Sie sind auf Seite 1von 26

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Perilaku Antisosial
1.1 Pengertian Perilaku Antisosial
Penderita antisocial personality disorder (perilaku antisosial) adalah orangorang paling dramatik atau orang yang menunjukkan sifat-sifat yang ada dalam
dirinya secara berlebihan yang ditemui klinisi dalam praktiknya. Mereka ditandai
oleh adanya riwayat tidak mau mematuhi norma-norma sosial. Mereka melakukan
tindakan-tindakan yang bagi kebanyakan orang tidak dapat diterima. Individuindividu dengan gangguan kepribadian antisosial cenderung memiliki riwayat
panjang untuk pelanggaran hak-hak orang lain (Widiger dan Corbitt, 1995).
Robert Hare mendeskripsikan mereka sebagai predator sosial yang menawan
hati, memanipulasi, dan menerjang apa saja dengan kejam dalam menjalani
kehidupannya. Sama sekali tidak memiliki hati nurani dan empati, mereka dengan
semena-mena mengambil apa saja yang mereka inginkan dan melakukan apa saja
yang mereka senangi, melanggar norma-norma dan ekspektansi sosial tanpa secuil
pun rasa bersalah atau penyesalan (Hare, 1993).
Remaja sering dideskripsikan agresif karena mengambil apa saja yang mereka
inginkan, tanpa peduli persaan orang lain. Mereka sering tidak melihat perbedaan
antara kebenaran dan kebohongan ucapannya demi mencapai tujuannya. Mereka
tidak menunjukkan penyesalan atau peduli pada efek-efek tindakannya yang
kadang-kadang sangat merusak.

Universitas Sumatera Utara

Orang dengan perilaku antisosial (Antisocial Personal Disorder) secara


persisten melakukan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering
melanggar hukum. Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, impulsive,
serta gagal membina komitmen interpersonal dan pekerjaan. Walaupun
perempuan lebih cenderung untuk mengembangkan gangguan kecemasan dan
depresi dibandingkan laki-laki, laki-laki lebih cenderung menerima diagnosis
gangguan perilaku antisosial dibandingkan perempuan (Robins, Locke, & Reiger,
1991) dalam Nevid, dkk 2005.
Perilaku antisosial seringkali disebut kepribadian psikopatik yaitu, tampak
hanya sedikit sekali mempunyai rasa tanggung jawab, moralitas, atau perhatian
pada orang lain. Perilaku hampir seluruhnya ditentukan oleh kepentingan mereka
sendiri (Rahmat, 2009).
Para penderita gangguan ini memiliki ciri berikut : perkembangan moral
mereka terhambat; mereka tidak mampu mencontoh perbuatan-perbuatan yang
diterima masyarakat (socially desirable behavior); kurang dapat bergaul dan
kurang tersosialisasi, dalam arti tidak mampu mengembangkan kesetiaan pada
orang, kelompok, maupun nilai-nilai sosial yang berlaku, maka mereka sering
bentrok dengan masyarakat (Supratiknya, 1995).
Individu dengan perilaku antisosial biasanya secara terus menerus melakukan
tingkah laku kriminal atau antisosial, namun tingkah laku ini tidak sama dengan
kriminalitas. Gangguan perilaku ini lebih menekankan pada ketidakmampuan
individu untuk mengikuti norma-norma sosial yang ada selama perkembangan
remaja dan dewasa (Sukarlan, 2005).

Universitas Sumatera Utara

1.2 Kriteria Perilaku Antisosial


Fitur-fitur gangguan perilaku antisosial (Durand, 2006) meliputi :

Berumur paling sedikit 18 tahun dan telah menunjukkan pola pervasif dari
sikap tidak peduli dan pelanggaran hak-hak orang lain sejak umur 15
tahun.

Tidak mematuhi norma-norma sosial, terbukti dari tindakan-tindakan


melanggar hukum yang dilakukannya.

