Sie sind auf Seite 1von 23

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi
drastic, digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan
menyelamatkan atau memperbaiki kualitas hidup pasien. Bila tim
kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif, maka pasien akan
lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif
dalam rencana rehabilitasi (Suzanne & Brenda,2001).
Kejadian amoutasi biasanya disebabkan oleh beberapa hal yakni
kecelakaan (23%), penyakit (74%) dan kelainan genital (3%). Berdasarkan
data WHO pada tahun 2010 jumlah pasien yang di amputasi. Sementara
International memperkirakan bahwa di tahun 2010, jumlah amputasi di
seluruh dunia mencapai angka 450 juta, sedangkan pada tahun 2011
menunjukan jumlah yang di amputasi di Asia tenggara terdapat 46 juta. Kemudian
timor Leste Jumlah pasien yang di amputasi pada tahun 2010-2012
adalah 2010 total pasien 26 kaus (36.1%), total pasien yang di amputasi
tahun 2011 adalah 30 orang (41.7)% dan total pasien 2012 jumlah kasus
16 orang (22.2 %)( Demografy Healht Surfey (DHS)). Menurut data
statistik Hosbital Nacional Guido Valadares total pasien amputasi pada
tahun 2010 sampai 2012 baik karena penyakit diabetes Milites ,penyakit
kronis lain dan faktor kecelakaan seperti trauma yang terdapat pada di
ruang bedah laki dan bedah wanita adalah total kasus 64 orang.
Dikarenakan dampak yang terjadi setelah dilakukannya tindakan
amputasi. Oleh karena itu, untuk menekan tingkat terjadinya tindakan
amputasi

yang

disebabkan

oleh

penyakit

maupun

faktor

lain,

kewaspadaan sangat diperlukan. Baik kewaspadaan dalam konsumsi


makanan maupun kewaspadaan dalam menjaga diri. Sehingga hal ini
dapat menekan terjadinya tindakan amputasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah amputasi?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah Post Amputasi
2. Tujuan khusus
Setelah melakukan penyusunan makalah ini penulis berharap
mampu:
a. Memperoleh data pengkajian pada klien dengan masalah amputasi.
b. Menegakkan diagnosa pada klien dengan masalah amputasi.
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan
masalah amputasi.
d. Melaksanakan implementasi keparawatan pada klien

dengan

masalah amputasi.
e. Melaksanakan evaluasi pada klien dengan masalah amputasi.
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat oleh pihak-pihak berikut.
1. Bagi Mahasiswa
a. Teori
Memberikan pengetahuan lebih bagi mahasiswa mengenai
b. Praktek
Memberikan kemampuan lebih bagi mahasiswa

dalam

melaksanakan tindakan pada klien dengan masalah amputasi.

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Amputasi
Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi
drastic, digunakan untuk menghilangkan gejala,memperbaiki fungsi dan
menyelamatkan atau memperbaiki kualitas hidup pasien. Bila tim
kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif, maka pasien akan
lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif
dalam rencana rehabilitasi (Suzanne & Brenda,2001).
Amputasi adalah sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Kegiatan amputasi merupakan
tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem
integumen,

sistem

saraf,

sistem

muskuloskeletal

dan

system

kardiovaskuler. Lebih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi


pasien berupa penurunan citra- diri (Harnawatiaj, 2008).
Kehilangan

sebagian

alat

gerak

akan

menyebabkan

ketidakmampuan seseorang untuk melakukan aktivitas. Kehilangan alat


gerak tersebut dapat disebabkan berbagai hal, seperti penyakit, factor
cacat bawaan lahir, ataupun kecelakaan. Operasi pengangkatan alat
gerak tubuh manusia ini disebut dengan amputasi (D. Jumeno).
Jadi,amputasi dapat disimpulkan sebagai pembedahan/tindakan
memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh untuk memperbaiki
kualitas

hidup.

Selain

itu

kegiatan

amputasi

biasanya

dilakukan

dikarenakan oleh beberapa hal antara lain seperti penyakit, factor bawaan
lahir ataupun kecelakaan.
2.2 Etiologi
Menurut (Smeltzer, 2002 & Footner, 1992) etiologi/penyebab
dilakukannya amputasi didasari oleh beberapa hal, antara lain:
1. Iskemia karena penyakit reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua
seperti klien dengan artherosklerosis, diabetes mellitus.
2. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
3. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.

4. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.


5. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh
lainnya.
6. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara
konservatif.
7. Deformitas organ.
2.3 Jenis Amputasi
Menurut (Smeltzer & Brenda G. Bare. (2002)), amputasi dibedakan
oleh beberapa hal yakni:
1. Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi 3, antara
lain:
a. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis
dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terusmenerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif
terakhir
b. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan
tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki
kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
c. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim
kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja
yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan
kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
2. Amputasi berdasarkan level:
a. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan
maupun tangan kiri, hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari
seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lain
yang melibatkan tangan.

b. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau
sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin
kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada
ekstremitas terbagi menjadi dua letak amputasi yaitu:
Amputasi dibawah lutut dan amputasi di atas lutut. Selain itu juga
terdapat Partial Foot amputation yang meliputi:
Chopart (midtarsal amputation)
Lisfranc (tarsometatarsal amputation)
Amputasi metatarsal
Disartikulasi metatarsophalangeal

2.4 Teknik Amputasi

Menurut (Smeltzer & Brenda G. Bare. (2002)) proses amputasi


dapat dilakukan menjadi 2 cara yakni:
1. Metode terbuka (guillotine)
Metode ini digunakan

pada

klien

dengan

infeksi

yang

mengembang. Bentuknya benar-benar terbuka dan di pasang


drainase agar lika bersih dan luka dapat ditutup setelah tidak
terinfeksi. Operasi dilakukan hanya satu kali. Penanganan post
operasi yakni pembalutan yg rigid dan pemasangan prostesis
sementara. Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
a. Hematoma
b. Infeksi
c. Nekrosis
d. Kontraktur
e. Neuroma
f. Sensasi phantom
2. Metode tertutup (flap amputasi/ Definitive Amputation)
Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit
pada daerah yang di amputasi, tidak semua amputasi di operasi
dengan terencana, klasifikasi yang ada karena trauma amputasi.
Metode tertutup dibagi menjadi 2:
a. Definitive end-bearing amputation
Digunakan pd level dimanabeban tubuh bertumpu ujung stump.
b. Definitive non-end-bearing amputation. Beban tubuh tdk bertumpu
pd ujung stump.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada teknik ini antara lain:
a. Penggunaan torniket
Sangat membantu (kecuali pd tungkai yg iskemik)
b. Level Amputasi
Berhubunan dengan prostesis yg tersedia(dulu)
c. Flap dari kulit
Penting dibanding dgn level amputasi
d. Otot
Otot2 dipotong kurang lebih 5 cm distal dari level tulang yg
diamputasi.
e. Syaraf
Ahli bedah yang terbaik yang telah melakukan operasi

setelah

dibebaskan dari jaringan sekitar, syaraf ditarik ke distal & dipotong.


f. Pembuluh darah
Dipisahkan kemudian diligasi dua kali.

g. Tulang
Tonjolan tulang yg tdk dapat tertutup jaringan lunak sekitar harus
direseksi.
h. Penggunaan drain
2.5 Manifestasi Klinis
1. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah).
2. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung
saraf yang dekat dengan permukaan.
3. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia
varikosa dengan keronitis.
4. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau
aterom)
5. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
6. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
7. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses
kehilangan (grieving process).
2.6 Komplikasi Amputasi
Komplikasi yang dapat terjadi menurut (Smeltzer, 2002) antara lain:
1. Masalah Kulit
Perawatan kulit merupakan hal yang penting karena adanya
beberapa lapisan jaringan yang berdekatan di ujung akhir tulang
seperti jaringan parut, termasuk kulit dan lapisan subkutan, yang
mudah melekat pada tulang. Sehingga perlu diperhatikan adanya
mobilisasi jaringan parut.
Sebelum luka insisi sembuh sempurna, sebuah whirlpool sering
membantu pada penyembuhan luka yang lambat atau pada luka yang
sedang didraining. Hidroterapi dapat dilakukan selama 20-30 menit
satu atau dua kali sehari.
Setelah insisi sembuh, lunakkan kulit dengan sebuah krim yang
larut air atau preparat lanolin tiga kali sehari. Massage secara lembut
pada jaringan lunak bagian distal akan membantu mempertahankan
mobilitasnya di atas permukaan atau ujung tulang. Tapping jaringan

