Sie sind auf Seite 1von 22

PAPER BRONKOPNEUMIA

Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak


Dosen pembimbing :
Ns. Zubaidah, M.Kep.Sp.Kep.An

Kelompok 3
Isnaini Nur Faizah

22020114120020

Melvina Larissa

22020114130120

Endang Susilowati

22020114120007

Nur Aas Aisah

22020114130121

Adinda Elmi

22020114120011
A.14.2

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016

BRONKOPNEUMIA
1. Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercakbercak (patchy distribution) (Bennete, 2013)

2. Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al.,
2011) :
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus
(RSV).
b.
Pada bayi :
Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

c.

Cytomegalovirus.
Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,

Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.


Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

d. Pada anak besar dewasa muda :


Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2. Factor non infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :Terjadi oleh karena aspirasi
selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon
seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid :Terjadi akibat pemasukan obat yang
mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum.
Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau
pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak
yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada
jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak
contohnya seperti susu dan minyak ikan..
3. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang
memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan
etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia
berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih
relevan (Bradley et.al., 2011).
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitialis
c. Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
a. Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired
pneumonia = CAP)
b.

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based


pneumonia)

3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab


a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a. Pneumonia tipikal
b. Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten
4. Patofisiologi
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai
parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme
pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.
Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan
mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal
dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu,
atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran
nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran
nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan
kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan
mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan
sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi
virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif
jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau
intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat

pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin,


dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.
Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas
vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi
menyebabkan

terjadinya

missmatching)

yang

pergeseran

kemudian

fisiologis

menyebabkan

(ventilation-perfusion
terjadinya

hipoksemia.

Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung.


Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan
disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada
kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana
eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan
dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke
kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema.
Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun
kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan
perlekatan (Bennete, 2013)

5. Menifestasi klinis
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh
infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 39-40 C dan mungkin disertai kejang karena demam yang
tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif (Bennete, 2013).

6. Factor risiko

Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian Bronkopneumonia adalah sebagai


berikut :

Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahum. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada balita lebih rentan terkena
penyakit bonkopneumonia dibandingkan orang dewasa dikarenakan
kekebalan tubuhnya masih belum sempurna.

Status Gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah
lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi,
yang satu merupakan predisposisi yang lain (Tupasi, 1985). Pada KKP,

ketahanan tubuh menurun dan virulensi phatogen lebih kuat sehingga


menyebabkan keseimbangan yang tergangu dan akan terjadi infeksi,
sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan
keseimbangan tersebut adalah status gizi.

Riwayat penyakit terdahulu


Penyakit terdahulu yang sering muncul dan bertambah parah karena
penumpukan sekresi yang berlebih yaitu influenza. Pemasangan selang
NGT yang tidak bersih dan tertular berbagai mikrobakteri dapat
menyebakan terjadinya bronkopneumonea.

Rumah
Rumah merupakan struktur fisik, dimana orang menggunakannya
untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan
pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani, rohani, dan keadaanan sosialnya yang baik untuk
keluarga dan individu (WHO, 1989).

Kepadatan hunian (crowded)


Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor resiko penularan
pneumonia.

Status sosioekonomi
Kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat.

7. Komplikasi
Penyakit bronkopneumonia ini selain terjadi pada dewasa, seringkali juga
terjadi bronkopneumonia pada anak. Berikut beberapa komplikasi dari
penyakit bronkopneumonia yaitu :
a. Otitis media
Terjadi apabila anak yang mengalami bronkopnemonia tidak segera
diobati sehingga jumlah sputum menjadi berlebih dan akan masuk ke
dalam tuba eustaci sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga
tengah.

b. Bronkiektase
Hal ini terjadi akibat bronkus mengalami kerusakan dan timbul
fibrosis juga terdapat pelebaran bronkus akibat tumpukan nanah.
c. Abses Paru
Rongga bronkus terlalu banyak cairan akibat dari infeksi bakteri dalam
paru paru.
d. Empiema
Anak yang mengalami bronkopneumonia, paru parunya mengalami
infeksi akibat bakteri maupun virus sehingga rongga pleuranya berisi
nanah.
8. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik head to toe pada anak dengan bronkopneumonia menurut
Riyadi, 2009:

