Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
BAB 1. PENDAHULUAN..................................................................................... 1
BAB 2. PEMBAHASAN....................................................................................... 2
2.1.
2.1.1.
Sistem Ventrikel................................................................................ 2
2.1.2.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
Lumbal Pungsi...................................................................................... 9
2.5.1.
2.5.2.
2.5.3.
2.5.4.
2.5.5.
Komplikasi.................................................................................... 13
2.6.
2.6.1.
Pemeriksaan Makroskopis..............................................................14
2.6.2.
Pemeriksaan Mikroskopis...............................................................16
2.6.3.
Bakterioskopi................................................................................. 17
2.6.4.
Kimiawi........................................................................................ 17
2.7.
2.8.
2.9.
Hydrocephalus...................................................................................... 27
2.9.1.
Definisi........................................................................................ 27
2.9.2.
Klasifikasi..................................................................................... 27
2.9.3.
Etiologi........................................................................................ 28
2.9.4.
2.9.5.
Pemeriksaan Diagnostik....................................................................32
2.9.6.
Diagosis Banding............................................................................ 35
2.9.7.
Penatalaksanaan.............................................................................. 36
BAB 3. KESIMPULAN....................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 40
DAFTAR TABEL
i
Tabel 2.1 Perbandingan Komposisi Normal Cairan Serebrospinal dan Serum .................8
Tabel 2.2 Interpretasi Parameter Pemeriksaan Makroskopis...........................................15
Tabel 2.2 Temuan LCS pada Penyakit Susunan Saraf Pusat............................................25
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
Cairan serebrospinal sudah dikenal sejak Hippocrates dll seperti Herophilus 280
SM, Galen 150, Vesalius 1552, Cotugno 1764 dan Haller 1766, namun secara ilmiah
baru diuraikan oleh Quincke yang sekaligus memperkenalkan pungsi lumbal pada 1891.
Mestrezat pada 1912 mengemukakan betapa pentingnya analisis cairan serebrospinal
dalam klinik. Tulisan tulisan Marrit dan Fremont-Smith yang dipublikasikan pada 1937
mengenai hasil-hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang berhubungan dengan
berbagai penyakit, merupakan penemuan-penemuan yang sangat penting untuk ilmu
kedokteran.
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu
proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau
gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml,
volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml)
dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel
maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau
500 ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam
sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan
absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu,
maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi
suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam
mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi, evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit,
serta menentukan prognosa penyakit. Sungguhpun banyak kemajuan ilmu kedokteran
serta teknologi yang canggih akhir-akhir ini, pungsi lumbal dan pemeriksaan cairan
serebrospinal masih sangat bermanfaat dalam neurologi klinik.
BAB 2. PEMBAHASAN
hemisfer
serebri,
thalamus
dan
dinding
hipothalanus.
Di sebelah
2.1.2.
yang bersifat non neural. Meningen terdiri dari jaringan ikat berupa membran
yang menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis.
Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu piamater, arakhnoid dan duramater. Piameter
merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti
setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada
permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung
medula spinalis setinggi korpus vertebra. Arakhnoid mempunyai banyak trabekula
halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti setiap lekukan
otak.
Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi
cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak
mengikuti lekukan- lekukan otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid
melebar yang disebut sisterna. Yang paling besar adalah sisterna magna, terletak
diantara bagian inferior serebelum danme oblongata. Lainnya adalah sisterna
pontis di permukaan ventral pons, sisterna interpedunkularis di permukaan
venttralmesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina terminalis. Pada sudut
antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena magna
serebri. Sisterna ini berhubungan dengan a sisterna interpedunkularis melalui
sisterna ambiens.
Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan
sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2.
Ruang subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat
dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal. Durameter terdiri
dari lapisan luar durameter dan lapisan dalam durameter. Lapisan luar dirameter
di daerah kepala menjadi satu dengan periosteum tulang tengkorak dan
berhubungan erat dengan endosteumnya.
Gambar 2.2 Meningen dan Ruang Subarakhnoid (The Anatomy Of The Nervus
System)
A. Ruang Epidural
Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan ikat yang
mengandung kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu ruangan disebut ruang
epidural.
