Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Di susun oleh :
Achmad Julianto 568
Aditya Nugraha 569
Ady Ruswanto 570
Aji Arisandi 571
Akhsan Nizar 572
Alberto Vincensio GL 573
Andi Ahmad Akbar 574
Andi M Irwanto Mulki 575
Andriana 577
AKADEMI IMIGRASI
2010
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Tuhan atas segala berkat dan kasih
sayang serta karunia dan segala kemudahan yang diberikan-Nya kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, yang
dimaksud dengan pengungsi adalah orang-orang yang berada di luar
negara kebangsaannya atau tempat tinggalnya sehari-hari,
dikarenakan ketakutan beralasan akan mendapat penganiayaan
dikarenakan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan dalam kelompok
sosial tertentu atau pendapat politik tertentu, berada diluar negara
kebangsaannya, yang tidak dapat, atau dikarenakan ketakutannya itu,
tidak mau meminta perlindungan dari negaranya itu.
Pengungsi yang melarikan diri dari negaranya karena alasan
perang atau penganiayaan berada dalam keadaan yang sangat
rentan. Mereka tidak mendapat perlindungan dari negaranya sendiri –
bahkan seringkali pemerintahannya sendiri mengancam akan
menganiaya mereka. Jika negara lain tidak mau menerima mereka,
dan tidak menolong mereka setelah mereka masuk, maka itu sama
dengan memberi keputusan mati – atau membiarkan mereka hidup
sengsara di dalam bayangan kehidupan, tanpa sarana hidup dan
tanpa adanya hak bagi mereka.
Merekapun tidak sama dengan orang-orang yang terpaksa
mengungsi karena bencana banjir, gempa bumi dan bencana alam
lainnya, karena biasanya masih bersimpati dengan mereka. Oleh
karena itu, betapapun besar kebutuhan mereka dalam hal pangan,
papan dan perawatan kesehatan, korban bencana alam tidak dapat
digolongkan sebagai pengungsi karena mereka tidak membutuhkan
suaka. Pengungsi terpaksa pindah untuk menyelamatkan jiwanya,
atau untuk mempertahankan kebebasannya.
Tak ada satu pun warga di dunia ini yang ingin menjadi
pencari suaka ataupun pengungsi. Sama halnya dengan warga
Rohingya. Sayangnya, negeri tempat mereka hidup tak lagi ramah
untuk mereka. Bukan hanya saat ini, sudah berpuluh tahun etnis
minoritas Rohingya hidup dalam kedukaan di Myanmar.
Tak ada data pasti tentang persentase Muslim di Myanmar.
Dan, Rohingya bukan satu-satunya etnis Muslim di Myanmar. Di
samping etnis Rohingya, ada pula etnis Indian Muslim yang
kebanyakan tinggal di Rangoon (berubah menjadi Yangoon pada
tahun 1989). Kemudian, etnis Panthay, etnis Muslim keturunan Cina
yang bermigrasi dari Cina barat laut (Muslim Hui). Lalu, ada etnis
Muslim keturunan Melayu yang tinggal di Kawthaung dan sebagian
kecil bermukim di pulau-pulau sekitar Laut Andaman dan kerap
disebut sebagai moken (atau sea gypsy/orang laut).
Etnis Rohingya mendiami sisi utara negara bagian Rakhine
(sebelumnya bernama Arakan) di Myanmar bagian barat. Konsentrasi
mereka ada di kota-kota di sisi utara Rakhine, yang masing-masing
adalah di Maungdaw, Buthidaung, Rathedaung, Akyab, Sandway,
Tongo, Shokepro, Rashong Island, dan Kyauktaw. Dari sisi geografis,
demografis, dan bahasa, mereka memiliki kedekatan dengan
Bangladesh (Bengal) yang memang dikenal sebagai negeri Muslim.
Status etnis Rohingya di Myanmar saat ini adalah stateless
persons alias orang tanpa kewarganegaraan. Mereka tak pernah
diakui Pemerintah Myanmar sebagai salah satu dari 137 etnis yang
diakui di Myanmar.
