Sie sind auf Seite 1von 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Istilah hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol atau trigliserida
serum di atas batas normal (Sylvia & Wilson, 2005). Patofisiologi hiperlipidemia
yaitu peningkatan kolesterol total dan LDL dan penurunan kolesterol HDL
(Sukandar et al, 2008). Untuk mendiagnosa adanya hiperlipidemia salah satunya
dengan pemeriksaan laboratorium yang ditandai adanya penurunan HDL, kadar
HDL dikatakan rendah jika kurang dari 40 mg/dL (Dipiro et al., 2008).
Penatalaksanaan hiperlipidemia meliputi pengaturan diet dan pemberian
obat. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional cenderung meningkat
dengan adanya krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli
masyarakat terhadap obat-obat modern yang lebih mahal harganya (Suyatna,
2008). Obat tradisional secara umum dinilai lebih aman daripada penggunaan obat
modern. Hal tersebut dikarenakan obat tradisional mempunyai efek samping yang
relatif sedikit dibanding dengan obat modern (Sari, 2006)
Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai antihiperlipidemia adalah
temulawak (Mursito, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo (2010)
menunjukkan bahwa temulawak memiliki efek hipolipidemik dengan cara
menurunkan serum kolesterol total dan kolesterol LDL serta menaikkan HDL
kolesterol. Tanaman temulawak mengandung kurkumin 1 - 2% dan minyak atsiri
sebanyak 5% (Mursito, 2002). Penelitian Goel et al (2007) menunjukkan bahwa
kurkumin memiliki efek hipokolesterolemik dengan cara menurunkan serum
kolesterol total dan kolesterol LDL serta menaikkan HDL kolesterol. Pelarut
yang digunakan untuk menyari kandungan kurkumin di dalam temulawak adalah
etanol. Hal ini telah diteliti oleh Paryanto dan Srijanto (2006) bahwa kurkumin
larut dalam etanol, dimethylsulfoxide, dan aseton. Berdasarkan sifat kepolarannya
kurkumin dapat larut baik pada pelarut etanol (Wahyudi & Dinarlita, 2009),

sehingga pada penelitian ini digunakan etanol sebagai pelarut untuk ekstraksi
temulawak. Penggunaan ekstrak temulawak dengan pelarut etanol 50% sebagai
hipolipidemik yang dilihat dari kadar HDL belum dibuktikan secara ilmiah. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak etanol rimpang
temulawak terhadap peningkatkan kadar HDL pada tikus putih hiperlipidemia.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan dapat dirumuskan
suatu permasalahan sebagai berikut: apakah ekstrak etanol Rimpang Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dapat meningkatkan kadar HDL (High Density
Lipoprotein) pada tikus putih hiperlipidemia?

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur pengaruh ekstrak etanol
Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap peningkatan kadar
HDL (High Density Lipoprotein) pada tikus putih hiperlipidemia.

D.

Tinjauan Pustaka

1. Lipid
Lemak di dalam darah terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid
(Sudoyo et al., 2007). Lipid di dalam tubuh manusia terdiri dari lemak netral yang
juga dikenal sebagai trigliserida, fosfolipid, kolesterol dan asam lemak bebas
(Guyton & Hall, 1997). Kolesterol, trigliserida dan fosfolipid berkaitan dengan
protein khusus yang bernama apoprotein menjadi kelompok lemak protein atau
lipoprotein. Ikatan itulah menyebabkan lemak bisa larut, menyatu dan mengalir di
peredaran darah. Sifat lipid yang tidak larut air membawa permasalahan tersendiri
mengenai pengangkutannya. Untuk mengatasinya tubuh membentuk suatu
kompleks antara lipid yang bersifat non polar (trigliserid dan ester kolesterol)

yang terletak di bagian inti dengan lipid yang bersifat ampifatik (fosfolipid dan
kolesterol) dan molekul protein yang terletak di bagian permukaannya. Kompleks
ini dapat larut dalam air yang dikenal dengan lipoprotein (Mayes, 2003).
Lipoprotein bertugas untuk mengangkut lipid dari tempat sintesisnya
menuju ke tempat penggunaannya, sedangkan apolipoprotein bertugas untuk
mempertahankan struktur lipoprotein (Suyatna, 2005). Menurut Adam (2007) ada
5 karakteristik dari jenis-jenis lipoprotein yang ditunjukkan pada tabel 1.
Lipoprotein