B. Ruang Subdural
Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang mengandung sedikit cairan,
mengisi suatu ruang disebut ruang subdural.
Gambar 2.3 Sirkulasi dan Aliran Cairan serebrospinalis (Atlas Of Human Anatomy 25th
Edition Netter dan Thieme Color Atlas Of Patophysiology)
6
Serum
Osmolaritas (mOsm/L)
295
295
Natrium (mmol/L)
Klorida (mmol/L)
PH
Tekanan (kPa)
Glukosa
Total Protein (g/L)
Albumin (g/L)
Ig G (g/L)
150
3
7,33
6,31
3
0,2
0,23
0,03
145
4
7,4
25,3
5
70
42
10
10
11
2. Pilih lokasi pungsi. Tiap celah interspinosus vertebral dibawah L2 dapat digunakan
pada orang dewasa, meskipun dianjurkan L4-L5 atau L5-S1 (Krista iliaca berada
dibidang prosessus spinosus L4). Beri tanda pada celah interspinosus yang telah
ditentukan.
12
jarum spinal dapat menurunkan insiden nyeri kepala hingga 50%. Nyeri kepala
sendiri dapat diatasi dengan analgesik dan berbaring.
3. Nyeri punggung lokal
Kurang lebih 1/3 pasien mengeluhkan nyeri punggung lokal setelah tindakan LP
yang berlangsung selama beberapa hari. Hal ini terjadi akibat trauma lokal jaringan
lunak sekitar lokasi LP.
4. Perdarahan dan infeksi lokal
Dapat dicegah dengan menunda pemberian antikoagulan, mengoreksi status
koagulasi dan menggunakan jarum kecil, serta antiseptis sebelum tindakan.
2.6. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Pemeriksaan terhadap LCS terdiri atas:
a. Pemeriksaan Rutin
Makroskopis
Mikroskopis
Kimia
Bakteriologi
b. Pemeriksaan Fisik
Tekanan
c. Pemeriksaan Khusus
Elektroforesa Protein
Imunoelektroforesa
Serologi
Imunoglobulin
2.6.1. Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan Makroskopis meliputi:
Warna
Kekeruhan
pH
Konsistensi (Bekuan)
Berat Jenis
14
Parameter
Warna
2.
Kejernihan
3.
4.
Bekuan
Ph
Penilaian
Tidak berwarna, Kuning muda, Kuning,
Kuning tua, Kuning coklat, merah, hitam
coklat
Jernih, agak keruh, keruh, sangat keruh,
keruh kemerahan
Tidak ada bekuan, ada bekuan
7,3 atau setara dengan pH plasma/serum
5.
BJ
1.000 1.010
Normal
Tidak berwarna
Jernih
Tidak ada bekuan
1.003 1.008
CSS normal tampak jernih, wujud dan viskositasnya sebanding air. Percobaan 3
tabung dilakukan untuk membedakan likuor murni dari likuor yang berdarah. Percobaan
ini adalah sebagai berikut:
Zat warna darah, misalnya perdarahan 5-6 jam sebelum pungsi lumbal
Pigmen darah: bilirubin, oksihemoglobin, methemoglobin
Perdarahan subaraknoid
Perdarahan intracranial yang masuk ke dalam ventrikel
Kadar protein tinggi (>150mg/100 ml)
Hematoma subdural
Ikterus yang berat, misalnya koma hepatikum
Nanah dalam likuor
Tumor intracranial
Infark serebri
Beberapa bentuk polyneuritis
Meningitis
15
Likuor mengandung banyak sel-sel PMN, misalnya pada meningitis TB akut (lebih
dari 400/ml). Kekeruhan dapat sedemikian rupa sehingga di dasar tabung terdapat
Dilakukan dalam waktu < 30, karena bila > 30 jml sel akan berkurang yang
disebabkan:
Sel mengalami sitolisis
Sel akan mengendap, shg sulit mendapat sampel yang homogen
Sel terperangkap dalam bekuan
Sel cepat mengalami perubahan morfologi
16
lainnya akan lisis dan dihitung selnya dalam kamar hitung di bawah mikroskop.
