Sie sind auf Seite 1von 20

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA


Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Bedah di
Ruang 12 RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang

OLEH:
Reza Fitra Kusuma Negara
NIM. 120070300011074

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013

A. Definisi Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2006) cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala yang bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi
fisik. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena
trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena
robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragi, serta
edema cerebral di sekitar jaringan otak (B.Batticaca, 2008).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius di antara penyakit
neurologik dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya
(Smeltzer & Bare 2001).
B. Penyebab Cedera Kepala
Cedera kepala disebabkan oleh: (Ginsberg, 2007)
1.
Kecelakaan lalu lintas
2.
Jatuh
3.
Trauma benda tumpul
4.
Kecelakaan kerja
5.
Kecelakaan rumah tangga
6.
Kecelakaan olahraga
7.
Trauma tembak dan pecahan bom
C. Manifestasi Klinis Cedera Kepala
1.
Nyeri yang menetap atau setempat.
2.
Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3.
Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di
bawah konjungtiva, memar di atas mastoid (tanda battle), otoreaserebrospinal (cairan
cerebrospinal keluar dari telinga), minoreaserebrospiral (cairan cerebrospinal keluar
dari hidung).
4.
Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5.
Penurunan kesadaran.
6.
Pusing/berkunang-kunang.
7.
Peningkatan TIK
8.
Dilatasi pupil atau paralysis ekstremitas.
9.
Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
D. Klasifikasi Cedera Kepala
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi
dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala. (IKABI,
2004).
1.
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu
a. Cedera kepala tumpul.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,
jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan
dekselerasi yang menyebabkan otak bergerak di dalam rongga kranial dan
melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.
b. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan (IKABI, 2004).

2.

Berdasarkan morfologi cedera kepala


Cedera kepala menurut Tandian (2011) dapat terjadi di area tulang tengkorak yang
meliputi
a. Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit
kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin,
connective tissue dan perikranii. Di antara galea aponeurosis dan periosteum
terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang.
Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini
banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan
yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.
b. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi
1). Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata
pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala.
Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang
kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan
tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.
2). Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg
tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8 kepala. Jenis
fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum
menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada
sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural.
3). Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu
fragmen dalam satu area fraktur.
4). Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar
yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur
impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi
pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi,
jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna
segmen tulang yang sehat.
5). Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang
merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak
anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur
fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii
dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan
daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang
dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat
menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran
cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak
(meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign
(fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batles sign (fraktur
basis kranii fossa media). Kondisi ini juga 9 dapat menyebabkan lesi saraf
kranial yang paling sering terjadi adalah gangguan saraf penciuman
(N.olfactorius), saraf wajah (N.facialis) dan
saraf pendengaran

(N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi


pencegahan peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak misalnya
dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan yang tidak menyebabkan
sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan telinga, jika perlu
dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda bloody/
otorrhea/otoliquorrhea.
Pada
penderita
dengan
tanda-tanda
bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan
kepala miring ke posisi yang sehat.
c. Cedera kepala di area intrakranial
Menurut Tobing (2011) diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan cedera otak
difus. Cedera otak fokal yang meliputi.
1). Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH) Epidural hematom (EDH)
adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula
interna tulangtengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat
menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa
jam dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis kontralateral
dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit
kepala, muntah, kejang dan hemiparesis.
2). Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang
terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil
dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh
hemisfir otak. Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan 10
prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan epidural.
3). Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik
Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih
dari 3 minggu setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut
dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu
terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang
bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke
dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan
lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti
dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi
proses degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya
cairan hipertonis yang dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan ini
terjadi maka akan menarik likuor diluar membran masuk kedalam membran
sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat
ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan
berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA
(transient ischemic
attack).disamping itu dapat terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti
kelemahan otorik dan kejang.
4). Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen
yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan
disebabkan oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak,
tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang
menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di
parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis
yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya 11 penurunan kesadaran.
Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi
dari trauma yang dialami.

3.

