Sie sind auf Seite 1von 27

1

BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Kontraktur dapat terjadi pada setiap sendi pada tubuh. Gangguan
fungsi persendian ini mungkin sebagai hasil dari immobolisasi yang
disebabkan trauma atau penyakit., cedera saraf seperti kerusakan pada medulla
spinalis dan stroke, atau penyakit otot, tendon ataupun ligamentum. Keadaan
ini tentunya akan sangat merugikan dikemudian hari bagi penderita kontraktur
sendi karena adanya keterbatasan gerakan yang akan mengakibatkan
ketidakmampuan fisik dalam melakukan aktivitas maupun rasa tidak nyaman
karena posisi statis yang terus menerus dirasakan. Dengan kemajuan ilmu
kedokteraan sekarang, penyebab berkurangnya ruang gerak akibat kontraktur
dapat dikurangi secara efektif..
B Tujuan
Untuk lebih memahami tentang definisi, patofisiologi, prevensi, dan terapi
kuratif kontraktur pada luka bakar.
C Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca
sehingga dapat membantu dalam mempelajari prinsip-prinsip dalam
penanganan kontraktur pada luka bakar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
a. Kontraktur
Kontraktur adalah pemendekan jarak 2 titik anatomis tubuh
sehingga terjadi keterbatasan rentang gerak (range of motion). Kontraktur
adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan dibawahnya
yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini
disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka,
kelainan bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak
dijumpai adalah akibat luka bakar.
b. Luka Bakar
Luka bakar merupakan kerusakan jaringan atau kehilangan
jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi,
sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi. Jenis luka dapat
beraneka ragam dan memiliki penanganan yang berbeda tergantung jenis
jaringan yang terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi yang
terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar dapat merusak jaringan otot,
tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan
kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir sistem
persarafan.
c. Kontraktur Akibat Luka Bakar
Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan
mengalami kontraktur. Jaringan parut sering terjadi setelah luka
bakar dapat mengakibatkan kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi
sendi akan berkurang atau hilang.

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi kontraktur berdasarkan derajat keparahan :
1) I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang lingkup
gerak maupun fungsi.
2) II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan
fungsi namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan,
tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.
3) III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal
pada daerah yang terkena..
4) IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.
C. ETIOLOGI
Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi:
posisi anggota tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis
tulang. Individu dengan luka bakar sering diimobilisasi, baik secara global
maupun fokal karena nyerinya, pembidaian, dan posisinya. Luka bakar dapat
meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang. Semua faktor ini berkontribusi
terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar. Berbagai hal yang dapat
menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut :
1. Trauma suhu
2. Trauma zat kimia
3. Trauma elektrik
4. Post-trauma (Volkmanns)
5. Infeksi ulkus buruli
6. Idiopatik (Dupuytrens)
7. Kongenital (camptodactyly)

D. DIAGNOSIS KONTRAKTUR AKIBAT LUKA BAKAR


Diagnosis kontraktur dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1. Pemeriksaan Fisik
a. Goniometer: Keterbatasan ruang sendi dapat diukur dengan
goniometer. Namun secara klinis, kontraktur sendi dapat berupa
trauma yang ditandai dengan kerusakan otot, kapsul, ligamen,
tendong, kulit dan syaraf di sekitar sendi sehingga harus dilakukan
pemerikasaan yang sangat teliti pada setiap komponen tersebut.
b. Allens test: Sebuah tes yang dirancang untuk menentukan patensi
dari anastomosis pembuluh darah di tangan. Pertama-tama
pemeriksa mempalpasi dan mengoklusi (menekan) arteri radialis dan
ulnaris. Pasien kemudian diminta untuk membuka dan menutup jari
tiga sampai lima kali dengan cepat sampai kulit telapak tangan
sembab. Tekanan kemudian dilepaskan salah satu bisa arteri radialis
atau ulnaris, kecepatan kembalinya warna normal tangan dicatat.
Pengujian diulangi dengan melepas arteri yang tidak dilepas pada
pengujian pertama. Hasil tes positif menunjukkan bahwa tidak ada
atau

berkurangnya

hubungan

antara arcus

ulnaris

superficialis dan arcus radialis profunda.

