Sie sind auf Seite 1von 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Dalam kehidupan seharihari, selalu saja ada kemungkinan rusak

kesinambungan dinding pembuluh darah. Kecelakaan seperti luka tertusuk benda


runcing, tersayat pisau dan sebagainya, dengan jelas memperlihatkan keluarnya
darah sehingga selalu ada reaksi untuk menghentikannya. Apabila tidak diatasi,
ada kemungkinan akan menyebabkan kehilangan darah dan terjadinya infeksi.
Tetapi untuk luka yang kecil yang terkadang bahkan tidak kita sadari, jarang
sekali dilakukan upaya untuk menegndalikan luka itu. Misalnya pada kasus luka
kecil di saluran cerna akibat memakan sesuatu yang keras dan runcing, misalnya
tertelan duri ikan. Bisa saja hal ini akan menimbulkan infeksi bila tidak ada
kesadaran dari individu itu sendiri untuk mengatasinya. Untunglah di dalam tubuh
setiap manusia mempunyai suatu mekanisme pengendalian pendarahan atau
hemostasis dan pembekuan darah atau koagulasi.
Hemostasis dan koagulasi merupakan serangkaian kompleks reaksi yang
menyebabkan pengendalian pendarahan melalui pembentukan trombosit dan
bekuan fibrin pada tempat cedera.
Kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh
luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme.
Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar,sistem ini akan melindungi tubuh
terhadap infeksi bakteri dsan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing
lain dalam tubuh jika sistem kekebalan melemah,kemampuannya melindungi
tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan pathogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan
juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor,dan terhambatnya sistem ini
juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

1.2

Tujuan Umum
Setelah tersusunnya makalah ilmiah ini, pembaca diharapkan memahami
dan mengerti tentang protein plasma, immunoglobulin dan faktor
pembekuan

1.3

1.4

Tujuan Khusus
1.

Menjelaskan tentang protein plasma

2.

Menjelaskan tentang immunoglobulin

3.

Menjelaskantentang faktor pembekuan

Manfaat
1.

Mengetahui dan memahami tentang Protein Plasma

2.

Mengetahui dan memahami tentang immunoglobulin

3.

Mengetahui dan memahami tentang faktor pembekuan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Protein Plasma
Karena relative mudah diperoleh, protein plasma telah diteliti secara luas

baik pada manusia maupun hewan. Informasi yang cukup luas mengenai
biosintesis, pertukaran, struktur dan fungsi berbagai protein plasma yang penting
sudah dapat kita peroleh. Perubahan jumlah protein plasma dan metabolismenya
pada banyak penyakit juga telah diselidiki. Dalam beberapa tahun terakhir ini,
banyak gen untuk protein plasma yang telah berhasil diklonkan dan strukturnya
ditentukan.
Pembuatan antibodi yang spesifik untuk masing masing protein plasma
sangat

memperlancar

penelitian

terhadap

protein

plasma,

sehingga

memungkinkan presipitasi dan pengisolasian protein yang murni dari campuran


kompleks yang terdapat di jaringan atau plasma. Di samping itu, penggunaan
isotope telah memungkinkan penentuan lintasan biosintesisnya dan kecepatan
pertukarannya di dalam plasma.Generalisasi berikut ini berasal dari hasil
penelitian terhdap protein plasma.
a) Sebagian besar protein plasma disintesis di hati:
Pernyataan ini telah dibuktikan lewat sejumlah eksperimen pada tingkat
hewan yang utuh (missal, hepatektomi) dan dengan menggunakan
preparat hati yang diperfusi terpisah, potongan hati, homogenate hati,
serta system translasi in vitro yang memakai preparat m-RNA hasil
ekstraksi hati. Meskipun demikian, -globulin disintesis dalam sel
plasma dan beberapa protein plasma tertentu disintesis di tempat lain,
seperti sel endotel.
b) Proteinplasma umumnya disintesis pada poliribosom yang terikat
membrane:
Dengan demikian protein plasma melintasi jalur sekretorik utama dalam
sel (membran endolasma kasar -> membrane endoplasma halus ->
apparatus golgi -> vesikel sekretorik) sebelum memasuki plasma. Jadi,

