Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
2)
3)
4)
Berdasarkan bahan
Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas:3
Pontik logam
Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya terdiri dari alloy, yang setara
dengan alloy emas tipe III. Alloy ini memiliki kekuatan dan kelenturan yang cukup sehingga
tidak mudah menjadi patah atau berubah bentuk (deformasi) akibat tekanan pengunyahan. Pontik
logam biasanya dibuat untuk daerah-daerah yang kurang mementingkan faktor estetis, namun
lebih mementingkan faktor fungsi dan kekuatan seperti pada jembatan posterior.
Pontik porselen
Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam sedangkan seluruh permukaannya
dilapisi dengan porselen. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dimana
faktor estetis menjadi hal yang utama. Pontik porselen mudah beradaptasi dengan gingival dan
memberikan nilai estetik yang baik untuk jangka waktu yang lama.
Pontik akrilik
Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai bahan resin akrilik. Dibandingkan
dengan pontik lainnya, pontik akrilik lebih lunak dan tidak kaku sehingga membutuhkan bahan
logam untuk kerangkanya agar mampu menahan daya kunyah / gigit. Pontik ini biasanya
diindikasikan untuk jembatan anterior dan berfungsi hanya sebagai bahan pelapis estetis saja.
Kombinasi Logam dan Porselen
Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana logam akan memberikan kekuatan
sedangkan porselen pada jenis pontik ini memberikan estetis. Porselen pada bagian labial/bukal
dapat dikombinasikan dengan logam yang bertitik lebur tinggi (lebih tinggi dari temperature
porselen). Tidak berubah warna jika dikombinasikan dengan logam, sangat keras, kuat dan kaku
dan mempunyai pemuaian yang sama dengan porselen. Porselen ditempatkan pada bagian
labial/bukal dan daerah yang menghadap linggir, sedangkan logam ditempatkan pada oklusal dan
lingual. Pontik ini dapat digunakan pada jembatan anterior maupun posterior.
Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer direkatkan dengan semen pada
gigi penyangga yang telah dipersiapkan dan berfungsi sebagai stabilisasi dan retensi (Arifin,
2000).
Retainer ekstrakorona : retainer yang retensinya berada dipermukaan luar mahkota gigi
penyangga
i. Full-veneer Crown Retainer
Indikasi:
- Tekanan kunyah normal/ besar
- Gigi-gigi geligi yang pendek
Retainer intrakorona : retainer yang retensinya berada dibagian dalam mahkota gigi penyangga.
Bentuk: Inlay MO/DO/MOD dan Onlay
Indikasi:
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan atau normal
- Gigi penyangga dengan karies klass II yang besar
- Gigi penyangga mempunyai bentuk/ besar yang normal
Keuntungan:
- Jaringan gigi yang diasah sedikit
- Preparasi lebih mudah
- Estetis cukup baik
Kerugian:
- Indikasi terbatas
- Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi
- Mudah lepas/patah
Retainer dowel crown : retainer yang retensinya berupa pasak yang telah disemenkan ke saluran
akar yang telah dirawat dengan sempurna.
Indikasi:
- Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan
- Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi
Keuntungan:
- Estetis baik
- Posisi dapat disesuaikan
Kerugian:
- Sering terjadi fraktur akar
C. Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor harus dapat mencegah
distorsi atau fraktur selama gigi tiruan berfungsi (Arifin, 2000).
a. Konektor rigid : konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan pada komponen
GTC. Merupakan konektor yang paling sering digunakan untuk GTC. Konektor rigid dapat
dibuat dengan cara:
Pengecoran (casting) : penyatuan dua komponen GTC dengan satu kali proses tuang
Penyolderan (soldering) : penyatuan dua komponen GTC dengan penambahan logam campur
(metal alloy) yang dipanaskan.
Pengelasan (welding) : penyatuan komponen GTC dengan pemanasan dan/atau tekanan.
b. Konektor nonrigid : konektor yang memungkinkan pergerakan terbatas pada komponen GTC.
Diindikasikan bila terdapat pier/intermediate abutment untuk penggangti beberapa gigi yang
hilang. Konektor nonrigid bertujuan untuk mempermudah pemasangan dan perbaikan (repair)
GTC. Contohnya adalah dovetail dan male and female.
D. Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk menahan gigi tiruan
cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah membran periodontal, panjang serta
jumlah akar.
Single abutment : hanya mempergunakan satu gigi penyangga.
a. Fixed-fixed bridge
Semua komponen digabungkan secara rigid, dengan cara penyolderan setiap unit individual
bersama atau menggunakan satu kali pengecoran. Memiliki dua atau lebih gigi penyangga. GTC
tipe ini menghasilkan kekuatan dan stabilitas yang sangat baik dan juga mendistribusikan
tekanan lebih merata pada restorasi. Serta memberikan efek splinting yang sangat baik.
