Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Asma bronkial adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh
dunia. Meskipun penyakit ini bukan merupakan penyebab kematian yang utama tetapi
penyakit ini mempunyai dampak sosial yang cukup besar terhadap produktifitas kerja
dan kehilangan angka sekolah yang tinggi serta angka kejadiannya meningkat terus
dari waktu ke waktu. Asma bronkial dapat terjadi pada segala usia dengan menifestasi
yang sangat bervariasi dan berbeda-beda antara satu individu dengan individu
lainnya. 1
Prevalensi asma bronkial pada anak-anak bervariasi antara 0-30%, sedangkan
pada dewasa secara umum berdasarkan beberapa survei sekitar 6% pada beberapa
negara yang berbeda. Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1992, asma, bronkhitis kronis dan emfisiema merupakan penyebab
kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5.6%. Pada tahun 1995, prevalensi asma
bronkial diseluruh Indonesia sebesar 13 dari 1000 penderita. 1
Asma bronkial adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa
disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin
dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila
karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu
berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya
pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita
atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama,
sering menjadi problem tersendiri. 1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. R
: 42 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Alamat
: Daya
Tgl. MRS
: 30 Januari 2011
Dokter jaga
: dr. J
: Sesak
AT
: Sesak dialami sejak 20 menit yang lalu sebelum masuk rumah sakit, tidak
terus-menerus, tidak dipengaruhi aktivitas, dipengaruhi oleh cuaca terutama
saat cuaca dingin, dipicu oleh paparan debu dan tepung, dada rasa seperti
tertekan. Sesak terjadi karena pasien tidak menggunakan obat isap pada saat
terjadi serangan. Pasien sering mengalami serangan hampir tiap hari. Batuk
(+) sejak 2 hari yang lalu, lendir (+) warna putih, darah (-)
Demam (+) sejak satu hari yang lalu, riwayat demam (-), menggigil (-),
berkeringat malam (-). Sakit kepala (+) rasa seperti tertekan.
Mual (-), muntah (-), Nyeri ulu hati (-).
Nyeri menelan (-), nafsu makan baik.
BAB : baik. BAK : lancar.
RPS
: Riwayat asma (+) sejak 1999, berobat dengan Dextamin dan obat isap.
Riwayat alergi (+) debu dan tepung.
Riwayat asma pada keluarga (+) yaitu nenek.
2
Status Vitalis
: T = 130/90 mmHg
P = 32 x/menit (abdominal)
Kepala
N = 98x/menit
S = 38oC (axilla)
Leher
: Massa tumor (-), Nyeri tekan (-), Deviasi trakea (-), Pembesaran
kelenjar (-), DVS = R-2 cm H2O.
Thorax
: I = Simetris (kiri=kanan),
P= Massa tumor (-), Nyeri tekan (-), Vocal Fremitus (kiri =
kanan).
P = Sonor, batas paru-hepar ICS V dextra anterior
A = Bunyi pernafasan : Bronkial
Bunyi tambahan : Wheezing (+/+), Ronchi (-/-)
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
RESUME
Seorang laki-laki berumur 42 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama
dispneu sejak 20 menit sebelum masuk rumah sakit, tidak terus-menerus, tidak
dipengaruhi aktifitas, dipengaruhi oleh cuaca, dipicu oleh paparan debu dan tepung,
dada rasa seperti tertekan. Dispneu semakin memberat karena pasien tidak
menggunakan obat isap pada saat terjadi serangan. Pasien sering mengalami serangan
hampir tiap hari. Batuk (+) sejak 2 hari yang lalu, lendir (+) warna putih,. Febris (+)
sejak satu hari yang lalu, Cephalgia (+) rasa seperti tertekan. nafsu makan baik. BAB
baik, BAK lancar.
Pasien didiagnosis oleh dokter menderita asma sejak 1999, berobat dengan
Dextamin dan obat isap, riwayat alergi (+) debu dan tepung, riwayat asma pada
keluarga (+) yaitu nenek.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan status generalis, sakit sedang, gizi baik,
dan compos mentis. Status vitalis didapatkan TD: 130/90 mmHg, P: 32 x/menit tipe
abdominal, suhu axilla 38 oC. Pada pemeriksaan fisis Kepala : dalam batas normal,
Leher : dalam batas normal, Thorax Bunyi pernafasan bronchial, bunyi tambahan
didapatkan wheezing (+/+) disemua lapangan paru, Jantung dalam batas normal,
Abdomen dalam batas normal, Ekstremitas dalam batas normal.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisis yang dilakukan, maka pasien diatas
dapat disimbulkan menderita Asma bronkial.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Spirometri
Pemeriksaan Apusan Darah
Darah Rutin + LED
Uji Kulit
Foto Thoraks
Analisis Gas Darah
DIAGNOSIS
Asma Bronkial
DIAGNOSIS BANDING
Bronkhitis Kronik
Emfisema Paru
PENATALAKSANAAN/TERAPI
Posisi setengah duduk
Oksigen (Kanul) 5 L per Menit
Infus RL 28 tetes/menit
Nebulaizer (Pentolin)/8 jam
Dexamethason inj. 1 amp/8 jam/IV
PROGNOSIS
Bonam
DISKUSI
Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronis yang mengenai saluran nafas,
yang menyebabkan hiperresponsitivitas dari saluran nafas. Asma umumnya timbul
akibat pengaruh dari faktor-faktor penyebab terjadinya asma, terutama atopi dan non
atopi selain itu juga di pengaruhi oleh jenis kelamin, umur, faktor lingkungan dan
faktor keturunan dan faktor lingkungan.