Suka memperdaya orang lain, termasuk berbohong, menggunakan namanama alias, atau menipu orang lain untuk memperoleh keuntungan atau
kesenangan

Impulsivitas atau tidak mampu membuat rencana kedepan.

Iritabilitas atau agresivitas seperti sering ditunjukkan oleh seringnya


berkelahi atau melakukan penyerangan.

Tidak peduli pada keselamatan orang lain.

Secara konsisten tidak bertanggung jawab dalam pekerjaan atau dalam


membayar tagihan.

Tidak menyesal karena telah menyakiti orang lain.

Ada tanda gangguan yang muncul sebelum umur 15 tahun.

Tidak muncul secara ekslusif selama perkembangan skizofrenia atau


selama episode manik.

Universitas Sumatera Utara

Ciri-ciri diagnostik dari gangguan perilaku antisosial dalam (Nevid, 2003) :


a. Paling tidak berusia 18 tahun
b. Ada bukti gangguan perilaku sebelum usia 15 tahun, ditunjukkan dengan
pola perilaku seperti membolos, kabur, memulai perkelahian fisik,
menggunakan senjata, memaksa seseorang untuk melakukan aktivitas
seksual, kekejaman fisik pada seseorang atau pada binatang, merusak atau
membakar bangunan secara sengaja, berbohong, mencuri atau merampok.
c. Sejak usia 15 tahun menunjukkan kepedulian yang kurang dan
pelanggaran terhadap hak-hak orang lain, yang ditunjukkan oleh perilaku
sebagai berikut:
1) Kurang patuh terhadap norma sosial dan peraturan hukum,
ditunjukkan dengan perilaku melanggar hukum yang dapat atau
tidak dapat mengakibatkan penahanan, seperti merusak bangunan,
terlibat dalam pekerjaan yang bertentangan dengan hukum,
mencuri atau menganiaya orang lain.
2) Agresif dan sangat mudah tersinggung saat berhubungan dengan
orang lain, ditunjukkan dengan terlibat dalam perkelahian fisik dan
menyerang orang lain secara berulang, mungkin termasuk
penganiayaan terhadap pasangan atau anak-anak.
3) Secara konsisten tidak bertanggung jawab, ditunjukkan dengan
kegagalan memepertahankan pekerjaan karena

ketidakhadiran

berulang kali, keterlambatan, mengabaikan kesempatan kerja atau


memperpanjang periode pengangguran meski ada kesempatan

Universitas Sumatera Utara

kerja, dan kegagalan untuk mematuhi tanggung jawab keuangan


seperti gagal membiayai anak atau membayar hutang dan atau
kurang dapat bertahan dalam hubungan monogami.
4) Gagal membuat perencanaan masa depan atau impulsivitas, seperti
ditunjukkan oleh perilaku berjalan-jalan tanpa pekerjaan atau
tujuan yang jelas.
5) Tidak menghormati kebenaran, ditunjukkan dengan berulang kali
berbohong, memperdaya, atau menggunakan orang lain untuk
mencapai tujuan pribadi atau kesenangan.
6) Tidak menghargai keselamatan diri sendiri atau keselamatan orang
lain, ditunjukkan dengan berkendaraan saat mabuk atau berulang
kali mengebut.
7) Kurangnya penyesalan atas kesalahan yang dibuat, ditunjukkan
dengan ketidakpedulian akan kesulitan akan kesulitan yang
ditimbulkan pada orang lain, dan atau membuat alas an untuk
kesulitan tersebut

1.3 Faktor- faktor penyebab perilaku antisosial


(Nolen, 2007) menyebutkan faktor penyebab perilaku antisosial adalah
a. Kelainan genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap perilaku antisosial
b. Testosteron

