Sie sind auf Seite 1von 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan kompleks
endokrin dan metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau
hiperandrogenisme yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan
oleh sebab lain. Pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1935)
dalam bentuk penyakit ovarium polikistik (polycyctic ovary disease/ PCOS/
Stein-Leventhal Syndrome), di mana gambaran dari sindroma ini terdiri dari
polikistik ovarium bilateral dan terdapat gejala ketidak teraturan menstruasi
sampai amenorea, riwayat infertil, hirsutisme, retardasi pertumbuhan payudara
dan kegemukan. Sindroma ini dicirikan dengan sekresi gonadotropin yang tidak
sesuai, hiperandrogenemia, peningkatan konversi perifer dari androgen menjadi
estrogen, anovulasi kronik, dan ovarium yang skerokistik dengan demikian
sindroma ini merupakan satu dari penyebab paling umum dari infertilitas. 4
Dalam perkembangannya manifestasi dari sindroma ini menjadi lebih
kompleks.Sindroma ini dapat disertai atau tanpa adanya kelainan morfologi di
ovarium. Stephen dkk mendapatkan sebanyak 75% wanita dengan ovarium
polikistik mengalami menstruasi yang tidak teratur. Peneliti lain mendapatkan dari
350 wanita dengan hirsutisme hanya 50% memiliki ovarium polikistik dengan
siklus tidak teratur. Sebaliknya Fox mendapatkan 14%wanita dengan hirsutisme
dan oligomenorea tidak dijumpai adanya peningkatan jumlah folikel pada
pemeriksaan USG. Sementara dengan Pache dkk mendapatkan 50% wanita
dengan SOPK secara klinis mempunyai ovarium yang normal. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang tetap antara gambaran klinis dan
perubahan histologis ovarium. Dengan demikian maka sindroma Stein-Leventhal
hanya merupakan bagian dari spektrum yang luas dengan kondisi klinik berbeda
yang berhubungan dengan kista ovarium, yang mempunyai konotasi sedikit
terbatas. 4
Penelitian Burghen dkk (1980) menunjukkan korelasi linear positif antara
hiperandrogenisme dan hiperinsulinemia pada wanita obese dengan SOPK dan
jangka panjang wanita dengan SOPK mempunyai resiko yang meningkat

menderita hipertensi, diabetes maupun penyakit kardiovaskuler. Kenyataan ini


menunjukkan bahwa saat inispektrum klinik dari SOPK lebih luas dari pada saat
pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal pada tahun 1935. Kelainan
dari patofisiologi yang mendasari hingga saat ini masih belum diketahui, akan
tetapi

sindroma

ini

berhubungan

dengan

keadaan

resistensi

insulin,

hiperandrogenisme dan perubahan dinamis dari hormon gonadotropin. 4


Oleh karena SOPK sering menunjukkan beragam manifestasi klinis maka
pemahaman gejala klinis sangat penting sehingga diagnosis dapat ditegakkan
seakurat mungkin, dengan demikian penatalaksanaan yang diberikan dapat
serasional mungkin dan bermanfaat baik secara medikamentosa ataupun operatif.4
1.2 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan polikistik ovarium syndrome.
2. Mengetahui apa yang berperan dan dapat menyebabkan polikistik
ovarium syndrome.
3. Mengetahui tanda dan gejala polikistik ovarium syndrome.
4. Mengetahui pengobatan dari polikistik ovarium syndrome.
1.3 Manfaat
1. Untuk mahasiswa kedokteran UNCEN, khususnya angkatan VIII, agar
lebih mengerti mengenai polikstik ovarium sindrome
2. Sebagai latihan bagi penulis bagaimana membuat karya tulis ilmiah yang
baik