c. Bunnel-Littler

test:

Sebuah

tes

yang

dirancang

untuk

mengidentifikasi kontraktur otot intrinsik atau kontraktur sendi pada


sendi PIP (Proximal Inter Phalang). Pemeriksa memflexikan PIP
hingga maksimal sambil sebelumnya sedikit mengekstensikan
sendi metacarpophalang (MCP). Hasil tes positif untuk kontraktur
5

kapsul sendi jika sendi PIP tidak dapat difleksikan. Tes ini positif
untuk kontraktur otot intrinsik jika MCP sedikit fleksi dan PIP dapat
diflexikan sepenuhnya.

d. Finkelstein test: Sebuah tes yang dirancang untuk menentukan


adanya tenosinovitis tendo abductor pollicis longus dan extensor
pollicis brevis. Tes ini biasanya digunakan untuk menentukan adanya
penyakit de Quervains. Pasien membuat kepalan dengan ibu jari
ditekuk

di

dalam

mendeviasikan

keempat

jari

lainnya.

(tulang) metacarpal pertama

Pasien
ke

kemudian

arah ulnar dan

memanjangkan sendi proksimal ibu jari (yakni dengan menekuk


kepalan tangan kearah ulnar) . Jika pasien mengalami rasa sakit,
maka dikatakan sebagai hasil tes positif.

e. Froments sign: Sebuah tes yang dirancang untuk menentukan


adanya kelemahan otot adduktor policis karena kelumpuhan nervus
ulnaris. Pasien diminta untuk memegang selembar kertas memakai
ujung ibu jari dan sisi radial jari telunjuk. Hasil uji positif jika saat

penguji menarik kertas dari pegangan pasien maka phalang


terminal ibu jari pasien akan terfleksikan atau jika sendi MCP di ibu
jari menjadi sangat memanjang (Jeannes sign).

f. Intrinsic-plus

test:

Sebuah

tes

yang

dirancang

untuk

mengidentifikasi pemendekan otot-otot intrinsik tangan. Tes ini


menjadi spesifik pada tangan pasien dengan rheumatoid arthritis,
terutama pada tahap awal sebelum ada kerusakan atau cacat pada
tangan. Pada tes ini, sendi MCP jari yang sedang diuji di
hiperekstensi-kan. Maka sendi jari di tengah dan distal akan menjadi
sedikit fleksi akibat tarikan pasif jaringan. Pemeriksa kemudian
mencoba untuk memflexikan sendi PIP jari tersebut. Jika terdapat
hambatan dalam memfleksikan jari tersebut maka dianggap sebagai
tanda positif.

g. Phalens test (fleksi pergelangan tangan): Sebuah tes yang dirancang


untuk menentukan adanya carpal tunnel syndrome. pergelangan
tangan pasien difleksikan maksimal oleh pemeriksa, kemudian
pasien mempertahankan posisi ini dengan menahan satu pergelangan
tangan dengan pergelangan tangan yang lain selama 1 menit. Hasil

uji positif jika terdapat parestesia di ibu jari, jari telunjuk, dan
lateral jari manis.

h. Tight retinacular ligament test: Sebuah tes yang dirancang untuk


menentukan adanya pemendekan ligamen retinacular atau adanya
ikatan pada kapsul sendi interphalangeal distal (DIP). Pemeriksa
memegang sendi PIP pasien dalam posisi ekstensi penuh sembari
memfleksikan sendi DIP. Jika sendi DIP tidak dapat difleksikan,
maka tes dianggap positif (baik disebabkan karena kontraktur
ligamencollateral atau

kontraktur

kapsul

sendi).

