Sie sind auf Seite 1von 25

2.

5 Gigi Tiruan Cekat (GTC)


Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi yang
masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi ini telah lama
disebut dengan gigi tiruan jembatan (Arifin, 2000).
2.5.1 Komponen GTC
Gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer, konektor, dan
abutment, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Pontik, Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli yang
hilang dan berfungsi untuk mengembalikan:
Fungsi kunyah dan bicara
Estetis
Comfort (rasa nyaman)
Mempertahankan hubungan antar gigi tetangga mencegah migrasi / hubungan dengan gigi
lawan ektrusi
Berikut adalah klasifikasi pontik, antara lain:
a.
1)

2)

3)

4)

Berdasarkan bahan
Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas:3
Pontik logam
Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya terdiri dari alloy, yang setara
dengan alloy emas tipe III. Alloy ini memiliki kekuatan dan kelenturan yang cukup sehingga
tidak mudah menjadi patah atau berubah bentuk (deformasi) akibat tekanan pengunyahan. Pontik
logam biasanya dibuat untuk daerah-daerah yang kurang mementingkan faktor estetis, namun
lebih mementingkan faktor fungsi dan kekuatan seperti pada jembatan posterior.
Pontik porselen
Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam sedangkan seluruh permukaannya
dilapisi dengan porselen. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dimana
faktor estetis menjadi hal yang utama. Pontik porselen mudah beradaptasi dengan gingival dan
memberikan nilai estetik yang baik untuk jangka waktu yang lama.
Pontik akrilik
Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai bahan resin akrilik. Dibandingkan
dengan pontik lainnya, pontik akrilik lebih lunak dan tidak kaku sehingga membutuhkan bahan
logam untuk kerangkanya agar mampu menahan daya kunyah / gigit. Pontik ini biasanya
diindikasikan untuk jembatan anterior dan berfungsi hanya sebagai bahan pelapis estetis saja.
Kombinasi Logam dan Porselen
Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana logam akan memberikan kekuatan
sedangkan porselen pada jenis pontik ini memberikan estetis. Porselen pada bagian labial/bukal
dapat dikombinasikan dengan logam yang bertitik lebur tinggi (lebih tinggi dari temperature
porselen). Tidak berubah warna jika dikombinasikan dengan logam, sangat keras, kuat dan kaku
dan mempunyai pemuaian yang sama dengan porselen. Porselen ditempatkan pada bagian
labial/bukal dan daerah yang menghadap linggir, sedangkan logam ditempatkan pada oklusal dan
lingual. Pontik ini dapat digunakan pada jembatan anterior maupun posterior.

5) Kombinasi Logam dan Akrilik


Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi sebagai bahan estetika sedangkan
logam yang memberi kekuatan dan dianggap lebih dapat diterima oleh gingival sehingga
permukaan lingual/palatal dan daerah yang menghadap gusi dibuat dari logam sedangkan daerah
labial/bukal dilapisi dengan akrilik.
b. Berdasarkan hubungan dengan Jaringan Lunak
1) Pontik Sanitary
Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan linggir alveolus sehingga
terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik dengan linggir alveolus (1-3 mm), dan permukaan
dasar pontik cembung dalam segala aspek. Tujuan pembuatan dasar pontik ini adalah agar sisasisa makanan dapat dengan mudah dibersihkan. Adanya bentuk pontik yang demikian
mengakibatkan kekurangan dalam hal estetis sehingga hanya diindikasikan untuk pontik
posterior rahang bawah(Arifin, 2000).
Gambar 1. Pontik Sanitary
2) Pontik Ridge Lap
Bagian labial/bukal dari dasar pontik berkontak dengan linggir alveolus sedangkan bagian palatal
menjauhi linggir ataupun sedikit menyentuh mukosa dari linggir. Hal ini mengakibatkan estetis
pada bagian labial/bukal lebih baik, dan mudah dibersihkan pada bagian palatal. Walaupun
demikian menurut beberapa hasil penelitian, sisa makanan masih mudah masuk ke bawah dasar
pontik dan sulit untuk dibersihkan. Pontik jenis ini biasanya diindikasikan untuk jembatan
anterior dan posterior(Arifin, 2000).
Gambar 2. Pontik Ridge Lap
3) Pontik Conical Root
Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan imediat yang dibuatkan atas
permintaan pasien yang sangat mengutamakan estetis dalam kegiatan sehari-hari. Pontik ini
dibuat dengan cara bagian dasar pontik masuk ke dalam soket gigi yang baru dicabut kira-kira 2
mm. pontik ini dipasang segera setelah dilakukannya pencabutan dan pada pembuatan ini tidak
menggunakan restorasi provisional.4
Gambar 3. Pontik Conical Root.
B.

Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer direkatkan dengan semen pada
gigi penyangga yang telah dipersiapkan dan berfungsi sebagai stabilisasi dan retensi (Arifin,
2000).
Retainer ekstrakorona : retainer yang retensinya berada dipermukaan luar mahkota gigi
penyangga
i. Full-veneer Crown Retainer
Indikasi:
- Tekanan kunyah normal/ besar
- Gigi-gigi geligi yang pendek

- Intermediare abutment paska perawatan periodontal


- Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang
Keuntungan:
- Indikasi luas
- Memberikan retensi dan resistensi yang terbaik
- Memberikan efek splinting yang terbaik
Kerugian:
- Jaringan gigi yang diasah lebih banyak
- Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal)

ii. Partial-veneer Crown Retainer


Indikasi:
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan / normal
- Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal
- Salah satu gigi penyangga miring
Keuntungan:
- Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit
- Estetis lebih baik daripada FVC retainer
Kerugian:
- Indikasi terbatas
- Kesejajaran preparasi antara gigi penyangga sulit
- Kemampuan dalam hal retensi dan resitensi kurang
- Pembuatannya sulit (dalam hal ketepatan)

Retainer intrakorona : retainer yang retensinya berada dibagian dalam mahkota gigi penyangga.
Bentuk: Inlay MO/DO/MOD dan Onlay

Indikasi:
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan atau normal
- Gigi penyangga dengan karies klass II yang besar
- Gigi penyangga mempunyai bentuk/ besar yang normal
Keuntungan:
- Jaringan gigi yang diasah sedikit
- Preparasi lebih mudah
- Estetis cukup baik
Kerugian:
- Indikasi terbatas
- Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi
- Mudah lepas/patah
Retainer dowel crown : retainer yang retensinya berupa pasak yang telah disemenkan ke saluran
akar yang telah dirawat dengan sempurna.
Indikasi:
- Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan
- Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi

Keuntungan:
- Estetis baik
- Posisi dapat disesuaikan
Kerugian:
- Sering terjadi fraktur akar
C. Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor harus dapat mencegah
distorsi atau fraktur selama gigi tiruan berfungsi (Arifin, 2000).
a. Konektor rigid : konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan pada komponen
GTC. Merupakan konektor yang paling sering digunakan untuk GTC. Konektor rigid dapat
dibuat dengan cara:
Pengecoran (casting) : penyatuan dua komponen GTC dengan satu kali proses tuang
Penyolderan (soldering) : penyatuan dua komponen GTC dengan penambahan logam campur
(metal alloy) yang dipanaskan.
Pengelasan (welding) : penyatuan komponen GTC dengan pemanasan dan/atau tekanan.

b. Konektor nonrigid : konektor yang memungkinkan pergerakan terbatas pada komponen GTC.
Diindikasikan bila terdapat pier/intermediate abutment untuk penggangti beberapa gigi yang
hilang. Konektor nonrigid bertujuan untuk mempermudah pemasangan dan perbaikan (repair)
GTC. Contohnya adalah dovetail dan male and female.
D. Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk menahan gigi tiruan
cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah membran periodontal, panjang serta
jumlah akar.
Single abutment : hanya mempergunakan satu gigi penyangga.