Densitas

HDL
LDL
IDL

12,1-1,063
1,063-1,019
1,019-1,006

VLDL
Kilomikron
Lp (a)

<1,006
<1,006
1,04-1,08

Tabel 1. Karakteristik Lipoprotein


Lipid utama
Diameter
Apolipoprotein
(mm)
Menurut urutan yang
terpenting
Ester Kolesterol
7,5-10,5
A-I, A-II, C, E
Ester Kolesterol
21,5
B-100
Ester Kolesterol
25-30
B-100, C, E
Trigliserid
Trigliserid
39-100
B-100, C, E, B-48, ATrigliserid
60-500
I, A-II, A-IV
Ester Kolesterol
21-30
B-100, Lp (a)

Penggolongan di atas berdasarkan proses ultrasentrifugasi lipoprotein


terdiri atas High Density Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL),
Intermediate Density Lipoprotein (IDL), Very Low Density Lipoprotin (VLDL),
Kilomikron dan liprotein a (Lp(a)) (Mayes, 2003). Sedangkan menurut Mursito
(2002) bahwa lipoprotein ini dapat dikelompokkan lagi berdasarkan berat
jenisnya, yaitu sebagai berikut :
1.

VLDL (Very Low Density Lipoprotein)


Senyawa lipoprotein yang berat jenisnya sangat rendah di dalam tubuh

difungsikan sebagai pengangkut trigliserida ke seluruh jaringan (Mursito, 2002).


2.

LDL (Low Density Lipoprotein)


Lipoprotein yang berat jenisnya rendah diperlukan tubuh untuk

mengangkut kolesterol dari hati ke seluruh jaringan tubuh yang memerlukannya,


terutama sebagai bahan baku pembentukan dinding sel dan hormon. Kolesterol
yang diangkut dapat berasal dari makanan yang mengandung protein hewani dan
juga yang dibuat sendiri di dalam hati. LDL ini menjadi penyebab penyempitan
pembuluh darah. Oleh karena itu pada pengobatan penurunan kandungan lemak
difokuskan untuk menurunkan kadar LDL. Kandungan LDL normal kurang dari

130 mg%. Kalau kandungan LDL 130 155 mg% berarti seseorang dianggap
beresiko sedang sedangkan kalau lebih dari 160 mg% berarti berisiko tinggi
(Mursito, 2002).
Lipoprotein berat jenis rendah mengalami katabolisme melalui reseptor
dan jalur non reseptor. Jalur katabolisme reseptor dapat ditekan oleh produksi
kolesterol endogen. Pasien hiperkolesterolemia family heterozigot mempunyai
kira-kira 50% reseptor LDL yang fungsional. Pada pasien ini katabolisme LDL
hati dan jaringan perifer berkurang sehingga kadar kolesterol plasmanya
meningkat. LDL merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol-kolesterol terbesar
pada manusia (70% total). Partikel LDL mengandung trigliserida sebanyak 10%
dan kolesterol 50%. Jalur utama katabolisme LDL berlangsung lewat receptormediated endocytosis

di hati dan sel lain. Ester kolesterol dari inti LDL

dihidrolisis menghasilkan kolesterol bebas untuk sintesis sel membran dan


hormon steroid (Suyatna, 2008).
3. HDL (High Density Lipoprotein)
Lipoprotein berat jenis tinggi merupakan senyawa lipoprotein yang berat
jenisnya tinggi. HDL ini digunakan untuk mengangkut kolesterol berlebihan dari
seluruh jaringan tubuh untuk dibawa ke hati. Dengan demikian, HDL merupakan
lipoprotein pembersih kelebihan kolesterol dalam jaringan. Kalau kadar HDL
dalam darah cukup tinggi, terjadinya proses pengendapan lemak pada dinding
pembuluh darah dapat dicegah sehingga penyempitan pembuluh darahpun dapat
dicegah. Kolesterol yang diangkut ke hati terutama berupa kolesterol yang akan
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan empedu dan hormon. Kadar HDL
menurun pada kegemukan, merokok, pasien diabetes yang tidak terkontrol dan
pada pemakai kombinasi estrogen-progestin (Suyatna, 2008).
Kadar HDL hampir sama pada wanita dan pria ketika masa pubertas. Pada
individu dengan lipid normal, kadar HDL relatif menetap sesudah dewasa yaitu
sekitar 45 mg/dL pada pria dan 54 mg/dL pada wanita. Berbanding terbalik pada
masa post menopause kadar HDL wanita turun hingga 20% dibanding pria. HDL
membawa 25% kolesterol kadar. Kadar tinggi HDL berkaitan dengan penurunan

