Sie sind auf Seite 1von 13

PERENCANAAN SISTEM MANAJEMEN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


LANTAI PRODUKSI BARANG JADI KARET
PT KAKADA PRATAMA
Jasinta Kusuma
Bina Nusantara University, Jl. Pratama 2 blok Q-5, Kemang Pratama I Bekasi 17116, 08998746899,
jasintakl19@gmail.com

M. Apriansyah
Bina Nusantara University, Jl. Gn. Putri Utara RT 3 RW 11 No. 11 Bogor 16961, 081280970690,
mochamadapriansyah@gmail.com

Raisa Nurlatifah
Bina Nusantara University, Jl. Mandar XIV blok DD6 027 Tanggerang 15225, 08567267068,
raisanurlatifah@gmail.com

Fuadi Arif Nasution, ST., M.Eng


Abstract
Kakada Pratama Ltd., one of the rubber industry pioneers in Indonesia since 1986, manufactures Rubber
Bearing Pad, Expansion Joints, and Rubber Dock Fender. The manufacturing which consists of machining
and chemical processes has threats to health and safety at work. However, Kakada Pratama Ltd. has not
implemented the Occupational Health and Safety Management System (OHSMS) to insure and protect their
employees from the occupational hazards and risks which also is a law violation. Therefore, this case study
plans OHSMS throughout Kakada Pratama Ltd. rubber goods production facilities. The data is collected
through several observations and interviews. It is used to perform hazard identification, risk assessment and
control in order to obtain implementable OHSMS suggestions. The outcomes of this case study contains OHS
commitment, OHS policy, OHS manual, OHS procedures, personal protective equipment, OHS supporting
facilities, and also the before-and-after OHS implementation estimated cost comparison.
Keywords: Hazards identification, risks assessment, risks control, Occupational Health and Safety
Management System.

Abstrak
PT Kakada Pratama, salah satu pelopor industri karet di Indonesia sejak tahun 1986, memproduksi Rubber
Bearing Pad, Expansion Joints, serta Rubber Dock Fender. Proses manufaktur yang berlangsung melalui
proses permesinan dan proses kimia, memiliki potensi ancaman kesehatan dan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3). Namun, perusahaan tidak memiliki sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)
untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerjanya, yang sebenarnya, merupakan tindakan pelanggaran
terhadap peraturan dan perundang-undangan. Karena itulah, studi kasus ini merencanakan SMK3 di lantai
produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama. Studi kasus dilakukan dengan melakukan observasi dan
wawancara untuk pengambilan data. Data yang didapatkan digunakan untuk identifikasi bahaya, penilaian,
dan pengendalian risiko yang ada sehingga menghasilkan usulan-usulan terkait K3 yang dapat diterapkan oleh

perusahaan. Hasil dari studi kasus ini berupa komitmen K3, kebijakan K3, Manual K3, Prosedur K3,
kebutuhan alat pelindung diri dan fasilitas pendukung, serta perbandingan estimasi biaya antara sebelum dan
sesudah diberlakukannya SMK3.
Kata kunci: Identifikasi bahaya, penilaian risiko, pengendalian risiko, sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja.

PENDAHULUAN
PT Kakada Pratama yang beralamat di Jl. Batu tulis Gg. Jaya Tunggal No.3, Bogor, Jawa Barat Indonesia
merupakan salah satu pelopor industry karet untuk konstruksi dengan kualitas premium sejak tahun 1986. PT
Kakada Pratama memanufaktur Rubber Bearing Pad, Expansion Joints dan Rubber Dock Fender dengan
ukuran yang disesuaikan dengan pesanan pelanggan. Proses manufaktur yang berlangsung melalui proses
pemesinan dan proses kimia, dimana risiko terjadinya kecelakaan cukup besar bagi mereka yang bekerja
dengan menggunakan mesin dan memiliki kontak dengan cairan kimia. Perlu adanya standar operasi dan
aturan yang kuat untuk menjamin pekerja agar tidak melakukan kesalahan dan kelalaian dalam bekerja
sehingga tidak menimbulkan kecelakaan kerja yang dapat merugikan diri pekerja itu sendiri dan perusahaan.
Sistem keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan unsur yang sangat penting dalam dunia industri,
karena hal ini menyangkut keselamatan dari para pekerja dalam menjalankan proses produksi, dimana pekerja
merupakan aset yang sangat berharga bagi perusahaan. Namun, upaya dalam menjamin keselamatan dan
kesehatan kerja saat ini belum dilakukan secara maksimal di lantai produksi barang jadi karet PT Kakada
Pratama. Hal ini ditandai dengan pekerja yang belum menggunakan alat pelindung diri secara maksimal pada
saat bekerja, kegiatan mayoritas dilakukan di lantai, dan berdasarkan wawancara singkat pada pekerja,
perusahaan belum menyediakan penanganan atas keluhan pekerja. Beberapa keluhan dari pekerja yang sering
dikeluhkan ialah cedera pinggul, temperatur ruang kerja panas, dan adanya reaksi pada kulit karena
terkontaminasi efek kimia.
Sebagaimana yang disebutkan pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-05/MEN/1996 BAB III pasal
3, bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau
mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Berdasarkan peraturan tersebut,
studi kasus ini dilakukan untuk membuat perencanaan mengenai sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja dengan harapan segala bentuk masalah kesehatan dan kecelakaan kerja pada lantai produksi
barang jadi karet PT Kakada Pratama dapat dicegah dan ditangani.
Pengumpulan data dilakukan pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama dari Bulan April
hingga Bulan Juli 2013. Data yang dikumpulkan yang dikumpulkan seputar keselamatan dan kesehatan kerja.
Batasan masalah yang diangkat dalam studi kasus ini hanya mencakup perencanaan SMK3 dalam hal
kebijakan, manual, dan beberapa prosedur terkait yang dapat diusulkan kepada perusahaan.
Berdasarkan persoalan tersebut, maka masalah dapat diformulasikan sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan SMK3 yang dapat diberikan pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada
Pratama?
2. Usulan apa yang dapat diberikan kepada pihak PT Kakada Pratama berdasarkan hasil identifikasi bahaya,
penilaian, dan pengendalian risiko yang dilakukan bagi lantai produksi barang jadi karet PT Kakada
Pratama?
3.