Untuk

membedakannya, sendi PIP difleksikan dan jika sendi DIP dapat


difleksikan dengan mudah maka kapsul sendi dianggap normal.

i. Tinels sign: Sebuah tes yang dirancang untuk mendeteksi carpal


tunnel syndrome. Pemeriksa mengetuk diatas terowongan carpal di
pergelangan tangan. Hasil uji positif jika pasien merasakan
paresthesia di distal dari pergelangan tangan.

2. Pemeriksaan penunjang
a. Rontgen
Sinar X dapat bermanfaat untuk mendiagnosis kontraktur karena
penyempitan ruang sendi yang terlihat mengindikasikan sendi yang
rapat dan kontraksi, dilakukan juga pemeriksaaan fisik yang
melibatkan tes fisik dan manual untuk menguji gerakan sendi.
b. USG
USG merupakan salah satu pemeriksaan penunjang untuk kontraktur,
terutama kontraktur Dupuytren. USG menghasilkan gambaran posisi
antara tulang, arteri, dan nodul. Selain itu, dari USG juga didapatkan
perbedaan echo struktur nodul dan jaringan sekitar. Early nodule
pada kontraktur Dupuytren terlihat lebih hpoechoic dibanding
dengan tendon. Sedangkan nodul yang telah lama terlihat isoechoic
atau hiperechoic.

Penegakkan diagnosis kontraktur akibat luka bakar dapat menggunakan bagan


sebagai berikut:
Bedakan antara kontraktur jaringan lunak dan ankilosis persendian

Bedakan antara kontraktur jaringan ikat dan kontraktur miogenik atau


neurogenik

Diagnosis banding kontraktur dari struktur anatomi:


a. Kontraktur kutan, subkutan, atau fasial
b. Kontraktur tendon
c. Kontraktur ligament
d. Kontraktur otot

Nilai dan klasifikasi parut kontraktur untuk menentukan metode terapi

Evaluasi secara fungsional dan estetika dari sendi atau jaringan pada
sebelum dan sesudah terapi

E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar pembentukan kontraktur didapat dari berbagai
macam etiologi yaitu congenital, didapat, atau idiopatik. Proses ini disebabkan
oleh aktifnya miofibroblas (sebuah sel dengan fibroblas dan dengan
karakteristik seperti otot polos yang terdistribusinya granulasi di seluruh
jaringan yang ada pada luka). Kontraksi dari miofibroblas menyebabkan luka
menyusut. Hal ini juga diikuti dengan deposisi kolagen dan saling
berhubungan

untuk

mempertahankan

kontraksi.

Pada

embryogenesis,

kegagalan diferensiasi jari-jari menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang


menyebakan fleksi proksimal sendi interfalang yang mengakibatkan
camptodactyly.
F. PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN KONTRAKTUR PADA
LUKA BAKAR
Kontraktur dapat dicegah dari penyebab awal mulanya. Kontraktur
banyak disebabkan akibat luka bakar. Pencegahan luka bakar dibagi menjadi
pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk
menurunkan insidensi luka bakar melalui cara memasak yang aman, pemadam
kebakaran, dan edukasi tentang zat yang menyebabkan trauma panas di