5). Perdarahan subarahnoid traumatika (SAH)


Perdarahan subarahnoid diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal
baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki
ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan subarahnoid (PSA).
Luasnya PSA menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga
menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan memicu terjadinya
vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan
manifestasi edema cerebri.
Berdasarkan beratnya
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer, 2000) dapat
diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan menjadi
a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15
Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
1). Tidak ada kehilangan kesadaran
2). Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
3). Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
4). Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 13
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang
sesuai dengan pernyataan yang di berikan
1). Amnesia paska trauma
2). Muntah
3). Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebrospinal)
4). Kejang
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1). Penurunan kesadaran secara progresif
2). Tanda neorologis fokal
3). Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(Mansjoer, 2000)

E. Patofisiologi Cedera Kepala


Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50-60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15% dari cardiac output. Trauma kepala menyebabkan
perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan

vaskuler dan edema paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, di mana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol
otak tidak begitu besar.

F. Pathway

Kecelakaan

Cedera sekunder/tidak langsung

Cedera primer/langsung

Kerusakan saraf otak


Laserasi

Aliran Darah Otak


Suplai nutrisi ke otak

As. Laktat

Vasodilatasi cerebri

Aliran Darah Otak


Penekanan pembuluh darah
dan jaringan cerebral

Perubahan metabolism anaerob

Produk ATP

Hipoksia

Energi berkurang

Edema jaringan otak

Fatigue

Pe TIK: mual,
muntah

Nyeri Akut

Kelemahan Fisik

Ggn mobilitas fisik

Ggn. Persepsi sensori

Gangguan perfusi jaringan


Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh

G. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999) pada cedera
kepala meliputi :
1.
Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa ini
penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetatife

2.

3.

4.

5.

state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan
sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari satu tahun jarang sembuh.
Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali
kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini
berkembang menjadi epilepsy
Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena
keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain
Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan
kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala mengalami masalah
kesadaran.
Penyakit Alzheimer dan Parkinson
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer tinggi
dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan
keparahan cedera.

H. Penatalaksanaan Cedera Kepala


1. Terapi diuretik
Diuretik osmotic (mannitol 20)
Loop diuretic (furosemide)
2. Terapi Barbiturat (Phenobarbital)
Terapi ini diberikan pada kasus yang tidak responsif terhadap terapi di atas.
Cara pemberian : Bolus 10 mg / kg BB IV selama jam dilanjutkan 2 3 mg/kg BB IV
selama 3 jam, lalu 1 mg/kg BB/ jam setelah TIK terkontrol < 20 mmHg. Kemudian
diturunkan secara bertahap selama 3 hari.
3. Steroid
Berkhasiat mengurangi edema serebri pada tumor otak tetapi pada cedera kepala belum
terbukti.
4. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambah edema serebri
dengan jumlah cairan 1500-2000 cc / hari diberikan secara parenteral. Sebaiknya
diberikan cairan koloid seperti NaCl 0,9 %, Ringer Laktat. Jangan diberikan cairan yang
mengandung glukosa karena akan menambah edema otak.
I.

Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui
adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial

10. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat


peningkatan tekanan intrkranial
11. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
A. Aktivitas dan Istirahat
Mayor : lemah, kaku, hilang keseimbangan
Minor : perubahan kesadaran, letargi, hemiparase, ataksia cara berjalan tak tegap,
kehilangan tonus otot
B. Sirkulasi
Mayor : perubahan tekanan darah atau nomal (hipertensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi, disritmia)
C. Integritas Ego
Mayor : perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Minor : cemas, mudah tersinggung, agitasi, bingung, depresi, impulsif
D. Eliminasi
Mayor : inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan fungsi
E. Makanan/Cairan
Mayor : mual, muntah, dan perubahan selera makan
Minor : muntah, gangguan menelan (batuk, air liur, disfagia)
F. Neurosensori
Mayor : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar jawaban, vertigo,
sinkope, tinitus, perubahan dalam penglihatan (diplopia, fotofobia)
Minor : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi), perubahan pupil (respon terhadap cahaya,
simetri), deviasi pada mata, kehilangan penghindraan, wajah tidak simetri,
genggaman lemah, apraksia, hemiparase, kejang, sangat sensitive terhadap
sentuhan dan gerakan
G. Nyeri/kenyamanan
Mayor : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda
Minor : wajah menyeringi, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah tidak bisa istirahat, merintih
H. Pernapasan
Mayor : perubahan pola napas, stridor, ronki, mengi positif
I. Keamanan
Mayor : trauma baru karena kecelakaan
Minor : fraktur/dislokasi, gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, demam

II. Analisa Data


N

DATA

O
1.