Berapa estimasi biaya yang dikeluarkan akibat kecelakaan berulang dan potensi risiko pada kondisi PT
Kakada Pratama saat ini?

Adapun tujuan dari studi kasus ini ialah:


1. Membuat SOP system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada lantai produksi barang jadi
karet PT Kakada Pratama dengan acuan Permenaker No. Per-05/MEN/1996 dan OHSAS 18001:2007.
2. Meningkatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja pada lantai produksi barang jadi
karet PT Kakada Pratama.

3.

Membuat perhitungan estimasi penghematan biaya dengan penerapan SMK3 di lantai produksi barang
jadi karet PT Kakada Pratama.

METODE PENELITIAN

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian


Penjelasan dari langkah-langkah penelitian yang dilakukan berdasarkan diagram alir diatas adalah sebagai
berikut:
Observasi Lapangan: observasi dilakukan dengan pengamatan secara langsung pada perusahaan yang
bersangkutan. Topik yang diangkat pada studi kasus ini terkait pada Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama.
Identifikasi Masalah: identifikasi masalah yang dilakukan pada perusahaan ini menemukan bahwa pada
lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama belum memiliki Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) yang aktif. Oleh karena itu, fokus studi kasus ini ialah merencanakan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama
dengan harapan hasil penelitian dapat dijadikan referensi perancangan SMK3 bagi PT Kakada Pratama
dikemudian hari.
Studi Pustaka: studi pustaka dilakukan dalam upaya untuk memahami teori dan metode analisis yang
berkaitan dengan studi kasus yang akan dilakukan. Teori dapat ditemukan dengan melakukan pencarian pada
berbagai literature seperti buku, jurnal, ataupun karya ilmiah yang sudah ada dan berkaitan dengan masalah

yang diteliti. Dari proses studi pustaka yang dilakukan, didapatkan landasan teori pendukung yang dapat
menunjang studi kasus ini, yaitu efek domino, PDCA, tingkat kenyamanan manusia akan cahaya, bising,
temperatur dan kelembaban, serta pengertian K3 dan SMK3. Landasan teori yang mendukung proses analisis
dan identifikasi bahaya pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama ialah Job Safety Analysis,
Fishbone Diagram, Iceberg Theory, dan Interest Factor.
Pengumpulan Data: Pengumpulan data primer, yakni data yang berasal dari sumber asli dan tidak tersedia
dalam bentuk terkompilasi (Narimawati, 2008, hal. 98), dilakukan dengan melakukan observasi dan
wawancara pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama. Sedangkan data sekunder, yakni
sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data dan bersifat mendukung data
primer (Sugiyono, 2008, hal. 402), didapat melalui dokumen, data perusahaan, buku, skripsi, dan artikel yang
berkaitan dengan penelitian ini. Seluruh data yang dikumpulkan terkait kepada kondisi keselamatan dan
kesehatan kerja pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama
Pengolahan Data: Data yang telah diambil pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama diolah
dengan metode yang didapatkan dari studi literatur. Hasil wawancara dan observasi tersebut diolah untuk
melakukan identifikasi bahaya pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama yang dapat
menunjang perencanaan SMK3 dan penyusunan SOP bagi lantai produksi barang jadi karet PT Kakada
Pratama. Hasil identifikasi bahaya yang terdapat pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama
diolah dengan menggunakan metode Job Safety Analysis,fishbone diagram, Iceberg Theory, dan Interest
Factor. Hasil pengolahan data digunakan sebagai informasi yang dibutuhkan dalam proses analisis
selanjutnya.
Analisis dan Bahasan: Hasil pengolahan data dibahas dan dianalisis sebagai bentuk interpretasi dari
pengolahan data yang dilakukan. Analisis dan bahasan dijabarkan secara terperinci untuk menjawab
permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini. Hasil dari tahap ini memberikan kebijakan, manual, usulan,
dan beberapa prosedur yang dapat digunakan sebagai referensi ataupun acuan SMK3 pada lantai produksi
barang jadi karet PT Kakada Pratama.
Simpulan dan Saran: Simpulan yang dijabarkan adalah ikhtisar dari pembahasan dan analisis hasil
penelitian yang ditulis dalam bentuk poin-poin yang secara lugas menjawab pertanyaan dari identifikasi
masalah yang ditentukan sebelumnya. Setelah membuat simpulan, tahap terkahir adalah pemberian saran pada
perusahaan. Saran yang diberikan hendaknya memberikan manfaat dan mampu memberikan inovasi atau
perbaikan kepada perusahaan yang telah bersedia menjadi objek penelitian.