1. Kepala
bentuk kepala
warna rambut
distribusi rambut
ada lesi atau tidak
hygiene
ada hematoma atau tidak
2. Mata
sklera berwarna merah (ada peningkatan suhu tubuh)
kaji reflek cahaya
konjungtiva anemis atau tidak
pergerakan bola mata
3. Telinga
simetris atau tidak
kebersihan
tes pendengaran
4. Hidung
ada polip atau tidak

nyeri tekan
kebersihan
pernafasan cuping hidung
fungsi penciuman
5. Mulut
warna bibir
mukosa bibir lembab atau tidak
mukosa bibir kering (meningkatnya suhu tubuh)
reflek mengisap
reflek menelan
6. Dada
Paru paru
Inspeksi

: Irama nafas tidak teratur, pernapasan dangkal, penggunaan

otot bantu napas


Palpasi

: Tidak ada nyeri tekan

Perkusi

: Sonor

Auskultasi

: Suara paru ronchi

Jantung

Inspeksi

: Tidak ada pembesaran pada dada sebelah kiri

Perkusi

: Suara jantung terdengar redup

Auskultasi

: Nada S1 S2 dan lub dup

Abdomen
Inspeksi : bentuk, lesi
Palpasi : Splenomegali, hepatomegali, nyeri tekan, nyeri lepas, turgor kulit <3
detik
Perkusi : Suara abdomen timpani
Auskultasi :Bising usus meningkat (normal 4-9x/menit)
7. Ekstremitas
pergerakan sendi terbatas (nyeri sendi)
kelelahan (malaise)
kelemahan
CRT <2 detik dan keluhan
8. Genetalia dan anus
kelengkap (laki-laki: penis, skrotum; perempuan: labia minora, labia mayora,
klitoris)
fungsi BAB
fungsi BAK

9. Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status
pulmoner
b. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigenasi
c. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan
adanya anemia, infeksi dan proses inflamasi
d. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba
e. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan
terjadi tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan
f. Jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bacterial. Menurut
Ngastiyah; 1997; 41, pemeriksaan laborat didapatkan leukosit
meningkat mencapai 15.00-40.000/cm3, urine biasanya lebih tua dan
terdapat albuminuria ringan dan pada analisa gas darah tepi
menunjukkan asidosis metabolic dengan atau beberapa lobus
g. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru,
menetapkan luas dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki
keadaan
h. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang
diinspirasi
i. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti
virus

Gb: hasil rontgen


bronkopneumia

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak
terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012;
Bradley et.al., 2011)
1.

Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak
nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr.
b.

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.


2.

Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya
tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan
mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita
dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan
jantung
c. Pemberian

antibiotika

berdasarkan

mikroorganisme

penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan


amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan

angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan


menjadi 80-90 mg/kgBB/hari)
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan


epidemiologis

Berat ringan penyakit

Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus


dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman
yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut
kelompok usia.

Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

a. ampicillin + aminoglikosid
b.

amoksisillin - asam klavulanat

c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3

Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

a. beta laktam amoksisillin


b.

amoksisillin - asam klavulanat

c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)

Anak usia sekolah (> 5 thn)

a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)


b.

tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)


Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error)

maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam
sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak

menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan


antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga
(sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema,
abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

Kasus :
Bayi K perempuan (10 bulan) dirawat diruang perawatan dengan diagnosa medis
bronkopneumia. Bayi hanya mau minum ASI sedikit-sedikit. Pada saat dilakukan
pengkajian bayi tampak sesak, pernapsan 50kali/menit, nadi 110 kali /menit. Suhu
tubuh 37C dan terpasang oksigen 2 liter / menit denan nasal kanul. Suara napas
ronchi diseluruh lapang paru, sering batuk. Perawat memberikan posisi kepala lebih
tinggi.

No. Diagnosis
1.