parut dan bagian distal jaringan lunak sebanyak 4 kali sehari sering
membantu untuk mendesensitasi area tersebut sebelum penggunaan
prosthesis. Tapping dilakukan dengan ujung jari, dimulai dengan
sentuhan ringan dan kemudian tekanan ditingkatkan sekitar 5 menit
hingga timbul rasa tidak
nyaman yang ringan.
Cara membersihkan kulit yang baik juga harus diajarkan, misalnya
dengan mempergunakan sabun yang bersifat ringan, cuci kulit hingga
berbusa lalu basuh dengan air hangat. Kulit dikeringkan dengan cara
ditekan dengan lembut, tidak digosok. Pembersihan ini dilakukan
setiap hari terutama pada sore hari.
2. Infeksi
Jika terjadi infeksi pada puntung, jika sifatnya terbuka, memerlukan
terapi antibiotik. Jika sifatnya tertutup, harus dilakukan insisi serta
terapi antibiotik.
3. Masalah tulang
a. Osteoporosis.
Bisa disebabkan karena penggunaan prostetik tidak memberikan
pembebanan pada sistem skeletal (by passing weight bearing).
b. Bone spurs (pertumbuhan tulang yang berlebihan yang dapat
menimbulkan tekanan pada kulit).
c. Skoliosis
Timbul biasanya pada pasien dengan panjang kaki yang tidak
sama. Diterapi dengan mengkoreksi panjang prosthesis.
4. Perubahan berat badan
Pasien dengan amputasi sering mengalami penurunan berat badan
sebelum dan atau setelah menjalani amputasi. Karena bentuk socket
prostetik tetap konstan sementara alat gerak yang tersisa dapat
berfluktuasi, maka perubahan berat badan 5 lb saja dapat
menyebabkan perubahan dari fitting yang tepat untuk sebuah prostetik
dan akan menyebabkan timbulnya masalah kulit.
5. Kontraktur sendi/deformitas
Pada alat gerak bawah, adanya kontraktur panggul sangat
mengganggu

karena

membuat

pasien

kesulitan

untuk
8

mengekstensikan panggulnya dan mempertahankan pusat gravitasi di


lokasi normalnya. Sementara itu jika pusat gravitasi mengalami
perubahan, maka akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk
melakukan ambulasi.
Adanya tendensi kontraktur fleksi lutut terdapat pada amputasi
bawah lutut yang dapat membatasi keberhasilan fitting sebuah
prostetik. Deformitas ini dapat timbul karena nyeri, kerja otot dan
pasien yang duduk untuk jangka waktu lama dalam kursi roda.
Hal tersebut diatas dapat dicegah dengan cara:
a. Positioning
Di tempat tidur puntung diletakkan paralel terhadap alat gerak
bawah yang tidak diamputasi tanpa bersandar pada bantal. Pasien
berbaring selurus mungkin untuk jangka waktu yang singkat selama
satu hari dan mulai secara bertahap berbaring telungkup saat drain
telah diangkat bila kondisinya memungkinkan. Posisi ini mula-mula
dipertahankan selama 10 menit yang kemudian ditingkatkan menjadi
30 menit selama 3 kali per hari. Jika pasien mempunyai masalah
jantung dan pernafasan atau jika posisi telungkup terasa tidak
nyaman, pertahankan posisi telentang selama mungkin.
Pada

pasien

dengan

amputasi

di

bawah

lutut

yang

mempergunakan kursi roda maka puntung harus disandarkan pada


sebuah stump board saat pasien duduk. Fleksi lutut yang lama harus
dihindari.
b. Latihan
Latihan luas gerak sendi dilakukan sedini mungkin pada sendi di
bagian proksimal alat gerak yang diamputasi.
Latihan isometrik pada bagian otot quadriceps dapat dilakukan
untuk mencegah deformitas pada amputasi di bawah lutut. Latihan ini
dimulai saat drain telah dilepas dalam 2-3 hari paska operasi.
Tingkatkan latihan mejadi aktif secara bertahap, dari latihan tanpa
tekanan kemudian menjadi latihan dengan tahanan pada puntung.
Pada awalnya puntung sangat sensitif dan pasien didorong untuk