Double abutment : bila memakai dua gigi penyangga.

Multiple abutment : bila memakai lebih dari dua gigi penyangga.

Terminal abutment : merupakan gigi penyangga paling ujung dari


diastema.

Intermediate / pier abutment : gigi penyangga yang terletak


diantara dua diastema (pontics).

Splinted abutment : penyatuan dua gigi penyangga pada satu sisi


diastema

Double splinted abutment : splinted abutment pada kedua sisi


Diastema (Arifin, 2000).
2.5.2 Macam Desain GTC
Adapun 6 macam desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada dukungan yang ada
pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini adalah:

a. Fixed-fixed bridge
Semua komponen digabungkan secara rigid, dengan cara penyolderan setiap unit individual
bersama atau menggunakan satu kali pengecoran. Memiliki dua atau lebih gigi penyangga. GTC
tipe ini menghasilkan kekuatan dan stabilitas yang sangat baik dan juga mendistribusikan
tekanan lebih merata pada restorasi. Serta memberikan efek splinting yang sangat baik.
Diindikasikan pada span pendek, atau untuk splinting pada gigi goyang dengan kondisi
periodontal kurang baik.
Indikasi Penggantian 1 3 gigi yang saling bersebelahan; Pasien yang punya tekanan kunyah
normal kuat; Gigi penyangga tidak terlalu besar.; Gigi penyangga derajat goyangnya 1
(normal).

Kontra-Indikasi Pontics/span yang terlalu panjang; Gigi penyangga memiliki kelainan


periodontal atau karies esktensif; Pasien yang masih muda dengan ruang pulpa besar.
Keuntungan Memiliki indikasi terluas dari semua jenis GTJ; Punya efek splinting terbaik
dan karenanya sering digunakan sebagai perawatan penunjang periodontal.
Kerugian Jika span terlalu panjang terjadi resiko adanya gaya ungkit/bent/efek flexural. Hal
ini terjadi pada saat makan, bolus makanan berada baik di gigi penyangga atau berada di tengah
span/pontik.
b.

Semi fixed bridge


Pada jenis ini, gaya yang datang dibagi menjadi dua,
menggunakan konektor rigid dan non rigid sehingga
tekanan oklusi akan lebih disalurkan ke tulang dan tidak
dipusatkan ke retainer. GTC tipe ini memungkinkan
pergerakan terbatas pada konektor diantara pontik dan
retainer. Konektor tersebut dapat memberikan dukungan
penuh pada pontik untuk melawan gaya oklusal vertikal,
dan memungkinkan gerakan terbatas pada respon terhadap gaya lateral. Hal ini mencegah
gerakan gerakan satu retainer yang mentransmisikan gaya torsional secara langsung ke retainer
lainnya sehingga dapat menyebabkan lepasnya retainer. Diindikasikan pada span panjang dan
jika terdapat pier/intermediate abutment pada pengganti beberapa gigi yang hilang.
Syarat: Tekanan kunyah normal/ringan dan ukuran abutment normal.
Konstruksi: Non-rigid Connector di mesial diastema untuk mencegah tertariknya key karna
gaya ACF.
Indikasi Salah satu abutment miring >20 atau intermediate abutment; Kehilangan 1 atau 2
gigi dengan salah satu gigi penyangga vital; Kehilangan 2 gigi dengan gigi penyangga
intermediate.
Keuntungan Adanya konektor non-rigid mencegah terjadinya gaya ungkit sebagaimana yang
terjadi pada GTJ rigid-fixed; Preparasi tidak terlalu ekstensif sehingga pasien yang ruang
pulpanya besar tidak menjadi masalah; Prosedur sementasi bertahap sehingga jika terjadi
kesalahan tidak semua unit harus diulang.
Kerugian Pembuatan relatif sulit, terutama keakuratan kedua unit retainer; Harganya relatif
lebih mahal; Efek splinting kurang; Risiko fraktur pada kunci tinggi.

c.

Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih abutment. Pada
cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban oklusal dari gigitiruan. GTC tipe ini

tidak diindikasikan untuk daerah dengan beban oklusal besar. Apabila terkena gaya lateral, maka
gigi penyangga akan tipping, rotasi, atau drifting. Tidak diindikasikan pula pada penggantian gigi
dengan gigi penyangga nonvital sebagai terminal abutment. GTC tipe ini diindikasikan untuk
pengganti satu gigi yang hilang.
Syarat: tekanan kunyah ringan, abutment sehat, dukungan tulang baik.
Keuntungan Desain sederhana, pembuatannya mudah namun hasil maksimal; Jaringan yang
rusak tidak banyak; Estetika paling baik karena kesederhanaan desainnya serta menggunakan
full-porcelain crown.
Indikasi Regio anterior, khususnya gigi I2 yang beban oklusal kecil.
Kontra-Indikasi Regio posterior, kecuali pada P2 bawah yang beban oklusalnya tidak terlalu
besar.
Kerugian Punya daya mengungkit yang dapat merusak jaringan periodonsium (baik tulang
maupun mukosa); Terjadi rotasi palato-labial, namun hal ini jarang terjadi karena adanya
keseimbangan jaringan mukosa bibir, pipi, dan lidah; Indikasi sangat terbatas.
d. Spring cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi atau penyangga gigi.
Loop atau bar tersebut menghubungkan retainer dan pontik dipermukaan palatal. Lengan dari bar
yang berfungsi sebagai penghubung ini dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari
lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar mengikuti
kontur dari palatum untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan ini digunakan
pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau terdapat diastema di
sekitar anterior gigi yang hilang.
Indikasi Dimana estetika merupakan hal utama, GTJ jenis ini menjadi pilihan terbaik karena
letak gigi penyangga tidak tepat disebelah pontics sehingga tidak terlalu terlihat jika
menggunakan logam; Gigi dalam 1 regio tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai gigi
penyangga, baik karena faktor anatomis (akar & periodontal) maupun karena faktor fisik
retainernya; Jika diperlukan adanya diastema (umumnya faktor estetik).
Kontra-Indikasi Pasien muda yang mahkota klinisnya terlalu pendek sehingga kurang
retentif untuk dijadikan penyangga; Pada gigi di mandibula; Bentuk palatal tidak
memungkinkan, entah karena adanya torus atau bentuknya yang terlalu dangkal/dalam. Selain

alasan fungsional, faktor estetik juga menjadi masalah; Gigi penyangga tidak memiliki kontak
proksimal, menyebabkan gigi berisiko bergerak.
Keuntungan Mendapat hasil estetika yang sangat baik; Waktu kunjungan relatif lebih
singkat; Desain umumnya disambut baik oleh pasien karena faktor estetika dan kekuatan yang
tahan lama; Tingkat kegagalan rendah selama preparasi dan pembuatannya benar.
Kerugian Palatal bar dapat membengkok/patah suatu saat jika ada gaya yang cukup besar
seperti trauma atau sering bergerak atau bahkan secara alami; Meskipun waktu kunjungan
singkat, waktu pembuatan cukup lama dan kompleks serta butuh keahlian.
e.

Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat dan bersatu
menjadi suatu kesatuan. Diindikasikan pada pengganti gigi hilang yang membutuhkan gabungan
beberapa tipe GTC.

f.

Adhesive bridge/resin-bonded fixed partial denture/maryland bridge


Merupakan GTC yang sangat konservatif karena preparasi yang sangat minimal.
Dilakukan preparasi gigi penyangga hanya sebatas email. GTC tipe ini terdiri dari satu atau dua
beberapa pontik yang didukung retainer tipis yang direkatkan dengan semen dengan sistem
etcing bonding ke email gigi penyangga di bagian lingual dan proksimal. Gigi penyangga harus
memiliki mahkota klinis yang cukup lebar agar dapat memberikan retensi dan resistensiyang
maksimal. Gigi tersebut juga tidak boleh goyang dan inklinasi mesiodistalnya harus kurang dari
15derajat. Retensinya berupa mikromekanik antara permukaan email dengan permukaan dalam
retainer yang telah dietsa. Diindikasikan pada GTC span pendek, abutment yang tidak
membutuhkan restorasi, dan penggantian kehilangan gigi anterior pada anak-anak, karena anakanak masih memiliki ruang pulpa yang besar. Kontraindikasi GTC tipe ini adalah penggantian
ggi anterior dengan deep over bite.

A. Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih Gigi tiruan cekat


Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih tipe protesa yang tepat.
Faktor-faktor yang penting tersebut adalah faktor biomekanis, keadaan periodontal, estetis, faktor
financial, dan juga keinginan pasien.
a.

Faktor Biomekanis
Persyaratan Biologis menuntut gigi penyangga dan jaringan yang mendukungdapat dipelihara
pada kondisi yang sehat. Restorasi harus dibuat dengan sedemikian rupa sehingga tidak mudah
terjadinya pengumpulan plaque yaitu dengan cara dipolished. Selain itu, restorasi harus
biokompatibel dan tidak mudah mengalami korosi.
Gigi-gigi penyangga harus mendekati kesejajaran dan dapat direstorasi tanpa membahayakan
pulpa. Preparasi gigi penyangga sebaiknya mencukupi untuk menyediakan kekuatan restorasi.
Selain itu, gigi-gigi penyangga sebaiknya dipreparasi untuk menyediakan retensi yang adekuat

untuk retainer, sehingga mencegah terlepasnya restorasi. Penting untuk diketahui bahwa gigi
tiruan harus cukup kuat agar tidak mudah pecah, tidak mudah patah, dan mengalami distorsi.
b. Keadaan Periodontal
Harus dipastikan melalui hasil foto rontgen tidak ada kelainan pada jaringan periodontal.
Indikasi khusus pada gigi penyangga yang vital dan non vital dengan perawatan saluran akar,
aringan periodontal sehat, bentuk akar yang panjang, posisi dan inklinasi yang baik dalam
lengkung rahang, bentuk dan besar anatomis gigi normal, mahkota gigi punya jaringan email dan
dentin yang sehat.
c.

Estetis
Pertimbangan estetis sebaiknya tidak mempengaruhi kekuatan Gigi Tiruan Cekat.
Bagaimanapun, tampilan emas yang tidak penting sebaiknya dihindari. Pontik sebaiknya
menggunakan warna, ukuran, dan bentuk yang tepat serta memiliki susunan dan karakteristik
yang tepat.
d. Faktor Finansial
Keadaan social-ekonomi serta tingkat pendidikan yang rendah membuat pengetahuan mereka
terbatas dalam hal pelayanan kesehatan gigi dan mulut sehingga mereka cenderung
menggunakan gigi tiruan lepasan yang harganya relative murah dibandingkan dengan gigi tiruan
cekat. Mereka beranggapan bahwa fungsi mastikasi merupakan hal yang utama untuk
penggantian gigi yang hilang.
2.5.3 Indikasi dan Kontraindikasi GTT
a) Pertimbangan Umum
Sikap pasien terhadap kesehatan gigi dan jaringan pendukung miliknya serta keinginannya untuk
bisa sembuh, dengan kata lain sabar dan mau bekerja sama dengan dokter gigi selama perawatan
berlangsung. Mengingat dalam pembuatan GTJ perlu waktu yang cukup lama dan kunjungan
berkala.
Pasien dari kalangan yang cukup mampu karena harga GTJ cukup mahal.
Memiliki OH yang tinggi. Pasien yang memiliki risiko karies tinggi menyebabkan GTJ tidak
bertahan lama, khususnya pada retainer/abutment dari GTJ tersebut.
b) Indikasi Umum
Secara psikologis, pasien (terutama yang mampu) menganggap GTL bukanlah bagian dari tubuh
mereka sehingga mereka menganggap GTC (dalam hal ini GTJ) merupakan pilihan yang terbaik
untuk menggantikan gigi mereka yang hilang. Selain itu segi estetika dan higiensi juga
diperhatikan karena pandangan umum menganggap GTL membuat mulut menjadi bau dan dari
segi estetik kurang.

Pada

pasien

yang

punya

penyakit

sistemik,

terutama

yang

menyebabkan

sinkop/kolaps/ketidaksadaran, maka penggunaan GTL umumnya dikontraindikasikan karena