Diindikasikan pada span pendek, atau untuk splinting pada gigi goyang dengan kondisi
periodontal kurang baik.
Indikasi Penggantian 1 3 gigi yang saling bersebelahan; Pasien yang punya tekanan kunyah
normal kuat; Gigi penyangga tidak terlalu besar.; Gigi penyangga derajat goyangnya 1
(normal).
c.
Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih abutment. Pada
cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban oklusal dari gigitiruan. GTC tipe ini
tidak diindikasikan untuk daerah dengan beban oklusal besar. Apabila terkena gaya lateral, maka
gigi penyangga akan tipping, rotasi, atau drifting. Tidak diindikasikan pula pada penggantian gigi
dengan gigi penyangga nonvital sebagai terminal abutment. GTC tipe ini diindikasikan untuk
pengganti satu gigi yang hilang.
Syarat: tekanan kunyah ringan, abutment sehat, dukungan tulang baik.
Keuntungan Desain sederhana, pembuatannya mudah namun hasil maksimal; Jaringan yang
rusak tidak banyak; Estetika paling baik karena kesederhanaan desainnya serta menggunakan
full-porcelain crown.
Indikasi Regio anterior, khususnya gigi I2 yang beban oklusal kecil.
Kontra-Indikasi Regio posterior, kecuali pada P2 bawah yang beban oklusalnya tidak terlalu
besar.
Kerugian Punya daya mengungkit yang dapat merusak jaringan periodonsium (baik tulang
maupun mukosa); Terjadi rotasi palato-labial, namun hal ini jarang terjadi karena adanya
keseimbangan jaringan mukosa bibir, pipi, dan lidah; Indikasi sangat terbatas.
d. Spring cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi atau penyangga gigi.
Loop atau bar tersebut menghubungkan retainer dan pontik dipermukaan palatal. Lengan dari bar
yang berfungsi sebagai penghubung ini dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari
lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar mengikuti
kontur dari palatum untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan ini digunakan
pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau terdapat diastema di
sekitar anterior gigi yang hilang.
Indikasi Dimana estetika merupakan hal utama, GTJ jenis ini menjadi pilihan terbaik karena
letak gigi penyangga tidak tepat disebelah pontics sehingga tidak terlalu terlihat jika
menggunakan logam; Gigi dalam 1 regio tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai gigi
penyangga, baik karena faktor anatomis (akar & periodontal) maupun karena faktor fisik
retainernya; Jika diperlukan adanya diastema (umumnya faktor estetik).
Kontra-Indikasi Pasien muda yang mahkota klinisnya terlalu pendek sehingga kurang
retentif untuk dijadikan penyangga; Pada gigi di mandibula; Bentuk palatal tidak
memungkinkan, entah karena adanya torus atau bentuknya yang terlalu dangkal/dalam. Selain
alasan fungsional, faktor estetik juga menjadi masalah; Gigi penyangga tidak memiliki kontak
proksimal, menyebabkan gigi berisiko bergerak.
Keuntungan Mendapat hasil estetika yang sangat baik; Waktu kunjungan relatif lebih
singkat; Desain umumnya disambut baik oleh pasien karena faktor estetika dan kekuatan yang
tahan lama; Tingkat kegagalan rendah selama preparasi dan pembuatannya benar.
Kerugian Palatal bar dapat membengkok/patah suatu saat jika ada gaya yang cukup besar
seperti trauma atau sering bergerak atau bahkan secara alami; Meskipun waktu kunjungan
singkat, waktu pembuatan cukup lama dan kompleks serta butuh keahlian.
e.
Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat dan bersatu
menjadi suatu kesatuan. Diindikasikan pada pengganti gigi hilang yang membutuhkan gabungan
beberapa tipe GTC.
f.
Faktor Biomekanis
Persyaratan Biologis menuntut gigi penyangga dan jaringan yang mendukungdapat dipelihara
pada kondisi yang sehat. Restorasi harus dibuat dengan sedemikian rupa sehingga tidak mudah
terjadinya pengumpulan plaque yaitu dengan cara dipolished. Selain itu, restorasi harus
biokompatibel dan tidak mudah mengalami korosi.
Gigi-gigi penyangga harus mendekati kesejajaran dan dapat direstorasi tanpa membahayakan
pulpa. Preparasi gigi penyangga sebaiknya mencukupi untuk menyediakan kekuatan restorasi.
Selain itu, gigi-gigi penyangga sebaiknya dipreparasi untuk menyediakan retensi yang adekuat
untuk retainer, sehingga mencegah terlepasnya restorasi. Penting untuk diketahui bahwa gigi
tiruan harus cukup kuat agar tidak mudah pecah, tidak mudah patah, dan mengalami distorsi.
b. Keadaan Periodontal
Harus dipastikan melalui hasil foto rontgen tidak ada kelainan pada jaringan periodontal.
