Sie sind auf Seite 1von 17

NAMA

: Rio Mulyadi

JURUSAN

: Desain Komunikasi Visual

MATA KULIAH

: Pendidikan Agama Islam


SOAL UJIAN SK TUTORIAL

1. Manusia sebagai makhluk Allah wajib mengikuti dan menjalankan semua aturan
(hukum) Allah. Hukum Allah tersebut ada yang tertuang dalam kitab suci (alQuran) dan ada yang terbentang dalam alam semesta. Buatlah sebuah
artikel/tulisan yang mengulas secara detil tentang hubungan antara hukum Allah
yang termaktub dalam Alquran Alkarim dan hukum Allah yang tertuang dalam
alam semesta ini disertai dengan contoh?
2. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah memberikan manfaat
yang sangat positif bagi kehidupan manusia. Namun, di sisi lain kemajuan ilmu
pengetahuan tersebut ternyata juga menyisakan persoalan-persoalan yang
membutuhkan jawaban hukum. Contoh: Islam masa klasik tidak mengenal jual-beli
ala supermarket, bayi tabung, cangkok ginjal dan lain-lain. Mekanisme apa yang
disediakan dalam Islam untuk menjawab persoalan-persoalan yang tidak terdapat
secara zahir dalam al-Quran dan Sunnah. Jelaskan jawaban anda disertai dengan
argumentasi?
Anda harus menguraikan jawaban sedetil mungkin
=== Selamat Ujian Semoga Sukses ===
JAWABAN
1. Membuat sebuah artikel atau karya tulis tentang hubungan antara Hukum ALLAH
yang ada dalam AL-QURAN dengan hukum ALLAH dalam alam semesta

Eksistensi dan Relasi antara HukumALLAH di Alam dan Hukum ALLAH di


Al-Quran
Allah telah menciptakan alam (mikro dan makro) dalam jumlah jenis dan items
yang sangat sepktakuler. Dalam tempo enam hari. Supaya alam berjalan dengan
tertib maka Allah membuat seperangkat aturan (law). Aturan Allah terbagi dua
katagori yakni : Pertama : Hukum Alam (hukum Kauniyah, ghair mathluwwi =
tidak tertulis) tetapi melekat pada alam itu sendiri. Beberapa contoh hukum alam
adalah hukum gravitasi, hukum rotasi, hukum daur, dll. Kedua : Hukum agama
(hukum Qur'aniyah) yang tertulis (mathluwwi ) di dalam kitab-kitab Allah, seperti
larangan berzina, riba, mengumpat dan perintahj berdzikir, shalat, sabar, tawakkal,
dll.
Semua hukum Allah, baik hukum Kauniyah maupun Qur'aniyah BERSIFAT
ABSOLUT memiliki sifat yang sama yakni (1). Pasti (exact). Allah menjelaskan :
"Sesungguhnya Aku menciptakan sesuatu menurut ketentuan yang pasti (QS. 54 :
49). (2). Objektif , yaitu berlaku kepada apa dan siapa saja (QS. 15:21). (3). Tetap,
yakni tidak berubah sepanjang waktu (QS. 48 : 23). Karena hukum Allah bersifat
pasti, objektif dan tetap, maka bisa dibuat rumus. Apabila hukum berubah-ubah
maka tidak mungkin bisa dibuat rumus-rumus hukum alam maupun rumus hukum
Agama.
Kalau sesekali ada perubahan hukum Alam seperti nabi Ibrahim dibakar api
tidak mati karena apinya menjadi dingin, itu adalah sunnatullah yang khusus yakni
gabungan hukum alam (hukum fisika) dan hukum spiritual, sebagai upaya Allah
SWT untuk memperlihatkan kekuasaan-Nya. Pada kejadian berikutnya tetap
mengikuti hukum alam murni.
Segenap alam baik yang ada di langit dan di bumi, secara fisik telah taat kepada
hukum alam. Demikian pula di dalam tubuh manusia sendiri hukum alam berjalan
secara otomatis. Manusia telah menaati hukum alam tersebut, baik disadari maupun