\
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi PCOS

3,4

Definisi klinis dari sindrom ovarium polikistik yang diterima secara luas
adalah

suatu

kelainan

pada

wanita

yang

ditandai

dengan

adanya

hiperandrogenissme dengan anovulasi kronik yang saling berhubungan dan tidak


disertai dengan kelainan pada kelenjar adrenal maupun kelenjar hipofisis.
Hiperandrogenisme merupakan suatu keadaan di mana secara klinis didapatkan
adanya hirsutisme, jerawat dan kebotakan dengan disertai peningkatan konsentrasi
androgen terutama kemungkinan diwariskan oleh ibu atau ayah, atau mungkin
keduanya. Gen tersebut bertanggung jawab atas terjadinya resistensi insulin dan
hiperandrogenisme pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik. Gambaran
klinis sindrom ovarium polikistik sangat bervariasi, tetapi secara umum dapat
dijumpai gangguan menstruasi dan gejala hiperandrogenisme. Akantosis nigrikans
juga merupakan keadaan klinis pada kulit yang menandakan adanya
hiperinsulinemia. Secara makroskopis, ovarium pasien dengan sindrom ini 2-5
kali lebih besar dari ukuran normal. Permukaan ovarium tampak putih, korteksnya
menebal dengan kista multipel yang diameternya kurang dari 1 cm. Secara
mikroskopis, bagian superfisial dari korteks fibrotik dan hiposeluler, mengandung
pembuluh darah yang jelas. 3
Anovulasi kronik terjadi akibat kelainan sekresi gonadotropin sebagai
akibat dari kelainan sentral dimana terjadi peningkatan frekuensi dan amplitudo
pulsasi GnRH dengan akibat terjadi peningkatan kadar LH serum dan peningkatan
rasio LH/FSH serta androgen. Hiperandrogenisme secara klinis dapat ditandai
dengan hirsutisme, timbulnya jerawat (akne), alopesia akibat androgen dan
naiknya konsentrasi serum androgen khususnya testosteron dan androstenedion.
Sedangkan kelainan metabolik berhubungan dengan timbulnya keadaan
hiperandrogenisme dan anovulasi kronik. Setiap keadaan yangmenyebabkan
anovulasi persisten dapat menyebabkan perubahan bentuk polikistik pada
ovarium. Pada keadaan anovulasi yang terus menerus, terjadi perubahan kadar
hormon yang sebelumnya fluktuaktif menjadi relatif menetap atau steady state. 4
Karena mengalami oligo atau anovulasi, para wanita dengan sindrom ini
subfertil. Jika hamil mereka juga memperlihatkan peningkatan resiko keguguran,
tetapi hal ini masih kontroversial. Dua kemungkinan mekanisme yang

diperkirakan berperan adalah meningkatnya kadar luteinizing hormone (LH) dan


efek langsung hiperinsulinemia pada ovarium. Jikapeningkatan konsentrasi LH
menyebabkan keguguran, inhibisinya selama siklus induksi ovulasi gonadotropin
dapat mengurangi angka keguguran. Namun, dalam suatu uji klinis terkontrol oleh
Clifford, dkk. (1996) hal ini tidak memperbaiki hasil akhir kehamilan. Data yang
memperkirakan peran hiperinsulinemia pada keguguran malah lebih kuat. Dalam
dua studi, angka keguguran berkurang pada pengobatan metformin sebelum dan
selama kehamilan. 1
2.2 Epidemiologi4
Prevalensi sindroma ovarium polikistik diperkirakan sebanyak 5-10%.
Pada suatu penelitian terhadap 175 wanita yang mengalami anovulasi yang datang
ke klinik reproduksi, 30% wanita amenore dan 75% wanita dengan oligomenorea
menunjukkan gambaran ovarium polikistik. Lebih dari 60% dari wanita-wanita ini
hirsutisme dan 90% mempunyai konsentrasi LH atau androgen yang meningkat.
Data epidemiologis SOPK sangat variabel karena kriteria diagnosis yang
dapat diterima bervariasi. Studi berdasarkan ultrasonografi untuk mengidentifikasi
adanya ovarium polikistik melaporkan bahwa SOPK mempunyai prevalensi 2122% diantara wanita yang dipilih secara acak. Dua buah studi mendapatkan
prevalen SOPK dengan berdasarkan oligomenore dan hiperandrogen sebesar 4,6%
dengan rentang sekitar 3,4-11,2%. Penelitian oleh Knochenhauer dkk yang
mendasarkan pada etnisitas menemukan tidak adanya perbedaan yang bermakna
pada ras kulit hitam dan putih di Amerika Serikat, dengan prevalensi sekitar 4%.
Demikian pula Diamanti-Kandarkis menemukan prevalensi 6,8% dan 6,5% di
pulau Greek Lesbos dan diantara wanita kaukasian di Madrid Spanyol. Gejala
klinis, frekuensi obesitas, resistensi insulin dan insiden diabetes mellitus pada
SOPK juga terbukti bervariasi secara bermakna di antara kelompok etnis.
Data-data yang terbaru menunjukkan SOPK berakibat risiko penyakit
jangka panjang. Kondisikondisi