sebagian besar protein plasma disintesis sebagai preprotein dan pada


mulanya mengandung peptide sinyal dengan ujung terminal amino.
Preprotein biasanya mengalami berbagai modifikasi paska translasi
(proteolysis, glikosilasi, fosforilasi, dll) ketika berjalan di seluruh sel.
Waktu transit lewat hepatosit dari tempat sintesis ke dalam plasma,
bervariasi dari 30 menit hingga beberapa jam atau lebih untuk setiap
protein.
c) Hampir semua protein plasma berupa Glikoprotein:
Jadi, protein plasma mengandung rantai oligosakarida yang terikat-O
atau N, ataupun keduanya. Albumin merupakan pengecualian utama;
protein ini tidak mengandung residu gula. Rantai oligosakarisa
mempunyai banyak fungsi. Pengeluaran residu terminal asam sialat dari
protein plasma tertenntu (misal, seruloplasmin) lewat kontak dengan
enzim neuraminidase, dapat mengakibatkan pemendekan usia paruhnya
secara nyata di dalam plasma.
d) Banyak proteinplasma memperlihatkan sifat polimorfisme:
Polimorfisme merupakan ciri bawaan mendel atau monogenic yang
terdapat pada populasi sedikitnya dengan dua fenotipe, dan kedua
fenotipe ini sering dijumpai (yaitu, tidak adasatupun yang frekuensinya
kurang dari satu sampai dua persen). Zat golongand arah A,B,O
merupakan contoh polimorfisme manusia yang paling dikenal. Protein
plasma manusia yang memperlihatkan polimorfisme mencangkup 1
Anti tripsin, Haptoglobin, tranferin, selulo plasmin dan immunoglobulin.
Bentuk

bentuk

polimorfiprotein

ini

dapat

dibedakan

dengan

menggunakan berbagai prosedur yang berlainan (misal, berbagai tipe


elektroforesis atau pemfokusan isoelektrik) , yang setiap bentuk dapat
memperlihatkan

suatu

migrasi

yang

pas.

Analisis

terhadap

polimorfisme manusia ini terbukti menjadi masalah yang menarik


dibidang antropologi geneti dan klinis.
e) Setiap Protein Plasma mempunyai usia paruh yang khas dalam sirkulasi
darah:

Usia paruh protein plasma dapat ditentukan melalui pelabelan protein


murni yang terisolasi dengan I131 dalam kondisi non denaturasi ringan.
Isotope ini secara kovalen menyatu dengan residu tirosin dalam protein.
Protein berlabel dibebaskan dari I131 yang tidak terikat, dan ditentukan
aktifitas spesifiknya (disintegrasi permenit per mg protein). Protein
radioaktif dengan dosis yang diketahui, kemudian disuntikan kepada
irang dewasa yang normal dan contoh darah diambil dengan berbagai
interval waktu untuk menentukan radioaktifikasnya. Nilai radioaktifitas
digambarkan dalam grafik terhadap waktu, dan usia paruh protein ( usia
atau waktu yang dperlukanuntuk penuruan radioaktifitas dari nilai
puncaknya hingga mencapai separuh nilai puncaknya), dapat dihitung
dari grafik yang dihasilkan dengan meotong waktu yang perlukan bagi
pencampuran (ekuilibrasi) protein yang disuntikan itu di dalam darah
dan ruang ektravaskular. Usia paruh yang diperoleh untuk albumin dan
haptoglobin pada orang dewasa yang normal masing masing kurang
lebih 20 dan 5 hari. Pada penyakit tertentu, usia paruh protein dapat
berubah secara nyata. Sebagai contoh, pada sebagian penyakit
gastrointestinal seperti ileitis regional (penyakit Crohn) bias terjadi
kehilangan protein plasma, termasuk albumin, dengan jumlah yang
besar karena terbuang ke dalam usus lewat mukosa usus yang
mengalami

inflamasi.

Penderita

penyakit

ini

akan

mengalami

gastroenteropati dengan kehilangan protein ( protein losing gastroenteropathy), dan usia paruh albumin teriodinasi yang disuntikan
pada penderita ini dapat berkurang hingga satu hari.
f) Kadar Protein tertentu dalam plasma meningkat pada keadaan inflamasi
akut atau keadaan sekunder akibat kerusan jaringan tertentu:
Protein ini dinamakan protein fase akut (atau reaktan) dan mencakup
C-reaktif protein (CRP, yang dinamakan deminikan karena protein ini
bereaksi

dengan

polisakarida

pneumukokus)