Indikasi khusus pada gigi penyangga yang vital dan non vital dengan perawatan saluran akar,
aringan periodontal sehat, bentuk akar yang panjang, posisi dan inklinasi yang baik dalam
lengkung rahang, bentuk dan besar anatomis gigi normal, mahkota gigi punya jaringan email dan
dentin yang sehat.
c.
Estetis
Pertimbangan estetis sebaiknya tidak mempengaruhi kekuatan Gigi Tiruan Cekat.
Bagaimanapun, tampilan emas yang tidak penting sebaiknya dihindari. Pontik sebaiknya
menggunakan warna, ukuran, dan bentuk yang tepat serta memiliki susunan dan karakteristik
yang tepat.
d. Faktor Finansial
Keadaan social-ekonomi serta tingkat pendidikan yang rendah membuat pengetahuan mereka
terbatas dalam hal pelayanan kesehatan gigi dan mulut sehingga mereka cenderung
menggunakan gigi tiruan lepasan yang harganya relative murah dibandingkan dengan gigi tiruan
cekat. Mereka beranggapan bahwa fungsi mastikasi merupakan hal yang utama untuk
penggantian gigi yang hilang.
2.5.3 Indikasi dan Kontraindikasi GTT
a) Pertimbangan Umum
Sikap pasien terhadap kesehatan gigi dan jaringan pendukung miliknya serta keinginannya untuk
bisa sembuh, dengan kata lain sabar dan mau bekerja sama dengan dokter gigi selama perawatan
berlangsung. Mengingat dalam pembuatan GTJ perlu waktu yang cukup lama dan kunjungan
berkala.
Pasien dari kalangan yang cukup mampu karena harga GTJ cukup mahal.
Memiliki OH yang tinggi. Pasien yang memiliki risiko karies tinggi menyebabkan GTJ tidak
bertahan lama, khususnya pada retainer/abutment dari GTJ tersebut.
b) Indikasi Umum
Secara psikologis, pasien (terutama yang mampu) menganggap GTL bukanlah bagian dari tubuh
mereka sehingga mereka menganggap GTC (dalam hal ini GTJ) merupakan pilihan yang terbaik
untuk menggantikan gigi mereka yang hilang. Selain itu segi estetika dan higiensi juga
diperhatikan karena pandangan umum menganggap GTL membuat mulut menjadi bau dan dari
segi estetik kurang.
Pada
pasien
yang
punya
penyakit
sistemik,
terutama
yang
menyebabkan
Pasien yang memerlukan pontik gigi dalam jumlah besar, membuat length of span tinggi dan
menyebabkan beban GTJ makin besar, terutama pada jaringan periodontal dan gigi
penyangganya.
Pasien yang memiliki abutment teeth yang karies ekstensif dan merusak jaringan mahkota
seluruhnya atau terlalu parah. Selain itu gigi yang mengalami deformitas kongenital juga tidak
bisa digunakan.
Gigi penyangga mengalami rotasi/tilting tidak dalam satu bidang sejajar.
2.5.4 Tahap-Tahap Pembuatan GTC
a) Tahapan Klinik I (Preparasi & Pembuatan GTJ)
Pemeriksaan, diagnosis, rencana perawatan, prognosis
Preparasi gigi abutment
Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan gigi untuk tujuan
menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau sebagian pegangan gigi tiruan
jembatan (Smith dan Howe, 2007).
Persyaratan preparasi:
1. Kemiringan dinding-dinding aksial
Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk menentukan arah
pemasangan. Disamping itu, semen juga sulit keluar dari tepi retainer sehingga jembatan tidak
bisa duduk sempurna pada tempatnya. Untuk itu, dibuat kemiringan yang sedikit konus ke arah
oklusal. Craige (1978) mengatakan bahwa kemiringan dinding aksial optimal berkisar 10-15
derajat. Sementara menurut Martanto (1981), menyatakan bahwa kemiringan maksimum dinding
aksial preparasi 7 derajat. Sedangkan Prayitno HR (1991) memandang kemiiringan dinding
aksial preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan yang paling ideal. Kemiringan yang lebih kecil
sulit diperoleh karena dapat menyebabkan daerah gerong yang tidak terlihat dan menyebabkan
retainer tidak merapat ke permukaan gigi. Retensi sangat berkurang jika derajat kemiringan
dinding aksial preparasi meningkat. Kegagalan pembuatan jembatan akibat hilangnya retensi
sering terjadi bila kemiringan dinding aksial preparasi melebihi 30 derajat. Preparasi gigi yang
terlalu konus mengakibatkan terlalu banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat
menyebabkan terganggunya vitalitas pulpa seperti hipersensitifitas, pulpitis, dan bahkan nekrose
pulpa. Kebanyakan literatur mengatakan kemiringan dinding aksial preparasi berkisar 5-7
derajat, namun kenyataaannya sulit dlicapai karena faktor keterbatasan secara intra oral (Prajitno,
1994).