yang dihubungkan dengan SOPK termasuk

diabetes mellitus tipe 2 hiperkolesterolemia, hipertensi, penyakit jantung, diabetes


melitus gestasional, hipertensi yang ditimbulkan oleh kehamilan, dan kanker
endometrial. Data penelitian terbaru menunjukkan adanya hubungan antara SOPK
dengan kanker payudara dan kanker ovarium.

Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan endokrin yang


paling sering terjadi pada wanita usia reproduktif. Definisi klinis dari SOPK yang
paling banyak disetujui adalah terdapatnya hiperandrogenisme yang berhubungan
dengan anovulasi kronik pada wanita tanpa adanya kelainan dasar spesifik pada
adrenal atau kelenjar hipofisa. Gejala klinis yang terdapat pada syndroma ini
adalah siklus menstruasi yang iregular (oligomenore dan amenore) dan gejala
kelebihan androgen (hirsutisme, jerawat dan alopesia).
Beberapa gejala lain yang timbul dengan berbagai frekuensi adalah
obesitas, akantosis nigrikan dan ovarium polikistik. Lebih dari 65% wanita
dengan SOPK mempunyai indekmasa tubuh lebih dari 27. Distribusi lemak sama
dengan kelainan metabolik seperti hipertensi, dislipidemia, resistensi insulin, atau
intoleransi glukosa. Hampir seluruh wanita tersebut menyatakan pertambahan
berat badan yang bermakna muncul pada pertengahan belasan tahun dan awal usia
20 tahun. Obesitas nampaknya mengakibatkan kelainan metabolik lain, hal ini
dibuktikan dengan terjadinya penurunan resistensi insulin dan penyembuhan
siklus menstruasi setelah pengurangan berat badan. Sebuah studi lain
membuktikan pengurangan berat badan 10-15 % akan menyebabkan konsepsi
spontan pada 75% kasus SOPK. Akantosis nigrikan timbul oleh karenan stimulasi
insulin pada lapisan basal epidermis, dan terjadi 2-5 % wanita dengan hirsutisme.
Ovarium polikistik, adalah ovarium dengan folikular kista yang multipel dan kecil
(<10mm), mengelilingi stroma. Terdapat pada 16-25% wanita normal dan pada
wanita amenora dengan etiologi yang lain. Hampir 80% wanita dengan
hiperandrogenemia mempunyai ovarium polikistik, namun hal ini bisa tidak
muncul pada wanita yang menggunakan obat kontrasepsi oral, agen sensisitasi
insulin, atau bentuk lain supresi ovarium. 4
2.3 Etiologi dan Patofisiologi5
Penyebab sebenarnya sindrom ovarium polikistik hingga saat ini belum
diketahui pasti. Diduga faktor penyebabnya terletak pada gangguan proses
pengaturan ovulasi dan ketidakmampuan enzim yang berperan pada proses
sintesis estrogen di ovarium. Pada kebanyakan wanita dengan PCOS, akan
dijumpai

pengeluaran

LH

(luteinizing

hormone)

yang

berlebihan;