berisiko lepas dan patah, sehingga untuk mengurangi rasa khawatir ini digunakan GTC sebagai
alternatifnya.
Pasien pasca-perawatan ortodontik seringkali kehilangan giginya akibat faktor kebutuhan
ruang. Seringkali kepercayaan diri pasien menjadi turun karena faktor ini dan karenanya perlu
gigi pengganti. Penggunaan GTJ diindikasikan karena kestabilan dan ketahanannya untuk
menjaga agar gigi tidak bergerak lagi.
Dalam pasien yang memerlukan perawatan periodontal, gigi-gigi yang goyang atau kurang
stabil akan dirawat dengan splinting, disini penggunaan GTJ diindikasikan untuk splinting cekat
sehingga pergerakan/kegoyangan gigi tidak makin parah dan gaya/tekanan mastikasi dapat
tersebar secara merata. Namun penting untuk diingat bahwa GTH bukanlah sebagai perawatan
utama namun sebagai penunjang karena gigi yang goyang bukanlah gigi yang baik untuk
digunakan sebagai gigi abutment.
Dari aspek bicara, penggunaan GTL dirasa kurang nyaman karena sering bergerak sehingga
mengganggu fungsi bicara. Penggunaan GTC dapat menghilangkan rasa tidak nyaman ini dan
memperbaiki fungsi bicaranya.
Membuat kestabilan proses mastikasi & membantu menyebarkan beban oklusal secara merata ke
jaringan periodonsium dan tulang rahang, dimana kedua faktor tersebut jarang dicapai di dalam
GTL.
c) Kontra-Indikasi Umum
Pasien yang tidak bisa diajak bekerjasama, seperti pada pasien anak-anak ataupun pasien yang
lanjut usia karena sulit untuk bersabar serta komunikasi yang sulit. Selain itu, pada pasien yang
secara medis mengalami penyakit seperti kejang-kejang mendadak atau gangguan otak juga
dikontraindikasikan karena dapat mengganggu proses preparasi.
Pasien yang masih muda karena ruang pulpanya masih besar. Sama seperti dengan pembuatan
mahkota tiruan, pembuatan GTJ perlu preparasi yang cukup ekstensif karena menggunakan
bahan PFM.
Pasien yang tidak bisa diadministrasi anestesi lokal (e.g. hipertensi, gangguan jantung, dll.).
Apabila masih memungkinkan gunakan obat yang tidak memakain epinefrin.
Pasien yang memiliki risiko karies tinggi serta penyakit periodontal.

Pasien yang memerlukan pontik gigi dalam jumlah besar, membuat length of span tinggi dan
menyebabkan beban GTJ makin besar, terutama pada jaringan periodontal dan gigi
penyangganya.
Pasien yang memiliki abutment teeth yang karies ekstensif dan merusak jaringan mahkota
seluruhnya atau terlalu parah. Selain itu gigi yang mengalami deformitas kongenital juga tidak
bisa digunakan.
Gigi penyangga mengalami rotasi/tilting tidak dalam satu bidang sejajar.
2.5.4 Tahap-Tahap Pembuatan GTC
a) Tahapan Klinik I (Preparasi & Pembuatan GTJ)
Pemeriksaan, diagnosis, rencana perawatan, prognosis
Preparasi gigi abutment
Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan gigi untuk tujuan
menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau sebagian pegangan gigi tiruan
jembatan (Smith dan Howe, 2007).
Persyaratan preparasi:
1. Kemiringan dinding-dinding aksial
Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk menentukan arah
pemasangan. Disamping itu, semen juga sulit keluar dari tepi retainer sehingga jembatan tidak
bisa duduk sempurna pada tempatnya. Untuk itu, dibuat kemiringan yang sedikit konus ke arah
oklusal. Craige (1978) mengatakan bahwa kemiringan dinding aksial optimal berkisar 10-15
derajat. Sementara menurut Martanto (1981), menyatakan bahwa kemiringan maksimum dinding
aksial preparasi 7 derajat. Sedangkan Prayitno HR (1991) memandang kemiiringan dinding
aksial preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan yang paling ideal. Kemiringan yang lebih kecil
sulit diperoleh karena dapat menyebabkan daerah gerong yang tidak terlihat dan menyebabkan
retainer tidak merapat ke permukaan gigi. Retensi sangat berkurang jika derajat kemiringan
dinding aksial preparasi meningkat. Kegagalan pembuatan jembatan akibat hilangnya retensi
sering terjadi bila kemiringan dinding aksial preparasi melebihi 30 derajat. Preparasi gigi yang
terlalu konus mengakibatkan terlalu banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat
menyebabkan terganggunya vitalitas pulpa seperti hipersensitifitas, pulpitis, dan bahkan nekrose
pulpa. Kebanyakan literatur mengatakan kemiringan dinding aksial preparasi berkisar 5-7

derajat, namun kenyataaannya sulit dlicapai karena faktor keterbatasan secara intra oral (Prajitno,
1994).
2. Ketebalan preparasi
Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam melakukan preparasi kita harus
mengambil jaringan gigi seminimal mungkin. Ketebalan preparasi berbeda sesuai dengan
kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai retainer maka ketebalan pengambilan jaringan gigi
berkisar antara 1-1,5 mm sedangkan jika menggunakan logam porselen pengambilan jaringan
gigi berkisar antara 1,5 2 mm. Pengambilan jaringan gigi yang terlaluy berlebihan dapat
menyebakan terganggu vitalitas pulpa seperti hipersensitivitas pulpa, pulpitis, dan nekrosis
pulpa. Pengamnbilan jaringan yang terlalu sedikit dapat mengurangi retensi retainer sehingga
menyebabkan perubahan bentuk akibat daya kunyah (Prajitno, 1994).
3. Kesejajaran preparasi
Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama antara satu gigi
penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah pemasangan harus dipilih yang paling sedikit
mengorbankan jaringan keras gigi, tetapi dapat menyebabkan jembatan duduk sempurna pada
tempatnya (Prajitno, 1994).
Prinsip kesejajaran ini sangat memengaruhi kestabilan dari kedudukan GTJ nantinya, kecuali
pada GTJ yang sifatnya konektor non-rigid, cantilever bridge, atau telescopic bridge. Sedangkan
prinsip pengambilan jaringan berhubungan dengan kemampuan memegang retainer dan
kemampuan gigi dalam menerima beban kunyah tambahan (distribusi tekanan dari pontik). Pada
keadaan tertentu:
- Pada gigi yang pendek, untuk memperoleh retensi optimal dan mendapatkan kekuatan untuk
menahan beban, maka pengambilan oklusal pada daerah supporting cusp lebih banyak. Bila perlu
dengan tambahan groove sebagai penambah kemampuan resistensi.
- Pada diasteme yang sempit, pengambilan proksimal harus lebih banyak, agar konektor bisa
lebih tebal dan kuat.
- Pada span yang panjang, preparasi servikal sebaiknya mempunyai ketebalan optimal,
misalnya minimal dengan bentuk chamfer.
Ada beberapa tindakan khusus berupa modifikasi preparasi abutment untuk mendapatkan
kesejajaran, antara lain:
a. Jika salah satu terminal abutment miring

Penyesuaian dengan kurva oklusal, mengharuskan pengambilan lebih banyak pada distooklusal.
Analisa arah pemasukan dengan dental suveyor atau garis khayal, berupa garis sejajar dengan
garis bagi sudut yang terbentuk yang terbentuk oleh kedua sumbu kedua gigi penyangga.
b. Terminal abutment dan gigi tetangganya miring
Kemungkinan jaringan mahkota gigi tetangga bagian mesial harus diambil sedikit agar tidak
menghalangi insersi bridge.
c.