tidak, baik diridhai (thau'an) maupun dibenci (karhan), seperti hukum alam dalam
tubuh tetap berlaku. (QS. 3 : 83).
Perbedaan hukum Alam dengan hukum Agama adalah dalam hal time respons
(reaksi waktu). Reaksi atau akibat hukum Alam jauh lebih cepat daripada hukum
Agama.
Akibat pelanggaran hukum alam dapat cepat dibuktikan melalui pengamatan panca
indera aatau bersifat empirik. Karena bersifat empirik, maka orang mudah meyakini
(mengimani) kebenaran hukum alam. Sikap percaya ini kemudian melahirkan sikap
hati-hati menghadapi hukum alam. Sikap hati-hati itu disebut taqwa. Lain dengan
hukum Al-Quran, reaksi akibat pelanggaran hukum Al-Quran tidak secepat hukum
alam, bahkan ada yang baru bisa dibuktikan di akhirat nanti. Karena akibatnya
lambat maka manusia kurang percaya (kurang iman) terhadap hukum Al-Quran.
Akibatnya lebih jauh adalah manusia kurang berhati-hati (tidak taqwa) kalau
berhadapan dengan hukum Al-Quran. Dalam keseharian terbukti bahwa orang lebih
takut meminum racun daripada memakan uang riba. Padahal memakan uang riba
juga berbahaya, tetapi karena akibat makan riba sangat lambat maka orang kurang
hati-hati terhadap uang riba.
Kesalahan terbesar manusia adalah mengesampingkan hukum Absolut lantas
mengambil hukum relatif produk akal manusia. Seharusnya, manusia sebagai bagian
dari alam yang secara fisikal diatur oleh hukum alam yang absolut,
maka perilakunya pun harus diatur oleh hukum perilaku yang absolut pula, yakni
Al-Quran. Segenap kegiatan manusia, baik prilaku ritual maupun prilaku
muamalah (ekonomi, politik, dan sosial budayal) harus menggunakan hukum
absolut (din al-Islam) bukan hukum relatif produk pemikiran filosofis manusia.
Dalam skala kecil, berpakaian harus menggunakan hukum absolut, penegakkan
HAM harus menggunakan hukum absolut

Azas Kesatuan (Tauhidullah) antara aturan Agama dan Aturan Alam :


Hukum alam adalah ciptaan Allah, hukum Al-Quran (Quraniyah) pun ciptaan
Allah. kalau begitu, secara logika tidak mungkin kedua hukum itu bertentangan.
Apa-apa yang dilarang oleh Al-Quran pasti bagus menurut hukum Alam,
sebaliknya apa-apa yang dilarang oleh Al-Quran pasti buruk menurut hukum Alam.
Apa yang dianggap berbahaya menurut hukum Alam pasti oleh Al-Qur'an
diharamkan. Sebaliknya apa-apa yang baik menurut hukum Alam, pasti dianjurkan
oleh Al-Qur'an. Inilah azas kesatuan atau disebut azas tauhidullah. Dengan demikian
dalam segala aktivitas manusia harus menyelaraskan dengan kedua hukum tersebut
secara bersamaan.
Sungguh banyak manusia di dunia ini yang membuat aturan menurut ratio yang
dipandu oleh nafsu syaithaniyah, akibatnya banyak produk hukum/ aturan yang
berbahaya bagi kehidupan manusia, misalnya kebolehan aborsi, membiarkan praktik
riba, mentolelir minuman keras, melarang poligami, dll. Dalam hal ini, seorang
mukmin wajib memiliki keyakinan tanpa sedikit pun ragu, bahwa hukum Al-Qur'an
adalah yang paling baik, selaras dengan hukum Alam, dan paling cocok dengan sifat
tabi'at manusia yang fitrah dan hanief (lurus).
Karena hukum Allah terbagi dua maka Ilmu-ilmu Allah pun terbagi dua yakni Ilmu
Kauniyah seperti Matematika, Fisika, Biologi, Geologi, Kedokteran serta Ilmu-illmu
Qur'aniyah seperti Ulumul Qur'an, Ulumul Hadits,dan Syari'ah, Kedua gugusan
ilmu itu mustahil bertentangan. Kalau ada pertentangan antara keduanya pasti
konklusi salah atau kedua ilmu itu ada yang salah. Dengan demikian sebenarnya
tidak ada dikhotimi ilmu.
Apabila manusia berpaling dari hukum Allah yang absolut, lantas mengambil
hukum produk berfikir filosofis manusia yang oleh Allah dikatagorikan sebagai
hukum Jahiliyah, yang bersifat relatif (mudah berubah), maka pasti manusia akan
mengalami kehidupan yang sempit dan menyesakkan (ma'isyatan dhanka).