Subjektif (S)
Objektif (O)

PROBLEM

ETIOLOGI

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Gangguan perfusi jaringan

Penekanan pembuluh darah

Gangguan

cerebral

dan jaringan cerebral

berhubungan

perfusi

jaringan

dengan

cerebral
penekanan

pembuluh darah dan jaringan cerebral

1. Perubahan

kesadaran

ditandai dengan

sampai

koma,

perubahan

1. Perubahan kesadaran sampai koma,

status

mental

(orientasi,

perubahan status mental (orientasi,

perhatian,

kewaspadaan, perhatian, konsentrasi),

kewaspadaan,
konsentrasi),
pupil

(respon

cahaya,
pada

perubahan

simetri),

kehilangan penghindraan, genggaman

genggaman
apraksia,

hemiparase.
2. perubahan tekanan darah
(hipertensi),

perubahan frekuensi jantung


(bradikardi, takikardi yang
diselingi dengan bradikardi,
disritmia)
3. gangguan

terhadap

deviasi

penghindraan,

nomal

(respon

cahaya, simetri), deviasi pada mata,

kehilangan

atau

pupil

terhadap

mata,

lemah,

perubahan

kognitif,

gangguan rentang gerak,


tonus otot hilang, demam

lemah, apraksia, hemiparase.


2. perubahan tekanan darah atau nomal
(hipertensi),
jantung

perubahan

(bradikardi,

frekuensi

takikardi

yang

diselingi dengan bradikardi, disritmia)


3. gangguan kognitif, gangguan rentang
gerak, tonus otot hilang, demam

Subjektif (S)
1. Merintih
2. sakit kepala

Gangguan rasa nyaman :

Peningkatan

tekanan

nyeri akut

kranial : mual muntah

intra

Gangguan rasa nyaman : nyeri akut


berhubungan

dengan

peningkatan

dengan

tekanan intra kranial : mual muntah

intensitas dan lokasi

ditandai dengan merintih, sakit kepala

yang berbeda

dengan

intensitas
wajah

dan

lokasi

Objektif (O)

berbeda,

1. wajah menyeringi, respon

menarik pada rangsangan nyeri yang


hebat,

nyeri yang hebat, gelisah

frekuensi jantung (bradikardi, takikardi


yang

diselingi

tidak

bisa

respon

menarik pada rangsangan


tidak bisa istirahat.
2. frekuensi jantung

gelisah

menyeringi,

yang

dengan

istirahat.
bradikardi,

disritmia).

(bradikardi, takikardi yang


diselingi dengan bradikardi,
3

disritmia)
Subjektif (S)

Gangguan mobilitas fisik

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik berhubungan

Objektif (O)

dengan kelemahan fisik ditandai dengan

1. lemah, kaku, hilang

lemah,

keseimbangan
2. perubahan kesadaran,

perubahan

letargi
3. Hemiparase
4. Ataksia cara berjalan tak
tegap
5. Kehilangan tonus otot
6. gangguan rentang gerak
7. perubahan kesadaran
sampai koma

kaku,

hilang

keseimbangan,

kesadaran,

letargi,

hemiparase, ataksia cara berjalan tak


tegap kehilangan tonus otot dan gangguan
rentang gerak serta perubahan kesadaran
sampai koma

Subjektif (S)

Gangguan Persepsi
sensori

Objektif (O)
1. perubahan

tingkah

Peningkatan

tekanan

intra

kranial : mual muntah

Gangguan persepsi sensori berhubungan


dengan peningkatan tekanan intra kranial :

laku

mual muntah ditandai dengan perubahan

atau kepribadian (tenang

tingkah laku atau kepribadian (tenang atau

atau

dramatis)

dramatis)

misalnya

misalnya

cemas,

mudah

cemas, mudah tersinggung,

tersinggung, agitasi, bingung, depresi,

agitasi, bingung, depresi,

impulsive, wajah tidak simetri, genggaman

impulsive
2. wajah
tidak

simetri,

genggaman

lemah,

apraksia,
kejang,

lemah,

terhadap

kejang,

gerakan, serta perubahan status mental


(orientasi,

sensitive

sentuhan

hemiparase,

sangat sensitive terhadap sentuhan dan

hemiparase,
sangat

apraksia,

kewaspadaan,

perhatian,

konsentrasi),

dan

gerakan
3. perubahan status mental
(orientasi,
5

kewaspadaan,

perhatian, konsentrasi),
Subjektif (S)
Objektif (O)

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

Peningkatan

tekanan

kranial : mual, muntah

intra

Nutrisi

kurang

berhubungan

dari

kebutuhan

dengan

tubuh

peningkatan

1. perubahan kesadaran

tekanan intra kranial : mual, muntah

sampai koma
2. mual, muntah, dan

ditandai dengan perubahan kesadaran

perubahan selera makan


3. muntah, gangguan
menelan (batuk, air liur,
disfagia)

III. Intervensi keperawatan

sampai

koma,

mual,

muntah,

dan

perubahan selera makan dan gangguan


menelan (batuk, air liur, disfagia).