Universitas Sumatera Utara

Sikap agresif dihubungkan dengan tingginya kadar testosteron,


kemungkinan lain dari tingginya kadar testosteron berpengaruh pada
perkembangan otak fetal yang akan mendukung terjadinya agresivisme.
c. Serotonin
Rendahnya kadar serotonin menyebabkan sikap impulsif.
d. Attention deficit/hyperactivity disorder
Anak-anak yang memiliki gangguan ini akan berkembang menjadi
perilaku antisosial dengan respon penolakan norma sosial dan
hukuman.
e. Fungsi eksekutif
Penderita gangguan perilaku antisosial mengalami defisit pada bagian
otak yang melibatkan fungsi eksekusi (perencanaan perilaku dan
pengontrolan diri)
f. Arousability
Rendahnya tingkat kecemasan menyebabkan tidak takut akan situasi
bahaya yang akan menyebabkan perilaku antisosial.
g. Faktor sosial kognitif
Anak dengan kecenderungan antisosial memiliki orangtua yang keras
dan sembrono, dan anak mengartikan situasi interpersonal ini sebagai
jalan yang mendukung sikap agresif.
Menurut (Nasir, A. & Muhith, A. , 2011) penyebab perilaku antisosial ini
berkaitan dengan peran keluarga. Kurangnya afeksi dan penolakan berat orangtua
merupakan penyebab utama perilaku antisosial. Selain itu juga disebabkan oleh

Universitas Sumatera Utara

tidak konsistennya orangtua dalam mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan


tanggung jawab terhadap orang lain. Orangtua yang sering melakukan kekerasan
fisik terhadap anaknya dapat menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat
disebabkan karena kehilangan orangtua. Selain itu, ayah dari penderita antisosial
kemungkinan memiliki perilaku antisosial. Faktor lingkungan di sekitar individu
yang buruk juga dapat menyebabkan gangguan ini.
Menurut teori biologis, gangguan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
sebagai berikut:
1. Kelebihan kromosom Y(laki-laki), menyebabkan pola XYY bukan XY
yang normal pada kromosom 23, tetapi teori ini tidak diterima.
2. Testosteron menjadi penyebab agresivitas laki-laki.
3. Adanya keabnormalan pada otak.
4. Karena kurang belajar dan perhatian yang neuropsikologis.
5. Karena faktor keturunan.
Sementara itu menurut teori psikologis, gangguan ini disebabkan oleh hal-hal
berikut:
1. Kondisi keluarga yang tidak harmonis dan ketidakkonsistenan dalam
pengasuhan anak.
2. Orangtua yang terlalu permisif dan kurang memperhatikan perilaku anak
yang tidak benar.
3. Orangtua yang tidak menunjukkan afeksi.
4. Pendidikan yang didapat kurang memadai.

Universitas Sumatera Utara

5. Adanya pendapat bahwa antisosial datang dari semua kelas sosial yang
ayahnya antisosial (Nasir, A. & Muhith, A. , 2011).

1.3.1 Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial terkait dengan


kecenderungan kenakalan remaja (Sumiati, 2009) :
a. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson, masa
remaja ada pada tahap dimana krisis identitas versus difusi identitas harus
diatasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua
bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya
perasaan akan konsistensi dalam kehidupan dan (2) tercapainya identitas
peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai,
kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut
dari remaja.
Erikson percaya bahwa deliquensi pada remaja terutama ditandai dengan
kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan
aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki
masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka
dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat
mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada
mereka, mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negative.
Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak

Universitas Sumatera Utara

kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya
untuk membentuk suatu identitas walaupun identitas tersebut negatif.
b. Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk
mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku.
Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial
yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan
remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat
diterima dan tingkah laku yang tidak dapat, namun remaja yang
melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal
membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan
antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai
dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku
mereka. Hasil penelitian yang dilakukan Santrok (1996) menunjukkan
bahwa ternyata kontrol diri mempunyai diri mempunyai peranan penting
dalam kenakalan remaja.
Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi
yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan
dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki
keterampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada
menurunnya tingkat kenakalan remaja.