Interpretasi: Jumlah sel normal = 0 5 sel/mm3 LCS
10
Jumlah
2.6.3. Bakterioskopi
Dari pemeriksaan bakteriologi terhadap CSS, bakteri yang sering muncul ialah:
Mycobacterium tuberculosa, Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae, dan
Haemophillus influenzae. Dengan melakukan pemeriksaan bakteriologi, di dapatkan
petunjuk ke arah etiologi radang. Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah pewarnaan
Gram dan Ziehl Nielsen.
2.6.4. Kimiawi
Analisa kimia LCS membantu diagnosis / menilai prognosis. Pemeriksaan
rutin yang dilakukan:
1. Penetapan Protein Secara Kualitatif
2. Kadar Protein
3. Kadar Glukosa
4. Kadar Klorida
17
1. Protein Kualitatif
Keadaan normal cairan otak mengandung sedikit sekali protein
Perbandingan antara albumin dan globulin LCS leih kecil daripada dalam plasma
Konsentrasi protein :
o Permeabilitas sawar darah-otak oleh radang
o Meningitis yang berat
Cara Pemeriksaan:
A. Pandy Test
Prinsip: Reagen Pandy memberikan reaksi terhadap protein (albumin dan
globulin) dalam bentuk kekeruhan. Pada keadaan normal tidak terjadi kekeruhan
atau kekeruhan yang ringan seperti kabut.
Interpretasi hasil:
- Negatif : tidak ada kekeruhan
- Positif : terlihat kekeruhan yang jelas
+1
: opalescent (kekeruhan ringan seperti kabut)
+2
: keruh
+3
: sangat keruh
+4
: Kekeruhan seperti susu
Nilai normal
: (-) / (+1)
B. Test None Apelt
Prinsip: Reagen Nonne memberikan reaksi terhadap protein globulin dalam
bentuk kekeruhan yang berupa cincin. Ketebalan cincin berhubungan dengan
kadar globulin, makin tinggi kadarnya maka cincin yang terbentuk makin tebal.
Interpretasi hasil:
- Negatif : tidak terbentuk cincin antara kedua lapisan
- +1 : cincin yang terbentuk menghilang setelah dikocok (tidak ada bekasnya).
- +2 : setelah dikocok terjadi opalesensi
- +3 : mengawan setelah dikocok
Normal: (-)
18
2. Protein Kuantitatif
Metode: Biuret
Prinsip : Protein dalam sampel bereaksi dengan ion cupri (II) dalam medium
alkali membentuk komplek warna yang dapat diukur dengan spektrofotometer.
Nilai Normal: 15 45 mg/dL
3. Glukosa Kunatitatif
Menyusutnya kadar glukosa dalam LCS meningitis purulenta (metabolisme
leukosit & bakteri kadar glukosa.
Semua mikroorganisme menggunakan glukosa, pe kadar glukosa dapat disebabkan
oleh: fungi, protozoa, bakteri tuberculosis, dan bakteri piogen. Meningitis oleh virus
sedikit me kadar glukosa dalam LCS.
Metode: GOD-PAP
Prinsip: Glukosa dioksidasi oleh glukosa oksidase menghasilkan hidrogen
peroksida yang bereaksi dengn 4-aminoantipirin dan fenol dengan pengaruh
katalis peroksidase menghasilkan quinoneimine yang berwarna merah.
Reagensia:
o Reagen kerja Glukosa
o Reagen standar Glukosa 100 mg/dL
Nilai Normal: 45 70 mg/dL
4. Chlorida Kuantitatif
Metode: TPTZ
Prinsip : Ion Chlorida bereaksi dengan Mercury (II), 2,4,4-tri-(2 pyridil)-Striazide kompleks (TPTZ) membentuk merkuri (II) chlorida. TPTZ bebas
bereaksi dengan ion besi (II) menghasilkan warna biru kompleks. Perubahan
absorben pada 578 nm sebanding dengan kadar chlorida.