HASIL DAN BAHASAN


Komitmen dan Kebijakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Untuk memulai pembentukan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) pada suatu
perusahaan, langkah pertama yang harus dibuat oleh PT Kakada Pratama ialah membuat komitmen dan
kebijakan tertulis terkait SMK3. Adapun komitmen yang telah disusun dan disetujui oleh PT Kakada Pratama
berbunyi:
Seluruh manajemen dan karyawan PT Kakada Pratama berkomitmen untuk menciptakan, melaksanakan,
serta memelihara sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di seluruh lantai produksi barang jadi
karet PT Kakada Pratama demi melindungi seluruh pihak yang terkait. PT Kakada Pratama senantiasa
melakukan perbaikan yang berkesinambungan dalam meningkatkan praktek keselamatan dan kesehatan
kerja secara aktif dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan menaati segala peraturan dan
perundangan-undangan terkait keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku.
Untuk menjaga komitmen tersebut, PT Kakada Pratama menyusun kebijakan yang berbunyi:
Untuk mendukung komitmen perusahaan terkait keselamatan dan kesehatan kerja, maka PT Kakada
Pratama membuat suatu kebijakan untuk:
1) Memenuhi segala peraturan dan perundangan-undangan yang terkait dengan keselamatan dan
kesehatan kerja.
2) Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang sistematis dan terkendali.

3) Menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan
kerja.
4) Melakukan komunikasi dan sosialisasi terkait keselamatan dan kesehatan kerja kepada seluruh pihak
yang terlibat di lingkungan kerja untuk menjunjung keselamatan dan kesehatan kerja.
5) Memperbaiki dan meninjau sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja secara berkala guna
senantiasa meningkatkan segala aspek keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.

Manual dan Prosedur Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Untuk memberikan pedoman yang menjabarkan secara umum pelaksanaan SMK3 pada lantai produksi
barang jadi karet PT Kakada Pratama, maka disusunlah manual SMK3. Manual SMK3 untuk lantai
produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama dibuat sesuai dengan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku. Manual SMK3 harus disebarluaskan kepada seluruh pimpinan dan karyawan terkait. Pada
penyusunannya, Manual SMK3 setidaknya memuat pedoman-pedoman umum yang mencakup lima
tahapan pelaksanaan SMK3. Kelima tahapan tersebut yakni penetapan kebijakan K3, perencanaan K3,
pelaksanaan rencana K3, pemantauan dan evaluasi K3, serta peninjauan dan peningkatan kinerja K3.
Untuk mendukung SMK3, diperlukan dokumen-dokumen yang menjelaskan sistematika dalam penerapannya.
Salah satu dokumen yang dibutuhkan adalah kumpulan prosedur K3. Prosedur disusun mengikuti manual
yang telah disusun sebelumnya untuk menjelaskan implementasi SMK3 dengan lebih mendetail. Berbeda
dengan manual, prosedur disusun untuk menjelaskan sistematika umum dari setiap aktivitas yang ada. Usulan
prosedur yang dibuat sebagai referensi prosedur K3 untuk lantai produksi barang jadi PT Kakada Pratama
antara lain: Komitmen dan Kebijakan, Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko, Peraturan
Perundangan dan Persyaratan Lainnya, Tujuan, Sasaran, dan Program K3, Penyediaan Sumber Daya Manusia,
Pelatihan, dan Kompetensi Kerja, Komunikasi, Konsultasi, dan Kesadaran, Tanggung Jawab danTanggung
Gugat, Pembentukan P2K3, Dana Anggaran, Manajemen Informasi dan Pelaporan, Pendokumentasian dan
Pengendalian Dokumen, Perancangan dan Rekayasa, Prosedur dan Instruksi Kerja, Menghadapi Keadaan
Darurat, Rencana dan Pemulihan Keadaan Darurat, Pemeriksaan, Pengujian, dan Pengukuran, Internal Audit,
dan Tinjauan Manajemen

Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko


Produktivitas yang dihasilkan pekerja dipengaruhi oleh kenyamanan kondisi bekerjanya. Kondisi-kondisi ini
mencakup tingkat pencahayaan, bising, suhum dam faktor iklim pada ruang kerja. Pada pencahayaan, Satuan
internasional yang digunakan untuk mengukur tingkat penerangan adalah lux, yakni rasio flux yang berpendar
(lumens) pada suatu luas permukaan (m2) (Nurmianto, 1996, hal. 224). Nilai kebutuhan pencahayaan
dibedakan berdasarkan tingkat kesulitan kegiatan yang dilakukan. Sedangkan untuk bising, manusia memiliki
toleransi dalam menanggulangi kebisingan, terbatas pada durasi dan tingkat kebisingan tertentu (Freivalds,
2009, p. 245). Untuk kondisi iklim dan suhu, menurut Grandjean (1986) indoor climate adalah kondisi fisik
sekeliling yang meliputi temperatur udara, temperatur pemukaan sekeliling, kelembaban udara, dan aliran
perpindahan udara (Nurmianto, 1996, hal. 271). Kelembaban udara pada kisaran 40-60% akan menghambat
pertumbuhan virus (Anesi, 2013, hal. 1). Berdasarkan standar-standar yang ada, berikut adalah tabel hasil
pengukuran kondisi kerja yang dilakukan dengan menggunakan multimeter:
Tabel 1 Identifikasi Bahaya Mengenai Pencahayaan, Suhu, Kelembaban, dan Kebisingan pada Kegiatan
Produksi PT Kakada Pratama
No
Kegiatan
Alat Kerja
Bahan
Jenis Pengukuran
Standar
Hasil
Pencahayaan
800 lux
247 lux
Persiapan
Suhu
28-30C
35C
1
Las listrik
cetakan
Kelembaban
40-60%
58,6%
Kebisingan
90 dBA
100 dBA
Pencahayaan
800 lux
247 lux
Suhu
28-30C
35C
Las listrik
Pemotongan
Kelembaban
40-60%
58,6%
2
pelat
Kebisingan
90 dBA
67 dBA
Mesin
Pencahayaan
800 lux
1188 lux
potong
Suhu
28-30C
35C

Polishing

Mesin poles

Degreasing

Larutan HCL

3
Chemlock 205
primer
Pengecatan

Kuas cat
Chemlock 220
adhesive

Pemotongan
compound

Penggaris
Pensil
Cutter

Penyusunan
compound

Cetakan

Vulkanisasi

Mesin press
hidrolic
Mesin
gerinda

Finishing

Mesin
bubut

Mesin frais

Tapper

Kelembaban
Kebisingan
Pencahayaan
Suhu
Kelembaban
Kebisingan
Pencahayaan
Suhu
Kelembaban
Kebisingan
Pencahayaan
Suhu
Kelembaban
Kebisingan
Pencahayaan
Suhu
Kelembaban
Kebisingan
Pencahayaan
Suhu
Kelembaban
Kebisingan
Pencahayaan
Suhu
Kelembaban
Kebisingan
Pencahayaan
Suhu
Kelembaban
Kebisingan
Pencahayaan
Suhu
Kelembaban
Kebisingan
Pencahayaan
Suhu
Kelembaban
Kebisingan
Pencahayaan
Suhu
Kelembaban
Kebisingan
Pencahayaan
Suhu
Kelembaban
Kebisingan

40-60%
90 dBA
600 lux
28-30C
40-60%
90 dBA
400 lux
23-25C
40-60%
90 dBA
800 lux
28-30C
40-60%
90 dBA
800 lux
28-30C
40-60%
90 dBA
300 lux
30C
40-60%
90 dBA
300 lux
30C
40-60%
90 dBA
600 lux
28-30C
40-60%
90 dBA
600 lux
30C
40-60%
90 dBA
600 lux
30C
40-60%
90 dBA
600 lux
30C
40-60%
90 dBA
600 lux
28-30C
40-60%
90 dBA

60%
62,7dBA
524 lux
34C
60%
81,6 dBA
522 lux
35C
59,8%
60,8 dBA
885 lux
34C
60%
57,8 dBA
885 lux
34C
60%
57,8 dBA
80 lux
33C
60%
70 dBA
80 lux
33C
60%
70 dBA
85 lux
37C
60%
70 dBA
610 lux
35C
56,8%
86 dBA
178 lux
35C
56,7%
77 dBA
76 lux
35C
56,8%
70 dBA
92 lux
35C
57%
76 dBA

Selain mengidentifikasi kondisi kerja, mengidentifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko pekerjaan
itu sendiri juga dilakukan. Pengidentifikasian ini dilakukan dengan menggunakan metode Job Safety Analysis
(JSA). Job Safety Analysis adalah cara untuk memeriksa metode kerja dan menentukan bahaya yang
sebelumnya telah diabaikan dalam merencanakan pabrik atau gedung dan di dalam rancangan bangunan,
masin-mesin, alat-alat kerja, material, lingkungan tempat kerja, dan proses kerja (Ferdiandsyah, 2011, hal.

47). JSA dilakukan pada keenam proses produksi pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama.
Adapun pengerjaan JSA yang dilakukan pada PT Kakada Pratama dicontohkan sebagai berikut:

Gambar 2 Contoh Job Safety Analysis


Selain kedua metode yang telah diterapkan, identifikasi bahaya juga dilakukan dengan menggunakan
fishbone diagram. Fishbone diagram dapat disebut juga dengan cause and effect diagram merupakan alat
untuk mengetahui akar permasalahan dengan menunjukkan variasi penyebab (Ibrahim, 2000, hal. 83). Berikut
adalah fishbone diagram terkait tidak efektifnya SMK3 yang disusun berdasarkan kondisi perusahaan:

Gambar 2 Fishbone Diagram

Analisis Penilaian Risiko


Berdasarkan pengamatan kondisi unit kerja, seperti yang dijabarkan dalam Tabel 1, terlihat bahwa seluruh
unit kerja pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama belum memenuhi standar temperatur
yang direkomendasikan. Hal ini dibuktikan dengan tingginya temperatur pada setiap unit kerja yang berada

pada kisaran 33-37C. Bila dibandingkan dengan standar yang ada, maka lantai produksi barang jadi karet PT
Kakada Pratama seharusnya menurukan temperatur hingga 28-30C.
Pencahayaan lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama sudah baik pada unit kerja pemotongan
pelat dengan mesin potong, degreasing, pengecatan, serta finishing dengan mesin gerinda duduk. Posisi unitunit kerja tersebut berada di dekat jendela sehingga sinar matahari membantu pencahayaannya. Sedangkan
unit kerja lainnya yang terletak cukup jauh dari jendela, mengandalkan pencahayaan buatan yang kurang
memadai standar pencahaan berdasarkan beban pekerjaannya.
Kelembaban pada seluruh area lantai produksi barang jadi karet sudah memenuhi kriteria kelembaban yang
dapat menghambat pertumbuhan virus. Selain itu, tingkat kebisingan untuk sebagian besar unit kerja sudah
baik, kecuali pada persiapan cetakan yang menggunakan las listrik. Unit kerja ini memiliki tingkat kebisingan
di atas toleransi sehingga harus diberikan penanganan lebih lanjut.
Selain permasalahan yang terdapat pada Tabel 1, potensi-potensi dari risiko pekerjaan pada lantai produksi
barang jadi karet, diuraikan dengan metode Job Safety Analysis (JSA). Dari hasil perhitungan risiko pada
JSA, didapatkan bahwa mayoritas kejadian yang tidak diinginkan masih dapat diterima oleh pekerja karena
hasil perhitungan risiko menunjukkan nilai risiko 8, yakni nilai standar yang diberikan berdasarkan
kebijakan perusahaan. Nilai tersebut dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa SMK3 baru akan diterapkan
pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama. Seiring dengan waktu, sesuai dengan komitmen,
lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama akan meningkatkan standar nilai risiko. Oleh karena itu,
meskipun nilai risiko tetap dalam batas toleransi, beberapa pengendalian risiko tetap direkomendasikan.
Pada kejadian yang tidak diinginkan dengan nilai risiko melebihi ambang batas toleransi, pekerja diwajibkan
untuk menerapkan dan menggunakan pengendalian yang diusulkan. Salah satu contoh kejadian ini adalah
tersengat listrik yang memiliki probabilitas relatif tinggi. Kejadian tersengat listrik dapat terjadi pada saat
penggunaan las listrik, mesin gerinda, mesin press hidrolic, gerinda duduk, mesin bubut, dan mesin frais.
Selain itu, pada kegiatan degreasing, masih banyak kejadian yang tidak diinginkan melebihi ambang batas
risiko perusahaan. Hal ini disebabkan risiko kejadian memliki tingkat keparahan yang relatif dapat dianggap
membahayakan nyawa pekerja akibat penggunaan langsung larutan asam HCl.
Faktor-faktor yang dinilai menjadi penyebab SMK3 tidak berjalan secara efektif diuraikan menggunakan
diagram fishbone pada Gambar 3. Dapat dilihat bahwa kelemahan dari faktor manusia disebabkan oleh
kurangnya pelatihan, kedisiplinan, dan pengetahuan mengenai K3. Selain itu, banyak pekerja yang masih
menganggap remeh risiko dari pekerjaannya sehingga pekerja tidak selalu menggunakan APD.
Kelemahan dari faktor metode SMK3 yang diterapkan pada lantai produksi barang jadi PT Kakada Pratama
adalah tidak adanya prosedur dan instruksi kerja, tidak adanya ikatan kerja dengan karyawan, serta tidak
memberikan pelatihan dan pendidikan K3 kepada pekerjanya. Pada faktor lingkungan kerja, kekurangan
disebabkan oleh APD yang kurang memadai, kurang fasilitas pendukung, posisi kerja yang masih kurang
ergonomis, serta tidak tersedianya instruksi tertulis terkait K3. Kekurangan pada faktor mesin adalah tidak
adanya perawatan mesin secara teratur serta tidak tersedianya checklist sebelum pemakaian.

Analisis Pengendalian Risiko


Berdasarkan penilaian risiko yang telah dilakukan, ada beberapa pengendalian risiko yang dapat diusulkan
kepada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama. Pertama ialah pengendalian terhadap kondisi
kerja pada Tabel 1. Untuk mengatasi permasalahan yang mayoritasnya adalah suhu dan tingkat pencahayaan,
usulan pengendalian yang diberikan adalah dengan menambahkan beberapa exhaust fan dan lampu
penerangan.
Pencahayaan pada proses persiapan cetakan dan pemotongan pelat membutuhkan iluminasi sebesar 800 lux
untuk mencapai standar pencahayaan sesuai beban kerjanya. Faktanya, tingkat pencahayaannya hanya
berkisar di angka 247 lux. Dengan kata lain, ruangan ini masih membutuhkan 553 lux untuk mencapai
standar. Oleh sebab itu, ruangan ini masih membutuhkan sekitar 16258 lumens. Nilai lumens ini bisa dicapai
dengan memasang lampu jenis Pulse Start Metal Halide sebesar 250 watt. Untuk pemotongan compound dan
vulkanisasi, kebutuhan luminansi sebesar 220 lux dan 515 lux dapat dipenuhi dengan menggunakan lampu
tipe T8 Fluorescent dengan daya sebesar 85 watt. Untuk proses polishing dan penyusunan compound,

