Sie sind auf Seite 1von 6

Acne Vulgaris

Acne vulgaris merupakan penyakit kulit yang umum dan polimorfik. Lesi primernya adalah
hiperkeratosis folikuler yang menimbulkan komedo terbuka (open comedo) dan tertutup (closed comedo)
juga papula, pustula, serta lesi kistik.
Kriteria Diagnosis Signifikan
Klinis. Acne vulgaris ditandai dengan adanya komedo terbuka dan tertutup (open and closed comedo),
papula, pustula, lesi nodulokistik, dan terkadang jaringan parut (scar). Ini sering terjadi pada masa remaja
dan diselingi periode eksaserbasi. Namun, dapat pula meluas melampaui masa remaja. Acne vulgaris
terdistribusi utamanya pada daerah-daerah yang kaya dengan folikel sebasea- wajah, punggung bagian
atas, dan dada. Penyakit ini juga menunjukkan sejumlah varian klinis yang dapat membedakannya dalam
morfologi, distribusi, dan haluannya.
Laboratorium. Kajian laboratorium biasanya tidak dibutuhkan untuk diagnosis atau penatalaksanaan,
kecuali ada hubungannya dengan efek samping obat.
Genetik. Selain untuk menyatakan adanya peningkatan kejadian familial pada kasus jerawat, tidak ada
pernyataan klinis bermakna tentang genetik yang dapat dibuat saat ini.
Penatalaksanaan
Waktu yang cukup harus dialokasikan oleh dokter selama kunjungan pertama untuk duduk tenang
dan menjelaskan dalam istilah-istilah sederhana, dan dengan bantuan gambar , anatomi dasar lesi obstruktif
dan inflamasi dari jerawat. Hal ini menjadi dasar bagi kesediaan dan kerjasama pasien dalam menjalankan
terapi yang memerlukan komitmen besar selama berbulan-bulan bahkan tahunan. Penjelasan tentang
kronisitas jerawat, bertambah dan memudarnya jerawat, dan yang paling penting, kenyataan bahwa
dibandingkan kesembuhan, perbaikan dan kontrol adalah satu-satunya tujuan realistis dengan terapi yang
tersedia saat ini. Dari fondasi kepercayaan dan pemahaman yang solid ini, dokter dapan melakukan
pendekatan terapi yang rasional dengan harapan yang besar untuk sukses dalam mengontrol penyakit.
Pilihan terapi dapat dibantu secara signifikan dengan mempertimbangkan jenis jerawatnya, yaitu jerawat
non-inflamasi dan jerawat inflamasi.
Diet. Hingga saat ini, tidak ada bukti yang cukup meyakinkan untuk melibatkan satupun item diet atau
kombinasinya dalam produksi atau eksaserbasi jerawat. Pada kasus yang jarang, ditemukan pasien yang
menunjukkan suar dari jerawat (flare-up) setelah ingesti makanan tertentu, tidak ada bahaya dalam
mengeliminasi item ini dari dietnya, dalam periode waktu tertentu, untuk mengevaluasi pengaruhnya.
Pajanan pada Panas dan Kelembaban Berlebih. Pajanan tersebut dapat mengeksaserbasi jerawat
inflamasi; pakaian ketat juga dapat mempengaruhi. Walaupun terkadang penting untuk tidak melanjutkan
kegiatan olahraga aktif seperti futbol dan gulat, seringkali kemungkinan untuk melanjutkannya dapat
diwujudkan dengan mengintensifkan program perawatan.
Iritasi Mekanis. Wool atau tekstil bertekstur kasar lainnya juga dapat mengeksaserbasi jerawat.
Manipulasi Manual. Mencongkel, memencet, atau manipulasi lainnya dapat mengubah jerawat noninflamasi atau jerawat inflamasi ringan menjadi lesi parut yang destruktif dengan menyebabkan konten
folikuler yang ruptur menyebar ke dermis sekitar.
Stres. Terkadang stres dapat menjadi penyebab dari eksaserbasi jerawat yang tidak dapat dijelaskan asalnya.
Seringkali, peningkatan manipulasi mekanis sebagai respons terhadap stres, menyebabkan kerusakan

dinding folikuler dan memicu pembentukan lesi inflamasi baru. Contohnya adalah memegang dan memijat
wajah secara tak sadar saat belajar untuk ujian. Menarik perhatian pasien pada urutan kejadian seringkali
berguna. Obat penenang tidak diindikasikan.