Eksistensi Hukum Al-Quran bagi Manusia :


Sejak manusia lahir, Allah telah membekali manusia dengan petunjuk yang bersifat
naluri (instinc, gharizah, ilham), sehingga bayi bisa menete tanpa belajar lebih
dahulu. Ini disebut hidayah ilham atau hidayah wizdan. Tidak cukup dengan naluri,
Allah pun memberikan pancaindera. Dengan petunjuk pancaindera manusia bisa
melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasa. Ini disebut hidayah Hawas.
Kedua hidayah di atas tidak bisa membuat manusia lebih eksis, maka manusia
memerlukan akal agar mampu memahami hukum-hukum alam dengan baik. Dengan
akalnya, manusia bisa melahirkan saintek dan seni. Ini disebut hidayah aqli. Akan
tetapi pada kenyataannya karena daya nalar manusia sangat terbatas, maka akal
manusia tidak sanggup menembus persoalan yang berada di luar jangkauan akal,
misalnya tentang hakikat hidup, soal jin, syurga, neraka, dll. Oleh karena
itu, manusia memerlukan hidayah agama (din/ adyan).
Selanjutnya kita melihat realita di lapangan, bahwa orang yang sudah mengetahui
ilmu agama pun banyak yang tidak mau mengamalkan ilmu yang dimilikinya,
sering terjadi pertentangan antara ilmu dengan amalnya. Oleh karena itu manusia
memerlukan hidayah Taufiq, yakni petunjuk dari Allah SWT yang langsung masuk
ke dalam hatinya agar seseorang mau melaksanakan ilmu agamanya. Kemauan
untuk mengamalkan ilmu itu disebut hidayah Taufiq (cocok antara ilmu dan
amalnya).
Dengan demikian, hidayah yang diperlukan manusia ada lima macam yakni (1).
Hidayah Ilhami (wizdan) (2). Hidayah Hawas (Pancaindera). (3). Hidayah
Aqli (4). Hidayah Din (adfyan) (5). Hidayah Taufiq.
Hidayah Din (Adyan) yang terdapat di dalam Al-Quran bersifat absolut , lurus
(shirat al-mustaqim) dan mustahil salah. Fungsi hukum Al-Quran adalah untuk

mengarur prilaku manusia, baik dalam soal makan dan minum, rumah tangga,
berdagang, soal kenegaraan dan hubungan antar negara. Lebih rinci lagi hukum AlQuran (adyan) berfungsi untuk : (1). Menjaga keselamatan jasad (hifzdu aljasad). Untuk itu Allah melarang berkelahi, membunuh, dan memerintah
penegakkan hukum secara tegas dan adil, termasuk hukum qishash dan
hudud. (2). Menjaga keselamatan psikhis (hifzdu an-Nafs). Salah satunya adanya
aturan berdzikir, tawakkal, sabar, qanaah, dan syukur nikmat. (3). Menjaga
keselamatan harta (hifdzu al-mal). Salah satunya adalah aturan jual beli, larangan
riba, dan larangan mencuri. (4). Menjaga keturunan (Hifdzu an-Nasal), Salah
satunya adalah aturan pernikahan dan larangan berzina. (5). Menjaga aqal
(hifdzu 'aqli). Salah satunya adalah keharusan untuk terus menerus mencari ilmu
dan larangan meminum khamr.

2. Menurut pandangan islam, kesemua perihal diatas di bolehkan selama tidak


mendatangkan kerugian dan mudharat bagi orang yang melakukannya.
Berikut adalah penjelasan mengenai hukum hukum tindakan dunia di zaman klasik
ini :
Bayi tabung (tets tube baby) yang kita kenal adalah bayi yang didapatkan
melalui proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio
tidak secara alamiah, melainkan dengan bantuan ilmu kedokteran. (Hasan,
1998, 70)Inseminasi permanian (pembuahan) buatan telah lama dikenal bahkan
dipraktekkan orang. Para sahabat Nabi pun pernah melakukannya pada tumbuhtumbuhan. Setelah nabi Muhammad hijrah/ migrasi ke madinah, ia melihat
penduduk melakukan pembuahan buatan (penyilangan/perkawinan) pada pohon
kurma. Lalu Nabi menyarankan agar tidak usah melakukannya. Kemudian
ternyata buahnya banyak yang rusak dan setelah itu dilaporkan kepada Nabi,
maka ia berpesan sebagai berikut:

Lakukanlah pembuahan buatan! Kalian lebih mengetahui tentang urusan


dunia kalian
Jika dalam tumbuh-tumbuhan diperbolehkan sebagaimana peristiwa
diatas, maka berdasarkan analogi itu inseminasi buatan terhadap hewan pun
diperbolehkan, karena kedua-duanya sama-sama diciptakan untuk kepentingan
manusia. Keberhasilan pada kedua makhluk Allah itu berkembang kepada
inseminasi buatan terhadap manusia. (Hasan, 1998, 72)
Untuk inseminasi buatan pada manusia dengan sperma suami sendiri,
baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam
vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim
(bayi tabung), maka hal ini dibolehkan asal keadaan suami dan istri tersebut
benar-benar membutuhkan untuk memperoleh keturunan. Hal ini telah
disepakati oleh para ulama. (Hasan, 1998, 75)
Di antaranya, menurut Mahmud Syaltut bahwa bila penghamilan itu
menggunakan air mani si suami untuk istrinya maka yang demikian itu masih
dibenarkan oleh hukum dan syariat yang diikuti oleh masyarakat yang beradab.
Lebih lanjut beliau katakan ....dan tidak menimbulkan dosa dan noda.
Disamping itu tindak lanjut yang demikian dapat dijadikan sebagai suatu cara
untuk memperoleh anak yang sah menurut syariat yang jelas ibu bapaknya.
Alasan lain dibolehkan inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri,
karena berhubungan ada kelainan perangkat dalam diri si istri maupun suami
atau karena si suami kehabisan spermanya yang telah disumbangkan kepada
bank sperma ketika ia masih subur. Terlepas dari itu semua, asal inseminasi itu
dilakukan dengan sperma suami yang sah, hal itu diperbolehkan, sehingga anak
yang lahir anak yang sah dan jelas iu bapaknya.

Ketentuan dibolehkannya bayi tabung

Jadi pada prinsipnya dibolehkan bayi tabung itu bila keadaannya benarbenar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak akan
mengancam keutuhan rumah tangganya (terjadi perceraian) sesuai dengan
kaidah Ushul Fiqh:

Hajat itu keperluan yang sangat penting diberlakukan seperti keadaan


darurat.
Demikian pula pendapat Yusuf el Qardhawi: Apabila pencangkokan
yang dilakukan itu bukan air mani suami, maka tidak diragukan lagi adalah
suatu kejahatan yang sangat buruk sekali dan suuatu perbuatan munkar yang
lebih hebat daripada pengangkatan anak.
Inseminasi buatan dengan menggunakan sperma donor para ulama
mengharamkannya, seperti pendapat Yusuf el Qardhawi katanya....Islam juga
mengharamkan apa yang disebut pencangkokan itu bukan dari sperma suami...
Pada inseminasi buatan dengan menggunakan sperma suami sendiri tidak
menimbulkan masalah pada semua aspeknya, bahkan ulama memujinya sebagai
suatu cara untuk membantu pasangan mandul untuk memperoleh keturunan
yang sah. Tidak demikian halnya pada inseminasi buatan yang menggunakan
sperma donor, maka hal itu telah banyak menimbulkan masalah di antaranya
masalah nasab. (Hasan, 1998, 77)
Kelompok pertama dari peserta muktamar Muhammadiyah XXI di
Klaten berpendapat, bahwa bayi tabung menurut proses dengan sperma dan
ovum dari suami-istri yang sah hukumnya mubah, dengan syarat sebagai
berikut: (Djamil, 1995, 104)
Teknis pengambilan sperema dengan cara yang tidak bertentangan
dengan prinsip ajaran islam.
Penempatan zigote sebaiknya dilakukan oleh dokter wanita.
Resipien adalah istri sendiri.