Setiap terminal abutment miring dengan kedua sumbu konvergen


Sisi yang berhadapan dengan diastema dipreparasi sejajar garis bagi sudut yang dibentuk oleh
kedua sumbu gigi. Sedang disisi lain dipreparasi sesuai dengan sumbu gigi masing-masing.
Tetapi bila kedua sumbu gigi divergen tidak bisa ditolerir dengan pengasahan, sehingga harus
dilakukan dulu perbaikan posisi / inklinasinya atau dibuat non-vital (merupakan terapi
pendahuluan)

d. Posisi gigi diluar lengkung karena sedikit rotasi


Pada keadaan demikian perlu pengambilan jaringan yang lebih banyak. Daerah yang keluar dari
lengkung lebih banyak dipreparasi.
e. Salah satu abutment sedikit palatoversi/labioversi
Pada keadaan gigi penyangga miring ke lingual maka lebih banyak terjadi pengambilan di daerah
lingual, pada gigi penyangga yang protrusi maka lebih banyak terjadi pengambilan di daerah
labial.
4. Preparasi mengikuti anatomi gigi
Preparasi yang tidak mengikuti anatomi gigi dapat membahayakan vitalitas pulpa juga dapat
mengurangi retensi retainer gigi tiruan jembatan tersebut. Preparasi pada oklusal harus
disesuaikan dengan morfologi oklusal. Apabila preparasi tidak mengukuti morfologi gigi maka
pulpa dapat terkena sehingga menimbulkan reaksi negatif pada pulpa (Prajitno, 1994).
5. Pembulatan sudut-sudut preparasi
Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang merupakan pertemuan dua bidang
preparasi. Sudut-sudut ini harus dibulatkan karena sudut yang tajam dapat menimbulkan
tegangan atau stress pada restorasi dan sulit dalam pemasangan jembatan (Prajitno, 1994).
Tahap-tahap preparasi gigi penyangga:
1.

Pembuatan galur

Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan baik bila gigi bagian labiopalatal
cukup tebal. Galur berguna untuk mencegah pergeseran ke lingual atau labial dan berguna untuk

mendapatkan ketebalan preparasi di daerah tersebut. Galur pada gigi anterior dapat dibuat
dengan bur intan berbentuk silinder (Prajitno, 1994).
2.

Preparasi bagian proksimal

Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal preparasi sesuai dengan arah pasang
jembatannya. Selain itu untuk mengurangi kecembungan permukaan proksimal yang
menghalangi pemasangan jembatan. Preparasi bagian proksimal dilakukan dengan menggunakan
bur intan berbentuk kerucut. Pengurangan bagian proksimal membentuk konus dengan
kemiringan 5-10 derajat (Prajitno, 1994).
3.

Preparasi permukaan insisal atau oklusal

Pengurangan permukaan oklusal harus disesuaikan dengan bentuk tonjolnya. Preparasi


permukaan oklusal untuk memberi tempat logam bagian oklusal pemautnya, yang menyatu
dengan bagian oklusal pemaut. Dengan demikian, gigi terlindungi dari karies, iritasi, serta fraktur
(Prajitno, 1994).
4.

Preparasi permukaan bukal atau labial dan lingual

Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan berbentuk silinder. Preparasi permukaan
bukal bertujuan untuk memperoleh ruangan yang cukup untuk logam pemaut yang memberi
kekuatan pada pemaut dan supaya beban kunyah dapat disamaratakan (Prajitno, 1994).
5.

Pembulatan sudut preparasi bidang aksial

6.

Pembentukan tepi servikal


Batas servikal harus rapi dan jelas batasnya untuk memudahkan

pembuatan

pola malamnya nanti. Ada beberapa bentuk servikal:


a.Tepi demarkasi (feater edge)
b.Tepi pisau (knife edge)
c.Tepi lereng (bevel)
d.Tepi bahu liku (chamfer )
e.Tepi bahu (shoulder) (Prajitno, 1994).
Dalam setiap preparasi, selalu ingat mengenai prinsip dan syarat preparasi seperti yang sudah
dibahas pada pemicu sebelumnya. Alat-alat seperti bur, handpiece, dan alat standar secara umum
sama seperti preparasi mahkota tiruan penuh, perbedaan hanya terletak pada prinsip utama
pembuatan GTJ, yaitu prinsip kesejajaran pada gigi penyangganya. Berbeda dengan full crown,

preparasi gigi abutment tetap harus mengingat fungsi utamanya dalam GTJ, sehingga harus
memenuhi prinsip:
Kesejajaran antar gigi penyangga dan arah insersi
Pengambilan jaringan seoptimal mungkin
Retraksi gingiva
Tindakan ini merupakan tindakan yang mendahului tahap pencetakan gigi. Merupakan tindakan
penarikan/pemisahan sementara free gingiva dari gigi yang dipreparasi dengan tujuan
mendapatkan tepi preparasi servikal yang jelas saat pencetakan serta menghindari luka pada gusi
saat preparasi gigi di sulkus gingiva. Sebelum diretraksi, dilakukan pemeriksaan gigi tetangga
apakah karies atau drifting sehingga harus diperbaiki serta dilanjutkan dengan pembersihan
debris. Ada 4 cara retraksi gingiva, yaitu:
Mekanis (benang surgical silk 0,3 mm atau copper band atau MTS)
Kimia (larutan kimia hemostatik dan tidak ada vasokonstriktor)
Kombinasi (Benang yang mengandung larutan kimia)
Bedah elektrosurgikal
Kesalahan pada retraksi gingiva dapat menyebabkan resesi gusi, atrofi gusi, ekspos akar gigi,
atau shock tekanan darah jika retraction cord mengandung vasokonstriktor (e.g. adrenalin).
Pencetakan dan pembuatan die model
Setelah dilakukan retraksi, maka pencetakan dan pembuatan die model dapat dimulai. Pilih jenis
(stock/individual) dan ukuran sendok cetak sesuai dengan ukuran rahang dan material cetak apa
yang akan digunakan. Untuk pembuatan GTJ umumnya material yang digunakan bersifat
elastomer dengan tujuan mendapatkan detail yang akurat. Ingat selalu bahwa sebelum dicetak,
gigi harus dalam keadaan kering dan bebas dari cairan saliva.
Pembuatan catatan gigit
Tahap ini ditujukan untuk mendapatkan hubungan dari model RA & RB sebagaimana
hubungan tersebut didapat di dalam mulut pasien, sehingga didapatkan GTC yang stabil
oklusinya (oklusi sentris). Umumnya catatan gigit dibuat menggunakan bite registration
paste/bitewax.
Penentuan warna (shade)
Penentuan warna GTC dilakukan untuk mendapat warna gigi yang sesuai dengan warna gigi-gigi
tetangganya. Umumnya cara yang paling banyak dipakai saat ini adalah dengan menggunakan
shade guide dari pabrik yang mengeluarkan bahan GTC yang kita gunakan. Kesamaan pabrik