berusaha mengurangi sensitifitasnya. Hal ini juga akan membantu


pasien untuk mulai mengatasi keterkejutan menghadapi kenyataan
bahwa alat geraknya sudah tidak ada.
6. Neuroma
Setiap syaraf yang terpotong akan membentuk distal neuroma bila
menyembuh. Pada beberapa kasus, nodular bundles dari akson ini di
jaringan ikat akan menyebabkan nyeri saat prostetik memberikan
tekanan. Pada awalnya, nyeri dapat dihilangkan dengan memodifikasi
socket. Neuroma dapat pula diinjeksi secara lokal dengan 50 mg
lidocaine hydrochloride (xylocaine) dan 40 mg triamcinolone actonide
(Kenalog). Injeksi ini dapat dikombinasikan dengan terapi ultrasound.
Phenolisasi neuroma dapat menghilangkan nyeri untuk jangka waktu
yang lama. Desensitasi neuroma dapat dilakukan juga dengan
melakukan tapping dan vibrasi. Eksisi dengan phenolisasi dan silicone
capping telah disarankan untuk beberapa kasus.
7. Phantom Sensation
Normal terjadi setelah amputasi alat gerak. Didefinisikan sebagai
suatu sensasi yang timbul tentang keberadaan bagian yang
diamputasi. Pasien mengalami sensasi seperti dari alat gerak yang
intak, yang saat ini telah hilang. Kondisi ini dapat disertai dengan
perasaan tingling atau rasa baal yang tidak menyenangkan.
Phantom sensation dapat juga terasa sangat nyata sehingga
pasien dapat mencoba untuk berjalan dengan kaki yang telah
diamputasi. Dengan berlalunya waktu, phantom sensation cenderung
menghilang tetapi juga terkadang akan menetap untuk beberapa
dekade. Biasanya sensasi terakhir yang hilang adalah yang berasal
dari jari, jari telunjuk atau ibu jari, yang terasa seolah-olah masih
menempel pada puntung.
Sejumlah teori telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini.
Salah satunya adalah teori yang menyatakan bahwa karena alat gerak
merupakan

bagian

integral

dari

tubuh,

maka

akan

secara

berkelanjutan memberikan sensory cortex rasa taktil, propriosepsi,

10

dan terkadang stimuli nyeri yang diingat sebagian besar di bawah


sadar sebagai bagian dari body image. Setelah amputasi, persepsi
yang diingat tersebut akan menimbulkan phantom sensation.
8. Phantom Pain
Dapat

timbul

lebih

lambat

dibandingkan

dengan

phantom

sensation. Sebagian besar phantom pain bersifat temporer dan akan


berkurang intensitasnya secara bertahap serta menghilang dalam
beberapa minggu hingga kurang lebih satu tahun. Bagaimanapun juga
sejumlah ketidamampuan dapat timbul menyertai rasa nyeri pada
beberapa pasien amputasi.
Rasa nyeri yang timbul merupakan akibat memori bagian yang
diamputasidalam korteks dan impuls syaraf yang tetap menyebar
karena hilangnya pengaruh inhibisi yang secara normal diinisiasi
melalui impuls afferent dari alat gerak ke pusat. Sering dihubungkan
dengan gangguan emosional, tetapi sulit menentukan apakan
gangguan emosional mendahului atau merupakan akibat darinya.
Phantom pain dapat dipresipitasi atau ditingkatkan oleh setiap
kontak, tidak perlu dengan rasa nyeri saja, tetapi dapat juga dalam
bentuk kontak dengan punting atau dengan suatu trigger area pada
batang tubuh, kontak dengan alat gerak kontralateral, atau kepala.
Selain itu juga dapat dipicu oleh suatu fungsi otonomik seperti miksi,
defekasi, ejakulasi, angina pectoris, atau merokok sigaret.
Phantom pain secara bervariasi digambarkan sebagai nyeri yang
berbentuk seperti cramping, electric shock like discomfort, crushing,
burning, atau shooting dan dapat bersifat intermitten, berkelanjutan,
hilang timbul dalam suatu siklus yang berdurasi beberapa menit.
Sering pula digambarkan sebagai rasa nyeri seperti diputar atau
distorsi dari bagian tubuh, contohnya seperti menggenggam tangan
dengan kuku menekan ke dalam telapak tangan.
Phantom pain berat yang menetap dapat dikurangi dengan terapi
non invasif. Pasien sebaiknya diberikan analgesik yang adekuat
preoperatif dan didorong untuk merawat puntungnya paska operasi

