Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
: Rio Mulyadi
JURUSAN
MATA KULIAH
1. Manusia sebagai makhluk Allah wajib mengikuti dan menjalankan semua aturan
(hukum) Allah. Hukum Allah tersebut ada yang tertuang dalam kitab suci (alQuran) dan ada yang terbentang dalam alam semesta. Buatlah sebuah
artikel/tulisan yang mengulas secara detil tentang hubungan antara hukum Allah
yang termaktub dalam Alquran Alkarim dan hukum Allah yang tertuang dalam
alam semesta ini disertai dengan contoh?
2. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah memberikan manfaat
yang sangat positif bagi kehidupan manusia. Namun, di sisi lain kemajuan ilmu
pengetahuan tersebut ternyata juga menyisakan persoalan-persoalan yang
membutuhkan jawaban hukum. Contoh: Islam masa klasik tidak mengenal jual-beli
ala supermarket, bayi tabung, cangkok ginjal dan lain-lain. Mekanisme apa yang
disediakan dalam Islam untuk menjawab persoalan-persoalan yang tidak terdapat
secara zahir dalam al-Quran dan Sunnah. Jelaskan jawaban anda disertai dengan
argumentasi?
Anda harus menguraikan jawaban sedetil mungkin
=== Selamat Ujian Semoga Sukses ===
JAWABAN
1. Membuat sebuah artikel atau karya tulis tentang hubungan antara Hukum ALLAH
yang ada dalam AL-QURAN dengan hukum ALLAH dalam alam semesta
tidak, baik diridhai (thau'an) maupun dibenci (karhan), seperti hukum alam dalam
tubuh tetap berlaku. (QS. 3 : 83).
Perbedaan hukum Alam dengan hukum Agama adalah dalam hal time respons
(reaksi waktu). Reaksi atau akibat hukum Alam jauh lebih cepat daripada hukum
Agama.
Akibat pelanggaran hukum alam dapat cepat dibuktikan melalui pengamatan panca
indera aatau bersifat empirik. Karena bersifat empirik, maka orang mudah meyakini
(mengimani) kebenaran hukum alam. Sikap percaya ini kemudian melahirkan sikap
hati-hati menghadapi hukum alam. Sikap hati-hati itu disebut taqwa. Lain dengan
hukum Al-Quran, reaksi akibat pelanggaran hukum Al-Quran tidak secepat hukum
alam, bahkan ada yang baru bisa dibuktikan di akhirat nanti. Karena akibatnya
lambat maka manusia kurang percaya (kurang iman) terhadap hukum Al-Quran.
Akibatnya lebih jauh adalah manusia kurang berhati-hati (tidak taqwa) kalau
berhadapan dengan hukum Al-Quran. Dalam keseharian terbukti bahwa orang lebih
takut meminum racun daripada memakan uang riba. Padahal memakan uang riba
juga berbahaya, tetapi karena akibat makan riba sangat lambat maka orang kurang
hati-hati terhadap uang riba.
Kesalahan terbesar manusia adalah mengesampingkan hukum Absolut lantas
mengambil hukum relatif produk akal manusia. Seharusnya, manusia sebagai bagian
dari alam yang secara fisikal diatur oleh hukum alam yang absolut,
maka perilakunya pun harus diatur oleh hukum perilaku yang absolut pula, yakni
Al-Quran. Segenap kegiatan manusia, baik prilaku ritual maupun prilaku
muamalah (ekonomi, politik, dan sosial budayal) harus menggunakan hukum
absolut (din al-Islam) bukan hukum relatif produk pemikiran filosofis manusia.
Dalam skala kecil, berpakaian harus menggunakan hukum absolut, penegakkan
HAM harus menggunakan hukum absolut
mengarur prilaku manusia, baik dalam soal makan dan minum, rumah tangga,
berdagang, soal kenegaraan dan hubungan antar negara. Lebih rinci lagi hukum AlQuran (adyan) berfungsi untuk : (1). Menjaga keselamatan jasad (hifzdu aljasad). Untuk itu Allah melarang berkelahi, membunuh, dan memerintah
penegakkan hukum secara tegas dan adil, termasuk hukum qishash dan
hudud. (2). Menjaga keselamatan psikhis (hifzdu an-Nafs). Salah satunya adanya
aturan berdzikir, tawakkal, sabar, qanaah, dan syukur nikmat. (3). Menjaga
keselamatan harta (hifdzu al-mal). Salah satunya adalah aturan jual beli, larangan
riba, dan larangan mencuri. (4). Menjaga keturunan (Hifdzu an-Nasal), Salah
satunya adalah aturan pernikahan dan larangan berzina. (5). Menjaga aqal
(hifdzu 'aqli). Salah satunya adalah keharusan untuk terus menerus mencari ilmu
dan larangan meminum khamr.