-antitripsin,

haptoglobin, glikoprotein asam- 1 , dan fibrinogen. Kenaikan kadar


protein ini bervariasi hingga 50% hingga sebanyak seribu kali lipat
dalam hal CRP. Kadar biasanya meningkat pula pada keadaan inflamasi

kronis dan pada pasien penyakit kanker. Protein ini diyakini memiliki
peranan dalam respon tubuh terhadap inflamasi. Sebagai contoh, Creaktif protein dapat merangsang lintasan komplemen yang klasik, dan
1 antritrpsin dapat menetralkan enzim protease tertentu yang
dilepaskan dalam keadaan inflamasi akut. Interleukim I (IL-1), yaitu
polipeptida yang dilepas dari fagosit mononuklea, merupakan stimulator
utama tetapi bukan satu satunya untuk sintesis sebagaian besar reaktan
fase akut oleh hepatosit. Molekul lainnya seperti IL-6 juga terlibat, dan
IL-6 disamping IL-1 tampak bekerja pada tingkat transkripsi gen
Albumin Merupakan Protein Utama di Dalam Plasma Manusia. Albumin
(69 kDa) merupakan protei utama dalam plasma manusia (kurang lebih 3,4-4,7
g/dL) dan menyusun sekitar 60% dari totalprotein plasma. Sekitar 40% dari
albumin terdapat dalam plasma dan 60% lainnya ditemukan dalam ruang ekstra
selular. Hati menghasilkan sekitar 12 gram albumin perhari yang merupakan
sekitar 25% dari total sintesis protein hepatic dan separuh dari seluruh protein
yang diskresikan organtersebut.
Albumin pada mulanya disintesis sebagai preproprotein. Peptida
sinyalnya dilepaskan ketika prepoprotein melintas ke dalam sisterna reticulum
endoplasma kasar, dan heksapeptida pada ujung terminal-amino yang dihasilkan
itu kemudian dipecah lebih lanjut di sepanjang lintasan sekretorik. Sintesis
albumin dikurangi pada sejumlah penyakit, khususnya penyakit hati.
Haptoglobin Mengikat Hemoglobin Ekstrakorpuskular yang Mencegah
Masuknya Hemoglobin Bebas ke dalam Ginjal
Amiloidosis terjadi akibat deposisi fragmen pelbagai protein plasma di
dalam jaringan Amilodosis merupakan penimbunan berbagai protein fibrilar yang
tidak larut di antara sel jaringan hingga suatu taraf yang mempengaruhi fungsi sel
tersebut.

2.2

Immunoglobulin

Sistem Imun adalah sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit. Sebuah sistem
dalam tubuh kita yang memiliki peran vital bagi kelangsungan hidup kita.
Ada 3 (tiga) fungsi penting yang harus dimiliki sistem imun yang sehat :
1.

Kemampuannya untuk mengenali benda-benda asing seperti bakteri,

virus, parasit, jamur, sel kanker, dll. Fungsi ini sangat penting, karena harus
bisa membedakan mana kawan( bakteri yang menguntungkan dan sel tubuh
yang baik )mana lawan ( virus, bakteri jahat, jamur, parasit, radikal bebas dan
sel-sel yang bermutasi yang bisa menjadi tumor/kanker ) dan mana yang orang
biasa ( alergen, pemicu alergi ) yang harus dibiarkan lewat.
2.Bisa bertindak secara khusus untuk menghadapi serangan benda asing itu
3. Sistem Imun mengingat penyerang-penyerang asing itu ( rupa & rumus
kimiawi antibodi yang digunakan untuk mengalahkan mereka yang disimpan
didalam Transfer Factor tubuh ) sehingga bisa dengan cepat menolak
serangan ulang di masa depan.
Sistem imun yang sehat adalah sistem imun yang seimbangyang bisa
meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan penyakit. Sistem imun
menyediakan kekebalan terhadap suatu penyakit yang disebut imunitas. Respon
imun adalah suatu cara yang dilakukan tubuh untuk memberi respon terhadap
masuknya patogen atau antigen tertentu ke dalam tubuh.
Sistem pertahanan tubuh terbagi atas 2 bagian yaitu :
1.

Sistem Imun Non Spesifik (Innate Immunity System)

Innate Immunity adalah pertahanan tubuh yang mempunyai sifat tidak spesifik dan
merupakan bagian sistem imun yang berfungsi sebagai barier terdepan pada awal
terjadinya infeksi penyakit, oleh karena itu sering disebutnatural atau native
immunity.
Yang termasuk innate immunity adalah : Makrofage, sel darah merah dan sel
assesories, selain itu juga bahan biokimia dan fisik barier seperti kulit yang