Reagensia:
o Reagen warna : 2,4,6-tri-(2-pyridil)-S-triazide (TPTZ) dan merkuri (II)
kompleks 0,96 mmol/L dan besi (II) sulfat 0,5 mmol/L
o Standard Chlorida : Natrium chlorida 100 mmol/L atau 355 mg/dL
Nilai Normal : 98 - 106 mmol/L
kuning, santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari
protein. Peningkatan protein yang penting danbermakna dalam perubahan warna
adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal dari darah
dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh
akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis dalam satu jam danakan
memberikan warna cucian daging
di
dalam
cairan
serebrospinal.
Cairan
serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/ml.
b. Tekanan
Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan
tahanan terhadap absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya
naik, maka tekanan naik, bila salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya
turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi, bila posisi berbaring maka tekanan
normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada daerah lumbal, sisterna
magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan serebrospinal
akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang
subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui
ruang serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan
sedikit naik pada perubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan
abdomen dan waktu batuk.
Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan
Queckenstedt yaitu dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan
normal penekanan vena jugularis akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan
tekanan kembali ke asal dalam waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat
atau sedikit sekali peninggian tekanan. Karena keadaan rongga kranium kaku,
tekanan intrakranial juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh karena
peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan serebrospinal atau
penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan oedema serebri.
Kegagalan sirkulasi normal CSS dapat menyebabkan pelebaran vena dan
hidrocephalus. Keadaan ini sering dibagi menjadi hidrosefalus komunikans dan
hidrosefalus obstruktif. Pada hidrosefalus komunikans terjadi gangguan reabsorpsi
CSS, dimana sirkulasi CSS dari ventrikel ke ruang subarakhnoid tidak terganggu.
Kelainan ini bisa disebabkan oleh adanya infeksi, perdarahan subarakhnoid, trombosis
sinus sagitalis superior, keadaan-keadaan dimana
viscositas
CSS
meningkat
ganguan aliran CSS dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke ruang
subarakhnoid. Kelainan ini dapat disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau
penekanan suatu msa terhadap foramen Luschka for Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi
dan for. Monroe. Kelainan tersebut bisa berupa kelainan bawaan atau didapat.
c. Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1
sel polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses
inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih
dari 30 menit setelah dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan
mengalami lisis, pengendapan dan terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah
sel secara bermakna.Leukositosis ringan antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi
tidak spesifik.
Pada meningitis bakterial akut akan cenderung memberikan respon perubahan sel
yang lebih besar terhadap peradangan dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada
meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih dari 1000 sel/mm3, sedang pada
meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel meningkat secara
berlebihan
(5000-10000
sel
21
d. Glukosa
Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal
sangat bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai
tempat pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar. Rasio
normal kadar glukosa cairan serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa serum
adalah >0,6.
Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi
transportasi membran. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada
keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan serebrospinalis, glukosa serum tetap
terpelihara. Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa cairan
serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini ditemukan pada derjat yang bervariasi, dan
paling umum pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan meningitis
oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga ditemukan pada
meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau
meningitis zat khemikal. Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau
meningitis rhematoid mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang
rendah. Meningitis viral, mump, limphostic khoriomeningitis atau herpes
simplek
arakhnoiditis dan SSPE (sub acut sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar protein
di cairan serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai sendirian akan
memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf pusat.
f. Elekt rolit
Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120130 mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak
menunjukkan perubahan pada kelainan neurologis, hanya terdpat penurunan kadar Cl
pada meningitis tapi tidak spesifik.
g. Osm olaritas
Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L). Bila
terdapat perubahan osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.
h. PH
Keseimbangan asam basa harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan
metabolik alkalosis. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan
PCO2 lebih tinggi pada cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L).
PH CSS relatif tidak berubah bila metabolik asidosis terjadi secara subakut atau
kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat.