kebutuhan pencahayaan dapat dicapai dengan memasang lampu T8 Fluorescent dengan daya sebesar 25 watt
dan 32 watt. Kebutuhan pencahayaan untuk seluruh proses finishing dapat dipenuhi dengan menggunakan
lampu jenis T12 High-Output Fluorescent. Pada penggunaan mesin frais dan tapper, daya lampu yang
dibutuhkan sebesar 2110 watt, sedangkan penggunaan mesin bubut dapat menggunakan lampu dengan daya
285 watt. Dari seluruh stasiun kerja yang masih mengalami defisiensi tingkat pencahayaan, mengacu pada
perhitungan yang telah dilakukan, maka jumlah lampu yang perlu ditambahkan pada lantai produksi barang
jadi karet PT Kakada Pratama adalah sejumlah 1 (satu) buah lampu tipe Pulse Start Metal Halide 250 watt, 2
(dua) buah lampu T8 Fluorescent 86 watt, 1 (satu) buah lampu T8 Fluorescent 35 watt, 1 (satu) buah lampu
T8 Fluorescent 25 watt, 4 (empat) buah lampu T12 High-Output Fluorescent, dan 2 (dua) buah lampu T12
High-Output Fluorescent 85 watt.
Permasalahan pada kondisi kerja yang kedua adalah pada suhu udara. Temperatur udara pada seluruh stasiun
kerja melebihi ambang batas suhu udara yang nyaman untuk bekerja. Kemungkinan penyebab dari masalah
ini adalah sirkulasi udara yang sangat terbatas akibat kurangnya keberadaan ventilasi udara. Untuk mengatasi
masalah ini, maka perusahaan dapat menempatkan sejumlah exhaust fan di lantai produksi yang berfungsi
membantu sirkulasi udara di dalam pabrik. Perputaran udara yang dihasilkan mampu mengurangi peningkatan
suhu tubuh. Sebanyak 5 exhaust fan diusulkan dengan pertimbangan bahwa menempatkan satu buah exhaust
fan disetiap sisi pabrik dan menempatkan dua exhaust fan di sisi sebelah belakang karena terdapat banyak
mesin. Diusulkan sebagai berikut karena 1 exhaust fan ini memiliki kapasitas sebesar 900 m3/jam dengan
sirkulasi udara sebesar 210 liter/detik.
Selain pada kondisi kerja, pengendalian risiko yang harus diberikan dan diterapkan pada lantai produksi
barang jadi karet PT Kakada Pratama adalah aktivitas dari kegiatan produksi itu sendiri. Berkaitan dengan
faktor-faktor penyebab yang disebutkan pada Gambar 4.6, kurang memadainya alat pelindung diri (APD),
fasilitas pendukung K3, instruksi keselamatan hingga peraturan yang mengikat menjadi halangan perusahaan
dalam menerapkan SMK3 secara efektif.
Secara mendasar, penggunaan APD sangat penting untuk dihimbau dan dilaksanakan oleh pekerja.
Berdasarkan JSA yang telah dilakukan, aktivitas produksi yang menggunakan mesin las diharuskan
mengenakan helm las, wear pack, safety shoes, dan welding gloves. Selain untuk melindungi tubuh dari
percikan api, keempat peralatan ini mampu melindungi pekerja dari silau yang berlebihan, risiko tersengat
listrik, dan paparan sinar UV yang muncul dari mesin las. Dalam mengatasi bising, earmuff mampu
mereduksi bising hingga kisaran 20-30 dB. Seperti yang juga tertera pada tabel 1, bising yang ditimbulkan
pada penggunaan mesin las listrik mencapai 10 dB diatas ambang bising yang direkomendasikan. Dengan
menggunakan earmuff, bising yang diterima oleh pekerja dapat ditekan menjadi 70-80 dB sehingga masih
dibawah ambang batas yang dianjurkan.
Pada proses polishing yang menggunakan mesin gerinda, APD yang perlu untuk digunakan berupa masker
untuk mencegah terhirupnya debu yang dihasilkan saat grinding, safety glasses untuk melindungi mata dari
debu tersebut, wear pack untuk melindungi tubuh dari kemungkinan tergoresnya kulit oleh serpihan, serta
safety shoes untuk mencegah kejadian tersengat listrik akibat menginjak kabel saat proses grinding. Peralatanperalatan pelindung serupa juga dibutuhkan saat melakukan proses finishing. Safety glasses, sarung tangan,
masker, wear pack, dan safety shoes diperlukan baik pada penggunaan mesin bubut maupun mesin frais.
Peralatan APD ini berfungsi untuk melindungi serpihan masuk ke mata, mengurangi risiko menyentuh benda
kerja yang relatif panas akibat pengerjaan, mencegah kulit terkena serpihan panas yang dapat menimbulkan
iritasi, maupun risiko tersengat listrik yang dihasilkan oleh mesin.
Berbeda dengan proses sebelumnya, proses degreasing berhadapan dengan bahan kimia berupa HCl untuk
membersihkan pelat. Pada proses ini, sarung tangan karet, safety shoes, goggles, wear pack, dan sepatu yang
tahan air sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak larutan asam tersebut dengan tubuh. Selain
kontak langsung, penguapan HCl juga dapat terjadi sehingga harus diatasi dengan penggunaan masker untuk
mencegah terhirupnya uap dari larutan tersebut.
Seperti halnya penggunaan HCl, proses pengecatan juga menggunakan bahan kimia berupa cat Chemlock
yang memiliki risiko bahaya apabila gas yang dihasilkan terhirup. Selain itu, apabila terkena mata atau kulit,