mensekresi lisosim dan dapat merusak bakteri seperti S.aureus. oleh karena itu
sistem ini spesifik untuk alam. Sehingga jika ada organisme melakukan penetrasi
melalui permukaan epithel akan dianulir oleh sitem Retikulum Endothelium (RE)
yang merupakan turunan dari sel sumsung tulang yang berfungsi menangkap,
internelisasi dan merusak agen infeksius. Dalam hal ini yang bertindak
memfagositosit adalah sel kuffer. Selain itu juga sel darah merah termasuk
eosinophil, PMN dan monosit dapat migrasi ke dalam jaringan yang dapat
merangsang secara invasive.
Sel lainnya adalah natural killer, leukosit, sel ini cocok untuk mengenali
perubahan permukaan pada sel yang terinfeksi, seperti mengikat dan membunuh
sel yang dipengaruhi oleh interferon. Interferon adalah termasuk antibodi
spesifik yang diproduksi oleh sel target atau sel terinfeksi.
Faktor lain yang termasuk innate immunity adalah protein serum yang merupakan
protein fase akut. Protein ini mempunyai efek sebagai perlindungan melalui
interaksi komplek dengan komplemen, yang selanjutnya diikuti lisisnya agen
penyakit.
Sebagai tanda awal dari respon imun adalah inflamasi yang merupakan reaksi dari
tubuh terhadap injuri seperti invasi agen infeksius. Terjadinya proses ini dapat
ditandai dengan 3 hal yaitu pertama terjadi peningkatan daerah ke daerah infeksi,
kedua peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan reaksi sel endithel,
sehingga terjadi reaksi silang antara molekul besar dan sel endotelial dan ketiga
adalah terjadinya migrasi leukosit (PMN) dan makrofage dan kapiler ke jaringan
sekitar.
Pertahanan non spesifik terbagi atas 3 bagian yaitu :
a.

Pertahanan Fisik : Kulit, Membran Mukosa

b.

Pertahanan Kimiawi : Saliva, Air mata, Lisozim (enzim penghancur)

c.

Pertahanan Biologis : Sel darah putih yang bersifat fagosit (neutrofil,

monosit, acidofil), protein antimikroba dan respon pembengkakan (inflammatory).

2.

Sistem Imun Spesifik (Adaptive Immunity System)

Adaptive Immunity adalah merupakan sistem pertahanan tibuh lapis kedua,


jika innate immunity tidak mampu mengeliminasi agen penyakit. Hal ini terjadi
jika fagosit tidak mengenali agen infeksius sebab hanya sedikit reseptor yang
cocok untuk agen infeksius atau agen tidak bertindak sebagai faktor antigen
terlarut (solube antigen) yang aktif. Jika hal ini terus menerus, maka akan
diperlukan molekul spesifik yang akan berikatan langsung dengan antigen
infeksius yang dikenal dengan antibodi dan selanjutnya akan terjadi proses
fagotosis.
Antibodi diproduksi oleh sel B yang merupakan molekul fleksibel dan bertindak
sebagai adaptor antara agen infeksius dan fagosit. Antibodi mempunyai 2 fungsi
selain mempunyai variabel antibodi yang berbeda dan mengikat agen infeksius
juga mengikat reseptor sel dan selanjutnya mengaktifkan komplemen yang
diakhiri dengan terjadinya lisis.
Sistem Imun ini disebut Spesifik karena : dilakukan hanya oleh sel darah putih
Limfosit, membentuk kekebalan tubuh, dipicu oleh antigen (senyawa asing)
sehingga terjadi pembentukan antibodi dan setiap antibodi spesifik untuk antigen
tertentu. Limfosit berperan dalam imunitas yang diperantarai sel dan antibodi.

Unsur unsur yang Berperan dalam Reaksi Imunoglobulin.Proteinprotein yang berfungsi untuk melindungi tubuh lewat proses kekebalan ini
dinamakan Imuno globulin, disingkat Ig.Protein paling khas pada sistem
pertahanan, molekul imuno globulin mengikatkan diri pada antigen untuk
menginformasikan kepada sel-sel kekebalan lainnya tentang keberadaan antigen
tersebut atau untuk memulai reaksi berantai perang penghancuran.
1)
Sel

Sel B
B adalah limfosit yang memainkan peran penting pada respon imun

humoral yang berbalik pada imunitas selular yang diperintah oleh sel T. Fungsi

utama sel B adalah untuk membuat antibodi melawan antigen. Sel B adalah
komponen sistem kekebalan tiruan.
Pencerap

antigen

pada

sel

B,

biasa

disebut

pencerap

sel

B,

merupakan imunoglobulin. Pada saat sel B teraktivasi oleh antigen, sel B


terdiferensiasi menjadi sel plasmayang memproduksi molekul antibodidari antigen
yang terikat pada pencerapnya.
Sel B terbagi menjadi dua jenis:

Sel B-1 atau sel B CD5, merupakan sel B yang ditemukan pada

ruang peritoneal dan pleural dan memiliki kemampuan untuk berkembangbiak.