Universitas Sumatera Utara

c. Usia
Munculnya tingkah laku antisosial di usia dini berhubungan dengan
penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua
anak yang bertingkah laku seperti hasil penelitian dari McCord(Kartono,
2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja
nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya.
d. Jenis Kelamin
Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku antisosial daripada
perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya
jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang
diperkirakan 50 kali lipat daripada geng remaja perempuan.
e. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang
rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah
tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai
mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai
motivasi untuk sekolah. Umumnya remaja ini memiliki intelektual dan
prestasi yang rendah.
f. Proses Keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua
terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif dapat
menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Sikap orang tua yang terlalu

Universitas Sumatera Utara

memanjakan anak dapat mempengaruhi anak menjadi nakal,karena


kebiasaan orang tua yang selalu mengabulkan permintaan anaknya. Sikap
orang tua yang kurang memberi kasih sayang, juga akan mengakibatkan
anak sering melakukan tingkah laku yang menyimpang dari aturan-aturan
dan menentang orang tua, karena anak ingin mendapatkan perhatian dari
orang tuanya. Pola asuh yang tak konsisten, kadang permisif, kadang
otoriter secara tidak langsung melatih anak menjadi antisosial. Orangtua
sekarang bilang boleh besok tidak boleh tanpa alasan jelas. Akibatnya
anak akan membuat rencana sendiri untuk mengelabui orangtuanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekanya (dalam
Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak
memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak
efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam
menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga
atau stres yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan.
Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja,
meskipun persentasenya tidak begitu besar.
g. Pengaruh teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan
resiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock
(1996) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak
melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang

Universitas Sumatera Utara

lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan regular dengan teman
sebaya yang melakukan kenakalan.
Kelompok teman sebaya memberi pengaruh pada sikap, pembicaraan,
minat maupun tingkah laku anak, kadang-kadang lebih besar daripada
pengaruh keluarga. Anak dan remaja biasanya akan selalu berusaha
memenuhi aturan-aturan kelompok agar tetap dapat diterima di kelompok
sebayanya. Hal ini dilakukan hanya karena alasan solidaritas atau
kesetiakawanan serta kekompakan.
h. Kelas sosial ekonomi
Adanya kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari
kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah
remaja nakal diantara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan
daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50:1 (Kartono, 2003).
Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas social rendah
untuk mengembangkan keterampilan yang diterima oleh masyarakat.
Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian
dan status dengan cara melakukan tindakan antisocial. Menjadi tangguh
dan maskulin adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas
social yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh
keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan
diri setelah melakukan kenakalan.

Universitas Sumatera Utara

i. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal


Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan
remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan
remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan
memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka.
Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran,
dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Remaja yang hidup di
atas binaan orang-orang jahat (lingkungan preman, bandar narkoba,
perampok dan lain-lain) juga dapat menimbulkan perilaku antisosial.
Selain itu, lingkungan masyarakat yang kurang menentu bagi prospek
kehidupan yang akan datang, seperti masyarakat yang penuh spekulasi,
korupsi, manipulasi, gossip, isu-isu negatif, perbedaan yang terlalu
mencolok antara sikaya dan simiskin, perbedaan kultur, ras dan adat. Bisa
juga karena memang mereka.

2. Remaja
2.1 Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia
11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda
(Soetjiningsih, 2004). Di dalam Undang-Undang Kesejahteraan Anak, pengertian
remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah dan
dalam Undang-Undang Perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai

Universitas Sumatera Utara

umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat untuk tinggal.
Hampir sama dengan isi UU Perkawinan No 1 tahun 1974, anak dianggap sudah
remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk anak
perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.. WHO mendefenisikan remaja lebih
bersifat konseptual, ada tiga kriteria yaitu biologis, psikologik, dan sosial
ekonomi, dengan batasan usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap berbunyi
sebagai berikut:
a. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sumiati dkk, 2009).
Santrock (2003) memberikan batasan usia remaja terdiri dari masa remaja awal
(10-14 tahun), masa remaja pertengahan (15-16 tahun) dan masa remaja akhir (1717 tahun).
2.2 Karakteristik Masa Remaja
Karakteristik perkembangan normal yang terjadi pada remaja dalam
menjalankan tugas perkembangannya dalam mencapai identitas diri antara lain
menilai diri secara objektif dan merencanakan untuk mengaktualisasikan
kemampuannya. Dengan demikian pada fase ini, seorang remaja akan :
a. Menilai rasa identitas pribadi
b. Meningkatkan minat pada lawan jenis

Universitas Sumatera Utara

c. Menggabungkan perubahan seks sekunder ke dalam citra tubuh


d. Memulai perumusan tujuan okupasional
e. Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga
Hurlock(1994) mengemukakan berbagai ciri dari remaja, diantaranya adalah:
a. Masa remaja adalah masa peralihan
Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya
secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan
juga bukan seorang dewasa dan merupakan masa yang sangat strategis, karena
memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan menentukan
pola perilaku, nilai-nilai dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang diinginkannya.
b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan
Perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga
berkembang. Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu
perubahan emosi, perubahan peran dan minat, perubahan pola perilaku dan
perubahan sikap menjadi ambivalen.
c. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah
Masa remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi
karena tidak terbiasanya remaja menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa
meminta bantuan orang lain sehingga kadang-kadang terjadi penyelesaian yang
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
d. Masa remaja adalah masa mencari identitas
Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa
peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas dirinya sama dengan

Universitas Sumatera Utara

kebanyakan orang. Ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu,


sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan dirinya terhadap
kelompok sebaya.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan
Stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat
dipercaya, cenderung berperilaku merusak sehingga menyebabkan orang
dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Dengan adanya
stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit,
karena peran orangtua yang memiliki pandangan seperti ini akan mencurigai
dan menimbulkan pertentangan antara orangtua dengan remaja serta membuat
jarak diantara keluarga.
f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik
dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat apa
adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang diharapkan.
g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa
Usia belasan yang terus berjalan, membuat remaja semakin matang
berkembang dan berusaha memberi kesan seseorang yang hampir dewasa. Ia
akan memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang
dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.

Universitas Sumatera Utara

3. Perubahan Pada Remaja


3.1 Perubahan Fisik
Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anatomi dan aspek fisiologis, di
masa remaja kelenjar hipofise menjadi masak dan mengeluarkan beberapa
hormone gonotrop yang berfungsi untuk mempercepat pematangan sel telur dan
sperma,

serta

mempengaruhi

produksi

hormone

kortikotrop

berfungsi

mempengaruhi kelenjar suprenalis, testosterone, estrogen, dan suprenalis yang


mempengaruhi

pertumbuhan

anak

sehingga

terjadi

percepatan

pertumbuhan(Monks dkk, 1999). Dampak dari produksi hormone tersebut


menurut Atwater (1992) adalah: (1) ukuran otot bertambah dan semakin kuat. (2)
testosterone menghasilkan sperma dan estrogen memproduksi sel telur sebagai
tanda kemasakan. (3) Munculnya tanda-tanda kelamin sekunder seperti
membesarnya payudara, berubahnya suara, ejakulasi pertama, tumbuhnya rambutrambut halus sekitar kemaluan, ketiak dan muka.
Kematangan seksual pada remaja putri ditandai dengan perkembangan rambut
pubis dan payudara. Dimulai dari umur 8 9 tahun, rambut pubis masih jarang,
halus, tipis dan payudara naik sedikit, diameter areola bertambah. Hingga sampai
pada umur 17 tahun rambut pubis sudah seperti orang dewasa yaitu segitiga
daerah genital dan menyebar ke tengah paha, sejalan dengan perkembangan
payudara sudah mature (rancangan puting dan areola masuk dalam kontur).
Hampir sama dengan kematangan seksual pada remaja putra, ditandai dengan
perkembangan rambut pubis, penis dan testis. Dimulai dari umur 8 9 tahun,
rambut pubis sedikit, pigmentasi ringan. Penis perkembangannya ringan dan