11

untuk mengurangi sensitivitasnya. Sejumlah modalitas dan cara telah


dicoba untuk mengurangi nyerinya seperti penggunaan prostetik,
injeksi lokal pada trigger points, penggunaan transcutaneous nerve
stimulation (TNS), interferential, akupunktur, ultrasound, perkusi
secara manual ataupun elektris, operasi dan penggunaan bahan kimia
untuk simpatektomi,
modifikasi tingkah laku serta konseling psikososial.
9. Edema
Edema pada puntung akan menyebabkan proses penyembuhan
yang lambat dan akan membuat fitting prostetik menjadi sulit.
Edema dapat dicegah dengan berbagai macam cara seperti
mempergunakan total-contact sockets, terutama jika sifatnya inelastik,
dengan penggunaan elastic bandaging, plaster cast, air bags atau
Unna

dressing

(dibuat

seperti

cast

dengan

mempergunakan

impregnated gauzed yang tersedia secara komersial) atau dapat pula


dengan cara immediate fit rigid dressing.
Latihan pada daerah puntung, penggunaan stump board serta
peninggian ujung tempat tidur hingga bersudut kurang lebih 300 juga
akan membantu mengontrol edema.
Dibawah ini beberapa cara untuk mengontrol edema pada punting
a. Bandaging
Bandaging merupakan suatu cara yang kontroversial terutama
pada pasien dengan penyakit vaskuler, karena bandaging yang buruk
akan menyebabkan kerusakan pada puntung.
b. Massage puntung
Centripetal massage membantu mengurangi edema, memperbaiki
sirkulasi dan mencegah adhesi serta mengurangi ketakutan pasien
untuk melatih puntungnya.
10. Komplikasi Respirasi dan Sirkulasi
Latihan pernafasan dan kaki (brisk foot exercise) untuk bagian yang
tidak diamputasi dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi pada
fungsi respirasi dan sirkulasinya. Diberikan pada hari-hari pertama

12

paska operasi dan dilanjutkan sampai tidak terdapat dahak dan pasien
dapat berambulasi.

2.7 PATHWAY AMPUTASI


Infeksi DM, hipertensi, dsb Kerusakan pembuluh kapiler
Trauma/injury
Penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan
Fraktur multiple combutio, dsb

Proliferasi sel abnormal


Iskemik
Tumor maligna

gan/ekstremitas yang tidak mungkin diperbaiki/disembuhkan


Nefrosis
Tumor ganas di ekstremitas (atas/bawah)
Terbentuknya gangren

Resiko infeksi

Tindakan operasi/bedah

Amputasi

ehilangan salah satu anggota tubuh/ekstremitas

Amputasi
Kehilangan anggota tubuh

itan untuk melakukan aktivitas


sehari-hari/mobilisasi
Kurangnya
perawatan diri (mandi, sikat gigi, berpakaian)
Kecacatan
Timbul rasa malu, depresi, stres
Hambatan mobilitas fisik

Defisit perawatan diri


Gangguan citra tubuh

Post operasi

Luka operasi

Proses penyembuhan Terputusnya kontinuitas jaringan

Tirah baring lama


Kerusakan integritas kulit

Nyeri Akut

Keb imobilisasi

13

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
1.1 Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Utama: Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri
dan gangguan neurosensori
3. Riwayat kesehatan Masa Lalu: kelainan muskuloskeletal (jatuh,
infeksi, trauma dan fraktur), cara penanggulangan dan penyakit
(diabetes melitus)
4. Riwayat kesehatan sekarang: kapan timbul masalah, riwayat trauma,
penyebab, gejala (tiba tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan
cara penanggulangan.
5. Pemeriksaan Fisik: keadaan

umum

dan

kesadaran,

keadaan

integumen (kulit dan kuku), kardiovaskuler (hipertensi dan takikardia),


neurologis (spasme otot dan kebas atau kesemutan), keadaan
ekstremitas, keadaan rentang gerak dan adanya kontraktur, dan sisa
tungkai (kondisi dan fungsi).
6. Riwayat Psikososial: reaksi emosional, citra tubuh, dan sistem
pendukung
7. Pemeriksaan

diagnostik:

rontgen

(lokasi/luas),

Ct

scan,

MRI,

arteriogram, darah lengkap dan kreatinin.