penyakit karena aterosklerosis (Suyatna, 2008). Maka untuk menurunkan kadar


kolesterol dalam darah, kadar HDL harus ditingkatkan (Bangun, 2001).
2. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah kondisi terjadinya peningkatan kolesterol dan atau
trigliserid darah. Hiperlipidemia dibedakan menjadi dua yaitu hiperlipidemia
primer

dan

hiperlipidemia

sekunder.

Hiperlipidemia

primer

merupakan

hiperlipidemia yang terjadi akibat predisposisi genetika atau keturuan (Sylvia &
Wilson, 2005). Hiperlipidemia sekunder merupakan akibat penyakit lain misalnya
diabetes mellitus, hipotiroidisme. Hiperkolesterolemia adalah gangguan yang
paling terjadi. Sekitar 5% kasus bersifat familial, tetapi sebagian besar kasus tidak
diketahui penyebabnya (Neal, 2005)
Sejarah

lengkap

dan

pemeriksaan

fisik

hiperlipidemia

harus

menggambarkan ada atau tidaknya faktor resiko penyakit jantung, sejarah


keluarga penyakit jantung prematur atau gangguan lipid, ada atau tidaknya faktor
sekunder hiperlipidemia termasuk pengobatan bersama, ada atau tidaknya
xantoma, nyeri abdominal atau sejarah pangkreatitis dan lain-lain (Sukandar et al.,
2008). Menurut Sukandar et al (2002) klasifikasi kadar kolesterol total, LDL,
HDL, dan trigliserid dapat ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi kolesterol, LDL, HDL, dan trigliserida
Kolesterol Total
Diinginkan
<200 mg/dL
Cukup Tinggi
200-239 mg/dL
Tinggi
240 mg/Dl
Kolesterol LDL
Optimal
<100 mg/dL
Jauh atau diatas optimasi
100-129 mg/dL
Cukup tinggi
130-159 mg/dL
Tinggi
160-189 mg/dL
Sangat tinggi
190 mg/dL
Kolesterol HDL
< 40 mg/dL
Rendah
60 mg/Dl
Tinggi
Trigliserida
< 150 mg/dL
150-199 mg/dL
200-499 mg/dL
500 mg/dL

Normal
Cukup Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi

Semua nilai dalam miligram per desiliter. HDL (High density lipoprotein):
LDL (Low density lipoprotein) (Dipiro et al., 2008). Data uji klinis mendukung

perluasan manfaat terapi penurunan lipid untuk pasien beresiko tinggi yang
memiliki faktor resiko lipid utama berupa penurunan kadar kolesterol HDL
(Robert & Thomas, 2001). Prinsip utama pengobatan hiperlipidemia ialah
mengatur diet yang mempertahankan berat badan normal dan mengurangi kadar
lipid plasma (Suyatna, 2008).
3. Obat-obat Hiperlipidemia
Obat-obat antihiperlipidemia dapat digolongan menjadi lima macam yaitu
obat golongan inhibitor HMG KoA reduktase (statin), obat golongan resin
pertukaran anion, asam nikotinat, fibrat, dan inhibitor pada absorpsi kolesterol
usus (Neal, 2005).
a.