LH

menyebabkan terjadinya peningkatan sintesis androgen di ovarium. Dijumpai


peningkatan rasio LH terhadap FSH (follicle stimulating hormone). Penyebab
peningkatan pengeluaran LH dari hipofisis dan peningkatan sintesis hormon
steroid seks di ovarium masih belum diketahui. Kadar hormon androgen yang
tinggi menyebabkan kapsul ovarium fibrotik, hirsutisme, acne, seboreik,
pembesaran klitoris, dan pengecilan payudara. Pada perempuan dengan PCOS,
tidak dijumpai gangguan sintesis estrogen, tetapi justru ditemukan produksi
estrogen yang tinggi yang meningkatkan risiko terkena kanker endometrium dan
payudara.
Penelitian terakhir tentang sindrom ovarium polikistik mengungkap adanya
hubungan antara hiperinsulinemia dengan peningkatan kadar testosteron plasma.
Pengeluaran insulin memicu sekresi testosteron dari ovarium dan menghambat
sekresi sex hormone binding globulin (SHBG) dari hati. Pada sebagian wanita
dengan PCOS dan anovulatorik, ditemukan peningkatan kadar insulin dalam
darah. Namun, perlu diketahui bahwa PCOS bukan hanya disebabkan oleh kadar
insulin yang tinggi. Para wanita gemuk atau obes, anovulasi serta kadar insulin
yang tinggi merupakan faktor risiko terkena penyakit jantung koroner.
Hiperinsulinemia berkaitan cukup erat dengan kadar lipid abnormal dan
peningkatan tekanan darah. Kegemukan dan siklus haid yang anovulatorik
merupakan factor risiko terjadinya hiperplasia endometrium yang dapat berubah
menjadi keganasan. Risiko terkena kanker payudara juga akan meningkat.
2.4 Gejala Klinis3,4
Gejala dan keluhan PCOS disebabkan oleh adanya perubahan hormonal.
Satu hormon merupakan pemicu bagi hormon lainnya. Hal ini akan menimbulkan
lingkaran setan dari suatu gangguan keseimbangan hormonal dalam sistem
endokrin. Gangguan tersebut antara lain adalah:

Hormon ovarium: Bila kadar hormon pemicu ovulasi tidak normal maka
ovarium tidak akan melepaskan sel telur setiap bulan. Pada beberapa
penderita, dalam ovarium terbentuk kistakista kecil yang menghasilkan
androgen.

Kadar androgen yang tinggi: Kadar androgen yang tinggi pada wanita
menyebabkan timbulnya jerawat dan pola pertumbuhan rambut seperti pria

serta terhentinya ovulasi.


Kadar insulin dan gula darah yang meningkat: Sekitar 50% tubuh
penderita SOPK bermasalah dalam penggunaan insulin yaitu mengalami
resistensi insulin. Bila tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan baik
maka kadar gula darah akan meningkat. Bila keadaan ini tidak segera diatasi,
maka dapat terjadi diabetes kelak dikemudian hari. 4

Gejala klinis sindrom ovarium polikistik:

Infertilitas
Infertilitas pada sindrom ovarium polikistik berkaitan dengan dua hal.

Pertama karena adanya oligoovulasi/anovulasi. Keadaan ini berkaitan dengan


hiperinsulinemia di mana terdapat resistens iinsulin karena sel-sel jaringan perifer
khususnya otot dan jaringan lemak tidak dapat menggunakan insulin sehingga
banyak dijumpai pada sirkulasi darah. Makin tinggi kadar insulin seorang wanita,
makin jarang wanita tersebut mengalami menstruasi. Penyebab yang kedua adalah
adanya kadar LH yang tinggi sehingga merangsang sintesa androgen.Testosteron
menekan sekresi SHBG oleh hati sehingga kadar testosteron dan estradiol bebas
meningkat. Kenaikan kadar estradiol memberi umpan balik positif terhadap LH
sehingga kadar LH makin meningkat lagi sedangkan kadar FSH tetap rendah. Hal
ini menyebabkan pertumbuhan folikel terhambat, tidak pernah menjadi matang
apalagi terjadi ovulasi. 3

Obesitas
Obesitas pada sindrom ovarium polikistik dideskripsikan sebagai obesitas
sentripetal, di mana distribusi lemak ada di bagian sentral tubuh terutama di
punggung dan paha. Lemak tubuh yang berlebihan ini memberi konsekuensi

terjadinya resistensi insulin. resistensi insulin mengarah pada perubahan respons


sel-sel lemak terhadap insulin, di mana terjadi gangguan supresi pengeluaran
lemak bebas dari jaringan lemak. Wanita dengan sindrom ini sangat mudah
bertambah berat tubuhnya. Obesitastipe ini berkaitan dengan peningkatan risiko
menderita hipertensi dan diabetes. 3

Diabetes melitus

Sindrom ovarium polikistik berkaitan erat dengan masalah insulin. Adanya


resistensi sel-sel tubuh terhadap insulin menyebabkan organ tubuh tidak dapat
menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen sehingga kadarnya meningkat di
dalam darah. 3