8. Pola kebiasaan sehari-hari: nutrisi, eliminasi, dan asupan cairan.
9. Aktifitas / Istirahat
Gejala : keterbatasan actual / antisipasi yang dimungkinkan oleh
kondisi / amputasi
10. Integritas Ego
Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situsi

financial, reaksi orang lain, perasaan putus asa, tidak berdaya


Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, menarik diri, keceriaan

semu
11. Seksualitas
Gejala : masalah tentang keintiman hubungan
12. Interaksi Sosial
Gejala : masalah sehubungan dengan kondisi tentang peran fungsi,
reaksi orang lain
1.2 Analisa Data

14

No
.
1.

2.

DATA PENUNJANG

ETIOLOGI

MASALAH

Batasan Karakteristik :
Ds :
- Keluhan tentang
nyeri dengan
menggunakan
standar skala nyeri
- Px melaporkan
adanya perilaku
nyeri (antisipasi)
dan perubahan
aktivitas
Do :
- Px tampak
diaforesis
- Px tampak gelisah
- Wajah px tampak
menyeringai karena
nyeri
- Px tampak
melindungi bagian
yang nyeri

Amputasi

Nyeri Akut

Batasan karakteristik :
Ds :
- Px mengatakan
selalu mengingat
fungsi anggota
tubuh yg diamputasi
pada masa lalu
- Px mengatakan
gangguan fungsi
tubuh
- Px mengatakan
selalu memikirkan
tentang penampilan
px kedepannya
Do :
-

Pasca Bedah
Respon Sistemik
Insisi Bedah
Luka Operasi
Terputusnya Kontinuitas
Jaringan

Amputasi

Gangguan Citra Tubuh

Tindakan operasi/bedah
Luka operasi
Kecacatan
Kehilangan anggota
ekstremitas

Px tampak menolak
menyentuh bagian
tubuh yang

15

3.

diamputasi
Px tampak
menyembunyikan
bagian tubuh yang
diamputasi
Px tampak terus
memantau bagian
tubuh yang di
amputasi

Batasan Karakteristik :
Ds :
-

Px mengatakan
gangguan saat
bergerak pada
bagian tubuh yang

diamputasi
Px mengatakan

Amputasi

Hambatan Mobilitas fisik

Tindakan Operasi/bedah
Pasca Bedah
Kehilangan salah satu
anggota tubuh/ekstremitas

ketidaknyamanan
saat bergerak
Do :
-

Px tampak
gangguan saat
menggerakkan
bagian tubuh yang

diamputasi
Px tampak memiliki
keterbatasan

rentang gerak
Px tampak lambat
saat menggerakkan
bagian tubuh yang

di amputasi.
1.3 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan otot

16

2. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan kehilangan anggota


tubuh
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan anggota
tubuh
1.4 Intervensi
1. Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan luka amputasi pasca pembedahan
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka nyeri
dapat berkurang sampai hilang
b. Kriteria Standart :
- Pasien menyatakan nyeri hilang / terkontrol
- Wajah pasien tampak rileks dan tenang
- Mampu tidur / istirahat dengan tepat
- Pasien memahami nyeri fantom dan mampu / mengerti cara
menghilangkan
INTERVENSI
RASIONAL
1. Catat lokasi dan intensitas
1. Membantu
nyeri,

selidiki

karakteristik

nyeri.

dalam

kebutuhan
intervensi

dan

evaluasi
keefektifan

perubahan

mengindikasikan
2. Tinggikan bagian yang sakit
dengan
tempat

meninggikan
tidur/

kaki

mengunakan

bantal guling untuk amputasi

dapat

terjadinya

komplikasi.
2. Mengurangi terbentuknya odem
dengan peningkatan aliran balik
vena menurunkan kelelahan otot
otot tekanan kulit / jaringan.

tungkai atas.
3. Mengetahui
3. Berikan

informasi

tentang

sensasi fantom tungkai dan


penggunaan

alat

untuk

menghilangkan nyeri.

sensasi

memungkinkan

nyeri

pemahaman

fenomena normal ini yang dapat


terjadi segera / beberapa minggu
pasca operasi. Sensasi fantom
tidak dapat teratasi dengan obat

4. Berikan
kenyamanan

tindakan
(mis:

ubah

tradisional.
4. Meningkatkan

relaksasi,

meningkatkan

kemampuan

koping

menurunkan

dan

17

posisi)

dan

aktifitas

terapeutik.