2.8. Kelainan Cairan Serebrospinal pada Penyakit Susunan Saraf Pusat
Normalnya, cairan LCS bening dan tidak berwarna. Perubahan kecil pada warna
dapat diamati dengan membandingkan tabung tes dengan air pada bidang berlatar putih
dengan pencahayaan (lebih baik dengan pencahayaan matahari daripada iluminasi
floresen), atau dengan mengamati tabung tersebut dari arah atas (pemeriksaan dengan
tabung mikrohematoktrit jarang dilakukan). Adanya eritrosit dalam LCS memberikan
gambaran yang tidak jelas, setidaknya harus ada 200 eritrosit per millimeter kubik
(mm3) untuk bisa mendeteksi perubahan warna. Jumlah eritrosit 1000-6000/mm3 akan
memberikan warna sedikit merah muda
eritrositnya, dan dengan sentrifugasi akan didapatkan endapan eritrosit. Leukosit dengan
jumlah ratusan dalam LCS (pleositosis) dapat menyebabkan cairan LCS menjadi
berwarna agak keruh.
Pada proses LP yang berdarah, dimana darah dari pleksus vena epidural bercampur
dengan cairan LCS, akan meragukan dalam menegakkan diagnosis, karena jika tidak
hati-hati bisa salah interpretasi dengan SAH subklinis. Untuk membedakannya, diambil
dua sampai tiga sampel secara serial pada waktu yang sama. Pada keadaan LP yang
23
berdarah, akan terdapat penurunan jumlah eritrosit pada sampel kedua dan ketiga.
Biasanya pada LP yang berdarah, tekanan LCS biasanya normal dan jika jumlah darah
yang bercampur cukup banyak maka akan terbentuk bekuan dan benang fibrin. Hal ini
tidak akan tampak pada campuran darah yang berasal dari SAH subklinis, dimana darah
sudah bercampur dengan LCS secara merata dan mengalami defibrinasi. Pada SAH,
eritrosit akan mengalami hemolisis dalam beberapa jam sehingga memberikan warna
merah muda (eritrokromia) pada cairan supernatan, kemudian dalam beberapa hari akan
berubah warna menjadi kuning kecoklatan (xantokorm). LP yang berdarah akan
memberikan warna bening jika disentifugasi dan hanya jika jumlah eritrosit lebih dari
100.000/mm3 yang akan memberikan warna xantokorm apabila disentrifugasi, hal ini
terjadi karena terdapat kontaminasi dari bilirubin serum dan lipokrom.
Perubahan warna cairan
LCS
bilirubin dan methemoglobin. Dalam bentuk yang murni, pigmen ini berwarna merah,
kuning muda, dan coklat. Oksihemoglobin mulai tampak beberapa jam setelah onset dan
mencapai jumlah maksimal dalam 36 jam, kemudian berkurang setelah 7 sampai 9 hari.
Bilirubin mulai tampak setelah 2-3 hari dan meningkat sesuai dengan penurunan jumlah
oksihemoglobin. Methemoglobin terbentuk apabila eritrosit mengalami lokulasi atau
enkistik dan terpisah dari aliran LCS. Teknik spektrofotometri dapat membedakan
berbagai bentuk gangguan produksi hemoglobin dan kemudian memperkirakan waktu
perdarahan rata-rata.
Tidak semua LCS yang xantokrom disebabkan oleh hemolisis eritrosit. Pada ikterus
yang berat, bilirubin I dan II menyebar masuk ke dalam LCS. Jumlah bilirubin dalam
cairan LCS berkisar antara 1/10 sampai 1/100 dari kadar dalam serum. Peningkatan
kadar protein dalam LCS menyebabkan warna sedikit opak dan xantokromia, serta
peningkatan atau penurunan proporsi albumin-fraksi bilirubin. Perubahan warna LCS
hanya dapat diamati secara makroskopik jika kadarnya lebih dari 150 mg/100 mL.
Hiperkarotenemia dan hemoglobinemia (melalui gangguan produksi hemoglobin,
khususnya oksihemoglobin) juga menyebabkan warna kuning pada cairan LCS, seiring
pembekuan darah dalam ruang subdural atau epidural otak maupun medulla spinalis.
Mioglobin tidak ditemukan dalam LCS karena ambang klirens renal yang rendah untuk
pigmen ini sehingga memungkinkan terjadinya ekskresi yang cepat dari dalam darah.