Hipertensi dan penyakit jantung koroner


Diketahui bahwa obesitas sering diderita oleh pasien sindrom ovarium

polikistik. Lemak tubuh yang berlebihan ini memberi konsekuensi terjadinya


resistensi insulin. Obesitas dan resistensi insulin mengarah pada perubahan
respons sel-sel lemak terhadap insulin, di mana terjadi gangguan supresi
pengeluaran lemak bebas dari jaringan lemak. Peningkatan lemak bebas yang
masuk ke dalam sirkulasi portal meningkatkan produksi trigliserida, selain itu
juga terdapat peningkatan aktivitas enzimlipase yang bertugas mengubah partikel
lipoprotein yang besar menjadi lebih kecil. Akibatnya ditemukan penurunan
konsentrasi kolesterol high densitylipoprotein (HDL) dan peningkatan kadar
kolesterol low density lipoprotein (LDL) yang bersifat aterogenik sehingga
mempercepat proses aterosklerosis pembuluh darah dengan akibat berkurangnya
kelenturan yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi. Kombinasi trigliserida
yang tinggi dan kolesterol HDL yang rendah berkaitan erat dengan penyakit
kardiovaskuler, yang pada pasien sindrom ovarium polikistik muncul di usia yang
relatif lebih muda. 3

Hirsutisme
Hirsutisme pada wanita digambarkan dengan pertumbuhan rambut yang

terjadi pada pria. Gambaran yang umum adalah kelebihan rambut pada wajah,
rambut pada dada diantara payudara dan rambut pada abdomen. Pada pasien
dengan SOPK insidens terjadinya hirsutisme sebesar 70%. Hirsutisme pada SOPK
mengambarkan kelebihan produksi androgen, umumnya akibat dihidrotestosteron
lokal. Papila kulit mengekspresikan reseptor androgen yang secara langsung
mempengaruhi ukuran dari folikel rambut dan juga produksi rambut. Penurunan
berat badan telah memperlihatkan perbaikan pada hirsutisme. Estrogen eksogen
(seperti pada pil kontrasepsi kombinasi oral) akan menekan produksi androgen
ovarium dan menstimulasi sex-hormone binding globulin (SHBG), yang akan
menurunkan testosteron yang bebas di sirkulasi. 4

Aloplesia androgenik
Digambarkan dengan pola kehilangan rambut kepala yang progresif yang

sering pada pria dan jarang terjadi pada wanita. Untuk menampakkan aloplesia
membutuhkan faktor predisposisi keluarga dan dihubungkan juga dengan
peningkatan androgen di sirkulasi, akibatnya tidak semua wanita dengan
kelebihan androgen akan menjadi aloplesia. Pada wanita dengan aloplesia
androgenik, 21% juga hirsutisme, dibandingkan dengan 4% pada kontrol. Wanita
dengan aloplesia mempunyai kadar testosteron, androstenedion dan androgen
bebas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. 4

Jerawat (Acne)

Jerawat adalah penyakit inflamasi dari folikel rambut dan dihubungkan dengan
kelenjar sebaseus dan apokrin. Terdapat pada lebih dari sepertiga wanita dengan
SOPK. Masalah utama pada wanita dengan jerawat adalah peningkatan sekresi sel
sebaseus dan kadar androgen serum yang sering tidak meningkat, tidak seperti
pada hirsutisme dan aloplesia. 4

Acanthosis nigricans

Adalah suatu erupsi mukokutaneus yang terjadi lebih sering pada axilla, lipatan
kulit, dan leher. Bermanifestasi dengan peningkatan pigmen dan piplomatosis. Ini
merupakan tanda resistensi insulin dan kompensasi dari peningkatan sekresi
insulin. Dapat ditemukan pada wanita dengan SOPK antara 1-3% kasus dan lebih
sering terjadi pada orang dewasa. 4

Kanker endometrium

Risiko lain yang dihadapi wanita dengan sindrom ini adalah meningkatnya insiden
kejadian kanker endometrium. Hal ini berhubungan dengan kadar estrogen yang
selalu tinggi sehingga endometrium selalu terpapar oleh estrogen ditambah
adanya defisiensi progesteron. Kanker ini biasanya berdiferensiasi baik, angka
kesembuhan lesi tingkat I mencapai angka >90%. Kadarestrogen yang tinggi
kemungkinan juga meningkatkan terjadinya kanker payudara. 3