Inhibitor HMG KoA reduktase


Senyawa penghambat Co-enzim-A reduktase ini berkhasiat menurunkan

kolesterol dan trigliserida, sedangkan HDL dinaikkan sedikit. Efeknya adalah


peningkatan HDL. Penggunaan, bila diet tidak berefek cukup baik, statin
merupakan obat pilihan pertama untuk menurunkan kolesterol total dan LDLkolesterol pada hiperkolesterolemia primer dan familial (Sukandar et al., 2008) ).
Contoh obat dari golongan ini adalah statin, obat penurun lipid yang paling baru.
Obat ini sangat efektif dalam menurunkan kolesterol total dan dan LDL. Inhibitor
HMG KoA reduktase memblok sintesis kolesterol dalam hati (Neal, 2005).
b. Resin pertukaran anion
Resin menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengikat asam empedu
dalam saluran cerna, mengganggu sirkulasi enterohepatik sehingga ekskresi
steroid yang bersifat asam dalam tinja meningkat. Penurunan kadar asam empedu
ini oleh pemberian resin akan menyebabkan meningkatnya produksi asam empedu
yang berasal dari kolesterol. Karena sirkulasi enterohepatik dihambat oleh resin
maka kolesterol yang diabsorpsi lewat saluran cerna akan terhambat dan keluar
bersama tinja (Suyatna, 2008)
c. Asam Nikotinik
Mekanisme mengurangi pelepasan VLDL dan kemudian menurunkan
trigliserida plasma (sekitar 30%-50%). Asam nikotinat juga menurunkan
kolesterol (sebanyak 10%-20%) dan meningkatkan HDL (Neal, 2005).

Asam nikotinat pada jaringan akan menghambat hidrolisis trigliserid oleh


hormone-sensitive lipase sehingga mengurangi transport asam lemak bebas ke hati
dan mengurangi sintesis trigliserid hati. Penurunan sintesis trigliserid akan
menyebabkan berkurangnya produksi VLDL sehingga kadar LDL menurun.
Selain itu asam nikotinat juga meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase yang akan
menurunkan kadar kilomikron dan trigliserid VLDL (Suyatna, 2008)
d. Fibrat
Fibrat akan menyebabkan penurunan ringan pada LDL (sekitar 10%) dan
peningkatan HDL (sekitar 10%). Sebaliknya fibrat akan menyebabkan penurunan
yang bermakna pada trigliserida plasma (sekitar 30%). Fibrat bekerja sebagai
ligan untuk reseptor transkripsi nukleus, reseptor alfa peroksisom yang diaktivasi
proliferator (PPAR-, peroksisome proliferator-activated receptor alpha) dan
menstimulasi aktivitas lipoprotein lipase (Neal, 2005).
e. Inhibitor pada absorpsi kolesterol usus
Obat golongan ini menurunkan penyerapan kolesterol dan menurunkan
kolesterol LDL. Sekitar 18% dengan sedikit perubahan pada kolesterol HDL. Hal
ini mungkin sinergis dengan statin sehingga menjadi terapi kombinasi yang baik
(Neal, 2005).
4. Temulawak
a. Sistematik Temulawak
Menurut Rukmana (1995) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
mempunyai sistematika sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae


Kelas

: Monocotyledonae

Ordo

: Zingiberales

Famili

:Zingiberaceae

Genus

: Curcuma

Spesies

: Curcuma xanthorrhiza Roxb.

b. Kandungan Kimia
Rimpang temulawak sejak lama dikenal sebagai bahan ramuan obat.
Aroma dan warna khas dari rimpang temulawak adalah berbau tajam dan daging
buahnya berwarna kekuning-kuningan. Di dalamnya terkandung protein, pati, zat
warna kuning kurkuminoid dan minyak atsiri. Kandungan kimia minyak atsirinya
antara

lain

feladren,

kamfer,

turmerol,

tolilmetilkarbinol,

arkurkurmen,

zingiberan, kuzerenon, -tumeron dan xanthirizol (kandungan tertinggi 40%).


Komposisi kimia dari rimpang temulawak adalah protein pati sebesar 29-30%,
kurkumin 1-2%, minyak atsirinya antara 6-10% (Agoes, 2010).
c. Khasiat Temulawak
Bagian tanaman temulawak yang mempunyai khasiat adalah rimpangnya
(Soedibyo, 1998). Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak temulawak sangat manjur
untuk pengobatan penyakit hati (Agoes, 2010), sebagai kholeretik, kholagog, anti
inflamasi dan antipiretik (Soedibyo, 1998). Disamping itu juga terbukti bisa
menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan sel hati (Agoes, 2010).
5. Ekstraksi Tanaman
A. Prinsip Ekstraksi Tumbuhan
1) Fase Pembilasan
Pada saat cairan ekstraksi kontak dengan material simplisia maka
sel-sel yang rusak atau tidak utuh lagi akibat operasi penghalusan langsung
bersentuhan dengan bahan pelarut. Dengan demikian komponen sel yang
terdapat di dalamnya lebih mudah diambil atau dibilas. Oleh karena itu,
dalam fase pertama ekstraksi ini sebagian bahan aktif telah berpindah ke
dalam pelarut. Semakin halus serbuk simplisia akan semakin optimal
proses pembilasannya (Voight, 1971).
2) Fase Ekstraksi
Proses selanjutnya lebih kompleks, oleh karena itu bahan pelarut
untuk melarutkan komponen dalam sel yang tidak terluka harus mampu
mendesak masuk lebih dulu ke dalamnya. Membran sel yang mengering,
mengkerut di dalam simplisia mula-mula harus diubah kondisinya
sehingga memungkinkan bahan pelarut masuk ke bagian dalam sel. Hal