Dorong

penggunaan

teknik

terjadinya nyeri fantom tungkai.


5. Meningkatkan

sirkulasi,

menurunkan tegangan otot.

manajemen stress.
5. Berikan pijatan lembut pada
puntung sesuai toleransi bila
dilepas

6. Menurunkan nyeri / spasme otot.


7. Memberikan rangsangan saraf

kolaborasi.
6. Berikan obat jenis analgetik,

terus menerus blok transmisi

balutan

telah

relaksan otot.
7. Pertahankan

Tens

bila

sesasi nyeri.
8. Meningkatkan

relaksasi

oto,

meningkatkan sirkulasi perbaikan

menggunakan.

odem.
8. Berikan

pemanasan

lokal

sesuai indikasi.
2. Dx 2 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit
yang terluka
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pasien terkontrol/ terkurangi sampai hilang tanda tanda infeksi
dan infeksi tidak terjadi
b. Kriteria Standart :
- Mencapai penyembuhan tepat waktu
- Bebas drainase purulen atau eritema
- Tidak demam atau tidak muncul tanda tanda infeksi
INTERVENSI
1. Pertahankan
bila

teknik

mengganti

RASIONAL
aseptik
1. Meminimalkan

balutan

merawat luka.
2. Inspeksi balutan dan luka,
perhatikan

karakteristik

drainase.

kesempatan

introduksi bakteri.
2. Deteksi dini terjadinya infesi
memberikan kesempatan untuk
intervensi
mencegah

tepat

waktu

komplikasi

dan
lebih

serius.
3. Meningkatkan
3. Pertahankan

potensi

dan

penyembuhan

luka dan menurunkan resiko

18

pengurangan drainase secara


rutin.
4. Tutup balutan dengan plastik
bila menggunakan pispot / bila
inkontenensia.
5. Buka puntung terhadap udara,
pencucian

dengan

sabun

ringan.

infeksi.
4. Mencegah

kontaminasi

pada

amputasi tungkai bawah.


5. Meningkatkan
penyembuhan
kebersihan,

meminimalkan

kontaminasi.
6. Peningkatan

suhu

dapat

menunjukkan sepsis.

6. Awasi tanda tanda vital

7. Mengidentifikasi adanya infeksi /


organisme khusus.
8. Antibiotik spetrum luas dapat

Kolaborasi
7. Ambil kultur luka / drainase

digunakan secara profilatik atau

dengan tepat.
8. Berikan
antibiotik

terapi
sesuai

indikasi.

antibiotik

mungkin

disesuaikan tehadap organisme


terhadap organisme khusus.

3. Dx 3 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan


anggota ekstremitas
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka dapat
meningkatkan mobilitas pada tingkat yang paling mungkin
b. Kriteria Standart :
- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya
-

yang masih ada.


Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.
Klien dapat melakukan ambulasi.

INTERVENSI
1. Kaji

RASIONAL
ketidakmampuan
1. Dengan

bergerak

klien

diakibatkan

oleh

pengobatan
persepsi

dan
klien

immobilisasi.

yang
prosedur
catat
terhadap

mengetahui

derajat

ketidakmampuan bergerak klien


dan

persepsi

immobilisasi

klien

terhadap

akan

dapat

menemukan aktivitas mana saja


yang perlu dilakukan.
2. Pergerakan dapat meningkatkan

19

2. Latih

klien

menggerakkan

untuk

aliran darah ke otot, memelihara

anggota

pergerakan sendi dan mencegah

badan yang masih ada.

kontraktur, atropi.
3. Dengan ambulasi demikian klien
dapat

mengenal

menggunakan
3. Tingkatkan

ambulasi

klien

seperti

mengajarkan

menggunakan

tongkat

dan

kursi roda.
4. Ganti posisi klien setiap 3 4
jam secara periodic.
5. Bantu klien mengganti posisi
dari tidur ke duduk dan turun

alat-alat

dan
yang

perlu digunakan oleh klien dan


juga untuk memenuhi aktivitas
klien.
4. Pergantian posisi setiap 3 4
jam dapat mencegah terjadinya
kontraktur.
5. Membantu
meningkatkan

klien

untuk

kemampuan

dalam duduk dan turun dari


tempat tidur.

dari tempat tidur.