2. Ketebalan preparasi
Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam melakukan preparasi kita harus
mengambil jaringan gigi seminimal mungkin. Ketebalan preparasi berbeda sesuai dengan
kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai retainer maka ketebalan pengambilan jaringan gigi
berkisar antara 1-1,5 mm sedangkan jika menggunakan logam porselen pengambilan jaringan
gigi berkisar antara 1,5 2 mm. Pengambilan jaringan gigi yang terlaluy berlebihan dapat
menyebakan terganggu vitalitas pulpa seperti hipersensitivitas pulpa, pulpitis, dan nekrosis
pulpa. Pengamnbilan jaringan yang terlalu sedikit dapat mengurangi retensi retainer sehingga
menyebabkan perubahan bentuk akibat daya kunyah (Prajitno, 1994).
3. Kesejajaran preparasi
Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama antara satu gigi
penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah pemasangan harus dipilih yang paling sedikit
mengorbankan jaringan keras gigi, tetapi dapat menyebabkan jembatan duduk sempurna pada
tempatnya (Prajitno, 1994).
Prinsip kesejajaran ini sangat memengaruhi kestabilan dari kedudukan GTJ nantinya, kecuali
pada GTJ yang sifatnya konektor non-rigid, cantilever bridge, atau telescopic bridge. Sedangkan
prinsip pengambilan jaringan berhubungan dengan kemampuan memegang retainer dan
kemampuan gigi dalam menerima beban kunyah tambahan (distribusi tekanan dari pontik). Pada
keadaan tertentu:
- Pada gigi yang pendek, untuk memperoleh retensi optimal dan mendapatkan kekuatan untuk
menahan beban, maka pengambilan oklusal pada daerah supporting cusp lebih banyak. Bila perlu
dengan tambahan groove sebagai penambah kemampuan resistensi.
- Pada diasteme yang sempit, pengambilan proksimal harus lebih banyak, agar konektor bisa
lebih tebal dan kuat.
- Pada span yang panjang, preparasi servikal sebaiknya mempunyai ketebalan optimal,
misalnya minimal dengan bentuk chamfer.
Ada beberapa tindakan khusus berupa modifikasi preparasi abutment untuk mendapatkan
kesejajaran, antara lain:
a. Jika salah satu terminal abutment miring
Penyesuaian dengan kurva oklusal, mengharuskan pengambilan lebih banyak pada distooklusal.
Analisa arah pemasukan dengan dental suveyor atau garis khayal, berupa garis sejajar dengan
garis bagi sudut yang terbentuk yang terbentuk oleh kedua sumbu kedua gigi penyangga.
b. Terminal abutment dan gigi tetangganya miring
Kemungkinan jaringan mahkota gigi tetangga bagian mesial harus diambil sedikit agar tidak
menghalangi insersi bridge.
c.
Pembuatan galur
Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan baik bila gigi bagian labiopalatal
cukup tebal. Galur berguna untuk mencegah pergeseran ke lingual atau labial dan berguna untuk
mendapatkan ketebalan preparasi di daerah tersebut. Galur pada gigi anterior dapat dibuat
dengan bur intan berbentuk silinder (Prajitno, 1994).
2.
Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal preparasi sesuai dengan arah pasang
jembatannya. Selain itu untuk mengurangi kecembungan permukaan proksimal yang
menghalangi pemasangan jembatan. Preparasi bagian proksimal dilakukan dengan menggunakan
bur intan berbentuk kerucut. Pengurangan bagian proksimal membentuk konus dengan
kemiringan 5-10 derajat (Prajitno, 1994).
3.
Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan berbentuk silinder. Preparasi permukaan
bukal bertujuan untuk memperoleh ruangan yang cukup untuk logam pemaut yang memberi
kekuatan pada pemaut dan supaya beban kunyah dapat disamaratakan (Prajitno, 1994).
5.
6.
pembuatan
preparasi gigi abutment tetap harus mengingat fungsi utamanya dalam GTJ, sehingga harus
memenuhi prinsip:
Kesejajaran antar gigi penyangga dan arah insersi
Pengambilan jaringan seoptimal mungkin
Retraksi gingiva
Tindakan ini merupakan tindakan yang mendahului tahap pencetakan gigi. Merupakan tindakan
penarikan/pemisahan sementara free gingiva dari gigi yang dipreparasi dengan tujuan
mendapatkan tepi preparasi servikal yang jelas saat pencetakan serta menghindari luka pada gusi
saat preparasi gigi di sulkus gingiva. Sebelum diretraksi, dilakukan pemeriksaan gigi tetangga
apakah karies atau drifting sehingga harus diperbaiki serta dilanjutkan dengan pembersihan
debris. Ada 4 cara retraksi gingiva, yaitu:
Mekanis (benang surgical silk 0,3 mm atau copper band atau MTS)
Kimia (larutan kimia hemostatik dan tidak ada vasokonstriktor)
Kombinasi (Benang yang mengandung larutan kimia)
Bedah elektrosurgikal
Kesalahan pada retraksi gingiva dapat menyebabkan resesi gusi, atrofi gusi, ekspos akar gigi,
atau shock tekanan darah jika retraction cord mengandung vasokonstriktor (e.g. adrenalin).