itu terjadi melalui pembengkakan, dimana membran mengalami


pembesaran volume akibat masuknya sejumlah molekul bahan pelarut
(Voight, 1971).
B. Metode Ekstraksi
Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sumber bahan alami dan
senyawa yang akan diisolasi tersebut (Sarker et al., 2006). Untuk
mendapatkan senyawa yang khas (zat aktif) dalam suatu tumbuhan, diperlukan
metode ekstraksi yang cepat dan teliti (Harborne, 1987). Oleh karena itu
terdapat macam-macam cara ekstraksi diantaranya maserasi, perkolasi, dan
sokhletasi.
1) Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia atau
campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana
kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dibiarkan selama
3 hari terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari,
ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan
diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup
dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Kemudian
endapan dipisahkan (Anonim, 1986).
2) Perkolasi
Perkolasi dilakukan pada wadah berbentuk silindris atau kerucut
(percolator). Bahan pengekstraksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas,
akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa
serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara kontinyu akan terjadi
proses maserasi bertahap banyak (Voigt, 1994).
3) Sokhletasi
Sokhletasi merupakan cara ekstraksi dengan meletakkan bahan yang
akan diekstraksi dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas, karton, dan
sebagainya) di bagian depan alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu
(percolator). Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah kecil, juga
simplisia selalu baru artinya, suplai bahan pelarut bebas bahan aktif

10

berlangsung secara terus menerus (pembaharuan pendekatan konsentrasi


secara kontinyu). Keburukannya adalah waktu yang diperlukan untuk
ekstraksi lama sampai beberapa jam (Ansel, 1989).
6. Etanol
Etanol merupakan pelarut polar yang dapat melarutkan alkaloid, flavonoid,
tannin, dan saponin (Ansel, 1989). Umumnya yang digunakan sebagai ekstraksi
adalah campuran bahan pelarut yang berlainan, khususnya campuran etanol air.
Etanol sangat sering dapat menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana
bahan pengotor hanya sebagian kecil turut dalam cairan pengekstraksi (Voigt,
1994). Etanol dipertimbangkan sebagai pelarut karena lebih selektif, kapang dan
kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun, netral, absorpsinya
baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingaan (Anonim,
1986).

E. Landasan Teori
Penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo (2010) menunjukkan bahwa
temulawak memiliki efek hipolipidemik dengan cara menurunkan serum
kolesterol total dan kolesterol LDL serta menaikkan HDL kolesterol. Tanaman
temulawak mengandung kurkumin 1-2% dan minyak atsiri sebanyak 5%
(Mursito, 2002). Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa kandungan
temulawak salah satunya adalah kurkumin (Agoes, 2010) dan menurut Goel et al
(2007) bahwa kurkumin merupakan salah satu jenis flavonoid yang terkandung
dalam rimpang temulawak. Penelitian Goel et al (2007) menunjukkan bahwa
kurkumin memiliki efek hipokolesterolemik dengan cara menurunkan serum
kolesterol total dan kolesterol LDL serta menaikkan HDL kolesterol. Kurkumin
merupakan

serbuk

berwarna

kuning-orange yang

larut

dengan

etanol,

dimethylsulfoxide, dan aseton (Goel et al, 2007). Penggunaan ekstrak temulawak


dengan pelarut etanol 50% sebagai hipolipidemik yang dilihat dari kadar HDL
belum dibuktikan secara ilmiah. Sehingga perlu dibuktikan kemampuan ekstrak

11

etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorhizza Roxb.) dalam meningkatkan


kadar HDL pada tikus putih hiperlipidemia.

F. Hipotesis
Ekstrak etanol rimpang temulawak (Curcuma xanthorhizza Roxb.) dapat
meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein) pada tikus putih
hiperlipidemia.

Das könnte Ihnen auch gefallen