Jadi pada prinsipnya dibolehkan bayi tabung itu bila keadaannya benarbenar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak akan
mengancam keutuhan rumah tangganya (terjadi perceraian) sesuai dengan
kaidah Ushul Fiqh:
Artinya: Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu (al-Baqarah: 29)
()
Artinya: dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir. (Al-Rum : 21)
Kelihatannya kelompok pertama ini tidak menjelaskan secara eksplisit cara
pengambilan dalil dari ayat-ayat diatas. Namun demikian, penggunaan ayat-ayat di atas
dapat ditelusuri dengan memperhatikan ayat demi ayat dan menghubungkannya dengan
masalah bayi tabung. Dalam beberapa hal dapat dibandingkan dengan pendapat
beberapa ahli tafsir. Dengan memperhatikan ayat 72 surat Al Nahl dapat dipahami,
bahwa manusia secara naluriah menghendaki keturunan atau anak cucu. Bahkan
manusia akan merasa bangga dengan keturunan yang diperbolehnya. Hal ini
diisyaratkan oleh ayat 14 surat Ali Imron dan ayat 54 surat al Furqan. Sebaliknya,
apabila pasangan suami istri tidak dapat memperoleh keturunan, maka pasangan itu
akan resah dan gelisah. Padahal perkawinan, seperti diisyaratkan oleh ayat 21 surat Al
Rum diatas, diharapkan dapat menjadi tempat untuk memperoleh ketentraman dan
mencurahkan kasih sayang. Karena itu, usaha pasangan suami istri yang tidak atau
belum dikaruniai anak perlu digiatkan, sampai keturunan itu dapat diperolehnya. Usaha
tersebut merupakan manifestasi dari sikap manusia yang giat berusaha, seperti yang
diisyaratkan oleh ayat 11 surat Al Radu diatas. Usaha untuk memperoleh anak dengan
cara yang di luar kebiasaan itu dibenarkan., sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip ajaran islam. Ayat 223 surat Al Baqarah mengisyaratkan hal tersebut. Bahkan
ayat 36 surat Yasin memberikan kemungkinan sesuatu itu dapat terjadi dengan cara
yang belum diketehui oleh manusia.
Menurut kelompok ini, beberapa ayat di atas memberi isyarat bahwa manusia
yang berdasarkan nalurinya senang mempunyai keturunan, dianjurkan untuk berusaha
untuk mewujudkan nalurinya itu. Bahkan jika dengan cara biasa tidak memperoleh
keturunan, maka ia harus melakukan usaha lain sampai berhasil, namun tetap
memperhatikan norma-norma ajaran islam. Ungkapan yang terakhir disebut
menunjukkan bahwa bagi kelompok ini bayi tabung dapat dibenarkan selama tidak
bertentangan dengan prinsip ajaran islam. (Djamil, 1995, 107 )
Kelompok pertama ini juga menjadikan beberapa hadits berikut ini sebagai dalil:
Artinya: Diriwayatkan dari aisyah r.a ia berkata bahwa Rasulullah saw.
Bersabda, sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka janganlah
kamu sia-siakan. Dan Allah telah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah
kamu langgar, dan ia juga telah menetapkan batas-batas, maka janganlah kamu
lampaui. Allah juga telah mendiamkan (tidak melarang) beberapa hal sebagai rahmat
bagi kamu sekalian.
( )
Artinya: Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
sesungguhnya sebaik-baiknya yang kamu makan ialah dari hasil pekerjaanmu. Dan
sesungguhnya anak-anak kamu juga merupakan hasil dari pekerjaanmu. (H.R. al
Tirmidzi)
( )
Artinya: Diriwayatkan dari Ruwaifa ibn Sabit al Anshari, ia berkata bahwa
Rasulullah saw. Bersabda: tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat untuk menyiramkan airnya kepada tanaman orang lain. (H.R. Abu Daud)
Artinya: Hukum asal dari segala sesuatu adalah mubah
Artinya: Sesuatu yang halal adalah apa yang dihalalkan Allah dalam kitabNya, dan sesuatu yang haram adalah apa yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya,
sedangkan sesuatu yang didiamkan oleh Allah maka termasuk sesuatu yang
dimaafkan.
