Sie sind auf Seite 1von 11

STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. T

Umur

: 35 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


Alamat

: Jl. Putri Candramidi

Pekerjaan

: Pedagang

Agama

: Islam

Status

: Menikah

II.

ANAMNESIS

Keluhan utama

: Nyeri pada mata dan dahi

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien laki-laki berusia 35 tahun pada tanggal 12 Januari 2016 datang ke
Poli Kulit dan Kelamin RSUD SSMA dengan keluhan nyeri pada mata dan dahi
sejak 4 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan timbulnya kelainan kulit berupa
kulit kemerahan disertai gelembung-gelembung yang berisi cairan di dahi kiri,
hidung sebelah kiri, dan mata kiri. Beberapa hari sebelumnya pasien mengalami
demam. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, mata kabur, mata
bengkak dan terasa silau jika melihat cahaya. Keluhan gatal disangkal. Pasien juga
menyangkal adanya keluhan di tempat lain. Karena keluhan pada mata yang

sangat mengganggu, pasien berobat ke dokter spesialis mata, dan lalu dirujuk ke
dokter spesialis kulit dan kelamin.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat cacar air
beberapa tahun yang lalu (+)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat alergi disangkal. Istri pasien pernah mengalami keluhan yang mirip
seperti pasien beberapa tahun yang lalu

III.

STATUS GENERALIS

Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

TD

: 140/80 mmHg

Suhu

: afebris

IV.

STATUS DERMATOLOGIS

Lokasi

: Dahi sebelah kiri, hidung sebelah kiri, mata kiri

Lesi Primer : Vesikel dengan dasar eritematosa


Jumlah : Multipel
Batas : Sirkumskripta
Ukuran : Miliar
Penyebaran : Herpetiformis

V.

LABORATORIUM

Tidak dilakukan

VI.

RESUME
Pasien laki-laki,Tn. T, 35 tahun, datang ke Poli Kulit dan Kelamin dengan

keluhan nyeri pada mata dan dahi sejak 4 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan
timbulnya kelainan kulit berupa kulit kemerahan disertai gelembung-gelembung
yang berisi cairan di dahi kiri, hidung sebelah kiri, dan mata kiri. Beberapa hari
sebelumnya pasien mengalami demam. Pasien belum pernah menderita penyakit
seperti ini sebelumnya; pasien pernah terkena sakit cacar beberapa tahun yang
lalu; status generalis dalam batas normal; status dermatologis pada dahi sebelah

kiri, hidung sebelah kiri, mata kiri, terdapat vesikel dengan dasar eritematosa,
multipel, sirkumskripta, miliar, herpetiformis.

VII.

DIAGNOSIS BANDING

Herpes simpleks
Varisela

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Herpes zoster oftalmikus

IX.

PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa

Istirahat yang cukup

Tidak menggaruk lesi apabila gatal

Tidak mengucek-ngucek mata

Menjaga kebersihan kulit dengan tetap mandi 2 x sehari

Medikamentosa
Asiklovir 5 x 800 mg (7 hari)
Metilprednisolon 3 x 8 mg
Ibuprofen 3x400 mg

X.

PROGNOSIS

Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad funcionam

: ad bonam

Quo ad sanationam

: ad bonam

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki berusia 35 tahun pada tanggal 12 Januari 2016 datang ke


Poli Kulit dan Kelamin RSUD SSMA dengan keluhan nyeri pada mata dan dahi
sejak 4 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan timbulnya kelainan kulit berupa
kulit kemerahan disertai gelembung-gelembung yang berisi cairan di dahi kiri,
hidung sebelah kiri, dan mata kiri. Beberapa hari sebelumnya pasien mengalami
demam. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, mata bengkak, mata
kabur, dan terasa silau jika melihat cahaya. Keluhan gatal disangkal. Pasien juga
menyangkal adanya keluhan di tempat lain. Karena keluhan pada mata yang
sangat mengganggu, pasien berobat ke dokter spesialis mata, dan lalu dirujuk ke
dokter spesialis kulit dan kelamin. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kelainan
kulit pada dahi sebelah kiri, hidung sebelah kiri, mata kiri, terdapat vesikel dengan
dasar eritematosa, multipel, sirkumskripta, miliar, herpetiformis.
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah pada diagnosis herpes
zoster oftalmikus. Herpes zoster adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi
erupsi vesikelular berkelompok dengan dasar etitematosa disertai nyeri radikular
unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes zoster merupakan
rekativasi laten endogen virus varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris
radiks dorsalis, ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf autonomik yang
menyebar ke jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama. 1 Pasien dalam
kasus ini sebelumnya pernah mengalami cacar air, sehingga kemungkinan bahwa
saat ini pasien mengalami herpes zoster dimana terjadi reaktivasi laten dari virus
dan menimbulkan gejala yang dialami pasien. Herpes zoster pada pasien ini

merupakan herpes zoster oftalmikus, dimana terdapat gejala ekstraokular dan


okular, pada gejala ekstraokular fase prodromal termasuk gejala-gejala mirip
influenza, dimana terdapat malaise, nyeri kepala, dan demam yang dapat timbul
sampai 1 minggu sebelum kelainan kulit muncul. 2 Pasien mengeluhkan adanya
demam sebelum kelainan kulit muncul dan juga nyeri kepala. Kelainan kulit pada
herpes zoster oftalmikus bermula dari munculnya makula eritematosa sesuai
dermatom yang kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih yang dalam
beberapa hari isinya menjadi keruh dan akhirnya pecah menjadi krusta
(berlansgung selama 7-10 hari).1 Kelainan kulit pada pasien pada dahi sebelah
kiri, hidung sebelah kiri, mata kiri, terdapat vesikel dengan dasar eritematosa,
multipel, sirkumskripta, miliar, herpetiformis. Lokalisasi penyakit ini adalah
unilateral dan sesuai dermatomal tempat persarafan,1 dimana pada pasien ini
terjadi pada cabang pertama (oftalmikus) nervus trigeminus, sehingga kelainan
kulit timbul sesuai distribusi dermatomal ini dan tidak melewati garis tengah
tubuh.2