20

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian
tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Selain ketidakmampuan
fisik, perawat perlu juga mengetahui aspek psikososial yang ditimbulkan
karena aspek tersebut lebih sering dijumpai. Amputasi akan mengubah
gambaran tubuh dan harga diri. Proses selanjutnya dapat diikuti melalui
proses kehilangan.
Indikasi utama bedah amputasi, yaitu:
1.

Iskemia akibat penyakit vaskular progresif (klien arteriosklerosis,

diabetes melitus)
2. Trauma berat akibat perang, kecelakaan kendaraan bermotor
(cedera remuk), cedera termal, luka bakar, tumor, infeksi (gangren,
osteomieliis kronis) dan kelainan kongenital.
3. Tindakan amputasi dilakukan pada bagian kecil sampai bagian
besar

tubuh.

Metodenya

terbuka

dan

tertutup. Teknik

terbuka dilakukan pada klien dengan infeksi yang mengembang,


kemudian dipasang drainase agar kulit bersih. Kulit ditutup setelah
infeksi teratasi (sembuh). Teknik tertutup, kulit penutup ditarik
sampai ke bagian yang diamputasi tertutup oleh kulit. Tindakan
amputasi meliputi:
a. Ekstremitas bawah. Kehilangan semua atau sebagian dari jarijari kaki akan mempengaruhi keseimbangan menekan waku
berjalan. Makin besar tingkatan amputasi, makin besar energi
yang diperlukan untuk mobilisasi.
b. Ekstremitas atas. Kehilangan ekstremitas atas menimbulkan
masalah yang spesifik, dan dapat mengenai tubuh bagian kiri
atau kanan. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperi
makan, minum, mandi berpakaian, dan mengendarai mobil.
Pertahankan bagian yang masih dapat berfungsi dengan baik.
Amputasi ekstremitas atas jarang terjadi.

21

Komplikasi dari amputasi meliputi perdarahan, infeksi, nyeri, nyeri


fantom puntung, neuroma dan fleksi kontraktur.
Kehilangan ekstremitas memerlukan penyesuaian besar. Persepsi
pasien mengenai amputasi harus dipahami oleh tim perawatan kesehatan.
Pasien harus menyesuaikan diri dengan adanya perubahan citra diri
permanen, yang harus dieselaraskan sedemikan rupa sehingga tidak akan
menghilangkan rasa diri berharga. Mobilitas atau kemampuan fisik untuk
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari berubah dan pasien perlu
belajar

bagaimana

menyesuaikan

aktivitas

dan

lingkungan

untuk

mengakomodasikan diri dengan penggunaan alat bantu dan bantuan


mobilitas. Tim rehabilitasi bersifat multidisiplin (pasien, perawat, dokter,
pekerja sosial, psikologis, ahli prostesis, pekerja rehabilitasi vokasional)
dan membantu pasien mencapai derajat fungsi tertinggi yang mungkin
dicapai dan parisipasi dalam aktivitas hidup.
4.2 Saran
Guna penyempurnaan makalah ini,saya sangat mengharapkan kritik
dan serta saran dari Dosen Pembimbing beserta teman-teman kelompok
lain.

22

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.


Jakarta: EGC.
Daryadi. 2012. Askep Amputasi. http://www.nsyadi.blogspot.com (online),
diakses: 21 April 2013.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed-3. Jakarta :
EGC.
Guyton, Arthur C, and john E. Hall 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi ke-9 jakarta : EGC
Kun,

Saputra.

2013. Asuhan

Keperawatan

pasien

Dengan

Amputasi.http://www.kamusakep.blogspot.com (online), diakses: 21


April 2013.
Makassar.

2011. Askep

Amputasi. http://sebastianamegarezky-

makassar.blogspot.com(online), diakses: 21 April 2013.


Huda Amin & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Ed.Revisi jilid 1.
Jogjakarta: Mediaction.
Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Sudayo, Aru W. dkk. 2006 buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas
kedokteran universitas Indonesia.
(D. Jumeno; Harnawatiaj, 2008; Suzanne & Brenda,2001).

23

Das könnte Ihnen auch gefallen