TUJUAN DAN KRITERIA

DIAGNOSA

KEPERAWATAN

1.

Gangguan perfusi jaringan

Tujuan :

Mandiri :

Mandiri :

berhubungan

dengan

Setelah di lakukan tindakan

1. Monitor dan catat status neurologis

1. Refleks

pembuluh

keperawatan selama 3 x 24

jaringan

jam dapat mempertahankan

kesadaran,

cerebral ditandai dengan

dan

menentukan

1. Perubahan kesadaran

kesadaran fungsi motorik klien

berespon

penekanan
darah

dan

INTERVENSI

HASIL

memperbaiki

RASIONAL

dengan menggunakan metode GCS.

tingkat

membuka

mata

menentukan pemulihan tingkat


respon

motorik

kemampuan

terhadap

stimulus

sampai

koma,

eksternal dan indikasi keadaan

perubahan

status

kriteria hasil :

kesadaran yang baik, Reaksi

Tanda-tanda vital stabil, tidak

pupil

ada peningkatan intrakranial.

kranial oculus motorius dan

mental

(orientasi,

kewaspadaan,

digerakan

oleh

perhatian,

untuk

konsentrasi),

batang otak dan Pergerakan

perubahan

menentukan

saraf
refleks

pupil

mata membantu menentukan

(respon

terhadap

area cedera dan tanda awal

cahaya,

simetri),

deviasi

pada

mata,

kehilangan

menit.

penghindraan,
genggaman

lemah,

apraksia, hemiparase.
2. perubahan
darah

atau

tekanan
nomal

(hipertensi), perubahan
frekuensi

2. Monitor tanda-tanda

jantung

vital tiap 30

peningkatan

tekanan

intracranial

adalah

terganggunya abduksi mata.


2. Peningkatan
sistolik
dan
penurunan

diastolik

serta

penurunan tingkat kesadaran


dan tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial. Adanya
pernapasan
indikasi

yang

irreguler

terhadap

adanya

peningkatan

metabolisme

(bradikardi,

takikardi

sebagai

yang diselingi dengan


bradikardi, disritmia)
3.gangguan

3. Tinggikan posisi kepala 15 30

kognitif,

derajat dengan posisi midline untuk

rentang

menurunkan tekanan vena jugularis.

gangguan
gerak,

infeksi.

tonus

Untuk

tanda-tanda

terhadap
mengetahui

keadaan

syok

akibat perdarahan.
3. Perubahan kepala pada satu
sisi

otot

reaksi

dapat

menimbulkan

penekanan pada vena jugularis

hilang, demam

dan menghambat aliran darah


4. Hindari
muntah,

batuk

yang

mengedan,

pengukuran

urin

berlebihan,
pertahankan

dan

hindari

konstipasi yang berkepanjangan.


Kolaborasi :
1. Berikan

otak,

untuk

itu

dapat

meningkatkan

tekanan

intrakranial.
4. Dapat mencetuskan
otomatik

respon

penngkatan

intracranial
oksigen

sesuai

kondisi pasien.
2. Berikan
obat-obatan

dengan
yang

Kolaborasi :
diindikasikan dengan tepat dan benar
1. Dapat menurunkan hipoksia otak.
(kolaborasi).
2. Membantu
tekanan

menurunkan
intrakranial

secara

biologi / kimia seperti osmotik


diuritik untuk menarik air dari
sel-sel otak sehingga dapat
menurunkan

udem

otak,

steroid (dexametason) untuk


menurunkan

inflamasi,

menurunkan edema jaringan.