Kosmetik. Penggunaan kosmetik yang tepat dapat menjadi bantuan yang dipertimbangkan dalam
mengurangi dampak emosional langsung dari noda yang dihasilkan oleh jerawat. Walaupun demikian,
terdapat bukti bahwa agen kosmetik tertentu dapat mempengaruhi perkembangan jerawat terutama pada
wanita dewasa; istilah ini dikenal dengan acne cosmetica. Pelembap kulit tampaknya mengganggu
sedangkan lipstik , eye shadow, eyeliner, pensil alis, dan bedak wajah tampaknya relatif tak berbahaya.
Instruksi sederhana untuk mencegah kosmetik yang komedogenik tidak memungkinkan oleh karena adanya
perubahan komposisi kosmetik dan efek yang tidak bisa diduga dari kombinasi agen . Keputusan yang
biasanya dapat disarankan, tidak selalu mencegah masalahnya, adalah dengan menghindari sediaan
berminyak yang berat (oil-based) dan menggunakan sediaan water-based yang lebih ringan dan model losio.
Penatalaksanaan Jerawat Non-Inflamasi
Jerawat jenis ini adalah penyakit obstruktif. Terapinya berdasarkan pada pembersihan dan kemudian
pencegahan atau pengurangan pembentukan komedo baru.
Pembersihan komedo. Bukti terbaru mengindikasikan bahwa utamanya komedo tertutup (closed
comedo) dan terkadang komedo terbuka (open comedo) adalah sumber inflamasi dan parut (scarring).
Oleh karena itu, pembersihan komedo nontraumatis reguler mengurangi risiko kemungkinan adanya lesi
inflamasi dan parut mendatang serta dengan segera menghasilkan manfaat yang memuaskan dari
perbaikan cepat penampilan pasien. Hanya komedo terbuka dan tertutup yang terlihat secara klinis yang
dapat dibersihkan secara mekanis. Jika dokter melakukan pembersihan komedo, terdapat waktu
berdiskusi dengan pasien untuk memperkuat dan memperluas bahasan dari kunjungan pertama.
Penerapan regimen terapetik terkini tergantung kebutuhan juga dapat dilakukan selama waktu ini.
Asisten yang terlatih dengan layak akan seringkali melakukan hal ini sama baiknya dengan dokter.
Komedolitik. Asam retinoat dan benzoyl peroksida adalah dua agen terpenting yang tersedia saat ini
pada kelompok obat ini.
Asam Retinoat. Manfaat terapetik dari asam retinoat topikal saat ini disadari bisa didapatkan tanpa
adanya iritasi atau pengelupasan.Tujuan utama terapi asam retinoat adalah untuk mencegah retensi
hiperkeratosis mendatang dan oleh karenanya mencegah pembentukan lesi obstruktif dan inflamasi baru.
Asam retinoat juga bekerja untuk mengendurkan lesi obstruktif yang ada dan membuatnya mudah untuk
dibersihkan. Dibutuhkan sekitar 12 minggu untuk mendapatkan efek klinis awal yang diinginkan, diikuti
dengan terapi pemeliharaan yang dibutuhkan selama beberapa tahun. Penyebab tersering kegagalan terapi
asam retinoat adalah kegagalan dokter untuk membiasakan pasien dengan masalah yang semestinya
diwaspadai pada modalitas ini, seperi berkurangnya toleransi terhadap sinar matahari dan efek kering.
Agen retinoat yang tersedia meliputi solutio, gel, dan krim. Kulit coklat gelap dan berminyak akan
berefek lebih baik pada penggunaan solutio kering atau formulasi gel, sedangkan seseorang dengan kulit
putih cerah di iklim kering akan lebih baik bila diberikan sediaan krim. Waktu yang dibutuhkan untuk
menyediakan instruksi tepat untuk ini dan pengobatan lainnya sangat bermanfaat dalam periode waktu
dimana pengobatan harus dilakukan. Lebih lanjut lagi, pasien harus diinformasikan tentang hasil yang
bertentangan mengenai tumorigenesis ultraviolet tikus albino tak berambut, dimana asam retinoat
mempercepat juga memperlambat proses tersebut. Relevansi penemuan ini pada manusia tidaklah jelas.
Walaupun bukti tersebut nampaknya tidak membenarkan pemberhentian agen yang sangat efektif ini,
namun pasien harus tetap berhati-hati dan disarankan mengurangi paparan terhadap sinar matahari dan
UV serta menggunakan tabir surya yang sesuai.