10

sekolah atau komunitas. Pencegahan sekunder bertujuan untuk menurunkan


beratnya luka bakar melalui edukasi terhadap pertolongan pertama.
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas
terhadap luka bakar.
Terdapat dua kunci penting dalam pencegahan kontraktur. Hal pertama
adalah area yang terbakar dibidai pada posisi anatomis dan berlatih maksimal
lingkup gerak sendi tiap persendian. Perkembangan bidai selama lima belas
tahun terakhir berkontribusi terhadap penurunan kejadian kontraktur dan hal
ini semakin dikembangkan.
Manajemen kontraktur membutuhkan prosedur yang panjang dan
rumit. Sehingga dalam memberikan tatalaksana kepada pasien perlu
dipertimbangkan berbagai masalah, seperti kehidupan sosial dan pekerjaan
pasien dan juga status psikologi dan motivasi pasien. Seperti yang telah
dijelaskan pada klasifikasi kontraktur, terutama kontraktur derajat III dan IV
memerlukan tindakan operasi sedangkan untuk derajat I dan II tidak
memerlukan tindakan operasi (konservatif).
a. Konservatif
Tindakan konservatif pada tatalaksana kontraktur yaitu dengan lebih
mengoptimalkan penanganan fisioterapi, yang meliputi:
1. Posisi yang mencegah kontraktur
Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai dari hari
pertama sampai beberapa bulan setelah trauma. Posisi ini diaplikasikan
terhadap semua pasien baik yang mendapat terapi cangkok kulit maupun
yang tidak. Posisi ini penting karena dapat mempengaruhi panjang
jaringan dengan menurunkan ruang lingkup gerak sebagai akibat dari parut
jaringan. Pasien diistirahatkan dengan posisi yang nyaman, posisi ini
biasanya adalah posisi fleksi dan juga merupakan posisi kontraktur. Tanpa
dorongan dan bantuan dari orang lain, pasien akan meneruskan posisi yang
menyebabkan kontraktur. Sekali kontraktur mulai terbentuk dapat terjadi
kesulitan untuk bergerak sempurna seperti sediakala. Penyesuaian awal

11

memiliki esesnsi untuk memastikan kemungkinan terbaik hasil terapi,


selain itu pula untuk meringankan nyeri.
Pasien harus selalu melakukan kebiasaan posisi pada stadium awal
penyembuhan. Pasien perlu dorongan untuk mempertahankan posisi yang
mencegah kontraktur (kecuali ketika program latihan dan aktivitas
fungsional lain), dukungan keluarga sangat penting.
Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh, risiko
kontraktur akan semakin meningkat. Posisi yang mencegah terjadinya
kontraktur berdasarkan luka bakar adalah sebagai berikut :
a. Leher depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi leher, dagu
ditarik ke arah dada, kontur leher menghilang sedangkan posisi yang
mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi leher, tidak ada bantal
di belakang kepala, putar balik leher. Kepala dimiringkan bila posisi
duduk.

Gambar 2.2. Kontraktur pada Leher Depan

12

Gambar 2.3. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur


b. Leher belakang
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah ekstensi leher dan
pererakan leher yang lain sedangkan posisi yang mencegah terjadinya
kontraktur adalah duduk dengan posisi leher fleksi, berbaring dengan
menggunakan bantal di belakang kepala.

Gambar 2.4. Kontraktur pada Leher Belakang

Gambar 2.5. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur


c. Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan aksila

13

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah terbatasnya abduksi


dan juga protraksi ketika luka bakar juga ada di dada sedangkan posisi
yang mencegah terjadinya fraktur adalah berbaring dan duduk lengan
abduksi 900 ditopang dengan menggunakan bantal atau alat lain
diantara dada dan lengan.

Gambar 2.6. Kontraktur pada Aksila

Gambar 2.7. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

14

d. Siku depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku
sedangkan posisi yang mencegah terjadinya fraktur adalah ekstensi
siku.

Gambar 2.8. Kontraktur pada Siku

Gambar 2.9. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur


e. Punggung tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah hiperekstensi
metacarpalphalangeal (MCP), fleksi interphalangeal (IP), adduksi ibu
jari, dan fleksi pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40
derajat, fleksi MCP 60-70 derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu
jari.

Gambar 2.10. Kontraktur pada Punggung Tangan

15

Gambar 2.11. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur pada


Punggung Tangan
f. Telapak tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi dan fleksi
jari-jari tangan, telapak tangan ditarik ke dalam sedangkan posisi yang
mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi pergelangan tangan,
fleksi minimal MCP, ekstensi dan abduksi jari-jari tangan.

Gambar 2.12. Kontraktur pada Telapak Tangan

Gambar 2.13. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur pada


Telapak Tangan
g. Groin

16

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan adduksi


pangkal paha sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
adalah berbaring tengkurap dengan ekstensi tungkai, batasi duduk dan
berbaring posisi menyamping. Jika dengan posisi supine, berbaring
dengan posisi ekstensi tungkai, tanpa bantal di bawah lutut.