antara shade guide dengan material yang kita gunakan di labroatorium sangat penting karena
tiap-tiap pabrik memiliki warna yang berbeda untuk satu kode yang sama (Contoh: untuk kode
A1 antara pabrik A dan pabrik B bisa ada perbedaan warna). Dalam penentuan warna gigi harus:
Dalam keadaan basah (sehari-hari gigi itu berada nantinya)
Pencahayaan terang dari lampu neon (bukan lampu DU) dan tidak boleh tertutupi oleh bayangan.
Pembuatan Mahkota Sementara gigi abutment dan pontik sementara
Mahkota Sementara
Pembuatannya bisa secara direct atau indirect. Jika secara direct, maka saat sebelum
dipreparasi, jika gigi mengalami karies/fraktur, ditutupi dengan malam membentuk kontur
anatomis normal, kemudian dilakukan pencetakan. Setelah dipreparasi, cetakan negatif (alginat)
pada gigi itu diisi dengan resin akrilik kemudian dipasangkan di gigi hasil preparasi yang sudah
diberi vaselin agar tidak menempel di gigi. Setelah mengeras sedikit, resin akrilik dirapikan
seperlunya (dipotong bagian yang berlebih) dan setelah full setting cetakan dilepas dan MTS
dipoles. Jika secara indirect, maka tahap-tahap tersebut dilakukan pada model gigi dan
kemudian setelah jadi MTS dicobakan di gigi pasien.
Cara diatas merupakan pembuatan mahkota sementara secara fabricated. Cara lain adalah
dengan menggunakan mahkota sementara prefabricated. Berbeda dengan cara fabricated, ada
beberapa macam bahan mahkota sementara digunakan, seperti aluminium, akrilik, dan seluloid.
Prosedur pemakaiannya: o Pemilihan mahkota sementara, untuk gigi depan harus diperhatikan
warna, bentuk dan besar yang sesuai. o Adaptasi bagian servikal dan bagian dalam mahkota.
Bagian servikal setiap mahkota sementara tidak boleh menekan bagian gingival untuk mencegah
resesi.
Pontik Sementara
Pembuatan pontik sementara dilakukan sebelum pencetakan untuk pembuatan GTJS pada
retainernya. Disini pontik dibuat dengan menggunakan wax (biasanya inlay wax) dan kemudian
baru dilakukan pencetakan untuk pembuatan MTS di gigi abutment.
b) Tahapan Klinik II (Evaluasi GTJ)
Setelah GTJ selesai difabrikasi dari laboratorium (belum jadi sepenuhnya baru backing logam),
sebelum dipasangkan pada pasien GTJ ini perlu dievaluasi terlebih dahulu, terutama pada
kualitas backing logam dan facing porcelainnya (pada tipe PFM), namun jika tidak
menggunakan bahan ini maka tidak perlu dievaluasi. Disini dievaluasi kecekatan GTC, ketepatan
marginal, kontak proksimal, ruang untuk facing, kontak oklusal dan artikulasi. Jika evaluasinya

baik, maka backing logam ini dikembalikan lagi ke laboratorium untuk dibuatkan facing
porselennya. Setelah jadi sepenuhnya, kembali dilakukan evaluasi pemeriksaan di gigi pasien
namun belum disementasi secara permanen. Evaluasi ini meliputi:
Kecekatan (fitness/self retention)
GTC harus memiliki kecekatan yang maksudnya saat dipasangkan bisa pas dan tidak jatuh saat
dipasang di gigi hasil preparasi dan mampu melawan gaya-gaya ringan yang berlawanan dengan
arah insersi tanpa sementasi.
Marginal fitness & integrity
Diperiksa pada bagian tepi servikal restorasi menggunakan sonde halfmoon; apakah ada bagian
yang terlalu pendek atau terbuka serta dilakukan pemeriksaan mengelilingi servikal. Kemudian
dilihat juga kondisi gusi, apakah mengalami kepucatan (menandakan tepi servikal yang terlalu
panjang sehingga menekan gusi). Disini perlu dilakukan pengurangan panjang namun jangan
sampai terlalu pendek yang dapat berakibat terbukanya tepi restorasi.
Kontak proksimal
Kontak tidak boleh terlalu menekan, overhanging, atau overkontur (terlalu ke labial atau lingual
atau oklusal). Perhatikan juga efek dari ACF karena gaya ini sangat berpengaruh terhadap
kondisi inklinasi gigi. Pengecekan dilakukan dengan menggunakan benang gigi dan dilewatkan
di proksimal gigi tetangga ataupun antar GTC. Disini benang harus mengalami hambatan ringan
namun tidak sampai merobek benang.
Stabilitas dan adaptasi ke mukosa gingiva
Merupakan kedudukan pada gigi penyangga harus tetap dan tepat, sehingga tidak goyang,
memutar, ataupun terungkit meskipun tidak diberi gaya. Untuk masalah faktor ungkit umumnya
diperiksa dengan menekan salah satu gigi penyangga. Adaptasi mukosa tentu perlu karena
nantinya GTJ akan menekan gusi meskipun ringan namun tetap tidak boleh membuat perubahan
warna pada gusi yang dapat berujung pada resesi serta untuk memaksimalkan efek self cleansing
pada daerah embrasurnya.
Penyesuaian oklusal
Pemeriksaan dilakukan menggunakan kertas artikulasi dan diletakan di titik kontak dan titi oklusi
dan suruh pasien menggigit kertas tersebut dalam kondisi oklusi sentris. Hasil yang baik adalah

tidak adanya tanda pada hasil restorasi yang menandakan bahwa oklusi sudah nyaman dan tidak
ada yang mengganjal atau ketidaknyamanan saat beroklusi. Hal ini perlu karena
ketidaknyamanan ini dapat berujung pada gangguan sistem mastikasi.
Estetika
Syarat estetis selalu menjadi poin utama dalam setiap restorasi, khususnya pada masa kini
dimana pasien menginginkan restorasinya sewarna gigi dan seideal mungkin, maka pada bagian
yang terlihat saat tersenyum (anterior dan sebagian kecil posterior) maka restorasi harus sewarna
gigi tetangganya dan harus mengikuti kontur, anatomi, dan bentuk normal gigi tersebut.
c) Tahapan Klinik III (Sementasi dan Insersi)
Tahap pemasangan dilakukan dengan cara melakukan sementasi dari retainer pada GTJ ke gigi
penyangga menggunakan semen permanen yang tidak larut dalam cairan mulut sehingga GTJ
dapat berfungsi penuh. Pemasangan dapat bersifat sementara ataupun permanen namun
umumnya bahan yang digunakan sama hanya berbeda tujuannya. Pemilihan bahan sementasi
didasarkan pada:
Besar beban kunyah
Jika tekanan kunyah besar maka memerlukan bahan yang memiliki compressive strength tinggi
untuk mencegah terjadinya retak dikemudian hari dan dapat menyebabkan lepasnya GTJ. Jika
tekanan kunyah berisiko menimbulkan gaya ungkit makan bond strength ke gigi juga harus baik.
Jumlah gigi penyangga
Jika jumlah gigi penyangga cukup banyak (GTJ long span) maka bahan semennya perlu
memiliki working time panjang dan flow tinggi untuk mencegah terjadinya pengerasan yang
terlalu awal sebelum gigi dipasangkan mengingat jumlah retainer yang akan disemen banyak.
Keadaan gigi penyangga
Pada gigi penyangga yang mengalami hiperemia namun masih vital maka sementasi dilakukan
dengan bahan yang pH tinggi (basa). Jika gigi kurang retentif semen perlu punya bond strength
& film thickness tinggi. Apabila sifat gigi penyangga merupakan MT pasak logam maka perlu
menggunakan bahan semen yang dapat berikatan dengan baik dengan logam.
Desain dan bahan gigi tiruan