Universitas Sumatera Utara

perkembangan testis ditandai dengan pembesaran skrotum, pink. Hingga sampai


pada umur 17 tahun rambut pubis sudah seperti orang dewasa, ukuran penis dan
testis sama seperi dewasa. (SMR= Sexual Maturity Rating From Tanner JM:
Growth at adolescence, 2nd ed. Oxford.) dalam Sumiati (2009).
3.2 Perubahan Emosional
1. Keadaan Emosi Selama Masa Remaja
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan,
suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan
fisik dan kelenjar. Adapun meningginya emosi laki-laki dan perempuan terutama
karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan
pada masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan
keadaan itu (Hurlock, 1992).
2. Pola Emosi Pada Remaja
Pola emosi pada remaja sama dengan pola emosi pada masa kanak-kanak.
Pola-pola emosi itu berupa marah, takut, cemburu, ingin tau, iri hati, gembira,
sedih dan kasih sayang. Perbedaan terletak pada rangsangan yang membangkitkan
emosi dan pengendalian dalam mengekspresikan emosi. Remaja tidak lagi
mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak,
melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras
mengkritik orang-orang yang menyebabkan amarah (Hurlock, 1992).
3. Kematangan Emosi
Remaja umumnya memiliki kondisi emosi yang labil, pengalaman emosi yang
ekstrem dan selalu merasa mendapatkan tekanan (Hurlock, 1999). Bila pada akhir

Universitas Sumatera Utara

masa remaja mampu menahan diri untuk tidak mengekspresikan emosi secara
ekstrem dan mampu mengekspresikan emosi secara tepat sesuai dengan situasi
dan kondisi lingkungan dengan cara yang dapat diterima masyarakat maka remaja
dikatakan mencapai kematangan emosi dan memberikan reaksi emosi yang stabil
(Hurlock, 1999).
Remaja yang ingin mencapai kematangan emosi harus belajar memperoleh
gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional.
Adapun caranya adalah dengan membicarakan berbagai masalah pribadinya
dengan orang lain, ia juga harus belajar menggunakan katarsis emosi untuk
menyalurkan emosinya dengan cara latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja,
tertawa atau menangis (Hurlock, 1992).
Nuryoto (1992) menyebutkan ciri-ciri kematangan emosi pada masa remaja yang
ditandai dengan sikap sebagai berikut:
a. Tidak bersikap kekanak-kanakan
Artinya,

remaja

bisa

memahami

dan

mengendalikan

emosinya,

menanamkan sifat disiplin dalam hal pekerjaan dan kehidupan sosial,


berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak, fokus dalam mengambil
keputusan dan berpikir dengan cermat tentang baik atau buruknya suatu
pilihan.
b. Bersikap rasional
Bersikap rasional adalah mengidentifikasikan permasalahan berdasarkan
data-data dan fakta yang ada, bukan berdasarkan asumsi-asumsi yang tidak

Universitas Sumatera Utara

jelas yang membuat individu menjadi tidak efektif bahkan bisa menjadi
depresi.
c. Bersikap objektif
Sikap objektif ini terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa
diikuti perasaan pribadi.
d. Dapat menerima kritikan, pendapat, argumentasi, dan keterangan orang
lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan
keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau
tidak sesuai dengan kata lain remaja harus memiliki sifat terbuka.
e. Bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan yaitu menerima
semua resiko dari apa yang ia telah perbuat.
f. Mampu menghadapi masalah dan tantangan yang dihadapi yaitu, berusaha
untuk mengatasi sendiri suatu masalah tanpa mengeluh dan mengharapkan
bantuan kepada orang lain.

3.3 Perubahan Sosial


Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan
lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada (Hurlock, 1992).
Monks dkk (1999) menyebutkan dua bentuk perkembangan remaja yaitu:

Memisahkan diri dari orangtua


Remaja berusaha melepaskan diri dari otoritas orangtua dengan maksud
menemukan jati diri.

Universitas Sumatera Utara

Menuju ke arah teman sebaya


Remaja lebih banyak berada di luar rumah dan berkumpul bersama teman
sebayanya dengan membentuk kelompok dan mengekspresikan segala
potensi yang dimiliki.

Kondisi ini membuat remaja sangat rentan terhadap pengaruh teman dalam hal
minat, sikap penampilan dan perilaku. Perubahan yang paling menonjol adalah
hubungan heteroseksual. Remaja akan memperlihatkan perubahan radikal dari
tidak menyukai lawan jenis menjadi lebih menyukai. Remaja ingin diterima,
diperhatikan dan dicintai oleh lawan jenis dan kelompoknya. Untuk mencapai
tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian
baru. Yang paling penting dan tersulit adalah penyesuaian terhadap hal-hal
berikut::
a. Kuatnya Pengaruh Kelompok Sebaya
Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman
sebaya sebagai kelompok, sehingga dapat dimengerti bahwa pengaruh
teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan
perilaku lebih besar daripada keluarga.
b. Perubahan Dalam Perilaku Sosial
Perubahan yang paling menonjol dari semua perubahan yang terjadi dalam
sikap dan perilaku sosial adalah hubungan heteroseksual. Dari tidak
menyukai lawan jenis sebagai teman, menjadi lebih menyukai daripada
teman sejenis. Dengan meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri

Universitas Sumatera Utara

dalam berbagai kegiatan sosial, maka wawasan sosial semakin membaik


dan kompetensi sosial remaja makin besar.
c. Pengelompokan Sosial Baru
Pada awal masa remaja minat individu beralih dari kegiatan bermain yang
melelahkan menjadi minat pada kegiatan sosial yang lebih formal dan
kurang melelahkan. Pengelompokan sosial yang paling sering terjadi
selama masa remaja adalah kelompok teman dekat, kelompok kecil,
kelompok besar, kelompok yang terorganisasi, kelompok geng.
d. Nilai Baru Dalam Memilih Teman
Remaja mengiginkan teman yang mempunyai minat dan nilai yang sama,
yang dapat mengerti dan membuatnya merasa nyaman serta dapat
dipercaya.
e. Nilai Baru Dalam Penerimaan Sosial
Remaja memiliki nilai baru dalam menerima atau tidak anggota-anggota
kelompok sebaya. Nilai ini didasari pada nilai kelompok sebaya yang
digunakan untuk menilai anggota. Remaja akan segera mengerti bahwa ia
dinilai dengan standar yang sama dengan yang digunakan untuk menilai
orang lain.
f. Nilai Baru Dalam Memilih Pemimpin
Pada umumnya remaja mengharapkan pemimpinnya mempunyai sifat-sifat
tertentu, seperti pemimpin yang berkemampuan tinggi yang akan
dikagumi dan dihormati orang lain, karena remaja merasa bahwa

Universitas Sumatera Utara

pemimpin kelompok sebaya mewakili mereka dalam masyarakat (Hurlock,


1992).

3.4 Tugas Perkembangan Remaja


Setiap tahap perkembangan akan mendapat tantangan dan kesulitan-kesulitan
yang membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya. Pada masa remaja,
mereka dihadapkan kepada dua tugas utama, yaitu mencapai ukuran kebebasan
atau kemandirian dari orangtua dan membentuk identitas untuk tercapainya
integrasi diri dan kematangan pribadi(Soetjiningsih, 2004).
Tugas perkembangan masa remaja menurut Soetjiningsih (2004)
1. Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih
dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin
2. Memperoleh peranan sosial
3. Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakannya secara efektif
4. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua
5. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
6. Memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan
7. Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan berkeluarga
8. Mengembangkan dan membentuk konsep-konsep moral