Gambar 2.14. Posisi yang Menyebabkan Kontraktur

Gambar 2.15. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur


h. Belakang lutut

17

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi lutut


sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi
tungkai pada saat berbaring dan duduk.

Gambar 2.16. Kontraktur pada Belakang Lutut

Gambar 2.17. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

i. Kaki
Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah yang
berbeda-beda oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal ini dapat
mengakibatkan mobilitas yang tidak normal. Posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah pergelangan kaki diposisikan 90 derajat
terhadap

telapak

kaki

dengan

menggunakan

bantal

untuk

18

mempertahankan posisi. Jika pasien dalam keadaan duduk maka posisi


kakinya datar di lantai (tanpa edem).

Gambar 2.18. Kontraktur pada Kaki

Gambar 2.19. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur


j. Wajah
Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk
ketiakmampuan untuk membuka maupun menutup mulut dengan
sempurna, ketidakmampuan menutup mata dengan sempurna, dan lain
sebagainya.posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah secara
teratur merubah ekspresi wajah dan peregangan seperlunya. Tabung
empuk dapat dimasukkan ke dalam mulut untuk melawan kontraktur
mulut.

19

Gambar 2.20. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur


2. Bidai
Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur
dan merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program rehabilitasi
komprehensif. Pembidaian membantu mempertahankan posisi yang
mencegah kontraktur terutama terhadap pasien yang mengalami nyeri
hebat, kesulitan penyesuaian atau dengan area luka bakar yang dengan
menggunakan posisi pencegahan kontraktur saja tidak cukup.
Pembidaian dilakukan dengan posisi yang diregangkan sehingga
memberikan suatu latihan peregangan awal yang lebih mudah. Parut tidak
hanya berkontraksi namun juga mengambil rute terdekat, parut sering
menimbulkan selaput atau anyaman diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda,
dan

lain-lain.

Bidai

membantu

merenovasi

jaringan

parutkarena

membentuk dan mempertahankan kontur anatomis. Bidai adalah satusatunya modalitas terapeutik yang tersedia dan berlaku yang dapat
mengatur tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat menimbulkan
remodeling jaringan.
Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan yang ideal
adalah yang memiliki temperature rendah dan ringan, mudah dibentuk,
dan disesuaikan kembali kemudian juga sesuai dengan kontur.

20

Gambar 2.21. Contoh Pembidaian


3. Peregangan dan mobilisasi awal
Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan diregangkan
beberapa kali setiap harinya. Pasien membutuhkan pendamping baik dari
tim medis maupun keluarganya untuk mencapai pergerakan yang penuh
terutama untuk anak-anak yang

memerluka perhatian yang lebih dari

orang tua. Pasien perlu mengembangkan kebiasaan tersebut dari hari ke


hari.
4. Melakukan aktivitas sehari-hari
Pasien luka bakar sering merasa kehilangan rasa dan kemampuan
untuk beraktivitas secara normal. Aktivitas sehari-hari seperti makan,
mandi sangat penting untuk melatih pasien dapat hidup mandiri.
5. Pijat dan pemberian moisturiser
Pijatan pada parut sangat dianjurkan sebagai bagian dari penatalaksanaan
luka parut meskipun mekanisme efeknya belum begitu diketahui. Hal yang
dapat dilakukan adalah:
a. Pemberian moisturiser luka sering kehilangan kelembaban tergantung
dari dalamnya luka dan sejauh kerusakan struktur kulit. Luka tersebut
dapat menjadi sangat kering dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal
ini dapat menimbulkan retak dan pecahnya parut. Pemijatan dengan
moisturizer atau minyak tanpa parfum pada bagian teratas parut dapat
melembutkan sehingga pasien merasa lebih nyaman dan untuk
mengurangi gatal.
b. Jika parut menjadi tebal dan meninggi dapat menggunakan pijatan kuat
dan dalam menggunakan ibujari atau ujung jari untuk mengurangi
kelebihan cairan pada tempat tersebut.
c. Parut akibat luka bakar mengandung kolagen empat kali dibandingkan
dengan luka parut biasa. Pijatan yang dalam dengan pola sedikit
memutar dapat meningkatkan kesegarisan luka parut.