Obat

anti

kejang

untuk

menurunkan kejang, analgetik


untuk menurunkan rasa nyeri
efek negatif dari peningkatan
2

Gangguan rasa nyaman :


nyeri akut berhubungan
dengan

peningkatan

tekanan intra kranial :


mual

muntah

dengan

ditandai

merintih,

sakit

kepala dengan intensitas


dan lokasi yang berbeda,
wajah menyeringi, respon
menarik

pada

rangsangan nyeri yang


hebat, gelisah tidak bisa
istirahat.
jantung
takikardi
dengan
disritmia).

frekuensi
(bradikardi,
yang

Tujuan :
Mandiri :
Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 1. Mempertahankan bedrest selama fase
jam nyeri teratasi
akut.
kriteria hasil :
2. Berikan
tindakan
nonfarmakologi
1. Nyeri hilang/ erkontrol.
untuk menghilangkan sakit kepala,
2. Mengikuti regimen
misalnya kompres dingin pada dahi,
3. farmakologi
yang
pijat punggung dan leher, tenang,
diresepkan.
redupkan
lampu
kamar, tehnik
4. Menunjukkan penurunan
relaksasi,
dan
aktivitas
waktu
dalam
tanda-tanda
senggang
intoleransi fisiologi
3. Hilangkan./minimalkan
aktivitas
vasokonstriksi
yang
dapat
meningkatkan sakit kepala, misalnya
mengejan saat BAB, batuk panjang,
dan membungkuk.
4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai
kebutuhn.

diselingi

bradikardi,
5. Berikan cairan, makanan lunak,
perawatan mulut yang teratur bila
terjadi perdarahan hidung atau
kompres hidung telah dilakukan untuk
menghentikan perdarahan.

tekanan intrakranial.
Mandiri :
1. Meminimalkan
stimulasi/meningkatkan
relaksasi.
2. Tindakan yang menurunkan
tekanan vascular serebral dan
yang memperlambat/memblok
respon simpatis efektif dalam
menghilangkan sakit kepala
dan komplikasinya.
3. Aktivitas yang meningkatkan
vasokonstriksi menyebabkan
sakit kepala pada adanya
peningkatan tekanan vascular
serebral.
4. Pusing dan penglihatan kabur
sering berhubungan dengan
sakit kepala. Pasien juga dapat
mengalami episode hipotensi
postural.
5. Meningkatkan
kenyamanan
umum. Kompres hidung dapat
mengganggu menelan atau
membutuhkan nafas dengan
mulut, menimbulkan stagnasi
sekresi oral dan mengeringkan
membrane mukosa.

Kolaborasi :
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi :

Analgesik.

Antiansietas, misalnya lorazepam


(ativan), diazepam (valium).
Mandiri :

3.

Gangguan mobilitas fisik

Tujuan :

berhubungan

setelah di lakukan tindakan 1. Ubah posisi tiap 2 jam

dengan

kelemahan fisik ditandai

keperawatan selama 3 x 24

dengan

lemah,

jam

hilang

keseimbangan,

perubahan

kaku,

kesadaran,

letargi,

hemiparase,

masalah

gangguan

mobilitas fisik teratasi


kriteria hasil :
1. Tidak ada kontraktur atau

ataksia cara berjalan tak

foot drop

tegap kehilangan tonus

2. Kontraksi otot membaik

otot

3.

dan

rentang

gangguan

gerak

perubahan
sampai koma

Mobilisasi bertahap

2. Pasang trochanter roll pada daerah


yang lemah
3. Lakukan ROM pasif atau aktif sesuai
kemampuan dan jika TTV stabil

Menurunkan/mengontrol nyeri dan


menurunkan rangsangan system
saraf simpatis.
Dapat mengurangi tegangan dan
ketidaknyamanan yang diperberat
oleh stress.
Mandiri :
1. Menurunkan

resiko

terjadi

iskemia/trauma jaringan
2. Mencegah

terjadinya

subluksasio lengan
3. Meningkatkan

menurunkan

resiko

trauma mencegah
klien
5. Pantau tingkat kemampuan mobilisasi 4. Partisipasi
keluarga

dapat

4. Libatkan keluarga dalam memobilisasi

klien dan pantau kekuatan otot

serta

darah,

vaskularisasi

memberikan

terapi

yang

konsisten

kesadaran

5. Mengindentifikasi kekuatan dan


Kolaborasi :
Kolaborasi dengan fisioterapis

dapat

memberikan

mengenai

informasi

pemulihan

dan

pemilihan intervensi kontraktur


dan meminimalkan atrofi otot.
Kolaborasi :
Meningkatkan vaskularisasi darah,
melatih keseimbangan, koordinasi
dan kekuatan.

4.