Pencetakan dan pembuatan die model
Setelah dilakukan retraksi, maka pencetakan dan pembuatan die model dapat dimulai. Pilih jenis
(stock/individual) dan ukuran sendok cetak sesuai dengan ukuran rahang dan material cetak apa
yang akan digunakan. Untuk pembuatan GTJ umumnya material yang digunakan bersifat
elastomer dengan tujuan mendapatkan detail yang akurat. Ingat selalu bahwa sebelum dicetak,
gigi harus dalam keadaan kering dan bebas dari cairan saliva.
Pembuatan catatan gigit
Tahap ini ditujukan untuk mendapatkan hubungan dari model RA & RB sebagaimana
hubungan tersebut didapat di dalam mulut pasien, sehingga didapatkan GTC yang stabil
oklusinya (oklusi sentris). Umumnya catatan gigit dibuat menggunakan bite registration
paste/bitewax.
Penentuan warna (shade)
Penentuan warna GTC dilakukan untuk mendapat warna gigi yang sesuai dengan warna gigi-gigi
tetangganya. Umumnya cara yang paling banyak dipakai saat ini adalah dengan menggunakan
shade guide dari pabrik yang mengeluarkan bahan GTC yang kita gunakan. Kesamaan pabrik
antara shade guide dengan material yang kita gunakan di labroatorium sangat penting karena
tiap-tiap pabrik memiliki warna yang berbeda untuk satu kode yang sama (Contoh: untuk kode
A1 antara pabrik A dan pabrik B bisa ada perbedaan warna). Dalam penentuan warna gigi harus:
Dalam keadaan basah (sehari-hari gigi itu berada nantinya)
Pencahayaan terang dari lampu neon (bukan lampu DU) dan tidak boleh tertutupi oleh bayangan.
Pembuatan Mahkota Sementara gigi abutment dan pontik sementara
Mahkota Sementara
Pembuatannya bisa secara direct atau indirect. Jika secara direct, maka saat sebelum
dipreparasi, jika gigi mengalami karies/fraktur, ditutupi dengan malam membentuk kontur
anatomis normal, kemudian dilakukan pencetakan. Setelah dipreparasi, cetakan negatif (alginat)
pada gigi itu diisi dengan resin akrilik kemudian dipasangkan di gigi hasil preparasi yang sudah
diberi vaselin agar tidak menempel di gigi. Setelah mengeras sedikit, resin akrilik dirapikan
seperlunya (dipotong bagian yang berlebih) dan setelah full setting cetakan dilepas dan MTS
dipoles. Jika secara indirect, maka tahap-tahap tersebut dilakukan pada model gigi dan
kemudian setelah jadi MTS dicobakan di gigi pasien.
Cara diatas merupakan pembuatan mahkota sementara secara fabricated. Cara lain adalah
dengan menggunakan mahkota sementara prefabricated. Berbeda dengan cara fabricated, ada
beberapa macam bahan mahkota sementara digunakan, seperti aluminium, akrilik, dan seluloid.
Prosedur pemakaiannya: o Pemilihan mahkota sementara, untuk gigi depan harus diperhatikan
warna, bentuk dan besar yang sesuai. o Adaptasi bagian servikal dan bagian dalam mahkota.
Bagian servikal setiap mahkota sementara tidak boleh menekan bagian gingival untuk mencegah
resesi.
Pontik Sementara
Pembuatan pontik sementara dilakukan sebelum pencetakan untuk pembuatan GTJS pada
retainernya. Disini pontik dibuat dengan menggunakan wax (biasanya inlay wax) dan kemudian
baru dilakukan pencetakan untuk pembuatan MTS di gigi abutment.
b) Tahapan Klinik II (Evaluasi GTJ)
Setelah GTJ selesai difabrikasi dari laboratorium (belum jadi sepenuhnya baru backing logam),
sebelum dipasangkan pada pasien GTJ ini perlu dievaluasi terlebih dahulu, terutama pada
kualitas backing logam dan facing porcelainnya (pada tipe PFM), namun jika tidak
menggunakan bahan ini maka tidak perlu dievaluasi. Disini dievaluasi kecekatan GTC, ketepatan
marginal, kontak proksimal, ruang untuk facing, kontak oklusal dan artikulasi. Jika evaluasinya
baik, maka backing logam ini dikembalikan lagi ke laboratorium untuk dibuatkan facing
porselennya. Setelah jadi sepenuhnya, kembali dilakukan evaluasi pemeriksaan di gigi pasien
namun belum disementasi secara permanen. Evaluasi ini meliputi:
Kecekatan (fitness/self retention)
GTC harus memiliki kecekatan yang maksudnya saat dipasangkan bisa pas dan tidak jatuh saat
dipasang di gigi hasil preparasi dan mampu melawan gaya-gaya ringan yang berlawanan dengan
arah insersi tanpa sementasi.