Sel B-2 atau sel B konvensional, merupakan sel B hasil sintesis sumsum

tulang yang memenuhi plasma darah dan jaringan sistem limfatik dan tidak
memiliki kemampuan untuk berkembangbiak.
Sel

berasal

dari sel

punca yang

berada

padajaringan hemopoietik di

dalam sumsum tulang.


2)

Sel T

Sel T adalah sel di dalam salah satu grup sel darah putih yang diketahui
sebagai limfosit dan memainkan peran utama padakekebalan selular. Sel T
mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan berevolusi sepanjang
waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar patogen. Hal ini
dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel T memori dengan
kemampuan untuk berkembangbiak dengan cepat untuk melawan infeksi yang
mungkin terulang kembali. Kemampuan sel T untuk mengingat infeksi tertentu
dan sistematika perlawanannya, dieksploitasi sepanjang prosesvaksinasi, yang
dipelajari padasistem kekebalan tiruan.
Respon yang dilakukan oleh sel T adalah interaksi yang terjadi antara reseptor sel
T (bahasa Inggris: T cell receptor, TCR) danpeptida MHC pada permukaan sel
sehingga menimbulkan antarmukaantara sel T dan sel target yang diikat lebih
lanjut

oleh molekul co-receptor dan co-binding.

Ikatanpolivalen yang

terjadi

10

memungkinkan pengiriman sinyal antar kedua sel. Sebuah fragmen peptida kecil
yang melambangkan seluruh isi selular, dikirimkan oleh sel target ke antarmuka
sebagai MHC untuk dipindai oleh TCR yang mencari sinyal asing dengan lintasan
pengenalan antigen. Aktivasi sel T memberikan respon kekebalan yang berlainan
seperti produksi antibodi, aktivasi sel fagosit atau penghancuran sel target dalam
seketika. Dengan demikian responkekebalan tiruan terhadap berbagai macam
penyakit diterapkan.
Sel T memiliki prekursor berupasel punca hematopoietik yang bermigrasi
dari sumsum tulangmenuju kelenjar timus, tempat sel punca tersebut mengalami
rekombinasi VDJ pada rantai-beta pencerapnya, guna membentukprotein TCR
yang

disebut

pre-TCR,

pencerap

spesial

pada

permukaan

sel

yang

disebut pencerap sel T (bahasa Inggris: T cell receptor, TCR). "T" pada kata sel T
adalah singkatan dari kata timus yang merupakanorgan penting tempat sel T
tumbuh dan menjadi matang. Beberapa jenis sel T telah ditemukan dan diketahui
mempunyai fungsi yang berbeda-beda.
Sel T terbagi menjadi tiga jenis, masing-masing dari ketiga jenis tersebut
mempunyai tugas / fungsi yang berbeda-beda :

Sel T sitotoksik (killer), berfungsi membunuh sel-sel yang terinfekasi, sel

ini dapat membunuh berbagai bibit penyakit, dan sel kanker.

Sel T supressor (penekan), mempunyai efek menstabilkan jumlah sel

killer agar sel killer tidak membunuh sel-sel tubuh yang sehat.

Sel T penolong (helper), berfungsi membantu zat antibodi dan sel B

penghasil antibodi. Sel ini mengatur respons, kekebalan tubuh dengan cara
mengenali dan mengaktifkan limfosit yang lain.
3)

Imuno globulin G (IgG)

Imunoglobulin G adalah divalen antigen. Antibodi ini adalah imunoglobulin yang


paling sering/banyak ditemukan dalam sumsum tulang belakang, darah, lymfe dan
cairan peritoneal. Ia mempunyai waktu paroh biologik selama 23 hari dan
merupakan imunitas yang baik (sebagai serum transfer). Ia dapat mengaglutinasi

11

antigen yang tidak larut. IgG adalah satu-satunya imunoglobulin yang dapat
melewati plasenta.
4)

Imuno globulin A (IgA)

Imunoglobulin A adalah antibodi sekretori, ditemukan dalam saliva, keringat, air


mata, cairan mukosa, susu, cairan lambung dan sebgainya. Yang aktiv adalah
bentuk dimer (yy), sedangkan yang monomer (y) tidak aktif. Jaringan yang
mensekresi bentuk bentuk dimer ini ialah sel epithel yang bertindak sebagai
reseptor IgA, yang kemudian sel tersebut bersama IgA masuk kedalam lumen.
Fungsi dari IgA ini ialah:
-

Mencegah kuman patogen menyerang permukaan sel mukosa

Tidak efektif dlam mengikat komplemen

Bersifat bakterisida dengan kondisinya sebagai lysozim yang ada dalam

cairan sekretori yang mengandung IgA


5)

