

dan
tidak
parut

kemerahan
edema
produktif

pada

leher

Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung,


tachypnea, dan hiperventilasi
2)

Palpasi

Adanya

demam

Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

3)

Perkusi

Suara paru normal (resonance)


4)

Auskultasi

Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
B2 (Blood)

: kardiovaskuler Hipertermi

B3 (Brain)

: penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi

gangguan penciuman
B4 (Bladder)

: perkemihan Tidak ada kelainan

B5 (Bowel)

: pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum sedikit,

nyeri telan pada tenggorokan


B6 (Bone)

: Warna kulit kemerahan(Benny:2010)

1. Pemeriksaan Penunjang
1)

Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman

(+) sesuai dengan jenis kuman,


2)

Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai

dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia
3)

Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Benny:2010)

1. DIAGNOSA
a) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
b) Nyeri telan berhubungan dengan inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
c) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
d) Nutrisi tidak seimbang berhubungan dengan anorexia.
e) Resiko tinggi penularan infeksi( Khaidir:2008)

N Diagnos Tujuan
o a

Kriteria Hasil

Kepera
watan
1. Hiperter Pasien
mi

akan
1. Suhu tubuh kembali

menunjukkan

berhubu termoregulasi(kese
ngan

imbangan

dengan produksi
proses

antara
panas,

peningaktan

infeksi panas,

normal

Intervensi

Rasionalisasi

Observasi :

Pemantauan

tanda-tanda

tanda vital yang

vital

teratur

menentukan

1. Nadi : 60-100

denyut

perkembangan

per

perawatan

menit
dan

kehilangna panas).

dapat

Mandiri :

selanjutnya

2. Tekanan

darah : 120/80

1. Kompre

mmHg

pada

kepala /
3. RR

aksila.

16-20

1. Dengan

memberi
kan

kali per menit

kompres,
maka
akan
terjadi
1. Atur

sirkulasi
udara
kamar
pasien

proses
konduksi
/perpinda
han
panas
dengan

Health

bahan

Education:

perantara

1. Anjurka

2. Penyedia

n klien

an udara

untuk

bersih

menggu
nakan
pakaian
tipis dan
dapat
menyera
p
keringat

1. Proses

hilangny
a

panas

akan
terhalang

Das könnte Ihnen auch gefallen