Gambar cabang-cabang nervus trigeminus2

Pada herpes zoster oftalmikus juga terdapat gejala okular yang dapat
terjadi pada kelopak mata, dimana dapat terjadi edema periorbital 3 dan gejala ini
ditemukan pada pasien dimana daerah di sekitar mata atau di kelopak matanya
mengalami pembengkakan. Selain itu, konjungtivitis juga sering didapatkan pada
penyakit ini dimana konjungtiva terlihat edema dan terdapat injeksi, dapat terjadi
penurunan penglihatan, dan sensitif terhadap cahaya.3 Pada pasien gejala ini juga
dapat ditemukan, berupa mata merah, kabur dan silau jika melihat cahaya.
Untuk membantu menegakkan diagnosa, bisa dilakukan beberepa
pemeriksaan seperti PCR, imunofluoresensi dan kultur virus. 4 Namun karena
keterbatasan sarana dan prasarana, pada pasien ini tidak dapat dilakukan
pemeriksaan tersebut dan herpes zoster sendiri merupakan penyakit dengan
gambaran klinis yang khas sehingga biasanya tanpa pemeriksaan penunjang,
diagnosis dapat ditegakkan.1 Adapun pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang
dilakukan apabila pada kasus-kasus dimana herpes zoster sulit untuk didiagnosa
(tanpa kelainan kulit).4 Selain ketiga pemeriksaan penunjang tersebut, ada
pemeriksaan tzanck yang cukup sederhana dimana dapat ditemukan gambaran sel
datia (sel raksasa) yang berinti banyak.

Gambaran sitologi herpes zoster oftalmikus pada tzanck smear.


8

Prinsip dasar pengobatan herpes zoter adalah menghilangkan nyeri secepat


mungkin dengan cara membatasi replikasi virus sehingga mengurangi kerusakan
saraf lebih lanjut.1 Pengobatan sistemik herpes zoster ophtalmikus secara umum
adalah pemberian analgesik, kortikosteroid, antibiotik (bila terdapat infeksi
sekunder) dan secara khusus diberikan antivirus.5 Pada pasien ini tidak diberikan
antibiotik karena tidak ada infeksi sekunder. Antivirus yang diberikan adalah
asiklovir. Hal ini sesuai dengan literatur dimana terapi antivirus yang disetujui
untuk terapi herpes zoster adalah asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir.1 Agen
antivirus ini mengurangi keparahan dan durasi dari herpes zoster akut. 4 Asiklovir
diberikan dalam dosis 5x800 mg selama 7-10 hari.
Antivirus saja biasanya tidak cukup untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan pada herpes zoster. Nyeri yang ringan sampai sedang dapat dikontrol
dengan asetaminofen atau NSAID, saja atau dengan kombinasi opioid lemah
seperti tramadol.4 Pada pasien diberikan Ibuprofen 3x400 mg untuk mengurangi
nyeri pada lesi dan nyeri kepala yang dialami pasien.
Penambahan kortikosteroid pada asiklovir mengurangi nyeri akut pada
herpes zoster dan mempercepat penyembuhan lesi4. Pada beberapa penelitian
diadapatkan adanya keuntungan pada pemakaian steroid jangka pendek, dan ada
beberapa literatur yang mengatakan dapat mengurangi insidensi komplikasi Post
Herpetic Neuralgia (PHN) walaupun banyak juga penelitian yang mengatakan
penggunaan kortikosteroid ini tidak efektif untuk mengurangi insidensi
komplikasi tersebut. Meskipun kontroversial, tetapi kortikosteroid masih menjadi
pilihan

pengobatan

pada

herpes

zoster

dan

pada

pasien

diberikan.4

Metilprednisolon dosis rendah 8mg sebanyak 3x1 hari dengan harapan dapat
membantu mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan lesi.
Selain itu pasien juga di edukasi untuk istirahat yang cukup, tidak
menggaruk lesi apabila gatal, tidak mengucek-ngucek mata, menjaga kebersihan
kulit dengan tetap mandi 2 x sehari untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
Pasien dianjurkan untuk kontrol kembali ke poli kulit dan kelamin 1
minggu kemudian untuk evaluasi hasil pengobatan dan mengamati apakah ada
komplikasi yang terjadi baik dari penyakitnya maupun pengobatan.
Prognosis terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya
baik, tetapi usia tua risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara
kosmetika dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan
memperhatikan higiene & perawatan yang teliti akan memberikan prognosis yang
baik & jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Erdina HD Puspanegoro. Herpes Zoster dalam Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin, Edisi 7. Badan Penerbit FKUI, Jakarta, 2015.
2. Saad Shaikh dan Cristopher N TA. Evaluation and Management of Herpes
Zoter Ophtalmicus. Am Fam Physician, 66(9): 1723-1725, 2002.
3. Wim Opstelten dan Michel J W Zaal. Managing Ophtalmic Herpes Zoster in
Primary Care. BMJ, vol 331: 148-149, 2005.
4. Anne L Mounsey, Leah G, Matthew, David Slawson. Herpes Zoster and
Postherpetic Neuralgia: Prevention and Management. Am Fam Physician,
72(6): 1075-1080, 2005.
5. R.S. Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2005.

11

Das könnte Ihnen auch gefallen