Benzoyl Peroksida. Benzoyl Peroksida topikal dalam bentuk gel dengan konsentrasi 2,5 hingga 20%
memiliki efek komedolitik lebih sedikit dibandingkan asam retinoat. Walapun demikian, benzoyl

peroksida memiliki efek antibakterial terhadap Propionibacterium acnes, flora normal duktus folikuler
yang berperan penting dalam patogenesis jerawat inflamasi dan kemungkinan juga turut berperan dalam
patogenesis jerawat obsruktif. Oleh karena itu, seperti asam retinoat, benzoyl peroksida merupakan agen
aktif yang berperan untuk mencegah pembentukan lesi baru.
Benzoyl Peroksida dan Asam Retinoat Topikal. Kombinasi penggunaan benzoyl peroksida dan asam
retinoat yang baru-baru ini dilakukan telah menunjukkan hasil klinis yang sangat baik bahkan pada
pasien dengan kasus jerawat sedang-berat, tanpa memerlukan terapi sistemik. Pada penggunaan
kombinasi ini, salah satu agen digunakan di pagi hari dan yang lainnya saat malam hari.
Penatalaksanaan Jerawat Inflamasi
Operasi Jerawat. Kebanyakan lesi pustuler sangat superfisial sehingga agen peeling tidak.......(di kertas
tidak jelas) dan menyebabkan drainase spontan. Ketersediaan terapi topikal juga sistemik yang ada dan,
jika dibutuhkan, penggunaaan injeksi kortikosteroid intralesi membuat insisi dan drainase jarang
diperlukan kecuali lesi fluktuan yang persisten.
Benzoyl Peroksida dan Asam Retinoat Topikal. Pada banyak kasus, kombinasi ini dapat mengeliminasi
atau mengurangi dosis antibiotik sistemik pada jerawat inflamasi yang lebih berat.
Agen Peeling. Agen-agen ini sekarang penggunaannya relatif terbatas karena tidak seefektif agen
terapetik yang lain. Banyak peeling dan pengering dalam bentuk losio, krim, bedak dan cakes
mengandung 2-8% sulfur, 1-4% resorcinol, dan 1-2% asam salisilat.
Krioterapi. Nitrogen cair atau karbondioksida padat /cairan aseton dapat dioleskan pada kulit dengan
kain kasa yang dipegang dengan clamp. Penatalaksanaan awal oleh dokter harusnya hanya beberapa
detik hingga muncul reaktivitas dari kulit pasien ditentukan setelah meningkat. Penerapan biasanya
dilakukan mingguan.
Antibiotik
Antibiotik Topikal. Saat ini, antibiotik yang biasa digunakan adalah tetrasiklin, eritromisin, dan
klindamisiin. Sediaan campuran dari 2 obat terakhir dengan konsentrasi 1-2% dalam pembawa airalkohol lebih banyak digunakan. Baru-baru ini, resep yang disetujui FDA menggunakan sejumlah agen
topikal meliputi klindamisin (Cleosin T); eritromisin (Staticin dan Ery Derm); tetrasiklin (Topicycline);
dan congener baru yang menarik, meclocycline sulfosalisilat (krim Meclan). Klindamisin dan eritromisin
tampak lebih unggul daripada tetrasiklin menurut pengalaman saya. Antibiotik topikal biasanya
digunakan 2 kali sehari dan seperti antibiotik sistemik, perannya adalah mencegah atau mengurangi
pembentukan lesi inflamasi baru. Obat-obat tersebut tidak membersihkan lesi yang ada dan harapan
terhadap obat tersebut seringkali menyebabkan anggapan bahwa antibiotik topikal tidak efektif. Efek
yang sedikit atau tidak ada sama sekali dapat dilihat minimal dalam 3-4 minggu. Dan seperti kombinasi
benzoyl peroksida dengan asam retinoat, ekspektasi hasil yang muncul segera dapat menyebabkan kesan
yang salah terhadap kegagalan terapi. Penggunaan antibiotik topikal pada jerawat inflamasi ringan hingga
sedang umumnya akan lebih efektif bila digunakan dalam regimen yang juga mengandung asam retinoat
dan/atau benzyl peroksida.