Marginal fitness & integrity
Diperiksa pada bagian tepi servikal restorasi menggunakan sonde halfmoon; apakah ada bagian
yang terlalu pendek atau terbuka serta dilakukan pemeriksaan mengelilingi servikal. Kemudian
dilihat juga kondisi gusi, apakah mengalami kepucatan (menandakan tepi servikal yang terlalu
panjang sehingga menekan gusi). Disini perlu dilakukan pengurangan panjang namun jangan
sampai terlalu pendek yang dapat berakibat terbukanya tepi restorasi.
Kontak proksimal
Kontak tidak boleh terlalu menekan, overhanging, atau overkontur (terlalu ke labial atau lingual
atau oklusal). Perhatikan juga efek dari ACF karena gaya ini sangat berpengaruh terhadap
kondisi inklinasi gigi. Pengecekan dilakukan dengan menggunakan benang gigi dan dilewatkan
di proksimal gigi tetangga ataupun antar GTC. Disini benang harus mengalami hambatan ringan
namun tidak sampai merobek benang.
Stabilitas dan adaptasi ke mukosa gingiva
Merupakan kedudukan pada gigi penyangga harus tetap dan tepat, sehingga tidak goyang,
memutar, ataupun terungkit meskipun tidak diberi gaya. Untuk masalah faktor ungkit umumnya
diperiksa dengan menekan salah satu gigi penyangga. Adaptasi mukosa tentu perlu karena
nantinya GTJ akan menekan gusi meskipun ringan namun tetap tidak boleh membuat perubahan
warna pada gusi yang dapat berujung pada resesi serta untuk memaksimalkan efek self cleansing
pada daerah embrasurnya.
Penyesuaian oklusal
Pemeriksaan dilakukan menggunakan kertas artikulasi dan diletakan di titik kontak dan titi oklusi
dan suruh pasien menggigit kertas tersebut dalam kondisi oklusi sentris. Hasil yang baik adalah
tidak adanya tanda pada hasil restorasi yang menandakan bahwa oklusi sudah nyaman dan tidak
ada yang mengganjal atau ketidaknyamanan saat beroklusi. Hal ini perlu karena
ketidaknyamanan ini dapat berujung pada gangguan sistem mastikasi.
Estetika
Syarat estetis selalu menjadi poin utama dalam setiap restorasi, khususnya pada masa kini
dimana pasien menginginkan restorasinya sewarna gigi dan seideal mungkin, maka pada bagian
yang terlihat saat tersenyum (anterior dan sebagian kecil posterior) maka restorasi harus sewarna
gigi tetangganya dan harus mengikuti kontur, anatomi, dan bentuk normal gigi tersebut.
c) Tahapan Klinik III (Sementasi dan Insersi)
Tahap pemasangan dilakukan dengan cara melakukan sementasi dari retainer pada GTJ ke gigi
penyangga menggunakan semen permanen yang tidak larut dalam cairan mulut sehingga GTJ
dapat berfungsi penuh. Pemasangan dapat bersifat sementara ataupun permanen namun
umumnya bahan yang digunakan sama hanya berbeda tujuannya. Pemilihan bahan sementasi
didasarkan pada:
Besar beban kunyah
Jika tekanan kunyah besar maka memerlukan bahan yang memiliki compressive strength tinggi
untuk mencegah terjadinya retak dikemudian hari dan dapat menyebabkan lepasnya GTJ. Jika
tekanan kunyah berisiko menimbulkan gaya ungkit makan bond strength ke gigi juga harus baik.
Jumlah gigi penyangga
Jika jumlah gigi penyangga cukup banyak (GTJ long span) maka bahan semennya perlu
memiliki working time panjang dan flow tinggi untuk mencegah terjadinya pengerasan yang
terlalu awal sebelum gigi dipasangkan mengingat jumlah retainer yang akan disemen banyak.
Keadaan gigi penyangga
Pada gigi penyangga yang mengalami hiperemia namun masih vital maka sementasi dilakukan
dengan bahan yang pH tinggi (basa). Jika gigi kurang retentif semen perlu punya bond strength
& film thickness tinggi. Apabila sifat gigi penyangga merupakan MT pasak logam maka perlu
menggunakan bahan semen yang dapat berikatan dengan baik dengan logam.