Bersifat antiviral dan glutinin yang efektif


Imuno globulin M (IgM)

Imunoglobulin M ditemukan pada permukaan sel B yang matang. IgM


mempunyai waktu paroh biologi 5 hari, mempunyai bentuk pentamer dengan lima
valensi. Imunoglobulin ini hanya dibentuk oleh faetus. Peningkatan jumlah IgM
mencerminkan adanya infeksi baru atai adanya antigen (imunisasi/vaksinasi). IgM
adalah merupakan aglutinin yang efisien dan merupakan isohem- aglutinin
alamiah. IgM sngat efisien dalam mengaktifkan komplemen. IgM dibentuk setelah
terbentuk T-independen antigen, dan setelah imunisasi dengan T-dependent
antigen.
6)

Imuno globulin D (IgD)

Imunoglobulin D ini berjumlah sedikit dalam serum. IgD adalah penenda


permukaan pada sel B yang matang. IgD dibentuk bersama dengan IgM oleh sel B

12

normal. Sel B membentuk IgD dan IgM karena untuk membedakan unit dari
RNA.
7)

Imuno globulin E (IgE)

Imunoglobulin E ditemukan sedikit dalam serum, terutama kalau berikatan


dengan mast sel dan basophil secara efektif, tetapi kurang efektif dengan
eosinpphil. IgE berikatan pada reseptor Fc pada sel-sel tersebut. Dengan adanya
antigen yang spesifik untuk IgE, imunoglobulin ini menjadi bereaksi silang untuk
memacu degranulasi dan membebaskan histamin dan komponen lainnya sehingga
menyebabkan reaksi anaphylaksis. IgE sangat berguna untuk melawan parasit.
2.3

Faktor Pembekuan

Lintasan terakhir yang sama melibatkan aktivasi protombin menjadi trombin


dalam proses pembekuan darahPada lintasan terakhir yang sama, faktor

yang

dihasilkan oleh lintasan intrinsik dan ekstinsik dan mengaktifkan protobin (faktor
IIa) yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi fibrin
Pengaktifan protombin, seperti halnya pengaktifan faktor X, terjadi pada
permukaan terombosit aktif dan memerlukan perakitan kompleks protombokinase
yang terdiri atas fosfolipid anionik platelet,

, faktor Va, faktor Xa dan

protombin.
Faktor V (330 kDa), yaitu suatu glikoprotein yang mempunai
homologidenan faktor VIII seruloplasma, disintesis si hati, limpa serta ginjal dan
ditemukan di trombosit serta plasma. Faktor V ini berfungsi menjadi kofaktor
dengan caa yang serupa dengan cara faktor VIII dalamkomples tenase. Ketika
diaktifkan enjadi faktor Va oleh sejumlah kecil trombin, unsur ini terikat dengan
reseptor spesifik pada membran trombosit dan membentuk suatu kompleks
denganfaktr Xa serta protombin. Selanjutnya kompleks ini diiniaktifkan oleh kerja
trombin lebih lanjut,yang dengan demikian akan menghaslkan sarana untuk
membatasi

pengaktifan protombin menjadi trombin. Protombin

merupakan

glikoprotein antai tunggal yang disintesis di hati. Regio terminal-amino pada


protombin mengandung 10 Gia, dan tempat protase aktif yang berganung pada

13

serin beradapada regio-terminal karboksil mole kul tersebut. Setelah terikat


dengan kompleks faktor Va serta Xa pada membran trombosit, protombin dipecah
oleh faktor Xa pada dua tapak untuk menghasilkan molekul trombin dua-rantai
yang aktif, yang kemudian dilepas dari permukaan trombosit. Rantai A dan B
pada trombin disatukan oleh ikatan disulfida.
Konversi fibrinogen menjadi fibrin dikatalis oleh trombin.Fibrinogen
merupakan glokorotein plasma yang bersifat larut dan tediri atas 3 pasang rantai
polipeptida nonidentik (A,B) yang dihubungkan secara kovalen oleh ikatan
sulfida. Rantai B dan mengandung oligosakarida kompleks yang terikat dengan
asparagin. Ketiga rantai tersebut keseluruhannya disitesis dihati, tiga gen
struktural yang telibat berada pada kromosom yang sama dengan ekspresinya
diatur secara terkoordinasi dalam tubuh manusia. Regio terminal-amino pada
kenam rantai dipertahankan dengan jarak yang rapat oleh sejumlah ikatan
disulfida,