cat juga dapat menimbulkan iritasi. Oleh karena itu, pengendalian terhadap proses pengecatan menganjurkan
untuk penggunaan masker, safety glasses, wear pack, dan sarung tangan.
Selain menyediakan APD bagi pekerjanya, perusahaan juga harus senantiasa menyediakan anggaran untuk
menyediakan sarana dan prasarana pendukung lainnya. Kamar las dibangun dengan tujuan agar karyawan lain
yang tidak mengenakan APD seperti pekerja las, namun berada di sekitar pengelasan tidak terpapar sinar UV
dan gas fume hasil pengelasan yang dapat memicu penyakit kanker. Selain itu kamar las berfungsi untuk
mencegah terjadinya kebakaran karena dalam kamar tidak terdapat bahan-bahan yang dapat terbakar. Ruang
asam berfungsi untuk memberikan temperatur/iklim yang tepat untuk penyimpanan lautan HCl agar tidak
menguap karena gas hidrogen yang dihasilkan mudah terbakar. Setiap pekerja wajib mengikuti pelatihan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan tujuan agar mengerti akan arti dari tanda-tanda hazard, pentingnya
penggunaan APD, serta hak dan kewajibannya untuk menjamin keberlangsugan SMK3.

Estimasi Biaya Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Biaya yang dikeluarkan untuk menerapkan SMK3 yang telah dirancangkan didapatkan dari beberapa aspek
yang ditunjukkan pada Tabel 2 sebagai berikut:
No

Tabel 2 Total Cost pada Tahun Implementasi SMK3


Penerapan yang Diusulkan
Biaya (Rp)
Pengeluaran Pada Tahun Implementasi

Penyediaan APD

Rp 34,442,800

Rp

34,442,800

Penyediaan lampu

Rp

634,000

Rp

1,268,000

Biaya listrik penerangan

Rp

2,944,656

Rp

2,944,656

Biaya listrik penyejuk ruangan

Rp

999,128

Rp

999,128

Pembangunan dan penyediaan sarana


K3

Rp 40,530,000

Rp

40,530,000

Jumlah Biaya

Rp

80,184,584

Biaya Kesehatan Setelah Implementasi

Rp

6,489,960

Total Cost (B)

Rp

86,674,544

Pada perhitungan biaya yang hilang, indirect cost factor yang digunakan adalah sebesar 1,2. Nilai ini didapat
dari estimasi indirect cost rate sebesar 20%. Biaya penanggulangan didapatkan dari Permenakertrans 609
Tahun 2012 tentang Pedoam Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja yang kemudian
dikalikan dengan probabilitas. Dengan menggunakan nilai ini, biaya potensi risiko dan kecelakaan berulang
mencapai Rp59.239.800,00 /tahun. Perincian biaya keselamatan dan kesehatan kerja sesudah melakukan
implementasi, menunjukkan bahwa biaya potensi risiko dan kecelakaan berulang berkurang
hinggaRp6.489.960,00 /tahun. Tentunya diperlukan biaya untuk mengoptimalkan fungsi dari sarana SMK3
yang ditunjukkan pada Tabel 3 sebagai berikut:
No

Tabel 3 Pengeluaran Tahunan untuk Penerapan SMK3


Penerapan yang Diusulkan
Biaya (Rp)
Pengeluaran Annual

Penyediaan APD

Rp 34,442,800

Rp

34,442,800

Penyediaan lampu

Rp

634,000

Rp

1,268,000

Biaya listrik penerangan

Rp

2,944,656

Rp

2,944,656

Biaya listrik penyejuk


ruangan

Rp

999,128

Rp

999,128

Jumlah Biaya

Rp

39,654,584

Biaya Kesehatan Setelah Implementasi

Rp

6,489,960

Total Cost (C)

Rp

46,144,544

Perhitungan pengeluaran beberapa tahun ke depan dengan menggunakan metode interest factor untuk
mengetahui apakah penerapan SMK3 tersebut akan memberikan keuntungan pada perusahaan ditunjukkan
pada tabel 4 sebagai berikut:
Periode

Tabel 4 Perhitungan Biaya dengan Metode Interest Factor


2 Tahun
3 Tahun
4 Tahun

5 Tahun

A/P, i, n

1,6901

2, 4018

3, 0374

3, 6048

Tanpa Implementasi

Rp159.360.986

Rp201.521.952

Rp239.174.769

Rp272.787.431

Dengan Implementasi

Rp164.663.438

Rp197.504.510

Rp226.833.982

Rp253.016.396

Contoh perhitungan:
=P+A

= Rp 59.239.800,00 + Rp 59.239.800,00 (2,4018)


= Rp 201.521.952,00
=P+A

= Rp 86.674.544,00 + Rp 46.144.544,00 (2,4018)


= Rp 197.504.510,00
Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan bahwa PT Kakada Pratama akan menghasilkan pengeluaran yang
lebih besar apabila tidak menerapkan SMK3 yang disarankan bagi lantai produksi barang jadi karet PT
Kakada Pratama. Degan menerapkan SMK3 yang disarankan maka PT Kakada Pratama akan menyimpan
pengeluaran biaya ganti rugi keselamatan dan kesehatan kerja sebesar Rp 4.017.442,00 di tahun ke-3 (tiga) di
depan dan akan terus meningkat setiap tahunnya.

