Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ABSTRAK
Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi kronik pada kulit yang
sering dihubungkan dengan alergi makanan dan asma. Pandangan baru
tentang DA mengungkapkan peran penting dari abnormalitas struktur
epidermis yang berdampak pada bocornya barier kulit karena inflamasi kronis
yang berperan dalam patofisiologi dari penyakit kulit. Pasien dengan
dermatitis atopik memiliki kecenderungan untuk terjadi kolonisasi dan infeksi
dari organisme mikroba, yang sering ditemukan Staphylococcus aureus dan
herpes simplex virus (HSV). Tindakan yang mengarah pada penyembuhan
dan perlindungan dari kulit dan penggontrolan aktivasi sistem imun
dibutuhkan untuk manajemen efektif dari dermatitis atopik. Intervensi awal
mungkin dapat meningkatkan hasil penyembuhan dari dermatitis atopik
seperti penurunan sensitasi alergi sistemik yang mungkin berhubungan
dengan penyakit alergi.
Keyword
Dermatitis atopik (DA), eksema, imun, infeksi, barier kulit
KATA PENGANTAR
Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi kronik pada kulit yang sering
dihubungkan dengan alergi makanan dan asma1. Studi terbaru menunjukan
hubungan yang kuat antara penyakit kesehatan mental dan DA, diduga karena
kebutuhan untuk manajemen efektif dari penyak ini untuk pasien yang sehat
mental2,3. Prevalensi dari DA bervariasi di tiap negara dari 8-18 %4. Laporan
terbaru dari Shanghai, China melaporkan bahwa prevalensi dari DA meningkat
signifikan pada area kota bila dibanding kan dengan area desa5. Gaya hidup dan
faktor lingkungan berperan dalam tanda klinis DA6-9. Stress seperti yang dialami
oleh pasien selama gempa Great Hanshin juga berperan dalam eksaserbasi DA11.
Kulit adalah organ penting pada hubungan antara host dan lingkungan. Kerusakan
barier epitel epidermis di kombinasikan dengan respon imun abnormal sepertinya
juga berperan dalam patofisiologi dari DA12,13. Tinjauan saat ini akan menyoroti
pandangan baru pada peran barier kulit, faktor lingkungan dan disfungsi imun
pada DA. Terapi efektif dari DA memerlukan pendekatan pada barier kulit,
pengontrolan inflamasi kulit, identifikasi dan manajemen dari pencetus alergi
seperti halnya pada terapi infeksi mikroba14.
untuk meminimalisir kehilangan air dan melindungi tubuh dari penetrasi alergen
atau mikroba. Studi terbaru mengindikasikan bahwa defek pada fungsi barier
epidermis memberikan pengaruh yang besar untuk memicu inflamasi kulit pada
DA.12,13 Kulit pada DA memiliki karakterisitik adanya peningkatan kehilangan air
di transepidermal dan defek pada diferensiasi keratinosit terminal yang
menyebabkan berkurangnya ceramide, filagrin dan peptida antimikroba. 24-29
Peningkatan akitivitas protease dan pengeluaran sitokin proflamatori secara
bersamaan yang dihasilkan dari peningkatan keratinosit endogen dan pelepasan
sel mast derivat protease pada kulit yang atopi sama dengan protease eksogen dari
alergen lingkungan sekitar, seperti debu, atau S. Aureus mengakibatkan rusaknya
barier kulit.30,31
Gambar 1. Cara jalur kekebalan yang terlibat dalam fase yang berbeda dari dermatitis
atopik. Diterbitkan dengan ijin dari: Gittler JK, Shemer A, Surez-Farias M, et al .
Aktivasi Progresif TH2/TH22 sitokin dan protein epidermal selektif ciri dermatitis atopik akut dan
kronis. J Allergy Clin Immunol 2012; 130: 1344-54.
involucrin, merupakan komponen esensial untuk barier epidermis 23. Ketika konten
air pada stratum korneum berkurang, filaggrin berubah menjadi asam karboksilik
pyrolidine dan asam trans-urocanik yang berperan dalam penyusunan natural
moisturizing factor (NMF) dan sebagian berperan untuk hidrasi korneosit33.
Defisiensi filaggrin pada kasus DA berperan pada penurunan hidrasi di stratum
korneum dan peningkatan kehilangan air pada transepidermal34.