sementara

regio-teminal

karboksil

tampak

terpisah

sehingga

menghasilkan molekul memanjang yang sangat asimetrik. Bagian A dan B pada


rantai A dan B, diberi nama fibrinopeptida A (FPA) dan B (FPB),
mempunyai

ujung-terminal

amino

pada

rantainya

masing-masing

yang

mengandung muatan negatif berlebihan sebagai akibat adanya residu aspartat serta
glutamat disamping tirosin O-sulfat yang tidak lazim didalam FPB. Muatan
negatif ini turut memberikan sifat dapat larut dalam fibrinogen dalam plasma dan
juga berfungsi untuk mencegah agregasi dengan menimbulkan repulsi
elekrostatistik antara molekul-molekul fibrinogen.
Trumbin (34 kDa), yaitu protease serin yang dibentuk oleh kompleks
potombinase, menghidrolisis empat ikatan Arg-Giy diantara molekul-molekul
fibrinopeptida dan bagian serta pada rantai A dan B fibrinogen. Pelepasan
molekul fibrinopeptida oleh trombin menghasilkan monomer fibri yang memiliki
struktur subunit

. Karena FPA dan FPB masing-masing hanya

mengandung 16 dan 14 residu, molekul fibrin akan mempertahankan 98% residu


yang terdapat dalam fibrinogen. Pengeluaran molekul fibrinopeptida akan
memanjangkan tapak pengikatan yang memunginkan molekul monomer fibrin
mengadakan agregasi spontan dengan susunan bergiliran secara teratur hingga

14

terbentuk bekuan fibrin yang tidak larut. Pembentukan polimer fibrin inilah yang
menangkap trombosit, sel darah merah dan komponen lainya sehingga terbentuk
trombus merah atau putih. Bekuan fibrin pendahulan ini mula-mula bersifat agak
lemah dan disatukan hanya lewat ikatan non kovalen antara molekul-molekul
monomer fibrin.
Selain mengubah mengubah fibrinogen menjadi fibrin, tombin juga
megubah

faktor

XIII

menjadi

faktor

VIIIa.

Faktor

ini

merupakan

transglutaminase yang sangat spesifik dan membentu ikatan silang secara


kovalen antar molekul fibrin dengan membentuk ikatan peptida antara gugus
amida residu glutamin dan gugus -amino residu lisin, sehingga menghasilkan
bekuan fibrin yang lebih stabil denganpeningkatan resistensi terhadap poteolisis.
Konsentrasi trombin yang bersilkulasi harus dikendalikan dengan
cermat atau bekuan darah dapat terbentuk. Begitu tromin aktif terbentuk dalam
proses homeostatis atau trombosis, konsentrasinya harus dikontrol dengan cermat
untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut aau pengaktifan trombosit.
Pengontrolan ini dilakukan lewat dua cara. Trombin beredar dalam darah sebagai
prekursor inaktif, yaitu potombin, yang keudian diaktifkan sebagai hasil kaskade
reaktif enzimatik aktif dan akhirnya menimbulkan konversi trombin menjadi
protombin. Pada setiap titik dalam rangkaian peristiwa tersebut, mekanisme
umpan balik akan menghasilkan suatu keseimbangan yang halus sekali antara
aktivasi dan inhibisi. Konsentrasi fakor XII dalam plasma kurang-lebih 30 g/mL,
sedangkan konsentrasi fibrinogen adalah 3 mg/mL. Dengan konsentrasi faktor
pembekuan intermediat yang semakin meningkat ketika salah satu faktor diatas
menjalani rangkaian peristiwa pembekuan; kenyataan ini memperlihatkan bahwa
rangkaian peristiwa pembekuan menghasilkan amplifikasi. Cara keua yang
mengendalikan aktifitas trombin adalah inaktivasi setiap trombin yang terbentuk
dan proses inaktivasi ini dilakukan oleh zat inhibitor dalam darah dengan salah
satu inhibitornya yang paling penting adalah antitrombin III.
Aktivasi antitrombin III, yaitu inhibitor trombin, ditingkatkan oleh heparin
.Empat inhibitor trombin yang terdapat secara alami, ditemukan di dalam plasma
normal. Inhibitor yangpalng penting adalah antitrombin III yang turut

15

memberikan kurang-lebih 75% dai aktifitas antitrobin yang juga dapat


menghambat aktivitas antitombin IXa, Xa, XIa, XIIa, VIIa yang membentuk
kompleks dengan faktor jaringan.