Keperawatan
Bersihan jalan
tidak

efektif

Perencanaan
Tujuan

Intervensi

Rasional

nafasDalam tindakan keperawatanAirway Management


b.dselama 2x24jam

Takipnea

biasanya

peningkatan

produksi

ada pada beberapa


a.Respiratory

sputum.

status

:1) Mengkaji

Ventilation
Data Subjektif

frekuensi

derajat

pernafasan, catat rasio inspirasi/


ekspirasi

b.Respiratory status : Airway


-

patency

Data Objektif

bayi

Kriteria hasil:
tampak- Bayi menunjukkan jalan

sesak

nafas yang paten (klien tidak

pernapsan

merasa tercekik, irama nafas,

50kali/menit,

frekuensi pernafasan dalam

nadi 110 kali


/menit.

adanya

bunyi

ronki.

menit

denan

nasal kanul.

Suara

bila perlu

lapang paru

Batuk

dan

frekuensi

ekspirasi

Bersihan jalan nafas


yang

4) Memberikan

posisi

semi

efektif

dimanifestasikan

delegatif

mukolitik,

untuk

dahak

tidak

dapat
dengan adanya bunyi
nafas adventisius

tindakan

sehingga

pasien untuk bernafas

mencairkan
mudah

Posisi semi fowler


akan mempermudah

Bronchodilator,

Hidrasi menurunkan
kekentalan sekret dan

dikeluarkan.

mempermudah

napas

ronchi diseluruh

melambat

dibanding inspirasi.

6) Melaksanakan

oksigen 2 liter /

dapat

teknik chin lift atau jaw thrust

tubuhdapat menghambat jalan nafas sedikit sedikit tapi sering.

terpasang

atau

memanjang

fowler.

37C

penerimaan

3) Buka jalan nafas, guanakan

dan mencegah factor yang5) Memberikan minum hangat


Suhu

pada

Pernafasan

Misalnya: mengi, krekels dan

-Mampu mengidentifikasikan

ditemukan

proses infeksi akut.

nafas.

rentang normal, tidak ada


suara nafas abnormal)

dapat

selama stres/ adanya

2) Mengauskultasi bunyi nafas,


catat

dan

7)

Monitor status oksigen

pengeluaran.

pasien

Pemberian

obat-

8) Atur intake untuk cairan

obatan

mengoptimalkan keseimbangan.

dahak memudahkan

pengerncer

proses evakuasi jalan

nafas
9) Monitor respirasi dan status
O2

2.

Gangguan

pertukaranDalam tindakan keperawatanAirway Management

gas

perubahanselama3x24 jam

b.d

membran
kapiler,
kapasitas
oksigen
gangguan

gangguan
pembawa
darah,
pengiriman

1) Mengkaji TTV

alveolus

2) Mengkaji
Kedalaman

b.

Respiratory

Status

frekuensi,
dan

tergantung

kemudahan

derajat

:pernafasan.
3) Mengobservasi warna kulit,

c. Vital Sign Status

membran mucosa dan kuku

tanda

vital

dalam

respon

istirahat

pemberian

oksigen dengan benar sesuai


perbaikan

ventilasi,
dengan

dengan indikasi

hipoksemia.

Menghemat
penggunaan oksigen

6) Berikan bronkodilator bila

dengan Istirahat dan

perlu

tidur

GOA dalam rentang normal

dan tidak ada gejala distress


pernafasan

demam/

menggigil dan terjadi

-sesak hilang

jaringan

atau
tubuh

terhadap

dan tidur.
5) Kolaborasi

-oksigen

Sianosis
vasokontriksi

rentang normal

-menunjukan

status

menunjukkan

apakah terdapat sianosis.

-Tanda

dan

kesehatan umum

Kriteria hasil:
4) Mempertahankan

pada

keterlibatan

paru

ventilation

oksigen

distres

pernafasan

a. Respiratory Status : Gas


exchange

Manifestasi

Mempertahankan
PaO2

Respiratory Monitoring
1) Monitor

rata

mmHg
rata,

kedalaman, irama dan usaha

di

atas

60

respirasi
2) Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan,

retraksi

otot

supraclavicular dan intercostal


3) Monitor suara nafas, seperti
dengkur
4) Monitor

pola

nafas

bradipena, takipenia, kussmaul,


hiperventilasi

3.

Intoleransi
berhubungan

aktivitasDalam tindakan keperawatan1) Membantu


denganselama 3x24 jam keluargauntuk

kelemahan umum.