Kelompok ini merujuk kepada beberapa ayat Al Quran sebagai berikut:



Artinya: Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu
sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucucucu". (An-Nahl : 72)

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (ArRadu: 11)

Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak. (Ali Imran : 14)
()

Artinya: Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan
manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah[1070] dan adalah Tuhanmu Maha
Kuasa. (al-Furqan : 54)

Artinya: isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.
dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu. (Al-Baqarah: 223)

()
Artinya: Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun
dari apa yang tidak mereka ketahui. (Yasin: 36)



Artinya: Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu (al-Baqarah: 29)
()
Artinya: dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir. (Al-Rum : 21)
Kelihatannya kelompok pertama ini tidak menjelaskan secara eksplisit cara
pengambilan dalil dari ayat-ayat diatas. Namun demikian, penggunaan ayat-ayat di atas
dapat ditelusuri dengan memperhatikan ayat demi ayat dan menghubungkannya dengan
masalah bayi tabung. Dalam beberapa hal dapat dibandingkan dengan pendapat
beberapa ahli tafsir. Dengan memperhatikan ayat 72 surat Al Nahl dapat dipahami,
bahwa manusia secara naluriah menghendaki keturunan atau anak cucu. Bahkan
manusia akan merasa bangga dengan keturunan yang diperbolehnya. Hal ini
diisyaratkan oleh ayat 14 surat Ali Imron dan ayat 54 surat al Furqan. Sebaliknya,
apabila pasangan suami istri tidak dapat memperoleh keturunan, maka pasangan itu
akan resah dan gelisah. Padahal perkawinan, seperti diisyaratkan oleh ayat 21 surat Al
Rum diatas, diharapkan dapat menjadi tempat untuk memperoleh ketentraman dan
mencurahkan kasih sayang. Karena itu, usaha pasangan suami istri yang tidak atau
belum dikaruniai anak perlu digiatkan, sampai keturunan itu dapat diperolehnya. Usaha
tersebut merupakan manifestasi dari sikap manusia yang giat berusaha, seperti yang
diisyaratkan oleh ayat 11 surat Al Radu diatas. Usaha untuk memperoleh anak dengan
cara yang di luar kebiasaan itu dibenarkan., sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip ajaran islam. Ayat 223 surat Al Baqarah mengisyaratkan hal tersebut. Bahkan
ayat 36 surat Yasin memberikan kemungkinan sesuatu itu dapat terjadi dengan cara
yang belum diketehui oleh manusia.

Menurut kelompok ini, beberapa ayat di atas memberi isyarat bahwa manusia
yang berdasarkan nalurinya senang mempunyai keturunan, dianjurkan untuk berusaha
untuk mewujudkan nalurinya itu. Bahkan jika dengan cara biasa tidak memperoleh
keturunan, maka ia harus melakukan usaha lain sampai berhasil, namun tetap
memperhatikan norma-norma ajaran islam. Ungkapan yang terakhir disebut
menunjukkan bahwa bagi kelompok ini bayi tabung dapat dibenarkan selama tidak
bertentangan dengan prinsip ajaran islam. (Djamil, 1995, 107 )

Kelompok pertama ini juga menjadikan beberapa hadits berikut ini sebagai dalil:










Artinya: Diriwayatkan dari aisyah r.a ia berkata bahwa Rasulullah saw.
Bersabda, sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka janganlah
kamu sia-siakan. Dan Allah telah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah
kamu langgar, dan ia juga telah menetapkan batas-batas, maka janganlah kamu
lampaui. Allah juga telah mendiamkan (tidak melarang) beberapa hal sebagai rahmat
bagi kamu sekalian.

( )
Artinya: Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
sesungguhnya sebaik-baiknya yang kamu makan ialah dari hasil pekerjaanmu. Dan
sesungguhnya anak-anak kamu juga merupakan hasil dari pekerjaanmu. (H.R. al
Tirmidzi)


( )

Artinya: Diriwayatkan dari Ruwaifa ibn Sabit al Anshari, ia berkata bahwa
Rasulullah saw. Bersabda: tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat untuk menyiramkan airnya kepada tanaman orang lain. (H.R. Abu Daud)