Gangguan

persepsi

sensori

berhubungan

dengan

peningkatan

tekanan intra kranial :


mual

muntah

dengan
tingkah

ditandai
perubahan

laku

atau

Tujuan :

Mandiri :

Setelah di lakukan tindakan


keperawatan selama 3 x 24
jam

masalah

Ciptakan

Mandiri :
suasana

lingkungan

yang

1. Menurunkan

nyaman

stimulasi

Bicara dengan tenang dan perlahan

misalnya

2. Klien

cemas,
tersinggung,
bingung,
impulsive,

mudah
agitasi,

diberikan

yang

perhatian
Cari

tahu

proses

patogenesis

yang

mendasari

genggaman

lemah,

apraksia,

3. Kesadaran

mental

Evaluasi adanya gangguan persepsi:

atau

masalah

akan

tipe/daerah

penglihatan, taktil

perawatan
4. Munculnya gangguan presepsi
berdampak

terhadap

kemmapuan penerimaan klien


Evaluasi

kemampuan

membedakan

panas-dingin, posisi dan proprioseptik

terhadap lingkungan sekeliling


5. Penurunan kesadaran sensorik

(orientasi,

dan

kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi)

rentang

mengkaji defisit spesifik dan

sangat sensitive terhadap


serta perubahan status

dalam

yang terkena membantu dalam

kejang,

sentuhan dan gerakan,

mengalami

pemahaman

tidak

simetri,
hemiparase,

Klien dapat mengetahui dan

depresi,
wajah

mungkin

keterbatasan
benda

inteprertasi

lingkungan

kriteria hasil :

membedakan

yang

menimbulkan

kebingungan

kepribadian (tenang atau


dramatis)

penglihatan

dapat

perubahan

persepsi-sensori teratasi.

sejumlah

kerusakan

berpengaruh
Catat adanya proses hilang perhatian
terhadap salah satu sisi tubuh dan

yang terlupakan

buruk

pada

keseimbangan posisi tubuh


6. Adanya

libatkan keluarga untuk membantu


mengingatkan
Ingatkan untuk menggunakan sisi tubuh

kinetik

agnosia

mengarah

pada kerusakan unilateral


7.

Memberikan
penglihatan

dan

stimulus
sentuhan

Lakukan validasi terhadap persepsi klien


dan lakukan orientasi kembali

pada sisi yang terlupakan


8. Membantu

klien

mengidentifikasi
ketidakkonsistenan
presepsi
5.

Nutrisi

kurang

kebutuhan
berhubungan

dari

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan

dengan

keperawatan selama 3x 24

peningkatan tekanan intra

jam masalah gangguan nutrisi

kranial : mual, muntah

kurang dari kebutuhan teratasi

ditandai
perubahan
sampai

dengan

kesadaran 1. Tidak
koma,

mual,

muntah, dan perubahan

ada

1. Timbang

berat

badan

secara 1. Mengevaluasi keefektifan dalam

berkala

pemberian nutrisi
2. Mengkaji bila terjadi perubahan

2. Observasi tanda-tanda vital

yang signifikan
3. Beri makan melalui NGT

Kriteria hasil :

intergritas

stimulus
Mandiri :

Mandiri :

tubuh

dan

dari

3. Klien dengan SNH sehingga

tanda-tanda

mengalami permasalahan pada

malnutrisi
2. Berat badan dalam batas

reflek menelan sehingga sakit


menelan atau tidak ada kontrol

normal
selera
makan
dan
3. Konjungtiva ananemis
gangguan
menelan 4. Tonus otot baik

dari

klep

sehingga

dibantu

dengan selangk makanan agar

(batuk, air liur, disfagia).

asupan
4. Hitung kebutuhan nutrisi perhari
dan catat intake makanan
5. Kaji
fakor
penyebab
mempengaruhi

yang

kemampuan

kedalam tubuh
4. Menentukan

pemilihan

intervensi yang sesuai


yang masuk kedalam tubuh

Koaborasi :
Albumin,

masuk

5. Mengidentifikasi jumlah nutrisi

menerima makan/minum
Kolaborasi

makanan

:
BUN),

konsul ahli gizi

Pemeriksaan
pemasangan

lab(Hb,
NGT,

Kolaborasi :
Mengidentifikasi nutrisi, kebutuhan
organ dan respon terhadap terapi

nutrisi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta : EGC

Das könnte Ihnen auch gefallen