Antibiotik Sistemik. Pengalaman klinis yang luas telah menunjukkan kemanjuran terapi antibiotik
sistemik yang dipilih dengan tepat terhadap pengobatan jerawat. Tetrasiklin paling banyak digunakan dan
tampak sebagai yang paling aman untuk pemberian jangka panjang dalam pengobatan jerawat inflamasi
yang lebih berat. Terapi harusnya diinisiasi hanya pada pasien yang jerawatnya tidak responsif terhadap
bentuk pengobatan yang lebih ringan. Regimen tipikal terdiri dari pemberian tetrasiklin oral 500-1000 mg
setiap hari selama 4 minggu atau sampai hasil positif didapatkan. Hal ini diikuti dengan pengurangan
bertahap sampai pada jumlah yang cukup untuk mengontrol; pada beberapa pasien hal ini setara dengan
250 mg setiap 2 atau 3 hari sekali. Sejumlah efek samping dari pemberian tetrasiklin diketahui, dan
klinisi harus mengetahuinya dengan baik sebelum memulai terapi.

Kortikosteroid
Injeksi Kortikosteroid Intralesi. Salah satu metode yang bermanfaat untuk menangani jerawat yang
berbentuk nodul parah dan kista adalah injeksi larutan encer kortikosteroid intralesi. Telah menjadi
pengalaman bahwa larutan saline kortikosteroid lebih baik daripada pengencerannya dalam lidokain atau
anestetik lokal lainnya. Penggunaan jarum disposable No.30 lebih jauh lagi mengurangi
ketidaknyamanan dalam prosedur. Konsentrasi yang direkomendasikan adalah triamcinolone acetonide
2,5 mg per ml atau setara. Kemungkinan terjadinya pseudoatrofi -yangdiinduksi-kortikosteroid harus
dijelaskan pada pasien. Terapi steroid intralesi tidak hanya sering menghasilkan involusi cepat dari lesi
nodulokistik tetapi juga mengurangi kecenderungan terjadinya parut pada lesi tersebut.
Terapi Kortikosteroid Sistemik. Walaupun kortikosteroid sistemik dalam dosis yang cukup dapat
menyebabkan erupsi akne berupa folikuler papulopustuler, terapi ini efektif dalam mengurangi komponen
inflamasi pada jerawat nodulokistik yang berat. Penggunaannya harus dipesankan secara hati-hati pada
pasien-pasien tertentu dengan jerawat nodulokistik berat yang tidak responsif terhadap jenis terapi yang
lain. Dimulai dari prednison dengan dosis 30-45 mg/hari atau setara, lalu harus diikuti penurunan dosis
dan pemberhentian sesegera mungkin, lebih baik dalam waktu sebulan. Kortikosteroid sistemik yang
setara dengan prednison 5-10 mg/hari juga bisa digunakan sebagai terapi supresif pada wanita yang
menunjukkan produksi androgen adrenal yang dibuktikan dari evaluasi endokrin.
Retinoid Sistemik. Asam 13-cis retinoid sistemik merupakan suatu agen baru menjanjikan yang sangat
efektif menghambat produksi sebum dan telah terbukti efektif pada beberapa kasus acne kistik parah.
Penggunaan obat ini memiliki beberapa efek samping yang bergantung dengan dosis. Baru-baru ini
dilaporkan hipertrigliserida sebagai efek samping yang mengganggu . Dibutuhkan pengalaman lebih
lanjut untuk menentukan level dosis yang sesuai dan menentukan rasio resiko-keuntungan relatif dari
asam retinoid 13-cis. Agen ini dan agen retinoid aromatik lainnya hanya tersedia sebagai obat
investigasional.
Dermabrasion. Jika pasien cukup selektif dan operator terlatih dengan baik, lubang dan bekas luka
superfisial dapat diminimalisir. Untuk mencapai hasil maksimal, prosedur mungkin harus diulang. Bekas
luka yang dalam atau ice-pick paling baik ditangani dengan mengeluarkan pemindahan penyumbat.
Untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kontraindikasi prosedur ini harus dipertimbangkan dengan baik.
Modalitas terapeutik yang jarang digunakan
1. Sinar UV
Karena masalah penuaan kulit, kulit gosong terbakar matahari, dan cedera mata harus dipertimbangkan,
pemilihan sinar UV sebagai terapi tidak lagi dianggap berguna sebagai terapi pasien acne. Telah diketahui
bahwa manfaat utama dari terapi sinar ultraviolet dengan kuarsa panas merupakan suatu efek tanning
yang membantu menyamarkan atau menghilangkan tampilan lesi. Bukti terbaru menunjukkan bahwa
peningkatan pembentukan komedo adalah salah satu efek jangka panjang terapi sinar ultraviolet ini.