21

d. Penurunan sensoris dan perubahan sensasi dapat terjadi. Pijatan rutin


dan sentuhan pada parut dapat membantu desensitisasi dari luka yang
sebelumnya hipersensitif
e. Faktor psikologis dari seseorang yang memiliki kesulitan dan merasa
tidak enak dipandang dapat dikurangi dengan menyentuh parut dan
belajar bagaimana menerima keadaannya.
6. Terapi tekanan
Terapi tekanan adalah modalitas primer dalam penatalaksanaan
parut akibat luka bakar meskipun efektivitas klinis secara sains masih
belum terbukti. Pemberian tekanan pada area luka bakar diduga dapat
mengurangi parut dengan mempercepat maturasi parut dan mendorong
reorientasi terbentuknya serta kolagen. Pola parallel yang bertentangan
dengan pola luka yang berputar pada parut. Mekanisme yang diduga
adalah, pemberian tekana dapat menciptakan hipoksia lokal pada jaringan
parut sehingga mereduksi aliran darah yang sebelumnya hipervaskuler
pada luka parut. Hal ini mengakibatkan menurunnya influks kolagen dan
penurunan pembentukan jaringan parut. Sesegera setelah luka menjadi
tertutup dan dapat menerima tekanan, pasien menggunakan pakaian
tekanan.
7. Pemanasan
Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh
luka bakar, ultrasound adalah metode pemanasan yang paling baik,
pemberiannya yaitu selama 10 menit tiap lapang. Ultrasound merupakan
modalitas pilihan untuk semua sendi yang tertutup jaringan lunak, baik
sendi kecil maupun sendi besar.
8. Silicon
Silicon digunakan untuk mengobati parut hipetrofik. Mekanisme
dalam mencegah dan penatalaksanan parut hipertrofik masih belum jelas
namun

kemungkinan

silicon

mempengaruhi

fase

penyembuhan

remodeling kolagen.

22

b. Operatif
Prosedur operasi tidak boleh dilakukan selama fase aktif
penyembuhan dan pembentukan jaringan parut. Selama luka tersebut
immature dan banyak baskularisasinya tidak dilakukan operasi. Biasanya
dibutuhkan waktu satu tahun atau lebih. Luka harus menjadi matur, supel,
dan avaskuler sebelum dilakukan operasi.
1. Pembebasan kontraktur
Pembebasan kontraktur yang tuntas harus dilakukan dengan mencegah
kerusakan berbagai struktur penting seperti arteri, saraf, tendon, dan
lain-lain. Insisi dimulai di pada lintasan ketegangan yang maksimal
yaitu daerah yang paling kencang. Titik ini biasanya berlawanan
dengan garis persendian. Insisi diperdalam sampai jaringan yang tidak
ada parutnya.
2. Penutupan kulit
Penutupan dengan menggunakan skin grafts atau skin flap. Umumnya area
dibuangnya setelah dibuangnya jaringan kontraktur akan ditutup dengan
menggunakan skin grafts. Penutupan menggunakan flap digunakan pada
situasi yang khusus. Lapisan grafts diusahakan dibuat luas dengan
menggunakan tautan. Teknik yang dapat digunakan adalah Full Thickness
Skin Graft (FTSG) merupakan skin graft yang menyertakan seluruh bagian
dari dermis. Karakteristik kulit normal dapt terjada setelah proses graft
selesai karena komponen dermis dipertahankan selama proses graft.
Teknik lain yang dapat digunakan adalah Split Thickness Skin Graft
(STSG).
Skin flap digunakan jika pembebasan kontraktur kemungkinan membuka
persendian terutama tangan dan kaki. Teknik yang dapat digunakan adalah
Z plasty. Z plasty adalah tindakan operasi yang bertujuan memperpanjang
garis luka sehingga dapat mencegah kontraktur terutama pada persendian.
Tindakan ini dilakukan dengan cara transposisi flap sehingga didapatkan
garis luka yang lebih panjang. Teknik lain yang dapat digunakan adalah
V-Y plasty, V-M plasty, split skin fraft (SSG) dan lain sebagainya.