Yang terpenting, produk filaggrin yang rusak berperan penting dalam
keasaman stratum korneum dan penurunan generasi dari hasil metabolit filaggrin
meningkatkan pH dari stratum korneum yang dapat menyebabkan aktivasi
sejumlah protease serine dan dapat meningkatkan kerusakan barier 35. Studi in
vitro terbaru menyebutkan bahwa angka pertumbuhan S. aureus dan densitas sel
dipengaruhi oleh keasaman produk filaggrin yang rusak, asam urocanik dan asam
karboksilin pyrolidine36. pH yang rendah berhubungan dengan berkurangnya
ekspresi dari sekresi protein dan tautan antar dinding sel, termasuk protein yang
terdapat pada S. aureus di kulit seperti clumping factor B dan fibronectin binding
protein A, sama seperti protein A yang berfungsi dalam proses imunitas.
Adanya disfungsi barier kulit sebagai faktor penyebab dari DA didukung
dengan laporan penillitian yang menyebutkan bahwa mutasi yang menyebabkan
hilangnya fungsi pada gen filaggrin (FLG) merupakan factor resiko utama untuk
perkembangan DA13,37. Mutasi FLG meningkatkan resiko untuk kekeringan kulit
yang persisten38, meningkatkan respon imun kulit39 dan berhubungan dengan
peningkatan ekspresi IL-1 pada stratum korneum pasien dengan DA.40 Filaggrin
juga sudah diketahui dapat melindungi dari toksin staphylococcal alpha yang
dimediasi oleh kematian sel keratinosit.41 Abnormalitas barier kulit yang
disebabkan oleh mutasi FLG juga berhubungan dengan peningkatan konsentrasi
serum 25-hidroksi vitamin D.42
Filaggrin nol mutasi mempengaruhi minoritas subyek dengan AD. Pengurangan
filaggrin sering diamati bahkan pada kulit pasien DA yang tidak memiliki mutasi
nol FLG terdeteksi. Dalam hal ini, variasi jumlah salinan intragenic dalam gen
29
47
47
sebelumnya dalam CLDN1 tikus mati yang menetapkan pentingnya tight junction
epidermal dan claudin-1. CLDN1 membuat tikus mati dalam waktu 24 jam
kelahiran dengan dehidrasi berat dan peningkatan permeabilitas epidermal yang
diukur
dengan
studi
pewarnaan
dan
kehilangan
cairan
pada
daerah
seperti
Toll
Like
Receptors(TLRs)
yang
paling
banyak
dapat menurunkan regulasi produksi IL-10 oleh sel T adaptif forkhead protein box
3- negative regulatory pada AD.56,57
Meskipun DA ini dikenal sebagai penyakit inflamasi kulit yang dimediasi
Th2 dan Th22 sedangkan psoriasis dikenal sebagai penyakit inflamasi kulit yang
dimediasi Th1_Th17,58 mungkin saja terdapat subset DA lainnya. Memang
ekspresi IL-17 telah dilaporkan dalam model tikus eksema. 59Baru-baru ini,
analisis komparatif transcriptomikDA dan psoriasis mengungkapkan bukti bahwa
terdapat peningkatan ekspresi gen IL-17 dan peradangan neutrofilik pada kedua
penyakit kulit ini. 60
Sel dendritik diakui sebagai salah satu sel kunci yang terlibat dalam
inisiasi respon sel T pada berbagai penyakit kulit. 61Pada DA, sel-sel dendritik
seperti
sel-sel
Langerhans
dan
sel
inflammatory
dendritic
epidermal
menurunkan regulasi fungsi barrierpadaDA dan bahwa ada silang pendapat antara
barrier epidermal dan sistem kekebalan tubuh. 69
MENDEFINISIKAN
SUBSET
DERMATITIS
MANAJEMEN YANG LEBIH BAIK
ATOPI
UNTUK
Gambar 2. Perbandingan fitur klinis dan biofisik pasien dermatitis atopik dengan
(ADFLG) dan tanpa (ADNON-FLG) mutasi filaggrin. Dipublikasikan seijin dari:
McAleer MA, Irvine AD. The multifunctional role of fi laggrin in allergic skin disease.
J Allergy Clin Immunol 2013; 131: 280-91.
Secara keseluruhan, ada berbagai penyebab dari bocornya pertahanan kulit epitel
yang akan menyebabkan gangguan flora microbial, gangguan pada resoin mu
nasal dan mempertinggi abnormalitas imun Th2 adaptif yang mempengaruhi
pertahanan tubuh dan memperjelas beberapa penjelasan utnuk berbeadai subset D
dapat menyebabkan fenotip klinik yang kompleks.