2. Terapi X-ray
Terapi ini lebih jarang digunakan dan sulit untuk dibenarkan karena perkembangan bentuk pengobatan
acne telah sangat pesat dan jauh lebih efektif.
3. Vitamin A
Tidak ada bukti yang membenarkan bahwa penggunaan vitamin A sistemik sebagi kontrol penyakit acne
efektif.
4. Vaksin
Tidak terdapat bukti kuat yang merekomendasikan toksin stafilokokus sebagai pilihan terapi acne.
5. Sulfones
Penggunaan diasetil diaminofenilsulfone (dapsone) dengan dosis 100 mg tiga kali seminggu selama 3
bulan telah disarankan sebagai manajemen terapi acne bulat, nodulokistik resisten yang sangat parah.

Namun, terapi terapeutik ini pantas dijadikan pertimbangan hanya pada pasien pasien yang mengerti dan
sadar akan resiko yang mungkin timbul dari penggunaan dapsone ini sendiri.
6. Zink Sulfat
Penelitian besar menunjukkan bahwa zink sulfat oral tidak efektif sebagai terapi acne. Malahan, pasien
yang menerima tetrasiklin harus menghindari penggunaan zink karena zink akan menghambat absorbsi
tetrasiklin.
7. Diuretik
Studi menyarakankan bahwa penggunaan diuretik tidak lebih berguna dibandingkan plasebo.
Saran Terapi Tambahan bagi Pasien Acne Resisten
Terapi tambahan perlu diberikan pada pasien dengan acne yang resisten terapi. Tidak banyak model terapi
tambahan ini, namun saya akan menjelaskannya secara singkat
1. Tetrasiklin dosis tinggi
Agen ini telah terbukti pada beberapa pasien dengan acne inflamasi resisten terapi. Dosis 2-3 gram per
hari telah digunakan namun sangat membutuhkan monitoring ketat terhadap efek samping termasuk
CBC, urinalisis, serta gangguan fungsi hati dan ginjal.
2. Kombinasi Dapsone dan Tetrasiklin dengan Asam Retinoid dan/atau Benzoil Peroksida
Kombinasi ketiga obat ini telah berhasil baik pada pasien dengan acne nodulokistik parah atau acne bulat.
Dapson dimulai dengan dosis 100mg per hari dan dinaikkan secara perlahan menjadi 200mg per hari
selama beberapa minggu, seiring dengan tetrasiklin sistemik 1 gram per hari dan terapi topikal intensif
termasuk penggunaan asam retinoid dan benzoil peroksida. Setelah 2-3 bulan, lakukan penurunan dosis
dapsone menjadi nol dan tetrasiklin menuju dosis pemeliharaan. Kemudian perlahan-lahan gunakan
hanya terapi topikal saja atau dengan tetrasiklin minimal.
3. Penggunaan kombinasi estrogen dan kortikosteroid sistemik
Kombinasi ini dapat berguna pada pasien wanita setelah ovulasi dengan follow up yang baik. Karena
belum tersedia di amerika, anti androgen cukup efektif sebagai agen yang menjanjikan sebagai terapi
masa depan. Penggunaan kombinasi estrogen dan kortikosteroid sistemin di Eropa telah berjalan sukses
4. 13-cis Asam Retinoid.
Asam retinoid cukup menjanjikan sebagai agen managemen acne nodulokistik parah bila respon
terapeutik telah di teliti lebih lanjut dan apabila efek samping telah cukup dapat diterima.
PENCEGAHAN KLINIS
Folikulitis Gram-Negatif. Folikulits gram negatif merupakan komplikasi signifikan terhadap
penggunaan terapi antibiotik jangka panjang. Superinfeksi ini akan lebih sering muncul sebagai
kelompok pustul folikular di hidung, biasanya berhubungan dengan bakteri gram-negatif yang
memfermentasi laktosa, terutama Enterobacter dan Klebsiella. Lebih jarang, lesi mirip abses dalam pada
area pipi sering diakibatkan oleh Proteus. Bertolak belakang dengan respon acne vulgaris, sindrom
sindrom ini merupakan infeksi murni yang respon (dalam beberapa hari) terhadap antibiotik yang sesuai
dengan hasil kultur dan tes sensitivitas dan dapat berulang secara cepat setelah penghentian terapi
(biasanya jenis ampisilin). Antibiotik perlu untuk diteruskan selama beberapa bulan atau
tahun.Penggunaan terapi topikal dengan benzoil peroksida dengan antibiotik sistemik terbukti efektif.