Karenanya, mengusahakannya melalui proses bbayi tabung termasuk hal yang


dianjurkan. Namun demikian, jika bayi tabung itu dilakukan dengan proses sperma atau
ovum donor, maka masalahnya tidak termasuk perkara yang maskut anhu lagi, karena
tindakan itu telah dilarang oleh Nabi, seperti yang termaktub dalam hadits ketiga di atas.
Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah diatas juga memberikan arahan terhadap
kerangka berpikir para ahli fiqih dalam rangka menggariskan kaidah, bahwa segala
sesuatu yang termasuk al-umur al-dunyawiyyat pada dasrnya boleh dilakukan, selama
tidak ada dalil yang melarangnya. Berdasarkan kerangka berpikir inilah kelompok
pertama peserta muktamar tarjih Muhammadiyah XXI ini menetapkan, bahwa pada
dasarnya bayi tabung itu tidak dilarang, salama cara dan teknis pelaksanaannya tidak
bertentangan dengan ketentuan poko dalam ajaran islam. (Djamil, 1995, 109)
Untuk menguatkan pendapatnya, kelompok pertama ini juga mengemukakan
beberapa kaidah fiqhiyyah yang ada hubungannnya dengan kasus bayi tabung. Tentu
kaidah dimaksud merupakan rangkuman atau rumus yang diambil dari beberapa ayat Al
Quran dan Hadits yang telah disebutkan terdahulu. Di antara kaidah fiqhiyyah yang
dikemukakan oleh kelompok pertama ini adalah sebagai berikut:


Artinya: Hukum asal dari segala sesuatu adalah mubah


Artinya: Sesuatu yang halal adalah apa yang dihalalkan Allah dalam kitabNya, dan sesuatu yang haram adalah apa yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya,
sedangkan sesuatu yang didiamkan oleh Allah maka termasuk sesuatu yang
dimaafkan.

Artinya: Kesulitan itu dapat menarik kepada kemudahan.



Artinya: Hukum asal dari senggama adalah haram, kecuali jika ada dalil yang
menentangnya (membolehkannya).

Kaidah yang terakhir, sepintas lalu bertentangfan dengan kerangka kelompok


pertama ini. Namun, apabila diperhatikan dengan seksama, kelompok ini menggunakan
kaidah yang terakhir untuk memperkuat pernyataannya, bahwa selama sperma dan
ovumnya dari suami istri yang sah, maka bayi tabung dapat dibenarkan. Tanpa ada
lembaga pernikahan yang sah, hubungan suami istri tidak dibenarkan. Itulah yang
dimaksud oleh kaidah yang terakhir disebut. Sementara itu kelompok kedua dari peserta
muktamar tarjih Muhammadiyah XXI berpendapat, bahwa bayi tabung ternyata tidak
ada petunjuk dari para Rasul.
Sikap Muhammadiyah untuk dapat menerima pendapat kelompok pertama dapat
dikuatkan oleh adanya prinsip mashlahat yang merupakan tujuan utama disyariatkan
hukum dalam islam,

Hajat itu keperluan yang sangat penting diberlakukan seperti keadaan darurat
yang juga diterima oleh Muhammadiyah sebagai dasar untuk menganalisis
beberapa persoalan kontemporer, yang secara eksplisit tidak terdapat dalam nash Al
Quran dan Hadits. Salah satu unsur Maqoshidussyariah, yang menempati
peringkat maslahat aldaruriyyat, dalam kasus bayi tabung ini adalah memelihara
keturunan (hifzhu al nasl). Tujuan utama disyariatkan perkawinan dalam islam adalah
untuk mendapatkan keturunan. Pasangan suami istri dianjurkan agar berusaha untuk
mendapatkan keturunan itu. Dengan demikian, usaha pasangan suami istri untuk
memperoleh keturunan itu, bukan saja mubah hukumnya, melainkan juga dianjurkan.
(Djamil, 1995, 111)

Hukum diharamkannya bayi tabung


Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia telah mendengar Rasulullah
SAW bersabda ketika turun ayat lian :
Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang)
yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah

dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki
yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah
akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orangorang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat nanti). (HR. Ad Darimi).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW
telah bersabda :
Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau
(seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat
laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia. (HR. Ibnu Majah).
Ketiga bentuk proses di atas mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui
perzinaan vagina. yang besarnya diserahkan kepada kebijaksaan hakim.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor
sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat daripada maslahah.
Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu suami-isteri yang mandul,
baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang
mengalami gangguan pembuahan normal.
Namun mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa:
1.

Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjada kesucian/kehormatan kelamin dan


kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.

2.

Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.

3.

Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran


sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.

4.

Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tanggal.

5.

Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.

6.

Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi
tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang
punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami.
(QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).

Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma
dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak
hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal
42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan
dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka tampaknya memberi pengertian
bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak
yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini,
terlihat bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang
berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f)
tentang larangan perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dll. Lagi
pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau
ovum, karena tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.
Bayi tabung lebih tegas lagi dinyatakan oleh Mahmud Syaltut bahwa...setelah
ditinjau dari beberapa segi penghamilan buatan adalah pelanggaran yang tercela dan
dosa yang besar. Perbuatan itu setaraf dengan zina, dan akibatnya pun samapula, yaitu
memasukkan mani orang asing ke dalam rahim perempuan yang antara kedua orang
tersebut tidak ada hubungan nikah secara syara, yang dilindungi hukum syara.
(Hasan, 1998, 77).
Dalam masalah diharamkannya bayi tabung yang disetarakan dengan zina dapat
dikategorikan dalam Dilalah DalalatunNash yang mana didalam kaidah dilalah
dalalatun nash yang menunjakkan suatu hukum atas suatu kejadian, maka hukumnya
ditetapkan berdasarkan kejadian tersebut. Kemudian ditemukan kejadian lain yang sama
dalam penetapan hukumnya atau lebih utama dari kejadian itu.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada
manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma
atau ovum suami istri sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian
disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus istri, maupun dengan cara
pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam
rahim istri, maka hal ini diperbolehkan, asal keadaan suami istri tersebut benar-benar

memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami istri tersebut


memperoleh keturunan. Sebaiknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan
bantuan donor sperma atau ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina.
Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya
berhubungan dengan ibu yang melahirkan. (Utomo, 2003, 189)
Berdasarkan penjelasan diatas, jelaslah bagi kita bahwa salah satu aktivitas yang
sering dilakukan pada zaman klasik ini yaitu bayi tabung diperbolehkan dalam islam
dengan syarat dilakukan dengan sperma atau ovum suami istri sendiri, baik dengan cara
mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau
uterus istri, maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya
(vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, maka hal ini diperbolehkan, asal keadaan
suami istri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu
pasangan suami istri tersebut memperoleh keturunan.
Begitupun dengan aktivitas lainnya seperti berbelanja di supermarket, islam
sebagai agama yang dinamis juga membolehkan kegiatan tersebut sebagai berikut :
Hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.


{ }
Artinya : Kaum muslimin bertransaksi sesuai dengan syarat-syaratnya selama tidak
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.[16]
Berdasarkan penjelasan di atas, sungguh tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pada
perkembangannya dunia teknologi pada zaman ini yang sungguh sangat pesat, maka
terdapat pula kegiatan transaksi bisnis yang marak melalui internet dan SMS
(electronics transaction ; transaksi elektronik). Di mana seseorang cukup mengetik apa
yang diinginkan dengan memasukkan nomor kartu kredit ke jumlah harga yang sudah
ditentukan oleh penjual, maka transaksipun selesai, kemudian barang akan dikirimkan
ke alamat yang masukkan, dalam beberapa hari.

Mengenai hal ini, Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan bahwa tidak ada ketentuan
transaksi harus berbentuk tulisan. Dengan ijab-qabul (serah-terima) melalui perkataan
pun cukup mewakili untuk dikatakan suatu transaksi.[17] Dan ketika ada transaksi
dengan jalan apapun yang memudahkan konsumen seperti dengan jalan elektrik, maka
hal tersebut juga diperbolehkan, asalkan terdapat unsur kebenaran (lurus), menepati
amanah, dan jujur (setia). Dengan demikian, maka sesungguhnya perlu diadakan
penambahan di dalam cara bertransaksi (ijab-kabul) zaman ini, di mana selain dengan
cara lisan, tulisan, isyarat dan perbuatan, maka dilakukan pula dengan jalan elektrik.
Dengan jalan seperti ini maka hukum Islam akan terusshalih likulli zaman wa makan.

Sekian jawaban dari saya, saya ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada
bapak selaku dosen pembimbing mata kuliah pendidikan agama islam ini .
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Das könnte Ihnen auch gefallen