-Makroglobulin turut memberikan sebagian

besar aktivitas antitrombin sisanya, dengan kofaktor hearin II dan 1-anti-tripsin


yang bekerja sebagai inhibitor tambahan dalam kondisi fisiologik.
Aktivitas endogen antitrombin III sangat dipotensiasi oleh keberadaan
poteoglikan yang bersifat asam seperti heparin. Zat ini terikat dengan tempat
kationik spesifik pada antitrombin III dengan menginduksi perubahan bentuk dan
meningkatkan pengikatannya pada trombin disamping pada substrat lainnya.
Peristiwa ini menjadi dasar digunakannya heparin dalam bidang kedokteran klinis
untuk menghambat pembekuan. Efek antikoagulan heparin dapat dilawan oleh
polipeptida kationik kuat seperti protamin yag terikat erat dengan heparin,
sehingga mnghambat pengikatannya dengan dengan antitrombin III yang
memiliki fungsi fisiologik dan sistem pembekuan didalam tubuh manusia
normalnya berada dalam keadaan yang dinamis.
Tombin terlibat dalam mekanisme regulasi tambahan yang bekerja dalam
proses koagulasi. Unsur ini bergabung dengan trombomobulin, yaitu suatu
glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel endotel. Kompleks tersebut
engaktifkan protein C. Dalambentuk gabugan dengan protein S, sebuah kofaktor
yang dinamakan protein C yang diaktifkan akan mengurai faktor Va dan VIIIa,
sehingga membatasi kerjanya dalam koagulasi. Defisiensi genetik protein C atau
protein S dapat menyebabkan trombosis vena. Lebih jauh lagi, pasien dengan
faktor V Leiden menghadapi peningkatan resiko penyakit trombosis vena karena
faktor V Leiden bersifat resistem terhadap inaktivasi oleh APC
Sel endotel menyintesis prostasiklin dan senyawa lain yang mempengaruhi
pembekuan serta trombosis.Sel endotel dalam dinding pembuluh darah
memberikan sumbangan yang penting terhadap keseluruhan regulasi proses
hemostasis dan trombosis. Sel ini menyintesis prosrasiklin (

) yang

merupakan inhibitor kuat agregasi trombosit dengan melawan kerja tromboksan


Prostasiklin mungkin bekerja dengan merangsang dengan aktivitas enzim
adenilil siklase pada membran pemukaan trombosit. Peningkatan cAMP

16

intratombosit yang diaktibatkan, akan melawan peningkatan kadar ion


intrasel yang dihasilkan oleh

sehingga menghambat pengaktifan tombosit. Sel

endotel menyintesis heparan sulfat yang merupakan antikoagulan, dan juga


menyintesis aktivator plasminogen yang membantu melarutkan trombus.

17

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan

1. Protein adalah suatu makromolekul yang tersusun atas molekul-molekul asam


amino yang berhubungan satu dengan yang lain melalui suatu ikatan yang
dinamakan ikatan peptida. Sejumlah besar asam amino dapat membentuk suatu
senyawa protein yang memiliki banyak ikatan peptida, karena itu dinamakan
polipeptida. Secara umum protein berfungsi dalam sistem komplemen, sumber
nutrisi, bagian sistem buffer plasma, dan mempertahankan keseimbangan cairan
intra dan ekstraseluler. Berbagai protein plasma terdapat sebagai antibodi,
hormon, enzim, faktor koagulasi, dan transport substansi khusus.

2. Fungsi sistem imun :


1.

Penangkal benda asing yang masuk kedalam tubuh

2.

Untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama menjaga keseimbangan

komponen tubuh yang lebih tua.


3. Unsur unsur yang berperan dalam reaksi imunoglobulin : Sel B,Sel T,Imuno
globulin G (IgG),Imuno globulin A (IgA),Imuno globulin M (IgM), Imuno
globulin D (IgD),dan Imuno globulin E (IgE).
4. Hemostasis dan koagulasi merupakan serangkaian kompleks reaksi yang

menyebabkan pengendalian pendarahan melalui pembentukan trombosit dan


bekuan fibrin pada tempat cedera.
5. Rangkaian reaksi yang sebenarnya sesungguhnya lebih rumit, karena
disebabkan oleh banyaknya factor yang terlibat dalam proses pengaktipan
protrombin menjadi thrombin, yaitu mekanisme intrinsic dan mekanisme
ekstrinsik

18

DAFTAR PUSTAKA
Muray,Robert K,Daryl K Granner ,Peter A Mayes, Viktor W Rodwell.1995.
Biokimia Harper Edisi 22.Jakarta: EGC
Murray, Robert K, Darly K. Granner, & Victor W. Rodwell. 2012. Biokimia
Harper, Edisi 27.Jakarta: Buku Kedokteran EGC

A.Rantam, Fedik. 2003. Metode Imunologi. Airlangga University Press.


Surabaya.

19

Das könnte Ihnen auch gefallen