23

3. Perawatan postoperatif
Perawatan post operatif meliputi perawatan luka dan terapi. Perawatan
luka yang dilakukan oleh beberapa ahli dilakukan di minggu pertama
pasca bedah. Akan tetapi lebih disarankan untuk pemeliharaan dan
mempertahankan posisi sampai kurang lebih 3 minggu atau sampai garis
tepi flap sembuh. Dengan metode ini diharapkan mengurangi nyeri pasca
bedah dikaitkan dengan penggantian perban, dan mengurangi tindakan
perawatan dan biaya secara signifikan. Terapi postoperatif menggunakan
bidai statis atau dinamis dan juga terapi latihan fisik diperlukan untuk
menjaga ruang lingkup gerak persendian. Pasien juga diedukasi mengenai
perlunya kontrol rutin dan follow up jangka panjang.
Ketika luka bakar telah sembuh, pasien dan keluarganya harus
membiasakan untuk latihan peregangan, pemijatan, moisturizer, dan mandi di
air yang hangat. Semua hal ini dapat membantu mencegah kontraktur. Pasien
harus didorong untuk menggunakan tangan sebisa mungkin untuk aktivitas
dan kebutuhan sehari-hari. Jika mungkin digunakan untuk kembali ke
pekerjaan mereka.
Obat-obatan antifibrogenik untuk mengatasi parut hipertrofi yang
dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut:
1
2
3
4
5

Antagonis TGF-
Interferon , ,
Bleomycin
5-fluorouracil
kortikosteroid
Interaksi yang rumit antara berbagai faktor berpengaruh terhadap

penyembuhan dan menentukan hasil fibrotic atau regeneratif pada luka.


Terapi tunggal dalam melawan parut bekas luka banyak yang tidak
berhasil karena rumitnya interaksi antara sel luka dengan lingkungannya
G. PROGNOSIS

24

Prognosis kontraktur tergantung dari penyebabnya. Secara umum,


semakin awal kontraktur ditangani, semakin baik prognosisnya. Restorasi
integritas anatomis dan gerakan sendi merupakan hal yang adapat
dilakukan pada sebagian besar kontraktur. Prognosis kemajuan tergantung
pada kecepatan intervensi dini saat munculnya gejala awal dari ruang
gerak sendi yang terbatas, sementara penegakan etiologi sangat berkaitan
dengan metode penatalaksaan kontraktur.

25

BAB III
KESIMPULAN
1

Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan
dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan
ini disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka,
kelainan bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak

dijumpai adalah akibat luka bakar.


Rehabilitasi luka bakar harus dilakukan dengan baik dan benar untuk

mencegah terjadinya kontraktur.


Penatalaksanaan perlu dilakukan dengan berbagai disiplin ilmu dan dukungan
keluarga

26

DAFTAR PUSTAKA
Greer, Steven E. 2004. Handbook Of Plastic Surgery. New York, U.S.A: Library
of Congress Cataloging-in-Publication Data.
Moya J. Morison. 2003. Manajemen Luka. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Sudjatmiko, G. 2011. Petunjuk Praktis Ilmi Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta :
Yayasan Khasanah Kebajikan.
Swartz, MH. 2002. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta : EGC.
Thorne, Charles H. 2007. Grabb and Smith's Plastic Surgery, Sixth Edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, A Wolters Kluwer Business

27

Das könnte Ihnen auch gefallen