Acanthosis Nigricans 9

Hirsustisme

2.5 Diagnosis4
Acne dilakukan dengan 3 cara yang
Diagnosis sindrom ovarium polikistik
merupakan kombinasi darikelainan klinis, keadaan hormonal dan gambaran
ultrasonografi.
2.5.1 Kriteria klinis:
Keadaan klinis yang dijumpai adalah gangguan menstruasi di mana siklus
menstruasi tidak teratur atau tidak menstruasi sama sekali, terkadang dengan
disertai

terjadinya

perdarahan

uterus

disfungsional.

Sedangkan

gejala

hiperandrogenisme berupa hirsutisme, kelainan seboroik pada kulit dan rambut


serta kebotakan dengan pola seperti yang ditemukan pada pria.
2.5.2 Kriteria Ultrasonografi:
Kriteria diagnostik jika memakai USG transabdominal:
1. Penebalan stroma
2. Lebih dari 10 folikel berdiameter 2-8 mm di subkorteks dalam satu bidang.
Kriteria diagnostik jika memakai USG transvaginal:
1. Penebalan stroma 50%
2. Volume ovarium lebih dari 8 cm3
3. Lebih dari 15 folikel dengan diameter 2-10 mm dalam satu bidang
2.5.3 Kriteria Laboratorium:
Pemeriksaan

kadar

hormon

androgen,

insulin,

dan

LH/FSH

(LuteinizingHormone/Follicle-Stimulating Hormone). Kadar androgen yang dapat


diperiksa

adalah:

testosteron,

androstenedion,

testosteron

bebas,

dehidroepiandrosteron (DHEA) atau dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS), dan


dehidrotestosteron (DHT).
Biasanya pasien mencari bantuan karena adanya siklus menstruasi yang
tidak teratur, infertilitas dan masalah penampilan akibat obesitas dan hirsutisme.

10

Sindrom ovarium polikistik sangat mungkin menjadi faktor risiko untuk


menderita hipertensi dan penyakit jantung koroner karena hiperkolesterolemia,
diabetes serta kanker endometrial. Karena itu diagnosis yang tepat disertai
pemilihan penatalaksanaan yang efektif sangat penting untuk mencegah
komplikasi di masa mendatang.
Konsensus Diagnostik menurut konferensi National Institute of Health (NIH) di
Amerika Serikat:
a. Gambaran ovarium polikistik tidak harus ada.
b. Kriteria mayor: Anovulasi kronis dan hiperandrogenemia.
c. Kriteria minor: Adanya resistensi insulin, hirsutisme, obesitas, rasio
LH/FSH lebih dari 2,5 dan gambaran ovarium polikistik pada USG.
Diagnosis SOPK ditegakkan jika memenuhi SATU kriteria mayor dan
sekurangnya DUA kriteria minor, dengan menyingkirkan penyebab lain
hiperandrogenemi. Disisi lain Negara Eropa menetapkan Konsesus Diagnostik
lain, Konsensus Diagnostik menurut negaradi Eropa:
a. Harus didapatkan gambaran ovarium polikistik dengan USG
b. Gangguan menstruasi (oligomenore atau amenore), dan atau
c. Gambaran klinis hiperandrogenemia (hirsutisme, akne)
d. Tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis
SOPK. Untuk mencapai kesepakatan antara kedua pendapat besar itu,
Homburg mengajukan proposal yang bersifat praktis dan menyatukan
kedua pendapat tersebut.
Kriteria praktis dari Homburg (2002):
1. Kriteria awal yang harus ada:
a. Gangguan menstruasi
b. Hirsutisme
c. Akne
d. Infertilitas anovulasi
2. Diagnosis ditegakkan cukup dengan memperoleh gambaran ovarium polikistik
pada USG.
3. Jika tidak ditemukan gambaran ovarium polikistik pada USG, maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium.
2.6 Diagnosis Banding 4