Desain dan bahan gigi tiruan berpengaruh pada estetika dan fungsional GTC nantinya. Jika
bahan gigi tiruan adalah akrilik yang translusen maka tentunya semen harus memiliki warna
yang sebisa mungkin mirip dengan warna gigi, sedangkan untuk desain tertentu maka semen
harus punya tingkat kelarutan yang rendah.
Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen pada gigi penyangga di
dalam mulut. Persiapan gigi penyangga sebelum penyemenan perlu dilakukan dengan sebaikbaiknya untuk mencegah perubahan relasi oklusal dan tepi gingiva, yang mungkin juga
disebabkan tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa. Hal tersebut harus dihindari oleh operator
(Smith dan Howe, 2007).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas bahan semen yang umum digunakan
antara lain GIC, Semen Resin, Zinc-Polikarbonat, dan Zinc-Fosfat.
Glass-Ionomer Cement
Merupakan bahan semen yang paling banyak dipakai karena kemampuan biokompatibilitas ke
jaringan dan restorasi yang baik melalui ikatan kimia. Terdiri atas bubuk dan liquid yang
mengandung fluor sebagai proteksi dari karies. Saat pemasangan pastikan gigi tidak
terkontaminasi oleh saliva karena sifat semen yang water-based. Apabila material yang
digunakan adalah logam logam tersebut dilapisi dengan opaquer terlebih dahulu. Sayangnya
karena daya larut yang rendah risiko kebocoran tepi servikal tinggi.
Resin Cement (Zinc Siloco Phosphate Cement)
Semen ini sudah tidak banyak dipakai karena sifatnya yang asam sehingga restorasi tidak tahan
lama dan mengiritasi jaringan. Namun semen ini karena memiliki komposisi resin maka sifat
translusensinya sangat baik. Biasanya semen ini digunakan pada retainer yang menggunakan
material akrilik atau porselen serta gigi penyangga yang non-vital (dowell crown).
Zinc Poly-Carboxylate Cement
Merupakan bahan semen jenis akrilik dengan paduan antara bubuk dan liquidnya akan
menurunkan pH serta meningkatkan bond strength karena reaksi dengan kalsium gigi dan
kandungan fluornya. Sifat adhesif ke logam tinggi sehingga banyak dipakai untuk sementasi
Pasak-Inti. Kekurangannya adalah setting time yang cepat sehingga tidak cocok untuk GTJ
dengan span panjang atau multiple abutment bridge. Tingkat kekerasannya juga masih dibawah
semen zinc-fosfat.
Zinc Phosphate Cement

Merupakan bahan semen yang paling pertama dikeluarkan tetapi masih menjadi pilihan utama
karena memiliki tingkat kekerasan, film thickness dan setting time yang memadai. Semen ini juga
punya pilihan warna sehingga tidak terlalu mencolok. Sayngnya pH semen ini rendah sehingga
berisiko mengiritasi pulpa saat belum mengeras. Oleh karena itu biasanya diberikan pelaps untuk
proteksi pulpa dengan cavity varnish.

Prosedur sementasi adalah sebagai berikut:


Pembersihan bagian dalam retainer dari debris atau lemak dengan alkohol lalu keringkan dengan
air spray. Lakukan hal yang sama pada gigi penyanggan namun menggunakan larutan antiseptik
(jika alkohol dapat dehidrasi jaringan). Jika semen yang digunakan bersifat asam, gig penyangga
dapat terlebih dahulu dilapisi dengan cavity varnish di daerah dekat pulpa atau diaplikasikan
kalsium hidroksida.
Blokir semua daerah insersi dengan gulungan kapas untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh
saliva serta gunakan saliva ejector. Berikan separator oil di dasar pontik dan interdental untuk
memudahkan pengambilan sisa semen yang berlebih.
Lakukan manipulasi semen sesuai petunjuk pabrik lalu oleskan semen di bagian dalam retainer
dan di gigi penyangga, lalu pasang sesuai dengan arah dan posisi yang benar. Tekan secara
bertahap masing-masing retainer untuk membuat semen mengalir dengan baik dan mencegah
adanya jebakan udara.
Lihat kondisi oklusi sentris dan fitnessnya, jika masih salah lepas segera dan ulangi lagi.
Jika sudah baik, GTJ ditekan dengan jari secara merata atau pasien dapat diminta untuk
menggigit dengan alat khusus sampai semen mencapai setting time. Buang sisa kelebihan semen
dengan sonde atau eksavator kecil dan menggunakan benang gigi di bagian interdental.
2.5.5 Hukum Ante
Dalam Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan sebaiknya berpatokan pada hukum Ante.
Hukum Ante adalah konsep yang dikemukakan pada tahun 1800an dan masih digunakan sampai
sekarang. Hukum ante menyatakan bahwa "Luas area permukaan akar gigi penyangga harus
sama atau lebih besar dari luas area permukaan akar gigi yang hilang atau daerah anodonsia".
Dalam keadaan tertentu, kita tidak perlu mentaati hukum Ante, pada keadaan :
Akar gigi penyangga (abutment teeth) panjang, kokoh dan tertanam baik dalam proc. Alveolaris.

Tekanan kunyah yang ringan atau tidak berkontak sama sekali, misal gigi lawan merupakan
removable denture, sehingga tekanan kunyah tidak akan sama dengan gigi asli.

Bentuk akar gigi penyangga yang tebal dan besar.

2.5.6 Syarat Pemakai Gigi Tiruan Cekat


1. Usia penderita : 20 s/d 50 tahun
a. < 20 Tahun
-

Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur


Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas
Proses pertumbuhan masih aktif dapat dilihat pertumbuhan gigi dengan rontgen dapat
menghambat pertumbuhan tulang
b. > 50 Tahun

Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi


Terjadi perubahan jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar secara fisiologis
Kelainan jaringan yang bersifat patologis
2. Penyakit sistemik
Pada penderita dengan epilepsi sebaiknya direncanakan pembuatan jembatan
daripada gigi tiruan lepasan.
3. Kondisi Periondisium
a. Gigi penyangga:

Jaringan periodontal sehat


Bone support baik
Bentuk akar yang panjang
Posisi dan inklinasi yang baik dalam lengkung rahang
Bentuk dan besar anatomis gigi normal
Mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat
2. Gigi antagonis:
Oklusi normal

3. Gigi tetangga :
Tidak mengalami rotasi, migrasi, miring
2.5.7 Keuntungan dan Kerugian GTC
1. Keuntungan
Karena diletakkan pada gigi asli sehingga tidak mudah terlepas atau tertelan
Dirasakan seperti gigi sendiri oleh pasien
Tidak mempunyai clasp (pendekap) yang dapat menyebabkan keausan pada enamel gigi
Melindungi gig terhadap tekanan
Dapat mempunyai efek spint (efek belat) yang melindungi gigi terhadap stress (tegangan)