Lesi Nodular dan Traktus Sinus. Kadang-kadang, lesi nodular dan sinus traktus bertahan dalam periode
yang lama dan akan mengalami eksaserbasi inflamatori rekuren. Penggunaan terapi steroid intralesi dan
bedah sering efektif.
Endokrionopati Non-Suspek. Terapi acne inflamasi parah pada wanita dewasa, terlebih pada onset
lambat dan bila diikuti dengan hirsutisme dan/atau abnormalitas menstrual harus diikuti dengan evaluasi
dari penyakit dalam endokrin. Androgen eksogen seperti Danazol terkadang menjadi penyebab nonsuspek dari acne. Agen antigonadotropik dengan aktivitas androgenik lemah direkomendasikan kepada
pengobatan endometriosis, seksual prekok, dan angiodema. Agen androgen lainnya adalah progestational
androgen yang ditemukan pada pil KB. Agen-agen ini merupakan derivat 19-nor testosteron norgestrol

dan norethindrone, yang mana keduanya dapat mengeksaserbasi acne. Penggantian pil KB yang
mengandung agen progestasional akan menunjukkan perbaikan acne yang pesat dalam 2-4 bulan pada
sebagian besar kasus. Kasus yang lebih sulit adalah defisiensi hidroksilase parsial non-suspek pada onset
lambat, yang akan menghasilkan acne ringan hingga parah pada wanita. Hal ini dapat terjadi dengan atau
tanpa hirsutisme, abnormalitas menstrual, dan infertilitas. Acne pada kasus ini relatif resisten terhadap
terapi konvensional namun biasanya respon terhadap dosis supresif prednison pada batasan 5-10 mg per
hari. Namun untuk menegakkan diagnosis, diperlukan evaluasi endokrin teliti, termasuk infusi ACTH
untuk mengetahui blokade parsial.
Erupsi Obat Acneiform. Erupsi acneiform yang diinduksi obat sejatinya merupakan folikulitas
terinduksi obat. Diagnosis ini harus dipertimbangkan bila adanya keterlibatan ekstensif, lokalisasi
abnormal, kejadian yang tidak sesuai umur, dan tanda-tanda sistemik keracunan obat. Erupsi ini harus
dipertimbangkan sebagai penyebab dari eksaserbasi acne yang akut. Obat-obat yang umumnya
menyebabkan erupsi acneiform antara lain iodida, bromida, INH, difenilhydantoin, trimethadione,
fenobarbital, kortikosteroid(sistemik dan topikal), dan androgen. Obat lain termasuk lithium, karbonat,
vitamin B12, thiourea, thiouracil, kuinin, dan disulfiramin.
Acne Venetata. Acne yang disebabkan kontak dapat sering dicurigai dari lokalisasinya yang tidak biasa.
Faktor yang harus dipertimbangkan termasuk faktor pekerjaan yang terpajan agent-agent tertentu seperti
hidrokarbon berklorin, minyak petroleum, batu bara.Agen lain yang juga harus dipertimbangkan adalah
kosmetik, kortikosteroid topikal dan pajanan matahari, yang akan menghasilkan acne aestivalis (Mallorca
acne) dan komedo solar. Terapi meliputi menghentikan faktor penyebab dan menginisiasi tindakan yang
tepat.
Komplikasi injeksi Kortikosteroid intralesi. Area dengan atrofi lokal dapat dijumpai pada tempat
injeksi. Bila ini terjadi di wajah, pasien akan datang dengan keluhan psikososial. Sebelum melakukan
prosedur intralesi ini, pasien harus diedukasi terlebih dahlu. Untungnya, depresi yang tampak pada
tempat injeksi biasanya akan normal kembali dalam 6-12 minggu. Penggunaan triaminocolon tidak boleh
melebihi 2,5 mg per ml.
Tetrasiklin Sistemik. Gangguan GIT terkadang dikeluhkan akibat penggunaan obat ini. Pasien wanita
harus diperingatkan bahwa tetrasiklin harus dihentikan bila pasien terbukti hamil. Hal ini karena
tetrasiklin dapat menyebabkan gigi bayi berwarna tidak baik. Vulvovaginitis akibat candida juga sering
menjadi komplikasi yang mengganggu.

Das könnte Ihnen auch gefallen