11

Diagnosis banding termasuk variasi yang luas dari sejumlah gangguan lain
yang berakibat pada abnormalitas pelepasan gonadotropin, anovulasi kronik, dan
ovarium yang sklerokistik. Ovarium yang sklerokistik merupakan ekspresi
morfologi

yang

nonspesifik

dari

anovulasi

kronik

pada

pasien-pasien

premenopause, dan dapat disertai:


a. Lesi adrenal, misalnya sindroma Cushing, hiperplasia adrenal kongenital,
dan tumor-tumoradrenal virilisasi.
b. Gangguan hipotalamus-pituitari primer
c. Lesi-lesi ovarium yang memproduksi jumlah yang berlebihan dari
estrogen atau androgen,termasuk tumor-tumor sex-cord stromal, tumortumor sel steroid dan beberapa lesinonneoplastik seperti hiperplasia sel
Leydig dan hipertekosis troma.
2.7 Penatalaksanaan2
Manajemen:
2.7.1 Medikamentosa
Tujuan utama pengobatan meliputi penurunan kadar androgen untuk
memperbaiki hirsutisme, melindungi endometrium, mengoptimalkan fungsi
reproduksi mereka yang ingin kesuburan, dan mengurangi sequelae jangka
panjang resistensi insulin. Strategi terapi awal dalam pengelolaan PCOS
diarahkan pada pengelolaan dengan medikamentosa.
a. Kontrasepsi oral
Tujuan pemakaian obat ini adalah untuk menurunkan produksi steroid
ovarium dan produksi androgen adrenal, meningkatkan seks hormone binding
globulin (SHBG) menormalkan rasio gonatropin dan menurunkan konsentrasi
total testosterone dan androstenedione disirkulasi.
Mengembalikan seleksi haid normal, sehingga

dapat

terjadinya

hyperplasia endometrium dan kanker endometrium. Medroxyprogresteron


asetan dapat dijadikan sebagai terapiuntuk menghilangkan gejala hirustisme.
Dosis 150gr intramuscular setiap 6 minggu selama 3 bulan atau 20-40gr
perhari.

b. Anti Androgen

12

Fungsi kerja anti androgen adalah untuk menurunkan produksi


testosterone maupun mengurangi kerja dari testosterone. Beberapa anti
androgen yang tersedia antara lain.
1. Cyproteron asetat yang bersifat kompetitif inhibisi terhadap
testosterone dan dyhidrotestosteron pada reseptor androgen. Dosis 100
mg perhari pada 5-15 siklus haid.
2. Fultamide bersifat menekan biosentesa testosterone. Dosis yang
digunakan 250 mg perhari selama 3 bulan.
3. Finasteride yang merupakan inhibitor spesifik enzim 5 reduktase
digunakan dengan dosis 5gr perhari
c. GnRH analog
Pemberian GnRH agonis akan memperbaiki denyut sekresi LH sehingga
luteinisasi premature dari folikel premature dari folikel dapat dicegah dan
dapat memperbaiki rasioh FSH/LH.
d. Metformin
Bertujuan untuk menekan aktivitas cyto p450c-17 ovarium, yang akan
menurunkan kadar androgen, LH dan hiperinsulinemia. Diberikan dengan
dosis 500 mg 3 kali pemberian perhari selama 30 hari.
e. Clomiphene Citra
Merupakan terapi pilihan untuk induksi ovulasi dan mengembalikan fungsi
fertilasi. Pada keadaan hiperadrogrogen pada wanita anovolasi, clomiphene
citra dilaporkan meningkatkan frekuensi siklus ovulasi sampai 80% dengan
rata-rata terjadi kehamilan sekitar 67%. Dosisyang diberikan 50mg satu kali
pemberian perhari dapat ditingkatkan menjadi 200mg.
2.7.2 Pembedahan (surgery)3,4
Tindakan pembedahan merupakan alternatif pengobatan SOPK apabila
pengobatan medikamentosa belum dapat menyelesaikan masalah pasien.
a. EBOB (Eksisi Baji Ovarium Bilateral)
Reseksi baji ovarium dapat dilakukan secara laparatomi atau laparoscopy.
Reseksi baji ovarium oleh Kitsner dan Patton terhadap pasien SOPK yang
mengalami ovulasi pada pemberian clomiphene citrate namun tidak terjadi
kehamilan. Keduanya mengajurkan tindakan reseksi baji dilakukan pada
pasien yang tidak mengalami kehamilan setelah 7 atau 8 kali siklus
pengobatan dengan clomiphene citrate.pada reseksi baji ovarium
dilakukan insisi 2-3 cm pada cortex ovarium yang menebal. Insisi dibuat