Desain dan bahan gigi tiruan
Desain dan bahan gigi tiruan berpengaruh pada estetika dan fungsional GTC nantinya. Jika
bahan gigi tiruan adalah akrilik yang translusen maka tentunya semen harus memiliki warna
yang sebisa mungkin mirip dengan warna gigi, sedangkan untuk desain tertentu maka semen
harus punya tingkat kelarutan yang rendah.
Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen pada gigi penyangga di
dalam mulut. Persiapan gigi penyangga sebelum penyemenan perlu dilakukan dengan sebaikbaiknya untuk mencegah perubahan relasi oklusal dan tepi gingiva, yang mungkin juga
disebabkan tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa. Hal tersebut harus dihindari oleh operator
(Smith dan Howe, 2007).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas bahan semen yang umum digunakan
antara lain GIC, Semen Resin, Zinc-Polikarbonat, dan Zinc-Fosfat.
Glass-Ionomer Cement
Merupakan bahan semen yang paling banyak dipakai karena kemampuan biokompatibilitas ke
jaringan dan restorasi yang baik melalui ikatan kimia. Terdiri atas bubuk dan liquid yang
mengandung fluor sebagai proteksi dari karies. Saat pemasangan pastikan gigi tidak
terkontaminasi oleh saliva karena sifat semen yang water-based. Apabila material yang
digunakan adalah logam logam tersebut dilapisi dengan opaquer terlebih dahulu. Sayangnya
karena daya larut yang rendah risiko kebocoran tepi servikal tinggi.
Resin Cement (Zinc Siloco Phosphate Cement)
Semen ini sudah tidak banyak dipakai karena sifatnya yang asam sehingga restorasi tidak tahan
lama dan mengiritasi jaringan. Namun semen ini karena memiliki komposisi resin maka sifat
translusensinya sangat baik. Biasanya semen ini digunakan pada retainer yang menggunakan
material akrilik atau porselen serta gigi penyangga yang non-vital (dowell crown).
Zinc Poly-Carboxylate Cement
Merupakan bahan semen jenis akrilik dengan paduan antara bubuk dan liquidnya akan
menurunkan pH serta meningkatkan bond strength karena reaksi dengan kalsium gigi dan
kandungan fluornya. Sifat adhesif ke logam tinggi sehingga banyak dipakai untuk sementasi
Pasak-Inti. Kekurangannya adalah setting time yang cepat sehingga tidak cocok untuk GTJ
dengan span panjang atau multiple abutment bridge. Tingkat kekerasannya juga masih dibawah
semen zinc-fosfat.
Zinc Phosphate Cement
Merupakan bahan semen yang paling pertama dikeluarkan tetapi masih menjadi pilihan utama
karena memiliki tingkat kekerasan, film thickness dan setting time yang memadai. Semen ini juga
punya pilihan warna sehingga tidak terlalu mencolok. Sayngnya pH semen ini rendah sehingga
berisiko mengiritasi pulpa saat belum mengeras. Oleh karena itu biasanya diberikan pelaps untuk
proteksi pulpa dengan cavity varnish.
Tekanan kunyah yang ringan atau tidak berkontak sama sekali, misal gigi lawan merupakan
removable denture, sehingga tekanan kunyah tidak akan sama dengan gigi asli.
3. Gigi tetangga :
Tidak mengalami rotasi, migrasi, miring
2.5.7 Keuntungan dan Kerugian GTC
1. Keuntungan
Karena diletakkan pada gigi asli sehingga tidak mudah terlepas atau tertelan
Dirasakan seperti gigi sendiri oleh pasien
Tidak mempunyai clasp (pendekap) yang dapat menyebabkan keausan pada enamel gigi
Melindungi gig terhadap tekanan
Dapat mempunyai efek spint (efek belat) yang melindungi gigi terhadap stress (tegangan)
Pada pasien ini harus diberikan antibiotik profilaksis yang dikombinasikan dengan
intervensi yang dapat menimbulkan bakteremia sebagai suatu pencegahan (pengoptimalan OH).
C. Respiratory Disorder
Sebagai contoh, asma atau bronchitis secara khusus memilki pernapasan yang
hiperaktive, sesak napas, dyspenea dan batuk. Pasien i ni harus selalu dirawat dengan posisi
duduk yang tegak pada dental chair. Hal ini penting bagi pasien agar terhindar dari semprotan
air dan partikel girborne seperti resin komposit saat penempatan gigi tiruan penuh.
D. Diabetes melitus
Tanda klinis manifestasi oralnya adalah:
rpsi cepat, gigi tiruan cepat longgar, sehingga harus sering dikontrol.