Mendistribusikan stress (tegangan) fungsi ke seluruh gigi sehingga menguntungkan jaringan


pendukungnya (Abu Bakar, 2012).
2. Kerugian

Ditempatkan permanen sehigga sulit untuk mengontrol plak


Dapat menyebabkan peradangan mukosa dibawah pontik

2.6 Pengaruh Penyakit Sistemik Terhadap Perawatan Prostodontik


A. Arteriosclerosis
Secara klinis penyakit ini dapat terjadi dalam banyak cara (angina pectoris, infark
jantung, hipertensi, dan gagal jantung kongestive). Pada pasien dengan penyakit ini sering
berkurangnya keahlian motorik dan bisa terjadi kebingungan dan pikiran kosong sehingga sukar
untuk dirawat. Arterial hipertensi sering dirawat dengan obat anti hipertensi yang efek
sampinganya dapat mengurangi laju saliva. Pasien penyakit symptomatik arteriosclerotik
vascular, perawatan prostodontik tidak boleh tanpa adanya konsultasi terlebih dahulu dengan
dokter umum.
B. Endocarditis
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh dua kondisi predisposisi:
suatu peningkatan kerusakan kardiak
penurunan daya immunocompeten

Pada pasien ini harus diberikan antibiotik profilaksis yang dikombinasikan dengan
intervensi yang dapat menimbulkan bakteremia sebagai suatu pencegahan (pengoptimalan OH).
C. Respiratory Disorder
Sebagai contoh, asma atau bronchitis secara khusus memilki pernapasan yang
hiperaktive, sesak napas, dyspenea dan batuk. Pasien i ni harus selalu dirawat dengan posisi
duduk yang tegak pada dental chair. Hal ini penting bagi pasien agar terhindar dari semprotan
air dan partikel girborne seperti resin komposit saat penempatan gigi tiruan penuh.
D. Diabetes melitus
Tanda klinis manifestasi oralnya adalah:

ut kering, sering haus

h merah dan terasa nyeri

nafas seperti bau keton

geligi goyang atau lepas


sulit sembuh

rpsi cepat, gigi tiruan cepat longgar, sehingga harus sering dikontrol.
Terkadang pasien harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke spesialis penyakit dalam. Pada
saat melakukan perawatan, beberapa hal yang harus dihindari :

ari trauma
desain jangan dibuat paradental, tetapi gingival karena gigi geligi tidak kuat.
E. Arthritis
Kebanyakan pasien seperti ini mengkonsumsi obat-obatan seperti aspirin atau
corticosteroid dalam jangka waktu yang lama dan dapat mempengaruhi perawatan gigi akibat
efek sampingnya. Pasien dengan infeksi oral harus dilakukan proteksi untuk melawan bakteremia
dan timbulnya infeksi sekunder dengan dilakukannya terapi antibiotik profilaksis. Dokter gigi
harus mengkonsultasikan pasienya pada dokter umum untuk menentukan kebutuhan
antibiotiknya.
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosa dan perawatan pendahuluan

mempunyai

arti yang penting terhadap

suksesnya pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien. Jika pasien langsung dirawat tanpa
melakukan diagnosa dan perawatan pendahuluan, maka kegagalanlah yang akan dihadapi.

Pemeriksaan teridiri dari 3 jenis, yaitu pemeriksaan subjektif, objektif, dan penunjang.
Pemeriksaan subjektif yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tanya jawab. Cara ini
umumnya dilakukan untuk mencari riwayat penyakit dan data pribadi pasien dan keluarga.
Biasanya disebut dengan anamnesis. Pemeriksaan objektif meliputi pemeriksaan intraoral dan
ekstraoral. Pemeriksaan ekstraoral meliputi pemeriksaan terhadap bentuk muka/wajah. Dilihat
dari arah depan bentuk wajah tampak Oval/ovoid, Persegi/square, Lonjong/tapering dan dilihat
dari arah samping tampak cembung, lurus, cekung. Bentuk bibir tampak panjang, pendek,
normal, tebal,tipis, Flabby. Sendi Rahang terlihat menggeletuk, krepitasi, sakit. Pemeriksaan
intraoral meliputi pemeriksaan terhadap gigi, antara lain meliputi gigi yang hilang, keadaan
gigi yang tinggal, gigi yang mudah terkena karies, banyaknya tambalan pada gigi, mobilitas
gigi, elongasi, malposisi, atrisi. Jika dijumpai adanya kelainan gigi yang mengganggu pada
pembuatan gigi tiruan, maka sebaiknya gigi-gigi tersebut dicabut. Selanjutnya setelah
dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif agar lebih akurat dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan radiografi yang Berfungsi sebagai informasi tambahan bagi
pemeriksan klinis.
Penegakkan diagnosa dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan subyektif, obyektif, dan
penunjang. Setelah didapatkan hasil pemeriksaan kemudian dilakukan prognosis. Prognosis
adalah peramalan dari kemungkinan dan akhir suatu penyakit, sebuah perkiraan kemungkinan
hasil akhir gangguan atau penyakit, baik dengan atau tanpa pengobatan. Sebelum melakukan
tindakan rehabilitatif dengan membuatkan GTC, dokter gigi harus melakukan perawatan
pendahuluan terlebih dahulu dengan tindakan bedah, periodonti, konservatif maupun orthodonti
sesuai dengan kondisi pasien dan jika pasien memiliki penyakit sistemik, hal ini memerlukan
cukup perhatian khusus . Tahap selanjutnya adalah proses pembuatan gigi tiruan tetap. Penentuan
desain dari gigi tiruan cekat (GTC) merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau
kegagalan gigi tiruan. Dari sini kita mendapatkan prognosa yang baik untuk kedepannya Cara
penentuan desain GTC dengan cara mengetahui indikasi dan kontraindikasi, menentukan macam
dukungan dari setiap sadel, menentukan macam retainer, dan terakhir menentukan macam
konektor yang akan digunakan. Komponen-komponen gigi tiruan tetap terdiri dari pontik,
retainer, konektor dan abutment. Desainer harus didasarkan pada pengetahuan dan ketrampilan
operator dan proses pembuatan desain harus memperhatikan faktor-faktor estetis, stabilisasi,
retensi, oklusi, kenyamanan, mudah dibersihkan dan faktor biaya.

Setelah proses pembuatan GTC selesai, tahap berikutnya adalah tahap pemasangan GTC
kedalam mulut pasien. Pemeliharaan kesehatan mulut untuk menunjang jesehatan gingiva
disekitar gigi tiruan dan giginya sendiri. Pemeliharaan yang harus dilakukan oleh pasien terdiri
dari 4 tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan plak dan sisa makanan berupa
penghilangan plak, mengurangi makanan/minuman yang asam dan kariogenik, penggunaan obat
kumur dengan tujuan menghambat pertumbuhan plak, misalnya dengan chlorhexidine dan
pemeriksaan ulang rutin setiap 3 6 bulan ke dokter gigi.

Das könnte Ihnen auch gefallen