13

sesuai dengan alur ovarium, dan dihindari daerah hilus ovarium untuk
menghindari terjadinya pendarahan yang banyak. Melalui lubang insisi
bagian medulla diangkat dan sebanyak mungkin korteks ovarium
dipertahankan.
Jonnaaess (1984) melakukan prosedur reseksi baji secara laparoscopy.
Dengan memakai electrode unipolar yang dibuat 8-15 lubang sedalam 2-4
mm pada kapsul pada masing-masing ovarium. Dengan tindakan ini
ovulasi dapat disembuhkan 92% pasein dengan angka keberhasilan
kehamilan sebesar 80%.
b. TEKO (Tusukan ElektroKauter pada Ovarium)
Pengeboran ovarium dengan laser secara laparoscopy (Laparoscopy Laser
Ovarium Drilling). Pengoboran ovarim dengan laserdiperkenalkan dan
dipergunakan untuk terapi SOPK sejak 15 tahun terakhir. Dasar tindakan
ini adalah bahwa laser memiliki densitas tinggi power yang terkontrol
sehingga didapat kedalam penetrasi pada jaringan sesuai yang diharapkan
serta kerusakan jaringan akibat pengaruh panas yang dapat diprediksikan.
Pemakaian laser juga akan mengurangi resiko perlengketan.
Dengan menggunakan laser YAG Huberr dkk (1988) melakukan
pengeboran ovarium sebanyak 3-5 buah pada masing-masing dengan
panjang 5-10 mm dengan kedalaman 4 mm. tindakan ini berhasil memberi
ovulasi spontan pada 5 dari 8 orang pasien yang diterapi.Terapi TEKO
dengan laparoskopi lebih baik dibandingkan dengan EBOB karenaangka
perlekatan pascoperasi yang lebih rendah.

BAB III
KESIMPULAN
Penampakan klinis yang menonjol pada pasien sindrom ovarium polikistik
dengan gangguan siklus haid dan anovulasi kronik adalah infertilitas di samping
gambaran klinis lainnya seperti hiperandrogenisme dan obesitas. Adanya
resistensi insulin yang mendasari kelainan hormonal pada sindrom ini
14

menyebabkan pemeriksaan nisbah gula puasa dan insulin puasa dapat mendukung
diagnosisnya.
SOPK merupakan salah satu gangguan yang paling umum yang
mempengaruhi wanita usia subur. Sebagai sindrom, ia memiliki beberapa
komponen, termasuk reproduksi, metabolik, dan kardiovaskular, dengan jangka
panjang masalah kesehatan yang melintasi hidup. Walaupun tidak dipahami
dengan baik, resistensi insulin tampaknya mendasari banyak manifestasi klinis
SOPK. Tujuh puluh limapersen penderita SOPK akan mengalami anovulasi dan
bisa menyebabkan infertilitas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, G et al. 2006. Obstetri Williams Edisi 21 Vol 1. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Hadibroto,
Budi
R.,
2005.

Sindroma

Ovarium

Polikistik.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15588/1/mkn-des2005%20(11).pdf. Diakses pada tanggal 11 april 2013


3. Maharani,
laskmi,
2002.Sindrom
polikistik.http://www.univmed.org/wp-

15

ovarium

content/uploads/2011/02/Dr._Laksmi.pdf . Diakses pada tanggal 11 april


2013.
4. Scribd.

Sindroma

polikistik

ovarium

sindrom.

http://www.scribd.com/document_downloads/direct/81471522?
extension=pdf&ft=1365625132&lt=1365628742&user_id=104873534&ua
hk=bRk6PSuuIzXVtvflhwCSPCuzXFQ. Diakses pada tanggal 11 april
2013
5. http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_196Sindrom%20Ovarium
%20Polikistik%20dan%20Penggunaan%20Analog%20GnRH.pdf Diakses
pada tanggal 11 april 2013

16

Das könnte Ihnen auch gefallen