Etnis Rohingya adalah orang-orang tanpa kewarganegaraan
yang mendiami kawasan perbatasan antara Myanmar-Bangladesh. Di
Myanmar mereka mengalami penganiayaan dan siksaan yang brutal
dari rezim junta militer. Inilah yang memaksa mereka menjadi manusia
perahu yang berlayar dari satu negara ke negara lain, terutama
Thailand, Malaysia dan Indonesia, untuk mencari tempat penghidupan
yang lebih baik. Selain Myanmar, Thailand adalah negeri yang paling
tidak bersahabat dengan orang Rohingya. Pemerintah negeri yang
dulu bernama Siam itu selalu bertindak keras dan kasar bahkan
mengarah ke pembantaian.
Muslim Rohingya adalah keturunan Bengali, Panthay dan
campuran Burma-Cina. Sejak abad ke-7 Masehi mereka telah
mendiami kawasan Arakan, sebuah wilayah seluas 14.200 mil persegi
yang terletak di Barat Myanmar. Walau tinggal di kawasan yang
masuk wilayah Myanmar, namun junta militer tidak mengakui
kewarganegaraan mereka. Oleh sebab itu, mereka disebut juga
dengan manusia tak bernegara atau orang tanpa kewarganegaraan
(stateless people).
Sebagai Muslim yang hidup di bawah tekanan junta militer, tak
mudah bagi etnis Rohingya menjalankan keyakinan mereka. Ratusan
masjid dan madrasah di wilayah mereka dihancurkan, Al-Qur’an
sebagai kitab suci dinjak-injak dan dibakar para tentara yang brutal.
Perlakuan tak manusiawi ini membuat mereka berontak. Untuk
menyelamatkan diri dan akidah, mereka melarikan diri dari tanah
kelahirannya.
Karena tak ada tempat berpijak lagi, umat Islam yang terusir
dari tanah kelahirannya ini memilih tinggal di atas perahu. Berlayar
dari satu tempat ke tempat yang lain. Kadang mereka juga mendiami
beberapa pulau kosong yang terdapat sepanjang perbatasan
Myanmar-Thailand. Walau hidup susah, namun di pulau-pulau tak
bernama ini mereka lebih leluasa menjalani hidup. Beberapa ormas
dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) internasional kadang
memberikan mereka bantuan pangan, obat-obatan maupun fasilitas
pendidikan dan kesehatan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah tentang pengungsi
Rohingya yang masuk ke Aceh ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sebab-sebab serta alasan warga Rohingya
mengungsi ke negara lain.
2. Untuk mengetahui bagaimana nasib pengungsi Rohingya tersebut.
3. Untuk mengetahui bagaimana peranan Pemerintah serta organisasi
internasional dalam menyikapi masuknya pengungsi Rohingya ke
Aceh.
BAB II
ISI
A. Faktor Penyebab
Tak ada satu pun warga di dunia ini yang ingin menjadi
pencari suaka ataupun pengungsi. Sama halnya dengan warga
Rohingya. Sayangnya, negeri tempat mereka hidup tak lagi ramah
untuk mereka. Bukan hanya saat ini, sudah berpuluh tahun etnis
minoritas Rohingya hidup dalam kedukaan di Myanmar.
“Ada kapal yang ditarik oleh pelaut nelayan kita ke wilayah Idi
Rayeuk, Aceh Timur. Kondisinya dapat kita bayangkan, sudah
berlayar lama, tentunya memprihatinkan. Pemerintah telah
mengirimkan mereka yang membutuhkan perawatan kesehatan ke
rumah sakit.Kini pengungsi yang selamat akan ditampung sementara
di pangkalan laut Aceh Timur. Pejabat setempat kini sedang mencari
penerjemah untuk mencari tahu dengan pasti identitas warga etnis
Rohingya tersebut.”
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dari berbagai permasalahan yang
timbul akibat dari masuknya pengungsi Rohingya ke Aceh, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa Etnis Rohingya adalah orang-orang
tanpa kewarganegaraan yang mendiami kawasan perbatasan antara
Myanmar-Bangladesh. Di Myanmar mereka mengalami penganiayaan
dan siksaan yang brutal dari rezim junta militer. Inilah yang memaksa
mereka menjadi manusia perahu yang berlayar dari satu negara ke
negara lain, terutama Thailand, Malaysia dan Indonesia, untuk
mencari tempat penghidupan yang lebih baik. Selain Myanmar,
Thailand adalah negeri yang paling tidak bersahabat dengan orang
Rohingya yang selalu bertindak keras dan kasar bahkan mengarah ke
pembantaian.
B. Saran