Tugas perkembangan masa remaja menurut (Havighurst dalam Hurlock, 1973)


1. Mencapai hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya
baik sesama jenis maupun lawan jenis

Universitas Sumatera Utara

2. Mencapai peran sosial maskulin dan feminin


3. Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4. Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa
lainnya
5. Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
6. Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
8. Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk
tercapainya kompetensi sebagai warga negara
9. Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan
secara sosial
10. Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku

3.5 Perkembangan psikososial remaja


(Depkes RI, 2001) dan (Santrock, 1993) menyatakan bahwa perkembangan
psikososial remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu perkembangan psikososial
remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan(15-16 tahun) dan remaja akhir
(17-19 tahun). Berikut ini ciri-ciri pada setiap tahap perkembangan, dampaknya
terhadap remaja dan efeknya terhadap orangtua.
3.5.1

Perkembangan psikososial remaja awal


Masa remaja awal adalah masa transisi, dimana usianya berkisar antara
10-14 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak
menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara

Universitas Sumatera Utara

fisik, psikis maupun social (Hurlock, 1973). Pada masa transisi tersebut
kemungkinan

dapat

menimbulkan

krisis

yang

ditandai

dengan

kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu


perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu
(Ekowarni, 1993)
3.5.2

Perkembangan psikososial remaja pertengahan


Remaja pertengahan terjadi di usia 15-16 tahun. Remaja pada tahap ini
lebih mudah untuk diajak kerjasama, berpikir secara independen dan
membuat keputusan sendiri dengan menolak campur tangan orangtua dan
tidak mudah terpengaruh lagi oleh teman. Pada masa ini remaja mulai
bereksperimen dengan pengalaman baru (merokok, alkohol, NAPZA),
lebih bersosialisasi dengan membina hubungan dekat, membangun
nilai/norma dan moralitas dengan mempertanyakan nilai/norma yang
diterima dari keluarga, lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman
daripada keluarga, mulai berpacaran tetapi belum serius, intelektual lebih
berkembang dan mampu berpikir abstrak.

3.5.3

Perkembangan psikososil remaja akhir


Pada tahap ini, remaja memasuki era yang lebih ideal dari tahap
sebelumnya atau dapat dikatakan hampir siap untuk menjadi orang dewasa
yang mandiri. Periode ini terjadi pada usia 17-19 tahun. Remaja mulai
menggeluti masalah sosial, politik, nilai keagamaan, bahkan pindah
agama. Mengatasi stress yang dihadapi dengan sendiri, kecemasan akan
ketidakpastian masa depan mendorong remaja harus belajar agar dapat

Universitas Sumatera Utara

hidup mandiri baik bidang finansial maupun emosional. Status hubungan


pacaran dalam periode ini lebih serius dan stabil.
3.5.4

Karakteristik Perilaku Remaja Pada Perkembangan Psikososial


a. Perkembangan yang normal
Perkembangan remaja yang normal akan berhasil menemukan identitas
diri yang akan menunjukkan sikap-sikap yang positif. Remaja akan
mampu merencanakan masa depannya, menilai diri secara obyektif,
berpikir

positif

tentang

dirinya,

mampu

berinteraksi

dengan

lingkungan, bertanggung jawab serta mandiri.


b. Perkembangan yang menyimpang
Perkembangan

remaja

yang

tidak

normal

atau

mengalami

penyimpangan akan menimbulkan efek kebingungan dalam peran.


Dicerminkan dalam perilaku tidak mampu mengidentifikasi kelemahan
dan kekuatannya, tidak memiliki rencana masa depan, memiliki
perilaku antisosial, tidak mampu berinteraksi, memiliki konsep diri
yang buruk dan tidak mandiri.

Universitas Sumatera Utara

Das könnte Ihnen auch gefallen