24
Penampilan
Reaksi
Jumlah sel,
Biokimia
Temuan
LCS lumbar
Jernih, tidak
Pandy
-
Patologi
Hingga 4
Laktat <2.1
Lainnya
Glukoasa 50-
normal
berwarna
sel / l,
mmol/l.
60% kadar
terutama
rasio
glukosa darah
limfosit
albumin:
(85%)
Dewasa
>40 tahun,
<8; <40
tahun, <7;
anak < 15
Beberapa
tahun , < 5
Laktat >3.5
Purulenta
ribu/ l,
mmol/l;
(Bakterial)
terutama
rasio
neutrofil
albumin >
Beberapa
20 x 10-3
Ratio
Kadar glukosa
kadang-
ratus/ l, sel
albumin
rendah, bakteri
kadang keruh
mononuklear
normal
kadang-kadang
dan/ atau
atau sedikit
terlihat sintesis
neutrofil
Normal atau
meningkat
Rasio
IgA local
IgG, IgM, IgA
pleositosis
albumin >
meningkat;
mononuklear
10x103
adanya antibodi
Meningitis
Abses Serebri
Keruh
Jernih,
Ensefalitis (Herpes
Jernih, tidak
Simpleks)
berwarna
+++
+/-
+/-
(limfosit)
Adanya bakteri
spesifik, PCR
untuk HSV
positif
Meningitis Virus
Jernih
Meningitis
Berwarna
Tuberkulosis
kekuningan
+++
Hingga
Rasio
beberapa
albumin
ratus sel
hingga
mononuklear,
20x10-3;
termasuk
<50%
limfosit B
glukosa
yang
serum
teraktivasi
Hingga 1500/
Rasio
l, gambaran
albumin >
meningkat;
25
Neurosifilis
Jernih atau
+/-
keruh
Multipel sklerosis
Jernih, tidak
berwarna
Neuroborreliosis
Jernih
Akut
Meningitis Fungal
Jernih
+/-
selular
20 x 10 -3;
terdapat
campuran,
glukosa
mikrobakterium
terutama sel
<50%
mononuklear
glukosa
PCR
Pleositosis
serum
-
Imunoglobulin
mononuklear
meningkat,
Hingga 40
Rasio
TPHA positif
Pita pligoklonal
sel
albumin <
menunjukkan
mononuklear
20x10-3
focus
/ l
Hingga
Rasio
isoelektrik
Imunoglobulin
beberapa
albumin <
meningkat,
ratus sel
50x10-3
terdapat
mononuklear
antibodi
/ l
Hingga
Imunoglobin
beberapa
meningkat,
ratus sel
adanya funi
mononuklear
/ l
pewarnaan
khusus
Sindrom GuillainBarre
Jernih
Tidak lebih
Rasio
dari
albumin
pleositosis
hingga
ringan
50x10-3
26
2.9. Hydrocephalus
2.9.1. Definisi
Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral,
ruang subarachnoid atau ruang subdural.Hydrochepalus yaitu timbul bila ruang cairan
serebro spinalis interna atau eksternal melebar.Hydrocephalus merupakan keadaan
patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebro spinalis tanpa atau
pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan
tempat mengalirnya cairan serebro spinal.
hydrocephalus
Komunikan
obstruksinya
terdapat
pada
rongga
4) Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional
seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani,
trombosis jugularis.
5) Sumbatan aliran CSF
Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak anak.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah:
28
Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat
Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel
IV sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
c. Infeksi
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi obliterasi
ruang subarakhnoid,misalnya meningitis.
d. Perdarahan
e. Neoplasma
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:
Tumorfossa posterior
Leukemia, limfoma
f. Degeneratif
Histositosis incontentia pigmenti dan penyakit krabbe.