TERAPI DAN TATALAKSANA DERMATITIS ATOPIK
Tatalaksana
DA
membutuhkan
pendekatan
yang
sistematik
dan
multidisiplin. Hal ini termasuk hidrasi kulit dan perbaikan pertahanan, obat anti
inflamasi topikal, pengontrolan infeksi dan eliminasi faktor eksaserbasi (termasuk
pencetus allergen, iritan dan emosional) membawa pada sebuah pertimbangan
bahwa DA merupakan penyakit heterogenous membutuhkan pendekatan
individual untuk setiap pasien. Terapi harus menggunakan pendekatan langkah
demi langkah yang bijaksana yang bergantung pada tingkat keparahan penyakit
kulit (dapat dilihat pada referensi 14).
Tahap pertama utnk DA ialah mengurangan fungsi pertahanan kulit sebagai hasil
dari kurangnya protein structural dan lemak di epidermis (Gambar 3). Hal ini
membuat peningkatan hilangnya air dan kulit kering. Kecuali pada kasus
terseingan, hidrasi kulit akan seringkali membutuhkan mandi air hangat paling
tidak untuk 10 menit kemudian diikuti dengan pemakaian pelembab. Pelembab
dalam berbagai sediaan, antara lain krim, salem dapat menjadi pilihan pertama
dalam terapi dermatitis atopik. Ketika menggunakan salep yang lebih padat,
pertimbangkan untuk membasahi kulit sebelum pengolesan. Pasien dengan DA
sedang dan parah bisa diberikan krim yang banyak mengandung ceramide atau
filaggrin.
Langkah kedua pada DA adalah inflamasi kulit. Hal ini sangat bervariasi
dari derajat sedang hingga derajat berat DA, bahkan bisa juga mengenai kulit
tanpa lesi karena barier yang rusak dapat menjadi tempat masuknya alergen dan
mikroba yang memicu terjadinya reaksi imun dan inflamasi. Pada DA yang tidak
dipicu oleh emollient saja, anti inflamasi topikal harus dipakai. Untuk terapi
infeksi.
Beberapa
bakteri
mempunyai
kecenderungan
unik
untuk
pasien dapat mengurangi ruam. Peningkatan barier kulit dapat mencegah penetrasi
bakteri/alergen dan terapi anti inflamasi yang efektif dapat mengurangi pruritus.
Antihistamin konvensional H-1 dinilai kurang efektif, dan beberapa penelitian
terakhir mengatakan H4 blokers lebih efektif mengatasi pruritus pada DA.94
Keberagaman penggunaan antihistamin pada DA mencerminkan banyaknya
mediator yang berperan pada pruritus DA. IL-31, yang sangat prurit ditemukan
sangat ekspresif pada model binatang DA, juga ditemukan pada DA. Dengan
mengkesampingkan fenotip atopy, IL-31 telah dipercaya berhubungan langsung
dengan aktivitas DA.95
Pada pasien DA yang sukar disembuhkan dengan terapi konvensional, dianjurkan
untuk mencoba strategi baru menggunakan cyclosporine, methothrexate,
azathioprine, immunoadsorption, IL-6 blocker, terapi imun konvensional, dan
cahaya ultraviolet.96-102 Defisiensi vitamin D juga dicurigai berperan dalam
penyakit alergi.103 Vitamin D mempunyai bebrapa efek positif pada AD termasuk
memperbaiki pengaturan peptida antimikroba yang berperan dalam pengontrolan
infeksi dan induksi sel T yang dapat menekan inflamasi.104 Pada pengobatan
clinical trial vitamin D untuk pasien DA menunjukan perbaikan dibandingkan
dengan pasien yang diberikan plasebo.105 Dikarenakan terapi untuk DA saat ini
bukan merupakan terapi kuratif, maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
pencegahan DA106. Efektivitas penggunaan probiotik pada stadium awal masih
dalam penyelidikan.107,108
KESIMPULAN
Pasien DA mempunyai mutasi genetik yang mempengaruhi fungsi barier kulit dan
respon imun yang dipicu oleh pemicu tertentu dari lingkungan luar. Pada pasien
dengan DA, respon imun yang dipicu oleh lingkungan dapat merusak barier kulit.
Secara klinis, hal ini menyebabkan pruritus, kulit meradang, yang meningkatkan
penetrasi iritan dan alergen serta merupakan predisposisi kolonisasi dan infeksi
organisme mikroba. Pengetahuan mengenai hubungan antara barier kulit dengan
respon imun yang tidak normal dapat menjadi panduan terapi DA yang lebih tepat
sasaran dan terapi komplikasi infeksi yang terjadi pada pasien DA. Metode baru
yang mengkatagorikan fenotip dan jalur imun terkutub pada DA dapat menjadi
wacana awal strategi terapi yang bisa mengganggu perkembangan asma dan
penyakit alergi lainnya.