Berdasarkan etiologinya asam bronkial di bagi menjadi tiga, yaitu: asma
ekstrinsik, asma intrinsik, asma gabungan.
Asma bronkial secara umum merupakan reaksi hipersensitivitas dari tubuh
yang melibatkan IgE. IgE ini berikatan dengan antigen yang kemudian akan
mengaktifkan sel mast sehingga terjadi pelepasan mediator-mediator seperti histamin,
bradikinin, dan zat-zat lainnya yang menyebabkan kontraksi otot polos, peningkatan
permeabilitas vaskuler dan vasodilatasi, produksi mukus yang berlebihan dan lama
kelamaan akan menyebabkan kerusakan jaringan, yang memberikan gejala klinis
berupa sesak nafas, batuk, rasa berat di dada, dan terlihat penggunaan otot-otot bantu
nafas serta yang paling khas adalah mengi (wheezing) yang ditemukan pada penderita
asma pada saat auskultasi. Wheezing timbul akibat adanya turbulensi udara dalam
bronkus yang berusaha dikeluarkan pada saat ekspirasi sehingga menimbulkan bunyi.
Kemudian pada pemeriksaan penunjang akan didapatkan eosinofil pada
sputum penderita yang juga merupakan ciri khas pada penderita asma bronkial.
Berdasarkan derajat serangan asma dibagi dalam empat derajat: asma
intermitten, asma persisten ringan, asma persisten sedang, asma persisten berat.
Penanganan yang diberikan pada penderita asma bronkial adalah yang
pertama yaitu pemberian oksigen kemudian diikuti dengan bronkodilator untuk
merelaksasi bronkus agar pertukaran udara kembali normal, pemberian obat anti
inflamasi untuk menguraksi reaksi radang yang terjadi.
TINJAUAN PUSTAKA
a. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan
Anatomi
Organ-organ yang termasuk dalam saluran pernapasan terdiri atas: 2
a. Hidung (Cavitas nasi)
Suatu rongga berbentuk piramid dan terbagi menjadi dua bagian yang
simetris. Pada dinding lateral terdapat tiga pasang tonjolan, yaitu Concha
nasalis superior, Concha nasalis media, dan Concha nasalis inferior yang
berfungsi melembabkan udara yang masuk dan menyesuaikan dengan
suhu tubuh, diantara ketiga Concha nasalis terdapat Meatus nasi superior,
inferior dan media, yang merupakan muara dari Sinus paranasalis dan
Ductus nasolacrimalis. Di dalamnya juga terdapat bulu-bulu hidung yang
berfungsi menyaring udara. 2
b. Faring (Pharynx)
Faring terbagi menjadi:
7
d. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronkial belum diketahui. Berbagai teori
sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan
parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan simpatis (blok pada reseptor
beta adrenergik dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik). 7
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3
tipe, yaitu : 7
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan sifat imunologik peka
terhadap alergen keadaan ini disebut atopi. Alergen yang telah lama kita kenal
antara lain debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya
suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktorfaktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asma ekstrinsik. 7
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau
bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi dan
kegiatan jasmani. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik
dan emfisema. 7
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik. 7
e. Patogenesis
11
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma,
adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 yaitu : seorang yang alergi terhadap zat alergen
tertentu akan mengaktifkan sel Th2 yang merangsang sel B berkembang menjadi sel
plasma yang memproduksi IgE. Molekul IgE yang dilepas diikat oleh FceR1 pada sel
mast dan basofil. Pajanan kedua dengan alergen menimbulkan ikatan silang antara
antigen dan IgE yang diikat sel mast, yang memacu pengelepasan mediator
farmakologis aktif amin vasoaktif dari sel mast dan basofil. Mediator-mediator
tersebut menimbulkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas vaskular dan
vasodilatasi, kerusakan jaringan dan anafilaksis. Sejumlah antibodi IgE abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang
terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi IgE orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin,
zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik
eosinofilik dan bradikinin. 7,8
Pencetus serangan
(Allergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)
Reaksi antigen-antibodi
Pelepasan mediator
(histamin, bradikinin, anafilaktoxin)
12
Permeabilitas kapiler
Sekresi Mukus
Produksi mukus
Edema mukosa
Hipersekresi
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal
pada dinding bronkhioulus kecil maupun merangsang sekresi mukus yang kental
dalam lumen bronkhioulus juga disertai spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. 7
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan
obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru
menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. 5,7
13
Gambar 2 : Patogenesis
Asma 7
f. Gambaran Klinis
Gambaran klinis asma bronkial adalah sesak nafas, serangan episodik batuk,
dan mengi, disertai rasa gelisah. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti
rasa berat di dada, dan pada asma alergik kadang disertai pilek atau bersin. Meskipun
pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya
pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. 5
Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada,
takikardi dan pernafasan cepat dangkal. 5
Ringan
Aktivitas
Sedang
Berat
Dapat berjalan
Jalan terbatas
Sukar berjalan
Dapat Berbaring
Duduk
membungkuk ke
depan
Bicara
Beberapa kalimat
Kalimat terbatas
Kesadaran
Mungkin
terganggu
Biasanya
terganggu
Biasanya terganggu
Frekuensi napas
Meningkat
Meningkat
Relaksasi otot
otot bantu napas
Umumnya tidak
ada
Ada
Mengi
Lemah sampai
sedang
Keras
Keras
Frekuensi nadi
<100
100 120
>120
Pulsus paradoksus
APE sesudah
bronkodilator (%
prediksi)
>80 %
60 80%
<60%
Pa CO2
< 45 mmHg
< 45 mmHg
< 45 mmHg
15
SaO2
>95%
91 95%
<90%
g. Diagnosis
Diagnosis asma bronkial didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk,
sesak, mengi, atau rasa berat di dada. Tetapi kadang-kadang pasien hanya mengeluh
batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan
jasmani. 5,6,7
Yang perlu diketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan. Dengan
mengetahui faktor pencetus, kemudian menghindarinya maka diharapkan gejala asma
dapat dicegah. 5,7
Gejala asma sangat bervariasi dari suatu individu ke individu lain, dan bahkan
bervariasi pada individu sendiri misalnya gejala pada malam hari lebih sering muncul
dibandingkan siang hari. 5,7
h. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis pada penderita asma, keadaan umum penderita tampak
sesak nafas dan gelisah dimana penderita lebih nyaman dalam posisi duduk,
pernafasan cepat dengan ekspirasi memanjang sampai sianosis. 5
Pada dinding toraks akan terlihat lebih mengembang dengan diafragma
terdorong kebawah, dan pada auskultasi akan terdengar bunyi wheezing (mengi).
Penderita juga menggunakan otot-otot bantu pernafasan untuk memaksimalkan
proses ekspirasi akibat tidak terjadinya pertukaran gas secara normal. 5,7
i. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
16
Pemeriksaan
spirometri
dilakukan
sebelum
dan
sesudah
pemberian
18
Gambaran Klinis
Fungsi Paru
Pengobatan
Gejala intermitten < Nilai APE dan Inhalasi agonis beta 2,
1x perminggu,
VEP1 >80%
Kortikosteroid
Serangan singkat,
Variabilitas
(eksaserbasi).
oral
serangan
gejala
dan
Persisten
ringan
VEP1 >80 %,
pendek
jangka
obat
anti
30%.
19
Persisten
sedang
antara agonis
60-80%
hari
beta
> 1x seminggu.
30%
Persisten
Gejala terus-menerus,
inhalasi.
Nilai APE dan Setiap
hari
berat
Sering
serangan,
Variabilitas
jangka
pendek,
memakai
jangka
pendek + kortikosteroid
memakai
agonis beta 2,
Bronkodilator
jangka
pendek + kortikosteroid
sering,
Aktivitas
fisik
Bronkodilator
terbatas.
jangka
panjang + kortikosterois
oral jangka panjang.
inflamasi
serta
mencegah
kekambuhan
dengan
memberikan
kortikosteroid sistemik. 5
a. Pemberian oksigen 1-3 liter/ menit, diusahakan sampai Sa O 2 92%, sehingga
bila penderita telah mencapai Sa O2 92% sebenarnya tidak lagi membutuhkan
inhalasi oksigen.
b. Bronkodilator khususnya agonis beta 2 (kerja pendek) secara inhaler atau
nebulizer 2-4 kali setiap 20 menit.
c. Kortikosteroid sistemik (prednisolon) diberikan bila respons terhadap agonis beta
2 hirup tidak memuaskan dosis antara 0,5-1 mg/KgBB secara IM.
20
21