g. Gangguan Vaskuler
Malformasi V. Galeni
Ekstaksi A. Basilaris
Arterio venosusmalformasi
29
f. Strabismus
g. Perubahan pupil
Gambar 2.6 Dilatasi Ventrikel pada Hidrosefalus (Atlas Of Human Anatomy 25th
Edition Netter)
31
.Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
b. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan
dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit.Alat yang
dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar
halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
c. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala
melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm)
dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal
ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara
fungsional.Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka
penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
d. Ventrikulografi
Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk
memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis.Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah
sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
e. Ultrasanografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka.Dengan USG diharapkan
dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan
pemerikssaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam
menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat
32
menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan
CT Scan.
f. CT Scan Kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada anak yang besar.Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada
hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
33
Gambar 2.8 MRI Potongan Sagital pada Hidrosefalus Nonkomunikans akibat Obstruksi
pada Foramen Luschka dan Magendie (tampak dilatasi dari ventrikel lateralis dan
quartus serta peregangan korpus kalosum)
Gambar 2.9 MRI Potongan Axial pada Hidrosefalus Nonkomunikans akibat Obstruksi
pada Foramen Luschka dan Magendie (tampak dilatasi dari ventrikel lateralis (gambar a)
dan ventrikel quartus (gambar b))
34
35
2.9.7. Penatalaksanaan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori live saving and live sustaining
yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan
bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga
prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
a. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis
dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox)
yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
b. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan tempat
absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
c. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
1) Drainase ventrikule-peritoneal
2) Drainase Lombo-Peritoneal
3) Drainase ventrikulo-Pleural
4) Drainase ventrikule-Uretrostomi
5) Drainase ke dalam anterium mastoid
d. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran
cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik
namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai
terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
e. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang
pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka
rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut
dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari
luar.
f. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis
silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus Ada 2 macam terapi pintas/shunting:
1) Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan
normal.
2) Internal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain:
36
37
2.9.8. Prognosis
A. Kelangsungan Hidup
Prognosis atau keberlangsungan penyakit sangat ditentukan oleh adanya kelaian
neural dan ekstraneural yang menetap. Pada sebagaian besar kasus, 50 % kasus
meninggal saat masih dalam uterus atau dilakukan terminasi pada kehamilan karena
adanya ketidaknormalan yang terdeteksi. Dan 50% sisanya berkembang menjadi
ventricolomegaly yang progresif. Pada bayi seperti ini, segera dilakukan Shunt dan
memberikan hasil yang baik.
B. Kelangsungan Organ
Pada anak-anak dengan hidrosefalus terjadi peningkatan ketidakmampuan mental
dan koqnitif.Kemampuan atau pengetahuan umum sangat berkurang bila dibandingkan
dengan
populasi
anak-anak
pada
umumnya,
kebanyakan
anak
mengalami
keterbelakangan mental,verbal dan ingatan. Selain itu juga menyebabkan kelainan pada
mata.
38
BAB 3. KESIMPULAN
39
DAFTAR PUSTAKA
Adams RD. Disturbances of
Cerebrospinal Fluid Circulation, including
Hydrocephalus and Meningeal Reaction, Infection Of The Nervous System, in
Principal of Neurology. 6th Ed. New York: McGraw Hill, p. 623-642, 717-721.
Arnold and Matthews. 1991. Lumbar Puncsture and Examination of Cerebro Spinalis
Fluid In Diagnostic Test in Neurology. 1st ed. USA, p. 3-37.
Barr, Llewellyn. 1988. The Human Nervous System. 5th ed. Pensylvania: JB Lippincott
Company, p. 23-24.
Gandasoebrata, R.1969. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat.
Guyton and Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL:
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf.
M. Baehr MF. 2012. Selubung Otak dan Medula Spinalis; Cairan Serebrospinalis dan
Sistem Ventrikuler. In: Suwono WJ, editor. Diagnosis Topik Neurologi
DUUS.Jakarta: ECG, p. 5.-6.
Netter, Frank H. 2014. Atlas Of Human Anatomy 25th Edition. Jakarta: EGC.
Sid Gilman MD. 1992. The Cerebro Spinal Fluid in Manter And Gatz Essentials Of
Clinical Neuroanatomy And Neurophysiology. 8th ed. Philadelphia: Davis
Concussion, p. 270-275.
Silbernagl, S., Lang, F. 2000. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme
Stuttgart.
40