Gambar 4 Grafik Peningkatan Biaya yang Disimpan Setelah Penerapan SMK3

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Simpulan dari laporan studi kasus Perencanaan SMK3 pada Lantai Produksi Barang Jadi Karet PT Kakada
Pratama adalah:

1.
2.

3.

Perencanaan SMK3 yang diberikan pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama meliputi
tahap perencanaan dengan identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risikoserta pengusulan
komitmen, kebijakan, manual (dokumen level 1) dan prosedur (dokumen level 2).
Usulan SMK3 yang diberikan pada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama
mencakupinstalasi beberapa tipe lampu seperti pulse start metal halide, T8 fluorescent dan T12 highoutput fluorescent untuk peningkatan pencahayaan, instalasi beberapa exhaust fan sebagai
penanggulangan masalah suhu berlebih, penggunaan APD yang dibutuhkan sesuai dengan aktivitas
produksi, penyediaan fume hooduntuk proses degrasing yang menggunakan bahan kimia HCl, APAR
untuk tindakan darurat kebakaran, kamar las untuk proses yang menggunakan las listrik, serta
mengadakan pelatihan K3 untuk meningkatkan kesadaran terhadap hak dan tanggung jawab seluruh
karyawan terhadap K3.
Estimasi biaya yang dikeluarkan akibat kecelakaan kerja dan potensi risiko pada lantai produksi barang
jadi karet PT Kakada Pratama saat ini adalah sebesar Rp59.239.800,00/tahun. Setelah penerapan, estimasi
biaya akibat kecelakaan kerja dan potensi risiko yang dikeluarkan adalah sebesar Rp6.489.960,00/tahun.
Dengan biaya implementasi sebesar Rp86.674.544, perusahaan akan menyimpan biaya yang sebelumnya
dikeluarkan sebesar Rp4.017.442,00 di tahun ke-3 (tiga) di depan dan akan terus meningkat setiap
tahunnya.

Saran
Saran yang diberikan kepada lantai produksi barang jadi karet PT Kakada Pratama adalah:
1. Membuat dan melaksanakan sistem manajemen K3 di perusahaan.
2. Menjadikan manual dan SOP K3 yang diusulkan sebagai referensi penerapan SMK3 di perusahaan.
3. Menerapkan pengendalian risiko yang diberikan seperti penggunaan APD dan fasilitas pendukung
lainnya di perusahaan demi keselamatan dan kesehatan pekerja.
4. Senantiasa mengembangkan dan memperbaiki pelaksanaan SMK3 di perusahaan.
5. Menggunakan jasa perusahaan penyedia tenaga kerja untuk mengadakan karyawan kerja lepas, agar
karyawan yang didapat telah memiliki kualifikasi yang diinginkan.

REFERENSI
Anesi, J. (2013, March 11). Can Increased Humidity Stimulate Cleaner Indoor Air? Heating, Plumbing And
Refrigeration, Building And Construction, Engineering--Mechanical Engineering, 248(10), 16.
doi:1353017399
Ferdiandsyah, F. (2011). Identifikasi Bahaya Keselamatan Kerja dan Upaya Pengendalian yang Dilakukan
dengan Metode Job Safety Analysis (JSA) pada Gedung Departement Production Logistic pada PT
"X" Tahun 2011. Jakarta: Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah.
Freivalds, A. (2009). Niebel's Methods, Standards, and Work Design (12th ed.). New York: McGraw Hill.
Goetsch, D. L. (2011). Occupational Safety and Health for Technologists, Engineers, and Managers (7th ed.).
New Jersey: Pearson.
Ibrahim, B. (2000). TQM (Total Quality Management): Panduan Untuk Mnghadapi Persaingan Global (Vol.
II). Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia: Djambatan.
Nurmianto, E. (1996). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya.
Narimawati, U. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan Aplikasi.
Agung Media

Bandung:

Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kualitatif fan R&D. Bandung: Alfabeta

RIWAYAT PENULIS
Jasinta Kusuma lahir di kota Jakarta pada 10 April 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas
Bina Nusantara dalam bidang Teknik Industri pada tahun 2013.

M. Apriansyah lahir di kota Bogor pada 12 April 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas
Bina Nusantara dalam bidang Teknik Industri pada tahun 2013.
Raisa Nurlatifah lahir di kota Jakarta pada 20 May 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas
Bina Nusantara dalam bidang Teknik Industri pada tahun 2013.

Das könnte Ihnen auch gefallen