Mampu

toleran

aktivitas

memenuhi

anak

kebutuhan

bantuan

terhadapsehari-hari.

dalam

keadaan sakit untuk

aktivitas sesuai kemampuan /


kondisi anak.

Anak membutuhkan

memenuhi
2) Menyarankan

keluarga

kebutuhannya

untuk membatasi aktivitas anak


yang berlebihan yang dapat
menimbulkan kelelahan.

Aktifitas

yang

berlebih

akan

membutuhkan
3) Menyarankan

untuk

banyak tenaga dan

melakukan

secara

akan

bertahap.

aktivitas

menimbulkan

kelelahan pada anak

Dengan

aktifitas

yang

dilakukan

bertahap diharapkan
energi

yang

dikeluarkan

tidak

berlebih
5.

Kurang

pengetahuanDalam tindakan keperawatan1) Memberikan

berhubungan

denganselama 2x24 jam Pengetahuantentang

penjelasan

penyakit

anak,

pengetahuan

kurangnya pemahamanorang tua meningkat denganpencegahan, penatalaksanaan di

keluarga

terhadap informasi

rumah sakit atau yang dapat

dapat

membantu

dilakukan dirumah agar orang

dalam

proses

tua mengetahui dan mau aktif

perawatan anak

kriteria hasil :
mampu mengulang kembali
penjelasan yang diberikan.

2) Memotivasi

ibu

untuk

nutrisi

kurang

Peran ibu sangatlah


penting dalam proses

melaksanakan anjuran petugas.

Ketidakseimbangan

sehingga

ikut serta dalam setiap tindakan.

6.

Menambah

penyembuhan anak

Dalam tindakan keperawatanNutrition Management


dariselama 4x24 jam

kebutuhan tubuh b.d


Nutritional Status : food and

ketidakmampuan
pemasukan
mencerna

atau

Fluid Intake

makanan

1)

Mengidentifikasi

faktor

dapat meningkatkan

dan muntah

rasa nyaman diperut


anak

zat gizi berhubunganKriteria Hasil :

2) Memberikan makan porsi

dengan faktor biologis,

kecil tapi sering.

ekonomi

atau

a. Adanya peningkatan berat


badan sesuai dengan tujuan

hangat

yang dapat menimbulkan mual

atau mengabsorpsi zat-

psikologis

Makanan

3) Menyajikan makanan dalam


keadaan hangat.

Adanya
kronis

kondisi
dapat

menimbulkan
malnutrisi, rendahnya

b. Berat badan ideal sesuai4) Menimbang BB setiap har]i


dengan tinggi badan
5) Kaji adanya alergi makanan
c.

6) Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah kalori

d.

Tidak terjadi penurunandan nutrisi yang dibutuhkan

berat badan yang berarti

pasien.
Nutrition Monitoring

terhadap

infeksi,

atau

lambatnya
terhadap terapi

Tidak ada tanda tanda

malnutrisi

tahanan

1)

BB pasien dalam batas

normal
2)

Monitor adanya penurunan

berat badan
3)

Monitor tipe dan jumlah

aktivitas yang biasa dilakukan


4)

Monitor interaksi anak atau

orangtua selama makan


5)

Monitor kulit kering dan

perubahan pigmentasi
6)
7)

Monitor mual dan muntah


Monitor kadar albumin,

total protein, Hb, dan kadar Ht


8)

Monitor pertumbuhan dan

respon

perkembangan

Daftar pustaka
Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta: EGC
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.http://emedicine.medscape.com/article/967822overview. (15 Maret 2015)
Bradley J.S., Byington C.L. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia
in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by
the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of
America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC
Grace, Pierce A dan Borley, Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Terjemahan oleh Vidhia
Umami. 2006. Jakarta: Erlangga
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Penerbit

IDAI

Muscari, Mary E. Panduan belajar: keperawatan pediatrik, Ed 3. Terjemahan oleh


Alfrina Hany. 2005. Jakarta: EGC
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I. Jakarta :
EGC
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA,
intervensi NIC, kriteria hasil NOC, ed 9. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Das könnte Ihnen auch gefallen