Terkadang pasien harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke spesialis penyakit dalam. Pada
saat melakukan perawatan, beberapa hal yang harus dihindari :
ari trauma
desain jangan dibuat paradental, tetapi gingival karena gigi geligi tidak kuat.
E. Arthritis
Kebanyakan pasien seperti ini mengkonsumsi obat-obatan seperti aspirin atau
corticosteroid dalam jangka waktu yang lama dan dapat mempengaruhi perawatan gigi akibat
efek sampingnya. Pasien dengan infeksi oral harus dilakukan proteksi untuk melawan bakteremia
dan timbulnya infeksi sekunder dengan dilakukannya terapi antibiotik profilaksis. Dokter gigi
harus mengkonsultasikan pasienya pada dokter umum untuk menentukan kebutuhan
antibiotiknya.
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosa dan perawatan pendahuluan
mempunyai
suksesnya pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien. Jika pasien langsung dirawat tanpa
melakukan diagnosa dan perawatan pendahuluan, maka kegagalanlah yang akan dihadapi.
Pemeriksaan teridiri dari 3 jenis, yaitu pemeriksaan subjektif, objektif, dan penunjang.
Pemeriksaan subjektif yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tanya jawab. Cara ini
umumnya dilakukan untuk mencari riwayat penyakit dan data pribadi pasien dan keluarga.
Biasanya disebut dengan anamnesis. Pemeriksaan objektif meliputi pemeriksaan intraoral dan
ekstraoral. Pemeriksaan ekstraoral meliputi pemeriksaan terhadap bentuk muka/wajah. Dilihat
dari arah depan bentuk wajah tampak Oval/ovoid, Persegi/square, Lonjong/tapering dan dilihat
dari arah samping tampak cembung, lurus, cekung. Bentuk bibir tampak panjang, pendek,
normal, tebal,tipis, Flabby. Sendi Rahang terlihat menggeletuk, krepitasi, sakit. Pemeriksaan
intraoral meliputi pemeriksaan terhadap gigi, antara lain meliputi gigi yang hilang, keadaan
gigi yang tinggal, gigi yang mudah terkena karies, banyaknya tambalan pada gigi, mobilitas
gigi, elongasi, malposisi, atrisi. Jika dijumpai adanya kelainan gigi yang mengganggu pada
pembuatan gigi tiruan, maka sebaiknya gigi-gigi tersebut dicabut. Selanjutnya setelah
dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif agar lebih akurat dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan radiografi yang Berfungsi sebagai informasi tambahan bagi
pemeriksan klinis.
Penegakkan diagnosa dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan subyektif, obyektif, dan
penunjang. Setelah didapatkan hasil pemeriksaan kemudian dilakukan prognosis. Prognosis
adalah peramalan dari kemungkinan dan akhir suatu penyakit, sebuah perkiraan kemungkinan
hasil akhir gangguan atau penyakit, baik dengan atau tanpa pengobatan. Sebelum melakukan
tindakan rehabilitatif dengan membuatkan GTC, dokter gigi harus melakukan perawatan
pendahuluan terlebih dahulu dengan tindakan bedah, periodonti, konservatif maupun orthodonti
sesuai dengan kondisi pasien dan jika pasien memiliki penyakit sistemik, hal ini memerlukan
cukup perhatian khusus . Tahap selanjutnya adalah proses pembuatan gigi tiruan tetap. Penentuan
desain dari gigi tiruan cekat (GTC) merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau
kegagalan gigi tiruan. Dari sini kita mendapatkan prognosa yang baik untuk kedepannya Cara
penentuan desain GTC dengan cara mengetahui indikasi dan kontraindikasi, menentukan macam
dukungan dari setiap sadel, menentukan macam retainer, dan terakhir menentukan macam
konektor yang akan digunakan. Komponen-komponen gigi tiruan tetap terdiri dari pontik,
retainer, konektor dan abutment. Desainer harus didasarkan pada pengetahuan dan ketrampilan
operator dan proses pembuatan desain harus memperhatikan faktor-faktor estetis, stabilisasi,
retensi, oklusi, kenyamanan, mudah dibersihkan dan faktor biaya.
Setelah proses pembuatan GTC selesai, tahap berikutnya adalah tahap pemasangan GTC
kedalam mulut pasien. Pemeliharaan kesehatan mulut untuk menunjang jesehatan gingiva
disekitar gigi tiruan dan giginya sendiri. Pemeliharaan yang harus dilakukan oleh pasien terdiri
dari 4 tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan plak dan sisa makanan berupa
penghilangan plak, mengurangi makanan/minuman yang asam dan kariogenik, penggunaan obat
kumur dengan tujuan menghambat pertumbuhan plak, misalnya dengan chlorhexidine dan
pemeriksaan ulang rutin setiap 3 6 bulan ke dokter gigi.