Artinya: Kesulitan itu dapat menarik kepada kemudahan.
Artinya: Hukum asal dari senggama adalah haram, kecuali jika ada dalil yang
menentangnya (membolehkannya).
Hajat itu keperluan yang sangat penting diberlakukan seperti keadaan darurat
yang juga diterima oleh Muhammadiyah sebagai dasar untuk menganalisis
beberapa persoalan kontemporer, yang secara eksplisit tidak terdapat dalam nash Al
Quran dan Hadits. Salah satu unsur Maqoshidussyariah, yang menempati
peringkat maslahat aldaruriyyat, dalam kasus bayi tabung ini adalah memelihara
keturunan (hifzhu al nasl). Tujuan utama disyariatkan perkawinan dalam islam adalah
untuk mendapatkan keturunan. Pasangan suami istri dianjurkan agar berusaha untuk
mendapatkan keturunan itu. Dengan demikian, usaha pasangan suami istri untuk
memperoleh keturunan itu, bukan saja mubah hukumnya, melainkan juga dianjurkan.
(Djamil, 1995, 111)
dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki
yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah
akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orangorang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat nanti). (HR. Ad Darimi).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW
telah bersabda :
Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau
(seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat
laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia. (HR. Ibnu Majah).
Ketiga bentuk proses di atas mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui
perzinaan vagina. yang besarnya diserahkan kepada kebijaksaan hakim.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor
sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat daripada maslahah.
Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu suami-isteri yang mandul,
baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang
mengalami gangguan pembuahan normal.
Namun mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa:
1.
2.
3.
4.
Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tanggal.
5.
Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
6.
Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi
tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang
punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami.
(QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma
dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak
hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal
42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan
dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka tampaknya memberi pengertian
bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak
yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini,
terlihat bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang
berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f)
tentang larangan perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dll. Lagi
pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau
ovum, karena tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.
Bayi tabung lebih tegas lagi dinyatakan oleh Mahmud Syaltut bahwa...setelah
ditinjau dari beberapa segi penghamilan buatan adalah pelanggaran yang tercela dan
dosa yang besar. Perbuatan itu setaraf dengan zina, dan akibatnya pun samapula, yaitu
memasukkan mani orang asing ke dalam rahim perempuan yang antara kedua orang
tersebut tidak ada hubungan nikah secara syara, yang dilindungi hukum syara.
(Hasan, 1998, 77).
Dalam masalah diharamkannya bayi tabung yang disetarakan dengan zina dapat
dikategorikan dalam Dilalah DalalatunNash yang mana didalam kaidah dilalah
dalalatun nash yang menunjakkan suatu hukum atas suatu kejadian, maka hukumnya
ditetapkan berdasarkan kejadian tersebut. Kemudian ditemukan kejadian lain yang sama
dalam penetapan hukumnya atau lebih utama dari kejadian itu.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada
manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma
atau ovum suami istri sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian
disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus istri, maupun dengan cara
pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam
rahim istri, maka hal ini diperbolehkan, asal keadaan suami istri tersebut benar-benar
Mengenai hal ini, Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan bahwa tidak ada ketentuan
transaksi harus berbentuk tulisan. Dengan ijab-qabul (serah-terima) melalui perkataan
pun cukup mewakili untuk dikatakan suatu transaksi.[17] Dan ketika ada transaksi
dengan jalan apapun yang memudahkan konsumen seperti dengan jalan elektrik, maka
hal tersebut juga diperbolehkan, asalkan terdapat unsur kebenaran (lurus), menepati
amanah, dan jujur (setia). Dengan demikian, maka sesungguhnya perlu diadakan
penambahan di dalam cara bertransaksi (ijab-kabul) zaman ini, di mana selain dengan
cara lisan, tulisan, isyarat dan perbuatan, maka dilakukan pula dengan jalan elektrik.
Dengan jalan seperti ini maka hukum Islam akan terusshalih likulli zaman wa makan.
Sekian jawaban dari saya, saya ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada
bapak selaku dosen pembimbing mata kuliah pendidikan agama islam ini .
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh